Download - DISKUSI+KASUS+TBC+kel+I
DISKUSI KASUS
Tuberkulosis Paru
Disusun Oleh Kelompok I:
Anthony 0706258725
Budi Kurniawan 0706258851
Fakhri Rahman 0706259053
Faradila Ramadian T 0706259066
Imma Nurliana 0706259261
Kasih Rahardjo D 0706259305
Marsha Sinditia 0706259406
Martha Rosana 0706259425
Maulidina MRS 0706259444
Muslihani 0706259482
DEPARTEMEN FARMAKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
JAKARTA 2012
0
KASUS TUBERKULOSIS PARU
Ny.Mira, 23 tahun, ibu rumah tangga, memiliki 2 orang anak, datang ke
tempat praktek anda dengan keluhan batuk berdahak disertai bercak darah, sejak 8
jam yang lalu. Keluhan batuk sudah dirasakan sejak 2 bulan yang lalu dan tak
kunjung sembuh, padahal Ny.Mira sudah minum obat batuk yang dibelinya di
warung, dan 3 minggu yang lalu sudah berobat ke dokter, diberikan tablet
amoxicillin 3x sehari selama 5 hari, namun tidak membaik. Keluhan tersebut
disertai demam yang tidak terlalu tinggi, merasa tidak nafsu makan dan sering
berkeringat malam. Selain itu Ny Mira merasa BB-nya turun. Riwayat keluhan
seperti ini sebelumnya tidak ada. Riwayat keluarga dengan keluhan serupa tidak
ada. Suami seorang buruh bangunan dan perokok berat. Anaknya berusia 8 tahun
dan 4 bulan (masih mendapat asi eksklusif). Ny.Mira saat ini sedang
menggunakan KB suntik 1 bulan sekali. PF : IMT= 18 kg/m2, paru-paru ronkhi
-/-, wheezing -/-, lain-lain dalam batas normal. Rontgen paru : terdapat
bercak/perselubungan keputihan di kedua apeks paru.
Diagnosis : TBC
1. Jelaskan berbagai regimen pengobatan TBC
Regimen OAT yang digunakan di Indonesia
Terapi tuberkulosis harus disesuaikan dengan kondisi pasien dan tingkat
keparahan penyakit. Menurut buku tuberkulosis pedoman diagnosis dan
penatalaksanaan di Indonesia yang dikeluarkan oleh PDPI pada tahun 2006, terapi
TB dibagi menjadi 4 kategori, yaitu:
A. Kategori-1
2RHZE/ 4H3R3(2 bulan pertama minum rifampisin, INH, pirazinamid dan
ethambutol lalu 4 bulan berikutnya dilanjutkan dengan rifampisin dan INH
yang diminum 3 kali dalam satu minggu). Paduan OAT ini diberikan untuk
pasien:
Pasien baru TB paru BTA positif
Pasien TB paru BTA negatif dengan foto toraks positif
Pasien TB paru berat dengan TB ekstra paru
1
B. Kategori -2
2RHZES/ RHZE/ 5R3H3E3 (2 bulan pertama minum rifampisin, INH,
pirazinamid, ethambutol, dan suntik streptomisin, lalu 1 bulan dilanjutkan
dengan rifampisin, INH, pirazinamid, dan ethambutol, dan 5 bulan
seterusnya dilanjutkan dengan rifampisin, INH, ethambutol sebanyak 3 kali
dalam satu minggu). Diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati
sebelumnya:
Pasien yang kambuh setelah sebelumnya sudah dinyatakan sembuh
dari tuberkulosis
Pasien gagal, yaitu pasien BTA positif yang masih tetap positif atau
kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum
akhir pengobatan) atau akhir pengobatan
Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default), yaitu pasien
yang telah menjalani pengobatan ≥1 bulan dan tidak meminum obat
selama 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya
selesai.
C. Kategori-3
2RHZE/ 4R3H3 (2 bulan pertama minum rifampisin, INH, pirazinamid dan
ethambutol lalu 4 bulan berikutnya dilanjutkan dengan rifampisin dan INH
yang diminum 3 kali dalam satu minggu). Diberikan untuk pasien TB paru
(baru) dengan BTA negative dan pada foto thoraks: lesi minimal. Pada
kategori tiga, obat yang disediakan oleh program nasional adalah
2HRZE/4H3R3.
