Download - gawat darurat onkologi
[Type the company name]
Kegawatdaruratan Onkologi
Pendahuluan
Keadaan gawat darurat merupakan keadaan yang dapat mengancam nyawa
dan memerlukan pertolongan dengan segera. Keadaan gawat darurat di bidang
onkologi dapat dikelompokan menjadi Non metabolik dan Metabolik
Non Metabolik
Terbagi menurut masing-masing organ yang terkena :
I. Sistem saluran Pernapasan
1. Sumbatan Airway
Etiologi : Neoplasma primer pada trachea
Kanker kepala dan leher
Ca. Bronchogenik
Invasi trakea oleh ca paru atau ca tyroid
Klinis : Dispneu, Batuk dan hemoptysis
Diagnos
a
: Dapat melalui Thoraks foto, CT scan, MRI. Dengan
bronkoskopy dapat dipergunakan sebagai diagnostik maupun
sebagai terapi
Terapi : Bergantung pada tempat sumbatannya.
Dapat dilakukan trakeostomi
Terapi adjuvannya diberikan antibiotik dan cortikosteroid
2. Hemoptysis
Etiologi : Infeksi : Bakteri virus dan jamu
Inflamasi : Bronkitis
Trauma
Neoplasma : Ca. Bronkogenik
Klinis : Darah pada sputum atau pendarahan yang masif
Diagnos
a
: Dengan pemeriksaaan mikroskopik dan sampel dari sputum
Hemoptisis yang masif bila (> 600 ml darah dalam 24 jam)
Bronkoskopy
Terapi : Non spesifik :Bed rest, O2, IV line, transfusi darah bila perlu
Spesifik : Mencari tempat pendarahan dengan bronkoskpy dan
intubasi yang selektif kedalam paru yang sehat
2
3. Dyspnea
Etiologi : Paru-paru merupakan tempat metastasis ca yang tersering,
yang digambarkan sebagai nodul pada paru-paru.
Penyebaran tumor melalui sistem limfatik dapat menyebabkan
fibrotik
Klinis : Batuk yang tidak berdahak & Hipoksia
Diagnos
a
: Dapat melalui Thoraks foto, CT scan, MRI.
Terapi : O2, prednison dan kemoterapi untuk penyakit parunya
4. Efusi Pleura Maligna
Etiologi : Karena peningkatan permeabilitas kapiler dari proses
inflamasi atau kerusakan dari endotel atau obstruksi limfatik
karena tumor
Klinis : Dyspnea, batuk, nyeri dada yang tidak spesifik namun ada
juga yang tanpa gejala.
Diagnos
a
: Dari pemeriksaan fisik dan imaging (thoraks foto & CT scan)
Prosedur invasive (thorakosintesis)
Terapi : Thorakosintesis hanya untuk mengeluarkan sedikit cairan
CTT untuk efusi pleura yang banyak dan berulang
Pleurodesis
Kemoterapi atau radoterapi pada kanker penyebab
II. Sistem Kardiovaskular
1. Perikardial Tamponade
Etiologi : Dapat berupa primer dari tumor pericardial ataupun dari
obstuksi vena dan limfatik (dari ca mamae dan ca paru)
Klinis : Nyeri dada, dispneu dan anxietas
Diagnos
a
: Non Invasif :
melalui pemeriksaan fisik, bunyi jantung yang semakin
menjauh, peninggian tekanan vena jugular, penurunan
tekanan arteri., takikardia dan pulsus paradoksus.
3
Thoraks foto menunjukan gambaran ”water bottle”
EKG menggambarkan sinus takikardi, ST segmen yang
tidak spesifik dan gelombang T.
CT scan dan MRI
Infasif : Dengan parakardiosintesis dengan guiding USG
Terapi : Non Spesifik :
Pericardiosintesis
Terapi Bedah (Subxiphoid pericardiotomi, Pericardial
window, Pericardiectomy)
Spesifik
Kemoterapi dan radioterapi
2. Sindrom Vena Cava Superior
Etiologi : a. Keganasan (78% - 86%)
Kanker paru (65%). Paling sering adalah small cell
carcinoma (38%), squamous cell carcinoma (14%),
lain-lain (9%).
