Transcript
Page 1: DISKURSUS DAN PRAKTEK PENGELOLAAN LANSKAP: …

DISKUSI DI CTSS—IPB

DISKURSUS DAN PRAKTEK PENGELOLAAN LANSKAP: Pendekatan Trans-disiplin

Dalam Lingkaran Politik PSDA

Hariadi Kartodihardjo

12 Desember 2018

Page 2: DISKURSUS DAN PRAKTEK PENGELOLAAN LANSKAP: …

Seperti Apa Kinerja PSDA danKorupsinya?

Peran ekonomi SDA. Mempunyai peran keciltetapi menjadi sumberkonflik/tumpang tindih

Korupsi. Soalpenyelenggaraan urusanpemerintahan PSDA

Pelanggaran dan akumulasi kapital. Pemusatan SDA bagikelompok usaha dan pelanggaran kewajibanfinansial

1

Page 3: DISKURSUS DAN PRAKTEK PENGELOLAAN LANSKAP: …

91.612, 6%

638.324, 43%

349.576, 24%

400.636, 27%

Kehutanan

Pertambangan

Perkebunan

Perikanan Tangkap

1480

99.91 148 222

0500

100015002000

Produksi SDA Pajak & PNBP Pajak & PNBP 10% Pajak & PNBP 15%

Produksi, Pajak & PNBP: Riil vs Proyeksi

Sektor SDA merupakan salahsatu pendukung ekonominasional.▪ Sektor sumber daya alam

(SDA) berkontribusi sekitar10,89% (Rp1,480 T) daritotal PDB Indonesia 2017 Rp13.589 T

▪ Penyerapan tenaga kerja di sektor SDA 37,31 juta orang

▪ Kontribusi pajak dan PNBP hanya Rp 99,91 T atau3,87%

10 Perusahaan 2,1 Juta Pekebun

2,535,495

4,756,272

Penguasaan Kebun Sawit

40,463,103

1,748,931

HPH Masyarakat

Penguasaan Lahan Hutan

Ekses negatif pengelolaan SDA.▪ Eksternalitas lingkungan▪ Ketimpangan ekonomi dan akses

serta pelanggaran hak▪ Korupsi

Kinerja sektor PSDA dan soal-soalnya

Sumber: Tim Evaluasi GNPSDA—KPK, 2018

Page 4: DISKURSUS DAN PRAKTEK PENGELOLAAN LANSKAP: …

Korupsi di sektor PSDA Korupsi terjadi secara masif, tidak jarang menyandera kepentingan negara.▪ Suap-menyuap, pemerasan terjadi hampir di setiap lini administrasi – perencanaan

hingga pengendalian. Mis. Di sektor kehutanan suap per izin per tahun mencapai688 juta sd 22 milyar per tahun.

▪ Aset sumber daya alam tidak pernah dianggap kekayaan negara, nilainya dengan sengajadimanipulasi, dikaburkan atau tidak divaluasi. 1998-2013, Perhutani diperkirakankehilangan asset tegakkan hutannya Rp 998 milyar per tahun. Potensi PNBP sektor kelautan Rp 70 triliun/tahun, namun PNBP Rp 230 milyar/tahun (KPK, 2014)

▪ Konflik kepentingan menghambat upaya penaatan kewajiban pemanfaatan SDA. Berbagai bentuk kerugian negara terjadi secara masif, tidak melaksanakanpengendalian dan pengawasan. Di sektor perkebunan (sawit), tingkat kepatuhan WP Orang Pribadi hanya 6,3% dan WP Badan sebesar 46,3%

5.24 7.24

49.8

66.6

0

20

40

60

80

Kayu Bulat (min) Kayu Bulat (max) IPK (min) IPK (max)

Rata-Rata Potensi Kerugian Kehutanan 2003-2014 (Rp Triliun)

0

10

20

30

K U R A N G B A Y A R P A J A K

A D M I N D A N I Z I N

B U R U K

15.9

28.5

Potensi Kerugian Di Minerba(Rp Triliun)

010

20

30

40

P OT EN S I P A J A K

P A J A K T ER P UN GUT

40

21.87

Potensi Kerugian Pajak Sawit (Rp Triliun)

Sumber: Tim Evaluasi GNPSDA—KPK, 2018

Page 5: DISKURSUS DAN PRAKTEK PENGELOLAAN LANSKAP: …

NO PROPINSI LUASAN TUMPANG TINDIH HGU (HA)

