Download - Dwi Tessa Kris - Laporan Kasus
PRESENTASI KASUS
Ditulis oleh:
Krisnald M.N
Tessa Thendria
Dwi Permana Putra
SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ABDUL AZIZ SINGKAWANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2015
BAB I
PENDAHULUAN
Bronkitis adalah istilah klinis untuk peradangan bronkus, dan terbagi menjadi akut
dan kronis. Bronkitis akut dibedakan dari bronkitis kronis. Bronkitis akut mengenai sekitar
5% orang dewasa setiap tahunnya, dan menjadi penyakit peringkat ke-9 yang paling sering
dijumpai pada pasien rawat jalan, dengan keluhan utama adalah batuk dengan atau tanpa
produksi sputum. Berdasarkan perkiraan dari National Center for Health Statistics pada tahun
2006, sekitar 9,5 juta orang, atau 4 % dari populasi, didiagnosis bronkitis kronis.
Penyakit jantung koroner menyebabkan banyak kematian dan disabilitas diseluruh
dunia. Penyakit jantung koroner adalah penyakit paling sering, serius dan kronik di amerika
serikat, dimana 13 juta penduduknya menderita penyakit jantung koroner, diantaranya > 6
juta menderita angina pectoris dan >7 juta mengalami infark miokard.
Gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung. Keadaan ini
dapat diakibatkan dari makanan yang mengiritasi mukosa lambung, ekskoriasi mukosa
lambung yang berlebihan oleh sekret peptik lambung sendiri, dan peradangan bakteri. Di
Amerika Serikat, sekitar 1,8-2,1 juta orang mengunjungi pusat kesehatan karena keluhan
gastritis per tahun.
Pembahasan kasus mengenai penyakit jantung koroner, bronkitis, dan gastritis dilakukan
dikarenakan pada praktek penyakit dalam, kasus-kasus ini sering ditemui. Dalam laporan
kasus ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan akan gejala klinis pasien, cara
diagnosis, dan terapi yang dapat dilaksanakan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
BRONKITIS
Definisi
Bronkitis adalah istilah klinis untuk peradangan bronkus, dan terbagi menjadi akut
dan kronis. Bronkitis bermanifestasi klinis sebagai batuk, dengan atau tanpa produksi sputum,
dan memiliki potensi infeksi jalan nafas dan tidak ada bukti terjadinya pneumonia dengan
manifestasi klinis ataupun dari rontgen dada.
Bronkitis akut dibedakan dari bronkitis kronis melalui durasi. Bronkitis akut memiliki
durasi kurang dari 3 bulan, sedangkan bronkitis kronis terjadi selama minimal 3 bulan dalam
setahun dan terjadi dalam 2 tahun berurutan.
Epidemiologi
Bronkitis akut mengenai sekitar 5% orang dewasa setiap tahunnya, dan menjadi
penyakit peringkat ke-9 yang paling sering dijumpai pada pasien rawat jalan, dengan keluhan
utama adalah batuk dengan atau tanpa produksi sputum.
Berdasarkan perkiraan dari National Center for Health Statistics pada tahun 2006,
sekitar 9,5 juta orang, atau 4 % dari populasi, didiagnosis bronkitis kronis.
Patogenesis dan Gejala Klinis
Bronkitis akut terjadi 90% oleh infeksi virus, dimana sebagian besar akan swasirna.
Infeksi akan menyebabkan reaksi inflamasi didalam saluran nafas dan memberikan refleks
batuk, yang adalah manifestasi utama dari penyakit ini. Demam hanya terjadi apabila virus
influenza adalah penyebab bronkitis akut, atau penyebab bakterial, atau apabila infeksi telah
diikuti oleh pneumonia.
Bronkitis kronis terjadi akibat pajanan polutan yang mengiritasi saluran nafas, dengan
rokok menjadi penyebab utama dari penyakit ini. Kebiasaan merokok dapat menyebabkan
iritasi saluran nafas yang kemudian menjadi peradangan. Peradangan kronis akibat pajanan
yang terus-menerus akan menyebabkan remodelling saluran nafas, sehingga terjadi
pembentukan mukus berlebihan, sklerosis saluran nafas, dan penyempitan saluran nafas.
Perubahan ini ireversibel dan memberikan gejala batuk kronis, produksi sputum yang
semakin lama semakin banyak, dan dispnea. Demam dapat terjadi, namun pneumonia dapat
dipertimbangkan apabila demam terjadi.
Diagnosis
Diagnosis bronkitis akut dapat ditegakkan apabila kemungkinan adanya pneumonia
atau penyakit saluran nafas lain yang dapat menyebabkan batuk (rhinitis, faringitis) telah
disingkirkan. Batuk dengan dahak purulen tidak selalu menyingkirkan diagnosis bronkitis
akut. Namun, karena telah diketahui bahwa 90% penyebab bronkitis akut adalah virus,
pemberian antibiotika pada bronkitis akut tidaklah bijaksana.
Bronkitis kronis dapat ditegakkan dengan bantuan pemeriksaan radiologi. Pendataran
iga, adanya gambaran emphisematous lung, pendataran diafragma, dan jantung pendulum,
adalah gambaran umum dari penyakit ini. Pendataan dari faktor resiko dan usia tua dan telah
menyingkirkan kemungkinan penyakit paru yang lain dapat menjadi dasar untuk menegakkan
diagnosis bronkitis kronis.
Tatalaksana
Sebagai penyakit swasirna, pengobatan untuk bronkitis akut hanya untuk mengurangi
gejala. Pemberian mukolitik dan ekspektoran dapat diberikan untuk tujuan tersebut.
Pemberian antibiotik pada bronkitis akut, tanpa adanya bukti terjadi infeksi, tidak disarankan.
Untuk bronkitis kronis, pemberian mukolitik dapat memberikan penurunan gejala dan
menurunkan lama aktif penyakit. Pemberian bronkodilator agonis beta dapat diberikan untuk
pasien dengan dispnea eksaserbasi akut. Pemberian kortikosteroid juga memberikan efek
yang menguntungkan selama perjalanan penyakit ini.
CORONARY ARTERY DISEASE
1. Epidemiologi
Penyakit jantung koroner menyebabkan banyak kematian dan disabilitas diseluruh dunia.
Penyakit jantung koroner adalah penyakit paling sering, serius dan kronik di amerika serikat,
dimana 13 juta penduduknya menderita penyakit jantung koroner, diantaranya > 6 juta
menderita angina pectoris dan >7 juta mengalami infark miokard. (Harrison)
2. Faktor Resiko
a. Hipertensi
Peningkatan tekanan darah merupakan beban yang berat untuk jantung, sehingga
menyebabkan hipertropi ventrikel kiri atau pembesaran ventrikel kiri (faktor miokard).
Keadaan ini tergantung dari berat dan lamanya hipertensi. Tekanan darah yang tinggi dan
menetap akan menimbulkan trauma langsung terhadap dinding pembuluh darah arteri
koronaria, sehingga memudahkan terjadinya arterosklerosis koroner (faktor koroner) Hal ini
menyebabkan angina pektoris, Insufisiensi koroner dan miokard infark lebih sering
didapatkan pada penderita hipertensi dibanding orang normal. Komplikasi terhadap jantung
Hipertensi yang paling sering adalah Kegagalan Ventrikel Kiri, PJK seperti angina Pektoris
dan Miokard Infark. Dari penelitian 50% penderita miokard infark menderita Hipertensi dan
75% kegagalan Ventrikel kiri akibat Hipertensi
b. Hiperkolesterolemia
Hiperkolesterolemia merupakan masalah yang cukup panting karena termasuk faktor resiko
utama PJK di samping Hipertensi dan merokok. Kadar Kolesterol darah dipengaruhi oleh
susunan makanan sehari-hari yang masuk dalam tubuh (diet). Faktor lainnya yang dapat
mempengaruhi kadar kolesterol darah disamping diet adalah Keturunan, umur, dan jenis
kelamin, obesitas, stress, alkohol, exercise
c. Merokok
Penelitian Framingham mendapatkan kematian mendadak akibat PJK pada laki-laki perokok
10X lebih besar dari pada bukan perokok dan pada perempuan perokok 4.5X lebih dari pada
bukan perokok. Efek rokok adalah Menyebabkan beban miokard bertambah karena
rangsangan oleh katekolamin dan menurunnya komsumsi 02 akibat inhalasi co atau dengan
perkataan lain dapat menyebabkan Tahikardi, vasokonstrisi pembuluh darah, merubah
permeabilitas dinding pembuluh darah dan merubah 5-10 % Hb menjadi carboksi -Hb.