Limfoma maligna, sekitar 10% penyebab obstruksi.
Paling sering kasus high grade histologi.
Keganasan mediastinal primer lainnya (10%) seperti
thymoma dan germ cell tumor, metastase (terutama
dari ca mammae).
b. Lesi jinak (12%)
Fibrosis mediastinum
Trombosis vena cava
Keteterisasi vena sentral yang lama, pemasangan
pace maker transvenous, balloning catheter arteri
pulmonal, peritoneal venous shunting
Tumor mediastinum jinak
Tumor dermoid, teratoma, thymoma
Sarcoidosis
Patogenesa : a. Obstruksi dan trombosis
Pertumbuhan tumor di mediastinum menekan VCS
4
sehingga collaps. Trombosis disebabkan stasis atau
invasi tumor, juga bertanggung jawab terhadap onset
akut sindroma VCS.
b. Sirkulasi kolateral
Obstruksi vena cava yang disebabkan keganasan lebih
cepat membentuk sirkulasi kolateral. Jika obstruksi
terjadi diatas vena azygos, bagian obstruksi vena cava
superior akan terlihat mengalihkan drainage ke sistem
azygos. Obstruksi v.azygos lebih sering karena
keganasan yang berasal di bawahnya.
c. Inkompeten katup vena juguralis interna
Jarang terjadi, merupakan kasus emergensi yang
mematikan. Penderita akan meninggal dalam beberapa
jam atau hari jika tidak diterapi segera karena terjadi
edema cerebri.
Klinis : Gejala tersering adalah mengeluh sesak napas (63%), wajah
dan leher bengkak (50%), badan dan ekstemitas bengkak,
batuk , rasa penuh dan tertekan di kepala serta nyeri kepala
walaupun jarang timbul, nyeri dada, lakrimasi, nyeri
menelan ,
Diagnosa : - Umumnya ditemukan distensi vena di dinding thorak ,
distensi vena-vena leher dan edema wajah , plethora
wajah dan sianosis , edema ekstremitas superior,
paralisis pita suara dan Horner’s sindroma. Vena fossa
cubiti tidak collaps jika lengan diletakan lebih tinggi
dari jantung. Pada funduscopy vena retina mungkin
dilatasi. Dullnes di atas sternum mungkin ada, stridor
dan koma merupakan tanda lebih lanjut.
- Radiografi
Foto thoraks tampak pelebaran mediastinum superior
efusi pleura, massa di hillus kanan, infiltrat difuse
bilateral, kardiomegali, kalsifikasi paratrakeal , massa di
mediastinum anterior.
5
- CT scan dada dengan kontras
akan terlihat daerah pin point obstruksi, derajat oklusi
dan adanya kolateral.
Superior venocavogram menunjukan letak obstruksi
secara tepat
MRI daerah vertebra cervical dan thoracal atas harus
diplanning pada pasien dengan VCS dan nyeri
punggung atas.
-Diagnosis histologis
Terapi : Suportif
Koreksi obstruksi, oksigenasi pada hipoksia, pemberian
kortikosteroid untuk mengurangi edema otak dan
mengurangi obstruksi karena reaksi inflamasi karena
tumor atau karana radioterapi tahap awal. Pemberian
diuretik mungkin membantu.
Stenting
Penempatan self expanding metal endoprotesis secara
percutaneus mengurangi obstruksi secara nyata
Radioterapi
Total dosis bervariasi antara 3000-5000 cGy, tergantung
dari kondisi pasien dan beratnya gejala, letak anatomi
serta tipe histologis tumor
Respon. Kebanyakan 3-7 hari, respon komplit pada
75% pasien limfoma dan 24% pada carcinoma paru.
