DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
RISALAH RAPAT KERJA KOMISI VII DPR RI
DENGAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN RI
Tahun Sidang : 2016-2017
Masa Persidangan : III (tiga)
Rapat ke- :
Jenis Rapat : Rapat Kerja
Hari, Tanggal : Senin, 20 Februari 2017
Waktu : 14.12 WIB – 16.58 WIB
Tempat : R. Rapat Komisi VII
Ketua Rapat :
Ir. H. SATYA WIDYA YUDHA, ME, M.Sc. (Wakil Ketua
Komisi VII/F-PG)
Sekretaris Rapat :
Dra. Nanik Herry Murti (Kepala Bagian Sekretariat Komisi
VII)
Acara : Mengenai Implementasi Paris Agreement
Hadir : 26 Anggota
Dengan rincian:
Fraksi PDI-P 6 orang dari 10 Anggota
Fraksi Partai Gerindra 3 orang dari 6 Anggota
Fraksi Partai Golkar 4 orang dari 6 Anggota
Fraksi PAN 3 orang dari 5 Anggota
Fraksi Partai Demokrat 4 orang dari 6 Anggota
Fraksi PKB 1 orang dari 4 Anggota
Fraksi PKS … orang dari 4 Anggota
Fraksi PPP 3 orang dari 4 Anggota
Fraksi Partai Hanura 1 orang dari 2 Anggota
Fraksi Partai Nasdem 2 orang dari 3 Anggota
JALANNYA RAPAT:
KETUA RAPAT (Ir. H. SATYA WIDYA YUDHA, ME, M.Sc./F-PG):
Kita mulai ya Bapak-Ibu sekalian.
F-PPP (H. ACHMAD FARIAL):
Pak Ketua, izin terlambat.
KETUA RAPAT:
Terima kasih atas kesabarannya, kebetulan tadi ada rapat dengan Pimpinan Dewan,
sehingga kami agak sulit untuk meninggalkan tapi alhamdulillah sudah hampir berakhir sehingga
kita bisa, saya bisa keluar untuk memimpin Rapat Kerja yang sangat istimewa ini.
Assalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Salam sejahtera bagi kita semua.
Yang kami hormati Bapak-Ibu Anggota Komisi VII DPR RI.
Yang kami hormati Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI beserta jajarannya.
Pertama-tama marilah kita mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua. Sehingga pada hari ini kita dapat
bertemu guna melaksanakan tugas-tugas konstitusional kita. Pada kesempatan ini kami
mengucapkan terima kasih atas perhatian serta kehadiran Bapak-Ibu Anggota Komisi VII DPR RI
serta para undangan yang hadir dalam acara Rapat Kerja Komisi VII DPR RI.
Sesuai undangan yang telah disampaikan dan berdasarkan jadwal rapat Komisi VII DPR RI
pada Masa Persidangan III Tahun sidang 2016-2017. Maka pada hari ini Komisi VII DPR RI akan
melaksanakan Rapat Kerja dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam rangka
pelaksanaan fungsi pengawasan, dengan agenda membahas implementasi dari pada Paris
Agreement. Berdasarkan data dari Sekretariat Komisi VII DPR RI yang telah hadir dan
menandatangani daftar hadir adalah, mungkin ini sudah tambah yang tercatat 15 Anggota dari 8
fraksi. Sehingga sesuai dengan Pasal 251 ayat (1) Peraturan DPR RI tentang Tata Tertib rapat ini
telah memenuhi kuorum fraksi. Oleh karena itu dengan mengucapkan bismillahirrahmannirahim
izinkan saya membuka Rapat Kerja Komisi VII DPR RI.
(RAPAT DIBUKA PUKUL 14.12 WIB)
Sesuai dengan pasal 246 ayat (1) tata tertib DPR RI menyatakan bahwa setiap rapat DPR
bersifat terbuka, Kecuali dinyatakan tertutup. maka kami mengusulkan agar rapat kerja Komisi VII
pada hari ini bersifat terbuka dan terbuka untuk umum. Saya mohon persetujuan dari para
Anggota? Setuju ya.
(RAPAT:SETUJU)
Bapak-Ibu yang saya hormati.
Pertemuan KOP 22 CMP 12 CMA 1 di Maraqas Maroko pada tanggal 7 sampai dengan 18
November 2016 telah berlangsung dan dilaksanakan dengan baik. Pertemuan tersebut sebagai
sesi pertama dari persiapan implementasi aksi daripada Paris Agreement yang menjadi bagian
penting dari perjalanan negara, pihak ya dalam menurunkan emisi gas rumah kaca secara global.
Dalam upaya menurunkan emisi gas rumah kaca global di dalam nationally government
contributions atau NDC yang merupakan bentuk janji atau pledge dari negara-negara anggota
United Nation Framework Convention on Climate Change atau UNFCCC yang telah dirundingkan
pada KOP 21 di Paris untuk berkontribusi terhadap pengurusan, penurunan emisi global paska
2020. Indonesia telah menyampaikan rencana penurunan emisi 29% pada 2030 dari skenario
business as ussual dan mendapat tambahan sekitar 12%, apabila mendapatkan international
system atau bantuan internasional yang mencakup beberapa sektor, yaitu energi didalamnya ada
unsur transportasinya, proses industri dan pemanfaatan hasil industri, pertanian dan ada juga
yang dikatakan sebagai lend use and lend use chage forestry perubahan lahan yang di
peruntukan untuk kehutanan serta limbah.
Adanya komitmen Indonesia di dalam mengimplementasikan emisi diharapkan menjadi
refleksi dari keseriusan untuk merespon perubahan iklim melalui adaptasi dan mitigasi. Untuk itu
kebijakan pembangunan saat ini harus mencerminkan keseriusan di dalam upaya penurunan
emisi karbon tersebut. Namun pada pertemuan di Maraqash, Maroko tahun 2016 terdapat isu
krusial yang masih dihadapi dan menjadi pembahasan utama dalam KOP, implementasi seperti
pendanaan yang masih belum memadai dan predictable, belum memadai dan belum predictable.
Upaya mengintegrasikan emisi ke dalam strategi pembangunan nasional dan rencana investasi
nasional. Perlunya perhatian yang lebih besar pada adaptasi, perlunya memajukan capacity
building yang benar-benar didasarkan pada kebutuhan negara berkembang terkait, serta
memperalat keterlibatan pemangku kepentingan. Jadi ada non parties, stakeholders dan non state
actors.
Terkait hal tersebut pemerintah dalam hal ini Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
perlu menjelaskan langkah-langkah pemerintah dalam implementasi Paris Agreement paska KOP
22 di Maraqash Maroko. Untuk itu demi efektifnya waktu rapat kerja ini kami berikan kesempatan
kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI untuk menyampaikan pemaparannya
sebagaimana yang sesuai dengan agenda yang baru saja saya sampaikan.
Waktu saya persilakan, silakan Bu.
MENTERI LINGKUNGAN HIDUP & KEHUTANAN RI:
Assalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Selamat sore salam sejahtera.
Om Swastiastu.
Terima kasih.
Yang terhormat Pimpinan Komisi VII DPR RI.
Yang kami hormati Pimpinan dan yang terhormat Bapak-Ibu Anggota Komisi VII DPR RI.
Pertama kami menyampaikan ucapan terima kasih atas undangan ini dan kami juga sangat
berterima kasih atas dukungan dan arahan serta dengan undangan ini saya merasakan perhatian
yang sangat tinggi atas subjek pengendalian perubahan iklim dan izinkan kami untuk melaporkan
kepada yang terhormat Pimpinan dan Bapak-Ibu Anggota Komisi VII DPR RI mengenai progres
paska Marakesh dan paska keluarnya Undang-Undang 16/2016, berupa langkah-langkah
sebagaimana tadi yang disampaikan oleh yang terhormat Pimpinan Komisi VII pada pengantar
rapat kerja hari ini.
Kepada Bapak-Ibu yang terhormat telah kami persiapkan dukungan tertulis dan izinkan
kami menyampaikan beberapa catatan-catatan ini di dalam pemaparan ini. Jadi di dalam
dokumen laporan itu kita menyampaikan tentang target NDC. Jadi komitmen kontribusi penurunan
emisi juga bagaimana peran dari LHK dan energi dan lain-lain, juga perspektif pendanaan iklim
bagaimana instrumen-instrumen kerangka kerja, transparansi juga rencana-rencana kerja untuk
peningkatan kapasitas dan hal-hal yang sudah dilakukan. Demikian pula tentang peran non state
actors jadi peran-peran stakeholders di luar pemerintah pusat dan juga bagaimana program
komunikasi implementasi sebagaimana standar dari Paris Agreement dan hal-hal yang sedang
terjadi ataupun dalam interaksi kami pada forum internasional, juga kami akan nanti melaporkan
komitmen-komitmen kerja sama luar negeri yang sudah ada dan rencana implementasi
selanjutnya.
Bapak Pimpinan dan Bapak-Ibu Anggota yang terhormat.
Pada halaman 5 itu jelas bahwa sasaran akhir dari pada Paris Agreement itu adalah
menjaga penurunan suhu untuk tidak lebih dari 2 derajat Celcius dan sedapat-dapatnya 1,5
derajat celcius. Beberapa instrumennya bisa dilihat yaitu secara internasional bagaimana
dialog-dialog difasilitasi juga inventory-inventory global dilakukan dan juga instrumen-instrumen
fasilitasi dan apa namanya penaatan terhadap standar-standar yang telah dikeluarkan secara
internasional. Di Indonesia sebenarnya yang paling penting adalah langkah-langkah mitigasi dan
adaptasi sekaligus Bapak Pimpinan dan Bapak-Ibu Anggota yang terhormat. Dengan
instrumen-instrumen utamanya yaitu pendanaan teknologi dan peningkatan kapasitas.
Selanjutnya dalam NDC yaitu komitmen kontribusi nasional kita, kami juga sudah lampirkan
dukungannya Bapak-Ibu yang terhormat di dalam lampiran. Pada dasarnya dia berisi tentang
konteks nasional, kemudian pendekatan strategi dan kerangka kerjanya, mitigasi adaptasi,
perencanaan dan bagaimana dukungan. Kemudian pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016
mengenai pengesahan juga di situ ditegaskan tentang penerapan ataupun implementasi Paris
Agreement yang sudah kita sepakati di Indonesia. Kita sekarang bisa lihat di halaman 9, mungkin
sebelum halaman 9 ini ada satu tambahan sebagai, mungkin di dokumen Bapak belum ada, tapi
tadi saya sudah minta untuk di fotokopi. Jadi NBC atau komitmen penurunan emisi gas rumah
kaca yang kita rencanakan untuk tahun 2030 itu ada 2 skenario yaitu skenario 29% dengan bisnis
as ussual itu di kolom nomor 4 dari kanan dan skenario dengan dukungan capacity building dan
kerja sama teknis luar negeri. Kalau lihat komposisi emisi yang harus kita kontribusikan untuk
diturunkan yaitu dari energi kira-kira 11%, dari sampah dan dari IPP proses produksi dan
olahannya beserta dari pertanian kira-kira kurang dari 1% dan dari forestry sendiri itu kira-kira
17,2%. Jadi memang komposisinya cukup upaya di forestry-nya. Nanti kita lihat masing-masing
per sektor.
Kemudian apabila kita tetapkan target dengan dukungan kerja sama teknik luar negeri
41%, maka dalam exercise kami yang sudah kelihatan yaitu nanti dari energi akan 14%.
Kemudian dari forestry ada baru terecord untuk 23% dan 1% dari waste serta IPPU dan
agriculture kira-kira 0,2%, ini kalau ditotal masih 38%, ini pada exercise sampai dengan tahun
2014. Jadi setelah peristiwa kebakaran kita harus exercise kembali, sebetulnya kalau lihat
prospek dari perkembangan hingga sekarang kita lihat restorasi gambut yang akan sangat kuat,
kita lihat juga pengembangan mangrove, kita lihat juga sudah dikembangkannya hutan adat dan
hutan sosial, Bapak Pimpinan dan Bapak-Ibu Anggota yang terhormat. Kita juga lihat sekarang
tentang pengendalian dari alokasi terhadap konsesi dan pembukaan lahan di beberapa tempat,
terutama moratorium dan lain-lain. Maka sebetulnya 41% ini bisa kita proyeksikan, jadi
exercise-nya masih terus dilakukan.
Kita mungkin bisa cek selanjutnya di halaman 9 yaitu pada sektor kehutanan, jadi di sektor
kehutanan nanti ini angka-angkanya metrik ton 920. Kemudian pada tahun 2013 proyeksinya,
kemudian pada tahun 2020-2030 akan, jadi dari 2013 sampai 2020 untuk business as ussual
kira-kira 920 juta metrik ton dan sampai dengan 2030-nya masih ada tambahan lagi 820, sehingga
pada tahun 2030 itu sudah bisa diproyeksikan. Jadi setelah tahun 2030 deforestasi yang tidak
terencana itu diproyeksikan harusnya sudah tidak terjadi lagi, artinya kita sudah harus bisa
mengendalikan deforestasi pada tahun 2030. Jadi nggak boleh lagi ada perambahan, illegal
logging dan sebagainya.
Selanjutnya Bapak Pimpinan dan Bapak-Ibu Anggota yang terhormat, kita lihat di sektor
energi itu di halaman 10. Jadi elemen-elemennya adalah efisiensi penurunan energi, pemanfaatan
teknologi, produksi dari listrik untuk energi baru terbarukan, kemudian penggunaan bahan bakar,
penambahan jaminan gas dan SPBG. Kalau kita, kalau kami perhatikan dari intention
Kementerian ESDM ini sangat kuat, jadi saya sebetulnya cukup optimis bahwa ESDM ini
mensupport kita dengan baik. Jadi sebetulnya yang paling kencang memang kerjanya harusnya
Kementerian LHK bersama Kementerian ESDM dan kalau kita lihat di rencana umum
pengembangan energi nasionalnya juga itu semua sudah dirangkum, baik dengan
perhitungan-perhitungan batu bara maupun energi baru terbarukan lainnya, seperti geothermal,
kemudian a cheap woods dan sebagainya.
Bapak Pimpinan dan Bapak-Ibu Anggota yang terhormat.
Selanjutnya di sektor limbah, sekarang juga kalau dibandingkan dengan waktu-waktu
sebelumnya intention kita terhadap energi dengan pemanfaatan sampah dan limbah itu sudah
attensinya sudah ada, kita sedang terus mendorong daerah-daerah karena otoritas sampah ini
adanya di pemerintah kabupaten dan kota. Di mana pemerintah pusat lebih mendorong dan
memfasilitasi regulasi-regulasinya. Di sektor limbah ini memang tanggung jawabnya di
Kementerian LHK dan kami coba terus mengikuti perkembangannya dan untuk mendukung
sedapat mungkin regulasi-regulasi pedoman ataupun bahkan percontohan-percontohan di
lapangan. Ini juga terbantu dengan kebijakan pemerintah untuk memperbaiki destinasi wisata, jadi
dengan kebutuhan nasional untuk mem-backup destinasi wisata, maka sebetulnya
langkah-langkah ini sekaligus juga menurunkan emisi gas rumah kaca.
Selanjutnya di sektor industrial proses and product use, jadi proses industri maupun
hasil-hasilnya itu pola dengan smelter dan lain-lain ini juga diharapkan sudah merangkum
mitigasinya.
Selanjutnya di sektor pertanian elemen-elemennya meliputi varietas rendah emisi,
penerapan sistim pengairan yang lebih hemat air. Jadi di sini pendekatannya di lapangan
misalnya manajemen, pengelolaan air ditingkat petani, kemudian pemanfaatan limbah ternak
untuk biogas.
Bapak Pimpinan dan Bapak-Ibu Anggota yang terhormat.
Itu kurang lebih langkah-langkah di dalam sektor-sektor dalam upaya mencapai target
komitmen nasional kita dalam penurunan emisi gas rumah kaca. Selanjutnya strategi di dalam
adaptasi perubahan iklim, dengan sasaran 2 derajat celcius seperti tercantum dalam Paris
Agreement yang masih di contribution Indonesia, baik kementerian, pemerintah daerah maupun
masyarakat bersama-sama dengan national vocal point. National vocal point untuk perubahan
iklim ada di Kementerian LHK, persis Direktur Jenderal pengendalian Perubahan Iklim dan sudah
ada juga peraturan menterinya untuk guide line tentang adaptasi. Kemudian sudah ada juga
sistem indikasi data indikatif kerentanan, jadi kita sudah mengidentifikasi daerah-daerah
rentannya. Kemudian sudah ada juga program-program desa pesisir tangguh dan program
kampung iklim. Jadi sekarang ini sudah ada 692 kampung yang kita sebut desa-desa kapung iklim
sebagai upaya-upaya di tingkat lapangan yang beradaptasi atau yang begitu bernuansa
lingkungan. Sehingga kita bisa sebut dia sebagai desa kampung iklim. Kami juga melakukan
penilaian untuk reward terhadap kampung-kampung yang sudah bernuansa lingkungan seperti ini.
Ada kebijakannya sebagaimana Bapak-Ibu yang terhormat bisa lihat di halaman 17 dan 18
yang intinya adalah regulasi, kemudian sistem informasi.
KETUA RAPAT:
Sebentar sedikit Bu Menteri, yang kampung iklim tadi sifatnya bagaimana, masih kurang
mendapatkan elaborasi ini, apakah itu mandiri atau ada intervensi pemerintah.
Silakan.
MENTERI LINGKUNGAN HIDUP & KEHUTANAN RI:
Ada dukungannya Bapak, ada dukungannya, ada pembinaannya, ada support dari dana
luar negerinya. Ada support dari dana luar negerinya kita kombinasi juga dengan APBN. Jadi
contohnya kita bisa lihat di Yogya ada, di Jawa Tengah sudah ada 692 desa, mungkin nanti bisa
termasuk yang kita bisa lihat karena di lapangannya saya lihat sebagai elemen masuk di sana
termasuk kebersihan, dia juga menanam di gang-gang, kemudian juga cara hidup masyarakatnya
ada bank sampahnya juga. Jadi segala dimensi yang membuat masyarakat itu hidupnya
berwawasan lingkungan, kira-kira seperti itu. Demikian Pak Ketua, jadi bimbingan teknis kepada
pemerintah daerah.
