Download - gabungan edys
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Sebagai mahasiswa farmasi, sudah seharusnya kita mengetahui hal-hal
yang berkaitan dengan obat, baik dari segi farmasetik, farmakodinamik,
farmakokinetik, dan juga dari segi farmakologi dan toksikologinya. Dimana,
dalam ilmu farmokologi dan toksikologi ini mempelajari tentang obat-obat
sistem saraf pusat, obat-obat sistem saraf otonom antagonisnya, obat-obat
antimikroba, hormon dan antagonis, obat-obat yang mempengaruhi darah
(kardiovaskular), diuretik dan sebagainya (Malole, 1989).
Obat-obat kardiovaskuler adalah obat-obat yang secara langsung dapat
memulihkan fungsi otot jantung dan pembuluh darah yang terganggu ke
keadaan normal. Sedangkan diuretik adalah obat yang dapat menambah
kecepatan pembentukkan urin, istilah diuresis mempunyai dua pengertian.
Pertama menunjukkan adanya penambahan volume urin yang diproduksi, dan
yang kedua menunjukkan jumlah penegeluaran zat-zat terlarut dan air. Fungsi
utama obat diuretik adalah untuk memobilisasi cairan udema, yang berarti
mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan
ekstrasel kembali menjadi normal.
Pada percobaan kali ini adalah mengenai obat-obat yang berhubungan
dengan diuretik. Dimana, salah satu obat yang digunakan untuk menurunkan
salah satu penyakit yang berkaitan dengan kardiovaskular seperti hipertensi
adalah obat diuretik. Diuretik itu sendiri adalah obat yang mempunyai titik
tangkap kerja pada ginjal untuk meningkatkan produksi kemih. Oleh karena
1
itu, dilakukan percobaan ini untuk mengetahui beberapa obat yang merupakan
golongan obat hipertensi termasuk diuretika yang diberikan pada hewan coba
Mencit (Mus musculus).
I.2 Maksud dan Tujuan Percobaan
I.2.1 Maksud percobaan
Untuk mengetahui dan memahami efek diuresis yang ditimbulkan dari
obat diuretik.
I.2.2 Tujuan Percobaan
Untuk mengamati efek diuresis dari furosemid dan spironolakton
terhadap hewan coba mencit (Mus musculus).
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori umum
A. Kardiovaskuler
Anatomi Jantung
Otot jantung bergaris lintang, sama seperti otot rangka, otot
jantung mempunyai miofibril khas yang mengandung filamen aktin
dan miosin yang hampir identik dengan filamen aktin dan miosin yang
terdapat pada otot rangka. Tempat sel-sel otot jantung sangat kuat
berikatan sehingga bila satu sel-selnya terangsang, potensial aksi
menyebar kesemua sel dan menyebar keseluruh kisi-kisi yang saling
berhubungan. Jantung berukuran sebesar kepalan tangan pemiliknya
dan terletak dirongga thorax (dada). (Setiadi, 2007).
Denyut Jantung dan Aktivitas Denyut Jantung
Bagian-bagian jantung secara normal berdenyut dengan urutan
teratur. Kontraksi atrium (sistolik atrium) diikuti oleh kontraksi
ventrikel (sistolik ventrikel), dan selama diastolik semua empat
rongga jantung dalam keadaan relaksasi. Denyut jantung berasal dari
sistem penghantaran jantung yang khusus dan menyebar melalui
sistem ini ke semua bagian miokardium. Struktur yang membentuk
sistem penghantar adalah simpul sinoatrial (simpul SA), lintasan antar
simpul di atrium, simpul atrioventrikular ( simpul AV). Berbagai
bagian sistem penghantaran, dan pada keeadaan abnormal, bagian-
bagian miokardium mampu mengeluarkan listrik spontan. Meskipun
3
demikian, simpul SA secara normal mengeluarkan listrik paling cepat,
depolarisasi menyebar dari sini ke bagian lain sebelum mengeluarkan
listrik secara spontan. Karena itu simpul SA merupakan pacu jantung
normal, kecepatannya mengeluarkan listrik menentukan frekuensi
denyut jantung. Impuls yang dibentuk dalam simpul SA berjalan
melalui lintasan atrium ke simpul AV, melalui simpul ini sampai ke
otot ventrikel. (Ganong, F., William, 2001).
