199
DETERMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMILIHAN
ALAT KONTRASEPSI IUD PADA AKSEPTOR KB
DI BPM BD. Hj. PONIRAH, S.ST.Keb SERANG TAHUN 2017
Nuria Fitri Adista, Gina Lugina
Akademi Kebidanan `Aisyiyah Banten
ABSTRAK
Latar Belakang : Di negara ASEAN rata-rata penggunaan kontrasepsi dari 2005-2012
tertinggi adalah thailand yaitu 80%, kemudian kamboja 79%, diindonesia penggunaan alat
kontrasepsi masih dibawah thailand dan kamboja yaitu hanya 61% (Kemenkes, 2013). Pada
tahun 2013, cakupan KB aktif di indonesia sebesar 75,88%. Berdasarkan provinsi, cakupan
KB aktif tertinggi adalah provinsi bengkulu sebesar 87,705 dan terendah yaitu provinsi papua
sebesar 67,15%. Provinsi banten adalah termasuk pada 3 provinsi terendah berdasarkan
cakupan KB aktif yaitu hanya sebesar 69,92% (kemenkes, 2014).
Metode Penelitian : Desain Penelitian ini menggunakan desain Case Control . Populasi yang
akan diambil pada penelitian ini adalah seluruh akseptor KB di BPM. Bd. Hj. Ponirah
S.ST.Keb dari bulan Januari-Juni 2017 dengan jumlah 200 orang, Dimana dalam
pengambilan sampel penelitian ini digunakan cara atau teknik Case Control dengan
perbandingan 1:2, yaitu kasus sebanyak 22 pengguna akseptorer KB IUD dan kontrol 44
pengguna akseptor KB selain IUD.
Hasil Penelitian : Analisis univariat menunjukkan responden yang menggunakan
kontrasepsi IUD (25,8%). tidak menggunakan kontrasepsi IUD (87,9%), berusia < 20 tahun
(92,4%). Adapun analisi bivariat dengan uji chi square terdapat hubungan bermakna antara
usia OR (14,800). Pendidikan OR (16,071) dan Pekerjaan (16,176) dan tidak terdapat
hubungan bermakna antara paritas
Saran Agar lebih memberikan pengetahuan terhadap masyarakat dalam pemilihan alat
kontrasepsi IUD ini agar masyarakat lebih mengetahui apa keuntungan dan kerugian yang
akan di dapatkan, dan memberikan penegetahuan lebih kepada masyarakat yang
pendidikannya rendah dan usia masyarakat < 20 tahun. maka mereka bisa mendapatkan
200
penjelasan dan pengetahuan yang baik. Sehingga masyarakat dapat menentukan atau memilih
alat kontrsasepsi IUD atau kontrasepsi secara tepat.
Kata Kunci : Usia, Pendidikan, Pekerjaan, Paritas, Pemilihan Kontrasepsi IUD
Kepustakaan : 16 (2005 – 2017), Buku :15, Jurnal : 1,
PENDAHULUAN
Penggunaan kontrasepsi berkaitan
dengan kesehatan reproduksi dimana
komponen kesehatan reproduksi
merupakan bagian dari kesehatan ibu.
Program KB berperan besar untuk
mencapai pengurangan kematian ibu
melalui perencanaan keluarga dengan
mengatur kehamilan yang aman, sehat dan
diinginkan. Kehamilan yang tidak ideal
(terlalu banyak, terlalu muda, terlalu tua,
terlalu dekat jarak kelahiran) akan sangat
membahayakan bagi kesehatan ibu
(Kemenkes, 2013).
Dalam islam, KB termasuk kedalam
aghayyuru al-ahkami bitaghayyuri al-
azminati wa-al-amkinati (hukum-hukum
yang bisa berubah sesuai dengan perubahan
zaman, tempat dan keadaan) (Nurmila,
2011).
Firman ALLAH dalam surah an-nisa‟
(4):9 menyebutkan bahwa: “ dan hendaklah
takut kepada allah orang-orang yang
seandainya meninggalkan dibelakang
mereka anak-anak yang lemah, yang
mereka hawatir terhadap (kesejahtraan)
mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka
bertakwa kepada allah dan hendaklah
mereka mengucapkan perkataan yang
benar.” Dalam ayat tersebut orang tua
diperintahkan untuk melahirkan dan
mendidik anak dengan baik sehingga
menciptakan generasi yang berkualitas
dalam memimpin bangsa (Nurmila, 2011).