IZIN

PERTAMBANGAN

IUPHHK

-HTI

IUPHHK

-HA

KUBAH

GAMBUT

1 Aceh 33,204 8,499 11,608 -

2 Sumatera Utara 11,420 6,041 8,918 5

3 Sumatera Barat 9,304 9,841 - -

4 Riau 34,038 17,792 - 245,546

5 Kep. Riau 5 - - -

6 Jambi 26,749 8,329 1,053 44,499

7 Bengkulu 60,267 - - -

8 Sumatera Selatan 245,175 40,056 5,765 147,764

9 Bangka Belitung 11,882 4,524 - -

10 Lampung 56,744 2,932 - -

11 Jawa Barat 1,938 - - -

12 Banten 763 - - -

13 Kalimantan Barat 615,052 15,471 4,122 119,436

14 Kalimantan Tengah 396,162 81,834 86,484 152,422

15 Kalimantan Selatan 228,631 89,973 21,213 71,080

16 Kalimantan Timur dan Utara 1,116,103 240,039 99,090 -

18 Sulawesi Utara 4,433 68 308 -

19 Gorontalo 8,543 - - -

20 Sulawesi Tengah 55,389 6,799 3,282 -

21 Sulawesi Tenggara 14,955 549 - -

22 Sulawesi Barat 3,885 420 - -

23 Sulawesi Selatan 26,903 422 - -

25 Maluku Utara 15,251 - 9,938 -

26 Papua Barat 5,605 923 70,829 -

27 Papua 35,450 - 27,054 20,955

TOTAL 3,017,851 534,512 349,664 801,707

Tidak ada integrasi perizinan dalam satu peta berdampak tumpang tindih izin

• Mekanisme verifikasi lahan tidak dilakukan olehpemberi izin dan tidak ada instrumen verifikasi antarlintas perizinan dan tata guna lahan karena tidak adasatu peta yang sama yang menjadi pegangan dalampemberian izin

• Akibatnya terjadi tumpang tindih:

▪ HGU dengan Izin Pertambangan (3,01 juta ha)

▪ HGU dengan IUPHHK-HTI (534 ribu ha)

▪ HGU dengan IUPHHK-HA (349 ribu ha)

▪ HGU dengan Kubah Gambut (801 ribu ha)

Luasan Tumpang Tindih HGU Perkebunan Kelapa

Sawit dengan Izin-izin Lain dan Lahan Kubah Gambut

berdasarkan Propinsi di Indonesia, 2016

Sumber: Litbang KPK, 2016

Soal kepastian usaha akibat konflik lahan

Page 6: DISKURSUS DAN PRAKTEK PENGELOLAAN LANSKAP: …

• Perusahaan ini memiliki HGU seluas 10.157 Ha

• Tapi, dilapangan mereka beroperasi melebihibatas HGU yaitu seluas 10.399 Ha

• Ada tambahan luasan tanaman di luar HGU sebesar

• Sedangkan, pelaporan kewajiban pajaknyahanya sebatas luasan HGU

• Artinya, ada produksi yang tidak dilaporkanyang berimplikasi terhadap penguranganpembayaran pajak

Luasan lahan tanam yang diluar

HGU dan tak dilaporkan dalam

laporan pajak

Hasil overlay data HGU dengan delinasi luasan

tanam yang menunjukan penanaman di luar HGU

oleh perusahaan

Perusahaan beroperasi melebihi HGU tetapi tidakmelaporkannya dalam laporan pajak

Sumber: Litbang KPK, 2016

Lemahnya verifikasi alokasi lahan di lapangan

Page 7: DISKURSUS DAN PRAKTEK PENGELOLAAN LANSKAP: …

Kementerian Pertanian tidak mengatur informasi mengenai perizinan usahadan lokasi perkebunan sebagai informasi yang terbuka untuk publik

• Undang-Undang Nomor 14/2008: agar setiap lembaga dan instansi menyusunaturan yang mengklasifikasikan jenis-jenis informasi yang dapat dibuka kepublik.

• Permentan32/Permentan/OT.140/2011yang direvisi melalui Permentan25/Permentan /HM.130/2016: Tidakmenjelaskan perizinan usaha perkebunansebagai salah satu informasi denganklasifikasi yang terbuka untuk publik.

• Akuntabilitas publik pemberian izinsangat lemah.

- 50,000 100,000 150,000 200,000 250,000 300,000 350,000 400,000

Salim Ivomas Pratama

Sime Darby (Minamas)

Astra Agro Lestari

Darmex Agro

Bakrie Plantation

Wilmar International

First Resources (Surya Dumai)

Asian Agri

Incasi Raya

Bumitama Agri

Triputra Agro

SMART

Kuala Lumpur Kepong

Sampoerna Agro

Luas Lahan (Ha)

AKIBAT: melemahkanpengendalian oleh Kementan atas izin usahayang diatribusikan kepadaPemda, menyulitkanpengumpulan informasibagi Kemtan sendiri. Contoh: pelanggaranterhadap maksimal 100 ribuhektar per group dalamPermentan 98/2013 tidakpernah ditegakkan.