Disamping itu dapat menurunkan HDL kolesterol
d. Umur
Telah dibuktikan adanya hubungan antara umur dan kematian akibat PJK. Sebagian besar
kasus kematian terjadi pada laki-laki umur 35-44 tahun dan meningkat dengan bertambahnya
umur. Kadar kolesterol pada laki-laki dan perempuan mulai meningkat umur 20 tahun. Pada
laki-laki kolesterol meningkat sampai umur 50 tahun. Pada perempuan sebelum menopause
( 45-0 tahun ) lebih rendah dari pada laki-laki dengan umur yang sama. Setelah menopause
kadar kolesterol perempuan meningkat menjadi lebih tinggi dari pada laki-laki.
e. Jenis Kelamin
Di Amerika Serikat gejala PJK sebelum umur 60 tahun didapatkan pada 1 dari 5 laki-laki dan
1 dari 17 perempuan . Ini berarti bahwa laki-laki mempunyai resiko PJK 2-3 X lebih besar
dari perempuan.
f. Geografis
Resiko PJK pada orang Jepang masih tetap merupakan salah satu yang paling rendah di
dunia. Akan tetapi ternyata resiko PJK yang meningkat padta orang jepang yang melakukan
imigrasi ke Hawai dan Califfornia . Hal ini menunjukkan faktor lingkungan lebih besar
pengaruhnya dari pada genetik.
g. Ras
Perbedaan resiko PJK antara ras didapatkan sangat menyolok, walaupun bercampur baur
dengan faktor geografis, sosial dan ekonomi . Di Amerika serikat perbedaan ras perbedaan
antara ras caucasia dengan non caucasia ( tidak termasuk Negro) didapatkan resiko PJK pada
non caucasia kira-kira separuhnya.
h. Diet
Didapatkan hubungan antara kolesterol darah dengan jumlah lemak di dalam susunan
makanan sehari-hari ( diet ). Makanan orang Amerika rata-rata mengandung lemak dan
kolesterol yang tinggi sehingga kadar kolesterol cendrung tinggi. Sedangkan orang Jepang
umumnya berupa nasi dan sayur-sayuran dan ikan sehingga orang jepang rata-rata kadar
kolesterol rendah dan didapatkan resiko PJK yang lebih rendah dari pada Amerika.
i. obesitas
Obesitas adalah kelebihan jumlah lemak tubuh > 19 % pada lakilaki dan > 21 % pada
perempuan . Obesitas sering didapatkan bersama-sama dengan hipertensi, DM, dan
hipertrigliseridemi. Obesitas juga dapat meningkatkan kadar kolesterol dan LDL kolesterol .
Resiko PJK akan jelas meningkat bila BB mulai melebihi 20 % dari BB ideal. penderita yang
gemuk dengan kadar kolesterol yang tinggi dapat menurunkan kolesterolnya dengan
mengurangi berat badan melalui diet ataupun menambah exercise.
j. diabetes melitus
Intoleransi terhadap glukosa sejak dulu telah diketahui sebagai predisposisi penyakit
pembuluh darah. Penelitian menunjukkan laki-laki yang menderita DM resiko PJK 50 %
lebih tinggi daripada orang normal, sedangkan pada perempuaan resikonya menjadi 2x lipat.
k. Exercise
Exercise dapat meningkatkan kadar HDL kolesterol dan memperbaiki kolaterol koroner
sehingga resiko PJK dapat dikurangi. Exercise bermanfaat karena :
- Memperbaiki fungsi paru dan pemberian 02 ke miokard
- Menurunkan BB sehingga lemak tubuh yang berlebihan berkurang bersama-sama dengan
menurunkan LDL kolesterol.
- Membantu menurunkan tekanan darah
- Meningkatkan pembentukan kolateral pembuluh koroner jantung
- Meningkatkan kesegaran jasmani.
l. Perilaku dan kebiasaan lain
Dua macam perilaku seseorang telah dijelaskan sejak tahun 1950 yaitu : Tipe A dan Tipe B.
Tipe A umumnya berupaya kuat untuk berhasil, gemar berkompetisi, agresif, ambisi, ingin
cepat dapat menyelesaikan pekerjaan dan tidak sabar.Sedangkan tipe B lebih santai dan tidak
terikat waktu . Resiko PJK pada tipe A lebih besar daripada tipe B.
m. stress
Penelitian Supargo dkk ( 1981-1985 ) di FKUI menunjukkan orang yang stress 1 1/2 X lebih
besar mendapatkan resiko PJK stress disamping dapat menaikkan tekanan darah juga dapat
meningkatkan kadar kolesterol darah.
n. keturunan
Hipertensi dan hiperkolesterolemi dipengaruhi juga oleh faktor genetik. Sebagian kecil orang
dengan makanan sehari-harinya tinggi lemak jenuh dan kolesterol ternyata kadar kolesterol
darahnya rendah, sedangkan kebalikannya ada orang yang tidak dapat menurunkan kadar
kolesterol darahnya dengan diet rendah lemak jenuh dan kolesterol akan tetapi kelompok ini
hanya sebagian kecil saja. Sebagian besar manusia dapat mengatur kadar kolesterol darahnya
dengan diet rendah lemak jenuh dan kolesterol.
3. Patofisiologi
Angina pectoris adalah “jeritan” otot jantung yang merupakan sakit dada akibat kekurangan
oksigen, suatu gejala klinik yang disebabkan oleh iskemia miokard yang sementara. Ini
adalah akibat dari ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen miokard dan kemampuan
pembuluh darah koroner untuk menyediakan oksigen yang cukup untuk kontraksi miokard.
(FKUI)
Dalam keadaan normal, dimana arteri koroner tidak mengalami penyempitan atau spasme,
peningkatan kebutuhan otot infark miokard dipenuhi oleh peningkatan aliran darah, sebab
aliran darah koroner dapat ditingkatkan sampai dengan 5 kali dibandingkan saat istirahat,
yaitu dengan cara meningkatkan frekuensi denyut jantungdan isi sekuncup seperti pada saat
melakukan aktifitas fisik, bekerja atau olahraga. Mekanisme pengaturan aliran koroner
mengusahakan agar pasok maupun kebutuhan jaringan tetap seimbang agar oksigenasi
jaringan terpenuhi, sehingga setiap jaringan mampu melakukan fungsi secara optimal.
Bila arteri koroner mengalami gangguan penyempitan (stenosis) atau penciutan (spasme),
pasok arteri koroner tidak mencukupi kebutuhan, secara populer terjadi ketidakseimbangan
antara pasok (suplai) dan kebutuhan (demand), hal mana akan memberikan gangguan.
Manifestasi gangguan dapat bervariasitergantung pada berat ringannya stenosis atau spasme,
kebutuhan jaringan (saat istirahat atau aktif), dan luasnya daearah yang terkena.
Dalam keadaan istirahat, meskipun arteri koroner mengalami stenosis lumen sampai 60%
belum menimblkan gejala, sebab aliran darah koroner masih mencukupi kebutuhan jaringan,
antara lain dengan menkanisme pelebaran lumen pembuluh darah pasca daerah stenosis.
Stenosisi koroner pada keadaan ini tidak memberikan keluhan, sering disebut penyakit
jantung koroner laten atau silent ischemia.
Bila terjadi peningkatan kebutuhan jaringan (bekerja, olahraga, berpikir, sesudah makan)
aliran yang tadinya mencukupi menjadi kurang. Hal ini menyebabkan hipoksia jaringan yang
akan mengakibatkan peningkatan siss metabolisme, misalnya asam laktat.
Hipoksia yang terjadi pada jaringan otot jantung memaksa sel untuk melakukan metabolisme
CO2 (metabolisme anaerob), sehingga menghasilkan asam laktat dan juga merangsang
pengeluaran zat-zatiritatif lainnya seperti histamine, kinin, atau enzim proteolitik sleuler
merangsang ujung-ujung syaraf reseptor nyeri di otot jantung, impuls nyeri dihantarkan
melalui serat sraf aferen simpatis, kemudian dihantarkan ke thalamus, korteks serebri, serat
saraf aferen, dan dipersepsikan nyeri.
Kekurangan oksigenasi jaringan akan mengakibatkan manifestasi klinis antara lain nyeri
dada, rasa berat, rasa tertekan, panas, rasa tercekik, tak enak di dada, capek dan kadang –
kadang seperti masuk angin. Manifestasi angina yang timbul sesudah aktifitas fisik disebut
effort angina.
