Transcript

PERCOBAAN IDosis Respon Obat dan Indeks TerapiI. TUJUANSetelah menyelesaikan percobaan ini mahasiswa diharapkan :1. Memperoleh gambaran bagaimana merancang eksperimen untuk memperoleh ED50 dan DL502. Memahami konsep indeks terapi dan implikasi-implikasinyaII. PRINSIP 1. Dosis respon obat Intensitas efek obat pada makhluk hidup lazimnya meningkat jika dosis obat yang diberikan juga ditingkatkan2. Indeks terapia. Yaitu perbandingan antara DE50 dan DL50 yaitu dosis yang menghasilkan efek pada 50% dari jumlah binatang dan dosis yang mematikan 50% dari jumlah binatangb. Indeks terapi merupakan ukuran keamanan untuk menentukan dosis obatc. RumusIndeks Terapi = DL50/DE50III. TEORI DASARDalam farmakologi, dasar-dasar kerja obat diuraikan dalam dua fase yaitu fase farmakokinetik dan fase farmakodinamik. Dalam terapi obat, obat yang masuk dalam tubuh melalui berbagai cara pemberian umumnya mengalami absorpsi, distribusi, dan pengikatan untuk sampai ke tempat kerja ( reseptor ) dan menimbulkan efek , kemudian dengan atau tanpa biotransformasi ( metabolisme ) lalu di ekskresi kan dari tubuh. proses tersebut dinyatakan sebagai proses farmakokinetik. Farmakodinamik, menguraikan mengenai interaksi obat dengan reseptor obat; fase ini berperan dalam efek biologik obat pada tubuh (Adnan,2011).Dosis dan respon pasien berhubungan erat dengan potensi relative farmakologis dan efikasi maksimal obat dalam kaitannya dengan efak terapefik yang di harapkan. Adapun respon dosis sangat dipengaruhi oleh :1. Dosis yang di berikan.2. Penurunan / kenaikkan tekanan darah.3. Kondisi jantung.4. Tingkat metabolisme dan ekskresi ( Katzung Bertram , 2001 ).Respon obat masing masing individu berbeda beda. Respon idiosinkratik biasanya disebabakan oleh perbedaana genetic pada metabolism obat / mekanisme -mekanisme munologik, termasuk rasa alergi. Empat mekanisme umum yang mempengaruhi kemampuan merespon suatu obat :1. Perubahan konsentrasi obat yang mencapai reseptor.2. Variasi dalam konsentrasi suatu ligan reseptor endogen.3. Perubahan dalam jumlah / fungsi reseptor reseptor.4. Perubahan perubahan dalam komponen respondastal dari seseptor ( Katzung Bertram , 2001 ). Hubungan dosis obat persen responsif : Untuk menimbulkan efek obat dengan intensitas tertentu pada populasi dipelukan satu kisaran dosis. Jika dibuat distribusi frekuensi dari individu yang responsif (dalam 10%) pada kisaran dosis tersebut (dalam log dosis) maka akan diperoleh kurba distribusi normal (Sulistina, ed IV, 1994). Hubungan antara dosis obat dengan respon penderita - Potensi obat : Potensi suatu obat dipengaruhi oleh absorbsi, distribusi, biontransformasi, metabolisme, ekskresi. Kemampuan bergabung dengan reseptor dan sistem efektor. Atau ukuran dosis obat yang diperlukan untuk menghasilkan respons. - Efikasi maksimal : Efek maks obat dinyatakan sebagai efikasi (kemanjuran) maksimal / disebut saja dengan efikasi (Sulistina, ed IV, 1994). Efikasi tergantung pada kemampuan obat tersebut untuk menimbulkan efeknya setelah berinteraksi dengan reseptor. Efikasi dapat dibatasi timbulnya efek yang tidak diinginkan, sehingga dosis harus dibatasi. Yang berarti bahwa efek maksimal tidak tercapai. Tiap obat mempunyai efikasi yang berbeda (Sulistina, ed IV, 1994).Untuk menyatakan toksisitas akut sesuatu obat, umumnya dipakai ukuran LD50 (medium lethal dose 50) yaitu suatu dosis yang dapat membunuh 50% dari sekelompok binatang percobaan. Demikian juga sebagai ukuran dosis efektif (dosis terapi) yang umum digunakan sebagai ukuran ialah ED 50 (median effective dose), yaitu dosis yang memberikan efek tertentu pada 50% dari sekelompok binatang percobaan. LD50 ditentukan dengan memberikan obat dalam dosis yang bervariasi (bertingkat) kepada sekelompok binatang pecobaan.LD50 ditentukan dengan memberikan obat dalam dosis yang bervariasi (bertingkat) kepada sekelompok binatang percobaan. Setiap binatang diberikan dosis tunggal. Setelah jangka waktu tertentu (misalnya 24 jam) sebagian biantang percobaan ada yang mati, dan persentase ini diterakan dalam grafik yang menyatakan hubungan dosis (pada absis) dan persentase binatang yang mati (pada ordinat) (James Olson,2000).

