Transcript
Page 1: Hakikat Dari Tasawuf

HAKIKAT DARI TASAWUF

Posted by admin on May 5th, 2009

Arti tasawuf dalam agama ialah memperdalam ke arah bagianrohaniah, ubudiah, dan perhatiannya tercurah seputarpermasalahan itu.

Agama-agama di dunia ini banyak sekali yang menganutberbagai macam tasawuf, di antaranya ada sebagian orangIndia yang amat fakir. Mereka condong menyiksa diri sendiridemi membersihkan jiwa dan meningkatkan amal ibadatnya.

Dalam agama Kristen terdapat aliran tasawuf khususnya bagipara pendeta. Di Yunani muncul aliran Ruwagiyin. Di Persiaada aliran yang bernama Mani’; dan di negeri-negeri lainnyabanyak aliran ekstrim di bidang rohaniah.

Kemudian Islam datang dengan membawa perimbangan yang palingbaik di antara kehidupan rohaniah dan jasmaniah sertapenggunaan akal.

Maka, insan itu sebagaimana digambarkan oleh agama, yaituterdiri dari tiga unsur: roh, akal dan jasad. Masing-masingdari tiga unsur itu diberi hak sesuai dengan kebutuhannya.Ketika Nabi saw. melihat salah satu sahabatnyaberlebih-lebihan dalam salah satu sisi, sahabat itu segeraditegur. Sebagaimana yang terjadi pada Abdullah bin Amr binAsh. Ia berpuasa terus menerus tidak pernah berbuka,sepanjang malam beribadat, tidak pernah tidur, sertameninggalkan istri dan kewajibannya. Lalu Nabi saw.menegurnya dengan sabdanya:

“Wahai Abdullah, sesungguhnya bagi dirimu ada hak (untuktidur), bagi istri dan keluargamu ada hak (untuk bergaul),dan bagi jasadmu ada hak. Maka, masing-masing ada haknya.”

Ketika sebagian dari para sahabat Nabi saw. bertanya kepadaistri-istri Rasul saw. mengenai ibadat beliau yang luarbiasa. Mereka (para istri Rasulullah) menjawab, “Kami amatjauh daripada Nabi saw. yang dosanya telah diampuni olehAllah swt, baik dosa yang telah lampau maupun dosa yangbelum dilakukannya.”

Page 2: Hakikat Dari Tasawuf

Kemudian salah seorang di antara mereka berkata, “Aku akanberibadat sepanjang malam.” Sedang yang lainnya mengatakan,“Aku tidak akan menikah.” Kemudian hal itu sampai terdengaroleh Rasulullah saw, lalu mereka dipanggil dan Rasulullahsaw. berbicara di hadapan mereka.

Sabda beliau:

“Sesungguhnya aku ini lebih mengetahui daripada kamu akanmakrifat Allah dan aku lebih takut kepada-Nya daripada kamu;tetapi aku bangun, tidur, berpuasa, berbuka, menikah, dansebagainya; semua itu adalah sunnah Barangsiapa yang tidaksenang dengan sunnahku ini, maka ia tidak termasukgolonganku.”

Karenanya, Islam melarang melakukan hal-hal yangberlebih-lebihan dan mengharuskan mengisi tiap-tiap waktuluang dengan hal-hal yang membawa manfaat, serta menghayatisetiap bagian dalam hidup ini.

Munculnya sufi-sufi di saat kaum Muslimin umumnyaterpengaruh pada dunia yang datang kepada mereka, danterbawa pada pola pikir yang mendasarkan semua masalahdengan pertimbangan logika. Hal itu terjadi setelah masuknyanegara-negara lain di bawah kekuasaan mereka.

Berkembangnya ekonomi dan bertambahnya pendapatanmasyarakat, mengakibatkan mereka terseret jauh dari apa yangdikehendaki oleh Islam yang sebenarnya (jauh dari tuntutanIslam).

Iman dan ilmu agama menjadi falsafah dan ilmu kalam(perdebatan); dan banyak dari ulama-ulama fiqih yang tidaklagi memperhatikan hakikat dari segi ibadat rohani. Merekahanya memperhatikan dari segi lahirnya saja.

Sekarang ini, muncul golongan sufi yang dapat mengisikekosongan pada jiwa masyarakat dengan akhlak dansifat-sifat yang luhur serta ikhlas. Hakikat dari Islam daniman, semuanya hampir menjadi perhatian dan kegiatan darikaum sufi.

Mereka para tokoh sufi sangat berhati-hati dalam menitijalan di atas garis yang telah ditetapkan oleh Al-Qur,an danAs-Sunnah. Bersih dari berbagai pikiran dan praktek yangmenyimpang, baik dalam ibadat atau pikirannya.

Page 3: Hakikat Dari Tasawuf

Banyak orang yang masuk Islam karena pengaruh mereka, banyakorang yang durhaka dan lalim kembali bertobat karena jasamereka. Dan tidak sedikit yang mewariskan pada dunia Islam,yang berupa kekayaan besar dari peradaban dan ilmu, terutamadi bidang makrifat, akhlak dan pengalaman-pengalaman di alamrohani, semua itu tidak dapat diingkari.

Tetapi, banyak pula di antara orang-orang sufi itu terlampaumendalami tasawuf hingga ada yang menyimpang dari jalan yanglurus dan mempraktekkan teori di luar Islam, ini yangdinamakan Sathahat orang-orang sufi; atau perasaan yanghalus dijadikan sumber hukum mereka.

Pandangan mereka dalam masalah pendidikan, di antaranyaialah seorang murid di hadapan gurunya harus tunduk patuhibarat mayat di tengah-tengah orang yang memandikannya.

Banyak dari golongan Ahlus Sunnah dan ulama salaf yangmenjalankan tasawuf, sebagaimana diajarkan oleh Al-Qur’an;dan banyak pula yang berusaha meluruskan danmempertimbangkannya dengan timbangan Al-Qur’an danAs-Sunnah. Di antaranya ialah Al-Imam Ibnul Qayyim yangmenulis sebuah buku yang berjudul: “Madaarijus-Saalikin ilaaManaazilus-Saairiin,” yang artinya “Tangga bagi PerjalananMenuju ke Tempat Tujuan.” Dalam buku tersebut diterangkanmengenai ilmu tasawuf, terutama di bidang akhlak,sebagaimana buku kecil karangan Syaikhul Islam IsmailAl-Harawi Al-Hanbali, yang menafsirkan dari SuratAl-Fatihah, “Iyyaaka na’budu waiyyaaka nastaiin.”

Kitab tersebut adalah kitab yang paling baik bagi pembacayang ingin mengetahui masalah tasawuf secara mendalam.

Sesungguhnya, tiap-tiap manusia boleh memakai pandangannyadan boleh tidak memakainya, kecuali ketetapan danhukum-hukum dari kitab Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah saw.Kita dapat mengambil dari ilmu para sufi pada bagian yangmurni dan jelas, misalnya ketaatan kepada Allah swt, cintakepada sesama makhluk, makrifat akan kekurangan yang adapada diri sendiri, mengetahui tipu muslihat dari setan danpencegahannya, serta perhatian mereka dalam meningkatkanjiwa ke tingkat yang murni.

Page 4: Hakikat Dari Tasawuf

Disamping itu, menjauhi hal-hal yang menyimpang danterlampau berlebih-lebihan, sebagaimana diterangkan olehtokoh sufi yang terkenal, yaitu Al-Imam Al-Ghazali. Melaluiulama ini, dapat kami ketahui tentang banyak hal, terutamailmu akhlak, penyakit jiwa dan pengobatannya.

Dr. Yusuf Al-Qardhawi

A. PENGERTIAN TASAWUF

 

1.    Secara Lughawi / Bahasa

 

       Dalam mengajukan teori tentang pengertian tasawuf, baik secara etimologi maupun secara istilah pengertian tasawuf terdiri atas beberapa macam pengertian berikut :

       Pertama, tasawuf berasal dari istilah yang dikonotasikan dengan “ahlu suffah” yang berarti sekelompok orang pada masa Rasulallah yang hidupnya diisi dengan banyak berdiam di serambi-serambi mesjid, dan mereka mengabdikan hidupnya untuk beribadah kepada Allah.         Kedua, tasawuf itu berasal dari kata “shafa”. Kata “shafa” ini berbentuk fi’il mabni majhul sehingga menjadi isim mulhaq dengan huruf ya’ nisbah, yang berarti nama bagi orang-orang yang “bersih” atau “suci”. Maksudnya adalah orang-orang yang menyucikan dirinya dihadapan Tuhan-Nya.

       Ketiga, istilah tasawuf  berasal dari kata “shaf”. Makna “shaf” ini dinisbahkan kepada orang-orang yang ketika shalat selalu berada di shaf yang paling depan.

      Keempat, ada yang mengatakan bahwa istilah tasawuf dinisbahkan kepada orang-orang dari Bani Shufah.

Page 5: Hakikat Dari Tasawuf

       Kelima, tasawuf ada yang menisbahkannya dengan kata istilah bahasa Greek atau Yunani, yakni “saufi”. Istilah ini disamakan maknanya dengan kata “hikmah”, yang berarti kebijaksanaan. Orang yg berpendapat seperti ini adalah Mirkas, kemudian diikuti oleh Jurji Zaidan, dalam kitabnya Adab Al-Lughah Al-‘Arabiyyah. Dia menyebutkan bahwa para filosof Yunani dahulu telah menjelaskan pemikiran atau kata-kata yang dituliskan dalam buku-buku filsafat yg mengandung kebijaksanaan. Ia mendasari pendapatnya dengan argumentasi bahwa istilah sufi atau tasawuf tidak ditemukan sebelum masa penerjemahan kitab-kitab yang berbahasa Yunani ke dalam bahasa Arab. Pendapat ini didukung juga oleh Nouldik yang mengatakan bahwa dalam penerjemahan dari bahasa Yunani ke dalam bahasa Arab terjadi proses asimilasi. Misalnya, orang Arab metransliterasikan huruf “sin” menjadi huruf “shad”, seperti dalam kata tasawuf menjadi tashawuf.

       Keenam, ada juga yang mengatakan tasawuf itu berasal dari kata “shaufanah”, yaitu sebangsa buah-buahan kecil yang berbulu-bulu, yang banyak sekali tumbuh di padang pasir di tanah Arab, dan pakaian kaum sufi itu berbulu-bulu seperti buah itu pula dalam kesederhanaanya.      

       Ketujuh, ada yang mengatakan tasawuf itu berasal dari kata “shuf” yang berarti bulu domba atau wol.

       Tampaknya, dari ketujuh terma itu, yang banyak diakui kedekatannya dengan makna tasawuf yang dipahami sekarang adalah terma yang ketujuh, yakni terma “shuf”. Di antara mereka yang lebih cenderung mengakui terma yang ketujuh ini antara lain Al-Kalabadzi, Asy-Syukhrawardi, Al-Qusyairi, dll. Walaupun dalam kenyataannya, tidak setiap kaum sufi memakai pakaian wol.

       Begitu juga, dari terma-terma tersebut diatas, tampaknya yang lebih mendekati pada kata tasawuf  adalah terma yang ketujuh. Barmawi Umari, misalnya, mengatakan bahwa hingga saat ini belum ada yang menggoyahkan pendapat bahwa tasawuf berasal dari wajan tafa’ul, yaitu tafa’‘ala-yatafa’alu-tafa’’ulan  dengan imbangannya, yaitu tashawwafa-yatashawwafu-tashawwufan.   

       Barmawi Umari lebih lanjut menegaskan bahwa tasawuf dapat berkonotasi makna dengan tashawwafa ar-rajulu. Artinya, “Seorang laki-laki telah men-tasawuf”. Maksudnya, laki-laki itu telah pindah dari kehidupan biasa kepada kehidupan sufi. Apa sebabnya ? Sebab, para sufi, bila telah memasuki lingkungan tasawuf, mereka mempunyai simbol-simbol pakaian dari bulu, tentunya bukan dari wol, tetapi hampir-hampir menyamai goni dalam kesederhanaannya. 

Page 6: Hakikat Dari Tasawuf

2. Secara Istilah

        Pengertian tasawuf secara istilah telah banyak diformulasikan pula ahli yang satu dengan yang lainnya berbeda, sesuai dengan seleranya masing-masing.   

C. Menurut Al-Jurairi. Ketika ditanya tentang tasawuf, Al-Jurairi menjawab, tasawuf  yaitu “masuk ke dalam segala budi (akhlak) yang mulia dan keluar dari budi pekerti yang rendah”.

 

B. Menurut Al-Junaidi. Ia memberikan rumusan tentang tasawuf sebagai berikut,“Tasawuf  ialah kesadaran bahwa yang hak(Allah) adalah yang mematikanmu dan yang menghidupkanmu”.

C. Menurut Al-Junaidi. Dalam ungkapan lain, Al-Junaidi mengatakan, “tasawuf adalah beserta Allah tanpa adanya penghubung’.

D. Menurut Abu Hamzah. Ia memberikan ciri ahli tasawuf adalah sebagai berikut, “tanda seorang sufi yang benar adalah memilih hidup fakir setelah (sebelumnya hidup) kaya, memilih menghinakan diri setelah (sebelumnya hidup) penuh penghormatan, memilih menyembunyikan diri setelah (sebelumnya hidup) terkenal. Adapun tanda seorang sufi palsu adalah memilih hidup kaya setelah (sebelumnya hidup) fakir, memilih kemuliaan dunia setelah (sebelumnya hidup) dalam kehinaan, dan memilih terkenal setelah (sebelumnya hidup) tidak dikenal”. 

E. Menurut ‘Amir bin Usman Al-Makki. Ia pernah berkata, “Tasawuf adalah melakukan sesuatuyang terbaik di setiap saat”.

F. Menurut Muhammad Ali al-Qassab. Ia memberikan ulasan, “Tasawuf adalah akhlak mulia yang timbul pada waktu mulia dari seorang yang mulia di tengah-tengah kaumnya yang mulia pula”.

G. Menurut Syamnun. Ia menyatakan, “Tasawuf adalah mengambil hakikat dan tidak berharap terhadap apa yang ada di tangan makhluk”.