Sebaliknya angina pektoris dapat timbul dalam keadan istirahat, yang berarti proses stenosis
lebih dari 60%, baik krena penyempitan yang kritis (90%) maupun bertambah oleh faktor
spasme arteri koroner sendiri di tempat yang tadinya tidak menmbulkan gejala. Angina
bentuk ini disebut sebagai angina dekubitus, angina at rest atau dalam bentuk angina
prinzmetal.
Dari gambaran diatas maupun mekanisme mekanisme timbulnya keluhan angina, satu hal
perlu diingat pada saat ini terjadi situasi ktritis. Pasok berkurang sehingga menimbulkan
hipoksia, baik oleh karena secara anatomis ada penyempitan yang mengakibatkan aliran
darah berkurang (penyempitan melampaui 80% saat istirahat) atau penyempitan kurang dari
80% tetapi terjadi kritis karena peningkatan kebutuhan akibet aktifitas fisik maupun psikis.
Bila proses kritis tersebut berlangsung lama maka hipoksia jaringan akan berlanjut terus,
tidak hanya menimbulkan gangguan yang reversibel tapi malahan lebih jauh lagi. Otot
jantung akan mengalami kerusakan, jaringan mati, atau nekrosis, atau lebih populer disebut
infark miokard.
4. Gejala Klinis
Gejalanya adalah sakit dada sentral atau retrosentral yang dapat menyebar ke salah satu atau
kedua tangan, leher atau punggung. Sakit sering timbul pada kegiatan fisi maupun emosi atau
dapat timbul spontan waktu istirahat. Penderita dengan angina pectoris dapat dibagi dalam
beberapa subset klinik: (FKUI)
a. Angina Pektoris Stabil atau Angina On Effort
pola sakit dadanya dapat dicetuskan kembali oleh suatu kegiatan dan oleh faktor-faktor
pencetus tertentu, dalam 30 hari terakhir tidak ada perubahan dalam hal frekuensi, lama dan
faktor-faktor pencetusnya dan sakit dadanya tidak lebih lama dari 15 menit. Penyebab dari
angina on effort adalah suatu penyempitan arteria koronaria proksimal yang bermakna
(<75%). (FKUI)
Klasifikasi standar yang dianjurkan untuk dipakai adalah tahapan angina on effort menurut
Canadian Cardiovascular Society
- Kelas 1 : Melakukan pekerjaan sehari-hari tidak ada angina. Angina baru timbul ada
kegiatan yang luar biasa/berat
- Kelas 2: sedikit pembatasan dari pekerjaan biasa.
- Kelas 3: perlu banyak sekali pembatasan dari pekerjaan sehari-hari.
- Kelas 4: ketidakmampuan untuk melakukan pekerjaan normal sehari-hari . Angina
dapat timbul dalam keadaan istirahat.
b. Angina Pektoris Tidak Stabil
pada angina pectoris tidak stabil umunya terjadi perubahan-perubahan pola : meningkatnya
frekuensi, parahnya dan atau lama sakitnya dan faktor pencetus. Sering termasuk disini
adalah sakit waktu istirahat, pendeknya terjadi crescendo kearah perburukan gejala-gejalanya.
Dasarnya sama dengan angina stabil tapi berbeda karena polanya berubah, frekuensi
bertambah, lebih hebat dan lama, faktor pencetus kurang.
c. Angina Prizmetal atau Angina Variant
adalah angina yang terjadi karena spasme arteri koronaria. Pada angina varian atau pritzmetal
biasanya sakit lebih hebat dan lebih lama dari angina klasik, sering terjadi saat istirahat. Pada
angina prizmetal sering tidak ada hubungannya dengan kegiatan bahkan berkesan seolah-olah
berhubungan dengan jam-jam tertentu.(FKUI)
d. Infark Miokard
Keluhan utama adalah sakit dada yang terutama dirasakan di daerah sternum, tetapi bisa
menjalar ke dada kiri dan kanan, ke rahang, bahu kiri dan kanan dan pada satu atau kedua
lengan. Biasanya digambarkan sebagai rasa tertekan, terhimpit, diremas-remas, rasa berat
atau panas, kadang-kadang penderita melukiskannya hanya sebagai rasa tidak enak di dada.
Walaupun sifatnya dapat ringan sekali, tapi rasa sakit itu biasanya berlangsung >30menit dan
jarang ada hubungannya aktivitas serta tidak hilang dengan istirahat atau pemberian nitrat.
Diagnosis infark miokard dapat ditegakkan bila memenuhi 2 dari 3 kriteria berikut: nyeri
dada khas infark, evolusi EKG khas infark dan peningkatan enzim biomarker jantung.
4.1. Pemeriksaan Fisik
Bila kita memeriksa seseorang penderita dalam keadaan sakit dada, pada pemeriksaan fisik
dapat ditemukan bunyi jantung ketiga, bunyi jantung keempat. Diantara serangan tidak
ditemukan tanda fisik apa-apa. Pada infark miokard akut dapat terdengar bising sistolik
diapeks sesuai dengan regurgitasi mitral akibat disfungsi muskulus papilaris. Bising sistolik
yang kasar yang disebabkan oleh rupture septum interventrikuler terdengar di linea sternalis
kiri. Pada infark miokard akut dapat ditemukan demam dalam 24 jam pertama dan
menghilang dalam waktu beberapa hari. (FKUI)
4.2 Pemeriksaan Penunjang
a. Elektrokardiografi (EKG)
Pada pasien dengan iskemia miokard ditemukan adanya depresi miokard horizontal atau
upsloping segmen ST. EKG yang normal belum tentu menyingkirkan adanya suatu angina.
Sebaliknya kelainan EKG yang menyerupai iskemia dapat sekunder disebabkan oleh hal-hal
lain seperti digitalis, hipertrofi ventrikel kiri atau kelainan elektrolit.
Pada angina pritzmetal, 50% pasien waktu sakit terdapat aritmia, biasanya berasal dari
ventrikel dan EKGnya memperlihatkan kelainan khas berupa elevasi segmen ST.
Gambaran yang khas pada infark miokard akut adalah gelombang Q yang besar, elevasi
segmen ST dan inverse gelombang T. Pada EKG inverse gelombang T karena iskemia
miokard, elevasi segmen ST karena injury miokard, dan gelombang Q menandakan adanya
jaringan miokard yang mati. Sadapan dimana infark terlihat tergantung pada lokasi. Infark
anteroseptal menimbulkan perubahan pada sadapan V1-V3. Infark anterolateral menimbulkan
perubahan pada sadapan V4-V6, sadapan I dan AVL. Infark anterior-ekstensif pada sadapan
V1-V6 dan I-AVL. Infark posterior tidak menimbulkan gelombang Q pada 12 sadapan
standar. Walaupun demikian gambaran gelombang R yang tinggi di V1 dan juga terdapatnya
gelombang Q di sadapan V7-V9. Infark ventrikel kanan yang hampir selalu bersamaan
dengna infark inferior menimbulkan elevasi segmen ST transien di V4 kanan (V4R).
b. Laboratorium
Pada infark miokard leukosit sedikit meningkat demikian pula laju endap darah. beberapa
enzim yang terdapat dalam konsenstrasi tinggi di otot jantung akan dilepas dengan nek2rosis
miokard, Karena itu aktifitasnya dalam serum meningkat dan menurun kembali setelahnya.
jumlah enzim yang meningkat parallel dengan beratnya kerusakan miokard.
- CK-MB: Kreatinin kinase miokardium akan meningkat setelah 3 jam, memuncak
pada 10-24 jam, kembali normal dalam 2-4 hari
- cTnL : ada 2 jenis troponin, yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam
bila tidak ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTnT masih
dapat dideteksi setelah 5-14 hari sedangkan cTnI setelah 5-10 hari
- LDH: Laktat Dehidrogenasi miokardium meningkat dalam 24-48 jam, mencapai
puncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8-14 hari
- ASAT/SGOT: Aspartat aminotransferase meningkat dalam 6-12 jam, memuncak
dalam 24 jam, kembali normal dalam 3-4 hari.
5. Diagnosis Banding
Diagnosis banding angina adalah:
a. Kardiovaskular
- SKA (sindrom koroner akut)
- Perikarditis
- Temponade jantung
- Aritmia
b. Pulmonal
- Emboli paru
- Infark paru
- Abses paru
- Pneumotoraks
- Pleuritis
c. Gastrointestinal
- Refluks gastrointestinal esofangeal
- Ulkus peptikum
d. Gangguan pada dinding toraks
- Servical radiculitis
- kostokondritis
6.Tata Laksana
Strategi pengobatan angina pectoris adalah mencegah iskemia miokard dengan meningkatkan
suplai oksigen atau menurunkan kebutuhan oksigen miokard termasuk memperbaiki
metabolism energi.