Melihat kemampuan indonesia dalam
mempersiapkan generasi yang berkualitas
sangat terbatas, maka indonesia harus fokus
dalammempersiapkan generasi kecil tapi
berkualitas baik. Langkah yang dapat
dilakukan salah satunya adalah dengan
penerapan Keluarga Berencana (KB)
(Sudaryanto dkk, 2014).
Di negara ASEAN rata-rata
penggunaan kontrasepsi dari 2005-2012
tertinggi adalah thailand yaitu 80%,
kemudian kamboja 79%, diindonesia
penggunaan alat kontrasepsi masih dibawah
thailand dan kamboja yaitu hanya 61%
(Kemenkes, 2013). Pada tahun 2013,
cakupan KB aktif di indonesia sebesar
75,88%. Berdasarkan provinsi, cakupan KB
aktif tertinggi adalah provinsi bengkulu
sebesar 87,705 dan terendah yaitu provinsi
papua sebesar 67,15%. Provinsi banten
adalah termasuk pada 3 provinsi terendah
201
berdasarkan cakupan KB aktif yaitu hanya
sebesar 69,92% (kemenkes, 2014).
Salah satu strategi dari pelaksanaan
program KB sendiri seperti tercantum
dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah (RPJM) tahun 2004-2009 adalah
meningkatnya penggunaan metode
kontrasepsi jangka panjang (MKJP) seperti
IUD (Intra Uterine Device), implant
(susuk) dan sterilisasi. IUD merupakan
salah satu jenis alat kontrasepsi non
hormonal dan termasuk alat kontrasepsi
jangka panjang yang ideal dalam upaya
menjarangkan kehamilan. Keuntungan
pemakaian IUD yakni hanya memerlukan
satu kali pemasangan untuk jangka waktu
yang lama dengan biaya yang relatif murah,
aman karena tidak mempunyai pengaruh
sistemik yang beredar ke seluruh tubuh,
tidak mempengaruhi produksi ASI dan
kesuburan cepat kembali setelah IUD
dilepas.
Namun angka tersebut terus menurun,
Pada 1994 hanya 10% pemakai IUD, pada
1997 turun lagi menjadi 8%, dan pada 2002
jadi 6%, serta turun lagi jadi 5% pada 2007
dan pada data 2012, pemakai kontrasepsi
IUD tinggal 4% saja.
Sementara dari hasil pendataan
keluarga tahun 2013 di Provinsi Banten
menurut BKKBN, dari 2.023.789 Pasangan
Usia Subur (PUS), yang bukan merupakan
peserta KB sejumlah 626.928 dan unmeet
need (ingin anak ditunda dan tidak ingin
anak lagi) sebanyak 404.561. Dari data ini,
jika digambarkan dalam peta PUS akan
menajamkan sasaran pembinaan kesertaan
ber – KB –nya. “Sehingga PUS yang bukan
peserta KB atau Unmeet Need dapat
didekatkan ke tempat pelayanan sehingga
tertarik untuk ikut program KB”, (BKKBN
Provinsi Banten 2014).
Gubernur Banten, H. Rano Karno
menyampaikan harapannya akan banyak
bermunculan kampung-kampung KB di
Banten untuk memberikan kemudahan
akses informasi dan pelayanan program
Kependudukan Keluarga Berencana dan
Pembangunan Keluarga (KKBPK) dan
dengan terlaksananya kampung-kampung
KB di seluruh wilayah Banten akan
terwujud pula keluarga kecil bahagia dan
sejahtera. Oleh karena itu, beliau berpesan
kepada masyarakat dan pejabat jangan
segan-segan untuk selalu mensosialisasikan
“2 Anak Cukup”. Rano mengajak
masyarakat Banten untuk menjadikan
“Pencanangan Kampung KB” ini sebagai
momentum untuk memperkuat rasa
kebersamaan antar warga masyarakat dan
berperan aktif di berbagai kegiatan dalam
rangka membangun kampungnya/
daerahnya untuk terwujudnya keluarga
kecil bahagia dan sejahtera demi kejayaan
Indonesia yang kita cintai.
