Abrasi Yang Terjadi di Tanjung Pontang Desa Domas Pontang
dan Pantai Kronjo Kemiri Mauk Kabupaten Serang serta di
Pantai Tanjung Kait Kabupaten Tangerang.
Pengaruh Abrasi dan Akresi terhadap
Keberadaan Hutan Mangrove
di Provinsi Banten
Maret, 2020
Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Provinsi Banten
Tinjauan terhadap :
Akresi yang terjadi di Tanjung Tengkurak Desa Tengkurak
Tirtayasa Kabupaten Serang dan Muara Sungai Cisadane
Kabupaten Tangerang.
By :
Dendi Setyawan
Andi Sukman
1 | H a l a m a n
I. Sebaran Ekosistem Mangrove di Provinsi Banten
Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang
garis pantai tropis sampai subtropis (Snedaker 1978 dalam Kusmana 2003), yang memiliki
fungsi istimewa di suatu lingkungan yang mengandung garam dan bentuk lahan berupa
pantai dengan reaksi tanah anaerob. Kata mangrove berarti tanaman tropis dan
komunitasnya yang tumbuh pada daerah intertidal (Tomlinson 1986). Daerah intertidal
adalah wilayah dibawah pengaruh pasang surut sepanjang garis pantai, seperti laguna,
estuarin, pantai dan river banks.
Mangrove merupakan ekosistem yang spesifik karena pada umumnya hanya
dijumpai pada pantai yang berombak relatif kecil atau bahkan terlindung dari ombak, di
sepanjang delta dan estuarin yang dipengaruhi oleh masukan air dan lumpur dari
daratan. Dengan demikian secara ringkas dapat didefinisikan bahwa hutan mangrove
adalah tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut (terutama pada pantai yang
terlindung, laguna, muara sungai). Yang tergenang saat pasang dan bebas genangan pada
saat surut yang komunitas tumbuhannya bertoleransi terhadap garam. Sedangkan
ekosistem mangrove merupakan suatu sistem yang terdiri atas organisme (hewan dan
tumbuhan) yang berinteraksi dengan faktor lingkungannya di dalam suatu habitat
mangrove.
Gambar 1. Peta Sebaran Ekosistem Mangrove di Provinsi Banten
2 | H a l a m a n
Ekosistem mangrove di Provinsi Banten diperkirakan tersisa seluas 2.820,15
hektar (Profil Data Kerusakan Mangrove Provinsi Banten, 2014), tumbuh di Kawasan
hutan negara dan hutan rakyat. Ekosistem mangrove tumbuh menyebar di Kab.
Pandeglang, Kab. Serang, Kab. Tangerang, kota Serang dan Kota Cilegon.
Ekosistem mangrove yang stabil dan tumbuh baik di Provinsi Banten berada di
Kawasan Hutan Koservasi, seperti ekosistem mangrove yang berada di Taman Nasional
ujung Kulon, Taman Wisata Alam Pulau Sangiang dan Cagar Alam Pulau Dua.
Tabel 1. Data Luasan dan Kondisi Ekosistem Mangrove di Provinsi Banten Tahun 2014
No.
Kabupaten/Kota
Kondisi (Ha) Luas
Total
(Ha)
Keterangan Baik Rusak
Sedang
Rusak
Berat
1. Kab. Tangerang 15,6 61,7 145,6 222,90 Sumber : DKP Kab. Tangerang
2. Kota Serang 27,5 5,62 22,08 55,45
3. Kota Cilegon 25,6 25,60
4. Kab. Serang 324,96
5. Kab. Pandeglang 2.067,43 109,3 14,51 2.191,24 Tidak ada data terkait kerusakan
JUMLAH 2.110,78 176,62 207,79 2.820,15
% 74,85 6,26 7,37 100,00
Sumber : Profil dan Data Keruskan Mangrove Provinsi Banten Tahun 2014
Luasan ekosistem mangrove di Provinsi Banten bergerak sangat dinamis, ada
yang tumbuh dan berkembang baik pada satu lokasi, ada pula yang berkurang dan
mengalami degradasi di lokasi lainnya.
