Download - Finish Unras

Transcript

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Kelapa sawit (Elaeis Sp.) merupakan tanaman berjenis palma dengan daun

tersusun majemuk bersirip yang menghasilkan minyak masak, minyak industri,

maupun bahan bakar (biodiesel) karena memiliki emisi yang lebih sedikit

dibandingkan dengan bahan bakar petroleum tradisional. Biofeul ini biasa

dicampur dengan bahan bakar petroleum tradisional, walau memungkinkan pula

untuk menjalankan mesin diesel hanya dengan menggunakan biodiesel, yang

menjadikannya menjanjikan sebagai sumber energi alternatif pengganti bahan

bakar fosil.

Keistimewaan yang dimiliki oleh kelapa sawit yang dapat menghasilkan

minyak masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel), serta prospek

menjanjikan keuntungan besar bagi pengelolanya membuat banyak hutan dan

perkebunan lama dikonversi oleh para petani sawit menjadi perkebunan kelapa

sawit.

Indonesia adalah penghasil minyak kelapa sawit kedua dunia setelah

Malaysia, namun proyeksi ke depan memperkirakan bahwa pada tahun 2009

Indonesia akan menempati posisi pertama.( http://www.trulyjogja.com). Untuk

mewujudkan keinginan ini, sejak orde baru Indonesia mulai menggalakkan

perluasan areal penanaman yang dipadukan dengan sistem PIR Perkebunan untuk

meningkatkan harga minyak bumi sehingga peran minyak nabati meningkat

sebagai energi alternatif (wikipedia.org/wiki/Kelapa_sawit). Dengan

menggunakan sistem ini, satu hektar kelapa sawit dapat menghasilkan 5.000 kg

minyak mentah, atau hampir 6.000 liter minyak mentah ( JourneytoForever).

Hasil yang menggiurkan ini menjadi penyebab pemerintah membebaskan

perluasan areal kelapa sawit dengan penggundulan hutan. Hal ini tentu saja

bertentangan dengan UU No 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan Pasal 17 ayat 1,

Pasal 21 serta pasal 46 ayat 1 dan juga UU No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan

pasal 50 ayat 1. Sejalan dengan hal tersebut, dampak ekologis dari fenomena

1

pembebasan perluasan areal pertanian ini dapat mengakibatkan bencana berupa

banjir, kekeringan serta terganggunya sistem hidrologis.

Survey pada beberapa kawasan yang dilakukan oleh WWF menemukan

bahwa sebagian besar lahan hasil perluasan kelapa sawit tersebut sangat buruk

bila digunakan untuk kelapa sawit. Permukaan yang bergunung-gunung

dikombinasikan dengan ketinggian dan iklim yang tidak sesuai untuk kelapa

sawit, berarti paling tinggi hanya sekitar 10 persen yang cocok digunakan untuk

penanamannya dan ini memberikan kredibilitas bagi kelompok-kelompok

environmentalis untuk menunjukkan bahwa seluruh rencana tersebut mungkin

saja hanya merupakan kedok untuk penebangan hutan besar-besaran guna

mengambil seluruh sumber kayu yang ada di wilayah tersebut. Pengalihan lahan

untuk perkebunan kelapa sawit tidak memberikan nilai tambah apapun, baik dari

sisi ekonomi maupun dari sisi ekologi. ( Prof. Maman Sutisna, guru besar

silvikultur).

Namun, rencana perluasan lahan pertanian yang dilontarkan oleh pihak

pemerintah sebenarnya kalau kita pikirkan secara mendalam juga memiliki sisi

positifnya, dengan adanya perluasan lahan pertanian kelapa sawit ini maka akan

muncul perusahaan-perusahaan yang nantinya akan banyak membangun pabrik-

pabrik yang pada indikasinya juga akan menyerap tenaga kerja pada daerah

tersebut. Masyarakat pada saat sekarang ini banyak yang mengalami keinginan

untuk memiliki usaha atau memiliki pekerjaan namun, masyarakat sekarang ini

banyak yang tidak memiliki modal awal untuk mewujudkan keinginannya

tersebut. Maka dengan adanya rencana pemerintah untuk memperluas lahan

pertanian kelapa sawit tersebut, serta banyaknya pembangunan perusahaan

pengelolaan sawit, maka masyarakat setidaknya tidak akan menganggur hanya

bertopang dagu menunggu untuk mendapatkan suatu pekerjaan.

Seharusnya pemerintah mengoptimalkan perkebunan kelapa sawit yang

tidak hanya mengorientasikan perluasan lahan saja, tetapi juga memperhatikan

pengolahan perkebunan yang ada dengan peningkatan secara intensifitas.

Perluasan lahan tanpa diikuti dengan peningkatan kualitas SDM yang kompeten

serta perhatian pemerintah tentunya akan menjadi penyebab kemustahilan

kesejahteraan rakyat dari program peningkatan perluasan areal pertanian untuk

2

penanaman kelapa sawit akan tercapai. Dengan adanya dukungan pemerintah

dalam pengoptimalisasian lahan pertanian kelapa sawit yang juga didukung oleh

SDM yang berkualitas maka dampak-dampak negatif dari proses pemikiran

tentang perluasan lahan pertanian kelapa sawit tersebut dapat diminimalisir.

Keadaan inilah yang melatarbelakangi penulis untuk membuat karya

tulis ilmiah bertopik kajian sosial dan ekonomi pengembangan kelapa sawit.

Dengan adanya karya tulis ini masyarakat Indonesia khususnya para petani sawit

diharapkan untuk dapat memiliki komitmen dalam mengembangkan areal kelapa

sawit yang sesuai dengan undang-undang sehingga dapat meningkatkan

kesejahteraan masyarakat Indonesia di masa depan.

I.2 Rumusan Masalah

Adapun permasalahan yang akan di bahas dalam karya tulis ini menyangkut :

a. Efektifkah perluasan areal penanaman yang dipadukan dengan sistem

PIR?

b. Dapatkah Indonesia menjadi peringkat pertama di dunia dalam hal

produksi minyak sawit?

c. Hikmah apa yang dapat kita ambil dari rencana perluasan lahan pertanian

kelapa sawit ini?

