Download - Ekosistem Pesisir

Transcript
Page 1: Ekosistem Pesisir

A. Beberapa pengertian yang berhubungan dengan zona pesisir dan laut

 

Pantai merupakan suatu wilayah yang dimulai dari titik terendah air laut waktu surut hingga ke arah daratan sampai batas paling jauh ombak/gelombang menjulur ke daratan. Jadi daerah pantai dapat juga disebut daerah tepian laut. Dalam bahasa Inggris pantai disebut dengan istilah “shore” atau “beach”. Adapun tempat pertemuan antara air laut dan daratan dinamakan garis pantai (shore line). Garis pantai ini setiap saat berubah-ubah sesuai dengan perubahan pasang surut air laut. Agar jelas lihat animasi berikut!

 

 

Wilayah tepian laut seperti gambar tersebut bentuknya bermacam-macam, ada yang landai dan ada pula yang curam. Tepian laut yang landai ini ada yang berpasir dan ada pula yang berlumpur. Tepian laut yang curam seperti dinding batu disebut “cliff”, pantai berpasir disebut gisik atau “sand beach” dan pantai berlumpur disebut “mud beach”.

Pesisir adalah suatu wilayah yang lebih luas dari pada pantai. Wilayah pesisir mencakup wilayah daratan sejauh masih mendapat pengaruh laut (pasang surut dan perembasan air laut pada daratan) dan wilayah laut sejauh masih mendapat pengaruh dari darat (aliran air sungai dan sedimen dari darat). Jadi jika Anda dari kejauhan masih mendengar deburan ombak dan merasakan hembusan angin laut, daerah tersebut masih disebut pesisir. Menurut Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL) batas wilayah pesisir ialah daerah yang masih ada pengaruh kegiatan bahari dan sejauh konsentrasi (desa) nelayan. Laut merupakan bagian dari permukaan bumi yang memiliki wilayah air asin yang sangat luas dan terpisah dengan daratan. Wilayah laut ini menempati 2/3 atau 71% dari permukaan bumi.

B. Zona Pesisir dan Zona Laut  Tahukah Anda yang dimaksud zone. Zone itu dapat diartikan daerah atau wilayah.

1. Zona PesisirBerdasarkan kedalamannya zona pesisir dapat dibedakan menjadi 4 wilayah (zona) yaitu :

  a. Zona “Lithoral”, adalah wilayah pantai atau pesisir atau “shore”. Di wilayah ini pada saat air pasang tergenang air dan pada saat air laut surut berubah

Page 2: Ekosistem Pesisir

menjadi daratan. Oleh karena itu wilayah ini sering disebut juga wilayah pasang surut.

b. Zona “Neritic” (wilayah laut dangkal), yaitu dari batas wilayah pasang surut hingga kedalaman 150 m. Pada zona ini masih dapat ditembus oleh sinar matahari sehingga wilayah ini paling banyak terdapat berbagai jenis kehidupan baik hewan maupun tumbuhan-tumbuhan, contoh Jaut Jawa, Laut Natuna, Selat Malaka dan laut-laut disekitar kepulauan Riau.

c. Zona Bathyal (wilayah laut dalam), adalah wilayah laut yang memiliki kedalaman antara 150 hingga 1800 meter. Wilayah ini tidak dapat ditembus sinar matahari, oleh karena itu kehidupan organismenya tidak sebanyak yang terdapat di zona meritic.

d. Zona Abysal (wilayah laut sangat dalam), yaitu wilayah laut yang memiliki kedalaman lebih dari 1800 m. Di wilayah ini suhunya sangat dingin dan tidak ada tumbuh-tumbuhan, jenis hewan yang hidup di wilayah ini sangat terbatas.

 

Untuk lebih memahami penjelasan di atas perhatikan gambar berikut ini.

Gambar 2. Klasifikasi wilayah laut menurut kedalamannya

 2. Zona Laut Indonesia

Sebagai negara kepulauan yang wilayah perairan lautnya lebih luas dari pada wilayah daratannya, maka peranan wilayah laut menjadi sangat penting bagi kehidupan bangsa dan negara.

  a. Batas wilayah laut IndonesiaLuas wilayah laut Indonesia sekitar 5.176.800 km2. Ini berarti luas wilayah laut Indonesia lebih dari dua setengah kali luas daratannya. Sesuai dengan Hukum Laut Internasional yang telah disepakati oleh PBB tahun 1982. berikut ini adalah gambar pembagian wilayah laut menurut konvensi Hukum Laut PBB. Berikut ini adalah gambar pembagian wilayah laut menurut konvensi hukum laut PBB

Page 3: Ekosistem Pesisir

Gambar 3. Pembagian wilayah menurut Konvensi Hukum Laut PBB, Montego, Caracas tahun 1982

Wilayah perairan laut Indonesia dapat dibedakan tiga macam, yaitu zona laut Teritorial, zona Landas kontinen, dan zona Ekonomi Eksklusif

  1) Zona Laut TeritorialBatas laut Teritorial ialah garis khayal yang berjarak 12 mil laut dari garis dasar ke arah laut lepas. Jika ada dua negara atau lebih menguasai suatu lautan, sedangkan lebar lautan itu kurang dari 24 mil laut, maka garis teritorial di tarik sama jauh dari garis masing-masing negara tersebut. Laut yang terletak antara garis dengan garis batas teritorial di sebut laut teritorial. Laut yang terletak di sebelah dalam garis dasar disebut laut internal.

Garis dasar adalah garis khayal yang menghubungkan titik-titik dari ujung-ujung pulau.

Sebuah negara mempunyai hak kedaulatan sepenuhnya sampai batas laut teritorial, tetapi mempunyai kewajiban menyediakan alur pelayaran lintas damai baik di atas maupun di bawah permukaan laut. Pengumuman pemerintah tentang wilayah laut teritorial Indonesia dikeluarkan tanggal 13 Desember 1957 yang terkenal dengan Deklarasi Djuanda dan kemudian diperkuat dengan Undang-undang No.4 Prp. 1960.

2) Zona Landas KontinenLandas kontinen ialah dasar laut yang secara geologis maupun morfologi merupakan lanjutan dari sebuah kontinen (benua). Kedalaman lautnya kurang dari 150 meter. Indonesia terletak pada dua buah landasan kontinen, yaitu landasan kontinen Asia dan landasan kontinen Australia.

Adapun batas landas kontinen tersebut diukur dari garis dasar, yaitu paling jauh 200 mil laut. Jika ada dua negara atau lebih menguasai lautan di atas landasan kontinen, maka batas negara tersebut ditarik sama jauh dari garis dasar masing-masing negara. Sebagai contoh di selat malaka, batas landasan kontinen berimpit dengan batas laut

Page 4: Ekosistem Pesisir

teritorial, karena jarak antara kedua negara di tempat itu kurang dari 24 mil laut. Di selat Malaka sebelah utara, batas landas kontinen antara Thailand, Malaysia, dan Indonesia bertemu di dekat titik yang berkoordinasi 98 °BT dan 6 °LU.

Di dalam garis batas landas kontinen, Indonesia mempunyai kewenangan untuk memanfaatkan sumber daya alam yang ada di dalamnya, dengan kewajiban untuk menyediakan alur pelayaran lintas damai. Pengumuman tentang batas landas kontinen ini dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia pada tanggal 17 Febuari 1969.

3) Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)Zona Ekonomi Eksklusif adalah jalur laut selebar 200 mil laut ke arah laut terbuka diukur dari garis dasar. Di dalam zona ekonomi eksklusif ini, Indonesia mendapat kesempatan pertama dalam memanfaatkan sumber daya laut. Di dalam zona ekonomi eksklusif ini kebebasan pelayaran dan pemasangan kabel serta pipa di bawah permukaan laut tetap diakui sesuai dengan prinsip-prinsip Hukum Laut Internasional, batas landas kontinen, dan batas zona ekonomi eksklusif antara dua negara yang bertetangga saling tumpang tindih, maka ditetapkan garis-garis yang menghubungkan titik yang sama jauhnya dari garis dasar kedua negara itu sebagai batasnya. Pengumuman tetang zona ekonomi eksklusif Indonesia dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia tanggal 21 Maret 1980.

  Agar Anda lebih jelas tentang batas zona laut Teritorial, zona landas kontinen dari zona ekonomi eksklusif lihatlah peta berikut.

Gambar 4. Batas wilayah laut Indonesia

C. Morfologi Dasar Laut

 

Seperti halnya bentuk muka bumi di daratan yang beraneka ragam, bentuk muka bumi di lautan juga beragam. Bedanya bentuk muka bumi di lautan tidak seruncing dan sekasar relatif di daratan. Keadaan ini akibat dari erosi dan pengupasan olah arus laut.

Page 5: Ekosistem Pesisir

Bentuk-bentuk muka bumi di lautan adalah sebagai berikut :1. Landas kontinen (continental shelf), yaitu wilayah laut yang dangkal di sepanjang

pantai dengan kedalaman kurang dari 200 meter, dengan kemiringan kira-kira 8,4 %.Landas kontinen merupakan, dasar laut dangkal di sepanjang pantai dan menjadi bagian dari daratan. Contohnya Landas Kontinental Benua Eropa Barat sepanjang 250 km ke arah barat. Dangkalan sahul yang merupakan bagian dari benua Australia dan Pulau Irian, landas kontinen dari Siberia ke arah laut Artetik sejauh 100 km, dan Dangkalan Sunda yang merupakan bagian dari Benua Asia yang terletak antara Pulau Kalimantan, Jawa dan Sumatra.