D. Kategori-4
Diberikan pada pasien dengan kasus kronik (masih BTA-positif setelah
pengobatan ulang yang diawasi serta pasien MDR). Pasien kronik, jika
belum ada hasil uji resistensi, diberikan RHZES. Jika telah ada hasil uji
resistensi, pengobatan dilanjutkan dengan sesuai hasil uji resistensi (berikan
minimal 4 OAT yang masih sensitif) ditambah minimal obat lini ke 2.
2
Pengobatan minimal 15 bulan. Pada pasien kronik dengan MDR,
pengobatan sesuai dengan uji resistensi ditambah OAT lini 2 atau INH
seumur hidup. Selain itu, dapat pula dipertimbangkan pembedahan dan rujuk
ke dokter spesialis paru.
2. Regimen pengobatan mana yang anda pilih untuk pasien tersebut? Apa arti
kode regimen pengobatan yang anda tentukan.
Pasien akan diobati menggunakan kategori 1 dan regimen yang akan
diberikan adalah 2RHZE/ 4H3R3(2 bulan pertama minum rifampisin, INH,
pirazinamid dan ethambutol lalu 4 bulan berikutnya dilanjutkan dengan
rifampisin dan INH yang diminum 3 kalidalam satu minggu).
3. Mengapa terapi TBC memerlukan kombinasi beberapa obat?
Untuk menurunkan resiko penyalahgunaan obat tunggal dan multidrug
resistance akibat penurunan penggunaan monoterapi.
Mikobakteria merupakan kuman tahan asam yang sifatnya berbeda dengan
kuman lain karena tumbuhnya sangat lambat dan cepat sekali timbul
resistensi bila terpajan dengan satu obat. Lebih lanjut lagi, terdapat 4
kelompok populasi kuman (Mitchison), yaitu:
Kelompok A : Kuman tumbuh aktif dan cepat dapat, pH netral , banyak
pada dinding kaviti. Dibunuh paling kuat oleh Isoniazid; Rifampisin dan
Streptomisin juga dapat membunuh populasi ini
Kelompok B : Semi dormant , tumbuh lamban berada dalam suasana asam
biasanya di dalam makrofag atau dinding kaviti. Dapat dibunuh oleh
Pirazinamid
Kelompok C : Semi dormant; metabolisme sangat cepat dan singkat
hanya beberapa jam saja. Dapat dibunuh oleh Rifampisin
Kelompok D : Dormant tidak dapat dibunuh oleh obat-obatan
Dengan alas an di atas, jika terapi diberikan monoterapi, akan terjadi rise
and fall phenomenon, dimana pada populasi kuman yang diberikan
monoterapi, maka jumlah kuman yang sensitive akan turun, sedangkan
kuman yang resisten akan meningkat, sehingga dalam beberapa waktu, akan
tersisa kuman yang resisten saja pada populasi tersebut.
3
Untuk jawaban pertanyaan nomor 4, 5 dan 6, disajikan dalam bentuk tabel:
No
Nama ObatMekanisme Kerja
Indikasi dan Kontraindikasi
Efek Samping dan Interaksi ObatDosis & Frekuensi Pemberian
1 Rifampisin
Sediaan Kapsul 150 mg;
300 mg (Rp 64.800)
Tablet 450 mg; 600 mg
Suspensi 100 mg/5 mL
Mechanism of Actiono Obat ini terutama aktif terhadap sel yang sedang bertumbuh. Kerja dari obat ini adalah menghambat subunit β dari DNA-dependent RNA polymerase bakteri sehingga menghambat terjadinya sintesis RNA.o Rifampicin tidak mengikat inti RNA polymerase sel eukariotik sehingga tidak menghambat sintesis RNA.o Obat ini bersifat bakterisidal dan dapat menembus kebanyakan jaringan serta sel fagosit sehingga dapat membunuh mikroorganisme yang sulit dilakukan oleh obat lainnya.
