Transcript
Page 1: Hama Boktor pada Tanaman Sengon

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan

untuk meningkatkan perekonomian masyarakat dan sebagai sumber pemasok

bahan baku kayu untuk industri hasil hutan. Saat ini kebutuhan akan kayu di dunia

semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, sedangkan

hutan alam sudah tidak mampu lagi untuk memenuhinya. Upaya yang dapat

dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan membangun Hutan

Tanaman Industri (HTI) yang bertujuan menjaga kelestarian hutan alam baik

secara langsung maupun tidak langsung.

Pembangunan HTI di Indonesia pada umumnya diprioritaskan pada lahan

yang tidak produktif, padang alang-alang atau hutan sekunder. Untuk itu

diperlukan jenis pohon yang tidak menuntut tempat tumbuh dengan persyaratan

yang tinggi, cepat tumbuh, memiliki daur yang singkat, nilai ekonomi tinggi serta

dapat tumbuh pada kisaran daerah yang luas. Salah satu jenis yang dapat

diandalkan adalah sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) yang dulu

dikenal dengan nama Albizia falcataria (L) Fosberg.

Sengon merupakan salah satu komoditas yang menjadi primadona bagi

petani hutan rakyat. Hal ini didorong karena jenis ini memiliki beberapa kelebihan

antara lain pertumbuhan yang cepat, persyaratan tumbuh mudah, pemanfaatannya

beragam, dan jenis pengikat nitrogen. Prospek usaha penanaman kayu sengon

sangat relevan jika dikaitkan dengan proyeksi ke depan pemerintah dalam

penggunaan kayu untuk bahan bangunan. Selain diarahkan untuk pemenuhan

ekspor, kayu sengon yang sudah disentuh dengan teknologi, juga akan diarahkan

untuk pemenuhan kebutuhan kayu bangunan dalam negeri menggantikan peran

kayu hutan alam yang pada saat ini sudah mulai krisis dan sulit didapat. Upaya

peningkatan produksi sengon menciptakan pola tanam sengon secara monokultur

pada areal yang luas. Kondisi tersebut menimbulkan kondisi ekosistem yang tidak

seimbang, sehingga ketersediaan makanan bagi hama dan penyakit cukup banyak.

Page 2: Hama Boktor pada Tanaman Sengon

2

Ketidakseimbangan ekosistem tersebut menyebabkan sering terjadi ledakan

(outbreak) hama dan penyakit.

Masalah yang paling umum dihadapi dalam pengusahaan hutan tanaman

sengon adalah serangan hama penggerek batang Xystrocera festiva Thoms

atau yang lebih sering dikenal sebagai uter-uter, boktor, wolwolan dan engkes-

engkes. Sampai saat ini pengendalian hama boktor yang efektif dan efisien secara

khusus masih belum ditemukan. Metode yang dilakukan adalah dengan cara

menyayat kulit batang sengon dan membuang larva boktor yang ada didalamnya.

Namun tindakan ini akan merusak proses fisiologis tanaman sengon sehingga

dapat menurunkan kualitas dan harga kayu sengon.

Salah satu faktor penyebab belum berhasilnya pengendalian hama boktor

adalah kurangnya pengetahuan tentang serangga boktor, khususnya pada saat

stadium larva (fase merusak) yang hidup di bawah kulit pohon sehingga sulit

untuk dipelajari baik dari segi fisiologis maupun segi biologinya. Untuk

mengatasinya maka dilakukan penelitian di laboratorium. Hama boktor dibiakkan

dan diamati dengan menggunakan makanan buatan (artificial diet). Penelitian ini

berguna untuk memperoleh informasi perilaku dan siklus hidup boktor.

Unsur yang sangat dibutuhkan dalam pengamatan tanaman yang terserang

hama saat kita berada dilapang yaitu ketelitian tanaman yang terkena serangan

hama . Sehingga, nantinya kita dapat mengetahui seberapa parah tanaman yang

terserang hama baik dipandang dari segi fisik maupun secara biologis, sehingga

dapat dilakukan tindakan / usaha penanganan terhadap serangan hama pada

tanaman tersebut.

Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan laporan Praktikum Dasar Perlindungan Hutan Sub Hama ini

adalah untuk mengetahui morfologi hama kumbang boktor (Xystrocera fastiva

Pascoe) dan cara pengendaliannya terhadap komoditi tanaman sengon

(Paraserianthes falcataria (L) Nielsen).

Page 3: Hama Boktor pada Tanaman Sengon

3

Kegunaan Penulisan

1. Salah satu syarat untuk mengikuti praktikal test di Laboratorium Dasar

Perlindungan Hutan Sub Hama, Departemen Ilmu Hama dan Penyakit

Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

2. Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.

Page 4: Hama Boktor pada Tanaman Sengon

4

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman

Sistematika tanaman sengon ( Paraserianthes falcataria ), yaitu :

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Fabales

Famili : Fabaceae

Genus : Paraserianthes

Spesies : Paraserianthes falcataria Pascoe

Menurut Atmosuseno (1994), berdasarkan catatan sejarah, sengon

merupakan spesies asli dari kepulauan di sebelah timur Indonesia yakni Maluku

dan Papua. Pada tahun 1870-an pohon ini disebarkan ke seluruh kawasan Asia

Tenggara mulai dari Myanmar sampai Filipina. Habitat alami pohon sengon

ditemukan di Kepulauan Maluku. Pada tahun 1871 pohon sengon mulai ditaman

di Kebun Raya Bogor. Dari Kebun Raya Bogor pohon sengon disebarkan ke

berbagai daerah di Indonesia, termasuk Sumatera, Jawa dan Kalimantan.

Penyebaran pohon sengon secara luas disebabkan karena mudahnya pohon ini

tumbuh dan menyesuaikan diri dengan lingkungan setempat. Tidak mengherankan

kalau pohon sengon saat ini sudah tersebar luas sampai ke Sri Lanka, India,

Malaysia, Filipina dan Samoa.

Sengon merupakan pohon yang termasuk anggota famili Fabaceae (dulu

Mimosaceae) dan merupakan salah satu jenis pohon yang pertumbuhannya sangat

cepat. Pertumbuhannya selama 25 tahun dapat mencapai tinggi 45 m dengan

diameter batang mencapai 100 cm. Mengingat pertumbuhannya yang cepat

sengon dijuluki sebagai pohon ajaib (the miracle tree). Pada umur 6 tahun pohon

sengon sudah dapat menghasilkan kayu bulat sebanyak 372 m3/ha

(Atmasuseno, 1994).

Page 5: Hama Boktor pada Tanaman Sengon

5

Pohon sengon berdaun majemuk, menyirip ganda, tangkai daun atau

tangkai poros utama dengan satu atau lebih kelenjar dan anak daun kecil. Bunga

bulir seluruhnya atau sebagian besar bercabang malai, berbulu halus, panjang

kedudukan bunga 10 - 25 mm, kelopak bunga 2 - 2.5 mm, daun mahkota 5 -7 mm,

berwarna putih, dibaliknya kuning muda, berbulu rapat dan berbuah polong

(Ditjen Kehutanan, 1976).

Pohon sengon dapat mencapai tinggi 40 m dengan tinggi batang bebas

cabang 10 - 30 m dan diameter batang sampai 80 cm. Kulit luar barwarna putih

kelabu, tidak beralur dan tidak mengelupas (Martawijaya et al. ,1989).

Syarat Tumbuh

Jenis tanah yang baik dan cocok untuk pertumbuhan sengon adalah pada

tanah regosol, aluvial dan latosol yang bertekstur lempung berpasir atau lempung

berdebu dengan kemasaman tanah sekitar pH 6-7. Sengon termasuk jenis tanaman

tropis sehingga suhu yang tepat untuk pertumbuhannya sekitar 18-27 °C.

(Santoso,1992).

Sengon dapat tumbuh mulai dari pantai sampai ketinggian tempat 1500 m

dpl, bahkan pada tempat yang tingginya lebih dari 1600 m dpl pohon ini masih

dapat tumbuh, tetapi elevasi optimalnya 0-800 m dpl dengan suhu rata-rata 22-29°

C. Tumbuh dengan baik pada tempat-tempat yang beriklim basah sampai agak

kering, yaitu yang mempunyai paling sedikit 15 hari hujan dan 4 bulan kering.

