Download - Fraktur Tibia Coy
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Saat ini, penyakit muskuloskletal telah menjadi masalah yang banyak
dijumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia dan menjadi
penyebab tingginya angka morbiditas dan mortalitas baik di negara maju
maupun sedang berkembang. Di antara berbagai penyebab trauma, transfer
energi tinggi dari kecelakaan lalu lintas dan terjatuh dari ketinggian adalah
yang paling banyak ditemukan.
Sebanyak 1,26 juta orang meninggal akibat kecelakaan lalu lintas di
dunia selama tahun 2000 dan 30% kematian terjadi di Asia Tenggara.
Penyebab paling umum trauma dan fraktur adalah kecelakaan lalu lintas, yaitu
sebanyak 666 (51,66%) pasien, 30% terjadi akibat kecelakaan kerja/olahraga
dan 18% akibat kekerasan rumah tangga.
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas struktur tulang. Fraktur
dapat bersifat total ataupun parsial yang umumnya disebabkan oleh tekanan
yang berlebihan, sering diikuti oleh kerusakan jaringan lunak dengan
berbagai macam derajat, mengenai pembuluh darah, otot dan persyarafan.
Fraktur dapat berupa retakan, patah, atau serpihan dari korteks, sering
patahan terjadi sempurna dan bagian tulang bergeser.
Fraktur ekstremitas bawah adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang atau tulang rawan yang terjadi pada ekstremitas bawah, seperti pada
tulang tibia dan tulang fibula yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa.
Fraktur tibia adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan
sendi, tulang rawan efisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial.
1
Fraktur tulang panjang yang paling sering terjadi adalah fraktur tibia. Pusat
nasional kesehatan di luar negeri melaporkan bahwa fraktur ini berjumlah
±77.000 orang dan ada di 569.000 rumah sakit tiap hari / tahunnya. Fraktur
tibia umumnya dikaitkan dengan fraktur tulang fibula, karena gaya
transmisikan sepanjang membran interoseus fibula. Kulit dan jaringan
subkutan sangat tipis pada bagian anterior dan medial dari tulang tibia dan
sebagai akibat dari hal ini, sejumlah besar fraktur tulang terbuka sering
terjadi.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Fraktur
2.1.1 Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnta kontinuitas jaringan tulang
dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. Trauma
yang menyebabkan fraktur dapat berupa trauma langsung, tekanan langsung
pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan, dan trauma tidak langsung,
trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur. Akibat
trauma tergantung pada jenis trauma, kekuatan, arahnya dan umur penderita.
2.1.2 Penyebab Fraktur
Tulang bersifat relative rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan
gaya pegas untuk menahan tekanan. Fraktur dapat terjadi akibat :
1. Peristiwa Trauma
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba tiba dan
berlebihan, yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan,
pemuntiran, atau penarikan. Bila terkena kekuatan langsung, tulang dapat
patah pada tempat yang terkena, jaringan lunaknya juga pasti rusak. Bila
terkena kekuatan tak langsung tulang dapat mengalami fraktur pada tempat
yang jauh dari tempat yang terkena kekuatan itu, kerusakan jaringan lunak
ditempat fraktur mungkin tidak ada. Fraktur Kelelahan atau Tekanan
Keadaan ini paling sering ditemukan pada tibia atau fibula atau metatarsal,
terutama pada atlit, penari, dan calon tentara yang jalan berbaris dalam jarak
jauh
3
2. Fraktur Patologik
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah
(misalnya oleh tumor) atau kalu tulang itu sangat rapuh (misalnya pada
penyakit Paget)
Daya pemuntir meyebabkan fraktur spiral pada kedua tulang kaki dalam
tingkat yang berbeda, daya angulasi menimbulkan fraktur melintang atau oblik
pendek, biasanya pada tingkat yang sama. Pada cedera tak langsung, salah satu
dari fragmen tulang dapat menembus kulit, cedera langsung akan menembus
atau merobak kulit doatas fraktur. Kecelakaan sepeda motor adalah penyakit
yang paling sering.
2.1.3 Patofisiologi
Patofisiologi fraktur adalah jika tulang mengalami fraktur, maka
periosteum pembuluh di korteks, marrow dan jaringan di sekitarnya rusak.
Terjadi perdarahan dan kerusakan jaringan diujung tulang. Terbentuklah
hematoma di canal medulla. Pembuluh pembuluh kapiler dan jaringan ikat
tumbuh ke dalamnya, menyerap hematoma tersebut dan menggantikannya.
Jaringan ikat berisi sel sel tulang (osteoblast) yang bersal dari periosteum.
Sel ini menghasilkan endapan garam kalsium dalam jaringan ikat yang disebut
callus. Callus kemudian secara bertahap dibentuk menjadi profil tulang melalui
pengeluaran kelebihannya osteoclast yaitu sel yang melarutkan tulang. Pada
permulaan akan terjadi perdarahan disekitar patah tulang, yang disebabkan oleh
terputusnya pembuluh darah pada tulang dan periost, fase ini disebut fase
hematoma. Hematoma ini kemudian akan menjadi medium pertumbuhan sel
jaringa fibrosit ini kemudian juga tumbuh sel jaringan mesenkim yang besifat
osteogenic. Sel ini akan berubah menjadi sel kondroblast yang membentuk
kondroid yang merupakan bahan dasar tulang rawan. Kondroid dan osteoit ini
4
mula mula tidak mengandung kalsium hingga tidak terlihat pada foto rontgen.