I. 3 Tujuan Penulisan

Tulisan ini disusun dengan tujuan untuk memberikan intepretasi ilmiah

dan penjelasan keefektifan perluasan lahan pertanian kelapa sawit, manfaat dan

pengaruh dari perluasan lahan pertanian kelapa sawit dari aspek sosial, ekonomi,

kelapa sawit sebagai salah satu komoditi terbesar hasil Indonesia.

I. 4 Manfaat Penulisan

Karya tulis ini diharapkan dapat mendorong munculnya pengetahuan yang

lebih mendasar kepada masyarakat sehingga mampu mengetahui sebab-akibat dari

perluasan lahan pertanian kelapa sawit.

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Sawit

II.1.1 Klasifikasi ilmiah

Kerajaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Ordo : Arecales

Famili : Arecaceae

Genus : Elaeis Jacq.

Species : Elaeis guineensis

Elaeis oleifera

Kelapa sawit berbentuk pohon. Tingginya dapat mencapai 24 meter. Akar

serabut tanaman kelapa sawit mengarah ke bawah dan samping. Selain itu juga

terdapat beberapa akar napas yang tumbuh mengarah ke samping atas untuk

mendapatkan tambahan aerasi.

Seperti jenis palma lainnya, daunnya tersusun majemuk menyirip. Daun

berwarna hijau tua dan pelepah berwarna sedikit lebih muda. Penampilannya agak

mirip dengan tanaman salak, hanya saja dengan duri yang tidak terlalu keras dan

tajam. Batang tanaman diselimuti bekas pelepah hingga umur 12 tahun. Setelah

umur 12 tahun pelapah yang mengering akan terlepas sehingga penampilan

menjadi mirip dengan kelapa.

Bunga jantan dan betina terpisah namun berada pada satu pohon

(monoecious diclin) dan memiliki waktu pematangan berbeda sehingga sangat

jarang terjadi penyerbukan sendiri. Bunga jantan memiliki bentuk lancip dan

panjang sementara bunga betina terlihat lebih besar dan mekar.

Tanaman sawit dengan tipe cangkang pisifera bersifat female steril

sehingga sangat jarang menghasilkan tandan buah dan dalam produksi benih

unggul digunakan sebagai tetua jantan.

4

Buah sawit mempunyai warna bervariasi dari hitam, ungu, hingga merah

tergantung bibit yang digunakan. Buah bergerombol dalam tandan yang muncul

dari tiap pelapah. Minyak dihasilkan oleh buah. Kandungan minyak bertambah

sesuai kematangan buah. Setelah melewati fase matang, kandungan asam lemak

bebas (FFA, free fatty acid) akan meningkat dan buah akan rontok dengan

sendirinya.Buah terdiri dari tiga lapisan:

1. Eksoskarp, bagian kulit buah berwarna kemerahan dan licin.

2. Mesoskarp, serabut buah

3. Endoskarp, cangkang pelindung inti

Inti sawit (kernel, yang sebetulnya adalah biji) merupakan endosperma dan

embrio dengan kandungan minyak inti berkualitas tinggi.

Kelapa sawit berkembang biak dengan cara generatif. Buah sawit matang

pada kondisi tertentu embrionya akan berkecambah menghasilkan tunas (plumula)

dan bakal akar (radikula).

a. Syarat hidup

Habitat aslinya adalah daerah semak belukar. Sawit dapat tumbuh dengan

baik di daerah tropis (15° LU - 15° LS). Tanaman ini tumbuh sempurna di

ketinggian 0-500 m dari permukaan laut dengan kelembaban 80-90%. Sawit

membutuhkan iklim dengan curah hujan stabil, 2000-2500 mm setahun, yaitu

daerah yang tidak tergenang air saat hujan dan tidak kekeringan saat kemarau.

Pola curah hujan tahunan memperngaruhi perilaku pembungaan dan produksi

buah sawit.

b. Tipe kelapa sawit

Kelapa sawit memiliki banyak jenis, berdasarkan ketebalan cangkangnya

kelapa sawit dibagi menjadi

1. Dura,

2. Pisifera

3. Tenera.

Dura merupakan sawit yang buahnya memiliki cangkang tebal sehingga

dianggap memperpendek umur mesin pengolah namun biasanya tandan buahnya

besar-besar dan kandungan minyak pertandannya berkisar 18%. Pisifera buahnya

tidak memiliki cangkang namun bunga betinanya steril sehingga sangat jarang

5

menghasilkan buah. Tenera adalah persilangan antara induk Dura dan Pisifera.

Jenis ini dianggap bibit unggul sebab melengkapi kekurangan masing-masing

induk dengan sifat cangkang buah tipis namun bunga betinanya tetap fertil.

Beberapa tenera unggul persentase daging per buahnya dapat mencapai 90% dan

kandungan minyak pertandannya dapat mencapai 28%.

II.1.2Kebutuhan bibit per hektar

Jumlah kebutuhan bibit untuk satu hektar tergantung pada jarak tanam dan

kualitas bibit, sedangkan kebutuhan benih untuk satu hektar pembibitan

tergantung jarak tanam bibit di pesemaian pembibitan, jumlah bibit yang akan

diafkir dan penjarangan yang dilakukan.