Farmakokinetiko Absorpsi: Obat ini cukup baik diabsorpsi dan akan mencapai kadar puncak dalam plasma setelah 2-4 jam. Setelah diserap dari saluran cerna, obat ini dieksreksi
IndikasiInfeksi mycobacterumo Menghambat pertumbuhan berbagai kuman gram positif dan negatifo Terhadap gram (+), efektivitas < penisilin G; namun > eritromisin, linkomisin, sefalotino Terhadap gram (-), efektivitas < tetrasiklin, kloramfenikol, kanamisin, kolistin
Kontraindikasio Hipersensitifo Ikterus
Efek Sampingo Ruam kulit, demam, mual, muntaho Pemberian berselang dengan dosis lebih besar flu like syndrome, nefritis interstisial, nekrosis tubular akut, trombositopeniao Ikterus insidens bertambah pada pasien dengan penyakit hati kronik, alkoholisme, usia lanjuto Pemberian rifampisin intermiten (< 2x/minggu) dihubungkan hepatorenal syndromeo Keluhan lain: kolik, diareo Reaksi hipersensitivitaso Efek teratogenik tidak diketahui lebih baik dihindari pada kehamilan
Interaksi Obato Asam Para-Amino Salisilat memperlambat absorpsi rifampisin kadar terapi tidak tercapai. Bila harus diberikan bersamaan, pemberian kedua obat ini harus berjarak 8-12 jamo Obat hipoglikemik oral, kortikosteroid, kontrasepsi oral efektivitas berkurang akibat rifampisin bersifat pemacu metabolisme
Dosis (8-12 mg/KgBB/hari)
< 40 kg : 300 mg 40-60 kg : 450 mg >60 kg : 600 mg
4
melalui empedu dan mengalami siklus enterohepatik.o Distribusi: Sekitar 75% rifampisin terikat pada protein plasma dan obat ini cukup baik berdifusi ke berbagai jaringan, termasuk cairan otak. Hal ini ditandai dengan warna merah pada urin, tinja, sputum, airmata, keringat pasien.Eksresi: Melalui urin sebanyak 30%. Setengahnya merupakan rifampisin utuh sehingga tidak memerlukan penyesuaian dosis pada gangguan fungsi ginjal.
Kontrasepsi oral mungkin terjadi.
2 Isoniazid Tablet 100 mg
Rp 25
Tablet 300 mgRp 66
Mechanismme of actiono Menghambat sintesis asam mikolik (komponen penting dinding sel Mycobacterium)o Merupakan prodrug yang diaktivasi enzim katalase-peroksidase mycobacterium (KatG) membentuk ikatan kovalen dengan carrier protein asil dan betaketoasil hambat sintesis asam mikolik dan membunuh sel.
Indikasi :o Infeksi TB lateno TB aktifo Infeksi baruo Orang terdekat pasien yang baru terdiagnosis TB
Kontraindikasi:o Riwayat gangguan hepar akibat INH, acute livero Hipersensitif terhadap INH
Efek samping :o Peningkatan enzim hati, Neuropati perifer, Hilang nafsu makan, Mual muntah, Nyeri ulu hati, Lesu, Pusing, Bicara pelo, Letargi, Kerusakan hati, progresif, Hiperrefleks, Agranulositosi, Anemia megaloblastik, Trombositopenia, SLE, kejang
Interaksi obat :o Meningkatkan toksisitas carbamazepin, etosuksimid, fenitoin, diazepan, triazolam, klorzoksazon, teofilin, klofazimin, sikloserin, dan
Dosis oral dan parenteral sama.
TB aktif (dewasa)1 x 300 mg/hari(single)2 x 900 mg/minggu(kombinasi dgn OAT lain, mis: Rifampisin 600 mg)
Infeksi TB laten (oral)Dewasa
3 bulan
5
o Mutasi overekspresi inhA (pengkode protein reduktase carrier asil NADH-dependent) resisteno Jika diberikan sebagai monoterapi kemungkinan resistensi lebih tinggi kombinasi 2 obat dengan kerja independen lebih efektif
Farmakokinetik:o Diabsorpsi cepat dan lengkap di traktus GIo Terdistribusi luas di jaringan dan cairan tubuh, CSF, plasenta, dan air susuo Tmax 1-2 jam, protein bound 10-15%o Dimetabolisme di hepar melalui asetilasi oleh N-asetiltransferaseo Waktu paruh 1-3 jamo Ekskresi terutama di urin (75-95%) sebagian kecil dalam bentuk utuh, dan di feseso Half-life elimination: asetilator cepat 30-100 menit; asetilator lambat 2-5 jam; dapat memanjang pada gangguan hepar atau ginjal berat.
