PRESENTASI KASUS
DIABETES MELLITUS TIPE II
PADA KARSINOMA MAMMAE ST. IV
DENGAN METASTASE PARU
Pembimbing
dr. Suhartono HT, Sp. PD FS, M.Kes, FINASIM
Disusun oleh :
Athieqah Asy-Syahidah
110.2007.051
FK YARSI
KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT DALAM
PERIODE 22 OKTOBER 2012 – 29 DESEMBER 2012
RSPAD GATOT SOEBROTO
JAKARTA 2012
1
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS
Nama : Ny. TT
Umur : 47 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Wiraswasta
Suku bangsa : Papua
Agama : Protestan
Alamat : Pademangan IV 23/28, Jakarta Utara
Tgl masuk : 22 November 2012
II. DATA DASAR
II.1 ANAMNESIS
Diambil dari : Autoanamnesa (7 Desember 2012)
Keluhan Utama : Batuk sejak ± 2 bulan SMRS
Keluhan tambahan : Sesak napas sejak ± 1 bulan SMRS dan tubuh terasa lemas
Riwayat penyakit sekarang :
Dua bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien mulai mengeluhkan batuk – batuk
yang dirasakan makin lama makin memberat. Batuk disertai dahak atau lendir yang berwarna
putih. Batuk tidak pernah bercampur dengan darah. Setiap kali batuk, pasien mengeluarkan
dahak atau lendir tidak lebih dari satu sendok teh atau kurang dari 5cc. Batuk dirasakan terus
menerus dan memberat pada malam hari sehingga pasien kesulitan untuk tidur dan
merasakan nafsu makannya berkurang sehingga tubuh pasien terasa lebih lemas.
Dikarenakan batuk yang semakin mengganggu tersebut, pasien datang untuk berobat ke
RSPAD GS pada tanggal 22 November 2012.
Selain batuk yang dirasakan sangat mengganggu, pasien juga mengeluhkan adanya
sesak napas. Sesak napas mulai terasa sejak kurang lebih satu bulan SMRS, sesak berupa
napas yang pendek – pendek, dirasakan hanya sesekali saja, terutama pada saat pasien
berjalan ke kamar mandi (± 5 meter). Pasien tidak kesulitan berbaring terlentang atau hanya
dengan satu bantal saja. Pasien juga menyangkal pernah terbangun di tengah malam karena
2
sesak napasnya. Pasien tidak mengeluhkan adanya demam, keringat di malam hari, ataupun
rasa nyeri di dada.
Pada bulan Desember tahun 2011, pasien pertama kali merasakan adanya benjolan
pada payudara kirinya yang berukuran 3x7cm. Benjolan dirasakan keras, berbenjol tidak bisa
digerakkan, kadang terasa nyeri namun tidak terasa membesar. Pasien saat itu melakukan
terapi acupressure berupa batang kayu yang ditusuk – tusukkan ke telapak kaki. Pasien
merasakan benjolan yang mengecil sampai 3x3cm setelah terapi. Tidak berapa lama setelah
itu, pasien melakukan terapi ceragem berupa aliran listrik lewat pinggangnya. Semenjak saat
itu terdapat juga beberapa benjolan kecil menyerupai bisul dengan ukuran bervariasi, mulai
dari sebesar kacang hijau sampai sebesar kelereng di sekitarnya. Beberapa bulan setelahnya,
tepatnya enam bulan SMRS, pasien berobat ke RS Dharmais dan dinyatakan telah menderita
kanker payudara kiri lalu dirujuk ke departemen bedah onkologi RSPAD GS. Dilakukan
biopsi pada tumor, lalu pasien diberitahukan bahwa kanker payudara tersebut telah menyebar
sampai ke paru - parunya. Pada saat itu keadaan pasien tampak lemah dan diketahui kadar Hb
pasien yang turun dan gula darah pasien yang meningkat, pasien lalu dirawat selama 10 hari.
Sekitar bulan Oktober 2012 keadaan pasien membaik, dan mulai melakukan radiasi untuk
pertama kalinya, namun setelahnya, kondisi pasien memburuk kembali. Hb pasien kembali
turun dan gula darahnya tinggi. Pasien kembali dirawat selama hampir satu bulan dan mulai
diberikan kemoterapi oral. Pasien diberikan insulin Novorapid 3x10 unit selama perawatan.
Pada November 2012, pasien melakukan pemasangan cellsite. Pasien mengakui adanya
penurunan berat badan sebanyak 42kg dalam waktu enam bulan terakhir ini.
Pasien sudah didiagnosa menderita DM sejak ± 5 tahun lalu. Awalnya pasien
merasakan pusing dan berjalan sempoyongan seperti hendak pingsan, pasien lalu langsung
berobat dan diketahui gula darah pasien yang tinggi. Pada saat itu, pasien mengakui adanya
rasa ingin buang air kecil terus menerus terutama pada malam hari, rasa haus dan rasa lapar
yang terus menerus. Pasien diberikan glucobay namun mengaku tidak rutin meminumnya.
Pasien cenderung menjaga pola makannya dengan mengurangi makan nasi dan makanan atau
minuman yang manis – manis. Gula darah pasien berkisar di atas 200-an. Sebelumnya pasien
tidak pernah mengalami gangguan atau keluhan berupa pingsan, serangan jantung, rasa baal
atau kesemutan pada ujung jari tangan dan kaki, serangan stroke seperti bicara pelo atau
anggota gubuh sulit digerakkan, ataupun luka yang tidak kunjung sembuh. Kira – kira sekitar
3
empat tahun lalu, pasien merasakan adanya gangguan penglihatan berupa rabun pada saat
melihat jauh.