Hipnotika & Sedatif Hipnotik Sedatif merupakan golongan obat depresan susunan saraf pusat (SSP) yang relatif tidak selektif, mulai dari yang ringan yaitu menyebabkan kantuk, menidurkan, hingga yang berat yaitu hilangnya kesadaran, keadaan anestesi, koma dan mati, bergantung kepada dosis. Pada dosis terapi obat sedatif menekan aktivitas, menurunkan respon terhadap rangsangan emosi dan menenangkan. Obat Hipnotik menyebabkan kantuk dan mempermudah tidur serta mempertahankan tidur yang menyerupai tidur fisiologis.Obat hipnotika dan sedatif biasanya merupakan turunan Benzodiazepin. Beberapa obat Hipnotik Sedatif dari golongan Benzodiazepin digunakan juga untuk indikasi lain, yaitu sebagai pelemas otot, antiepilepsi, antiansietas dan sebagai penginduksi anestesis (Anonym, 2006).Indeks terapeutikIndeks terapeutik adalah suatu ukuran keamanan obat karena nilai yamg besar menunjukkan bahwa terdapat suatu batas yang luas / lebar di antara dosis dosis yang efektif dan dosis yang foksik. Indeks terapeutik ditentinova dengan mengukur frekuensi respon yang diinginkan dan respon toksik pada berbagai dosis obat.Indeks terapeutik suatu obat adalah rasio dari dosis yang menghasilkan tolensitas dengan dosis yang menghasilkan suatu respon yang efektif ( Mary J.Myceh, 2001).Indeks terapi adalah rasio antara dosis toksik dan dosis efektif atau menggambarkan keamanan relatif sebuah obat pada penggunaan biasa. Diperkirakan sebagai rasio LD50 (Dosis Lethal pada 50% kosis) terhadap ED50 (Dosis efektif pada 50% kasus). Karena efek berbeda mungkin perlu dosis berbeda. Istilah LD50 sering dalam toksikologi yaitu dosis yang akan membunuh 50% dari populasi experimental (dr. Jan Tambayong.2003).Indeks terapi suatu obat dinyatakan dalam pernyataan berikut : Indeks terapi = TD50 atau CD50 ED50 ED50 Obat ideal menimbulkan efek terapi pada semua pasien tanpa menimbulkan efek toksik pada seorang pun pasien, oleh karena itu TD1 1. Suatu ukuran obat, obat yang memiliki indeks terapi tinggi lebih aman dari pada obat yang memiliki indek terapi lebih rendah . TD50 : Dosis yang toksik pada toksik 50% hewan yang menerima dosis tersebut, kematiaan merupakan toksisitas terakhir (Jonet.L. Stringer MD.Ph).Efek suatu senyawa obat tergantung pada jumlah pemberian dosisnya. Jika dosis yang diberi dibawah titik ambang (subliminsal dosis), maka tidak akan didapatkan efek. Respon tergantung pada efek alami yang diukur. Kenaikan dosis mungkin akan meningkatkan efek pada intensitas tersebut. Seperti obat antipiretik atau hipotensi dapat ditentukan tingkat penggunaannya, dalam arti bahwa luas (range) temperature badan dan tekanan darah dapat diukur. Hubungan dosis efek mungkin berbeda-beda tergantung pada sensitivitas indivdu yang sedang menggunakan obat tersebut. Hubungan frekuensi dosis dihasilkan dari perbedaan sensitifitas pada individu sebagai suatu rumusan yang ditunjukan pada suatu log distribusi normal. Jika frekuensi kumulatif (total jumlah binatang yang memberikan respon pada dosis pemberian) diplotkan dalam logaritma maka akan menjadi bentuk kurva sigmoid. Pembengkokan titik pada kurva berada pada keadaan dosis satu-separuh kelompok dosis yang sudah memberikan respon. Range dosis meliputi hubungan dosis-frekuensi memcerminkan variasi sensitivitas pada individi terhadap suatu obat.Evaluasi hubungan dosis efek di dalam sekelompok subyek manusia dapat ditemukan karena terdapat perbedaan sensitivitas pada individu-individu yang berbeda. Untuk menentukan variasi biologis, pengukauran telah membawa pada suatu sampel yang representative dan didapatkan rata-ratanya. Ini akan memungkinkan dosis terapi akan menjadi sesuai pada kebanyakan pasien (Lullmann, 2000) Indeks teraupetik merupakan suatu ukuran keamanan obat karena nilai yang besar menunjukkan bahwa terdapa suatu batas yang luas / lebar diantara dosis-dosis yang toksik. - Penentuan indeks teraupetik Indeks teraupetik ditentukan dengan mengukur frekuensi respon yang diinginkan dan respon toksik pada berbagai dosis obat. - Aspek kuantitatif eliminasi obat melalui ginjal - Rasio efektif : Penurunan konsentrasi obat dalam plasma dari darah arteri ke vena ginjal - Kecepatan ekskresi : Eliminasi dari suatu obat biasanya mengikuti kinetik firstorder dan konsentrasi obat dalam plasma turun secara exponensia menurut waktu. Ini biasa digunakan untuk menentukan waktu paruh obat. - Volume distribusi dan waktu paruh obat Waktu paruh suatu obat berbanding terbalik dengan bersihan dan secara langsung proporsional terhadap volume distribusi. - Keadaan klinis yang meningkatkan waktu paruh obat penting untuk dapat menduga para penderita yang mana memungkinkan waktu paruh obat akan memanjang (Mary J. Mycek, dkk. 2001).