warfarino Meningkatkan metabolisme enfluran, memicu kadar nefrotoksik fluorideo Penurunan efektivitas dan peningkatan resiko neuropati perifer dan hepatotoksisitas oleh alkoholo Absorbsi berkurang dengan pemberian antasid yang mengandung aluminiumo Kadar serum menurun dengan ketokonazol, zalcitabine.o Peningkatan resiko neuropati perifer dengan stavudin dan zalcitabineo Peningkatan resiko hepatotoksisitas oleh rifampisin dan obat hepatotoksik lainnya
900 mg, 1x/mgg 6 bulan
300 mg/hari atau 5 mg/kgBB/hari
9 bulan1 x 300 mg/hari atau2 x 900 mg/minggu
Infeksi non-TB5 mg/kgBB/hari, 12 bln untuk sputum BTA (-), dikombinasi etambutol dan rifampin (max 300 mg/hari) dosis sama untuk IM
6
o
3 Pirazinamid Tablet 500
mg
Mechanisme of actiono Memiliki aktivitas bakterisidal pada pH relatif asam pada percobaan invitro. Aktivitas pada pH asam menunjukkan hasil ideal. M. tuberculosis tinggal di dalam fagosom makrofag yang relatif asam. Pyrazinamide dikonversi menjadi asam pyrazinoat (bentuk aktif) oleh enzim mycobacterial pyrazinamidase. Metabolit ini memiliki target pada gen sintesis asam mikolat penyusun M. Tuberculosis.
Indikasi :o Regimen multiple pengobatan TB 6 bulan
Kontraindikasi :o Gangguan hati berat
Efek samping :o Hepatotoksiko Nyeri sendio Serangan gouto Mual muntaho Kemerahan kulit
Interaksi Obat: o Kombinasi dengan Rifampicin meningkatkan risiko hepatotoksik
Dewasa : 15-30 mg/ kgBB 1x sehariMaks. 2 gram / hari
Anak-anak: 15-30 mg/ kgBB 1x sehari maks. 2 gram / hari. Tetap efektif meski diberikan 2-3 x/minggu
4 Etambutol Tablet 250 mg
dan 500 mg
Mechanism of Actiono Menghambat sintesis metabolit sel sehingga metabolism sel terhambat dan sel matio Tuberkulostatik, hanya aktif terhadap sel yang bertumbuho Hampir semua galur M. tuberculosis dan M. kansasii sensitif terhadap etambutol, tidak efektif terhadap kuman laino Menekan pertumbuhan
Indikasio Tuberkulosis kategori 1 dan kategori 2
Kontraindikasio Alergi terhadap ethambutolo Optic neuritisTidak direkomendasikan untuk anak < 13 tahunKategori untuk kehamilan : B
Efek Sampingo Penurunan ketajaman pengihatan, gangguan penglihatan neuritis retrobulbar (turunnya tajam penglihatan, hilangnya kemampuan membedakan warna, mengecilknya lapang pandang, dan skotoma sentral maupun lateralo Ruam kulito Demam o Peningkatan kadar asam urato Mual, muntahInsidens efek samping makin tinggi sesuai dengan peningkatan dosis dan
Dosis dewasa15 – 20 mg/kgBB/hariDosis yang dianjurkan
15 mg/kgBB/hari (harian)
30mg/kgBB/kali (intermiten)Dosis berdasarkan berat badan
< 40 kg : 750 mg 40 – 60 : 1000 mg >60 kg : 1500 mg
7
kuman tuberkulosis yang telah resisten terhadap isoniazid dan o streptomisino Sukar menimbulkan resistensi, tetapi dapat timbul bila digunakan sebagai obat tunggal
Farmakokinetik :o Absorpsi diserap 75 – 80% diserap dari saluran cerna, kadar puncak dalam plasma dicapai dalam waktu 2 – 4 jam, masa paruh eliminasi 3 – 4 jamo Distribusi distribusi luas di dalam tubuh, terkonsentrasi di ginjal, paru, saliva, dan sel darah merah, ikatan protein 20 - 30%, tidak dapat menembus sawar darah otak, dapat menembus ke ASIo Metabolisme hepar (20%) menjadi metabolit inaktifo Eliminasi dan ekskresi diekskresikan dalam bentuk asal melalui urin, 10% sebagai metabolit berupa derivate aldehid dan asam karboksilat, mengalami filtasi