Riwayat penyakit dahulu : Riwayat Alergi disangkal
Riwayat Hipertensi disangkal
Riwayat Penyakit Jantung disangkal
Riwayat Penyakit Ginjal disangkal
Riwayat penyakit keluarga : Riwayat Hipertensi disangkal
Riwayat DM disangkal
Riwayat Asma disangkal
Riwayat Penyakit Jantung disangkal
Riwayat Penyakit Ginjal disangkal
Riwayat Kebiasaan : Riwayat kebiasaan merokok disangkal
Riwayat kebiasaan minum alkohol disangkal
II.2 PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Kompos mentis
Tanda-tanda vital : TD : 110/80 mmHg
S : 36,5 C
N : 84 x/mnt, reguler, isi penuh
RR : 22 x/mnt, reguler
Tinggi badan : 165 cm
Berat Badan : 53 kg
IMT : BB/TB²= 53/(1,65)² = 19,47 (normo weight)
Keadaan gizi : Baik
Kulit : Kuning langsat, ikterik (-), turgor cukup
Kepala : Normocephale
Rambut : Sebagian hitam terdapat sedikit uban, tidak mudah dicabut
4
Mata : Konjungtiva pucat +/+, sklera ikterik -/-
Telinga : Bentuk normal, serumen -/-
Hidung : Deviasi septum (-), secret (-), darah (-)
Gigi & Mulut : Bibir tidak sianosis, bibir kering, gusi tidak berdarah, lidah
kotor (-), Tonsil tidak membesar (T1-T1) tenang, oral
Hygiene cukup.
Tenggorokan : Faring tidak hiperemis
Leher : Kelenjar tyroid tidak teraba membesar; KGB tidak teraba
membesar.
KGB Axilla : KGB Axillaris dextra teraba membesar, ukuran sekitar
5x7cm, teraba lunak, permukaan rata, tidak nyeri tekan, bisa
digerakkan.
Thoraks
Paru : Inspeksi : Payudara tidak simetris, pada payudara kiri tampak massa
berukuran 10x7cm, teraba keras, permukaan tidak rata,
nyeri tekan dan tidak bisa digerakkan. Tampak lenting
lenting kecil dengan ukuran bervariasi di bawahnya.
Pergerakan dinding dada tidak simetris saat statis dan
dinamis kanan > kiri
Palpasi : Vokal fremitus kanan > kiri
Perkusi : Redup pada seluruh lapang paru kiri, redup mulai ICS 4
pada lapang paru kanan.
Auskultasi : SN vesikuler melemah pada kedua lapang paru, rhonki
+/+ minimal pada basal paru kanan dan kiri, wheezing -/-
Cor : Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis sulit dinilai
Perkusi : Batas atas : ICS III Linea sternalis sinistra
Batas kanan : ICS V Linea sternalis dextra
Batas kiri : Sulit dinilai
Auskultasi : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
5
Abdomen : Inspeksi : Datar, tidak tegang
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani, Nyeri ketok (-)
Palpasi : Supel, Nyeri tekan epigastrium (-), Hepar tidak teraba,
lien tidak teraba, Shifting dullness (-)
Ekstremitas : akral hangat, edema sianosis
Pulsasi arteri tibialis posterior dan arteri dorsalis pedis teraba
ABI : 0,909 (Tek. Sistol arteri dorsalis pedis 100mmHg)
6
- -
- -
7
II.3
PEMERIKSAAN
PENUNJANG:
Laboratorium 1 : 19 November 2012
Hematologi 19/11/2012 26/11/2012 Nilai Normal
Hemoglobin 8,9 10 13-18 g/dl
Hematokrit 30 32 40-52 %
Eritrosit 4,2 4,4 4,3-6 jt/µl
Leukosit 9300 11.700 4.800-10800/µL
Trombosit 432.000 339.000 150000-400000/µL
MCV 71 72 80-96 fl
MCH 21 33 27-32 pg
MCHC 30 31 32-36 g/dl
Ps: 24 Nov 2012 - Transfusi
PRC 500 cc/hari bertahap s/d Hb di
atas 10g/dl
Laboratorium 2 :
8
Tanggal Jam Kurva Harian
Gula Darah
24/11/12
06.00
12.00
18.00
24.00
180
Terapi : Novorapid 3x12 iu
25/11/12
06.00
12.00
18.00
24.00
144
26/11/13
06.00
12.00
18.00
24.00
105
180
159
27/11/12
06.00
12.00
18.00
24.00
320
28/11/12
06.00
12.00
18.00
24.00
182
29/11/12
06.00
12.00
18.00
24.00
244
Terapi : Novorapid naikkan 3x14 iu
30 / 11 / 2011 Konsul Paru :
A: Ca Mammae Sinistra metastasis Paru
Pneumonitis
P: Levofloxacin drip 1x750mg
II.3 Thorax Foto
Tanggal 20 Oktober 2012
9
Tanggal 22 November 2012
III. RESUME
10
Ny. TT, 43 th, datang pada tanggal 22 November 2012 ke RSPAD GS dengan
keluhan batuk yang semakin memberat sejak dua bulan SMRS. Batuk disertai dahak
berwarna putih, sekitar 5cc. Batuk dirasakan terutama pada malam hari sehingga pasien
kesulitan untuk tidur dan merasakan nafsu makannya berkurang.
Pasien juga mengeluhkan adanya sesak napas sejak kurang lebih satu bulan SMRS,
terutama pada saat pasien berjalan ke kamar mandi (± 5 meter).
Pasien pertama kali merasakan adanya benjolan berukuran 3x7cm pada payudara
kirinya sekitar satu tahun lalu. Benjolan dirasakan keras, permukaan tidak rata, tidak bisa
digerakkan, kadang terasa nyeri namun tidak terasa membesar. Terdapat juga beberapa
benjolan kecil menyerupai bisul dengan ukuran bervariasi.