Soal keterbukaan informasi bagi publik

Sumber: Litbang KPK, 2016

Page 8: DISKURSUS DAN PRAKTEK PENGELOLAAN LANSKAP: …

• Tiga grup usaha mendapatkanalokasi 81,7% dari total Rp 3,25 triliyun alokasi danaperkebunan kelapa sawit untuksubsidi biofuel

• Penerima terbesar adalahWilmar Grup dengan alokasi54,32%

NAMA PERUSAHAAN VOLUME (L)DANA

Rp Persentase

Wilmar Bioenergi Indonesia 256,148,728 779,606,236,354 23.92

Wilmar Nabati Indonesia 330,139,061 1,023,620,388,544 31.40

Musim Mas 201,105,072 534,570,146,109 16.40

Eterindo Wahanatama 13,345,150 30,952,580,855 0.95

Anugerahinti Gemanusa 14,651,000 38,036,372,544 1.17

Darmex Biofuels 138,609,831 330,661,948,299 10.14

Pelita Agung Agrindustri 68,168,350 193,469,104,879 5.93

Primanusa Palma Energi 12,415,415 37,402,503,113 1.15

Ciliandra Perkasa 42,282,021 133,272,813,634 4.09

Cemerlang Energi Perkasa 45,592,354 134,977,962,185 4.14

Energi Baharu Lestari 8,455,200 23,329,908,879 0.72

TOTAL 1,130,912,182 3,259,899,965,395 100.00

Daftar Perusahaan Penerima Dana Perkebunan Kelapa Sawit untuk Program Subsidi

Biofuel, Agustus 2015-April 2016

Tiga grup usaha menjadi penerima manfaat utama dana perkebunankelapa sawit

Soal penggunaan dana perkebunan kelapa sawit

Sumber: Litbang KPK, 2016

Page 9: DISKURSUS DAN PRAKTEK PENGELOLAAN LANSKAP: …

Sesungguhnya apa yang terjadi?

2

Transaksi Perizinan di dalamOrganisasi. Terdapat“sosialisasi” dan penggunaaninstruksi formal, middle man, eminent persons untukmemanipulasi informasi, dll.

Persoalan Regulasi dan Ketertutupan Informasi. Adanya persoalan isi regulasisebagai penyebab terjadinyakorupsi atau potensi korupsi.

State Capture, KerugianEkonomi dan PosisiAkademia. Power politikmenentukan arahpemerintahan, menyebabkankerugian dibiarkan, misalokasitidak dibenahi, model patron-klien dibiarkan.

Page 10: DISKURSUS DAN PRAKTEK PENGELOLAAN LANSKAP: …

AKTOR DALAM INSTITUSI PSEUDO—LEGAL

KELOMPOK RENTAN KORUPSI

INSTRUKSI FORMAL

REGULASI/ STRUKTURAL

INSENTIF

EMINENT PERSON

MIDDLE MAN

KONSUL-TAN

PEMOHON IZIN

systemic corruptive regulations,

criminogenic regulations,

vulnerable regulations

SOSIALISASI: Kooptasi (dari pimpinan atau klien),

kompromi-kompromi yang berjalan seiring dengan

tugas-tugas dan perintah-perintah, serta berjalan

secara perlahan-lahan (incremental)

MENJADI MEDIUM

penguasaan SDA dapat

diperoleh dengan

keistimewaan-

keistimewaan, tanpa

melalui prosedur yang

seharusnya.

AKAR MASALAH: informasi tertutup;

dipertahankan agar tetap berstatus “rahasia umum”;

dijaga & dipelihara agar medium penguasaan SDA

terus dpt dimanipulasi.

Sumber: Generalisasi dari 14 kasus, wawancara pribadi 2017/2018

Page 11: DISKURSUS DAN PRAKTEK PENGELOLAAN LANSKAP: …

• Regulasi tidak harus

diidentifikasi melalui fakta

yang terjadi, tetapi dapat

melalui potensi kehilangan

kekayaan negara yang

dinyatakan dalam pasal-pasal.

• Political corruption: ‘revolving

doors’, ‘rent-seeking

behaviour’.

• Regulasi dinilai melalui ‘indicatively’ kasus nyata korupsi.

• Rasionalitas administrasi mungkin belum menjadi isu penting, tetapi KPK menggunakan itu melalui metoda CIA oleh ACRC.

• Bureaucratic corruption: bribery and extortion.

Vulnerable regulationCriminogenic regulationSystemic regulation

• Regulasi dinilai melalui ‘indicatively’ kasus nyata korupsi.

• Prinsip ‘anti-corruption’ atau ‘good governance’, dapat digunakan untuk mengidentifikasi ‘loopholes’ terjadinya korupsi.

• Bureaucratic corruption: bribery and extortion.

“Vulnerable regulation” yaitu

adanya pasal-pasal yang

menyediakan ‘loopholes’ yang

digunakan sebagai ‘red tape’ atau

perilaku ‘opportunism’.

“Criminogenic regulation”

maknanya, ketika dilaksanakan,

memosisikan birokrat ke dalam

‘corruption trap’.

“Systemic corruptive

regulation” yang diuji melalui

potensi ‘state loss’ serta

‘benefit’ actor tertentu,

Karakteristik birokrasi yang dapat menjadi pemicu korupsi: 1) birokratisasi atau teknikalisasi masalah kebijakan, 2)

kriteria formal untuk akuntabilitas kinerja tatakelola, 3) definisi ulang istilah-istilah (terms).