Blok Jantung
Kadang-kadang penghantaran impuls melalui jantung dihambat
pada suatu tempet kritis dalam sistem hhantaran. Salah satu tempat
tersering adalah diantara atrium dan ventrikel, keadaan ini disebut
blok atrioventrikular. Hal ini dapat diakibatkan oleh kerusakan atau
depresi terbatas dari serabut junctional AV atau berkas AV. Sebab-
sebabnya meliputi berbagai prosesinfeksi, perangsangan nervus vagus
yang berlebihan (yang menekan konduktivitas serabut junctional),
Kerusakan terbatas berkas AV olehh plak arteriosklerotik, atau
penekanan yang disebabkan oleh berbagai macam obat-obatan.
( Guyton, 2011).
Hipertensi
Tekanan darah sistol (angka atas) adalah titik puncak yang
tercapai ketika jantung berkontraksi dan menumpahkan darah keluar
arteri, sedangkan tekanan darah diastol (angka bawah) diambil ketika
tekanan jatuh ketitik terendah saat jantung rileks dan mengisi darah
kembali. (Anonim, 2011).
4
Hipertensi didefenisikan dengan meningkatnaya tekanan darah
arteri yang persisten. Penderita dengan Tekanan Darah Diastolik
(TDD) kurang dari 90 mmHg dan Tekanan Darah Sistolik (TDS) lebih
besar sama dengan 140 mmHg mengalami hipertensi sistolik
terisolasi. Krisis hipertensi ( tekanan darah diatas 180/120 mmHg)
dapat dikategorikan sebagai hipertensi darurat (meningkatnya tekanan
darah akut atau disertai kerusakan organ) atau hipertensi gawat
(beberapa tekanan darah meningkat tidak akut) (Sukandar, Yulinah,
Elin, dkk, 2009).
Tabel II. 1. Klsifikasi Tekanan Darah Orang Dewasa
klasifikasi Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal <120 Dan <80
Prehipertensi 120-139 Atau 80 – 89
Tahap 1 hipertensi
140-159 Atau 90 – 99
Tahap 2 hipertensi
≥ 160 Atau ≥ 100
B. Diuretika
Diuretika adalah senyawa yang dapat menyebabkan ekskresi urin
yang lebih banyak. Jika pada peningkatan ekskresi garam-garam, maka
diuretika ini dinamakan saluretika atau natriuretika (diuretika dalam arti
sempit) ( Mutschler, 1991).
Diuretik sangat berguna untuk mengatasi edema yang disebabkan
penyakit jantung, sirosis hati dan penyakit ginjal tertentu. Tetapi dibalik
keuntungan pemberian diuretik, harus diingat bahwa pengeluaran sejumlah
besar cairan tubuh yang diikuti keluarnya garam-garam tubuh, dapat
5
menimbulkan gangguan keseimbangan pH atau makanan yang masuk,
jumlah air kemih, berat badan setiap hari, tekanan darah dan pemeriksaan
laboratorium. juga dijaga agar penderita makan buah-buahan yang banyak
mengandung K+ untuk mengganti K+ yang hilang (Djamhuri, A., 1995).
Diuretika terutama digunakan untuk mengurangi sembab atau
(edema) yang disebabkan oleh meningkatnya jumlah cairan luar sel, pada
keadaan yang berhubungan dengan kegagalan jantung kongestif,
kegagalan ginjal, oligourik, sirosis hepatik, keacunan kehamilan,
glaukoma, hiperkalsemia, diabetes insipidus dan sembab yang disebabkan
oleh penggunaan jangka panjang kortikosteroid atau estrogen (Neal, J.,
Michael, 2003).