Median survival rata-rata 10 bulan untuk SLCL dan
3-5 bulan untuk tipe kanker paru lainnya
Relaps lokal dan rekurensi sydroma ini 15-20%
tetapi jarang untuk pasien limfoma
Dekompresi secara bedah pada kasus VCS akut
obstruksi dan inkompeten katup jugulovenous yang
dilakukan rekonstruksi atau bypass dengan
menggunakan v.saphena graft atau saphenoaxillary graft
yang dapat dilakukan dengan anestesi lokal
6
III. Sistem Saraf
1. Kenaikan tekanan intra kranial
Etiologi : Adanya massa pada intrakranial akan menyebabkan
pendesakan dari 3 komponen utama pada kepala yaitu darah,
otak & LCS, sehingga akan meningkatkan tekanan intra
kranial
Klinis : Nyeri kepala, mual dan muntah
Diagnos
a
: CT scan dan MRI
Jangan melakukan lumbal punksi
Terapi : Peningkatan tekanan dengan herniasi
- Elevasi kepala untuk meningkatkan venous return
- Hiperventilasi
- Pemberian manitol
- Pembedahan
Peningkatan tekanan tanpa herniasi
- Cortikosteroid
- Kadang-kadang diberikan antikonvulsan
2. Komperesi medula spinalis
Etiologi : Menyebabkan penekanan ke epidural. Setiap penderita kanker
yang mengeluh nyeri punggung atau kelainan neurologis
spinal dengan cauda equina sindroma perlu segera di evaluasi
dan terapi. Distribusi 10% di cervical, 70% di thoracal, 20% di
lumbosacral, 46% melibatkan satu vertebra, 26% beberapa
vertebra, 28% bersifat multiple. Epidural metastasis
dilaporkan sebesar 9-30% dari seluruh kasus. Tumor
metastasis berasal dari kanker paru, keganasan mammae,
prostat, limfoma, myeloma
Paling sering ekstensi langsung tumor dari corpus vertebra ke
ruang epidural (kompresi langsung). Tumor lain seperti
limfoma dan neuroblastoma masuk melalui foramen
intravertebra. Akibat sekunder terhadap penekanan pembuluh
7
darah menyebabkan infark dan perubahan yang irreversibel.
Klinis : Manifestasi klinik berupa nyeri punggung yang diikui gejala
radikulopati dan myelopati. Nyeri lokal dirasakan beberapa
minggu atau bulan. Gejala radikuler jika keadaan berlanjut
tetapi masih awal. Setelah kompresi nyata maka gejala
menjadi semakin cepat memberat. Midline atau paravertebra
back pain merupakan keluhan utama pada 90% kasus. Nyeri
tumpul dan nyeri tulang belakang biasanya ada. Radikulopati,
nyeri pada dermatom, juga sensasi dan motorik pada daerah
roots saraf yang terkena. Mielopati akibat progresi
penyakitnya tergantung level yang terkena, bilateral mielopati
bisa menyebabkan kelamahan atau kekakuan dari ekstremitas
bawah, kehilangan fungsi berkemih dan BAB.
Diagnos
a
: a. Foto plain : loss of pedicle, lesi destruksi, kolaps corpus
vertebra
b. Bone scan : bila foto plain masih meragukan dan masih
curiga
c. MRI : akurat untukmelihat derajat kompresi
d. Myelografi : jika MRI tidak dapat dilakukan, bila kontras
terblok diperlukan dari kedua daerah dari kompresi dan
cairan serebrospinal sekaligus diperiksa etiologinya
Terapi : Pemberian kortikosteroid, dexamethason 10 mg i.v. diikuti 4
mg tiap 6 jam membantu mengurangi nyeri dan mengurang
gejala neurologis, dimulai secepatnya walaupun studi
diagnosis belum ditegakan., terapi primer bukan hanya
mengurangi massa tumor tetapi juga mengurangi nyeri.