TIPE REGULASI RAWAN KORUPSISumber: Grahat Nagara. 2017

Page 12: DISKURSUS DAN PRAKTEK PENGELOLAAN LANSKAP: …

Pertama, urusan formal sebagai bentuk pelaksanaan tugas

negara. Menggunakan segala bentuk simbol-simbol

pemerintahan resmi seperti kop surat, ruang rapat, honorarium

dari APBN/APBD, dlsb.

Kedua, urusan pelayanan dan hubungan dengan masyarakat

yang dilipat menjadi urusan personal antara pejabat,

konsultan dan pengusaha.

RELASI YANG DIBENTUK OLEH INSTITUSI PSEUDO—LEGALMEMECAH PELAKSANAAN PEMERINTAHAN MENJADI DUA URUSAN YANG MENJADI SATUKESATUAN.

Disebut “pseudo—legal” karena bentuk institusi itusemacam hybrid antaralegal dan extra-legal

Corruption type:

revolving doors,

rent-seeking behaviour,

bribery and extortion

Sumber: Generalisasi dari 14 kasus, wawancara pribadi, 2017/2018

Page 13: DISKURSUS DAN PRAKTEK PENGELOLAAN LANSKAP: …

TITIK KORUPSI DALAM ALUR USAHA PEMANFAATAN KAYU (UPHHK)

Analisis CIA dan Identifikasi Biaya Transaksi

TATA USAHA PRODUKSI HASIL HUTAN KAYUPERIZINAN

DAN

PENYIAPAN

KAWASAN

RENTE IZIN

Permohonan

Persiapan

permohonan

Penilaian

Izin

IIUP

TATA USAHA PENGANGKUTAN

LHP

RENTE HASIL HUTAN

KAYU

RKT

DR-PSDH SKSKB

IHMB RKU

LHC

Working

Area

Indikasi state capture

Potensi suap, pemerasan, penjualan pengaruh

EVALUASI & WASDAL

Sertifikasi

PHPL/LK

Tata Batas

Pengalihan

Izin&Saham

Sanksi

Administratif

Sanksi

Pidana

Rekonsiliasi

PNBP

Sumber: KPK, 2014

D I T E M U K A N

Setiap perusahaan

setiap tahun,

membelanjakan uang

untuk menjalankan

izin antara Rp 680

juta sampai Rp 22

milyar

CIA = Corruption Impact Assesment

Page 14: DISKURSUS DAN PRAKTEK PENGELOLAAN LANSKAP: …

POTENSI MORAL HAZARD AMDAL & IJIN LINGKUNGAN

PROSESPemerin-tah

Konsul-tan

Pemra-karsa

Masy JUMLAH

Penyusunan Dokumen 6 4 2 1 13

Penilaian Dokumen 6 4 1 1 12

Penerbitan SKKL dan IL 4 1 - - 5

Sistem Standardisasi 2 - - - 2

JUMLAH 18 9 3 2 32Sumber: Evaluasi Bersama KLHK, 2017

Dokumen public dirahasiakan

Konflik kepentinganahli

Proses dilaksanakanuntuk memenuhisyarat administrasidrpd substansi

Lingkungan hidupmemerlukan ilmuspesifik

SLHD 2016:setiap tahun di seluruh propinsi, kabupaten dan kota (jumlah 539), terdapat 76 sd 194 investasi dan memerlukan studi lingkungan. Maka setiap tahun minimal ada 40.000 studi lingkungan, belum termasuk di Pusat. Pembahasan inisiatif swasta di KPK, disebutkan dalam satu tahun potensi uang suap di seluruh Indonesia sekitar Rp 51 trilyun yang terkait dengan perizinan.

Page 15: DISKURSUS DAN PRAKTEK PENGELOLAAN LANSKAP: …

PROSES MENYIMPANGPERIZINAN YG DITEMUKAN:

a. Manipulasi peta, b. Pemerasan, c. Tawaran tambahan atau

pengurangan luas izin sebagai alatnegosiasi,

d. Biaya pengesahan dokumenAMDAL dan Izin Lingkungan,

e. Memperlambat proses, f. Proses tidak melalui BKPM/D atau

PTSP,g. Adanya konsultan sebagai arena

transaksi yang sudah ditunjuk oleh pejabat tertentu.

