Download - document 01

Transcript
Page 1: document 01

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Akuntansi Pemerintah

2.1.1.1 Pengertian Akuntansi

Akuntansi adalah suatu seni pencatatan, pengklasifikasian dan pengikhtisaran

dalam cara yang signifikan dan satuan mata uang, transaksi-transaksi dan kejadian-

kejadian yang paling tidak sebagian diantaranya memiliki sifat keuangan dan

selanjutnya menginterpretasikan hasilnya.

Menurut Accounting Principle Board yang dikutip oleh Abdul Halim

(2006:26)

“Akuntansi adalah suatu kegiatan jasa, fungsinya menyediakan informasi kuantitatif, terutama bersifat keuangan tentang entitas ekonomi yang dimaksudkan agar berguna dalam pengambilan keputusan ekonomik dalam membuat pilihan-pilihan yang nalar diantara alternatif arah dan tindakan”.

Menurut pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 Tentang

Standar Akuntansi Pemerintahan.

“Akuntansi adalah proses pencatatan, pengukuran, pengklasifikasian, pengikhtisaran transaksi dan kejadian keuangan, penginterpretasian atas hasilnya, serta penyajian laporan”.

Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa:

12

Page 2: document 01

1. Fungsi/peran akuntansi adalah menyediakan informasi kuantitatif

terutama yang bersifat keuangan, tentang entitas ekonomi

2. Informasi yang dihasilkan oleh akuntansi dimaksudkan agar berguna

sebagai input yang dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan

ekonomi yang rasional.

Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa

akuntansi adalah proses pencatatan, pengelompokkan dan pengikhtisaran kejadian-

kejadian ekonomi dalam bentuk yang teratur dan logis dengan tujuan untuk

menyajikan informasi keuangan yang dibutuhkan untuk pengambilan keputusan.

2.1.1.2 Pengertian dan Fungsi Pemerintah

Dalam suatu negara kehadiran pemerintah keberadaannya merupakan suatu

yang penting bagi proses kehidupan masyarakat, dalam kehidupan kita sehari-hari

erat hubungannya dengan fungsi-fungsi pemerintah didalamnya. Adapun fungsi

utama pemerintah adalah fungsi stabilisasi, fungsi alokasi dan fungsi distribusi. Jika

tidak ada pemerintah, maka masyarakat akan hidup dalam ketidakteraturan dan

ketidaktertiban. Kehadiran pemerintah adalah untuk mengatur dan melindungi

masyarakat agar senantiasa dalam keadaan tertib, aman dan teratur.

Menurut PP 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah

“Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar republik Indonesia Tahun 1945”.

13

Page 3: document 01

Dikutip dari Indra Bastian (2007:75) fungsi pemerintah yaitu:

1. Fungsi pemerintah untuk memelihara keamanan dalam negeri dan

pertahanan

2. Fungsi pemerintah untuk menyelenggarakan peradilan

3. Fungsi pemerintah untuk menyediakan barang-barang yang tidak

disediakan oleh pihak swasta, seperti halnya dengan jalan, dam-dam dan

sebagainya.

Sebagai pemegang kekuasaan, sudah seharusnya pemerintah menegakkan

keadilan dan hasil kinerjanya harus berorientasi pada masyarakat untuk mengatur,

menertibkan, dan mensejahterakan masyarakat.

2.1.1.3 Pengertian Akuntansi Pemerintah

Berdasarkan pengertian pemerintah daerah, maka Akuntansi Pemerintah

Daerah menurut Abdul Hafiz (2006:35)

“Dapat didefinisikan sebagai proses pencatatan, penggolongan, dan pengikhtisaran dengan cara tertentu dalam ukuran moneter, transaksi dan kejadian-kejadian yang umumnya bersifat keuangan dan termasuk pelaporan hasil-hasilnya dalam penyelenggaraan urusan pemerintah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia”.

Menurut Abdul Halim (2008:35) memberikan definisi akuntansi pemerintah

daerah yang disebutnya sebagai Akuntansi Keuangan Daerah, Akuntansi Keuangan

Daerah adalah:

14

Page 4: document 01

“Proses pengidentifikasian, pengukuran, pencatatan, dan pelaporan transaksi ekonomi (keuangan) dari entitas pemerintah daerah (kabupaten, kota atau provinsi) yang dijadikan informasi dalam rangka pengambilan keputusan ekonomi oleh pihak-pihak eksternal pemerintah daerah yang memerlukan”.

Menurut Indra Bastian (2007:15) akuntansi sektor publik dapat didefinisikan

sebagai :

“...mekanisme teknis dan analisis akuntansi yang diterapkan pengelolaan dana masyarakat di lembaga-lembaga tinggi negara dan departemen-departemen di bawahnya, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, LSM dan yayasan sosial, maupun pada proyek-proyek kerjasama sektor publik dan swasta”.

Menurut Dedi Nordiawan (2006:35) akuntansi sektor publik adalah

“Proses pencatatan, pengklasifikasian, penganalisisan dan pelaporan transaksi keuangan dari suatu organisasi publik yang menyediakan informasi keuangan bagi para pemakai laporan keuangan yang berguna untuk pengambilan keputusan”.

Dapat disimpulkan bahwa tujuan akuntansi pada pemerintahan adalah

memberikan informasi yang diperlukan agar dapat mengelola suatu operasi dan

alokasi sumber daya yang dipercayakan kepada organisasi secara tepat, efisien, dan

ekonomis, serta memberikan informasi untuk melaporkan pertanggungjawaban

pelaksanaan pengelolaan tersebut serta melaporkan hasil operasi dan penggunaan

dana publik. Selain itu, akuntansi pemerintahan mengacu pada penerapan teori,

prinsip atau standar akuntansi pada organisasi yang tidak mencari laba, khususnya

unit organisasi pemerintahan.

15

Page 5: document 01

2.1.1.4 Ruang Lingkup Akuntansi Pemerintah

Mardiasmo (2006:01) mengatakan bahwa ruang lingkup akuntansi

pemerintahan adalah mencakup akuntansi manajemen, sistem akuntansi keuangan,

perencanaan keuangan dan pembangunan, sistem pengawasan dan pemeriksaan, serta

berbagai implikasi finansial atas kebijakan-kebijakan yang dilakukan pemerintah.

Sektor publik sendiri memiliki wilayah yang lebih luas dan kompleks

dibandingkan sektor swasta. Keluasan wilayah publik tidak hanya disebabkan luasnya

jenis dan bentuk organisasi yangberada di dalamnya, akan tetapi juga karena

kompleksnya lingkungan yang mempengaruhi lembaga-lembaga publik tersebut.

Secara kelembagaan, sektor publik antara lain meliputi badan-badan pemerintahan

(pemerintah pusat dan daerah serta unit kerja pemerintah), perusahaan milik negara

(BUMN dan BUMD), yayasan, organisasi politik dan organisasi massa, Lembaga

Swadaya Masyarakat (LSM) dan organisasi nirlaba lainnya.

Jika dilihat dari variabel lingkungan, sektor publik dipengaruhi oleh beberapa

faktor tidak hanya faktor ekonomi semata, akan tetapi faktor politik, sosial, budaya

dan historis juga memiliki pengaruh yang signifikan karena sektor publik itu

heterogen/tidak seragam.

16

Page 6: document 01

2.1.1.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Akuntansi Pemerintah

Dalam akuntansi pemerintahan, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi

timbulnya akuntansi pemerintahan sebagai berikut :

1. Sistem pemerintahan, dalam sistem monarki/kerajaan akuntansi

pemerintahan banyak dipengaruhi oleh raja jika dibandingkan dengan

parlemen. Di dalam sistem demokrasi parlementer atau presidensil,

akuntansi pemerintahan banyak dipengaruhi oleh lembaga eksekutif dan

legislative yang mengalami check and balances.

2. Sifat sumber daya, sumber daya akuntansi pemerintahan bersifat tidak

berhubungan langsung denagn hasilnya. Seorang warga yang

menyetorkan pajak, tidak mengharapkan kontra prestasi secara langsung

dari kontribusinya tersebut. Berbeda dengan hal ini, pada akuntansi

bisnis yang sumber dayanya terkait secara langsung dengan hasilnya,

seperti adanya dividen.

3. Politik, akuntansi pemerintahan sangat dipengaruhi oleh politik. Sebagai

contoh adalah anggaran yang sarat dengan aspek politik. Anggaran

diartikan sebagai alat politik, maka dalam proses persetujuan anggaran,

terjadi negosiasi politik antara lembaga legislative yang terdiri dari

wakil partai politik dan pemerintah (biasanya pemenang proses politik

pada suatu jangka waktu tertentu).

17

Page 7: document 01

2.1.1.6 Tujuan Akuntansi Pemerintah

Menurut Deddi Nordiawan (2006:7) akuntansi pemerintahan mempunyai

beberapa tujuan yaitu :

1. Tujuan pertanggungjawaban2. Tujuan manajerial3. Tujuan pengawasan

1. Tujuan pertanggungjawaban, dalam tujuan pertanggungjawaban pemerintah

harus memberikan informasi keuangan secara lengkap, memberikan informasi

keuangan secara cermat, dalam bentuk dan waktu yang tepat.

2. Tujuan manajerial, dalam tujuan manajerial, memberikan informasi keuangan

untuk perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pemantauan, pengendalian

anggaran, perumusan kebijakan, pengambilan keputusan, dan penilaian kinerja

pemerintah adalah tujuan yang diharapkan dapat dicapai dengan adanya

akuntansi pemerintah.

3. Tujuan pengawasan, memiliki arti bahwa informasi yang dihasilkan akuntansi

pemerintahan harus memungkinkan untuk terselenggarakan pemeriksaan oleh

aparat pengawas.

Dari keterangan tersebut di atas, diharapkan dengan adanya akuntansi

pemerintah, mampu membangun hubungan kepercayaan yang baik antara pemerintah

baik pusat maupun daerah dengan masyarakat melalui informasi yang disajikan

dalam laporan keuangan dengan tujuan untuk mensejahterakan masyarakat.

18

Page 8: document 01

2.1.1.7 Karakteristik Akuntansi Pemerintah

Mardiasmo (2009:3) mengatakan karakteristik dari akuntansi pemerintahan

adalah :

“Karakteristik akuntansi pemerintahan disebabkan karena adanya lingkungan yang mempengaruhi. Organisasi sektor publik bergerak dalam lingkungan kompleks dan turbulence”.

Komponen lingkungan yang mempengaruhi organisasi sektor publik meliputi

beberapa faktor yaitu :

a. Faktor ekonomi

Faktor ekonomi yang mempengaruhi organisasi sektor publik tersebut adalah

pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, perubahan pendapatan perkapita

(GNP/GDP), struktur produksi, tenaga kerja. Arus modal dalam negeri,

cadangan devisa, nilai tukar mata uang, utang dan bantuan luar negeri,

infrastruktur, teknologi, kemiskinan dan kesenjangan ekonomi dan sektor

informal.

b. Faktor politik

Beberapa faktor politik yang mempengaruhi sektor publik adalah hubungan

Negara dengan masyarakat, legitimasi pemerintah, tipe rezim yang berkuasa,

ideologi Negara, elit politik dan massa, jaringan internasional dan

kelembagaan.

19

Page 9: document 01

c. Faktor kultural

Organisasi sektor publik dipengaruhi oleh beberapa faktor kultural yaitu

keragaman suku, ras, agama, bahasa dan budaya. Selain itu, system nilai di

masyarakat, historis, sosiologi masyarakat, karakteristik masyarakat dan

tingkat pendidikan sangat mempengaruhi.

d. Faktor demografi

Faktor-faktor demografi yang mempengaruhi organisasi sektor publik antara

lain pertumbuhan penduduk, struktur usia penduduk, migrasi dan tingkat

kesehatan.

Mardiasmo (2009:8) mengemukakan perbedaan sifat dan karakteristik

organisasi sektor publik dengan sektor swasta sebagai berikut :

Tabel 2.1Perbedaan Sektor Publik dan Sektor Swasta

Perbedaan Sektor publik Sektor swasta

Tujuan organisasi Nonprofit motive Profit motive

Sumber pendanaan Pajak, retribusi, utang, obligasi pemerintah, laba BUMN/BUMD, penjualan asset negara dsb.

Pembiayaan internal: modal sendiri, laba ditahan, penjualan aktiva.Pembiayaan eksternal : utang bank obligasi, penerbitan saham.