Page 7: Hakikat Dari Tasawuf

H. Menurut Ma’ruf Al-Kurkhi. Ia mengungkapkan, “tasawuf adalah membersihkan hati dari apa saja yang mengganggu perasaan makluk, berjuang menanggalkan pengaruh budi yang asal (instink) kita, memadamkan sifat-sifat kelemahan kita sebagai manusia, menjauhi segala seruan hawa nafsu, mendekati sifat-sifat suci kerohanian, bergantung pada ilmu-ilmu hakikat, memakai barang yang penting dan terlebih kekal, menaburkan nasihat kepada semua orang, memegang teguh janji dengan Allah daalm hal hakikat, dan mengikuti contoh rasulallah dalam hal syariat.

Berdasarkan pengertian-pengetian di atas, terutama pengertian yang diungkapkan Al-Junaidi, kita dapat meringkas pengertian tasawuf sebagai berikut :

“Ilmu tasawuf adalah ilmu yang mempelajari usaha-usaha membersihkan diri, berjuang memerangi hawa nafsu, mencari jalan kesucian dengan ma’rifat menuju keabadian, saling mengingatkan antar manusia, serta berpegang teguh pada janji Allah dan mengikuti syariat Rasulullah dalam mendekatkan diri dan mencapai keridhaan-Nya”.    

  B. PENGERTIAN SUFI

       Secara harfiah terdapat beberapa penafsiran tentang arti istilah sufi. Di antara penafsiran itu antara lain menyebutkan bahwa kata sufi bermula dari kata safa (suci hati dan perbuatan), saff (barisan terdepan di hadapan Tuhan), suffah (menyamai sifat para sahabat yang menghuni serambi masjid nabawi di masa kenabian), saufanah (sejenis buah/buahan yang tumbuh di padang pasir), safwah (yang terpilih atau terbaik), dan bani sufah (kabilah badui yang tinggal dekat ka’bah di masa jahiliyah.

Asal kata sufi

Tidak mengherankan kalau kata sufi dan tasawuf dikaitkan dengan kata-kata Arab yang mengandung arti suci. Penulis-penulis banyak mengaitkannya dengan kata :

Page 8: Hakikat Dari Tasawuf

1. Safa dalam arti suci dan sufi adalah orang yang disucikan.Dan memang, kaum sufi   banyak berusaha menyucikan diri mereka melalui banyak  melaksanakan ibadat, terutama salat dan puasa.

2. Saf (baris). Yang dimaksud saf di sini ialah baris pertama dalam salat di mesjid. Saf pertama ditempati oleh orang-orang yang cepat datang ke mesjid dan banyak membaca ayat-ayat al-Qur’an dan berdzikir sebelum waktu salat datang. Orang-orang seperti ini adalah yang berusaha membersihkan diri dan dekat dengan Tuhan.

3. Ahlu al-Suffah, yaitu para sahabat yang hijrah bersama Nabi ke Madinah. Di Madinah mereka hidup sebagai orang miskin, tinggal di Mesjid Nabi dan tidur di atas bangku batu dengan memakai suffah, (pelana) sebagai bantal. Ahl al-Suffah, sungguhpun tak mempunyai apa-apa, berhati baik serta mulia dan tidak mementingkan dunia.

4. Sophos (bahasa Yunani yang masuk kedalam filsafat Islam) yang berarti hikmat. Dan kaum sufi pula yang tahu hikmat. Pendapat ini memang banyak yang menolak, karena kata sophos telah masuk kedalam kata falsafat dalam bahasa Arab, dan ditulis dengan sin dan bukan dengan shad seperti yang terdapat dalam kata tasawuf.

5. Suf (kain wol). Dalam sejarah tasawuf, kalau seseorang ingin memasuki jalan tasawuf, ia meninggalkan pakaian mewah yang biasa dipakainya dan diganti dengan kain wol kasar yang ditenun secara sederhana dari bulu domba. Pakaian ini melambangkan kesederhanaan. 

Di antara semua pendapat itu, pendapat terakhir inilah yang banyak diterima sebagai asal  kata sufi. Jadi, sufi adalah orang yang memakai wol kasar untuk menjauhkan diri dari dunia materi dan memusatkan perhatian pada alam rohani. Orang yang pertama memakai kata sufi kelihatannya Abu Hasyim al-Kufi di Irak (w.150 H).

C. KARAKTERISTIK UMUM AJARAN TASAWUF

Page 9: Hakikat Dari Tasawuf

     Meskipun kata tasawuf sudah begitu terkenal, namun bersamaan dengan hal itu pengertian terhadap kata ini kabur dalam beragam makna yang adakalanya malah bertentangan. Hal ini terjadi karena agama, filsafat, dan kebudayaan dalam berbagai kurun-masa. Dalam kenyataannya setiap sufi ataupun mistikus selalu berusaha meng-ungkapkan pengalamannya dalam kerangka ideologi dan pemikiran yang berkembang di tengah masyarakatnya, ini berarti ungkapan-ungkapannya itu tidak dapat bebas dari kemunduran dan kemajuan kebudayaan jamannya sendiri.

      Dari sini kita dapat menarik kesimpulan bahwa pada dasarnya pengalaman para sufi ataupun mistikus itu adalah sama. Perbedaan di antara mereka hanyalah karena ketidaksamaan interprestasi atas pengalaman itu sendiri, karena pengaruh kebudayaan di masa sang sufi atau mistikus tersebut berafilisasi.

Page 10: Hakikat Dari Tasawuf

      Ada dua bentuk tasawuf atau mistisisme. Yang satu bercorak religius, yang lain bercorak filosofis. Tasawuf atau mistisisme religius adalah semacam gejala yang sama dalam semua agama, baik di dalam agama-agama langit ataupun agama-agama purba. Begitu juga dengan tasawuf atau mistisisme filosofis, sejak lama telah dikenal di timur sebagai warisan filsafat orang-orang yunani, maupun di Eropa abad pertengahan ataupun modern. Dalam kalangan filosof Eropa modern yang mempunyai kecenderungan mistis ialah Bradley di Inggris, dan Bergson di Prancis.

       Tasawuf atau mistisisme religius adakalanya perpadu dengan filsafat. Hal ini dapat kita lihat pada beberapa sufi Muslim atau banyak mistikus Kristen. Karena itu pada diri seorang filosof, terjadinya perpaduan antara kecenderungan intelektual dan kecenderungan mistis terlah merupakan sesuatu yang tidak asing. Bertrand Russell dalam bukunya mysticism and logic, mengatakan bahwa di antara para filosof pun ada yang mampu memadukan kecenderungan mistis dan kecenderungan intelektual ini. Menurutnya pemaduan atau pengkompromian kedua kecenderungan itu merupakan pendakian akal, sehingga orang yang mampu melakukanya pun dipandang sebagai seorang filosof dalam pengertian sebenar-benarnya. “para tokoh besar yang filosof sangat memerlukan baik itu ilmu pengetahuan maupun mistisisme”, sebab “intuisi mistis adalah semacam pemberi ilham bagi berbagai problema besar yang terdapat pada setiap manusia”, yang untuk ini ia menyebut Heraclitus, Plato, dan Parmenides sebagai contohnya.

       Sebagian peneliti telah berusaha mandefinisikan karakteristik umum yang sama di antara berbagai kecenderungan tasawuf atau mistisisme. William James, misalnya, seorang ahli ilmu jiwa Amerika, mengatakan bahwa kondisi-kondisi mistisisme selalu ditandai oleh empat karakteristik sebagai berikut :

1. Ia merupakan suatu kondisi pemahaman (noetic). Sebab, bagi para penempuhnya ia merupakan kondisi pengetahuan serta dalam kondisi tersebut tersingkaplah hakekat realitas yang baginya merupakan ilham, dan bukan merupakan pengetahuan demonstratif.

Ia merupakan suatu kondisi yang mustahil dapat dideskripsikan atau dijabarkan. Sebab ia semacam kondisi perasaan (states of feeling), yang sulit diterangkan pada orang lain dalam detail kata-kata seteliti apa pun.

 Ia merupakan suatu kondisi yang cepat sirna (transiency). Dengan kata lain, dia tidak berlangsung lama tinggal pada sang sufi atau mistikus, tapi ia menimbulkan kesan-kesan sangat kuat dalam ingatan.

Page 11: Hakikat Dari Tasawuf

 Ia merupakan suatu kondisi pasif (passivity).Dengan kata lain, seorang tidak mungkin menumbuhkan kondisi tersebut dengan kehendak sendiri. Sebab, dalam pengalaman mistisnya, justru dia tampak seolah-olah tunduk di bawah suatu kekuatan supernatural yang begitu menguasainya.

 

      Sedangkan menurut R.M.Bucke, terdapat tujuh karakteristik di dalam kondisi mistisisme, yaitu ;

1.      Pancaran diri subyektif (subyective light).

2.      Peningkatan moral (moral elevation).

3.      Kecerlangan intelektual (intelektual illumination).

4.      Perasaan hidup kekal (sence of immotality).

5.      Hilangnya perasaan takut mati (loss of fear of death).

6.      Hilangnya perasaan dosa (loss of sense of sin).

7.      Ketiba-tibaan (suddynness).

 

      Karakteristik umum tasawuf atau mistisisme, sebagaimana yang dikemukakan James dan Bucke, dapat dikatakan terdapat pada sebagian besar aliran tasawuf atau mistisisme. Namun, karakteristik yang dikemukakan di atas itu belum lagi lengkap, sebab masih banyak ciri-ciri lainya yang tidak kalah penting yang tidak tercakup disana. Misalnya perasaan tentram, keiklasan jiwa atau penuh penerimaan, perasaan fana penuh dalam realitas mutlak, perasaan pencapaian yang mengatasi dimensi ruang dan waktu, dan lain-lain.

      Sementara itu Bertrand Russell, setelah menganalisa kondisi-kondisi tasawuf atau mistisme, telah berusaha ubtuk membatasi ciri-ciri flosofis tasawuf atau mistisisme kedalam empat karakteristik yang menurutnya akan membedakan tasawuf atau mistisisme dari filsafat-filafat lainya, pada semua kurun-masa dan di seluruh penjuru dunia. Empat karakteristik itu ialah sebagai berikut ;

Page 12: Hakikat Dari Tasawuf

1. Keyakinan atas intuisi (intuition) dan pemahaman batin insight)sebagai metode pengetahuan, sebagai kebalikan dari pengetahuan rasional analitis.

2. Keyakinan atas ketunggalan (wujud), serta pengingkaran atas kontradiksi dan diferensiasi, bagaimana pun bentuknya.

3. Pengingkaran atas realitas zaman.

4. Keyakinan atas kejahatan sebagai sesuatu yang hanya sekedar lahiriah dan ilusi saja, yang dikenakan kontradiksi dan diferensiasi, yang dikendalikan rasio analitis.

Perlu diperhatikan, bahwa karakteristik pertama yang dikemukakan Russell, yaitu keyakinan atas intuisi atau pemahaman intuitif langsung, adalah metode pengetahuan yang benar, yang dapat ditemukan pada para sufi ataupun mistikus dari semua aliran dan kurun-masa. Sementara karakteristik lainnya hanya dapat dikenakan pada para sufi ataupun mistikus yang menganut aliran panteisme saja.

Menurut pendapat penulis, tasawuf atau mistisisme pada umumnya memiliki lima ciri yang bersifat piskis, moral, epistemologis, yang menurut kami sesuai dengan semua bentuk tasawuf atau mistisisme, kelima ciri tersebut ialah :

1. Peningkatan moral. Setiap tasawuf atau mistisisme memiliki moral tertentu yang tujuannya untuk membersihkan jiwa, untuk perealisasian nilai-nilai itu. Dengan sendirinya, hal ini memerlukan latihan-latihan  fisik-fisikis tersendiri, serta pengkekangan diri dari matrealisme duniawi, dan lain-lain.

Page 13: Hakikat Dari Tasawuf

2. Pemenuhan fana (sirna) dalam realitas mutlak. Inilah ciri khas tasawuf atau mistisisme dalam pengertiannya yang sunguh terkaji. Yang dimaksud fana ialah, bahwa dengan latihan fisik serta piskis yang di tempuhnya, akhirnya seorang sufi atau mistikus sampai pada kondisi piskis tertentu, dimana dia tak lagi merasakan adanya diri atau keakuannya. Bahkan dia merasa kekal-abadi dalam Realitas Yang Tertinggi.lebih jauh lagi., dia talah meleburkan kehendaknya bagi Kehandak Yang Mutlak. dari sebab inilah sebagai sufi ataupun mistikus berkeyakinan tantang dapat terjadinya persatuan dengan Realitas Yang Tertinggi itu, atau Yang Mutlak tersebut berada dalam  diri mereka. Dengan kata lain, wujud hanya satu, dan bukannya sama-sekali berbilang banyak . namun sebagi sufi  atau mistikus lainya tidak manyatakan pendapat begitu, yakni tentang  penyatuan, hulul, atau ketunggalan wujud. Sebaliknya, sekembali dari kesirnaan (fana), mereka justru mengokohkan adanya dualitas atau pluralitas wujud.

3. Pengetahuan intuitip langsung. Ini adalah  norma terkaji epistemologis, yang membedakan tasawuf atau mistisisme dari pada filsafat. Apabila dengan filsafat, yang dalam memahami realitas seseorang mempergunakan metode-metode intekektual, maka dia disebut seorang filosof. Sementara, kalau dia berkeyakinan atas terdapatnya metode yang lain bagi pemahaman hakekat realitas di sebalik persepsi indrawi dan penawaran intelektual, yang disebut dengan rasyf atau intuisi atau sebutan-sebutan serupa lainnya, maka dalam kondisi begini dia disebut sebagai sufi ataupun mistikus dalam pengertiannya yang lengkap. Intuisi, menurut para sufi ataupun mistikus, bagaikan sinar kilat yang muncul dan perginya selalu tiba- tiba.

4. Ketentraman atau kebahagiaan. Ini merupakan karakteristik khusus pada semua bentuk tasawuf atau mistisisme. Sebab, tasawuf atau mistisisme diniatkan sebagai penunjuk atau pengendali berbagai dorongan hawa-nafsu, serta pembangkit keseimbangan psikis pada diri seorang sufi ataupun mistikus tersebut terbebas dari semua rasa takut dan merasa intens dan ketentraman jiwa, serta kebahagiaan dirinyapun terwujudkan. Selain itu sebagai sufi ataupun mistikus telah menyatakan, bahwa pemenuhan fana dalam Yang Mutlak dan pengetahuan mengenai-nya justru membangkitkan suatu kebahagiaan pada diri seorang manusia, yang mustahil dapat diuraikan dengan kata-kata.

