Transcript

EPIDEMIOLOGI PERTUSIS

EPIDEMIOLOGI PERTUSISKELOMPOK II

Maria D. S. BalunStefanie G. BaleYero Benu

PERTUSIS

Istilah Pertusis (batuk kuat) pertama kali digunakan oleh Sydenham pada tahun 1670. Pertusis (batuk rejan) disebut juga whooping cough, tussis quinta, violent cough, dan di Cina disebut batuk seratus hari.Pertusis adalah penyakit infeksi akut pada saluran pernafasan yang sangat menular dengan ditandai oleh suatu sindrom yang terdiri dari batuk yang bersifat spasmodic dan paroksismal disertai nada yang meninggi (Rampengan, 1993). Penyakit ini ditandai dengan demam dan perkembangan batuk semakin berat.TRIAS EPIDEMIOLOGI PERTUSISHOST/PEJAMUAdalah semua faktor yang terdapat pada manusia yang dapat mempengaruhi timbulnya suatu perjalanan penyakit. Host : Manusia.Faktor host yang merupakan faktor resiko untuk timbulnya penyakit pertusis adalah sbb :LANJUTAN...Umur:Pertusis dapat mengenai semua golongan umur dengan kasus terbanyak terdapat pada umur 1-5 tahun.Penderita pertusis termuda pada umur 16 hari. Hal ini disebabkan karena pada umur 16 hari penderita belum mendapatkan vaksin DPT sehingga belum mempunyai kekebalan yang cukup terhadap penyakit pertusis. Dapat dilihat bahwa jadwal untuk imunisasi DPT rutin pada anak, dianjurkan pemberian 5 dosis pada umur 2, 4, 6, 15-18 bulan, dan umur 4 sampai 6 tahun atau saat masuk sekolah. Dosis ke-4 haruslah diberikan sekurang-kurangnya 6 bulan setelah dosis ke-3. Sedangkan, pada umur 16 hari belum mencapai umur yang seharusnya untuk mendapatkan vaksin DPT yang pertama yaitu 2 bulan.

LANJUTAN...Jenis kelamin:Pertusis lebih banyak dialami oleh laki-laki daripada perempuan. Hal ini disebabkan karena laki-laki lebih banyak beraktivitas di luar rumah dibandingkan dengan perempuan sehingga menyebabkan laki-laki lebih mudah mendapatkan infeksi pertusis dan tingkat imunitas perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki karena kromosom X yang dimiliki oleh perempuan. Perempuan lebih kuat karena microRNA, atau lebih dikenal dengan RNA yang terkandung dalam kromosom yang berfungsi sebagai penguat sistem imun. Berdasarkan sebuah studi yang baru-baru ini diterbitkan dalam jurnal BioEssays, dikatakan bahwa microRNA memiliki efek kekebalan menonaktifkan pada kromosom X laki-laki. Ini berarti bahwa laki-laki hanya memiliki satu kromosom X, yang merupakan kerugian bagi mereka. Sementara wanita memiliki dua kromosom X, yang berarti bahwa mereka masih memiliki satu lagi bila satu kromosom dinonaktifkan serta perempuan juga memiliki hormon estrogen yang diperkaya dengan enzim bernama Caspase-12 yang bisa membantu imunitas.LANJUTAN...Imunitas:Belum cukup terlindungi dengan imunisasi.Kekebalan tubuh terhadap pertusis yang mulai menghilang karena vaksinasi tidak memberikan imunitas seumur hidup terhadap reinfeksi atau penyakit dimana proteksi terhadap pertusis mulai berkurang 3-5 tahun sesudah vaksinasi dan tidak dapat terukur sesudah 12 tahun.Tidak mendapatkan kekebalan pasif dari ibunya berupa ASI ekslusif.Status gizi:Memiliki status gizi yang buruk.