Sumber: Wawancara personal, 2017/2018

Dua pulau itu

diubah statusnya

(produksi terbatas

menjadi produksi

yg dpt dikonversi)

sehingga dapat

dikonversi

menjadi kebun

sawit

Page 16: DISKURSUS DAN PRAKTEK PENGELOLAAN LANSKAP: …

STATE CAPTURE MELALUI PILKADA

SURVEY POTENSI BENTURAN KEPENTINGAN DALAM

PENDANAAN PILKADA 2016-2017

47,3%2016: 51,4%

Mengeluarkan dana Pilkada

melebihi kemampuan kas

36%2016: 49%

Mengeluarkan biaya kampanye lebih

tinggi dari yang dilaporkan

82,2%2016: 75,8%Menyatakan sebagian besar

cakada akan memenuhi

harapan donatur tersebut

82,6%2016: 70,3%Menyatakan adanya donatur

dalam pendanaan Pilkada

71,3%2016: 56,3%Menyatakan donatur mengharapkan

balasan saat cakada menjabat

Sumber: KPK, 2018

Page 17: DISKURSUS DAN PRAKTEK PENGELOLAAN LANSKAP: …

BENTUK IKATAN POLITIK PEMERINTAH--SWASTA

HARAPAN DONATUR KEPADA CAKADA

63.29%

60.13%

64.64%

61.53%

49.30%

51.74%

0

76.0%

56.0%

73.3%

76.7%

42.7%

22.7%

24.0%

Kemudahan perijinan terhadapbisnis yang telah dan akan dilakukan

Kemudahan akses untuk menjabat dipemerintah daerah/BUMD

Kemudahan untuk ikut serta dalamtender proyek pemerintah

(pengadaan barang dan jasa…

Keamanan dalam menjalankan bisnisyang saat ini sudah ada

Mendapatkan akses dalammenentukan kebijakan/peraturan

daerah

Mendapatkan bantuan untukkegiatan sosial

Mendapatkan bantuan untukkegiatan bantuan sosial/hibah

12

34

56

7

2017 (n=150)

2016 (n=286)

Prioritas:- keamanan dalam

menjalankan bisnis- kemudahan perijinan- kemudahan ikut

tender proyek pemerintah

Sumber: KPK, 2018

Page 18: DISKURSUS DAN PRAKTEK PENGELOLAAN LANSKAP: …

State-capture terlambat diidentifikasi dan ditangani

▪ Berbagai regulasi yang mendukung penerimaannegara dilemahkan – berujung pada keuntungansegelintir. Nilai ekonomi SDA tidak segera divaluasidengan kriteria yang jelas, dibiarkan abstrak. Memberikan kesempatan perburuan rente, interpretasiyang menguntungkan pihak tertentu. Mis. alokasi 64-90% BLU BPDPKS untuk insentif biodiesel tidak sejalan dengan amanat UU perkebunan; DR dan PSDH tidak berubah sejak 1999.

▪ Hubungan patron klien dan konflik kepentingantidak diatur dengan lengkap. Banyak terjadi kebijakanhanya diterbitkan untuk menjadi pintu bagi ASN untukmendapatkan keuntungan tertentu, revolving door –bahkan dengan merugikan negara. Mis, tax holiday.

Optimasipenerimaannegara berhadapandengan persoalanstate-capture

Sumber: KPK, 2018

Page 19: DISKURSUS DAN PRAKTEK PENGELOLAAN LANSKAP: …

Watak birokrasi formalitas dan teknokratisasinya

▪ Berbagai kebijakan dikerjakan sebagai penggugur tupoksi semata –birokrasi dijalankan sebagai fungsi penyerap anggaran. Kegiatanpengawasan dan pengendalian diterjemahkan hanya denganmembangun sistem informasi semata; kegiatan perencanaan ruangtidak terukur kriterianya. ▪ Pengukuhan kawasan hutan mengejar luasan dan kilometer,

ketimbang penyelesaian hak bagi masyarakat sekitar hutan.▪ Penegakan hukum berujung pada jumlah kasus, ketimbang

pemulihan lingkungan atau prosentase penaatan. 16T belumdieksekusi.

▪ Permasalahan dijawab dengan teknokratisasi yang tidakmenyelesaikan masalah. Beragam kendala dalam fungsi pemerintahdijawab dengan produk yang rumit tanpa menyelesaikan kendalautamanya.▪ Lambatnya perizinan SDA lebih banyak disebabkan pemerasan

dan penyuapan, ketimbang mekanisme layanan. Konflikkepentingan, ketimbang persoalan tumpang tindih kewenangan. Tetapi penyelesaian justru berkutat pada teknokratisasi sepertipenyusunan OSS – bukannya menjamin keterbukaan informasidan memperkuat standar layanan publik.

Pencapaian tujuancenderung tidak selesai. Tujuan konstitusionaldihadapkan pada pelaksanaanpemerintahan yang formalitas/administratif Sumber: KPK, 2018

Page 20: DISKURSUS DAN PRAKTEK PENGELOLAAN LANSKAP: …

BagaimanaPendekatanLanskap Bekerja?

