Download - Fix Mayang
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan bayi
yang timbul sejak kehidupan hasiI konsepsi. Kelainan kongenital dapat
merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir mati atau kematian
segera setelah lahir. Defek tuba neural menyebabkan kebanyakan
kongenital anomali Sistem Saraf Pusat (SSP) akibat dari kegagalan tuba
neuralis menutup secara spontan antara minggu ke-3 dan ke-4 dalam
perkembangan di uterus. Meskipun penyebab yang tepat masih belum
diketahui, ada beberapa bukti yang menyatakan bahwa penyebab defek
pada tuba neural ini antara lain seperti radiasi, obat-obatan, malnutrisi,
bahan kimia, dan ada kelainan genetik yang dapat mempengaruhi
perkembangan normal SSP. Defek tuba neuralis meliputi spina bifida
okulta, meningokel, mielomeningokel, ensefalokel,anensefali, sinus
dermal, diastematomiela, dan lipoma yang melibatkan konus medullaris.1
Kegagalan penutupan tuba neuralis terjadi sekitar minggu ketiga
setelah konsepsi. Pada kondisi ini memungkinkan eksresi substansi janin
(misal; a-fetoprotein, asetilkolinesterase) kedalam cairan amnion, yang
berperan sebagai penanda biokimia defek tuba neuralis, sehinggaskrining
prenatal serum ibu untuk a -fetoprotein, telah terbukti merupakan metode
yang efektif untuk mengetahui kehamilan yang berisiko atau tidak untuk
janin yang mengalami defek tubaneuralis.1
Defek tuba neural mengakibatkan ketidakmampuan dalam jangka panjang
sekitar 70.000 dan 100.000 orang di Amerika Serikat. Rata-rata insiden defek tuba
neural dari 1-7 per kelahiran1000 penduduk, yang tergantung dari faktor suku,
geographis dan nutrisi. Pada tahun 1950-an, angka rata-rata kehidupan pasien dengan
mielomeningokel berkisar 10%. Saat ini, jumlah pasien mielomeningokel yang
bertahan hidup jumlahnya lebih besar dikarenakan perbaikan manajemen terhadap
komplikasi yang berat. Bagaimanapun penatalaksanaan secara khusus dibutuhkan
untuk mencegah, merawat dan memonitor komplikasi yang mungkin dapat
mempengaruhi kualitas kehidupan.2
1.2. Tujuan
Dapat menambah pengetahuan mengenai gambaran MRI pada kelainan
bawaan kongenital khususnya mielomeningokel sehingga dapat membuat diagnosis
berdasarkan manisfestasi klinis dan dapat melaksanakan penatalaksanaan
mielomeningokel yang tepat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian
Spina bifida merupakan suatu kelainan kongenital berupa defek
pada arkus posterior tulang belakang akibat kegagalan penutupan elemen
saraf dari kanalis spinalis pada perkembangan awal dari embrio. (10,11,14)
Kadang-kadang alur saraf tersebut tidak menutup, ini oleh karena
kesalahan induksi oleh chorda spinalis yang terletak dibawahnya atau
karena pengaruh faktor-faktor teratogenik lingkungan sel-sel neuroepitel.
Jaringan saraf dalam hal ini tetap terbuka ke dunia luar. Gangguan proses
ini menyebabkan defek pipa neural yang kemudian digolongkan sebagai
disrafisme. Disrafisme terbagi dua yakni kranial dan spinal. (2,11)
Disrafisme spinal / mielodisplasia adalah anomali kongenital dari
spinal yang diakibatkan oleh kegagalan fusi dari struktur-struktur pada
garis tengah. Bila lesinya hanya terbatas pada tulang (arkus) posterior baik
satu atau beberapa level, kelainan ini disebut sebagai spina bifida.(1.2,12,13)
Jika elemen saraf ikut terlibat maka akan menimbulkan paralisis
dan hilangnya sensasi dan gangguan pada sfingter. Derajat dan lokalisasi
defek yang terjadi bervariasi. Pada keadaan yang ringan mungkin hanya
ditemukan kegagalan fusi satu atau lebih dari satu arkus posterior vertebra
pada daerah lumbosakral. Terkadang kelainan ini tidak menimbulkan
gejala klinis yang signifikan. (1.2,10,12,13)
2.2. Epidemiologi
Spina bifida kira-kira muncul pada 1-2 dari 1000 kelahiran hidup,
tetapi bila satu anak telah menderita maka resiko untuk anak yang lain
menderita spina bifida meningkat 2-3%. Seorang ibu yang memiliki bayi
menderita spina bifida , maka resiko hal ini terulang lagi pada kehamilan
berikutnya akan meningkat. (12,14)
Spina bifida ditemukan terutama pada ras Hispanik dan beberapa kulit
putih di Eropa, dan dalam jumlah yang kecil pada ras Asia dan Afrika-Amerika.