Pertanggungjawaban Pertanggungjawaban kepada masyarakat (publik) dan parlemen (DPR/DPRD)

Pertanggungjawaban kepada pemegam saham dan kreditor

Struktur organisasi Birokratis, kaku dan hierarkis.

Fleksibel: datar, pyramid, lintas fungsional, dsb.

20

Page 10: document 01

Karakteristik anggaran Terbuka untuk publik Tertutup untuk publik

Sistem akuntansi Cash accounting Accrual accounting

Dari tabel tersebut maka dapat dilihat bahwa setiap organisasi memiliki tujuan

spesifik dan unik. Sektor swasta bertujuan untuk memaksimumkan laba sedangkan

sektor publik bertujuan untuk memberikan pelayanan publik. Untuk struktur

pembiayaan sektor publik berbeda dengan sektor swasta dalam hal bentuk, jenis, dan

tingkat resikonya. Organisasi sektor publk bertanggungjawab kepada masyarakat,

organisasi sektor swasta bertanggungjawab kepada pemegang saham atau kreditor.

Pertanggungjawaban manajemen merupakan bagian terpenting untuk menciptakan

kredibilitas manajemen dan struktur organisasi pada sektor publik bersifat birokratis,

kaku dan hierarkis. Struktur organisasi sektor swasta lebih fleksibel.

2.1.2 Kebijakan Umum Akuntansi Keuangan Pemerintah Daerah

2.1.2.1 Dasar Hukum

Akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah harus menunjukkan ketaatan

terhadap peraturan perundang-undangan, antara lain:

a. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia khususnya yang mengatur

mengenai keuangan negara;

b. Indische Comptabiliteitswet (ICW)/Undang-Undang Pembendaharaan

Indonesia (UUPI);

c. Undang-Undang APBN;

21

Page 11: document 01

d. Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pemerintahan

daerah;

e. Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perimbangan

keuangan pusat dan daerah;

f. Keputusan Presiden (Keppres) tentang Pelaksanaan APBN;

g. Peraturan perundang-undangan lainnya yang mengatur tentang keuangan

pusat dan daerah.

Apabila terdapat pertentangan antara standar akuntansi keuangan pemerintah

dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, maka yang berlaku adalah

peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Sebagai penjabarannya, di bidang administrasi keuangan daerah, berbagai

peraturan perundangan yang lebih operasionalpun dikeluarkan. Beberapa peraturan

yang relevan disebut disini adalah sebagai berikut:

a. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

b. Undang-Undang No.24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi

Pemerintah (SAP).

c. Undang-Undang No.56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan

Daerah.

d. Undang-Undang No.58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan

Pertanggungjawaban Keuangan Daerah.

e. Peraturan Pemerintah No.55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan.

22

Page 12: document 01

f. Peraturan Menteri Dalam Negeri No.13 Tahun 2006 tentang Pedoman

Pengelolaan Keuangan Daerah.

g. Peraturan Menteri Dalam Negeri No.59 Tahun 2007 tentang perubahan

Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah yang mengubah Permendagri

No.13 Tahun 2006.

Dari peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah tersebut di atas,

maka dapat diketahui bahwa hasil akhir yang diharapkan adalah adanya akuntabilitas

publik dalam pengelolaan keuangan daerah.

2.1.2.2 Pemerintah Daerah

Berdasarkan PP 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah,

“Pemerintah Daerah adalah penyelenggara pemerintahan daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945. Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota, dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah”.

Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah

provinsi, kabupaten, dan kota atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur

dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.

Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfatan sumber daya alam dan sumber

daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan

dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.

23

Page 13: document 01

Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang

bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang. Negara

mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak

tradisonalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat

dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.

Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh

Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan

prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik

Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.

Penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah akan terlaksana secara optimal

apabila penyelenggaraan urusan pemerintahan diikuti dengan pemberian sumber-

sumber penerimaan yang cukup kepada daerah, dengan mengacu kepada Undang-

Undang yang mengatur Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan

Pemerintahan Daerah, dimana besarnya disesuaikan dan diselaraskan dengan

pembagian kewenangan antara Pemerintah dan Daerah. Semua sumber keuangan

yang melekat pada setiap urusan pemerintah yang diserahkan kepada daerah menjadi

sumber keuangan daerah.

Daerah diberikan hak untuk mendapatkan sumber keuangan yang antara lain

berupa kepastian tersedianya pendanaan dari Pemerintah sesuai dengan urusan

pemerintah yang diserahkan; kewenangan memungut dan mendayagunakan pajak dan

24

Page 14: document 01

retribusi daerah dan hak untuk mendapatkan bagi hasil dari sumber-sumber daya

nasional yang berada di daerah dan dana perimbangan lainnya; hak untuk mengelola

kekayaan Daerah dan mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah serta

sumber-sumber pembiayaan. Dengan pengaturan tersebut, dalam hal ini pada

dasarnya Pemerintah menerapkan prinsip uang mengikuti fungsi.

Di dalam Undang-Undang yang mengatur Keuangan Negara, terdapat

penegasan di bidang pengelolaan keuangan, yaitu bahwa kekuasaan pengelolaan

keuangan negara adalah sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan; dan kekuasaan

pengelolaan keuangan negara dari presiden sebagian diserahkan kepada

gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintah daerah untuk mengelola keuangan

daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang

dipisahkan.

Ketentuan tersebut berimplikasi pada pengaturan pengelolaan keuangan

daerah, yaitu bahwa Kepala daerah (gubernur/bupati/walikota) adalah pemegang

kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dan bertanggungjawab atas pengelolaan

keuangan daerah sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan daerah. Dalam

melaksanakan kekuasaannya, kepala daerah melimpahkan sebagian atau seluruh

kekuasaan keuangan daerah kepada para pejabat perangkat daerah. Dengan demikian

pengaturan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah melekat dan

menjadi satu dengan pengaturan pemerintahan daerah, yaitu dalam Undang-Undang

mengenai Pemerintahan Daerah.

25

Page 15: document 01

Berdasarkan Undang-Undang No 33 Tahun 2004, sumber pendapatan daerah

terdiri atas:

1. Pendapatan asli daerah ( PAD), yang meliputi hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah

2. Dana perimbangan yang meliputi Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus;

3. Dan lain-lain pendapatan daerah yang sah.

Semua penerimaan dan pengeluaran pemerintahan daerah dianggarkan dalam

APBD dan dilakukan melalui rekening kas daerah yang dikelola oleh Bendahara

Umum Daerah. Penyusunan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pengawasan

dan pertanggungjawaban keuangan daerah diatur lebih lanjut dengan Perda yang

berpedoman pada Peraturan Pemerintah.

2.1.2.3 Entitas Akuntansi Pemerintah Daerah

Untuk menentukan prosedur penuntasan akuntabilitas (accountability

discharge), perlu ditetapkan entitas pelaporan keuangan untuk menunjukkan entitas

akuntansi yang menjadi pusat-pusat pertanggungjawaban keuangan pemerintah.

Entitas pelaporan keuangan mengacu pada konsep bahwa setiap pusat

pertanggungjawaban harus bertanggungjawab atas pelaksanaan tugasnya sesuai

dengan peraturan. Entitas pelaporan keuangan pemerintah daerah terdiri atas:

26

Page 16: document 01

a. Pemerintah Daerah secara keseluruhan.

b. DPRD, Pemerintah Tingkat Propinsi/Kabupaten/Kota, Dinas pemerintah

tingkat Propinsi/Kabupaten/Kota dan Lembaga Teknis Daerah

Propinsi/Kabupaten/Kota.

Penetapan dinas sebagai entitas akuntansi pemerintah daerah didasarkan pada

pengertian bahwa pengukuran kinerja akan lebih tepat jika dilakukan atas suatu

fungsi. Dalam struktur pemerintah daerah, dinas merupakan suatu unit kerja yang

paling mendekati gambaran suatu fungsi pemerintah daerah.

2.1.3 Sistem Akuntansi Keuangan Daerah

2.1.3.1 Pengertian Sistem

Pada dasarnya kata sistem berasal dari bahasa Yunani “Sytema” yang berarti

kesatuan, yakni keseluruhan dari bagian-bagian yang mempunyai hubungan satu

sama lain.

Menurut Agus Mulyanto (2009:1) sistem dapat diartikan sebagai berikut :

“Sistem merupakan kumpulan dari elemen-elemen yang berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan tertentu sebagai satu kesatuan”.

Sistem merupakan kumpulan elemen-elemen baik yang berbentuk fisik

maupun bukan fisik yang menunjukkan suatu kumpulan saling berhubungan

27

Page 17: document 01

diantaranya dan berinteraksi bersama-sama menuju satu atau lebih tujuan, sasaran

atau akhir dari sistem.

2.1.3.2 Pengertian Sistem Akuntansi Keuangan Daerah

Pemerintah Daerah pada saat ini telah dituntut untuk bisa menghasilkan

Laporan Pertanggungjawaban yang memiliki nilai akuntabilitas dan transparansi yang

tinggi. Untuk dapat menghasilkan LPJ tersebut tentunya memerlukan sarana dan

prasarana yang memadai, disertai dengan pembelajaran terhadap sumber daya

manusia yang dimiliki oleh pemerintah daerah agar dapat memahami dan

melaksanakan sistem yang baru dalam pengelolaan dan pertanggungjawaban

keuangan daerah (SAKD). SAKD adalah sistem informasi yang membantu proses

pencatatan dan pelaporan anggaran dan keuangan daerah.

Proses penyusunan APBD yang membutuhkan waktu lama, dengan tumpukan

dokumen yang memenuhi tempat, kini dengan SAKD, waktu penyusunan menjadi

lebih singkat dan tidak perlu menumpuk dokumen begitu banyak, karena dibantu oleh

otomatisasi dan sistem digital.

Menurut Abdul Halim (2008:35) akuntansi keuangan daerah dapat di

definisikan sebagai berikut :

“Suatu proses identifikasi, pengukuran, dan pelaporan transaksi ekonomi (keuangan) dari suatu daerah (Provinsi, Kabupaten, Kota) yang dijadikan sebagai informasi dalam pengambilan keputusan ekonomi oleh pihak-pihak yang memerlukan”.

28

Page 18: document 01

Berdasarkan pengertian akuntansi pemerintah daerah maka Sistem Akuntansi

Keuangan Daerah (SAKD) adalah

“Serangkaian prosedur yang saling berhubungan, yang digunakan sesuai dengan skema menyeluruh yang ditunjukkan untuk menghaslkan informasi dalam bentuk laporan keuangan yang akan digunakan pihak intern dan ekstern pemerintah daerah untuk mengambil keputusan ekonomi”. (Deddi Nordiawan, 2006:5).

Sedangkan menurut Heni Nurani H (2005:110), menerangkan bahwa Sistem

Akuntansi Keuangan Daerah (SAKD) adalah :

“SAKD terdiri dari organisasi terkait, prosedur-prosedur yang diperlukan, dokumen (formulir), catatan dan pelaporan”.

Prosedur yang dimaksudkan disinilah proses pengidentifikasian, pengukuran,

pencatatan dan pelaporan transaksi ekonomi (keuangan) suatu organisasi. Yang

dimaksud dengan pengidentifikasian adalah pengidentifikasian transaksi ekonomi,

agar dapat membedakan mana transaksi yang bersifat ekonomi dan mana yang tidak.

Pada dasarnya transaksi ekonomi adalah aktivitas yang berhubungan dengan uang.

Proses selanjutnya adalah pengukuran transaksi ekonomi yaitu dengan menggunakan

satuan uang. Proses tersebut menggunakan sistem pencatatan dan dasar akuntansi

tertentu.

Pelaporan transaksi ekonomi akan menghasilkan laporan keuangan yang

merupakan hasil akhir proses akuntansi. Dasar atau basis akuntansi merupakan salah

satu asumsi dasar dalam akuntansi yang penting. Hal ini disebabkan asumsi ini

disebabkan asumsi ini menentukan kapan pencatatan suatu transaksi dilakukan, yang

29

Page 19: document 01

tidak dikenal dalam tata buku keuangan daerah selama era pra reformasi keuangan

daerah.

Berdasarkan Permendagri No 13 Tahun 2006 (2006:76) yang terdapat pada

pasal 232 menyatakan bahwa Sistem Akuntansi Keuangan Daerah merupakan :

“Serangkaian prosedur mulai dari proses pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran, sampai dengan pelaporan keuangan dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang dapat dilakukan secara manual atau menggunakan komputer”.

Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa

Sistem Akuntansi Keuangan Daerah (SAKD) merupakan sistem akuntansi yang

terdiri dari seperangkat kebijakan, standar dan prosedur yang dapat menghasilkan

laporan yang relevan, andal dan tepat waktu untuk menghasilkan informasi dalam

bentuk laporan keuangan yang akan digunakan oleh pihak intern dan ekstern

pemerintah daerah untuk mengambil keputusan ekonomi. Sehingga dimensi dari

Sistem Akuntansi Keuangan Daerah terdiri dari :

1. Kebijakan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah (SAKD),

2. Prosedur Sistem Akuntansi Keuangan Daerah (SAKD),

3. Sistem Akuntansi Sumber Daya Manusia, dan

4. Sistem Teknologi Informasi.

Namun untuk menyusun sistem akuntansi sektor publik, menurut Indra

Bastian (2007:31) perlu mempertimbangkan beberapa faktor, yaitu :

1. Sistem akuntansi yang disusun harus memenuhi prinsip kecepatan, yaitu

bahwa sistem akuntansi harus mampu menyediakan informasi yang

30

Page 20: document 01

diperlukan secara tepat waktu dan dapat memenuhi kebutuhan sesuai dengan

kualitas yang diperlukan.

2. Sistem akuntansi yang disusun harus memenuhi prinsip keamanan. Hal ini

berarti bahwa sistem akuntansi harus dapat membantu menjaga keamanan

harta milik organisasi. Untuk menjaga keamanan harta milik organisasi,

sistem akuntansi harus disusun dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip

pengawasan internal.

3. Sistem akuntansi yang disusun harus memenuhi prinsip keekonomisan. Hal

ini berarti biaya untuk menyelenggarakan sistem akuntansi harus dapat

ditekan sehingga relatif tidak mahal. Dengan kata lain, penyelenggaraan

sistem akuntansi perlu mempertimbangkan biaya versus manfaat (cost versus

benefit) dalam menghasilkan suatu informasi.

2.1.3.3 Kebijakan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah

Kebijakan dari Sistem Akuntansi Keuangan Daerah menurut Permendagri No

13 Tahun 2006 Pasal 239 (2006:77) terdiri dari:

1. Pengakuan Akuntansi2. Pengukuran Akuntansi3. Penyajian Akuntansi

2.1.3.3.1 Pengakuan Akuntansi

Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) memberikan rambu-rambu bagi

pemerintah daerah dalam menyusun laporan keuangan yang berkualitas. SAP tidak

31

Page 21: document 01

menentukan satu kebijakan yang harus dianut oleh pemerintah daerah, melainkan

memberikan kelonggaran bagi pemerintah daerah untuk berkreasi dalam merancang

sistem akuntansi yang sesuai dengan karakteristik keuangan di masing-masing

daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah perlu membuat kebijakan akuntansi yang

berisi sistem dan prosedur yang telah dipilih oleh pemerintah daerah dalam rangka

menyajikan laporan keuangan. Dengan kata lain, kebijakan akuntansi ini bisa

bervariasi antar daerah.

Poin penting dari kebijakan akuntansi ini berisi pengakuan, pengukuran dan

penyajian. Pengakuan dalam akuntansi adalah proses penetapan kapan suatu transaksi

harus dicatat dalam jurnal. Pengakuan atas transaksi akuntansi terbagi menjadi 2

basis, yaitu Basis Kas dan Basis Akrual.

1. Basis Kas (Cash Basis)

Basis kas, menetapkan bahwa pengakuan pencatatan transaksi ekonomi hanya

dilakukan apabila transaksi tersebut menimbulkan perubahan pada kas. Pembukuan

basis kas dilakukan atas dasar penerimaan dan pembayaran tunai, jadi pendapatan

diakui sebagai pendapatan apabila sudah diterima tunai, dan pembelanjaan dianggap

sebagai belanja pada saat dibayar tunai (Indra Bastian, 2006:42).

Dalam Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) No 01 – Basis Akuntansi,

menerangkan bahwa basis akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan

pemerintah adalah basis kas untuk pengakuan pendapatan, belanja dan pembiayaan

dalam Laporan Realisasi Anggaran. Basis kas untuk Laporan Realisasi Anggaran

32

Page 22: document 01

berarti bahwa pendapatan diakui pada saat kas diterima di Rekening Kas Umum

Negara/Daerah atau oleh entitas pelaporan dan belanja diakui pada saat kas

dikeluarkan dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah atau entitas laporan.

Penentuan sisa pembiayaan anggaran baik lebih ataupun kurang untuk setiap

periode tergantung pada selisih realisasi penerimaan dan pengeluaran. Pendapatan

dan belanja bukan tunai seperti bantuan pihak luar asing dalam bentuk barang dan

jasa disajikan pada Laporan Realisasi Anggaran.

2. Basis Akrual (Accrual Basis)

Berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) No 01 – Basis Akuntansi,

basis akrual memiliki arti sebagai berikut:

“Basis akrual adalah dasar akuntansi yang mengakui transaksi dan peristiwa lainnya pada saat transaksi dan peristiwa itu terjadi”.

Cara pembuktian akrual basis membukukan pendapatan pada saat timbulnya

hak tanpa memperhatikan kapan penerimaannya terjadi, sudah diterima ataupun

sebelum serta membukukan pembelanjaan pada saat kewajiban terjadi tanpa

memperhatikan kapan pembayaran dilakukakan sudah atau belum.

Basis akrual akan mencakup pencatatan terhadap transaksi yang terjadi

dimasa lalu dan berbagai hak dan kewajiban dimasa yang akan datang. Basis akrual

akan mempunyai atau meliputi semua aktivitas dibandingkan dengan basis kas.

Dalam laporan keuangan pemerintah, basis akrual digunakan untuk pengakuan aset,

kewajiban, dan ekuitas dalam Neraca.

33

Page 23: document 01

Basis akrual untuk Neraca berarti bahwa aset, kewajibanm dan ekuitas dana

diakui dan dicatat pada saat terjadinya transaksi, atau pada saat kejadian atau kondisi

lingkungan berpengaruh pada keuangan pemerintah, tanpa memperhatikan saat kas

atau setara kas diterima atau dibayar.

2.1.3.3.2 Pengukuran Akuntansi

“Pengukuran adalah proses penetapan nilai uang untuk mengakui dan

memasukkan setiap pos dalam laporan keuangan pemerintah daerah” (USAID 2009).

Jadi dapt disimpulkan pengukuran adalah apakah suatu transaksi atau kejadian akan

diukur dengan menggunakan nilai historis (nilai jual-beli ketika transaksi itu

dilakukan) atau menggunakan nilai pasar (yang didasarkan pada harga pasar yang

berlaku).

Akuntansi pendapatan dilaksanakan berdasarkan azas bruto, yaitu

membukukan penerimaan bruto, dan tidak mencatat jumlah nettonya tentu saja

setelah dikompensasikan dengan pengeluaran. Akuntansi pengeluaran

diklasifikasikan menurut klasifikasi ekonomi (jenis belanja), organisasi dan fungsi

untuk melaksanakan aktivitas seperti belanja pegawai, belanja barang, belanja modal,

bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, dan belanja tak terduga.

34

Page 24: document 01

2.1.3.3.3 Penyajian Akuntansi

Ikhtisar-ikhtisar atas kebijakan dan pelaksanaan akuntansi kemudian dimuat

dalam Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK) dan Laporan Realisasi Anggaran.

Laporan keuangan yang dibuat oleh berbagai dinas atau instansi pemerintah daerah

lalu disampaikan kepada kepala pemerintah daerah setempat dan diaudit oleh

pemeriksa ekstern atau BPK sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

2.1.3.4 Prosedur Sistem Akuntansi Keuangan Daerah

Prosedur dan sistem dari akuntansi keuangan daerah pada sektor publik terdiri

dari beberapa sub sistem dan prosedur menurut Permendagri No 13 Tahun 2006 Pasal

233 terdiri dari:

1. Prosedur akuntansi penerimaan kas2. Prosedur akuntansi pengeluaran kas3. Prosedur akuntansi aset tetap/barang milik daerah4. Prosedur akuntansi selain kas

2.1.3.4.1 Sistem dan Prosedur Akuntansi Penerimaan Kas

Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No 59 Tahun 2007 pasal 26,

pendapatan asli daerah dibagi menurut jenis-jenis pendapatan yang terdiri atas:

a. Pajak daerah,b. Retribusi daerah,c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan,d. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.

Jenis pajak daerah dan retribusi daerah tersebut tentu saja sesuai dengan

undang-undang tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Jenis hasil pengelolaan

35

Page 25: document 01

kekayaan daerah sebagaimana dimaksud di atas dirinci menurut objek pendapatan

yang mencakup bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik

daerah/BUMD, bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik

pemerintah/BUMN, dan bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik

swasta atau kelompok usaha masyarakat.

Jenis lain-lain pendapatan asli daerah yang sah sebagaimana dimaksud

tersebut adalah untuk menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam

jenis pajak daerah, retribusi daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang

dipisahkan dirinci menurut objek pendapatan yang antara lain adalah hasil penjualan

kekayaan daerah yang tidak dipisahkan secara tunai atau angsuran, jasa giro,

pendapatan bunga, dan penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah.

Sedangkan prosedur dari akuntansi pendapatan daerah adalah Satuan Kerja

atau penyetor setelah melakukan pembayaran ke rekening Kas Negara dan mendapat

bukti setoran yaitu Surat Tanda Setoran (STS) menyampaikan Surat Tanda Setoran

(STS) tersebut ke Unit Pembendaharaan.

Unit pembendaharaan selanjutnya mengesahkan Surat Tanda Setoran (STS)

dengan memberi tanda ke STS tersebut. Unit Pembendaharaan selanjutnya merekam

Surat Tanda Setoran (STS) tersebut ke dalam tabel Surat Tanda Setoran (STS) dalam

database, selanjutnya dibuat rekap Surat Tanda Setoran (STS). Satu tembusan Surat

Tanda Setoran (STS) diserahkan ke Unit Pembukuan dan satu tembusan disimpan

sebagai arsip.

36

Page 26: document 01

Unit Pembukuan mengarsipkan Surat Tanda Setoran (STS) yang diterima dari

Unit Pembendaharaan. Secara bulanan Unit Pembukuan melakukan posting data

Surat Tanda Setoran (STS) yang sudah terdapat dalam tabel Surat Tanda Setoran

(STS) divalidasi. Proses posting ini dilakukan secara komputer dan tidak memerlukan

perekaman ulang data Surat Tanda Setoran (STS). Dengan proses posting ini maka

data Surat Tanda Setoran (STS) yang terdapat dalam tabel Surat Tanda Setoran (STS)

divalidasi akan dicopy ke dalam tabel buku besar sesuai tabel posting rule yang

tersedia dalam database. Setelah dilakukan posting, selanjutnya dilakukan

pencetakan Daftar Transaksi dan Posting (DTP). Selanjutnya Daftar Transaksi dan

Posting (DTP) diteliti kebenarannya dan dibandingkan dengan Surat Tanda Setoran

(STS).

Jika tidak benar proses posting diulang. Jika sudah benar, maka dilanjutkan

dengan proses pelaporan keuangan. Selanjutnya dilakukan cek kebenaran proses

pelaporan keuangan dengan membandingkan data yang dicetak dalam lembar

pengontrol. Jika belum benar, maka proses pelaporan keuangan diulang. Jika sudah

benar maka Laporan Keuangan dicetak selanjutnya didistribusikan ke Satuan Kerja,

Kepala Daerah, dan Arsip.

37

Page 27: document 01

2.1.3.4.2 Sistem dan Prosedur Akuntansi Pengeluaran Kas

Berdasarkan bukti-bukti pendukung yang diterima dari rekanan, Satuan Kerja

mengajukan SPP ke unit Pembendaharaan disertai dengan bukti pendukung antara

lain faktur pembelian dan bukti pendukung lainnya.

Unit Pembendaharaan pertama meneliti kelengkapan dokumen Surat Perintah

Membayar (SPP) dan bukti pendukung. Bila tidak lengkap maka berkas tersebut

dikembalikan ke Satuan Kerja. Bila sudah lengkap maka berkas Surat Perintah

Membayar (SPP) tersebut disampaikan ke petugas Perekaman untuk direkam ke

dalam tabel Surat Perintah Membayar (SPP) dalam database, selanjutnya dibuat

printout rekaman dan dilampirkan ke berkas Surat Perintah Membayar (SPP). Berkas

tersebut selanjutnya disampaikan ke Unit Verifikasi.