Dalam acara pencanangan Kampung
KB ini, dilaksanakan pula kegiatan
pelayanan KB bagi masyarakat sekitar
202
khususnya untuk pelayanan KB MKJP
yaitu IUD dan Implant, selama pelayanan
tersebut diperoleh 19 akseptor IUD dan 73
akseptor Implant (BKKBN Provinsi Banten
2014).
(http://banten.bkkbn.go.id/ViewBerita.aspx
?BeritaID=811.2017-08-14.11.12wib)
Berdasarkan data di Provinsi Banten
dalam Profil Kesehatan Indonesia Tahun
2014, kontrasepsi IUD tidak menduduki
pemakaian terbanyak, presentase KB aktif
yaitu suntikan (52.69%), pil (22.8%),
implant (10.14%), IUD (8.65%), kondom
(2.78%), MOW (1.93%) dan MOP
(1.01%). Sedangkan untuk peserta KB baru
terbanyak menggunakan kontrasepsi
suntikan (48,17%), pil (27.09%), implant
(11.95%), kondom (6.46%), IUD (5.62%),
MOW (0.63%) dan yang terakhir MOP
(0.07%) (Kemenkes, 2015). Upaya untuk
meningkatkan kepesertaan KB Metode
Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) salah
satunya IUD, bagi Pasangan Usia Subur
(PUS) di semua tahapan keluarga didukung
dengan kebijakan dan strategi nasional
pembangunan oleh BKKBN tahun 2015-
2019 yang meliputi program peningkatan
KB MKJP dengan penguatan peran tenaga
ini lapangan dan penggerakan pelayanan
KB dan advokasi KIE termasuk advokasi
KIE program Kependudukan, Keluarga
Berencana dan Pembangunan Keluarga
(KKBPK) termasuk advokasi KIE KB
MJKP di lini bawah (Rahayu, 2015). Selain
itu terdapat kebijakan lain tentang
kontrasepsi IUD dalam upaya
meningkatkan pengguna IUD, diantaranya
IUD gratis untuk seluruh PUS di seluruh
Provinsi di Indonesia yang telah dilakukan
sejak tahun 2004, stok IUD CUT T 380 A
cukup tersedia, tersedianya anggaran untuk
IUD, tersedia dana pelatihan medis teknis
bagi provider dan telah dikembangkan
rezise inserter untuk IUD pada program
pemasangan IUD pasca persalinan
(BKKBN, 2011). BKKBN terus
mendorong kampanye IUD semaksimal
mungkin dan telah memberikan hasil atas
kampanye yang telah dilakukan (Anna,
2011).
Sedangkan di Kabupaten Serang
didapatkan data sebagai berikut: Dari 7.380
jiwa hanya 4,6% yang menggunakan
kontrasepsi IUD, implant 6,85%, suntik
59,0 %, pil 24,2% dan kondom 2,6%. Dan
di BPM Bd. Hj. Ponirah S.ST.Keb didapat
data bahwa yang menggunakan kb IUD
dari 200 akseptor kb hanya 20% akseptor
kb yang menggunakan IUD dan sisanya
adalah memilih akseptor kb lain seperti
suntik 40%, pil 40%.
IUD atau Alat kontrasepsi dalam
rahim (AKDR) adalah satu alat kontrasepsi
modern yang telah dirancang sedemikian
rupa (baik bentuk, ukuran, bahan, dan masa
aktif fungsi kontrasepsinya), bentuknya
bermacam- macam. IUD adalah alat
kontrasepsi yang efektiftasnya sangat
203
tinggi, yaitu 0,6-0,8 kehamilan/100
perempuan dalam 1 tahun pertama
pemakaian, 1 kegagalan dalam 125-170
kehamilan (Hidayati, 2011). Dimana dalam
judul yang peneliti ambil diperoleh faktor-
faktor yang mempengaruhi dan
berhubungan dengan penggunaan alat
kontrasepsi IUD, diantaranya adalah umur,
pendidikan, paritas dan pekerjaan.
Alasan peneliti memilih variabel
umur pada dasarnya umur sangat
berpengaruh terhadap pengetahuan
mengenai aspek reproduksi manusia
terutama dalam mengatur jumlah anak yang
dilahirkan. Karena diwilayah kerja Bpm
Bd. Ponirah yang menikah dibawah umur
20 tahun (45%) dan rata-rata sudah
mempunyai keturunan pada usia 19 tahun
dalam anjuran kesehatan reproduksi pada
umur < 20 tahun harus menunda kehamilan
karena kondisi rahim yang belum matang
untuk dibuahi/pembuahan. Sedangkan
pendidikan di wilayah kerja Bpm. Bd.