Spina bifida tipe okulta terjadi pada 10 – 15 % dari populasi. Sedangkan spina
bifida tipe cystica terjadi pada 0,1 % kehamilan. Terjadi lebih banyak pada wanita
daripada pria (3 : 2) dan insidennya meningkat pada orang China. (12,16)
Kelainan ini seringkali muncul pada daerah lumbal atau lumbo-sacral
junction. Tetapi juga dapat terjadi pada regio servikal dan torakal meskipun dalam
skala yang kecil. (7, 11)
Beberapa masalah yang paling sering muncul pada kasus spina bifida adalah:(5,11)
Arnold-Chiari Malformasi, 90% kasus muncul bersamaan dengan spina
bifida dimana sebagian massa otak menonjol ke dalam rongga spinal.
Hydrosefalus, 70-90% biasanya juga muncul bersamaan dengan spina
bifida. Pada keadaan ini terjadi peningkatan berlebihan dari liquor
cerebrospinal.
Gangguan pencernaan dan gangguan kemih, dimana terjadi gangguan pada
saraf yang mempersarafi organ tersebut. Anak-anak sering mengalami
infeksi kronik atau infeksi berulang saluran kemih yang disertai kerusakan
pada ginjal.
Gangguan pada ekstremitas terjadi ± 30% kasus. Gangguan dapat berupa
dislokasi sendi panggul, club foot. Gangguan ini dapat terjadi primer atau
sekunder karena ketidakseimbangan otot atau paralisis.
2.3. Embriologi dan Patologi
2.3.1. Embriologi
Proses pembentukan embrio pada manusia melalui 23 tahap
perkembangan setelah pembuahan setiap tahap rata-rata memakan waktu selama 2
-3 hari. Ada dua proses pembentukan sistem saraf pusat. Pertama, neuralisasi
primer, yakni pembentukan struktur saraf menjadi pipa, hal yang serupa juga
terjadi pada otak dan korda spinalis. Kedua, neuralisasi sekunder, yakni
pembentukan lower dari korda spinalis, yang membentuk bagian lumbal dan
sakral. Neural plate dibentuk pada tahap ke 8 (hari ke17-19), neural fold
terbentuk pada tahap ke 9 (hari ke 19-21) dan fusi dari neural fold terbentuk pada
tahap ke 10 (hari ke 22-23). Beberapa tahap yang sering mengalami gangguan
yakni selama tahap 8 – 10 (yakni, ketika neural plate membentuk fold pertamanya
dan berfusi untuk membentuk neural tube) hal ini dapat menyebabkan terjadinya
craniorachischisis, yang merupakan salah satu bentuk yang jarang dari neural
tube defect (NTD). (4)
Pada tahap ke 11 (hari ke 23-26), saat ini terjadi penutupan dari bagian
rostral neuropore. Kegagalan pada tahap ini mengakibatkan terjadinya
anencephaly. Mielomeningocele terjadi akibat gangguan pada tahap 12 (hari ke
26-30), saat ini terjadi penutupan bagian caudal dari neuropore. (4)
Penelitian pada embrio tikus telah memperoleh beberapa teori unifying
yang dapat menjelaskan anomali yang terjadi pada neural tube defek. Defek yang
terjadi bersamaan seperti hidrosefalus dan malformasi otak bagian belakang
seperti malformasi Chiari II adalah salah satu contohnya. McLone dan Naidich,
pada tahun 1992, mengajukan proposal tentang teori unifying dari defek pada
neural tube yang menjelaskan anomali pada otak bagian belakang dan anomali
pada korda spinalis. Berdasarkan penyelidikan tersebut, diketahui bahwa
kegagalan lipatan neural untuk menutup sempurna, menyebabkan defek pada
bagian dorsal atau myeloschisis. Hal ini menyebabkan CSF bocor mulai dari
ventrikel sampai ke kanalis sentralis dan bahkan mencapai cairan amnion dan
mengakibatkan kolaps dari sistem ventrikel. (4)
Kegagalan dari sistem ventrikel untuk meningkatkan ukuran dan
volumenya menyebabkan herniasi ke bawah dan ke atas dari otak kecil. Sebagai
tambahan, fossa posterior tidak berkembang sesuai dengan ukuran yang
sebenarnya, dan neuroblas tidak bermigrasi keluar sesuai dengan normal dari
ventrikel ke korteks. (4)
Adapun teori yang lain yang menjelaskan terjadinya spina bifida yakni
teori defisiensi asam folat. Resiko melahirkan anak dengan spina bifida