IV. Sistem Saluran Kemih
1. Pendarahan saluran kemih
Etiologi : Dapat mikroskopik sampai gross hematuri
Terjadi pada:
o Tumor primer traktus urinarius : renal cell ca, transitional
cell ca, ginjal, ureter, buli, dan urethra serta prostat
8
o Metastasis ca cervic serta keganasan GIT bawah
o Sistitis hemoragika akiba agen sitotoksik
Klinis : Hematuria, kadang-kadang disertai dengan nyeri
Diagnos
a
: Pemeriksaan urinalisa, USG dan sitoskopi
Terapi : Kateterisasi dan pembilasan buli-buli dengan kateter three
way
2. Obstruksi uropati
Etiologi : Terjadi karena sumbatan oleh penekanan atau invasi tumor
dan bila terjadi bilateral keadaan jadi lebih gawat
Penyebab
Invasive transitional ca bladder
Metastasis dari payudara, paru-paru dan GIT
Sarcoma, tumor testis, prostat dan limfoma
Dapat terjadi pada sepanjang ureter proximal sampai distal,
buli-buli dan urethra
Mekanisme
o Mekanik : sumbatan langsung massa tumor dan merupakan
yang paling sering
o Neurofisiologis : metastasis tumor otak atau spinal cord
menyebabkan gangguan pusat miksi
Klinis : Nyeri pada flank, mual, muntah, hematuri, BAK menetes
sampai overflow incontinence, azotemia
Diagnos
a
: Foto polos perut & Uretrografi
Terapi : Diversi urine
V. Sistem Saluran Pencernaan
1. Obstruksi
Etiologi : Tergantung pada organ yang terkena :
- Gaster dapat disebabkan oleh tumor gaster maupun tumor
9
pankreas
- Usus dapat disebabkan oleh tumor intra abdominal, yang
dpat pula terjadi pada pasien dengan melanoma maligna,
sarcoma dan ca paru
Klinis : Mual, muntah, obstipasi,
Diagnos
a
: - Pada gaster : preparat barium atau endoskopi, biopsi
- Pada usus : Foto polos abdomen preparat barium atau
endoskopi
Terapi : Dekompresi dan resusitasi dengan cairan
Dapat dilakukan gastrostomy atau colostomi bila tidak
berespon dengan dekompesi
2. Pendarahan
Etiologi : Pada umumnya disebabkan oleh faktor yang non keganasan.
Sel kanker jarang menyebabkan pendarahan yang masif.
Klinis : Hematemesis, melena, anemia defisiensi besi
Diagnos
a
: - Pada pendarahan gaster : Dipasang NGT kemudian di
lavase dengan cairan NaCl, kemudian pemeriksaan
esophagogastroduodenoskopi dilakukan untuk mencari
sumber pendarahan.
- Pada usus dilakukan endoskopi maupun kolonoskopi
Terapi : Pendarahan yang harus diterapi dengan tindakan pembedahan
bila pendarahan terdiri dari 6 unit darah dalam periode 24 jam
atau total 10 unit dalam dalam seluruh episode.
VI. Sistem Hematologi
1. Anemia
Etiologi : Kehilangan darah, supresi sumsum tulang, malnutrisi,
hemolisis, insufisiensi renal
Klinis : Lemas, cepat lelah, sering berdebar-debar, hipotensi
ortostatik
Diagnos
a
: Pemeriksaan apus darah tepi dan penghitungan retikulosit
10
Terapi : Intake zat besi, vitamin B,
2. Leukopenia
Etiologi : Terjadi pada terapi dengan antineoplastik (kemoterapi dan
radioterapi)
Klinis : Asimptomatik
Diagnos
a
: Pemeriksaan laboratorim
Terapi : Pengobatan hanya bersifat suportif
3. Trombositopenia
Etiologi : Jarang, contohnya pada ITP like sindrom
Klinis : Purpura, Petechiae dan pendarahan
Diagnos
a
: Pemeriksaan laboratorium
Terapi : Mengobati penyakit keganasan dasarnya.
Transfusi platelet hanya dipergunakan pada kasus yang
darurat
II. Metabolik
Hiperkalsemia (HK)
Merupakan keadaan yang paling sering mengancam kehidupan pada penderita
kanker dengan angka kejadian 15-30 kasus per 100.000 penderita. Insidensi
bervariasi tergantung dari jenis kankernya, tertinggi pada myeloma dan kanker
payudara, jarang pada kanker colon, prostat, dan small cell ca paru.
Dibedakan antara HK primer dan sekunder (akibat penyakit kanker). Pada yang
primer terjadi secara kronis dan lama tidak timbul gejala, sedangkan yang
sekunder gejala timbul lebih cepat dan disertai penurunan berat badan. Pada
umumnya peningkatan kadar immunoreactive parathyroid hormone (PTH)
terutama peningkatan kadar PTH related protein dapat untuk menyingkirkan HK
primer.