Unit Verifikasi meneliti kebenaran perekaman Surat Perintah Membayar

(SPP) yaitu membandingkan antara Surat Perintah Membayar (SPP) dengan printout

rekaman. Jika terdapat kesalahan dikembalikan ke petugas perekaman. Jika sudah

benar Unit Verifikasi meneliti kebenaran hukum Surat Perintah Membayar (SPP) dan

bukti pendukungnya. Selanjutnya meneliti kesesuaian Surat Perintah Membayar

(SPP) dengan SKO yang dapat dilakukan dengan membandingkan data Surat Perintah

Membayar (SPP) yang sudah direkam dengan data SKO yang sudah ada dalam

database.

Jika tidak sesuai maka dikembalikan ke Unit Pembendaharaan. Jika sudah

sesuai maka Unit Verifikasi dengan menggunakan menu komputer menyetujui Surat

Perintah Membayar (SPP) yang secara otomatis komputer merekam data Surat

38

Page 28: document 01

Perintah Membayar (SPP) ke dalam tabel SPMU dan mencetak lembar disposisi cetak

SPMU. Berkas Surat Perintah Membayar (SPP), dokumen pendukung, printout

rekaman, dan lembar disposisi cetak SPMU ke Unit Pembendaharaan.

Unit Pembendaharaan setelah menerima berkas dari Unit Verifikasi

selanjutnya mencetak SPMU berdasarkan data yang sekarang sudah terdapat di tabel

SPMU. Unit pembendaharaan tidak dapat mengisi atau mengubah tabel SPMU.

Wewenang tersebut hanya diberikan kepada Unit Verifikasi. Unit Pembendaharaan

diberi hak membaca tabel tersebut sehingga unit ini dapat mencetak SPMU. SPMU

tersebut selanjutnya didistribusikan ke Satuan Kerja, Unit Pembukuan dan Arsip.

Unit Pembukuan mengarsipkan SPMU yang diterima dari Unit

Pembendaharaan. Secara bulanan Unit Pembukuan melakukan posting data SPMU

yang sudah terdapat tabel SPMU. Proses posting ini dilakukan secara komputer dan

tidak memerlukan perekaman ulang data SPMU. Dengan proses posting ini maka

data SPMU yang terdapat dalam tabel SPMU akan dicopy ke dalam tabel buku besar

sesuai tabel posting rule yang tersedia dalam database. Setelah dilakukan posting,

selanjutnya dilakukan pencatatan Daftar Transaksi dan Posting (DTP) dan Daftar

Transaksi dan Posting (DTP) diteliti kebenarannya dan dibandingkan dengan SPMU.

Jika tidak benar proses posting diulang. Jika sudah ebnar, maka dilanjutkan

dengan proses pelaporan keuangan. Selanjutnya dilakukan cek kebenaran proses

pelaporan keuangan dengan membandingkan data yang dicetak dalam lembar

pengontrol. Jika belum benar, maka proses pelaporan keuangan diulang. Jika sudah

39

Page 29: document 01

benar maka LPJ dicetak. Selanjutnya didistribusikan ke Satuan Kerja, Kepala Daerah

dan Arsip.

2.1.3.4.3 Sistem dan Prosedur Akuntansi Aset Tetap/Barang Milik Daerah

Realisasi penerimaan pembiayaan dari penghapusan aset adalah realisasi yang

berasal dari berbagai usaha pemanfaatan aset yang telah dihapuskan. Usaha

pemanfaatan ini dapat berupa penjualan, tukar guling (ruilslag), penyewaan, atau

pelaksanaan kerja sama operasi. Untuk itu, sebelum ada usaha pemanfaatan ini,

diasumsikan bahwa pada awal tahun anggaran sudah ada aset yang diidentifikasikan

telah dihapuskan dari pembukuan tetapi belum dilaksanakan usaha pemanfaatannya.

Dengan demikian, proses pemanfaatan aset daerah yang dihapuskan dimulai

dari diterbitkannya surat persetujuan Kepala Daerah dan DPRD untuk menghapuskan

suatu aset. Berdasarkan Surat Keputusan Penghapusan Aset Daerah, Unit

Perlengkapan menyusun dokumen bagi usaha pemanfaatan, yang bisa jadi berbentuk

dokumen pelanggan atau surat penunjukkan kerja atau lainnya yang dapat dibenarkan

oleh peraturan pemanfaatan aset daerah.

Berdasarkan pemberitahuan oleh Unit Perlengkapan, berbagai pihak seperti

Rekanan akan memasukkan tawarannya kepada Unit Perlengkapan atau Penitia

Pelanggan untuk mendapatkan hak membeli/tukar guling (ruilslag)/menyewa/ atau

melaksanakan kerjasam operasi.

Jika unit perlengkapan atau Panitia Pelelangan setuju menunjuk atau

menetapkan pemenang lelang, maka Unit Perlengkapan menunjuk pembeli atau

40

Page 30: document 01

pelaksana kontrak. Pembeli atau pelaksana kontrak kemudian mentransfer uang

sebagai imbalan pemanfaatan aset Pemda ke Kas Daerah.

Atas penerimaan uang ini, Kas Daerah membuat Surat Tanda Setoran (STS),

yang kemudian diserahkan kepada pihak pembeli atau pelaksana kerja dan kepada

Unit Pembukuan. Oleh pihak pembeli atau pelaksana kerja, Surat Tanda Setoran

(STS) ini dijadikan bukti untuk merealisasikan pengambilalihan aset atau pelaksanaan

kerja sama operasi. Sedangkan oleh Unit Pembukuan, Surat Tanda Setoran (STS) ini

dijadikan dokumen dasar bagi akuntansi atas penerimaan pembiayaan dari

penghapusan aset daerah. Akuntansi penerimaan pembiayaan dari penghapusan aset

daerah ini dilakukan sesuai dengan prosedur akuntansi penerimaan.

2.1.3.4.4 Sistem dan Prosedur Akuntansi Selain Kas

APBD dan Perda Cadangan yang ditetapkan, Unit Pembendaharaan akan

menerbitkan SPP. SPP akan direkan ke dalam database dan hasil perekaman tersebut

akan dicetak. Hasil cetakan beserta SPP akan dikirim ke Unit Verifikasi.

Unit Verifikasi melakukan verifikasi berkaitan dengan kebenaran materiil dan

formal SPP, serta kebenaran hasil rekaman dengan SPP. Jika Unit Verifikasi

menemukan ketidakbenaran materiil dan formal di SPP, atau ketidaksesuaian hasil

rekaman dengan SPP maka Unit Verifikasi mengirimkan SPP beserta hasil

rekamannya ke Unit Pembendaharaan, yang selanjutnya akan memperbaikinya dan

kemudian mengirimkannya kembali ke Unit Verifikasi.

41

Page 31: document 01

Jika tidak ditemukan kesalahan, maka Unit Verifikasi akan membuat lembar

disposisi yang berisikan bahwa SPP dan hasil rekaman SPP sudah benar sehingga

Unit Pembendaharaan sudah bisa mencetak SPM. Unit Pembendaharaan akan

menerima kembali SPP, hasil rekaman SPP dan Disposisi Pencetakan SPM.

Berdasarkan disposisi tersebut, Unit Pembendaharaan akan mencetak SPM 3 (tiga)

lembar. SPM akan dikirim ke Kas Daerah, Unit Pembukuan dan arsip di Unit

Pembendaharaan.

Berdasarkan SPM yang diterima, kas Daerah akan mentransfer dana ke

rekening Dana Cadangan dan membuat 3 (tiga) lembar Nota Transfer sebagai bukti

transfer. Nota transfer dikirim ke Unit Pembendaharaan, Unit Pembukuan dan arsip.

Berdasarkan SPM dan Nota Transfer yang diterima dari Unit

Pembendaharaan dan Kas Daerah, Unit Pembukuan mengarsipkan sementara sampai

semua dokumen untuk bulan transaksi yang sama terkumpul. Selanjutnya DS tersebut

diproses dan diposting dengan menggunakan data hasil perekaman Unit

Pembendaharaan dari database. Dari posting tersebut akan dicetak Daftar Transaksi

dan Posting (DTP). Daftar Transaksi dan Posting (DTP) tersebut akan diverifikasi

dengan membandingkan Daftar Transaksi dan Posting (DTP) dengan DS (SPMU,

Surat Tanda Setoran (STS), dll). Jika dari hasil verifikasi ditemukan ada ketidak

sesuaian antara Daftar Transaksi dan Posting (DTP) dan DS maka akan dilakukan

proses posting dan pencetakan Daftar Transaksi dan Posting (DTP) kembali. Jika

Daftar Transaksi dan Posting (DTP) sudah sesuai dengan dokumen sumbernya akan

dilakukan proses pembuatan LPJ.

42

Page 32: document 01

Proses pembuatan LPJ dilakukan dengan menggunakan data dari database

yang sama. Dari hasil proses pembuatan LPJ akan tercetak lembar pengontrol yang

diverifikasi untuk menguji kebenaran proses komputer dalam membuat LPJ. Jika dari

hasil verifikasi lembar pengontrol ditemukan kesalahan proses pembuatan LPJ maka

proses pembuatan LPJ diulang kembali sampai proses pembuatan LPJ benar.

Jika proses pembuatan LPJ sudah benar maka LPJ akan dicetak. LPJ terdiri

dari Laporan Perhitungan Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas dan Laporan Dana

Cadangan. LPJ akan dikirim ke Kas Daerah, Kepala Daerah, dan arsip.

2.1.3.5 Sistem Akuntansi Sumber Daya Manusia

Menurut Hervyanto (2008) mengatakan bahwa Akuntansi Sumber Daya

Manusia memiliki fungsi menyediakan kerangka kerja dalam menggunakan sumber

daya manusia (human resource) secara efektif dan efisien. Selain itu akuntansi

sumber daya manusia pun menyediakan informasi yang dibutuhkan bagi pemakai

dalam rangka memperoleh, mengembangkan, menempatkan, mengkonversi,

menggunakan, mengevaluasi, dan menghargai sumber daya manusia.

Akuntansi sumber daya manusia menyediakan pengukur cost dan value dari

manusia sebagai aktiva organisasi untuk digunakan dalam pengambilan keputusan

dan memotivasi pihak yang memiliki otoritas untuk menghargai akibat pengambilan

keputusan usaha atas sumber daya manusia.

43

Page 33: document 01

2.1.3.6 Sistem Teknologi Informasi

Menurut Azhar Susanto (2008:65) sistem teknologi informasi bermula dari

memproses data yang berasal dari kejadian atau peristiwa dan transaksi ekonomi

sebagai akibat dari operasi tau aktivitas internal pemerintah daerah setelah itu

melakukan editing, verifikasi, dan validasi untuk menjamin bahwa data yang

dimasukkan sudah lengkap, akurat dan sah.

Dalam sistem teknologi informasi, pengolahandata secara batch yaitu data

terlebih dahulu dikumpulkan sampai pada saat tertentu kemudian diolah menjadi data

informasi. Pengolahan data secara on-line yaitu pengolahan data transaksi dilakukan

saat transaksi terjadi kemudian dipublikasikan, apabila ada perubahan maka

dilakukan updating data informasi.

2.1.3.7 Teknik dan Sistem Pencatatan Akuntansi Keuangan Daerah

Mardiasmo (2009:150) mengatakan bahwa teknik-teknik akuntansi keuangan

daerah terdiri atas:

1. Akuntansi Anggaran2. Akuntansi Komitmen3. Akuntansi Dana4. Akuntansi Kas5. Akuntansi Akrual

Akuntansi anggaran yaitu teknik menyajikan jumlah yang dianggarkan

dengan jumlah aktual secara berpasangan (double entry). Akuntansi anggaran

44

Page 34: document 01

merupakan praktek akuntansi yang banyak digunakan organisasi sektor publik,

khususnya mencatat dan menyajikan akun operasi dalam format yang sama dan

sejajar dengan anggarannya.

Tujuan utama sistem ini adalah untuk menekankan anggaran dalam siklus

perencanaan, pengendalian dan akuntabilitas. Alasan yang melatarbelakangi teknik

akuntansi anggaran adalah bahwa anggaran dan realisasi harus selalu dibandingkan

sehingga dapat dilakukan tindakan koreksi apabila terdapat varians (selisih).