berhubungan erat dengan kekurangan asam folat, terutama yang terjadi pada awal
kehamilan. Hingga kini tidak diketahui mengapa asam folat dapat menyebabkan
spina bifida.(4,5,6)
Malformasi Sistem Saraf Pusat (4)
Kehamilan hari ke - Kejadian Anomali
0 – 18 Pembentukan ektoderm,
mesoderm dan endoderm,
dan lempeng saraf
Kematian atau efek yang
tidak jelas
18 Pembentukan lempeng
saraf
Defek midline anterior
22 – 23 Penampakan optik vessel Hidrosefalus
24 – 26 Penutupan neuropore
anterior
Anencephaly
26 – 28 Penutupan neuropore
posterior
Spina bifida sistika dan
Spina bifida okulta
32 Sirkulasi vaskular Mikrosefali
33 35 Splitting dari
proensefalon untuk
membentuk telensefalon
Holoproensefalon
70 – 100 Pembentukan korpus
kalosum
Agenesis korpus kalosum
Gambar 1. Spina Bifida
2.3.2. Patologi
Penutupan neural tube terjadi selama minggu ke empat kehamilan.
1. Spina Bifida Okulta
Kelainan ini hanya berupa defek yang kecil pada arkus posterior.
Seringkali kelainan jenis ini juga berhubungan dengan kelainan intraspinal, seperti
perlengketan konus medullaris dibawah L1, pemisahan dari korda spinalis
(diastematomyelia) dan kista atau lipoma dari kauda equina. (1,10)
2. Spina Bifida Aperta (cystica)
Spina bifida cystica menyebabkan masalah jika kista meningeal
(meningocele) termasuk jaringan yang memanjang kedalam kista (dalam hal ini
myelomeningocele). Kondisi ini menjadi masalah jika tubulus neural terbuka
lengkap dan lapisan epeneural terekspose sebagai myelocele atau myeloschisis.
Kerusakan neurologik secara umum berupa kelainan neurogenik pada
pencernaan dan kandung kemih yang berujung pada inkontinensia. Dengan
kurangnya input neural, vesika urinaria yang berkontraksi menyebabkan
hidronefris bersama dengan infeksi dan gagal ginjal yang dapat menjadi
determinan utama pada pasien spina bifida.
Inervasi neurologis antara fleksor dan ekstensor pada anggota gerak bawah
menjadi tidak simetris. Secara umum terjadi ketidakseimbangan muskular yang
menyebabkan kontraktur sendi dan masalah pertumbuhan seperti dislokasi
panggul dan deformitas tulang vertebra. (5)
2.4. Klasifikasi
Spina bifida digolongkan sebagai berikut :
1. Spina Bifida Okulta
Bentuk ini merupakan spina bifida yang paling ringan. Kelainan seperti ini
biasanya terdapat didaerah lumbosacral, sebagian besar ditutupi oleh kulit dan
tidak tampak dari luar kecuali adanya segumpal kecil rambut diatas daerah yang
dihinggapi. Pada keadaan seperti ini medula spinalis dan saraf-saraf biasanya
normal dan gejala-gejala neurologik tidak ditemukan. Spina Bifida Okulta sering
didiagnosis secara tidak sengaja saat seseorang mengalami pemeriksaan X-ray
atau MRI untuk alasan yang lain. Pada neural tube defek (NTD) jenis ini, tidak
terjadi herniasi dari menings melalui defek pada vertebra. Lesi yang terbentuk
terselubung atau tersembunyi di bawah kulit. Pada tipe ini juga tidak disertai
dengan hidrosefalus dan malformasi Chiari II. (4,5,10,11,12,15)
Seringkali lesi pada kulit berupa hairy patch, sinus dermal, dimple,
hemangioma atau lipoma dan kadang-kadang timbul gangguan neurologik pada
regio torakal, lumbal, dan sakral. Pada masa pertumbuhan anak-anak dapat pula
ditemukan paralisis spastik yang ringan. (4,10)
Deteksi dini pada spina bifida okulta sangatlah penting mengingat bahwa
fungsi neurologis hanya dapat dipertahankan dengan tindakan intervensi bedah
secara dini dan tepat. (12)
Kelompok ini mencakup kelainan-kelainan : lipoma spinal, sinus dermal,
lipomielomeningokel, diastematomielia, hipertrofi filum terminale dan
meningokel sakral anterior. (2, 12)
a. Lipoma spinal
Perkembangan embriologis lipoma spinal tidak diketahui secara terperinci.
