Transcript
Page 1: Gangguan Afektif Bipolar

REFRESHING

GANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR

OLEH

Mutiara Sartika Suhardi

2010730075

PEMBIMBING :

Dr. RR Dyah Rikayanti N, Sp. KJ

STASE ILMU KESEHATAN JIWA

KEPANITERAAN KLINIK RSUD KOTA BANJAR

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2015

Page 2: Gangguan Afektif Bipolar

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-

Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas refreshing ini tepat pada waktu.

Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, serta

para pengikutnya hingga akhir zaman. Refreshing dibuat dengan tujuan memenuhi tugas

di stase Ilmu Kesehatan Jiwa dan juga menambah khazanah ilmu tentang “Gangguan

Afektif Bipolar”

Terima kasih penulis ucapkan kepada pembimbing dr. RR Dyah Rikayanti N,

Sp. KJ yang telah membantu serta membimbing penulis dalam kelancaran pembuatan

refreshing. Semoga refreshing ini dapat bermanfaat kepada penulis pada khususnya dan

bagi pembaca pada umumnya.

Penulis harapkan kritik dan saran dari para pembaca untuk menambah

kesempurnaan refreshing ini. Penulis mohon maaf apabila ada kesalahan dan

kekurangan dalam penulisan.

Wassalamualaikum Wr.Wb

Banjar, 5 Agustus 2015

Penulis

Page 3: Gangguan Afektif Bipolar

BAB I

PENDAHULUAN

Alam perasaan seseorang dapat berubah-ubah sesuai situasi dan kondisi tertentu

yang dialaminya. Suasana alam perasaan seseorang mungkin normal, meninggi atau

bahkan terdepresi. Orang normal dapat mengalami berbagai macam suasana perasaan

dan memiliki ekspresi afektif yang sama luasnya; mereka mampu mengendalikan

suasana perasaan dan afeknya. Lain halnya dengan seseorang yang mengalami gangguan

pada alam perasaannya.

Gangguan bipolar (gangguan alam perasaan) atau Manic-Depressive Illness

(MDI) merupakan salah satu gangguan jiwa tersering yang berat dan persisten.

Gangguan bipolar ditandai oleh suatu periode depresi yang dalam dan lama, serta dapat

berubah menjadi suatu periode yang meningkat secara cepat dan/atau dapat

menimbulkan amarah yang dikenal sebagai mania. Gejala-gejala mania meliputi

kurangnya tidur, nada suara tinggi, peningkatan libido, perilaku yang cenderung kacau

tanpa mempertimbangkan konsekuensinya, dan gangguan pikiran berat yang

mungkin/tidak termasuk psikosis. Di antara kedua periode tersebut, penderita gangguan

bipolar memasuki periode yang baik dan dapat hidup secara produktif. Gangguan

bipolar merupakan suatu gangguan yang lama dan jangka panjang. Gangguan bipolar

mendasari satu spektrum kutub dari gangguan mood/suasana perasaan meliputi Bipolar I

(BP I), Bipolar II (BP II), Siklotimia (periode manic dan depresif yang bergantian/naik-

turun), dan depresi yang hebat.

Page 4: Gangguan Afektif Bipolar

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Gangguan Bipolar dikenal juga dengan gangguan manik depresi, yaitu gangguan

pada fungsi otak yang menyebabkan perubahan yang tidak biasa pada suasana perasaan,

dan proses berfikir. Disebut Bipolar karena penyakit kejiwaan ini didominasi adanya

fluktuasi periodik dua kutub, yakni kondisi manik (bergairah tinggi yang tidak

terkendali) dan depresi.

A. EPIDEMIOLOGI

            Di dunia, tingkat prevalensi gangguan bipolar sebagai gangguan yang lama dan

menetap sebesar 0,3 – 1,5 %. Di Amerika Serikat, tingkat prevalensi ini dapat mencapai

1 – 1,6 %, dimana dua jenis gangguan bipolar ini berbeda pada populasi dewasa, yaitu

sekitar 0,8 % populasi mengalami BP I dan 0,5 % populasi mengalami BP II. Morbiditas

dan Mortalitas dari gangguan bipolar sangat signifikan. Banyaknya angka kehilangan

pekerjaan, kerugian yang ditimbulkan sebagai akibat dari gangguan tingkat produktivitas

yang disebabkan gangguan ini di Amerika serikat sepanjang periode awal tahun 1990an

diperkirakan sebesar 15,5 miliar dolar Amerika. Perkiraan lainnya, sekitar 25 – 50 %

individu dengan gangguan bipolar melakukan percobaan bunuh diri dan 11 % benar-

benar tewas karena bunuh diri.

B. ETIOPATOFISIOLOGI

Etiologi dari gangguan bipolar memang belum dapat diketahui secara pasti, dan

tidak ada penanda biologis (biological marker) yang objektif yang berhubungan secara

pasti dengan keadaan penyakit ini.

Dahulu virus sempat dianggap sebagai penyebab penyakit ini. Serangan virus

pada otak berlangsung pada masa janin dalam kandungan atau tahun pertama sesudah

kelahiran. Namun, gangguan bipolar bermanifestasi 15-20 tahun kemudian. Telatnya

manifestasi itu timbul karena diduga pada usia 15 tahun kelenjar timus dan pineal yang

Page 5: Gangguan Afektif Bipolar

memproduksi hormon yang mampu mencegah gangguan psikiatrik sudah berkurang

50%.

Penyebab gangguan Bipolar multifaktor. Mencakup aspek bio-psikososial.

Secara biologis dikaitkan dengan faktor genetik dan gangguan neurotransmitter di otak.

Secara psikososial dikaitkan dengan pola asuh masa kana-kanak, stres yang

menyakitkan, stres kehidupan yang berat dan berkepanjangan, dan banyak lagi faktor

lainnya.

Didapatkan fakta bahwa gangguan alam perasaan (mood) tipe bipolar (adanya

episode manik dan depresi) memiliki kecenderungan menurun kepada generasinya,

berdasar etiologi biologik. 50% pasien bipolar mimiliki satu orangtua dengan gangguan

alam perasaan/gangguan afektif, yang tersering unipolar (depresi saja). Jika seorang

orang tua mengidap gangguan bipolar maka 27% anaknya memiliki resiko mengidap

gangguan alam perasaan. Bila kedua orangtua mengidap gangguan bipolar maka 75%

anaknya memiliki resiko mengidap gangguan alam perasaan. Keturunan pertama dari

seseorang yang menderita gangguan bipolar berisiko menderita gangguan serupa sebesar

7 kali. Bahkan risiko pada anak kembar sangat tinggi terutama pada kembar monozigot

(40-80%), sedangkan kembar dizigot lebih rendah, yakni 10-20%.

Beberapa studi berhasil membuktikan keterkaitan antara gangguan bipolar

dengan kromosom 18 dan 22, namun masih belum dapat diselidiki lokus mana dari

kromosom tersebut yang benar-benar terlibat. Beberapa diantaranya yang telah diselidiki

adalah 4p16, 12q23-q24, 18 sentromer, 18q22, 18q22-q23, dan 21q22. Yang menarik

dari studi kromosom ini, ternyata penderita sindrom Down (trisomi 21) berisiko rendah

menderita gangguan bipolar.

Sejak ditemukannya beberapa obat yang berhasil meringankan gejala bipolar,

peneliti mulai menduga adanya hubungan neurotransmiter dengan gangguan bipolar.