Walaupun kerja nya pada ginjal, diuretika bukan ‘obat ginjal’,
artinya senyawa ini tidak dapat memperbaiki atau menyembuhkan
penyakit ginjal, demikian juga pada pasien insufisiensi ginjal jika
diperlukan dialysis, tidak dapat ditangguhkan dengan penggunaan
senyawa ini. Beberapa diuertika pada awal pengobatan justru memperkecil
ekskresi zat-zat penting urin dengan mengurangi laju filtrasi glomerulus
sehingga memperburuk insufisiensi ginjal ( Mutschler, 1991).
Fungsi utama ginjal adalah memelihara kemurnian darah dengan
jalan mengeluarkan semua zat asing dan sisa pertukaran zat dari dalam
darah dimana semuanya melintasi saringan ginjal kecuali zat putih telur
dan sel-sel darah. Fungsi penting lainnya adalah meregulasi kadar garam
dan cairan tubuh. Ginjal merupakan organ terpenting pada pengaturan
homeostasis, yakni keseimbangan dinamis antara cairan intra dan
6
ekstrasel, serta pemeliharaan volume total dan susunan cairan ekstrasel.
Hal ini terutama tergantung dari jumlah ion Na+, yang untuk sebagian
besar terdapat di luar sel, di cairan antarsel, dan di plasma darah (Tan
Hoan Tjay & Kirana Rahardja, 2007).
Diuretik digunakan untuk berbagai alasan. Mereka dapat
diindikasikan untuk orang-orang yang menderita edema, intens akumulasi
cairan dalam jaringan tubuh, dan orang-orang yang menderita tekanan
darah tinggi atau penyakit jantung lainnya yang terkait. Peningkatan
produksi urin rilis tidak hanya cairan, tetapi juga membantu tubuh
menghilangkan kelebihan garam dan dapat mengurangi volume darah
(Neal, J., Michael, 2003).
Beberapa orang menggunakan diuretik sebagai bantuan penurunan
berat badan, biasanya ketika sejumlah besar perlu berat hilang dalam
waktu singkat. Kenyataannya adalah bahwa diuretik tidak terbukti
mempromosikan hilangnya lemak; mereka hanya mengeluarkan cairan
dipertahankan. Sementara skala dapat menunjukkan hilangnya beberapa
kilogram, itu adalah kerugian sementara. Ini bukan cara yang sehat untuk
menurunkan berat badan. Menyalahgunakan diuretik dapat menyebabkan
dehidrasi dan kadang-kadang berat kekurangan kalium, yang dapat
berbahaya ( Mutschler, 1991).
Mekanisme kerja obat diuretik
Kebanyakan diuretika bekerja dengan mengurangi reabsorbsi
natrium, sehingga pengeluaranya lewat kemih- dan demikian juga dari air-
7
diperbanyak. Obat-obat ini bekerja khusus terhadap tubuli, tetapi juga
ditempat lain yakni (Syafri, M. 2010) :
1. Tubuli proksimal, ultrafiltrat mengandung sejumlah besar garam
yang disini direabsorbsi secara aktif untuk kurang lebih 70%, antara
lain ion-Na+ dan air, begitu pula glukosa dan ureum. Karena
reabsorbsi berlangsung secara proporsional, maka susunan filtrat tidak
berubah dan tetap isotonis terhadap plasma. Diuretika
osmosis (manitol, sorbitol) bekerja di sini dengan merintangi
reabsorbsi air dan juga natrium.
2. Lengkungan henle. Dibagian menaik dari Henle’s loop ini k,l.
25% bsorbsi pasif dari Na+ dan K+ tetapi tanpa hingga filtrat menjadi
hipotonis. Diuretika lengkungan seperti furosemida, bumetamida
dan etakrinat, bekerja terutama di sini dengan merintangi transpor
Cl- dan demikian reabsorbsi Na+. pengeluaran K+dan air juga
diperbanyak.
3. Tubuli distal. Dibagian pertama segmen ini, Na+ direabsorbsi secara
aktif pula tanpa air hingga filtrat menjadi lebih cair dan lebih
hipotonis.sentawa thiazidadan klortalidon bekerja di tempat ini
dengan memperbanyak eksreksi Na+ dan Cl –sebesar 5-10%. Dibagian
kedua segmen ini, ion Na+ ditukarkan dengan ion K + atau –NH4+;
proses ini dikendalikan oleh hormon anak-ginjal aldosteron antagonis
aldosteron (spirolacton) dan zat-zat penghemat kalium (amilorida,
triateren) bertitik kerja disini dengan mengekibatkan ekskresi
Na+ (5%) dan retensi- K+.