Pada tahap selanjutnya terjadi penulangan atau ostifikasi. Semuanya ini
menyebabkan callus fibrosa berubah menjadi callus tulang.
2.1.4 Tanda dan Gejala
Adapun tanda gejala dari fraktur menurut Smeltzer dan Bare (2002)
antara lain:
Depormitas
Daya tarik kekuatan menyebakan fragmen tulang berpindah dari
tempatnya perubahan keseimbangan dan counter terjadi seperti :
1) Rotasi pemendekan tulang
2) Penekanan tulang
Bengkak
Edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam
jaringan yang berdekatan dengan fraktur.
Ekimosis dari perdarahan subcutaneous
Spasme otot, spasme involunter dekat fraktur
Tenderness
Nyeri mungkin disebabkan oleh spame otot berpindah tulang dari
tempatnya dan kerusakan struktur di daerah berdekatan
Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya syaraf
atau perdarahan selanjutnya
Pergerakan abnormal
Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah
Krepitasi
5
2.1.5 Klasifikasi
1. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)
a. Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar.
b. Fraktur terbuka ( open/ compound), bila terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit,
fraktur terbuka di bagi menjadi tiga derajat yaitu:
1) derajat 1
Luka kurang dari 1 cm
Kerusakan jaringan lunak sedikit tidak ada tanda luka
remuk
Fraktur sederhana, transversal, obliq atau kumulatif ringan
Kontaminasi ringan
2) derajat 2
Laserasi lebih dari 1 cm
Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, avulse,
Fraktur komuniti sedang
3) derajat 3
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur
kulit, otot dan neurovaskuler serta kontaminasi derajat
tinggi.
3. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme, fraktur
terbagi menjadi:
a) Fraktur transversal: fraktur yang arah nya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung
b) Fraktur obliq: fraktur yang arah garis patah nya membentuk sudut
terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat akibat trauma angulasi
6
c) Fraktur spiral: fraktur yang garis arahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi
d) Fraktur kompresi : fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang kearah permukaan lain.
e) Fraktur avulsi: fraktur yang diakibatkan karena terikan atau traksi otot
pada insersi nya tulang.
4. Berdasarkan jumlah garis patah
a) Fraktur kominutif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan
b) Fraktur segmental : fraktur dimana garis patah lebih dari satu taoi
tidak berhubungan
c) Fraktur multiple: fraktur dimana garis lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama
5. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang
a) Fraktur undisplaced (tidak bergeser) :garis patah lengkap tetapi
kedua fragmen tidak bergeser dan periostium masih utuh.
b) Fraktur displaced (bergeser) : terjadi pergeseran fragmen tulang yang
juga disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
Dislokasi ad longitudinem cum contractionum ( pergeseran
searah sumbu dan overlapping)
Dislokasi ad axim (pergeseran yang membuka sudut)
Dislokasi ad latus ( pergeseran dimana kedua fragmen saling
menjauh).
6. berdasarkan posisi fraktur:
1/3 proksimal
1/3 medial
7
1/3 distal
7. fraktur kelelahan : fraktur akibat tekanan yang berulang- ulang
8. fraktur patologis : fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan
jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan
lunak sekitarnya
Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan
jaringan subkutan .
Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam dan pembengkakan
Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata
dan ancaman sindroma kompartemen.
2.1.6. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan diagnostic pada pasien fraktur adalah sebagai berikut:
a) Pemeriksaan rontgent: menentukan lokasi / luas nya fraktur/ luasnya
trauma
b) Scan tulang CT scan : memperlihatkan fraktur dan untuk
mengidentifikasi jaringan lunak
c) Hitung darah lengkap: Hb menurun/ meningkat
d) Peningkatan jumlah sel darah putih adalah respon stress normal setelah
trauma
e) Kreatinin: trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal
f) Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan pada darah ,
transfuse multiple, atau cedera
8
2.1.7. komplikasi
a) Komplikasi segera ( immediate): komplikasi yang terjadi segera
setelah fraktur antara lain syok neurogenik, kerusakan organ,
kerusakan syaraf, injury atau perlukaan kulit.
b) Early Complication : dapat terjadi seperti osteomeilitis, emboli,
nekrosis, dan syndrome compartemen.
c) Late complication : sedangkan komplikasi lanjut yang dapat terjadi
anatara lain stiffnes (kaku sendi), degerasi sendi, penyembuhan tulang
terganggu (malunion).
2.2 Fraktur Tibia
2.2.1. anatomi
Pengetahuan mengenai topografi dan struktur anatomi dari tungkai bawah
merupakan hal yang sangat di butuhkan untuk rencana operasi atau
penatalaksanaan pada ekstremitas.