IV. ALAT DAN BAHAN4.1 ALAT Kandang mencit

Kapas

Neraca lengan

Penutup kandang yang kasar(kawat)

Sarung tangan

Spidol

Sringe

4.2 BAHAN Alkohol Fenobarbital dosis 50mg, 75 mg,100mg, 125 mg,150 mg Mencit (Mus musculus) 3 ekor NaCl fisiologis

V. PROSEDURHal pertama yang harus dilakukan dalam praktikum kali ini adalah memberi tanda pada setiap mencit yang telah diterima oleh masing masing kelompok. Mencit ditandai dengan menggunakan spidol di bagian ekornya sesuai dengan cara penomoran pada hewan uji. Setelah semua mencit di beri penomoran selanjutnya adalah mengetahui berat badan mencit uji dengan dimbang satu persatu pada neraca ohauss. Hasil dari mencit uji yang telah ditimbang masing masing dicatat pada kertas. Banyaknya dosis yang akan diberikan pada mencit uji dihitung dan dikonversikan sesuai dengan hewan ujinya. Selanjutnya mencit yang telah ditimbang diberi obat fenobarbital secara peritoneal di bagian perut bawah

dengan volume yang telah dihitung tadi dan dosis meningkat pada masing masing mencit yang telah ditetapkan yaitu 50mg/kg BB, 75mg/kg BB, 100mg/kg BB, 125mg/kg BB, 150mg/kg BB, dan NaCl fisologis steril sebagai kontrol pembanding. Untuk melihat efek yang bekerja pada tiap dosis maka diberikan rentang waktu, yaitu pada menit ke 5,10,15,30,45,60 . Masing masing dosis dilakukan pengamatan triplo pada mencit uji yang berbeda. Di amati dan berikan tanda (-) dalam tabel ketika efek dosis terlihat pada mencit uji (kehilangan righting reflex)

dan berikan tanda (+) ketika efek dosis belum berlihat.

Dicatat juga mencit yang mati pada saat percobaan. Mencit yang terlihat telah kehilangan righting reflex ketika dapat dibalikan dalam keadaan terlentang dan tidak kembali ke posisi semula itu berarti obat telah bekerja pada mencit uji. Grafik mengenai dosis respon digambar pada ordinat persentase hewan yang memberikan efek (hilangnya righting reflex atau kematian) pada dosis yang digunakan.VI. DATA PENGAMATAN6.1 DosisNoKelompokDOSIS (mg/kg)

1IIIIV5075100

2IIIVVI125150NaCl

6.2 Berat badan mencit KelompokBerat badan mencit (gram)

123

18,713,115

217,416,620,9

313,510,0415

4281716,6

510,711,817,7

610,71325,9

6.3 Batas maksimal volume untuk intraperitonial (IP) pada mencitMencitKELOMPOK/volume injeksi intraperitonial (ml)

123456

10,21750,4350,33750,70,26750,2675

20,32750,4150,2510,4250,2950,325

30,3750,5225 0,3750,4150,8850,6475

6.4 Data dosis responDOSISKELOMPOKWAKTU

5`10`15`30`45`60`

50IIIIII+++-++-++-++-++-++

75IIIIII++++++++++++++++++

100IIIIII++++++++++++-++-++

125IVVVI+++++++++++++++++-

150

IVVVI+++-++-++-++-+--+-

NaClIVVVI++-++-++-++-++-++-

Keterangan : (+) = ada righting reflex(-) = tidak ada righting reflex

Dosis mg /kgLog dosisObservasi kematianHewan matiHewan hidupAkumulasiRasio kematianPersen kematian

MatiHidupTotal

501.698971/312111121/128,33

751.8750610/3031891/911,11

10021/3122681/425.00

1252.096911/3123473/742,86

1502.1760911/3124262/366,67

6.5 Data kurva log probit

NB=Jumlah kematian diganti oleh jumlah mencit yang kehilangan righting reflex dan yang mati.