Strategi Penguasaan Teritori

Orientasi pada Fakta dan PerbaikanKenyataan (Outcome) bukanAdministrasi

Perbaikan Komunikasi untukMelakukan Tindakan

Koordinasi dan supervisipermasalahan lintas K/L

Deteksi “Special Case”

Breakthrough dan debottleneckingpermasalahan lintas K/L/D

3

Page 21: DISKURSUS DAN PRAKTEK PENGELOLAAN LANSKAP: …

Walhi, Jikalahari, Spi, Mitra Insani

WWF, EoFY-TNTN

BP2HP

KaTNTN

PemdaKampar

PemdaInhul

PemdaProp Riau

Perusahaan Hutan & Kebun

Tim Kerja RevitalisasiSK 267_SK 376 2016

KPHK

KPHP

PemdaPelalawan

BPDAS

B-PS

BPKH

Biro PERENCANAAN

PemdaKuansing

PELAKSANAAN RETN“PENGUASAAN TERITORI”

PoldaProp Riau

Tim Operasional SK 4271/2016

Yang dibangun dalam kolaborasiadalah saling percaya.Hasil fisik, dll hanyalah dampakdari adanya bangunan itu…

REVITALISASI EKOSISTEM TESSONILO—916.343 Ha

Page 22: DISKURSUS DAN PRAKTEK PENGELOLAAN LANSKAP: …

SEBARAN LOKASI MASYARAKAT PENERIMA MANFAAT

NO SKEMALUAS

(HA)

MASYARAKAT

PENERIMA MANFAAT

1POLA

KEMITRAAN

KONSERVASI

4.200 DESA AIR HITAM: 517

KK; DESA LKB: 407 KK

135 DESA BGN. LIMAU: 315 KK

2

HUTAN DESA

KENEGERIAN

GUNUNG

SAHILAN

3.461 DESA GUNUNG SAHILAN: 657 KK

3HUTAN DESA

GONDAI 11.700

DESA GONDAI : 1054 KK

4HUTAN DESA

SEGATI 14.920 DESA SEGATI : 1205 KK

5

KEMITRAAN

MASYARAKAT

LOGAS

DENGAN

KPHP

253 DESA LOGAS: 60 KK

6PERHUTANAN

SOSIAL

9.586/

37.581(perlu

dicermati

petanya)

DESA LOGAS: 1130 KK,

DESA LBK. KEBUN: 450

KK DESA SITUGAL,

HULU TESSO, GIRI

SAKO, SIDODADI :

1275 KK

7HUTAN

KEMASYARAK

ATAN

4.695 DESA GUNUNG SAHILAN: 657 KK

8HUTAN DESA

KESUMA15.000

DESA KESUMA: 1500

KK

TOTAL63.950/88.885

9.227 KKSumber: Pendamping dalam rapat

tgl 2 Mei 2017 di Manggala

Catatan: Luas yang disampaikan pendamping dalam rapat tgl 2 Mei 2017 di Manggala tidak sama

dengan luas digital.

Page 23: DISKURSUS DAN PRAKTEK PENGELOLAAN LANSKAP: …

CONTOH KEGIATAN YANG SUDAH DILAKUKAN

Page 24: DISKURSUS DAN PRAKTEK PENGELOLAAN LANSKAP: …
Page 25: DISKURSUS DAN PRAKTEK PENGELOLAAN LANSKAP: …

RENCANA PERGERAKAN DAN LAHAN UNTUK RELOKASI PERMUKIMAN WARGA TNTN

DENGAN MEMPERTIMBANGKAN

HOME RANGE SATWA LIAR

Page 26: DISKURSUS DAN PRAKTEK PENGELOLAAN LANSKAP: …

RENCANA ALOKASI PENYEDIAAN LAHAN PEMUKIMAN

Lokasi rencana SP (7 lokasi)

± 3.500 Ha

Lokasi rencana TORA

± 9.235 Ha Ket: Luas berdasarkan perhitungan digitasi

NO LOKASI LUAS (HA)

1 SP.1 ± 500

2 SP.2 ± 500

3 SP.3 ± 500

4 SP.4 ± 500

5 SP.5 ± 500

6 SP.6 ± 500

7 SP.7 ± 500

8Cadangan 1 (C1)

± 2.148

9Cadangan 2 (C2)

± 325

10

Permukiman di HPK dan Perluasannya (C3)

± 2.004

11

Perluasan Air Hitam dan Lubuk Kembang serta pemindahan sebagian dari TN (C4)

± 1.258

TOTAL ± 9.235

SP 7SP 1

SP 3

SP 5SP 4

SP 6

C 1

C 2

C 3

C 4

SP 2

Page 27: DISKURSUS DAN PRAKTEK PENGELOLAAN LANSKAP: …

Bio-Fisik

TNTN

Sosial-

Aktor

Ekonomi-

SWS/

BUMN

Kebijakan

PS-RA

Tim Kerja

Tim Ops

Tim Impl

PEMROVUPT-KLHK

Imple-

mentasi

PS-RA,

ADAT

MONEV

MenLHK, KaPOLRI,

PangTNI, MenBUMN,

KPK

CSO-

Kelola Tapak

Proses Pelaksanaan RETN

Page 28: DISKURSUS DAN PRAKTEK PENGELOLAAN LANSKAP: …

LANSKAP E-TESSONILO

1. POLITICAL WILL—KLHK & Pemda

2. CSO: peningkatan kapasitas—Jaringan Kerja

3. INFRASTRUKTUR EKONOMI—BUMN-Swasta

INOVASI UNTUK MENCAPAIGOAL/OUTCOME BERSAMA; MEMFUNGSIKAN KEWE-NANGAN YG ADA

OUTCOME:1. Social mapping2. Hak atas Lahan3. Gakkum terseleksi4. Rehab/Restorasi &