LANJUTAN...AGENT/PENYEBABAdalah suatu substansi tertentu yang keberadaannya atau ketidakberadaannya diikuti kontak efektif pada manusia dapat menimbulkan penyakit atau mempengaruhi perjalanan suatu penyakit. Agent : Bordetella pertussis atau Haemophilus pertussis. Termasuk dalam agent biologi karena agent tersebut adalah bakteri yang tergolong makhluk hidup.ENVIRONMENT/LINGKUNGANAdalah segala sesuatu yang berada di sekitar manusia yang mempengaruhi kehidupan dan perkembangan manusia. Environment : lingkungan yang padat penduduknya.DETERMINASI EPIDEMIOLOGI PERTUSISDISTRIBUSILANJUTAN...LANJUTAN...LANJUTAN...FREKUENSIEpidemi penyakit ini pernah terjadi di beberapa negara, seperti di Amerika Serikat sejak tahun 1980 - 1989 rata-rata kasus yang dilaporkan pertahun adalah 2.800 kasus, namun jumlah kasus ini meningkat pada tahun 1995 - 1998 menjadi rata-rata 6.500 kasus. Dengan peningkatan cakupan imunisasi di Amerika Latin, kasus pertusis yang dilaporkan menurun dari 120.000 kasus pada tahun 1980 menjadi 40.000 kasus pada tahun 1990. Di Jepang pada tahun 1947 terdapat 152.600 kasus dengan kematian 17.000 orang.Pada tahun 1999, diperkirakan sekitar 48,5 juta kasus pertusis dilaporkan terjadi pada anak-anak di seluruh dunia. WHO memperkirakan sekitar 600.000 kematian setiap tahun disebabkan oleh pertusis, terutama pada bayi yang tidak diimunisasi.

LANJUTAN...Di Provinsi Nusa Tenggara Timur, kasus pertusis mulai dari tahun 2009 sampai dengan 2012 yakni sebanyak 42 kasus. Kasus tersebut hanya terjadi pada tahun 2010 khususnya di Kabupaten Sumba Timur (17 kasus) dan Flores Timur (25 kasus) (Dinkes Provinsi NTT, 2009-2012). Hal ini disebabkan karena kondisi lingkungan di Kabupaten Sumba Timur dan Kabupaten Flores Timur mendukung perkembangan bakteri Bordetella pertussis, standar kemanjuran dan keamanan dari vaksin yang diperoleh di Kabupaten Sumba Timur dan Kabupaten Flores Timur tidak terpenuhi, serta berpindahnya seseorang yang menderita pertusis ke Kabupaten Sumba Timur dan Kabupaten Flores Timur tersebut sehingga dapat meningkatkan frekuensi terjadinya penularan pertusis.Di Indonesia pada tahun 1983 diperkirakan 819.500 kasus dengan kematian 23.100 orang. Data yang diambil dari profil kesehatan Jawa Barat 1993, jumlah pertusis tahun 1990 adalah 4.970 kasus dengan CFR (Case Fatality Rate) 0,20%, menurun menjadi 2.752 kasus pada tahun 1991 dengan CFR 0%, kemudian turun lagi menjadi 1.379 kasus dengan CFR 0% pada tahun 1992.

Tidak mendapatkan imunisasi dasar lengkap

Mengalami penurunan daya imunitasDETERMINANLANJUTAN...

Status gizi yang burukPetugas Kesehatan yang mengalami penurunan imunitas pada saat merawat penderita pertusis. Hal ini disebabkan karena pertusis dapat menular melalui kontak dengan penderita pertusis. Imunitas setelah imunisasi tidak berlangsung lama dan tidak ada kekebalan yang berlangsung seumur hidup. Dalam literature disebutkan bahwa lama efektifitas vaksin DTwP adalah antara 6 hingga 12 tahun lamanya, sedangkan vaksin DTaP berlangsung antara 2 hingga 6 tahun lamanya. Dilaporkan terjadinya endemik pertusis di antara petugas rumah sakit yang sebelumnya telah mendapat imunisasi terhadap pertusis dan kemudian mendapat infeksi karena merawat penderita pertusis.