Beberapa faktor yang diduga kuat telah mempengaruhi berkurangnya luasan
ekosistem mangrove adalah tingginya aktifitas manusia, terjadinya bencana alam,
pemanenan kayu, okupasi, perambahan, terjadinya perubahan fungsi penggunaan lahan
atau kawasan serta adanya abrasi pantai yang mengerus populasi mangrove.
Faktor yang mempengaruhi terjaga atau berkembangnya ekosistem mangrove di
suatu lokasi antara lain oleh tingginya kesadaran masyarakat untuk menjaga keberadaan
mangrove, keberhasilan program rehabilitasi yang dilaksanakan multi pihak, adanya
tanah timbul karena proses akresi atau sendimentasi yang secara alami ditumbuhi jenis
mangrove ataupun dipergunakan masyarakat untuk ditanami vegetasi mangrove.
Abrasi pantai biasanya terjadi pada lokasi pantai terbuka yang langsung
berhadapan laut, dimana tiupan angin dan arus gelombang bergerak dengan kecepatan
yang mampu merusak vegetasi mangrove tanpa adanya upaya konservasi. Akresi dan
sendimentasi biasa terjadi pada muara sungai yang mana sepanjang tahun mendatangan
lumpur endapan sendimentasi dan pendangkalan hasil aktifitas di hulu.
Pada kesempatan ini akan dibahas bergesernya garis pantai akibat abrasi dan
akresi yang mempengaruhi dinamika luasan vegetasi mangrove di Kabupaten Serang dan
Kabupaten Tangerang.
3 | H a l a m a n
II. Perubahan Garis Pantai Kabupaten Serang
Hasil penafsiran Citra Satelit Google Earth terhadap garis pantai di Kabupaten
Serang yang terlihat di tahun 1984 (garis kuning) telah mengalami pergeseran secara
signifikan di beberapa lokasi di tahun 2016 (garis merah). Pergeseran yang terjadi
disebabkan adanya abrasi khususnya di Tanjung Pontang Desa Domas Kecamatan
Pontang dan adanya akresi di Tanjung Tengkurak Desa Tengkurak Kecamatan Tirtayasa.
Gambar 2. Citra Satelit Google Earth Garis Pantai Kabupaten Serang Tahun 1984.
Gambar 3. Citra Satelit Google Earth Garis Pantai Kabupaten Serang Tahun 2016.
800
1300
500
4 | H a l a m a n
A. Abrasi di Tanjung Pontang Desa Domas Kecamatan Pontang
Hasil penafsiran Citra Satelit Google Earth terhadap garis pantai di Tanjung
Pontang Desa Domas Kecamatan Pontang Kabupaten Serang tahun 2009 dan sepuluh
tahun kemudian di tahun 2019 terlihat telah terjadi pergeseran akibat adanya abrasi
pantai. Abrasi yang terjadi sejauh 100 meter di sebelah timur dan sejauh 350 meter
di sebelah utara Desa Domas. Hal ini dipastikan akan mempengaruhi luasan vegetasi
mangrove yang berada di Tanjung Pontang secara signifikan.
Gambar 4. Citra Satelit Google Earth Garis Pantai Tanjung Pontang Desa Domas
Kecamatan Pontang Tahun 2009.
Gambar 5. Citra Satelit Google Earth Garis Pantai Tanjung Pontang Desa Domas
Kecamatan Pontang Tahun 2019.
350
100
m
5 | H a l a m a n
B. Akresi di Tanjung Tengkurak Desa Tengkurak Kecamatan Tirtayasa
Hasil penafsiran Citra Satelit Google Earth terhadap garis pantai di Tanjung
Tengkurak Desa Tengkurak Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang tahun 2010 dan
Sembilan tahun kemudian di tahun 2019 terlihat telah terjadi pergeseran akibat
adanya akresi atau penambahan daratan pantai. Akresi yang terjadi cukup jauh
sejauh sepanjang 1400 meter disebelah utara dan sejauh 180 meter di sebelah timur
Tanjung Tengkurak. Akresi ini diakibatkan tingginya laju sendimentasi di muara
sungai Ciujung.