Tungkai bawah terdiri atas 3 kompartemen:
A. Kompartemen Anterior
Terdapat 4 otot utama dari komprtemen anterior:
Musculus Tibialis anterior
9
Musculus Extensor digitorium longus
Musculus Extensor digitorium brevis
Musculus Fibularis (peroneus tertius)
Kompartemen ini berfungsi sebagai dorsofleksor sendi pergelangan
kaki dan jari-jari kaki. Arteri tibialis anterior mendarahi struktur-struktur
dalam compartinumentum anterius. Arteri tibialis anterior dan nervus peroneal
masuk kedalam otot dan normalnya terlindungi dari cedera. Cabang arteri
terminal arteri poplitea lebih kecil, arteri ini akan berakhir di sendi
pergelangan kaki, pertengahan antara kedua maleolus dengan beralih menjadi
arteria dosrsalis pedis.
B. Kompartemen Lateral
Kompartemen lateral terdiri dari 2 otot, perineos Brevis dan perineos
longus yang berfungsi untuk plantar fleksor dan evertor dari kai. Otot tersebut
berinsersi dari bagian proksimal dan tengah dari fibula maka fibula akan
terlindungi dari trauma langung. Nervus peroneal berjalan di antara musculus
peroneal dan extensor digitorum longus.
C. Kompartemen posterior
1. Superficial posterior compartement
Terdiri dari musculus gastrocnemius ( gerak articulation genu dan juga
pada sendi pergelangan kaki), soleus ( dibagi 1/3 distal), popliteus (plantar
10
flexi) dan plantaris ( tidak ada fungsi yang signifikan). Kompartemnt ini
pentinguntuk plantar flexi.
2. Deep posterior compartment
Kelompok otot pada kompartement ini adalah musculus popliteus, flexor
hallucis longus, flexor digitorum longus, tibialis posterior. Mempunyai 2 arteri
besar, arteri peroneal dan tibialis posterior.
Os tibia merupakan os longum yang terletak di sisi medial region cruris.
Ini merupakan tulang terpanjang kedua setelah os femur. Tulang ini terbentang
ke proksimal untuk membentuk articulation genu dan k distal terlihat semakin
mengecil.
11
Tibia merupakan tulang medial tungkai bawah yang besar dan berfungsi
menyangga berat badan. Tibia bersendi di atas dengan condylus femoris dan
caput fibulae, dibawah dengan talus dan ujung distal fibula. Tibia mempunyai
ujung atas yang melebar dan ujung bawah yang lebih kecil, serta sebuah corpus.
Pada ujung atas terdapat condyli lateralis dan medialis (kadang-kadang disebut
plateau tibia lateral dan medial), yang bersendi dengan condyli lateralis dan
medialis femoralis, dan dipisahkan oleh menisci laterali dan medialis.
Permukaan atas facies articulares condylorum tibiae terdiri atas area
intercondylus.
Pada aspek lateral condylus lateralis terdapat facies articularis fibularis
circularis yang kecil, dan bersendi dengan caput fibulae pada aspek posterior
condylus medialis terdapat insertio m. semi membranosus.
12
Corpus tibiae berbentuk segitiga pada potongan melintangnya, dan
mempunyai tiga margines dan tiga facies. Margines anterior dan medial, serta
facies medialis diantaranya terletak subkutan. Margo anterior menonjol dan
membentuk tulang kering. Pada pertemuan antara margo anterior dan ujung
atas tibia terdapat tuberositas, yang merupakan tempat lekat ligamentum
pattelae. Margo anterior di bawah membulat, dan melanjutkan diri sebagai
malleolus medialis. Margo lateral atau margo interosseus memberikan tempat
perlekatan untuk membrane interossea. Facies posterior dan corpus tibia
menunjukan linea oblique, yang disebut linea musculi solei, untuk tempatnya
musculus soleus.
Ujung bawah tibia sedikit melebar dan pada aspek inferiornya terdapat
permukaan sendi berbentuk pelana untuk os.talus, ujung memanjang bawah
memanjang ke bawah dan medial untuk membentuk malleolus medialis. Facies
lateralis dari malleolus medialis bersendi dengan talus. Pada facies lateral ujung
bawah tibia terdapat lekukan yang lebar dan kasar untuk bersendi dengan
fibula. Musculi dan liganmenta penting yang melekat pada tibia.
2.2.2 insiden
Tender untuk terjadinya fraktur tibia terdapat pada pasien-pasien usia
lanjut yang terjatuh, dan pada populasi ini sering ditemukan fraktur tipe III,
fraktur terbuka dengan fracture kominutif . pada pasien-pasien usia muda,
mekanisme trauma yang paling sering adalah kecelakaan kendaraan bermotor.
Fraktur lebih sering terjadi pada orang laki-laki daripada perempuan dengan
umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan
atau kecelakaan,sedangkan pada usia lanjut prevalensi cenderung lebih banyak
terjadi pada wanita berhubungan dengan adanya osteoporosis yang terkait
dengan perubahan hormone.
13
Di Amerika Serikat, insiden tahunan fraktur terbuka tulang panjang
diperkirakan 11 per 100.000 orang dengan 40% terjadi di ekstremitas bawah.
Fraktur ekstremitas bawah yang paling umum terjadi pada diafisis tibia.
2.2.3 Etiologi
Fraktur traumatic dapat terjadi karena trauma yang tiba-tiba.
Fraktur stress terjadi karena adanya trauma yang terus menerus pada
suatu tempat yang tertentu.
Fraktur patologis pula terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya
akibat kelainan patologis di dalam tulang. Patologis dapat terjadi
secara spontan atau akibat trauma ringan.