Pohon ini dapat tumbuh di tanah-tanah kering maupun lembab. Meskipun dapat

tumbuh di berbagai macam tanah, namun lebih cocok tumbuh pada tanah yang

mengandung hara mineral yang cukup, struktur dan tekstur tanah yang baik

(Jumar, 2000).

Iklim

Menurut Santoso (1992), sengon termasuk jenis tanaman tropis sehingga

suhu yang cocok untuk pertumbuhannya yaitu 18-270C dengan kelembaban

sekitar 50%-75%. Sedangkan menurut (Martawijaya et. al., 1989), iklim yang

Page 6: Hama Boktor pada Tanaman Sengon

6

paling optimal bagi pertumbuhan sengon ialah iklim basah sampai agak kering.

Tanah

Menurut Santoso (1992), pada dasarnya tanaman sengon dapat tumbuh di

tanah apa saja, baik di tanah tegalan atau pekarangan maupun tanah-tanah hutan

yang baru dibuka. Dari pengamatan di lapangan, tanaman sengon dapat tumbuh

baik pada tanah regosol, alluvial, dan latosol dengan kemasaman tanah pada

pH 6-7.

Tanah yang dikehendaki adalah tanah bertekstur ringan, menengah atau

padat yang bereaksi netral. Pada toleransi tertentu masih dapat tumbuh pada tanah

dengan reaksi asam dan basa. Drainase tanah sedang sampai lembab. Dari uraian

tersebut dapat diketahui bahwa sengon mempunyai daerah penyebaran dengan

selang yang lebar. Dengan demikian boleh dikatakan hampir semua daerah di

Indonesia dapat ditanami sengon (Trianna, 2011).

Biologi Hama

Hama utama tegakan sengon ini merupakan hama penggerek kulit dan

batang, termasuk ke dalam :

Filum : Arthropoda

Subfilum : Mandibulata

Kelas : Insecta

Subkelas : Pterygota

Ordo : Coleoptera

Subordo : Polyphaga

Famili : Cerambycidae

Subfamili : Cerambycinae

Genus : Xystrocera

Spesies : Xystrocera festiva

Nama Ilmiah : Xystrocera festiva Pascoe

Nama daerah : Boktor sengon, Wowolan, Uter-uterTelur berbentuk lonjong berukuran 2x1 mm, mula-mula berwarna hijau-

kuning dan setelah tua, warnanya kuning dan keras. Telur diletakkan

Page 7: Hama Boktor pada Tanaman Sengon

7

mengelompok, satu sama lain dilekatkan oleh perekat yang tidak berwarna.

Kelompok-kelompok telur biasanya terdapat pada bekas patahan cabang atau

retakan-retakan kulit bekas serangan (Natawiria, 1973).

Menurut Rukmana (1997), letak telur dengan yang lain berkelompok

dengan jumlah sekitar 41-237 butir. Stadium telur adalah 28-32 hari dengan rata-

rata 30 hari.

Gambar 1. Kelompok telur Xystrocera festiva

Larva yang baru menetas berbentuk silindris, berwarna putih kotor,

kekuning-kuningan. Larva dewasa mempunyai panjang sampai 5,2 cm. Larva

yang baru menetas secara berkelompok menggerek kulit batang hingga akhirnya

mencapai bagian kayu. Serangan awal ditandai dengan terjadinya perubahan pada

warna kulit batang dari putih keabuan menjadi merah kecoklatan. Warna tersebut

disebabkan oleh adanya serbuk gerek yang berasal dari kulit batang. Sebagian

besar kehidupan larva berlangsung pada kayu gubal.

Gambar 2. Ulat Xystrocera festiva dilihat dari atas Pupa berwarna putih kekuning-kuningan dengan ukuran 30x10 mm.

Kumbang X. festiva aktif pada waktu senja. Di laboratorium Entomologi Pusat

Litbang Hutan Bogor, kumbang keluar mulai pukul 18.00 sedangkan di Malang

kumbang keluar mulai pukul 16.00. Kumbang berwarna coklat kekuning-

kuningan agak mengkilap, di bagian pinggir dari elytra dan sekeliling pronotum

Page 8: Hama Boktor pada Tanaman Sengon

8

terdapat garis lebar yang berwarna hijau kebiruan yang mengkilap. Menurut

Notoatmodjo (1963) waktu perkawinan dan bertelur terjadi beberapa jam setelah

kumbang keluar. Waktu bertelur hanya terjadi dalam satu hari dan kebanyakan

kumbang hanya bertelur sampai 2 kali dalam waktu 2-8 hari.