2. Lereng benua (continental slope), merupakan kelanjutan dari continental shelf dengan kemiringan antara 4 % sampai 6 %. Kedalaman lereng benua lebih dari 200 meter.

3. Dasar Samudra (ocean floor), meliputi:

a. Deep Sea Plain, yaitu dataran dasar laut dalam dengan kedalaman lebih dari 1000 meter.

b. The Deep, yaitu dasar laut yang terdalam yang berbentuk palung laut (trog).

Pada ocean floor terdapat relief bentukan antara lain:1. Gunung laut, yaitu gunung yang kakinya di dasar laut sedangkan badan

puncaknya muncul ke atas permukaan laut dan merupakan sebuah pulau.Contoh: gunung Krakatau.

2. Seamount, yaitu gunung di dasar laut dengan lereng yang curam dan berpuncak runcing serta kemungkinan mempunya tinggi sampai 1 km atau lebih tetapi tidak sampai kepermukaan laut. Contoh: St. Helena, Azores da Ascension di laut Atlantik.

3. Guyot, yaitu gunung di dasar laut yang bentuknya serupa dengan seamount tetapi bagian puncaknya datar. Banyak terdapat di lautan Pasifik.

4. Punggung laut (ridge), yaitu punggung pegunungan yang ada di dasar laut.Contoh: punggung laut Sibolga.

5. Ambang laut (drempel), yaitu pegunungan di dasar laut yang terletak diantara dua laut dalam.Contoh: ambang laut sulu, ambang laut sulawesi.

6. Lubuk laut (basin), yaitu dasar laut yang bentuknya bulat cekung yang terjadi karena ingresi.Contoh: lubuk laut sulu, lubuk laut sulawesi.

7. Palung laut (trog), yaitu lembah yang dalam dan memanjang di dasar laut terjadi karena ingresi.Contoh: Palung Sunda, Palung Mindanao, Palung Mariana.

Agar Anda lebih jelas bentuk-bentuk morfologi, lihat gambar berikut.

Page 6: Ekosistem Pesisir

Gambar 5. Relief dasar laut

Konsepsi Wilayah Pesisir 

 

Page 7: Ekosistem Pesisir

Berdasarkan Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, wilayah pesisir didefinisikan sebagai daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut.

Sementara perairan pesisir didefinisikan sebagai laut yang berbatasan dengan daratan meliputi perairan sejauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai, perairan yang menghubungkan pantai dan pulau-pulau, estuari, teluk, perairan dangkal, rawa payau, dan laguna.

Batas Ke Arah Darat :

1. Ekologis : kawasan daratan yang masih dipengaruhi oleh proses-proses kelautan, seperti pasang surut dan interusi air laut.

2. Administratif : batas terluar sebelah hulu dari desa pantai atau jarak definitif secara arbitrer (2 km, 20 km, dan seterusnya dari garis pantai).

Page 8: Ekosistem Pesisir

3. Perencanaan : bergantung pada permasalahan atau substansi yang menjadi fokus pengelolaan wilayah pesisir.

4. Pencemaran dan sedimentasi : suatu kawasan darat dimana dampak pencemaran dan sedimentasi yang ditimbulkan di sini memberikan dampak di kawasan pesisir.

5. Hutan mangrove : batas terluar sebelah hulu kawasan hutan mangrove.

6. Aktivitas sosial ekonomi wilayah pesisir: batas wilayah yang masih dipengaruhi oleh aktivitas wilayah pesisir seperti penangkapan (nelayan) dan pengolahan ikan laut (pengolah), aktivitas pertambakan air payau (petambak).

 

Batas Ke Arah Laut :

1. Ekologis : kawasan laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alamiah di darat (aliran air sungai, run off, aliran air tanah, dan lain-lain), atau dampak kegiatan manusia di darat (bahan pencemar, sedimen, dan lain-lain); atau kawasan laut yang merupakan paparan benua (continental shelf).

2. Administratif : 4 mil, 12 mil, dst., dari garis pantai ke arah laut.

3. Perencanaan : bergantung pada permasalahan atau substansi yang menjadi fokus pengelolaan wilayah pesisir.

4. Pencemaran dan sedimentasi : suatu kawasan laut yang masih di pengaruhi oleh dampak pencemaran dan sedimentasi dari darat.

5. Hutan mangrove : kawasan perairan laut yang masih mendapat pengaruh dari proses dan atribut ekologis mangrove, seperti bahan organik (detritus) yang berasal dari mangrove.

6. Aktivitas perikanan artisanal : kawasan perairan laut yang aktivitas perikanannya masih berada dalam wilayah pemanfaatan perikanan skala kecil, seperti pancing, bubu, dan bagan tancap, serta aktivitas budidaya laut, seperti rumput laut dan keramba jaring apung.

Secara diagramatis dalam penentuan batas wilayah pesisir adalah sebagaimana terlihat pada Gambar 1.1.

Page 9: Ekosistem Pesisir

Gambar 1.1. Batasan Wilayah Pesisir(Sumber : Pernetta dan Milliman, 1995, dalam Dahuri, 2002)

Dalam hal penentuan lingkup analisis potensi, pada dasarnya untuk batas wilayah pesisir ke arah laut akan tetap menggunakan kriteria ekologis, administratif dan perencanaan sesuai dengan konsepsi wilayah pesisir seperti disebutkan di atas. Sedangkan batas wilayah pesisir ke arah darat, pelingkupan wilayah analisisnya difokuskan atas dasar empat indikator atau kriteria wilayah pesisir, yaitu:

1. Berdasarkan karakteristik wilayah yang terinstrusi air laut,

2. Zonasi mangrove terluar di daerah hulu yang biasanya dapat dicerminkan oleh adanya keberadaan ekosistem mangrove jenis nipah (Nypa sp),

Page 10: Ekosistem Pesisir

3. Aktivitas sosial ekonomi wilayah pesisir : batas wilayah yang masih dipengaruhi oleh aktivitas wilayah pesisir seperti penangkapan (nelayan) dan pengolahan ikan laut (pengolah), aktivitas pertambakan air payau (petambak), dan sebagainya.

4. Wilayah administrasi kecamatan pesisir, yaitu kecamatan yang wilayah administrasinya berbatasan langsung dengan wilayah laut.

Hukum Pembagian Zona Laut Internasional

Pembagian Zona Laut

1. Zona PesisirBerdasarkan kedalamannya zona pesisir dapat dibedakan menjadi 4 wilayah (zona) yaitu :

a. Zona “Lithoral”, adalah wilayah pantai atau pesisir atau “shore”. Di wilayah ini pada saat air pasang tergenang air dan pada saat air laut surut berubah menjadi daratan. Oleh karena itu wilayah ini sering disebut juga wilayah pasang surut.

b. Zona “Neritic” (wilayah laut dangkal), yaitu dari batas wilayah pasang surut hingga kedalaman 150 m. Pada zona ini masih dapat ditembus oleh sinar matahari sehingga wilayah ini paling banyak terdapat berbagai jenis kehidupan baik hewan maupun tumbuhan-tumbuhan, contoh Jaut Jawa, Laut Natuna, Selat Malaka dan laut-laut disekitar kepulauan Riau.

c. Zona Bathyal (wilayah laut dalam), adalah wilayah laut yang memiliki kedalaman antara 150 hingga 1800 meter. Wilayah ini tidak dapat ditembus sinar matahari, oleh karena itu kehidupan organismenya tidak sebanyak yang terdapat di zona meritic.

d. Zona Abysal (wilayah laut sangat dalam), yaitu wilayah laut yang memiliki kedalaman lebih dari 1800 m. Di wilayah ini suhunya sangat dingin dan tidak ada tumbuh-tumbuhan, jenis hewan yang hidup di wilayah ini sangat terbatas.

2. Zona Laut Indonesia

Batas wilayah laut Indonesia

Page 11: Ekosistem Pesisir

Luas wilayah laut Indonesia sekitar 5.176.800 km2. Ini berarti luas wilayah laut Indonesia lebih dari dua setengah kali luas daratannya. Sesuai dengan Hukum Laut Internasional yang telah disepakati oleh PBB tahun 1982. berikut ini adalah gambar pembagian wilayah laut menurut konvensi Hukum Laut PBB. Berikut ini adalah gambar pembagian wilayah laut menurut konvensi hukum laut PBB.

Wilayah perairan laut Indonesia dapat dibedakan tiga macam, yaitu zona laut Teritorial, zona Landas kontinen, dan zona Ekonomi Eksklusif.

a. Zona Laut Teritorial

Batas laut Teritorial ialah garis khayal yang berjarak 12 mil laut dari garis dasar ke arah laut lepas. Jika ada dua negara atau lebih menguasai suatu lautan, sedangkan lebar lautan itu kurang dari 24 mil laut, maka garis teritorial di tarik sama jauh dari garis masing-masing negara tersebut. Laut yang terletak antara garis dengan garis batas teritorial di sebut laut teritorial. Laut yang terletak di sebelah dalam garis dasar disebut laut internal.Garis dasar adalah garis khayal yang menghubungkan titik-titik dari ujung-ujung pulau.