lama terapi tetapi bersifat reversible
Interaksi Obato Peningkatan kadar asam urat terutama bila digunakan bersama isoniazid dan piridoksino Mengurangi efektivitas vaksin BCGo Meningkatkan efek allupurinolo Penggunaan dengan alumunium hidroksida dapat meningkatkan kadar ethambutol
8
glomerulus juga disekresi melalui tubuli,
5 StreptomisinHarga generikVial 1,5g Rp.2.565/vial
Bentuk sediaan oral (BSO)Vial 1,5g, 5g
Mechanisme of actiono Golongan aminoglikosidao Menghambat sintesis protein bakteri bakterisidal o Streptomisin mengikat ke protein S12 dari subunit 30S ribosom bakteri, lalu melakukan ikatan degan formil-methionyl-tRNA. Hal ini mencegah sintesis protein dan menyebabkan kematian pada sel mikroba.o Pada konsentrasi rendah streptomisin hanya menghambat pertumbuhan bakteri o Absorbsi:
-Oral: poor absorption-Intramuskular: well
absorption Distribusi: diikat oleh protein hampir 34%. Didistribusikan hampir di seluruh jaringan dan cairan tubuh, keculai otak. Ekskresi: diekskresi di urin sebanyak 30-90% dalam
Indikasi: o Pasien dengan riwayat pengobatan TB lini pertama, TB-MDR (golongan kelompok 2)
Kontraindikasi:o Pasien TB usia > 60 tahun, wanita hamil, alergi terhadap streptomisin
Efek samping:o Mayor: kemerahan kulit dengan atau tanpa gatal, tuli, vertigo hentikan streptomisino Minor: penurunan jumlah urin, gangguan fungsi hepar hentikan streptomisino Anafilaksis, neurotoksin
Interaksi Obat:o Interaksi dengan H1-reseptor bloker mengakibatkan ototoksiko Menurunkan ekskresi dari zalcitabineo Menghambat inhibisi alfa-galaktosidao Bersifat nefrotoksik bila berinteraksi dengan aminoglikosida lain, vankomisin dan beberapa sefalosporin o Bersifat ototoksik bila berinterkais dengan asam etakrinat, manitol, furosemid dan amninoglikosida lain
Dewasa: 15 mg/kg/hari Max: 1 g/hariTerapi intermiten: 25-30 mg/kg/hari, 2-3 kali/mingguAnak: 20-40 mg/kg/hari, Max: 1 gatau 25-30 mg/kg, 2-3 kali/minggu, Max: 1.5 g dengan infusion rate 0.5-1 ,L/menit (dewasa) 10 mcg/kg dengan subkutan, im, atau bolus pelan, maksimal 300 mcg (anak-anak > 2 tahun)
9
5. Sebutkan efek samping berbagai obat TBC, dan apa yang harus dilakukan
jika efek samping tersebut timbul.
Pada intoksikasi INH
Penanganan keracunan INH ditujukan untuk kontrol kejang dengan
piridoksin. Pemberian benzodiazepin hanya bersifat sementara sampai
tersedia piridoksin dosis besar.
A. Piridoksin
Vitamin B6 dan DOC dibutuhkan untuk mengelola kejang yang dipicu
INH, asidosis metabolik, dan perubahan status mental.
Sediaan obat: tablet (10 mg, 50 mg, 100 mg, 200 mg, 250 mg, 500 mg),
dan tablet extended-release (200 mg)
Dosis Pria : <50 tahun 1,3 mg/hari ; >50 tahun 1,7 mg/hari
11
Dosis Wanita : <50 tahun 1,3 mg/hari ; >50 tahun 1,5 mg/hari, wanita
hamil 1,9 mg/hari, menyusui 2 mg/hari
B. Antikonvulsan
Antikonvulsan standar kurang efektif jika digunakan tunggal untuk
mengontrol kejang. Hati-hati dalam menggunakan fenitoin karena INH
menurunkan metabolisme fenitoin, sehingga meningkatkan resiko
toksisitas fenitoin pada pasien slow-acetylator.
a. Lorazepam
Merupakan penanganan untuk status epileptikus karena bertahan di
SSP lebih lama dari diazepam. Injeksi tidak boleh melebihi 2mg/menit.
dapat diberikan IM jika gagal akses vaskular. Dosis 4 mg tiap
pemberian, secara perlahan 2 mg/menit. Jika kejang tetap berlangsung
setelah 10-15 menit, berikan 4 mg IV lagi.