Gambar 3. Pupa X. festiva dilihat dari arah bawah (kiri) dan arah atas (kanan)

Kumbang X. festiva berwarna coklat kemerahan, sisi luar elitranya

berwarna hijau kebiruan, memanjang dari muka ke belakang. Antena berwarna

kehitaman, warna kaki tungkai menyerupai warna antena diselingi oleh warna

coklat kekuningan pada femur dan tarsus. Pronotum dikelilingi oleh garis hijau

kebiruan yang mengkilat, sehingga pada bagian dalam terdapat gambaran

berbentuk jantung dan berwarna coklat kuning. Panjang tubuhnya sekitar

2,5 - 3,8 cm dan lebarnya 0,6 - 0,9 cm (Notoatmodjo, 1963).

Gambar 4. Kumbang betina Xystrocera festiva

Page 9: Hama Boktor pada Tanaman Sengon

9

Gejala Serangan

Umumnya serangan hama ini terjadi pada pohon yang telah berumur 3

tahun atau lebih, yang diameternya telah mencapai 10 cm atau lebih. Bagian

pohon yang diserang kebanyakan berkisar pada ketinggian 0 – 5 meter, tetapi ada

kalanya mencapai 15 meter dari atas permukaan tanah (Husaeni, et al.,1995).

Fase hidup Xystrocera festiva yang paling merusak ialah fase larva. Larva-

larva yang baru menetas akan segera memakan kulit bagian dalam dan bagian luar

dari kayu gubal, membentuk saluran-saluran sedalam 0,5 mm ke arah bawah

batang. Saluran gerek ini seluruhnya tertutup oleh ekskremen yang dihasilkan

larva. Saluran gerek ini biasanya saling berhubungan (continue) dan arahnya tidak

beraturan, biasanya vertikal. Semakin ke arah bawah saluran gerek ini semakin

melebar karena ukuran larva yang memakannya semakin besar. Dari bagian

batang yang rusak akan keluar cairan berwarna coklat atau hitam. Setiap saluran

dicirikan oleh adanya suatu lubang dan serbuk gerek pada permukaan kulit;

banyak serbuk gerek bervariasi tergantung pada umur dan banyaknya larva yang

hidup bersama di dalam kulit. Serbuk gerek yang menempel pada permukaan kulit

atau yang jatuh ke lantai hutan sering digunakan sebagai petunjuk adanya

serangan hama ini (Husaeni, 2001).

Gambar 5. Serangan larva Xystocera festiva

Kerusakan berbentuk lubang-lubang yang mempunyai bermacam-macam

ukuran dan bentuk. Lubang-lubang dapat dijumpai baik pada kayu batang dan

Page 10: Hama Boktor pada Tanaman Sengon

10

cabang yang masih hidup maupun pada balok-balok kayu kering. Tiap-tiap jenis

penggerek kayu mempunyai karakteristik tertentu. Beberapa jenis serangga

dewasanya hanya merusak pohon sehat, jenis lain merusak pohon merana.

Serangga penggerek batang kayu termasuk dalam ordo Coleoptera, yang merusak

pada stadium larva atau dewasa (Sumardi dan Widyastuti, 2004).

Pengendalian

a. Pengendalian secara fisik/mekanik

Notoatmodjo (1963) menganjurkan pengendalian boktor secara mekanis

dengan sistim ’tebang-sakit’ dan cara pengeletekan (penyesetan) kulit batang pada

tanaman yang terserang. Menurut Husaeni et al., (1997) pengendalian melalui

penangkapan kumbang dengan perangkap lampu. Pengendalian secara

fisik/mekanik yang bisa diterapkan juga adalah pemusnahan kelompok telur

boktor sengon. Serangan hama boktor pada tegakan sengon diawali dengan

peletakan telur boktor oleh kumbang betinanya pada celah-celah kulit atau bagian-

bagian batang pohon yang luka. Bila kelompok telur ini dapat ditemukan dan

dapat dimusnahkan, misalnya dengan cara dicongkel atau bagian yang ada

telurnya diseset, maka kerusakan batang karena hama itu dapat dihindarkan.

