LAPORAN
TAHUNAN 2018
DIREKTORAT PERLINDUNGAN PERKEBUNAN
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN
LAPORAN TAHUNAN
DIREKTORAT PERLINDUNGAN PERKEBUNAN
TAHUN 2018
DIREKTORAT PERLINDUNGAN PERKEBUNAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN
KEMENTERIAN PERTANIAN 2018
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
taufik dan hidayahNya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan Laporan
Tahunan Tahun 2018. Laporan tahunan ini merupakan ringkasan laporan
keseluruhan kegiatan Direktorat Perlindungan Perkebunan selama tahun 2018.
Melalui Laporan Tahunan ini, bisa mendapatkan gambaran kegiatan perlindungan
perkebunan selama tahun 2018 dan sebagai masukan untuk kegiatan perlindungan
perkebunan tahun berikutnya. Dengan demikian pelaksanaan kegiatan perlindungan
perkebunan dapat lebih optimal.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada seluruh jajaran Direktorat
Perlindungan Perkebunan dan pihak terkait lainnya yang telah memberikan
dukungan dan kerjasamanya, sehingga seluruh kegiatan dan laporan Tahunan 2018
ini bisa diselesaikan. Kritik dan saran yang membangun juga sangat kami harapkan
dari semua pihak demi perbaikan penyusunan Laporan Tahunan 2018 dan
penyempurnaan kegiatan perlindungan perkebunan di masa yang akan datang.
Jakarta, Desember 2018
Direktur Perlindungan Perkebunan,
Drs. Dudi Gunadi, B.Sc., M.Si Nip. 19590810 198902 1 001
iii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii DAFTAR TABEL.............................................................................................. v BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................... 1 BAB II. KEBIJAKAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN 2015-2019............ 4
A. Visi dan Misi ................................................................................. 4
B. Nilai-nilai ...................................................................................... 4
C. Tujuan .......................................................................................... 5
D. Sasaran ....................................................................................... 6
E. Kebijakan ..................................................................................... 7
F. Strategi ........................................................................................ 9
BAB III. PELAKSANAAN KEGIATAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN .. 11
A. Subdirektorat Data dan Kelembagaan Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan .............................................................. 11
B. Subdirektorat Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan Tanaman Semusim dan Rempah ................................................ 11
C. Subdirektorat Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan Tanaman Tahunan dan Penyegar ............................................... 12
D. Subdirektorat Gangguan Usaha, Dampak Perubahan Iklim dan Pencegahan Kebakaran .............................................................. 12
E. Tata Usaha .................................................................................. 13
BAB IV. HASIL PELAKSANAAN KEGIATAN PERLINDUNGAN
PERKEBUNAN ................................................................................ 14
A. Pembuatan Buku ......................................................................... 14
B. Pengawalan Gerakan Pengendalian OPT Tanaman Semusim Dan Rempah ....................................................................................... 15
iv
C. Pengawalan Gerakan Pengendalian OPT Tanaman Tahunan Dan Penyegar ..................................................................................... 17
D. Pengawalan Penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) Tanaman Semusim Dan Rempah ................................................ 24
E. Pengawalan Penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) Tanaman Tahunan Dan Penyegar ............................................... 27
F. Pembinaan Dalam Rangka Pemberdayaan Perangkat Perlindungan Perkebunan ........................................................... 32
G. Pengawalan Penanganan Gangguan Usaha Perkebunan........... 35
H. Penanganan Kebakaran Lahan Perkebunan ............................... 38
I. Pengawalan Mitigasi Dan Adaptasi Dampak Perubahan Iklim Serta Perhitungan Perkebunan Rendah Emisi ............................ 40
J. Pengawalan Dalam Rangka Pembinaan Dan Sertifikasi Desa Pertanian Organik Berbasis Komoditas Perkebunan ................... 41
K. Surveilens Penerapan Iso 9001:2015 .......................................... 45
L. Bimbingan Teknis Pengoperasian Drone..................................... 47
M. Penyusunan Dan Pembahasan Draft Permentan Pedoman Penanggulangan Gangguan Usaha Perkebunan ........................ 49
N. Pembangunan Database Aplikasi Sistem Informasi Pengendalian OPT Dan Pertanian Organik Berbasis Komoditas Pertanian ....... 50
O. Bimbingan Teknis Instruktur Brigade Proteksi Tanaman ............. 51
P. Kapasitas Teknis Petugas Perlindungan Perkebunan ................. 53
Q. Pertemuan Konsolidasi Perlindungan Perkebunan ..................... 55
R. Pembahasan Dan Finalisasi Draft Permentan Tentang Perlindungan Tanaman Perkebunan ........................................... 57
S. Pembahasan Program Dan Anggaran ......................................... 62
T. Bimbingan Teknis Pembukaan Lahan Tanpa Membakar ............ 64
U. Pemberdayaan Masyarakat Perkebunan Pada Wilayah Pasca Bencana ....................................................................................... 67
V. Bimbingan Teknis Mediasi Penanggulangan Gangguan Usaha Perkebunan ................................................................................. 69
W. Pendampingan, Pemantauan Dan Koordinasi Dengan Instansi Terkait .......................................................................................... 70
X. Pertemuan Konsolidasi Antisipasi Mitigasi Gangguan Usaha Perkebunan ................................................................................. 71
Y. Bimbingan Teknis Petugas Pengamat OPT/POPT ...................... 73
Z. Pengawalan Dan Pembinaan Kedinasan Perlindungan Perkebunan ................................................................................. 75
AA.Penanganan Kebakaran Lahan Perkebunan ................................ 78
v
AB.Pertemuan Fasilitasi Dan Rekonsiliasi Pengelolaan Ekosistem Lahan Gambut Di Perkebunan Kelapa Sawit ................................ 80
AC.Koordinasi PPNS Perkebunan Dan Petugas Perkebunan ............ 81
BAB V. SIMPUL-SIMPUL KRITIS DAN SARAN PEMECAHANNYA ........... 83
BAB VI. PENUTUP ......................................................................................... 97
LAMPIRAN
vi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Lokasi Pengawalan dan Pembinaan Pengendalian serta Monev Daerah Endemis OPT Tanaman Tahunan dan Penyegar Tahun ....... 19
Tabel 2. Target dan Realisasi Pengawalan Gerakan Pengendalian OPT Tanaman Tahunan dan Penyegar Tahun 2018 .................................. 20
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Rekapitulasi Pelaksanaan Kegiatan Pendampingan, Pemantauan Pembinaan, dan Koordinasi dengan Instansi Terkait Tahun 2018
Lampiran 2. Realisasi Keuangan Teknis Dukungan Perlindungan Perkebunan di Pusat Tahun 2018
BAB I
PENDAHULUAN
Sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia No.
43/Permentan/OT.010/8/2015 tanggal 03 Agustus 2015 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kementerian Pertanian, Direktorat Perlindungan Perkebunan
terbagi dalam 4 (empat) Sub Direktorat dengan 8 (delapan) Seksi dan Sub
Bagian Tata Usaha yaitu:
1. Subdirektorat Data dan Kelembagaan Pengendalian Organisme
Pengganggu Tumbuhan membawahi Seksi Data dan Informasi
Organisme Pengganggu Tumbuhan serta Seksi Kelembagaan
Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan.
2. Subdirektorat Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan
Tanaman Semusim dan Rempah membawahi Seksi Teknologi
Pengendalian Hama Terpadu Tanaman Semusim dan Rempah serta
Seksi Sarana Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan
Tanaman Semusim dan Rempah.
3. Subdirektorat Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan
Tanaman Tahunan dan Penyegar membawahi Seksi Teknologi
Pengendalian Hama Terpadu Tanaman Tahunan dan Penyegar serta
Seksi Sarana Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan
Tanaman Tahunan dan Penyegar.
4. Subdirektorat Gangguan Usaha, Dampak Perubahan Iklim dan
Pencegahan Kebakaran membawahi Seksi Gangguan Usaha dan
Pencegahan Kebakaran serta Seksi Dampak Perubahan Iklim.
5. Sub Bagian Tata Usaha;
6. Kelompok Jabatan Fungsional.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian RI No.
43/Permentan/OT.010/8/2015, tugas Direktorat Perlindungan Perkebunan
adalah “Melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan
kebijakan di bidang pengendalian hama penyakit dan perlindungan
perkebunan”.
2
Dalam melaksanakan tugas di atas, Direktorat Perlindungan Perkebunan
menyelenggarakan fungsi sebagai berikut:
1. Pengelolaan data dan informasi Organisme Pengganggu Tumbuhan;
2. Peningkatan kapasitas kelembagaan pengendalian Organisme
Pengganggu Tumbuhan;
3. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang pengendalian Organisme
Pengganggu Tumbuhan tanaman semusim dan rempah, tanaman
tahunan dan penyegar, serta penanggulangan gangguan usaha, dampak
perubahan iklim dan pencegahan kebakaran;
4. Pelaksanaan kebijakan di bidang pengendalian organisme pengganggu
tumbuhan tanaman semusim dan rempah, tanaman tahunan dan
penyegar, serta penanggulangan gangguan usaha, dampak perubahan
iklim dan pencegahan kebakaran;
5. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan tanaman semusim
dan rempah, tanaman tahunan dan penyegar, serta penanggulangan
gangguan usaha, dampak perubahan iklim dan pencegahan kebakaran;
6. Pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pengendalian
Organisme Pengganggu Tumbuhan tanaman semusim dan rempah,
tanaman tahunan dan penyegar, serta penanggulangan gangguan
usaha, dampak perubahan iklim dan pencegahan kebakaran;
7. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan kegiatan di bidang pengendalian
Organisme Pengganggu Tumbuhan tanaman semusim dan rempah,
tanaman tahunan dan penyegar, serta penanggulangan gangguan
usaha, dampak perubahan iklim dan pencegahan kebakaran; dan
8. Pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat Perlindungan Perkebunan.
Sebagai acuan dalam pelaksanaan tugas direktorat dan arahan dalam
pengembangan perlindungan perkebunan adalah Rencana Strategis
(Renstra) Direktorat Perlindungan Perkebunan Tahun 2015-2019 revisi III
3
yang disusun berdasarkan analisis dan pencermatan lingkungan strategis
atas potensi, kelemahan, peluang dan tantangan terkini yang dihadapi dalam
peningkatan dukungan perlindungan selama kurun waktu 2010-2014.
Renstra Direktorat Perlindungan Perkebunan memberikan dukungan dan
memfasilitasi kegiatan Pemberdayaan Perangkat, Sekolah Lapang
Pengendalian Hama Terpadu, Kesiapsiagaan Pencegahan Kebakaran Lahan
dan Kebun, Antisipasi Dampak Perubahan Iklim, Penanganan Organisme
Pengganggu Tumbuhan (OPT) Perkebunan, Pemberdayaan petugas
pengamat OPT, Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik Perkebunan,
Pembinaan dan Sertifikasi Desa Pertanian Organik Berbasis Komoditi
Perkebunan dan Koordinasi Pelaksanaan Dukungan Perlindungan
Perkebunan.
BAB II
KEBIJAKAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN 2015 – 2019
A. Visi dan Misi
Dalam mendukung tercapainya visi Direktorat Jenderal Perkebunan
tahun 2015-2019 yaitu” Menjadi Direktorat Jenderal yang profesional
dalam mewujudkan peningkatan produksi komoditas perkebunan secara
optimal, berdaya saing dan bernilai tambah tinggi untuk kesejahteraan
pekebun”, maka Visi Direktorat Perlindungan Perkebunan sebagai
institusi terdepan dalam memberikan layanan di bidang perlindungan
terhadap pekebun dari risiko kerugian akibat OPT dan dampak
perubahan iklim serta gangguan usaha perkebunan”.
Untuk mencapai visi tersebut, maka misi Direktorat Perlindungan
Perkebunan adalah sebagai berikut:
1. Mewujudkan sistem perlindungan perkebunan dan penanganan
dampak perubahan iklim serta gangguan usaha yang terpadu
terintegrasi dan berkelanjutan;
2. Mendorong upaya pemberdayaan perangkat perlindungan dalam
penanganan OPT;
3. Memfasilitasi penyediaan teknologi spesifik lokasi dalam
pengendalian OPT dan penanganan DPI;
4. Mewujudkan sumber daya manusia perlindungan yang handal;
5. Mewujudkan sistem perkebunan berkelanjutan melalui
pengembangan SL-PHT dan desa pertanian organik berbasis
komoditas perkebunan;
6. Mewujudkan pelayanan prima dan berkualitas di bidang
perlindungan perkebunan.
B. Nilai-Nilai
Nilai-nilai yang melandasi pelaksanaan pelayanan Direktorat
Perlindungan Perkebunan adalah:
5
1. Kebersamaan (Cooperative): rencana kerja disusun secara
demokratis dan tugas dilaksanakan secara bersama/tim guna
mencapai hasil yang optimal;
2. Keterbukaan (Transparency): sebagai upaya menuju pemerintahan
yang bersih dan akuntabel untuk mencapai sasaran yang telah
ditetapkan sesuai dengan SOP;
3. Profesional (Professionalism): fasilitasi pelayanan dilakukan secara
efisien dan efektif berdasarkan tuntunan agama dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dengan didukung SDM yang
handal sesuai dengan bidang keahlian dan keterampilan;
4. Terukur (Measureable): dapat diukur dengan skala penilaian tertentu
yang disepakati berupa pengukuran kuantitas dan kualitas;
5. Dapat dipertanggungjawabkan (Accountable): hasil atau layanan
yang diberikan dapat dipertanggungjawabkan kepada semua pihak.
C. Tujuan
Untuk mendukung pencapaian tujuan pembangunan nasional dan
pembangunan pertanian 2015-2019 pada periode jangka menengah tahun
2015-2019, maka Direktorat Jenderal Perkebunan menetapkan tujuan
Direktorat Jenderal Perkebunan dalam pembangunan perkebunan tahun
2015-2019 yang akan dicapai sesuai dengan penetapan visi, misi serta tugas
pokok dan fungsi organisasi sebagai berikut :
1) Meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman perkebunan melalui
rehabilitasi, intensifikasi, ekstensifikasi dan diversivikasi yang didukung
oleh penyediaan benih unggul, bermutu dan bersertifikat, sarana
produksi dan alat mesin pertanian/ pengolahan/pascapanen,
perlindungan perkebunan, pemberdayaan petani, penguatan
kelembagaan serta pembangunan kebun sumber benih tanaman
perkebunan.
2) Memberikan pelayanan perencanaaan, program, anggaran, kerjasama
teknis, administrasi keuangan, aset, umum, organisasi, tata laksana,
kepegawaian, hukum, humas, administrasi perkantoran, evaluasi
6
pelaksanaan kegiatan, layanan rekomendasi teknis dan penyediaan data
serta informasi yang berkualitas.
3) Melakukan pengembangan komoditas perkebunan sumber bio-energy,
sistem pertanian polikultur serta penerapan integrasi tanaman
perkebunan dalam mendukung pengembangan sistem pertanian bio-
industry melalui pendekatan zero waste management.
4) Melakukan pengembangan pemasaran produk unggulan perkebunan
yang berdaya saing dan bernilai tambah tinggi yang meliputi bidang
informasi, pemantauan dan stabilitas harga, sarana dan kelembagaan
pasar, jaringan pemasaran, analisis dan pengembangan ekspor,
pemasaran bilateral/regional/multilateral dan kerjasama komoditas.
Untuk mendukung tujuan Direktorat Jenderal Perkebunan tersebut, maka
tujuan Direktorat Perlindungan Perkebunan adalah:
1) Menurunkan risiko kerugian hasil akibat serangan OPT, dampak
perubahan iklim dan gangguan usaha perkebunan;
2) Melakukan pembinaan, bimbingan dan pendampingan kepada pekebun
dalam menerapkan teknologi perlindungan perkebunan, pengamatan
dan pengendalian OPT, pencegahan kebakaran lahan dan kebun,
penanganan DPI dan gangguan usaha perkebunan;
3) Fasilitasi kegiatan pemberdayaan perangkat, pengamatan dan
kelembagaan kelompok tani perlindungan perkebunan (KTPA, SL-PHT,
Regu Pengendali Hama dan Desa Pertanian Organik).
D. Sasaran
Sasaran yang ingin dicapai oleh Direktorat Perlindungan Perkebunan dalam
rangka mendukung pencapaian sasaran pembangunan perkebunan tahun
2015-2019 adalah: Terkendalinya OPT dan tertanganinya Gangguan Usaha
dan DPI terhadap luas tanaman perkebunan.
7
E. Kebijakan
Dalam rangka mendukung arah kebijakan Direktorat Jenderal Perkebunan
yang terkait dengan Direktorat Perlindungan Perkebunan antara lain:
Perlindungan, pelestarian, pemanfaatan dan pengelolaan lingkungan hidup,
peningkatan upaya adaptasi, mitigasi bencana, perubahan iklim dan
perlindungan perkebunan, dukungan pengelolaan dan pelaksanaan program
tematik pembangunan perkebunan, maka arah kebijakan Direktorat
Perlindungan Perkebunan sebagai berikut:
1. Arah Kebijakan Umum Direktorat Perlindungan Perkebunan Tahun
2015-2019 meliputi:
1) Budidaya tanaman sehat
2) Perlindungan tanaman perkebunan dilakukan melalui pemantauan,
pengamatan dan pengendalian OPT
3) Pengendalian OPT didasarkan pada prinsip Pengendalian Hama
Terpadu (PHT), yaitu memadukan semua cara dan teknis
pengendalian OPT secara kompatibel dengan mempergunakan
bahan dan cara pengendalian yang aman dan ramah lingkungan
4) Pemantauan, Pengamatan dan Pengendalian OPT dilakukan
dengan cara peningkatan sarana prasarana perlindungan,
(LL/UPTD Perlindungan, Sub LAB, LUPH, LAP, UPPT, Brigade
Proteksi, Brigade Pengendalian Kebakaran Lahan dan Kebun UPT
Perlindungan Pusat) peningkatan SDM Perlindungan
(POPT/Pengamat Hama Penyakit dan Petani Pengamat Hama dan
penyakit Perkebunan)
5) Peningkatan kemampuan mitigasi dan adaptasi dalam rangka
menurunkan risiko kegagalan produk akibat dari faktor-faktor iklim.
6) Peningkatan kemampuan Brigade pengendalian kebakaran lahan
perkebunan dalam melakukan pengendalian kebakaran
perkebunan;
7) Peningkatan kemampuan dan peran serta Pemerintah Daerah
dalam menangani gangguan usaha perkebunan
8
8) Peningkatan kemampuan UPT Pusat sebagai Balai rusukan
regional dalam identifikasi OPT, penelusuran residu pestisida
pengembangan pengendali hayati dan penghasil rakitan teknologi
pengendalian OPT spesifik lokasi.
9) Mendukung pelaksanaan pengembangan 150 desa pertanian
organik berbasis komoditas perkebunan.
2. Arah Kebijakan Khusus Perlindungan Perkebunan adalah:
1) Pemantauan dan pengamatan dipriotaskan pada OPT utama
komoditas tanaman perkebunan unggulan nasional;
2) Pengendalian OPT dilakukan pada tanaman dengan intensitas
serangan ringan/atau secara ekonomis masih menguntungkan jika
dikendalikan;
3) Pengendalian pada OPT yang bersifat eksplosif atau pada sumber-
sumber serangan sesuai dengan kemampuan, menjadi tanggung
jawab pemerintah bersama-sama dengan masyarakat;
4) Pengendalian OPT dengan menggunakan pestisida kimia
merupakan pilihan terakhir dan berdasarkan pada hasil
pengamatan dan analisa ekosistem;
5) Penggunaan Musuh alami dan APH menjadi pilihan utama dalam
mengendalikan OPT;
6) APH yang digunakan harus yang telah berijin dan terdaftar di
komisi pestisida; penggunaan APH yang belum terdaftar dapat
dipergunakan dalam skala terbatas seperti Percobaan, Demplot
dan Demfarm;
7) Mendorong pengembangan dan perakitan teknologi spesifikasi
lokasi oleh UPTP perlindungan dan UPTD Perlindungan;
8) Mendorong UPT Pusat untuk mampu memiliki APH yang terdaftar;
9) Pembinaan perangkat perlindungan diprioritaskan pada
peningkatan kemampuan dalam menyediakan standar pelayanan
minimum dalam bidang perlindungan (teknologi pengendalian OPT
spesifik lokasi, pengembangan dan penyediaan MA dan APH,
9
pengendalian OPT yang bersifat eksplosif, pengembangan dan
penerapan mitigasi dan adaptasi iklim serta penanganan kebakaran
mitigasi dan adaptasi iklim serta penanganan kebakaran lahan dan
kebun;
10) Pembinaan SDM petani perkebunan dilakukan melalui kegiatan SL-
PHT dengan memperhatikan keterlibatan gender minimun sebesar
25 % dan Pembentukan Kelompok Tani Perduli Api (KTPA);
11) Pemantuan kesiapsiagaan pengendalian kebakaran lahan
perkebunan pada provinsi/kabupaten rawan kebakaran.
Pemantauan sistem sarana dan prasarana pengendalian
kebakaran lahan perkebunan di perusahaan perkebunan;
12) Fasilitasi;
13) Mitigasi dan adaptasi dampak perubahan iklim dilaksanakan pada
provinsi/kabupaten/kota sentra perkebunan rawan kekeringan
semaksimal mungkin memanfaatkan APBN;
14) Penanganan gangguan usaha dan konflik APBD;
15) Penyedia standar pelayanan minimum pengendalian OPT dan
penanganan kebakaran lahan dan kebun;
16) Pelaksanaan penugasan baru untuk mengembangkan 150 desa
pertanian organik berbasis tanaman perkebunan.
F. Strategi
Memperhatikan strategi Direktorat Jenderal Perkebunan tahun 2015-2019,
maka strategi yang akan ditempuh Direktorat Perlindungan Perkebuann
adalah:
1) Fasilitasi Peningkatan kemampuan Teknis Petugas dan Petani melalui
magang petugas dan Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu
(SLPHT);
2) Fasilitasi Peningkatan sistem pengamatan, peramalan, pemantauan,
dan pengendalian OPT melalui Pemberdayaan Petugas Pengamat OPT
10
dan Penanganan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) Tanaman
Perkebunan;
3) Fasilitasi antisipasi dampak perubahan iklim dan pencegahan
kebakaran lahan dan kebun melalui kesiapsiagaan pencegahan
kebakaran lahan dan kebun; antisipasi dampak perubahan iklim dan
Operasional Brigade Pencegahan kebakaran lahan dan kebun;
4) Pemantapan jejaring dan kerjasama di bidang perlindungan dengan
Puslit/Balit, Perguruan Tinggi, BBPPTP, BPTP, UPTD, Dinas
Perkebunan, dan pihak terkait lainnya melalui Pemberdayaan
Perangkat Perlindungan Perkebunan;
5) Fasilitasi Penanganan Gangguan Usaha dan konflik Perkebunan
melalui kegiatan Fasilitasi, Inventarisasi, serta Penanganan kasus
Gangguan Usaha dan konflik Perkebunan dan Pertemuan
Koordinasi/Rapat Fasilitasi Penanganan Gangguan Usaha Perkebunan;
6) Pengembangan Desa Peranian Organik Berbasis Komoditas
Perkebunan melalui Pembinaan dan sertifikasi Desa Pertanian Organik
Berbasis Komoditas Perkebunan;
7) Penguatan sistem informasi perlindungan perkebunan melalui
Koordinasi pelaksanaan Dukungan Perlindungan Perkebunan.
