Download - Document (4)

Transcript
  • 1. Konflik Antar Kaum Beragama di Maluku. Bab I Pendahuluan.A. Latar Belakang Masalah Republik Indonesia adalah salah satu negara kepulauan yang terdiri dengan masyarakat majemuk di mana terdapat beragam identitas etnik, suku, adat, ras, dan agama, serta bahasa. Di Indonesia terdapat 300 lebih kelompok suku bangsa yang sifatnya berbeda dari kelompok lain. Di samping hal itu, mereka mempunyai identitas yang berbeda dan menggunakan lebih dari 200 bahasa khas. Kira-kira 240 juta penduduk Indonesia tersebar di lebih dari 14.000 pulau dan kurang lebih 1,5 persen jumlah penduduknya hidup dengan cara tradisional.Di Indonesia juga terdapat beragamnya agama. Islam adalah agama mayoritas yang dipeluk oleh sekitar 85,2% penduduk Indonesia, sisanya beragama Protestan (8,9%), Katolik (3%), Hindu (1,8%), Buddha (0,8%), dan lain-lain (0,3%),Oleh karena itu, masyarakat Indonesia dapat disebut sebagai masyarakat yang manjemuk karena terdiri dari beragam etnik, suku, adat, ras, dan agama, serta kebudayaan sebagai identitas yang berbeda-beda. Namun, dalam rangka menjaga kesatuan, Indonesia memiliki semboyan nasional yaitu Bhinneka tunggal ika yang artinya berbeda-beda tetapi satu. Semboyan nasional Indonesia ini merupakan satu bentuk keberagaman yang terintegrasi yang mengidentifikasikan bentuk negara Indonesia. Selain itu, bahasa Indonesia juga merupakan bentuk kesatuan yang mengintegrasikan masyarakat sebagai satu identitas yaitu bangsa Indonesia. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) memiliki tingkat Pluralitas (keragaman) yang tinggi baik Etnis, Suku dan Agama, hal ini merupakan potensi nasional yang tidak ternilai serta berkontribusi dalam mewujudkan pembangunan nasional, namun dilain pihak dapat menjadi sumber konflik dengan segala permasalahan yang sangat kompleks, sehingga perlu penanganan secara khusus dan hati-hati Oleh Pemerintah Indonesia, Untuk menata pluralitas yang berpotensi sebagai konflik menjadi sumber kekuatan dalam mencapai cita-cita pembangunan nasional, perlu penanganan secara terpadu, Konflik yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat merupakan suatu kondisi eskalasi yang dipengaruhi berbagai faktor yang menyangkut seluruh aspek kehidupan manusia seperti geografi, demografi, kekayaan alam, ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan, Indonesia ibarat sebuah taman yang ditumbuhi aneka bunga berwarna-warni, Oleh Karena Itu jika keragaman itu tidak dikelola dengan baik, konflik akan mudah pecah, Dua Orang Tokoh John Naisbitt dan Alfin Toffler memprediksikan tentang menguatnya kesadaran etnik (Ethnic Consciousnes) di banyak negara pada abad ke-21. Berbagai peristiwa pada dua dasawarsa terkahir abad ke-20 memang perlawanan terhadap dominasi negara ataupun kelompok-kelompok etnik lain. Berjuta-juta nyawa telah melayang dan banyak orang menderita akibat pertarungan-pertarungan itu. dan yg terakhir Samuel Huntington juga memprediksikan munculnya perbenturan antar masyarakat di masa depan yang akan banyak terjadi dalam bentuk perbenturan peradaban yaitu Clash Of Civilisation. Sentimen ideologis yang selama ini dominan dalam perang dingin, berubah dengan sentimen agama dan budaya Dan Benar-Benar Sungguh sangat disayangkan apabila para generasi penerus Bangsa Ikut Terlibat dari rentannya Tren Konflik Seperti Ini Di Abad ke-21. Rentannya konflik merupakan sebab dari pertentangan kebudayaan antar identitas, Setiap identitas etnik atau agama memiliki kebudayaan masing-masing yaitu pandangan, prinsip, dan cara menjalani hidup, dan tujuan yang berbeda. Dalam mencapai tujuannya, masing-masing