Gambar 6. Citra Satelit Google Earth Garis Pantai Tanjung Tengkurak Desa
Tengkurak Kecamatan Tirtayasa Tahun 2010.
Gambar 7. Citra Satelit Google Earth Garis Pantai Tanjung Tengkurak Desa
Tengkurak Kecamatan Tirtayasa Tahun 2019.
1400
180
6 | H a l a m a n
III. Perubahan Garis Pantai Kabupaten Tangerang
Hasil penafsiran Citra Satelit Google Earth terhadap garis pantai di Kabupaten
Tangerang yang terlihat di tahun 1984 (garis kuning) telah mengalami pergeseran secara
signifikan di beberapa lokasi di tahun 2016 (garis merah). Pergeseran yang terjadi
disebabkan adanya abrasi khususnya di Pantai Kronjo Desa Kemiri Kecamatan Mauk,
Abrasi di Pantai Tanjung Kait Kecamatan Mauk dan adanya akresi di Muara Sungai
Cisadane.
Gambar 8. Citra Satelit Google Earth Garis Pantai Kabupaten Tangerang Tahun 2008.
Gambar 9. Citra Satelit Google Earth Garis Pantai Kabupaten Tangerang Tahun 2016.
7 | H a l a m a n
A. Abrasi di Pantai Kronjo Kemiri Kecamatan Mauk
Hasil penafsiran Citra Satelit Google Earth terhadap garis pantai Kronjo
Kemiri kecamatan Mauk Kabupaten tangerang tahun 2006 dan tiga belas tahun
kemudian di tahun 2019 terlihat telah terjadi pergeseran akibat adanya abrasi.
Abrasi terjadi di sebelah Barat Pantai Kronjo selebar 300 meter dan selebar 130
meter disebalah Timur. Abrasi pantai ini juga diduga mengakibatkan menurunnya
luasan vegetasi mangrove yang berada disekitar Pantai Kronjo.
Gambar 10. Citra Satelit Google Earth Garis Pantai Kronjo Kemiri Kecamatan Mauk
Kabupaten Tangerang Tahun 2006.
Gambar 11. Citra Satelit Google Earth Garis Pantai Kronjo Kemiri Kecamatan Mauk
Kabupaten Tangerang Tahun 2019.
300
m
130
8 | H a l a m a n
B. Abrasi Pantai Tanjung Kait Kecamatan Mauk
Hasil penafsiran Citra Satelit Google Earth terhadap garis pantai Kronjo
Kemiri kecamatan Mauk Kabupaten tangerang tahun 2005 dan empat belas tahun
kemudian di tahun 2019 terlihat telah terjadi pergeseran akibat adanya abrasi.
Abrasi terjadi di sebelah Selatan Pantai Tanjung Kait selebar 300 meter. Abrasi pantai
yang terjadi selama ini juga diduga menjadi penyebab berkurangnya vegetasi
mangrove dibagian Selatan Pantai Tanjung Kait.
Gambar 12. Citra Satelit Google Earth Garis Pantai Tanjung Kait Kecamatan Mauk
Kabupaten Tangerang Tahun 2005.
Gambar 13. Citra Satelit Google Earth Garis Pantai Tanjung Kait Kecamatan Mauk
Kabupaten Tangerang Tahun 2019.
300
m
9 | H a l a m a n
C. Akresi di Muara Sungai Cisadane
Hasil penafsiran Citra Satelit Google Earth terhadap Muara Sungai Cisadane
di tahun 2019 terlihat telah terjadi pergeseran akibat adanya akresi atau
penambahan daratan pantai. Akresi yang terjadi cukup lebar sepanjang 460 meter
khususnya disebelah Timur Muara Sungai Cisadane. Akresi ini diakibatkan
sendimentasi dan pendangkalan sungai sehingga di beberapa desa di sekitarnyanya
relatif beresiko lebih tinggi terhadap banjir ketika musim penghujan tiba.
Gambar 14. Citra Satelit Google Earth di Muara Sungai Cisadane Kabupaten
Tangerang Tahun 2004.
Gambar 15. Citra Satelit Google Earth di Muara Sungai Cisadane Kabupaten
Tangerang Tahun 2019.
460
m