BAB III
PELAKSANAAN KEGIATAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN
Pada tahun 2018 Direktorat Perlindungan Perkebunan telah melaksanakan
kegiatan-kegiatan dengan dukungan dana dari DIPA Dukungan Perlindungan
Perkebunan tahun 2018 sejumlah Rp 14.399.730.000,- (Empat Belas Milyar
Tiga Ratus Sembilan Puluh Sembilan Juta Tujuh Ratus Tiga puluh ribu
Rupiah). Kegiatan tersebut dilaksanakan oleh masing-masing Sub Direktorat
lingkup Direktorat Perlindungan Perkebunan, yaitu:
A. Subdirektorat Data dan Kelembagaan Pengendalian Organisme
Pengganggu Tumbuhan
1. Pembinaan Dalam Rangka Pemberdayaan Perangkat Perlindungan
Perkebunan;
2. Pengawalan dalam rangka Pembinaan dan Sertifikasi Desa Pertanian
Organik Berbasis Komoditas Perkebunan;
3. Surveilans Penerapan ISO 9001:2015;
4. Pembangunan Database Aplikasi Sistem Informasi Pengendalian OPT
dan Pertanian Organik Berbasis Komoditas Pertanian;
5. Bimbingan Teknis Instruktur Brigade Proteksi Tanaman;
6. Bimbingan Teknis Petugas Pengamat OPT/POPT.
B. Subdirektorat Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan
Tanaman Semusim dan Rempah
1. Pembuatan Buku;
2. Pengawalan Gerakan Pengendalian OPT Tanaman Semusim dan
Rempah;
3. Pengawalan Penerapan Pengendalian Hama Terpadu Tanaman
Semusim dan Rempah;
4. Pembahasan dan Finalisasi Draft Permentan tentang Perlindungan
Tanaman Perkebunan;
5. Pendampingan Pemantauan dan Koordinasi dengan Instansi Terkait.
12
C. Subdirektorat Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan
Tanaman Tahunan dan Penyegar
1. Pengawalan Gerakan Pengendalian OPT Tanaman Tahunan dan
Penyegar;
2. Pengawalan Penerapan Pengendalian Hama Terpadu Tanaman
Tahunan dan Penyegar;
3. Bimbingan Teknis Pengoperasian Drone;
4. Peningkatan Kapasitas Teknis Petugas Perlindungan Perkebunan;
5. Pembahasan Program dan Anggaran.
D. Subdirektorat Gangguan Usaha, Dampak Perubahan Iklim dan
Pencegahan Kebakaran
1. Pengawalan Penanganan Gangguan Usaha Perkebunan;
2. Pengawalan Penanganan Kebakaran Lahan dan Perkebunan;
3. Pengawalan Mitigasi dan Adaptasi Dampak Perubahan Iklim serta
Perhitungan Perkebunan Rendah Emisi;
4. Penyusunan dan Pembahasan Draft Permentan Pedoman
Penanggulangan Gangguan Usaha Perkebunan;
5. Bimbingan Teknis Pembukaan Lahan Tanpa Membakar;
6. Pemberdayaan Masyarakat Perkebunan pada Wilayah Pasca
bencana;
7. Bimbingan Teknis Mediasi Penaggulangan Gangguan Usaha
Perkebunan;
8. Pertemuan Konsolidasi Antisipasi Mitigasi Gangguan Usaha
Perkebunan;
9. Pelatihan PPNS Perkebunan;
10. Pertemuan Fasilitasi dan Rekonsiliasi Pengelolaan Ekosistem Lahan
Gambut di Perkebunan Kelapa Sawit;
11. Pertemuan Koordinasi PPNS Perkebunan dan Petugas Perkebunan.
13
E. Tata Usaha
1. Pertemuan Konsolidasi Perlindungan Perkebunan;
2. Pengawalan dan Pembinaan Kedinasan Perlindungan Perkebunan.
14
BAB IV
HASIL PELAKSANAAN KEGIATAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN
A. PEMBUATAN BUKU
1. Tujuan
Tujuan Pembuatan Buku Perlindungan Perkebunan adalah sebagai referensi
dan acuan bagi petugas Perlindungan Perkebunan.
2. Sasaran
Sasaran Pembuatan Buku adalah tersusunnya Buku Pedoman dan Buku
Saku tentang Perlindungan Perkebunan.
3. Ruang Lingkup
Ruang lingkup Kegiatan Pembuatan Buku adalah pengumpulan bahan,
penyusunan, pembahasan, pertemuan, dan pengadaan.
4. Hasil Pelaksanaan
a. Perusahaan percetakan yang menang dan berhak melakukan
pelaksanaan paket pekerjaan adalah CV. Hamparan Artha Citra Jln. Raya
Kebayoran Lama No.14A, Rt 005/010, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
b. Pembuatan buku tahun 2018 terdiri dari beberapa judul buku sebagai
berikut:
1) Buku Pedoman Penerapan PHT Jambu Mete
2) Buku Saku Pembuatan Mikro Organisme Lokal (MOL) dan Metabolit
Sekunder (MS) Agen Pengendali Hayati (APH)
3) Buku Saku Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) Utama pada
Pala
c. Pencetakan Buku Pedoman dan Buku Saku dilaksanakan dengan metode
pengadaan langsung secara manual melalui undangan dengan metode
prakualifikasi sistem gugur serta penyampaian dokumen penawaran satu
sampul.
5. Realisasi Keuangan dan Fisik
15
Realisasi keuangan pembuatan buku sebesar Rp. 146.300.000,- (89,29%)
dari pagu anggaran Rp. 163.850.000,- dengan realisasi fisik 100%
B. PENGAWALAN GERAKAN PENGENDALIAN OPT TANAMAN SEMUSIM
DAN REMPAH
1. Tujuan
Tujuan kegiatan pengawalan gerakan pengendalian OPT Tanaman
Semusim dan Rempah:
a. Mengawal petugas dan petani/kelompok tani dalam menerapkan
teknologi pengendalian OPT tanaman semusim dan rempah.
b. Memberikan pembinaan terkait teknis pengamatan dan pengendalian
OPT tanaman semusim dan rempah kepada petugas dan
petani/kelompok tani.
c. Memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan pengawalan gerakan
pengendalian OPT Tanaman Semusim dan Rempah.
d. Mengkonsultasikan permasalahan teknis pengendalian OPT tanaman
semusim dan rempah dengan sumber-sumber yang berkompeten.
2. Sasaran
Sasaran kegiatan pengawalan gerakan pengendalian OPT Tanaman
Semusim dan Rempah :
a. Terbimbingnya petugas dan petani/kelompok tani di bidang pengendalian
OPT tanaman semusim dan rempah, termonitor dan terevaluasinya
pelaksanaan pengawalan dan pembinaan gerakan pengendalian OPT
Tanaman Semusim dan Rempah di 3 provinsi (DI. Yogyakarta, Jawa
Tengah, dan Jawa Timur) yang mendapat dana APBN Tugas
Pembantuan (TP).
b. Terlaksananya konsultasi ke 5 (lima) Puslit/Balit/Perti/Instansi Terkait
yaitu Puslitbangbun, P3GI, Balittro, Balittas, dan IPB.
3. Ruang Lingkup Kegiatan
16
Ruang lingkup kegiatan pengawalan gerakan pengendalian OPT tanaman
semusim dan rempah yaitu:
a. Melaksanakan pengawalan dan pembinaan gerakan pengendalian OPT
tanaman semusim dan rempah.
b. Melaksanakan konsultasi ke Puslit/Balit/Perti/Instansi Terkait.
4. Hasil pelaksanaan
a. Kegiatan Pengawalan dan Pembinaan Pengendalian serta Monev
Daerah Endemis OPT Tanaman Semusim dan Rempah tahun 2018
- Pada tahun 2018, kegiatan pengawalan gerakan pengendalian hama
uret pada tanaman tebu seluas 475 ha dilaksanakan di 3 provinsi 5
kabupaten yaitu Jateng (Kab. Purworejo 100 Ha); DIY (Kab. Sleman
75 Ha) dan Jatim (Kab. Tulungagung 100 Ha, Kab. Kediri 100 Ha, dan
Kab. Situbondo 100 Ha).
- Pengendalian OPT tanaman tebu (Uret) dilaksanakan dengan:
Sanitasi, Mekanis, Melakukan aksi gerakan pengendalian oleh petani
peserta, Pemasangan jaring perangkap (trap) untuk Provinsi DIY,
Pemasangan jaring perangkap (trap) dan lampu perangkap light trap
untuk Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur.
- Pengendalian mekanis yaitu pengambilan hama uret yang terpapar
pada saat dilakukan pengolahan tanah, sedangkan Provinsi DI.
Yogyakarta tidak melakukan pengolahan tanah karena petani tidak
melakukan bongkar ratoon, hanya dengan rawat ratoon.
- Pemasangan jaring dilakukan di awal musim hujan yaitu di Provinsi DI.
Yogyakarta dilaksanakan pada Bulan September 2018, Provinsi Jawa
Tengah pada Bulan Oktober 2018 dan 3 kabupaten di Provinsi Jawa
Timur pada Bulan November 2018.
- Jumlah imago L. stigma yang terperangkap jaring hingga Bulan
November di Kabupaten Sleman, Provinsi DI. Yogyakarta sebanyak
12.110 ekor. Di Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah, rata –
rata imago terperangkap sebanyak 92 ekor per jaring antar bambu
dalam waktu 10 hari sejak pemasangan. Rata – rata jumlah imago
Lepidiota stigma yang terperangkap pada jaring di Kabupaten Kediri,
17
Provinsi Jawa Timur adalah 110 ekor/jaring/hari, sedangkan di
Kabupaten Situbondo dan Kabupaten Tulungagung, hingga Bulan
Desember, jumlah imago L. stigma yang terperangkap masing –
masing sebanyak 62. 230 ekor dan 69.410 ekor.
b. Kegiatan konsultasi telah dilaksanakan sebanyak 5 (lima) kali di Pusat
Penelitian/Balai Penelitian/Perguruan Tinggi/Instansi Terkait, yaitu Pusat
Penelitian dan Pengembangan Perkebunan (Puslitbangbun), Pusat
Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI), Balai Penelitian Tanaman
Rempah dan Obat (Balittro), Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan
Serat (Balittas), dan Institut Pertanian Bogor (IPB).
5. Realisasi Keuangan dan Fisik
Realisasi keuangan Kegiatan Pengawalan Pengendalian OPT Tanaman
Semusim dan Rempah tahun 2018 sebesar Rp. 148.780.598,- (96,74%) dan
realisasi fisik 100% dari total pagu Rp. 153.800.000,-
C. PENGAWALAN GERAKAN PENGENDALIAN OPT TANAMAN TAHUNAN
DAN PENYEGAR
1. Tujuan
Tujuan kegiatan Pengawalan Gerakan Pengendalian OPT Tanaman
Tahunan dan Penyegar adalah :
a. Melakukan pengawalan dan pembinaan pengendalian serta monitoring
dan evaluasi gerakan pengendalian OPT tanaman tahunan dan penyegar
kepada petugas sehingga persiapan dan pelaksanaan sesuai dengan
pedoman teknis, serta melakukan bimbingan kepada petani sehingga
petani melakukan pengendalian OPT tanaman tahunan dan penyegar
dengan baik;
b. Melakukan konsultasi teknis pengendalian OPT tanaman tahunan dan
penyegar sehingga diperoleh teknologi terkini pengendalian OPT
tanaman tahunan dan penyegar.
2. Sasaran
18
Sasaran kegiatan Pengawalan Gerakan Pengendalian OPT Tanaman
Tahunan dan Penyegar adalah :
a. Terkawal dan terbinanya gerakan pengendalian OPT tanaman tahunan
dan penyegar di daerah endemis;
b. Termonitor dan terevaluasinya persiapan/pelaksanaan/hasil pelaksanaan
pengendalian OPT tanaman tahunan dan penyegar di daerah endemis;
c. Terlaksananya konsultasi permasalahan teknis penanganan OPT
tanaman tahunan dan penyegar di Puslit/Balit/Perti/instansi terkait.
3. Ruang Lingkup Kegiatan
Ruang lingkup kegiatan Pengawalan Gerakan Pengendalian OPT Tanaman
Tahunan dan Penyegar terdiri dari 2 (dua) sub kegiatan yaitu :
1. Pengawalan dan pembinaan pengendalian OPT tanaman tahunan dan
penyegar di daerah yang mendapat alokasi dana APBN (TP) tahun 2018;
serta monitoring dan evaluasi pengendalian OPT tanaman tahunan dan
penyegar di daerah endemis yang mendapat alokasi dana APBN (TP)
tahun 2018 dan daerah-daerah lain yang terserang OPT utama secara
endemik dan eksplosif, namun tidak mendapat alokasi dana TP;
2. Konsultasi ke Balai Besar/Puslit/Balit/Perti/instansi terkait.
4. Hasil Pelaksanaan
Pelaksanaan pengawalan dan pembinaan pengendalian serta monitoring
dan evaluasi daerah endemis OPT tanaman tahunan dan penyegar tahun
2018 telah dilaksanakan sebanyak 24 kali kunjungan di 14 provinsi
pelaksana kegiatan gerakan pengendalian OPT tanaman tahunan dan
penyegar. Pengawalan dan pembinaan serta monitoring dan evaluasi
dilaksanakan melalui kunjungan lapang, surat, faximail, e-mail dan telepon.
Lokasi pengawalan dan pembinaan pengendalian serta monitoring dan
evaluasi daerah endemis OPT tanaman tahunan dan penyegar seperti pada
Tabel 1.
Biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan Pengawalan Gerakan
Pengendalian OPT Tanaman Tahunan dan Penyegar bersumber dari dana
APBN yang dialokasikan pada Satuan Kerja Direktorat Jenderal
19
Perkebunan Tahun Anggaran 2018. Pagu anggaran kegiatan Pengawalan
Gerakan Pengendalian OPT Tanaman Tahunan dan Penyegar tahun 2018
sebesar Rp. 377.800.000,- dengan realisasi sebesar Rp. 371.068.418,-
(98,22 %). Realisasi biaya Pengawalan Gerakan Pengendalian OPT
Tanaman Tahunan dan Penyegar serta realisasi biaya pengendalian OPT
tanaman tahunan dan penyegar seperti pada Tabel 2.
Tabel 1. Lokasi Pengawalan dan Pembinaan Pengendalian serta Monev Daerah Endemis OPT Tanaman Tahunan dan Penyegar Tahun 2018
No Provinsi No Kabupaten OPT
Komoditi Kakao PBK dan Busuk Buah
1. Aceh 1. Pidie
2. NTB 2. Lombok Utara
3. Kaltara 3. Nunukan
4. Sulsel 4. Bone
5. Sulteng 5. Poso
6. Sulbar 6. Mamuju
7. Sultra 7. Konawe
8. Bombana
Komoditi Kopi PBKo
1. Bengkulu 1. Kepahiang
2. Jabar 2. Bandung
3. Bali 3. Buleleng
4. Sulut 4. Kota Mobagu
5. Sulsel 5. Enrekang
Komoditi Kelapa Oryctes rhinoceros
1. Sulut 1. Minahasa Utara
Komoditi Jambu mete JAP
1. NTT 1. Sumba Barat Daya
Komoditi Karet JAP
1. Jambi 1. Tebo
2. Sumsel 2. Musi Rawas
Tabel 2. Target dan Realisasi Pengawalan Gerakan Pengendalian OPT Tanaman Tahunan dan Penyegar Tahun 2018
(dalam Rp. 000)
20
Pada tahun 2018 Direktorat Perlindungan Perkebunan melaksanakan kegiatan
gerakan pengendalian OPT tanaman tahunan dan penyegar melalui dana
APBN. Hasil pengawalan gerakan pengendalian OPT tanaman tahunan dan
penyegar sebagai berikut :
1. Pengawalan gerakan pengendalian OPT tanaman tahunan dan penyegar
tahun 2018 telah selesai dilaksanakan dengan realisasi keuangan sebesar
98,22 % dan fisik 100 % dengan rincian sebagai berikut :
a. Pengawalan dan pembinaan pengendalian serta monitoring dan
evaluasi daerah endemis OPT tanaman tahunan dan penyegar telah
dilaksanakan di 14 provinsi.
b. Konsultasi dengan Puslit/Balit/Perti/Instansi terkait telah dilaksanakan di
Puslit Karet dan Balittro.
2. Lokasi pelaksanaan pengawalan dan pembinaan pengendalian serta
monitoring dan evaluasi daerah endemis OPT tanaman tahunan dan
penyegar tahun 2018 dan luas pengendalian OPT, yaitu :
a. Pengendalian OPT kakao (hama PBK) seluas 2.525 ha di Provinsi Aceh
(Kabupaten Pidie), Provinsi Sulawesi Tengah (Kabupaten Poso dan Toli-
Toli), Provinsi Sulawesi Barat (Kabupaten Mamuju), Provinsi Sulawesi
Tenggara (Kabupaten Konawe dan Bombana), Provinsi Sulawesi
Selatan (Kabupaten Bone), Provinsi Kalimantan Utara (Kabupaten
Nunukan), dan Provinsi NTB (Kabupaten Lombok Utara).
KODE URAIAN TARGET REALISASI SISA
REALISASI (%)
C Pengawalan Pengendalian OPT Tanaman Tahunan dan Penyegar
377.800 371.068 6.731 98,22
521211 Belanja Bahan 1.800 0 1.800 0
(KPPN.139-Jakarta V)
Rapat penyusunan dan pembahasan laporan
1.800 0 1.800 0
524111 Belanja Perjalanan Biasa 376.000 371.068 4.931 98,69
Dalam rangka pengawalan dan pembinaan pengendalian serta monev daerah endemis pengendalian OPT tanaman tahunan dan penyegar
344.000 339.241 4.758 98.62
Konsultasi dengan Puslit/Balit/Perti/ Instansi Terkait
32.000 31.827 172 99,46
21
b. Pengendalian OPT kopi (hama PBKo) seluas 1.325 ha di Provinsi
Bengkulu (Kabupaten Kepahiang), Provinsi Jawa Barat (Kabupaten
Bandung), Provinsi Bali (Kabupaten Buleleng), Provinsi Sulawesi Utara
(Kotamobagu), dan Provinsi Sulawesi Selatan (Kabupaten Enrekang).
c. Pengendalian OPT kelapa (hama kumbang nyiur) seluas 500 ha di
Provinsi Sulawesi Utara (Kabupaten Minahasa Utara) dan Provinsi
Sulawesi Tengah (Donggala).
d. Pengendalian OPT jambu mete (penyakit Jamur Akar Putih/JAP) seluas
100 ha di Provinsi NTT (Kabupaten Sumba Barat Daya).
e. Pengendalian OPT karet (penyakit Jamur Akar Putih/JAP) seluas 400 ha
di Provinsi Jambi (Kabupaten Tebo) dan Provinsi Sumatera Selatan
(Kabupaten Musi Rawas).
3. Metode pengendalian OPT tanaman tahunan dan penyegar yang telah
disosialisasikan dan dilakukan oleh petani, yaitu : pengendalian OPT kakao
dengan sarungisasi buah dan pemangkasan, pengendalian OPT kopi
dengan cara pemasangan perangkap (atraktan), pengendalian OPT kelapa
dengan cara pemasangan feromon, pengendalian OPT jambu mete dan
karet dengan pemupukan, penggunaan APH dan fungisida.
4. Pelaksanaan kegiatan gerakan pengendalian OPT tanaman tahunan dan
penyegar di beberapa daerah mengalami keterlambatan yang disebabkan
oleh perubahan SKPD/struktur organisasi baru di daerah, terlambatnya
pengadaan bahan pengendalian, perubahan/pergantian pejabat pelaksana
kegiatan di provinsi dan adanya bencana alam.
5. Untuk mengetahui keberhasilan atau efektifitas pengendalian OPT yang
dilakukan petani, telah dilakukan pengamatan oleh petugas lapangan
bersama petani peserta pengendalian.
6. Petugas lapangan telah dibina untuk terus melakukan bimbingan kepada
petani peserta pengendalian dana Tugas Pembantuan (TP) sehingga
petani dapat melanjutkan kegiatan pengendalian OPT tanaman tahunan
dan penyegar dengan sistem PHT secara swadaya.
7. Informasi dan rekomendasi teknologi pengendalian OPT yang diperoleh
dari hasil konsultasi sebagai berikut :
22
a. Balittro telah mengembangkan pestisida nabati berbahan aktif minyak
serai, jarak dan cengkeh untuk mengendalikan penyakit akar pada
tanaman jambu mete, cengkeh dan kakao serta penyakit busuk pangkal
batang lada. Aplikasi pestisida nabati tersebut dengan cara disiramkan
di sekitar pangkal batang dengan dosis 3 ml/l air untuk tanaman muda
dan 5 ml/l air untuk tanaman tua.
b. Untuk mengendalikan serangan penyakit gugur daun karet Fusicoccum
sp., Pusat Penelitian Karet - Bogor telah melakukan penelitian sejak
bulan November 2017 dan merekomendasikan hal-hal sebagai berikut:
Aplikasi fungisida berbahan aktif thiophanate methyl pada daun-daun
yang rontok di atas permukaan tanah untuk mengendalikan spora
Fusicoccum sp.
Aplikasi fungisida berbahan aktif propikonazol pada tajuk tanaman
sebanyak tiga kali dengan interval satu minggu.
Melakukan pemupukan sesuai dosis rekomendasi.
c. Berdasarkan hasil konsultasi dengan taxonomis di Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perkebunan Bogor Jawa Barat diperoleh informasi
terkait perubahan status Helopeltis antonii, kepik penghisap pada kakao,
teh dan jambu mete yang sebelumnya sebagai OPT menjadi OPT
Karantina Golongan A2. Hal ini karena sebaran Helopeltis antonii hanya
di Sumatera. Helopeltis yang selama ini dianggap sebagai Helopeltis
antonii ternyata berdasarkan hasil identifikasi (penelitian) adalah
Helopeltis bradyii. Pada Helopeltis antonii terdapat spot-spot di
penampilan abdomen berupa band berwarna putih. Sedangkan pada
Helopeltis bradyii tidak terdapat band tersebut.
d. Berdasarkan hasil konsultasi dengan Kepala Bidang Penelitian dan
beberapa Peneliti di Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung, Bandung
Jawa Barat diperoleh informasi sebagai berikut :
1) Cara pengendalian hama Empoasca, yang dianjurkan antara lain:
Penanaman benih sehat (vigor, bernas)
Sanitasi kebun yang baik (drainase, gulma dan kanopi)
23
Penetapan pola tanam (klon dan siklus petik)
Penanaman intercrop (tanaman repellen/penolak)
Pelestarian musuh alami
Serangga parasitoid yang merupakan musuh alami Empoasca
antara lain Anagrus atomus, Anagrus flaveolus, Anagrus
frequens. Musuh alami lainnya yaitu jamur patogen serangga
seperti Paecilomyces sp., Synnematium sp., dan Beauveria
bassiana dinilai efektif menekan populasi hama Empoasca
selama masa pengelolaan.
Aplikasi insektisida yang sudah terdaftar (Dalam konsep PHT,
penggunaan insektisida sintetik dimungkinkan jika dan hanya jika
kondisi telah memaksa untuk dilakukan aksi aplikasi insektisida).
Aplikasi pestisida nabati berbahan aktif azadirachtin.
2) Terkait Issue Antraquinon pada produk teh Indonesia timbul karena
adanya perbedaan sudut pandang. Menurut Eropa kandungan
Antraquinon pada daun teh merupakan residu dari penggunaan
pestisida, sedangkan menurut pakar di Indonesia Antraquinon
merupakan kontaminan yang timbul dari proses pengolahan teh,
selain antraquinon itu sendiri merupakan bahan yang tersedia di
alam yaitu pada tanaman teh itu sendiri dan pada tanah disekitar
tanaman teh. Saat ini diketahui ada 2 jenis bakteri dalam tanah yang
bisa merubah suatu zat menjadi Antraquinon, sehingga keberadaan
Antraquinon pada teh tidak dapat dianggap sebagai residu dari
pestisida.
3) Terkait issue efek penggunaan Glifosat untuk mengendalikan
gulma, saat ini petani teh masih banyak menggunakan herbisida
untuk pengendalian gulma dibandingkan pengendalian secara
mekanis dan aplikasi glifosat merupakan pengendalian gulma yang
banyak digunakan. Glifosat merupakan herbisida golongan
spektrum luas untuk gulma berdaun kecil dan lebar sehingga efek
yang ditimbulkan adalah resistensi. Hal ini yang menyebabkan
penolakan terhadap teh produk Indonesia. Pertumbuhan gulma yang
24
tidak terkendali akan mengurangi penyerapan hara. Sedangkan
pengendalian secara manual membutuhkan biaya yang sangat
besar. Yaitu 1 ha 25 HOK, dimana 1 HOK selama 5 jam kerja adalah
Rp 45.000. Solusi yang digunakan dengan aplikasi herbisida nabati
(ekstrak dari lantana camara/saliara/tembelekan). Saat ini telah
diproduksi herbisida nabati oleh PPTK Gambung dengan merk
dagang Biolanta (ekstrak lantana camara) yang mempunyai efek
herbisida pre energent, dengan dosis 2 liter/ha, diaplikasikasikan 3
hari setelah pengendalian mekanis. Harga Biolanta Rp.
225.000/liter.