8
4. Saluran pengumpul. Hormon antidiuretika ADH (vasoprin) dari
hipofisis bertitik kerja disini dengan jalan memengaruhi permeabilitas
bagi air dari sel-sel saluran ini.
Beberapa Obat Golongan Antihipertensi dan Diuretik :
1. Spironolakton
Spironolakton merupakan obat golongan diuretik penyimpan atau
penghemat kalium, yaitu antagonis aldosteron. Mekanisme kerja
Spironolakton adalah memblok secara kompetitif ikatan aldosteron pada
reseptor sitoplasmanya di tubulus distal akhir dan dalam tubulus
penampung. Dengan demikian aldosteron tidak dapat masuk ke inti sel
bersama reseptornya, dan sintesis yang dinamakan protein yang diinduksi
aldosteron tak terjadi. Protein ini berfungsi membuka saluran Natrium
dalam membran sel lumen. Akibatnya absorpsi akan berkurang dan pada
saat bersamaan absorbsi kalium berkurang. Olehnya, Spironolakton bekerja
setelah periode laten beberapa jam (Mutschler, Ernst, 1991).
Spironolakton secara kompetitif memblok ikatan aldosteron pada reseptor
sitoplasma sehingga meningkatkan ekskresi Na+ (Cl- dan H2O) dan
menurunkan sekresi K+ yang diperkuat oleh listrik. Spironolakton
merupakan diuretik lemah, karena hanya 2% dari reabsorpsi Na+ total yang
yang berada di bawah kendali aldosteron. Spironolakton terutama digunakan
pada penyakit hati dengan asites, sindrom Conn (hiperaldosteronisme
primer), dan gagal jantung berat. (Neal, J., Michael, 2003).
9
2. Furosemid
Furosemid merupakan golongan obat diuretik, yaitu diuretik jerat henle.
Semua diuretik jerat henle bekerja pada cabang menaik yang tebal dari jerat
henle, karena merupakan diuretika yang bekerja kuat (diuretika plafon
tinggi. Sifat khas senyawa ini adalah kerjanya singkat akan tetapi amat
intensif. Karena itu, pada dosis rendah dan sedang terlihat penurunan laju
ekskresi yang relatif cepat. Lebih dari 30% ion natrium yang difiltrasi pada
pemberian obat dengan dosis yang cocok akan dapat diekskresi. Obat ini
juga dapat mengekskresi ion kalium dan magnesium lebih banyak.
(Mutschler, Ernst, 1991).
Diuretik jerat henle tipe Furosemid sangat bermanfaat jika diperlukan kerja
yang cepat dan intensif, seperti misalnya pada udem paru-paru. Disamping
itu, jug digunakan pada diuresis yang dipaksakan (Mutschler, Ernst, 1991).
Mekanisme kerja Furosemid bahwa senyawa ini dari tepi lumen ( cepat dan
bolak-balik) memblok pembawa Na+/K+/2Cl- dan dengan cara ini
menghambat absorbsi ion natrium, ion kalium dan ion klorida dalam cabang
tebal jerat henle menaik (Mutschler, Ernst, 1991).
Untuk dapat bekerja dari daerah lumen, senyawa ini dari aliran darah harus
masuk ke cairan tubulus. Transpor terutama terjadi melalui sekresi aktif
tubulus proksimal. Ini menjelaskan mengapa pada insufisiensi ginjal yang
proses sekresinya dipengaruhi, diperlukan dosis yang lebih tinggi dan saat
mulai kerja juga lebih lambat. Pada pemberian secara oral, diuretika jerat
henle tipe Furosemid diabsorbsi dengan cepat tetapi tidak sempurna.
10
Ekskresi senyawa terutama melalui ginjal disamping ekskresi melalui
empedu (Mutschler, Ernst, 1991).