2. kelompok memiliki cara dan kepentingannya yang berbeda namun harus bertemu dalam ruang kompetisi. Diawali dengan pertentangan kepentingan yang dimiliki setiap identitas etnik atau agama tersebut kemudian dapat memunculkan konflik. Konflik dapat terjadi pada antar kelompok dengan identitas yang berbeda yang saling berinteraksi dalam wilayah yang sama. Dari interaksi tersebut, pasti menimbulkan persepsi terhadap kelompok-kelompok tertentu yang terkadang positif dan negatif karena perbedaan kepentingan tersebut. Oleh karena itu, sulit untuk masyarakat Indonesia untuk menghindari konflik terutama konflik antar etnik termasuk suku bangsa, adat, atau agama.Mari kita Melihat dari semua hal yang melatarbelakangi KonflikKonflik di Indonesia Pada politik jaman penjajahan, Belanda membuat segregasi terhadap penduduk Hindia Belanda ke dalam empat kelas, yaitu bangsa Eropa, pribumi beragama Kristen, bangsa Timur Asing dan Pribumi non-Kristen Hingga Akhirnya menjadi Salah satu Pemicu konflik yang berbau sara di Indonesia terjadi Tepatnya di Maluku Utara, Tepatnya terjadi di Ambon merupakan salah satu konflik yang didasarkat atas identitas agama, yaitu Islam dan Kristen Hal ini menyebabkan warga Islam Indonesia termasuk Ambon merasa termarjinalisasi. Masyarakat Ambon dan Maluku memang mengalami semacam segregasi wilayah berdasarkan agama (Kristen dan Muslim) sebagaiwarisan sistem kolonialisme pemerintah Belanda. Warga Islam dengan kondisi yang marjinal tetap dapat bertahan dengan bekerja sebagai pedagang dan banyak pedagang datang dari sekitar Maluku yang menyebabkan Islam semakin bertahan Setelah berakhirnya PRRI/Permesta, pemerintah pusat di Jawa mencoba memerintah Maluku dengan sasaran mengubah sistem komunikasi (Adat Istiadat) yang sebetulnya telah merekatkan persaudaraan antar kelompok (masyarakat) di Maluku. Kendati demikian dominasi masyarakat Kristen di unsur-unsur pemimpin formal di pemerintahan masih diakui Republik Maluku Selatan (RMS). Dan Pada tanggal 29 Desember 1949, NKRI berubah menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS). Maluku merupakan salah satu anggota dari Republik Indonesia Timur. Indonesia bagian Timur bersama dengan Republik Indonesia adalah dua komponen dari NKRI. Dalam kaitannya dengan Indonesia Timur, Salah Seorang Tokoh Ide Agung Gede Agung mengatakan: 75% dari wilayah Indonesia Timur terdiri dari wilayah-wilayah otonomi, di bawah kekuasaan raja (swapraja) dengan 115 pemerintah otonom. Sisanya adalah wilayah-wilayah yang diperintah secara langsung (Rechstreeks Bestuurd Gebied) termasuk wilayah-wilayah Minahasa, Maluku Selatan, Gorontalo, Makassar dan Lombok, yang merupakan warisan dari pemerintah Hindia Belanda sebelumnya. Pengalihan kekuasaan dari pemerintah Belanda ke pemerintah Indonesia menyebabkan perpecahan dalam NKRI pada tahun 1950. Banyak komunitas Kristen Ambon, sebagian besar adalah tentara yang mendukung Negara Indonesia Timur, prihatin dengan perubahan ini. Mereka menghadapi dilema berkaitan dengan masa depan mereka, apakah akan termasuk dalam wilayah Indonesia atau di luar wilayah Indonesia. Pada bulan April 1950, sebagai Presiden dari Republik