Pada intoksikasi pirazinamid
Pyrazinamid bersifat hepatotoksik sehingga seringkali menimbulkan hepatitis
imbas obat. Bila timbul gejala klinis seperti ikterik, mual muntah hebat, atau
peningkatan SGOT maupun SGPT hingga 5x maka Pyrazinamide harus
distop sampai ikterik menghilang dan boleh diberikan hepatoprotektor. Oleh
karena itu, penting sebelum memulai pemberian pyrrazinamide dilakukan
pemeriksaan uji fungsi hati. Pyrazinamid seringkali menimbulkan serangan
akut berupa arthritis gout. Hal ini dapat diatasi dengan pemberian NSAID
yang relatif aman bagi lambung seperti Na diklofenak.
12
Klinik Sumber WarasJl. PB Sudirman No.35-36
Telp. (021) 553-4500 Fax. (021) 552-7500PO BOX 635 TNG 15111
TangerangDokter. Tangerang,..........................
R/ Rifampisin 450 mg tab No. XIV ∫ 1 dd tab I
R/ Isoniazid 300 mg tab No. XIV ∫ 1 dd tab I a.c.
R/ Etambutol 500 mg tab No.XXVIII ∫ 1 dd tab 2
R/ Pirazinamid 450 mg tab No. XXVIII ∫ 1 dd tab 2
Pro :Ny. MiraUmur/BB :23 Tahun/50 kgAlamat : Jl. Otista III/64 Jaktim
7. Jika sediaan fixed dose combination (FDC) tersedia, tentukan dosisnya dan buat juga resepnnya
Diagnosis pada pasien ini adalah TB paru kasus baru dengan gambaran radiologik
lesi luas, sehingga paduan obat yang dianjurkan adalah 2RHZE/4RH atau
2RHZE/4R3H3 atau 2RHZE/6HE. Pada pasien ini kami memilih paduan obat
2RHZE/4RH. Berat badan pasien ini diperkirakan antara 38-54, sehingga pada 2
13
bulan pertama diberikan FDC berupa RHZE 3 butir setiap hari, kemudian
dilanjutkan dengan RH 3 butir setiap hari selama 4 bulan berikutnya.
Klinik Sumber WarasJl. PB Sudirman No.35-36
Telp. (021) 553-4500 Fax. (021) 552-7500PO BOX 635 TNG 15111
TangerangDokter. Tangerang,..........................
R/ RHZE 150/75/400/275 FDC No. XLII ∫ 1 dd 3 tab ac
Pro : Ny. MiraUmur/BB : 23 tahun/50 kgAlamat : Jalan Otista III/64 Jaktim
8. Kapan pasien tersebut harus datang kontrol? Apa yang harus anda
monitoring?
Pasien dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan,
selanjutnya setiap 1 bulan. Hal yang perlu dievaluasi adalah respon
pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada tidaknya
komplikasi penyakit. Evaluasi klinik meliputi keluhan, berat badan dan
pemeriksaan fisik. Dosis perlu disesuaikan dengan berat badan pasien. Bila
mungkin, sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati, fungsi ginjal dan darah
lengkap. Asam urat diperiksa bila menggunakan pirazinamid karena obat ini
menghambat ekskresi asam urat, dan bila ada keluhan diperiksa juga visus
dan buta warna pada pasien yang menggunakan etambutol.
9. Kapan sputum BTA akan menjadi (-)?
Evaluasi bakteriologik dilakukan sebelum pengobatan dimulai, kemudian
bulan ke-2, dan ke-6 pengobatan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi
dahak. Konversi sputum biasanya terjadi setelah pengobatan bulan ke-2
(setelah fase intensif).
14
10. Jelaskan edukasi yang anda berikan kepada pasien sehubungan dengan
penyakitnya, cara penularan, pencegahan, dan obat yang anda berikan.
Edukasi:
• Mengenai penyakit TB
Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC)
adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium
tuberculosis. Paling sering menyerang paru dan penyakit ini dapat sembuh
total dengan pengobatan yang adekuat.