Sebuah negara mempunyai hak kedaulatan sepenuhnya sampai batas laut teritorial, tetapi mempunyai kewajiban menyediakan alur pelayaran lintas damai baik di atas maupun di bawah permukaan laut. Pengumuman pemerintah tentang wilayah laut teritorial Indonesia dikeluarkan tanggal 13 Desember 1957 yang terkenal dengan Deklarasi Djuanda dan kemudian diperkuat dengan Undang-undang No.4 Prp. 1960.

b. Zona Landas Kontinen

Landas kontinen ialah dasar laut yang secara geologis maupun morfologi merupakan lanjutan dari sebuah kontinen (benua). Kedalaman lautnya kurang dari 150 meter. Indonesia terletak pada dua buah landasan kontinen, yaitu landasan kontinen Asia dan landasan kontinen Australia.

Adapun batas landas kontinen tersebut diukur dari garis dasar, yaitu paling jauh 200 mil laut. Jika ada dua negara atau lebih menguasai lautan di atas landasan kontinen, maka batas negara tersebut ditarik sama jauh dari garis dasar masing-masing negara. Sebagai contoh di selat malaka, batas landasan kontinen berimpit dengan batas laut teritorial, karena jarak antara kedua negara di tempat itu kurang dari 24 mil laut. Di selat Malaka sebelah utara, batas landas kontinen antara Thailand, Malaysia, dan Indonesia bertemu di dekat titik yang berkoordinasi 98 °BT dan 6 °LU.

Di dalam garis batas landas kontinen, Indonesia mempunyai kewenangan untuk memanfaatkan sumber daya alam yang ada di dalamnya, dengan kewajiban untuk menyediakan alur pelayaran lintas damai. Pengumuman tentang batas landas kontinen ini dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia pada tanggal 17 Febuari 1969.

c. Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)

Zona Ekonomi Eksklusif adalah jalur laut selebar 200 mil laut ke arah laut terbuka diukur dari

Page 12: Ekosistem Pesisir

garis dasar. Di dalam zona ekonomi eksklusif ini, Indonesia mendapat kesempatan pertama dalam memanfaatkan sumber daya laut. Di dalam zona ekonomi eksklusif ini kebebasan pelayaran dan pemasangan kabel serta pipa di bawah permukaan laut tetap diakui sesuai dengan prinsip-prinsip Hukum Laut Internasional, batas landas kontinen, dan batas zona ekonomi eksklusif antara dua negara yang bertetangga saling tumpang tindih, maka ditetapkan garis-garis yang menghubungkan titik yang sama jauhnya dari garis dasar kedua negara itu sebagai batasnya. Pengumuman tetang zona ekonomi eksklusif Indonesia dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia tanggal 21 Maret 1980.- See more at: http://kiteklik.blogspot.com/2010/10/hukum-pembagian-zona-laut-internasional.html#sthash.8V1mygcN.dpuf

Untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam pengelolaan dan pemanfaatan serta menjaga

keberlangsungan sumber daya yang ada di wilayah pesisir, maka hal yang mutlak

diperlukan adalah adanya pedoman pengelolaan untuk setiap komponen ekosistem di

wilayah pesisir.

1. Ekosistem Terumbu Karang

Ekosistem terumbu karang terdapat di lingkungan perairan yang agak dangkal, seperti

paparan benua dan gugusan pulau-pulau di perairan tropis. Untuk mencapai pertumbuhan

maksimum, terumbu karang memerlukan perairan yang jernih dengan suhu perairan yang

hangat, gerakan gelombang yang besar, dan sirkulasi air yang lancer serta terhindar dari

proses sedimentasi.

Ekosistem terumbu karang serta biota yang berasosiasi dengan terumbu karang tersebut

sangat sensitive terhadap berbagai hal seperti:

1. Aliran air tawar yang berlebihan yang dapat menurunkan nilai salinitas perairan

2. Beban sedimen dapat mengganggu biota yang mencari makan melalui proses

penyaringan

3. Suhu ekstrim, yaitu suhu di luar batas suhu toleransi terumbu karang

4. Polusi seperti biosida dari aktivitas pertanian yang masuk ke perairan lokal

5. Kerusakan terumbu, seperti yang disebabkan oleh badai siklon dan jangkar perahu

6. Beban nutrient yang berlebihan yang menyebabkan berkembangnya alga secara

berlebihan sehingga dapat menutupi dan membunuh organism koral atau timbulnya

blooming dari fitoplankton yang dapat menghalangi penetrasi sinar matahari

sehingga tingkat fotosintesis dari koral menurun.

Kegiatan penambangan terumbu karang dapat menyebabkan peningkatan erosi pantai dan

berbagai kerusakan pantai lainnya. Penyebab utama berikutnya yang menyebabkan

degradasi terumbu karang adalah akibat pengelolaan pantai dan daerah hulu yang kurang

baik sehingga tingginya tingkat sedimentasi yang masuk ke perairan dan menutupi terumbu

karang.

Pedoman Pengelolaan

Page 13: Ekosistem Pesisir

1. Mencari berbagai sumber alternative bahan konstruksi dan kalsium karbonat untuk

mencegah penambangan dan kehilangan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui.

2. Jangan melakukan pengerukan atau aktivitas lainnya yang menyebabkan teraduknya

sedimentasi dan membuat air keruh atau di arah hulu dari terumbu karang.

3. Hindarkan pencemaran dan peningkatan nutrient ke dalam ekosistem terumbu karang.

4. Hentikan penggunaan bahan peledak dan bahan beracun sebagai alat penangkapan ikan

karang.

5. Tetapkan batas maksimum pemanfaatan tahunan terhadap bahan-bahan karang dan

spesies yang berasosiasi dengannya seperti ikan dan karang-karang.

6. Promosikan dan control kegiatan pariwisata dengan cara memberikan wawasan bahwa

terumbu karang merupakan asset nasional yang tidak dapat dinilai dengan uang

 

7. Hindari perubahan salinitas air yang melampaui ambang batas untuk areal terumbu

karang.

8. Hindari perubahan suhu di luar ambang batas

9. Melakukan pemantauan ekosistem terumbu karang untuk mengetahui perkembangan

kondisi terumbu karang tersebut

10. Menyadarkan masyarakat pengguna tentang pentingnya ekosistem terumbu karang dan

bahaya yang mengancam kelestariannya serta mengikutsertakan masyarakat pengguna

dalam pengelolaannya.

11. Lakukan rehabilitasi terhadap terumbu karang yang telah mengalami kerusakan dengan

transplantasi.

2. Ekosistem Hutan Mangrove

Permasalahan utama tentang pengaruh atau tekanan terhadap habitat mangrove

bersumber dari keinginan manusia untuk mengkonversi area hutan mangrove menjadi areal

pengembangan perumahan, kegiatan-kegiatan komersial, industri dan petanian. Selain itu

juga meningkatnya permintaan terhadap produksi kayu menyebabkan eksploitasi berlebihan

terhadap hutan mangrove. Kegiatan lain yang menyebabkan kerusakan hutan mangrove

cukup besar adalah pembukaan tambak-tambak untuk budi daya perairan.

Pada kondisi khas di zona pasang surut di daerah tropis, mangrove mempunyai kemampuan

untuk tumbuh dengan cepat, membentuk struktur hutan yang kompleks dan memiliki

produktivitas tinggi. Namun ekosistem ini sangat sensitive terhadap factor-faktor seperti

sirkulasi air, salinitas dan aspek fisika-kimia dari substrat hidupnya. Konservasi ekosistem

dan sumber daya di dalamnya dapat dicapai dengan mencegah terjadinya perubahan-

perubahan nyata dari faktor-faktor tersebut diatas. Konservasi dan pemanfaatan mangrove

bergantung sepenuhnya pada perencanaan yang terintegrasi dengan mempertimbangkan

kebutuhan ekosistem mangrove.

3. Ekosistem Padang Lamun

Permasalahan utama yang mempengaruhi padang lamun di seluruh dunia adalah kerusakan

padang lamun akibat kegiatan pengerukan dan penimbunan yang terus meluas dan

pencemaran air termasuk pembuangan limbah garam dari kegiatan desalinasi dan fasilitas-

fasilitas produksi minyak. Pemasukan pencemaran di sekitar fasilitas industri, dan limbah air

panas dari pembangkit tenaga listrik. Kehilangan padang lamun diindikasikan oleh hilangnya

biota laut, terutama diakibatkan oleh kerusakan habitat.

Page 14: Ekosistem Pesisir

Pedoman pengelolaan merupakan kebutuhan dasar yang diperlukan untuk

mempertahankan kondisi tersebut. Oleh karena itu tindakan-tindakan yang dilakukan di

wilayah pesisir harus mempertimbangkan dan memasukan pedoman-pedoman sebagai

berikut:

1. Pengerukan dan penimbunan seharusnya dihindari pada lokasi yang didominasi oleh

padang lamun.