Maluku Selatan (RMS), Dr.Soumokil memproklamirkan kemerdekaan Maluku Selatan, Banyak raja, termasuk raja yang beragama Islam mendukung RMS. Akan tetapi, pemberontakan RMS terhadap Republik Indonesia gagal Hingga Akhirnya Diaspora pun terjadi secara besar besaran di Maluku Banyak Pendukung RMS yang mengungsi ke Belanda pada tahun 1950-an, dan bahkan hingga sampai dengan saat ini, RMS masih aktif secara politik di Belanda. Konflik yg terjadi di wilayah Maluku ini juga sebenarnya bukan hanya Karena masalah agama tetapi juga timbul karena diganggu oleh kepentingan polik rezim yg berkuasa, khususnya yang berkaitan dengan masalah adat Pela Gandong dari pemerintahan Soeharto yaitu Orde Baru, kebijakan saat itu telah memarjinalisasi warga Kristen karena warga Islam sebagai pedagang banyak memunculkan intelektual ekonomi yang menduduki posisi dalam pemerintahan.Hal ini menyebabkan kebencian warga Kristen terhadap warga Islam. Kebencian masih bisa diredakan karena pada saat itu masih sering dilakukan pela gandong untuk meningkatkan keharmonisan hubungan antar agama di Ambon selama Orde Baru, kebudayaan pela gandong mulai Dilibatkan dengan pendekatan keamaanan 3. (ABRI) di mana jika terjadi konflik maka akan dikenakan sanksi yang berat. Setelah jatuhnya pemerintahan Soeharto, kebencian yang terpendam akhirnya menjadi konflik kerusuhan yang besar, Upaya-upaya rekonsiliasi tetap dilakukan. Namun, upacara panas pela gandong menjadi tidak efektif karena hanya 20% saja yang merasa memiliki ikatan pela gandong, pendatang tidak merasa memiliki ikatan pela gandong tersebut dan makin memanaskan hubungan Konflik sosial ekonomi yang terjadi di Ambon antara warga Muslim baik pribumi maupun pendatang, yang perkonomiannya dianggap relatif baik karena rata-rata berprofesi sebagai pedagang serta tiga puluh tahun terakhir lebih banyak berperan dalam pemerintahan dan kelompok Kristen yang merasa termarjinalisasi oleh keadaan-keadan tersebut, sebenarnya mempunyai sejarah yang panjang yang bisa kita runut dimulai dari awal perkembangan kaum kapitalis modern pada jaman penjajahan Belanda.Pengalaman masa demokrasi parlementer, menunjukkan betapa sulitnya menciptakan koalisi antarkelas yang mampu berkuasa dan sekaligus mengelola ekonomi secara baik. Pada awal dasawarsa tahun 1950-an, ekonomi Indonesia tumbuh sesaat sebagai akibat sampingan perang Korea, yang mendorong pesatnya pertumbuhan permintaan suplai barang pada hampir semua perkonomian negara-negara Asia Tenggara saat itu. Tetapi setelah itu, maraknya persaingan politik yang tak kunjung selesai dan kebijakan pemerintah yang seringkali tidak tepat, berakhir dengan keruntuhan ekonomi Indonesia pada tahun 1965-1967. Kebijakan ekonomi orde baru yang terlihat lebih baik yang terindikasikan hanya melalui pertumbuhan rata-rata diatas enam persen selama kurang lebih dalam kurun setengah abad namun mengabaikan hak-hak sipil dan politik rakyat serta maraknya praktik-praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang sangat kental dan tidak terkontrol, telah menyebabkan social cost yang sangat mahal berupa keterpurukan perekonomian Indonesia untuk yang kesekian kalinya dan menyebabkan pula terjadinya kerusuhan-kerusuhan di banyak tempat Indonesia, sebagai dampak dari tindak represi yang sangat ketat yang dilakukan penguasa terhadap hak-hak rakyat. Tindakan represi yang berlebihan dari pemerintah terhadap rakyat