www.AJOG.orgAmerican Journal of Obstetrics and Gynecology
Etiologi dan Penanganan Hipertensi-Preeklampsia PostpartumBaha M. Sibai, MD
Hipertensi postpartum dapat berhubungan denganhipertensi gestasional yang
menetap, preeklampsia, atau hipertensi kronik yang sudah ada, atau hipertensi
ini dapat baru muncul pada postpartum sekunder karena sebab lain. Data data
yang mendeskripsikan etiologi, diagnosis deferensial, dan penanganan
hipertensi-preeklampsia postpartum masih terbatas.Diagnosis deferensialnya
luas dan bervariasi dari jinak (hipertensi esensial atau gestasional ringan)
hingga mengancam jiwa seperti preeclampsia eklampsia berat, feokromositoma,
dan kecelakaan serebrovaskular. Maka dari itu, penyedia pelayanan medis yang
merawat wanita-wanita postpartum sebaiknya diedukasi tentang pemantauan
berkelanjutan tanda dan gejala dan manajemen dini wanita-wanita ini dengan
ketepatan waktu. Evaluasi dan penanganan sebaiknya dilakukan dengan langkah
bijak dan mungkin membutuhkan pendekatan multidisiplin yang
mempertimbangkan faktor risiko pra partus, onset, tanda dan gejala yang
berhubungan, dan hasil yang penting saja dari temuan laboratorium
danpencitraan.Tujuan tinjauan ini adalah untuk meningkatkan kesadaran dan
untuk menyediakan pendekatan bijak terhadap diagnosis dan penanganan
wanita dengan/atau onset menetap hipertensi preeclampsia pada periode
postpartum.
Kata kunci: etiologi, penanganan, hipertensi preeklampsia-postpartum
Pendahuluan
Gangguan hipertensi pada kehamilan adalah penyebab utama mortalitas dan
morbiditas ibu hamil, terutama pada Negara berkembang.1hipertensi dapat
muncul sebelum atau saat kehamilan atau postpartum. 2 hipertensi postpartum
dapat berhubungan dengan hipertensi gestasional (HG) yang menetap,
preeclampsia, atau hipertensi kronik yang sudah mendasari, atau muncul lagi
karena akibat sekunder lainnya.3
1
Selama beberapa decade, telah terdapat penelitian luas mengenai insidens,
faktor risiko, patogenesis, prediksi, pencegahan, dan penanganan preeclampsia
HG.4Namun, pasien yang masuk kembali dengan hipertensi preeclampsia
postpartum tidak dipertimbangkan dalam laporan penelitian.2,4sebagai
tambahannya, data yang tersedia dalam literature medis secara khusus
memfokuskan diri pada penanganan antenatal dan peripartum pada psien-
pasien ini,4,5 walaupun beberapa pasien dapat timbul eklampsia dan hemolysis,
elevated liver enzymes and low platelete syndrome (HELLP) baru pada periode
akhir postpartum.6-9 jadi, hanya ada sedikit data mengenai evaluasi, penanganan,
dan komplikasi pada wanita yang masuk rumah sakit kembali dengan diagnosis
hipertensi postpartum.3,10,11 maka dari itu, laporan ini akan fokus pada
prevalensi, etiologi, dan evaluasi dan penanganan wanita yang baru mendapat
hipertensi postpartum atau pun yang sudah menetap.
Insidens
Insiden hipertensi postpartum sulit untuk dipastikan. Pada praktis klinis,
kebanyakan pasien tidak akan memeriksakan tekanan darah mereka (TD)
sebelum kunjungan postpartum minggu ke-6 .Sebagai akibatknya, wanita dengan
hipertensi ringan yang asimptomatik biasanya tidak terlaporkan.Sebagai
tambahan, wanita postpartum yang memiliki hipertensi dengan gejala seperti
nyeri kepala atau pandangan kabur biasanya dilihat dan ditangani pada bagian
gawat darurat dan tidak ditandai sebagai hipertensi kecuali mereka diopname.
Kajian penelitian yang berkaitan dengan hipertensi postpartum biasanya
terbatas oleh analisis data-data dari satu pusat, terfokus pada pasien rawat inap
yang baru masuk periode postpartum (2-6 hari), atau mendeskripsikan pasien
yang dimasukkan kembali ke rumah sakit karena preeclampsia-eklampsia,
hipertensi berat, atau komplikasi yang berhubungan dengan hipertensi.12-17
Meskipun ada keterbatasan, prevalensi yang dilaporkan tentang hipertensi
baru pada postpartum atau preeclampsia berkisar 0.3-27.5%.