VII. PERHITUNGAN

Batas maksimal volume untuk intraperitonial(IP) pada mencita) Kelompok 1Mencit 1 = x 0,5 ml = 0,2175 mlMencit 2 = x 0,5 ml = 0,3275 mlMencit 3 = x 0,5 ml = 0,375 ml

b) Kelompok 2Mencit 1 = x 0,5 ml = 0,435 mlMencit 2 = x 0,5 ml = 0,415 mlMencit 3 = x 0,5 ml = 0,5225 ml c) Kelompok 3Mencit 1 = x 0,5 ml = 0,3375 mlMencit 2 = x 0,5 ml = 0,251 mlMencit 3 = x 0,5 ml = 0,375 mld) Kelompok 4Mencit 1 = x 0,5 ml = 0,7 mlMencit 2 = x 0,5 ml = 0,425 mlMencit 3 = x 0,5 ml = 0,415 mle) Kelompok 5Mencit 1 = x 0,5 ml= 0,2675 mlMencit 2 = x 0,5 ml = 0,295 mlMencit 3 = x 0,5 ml = 0,885 mlf) Kelompok 6Mencit 1 = x 0,5 ml = 0,2675 mlMencit 2 = x 0,5 ml = 0,325 mlMencit 3 = x 0,5 ml = 0,6475 ml

VIII. Grafik

NB=Jumlah kematian diganti oleh jumlah mencit yang kehilangan righting reflex dan yang mati