Page 14: Hakikat Dari Tasawuf

5. Penggunaan simbol dalam ungkapan-ungkapan. Yang dimaksud dengan penggunaan simbol ialah bahwa ungkapan-ungkapan yang dipergunakan para sufi ataupun mistikus itu biasanya mengandung dua pengertian. Pertama, pengertian yang ditimba dari harafiah kata-kata. Kedua, pengertian yang ditimba dari analisa serta pendalaman. Pengertian yang kedua ini hampir sempurna tertutup bagi yang bukan sufi ataupun mistikus; dan sulit baginya untuk dapat memahami ucapan sufi ataupun mistikus, apalagi untuk dapat memahami maksud tujuan mereka. Sebab, tasawuf atau mistisisme adalah kondisi-kondisi efektif yang khusus, yang mustahil dapat diungkapkan dengan kata-kata. Dan ia pun bukan merupakan kondisi yang sama pada semua orang. Setiap sufi ataupun mistikus punya cara sendiri dalam mengungkapkan kondisi-kondisi yang dialaminya. Dengan demikian, tasawuf atau mustisisme dekat dengan seni. Khusus para penempuhnya, dalam menguraikan kondisi yang mereka alami, mempergunakan intropeksi sebagai landasan. Jelas, hikmah kehidupan yang seperti begini sulit untuk dipahami orang-orang lain. Dari inilah mengapa tasawuf atau mistisisme diberi atribut dengan simbolisme. 

Namun perlu dijelaskan, bahwa kelima karakteristik itu hanya dapat dikenakan pada tasawuf atau mistisme dalam bentuknya yang matang dan sempurna. Sebab tasawuf atau mistisisme, dalam setiap budaya, niscaya menempuh berbagai frase perkembangan, sehingga mengakibatkan adakalanya hanya sebagian saja dari kelima karakteristik itu yang bersesuaian dengan beberapa frase, sementara sebagian lainya tidak. Hal ini misalnya sebagian telah terjadi pada tasawuf Islam dalam frase-frasenya yang dini, seperti yang akan diuraikan nanti.

 

Dari uraian kelima karakteristik tadi, yang menjadi corak semua bentuk tasawuf atau mistisme, kini mungkin dapat di rumuskan suatu definisi tasawuf atau mistisisme yang lebih tuntas ketimbang definisi-definisi yang telah dikemukakan sebelumnya :

Page 15: Hakikat Dari Tasawuf

 

“Tasawuf atau mistisisme adalah falsafah hidup, yang dimaksudkan untuk meningkatkan jiwa seorang manusia, secara moral, lewat latihan-latihan praktis yang tertentu, kadang untuk menyatakan pemenuhan fana dalam Realitas Yang Tertinggi serta pengetahuan tentang-nya secara intuitif, tidak secara rasional, yang buahnya ialah kebahagiaan rohaniah, yang hakekat realitasnya sulit diungkapkan dengan kata-kata, sebab karakternya bercorak intuitif, dan subyektif.”  

D. KESIMPULAN

        Tasawuf merupakan salah satu bidang studi islam yang memusatkan perhatian pada pembersihan aspek rohani manusia yang selanjutnya dapat menimbulkan akhlak yang mulia. Pembersihan aspek rohani atau batin ini selanjutnya dikenal sebagai dimensi esoteric dari diri manusia. Hal ini berbeda dengan aspek fikih, khususnya pada bab thaharah yang memusatkan perhatian pada pembersihan aspek jasmaniah atau lahiriah yang selanjutnya disebut sebagai dimensi eksoterik.     

        Melalui studi tasawuf ini seseorang dapat mengetahui tentang cara-cara melakukan pembersihan diri serta mengamalkannya secara benar. Dari pengetahuan ini diharapkan ia akan tampil sebagai sebagai orang yang pandai mengendalikan dirinya pada saat ia berinteraksi dengan orang lain, atau pada saat melakukan berbagai aktivitas dunia yang menuntut kejujuran, keikhlasan, tanggung jawab, kepercayaan, dsb. Dari suasana yang demikian itu, tasawuf diharapkan dapat mengatasi berbagai penyimpangan moral yang mengambil bentuk seperti manipulasi, korupsi, kolusi, penyalahgunaan kekuasaan dan kesempatan, penindasan,dsb.

Page 16: Hakikat Dari Tasawuf

       Demikian pentingnya peranan tasawuf dalam kelangsungan hidup manusia seutuhnya, maka tidak mengherankan apabila tasawuf demikian akrab dengan kehidupan masyarakat islam, setelah masyarakat tersebut membina akidah dan ibadahnya, melalui ilmu tauhid dan ilmu fiqih. Dengan demikian terjadilah hubungan tiga serangkai yang amat harmonis yaitu akidah, syari’ah, dan akhlak. Berkenaan dengan ini telah bermunculan para peneliti yang mengosentrasikan kajiannya pada masalah tasawuf yang hasilnya telah disajikan dalam berbagai literatur baik yang berbahasa Arab, Inggris, maupun lain sebagainya. Keadaan ini selanjutnya mendorong timbulnya kajian dan penelitian di bidang tasawuf.   

 

Membongkar Ajaran Tasawuf : Ciri Ibadah & Agamanya

Sabtu, 25 Oktober 2003 - 04:22:00 :: kategori Firqoh-Firqoh

Penulis: Syaikh Shalih Fauzan al Fauzan

.: :.

Sikap Kalangan Tasawuf Dalam Ibadah Dan Agama

Orang-orang tasawuf –khususnya generasi terakhir- memiliki tata cara ibadah yang berbeda dari pedoman para salaf (ulama terdahulu) dan jauh meninggalkan Al-Quran dan As-Sunnah. Mereka membangun agama dan ibadah mereka berdasarkan simbol-simbol dan istilah yang mereka buat-buat yang tersimpul dalam keterangan berikut :

1. Mereka hanya membatasi pelaksanaan ibadah berdasarkan rasa cinta dan mengabaikan sisi-sisi yang lain seperti rasa takut dan harap.Sebagaimana yang diucapkan sebagian mereka: “Saya tidak beribadah kepada Allah karena mengharap surga, bukan juga karena takut neraka”.

Page 17: Hakikat Dari Tasawuf

Memang benar bahwa cinta merupakan hal yang sangat asasi untuk beribadah, akan tetapi ibadah tidak semata-mata berlandaskan cinta sebagaimana yang mereka sangka, dia merupakan satu sisi dari sekian banyak sisi selainnya, seperti rasa takut (khouf), harap (roja), merendah (Dzul), tunduk (Khudhu’), doa dan lain-lain. Ibadah adalah sebagaimana yang diungkapkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah :

ة� ر� الظ�اه� ال� ع م�ا أل� و� و�ال� ق

ا أل� م�ن� اه� ض� ي�ر و� الله� ب�ه� ي�ح� ا ل�م� �ع ام� ج� �م إ�سال ب�اط�ن�ة� و�“Ungkapan yang meliputi setiap apa yang Allah cintai dan ridhoi baik dalam ucapan maupun perbuatan, yang zhahir (tampak) maupun yang bathin (tidak tampak)”.

Al Allamah Ibnu Qoyyim berkata :

ب'ه� ح� غ�ـاي�ة� م�ن� ح الر� اد�ة� بـ� ع�

ق�ط ب�ان� ا م� ه� ع�ـاب�د�ه� ذ�ل' ـع� م�

�د�ائ�ر اد�ة� ال ع�بـ� ل�ك� ف� ا م� ه� و�ع�ل�يـ

ط ب�ان� ال ق� ام�ت ق� ت�ى ح� د�ار� ـا م�

Menyembah Allah merupakan puncak kecintaannyaBersama kerendahan hamba-Nya, keduanya merupakan dua kutubDan di atas keduanya rotasi ibadah berputar.Dia tidak berputar sebelum keduanya tegak.

Karena itu sebagian salaf berkata:

و� ه� ف� د�ه� و�ح اء� ج� ب�الر� ع�ب�د�ه� و�م�ن ،�ن د�ي ق ز� و� ه� ف� د�ه� و�ح ب' ب�ال ح� الله� ع�ب�د� م�نب' ب�ال ح� ع�ب�د�ه� و�م�ن ،Bر�ي و ر� ح� و� ه� ف� د�ه� و�ح و ف� ب�ال خ� ع�ب�د�ه� و�م�ن ، �ئ ج� ر م�

�د و�ح' م� �ؤ م�ن م� و� ه� ف� اء� ج� الر� و� و ف� ال خ� .و�“Siapa yang beribadah kepada Allah dengan cinta semata maka dia adalah zindiq [9], dan siapa yang beribadah kepada Allah dengan raja’ [harapan] semata maka dia adalah murjiah [10] dan siapa yang beribadah kepada Allah dengan takut semata maka dia adalah haruri [11], dan siapa yang beribadah kepada Allah dengan cinta, harap dan takut, maka dia adalah mu’min sejati”

Page 18: Hakikat Dari Tasawuf

Dan Allah telah menerangkan bahwa para Nabi dan Rasul-Nya berdoa kepada rabb mereka dengan rasa takut dan harap dan bahwa mereka mengharap rahmat-Nya dan takut atas azab-Nya dan bahwa mereka berdoa kepadanya dengan harap dan cemas.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah –rahimahullah- berkata : “Karena itu terdapat dalam kalangan (sufi) muta’akhirin (yang datang kemudian) yang berlebih-lebihan dalam masalah cinta hingga bagai orang yang kemasukan setan serta pengakuan-pengakuan yang menafikan ibadah”.Beliau juga berkata : “Banyak orang-orang yang beribadah dengan pengakuan kecintaannya kepada Allah menempuh jalan yang bermacam-macam karena kebodohan mereka terhadap agama, baik dalam bentuk melampaui batasan-batasan Allah, atau mengabaikan hak-hak Allah atau dengan pengakuan-pengakuan bathil yang tidak ada hakikatnya”. [12]Dia juga berkata: “Dan diantara mereka ada yang berlebih-lebihan dalam mendengarkan syair-syair cinta dan kerinduan. Memang sesunggunya itulah tujuan mereka, oleh karena itu Allah menurunkan ayat tentang cinta sebagi ujian bagi kecintaan mereka, sebagaimana firmannya :

: عمرن [ آل الله� ب�ب ك�م� ي�ح ات�ب�ع�ون�ي ف� الله� ب�و ن� ت�ح� ك�ن ت�م إ�ن ]31ق�ل

“Katakanlah, jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihimu”. (Ali Imran: 31)

Seseorang tidak dikatakan mencintai Allah kecuali bila dia mengikuti rasul-Nya dan ta’at kepadanya. Hal tersebut tidak akan terwujud kecuali dengan merealisasikan ibadah. Masalahnya banyak diantara mereka yang mengaku cinta akan tetapi keluar dari syariat dan sunnah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian setelah itu berhujjah dengan khayalan-khayalan -yang tidak cukup dalam pembahasan ini untuk menyebutkannya- hingga salah seorang diantara mereka menganggap gugurnya perintah atau menghalalkan yang haram baginya”.

Syaikhul Islam juga berkata: “Banyak diantara mereka yang sesat karena mengikuti perkara-perkara bid’ah seperti sikap zuhud, atau beribadah yang tidak berdasarkan ilmu dan cahaya dari Al-Quran dan As-Sunnah, sehingga mereka terjerumus sebagaimana terjerumusnya orang-orang Nashrani yang mengaku cinta kepada Allah tapi menyalahi syariatnya dan meninggalkan mujahadah (bersungguh-sungguh) dija-lannya atau yang semacamnya”.

Page 19: Hakikat Dari Tasawuf

Dengan demikian maka jelaslah bahwa hanya mengandalkan sisi cinta tidak dinamakan sesuatu itu sebagai ibadah, bahkan bisa jadi justru akan membawa pelakunya kepada kesesatan dan keluar dari agama.

2. Kalangan sufi pada umumnya tidak menem-puh cara keberagamaan yang benar, yaitu beribadah dengan tidak merujuk kepada Al-Quran dan As-Sunnah serta tidak meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Mereka justru merujuk kepada selera mereka atau apa yang diajarkan guru-guru mereka lewat tarekat-tarekat, atau zikir dan wirid-wirid yang penuh bid’ah. Kadang-kadang mereka berdalil dengan kisah-kisah, mimpi-mimpi atau hadits-hadits maudhu’ [13] untuk mendukung pendapat mereka ketimbang berdalil dari Al-Quran dan As-Sunnah. Itulah landasan yang dibangun di atasnya “agama” sufi.

Sebagaimana diketahui bahwa sebuah ibadah tidak dikatakan ibadah yang shahih (benar) kecuali jika dia dibangun di atas landasan Al Quran dan As Sunnah. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata : “Mereka –orang-orang Sufi- berpegang teguh dalam agama untuk bertaqarrub kepada rabb mereka seba-gaimana berpegang teguhnya orang-orang nashara terhadap ucapan-ucapan mutasyabih (samar) atau hikayat-hikayat yang tidak diketahui sejauh mana kebenaran yang menceritakannya, seandainyapun benar dia bukanlah orang yang ma’shum. Maka jadilah mereka pengekor dan guru-guru mereka sebagai peletak syariat bagi agama mereka sebagaimana orang-orang Nashrani menjadikan pendeta-pendeta mereka sebagai peletak syariat bagi agama mereka……”

Karena sumber tempat mereka merujuk dalam agama dan ibadah dengan tidak kepada Al-Quran dan As-Sunnah, maka akibatnya mereka terpecah belah berkelompok-kelompok, firman Allah Ta’ala :

ب�ك�م ق� ر� ت�ف� ف� ب�ل� الس� ت�ت�ب�ع�وا و�ال� ات�ب�ع�وه� ف� Rيما ت�ق� م�س اط�ي ر� ص� ذ�ا ه� أ�ن� و�ب�ي ل�ه� س� ع�ن

[ 153األنعام: ]

“Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; janganlah kamu mengikuti jalan-jalan yang lain, karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya…”. (Al An’am 153)

Page 20: Hakikat Dari Tasawuf

Jalan Allah hanya satu, tidak terbagi dan tidak terpecah belah, selainnya berarti jalan-jalan yang terpecah belah yang akan menceraiberaikan orang yang menempuhnya dan menjauhkannya dari jalan yang lurus (sirathal mustaqim). Masalah ini berlaku bagi kelompok tasawuf, karena setiap firqah (kelompok) memiliki caranya sendiri-sendiri, berbeda dari firqoh yang lain. Setiap firqah memiliki Syaikh (guru) yang mereka namakan syek tariqah (guru tarekat) yang menentukan kepada mereka pedoman yang berbeda dari pedoman firqah yang lainnya dan menjauh dari siratalmustaqim (jalan yang lurus). Dan Syaikh ini yang mereka sebut Syaikh tariqah memiliki wewenang mutlak untuk menentukan sedang mereka (murid-muridnya) hanya menjalankan apa yang dia ucapkan tanpa boleh membantahnya sama sekali . Bahkan hingga mereka berkata:

ل�ه� غ�اس� ع� م� ي'ت� ك�ال م� ي�ك�و ن� ه� ي خ� ش� ع� م� ي د� ر� ال م�“Al-Murid [14] dihadapan Syaikhnya bagaikan mayat di-hadapan orang yang memandikannya”.