Etiologi dan diagnosis deferensial
Etiologi dan diferensial diagnosis hipertensi postpartum luas (tabel), tapi
dapat difokuskan berdasarkan temuan klinis dan laboratorium maupun
2
responsnya terhadap pengobatan TD. Preeclampsia-HG(onset baru atau sudah
ada sebelumnya sebelum kelahiran) adalah penyebab tersering, namun, kondisi
yang mengancam jiwa lainnya seperti feokromositoma, dan stoke perlu juga
dipertimbangkan.
Onset baru hipertensi-preeklampsia postpartum
Kehamilan normal dikarakteristikan dengan bertambahnya volume plasma
yang berhubungan dengan retensi natrium dan air pada jaringan interstisial.Hal
ini menjadi berlebihan pada wanita dengan gestasi multifetus.Sebagai tambahan,
banyak wanita menerima cairan bervolume besar secara intravena saat
persalinan, partus dan postpartum.Cairan bervolume besar juga diberikan
karena anestesi-analgesia regional atau saat seksio sesarea. Pada beberapa
wanita, mobilisasi yang terlambat atau pemberian akut cairan dalam volume
yang besar ke dalam ruang intravascular, khususnya dalam keadaan fungsi ginjal
yang suboptimal, dapat menyebabkan keadaan kelebihan volume
mengakibatkan hipertensi.11,13
Beberapa obat yang menyebabkan vasokonstriksi biasanya digunakan sebagai
pereda nyeri, pada wanita yang mengalami laserasi perineal, episiotomi, atau
seksio sesarea. Pasien-pasien ini biasanya membutuhkan dosis besar obat
antiinflamasi non steroid seperti obuprofen atau indomethacin yang terkait
dengan vasokonstriksi dan retensi air dan natrium keduanya dapat
menyebabkan hipertensi berat.18 Dan lagi, beberapa pasien menerima injeksi
alkaloid ergot cukup sering (ergometrine atau methylergonovine) untuk terapi
atonia uteri. Cara kerja obat ini berlangsung melalui reseptor alfa adrenergik,
yang di mana dapat menyebabkan vasokonstriksi perifer dengan resultan
hipertensi atau memperparah hipertensi, vasokonstriksi serebral, dan stroke.19
Obat-obatan ini terkait dengan mual, muntah, dan nyeri kepala, gejala-gejala
yang mirip dengan preeclampsia HG berat.
Eksaserbasi/persistensi proteinuria hipertensi pada wanita dengan prreklampsia HG yang sudah ada sebelumnya
Hipertensi ibu hamil dan proteinuria biasanya menghilang saat minggu
pertama postpartum pada kebanyakan wanita dengan HG atau preeklampsia,
3
namun, ada data-data yang berlawanan mengenai waktu yang dibutuhkan untuk
resolusi pada pasien-pasien ini.20-25 Perbedaan diantara bermacam-macam
penelitian adalah karena penelitian populasi, proses keparahan penyakit
(hipertensi ringan, berat, superimpose dengan preeclampsia, sindrom HELLP),
durasi, dan tindak lanjut, penanganan (agresif vs ekspektasi), dan kriteria yang
digunakan untuk hipertensiatau proteinuria.21-25 pada wanita dengan
preeclampsia, terdapat penurunan TD dalam 48 jam, tetapi meningkat lagi
antara 3-6 hari postpartum.20 Pada beberapa pasien, manifestasi serebral
dan/atau penurunan temuan labratorium pasien akan bermanifestasi untuk
pertama kalinya pada postpartum mengakibatkan terjadinya eklampsia
dan/atau sindrom HELLP.6,8,26-31
Eksaserbasi/persistensi hipertensi pada hipertensi kronik
Wanita dengan hipertensi kronik saat hamil berisiko tinggi terjadi eksaserbasi
hipertensi dan/atau superimpose preeclampsia.32 Risiko ini tergantung pada
beratnya hipertensi, keberadaan kondisi medis yang berhubungan (obesitas,
diabetes tipe 2, penyakit ginjal), atau apakah obat antihipertensi digunakan saat
kehamilan.32,33
Hipertensi atau eksaserbasi hipertensi postpartum mungkin karena hipertensi
kronik esensial yang tidak terdiagnosis (pasien dengan perawatan medis
terbatas sebelum kehamilan muda), atau karena eksaserbasi hipertensi setelah
kelahiran pada pasien dengan superimpose preeclampsia.