IX. PEMBAHASANPraktikum kali ini bertujuan untuk memperoleh gambaran cara menguji efektivitas dan toksisitas suatu obat berkaitan dengan LD50 dan ED50 sehingga dihasilkan grafik log-probit, mengetahui indeks terapi suatu obat serta agar dapat memahami konsep indeks terapi dan hubungannya terhadap tingkat keamanan suatu obat. Dalam praktikum kali ini, digunakan hewan uji mencit. Penggunaan mencit ini dikarenakan relatif mudah dalam penggunaanya, ukurannya yang relatif kecil, harganya relatif murah, jumlahnya peranakannya banyak yaitu sekali melahirkan bisa mencapai 16-18 ekor, hewan itu memiliki sistem sirkulasi darah yang hampir sama dengan manusia serta tidak memiliki kemampuan untuk muntah karena memiliki katup dilambung. Selain itu mencit merupakan hewan yang jinak, mudah diatur, dan pemberian pakan dan minumnya sangat mudah. Obat yang akan diujikan kepada mencit dalam praktikum kali ini adalah obat golongan barbiturate, yaitu fenobarbital. Fenobarbital adalah obat penenang golongan barbiturat yang dapat digunakan untuk mengobati kejang parsial dan kejangmenyeluruh. obat ini juga dapat menyebabkan ketidaksadaran (pingsan) dan penyimpangan memori. Fenobarbital bekerja dengan meningkatkan efek GABA (gamma aminobutyric acid) di otak. GABA adalah neurotransmitter (suatu senyawa yang digunakan oleh sel saraf untuk saling berkomunikasi) yang menghambat aktifitas di otak. Diyakini bahwa aktifitas otak yang berlebihan dapat menyebabkan kecemasan dan gangguan jiwa lainnya.Dengan adanya interaksi barbiturat-reseptor, afinitas GABA terhadap reseptornya akan meningkat, dan dengan ini kerja GABA akan bertambah. Dengan diaktifkannya reseptor GABA, saluran ion klorida akan terbuka dan dengan demikian ion klorida akan lebih banyak yang mengalir masuk ke dalam sel. Obat golongann barbiturat seperti fenobarbital pada dosis yang lebih tinggi meningkatkan konduktansi secara langsung dan menurunkan sensitivitas membran pasca sinaps nouron terhadap tansmitter eksitasi. Hal ini akan menyebabkan hiperpolarisasi sel bersangkutan dan sebagai akibatnya kemampuan sel untuk dirangsang akan berkurang.Pada saat percobaan digunakan fenobarbital basa. Fenobarbital basa memiliki kelarutan yang rendah dalam air. Namun di dalam Farmakope Indonesia injeksi fenobarbital (Luminal) dapat dibuat dalam bentuk larutan dengan menggunakan Solutio Petit, yaitu campuran propilenglikol dan air. Air yang biasanya digunakan dalam sediaan injeksi adalah aqua bidestilata atau air yang di destilasi atau air yang telah mengalami dua kali penyulingan. Karena bentuk sediaannya larutan, maka obat lebih cepat diserap dibandingkan dengan sediaan injeksi dan suspensi dan respon obat akan lebih cepat terlihat. Adapun pemberian fenobarbital ini kepada mencit melalui rute intraperitonial, yaitu dengan disuntikan langsung kedalam rongga perut. Pemberian secara intraperitoneal memiliki keuntungan yaitu efek obat yang ditimbulkan lebih cepat dan teratur dibandingkan dengan pemberian secara oral karena tidak mengalami tahap absorpsi maka kadar obat dalam darah diperoleh secara cepat, tepat dan dapat disesuaikan langsung dengan respons hewan uji. Namun suntikan intraperitonial tidak dilakukan pada manusia karena bahaya injeksi dan adesi terlalu besar.Mencit yang akan diuji harus ditimbang terlebih dahulu, karena berat badan merupakan faktor yang mempengaruhi besarnya dosis yang diberikan karena berat badan berhubungan dengan luas permukaan tubuh yang mempengaruhi tingkat absorbsi obat dalam tubuh. Penimbangan ini dilakukan untuk dapat menentukan dosis yang akan diberikan pada mencit, karena mencit memiliki batas pemberian dosis obat. Hal ini mencegah matinya mencit karena kelebihan dosis obat sehingga mencit dapat memperlihatkan efek obat dengan baik. Dosisnya sendiri diberikan pada setiap mencit dengan variasi ukuran yang meningkat. Pemberian dosis dengan variasi ukuran yang meningkat diperlukan untuk mengetahui pada dosis manakah efektivitas yang diinginkan terjadi, sehingga nanti dapat diketahui LD50 dan ED50. Keduanya tersebut akan menunjukan indeks terapi obat. Indeks terapi merupakan perbandingan LD50 dan ED50. LD50 adalah dosis yang menyebabkan 50% hewan percobaan mati sedangkan ED50 adalah dosis yang memberikan efek pada 50% hewan percobaan. Perhitungan indeks terapi dimaksudkan untuk memperkirakan keamanan obat. Semakin besar indeks terapi, semakin aman penggunaan obat tersebut karena rentang antara LD50 dan ED50 cukup jauh. Jika indeks terapi kecil, maka rentang antara LD50 dan ED50 dekat sehingga dosis yang diberikan harus tepat, bila berlebih dapat menyebabkan toksisitas bahkan kematian.Indeks terapi merupakan parameter keamanan obat, jadi bila kita ingin mengetahui tingkat keamanan suatu obat, terlebih dahulu kita harus mengetahui luas terapinya. Luas terapi adalah jarak antara LD50 dan ED50, juga dinamakan jarak keamanan (safety margin). Luas terapi berguna pula sebagai indikasi untuk keamanan obat. Obat dengan luas terapi kecil mudah menimbulkan keracunan bila dosis normalnya dilampaui.Sebelum ditimbang mencit ditandai terlebih dahulu dengan menggunakan spidol agar mudah dalam membedakannya. Kemudian mencit-mencit tersebut ditimbang pada neraca Ohauss yang telah dikalibrasi. Setelah mendapatkan berat badan mencit, maka jumlah dosis yang akan diberikan dapat diketahui. Mencit yang digunakan untuk percobaan idealnya adalah mencit dengan usia 6-12 minggu, karena pada rentang usia tersebut metabolisme tubuh mencit dalam keadaan optimal dan cocok digunakan untuk pengujian. Bobot absolute mencit adalah 20 g dan untuk rute pemberian secara intraperitonial batas maksimal volume yang dapat diberikan adalah 1 ml. Batas volume pemberian ini adalah batas maksimal volume untuk mencit dengan berat 20 g, untuk itu setelah ditimbang berat badannya, batas maksimal volume pemberiannya dapat dihitung dengan dikonversikan terhadap batas volume pemberian untuk 20 g.Dalam percobaan ini praktikan menggunakan 18 mencit yang akan dibagi menjadi 6 kelompok dosis, jadi untuk satu dosis yang sama diberikan pada 3 mencit yang berbeda. Dari 6 kelompok dosis tersebut, 5 dosis merupakan dosis uji, dan 1 dosis digunakan sebagai kontrol negatif. 5 dosis uji yang diberikan adalah dosis 50mg/kg BB, 75mg/kg BB, 100mg/kg BB, 125mg/kg BB, dan 150mg/kg BB. Di laboratorium dosis ini telah disiapkan dan dipisahkan dalam masing-masing botol. Untuk kontrol negatuif kita menggunakan larutan NaCl Fisiologis, yaitu larutan NaCl 0,9% b/v. NoKelompok DOSIS(mg/kg BB)