- Obat-obat untuk meningkatkan suplai adalah nitrat dan anti-platelet, atau melalui
intervensi bedah pintas koroner (CABG’s) dan Percutaneous Transluminal Coronary
Angioplasty (PTCA), atau Enhanced External Counterp Pulsation (EECP).
- Obat-obatan untuk menurunkan kebutuhan oksigen miokard adalah ß-blocker dan Ca-
chanel blocker.
- Obat-obatan untuk memperbaiki metabolism energy miokard adalah trimetazidine
6.1. Angina Pektoris Stabil
- Nitrat
nitrat merupakan drug of choice untuk angina pectoris stabil. Nitrogliserin (GTN
2,5mg) atau ISDN (10mg atau 20mg) diberikan peroral, 2-3 kali sehari efektif
menurunkan frekuensi nyeri angina. Nitrat sublingual seperti GTN 2,5mg atau ISDN
5mg diberikan ekstra (kalau perlu) yakni pada waktu serangan angina pectoris,
diberikan pada pasien dalam posisi duduk atau berbaring selama 15 menit karena efek
samping nitrat vasodilatasi sehingga dapat terjadi sakit kepala dan hipotensi.
- Antiplatelet atau antiagregasi
Pemberian antiplatelet adalah untuk menjaga jika rupture plak tidak terjadi
aterotrombosis yang dapat menimbulkan acut coronary syndrome yang
membahayakan pasien. Low dose Aspirin (80-160mg). Apabila menyebabkan iritasi
lambung perlu diberikan bersama Proton Pump Inhibitor atau pada kasus berat harus
menghentikan obat. Pada pasien yang sensitive terhadap aspirin dapat diganti dengan
clopidogrel (75mg) atau dipiridamol atau cilostazol.
- ß-blocker dan Calcium Chanel Blocker
setelah pemberian nitrat dan antiplatelet apabila masih ada keluhan nyeri angina atau
pasien menderita hipertensi dan takikardi maka dapat ditambah ß-blocker dan CCB
- Trimetazidine MR
dapat diberikan 2x35mg/hari, efektif menurunkan frekuensi serangan dan
meningkatkan tolerasi latihan, lebih efektif jika diberikan secara kombinasi.
- Ivabradine
Pada dosis 7,5-10mg terbukti memperbaiki gejala iskemia, mengurangi serangan dan
meningkatkan tolerasi latihan
6.2. Angina Pektoris Tidak Stabil
- tirah baring sampai 24 jam bebas angina
- oksigen 2-4 Liter per menit
- puasa 8 jam pertama kemudian dilanjutkan makanan cair atau lunak selama 24 jam
pertama dan diberikan laksansia agar tidak mengedan
- tranquilizer
- laksan agar pasien tidak mengedan.
- Nitrat
nitrat sublingual 5mg kemudian dilanjutkan intravena, harus dilakukan dengan
syringe pump. Dosis awal nitrogliserin (IV) 5µg/menit dan ditingkatkan
(5-10µg/menit) setiap 5 menit sampai nyeri dada menghilang. Dosis maksimal
200µg/menit. Atau diberikan ISDN IV 1mg/jam ditingkatkan sampai nyeri dada
mereda. Agar perfusi adekuat tekanan darah tidak boleh lebih rendah dari
100/60mmHg
- morfin
apabila nitrat Iv masih belum dapat meredakan nyeri dapat diberikan morfin (2,5-
5mg) atau petidin (12,5-25mg) IV.
- diazepam 2 atau 5mg setiap 8 jam
- ß-blocker
bila tidak ada kontraindikasi dapat diberikan propanolol 2x10mg atau atenolol
1x50mg atau 2x25mg. Jika tidak dapat diberikan ß-blocker dapat diganti dengan Ca-
Chanel Blocker non-dihidropiridine seperti verapamil dan diltiazem
- aspirin
dosis tunggal 16-300mg/hari.
- Clopidogrel
dosis awal 300mg, dilanjutkan 75mg/hari
- Heparin atau LMWH
dosis heparin adalah 5000 U (IV) bolus kemudian dilanjutkan dengan dosis
pemeliharaan 1000 U/hari dalam infus selama 5 hari dengan mempertahankan aPTT
1,5-2,5 dari nilai control. LMWH diberikan 1-2 kali sehari subkutan selama 5 hari,
tidak perlu mengecek aPTT.
6.3. Angina Prizmetal
pada variant angina yang koroner normal, CCB seperti verapamil atau diltiazem merupakan
obat pilihan untuk mencegah serangan berulang. CCB dapat diberi sebagai obat tunggal atau
dikombinasi dengan nitrat. Pemberian aspirin juga dianjurkan.
6.4. Infark Miokard akut
terapi pada infark miokard akut sama dengan terapi angina unstable tetapi ditambah dengan
terapi reperfusi
- tirah baring sampai 24 jam bebas angina
- oksigen 2-4 Liter per menit
- puasa 8 jam pertama kemudian dilanjutkan makanan cair atau lunak selama 24 jam
pertama dan diberikan laksansia agar tidak mengedan
- tranquilizer
- laksan agar pasien tidak mengedan.
- Nitrat
nitrat sublingual 5mg kemudian dilanjutkan intravena, harus dilakukan dengan
syringe pump. Dosis awal nitrogliserin (IV) 5µg/menit dan ditingkatkan
(5-10µg/menit) setiap 5 menit sampai nyeri dada menghilang. Dosis maksimal
200µg/menit. Atau diberikan ISDN IV 1mg/jam ditingkatkan sampai nyeri dada
mereda. Agar perfusi adekuat tekanan darah tidak boleh lebih rendah dari
100/60mmHg
- morfin
apabila nitrat Iv masih belum dapat meredakan nyeri dapat diberikan morfin (2,5-
5mg) atau petidin (12,5-25mg) IV.
- diazepam 2 atau 5mg setiap 8 jam
- ß-blocker
bila tidak ada kontraindikasi dapat diberikan propanolol 2x10mg atau atenolol
1x50mg atau 2x25mg. Jika tidak dapat diberikan ß-blocker dapat diganti dengan Ca-
Chanel Blocker non-dihidropiridine seperti verapamil dan diltiazem
- aspirin
dosis tunggal 16-300mg/hari.
- Clopidogrel
dosis awal 300mg, dilanjutkan 75mg/hari
- Terapi reperfusi :
farmakologik: terapi trombolitik dengan streptokinase atau tissue plasminogen
activator (t-PA) telah terbukti menghambat perluasan infark, menurunkan mortalitas
dan memperbaiki fungsi ventrikel. Tidak dianjurkan pemberian trombolitik pada
infark >12 jam Karen meningkatkan mortalitas
mekanik: strategi infasif dini dengan angiografi koroner dengan stenting setelah
timbul gejala infark miokard akut
7. Komplikasi
a. Gangguan irama dan konduksi
Ini terjadi pada 95% pasien dengan infark miokard akut. Sinus takikardia sering dijumpai dan
merupakan petunjuk beratnya penyakit. Sinus bradikardia sering dijumpai pada infark akut,
kadang – kadang merupakan bagian dari sindroma vasovagal, terutama berhubungan dengan
infark miokard inferior dan juga diprovokasi oleh morfin dan digitalis.Gangguan ini biasanya
ringan tetapi dapat menyebabkan hipotensi atau menyebabkan irama ektopik.
Takikardia atrial, termasuk fibrilasi atrium, dapat timbul pada 25% pasien, bisa
mempresipitasi gagal jantung atau renjatan. Fibrilasi atrium biasanya transien dan jarnag
berlangsung lebih dari beberapa hari.
Denyut ventrikular ektopik sering dijumpai, biasanya tidak berbahaya, kecuali pada R on T,
bisa menimbulkan fibrilasi ventrikel. Fibrilasi vebtrikel merupakan penyebab kematian
terpenting pada infark miokard akut dan timbul pada 8 – 10% penderita yang dirawat.
Separuhnya tanpa didahului syok atau gagal jantung dan disebut fibrilasi ventrikel primer.
Blok jantung timbul pada kira – kira 5% dari penderita infark miokard akut. Terutama
dijumpai pada infark inferior karena arteri koronaria kanan memperdarahi miokard disitu dan
jaringan junction. Blok AV derajat satu tidak begitu berarti, kecuali sebagai petunjuk
timbulya blok yang lebih lanjut. Blok AV derajat dua, biasanya tipe wenckebach, potensial
berbahaya, karena resiko progresitas ke blok AV komplit dan asistol vebtrikel.