Kadang-kadang sebagian Syaikh tersebut mengaku bahwa apa yang diperintahkan kepada murid-murid dan pengikut-pengikutnya dia terima langsung dari Allah.

3. Termasuk ajaran tasawuf adalah berpegang teguh pada zikir-zikir atau wirid-wirid yang telah ditetapkan guru-guru mereka. Mereka menjadikannya sebagai pegangan dan sarana beribadah dengan membacanya bahkan bisa jadi mereka lebih mengutamakannya daripada membaca Al-Quran. Mereka menamakannya sebagai zikrul khashshah (zikir untuk orang-orang khusus). Sedangkan zikir yang terdapat dalam Al-Quran dan As-Sunnah mereka namakan dengan zikirulammah (zikir untuk orang awam). Ucapan الله إال إله bagi ال mereka adalah zikirulammah, sedangkan zikir khassah-nya adalah kalimat tunggal, yaitu lafaz: ,الله dan zikir khassatul khashshah (yang lebih khusus lagi) adalah .(Dia) هو: Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata : “Siapa yang menyatakan bahwa hal tersebut, yaitu ucapan:

الله إال إله sebagai zikirulammah dan zikirulkhassah-nya adalah الkata tunggal (الله), dan zikir yang lebih khususnya lagi (هو) yaitu isim dhomir (kata ganti) maka dia sesat dan menyesatkan. Jika mereka berdalih dengan firman Allah Ta’ala :

ي�ل ع�ب�و ن� م ه� و ض� خ� ف�ي ه�م ذ�ر ث�م� الله� ]ق�ل� 91األنعام : ]

Page 21: Hakikat Dari Tasawuf

“Katakan: “Allah” (yang menurunkannya), kemudian (sesudah kamu menyampaikan Al Quran kepada mereka), biarkanlah mereka bermain-main dengan kesesatannya” (Al An’am: 91)Maka hal itu merupakan kekeliruan mereka yang paling nyata, bahkan merupakan upaya mereka yang mengubah-ubah kata dari makna yang sebenarnya. Karena kata (الله) disebut dalam ayat tersebut sebagai perintah atas pertanyaan dari ayat sebelumnya, yaitu firman Allah Ta’ala :

ل'لن�اس� Rو�ه�دى Rرا ن�و ى و س� م� ب�ه� اء� ج� ال�ذ�ي ال ك�ت�اب� ل� �ن ز� أ م�ن[ 91األنعام: ]

“Siapakah yang menurunkan kitab Taurat yang dibawa oleh Musa sebagai cahaya dan petunjuk bagi manusia” hingga firman Allah Ta’ala :

الله� ق�ل�“Katakanlah: Allah”maksudnya Allah-lah yang menurunkan Al-Quran yang dibawa Musa alaihissalam.Kata Allah merupakan mubtada’ (yang diterangkan) dan khobar-nya (yang menerangkan) adalah kalimat pertanyaan tersebut. Sebagai perbandingan misalnya jika anda bertanya: Siapa tetanggamu ?, maka dia menjawab: Zaid. Sedangkan kata tunggal baik tampak ataupun kata gantinya tidaklah dikatakan kalimat sempurna, bukan juga susunan yang dipahami (jumlah mufidah), tidak juga berkaitan dengan keimanan dan kekufuran, atau perintah dan larangan, tidak ada seorangpun dari ulama pendahulu yang me-nyebutkannya, tidak juga diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak juga memberikan ma’rifah (pemahaman) yang bermanfaat dalam hati atau keadaan. Dan ketika diberikan gambaran secara mutlak, maka dia tidak mengandung hukum nafy (peniadaan) dan itsbat (penetapan) [15] hingga sebagian mereka yang mengamalkan dengan kontinyu zikir dengan kata tunggal (الله) atau dengan: (هو) terjerumus dalam sebagian pemahamam atheis (tidak mengakui adanya Tuhan) atau semacam kepercayaan manunggaling (kepercayaan bersatunya Allah dengan makhluknya). Sedangkan apa yang disinyalir bahwa sebagian Syaikh berkata :

Page 22: Hakikat Dari Tasawuf

“Saya takut mati dalam keadaan antara nafy (meniadakan tuhan) dan itsbat (menetapkan Allah)”. Sesungguhnya kondisi seperti itu tidak akan ditemui oleh yang mengucapkannya. Tidak diragukan bahwa dugaan tersebut terdapat kekeliruan, karena jika seseorang mati dalam kondisi tersebut (antara meniadakan Tuhan dan menetapkan Tuhan) maka dia mati dalam keadaan apa yang dia niatkan atau yang dia maksud, karena amal itu tergantung niatnya. Apalagi ada riwayat shahih bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk mentalqinkan orang yang sedang sekarat dengan ucapan : الله إال إله seraya ,الbersabda :

ن�ة� « ال ج� ل� د�خ� الله� إ�ال� �ل�ه� إ ال� ه� ك�ال�م� ر� آخ� ك�ان� » م�ن

“Siapa yang akhir ucapannya Laa Ilaaha Illallah, dia masuk syurga”Seandainya apa yang dia sebutkan terlarang, niscaya orang yang sedang sekarat tidak di-talqinkan dengan kalimat yang dikhawatirkan dia meninggal dalam keadaan tidak terpuji. Karena itu zikir dengan kata tunggal (الله) atau kata ganti (هو) merupakan sesuatu yang jauh meninggalkan sunnah dan termasuk kepada bid’ah serta lebih dekat kepada penyesatan setan. Karena siapa yang mengatakan :

و� ه� ي�ا و� ه� atau ي�ا و� ه� و� ,atau yang semacamnya ه� maka tempat kembali dari kata ganti tesebut tidak lain kecuali apa yang digambarkan hatinya, sedangkan hati bisa jadi mendapat petunjuk atau sesat. Pengarang kitab “Al-Fushush” telah menyusun suatu kitab yang diberi nama : و" "اله� (Sang Dia). Sebagian mereka menyangka bahwa maksud firman Allah Ta’ala :

الله� إ�ال� ي ل�ه� و� ت�أ ي�ع ل�م� ا و�م�

[ عمران : 7آل ]

“Padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya melainkan Allah”. (Ali Imran: 7) adalah: tidak ada yang mengetahui tafsir dari nama ini yang ternyata dia selain Dia.

Page 23: Hakikat Dari Tasawuf

Kaum muslimin bahkan para pemikir sepakat bahwa hal tersebut merupakan kebatilan yang nyata. Bisa jadi ada sebagian yang memiliki pemahaman yang sama. Saya katakan kepada sebagian yang mengatakan hal seperti itu bahwa seandainya itu yang anda katakan maka niscaya ayatnya berbunyi: هو تأويل يعلم وماdengan terpisah [16], maksudnya kata (هو) ditulis terpisah dari kata (تأويل) ..

4. Sikap berlebih-lebihan kalangan tasawuf terhadap -siapa yang mereka katakan- para wali dan Syaikh yang bertentangan dengan aqidah Ahlus-sunnah waljamaah.

Aqidah Ahlussunnah Waljamaah adalah aqidah yang membela wali-wali Allah dan memerangi musuh-musuhnya. Allah Ta’ala berfirman:

وة� لـ� الص� و ن� ي م� ي�ق� ال�ذ�ي ن� ن�وا آم� ال�ذ�ين� و� ول�ه� س� و�ر� الله� ل�ي�ك�م� و� ا �ن�م� إاك�ع�ون� ر� و�ه�م وة� كـ� الز� ت�ون� ي�ؤ و�

[ 55المائدة : ]

“Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya dan orang-orang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah)”.(Al Ma’idah: 55)

اء� ل�يـ� وأ� و�ع�د�و�ك�م ع�د�و'ي ذ�وا ت�ت�خ� ال� ن�وا آم� ال�ذ�ي ن� ا يـ�ه�

أ� يـ�

[ 1الممتحنة : ]

Page 24: Hakikat Dari Tasawuf

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia”. (Al Mutahanah: 1)Wali-wali Allah adalah orang-orang beriman yang bertaqwa, yaitu mereka yang menegakkan shalat, menunaikan zakat dan mereka tunduk kepada-Nya. Kita wajib mencintai mereka, mengikuti jejak langkah mereka dan menghormati mereka. Kewalian bukan merupakan jatah bagi orang-orang tertentu, setiap mu’min yang bertaqwa adalah wali Allah Ta’ala, tetapi dia bukan orang yang ma’shum (terjaga) dari kesalahan. Inilah makna kewalian dan kewajiban mereka menurut pendapat Ahlussunnah Wal Jamaah. Sedangkan kalangan tasawuf memiliki pengertian dan ciri-ciri sendiri mengenai wali, mereka menentu-kan status kewalian kepada orang-orang tertentu tanpa landasan syari’at atas kewalian mereka, bahkan bisa jadi mereka memberikan status wali kepada orang yang tidak diketahui keimanannya dan ketaqwaannya, atau justru dia dikenal sebagai wali dengan nilai-nilai yang bertentangan dengan nilai kewalian yang dimaksud dalam ajaran Islam, seperti sihir, tipu muslihat dan menghalalkan yang haram. Bahkan mereka kalangan tasauf lebih mengutamakan untuk memohon kepada para wali tersebut daripada kepada para nabi sebagaimana ucapan salah seorang diantara mereka:

ل�ي' ال و� و�د�و ن� و ل� س� الر� ي ق� و� ف� bخ ز� ب�ر ف�ي الن�ب�و�ة� ام� ق� م�

“Kedudukan kenabian dalam barzakh sedikit lebih tinggi dari kedudukan rasul dan lebih rendah dari wali“

Mereka juga berkata:

Page 25: Hakikat Dari Tasawuf

“Sesungguhnya para wali mengambil dari tempat malaikat mengambil sesuatu dari sumber itu yang kemudian dia wahyukan kepada para rasul”.Mereka (kalangan sufi) juga mengaku bahwa para wali tersebut ma’shum. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: “Banyak manusia yang keliru dalam masalah ini sehingga dia mengira bahwa seseorang adalah wali Allah, dia juga mengira bahwa wali Allah adalah setiap orang yang perkataannya dan perbuatannya diterima dan dipegang meskipun bertentangan dengan Al-Quran dan As-Sunnah, lalu mereka setuju dengan orang tersebut dan menentang apa yang Allah ajarkan lewat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah Allah wajibkan kepada seluruh hamba-Nya untuk membenarkan apa yang diberitakan dan mentaati apa yang diperintahkan. mereka (kalangan tasauf) menyerupai orang-orang Nashrani yang Allah katakan tentang mereka :

ي�م� ر م� اب ن� ي ح� ال م�س� و� الله� د�و ن� م�ن Rب�ابا رأ� م ب�ان�ه� ه و�ر� ه�م ب�ار� ح

أ� ذ�وا ات�خ�ر�ك�و ن� ي�ش ا ع�م� ان�ه� ب ح� س� و� ه� إ�ال� ه� �لـ� إ ال� ،Rدا و�اح� Rها �لـ� إ ل�ي�ع ب�د�وا إ�ال� وا ر� م�

أ� ا و�م�]31التوبة[ :

“Mereka menjadikan ulama, dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah, dan (juga mereka memper-tuhankan) Al-Masih putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan”.(At Taubah: 31)

Page 26: Hakikat Dari Tasawuf

Di dalam Al-Musnad dan dishahihkan oleh Turmuzi dari ‘Adi bin Hatim tentang tafsir ayat di atas ketika Nabi menyatakan hal itu (orang-orang Kristen yang menyembah pendeta-pendeta mereka), maka dia (‘Adi bin Hatim) berkata: Sungguh mereka tidak menyembah pendeta-pendetanya, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Bukankah mereka (pendeta-pendeta itu) menghalalkan untuk mereka apa yang diharamkan serta mengharamkan untuk mereka apa yang dihalalkan kemudian mereka menta’atinya?, itulah bentuk ibadah mereka kepada pendeta-pendetanya”. Sikap orang-orang Nashrani ini banyak anda dapatkan pada kebanyakan dari mereka (orang-orang tasawuf): Misalnya adanya keyakinan bahwa seseorang yang menjadi wali Allah, dia dapat mengetahui berbagai perkara atau kejadian yang terjadi diluar adat kebiasaan, misalnya dengan menunjuk kepada seseorang, maka dia langsung mati, atau terbang di udara ke Mekkah, atau berjalan di atas air, atau memenuhi ketel dari udara, atau ada sebagian orang yang meminta pertolongan dengannya saat dia tidak ada atau setelah kematiannya kemudian disaksikan-nya bahwa orang itu mendatanginya dan memenuhi permintaannya, atau memberitahu manusia tentang barang yang kecurian, barang yang hilang, penyakit atau yang semacamnya. Semua hal tersebut bukan menunjukkan bahwa pelakunya adalah wali Allah.