1IIIIV5075100

2IIIVVI125150NaCl 0.9% b/v

Dalam satu shift praktikum, dibagi dalam 6 kelompok, setiap kelompok mengerjakan 3 dosis yang berbeda, untuk kelompok 1,3, dan 5 memberikan dosis 50,75, dan 100 mg/kg BB, sedangkan untuk kelompok 2,4, dan 6 memberikan dosis 125, 150, dan kontrol negatif (NaCl fisiologis).Dari data hasil pengamatan, berat badan 18 mencit yang digunakan sebagai hewan uji dalam praktikum ini adalah sebagai berikut :Kelompok

Berat badan mencit (gram)

123

18,713,115

217,416,620,9

313,510,0415

4281716,6

510,711,817,7

610,71325,9

Setelah didapatkan data penimbangan tersebut, dapat ditentukan volume pemberian maksimal untuk pemberian intraperitonial dengan persamaan dibawah ini :

Setelah dihitung, didapatkan batas volume pemberian untuk masing-masing mencit, yaitu sebagai berikut :MencitKELOMPOK/volume injeksi intraperitonial (ml)

123456

10,21750,4350,33750,70,26750,2675

20,32750,4150,2510,4250,2950,325

30,3750,52250,3750,4150,8850,6475

Setelah diketahui batas volume pemberian obat, obat diambil sesuai dosis yang akan diberikan. Pada saat percobaan praktikan memberikan dosis 50, 75, dan 100 mg/kg BB. Fenobarbital ini diambil sesuai dengan menggunakan syringe berukuran sesuai sesuai dengan dosis yang diberikan. Dosis ini telah disediakan di laboratorium dalam botol yang diberi label dengan 5 dosis berbeda dan larutan NaCl fisiologis. Konsentrasi dosis pada botol hanya praktikan ketahui di labelnya, untuk konsentrasi pastinya praktikan tidak bisa memastikan karena konsentrasinya tidak dibuat oleh praktikan sendiri melainkan telah disediakan. Setelah itu obat diinjeksikan pada masing-masing mencit sesuai dengan dosis dan batas volume pemberiannya secara intraperitonial. Sebelum obat diinjeksikan ke rongga perut mencit pertama mencit diposisikan terlebih dahulu, yaitu pertama-tama mencit diangkat ujung ekornya dengn tangan kanan lalu mencit diletakkan dikawat kasa sehingga kalau ditarik tubuh mencit akan meregang. Kemudian telunjuk dan ibu jari tangan kiri menjepit kulit tengkuk sedangkan ekornya masih dipegang dengan tangan kanan. Kemudian posisi tubuh mencit dibalikkan sehingga permukaan perutnya menghadap kearah praktikan dan ekornya dijepitkan diantara jari manis dan kelingking tangan kiri. Setelah diposisikan, mencit disuntik di bagian abdomen bawah agak ke pinggir sebelah garis midsagital dengan posisi abdomen lebih tinggi daripada kepala, dan kemiringan jarum suntik 10.

Pemberian secara intraperitonial dimaksudkan agar absorbsi pada lambung, usus dan proses bioinaktivasi dapat dihindarkan, sehingga didapatkan kadar obat yang utuh dalam darah karena sifatnya yang sistemik. Hal ini harus benar-benar diperhatikan karena apabila salah posisi maka suntikan akan mengenai organ bagian dalam mencit, apabila terlalu ke tengah akan mengenai kandung kemih, dan apabila terlalu tinggi akan mengenai hati mencit. Apabila salah dan mengenai organ dalam mencit, bias saja obat akan terhambat kerjanya atau bila mengenai organ vital mencit dapat mengalami kematian secara langsung setelah pemberian.Setelah itu, mencit dibiarkan di meja bundar (meja penelitian) untuk diamati tingkah lakunya dan diamati kehilangan Righting Reflex masing-masing mencit pada waktu yang telah ditentukan. Righting reflex atau disebut juga static reflex adalah bermacam gerakan refleks untuk mengembalikan posisi normal badan dari keadaan yang dipaksakan atau melawan tenaga yang membuat badan bergerak ke arah yang tidak normal.Pengamatan dilakukan di menit ke 5, 10, 15, 30, 45, dan 60. Untuk mengamati Righting reflex-nya mencit dipegang di ekor kemudian dibalikkan badannya, dilihat kehilangan righting reflexnya. Apabila mencit dapat melawan atau mengembalikan posisi tubuhnya seperti semula, maka righting reflexnya masih bekerja (positif).