LANJUTAN...DAMPAK PERTUSISSebagian besar penderita mengalami pemulihan total, meskipun berlangsung lambat. Sekitar 1-2% anak yang berusia di bawah 1 tahun meninggal. Kematian terjadi karena berkurangnya oksigen ke otak (ensefalopati anoksia) dan bronkopneumonia.Bakteri Bordetella pertussis menempel di lapisan saluran udara di sistem pernapasan atas dan melepaskan racun yang akan menyebabkan pembengkakan dan peradangan.Bakteri Bordetella pertussis menginfeksi lapisan tenggorokan, trakea dan saluran udara sehingga pembentukan lendir semakin banyak. Pada awalnya lendir encer, tetapi kemudian menjadi kental dan lengket.Pertusis dapat berakibat fatal pada bayi dan anak-anak karena dapat menyebabkan henti nafas selama beberapa detik sewaktu episode batuk yang berat. Penderita pertusis dapat menjadi biru karena kekurangan oksigen setelah serangan batuk, yang lebih sering terjadi pada malam hari.Pada orang dewasa juga sering terjadi karier yang asimptomatik atau infeksi yang ringan.LANJUTAN...Dapat terjadi komplikasi pada penderita pertusis, antara lain:Alat pernafasanDapat terjadi otitis media (sering pada bayi), bronkitis, bronkopneumonia, atelektasis yang disebabkan sumbatan mukus, emfisema (dapat juga terjadi emsifema mediastinum, leher, kulit pada kasus yang berat), bronkiektasis, sedangkan tuberkulosis yang sebelumnya telah ada dapat menjadi bertambah berat.b.Alat pencernaanMuntah-muntah yang berat dapat menimbulkan emasiasi, prolapsus rektum atau hernia yang mungkin timbul karena tingginya tekanan, intra abdominal, ulkus pada ujung lidah karena lidah tergosok pada gigi atau tergigit ada waktu serangan batuk, stomatitis.c.Susunan sarafKejang dapat timbul karena gangguan keseimbangan elektrolit akibat muntah-muntah. Kadang-kadang terdapat kongesti dan edema otak, mungkin pula terjadi perdarahan otak.d.Lain-lainDapat pula terjadi perdarahan lain seperti epistaksis, hemoptisis dan perdarahan subkonjungtiva.PENCEGAHAN PERTUSISMemberikan imunisasi DPT rutin pada anak, dianjurkan pemberian 5 dosis pada umur 2, 4, 6, 15-18 bulan, dan umur 4 sampai 6 tahun atau saat masuk sekolah. Dosis ke-4 haruslah diberikan sekurang-kurangnya 6 bulan setelah dosis ke-3. Proteksi bayi terhadap pertusis dengan vaksinasi aktif adalah penting karena komplikasi-komplikasi berat serta morbiditas tertinggi terdapat pada usia ini. Antibodi yang masuk melalui plasenta tidak cukup memberikan proteksi. Vaksin yang dipergunakan biasanya merupakan kombinasi toksoid difteri dan tetanus dengan vaksin pertusis (vaksin DPT). Imunitas yang diperoleh baik karena infeksi alamiah maupun karena imunisasi aktif, tidak berlangsung untuk seumur hidup.Memberikan eritromisin suksinat (12.5 mg/kgBB/kali 4 kali sehari) selama 14 hari untuk setiap bayi yang berusia di bawah 6 bulan yang disertai demam atau tanda lain dari infeksi saluran pernapasan dalam keluarga.LANJUTAN...Melakukan penyuluhan kepada masyarakat khususnya kepada orang tua yang mempunyai bayi tentang bahaya pertusis dan manfaat imunisasi bagi bayi.Isolasi: mencegah kontak dengan individu yang terinfeksi, diutamakan bagi bayi dan anak usia muda, sampai pasien setidaknya mendapatkan antibiotik sekurang-kurangnya 5 hari dari 14 hari pemberian secara lengkap. Atau 3 minggu setelah batuk paroksismal reda bilamana pasien tidak mendapatkan antibiotik.Karantina: kasus kontak erat terhadap kasus yang berusia


Top Related