D. PENGAWALAN PENERAPAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU (PHT)
TANAMAN SEMUSIM DAN REMPAH
1. Tujuan
a. Melakukan pengawalan dan pembinaan serta monev penerapan PHT
Tanaman Semusim dan Rempah kepada petugas sehingga persiapan
dan pelaksanaan sesuai dengan pedoman teknis, serta melakukan
bimbingan kepada petani sehingga petani melakukan PHT Tanaman
Semusim dan Rempah dengan baik,
b. Melakukan konsultasi teknologi PHT Tanaman Semusim dan Rempah
sehingga diperoleh teknologi terkini PHT Tanaman Semusim dan
Rempah,
c. Membantu/mendorong petani untuk menerapkan PHT dikebunnya
sehingga dapat dilakukan secara mandiri dan berkelanjutan dan,
d. Memberdayakan petani untuk memproduksi bahan pengendali OPT
secara mandiri.
2. Sasaran
a. Terkawal dan terbinanya Penerapan PHT Tanaman Semusim dan
Rempah,
b. Termonitor dan terevaluasinya persiapan/pelaksanaan/hasil pelaksanaan
penerapan PHT Tanaman Semusim dan Rempah,
25
c. Terlaksananya konsultasi permasalahan teknis penanganan OPT
Tanaman Semusim dan Rempah di Puslit/Balit/Perti/ Instansi terkait.
3. Ruang Lingkup Kegiatan
a. Calon petani penerapan PHT adalah petani perkebunan rakyat yang
tergabung dalam kelompok tani dan menangani komoditas yang sama,
areal yang relatif hamparan dan berada pada sentra serangan OPT,
b. Tahapan kegiatan penerapan PHT meliputi: survey dan penetapan
CP/CL, sosialisasi, pelaksanaan, pembinaan, monev dan pelaporan.
4. Hasil
a. Pengawalan Penerapan Pengendalian Hama Terpadu Tanaman
Semusim dan Rempah dilakukan dengan cara koordinasi dengan Dinas
yang membidangi perkebunan dan kunjungan langsung di 12 provinsi/13
kabupaten lokasi pelaksanaan kegiatan.
b. Penetapan CP/CL dilakukan oleh Kepala Dinas Provinsi yang
membidangi perkebunan (TP provinsi).
c. Dinas Provinsi/Kabupaten pelaksana Penerapan PHT telah menetapkan
Tim Pelaksana, Petugas lapang dan menyusun rencana kerja dan jadwal
pelaksanaan Penerapan PHT.
d. Petunjuk Pelaksanaan Penerapan PHT dibuat oleh Dinas Provinsi yang
membidangi perkebunan dan sudah melibatkan petugas kabupaten
dalam pelaksanaan Penerapan PHT.
e. Semua provinsi/kabupaten telah melakukan pertemuan Penerapan PHT
sebanyak 8 kali pertemuan dengan interval 7 (tujuh) hari sekali, dengan
uraian pelaksanaan pertemuan sudah sesuai dengan Pedoman Teknis
Penerapan PHT.
f. Pada umumnya setelah mengikuti kegiatan PPHT, petani setuju dengan
kegiatan PPHT sebagai upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan PHT di tingkat petani. Petani berubah sikap dari pasif,
biasa-biasa saja bahkan acuh tak acuh pada awal pelaksanaan PPHT
kemudian setelah beberapa kali pertemuan petani sudah berani
mengemukakan pengalaman dan pendapat pada setiap diskusi.
26
g. Perubahan tidak hanya terjadi pada petaninya, tetapi terjadi juga pada
tanaman yang diperlakukan. Pada tanaman cengkeh, lada dan pala yang
telah diperlakukan penerapan PHT menunjukkan gejala visual antara
lain adalah muncul tunas daun baru. Perbedaan antara tunas daun yang
tumbuh memang pada waktunya dengan tunas daun baru pada tanaman
yang diperlakukan penerapan PHT adalah apabila pada tanaman yang
diterapkan PHT maka tunas baru akan tumbuh serempak pada seluruh
bagian ranting tanaman, baik yang telah ada daun tua sebelumnya
maupun pada ranting yang telah rontok semua daunnya. Sedangkan
tunas baru yang tumbuh karena memang waktunya tumbuh adalah tunas
daun baru hanya tumbuh pada ranting yang telah ada daun tuanya saja.
h. Daun-daun yang masih ada pada tanaman cengkeh tidak bertambah
rontok pada tanaman yang diterapkan PHT. Sedangkan pada tanaman
kontrol, daun cengkeh yang telah ada sebelumnya tetap terjadi
kerontokan secara terus menerus dan berwarna hijau pekat, mengkilap
serta lebih tebal.
i. Sedangkan pada akar yang telah diaplikasi menggunakan infus akar
beberapa provinsi juga kelihatan adanya/munculnya akar baru. Hal ini
disarankan agar tetap dilakukan pengendalian secara infus akar dan
batang dengan memadukan MS APH Tricoderma, Beauveria dan
Pseudomonas yang telah dibuat dan apabila sudah memasuki musim
penghujan pupuk bokhasi yang telah dibuat agar segera diaplikasikan.
Dengan demikian kondisi tanaman diharapkan akan segar kembali.
5. Realisasi Fisik dan Keuangan
Kegiatan Pengawalan Penerapan Pengendalian Hama Terpadu Tanaman
Semusim dan Rempah telah dilaksanakan dengan realisasi fisik sebesar
100% dan realisasi keuangan sebesar 98,62% (Rp 62.119.132,-) dari target
sebesar Rp 265.800.000,-.
E. PENGAWALAN PENERAPAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU (PHT)
TANAMAN TAHUNAN DAN PENYEGAR
1. Tujuan kegiatan
27
a. Melakukan pengawalan persiapan/pelaksanaan/hasil penerapan PHT
Tanaman Tahunan dan Penyegar kepada petugas sehingga persiapan
dan pelaksanaan sesuai dengan pedoman teknis, serta melakukan
bimbingan kepada petani sehingga petani melakukan PHT Tanaman
Tahunan dan Penyegar dengan baik;
b. Melakukan konsultasi teknologi PHT Tanaman Tahunan dan Penyegar
sehingga diperoleh teknologi terkini PHT Tanaman Tahunan dan
Penyegar.
2. Sasaran kegiatan
a. Terkawalnya persiapan/pelaksanaan/hasil pelaksanaan penerapan PHT
Tanaman Tahunan dan Penyegar;
b. Terlaksananya konsultasi permasalahan teknis penanganan OPT
Tanaman Tahunan dan Penyegar di Puslit/Balit/ Perti/ Instansi terkait;
3. Ruang lingkup
Kegiatan Pengawalan Penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PHT)
Tanaman Tahunan dan Penyegar terdiri dari 2 (dua) sub kegiatan yaitu :
a. Pengawalan persiapan/pelaksanaan/hasil penerapan Pengendalian
Hama Terpadu (PHT) Tanaman Tahunan dan Penyegar di daerah yang
mendapat alokasi dana APBN (TP) tahun 2018;
b. Konsultasi dengan Puslit/Balit/Perti/Instansi terkait.
4. Pelaksanaan Kegiatan Pengawalan
Kegiatan Penerapan PHT Tanaman Tahunan dan Penyegar dilaksanakan
melalui:
a. Pengawalan Kegiatan Penerapan PHT Tanaman Tahunan dan Penyegar
Kegiatan pengawalan penerapan PHT tanaman tahunan dan penyegar
dilakukan dengan kunjungan lapang, wawancara dengan petugas dan
petani/kelompok tani dengan menggunakan kuesioner, atau melalui telepon
dan e-mail.
Kegiatan pengawalan melalui kunjungan lapang dilaksanakan di 8 provinsi
meliputi : Aceh, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I.Yogyakarta, Nusa Tenggara
Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Gorontalo.
28
Lokasi pelaksanaan pengawalan penerapan PHT tanaman tahunan dan
penyegar tahun 2018, yaitu :
Penerapan PHT tanaman kakao (hama Penggerek Buah Kakao/PBK)
di Provinsi : D.I. Yogyakarta (Kabupaten Gunung Kidul; 50ha), Sulawesi
Tengah (Kabupaten Sigi; 200ha), Sulawesi Selatan (Kabupaten Luwu
Utara; 100ha), Sulawesi Tenggara (Kolaka Timur;150ha) dan Gorontalo
(Kabupaten Boalemo; 50ha).
Penerapan PHT tanaman kopi (hama Penggerek Buah Kopi/PBKo)
di Provinsi : Aceh (Kabupaten Bener Meriah;100ha), Jawa Barat
(Kabupaten Garut; 100ha), Jawa Tengah (Kabupaten Temanggung;
100ha), NTT (Kabupaten Manggarai Timur;100ha) dan Sulawesi Selatan
(Kabupaten Toraja Utara;100ha)
Dokumen pengawalan penerapan PHT tanaman tahunan dan penyegar
tahun 2018 sebanyak 14 dokumen dalam bentuk laporan perjalanan dinas
dan surat pembinaan.
Pelaksanaan Pengawalan Penerapan PHT Tanaman Tahunan dan
Penyegar tahun 2018 dilaksanakan melalui :
a) Persiapan pengawalan kegiatan penerapan PHT Tanaman Tahunan dan
penyegar
1) Penyusunan Bahan Pengawalan dan Pembinaan : bahan pengawalan
pelaksanaan kegiatan pengendalian OPT yaitu POK kegiatan, pedoman
teknis kegiatan, buku pedoman, serta kuesioner untuk setiap kegiatan
penerapan PHT tanaman tahunan (Pengendalian hama penggerek buah
kopi (Hypothenemus hampei) pada tanaman kopi dan Pengendalian
hama penggerak buah kakao (Conopomorpha cramerella) pada tanaman
kakao).
2) Koordinasi dengan Dinas yang Membidangi Perkebunan di Provinsi dan
Kabupaten/Kota
Koordinasi dilakukan dengan Dinas yang membidangi perkebunan di
provinsi dan kabupaten/kota yang memperoleh kegiatan penerapan PHT
melalui telepon/e-mail/Whatsapp untuk menyesuaikan rencana
pelaksanaan pengawalan dengan pelaksanaan kegiatan di daerah.
29
b) Pelaksanaan Pengawalan Penerapan PHT Tanaman Tahunan dan
Penyegar
Lokasi pengawalan yaitu:
No Provinsi No Kabupaten OPT
Komoditi Kakao
1 D.I. Yogyakarta 1 Gunungkidul
PBK (Conopomorpha
Cramerella)
2 Sulawesi Selatan 2 Luwu Utara
3 Gorontalo 3 Boalemo
4 Sulawesi Tenggara 4 Kolaka Timur
5 Sulawesi Tengah 5 Sigi
Komoditi Kopi
1 Aceh 1 Bener Meriah
PBKo (Hypothenemus
hampei)
2 Jawa Barat 2 Garut
3 Jawa Tengah 3 Temanggung
4 NTT 4 Manggarai Timur
5 Sulawesi Selatan 5 Luwu Utara
c) Hasil pengawalan persiapan Penerapan PHT Tanaman Tahunan dan
Penyegar di daerah
Dilaksanakan melalui pengawalan terhadap :
1) SK Tim Pelaksana Kegiatan
2) Penetapan CP/CL Kegiatan Penerapan PHT Tanaman Tahunan dan
Penyegar
3) Penyusunan Juklak dan Juknis
4) Sosialisasi
5) Penyediaan bahan dan alat kegiatan penerapan PHT tanaman tahunan
dan penyegar
6) Pelaksanaan kegiatan, metode/teknologi yang diterapkan,
perkembangan kegiatan dan laporan hasil pelaksanaan kegiatan
Penerapan PHT Tanaman Tahunan dan Penyegar, meliputi:
Pertemuan dilakukan sebanyak 8 kali (sosialisasi, pertemuan, field
day) dengan interval satu minggu. Sosialisasi dilaksanakan oleh
pelaksana kegiatan kepada petani peserta Penerapan PHT Tanaman
Perkebunan dan pihak terkait lainnya setelah penetapan Calon
30
Petani/Calon Lokasi di lokasi kegiatan. Fieldday dilaksanakan di
pertemuan terakhir dengan mengundang petani di sekitar lokasi
kegiatan.
Teknologi yang diterapkan untuk pengendalian hama PBK pada
kakao adalah dengan cara PHT, yaitu: Panen sering, Pemangkasan,
sanitasi, sarungisasi, Aplikasi APH/MS APH dan pemupukan.
Teknologi yang diterapkan untuk pengendalian hama PBKo pada
kopi adalah dengan cara PHT yaitu: Pemasangan sarungisasi buah
kakao, pada buah yang berukuran kurang lebih 8 cm,
Pembuatan/perbanyakan APH padat, pembuatan bokasi padat,
Aplikasi APH jenis, melakukan panen sering, pemupukan dan
melaksanakan pangkasan wiwilan, ranting dan cabang yang kurang
produktif serta pangkasan atas.
b. Konsultasi Ke Puslit, Balit, Perti atau Instansi Terkait
a) Konsultasi ke Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar
(BALITTRI)
Konsultasi dilaksanakan dengan Dr. Ir. Samsudin, M.Si., Ir. Gusti
Indriyati, M.Si. dan Khaerati, SP., M.Si. (peneliti) dalam rangka
mendapatkan informasi terkait dengan teknologi pengendalian OPT pada
tanaman tahunan dan penyegar di Balittri, Sukabumi, terkait teknologi
pengendalian Jamur Akar Putih (JAP) yang banyak dikembangkan di
Balittri adalah melalui pemanfaatan Trichoderma sp., Metabolit sekunder
Trichoderma spp. dan teknologi pengendalian lainnya.
b) Konsultasi ke Institut Pertanian Bogor (IPB)
Konsultasi dilaksanakan dengan Prof. Dr. Ir. Meity Suradji Sinaga, M.Sc.
dalam rangka mendapatkan informasi terkait dengan pengamatan dan
pengendalian penyakit pada tanaman kelapa sawit di laboratorium
mikologi, Departemen Proteksi, Fakultas Pertanian IPB, terkait teknologi
pengendalian Gejala penyakit busuk pangkal batang pada sawit.
5. Realisasi fisik dan keuangan
31
Biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan ini bersumber dari dana
APBN yang dialokasikan pada Satuan Kerja Direktorat Jenderal Perkebunan
Tahun Anggaran 2018. Pagu anggaran kegiatan pengawalan penerapan
PHT tanaman tahunan dan penyegar tahun 2018 sesuai POK awal sebesar
Rp. 217.800.000 menjadi sebesar Rp. 201.800.000 sesuai POK revisi
dengan realisasi sebesar Rp. 197.733.370 (97,98%). Realisasi biaya
pengawalan penerapan PHT tanaman tahunan dan penyegar serta realisasi
konsultasi dengan Puslit/Balit/Perti/Instansi terkait seperti pada Tabel berikut
:
Tabel 3. Realisasi fisik dan Keuangan kegiatan pengawalan penerapan PHT
tanaman tahunan dan penyegar seperti pada tabel:
Komponen Kegiatan
Fisik (jumlah provinsi/Puslit/Balit/Perti/Instansi Terkait yang dikunjungi)
Keuangan (Rp. 000)
Target Realisasi % Target Realisasi %
1. Pengawalan Penerapan PHT Tanaman Tahunan dan penyegar
8 8 100 184.00
0 183.913 99,95
2. Konsultasi dengan Puslit/Balit/Perti/Instansi Terkait
2 2 100 16.000 13.820 86,38
Tabel 4. Target dan Realisasi Pengawalan Penerapan PHT Tanaman
Tahunan dan Penyegar Tahun 2018
F. PEMBINAAN DALAM RANGKA PEMBERDAYAAN PERANGKAT
PERLINDUNGAN PERKEBUNAN
1. Tujuan dan Sasaran
Tujuan pelaksanaan kegiatan Pembinaan dalam Rangka Pemberdayaan
Perangkat Perlindungan Perkebunan adalah :
a. Memberikan bimbingan dan pembinaan kepada petugas perlindungan
perkebunan di daerah khususnya petugas perangkat perlindungan (LL,
KODE URAIAN TARGET REALISASI SISA
REALISASI (%)
E Pengawalan Penerapan PHT Tanaman Tahunan dan Penyegar
201.800 197.733 4.067 97,98
521211 Belanja Bahan 1.800 0 1.800 0
(KPPN.139-Jakarta V)
Rapat penyusunan dan pembahasan laporan 1.800 0 1.800 0
524111 Belanja Perjalanan Biasa 200.000 197.733 2.267 98,87
Dalam rangka pengawalan penerapan PHT tahunan dan penyegar
184.000 183.913 86.630 99,95
Konsultasidengan puslit/Balit/Perti/Instansi Terkait
16.000 13.820 2.180 86,38
(dalam Rp. 000)
32
LUPH dan Brigade Proteksi Tanaman) dan agar pelaksanaan kegiatan
pemberdayaan perangkat perlindungan sesuai dengan Pedoman Teknis
b. Memberikan bimbingan dan pembinaan kepada petugas pengamat OPT
agar termotivasi untuk melaksanakan pengamatan pada wilayah
kerjanya dan menghasilkan data/informasi serangan OPT yang lebih
baik.
Sasaran kegiatan Pembinaan Dalam Rangka Pemberdayaan Perangkat
Perlindungan Perkebunan adalah terbinanya perangkat perlindungan agar
dapat melaksanakan kegiatan sesuai dengan pedoman teknis.
2. Ruang Lingkup Kegiatan
Kegiatan pemberdayaan perangkat perlindungan perkebunan dilaksanakan
pada provinsi yang mendapat alokasi APBN tahun anggaran 2018.
3. Hasil
a. Laporan hasil pengamatan OPT penting tanaman perkebunan yang
disampaikan ke Direktorat Perlindungan Perkebunan mencakup OPT
penting pada 15 komoditas yaitu : Kelapa, Karet, Kelapa Sawit, Jambu
Mete, Kakao, Kopi, Lada, Cengkeh, Pala, Tebu, Teh, Kapas, Nilam, Vanili
dan Tembakau serta terbatas pada daerah serangan endemis
b. OPT yang banyak menyerang komoditi perkebunan pada tahun 2018 antara
lain:
1) OPT kelapa: hama kumbang nyiur (Oryctes rhinoceros), belalang
pedang (Sexava nubila) dan kumbang bibit (Brontispa longissima);
2) OPT karet: penyakit JAP (Rigidoporus lignosus), penyakit GDK
(Corynespora cassiicola) dan penyakit bidang sadap (Colletotrichum
gloeosporioides);
3) OPT kelapa sawit: ulat api (Setora nitens), babi hutan (Sus scrofa
vittatus), tikus (Rattus rattus diardii) dan penyakit busuk pangkal batang
(Ganoderma boninense.);
4) OPT jambu mete: hama penghisap daun dan buah (Helopeltis sp.), ulat
kipat (Cricula sp.) dan penyakit JAP (Rigidoporus lignosus);
33
5) OPT kakao: penggerek buah kakao/PBK (Conopomorpha cramerella),
Busuk Buah Kakao (BBK) dan Penyakit Vascular Streak Dieback (VSD);
6) OPT kopi: penggerek buah kopi (Hypothenemus hampei), penyakit karat
daun (Hemileia vastatrix) dan Penggerek Batang (Zeuzera sp.);
7) OPT lada: penyakit busuk pangkal batang (Phytophthora capsici),
penggerek buah lada (Dasynus piperis.) dan penggerek batang lada
(Lophobaris piperis);
8) OPT cengkeh: BPKC, penggerek batang, cacar daun, Gloeosporium sp.,
dan JAP;
9) OPT Teh: Helopeltis sp. , Cacar Daun, dan Empoasca sp.
10) OPT tebu penggerek batang (Chilo sp.); penggerek pucuk (Scirpophaga
sp.) dan penyakit luka api yang disebabkan oleh jamur Ustilago
scitaminea ; pada kapas penggerek buah (Helicoverpa armigera),
Pectinophora gossypiella, ulat grayak/ulat tentara (Spodoptera litura).
11) OPT Kapas: Heliotis sp, Sundapteryx sp. dan Aphis sp.
12) OPT Nilam: Ulat daun, Budok, Belalang, Aphis, dan Kutu putih;
13) OPT Tembakau: Lanas, Spodoptera sp. Mycus persicae dan TMV;
14) OPT Vanili: Busuk batang Fusarium sp.
15) OPT Pala: Penggerek Batang, Kanker Batang, Gugur Buah, Busuk
buah, dan Jamur Akar.
c. Sampai dengan akhir periode pelaporan hasil pengamatan OPT tahun 2018
masih terdapat provinsi yang belum lengkap mengirimkan laporan, selain
itu juga masih terdapat provinsi yang mengirimkan laporan hasil
pengamatan OPT tidak tepat waktu. Terkait hal tersebut, telah dilakukan
pembinaan melalui pengiriman surat Direktur Perlindungan Perkebunan.
d. Pemberian insentif kepada petugas perlindungan pengamat hama dan
penyakit/POPT bertujuan untuk meningkatkan kualitas pengamatan dan
pelaporan yang dilakukan oleh petugas, sehingga keberadaan OPT di
lapangan dapat terus terpantau dalam rangka mendukung sistem
peringatan dini sehingga terjadinya eksplosi OPT pada suatu wilayah
tertentu dapat dicegah.
34
e. Pengalokasian dana untuk kegiatan pemberdayaan perangkat
perlindungan perkebunan telah berhasil mendorong perangkat
perlindungan untuk melaksanakan kegiatan sesuai dengan tupoksinya
masing-masing dan mulai memberikan kontribusi dalam pelaksanaan
kegiatan pengendalian diantaranya menghasilkan APH untuk pengendalian
OPT spesifik lokasi.
f. Untuk pengoptimalan dan pemberdayaan SDM Perlindungan, maka
disarankan: perlu rekruitmen dan penempatan kembali tenaga yang berlatar
belakang Perlindungan; perlu dilaksanakan pelatihan penyegaran di bidang
Perlindungan bagi petugas yang ada; pemberian insentif dan penghargaan
(reward) bagi petugas yang mempunyai kinerja dan dedikasi tinggi terhadap
perlindungan.
g. Gerakan pengendalian OPT secara swadaya oleh petani agar lebih
ditingkatkan lagi dengan difasilitasi dan distimulasi oleh pemerintah.
Masyarakat harus lebih meningkatkan kesadaran akan kesehatan kebun.
Pembinaan kepada petugas dan petani tentang pentingnya perlindungan
tanaman perlu ditingkatkan agar petani (masyarakat) mau dan mampu
mengelola kebunnya dengan baik, sehingga produksi menjadi meningkat.
h. Dalam mengalokasikan bahan pengendali OPT/pestisida kimia (fungisida,
insektisida, herbisida, rodentisida, dll) pada BPT harus dirinci berdasarkan
data hasil monitoring serangan OPT. Pestisida hanya dapat digunakan
pada kondisi serangan OPT yang bersifat eksplosi atau pada sumber-
sumber serangan OPT yang dilaporkan sangat cepat berkembang dan
merugikan. Pestisida kimia sekaligus merupakan buffer stock dalam
memenuhi standar pelayanan minimum pemerintah dalam mengendalikan
OPT.
i. Untuk menghindari keterlambatan pelaksanaan kegiatan karena
keterlambatan memperoleh informasi, setiap Provinsi disarankan agar
melakukan penelaahan dan pencermatan POK segera setelah POK dan
pedoman teknis diterima oleh setiap daerah.
j. Pemberian insentif kepada petugas perlindungan pengamat hama dan
penyakit/POPT bertujuan untuk meningkatkan kualitas pengamatan dan
pelaporan yang dilakukan oleh petugas, sehingga keberadaan OPT di
35
lapangan dapat terus terpantau dalam rangka mendukung sistem
peringatan dini sehingga terjadinya eksplosi OPT pada suatu wilayah
tertentu dapat dicegah.
k. Pengalokasian dana untuk kegiatan pemberdayaan perangkat
perlindungan perkebunan telah berhasil mendorong perangkat
perlindungan untuk melaksanakan kegiatan sesuai dengan tupoksinya
masing-masing dan mulai memberikan kontribusi dalam pelaksanaan
kegiatan pengendalian diantaranya menghasilkan APH untuk pengendalian
OPT spesifik lokasi.
4. Realisasi Keuangan dan Fisik
Realisasi keuangan yaitu Rp. 456.205.394 (98,36%) dari pagu anggaran
Rp. 463.800.000, dengan realisasi fisik 100%.
G. PENGAWALAN PENANGANAN GANGGUAN USAHA PERKEBUNAN
1. Tujuan
- Melakukan identifikasi sumber dan solusi kasus GUP.
- Melakukan koordinasi / konsultasi Penanggulangan kasus GUP.
- Memfasilitasi Penanggulangan kasus GUP.
- Menghimpun kasus GUP menurut jenisnya (GUP lahan, GUP non lahan).
2. Sasaran
Terwujudnya Penanggulangan kasus GUP di tingkat nasional.