Bahkan para ulama sepakat bahwa seseorang yang mampu terbang di udara atau jalan di atas air maka hendaklah kita tidak cepat terpesona sebelum melihat bagaimana dia mengikuti ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap apa yang diperintahkan dan yang dilarang. Karomah para wali Allah lebih agung dari semua perkara-perkara aneh tersebut. Kejadian-kejadian yang terjadi di luar adat kebiasaan manusia, pelakunya bisa jadi wali Allah dan bisa jadi musuh Allah, karena hal tersebut banyak terjadi pada orang-orang kafir dan orang-orang musyrik, ahli kitab dan orang-orang munafik, dapat juga terjadi pada ahli bid’ah atau mungkin bersumber dari syetan. Karena itu seseorang tidak boleh menyangka bahwa siapa yang memiliki perkara aneh luar biasa maka dia adalah wali Allah. Akan tetapi wali Allah dapat dinilai dengan sifat-sifat, amal perbuatan dan tingkah laku mereka yang ditunjukkan oleh Al-Quran As-Sunnah. Mereka dapat juga diketahui berdasarkan cahaya Al Quran, hakekat keimanan yang tersembunyi dan syari’at Islam yang tampak.Semua kejadian di atas (kejadian di luar adat kebiasaan manusia) dan yang semacamnya bisa saja terjadi pada seseorang yang tidak pernah berwudhu, tidak shalat fardhu, berkubang dengan

Page 27: Hakikat Dari Tasawuf

najis dan bergaul dengan anjing, yang bersemedi di wc-wc, tempat-tempat kotor, kuburan dan tempat-tempat sampah. Baunya busuk, tidak bersuci dengan cara yang syar’i serta tidak bersih-bersih. Jika seseorang dikenal berkubang dengan najis dan hal yang menjijikkan yang disukai setan, atau dia bertapa di kamar mandi dan tempat-tempat kotor yang didiami setan, atau dia memakan ular dan kala-jengking, kumbang, serta kuping anjing yang merupa-kan binatang-binatang yang menjijikkan atau minum air kencing, najis dan semacamnya yang disukai setan, atau dia berdoa kepada selain Allah, meminta tolong kepada makhluk, memohon kepadanya dan sujud di depan Syaikhnya serta tidak memurnikan agama untuk Tuhan semesta alam, atau bergaul dengan anjing atau api atau bertapa di kuburan apalagi ternyata kuburannya adalah kuburan orang kafir dari kalangan Yahudi dan Nashrani serta orang-orang musyrik, atau benci untuk mendengarkan Al Quran atau menghindar darinya, bahkan dia lebih mengutamakan untuk mendengar nyanyian-nyanyian atau sya’ir-sya’ir atau mendengarkan seruling-seruling setan daripada mendengarkan kalamullah. Maka semua itu merupakan tanda-tanda dari wali-wali setan. [17]

Kalangan tasawuf tidak hanya sampai sebatas itu yaitu dengan memberi gelar kewalian kepada orang semacam mereka, bahkan berlebih-lebihan terhadap mereka dengan memberikan beberapa sifat-sifat ketuhanan kepada mereka, yaitu dengan mengatakan bahwa mereka berperan atas apa yang terjadi di alam raya ini, mengetahui yang ghaib, dapat memenuhi setiap permohonan yang tidak mampu merealisasi-kannya kecuali Allah, nama-nama mereka disebut-sebut saat ada bencana padahal mereka telah mati atau tidak ada ditempat tersebut, mereka diminta untuk memenuhi kebutuhan dan menolak kesulitan, memberikan gelar kesucian dalam kehidupan mereka, kemudian menyembahnya setelah mereka wafat, membangun di atas kuburnya bangunan-bangunan dan mengambil barokah dengan tanah mereka dan thawaf di atas kubur mereka, dan bertaqarrub kepada mereka dengan berbagai macam nazar, menyebut-nyebut nama mereka dalam memohon kebutuhan-kebutuhan mereka. Inilah semua manhaj orang-orang tasawuf dalam masalah perwalian ataupun para wali.

5. Termasuk bagian dari ‘agama tasawuf yang bathil adalah taqarrub-nya mereka kepada Allah dengan nyanyian dan tarian, memukul rebana dan bertepuk tangan. Mereka katakan bahwa semua itu adalah ibadah kepada Allah.

Page 28: Hakikat Dari Tasawuf

Dr. Sobir Tu’aimah berkata dalam kitabnya: As-Sufiah Mu’taqadan wa Maslakan (Tasawuf, keyakinan dan jalan hidupnya): “Tarian sufi telah menjadi ciri khas pada sebagian besar tarekat-tarekat tasawuf dalam berbagai kesempatan peringatan kelahiran tokoh-tokoh mereka, yaitu dengan berkumpulnya para pengikut tarekat tersebut untuk mendengarkan alunan suara musik yang keluar dari sekitar dua ratus orang pemusik, baik laki maupun wanita, sementara para pembesar duduk-duduk sambil menghisap berbagai macam rokok dan para pemimpin mereka serta para pengikutnya melakukan bacaan atas sebagian khurofat yang berkaitan orang-orang mati dikalangan mereka. Setelah berbagai penelitian, kami sampai pada kesimpulan bahwa penggunaan musik di kalangan tarekat tasawuf masa kini merujuk kepada apa yang disebut sebagai “Nyanyian kristiani hari Minggu“”Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menjelaskan tentang awal mula timbulnya tasawuf serta sikap para ulama tentang hal tersebut dan apa saja yang mereka perbuat.

Page 29: Hakikat Dari Tasawuf

“Ketahuilah bahwa hal tersebut bukan muncul pada kurun tiga abad pertama yang terkenal utama, tidak di Hijaz [18] tidak juga di Syam [19], tidak di Yaman tidak juga di Mesir, tidak di Maroko tidak juga di Irak, tidak juga di Khurasan. Di negri-negri tersebut tidak ada –pada waktu itu- orang alim, shaleh, zuhud dan ahli ibadah yang berkumpul untuk mendengarkan tepuk tangan dan suara bersiul, dengan rebana atau dengan telapak tangan, tidak juga dengan potongan kayu. Akan tetapi semua itu terjadi di akhir abad ke tiga. Dan ketika para imam melihatnya, merekapun mengingkarinya. Imam Syafi’i rahimahullah berkata: “Ketika saya meninggalkan Baghdad ada sesuatu yang dibuat-buat oleh orang-orang zindiq yang mereka namakan Taghbir (nyanyian sufi) yang menghalangi orang dari Al Quran”. Yazid bin Harun berkata : “Tidak ada yang melakukan nyanyian sufi kecuali orang yang fasiq, entah kapan hal itu berawal ?”.Imam Ahmad ditanya tentang hal tersebut, maka dia menjawab: Saya tidak menyukainya, itu adalah perkara yang diada-adakan. Ada yang berkata: Apakah kita boleh duduk bersama mereka, beliau menjawab: Jangan. Begitu juga semua imam agama membencinya, para pembesar masyaikh tidak menghadirinya, Ibrahim bin Adham tidak menghadirinya tidak juga Fudhail bin Iyadh, tidak juga Ma’ruf Al Karkhi, tidak Abu Sulaiman Ad-Daariny, tidak juga Ahmad bin Abilhawary, Sirry Saqty dan yang semacam mereka. Sedangkan sejumlah ulama terhormat yang sempat menghadiri acara-acara mereka, pada akhirnya meninggalkannya, tokoh-tokoh ulama mencela pelaku-pelakunya sebagaimana yang dilakukan oleh Abdul Qadir dan Syaikh Abul Bayan dan lain-lainnya. Sedangkan Imam Syafi’i yang menyatakan bahwa hal tersebut bersumber dari orang-orang zindiq, beliau adalah seorang imam dan ahli dalam Ushululislam (kaidah dasar-dasar Islam). Disamping karena hal tersebut tidak didengar kecuali oleh mereka yang dituduh zindiq seperti Ibnu Ruwandi, Al-Farabi dan Ibnu Sina serta yang semacam mereka. Sedangkan orang-orang yang hanif pengikut Ibrahim –alaihis-salam- yang Allah jadikan dia sebagai imam dan penganut agama Islam yang tidak menerima dari seorangpun agama selainnya dan mengikuti syariat Rasul terakhir Nabi Muhammad saw, maka tidak ada pada mereka orang yang menyukainya dan menye-rukan kepada perbuatan semacam itu. Mereka (yang dimaksud orang Islam) adalah pengikut Al Quran, keimanan dan petunjuk dan kebahagiaan, cahaya dan kemenangan, ahli ma’rifah, ilmu dan keyakinan serta keikhlasan kepada Allah, mencintai-Nya, tawakkal kepada-Nya, takut dan kembali kepada-Nya.

Page 30: Hakikat Dari Tasawuf

Sedangkan bagi mereka yang memiliki pengetahuan tentang hakekat agama ini, keadaan hati, ma’rifahnya, seleranya serta perasaannya segera mengetahui bahwa mendengarkan orang yang bersiul dan bertepuk tangan tidaklah mendatangkan manfaat bagi hati dan kemaslahatan, tetapi justru mengandung kemudha-ratan dan bahaya yang lebih parah, hal tersebut bagi ruh seperti khamar bagi jasad, karena mengakibatkan pelakunya mabuk melebihi mabuknya seseorang dari khamar sehingga mereka merasakan kelezaran tanpa dapat membedakan, sebagaiman yang dirasakan orang yang mabuk karena minum khamar, bahkan dapat terjadi lebih banyak dan lebih besar dari peminum khamar, mencegah mereka dari zikir kepada Allah dan dari shalat melebihi apa yang dapat mencegah mereka karena minum khamar. Mendatangkan kepada mereka pertikaian dan permusuhan lebih besar dari apa yang didapatkan dari khamar”.Dia juga berkata: “Adapun tarian, tidak diperintahkan oleh Allah, begitu juga Rasul-Nya, tidak juga salah seorang imam, akan tetapi Allah berfirman dalam kitab-Nya:

: لقمان [ ت�ك� و ص� م�ن و�اغ ض�ض ي�ك� م�ش ف�ي د ]19و�اق ص�

“Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu”.(Luqman: 19)

: الفرقان [ Rنا و ه� ض� را أل� ع�ل�ى و ن� ي�م ش� ال�ذ�ي ن� ـن� م� ح الر� ب�اد� ]63و�ع�

“Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati”. (Al-Furqan: 63)maksudnya dengan tenang dan penuh wibawa, sedangkan ibadahnya orang beriman adalah ruku’ dan sujud”.

Bahkan rebana dan tarian tidak diperintahkan Allah dan Rasul-Nya, tidak pula oleh seseorang dari kalangan salaf umat ini. Adapun perkataan orang-orang bahwa hal tersebut adalah jaring yang digunakan untuk “menjaring” orang-orang awam adalah benar adanya, karena kebanyakan mereka menjadikan jaring tersebut untuk mendapatkan makanan atau roti di atas makanan. Allah Ta’ala berfirman:

و�ال� مأ� ك�ل�و ن�

ل�ي�أ ب�ان� ه الر� و� ب�ار� حا أل� م�ن� Rرا ك�ث�ي إ�ن� ن�وا آم� ال�ذ�ي ن� ا ي�ه�

� أ ي�ا : التوبة [ الله� ب�ي ل� س� ع�ن د�و ن� ي�ص� و� �ل ب�اط�ل� با ]34الن�اس�

Page 31: Hakikat Dari Tasawuf

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya seba-gian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang bathil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah”. (At-Taubah: 34) Yang melakukan hal tersebut adalah tokoh-tokoh kesesatan yang dikatakan kepada pemimpin-pemimpin mereka:

● م آت�ه� ب�ن�ا ر� ب�ي ال� الس� ن�ا ل�و ض�أ� ف� اء�ن�ا ك�ب�ر� و� اد�ت�ن�ا س� أ�ط�ع ن�ا �ن�ا إ ب�ن�ا ر� ال�وا و�ق�

األحزاب [ : Rرا ك�ب�ي Rنا ل�ع م ال ع�ن ه� و� ال ع�ذ�اب� م�ن� ي ن� ع ف� ]6-67ض�

“Dan mereka berkata: “ Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah menta’ati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar). Ya Tuhan kami, timpakanlah kepada mereka azab dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar”. (Al Ahzab 67-68)

Sedangkan jala yang dimaksud untuk menjaring massa,

sesungguhnya adalah jala yang robek dimana buruannya keluar lagi jika telah masuk ke dalamnya, karena yang masuk untuk mendengar suara-suara bid’ah dalam tarekat sedang dia tidak memiliki landasan syari’at Allah dan Rasul-Nya, akan terwarisi dalam dirinya kondisi yang parah…. [20]. Kalangan tasawuf yang mendekatkan diri kepada Allah dengan nyanyian dan tarian, tepat bagi mereka firman Allah Ta’ala :

: األعراف [ Rل�ع�با و� Rوا ل�ه م د�ي ن�ه� ذ�وا ات�خ� ]51ال�ذ�ي ن�

“(Yaitu) orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai main-main dan senda gurau” (Al-A’raf: 51)

6. Termasuk dari kebathilan ajaran tasawuf adalah apa yang mereka katakan bahwa ada derajat dimana orang yang memilikinya dapat keluar dari beban syariat seiring meningkatnya derajat tasawuf orang tersebut. Mulanya tasawuf bermakna -sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Jauzi: Olah jiwa-: “membentuk watak dengan mengusir prilaku buruk dan mengarahkannya kepada akhlak mulia, berupa zuhud, santun, sabar, ikhlas dan jujur”.

Page 32: Hakikat Dari Tasawuf

Inilah yang dipahami oleh generasi pertama dari kalangan tasawuf, kemudian Iblis mengecoh mereka dalam beberapa hal, kemudian menyesatkan orang-orang sesudah mereka dan pengikut mereka. Maka setelah berlalu satu abad, keinginan Iblis untuk menyesatkan semakin menjadi-jadi hingga berhasil menyesatkan generasi belakangan. Prinsip dari penyesatan Iblis adalah mencegah mereka dari ilmu dan menggiring mereka kepada pemahaman bahwa yang paling penting adalah amal [21], maka ketika pelita ilmu padam dari mereka, mereka berjalan terhuyung-huyung dalam kegelapan, diantara mereka ada yang mengatakan bahwa tujuan sebenarnya adalah meninggalkan dunia secara keseluruhan, mereka menolak merawat tubuh mereka dan menyerupakan harta dengan kalajengking, mereka lupa bahwa harta diciptakan untuk maslahat, mereka berlebih-lebihan membebani jiwa hingga ada diantara mereka yang hampir-hampir tidak pernah berbaring. Mereka sebenarnya punya tujuan yang baik, akan tetapi cara mereka tidak tepat. Diantara mereka yang karena sedikit ilmunya beramal berdasarkan hadits-hadits palsu (maudhu) sedang dirinya tidak mengetahuinya, kemudian datang setelah itu orang-orang berbicara kepada mereka tentang lapar, kefakiran, was-was (keraguan) dan lintasan-lintasan pemikiran lalu mereka mengarang buku tentang hal tersebut; seperti Harits Al-Muhasibi, kemudian datang yang lain lagi lalu menyusun mazhab sufi dan memberinya kekhu-susan dengan sifat-sifat tertentu; penampilan lusuh, nyanyian sentimentil, tarian dan tepuk tangan. Kemudian perkaranya terus berkembang, para guru tarekat tersebut meletakkan beberapa perkara dan berbicara tentang kondisi-kondisi mereka, dan mereka jauh dari ulama, mereka melihat bahwa pada guru mereka terdapat kelebihan sehingga mereka menyebutnya dengan ilmu batin sementara ilmu syariat mereka anggap sebagai ilmu zahir. Diantara mereka ada yang karena rasa lapar melahirkan khayalan-khayalan yang rusak sehingga mereka mengaku tengah bermesraan dengan Al-Haq dan terbuai dengan-Nya. Seakan-akan mereka sedang menghayal seorang yang dengan paras menawan yang membuat mereka jatuh hati.