hasil pertanian

SKPD AUPT

SKPD BSWASTA

MASY

HANYA DAPAT DIJALANKANKETIKA TERDAPAT

LEADERSHIP YG HANDAL

KOORDINASISETIAP LEMBAGA

UNTUK MENCAPAI OUTCOME TERTENTU

Tupoksi setiap unit kerja dan pengawasan yang mendukung

MEKANISME KOORDINASI

3 SK MENLHK: Tim Kerja, Tim Operasional, Tim ImplementasiINOVASI FORUM

Page 29: DISKURSUS DAN PRAKTEK PENGELOLAAN LANSKAP: …

BELANDA GERMAN PERANCIS

BELANDA GERMAN PERANCIS

ICPR

Pengumpulan

data, kebijakan,

aspek legal, idea

Perencanaan

tata ruang,

industri,

kehutanan, dll

Diskusi, analisa,

sintesa,

perjanjian,

program

bersama

SEKRETARIAT

LSM

Pelaksanaan

CARA KERJA: Pelaksanaan Konsep Koordinasi

otonomi dalam domain kebijakannya sendiri

komunikasi atau pertukaran data

konsultasi dengan organisasi lain

menghindari posisi tidak koheren antar lembaga

mencari kesepakatan untuk membuat organisasi bekerja bersama mencapai tujuan

menggunakan arbitrasi atas perbedaan antar organisasi untuk menyelesaikan konflik

menetapkan prioritas pemerintah terkait pengarahan aktif untuk menetapkan prioritas dan kerangka kerja koheren untuk tingkat yang lebih rendah

menentukan strategi pemerintah keseluruhan gunamenciptakan sistem terpadu menghasilkan outcome.

pengaturan parameter untuk organisasi

Tingkatan Koordinasi

1955

Qmax, Qmin

Bahan Pencemar

Page 30: DISKURSUS DAN PRAKTEK PENGELOLAAN LANSKAP: …

ImplikasiPraktis dan Metodologis

1. Buruknya tatakelola dan korupsi SDA telahmelahirkan kekuatan politik dan pelaksanaanstate capture corruption.

2. Intitusi pseudo-legal menjadi mekanismeterjadinya korupsi. Maka, dibalik kerugianperekonomian negara adalah soal-soal moral hazard, unfair play, kebiasaan memeras, memberi tekanan karena punya kuasa; yaitu pelanggaran etika yang semestinya diletakkan di atas nilai materi maupun kebenaran tekstual peraturan perundangan.

3. Diperlukan keterbukaan informasi publik, peran aktif masyarakat. Perguruan tinggi sangat penting berperan, sebagai sumber keahlian, yang apabila tidak disertai penguatan systemnilai (value system), keahlian dan pengetahuan itu hanya akan dimanfaatkan justru untuk mendukung terjadinya state capture.

4

Page 31: DISKURSUS DAN PRAKTEK PENGELOLAAN LANSKAP: …

ImplikasiPraktis dan Metodologis

4. Pemberantasan korupsi perlu dilakukan melalui segenap inovasi kelembagaan, bentuk-bentuk insentif/disinsentif ekonomi, serta manajemen informasi untuk mencegah persekongkolan yang merugikan perekonomian negara dengan menggunakan instrumen kelembagaan negara dan merahasiakannya.

5. Dengan korupsi SDA, hubungan negara dan bisnis cukup kabur, terjadi konflik kepentingan, bahkan dapat mewujudkan lembaga publik negara yang berperilaku untuk kepentingan kelompok tertentu (pseudo-legal).

6. Dalam pengembangan strategi pembangunan ekonomi dan bisnis, perlu dipikirkan bahwa dalam membangun model-model perlu dipersyarati adanya good governance dan goodcorporate governance sebagai asumsi-asumsi yang harus dipenuhi. Pendekatan trans-disiplin perludijalankan.

4

Page 32: DISKURSUS DAN PRAKTEK PENGELOLAAN LANSKAP: …

Kolaborasi di mana bertukar informasi, mengubah pendekatan disiplin khusus, berbagi sumber daya dan mengintegrasikan disiplin mencapai tujuan ilmiah umum.

Para peneliti dari berbagai disiplin ilmu bekerja bersama di beberapa titik selama proyek, tetapi memiliki pertanyaan terpisah, kesimpulan terpisah, dan disebarluaskan dalam jurnal yang berbeda.

Peneliti berinteraksi dengan tujuan mentransfer pengetahuan dari satu disiplin ke yang lain. Memungkinkan para peneliti untuk saling menginformasikan pekerjaan masing-masing dan membandingkan temuan individu.