dengan dalih untuk menciptakan stabilitas untuk mengamankan proses dan hasil-hasil pembangunan telah menyebabkan keharmonisan, kedamaian dan persatuan diantara anak bangsa hanya terlihat di permukaan serta terlihat maya dan semu. Hukum alam berlaku, melalui suatu penderitaan berkepanjangan yang diderita sebagaian warga Muslim ternyata secara tidak langsung menyebabkan warga muslim lebih mampu untuk bertahan hidup sebagai pedagang, ditambah dengan dorongan dari pedagang pendatang Muslim dari sekitar Maluku telah menyebabkan mereka semakin survive dari waktu ke waktu. Dunia berputar, ketika penjajahan hengkang dari bumi pertiwi dimulailah suatu babak baru hubungan warga Muslim dan Kristen, kebijakan yang dijalankan rejim Soeharto dianggap oleh warga Kristen telah memarjinalkan posisi mereka suatu anggapan yang menurut saya keliru, oleh karena warga Muslim telah memetik buah dari perjuangan mereka yang sangat sulit dimasa lalu dengan melahirkan pedagang dan para intelektual yang relatif lebih banyak baik dalam ekonomi maupun posisi mereka dalam pemerintahan. Perbedaan-perbedaan ini telah menyulut kebencian diantara warga Kristen terhadap warga Islam yang teredam selama rezim orde baru berkuasa. Perbedaan-perbedaan tersebut oleh pemerintah orde baru dieliminasi melalui pendekatan keamanan (Security Approach) yang sangat berlebihan, setiap kali terjadi ketegangan langsung diredam dan orang-orang yang dianggap penggerak terjadinya konflik dikenakan sanksi yang berat, demikianlah seterusnya keadaan ini terjadi selama kurang lebih tiga puluh tahun. Benih-benih permusuhan terpendam, yang tampak di permukaan adalah kehidupan antar penduduk yang harmonis, yang saling harga menghargai setidak-tidaknya menurut penguasa pada waktu itu. Penguasa pada waktu itu tidak menyadari, benih-benih dendam tersebut tidak akan terpupus begitu saja terlebih-lebih dengan dilakukannya 4. pendekatan keamanan yang sangat intens yang terjadi justru adalah penumpukan dendam-dendam laten yang suatu ketika dipastikan meledak dengan sangat dahsyat. Pada bagian selanjutnya akan dibahas apakah sesungguhnya penyebab-penyebab konflik yang terjadi di Ambon, apakah memang murni perbedaan-perbedaan pandangan agama antara Islam dan Kristen ataukah kesan itu sebetulnya hanya merupakan akibat dari penyebab lain yaitu masalah ekonomi atau material semata.B. Rumusan Masalah. Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang akan dilihat dalam Penulisan Proposal ini adalah : Dari Penulisan latar belakang, maka saya dapat mengambil perumusan masalah sebagai berikut : Konflik antar agama yang terjadi di Ambon jika dianalisa melalui interaksionisme simbolik merupakan bentuk dari konstruksi pemerintah sebagai agen yang menentukan struktur masyarakat Ambon dalam kelas supeordinat dan subordinat. Pada masa pemerintahan kolonial Belanda, kelompok Kristen memiliki kedudukan yang lebih tinggi sedangkan pada masa pemerintahan Orde Baru, kelompok Islam memiliki kondisi ekonomi yang lebih baik yang menimbulkan kesenjangan sosial. Dalam struktur masyarakat yang awalnya dikonstruksi oleh pemerintah, menimbulkan definisi kolektif yang kemudian mekonstruksi keadaan struktur masyarakat juga. Adanya kondisi ekonomi yang berbeda menimbulkan interpretasi atau definisi situasi pada satu kelompok bahwa terjadi ketidakadilan dan kesenjangan dalam aspek ekonomi dan sosial. Konstruksi ketidakadilan