2.2.4. Patofisiologi
Jika satu tulang patah, jaringan lunak sekitarnya juga rusak,
periosteum terpisah dari tulang, dan terjadi perdarahan yang cukup berat,
bekuan darah terbentuk pada daerah tersebut. Bekuan akan membentuk
jaringan granulasi disadalamnya dengan sel-sel pembentuk tulang primitive
(osteogenik) berdiferensiasi menjadi chondroblast dan osteoblast.
Chondroblast akan mensekresi fosfat, yang merangsang deposisi kalsium.
Terbentuk lapisan tebal ( callus) disekitar lokasi fraktur. Lapisan ini terus
menebal dan meluas, bertemu dengan lapisan callus dari fragmen satunya,
dan menyatu. Penyatuan dari kedua fragmen ( penyembuhan fraktur) terus
berlanjut dengan terbentuknya trabekula dan osteoblast yang melekat pada
tulang dan meluas menyebrang lokasi fraktur.
Penyatuan tulang profisonal ini akan menjalan transformasi
metaplastik untuk menjadi lebih kuat dan lebih terorganisasi. Callus tulang
akan mengalami remodeling untuk mengambil bentuk tulang yang utuh
seperti bentuk osteoblast tulang baru dan osteoblast akan menyingkirkan
bagian yang rusak dan tulang sementara.
14
2.2.5. mekanisme cedera
Ada 5 penyebab tersering ang menyebabkan fraktur pada bagian batang
dari tibia, yaitu jatuh, cedera olahraga, trauma langsung, kecelkaan lalu lintas
dan tembekan senjata.
Cedera yang sering terjadi akibat dari cedera torsional atau terpuntir,
biasanya pada pemain skiyaitu dengan trauma berenergi rendah dimana
bertumpu pada kaki dan badannya terputar dan terfiksi pada tumpuan tersebut,
biasanya dari pemeriksaan radiologinya menunjukan hasil fraktur
spiral,derajatnya tergantung dari energi dari trauma tersebut. Pada anak-anak
juga sering terdapat cedera pemuntiran dapat menyebabkan fraktur spiral pada
tibia tanpa fraktur fibula
Fraktur dengan tibia isolated atau fibula yang intak sering pada
pemain sepak bola, mekanisme traumanya adalah dengan cedera dengan
kecepatan rendah akibat dari rotasi paka dari tibia yang akan menyebabkan
OTA tipe A1 di 1/3 distal tulang tibia atau trauma langsung di ‘tackle’ saat
bermain. Pada usia berapa saja cedera langsung, misalnya akibat tendangan,
dapat menyebabkan fraktur melintang (transversal) atau fraktur yang sedikit
oblik pada tibia saja, di tempat yang terkena.
Cedera berat pada tulang dan jaringan lunak biasanya akibat dari
cedera langsung yang terfokus pada satu area dengan energi yang besar, seperti
pada tergilas oleh mesin industri dan pukulan dengan menggunakan kayu atau
tongkat baseball.
Fraktur fibula yang berhubungan dengan fraktur tibia dapat
memperlihatkan derajat trauma pada pada jaringan lunak dan energi yang
menyebabkan fraktur pada bagian itu.
2.2.6. Klasifikasi Fraktur Tibia
15
Fraktur tibia dapat terjadi pada bagian proksimal (kondiler), diafisis
atau persendian pergelangan kaki.
Variabel penting pada fraktur dalam mengklasifikasikan fraktur tibia adalah
Lokasi anatomi
Pola fraktur atau pola garis fraktur
Bersamaan dengan cedera fibula
Posisi dan jumlah fragmen
Kerusakan jaringan lunak yang luas
1. Fraktur Kondiler Tibia
Mekanisme trauma
Fraktur kondiler tibia lebih sering mengenai kondiler lateralis
daripada medialis serta fraktur kedua kondiler. Banyak fraktur kondiler
tibia terjadi akibat kecelakaan antara mobil dan pejalan kaki di mana
bemper mobil menabrak kaki bagial lateral dengan gaya kearah medial
(valgus). Ini menghasilkan fraktur depresi atau fraktur split dari kondiler
lateralis tibia apabila kondiler femur didorong kearah tersebut. Kondiler
medial memiliki kekuatan yang lebih besar, jadi fraktur pada daerah ini
biasanya terjadi akibat gaya dengan tenaga yang lebih besar (varus).
Jatuh dari ketinggian akan menimbulkan kompresi aksial
sehingga bisa menyebabkan fraktur pada proksimal tibia. Pada golongan
lanjut usia, pasien dengan osteoporosis lebih mudah terkena fraktur
kondiler tibia berbanding robekan ligamen atau meniscus setelah cedera
keseleo di lutut. Eminentia intrakondiler dapat fraktur bersama robekan
ligamen krusiatum sebagai akibat hiperekstensi atau gaya memutar.
Klasifikasi
Klasifikasi yang sering dan meluas dipakai sekarang adalah klasifikasi
Schatzker.
16
I : Fraktur split kondiler lateral
II : Fraktur split/depresi lateral
III: Depresi kondiler lateral
IV: Fraktur split kondiler medial
V : Fraktur bikondiler
VI: Fraktur kominutif
Tipe IV-VI biasanya terjadi akibat trauma dengan tekanan yang kuat.