3. Hidroclorothiazid
Obat ini merupakan golongan obat diuretik, yaitu thiazida. Senyawa ini
masih mempunyai kerja inhibisi lemah pada karboanhidratase, tetapi ia
mempunyai juga sebuah kerja baru yang lain dan lebih kuat saluretiknya
daripada inhibitor karboanhidratase murni. Secara kualitatif, obat ini
mempunyai kerja terapeutik yang besar (Mutschler, Ernst, 1991).
4. Β-bloker
Merupakan obat yang baik untuk hipertensi dengan angina stabil kronik,
tapi dapat memperberat gejala angina Prinzmetal, sehingga pemberiannya
pada pasien hipertensi dengan angina harus memperhatikan perbedaan
kedua jenis angina ini (Gunawan, G, 2009).
5. Reserpin
Reserpin merupakan obat pertama yang diketahui dapat menghambat sistem
saraf simpatis pada manusia, dan penggunaannya menandai era baru dalam
pengobatan hipertensi secara efektif. Pemberian reserpin mengakibatkan
turunnya curah jantung dan resistensi perifer. Hipotensi ortostatik jarang
terjadi pada dosis rendah yang dianjurkan. Frekuensi dunyut jantung dan
sekresi renin berkurang. Pada pemakaian jangka panjang sering terjadi
retansi air dan menyebabkan pseudotoleransi, terutama bilaa tidak disertai
dengan pemberian diuretic (Gunawan, G, 2009).
11
II.2 Uraian bahan
1. Aqudestilata (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : Aqua destilata
Sinonim : Air Suling
RM/BM : H2O / 18.02
Pemerian : Cairan jernih; tidak berwarna; tidak berbau; tidak
mempunyai rasa.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai Pelarut
2. Spironolakton (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : Spironolactonum
Sinonim : Spironolakton, 17-hidroksi-7-merkapto-3-okso-17-α
preng-4-en-21-karboksilat-ɤ lakton-7-asetat
RM/BM : C24H32O4S/ 416,60
Pemerian : Serbuk; kuning tua; tidak berbau atau berbau asam
tioasetat lemah; rasa agak pahit
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air; larut dalam 80 bagian
etanol (95%) P, dalam 3 bagian kloroform P dan
dalam 100 bagian eter P
Khasiat : Diuretikum
Penyimpanan : Dalam terlindung dari cahaya
Kontra indikasi : Insufisiensi ginjal akut, kerusakan ginjal, anuria
(tidak dibentuknya kemih oleh ginjal), hiperkalemia
(kadar Kalium dalam darah di atas normal).
12
Efek samping : Gynekomastia (pembesaran payudara pria), gejala-
gejala saluran pencernaan termasuk kram, diare,
ngantuk, letargi (keadaan kesadaran yang menurun
seperti tidur lelap, dapat dibangunkan sebentar,
tetapi segera tertidur kembali), urtikaria
(biduran/kaligata), kekacauan mental, demam
karena obat, ataksia (gangguan koordinasi gerakan),
sakit kepala, menstruasi tidak teratur atau amenore
(tidak haid), perdarahan setelah menopause,
agranulositosis.
Farmakodinamik : Meningkatkan ekskresi Na, Cl dan sejumlah air,
menghambat reabsorbsi elektrolit pada tubuli
distal, menurunkan tekanan darah, dengan efek
langsung terhadap asterial atau vasodilatasi (Tim
Dosen Farmakologi, 1995).
Farmakokinetik : Mulai kerjanya setelah 2-3 hari dan bertahan
sampai beberapa hari pula setelah pengobatan,
dimetabolisme di hati, merupakan diuretik yang
hanya beraksi diluar tubulus. Daya diuretisnya
agak lambat maka harus dikombinasikan dengan
diuretik lainnya (Tim Dosen Farmakologi, 1995)
Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja spironolakton adalah memblok secara kompetitif
ikatan aldosteron pada reseptor sitoplasmanya di tubulus distal akhir dan
13
dalam tubulus penampung. Dengan demikian aldosteron tidak dapat
masuk ke inti sel bersama reseptornya, dan sintesis yang dinamakan
protein yang diinduksi aldosteron tak terjadi. Protein ini berfungsi
membuka saluran natrium dalam membran sel lumen. Akibatnya absorpsi
akan berkurang dan pada saat bersamaan absorbsi kalium berkurang.