ini yang kemudian menjadi konflik. Namun dalam Persfektif masyarakat Indonesia konflik ini lebih disimbolkan sebagai konflik antar agama.D. Identifikasi Masalah Berdasarkan judul tersebut diatas, maka saya mengidentifikasikan masalah pada: Masalah apa saja yang menyebabkan terjadinya kasus ini? Siapakah Pihak-Pihak yang bertanggung jawab atas kasus yang terjadi di Ambon? Bagaimana akhir dari penyelesaian masalah ini dan bagaimana peran-peran yg diambil Oleh Pihak Pemerintah Indonesia?D. Kerangka Pemikiran Saya melihat Konflik Agama di Maluku sebagai Akibat Perubahan Sosial yg Terjadi Di Wilayah Tersebut. Melihat dari latar Belakang yg saya tuliskan diatas Konflik Maluku merupakan sebuah peristiwa perubahan sosial yang begitu cepat tanpa dibarengi perkembangan rekayasa sosial untuk merekatkan unsur-unsur masyarakat. Terlihat dari Sosialisasi nilai-nilai toleransi, kompetisi tidak berlangsung dengan baik yang bertumpang tindih dengan korupsi, kolusi, dan nespotisme. Seperti yang diketahui Pada masa lalu lebih dari separuh penduduk Maluku menganut agama Kristen dan Katolik. Namun, karena migrasi dari daerah sekelilingya, komposisi itu berubah menjadi lebih 5. dari separuh penduduk Maluku beragama Islam. Masyarakat Kristen awalnya memperoleh pendidikan lebih baik sehingga wajar bila birokrasi di daerah itu semula didominasi kelompok itu. Akan tetapi, lambat laun masyarakat Islam mengejar ketertinggalan itu dan mulai masuk dalam birokrasi. Pada saat bersamaan perdagangan dikuasai oleh masyarakat pendatang yang umumnya beragama Islam. Dan kembali lagi melihat ke belakang terlihat bahwa konflik sosial yang dahsyat itu berawal dari pergesekan orang per orang atau antarkelompok yang meluas menjadi pertikaian antarkampung, antaretnik, dan akhirnya memuncak menjadi konflik antarkelompok agama.dan akhirnya Efek domino konflik ini terlihat jelas.Kelompok minoritas kalah, tersingkir, dan mengungsi ke tempat-tempat yang masih didominasi kelompoknya dengan alasan keamanan. Di tempat pengungsian mereka berkeluh kesah dan membagikan perasaan senasib. Pada saat bersamaan isu-isu yang tidak jelas ujung pangkalnya bermunculan. Kelompok yang berbeda agama masing-masing bersiap-siap mempersenjatai diri dan mulai berkembang isu penyerangan. Akhirnya penyerangan yang sesungguhnya pun terjadi, kelompok yang kecil kalah dan terusir. Demikian seterusnya, ibarat bola salju menggelinding dengan cepat menyapu seluruh wilayah yang dilewatinya. Mengambil dari sebuah Pemikiran oleh seorang tokoh yaitu Karl Marx formasi pertukaran ekonomis adalah hasil dari sebuah proses historis. Kapitalisme merupakan bentuk sistem produksi yang khas dalam sejarah manusia. (karena masih ada sistem produksi lain tertentu dari sistem produksi). Obyek-obyek fisik membentuk elemen-elemen di dalam suatu rangkaian yang pasti dari hubungan-hubungan sosial, bukan seperti ekonom, modal, komoditi, harga tidak tergantung pada mediasi manusia. Aktivitas produksi merupakan hubungan dialektis antara kekuatan produksi (produktive forces) dan hubungan-hubungan produksi sebagai basis atau substruktur. Superstrukturnya adalah: ideologi, hukum, religi, institusi-institusi politik, dan budaya, yang dimaksud dengan kekuatan produksi adalah cara-cara material maupun tenaga manusia dalam produksi. Kondisi kekuatan produksi akan membawa kepada modus produksi tertentu. sehingga bisa dibedakan