Pada kasus–kasus ini, elemen spinal normal tetap ada namun lokasinya abnormal.
Lipoma spinal adalah keadaan di mana terdapat jaringan lemak yang masuk di
dalam jaringan saraf, sehingga terjadi kerusakan dan mengakibatkan disfungsi
neurologis. (12)
Gambar 2. Gambar MRI Lipoma Spinal
Pada umumnya tidak ada kelainan neurologis, tetapi kadang terjadi, karena
dengan bertambahnya usia, lipoma akan membesar dan menekan sistem saraf.
Lipoma seperti ini dapat berupa lipomeningomielokel atau melekat pada
meningomielokel. Pemeriksaan radiologik dilakukan seperti pada meningokel.(2)
b. Sinus dermal
Sinus dermal merupakan lubang terowongan (traktus) di bawah kulit mulai
dari epidermis menuju lapisan dalam, menembus duramater dan sampai ke rongga
subarakhnoid. Tampilan luarnya berupa lesung atau dimpel kulit yang kadang
mengandung sejumput rambut di permukaannya dan kebanyakan di daerah
lumbal. Biasanya kelainan ini asimptomatik, namun bila menembus duramater,
sering menimbulkan meningitis rekuren. (12)
c. Lipomielomeningokel
Lipomielomeningokel sering kali terdeteksi sebagai suatu gumpalan lemak
pada bagian belakang tubuh terutama di daerah lumbo-sakral. Kelainan ini kerap
dikaitkan sebagai deformitas kosmetik, namun sebenarnya ia merupakan suatu
kompleks anomali kongenital yang bukan hanya terdiri dari infiltrasi perlemakan
jaringan saraf saja, tetapi juga mengandung meningokel atau meningomielokel
yang besar. (12)
d. Diastematomielia(12)
Diastematomielia merupakan salah satu manifestasi disrafisme spinal yang jarang
terjadi dan terdiri atas komponen-komponen :
1. Terbelahnya medula spinalis menjadi dua hemikord. Duramater dapat tetap
satu atau membentuk septa.
2. Ada tulang rawan yang menonjol dari korpus vertebra dan membelah kedua
hemikord diatas.
3. Lokasi diastematomielia biasanya di daerah toraks atau torako-lumbar, dan
juga biasanya ada abnormalitas vertebra (hemivertebra). Ciri khas dari
kelainan ini adalah adanya sejumput rambut dari daerah yang ada
diastematomielia.
2. Spina Bifida Sistika (Aperta)
a. Meningokel
Spina bifida jenis ini mengalami simpel herniasi dari menings melalui
defek pada vertebra. Korda spinalis dan akar saraf tidak ikut mengalami herniasi
melalui bagian dorsal dari dural sac. Lesi yang timbul pada meningokel sangat
penting untuk dibedakan dengan mielomeningokel karena penanganan dan
prognosisnya sangat berbeda. Bayi yang lahir dengan meningokel biasanya pada
pemeriksaan fisis memberikan gambaran yang normal. Bayi yang lahir dengan
meningokel tidak memiliki malformasi neurologik seperti hidrosefalus dan Chiari
II. Jenis ini merupakan bentuk yang jarang terjadi. (4,6)
Gambar 3. Meningokel
b. Mielomeningokel
Mielomeningokel adalah keadaan di mana terjadi herniasi korda spinalis
dan akar saraf membentuk kantung yang juga berisi menings. Kantung ini
berprotrusi melalui vertebra dan defek muskulokutaneus. Korda spinalis sering
berakhir pada kantung ini dan terbuka keluar disertai ekspose dari kanalis
sentralis. Pembukaan dari struktur saraf tersebut disebut neural placode. Neural
tube defek tipe ini adalah bentuk yang paling sering terjadi.