Dua penelitian pada pasien dengan suprimpos preeclampsia memberi kesan
bahwa TD sistolik dan diastolic meningkat pada waktu 3-6 hari postpartum.17,33
Hipertesi postpartum atau preeclampsia dapat juga terjadi sekunder akibat ≥1
gangguan medis yang mendasari yang tercantum pada table.11,17,34-47
Komplikasi maternal
Komplikasi tergantung pada ≥1 hal berikut: keparahan dan etiologi hipertensi,
status maternal saat datang (adanya disfungsi organ), dan kualitas penanganan
yang digunakan. Komplikasi yang berpotensi mengancam jiwa seperti infark
serebral atau perdarahan, gagal jantung kongestif atau edema paru, gagal ginjal,
4
atau kematian. Hasil akhir maternal biasanya baik pada mereka dengan hanya
hipertensi terisolasi atau preeclampsia, sedangkan hasilnya buruk dengan
feokromositoma,38,39stroke, thrombotic thrombocytopenic purpura/ hemolytic
uremic syndrome, 44,45 dan dengan diagnosis yang terlambat dan control yang
inadekuat pada hipertensi berat persisten.
Evaluasi dan penanganan hipertensi postpartum
Evaluasi pasien hipertensi hipertensi postpartum sebaiknya dilakukan secara
bijak dan mungkin membutuhkan pendekatan multidisiplin. Karena itu,
penanganannya membutuhkan rencana terformulasikan dengan baik yang
membutuhkan beberapa faktor berikut untuk dipertimbangkan: faktor risiko pra
kelahiran, onset waktu dalam hubungannya dengan kelahiran, keberadaan
tanda/gejala, hasil laboratorium/pencitraan, dan respon terapi awal. (gambar)
Penyebab paling umum hipertensi persisten lebih dari 48 jam setelah kelahiran
adalah HG, preeclampsia, atau hipertensi kronik esensial (baik yang sudah ada
sebelum kelahiran atau muncul baru). Penanganan awal akan tergantung dari
riwayat, temuan klinis, keberadaan atau tidak adanya gejala penyerta, hasil
temuan laboratorium (protein urin, hitung trombosit, enzim hati, kreatinin
serum, dan elektrolit), dan respons terhadap pengobatan hipertensi.
Ada beberapa obat yang biasanya diresepkan pada periode postpartum
seperti ibuprofen ergonovine, dan antikongestan. Penggunaan dosis yang sering
atau besar obat-obatan ini dapat memperparah hipertensi yang sudah ada
sebelumnya atau mengakibatkan hipertensi onset baru.18,19 Penggunaan obat
obat-obatan ini juga terkait dengan gejala serebral, mual, dan muntah. Banyak
dokter dan konsultan tidak familiar dengan efek obat-obatan ini.Maka dari itu,
semua wanita dengan hipertensi postpartum sebaiknya dievaluasi dalam hal
menerima obat-obatan ini, da ndihentikan bila sedang digunakan. Penanganan
berikut termasuk kontrol hipertensi dan observasi ketat sampai terjadi resolusi
hipertensi dan gejala penyertanya.18,19
Bila pasien hanya memiliki hipertensi tanpa gejala, tanpa proteinuria, dan
temuan laboratorium normal, langkah selanjutnya adalah mengontrol TD. Obat
antihipertensi direkomendasikan bila TD diastolik tetap >150 mm Hg dan/atau
5
bila diastolic >100 mm Hg.3,10,17 Injeksi bolus intravena baik labetalol atau
hydralazine digunakan awalnya bila ada elevasi yang persisten pada TD ≥ 160
mm Hg sistolik atau ≥110 mm Hg diastolik; pengobatan ini dilanjutkan dengan
obat oral untuk menjaga TD sistolik <150 mm Hg dan diastolik <100 mm Hg. Ada
beberapa obat antihipertensi untuk mengobati hipertensi postpartum.10,11,48 Pada
preeclampsia HG, penulis merekomendasikan nifedipine oral jangka pendek (10-
20 mg tiap 4-6 jam) atau nifedipine XL jangka panjang (10-30 mg tiap 12 jam).
Atau, dapat juga menggunakan labetalol oral 200-400mg tiap 8-12 jam.