Enam bulan SMRS, pasien dinyatakan menderita kanker payudara, dengan
pemeriksaan lebih lanjut didapatkan bahwa kanker tersebut telah bermetastase ke paru -
parunya. Pasien mulai melakukan radiasi dan telah mendapatkan kemoterapi oral, pasien juga
telah melakukan pemasangan cellsite. Selama pengobatan, keadaan pasien sempat melemah
dikarenakan Hbnya yang turun serta gula darahnya yang tidak teratur. Pasien mengakui
adanya penurunan berat badan sebanyak 42kg dalam waktu enam bulan terakhir ini.
Pasien sudah didiagnosa menderita DM sejak ± 5 tahun lalu. Pasien diberikan
glucobay namun mengaku tidak rutin meminumnya. Gula darah pasien berkisar di atas 200-
an. Sekitar empat tahun lalu, pasien merasakan adanya gangguan penglihatan berupa rabun
pada saat melihat jauh.
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan konjungtiva anemis, KGB axillaris dextra
membesar, pada thorak terlihat payudara tidak simetris, pada payudara kiri tampak massa
berukuran 10x7cm, teraba keras, permukaan tidak rata, nyeri tekan dan tidak bisa digerakkan.
Tampak lenting lenting kecil dengan ukuran bervariasi di bawahnya. Pergerakan dinding dada
tidak simetris saat statis dan dinamis kanan > kiri. Dari palpasi didapatkan vokal fremitus
kanan > kiri. Perkusi, redup pada seluruh lapang paru kiri, redup mulai ICS 4 pada lapang
paru kanan. Auskultasi, SN vesikuler melemah pada kedua lapang paru terutama paru kiri,
rhonki +/+ minimal pada basal paru kanan dan kiri. Batas kiri jantung sulit dinilai.
Pada pemeriksaan Laboratorium tanggal 19 November 2012 didapatkan anemia
mikrositik hipokrom dan trombositosis, pada 26 November 2012 didapatkan anemia
mikrositik hipokrom dan leukositosis. Pada kurva harian gula darah tercatat kadar yang tidak
11
stabil, dimana gula darah tertinggi tercatat pada tanggal 3 Desember 2012 sebesar 573g/dl,
namun aseton (-). Sebelumnya pasien mulai diterapi dengan kalmetason dan levofloxacin.
Dari hasil foto thorak didapatkan kesan kardiomegali dan ca mammae dengan metastase ke
paru.
IV. DAFTAR MASALAH
1. DM tipe 2, normo weight, Gula Darah belum terkontrol
2. Ca Mammae St. IV metastasis paru
V. PENGKAJIAN MASALAH
1. DM tipe 2, normo weight, GD belum terkontrol
Atas dasar :
S : Pasien sudah didiagnosa menderita DM sejak ± 5 tahun lalu. Pasien diberikan
glucobay namun mengaku tidak rutin meminumnya. Gula darah pasien berkisar di
atas 200-an. Sekitar empat tahun lalu, pasien merasakan adanya gangguan
penglihatan berupa rabun pada saat melihat jauh.
O : IMT : 19,47
KGDH :
12
A : DM tipe 2, normo weight,
GD belum terkontrol
P : Rdx: KGDH rutin, GDP,
GD2PP, HbA1C, profil lipid,
CCT, PUK, EKG, konsul
mata
Rth: IVFD NaCl
0,9 % 500 cc/ 12 jam
Diet DM 1700
kkal/hari
Injeksi
subkutan Novorapid 3x18 unit
Red: Menerangkan
kepada pasien
tentang penyakit
DM, menerangkan
pola hidup sehat,
menganjurkan
aktivitas jasmani
13
Tanggal Jam Kurva Harian
Gula Darah
24/11/12
06.00
12.00
18.00
24.00
180
25/11/12
06.00
12.00
18.00
24.00
144
26/11/13
06.00
12.00
18.00
24.00
105
180
159
27/11/12
06.00
12.00
18.00
24.00
320
28/11/12
06.00
12.00
18.00
24.00
182
29/11/12
06.00
12.00
18.00
24.00
244
3/12/12
06.00
12.00
18.00
24.00
402
573
458
2. Ca Mammae St. IV metastasis paru
Atas dasar :
S : Pasien pertama kali merasakan adanya benjolan berukuran 3x7cm pada
payudara kirinya sekitar satu tahun lalu. Benjolan dirasakan keras, permukaan
tidak rata, tidak bisa digerakkan, kadang terasa nyeri namun tidak terasa
membesar. Terdapat juga beberapa benjolan kecil menyerupai bisul dengan
ukuran bervariasi.
Enam bulan SMRS, pasien dinyatakan menderita kanker payudara, dengan
pemeriksaan lebih lanjut didapatkan bahwa kanker tersebut telah bermetastase
ke paru - parunya. Pasien mulai melakukan radiasi dan telah mendapatkan
kemoterapi oral, pasien juga telah melakukan pemasangan cellsite. Selama
pengobatan, keadaan pasien sempat melemah dikarenakan Hbnya yang turun
serta gula darahnya yang tidak teratur. Pasien mengakui adanya penurunan
berat badan sebanyak 42kg dalam waktu enam bulan terakhir ini.
O : Mata : Konjungtiva pucat +/+, sklera ikterik -/-
KGB Axilla : KGB Axillaris dextra teraba membesar, ukuran sekitar
5x7cm, teraba lunak, permukaan rata, tidak nyeri tekan,
bisa digerakkan.
Paru : Inspeksi : Payudara tidak simetris, pada payudara kiri tampak massa
berukuran 10x7cm, teraba keras, permukaan tidak rata,
nyeri tekan dan tidak bisa digerakkan. Tampak lenting
lenting kecil dengan ukuran bervariasi di bawahnya.