Salah satu kelemahan teknik akuntansi anggaran adalah bahwa teknik ini

sangat kompleks. Akan lebih mudah dan lebih komperhensip apabila akun-akun yang

ada menunjukkan pendapatan dan biaya aktual dan anggaran menunjukkan

pendapatan dan biaya yang di anggarkan.

Menurut Mardiasmo (2009:151) mengatakan bahwa akuntansi komiten adalah

sistem akuntansi yang mengakui transaksi dan mencatatnya pada saat order

dikeluarkan.

Akuntansi komiten dapat digunakan bersama-sama dengan akuntansi kas atas

akuntansi akrual. Akuntansi komiten terkadang hanya menjadi subsistem dari

akuntansi utama yang dipakai organisasi. Tujuan utama akuntansi komiten adalah

untuk pengendalian anggaran. Agar manajer dapat mengendalikan anggaran, manajer

perlu mengetahui seberapa besar anggaran yang telah dilaksanakan atau digunakan

jika dihitung berdasarkan order yang dikeluarkan.

Mardiasmo (2009:153) mengatakan terdapat dua jenis dana yang digunakan

dalam organisasi sektor publik, yaitu:

45

Page 35: document 01

1. Dana yang dapat dibelanjakan (expendable fund)2. Dana yang tidak dapat dibelanjakan (nonexpendable fund)

Dana yang tidak dapat dibelanjakan yakni digunakan untuk mencatat nilai

aktiva, utang, perubahan aktiva bersih, dan saldo dana yang dapat dibelanjakan untuk

kegiatan yang tidak bertujuan mencari laba. Jenis akuntansi dana ini digunakan pada

organisasi pemerintahan (governmental funds).

Sedangkan dana yang tidak dapat dibelanjakan ini digunakan untuk mencatat

pendapatan, biaya, aktiva, utang dan modal untuk kegiatan yang sifatnya mencari

laba. Jenis dana ini digunakan pada organisasi bisnis (proprietary funds).

Mardiasmo (2009:154) mengatakan bahwa:

“Penerapan akuntansi kas, pendapatan dicatat pada saat kas diterima dan pengeluaran dicatat ketikas kas dikeluarkan. Kelebihan cash basis adalah mencerminkan pengeluaran yang aktual, riil dan objektif”.

Sebagai contoh, penerimaan kas dari pinjaman akan dicatat sebagai

pendapatan (revenue) bukan sebagai utang. Untuk mengkoreksi hal tersebut,

kebanyakan sistem akuntansi kas tidak mengakui kas saja, akan tetapi juga aktiva dan

utang yang timbul sebelum terjadi transaksi kas.

Namun demikian, koreksi semacam ini tidak dapat mengubah kenyataan

bahwa pada setiap waktu, obligasi yang beredar dalam bentuk kontrak atau order

pembelian yang dikeluarkan tidak dampak dalam catatan akuntansi. Konsekuensinya

adalah saldo yang tercatat akan dicatat lebih (overstead). Hal tersebut dapat

menyebabkab pemborosan anggaran (unwise expenditure atau overspending).

46

Page 36: document 01

Akuntansi akrual dianggap lebih baik dari akuntansi kas. Teknik akuntansi

berbasis akrual diyakini dapat menghasilkan laporan keuangan yang lebih dapat

dipercaya, lebih akurat, komprehensif dan relevan untuk pengambilan keputusan

ekonomi, sosial dan politik.

Pengaplikasian accrual basis dalam sektor publik pada dasarnya adalah untuk

menentukan cost of services, yaitu untuk mengetahui besarnya biaya yang dibutuhkan

untuk menghasilkan pelayanan publik serta penentuan harga pelayanan yang

dibebankan kepada publik. Hal ini berbeda dengan tujuan pengaplikasian accrual

basis dalam sektor swasta yang digunakan untuk mengetahui dan membandingkan

besarnya biaya terhadap pendapatan (proper matching cost againts revenue).

Perbedaan ini disebabkan karena pada sektor swasta lebih difokuskan pada usaha

untuk memaksimumkan laba (profir oriented), sedangkan dalam sektor publik

orientasi difokuskan pada optimalisasi pelayanan publik (public service orinted).

Perbedaan antara akuntansi kas dengan akuntansi akrual menurut Mardiasmo

(2009:155) dapat dilihat sebagai berikut:

1. Cash BasisPenerimaan Kas – Pengeluaran Kas = Perubahan Kas

2. Accrual BasisPendapatan (income) – Biaya-biaya = Rugi/Laba (surplus/defisit)

3. Pendapatan (income)Penerimaan kas selama satu periode akuntansi – saldo awal piutang + saldo akhir piutang

4. BiayaKas yang dibayarkan selama satu periode akuntansi – saldo awal utang + saldo akhir utang

47

Page 37: document 01

Akuntansi berbasis akrual membedakan antara penerimaan kas dan hak untuk

mendapatkan kas, serta pengeluaran kas dan kewajiban untuk membayarkan kas.

Oleh karena itu, dengan sistem akrual pendapatan dan biaya diakui pada saat

diperoleh (earned) atau terjadi (incurred) tanpa memandang apakah kas sudah

diterima atau dikeluarkan.

Sistem pencatatan akuntansi keuangan daerah dibagi menjadi 3 (tiga) jenis,

yaitu:

a. Pencatatan Single Entry

Sistem pencatatan single entry disebut juga dengan sistem tata buku tunggal

dalam sistem ini pencatatan transaksi ekonomi dilakukan dengan mencatatnya satu

kali. Transaksi yang berakibat bertambahnya kas akan dicatat pada sisi penerimaan

dan transaksi yang berakibat berkurangnya kas akan dicatat pada sisi pengeluaran.

Sistem pencatatan single entry atau tata buku ini memiliki beberapa kelebihan,

yaitu sederhana dan mudah dipahami. Namun sistem ini memiliki kelemahan, antara

lain yaitu kurang bagus untuk pelaporan (kurang memudahkan penyusunan pelaporan

keuangan), sulit untuk menemukan kesalahan pembukuan yang terjadi, dan sulit di

kontrol. Oleh karena itu, dalam akuntansi terdapat sistem pencatatan yang lebih baik

dan dapat mengatasi kelemahan di atas. Sistem ini disebut dengan sistem pencatan

double entry. Sistem pencatatan double entry inilah yang sering disebut dengan

akuntansi.

48

Page 38: document 01

b. Pencatatan Double Entry

Sistem pencatatan double entry disebut juga sistem tata buku berpasangan dan

merupakan cikal bakal ilmu akuntansi yang dicetuskan Luca Pacioli dalam artikelnya

yang berjudul “Summa Arithmatica Geometri Proertiontent Proportionalita”.

Menurut sistem ini, pada dasarnya suatu transaksi ekonomi akan dicatat sebanyak dua

kali sehingga membentuk suatu perkiraan dalam dua sisi berlawanan yaitu sisi debet

dan kredit secara berpasangan.

Dalam melakukan pencatatan, setiap pencatatan harus menjaga keseimbangan

persamaan dasar akuntansi. Persamaan dasar akuntansi merupakan alat bantu untuk

memahami sistem pencatatan ini. Persamaan dasar akuntansi tersebut berbentuk

sebagai berikut :

AKTIVA + BELANJA = UTANG + EKUITAS DANA + PENDAPATAN

Suatu transaksi yang berakibat bertambahnya aktiva akan dicatat pada sisi

debet sedangkan yang berakibat berkurangnya aktiva akan dicatat pada sisi kredit.

Hal yang sama dilakukan untuk belanja.

Hal yang sebaliknya dilakukan untuk utang, ekuitas dana dan pendapatan.

Apabila suatu transaksi mengakibatkan bertambahnya utang, maka pencatatan akan

dilakukan di sisi kredit, sedangkan jika transaksi mengakibatkan berkurangnya utang,

maka pencatatam dilakukan di sisi debet. Hal serupa dilakukan untuk ekuitas dana

dan pendapatan. Cara melakukan sistem double entry atau menjurnal ini adalah

49

Page 39: document 01

dengan mencatat sisi debet tepat di sisi kiri dan mencatat sisi kredit agak menjorok ke

kanan kira-kira 1-2 cm.

Dengan digunakannya double entry accounting maka setiap transaksi yang

terjadi akan tercatat pada akun yang tepat, karena masing-masing penyeimbang

berfungsi sebagai media cross check. Selain ketepatan dalam pencatatan akun, double

entry penting juga memiliki kemampuan untuk mencatat transaksi dalam jumlah

nominal yang akurat, karena jumlah sisi debet harus sama dengan jumlah sisi kredit.

c. Pencatatan Triple Entry

Sistem pencatatan triple entry adalah pelaksanaan pencatatan dengan

menggunakan sistem pencatatan double entry, ditambah dengan pencatatan pada

buku anggaran. Oleh karena itu, sementara sistem pencatatan double entry

dilaksanakan, sub bagian pembukuan (bagian keuangan) pemerintah daerah juga

mencatat transaksi tersebut pada buku anggaran sehingga pencatatan tersebut akan

berefek pada sisi anggaran.

2.1.3.8 Pelaporan Keuangan Pemerintah

Akuntansi dan laporan keuangan mengandung pengertian sebagai suatu proses

pengumpulan, pengelolaan dan pengkomunikasian informasi yang bermanfaat untuk

pembuatan keputusan dan untuk menilai kinerja organisasi. Mardiasmo (2006:160).

“Lembaga pemerintah dituntut untuk dapat membuat laporan keuangan eksternal

yang meliputi laporan keuangan formal, seperti laporan surplus/defisit, laporan

50

Page 40: document 01

realisasi anggaran, laporan laba rugi, laporan arus kas, serta kinerja yang dinyatakan

dalam ukuran financial dan non financial”.

Pelaporan keuangan (financial reporting) dihasilkan dari proses akuntansi

keuangan dan merupakan media untuk mengkomunikasikan informasi keuangan

kepada pihak-pihak eksternal yang menaruh perhatian kepada badan atau organisasi

pembuat laporan serta aktivitas-aktivitasnya, pengguna laporan keuangan pemerintah

yakni :

1. Masyarakat,

2. Para wakil rakyat, Lembaga pengawas, dan Lembaga Pemeriksaan

3. Pihak yang memberi atau berperan dalam proses donasi, investasi dan

pinjaman

4. Pemerintah

Sedangkan secara umum tujuan dan fungsi pelaporam keuangan pemerintah adalah:

1. Kepatuhan dan pengelolaan

2. Akuntabilitas dan pelaporan

3. Perencanaan dan informasi

4. Kelangsungan organisasi

5. Hubungan masyarakat

6. Sumber fakta dan gambaran

Berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) No 01 – Karakteristik

Kualitatif Laporan Keuangan, karakteristik kualitatif laporan keuangan adalah:

51

Page 41: document 01

“Karakteristik kualitatif laporan keuangan adalah ukuran-ukuran normatif yang perlu diwujudkan dalam informasi akuntansi sehingga dapat memenuhi tujuannya. Keempat karakteristik berikut ini merupakan prasyarat normatif yang diperlukan agar laporan keuangan pemerintah dapat memenuhi kualitas yang dikehendaki:1. Relevan,2. Andal,3. Dapat dibandingkan, dan4. Dapat dipahami”.

1. Relevan; laporan keuangan yang disusun harus menyediakan informasi yang

relevan bagi para pengguna informasi. Karena dengan informasi yang relevan,

pengguna informasi dapat membantu pengguna informasi untuk mengevaluasi,

memprediksi, dan mengambil suatu keputusan. Dengan demikian informasi

laporan keuangan yang relevan dapat dihubungkan dengan maksud

penggunaannya, informasi yang relevan mencakup:

1) Memiliki manfaat umpan balik: informasi memungkinkan pengguna untuk

menegaskan akat mengoreksi ekspektasi mereka di masa lalu

2) Memiliki manfaat prediktif: informasi dapat membantu pengguna untuk

memprediksi masa yang akan datang berdasarkan hasil masa lalu dan kejadian

masa kini

3) Tepat waktu: informasi dijadikan tepat waktu sehingga dapat berpengaruh dan

berguna dalam pengambilan keputusan

4) Lengkap: informasi akuntansi keuangan pemerintah disajikan selengkap

mungkin.