b. Pengendalian secara kimiawi (Insektisida)

Pengendalian X. festiva secara kimiawi selain biayanya mahal, secara

teknis juga sukar untuk dilaksanakan. Menurut Nurhayati (2001), berdasarkan

tingkat keampuhan (efikasi) insektisida Perfekthion 400 EC pada selang waktu 3

minggu setelah penyemprotan, terlihat bahwa konsentrasi insektisida yang sudah

cukup efektif untuk pengendalian hama boktor sengon adalah 6 cc/l. Insektisida

lain yang telah dicoba untuk memberantas boktor sengon adalah Dimecron 100

yang merupakan salah satu insektisida sistemik. Setiap pohon yang terserang

disemprot dengan Dimecron 100 berkonsentrasi 0.5% dengan dosis 75 cc cairan

semprot per pohon. Ternyata insektisida ini dapat mematikan larva yang berumur

sampai 2 bulan tetapi tidak dapat mematikan larva yang berumur lebih tua dan

larva-larva yang telah menggerek ke dalam kayu gubal.

Page 11: Hama Boktor pada Tanaman Sengon

11

c. Pengendalian secara hayati/biologis

Musuh-musuh alami hama boktor ada yang menyerang telur, larva, pupa

dan imago (kumbang). Musuh-musuh tersebut terdiri dari parasit, predator dan

patogen. Bila hama boktor diserang musuh alami tersebut, maka populasi hama

ini akan menurun. Dua cara pengendalian hayati hama boktor telah dikaji

keampuhannya adalah dengan menggunakan parasit telur boktor dan jamur

patogen larva (Trianna, 2011).

d. Pengendalian secara silvikultur

Menurut Natawiria (1973), serangan hama pada tegakan

campuran akan lebih ringan dari pada tegakan murni.

Perkembangbiakan dan penyebaran jasad perusak dalam suatu

tegakan campuran sedikit banyak akan terhambat karena jumlah

bahan makanan yang tersedia relatif sedikit dan mungkin juga

dalam suatu tegakan campuran keseimbangan biologis diantara

semua faktor pembentuk masyarakat hutan lebih mudah

tercapai. Tetapi dari hasil survey selama tahun 1959 - 1961 di

seluruh tegakan sengon di Pulau Jawa yang dilakukan oleh

Lembaga Pusat Penyelidikan Kehutanan, ternyata tanaman

murni maupun tanaman campuran (suren, jati, sonokeling, jabon,

rasamala, dan puspa) dapat diserang hama boktor sengon

dengan tidak berbeda nyata dalam tingkat serangannya.

Pengendalian secara silvikultur yang dapat dilakukan

menurut Husaeni (2001), diantaranya adalah dengan penanaman

pohon resisten, pengaturan jarak tanam, pembuatan tanaman

campuran, dan penjarangan.

Dengan daur 8 tahun dan jarak tanam awal 3 x 2 m,

tegakan sengon mengalami 4 kali penjarangan, yaitu pada umur

3 tahun, 4 tahun, 5 tahun, dan 6 tahun. Pada setiap kali

dilakukan penjarangan, maka pohon-pohon sengon yang

Page 12: Hama Boktor pada Tanaman Sengon

12

mendapat serangan hama boktor harus ditebang, baik yang

mengalami serangan awal (larva masih muda), serangan lanjut

(larva sudah dewasa dan akan menggerek ke dalam kayu gubal),

serangan pasif (larva telah berkepompong di dalam liang gerek).

Setelah ditebang bagian batang pohon sengon yang masih

mengalami serangan awal dan serangan lanjut harus dikupas

kulitnya agar larvanya tidak dapat terus hidup pada batang yang

sudah ditebang. Bila yang ditebang telah mencapai serangan

pasif, bagian batang yang diserang harus dibelah-belah agar

kepompong atau kumbangnya dapat dimatikan . Pengendalian

secara silvikultur belum menunjukkan hasil yang nyata karena

adanya serangan hama ini tidak terpengaruh oleh ketinggian

tempat, presipitasi dan topografi lapangan. Diversifikasi tegakan

tidak berhasil baik dalam mengurangi serangan hama ini

(Prajadinata dan Masano, 1989).