aktivitas-aktivitas produktif (produksi subsistem ataukah produksi industrial), hubungan-hubungan produksi tidak hanya eksis antara manusia dengan alam, tetapi juga antara manusia dengan manusia lainnya. Hubungan produksi terbentuk dari kepemilikan ekonomis atas kekuatan produktif. Kapitalis memiliki alat produksi, buruh hanya memiliki tenaga kerja. Artinya buruh bergantung pada para kapitalis, modus kapitalis dalam produksi berakibat pada pembagian kelas antara kelas proletariat dengan kelas kapitalis atau borjuis. dan nah terlihat hubungan kelas ini menjadi konfliktual karena para buruh dipaksa menjalin hubungan yang tidak sederajat. Menurutnya, selama masyarakat masih terbagi atas kelas-kelas, maka pada kelas yang berkuasalah akan terhimpun segala kekuatan dan kekayaan, Hukum, filsafat, agama, dan kesenian merupakan refleksi dari status ekonomi kelas tersebut. Namun demikian, hukum-hukum perubahan berperanan dalam sejarah, sehingga keadaan tersebut dapat berubah baik melalui suatu revolusi maupun secara damai. Akan tetapi selama masih ada kelas yang berkuasa, maka tetap terjadi eksploitasi terhadap kelas yang lebih lemah. Oleh karena itu selalu timbul pertikaian antara kelas-kelas tersebut, pertikaian mana akan berakhir apabila satu kelas (yaitu kelas proletar) menang, sehingga terjadilah masyarakat tanpa kelas. dan juga Marx berpendapat bahwa stratifikasi timbul karena dalam masyarakat berkembang pembagian kerja yang memungkinkan perbedaan kekayaan, kekuasaan dan prestise yang jumlahnya sangat terbatas sehingga sejumlah besar anggota masyarakat bersaing dan bahkan terlibat dalam konflik untuk memilikinya. Anggota masyarakat yang tidak memiliki kekuasaan, kekayaan atau prestise berusaha memperolehnya, sedangkan anggota masyarakat yang memilikinya berusaha untuk mempertahankannya bahkan memperluasnya. dilihat dalam kasus Maluku, terlihat jelas ada 6. kompetisi antara dua kelompok yang berbeda, yaitu kaum mayoritas (yang tersirat sebagai kaum kuat) dan kaum minoritas (yang tersirat sebagai kaum lemah dan tidak dominan). Dulu, mungkin kelompok agama Kristen yang menduduki status kuat karena merupakan kelompok mayoritas dan memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi daripada kelompok minoritas, dalam hal ini kelompok masyarakat beragama Islam. Namun lambat laun komposisi masyarakat di Maluku berubah menjadi sebaliknya. Kelompok masyarakat beragama Islam yang tadinya menjadi kelompok minoritas, menjadi kelompok mayoritas. Belum lagi kelompok ini mengejar ketertinggalannya dalam bidang pendidikan, sehingga dapat masuk pada system birokrasi Maluku. hingga Status kelompok Islam pun berubah menjadi kelas yang lebih tinggi dari pada kelompok Kristen.dan Perubahan sosial ini sebetulnya lambat, namun karena belum adanya persiapan untuk menanganinya, akhirnya konflik sosial tersebut tumbuh juga. Pada sistem sosial seringkali dijumpai ketegangan baik dari dalam sistem atau luar sistem. Ketegangan ini dapat berwujud konflik status sebagai hasil dari diferensiasi struktur sosial yang ada. Teori ini melihat ketegangan sebagai variabel antara yang menghubungkan antara hubungan antar individu seperti peran dan struktur organisasi dengan perubahan sosial. Perubahan pola hubungan antar individu menyebabkan adanya ketegangan sosial yang dapat berupa kompetisi atau konflik bahkan konflik terbuka atau kekerasan. dalam Kompetisi atau konflik