Gejala klinik
11
Penderita HK dapat menyingkirkan gejala klinik yang sangat bervariasi
tergantung dari organ yang terlibat dan tidak berhubungan dengan kadar kalsium
serum. Contoh pasien yang mengalami peningkatan kadar kalsium serum ringan
(12-13 mg/dl) dapat terjadi gejala yang cukup hebat bilaterjadi secara akut.
Sedangkan pasien dengan carcinoma paratiroid dapat toleran terhadap kadar
kalsium serum >14 mg/dl dengan gejala yang minimal. Faktor lain yang
mempengaruhi beratnya gejala seperti umur, keadaan umum, tempat metastase
dan fungsi ginjal atau hepar.
Gejala awal yang paling sering timbul adalah fatique, konstipasi, nausea dan
poliuria. Sedangkan gejala yang lebih lanjut dapat terjadi stupor bahkan koma.
Patofisiologis
Pendapat lama mengatakan hiperkalsemia sekunder pada kanker dihubungkan
dengan ada tidaknya destruksi pada tulang oleh sel kanker (lokal osteolitik
hiperkalsemia) dan ditandai dengan mekanisme mediator humoral. Namun bukti
sekarang menunjukan bahwa hiperkalsemi terjadi akibat adanya mediasi oleh
faktor yang dilepaskan oleh sel kanker yang menyebabkan resorbsi kalsium
tulang. Faktor ini juga merangsang responsi kalsium di tubulus ginjal.
Penatalaksanaan
Meskipun terapi terbaik adalah menangani penyakit dasarnya, hiperkalsemia
paling sering timbul pada pasien dengan kanker lanjut yang mengalami kegagalan
terapi sitostatik. Terapi secara langsung ditujukan untuk menurunkan kadar
kalsium serum dengan cara meningkatkan ekskresi kalsium melalui urine atau
menurunkan resorbsi kalsium tulang dengan cara menghambat osteoclast. Bila
memungkinkan, immobilisasi harus diminimalisasi karena akan meningkatkan
kadar kalsium serum. Obat-obatan yang menghambat ekskresi kalsium melalui
urine dan yang menurunkan renal blood flow, diet dan obat yang mengandung
kalsium tinggi, vitamin D, vitamin A atau retinoid harus dihentikan.
Penderita hiperkalsemia dapat digolongkan menjadi 2 yaitu pasien yang tidak
memerlukan dan yang memerlukan penanganan segera dirumah sakit.
Outpatient Inpatient
12
Serum calcium < 12 mg/dl Serum calcium ≥ 12 mg/dl
No significant nausea Nausea or vomiting
Able to ingest fluids Dehydration
Fatique Altered mental status
Normal renal function Renal insufficiency
Stable cardiac rhythm Cardiac arythmia
Mild constipation Obstipation, ileus
Companion for supervision Lives alone
Access to EMG care Limited access to medical care
Penanganan penderita di rumah sakit
Penderita diberikan rehidrasi melalui infus. Furosemid diberikan bila diuresis
kurang atau bila terdapat retensi cairan. Kebanyakan pasien hiperkalsemia (≥ 12
mg/dl) tidak mendapatkan reaksi yang memuaskan dengan terapi cairan intravena
saja. Pamidronate, first line therapy harus diberikan segera setelah rehidrasi
dimulai dan diuresis adekuat tercapai. Pasien yang tidak memberikan respon
terhadap pemberian dua pamidronat infus (diberikan terpisah 48-72 jam) dapat
diberikan terapi tambahan gallium nitrat.