2. Andal; keandalan suatu laporan keuangan dapat dinilai dari penyajian laporan

keuangan yang tidak menyesatkan dan terbebas dari kesalahan material. Dalam

52

Page 42: document 01

menyajikan laporan keuangan yang andal, maka laporan keuangan tersebut harus

menyajikan setiap fakta secara jujur yaitu informasi menggambarkan dengan

jujur transaksi serta peristiwa yang seharusnya disajikan secara wajar. Laporan

keuangan yang andal juga harus dapat diverifikasi, yaitu informasi yang

disajikan dalam laporan keuangan dapat diuji, dan apabila pengujian dilakukan

lebih dari sekali oleh pihak yang berbeda, hasilnya tetap menunjukkan simpulan

yang tidak berbeda jauh. Selain itu informasi dalam laporan keuangan harus

diarahkan pada kebutuhan umum dan tidak berpihak pada kebutuhan pihak

tertentu. Informasi mungkin relevan, tetapi jika hakikat atau penyajiannya tidak

dapat diandalkan maka penggunaan informasi tersebut secara potensial dapat

menyesatkan.

3. Dapat dibandingkan: informasi yang termuat dalam laporan keuangan akan lebih

berguna jika dapat dibandingkan dengan laporan keuangan periode sebelumnya

atau laporan keuangan entitas pelaporan lain pada umumnya. Hal ini

dimaksudkan untuk dapat dijadikan acuan dalam penyusunan laporan keuangan

sehingga dapat menentukan kebijakan-kebijakan akuntansi dalam periode

selanjutnya.

4. Dapat dipahami: informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat

dipahami oleh pengguna dan dinyatakan dalam bentuk serta istilah yang

disesuaikan dengan batas pemahaman para pengguna. Untuk itu, pengguna

diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai atas kegiatan dan lingkungan

53

Page 43: document 01

operasi entitas pelaporan serta adanya kemauan pengguna untuk mempelajari

informasi yang dimaksud.

Berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) No 01 – Penyajian

Laporan Keuangan, komponen-komponen yang terdapat dalam suatu laporan

keuangan pokok adalah:

1) Laporan Realisasi Anggaran2) Neraca3) Laporan Arus Kas4) Catatan atas laporan keuangan

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No 13 Tahun 2006 Pasal 265(1)

menerangkan bahwa:

“SKPD menyusun dan melaporkan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD secara periodik yang meliputi:

a. Laporan Realisasi Anggara,b. Neraca, danc. Catatan Atas Laporan Keuangan”.

2.1.3.8.1 Laporan Realisasi Anggaran

Dalam Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) No 01 – Unsur Laporan

Keuangan:

“Laporan Realisasi Anggaran menyajikan ikhtisar sumber, alokasi, dan pemakaian sumber daya ekonomi yang dikelola oleh pemerintah pusat/daerah, yang menggambarkan perbandingan antara anggaran dan realisasinya dalam satu periode pelaporan”.

Unsur yang dicakup secara langsung oleh Laporan Realisasi Anggaran terdiri

dari pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan. Masing-masing unsur

didefinisikan sebagai berikut :

54

Page 44: document 01

a. Pendapatan (basis kas) adalah penerimaan oleh Bendahara Umum

Negara/Bendahara Umum Daerah atau oleh entitas pemerintah lainnya yang

menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang

bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar kembali

oleh pemerintah.

b. Pendapatan (basis akrual) adalah hak pemerintah yang diakui sebagai

penambahan nilai kekayaan bersih.

c. Belanja (basis kas) adalah semua pengeluaran oleh Bendahara Umum

Negara/Bendahara Umum Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam

periode pembayarannya kembali oleh pemerintah.

d. Belanja (basis akrual) adalah kewajiban pemerintah yang diakui sebagai

pengurang nilai kekayaan bersih.

e. Transfer adalah penerimaan/pengeluaran uang dari suatu entitas pelaporan

dari/kepada entitas pelaporan lain, termasuk dana perimbangan dan dana bagi

hasil.

f. Pembiayaan (financing) adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali

dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran

bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya, yang dalam

penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup defisit atau

memanfaatkan surplus anggaran.

g. Penerimaan pembiayaan antara lain dapat berasal dari pinjaman dan hasil

divestasi. Pengeluaran pembiayaan antara lain digunakan untuk pembayaran

55

Page 45: document 01

kembali pokok pinjaman, pemberian pinjaman kepada entitas lain, dan

penyertaan modal oleh pemerintah.

2.1.3.8.2 Neraca

Dalam Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) No 01 – Unsur Laporan

Keuangan menjelaskan neraca sebagai berikut:

“Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas dana pada tanggal tertentu. Unsur yang dicakup oleh neraca terdiri dari aset, kewajiban, dan ekuitas dana”.

Masing-masing unsur didefinisikan sebagai berikut :

a. Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh

pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat

ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh

pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang,

termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa

bagi masyarakat umum dan sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah

dan budaya.

b. Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang

penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi

pemerintah.

c. Ekuitas dana adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih antara

aset dan kewajiban pemerintah.

56

Page 46: document 01

2.1.3.8.3 Catatan Atas Laporan Keuangan

Dalam Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) No 01 – Unsur Laporan

Keuangan, Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan negatif atau rincian

dari angka yang tertera dalam Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan

Arus Kas. Catatan atas Laporan Keuangan juga mencakup informasi tentang

kebijakan akuntansi yang dipergunakan oleh entitas pelaporan dan informasi lain

yang diharuskan dan dianjurkan untuk diungkapkan di dalam Standar Akuntansi

Pemerintahan serta ungkapan-ungkapan yang diperlukan untuk menghasilkan

penyajian laporan keuangan secara wajar. Catatan atas Laporan Keuangan

mengungkapkan hal-hal sebagai berikut :

a. Menyajikan informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan, ekonomi

makro, pencapaian target Undang-Undang APBN/Perda APBN, berikut

kendala dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target;

b. Menyajikan ikhtisar pencapaian kinerja keuangan selama tahun

pelaporan;

c. Menyajikan informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan

kebijakan-kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas

transaksi-transaksi dan kejadian-kejadian penting lainnya;

d. Mengungkapkan informasi yang diharuskan oleh Standar Akuntansi

Pemerintahan yang belum disajikan pada lembar muka (on the face)

laporan keuangan;

57

Page 47: document 01

e. Mengungkapkan informasi untuk pos-pos aset dan kewajiban yang

timbul sehubungan dengan penerapan basis akrual atas pendapatan dan

belanja dan rekonsiliasinya dengan penerapan basis kas; dan

f. Menyediakan informasi tambahan yang diperlukan untuk penyajian

yang wajar, yang tidak disajikan pada lembar muka (on the face) laporan

keuangan.

2.1.4 Akuntabilitas

Menurut World Bank yang dikutip oleh Mardiasmo (2006:3) Good

Governance adalah suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan

bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien,

penghindaran salah alokasi dana investasi, dan pencegahan korupsi baik secara politik

maupun administratif. Dalam Mardiasmo (2006:3) good governance memiliki unsur

yakni :

1. Transparency, diartikan sebagai keterbukaan informasi, baik dalam

proses pengambilan keputusan maupun dalam mengungkapkan

informasi material dan relevan mengenai perusahaan.

2. Fairness, didefinisikan sebagai perlakuan yang adil dan setara di dalam

memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian serta

peraturan perundangan yang berlaku.

58

Page 48: document 01

3. Responsibility, pertanggungjawaban perusahaan adalah kesesuaian

(patuh) di dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi

yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku.

4. Accountability, akuntabilitas adalah kejelasan fungsi, struktur, sistem

dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan

perusahaan terlaksana secara efektif

2.1.4.1 Pengertian Akuntabilitas

Akuntabilitas menurut Mardiasmo (2006:3) adalah:

“Sebagai bentuk kewajiban mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelasanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya, melalui suatu media pertanggungjawaban yabg dilaksanakan secara periodik”.

Pengertian akuntabilitas publik menurut Mahmudi (2010:23) adalah

“Kewajiban agen (pemerintah) untuk mengelola sumber daya, melaporkan, dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang berkaitan dengan penggunaan sumber daya publik kepada pemberi mandat (prinsipal)”.

Akuntabilitas publik mengandung kewajiban menurut undang-undang untuk

melayani atau memfasilitasi pengamat atau pemerhati independent yang memiliki hak

untuk melaporkan temuan atau informasi mengenai administrasi keuangan yang

tersedia sesuai dengan permintaan tingkat tinggi pemerintah.

Dengan kata lain dalam akuntabilitas terkandung kewajiban untuk menyajikan

dan melaporkan segala tindak lanjut dan kegiatannya terutama di bidang administrasi

59

Page 49: document 01

keuangan kepada pihak yang lebih tinggi/atasannya. Dalam hal ini, terminology

akuntabilitas dilihat dari sudut pandang pengendalian tindakan pada pencapaian

tujuan.

Dalam dunia birokrasi, akuntabilitas suatu instansi pemerintah itu merupakan

perwujudan kewajiban instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan

keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi instansi bersangkutan.

Menurut Ghartey dan Crisis, Accountability and Development in the Third

World (2000) yang dikutip oleh Mardiasmo (2006:4)

“Akuntabilitas ditunjukkan untuk mencari jawaban terhadap pertanyaan yang berhubungan dengan pelayanan apa, siapa, kepada siapa, milik siapa yang mana dan bagaimana”.

Pertanyaan yang memerlukan jawaban tersebut antara lain ada yang harus

dipertanggungjawabkan, mengapa pertanggungjawaban harus diserahkan, siapa yang

bertanggungjawab terhadap berbagai bagian kegiatan dalam masyarakat, apakah

pertanggungjawaban berjalan seiring dengan kewenangan yang memadai.

2.1.4.2 Jenis-jenis Akuntabilitas

Menurut Mardiasmo (2006:5) akuntabilitas publik terdiri atas dua macam,

yaitu:

1. Akuntabilitas vertikal (vertical accountability, dan2. Akuntabilitas Horizontal (Horizontal accountability)

1. Akuntabilitas vertikal (Vertical accountability) adalah pertanggungjawaban atas

pengelolaan dana kepada otoritas yang lebih tinggi, misalnya

60

Page 50: document 01

pertanggungjawaban unit-unit kerja (dinas) kepada pemerintah daerah,

pertanggungjawaban pemerintah daerah kepada pemerintah pusat, dan

pertanggungjawaban pemerintah pusat kepada MPR.

2. Akuntabilitas Horizontal (Horizontal Accountability) adalah pertanggungjawaban

kepada DPRD dan masyarakat luas.

Dalam konteks organisasi pemerintah, akuntabilitas publik adalah pemberian

informasi dan disclosure atas aktivitas dan kinerja finansial pemerintah kepada pihak-

pihak yang berkepentingan dengan laporan tersebut. (Mardiasmo, 2006:4).

Menurut Lembaga Administrasi Negara (LAN) seperti yang dikutip oleh

BPKP ada tiga macam akuntabilitas yaitu:

1. Akuntabilitas keuangan, akuntabilitas keuangan merupakan pertanggungjawaban mengenai integritas keuangan, pengungkapan, dan ketaatan terhadap peraturan.

2. Akuntabilitas manfaat, akuntabilitas manfaat pada dasarnya memberi perhatian kepada hasil dari kegiatan-kegiatan pemerintah.

3. Akuntabilitas prosedural, merupakan pertanggungjawaban mengenai apakah suatu prosedur dari pelaksanaan suatu kebijakan telah mempertimbangkan masalah moralitas, etika, kepastian hukum, dan ketaatan pada keputusan politis untuk mendukung pencapaian tujuan akhir yang telah ditetapkan.

Akuntabilitas keuangan merupakan pertanggungjawaban mengenai integritas

keuangan, pengungkapan, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.

Jenis akuntabilitas ini memerlukan dukungan sistem informasi akuntansi yang

memadai untuk terselenggaranya pelaporan. Sistem akuntansi yang tidak memadai

merupakan salah satu faktor penyebab tidak diperolehnya laporan

61

Page 51: document 01

pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah yang handal dan dapat dipercaya

untuk dipergunakan dalam penerapan akuntabilitas keuangan daerah.

Akuntabilitas publik yang harus dilakukan oleh organisasi sektor publik

terdiri atas beberapa aspek. Dimensi akuntabilitas yang harus dipenuhi oleh lembaga-

lembaga publik tersebut antara lain menurut Mahmudi (2010:28) yang mengutip dari

Hopwood dan Tomkins, 1984;Elwood, 1993.