Perbandingan jumlah bibit dalam 1 hektar pembibitan dengan luas

pertanaman di lapangan (kapasitas lapangan) dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel II.1: Hubungan jarak tanam bibit di pesemaian bibit dan kapasitas lapangan.Jarak

tanam

bibit di

pesemai

an

Jumlah bibit per hektar

Bibit Afkir

(10

%)

Sisa

(dibulat kan)

Seleksi

(20 %)

Bibit

yang

baik

Kapasitas

lapangan

(ha) bila

kebutuhan

bibit

150/ha

100x100 12.500 1250 11.000 2200 8.800 58.66

90x90 13.888 1388 12.500 2500 10.000 68.33

85x85 14.075 1470 13.000 2600 10.400 69.33

80x80 15.625 1562 14.000 2800 11.200 74.66

75x75 16.666 1666 15.000 3000 12.000 80.00

70x70 17.857 1855 16.000 3200 12.800 85.33

65x65 19.230 1920 17.000 3400 13.600 90.66

60x60 20.833 2083 18.500 3700 14.800 98.66

55x55 22.727 2272 20.000 4000 16.000 106.66

50x50 25.000 2500 22.500 4500 18.000 120.00

6

(sumber: redaksi SW online)

II.1.3 Pemupukan

Pemupukan bibit sangat penting untuk memperoleh bibit yang sehat,

tumbuh cepat dan subur.Pupuk yang diberikan adalah Urea dalam bentuk larutan

dan pupuk majemuk. Dosis dan jenis pupuk yang diberikan dapat dilihat pada

table berikut ini :

Tabel II.2 : Dosis dan jenis pupuk untuk pemupukan bibit

Umur bibit

(minggu ke )

Jenis pupuk Dosis Rotasi

4 – 5 Larutan Urea 0,2 % 3-4 lt larutan / 100 bibit 1

minggu

6 – 7 s.d.a 4-5 lt larutan / 100 bibit 1

minggu

8 – 16 Rustica 15. 15. 6. 4 1 gram / bibit 1

minggu

17 – 20 Rustica 12.12.17.2 5 gram / bibit 2

minggu

21 – 28 s.d.a 8 gram / bibit s.d.a

29 – 40 s.d.a 15gram/ bibit s.d.a

41 – 48 s.d.a 17gram /bibit s.d.a

(sumber: redaksi SW online)

II.1.4 Sejarah perkebunan kelapa sawit

Kelapa sawit didatangkan ke Indonesia oleh pemerintah Hindia Belanda

pada tahun 1848. Beberapa bijinya ditanam di Kebun Raya Bogor, sementara sisa

benihnya ditanam di tepi-tepi jalan sebagai tanaman hias di Deli, Sumatera Utara

pada tahun 1870-an. Pada saat yang bersamaan meningkatlah permintaan minyak

nabati akibat Revolusi Industri pertengahan abad ke-19. Dari sini kemudian

muncul ide membuat perkebunan kelapa sawit berdasarkan tumbuhan seleksi dari

Bogor dan Deli, maka dikenallah jenis sawit "Deli Dura".

7

Pada tahun 1911, kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara

komersial dengan perintisnya di Hindia Belanda adalah Adrien Hallet, seorang

Belgia, yang lalu diikuti oleh K. Schadt. Perkebunan kelapa sawit pertama

berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunan

mencapai 5.123 ha. Pusat pemuliaan dan penangkaran kemudian didirikan di

Marihat (terkenal sebagai AVROS), Sumatera Utara dan di Rantau Panjang,

Kuala Selangor, Malaya pada 1911-1912. Di Malaya, perkebunan pertama dibuka

pada tahun 1917 di Ladang Tenmaran, Kuala Selangor menggunakan benih dura

Deli dari Rantau Panjang. Di Afrika Barat sendiri penanaman kelapa sawit besar-

besaran baru dimulai tahun 1911.

Hingga menjelang pendudukan Jepang, Hindia Belanda merupakan

pemasok utama minyak sawit dunia. Semenjak pendudukan Jepang, produksi

merosot hingga tinggal seperlima dari angka tahun 1940.

Usaha peningkatan pada masa Republik dilakukan dengan program Bumil

(buruh-militer) yang tidak berhasil meningkatkan hasil, dan pemasok utama

kemudian diambil alih Malaya (lalu Malaysia).

Baru semenjak era Orde Baru perluasan areal penanaman digalakkan,

dipadukan dengan sistem PIR Perkebunan. Perluasan areal perkebunan kelapa

sawit terus berlanjut akibat meningkatnya harga minyak bumi sehingga peran

minyak nabati meningkat sebagai energi alternatif.

Beberapa pohon kelapa sawit yang ditanam di Kebun Botani Bogor hingga

sekarang masih hidup, dengan ketinggian sekitar 12m, dan merupakan kelapa

sawit tertua di Asia Tenggara yang berasal dari Afrika.

Terpenting di masa sekarang seiringnya berjalannya perkembangan global.

Pemanfaatan kelapa sawit lebih ditekankan sebagai penghasil devisa nonmigas di

tanah air, namun tantangan terbesar penerapan ERP di industri-industri kelapa

sawit di Indonesia terletak pada kesadaran pelaku industri ini bahwa mereka

membutuhkan peningkatan efisiensi dan efektivitas dalam setiap proses bisnis

yang berlangsung di perusahaan mereka.

II.2 Permasalahan dalam Perluasan Lahan Pertanian Kelapa Sawit

8

Banyak permasalahan yang timbul dari perluasan lahan pertanian kelapa

sawit, baik yang mencangkup permasalahan sosial dan ekonominya.

Permasalahan ini banyak masyarakat yang menyingkapinya dengan berbagai cara

baik dengan melakukan suatu usulan maupun penolakan secara tegas dengan

mengajukan berbagai saran kepada pihak pemerintah terkait dengan permasalahan

yang akan ditimbulkan dari adanya perluasan lahan pertanian kelapa sawit

tersebut.

Permasalahan-permasalahan yang ditimbulkan akibat perluasan lahan

pertanian kelapa sawit dapat kita klasifikasikan antara lain permasalahan

kesejahteraan petani kelapa sawit dan juga permasalahan dampak ekologis yang

ditimbulkannya.

A. Permasalahan kesejahteraan petani kelapa sawit

1. Kesejahteraan petani kelapa sawit dipengaruhi oleh luas

lahan, hasil produksi dan harga kelapa sawit. Keterbatasan lahan

yang dimiliki, pengelolaan kebun yang tidak optimal, dan

penentuan harga sepihak yang tidak menguntungkan petani,

merupakan faktor penting dalam mempengaruhi kesejahteraan

petani. Akibatnya petani tetap hidup miskin, terjerat hutang atau

terjebak dalam permainan pemodal.( Laila Nagib, peneliti LIPI).