Pergerakan dinding dada tidak simetris saat statis dan
dinamis kanan > kiri
Palpasi : Vokal fremitus kanan > kiri
Perkusi : Redup pada seluruh lapang paru kiri, redup mulai ICS 4
pada lapang paru kanan.
14
Auskultasi : SN vesikuler melemah pada kedua lapang paru, rhonki +/+
minimal pada basal paru kanan dan kiri, wheezing -/-
Cor : Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis sulit dinilai
Perkusi : Batas kiri : Sulit dinilai
Foto rontgen : kesan – metastasis paru
A : Ca Mammae St. IV metastasis paru
P : Rawat bersama dengan Bedah Onkologi dan Paru
VI. PROGNOSIS :
Ad vitam : ad malam
Ad fungtionam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
15
TINJAUAN PUSTAKA
I. DIABETES MELLITUS TIPE 2
a. Definisi (7)
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes melitus merupakan
suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi
karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Sedangkan menurut
WHO 1980 dikatakan bahwa diabetes melitus merupakan sesuatu yang tidak dapat
dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tapi secara umum dapat dikatakan
sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari
sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan
fungsi insulin.
b. Klasifikasi (7)
16
Tabel 1. Klasifikasi DM
b. Diagnosis(7)
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis
tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM,
pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara
enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole blood),
vena ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan memperhatikan angka-angka
kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan
pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan
glukosa darah kapiler.
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya
DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti tersebut di bawah ini.
Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan
yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain dapat berupa : lemah badan,
kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada
17
wanita. Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara. Pertama, jika keluhan klasik
ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk
menegakkan diagnosis DM. Kedua, dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa yang
lebih mudah dilakukan, mudah diterima oleh pasien serta murah, sehingga pemeriksaan
ini dianjurkan untuk diagnosis DM. Ketiga dengan TTGO. Meskipun TTGO dengan
beban 75 g glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa
plasma puasa, namun memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan
berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan.
Tabel 2. Kriteria Diagnosis DM
Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994):
- 3 (tiga) hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan
karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa
- berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air
putih tanpa gula tetap diperbolehkan
- diperiksa kadar glukosa darah puasa q diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau
1,75 gram/kgBB (anak-anak), dilarutkan dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu
5 menit
- berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah
minum larutan glukosa selesai
- diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa
- selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok
18
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat
digolongkan ke dalam kelompok TGT atau GDPT tergantung dari hasil yang diperoleh.
TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa
plasma 2 jam setelah beban antara 140 – 199 mg/dL (7.8-11.0 mmol/L).
GDPT: Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa
didapatkan antara 100 – 125 mg/dL (5.6 – 6.9 mmol/L).
Berikut adalah skema langkah – langkah diagnosis diabetes mellitus :
19
Faktor resiko DM tipe 2 (8)
Usia >45 tahun
Berat badan lebih: 110% BB idaman atau IMT > 23kg/m2
Hipertensi (TD ≥140/90mmHg)
Riwayat DM dalam garis keturunan.
20
Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat, atau BB lahir bayi >4000gram.
Riwayat DM gestasional.
Riwayat TGT atau GDPT.
Penderita penyakit jantung koroner, tuberkulosis, hipertiroidisme.
Kolesterol HDL ≤35mg/dL dan atau trigliserida ≥250 mg/dL.
c. Penatalaksanaan
1. Edukasi
21
Meliputi pemahaman tentang penyakit DM, makna dan perlunya pengendalian dan
pemantauan DM, intervensi farmakologis dan non farmakologis, hipoglikemia.(9)
2. Terapi gizi medis
Adapun tujuan dar terapi gizi medis ini adalah untuk mencapai da mempertahankan:
Kadar glukosa darah mendekati normal
- glukosa puasa berkisar 90 -130 mg/dL
- glukosa darah 2 jam setelah makan <180 mg/dL
- kadar A1c < 7%
Tekanan darah <130/80mmHg
Profil lipid:
- kolesterol LDL <100 mg/dL
- kolesterol HDL >40 mg/dL
- trigliserida <150 mg/dL
Berat badan senormal mungkin(8)
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi:
Karbohidrat 60-70%, Protein 10-15%, dan Lemak 20-25%.
Jumlah kandungan kolesterol disarankan <300mg/hari. Diusahakan lemak berasal dari
sumber asam lemak tidak jenuh (MUFA = Mono Unsaturated Fatty Acid) dan membatasi
PUFA (Polly Unsaturated Fatty Acid) dan asam lemak jenuh.
Jumlah kandungan serat : 25gr/hari, diutamakan serat larut.
Jumlah kalori basal perhari:
Laki – laki : 30 kal/kgBB idaman.
Wanita : 25 kal/kgBB idaman.
Penentuan status gizi berdasarkan IMT:
Dihitung berdasarkan pembagian berat badan (dalam kilogram) dibagi dengan tinggi badan
(dalam meter) kuadrat.
Klasifikasi status gizi berdasarkan IMT (7)
Berat badan kurang <18,5
BB normal 18,5 – 22,9
22
BB lebih ≥23,0
Dengan resiko 23 – 24,9
Obes I 25 – 29,9
Obes II ≥30
Penentuan status gizi berdasarkan Rumus Broaca(7)
Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm – 100) x 1 kg
Bagi pria dengan tinggi badan dibawah 160 cm dan wanita dibawah 150 cm, rumus
dimodifikasi menjadi :
Berat Badan Ideal (BBI) = ( TB dalam cm – 100 ) x 1 kg
BB normal : BB ideal + 10 %
BB kurus : < BBI – 10 %
BB Gemuk : > BBI + 10 %
Koreksi atau penyesuaian :
Umur diatas 40 tahun : - 5%
Aktivitas ringan : +10%
Aktivitas sedang : +20%
Aktivitas berat : +30%
Berat badan gemuk : -20%
Berat badan lebih : -10%
Berat badan kurus : +20%
Stres metabolik : +10-30%
Kehamilan trimester I dan II : +300 kalori
Kehamilan trimester III dan menyusui : +500 kalori.
3. Latihan jasmani
Prinsip latihan jasmani bagi diabetesi , persis sama dengan prinsip latihan jasmani secara
umum.
Frekwensi : jumlah olah raga perminggu sebaiknya dilakukan dengan teratur 3-5 kali per
minggu.
Intensitas : ringan dan sedang (60-70% Maximum Heart Rate).
23
Durasi : 30 -60 menit.
Jenis : latihan jasmani endurans (aerobik) untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi
seperti jalan, jogging, berenang dan bersepeda.
Untuk menentukan intensitas latihan, dapat digunakan
MHR (Maximum Heart rate) : 220 – umur.
4. Obat hipoglikemik oral :
A. Pemicu Sekresi Insulin
1. Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta
pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang,
namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih. Untuk menghindari
hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal
dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan
sulfonilurea kerja panjang.
2. Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan penekanan pada
meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu:
Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi
dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati.
B. Penambah sensitivitas terhadap insulin
1. Glitazone
Tiazolidindion Tiazolidindion (rosiglitazon dan pioglitazon) berikatan pada Per- oxisome
Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-), suatu reseptor inti di sel otot dan sel
lemak. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan
jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer.
Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung klas I-IV karena dapat
memperberat edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang
menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati secara berkala.
24
2. Biguanid
Obat ini contohnya adalah metformin, mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa
hati (glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama
dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan
gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin > 1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien dengan
kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebro- vaskular, sepsis, renjatan, gagal
jantung). Metformin dapat memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan
tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah makan.
c. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga mempunyai
efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak menimbulkan efek
samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering ditemukan ialah kembung dan
flatulens.
d. Golongan Incretin
Terdapat 2 hormon incretin yang dikeluarkan oleh saluran cerna yaitu Glucose Dependent
Insulinotropic Polypeptide (GIP) dan Glucagon Like Peptyde 1 (GLP-1). Kedua hormone ini
dikeluarkan sebagai respon terhdapa asupan makanan sehingga meningkatkan sekresi insulin.
GLP-1 juga menekan sel alfa pancreas dalam mensekresi glucagon, memperlambat
engosongan lambung dan memiliki efek anoreksia sentral sehingga menurunkan
hiperglikemia.
1. Dipeptidyl Peptidase IV inhibitor
GLP-1 endogen memiliki waktu paruh yang sangat pendek (<1 menit) akibat proses inaktivasi
oleh enzim DPP-IV. Penghambatan DPP-IV diharapkan dapat memperpanjang masa kerja
GLP-1 sehingga membantu menurunkan hiperglikemia. Contoh : sitagliptin dan vildagliptin.
2. GLP-1 Mimetik dan Analog
GLP-1 mimetik tersedia dalam bentuk injeksi subkutan, diberikan satu atau dua kali sehari.
Obat golongan ini belum beredar di Indonesia.
25
Cara Pemberian OHO, terdiri dari:
- OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai respons kadar
glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis hampir maksimal
- Sulfonilurea generasi I & II : 15 –30 menit sebelum makan
- Glimepirid : sebelum/sesaat sebelum makan
- Repaglinid, Nateglinid : sesaat/ sebelum makan
- Metformin : sebelum /pada saat / sesudah makan
- Penghambat glukosidase (Acarbose) : bersama makan suapan pertama
-Tiazolidindion : tidak bergantung pada jadwal makan.
5. Insulin.
Indikasi :
penurunan berat badan yang cepat.
Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
26
Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik.
Hiperglikemia dengan asidosis laktat.
Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal.
Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional ynag tidak terkendali dengan
perencanaan makan.
Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
Kontraindukasi dan atau alergi terhadap OHO.4
Konsep Insulin :
• Insulin basal : jumlah insulin yang diperlukan untuk mencegah hiperglikemia puasa
akibat glukoneogenesis, mencegah ketogenesis
• Insulin prandial : jumlah insulin dibutuhkan untuk mengkonversi makanan ke energi
cadangan, tidak terjadi hiperglikemia postprandial
• Insulin koreksi : jumlah insulin pasien di RS akibat stres/penyakit
Memulai alur terapi :
• Insulin dimulai :
• Kadar glukosa darah puasa >250 mg/dL
• Kadar glukosa darah acak menetap >300 mg/dL
• A1C >10%
• Ketonuria
Mulai terapi dengan Insulin + intervensi pola hidup.
Keadaan lain : DM yang memiliki gejala nyata (poliuria, polidipsia, polifagia, dan
penurunan berat badan)
Prinsip dasar:
Insulin prandial + insulin basal è menirukan sekresi insulin fisiologis
Insulin basal:
Kerja cepat drip intravena (hanya dilakukan pada pasien rawat inap)
Insulin kerja panjang secara subkutan
Jenis : insulin NPH, insulin detemir, dan insulin glargine.
27
Preparat Insulin yang tersedia :
28
Action Profiles of InsulinsAction Profiles of Insulins
0 1 2 53 4 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Plasmainsulinlevels
Regular 6–8 hours
NPH 12–16 hours
Ultralente 18–20 hours
Hours
Glargine ~24 hours
Aspart, glulisine, lispro 4–5 hours
Detemir ~14 hours
Burge MR, Schade DS. Endocrinol Metab Clin North Am. 1997;26:575-598; Barlocco D. Curr Opin Invest Drugs. 2003;4:1240-1244; Danne T et al. Diabetes Care. 2003;26:3087-3092
29
d. Penilaian hasil terapi
1. Pemeriksaaan glukosa darah.
2. Pemeriksaan A1c.
3. Pemeriksaan glukosa darah mandiri.
4. Pemeriksaaan glukosa urin
5. Penentuan benda kriteria keton pengendalian DM.
e. Komplikasi DM
I. Komplikasi akut
1. Ketoasidosis diabetik
2. Hiperosmoral nonketotik
3. Hipoglikemia
II. Komplikasi menahun
1. Makroangiopati :
Pembuluh darah jantung
Pembuluh darah tepi
Pembuluh darah otak
2. Mikroangiopati :
Retinopati diabetik
Nefropati diabetic
3. Neuropati diabetik
4. Ulkus diabetikum
30
31
II. Ca Mammae dengan Metastasis Paru
a. Definisi(1)
Ca mammae adalah sekelompok sel tidak normal yang terus tumbuh di dalam jaringan
mammae (Tapan, 2005). Ca Mammae adalah kanker yang menyerang jaringan payudara
yang menyebabkan sel dan jaringan payudara berubah bentuk menjadi abnormal dan
bertambah banyak secara tidak terkendali (Mardiana, 2004).
b. Etiologi(2)
Saat ini belum ditemukan data yang pasti yang menjadi faktor penyebab utama penyakit
ca mammae. Sampai saat ini terjadinya ca mammae diduga akibat interaksi yang rumit dari
banyak faktor seperti faktor genetika, lingkungan, dan hormonal yaitu kadar hormon estrogen
dalam tubuh yang berlebihan (Harianto, 2005).
c. Faktor Risiko(3)
Etiologi kanker payudara tidak diketahui dengan pasti. Namun beberapa faktor resiko
pada pasien diduga berhubungan dengan kejadian kanker payudara. Ada beberapa faktor
resiko yang dapat meningkatkan terjadinya ca mammae yaitu :
1. Riwayat keluarga
Wanita yang memiliki riwayat keluarga ada yang menderita ca mammae seperti pada ibu,
saudara perempuan, atau adik/kakak memiliki resiko terkena ca mammae 2 hingga 3 kali
lebih tinggi.
2. Hormon
Haid pertama (menarche) sebelum umur 10 tahun, mati haid (menopause) setelah umur
55 tahun, tidak menikah atau tidak pernah melahirkan anak, melahirkan anak setelah umur 35
tahun dan tidak pernah menyusui anak.
3. Umur
Wanita berumur >30 tahun mempunyai kemungkinan lebih besar mendapat kanker
payudara dan kemungkinan tersebut bertambah setelah menopause.
4. Wanita yang pernah mengalami infeksi, trauma/benturan, operasi payudara akibat tumor
jinak atatu tumor ganas kontralateral.
5. Wanita yang mendapat radiasi sebelumnya pada payudara atau dinding dada.
32
6. Peningkatan berat badan yang signifikan pada usia dewasa.
7. Wanita yang pernah mengalami operasi tumor ovarium resikonya 3 hingga 4 kali lebih
tinggi
8. Lama menggunakan kontrasepsi oral
9. Pola konsumsi makanan berlemak
10. Kurangnya aktivitas fisik (Indarti, 2005).
d. Patofisiologi(4)
Ca mammae, sama seperti keganasan lainnya penyebab dari keganasan ini merupakan
multifaktoral baik lingkungan maupun faktor herediter, diantaranya adanya lesi pada DNA
menyebabkan mutasi genetik, mutasi gen ini dapat menyebabkan ca mammae, kegagalan
sistem kekebalan tubuh, pertumbuhan abnormal dari growth factor menyebabkan rangsangan
abnormal antara sel stromal dengan sel epitel, adanya defek pada DNA repair genes seperti
BRCA1, BRCA2, yang pada prinsipnya meningkatkan aktivitas proliferasi sel serta kelainan
yang menurunkan atau menghilangkan regulasi kematian sel (Heffner, 2005).
Ca mammae terjadi karena hilangnya kontrol atau proliferasi sel payudara dan apoptosis
sehingga sel payudara berpoliferasi secara terus-menerus. Hilangnya fungsi apoptosis
menyebabkan ketidakmampuan mendeteksi kerusakan sel akibat kerusakan DNA. Bila
terjadi mutasi gen p53 maka fungsi sebagai pendeteksi kerusakan DNA akan hilang,
sehingga sel-sel abnormal berpoliferasi terus-menerus. Peningkatan jumlah sel tidak normal
ini umumnya membentuk benjolan yang disebut tumor atau kanker. Tumor jinak biasanya
merupakan gumpalan lemak yang terbungkus dalam suatu wadah yang menyerupai kantong.
Lewat aliran darah maupun sistem getah bening, sel-sel tumor dan racun yang dihasilkan
keluar dari kumpulannya dan menyebar ke bagian lain tubuh.
Sel-sel yang menyebar ini kemudian akan tumbuh berkembang di tempat baru, yang
akhirnya membentuk segerombolan sel tumor ganas atau kanker baru. Keganasan kanker
payudara ini dengan menyerang sel-sel nomal disekitarnya, terutama sel-sel yang lemah. Sel
kanker akan tumbuh pesat sekali, sehingga payudara penderita akan membesar tidak seperti
biasanya.
Ca mamae berasal dari epitel saluran dan kelenjar payudara. Pertumbuhan dimulai dari
dalam duktus ataupun kelenjar lobulus yang disebut karsinoma noninvasif. Kemudian tumor
33
menerobos ke luar dinding duktus atau kelenjarr di daerah lobulus dan invasi ke dalam
stroma, yang dikenal dengan nama karsinoma invasif. Penyebaran tumor terjadi melalui
pembuluh getah bening, deposit dan tumbuh di kelenjar getah bening, sehingga kelenjar
getah bening aksiler atau supraklavikuler membesar. Ca mammae pertama kali menyebar ke
kelenjar aksila regional. Lokasi metastasis paling jauh yaitu tulang, hati, paru, pleura, dan
otak (Heffner, 2005).
e. Klasifikasi(5)
Tipe Ca mammae berdasarkan gambaran histopatologi :
1. Karsinoma duktal menginflitrasi
34
Adalah tipe histopatologi yang paling umum, merupakan 75 % dari semua jenis kanker
payudara. Kanker ini sangat jelas karena keras saat palpasi. Kanker jenis ini biasanya
bermetastasis ke nodus aksila, tulang, paru, hepar dan otak
2. Karsinoma lobular menginfiltrasi
Tipe ini umumnya multisentris, dapat terjadi penebalan beberapa area pada salah satu
atau kedua mammae. Karsinoma lobular biasanya bermetastasis ke permukaan
meningeal.
3. Karsinoma modular
Pada 6 % karsinoma modular tumbuh dalam kapsul, dapat menjadi besar tetapi meluas
dengan lambat, sehingga prognosis seringkali lebih baik.
4. Karsinoma musinus
Pada 3 % karsinoma musinus adalah penghasil lendir, juga tumbuh dengan lambat.
5. Karsinoma duktal-tubular
Hanya 2% dan jarang terjadi, karena metastasis aksilaris secara histologi tidak lazim
maka prognosisnya sangat baik.
6. Karsinoma inflamantori
Merupakan tipe karsinoma mammae yang jarang (1-2 %) dan menimbulkan gejala-gejala
yang berbeda dari karsinoma mammae yang lain. Tumor ini nyeri tekan dan sangat nyeri,
mammae secara abnormal keras dan membesar. Kulit diatas tumor merah dan agak hitam.
Sering terjadi edema dan retraksi papilla mammae .
f. Stadium(5)
Salah satu cara yang dokter gunakan untuk menggambarkan stadium dari kanker adalah
system TNM. System ini menggunakan tiga criteria untuk menentukan stadium kanker:
1. Tumor itu sendiri. Seberapa besar ukuran tumornya dan dimana lokasinya ( T, Tumor )
2. Kelenjar getah bening di sekitar tumor. Apakah tumor telah menyebar kekelenjar getah
bening disekitarnya? ( N, Node )
3. Kemungkinan tumor telah menjalar ke organ lain ( M, Metastasis )
35
STADIUM 0 :Disebut Ductal Carsinoma In Situ atau Noninvasive Cancer. Yaitu kanker
tidak menyebar keluar dari pembuluh / saluran payudara dan kelenjar-kelenjar (lobules) susu
pada payudara.
STADIUM ITumor masih sangat kecil dan tidak menyebar serta tidak ada titik pada
pembuluh getah bening.
STADIUM IIa :Pasien pada kondisi ini :
36
1. Diameter tumor lebih kecil atau sama dengan 2 cm dan telah ditemukan pada titik-titik
pada saluran getah bening di ketiak ( axillary limph nodes )
2. Diameter tumor lebih lebar dari 2 cm tapi tidak lebih dari 5 cm. Belum menyebar ke
titik-titik pembuluh getah bening pada ketiak ( axillary limph nodes ).
3. Tidak ada tanda-tanda tumor pada payudara, tapi ditemukan pada titik-titik di
pembuluh getah bening ketiak.
STADIUM IIB :Pasien pada kondisi ini :
1. Diameter tumor lebih lebar dari 2 cm tapi tidak melebihi 5 cm.
2. Telah menyebar pada titik-titik di pembuluh getah bening ketiak.
3. Diameter tumor lebih lebar dari 5 cm tapi belum menyebar.
37
STADIUM III A :Pasien pada kondisi ini :
← 1. Diameter tumor lebih kecil dari 5 cm dan telah menyebar ke titik-titik pada pembuluh
getah bening ketiak.
2. Diameter tumor lebih besar dari 5 cm dan telah menyebar ke titik-titik pada pembuluh
getah bening ketiak.
STADIUM III B :Tumor telah menyebar ke dinding dada atau menyebabkan pembengkakan
bisa juga luka bernanah di payudara. Atau didiagnosis sebagai Inflammatory Breast Cancer.
Bisa sudah atau bisa juga belum menyebar ke titik-titik pada pembuluh getah bening di
ketiak dan lengan atas, tapi tidak menyebar ke bagian lain dari organ tubuh.
38
STADIUM IIIC :Sebagaimana stadium IIIB, tetapi telah menyebar ke titik-titik pada
pembuluh getah bening dalam group N3 ( Kanker telah menyebar lebih dari 10 titik disaluran
getah bening dibawah tulang selangka )
STADIUM IV :Ukuran tumor bisa berapa saja, tetapi telah menyebar ke lokasi yang jauh,
yaitu :Tulang, paru-paru,liver atau tulang rusuk.
39
GRADE
Untuk mengetahui Grade Kanker, sample-sample hasil biopsy dipelajari dibawah
microscope. Suatu grade kanker payudara ditentukan berdasarkan pada bagaimana bentuk sel
kanker dan perilaku sel kanker dibandingkan dengan sel normal. Ini akan memberi petunjuk
pada team dokter seberapa cepatnya sel kanker itu berkembang.Berikut adalah Grade dalam
kanker payudara :GRADE 1 :Ini adalah grade yang paling rendah, sel kanker lambat dalam
berkembang, biasanya tidak menyebar.GRADE 2 :Ini adalah grade tingkat sedangGRADE
3 :Ini adalah grade yang tertinggi, cenderung berkembang cepat, biasanya menyebar.