Dibandingkan dengan labetalol, nifedipine oral terkait dengan peningkatan
aliran darah ginjal dengan hasil reaksi diuresis, yang membuat nifedipine
menjadi obat pilihan pada wanita postpartum dengan volume berlebihan.48 Pada
beberapa, penting untuk mengganti dengan obat lain seperti angiotensin
converting enzyme inhibitor, yang mana merupakan obat pilihan pada mereka
dengan diabetes mellitus pregestasional atau kardiomiopati. Tambahan lainnya,
thiazide atau loop diuretic mungkin diperlukan pada wanita dengan kongesti
sirkulasi (overload) dan pada edema pulmonal. Pada kasus ini, penting untuk
menambah suplemen kalium. Obat antihipertensi seperti methyl dopa,
hydrochlorotiazide, furosemide, captopril, propranolol, dan enalapril cocok pada
wanita yang menyusui.11,49 Bila TD terkontrol baik dan tidak ada gejala maternal,
pasien dapat dipulangkan dengan instruksi pengukuran harian TD (mandiri atau
dengan visit perawat) dan melaporkan gejala sampai pertemuan berikutnya
dalam 1 minggu. Obat antihipertensi kemudian dihentikan bila TD dibawah
tingkat hipertensi setidaknya 48 jam. Hal ini mungkin perlu 1 sampai beberapa
minggu untuk dapat sembuh. Baik nifedipine maupun labetalol aman untuk
digunakan pada wanita yang menyusui.49
Pasien-pasien yang masih memiliki hipertensi persisten walaupun sudah
menggunakan dosis maksimum obat antihipertensi memerlukan evaluasi akan
adanya stenosis arteri renalis atau hiperaldosteronisme primer. Pada
kebanyakan wanita dengan hiperaldosteronisme, peningkatan kadar
progesterone bertindak seperti spironolactone yang membalikkan hipokalemia
dan hipertensi, juga eksaserbasi cepat hipertensi dan turunnya kadar kalium
pada periode postpartum. Diagnosis sebaikya dicurigai pada keberadaan
hipokalemia (serum kalium <3.0 mEq/L) dengan penyerta asidosis metabolik,
6
dan dapat dikonfirmasi baik dengan computed tomography (CT) atau magnetic
resonance imaging (MRI) abdomen yang membuktikan adanya tumor adrenal.17,38
Evaluasi dan penanganan sebaiknya dibuat dengan konsultasi nefrolog.17
Wanita dengan hipertensi dengan gejala penyerta sesak nafas, ortopnea,
takikardi, atau palpitasi sebaiknya dievaluasi untuk kemungkinan edema
pulmonal dan/atau kardiomiopati postpartum, hipertiroidisme, atau
feokromositoma.36,37,39,50,51tentu saja, 23-46% wanita dengan kardiomiopati
postpartum akan memiliki penyerta hipertensi.50,51
Pasien ini sebaiknya menerima rontgen toraks dan ekokardiografi dan
selanjutnya ditangani bersama kardiolog sesuai dengan etiologi yang
ditunjukkan.50,51
Pasien dengan Grave’s disease saat kehamilan dapat menyebabkan eksaserbasi
hipertiroidisme pada periode postpartum.36,37 Tambahan lainnya,
hipertiroidisme onset baru dapat disebabkan fase hipertiroid tiroiditis
postpartum (1-2 bulan pertama postpartum).37 hipertensi dalam hipertiroidisme
sebagian besar sistolik, dan terkait dengan tekanan nadi yang lebar, takikardi,
palpitasi, dan intoleransi panas..36,37
Wanita dengan temuan seperti ini sebaiknya menerima tes fungsi tiroid (TSH
dan kadar fT4) dan ditangani dengan berkonsultasi kepada endokrinolog.
Wanita dengan Grave’s diseasediobati dengan prophylthiouracil (100-300 mg per
hari) atau methimazole (10-20 mg per hari), dan diikuti dengan mengukuran
TSH dan kadar fT4. Kedua obat ini cocok bagi wanita yang menyusui..36 Wanita
dengan fase hipertiroid tiroiditis postpartum tidak membutuhkan obat antitiroid
karena kondisi ini akan mereda secara spontan.
Feokromositoma merupakan tumor jarang adrenal atau ekstra adrenal yang
memproduksi katekolamin menyebabkan hipertensi paroksismal, nyeri kepala,
palpitasi, dan keringat berlebih, nyeri dada, pusingn dan hipotensi postural..37,38
mortalitas maternal dapat setinggi 25% bila ada keterlambatan dalam diagnosis
dan penanganan. .38,39
Diagnosis biasanya dibuat dengan mengukur epinefrin urin 24 jam,
norepinefrin dan metabolitnya (metaneprin dan normetaneprin) dan kemudian
dikonfirmasi oleh CT scan atau MRI abdomen. Penanganan feokromositoma
sebaiknya dibuat dengan konsultasi nefrolog dan ahli bedah dan akan termasuk
7
terapi obat utama dengan penyekat alfa diikuti bedah pembuangan tumor
adrenal..38,39
Wanita dengan hipertensi postpartum disertai onset baru nyeri kepala
persistendan/atau perubahan visual atau onset baru proteinuria sebaiknya
dipertimbangkan memiliki preeclampsia berat.Bila ditamukan hipertensi dengan
kejang, pasien sebaiknya pada mulanya diobati seperti memiliki eklampsia.
Penting menegaskan bahwa pasien-pasien ini akan pertama terlihat dan
dievaluasi pada unit gawat darurat, dan banyak dokter di unit gawat darurat
tidak sadar bahwa preeclampsia eklampsia dapat muncul pada periode
postpartum..8,16 Pada pasien dengan temuan ini, terapi magnesium sulfat harus
dimulai secepatnya untuk profilaksis kejang dan/atau mengobatan. Dan lagi,
obat antihipertensi itravena direkomendasikan untuk menurunkan TD sampai
tujuan yang dinginkan sementara mempertimbangkan penyebab lain gejala
serebral.Magnesium sulfat diberikan secara intravena dosis awal 4-6 g selama
20-30 menit, diikuti dosis rumatan 2 g per jam setidaknya selama 24 jam.2 Bila
pasien berlanjut memiliki gejala serebral dan/atau bila pasien terjadi kejang atau
defisit neurologis walaupun magnesium sulfat dan kontrol TD sudah adekuat,
kemudian pasien harus menerima evaluasi neurodiagnostik dan ditangani
dengan konsultasi bersama neurolog.
Pasien dengan hipertensi disertai nyeri kepalahebat dan/atau refrakter,
gangguan visual, atau defisit neurologis sebaiknya dievaluasi untuk
kemungkinan komplikasi serebrovaskular seperti reversible cerebral
vasoconstriction syndrome (RCVS) atau stroke.Pasien-pasien ini memerlukan
pencitraan neurologis diagnostic yan selektif dan konsultasi dengan neurolog
dan/atau ahli bedah neurologi. Evaluasi yang demikian dapat meliputi CT scan
untuk memeriksa adanya pendarahan, MRI untuk deteksi edema vasogenik
dan/atau iskemia atau infark, ngiografi serebral untuk diagnosis RCVS, dan
venografi serebral untuk mendeteksi cerebral venous thrombosis (CVT).
Pengobatan selanjutnya tergantung kepada etiologi.19,41,42,44,45
RCVS merupakan bentuk angiopati yang belum banyak diketahui yang muncul
antara 3-14 hari postpartum.40,41 gejala yang ada adalah nyeri kepala hebat
(89%) dengan penyerta manifestasi neurologis lainnya seperti kejang dan
gangguan penglihatan. Hipertensi ditemukan pada 60% kasus, dan defisit
8
neurologis multifocal dapat juga ditemukan.40 Temuan MRI pada sindrom ini
tumpang tindih dengan mereka yang eklampsia (sindroma enselopati posterior
reversibel), namun, MRI serebral atau angiografi tradisional memperlihatkan
adanya vasokonstriksi segmental.41 temuan akhir ini secara konsisten tidak
ditemukan pada eklampsia.40-42 Prognosisnya baik pada kebanyakan kasus,
namun bila vasokonstriksinya berat dan persisten atau rekuren, dapat
menyebabkan pendarahan serebral atau infark dengan defisit neurologis
permanen.40-42 Pada beberapa pasien, serum kreatinin dapat sangat rendah
mengesankan volume berlebihan yang masif sebagai penyebab dan maka
diuresis cepat dengan diuretic memberikan benefit pada kasus ini.52 Terapi
tambahan dapat meliputi penggunaan penyekat kanal kalsium seperti
nimodipine sebagai vasodilator serebral.
Stoke merupakan peristiwa jarang postpartum. Factor risiko yang dilaporkan
untuk stroke postpartum termasuk hipertensi, usia ibu hamil yang lanjut, dan
dehidrasi.43-45 Penyebab stroke yang potensial termasuk CVT, pendarahan
aneurisma subaranknoid, pendarahan intraparenkim, dan hipertensi
enselopati.43-45 Pendarahan serebral dan CVT sekunder karena thrombosis sinus
dural mayor dapat menyebabkan peningkatan tekanan intracranial dengan
kompensasi hipertensi vascular perifer. Dan lagi, tanda dan gejala stroke (nyeri
kepala, perubahan visual, kejang, mual, muntah) dan temuan laboratorium
(peningkatan enzim hati, hitung trombosit rendah) dapat mirip pada mereka
dengan preeclampsia berat, eklampsia, dan sindrom HELLP.45 Diagnosis
definitive dibuat dengan MRI serebral dan/atau angiografi (arteri dan vena).43-45
Wanita dengan hipertensi dengan mual, muntah ,dan nyeri epigastrium persisten
sebaiknya dievaluasi untuk kemungkinan sindrom HELLP karena hampir 30%
pasien yang timbul sindrom ini terjadi pada postpartum.6 Waktu onset dari
temuan klinis dan laboratorium berkisar dari 1-7 hari postpartum.6 Penanganan
pasien ini sama seperti sebelum melahirkan, di mana termasuk penggunaan
magnesium sulfat, antihipertensi, dan pemantauan ketat tanda-tanda vital dan
nilai laboratorium.6 Pada umumnya, pasien dengan sinrdrom HELLP akan
memperlihatkan perbaikan temuan klinis dan laboratorium dalam 48 jam
setelah pengobatan. Bila tidak ada perbaikan atau ada perburukan, maka penting
untuk mendapatkan konsultasi dengan spesialis yang sesuai untuk evaluasi
9
danpengobatan berikutnya.6 Diagnosis diferensial sebaiknya meliputi thrombotic
thrombocytopenic purpura, hemolytic uremic syndrome, perlemakan hati akut
kehamilan, dan eksaserbasi nefritis lupus.6,46,47
Secara ringkas, ada beberapa penyebab hipertensi postpartum; beberapa
jinak (HG ringan atau hipertensi kronik ringan) di mana sebab lain dapat
mengancam jiwa seperti preeclampsia berat atau stroke. Maka dari itu, tingkat
kecurigaan tinggi akan penyebab bahaya sekunder hipertensi seharusnya
dipertimbangkan saat mengevaluasi pasien-pasien seperti ini. Dengan usaha
mengarahkan dan mengedukasi penyedia pelayanan kesehatan tentang
pemantauan berkelanjutan, pelaporan, dan evaluasi dini gejala pada periode
postpartum, diharapkan bahwa beberapa komplikasi maternal dapat
dihindari.Evaluasi dan penanganan wanita dengan hipertensi postpartum
seharusnya dipandu dengan mendapatkan riwayat terperinci, pemeriksaan fisik
yang teliti, pemeriksaan laboratorium dan pencitraan yang selektif, dan respon
terhadap pengobatan pertama.
Referensi
1. Goldenberg RL, McClue EM, MacGuire ER, Kamath BD, Jobe AH. Lessons for low-income regions following the reduction in hypertension- related maternal mortality in high-income coun- tries. Int J Gynecol Obstet 2011;113:91-5.2. Sibai BM. Diagnosis and management of gestational hypertension and preeclampsia. Obstet Gynecol 2003;102:181-92. 3. Tan L, de Swiet M. The management of post- partum hypertension. BJOG 2002;109:733-6. 4. Report of the national high blood pressure education program working group on high blood pressure in pregnancy. Am J Obstet Gy- necol 2000;183:S1-22.5. American College of Obstetricians and Gyne- cologists. ACOG practice bulletin no. 33: diag- nosis and management of preeclampsia and eclampsia. Washington, DC: The College; 2002. 6. Sibai BM. Diagnosis and management of HELLP syndrome. Obstet Gynecol 2004;105: 402-10.7. Sibai BM. Diagnosis, prevention and man- agement of eclampsia. Obstet Gynecol 2005; 105:402-10. 8. Chames MC, Livingston JC, Ivester TS, Bar- ton JR, Sibai BM. Late postpartum eclampsia: a preventable disease? Am J Obstet Gynecol 2002;186:1174-7.9. Sibai BM, Stella CL. Diagnosis and manage- ment of atypical preeclampsia-eclampsia. Am J Obstet Gynecol 2009;200:481.e1-7. 10. Magee L, Sadeghi S. Prevention and treat- ment of postpartum hypertension. Cochrane Database Syst Rev 2005;1:CD004351.11. Ghuman N, Rhiener J, Tendler BE, White WB. Hypertension in the postpartum woman: clinical update for the hypertension specialist. J Clin Hypertens (Greenwich) 2009;11:726-33. 12. Piver MS, Corson SL, Bolognese RJ. Hy- pertension 6 weeks’ postpartum in apparently normal women: a reappraisal and challenge. Am J Obstet Gynecol 1967;30:238-41.13. Walters BNJ, Thompson ME, Lee A, de Swiet M. Blood pressure in the puerperium. Clin Sci (Colch) 1986;71:589-94. 14. Attrebury JL, Groome LJ, Hoff C. Blood pressure changes in normotensive women re- admitted to the postpartum period with severe preeclampsia/eclampsia. J Matern Fetal Med 1996;5:201-5.15. Clark SL, Belfort MA, Dildy GA, et al. Emer- gency department use during the postpartum period: implications for current management of the puerperium. Am J Obstet Gynecol 2010; 203:38.e1-6.16. Matthys LA, Coppage KH, Lambers DS, Barton JR, Sibai BM. Delayed postpartum preeclampsia: an experience of 151 cases. Am J Obstet Gynecol 2004;190:1464-6.17. Podymow T, Aujgust P. Postpartum course of gestational hypertension and preeclampsia. Hypertens Pregnancy 2010;29:294-300.18. Makris A, Thornton C, Hennessy A. Post- partum hypertension and nonsteroidal analge- sia. Am J Obstet Gynecol 2004;190:577-8.
10
19. Singhal AB, Bernstein RA. Postpartum an- giopathy and other cerebral vasoconstriction syndromes. Neurocrit Care 2005;3:91-7.20. Walters BN, Walters T. Hypertension in the puerperium. Lancet 1987;2:330. 21. Ferrazzani S, DeCardis S, Pomini F, et al. The duration of hypertension in the puerperium of preeclamptic women: relationship with renal impairment and week of delivery. Am J Obstet Gynecol 1994;171:506-12.22. Stepan H, Nordmeyer A, Faber R. Protein- uria in hypertensive pregnancy diseases is as- sociated with longer persistence of hyperten- sion postpartum. J Hum Hypertens 2006;20: 125-8.23. Schiff E, Friedman SA, Kao L, Sibai BM. The importance of urinary protein excretion during conservative management of severe pre- eclampsia. Am J Obstet Gynecol 1996;175: 1313-6.24. Berks D, Steegers EAP, Molas M, Visser W. Resolution of hypertension and proteinuria after preeclampsia. Obstet Gynecol 2009;114: 1307-14.25. Chua S, Redman CW. Prognosis for pre- eclampsia complicated by 5 g or more protein- uria in 24 hours. Eur J Obstet Gynecol Reprod Biol 1992;43:9-12.26. Chen CY, Kwek K, Tan KH, Yeo GS. Our experience with eclampsia in Singapore. Singa- pore Med J 2003;44:88-93. 27. Knight M, on behalf of UKOSS. Eclampsia in the United Kingdom 2005. BJOG 2007;114: 1072-8.28. Conde-Agudelo A, Kafury-Goeta AC. Epi- demiology of eclampsia in Columbia. Int J Gynaecol Obstet 1998;61:1-8.29. Katz V, Farmer R, Kuller JA. Preeclampsia into eclampsia: toward a new paradigm. Am J Obstet Gynecol 2000;182:1389-96. 30. Mattar F, Sibai BM. Eclampsia VIII; risk fac- tors for maternal morbidity. Am J Obstet Gyne- col 2000;182:307-12.31. Martin JN Jr, Rose CH, Briery CM. Under- standing and managing HELLP syndrome: the integral role of aggressive glucocorticoids for mother and child. Am J Obstet Gynecol 2006;195:914-34.32. Sibai BM. Chronic hypertension in preg- nancy. Obstet Gynecol 2002;100:369-77. 33. Peterson E, Craigo S, House M. Risk fac- tors for postpartum antihypertensive medica- tion requirement in severe preeclampsia. Hy- pertens Pregnancy 2010;29:350-6.34. Ambrosio P, Lermann R, Corderio A, et al. Lupus and pregnancy–15 years of experience in a tertiary center. Clin Rev Allergy Immunol 2010;38:77-81.35. Smyth A, Oliveira GHM, Lahr BD, et al. A systemic review and meta-analysis of preg- nancy outcomes in patients with systemic lupus erythematosus and lupus nephritis. Clin J Am Soc Nephrol 2010;11:1060-8.36. Patil-Sioda K, Mestman JH. Graves hyper- thyroidism and pregnancy: a clinical update. Endocr Pract 2010;16:118-29. 37. Girling J, Cotzias C. Thyroid and other en- docrine disorders in pregnancy. Obstet Gynae- col Reprod Med 2007;17:349-55.38. Nezu M, Miwa Y, Noshire T, Inoue M. Pri- mary aldosteronism as a cause of severe post- partum hypertension in two women. Am J Ob- stet Gynecol 2000;182:745-6.39. Kamari Y, Sharali Y, Leiba A, et al. Peripar- tum hypertension from pheochromocytoma: a rare and challenging entity. Am J Hypertens 2005;18:1306-12.40. Sattar A, Manousakis G, Jensen MB. Sys- tematic review of reversible cerebral vasocon- striction syndrome. Expert Rev Cardiovasc Ther 2010;8:1417-21.41. Fletcher JJ, Kramer AH, Bleck TP, Solenski NJ. Overlapping features of eclampsia and postpartum angiopathy. Neurocrit Care 2009; 11:199-209.42. Bakhru A, Atlas RO. A case of postpartum cerebral angitis and review of the literature. Arch Gynecol Obstet 2011;283:663-8. 