Page 13: Hama Boktor pada Tanaman Sengon

13

PERMASALAHAN DAN PEMBAHASAN

Permasalahan

Fase hidup Xystrocera festiva yang paling merusak ialah fase larva. Larva-

larva yang baru menetas akan segera memakan kulit bagian dalam dan bagian luar

dari kayu gubal, membentuk saluran-saluran sedalam 0,5 mm ke arah bawah batang.

Saluran gerek ini seluruhnya tertutup oleh ekskremen yang dihasilkan larva. Saluran

gerek ini biasanya saling berhubungan (continue) dan arahnya tidak beraturan,

biasanya vertikal. Semakin ke arah bawah saluran gerek ini semakin melebar karena

ukuran larva yang memakannya semakin besar. Dari bagian batang yang rusak akan

keluar cairan berwarna coklat atau hitam. Setiap saluran dicirikan oleh adanya suatu

lubang dan serbuk gerek pada permukaan kulit; banyak serbuk gerek bervariasi

tergantung pada umur dan banyaknya larva yang hidup bersama di dalam kulit.

Serbuk gerek yang menempel pada permukaan kulit atau yang jatuh ke lantai hutan

sering digunakan sebagai petunjuk adanya serangan hama ini.

Serangan Xystrocera festiva pada tegakan sengon sudah terjadi sejak tegakan

berumur 3 tahun, yaitu pada saat diameter batang sekitar 10-12 cm dan tinggi pohon

mencapai 16 m. Letak serangan pada pohon adalah mulai dari pangkal batang sampai

ketinggian lebih dari 10 m. Kerusakan yang ditimbulkan oleh larva ialah kerusakan

kulit bagian dalam dan kayu gubal pohon inang. Akibatnya kulit akan mati,

terkelupas dan jatuh. Bila tidak terjadi serangan berikutnya pertumbuhan pohon yang

cepat akan dapat menyembuhkan luka-luka tersebut, dengan cara pembentukan kalus.

Page 14: Hama Boktor pada Tanaman Sengon

14

Akan tetapi perusakan oleh hama ini sering terjadi berulang-ulang untuk beberapa

tahun, sehingga banyak pohon yang mati atau patah. Kerusakan tersebut akan

menurunkan volume dan kualitas kayu pertukangan yang dihasilkan

Pembahasan

Serangan hama boktor (Xystrocera festiva Pascoe) yang menyerang batang

kayu membuat kayu menjadi berlubang-lubang dan menyebabkan nilai jualnya

pun akan semakin berkurang. Banyak akibat buruk yang disebabkan oleh serangan

hama ini terhadap pertumbuhan sengon (Paraserianthes falcataria). Untuk

memperkecil dampak dari serangan hama ini maka perlu dilakukan beberapa

tindakan pengendalian. Beberapa diantaranya adalah pengendalian secara

fisik/mekanis, kimiawi, hayati/biologis dan secara silvikultur.

Perlu adanya tindakan pengendalian secara silvikultur untuk mengatasi

serangan hama boktor. Dengan cara menanam jenis sengon yang sangat resisten

terhadap serangan larva boktor.

Pada umur 3 tahun tanaman sengon masih kecil diamaternya

dengan diameter rata-rata sebesar 11.85 cm sehingga hama X.

festiva belum berkembang dengan pesat. Tanaman yang berdiameter

kecil belum banyak mendapatkan serangan X. festiva, hal ini diduga

karena batang tanaman sengon masih terlalu kecil untuk bisa

digerek oleh larva X. festiva dan dijadikan tempat berlindung

sekaligus sumber makanannya. Pada tanaman tua, diameter

pohonnya semakin besar sehingga ruang tempat hidup larva

semakin luas dan persediaan makanan yang terkandung di dalam

pohon semakin banyak sehingga serangga X. Festiva dapat

berkembang dengan baik. Selain karena faktor diameter pohon,

dengan semakin tua umur tegakan sengon maka tajuk pohon juga

semakin rindang. Hal ini diduga menjadi salah satu faktor yang

mendukung X. festiva berkembang dengan baik. Faktor pemeliharaan

juga memegang peranan penting sehubungan dengan peningkatan

persentase serangan X. festiva. Dengan ditiadakannya kegiatan

penjarangan sejak tahun 2002, penebangan terhadap pohon yang

Page 15: Hama Boktor pada Tanaman Sengon

15

mengalami serangan X. festiva hanya dilakukan jika pohon tersebut

terlihat secara kebetulan saja, sedangkan pohon lain yang

terserang dan tidak terawasi dibiarkan saja sehingga larva yang ada

akan menjadi dewasa dan menyerang pohon lain yang masih sehat.