METASTASIS KE PARU MELALUI (6):
1. Penyebaran langsung dari pusat primer
Yang melibatkan paru, pleura maupun struktur mediastinum. Penyebaran seperti ini sering
didapati pada tumor thyroid, Ca esophagus, thymoma, dan keganasan thymus, limfoma, dan
tumor ganas sel induk.
2. Penyebaran hematogen
Dari emboli tumor ke arteri paru, atau arteri bronchial. Hal ini biasanya memperlihatkan
adanya nodul pada paru dan umumnya sering pada tumor – tumor primer yang memiliki
pembuluh darah. Tumor ganas anak yang sering bermetastasis ke paru adalah tumor wilms,
neuroblastoma, sarcoma osteogenik, sarkoma Ewing. Sedangkan tumor ganas pada orang
dewasa adalah karsinoma payudara, tumor – tumor ganas alat cerna, ginjal dan testis
3. Penyebaran melalui saluran limfe
Yang melibatkan paru, pleura, maupun kelenjar getah bening paru. Paru dapat terkena
metastasis akibat sel tumor yang menjalar melalui saluran limfe yang berasal dari metastasis
hematogen, metastasis kelenjar getah bening hilus, maupun tumor abdomen bagian atas.
Penyebaran melalui saluran limfe dari tumor yang berada ekstrathoraks ke kelenjar
getah bening paru juga dapat melalui duktus thorasikus, dengan keterlibatan retrograde
kelenjar getah bening hilus dan parenkim paru. Tumor yang biasanya bermetastasis dengan
cara ini umumnya adalah Ca mammae, abdomen, pankreas, prostat, serviks, dan thyroid.
40
Anak sebar melalui saluran limfogen sering menyebabkan pembesaran kelenjar
mediastinum yang dapat mengakibatkan penekanan pada trakea, esophagus, dan vena
kava superior dengan keluhan – keluhannya. Pada anak biasa menetap di saluran limfe
peribronkhial atau perivaskular yang secara radiologik memberi gambaran
bronkovaskular yang kasar secara dua sisi atau satu sisi hemitoraks atau gambaran garis –
garis berdensitas tinggi yang halus seperti rambut.
4. Penyebaran melalui ruang pleura
Misalnya invasi tumor primer ke pleura (misalnya thymoma) ataupun Ca paru.
5. Penyebaran endobronkhial
Dari tumor jalan nafas. Mekanisme metastasis ini jarang terjadi. Penyebaran ini
biasanya terjadi pada pasien dengan Ca bronkhioloalveolar. Namun dapat dilihat juga
pada kanker paru lainnya.
GEJALA METASTASIS PARU(6)
Gejala biasanya muncul pada pasien – pasien yang mengalami metastasis multiple
(80 – 95%). Dyspneu dapat terjadi sebagai akibat dari masa tumor yang menggantikan
jaringan parenkim paru, obstruksi jalan nafas, maupun efusi pleura. Dyspneu yang tiba –
tiba berhubungan dengan perkembangan yang cepat dari suatu efusi pleura,
pneumothoraks, maupun perdarahan ditempat lesi.
Walaupun pada metastasis paru pasien dapat dikatakan tanpa gejala akibat
metastasisnya, namun pasien hampir selalu memiliki gejala akibat tumor primer yang
dideritanya. Ketika metastasis paru ditemui tanpa adanya gejala – gejala pada tempat
yang diduga pusat tumornya, maka kita harus curiga akan adanya silent tumor, seperti
tumor pankreas maupun kandung empedu. Pasien dengan limfangitis karsinomatosa
biasanya mengalami dyspneu yang progresif, dan batuk kering. Metastasis endobronkhial
biasanya menyebabkan wheezing atau hemoptosis.
Metastasis yang menjalar ke pleura dapat menyebabkan nyeri pleura, dan
metastasis apical dapat menyebabkan sindrom pancoast.
41
DAFTAR PUSTAKA
1. Mardiana, Lina. 2004. Kanker pada Wanita, Pencegahan dan Pengobatan dengan Tanaman.
Jakarta : Penebar Swadaya.
2. Harianto, Rina M dan Hery S. 2005. Risiko Penggunaan Pil Kontrasepsi Kombinasi Terhadap
Kejadian Kanker Payudara pada Reseptor KB di RS Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta: Majalah
Ilmu Kefarmasian, Vol. 2, No.1, hh. 84-99.
3. Indarti, Rini dan Henry Setiawan. 2005. Faktor-Faktor Risiko yang Berpengaruh Terhadap
Kejadian Kanker Payudara. Magister Programme of Epidemiology, University of Diponegoro,
Semarang, Indonesia No 5248.
4. Heffner, Linda J dan Danny J Schust. 2005. At Glance Sistem Reproduksi Edisi Kedua. Jakarta
: Erlangga.
5. Tjindarbumi, D. 2002. Deteksi Dini Kanker Payudara dan Penanggulangannya dalam Deteksi
Dini Kanker. Jakarta : FK UI.
6. Rasad, Sjahriar. Radiologi diagnostik. Edisi 2. Jakarta. Balai penerbit FKUI. 2006. Hal
148 – 151.
7. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus tipe 2di Indonesia 2011.
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia.
8. Gustaviani, retno. Diagnosis dan klasifikasi diabetes melitus. Buku ajar ilmu penyakit dalam.
Jilid III. Ed IV. Jakarta, Pusat Penerbitan, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia: 2006. p; 975 – 985.
9. Panduan Pelayanan Medik PAPDI. Metabolik Endokrinologi : Diabetes Melitus. Ed 2. Jakarta,
Pusat Penerbitan, Departemen Ilmu Penyakit Dalam. Fakultas Kedokteran Unuversitas Indonesia
: 2006. p;9 – 15.
42