• Cara penularan
Penyakit TB dapat menular dari droplet yang terdapat di dalam dahak
pasien dpenderita TB, sehingga pasien dianjurkan untuk menggunkana
masker terutama pada saat 2 bulan pertama pengobatan TB. Memberitahu
pasien dan anggota keluarga bahwa frekuensi kontak yang sering dengan
penderita TB, apalagi serumah gampang menyebabkan tertular. Maka
perlu menjaga sikap dan perilaku serta menjaga kondisi lingkungan rumah
tetap sehat, seperti mendapat pencahayaan matahari yang cukup.
• Pencegahan
Pencahayaan matahari yang cukup dan ventilasi udara yang
terjamin, menghindari lingkungan lembab
Skrining TB pada anggota keluarga lain yang serumah
Asupan gizi yang cukup dan daya tahan tubuh yang baik
• Obat yang diberikan
Pentingnya pengobatan TB yang adekuat dan tuntas
Efek samping yang dapat timbul ( mual, muntah, kencing merah,
gangguan fungsi hati, gangguan penglihatan, ototoksik dll )
Kembali kontrol berikutnya
11. Apakah Ny.Mira tetap boleh menyusui bayinya?
Pasien boleh menyusui bayinya yang berusia 4 bulan karen pada umumnya
obat antituberkulosis aman digunakan saat menyusui. Obat-obat
antituberkulosis dieksresi dalam konsentrasi yang rendah pada ASI dan tidak
memberi efek toksik pada bayi, terutama pada bayi berusia lebih dari dua
15
bulan. Namun, tetap disarankan pemberian obat dimulai dengan dosis
terendah.
12. Jika 4 minggu setelah pengobatan, Ny.Mira datang dengan keluhan mata
menjadi kuning, apa yang akan anda lakukan?
Anamnesis keluhan lain selain kuning, seperti mual dan muntah dan
pemeriksaan fisik dan dilakukan pemeriksaan SGOT dan SGPT untuk
menilai kerusakan hati dan bilirubin:
Bila klinis (+) (ikterik +, mual dan muntah +), maka OAT dihentikan
Bila gejala (+) dan SGOT, SGPT ≥ 3, maka OAT dihentikan
Bila gejala klinis (-), dengan hasil laboratorium:
- Bilirubin >2, maka OAT dihentikan
- SGOT, SGPT ≥ 5 kali, maka OAT dihentikan
- SGOT, SGPT ≥ 3 kali, maka pengobatan diteruskan
Bila drug induced hepatitis telah diatasi, OAT dapat mulai diberikan .
Dimulai dari obat rifampisin, 3-7 hari berikutnya diberikan isoniazid. Pasien
dengan riwayat kuning sebaiknya tidak lagi diberikan pirazinamid.
DAFTAR PUSTAKA
16
1. World Health Organization. Treatment of tuberculosis: guidelines. 4th edition.
Geneva: World Health Organization Press; 2010
2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis: pedoman diagnosis dan
penatalaksanaan di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; 2002
3. Brunton L, Parker K, Blumenthal D, Buxton I. ed. Goodman & gilman’s
manual of pharmacology and therapeutics. 11th edition. New York: McGraw-
Hill. 2008.
4. Baxter K. ed. Stockley’s drug interactions. 9th edition. London:
Pharmaceutical Press. 2010.
5. Tran JH, Montakantikul P. The safety of antituberculosis medications during
breastfeeding. J Hum Lact;1998;14(4):337-40.
6. Holdiness MR. Antituberculosis drugs and breast-feeding. Arch Intern Med.
1984;144:1888.
7. Katzung GB, Masters SB, Trevor AJ. Basic and clinical pharmacology 11th
ed. 2009. San Francisco: McGraw-Hill.
8. Isoniazid Drug Information diunduh dari
http://mims.com/Indonesia/drug/info/isoniazid/?
q=isoniazid&type=brief&mtype=generic pada 19 Juni 19.55 WIB
9. Depkes RI. Kepmenkes No. 302/Menkes/SK/III/2008 mengenai harga obat
generik.
10. Mechem. CC. Isoniazid toxicity in emergency medicine medication diunduh
dari http://emedicine.medscape.com/article/815298-medication pada 19 Juni
2012 20.00 WIB
17