2. Nordin, peneliti perkebunan besar di Kalteng, bahwa

dengan mengalihkan kebun-kebun tradisional komunitas

masyarakat menjadi perkebunan kelapa sawit, telah

menghilangkan penghasilan Rp. 500 ribu-Rp. 700 ribu setiap

bulannya.(Nordin,peneliti di Kalteng).

3. Pembangunan kebun plasma sawit kepada masyarakat

ternyata juga diikuti dengan skema kredit dengan bunga komersil

dan jangka panjang. Hal ini ternyata telah menambah beban

ekonomi baru bagi masyarakat. Pupuk, bibit, pestisida, tidaklah

diberikan gratis kepada masyarakat, namun menjadi sebuah paket

kredit yang harus dibayarkan disaat panen. Sehingga dalam

perhitungan ekonomi kebun plasma, komponen tenaga kerja

menjadi dihilangkan untuk menunjukkan nilai keuntungan yang

9

besar bagi petani plasma, yang sejatinya sangat merugikan bagi

petani.

B. Permasalahan dampak ekologis akibat perluasan lahan

pertanian kelapa sawit

Dampak ekologis yang ditimbulkan dari adanya perluasan

lahan pertanian kelapa sawit tentunya yang dapat kita perkirakan

secara langsung yaitu timbulnya lahan-lahan kritis akibat ladang

berpindah, kebakaran hutan, baik banjir maupun kekeringan,

dikarenakan terganggunya fungsi aliran air (hidrologis) lahan

karena tanah tak lagi mampu menyerap air dan menyimpannya.

10

BAB III

METODE PENULISAN

III.1 Penentuan Gagasan

Karya tulis ini mengangkat gagasan mengenai kajian sosial dan ekonomi

pengembangan kelapa sawit, pengaruh pengembangan luas lahan pertanian sawit

sebagai usaha pemerintah untuk mewujudkan Indonesia menduduki peringkat

pertama dunia dalam hal penghasil minyak sawit terbesar mengalahkan Malaysia.

III.2 Kerangka Pemikiran

Metode pembahasan diawali dengan penarikan makna tujuan awal

perluasan areal pertanian kelapa sawit yang sesuai dengan Undang-Undang.

Selanjutnya pembahasan diarahkan pada dampak-dampak yang timbul dari usaha

perluasan areal pertanian tersebut. Beberapa dampak yang muncul yang akan

dibahas meliputi aspek sosial, dan aspek ekonomi, setelah mengetahui dampak-

11

KELAPA SAWIT

PERLUASAN LAHAN

DAMPAK

PENGARUHPOSITIF/NEGATIF

EKONOMISOSIAL

HIKMAH DAN MANFAAT PERLUASAN LAHAN

dampak perluasan areal pertanian dari berbagai aspek tersebut, maka dapat

diketahui bahwa apakah perluasan areal pertanian untuk kelapa sawit tersebut

akan menimbulkan pengaruh positif atau negatif. Di akhir pembahasan, akan

dijelaskan manfaat dan hikmah dari perluasan areal pertanian untuk penanaman

kelapa sawit terhadap lingkungan sekitar tempat pengembangan areal pertanian

kelapa sawit tersebut dikembangkan.

III.3 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penulisan ini adalah data sekunder yang

berasal dari literatur-literatur yang ada seperti buku, artikel, internet, dan tulisan

lain yang terkait dengan topik pembahasan.

III.4 Metode Analisis Data

Analisis data dan informasi yang diperoleh dilakukan dengan pendekatan

kualitatif deskriptif. Proses penyelesaian masalah yang ada dilakukan dengan cara

mengidentifikasi masalah dan menentukan solusi pemecahan masalah dengan

studi pustaka komparatif terhadap data yang digunakan.

III.5 Penarikan simpulan dan Saran

Tahap akhir penulisan ini adalah penarikan simpulan dari pembahasan,

sehingga dapat menghasilkan saran-saran yang diperlukan berkaitan dengan

permasalahan yang ada.

12

BAB 1V

PEMBAHASAN

IV.1 Keefektifan perluasan areal penanaman yang dipadukan dengan sistem PIR

Sebelum kita membahas efektifkah perluasaan lahan pertanian dengan

menggunakan sistem perkebunan inti rakyat (PIR), ada baiknya untuk membahas

lebih dahulu mengenai lingkungan atau letak tempat yang strategis yang cocok

untuk penanaman kelapa sawit.

Kelapa sawit merupakan tanaman yang dapat tumbuh di daerah yang

berada pada 15 °LU-15 °LS dengan ketinggian pertanaman berkisar ideal antara

0-500 m dpl.

Kelapa sawit menghendaki tanah yang gembur, subur, datar, berdrainase

baik dan memiliki lapisan solum yang dalam tanpa lapisan padas. Kondisi

topografi pertanaman kelapa sawit sebaiknya tidak lebih dari 150.

Sejak masa Orde Baru sampai sekarang, penanaman kelapa sawit mulai

digalakkan. Namun sayangnya,sektor perkebunan kelapa sawit ini belum digarap

secara profesional dan 80% lahan kelapa sawit penghasil crude palm oil (CPO)

belum memanfaatkan IT, khususnya aplikasi enterprise resource planning(ERP)

Dewasa ini banyak faktor yang menyebabkan pembangunan areal

pertanian kelapa sawit semakin berkembanggunan areal pertanian kelapa sawit

tersebut disebabkan seperti, harga kelapa sawit ditingkat pengecer yang semakin

merangkak naik, yang menyebabkan masyarakat merasa berbisnis, memiliki lahan

sawit yang nantinya dapat menjual hasil produksi kelapa sawit merupakan suatu

pekerjaan yang menguntungkan, dan juga adanya fakta yang menyebutkan

keunggulan-keunggulan dari minyak sawit dibandingkan dengan minyak-minyak

lainnya.