3. Ruang Lingkup
Ruang lingkup kegiatan Identifikasi Inventarisasi, Monitoring dan Evaluasi,
serta Fasilitasi Penanggulangan Kasus GUP, yaitu :
a. Pengawalan, identifikasi, inventarisasi, dan monev kasus gangguan
usaha Perkebunan;
- Identifikasi : Kegiatan ini dilakukan dengan mengumpulkan data dan
informasi terkait kasus GUP yang terjadi di daerah antara lain : legalitas,
36
kronologis permasalahan, upaya Penanggulangan kasus GUP yang
telah dilakukan oleh Pemerintah Daerah.
- Inventarisasi : Kegiatan ini dilakukan dengan mencatat dan
mengelompokkan kasus GUP berdasarkan jenisnya yang telah
diidentifikasi (GUP lahan, GUP non lahan, dan GUP kehutanan).
- Monitoring dan evaluasi : Kegiatan ini dilakukan untuk melakukan
monitoring dan evaluasi penanggulangan kasus GUP. Kegiatan ini
bertujuan untuk mengetahui perkembangan dan kendala yang dihadapi
dalam penanggulangan GUP.
b. Fasilitasi penanganan gangguan usaha perkebunan
Merupakan proses penanganan kasus GUP dengan cara
memberdayakan dan bekerjasama dengan seluruh instansi yang terkait
baik di pusat maupun daerah agar suatu kasus GUP dapat tertangani.
Bentuknya dapat berupa kunjungan lapangan, menghadiri rapat bedah
kasus, dll.
c. Rapat Fasilitasi Bedah Kasus
Melakukan rapat/pertemuan yang mengikutsertakan pihak-pihak yang
terkait kasus GUP seperti Pemprov/Pemkab/Pemkot, perusahaan
perkebunan, masyarakat, tokoh masyarakat, instansi terkait. Hasil
rapat/pertemuan berupa saran, pertimbangan, atau rekomendasi
penyelesaian kasus GUP dituangkan dalam bentuk rumusan, notulen,
atau berita acara yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang
dan/atau pihak-pihak yang terkait kasus GUP.
4. Hasil
a. Kegiatan Identifikasi Inventarisasi, Monitoring dan Evaluasi, serta
Fasilitasi Penanggulangan Kasus GUP, dilaksanakan dari Januari s/d
Desember 2018 di 21 Provinsi yaitu Aceh, Riau, Sumsel, NTB, Jawa
Barat, Kalbar, Bengkulu, Sulbar, Jambi, Sumbar, Banten, Jateng, Kaltim,
Kalsel, Kalteng, Sumut, Balbel, NTT, Sultra, Maluku, dan Sulteng.
Terdapat 2 provinsi yang tidak melaksanakan Pertemuan Fasilitasi
Penanggulangan GUP / Bedah Kasus yaitu Kalbar dan Banten. Faktor
penyebab kedua provinsi tersebut tidak melaksanakan kegiatan bedah
37
kasus GUP antara lain : kurangnya dukungan Sumber Daya Manusia
(SDM), minimnya laporan/data GUP dari Kabupaten/Kota, kesulitan
mempertemukan pihak-pihak yang bersengketa, dan kasus GUP
melibatkan banyak stakeholder sehingga sulit mengatur waktu.
b. Berdasarkan hasil inventarisasi kasus GUP yang dilakukan oleh petugas
yang menangani bidang GUP di Provinsi diperoleh hasil bahwa pada
mayoritas aduan/kasus GUP yang masuk ke Dinas adalah kasus lahan
seperti okupasi lahan, tumpang tindih lahan masyarakat dengan
perusahaan perkebunan, tuntutan ganti rugi lahan, dan sengketa lahan.
Sedangkan kasus non lahan yang ditangani oleh Dinas antara lain
masalah tuntutan pembangunan kebun 20%, kemitraan, pencurian hasil
panen, usaha perkebunan belum ada izin, dll.
c. Dari hasil inventarisasi GUP dimaksud yang dilakukan petugas
menangani bidang GUP di Provinsi, sampai dengan akhir tahun 2017
diperoleh data/informasi GUP lahan sebanyak 492 kasus, sedangkan
kasus non lahan sebanyak 250 kasus. Sehingga total kasus GUP pada
tahun 2017 sebanyak 742 kasus.
5. Realiasasi Keuangan dan Fisik
Pagu Kegiatan Pengawalan Mitigasi dan Adaptasi DPI dan Perhitungan
Penurunan emisi adalah sebesar Rp. 257.800.000 dan realisasi keuangan
sebesar Rp. 208.546.965 (80,89%) dan realisasi fisiknya 100%.
H. PENGAWALAN PENANGANAN KEBAKARAN LAHAN PERKEBUNAN
1. Tujuan
a. Melakukan pengawalan kegiatan pemantauan dan pengendalian
kebakaran lahan perkebunan dan operasional brigade pengendalian
kebakaran lahan dan kebun.
b. Melakukan pengawalan, pembinaan dan monev demplot pembukaan
lahan tanpa bakar
38
c. Melakukan pemantauan hotspot/kebakaran lahan dan kebun bersama
dengan dinas terkait dalam rangka penanganan kebakaran secara dini.
d. Melakukan inventarisasi Sistem, sarana dan prasarana pengendalian
kebakaran lahan perkebunan.
e. Melakukan konsultasi dan koordinasi dengan instansi terkait/ Balai
Besar/Puslit/Balit/Perti dalam rangka upaya pencegahan dan
pengendalian kebakaran lahan dan kebun
2. Sasaran
a. Terlaksananya pengawalan kegiatan pemantauan dan pengendalian
kebakaran lahan perkebunan dan operasional brigade pengendalian
kebakaran lahan dan kebun.
b. Terlaksananya pengawalan, pembinaan dan monev demplot pembukaan
lahan tanpa bakar.
c. Terlaksananya pemantauan hotspot serta kebakaran lahan dan kebun
dengan Dinas Perkebunan dan instansi terkait.
d. Inventarisasi Sistem, sarana dan prasarana pengendalian kebakaran
lahan perkebunan.
e. Konsultasi dan koordinasi dengan instansi terkait/Balai
Besar/Puslit/Balit/Perti dalam rangka upaya pencegahan dan
pengendalian kebakaran lahan perkebun.
3. Ruang Lingkup
Pengawalan pemantauan kebakaran lahan perkebunan meliputi:
pengawalan kegiatan pemantauan dan pengendalian kebakaran lahan
perkebunan serta operasional brigade pengendalian kebakaran lahan dan
kebun; pengawalan pembinaan dan monev demplot pembukaan lahan tanpa
membakar, pemantauan hotspot serta kebakaran lahan dan kebun;
Inventarisasi Sistem, sarana dan prasarana pengendalian kebakaran lahan
perkebunan; Konsultasi dan koordinasi dengan instansi terkait/Balai
Besar/Puslit/Balit/Perti.
4. Hasil
39
a. Kegiatan pengawalan, pembinaan dan monev demplot pembukaan lahan
tanpa bakar dilaksanakan dari bulan Januari sampai dengan Desember
2018 di Provinsi Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat,
Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah
b. Kegiatan pengawalan pemantauan kebakaran dan operasional brigade
dilaksanakan dari bulan Januari sampai dengan Desember 2018 di
Provinsi Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan
Selatan, Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah serta Provinsi lain
yang rawan kebakaran.
c. Kegiatan konsultasi dan koordinasi dilaksanakan pada Bulan Januari
sampai dengan Oktober 2018 dengan instansi terkait/Balai
Besar/Puslit/Balit/Perti dan instansi terkait lainnya. Konsultasi dilakukan
di Institut Pertanian Bogor (IPB) tepatnya di Fakultas Kehutanan dan
Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi (Balitklimat).
5. Realiasasi Keuangan dan Fisik
Pagu Kegiatan Pengawalan Penanganan Kebakaran Lahan Perkebunan
adalah sebesar Rp. 425.800.000 dan realisasi keuangan sebesar Rp.
303.470.863 (71,27%) dan realisasi fisiknya 100%.
I. PENGAWALAN MITIGASI DAN ADAPTASI DAMPAK PERUBAHAN IKLIM
SERTA PERHITUNGAN PERKEBUNAN RENDAH EMISI
1. Tujuan
Melaksanakan pengawalan kegiatan mitigasi dan adaptasi dampak
perubahan iklim serta kegiatan pemantauan perhitungan rendah emisi
dan/atau muka air tanah di lahan gambut tanaman perkebunan.
2. Sasaran
Terkawalnya kegiatan mitigasi dan adaptasi dampak perubahan iklim serta
kegiatan pemantauan perhitungan rendah emisi dan/atau muka air tanah di
lahan gambut tanaman perkebunan.
3. Ruang Lingkup
40
Kegiatan mitigasi dan adaptasi dampak perubahan iklim dilaksanakan di 7
(tujuh) Provinsi (Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Nusa
Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan Bali, sedangkan kegiatan
penghitungan penurunan emisi gas rumah kaca dilaksanakan di 6 (enam)
Provinsi (Jawa Tengah, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur,
Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan). Kegiatan pemantauan tinggi muka
air tanah pada lahan gambut dilaksanakan di Provinsi yang terdapat
Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG).
4. Hasil
a. Kegiatan Mitigasi dan Adaptasi Dampak Perubahan Iklim Tahun 2018
dilaksanakan di Provinsi Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI.
Yogyakarta, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.
Kegiatan Penghitungan Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Pada
Perkebunan Kopi Rakyat dilaksanakan di Provinsi Jawa Tengah, Bali,
Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.
b. Berdasarkan hasil pengamatan pada demplot mitigasi dan adaptasi
dampak perubahan iklim di 7 Provinsi diperoleh hasil bahwa pada kondisi
kemarau dengan air yang terbatas tetap terjadi penambahan jumlah
daun muda (flush) dan diameter batang tanaman, sedangkan untuk
kondisi tanahnya yang semula padat menjadi lebih gembur karena
dilakukan konservasi tanah dengan menggunakan rorak dan istana
cacing.
c. Dalam kegiatan Penerapan Perkebunan Rendah Emisi Karbon telah
dilakukan Penghitungan Penurunan Emisi Karbon, berikut adalah tabel
hasil penghitungan penurunan emisi karbon di tiap Provinsi.
No Provinsi Netto Penurunan CO2-e ton
1. Jawa Tengah 30,6
2. Bali 126,321
3. Nusa Tenggara Barat 288
4. Nusa Tenggara Timur 105,16
5. Sulawesi Utara 111,21
6. Sulawesi Selatan 98,33
5. Realiasasi Keuangan dan Fisik
41
Pagu Kegiatan Pengawalan Mitigasi dan Adaptasi DPI dan Perhitungan
Penurunan emisi adalah sebesar Rp. 427.400.000 dan realisasi keuangan
sebesar Rp. 370.834.208 (76,70%) dan realisasi fisiknya 100%.
J. PENGAWALAN DALAM RANGKA PEMBINAAN DAN SERTIFIKASI DESA
PERTANIAN ORGANIK BERBASIS KOMODITAS PERKEBUNAN
1. Tujuan
Tujuan kegiatan Pengawalan Dalam Rangka Pembinaan dan Sertifikasi
Desa Pertanian Organik Berbasis Komoditi Perkebunan adalah:
a. Memberikan bimbingan dan pembinaan kepada petugas Dinas
Provinsi/Kabupaten/Kota dan petani/kelompok tani tentang tujuan dan
sasaran yang ingin dicapai dari pelaksanaan kegiatan pembinaan dan
sertifikasi desa pertanian organik berbasis komoditas perkebunan.
b. Melakukan sosialisasi kepada petugas Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota
tentang komponen kegiatan, cara pelaksanaan kegiatan pembinaan dan
sertifikasi desa pertanian organik berbasis komoditas perkebunan.
2. Sasaran
Sasaran kegiatan Pengawalan Dalam Rangka Pembinaan dan Sertifikasi
Desa Pertanian Organik Berbasis Komoditi Perkebunan adalah 23 provinsi.
3. Ruang Lingkup Kegiatan
Kegiatan Pengawalan Dalam Rangka Pembinaan dan Sertifikasi Desa
Pertanian Organik Berbasis Komoditi Perkebunan dilaksanakan pada
provinsi yang mendapat alokasi APBN tahun anggaran 2018.
4. Hasil
Berdasarkan hasil Kegiatan pembinaan dan pengawalan serta sosialisasi
kegiatan sertifikasi desa pertanian organik berbasis komoditas perkebunan
dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
a. Petani di masing-masing kelompok tani/gapoktan sudah
mengembangkan kegiatan budidaya perkebunan yang ramah lingkungan
dengan pola pemenuhan input usaha tani secara mandiri berbasis
kepada potensi agroekosistem dan keanekaragaman hayati serta
42
keberlangsungan kegiatan budidaya yang berkesinambungan dan
ramah lingkungan sekaligus menghasilkan komoditas perkebunan
yang aman dikonsumsi dengan memanfatkan alat dan bahan yang
sudah diberikan kepada masing-masing kelompok tani.
b. Kegiatan Pengembangan Desa Organik Berbasis Komoditas
Perkebunan Tahun 2018 berjalan dengan baik. Luasan lahan organik,
produktivitas komoditi perkebunan, jumlah ternak ruminansia besar dan
kecil, produksi pupuk kompos, APH, dan MOL mengalami peningkatan
yang cukup signifikan.
a) Jumlah ternak ruminansia besar, meningkat dari sebelumnya pada
tahun 2016 sebanyak 376 ekor berkembang menjadi 509 ekor,
sedangkan untuk ernak ruminansia kecil, jumlah populasi awal
sebanyak 1640 ekor, saat ini berkembang menjadi 2.817 ekor.
b) Luas lahan organik meningkat dari 4.826,4 ha menjadi 5.651,4 ha.
Produktivitas komoditas perkebunan organik meningkat dari 166,21
ton/ha menjadi 173,36 ton/ha.
c) produksi pupuk kompos/APH/MOL per bulan rata-rata sebesar 215,27
ton untuk pupuk kompos padat, 2.900 Liter untuk pupuk kompos cair,
4.062 Liter untuk APH, dan 2.303 Liter untuk MOL.
c. Kegiatan pengembangan desa pertanian organik berbasis komoditas
perkebunan tidak hanya berorientasi untuk memperoleh sertifikat organik,
tetapi petani mendapatkan nilai lebih dari pelaksanaannya, baik dari
perolehan harga premium produk yang dihasilkan, pengembangan ternak,
produksi APH/pestisida nabati/MOL dan kesehatan lingkungan.
d. Jumlah kelompok tani yang telah mendapatkan sertifikat organik sampai
dengan tahun 2018 adalah sebanyak 31 kelompok, dengan sertifikat
organik yang diperoleh yaitu organik SNI dan organik ekspor ( EU dan
COR) serta RA/UTZ.
e. Berdasarkan penilaian terhadap integrasi, sertifikasi, kelembagaan, dan
pemasaran dengan menggunakan kriteria/kelas desa organik seperti
tertuang dalam Pedoman Umum 1000 Desa Pertanian Organik 2016, 70%
43
desa organik berbasis komoditas perkebunan termasuk di dalam
kriteria/kelas A dengan nilai 325-400.
f. Secara umum, berdasarkan hasil pelatihan, pendampingan, dan pre
assessment yang dilakukan pada setiap kelompok tani, sebagian besar
kelompok tani masih perlu melakukan perbaikan terhadap temuan
ketidaksesuaian standar dan melengkapi dokumen yang kurang terutama
untuk standar organik ekspor.
g. Petani pelaksana kegiatan memberikan harapan yang besar terhadap
kegiatan pengembangan desa pertanian organik berbasis komoditas
perkebunan, terutama terkait dengan manfaat sertifikat organik, peluang
pasar organik, serta harga premium untuk produk perkebunan organik.
h. Pelaksanaaan kegiatan Launching Ekspor/ Penjualan Produk Organik
Petani Pelaksana Kegiatan Desa Pertanian Organik Berbasis Komoditas
Perkebunan antara lain memberikan beberapa manfaat yaitu:
a) Ekspose kegiatan penjualan perdana produk perkebunan organik hasil
kelompok tani pelaksana kegiatan desa organik;
b) Menjadi sarana/wahana untuk menyakinkan petani bahwa pemerintah
memiliki komitmen yang kuat untuk membantu pemasaran produk-
produk perkebunan organik, selanjutnya petani menjadi lebih
bersemangat untuk melaksanakan kegiatan perkebunan organiknya;
c) Terbangunnya komitmen antara kelompok tani pelaksana kegiatan
pengembangan desa pertanian organik berbasis komoditas
perkebunan dengan pengusaha/trader produk organik dalam
pemasaran produk organik perkebunan;
d) Terbangunnya komitmen pemerintah daerah setempat dalam
meningkatkan produksi/produktivitas dan mutu produk organik
perkebunan.
i. a). Launching ekpor gula serbuk kelapa organik
- Jumlah total permintaan ekspor gula serbuk kelapa organik dari KUB
Sumber Rejeki, selama tahun 2018 adalah sebanyak 10 kontainer
atau 190.000 kg. Negara tujuan ekpor gula serbuk kelapa organic
antara lain: Polandia, Yunani, United Kingdom (UK), Australia dan
44
New Zealand. Gula serbuk kelapa organik untuk setiap kg nya
dihargai Rp. 28.000, sedangkan untuk gula serbuk kelapa non
organik Rp. 18.000/kg. Nilai total ekspor gula serbuk kelapa organik
KUB Sumber Rejeki, selama tahun 2018 adalah sebesar Rp.
5.320.000.000. Dari perolehan nilai ekspor tersebut dapat
disimpulkan bahwa dengan diperolehya sertifikat organik, petani
mendapatkan nilai tambah berupa harga premium.
- Jumlah gula serbuk kelapa organik yang akan diekspor pada saat
acara lauching adalah sebanyak 1 kontainer atau 19.000 kg dengan
organik tujuan Polandia. Total nilai ekpor gula serbuk kelapa organik
ke Polandia adalah Rp. 532.000.000.
b). Penjualan perdana kopi petani pelaksana kegiatan pengembangan
desa pertanian organik berbasis komoditas perkebunan
- Jumlah kopi yang dibeli oleh PT. Okouri Bumi Nusantara selama
bulan Oktober sampai dengan Nopember adalah sebanyak 19 ton,
berasal dari Provinsi Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Jawa Barat,
Bali, Sumatera Selatan, Jawa Timur dan Aceh. Pada saat acara
seremonial lauching penjualan perdana kopi, jumlah kopi yang dikirim
langsung ke gudang milik PT. Okouri Bumi Nusantara adalah
sebanyak 6 ton (2 truk), merupakan kopi dari kelompok tani
pelaksana kegiatan desa pertanian organik berbasis komoditas
perkebunan Kabupaten Malang dan Pasuruan-Jawa Timur.
Sedangkan untuk kopi dari Provinsi lainnya akan dikirim langsung
oleh masing-masing petani di Provinsi bersangkutan.
- Kopi organik hasil kelompok tani pelaksana kegiatan desa pertanian
organik berbasis komoditas perkebunan ternyata diminati oleh pasar
internasional, dengan jumlah total permintaan sebanyak 153,60 ton.
Negara peminat kopi organik Indonesia antara lain Philipina,
Thailand, Italy, Saudi Arabia dan Switzerland.
j. Kegiatan pelatihan digital marketing diharapkan dapat meningkatkan SDM
petani dalam memasarkan produk perkebunan organik yang dihasilkan
melalui media elektronik, membangun komitmen antara kelompok tani
45
dengan Trader/bayer dalam pemasaran produk-produk organik serta
memudahkan Kelompok tani dalam memasarkan produk yang dihasilkan.
k. Produk perkebunan organik hasil kelompok tani pelaksanaan kegiatan
pengembangan desa pertanian organik berbasis komoditas perkebunan
dapat dilihat pada website https://market.tanihood.com/.
K. SURVEILENS PENERAPAN ISO 9001:2015
1. Tujuan dan Sasaran
Dengan diraihnya Sertifikasi SMM ISO 9001:2015 Direktorat Perlindungan
Perkebunan senantiasa melaksanakan secara komprehensif segala
persyaratan dan peraturan yang telah dan sesuai dengan Standar Sistem
Manajemen Mutu ISO 9001:2015
Secara lengkap tujuan dari kegiatan Surveilans SMM ISO 9001 : 2015 ini
adalah untuk :
a. Memastikan sistem manajemen mutu konsisten dilaksanakan dalam
setiap aktifitas yang dilaksanakan di Direktorat Perlindungan
Perkebunan dan dalam rangka meningkatkan ruang lingkup pelayanan
Direktorat Perlindungan Perkebunan sesuai dengan standar SNI ISO
9001:2015
b. Meningkatkan pelayanan prima kepada stakeholder Perlindungan
Perkebunan melalui Sertifikasi SMM ISO 9001:2015.
c. Mengetahui dan memahami arah kebijakan strategi dan perencanaan
organisasi secara menyeluruh, meliputi : Konteks Organisasi,
Kepemimpinan, Perencanaan, Dukungan, Operasional, Evaluasi
Kinerja, Peningkatan.
d. Mengetahui dan melakukan peninjauan terhadap referensi yang
digunakan organisasi dalam menjalankan tugas pokok fungsinya.
e. Mengetahui dan memahami sistem Informasi terdokumentasi (infodok)
pada organisasi.
f. Menganalisa proses bisnis dan keterkaitan antar proses pada organisasi
sehingga menjadi satu kesatuan sistem yang berjalan sesuai dengan
46
harapan SNI ISO 9001:2015, perbaikan berkelanjutan senantiasa
terjadi.
2. Ruang Lingkup
Kegiatan meliputi bimbingan teknis, pendampingan, audit internal dan
eksternal di Direktorat Perlindungan Perkebunan. Ruang lingkup kegiatan
Surveilans SMM ISO 9001 : 2015, seluruh area yang menyangkut kegiatan
Sertifikasi SNI ISO 9001:2015, yang ada di Direktorat Perlindungan
Perkebunan, Perumusan Kebijakan Pengendalian Hama Penyakit dan
Perlindungan Perkebunan.
3. Hasil
Berdasarkan dari hasil kegiatan Surveilans SMM ISO 9001:2015, secara
keseluruhan pelaksanaan Sistem Manajemen Mutu di Direktorat Perlindungan
Perkebunan sudah berjalan cukup efektif, sehingga pelayanan kepada
pengguna jasa semakin ditingkatkan dan kepuasan pengguna jasa semakin
meningkat, serta perbaikan berkelanjutan yang senantiasa tercipta.
4. Realisasi Keuangan dan Fisik
Pagu anggaran kegiatan sebesar Rp. 60.800.000 telah terealisasi Rp.
54.768.000 (90,08%) dengan realisasi fisik 100%.
L. BIMBINGAN TEKNIS PENGOPERASIAN DRONE
1. Tujuan dan Sasaran
Tujuan kegiatan Bimbingan Teknis Pengoperasian Drone adalah untuk
melatih petugas perlindungan perkebunan/pengamat OPT/Brigade Proteksi
Tanaman/Brigade Pengendalian kebakaran lahan dan kebun agar dapat
mengoperasionalkan drone sebagai sarana pengamatan OPT dan
pemantauan hot spot/kebakaran lahan dan kebun.
Sasaran kegiatan Teknis Pengoperasian Drone adalah : Sasaran kegiatan
Bimingan Teknis Pengoperasian Drone adalah terlatihnya 50 orang petugas
perlindungan perkebunan dan pengoperasinalkan drone.
2. Ruang Lingkup Kegiatan
47
Kegiatan Bimbingan Teknis Pengoperasian Drone diikuti oleh petugas
Direktorat Perlindungan Perkebunan/petugas pengamat OPT/Brigade
Proteksi Tanaman di 31 Provinsi dan brigade pengendalian kebakaran lahan
dan kebun di 7 provinsi.
3. Hasil Pelaksanaan
a. Bimbingan Teknis Pengoperasian Drone telah dilaksanakan di Hotel
Whiz Prime Bogor yang terdiri dari 2 angkatan yaitu angkatan I dan
angkatan II. Angkatan I dilaksanakan pada tanggal 27 – 29 Maret 2018
yang dihadiri oleh 36 orang dari Provinsi Lampung, Banten, Jawa Barat,
Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, Sulawesi
Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara,
Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat; dari
Direktorat Perlindungan Perkebunan, Sekretariat Direktorat Jenderal
Perkebunan dan Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman
Perkebunan (BBPPTP) Surabaya dan Ambon. Angkatan II dilaksanakan
pada tanggal 4 – 6 April 2018 yang dihadiri oleh 36 orang dari Provinsi
Jambi, Sumatera Selatan, Riau, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur,
Kalimantan Tengah, Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera
Selatan, Jambi, Riau, Kep. Riau, Bengkulu dan Bangka Belitung; dari
Direktorat Perlindungan Perkebunan, Balai Besar Perbenihan dan
Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Medan dan BPTP Pontianak.