TransdisciplinaryResearch

MultidisciplinaryResearch

InterdisciplinaryResearch

Penelitian transdisipliner berkembang tidak ada glosarium umum, tidak ada platform komunikasi terfokus dan tidak ada kerangka penelitian yang dapat digunakan bersama. Penelitian transdisiplinermenggunakan seperangkat metode yang luas, tetapi tidak jelas untuk produksi pengetahuan. Terlepas dari tantangan yang disoroti di sini, sains perlu bergerak melampaui pendekatan disipliner klasik dan harus mempertimbangkan kerja interdisipliner yang melibatkan praktisi untuk mencapai transisi berkelanjutan.A review of transdisciplinary research in sustainability science, Patric Brandt et al 2013. Ecological Economics Volume 92, August 2013, Pages 1-15

Seputar Transdisiplin

Page 33: DISKURSUS DAN PRAKTEK PENGELOLAAN LANSKAP: …

SOAL ILMU PENGETAHUAN DAN POLITIK HUTAN—LINGKUNGAN HIDUP LESTARI DAN ADIL

TERDAPAT 5 SYARAT DICAPAINYA HUTAN LESTARIDAN ADIL

KINI SYARAT 2, 3, 4, 5 TIDAK TERPENUHI

PEMAHAMAN & IMPLEMENTASI ILMU-ILMU EKONOMI, SOSIAL, INSTITUSI DAN POLITIK SANGAT MENDESAK

TRANSFORMASI PENGGUNAAN MULTI-DISIPLIN MENUJU TRANS-DISIPLIN MENJADI KENISCAYAAN

TATAKELOLA YANG BAIK

UKURAN KINERJA PEMBANGUNAN

LINGKUNGAN-SOSIAL-EKONOMI

SISTEM INSENTIF

KELESTA-RIAN HASIL

(FISIK)Bagaimana hutan secara fisik ditata

sehingga jumlah penebangan tidak

menyebabkan kapasitas tumbuhnya

berkurang

Bagaimana pengelola hutan bersedia

melakukan pelestarian hutan

berdasarkan apa yang diterima dan

apa yang dikorbankan

Bagaimana lingkungan sosial, ekono-

mi, dan ekologi bersedia menerima

dampak negatif yang diakibatkan

usaha kehutanan

Bagaimana kelestarian hutan menjadi

ukuran kinerja pengelola (operator)

dan pemerintah/pemda (regulator) dan

bukan hanya kinerja administrasi

Bagaimana norma, standar, kebijakan

dan inovasi berjalan tanpa ada

manipulasi dan korupsi kepentingan

publik untuk keuntungan pribadi

1

2

3

4

5M.K. Politik Kehutanan—Devisi Kebijakan, DMNH, FAHUTAN IPB

Page 34: DISKURSUS DAN PRAKTEK PENGELOLAAN LANSKAP: …

International Journal of the Commons

Vol. 7, no 1 February 2013, pp. 183–208

Resource conflict, collective action,

and resilience: an analytical

frameworkBlake D. Ratner

Ruth Meinzen-Dick

Candace May

Eric Haglund

KELESTARIAN SUMBERDAYA

ALAM SEBAGAI INTERAKSI

SOSIAL POLITIK

Page 35: DISKURSUS DAN PRAKTEK PENGELOLAAN LANSKAP: …

KONTESTASI CARA PIKIR/KEWENANGAN

• PENDEKATAN ADMINISTRASI VS PENDEKATAN OUTCOME• Penetapan Program/Kegiatan Tanpa Identifikasi Masalah• Penetapan Prosedur Perizinan Menghapus Fungsi Pengendalian• Penetapan KPI yang mudah diadministrasikan

• PENDEPATAN KOMODITI VS PENDEKATAN EKOSISTEM/EKOREGION• Masalah dibatasi Tupoksi bukan masalah nyata di lapangan• Koordinasi tidak relevan; pembiaran eksternalitas• Kehilangan “power” untuk mempersatukan (case BRG)

• UKURAN AGREGAT VS KEADILAN SOSIAL EKONOMI• Target Nasional vs Ketidak-adilan Sosial Ekonomi

Cara pikir dibatasi pada apa yang diketahui, segala sesuatu yang tidak diketahuidianggap tidak ada

Page 36: DISKURSUS DAN PRAKTEK PENGELOLAAN LANSKAP: …

TINDAK LANJUT

21 dan 28 September 2018Diikuti 11 PTNBH : ITB, IPB, UGM, UI, UPI, USU, UNAIR,UNPAD, UNDIP, UNHAS, ITS.

Penetapan materi kuliah anti-korupsi S1 dalamberbagai bentuk dan mekanisme sesuai dengankondisi dan kebijakan masing-masing perguruantinggi

Pengembangan kriteria Good University Governance (GUG) untuk menjadi kebijakannasional, kriteria akreditasi, serta diadopsi pada semua lapisan manajemen perguruan tinggi

Membentuk “expert on call” guna meningkatkanindependensi dan menghindari konflikkepentingan peran perguruan tinggi dalammasyarakat

Page 37: DISKURSUS DAN PRAKTEK PENGELOLAAN LANSKAP: …

T e r i m a K a s i h


Top Related