Besarnya permintaan minyak kelapa sawit di kawasan Eropa sebagai bahan bakar alternatif juga dipicu oleh hasil penemuan pada tahun 2005 yang mengungkapkan bahwa minyak goreng dari kelapa sawit merupakan minyak goreng yang tersehat. Kandungan senyawa kimia alaminya mampu meluruhkan kolesterol yang tersimpan di dalam tubuh manusia (opini.net.htm)

13

Fakta diatas menyebabkan pihak pemerintah Indonesia mendukung secara

besar-besaran pengembangan dan perluasan lahan pertanian kelapa sawit. Dengan

adanya dukungan dari pemerintah untuk pengembangan dan perluasan lahan

pertanian kelapa sawit tersebut, menyebabkan perkebunan kelapa sawit saat ini

telah berkembang tidak hanya yang diusahakan oleh perusahaan negara, tetapi

juga perkebunan rakyat dan swasta.

Pada tahun 2003, luas areal perkebunan rakyat mencapai 1.827 ribu ha

(34,9%), perkebunan negara seluas 645 ribu ha (12,3%), dan perkebunan besar

swasta seluas 2.765 ribu ha (52,8%). Ditinjau dari bentuk pengusahaannya,

perkebunan rakyat (PR) memberi andil produksi CPO sebesar 3.645 ribu ton

(37,12%), perkebunan besar negara (PBN) sebesar 1.543 ribu ton (15,7 %), dan

perkebunan besar swasta (PBS) sebesar 4.627 ribu ton (47,13%). Produksi CPO

juga menyebar dengan perbandingan 85,55% Sumatera, 11,45% Kalimantan, 2%,

Sulawesi. Perluasan areal perkebunan kelapa sawit ini secara umum mampu

meningkatkan pengembangan agribisnis kelapa sawit , baik dari prospek harga,

ekspor dan pengembangan produk.

Banyak strategi yang dapat digunakan dalam menciptakan suatu

lingkungan yang cocok untuk dijadikan sebagai sentra perkebunan sawit. Namun

untuk daerah-daerah yang masyarakatnya belum mengetahui sepernuhnya

bagaimana cara pengoptimalan penanaman kelapa sawit yang ditanamnya nanti

agar dapat menghasilkan produksi kelapa sawit secara maksimal, maka

dibutuhkan adanya penerapan suatu inovasi yang tidak hanya bermodalkan pada

semangat etos kerja saja, namun juga harus menerapkan pengembangan dan

pengoptimalan yang benar-benar memiliki suatu sistem strategi yang teratur dan

yang telah teruji.

....Strategi pengembangan agribisnis kelapa sawit diantaranya adalah integrasi vertikal dan horisontal perkebunan kelapa sawit dalam rangka peningkatan ketahanan pangan masyarakat, pengembangan usaha pengolahan kelapa sawit di pedesaan, menerapkan inovasi teknologi dan kelembagaan dalam rangka pemanfaatan sumber daya perkebunan, dan pengembangan pasar. Strategi tersebut didukung dengan penyediaan infrastruktur (sarana dan prasarana) dan kebijakan pemerintah yang kondusif untuk peningkatan kapasitas agribisnis kelapa sawit. Dalam implementasinya, strategi pengembangan agribisnis kelapa sawit didukung

14

dengan program-program yang komprehensif dari berbagai aspek manajemen, yaitu perencanaan, pelaksanaan (perbenihan, budidaya dan pemeliharaan, pengolahan hasil, pengembangan usaha, dan pemberdayaan masyarakat) hingga evaluasi.....([email protected])

Memang benar bahwa dengan adanya pengembangan agribisnis kelapa

sawit baik melalui perluasan maupun peremajaan menerapkan pola

pengembangan inti plasma dengan penguatan kelembagaan melalui pemberian

kesempatan kepada petani plasma sebagai pemilik saham perusahaan, akan

menciptakan suatu kecenderungan masyarakat untuk terus mengembangkan dan

meningkatkan usahanya untuk mengoptimalkan lahan pertanian sawitnya agar

mampu menghasilkan hasil produksi yang maksimal. Atau dengan kata lain,

adanya perluasan area perkebunan kelapa sawit maka akan memberikan

kesempatan yang lebih besar kepada pengusaha-pengusaha untuk menananamkan

modal atau sahamnya lebih besar, sehingga mampu menciptakan lapangan kerja

yang berdampak positif terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat.

Sehingga dapat kita ketahui bersama perluasan lahan pertanian yang

dipadukan dengan sistem perkebunan inti rakyat (PIR) merupakan suatu

keefektifan untuk menciptakan masyarakat yang sejahtera dibidang sosial dan

ekonominya. Dikatakan dapat sejahtera dibidang ekonomi karena, dengan adanya

sistem PIR ini maka yang menjadi pengusaha itu sendiri adalah masyarakat,

bukan pihak-pihak pemilik modal semata. Harus kita tekankan bersama sekali

lagi, untuk menwujudkan suatu masyarakat yang sejahtera janganlah berpikiran

untuk mengatakan masyarakat akan sejahtera dengan hanya menjadi pekerja

dalam suatu perkebunan kelapa sawit, melainkan masyarakat itu sendiri harus

dapat memiliki dan mengoptimalkan lahan produksinya secara optimal.

IV.2 Mewujudkan Indonesia Menjadi Peringkat Pertama Produsen Minyak

Kelapa Sawit

(sumber: http://www.trulyjogja.com/)

15

Berdasarkan diagram diatas dapat kita lihat perbandingan pertumbuhan

perkembangan jumlah produksi kelapa sawit antara Indonesia dengan Malaysia.