Gangguan neurologis seperti hidrosefalus dan malformasi Chiari II
seringkali menyertai mielomeningokel. Sebagai tambahan, mielomeningokel
memiliki insidens yang tinggi sehubungan dengan malformasi intestinal, jantung,
dan esofagus, dan juga anomali ginjal dan urogenital. Bayi yang lahir dengan
mielomeningokel memiliki orthopedic anomalies pada extremitas bawah dan
anomali pada urogenital melalui keterlibatan akar saraf pada regio sakral. (4)
Tampak benjolan digaris tengah sepanjang tulang belakang. Kebanyakan
mielomenigokel berbentuk oval dengan sumbu panjangnya berorientasi vertikal.
Lokasi terbanyak adalah di daerah torakolumbal dan frekuensi makin berkurang
kearah distal. Kadang mielomeningokel disertai defek kulit atau permukaan
yang hanya dilapisi oleh selaput tipis. Kelainan neorologik bergantung pada
tingkat, letak, luas dan isi kelainan tersebut, karena itu dapat berupa paraplegia,
paraparesis, monoparesis, inkotinensia urin dan alvi, gangguan sensorik serta
gangguan refleks. (2,13)
Gambar 4. Mielomeningokel (15)
Gambaran MRI Mielomeningokel
2.5. Diagnosis
1. Anamnesis
Diagnosis spina bifida dapat diketahui melalui analisa riwayat
kesehatan dari individu tersebut (jika bukan bayi), riwayat kesehatan
keluarga dan penjelasan yang detail tentang kehamilan dan kelahiran.(5)
Gejalanya bervariasi, tergantung kepada beratnya kerusakan pada
korda spinalis dan akar saraf yang terkena. Beberapa anak memiliki
gejala ringan atau tanpa gejala, sedangkan yang lain mengalami
kelumpuhan pada daerah yang dipersarafi oleh korda spinalis. (15)
a. Spina bifida okulta (2, 14)
Sering kali asimtomatik
Tidak ada gangguan pada neural tissue
Regio lumbal dan sakral
Defek berbentuk dimpel, seberkas rambut, nevus
Gangguan traktus urinarius (mild)
b. Spina bifida aperta (14)
1. Meningokel
Tertutupi oleh kulit
Tidak terjadi paralisis
2. Mielomeningokel
Tidak tertutup oleh kulit, tetapi mungkin ditutupi oleh membran yang
transparan
Terjadi paralisis
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan neurologis pada bayi cukup sulit; terutama untuk
membedakan gerakan volunter tungkai terhadap gerakan reflektoris. Diasumsikan
bahwa semua respons gerakan tungkai terhadap rangsang nyeri adalah refleksif;
sedangkan adanya kontraktur dan deformitas kaki merupakan ciri paralisis
segmental level tersebut. (12)
Cara pemeriksaannya : bayi ditelungkupkan di lengan pemeriksa, anggota
gerak bawah bayi disisi lengan bawah pemeriksa. Yang dinilai adalah letak
scapula, ukuran leher, bentuk tulang belakang dan gerakan. (1, 10)
3. Pemeriksaan Penunjang
Metode skrining tersering untuk mendiagnosis spina bifida selama
kehamilan adalah skrining serum alfa feto protein maternal (MSAFP) pada
trimester kedua, dan ultrasonogafi.
a. Skrining MSAFP mengukur tingkat dari protein yang disebut alfa feto protein
(AFP) yang dibentuk secara alami oleh fetus dan plasenta. Selama kehamilan
normal sejumlah kecil dari AFP biasanya melintasi plasenta dan memasuki
peredaran darah ibu. Namun jika terdapat peningkatan yang abnormal dari
protein ini pada peredaran darah ibu mengindikasikan bahwa fetus mengalami
defek pada vertebra. Namun demikian uji MSAFP ini tidak spesifik untuk
spina bifida dan uji ini tidak dapat menentukan secara defenitif akan adanya
masalah dengan fetus. Dengan demikian bila terdeteksi peningkatan AFP
dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan tambahan seperti Ultrasonografi
atau Amniosentesis untuk menegakkan diagnosa.(8)
b. Ultrasonografi dapat memberikan informasi mengenai penyebab peningkatan
AFP antara lain kelainan pada fetus ataupun jumlah fetus yang lebih dari satu.