Selain resiko ini, gangguan konduksi ini bisa ditoleransi dengan baik oleh kebanyakan
penderita, tetapi memerlukan observasi yang ketat terhadap kemungkinan timbulnya
hipotensi, gagal jantung atau asistol. AV konduksi kembali normal jika penderita selamat
pada serangan ini.
Bila blok jantung merupakan komplikasi dari infark anterior, kematian biasanya tinggi. Blok
ini diakibatkan kerusakan kedua cabang berkas dan biasanya bersamaan dengan kerusakan
miokard yang luas. Penderita biasanya mengalami gagal jantung dan prognosisnya buruk
walaupun blok jantungnya ditangani dengan baik.
Pemasangan alat pacu jantung diperlukan ada infark miokard akut anterior dengan blok AV
total atau blok cabang berkas. Pada infark miokard akut inferior, alat pacu jantung dipasang
apabila ada gangguan hemodinamik.
b. Renjatan kardiogenik
Renjatan disebabkan oleh kerusakan miokard yang luas, biasanya lebih dari 40% dinding
vebtrikel terkena infark. Gambaran klinis penderita ini adalah hipotensi bisertai berkeringat
dingin, akral dingin, gelisah, dan keadaan memburuk terus sampai tekanan darah tidak
terukur. Renjatan jarang desebabkan oleh ruptur muskularis atau defek septum ventrikel
(VSD)
d. Gagal jantung kiri
Gagal jantung kiri jarang dijumpai pada serangan infark miokard akut, tetapi bila terjadi pada
2/3 penderita biasanya timbul dalam waktu 48 jam. Pada penderita gagal jantung, selain
takikardia dapat terdengar bunyi jantung ketiga, krepitasi paru yang luas dan terlihat kongesti
vena paru atau edema paru pada foto rontgen toraks. Tekanan pada pembulh nadi paru
biasanya lebih dari 20 mmHg.
c. Gagal jantung kanan
Gagal jantung kanan ditandai dengan peningkatan tekanan vena jugularis dan sering ditemui
pada hari – hari pertama setelah infark akut. Infark ventrikel kanan, yang hampir bersamaan
dengan infark dinding inferior dapat menyebabkan tekanan vena yang tinggi dan sindroma
renjatan, walaupun fungsi ventrikel kiri masih baik.
Gambaran klinis gagal jantung kanan yang berupa edema perifer dan pembesaran hepar
jarang dijumpai dan memerlukan beberapa hari untuk timbulnya gejala, walaupun itu oada
pasien dengan kerusakan infark miokard yang luas.
d. Emboli paru dan infark paru
Lebih dari 20 tahun yang lalu emboli paru merupakan penyebab kematian pada 3% penderita
infark miokard akut yang masuk rumah sakit. Akhir – akhir ini jumlahnya berkurang karena
mobilisasi penderita lebih cepat. Ini biasanya disahului oleh trombosis vena dalam di kaki,
yang secara klinis sering kali tidak terlihat. Dugaan emboli paru ada bila timbul hipotensi
mendadak gagal jantung beberapa hari setelah serangan infark miokard dan juga bila terdapat
sakit pleura dengan atau tanpa hemoptisis.
e. Emboli arteri sistemik
Arteri apapun dapat tersumbat. Emboli biasanya terjadi dari trombus mural yang terdapat di
ventrikel kiri atau atrium kiri, dan sering menimbulkan hemiplegia.
f. Sumbatan pembuluh darah otak
Komplikasi pada pembuluh darah otak bisa mendahului, bersama – sama, atau mengikuti
infark miokard akut. Sebagaimana diketahui, emboli serebri adalah salah satu sebab, tetapi
infark serebri dapat ditimbulkan oleh penurunan aliran darah pada penderita dengan penyakit
pembuluh darah serebral.
g. Ruptur jantung
Ruptur dinding ventrikel kiri adalah 10% dari semua penyebab kematian pada infark miokard
dan terutama mengenai penderita tuadan hipertensi. Terbanyak timbul dalam beberapa hari
pertama dan biasanya menimbulkan kematian mendadak, kadang – kadang menimblkan
temponade jantung. Ruptur melalui septum intervebtrikuler timbul pada 1 diantara 200
penderita dengan infark miokard akut, dan ini bisa menimbulkjan serangan gagal jantung
mendadak, disertai adanya getar (thrill) sistolik dan bising sistolik yang baru. Penderita
memburuk dengan cepat dalam waktu beberapa hari, jarang ada kelangsungan hidup lebih
dari ebebrapa minggu.
h. Disfungsi dan ruptur muskulus papailares
Bila terjadi ruptur muskulus papilaris, terjadi gagal jantung kiri mendadak yang bersamaan
dengan timbulnya bising pansistolik yang keras di apeks. Kematian dapat terjadi dalam
bebeerapa jam sampai hari. Ruptur parsial bisa menimbulkan gambaran regurgitasi katup
mitral dengan atau tanpa gagal jantung kiri.
GASTRITIS
A. DEFENISI
a. Gastritis :1
Gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung.
Keadaan ini dapat diakibatkan dari 4:
1. Makanan yang mengiritasi mukosa lambung
2. Eksoriasi mukosa lambung yang berlebihan oleh sekret peptik lambung sendiri
3. Peradangan bakteri
B. KLASIFIKASI
Klasifikasi menurut Update Sydney System memerlukan tindakan gastroskopi. Klasifikasi
lain dari gastritis adalah :
1. Gastritis akut : merupakan kelainan klinis akut yang jelas penyebabnya dengan
tanda dan gejala yang khas. Biasanya ditemukan sel inflamasi akut dan netrofil.
2. Gastritis kronik : Penyebabnya tidak jelas, sering bersifat multifaktor dengan
perjalanan klinik yang bervariasi. Kelainan ini berkaitan dengan infeksi H. Pylori
C. ETIOLOGI
a. Gastritis Akut3
Penyebab penyakit ini antara lain :
- Obat-obatan; Aspirin, obat antiinflamasi nonsteroid (AINS)
- Alkohol
- Gangguan mikrosirkulasi mukosa lambung; trauma, luka bakar, sepsis.
b. Gastritis Kronik3
Berhubungan dengan infeksi H. pylori
Infeksi kuman Helicobacter pylori merupakan kausa gastritis yang amat
penting. Di negara berkembang prevalensi infeksi kuman H.pylori pada orang
dewasa adalah 90 %. Sedangkan pada anak-anak prevalensi H. pylori lebih
tinggi lagi. Di Indonesia, prevalensi infeksi kuman H. pylori yang dinilai
dengan urea breath test menunjukkan tendensi menurun. Pada awal infeksi
kuman H.pylori mukosa lambung akan menunjukkan respons inflamasi akut.
Secara endoskopik sering tampak sebagai erosi dan tukak multiple antrum atau
lesi hemoragik. Gastritis akut akibat H.pylori sering diabaikan oleh pasien
sehingga berlanjut menjadi kronik.
Pemakaian obat penghilang nyeri secara terus menerus.
Obat analgesik anti inflamasi nonsteroid (OAINS) seperti aspirin, ibuprofen
dan naproxen dapat menyebabkan peradangan pada lambung dengan cara
mengurangi prostaglandin yang bertugas melindungi dinding lambung. Jika
pemakaian obat – obat tersebut hanya sesekali maka kemungkinan terjadinya
masalah lambung akan kecil. Tapi jika pemakaiannya dilakukan secara terus
menerus atau pemakaian yang berlebihan dapat
mengakibatkan gastritis dan peptic ulcer.
Penggunaan alkohol secara berlebihan.
Alkohol dapat mengiritasi dan mengikis mukosa pada dinding lambung dan
membuat dinding lambung lebih rentan terhadap asam lambung walaupun
pada kondisi normal.
Penggunaan kokain.
Kokain dapat merusak lambung dan menyebabkan pendarahan dan gastritis.
Stress fisik.
Stress fisik akibat pembedahan besar, luka trauma, luka bakar atau infeksi
berat dapat menyebabkan gastritis dan juga borok serta pendarahan pada
lambung.
Kelainan autoimmune.