Selanjutnya dalam kaitan dengan bagaimana peran hutan itu bisa dilihat di halaman 20
yang intinyja bahwa kalau kita pakai baseline data, maka secara umum baseline data gas rumah
kaca dari hutan kita itu kira-kira 680 juta ton. Kalau lihat data tahun 2015 dengan kebakaran itu
diperkirakan 1,08 giga ton, jadi 1 milyar ton. Nah tahun 2016 sedang dihitung karena ini
hitung-hitungannya cukup besar, cukup makan waktu juga dan ini sekarang sedang kita
hitung-hitung terus, tetapi saya menyampaikan bahwa tugas kementerian ini dalam kaitan dengan
hutan itu memang menjadi begitu besar dan kita berharap dari dua hal pokok yaitu restorasi
gambut mengendalikan kebakaran hutan dan lahan, serta mendorong hutan-hutan adat dan hutan
sosial dan juga mendorong mangrove, penanaman mangrove dan penanaman secara umum yang
sudah terjadi dan juga yang paling penting adalah kebijakan alokasi lahan, jadi tidak ada
moratorium.
Bapak Pimpinan dan Bapak-Ibu Anggota yang terhormat.
Selanjutnya tentang kerangka-kerangka kerja di dalam pengukuran maupun di dalam
pelaporan dan dalam verifikasi bisa dilihat pada halaman 22 dan halaman 23. Jadi ada tim
kerjanya, ada langkah-langkah verifikasinya, kemudian yang sudah dihasilkan di sini adalah
sistem registri nasional. Jadi kita sudah punya sistem yang mendaftarkan semua metode ataupun
gagasan-gagasan dan tim ini punya panel. Sistem ini punya panel untuk melakukan verifikasi
metoda-metoda, sehingga laporan yang kita kirim ke UNFCCC sekretariat itu yang sudah
terkalibrasi, terverifikasi metodanya. Jadi sebagai metoda yang diakui secara internasional, jadi
kita sudah ada sistem registri nasionalnya. Jadi dari kampus-kampus yang melakukan
penghitungan-penghitungan penurunan emisi ini metodanya dikalibrasi. Di dalam kerangka kerja
rencana aksi nasional juga sudah ada mitigasi dalam rencana aklsi nasional maupun rencana aksi
daerah seperti terlihat pada halaman 23.
Bapak Pimpinan dan Bapak-Ibu yang terhormat.
Selanjutnya tentang pendanaan, pendanaan untuk reduksi emisi dari devorestasi dan
degradasi itu terdiri dari pendanaan untuk pekerjaan dan persiapan dan untuk result base
payment. Result base payment itu artinya sudah ada hasil-hasilnya baru dilaporkan dan kemudian
di bayar. Kalau kita tahu bahwa ada dana Norway yang 1 milyar US dolar, dapat kami laporkan
sejak tahun 2010 sampai dengan 2015 sering di bilang lambat-lambat dan sebagainya karena
realisasinya, memang sampai dengan, kita baru kencengin di 2015 setelah ada direktorat
jenderal.
F-PD (MUHAMMAD NASIR):
Interupsi Pimpinan, sedikit.
KETUA RAPAT:
Silakan Pak.
F-PD (MUHAMMAD NASIR):
Terima kasih Pimpinan.
Mungkin Bu Menteri bisa disampaikan mungkin berapa anggaran yang masuk untuk
program ini dari luar atau ada dana yang, ini nggak ada dari tadi disampaikan di sini. Jadi
fungsinya anggaran ini digunakan untuk apa, terus apa yang sudah sukses dilakukan di sini,
supaya secara detil kita memahami program yang Ibu jalankan ini gitu, karena kita dari sekarang ,
dari dulu sampai sekarang ini belum tahu apa kinerja dirjen-dirjen masing-masing yang dilakukan
maupun penghasilan PNBP yang masuk dari anggaran APBN maupun anggaran anggaran dan
mungkin yang diberikan dari luar. Mungkin perlu disampaikan Pimpinan supaya kita faham dan
mengerti.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Betul, terima kasih Pak Nasir.
Ibu ada datanya Bu yang.
MENTERI LINGKUNGAN HIDUP & KEHUTANAN RI:
Di halaman 60 ada nanti kita sampai ke sana.
KETUA RAPAT:
Berarti ada ya di dokumen ini, silakan lanjutkan.
MENTERI LINGKUNGAN HIDUP & KEHUTANAN RI:
Sebetulnya selama ini yang disebut REP dan dana terkait dengan perubahan iklim karena
konstruksi di waktu yang berstandarnya pada dana Norway, saya kira kita juga tahu tentang itu.
Saya inghin melaporkan bahwa kita baru mulai kencengin sejak akhir Mei 2015 karena direktorat
jenderalnya terbentuk yang menyatukan antara Dewan Nasional Perubahan Iklim, Badan ........dan
lain-lain, baru dia dikonsolidasikan. Kemudian baru mulai kerja, ternyata dananya yang dipakai
baru 70 juta US dolar dan sekarang masuk dengan adanya BRG dan kita sudah mengeluarkan
beberapa aturan termasuk Undang-undang 16/2016, kemudian PP 57 pengganti 71 tentang
restorasi gambut, kemudian internasional atau Norway yakin bahwa ini makin firm policy-nya
maka sudah ada alokasi kepada BRG 57 juta US dolar sampai dengan 200 juta US dolar
ditargetkan sampai dengan 2018 selesai dan seterusnya realisasi dana Norway ini akan
disampaikan, akan diberikan ketika ada realisasi emisi. Jadi sekarang kita sedang
mempersiapkan langkah-langkah untuk kalibrasi metodanya harus pas, melaporkannya harus
pas, termasuk mendaftarkan dari berbagai kegiatan itu juga harus sudah di, sudah harus
dipersiapkan masyarakatnnya. Itu sebabnya ada sistem registri nasional.
Kemudian pada saat ini juga sedang disiapkan, jadi dana-dana luar yang akan masuk ke
Indonesia untuk perubahan iklim ini rata-rata dananya filantrofik dan nggak mau masuk lewat
APBN. Oleh karena itu masuknya ke BLU dan kita harus siapkan badannya, badannya di
Kementerian Keuangan yang isinya itu boleh masuk dari mana saja dananya, dari luar negeri,
termasuk misalnya dari Ford Fondation, dari mana, dari mana, dari negara lain dan sebagainya,
tapi nggak masuk ke port APBN tapi masuk ke dana-dana yang bisa dipakai untuk investasi
rakyat, untuk capacity building.
F-PD (MUHAMMAD NASIR):
Izin Pimpinan.
KETUA RAPAT:
Silakan Pak.
F-PD (MUHAMMAD NASIR):
Terima kasih Pimpinan.
Yang di Departemen Keuangan itu maksud Ibu posnya yang 99 itu, terus dana ini udah
keluar, yang tadi yang 70 juta US tadi.
MENTERI LINGKUNGAN HIDUP & KEHUTANAN RI:
Itu Norway yang lama yang tahun 2010.
F-PD (MUHAMMAD NASIR):
Ini yang megang dananya siapa Bu.
MENTERI LINGKUNGAN HIDUP & KEHUTANAN RI:
Dananya masih mereka dengan UNDP, nggak ke kita.
F-PD (MUHAMMAD NASIR):
Yang pengelolaannya di sini.
MENTERI LINGKUNGAN HIDUP & KEHUTANAN RI:
Campur-campur, jadi programnya tergantung ada di mana, ada di provinsi mana, ada yang
di LHK.
F-PD (MUHAMMAD NASIR):
Maksud saya Dirjen itu yang mengelola dirjen yang bersangkutan.
MENTERI LINGKUNGAN HIDUP & KEHUTANAN RI:
Iya, masing-masing. Ada yang ke pemerintah daerah, ada yang mereka langsung ke
masyarakat gitu. Ini yang kita ingin setting masuk ke badan layanan umum di Kementerian
Keuangan, nanti di situ di kontrol oleh board pengawasnya, oleh segala macam untuk keperluan
.....
F-PD (MUHAMMAD NASIR):
Maksud saya begini Bu Menteri, saya nanya tadi yang poin di sini 70 tadi, sekarang kan
sudah berjalan itu dananya. Nah sekarang yang menjalankan dana 70 ini siapa ini, dirjennya
mana.
MENTERI LINGKUNGAN HIDUP & KEHUTANAN RI:
Law national vocal point-nya itu Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim, artinya dirjen ini
hanya menyetujui ini oke atau nggak, sesuai atau nggak dengan agenda.
F-PD (MUHAMMAD NASIR):
Iya lah, maksudnya secara administrasi berjalan di Dirjen.
MENTERI LINGKUNGAN HIDUP & KEHUTANAN RI:
Nggak juga, jadi tidak, jadi bukan uangnya dikasih ke dirjen, tidak. Jadi programnya dari
UNDP misalnya ke masyarakat adat mana, misalnya uangnya ke sana tapi dia approve dulu ke
kita oke apa nggak ini agenda ini. jadi yang di approve ke direktorat jenderal adalah programnya.
F-PD (MUHAMMAD NASIR):
Terus yang melaksanakan program itu di lapangan.
MENTERI LINGKUNGAN HIDUP & KEHUTANAN RI:
Masing-masing, jadi ada yang UNDP dengan rakyat, jadi ada UNDP misalnya membuat
sekat kanal ya UNDP yang buat gitu, tapi pasti dia banyak LSM-nya, banyak komunitasnya dan
sebagainya.
F-PD (MUHAMMAD NASIR):
Interupsi Pimpinan.
Terima kasih Bu Menteri.
Mungkin ini yang mesti didalami bagaimana nanti penggunaan anggaran ini dan lokasinya
di mana saja, nah kita perlu lampirannya supaya, saya mohon izin juga mungkin sudah 2 tahun
lingkungan ini juga harus ada pemantauan yang jelas. Maka mungkin kita bisa membentuk Panja
LIngkungan atau limbah supaya dari sini nanti kita lingkungannya mana yang dibenahi dengan
anggaran ini maupun dana APBN, takutnya tumpang tindih Pimpinan. Ini mungkin perlu
digarisbawahi dengan anggaran-anggaran seperti ini.
Terima kasih Pimpinan.
KETUA RAPAT:
Terima kasih Pak Nasir, memang ini sebetulnya dulu ceritanya kan pada waktu masih
menjadi task force dan lain sebaginya kan tidak ada komunikasi dengan DPR RI waktu itu Bu.
Sekarang sudah dibentuk mulai dari Mei 2015, paling tidak sudah ada yang accountable-nya
sudah ada di Ibu Dirjen ini, tinggal nanti mungkin seperti yang Pak Nasir bilang alokasinya,
pengalokasiannya itu approval-nya lewat dirjen, tetapi peruntukannya tergantung dari pada
masing-masing bidang kan begitu ininya.
Silakan dilanjutkan Bu.
MENTERI LINGKUNGAN HIDUP & KEHUTANAN RI:
Kalau kita lihat di halaman 27 dan 28 itu sebetulnya desainnya yang sedang kita rancang,
jadi instrument pendanaannya itu diatur dengan PP namanya Instrumen Ekonommi Lingkungan
HIdup dan harus ada badan pengelola dana lingkungan hidupnya. Itu yang dananya dari luar
negeri, badannya harus nyantel di Menteri Keuangan.
F-PD (MUHAMMAD NASIR):
Izin Pimpinan.
inikan belum dibentuk ya Bu, yang saya tanya tadi yang sudah turun dananya tadi 70 juta
US dolar, nah ini kita perlu rinciannya supaya dana APBN ibu ini ada enggak nempel di sini.
Takutnya nanti yang ngerjain pakai dana itu dana APBN-nya masuk lagi ke situ gitu, kan ini perlu
pendalaman yang perlu kita lakukan Pimpinan, supaya kita jelas anggaran ini ke mana dan siapa
yang menggunakan, siapa yang bertanggung jawab. Nah ini yang paling penting, mungkin itu
Pimpinan.
KETUA RAPAT:
Oke, silakan Bu dilanjut.
MENTERI LINGKUNGAN HIDUP & KEHUTANAN RI:
Saya jawab aja langsung, dananya dana Norway dari tahun 2010 sampai 2016 dana ini
dikelola oleh UNDP. Dia memang berpartner dengan kita untuk lihat keperluan-keperluannya,
lokasi, keperluan, programnya, tapi seluruhnya yang mengelola mereka. Kemudian sejak tahun
2017 Norway, ini juga yang nentuin Norway siapa yang mengelolanya. Di tahun 2017 itu yang
mengelola adalah LSM kemitraan, partnership dan kalau nanti misalnya badan yang kita plan ini
jadi maka uangnya masuk badan ini yang dikontrol oleh dewan pengawas yang multi stakeholder,
pengendali-pengendalinya itu nanti rencananya seperti itu.
KETUA RAPAT:
Ya itu mungkin lebih bagus ya Bu, karena kalau lewat ini kan ceritanya sebetulnya ini G to
G iya kan, tapi diawasi sama UNDP, terus habis itu LSM kemitraan kan tidak benar sebetulnya ini.
Mungkin kita tunggu saja sampai terbentuk BLU, BPTLH itu.
Silakan Bu dilanjutkan.
MENTERI LINGKUNGAN HIDUP & KEHUTANAN RI:
Terima kasih Pimpinan yang terhormat.
Mungkin nanti draft price-nya juga atau desain badan layanannya bisa kita komunikasikan
secara ekstra gitu di luar Rapat Kerja ini Bapak Pimpinan.
Dalam hitung-hitungan oleh Bappenas sebetulnya untuk keperluan kita menyelesaikan
komitmen kita dalam penurunan gas rumah kaca, itu selama periode 2016-2020 diperkirakan kita
perlu 68 milyar US dolar, ini ada di halaman 29 catatannya, ini dengan beberapa pertimbangan
misalnya landscape, kerangka kebijakan dan sebagainya. Ini proyeksi-proyeksi dananya di
halaman 30. Kemudian di dalam pelaksanaan atau operasionalnya, yang desainnya yang tadi
direncanakan di keuangan itu sebetulnya untuk 3 hal. Pertama untuk keperluan investasi, kedua
untuk keperluan small grand, jadi dikasih kepada rakyat, dikasih kepada kelompok tani atau
dikasih kepada masyarakat adat, itu namanya small grand. Yang ketiga, capacity building. Nah
yang lewat APBN itu capacity building karena dia untuk pemerintah, aparat pemerintah dan
sebagainya itu dalam desain yang disusun oleh kita bersama Norway dan Menteri Keuangan.
Yang selama ini dana-dana luar negeri lewat Bappenas itu yang capacity building. Jadi
nanti apabnila beberapa unit kerja pemerintah juga memerlukan capacity building, dia bisa ambil
yang pos ini dari BLU, dari badan yang di Menteri Keuangan. Jadi kurang lebih rencananya
seperti itu. Jadi tentu saja, lalu dalam kaitan dengan kerja secara keseluruhan tetap saja untuk
unit-unit kementerian dan lembaga itu tetap dibutuhkan APBN. Kemudian juga ada dana-dana
swasta dalam negeri, CSR, juga perdagangan karbon, dan juga ada dukungan dari multilateral,
kemudian dan bilateral dan dana-dana filantropik dan sebagainya.
KETUA RAPAT:
Sebentar Bu Menteri, ini 68 milyar itu source-nya semua dari, oh dari seluruh sumber, bisa
digambarkan komposisinya berapa Bu. Jadi isinya dari Norway semuanya masuk jadi satu Bu ya,
nanti kita tentunya menginginkan mendapatkan breakdown-nya ya supaya kita bisa
membayangkan, yang tadi Pak Nasir sampaikan itu jangan sampai ada dana APBN yang double
deeping kira-kira begitu. Itu yang kita memerlukan breakdown-nya tadi, bisa disusulkan nanti Bu.
MENTERI LINGKUNGAN HIDUP & KEHUTANAN RI:
Nanti kami komunikasika lagi dengan Bappenas dan Menteri Keuangan Bapak.
F-PD (MUHAMMAD NASIR):
Sedikit izin Pimpinan.
Mungkin sekalian Bu Menteri, kita ingin lihat programnya apa saja sih yang bisa di bawa ini,
nanti kita tahu gitu bahwa oh di Dapil kita itu ada kegiatan dari dana mana gitu. Jadi kita jelas
seperti Ibu pendanaan inikan swasta, dalam negeri, CSR, perdagangan dan karbon domestic.
Nah ini apa saja yang kita bisa buat di sini yang kita juga tahu wah bisa mengawasi bahwa ini
dananya dana bantuan dan ini dana APBN. Nah itu yang perlu detil Bu, perinciannya kita ingin
tahu seperti apa gitu karena kan sudah mengalir sebesar itu, kita juga nggak tahu di mana dana
ini sekarang, mungkin itu.
Terima kasih Pimpinan.
KETUA RAPAT:
Oke, terima kasih.
Silakan Bu.
MENTERI LINGKUNGAN HIDUP & KEHUTANAN RI:
Jadi kami lanjutkan bahwa sudah ada komitmen dari 11 negara untuk, ini baru
komitmennya untuk pendanaan di halaman 32 Australia, Kanada, Jerman, Italia, Belanda, New
Zealand, Swedia, Swiss, Inggris, Amerika dan Belgia untuk komitmen capacity building. Kemudian
juga ada beberapa dai Swedia, Jerman, Italia, Belgia untuk adaptasi. Sesuai dengan, selanjutnnya
pada halaman 34 sesuai dengan metoda yang sudah ada standarnya di secretariat pengendalian
perubahan iklim di PBB. Maka ada persyaratan dan kerangka kerja transparansi yang untuk
Indonesia sekali lagi kami laporkan bahwa kita sudah punya sistem registry nasional jadi
bagaimana verifikasi, pendaftaran, evaluasi, analisis sampai pada kesimpulannya itu dibicarakan
secara terbuka, kemudian dilaporkan lagi di secretariat di sana untuk istilahnya validasi dan
pengukuhan standarnya. Jadi ini di halaman 34-37 itu sampai 39, sam,pai halaman 40, di sini juga
ada web-nya dan sudah terbuka. Jadi ada penyajian informasinya dengan web.