Pada tegakan umur 3 tahun pohon telah mendapatkan serangan X.

festiva dan tidak dilakukan usaha pemberantasan sehingga dengan

semakin meningkatnya umur pada tegakan yang bersangkutan

semakin banyak pohon yang

terserang X. festiva.

Page 16: Hama Boktor pada Tanaman Sengon

16

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Pohon sengon merupakan tanaman fast growing, berbatang lurus, tidak

berbanir, kulit berwarna kelabu keputih-putihan, licin, tidak mengelupas dan

memiliki batang bebas cabang mencapi 20 m.

2. Serangga penggerek batang kayu termasuk dalam ordo Coleoptera, yang

merusak pada stadium Fase hidup Xystrocera festiva yang paling merusak ialah

fase larva. Larva-larva yang baru menetas akan segera memakan kulit bagian

dalam dan bagian luar dari kayu gubal, membentuk saluran-saluran sedalam 0,5

mm ke arah bawah batang. Larva-larva yang baru menetas akan segera

memakan kulit bagian dalam dan bagian luar dari kayu gubal, membentuk

saluran-saluran sedalam 0,5 mm ke arah bawah batang.

3. Serangan hama ini terjadi pada pohon yang telah berumur 3 tahun atau lebih.

Saran

Menginggat dalam tegakan sengon seumur hama X. festiva

menyerang pada semua kelas diameter maka dalam kegiatan

penjarangan pohon terserang X. festiva yang berdiamater kecil dan

berdiameter besar tetap harus ditebang. Hal ini dilakukan untuk

menghilangkan sumber infeksi X. festiva dari tegakan tinggal.

Page 17: Hama Boktor pada Tanaman Sengon

17

DAFTAR PUSTAKA

Atmasuseno, B. S. 1994. Budidaya, Kegunaan dan Prospek Sengon. Jakarta : Penebar Swadaya, Jakarta.

Direktorat Jendral Kehutanan. 1976. Vademiccum Kehutanan Indonesia. Direktorat Jendral Kehutanan Departemen Pertanian. Jakarta

Husaeni et al., 1995. Studi pemberantasan hama boktor (Xystrocera festiva) pada tegakan sengon: Bio-ekologi boktor dan eksplorasi musuh alami boktor. Laporan penelitian. Fakutas Kehutanan IPB. Tidak diterbitkan.

Husaeni, EA. 2001. Hama Hutan Indonesia. Diktat Kuliah. Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan. IPB: Bogor.

Jumar. 2000. Entomologi Pertanian. Rineka Cipta. Bogor

Martawijaya et al., 1989. Atlas kayu Indonesia Volume II. Badan Litbang Kehutanan. Bogor.

Natawiria D. 1972/1973. Hama dan penyakit Albizia falcataria (L) Forsbeg. Rimba Indonesia 17 (1 – 2).

Notoatmodjo SS, 1963. Cara-cara mencegah serangan masal dari boktor Xystrocera festiva Pascoe pada tegakan Albizia falcataria. Laporan Lembaga Pusat Penyelidikan Kehutanan Bogor, No. 92.

Nurhayati ND. 2001. Pengujian efikasi insektisida sistemik Perfecthion 400 EC terhadap hama boktor (Xystrocera festiva Pascoe) pada tegakan sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen). Skripsi Fakultas Kehutanan. IPB Bogor. Tidak diterbitkan.

Pradjadinata, S dan Masano. 1989. Teknik Penanaman Jeunjing [Albizia falcataria (L) Fosberg]. Badan Penelitian dan PengembanganKehutanan: Bogor.

Santoso, HB. 1992. Budidaya Sengon. Yogyakarta : Kanisius

Sumardi dan S. Widyastuti. 2004. Dasar-Dasar Perlindungan Hutan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Trianna, N. 2011. Studi pustaka hama sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Page 18: Hama Boktor pada Tanaman Sengon

18


Top Related