Oleh karena itu, spironolakton bekerja setelah periode laten beberapa jam
(Tim Dosen Farmakologi, 1995)
3. Na-CMC (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : Natrii carboxymethylcellulosum
Sinonim : Natrium Karboksimetilselulosa
Pemerian : Serbuk atau butiran; putih atau putih kuning gading;
tidak berbau atau hampir tidak berbau; higroskopik
Kelarutan : Mudah mendispersi dalam air, membentuk suspensi
koloidal; tidak larut dalam etanol (95 %) P, dalam
eter P dan dalam pelarut organik lain.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai Pensuspensi
4. Furosemid (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : Furosemidum
Sinonim : Furosemid, Frusemida
RM/BM : C12H11ClN2O5S/ 330,74
Pemerian : Serbuk hablur; putih atau hampir putih; tidak
berbau; hampir tidak berasa
14
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan dalam kloroform P,
larut dalam 75 bagian etanol (95%) P, dan dalam
850 bagian eter P; larut dalam larutan alkali
hidroksida
Khasiat : Diuretikum
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Farmakodinamik: Meningkatkan ekskresi Na, Cl dan sejumlah air,
menghambat reabsorbsi elektrolit pada tubuli
distal, menurunkan tekanan darah, dengan efek
langsung terhadap asterial atau vasodilatasi (Tim
Dosen Farmakologi, 1995)
Farmakokinetik: Absorbsi melalui saluran cerna baik sekali,
didistribusi kesaluran ekskresi dan dapat melalui
saluran urin dan ditimbang dalam jaringan ginjal.
Untuk dapat bekerja dari daerah lumen, senyawa ini
dari aliran darah harus masuk ke cairan tubulus.
Transpor terutama terjadi melalui sekresi aktif
tubulus proksimal. Ini menjelaskan mengapa pada
insufisiensi ginjal yang proses sekresinya
dipengaruhi, diperlukan dosis yang lebih tinggi dan
saat mulai kerja juga lebih lambat. Ekskresi senyawa
terutama melalui ginjal disamping ekskresi melalui
empedu (Tim Dosen Farmakologi, 1995).
15
Mekanisme Kerja
Furosemida adalah suatu derivat asam antranilat yang efektif
sebagai diuretik. Mekanisme kerja furosemida adalah menghambat
penyerapan kembali natrium oleh sel tubuli ginjal. Furosemida
meningkatkan pengeluaran air, natrium, klorida, kalium dan tidak
mempengaruhi tekanan darah yang normal (Tim Dosen Farmakologi,
1995).
II.3 Uraian Hewan Coba
Mencit (Mus musculus) (Malolle, 1989)
a. Klasifikasi
Mencit (Mus musculus) merupakan salah satu jenis rodensia atau
hewan pengerat dengan klasifikasi sebagai berikut (Malolle, 1989) :
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia
Family : Muridae
Genus : Mus
Spesies : Mus musculus
Mencit/mouse merupakan hewan pengerat yang cepat berkembang
biak, mudah dipelihara dalam jumLah banyak, variasi genetikanya
cukup besar serta sifat anatomis dan fisiologinya terkarakteristik
dengan baik (Malolle, 1989).