2. Usulan pembangunan di wilayah pesisir yan mengubah pola sirkulasi air seharusnya di

desain untuk menghindari atau meminimalkan setiap erosi atau penumpukan di sekitar

daerah padang lamun.

3. Prosedur pembuangan limbah cair seharusnya diperbaharui dan dimodifikasi sesuai

kebutuhan untuk mencegah limbahyang merusak masuk ke dalam daerah padang rumput.

 

4. Penangkapan ikan dengan trawl dan kegiatan penangkapan lainnya yang merusak

seharusnya dimodifikasi untuk meminimalkan pengaruh buruk terhadap padang lamun

selama operasi penangkapan.

5. Skema-skema pengalihan aliran air yang dapat mengubah tingkat salinitas alamiah harus

dipertimbangkan akibatnya terhadap komunitas padang lamun.

6. Lakukan tindakan untuk mencegah tumpahan minyak mencemari komunitas padang

lamun.

7. Inventarisasi, identifikasi dan pemetaan sumber daya padang lamun, sebelum berbagai

jenis proyek dan aktivitas dilakukan di lokasi tersebut.

8. Rekonstruksi padang lamun di perairan dekat tempat yang sebelumnya ada padang

lamun, atau membangun padang lamun baru di lokasi yang tidak ada lamunnya untuk

mengganti lamun alami di suatu tempat.

 

4. Ekosistem Estuaria

Salah satu penyebab utama terjadinya degradasi ekosistem estuaria adalah akibat

penggunaannya sebagai daerah pembuangan limbah secara terus menerus. Sebagian

bahan pencemar tersebut adalah bahan-bahan kimia organik. Masalah utama lainnya yang

dapat meningkatkan ancaman tehadap kelestarian ekosistem ini adalah berkurangnya dan

atau terjadinya pembelokan aliran sungai di hulu. Selain itu kebanyakan organism estuaria

merupakan organisme yang rentan.

Oleh sebab itu konservasi terhadap ekosistem estuaria dan pemanfaatannya, sangat

bergantung pada perencanaan dan pengelolaan secara terpadu yang mencakup

pengelolaan daerah hulu. Berdasarkan hal itu, pedoman berikut dapat dijadikan syarat

minimal dalam pemeliharaan dan kelangsungan laguna dari ekosistem estuaria pada

pemanfaatan tingkat tinggi adalah:

1. Penerapan teknologi secara maksimal dari pengolahan limbah, baik untuk limbah industri

maupun limbah domestic yang dibuang ke dalam laguna dan perairan estuaria.

2. Fasilitas industri yang berpotensi tinggi mengganggu ekosistem estuaria dan laguna,

mestinya dijauhkan dari daerah tersebut.

3. Dibutuhkan pemeriksaan terhadap limpasan air akibat hujan lebat dan sumber-sumber

polusi lainnya.

4. Menghindari terhambatnya sirkulasi air.

Page 15: Ekosistem Pesisir

5. Berhati-hati dalam penggalian atau pembuangan hasil pengerukan.

Ekosistem Hutan Mangrove

Keberadaan Hutan mangrove menjadi sesuatu yang penting, manakala berbagai kerusakan ekosistem pesisir terjadi di wilayah Indonesia.  Ketiadaan Hutan mangrove di sekitar garis pantai menyebabkan terjadinya abrasi hingga puluhan meter ke arah darat seperti yang terjadi di pantai utara Indramayu Jawa Barat.   Salah satu fungsi hutan mangrove sebagai pelindung pantai kini menjadi misi bagi program-program rehabilitasi hutan mangrove.  Sesungguhnya peranan hutan mangrove tidak hanya sebagai pelindung pantai, tetapi juga sebagai pensuplai bahan organik bagi lingkungan perairan, sehingga hutan mangrove menjadi daerah asuhan (nursery ground) dan daerah pemijahan (spawning ground) beberapa biota perairan seperti udang, ikan dan kerang. Peran lainnya adalah sebagai objek ekowisata seperti terdapat di Segara Anakan Cilacap, dan Benoa Bali.

Untuk menunjang pertumbuhannya, mangrove memerlukan kriteria biofisik yaitu:

1. Jenis tanah berlumpur, berlempung atau berpasir

2. Arealnya tergenang air laut secara berkala

3. Memiliki suplai air tawar

4. Terlindung dari gempuran ombak besar dan arus yang kuat

Hutan mangrove merupakan tipe hutan tropika yang khas tumbuh di sepanjang pantai atau muara sungai dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove seringkali juga disebut hutan pantai, hutan pasang surut, hutan payau, atau hutan bakau.  Akan tetapi, istilah bakau sebenarnya hanya merupakan nama dari salah satu jenis tumbuhan yang menyusun hutan mangrove, yaitu jenis Rhizopora spp.  Oleh karena itu, hutan mangrove sudah ditetapkan sebagai nama baku untuk mangrove forest.

Ekosistem mangrove di Indonesia memiliki keanekaragaman jenis yang termasuk tertinggi di dunia, seluruhnya tercatat 89 jenis; 35 jenis berupa pohon, dan selebihnya berupa terna (5 jenis), perdu (9 jenis), liana (9 jenis), epifit (29 jenis) dan parasit (2 jenis). (Nontji, 1987).  Beberapa jenis pohon mangrove yang umum dijumpai di wilayah pesisir Indonesia adalah bakau (Rhizopora spp), Api-api (Avicennia spp), Pedada (Sonneratia spp), Tanjang (Bruguiera spp), Nyirih (Xylocarpus spp), Tengar (Ceriops spp) dan Buta-buta (Exoecaria spp).

Fungsi Ekologi Hutan Mangrove

Page 16: Ekosistem Pesisir

Dilihat dari aspek ekosistem perairan, hutan mangrove mempunyai arti yang penting karena memiliki fungsi ekologis, baik ditinjau dari aspek fisika, dan kimia.  Fungsi ekologis hutan mangrove ditinjau dari aspek fisika adalah :

1. Terjadinya mekanisme hubungan antara komponen-komponen dalam ekosistem mangrove serta hubungan antara ekosistem mangrove dengan jenis-jenis ekosistem lainnya seperti padang lamun, dan terumbu karang. 

2. Hutan mangrove berfungsi sebagai pelindung pantai.  Bentuk perakaran mangrove yang kokoh dengan bentuknya seperti akar papan pada species Ceriops spp; akar cakar ayam pada species Avicennia spp, Sonneratia spp dan xylocarpus spp; akar tunjang pada species Rhizophora spp; dan akar lutut pada species Brugueria spp memiliki kemampuan untuk meredam pengaruh gelombang, menahan lumpur dan melindungi pantai dari erosi, gelombang pasang dan angin taufan.

3. Sebagai pengendali banjir.  Hutan mangrove yang banyak tumbuh di daerah estuaria juga dapat berfungsi untuk mengurangi bencana banjir. 

Jika dilihat dari aspek kimia, maka hutan mangrove dengan kemampuannya malakukan proses kimia dan pemulihan (self purification) memiliki beberapa fungsi, yaitu :

1. Hutan mangrove dapat berfungsi sebagai penyerap bahan pencemar (pollutant).

2. Pensuplai bahan organis bagi lingkungan perairan.  Didalam ekosistem hutan mangrove terjadi mekanisme hubungan memberikan sumbangan berupa bahan organik bagi perairan sekitarnya.  Daun mangrove yang gugur melalui proses penguraian oleh mikroorganisme diuraikan menjadi partikel-partikel detritus, partikel- partikel detritus ini menjadi sumber makanan bagi berbagai macam hewan laut.  Selain itu, bahan organik terlarut yang dihasilkan dari proses penguraian (dekomposisi) di hutan mangrove juga memasuki lingkungan perairan pesisir yang dihuni oleh berbagai macam filter feeder (organisme yang cara makannya dengan menyaring air) lautan dan estuari serta berbagai macam hewan pemakan hewan dasar (Snedaker et al., 1985).

Sedangkan dari aspek biologis hutan mangrove sangat penting untuk tetap menjaga kestabilan produktivitas dan ketersdiaan sumberdaya hayati wilayah pesisir.  Hal ini mengingat karena hutan mangrove juga merupakan daerah asuhan (nursery ground) dan pemijahan (spawning ground) beberapa hewan perairan seperti udang, ikan dan kerang-kerangan.

Beberapa fungsi ekologis oleh hutan mangrove memang sangat ditunjang oleh karekteristik hutan mangrove itu sendiri seperti yang telah diuraikan diatas.  Mementingkan fungsi ekologis bukan berarti meniadakan fungsi fungsi ekonomis yang dimiliki oleh hutan mangrove, tetapi bagaimana menempatkan kepentingan ekonomis tidak merusak fungsi-fungsi ekologis hutan mangrove.