Selain peserta Bimbingan Teknis Pengoperasian Drone juga dihadiri
oleh narasumber dari Direktorat Perlindungan Perkebunan Kementerian
Pertanian, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian
Perhubungan, PT. Byte Geo Solusi dan panitia.
b. Materi yang telah disampaikan pada kegiatan Bimtek Pengoperasian
Drone yaitu Kebijakan Perlindungan Perkebunan; Peraturan dan
Regulasi penggunaan Drone; Pengenalan Umum Pesawat Udara tanpa
Awak/Drone; Kode Etik Pengendalian Drone; Dasar Menerbangkan
Drone untuk Kegiatan Inspeksi; dan Praktek Lapangan Pengoperasian
Drone.
c. Praktek pengoperasian drone dilaksanakan di lapangan Puslitbangnak.
Dalam pelaksanaan praktek pengoperasian drone pada setiap angkatan
48
peserta dibagi menjadi 3 kelompok, dipandu oleh 1 (satu ) orang
narasumber dan 3 (tiga) orang fasilitator dari PT. Byte Geo Solusi.
d. Pengetahuan peserta mengenai pengoperasian drone meningkat
setelah Bimbingan teknis yang ditunjukkan oleh hasil test sebelum dan
setelah bimbingan. Rata-rata pengetahuan peserta angkatan I sebelum
bimbingan sebesar 28,04 dan setelah bimbingan sebesar 69,47
peningkatan tersebut cukup tinggi yaitu rata-rata 147,75%, dan rata-rata
pengetahuan peserta angkatan II sebelum bimbingan sebesar 27,80 dan
setelah bimbingan sebesar 62,86. Peningkatan tersebut cukup tinggi
yaitu 126,11%.
e. Hasil test praktek pengoperasian drone menunjukkan bahwa seluruh
peserta sudah dapat menerbangkan dan mendaratkan drone di tempat
pendaratan dan di tangan; memotret dan membuat video;
menerbangkan dengan model bujur sangkar, membuat lingkaran, dan
angka delapan.
4. Realisasi Keuangan dan Fisik
Bimbingan teknis pengoperasian drone telah selesai dilaksanakan dengan
realisasi keuangan sebesar 97,24 % atau Rp. 201.036.600 dari target Rp.
206.750.000 dan fisik 100 %.
M. PENYUSUNAN DAN PEMBAHASAN DRAFT PERMENTAN PEDOMAN
PENANGGULANGAN GANGGUAN USAHA PERKEBUNAN
1. Tujuan
Kegiatan Penyusunan dan Pembahasan Draft Permentan Pedoman
Penanggulangan GUP bertujuan untuk mendapatkan saran/masukan
terhadap draft Permentan tentang Pedoman Penanggulangan GUP.
2. Sasaran
Tersusunnya draft Permentan Pedoman Penanggulangan GUP.
3. Ruang Lingkup
Kegiatan Penyusunan dan Pembahasan draft Permentan Pedoman
Penanggulangan GUP dilaksanakan sebanyak 2 (dua) kali yaitu penyusunan
draft ke I dan draft ke II. Peserta penyusunan draft Permentan
49
Penanggulangan Gangguan Usaha Perkebunan terdiri dari perwakilan K/L
terkait, Biro Hukum Kementan, Direktorat Jenderal Perkebunan, Akademisi
dan Praktisi terkait dengan penanggulangan gangguan usaha perkebunan.
4. Hasil
a. Kegiatan dilaksanakan 2 (dua) kali : tanggal 2 s/d 3 Agustus 2018 dan
tanggal 20 s/d 21 September 2018 keduanya bertempat di Hotel Bogor
Valley, Bogor. Dalam pertemuan tersebut diikuti oleh peserta yang
berasal dari Biro Hukum Kementerian Pertanian, Sekretariat Ditjenbun,
Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan, Dinas yang
membidangi perkebunan di Provinsi, dan Impartial Mediator Network
(IMN).
b. Permentan ini diharapkan menjadi pedoman maupun Pemerintah
Daerah dalam penanganan permasalahan usaha perkebunan termasuk
kemitraan usaha perkebunan, serta memberikan kejelasan batasan dan
kewenangan penanganannya agar tidak tumpang tindih dengan unit
kerja lainnya bagi pemerintah pusat dan daerah.
c. Dalam pertemuan tersebut dihadirkan narasumber, yaitu :
a) Sekretaris Direktorat Jenderal Perkebunan, Direktorat Jenderal
Perkebunan – Kementerian Pertanian.
b) Direktur Perlindungan Perkebunan, Direktorat Jenderal Perkebunan –
Kementerian Pertanian.
c) Biro Hukum, Setjen – Kementan.
d) Direktur IMN.
d. Agar semua aduan GUP yang masuk tetap harus dilakukan mediasi,
baru kemudian dilakukan pengkajian apakah aduan tersebut perlu
penanganan lebih lanjut.
e. Penanganan GUP harus ada batasan sehingga nantinya Permentan
tersebut dapat digunakan sebagai rujukan di daerah.
f. Kanalisasi aduan GUP dilakukan setelah dilakukan mediasi.
50
g. Mediator penanganan GUP bukan hanya petugas atau pihak ketiga yang
bersertifikat namun juga dapat petugas yang ditunjuk oleh Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota.
h. Biro Hukum, Setjen Kementan menyarankan agar format Permentan
dibuat dalam bentuk pasal per pasal.
5. Realisasi Keuangan Kegiatan Penyusunan dan Pembahasan Draft
Permentan Pedoman Penanggulangan GUP Tahun 2018 :
Realisasi
Pagu (Rp) Keuangan (Rp) % Fisik
183.950.000 167.278.000 90,94 100%
N. PEMBANGUNAN DATABASE APLIKASI SISTEM INFORMASI
PENGENDALIAN OPT DAN PERTANIAN ORGANIK BERBASIS
KOMODITAS PERTANIAN
1. Tujuan
Membangun database OPT Perkebunan dan sistem informasi pengendalian
OPT berbasis android.
2. Sasaran
Tersedianya data dan informasi pengendalian OPT tanaman perkebunan
secara lebih cepat, efektif dan efisien dan mudah diakses oleh stakeholder.
3. Ruang Lingkup
Kegiatan meliputi perencanaan sistem informasi, desain,
pengembangan/pemrograman, uji coba dan implementasi, pengoperasian
dan pemeliharaan.
4. Hasil
a. Pembangunan database OPT Perkebunan dilaksanakan bekerjasama
dengan pihak ke tiga dengan realisasi anggaran sebesar 96.10%.
b. Pembangunan database merupakan pembangunan sistem rekapitulasi
dan pelaporan data OPT perkebunan berbasis daring (online) untuk
memudahkan dan mempercepat pelaporan data serangan OPT dan
51
rekapitulasi data secara nasional. Dapat diakses di laman
http://pdkp.ditjenbun.pertanian.go.id/dataopt/.
c. Pembangunan Aplikasi Sistem Informasi Pengendalian OPT (SinTa)
berbasis android merupakan bentuk penyediaan layanan informasi
pengelolaan OPT tanaman perkebunan yang mudah, cepat, dan dapat
diakses oleh seluruh stakeholder di bidang perkebunan. SinTa telah
tersedia di Google Playstore.
5. Realisasi Keuangan dan Fisik
Pagu keuangan kegiatan ini yaitu Rp. 71.800.000 telah terea;lisasi Rp.
69.000.000 (96,10%), dengan realisasi fisik 100%.
O. BIMBINGAN TEKNIS INSTRUKTUR BRIGADE PROTEKSI TANAMAN
1. Tujuan
Kegiatan Bimbingan Teknis Instruktur BPT bertujuan untuk melatih instruktur
BPT sehingga memiliki kompetensi dalam hal rekayasa sosial, teknik
pengendalian OPT dan penggunaan sarana dan prasarana pengendalian
OPT.
2. Sasaran
Terbentuknya instruktur BPT Pusat
3. Ruang Lingkup Kegiatan
Kegiatan Bimtek Instruktur BPT dilaksanakan untuk peserta provinsi yang
mendapat alokasi APBN operasional BPT tahun anggaran 2018.
4. Hasil
a. Bimbingan Teknis Instruktur Brigade Proteksi Tanaman Tahun 2018 telah
dilaksanakan selama 5 hari di Bogor dengan jumlah peserta sebanyak
55 orang peserta yang terdiri dari Staf teknis lingkup Direktorat
Perlindungan Perkebunan; Fungsional Pengendali Organisme
Pengganggu Tanaman (POPT) lingkup Direktorat Perlindungan
Perkebunan; Staf Teknis Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman
Perkebunan (BBPPTP) Medan, Surabaya, dan Ambon; Staf Teknis Balai
Proteksi Tanaman Perkebunan (BPTP) Pontianak; serta Staf Teknis
52
UPTD dan/atau Dinas yang membidangi perkebunan Provinsi se-
Indonesia.
b. Materi yang disampaikan pada kegiatan Bimtek Instruktur BPT Tahun
2018 yaitu Kebijakan kelembagaan perangkat perlindungan perkebunan
dan perencanaan pengendalian OPT; Rekayasa sosial; Manajemen
SDM; Pengenalan pestisida (jenis-jenis dan ekotoksisitas pestisida);
Perhitungan dosis pestisida dan teknik aplikasi pestisida; Pengenalan
alat-alat aplikasi pestisida, jenis nozzle dan cara kalibrasi alat;
Penyimpanan pestisida dan perawatan alat aplikasi; Keamanan dan
keselamatan Kerja (K3) dan penanganan pestisida; Grand design BPT
dan RPO. Materi tersebut mencakup teori dan praktik, serta Field
trip/kunjungan lapang.
c. Berdasarkan hasil pre test dan post test terdapat peningkatan dari segi
pengetahuan dan keterampilan peserta sebesar 86%. Peningkatan
pengetahuan peserta tentang materi-materi yang disampaikan cukup
tinggi hal ini mengambarkan bahwa penyampaian materi oleh
narasumber disampaikan dengan baik sehingga peserta mampu
menerima materi Bimtek dengan baik.
d. Instruktur yang telah dilatih segera menyiapkan pelaksanaan Bimtek
untuk personil BPT Provinsi masing-masing, pelatihan dan pembentukan
RPO.
5. Realisasi
Pagu Kegiatan Bimtek Instruktur BPT adalah sebesar Rp. 428.350.000 dan
realisasi keuangan sebesar Rp. 405.073.630 (96,10%) dan realisasi fisiknya
100%.
P. PENINGKATAN KAPASITAS TEKNIS PETUGAS PERLINDUNGAN
PERKEBUNAN
1. Tujuan
53
Meningkatkan kemampuan teknis Petugas Perlindungan Perkebunan.
2. Sasaran
Meningkatnya kemampuan Teknis Petugas Perlindungan Perkebunan
sebanyak 12 orang
3. Ruang Lingkup
Peningkatan kapasitas Teknis Petugas Perlindungan Perkebunan
dilaksaanakan oleh Petugas Direktorat Perlindungan Perkebunan
4. Hasil:
Hasil Pelaksanaan Peningkatan Kapasitas Teknis Petugas Perlindungan
Perkebunan sebagai berikut:
a. Bimbingan Teknis Sistem Manajemen Internal Sertifikasi Organik
Bimbingan teknis sistem manajemen internal sertifikasi organik 2018
dilaksanakan pada tanggal 20 s.d 23 April 2018, bertempat di Cozzy
Kostel, Bogor-Jawa Barat. Bimbingan teknis sistem manajemen internal
sertifikasi organik dalam rangka pengembangan kemampuan teknis
petugas perlindungan perkebunan dibuka oleh Bapak Gilang Aditya dari
I-SKOL Agridaya Internasional (LSO) yang menyampaikan bahwa untuk
pelaksanaan bimbingan teknis melalui metode workshop dan praktek
lapang. Selain itu, sambutan Kepala Sub Direktorat Pengendalian OPT
Tanaman Tahunan dan Penyegar terkait program Desa Pertanian
Organik di Direktorat Jenderal Perkebunan cq. Direktorat Perlindungan
Perkebunan sebanyak 150 desa yang merupakan nawacita Presiden RI.
Dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan desa pertanian organik
berbasis komoditas perkebunan, terdapat beberapa kendala salah
satunya adalah masalah untuk melakukan sertifikasi karena dokumen di
kelompok tani kurang lengkap. Selain itu, perlu bimbingan teknis untuk
petugas perlindungan perkebunan dalam rangka peningkatan kapasitas
mengenai SNI 6729:2016 dan Permentan No.64 Tahun 2013 tentang
Sistem Pertanian Organik dalam mendukung kegiatan pengembangan
desa pertanian organik berbasis komoditas perkebunan.
b. Pelatihan Multimedia
54
Pelatihan Multimedia dilaksanakan di Ruang Emerald 2 Hotel Permata
Jalan Padjadjaran Bogor dari tanggal 28 s.d 31 Mei 2018. Bapak Ir. Ari
Raharjo, MS. selaku Manager Training dari PT. Danureksa Sarana Cipta
yang juga sebagai salah satu narasumber pada kegiatan pelatihan ini
menyampaikan teknis pelatihan dilaksanakan melalui metode workshop,
praktik, dan kunjungan lapang.
Perkembangan multimedia saat ini sangat cepat. Berbagai jenis
infrastruktur multimedia tersebut tumbuh dan berkembang di masyarakat
serta semakin mudah digunakan oleh masyarakat. Kondisi ini dapat
dimanfaatkan oleh staf Direktorat Perlindungan Perkebunan untuk
membantu keberhasilan berbagai program yang ada dan
mensosialisasikan capaian kinerja. Oleh karena itu diperlukan suatu
pelatihan untuk mengenalkan berbagai infrastruktur multimedia dan
melakukan praktik pemanfaatan multimedia sebagai sarana pendukung
dalam memahami dengan singkat dasar jurnalistik, film, fotografi dan
media sosial.
5. Realisasi Fisik dan Keuangan
Dari hasil bimbingan Teknis Sistem Manajemen Internal Sertifikasi Organik
dan Pelatihan Multi Media realisasi fisik 100% dan realisasi keuangan
sebesar 91, 38% atau Rp. 89.368.000,- dari target Rp. 97.800.000,-
Q. PERTEMUAN KONSOLIDASI PERLINDUNGAN PERKEBUNAN
Pertemuan Konsolidasi Perlindungan Perkebunan Tahun 2018 dilaksanakan
pada tanggal 28 Februari s.d 2 Maret 2018 di Hotel Grand Keisha, Yogyakarta.
Peserta Konsolidasi Perlindungan perkebunan Tahun 2018 dibuka oleh Direktur
Jenderal Perkebunan dan dihadiri oleh 120 orang peserta yang berasal dari
Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan seluruh Indonesia, Sekretariat
Direktorat Jenderal Perkebunan, Direktorat lingkup Ditjen Perkebunan, Balai
Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Medan,
Surabaya, Ambon dan BPTP Pontianak, dan UPTD/LL yang menangani
55
Proteksi Tanaman Perkebunan seluruh Indonesia, serta narasumber dari
Direktorat Perlindungan Perkebunan, Direktorat Tanaman Tahunan dan
Penyegar, Smart Research Institute, Ganoderma Consultan Group (Masyarakat
Perkelapasawitan Indonesia – MAKSI), dan Subdit Lingkup Direktorat
Perlindungan Perkebunan.
Narasumber dari Direktorat Perlindungan Perkebunan, Direktorat Tanaman
Tahunan dan Penyegar, Smart Research Institute, Ganoderma Consultan
Group, Masyarakat Perkelapa Sawitan Indonesia (MAKSI), dan Subdit Lingkup
Direktorat Perlindungan Perkebunan.
Materi: Kebijakan Perlindungan Perkebunan dalam mendukung Pelaksanaan
Replanting Kelapa Sawit dan Pengembangan Kelembagaan Petani Pekebun;
Pelaksanaan replanting kelapa sawit; Peta permasalahan OPT kelapa sawit
(khusus Ganoderma boninense) di Indonesia; Manajemen pengelolaan Bio
Massa Kelapa Sawit (Antisipasi Penyebaran Oryctes rhinoceros); Gerakan
Pengendalian OPT; Pengembangan Desa Pertanian Organik Berbasis
Komoditas Perkebunan dan Kegiatan pengembangan BPT dan RPO tahun
2018; Penanganan pembukaan lahan tanpa bakar; Dukungan perlindungan
dalam mengembalikan kejayaan rempah Indonesia.
Rumusan pertemuan:
Berdasarkan hasil Pertemuan Konsolidasi Perlindungan Perkebunan dapat
diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
- Perlunya pemahanan kepada para pejabat penanggungjawab dan
pelaksana perlindungan di daerah dalam upaya mendukung
terselenggaranya program pembangunan perkebunan agar dapat
memberikan pendapatan dan kesejahteraan kepada para pelakunya.
- Lebih dari 18 juta orang yang terlibat pada Sub sektor perkebunan, dan
menyumbangkan devisa tidak kurang dari 426 trilliun rupiah namun
berada dalam posisi yang kurang menguntungkan karena adanya upaya
upaya negative secara terstruktur dan terencana dari para pesaingnya
dalam bentuk kampanye negative terhadap komoditi dan produk komoditi
perkebunan.
56
- Rata-rata produktivitas komoditas perkebunan masih jauh tertinggal
dibandingkan dengan potensinya dan diperburuk dengan banyaknya
tanaman yang sdh tua, rusak dan terserang hama dan penyakit serta
rendahnya kualitas SDM dan kelembagaan petani.
- Tahun 2018 melalui dana Badan Pengelola Dana Pembangunan Kelapa
Sawit (BPDPKS) dilakukan peremajaan untuk 185 ribu hektar perkebunan
kelapa sawit rakyat yang sudah tua atau produktivitasnya tidak sesuai
dengan ketentuan karena penggunaan bibit tanaman yang buruk. Dalam
program peremajaan ini setiap hektar kelapa sawit rakyat akan mendapat
bantuan 25 juta rupiah.
- Peremajaan tanaman kelapa sawit tahun 2018 seluas 185.000 hektar,
tahun 2019 seluas 200.000 hektar, tahun 2021 seluas 750.000 hektar dan
tahun 2022 seluas 744.220 hektar, sehingga target peremajaan kelapa
sawit pada tahun 2022 sebanyak 2,4 juta hektar.
- Kebijakan Perlindungan Perkebunan dalam mendukung Pelaksanaan
Replanting Kelapa Sawit dan Pengembangan Kelembagaan Petani
Pekebun adalah : Pengendalian OPT, pengembangan Desa Organik,
Penanganan kebakaran dengan demplot pembukaan lahan tanpa bakar,
penanggulangan gangguan usaha perkebunan, Penanganan dampak
bencana alam dan dampak perubahan iklim, Penguatan kegiatan Brigade
Pengendalian OPT dan Brigade Penanganan Kebakaran Lahan dan
Kebun, dan Peningkatan kemampuan SDM.
- Untuk mendapatkan produksi yang optimal pada budidaya tanaman
kelapa sawit terutama ditentukan oleh penggunaan bibit unggul dan
penyiapan lahan yang tepat. Selanjutnya ditentukan dengan kemampuan
dalam mempertahankan kandungan bahan organik di tanah, pemupukan
dengan baik dan benar, mampu mempertahankan tanaman dari serangan
ganoderma, ulat api dan mempertahankan populasi serangga penyerbuk
tetap tinggi.
- Tanaman kelapa sawit dengan kerapatan populasi 122 tanaman per
hektar dapat menghasilkan bahan organik (biomassa) sebanyak 29,7
ton/ha/tahun. Biomassa yang dapat dikembalikan pada tanaman adalah
pelapah kelapa sawit, dengan total sekitar 12, 4 ton/ha, yang mana
57
biomassa tersebut dapat menghasilan unsur hara NPK dengan perkiraan
unsur hara N setara dengan 276 kg/ha, P 32 kg/ha dan unsur K 360 kg/ha.
- Kegiatan dukungan perlindungan perkebunan dalam mendukung
kejayaan rempah Indonesia adalah Pengendalian OPT Tanaman
Semusim dan Rempah beriupa Penerapan PHT Tanaman Rempah pada
tanaman (Lada, Pala dan Cengkeh), dan Desa Pertanian Organik
Berbasis Komoditas Perkebunan, serta penerapan PHT pada tanaman
lada, pala dan cengkeh.
Realisais Keuangan dan Fisik
Realisasi keuangan kegiatan mencapai Rp. 366.376.400 (91,81%) dari pagu
anggaran Rp. 399.050.000, dengan realisasi fisik 100%.
R. PEMBAHASAN DAN FINALISASI DRAFT PERMENTAN TENTANG
PERLINDUNGAN TANAMAN PERKEBUNAN
1. Tujuan dan Sasaran
Kegiatan Pembahasan dan Finalisasi Draft Permentan tentang
Pelindungan Tanaman Perkebunan bertujuan untuk:
a. Mendapatkan masukan dari stakeholder perkebunan dan Eselon I
lingkup Kementerian Pertanian terhadap Draft Permentan tentang
Pelindungan Tanaman Perkebunan;
b. Menyusun Draft Permentan tentang Pelindungan Tanaman
Perkebunan.
2. Sasaran
Sasaran dari kegiatan Pembahasan dan Finalisasi Draft Permentan tentang
Pelindungan Tanaman Perkebunan adalah:
a. Diperolehnya masukan dari stakeholder perkebunan dengan Eselon I
lingkup Kementerian Pertanian terhadap Draft Permentan tentang
Pelindungan Tanaman Perkebunan;
b. Tersusunnya Draft Permentan tentang Pelindungan Tanaman
Perkebunan untuk di proses lebih lanjut di Biro Hukum Kementerian
Pertanian.
58
3. Ruang Lingkup
Ruang lingkup kegiatan adalah Pembahasan dan Finalisasi Draft Permentan
tentang Pelindungan Tanaman Perkebunan.
4. Hasil Pelaksanaan dan Pembahasan
a. Rapat Persiapan
Sebelum pelaksanaan pertemuan Pembahasan dan Finalisasi Draft
Permentan tentang Pelindungan Tanaman Perkebunan dengan
mengundang narasumber dan perusahaan Perkebunan Besar Swasta
(PBS) serta instansi terkait lainnya, terlebih dahulu dilakukan rapat
internal untuk persiapan pertemuan tersebut pada hari Senin tanggal 22
Januari 2018 di ruang rapat Direktorat Perlindungan Direktorat Jenderal
Perkebunan Jakarta.
Direktur menyampaikan arahannya bahwa untuk membuat regulasi kita
harus tahu dulu apa yang diatur, siapa yang mengatur dan bagaimana
mengaturnya, serta kriteria apa yang akan di buat dalam regulasi tersebut.
Dalam hal penyusunan Draft Permentan ini adalah bagaimana kewajiban
perusahaan perkebunan yang harus memiliki sarana dan prasarana
(sarpras) pengendalian OPT. Dalam pemenuhan sarpras tersebut
perusahaan perkebunan dapat melakukan kontrak kerja dengan penyedia
jasa yang memenuhi syarat-syarat khusus.
b. Pelaksanaan pertemuan dalam rangka Pembahasan dan Finalisasi Draft
Permentan tentang Pelindungan Perkebunan
Pertemuan dalam rangka Pembahasan dan Finalisasi Draft Permentan
tentang Pelindungan Tanaman Perkebunan diselenggarakan sebanyak 2
kali, yaitu:
a) Pertemuan Pembahasan Draft Permentan tentang Pelindungan
Tanaman Perkebunan
b) Pertemuan Finalisasi Draft Permentan tentang Pelindungan Tanaman
Perkebunan
Sebelum dilakukan kegiatan pertemuan Finalisasi Draft Permentan,
terlebih dahulu dilakukan Public Hearing dengan mengundang Unit
59
Eselon 1 lingkup Kementan, UPT Pusat, Unit Eselon 2 lingkup Ditjen.
Perkebunan, Puslit/Balit/Perti, Perusahaan/asosiasi Perusahaan
Perkebunan, Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan dan Asosiasi
Petani Perkebunan.
Pertemuan Public Hearing tersebut menggunakan sumber dana dari
Direktorat Jenderal Perkebunan tahun 2018.