Dengan adanya pemikiran atas perbandingan jumlah hasil produksi kelapa sawit

di atas, atas dasar pertumbuhan dan perkembangan penduduk nasional mendorong

pemerintah untuk melakukan usaha-usaha sebagai upaya untuk meningkatkan

output ekspor nasional yang lebih besar dibanding impor nasional yang didapat

dari luar, sehingga dapat mengejar ketertinggalan Indonesia dengan Malaysia

tersebut. Salah satu bentuk usaha pemerintah dalam upaya meningkatkan output

ekspor nasional adalah dengan membangun perkebunan kelapa sawit. Akibat hal

tersebut penggunaan tanah untuk usaha-usaha bisnis modern semakin meningkat

Berdasar pada penjelasan diatas itu pula, maka perluasan areal perkebunan

kelapa sawit ini memang memiliki peluang penghasil devisa sangat besar bagi

negara Indonesia. Apalagi jika perluasan areal perkebunan kelapa sawit itu diikuti

dengan sistem PIR dan juga masyarakat yang menerapkan metode intensifikasi

pertanian, tentu hal ini akan menambah hasil produksi minyak kelapa sawit yang

akan di ekspor ke negara-negara lain. Secara umum dapat diindikasikan bahwa

pengembangan agribisnis kelapa sawit masih mempunyai prospek, ditinjau dari

prospek harga, ekspor dan pengembangan produk. Secara internal, pengembangan

agribisnis kelapa sawit didukung potensi kesesuaian dan ketersediaan lahan,

produktivitas yang masih dapat meningkat dan semakin berkembangnya industri

hilir. Dengan prospek dan potensi ini, arah pengembangan agribisnis kelapa sawit

adalah pemberdayaan di hulu dan penguatan di hilir.

Namun, dibelakang semua keinginan untuk menciptakan Indonesia

menjadi peringkat pertama sebagai produsen minyak kelapa sawit terbesar

haruslah memikirkan bagaiamana agar selama masa sekarang dan masa depan

lingkungan sosial masyarakat tidak terganggu, jangan hanya memikirkan

keuntungan pada saat sekarang ini saja namun harus memikirkan bagaimana nasib

tanah yang akan digunakan untuk annak cucu kita kedepan.

Permasalahan yang menjadi permasalahan pertama adalah minyak kelapa

sebagai biodiesel terletak pada bagaimana tanaman tersebut diolah. Diolah dengan

menggunakan sistem IT atau diolah oleh orang-orang yang profesional dalam

16

pengelolaannya atau pengelolaan yang hanya mengutamakan tanam asal tumbuh

saja.

Permasalahan kedua adalah fakta bahwa dalam beberapa tahun terakhir,

banyak area hutan alami yang dibuka di seantero Asia untuk perkebunan kelapa

sawit. Perubahan signifikan pembukaan areal hutan alami menjadi hutan produksi

atau lahan pertanian penduduk ini telah menurunkan keanekaragaman hayati,

meningkatkan kerentanan pada bahaya kebakaran, dan hal ini akan menimbulkan

dampak pada ketergantungan masyarakat sekitar terhadap produk dan jasa yang

telah disediakan oleh ekosistem hutan menjadi hilang.

(http://www.trulyjogja.com / ).

Selain hilangnya ekosistem hutan, penanaman besar-besaran kelapa sawit

untuk memproduksi minyak kelapa sawit, seperti yang sedang dipraktekkan saat

ini dapat menyebabkan kerusakan yang cukup parah bagi lingkungan hidup.

Tidak hanya itu saja, namun penggunaan bahan-bahan kimia dalam

pengelolaan kelapa sawit yang tidak sesuai aturan akan menyebabkan dampak-

dampak negatif pula.

Penggunaan pestisida, herbisida, dan pupuk berbasis petroleum secara bebas membuat yakin bahwa kebanyakan pengolahan minyak kelapa tak hanya menyebabkan polusi pada tingkat lokal, namun juga berkontribusi pada emisi gas rumah kaca.... Perkebunan di Indonesia sangat merusak karenanya setelah 25 tahun masa panen, lahan kelapa sawit kebanyakan ditinggalkan dan menjadi semak belukar. Tanah mungkin akan kehabisan nutrisi, terutama pada lingkungan yang mengandung asam, sehingga beberapa tanaman mungkin tumbuh, menjadikan wilayah tersebut tanpa vegetasi selain rumput-rumput liar yang akan mudah sekali terbakar.( Rhett A. Butler (http://www.trulyjogja.com / ).

Oleh karena itu, perluasan areal perkebunan kelapa sawit kurang efektif

apabila dalam pengelolaan dan perawatannya menggunakan bahan-bahan kimia.

Hal ini dilihat dari dampak yang diakibatkannya dan menyebabkan ekosistem

lingkungan yang fatal dikemudian hari.

Sejumlah besar keluasan kawasan disediakan untuk penanaman tanaman

kelapa sawit hanya karena kelapa sawit merupakan tanaman yang lebih

menguntungkan, tidak mengetahui dan memikirkan dampak kedepannya.

17

Dikhawatirkan beberapa tahun mendatang, akibat hanya ada penanaman kelapa

sawit saja dalam satu tempat tanpa diikuti penanaman tanaman lainnya disekitar

tempat tersebut, maka keasaman tanah serta struktur pH tanah berkualitas tak akan

terpenuhi lagi. Hal demikian dapat terjadi karena tanaman kelapa sawit yang telah

berkali-kali dipanen dan menghasilkan buah mampu menyerap kadar asam di

tanah sehingga tanah akan mengalami penurunan kesuburan.

(http://www.trulyjogja.com / ).

Akibat penurunan kesuburan tanah inilah mampu mengakibatkan dampak-

dampak lainnya yang sejalan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya,

dampak yang membahayakan ekosistem lain di lingkungan sekitarnya.Seperti:

1. Pencemaran lingkungan oleh limbah pabrik dan bahan kimia yang

digunakan dalam perkebunan kelapa sawit terhadap air sungai, tanah

dan udara.( Sawit Watch Online).