Fraktur tidak bergeser apabila depresi kurang dari 4 mm, sedangkan yang
bergeser apabila depresi melebihi 4 mm.
Gambar 5. Klasifikasi Fraktur Kondiler Tibia menurut Schatzker
17
Gambar 6. Klasifikasi Fraktur Kondiler
Gambaran Klinis
Pada anamnesis terdapat riwayat trauma pada lutut, pembengkakan dan
nyeri serta hemartrosis.Terdapat gangguan dalam pergerakan sendi lutut.
Biasanya pasien tidak dapat menahan beban. Sewaktu pemeriksaan, mereka
merasakan nyeri pada proksimal tibia dan gerakan flesi dan ekstensi yang
terbatas.Dokter perlu menentukan adanya penyebab cedera itu akibat tenaga
yang kuat atau lemah karena cedera neovaskular, ligamen sindroma
kompartmen lebih sering terjadi pada cedera akibat tenaga kuat. Pulsasi distal
dan fungsi saraf peroneal perlu diperiksa. Kulit perlu diperiksa secara seksama
untuk mencari tanda-tanda abrasi atau laserasi yang dapat menjadi tanda fraktur
terbuka.
Penilaian stabilitas lutut adalah penting dalam mengevaluasi kondiler
tibia. Aspirasi dari hemartrosis pada lutut dan anestasi lokal mungkin
diperlukan untuk pemeriksaan yang akurat. Jika dibandingkan dengan bagian
yang tidak cedera, pelebaran sudut sendi pada lutut yang stabil mestilah tidak
lebih dari 10o dengan stress varus atau valgus pada mana-mana titik dalam aksis
gerakan dari ekstensi penuh hingga fleksi 90o. Integritas ligamen crusiatum
anterior perlu dinilai melalui tes Lachman.
Fraktur kondiler sering disertai cedera jaringan lunak disekeliling
lutut.Robekan ligamen kollateral medial dan meniscus medial sering menyertai
fraktur kondiler lateral. Fraktur kondiler medial disertai robekan ligamen
kollateral lateral dan meniscus medial. Ligamen crusiatum anterior dapat cedera
pada fraktur salah satu kondiler.Fraktur kondiler tibia, terutama Klasifikasi
fraktur
Klasifikasi dari fraktur diafisis tibia bermanfaat untuk kepentingan para dokter
yang menggunakannya untuk memperkirakan kemungkinan penyembuhan dari
fraktur dalam menjalankan penatalaksanaannya.
18
Klasifikasi OTA
Orthopaedic Trauma Association (OTA) membagi fraktur diafisis tibia
berdasarkan pemeriksaan radiografi, terbagi 3 grup, yaitu: simple, wedge dan
kompleks. Masing–masing grup terbagi lagi menjadi 3 yaitu:
A. Tipe simple
B. Tipe wedge
C. Tipe kompleks
yang ekstensi frakturnya sampai ke diafisis, dapat meyebabkan kepada
sindroma kompartmen akut akibat perdarahan dan edema.
2. Fraktur Diafisis Tibia
Mekanisme trauma
Seperti fraktur pada umumnya, fraktur pada diafisis bisa di
klasifikasikan dengan berbagai cara, secara tradisional pada dokter bedah
biasanya membagi berdasarkan jenis fraktur, terbuka atau fraktur tertutup
dan berdasarkan lokasi, bagian atas, tengah atau 1/3 bawah dari tulang.
Dokter bedah lain berpendapat bahwa prognosis dari fraktur tersebut tergantung
dari keterlibatan fibula, atau dari pergeseran yang terlihat dari foto radiologi
anteroposterior dan lateral. akhir – akhir ini banyak yang mengklasifikasikan
fraktur berdasarkan derajat kerusakan jaringan lunak dan morfologi dari fraktur.
Fraktur diafisis tibia terjadi karena adanya trauma angulasi yang akan
menimbulkan fraktur tipe transversal atau oblik pendek, sedangkan trauma
rotasi akan menimbulkan fraktur tipe spiral. Fraktur tibia biasanya terjadi pada
batas antara 1/3 bagian tengah dan 1/3 bagian distal. Tungkai bawah bagian
depan sangat sedikit ditutupi otot sehingga fraktur pada daerah tibia sering
bersifat terbuka. Penyebab utama terjadinya fraktur adalah kecelakaan lalu
lintas.