Untuk pasien dengan kadar kalsium ≥ 15 mg/dl atau dengan gejala yang berat
dapat diberi tambahan calcitonin (8 u/kg i.m. tiap 6 jam selama 2-3 hari) untuk
menghasilkan suatu hipokalsemia akut. Kortikosteroid dapat diberikan bila
penyakit dasarnya respon terhadap steroid. Mithramycin dapat diberikan pada
pasien (tanpa adanya gangguan fungsi ginjal, hepar, trombositopenia) yang tidak
berespon terhadap pamidronat dan gallium nitrat. Hemodialisis secepatnya
dipertimbangkan pada pasien hiperkalsemia dengan gagal ginjal (terutama pada
penderita myeloma)
Tumor Lysis Syndrome (TLS)
13
Terjadi sebagai hasil dari pelepasan isi intraseluler ke dalam aliran darah dengan
akibat meningkatkan ancaman terhadap kehidupan. Sindroma ini ditandai dengan :
1. Hiperuricemia
Etiologi : - Kelebiihan produksi dari asam urat dalam malignansi
- Pelepasan asam urat dari selyang hancur selama terapi
sitotoksik
- Beberapa obat seperti obat diuretik dan anti tuberkulin
Klinis : Asimptomatik
Diagnos
a
: Kadar asam urat > 8 mg/dl
Terapi : Pengenalan pasien dengan resiko hyperuricemia
sepatutnya dilakukan dan pencegahan dilakukan sebelum
dilakukan terapi sitotoksik.
Obat yang cenderung meningkatkan kadar asam urat
sebaiknya dikurangi. Semua pasien harus diberikan hidrasi
intravena untuk mengkoreksi cairan intravaskuler dan
output urine. Peningkatan volume urine akan menurunkan
kadar urat urine dan juga meminimalisasi problem
terhadap kelarutan urat. Furosemid dapat diberikan untuk
menjaga diuresis yang adekuat selama kadar elektrolit dan
hidrasi terus dipantau. Alkalinisasi dapat dinilai dengan
menjaga pH urine ≥ 7. Bicnat diberikan intravena (50-100
mmol/L)untuk menjaga alkalinisasi. Acetazolamid dapat
diberikan untuk menambah efek alkalinisasi.
Allopurinol bekerja dengan cara menghambat xanthin
oksidase sehingga akan meningkatkan kadar xanthin dan
hypoxanthin dalam plasma dan urine. Pada keadaan akut
dapat diberikan dosis 300-900 mg.
2. Hiperkalemia
Etiologi : Dapat terjadi karena gagal ginjal
Klinis : Kelemahan dan paralisis
Diagnos : Perubahan gambaran EKG
14
a Pada pemeriksaan nilai K darah > 5,5 mg/dl
Terapi : Pemberian NaCl dengan furossemid
Bila kadar kalium > 6,5 mg/dl maka pasien akan dimonitor di
ICU dengan pemberiandekstrose dan insulin dan 1 amp
sodium bikarbonat
Hiperkalemia (serum K ≥ 5 mg/dl)harus diterapi dengan
sodium potasium exchange resin oral (kayexalat 15 gr per
oral/6 jam) atau harus diterapi dengan kombinasi terapi
glukosa dengan insulin. Bila fungsi ginjal menurun secara
akut, dapat dipertimbangkan hemodialisa untuk mengkontrol
kadar kalium, kalsium, fosfat, dan asam urat. Dosis obat anti
neoplastik mungkin membutuhkan modifikasi (diturunkan)
ada gagal ginjal.
3. Hiperfosfatemia
Etiologi : Peninggian kadar fosfat dalam darah
Klinis : Asimptomatik
Diagnos
a
: Pemeriksaan laboratorim
Terapi : Diberikan NaCl, pasien dipuasakan
Bila kadar > 20 maka memerlukan dialisis.
4. Hipokalsemia
Etiologi : Karena penyembuhan yang cepat dari metastase tulang
Klinis : Parastesia, Letargi, kram otot, tetani, laringospesme dan
kejang
Diagnos
a
: Pemeriksaan laboratorium
Terapi : Bila terjadi tetani maka secara akut dimasukan Ca glukonas
dan akan diikuti oleh infus calsium
15
Lactic acidosis
Jarang terjadi namun potensial untuk menjadi komplikasi yang parah. Dibagi
menjadi 2 tipe. Tipe A terjadi dari kegagalan mengirim oksigen ke jaringan
perifer, dan umumnya terlihat pada keadaan sepsis dan syok. Tipe B dihubungkan
dengan keadaan berbagai penyakit seperti diabetes, gagal ginjal, hepar, infeksi dan
kanker.