2. Permasalahan perubahan iklim, karena dapat memenuhi kebutuhan

energi dunia dengan menghasilkan emisi karbon yang lebih rendah

dibanding bahan bakar lainnya. Bahkan Uni Eropa telah menetapkan

keputusan bahwa di tahun 2020, bahan bakar transportasi harus

mengandung 10% agrofuels. (Sawit watch Online)

3. Hilangnya tidak kurang 210 triliun rupiah serta mengalami kerugian

ekologi (fungsi pengaturan gangguan ekosistem, tata air, penyedia air,

pengendali banjir, siklus unsur hara, dan pengendalian limbah) sebesar

14,7 triliun rupiah setiap tahunnya di Kalimantan Timur.

(http://iklim.lingkungan.org/)

4. Pembangunan agribisnis kelapa sawit jangan hanya berorientasi pada

kapasitas produksi, tapi juga menjamin kelestarian lingkungan(Gabriel

Wahyu Titiyoga). Penyebab pembangunan agribisnis kelapa sawit

tidak hanya berorientasi kepada kapasitas produksi itu saja, karena

pembangunan agribisnis kelapa sawit yang berorientasi pada kapasitas

produksi itu mengakibatkan jumlah luas lahan pertanian juga diperluas

akibatnya tanah untuk pemukiman penduduk menjadi menyempit.

18

Nilai yang tidak sebanding dengan nilai yang akan diperoleh oleh negara

dan rakyat dari pembangunan perkebunan kelapa sawit skala besar saat ini.

Adanya pembangunan agribisnis kelapa sawit yang hanya berorientasi

pada kapasitas produksi dengan metode perluasan lahan yang menyertakan

penggunaan dan pelaksanaan penanaman tanpa memikirkan masa depannya akan

memiliki dampak yang negatif terhadap lingkungan. Ekosistem yang digunakan

untuk perluasan lahan tersebut akan terganggu. Pada saat terjadinya perluasan

lahan akan menyebabkan kepunahan untuk makhluk hidup yang berada disekitar

perluasan lahan kelapa sawit tersebut.

Oleh karena itu sebaiknya, pembangunan agribisnis kelapa sawit untuk

meningkatkan hasil produksi kelapa sawit tidak hanya menggunakan metode

perluasan lahan namun juga menggunakan metode intensifikasi pertanian. Dalam

metode intensifikasi pertanian, luas lahan untuk penanaman kelapa sawit tidak

perlu ditambah sehingga tidak menyebabkan kepunahan makhluk hidup dan

menyebabkan kerusakan lingkungan sekitar. Perluasan lahan pekebunan kelapa

sawit juga membutuhkan biaya besar seperti alokasi dana pupuk yang lebih

banyak, sehingga dengan kata lain dengan adanya metode intensifikasi pertanian

banyak keuntungan yang dapat kita raih, yakni luas lahan pertanian yang tidak

perlu ditambah akan menjadikan ekosistem lingkungan menjadi tidak terganggu,

hingga tidak akan menyebabkan kepunahan suatu makhluk hidup, dan juga dapat

menghemat alokasi dana dalam pengoptimalisasian lahan pertanian kelapa sawit

karena jumlah pupuk atau bahkan jumlah bahan-bahan kimia untuk membasmi

hama dapat sedikit lebih diminimalisir dan tidak terbuang secara percuma atau

dihambur-hamburkan begitu saja dikarenakan lahan pertanian yang begitu luas.

Namun, dalam masalah ini kelapa sawit tidak bisa kita anggap sebagai

sumber masalah tetapi kita juga harus bisa berpikir bahwa dampak positif dari

perluasan areal perkebunan kelapa sawit untuk pertambahan devisa bangsa

memang sangat berperan.

Kelapa sawit memiliki peran penting pada perdagangan dan produsen

penghasil palm oil, dikarenakan kelapa sawit memiliki kandungan bebas

kolesterol sama seperti minyak sayuran lain, karena kandungan kolesterolnya

kurang 50 ppm (Suruhanjaya CODEX Alimentarius1997).

19

Kandungan kolesterol berasaskan kandungan SFA (acid lemak tepu).

Komposisi lemak dalam olein minyak sawit (%) Minyak Sawit (%)

a. Jumlah SFA 46% - 49%

b. Jumlah MUFA 42% - 40%

c. Jumlah PUFA 12% - 11%

Oleh karena kandungan SFA secara relatif adalah tinggi dan acid

linoliknya rendah tetapi pada paras selamat (sekitar 12 peratus), olein sawit

cenderung menolak proses oksidasi waktu memasak/menggoreng. Minyak sawit

mempunyai sifat separa pejal yang banyak diperlukan dalam berbagai aplikasi

makanan. Bagaimanapun, banyak minyak sayuran lain terutamanya yang kaya

dengan PUFA seperti minyak soya, minyak jagung dan minyak bunga matahari

adalah terlalu cair (fliuda) sifatnya dan perlu dihidrogenkan untuk menjadikan ia

separa pejal.

Minyak sayuran politaktepu yang dihidrogenkan mengandungi

mengandungi acid trans yang agak banyak. (TFA – terutama isomer kepada acid

elaidik dan sebahagian kecil cis-trans atau trans-trans 18.2 atau 18.3 acid lemak)

yang juga antherogenik. Produk makanan seperti lemak dan margarin yang dibuat

dari lemak yang dihidrogenkan boleh mengandungi 1 hingga 46 peratus

TFA.Penghidrogenan tidak perlu bagi minyak sawit. Oleh itu, pengguna produk

minyak sawit adalah bebas daripada TFA. Satu teknik baru “interesterification”

yang diperkenalkan oleh MPOB membolehkan penggemar vanaspati dan marjerin

menikmati makanan mereka tanpa kandungan TFA.

Faktor diatas mempengaruhi volume ekspor minyak kelapa sawit mentah

di pasaran dunia karena potensinya sangat besar dalam penggunaan strategi

pemakanan asas sehingga dapat mengatasi kekurangan vitamin A di negara –

negara tertentu, terkhusus negara-negara miskin. Indonesia akan diarahkan ke

industri hilir kelapa sawit yang memang memiliki nilai tambah lebih besar.