Page 33: Hakikat Dari Tasawuf

Mereka berada dalam kekufuran dan bid’ah, kemudian dari berbagai kaum yang ada mereka terpecah-pecah dalam berbagai macam tarekat, maka rusaklah aqidah mereka. Diantara mereka ada yang menyatakan ajaran Al-Hulul (peleburan antara dirinya dengan tuhan), ada juga yang mengatakan Al-Ittihad (Tuhan berada dalam dirinya), dan Iblis terus menjerumuskan mereka dengan berbagai macam bid’ah hingga mereka menjadikan untuk diri mereka ajaran-ajaran tertentu.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata tentang kaum yang terus menerus melakukan olah jiwa kemudian mereka menyatakan bahwa diri mereka telah sampai pada tingkatan hakekat. Lalu mereka berkata: “kami sekarang tidak peduli lagi dengan apa yang kami ketahui, sesungguhnya perintah dan larangan adalah aturan untuk orang awam, seandainya mereka telah sampai pada hakekat maka gugurlah segala kewajiban pada mereka, dan kandungan kenabian itu adalah untuk mendatangkan hikmah dan maslahat, tujuan-nya adalah untuk mengikat orang orang awam, dan kami bukan lagi termasuk orang awam, kami telah masuk pada wilayah disingkirkannya setiap beban, karena kami telah sampai pada hakekat dan telah mengetahui hikmah”. Maka Syaikhul Islam menjawab: “Tidak diragukan bagi kalangan berilmu dan beriman bahwa ucapan seperti itu adalah ucapan yang sangat sarata dengan kekufuran, dia lebih buruk dari ucapan orang Yahudi dan Nashrani. Karena orang Yahudi dan orang Nashrani mengimani sebagian isi Al Kitab dan ingkar kepada sebagian lainnya. Mereka (Yahudi dan Nash-rani) memang benar-benar orang kafir, tapi mereka tetap mengakui bahwa Allah memiliki perintah dan larangan, janji dan ancaman dan semua itu mengenai diri mereka juga hingga mati, hal ini jika mereka tetap berpegang teguh terhadap Agama Yahudi dan Nashrani yang sudah diubah dan dihapus, adapun orang-orang munafik di kalangan mereka sebagaimana pada umumnya, terjadi pada filosuf mereka, mereka lebih buruk dari kalangan munafik umat ini (umat Islam), karena mereka menampakkan kekufuran dan menyembunyikan kemunafikan, maka mereka lebih buruk dari yang orang menampakkan keimanan dan menyembunyikan kemunafikan”. Maksudnya adalah bahwa orang-orang yang tetap berpegang teguh dengan sejumlah keyakinan yang telah dihapus dan kandungannya telah mengalami perubahan itu lebih baik dari mereka yang mengaku telah gugurnya perintah dan larangan dalam diri mereka secara keseluruhan, karena dengan demikian mereka keluar dari semua kitab-kitab suci, syariat-syariat dan ajaran-ajaran dan sama sekali tidak ada hubungannya dengan Allah baik perintah maupun larangan. Bahkan mereka lebih

Page 34: Hakikat Dari Tasawuf

buruk dari orang-orang musyrik yang masih memegang teguh dengan sisa-sisa ajaran Nabi Ibrahim alaihissalam, karena pada diri mereka ada sedikit kebenaran yang mereka pegang teguh, meskipun dengan demikian mereka tetap orang-orang musyrik. Sedang mereka, orang-orang yang mengaku tersebut tidak ada keterikatan sama sekali dari kebenaran karena mereka mengaku bahwa semua itu sia-sia, tidak ada lagi perintah dan larangan buat mereka. Diantara mereka ada yang berhujjah dengan firman Allah Ta’ala :

: الحجر [ ي ن� ال ي�ق� ت�ي�ك� ي�أ ت�ى ح� ب�ك� ر� اع ب�د ]99و�

“Dan sembahlah tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal)”. (Al-Hijr: 99)

Mereka mengatakan bahwa artinya adalah : “Sem-bahlah Tuhanmu hingga kamu meraih ilmu dan ma’rifah, jika kamu mendapatkan hal tersebut maka gugurlah kewajiban ibadah darimu”. Sebagian lain mungkin ada yang berkata: “Beramallah hingga engkau mencapai derajat tertentu, jika telah sampai derajat tasawuf, maka gugurlah ibadah darimu”. Dan mereka adalah orang-orang yang apabila telah tercapai maksudnya berupa ma’rifah dan kondisi tertentu, maka baginya diperbolehkan untuk meninggalkan kewajiban-kewajiban dan melaksanakan yang diharamkan. Ini adalah kekufuran sebagaimana yang telah lalu. Dalil mereka atas firman Allah Ta’ala :

ي ن� ال ي�ق� ت�ي�ك� ي�أ ت�ى ح� ب�ك� ر� اع ب�د و�

[ 99الحجر : ]

“Dan sembahlah tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal))”. (Al-Hijr: 99)

sebenarnya itu adalah dalil yang memberatkan mereka bukan yang membela mereka. Hasan Basri berkata: “Sesungguhnya Allah tidak membatasi kapan seseorang boleh meninggalkan amal shaleh kecuali setelah datang kematiannya”, kemudian beliau membaca ayat : واعبد

اليقين يأتيك حتى dalam ayat اليقين karena yang dimaksud ,ربكtersebut adalah kematian dan sesudahnya berdasarkan kesepakatan ulama. Hal tersebut seperti firman Allah Ta’ala:

Page 35: Hakikat Dari Tasawuf

ن� ل'ي ال م�ص� م�ن� ن�ك� ل�م ال�وا ق� و ض� ن�خ� ك�ن�ا و� ر� ق� س� ف�ي ل�ك�ك�م س� ا و�م�ع� م� �ت�ان�ا أ ت�ى ح� ك�ي ن� ال م�س ن�ط ع�م� ن�ك� ل�م الد'ي ن� و� ب�ي�و م� ن�ك�ذ'ب� ك�ن�ا و�

: ] المدثر ي ن� ال ي�ق� ي ن� ائ�ض� ]47-42ال خ�

“Apakah yang memasukkan kamu kedalam Saqar (neraka) ?”. Mereka menjawab: “ Kami dahulu termasuk orang-orang yang tidak mengerjakan shalat. Dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin. Dan adalah kami membicarakan yang bathil, bersama dengan orang-orang yang membicarakannya. Dan adalah kami mendustakan hari pembalasan. Hingga datang kepada kami kematian”. (Al-Mudatsir: 42-47)

Hal ini mereka katakan saat mereka berada dalam neraka jahannam, mereka katakan bahwa dosa yang mereka perbuat adalah meninggalkan shalat dan zakat serta mendustakan hari kiamat, membicarakan yang bathil kepada orang-orang yang bathil, hingga datang kepada mereka kematian .(اليقين) Sebagaiman diketahui bahwa saat mereka berkata demikian, mereka bukanlah orang-orang beriman dengan semua itu di dunia ini dan bukan pula orang-orang yang Allah katakan tentang mereka:

: البقرة [ ن�و ن� ي�و ق� م ه� ة� ر� ب�اآلخ� ]4و�

“Serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat“ (Al-Baqarah: 4)

Page 36: Hakikat Dari Tasawuf

Jadi yang dimaksud dengan ayat: Hattaa ya’tiyakal yakin, adalah hingga datang kepada mereka apa yang dijanjikan, yaitu Al-yaqin (kematian).

Ayat tersebut menunjukkan atas wajibnya ibadah bagi seorang hamba sejak dia menginjak usia baligh dan berakal hingga kematiannya. Dan tidak ada kondisi sebelum kematian dimana beban kewajiban menjadi gugur sebagaimana yang dikatakan oleh orang-orang tasawuf.

PenutupItulah “agama” tasawuf yang dulu maupun sekarang, dan itulah sikap mereka dalam ibadah, kami berbicara tentang mereka semata-mata bersumber dari buku-buku mereka kecuali sedikit saja (yang berasal dari buku diluar mereka) serta buku-buku yang mengkritik mereka dan apa yang menunjukkan aktivitas-aktivitas mereka pada masa kini. Itupun yang saya bahas dari satu sisi saja dari sekian banyak pembahasan pada mereka, yaitu dari sisi ibadah dan sikap mereka tentang hal tersebut. Dan masih banyak sisi-sisi lain yang butuh pembahasan-pembahasan, seperti sikap mereka tentang tauhid, kerasulan, tentang syariat, taqdir dan yang lainnya.

Kita mohon kepada Allah Ta’ala agar memperlihatkan kepada kita bahwa yang haq itu adalah haq dan memberikan kekuatan kepada kita untuk mengikutinya dan memperlihatkan kepada kita bahwa yang bathil itu adalah bathil dan memberikan kekuatan kepada kita untuk menjauhinya dan agar Dia tidak menggoyahkan hati-hati kita setelah kita diberi petunjuk oleh-Nya.

وسلم وصحبه وآله محمد نبينا على وسلم الله وصلى

Footnote :

9. Zindiq: Ungkapan yang umumnya diberikan kepada mereka yang menampakkan keislaman dan menyembunyikan kekafirannya atau kepada mereka yang tidak percaya adanya Tuhan dan hari kiamat (Mu’jam Alfaaz Al-Aqidah).

10. Kelompok yang salah satu keyakinannya adalah bahwa amal perbuatan bukan merupakan syarat keimanan. Seseorang tidak dinyatakan hilang keimanannya –yang pernah dia ikrarkan- walau tidak pernah beramal sama sekali

Page 37: Hakikat Dari Tasawuf

11. Istilah yang diberikan kepada pengikut Khawarij, mereka adalah kelompok yang sangat tekun beribadah namun mengkafirkan sesama muslim dengan alasan yang tidak dibenarkan syariat. Diantara keyakinan mereka adalah bahwa siapa yang berdosa besar maka dia kafir dan kekal didalam neraka. Kata Haruri berasal dari nama tempat dimana pada saat itu kelompok ini banyak berkumpul.

12. Al-Ubudiah, oleh Syekhul Islam Ibnu Taimiyah, hal. 90, cetakan Riasah Aammah Lil Ifta’

13. Hadits yang dibuat-buat (hadits palsu)

14. Orang yang mengikuti salah satu syekh dalam sebuah tarekat sufi.

15. Kalimat tauhid jika diucapkan secara lengkap ( الله إال إله (ال

mengandung arti yang sangat penting; yaitu adanya nafy (meniadakan segala bentuk ketuhanan selain Allah/ إله (ال dan Itsbat (hanya mengakui Allah sebagai tuhan/ الله Sedangkan .(إالjika diucapakan secara mutlak begitu saja dengan lafaz الله maka arti yang sangat penting tersebut akan hilang.

16. Risalah Al-Ubudiyah, hal 117-118, cet. Al-Ifta’

17. Majmu’ Fatawa, 11/210-216

18. Mekkah dan sekitarnya.

19. Sekarang ini menjadi negara Palestina, Yordania, Lebanon dan Syiria.

20. Majmu’ Fatawa (11/569-574)

21. Walau tanpa dilandasi pemahaman yang benar tentang amal tersebut berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah

(Dikutip dari tulisan Asy Syaikh Dr Sholeh Fauzan, judul asli الصوفية وموقف التصوف حقيقة

والدين العبادة أصول ,من Edisi bahasa Indonesia Hakikat Sufi dan Sikap Kaum Sufi terhadap prinsip Ibadah dan Agama. Diterbitkan oleh Depag Saudi Arabia)

Page 38: Hakikat Dari Tasawuf

HUBUNGAN TASAWUF DENGAN ILMU KALAM DAN FILSAFAT

Oleh: Penti Zunita, Puri Handayani, dan Rabian Syahbana

PENDAHULUAN

Page 39: Hakikat Dari Tasawuf

Pada hakikatnya semua agama terbentuk berdasarkan wahyu dan tafsir terhadap wahyu itu. Yang tersebut pertama bersifat pasti dan tetap, oleh karena merupakan peryataan aktual dari kehendak ilahi, serta mengandung kebenaran-kebenaran abadi. Adapun tafsir merupakan tanggapan hati nurani manusia terhadap wahyu, dan karena hati nurani ini berangsur-angsur terlibat, maka lalu bergantung kepadanya. Selama berabad-abad wahyu bertahan tanpa mengalami sesuatu perubahan apapun; sedangkan tafsir, dalam perjalanan masa menjadi sasaran tekanan oleh kekuatan dalam maupun luar. Tekanan –tekanan yang pada setiap babakan sejarah memberikan cirinya kepada masyarakat.

Bagaimanapun juga ketiga disiplin ilmu itu Tasawuf, kalam dan tasawuf hadir didalam sejarah Pemikiran Islam dengan saling berjalinan, dan dalam istilah-istilah yang terumuskan dengan baik Tasawuf, Falsafah, dan  Kalam.

Semuanya ini merupakan hasil, yang terkadang marginal. Pada sejarah tertentu ketiga-tiganya tak bebas dari serangan hebat kaum ortodoks kerana dituduh banyak mencampuri urusan yang dalam pandangan mereka, harus tetap terbatas bagi agama murni belaka. Tetapi semua itu dalam berbagai macam kadarnya, berakhir dengan penerimaan terhadapnya dan ketiganya telah membari kemasyhuran terhadap peradaban Islam.