16
BAB III
METODE PERCOBAAN
III.1 Alat, Bahan dan Hewan coba
III.1.1 Alat yang digunakan
1. Alu
2. Batang pengaduk
3. Disposible 1 mL/Jarum suntik 1 mL
4. Gelas ukur (pyrex)
5. Gelas kimia (pyrex)
6. Kandang mencit
7. Kanula
8. Lumpang
9. Pipet tetes
10. Timbangan(Ohaus)
11. Timbangan(analitik)
12. Penutup kandang yang kasar (kawat)
III.1.2 Bahan yang digunakan
1. Aquadest
2. Na-CMC (Natrium karboksil metil selulosa)
3. Furosemid
4. Spironolakton
III.1.2 Hewan coba yang digunakan
- Mencit (Mus musculus)
17
III.2 Cara kerja
- Pembuatan Na-CMC
1. Dipersiapkan alat dan bahan
2. Ditimbang Na CMC 2,5 gram
3. Diukur aquadest sebanyak 25 mL
4. Dipanaskan aquadest tersebut dengan menggunakan penangas air
sampai hangat
5. Dimasukan Na CMC kedalam lumpang
6. Dimasukkan air hangat sedikit demi sedkit dalam lumpang, kemudian
diaduk sampai terbentuk mucilago
7. Mucilago yang telah jadi, dimasukkan kedalam gelas kimia
- Pembuatan sediaan Furosemid
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Diambil furosemid sebanyak ….tablet kemudan digerus hingga halus
3. Ditimbang kembali sesuai perhitungan dosis.
4. Dimasukkan 10 ml Na CMC kedalam gelas beker.
5. Didispersikan serbuk furosemid kedalam Na CMC, dan diaduk hingga
homogen.
- Pembuatan sediaan Spironolakton
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Diambil spironolakton sebanyak…..tablet kemudain digerus hingga
halus
3. Ditimbang kembali sesuai perhitungan dosis.
4. Dimasukkan 10 ml Na CMC kedalam gelas beker.
18
5. Didispersikan serbuk furosemid kedalam Na CMC, dan diaduk hingga
homogen.
III.2.1 Perlakuan hewan coba
- Uji Diuretik
1. Mencit pertama diberi aquadest secara per oral dan diukur volume
urinnya.
2. Mencit kedua diberi obat furosemid yang telah disuspensikan dengan
Na-CMC secara per oral dan diukur volume urinnya.
3. Mencit ketiga diberi obat spironolakton yang telah disuspensikan
dengan Na-CMC secara per oral dan diukur volume urinnya.
19
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Pengamatan
Tabel IV.1 Hasil Pengamatan Obat Golongan Diuretik
HewanBerat
BadanObat
Volume
Pemberia
n
Volume
Urin
30Menit
60Menit
Mencit
122,19 g Aquadest 0,73 mL
0,25
mL
0,35
mL
Mencit
223,73 g
Furosemid+mucilago
Na-CMC0,791 mL
0,15
mL
0,32
mL
Mencit
322,35 g
Spironolakton+mucil
ago Na-CMC0,745 mL - -
IV.2 Pembahasan
Diuretik merupakan obat yang digunakan untuk mempercepat
terbentuknya urin. Jika pada peningkatan ekskresi garam-garam, maka
diuretika ini dinamakan saluretika atau natriuretika (diuretika dalam arti
sempit). Diuretik sangat berguna untuk mengatasi edema yang disebabkan
penyakit jantung, sirosis hati dan penyakit ginjal tertentu. ( Mutschler,
1991).
Sedangkan proses pengeluaran urin disebut dengan diuresis. Pada
praktikum kali ini dilakukan dengan melihat volume urin dari hewan coba
mencit (Mus musculus) setelah pemberian Aqua destilata, spironolakton,
dan furosemid per oral dengan selang waktu selama 30 menit dari menit
pertama hingga menit ke 60.
20
Sebelum dilakukan percobaan mencit terlebih dahulu dipuasakan
selama 8 jam tetapi tetap di beri minum. Untuk mengamati efek diuresik
dari furosemid dan spironolakton terhadap hewan coba mencit (Mus
musculus) maka dari itu dilakukan percobaan mengenai obat-obat yang
berhubungan dengan golongan diuretik.
Pada golongan obat ini adalah untuk mengobati gangguan seperti
penyakit hipertensi. Dimana mencit yang digunakan dalam percobaan ini
sebanyak tiga mencit jantan. Digunakan mencit jantan dan bukan mencit
betina dikarenakan mencit betina terdapat masa estrus jadi digunakan
mencit jantan untuk menghindari adanya gangguan yang terjadi pada saat
pemberian obat.
Langkah awal dalam percobaan ini adalah menyiapakan suspensi
NaCMC yang dibuat dengan menimbang Na CMC 2, 5 g, kemudian diukur
aquadest sebanyak 25 mL, selanjutnya dipanaskan aquadest tersebut dengan
menggunakan penangas air sampai hangat, lalu dimasukan Na CMC
kedalam lumpang, dimasukkan air hangat sedikit demi sedikit dalam
lumpang, kemudian gerus sampai terbentuk mucilago dan setelah itu
dimasukkan mucilago Na CMC yang telah jadi kedalam gelas kimia.
Masuk kedalam percobaan untuk hewan coba yang diberikan aquadest
sebagai pembanding atau control negatif, dimana hal yang pertama
dilakukan adalah membersihkan alat yang akan digunakan dengan alkohol
70% kemudian ditimbang berat badan mencit dengan timbangan ohauss,
lalu dihitung dosis pemberian serta volume pemberiannya, selanjutnya
mencit yang telah ditimbang dengan berat badan 22,19 g diberikan 0,73 mL
21
aquadest secara oral dengan menggunakan kanula, lalu mencit diletakkan di
dalam wadah besar dan diamati respon pengeluaran urin setelah pemberian
aquadest pada menit ke 30 sampai 60.
Untuk hewan coba yang diberikan obat Spironolakton hal yang dilakukan
adalah ditimbang berat badan mencit dan dihitung dosis pemberian serta
volume pemberiannya kemudian disuspensikan Spironolakton dengan Na
CMC 10 mL, mencit dengan berat badan 22,35 g diberikan 0,745 mL
suspensi Spironolakton secara oral kanula, selanjutnya mencit diletakkan di
dalam wadah besar dan diamati respon pengeluaran urin dari mencot
tersebut setelah pemberian suspensi Spironolakton pada menit ke 30 sampai
60.
Begitu pula dengan hewan coba yang diberikan obat Furosemid, hal yang
dilakukan pertama-tama sama dengan pemberian obat Spironolakton
domana ditimbang berat badan mencit kemudian dihitung dosis pemberian
serta volume pemberiannya kemudian, lalu disuspensikan Furosemid
dengan 10 mL Na CMC selanjutnya mencit dengan berat badan 22,73 g
0,791 mL suspensi Furosemid secara oral dengan mengguanakan kanula,
setelah itu mencit diletakkan di dalam wadah besar, dan diamati respon
pengeluaran urin setelah pemberian suspensi Furosemid pada menit ke 30
sampai 60.
Hasil pengamatan dari percobaan diatas pada mencit pertama dengan
berat badan 22,19 dengan pemberian 0,73 mL aquadest pada menit ke 30
mencit tersebut mengeluarkan urin sebanyak 0,25 mL dan menit ke 60
mencit tersebut mengeluarkan urin sebanyak 0,35 mL. Untuk mencit kedua
22
dengan berat 23,73 g yang diberikan suspensi flurosemid sebanyak 0,791
mL pada menit ke 30 mengeluarkan urin sebanyak 0,15 mL dan pada menit
ke 60 mengeluarkan urin sebanyak 0,32 mL. Sedangkan pada mencit ketiga
yang diberikan suspensi Spironolakton mencit tersebut tidak mengeluarkan
urin. Urin yang dikeluarkan mencit kedua dengan pemberian suspensi
Furosemid yang dikeluarkan lebih sedikit dari pada urin yang dikeluarkan
oleh mencit pertama yang hanya diberikan aquadest.
23
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Dari hasil pembahasan sebelumnya yakni percobaan mengenai obat-obat
golongan diuretik dengan menggunakan hewan coba mencit dapat
disimpulkan bahwa obat flurosemid termasuk dalam obat golongan diuretik
karena pada menit ke 30 dan ke 60 efeknya sudah terlihat dengan volume
pengeluaran urin yaitu 0,15 mL dan 0,32 mL sedangkan untuk obat
Spironolakton tidak terlihat efek diuretik karena tidak mengeluarkan urin
sama sekali pada menit ke 30 maupun ke 60.
V.2 Saran
Disarankan untuk laboratorium farmakologi dan toksikologi kedepannya
untuk lebih dilengkapi baik dari segi alat maupun bahan agar tercapainya
praktikum yang efisien.
24