Namun, apabila mencit tidak bias mengembalikan posisi tubuhnya seperti semula dan sudah kelihatan lemas bahkan tertidur maka mencit telah kehinlangan Righting reflex atau Righting reflex negatif.

Hal itu berarti efek obat fenobarbital sudah berespon pada tubuh mencit tersebut. Waktu dihitung sejak semua obat yang diberikan secara intraperitonial masuk ke dalam tubuh.Dari hasil percobaan, pada dosis obat 50 mg/kg mencit I telah kehilangan Righting Reflex di menit ke 10 padahal dosis obat yang diberikan adalah dosis terendah. Hal ini disebabkan karena mencit I dalam kondisi sakit dan lemas. Selain itu, mencit I memiliki berat badan terkecil dibandingkan mencit II dan III sehingga respon obatnya lebih cepat karena luas permukaan tubuhnya lebih kecil. Pada mencit II dan III yang dalam keadaan sehat, dosis 50 mg/kg BB tidak memberikan efek apapun pada mencit. Setelah 60 menit mencit II dan III tetap aktif bergerak dan tidak kehilangan Righting Reflex. Pada dosis 75 mg/kg BB ketiga mencit tidak kehilangan Righting Reflex. Ketiga mencit tetap aktif bergerak bahkan setelah 60 menit. Hal ini berarti pada dosis 75 mg/kg tidak memberikan respon apapun terhadap mencit dan berarti dosis ini masih tergolong dosis rendah.Pada dosis 100 mg/kg BB, mencit dengan berat 17,7 g menunjukan respon obat pada menit ke 45 yang ditandai dengan hilangnya Righting Reflex. Dua mencit lain yang diberi perlakuan sama dan memiliki berat yang sama (15 g) tidak memberikan respon apapun dan mencit tidak kehilangan Righting Reflex. Hal ini menujukkan bahwa masih ada faktor lain selain berat badan yang mempengaruhi kecepatan respon obat, antara lain kecepatan metabolime, suplai darah, dll. Bisa jadi, mencit dengan berat badan lebih besar memiliki metabolisme yang cepat sehingga respon lebih cepat dan memiliki suplai darah yang besar sehingga obat distribusi obat ke tubuh lebih cepat sehingga responnya juga lebih cepat.Pada dosis 125 mg/kg BB, mencit dengan berat 10,7 g menunjukan respon obat pada menit ke 60 yang ditandai dengan hilangnya Righting Reflex. Dua mencit lainnya yang memiliki berat badan lebih besar tidak memberikan respon apapun dan mencit tetap aktif setelah 60 menit serta tidak kehilangan Righting Reflex. Dari hasil ini pada dosis 125 mg/kg BB respon obat ditunjukkan mencit lebih lama dari pada dosis sebelumnya yaitu 100 mg/kg, karena pada dosis sebelumnya respon obat terlihat pada menit ke 45. Hal ini tidak sesuai dengan teori. Hal ini mungkin terjadi karena larutan obat yang digunakan tidak sesuai dengan konsentrasi yang tertera di label. Dosis tersebut telah disediakan di laboratorium sehingga dosisnya tidak diketahui dengan pasti oleh praktikan. Mungkin saja dosis yang tertera di botol/wadah tersebut tidak sesuai dengan dosis/konsentrasi yang sebenarnya dan mempengaruhi respon mencit terhadap dosis obat tersebut.Pada dosis uji tertinggi, yaitu 150 mg/kg BB dua mencit menujukkan respon tehadap obat yang diberikan hanya saja awal respon obatnya yang berbeda-beda. Pada mencit yang berat badannya 17 g pada menit ke 10 telah kehilangan Righting Reflex, sedangkan pada mencit dengan berat 16,6 g kehilangan Righting Reflex pada menit ke 45. Namun pada mencit dengan berat 13 g tidak menunjukkan respon apapun setelah 60 menit, mencit masih tetap aktif dan tidak kehilangan Righting Reflex. Mencit tetap aktif bergerak seperti biasa. Pada waktu 1 jam setelah pemberian diazepam secara intraperitonial, mencit terlihat diam dan seperti tertidur, namun ketika diberi perlakuan (dipegang), ia kembali bergerak seperti biasa.Pada kontrol negatif, satu mencit mati setelah pemberian. Hal ini disebabkan oleh kesalahan praktikan dalam menginjeksikan. Pada saat menginjeksikan, jarum suntik tidak mengenai rongga perut, melainkan mengenai organ vital, sehingga saat jarum suntik dilepaskan, mencit langsung terkapar dan mati. Kedua mencit yang lain tetap beraktivitas seperti sebelumnya karena memang tidak ada zat aktif yang injeksikan dan digunakan sebagai kontrol negatif untuk respon obat.Kemudian setelah data mengenai jumlah mencit yang memberikan efek didapat, data yang dinyatakan dengan angka tersebut dinyatakan dalam persentase dan dimasukkan kedalam grafik dosis respon. Grafik dosis-respon digambarkan, dengan cara pada kertas grafik log pada ordinat persentase hewan yang memberikan efek (hilang righting reflex atau kematian) pada dosis yang digunakan. Hubungan terapi suatu obat dengan kurva dosis respon terdiri dari dua:1. Kurva dosis yang terjal Dengan dosis kecil menyebabkan respon obat yang cepat ( efektifitas obat besar) tetapi toksissitasnya besar. Rentang efek teurapeutiknya besar atau luas.Dosis mg /kgLog dosisObservasi kematianHewan matiHewan hidupAkumulasiRasio kematianPersen kematian

MatiHidupTotal

501.698971/312111121/128,33

751.8750610/3031891/911,11

10021/3122681/425.00

1252.096911/3123473/742,86

1502.1760911/3124262/366,67

2. Kurva dosis respon datar atau landai.Dosis yang diperlukan relative lebih besar untuk mendapatkan respon yang lebih cepat (efektifitas berkurang) tetapi toksissitasnya kecil. Rentang efek teurapeutiknya kecil atau sempit.Data kurva log probitDari grafik hasil pengamatan dapat dilihat bahwa seiring dengan penambahan dosis, maka rentang keefektifan obat semakin tinggi. Selain itu, rentang antara persen kematian setiap penambahan dosis rentangnya semakin tinggi yaitu dari dosis 1 dan 2 rentangnya 2,78%, dari dosis 2 dan 3 rentangnya 13.89%, dari dosis 3 dan 4 rentangnya 17,86, sedangkan pada dosis 4 dan 5 rentangnya 23.81 dari serta hasil pengamatan menunjukkan bahwa rentang keefektifan obat semakin panjang, dengan kata lain keamanan obat cukup baik. arena, dilihat dari hasil pengamatan, dapat dianggap bahwa dosis antara 125 150 mg/kg BB merupakan efektivitas obat (ED50) sehingga dapat dituliskan ED50nya 125mg/kg BB < ED50 < 150 mg/kg BBNamun hasil ini belum dapat dipastikan dengan benar nilai pasti ED50 nya karena belum sempat diuji spesifikkan terhadap dosis spesifik. Untuk LD50 belum dapat ditentukan karena mencit yang mati diakibatkan karena kesalahan praktikan dan kondisi tubuh mencit, bukan murni karena efek obat, lagi pula jumlah mencit yang mati adalah 2 mencit dari 18 mencit sehingga tidak dapat dikatakan sebagai LD50 karena dosis belum terlampaui.

X.Kesimpulan1. Berdasarkan hasil percobaanpemberian dosis obat terhadap hewan percobaan yaitu mencit,LD50danED50tidak diperoleh karena datanya tidak mencukupi.2. Indeks terapi adalah rasio antaradosis yang menimbulkan kematian pada 50% dari hewan percobaan yang digunakan(LD50) dibagi dosis yang memberikan efek yang diteliti pada 50% dari hewan percobaan yang digunakan(ED50).Indeks terapi Semakin besar indeks terapi obat maka semakin besar efek terapeutiknya

DAFTAR PUSTAKA

Adnan.2011.Farmakologi.Tersedia di http://kesmasunsoed.blogspot.com/2011/02/pengantar-farmakologi.html [diakses tanggal 20 Maret 2014].Anonym. 2006. Obat Sedatif dan Hipnotik. Tersedia di http://medicastore.com /apotikonline/obat_saraf_otot/obat_bius.htm [diakses tanggal 20 Maret 2014]Katzug, R-Bertram G., 1989, Farmakologi Dasar dan Klinik edisi 3, Jakarta; EGC.Lullmann, Heinz, dkk., 2000, Color Atlas of Pharmacology 2nd edition, New York; Thieme Stuttgart. Maycek, Mary J.,2001, Farmakologi Ulasan Bergambar edisi 2 , Jakarta : WidyaMedika.Olson, James, 2000, Belajar Mudah Farmakologi, Jakarta : ECG.Stringer L, Jonet. 2008. Konsep Dasar Farmakologi Untuk Mahasiswa, Jakarta :ECG


Top Related