Pada makalah ini akan membahas terlebih dahulu pengertian dari disiplin ilmu yang tiga, yakni : ilmu tasawuf, ilmu kalam, dan ilmu filsafat, kemudian hubungan dari ketiga disiplin ilmu serta  titik persamaan dan perbedaannya.          

PEMBAHASAN

HUBUNGAN TASAWUF DENGAN ILMU KALAM DAN FILSAFAT

Pengertian Tasawuf, Ilmu Kalam dan Filsafat

Agama Islam menyimpan banyak sekali ilmu tentang pengetahuan didalamnya. Dengan sumber yang berasal dari Al-Qur’an dan As-Sunnah lahirlah beberapa disiplin ilmu keislaman yang ada saat ini, seperti ilmu kalam, tasawuf, filsafat, dan lain sebagainya. Setiap disiplin ilmu yang itu mempunyai keterikatan yang tidak dapat dipisahkan. Untuk lebih mempermudah mengetahui hubungan antara tasawuf, ilmu kalam dan filsafat alangkah lebih baiknya kita mengetahui pengertiannya terlebih dahulu.

Tasawuf

Page 40: Hakikat Dari Tasawuf

Tasawuf  adalah ajaran (cara dan sebagainya) otak mengenal dan mendekatkan diri kepada Allah sehingga memperoleh hubungan langsung secara sadar denganNya. Tasawuf, sebagai aspek mistisisme dalam Islam, pada intinya adalah kesadaran adanya hubungan komunikasi manusia dengan Tuhannya, yang selanjutnya mengambil bentuk rasa dekat (qurb) dengan Tuhan. Hubungan kedekatan tersebut dipahami sebagai pengalaman spritual dzauqiyah manusia dengan Tuhan, yang kemudian memunculkan kesadaran bahwa segala sesuatu adalah kepunyaan-Nya. Segala eksistensi yang relatif dan nisbi tidak ada artinya di hadapan eksistensi Yang Absolut.

Salah satu disiplin ilmu yang berkembang dalam tradisi kajian Islam, selain Ilmu Kalam, Filsafat dan Fiqih. Tujuannya: memperoleh hubungan langsung dan disadari dengan Tuhan, sehingga disadari benar bahwa seseorang berada di hadirat Tuhan. Tasawuf berusaha mengetahui dan menemukan Kebenaran Tertinggi (Allah SWT); dan bila mendapatkannya, seorang sufi tidak akan banyak menuntut dalam hidup ini.

Abu al-Wafa’al-Ganimi at-Taftazani (peneliti tasawuf) menyebutkan karakteristik secara umum, baginya tasawuf mempunyai 5 ciri umum, yaitu:

Memiliki nilai-nilai moral

Pemenuhan fana (sirna) dalam realitas mutlak

Pengetahuan intuitif langsung

Timbulnya rasa kebahagiaan sebagai karunia Allah SWT dalam diri sufi karena terciptanya maqamat (makam-makam atau beberapa tingkatan)

Penggunaan simbol-simbol pengungkapan yang biasanya mengandung pengertian harfiah dan tersirat.

Ilmu Kalam

Menurut ahli tata bahasa Arab, kalam didefenisikan sebagai ‘kata’ atau ‘lafaz’ dengan bentuk mejemuk (ketentuan/perjanjian). Secara teknis, kalam berarti alasan atau argumen rasonal untuk  memperkuat pernyataan. Nama lain : Ilmu Aqaid (ilmu akidah-akidah), Ilmu Tawhid (Ilmu tentang Kemahaesaan Tuhan), Ilmu Ushuluddin (Ilmu pokok-pokok agama). Disebut juga ‘Teologi Islam’. ‘Theos’=Tuhan; ‘Logos’=ilmu. Berarti ilmu tentang ketuhanan yang didasarkan atas prinsip-prinsip dan ajaran Islam; termasuk di dalamnya persoalan-persoalan gaib. Ilmu=pengetahuan;

Page 41: Hakikat Dari Tasawuf

Kalam=‘pembicaraan’; pengetahuan tentang pembicaraan yang bernalar dengan menggunakan logika. Dasar Ilmu Kalam adalah dalil-dalil fikiran (dalil aqli) Dalil Naqli (Al-Qur’an dan Hadis) baru dipakai sesudah ditetapkan kebenaran persolan  menurut akal fikiran. (Persoalan kafir-bukan kafir).

Menurut al-Ghazali, kalam  hanya bisa digunakan untuk menghadapi tantangan terhadap akidah yang sudah dianut oleh umat; tetapi tidak untuk menanamkan akidah yang benar kepada,umat yang menganutnya, apalagi untuk menuntut orang bisa menghayatinya.

Ilmu kalam sebagai disiplin ilmu yang terdiri sendiri disebutkan untuk pertama kali pada masa Khalifah ‘Abbasiyah, Al-Ma’mun (W. 218 H), setelah ulama-ulama Muktazilah mempelajari kitab-kitab filsafat yang diterjemahkan kedalam bahasa Arab dipadukan dengan meode ilmu kalam. Sebelum masa Al-Ma’mun, ilmu yang membicarakan masalah kepercayaan disebut Al-Fiqh sebagai imbangan fiqh Fialilmi, yaitu tentang hukum Islam, sebagaimana Imam Abu Hanifah (Imam Hanafi) menamakan bukunya mengenai kepercayaan agama dengan Al-Fiqh Al-Akbar, perkembangan lebih lanjut istilah fiqh ini khusus untuk ilmu yang membicarakan perrsoalan-persoalan hukum-hukum Islam.ilmu kalam belakangan juga dikenal dengan teologi Islam yang sudah lama dikenal penulis-penulis Barat. Dalam pembahasan para ahli ketimuran selalu digunakan theology (Islam) untuk ilmu kalam ini. Ilmu kalam/teologi Islam timbul karena Islam sebagai agama merasa perlu menjelaskan poko dasar agamamya dan segi-segi dakwah sebagai tujuan Al-Qur’an dan Sunah. Dua dasar ini membicarakan wujud Tuhan yang segala aspeknya dan mengatakan hubungan-Nya dengan makhluk.

Ilmu kalam belum dikenal pada masa Nabi Muhammad SAW. Selang beberapa periode, setelah ilmu-ilmu ke=Islaman satu-persatu mulai muncul dan banyak orang membicarakan soal metafisika/alam gaib, dalam ilmu ini terdapat berbagai golongan dan aliran, kurang lebih 3 abad lamanya kaum muslimiin melakukan berbagai perdebatan baik sesama pemeluk Islam maupun dengan pemeluk agama lain, akhirnya kaum muslimin mencapai ilmu yang membicarakan dasar-dasar akidah dan rinciannya; baik oleh faktor dari dalam Islam sendiri maupun karena faktor dari luar Islam karena berbagai persoalan kalam yang muncul, timbullah bermacam-macam aliran kalam.

Filsafat

Page 42: Hakikat Dari Tasawuf

Filsafat adalah  pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan hukumannya.Pengetahuan indera mencakup segala sesuatu yang dapat diindera. Batasnya: segala sesuatu yang tidak tertangkap panca indera; pengetahuan ilmu mencakup sesuatu yang dapat diteliti (riset). Batasnya: segala sesuatu yang tidak atau belum dapat dilakukan penelitian; pengetahuan filsafat mencakup segala sesuatu yang dapat difikir oleh akal budi (rasio). Batasnya adalah alam. Namun ia juga mencoba memikirkan sesuatu di luar alam, yang disebut agama, Tuhan.

Tiga Ciri Berfikir Filsafat

                                                         

Radikal. Radix (bahasa Yunani) berarti akar. Berfikir sampai ke akarnya, tidak tanggung-tanggung.

Sistematis. Berarti berfikir logis, bergerak selangkah demi selangkah dengan penuh kesadaran dan saling berhubungan secara teratur.

Universal. Berarti berfikir secara umum, tidak khusus. Berfikir secara khusus, masuk lapangan ilmu.

Filsafat barat modern memandang manusia bebas dari segala kekuatan luarnya, dan kebebasan itu terjadi lewat pengetahuan rasional. Manusia seolah digiring untuk memikirkan dunia an-sich sehingga Tuhan, surga, neraka, dan persolan-persoalan eksatologis tidak lagi menjadi pusat pemikiran. Mereka menjadi bebas dari segala macam magis, religi, kepercayaan, dan semua yang mereka anggap rasional. Manusia diangkat martabatnya menjadi makhluk bebasdan otonom sebagaimana tergambar dalam pemikiran Descartes, Immanuel Kant, Sartre, dan Frederich Nietzsche.

Hubungan Tasawuf, Ilmu Kalam dan Filsafat

Tasawuf, sebagai disiplin ilmu tentu memiliki hubungan atau keterkaitannya dengan ilmu-ilmu dispilin keilmuan yang lainnya. Untuk lebih mengetahui tentang hubungannya akan lebih baik jika kita hubungkan satu-persatu dulu keterkaitannya setelah itu barulah kita hubungkan ketiganya sekaligus.

Hubungan Ilmu Tasawuf dengan Ilmu Kalam

Page 43: Hakikat Dari Tasawuf

Dalam kaitannya dengan ilmu kalam, ilmu tasawuf berfungsi sebagai pemberi wawasan spritual dalm pemahaman kalam. Penghayatan yang mendalam melali hati (dzauq dan widan) terhadap ilmu tauhid atau ilmu kalam menjadikan ilmu ini lebih terhayati atau teraplikasikan dalam perilaku. Dengan demikian, ilmu tasawuf merupakan penyempurna ilmu tauhid jika dilihat dari sudut pendang bahwa ilmu tasawuf merupakan sisi terapan rohaniah dari ilmu tauhid.

Kajian-kajian mereka tentang jiwa dalam pendekatan kefilsafatan ternyata telah banyak memberikan sumbangan yang sangat berharga bagi kesempurnaan kajian tasawuf dalam dunia Islam. Pemahaman tentang jiwa dan roh itu sendiri menjadi hal yang esensial dalam tasawuf. Kajian –kajian kefilsafatan tentang jiwa dan roh kemudian banyak dikembangkan dalam tasawuf. Namun, perlu juga dicatat bahwa istilah yang lebih banyak dikembangkan dalam tasawuf adalah istilah qalb (hati). Istilah qalb ini memang lebih spesifik dikembangkan dalam tasawuf. Namun, tidak berarti bahwa istilah qalb tidak berpengaruh dengan roh dan jiwa.

Ilmu kalam pun berfungsi sebagai pengendali ilmu tasawuf. Oleh karena itu, jika timbul suatu aliran yang bertentangan dengan akidah, atau lahir suatu kepercayaan baru yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, hal itu merupakan penyimpangan atau penyelewengan. Jika bertentangan atau tidak pernah diriwayatkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, atau belum pernah diriwayatkan oleh para ulama salaf, hal itu harus ditolak.

Dr. Fuad Al-Ahwani di dalam bukunya Filsafat Islam tidak setuju kalau filsafat sama dengan ilmu kalam.  Dengan alasan-alasan sebagai berikut: Karena ilmu kalam dasarnya adalah keagamaan atau ilmu agama. Sedangkan filsafat merupakan pembuktian intelektual. Obyek pembahasannya bagi ilmu kalam berdasar pada Allah SWT. dan sifat-sifat-Nya serta hubungan-Nya dengan alam dan manusia yang berada di bahwa syariat-Nya. Objek filsafat adalah alam dan manusia serta pemikiran tentang prinsip wujud dan sebab-sebabnya. Seperti filosuf Aristoteles yang dapat membuktikan tentang sebab pertama yaitu Allah. Tetapi ada juga yang mengingkari adanya wujud Allah SWT. sebagaimana aliran materialisme.

Page 44: Hakikat Dari Tasawuf

Selain itu, ilmu tasawuf mempunyai fungsi sebagai pemberi kesadarran rohaniah dalam perdebaan-perdebatan kalam. Sebagaimana disebutkan bahwa ilmu kalam dalam dunia Islam cenderung menjadi sebuah ilmu yang mengandung muatan nasional, di samping muatan naqliah. Jika tidak diimbangi dengan kesadaran rohaniah, ilmu kalam dapat bererak ke arah yang lebih liberal dan bebas. Di sinilah ilmu tasawuf berfungsi memberi muatan rohaniah sehinggailmu kalam tidak dikesani sebagai dialektika keislaman belaka, yang kering dari kesadaran penghayatan atau sentuhan secara qabliah (hati).

Hubungan Ilmu Tasawuf dengan Filsafat

Kajian-kajian Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina dan Al-Ghazali tentang jiwa dalam pendekatan kefilsafatan ternyata telah banyak memberikan sumbangan yang sangat berharga bagi kesempurnaan kajian tasawuf dalam dunia Islam. Pemahaman tentang jiwa dan roh itu pun menjadi hal yang esensial dalam tasawuf. Kajian-kajian kefilsafatan tentang jiwa dan roh kemudian banyak dikembangkan dalam tasawuf. Namun, perlu juga dicata bahwa istilah yang lebih banyak dikembangkan dalam tasawuf adalah istilah qalb (hati). Istilah qalb ini memang lebih spesifik dikembangkan dalam tasawuf. Namun, tidak berarti bahwa istilah qalb tidak berpengaruh terhadap roh dan jiwa.

Hubungan Tasawuf, Ilmu Kalam dan Filsafat;

Ketiganya berusaha menemukan  apa yang disebut Kebenaran (al-haq).

Kebenaran dalam Tasawuf berupa tersingkapnya (kasyaf) Kebenaran Sejati (Allah) melalui mata hati.

Kebenaran dalam Ilmu Kalam berupa diketahuinya kebenaran  ajaran agama melalui penalaran rasio lalu dirujukkan kepada nash (al-Qur’an & Hadis).

Kebenaran dalam Filsafat berupa kebenaran spekulatif tentang segala yang ada (wujud). Bersandar kepada pendapat Abbas Mahmud ‘Aqqad dalam al-Tafkir : Faridlah Islamiyah  :

التفكير وفالسفة الصوفية بين مشتركة صفة األسرار طلب في فالتعمقعن ينقبون الذين النفس وعلماء البعيدة الحقائق على يغوصون الذين

اإلنسانية السريرة وغرائب الباطن الوعي ودائع

Maka ketiganya mendalami pencarian segala yang bersifat rahasia (gaib) yang dianggap sebagai ‘kebenaran terjauh’ dimana tidak semua orang dapat melakukannya.