Page 17: Ekosistem Pesisir

Fungsi Ekonomi Hutan Mangrove

Menurut Saenger et al.(1983), lebih dari 70 macam kegunaan pohon mangrove bagi kepentingan umat manusia  telah  diidentifikasi, baik produk langsung (Tabel ) seperti: bahan bakar, bahan bangunan, alat penangkap ikan, pupuk pertanian, bahan baku kertas, makanan, obat-obatan, minuman, dan tekstil maupun produk tidak langsung (Tabel) seperti: tempat rekreasi, dan bahan makanan.  Lebih jauh, Hamilton dan Snedaker (1994) mencatat sekitar 58 produk langsung dan tidak langsung dari mangrove berupa kayu bakar, bahan bangunan, alat dan teknik penangkapan ikan, pupuk, bahan baku kertas, bahan makanan, obat-obatan, minuman, peralatan rumah tangga, bahan baku tekstil dan kulit, madu, lilin, dan tempat rekreasi.

 

Tabel 1. Produk Langsung dari Ekosistem Mangrove

Kegunaan Produk

Bahan Bakar

Kayu bakar untuk masakKayu bakar untuk memanggang ikanKayu bakar untuk memanaskan lembaran karetKayu bakar untuk membakar batu bataArangAlkohol

Kegunaan Produk

Konstruksi

Kayu untuk tanggaKayu untuk konstruksi berat (contoh : jembatan)Kayu penjepit jalan kereta apiTiang penyangga terowongan pertambanganTiang pancang geladakTiang dan galah untuk bangunanBahan untuk lantai, papan bingkaiMaterial untuk membuat kapalPagarPipa airSerpihan kayu, lem

Memancing

Pancing untuk menangkap ikanPelampung pancingRacun ikanBahan untuk pemeliharaan jaringTempat berlindung untuk ikan-ikan unik

PertanianMakanan ternakPupuk hijau

   

Produksi KertasMakanan,Minuman dan Obat-

Berbagai jenis kertasGula

Page 18: Ekosistem Pesisir

Obatan

AlkoholMinyak goreng, CukaPengganti tehMinuman fermentasi Pelapis permukaanRempah-rempah dari kulit kayuDaging dari propagulesSayur-sayuran, buah, atau daun dari propagulesPembalut rokokBahan obat-obatan dari kulit, daun dan buahnya

Peralatan Rumah Tangga

PerabotPerekatMinyak rambutPeralatan tangan Penembuk padiMainanBatang korek apiKemenyan

Produksi Tekstil dan KulitSerat sintetikBahan pencelup pakaianBahan untuk penyamakan kulit

Lain-lain Pengepakan kotak

Sumber : Saenget et al (1983)

Tabel 2. Produk Tidak Langsung Dari Ekosistem Mangrove

Sumber Produk

Ikan Blodok (beberapa jenis)MakananPupuk

Krustasea (udang dan kepiting) Makanan

Moluska (kerang, remis, tiram) Makanan

LebahMaduLilin

Burung

MakananBuluRekreasi (mengamati dan berburu)

ReptilKulitMakananRekreasi

Fauna lainnya (contoh: amphibi, dan  Makanan

Page 19: Ekosistem Pesisir

Serangga) Rekreasi

Sumber : Saenget et al (1983)

 

Pada dekade terakhir ini pemanfaatan hutan mangrove terus meningkat, bukan saja dari pemanfaatan lahannya tetapi juga dari segi pemanfaatan  secara tradisional (skala kecil), dan pemanfaatan secara komersial (skala besar). Hampir sebagian besar masyarakat pesisir di  tanah air lebih banyak menggunakan hutan dalam skala tradisional, misalnya penggunakan hutan mangrove sebagai kayu bakar, arang, pagar, tiang-tiang pancang dan alat penangkapan ikan; pemungutan hasil-hasil perikanan seperti udang, kepiting, ikan dan satwa lainnya yang terdapat di dalam kawasan hutan mangrove; dan penggunaan mangrove untuk penyamakan kulit dan pengawetan jaring (alat tangkap).

Pemanfaatan hutan mangrove untuk  skala komersial (skala besar) adalah untuk menghasilkan kayu, chips dan arang; konversi hutan mangrove untuk kawasan pertanian, pertambakan, pemukiman, ladang garam dan daerah transmigrasi; dan pemanfaatan hutan mangrove untuk beberapa jenis obat-obatan.   Kayu dari hutan mangrove dari Sumatera dan Kalimantan telah banyak diekspor ke Jepang dan  Taiwan.  Arang dari Riau dan Aceh terutama diekspor ke Singapura, Malaysia dan Hongkong.  Sedangkan Chips dari Kalimatan Timur dan Riau di Ekspor ke Jepang (Soemodihardja dan Soerianegara, 1989).Potensi lain dari hutan mangrove yang belum dikembangkan secara optimal, adalah sebagai kawasan wisata alam (ecotourism). Beberapa lokasi hutan mangrove yang dijadikan kawasan wisata alam adalah Segara Anakan di Cilacap Jawa Tengah dan di Benoa Bali.  Padahal di negara lain, seperti Malaysia dan Australia, kegiatan ekoturisme di kawasan hutan mangrove sudah berkembang lama dan menguntungkan. Indonesia memiliki lebih banyak hutan mangrove dibandingkan dengan negara lain.  Hutan-hutan ini dapat menempati bantaran sungai-sungai besar hingga 100 km masuk ke pedalaman seperti yang dijumpai di sepanjang Sungai Mahakam dan Sungai Musi.

Dari segenap manfaat langsung maupun tidak langsung dari ekosistem hutan mangrove seperti yang telah diuraikan di atas, maka nilai ekonomi total (Total Economic Value) hutan mangrove di beberapa lokasi di Indonesia telah berhasil diestimasi yaitu berkisar antara Rp. 1.333.000/ha sampai dengan Rp. 66.240.000/ha seperti yang dapat dilihat pada Tabel berikut ini.

Tabel 3. Total Ekonomi Ekosistem Hutan Mangrove di Indonesia

No Lokasi Luas (ha) Nilai (Rp/ha) Sumber

1 Pulau Madura 2.088 54.940.000 Dahuri (1995)

2 Pemalang 210 66.240.000 Dahuri (1995)

3 Subang 5.328,60 6.928.000 Fakhrudin (1996)

Page 20: Ekosistem Pesisir

4 Teluk Bintuni 300.000 1.333.000 Ruitenbeek (1991)

Terumbu Karang

Terumbu karang adalah karang yang terbentuk dari kalsium karbonat koloni kerang laut yang bernama polip yang bersimbiosis dengan organisme miskroskopis yang bernama zooxanthellae. Terumbu karang bisa dikatakan sebagai hutan tropis ekosistem laut. Ekosistem ini terdapat di laut dangkal yang hangat dan bersih dan merupakan ekosistem yang sangat penting dan memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Biasanya tumbuh di dekat pantai di daerah tropis dengan temperatur sekitar 21-30C. Beberapa tempat tumbuhnya terumbu karang adalah pantai timur Afrika, pantai selatan India, Laut Merah, lepas pantai timur laut dan baratl laut Australia hingga ke Polynesia. Terumbu karang juga terdapat di pantai Florida, Karibia dan Brasil. Terumbu karangterbesar adalah Great Barier Reef di lepas pantai timur laut Australis dengan panjang sekitar 2000 km. Terumbu karang merupakan sumber makanan dan obat-obatan dan melindungi pantai dari erosi akibat gelombang laut.

Terumbu karang memberikan perlindungan bagi hewan-hewan dalam habitatnya termasuk sponge, ikan (kerapu, hiu karang, clown fish, belut laut, dll), ubur-ubur, bintang laut, udang-udangan, kura-kura, ular laut, siput laut, cumi-cumi atau gurita, termasuk juga burung-burung laut yang sumber makanannya berada di sekitar ekosistem terumbu karang.

Ada dua jenis terumbu karang yaitu terumbu karang keras (hard coral) dan terumbu karang lunak (soft coral). Terumbu karang keras (seperti brain coral dan elkhorn coral) merupakan karang batu kapur yang keras yang membentuk terumbu karang. Terumbu karang lunak (seperti sea fingers dan sea whips) tidak membentuk karang. Terdapat beberapa tipe terumbu karang yaitu terumbu karang yang tumbuh di sepanjang pantai di continental shelf yang biasa disebut sebagai fringing reef, terumbu karang yang tumbuh sejajar pantai tapi agak lebih jauh ke luar (biasanya dipisahkan oleh sebuah laguna) yang biasa disebut sebagai barrier reef dan terumbu karang yang menyerupai cincin di sekitar pulau vulkanik yang disebut coral atoll.

Terumbu karang ditemukan di sekitar 100 negara dan merupakan rumah tinggal bagi 25% habitat laut. Terumbu karang merupakan ekosistem yang sangat rentan di dunia. Dalam beberapa dekade terakhir sekitar 35 juta hektar terumbu karang di 93 negara mengalami kerusakan. Ketika terumbu karang mengalami stres akibat temperatur air laut yang meningkat, sinar ultraviolet dan perubahan lingkungan lainnya, maka ia akan kehilangan sel alga simbiotiknya. Akibatnya warnanya akan berubah menjadi putih dan jika tingkat ke-stres-annya sangat tinggi dapat menyebabkan terumbu karang tersebut mati.