43. Lanska DJ, Kryscio RJ. Risk factors for pe- ripartum and postpartum stroke and intracranial venous thrombosis. Stroke 2000;31:1274-82. 44. Treadwell SD, Thanui B, Robinson TG. Stroke in pregnancy and the puerperium. Post- grad Med J 2008;84:238-45.45. Sibai BM, Kristin H, Coppage KH. Diagno- sis and management of women with stroke during pregnancy–postpartum. Clin Perinatol 2004;31:853-68.46. Sibai BM. Imitators of severe pre-eclamp- sia. Semin Perinatol 2009;33:196-205. 47. Martin JN, Bailey AP, Rehberg JF, et al. Thrombotic thrombocytopenic purpura in 166 pregnancies: 1955-2006. Am J Obstet Gynecol 2008;199:98-104.48. Vermillion ST, Scardo JA, Newman RB, Chauhan SP. A randomized, double-blind trial of oral nifedipine and intravenous labetalol in hypertensive emergencies of pregnancy. Am J Obstet Gynecol 1999;181:858-61.49. Podymow T, August P. Antihypertensive drugs in pregnancy. Semin Nephrol 2011;31: 70-85. 50. El Kayam U, Akhter MW, Singh H, et al. Pregnancy associated cardiomyopathy; clinical characteristics and a comparison between early and late presentation. Circulation 2005; 111:2050-5.51. Habli M, O’Brien T, Nowack E, et al. Peri- partum cardiomyopathy: prognostic factors for long-term maternal outcome. Am J Obstet Gy- necol 2008;199:415.e1-5.52. Hinchey J, Chaves C, Appignani B, et al. A reversible posterior leukoencephalopathy syn- drome. N Engl J Med 1996;334:494-500.
11
Tabel
Etiologi/diagnosis deferensial hipertensi postpartumetiologi Temuan penting yang perlu
diperhatikanOnset baru hipertensi eklampsia Onset 3-6 hari postpartum tanpa nyeri
kepalaKelebihan volume Jumlah volume cairan yang besar,
anastesi regional, mobilisasi yang terlambat
Obat-obatan Antiinflamasi non steroid, derivate ergot
Ibuprofen, indometachin Vasokonstriksi serebral dan perifer, nyeri kepala
Fenilpropanolamin, efedrin Vasokonstriksi serebral dan perifer, nyeri kepala
Ergotamine, ergonovine Vasokonstriksi, nyeri kepala, mual, muntah ,kejang
Preeclampsia HG yang persisten Kondisi antepartum/persalinan sebelumnya
Eklampsia onset lambat Nyeri kepala, perubahan visual, kejang, tidak ada defisit neurologis
Sindrom HELLP Mual/muntah, nyeri epigastrium, trombosit rendah, enzim hati tinggi
Hipertensi yang sudah ada/tidak terdiagnosis
Hipertensi sebelum kehamilan, atau <20 minggu
Penyakit ginjal yang sudah ada sebelumnya
Proteinuria atau hematuria <20 minggu kehamilan
hipertiroid Palpitasi, takikardia, keringat, kulit kering, gagal jantung
Hiperaldosteronisme primer Hipertensi refrakter, hypokalemia, alkalosis metabolik
feokromositoma Hipertensi proksismal, nyeri kepala, nyeri dada, hiperglikemia
Stenosis arteri renalis Hipertensi yang refrakter obatSindrom vasokonstriksi serebral Nyeri kelapa hebat mendadak,
perubahan visual, defisit neurologisThrombosis vena serebral/stroke Onset 3-7 hari, nyeri kepala gradual
atau akut, kejang, defisit neurologisTTP/ hemolitik uremik sindrom Hemolysis,trombositopenia berat,
gejala neurologis, enzim hati normalHG, hipertensi gestational; HELLP, hemolysis, elevated liver enzymes, and low platelet; TTP, thrombotic thrombocytopenic purpura. Sibai. Postpartum hypertension-preeclampsia. Am J Obstet Gynecol 2012.
12
13