Page 45: Hakikat Dari Tasawuf

Selanjutnya kita juga harus mengetahui dimana titik persamaan dan perbedaan antara ilmu tasawuf, ilmu kalam dan filsafat.

Titik Persamaan

Ilmu kalam, filsafat, dan tasawuf mempunyai kemiripan objek kajian. Objek kajian ilmu kalam adalah ketuhanan dan segala sesuatu yang berkaitan dengan-Nya. Objek kajian filsafat adalah masalah ketuhanan di samping masalah alam, manusia, dan segala sesuatu yang ada. Sementara itu objek kajian tasawuf adalah Tuhan, yakni upaya-uapaya pendekatan terhadap-Nya. Jadi, di lihat dari objeknya, ketiga ilmu itu membahas masalah yang berkaitan dengan ketuhanan.

Argumen filsafat- sebagai mana ilmu kalam- dibangaun di atas logika. Oleh karena itu, hasil kajiannya bersifat spekulatif (dugaan yang tak dapat dibuktikan secara empiris, riset, dan eksperimental). Kerelatifan hasil karya logika itu menyebabkan beragamannya kebenaran yang dihasilkannya.

Bagi ilmu kalam, filsafat, maupun tasawuf berurusan dengan hal yang sama yaitu kebenaran. Ilmu kalam dengan metodenya sendiri berusaha mencari kebenaran tentang Tuhan yang berkaitan dengan-Nya. Filsafat dengan wataknya sendiri pula, berusaha menghampiri kebenaran, baik tentang alam maupun manusia (yang belum atau tidak dapat dijangkau oleh ilmu pengetahuaan karena berada di luar atau di atas jangkauanya), atau tentang tuhan. Sementara itu, tasawuf juga dengan metodenya yang tipikal berusaha menghampiri kebenaran yang berkaitan dengan perjalanan spritual menuju Tuhan.

Titik Perbedaan

Perbedaan di antara ilmu tersebut terletak pada aspek metodologinya. Ilmu kalam, sebagai ilmu yang menggunakan logika di samping argumentasi-argumentasi naqliah berfungsi untuk mempertahankan keyakinan ajaran agama, yang sangat tampak nilai-nilai apologinya.Pada dasarnya ilmu ini menggunakan metode dialektika (jadaliah) dikenal juga dengan istilah dialog keagamaan. Sebagai ilmuwan bahkan mengatakan bahwa ilmu ini berisi keyakinan-keyakinan kebenaran, praktek dan pelaksanaan ajaran agama, serta pengalaman keagamaan yang dijelaskan dengan pendekatan rasional.

Page 46: Hakikat Dari Tasawuf

            Sementara itu, filsafat adalah sebuah ilmu yang digunakan untuk memperoleh kebenaran rasional. Metode yang digunakannya pun adalah metode rasional. Filsafat menghampiri kebenaran dengan cara menuangkan akal budi secara radikal (mengakar) dan integral (menyeluruh) serta universal (mengalam); tidak merasa terikata oleh apapun, kecuali oleh ikatan tangannya sendiri yang bernama logika. Peranan filsafat sebagaimana dikatakan Socrates adalah berpegang teguh pada ilmu pengetahuan melalui usaha menjelaskan konsep-konsep (the gaining of conceptual clarity).

            Berkenaan dengan keragaman kebenaran yang dihasilkan oleh kerja logika maka dalam filsafat dikenal apa yang disebut kebenaran korespondensi. Dalam pandangan korespodensi, kebenaran adalah persesuaian antara kenyataan sebenarnya di alam nyata.

            Disamping kebenaran korespodensi, di dalam filsafat juga dikenal kebenaran korehensi. Dalam pandangan korehensi, kebenaran adalah kesesuaian antara suatu pertimbangan baru dan suatu pertimbangan yang telah diakui kebenarannya secara umum dan permanen. Jadi, kebenaran dianggap tidak benar kalau tidak sesuai dengan kebenaran yang dianggap benar oleh ulama umum.

            Disamping dua kebenaran di atas, di dalam filsafat dikenal juga kebenaran pragmatis. Dalam pandangan pragmatisme, kebenaran adalah sesuatu yang bermanfaat (utility) dan mungkin dapat dikerjakan (workability) dengan dampak yang memuaskan. Jadi, sesuatu akan dianggap tidak benar kalau tidak tampak manfaatnya secara nyata dan sulit untuk di kerjakan.

            Adapun ilmu tasawuf adalah ilmu yang lebih menekankan rasa dari pada rasio. Oleh sebab itu, filsafat dan tasawuf sangat distingtif. Sebagai sebuah ilmu yang prosesnya diperoleh dari rasa, ilmu tasawuf bersifst subjektif, yakni sangat berkaitan dengan pengalaman seseorang. Itulah sebabnya, bahasa tasawuf sering tampak aneh bila dilihat dari aspek rasio. Hal ini karena pengalaman rasa sulit dibahasan. Pengalaman rasa lebih muda dirasakan langsung oleh orang yang ingin memperoleh kebenaranya dan mudah digambarkan dengan bahasa lambang, sehingga sangat interpretable dapat diinterpretasikan bermacam-macam). Sebagian pakar mengatakan bahwa metode ilmu tasawuf adalah intuisi, atau  ilham, atau inspirasi yang datang dari tuhan. Kebenaran yang dihasilkan ilmu tasawuf dikenal dengan istilah kebenaran hudhuri, yaitu suatu kebenaran yang objeknya datang dari dalam diri subjek sendiri. Itulah sebabnya dalam sains dikenal istilah objeknya  tidak objektif. Ilmu seperti ini dalam sains dikenal dengan ilmu yang diketahui bersama atau tacit knowledge, dan bukan ilmu proporsional.

Page 47: Hakikat Dari Tasawuf

            Didalam pertumbuhannya, ilmu kalam (teologi) berkembang menjadi teologi rasional dan teologi tradisional. Filsafat berkembang menjadi sains dan  filsafat sendiri. Sains berkembang menjadi sains kealaman,sosial, dan humaniora; sedangkan filsafat berkembang lagi menjadi filsafat klasik, pertengahan, dan filsafat modern. Tasawuf selanjutnya berkembang menjadi tasawuf praktis dan tasawuf teoritis.

            Dilihat dari aspek aksiologi (manfaatnya), teologi diantaranya berperan sebagai ilmu yang mengajak orang baru untuk mengenal rasional sebagai upaya mengenal Tuhan secara rasional. Adapun filsafat, lebih berperan sebagai ilmu yang mengajak kepada orang yang mempunyai rasio secara prima untuk mengenal Tuhan secara lebih bebas melalui pengamatan dan kajian alam dan ekosistemnya langsung. Dengan cara ini, orang yang telah mempunyai rasio sangat prima diharapkan dapat mengenal Tuhan secara meyakinkan melalui rasionya. Adapaun tasawuf lebih perperan sebagai ilmu yang memberi kepuasan kepada orang yang telah melepaskan rasionya secara bebas karena tidak memperoleh apa yang ingin dicarinya.

PENUTUP

Sebagai sebuah disiplin ilmu keislaman, tasawuf tidak dapat lepas dari keterkaitannya dengan ilmu-ilmu keislaman lainnya, seperti ilmu kalam dan filsafat dan bidang ilmu-ilmu lainnya.

Sebagai contoh contoh materi-materi yang tercakup dalam ilmu kalam terkesan tidak menyentuh dzauq (rasa rohaniah). Untuk memberikan wawasan spritual dalam pemahaman kalam, muncul ilmu tasawuf. Penghayatan yang mendalam melalui hati  terhadap ilmu kalam, filsafat, ilmu tauhid, fikih dan ilmu lainnya menjadikan ilmu tasawuf lebih terhayati atau teramplikasi dalam perilaku. Dengan demikian, ilmu tasawuf merupakan penyempurna ilmu tauhid jika dilihat dari sudut pandang bahwa tasawuf merupakan sisi terapan rohani dari ilmu tauhid.

DAFTAR PUSTAKA

Abdillah, Pius. Kamus Populer Ilmiah lengkap. Surabaya: Arkola.

Anwar, Rosihon. Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia. 2007.

Beck dan Kapten,  Pandangan Barat terhadap Literatur, Hukum, Filosofi Teologi dan Mistik Tradisi Islam, Jakarta: INIS, 2001.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka. 2002.

Page 48: Hakikat Dari Tasawuf

Ensiklopedi Islam 2. Jakarta: PT Ichitar Baru Van Hoeve. 2001.

Rozak, Abdul. Ilmu Kalam. Bandung: CV. Pustaka Setia. 2007.

Solihin. Sejarah dan pemikiran Tasawuf di Indonesia. Bandung: Pustaka Setia. 2001.

Syumhoedim, Fadjar Noegraha. Tasawuf Kehidupan Al-Ghazali. Jakarta: CV. Putra Harapan. 1999 .

Tafsir, Ahmad. Filsafat Umum. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya. 2008.

Aries. “Hubungan Filsafat Islam dengan Filsafat Yunani dan Ilmu-ilmu Islam”. (online) avaible: http://a2i3s-c0ol.blogspot.com/2009/01/hubungan-filsafat-islam-dengan-filsafat.html, diakses pada tanggal 26 Juli 2010.

Hadiyan. “Hubungan Tasawuf, Ilmu Kalam, Dan Filsafat” disampaikan pada Perkuliahan Tatap Muka Ke-4 Ilmu Tasawuf 8 November 2008. (online) avaible: google.com//download. diakses pada tangal 16 Juli 2010.

Wani. “Hubungan Tasawuf Dengan Ilmu Kalam, Filsafat, Fiqih”. (online) avaible: Http://Wanipintar.Blogspot.Com/2009/03/Hubungan-Tasawuf-Dengan-Ilmu-Kalam.Html. diakses pada tanggal 16 Jui 2010.

H.L. Beck dan N.J.G Kapten, Pandangan Barat terhadap Literatur, Hukum, Filosofi Teologi dan Mistik Tradisi Islam, (Jakarta: INIS, 2001), hal.45.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), hal. 1147.

Solihin, Sejarah dan pemikiran Tasawuf di Indonesia, ( Bandung: Pustaka Setia, 2001), hal. 15.

Hadiyan, “Hubungan Tasawuf, Ilmu Kalam, Dan Filsafat”, disampaikan pada Perkuliahan Tatap Muka Ke-4 Ilmu Tasawuf 8 November 2008. (online) avaible: google.com//download, diakses pada tangal 16 Juli 2010.

Solihin, Op. Cit., Hal. 75

Ensiklopedi Islam 2, (Jakarta: PT Ichitar Baru Van Hoeve ,2001), hal. 345.

Syumhoedim, Fadjar Noegraha, Tasawuf Kehidupan Al-Ghazali, (Jakarta: CV. Putra Harapan, 1999), hal. 81.

Page 49: Hakikat Dari Tasawuf

Ensiklopedi Islam 2, Op. Cit., hal. 346

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Op. Cit., hal. 317.

Solihin, Op. Cit.,  hal. 9-10.

Wani, “Hubungan Tasawuf Dengan Ilmu Kalam, Filsafat, Fiqih”, (online) avaible: Http://Wanipintar.Blogspot.Com/2009/03/Hubungan-Tasawuf-Dengan-Ilmu-Kalam.Html, diakses pada tanggal 16 Jui 2010.

Aries, “Hubungan Filsafat Islam dengan Filsafat Yunani dan Ilmu-ilmu Islam”, (online) avaible: http://a2i3s-c0ol.blogspot.com/2009/01/hubungan-filsafat-islam-dengan-filsafat.html, diakses pada tanggal 26 Juli 2010.

Anwar, Rosihon. Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2007), hal. 102-103.

Anwar, Rosihon. Op. Cit., Hal. 107.

  Plato menyatakan bahwa objek filsafat adalah menemukan kenyataan  (the discovery of realty) atau kebenaran mutlak (absolute truth) kedua hal itu bisa dikenal dengan istilah dialektika (dialectic). Aristoteles menyatakan bahwa pada mulanya filsafat merupakan kebujaksanaan. Kemudian menjadi upaya menyelidik sebab atau latar belakang dan prinsip-prinsip dari segala sesuatu  (consernet with the investigasion of couses and prinsiple of  things). Prinsip atau unsur pokok di sini adalah mengidentifikasi seluruh ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan kemanusiaan (to be identical with the totaliti of human knowledge). Aristoteles selanjutnya mengatakan bahwa filsafat yang  pertama (first philosophy) dinamakan sebagai theology yang kajian utamanya berkenan dengan sebab terakhir yang dikenal istilah Tuhan (concernet with ultimate prinsiples and couses, which includs the idea of god ). Selanjutnya lihat:  Dr. Abdul Rozak dan Dr. Rosihan Anwar. Ilmu Kalam, (Bandung : CV Pustaka Setia), hal. 39.

Ibid. . . , hal. 39.

Pius,Abdillah P. pada  Kamus Ilmiah Populer Lengkap, (Surabaya: Arkola), . Opologi  artinya Pidato pembelaan, hal. 38.  

Rasional  (Descarates-Spinoza-Lebniz )  yakni : masuk akal ; sesuai dengan nalar; menurut pikiran sehat ; bijaksankan sedangkan Rasionalisme adalah  faham filsafat yang  mengatakan bahwa akal (reason) adalah alat terpenting dalam memperoleh pengetahuan dan mengetes pengetahuan , ibid. . .,hal. 522 dan  prof. Dr . Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008), hal 127

Page 50: Hakikat Dari Tasawuf

log.ci . ., hal. 40

Ibid . ., hal 41  

Teologi rasional memiliki prinsip-prinsip berikut ini:

Hanya terikat pada dogma-doma yang dengan jelas dan tegas di sebut dalam Al-Qur’an dan Hadist  Nabi.

Memberikan kebebasan kepada manusia dalam berbuat dan berkehendak serta memberikan daya yang kuat kepada akal. Ibid . . .,hal. 42

Teologi tradisional memiliki prinsip-prinsip berikut ini:

Terikat pada dogma-dogma dan ayat-ayat yang mengandung arti zhanni teks yang boleh mengandung arti lain selain dari arti harfiah

Tidak memberikan kebebasan pada manusia dalam kehendak dan berbuat.

Memberikan daya yang kecil kepada akal.  Ibid. . .,hal.42


Top Related