Selanjutnya untuk peningkatan kapasitas, Indonesia sesuai dengan standar dari Paris
Agreement di UNFCCC-nya itu untuk mengatasi kesenjangan kebutuhan, maka dilakukan
peningkatan kapasitas dan di standar sana ada keanggotaannya dan ada 12 Anggota, yang dari
Indonesia perwakilan Asia Pasifik juga ……juga sudah dilakukan kegiatan dan
pemahaman-pemahaman kepada ahli-ahli ataupun akademisi-akademisi di daerah.
Bapak Pimpinan.
Selanjutnya kami ingin melaporkan pada halaman 45 bagaimana peran non state actors
atau peran-peran stakeholder di luar pemerintah pusat yang sebetulnya oleh Paris Agreement
sangat di dorong. Jadi di dalam dikumen ini yang disebut non partie stakeholder seperti civil
society, private sector, lembaga-lembaga keuangan, kota-kota dan ataupun otoritas sub nasional
lainnya, jadi seperti asosiasi, kelompok-kelompok masyarakat, masyarakat adat, dan sebagainya.
Jadi di dalam Paris Agreement itu memang mereka harus diundang dan harus bersama-sama
juga termasuk seperti kami sampaikan tadi masyarakat hukum adat. Jadi ini saya kira sudah kita
mulai dan bahkan di dalam interaksi-interaksi internasional juga mereka juga sudah ikut serta.
Selanjutnya Bapak Pimpinan dan Bapak-Ibu Anggota yang terhormat. Kita di kementerian
memang sebagai national vocal point pada halaman 49, itu memikirkan untuk dan sudah kami
mulai untuk adanya semacam pusat data pengetahuan dari perubahan iklim yang muncul dari
inovasi-inovasi masyarakat karena Indonesia yang begitu luas, sangat jauh berbeda misalnya
dibandingkan dengan Singapura yang luasnya hanya sekota Jakarta. Itu ternyta secara kenyataan
inovasinya sangat banyak, tadi ada pola masyarakat adat, ada pola-pola kampus, ada pola-pola
komunitas, ada pola-pola perusahaan. Itu yang punya inovasi-inovasi dan kita memang perlu
mengumpulkannya dan itu kita lakukan dalam dialog mingguan setiap hari Rabu. Jadi sekarang
sudah terkumpul beberapa tema, di sini ada ya, di halaman, nanti kami laporkan ada di,
hasil-hasilnya menurut tema-tema dari pengetahuan apa saja yang sudah terangkum. Jadi itu
rencananya seperti di halaman 50 dan di 51 ini juga sudah memulai ditampilkan, jadi setiap ada
masukan atau inovasi yang masuk dari public. Jadi kalau ada, kalau ketahuan oleh kami ataupun
terinformasi kepada nasional vocal point bahwa ada inovasi misalnya apakah Aren, apakah zat
kimia yang bisa mengatasi pori-pori gambut dan sebagainya itu biasanya dia paparkan, kemudian
kita tabung itu sebgai pengetahuan dari masyarakat untuk inovasi perubahan iklim.
KETUA RAPAT:
Sebentar Bu, inikan positif sekali sebetulnya apakah itu juga mendapatkan bantuan dari
pemerintah kalau memang rakyat-rakyat yang sangat kecil memunya ide-ide besar yang mau
berkontribusi sebetulnya atau kita cuma sekedar mengapresiasi sekedar tampung, kita biarkan
mereka survive sendiri.
F-PD (MUHAMMAD NASIR):
Setuju Ketua, itu yang penting tadi.
MENTERI LINGKUNGAN HIDUP & KEHUTANAN RI:
Jawabannya jujur Bapak Pimpinan dan Bapak-Ibu Anggota yang terhormat, belum. Jadi
saya melihat bahwa ini juga baru, ini bener-bener murni dari diskusi kita. Saya melihat bahwa
harus ada recognition dulu pertama bahwa rewards-nya sih nggak langsung diberikan dana untuk
pembinaan atau apapun tetapi sebagai contoh misalnya masyarakat adat yang kita tahu punya
inovasi dan anak sekolah punya inovasi itu yang kita bawa waktu ke Marakesh. Jadi masih sangat
konvensional, jadi ini memang sedang kita fikirkan harus seperti apa, bahkan pojok iklimnya
sendiri sebetulnya ini ada dananya nggak di APBN, pojok iklim, nggak dia pakai konsumsinya
secretariat jenderal saja saya suruh taruh karena ini betul-betul memang mungkin sudah berjlan
6-7 bukan ya, tapi koleksi pengetahuannya saya lihat sudah cukup banyak. Ini bisa kelihatan
Bapak Pimpinan dan Bapak-Ibu Anggota yang terhormat.
F-PD (MUHAMMAD NASIR):
Interupsi sedikit Pimpinan.
KETUA RAPAT:
Silakan Pak.
F-PD (MUHAMMAD NASIR):
Menindaklanjuti yang Ibu Menteri sampaikan tadi, saya ada menemukan Bu anak ini
sekolah di Jerman 5 keluarga. Dia punya jaringan kultur yang cukup bagus bisa merubah dari
bahan yang tidak, dari tumbuhan yang tidak bagus menjadi bagus. Nah kemarin saya telepon Pak
Sekjen melihat balai benih yang ada di Riau, saya prihatin Bu. Nah kalau dengan anggaran,
mungkin saya mau lihat berapa anggaran pengadaan benih yang kita lakukan untuk nanam
kembali, tapi apakah kualitas pohon-pohon yang disiapkan ini sudah berkualitas atau lebih baik
dari sebelumnya. Nah ini harus digarisbawahi Bu Menteri, ini mau dbawa kemana anggaran
seperti ini. Saya Tanya saja benih bibit duren yang harusnya dia sudah bisa di stek atau sudah
dibuat yang lebih bagus, nah dia hanya ditanam biji, mungkin bijinya dapet dari pinggir jalan di
bawa ke situ, ditanami. Nah ini nggak tahu prosesnya seperti apa, anggarannya dari mana, nah
harus ada kualitas Bu. Saya telpon Pak Sekjen waktu itu, saya minta teleponkan dan saya berada
di situ, nggak ada kemajuan yang dibuat, tapi anggarannya setiap tahun turun. Nah saya punya
fotonya, orangnya di Sumatera Utara, Ibu bisa hire, bisa jadi konsultan, bisa mungkin
mengeluarkan dana awal untuk teknologi yang seperti ini. Ini bisa lebih baik, membina balai-balai
yang ada di Kementerian Kehutanan lingkungan ini, tapi dia bnisa lebih baik.
F-PAN (Dr. Ir. Hj. ANDI YULIANI PARIS, M.Sc):
Izin Pak Ketua, saya juga sudah punya 14 pertanyaan ini. Jadi maksud saya biar Bu
Menteri menyelesaikan terlebih dahulu baru.
F-PD (MUHAMMAD NASIR):
Sebentar Bu, saya punya hak politik, berikan hak saya di sini karena saya.
F-PAN (Dr. Ir. Hj. ANDI YULIANI PARIS, M.Sc):
Sama Pak.
F-PD (MUHAMMAD NASIR):
Makanya nanti ada porsi Ibu karena saya mesti interupsi.
KETUA RAPAT:
Sebentar, kalau sifatnya interupsi saya izinkan yang masih berhubungan dengan sini, tapi
kalau di luar pendalaman nanti ada sesi pendalaman, nanti paling tidak sesuai dengan ini saja
dulu Pak, nanti didalamkan lagi.
Silakan Bu dilanjutkan lagi.
MENTERI LINGKUNGAN HIDUP & KEHUTANAN RI:
Terima kasih.
Ini juga sudah hampir selesai tinggal satu aspek lagi yaitu dana hibah dan implementasi,
rencana implementasi.
Pak Pimpinan, pada halaman 67, 68 dan 69, serta 70 itu kelihatan daftar inovasi yang
keluar selama diskusi mingguan itu, misalnya inmovasi Bios 44 yaitu untuk tadi yang saya bilang
menutup pori-pori di gambut sehingga tidak mudah terbakar. Kemudian NOzel, Nozel yang
diciptakan buat di bor, kemudian itu sambu kontinnu Nozel dan sebagainya. Kemudian restorasi
ekosistem juga di verifikasi legalitas kayu, kemudian game, juga ada game-ame perubahan
klimnya dan sebagainya itu kelihatan datanya.
Selanjutnya izinkan saya melaporkan yan dana hibah, di catatan kami ada 8 di halaman 60.
Ada 8 kegiatan yaitu hidrokloro karbon faseout, kemudian juga di foam-nya partnership juga
peningkatan kelembagaan dan strategic planning dan action untuk climate resilition, kemudian
ada untuk dukungan kepda komunikasi ke UNFCCC, serta infrastruktur untuk kapasitas redplast
dan climate change respon. Ini kalau di total kira-kira dananya 51,6 juta US dolar, ini di luar dana
Norway. Ini yang sekarang sedang berlangsung.
Selanjutkan Bapak Pimpinan dan Bapak-Ibu Anggota yang terhormat, saya ingin
melaporkan bahwa dalam tahun 2018 dalam rencaa kerja pemerintah, pada tanggal 1 Februari
sudah ada sidang cabinet paripurna di situ dipaparkan oleh Menteri Bappenas bahwa satu
diantaranya mainsteaming perencanaan pembangunan nasional adalah perubahan iklim. Jadi ini
satu progress yang sangat baik atas dukungan yang terhormat Bapak Pimpinan dan Anggota
Komisi VII. Jadi setelah Undang-undang Ratifikasi berbgai dorong kami terus berinteraksi dengan
kementerian-kementerian dan melaporkan juga kepada Bapak Presiden. Lalu ada 4
mainstreaming rencana pembangunan nasional yaitu good governance, gender, kemudian
revolusi mental dan perubahan iklim. Jadi di dalam RKP 2018 diproyeksikan ada 10 prioritas
nasional di mana mainstreaming perubahan iklim ini juga masuk dan yang terkait langsung
dengan perubahan iklim seperti di pendidikan, kesehatan, perumahan, juga pariwisata, energy,
pangan juga penanganan kemiskinan.
Demikian yang ingin kami laporkan sebagai progress, mohon berbagai catatan dan arahan
untuk pengembangan agenda dan koreksi-koreksi program selanjutnya,
Terima kasih kurang lebih mohon maaf.
Wassalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Om shanti-shanti om.
KETUA RAPAT:
Terima kasih Kepada Ibu Menteri Lingkunan Hidup atas penjelasannya yangn sangat baik
dan tadi sudah terlihat antusiasme dari para Anggota Dewan untuk mendalami karena memang
program ini menjadi concern dari pada Anggota Komisi VII, terutama paska ratifikasi Bu karena
kita merasa kita me-ratify, jadi kita betul-betul ingin ada suatu, punya keinginan untuk konsistensi
dari pada pemerintah di dalam mengimplementasikan. Jadi tidak heran kalau tadi banyak yang
bersahutan gitu untuk nantinya otomatis akan menanyakan lebih jauh lagi gitu. Di meja Pimpinan
sudah ada beberapa yang terdaftar, nomor satu sebetulnnya Pak Muhtar tapi.
F-PDIP (MERCY CHRIESTY BARENDS, ST.):
Boleh nambah Pak, sebelum di rolling.
KETUA RAPAT:
Bu Mercy ya, oke yang kedua Ibu Andi Yuliani Paris.
Silakan Bu Andi.
F-PAN (Dr. Ir. Hj. ANDI YULIANI PARIS, M.Sc):
Assalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Yang saya hormati Ibu Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Bapak-Ibu Dirjen dan
Direktur yang hadir pada hari ini.
Yang saya cintai Bapak-Ibu Anggota Komisi VII.
Saya ada 15 poin Bu yang ingin saya sampaikan dan yang ingin saya tanyakan, tapi saya
biasanya ringkas-ringkas saja walaupun banyak. Pertama Bu, terima kasih kepada jajaran
lingkungan hidup dan kehutanan telah menginisiasi diskusi tentang ulat sutera yang merupakan
kebutuhan yang sangat penting khususnya di daerah pemilihan saya Kabupaten Sopeng dan
Wajo. Pertanyaan saya adakah rencana Kementerian LHK ini untuk menghidupkan kembali balai
kesutraan dan balai mangrove, itu 2 balai itukan sudah dihapus padahal penting di Dapilnya Pak
Nasir, itu penting sekali BU balai mangrove itu ada, di Dapil saya juga dan beberapa Dapil-dapil ini
perlu dihidupkan, apakah ada rencana karena kalau tidak ada seperti yang terjadi, saya mau
minta mangrove sampai saat ini di Sulawesi Seltan itu nggak pernah saya dapatkan, saya sudah
datangi balai BPDAS-nya ya.
Kedua Bu terkait dengan halaman 56-58, di sini ada perjuangan Indonesia di luar forum
UNFCCC dan non. Biasanya ini Bu, kelemahan kita ini orang Indonesia ketika mengirim delegasi,
mereka hanya datang tapi tidak punya notulensi yang lengkap tentang apa yang telah dibicarakan,
yang telah diperjuangkan terdahulu. Mereka coba kita belajar dari kasus Sipa dan Ligitan karena
kita nggak punya dokumen, tidak pernah jelas tantang apa yang telah kita perjuangkan. Kita
sekedar hanya pergi ke luar negeri, tidak punya notulensi yang cukup, tidak punya
agenda-agenda perjuangan yang penting yang untuk di golkan pada tahap negosiasi di luar negeri
tersebut. Nah untuk halaman 56-58, apakah sudah ada notulensinya yang cukup, siapapun
menterinya siapaun dirjennya, siapapun direkturnya, yang bisa membaca kembali apa yang perlu
ditindaklanjuti terkait perjuangan Indonesia di forum-forum UNFCCC itu tersebut. Kemudian
technical assistant Bu, saya ini pernah kerja di GT set, pernah kerja di UNDP kita harus hati-hati
sekali apalagi Ibu berkali-kali mengatakan tentang civil society. Tadi saya diskusi sama Pak Tjatur,
sekarang ini negara dilemahkan, partai politik dilemahkan, lama-lama pemerintah tidak punya role,
tidak punya peran kembali. Civil society yang jadi kuat, apa agendanya Bu, mereka itu
menginginkan data-data kita, apakagi data tentang hutan, sebenarnya bukan tentang hutannya
Bu, mereka punya data penginderaan jarak jauh tentang berapa sih wilayah, di mana wilayah
perbatasan, berapa manusia yang ada di situ. Bu Menteri ini lulusan terbaiknya Lemhanas nih,
simetrik world, roxy world itu bisa lewat itu semua Bu, salah satunya lewat kerja sama luar negeri.
Saya tidak anti kerja sama luar negeri, tapi ini mungkin harus hati-hati sekali sekali dengan
technical asisten-asisten yang terkait dengan data. Bu Menteri mungkin masih ingat waktu
2004-2009 di Komisi II saya sangat menolak kerja sama dengan luar negeri tentang data
kependudukan, walaupun mau dikasih duit berapapun Indonesia dan itu akhirnya dibatalkan. Nah
hati-hati terhadap technical asisten yang biasanya mereka memperkuat civil society, kalau civil
society terlalu kuat, di dikte dari luar, apalagi salah satu yang kerja sama dengan dulu namanya
GT set Jerman technical corporation sekarang namanya GIZ sesama, jadi z-nya itu zezament
arbate, jadi kerja sama. Itu mereka di Aceh, saya nggak yakin mereka hanya mau pure kerja sama
hutan tapi mereka punya agenda-agenda. Ini perlu harus hati-hati sekali.
Kemudian pertanyaan halaman 67, 68, 69, 70 tentang inovasi pojok iklim. Di sini ada 1, 2,
3, 4, 5, 6, 7 dari aksi ketahanan perubahan iklim, restorasi ekosistem sampai yang banyak sekali
ini. Pertanyaan saya Bu, ini tolong dijelaskan atau mungkin saya minta tambahan penjelasan nanti
tidak perlu dijelaskan sekarang, tapi bentuk dalam tabulasi mana yang sudah selesai, mana yang
on going proses, mana yang akan dilanjutkan dengan tahun anggaran 2017 karena ini terkait juga
dengan pertanyaannya Pak Nasir tadi, mana sih yang bisa kita kerjakan di Dapil kita ini banyak
sebetulnya dari aksi ketahanan perubahan iklim, kemudian restorasi ekosistem, kemudian ada
instrument-instrumen kebijakan. Saya juga ada pertanyaan terkait instrument kebijakan, halaman
berapa itu, ada Perda-perda yang akan dibuat, maaf bukan, peraturan dirjen. Pertanyaan saya Bu,
cukupkah dengan peraturan dirjen untuk memayungi atau memaksa, karena peraturan itu
sebenarnya untuk memaksa, untuk melakukan sesuatu, cukup tidak, coba dikaji, apakah dia harus
lewat peraturan menteri.
Kemudian tentang CSR internasional sama pertanyaannya ini Bu, harus jelas bentuk kerja
samanya. Kemudian halaman 32 pernyataan kontribusi pendanaan, kadang-kadang dengan pihak
Dodor itu kita dikasih uang, jumlahnya besar, tapi mereka sebenarnya banyak untuk gaji mereka
sendiri. Ibu saya tahu saya, ibu-ibu kalaupun kerja sama internasional bapak-bapak di
kementerian ini nggak pegang uang kan sebenarnya, tetapi yang perlu diperhatikan sebenarnya
jangan sampai kita menyerahkan kedaulatan kita secara halus melalui pendanaan-pendanaan
luar negeri ini, ini yang menjadi catatan. Kemudian di halaman 60 di situ hibah/pinjaman, ini hibah
semua ya Bu, nggak ada pinjaman ya, hibah semua ya, mungkin berarti pinjamannya coret di situ
untuk judul tabel. Kemudian pertanyaan saya terkait dengan koordinasi ataupun perjuangan di
UNFCCC dan non, ini saya minta Bu secara tertulis apa yang menjadi PR bagi bangsa kita di
dalam negosiasi di forum-forum internasional. Ini penting Bu, karena contohnya misalnya
outsounding border area di Kalimantan, di Indonesia itu masih banyak dan itu berpuluh-puluh
tahun nggak pernah selesai negosiasinya di tingkat internasional, jangan sampai kita juga punya
negosiasi, kita misalnya Paris Agreement, kita punya kewajiban-kewajiban, tapi kita jangan
sampai juga dihukum oleh negara lain, kita tidak bisa mengirim produk kikta karena kita tidak
mengikuti aturan-aturan, ini juga perlu diketahui.