Pada spina bifida akan tampak vertebra yang terbuka atau kelainan yang
tampak pada otak bayi yang menindikasikan Spina bifida. (8)
Gambar 5. Teknik Amniosintesis (8)
c. Pada Amniosintesis dilakukan pemeriksaan AFP yang berasal dari cairan
amnion yang langsung diambil dari kantong amnion dengan menggunakan
jarum.
Setelah bayi lahir, dilakukan pemeriksaan berikut :
a. X- Ray tulang belakang untuk menentukan luas dan lokasi kelainan
b. CT scan atau MRI tulang belakang kadang dilakukan untuk menentukan luas
dan lokasi kelainan (15)
2.6. Penatalaksanaan
Tidak ada penanganan yang sempurna untuk spinabifida karena kerusakan
jaringan syaraf tidak bisa diganti atau diperbaiki. Tindakan pertama ditujukan
pada perbaikan keadaan umum dan mencegah pecahnya mielomeningokel.
Tindakan yang dilakukan untuk kasus mielomeningokel adalah operasi untuk
menutup defek yang ada. Tindakan pembedahan untuk menutup defek pada spinal
biasanya dilakukan dalam 24 jam pertama setelah kelahiran untuk meminimalkan
infeksi dan memelihara fungsi dari spinal kord. Pemberian antibiotik yang
berspektrum luas memungkinkan untuk menunda tindakan operasi sampai
beberapa saat. Tindakan operasi penutupan ini dapat dilakukan bersamaan dengan
operasi pintas bila kasus tersebut juga disertai dengan hidrosefalus yang masif.
Tujuan operasi adalah menutup medulla spinalis dengan lapisan jaringan untuk
mencegah masuknya bakteri dari kulit,mencegah kebocoran liquor serta
mempertahankan fungsi neurologis dari kerusakan berkelanjutan.
Penutupan benjolan yang pecah harus dikerjakan sedini mungkin untuk
mencegah meningitis atau kontaminasi. Bila benjolan masih utuh, pembedahan
dapat ditunda sampai berusia 5-6 bulan. Selama menunggu pembedahan,
perawatan keadaan umum bayi diutamakan ssambil mencegah kontaminasi pada
benjolan, biasanya bayi dibaringkan telungkup dan benjolan mielomeningokel
ditutup dengan kain steril yang dibasahi larutan salin atau garam fisiologis. (2,4,5,9))
Pada kelainan dengan sinus spinal pembedahan hanya dikerjakan bila
dikhawatirkan kemungkinan infeksi retrograd. Pembedahan dilakukan dengan
eksisi seluruh sinus dan kista dermoid yang menyertainya. Pada kelainan dengan
lipoma lumbosakral, pembedahan sebaiknya segera dilakukan karena makin kecil
lipoma makin mudah eksisi dikerjakan. Disamping itu lipoma dapat terus
membesar baik kedalam kanalis spinalis maupun ke luar .
Tujuan pembedahan adalah membebaskan mileum dari perlengketan yang
ada sesudah lipoma dieksisi semaksimal mungkin. Pada umumnya pembedahan
tidak sederhana karena batas antara jaringan syaraf dan jaringan lipoma sukar
dibedakan karena timbul fibrosis sehingga diperlukan tindakan bedah mikro. (14)
Upaya pencegahan dan mengurangi risiko terjadinya defek tuba neuralis
dapat dilakukan dengan mengkonsumsi vitamin asam folat. Konsumsi asam folat
pada periode peri konsepsi dapat mengurangi kejadian defek tuba neuralis sebesar
50% - 70%. Asam folat adalah vitamin B yang tersedia pada bahan makanan
sehari-hari seperti sayuran hijau, kacang buncis, padi, hati, ragi, dan beberapa
buah seperti jeruk. Meskipun seseorang yang mengkosumsi sayur mayur dan
daging segar akan mencerna sebanyak 2 mg setiap harinya, ternyata tidak semua
wanita hamil memperoleh asupan asam folat yang adekuat dari diet sehari-hari ini.