Autoimmune atrophic gastritis terjadi ketika sistem kekebalan tubuh
menyerang sel-sel sehat yang berada dalam dinding lambung. Hal ini
mengakibatkan peradangan dan secara bertahap menipiskan dinding lambung,
menghancurkan kelenjar-kelenjar penghasil asam lambung dan menganggu
produksi faktor intrinsic (yaitu sebuah zat yang membantu tubuh
mengabsorbsi vitamin B-12). Kekurangan B-12, akhirnya, dapat
mengakibatkan pernicious anemia, sebuah konsisi serius yang jika tidak
dirawat dapat mempengaruhi seluruh sistem dalam tubuh. Autoimmune
atrophic gastritis terjadi terutama pada orang tua.
D. PATOFISIOLOGI
Gastritis terjadi terutama pada mukosa gastroduodenal karena jaringan ini
tidak dapat menahan kerja asam lambung pencernaan (asam HCL) dan pepsin, erosi
yang terkait berkaitan dengan peningkatan konsentrasi dan kerja asam-pepsin atau
berkenaan dengan penurunan pertahanan normal dari mukosa. Mukosa yang rusak
tidak dapat mensekresi mukus cukup untuk bertindak sebagai barier terhadap HCL.
Seseorang mungkin mengalami gastritis karena 2 faktor yaitu hipersekresi
asam pepsin dan kelemahan barrier mukosa lambung. Pada gastritis akut terdapat
gangguan keseimbangan antara faktor agresif dan faktor defensive yang berperan
dalam menimbulkan lesi pada mukosa lambung. Faktor agresif tersebut adalah HCL,
pepsin, asam empedu, infeksi, virus, bakteri dan bahan korosif (asam dan basa kuat).
Sedangkan faktor defensive adalah mukosa lambung dan mikro sirkulasi.
Dalam keadaan normal faktor defensive dapat mengatasi faktor agresif
sehingga tidak menimbulkan kelainan patologis pada lambung. Tukak lambung/tukak
peptik merupakan keadaan dimana kontinuitas mukosa lambung terputus dan meluas
sampai bawah epitel.
E. Patofisiologi Gastritis Akut dan Kronik
Gastritis Akut
Zat iritasi yang masuk ke dalam lambung akan mengiritasi mukosa lambung. Jika
mukosa lambung teriritasi ada 2 hal yang akan terjadi :
a. Karena terjadi iritasi mukosa lambung sebagai kompensasi lambung. Lambung
akan meningkat sekresi mukosa yang berupa HCO3, di lambung HCO3 akan
berikatan dengan NaCL sehingga menghasilkan HCI dan NaCO3. Hasil dari
penyawaan tersebut akan meningkatkan asam lambung. Jika asam lambung
meningkat maka akan meningkatkan mual muntah, maka akan terjadi gangguan
nutrisi cairan & elektrolit.
b. Iritasi mukosa lambung akan menyebabkan mukosa inflamasi, jika mukus yang
dihasilkan dapat melindungi mukosa lambung dari kerusakan HCL maka akan
terjadi hemostatis dan akhirnya akan terjadi penyembuhan tetapi jika mukus gagal
melindungi mukosa lambung maka akan terjadi erosi pada mukosa lambung. Jika
erosi ini terjadi dan sampai pada lapisan pembuluh darah maka akan terjadi
perdarahan yang akan menyebabkan nyeri dan hypovolemik.
Gastritis Kronik
Gastritis kronik disebabkan oleh gastritis akut yang berulang sehingga terjadi iritasi
mukosa lambung yang berulang-ulang dan terjadi penyembuhan yang tidak sempurna
akibatnya akan terjadi atrhopi kelenjar epitel dan hilangnya sel pariental dan sel chief.
Karena sel pariental dan sel chief hilang maka produksi HCL, pepsin dan fungsi
intrinsik lainnya akan menurun dan dinding lambung juga menjadi tipis serta
mukosanya rata, Gastritis itu bisa sembuh dan juga bisa terjadi perdarahan serta
formasi ulkus.
E. GEJALA KLINIS
Kebanyakan gastritis tanpa gejala. Mereka yang mempunyai keluhan biasanya berupa
keluhan yang tidak khas. Keluhan yang sering dihubungkan dengan gastritis adalah nyeri
panas dan pedih di uluhati disertai mual kadang-kadang sampai muntah. Keluhan-keluhan
tersebut sebenarnya tidak berkorelasi dengan baik dengan gastritis dan tidak dapat digunakan
sebagai alat evaluasi keberhasilan pengobatan.1
Dispepsia adalah kumpulan gejala klinis yang meliputi2:
a. Nyeri perut (abdominal discomfort)
b. Rasa pedih di ulu hati
c. Mual, muntah
d. Nafsu makan berkurang
e. Rasa lekas kenyang
f. Perut kembung
g. Rasa panas didada dan perut
h. Regurgitasi
F. DIAGNOSIS1
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran endoskopi dan histopatologi. Gambaran
endoskopi yang dapat dijumpai adalah eritema, eksudatif, flat-erosion, raised erosion,
perdarahan, edematous rugae. Perubahan-perubahan histopatologi selain menggambarkan
perubahan morfologi sering juga dapat menggambarkan proses yang mendasari, misalnya
otoimun atau respon adaptif mukosa lambung. Perubahan-perubahan yang terjadi berupa
degradasi epitel, hyperplasia foveolar, infiltrasi netrofil, inflamasi sel mononuklear, folikel
limpoid, atropi, intestinal metaplasia, hyperplasia sel endokrin, kerusakan sel parietal.
Pemeriksaan histopatologi sebaiknya juga menyertakan pemeriksaan kuman H. pylori.1
Untuk Gastritis akut, ada 3 cara dalam menegakkan diagnosis, yaitu gambaran klinis,
gambaran lesi mukosa akut di mukosa lambung berupa erosi atau ulkus dangkal dengan tepi
rata pada endoskopi, dan gambaran radiologi (atrofi; mukosa yg menipis, hipertrofi; mukosa
kasar bisa disertai dengan hipersekresi, foto 3 lapis).3
Diagnosis gastritis kronik ditegakkan berdasarkan pemeriksaan endoskopi dan
dilanjutkan dengan pemeriksaan histopatologi biopsi mukosa lambung. Perlu pula dilakukan
kultur untuk membuktikan adanya infeksi H. pylori apalagi jika ditemukan ulkus baik pada
lambung ataupun pada duodenum mengingat angka kejadiang cukup tinggi yakni 100 %.3
Pemeriksaan penunjang4:
a. Pemeriksaan laboratorium : darah lengkap ( bila ditemukan leukositosis terdapat
tanda infeksi)
b. Radiologis : gambaran atrofi/hipertrofi mukosa gaster , foto 3 lapis khas untuk
gastritis (dengan kontras ganda)
c. Endoskopi : lokasi terbanyak kelainan di lambung ialah sekitar angulus, antrum, dan
prepilorus.
d. Gastroskopi : untuk melihat mukosa lambung, misalnya warna, licin tidaknya mukosa
lambung, ada tidaknya kelainan, dimana letak kelainan ditemukan. (mulai dari fundus,
korpus, dinding anterior, dan posterior, kurvatura minor dan mayor, angulus, antrum,
prepilorus, dan pilorus) dan pemeriksaan histopatologi
F. PENGOBATAN
Oleh karena gastritis sangat erat hubungannya dengan sindroma dispepsia, maka
diagram berikut memberi gambaran alur penatalaksanaan dispepsia4:
DISPEPSIA
Usia < 55 th, Usia > 55 th atau < 55 th
alarm symptom (-) alarm symptom (+)
Terapi empiris 2 minggu : Rujuk gastroenterologi
- antasida fasilitas endoskopi (+)
- H2RA /PPI
- Prokinetik
Sembuh (STOP) Tidak (serologi H.pylori)
(+) (-)
Alarm symptoms :
- Muntah
- Demam
- Hematemesis
- BB menurun
Pengobatan gastritis akut, faktor utama adalah menghilangkan etiologinya. Diet
lambung, dengan porsi kecil dan sering. Obat-obatan ditujukan untuk mengatur sekresi asam
lambung, berupa antagonis reseptor H2, inhibitor pompa proton, antikolinergik, dan antasid.
Juga ditujukan sebagai sitoprotektor, berupa sukralfat dan prostaglandin3
Pada pusat-pusat pelayanan kesehatan dimana endoskopi tidak dapat dilakukan,
penatalaksanaan diberikan seperti pada pasien dengan sindroma dispepsia, apalagi jika tes
serologi negatif. Pertama-tama yang dilakukan adalah mengatasi dan menghindari penyebab
pada gastritis akut, kemudian diberikan pengobatan empiris berupa antasid, antagonis H2/
PPI dan obat-obatan prokinetik. Jika endoskopi dapat dilakukan, dilakukan terapi eradikasi
kecuali jika hasil CLO (rapid ureum test) , kultur, dan PA ketiganya negatif atau hasil
serologi negatif.