Neurotransmiter tersebut adalah dopamine, serotonin, dan noradrenalin. Gen-gen yang

berhubungan dengan neurotransmiter tersebut pun mulai diteliti seperti gen yang

mengkode monoamine oksidase A (MAOA), tirosin hidroksilase, catechol-O-

metiltransferase (COMT), dan serotonin transporter (5HTT).7

Page 6: Gangguan Afektif Bipolar

Penelitian terbaru menemukan gen lain yang berhubungan dengan penyakit ini

yaitu gen yang mengekspresi brain derived neurotrophic factor (BDNF). BDNF adalah

neurotropin yang berperan dalam regulasi plastisitas sinaps, neurogenesis dan

perlindungan neuron otak. BDNF diduga ikut terlibat dalam mood. Gen yang mengatur

BDNF terletak pada kromosom 11p13. Terdapat 3 penelitian yang mencari tahu

hubungan antara BDNF dengan gangguan bipolar dan hasilnya positif. Kelainan pada

otak juga dianggap dapat menjadi penyebab penyakit ini. Terdapat perbedaan gambaran

otak antara kelompok sehat dengan penderita bipolar. Melalui pencitraan magnetic

resonance imaging (MRI) dan positron-emission tomography (PET), didapatkan jumlah

substansia nigra dan aliran darah yang berkurang pada korteks prefrontal subgenual. Tak

hanya itu, Blumberg dkk dalam Arch Gen Psychiatry 2003 pun menemukan volume

yang kecil pada amygdala dan hipokampus. Korteks prefrontal, amygdala dan

hipokampus merupakan bagian dari otak yang terlibat dalam respon emosi (mood dan

afek).

Penelitian lain menunjukkan ekspresi oligodendrosit-myelin berkurang pada otak

penderita bipolar. Seperti diketahui, oligodendrosit menghasilkan membran myelin yang

membungkus akson sehingga mampu mempercepat hantaran konduksi antar saraf. Bila

jumlah oligodendrosit berkurang, maka dapat dipastikan komunikasi antar saraf tidak

berjalan lancar.

C. FAKTOR RISIKO

a. Ras

Tidak ada kelompok ras tertentu yang memiliki predileksi kecenderungan

terjadinya gangguan ini. Namun, berdasarkan sejarah kejadian yang ada, para

klinisi menyatakan bahwa kecenderungan tersering dari gangguan ini terjadi

pada populasi Afrika-Amerika.

Page 7: Gangguan Afektif Bipolar

b. Jenis Kelamin

Angka kejadian dari BP I, sama pada kedua jenis kelamin, namun rapid-

cycling bipolar disorder (gangguan bipolar dengan 4 atau lebih episode dalam

setahun) lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria. Insiden BP II lebih

tinggi pada wanita daripada pria.

c. Usia

Usia individu yang mengalami gangguan bipolar ini bervariasi cukup

besar. Rentang usia dari keduanya, BP I dan BP II adalah antara anak-anak

hingga 50 tahun, dengan perkiraan rata-rata usia 21 tahun. Kasus ini terbanyak

pada usia 15 – 19 tahun, dan rentang usia terbanyak kedua adalah pada usia 20 –

24 tahun. Sebagian penderita yang didiagnosa dengan depresi hebat berulang

mungkin saja juga mengalami gangguan bipolar dan baru berkembang

mengalami episode manic yang pertama saat usia mereka lebih dari 50 tahun.

Mereka mungkin memiliki riwayat keluarga yang juga menderita gangguan

bipolar. Sebagian besar penderita dengan onset manic pada usia lebih dari 50

tahun harus dilakukan penelusuran terhadap adanya gangguan neurologis seperti

penyakit serebrovaskular. Gangguan bipolar juga dipengaruhi oleh beberapa

faktor, meliputi genetik, biokimiawi, psikodinamik dan lingkungan.

d. Genetik

Gangguan bipolar, terutama BP I, memiliki komponen genetik utama.

Bukti yang mengindikasikan adanya peran dari faktor genetik dari gangguan

bipolar terdapat beberapa bentuk, antara lain :

Hubungan keluarga inti dengan orang yang menderita BP I diperkirakan

7 kali lebih sering mengalami BP I dibandingkan populasi umum. Perlu digaris-

bawahi, keturunan dari orang tua yang menderita gangguan bipolar memiliki

kemungkinan 50 % menderita gangguan psikiatrik lain.

Page 8: Gangguan Afektif Bipolar

Penelitian pada orang yang kembar menunjukkan hubungan 33 – 90 %

menderita BP I dari saudara kembar yang identik.

Penelitian pada keluarga adopsi, membuktikan bahwa lingkungan umum

bukanlah satu-satunya faktor yang membuat gangguan bipolar terjadi dalam

keluarga. Anak dengan hubungan biologis pada orang tua yang menderita BP I

atau gangguan depresif hebat memiliki resiko yang lebih tinggi dari

perkembangan gangguan afektif, bahkan meskipun mereka bertempat tinggal dan

dibesarkan oleh orang tua yang mengadopsi dan tidak menderita gangguan.

Cardno dan kawan-kawan di London menunjukkan bahwa skizofrenia,

skizoafektif, dan sindrom manic berbagi faktor resiko genetik dan genetik yang

bertanggung jawab terhadap gangguan skizoafektif seluruhnya secara umum juga

terdapat pada dua sindrom yang lain tadi. Penemuan ini menimbulkan dugaan

suatu genetik tersendiri bertanggungjawab pada psikosis berbagi dengan

gangguan mood dan skizofrenia. Tsuang dan kawan-kawan mengindikasikan

adanya kontribusi genetik pada MDI dengan gambaran psikotik, serta

menunjukkan adanya hubungan antara skizofrenia dan gangguan bipolar.

Studi tentang ekspresi gen juga menunjukkan orang dengan gangguan

bipolar, depresif berat, dan skizofrenia mengalami penurunan yang sama dalam

ekspresi dari gen hubungan oligodendrosit-myelin dan abnormalitas substansia

nigra pada bermacam daerah otak.

Beberapa studi berhasil membuktikan keterkaitan antara gangguan bipolar

dengan kromosom 18 dan 22, namun masih belum dapat diselidiki lokus mana

dari kromosom tersebut yang benar-benar terlibat. Beberapa diantaranya yang

telah diselidiki adalah 4p16, 12q23-q24, 18 sentromer, 18q22, 18q22-q23, dan

21q22. Yang menarik dari studi kromosom ini, ternyata penderita sindrom Down

(trisomi 21) berisiko rendah menderita gangguan bipolar.

Page 9: Gangguan Afektif Bipolar

Penelitian terbaru menemukan gen lain yang berhubungan dengan penyakit

ini yaitu gen yang mengekspresi brain derived neurotrophic factor (BDNF).

BDNF adalah neurotropin yang berperan dalam regulasi plastisitas sinaps,

neurogenesis dan perlindungan neuron otak. BDNF diduga ikut terlibat dalam

pengaturan mood. Gen yang mengatur BDNF terletak pada kromosom 11p13.

Terdapat 3 penelitian yang mencari tahu hubungan antara BDNF dengan

gangguan bipolar dan hasilnya positif.

e. Neurotransmiter

Otak menggunakan sejumlah senyawa neurokimiawi sebagai pembawa

pesan untuk komunikasi berbagai beagian di otak dan sistem syaraf. Senyawa

neurokimiawi ini, dikenal sebagai neurotransmiter, sangat esensial bagi semua

fungsi otak. Sebagai pembawa pesan, mereka datang dari satu tempat dan pergi

ke tempat lain untuk menyampaikan pesan-pesannya. Bila satu sel syaraf

(neuron) berakhir, di dekatnya ada neuron lainnya. Satu neuron mengirimkan

pesan dengan mengeluarkan neurotrasmiter menuju ke dendrit neuron di

dekatnya melalui celah sinaptik, ditangkap reseptor-reseptor pada celah sinaptik

tersebut.