Keadaan ini ditandai dengan turunnya pH arteri (< 7,37) sekunder dari
penumpukan laktat di dalam darah (> 2mEq/L). Gangguan ini akibat dari
peningkatan produksi laktat dan penurunan penggunaannya. Laktat merupakan
metabolit dari piruvat dan diproduksi dalam reaksi sitolitik yang dikatalisis oleh
laktat dehidrogenase.
Dalam penelitian dikatakan bahwa dari 25 kasus asidosis laktat dengan penyakit
dasarnya kanker, 2/3 berhubungan dengan leukemia dan limfoma. Terjadinya
bersamaan dengan progresifitas penyakitnya pada kanker darah, sedang pada
pasien dengan tumor solid sejalan dengan adanya metastasis ke hepar. Secara
tipikal pasien asidosis laktat ditandai dengan hiperventilasi dan hipotensi. Gejala
klinik nonspesifik seperti takikardia, kelemahan, nausea, stupor merupakan tanda
dari memburuknya asidosis. Laboratorium ditandai dengan memburuknya pH
darah, selisih kadar anion yang melebar dan bikarbonat serum yang rendah. Terapi
dengan natrium bikarbonat masih kontraversi.
Hipoglikemia
Paling sering terjadi pada tumor insulin producting islet cell. Pada tumor non
insulin producting islet cell terjadi pada tumor mesenkim (fibrosarcoma,
leiomyoma, rhabdomyosarcoma, liposarcoma, mesothelioma). Gejala klasik
hipoglikemia (kelemahan, pusing, diaporesis,dan mual) merupakan gejala
nonspesifik dan mungkin terjadi secara perlahan. Pada fase permulaan, gejala
memburuk di waktu pagi hari dan mambaik setelah makan, gejala lain yang
mungkin timbul berupa kejang, koma, dan defisit neurologis fokal atau difus.
Patofisiologis
16
Mekanisme terjadinya hipoglikemia yang berhubungan dengan kanker diajukan
sebagai berikur:
Sekresi dari insulin like substance
Konsumsi glukosa oleh sel tumor yang melampaui produksinya di hepar
Kegagalan dari mekanisme counterregulation yang mencegah terjadinya
hipoglikemia (seperti reduksi dari kadar growth hormon)
Percepatan penggunaan glukosa oleh tumor yang besar mungkin juga
berhubungan dengan hipoglikemia pada tumor. Diperkirakan bahwa 1 kg tumor
menggunakan 50-200 mg glukosa per hari. Dengan kemampuan hepar
memproduksi glukosa 700 mg per hari, secara teori akan terjadi kegagalan dalam
pencegahan terjadinya hipoglikemia. Bagaimanapun pasien dengan tumor yang
besar (beberapa kg) disertai metastase ke hepar merupakan kombinasi keadaan
yang mempercepet terjainga hipoglikemia. Kegagalan fungsi hepar akan
menurunkan kemampuan glikolisis dan glukoneogenesis.
Terapi
Pada hipoglikemia ringan dapat diatasi dengan meningkatkan fekuensi makan.
Pada pasien dengan gejala lanjut atau yang tidak dapat diprediksi, pemberian
kortikosteroid atau glukagon mungkin akan mengurangi gejala. Infus glukosa
diberikan sementara terapi lain dijalankan (operasi, kemoterapi, radiasi).
Pemberian glukagon secara infus kontinua menggunakan pompa portable
memberikan hasil yang memuaskan.
17
18
Daftar pustaka
1. Robert B Cameron MD et all, Practical Oncology,. In cancer : Clinical manual
Practical of Oncology, Los Angeles,.Prentice Hall.1993: 45 -112.
2. C.J.H Van de Velde et al, Onkologi : Gawat Darurat Pada Kangker, 1999.
3. Schwartz., Shires., Spencer. Principles of Surgery, 7th edition, McGraw Hill Inc,
2005.
4. Basuki B Purnomo, Dasar-dasar Urologi , 2003. 189 - 196
19