“1. Akuntabilitas Hukum dan Kejujuran 2. Akuntabilitas Manajerial 3. Akuntabilitas Program 4. Akuntabilitas Kebijakan

5. Akuntabilitas Finansial”.

1. Akuntabilitas Hukum dan Kejujuran

Akuntabilitas kejujuran dan hukum yang terkait dengan penghindaran

penyalahgunaan jabatan dan jaminan adanya kepatuhan hukum adalah

pertanggungjawaban lembaga-lembaga publik untuk berperilaku jujur dalam bekerja

dan menaati ketentuan hukum yang berlaku.

Akuntabillitas kejujuran berarti penyajian informasi yang sesuai dengan

kenyataan yang ada. Akuntabilitas hukum dan peraturan terkait dengan jaminan

adanya kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yang diisyaratkan dalam

penggunaan sumber daya publik (Pristwanto seperti dikutip Nurkholis, 2005:12).

“Accountability for probity is concorned with the avoidance of malfeasance. It ensures that fund used properly and in the manner authorised. Accounting for legality is concerned with ensuring that the powers given by the law are not exceeded”.

62

Page 52: document 01

Akuntabilitas hukum menghendaki kepatuhan terhadap hukum dan peraturan

lain dalam mengoperasikan organisasi sektor publik. Akuntabilitas hukum menjamin

ditegakannya hukum. Akuntabilitas kejujuran berhubungan dengan penghindaran

penyalahgunaan jabatan.

2. Akuntabilitas Manajerial

Akuntabilitas manajerial adalah pertanggungjawaban lembaga publik untuk

melakukan pengelolaan organisasi secara efektif dan efisien. Akuntabilitas manajerial

juga dapat diartikan sebagai akuntabilitas kinerja (performance accountability).

Akuntabilitas manajerial juga berhubungan dengan akuntabilitas proses (process

accountability) yang berarti bahwa proses organisasi harus dapat

dipertanggungjawabkan, dengan kata lain tidak terjadi inefisien dan ketidakefektivan

organisasi.

3. Akuntabilitas Program

Akuntabilitas program berkaitan dengan pertimbangan apakah tujuan yang

ditetapkan dapat dicapai atau tidak, dan apakah organisasi telah mempertimbangkan

alternatif program yang memberikan hasil yang optimal dengan biaya yang minimal.

Lembaga publik harus mempertanggungjawabkan program yang telah dibuat sampai

pada pelaksanaan program.

4. Akuntabilitas Kebijakan

Akuntabilitas terkait dengan pertanggungjawaban lembaga publik atas

kebijakan-kebijakan yang diambil. Lembaga-lembaga publik hendaknya dapat

mempertanggungjawabkan kebijakan yang telah ditetapkan dengan

63

Page 53: document 01

mempertimbangkan dampak di masa depan. Dalam membuat kebijakan harus

dipertimbangkan tujuan kebijakan tersebut, mengapa kebijakan diambil, siapa

sasarannya, pemangku kepentingan (stakeholder) mana yang terpengaruh dan

memperoleh manfaat dan dampak (negatif) atas kebijakan tersebut.

5. Akuntabilitas Finansial

Akuntabilitas yang terkait dengan pertanggungjawaban lembaga-lembaga

publik untuk menggunakan uang publik (public money) secara ekonomi, efisien, dan

efektif, tidak ada pemborosan dan kebocoran dana serta korupsi. Akuntabilitas

finansial sangat penting karena pengelolaan keuangan publik akan menjadi perhatian

utama masyarakat. Akuntabilitas finansial mengharuskan lembaga-lembaga publik

untuk membuat laporan keuangan untuk menggambarkan kinerja finansial organisasi

kepada pihak luar.

Mardiasmo (2006:5) menawarkan kategorisasi baru yang disebutnya sebagai

akuntabilitas langsung dan akuntabilitas tidak langsung. Akuntabilitas tidak langsung

merujuk pada pertanggungjawaban kepada pihak eksternal seperti masyarakat,

konsumen, atau kelompok klien tertentu, sedangkan akuntabilitas langsung berkaitan

dengan pertanggungjawaban vertikal melalui rantai komando tertentu.

Mardiasmo (2006:4) lebih lanjut mengidentifikasi 3 elemen utama

akuntabilitas, yaitu:

1. Adanya kekuasaan untuk mendapatkan persetujuan awal sebelum sebuah

keputusan dibuat. Hal ini berkaitan dengan otoritas untuk mengatur perilaku

birokrat dengan menundukkan mereka di bawah persyaratan prosedural tertentu

64

Page 54: document 01

serta mengharuskan adanya otorisasi sebelum langkah tertentu diambil. Tipikal

akuntabilitas seperti ini secara tradisional dihubungkan dengan badan/lembaga

pemerintah pusat (walaupun setiap departemen/lembaga dapat saja menyusun

aturan atau standarnya masing-masing).

2. Akuntabilitas peran, yang merujuk pada kemampuan seorang pejabat untuk

menjalankan peran kuncinya, yaitu berbagai tugas yang harus dijalankan

sebagai kewajiban utama. Ini merupakan tipe akuntabilitas yang langsung

berkaitan dengan hasil sebagaimana diperjuangkan paradigma manejemen

publik baru (new public management). Hal ini mungkin saja tergantung pada

target kinerja formal yang berkaitan dengan gerakan manajemen publik baru.

3. Peninjauan ulang secara retrospektif yang mengacu pada analisis operasi suatu

departemen setelah berlangsungnya suatu kegiatan yang dilakukan oleh

lembaga eksternal seperti kantor audit, komite parlemen, ombudsmen, atau

lembaga peradilan. Bisa juga termasuk badan-badan di luar negara seperti

media massa dan kelompok penekan. Aspek subyektivitas dan

ketidakterprediksikan dalam proses peninjauan ulang itu seringkali bervariasi,

tergantung pada kondisi dan aktor yang menjalankannya.

Di samping itu ada beberapa metode untuk menegakkan akuntabilitas, yaitu:

1. Kontrol legislatif: di banyak negara, legislatif melakukan pengawasan terhadap

jalannya pemerintahan melalui diskusi dan sejumlah komisi di dalamnya. Jika

komisi-komisi legislatif dapat berfungsi secara efektif, maka mereka dapat

meningkatkan kualitas pembuatan keputusan (meningkatkan responsivitasnya

65

Page 55: document 01

terhadap kebutuhan dan tuntutan masyarakat), mengawasi penyalahgunaan

kekuasaan pemerintah melalui investigasi, dan menegakkan kinerja.

2. Akuntabilitas legal; ini merupakan karakter dominan dari suatu negara hukum.

Pemerintah dituntut untuk menghormati aturan hukum, yang didasarkan pada

badan peradilan yang independen. Aturan hukum yang dibuat berdasarkan

landasan ini biasanya memiliki sistem peradilan, dan semua pejabat publik

dapat dituntut pertanggungjawabannya di depan pengadilan atas semua

tindakannya. Peran lembaga peradilan dalam menegakkan akuntabilitas berbeda

secara signifikan antara negara, antara negara yang memiliki sistem peradilan

administratif khusus seperti Perancis, hingga negara yang memiliki tatanan

hukum di mana semua persoalan hukum diselesaikan oleh badan peradilan yang

sama, termasuk yang berkaitan dengan pernyataan tidak puas masyarakat

terhadap pejabat publik. Dua faktor utama yang menyebabkan efektivitas

akuntabilitas legal adalah kualitas institusi hukum dan tingkat akses masyarakat

atas lembaga peradilan, khususnya yang berhubungan dengan biaya pengaduan.

Institusi hukum yang lemah dan biaya yang mahal (tanpa suatu sistem

pelayanan hukum yang gratis) akan menghambat efektivitas akuntabilitas legal.

3. Ombudsman: dewan ombudsman, baik yang dibentuk di dalam suatu konstitusi

maupun legislasi, berfungsi sebagai pembela hak-hak masyarakat. Ombudsman

mengakomodasi keluhan masyarakat, melakukan investigasi, dan menyusun

rekomendasi tentang bagaimana keluhan tersebut diatasi tanpa membebani

masyarakat. Sejak diperkenalkan pertama kali di Swedia pada abad 19,

66

Page 56: document 01

Ombudsmen telah menyebar ke berbagai negara maju maupun negara

berkembang. Secara umum, masyarakat dapat mengajukan keluhannya secara

langsung kepada lembaga ini, baik melalui surat maupun telepon. Di beberapa

negara, misalnya Inggris, Ombudsmen dilihat sebagai perluasan kontrol

parlemen terhadap eksekutif dan keluhan masyarakat disalurkan melalui

anggota parlemen. Pada hampir semua kasus, Ombudsmen melakukan tugas

investigasinya tanpa memungut biaya dari masyarakat.

4. Desentralisasi dan partisipasi: akuntabilitas dalam pelayanan publik juga dapat

ditegakkan melalui struktur pemerintah yang terdesantrilisasi dan partisipasi.

Terdapat beberapa situasi khusus di mana berbagai tugas pemerintah

didelegasikan ke tingkat lokal yang dijalankan oleh para birokrat lokal yang

bertanggungjawab langsung kepada masyarakat lokal. Legitimasi elektoral juga

menjadi faktor penting seperti dalam kasus pemerintah pusat. Tetapi cakupan

akuntabilitas di dalam sebuah sistem yang terdesentralisasi lebih merupakan

fungsi otonomi di tingkat lokal. Itupun sangat bervariasi secara signifikan sesuai

derajat otonomi yang diperoleh, dari otonomi yang sangat luas seperti di AS

hingga otonomi terbatas yang umum dijumpai di negara-negara berkembang.

Ketergantungan yang tinggi terhadap NGOs dan berbagai organisasi dan

koperasi berbasis masyarakat dalam penyediaan pelayanan publik menjadi salah

satu perkembangan yang menjanjikan bagi terwujudnya manajemen publik yang

terdesentralisasi dan bertanggung jawab.

67

Page 57: document 01

5. Kontrol administratif internal: pejabat publik yang diangkat sering memainkan

peran dominan dalam menjalankan tugas pemerintahan karena relatif

permanennya masa jabatan serta keterampilan teknis. Biasanya, kepala-kepala

unit pemerintahan setingkat menteri diharapkan dapat mempertahankan kontrol

hirarkis terhadap para pejabatnya dengan dukungan aturan dan regulasi

administratif dan finansial dan sistem inspeksi. Untuk negara-negara

berkembang dan beberapa negara komunis, metode kontrol tersebut memiliki

dampak yang terbatas. Masalah ini disebabkan karena hubungan yang kurang

jelas antara kepemimpinan politik yang bersifat temporer dan pejabat publik

yang diangkat secara permanen. Jika mereka melakukan persekongkolan,

akuntabilitas tidak bisa diwujudkan (hal ini juga terjadi sejak lama di negara-

negara maju) dan jika mereka terlibat dalam konflik, maka yang menjadi korban

adalah kepentingan publik.

6. Media massa dan opini publik: hampir di semua konteks, efektivitas berbagai

metode dalam menegakkan akuntabilitas sebagaimana diuraikan di atas sangat

tergantung tingkat dukungan media massa serta opini publik. Tantangannya,

misalnya, adalah bagaimana dan sejauhmana masyarakat mampu

mendayagunakan media massa untuk memberitakan penyalahgunaan kekuasaan

dan menghukum para pelakunya. Terdapat 3 faktor yang menentukan dampak

aktual dari media massa dan opini publik. Pertama, kebebasan berekspresi dan

berserikat harus diterima dan dihormati. Di banyak negara, kebebasan tersebut

dilindungi dalam konstitusi. Derajat penerimaan dan rasa hormat umumnya

68

Page 58: document 01

dapat diukur dari peran media massa (termasuk perhatian terhadap pola

kepemilikkan) dan pentingnya peran kelompok kepentingan, asosiasi dagang,

organisasi wanita, lembaga konsumen, koperasi dan asosiasi profesional.

Kedua, pelaksanaan berbagai tugas pemerintah harus transparan. Kuncinya

adalah adanya akses masyarakat terhadap informasi. Hal ini harus dijamin

melalui konstitusi (misalnya, UU Kebebasan Informasi) dengan hanya

mempertimbangkan pertimbangan keamanan nasional (dalam pengertian

sempit) dan privasi setiap individu. Informasi yang dihasilkan pemerintah yang

seharusnya dapat di akses secara luas antara lain meliputi anggaran,

akuntabilitas publik, dan laporan audit. Tanpa akses terhadap berbagai

informasi tersebut, masyarakat tidak akan sepenuhnya menyadari apa yang

dilakukan dan tidak dilakukan pemerintah dan efektivitas media massa akan

sedikit dibatasi. Ketiga, adanya pendidikan sipil yang diberikan kepada warga

negara, pemahaman mereka akan hak dan kewajibannya, di samping kesiapan

untuk menjalankannya.