Kemudian untuk lampiran 73, 74, 75 Bu, halaman itu. Tadi di salah satu halaman, di situ
disebt, oh di halaman 49. Ada pusat data ya, ini kalau saya datangin ke kementerian Ibu bisa saya
lihat nggak di mana pusat data ini. Ini pasti terkait dengan namanya yang tadi sebenarnya mau
menjelaskan tentang knowledge manajemen. Knowledge manajemen itu adalah manajemen
pengetahuan, jadi kegiatannya untuk mengidentifikasi sampai bisa digunakan kembali. Ini kalau
dilihat bisa nggak Bu, apa yang ada di pusat data yang dijelaskan di halaman 49, ada tidak
misalnya apa yang sudah dilakukan di halaman 73, 74, 75 itu ada tidak di pusat data yang Ibu
sebutkan di halaman 49. Ini yang ingin saya sampaikan, sekali lagi terkait nyambung
pertanyaannya Pak Nasir apa saja sih misalnya untuk desa iklim itu bisa yang kita lakukan di Dapil
kita.
Terima kasih Bu, semoga balai kesutraan, balai mangrove dihidupkan kembali, jjustru
disitulah pentingnya salah satu pelaksanaan dari terutama mangrove itu untuk implementasi dari
Paris Agreement.
Terima kasih.
Wabillahuitaaufiq wal hidayah.
Wassalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
KETUA RAPAT:
Terima kasih Bu Andi.
Selanjutnya Pak Muhammad Nasir, nambah satu lagi ya, oke.
F-PD (MUHAMMAD NASIR):
Terima kasih Pimpinan.
Yang saya hormati Pimpinan Sidang dan teman-teman Komisi VII.
Yang saya hormati Saudara Menteri dan seluruh jajarannya.
Mungkin menindaklanjuti yang Ibu Menteri sampaikan tadi, kita ingin melakukan
pendalaman Bu, saya ingin, izin Pimpinan mungkin interaktif. Salah satu contoh saja yang saya
tahu anggaran yang digunakan sebesar 70 juta US dolar ini, salah satu contoh mungkin kita ingin
Bu, dimana lokasinya. Mungkin mohon izin pimpinan untuk interaktif.
Terima kasih, salah satu lokasi Bu, apa kira-kira yang dilakukan.
MENTERI LINGKUNGAN HIDUP & KEHUTANAN RI:
Itu karena blocking itu termasuk, karena blocking di Riau banyak itu yang dilakukan oleh
UNDP, saya nggak ingat datanya secara hitung-hitungan angkanya tapi ada dan saya tahu persis.
Jadi bagaimana UNDP memfasilitasi kelompok-kelompok masyarakat termasuk di Riau, di
Kalimantan Tengah, itu salah satu contohnya.
F-PD (MUHAMMAD NASIR):
Tapi datanya ada di dirje ya Bu, mungkin nanti saya minta data itu. Mungkin yang lain saya
kemarin didatangi beberapa Anggota DPRD dari beberapa kabupaten termasuk juga Ketua
DPRD-nya di Dapil saya. Mereka mempermasalahkan satu kawasan-kawasan yang belum
memiliki Amdal Bu, tapi karena dengan adanya edaran Ibu yang kemarin itu tapi
permasalahannya karena terjadinya mereka membangun di satu kawasan yang terlarang. Ini
mungkin perlu didalami, mungkin di dirjen hukum maupun dirjen lingkungan. Ini mungkin datanya
saya serahkan ke Bu Menteri atau dirjen bersangkutan.
Terus kawasan-kawasan Bu yang mungkin tadi yang saya sampaikan hutan-hutan lindung
seperti yang pernah Ibu Menteri sampaikan yang terjadi kabupaten Rohul yang mungkin sudah
diproses juga seperti Ibu Menteri sampaikan punya DL Sitorus, tapi itu aktivitasnya masih jalan
dan dikelola oleh yang bersangkutan. Ini kita minta penegasan bagaimana proses lingkungan ini,
maupun proses kawasan yang salah yang dilakukan oleh perusahaan tersebut. Itu mungkin yang
kedua.
Dan yang ketiga untuk kita masuk ke angaran 2017, tapi kita minta mungkin perlu
pendalaman Pimpinan nanti di waktu yang khusus. Pendalaman anggaran 2016, bagaimana
penggunaan anggaran 2016, di mana saja pos lokasinya, dia dibuat seperti apa, ini mungkin kita
minta waktu khusus, mungkin sekjen dan seluruh dirjen menjelaskan untuk anggaran 2016.
Yang keempat tadi, kita kemarin ada kunjungan spesifik kita mendapatin ada beberapa
pabrik-pabrik yang posisi limbahnya masih banyak bermasalah. Ini perlu pendalaman dan saya
sangat kritis karena sudah beberpa kali melakukan kunjungan di Riau tentang kondisi di
limbah-limbah ini, tapi tindak lanjutnya tidak ada juga kejelasan dan laporan secara terperinci.
Maka mungkin Komisi VII bisa membantuk Panja itu Panja Lingkungan atau Limbah supaya kita
bisa mengawasi perusahaan-perusahaan yang bermasalah maupun limbah-limbah yang tidak
sesuai yang dibuang tidak pada tempatnya arau disempurnakan sebaik mungkin seperti yang kita
lakukan pada waktu itu kunjungan juga ke Chevron, Bu Dirjen juga ikut. Bu Dirjen juga tidak tahu
proses itu yang selama ini tidak dilaporkan Chevron. Nah sekarang mereka ingin mengelola
limbah tersebut dengan anggaran sebesar 13 trilyun. ini juga harus kita berikan pengawasan,
untuk pengawasa ekstra ataupun seperti apa karena anggaran itu akan di cost recovery oleh
perusahaan tersebut. Ini perlu catatan penting karena kementerian yang Ibu Menteri tangani
cukup banyak kompeten dengan lingkungan. Lingkungan ini perlu Bu penanganan khusus karena
sudah terjadi kasus hukum dan sekarang yang terlibat kasus hukum menjadi pengelola untuk
me-launching pengadaan tersebut. Diangkat kembali itu namanya Bachtiar atau apa ada dikirimin
wartawan dari Riau, itu perlu dibatalkan Pak menurut saya karena masih banyak orang-orang lain
yang bisa melaksanakan itu, ini menjadi miring nanti karena dia sudah pernah kena kasus hukum
terpidana 4 tahun. Sekarang oleh Chevron diangkat untuk melaksanakan proses lelang tersebut
sebesar 13 trilyun. jadi ini menjadi catatan penting, mungkin Bu Menteri, nanti kita minta juga SKK
dan ESDM. Ini kita minta dibatalkan dan perlu didiskusikan dulu ke pihak kementerian bagaimana
proses limbah tersebut dan daerah-daerah yang menghasilkan minyak juga bisa memproses
limbah tersebut untuk menjadi penghasilan mereka juga, menjadi pemasukan APBD. Ini mungkin
perlu masukan-masukan dan penilaian dari kementerian bagaimana memproses limbah tersebut
karena masih banyak juga lahan yang dipergunakan di daerah tersebut yang bisa menjadi
pemasukan BUMD ataupun daerah yang penghasil minyak tersebut karena anggarannya cukup
besar, dia 5 tahun ini diadakan sebesar 13 trilyun. ini mungkin menjadi catatan penting kepada bu
menteri, itu yang bnetuknya limbah Bu. Beberapa perusahaan besar juga ada di Riau, nah ini
perlu penanganan dan pendalaman tentang kondisi limbah yang ada di Riau karena mencemari
seluruh sungai yang ada di Riau.
Mungkin catatan penting pimpinan, mungkin kita bisa membahas dalam intern untuk
membentuk panja untuk penanganan limbah maupun lingkungan yang ada di Komisi VII.
Mungkin mohon izin terima kasih.
KETUA RAPAT:
Terima kasih.
Selanjutnya Pak Ramson.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Terima kasih Pak Ketua.
Assalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Salam sejahtera untuk kita semuanya.
Pak Ketua, Rekan-rekan Anggota yang terhormat.
Bu Menteri dan Pak Sekjen dan semua Pak Dirjen jajaran yang saya hormati.
Ini maaf tadi Pak Ketua, sebentar rapat di Badan Legislasi, jadi bagi-bagi waktu Bu Menteri,
ya itulah kalau rangkap jabatan.
Bu Menteri tadi penjelasannya lumayan lengkap, tetapi seperti tadi mungkin sudah
disampaikan oleh teman-teman Anggota yang terhormat. Kita memerlukan formulasi perhitungan
kompensasi dan juga realisasi yang dilakukan, program-program yang telah dilaksanakan untuk
meng-spend atau mengeluarkan uang kompensasi itu apa saja gitu Bu. Itu yang pertama.
Yang kedua, di daerah pemilihan saya kabupaten Pekalongan ada hutan Ketungkriyono. Itu
tolong penjelasan Bu Menteri, kira-kira nanti berapa kompensasi yang bisa diperoleh hutan
Ketungkriyono karena itu termasuk juga bagian yang akan memperoleh kompensasi.
Terus yang ketiga, Pak Bupati juga kalau boleh di sana dibangun rumah persinggahan di
Ketungpriyono itu mungkin Pak Sekjen bisa menganggarkan itu bupati kabupaten Pekalongan
menitipkan usulan ke Bu Menteri melalui saya. Jadi karena anggaran dari Pemda itu ada untuk itu,
untuk hutan Ketungpriyono di kabupaten Pekalongan.
Terus yang keempat tadi memang birokrasi mungkin di Kementerian Kehutanan ini masih
perlu dibenahi Bu Menteri, tadi ada keluhan dari teman-teman Anggota yang terhormat. Saya juga
mengalami Bu Menteri, ada surat dari Bupati, tetapi pengajuan itu sudah lengkap sampai ke
tengah di direktur-direkturnya nggak tahu persoalannya. Saya waktu itu bersama staf saya sudah
rapat dengan 2 direktur, tetapi nggak tahu kalau ada surat pengajuan yang dari Bupati kabupaten
Pekalongan, eh bupati kabupaten Pemalang maaf. Kalau tadi Ketungpriyono di kabupaten
Pekalongan, kalau ini di kabupaten Pemalang terkait hutan mangrove yang sudah terjadi erosi
besar-besaran. Tadi ada usulan, ini sudah saya sampaikan ke Bu Menteri, sudah 2 kali juga Pak
Sekjen, tapi pas rapat dengan direktur, direktur hanya bicara soal bibit produktif, yang semua juga
dapat bibit produktif, tetapi justru yang ada surat dari bupati kabupaten Pemalang,
direktur-direkturnya tidak faham gitu. Jadi saya ini agak kurang nyambung, ini memang masih
kelemahan juga di dalam mengelola anggaran negara ini di banyak-banyak sektor, di Pemda juga
kadang-kadang seperti itu ada birokrasi yang memerlukan surat dari kepala dinas ke kementerian,
bukan hanya Kementerian KLH tapi juga kementerian lain yang saya juga perjuangkan, saya lihat
untuk membuat surat juga bupati sudah perintahkan tapi kepala dinas juga tidak membuat surat
juga, nggak nyambung. Jadi ini yang saya lihat kelemahan target reformasi birokrasi yang saya
juga ikut menyusun itu waktu saya di Komisi XI Tahun 2007 dulu bersama Menteri Keuangan
yang sekarang kembali menjadi Menteri Keuangan.
Ini tolong Bu Menteri, diperhatikan karena itu belum masuk ke program yang sudah surat
itu disampaikan, malah sebelum Oktober, sebelum APBN 2017 diputuskan. Itu yang saya lihat
perlu penjelasan seperti tadi saya sengaja di sini tidak agak keras mengkritisi, cuma memang
perlu pembenahan karena manajemen itu kan kita harus lihat goalnya di mana, realisasinya
bagaimana. Jadi saya melihat kadang-kadang proses pelaksanaan APBN ataupun belanja negara
itu banyak jadi suatu rutinitas, kurang bisa menyesuaikan kalau ada terobosan, jadi bukan ke soal
target. Memang itu kelemahan dari sistem penganggaran berbasis kinerja, jadi hanya itu-itu saja.
Jadi kalau itu jalan naik 5%, naik 6% padahal kadang-kadang ada terobosan, seperti misalnya
bahwa terjadi erosi di satu kabupaten hutan mangrove dan itu juga bisa kalau itu diatasi bisa
menjadi destinasi pariwisata yang juga akan bagus untuk tambah lapangan pekerjaan dan juga
untuk PAD kabupaten yang bersangkutan. Hal-hal seperti ini yang saya lihat tadi itu masih lemah,
saya cek di tengahnya dibawah Bu Menteri di level direktur malah tidak tahu, suratnya pun tidak
lihat. Nah itu Bu Menteri untuk tolong diperhatikan termasuk juga nanti ini soal implementasi dari
Paris Agreement ini tentunya ini tidak hanya sebagai normative saja dibuat laporan di sini, kalau
nanti pada waktunya sebenarnya sudah harus bentuk-bentuk kegiatan yang sudah ada di
lapangan gitu. Jadi kalau inikan saya lihat kebanyakan masih bersifat normative, belum langsung
apa yang sudah di lapangan, bagaimana realisasinya, angka-angkanya, kuantitatifnya, belum
terlihat di sini.
Mudah-mudahan Pak Ketua, di waktu yang akan datang periodic kita adakan rapat dengan
Bu Menteri agar kita mengetahui progresnya karena memang ini bukan dari APBN, mungkin ini
bukan di audit oleh BPK, tetapi kita sebagai DPR RI harus mengetahui progress dari implementasi
dari Paris Agreement ini. Itu yang perlu Pak Ketua, jadi secara periodic harus kita mendengarkan
atau menerima laporan perkembangan kemajuannya, jadi dan tidak hanya bersifat normative,
sudah harus bentuk-bentuk yang direalisasikan di lapangan. Jadi kalau saya lihat ini masih
normative semua ini, seperti sistem inventarisasi, ….nasional, sistem MLV untuk mitigasi,
transparansi framework, tapi di mana dan apa yang dilakukan belum kelihatan dan juga secara
kuantitatif juga belum kelihatan.
Sementara itu Pak Ketua, jadi secara periodic perlu karena dari situlah baru kita ketahui
bagaimana sebenarnya hasil dari Paris Agreement ini, jalan nggak di lapangan. Itu yang perlu,
jangan hanya kita menyetujui suatu Undang-undang tetapi tidak implementatif di lapangan. Kalau
kurang implementatif apa yang perlu didukung Komisi VII DPR RI, jadi juga harus sama-sama
mencari solusi karena di republic, saya di DPR RI sejak……dulu saya di luar sistem, dulu saya
betul-betul mengkritisi pemerintah yang lama dulu sampai pergerakan-pergerakan dulu juga saya
di bawah, istilahnya di bawah tanah. Tetapi di dalam saya lihat sulit juga, saya sudah 18 tahun di
dalam sistem ini. Jadi masih, saya lihat kemajuan di republic belum sesuai yang diharapkan,
padahal hutang sudah makin banyak, bunga hutang kita sudah harus hutang membayar bunga
hutang kalau kita dalam struktur APBN. Itu salah satu variable untuk melihat bagaimana kemajuan
bangsa ini, kemajuan kompetitif kita juga lemah, kita udah menyetujui Asean Free Trade Area,
tetapi kemampuan kompetitif industri kecil itu kita juga lemah. Jadi semua saling terkait termasuk
juga soal birokrasi, jadi kalau reformasi birokrasi itu saya lihat juga kurang efektif jalan di
lapangan, hanya melihat dari sisi tanggung jawab anggarannya berapa, ada bonus-bonusnya
berapa, padahal di lapangan kadang-kadang nggak jalan. Ini terpaksa saya keluarkan Bu Menteri
karena saya lihat itu, saya kecewa kok masih seperti itu. Jadi kelemahan ini selalu yang paling
merasakan adalah rakyat kecil karena saya baru 2 minggu yang lalu acara di salah satu desa, di
desa Belik di kawasan Pemalang, ketemu di salah satu rumah warga 100 orang ketemu dari 100
orang itu 96 orang adalah buruh tani. Jadi bukan Simarhein lagi Bu, kalau Simarhein itu punya alat
produk sendiri oleh Bung Karno yang diketemukan di Bandung 1927, tetapi nggak punya alat
produksi lagi, mereka memang susah hidupnya. Makanya saya juga menanyakan mereka apa
yang bisa produktif di sekitarnya, ada memang disampaikan dan saya mau kerja sama dengan
institusi lain bukan Kementerian Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Itu saloah satu contoh saya minta ke institusi lain ini bikin terobosan, apa yang bisa saya
perjuangkan, saya perjuangkan, supaya memang yang 96 orang ini bisa ada penghasilannya. Itu
salah satu contoh, bahwa kelemahan sistem birokrasi di semua hampir institusi itu yang korban
rakyat juga biarpun anggaran sudah ribuan trilyun. Ini makanya saya menyampaikan ini bahwa
kelemahan di suatu institusi pemerintah, bukan hanya akibatnya di sisi pemerintah itu. Itu
akibatnya berdampak secara nasional, memang tidak terasa. Misalnya dulu kelemahan dari
lambatnya realisasi konverter BBM ke BBG, itu juga menurunkan tingkat kemampuan
kesejahteraan nelayan. Juga yang terkait dengan institusi Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan pasti ada yang seperti itu juga, termasuk tadi soal tadi hutan mangrove tadi.
Itu Bu Menteri, ini tolong diperhatikan karena kalau itu tidak realisasi terpaksa di publik
saya krituik habis ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan nanti. Saya ini karena saya
kurangi saya bicara-bicara di TV belakangan ini, 6-8 bulan terakhir. Tadi saja saya di telepon
salah satu TV, saya bilang Pak Satya saja, saya lagi nahan diri 6-8 bulan ini Pak Satya. Bener ini
ada SMS-nya ini istri saya, saya oper ke Pak Satya biarpun semalam waktu di Pemalang saya
bilang lihat besok, tapi saya pikir agak ada hal kontroversi saya sedang menahan diri, tapi pada
saatnya nanti sampai dulu saya berdebat-debat dengan Pak Daryatmo itu, dulu, tapi saya sudah
menahan diri sekarang, contohnya waktu dulu kan, 8 bulan pertama saya di DPR RI periode
sekarang, tapi sudah sabar sekarang, tetapi sabar juga waduh jadi lewat-lewat begitu saja, iya Bu
Menteri ya.
Artinya saya bicara ke Bu Menteri juga ke Pak Dirjen sama direkturnya gitu, ada perlu
receiving instropeksi sana receiving. Itu ajaran Bung Karno itu Pak Dirjen sama Bu Menteri, jadi
ada re-thinking, ada instropeksi dulu baru re-thinking, baru recieving, merubah strategi
pelaksanaan di lapangan supaya lebih baik.
Demikian Pak Ketua, terima kasih.
Wassalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
KETUA RAPAT:
Wa 'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh.
Terima kasih Pak Ramson.
Sekarang ke Pak Mukhtar Tompo.
F-HANURA (MUKHTAR TOMPO, S.Psi):
Terima kasih Pimpinan.
Assalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Banyak tanggapan, masukan, saran dari Pak Ramson tapi ada satu yang membuat saya
garisbawahi pernyataan dari beliua, bahwa Pak Ramson dalam posisi bagian dari sistem
pemerintah. Itu pernyataan yang menarik walaupun Pak Ramson ini di Gerindra.
Pimpinan, saya hanya ingin menyampaikan lewat rapat ini sebagaimana yang tadi
dijelaskan oleh Bu Menteri, terkait dengan dana Norway. Saya inghin mengulang pernyataan saya
pada rapat-rapat yang lalu bahwa saya pernah berkunjung ke Norway pada hari Rabu 7
September 2016, saya catat Pak Pimpinan. Saya bertemu dengan Kementerian Luar Negeri
Norway, kemudian di situ juga saya mendapatkan penjelasan utuh tentang komitmen Norway
sejak 2008, di mana Norway ini adalah negara pendonor terbesar untuk menghentikan deforestasi
di hutan-hutan tropis di Indonesia. Ini terkait dengan ancaman global warming karena Norway ini
adalah negara paling kutub utara, negara yang paling terancam apabila tidak melakukan
upaya-upaya kepada Indonesia dalam menghentikan deforestasi itu. Tapi dampak dari pada ini
Indonesia ini harus kehilangan 40% bahkan mungkin lebih dari 110 hektar luas lahan atau hutan
yang tidak bisa dikelola masyarakat Pak, karena terjadi pewilayahan-pewilayahan hutan akibat
dari ini. Kita tahu bahwa ada hutan lindung, konservasi dan ada juga hutan produksi terbatas.
Kemudian kita tidak bisa membangun infrastruktur di area ini, juga tidak bisa membangun
areal pertanian dan mengembangkan perkebunan dan lain-lain, semua sebuah dana komitmen
yang tidak jelas dan tidak pasti. Saya mendapatkan angka yang cukup besar pada pertemuan Bu
dan mohon diklarifikasi karena jauh beda dengan besaran dana yang disampaikan Ibu tadi.
Besaran dana komitmen itu yang saya catat adalah 522 juta USD per tahun atau setara dengan
6,7 triliun per tahun dan ini komitemen sejak tahun 2008 gitu. Jadi lewat kesempatan ini saya
mengapresiasi kepada pemerintah, lewat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
tentunya yang telah membuat inisiasi Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup. Saya kira itu pak
dan saya membutuhkan klarifikasi tentang besaran dana itu Bu.
Terima kasih banyak.
Wassalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
KETUA RAPAT:
Terima kasih.
Selanjutnya Pak Tjatur dan siap-siap Bu Mercy.
F-PAN (Ir. H. TJATUR SAPTO EDY, MT.):
Terima kasih Pak Ketua.
Bu Menteri dan jajaran, Pak Bambang, Pak Imam dan Saudara semua.
Saya sedikit saja Bu Menteri, agenda perubahan iklim mitigasi dan adaptasi ini yang
bertanya memang seharusnya dilakukan mainstreaming di pemerintahan. Dan yang kedua
menginternalisasi itu dalam kehidupan masyarakat, tanpa 2 ini saya kira berat, tidak mungkin ini
dikerjakan sendiri oleh kementerian ini. Saya meng-appeal adanya kegiatan-kegiatan yang bisa
memberikan kesadaran tentang perubahan iklim ini, agenda adaptasi dan mitigasi ini di tingkat
masyarakat. Buatlah kampanye-kampanye yang langsung ke masyarakat, buatlah film-film
menarik, layar lebar bekerja sama dengan sineas-sineas kita yang menggambarkan pentingnya
hal tersebut, satu. Yang kedua bekerja sama dengan tokoh-tokoh sosial dan agama, supaya
masyarakat itu bisa disampaikan ke masyarakat dalam berbagai kesempatan, dalam berbagai
forum-forum yang itu bisa cepat gitu, karena sepanjang saya amati kesadaran tentang perubahan
iklim ini masih dengan elite ini sekarang ini, masyarakat itu belum merasakan padahal kalau ada
perubahan itu dampaknya langsung ke masyarakat terutama golongan masyarakat bawah,
miskin, ustad-ustad, para pendeta dan lain-lain itu tokoh agama itu harus mulai inform soal ini.
Saya minta ini jadi fokus, itu yang pertama.
Yang kedua, berkenaan dengan itu pula, ini saya lihat di lampiran-lampiran ini ada berbagai
macam kegiatan yang hampir semua itu ada di kantor kementerian, walaupun pesertanya ada
juga dari daerah. Saya berharap ini teman-teman Komisi VII itu kegiatannya disebar di Dapil
teman-teman Komisi VII, apa namanya sosialisasi tentang mitigasi dan adaptasi perubahan iklim
ini. minimun ada 1-2 kegiatan di tiap Dapil karena yang paling bertanggung jawab teman-teman ini
juga terhadap suksesnya program pemerintah ini.
Halaman 73 itu juga kita minta inovasi pojok iklim ini di rinci lagi Bu, kita tidak banyak tahu
ini kegiatannya di mana saja, saya minta ini bisa disampaikan. Kemudian juga terkait dengan itu
pula, kalau kita lihat sumbangan terbesar dari mitigasi perubahan iklim ini adalah Kehutanan 17%
bisa diturunkan, kemudian energi baru terbarukan dan sampah. Saya mendalami itu saja dulu.
Yang pertama pengelolaan hutan berbasis masyarakat ini, saya ulangi pertanyaan saya yang
pada pertemuan terdahulu. Itu sekarang terkendala oleh perubahan Undang-Undang 23 itu,
sehingga KPH-KPH yang dulu bisa langsung kerja sama dengan masyarakat ini sekarang terhenti
karena Juknis untuk penyesuaian terhadap Undang-Undang itu belum dikeluarkan. Ini saya
mohon ini bisa mendapat perhatian karena ini saya kira dampaknya besar gitu, dampaknya besar
karena untuk menahan laju deforestasi ini karena mengikut-sertakan masyarakat atau masyarakat
menjadi subjek utama itu lebih penting dari pada pemerintah yang jadi subjek utama.
Berikutnya adalah men-streaming di tingkat pemerintah terutama energy dan teknologi.
Saya tidak melihat mitra kita Kementerian Ristek itu kan sebetulnya banyak di situ, banyak sekali,
teknologhi-teknologi yang bisa dikembangkan, harusnya perubahan iklim itu masuk di,
menginternalisasi di dalam membangun teknologi kita itu. Juga terhadap meskipun kemauan
ESDM ini besar, tapi saya lihat produk-produk dari kebijakan itu masih lambat Bu. Terutama
Permen-permen berkaitan dengan mendorong penggunaan energi baru terbarukan ini lambat
betul ini, kalau bisa ya kita dorong, terus kemudian dari kementerian, ini vokal poinnya siapa ya
ada Menkonya khusus nggak Bu, Menko Maritim atau Menko Maritim ya yang jadi panglimanya.
Terus kemudian ini aspirasi Dapil ini Bu berkenaan dengan ini, di sini pengelolaan di adaptasi ini,
pengelolaan sumber daya air, DAS yang di Dapil kami yang memerlukan perhatian ini, DAS-nya
Progo, ya kita melihat itu parah itu, cukup parah, kalau bisa ada program khusus di DAS-nya
Progo tentu saya kerja sama dengan PU Sumber Daya Air, tapi setidaknya ada kebijakan khusus
di kementerian dan perusakan lingkungan di lereng Merapi Bu karena ini kalau Merapi itu
gemanya itu sampai internasional itu. Saya berharap kalau yang taman nasionalnya sudah bagus
kerja dari kehutanan, saya kasih apresiasi, saya sudah masuk ke situ semua sudah bagus. Tapi
saya minta penegakan hukum ini Pak Roy di situ, ada 1-2 simbolis lah karena di situ perusakan
lingkungan dan semuanya tidak ada izinnya itu. Saya berharap kalau dihentikan saya kira
tantangannya kaya kemarin itu berat sekali, tapi kalau setidaknya ada action lah, ada simbolis
kerja dari pemerintah pusat untuk menghentikan kerusakan itu saya kira itu sudah lebih dari cukup
karena ratusan perusakan itu sama sekali tidak ada izin dan kemudian masyarakat yang terkena
dampaknya, pertaniannya hancur, sumber airnya hilang dan kehidupannya terancam betul.
Saya kira itu yang bisa saya sampaikan.
Terima kasih Ketua.
Wassalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
KETUA RAPAT:
Terima kasih Pak Tjatur.
Silakan Bu Mercy, siap-siap Pak Sayed.
F-PDIP (MERCY CHRIESTY BARENDS, ST.):
Terima kasih Pak Ketua.
Ibu Menteri yang saya hormati dan seluruh jajaran.
Rekan-rekan Komisi VII yang saya hormati dan banggakan.
Terkait dengan pembahasan kita hari ini terhadap implementasi Paris Agreement, saya kira
memang riwayatnya tidak bisa kita pisahkan dari apa yang sudah diimplementasikan di dalam
Red Plus, dalam program Red Plus. Program Red Plus sendiri yang kita pahami ini kan
sebenarnya satu mekanisme atau instrumen internasional ya yang disepakati bersama-sama di
tingkat UNTUK untuk mengurangi emisi, tingkat kerusakan deferostasi dan berbagai hal-hal yang
merugikan lingkungan hidup dan kehutanan kita. Sebelum kita masuk diimplementasi Paris
Agreement mungkin kita minta beberapa catatan dari ibu, implementasi Red Plus ini dananya itu
sudah dikucurkan sejak tahun berapa. Kalaupun misalnya sampai dengan hari ini menjadi
pertanyaan kami karena sampai dengan hari ini ini, update progres yang kita dapat semuanya
masih di tingkat persiapan. Nah kalaupun dana implementasinya jalan itu baru dia akan masukkan
di dalam BLU berdasarkan Perpres yang akan ditetapkan. Ini menjadi catatan sehingga kita minta
ini disampaikan dan diinformasikan berapa banyak dana yang telah digelontorkan.
Dalam pemahaman kami yang kedua, program red atau sekarang ini disebut Red Plus ini
kan sebenarnya dia masuk dalam mekanisme sukarela ya antara negara maju dan negara
berkembang untuk sama-sama menegosiasikan, jadi sebenarnya di dalam implementasi Red Plus
ini ada prinsip carbon trading juga gitu lah, ada timbal balik antara negara maju dan negara
berkembang. Yang kami takutkan terjadi karena ini dia sifatnya unregulated market, kesukarelaan
yang sifatnya apa itu tidak diatur, apa namanya eksplisit karena semuanya baru akan
dinegosiasikan jumlahnya dan seterusnya, dan seterusnya. Mungkin antar setiap negara berbeda
satu dengan yang lain, tata cara perhitungannya dan yang lain-lain. Jadi kita juga minta
mekanisme ini sampaikan juga ke kami, sehingga kita clear antar negara maju mana saja yang
kemudian mengajukan proses implementasi carbon trading bersama-sama negara Indonesia. Itu
yang pertama.
Dan yang kedua adalah tata cara penentuannya Bu, karena buat kami agak tidak clear ya
kalau dia masuk dalam mekanisme kesukarelaan, saya menganggap ini bisa jadi mafia di sana
bisa juga terjadi atas dasar kesukarelaan pasar itu unregulated market itu terjadi
tindakan-tindakan apa namanya sub ordinasi yang tidak kita inginkan antara negara maju dan
negara berkembang. Negara maju tinggal hanya membeli sertifikasi pengurangan emisi dari
negara-negara berkembang, mereka nggak punya beban apapun karena mereka pemilik kapital
seperti itu. Padahal kita ingin kalau misalnya, kalau misalnya terjadi perdagangan karbon
harusnya kan mesti ada mandatory di negara maju juga. Mereka menyiapkan uang, kita
menurunkan emisi di negara berkembang, tetapi berapa besar emisi juga yang turunin negara
maju juga ini kan perlu kita tahu juga. Kalau tidak ada obligasi itu di negara maju buat saya nggak
ada artinya kita bicara hari ini, kalau beban ini hanya ketiban saja ke negara-negara berkembang
Yang kedua, ini juga berkaitan dengan Undang-Undang terbaru yang keluar,
Undang-Undang Nomor 23 di mana urusan kehutanan dialihkan sekarang ini ke tingkat provinsi.
Padahal urusan hutan termasuk hak ulayat masyarakat adanya di tingkat kabupaten kota Bu.
Yang kami takutkan jangan sampai kemudian mekanisme internasional ini merugikan kepentingan
Mahkamah Agung skecil karena pemunculan hak-hak hutan kerakyatan dan seterusnya, dan
seterusnya terjadi bisnis karbon trading yang buat saya tidak relevan untuk kepentingan
masyarakat adat yang ada di bawah. Mungkin ini menjadi perhatian kita bersama sehingga di atas
kertas kita tidak sekedar mekanisme, saya baru bicara Red Plus ya. Red Plus dengan seluruh
instrumennya, tetapi kemudian di tingkat rakyat kecil ini tidak terkelola dengan baik. Itu yang
pertama, yang kedua Bu ini berkaitan dengan penataan seluruh instrumen peraturan dan
instrumen pendanaan. Dari dokumen kita coba baca cepat ada sekitar, ada sekitar 3 atau 4
instrumen dana ini kita bisa dapat, dari perencanaan makro yang ibu sampaikan ke kami, dana
MDC yang coba dikembangkan dalam 5 tahun dari 2016 sampai dengan 2020 ini kami catat ini
ada 68 miliar US dollar dalam 5 tahun, kalau per tahun kurang lebih sekitar 14 miliar US dolar,
kalau kita rupiahkan dikali 13 ribu artinya 1 tahun ada kurang lebih mudah-mudahan saya tidak
salah ya kurang lebih Rp. 182 triliun. Ini tidak main-main Bu, sementara dana yang ada di
Kementerian LHK untuk keseluruhannya kurang lebih sekitar hanya 10 trilyun. Maka hari ini
mestinya ada skenario besarnya dulu Bu kita dapatkan 182 triliun per tahun atau kurang lebih
sekitar 60, 182 triliun kalau di kali 5 saya tidak tahu itu jumlahnya mungkin ada sekitar 700 trilyun,
900 trilyun sekian Bu, hampir sekitar 1000 triliun, setengah dari APBN kita gitu loh. Mestinya kan
ini harus ada derivasi dari, derivasi dari kebijakan makro yang ada di atas, kemudian program
dalam 5 tahun dan anggarannya melekat sebesar kurang lebih yang telah ibu paparkan 68 miliar
US dolar itu. Yang kedua mestinya juga diderivasi lagi dari 68 milyar US dollar gitu kita punya dari
dana APBN hanya 10 triliun. Kita masih harus cari lagi dari berbagai tempat secara bertahap
dalam 5 tahun ini, apakah itu memungkinkan atau tidak mestinya kan ini kita kaji secara
menyeluruh dengan seluruh simulasi-simulasi yang kita punya. Kalau dalam 5 tahun ini kita dapat
68 miliar US dollar miliar bagaimana caranya, dari filantrofi sekian, dari mekanisme dan yang
kedua APBN, dari dana yang ketiga CSR. Dana CSR juga saya agak bingung Bu karena dana
CSR di poin 2 itu dana CSR yang berasal dari swasta internasional. Dana CSR yang di poin 4 itu
berasal dari dana CSR swasta nasional ya, kalau saya tidak salah seperti itu. Nah sementara
dana CSR yang dari dalam BUMN dan yang lain-lain, saya belum tahu ini mekanismenya juga
masuk di mana Bu.
Jadi 2 mekanisme dana CSR ini, ini kita juga minta klarifikasi apakah dia digelontorkan
nanti semua satu pintu nanti lewat BLU, sehingga kita clear seperti itu dan yang keempat mungkin
ada dana lain-lain, dana dari rakyat sendiri juga. Jadi saya kira mungkin kita jangan terjebak
bahwa urusan dana 68 milyar ansih itu uang, bisa saja kan dalam bentuk inkind. Rakyat
menginvestasikan lahannya, rakyat menginvestasikan hutannya dan sebagainya mungkin bisa
kita hitung sehingga kita bisa cover ini dana 68 miliar US dollar dalam 5 tahun ini. sehingga bisa
memperlihatkan kontribusi rakyat, kontribusi pihak ketiga, kontribusi pemerintah dan kontribusi
internasional.
Yang keempat Bu, kami mau apa itu bicara tentang mulai dari perencanaan implementasi
monitoring dan evaluasi. Posisi DPR hari ini kalau dari sisi kebijakan, ketentuan Undang-Undang
kita memonitoring dana, melakukan pengawasan atas implementasi dana APBN. Terhadap
dana-dana CSR, terhadap dana-dana filantropi, hibah dan lain-lain yang jumlahnya mungkin
ratusan triliun itu, maka kita minta ada satu mekanisme yang bisa kita sepakati bersama karena
biar bagaimanapun kesepakatan Paris Agreement itu ditandatangani bersama, disepakati
bersama apa ratifikasinya dengan DPR. Oleh sebab itu kita minta satu mekanisme pengawasan
bersama untuk sedapat mungkin seluruh implementasi dana-dana yang berasal dari dana non
budgeter APBN, entah itu filantropi, CSR dan yang lain-lain juga dapat disampaikan kepada kami
sebagai bentuk dari apa bentuk pengawasan DPR. Sehingga kita tahu setiap tahun bahwa
implementasi seluruh program dari Paris Agreement ini sesuai dengan apa yang kita ratifikasi di
DPR.
Saya kira mungkin itu 4 poin besar yang dapat kita sampaikan bagi ibu dan seluruh jajaran
di sore hari ini.
Sekian dan terima kasih.
KETUA RAPAT:
Terima kasih Bu Mercy.
Selanjutnya Pak Said
F-PD (H. MAT NASIR, S.Sos.):
Interupsi Pimpinan, sebentar hanya ingin mengingatkan kita ....jam 16.00 WIB ada rapat,
tolong kasih waktu sampai kapan saja kita, sampai malam juga tidak masalah, setidaknya ada
waktunya Pimpinan.
KETUA RAPAT:
Terima kasih Pak Nasir.
Bahwa memang kita ada rapat dengan Panitia Pansel BPH Migas yang sudah tertunda
sekian kali. Maka saya mohon kesepakatannya supaya rapat ini bisa kita akhiri jam 16.30 WIB,
bisa kita sepakat?.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Pak Ketua, interupsi jangan diputuskan dulu sampai jam berapa saja terserah. Itu
Pansel-pansel itu kan di Undang-undang sudah mau kita ganti dengan BUAK.
F-PD (H. MAT NASIR, S.Sos.):
Inikan pendalaman juga Pimpinan, jadi kita perlu pendalaman atau kita sesuaikan saja.
KETUA RAPAT:
Kita sesuaikan saja, kita sepakati dulu sekarang jam 16.30 WIB, nanti kitab perpanjang.
F-PD (H. MAT NASIR, S.Sos.):
Jam 17.00 WIB lah kita sepakati Pimpinan, jadi nanti kita tinggal menyesuaikan lagi, mohon
izin Pimpinan.
KETUA RAPAT:
Jam 16.30 WIB atau 17.00 WIB? Jam 16.30 WIB dulu Pak, nanti kita bisa perpanjang,
16.30 WIB ya.
(RAPAT:SETUJU)
Silakan Pak Sayed.
F-PD (SAYED ABUBAKAR A. ASSEGAF):
Baik, terima kasih.
Pimpinan, rekan-rekan Komisi VII, Ibu Menteri dan jajarannya.
Assalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Baik, saya hanya sedikit saja menanyakan kegiatan-kegiatan yang menggunakan dana dari
luar ini khusus untuk provinsi Riau. Bisa enggak ibu memberikan detail sedikit di daerah-daerah
mana saja penggunaan itu dan berapa nilai anggaran itu, karena kita yakin kegiatannya sudah
dilakukan tapi kita enggak tahu. Bahkan masyarakat di provinsi Riau kita tahu bahwa ada kegiatan
itu. Jadi coba nanti ibu menteri bisa menjelaskan secara detil, di mana saja penggunaan
anggaran-anggaran itu sudah dilakukan di provinsi Riau karena provinsi Riau untuk termasuk
daerah yang lingkungannya sangat rusak. Mulai dari penebangan hutan, kebakaran hutan sampai
dengan pabrik-pabrik besar yang limbahnya sangat-sangat berbahaya bagi masyarakat. Jadi
anggaran-anggaran seperti ini sebetulnya sangat diperlukan di provinsi itu, tapi kita tidak pernah
tahu di mana penggunaannya dan berapa jumlahnya, itu satu.
Yang kedua, tadi seperti yang ibu menteri sampaikan bahwa penggunaan anggaran itu ada
metodenya bahwa yang meng-acc penggunaan anggaran itu adalah Dirjen. Apa-apa saja metode
tolak ukurnya untuk bisa dapat menggunakan anggaran itu karena banyak juga daerah
penggiat-penggiat lingkungan hidup itu ingin berpartisipasi untuk memperbaiki lingkungan itu, tapi
enggak punya dana. Setiap kali mereka meminta anggaran itu mereka selalu tidak pernah
disetujui. Sementara menurut Ibu kan banyak kegiatan-kegiatan seperti itu di daerah, sementara
LSM-LSM tempatan itu mereka lebih tahu daerah mana, sasarannya lebih tepat kalau mereka
menggunakan anggaran itu. Termasuk yang di daerah kabupaten Siak, biosfir, Giam Siak itu kan
hutannya sudah benar-benar dirambah sekian besar, tapi masyarakat di sana ingin mereboisasi
itu pun nggak tahu mau minta anggaran dari mana karena mereka sudah mencoba juga ke
beberapa instansi, tapi enggak pernah dapat itu.
Yang ketiga juga saya kemarin suatu kunjungan ke daerah pemilihan saya, itu saya pergi
ke kabupaten Meranti. Itu di kabupaten Meranti itu sangat banyak pabrik puluhan jumlahnya,
pabrik arang. Itu mereka semua memakai kayu dari mangrove, jadi mangrove yang kita tanam,
kita semai di sana, mereka yang tukang tebang, dibikin arang dan arang itu di ekspor keluar
negeri. Ekspor ke Jepang, ke Arab Saudi, ke Cina dan ini pabrik kecil kelihatannya tapi
jumlahnya banyak-banyak dan ekspor mereka keluar negeri. Ini rupiah yang besar dan saya
pernah turun ke wilayah itu mempertanyakan sama mereka. Bahkan mereka itu enggak ada pajak
untuk daerah karena mereka dalam bentuk koperasi, bukan dalam bentuk PT atau CV. Sehingga
mereka enggak perlu lagi untuk membayar pajak menurut mereka seperti itu. Ini artinya dari
Kementerian Lingkungan Hidup harus benar-benar memperhatikan, kalau perlu nanti kita minta
waktu kita turun bersama-sama melihat ke sana, kepada Dirjen hukum ya, coba kita tindak yang
benar, supaya mereka ini, keberadaan mereka di daerah kita bermanfaat dan jangan juga mereka
merusak lingkungan. Kalau kira-kira mereka merusak lingkungan ya kita tutup karena ini sangat
berbahaya BU, karena kita yang menanam sekarang itu jadi selat itu membesar terus karena
mangrove-mangrove yang ada di puinggir itu habis, dibabat sama mereka dijadikan arang.
Jadi saya rasa ini penting menjadi perhatian kita, nanti kalau umpama ada waktu kita coba
tinjau ke sana dengan Dirjen Hukum mungkin yang lebih berkait dengan ini.
Saya rasa itu saja yang dapat saya sampaikan terima kasih.
KETUA RAPAT:
Terima kasih Pak Sayed.
Selanjutnya Pak Daryatmo.
F-PDIP (Ir. H. DARYATMO MARDIYANTO):
Terima kasih.
Yang terhormat Ketua Rapat.
Yang terhormat Anggota Komisi VII dan jajaran mitra kita Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan.
Saya ingin menambahkan beberapa catatan yang mungkin terlewati dari pembahasan yang
ada Bapak-Ibu sekalian. Yang pertama adalah ketika kita akan melakukan ratifikasi terhadap Parsi
Agreement ini dilakukanlah pembahasan di tingkat komisi dan pada bagian masing-masing
persetujuan itu dilakukan juga oleh atau melalui pendapat akhir fraksi-fraksi. Saya mengulang, ijin
bahwa salah satu materi yang disampaikan dalam persetujuan oleh Fraksi PDI Perjuangan di
Komisi VII adalah menyampaikan catatannya. Bahwa persetujuan itu disampaikan dengan
pertimbangan bahwa ada satu masukan, bahwa kerja sama internasional yang menyangkut
perubahan iklim dan sebagainya, itu harus dilihat dari sejarah Indonesia. Yang pada waktu itu
bahwa ketika kita sedang melakukan pembangunan nasional dengan berbagai halnya, maka di
negara-negara maju telah melaksanakan pembangunan dengan sangat baik sekali melalui
industrialisasi. Maka ketika kemudian episodenya sudah berkembang lebih banyak, bahwa
akibat-akibat industrialisasi itu juga mengakibatkan perubahan iklim ataupun emisi gas rumah
kaca dan sepertinya. Terjadilah pertemuan internasional yang untuk mempertanggung jawabkan
keseluruhan, tanda petik bencana dunia itu dengan mengikutsertakan Indonesia didalamnya.
Dengan mengikutsertakan Indonesia sebagai sebuah keharusan, untuk ikut bertanggung jawab
terhadap berbagai perubahan iklim, emisi gas rumah kaca maupun penurunan emisi.
Dengan demikian ini adalah sebuah kondisi yang harus dilihat secara cermat. Fraksi PDI
Perjuangan tentu menghargai untuk ratifikasi itu, tetapi kemudian tentu harus diposisikan secara
setara atau mempertimbangkan unsur kesetaraan dari proses industrialisasi yang berkembang di
Indonesia melalui pengusahaan tambang, pengusahaan kehutanan dan sebagainya. Itulah
standing point yang kita sampaikan ketika melakukan persetujuan itu di dalam rapat di Komisi ini.
Oleh karenanya ketika kemudian ini muncul catatan-catatan atau rencana-rencana seperti ini, izin
untuk memberikan catatan. Pada posisi ini, ketika kemudian ada 2 hal adalah soal, pertama soal
kelompok-kelompok masyarakat yang tadi dirumuskan di dalam kelompok masyarakat adat,
kelompok masyarakat yang seperti. Itu masuk dalam kesan kami, masuk di dalam program yang
berhubungan dengan dana-dana internasional yang merupakan ratifikasi ini.
Saya ingin bertanya pada kesempatan ini, di manakah letaknya tanda petik dosa
lingkungan dari kelompok-kelompok masyarakat adat ini. Apakah itu sebanding dengan tanda
petik dosa-dosa lingkungan yang ada di dalam kelompok-kelompok kegiatan industri, yang
menyangkut tambang, yang menyangkut industri kehutanan dan barangkali industri-industri
lainnya. Dengan demikian mengkedepankan kelompok masyarakat dalam posisi untuk kemudian
melakukan deskripsi program-program seperti ini rasanya menjadi tidak adil. Saya kira itu yang
penting untuk dikemukakan, penegakan hukum lungkungan itu hampir tidak mengenai pada
kelompok masyarakat adat. Justru kelompok masyarakat adat, justru dikorbankan pada
kegiatan-kegiatan industrialisasi di Indonesia, justru dilakukan program penegakan lingkungan
hidup melalui persetujuan Undang-Undang yang diputuskan oleh kita, DPR RI tersebut.
Maka kami ingin mengharapkan gambaran menyeluruh terhadap kondisi Indonesia yang
memerlukan penanganan yang mengakibatkan perubahan iklim atas dasar perusakan lingkungan
hidup yang diturunkan dari program yang namanya Paris Agreement ini di Indonesia pada 5 tahun
menurut catatan 2016 sampai 2020. Saya kira itu yang pertama, dari situ akan kelihatan dalam
catatan kami tidak nampak.
Kemudian yang kedua, kalau itu disebutkan tadi Bu Mercy menyampaikan 68 milyar tadi
Pak, Bu Mercy menyampaikan itu dari 2016 sampai 2020. Dalam bagian akhir ini paper
menuliskan implementasi itu baru akan dimulai pada RKP 2018, sekali lagi baru akan dimulai
implementasi pada RKP menyusun concer mainstreaming perubahan iklim pada RKP 2018.
Yang itu akan baru kita bicarakan pada bulan-bulan ke depan menyusun APBN 2018. Dengan
demikian maka ketika ada statement alokasi atau pun usulan dari 2016 sampai 2020, 16, 17, 18,
19, 20 ya maka izinkan lah kita memperoleh catatan, pekerjaan yang dilakukan berkaitan dengan
ini yang mulai tahun 16 dan kemudian rencana 17 itu sendiri.
Kemudian yang ketiga, ketika itu mekanisme BLU sudah dikemukakan tadi, menurut saya
kira itu menurut cara yang akan kita lakukan. Maka BLU ini RPP-nya kalau itu diberikan pada
2000, saya tidak tahu tadi turunannya, RPP-nya ada, Perpresnya segera ada maka praktis akan
dapat dilaksanakan pada periode APBN 2018. Maka sekarang program yang berkaitan dengan
2017 itu kantong management keuangannya, kantong pencatatan itu diletakkan gimana itu di
mana Bapak-Ibu sekalian. Berbeda dengan Badan Reformasi apa itu mangrove, gambut maaf ya,
itu jelas berasal dari APBN. Tetapi sumber-sumber ini disampaikan Bu Mercy tadi kan ada
beberapa kegiatan itu. Maka kontrol pelaksanaan itu tempatnya di goverment ataukah di
pemerintah itu apakah memang eksplisit di Kementerian LHK ataukah ada instansi diatasnya
untuk periode 16 dan 17, khususnya menyangkut setelah Paris Agreement ditandatangani,
khususnya menyangkut 2017 ini.
Saya kira ini beberapa yang ingin kami sampaikan. Lalu yang terakhir yang digarisbawahi
oleh Bu Mercy dan teman-teman, maka dengan pelaksanaan fungsi legislasi anggaran dan
pengawasan tentu yang menyangkut itu kami ingin mengulang, nanti menjadi bagian dari kita,
kesimpulan kita supaya ada konfirmasi maupun catatan, laporan seperti keinginan LHK yang akan
memberikan informasi tentang Red Plus tadi menurut kami baik sebagai program kemitraan ini.
maka tentang keuangan, tentang program dan sebagainya tentu dapat disampaikan, apakah itu
menjadi program Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, apakah itu program
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan plus karena ada alokasi anggaran dari luar. Maka
ketika itu berkaitan dengan LSM, istilah barunya tadi ada istilah non state actor, ada LSM, NGO
kemarin ada NSO non state actor saya kira hampir sama, kalau salah ya saya mohon dimaafkan,
tapi kalau sama seperti itu. Maka dia akan mengerjakan itu pada kegiatan masyarakat langsung.
Hal tersebut apabila berjalan dengan baik, dia akan merupakan report dari raport Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan ataukah dia report dari rapot yang berasal dari kegiatan
penggunaan dana-dana internasional. Apalagi di sana disebutkan pendekatan investasi, padahal
di situ disebutkan pendekatan investasi justru menyangkut apakah itu investasi pada lingkungan
masyarakat kecil sebagai masyarakat kelompok adat itu, apakah dia juga masuk dalam kerangka
investasi. Saya kira kami pernah menyampaikan hal itu contoh masyarakat-masyarakat Jambi itu,
kemudian masyarakat di Badui dan sebagainya ketika dia memperoleh perhatian itu tempatkanlah
dia sebagai bagain dari APBN murni. Apakah itu akan ditempatkan sebagai bagian dari bantuan
internasional yang bermuara pada Paris Agreement, maka lingkungan masyarakat kelompok
Badui dan sebagainya diposisikan sebagai elemen kelompok masyarakat yang terkait dengan
perubahan iklim. ....... yang perlu dipertanyakan dengan sirius.
Oleh karenanya Bapak-Ibu sekalian, mohon kiranya dalam kesempatan itu ada
hubungan-hubungan kita yang baik dalam bnetuk reportase maupun komunikasi dan barangkali
persetujuan dalam pelaksanaan fungsi pengawasan dan fungsi anggaran serta fungsi legislasi.
Demikian Pak Ketua, terima kasih.
KETUA RAPAT:
Terima kasih Pak Dar atas penjelasannya.
Kalau tidak ada pertanyaan dari Anggota, saya ingin menyampaikan mengenai komitmen
dari pada kita terhadap implementasi dari pada MDC. Saya baru menyadari sekarang kemarin
data yang saya peroleh itu sedikit berbeda ya, apakah itu memang ada perubahan atau tidak
mohon konfirmasi saja. Bahwa ternyata sektor kehutanan masih mendominasi Bu ya untuk
penurunan itu karena saya pikir di dalam conditional navigation scenario saya pikirt energi lebih
banyak.
Silakan Bu.
MENTERI LINGKUNGAN HIDUP & KEHUTANAN RI:
Terima kasih Ketua.
Di dalam diskusi dan negosiasi kita dia kuat nggak berani dia, energi nggak berani. Jadi
memang kalau dia situasi lapangannya juga memang sektor kehutanan lebih banyak sebetulnya b
berpotensi untuk dibenahi.
KETUA RAPAT:
Betul, Cuma yang kemarin yang pernah saya mendapatkan nilai kehutanan sedikit lebih
rendah dari pada energi. Itu bayangan saya karena Red Plus kan sudah diimplementasikan cukup
lama, sehingga kita anggap bahwa ke depannya mereka akan lebih jauh managable gitu
dibandingkan energi. Tapi ternyata sekarang masih tetap sektor kehutanan lebih tinggi.
Oke, kalau begitu hanya ingin mengkonfirmasi saja kalau tidak nanti kita kalah di dalam
berbicara.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Pak Ketua, interupsi sedikit.
Hanya menekankan saja ke Bu Menteri, bahwa tadi yang diminta oleh rekan-rekan Anggota
yang terhormat termasuk saya perhitungan itu dasarnya dari Undang-undang Paris Agreement
B1D. Pendekatan kebijakan dan insentif positif untuk aktivitas penurunan emisi dan deforestasi
dan degradasi hutan serta pengelolaan hutan berkelanjutan, konservasi dan peningkatan
cadangan karbon hutan termasuk melalui pembayaran berbasis hasil. Jadi hitung-hitungan itu
arahnya ke sana itu tadi yang beberapa menyampaikan itu basisnya Paris Agreement yang poin
1D ini Bu Menteri. itu yang kita perlukan bagaimana realitas di lapangannya, sama metodenya
seperti Pak Sayed yang terhormat tadi katakan.
Terima kasih Pak Ketua.
KETUA RAPAT:
Terima kasih.
Melanjutkan lagi kita juga menginginkan matriks nantinya Bu mengenai, bukan kontribusi,
penyebaran tanggung jawab terhadap penurunan emisi ini dari seluruh kementerian karena kami
yakin walaupun sektor yang besar adalah energi dan forestry karena di IPPU itu tentu itu akan
meliputi banyak kementerian karena tidak Cuma Kementerian Perindustrian, tapi ini dimaksud
agar apabila capaiannya nanti ternyata tidak sebagaimana yang ada dalam skenario, DPR RI bisa
berkontribusi di dalam pembahasan-pembahasan di Badan Anggaran misalkan ya, supaya di situ
ketemu dengan seluruh kementerian agar apa yang kita gariskan sama-sama akan tercapai.
Yang ketiga, tadi sudah saya sampaikan juga menyangkut mengenai pertanggungjawaban
dari seluruh pendanaan yang sifatnya hibah ataupun juga pendanaan-pendanaan yang lain.
Hanya kita pengen mengklarifikasi, apakah ini ada pending agreement apa tidak, misalkan hibah
itu disertai dengan persyaratan-persyaratan yang bagaimana, supaya kita mengetahui persis
jangan sampai nanti kita menerima dana tapi sejatinya banyak hal yang kita terikat gitu di
kemudian hari. Itu mohon supaya nanti bisa di breakdown begitu ya, jadi supaya masuk
semuanya, apakah 63 milyar tadi yang tergabung itu juga apa, ada persyaratannya. Jadi kita
mengetahui paling enggak DPR RI terinformasi ya dari pendanaan itu, risiko-risiko dan juga apa
yang mesti dilakukan oleh pemerintah Indonesia di dalam rangka memenuhi keinginan mereka
karena tidak mungkin ada pendanaan tanpa ada keinginan dari pihak donor gitu, tentunya itu
menjadi hal yang sangat perlu mendapatkan gambaran dan penjelasan supaya nanti ditabelkan,
kalau tidak bisa disampaikan bisa dijawab, terutama yang menyangkut mengenai data ini. jadi
saya usul supaya itu bisa disampaikan secara tertulis, jadi tidak hanya stop di sini.
Saya rasa itu dari saya selanjutnya saya minta Ibu Menteri untuk menjawab, kalau yang
satu berkaitan dengan yang lain mungkin bisa disimbolkan menjadi satu.
Silakan Bu.
MENTERI LINGKUNGAN HIDUP & KEHUTANAN RI:
Terima kasih.
Bapak Pimpinan dan Bapak-Ibu yang terhormat.
Saya mohon izin, karena memang ini materinya relatif berat, struggle kami juga tidak hanya
di DPR RI dalam memberikan pemahaman tentang ini dan juga di kabinet dan di jajaran Eselon I
lintas kementerian. Jadi saya mohon izin, sambil juga supaya dirinya jejek gitu, ini seluruh
pertanyaan kita ingin jawab tertulis saja, tetapi izinkan saya untuk menyampaikan beberapa hal
yang prinsip-prinsip. Jadi semua termasuk yang kasus dan lain-lain kami ingin memberikan
jawaban dalam bentuk jawaban tertulis.
Yang paling prinsip adalah saya melihat, pertama bahwa semua data, informasi detol
program dan lain-lain yang diminta kita akan sedapat-dapatnya kita collect dan kita laporkan.
Yang saya tahu persis, yang Norway.
KETUA RAPAT:
Sebentar Bu.
Silakan, singkat saja ya Pak, silakan.
F-PD (MUHAMMAD NASIR):
Interupsi Pimpinan.
Mungkin kalau yang untuk hal lain Bu, Ibu sampaikan tertulis monggo. Cuma kalau untuk
yang kasus-kasus tolong djawab karena kita ingin penanganan kasus itu sampai di mana,
prosesnya seperti apa dan kita ingin lihat kinerja dirjen-dirjen ini sampai di mana gitu. ini yang
ingin kita dalami Bu, suoaya penuntasan kasus itu tuntas gitu. Kalau belum makanya saya minta
itu perlu kita bentuk Panja supaya Panja ini nanti yang mengontrol proses-proses ini.
Mungkin itu Pimpinan, terima kasih.
KETUA RAPAT:
Terima kasih.
Silakan Bu dilanjut.
MENTERI LINGKUNGAN HIDUP & KEHUTANAN RI:
Yang tadi saya sebutkan bahwa persetujuan dana luar negeri dari nasional vocal point Ibu
Dirjen adalah yang Norway. Tapi sangat banyak dana-dana luar negeri yang bekerja, yang kita
juga nggak tahu nanti kita coba collect sedapat-dapatnya. Saya kira ini bukan hal yang sekarang
sdejak tahun 1999-2000 ketika saya Sekjen Depdagri juga disitulah pertama kali bahwa
dana-dana luar negeri masuk ke masyarakat tanpa perlu diberitahukan kepada pemerintah. Jadi
memang ini sudah ada proses yang terjadi begitu rupa, tapi khusus Norway memang Norway
selalu berinteraksi dengan kami, dengan direktur jenderal sebagai national vocal point. Itu mereka
pegang betul, tapi saya tahu persis banyak dana-dana lain yang bekerja juga. Nah secara umum
saya juga termasuk yang berusaha untuk sangat hati-hati dalam kaitan dengan kedaulatan
negara. Kita di dalam kebijakan-kebijakan kementerian untuk infrastruktur, untuk pangan dan
untuk energi dan lain-lain kita punya kebijakan prioritas, di mana kebijakan-kebijakan itu dalam
trade off antara ekonomi dan lingkungannya itu tidak boleh terganggu. Jadi Indonesia ya
Indonesia, sedang maju ya harus maju begitu kira-kira, tapi kita sangat hati-hati saja melihatnya.
Misalnya kalau jalannya bisa jalan hutan yang sekunder atau hutan yang sudah blukar, kenapa
harus menembus hutan primer misalnya seperti itu. Jadi ada hal-hal yang memang kita sangat
hati-hati.
Kemudian hal yang paling terakhir adalah kemarin hari Jumat ya Pak Sekjen, hari Kamis,
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan kalah di dalam Komisi Informasi Penyiaran ada
tuntutan dari Greenpeace bahwa seluruh data safe file, jadi data prosesing itu boleh dibuka dan
boleh diminta oleh Greenpeace. Kita kalah lalu kita di keep, lalu kita maju di PTUN, kita jelaskan
situasinya seperti ini. jadi yang diminta adalah semacam seluruh data resources termasuk data
prosesing, perizinan, batas sampai segala macam konsesi-konsesi yang sebetulnya kan ada yang
sudah diagunkan di bank dan lain-lain, itu kita jelaskan di PTUN, kita gugat ke PTUN dan baru
hari Kamis kemarin diputuskan bahwa pemerintah dikabulkan gugatannya. Jadi tidak perlu data
safe file itu diberikan kepada Greenpeace, dibuka kepada publik karena itu bisa mengacaukan,
karena datanya bisa diubah-ubah, garisnya bisa diubah, bunyi teksnya juga bisa diubah, nama
lokasinya juga bisa diubah. Itu kita jelaskan bahwa ini akan membuat kegaduhan yang luar biasa.
Kami juga merasakan bahwa tanda kutip tekanan seperti ini cukup umayan kepada
pemerintah Indonesia dan kita sedang terus waspada. Terakhir hari Minggu dan hari ini data
tentang polusi udara kota Jakarta, itu juga di realease oleh Greepeace dikatakan bahwa udara
tidak baik, harap penduduk tidak keluar kota, ini bisa menjadi potensi baru lagi kegaduhan dan
sebagainya. Tadi saya minta Pak Dirjen, dirjennya yang ngurus pencemaran karena Greenpeace
merasa bekerja sama dengan satu universitas, lalu tadi di ajak diskusi universitasnya, dijelaskan
bahwa dengan cara seperti itu potensi kegaduhan kepada negaranya juga cukup lumayan. Jadi
memang hal-hal seperti ini, saya terima kasih mendapat dukungan yang kuat dari Komisi VII untuk
kita menjaga dan saya berterima kasih juga di ingat-ingatkan ini, sekaligus berarti kalau ada
apa-apa saya yang ngadu juga ke Komisi VII karena memang sangat berat kita rasakan.
Kemudian tentang pendanaan, kami akan coba eksplorasi begitu rupa sampai dengan rinci
seperti yang dimaksudkan karena itu juga kita membutuhkan pemilahannya, perinciannya dan
sebagainya. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan inikan bukan biaya sendiri karena dia
sebagai national vocal point, maka dia merangkum dari seluruh kementerian, termasuk dari
swasta, termasuk dari LSM dan sebagainya dan yang dimaksud dengan dana yang disebutkan
secara keseluruhan di kebutuhan tadi sebetulnya seperti yang dimaksudkan oleh Ibu yang
terhormat Ibu Mercy, bahwa yang dimaksud itu adalah dana-dana termasuk menyeluruh. Jadi ada
APBN, APBD, luar negeri, investasi masyarakat, inkind, swasta dan lain-lain, tapi nanti kita coba
eksplor sedapat-dapatnya, kami akan berinteraksi dengan Bappenas dan Menteri Keuangan lagi
untuk meng-collect secara keseluruhan. Nah kita memang sangat hati-hati terhadap mekanisme
perdagangan karbon, ini sekarang aturannya sedang mulai di collect. Jadi bagaimana miasalnya
tadi diminta oleh yang terhormat Pak Ramson kompensiasi hutannya terus dapat apa gitu. nah itu
yang disebut oleh Norway bahwa pembayaran berdasarkan kinerja adalah sampai dihitungnya
berapa karbon yang disimpan, yang ditahan emisinya.
F-PDIP (MERCY CHRIESTY BARENDS, ST.):
Pak Ketua, mungkin sampai di bagian ini mungkin juga bisa dijelaskan. Kita prinsipnya
kalaupun misalnya dapat kompensasi dari sisi carnon trading, tapi kan tadi saya memberikan
suatu namanya stressing yang cukup tegas karena jangan sampai kemudian dibisniskan begitu.
Pengelolaan hutan kerakyatan kemudian dia dbisniskan oleh pihak ketiga dan bukan dikelola oleh
hak masyarakat, hak ulayat atau hak adat gitu. Jadi ini menjadi satu catatan yang sangat
mendasar gitu, buat kami apa artinya kemudian dana kompensasi itu didapat, hutan rakyat
berkembang tetapi manfaatnya tidak dirasakan oleh masyarakat yang ada di sana gitu loh,
masyarakat lebih dipinggirkan dan dimiskinkan.
Mungkin itu catatan saja, terima kasih.
KETUA RAPAT:
Sebelum kita lanjutkan saya perpanjang lagi sampai jam 17.00 ya.
(RAPAT:SETUJU)
Silakan Bu.
MENTERI LINGKUNGAN HIDUP & KEHUTANAN RI:
Terima kasih Ketua.
Jadi memang sekarang aturan tentang karbon kreditnya sedang kita collect substansinya
untuk dibuat aturannya, yang pasti karena kita punya kewajiban juga untuk emisi maka kita harus
bikin kuota, mana yang mereka boleh atur bisnis to bisnis dan sebagainya. Sehingga kita memang
harus jaga yang kita punya, tetapi yang paling penting sekarang adalah yang kami sedang minta
terus kepada jajaran teknis adalah buat semua pihak mengerti bahwa ini ada kaitannya dengan
karbon kredit. Jadi dari awal harus sudah punya record bahwa rekaman misalnya dia nanam
tanggal berapa, nanti record-nya akan ketahuan berapa jumlahnya sampai nanti sesuai aturan
akan ada sertifikat dan sebagainya. Jadi jangan sampai ketika sudah tanam besar, banyak
ternyata nggak ada sertifikatnya, loh nggak ada record-nya, nggak ada kejelasannya. Jadi hal-hal
seperti ini memang.
KETUA RAPAT:
Perlu sosialisasi berarti Bu ya, sebelumnya disosialisasikan supaya mereka seakan-akan
mereka akan mengikuti kompetisi supaya mendapatkan karbon kredit iya kan.
MENTERI LINGKUNGAN HIDUP & KEHUTANAN RI:
Kita tetap jaga kuotanya, jadi mana yang boleh dibeli oleh luar negeri sehingga ada kerja
sama yang lalu dengan Jepang yaitu joint credit mechanisme kami tahan dulu karena dia kan kita
punya kuota, jadi tidak bisa Jepang main ambil saja bagian mana yang mau dibeli misalnya
seperti itu. Jadi ada hal-hal seperti itu Pak Ketua, oleh karena itu kami sangat sependapat bahwa
harapan untuk dilakukan sosialisasi ke daerah-daerah dengan bersama-sama para yang
terhormat para Anggota Dewan dan tim teknis, kita juga sudah punya multi stakeholders forumnya
dan juga bersama-sama dengan tokoh-tokoh agama, tokoh masyarakat karena ini menyangkut
lifestyle dan menyangkut aktivitas masyarakat yang luas. Ini saya kira saya sangat sependapat
dan nanti kita akan coba rinci lagi secara menyeluruh kegiatannya.
Demikian Pak Ketua, terima kasih.
KETUA RAPAT:
Terima kasih atas penjelasannya, jadi nanti banyak hal-hal yang akan disampaikan secara
tertulis karena itu menyangkut mengenai data dan lain sebagainya. Tadi Bu Eni kalau ada
interupsi tadi.
Silakan.
F-PG (ENI MAULANI SARAGIH):
Terima kasih.
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Terima kasih Pimpinan Komisi VII, teman-teman Anggota, Ibu Menteri dan jajarannya yang
saya hormati.
Saya mohon maaf karena saya telat datangnya, ini aspirasi dari Dapil saya pada saat
melakukan kunjungan kerja perorangan di kabupaten Lamongan saya menerima beberapa media
dan masyarakat di sekitarnya. Jadi ini aspirasi tentang kondisi lingkungan di Lamongan yang
tercemar oleh limbah cair dan padat. Jadi saya sampaikan kronologisnya Ibu Menteri. Yang
pertama, karena sejak tahun 2012 di desa Lamongrejo kecamatan Limbang kabupaten Lamongan
berdiri pabrik tebu bernama PT Kebun Mas atau PT KTM dan di tahun 2016 pabrik ini mulai
berproduksi. Terlepas dari itu pabrik yang bernama PT KTM ini membuang limbah cair dan limbah
padat berupa butiran padat dari tebu dibuang langsung ke kali Lamongrejo. Hal ini karena
masyarakat melihat cerobong pembuangan limbah diarahkan langsung ke kali atau sungai
Lamongrejo.
Yang ketiga, air kali berubah warna hitam dan berbau yang menyebar sampai radius 5
kilometer. Selanjutnya yang keempat, sejak tahun 2016 pembuangan limbah dari PT KTM ini
dibuang di lokasi khusus pembuangan limbah yang didirikan oleh PT KTM, namun belakangan
limbang langsung dibuang ke kali dan dampaknya kali Lamong mengalami pencemaran.
Selanjutnya efek lain yang dirasakan masyarakat karena warga sekitar mudah sakit akibat udara
yang tercemar dan banyak tanaman warga yang mati akibat limbah padat yang dibuang begitu
saja. Pihak perusahaan belum punya tikad yang baik untuk memperbaiki keadaan dan pemerintah
belum pernah mengecek kondisi kali sampai saat ini.
Alhamdulillah karena pada Rapat Kerja hari ini saya ketemu dengan Ibu Menteri, saya
mohon kepada Ibu Menteri dan jajarannya menurunkan tim investigasi dan memonitoring kondisi
lingkungan yang ada di desa Lamongrejo kecamatan Limbang kabupaten Lamongan. Saya
berharap Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bisa mengecek status perizinan Amdal
dari PT KTM dan melakukan pengecekan atas limbah ini, apakah termasuk B3 atau tidak.
Demikian Ibu Menteri, terima kasih.
Wassalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
KETUA RAPAT:
Terima kasih Ibu Eni.
Jadi ini materi yang sebetulnya bisa dilakukan kunjungan spesifik ini kalau memang
betul-betul hal yang demikian karena itu juga merupakan hal yang mungkin perlu ditindaklanjuti.
Silakan Bu, kalau mungkin ada data atau merespon yang Ibu Eni.
MENTERI LINGKUNGAN HIDUP & KEHUTANAN RI:
Iya, saya juga jadi ingat harus menjawab beberapa hal dari yang terhormat Pak Nasir juga.
Jadi yang terhormat Ibu Eni, saya kira ini Pak Roy sudah bisa langsung saja sebelum ke
Gafung sebetulnya harus di pengawasan pencemaran dulu Ketua. Jadi sebetulnya Ibu kalau kita
sudah turun itu segala macem sebetulnya terus bisa kelihatan dan terbuka. Jadi saya mkinta Pak
Charly ya tim pengawasannya turun dulu, nanti bisa baru gabung ke investigasi.
Kemudian saya yang soal Chevron, sebetulnya kalau pada pemahaman saya itu LHK itu
Cuma standar sebetulnya. Sedangkan karena dia akan dikaitkan dengan pengembalian oleh
APBN lagi kan cost recovery. Maka kalau itu kalau lihat regulasinya di SKK Migas, saya minta
betul dirjen sudah tidak boleh lakukan persetujuan-persetujuan karena KLHK hanya berikan
standar begitu.
F-PD (MUHAMMAD NASIR):
Izin Pimpinan.
KETUA RAPAT:
Silakan Pak Nasir.
F-PD (MUHAMMAD NASIR):
Mungkin itu Bu, perlu pihak dirjen waktu kita kunjungan dengan Bu Dirjen proses itu kita
ingin bagaimana memproses limbah itu yang sebenarnya, itu yang perlu didalami. Iya itukan ruang
lingkup Ibu, nah itu yang perlu kita lihat bagaimana memprosesnya. Itu yang perlu kita jawaban
dari Bu Menteri, nanti bagaimana peraturan yang dilakukan SKK itu memang tanggung jawab
SKK.
Terus satu Bu, mungkin saya tambahin Ibu ada buat edaran masalah Amdal yang baru Ibu
keluarkan SK-nya, edaraannya itu sorry, edarannya saya minta tolong edaran itu Ibu berikan
kepada seluruh Polda se-Indonesia karena banyak kasus-kasus hukum yang membuat
perusahan-perusahaan yang membangun suatu kawasan itu terlibat dengan proses Amdal tadi Bu
karena dia mungkin awalnya bangun 1 hektar, dia nggak perlu Amdal dan dia hanya urus IMB.
Terus setelah proses itu berkembang, berkembang proses di daerah itu tidak seperti kita gitu.
mungkin prosesnya lama, tidak terbit, terlalu sulit gitu. nah hukum masuk di situ Bu, perusahaan
ini tidak bersalah dengan proses ini menjadi bersalah. Edaran Ibu itu sekarang berlaku surut tapi
tolong Ibu berikan edaran kepada seluruh Polda mungkin adakan sosialisasi juga Bu, supaya ini
tidak menjadi ruang hukum, menjadi sulit perusahaan-perusahaan yang membangun kawasan itu,
mungkin itu Bu karena di Riau sekarang ada satu perusahaan yang dia tidak memiliki masalah,
terakhir kepala dinasnya disalahkan oleh pihak hukum nanti akan merembet ke perusahaan
tersebut. Nah saya dilaporin itu, saya dapet edaran Ibu itu baru terbit. Saya minta itu juga
dilakukan mungkin dirjen bisa komunikasi dengan seluruh Polda proses hukum itu seperti ini gitu.
Mungkin itu Bu, catatan penting.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Terima kasih Pak Nasir.
Sudah cukup jelas ya, silakan kalau ada tambahan lagi.
MENTERI LINGKUNGAN HIDUP & KEHUTANAN RI:
Iya ini memang karena kami juga dikritik oleh yang terhormat Pimpinan Dewan, bahwa
pada saat konsultasi mengenai Paris Agreement waktu rencana akan RUU, di mana
proyek-proyek termasuk proyek pemerintah tidak ada Amdalnya. Misalnya jalan-jalan dia main
buang tanah saja di tengah-tengah jalan dan lain sebagainya. Oleh karena itu memang kami
mengeluarkan surat edaran itu sebetulnya secara menyeluruh, tetapi sebetulnya di Amdal sendiri
ada gradasinya, ada yang Amdal, ada yang upaya UPL UKL saja, ada yang Cuma surat
keterangan saja sebetulnya dari yang bersangkutan bahwa dia mengantisipasi karena kan pada
dasarnya Amdal kan dokumen perencanaan begitu.
F-PD (MUHAMMAD NASIR):
Sedikit mungkin Bu, jadi ini ada 100 gudang dia bangun, dia IMB-nya ada, tapi mungkin
pembangunannya bertahap. Sekarang dia kena proses hukum gitu, jadi yang dijadikan tersangka
itu kepala dinas. Kepala dinas pada waktu itu dia hanya melihat tata ruang keluarkan IMB,
sekarang dengan peraturan yang berubah-berubah itu haharus membuat Amdal. Nah payung
hukumnya sudah Ibu berikan, mungkin belum dikomunikasikan dengan pihak kepolisian. Jadi ini
Bu mungkin yang menjadi Ibu harus menjelaskan ke pihak kepolisian bahwa proses itu tidak salah
karena mereka sudah mengikuti aturan yang ada gitu, tapi itu akan jadi ruang hukum kalau tidak
disampaikan payung hukum yang Ibu sampaikan tadi.
Terima kasih Bu.
MENTERI LINGKUNGAN HIDUP & KEHUTANAN RI:
Iya saya minta nanti 2 dirjen lah yang tanganin karena yang satu punya Pak Sanafri, baru
nanti selanjutnya di Pak Roy.
Demikian Ketua, terima kasih.
KETUA RAPAT:
Terima kasih.
Selanjutnya kita akan masuk di dalam kesimpulan, mohon ditayangkan. Saya akan
bacakan, draft kesimpulan Rapat Kerja dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI
Republik Indonesia, Senin 20 Februari tahun 2017.
1. Komisi VII DPR RI meminta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI untuk
mendorong tumbuhnya inovasi-inovasi perubahan iklim, terutama yang terkait dengan
adaptasi dan mitigasi bencana di masyarakat dengan mengalokasikan anggaran yang
memadai untuk kegiatan tersebut.
Bisa disepakati? Anggota setuju ya, pemerintah.
MENTERI LINGKUNGAN HIDUP & KEHUTANAN RI:
Setuju Ketua.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Setuju ya.
(RAPAT:SETUJU)
2. Komisi VII DPR RI memibnta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI untuk
menyampaikan secara detil kebutuhan pendanaan dan program MBC yang untuk
periode 2016-2020 sebesar 68 milyar US dolar kepada Komisi VII DPR RI yang dirinci
dalam rencana kerja tahunan dan laporan perkembangannya.
Jadi ini lebih pemanfaatan dana atas di breakdown menjadi rencana kerja tahunan, supaya
memudahkan kita di dalam melakukan pengawasan, bisa?.
F-PDIP (MERCY CHRIESTY BARENDS, ST.):
Ketua, informatory saja 68 milyar US Dolar jangan sampai salah.
KETUA RAPAT:
Sudah betul, ini US Dolar.
Silakan Bu.
MENTERI LINGKUNGAN HIDUP & KEHUTANAN RI:
Terima kasih Ketua.
Kalau boleh saya mohon disebutkan sebesar indikatif Ketua karena ini masih global dari
Bappenas.
KETUA RAPAT:
Iya sebesar indikatif ya, kita bisa sepakati ya.
(RAPAT:SETUJU)
3. Komisi VII DPR RI meminta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI untuk
membuat mekanisme pengawasan terhadap penggunaan dana-dana non APBN
termasuk konsekuensi hukumnya dan dilaporkan secara berkala ke Komisi VII DPR RI
sebagai fungsi pengawasan atas implementasi Paris Agreement yang telah diratifikasi.
F-PD (H. MAT NASIR, S.Sos.):
Izin Pimpinan.
KETUA RAPAT:
Iya silakan.
F-PD (H. MAT NASIR, S.Sos.):
Mungkin ada penambahan non APBN dan APBN Pimpinan.
KETUA RAPAT:
Bisa saja kita masukkan, kalau APBN sudah ada mekanisme RKA KL-nya.
F-PD (H. MAT NASIR, S.Sos.):
Supaya tidak tumpang tindih Pimpinan.
KETUA RAPAT:
Bagaimana pemerintah memahami atau membingungkan.
MENTERI LINGKUNGAN HIDUP & KEHUTANAN RI:
Secara operasional dilakukan oleh KLHK, saya sebagai national vocal point saja untuk
memberikan pemahaman itu datang dari satu menteri ke menteri lain, saya datang sendiri karena
kita kan nggak pakai instrumen, instruksi, perintah dan sebagainya. Jadi saya betul-betul datang
menghadap satu-persatu kepada menteri-menteri.
Kemudian yang dana-dana luar negeri yang langsung ke masyarakat kan juga banyak
betul, kita nggak punya instrumen juga untuk kontrol, nggak ada, tetapi kalau ......meminta,
berusaha itu bisa. Tapi kalau dibunyikan seperti inikan akhirnya saya jadi wajib dan kalau nggak
laporan nanti saya jadi jelek terus di Komisi VII.
KETUA RAPAT:
Saya pikir bisa dimaklumi ya karena tingkat dari pada kesulitan dan juga pengakuan
sebetulnya. Inikan kalau yang non APBN kan di luar dari pada kewenangan Kementerian
Lingkungan Hidup, coba bisa disempurnakan kalimatnya, bisa dibantu Bu.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Interupsi Pak Ketua.
Bu Menteri itu yang ke NGO atau LSM itukan sebagai insentif dari penurunan emisi, ya
seharusnya olah pemberi itu harus memberikan laporan informasi ke Menteri KLH karena kita kan
itu bisa dilaksanakan karena adanya Undang-undang ini, kenapa DPR RI punya hak
konstitusional untuk mengawasi, baik secara reguler karena mengawasi juga pelaksanaan
Undang-undang ini. Undang-undang ini yang mensahkan DPR RI bersama pemerintah, jadi
seharusnya tadinya Pak Ketua, sebenarnya Undang-undang ini tidak perlu, tidak cukup hanya
meratifikasi Paris Agreement, mesti ada lagi bahwa setiap insentif atau kompensasi itu harus
dilaporkan siapapun pelaksanaannya di seluruh wilayah Indonesia kan gitu. jadi itu terkait
terhadap kesimpulan rapat Pak Ketua.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Iya sebentar, ini berbeda dari apa yang disampaikan Pak Ramson, mungkin masukannya
bagus sekali. Yang nomor 3 itu sebetulnya hanya kita meminta membuat mekanismenya Bu,
mekanisme pengawasan. Jadi bagaimana instrumen KLHK yang bisa lakukan di dalam rangka
melakukan pengawasan begitu sebetulnya lebih kepada mekanismenya Bu, apakah selama ini
diserahkan begitu saja secara volunterr mereka melaporkan ke kementerian atau Ibu bisa
membuat semacam instrumennya gitu. soal nanti itu bisa jalan atau tidak kan bisa dilaporkan.
Silakan.
MENTERI LINGKUNGAN HIDUP & KEHUTANAN RI:
Terima kasih Ketua, kalau gitu saya nangkep yang dimekasud oleh Ketua, kalau gitu saya
nggak berani yang laporan yang berkalanya, kalimat selanjutnya yang berat sebetulnya Pak. Saya
mau kasih contoh LSM world resources institute itu punya uang 27 juta US untuk melakukan
mapping seluruh resources di Indonesia dan dia minta dengan kami, dengan Dirjen Planologi dan
kita belum mau gitu dan saya nggak tahu tiba-tiba sudah adac di situ duitnya. Sekarang kita
tinggal main cerdik-cerdik saja harus bagaimana, harus diapain supaya yang disampaikan oleh
Bapak-Ibu yang terhormat.
F-PDIP (MERCY CHRIESTY BARENDS, ST.):
KETUA RAPAT:
Sebentar Bu, itu WRI itu apa dia sudah mengalokasikan dana, dia mau melakukan
pendataan kan begitu, lantas mau kerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan atau meminta kerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, oh
minta izin berarti dia minta akses data semuanya kalau begitu. Itu mengkhawatirkan, maksudnya
WRI dari mana gitu, dia membawa dana itu.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Pak Ketua, interupsi.
KETUA RAPAT:
Silakan.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Seperti itu kegiatan ke kitanya apa saja itu di Indonesia Bu Menteri, maksud saya NGO
yang punya dana 27 juta US dolar itu kegiatannya apa saja.
MENTERI LINGKUNGAN HIDUP & KEHUTANAN RI:
Hanya untuk mapping.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Contohnya misalnya hutan Petungkriyono, itukan termasuk juga hutan yang berdampak
penurunan emisi, seperti itu cara hitungnya bagaimana itu, bisa nggak, ada nggak diantara dirjen
bisa nggak, berapa kira-kira dapat kompensasi itu atau insentif.
KETUA RAPAT:
Nggak sebentar, kita menyelesaikan kesimpulan dulu Pak Ramson.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Karena itu terkait Pak Ketua, kalau kita buat kesimpulan inikan kita mau tahu
hitung-hitungannya.
KETUA RAPAT:
Kalau hitung-hitungan berarti.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Kesimpulan nomor 3 ini terkait dengan itu, itu yang mau kita awasi.
KETUA RAPAT:
Bisa ditambahkan karena ini tulisannya kita menginginkan kementerian membuat
mekanisme pengawasan terhadap dana Pak, yang Ibu keberatan tadi adalah laporan secara
berkalanya.
MENTERI LINGKUNGAN HIDUP & KEHUTANAN RI:
Kalau boleh Ketua, termasuk konsekuensi hukumnya sebagai fungsi pengawasan kan
tetap saya akan bikin.
KETUA RAPAT:
Kalau gitu dihapus saja.
MENTERI LINGKUNGAN HIDUP & KEHUTANAN RI:
Dan dilaporkan secara berkalanya itu yang dibuang, tetapi mekanismenya saya memang
sangat ingin punya mekanisme mengontrol anggaran itu. Jadi iya sebagai fungsi pengawasan
atas implementasi Paris Agreement, itu memang kita.
KETUA RAPAT:
Ini bisa diterima ya.
Silakan Pak.
F-PAN (Ir. H. TJATUR SAPTO EDY, MT.):
Boleh saya usul.
KETUA RAPAT:
Nomor 3 ini ya.
F-PAN (Ir. H. TJATUR SAPTO EDY, MT.):
Iya nomor 3 ini, ini sebetulnya dampaknya besar, kerja besar dan KLHK itu menjadi bagian
dari situ. Jadi kalau saya lebih meng-appeal bahwa Komisi VII meminta kepada KLHK ini untuk
mendorong pemerintah, pemerintah secara keseluruhan, Menteri Keuangan di situ, ada Menko di
situ, untuk melakukan itu semua, termasuk mengawasi non actor, non state actor tadi
penggunaan-penggunaan dana itu semua dan pelaporan secara berkala. Jadi kita mendorong
KLHK untuk itu karena kalau kita KLHK saja itu kita tidak dapat picture-nya itu. Jadi bunyi
kalimatnya saya kira seperti itu Ketua.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Coba karena kita, mitra kita LHK lantas LHK itu sebagai vocal point ya di dalam hal ini,
national vocal point. Jadi kita mau bagaimana menggabungkannya Pak, misalnya meminta
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI sebagai national vocal point untuk mendorong
Pemerintah RI.
F-PAN (Ir. H. TJATUR SAPTO EDY, MT.):
Membuat mekanisme itu begitu Pak.
KETUA RAPAT:
Coba ditambahin, bagus Pak Tjatur.
F-PAN (Dr. Ir. Hj. ANDI YULIANI PARIS, M.Sc):
Bu, perlu payung hukumnya atau sudah cukup atau mekanisme saja.
KETUA RAPAT:
Sebagai national vocal point.
F-PAN (Ir. H. TJATUR SAPTO EDY, MT.):
Iya, pertama kali membuat payung hukum dulu baru kemudian pengawasan.
KETUA RAPAT:
Untuk mendorong Pemerintah Republik Indonesia.
F-PAN (Ir. H. TJATUR SAPTO EDY, MT.):
PP-nya belum selesai kan, iya itu maksud saya.
KETUA RAPAT:
Mendorong Pemerintah Republik Indonesia atau RI, biar jelas maksudnya Pak Tjatur
masuk, Pemerintah membuat mekanisme pengawasan terhadap penggunaan dana.
F-PAN (Ir. H. TJATUR SAPTO EDY, MT.):
Pertama membuat payung hukum dan mekanisme pengawasan.
KETUA RAPAT:
Untuk membuat payung hukum dan mekanisme pengawasan, ini bisa diterima ya Bu
Menteri, bisa ya. Jadi saya ulang lagi, Komisi VII DPR RI meminta Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan RI sebagai national vocal point untuk mendorong pemerintah membuat payung
hukum dan mekanisme pengawasan terhadap penggunaan dana-dana non APBN termasuk
konsekuensi hukumnya sebagai fungsi pengawasan atas implementasi Paris Agreement yang
telah diratifikasi.
Ini sebetulnya sudah melekat job desk-nya natinal vocal point ini, jadi bisa disepakati ya.
(RAPAT:SETUJU)
Silakan.
F-PPP (Dr. ANDI JAMARO DULUNG, M.Si.):
Ketua, itu kalimat national vocal point bisa nggak di-Indonesia-kan itu.
KETUA RAPAT:
Iya ditulisnya miring Pak, ya itu nanti bahasa yang penting itu saja supaya nanti biar
sekretariat nyari bahas bakunya national vocal point, oke.
4. Komisi VII DPR RI meminta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI untuk
menyusun matriks tentang skema penurunan emisi karbon di masing-masing
kementerian terkait.
Setuju ya.
(RAPAT:SETUJU)
5. Komisi VII DPR RI meminta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI untuk
menyampaikan jawaban tertulis atas semua pertanyaan Anggota Komisi VII DPR RI
yang disampaikan pada Komisi VII DPR RI paling lambat tanggal 27 Februari 2017.
(RAPAT:SETUJU)
Terakhir Pak Ramson yang tadi masukannya mungkin bisa masuk menjadi salah satu
kesimpulan sebelum kita tutup.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Yang mana lagi itu Pak Ketua, yang tadi Pak Ramson bilang
KETUA RAPAT:
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
KETUA RAPAT:
F-NASDEM (Dr. KURTUBI, SE., M.Sp., M.Si):
KETUA RAPAT:
F-NASDEM (Dr. KURTUBI, SE., M.Sp., M.Si):
KETUA RAPAT:
F-PAN (Ir. H. TJATUR SAPTO EDY, MT.):
KETUA RAPAT:
MENTERI LINGKUNGAN HIDUP & KEHUTANAN RI:
KETUA RAPAT:
Masih. Gitu ya. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada kementerian itu. Kehutanan
beserta jajarannya atas kerja sama yang baik. Dalam rapat ini. Dan mohon maaf apabila da 1
dan hal yang tidak berkenan. Karena kami tidak bermaksud untuk melakukannya tapi lebih
bagaimana kita untuk mencari saya sebagai. Kita belum melakukan penyelesaian masalah
bangsa di sektor ini.
Kami atas nama pimpinan komisi 2 DPR RI juga mengucapkan terima kasih kepada bapak
ibu anggota atas kehadirannya. Iya. Kesemua dibacakan. Akhirnya dengan mengucapkan
syukur alhamdulillah kepada Allah SWT rapat kerja pada hari ini saya tutup. Nah arah Aloi
Walhidaya assalamu'alaikum wr. Wb.. Pak.
pak. pak.
(RAPAT DITUTUP PUKUL 16.58 WIB)
a.n. KETUA RAPAT
SEKRETARIS RAPAT
Dra. Nanik Herry Murti
NIP. 196505061994032002