Pada orang dewasa normal, asupan harian yang direkomendasikan yaitu sebesar
400 mcg. dan pada wanita hamil, menyusui, serta pada pasien dengan laju
pergantian sel yang tinggi seperti pada pasien anemia hemolitik membutuhkan
asam folat sebesar 500-600 mcg atau lebih setiap harinya. Asam folat dalam
bentuk suplementasi dan bahan makanan alami ternyata memiliki perbedaan
dalam hal penyerapan dan ketersediaan didalam tubuh. (3,5,7,14)
Wanita yang tidak merencanakan hamil dalam waktu dekat dapat
mengkonsumsi asam folat sebesar 400 mikrogram perhari, dan apabila hamil
dapat dilanjutkan hingga minggu ke-12 kehamilan. Wanita yang memiliki anak
dengan spina bifida, atau riwayat spina bifida atau penyakit neural tube lain dapat
mengkonsumsi 10 dosis atau 4000 mikrogram perhari selama 1-3 bulan sebelum
hamil. Sumber asam folat dapat ditemukan pada buah-buahan, sayur-sayuran,
kacang-kacangan atau sereal. Hingga kini tidak diketahui mengapa asam folat
dapat mencegah spina bifida. (3,5,7,14)
2.7. Prognosis
Prognosis tergantung dari tipe spina bifida, jumlah dan beratnya
abnormalitas, dan semakin jelek apabila disertai dengan paralisis, hidrosefalus,
malformasi Chiari II dan defek kongenital lain. Dengan perawatan yang sesuai,
banyak anak dengan spina bifida dapat hidup sampai dewasa.(7)
Mielomeningokel merupakan spina bifida dengan prognosis yang jelek.
Setelah dioperasi mielomeningokel memiliki harapan hidup 92 % ( 86 % dapat
bertahan hidup selama 5 tahun).(7)
DAFTAR PUSTAKA
1.Alexander MA. Spina Bifida. Available at
http://kidshealth.org/parent/system/ill/spina_bifida.html. Accesed on
August 2007.
2. De Jong W. Sistem Saraf. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta. EGC.
2004 : 1098.
3.Ellenbogen RG. Neural Tube Defects in the Neonatal Period. Available at
http://www.emedicine.com/ped/topic2805.htm. Acceses on
September 2007.
4. Driscoll J. Spina Bifida. Available at http://en.wikipedia.org/wiki/Spina_bifida.
Accesed on September 2007.
5.Foster MR. Spina Bifida. Available at
http://www.emedicine.com/orthoped/topic557.htm. Accesed on
August 2007
6.Griffin M. Occupational Theraphy Revision Notes. Available at
http://www. otdirect.co.uk/bifida.hml . Accesed on September 2007.
7. Herdiana Y. Asam Folat Cegah Bayi Lahir Cacat. Available at http://neuro-
ugm.com/index.php?
option=com_content&task=view&id=31&Itemid=2. Accesed on
August 2007.
8. Mayo Foundation for Medical Education and Research. Spina Bifida. Available
at http://www.mayoclinic.com/health/spina. Accesed on August
2007.
9. National Institute of Neurological Disorders and Stroke. Spina Bifida Fact Sheet.
Available athttp://www.ninds.nih.gov/disorders/spina_bifida/
detail_spina_bifida.htm. Accesed on August 2007.
10. Rasjad C. Penyakit Lesi Medulla Spinalis. Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi.
Edisi 2. Makassar. Bintang Lamumpatue. 2003: 273-4
11. Sadler TW. Susunan Saraf Pusat. Langman Embriologi Kedokteran. Edisi 5.
Jakarta. EGC. 1993 : 141-4, 344-6.
12. Satyanegara. Disgrafisme Spinal. Ilmu Bedah Saraf. Edisi 3. Jakarta. PT.
Gramedia Pustaka Utama. 1998 : 301-5
13. Schwarts SI. Neurosurgery. Principles of Surgery. 7th Edition. New York.
2000 : 904-22.
14. Spina Bifida Association of America. Spina Bifida. Available at
http://www.marchofdimes.com/pnhec/4439_1224.asp. Accesed on
August 2007.
15. Suhadi B. Spina Bifida. Available at http://www.medicastore.com/med/
detail_pyk. Accesed on August 2007.