69

Page 59: document 01

2.1.5 Pengaruh Penerapan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah (SAKD)

Terhadap Akuntabilitas Publik

Dalam rangka pelaksanaan PP Nomor 24 Tahun 2005 Tentang Standar

Akuntansi Pemerintah, Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, Peraturan Pemerintah

nomor 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan

Daerah dimana tuntunan dasar dari undang-undang dan peraturan tersebut adalah

akan adanya akuntabilitas dalam bentuk sebuah laporan keuangan pemerintah daerah

yang terdiri dari laporan realisasi anggaran, neraca, catatan atas laporan keuangan,

dan laporan barang maka perlu untuk melakukan berbagai kegiatan untuk mendukung

pelaksanaan kebijakan tersebut, menunjang pemerintah daerah dalam menghasilkan

laporan pertanggungjawaban keuangan daerah maka harus perlu dikembangkan dan

disusun sistem akuntansi keuangan daerah yang tepat. (Keputusan Menteri Keuangan

No 355/KMK07/2001).

Selain itu dalam Heni Nurani (2006:101) menerangkan bahwa Akuntabilitas

publik akan tercapai dengan dilaksanakannya Sistem Akuntansi Keuangan Daerah

yang baru sesuai dengan paradigma good governance.

70

Page 60: document 01

2.2 Kerangka Pemikiran

Akuntansi keuangan daerah tidak sama dengan tata buku yang dipraktekkan

dalam tata usaha keuangan pada entitas akuntansi seperti SKPD, Pemda maupun

Pempus, perbedaan pokok antara buku dan akuntansi praktek terletak pada sistem

pencatatan dan asumsi dasar yang digunakan oleh akuntansi, akuntansi pada dasarnya

menggunakan sistem pencatatan tunggal dan asumsi pencatatan dasar kas. Sesuai

dengan Peraturan Pemerintah Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang

Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah dimana sistem pencatatan Double Entry,

untuk dapat menyusun neraca diperlukan adanya sistem pencatatan yang akurat

(approriaterecording).

Menurut Agus Mulyanto (2009:1) sistem dapat diartikan sebagai berikut :

“Sistem merupakan kumpulan dari elemen-elemen yang berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan tertentu sebagai satu kesatuan”.

Menurut Abdul Halim (2008) Akuntansi Keuangan Daerah adalah :

“Suatu proses identifikasi, pengukuran, pencatatan, dan pelaporan transaksi ekonomi (keuangan) dari suatu daerah (provinsi, kabupaten, atau kota) yang dijadikan sebagai informasi dalam rangka pengambilan keputusan ekonomi oleh pihak-pihak yang memerlukan”.

Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah yang disebut Sistem Akuntansi

Keuangan Daerah menurut Dedi Nurdiawan (2006:5) dalam bukunya Akuntansi

Pemerintah adalah suatu sistem akuntansi yang dirancang dalam pencatatan,

penggolongan dan pengikhtisaran dan pelaporan untuk menunjang APBD.

71

Page 61: document 01

Berdasarkan Permendagri No 13 Tahun 2006 (2006:76) yang terdapat pada

pasal 232 menyatakan bahwa Sistem Akuntansi Keuangan Daerah merupakan :

“Serangkaian prosedur mulai dari proses pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran, sampai dengan pelaporan keuangan dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang dapat dilakukan secara manual atau menggunakan komputer”.

Dari beberapa pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Sistem

Akuntansi Keuangan Daerah (SAKD) adalah serangkaian prosedur yang saling

berhubungan yang dirancang dalam pencatatan, penggolongan dan pengikhtisaran

dan pelaporan untuk menunjang APBD dalam bentuk laporan keuangan yang akan

digunakan pihak intern dan ekstern pemerintah daerah untuk mengambil keputusan

ekonomi. Sehingga dimensi dari Sistem Akuntansi Keuangan Daerah terdiri dari :

1. Kebijakan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah (SAKD),

2. Prosedur Sistem Akuntansi Keuangan Daerah (SAKD),

3. Sistem Akuntansi Sumber Daya Manusia, dan

4. Sistem Teknologi Informasi.

Selanjutnya dalam rangka pelaksanaan PP Nomor 24 Tahun 2005 Tentang

Standar Akuntansi Pemerintah, Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, Peraturan

Pemerintah nomor 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban

Keuangan Daerah, Menteri Keuangan dengan keputusan Nomor 355/KMK07/2001

telah membentuk tim evaluasi dan pemantapan pelaksanaan perimbangan keuangan

Pusat dan Daerah yang terdiri dari beberapa kelompok kerja (Pokja) diantaranya

pokja Evaluasi dan Informasi Keuangan Daerah. Salah satu wujud nyata hasil dari

72

Page 62: document 01

Pokja Evaluasi dan Informasi Keuangan Daerah tersebut adalah Pedoman Sistem

Akuntansi Keuangan Daerah (SAKD) yang diharapkan akan diimplementasikan oleh

Pemerintah Daerah Propinsi/Kabupaten dan Kota sehingga Pemerintah Daerah

mampu menghasilkan Laporan Pertanggungjawaban Keuangan sesuai dengan

tuntutan masyarakat.

Sesuai dengan tuntutan dasar dari undang-undang dan peraturan tersebut di

atas yakni akan adanya akuntabilitas dalam bentuk sebuah laporan keuangan

pemerintah daerah yang terdiri dari laporan realisasi anggaran, neraca, catatan atas

laporan keuangan, dan laporan barang maka perlu untuk melakukan berbagai kegiatan

untuk mendukung pelaksanaan kebijakan tersebut, menunjang pemerintah daerah

dalam menghasilkan laporan pertanggungjawaban keuangan daerah maka harus perlu

dikembangkan dan disusun sistem akuntansi keuangan daerah yang tepat. (Keputusan

Menteri Keuangan No 355/KMK07/2001).

Berdasarkan riset terdahulu yang dikutip dari Heni Nurani (2005:109),

memuat beberapa hal yakni :

1. Pengembangan SAKD harus didasarkan aturan-aturan keuangan yang

telah ada dan mengakomodir kepentingan berbagai pihak dalam

pemenuhan kebutuhan informasi keuangan daerah.

2. SAKD terdiri dari organisasi terkait, prosedur-prosedur yang diperlukan,

dokumen, catatan dan pelaporan.

73

Page 63: document 01

3. Metode pencatatan catatan akuntansi beralih dari sistem pencatatan

single entry ke sistem pencatatan double entry (tata buku berpasangan)

agar memperoleh informasi keuangan yang lengkap mengenai keuangan

daerah baik tentang posisi kekayaan, utang piutang dan modal.

4. Dasar pengakuan penerimaan dan pembebanan pemerintah daerah

beralih dari cash basis ke modified accrual basis.

Selanjutnya, dalam Heni Nurani (2005:101) menerangkan bahwa

Akuntabilitas publik akan tercapai dengan dilaksanakannya Sistem Akuntansi

Keuangan Daerah yang baru sesuai dengan paradigma good governance.

Akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah harus menunjukkan ketaatan

terhadap peraturan perundang-undangan, antara lain:

a. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia khususnya yang mengatur

mengenai keuangan negara;

b. Indische Comptabiliteitswet (ICW)/Undang-Undang Pembendaharaan

Indonesia (UUPI);

c. Undang-Undang APBN;

d. Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pemerintahan

daerah;

e. Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perimbangan

keuangan pusat dan daerah;

f. Keputusan Presiden (Keppres) tentang Pelaksanaan APBN;

74

Page 64: document 01

g. Peraturan perundang-undangan lainnya yang mengatur tentang keuangan

pusat dan daerah.

Apabila terdapat pertentangan antara standar akuntansi keuangan pemerintah

dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, maka yang berlaku adalah

peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Sebagai penjabarannya, di bidang administrasi keuangan daerah, berbagai

peraturan perundangan yang lebih operasionalpun dikeluarkan. Beberapa peraturan

yang relevan disebut disini adalah sebagai berikut:

a. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

b. Undang-Undang No.24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi

Pemerintah (SAP).

c. Undang-Undang No.56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan

Daerah.

d. Undang-Undang No.58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan

Pertanggungjawaban Keuangan Daerah.

e. Peraturan Pemerintah No.55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan.

f. Peraturan Menteri Dalam Negeri No.13 Tahun 2006 tentang Pedoman

Pengelolaan Keuangan Daerah.

g. Peraturan Menteri Dalam Negeri No.59 Tahun 2007 tentang perubahan

Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah yang mengubah Permendagri

No.13 Tahun 2006.

75

Page 65: document 01

Dari peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah tersebut di atas,

maka dapat diketahui bahwa hasil akhir yang diharapkan adalah adanya akuntabilitas

publik dalam pengelolaan keuangan daerah.

Dalam konteks organisasi pemerintah, akuntabilitas publik adalah pemberian

informasi atas aktivitas dan kinerja pemerintah kepada pihak-pihak yang

berkepentingan (Mahmudi, 2010:23). Penekanan yang utama dari akuntabilitas publik

adalah pemberian informasi atas aktivitas dan kinerja pemerintah dicerminkan dalam

laporan.

Pengertian akuntabilitas publik menurut Mahmudi (2010:23) adalah:

“Kewajiban agen (pemerintah) untuk mengelola sumber daya, melaporkan, dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang berkaitan dengan penggunaan sumber daya publik kepada pemberi mandat (prinsipal)”.

Menurut Mardiasmo (2006:3) Akuntabilitas dapat diartikan:

“Sebagai bentuk kewajiban mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya, melalui suatu media pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik”.

Menurut Mardiasmo (2006:5) akuntabilitas publik terdiri atas dua macam,

yaitu:

a. Akuntabilitas Vertikal (Vertical Accountability) adalah

pertanggungjawaban atas pengelolaan dana kepada otoritas yang lebih

tinggi, misalnya pertanggungjawaban unit-unit kerja (dinas) kepada

pemerintah daerah, pertanggungjawaban pemerintah daerah kepada

76

Page 66: document 01

pemerintah pusat, dan pertanggungjawaban pemerintah pusat kepada

MPR.

b. Akuntabilitas Horizontal (Horizontal Accountability) adalah

pertanggungjawaban kepada DPRD dan masyarakat luas.

Akuntabilitas publik yang harus dilakukan organisasi sektor publik terdiri dari

beberapa dimensi (Ellwood, 1993 seperti dikutip dari Mahmudi, 2010:28). Dimensi

akuntabilitas publik meliputi

1. Akuntabilitas hukum dan kejujuran2. Akuntabilitas proses3. Akuntabilitas program4. Akuntabilitas kebijakan5. Akuntabilitas finansial.

2.3 Hipotesis

Dalam Penelitian yang sebelumnya dilakukan oleh Renovator (2004) atas

penelitiannya yang berjudul Peran Sistem Akuntansi Keuangan Daerah Dalam

Mewujudkan Akuntabilitas Keuangan menunjukkan bahwa sistem akuntansi

keuangan daerah berperan penting dalam mewujudkan transparansi dan akuntabilitas

keuangan. Akan tetapi, hasil penelitian menunjukkan masih ada pemerintah daerah

yang belum melaksanakan SAKD karena kesulitan yang dialami oleh sumber daya

manusianya dan sistem teknologi informasi yang mendukung dalam mengelola data

keuangan.

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh penulis yang berjudul Pengaruh

Penerapan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah (SAKD) terhadap Akuntabilitas

77

Page 67: document 01

Publik, maka sistem akuntansi keuangan daerah berperan penting dalam mewujudkan

akuntabilitas publik. Perbedaan penelitian dahulu dengan penelitian penulis terletak

pada sub variabel, indikator dan objek penelitian. Selain itu penulis akan mencoba

untuk memperluas penyebaran penelitian, menambah dinas-dinas yang sebelumnya

tidak terdapat dalam penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu.

Sehubungan dengan permasalahan tersebut di atas, menunjukkan bahwa

setelah Pemerintah Daerah/Kabupaten dan Kota sudah menerapkan Sistem Akuntansi

Keuangan Daerah (SAKD) secara konsisten dan menyeluruh maka akuntabilitas

publik dapat tercapai. Dengan demikian dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :

“Terdapat pengaruh yang signifikan atas penerapan Sistem Akuntansi Keuangan

Daerah (SAKD) dalam mewujudkan akuntabilitas publik”.

78


Top Related