Download - grey area bandwith.doc
Koreksi
Koreksi
Banyak Tim Pemeriksa melakukan koreksi pemeriksa atas Sewa Bandwith ke
pihak luar negeri dengan nilai objek PPh sangat besar dimana banyak
kasus ini menurut Pemeriksa terdapat pembayaran atas sewa yang
dibayarkan keluar daerah pabean Indonesia seharusnya terkena pajak
penghasilan pasal 26 dengan penetapan tarif yang mengacu pada penerapan
persetujuan penghindaran pajak berganda (P3B) pada masing-masing Negara
yang memiliki perjanjian tersebut.
Banyak yang Keberatan
Banyak yang tidak setuju dengan koreksi yang dilakukan oleh pemeriksa
atas Sewa Bandwith ke pihak luar negeri dengan nilai objek PPh sangat
besar yang digolongkan sebagai "royalty" sama sekali tidak mempunyai
dasar hukum. Seharusnya pihak pemeriksa seharusnya tidak melakukan
koreksi tersebut karena tidak sesuai dengan pengertian "Royalty" dalam
penjelasan UU PPh Pasal 4 huruf h tentang Royalty sebagai berikut:
Huruf h
Pada dasarnya imbalan berupa royalty terdiri dari tiga kelompok, yaitu
imbalan sehubungan dengan penggunaan:
1. "Hak atas harta tak berwujud, misalnya hak pengarang, paten,
merek dagang, formula, atau rahasia perusahaan.
2. Hak atas harta berwujud. Misalnya hak atas alat - alat industri,
komersial, dan ilmu pengetahuan. Yang dimaksud dengan alat - alat
industri, komersial, dan ilmu pengetahuan adalah setiap peralatan yang
mempunyai nilai intelektual, misalnya peralatan - peralatan yang
digunakan di beberapa industri khusus seperti anjungan pengeboran minyak
("drilling rig") dan sebagainya.
3. Informasi, yaitu informasi yang belum diungkapkan secara umum,
walaupun mungkin belum dipatenkan, misalnya pengalaman dibidang
industri, atau bidang usaha lainnya."
Pada dasarnya yang dimaksud dengan sewa Bandwith yang tercantum dalam
pembukuan wajib pajak, yang dikoreksi oleh pemeriksa adalah sewa atas
"Bandwith" yang merupakan barang tidak berwujud dan bukan merupakan alat
atau peralatan atau "equipment".
Definisi Bandwith itu sendiri adalah Ukuran kapasitas pengiriman yang
digunakan dalam dunia telepon, jaringan komputer, sinyal frekuensi
radio, dan monitor. Bandwidth biasanya diukur dalam satuan hertz (Hz)
dan bits atau bytes per second (bps). Hz diukur berdasarkan rentang
perbedaan frekuensi terendah dan frekuensi tertinggi yang dipancarkan.
Bps diukur berdasarkan jumlah bit atau byte data terkirim per detik.
Dari definisi diatas maka sewa atas "bandwith" yang merupakan barang
tidak berwujud tersebut tidak dapat begitu saja digolongkan sebagai
"Royalty". Selain itu sesuai dengan definisi "Royalty" obyej PPh dalam
UU PPh (Penjelasan Pasal 4 huruf h).
Berdasarkan definisi tersebut diatas jelas bahwa barang tidak berwujud
yang termasuk sebagai royalty terbatas pada "Hak atas harta tak
berwujud, misalnya hak pengarang, paten, merek dagang, formula, atau
rahasia perusahaan". Sedangkan sewa bandwith tidak termasuk dan tidak
dapat dimasukan dalam "Royalty" jenis ini.
Kalaupun akan dimasukan dalam pengertian royalty kelompok 2 sebagai
"imbalan sehubungan dengan penggunaan Hak atas harta berwujud, adalah
tidak benar karena "Bandwith" adalah barang tidak berwujud.
Apabila akan dikelompokan sebagai "Royalty" dalam kelompok 3, imbalan
sehubungan dengan penggunaan informasi, adalah jelas bahwa sewa Bandwith
bukan merupakan penggunaan informasi.
Berdasarkan uraian diatas maka koreksi yang dilakukan pemeriksa pada
ketetapan semula jika ditinjau dari hukum pajak nasional (UU PPh) jelas
tidak mempunyai dasar hukum.
Bila ditinjau dari Tax Treaty, misalnya saja diambil baik dari Tax
Treaty antara Indonesia dengan Jepang maupun antara Indonesia dengan
Singapura, sewa atas Bandwith, tidak termasuk dalam definisi Royalty
yang diatur dalam kedua Tax Treaty tersebut sebagai berikut:
Dalam Treaty dengan Jepang
Article 12
* The term "royalties" as used in this Article means payments of
any kind received as a consideration for the use of, or the right to
use, any copyright of literary, artistic or scientific work including
cinematograph films and films or tapes for radio or television
broadcasting, any patent, trade mark, design or model, plan, secret
formula or process, or for the use of, or the right to use, industrial,
commercial or scientific equipment, or for information concerning
industrial, commercial or scientific experience.
Dalam Treaty dengan Singapura
Article 12
* The term "royalties" as used in this Article means payments of
any kind received as a consideration for the use of, or the right to
use, any copyright of literary, artistic or scientific work including
cinematograph films and films or tapes for radio or television
broadcasting, any patent, trademark, design or model, plan, secret
formula or process, or for the use of, or the right to use, industrial,
commercial or scientific equipment, or for information concerning
industrial, commercial or scientific experience.
Berdasarkan ketentuan diatas jelas bahwa pengertian "Royalty" dalam
hukum pajak internasional, khususnya tax treaty tidak memasukan sewa
bandwith sebagai unsur Royalty. Pada dasarnya fenomena "Bandwith" baru
muncul pada tahun 2000an dan tidak menjadi usul dalam pembahasan modul -
modul tax treaty, bahkan dalam modul Tax Treaty OECD terakhir. Sehingga
tidak termasuk dalam tax treaty Indonesia yang ada.
Dengan demikian sewa "Bandwith" tidak termasuk sebagai royalty dalam
hukum pajak nasional maupun dalam buku pajak internasional sehingga
fiskus tidak dapat memasukan sewa bandwith sebagai "Royalty" berdasarkan
asumsinya sendiri. Secara prinsip pajak dikenakan berdasarkan UU dan
tidak berdasarkan asumsi.
Sewa Bandwith baru dimasukan dalam bentuk rancangan UU perpajakan PPh,
yaitu konsep pembahasan UU PPh yang sedang dibahas di DPR pada saat ini
Berdasarkan uraian diatas maka saya (Pribadi) berpendapat bahwa
pengenaan pasal 26 atas sewa Bandwith dengan Roylaty, tidak berdasarkan
hukum.
Salam,
Dian Arief Wahyudi