Contoh regimen untuk eradikasi infeksi H. pylori 1
Obat 1 Obat 2 Obat 3 Obat 4
PPI dosis ganda Klarithomisin
(2 x 500 mg)
Amoksisilin
(2 x 1000 mg)
PPI dosis ganda Klarithomisin
(2 x 500 mg)
Metronidazol
(2 x 500 mg)
PPI dosis ganda Tetrasiklin
(4 x 500 mg)
Metronidazol
(2 x 500 mg)
Subsalisilat/
subsitral
Regimen diberikan selama 1 minggu.
DOSIS :
1. PPI (Proton Pump Inhibitor) :
- Omeprazole 2 x 20 mg
- Lansoprazole2 x 30 mg
- Rabeprazole 2 x 10 mg
- Esomeprazole 2 x 20 mg
2. Amoksisilin 2 x 1000 mg/hr
3. Klaritromisin 2 x 500 mg/hr
4. Metronidazol 3 x 500 mg/hr
5. Tetrasiklin 4 x 250 mg/hr
Terapi eradikasi juga diberikan pada seleksi khusus pasien yang menderita penyakit-
penyakit sbb3 :
- Sangat dianjurkan :
1. Ulkus duodeni
2. Ulkus ventrikuli
3. Pasca reseksi kangker lambung dini
- Dianjurkan :
1. Dispepsi tipe ulkus
2. Gastritis kronis aktif berat (PA)
3. Gastropati AINS
4. Gastritis erosiva berat
5. Gastritis hipertrofik
- Tidak dianjurkan :
1. Penderita asimtomatis
Terapi lini kedua/ terapi kuadripel1
Terapi lini kedua dilakukan jika terdapat kegagalan pada lini pertama. Kriteria gagal ;
4 minggu pasca terapi, kuman H. pylori tetap positif berdasarkan pemeriksaan UBT/HpSA
atau histopatologi.
Urutan prioritas
- Collodial bismuth subcitrate + PPI + Amoksisilin + Klaritromisin
- Colloidal bismuth subcitrate + PPI + Mentronidazol + Klaritromisin
- Collodial bismuth subcitrate + PPI + Metronidazol +Tetrasiklin
pengobatan dilakukan selama 1 minggu
Dosis Collodial bismuth subcitrate : 4 x 120 mg
Bila terapi lini kedua gagal, sangat dianjurkan pemeriksaan kultur dan resistensi
H.pylori denga media transport MIU.
BAB III
STATUS PASIEN
I. ANAMNESA
A. Identitas
1. Nama lengkap : Tn. Ruslan Asmoni
2. Jenis Kelamin : Laki-laki
3. Umur : 51 tahun
4. Pekerjaan : Petani
5. Agama : Islam
6. Alamat : Dusun Selindung, RT 014/ RW 007, Twi Mentibar, Selakau
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Tanggal masuk RS : 18 Februari 2015, pukul 09.25 Wib
1. Keluhan Utama
Sesak
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RS Abdul Aziz karena sesak nafas. Sejak 2 bulan yang lalu,
pasien mengaku sesak nafas hilang timbul. Sesak nafas biasanya muncul jika pasien
sedang beraktivitas berat. Sesak sepanjang hari disertai batuk berdahak, dahak
berwarna putih kekuningan. Sesak nafas timbul disertai nyeri pada dada kiri yang
menjalar ke punggung belakang, nyeri seperti ditimpa benda berat, berlangsung 5-10
menit. Nyeri dada dan sesak berkurang dengan istirahat. Riwayat bengkak pada
wajah, kaki dan perut disangkal disangkal, riwayat tidur bantal tinggi disangkal.
Riwayat BAK sedikit, BAK darah, dan nyeri pinggang disangkal.
Sesak nafas memberat sejak 1 hari smrs. Sesak timbul bahkan saat istirahat, disertai
nyeri dada yang berlangsung hingga 30 menit, batuk memberat, dahak sulit
dikeluarkan.
Pasien juga mengeluh nyeri perut hilang timbul selama 1 tahun, nyeri seperti panas
dan ditusuk-tusuk di ulu hati disertai kembung dan rasa tidak nyaman yang bertambah
setelah pasien makan. Pasien sering mengeluh mual, kadang muntah saat nyeri perut
kambuh, muntah isi air atau makanan. Riwayat BAB encer berwarna hitam dan
berbau atau muntah darah maupun hitam disangkal. Pasien sering telat makan dan
senang mengkonsumsi makanan pedas dan asam sebelum sakit. Riwayat konsumsi
obat Puyer bintang tujuh selama bertahun-tahun setiap kali pasien merasa pegal dan
nyeri kepala.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
2 bulan yang lalu pasien pernah dirawat di RS Abdul Aziz selama 1 minggu
dikarenakan pasien menderita penyakit ambeien.
Riwayat Asma, Penyakit Jantung, Penyakit ginjal, Hipertensi, Diabetes Melitus,
Kolesterol, Asam Urat, dan Alergi disangkal oleh pasien.
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit jantung pada keluarga disangkal. Tidak ada keluarga pasien yang
meninggal mendadak tanpa penyebab di usia <50 tahun. Tidak ada keluarga atau
tetangga sekitar rumah yang menderita TB paru atau batuk lama. Riwayat alergi pada
keluarga disangkal. Pasien sudah menikah, dimana memiliki 1 orang istri, 3 orang
anak dan 5 orang cucu. Di keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit yang
sama seperti pasien.
E. Riwayat Kebiasaan
Pasien mengaku pernah merokok sejak berumur 18 tahun, biasanya pasien merokok 3
bungkus/hari. tetapi, sejak 2 tahun belakangan ini pasien sudah berhenti merokok.
Pasien sering meminum obat-obatan warung untuk mengobati pusing atau sakit
kepala dengan “Puyer Bintang 7”.
F. Riwayat Pekerjaan
Pasien bekerja sebagai petani yang telah bekerja selama 32 tahun yang lalu. Pasien
sering membakar ladang, hanya menggunakan penutup hidung ala kadarnya dan
terhirup asap.
II. PEMERIKSAAN FISIK
A. Kesan umum : Sakit sedang, gizi lebih
B. Habitus : Piknikus
C. BB/TB : 80kg/165cm, obesitas
D. Tanda Vital
a. Kesadaran : GCS 456 (Compos Mentis)
b. Tekanan darah : 120 / 50 mmHg
c. Nadi : 72x/ menit, regular, isi cukup
d. Laju Nafas : 20x/ menit, abdominal-torakal
e. Suhu : 36,8 oC
E. Pemeriksaan Per Organ
1. Kulit : Pucat (-), jaringan parut (-)
2. Kepala : Normocephaly
3. Mata : Ptosis (-), Conjunctiva anemis (-/-) , Sklera Ikterik (-), visus
dalam batas normal
4. Telinga : Deformitas (-), serumen (-), secret (-), dalam batas normal,
nyeri tekan (-)
5. Hidung : Pernafasan cuping hidung (-), deviasi septum (-), perdarahan
(-), secret (-), dalam batas normal
6. Mulut : Bibir pucat (-), selaput lidah (-), peradangan (-), candidiasi
oral (-)
7. Tenggorok : Nyeri menelan (-), arkus faring hiperemis (-)
8. Leher : Simetris, bendungan vena jugularis (-), kaku leher (-), tumor
(-). Pembesaran KGB (-), Trakea simetris
9. Dada : gerak statis dinamis Simetris, retraksi (-), penggunaan otot
bantu napas tambahan (-), jejas (-) sikatrik (-)
10. Paru
a. Inspeksi : pola pernafasan abdominal-torakal,
b. Palpasi : Fremitus taktil (+)simetris di semua lapang paru
c. Perkusi : Sonor di semua lapang paru
d. Auskultasi : vesikuler paru kiri dan kanan, rhonki (+/+), wheezing (-)
11. Jantung
a. Inspeksi : bentuk dada normal, iktus cordis tidak tampak
b. Palpasi : iktus cordis teraba pada ICS V linea midklavikula kiri
c. Perkusi :
batas jantung kanan pada lCS III garis parasternal kanan
batas jantung kiri pada ICS V garis midclakula kiri
batas pinggang jantung pada ICS II garis midclavicula sinistra
d. Auskultasi : Bunyi jantung 1-2 regular tunggal, murmur (-), gallop (-)
12. Abdomen
a. Inspeksi : protuberen, tumor (-), asites (-)
b. Palpasi : soepel, nyeri tekan (+)epigastrium, hepar dan lien tidak teraba
pembesaran, ballotemen -/-
c. Perkusi : Timpani,shifting dullness(-) nyeri ketok CVA -/-
d. Auskultasi : Bising usus (+) 6-8x/menit
13. Ekstremitas : Akral hangat, edema (-/-), CR < 2”
III. DIAGNOSIS SEMENTARA
1. Bronkitis
2. Angina Pectoris Unstable
3. Gastritis
IV. TERAPI/TATALAKSANA
IVFD RL 20 tetes per menit makro
Inj. Ceftrixone 1gr / 24 jam iv
Inj. Omeprazole 1 ampul/24 jam iv
Inj. Dexamethason 1 ampul/6 jam iv
Nebulizer salbutamol+ipaprorium bromida 1 ampul/6 jam dan dapat ditambahkan jika
pasien sesak
ISDN 3x5 mg PO
Clopidogrel 1x75mg PO
Ambroxol 3 x 30mg PO
Sucralfat 3x CI PO
Gliseril Guaikolat 3 x 100 mg PO
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil tanggal 23 Februari 2015, pukul 20.00 WIB
HCT : 35,5 % (normal 40-45)
PLT : 439.000 cmm (normal 150.000 – 450.000)
WBC : 8.500 cmm (normal 4.000 – 11.000)
HGB : 12,9 g/dl (normal 13.5)
SGPT : 17,2 U/L (normal 3-35)
SGOT : 25,9 U/L (normal 8-33)
Hasil Foto Thorax PA tanggal 23 Februari 2015
EKG:
VI. PROGNOSIS
Ad Vitam : dubia ad malam
Ad Functionam : dubia ad malam
Ad Sanactionam : dubia ad malam
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien laki-laki 51 tahun dengan keluhan sesak napas 2 bulan disertai nyeri
dada kiri yang dirasakan seperti ditimpa beban berat dan menjalar ke punggung
belakang. Nyeri dirasakan hilang timbul, dipicu oleh aktivitas berat dan berkurang
dengan istirahat. Nyeri tersebut sesuai dengan nyeri khas angina. Tidak adanya
keluhan bengkak dan tidak ditemukannya peningkatan JVP, kardiomegali maupun
hepatomegali mengurangi kecurigaan adanya gagal jantung pada pasien.