Hasil dari masing-masing pertemuan tersebut adalah sebagai berikut:
1) Pertemuan Pembahasan Draft Permentan tentang Pelindungan
Tanaman Perkebunan
Pertemuan diselenggarakan oleh Direktorat Perlindungan
Perkebunan, Direktorat Jenderal Perkebunan pada hari Selasa-Rabu
tanggal 6 - 7 Februari 2018 di Arch Hotel Bogor Jl. Pajajaran 225,
Bantarjati - Bogor.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 Tentang
Perkebunan mengamanahkan Perlindungan Tanaman Perkebunan
melalui pasal 33 sampai dengan pasal 37, yang diantaranya terkait
dengan pemantauan, pengamatan, dan pengendalian OPT, eradikasi,
sarana & prasarana serta pelaporan. Sehubungan dengan hal
tersebut di atas, maka sejak tahun 2017 Direktorat Perlindungan
Perkebunan telah menyusun Draft Permentan tentang Perlindungan
Perkebunan. Untuk itu Pada tahun 2018 Draft tersebut perlu dibahas
agar dapat digunakan dan sesuai dengan kebutuhan pelaku usaha
perkebunan (petani & perusahaan perkebunan).
2) Public Hearing
Dengan selesainya pembahasan Draft Permentan tentang
Pelindungan Tanaman Perkebunan, maka perlu dilakukan Public
Hearing yang merupakan tahapan selanjutnya sebelum Permentan
tersebut diproses lebih lanjut.
Public Hearing Permentan tentang Pelindungan Tanaman Perkebunan
dilaksanakan pada tanggal 5 Maret 2018 di Gedung C, Ditjen.
Perkebunan Kementerian Pertanian.
60
Salah satu point penting dalam public hearing yang dihadiri oleh
perwakilan dari Puslit/Balit/Perti, Perusahaan Perkebunan (PTPN dan
Swasta), asosiasi perusahaan, asosiasi petani, Dinas provinsi yang
membidangi perkebunan dan pejabat struktural lingkup Kementerian
Pertanian, adalah regulasi tentang kewajiban Perusahaan
Perkebunan dengan skala usaha 25 (dua puluh lima) hektar atau lebih
harus memenuhi standar minimum sarana dan prasarana
Pengendalian OPT untuk komoditi kelapa sawit, tebu, karet, teh,
kelapa, kakao, kopi,tembakau dan cengkeh.
Permentan ini mengatur terkait pemantauan, pengamatan dan
pengendalian OPT. Pemantauan adalah domain pemerintah, yang
dilakukan oleh bupati/walikota, gubernur, Menteri sesuai dengan
kewenangannya terhadap OPT utama sewaktu-waktu pada kondisi
tertentu terhadap kebun milik pelaku usaha perkebunan.
3) Pertemuan Finalisasi Draft Permentan tentang Pelindungan Tanaman
Perkebunan
Pertemuan diselenggarakan pada hari Selasa - Rabu tanggal 17-18
April 2018 di Padjadjaran Suites Hotel Bogor Jl. Pajajaan 17 - Bogor.
Tujuan dari pertemuan ini adalah untuk mendapatkan masukan dari
stakeholder perkebunan dalam rangka finalisasi Draft Permentan
tentang Pelindungan Tanaman Perkebunan hasil dari Public Hearing.
Draft Permentan tentang Pelindungan Tanaman Perkebunan yang
dibahas adalah draft yang telah disempurnakan berdasarkan
masukan-masukan pada saat public hearing; diantaranya adalah:
penambahan definisi pekebun dan eradikasi, sanksi administrasi yang
akan dijatuhkan pada pelaku usaha yang melanggar ketentuan serta
sarana dan prasarana minimum bagi pekebun.
c. Kelengkapan lain
Untuk proses diterbitkannya Permentan tentang Pelindungan Tanaman
Perkebunan diperlukan juga Police Paper dan Analisis Kesesuaian
Permentan.
d. Rapat Pembahasan di Biro Hukum Kementerian Pertanian
61
Rapat diselenggarakan pada hari Selasa 10 Juli 2018 bertempat di Biro
Hukum Kementerian Pertanian. Rapat dipimpin oleh Kepala Biro Hukum
dan dihadiri oleh: Eselon I Lingkup Kementerian Pertanian, Balai Besar
Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan Jatisari dan Tenaga Ahli
Bidang Hukum Kementerian Pertanian.
Rapat membahas tindaklanjut Draft Permentan tentang Pelindungan
Tanaman Perkebunan yang diusulkan oleh Direktorat Jenderal
Perkebunan.
e. Rapat Penyempurnaan Draft Permentan terkait masukan dari Biro Hukum
Kementerian Pertanian
Dalam rangka menindaklanjuti masukan dari Biro Hukum Kementerian
Pertanian terkait Draft Permentan tentang Pelindungan Tanaman
Perkebunan tahun 2018 maka dilakukan pertemuan/rapat untuk
penyempurnaan draft tersebut, yaitu pada :
a) Hari Senin tanggal 13 Agustus 2018, diselenggarakan di ruang rapat
Direktorat Perlindungan Perkebunan. Dipimpin oleh Kepala Seksi
Teknologi OPT Tanaman Semusim dan Rempah, dihadiri oleh Pejabat
eselon IV lingkup Direktorat Perlindungan Perkebunan, wakil dari
Subag. Hukum dan Humas Sekditjenbun, Pejabat fungsional POPT
dan Petugas Teknis Perlindungan Perkebunan.
b) Rapat lanjutan diselenggarakan pada hari Jumat tanggal 24 Agustus
2018 di ruang rapat Direktorat Perlindungan Perkebunan, dipimpin oleh
Kepala Subdit. Pengendalian OPT Tanaman Semusim dan Rempah.
5. Realisasi Fisik dan Keuangan
Pagu anggaran kegiatan sebesar Rp. 142.210.000,- telah terealisasi, dengan
realisasi fisik 100 % dan realisasi keuangan sebesar Rp. 135.317.800,- atau
sebesar 95,15 %.
S. PEMBAHASAN PROGRAM DAN ANGGARAN
1. Tujuan dan Sasaran
62
Menyusun program dan anggaran kegiatan perlindungan perkebunan Pusat
dan Daerah Tahun 2018
2. Sasaran
Tersusunnya program dan anggaran kegiatan perlindungan perkebunan
Pusat dan Daerah Tahun 2018.
3. Ruang Lingkup
Ruang lingkup kegiatan pembahasan program dan anggaran tahun 2018
pada tahun 2017 adalah pertemuan yang terkait dengan perencanaan
pembangunan perkebunan di wilayah Barat dan Timur, pertemuan yang
terkait dengan pembahasan program dan anggaran Perkebunan dan
Kementerian Pertanian, penyusunan dan pembahasan TOR dan RAB
Kegiatan Perlindungan Perkebunan Pusat dan Daerah.
Rencana Kegiatan Dukungan Perlindungan Perkebunan Tahun 2018 :
a. Penanganan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) Tanaman
Perkebunan;
b. Penanganan Dampak Perubahan Iklim dan Pencegahan Kebakaran
Lahan dan Kebun;
c. Pengembangan Desa Pertanian Organik Berbasis Komoditas
Perkebunan;
d. Penanganan Gangguan dan Konflik Usaha Perkebunan;
e. Fasilitasi Teknis Dukungan Perlindungan Perkebunan Daerah;
f. Fasilitasi Teknis Dukungan Perlindungan Perkebunan Pusat.
4. Hasil
Refocusing Kegiatan Dukungan Perlindungan Perkebunan T.A 2018:
Kegiatan Pengembangan Desa Pertanian Organik Berbasis Komoditas
Perkebunan yaitu di Provinsi JawaTimur (BBP2TP Surabaya), Jawa Tengah,
Jawa Barat dan Banten dengan penambahan anggaran sejumlah
Rp.2.137.460.000,-
Provinsi
Sebelum Sesudah
Desa Anggaran Desa Anggaran
63
Jawa Barat 11 1.481.400.000 14 2.655.450.000
Banten 2 295.800.000 2 368.300.000
Jawa Timur 17 3.805.825.000 17 4.878.825.000
Jawa Tengah 9 1.522.800.000 9 1.640.700.000
RKA-KL 2019 harus berdasarkan usulan yang bersumber dari e-proposal,
serta dirancang secara kuantitatif dan nantinya mampu menjadi gerakan
secara Nasional, bukan hanya kegiatan di lokasi Kabupaten-Kota tertentu
yang tidak berdampak pada angka sasaran Nasional.
Pagu Indikatif TA 2019 adalah sebesar Rp. 21,067 triliun yang sebagian
besar dialokasikan untuk mendukung Prioritas Nasional: Pemantapan
Ketahanan Energi Pangan dan Sumberdaya Air. Selain itu juga mendukung
prioritas nasional lainnya yaitu 1. Pengurangan kesenjangan antar wilayah,
dan 2) Peningkatan Nilai Tambah Ekonomi.
Pagu anggaran/sementara tahun anggaran 2019 yang telah ditetapkan oleh
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional dan Kementerian
Keuangan, yaitu untuk pagu total Ditjen Perkebunan Pusat dan Daerah
adalah sebesar Rp. 61.884.699.000,- Jika dibandingkan dengan perolehan
pagu total Lingkup Ditjen Perkebunan tahun anggaran 2018 sebesar
Rp. 40,656,960.000,- maka terjadi peningkatan pagu hampir sekitar 52,21
%.
Rambu-rambu penyusunan anggaran tahun 2019 Lingkup Ditjen
Perkebunan Pusat dan Daerah sebagai berikut :
Rencana Kerja Anggaran (RKA-KL) Lingkup Ditjen. Perkebunan tahun
2019 setiap satker harus mengacu dengan PMK Menteri Keuangan no
: 53/PMK.02/2018 yaitu Tentang Standar Biaya Masukan tahun 2019.
RKA-KL 2019 telah sesuai dengan usulan proposal yang dikirimkan
melalui e-proposal tahun 2019 ke Ditjen Perkebunan dari masing-
masing Dinas Perkebunan tingkat provinsi.
Operasional TKP dan PLP-TKP disesuaikan dengan kebutuhan untuk
kegiatan operasional maupun laporan.
Standar honor pejabat pengelola keuangan mengacu pada Standar
Biaya Masukan 2019 (PMK Menteri Keuangan no : 53/PMK.02/2018
64
yaitu Tentang Standar Biaya Masukan tahun 2019, dengan
menyesuaikan total dana yang dikelola masuk ke dalam kelompok
Honor yang terkait satuan kerja :
Besarnya bantuan (harga bibit dan sarana produksi lainnya serta
kerapatan per hektar) mengacu pada SBK (Satuan Biaya Kegiatan)
Pembangunan Perkebunan 2019 .
Jenis Belanja mengacu pada BAS (Bagan Akun Standar) dan
disesuaikan dengan ketentuan KPN setempat
Sertifikasi dan Pengawasan Peredaran Benih disesuaikan dengan
komoditi dominan diprovinsi masing-masing
Tiap Satker Provinsi wajib membuat TOR dan RAB untuk Dana Dekon
pada kegiatan 1780 (Perencanaan, keuangan, evaluasi, administrasi
kegiatan) untuk masing-masing kegiatan.
5. Realisasi Keuangan dan Fisik
Realisasi keuangan kegiatan ini yaitu Rp. 237.106.900 (95,65%) dari pagu
anggaran Rp. 247.900.000, dengan realisasi fisik 100%.
T. BIMBINGAN TEKNIS PEMBUKAAN LAHAN TANPA MEMBAKAR
1. Tujuan
Kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) PLTB bertujuan untuk meningkatkan
pemahaman dan pengetahuan petugas dalam kegiatan pembukaan lahan
tanpa membakar.
2. Sasaran
Meningkatnya pemahaman dan pengetahuan petugas didaerah rawan
kebakaran dan petugas pusat dalam kegiatan pembukaan lahan tanpa
membakar.
3. Ruang Lingkup
Kegiatan Bimtek PLTB dilaksanakan oleh Direktorat Perlindungan
Perkebunan melalui diskusi dengan pakar dan praktek pembukaan lahan
tanpa bakar, dan pengolahan limbah PLTB. Kegiatan dilaksanakan selama
65
6 hari dan peserta Bimtek ini yaitu petugas provinsi dan kabupaten serta
petugas pusat.
4. Hasil:
a. Kegiatan dilaksanakan di Hotel Aquarius Boutique, Palangkaraya, Prov.
Kalimantan Tengah pada tanggal 25 sd. 30 Maret 2018. Bimbingan
Teknis Pembukaan Lahan Tanpa Membakar dibuka secara resmi oleh
perwakilan Direktorat Perlindungan Perkebunan, dan dihadiri oleh wakil-
wakil dari Dinas yang membidangi perkebunan Provinsi Kalimantan
Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Riau, Jambi, Kabupaten
Pelalawan, Kabupaten Meranti, Kabupaten Musi Rawas, Kabupaten Oki,
Kabupaten PPU, Kabupaten Kukar, Kabupaten, Banjar, Kabupaten
Tanah Laut, Kabupaten Kapuas serta Direktorat Perlindungan
perkebunan.
b. Kegiatan Bimtek PLTB dilaksanakan di dalam ruangan (paparan dari
narasumber) dan di luar ruangan (praktek lapangan).
a) Kegiatan di dalam ruangan diisi paparan dari instansi :
Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementan dengan materi
“Sosialisasi Permentan 05 tahun 2018 tentang Pembukaan
dan/atau Pengolahan Tanpa Membakar”.
Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Kementan
dengan materi “Optimalisasi Lahan Perkebunan”.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan materi
“Kebijakan Kementerian LHK dalam pengendalian kebakaran
hutan dan lahan”.
Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Tengah dengan materi
“Kebijakan pemerintah daerah dalam pencegahan kebakaran di
lahan perkebunan”
Perusahaan Perkebunan PT. Astra, Tbk dengan materi “Tata Air
Untuk Perkebunan di Lahan Gambut”.
b) Kegiatan di luar ruangan diisi dengan metode praktek lapangan
dilakukan di area penggunaan lain yang berlokasi di Kelurahan
66
Marang, Kecamatan Bukit Batu, Kota Palangkaraya dan Desa
Tumbang Nusa, Kecamatan Jabiren Raya, Kabupaten Pulang Pisau.
Adapun kegiatan tersebut yaitu :
Praktek Pembukaan Lahan Tanpa Membakar
Praktek Pembuatan Asap Cair
Praktek Pembuatan Kompos
c. Pementan No. 05 Tahun 2018 Tentang Pembukaan dan Pengolahan
Lahan Perkebunan Tanpa Membakar merupakan dasar hukum utama
dalam pelaksanaan pembukaan dan/atau pengolahan Lahan
Perkebunan tanpa membakar oleh aparatur pemerintah dan Pelaku
Usaha Perkebunan.
d. Pembukaan Lahan Tanpa Bakar merupakan solusi dalam memelihara
kualitas lahan, mengurangi polusi udara, menurunkan gangguan
kesehatan manusia. Adapun kegiatan yang dapat dilakukan melalui
pembuatan asap cair dan pengomposan dengan memanfaatkan sisa
tebangan dari pembukaan lahan tanpa bakar.
5. Realisasi Keuangan Kegiatan Bimtek PLTB Tahun 2018.
Realisasi
Pagu (Rp) Keuangan (Rp) % Fisik
439.100.000 425.929.622 97,00 100%
U. PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PERKEBUNAN PADA WILAYAH PASCA
BENCANA
1. Tujuan
Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat Perkebunan pada Wilayah Pasca
Bencana bertujuan untuk membantu masyarakat/petani/pekebun dalam
menanggulangi kerusakan akibat bencana pada tanaman perkebunan.
2. Sasaran
Sasaran dari Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat Perkebunan pada
Wilayah Pasca Bencana adalah terlaksananya bantuan untuk pekebun pada
wilayah pasca bencana.
67
3. Ruang Lingkup
Ruang lingkup Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat Perkebunan pada
Wilayah Pasca Bencana adalah pemberian bantuan sarana produksi
(Saprodi) Perkebunan kepada petani yang terkena dampak bencana.
4. Hasil
a. Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat Perkebunan Pada Wilayah Pasca
Bencana Tahun 2018 dilaksanakan di Kabupaten Pacitan, Provinsi Jawa
Timur; Kabupaten Lombok Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat;
Kabupaten Tanjung Jabung Barat , Provinsi Jambi; dan Kabupaten Karo,
Provinsi Sumatera Utara.
b. Pagu anggaran Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat Perkebunan Pada
Wilayah Pasca Bencana Tahun 2018 Rp. 1.400.000.000,- yang terdiri
dari 7 (tujuh) paket masing masing senilai Rp. 200.000.000.
c. Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat Perkebunan Pada Wilayah Pasca
Bencana di Kabupaten Pacitan di laksanakan di Kecamatan Tulakan,
Kebonangung, Tegal Ombo, Nawangan, Pringkuku dan Donorojo yang
lahan perkebunanya terkena banjir dan tanah longsor pada 28 s/d 30
November 2017 paket bantuan yang diserahkan kepada 23 Kelompok
Tani berupa 20.000 batang benih cengkeh dan 160.000 Kg pupuk
kompos.
d. Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat Perkebunan Pada Wilayah Pasca
Bencana di Kabupaten Lombok Timur di laksanakan di Kecamatan
Sambelia yang lahan perkebunanya terkena banjir pada 8 s/d 9 Februari
2017 paket bantuan yang diserahkan kepada 4 Kelompok Tani berupa
10.001 batang benih kelapa dalam dan 75.000 Kg pupuk kompos.
e. Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat Perkebunan Pada Wilayah Pasca
Bencana di Kabupaten Tanjung Jabung Barat di laksanakan di
Kecamatan Betara yang lahan perkebunanya terendam banjir pada 28
Oktober 2016 s/d 25 November 2016 paket bantuan yang diserahkan
kepada 4 Kelompok Tani berupa 31.000 batang benih kopi liberika dan
89.900 Kg pupuk kompos.
68
f. Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat Perkebunan Pada Wilayah Pasca
Bencana di Kabupaten Karo dilaksanakan sekitar Gunung Sinabung
yang lahan perkebunan kopi, kakao dan tembakaunya sering terpapar
debu vulkanik erupsi Gunung Sinabung dan di lokasi hunian tetap
relokasi erupsi gunung sinabung di Siosar. Paket bantuan yang diberikan
berupa mesin pembersih debu yang terdiri dari Blower 24 uni, Power
Sprayer 24 unit dan tandon air 24 unit, alat alat tersebut diberikan kepada
kelompok tani yang rentan terkena debu vulkanik akibat erupsi gunung
sinabung. Sedangkan untuk petani yang berada di lokasi hunian tetap
relokasi erupsi gunung sinabung di Siosar diberikan bantuan benih kopi
liberika sebanyak 39.000 batang dan pupuk kompos sebanyak 23.400
kg.
g. Bantuan Pasca Bencana (Saprodi) yang diberikan belum dapat
mencukupi kebutuhan masyarakat yang terkena dampak bencana alam.
Karena keterbatasan anggaran Tahun 2018.
5. Realisasi Keuangan Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat Perkebunan
pada Wilayah Pasca Bencana Tahun 2018
Realisasi fisik kegiatan mencapai 100% dengan realisasi keuangan sebagai
berikut:
Kegiatan Realisasi
Pagu (Rp) Keuangan (Rp) %
Paket I Kabupaten Pacitan 200.000.000 199.600.000 99,80
Paket II Kabupaten Pacitan 200.000.000 199.200.000 99,60
Paket I Kabupaten Lombok Timur 200.000.000 198.564.980 99,28
Paket I Kabupaten Tanjabar 200.000.000 198.090.000 99,04
Paket II Kabupaten Tanjabar 200.000.000 194.184.000 97,09
Paket I Kabupaten Karo 200.000.000 198.510.000 99,25
Paket II Kabupaten Karo 200.000.000 198.960.000 99,48
Total 1.400.000.000 1.387.108.980 99,08
V. BIMBINGAN TEKNIS MEDIASI PENANGGULANGAN GANGGUAN USAHA
PERKEBUNAN
1. Tujuan
69
Meningkatkan kemampuan pejabat/petugas yang menangani gangguan
usaha perkebunan di dinas perkebunan provinsi. sebagai penanggulangan
kasus GUP.
2. Sasaran
Pejabat/petugas yang menangani gangguan usaha perkebunan di Pusat dan
dinas perkebunan provinsi dalam melakukan mediasi GUP.
3. Ruang Lingkup
Ruang lingkup kegiatan Bimbingan Teknis Mediasi Penanggulangan Kasus
GUP, yaitu : Kegiatan ini dilakukan oleh pihak ketiga yaitu lembaga
Bimbingan mediasi konflik. Metode pelaksanaan Bimbingan teknis terdiri dari
teori dan latihan praktek keahlian mediasi melalui berbagai simulasi.
Bimbingan dilaksanakan selama 7 hari, yaitu 6 hari untuk Bimbingan dan 1
hari untuk ujian. Para peserta Bimbingan yang lulus, akan mendapatkan
sertifikat mediator dari lembaga Bimbingan mediasi konflik yang telah
diakreditasi oleh Mahkamah Agung (MA).
4. Hasil
a. Kegiatan Bimbingan Teknis Mediasi Gangguan Usaha Perkebunan
dilaksanakan di Hotel Padjajaran Suites Bogor pada tanggal 16 s/d 22
April 2018
b. Bimbingan teknis dibuka secara resmi oleh Direktur Perlindungan
Perkebunan, dan dihadiri oleh wakil wakil Dinas yang membidangi
perkebunan Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau,
Jambi, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, bengkulu, Kalimantan
Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat,
Kalimantan Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Nusa
Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Kabupaten Pelalawan,
Kutai Timur, Tanjung Jabung Timur, Aceh Barat, Bengkulu Utara, Musi
Rawas Utara dan Ditjen Perkebunan.
c. Dalam kegiatan Bimtek terlebih dahulu peserta mengikuti pre test, untuk
selanjutnya setelah materi disampaikan dilakukan post test. Peserta yang
mengikuti Bimtek dan lulus diberikan sertifikat Mediator.
5. Realiasasi Keuangan dan Fisik
70
Pagu Kegiatan Bimtek Mediasi Penanggulangan GUP adalah sebesar Rp.
238.290.000 dan realisasi keuangan sebesar Rp. 220.920.000 (92,71%) dan
realisasi fisiknya 100%.
W. PENDAMPINGAN, PEMANTAUAN DAN KOORDINASI DENGAN INSTANSI
TERKAIT
1. Tujuan kegiatan Pendampingan, Pemantauan dan Koordinasi dengan
Instansi Terkait Tahun 2018, yaitu:
a. Melaksanakan pendampingan, pemantauan dan pengendalian intern
pelaksanaan kegiatan perlindungan.
b. Melakukan koordinasi dan mengikuti pertemuan-pertemuan dengan
instansi terkait.
2. Sasaran kegiatan Pendampingan, Pemantauan dan Koordinasi dengan Instansi
Terkait Tahun 2018 adalah terlaksananya pendampingan, pemantauan, dan
koordinasi dengan instansi terkait.
3. Ruang lingkup kegiatan Pendampingan, Pemantauan dan Koordinasi dengan
Instansi Terkait Tahun 2018, yaitu:
a. Pemantauan dan Pengendalian Intern pelaksanaan kegiatan perlindungan
baik Pusat maupun Daerah
b. Koordinasi dan menghadiri pertemuan pada instansi terkait dengan tupoksi
perlindungan perkebunan.
4. Hasil pelaksanaan kegiatan Pendampingan, Pemantauan dan Koordinasi
dengan Instansi Terkait Tahun 2018 tersaji pada Lampiran 1.
5. Kegiatan Pembinaan, Pengawalan, Pendampingan dan Koordinasi dengan
Instansi Terkait telah dilaksanakan, yaitu: realisasi fisik sebesar 100% dan
realisasi keuangan sebesar 95,97% (Rp 1.176.385.212,-) dari target sebesar Rp
1.225.810.000,-.
X. PERTEMUAN KONSOLIDASI ANTISIPASI MITIGASI GANGGUAN USAHA
PERKEBUNAN
71
1. Tujuan
Kegiatan Pertemuan konsolidasi Antisipasi Mitigasi GUP bertujuan untuk
meningkatkan pengurangan resiko terjadinya GUP oleh pelaku usaha
perkebunan dalam melaksanakan penyelenggaraan perkebunan.
2. Sasaran
Terinfomasikannya berbagai aturan dan regulasi terkait dengan
penyelenggaraan perkebunan serta terfasilitasinya penyelesaian
permasalahan GUP.
3. Ruang Lingkup
Kegiatan Pertemuan Konsolidasi Antisipasi Mitigasi GUP di tingkat pusat
dilaksanakan oleh Direktorat Perlindungan Perkebunan selama 3 hari.