inilah yang mengakibatkan adanya perubahan melalui aksi sosial bersama untuk merubah norma dan nilai. Saling serang dalam konflik di Maluku adalah perwujudan dari konflik status yang dijelaskan di atas, yang berupa aksi social. Aksi sosial merupakan sebuah gejala aksi bersama yang ditujukan untuk merubah norma dan nilai dalam jangka waktu yang panjang Dalam situasi konflik, masyarakat yang berselisih berusaha mengabaikan diri dengan memeperkokoh solidaritas, membentuk organisasi kemasyarakatan untukkesejahteraan dan pertahanan bersama. Dalam kasus Maluku, masyarakat membuat markas, pengungsian, dan benteng-benteng untuk saling terlibat melindungi kelompok masing-masing.Tujuan Manfaat: Saya Berharap Agar Penulisan Makalah ini Dapat memberikan kontribusi berbagai pihak antara lain: 1. Bagi Saya Sendiri. Tugas ini Bisa Melatih saya untuk mempersiapkan diri menghadapi tugas-tugas dalam semester-semester Berikutnya Selain itu penulis juga dapat mengembangkan wawasan dan pengetahuan tentang masalah-masalah yang berhubungan dengan kehidupan sosial. Memetakan karakteristik konflik dengan pelbagai macam segi dari analisis konflik sosial yang terjadi di lapangan penelitian (isu, aktor, dampak, dan penyelesaiannya). 2. Bagi Sesama Mahasiswa-Mahasiswa. Mengetahui dan memahami pengertian tentang suku, agama, ras dan antar golongan. Memahami bahwa Indonesia adalah bangsa multi-etnis sehingga dapat memicu terjadinya konflik sosial. Untuk menganalisis masalah sosial terkait dengan Mengetahui bagaimana solusi konflik sosial terkait SARA. 7. Metodologi Penelitian. Saya memutuskan bahwa jenis Penulisan yang dipilih adalah deskriptif. Ada beberapa argumentasi mengapa ini yang diambil. Pertama metode ini dipakai karena bermaksud menggambarkan sebuah fenomena secara mendalam, dalam hal ini adalah kasus konflik di Maluku. Kedua Penelitian ini sederhana karena pada penulisan ini tidak perlu melakukan kontrol dan manipulasi variabel penelitian.Dengan metode deskriptif, Penulisan memungkinkan untuk melakukan hubungan antar variabel menguji hipotesis.Ketiga Penelitian ini juga menggunakan penelitian pustaka dengan dukungan buku-buku, artikel-artikel ataupun berbagai tulisan lainnya yang terkait dengan tesis ini. Keempat Penulisan deskriptif ini dipilih karena sesuai dengan tujuan Penulisan Makalah ini, yaitu menggambarkan fakta dan objek subjeksecara tepat terkait konflik Di Maluku dalam variasi permasalahan yang berkaitan dengan tingkah laku masyarakat tidak terkecuali elit yangdipandang menjadi aktor konflik utama dalam pemekaran daerah di Maluku Utara.Sistematika Penulisan. Dalam penyusunan Tugas Seminar HI ini pembahasan dan penganalisaannya diklasifikasikan secara sistematis kedalam Beberapa Bab-bab yaitu: Bab I : Pendahuluan. Dalam bab ini mengemukakan tentang Latar Belakang, Identifikasi Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan,Dan Kerangka Pemikiran. Bab II : Metode Penelitian. Dalam pembuatan tugas akhir ini, penulis membutuhkan data-data yang berhubungan dengan kajian penulis, yaitu bersumber dari studi pustaka. Bab III : Analisis Dan Pembahasan. Dalam bab ini diuraikan tentang segala sesuatu yang terkait dengan Konflik, saya juga melakukan kajian mengenai apa saja yg terjadi Dalam Konflik Tersebut tersebut Hingga Selesai Dibahas Secara Tuntas. Bab IV : Penutup. Bab ini berisi tentang kesimpulan dan Daftar Pustaka.


Top Related