Jika laju kerusakan terumbu karang tidak menurun, maka diperkirakan pada beberapa dekade ke depan sekitar 70% terumbu karang dunia akan mengalami kehancuran. Kenaikan temperatur air laut sebesar 1 hingga 2C dapat menyebabkan terumbu karang menjadi stres dan menghilangkan

Page 21: Ekosistem Pesisir

organisme miskroskopis yang bernama zooxanthellae yang merupakan pewarna jaringan dan penyedia nutrient-nutrien dasar. Jika zooxanthellae tidak kembali, maka terumbu karang tersebut akan mati.

Kerusakan terhadap ekosistem terumbu karang

Secara umum penyebab kerusakan terhadap terumbu karang dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu kerusakan yang disebabkan oleh kegiatan manusia (anthropogenic causes) dan permasalahan yang disebabkan oleh alam (natural causes).

Kerusakan Akibat Manusia

Apabila dikelompokkan dari berbagi kegiatan manusia yang berakibat kerusakan ekosistem terumbu karang baik secara langsung maupun tidak langsung dibagi menjadi empat, yaitu :

1) Penambangan dan pengambilan karang. Penambangan dan pengambilan karang merupakan kegiatan merusak terumbu karang yang banyak dilakukan oleh masyarakat pesisir pada umumnya. Penyebab utama penambangan karang adalah tidak tersedianya bahan bangunan, terutama batu pada suatu daerah, sehingga alternatif termudah adalah mengambil dari terumbu karang. Jenis yang umum diambil adalah karang batu (stony coral; Porites spp) dan tidak jarang karang yang diambil tersebut masih hidup. Karang yang diambil dipergunakan untuk membuat bangunan/rumah, jalan, lapangan bola, (banyak kasus di Maluku, Kalimantan Timur). Di Sulawesi Selatan, ribuan meter kubik karang batu dan sebagian besar merupakan karang hidup dipakai untuk membuat tanggul-tanggul tambak yang diambil dari terumbu karang pada bagian depan tambak. Di Lombok (Mataram), karang yang ditambang digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan kapur. Pada daerah-daerah yang tidak memiliki bahan galian seperti batu yang dapat dipakai dalam pembuatan bangunan atau untuk memperoleh bahan-bahan bangunan tersebut sangat jauh, maka penambangan karang merupakan alternatif yang terbaik dan termudah yang dapat dilakukan, walaupun banyak sekali masyarakat yang sadar bahwa kegiatan mereka dapat merusak ekosistim terumbu karang.

2) Penangkapan Ikan dengan Alat dan bahan yang Merusak. Kasus kerusakan terumbu karang akibat dari penangkapan ikan dengan menggunakan alat dan bahan yang merusak banyak terjadi di hampir periaran Indonesia. Kegiatan tersebut antara lain : penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak, muroami, bubu, jangkar, tokang dan aktivitas penancangan tiang budidaya rumput laut. Penggunaan bahan peledak dalam usaha penangkapan ikan ini banyak dilakukan oleh masyarakat. Hal ini dilakukan karena kegiatan ini dianggap oleh sebagian masyarakaat sangat efektif dan tidak tergantung pada musim. Salah satu alasan masyarakat melakukan kegiatan tersebut adalah karena kegiatan tersebut dapat dilakukan setiap saat dengan mudahnya dan hasil yang diperoleh relatif besar. Selain itu, waktu yang diperlukan untuk melakukan kegiatan ini relatif lebih singkat dibandingkan dengan kegiatan penangkapan ikan dengan menggunakan peralatan lainnya seperti jaring, pancing dn sebagainya. Pada umumnya kegiatan pengeboman dilakukan di tempat-tempat yang ikannya relatif banyak, seperti di taket-taket (patch reef) yaitu suatu tempat dimana

Page 22: Ekosistem Pesisir

terdapat banyak terumbu karang. Ledakan yang ditimbulkan oleh pengeboman inilah yang menyebabkan terjadinya kerusakan ekosistem terumbu karang. Penangkapan ikan dengan menggunakan jaring muroami biasanya dilakukan di perairan kawasan Barat Indonesia. Jaring Muroami merupakan suatu teknik penangkapan ikan yang dilakukan secara berkelompok (melibatkan 30-35 orang) dengan menggunakan jaring khusus yang disebut muroami, biasanya menggunakan perahu sebanyak tiga buah. Kasus pemasangan bubu banyak terjadi Kawasan Indonesai bagian Timur terutama di P. Ambon dan Pulau-pulau sekitarnya. Di daerah tersebut bubu yang terbuat dari Bambu, biasanya dipasang di tubir pada tempat-tempat yang diduga sebagai jalur lalu lintasnya ikan. Pada alat tangkap bubu diikatkan seutas tali ke darat, kemudian bubu ditarik ke darat pada saat tertentu (2-3 hari setelah dipasang). Peristiwa rusaknya ekosistem terumbu karang pada aktivitas ini adalah pada saat penarikan bubu ke darat. Pada saat penarikan tersebut biasanya turut tersarut pula karang-karang hidup. Adapula bubu yang dipasang, dimana pada bagian atasnya ditutupi oleh patahan karang hidup (Acropora table), sehingga bubu tidak tampak. Jika ada banyak bubu semacam ini dipasang, maka dapat dibayangkan betapa besar kerusakan yang diderita karang hidup.

3) Pencemaran dan sedimentasi Tingkat pencemaran di beberapa kawasan pesisir dan lautan Indonesia pada saat ini telah berada pada kondisi yang sangat memprihatinkan. Berbagai kegiataan industri yang tumbuh seiring dengan pertumbuhan ekonomi pada masa orde baru banyak memberikan potensi dampak negatif berupa pencemaran dan sedimentasi baik secara langsung maupun tidak langsung dapat menurunkan kualitas dan kuantitas lingkungan. Ekosistem terumbu karang yang merupakan ekosistem utama di kawasan pesisir dan lautan mempunyai potensi yang sangat besar untuk terkena dampak tersebut. Banyak kegiatan-kegiatan industri yang berpotensi menimbulkan pencemaran, antara lain : buangan minyak (sumur-sumur minyak, tanker, dan kapal lainnya), buangan yang berasal dari industri, buangan rumahtangga.

4) Pembangunan Pantai/Pesisir Perencanaan pembangunan kawasan pesisir yang tidak tepat dan tidak adanya tata ruang yang baik di wilayah pesisir mempunyai dampak sangat serius terhadap lingkungan sekitarnya. Seperti halnya juga kegiatan industri, kegiatan pembangunan pantai juga berkontribusi terhadap kerusakan terumbu karang, seperti pembangunan pelabuhan/dermaga; penyediaan fasilitas wisata seperti pontoon; pembangunan pemukiman di wilayah pantai; beragam penambangan seperti pasir, coral, dan sebagainya; pembangunan pelabuhan udara dan pangkalan militer, pembangunan kota-kota pantai seperti reklamasi. Macam dampak yang ditimbulkan berupa sedimentasi, pencemaran bahan-bahan kimia, sampah penduduk, dan sebagainya. Dampak inilah yang kemudian terbawa ke laut dan menyebabkan terjadinya kerusakan ekosistem terumbu karang.

5) Pembangunan di Darat Selain pembangunan pantai, pembangunan di darat secara tidak langsung memberikan kontribusi sebagai penyebab kerusakan terumbu karang. Kegiatan pembangunan di darat tersebut diantaranya konversi lahan, pembabatan hutan, pengkonversian fungsi hutan untuk kegunaan lainnya, dan pemukiman. Dampak yang ditimbulkan berupa erosi dan sedimentasi (bahan organik dan an-organik) yang dibawa melalui arus sungai yang pada akhirnya bermuara di laut dan dampak ini pulalah yang

Page 23: Ekosistem Pesisir

juga menyebabkan terjadinya kerusakan kosistem yang berasosiasi dengan lautan, termasuk di dalamnya terumbu karang.

6) Aktivitas Kegiatan Industri di Lepas Pantai Berbagai aktivitas industri yang terdapat di lepas pantai juga banyak berdampak bagi kerusakan ekosistem terumbu karang Indonesia. Berbagai kegiatan tersebut antara lain: 1. Penambangan MIGAS lepas pantai, dimana dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan ini adalah: kerusakan secara fisik, sedimentasi, dan pencemaran bahan-bahan kimia. 2. Penambangan Pasir, dimana dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan ini adalah sedimentasi. 3. Kecelakaan tumpahan minyak, dimana dampak yang ditimbulkannya adalah sedimentasi dan pencemaran bahan-bahan kimia. 4. Penggalangan kapal, dimana dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan ini adalah kerusakan secara fisik. 5. Pembuangan limbah padat, dimana dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan ini adalah pencemaran bahan kimia.

7) Permintaan jenis ikan hias/ karang meningkat Faktor penyebab meningkatnya eksploitasi sumberdaya ikan hias/karang salah satunya adalah karena adanya permintaan jenis-jenis ikan tertentu, baik di pasaran dalam negeri maupun di pasaran dunia, yang cenderung meningkat, seperti contoh permintaan ikan maming/kerapu hidup yang tinggi di pasaran (Hongkong), permintaan ikan Napoleon Wrase di pasaran internasional. Kecenderungan berakibat pada penangkapan berlebih (over-eksploitasi).