Peserta koordinasi adalah Dinas yang membidangi perkebunan provinsi dan
kabupaten/kota, pelaku usaha perkebunan, dan instansi terkait lainnya.
4. Hasil
a. Kegiatan dilaksanakan pada tanggal 24 s/d 26 Oktober 2018 di Hotel
Sahira Butik – Bogor diikuti oleh peserta yang berasal dari Dinas yang
membidangi perkebunan di Provinsi dan Perusahaan perkebunan yang
mengalami GUP.
b. Dalam pertemuan tersebut dihadirkan narasumber, yaitu :
a) Sekretaris Direktorat Jenderal Perkebunan, Direktorat Jenderal
Perkebunan – Kementerian Pertanian, dengan materi : “Implikasi
Putusan MK No. 138 PUU-XII Tahun 2015”.
b) Direktur Perlindungan Perkebunan, Direktorat Jenderal Perkebunan –
Kementerian Pertanian, dengan materi : “Sosialiasi Permentan No. 05
Tahun 2018”.
c) Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan, Direktorat
Jenderal Perkebunan – Kementerian Pertanian, dengan materi :
“Evaluasi Perizinan Usaha Perkebunan”.
d) Direktur Sengketa dan Konflik Tanah Wilayah I, Kementerian Agraria
dan Tata Ruang / BPN, dengan materi : “Kebijakan Penanganan Konflik
Pertanahan”.
72
e) Direktur Pengukuhan dan Penatagunaan Kawasan Hutan, Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dengan materi : “Kebijakan
Penanganan Konflik Tenurial Kawasan Hutan”.
c. Dalam kebijakan penanganan gangguan usaha perkebunan strategi
yang dilakukan yaitu melakukan mitigasi dan penanganan saat terjadi
konflik yang didukung dengan ketersediaan data dan informasi akurat
dari pihak terkait seperti pihak yang bersengketa.
d. Dalam hal mitigasi konflik dan GUP baik pemerintah maupun pelaku
usaha perkebunan memiliki peran yang sangat penting:
a) Pemerintah (selaku regulator) melakukan sinkronisasi regulasi-regulasi
yang telah ada dan yg akan dibuat, meninjau ulang regulasi yg kerap
bermasalah, Sosialisasi regulasi kepada pelaku usaha perkebunan dan
masyarakat dan penegakan hukum
b) Pelaku Usaha Perkebunan hendaklah mematuhi semua regulasi dan
perubahannya, membangun kerjasama dengan pihak terkait dan
masyarakat sekitar, serta mengidentifikasi potensi konflik.
e. Dinas yang membidangi perkebunan provinsi melakukan pembaharuan
data dan informasi terkait legalitas seperti Izin Lokasi, Izin Usaha
Perkebunan, izin pelepasan kawasan hutan dan HGU terkait pembinaan
usaha perkebunan 2 (dua) kali dalam satu semester (per semester)
dalam bentuk laporan kepada Dirjen. Perkebunan.
f. Gubernur, Bupati/Walikota sebagai pemberi ijin usaha wajib melakukan
monitoring dan evaluasi secara berkala guna melakukan pembinaan dan
pengawasan kepada perusahaan perkebunan terhadap penanganan
kebakaran lahan dan kebun. Monitoring dan evaluasi utamanya
dilakukan terhadap sistem, sumberdaya manusia, sarana dan prasarana
pengendalian kebakaran yang dimiliki oleh perusahaan perkebunan
untuk memastikan sistem tersebut berjalan dengan baik.
5. Realisasi Keuangan Kegiatan Pertemuan Konsolidasi Antisipasi
Mitigasi GUP Tahun 2018 :
Realisasi
Pagu (Rp) Keuangan (Rp) % Fisik
73
180.600.000 170.315.800 94,31 100%
Y. BIMBINGAN TEKNIS PETUGAS PENGAMAT OPT/POPT
Tujuan kegiatan Bimbingan Teknis Petugas Pengamat OPT yaitu untuk melatih
petugas pengamat OPT dalam dalam hal pengamatan dan pelaporan serangan
OPT perkebunan, serta identifikasi dan koleksi OPT.
Kegiatan dilaksanakan pada tanggal 6 s.d 11 Agustus 2018. Bertempat di Bumi
Katulampa - Bogor. Bimbingan Teknis Petugas Pengamat OPT/POPT Tahun
2018 diikuti oleh 50 (lima puluh) orang peserta: Staf teknis lingkup Direktorat
Perlindungan Perkebunan; Fungsional Pengendali Organisme Pengganggu
Tanaman (POPT) lingkup Direktorat Perlindungan Perkebunan; Petugas
Pengamat dari Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan
(BBPPTP) Medan, Surabaya, dan Ambon; Petugas Pengamat dari Balai
Proteksi Tanaman Perkebunan (BPTP) Pontianak; Petugas Pengamat dari
Dinas yang membidangi perkebunan Provinsi se-Indonesia.
Narasumber: Direktur Perlindungan Perkebunan; Kepala Sub Direktorat Data
dan Kelembagaan Pengendalian OPT; Kepala Sub Direktorat Pengendalian
OPT Tan. Tahunan dan Penyegar; Kepala Sub Direktorat Pengendalian OPT
Tan. Semusim dan Rempah; Kepala Seksi Data dan Informasi OPT, Subdit Data
dan Kelembagaan Pengendalian OPT; Dosen IPB (Nina Maryana, M.Si.); POPT
Jawa Tengah (Muji Slamet, SP.); BBPOPT Jatisari (Ir. Mustaghfirin); Lembaga
Sertifikasi Profesi (Edy Suwardi Wijaya, SP.); Kepala Sub bidang Karantina
Tumbuhan Benih Impor, Pusat Karantina Tumbuhan dan Keamanan Hayati (Dr.
Nurjanah, SP. M.Si.).
Materi: Kebijakan Perlindungan Perkebunan; Pengenalan dan Pengendalian
OPT Tanaman Tahunan dan Penyegar; Pengenalan dan Pengendalian OPT
Tanaman Semusim dan Rempah; Teknik pengambilan sampel pengamatan;
Teknik Pengamatan OPT; Teknik Koleksi dan Identifikasi OPT; Pengelolaan
OPTK Perkebunan; Taksasi Kehilangan Hasil; Sistem Informasi OPT
Perkebunan; Peramalan dan Pemetaan OPT Perkebunan; Pelaporan OPT;
Praktik Pengamatan OPT dan pengambilan OPT untuk koleksi; Praktik
pembuatan Koleksi OPT.
74
Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh, menunjukkan bahwa rata-rata pre-
test hasil Bimtek Petugas Pengamat OPT Tahun 2018 sebelum dilakukan
pelatihan yaitu 45,40 dan rata-rata pot-test sesudah pelatihan yaitu 59,18.
Setelah dilakukan uji t-test, diperoleh kesimpulan bahwa Bimtek Instruktur BPT
memberikan pengaruh signifikan pada taraf 5% terhadap pengetahuan peserta
mengenai materi yang disampaikan pada acara tersebut, yaitu sebesar
30,35%.
Rencana tindak lanjut yang harus dilakukan oleh Direktorat Perlindungan
Perkebunan:
a. Menelaah kembali buku pedoman pengamatan OPT perkebunan yang telah
disusun terutama pengambilan sampel pengamatan dan form pengamatan.
b. Menelaah kembali Instruksi Kerja Pengamatan dan Pengendalian yang telah
disusun, untuk mempermudah petugas pengamat daerah.
c. Menginformasikan dan mengajarkan ke petugas pelaporan data provinsi
tentang sistem pelaporan data online.
Hal-hal yang harus segera dilakukan oleh petugas pengamat peserta Bimtek
petugas pengamat OPT/POPT:
a. Menyampaikan hasil Bimtek petugas pengamat OPT/POPT kepada
pengamat OPT di provinsi masing-masing
b. Menyusun jadual pengamatan sesuai wilayah masing-masing
c. Melakukan pengamatan OPT di wilayah kerja masing-masing
d. Menelaah dan memperbaiki sistem pelaporan data OPT
e. Mendorong petani di wilayah kerjanya untuk melaksanakan pengamatan di
kebunnya masing-masing.
f. Menginformasikan cara pengendalian OPT secara PHT kepada petani
pekebun di wilayahnya.
Z. PENGAWALAN DAN PEMBINAAN KEDINASAN PERLINDUNGAN
PERKEBUNAN
1. Tujuan
75
Pelayanan administrasi perkantoran Direktorat Jenderal Perkebunan
dilaksanakan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan
dalam rangka mendukung kelancaran kegiatan Direktorat Perlindungan
Perkebunan.
Memberikan pelayanan pelaksanaan kegiatan perlindungan di daerah.
Melaksanakan pelayanan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan
program
pembangunan.
Mendapatkan masukan dari Instansi terkait tentang Penanganan
Organisme Pengganggu Tanaman Perkebunan khususnya hama
penggerek batang pada tanaman lada, pala dan cengkeh serta penyakit
gugur daun Fusicoccum pada tanaman karet.
2. Sasaran
Meningkatkan pelayanan administrasi kegiatan dengan cepat, tepat dan
akuntabel secara dinamis baik di pusat maupun UPT Pusat lingkup
Direktorat Jenderal Perkebunan.
Sasaran dari kegiatan FGD adalah diperolehnya masukan dari instansi
terkait tentang Penanganan Organisme Pengganggu Tanaman
Perkebunan khususnya hama penggerek batang pada tanaman lada,
pala dan cengkeh serta penyakit gugur daun Fusicoccum pada tanaman
karet.
3. Ruang Lingkup
Memfasilitasi dan melayani urusan surat menyurat, urusan
kepegawaian, urusan rumah tangga, urusan keuangan, urusan
perlengkapan dan urusan kearsipan lainnya yang berkaitan dengan
administrasi perkantoran lingkup Direktorat Perlindungan Perkebunan.
Focus Group Discussion (FGD) Penanganan Organisme Pengganggu
Tanaman Perkebunan khususnya tanaman lada, pala, cengkeh dan
karet.
4. Hasil Pelaksanaan dan Pembahasan
Pertemuan FGD Penanganan Organisme Pengganggu Tanaman
Perkebunan diselenggarakan di Hotel Salak The Heritage, Bogor pada
76
tanggal 12 Desember 2018. FGD dibuka oleh Direktur Perlindungan
Perkebunan dan dihadiri oleh 45 orang peserta yang berasal dari Sekretariat
Direktorat Jenderal Perkebunan; Direktorat Tanaman Tahunan dan
Penyegar; Direktorat Tanaman Semusim dan Rempah; Balai Besar
Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Surabaya,
Ambon dan Medan; Balai Proteksi Tanaman Perkebunan Pontianak; Dinas
yang membidangi perkebunan provinsi Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara,
Sulawesi Tengah, Jawa Tengah, Jambi, Bali, Lampung, Sumatera Selatan,
Aceh; Pejabat Struktural lingkup Direktorat Perlindungan Perkebunan dan
Pejabat Fungsional POPT Direktorat Perlindungan Perlindungan
Perkebunan.
Narasumber yang hadir adalah: Prof. Dr. Loekas Soesanto dari Universitas
Jenderal Sudirman, Dr Tri Rafani Febiyanti SP. MS dari Balai Penelitian
Sembawa, Dr. Ir. Sinung Hendratmo, MS dari PT. Riset Perkebunan
Nusantara, Dr. Jackson F Watung dari Universitas Sam Ratulangi, Dr. Ir.
Wiratno M.Env.Mgt dari Balittro Bogor dan Dr. Ir. Ophirtus Sumule, DEA
Direktur Sistem Inovasi Direktorat Jenderal Penguatan Inovasi Kementerian
Risert dan Dikti.
Berdasarkan arahan Direktur Perlindungan Perkebunan dan pemaparan dari
para narasumber serta hasil diskusi dirumuskan beberapa hal penting yang
menjadi kesimpulan dalam FGD Penanganan Organisme Pengganggu
Tanaman Perkebunan, yaitu:
a. Pemerintah pusat perlu membuat terobosan kebijakan dalam mengatasi
perkembangan hama dan penyakit lada, pala, cengkeh dan karet. Hal ini
dikaitkan dengan kebijakan pemerintah untuk mengembalikan kejayaan
rempah nasional dan mengangkat kembali agribisnis karet yang sedang
terpuruk akibat serangan OPT dan dari harga karet yang terus jatuh.
Terobosan yang akan dilakukan meliputi:
- Meningkatkan kapasitas dan peran petugas Brigade Proteksi dan RPO
dalam melakukan pengamatan dan pengendalian OPT .
- Membangun sistem informasi pengendalian OPT yang dapat diakses
secara mudah oleh pemangku kepentingan.
77
- Meningkatkan pemanfaatan MS APH untuk mengendalikan hama
penggerek lada, pala, cengkeh dan penyakit gugur daun karet
Fusicoccum sp. dan melakukan evaluasi keberhasilannya.
- Menggerakkan pekebun untuk melaksanakan pengendalian secara
masal dan berulang-ulang.
b. Telah terjadi peningkatan serangan OPT yang signifikan pada komoditas
lada, pala, cengkeh oleh hama penggerek dan karet oleh penyakit gugur
daun Fusicoccum sp. Untuk mengatasi serangan hama dan penyakit
pada tanaman lada, pala, cengkeh dan karet perlu dilakukan identifikasi
OPT dengan benar, pemetaan sebaran serangan lebih detail, dan
memperhatikan faktor-faktor lingkungan agar strategi pengendalian
dapat di terapkan dengan lebih baik. Pemetaan serangan OPT dapat
menggerakkan BPT dan RPO yang telah terbentuk.
c. Bahan pengendalian OPT khususnya hama penggerek pala, cengkeh,
dan lada serta penyakit gugur daun pada tanaman karet dapat
menggunakan Metabolit Sekunder Agens Pengendali Hayati (MS APH)
dan pestisida kimiawi dengan bahan aktif tertentu.
d. Untuk mengendalikan OPT yang belum ada APH dan pestisida kimia
yang terdaftar dan memperoleh izin Menteri Pertanian dapat
mempergunakan pestisida kimiawi dan APH tertentu dengan
pengawasan penggunaan dan peredaran secara ketat.
e. Teknik aplikasi MS APH dan pestisida tertentu untuk mengendalikan OPT
perlu disesuaikan dengan jenis OPT dan spesifik serangannya pada
tanaman. Untuk pengembangan MS APH sebaiknya menggunakan isolat
lokal agar lebih efektif jika diaplikasi di daerah setempat. Isolat lokal
tersebut dapat diperoleh dengan menggunakan perangkap, antara lain
batok kelapa.
f. Rekomendasi teknologi pengendalian OPT untuk mengatasi serangan
penggerek pada tanaman pala, cengkeh dan lada serta penyakit gugur
daun Fusicoccum sp. pada tanaman karet.
Perlu dibangun kerjasama antar Kementerian Riset Dikti dengan
Kementerian Pertanian terutama dalam pengembangan kawasan atau
78
kluster perkebunan, sehingga hasilnya menjadi optimal. Selain itu perlu
mendorong Pemerintah Daerah untuk mengidentifikasi masalah di
masyarakat.
5. Realisasi
Realisasi keuangan sebesar Rp. 1.804.262.692,- atau 82,57% dari pagu Rp.
2.185.250.000
AA. PELATIHAN PPNS PERKEBUNAN
1. Tujuan
Menyelenggarakan Diklat dan sertifikasi PPNS bidang Perkebunan.
2. Sasaran
Menggelar diklat dan sertifikasi PPNS Perkebunan dengan melibatkan ASN
dari Direktorat Jenderal Perkebunan, Dinas Perkebunan Provinsi dan
Kabupaten/Kota.
3. Ruang Lingkup
Diklat dan sertifikasi PPNS Perkebunan dilaksanakan bekerjasama dengan
Badan Reserse dan Kriminal Mabes POLRI. Pelatihan dilaksanakan di Diklat
Bareskrim Megamendung Bogor. Diklat dan sertifikasi PPNS Perkebunan
dilakukan dengan pola 400 JP. Peserta diklat dan sertifikasi PPNS
Perkebunan adalah ASN dari Direktorat Jenderal Perkebunan, Dinas
Perkebunan Provinsi dan Kabupaten/Kota.
4. Hasil
a. Kegiatan Diklat dan sertifikasi PPNS Perkebunan dilaksanakan
dilaksanakan selama 60 (enam puluh) hari terhitung mulai tanggal 19
Maret s/d 17 Mei 2018. Diklat dan sertifikasi PPNS Perkebunan
dilaksanakan di Diklat Bareskrim di Megamendung Bogor. Pelatihan
dibuka pada tanggal 19 Maret 2018 dengan Inspektur upacara Kepala
Bidang Diklat Pendidikan dan Pelatihan Reserse Lemdiklat Polri, Direktur
79
Perlindungan Perkebunan dan Perwakilan Direktorat Jenderal
Perkebunan serta peserta PPNS. Adapun jumlah peserta PPNS Bidang
perkerbunan sebanyak 29 (dua puluh sembilan) orang.
b. Secara umum pelaksanaan Diklat PPNS Perkebunan Kementerian
Pertanian R.I. Pola 400 JP T.A. 2018 berjalan lancar dengan baik.
c. Para peserta Diklat, selama mengikuti kegiatan dalam proses belajar
mengajar di Diklat ReserseLemdiklat Polri dapat mengikuti
/melaksanakan pendidikan dengan baik dan para siswa juga telah
menunjukan sikap disiplindan kesungguhan dalam mengikuti proses
pendidikan dan latihan.
d. Berdasarkan hasil evaluasi dan hasil sidang dewan pendidikan,
dinyatakan bahwa hasil pelaksanaan Diklat PPNS Perkebunan
Kementerian Pertanian R.I. Pola 400 JP T.A. 2018, dengan kualifikasi
baik untuk sebanyak 29 (dua puluh sembilan) orang.
e. Disarankan agar peserta yang pernah mengikuti Diklat PPNS agar
penugasannya disesuaikan dengan profesinya sebagai Penyidik
Pegawai Negeri Sipil;
f. Dalam melaksanakan tugas di kewilayahan sebagai PPNS, agar
berkoordinasi dengan Korwas PPNS di daerah penugasannya masing –
masing.
5. Realisasi Keuangan
Pagu Kegiatan Pertemuan Koordinasi PPNS Perkebunan adalah sebesar
Rp. 1.190.620.000 dan realisasi keuangan sebesar Rp. 1.167.283.200
(98,04%) dan realisasi fisiknya 100%.
AB. PERTEMUAN FASILITASI DAN REKONSILIASI PENGELOLAAN
EKOSISTEM LAHAN GAMBUT DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT
1. Tujuan
Melaksanakan Rekonsiliasi antara Pemerintah dan pelaku usaha
perkebunan dalam pengelolaan ekosistem lahan gambut di lahan
perkebunan.
80
2. Sasaran
Terfasilitasinya penyelesaian permasalahan pengelolaan ekosistem lahan
gambut di lahan perkebunan.
3. Ruang Lingkup
Kegiatan Pertemuan Rekonsiliasi Pengelolaan Ekosistem Gambut di Lahan
Perkebunan Kelapa Sawit dilaksanakan oleh Direktorat Perlindungan
Perkebunan. Peserta adalah Direktorat Jenderal Perkebunan, K/L terkait,
Kepala Dinas Perkebunan Provinsi dan seluruh perusahaan perkebunan
kelapa sawit yang mendapat kewajiban melakukan pemulihan ekosistem
gambut di konsesi lahan perkebunannya dan instansi terkait lainnya.
4. Hasil
a. Kegiatan Pertemuan Rekonsiliasi Pengelolaan Ekosistem Gambut di
Lahan Perkebunan Kelapa Sawit telah dilaksanakan dengan realisasi
fisik 100 %.
b. Kegiatan Pertemuan Rekonsiliasi Pengelolaan Ekosistem Gambut di
Lahan Perkebunan Kelapa Sawit bertujuan melaksanakan Rekonsiliasi
antara Pemerintah dan pelaku usaha perkebunan dalam pengelolaan
ekosistem lahan gambut di lahan perkebunan.
c. Kegiatan Pertemuan Rekonsiliasi Pengelolaan Ekosistem Gambut di
Lahan Perkebunan Kelapa Sawit telah dilaksanakan dalam 2 (dua) tahap
pertemuan. Pertemuan Tahap I dilaksanakan pada tanggal 26
September 2018 di Hotel Bogor Icon. Pertemuan Tahap II dilaksanakan
pada tanggal 29 November 2018 di Hotel Grand Aston Yogyakarta.
5. Realisasi Keuangan
Pagu Kegiatan Pertemuan Rekonsiliasi Pengelolaan Ekosistem Gambut di
Lahan Perkebunan Kelapa Sawit adalah sebesar Rp. 744.850.000 dan
realisasi keuangan sebesar Rp. 613.119.499 (82,31%) dan realisasi fisiknya
100%.
AC. PERTEMUAN KOORDINASI PPNS PERKEBUNAN DAN PETUGAS
PERKEBUNAN
81
1. Tujuan
Meningkatkan sinergitas antara PPNS Bidang Perkebunan dalam
melaksanakan tugas dan kewenangannya.
2. Sasaran
Terinformasikannya berbagai aturan dan regulasi terkait dengan
kewenangan PPNS Perkebunan
3. Ruang Lingkup
Kegiatan Pertemuan Koordinasi PPNS Perkebunan di tingkat pusat
dilaksanakan oleh Direktorat Perlindungan Perkebunan. Peserta koordinasi
adalah PPNS di bidang perkebunan yang berasal dari Direktorat Jenderal
Perkebunan, Pemerintah Provinsi/Kabupaten dan UPT lingkup Ditjen
Perkebunan.
4. Hasil
a. Kegiatan dilaksanakan di Hotel Onih Bogor pada tanggal 20 s/d 22
November 2018. Pertemuan Koordinasi PPNS Perkebunan bertemakan
“Penguatan Sinergitas Manajemen Penegakan hukum Bidang
Perkebunan”. Pertemuan dibuka secara resmi oleh Sekretaris Direktorat
Jenderal Perkebunan dan dihadiri oleh PPNS dari Dinas yang
membidangi perkebunan Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat,
Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Kalimantan Tengah,
Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi
Tengah, Sulawesi Tenggara, NTB, NTT, Papua Barat dan Ditjen
Perkebunan serta UPT lingkup Ditjen Perkebunan.
b. Peran PPNS perkebunan baik ditingkat Pusat maupun daerah saat ini
menjadi sangat penting sehingga perlu membentuk wadah/unit kerja
gakkum bagi PPNS di daerah.
c. Pembinaan secara terfokus dan komprehensif merupakan salah satu
cara untuk meningkatkan keahlian dan wawasan PPNS.
5. Realisasi Keuangan
82
Pagu Kegiatan Pertemuan Koordinasi PPNS Perkebunan adalah sebesar
Rp. 211.280.000 dan realisasi keuangan sebesar Rp. 173.536.600 (82,14%)
dan realisasi fisiknya 100%.
BAB V
SIMPUL-SIMPUL KRITIS DAN SARAN PEMECAHANNYA
A. Pembuatan Buku:
1. Finalisasi draft buku sering terlambat karena tertundanya koreksi
dari narasumber. Pengiriman koreksi narasumber agar dilakukan
segera setelah pertemuan.
2. Proses pencetakan sering terlambat karena menunggu proses
perbaikan naskah.
B. Pengawalan Gerakan Pengendalian OPT Tanaman Semusim dan
Rempah:
1. Penetapan SK Pelaksana kegiatan Provinsi/Kabupaten seringkali
terlambat karena belum ditetapkan oleh KPA sehingga
pelaksanaan kegiatan pengawalan pengendalian OPT belum
terkoordinir dan mengalami terlambatnya pelaksanaan kegiatan.
Untuk itu KPA agar segera menetapkan SK Pelaksana kegiatan.
2. Pedoman Teknis yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal
Perkebunan sebagai acuan teknis dalam pelaksanaan kegiatan
seringkali belum dijabarkan ke dalam Juklak/Juknis atau terlambat
disusun. Untuk Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota setelah menerima
Pedoman Teknis dari Pusat diminta menelaah dan segera
menyusun Juklak/Juknis sebelum kegiatan dimulai untuk
mengakomodir hal-hal spesifik lokasi.
3. Pengajuan revisi kegiatan oleh daerah seringkali dilakukan melebihi
batas waktu yang telah ditentukan, yang berakibat terhambatnya
pelaksanaan pengawalan kegiatan. Untuk itu revisi dihimbau
dilakukan sejak awal tahun setelah menerima DIPA, sehingga
Direktorat Perlindungan Perkebunan dapat segera meresponnya.