Indonesia adalah produsen CPO terbesar di dunia dengan luas perkebunan kelapa

sawit mencapai 6 juta hektar.(Gabriel Wahyu Titiyoga).

20

......CPO sebagai bahan bakar pengganti minyak bumi, khususnya di negara-negara Eropa. Sedangkan suplai CPO dunia ditentukan oleh Indonesia, sebagai produsen CPO terbesar di dunia sejak 2007..(Opini.net)

Melihat fakta-fakta diatas dan kemungkinan-kemungkinan positif yang

dimiliki, bahwa Indonesia mempunyai harapan yang sangat besar untuk dapat

menjadi peringkat pertama di dunia sebagai produsen minyak kelapa sawit,

dengan pertimbangan lahan yang tersedia masih sangat luas.

Namun sekali lagi harus memperhatikan sistem apa yang diterapkan dalam

menciptakan keadaan yang seperti ini. Jangan hanya menerapkan sistem yang

menghasilkan keuntungan dimasa kini saja tanpa memikirkan dampaknya pada

masa yang akan datang.

IV.3. Hikmah dari Rencana Perluasan Lahan Pertanian Kelapa Sawit Ini

Dengan penjelasan tentang potensi kelapa sawit yang didukung oleh

perluasan perkebunan areal penanaman kelapa sawit dengan dampak negatif yang

cukup tinggi. Dapat disimpulkan bahwa perluasan areal perkebunan kelapa sawit

yang dewasa ini digalakkan secara besar-besaran tidak efektif jika menggunakan

sistem tanam yang tidak dipadukan dengan sistem perkebunan inti rakyat (PIR)

dan juga metode intensifikasi pertanian dalam perwujudannya, bahkan perluasan

areal perkebunan kelapa sawit tanpa perpaduan dengan sistem PIR tersebut

penulis memperkirakan mampu mengurangi jumlah lahan hutan yang menjadi

jantung dunia.

Sehingga, hikmah dibalik semua perluasan lahan pertanian ini bahwa

dalam prakteknya masyarakat harus mampu mengetahui dampak yang

ditimbulkan dari pengembangan perluasan lahan pertanian kelapa sawit. Baik dari

segi positif yang menguntungkan para petani sawit, mengingat kelapa sawit

merupakan komoditas yang dibutuhkan oleh masyarakat dunia, dan Indonesia

diperkirakan mampu untuk memenuhinya. Dan yang harus dipikirkan juga adalah

dampak dari segi negatifnya, yakni perluasan lahan pertanian yang hanya

bertumpukan pemikiran akan keuntungan yang akan didapat pada saat ini, tanpa

memikirkan untuk masa yang akan datang dengan penebangan hutan secara

sembarangan untuk membangun lahan pertanian kelapa sawit, sistem yang dipakai

21

dalam pengelolaan hanya berasaskan sistem tanam, tanpa mengetahui sistem

lainnya yang mestinya dapat dipadukan seperti penggunaan metode intensifikasi

pertanian yang dirasakan merupakan suatu metode yang tepat untuk

meminimalisir dampak negatif dari perluasan lahan pertanian kelapa sawit.

22

BAB V

PENUTUP

V.1 Simpulan

Di era globalisasi dan masa krisis minyak dunia pada saat ini keperluan

akan minyak untuk keperluan industri ataupun untuk keperluan rumah tangga

semakin bertambah pula. Sebagai salah satu hasil alam yang mampu untuk

menghasilkan minyak yang dapat dimanfaatkan utnuk keperluan rumah tangga

ataupun sebagai bahan bakar alternatif dalam memenuhi kebutuhan industri,

kelapa sawit semakin dibutuhkan.

Semakin meningkatnya kebutuhan kelapa sawit untuk mensuplai

keperluan tersebut, maka untuk memenuhi kebutuhan tersebut menyebabkan

terjadinya perluasan areal pertanian kelapa sawit dan pembangunan sentra-sentra

industri atau perusahaan pengelolaan kelapa sawit.

Namun, di balik pesatnya pembangunan sentra-sentra industri, perluasan

areal penanaman kelapa sawit, juga menuai masalah yang memberikan dampak

yang dapat mempengaruhi lingkungan dari segi ekonomi maupun sosial

mayarakat. Dari keseluruhan dampak yang ditimbulkan akibat perluasan lahan

pertanian kelapa sawit tersebut antara lain seperti ekosistem yang terganggu

karena adanya populasi yang mati akibat penebangan hutan secara liar, penurunan

kadar kesuburan tanah akibat banyaknya lahan yang telah ditanam oleh kelapa

sawit tanpa diselingi oleh tanaman lain, banjir akibat tanah yang tidak mampu

lagi menyimpan air atau hingga kebutuhan tanah untuk pemukiman penduduk

akan semakin berkurang.

Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan minyak kelapa sawit yang

semakin bertambah, selain dengan cara memperluas lahan pertanian kelapa sawit

itu sendiri, akan lebih maksimal apabila juga menerapkan metode intensifikasi

pertanian, sehingga jumlah lahan untuk pemukiman penduduk tidak berkurang

dan juga hasil produksi kelapa sawit lebih maksimal dikarenakan lebih

dioptimalisasi melalui metode intensifikasi tersebut.

23

V.2 Saran

Dari keseluruhan dampak yang ditimbulkan oleh perluasan lahan pertanian

kelapa sawit sebaiknya para pengelola areal perkebunan kelapa sawit mampu

mengelola lahannya dengan memadukan sistem perkebunan inti rakyat dengan

metode intensifikasi pertanian.

Untuk pihak pemerintah seharusnya memberikan penyuluhan kepada

masyarakat khususnya para petani sawit sehingga SDM yang tercipta untuk

pengelolaan pertanian kelapa sawit tersebut lebih terdidik dan mengerti sehingga

dapat mengoptimalkan hasil produksi kelapa sawit tersebut. Selain itu pihak

pemerintah juga dapat menyediakan bibit unggul sehingga kelapa sawit dapat

dikembangkan dengan lebih intensif.

24


Top Related