Kerusakan Akibat Alam

Selain secara fisik, kerusakan ekosistem terumbu karang juga dapat digolongkan sebagai kerusakan akibat oleh proses-proses alam.  Kerusakan biologi/alami dapat berupa kerusakan yang disebabkan oleh hewan predator atau karena benar-benar merupakan keajaiban alam seperti bencana El-Nino, Pemanasan Global (global warming), La-Nina, Topan (storm), gempa (earth quake) dan banjir (floods).  Secara umum, kerusakan biologis/alami ekosistem terumbu adalah sebagai berikut :

Torn of CrownSea Star (Acanthaster Plancii).

Bintang laut berduri merupakan hewan pemangsa karang yang cukup ganas. Beberapa ratus ekor bintang laut ini dapat mematikan berhektar-hektar terumbu karang dalam kurun waktu yang cepat. Di perairan Maluku, hewan ini biasanya blooming (dalam kepadatan yang sangat tinggi : 25-50 ekor/m2) setelah musim hujan. Penyebab blooming dari hewan ini belum diketahui dengan jelas. Kerusakan terumbu yang disebabkan hewan ini perlu mendapat perhatian yang serius pada program Coremap, dengan melakukan pemantauan jumlah, terutama pada masa-masa blooming.

El-Nino

Kerusakan karang akibat gejala alam ini bersifat global, dan diduga akibat terjadi perubahan suhu yang cukup tinggi, sehingga menyebabkan karang mati dan menjadi putih yang dikenal dengan proses “Bleeching”. Kerusakan karang yang cukup luas

Page 24: Ekosistem Pesisir

akibat bleeching di perairan Indonesia terjadi pada tahun 1997,  namun gejala ini tidak terlihat di perairan Maluku.

WILAYAH PESISIR

A. Wilayah Pesisir

Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut, dengan batas ke arah darat

meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang masih mendapat pengaruh sifat-

sifat laut seperti angin laut, pasang surut, perembesan air laut (intrusi) yang dicirikan oleh

vegetasinya yang khas, sedangkan batas wilayah pesisir ke arah laut mencakup bagian atau batas

terluar daripada daerah paparan benua (continental shelf), dimana ciri-ciri perairan ini masih

dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar,

maupun proses yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan

pencemaran (Bengen, 2002). Wilayah pesisir merupakan daerah pertemuan antara darat dan laut;

ke arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi

sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin; sedangkan ke arah laut

meliputi bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat

seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat

seperti penggundulan hutan dan pencemaran (Soegiarto, 1976; Dahuri et al, 2001). Berdasarkan

Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: KEP.10/MEN/2002 tentang Pedoman

Umum Perencanaan Pengelolaan Pesisir Terpadu, Wilayah Pesisir didefinisikan sebagai wilayah

peralihan antara ekosistem darat dan laut yang saling berinteraksi, dimana ke arah laut 12 mil

dari garis pantai untuk propinsi dan sepertiga dari wilayah laut itu (kewenangan propinsi) untuk

kabupaten/kota dan ke arah darat batas administrasi kabupaten/kota.

Berdasarkan batasan tersebut di atas, beberapa ekosistem wilayah pesisir yang khas

seperti estuaria, delta, laguna, terumbu karang (coral reef), padang lamun (seagrass), hutan

mangrove, hutan rawa, dan bukit pasir (sand dune) tercakup dalam wilayah ini. Luas suatu

Page 25: Ekosistem Pesisir

wilayah pesisir sangat tergantung pada struktur geologi yang dicirikan oleh topografi dari

wilayah yang membentuk tipetipe wilayah pesisir tersebut. Wilayah pesisir yang berhubungan

dengan tepi benua yang meluas (trailing edge) mempunyai konfigurasi yang landai dan luas. Ke

arah darat dari garis pantai terbentang ekosistem payau yang landai dan ke arah laut terdapat

paparan benua yang luas. Bagi wilayah pesisir yang berhubungan dengan tepi benua patahan atau

tubrukan (collision edge), dataran pesisirnya sempit, curam dan berbukit-bukit, sementara

jangkauan paparan benuanya ke arah laut juga sempit.

Mendasarkan pada batasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa wilayah pesisir merupakan

wilayah peralihan (interface) antara daratan dan laut. Oleh karena itu, wilayah pesisir merupakan

ekosistem khas yang kaya akan sumberdaya alam baik sumberdaya alam dapat pulih (renewable

resources) seperti ikan, terumbu karang, hutan mangrove, dan sumberdaya tak dapat pulih (non-

renewable resources) seperti minyak dan gas bumi, bahan tambang dan mineral lainnya. Selain

itu diwilayah pesisir juga terdapat berbagai macam proses yang sangat khas pula, seperti

gelombang, erosi dan pengedapan, dan proses lainnya yang dapat membentuk wilayah pesisir

menjadi lebih komplit.

Ekosistem alami di wilayah pesisir antara lain adalah terumbu karang (coral reefs), hutan

mangrove, padang lamun (sea grass), pantai berpasir (sandy beach), pantai berbatu (rocky

beach), formasi pescaprea, formasi baringtonia, estuaria, laguna, delta dan ekosistem pulau kecil.

Sedangkan ekosistem buatan dapat berupa tambak, pemukiman, pelabuhan, kawasan industri,

pariwisata dan sebagainya.

Page 26: Ekosistem Pesisir

B. Pembagian Zone Wilayah Pesisir

Setiap zone perairan dipesisir mengalami proses mengahasilkan struktur sedimen yang

khas dan berbeda satu sama lainnya.Berdasarkan hal ini zone pesisir dibagi menjadi backshore,

foreshore, shoreface, dan offshore.

1.    Backshore terletak diantara batas bawah gumuk pasir (sand dune) hingga ke garis air pasang

paling tinggi (mean high water line). Jadi Backshore terdapat di amabang pantai (beach bar).

2.    Foreshore yaitu zone pasang surut, kawasan yang terletak di antara batas atas dan bawah pasang

air laut disebut. Backshore dan foreshore merupkan bagian atas dari pesisir pantai. Dikawasan

ini terdapat zone pemecah, zone swash dan arus sepanjang pantai (longshore current). Sehingga

kawasan ini menerima tenaga aliran yang kuat. Sedimensedimen yang ada diwilayah ini

kebanyakan terdiri dari material pasir.

3.    Shoreface yaitu zone yang berbatasan dengan zone peralihan. Batas bawah shoreface bergantung

pada rata-rata dasar gelombang maksimal (average maximum wave base). Di kawasan shoreface

sedimennya terdiri dari pasir bersih, dibagian atas shoreface terdapat arus pesisir pantai. Pada

saat cuaca buruk arus ini akan bertambah kuat dan akan mengkikis bagian atas shoreface dan

mengendapkannya semula di bagian bawah shoreface atau membawanya kearah daratan seperti

laguna. Jadi dibagian shoreface sedimennya makin kasar kearah daratan dan riak simetri berubak

menjadi tak simetri dan gumuk (Clifton, 1967). Bagian bawah shoreface terdiri dari lapisan dan

percampuran antara lumpur dan pasir, tetapi pada saat cuaca buruk bagian bawahnya mengalami

tindakan gelombang dan akibatnya endapan pasir akan percampuran lumpur dan pasir akan

terbentuk di kawasan ini.

4. Offshore merupakan zone lepas pantaiyang mengarah kelaut.Gambar B.1 Pembagian Zone Pesisir Berdasarkan Strukturnya

Page 27: Ekosistem Pesisir

Selain pembagian diatas wilayah pesisir juga dapat dibagi berdasarkankedalamannya, yaitu:

1.      Zona Lithoral, adalah wilayah pantai atau pesisir atau “shore”. Di wilayahini pada saat air pasang tergenang air dan pada saat air laut surut berubahmenjadi daratan. Oleh karena itu wilayah ini sering disebut juga wilayah pasang surut.

2.      Zona Meritic (wilayah laut dangkal), yaitu dari batas wilayah pasang surut hingga kedalaman 150 m. Pada zona ini masih dapat ditembus oleh sinar matahari sehingga wilayah ini paling banyak terdapat berbagai jenis kehidupan baik hewan maupun tumbuhan-tumbuhan, contoh Jaut Jawa, Laut Natuna, Selat Malaka dan laut-laut disekitar kepulauan Riau.

3.      Zona Bathyal (wilayah laut dalam), adalah wilayah laut yang memiliki kedalaman antara 150 hingga 1800 meter. Wilayah ini tidak dapat ditembus sinar matahari, oleh karena itu kehidupan organismenya tidak sebanyak yang terdapat di zona meritic.

4.   Zona Abysal (wilayah laut sangat dalam), yaitu wilayah laut yang memiliki kedalaman lebih dari 1800 m. Di wilayah ini suhunya sangat dingin dan tidak ada tumbuh-tumbuhan, jenis hewan yang hidup di wilayah ini sangat terbatas.