4. Jadwal kegiatan pengendalian seringkali tidak diinformasikan
kepada Direktorat Perlindungan Perkebunan sehingga kegiatan
84
pengawalan seringkali tidak tepat. Untuk itu perlu adanya
koordinasi yang intensif sebelum pelaksanan kegiatan di daerah di
mulai.
5. Tahapan dan jadwal penarikan anggaran kegiatan belum
sepenuhnya sesuai dengan ROPAK yang terlah disusun. Penarikan
anggaran harus mengacu pada ROPAK dan dilaksanakan secara
konsisten.
6. Pada saat pengawalan kegiatan pengendalian, data dan informasi
yang dibutuhkan seringkali belum lengkap. Untuk itu dihimbau agar
pelaksana kegiatan menyelesaikan dan menyampaikan laporan
hasil pelaksanaan kegiatan segera setelah kegiatan dilaksanakan
tanpa harus menunggu akhir tahun.
C. Pengawalan Gerakan Pengendalian OPT Tanaman Tahunan dan
Penyegar:
1. Koordinasi antara Direktorat Jenderal Perkebunan, Dinas
Perkebunan atau yang membidangi perkebunan Provinsi/UPTD
Provinsi dan Dinas perkebunan atau yang membidangi
perkebunan Kabupaten serta petani peserta kegiatan pengendalian
sering terlambat. Untuk itu perlu dilakukan koordinasi lebih awal
setelah daerah menerima POK dan Pedoman Teknis.
2. Waktu pelaksanaan pengawalan kegiatan yang direncanakan oleh
pusat dengan jadwal pelaksanaan kegiatan pengendalian OPT di
daerah sering tidak sinkron karena perbedaan waktu pencairan
anggaran. Oleh karena itu perlu adanya koordinasi lebih intensif
antara pusat dan daerah sehingga perencanaan pengawalan pusat
dan pelaksanaan kegiatan di daerah tepat dan sesuai dengan
kondisi di lapangan.
3. Penelaahan POK oleh daerah terlambat sehingga persiapan
pelaksanaan kegiatan terlambat yang mengakibatkan kegiatan
85
tidak tepat waktu. Oleh karena itu provinsi/kabupaten pelaksana TP
perlu segera melakukan penelaahan setelah POK diterima.
4. Pedoman teknis yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal
Perkebunan sebagai acuan teknis dalam pelaksanaan kegiatan
seringkali belum dijabarkan kedalam Juklak/Juknis atau terlambat
disusun. Untuk itu Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota setelah
menerima Pedoman Teknis dari Pusat diminta segera menyusun
Juklak/Juknis sebelum kegiatan dimulai untuk mengakomodir hal-
hal spesifik lokasi.
5. Pengajuan revisi kegiatan oleh daerah seringkali dilakukan
menjelang akhir tahun anggaran, yang berakibat terhambatnya
pelaksanaan kegiatan. Revisi dibatasi waktunya tidak boleh
melebihi pertengahan tahun dan dihimbau dilakukan sejak awal
tahun setelah menerima DIPA.
6. Pelaksanaan pengawalan kegiatan pengendalian sering tidak
sesuai yang direncanakan karena personil yang akan ditugaskan
seringkali harus melaksanakan tugas lain dan terlambatnya
pencairan anggaran. Untuk itu perlu pengaturan personil yang akan
ditugaskan dan mensinkronkan dengan pencairan anggaran.
D. Pengawalan Penerapan Pengendalian Hama Terpadu Tanaman
Semusim dan Rempah:
1. Penetapan SK Tim Pelaksana Provinsi/Kabupaten/Kota dan CP/CL
seringkali terlambat sehingga pelaksanaan kegiatan menjadi
terlambat. Untuk itu perlu Kepala Satker diminta untuk
mempercepat penetapan SK agar kegiatan berjalan sesuai
waktunya.
2. Pedoman Teknis yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal
Perkebunan sebagai acuan teknis dalam pelaksanaan kegiatan
seringkali belum dijabarkan kedalam Juklak/Juknis atau terlambat
disusun. Untuk itu Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota setelah
86
menerima Pedoman Teknis dari Pusat diminta segera menelaah
dan menyusun Juklak/Juknis sebelum kegiatan dimulai untuk
mengakomodir hal-hal spesifik lokasi.
3. Pencermatan POK oleh pelaksana kegiatan seringkali terlambat
sehingga pengajuan revisi terlambat, bahkan seringkali dilakukan
menjelang akhir tahun anggaran, yang berakibat terhambatnya
pelaksanaan kegiatan. Pengajuan revisi dibatasi waktunya tidak
boleh melebihi pertengahan tahun dan dihimbau pencermatan POK
sejak awal tahun setelah menerima DIPA.
4. Proses pengadaan bahan pengendali OPT dan bahan untuk
pembuatan APH/MS APH seringkali dilakukan menjelang akhir
tahun. Untuk itu dihimbau agar dilakukan proses pengadaan
dipercepat.
5. Jadual pelaksanaan dan tahapan penarikan uang kegiatan belum
sepenuhnya sesuai dengan ROPAK yang telah disusun. Penarikan
anggaran harus mengacu pada ROPAK dan dilaksanakan secara
konsisten.
E. Pengawalan Penerapan Pengendalian Hama Terpadu Tanaman
Tahunan dan Penyegar:
1. Waktu pelaksanaan pengawalan yang direncanakan oleh pusat
dengan jadwal pelaksanaan kegiatan di daerah sering tidak sinkron
karena perbedaan waktu pencairan anggaran. Oleh karena itu perlu
dilakukan koordinasi lebih intensif antara pusat dan daerah
sehingga perencanaan pusat dan daerah untuk penentuan jadwal
yang tepat dan tetap menyesuaikan kondisi di lapangan.
2. Pedoman Teknis yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal
Perkebunan sebagai acuan teknis dalam pelaksanaan kegiatan
seringkali belum dijabarkan kedalam Juklak/Juknis atau terlambat
disusun. Untuk itu Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota setelah
menerima Pedoman Teknis dari Pusat diminta segera menyusun
87
Juklak/Juknis sebelum kegiatan dimulai untuk mengakomodir hal-
hal spesifik lokasi.
3. Pencermatan POK oleh daerah sering terlambat dilakukan
sehingga pengajuan revisi kegiatan oleh daerah seringkali
dilakukan menjelang akhir tahun anggaran yang menyebabkan
kegiatan tidak tepat waktu. Perlu dilakukan komunikasi yang intensif
dengan pelaksana kegiatan sehingga melakukan revisi pada awal
tahun dan membatasi waktu pelaksanaan revisi POK.
F. Pembinaan Dalam Rangka Pemberdayaan Perangkat Perlindungan
Perkebunan:
1. Perangkat perlindungan belum memahami SOP kegiatan
perlindungan sehingga tidak melaksanakan kegiatannya dengan
benar. Terkait dengan hal tersebut maka perlu dilakukan
pembinaan dalam rangka melaksanakan kegiatan perlindungan
sesuai dengan SOP.
2. Terbatasnya prasarana dan sarana mengakibatkan laboratorium
yang ada tidak dapat memproduksi APH siap pakai dalam jumlah
besar. Terkait dengan hal tersebut maka perlu dilakukan
pembinaan kepada petugas laboratorium agar fokus pada produksi
starter dan perbanyakan APH siap pakai yang dilaksanakan di
tingkat petani.
3. APH yang dihasilkan oleh UPTD/Balai belum memiliki ijin sehingga
APH yang dihasilkan tidak bisa digunakan untuk pengendalian di
lapangan secara luas. Terkait dengan hal tersebut maka perlu
dilakukan pembinaan dalam rangka mendorong Balai/ UPTD untuk
mengurus ijin penggunaan APH.
4. Belum tersedianya SOP untuk melaksanakan kegiatan operasional
laboratorium, sehingga perlu dilakukan pembinaan dalam
pembuatan SOP laboratorium agar sesuai dengan standar
pelaksanaannya.
88
5. Kurangnya sarana, prasarana dan petugas pengamat (SDM)
ditingkat daerah sehingga penyampaian data serangan OPT dari
Kabupaten/Kota ke Pusat terlambat. Sehubungan dengan hal
tersebut maka perlu dilakukan pembinaan dan diskusi dengan
petugas Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota yang membidangi
perkebunan agar dapat melengkapi sarana dan prasarana serta
merekrut kembali tenaga pengamat OPT sehingga laporan
keadaan OPT pada setiap triwulan dapat disampaikan tepat pada
waktunya.
6. Daerah/wilayah pemekaran baru biasanya tidak mempunyai
petugas pengamat OPT, sehingga tidak pernah melaporkan
perkembangan data serangan OPT yang ada. Sehubungan dengan
hal tersebut perlu dilakukan pembinaan agar terjalin kerjasama dan
koordinasi yang baik dengan dinas provinsi atau dinas kabupaten
yang terdekat yang mempunyai petugas pengamat.
G. Pengawalan Penanganan Gangguan Usaha Perkebunan:
1. Waktu terjadinya GUP tidak dapat diprediksi.
2. Sumber terjadinya GUP berasal dari luar teknis perkebunan,
seperti perizinan.
3. Beberapa kasus GUP sudah terjadi dan berlangsung sejak lama.
4. Penanggulangan kasus GUP melibatkan banyak pihak baik di
tingkat pusat maupun tingkat daerah.
5. Koordinasi antar instansi terkait belum berjalan optimal.
6. Pemahaman petugas Dinas Perkebunan Provinsi/Kabupaten/Kota
dalam Penanggulangan GUP masih kurang.
H. Pengawalan Penanganan Kebakaran Lahan dan Kebun:
1. Sistem, Sarana dan prasarana di tingkat lokus tidak memadai
sehingga pengendalian kebakaran kurang optimal. Diharapkan,
Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota dapat memberikan dukungan
89
sistem, sarana dan prasarana sehingga pemantauan kebakaran
dapat berjalan optimal.
2. Kurangnya koordinasi antar intansi dalam pemantauan,
pengawalan kebakaran lahan perkebunan menyebabkan
keterlambatan dalam penanganan dan pencegahan kebakaran.
dinas yang membidangi perkebunan Provinsi/Kabupaten/Kota
diharapkan dapat berkoordinasi dengan instansi terkait sehingga
pencegahan kebakaran dapat berjalan dengan baik.
I. Pengawalan Mitigasi dan Adaptasi Dampak Perubahan Iklim serta
Perhitungan Perkebunan Rendah Emisi:
Waktu pengawalan tidak sesuai dengan pelaksanaan kegiatan Mitigasi
dan Adaptasi Dampak Perubahan Iklim serta Penghitungan Penurunan
Emisi Gas Rumah Kaca di daerah sehingga pengawalan kurang
optimal. Rencana Operasional Kegiatan Pengawalan disinkronkan
dengan Rencana Operasional Kegiatan Mitigasi dan Adaptasi Dampak
Perubahan Iklim serta Penghitungan Penurunan Emisi Gas Rumah
Kaca, sehingga perlunya koordinasi dengan dinas terkait lebih intensif.
J. Pengawalan dalam rangka Pembinaan dan Sertifikasi Desa Pertanian
Organik Berbasis Komoditas Perkebunan:
1. Petugas Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota belum menerima pedoman
teknis yang telah disusun oleh Dirat. Perlindungan Perkebunan,
sehingga belum memiliki gambaran yang utuh tentang pelaksanaan
kegiatan Pengawalan Desa Pertanian Organik Berbasis Komoditas
Perkebunan.
2. Ketepatan pencairan anggaran untuk pelaksanaan kegiatan
pengawalan dalam rangka pembinaan dan sertifikasi desa
pertanian organik berbasis komoditas perkebunan terhambat,
sehingga pelaksanaan kegiatan mundur dari jadual yang telah
ditetapkan.
90
3. Jumlah personil perlindungan perkebunan yang akan melakukan
kegiatan pengawalan dalam rangka pembinaan dan sertifikasi desa
pertanian organik berbasis komoditas perkebunan semakin
berkurang.
K. Surveilans Penerapan ISO 9001:2015:
1. Tidak terbangunnya komitmen di jajaran Direktorat Perlindungan
Perkebunan sehingga penerapan sistem manajemen mutu tidak
optimal, oleh karena itu perlu dibangun komitmen secara terus
menerus melalui arahan dari Direktur Perlindungan beserta pejabat
struktural.
2. Penerapan sistem manajemen mutu tidak mempengaruhi
perubahan mutu pelayanan karena penerapan tidak sinergi dengan
kegiatan utama Direktorat Perlindungan Perkebunan, sehingga
perlunya penyatuan antara tugas utama dan penerapan sistem
mutu.
L. Bimbingan Teknis Pengoperasian Drone:
1. Praktek dilapangan sangat dipengaruhi oleh cuaca, bila hujan atau
ada angin kencang praktek penerbangan tidak dapat dilakukan.
Untuk itu sebelum penetapan waktu bimbingan perlu mengetahui
peramalan cuaca dari BMKG.
2. Lapangan tempat praktek harus sesuai dengan rambu-rambu
penerbangan drone. Untuk itu perlu survey tempat praktek dengan
cermat sesuai rambu-rambu penerbangan drone dan pemilik
lapangan.
M. Penyusunan dan Pembahasan Draft Permentan Pedoman
Penanggulangan Gangguan Usaha Perkebunan:
Peserta dan narasumber kegiatan yang telah ditetapkan dan diundang
berhalangan hadir dan menugaskan peserta dan narasumber pengganti
91
yang kurang berkompoten, sehingga diskusi dan masukan yang
diperoleh kurang sesuai dengan yang diharapkan. Untuk mengatasi hal
tersebut perlu dilakukan koordinasi lebih awal dengan seluruh peserta
dan narasumber kegiatan.
N. Pembangunan Database Aplikasi Sistem Informasi Pengendalian OPT
dan Pertanian Organik Berbasis Komoditas Pertanian:
1. Perencanaan konsep pembangunan database aplikasi informasi
pengendalian OPT tanaman perkebunan dan pertanian organik
berbasis komoditas perkebunan tidak disiapkan dengan baik,
sehingga database yang dibangun kurang optimal.
2. Pelaksana survey kurang memahami kompetensi penyedia
jasa/penyelenggara TIK yang dibutuhkan, sehingga mendapatkan
penyedia jasa/penyelenggara TIK yang kurang kredibel.
O. Bimbingan Teknis Instruktur Brigade Proteksi Tanaman:
1. Narasumber yang telah direcanakan untuk memberikan materi
pada saat bimtek tidak dapat hadir, untuk mengatasi hal tersebut,
perlu dilakukan koordinasi yang lebih intensif dan dilakukan
konfirmasi jauh hari sebelum kegiatan bimtek dilaksanakan.
2. Waktu praktek lapang terbatas sehingga penguasaan peserta
terhadap alat dan bahan praktek kurang oleh karena itu diupayakan
agar alokasi waktu praktek lapang lebih banyak daripada teori.
P. Peningkatan Kapasitas Petugas Perlindungan Perkebunan:
1. Koordinasi antara Direktorat Perlindungan Perkebunan dengan
Puslit/Balit/Perti, stakeholder tempat melaksanakan pelatihan
Peningkatan Kapasitas Teknis Petugas Perlindungan Perkebunan
terlambat. Untuk itu perlu dilakukan koordinasi yang lebih cepat,
intensif antara kedua pihak dalam rangka membahas berbagai hal
secara lebih terbuka dan transparan.
92
2. Materi pelatihan yang tidak sesuai dengan kebutuhan
pengembangan kemampuan teknis petugas, segera dibuat silabus
materi pelatihan yang ingin diperoleh dan dikirim ke unit
penyelenggara pelatihan.
Q. Pertemuan Konsolidasi Perlindungan Perkebunan:
1. Menentukan waktu pelaksanaan pertemuan terkait dengan
ketersedian tempat pertemuan. Untuk itu perlu koordinasi yang baik
dengan pihak pemilik tempat pertemuan dalam rangka mendukung
kelancaran pelaksanaan pertemuan Kebijakan Perlindungan
Perkebunan.
2. Kegiatan konsolidasi tidak dihadiri oleh pejabat pengambil
keputusan kebijakan. Oleh karena itu perlu dilakukan koordinasi
khususnya dengan Dinas yang membidangi perkebunan agar
menugaskan staf yang menangani perlidungan dan pakar/ahli yang
berkompeten dalam bidang perkebunan.
3. Jumlah peserta tidak diketahui secara pasti. Oleh karena itu
peserta konsolidasi dan para narasumber diwajibkan mengirim
lembar konfirmasi sebelum kegiatan berlangsung, sehingga dapat
diketahui pasti jumlah peserta dan narasumber yang hadir terkait
dengan ketersediaan tempat.
4. Materi kegiatan konsolidasi belum terkumpul pada saat
pelaksanaan, sehingga diupayakan permintaan materi dari pihak
pengisi kegiatan konsolidasi dilakukan jauh sebelum kegiatan
dilaksanakan.
R. Penyusunan dan Finalisasi Draft Permentan tentang Perlindungan
Tanaman Perkebunan:
Peserta dan narasumber kegiatan yang telah ditetapkan dan diundang,
berhalangan hadir sehingga menugaskan peserta dan narasumber
pengganti yang kurang berkompeten, sehingga diskusi dan masukan
93
yang diperoleh kurang sesuai dengan yang diharapkan. Untuk
mengatasi hal tersebut perlu dilakukan koordinasi lebih awal dengan
seluruh peserta undangan dan narasumber kegiatan.
S. Pembahasan Program dan Anggaran:
1. Terlambatnya penyampain e-proposal dari daerah sehingga
penyusunan Rencana Kerja kurang sesuai dengan usulan daerah
yang disampaikan setelah penyusunan RENJA. Perlu percepatan
sosialisasi di daerah tentang penyampaian usulan melalui e-
proposal.
2. Usulan kegiatan dan lokasi dari daerah kurang tepat karena
seringkali berubah akibat tidak adanya koordinasi antara pelaksana
dengan Tim Perencanaan daerah. Koordinasi antara pelaksana dan
Tim Perencanaan daerah perlu dilakukan sebelum pertemuan
koordinasi perencanaan pembangunan perkebunan
nasional/wilayah.
T. Bimbingan Teknis Pembukaan Lahan Tanpa Bakar:
Peserta yang datang bukan petugas pendamping kegiatan
pembangunan demplot pembukaan lahan tanpa membakar, sehingga
tidak mendukung pelaksanaan kegiatan demplot pembukaan lahan
tanpa membakar. Oleh karena itu, perlu ditetapkan bahwa peserta yang
hadir adalah petugas pendamping kegiatan demplot pembukaan lahan
tanpa membakar.
U. Pemberdayaan Masyarakat Perkebunan pada Wilayah Pasca bencana:
1. Pemilihan kelompok tani saat penentuan CP/CL yang tidak tepat
dapat menyebabkan kegiatan tidak optimal. Oleh karena itu,
diharapkan Dinas Perkebunan atau yang membidangi Perkebunan
Provinsi/UPTD, Dinas Kabupaten wilayah bencana dapat memilih
dan menetapkan CP/CL yang tepat, serta dalam melakukan
94
verifikasi penetapan kelompok tani menggunakan quisioner yang
mengarakhan pada sasaran kelompok tani yang terdampak
sehingga kegiatan dapat berjalan optimal.
2. Pelaksanaan kegiatan terlambat dikarenakan kurangnya koordinasi
antara pemerintah pusat dan daerah, oleh karena itu diharapkan
daerah segera menginformasikan perkembangan kondisi bencana
kepada pemerintah pusat atau pemerintah pusat segera melakukan
koordinasi ketika terjadi bencana.
V. Bimbingan Teknis Mediasi Penaggulangan Gangguan Usaha
Perkebunan:
1. Peserta bimbingan berasal dari Pusat dan Dinas yang membidangi
Perkebunan Provinsi namun lokasi terjadinya GUP berada di
Kabupaten.
2. Peserta bimbingan tidak memiliki kecakapan sehingga tidak
mendapatkan sertifikat.
3. Kemungkinan petugas/pejabat yang telah dilatih akan ditugaskan
ke unit kerja yang tidak menangani GUP.
4. Mediator tidak punya kewenangan dalam mengambil keputusan,
namun membantu para pihak mewujudkan win-win solution.
W. Pendampingan Pemantauan dan Koordinasi dengan Instansi Terkait:
Pendampingan, pemantauan dan koordinasi dengan instansi terkait
tidak dapat dihadiri oleh pejabat pengambil keputusan kebijakan karena
adanya penugasan lain. Oleh karena itu perlu perlu mengatur lebih baik
personil yang akan melakukan koordinasi.
95
X. Pertemuan Konsolidasi Antisipasi Mitigasi Gangguan Usaha
Perkebunan:
1. Peserta yang hadir dalam koordinasi bukan pejabat yang
berwenang dalam menentukan kebijakan penanggulangan GUP
sehingga pertemuan kurang optimal.
2. Hasil koordinasi tidak tersampaikan ke tingkat kabupaten dan
instansi terkait sehingga pelaksanaan kebijakan pertemuan tidak
optimal.
Y. Bimbingan Teknis Petugas Pengamat OPT/POPT:
1. Narasumber yang telah direcanakan untuk memberikan materi
pada saat bimtek tidak dapat hadir, untuk mengatasi hal tersebut,
perlu dilakukan koordinasi yang lebih intensif dan dilakukan
konfirmasi jauh hari sebelum kegiatan bimtek dilaksanakan.
2. Waktu praktek lapang terbatas sehingga penguasaan peserta
terhadap alat dan bahan praktek kurang oleh karena itu diupayakan
agar alokasi waktu praktek lapang lebih banyak daripada teori.
Z. Pengawalan dan Pembinaan Kedinasan Perlindungan Perkebunan:
Peserta dan narasumber kegiatan yang telah ditetapkan dan diundang,
berhalangan hadir sehingga menugaskan peserta dan narasumber
pengganti yang kurang berkompeten, sehingga diskusi dan masukan
yang diperoleh kurang sesuai dengan yang diharapkan. Untuk
mengatasi hal tersebut perlu dilakukan koordinasi lebih awal dengan
seluruh peserta undangan dan narasumber kegiatan.
AA. Pelatihan PPNS:
1. ASN yang telah lulus diklat PPNS di pindahkan/mutasi ke unit kerja
yang bukan menangani perkebunan, sehingga PPNS tersebut tidak
berwenang melakukan penyidikan dalam bidang perkebunan.
96
2. ASN yang telah lulus diklat PPNS memiliki masa kerja yang pendek
(Masuk purna tugas).
AB. Pertemuan Fasilitasi dan Rekonsiliasi Pengelolaan Ekosistem Lahan
Gambut di Perkebunan Kelapa Sawit:
Perwakilan perusahaan perkebunan yang hadir bukan pejabat yang
diberi kuasa untuk menentukan kebijakan perusahaan, sehingga
pertemuan kurang optimal. Diharapkan peserta pertemuan yang hadir
yaitu pejabat yang berkompeten atau mendapat kuasa dari perusahaan
perkebunan.
AC. Pertemuan Koordinasi PPNS Perkebunan dan Petugas Perkebunan:
Peserta PPNS yang hadir dalam pertemuan ini, belum dilantik oleh
Kemenkumham dan belum memili kartu tanda penyidik.
BAB VI
PENUTUP
Banyak hal yang telah dilaksanakan untuk mengimplementasikan kegiatan
perlindungan perkebunan, baik kegiatan yang berkaitan dengan
penanggulangan gangguan OPT maupun kegiatan penanggulangan
gangguan non OPT. Sebagai acuan dalam pelaksanaan tugas direktorat
dan arahan dalam pengembangan perlindungan perkebunan adalah
Rencana Strategis (Renstra) Direktorat Perlindungan Tahun 2015-2019 yang
sebagian intinya juga telah disampaikan dalam laporan ini.
Sebagian kegiatan dari Renstra tersebut telah dilaksanakan pada tahun 2018
dan dari evaluasi pelaksanaannya, diharapkan akan dapat diperoleh kinerja
serta langkah perbaikan program dan kegiatan yang perlu dilakukan.
Diharapkan melalui langkah-langkah di atas kegiatan perlindungan
perkebunan akan dapat maju dan berkembang dengan lebih terarah dan
lebih cepat.
Disadari bahwa langkah-langkah yang telah dilakukan masih memerlukan
perbaikan, khususnya untuk mengantisipasi perubahan dan tuntutan yang
terjadi untuk pembangunan perkebunan. Melalui seluruh langkah di atas,
diharapkan upaya dan harapan kita untuk memaksimalkan kegiatan
perlindungan perkebunan, dapat turut memberikan sumbangan yang nyata
dan berarti dalam membangun masyarakat perkebunan yang sejahtera akan
dapat diwujudkan.