Sesak memberat 1 hari SMRS disertai nyeri dada yang muncul saat istirahat
>30 menit, keluhan tersebut mengarah ke angina unstable atau infark miokard akut.
Pada pemeriksaan EKG ditemukan T inverted pada lead II dan AVF. Untuk
membedakan angina unstable atau infark miokard akut diperlukan pemeriksaan
troponin. Pada infark miokard akut akan ditemukan leukositosis dengan shift to the
left, peningkatan SGOT/SGPT dan peningkatan kadar troponin.
Faktor resiko penyakit jantung koroner pada pasien ini adalah usia tua, jenis
kelamin laki-laki, riwayat merokok dan obesitas.
Prinsip terapi pada penyakit jantung koroner adalah meningkatkan suplai
dengan oksigen dan vasodilator serta menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan
beta bloker. Selain itu digunakan antitrombotik untuk stabilisasi plak dan mencegah
pembentukan trombus atau terapi trombolitik pada infark miokard akut.
Antitrombotik yang digunakan adalah klopidogrel karena pasien memiliki riwayat
nyeri ulu hati dan aspilet sering kali memperburuk gejala gastritis. ISDN efektif
karena menyebabkan venodilatasi dan menurunkan preload sehingga menurunkan
demand jantung selain itu juga memiliki efek vasodilatasi pada arteri koronaria
sehingga meningkatkan suplai oksigen jantung.
Sesak yang dirasakan oleh pasien juga disertai batuk produktif dengan dahak
berwarna putih kekuningan. Pada pemeriksaan fisik dada tidak tampak barel chest,
perkusi tidak hipersonor, tidak terdengar wheezing dan hanya ditemukan ronki basah
kasar bilateral. Batuk kronik pada pasien ini diagnosis kerja adalah bronkitis dengan
diagnosis banding asthma bronkial dan tuberkulosis paru. Riwayat merokok dan
pajanan asap kronis sebelumnya merupakan faktor resiko untuk bronkitis. Usia pasien
sejak pertama keluhan timbul, tidak adanya riwayat alergi pada pasien maupun
keluarga, tidak ditemukannya wheezing pada pemeriksaan fisik menurunkkan
kecurigaaan ke arah astma bronkial. Untuk menegakkan diagnosis disarakan
pemeriksaan penunjang berupa rontgent thorax, pemeriksaan LED, sputum S-P-S, dan
spirometri. Terapi yang diberikan adalah bronkodilator salbutamol dan ipapropium
bromida untuk sesak yang diberika per inhalasi; injeksi dexamethason yang bekerja
sebagai antiinflamasi, ambroxol yang merupakan mukolitik dan GG yang bekerja
sebagai ekspektoran sebagai terapi simptomatik untuk batuk. Selain itu diberikan
antibiotik ceftriaxone sebagai antibiotik spektrum luas karena diduga bronkitisnya
disebabkan oleh infeksi meskipun pada pemeriksaan darah tidak menunjukkan adanya
leukositosis.
Pasien juga mengeluh nyeri perut hilang timbul selama 1 tahun, nyeri seperti
panas dan ditusuk-tusuk di ulu hati disertai kembung dan rasa tidak nyaman yang
bertambah setelah pasien makan. Pasien sering mengeluh mual, kadang muntah saat
nyeri perut kambuh, muntah isi air atau makanan. Riwayat konsumsi obat Puyer
bintang tujuh selama bertahun-tahun setiap kali pasien merasa pegal dan nyeri kepala.
Faktor resiko nya adalah pola makan yang tidak teratur, konsumsi makanan iritatif
dan penggunaan obat antinyeri puyer bintang tujuh yang diduga mengandung aspirin.
Aspirin merupakan NSAID yang menurunkan kadar prostaglandin. Prostaglandin
meningkatkan perfusi jaringan mukosa gaster dan penting untuk mempertahankan
mukosa gaster yang intak. Riwayat BAB encer berwarna hitam dan berbau atau
muntah darah maupun hitam disangkal sehingga dugaan gastritis erosifa berkurang.
Pada pasien ini dicurigai adanya gastritis dengan diagnosis banding ulkus duodenum
dan dispepsia fungsional. Untuk pemeriksaan penunjang disarankan pemeriksaan
endoskopi dan urea-breath test. Terapi yang diberikan adalah Proton pump inhibitor
yang mengurangi produksi asam lambung dan antasida yang bekerja menetralisir
asam lambung serta sucralfat yang bersifat mukoprotektor.
KESIMPULAN
Berdasarkan kelainan klinis yang ditemukan, didapatkan pada pasien ini diagnosis
penyakit arteri koroner, bronkitis, dan gastritis. Terapi ditujukan untuk mengurangi gejala,
memperlambat progresivitas penyakit untuk lebih parah, dan membantu meningkatkan
kualitias hidup. Prognosis pada pasien ini ad vitam dubia at malam, ad functionam dubia at
malam, dan ad sanactionam dubia at malam, karena melihat kondisi pasien yang bahkan pada
keadaan istirahat mengalami gejala.
DAFTAR PUSTAKA
Amir, S, dkk. 2001. Farmakologi dan Terapi. Editor : Sulistia G. Ganiswara. Edisi 4. Jakarta.
Gaya Baru.
Hadi, Sujono. Gastroenterologi. 2002. Penerbit PT. Alumni, Bandung. Hlm. 181.
Kabo, Peter. 2010. Bagaimana Menggunakan Obat-Obat Kardiovaskular secara Rasional.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Mansjoer , Arief., et al. Editor. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi II. jilid II. 2001. Jakarta:
Penerbit Media Aesculapius, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hlm. 492.
Price, SA. & Wilson, LM. 2006.Patofisologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Vol 1.
Edisi 6. Alih bahasa : Brahm U. Pendit, dkk. Jakarta. EGC.
Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. 2003. Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta. Hlm. 376.
Sudoyo, Aru W. Dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1 edisi IV. 2006. Pusat
Penerbitan, Depatermen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta. Hlm. 337.
Tjokronegoro, A., et al, 1996, Buku Ajar Kardiologi, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia , Jakarta.
Trisnohadi, H.B. Angina Pektoris Tidak Stabil. dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
(Edt.Aru W.S dkk). 2006. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI