Dukungan Keluarga Terhadap Pengobatan TB Paru pada Anak di Balai
Kesehatan Masyarakat Ambarawa
Tugas Akhir
Disusun Oleh:
Fernadiyanti
462013037
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2017
Dukungan Keluarga Terhadap Pengobatan TB Paru pada Anak di
Balai Kesehatan Masyarakat Ambarawa
Tugas Akhir
Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam
memperoleh gelar sarjana keperawatan
Disusun Oleh:
Fernadiyanti
462013037
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2017
i
ii
iii
iv
Kata Pengantar
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat, hidayah serta kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir
ini. Penulis menyadari karya ini tidak akan selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak.
Patutlah saya haturkan ucapan terima kasih kepada mereka yang berjasa dalam
penulisan karya ini: (1) Bapak Dhanang Puspita, M.Si. selaku pembimbing I dan Ibu
Ns. Dary, S.Kep., MSN. selaku pembimbing II terima kasih untuk waktu dan
kesabarannya dalam membimbing saya dari awal hingga akhir penulisan. (2) Bapak
Ir. Ferry F. Karwur, Msc., Ph.D selaku wakil Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan dan
Kedokteran Universitas Kristen Satya Wacana. (3) Staf akademik dan non akademik
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Kristen Satya Wacana, yang banyak membantu
selama proses pendidikan. (4) Kepala Balai Kesehatan Paru Masyarakat Ambarawa
dan staf yang telah memberi ijin penelitian dan memfasilitasi penelitian selama
penelitian. (5) Kepada semua riset partisipan yang telah bersedia, menjadi riset
partisipan dalam penelitian ini. (6) Teristimewa orangtua dan keluarga tercinta yang
telah memberikan kasih sayang, doa serta dukungan, baik moral maupun finansial
yang tulus dan luar biasa, sehingga terselesaikannya tugas akhir ini
Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian tugas akhir ini terdapat banyak
kekurangan namun kiranya semoga dapat bermanfaat bagi semua pembaca sekalian.
Akhir kata, terimakasih atas semua pemberian Tuhan yang disampaikan melalui
perantara NYA.
Salatiga, 28 November 2017
Peneliti
v
DAFTAR ISI
Pernyataan Keaslian Karya Tulis Tugas Akhir .............................................. i
Lembar Pernyataan Persetujuan Publikasi Tugas Akhir .............................. ii
Lembar Pengesahan ...................................................................................... iii
Kata Pengantar .. ......................................................................................... iv
Daftar Isi............. .......................................................................................... v
Daftar Lampiran . ......................................................................................... vi
Abstrak ............... ........................................................................................ vii
Pendahuluan ....... .......................................................................................... 1
Metode ............... .......................................................................................... 3
Hasil .................. .......................................................................................... 3
Pembahasan ........ .......................................................................................... 8
Kesimpulan dan Saran................................................................................. 13
Daftar Pustaka .... ........................................................................................ 14
Lampiran ............ ........................................................................................ 16
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I Surat Ijin Penelitian .................................................................. 16
Lampiran II Panduan wawancara ................................................................ 20
Lampiran III Informed Consent .................................................................. 23
Lampiran IV LoA ......................................................................................... 25
vii
Dukungan Keluarga Terhadap Pengobatan TB Paru pada Anak di
Balai Kesehatan Masyarakat Ambarawa
Dhanang Puspita1, Dary
2, Fernadiyanti
2
1. Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Kristen
Satya Wacana
2. Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Kristen
Satya Wacana
Email: [email protected]
Abstrak
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis yang dapat menyerang semua kalangan usia. Penularan tertinggi pada rentang usia 0-14
tahun karena daya tahan tubuh yang masih lemah. Keberhasilan dalam pengobatan TB anak
membutuhkan dukungan keluarga seperti pengawasan dalam pengobatan anak, pemenuhan nutrisi
yang baik, pemenuhan kebutuhan aktivitas dan istirahat yang cukup dan yang lainnya. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dukungan keluarga yang diberikan dalam pengobatan TB
paru pada anak. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan pemilihan riset
partisipan menggunakan purposive sampling. Jumlah riset partisipan 11 orang. Kriteria pemilihan
informan adalah orang tua/anggota keluarga yang tinggal satu rumah dengan anak berusia 0-14 tahun
yang didiagnosa menderita TB paru dan sedang menjalani pengobatan/sudah selesai pengobatan TB
paru. Penelitian dilaksanakan pada Mei sampai Juni 2017. Teknik pengumpulan data dalam penelitian
ini adalah wawancara mendalam. Hasil dalam penelitian mendapatkan 4 tema yaitu pengertian
tentang TB paru pada anak, pengobatan TB paru pada anak, hambatan dalam pengobatan TB paru
pada anak, dan dukungan keluarga yang diberikan terhadap penderita TB paru pada anak. Simpulan
dari penelitian ini adalah anak yang menderita TB paru mendapatkan dukungan dari keluarganya
seperti memastikan pengobatan yang dilakukan anak tidak pernah terlewatkan serta didukung dengan
pemenuhan biaya, sosial, serta nutrisi yang baik untuk anak.
Kata kunci: Anak, Keluarga, Tuberkulosis
Abstract
Title: Family Support toward Pulmonary TB Treatment to Children at Ambarawa Public Health
Center
Tuberculosis is a contagious disease caused by Mycobacterium tuberculosis which can
attack all people from all ages. The highest infection occurred to 0-14 year-old children since their
immune system is still weak. The success of the medical treatment toward children needs support from
family such as monitoring the treatment process, fulfilling good nutrition, fulfilling enough rest and
activity, etc. The purpose of this study was to describe the family support during the medical
treatment process of pulmonary TB to children. The method used in this research was qualitative by
using purposive sampling to select the informants. The number of the research participants were 11.
The informants’ criteria were parents/family members who live in the same house with the 0-14 year-
old children who were diagnosed with pulmonary TB who were undergoing treatment or having
accomplished the treatment. The research was done on May until June 2017. The data collection
technique in this research was through deep interview. The result of this study obtained 4 themes,
which were the definition of pulmonary TB on children, Pulmonary TB medical treatment to children,
obstacles in children’s Pulmonary TB treatment, and family support toward their children as
viii
Pulmonary TB patients. The conclusion of this research showed that the Pulmonary TB children were
getting some supports from their family such as ensuring the routine of the treatment, meeting the
cost, social and good nutrition to the children.
Keywords: Children, Family, Tuberculosis
1
Pendahuluan
Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis sampai saat ini masih menjadi masalah
utama kesehatan masyarakat di dunia karena dapat menyerang anak-anak, orang
dewasa, maupun orang tua (1). Pada umumnya M. tuberculosis menyerang paru-
paru, namun dapat pula menyerang sistem saraf pusat, sistem limfatik, sistem
genitourinari, articulatio dan peritoneum (2). Penularan M. tuberculosis dapat
melalui percikan dahak yang keluar dari mulut penderita tuberkulosis ketika mereka
batuk atau bersin, meludah, berbicara dan lainnya (3). Penyakit tuberkulosis
merupakan penyakit yang dapat menyebabkan kematian pada semua kalangan usia
jika tidak ditangani secara tepat (4).
World Health Organization (WHO) memperkirakan ada 8,7 juta kasus
kejadian tuberkulosis di dunia yang diantaranya 0,5 juta kasus terjadi pada anak-anak
di tahun 2011 (5). Terdapat lima negara dengan jumlah kasus insiden terbesar di
tahun 2012 yaitu India, Cina, Afrika selatan, Indonesia, dan Pakistan. Indonesia
termasuk dalam negara dengan kasus insiden tuberkulosis terbesar dengan
menduduki urutan ke-empat (5). Di Jawa Tengah khususnya di Kabupaten
Semarang, terdapat 432 kasus tuberkulosis anak pada tahun 2014. Angka tersebut
jauh lebih tinggi dibandingkan dengan penemuan kasus di tahun 2013 yang hanya
sebanyak 167 kasus (6). Jawa Tengah mempunyai Balai Pengobatan Penyakit Paru-
Paru (BP4) sebanyak 11 BP4, yaitu BP4 Pati, Surakarta, Ambarawa, Tegal,
Banyumas, Salatiga, Pekalongan, Kebumen, Klaten, Semarang, dan Magelang. Data
yang diperoleh dari Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4) Ambarawa
menyebutkan bahwa jumlah pasien TB pada tahun 2016 sebanyak 177 kasus. Kasus
TB paru dengan BTA + sebanyak 69 pasien, 49 pasien dengan BTA -, 14 pasien
dengan TB ekstra paru, dan 46 pasien TB paru yang terjadi pada anak. Pada triwulan
1 terdapat 11 kasus TB pada anak, triwulan 2 terdapat 10 kasus, triwulan 3 terdapat
16 kasus dan triwulan 4 terdapat 9 kasus. Penemuan kasus TB anak di tahun 2016
lebih tinggi dibandingkan tahun 2015 yaitu terdapat 38 kasus.
Faktor penyebab tuberkulosis pada anak adalah kontak langsung dengan
penderita tuberkulosis BTA posistif, lingkungan perumahan, serta tingkat pendidikan
orang tua (7). Pada umumnya orang tua tidak mengetahui bagaimana anaknya
dapatmenderita tuberkulosis. Mereka hanya mengetahui bahwa anaknya menderita
2
demam atau batuk dalam jangka waktu yang lama serta anak mengalami penurunan
aktivitas (8). Usia anak rentan tertular penyakit karena sistem imunnya yang masih
lemah. Bahaya penularan yang tinggi terdapat pada rentang usia 0-14 tahun (9).
Tuberkulosis yang menyerang anak-anak biasanya terjangkit secara perlahan
sehingga sulit untuk diketahui pada gejala pertamanya. Penyakit ini bila tidak diobati
sedini mungkin dapat menimbulkan komplikasi pada usia dewasa nanti (10).
Pengobatan tuberkulosis pada anak membutuhkan perawatan yang lebih
intensif karena anak masih sangat tergantung kepada orang lain khususnya orang tua
atau keluarga. Pemberian pengobatan pada anak memerlukan kesabaran dan cara
pemberian yang benar karena pada saat anak akan menelan obat, anak dapat bersikap
menolak dan memuntahkan obat atau terjadi aspirasi (menghirup partikel kecil
makanan atau tetesan cairan ke dalam paru-paru). Untuk mencapai keberhasilan
pengobatan, bukan semata-mata menjadi tanggung jawab penderita (anak).
Pemberian obat yang tanpa putus dalam jangka waktu yang lama sangat dibutuhkan
suatu dukungan dari keluarga. Dukungan keluarga merupakan salah satu faktor
penting dalam mendorong penderita tuberkulosis pada anak untuk patuh minum
obat. Kepatuhan pemberian obat pada anak sangat bergantung pada orang terdekat
yang mengasuh anak atau keluarga yang mendampingi anak (4).
Keberhasilan pengobatan anak dengan penyakit tuberkulosis didukung oleh
beberapa hal diantaranya dengan pengawasan pengobatan yang baik, kondisi
lingkungan rumah yang baik pula, pemenuhan nutrisi yang adekuat, serta pemenuhan
kebutuhan aktivitas dan istirahat yang cukup (4). Tingkat pengetahuan orang tua
yang baik tentang tuberkulosis juga merupakan salah satu faktor yang memengaruhi
kesembuhan tuberkulosis pada anak (11). Orang tua juga perlu memahami bahwa
sumber penularan penyakit tuberkulosis pada anak adalah orang terdekat anak antara
lain orang tuanya, orang serumah atau orang yang sering berkunjung dan sering
berinteraksi langsung (12). Semakin baik perawatan yang diberikan keluarga untuk
anak penderita tuberkulosis maka semakin cepat pula proses penyembuhannya.
Melihat belum adanya penurunan yang signifikan pada kasus TB anak dalam
kurun waktu 1 tahun terakhir ditahun 2016, maka proses kepatuhan dalam
pengobatan harus lebih diperhatikan. Jangka waktu pengobatan yang cukup lama
sekitar 6 sampai 9 bulan memiliki risiko seorang anak tidak patuh minum obat (1).
Ketidakpatuhan anak dalam minum obat dapat diatasi jika keluarga memberikan
3
dukungannya, sehingga dibutuhkan suatu bentuk dukungan keluarga untuk
membantu proses penyembuhan anak. Tujuan dari penelitian ini adalah
mendeskripsikan tentang dukungan keluarga yang diberikan terhadap pengobatan TB
paru pada anak di Balai Kesehatan Masyarakat Ambarawa.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif
dengan pemilihan informan menggunakan purposive sampling. Kriteria pemilihan
informan ini adalah: orang tua/anggota keluarga yang tinggal satu rumah dengan
anak berusia 0-14 tahun yang didiagnosa menderita TB paru dan sedang menjalani
pengobatan/sudah selesai pengobatan TB paru. Dasar pemilihan usia 0-14 tahun
karena pada usia anak daya tahan tubuhnya masih relatif rendah sehingga rentan
terserang penyakit. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah
wawancara mendalam. Data riset partisipan diperoleh dari Balai Kesehatan
Masyarakat Ambarawa. Teknik analisa data dilakukan berdasarkan content analysis
yang bersifat pembahasan mendalam terhadap isi suatu informasi tertulis. Keabsahan
data diuji dengan menggunakan teknik member checking. Penelitian dilakukan
berdasarkan data yang di peroleh dari Balai Kesehatan Masyarakat Ambarawa pada
Mei sampai Juni 2017.
Hasil
Penelitian dilaksanakan pada Mei sampai Juni 2017 yang bertempat di rumah
riset partisipan yang telah bersedia menjadi riset partisipan. Riset partisipan yang
diwawancarai sebanyak 11 orang. Riset partisipan dalam penelitian ini adalah orang
tua yang memiliki anak dengan diagnosa TB paru. Usia riset partisipan antara 19-43
tahun. Delapan riset partisipan adalah ibu klien yang sebagian besar merupakan ibu
rumah tangga dan 3 riset partisipan adalah ayah klien yang bekerja wiraswasta. Usia
anak berkisar antara 11 bulan sampai 4 tahun. Jenis kelamin anak 4 laki-laki dan 7
perempuan. Tiga anak mempunyai riwayat kontak dengan penderita penyakit TB.
Delapan anak lainnya tidak di ketahui dari mana mereka terpapar TB. Orang tua baru
4
mengetahui setelah anaknya diperiksakan dan di diagnosa TB. Sembilan anak dalam
proses pengobatan dan 2 anak sudah menyelesaikan pengobatannya.
Tema-tema yang telah teridentifikasi dalam penelitian ini terdapat 4 tema,
yaitu: pengetahuan tentang TB paru pada anak, pengobatan TB paru pada anak,
upaya mengatasi hambatan meminum obat TB pada anak, dan dukungan keluarga
yang diberikan terhadap penderita TB paru pada anak.
1. Pengetahuan tentang TB paru pada anak
Berdasarkan hasil wawancara, riset partisipan mengenal TB paru pada anak
sebagai penyakit batuk yang ditandai dengan gejala tidak mengalami kenaikan berat
badan serta batuk sehingga orang tua mengira anaknya hanya mengalami sakit batuk
biasa. Berikut kutipan wawancara riset partisipan :
“...Awalnya anak saya mengalami batuk sekitar 2 bulan. Saat cuaca dingin batuknya
bisa sampai menggigil. Anak saya juga mengalami penurunan berat badan serta
tidak aktif dalam bermain. Selama 2 bulan tersebut saya sudah mencoba
mengobatkan anak saya ke dokter anak kemudian sembuh, namun selang beberapa
waktu kambuh lagi. Awalnya saya mengira hanya batuk atau masuk angin saja...”
(P3)
“...Awalnya itu anak saya batuk sebulan tidak ada hentinya, cuma 2-3 hari sembuh
kemudian batuk lagi. Awalnya saya mengira anak saya hanya sakit batuk biasa atau
karena kecapean...” (P1)
Sebagian besar riset partisipan memahami penyakit TB paru sebagai penyakit
batuk yang ditularkan dari penderita batuk orang dewasa. Ada juga beberapa riset
partisipan yang menyebutkan penyakit TB paru dengan sebutan flek paru.
“...TB adalah penyakit yang ditularkan oleh orang dewasa melalui percikan
dahaknya...” (P1)
“...Saat ini anak saya sedang menderita penyakit flek paru. Flek paru merupakan
penyakit yang serius karena mengakibatkan berat badan tidak naikdan batuk...”
(P2)
Meski sebagian besar riset partisipan kurang tepat dalam memahami
pengertian penyakit TB, namun 2 dari 11 riset partisipan mampu menjelaskan apa itu
penyakit TB. Berikut kutipan wawancaranya:
“...Penyakit TB itu disebabkan oleh kuman tuberkulosis yang dapat menyerang paru
dan organ tubuh lainnya...” (P9)
5
Mengetahui hal tersebut hampir sebagian besar riset partisipan beranggapan
bahwa TB paru pada anak itu tidak menular. Enam riset partisipan mengatakan
bahwa TB paru pada anak itu tidak menular tapi yang menular itu hanya TB dewasa.
“..Menurut saya TB anak tidak menular yang menular adalah TB orang dewasa dan
biasanya anak tertular dari orang dewasa tersebut...” (P7)
“...Kalau untuk TB anak itu tidak menular, yang menular itu TB dewasa...” (P2)
Sebagian besar riset partisipan mampu menjelaskan gejala penyakit TB paru
terutama yang sering terjadi pada anaknya saat mengalami sakit.
“...Gejalanya itu seperti sering batuk lebih 2 minggu, berat badan turun, nafsu
makan turun, dan keringatan di malam hari...” (P9)
“...Setau saya ciri-cirinya berat badan menurun, sering panas dingin, batuk-
batuk...” (P4)
2. Pengobatan TB paru pada anak
Dalam mencari pengobatan, semua riset partisipan mengatakan bahwa lebih
memilih untuk memeriksakan anak mereka yang sakit ke tenaga medis.
“...Ya saya bawa ke dokter dan ini yang terakhir saya bawa ke klinik, karena saya
lebih percaya dengan pengobatan medis...” (P3)
“...Saya pergi ke dokter atau layanan kesehatan karena menurut saya kalau anak
sakit ya dibawanya ke tempat layanan kesehatan...” (P5)
Meskipun begitu dari 11 riset partisipan yang mengatakan memilih
memeriksakan ke tenaga medis, 2 diantaranya juga melakukan tindakan tambahan
seperti memijatkan anak mereka ke dukun bayi.
“...Namanya orang jawa saya juga mencoba untuk memijatkannya anak saya...”
(P1)
“...Selain saya bawa ke dokter anak saya juga saya pijatkan ke dukun bayi dan
sampai sekarang kira-kira sudah 5 kali dipijatkan. Kita tahunya kalau anak batuk
itu kecapekam...” (P8)
Sebagian besar riset partisipan memahami pentingnya melakukan
pemeriksaan rutin sesuai dengan pengarahan yang telah diberikan oleh dokter.
“...Iya, karena setiap bulannya memang di haruskan untuk kontrol. Jadi, disana
nanti anak diperiksa berat badannya bagaimana, apakah mengalami kenaikan atau
6
penurunan. Setelah itu sekalian mengambil obatnya. Obat masih untuk 2 sampai 4
hari gitu saya pasti sudah kembali lagi ke klinik untuk mengambil obatnya...” (P2)
Semua riset partisipan memahami bahwa klien harus mengkonsumsi obat-
obatan yang telah diresepkan dokter setiap hari. Banyaknya pemberian obat
tergantung lama pengobatannya serta berat badan anak.
“...Obat yang diresepkan dokter itu ada Obat TB dan vitamin. Untuk vitaminnya
diminum 1 hari sekali 1 sendok dan untuk obat TB nya sehari sekali 2 tablet...” (P8)
“...Obat TB dan vitamin kedua-duanya itu diminum sehari sekali, untuk obat TB nya
sendiri diminum sehari sekali 3 tablet...” (P10)
Semua riset partisipan juga memahami dampak kalau tidak rutin minum obat.
“...Akibatnya kalau sampai lupa minum obat nanti pengobatannya akan diulangi
dari awal kembali...” (P2)
“...Akibatnya kalau sampai lupa nanti pengobatannya akan diulangi dari awal...”
(P5)
3. Upaya mengatasi hambatan meminum obat TB pada anak
Sebagian besar riset partisipan mengatakan kendala yang dirasakan dalam
proses pengobatan anak yang cukup lama adalah pada saat meminumkan obat setiap
harinya. Riset partisipan mengatakan anak merasa bosan harus minum obat setiap
hari, selain itu rasa obat yang tidak disukai anak dan kondisi badan anak yang sedang
tidak sehat menyebabkan anak tidak mau menelan obat. Adapun upaya yang
dilakukan oleh riset partisipan agar anak mau minum obat adalah dengan cara
dibujuk, dirayu terus, bahkan ada yang sampai dibohongi agar anak mau minum
obat. Berikut kutipan wawancara riset partisipan:
“...Kalau menolak itu ya setiap hari menolak. Mungkin karena rasa obatnya itu
pahit. Tapi ya tetap saya paksa untuk meminumkannya. Kadang sampai saya
bohongi seperti nanti kalau tidak minum obatnya saya bawa ke balkesmas lagi, nanti
disuntik lagi. Ya begitu terus nanti anak baru mau minum. Ya pokoknya di paksa lah
meski meminumkannya juga harus sedikit-sedikit...” (P1)
“...Ya di bulan-bulan awal itu menolak karena mungkin bosan, tapi kalau sekarang
malah dianya yang kadang minta sendiri untuk minum obatnya. Ya kalau pas tidak
mau gitu ya saya rayu-rayu benar sampai kadang dipaksa. Pokoknya bagaimanapun
caranya anak saya harus minum obatnya. Kadang kalau pas rewel gitu kan ada
yang keluar dari mulutnya tu jadi ya buru–buru obat yang keluar itu saya masukkan
lagi ke mulutnya...” (P2)
4. Dukungan keluarga yang diberikan terhadap penderita TB paru pada anak
7
Dukungan keluarga bagi anak yang menderita TB paru dilakukan dalam
bentuk pemenuhan biaya pengobatan, perhatian dari keluarga ketika anak sakit,
dukungan untuk tetap bersosialisasi bersama teman-temannya, serta dalam
pemenuhan nutrisinya. Sebagian besar riset partisipan mengatakan bahwa mereka
masih mampu membiayai pengobatan anak karena biaya pengobatan masih
terjangkau.
“...Kalau untuk masalah biaya itu masih terjangkau karena untuk obatnya sendiri
itu dari sana gratis hanya waktu cek-cek kesehatan saja yang mengeluarkan biaya,
itu pun biayanya masih terjangkau...” (P10)
“...Kalau untuk masalah ekonomi ya bagaimana caranya tetap diusahakan. Jadi
kalau suami gajian gitu jadi ya harus disisihkan untuk berobat anak...” (P1)
Sebagian besar riset partisipan mengatakan bahwa dalam proses pengobatan
anak keluarga memberikan perhatian kepada anak dalam membantu proses
pengobatannya. Berikut kutipan wawancara riset partisipan:
“...Semua keluarga mendukung, seperti neneknya kadang juga membantu
mengingatkan untuk membawa anak saya kontrol dan minum obatnya...” (P2)
“...Seperti neneknya ya membantu menyuapi makanan, serta membantu memberikan
saran seperti untuk memijatkannya ke dukun bayi dan kadang mengingatkan untuk
tidak lupa minum obat...” (P8)
Dalam hal bersosialisasi anak bersama teman-temannya riset partisipan
mengatakan memberikan dukungan terhadap anak agar tetap bisa mermain bersama
teman-temannya meski anak menderita TB paru. Berikut tutipan wawancara
partisipan:
“...Anak masih bisa bermain bersama teman-temannya meski bermainnya saya
batasi agar anak saya tidak sampai kecapean...” (P5)
“...Membiasakan anak memakai barangnya sendiri agar tidak tertular atau
menularkan ke orang lain, tapi saya juga tetap mendukung anak untuk selalu
bermain dengan teman sebayanya meski untuk mainnya saya batasi agar dia tidak
terlalu capek.” (P10)
Pemberian asupan makanan yang baik akan membantu anak dalam proses
penyembuhannya. Sebagian besar riset partisipan memberikan dukungan dengan
memenuhi asupan gizi anak.
“...Ya untuk nutrisinya lebih saya perhatikan seperti untuk makannya lebih sering
saya kasih buah-buahan, susu, ikan-ikanan gitu dan melarang anak untuk makan-
makanan seperi gorengan, kerupuk ya pokoknya yang memicu batuk itu saya tidak
kasihkan...” (P7)
8
“...Ya seperti memerhatikan asupan makanannya, tapi ya sebenarnya untuk
makanannya biasa aja sih, ya makan seadanya. Namun setelah saya tahu anak saya
menderita TB, ya saya lebih memperhatikan makannya dan gizinya...” (P9)
Pembahasan
1. Pengetahuan tentang TB paru pada anak
Pengetahuan tentang penyakit TB dapat diperoleh dari pengalaman.
Pengalaman diperoleh dari tindakan yang sudah dilakukan secara berulang atau telah
memiliki pengalaman dalam program pengobatan tuberkulosis paru (13).
Pemahaman yang baik tentang penyakit TB sangat diperlukan, khususnya bagi yang
sedang merawat anggota keluarga yang menderita penyakit TB. Sebagian besar riset
partisipan tidak mengetahui kapan dan dari mana anaknya terkena penyakit TB. Ada
tiga riset partisipan yang menjelaskan bahwa ada kemungkinan anak mereka tertular
karena kontak langsung dengan anggota keluarga yang positif menderita penyakit
TB. Riset partisipan lainnya baru mengetahui kalau anaknya menderita penyakit TB
setelah anak dibawa ke RS/klinik. Hal ini sesuai dengan penelitian Yulistiyaningrum
(9), yang menyatakan anak yang memiliki riwayat kontak langsung dengan penderita
TB paru memiliki risiko untuk tertular jauh lebih besar dibandingkan anak yang
tidak memiliki kontak dengan penderita TB paru.
Sebagian besar riset partisipan tidak mengetahui bahwa penyakit TB adalah
penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar
dari mereka ketika ditanya tentang TB paru mereka lebih menjelaskan pada gejala
yang biasanya terjadi pada penderita TB, terutama yang telah dialami anak ketika
sakit. Gejala yang biasanya terjadi pada anak yaitu batuk lebih dari 21 hari, demam,
penurunan berat badan dan kurang aktif bermain (14). Pemahaman mereka penyakit
TB adalah penyakit dengan gejala batuk yang ditularkan dari penderita TB dewasa.
Ada juga beberapa riset partisipan yang menyebutkan penyakit TB paru dengan
sebutan flek paru. Dari sebelas riset partisipan hanya 2 riset partisipan yang
mengetahui kalau penyakit TB itu disebabkan oleh bakteri. Seperti penelitian yang
dilakukan Media (15), yang di dalam penelitiannya menyebutkan bahwa persepsi
masyarakat tentang penyakit TB adalah penyakit batuk biasa yang tidak
9
membahayakan. Dalam hal ini, ketika seseorang sudah mengetahui tentang penyakit
yang telah di alami oleh anggota keluarganya dan mendapatkan lebih banyak
informasi mengenai penyakit tersebut, maka dapat membantu mempercepat proses
penyembuhannya.
2. Pengobatan TB paru pada anak
Sebagian besar riset partisipan lebih memilih memeriksakan anaknya ke
layanan kesehatan seperti ke bidan desa, puskesmas, dokter/rumah sakit. Riset
partisipan menjelaskan bahwa setiap ada anggota keluarga yang sakit, mereka lebih
mempercayakan pengobatannya ke tenaga medis. Hal ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan Setiawati (8), bahwa tindakan perawatan yang dilakukan untuk
membantu anggota keluarga yang sakit yaitu dengan membawanya ke layanan
kesehatan. Meskipun begitu 2 dari 11 riset partisipan, selain membawa anak mereka
memeriksakan ke layanan kesehatan, mereka juga memijatkan anaknya ke dukun
bayi. Kebiasaan keluarga yang turun temurun tidak dapat lepas begitu saja dari
kehidupan masyarakat. Meski pemikiran masyarakat sekarang ini lebih modern
dengan lebih percaya pada tenaga medis, namun pengobatan secara tradisional juga
belum ditinggalkan (15).
Lama waktu pengobatan yang harus dijalani oleh penderita TB anak yaitu 6–
9 bulan, namun pada sebagian besar kasus TB anak pengobatan selama 6 bulan
sudah cukup adekuat (1). Selama 6 bulan tersebut klien harus sering melakukan
pemeriksaan rutin, selain untuk mengontrol kesehatan klien pemeriksaan rutin
sekaligus digunakan untuk pengambilan obat. Semua riset partisipan memahami
tentang pengobatan TB anak yaitu dengan diberikannya Obat Anti Tuberkulosis
(OAT) setiap hari dan diminumkan ketika perut kosong. Seperti penelitian
sebelumnya yang dilakukan Setiawati (8),bahwa OAT diberikan setiap hari dan
pemberian obat sebaiknya saat perut dalam kondisi kosong, agar ketika anak
menelan obat tidak langsung muntah. Obat yang diberikan setiap hari bertujuan
untuk mengurangi ketidakteraturan menelan obat. Biasanya dokter memberikan obat
dan vitamin untuk diminum oleh klien setiap hari selama 6 bulan. Pada 2 bulan
pertama atau di tahap intensif klien mendapatkan 3 macam obat TB yaitu rifampisin,
isoniazid, dan pirazinamid yang sudah di kemas dalam bentuk Kombinasi Dosis
Tetap (KDT). Di tahap lanjutan yaitu 4 bulan terakhir, klien mendapat 2 macam obat
10
TB yaitu rifampisin dan isoniazid yang di kemas dalam bentuk yang sama. Dosis
yang diberikan pada setiap anak penderita TB berbeda, pemberian dosis tergantung
dari berat badan setiap klien (1).
Kepatuhan dalam berobat memiliki pengaruh yang besar terhadap
kesembuhan, sehingga dibutuhkan keteraturan dalam mengkonsumsi obat (16).
Semua riset partisipan memahami dampak apa yang akan terjadi kalau tidak rutin
minum obat. Dokter telah memberikan penjelasan sebelumnya yaitu agar jangan
sampai lupa meminumkan obatnya, karena kalau sampai lupa maka pengobatan yang
telah dilakukan akan menjadi tidak efektif dan kemungkinan akan mengulang lagi
pengobatan dari awal. Dalam hal ini semua riset partisipan menjadi teringat agar
jangan sampai anaknya tidak minum obat.
3. Upaya mengatasi hambatan meminum obat TB pada anak
Dalam proses pengobatan yang telah dialami riset partisipan selama ini,
sebagian besar riset partisipan mengungkapkan memiliki hambatan dalam
meminumkan obat TB untuk anak. Hambatan tersebut berupa anak susah untuk
meminum obat karena rasa obat yang pahit atau bahkan bosan untuk meminumnya
karena setiap hari dan dalam jangka waktu yang lama anak harus meminumnya.
Banyak riset partisipan yang melakukan berbagai upaya agar anak tetap meminum
obat setiap harinya. Berbagai cara dilakukan agar anak mau meminum obatnya
seperti digendong, dipangku, dibujuk/dirayu-rayu bahkan ada yang sampai dipaksa
agar anak mau minum obat. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Setiawati (8), yang
menjelaskan bahwa dalam pemberian obat pada anak dilakukan dengan berbagai
cara sampai anak mau meminum obatnya hingga pemberian obat sampai tuntas dan
anak sembuh.
Semua anak dalam penelitian ini dalam rentan usia balita yaitu 0-5 tahun.
Adapun kesulitan dalam pemberian makan pada balita berupa kurangnya nafsu
makan yang dapat mengakibatkan anak lebih mudah terkena penyakit. Kesulitan
dalam pemberian makan tersebut sama halnya dalam pemberian pengobatan
sehingga diperlukannya kesabaran dan cara pemberian yang benar (8).
4. Dukungan keluarga yang diberikan terhadap penderita TB paru pada anak
11
Berdasarkan hasil penelitian, bentuk dukungan keluarga yang diberikan
kepada anak dengan TB adalah memenuhi kebutuhan biaya pengobatan, memastikan
anak untuk patuh minum obat sampai proses pengobatan selesai, membantu anak
dalam bergaul bersama teman lainnya, serta memenuhi kebutuhan nutrisi anak.
Keadaan ekonomi keluarga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
kemampuan keluarga dalam menyediakan lingkungan rumah yang layak, kebutuhan
gizi anak dan kebutuhan pelayanan kesehatan bagi anggota keluarganya (12). Biaya
dalam pengobatan yang harus dikeluarkan selama proses pengobatan tidaklah
sedikit. Lamanya pengobatan dan juga berbagai test yang harus dijalani selama 6
bulan/lebih dalam proses pengobatan juga memerlukan biaya. Hampir semua riset
partisipan menjelaskan bahwa biaya pengobatan anak masih terjangkau, karena
beberapa dari mereka menggunakan layanan BPJS. Meski begitu tak banyak riset
partisipan yang mengatakan bahwa biaya untuk berobat anak bagaimana caranya
tetap diusahakan oleh riset partisipan. Cara yang dilakukan yaitu salah satunya
dengan menyisihkan uang gaji setiap bulannya untuk melakukan pemeriksaan rutin.
Sebagian besar riset partisipan memahami bahwa dukungan dari keluarga
sangat dibutuhkan untuk menunjang proses kesembuhan anak. Dalam mendukung
kesembuhan anak keluarga memberikan dukungan seperti mengingatkan agar jangan
sampai lupa dalam melakukan pemeriksaan dan juga meminumkan obat. Dalam
proses menuju kesembuhan, keberhasilan pengobatan juga didukung dengan hal-hal
lainnya seperti pengawasan dalam pengobatan, lingkungan yang baik, pemenuhan
bentuk sosialisasi anak, kebutuhan istirahat, dan pemenuhan nutrisi (4). Seperti
penelitian yang dilakukan oleh Zahra (17), yang menyatakan bahwa keluarga
memberikan dukungan kepada penderita TB paru dengan memberikan dukungan
seperti mengingatkan untuk selalu minum obat, memantau kondisi klien setiap
harinya, memperhatikan jadwal minum obat serta memperhatikan jadwal
pemeriksaan rutinnya. Hal serupa juga sesuai dengan penelitian Irnawati (18), yang
menyatakan bahwa penderita TB lebih banyak mendapatkan dukungan keluarga
yang baik.
Sebagian besar riset partisipan awalnya memiliki perasaan takut setelah
mengetahui anaknya menderita penyakit TB maka akan dikucilkan. Riset partisipan
beranggapan bahwa penyakit TB yang menyerang anak dapat menularkan ke orang
12
lain seperti halnya penyakit TB yang terjadi pada orang dewasa. Setelah mendapat
penjelasan dari tenaga medis bahwa TB anak tidak menular, saat ini mereka sudah
tidak memiliki rasa khawatir sehingga anak-anak mereka dapat bersosialisasi
bersama teman-temannya. Berdasarkan hal tersebut, riset partisipan memberikan
dukungan kepada anak seperti memberi pengarahan agar anak tetap dapat bermain
bersama teman-temannya, meski dengan diberikannya batasan-batasan dalam
bermain agar tidak memperparah sakitnya. Bagi responden yang menganggap TB
anak itu menular, mereka juga membebaskan anak untuk bermain bersama teman-
temannya. Mereka beranggapan bahwa penyakit TB tidak menjadi alasan anak
mereka harus dikucilkan atau dijauhi teman-temannya. Menurut Rahajoe (2008)
dalam Nurwitasari (11), seorang anak memang mudah tertular infeksi dari orang
dewasa disekitarnya. Namun, penderita tuberkulosis anak, jarang dapat menularkan
infeksi bakteri tuberkulosis ke anak lain atau orang dewasa. Hal tersebut dikarenakan
seorang anak belum memiliki sedikit produksi sputum. Seperti halnya teori yang
dikemukakan oleh Nelson bahwa anak yang menderita tuberkulosis jarang
menginfeksi anak lain atau orang dewasa. Hal ini disebabkan karena sebagian besar
batuk sering tidak ada/tidak ada dorongan batuk yang diperlukan untuk
menerbangkan partikel-partikel infeksius (19).
Anak dengan gizi buruk dapat menderita penyakit paru pada usia dini.
Tuberkulosis anak sangat dipengaruhi oleh faktor status gizi yang bisa disebabkan
karena kekurangan energi, protein, vitamin, dan zat gizi yang akan memengaruhi
daya tahan tubuh sehingga rentan infeksi (11). Pemberian asupan makanan yang baik
akan membantu klien dalam proses penyembuhannya. Hampir semua riset partisipan
memperhatikan makanan yang dikonsumsi anak. Sebagian besar dari mereka tidak
memberikan makanan yang dapat memicu batuk seperti, gorengan, kerupuk dan es.
Meski dengan makanan yang seadanya tapi riset partisipan tetap memperhatikan pola
makan anaknya serta memaksimalkan agar anak tetap makan-makanan yang bergizi.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Prayitami (20), yang menyatakan
bahwa dengan pemenuhan gizi yang baik akan mendukung proses penyembuhan
penyakit anak.
13
Kesimpulan dan Saran
Simpulan dari penelitian ini adalah bahwa anak yang menderita TB paru
mendapatkan dukungan dari keluarga dalam pengobatannya. Dukungan keluarga
yang diberikan berupa memastikan pengobatan yang dilakukan anak tidak pernah
terlewatkan serta didukung dengan pemenuhan biaya, sosial, serta nutrisi yang baik
untuk anak. Berbagai upaya yang dilakukan keluarga semata-mata hanya untuk
kesembuhan anak, karena dukungan yang baik akan memberikan dampak yang baik
pula terhadap proses kesembuhan anak. Kelemahan dari penelitian ini terdapat dalam
metode penelitian yaitu isi hasil wawancara masih dalam konten umum. Berdasarkan
kesimpulan atas penelitian yang telah dilakukan, penelitian selanjutnya diharapkan
dapat meneliti lebih mendalam berkaitan dengan faktor lain yang dapat
mempengaruhi keberhasilan pengobatan bagi anak yang menderita tuberkulosis paru.
14
Daftar Pustaka
1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Pedoman Nasional
Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta.
2. World Health Organization. Global Tuberculosis Report 2012.
3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Pedoman Nasional
Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta.
4. Yuliana Y. Hubungan Pola Perawatan pada Anak Tuberkulosis Paru Primer
dengan Lama Penyembuhan pada Anak Usia 1-6 Tahun di Desa Cibuntu
Cibitung Bekasi 2007. Jurnal Kesehat Surya Medika Yogyakarta. 2007.
5. World Health Organization. Global Tuberculosis Report 2013.
6. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Profil Kesehatan Provinsi Jawa
Tengah 2015. Semarang.
7. Mudiyono M, Wahyuningsih NE, Adi MS. Hubungan Antara Perilaku Ibu dan
Lingkungan Fisik Rumah dengan Kejadian Tuberkulosis Paru Anak di Kota
Pekalongan. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia. 2015 Okt;14(2):45-50.
8. Setiawati S, Ningsih R, Raenah E. Pengalaman Ibu dalam Merawat Anak
dengan TB Paru. Jurnal Keperawatan. 2014 Mei;1(2):157-173.
9. Yulistyaningrum, Rejeki DSS. Hubungan Riwayat Kontak Penderita TB
dengan Kejadian TB Paru Anak di Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4)
Purwokerto. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2010 Sep;4(1):43-48.
10. Diani A, Setyanto DB, Nurhamzah W. Proporsi Infeksi Tuberkulosis dan
Gambaran Faktor Risiko pada Balita yang Tinggal dalam Satu Rumah dengan
Pasien Tuberkulosis Paru Dewasa. Sari Pediatri. 2011 Jun;13(1):62-69.
11. Nurwitasari A, Wahyuni CU. Pengaruh Status Gizi dan Riwayat Kontak
Terhadap Kejadian Tuberkulosis Anak di Kabupaten Jember. Jurnal Berkala
Epidemiologi. 2015 Mei;3(2):158-169.
12. Halim, Naning R, Satrio DB. Faktor Risiko Kejadian TB Paru pada Anak Usia
1-5 Tahun di Kabupaten Kebumen. Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri
Sains. 2015 Des;17(2):26-39.
13. Ritonga EP. Hubungan Pengetahuan dengan Kepatuhan Penderita
Tuberkulosis dalam Progam Pengobatan Tuberkulosis Paru. Jurnal Ilmiah
Keperawatan. 2015 Feb;1(1):44-49.
15
14. Puspitasari RA, Saraswati LD, Hestiningsih R. Faktor yang Berhubungan
dengan Kejadian Tuberkulosis pada Anak. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2015
Jan;3(1):191-197.
15. Media Y. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Masyarakat Tentang Penyakit
Tuberkulosis (TB) Paru di Kecamatan Sungai Tarab, Kabupaten Tanah Datar
Propinsi Sumatera Barat. Media Litbang Kesehatan. 2011;21(2):82-88.
16. Sari ID, Mubasyiroh R, Supardi S. Hubungan Pengetahuan dan Sikap dengan
Kepatuhan Berobat pada Pasien TB Paru yang Rawat Jalan di Jakarta Tahun
2014. Media Litbangkes. 2016 Des;26(4):243-248.
17. Zahra BS. Hubungan Pengetahuan Dan Dukungan Keluarga Dengan Motivasi
Penderita Tb Paru Untuk Berobat Ulang Ke Balai Kesehatan Paru Masyarakat
(Bkpm) Wilayah Semarang. 2014:1-12.
18. Irnawati NM, Siagian IET, Ottay RI. Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap
Kepatuhan Minum Obat pada Penderita Tuberkulosis di Puskesmas Motoboi
Kecil Kota Kotamobagu. Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik. 2016
Feb;IV(1):59-64.
19. Kliegman B, Nelson A. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. 15th ed. Wahab AS,
editor. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1999.
20. Prayitami SP, Dewiyanti L, Rohmani A. Hubungan Fase Pengobatan dan
Status Gizi Tuberkulosis Anak di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H.
Soewondo Kendal Periode Januari 2011- September 2011. Jurnal Kedokteran
Muhammadiyah. 2012;1(1):20-24.
16
Lampiran I
17
18
19
20
Lampiran II
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA
Judul Penelitian : Dukungan Keluarga Terhadap Pengobatan TB Paru pada Anak di
Balai Kesahatan Masyarakat Ambarawa
Peneliti : Fernadiyanti
NIM : 46 2013 037
Nama Informan (Inisial) :
Umur :
Nama Anak :
Umur :
Hubungan Dengan Anak :
Tanggal Wawancara :
1. Bolehkah bpk/ibu menceritakan bagaimana awal ceritanya anak bpk/ibu
mulai sakit ? Apa yang bpk/ibu lakukan saat itu ? Apakah tindakan yang
bapak/ibu lakukan berhasil membantu kesembuhan sakit anak bpk/ibu ? Jika
tidak atau belum membantu, apa yang selanjutnya bpk/ibu lakukan ?
21
2. Bolehkah bpk/ibu menceritakan bagaimana kondisi klien beberapa bulan
terakhir ini ? Dan tindakan apa yang dilakukan bpk/ ibu dengan melihat
kondisi klien ?
3. Menurut bpk/ibu, anak bpk/ibu sedang menderita penyakit apa ? Apakah
menurut bpk/ibu penyakit yang di derita anak adalah penyakit yang serius ?
4. Apakah bpk/ibu mengetahui klien menderita TBC sebelum pengobatan ini ?
5. Bolehkah bpk/ibu menjelaskan apa itu TBC dan apa saja ciri-cirinya ?
6. Menurut bpk/ibu apakah penyakit TBC itu menular dan harus diobati?
Mengapa?
7. Apakah bpk/ibu terlibat dalam pengobatan klien? Seperti apa?
8. Ketika mencari pengobatan, kemana bpk/ibu membawa klien ? Mengapa?
9. Apakah bpk/ibu selalu membawa klien melakukan pemeriksaan rutin kembali
ke dokter atau layanan kesehatan yang tersedia? Mengapa?
10. Berapa kali bpk/ibu mengajak anak melakukan pemeriksaan rutin ke
dokter/layanan kesehatan dari pertama sakit sampai sekarang ini ?
11. Pernahkah bpk/ibu melewatkan/telat/lupa pergi ke dokter/layanan kesehatan
untuk melakukan pemeriksaan rutin ?
12. Apa saja nama obat yang di konsumsi anak bpk/ibu ? Berapa kali sehari obat
yang diminum klien ?
13. Dalam menjalani pengobatannya, pernahkah bpk/ibu lupa memberikan obat
untuk klien ?
14. Apakah bpk/ibu setiap harinya selalu mengingatkan klien untuk minum obat?
15. Pernahkah klien menolak untuk minum obat ? Jika pernah apa yang
bapak/ibu lakukan untuk menangani klien agar meminum obatnya ?
16. Apakah bpk/ibu mengetahui apa akibatnya kalau klien tidak rutin minum
obat ? Jelaskan ?
22
17. Sudah berapa lama klien menjalani pengobatan? Apakah selama ini proses
pengobatannya berjalan lancar ? Apakah bpk/ibu pernah ingin mencoba
mengganti cara pengobatan yang dilakukan ?
18. Bolehkah bpk/ibu menceritakan kendala-kendala apa saja yang dihadapi
dalam proses pengobatan klien ? Bagaimana cara mengatasinya ?
19. Hal apa saja yang sudah bpk/ibu lakukan untuk kesembuhan klien ?
20. Apa saja dukungan yang diberikan orang tua kepada klien selain dukungan
dalam proses pengobatannya ?
21. Apakah ibu pernah merasa khawatir dengan penyakit yang di derita klien
akan membuat klien dijauhi teman-temannya ?
22. Adakah perlakuan khusus yang bpk/ibu berikan pada klien? Seperti apa?
23. Apakah anggota keluarga lain juga memberikan dukungan untuk kesembuhan
klien ? seperti apa dukungan yang diberikan ?
24. Apa harapan bpk/ibu kepada klien saat ini?
23
Lampiran III
LEMBAR PERSETUJUAN PARTISIPASI
DALAM PENELITIAN
(Informed Consent)
Judul Penelitian:
“Dukungan Keluarga Terhadap Pengobatan TB Paru pada Anak di Balai
Kesahatan Masyarakat Ambarawa”
Undangan:
Peneliti ingin meminta kesediaan Bapak/Ibu untuk berpartisipasi dalam penelitian ini
sebagai partisipan penelitian. Silahkan membaca lembar persetujuan ini. Jika ada
pertanyaan, jangan sungkan atau ragu untuk menanyakannya.
Tujuan Penelitian:
Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan tentang dukungan keluarga yang
diberikan terhadap pengobatan TB paru pada anak di Balai Kesehatan Masyarakat
Ambarawa.
Keterlibatan Partisipan:
Selama penelitian ini, peneliti membutuhkan kesedian Bapak/Ibu untuk meluangkan
waktu. Peneliti akan menemui anda dengan maksud:
1. Meminta anda membaca dan menandatangani lembar persetujuan
partisipasi dalam penelitian.
2. Melakukan wawancara.
3. Meminta anda untuk membaca hasil transkrip (hasil ketikan) wawancara dan
memberikan pengesahan atau persetujuan.
4. Melakukan observasi (pengamatan) saat anda melakukan aktivitas.
5. Melakukan wawancara dan observasi lanjutan untuk melengkapi informasi.
Penjelasan Prosedur:
Peneliti akan mewawancarai, mengobservasi dan merekam wawancara. Rekaman ini
akan peneliti jaga kerahasiaannya. Dalam wawancara, peneliti akan mengajukan
pertanyaan tentang dukungan keluarga yang diberikan terhadap pengobatan TB paru
pada anak. Untuk menjaga kebenaran dalam penelitian ini, anda bisa melihat hasil
24
ketikan wawancara untuk mengetahui apakah transkrip itu sesuai dengan yang telah
anda katakan atau tidak. Anda bisa memberikan koreksi atau perbaikan jika data
yang disajikan tidak sesuai dengan yang telah anda sampaikan atau lakukan. Semua
informasi yang ada anda berikan benar-benar dijaga kerahasiaannya.
Jaminan Kerahasiaan:
Kerahasiaan anda akan peneliti jaga. Peneliti tidak akan menyebutkan nama anda.
Peneliti hanya akan memberikan nama samaran atau inisial. Semua informasi yang
anda berikan akan dijaga kerahasiaannya sehingga identitas anda tetap terlindungi.
Wawancara akan direkam dan kemudian diketik. Semua informasi menjadi rahasia
peneliti. Hasil penelitian ini akan dipublikasikan sebagai skripsi.
Hak untuk Berpartisipasi dan Mengundurkan Diri:
Anda dengan sepenuhnya bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini. Tetapi
sewaktu-waktu anda bisa menarik diri untuk tidak terlibat dalam penelitian ini. Jika
ada pertanyaan, anda tidak perlu sungkan atau ragu untuk bertanya. Salinan dari
surat persetujuan ini akan menjadi milik anda untuk disimpan.
Partisipan memahami semua informasi di atas dan dengan ini menyatakan kesediaan
untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.
Tanda tangan partisipan Tanggal
Inisial: partisipan menyetujui perekaman wawancara
Peneliti telah menjelaskan penelitian ini kepada partisipan diatas sebelum meminta
persetujuannya untuk terlibat dalam penelitian ini.
25
Lampiran IV