Neurotransmiter yang berpengaruh pada terjadinya gangguan bipolar

adalah dopamin, norepinefrin, serotonin, GABA, glutamat dan asetilkolin. Selain

itu, penelitian-penelitian juga menunjukksan adanya kelompok neurotransmiter

lain yang berperan penting pada timbulnya mania, yaitu golongan neuropeptida,

termasuk endorfin, somatostatin, vasopresin dan oksitosin. Diketahui bahwa

neurotransmiter-neurotransmiter ini, dalam beberapa cara, tidak seimbang

(unbalanced) pada otak individu mania dibanding otak individu normal.

Misalnya, GABA diketahui menurun kadarnya dalam darah dan cairan

spinal pada pasien mania. Norepinefrin meningkat kadarnya pada celah sinaptik,

tapi dengan serotonin normal. Dopamin juga meningkat kadarnya pada celah

sinaptik, menimbulkan hiperaktivitas dan nsgresivitas mania, seperti juga pada

skizofrenia. Antidepresan trisiklik dan MAO inhibitor yang meningkatkan

Page 10: Gangguan Afektif Bipolar

epinefrin bisa merangsang timbulnya mania, dan antipsikotik yang mem-blok

reseptor dopamin yang menurunkan kadar dopamin bisa memperbaiki mania,

seperti juga pada skizofrenia.

1) Monoamin dan Depresi

Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa zat-zat yang

menyebabkan berkurangnya monoamin, seperti reserpin, dapat menyebabkan

depresi.Akibatnya timbul teori yang menyatakan bahwa berkurangnya

ketersediaan neurotransmiter monoamin, terutama NE dan serotonin, dapat

menyebabkan depresi. Teori ini diperkuat dengan ditemukannya obat

antidepresan trisiklik dan monoamin oksidase inhibitor yang bekerja

meningkatkan monoamin di sinap. Peningkatan monoamin dapat memperbaiki

depresi.

2) Serotonin

Neuron serotonergik berproyeksi dari nukleus rafe dorsalis batang otak ke

korteks serebri, hipotalamus, talamus, ganglia basalis, septum, dan hipokampus.

Proyeksi ke tempat-tempat ini mendasari keterlibatannya dalam gangguan-

gangguan psikiatrik. Ada sekitar 14 reseptor serotonin, 5-HT1A dst yang terletak

di lokasi yang berbeda di susunan syaraf pusat.

Serotonin berfungsi sebagai pengatur tidur, selera makan, dan libido.

Sistem serotonin yang berproyeksi ke nukleus suprakiasma hipotalamus

berfungsi mengatur ritmik sirkadian (siklus tidur-bangun, temperatur tubuh, dan

fungsi axis HPA). Serotonin bersama-sama dengan norepinefrin dan dopamin

memfasilitasi gerak motorik yang terarah dan bertujuan. Serotonin menghambat

perilaku agresif pada mamalia dan reptilia.

Neurotransmiter serotonin terganggu pada depresi. Dari penelitian dengan

alat pencitraan otak terdapat penurunan jumlah reseptor pos-sinap 5-HT1A dan

5-HT2A pada pasien dengan depresi berat. Adanya gangguan serotonin dapat

menjadi tanda kerentanan terhadap kekambuhan depresi. Dari penelitian lain

dilaporkan bahwa respon serotonin menurun di daerah prefrontal dan

temporoparietal pada penderita depresi yang tidak mendapat pengobatan. Kadar

serotonin rendah pada penderita depresi yang agresif dan bunuh diri.

Page 11: Gangguan Afektif Bipolar

Triptofan merupakan prekursor serotonin. Triptofan juga menurun pada

pasien depresi. Penurunan kadar triptofan juga dapat menurunkan mood pada

pasien depresi yang remisi dan individu yang mempunyai riwayat keluarga

menderita depresi. Memori, atensi, dan fungsi eksekutif juga dipengaruhi oleh

kekurangan triptofan. Neurotisisme dikaitkan dengan gangguan mood, tapi tidak

melalui serotonin. Ia dikaitkan dengan fungsi kognitif yang terjadi sekunder

akibat berkurangnya triptofan. Hasil metabolisme serotonin adalah 5-HIAA

(hidroxyindolaceticacid). Terdapat penurunan 5-HIAA di cairan serebrospinal

pada penderita depresi. Penurunan ini sering terjadi pada penderita depresi

dengan usaha-usaha bunuh diri.

Penurunan serotonin pada depresi juga dilihat dari penelitian EEG tidur

dan HPA aksis. Hipofontalitas aliran darah otak dan penurunan metabolisme

glukosa otak sesuai dengan penurunan serotonin. Pada penderita depresi mayor

didapatkan penumpulan respon serotonin prefrontal dan temporoparietal. Ini

menunjukkan bahw adanya gangguan serotonin pada depresi.

3) Noradrenergik

Badan sel neuron adrenergik yang menghasilkan norepinefrin terletak di

locus ceruleus (LC) batang otak dan berproyeksi ke korteks serebri, sistem

limbik, basal ganglia, hipotalamus dan talamus. Ia berperan dalam mulai dan

mempertahankan keterjagaan (proyeksi ke limbiks dan korteks). Proyeksi

noradrenergik ke hipokampus terlibat dalam sensitisasi perilaku terhadap stressor

dan pemanjangan aktivasi locus ceruleus dan juga berkontribusi terhadap rasa

ketidakberdayaan yang dipelajari. Locus ceruleus juga tempat neuron-neuron

yang berproyeksi ke medula adrenal dan sumber utama sekresi norepinefrin ke

dalam sirkulasi darah perifer.

Stresor akut dapat meningkatkan aktivitas LC. Selama terjadi aktivasi

fungsi LC, fungsi vegetatif seperti makan dan tidur menurun. Persepsi terhadap

stressor ditangkap oleh korteks yang sesuai dan melalui talamus diteruskan ke

LC, selanjutnya ke komponen simpatoadrenalsebagai respon terhadap stressor

akut tsb. Porses kognitif dapat memperbesar atau memperkecil respon

simpatoadrenal terhadap stressor akut tersebut.

Page 12: Gangguan Afektif Bipolar

Rangsangan terhadap bundel forebrain (jaras norepinefrin penting di otak)

meningkat pada perilaku yang mencari rasa senang dan perilaku yang bertujuan.

Stressor yang menetap dapat menurunkan kadar norepinefrin di forbrain medial.

Penurunan ini dapat menyebabkan anergia, anhedonia, dan penurunan libido

pada depresi.

Hasil metabolisme norepinefrin adalah 3-methoxy-4-hydroxyphenilglycol

(MHPG). Penurunan aktivitas norepinefrin sentral dapat dilihat berdasarkan

penurunan ekskresi MHPG. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa MHPG

mengalami defisiensi pada penderita depresi. Kadar MHPG yang keluar di urin

meningkat kadarnya pada penderita depresi yang di ECT (terapi kejang listrik).

f. Psikodinamik

Banyak praktisi melihat dinamika MDI sebagai suatu hal yang

berhubungan melalui suatu jalur.

Mereka melihat depresi sebagai manifestasi dari suatu kehilangan,

contohnya hilangnya pegertian terhadap diri dan adanya perasaan harga diri

rendah. Oleh karena itu, manik timbul sebagai mekanisme defens dalam

melawan rasa depresi (Melanie Klein)

g. Lingkungan

Pada beberapa kejadian, suatu siklus hidup mungkin berkaitan langsung dengan

stres eksternal atau tekanan eksternal yang dapat memperburuk berulangnya

gangguan pada beberapa kasus yang memang sudah memiliki predisposisi genetik

atau biokimiawi. . Hubungan tersebut telah dilaporkan untuk pasien gangguan

depresif berat dan gangguan bipolar I.

Kehamilan merupakan stres tertentu bagi wanita dengan riwayat MDI dan

meningkatkan kemungkinan psikosis postpartum. Contoh lain, oleh karena sifat

pekerjaan, beberapa orang memiliki periode permintaan yang tinggi diikuti

periode kebutuhan yang sedikit. Hal ini didapati pada seorang petani, dimana ia

Page 13: Gangguan Afektif Bipolar

akan sangat sibuk pada musim semi, panas, dan gugur, namun selama musim

dingin akan relatif inaktif kecuali membersihkan salju, sehingga ia akan tampak

manic pada hampir sepanjang tahun dan tenang selama musim dingin. Hal ini

menunjukkan lingkungan juga dapat berpengaruh terhadap keadaan psikiatri

seseorang.

D. GAMBARAN KLINIS

Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual (DSM) IV, gangguan bipolar

dibedakan menjadi 2 yaitu gangguan bipolar I dan II. Perbedaannya adalah pada

gangguan bipolar I memiliki episode manik sedangkan pada gangguan bipolar II

mempunyai episode hipomanik. Beberapa ahli menambahkan adanya bipolar III dan

bipolar IV namun sementara ini yang 2 terakhir belum dijelaskan.

Gangguan bipolar I dibagi lagi menjadi beberapa bagian menurut perjalanan

longitudinal gangguannya. Namun hal yang pokok adalah paling tidak terdapat 1

episode manik di sana. Walaupun hanya terdapat 1 episode manik tanpa episode depresi

lengkap maka tetap dikatakan gangguan bipolar I. Adapun episode-episode yang lain

dapat berupa episode depresi lengkap maupun episode campuran, dan episode tersebut

bisa mendahului ataupun didahului oleh episode manik.

Gangguan bipolar II mempunyai ciri adanya episode hipomanik. Gangguan

bipolar II dibagi menjadi 2 yaitu tipe hipomanik, bila sebelumnya didahului oleh episode

depresi mayor dan disebut tipe depresi bila sebelum episode depresi tersebut didahului

oleh episode hipomanik.

Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ)

III, gangguan ini bersifat episode berulang yang menunjukkan suasana perasaan pasien

dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu, dan gangguan ini pada waktu tertentu terdiri

dari peninggian suasana perasaan serta peningkatan energi dan aktivitas (mania atau

hipomania), dan pada waktu lain berupa penurunan suasana perasaan serta pengurangan

energi dan aktivitas (depresi). Yang khas adalah terdapat penyembuhan sempurna antar

episode. Episode manik biasanya mulai dengan tiba-tiba dan berlangsung antara 2

minggu sampai 4-5 bulan, sedangkan depresi cenderung berlangsung lebih lama.

Page 14: Gangguan Afektif Bipolar

Episode pertama bisa timbul pada setiap usia dari masa kanak-kanak sampai tua.

Kebanyakan kasus terjadi pada dewasa muda berusia 20-30 tahun. Semakin dini

seseorang menderita bipolar maka risiko penyakit akan lebih berat, kronik bahkan

refrakter.

Episode manik dibagi menjadi 3 menurut derajat keparahannya yaitu hipomanik,

manik tanpa gejala psikotik, dan manik dengan gejala psikotik. Hipomanik dapat

diidentikkan dengan seorang perempuan yang sedang dalam masa ovulasi (’estrus’) atau

seorang laki-laki yang dimabuk cinta. Perasaan senang, sangat bersemangat untuk

beraktivitas, dan dorongan seksual yang meningkat adalah beberapa contoh gejala

hipomanik. Derajat hipomanik lebih ringan daripada manik karena gejala- gejala

tersebut tidak mengakibatkan disfungsi sosial.

Pada manik, gejala-gejalanya sudah cukup berat hingga mengacaukan hampir

seluruh pekerjaan dan aktivitas sosial. Harga diri membumbung tinggi dan terlalu

optimis. Perasaan mudah tersinggung dan curiga lebih banyak daripada elasi. Tanda

manik lainnya dapat berupa hiperaktifitas motorik berupa kerja yang tak kenal lelah

melebihi batas wajar dan cenderung non-produktif, euphoria hingga logorrhea (banyak

berbicara, dari yang isi bicara wajar hingga menceracau dengan 'word salad'), dan

biasanya disertai dengan waham kebesaran, waham kebesaran ini bisa sistematik dalam

artian berperilaku sesuai wahamnya, atau tidak sistematik, berperilaku tidak sesuai

dengan wahamnya. Bila gejala tersebut sudah berkembang menjadi waham maka

diagnosis mania dengan gejala psikotik perlu ditegakkan.

E. DIAGNOSIS DAN KLASIFIKASI

Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual (DSM) IV, gangguan bipolar

dibedakan menjadi 2 yaitu gangguan bipolar I dan II. Gangguan bipolar I atau tipe klasik

ditandai dengan adanya 2 episode yaitu manik dan depresi, sedangkan gangguan bipolar

II ditandai dengan hipomanik dan depresi. PPDGJ III membaginya dalam klasifikasi

yang berbeda yaitu menurut episode kini yang dialami penderita.

Page 15: Gangguan Afektif Bipolar

Tabel 1. Pembagian Gangguan Afektif Bipolar Berdasarkan PPDGJ III (F31)

F31.0 Gangguan afektif bipolar, episode kini hipomanik

F31.1 Gangguan afektif bipolar, episode kini manik tanpa gejala psikotik

F31.2 Gangguan afektif bipolar, episode kini manik dengan gejala psikotik

F31.3 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif ringan atau sedang

F31.4 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat tanpa gejala psikotik

F31.5 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat dengan gejala psikotik

F31.6 Gangguan afektif bipolar, episode kini campuran

F31.7 Gangguan afektif bipolar, kini dalam remisi

F31.8 Gangguan afektif bipolar lainnya

F31.9 Gangguan afektif bipolar yang tidak tergolongkan

F31 Gangguan Afektif Bipolar

Gangguan ini tersifat oleh episode berulang (yaitu sekurang-kurangnya dua)

yang menunjukkan suasana perasaan (mood) pasien dan tingkat aktivitasnya jelas

terganggu, dan gangguan ini pada waktu tertentu terdiri dari peninggian suasana

perasaan (mood) serta peningkatan enersi dan aktivitas (mania atau hipomania), dan

pada waktu lain berupa penurunan suasana perasaan (mood) serta pengurangan enersi

dan aktivitas depresi). Yang khas adalah bahwa biasanya ada penyembuhan sempurna

antar episode, dan insidensi pada kedua jenis kelamin kurang lebih sama dibanding

dengan gangguan suasana perasaan (mood) lainnya. Dalam perbandingan, jarang

ditemukan pasien yang menderita hanya episode mania yang berulang-ulang, dan karena

pasien-pasien tersebut menyerupai (dalam riwayat keluarga, kepribadian pramorbid, usia

onset, dan prognosis jangka panjang) pasien yang mempunyai juga episode depresi

sekali-sekali, maka pasien itu digolongkan sebagai bipolar.

F31.0 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini hipomanik

Pedoman diagnostik

a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk hipomania (F30.0)

dan,

Page 16: Gangguan Afektif Bipolar

b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau

campuran di masa lampau.

F31.1 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik tanpa Gejala Psikotik

Pedoman diagnostik

a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania tanpa gejala

psikotik (F30.1) dan,

b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau

campuran di masa lampau.

F31.2 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik dengan Gejala Psikotik

Pedoman diagnostik

a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania dengan gejala

psikotik (F30.2) dan,

b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau

campuran di masa lampau.

F31.3 Gangguan Afektif Bipolar, episode kini Depresif Ringan atau Sedang

Pedoman diagnostik

Untuk mendiagnosis pasti :

a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif

ringan (F32.0) ataupun sedang (F32.1), dan

b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau

campuran di masa lampau.

Karakter kelima dapat digunakan untuk menentukan ada atau tidaknya gejala somatic

dalam episode depresif yang sedang berlangsung.

F31.30 Tanpa gejala somatik

F31.31 Dengan gejala somatic

F31.4 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat tanpa Gejala

Psikotik

Page 17: Gangguan Afektif Bipolar

Pedoman diagnostic

Untuk mendiagnosis pasti :

a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat

tanpa gejala psikotik (F32.2), dan

b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau

campuran di masa lampau.

F31.5 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat dengan Gejala

Psikotik

Pedoman diagnostik

Untuk mendiagnosis pasti :

a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat

dengan gejala psikotik (F32.3), dan

b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau

campuran di masa lampau.

Jika dikehendaki, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau tidak

serasi dengan afeknya.

F31.6 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Campuran

Pedoman diagnostic

a. Episode yang sekarang menunjukkan gejala-gejala manik, hipomanikdan

depresif yangtercampur atau bergantian dengan cepat (gejala

mania/hipomania dan depresi sama-sama mencolok selama masa terbesar

dari episode penyakit yang sekarang, dan telah berlangsung sekurang-

kurangnya 2 minggu) dan

b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau

campuran di masa lampau.

F31.7 Gangguan Afektif Bipolar, Kini dalam Remisi

Sekarang tidak menderita gangguan afektif yang nyata selama beberapa bulan

terakhir ini, tetapi pernah mengalami sekurang-kurangnya satu episode afektif

Page 18: Gangguan Afektif Bipolar

hipomanik, manik atau campuran di masa lampau dan ditambah sekurang-kurangnya

satu episode afektif lain (hipomanik, manik, depresif atau campuran).

F31.8 Gangguan Afektif Bipolar Lainnya

F31.9 Gangguan Afektif Bipolar YTT

F. PENATALAKSANAAN

1.  Penentuan Kegawatdaruratan Penderita

Pengobatan dari gangguan bipolar secara langsung terkait pada fase dari

episodenya, seperti depresi atau manic, dan derajat keparahan fase tersebut. Contoh,

seseorang dengan depresi yang ekstrim dan menunjukkan perilaku bunuh diri

memerlukan/mengindikasikan pengobatan rawat inap. Sebaliknya, seseorang dengan

depresi moderat yang masih dapat bekerja, diobati sebagai pasien rawat jalan.

a) Pengobatan pasien rawat inap : indikasi seseorang dengan gangguan bipolar untuk

dirawat inap adalah sebagai berikut :

- Berbahaya untuk diri sendiri : Pasien yang terutama dengan episode depresif,

dapat terlihat dengan resiko yang signifikan untuk bunuh diri. Percobaan bunuh

diri yang serius dan ideasi spesifik dengan rencana menghilangkan bukti,

memerlukan observasi yang ketat dan perlindungan pencegahan. Namun, bahaya

bagi penderita bisa datang dari aspek lain dari penyakit, contohnya seorang

penderita depresi yang tidak cukup makan beresiko kematian, sejalan dengan itu,

penderita dengan manic yang ekstrim yang tidak mau tidur atau makan mungkin

mengalami kelelahan yang hebat.

- Berbahaya bagi orang lain : Penderita gangguan bipolar dapat mengancam

nyawa ornag lain, contohnya seorang penderita yang mengalami depresi yang

berat meyakini bahwa dunia itu sangat suram/gelap, sehingga ia berencana untuk

membunuh anaknya untuk membebaskan mereka dari kesengsaraan dunia.

Page 19: Gangguan Afektif Bipolar

- Ketidakmampuan total dari fungsi : Adakalanya depresi yang dialami terlalu

dalam, sehingga orang tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali,

meninggalkan orang seperti ini sendirian sanagt berbahaya dan tidak

menyembuhkannya.

- Tidak dapat diarahkan sama sekali : Hal ini benar-benar terjadi selama episode

manic. Dalam situasi ini, perilaku penderita sangat di luar batas, mereka

menghancurkan karir dan berbahaya bagi orang di sekitarnya.

- Kondisi medis yang harus dimonitor : Contohnya penderita gangguan jiwa yang

disertai gangguan jantung harus berada di lingkungan medi, dimana obat

psikotropik dapat dimonitor dan diobservasi.

b) Rawat inap parsial atau program perawatan sehari

- Secara umum, penderita ini memiliki gejala yang berat namun memiliki tingkat

pengendalian dan lingkungan hidup yang stabil. Contohnya, penderita dengan

depresi berat yang berpikir akan bunuh diri tapi tidak berencana untuk

melakukannya dan dapat memiliki tingkat motivasi yang tinggi bila diberi

banyak dukungan interpersonal, terutama sepanjang hari dan dengan bantuan dan

keterlibatan dari keluarga. Keluarga harus selalu berada di rumah setiap

malamdan harus peduli terhadap penderita. Rawat inap parsial juga

menjembatani untuk bisa segera kembali bekerja. Kembali secara langsung ke

pekerjaan seringkali sulit bagi penderita dengan gejala yang berat, dan rawat inap

parsial memberi dukungan dan hubungan interpersonal.

c) Pengobatan rawat jalan : Pengobatan rawat jalan memiliki 4 tujuan utama.

- Pertama, lihat stresornya dan cari cara untuk menanganinya. Stres ini bisa berasal

dari keluarga atau pekerjaan, namun bila terakumulasi, mereka mendorong

penderita menjadi manic atau depresi. Hal ini merupakan bagian dari psikoterapi.

- Kedua, memonitor dan mendukung pengobatan. Pengobatan membuat perubahan

yang luar biasa. Kuncinya adalah mendapatkan keuntungan dan mencegah efek

samping. Penderita memiliki rasa yang bertentangan dengan pengobatan mereka.

Page 20: Gangguan Afektif Bipolar

Mereka mengetahui bahwa obat membantu dan mencegah mereka untuk dirawat

inap, namun mereka juga menyangkal memerlukannya. Oleh karena itu, harus

dibantu untuk mengarahkan perasaan mereka dan membantu mereka untuk mau

melanjutkan pengobatan.

- Ketiga, membangun dan memelihara sekumpulan orang yang peduli. Hal ini

merupakan satu dari banyak alasan bagi para praktisi setuju dengan ambivalensi

penderita tentang pengobatan. Seiring perjalanan waktu, kekuatan sekumpulan

orang yang peduli membantu mempertahnkan gejala penderita dalam keadaan

minimum dan membantu penderita tinggal dan diterima di masyarakat.

- Keempat, aspek yang melibatkan edukasi. Klinisi harus membantu edukasi bagi

penderita dan keluarga tentang penyakit bipolar. Mereka harus sadar dan

waspada terhadap bahaya penyalahgunaan zat, situasi yang mungkin memicu

kekambuhan, dan peran pengobatan yang penting. Dukungan kelompok bagi

penderita dan keluarga memiliki arti penting yang sangat luar biasa.

- Keadaan kesehatan tubuh penderita gangguan bipolar juga harus diperhatikan

oleh para praktisi, termasuk keadaan kardiovaskular, diabetes, masalah endokrin,

infeksi, komplikasi sistem urinari, dan gangguan keseimbangan elektrolit.

2.  Terapi

a) Terapi Farmakologi

Fluoxetin (prozac) telah digunakan dengan suatu keberhasilan pada remaja

dengan gangguan depresif barat. Karena beberapa anak dan remaja yang menderita

depresif akan mengalami gangguan bipolar, klinisi harus mencatat gejala hipomanik

yang mungkin terjadi selama pemakaian fluoxetin dan anti depresan lain. Pada kasus

tersebut medikasi harus dihentikan untuk menentukan apakah episode hipomanik

selanjutnya menghilang. Tetapi, respon hipomanik terhadap antidepresan tidak selalu

meramalkan bahwa gangguan bipolar telah terjadi.8 Gangguan bipolar pada masa

anak-anak dan remaja adalah diobati dengan lithium (Eskalith) dengan hasil yang

baik. Tetapi, anak-anak yang memiliki gangguan defisit-atensi/hiperaktivitas) dan

selanjutnya mengalami gangguan bipolar pada awal masa remaja adalah lebih kecil

Page 21: Gangguan Afektif Bipolar

kemungkinannya untuk berespon baik terhadap lithium dibandingkan mereka yang

tanpa gangguan perilaku.

Pasien dengan gangguan bipolar membutuhkan dorongan untuk mencari dan

mempertahankan pengobatan dan tindak lanjutnya dengan segala keterbatasannya

lithium merupakan pengobatan untuk gangguan bipolar yang telah lama digunakan

meskipun banyak obat-obat generasi baru yang ditemukan, namun efektifitas

pencegahan bunuh diri masih belum jelas.

Page 22: Gangguan Afektif Bipolar

Garam Lithium (carbonate) merupakan antidepresan yang dianjurkan untuk

gangguan depresi bipolar (terdapatnya episode depresi dan mania) dan penderita

gangguan depresi. Lithium tidak bersifat sedative, depresan ataupun eforian, inilah

yang membedakannya dari antidepresan lain.

Mekanis aksi lithium mengendalikan alam perasaan belum diketahui, diduga

akibat efeknya sebagai membrana biologi. Sifat khas ion lithium dengan ukuran

yang amat kecil tersebar melalui membrana biologik, berbeda dari ion Na dan K. Ion

lithium menggantikan ion Na mendukung aksi potensial tunggal di sel saraf dan

melestarikan membrana potensial itu. Masih belum jelas betul makna interaksi antara

lithium (dengan konsentrasi 1 mEq per liter) dan transportasi monovalent atau

divalent kation oleh sel saraf.2 Aksi lithium disusunan saraf pusat dispekulasikan

merobah distribusi ion didalamsel susunan saraf pusat, perhatian terpusat pada efek

konsentrasi ionnya yang rendah dalam metabolisme biogenik amin yang berperanan

utama dalam patofisiologi gangguan alam perasaan.

Sudah lebih dari 50 tahun lithium digunakan sebagai terapi gangguan bipolar.

Keefektivitasannya telah terbukti dalam mengobati 60-80% pasien. ‘Pamornya”

semakin berkibar karena dapat menekan ongkos perawatan dan angka kematian

akibat bunuh diri.

Tapi bukan berarti lithium tanpa cela. Terdapat orang-orang yang kurang

memberi respon terhadap lithium di antaranya penderita dengan riwayat cedera

kepala, mania derajat berat (dengan gejala psikotik), dan yang disertai dengan

komorbid. Bila penggunaanya dihentikan tiba-tiba, penderita cepat mengalami

relaps. Selain itu, indeks terapinya sempit dan perlu monitor ketat kadar lithium

dalam darah. Gangguan ginjal menjadi kontraindikasi penggunaan lithium karena

akan menghambat proses eliminasi sehingga menghasilkan kadar toksik. Di samping

itu, pernah juga dilaporkan lithium dapat merusak ginjal bila digunakan dalam

jangka lama. Karena keterbatasan itulah, penggunaan lithium mulai ditinggalkan.2

Antipsikotik mulai digunakan sebagai antimanik sejak tahun 1950.

Antipsikotik lebih baik daripada lithium pada penderita bipolar dengan agitasi

psikomotor. Perhatian ekstra harus dilakukan bila hendak merencanakan pemberian

antipsikotik jangka panjang terutama generasi pertama (golongan tipikal) sebab

Page 23: Gangguan Afektif Bipolar

dapat menimbulkan beberapa efek samping seperti ekstrapiramidal, neuroleptic

malignant syndrome, dan tardive dyskinesia.

Valproat menjadi pilihan ketika penderita bipolar tidak memberi respon

terhadap lithium. Bahkan valproat mulai menggeser dominasi lithium sebagai

regimen lini pertama. Salah satu kelebihan valproat adalah memberikan respon yang

baik pada kelompok rapid cycler. Penderita bipolar digolongkan rapid cycler bila

dalam 1 tahun mengalami 4 atau lebih episode manik atau depresi. Efek terapeutik

tercapai pada kadar optimal dalam darah yaitu 60-90 mg/L. Efek samping dapat

timbul ketika kadar melebihi 125 mg/L, di antaranya mual, berat badan meningkat,

gangguan fungsi hati, tremor, sedasi, dan rambut rontok. Dosis akselerasi valproat

yang dianjurkan adalah loading dose 30 mg/kg pada 2 hari pertama dilanjutkan

dengan 20 mg/kg pada 7 hari selanjutnya. Pencarian obat alternatif terus diupayakan.

Salah satunya adalah lamotrigine.

Lamotrigine merupakan antikonvulsan yang digunakan untuk mengobati

epilepsi. Beberapa studi acak, buta ganda telah menyimpulkan, lamotrigine efektif

sebagai terapi akut pada gangguan bipolar episode kini depresi dan kelompok rapid

cycler. Sayangnya, lamotrigine kurang baik pada episode manik.

1) Litium

Page 24: Gangguan Afektif Bipolar

Indikasi:

Episode mania akut, depresi, mencegah bunuh diri, dan

bermanfaat sebagai terapi rumatan GB.

Dosis:

Respons litium terhadap mania akut dapat dimaksimalkan

dengan menitrasi dosis hingga mencapai dosis terapeutik yang

berkisar antara 1,0-1,4 mEq/L. Perbaikan terjadi dalam 7-14

hari.Dosis awal yaitu 20 mg/kg/hari. Dosis untuk mengatasi keadaan

akut lebih tinggi bila dibandingkan dengan untuk terapi rumatan.

Untuk terapi rumatan, dosis berkisar antara 0,4-0,8 mEql/L. Dosis

kecil dari 0,4 mEq/L, tidak efektif sebagai terapi rumatan. Sebaliknya,

gejala toksisitas litium dapat terjadi bila dosis 1,5 mEq/L.

2) Valproat.

Dosis:

Dosis terapeutik untuk mania dicapai bila konsentrasi valproat

dalam serum berkisar antara 45 -125 ug/mL. Untuk GB II dan

siklotimia diperlukan divalproat dengan konsentrasi plasma 50

ug/mL. Dosis awal untuk mania dimulai dengan 15-20 mg/kg/hari

atau 250 – 500 mg/hari dan dinaikkan setiap 3 hari hingga mencapai

konsentrasi serum 45- 125 ug/mL. Efek samping, misalnya sedasi,

peningkatan nafsu makan, dan penurunan leukosit serta trombosit

dapat terjadi bila konsentrasi serum 100 ug/mL. Untuk terapi

rumatan, konsentrasi valproat dalam plasma yang dianjurkan adalah

antara 75-100 ug/mL.

Indikasi:

Valproat efektif untuk mania akut, campuran akut, depresi mayor

akut, terapi rumatan GB, mania sekunder, GB yang tidak berespons

dengan litium, siklus cepat, GB pada anak dan remaja, serta GB pada

lanjut usia.

3) Lamotrigin

Indikasi:

Page 25: Gangguan Afektif Bipolar

Efektif untuk mengobati episode depresi, GB I dan GB II, baik

akut maupun rumatan. Lamotrigin juga efektif untuk GB, siklus

cepat.

Dosis:

Berkisar antara 50-200 mg/hari.

Antipsikotika Atipik

1) Risperidon

Dosis:

Untuk preparat oral, risperidon tersedia dalam dua bentuk sediaan

yaitu tablet dan cairan. Dosis awal yang dianjurkan adalah 2 mg/hari

dan besoknya dapat dinaikkan hingga mencapai dosis 4 mg/hari.

Sebagian besar pasien membutuhkan 4-6 mg/hari. Risperidon injeksi

jangka panjang (RIJP) dapat pula digunakan untuk terapi rumatan

GB. Dosis yang dianjurkan untuk orang dewasa atau orang tua adalah

25 mg setiap dua minggu. Bila tidak berespons dengan 25 mg, dosis

dapat dinaikkan menjadi 37,5 mg - 50 mg per dua minggu.

Indikasi:

Risperidon bermanfaat pada mania akut dan efektif pula untuk terapi

rumatan

2) Olanzapin

Indikasi:

Olanzapin mendapat persetujuan dari FDA untuk bipolar episode akut

mania dan campuran. Selain itu, olanzapin juga efektif untuk terapi

rumatan GB.

Dosis:

Kisaran dosis olanzapin adalah antara 5-30 mg/hari.

3) Quetiapin.

Dosis:

Kisaran dosis pada gangguan bipolar dewasa yaitu 200-800 mg/hari.

Tersedia dalam bentuk tablet IR (immediate release) dengan dosis 25

mg, 100 mg, 200 mg, dan 300 mg, dengan pemberian dua kali per

Page 26: Gangguan Afektif Bipolar

hari. Selain itu, juga tersedia quetiapin-XR dengan dosis 300 mg, satu

kali per hari.

Indikasi:

Quetiapin efektif untuk GB I dan II, episdoe manik, depresi,

campuran, siklus cepat, baik dalam keadaan akut maupun rumatan.

4) Aripiprazol

Dosis:

Aripiprazol tersedia dalam bentuk tablet 5,10,15,20, dan 30 mg.

Kisaran dosis efektifnya per hari yaitu antara 10-30 mg. Dosis awal

yang direkomendasikan yaitu antara 10 - 15 mg dan diberikan sekali

sehari. Apabila ada rasa mual, insomnia, dan akatisia, dianjurkan

untuk menurunkan dosis. Beberapa klinikus mengatakan bahwa dosis

awal 5 mg dapat meningkatkan tolerabilitas.

Indikasi:

Aripiprazol efektif pada GB, episode mania dan episode campuran

akut. Ia juga efektif untuk terapi rumatan GB. Aripiprazol juga efektif

sebagai terapi tambahan pada GB I, episode depresi.

Antidepresan

Antidepresan efektif untuk mengobati GB, episode depresi.

Penggunaannya harus dalam jangka pendek. Penggunaan jangka panjang

berpotensi meginduksi hipomania atau mania. Untuk menghindari

terjadinya hipomania dan mania, antidepresan hendaklah dikombinasi

dengan stabilisator mood atau dengan antipsikotika atipik

Intervensi Psikososial

Intervensi psikososial meliputi berbagai pendekatan misalnya,

cognitive behavioral therapy (CBT), terapi keluarga, terapi interpersonal,

terapi kelompok, psikoedukasi, dan berbagai bentuk terapi psikologi atau

psikososial lainnya. Intervensi psiksosial sangat perlu untuk

mempertahankan keadaan remisi.

Page 27: Gangguan Afektif Bipolar

Tabel FDA-Approved Bipolar Treatment Regimens

Nama Generik Nama Dagang Manic Mixed Maintenance Depresi

Valproate Depakote X      

Carbamazepine extended release Equestro X X    

Lamotrigine Lamictal     X  

Lithium   X   X  

Aripiprazole Abilify X X X  

Ziprasidone Geodon X X    

Risperidone Risperdal X X    

Quetiapine Seroquel X     X

Chlorpromazine Thorazine X      

Olanzapine Zyprexa X X X  

Olanzapine/fluoxetine Combination Symbyax       X

Tabel dikutip dari Medscape.

b) T erapi Non Farmakologi

Konsultasi

Suatu konsultasi dengan seorang psikiater atau psikofarmakologis selalu sesuai bila

penderita tidak menunjukkan respon terhadap terapi konvensional dan medikasi.

Sedikit data yang menguatkan keunggulan salah satu pendekatan psikoterapi

dibandingkan yang lain dalam terapi gangguan mood masa anak-anak dan remaja.

Tetapi, terapi keluarga adalah diperlukan untuk mengajarkan keluarga tentang gangguan

mood serius yang dapat terjadi pada anak-anak saat terjadinya stres keluarga yang berat.

Pendekatan psikoterapetik bagi anak terdepresi adalah pendekatan kognitif dan

pendekatan yang lebih terarah dan lebih terstruktur dibandingkan yang biasanya

Page 28: Gangguan Afektif Bipolar

digunakan pada orang dewasa. Karena fungsi psikososial anak yang terdepresi mungkin

tetap terganggu untuk periode yang lama, walaupun setelah episode depresif telah

menghilang, intervensi keterampilan sosial jangka panjang adalah diperlukan. Pada

beberapa program terapi, modeling dan permainan peran dapat membantu menegakkan

keterampilan memecahkan masalah yang baik. Psikoterapi adalah pilihan utama dalam

pengobatan depresi.

Diet

Terkecuali pada penderita dengan monoamine oxidase inhibitors (MAOIs), tidak ada

diet khusus yang dianjurkan. Penderita dianjurkan untuk tidak merubah asupan garam,

karena peningkatan asupan garam membuat kadar litium serum menurun dan

menurunkan efikasinya, sedangkan mengurangi asupan garam dapat meningkatkan

kadar litium serum dan menyebabkan toksisitas.

Aktivitas

Penderita dengan fase depresi harus didukung untuk melakukan olahraga/aktivitas fisik.

Jadwal aktivitas fisik yang reguler harus dibuat. Baik aktivitas fisik dan jadwal yang

reguler meupakan kunci untuk bertahan dari penyakit ini. Namun, bila aktivitas fisik ini

berlebihan dengan peningkatan perspirasi dapat meningkatkan kadar litium serum dan

menyebabkan toksisitas litium.

Edukasi Penderita

Pengobatan penderita gangguan bipolar melibatkan edukasi penderita awal dan lanjutan.

Tujuan edukasi harus diarahkan tidak hanya langsung pada penderita, namun juga

melalui keluarga dan sistem disekitarnya. Lagipula, fakta menunjukkan peningkatan dari

tujuan edukasi ini, tidak hanya meningkatkan ketahanan dan pengetahuan mereka

tentang penyakit, namun juga kualitas hidupnya.

- Pertama, penjelasan biologis tentang penyakit harus jelas dan benar. Hal ini

mengurangi perasaan bersalah dan mempromosikan pengobatan yang adekuat.

Page 29: Gangguan Afektif Bipolar

- Kedua, memberi informasi tentang bagaimana cara memonitor penyakit terkait

apresiasi tanda awal, pemunculan kembali, dan gejala. Pengenalan terhadap

adanya perubahan memudahkan langkah-langkah pencegahan yang baik.

- Kelompok pengobatan yang adekuat tinggal suatu bagian yang penting dari

perawatan dan edukasi.

- Edukasi juga harus memperhatikan bahaya dari stresor. Membantu identifikasi

individu dan bekerja dengan stresor yang ada menyediakan aspek kritis penderita

dan kewaspadaan keluarga.

- Akhirnya, informasikan kepada penderita tentang kekambuhan dalam konteks

gangguan.

- Cerita-cerita tentang individu membantu penderita dan keluarga, terutama cerita

tentang individu dengan MDI dapat membantu penderita untuk berusaha

menghadapi tantangan dari perspektif lain.

F. PENCEGAHAN

Prevensi merupakan kunci dari terapi jangka panjang dari gangguan bipolar. Hal ini

mencakup beberapa hal sebagai berikut :

- Pertama, medikasi seperti litium bertindak sebagai mood stabilizers.

- Kedua, psikoedukasi dimulai dari penderita dan keluarga penderita. Keduanya

harus memahami dan mengetahui pentingnya pengobatan adekuat dan tanda-

tanda awal dari manic dan depresi, ini merupakan hal yang penting.

-

G. KOMPLIKASI

Komplikasi dari gangguan ini antara lain bunuh diri, pembunuhan, dan adiksi.

H. PROGNOSIS

Page 30: Gangguan Afektif Bipolar

Pada kasus mengarah ke buruk

Prognosis Buruk Prognosis Baik

Akut Fase manic (dalam durasi pendek)

Onset terjadi pada usia muda Onset terjadi pada usia yang lanjut

Riwayat kerja yang buruk Pemikiran untuk bunuh diri yang rendah

Penyalahgunaan alcohol Gambaran psikotik yang rendah

Gambaran psikotik Masalah kesehatan (organik) yang rendah.

Gambaran depresif diantara episode

manic dan depresi

Adanya bukti keadaan depresif

Jenis kelamin laki-laki.

Penderita dengan BP I lebih buruk daripada penderita depresi berat. Dalam 2

tahun pertama setelah episode awal, 40 – 50 % penderita mengalami serangan manic

lain.

Hanya 50 – 60 % penderita BP I dapat dikontrol dengan litium terhadap

gejalanya. Pada 7 % penderita, gejala tidak kembali/mengalami penyembuhan, 45 %

penderita mengalami episode berulang, dan 40 % mengalami gangguan yang menetap.

Seringkali perputaran episode depresif dan manic berhubungan dengan usia.

Faktor-faktor yang membuat prognosis menjadi lebih buruk antara lain :

- Riwayat kerja yang buruk

- Penyalahgunaan alkohol

- Gambaran psikotik

- Gambaran depresif diantara episode manic dan depresi

- Adanya bukti keadaan depresif

- Jenis kelamin laki-laki.

Indikator prognosis yang baik adalah sebagai berikut :

Page 31: Gangguan Afektif Bipolar

- Fase manic (dalam durasi pendek)

- Onset terjadi pada usia yang lanjut

- Pemikiran untuk bunuh diri yang rendah

- Gambaran psikotik yang rendah

- Masalah kesehatan (organik) yang rendah.

BAB III

Page 32: Gangguan Afektif Bipolar

KESIMPULAN

Gangguan alam perasaan adalah suatu kondisi klinis yang ditandai oleh hilangnya

kendali perasaan akibat pengalaman subjektif yang berhubungan dengan penderitaan

berat. Gangguan bipolar adalah gangguan pada fungsi otak yang menyebabkan

perubahan yang tidak biasa pada suasana perasaan, dan proses berfikir.

Faktor risiko gangguan bipolar multifaktor dan menncakup : ras, usia, jenis

kelamin, genetik, neurotransmiter, psikodinamik, lingkungan.

Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual (DSM) IV, gangguan bipolar

dibedakan menjadi 2 yaitu gangguan bipolar I dan II. Gangguan bipolar I atau tipe klasik

ditandai dengan adanya 2 episode yaitu manik dan depresi, sedangkan gangguan bipolar

II ditandai dengan hipomanik dan depresi. PPDGJ III membaginya dalam klasifikasi

yang berbeda yaitu menurut episode kini yang dialami penderita.

Walaupun banyak penelitian telah berusaha untuk menemukan perbedaan yang

dapat dipercaya antara episode depresif gangguan bipolar dan episode gangguan

depresif, perbedaan tersebut sulit ditemukan. Di dalam situasi klinis, hanya riwayat

penyakit pasien, riwayat keluarga, dan perjalanan penyakit di masa mendatang dapat

membantu membedakan kedua kondisi tersebut.

Pengobatan dari gangguan bipolar secara langsung terkait pada fase dari

episodenya, seperti depresi atau manik, dan derajat keparahan fase tersebut. Pengobatan

yang tepat tergantung pada stadium gangguan bipolar yang dialami penderita. Pilihan

obat tergantung pada gejala yang tampak, seperti gejala psikotik, agitasi, agresi, dan

gangguan tidur. Antipsikosis atipikal semakin sering digunakan untuk episode manik

akut dan sebagai mood stabilizer. Antidepresan dan ECT juga dapat digunakan untuk

episode depresi akut (contoh, depresi berat). Selanjutnya, terapi

pemeliharaan/maintenance dan pencegahan juga harus diberikan.

Page 33: Gangguan Afektif Bipolar

Prognosis pada penderita dengan gangguan bipolar I lebih buruk daripada

penderita dengan depresi berat.

Page 34: Gangguan Afektif Bipolar

DAFTAR PUSTAKA

Dorland, W.A Newman. Kamus Kedokteran Dorland edisi kedua puluh sembilan.

Jakarta: EGC. 2002.

Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri

Klinis Jilid Dua. Jakarta. Binarupa Aksara. 2010.

Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri

Klinis Jilid Satu. Jakarta. Binarupa Aksara. 2010

Depkes RI Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis

Gangguan Jiwa di Indonesia III. Jakarta. Departemen Kesehatan. 1993.

David A. Tomb, Buku Saku Psikiatri, Edisi 6, , Jakarta : EGC, 2003.

Gangguan kejiwaan dan macamnya [Internet]. 2007 [diunduh diunduh 5 Januari 2015].

Diunduh dari: http://ikhwah.informe.com/gangguan-kejiwaan-dan-macamnya-

dt262.html

NIMH. Bipolar disorder [Internet]. 2010 [diunduh 6 Januari 2015]. Diunduh dari:

http://www.nimh.nih.gov/health/publications/bipolar-disorder/complete-index.shtml


Top Related