19
Gambar 7. Fraktur diafisis tibia
OTA Tipe A OTA Tipe B
20
OTA Tipe C
21
Gambar 8. Klasifikasi Fraktur Diafisis menurut OTA
Group A1 Spiral fractures
A1.1 Intact fibula
A1.2 Tibia and fibula fractures at diff. level
A1.3 Tibia and fibula fractures at same level
Group A2 Oblique >30 degrees
A2.1 Intact fibula
22
A2.2 Tibia and fibula fractures at diff. level
A2.3 Tibia and fibula fractures at same level
Group A3 Transverse <30 degrees
A3.1 Intact fibula
A3.2 Tibia and fibula fractures at diff. level
A3.3 Tibia and fibula fractures at same level
Group B1 Intact spiral wedges fractures
B1.1 Intact fibula
B1.2 Tibia and fibula fractures at diff. level
B1.3 Tibia and fibula fractures at same level
Group B2 Wedges bending fractures
B2.1 Intact fibula
B2.2 Tibia and fibula fractures at diff. level
B2.3 Tibia and fibula fractures at same level
Group B3 Comminuted wedges fracture
B3.1 Intact fibula
B3.2 Tibia and fibula fractures at diff. level
23
B3.3 Tibia and fibula fractures at same level
Group C1 Spiral wedges fractures
C1.1 Two intermediate fragments
C1.2 Three intermediate fragments
C1.3 More than three intermediate fragments
Group C2 Segmental fracture
C2.1 One segmental
C2.2 Segmental fragment and additional wedges
fragment
C2.3 Two segmental fragment
Group C3 Comminuted fracture
C3.1 Two or three intermediate fragments
C3.2 Limited comminution
C3.3 Extensive comminution
Gambaran klinis
Ditemukan gejala fraktur berupa pembengkakan, nyeri dan sering
ditemukan deformitas misalnya penonjolan tulang keluar kulit. Sindroma
kompartemen bisa muncul di awal cedera maupun kemudian. Sehingga perlu
pemeriksaan serial dan perhatian pada ekstremitas yang mengalami cidera.
24
Sindroma kompartemen terdiri dari: pain, pallor, paralysis, paresthesia,
pulselessness.
Pemeriksaan radiologis
Foto rontgen harus mencakup bagian distal dari femur dan
ankle.Dengan pemeriksaan radiologis, dapat ditentukan lokalisasi fraktur, jenis
fraktur, sama ada transversal, spiral oblik atau rotasi/angulasi. Dapat ditentukan
apakah fraktur pada tibia dan fibula atau tibia saja atau fibula saja.Juga dapat
ditentukan apakah fraktur bersifat segmental.Foto yang digunakan adalah foto
polos AP dan lateral.CT tidak diperlukan.
Pengobatan
Tindakan pengobatan selalu harus mempertimbangkan pengobatan
konservatif dengan pemakaian gips sirkuler di atas lutut dengan sedikit fleksi.
Operasi dilakukan apabila ada indikasi seperti fraktur terbuka, malunion atau
nonunion yang sangat jarang ditemukan.
1. Konservatif
Pengobatan standar dengan cara konservatif berupa reduksi fraktur dengan
manipulasi tertutup dengan pembiusan umum. Pemasangan gips sirkuler untuk
immobilisasi, dipasang sampai diatas lutut.
Prinsip reposisi adalah fraktur tertutup, ada kontak 70% atau lebih, tidak ada
angulasi dan tidak ada rotasi. Apabila ada angulasi, dapat dilakukan koreksi
setelah 3 minggu (union secara fibrosa). Pada fraktur oblik atau spiral, imobilisasi
dengan gips biasanya sulit dipertahankan, sehingga mungkin diperlukan tindakan
operasi.
Cast bracing adalah teknik pemasangan gips sirkuler dengan tumpuan pada
tendo patella (gips Sarmiento) yang biasanya dipergunakan setelah
pembengkakan mereda atau terjadi union secara fibrosa.
25
2. Operatif
Terapi operatif dilakukan pada fraktur terbuka, kegagalan dalam terapi
konservatif, fraktur tidak stabil dan adanya nonunion. Metode pengobatan operatif
adalah sama ada pemasangan plate dan screw, atau nail intrameduler, atau
pemasangan screw semata-mata atau pemasangan fiksasi eksterna.
Indikasi pemasangan fiksasi eksterna pada fraktur tibia:
Fraktur tibia terbuka grade II dan III terutama apabila terdapat kerusakan
jaringan yang hebat atau hilangnya fragmen tulang
Pseudoartrosis yang mengalami infeksi (infected pseudoarthrosis)
Komplikasi
Di antara komplikasi yang dapat terjadi pada fraktur diafisis tibia adalah
infeksi, delayed union atau nonunion, malunion, kerusakan pembuluh darah
(sindroma kompartmen anterior), trauma saraf terutama pada nervus peroneal
komunis dan gangguan pergerakan sendi pergelangan kaki. Gangguan pergerakan
sendi ini biasanya disebabkan adanya adhesi pada otot-otot tungkai bawah.
3. Fraktur Distal Tibia
Pergelangan kaki merupakan sendi yang kompleks dan penopang badan
dimana talus duduk dan dilindungi oleh maleolus lateralis dan medialis yang diikat
dengan ligamen.Dahulu, fraktur disekitar pergelangan kaki disebut fraktur Pott.
Mekanisme trauma
Fraktur maleolus dengan atau tanpa subluksasi dari talus, dapat terjadi dalam
beberapa macam trauma.
1. Trauma abduksi
Trauma abduksi akan menimbulkan fraktur pada maleolus lateralis yang bersifat
oblik, fraktur pada maleolus medialis bersifat avulsi atau robekan pada ligamen
bagian medial.
26
2. Trauma adduksi
Trauma adduksi akan menimbulkan fraktur maleolus medialis yang bersifat oblik
atau avulsi maleolus lateralis atau keduanya. Trauma adduksi juga bisa hanya
menyebabkan strain atau robekan pada ligamen lateral, tergantung dari beratnya
trauma.
3. Trauma rotasi eksterna
Trauma rotasi eksterna biasanya disertai dengan trauma abduksi dan terjadi
fraktur pada fibula di atas sindesmosis yang disertai dengan robekan ligamen
medial atau fraktur avulsi pada maleolus medialis. Apabila trauma lebih hebat
dapat disertai dengan dislokasi talus.
4. Trauma kompresi vertikal
Pada kompresi vertikal dapat terjadi fraktur tibia distal bagian depan disertai
dengan dislokasi talus ke depan atau terjadi fraktur kominutif disertai dengan
robekan diastesis.
Klasifikasi
Lauge-Hansen(1950) mengklasifikasikan menurut patogenesis terjadinya
pergeseran dari fraktur, yang merupakan pedoman penting untuk tindakan
pengobatan atau manipulasi yang dilakukan. Klasifikasi lain yang lebih sederhana,
menurut Danis & Weber (1991), dimana fibula merupakan tulang yang penting dalam
stabilitas dari kedudukan sendi berdasarkan atas lokalisasi fraktur terhadap
sindesmosis tibiofibular.
27
Gambar 9. Mekanisme trauma pada fraktur maleolus
Klasifikasi terdiri atas :
• Tipe A; fraktur maleolus di bawah sindesmosis
• Tipe B; fraktur maleolus lateralis yang bersifat oblik disertai avulsi maleolus
medialis dimana sering disertai dengan robekan dari ligamen tibiofibular bagian
depan
• Tipe C; fraktur fibula di atas sindesmosis dan atau disertai avulsi dari tibia disertai
fraktur atau robekan pada maleolus medialis. Pada tipe C terjadi robekan pada
sindesmosis. Jenis tipe C ini juga dikenal sebagai fraktur Duouytren.
Klasifikasi ini penting artinya dalam tindakan pengobatan oleh karena selain
fraktur juga perlu dilakukan tindakan pada ligamen.
28
Gambar 10. Klasifikasi menurut Danis-Weber
Gambar 11. Klasifikasi Fraktur Distal Tibia
Gambaran klinis
Ditemukan adanya pembengkakan pada pergelangan kaki, kebiruaan atau
deformitas. Yang penting diperhatikan adalah lokalisasi dari nyeri tekan apakah pada
daerah tulang atau pada ligamen.
2.2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Awal
Sebelum dilakukan pengobatan definitif pada satu fraktur, maka diperlukan :
29
- Pertolongan pertama
Pada penderita dengan fraktur yang penting dilakukan adalah membersihkan
jalan nafas, menutup luka dengan verban yang bersih dan imobilisasi fraktur
pada anggota gerak yang terkena agar penderita merasa nyaman dan
mengurangi nyeri sebelum diangkut dengan ambulans.
- Penilaian klinis
Sebelum menilai fraktur itu sendiri, perlu dilakukan penilaian klinis, apakah
luka itu tembus tulang, adakah trauma pembuluh darah/saraf ataukah ada
trauma alat-alat dalam yang lain.
- Resusitasi
Kebanyakan penderita dengan fraktur multipel tiba di rumah sakit dengan syok,
sehingga diperlukan resusitasi sebelum diberikan terapi pada frakturnya sendiri
berupa pemberian transfusi darah dan cairan lainnya serta obat-obat anti nyeri.
Sebelum mengambil keputusan untuk melakukan pengobatan definitive, prinsip
pengobatan ada empat (4R), yaitu :
1. Recognition (Diagnosis dan Penilaian Fraktur)
Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan
anamnesis, pemeriksaan klinik dan radiologis. Pada awal pengobatan perlu
diperhatikan :
- Lokalisasi fraktur
- Bentuk fraktur
- Menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan
- Komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan
2. Reduction (Reduksi fraktur apabila perlu)
Restorasi fragmen fraktur dilakukan untuk mendapatkan posisi yang dapat
diterima. Pada fraktur intra-artikuler diperlukan reduksi anatomis dan sedapat
30
mungkin mengembalikan fungsi normal dan mencegah komplikasi seperti
kekakuan, deformitas serta perubahan osteoarthritis di kemudian hari.
Posisi yang baik adalah :
- Alignment yang sempurna
- Aposisi yang sempurna
3. Retention
Imobilisasi fraktur
4. Rehabilitation
Mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin.
Penatalaksanaan pada fraktur tibia tergantung pada:
- Lokasi fraktur
- Displacement (pergeseran)
- Alignment
- Assosiated injury
- Kondisi jaringan lunak sekitarnya
1. Terapi tertutup
Dilakukan pada trauma dengan energi rendah, displace yang minimal, fraktur
tibia yang isolated dapat digunakan ‘long leg cast’ dan progressive weight bearing.
Cast ini dipasang dengan posisi lutut flexi 00 - 50dan mobilisasi weight bearing
secepatnya. Pasien dengan isolated injury biasanya dirawat inap 2-5 hari untuk untuk
manajemen nyerinya lalu dilanjutkan dengan berjalan menggunakan tongkat sampai
akhirnya full weight bearing pada 2-4 minggu.
31
Terapi dengan bearing cast ini dikontraindikasikan pada fraktur dengan
deformitas berupa shortening dan adanya angulasi, dan angulasinya bertambah
setelah di cast.
2. Reduksi tertutup
Untuk terapi fraktur tibia dengan sedikit atau tanpa pergeseran dapat
dilakukan reduksi tertutup dibawah analgetik atau anastesi. Posisi pasien di meja
operasi dengan kaki tergantung dengan lutut fleksi untuk merelaksasikan otot
gastrocnemius dan soleus dan dapat di traksi dengan gravitasi. Setelah itu kaki
dibersihkan untuk mencegah selulitis lalu dipasang cast.
Setelah cast terpasang, dilakukan xray, bila pergseran fraktur minimal, tidak
ada penyulit pasien diperbolehkan pulang. Pasien dilatih untuk program quadriceps
isometric dan pasien diberitahu cara untuk non weight bearing program dan
dianjurkan untuk check-up 2-4 hari kemudian.
Pada low energy fraktur lebih baik dilanjutkan dengan weight bearing yang
lebih awal, pasien diinstruksikan dengan quadriceps isometrics dan kaki diluruskan
ke atas selama minggu awal.
32
3. Fiksasi external
Fiksasi external digunakan untuk fraktur terbuka tetapi ada juga yang
mengajurkan untuk fraktur tertutup.Fiksasi internal ini menggunakan titanium atau
stainlees stail. Peran dari external fiksasi ini telah berkembang bukan hanya
digunakan untuk terapi subakut pada fraktur dengan bone loss tetapi hasil yang baik
juga terhadap nonunion fracture, infected nonunion.
External fiksasi di indikasikan pada fraktur tertutup yang tertutup dan fraktur
tertutup dengan komplikasi oleh kompartemen sindrom dan kegagalan sensasi. Telah
dilaporkan dari 250 orang pasien dengan fraktur terbuka dan tertutup dapat ditangani
dengan menggunakan fiksasi eksterna dilanjutkan dengan 3-6 minggu weight bearing
dengan long leg cast.
Rehabilitasi:
Untuk fraktur yang stabil 6 minggu pertama, partial weight bearing
menggunakan tongkat, 10 – 15 kg.tetap lakukan exercise dari sendi- sendinya.
Selama 6 minggu -3 bulan apabila stabil dan membaik secara kinis dan radiologi
maka weight bearingnya dapat ditambahkan sesuai toleransinya.
33
4. Fiksasi internal
a. Plat dan screw
Diindikasikan untuk fraktur dengan displace dari intraartikular fraktur dan
fraktur dari metafisis juction dari pergelangan kaki dan tungkai bawah. Malunion
dan nonunion juga merupakan indikasi lain.
Telah dilaporkan 97% fraktur tibia yang tertutup dengan plat mengalami
perbaikan, untuk komplikasi infeksinya kurang dari 1%.
b. Intramedulary nailing
Metode terapi alternatif lain pada fraktur shaft tibia tertutup adalah
dengan intramedullary nailing dan bagian teratas tibia.
34
Rehabilitasi:
Menggunakan long leg cast 0 – 6 minggu sampai fraktur union secara klinis.
Partial weight bearing 12 – 25kg pada awal dengan menggunakan tongkat. Range of
motion exercise. Pada minggu ke 6 – minggu ke 12 pada fraktur yang stabil latihan
dari otot gastrocnemius setelah itu dilanjutkan dengan full weight bearing.
2.2.8 Prognosis
Prognosis dari fraktur tibia untuk kehidupan adalah bonam. Pada sisi fungsi
dari kaki yang cedera, kebanyakan pasien kembali ke perfoma semula,namun hal
ini sangat tergantung dari gambaran frakturnya, macam terapi yang dipilih, dan
bagaimana respon tubuh terhadap pengobatan.
35
BAB III
KESIMPULAN
Fraktur tulang panjang yang paling sering terjadi adalah fraktur pada
tibia.Pada fraktur tibia, dapat terjadi fraktur pada bagian kondiler, diafisis dan
pergelangan kaki. Fraktur pada tibia termasuk luka kompleks, sehingga tentunya
penanganannya juga tidak sederhana.Sebagai dokter umum, anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang lengkap diperlukan jika terjadi fraktur. Selain itu,
pemeriksaan radiologis juga penting. Penatalaksanaan dari fraktur tergantung dari
kondisi frakturnya, bisa dengan operatif maupun non operatif.
36
DAFTAR PUSAKA
1. Apley, A Graham. Buku Ajar Orthopedi dan Fraktur, Edisi 7. 1995. Jakarta: Widya
Medika
2. Kahlon I. A., Hanif A. & Awais S. M., 2004, Analysis of emergency care of
trauma patients with references to the type of injuries, treatment and cost,
Departement of Orthopedics, General Hospital, Lahore, ANNALS Volume 16,
No.1, Jan-Mar, 2010
3. Moore, Keith L. Anatomi Klinis Dasar. 2002. Jakarta: Hipokrates
4. Prof. Chaerudin Rasjad MD, PhD. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Edisi Kedua.
Jakarta.
5. Rockwood,Green. Fractures in Adults. Vol2. Edisi keempat. United States.
Lippincott Raven,
6. Sjamsuhidajat R, Jong W. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi II. Jakarta: EGC
7. Roshan A., Ram S., 2008. The neglected femoral neck fracture in young and
adult : Review of a challenging problem (review), Clinical Medicine & Research
Volume 6, Number 1:33-39, Available from: clinmedres.org [Accessed: 2012, 26
Sept 2012]
8. Skinner, Harry B. 2006. Current Diagnosis & Treatment In Orthopedics. USA:
The McGraw-Hill Companies
37
38