Page 28: Ekosistem Pesisir

Gambar B.2 Pembagian Zone Pesisir Berdasarkan Kedalamannya

Page 29: Ekosistem Pesisir

C. Proses yang Terjadi di Wilayah Pesisir

Daerah pesisir merupakan daerah yang selalu mengalami perubahan, karena daerah

tersebut menjadi tempat bertemunya dua kekuatan, yaitu berasal dari daratan dan lautan.

Perubahan lingkungan pesisir dapat terjadi secara lambat hingga sangat cepat, tergantung pada

imbang daya antara topografi, batuan dan sifat-sifatnya dengan gelombang, pasang surut dan

angin. Perubahan pesisir terjadi apabila proses geomorfologi yang terjadi pada suatu segmen

pesisir melebihi proses yang biasa terjadi. Perubahan proses geomorfologi tersebut sebagai

akibat dari sejumlah faktor lingkungan seperti faktor geologi, geomorfologi, iklim, biotik, pasang

surut, gelombang, arus laut, dan salinitas (Sutikno, 1993 dalam Johanson D. Putinella, 2002).

Iklim mempengaruhi gelombang dan juga aktivitas biologi serta proses-proses kimia di

permukaan atau dekat dengan permukaan seperti evaporation, penyemian dan lain-lain. Menurut

Dahuri (1996) dalam Johanson. D. Putinella (2002), ombak merupakan salah satu penyebab yang

berperan besar dalam pembentukan pesisir. Ombak yang terjadi di laut dalam pada umumnya

tidak berpengaruh terhadap dasar laut dan sedimen yang terdapat di dalamnya. Sebaliknya

ombak yang terdapat di dekat pesisir, terutama di daerah pecahan ombak mempunyai energi

besar dan sangat berperan dalam pembentukan morfologi pesisir, seperti menyeret sedimen

(umumnya pasir dan kerikil) yang ada di dasar laut untuk ditumpuk dalam bentuk gosong pasir.

Di samping mengangkut sedimen dasar, ombak berperan sangat dominan dalam menghancurkan

daratan (erosi laut). Daya penghancur ombak terhadap daratan atau batuan dipengaruhi oleh

beberapa faktor antara lain keterjalan garis pesisir, kekerasan batuan, rekahan pada batuan,

kedalaman laut di depan pesisir, bentuk pesisir, terdapat atau tidaknya penghalang di muka

pesisir dan sebagainya.

Berbeda dengan ombak yang bergerak maju ke arah pesisir, arus laut, terutama yang

mengalir sepanjang pesisir merupakan penyebab utama yang lain dalam membentuk morfologi

pesisir. Arus laut terbentuk oleh angin yang bertiup dalam selang waktu yang lama, dapat pula

terjadi karena ombak yang membentur pesisir secara miring. Berbeda dengan peran ombak yang

Page 30: Ekosistem Pesisir

mengangkut sedimen tegaklurus terhadap arah ombak, arus laut mampu membawa sedimen yang

mengapung maupun yang terdapat di dasar laut. Pergerakan sedimen searah dengan arah

pergerakan arus, umumnya menyebar sepanjang garis pesisir. Bentuk morfologi spit, tombolo,

beach ridge atau akumulasi sedimen di sekitar jetty (dermaga atau tembok laut) dan tanggul

pantai menunjukkan hasil kerja arus laut. Dalam hal tertentu arus laut dapat pula berfungsi

sebagai penyebab terjadinya abrasi pesisir.

Keseimbangan antara sedimen yang dibawa sungai dengan kecepatan pengangkutan

sedimen di muara sungai akan menentukan berkembangnya dataran pesisir. Apabila jumlah

sedimen yang dibawa ke laut dapat segera diangkut oleh ombak dan arus laut, maka pantai akan

dalam keadaan stabil. Sebaliknya apabila jumlah sedimen melebihi kemampuan ombak dan arus

laut dalam pengangkutannya, maka dataran pesisir akan bertambah. Selain itu aktivitas manusia

yang memanfaatkan wilayah pesisir untuk berbagai kepentingan juga dapat merubah morfologi

pesisir menjadi rusak apabila pengelolaannya tidak memperhatikan kelestarian lingkungan.

Proses-proses lainnya yang terjadi di wilayah pesisir antara lain:

• Proses Fisika yaitu proses-proses fisik yang mempengaruhi pembentukan pesisir

seperti gelombang, rombakan arus (rip current), arus pasang surut, pasang surut dan sebagainya.

Gelombang merupakan parameter utama dalam proses erosi atau sedimentasi .

• Erosi dan atau abrasi merupakan proses pengikisan batuan yang diakibatkan oleh

tenaga eksogen seperti air, angin, ombak, dan lainlainnya.

• Sedimentasi yang dibawa melalui sungai, arus sepanjang tepi pantai (longshore drift),

dan arus pasang surut. Sedimen ini terbentuk dari lumpur, pasir, hingga kerikil. Sedimen

bertekstur kasar terdapat di kawasan bertenaga tinggi.

• Arus laut pasang surut yang disebabkan oleh pasang surut air laut (subsidence) adalah

proses naik turunnya muka laut secara hampir periodik karena gaya tarik benda-benda angkasa,

terutama bulan dan matahari. Naik turunnya muka laut dapat terjadi sehari sekali (pasang surut

tunggal), atau dua kali sehari (pasang surut ganda). Ketika pasang surut terbentuk dilautan luas

Page 31: Ekosistem Pesisir

merambat sebagai gelombang menuju lereng benua (continental slope) dan paparan benua

(continental shelf), gelombang tersebut akan mengalami proses perubahan karena nakin

dangkalnya perairan.

D. Geomorfologi Wilayah Pesisir

Bentuk/morfologi wilayah pesisir, seperti pantai terjal atau landai, ditentukan oleh

kekerasan (resestivity) batuan, pola morfologi dan tahapan proses tektoniknya. Relief/topografi

dasar laut perairan nusantara terdiri dari berbagai tipe mulai dari paparan (shelf) yang dangkal,

palung llaut, gunung bawah laut, terumbu karang dan sebagainya. Kondisi oseanografi fisik di

kawasan pesisir dan lautan ditentukan oleh fenomena pasang surut, arus, gelombang, kondisi

suhu, salinitas serta angin. Fenomena-fenomena tersebut memberikan kekhasan karakteristik

pada kawasan pesisir dan lautan. Proses-proses utama yang sering terjadi di wilayah pesisir

meliputi: sirkulasi massa air, percampuran (terutama antara dua massa air yang berbeda),

sedimentasi dan abrasi serta upwelling. Bentukan-bentukan yang umum terdapat diwilayah

pesisir adalah sebagai berikut:

1. Pesisir Pantai (Beach) adalah yaitu pesisir diantara garis pasang naik dan pasang surut.

2. Laguna adalah air laut dangkal yang memiliki luas beberapa mil, sering merupakan

teluk atau danau yang terletak diantara pulau penghalang dengan pantai.

3.Pulau Penghalang (Barrier Island) adalah gosong pasir yang tersembul dipantai yang

dipisahkan dari pantai oleh laguna. Pulau penghalang ini bias tebentuk sebagai spit atau gumuk

pasir yang dibentuk oleh angin atau air.

4. Delta adalah deposit lumpur, pasir, atau kerikil (endapan alluvium) yang mengendap di

muara suatu sungai. Delta dibagi menjadi tiga berdasarkan bentuknya, yaitu Delta Arcuate

(Berbentuk kipas), Delta Cuspate (Berbentuk gigi tajam), Delta Estuarine (Berbentuk estuarine).

Page 32: Ekosistem Pesisir

5. Goa Laut (Sea Cave) merupakan goa yang terbentuk pada terbing terjal (cliff) atau

tanjung (headland) sebagai akibat erosi dari hantaman gelombang dan arus.

6. Sea Arch merupakn sea cave yang telah tereosi sangat berat akibat dari hantaman

ombak.

7. Sea Stack merupakan tiang-tiang batu yang terpisah dari daratan yang tersusun dari

batuan yang resisten sehingga masih bertahan dari hantaman gelombang.

8. Rawa Air Asin (Salt Marsh) merupakan rawa yang terbentuk akibat genangan air laut

di dinggir pantai.

9. Head Land yaitu batuan daratan resisten yang menjorok kelaut sebagai akibat erosi

gelombang.

10. Bar yaitu gosong pasir dan kerikil yang terletak pada dasar laut dipinggir pantai yang

terjadi oleh pengerjaan arus laut dan gelombang. Kadang kadang terbenam seluruhnya oleh air

laut. Beberapa jenis bar antara lain:

• Spit yaitu yang salah satu ujunganya terikat pada daratan, sedangkan yang lainnya

tidak. Bentuknya kebanyakan lurus sejajar dengan pantai, tetepai oleh pengaruh arus yang

membelok ke arah darat atau oleh pengaruh pasang naik yang besar, spit itupun membelok pula

ke arah darat yang disebut Hook atau Recurved Spit (Spit Bengkok).

• Baymouth Bar adalah spit yang kedua ujungnya terikat pada daratan yang

menyeberang dibagian muka teluk.

• Tombolo adalah spit yang menghubungkan pulau dengan daratan induk atau dengan

pulau lain, contohnya daratan antara Pulau Pananjung dengan daratan induknya Pulau Jawa.

Page 34: Ekosistem Pesisir

Top Related