Ponirah rata-rata berpendidikan SD- SMP
(70,2%) dan masyarakat ditempat tersebut
kebanyakan menggunakan Kontrasepsi
Suntik 3 Bulan setelah melahirkan, karena
masyarakat berfikir menggunakan IUD
beresiko dan takut gagal, akibat banyaknya
isue yang beredar dalam pemakaian IUD
yang gagal. Masyarakat yang
berpendidikan<SMP kurang menyerap
pengetahuan atau berita yang baik dan
benar, mereka lebih banyak menyerap
berita yang negatif dari pada yang positif.
Sedangkan yang berpendidikan ≥ SMA
mereka akan lebih menyaring berita atau
pemberitahuan yang baik dibanding yang
buruk atau masih belum tentu
kebenarannya. Maka masih sedikit dari
masyarakat disini yang menggunakan
Kontrasepsi IUD. Diwilayah kerja Bpm Bd.
Ponirah dari segi paritas kebanyakan
masyarakat disini memiliki riwayat paritas
Multipara tetapi mereka tidak mau
menggunakan Kontrasepsi IUD alasannya
takut, padahal jika dilihat dari paritas
mereka sudah memiliki anak ≥ 2 anak
(multipara). Terbalik dengan yang memiliki
riwayat Primipara, mereka malah lebih
memilih alat kontrasepsi IUD karna mereka
berfikir untuk menunda dengan jangka
waktu yang cukup lama dan mereka
mengetahui bahwa IUD tidak berbahaya
selama pemasangannya sesuai dengan
prosedur.
Dari data-data diatas ternyata
Akseptor KB IUD masih sedikit
dibandingkan dengan Akseptor KB lainnya.
Maka dari hasil tersebut penulis ingin
mengetahui “Determinan Yang
Berhubungan Dengan Pemilihan Alat
Kontrasepsi IUD Pada Akseptor KB di
Bpm. Bd. Hj. Ponirah S.ST.Keb Serang
Tahun 2017”. Karena peneliti melihat data
penggunaan akseptor IUD pada Tahun
2016 di BP. Bd. Hj. Ponirah masih sangat
sedikit, yaitu hanya 8 (12,1%) responden
204
yang menggunakan IUD dibandingkan
dengan yang tidak menggunakan IUD pada
Tahun 2016 sebanyak 58 (87,9%)
responden. Adapun tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui Determinan
pemilihan alat kontasepsi IUD pada
Akseptor KB di BPM. Bd. Hj. Ponirah
S.ST.Keb.
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian ini menggunakan
desain Case Control yaitu suatu penelitian
(survey) analitik yang menyangkut
bagaimana faktor resiko yang dipelajari
dengan menggunakan pendekatan
retrospektive. Subyek dipilih out come
tertentu, lalu dilihat kebelakang (back
ward) tentang status paparan penelitian
yang dialami subyek, dimana desain ini
bergerak dari akibat penyakit ke sebab atau
melihat kebelakang tentang riwayat status
paparan penelitian yang dialami subyek
(Murti 1997). Sumber data berasal dari data
sekunder berupa buku laporan hasil
akseptor KB di BPM Bd. Hj. Ponirah.
Dengan ini peneliti mencari data dengan
cara pengambilan data sekunder atau data
yang telah ada dan diolah kembali oleh
peneliti. Populasi yang akan diambil pada
penelitian ini adalah seluruh akseptor KB di
BPM. Bd. Hj. Ponirah S.ST.Keb dari bulan
Januari-Juni 2017 dengan jumlah 200
orang,
Dimana dalam pengambilan sampel
penelitian ini digunakan cara atau teknik
Case Control dengan perbandingan 1:2,
yaitu kasus sebanyak 22 pengguna
akseptorer kb IUD dan kontrol 44
pengguna akseptor KB selain IUD.
Kasus : total dari kasus pemilihan alat
kontrasepsi IUD (22 responden )
Kontrol : secara random dari total jumlah
akseptor kb selain IUD (44
responden)
Teknik pengumpulan sampel yang
digunakan adalah dengan menggunakan
teknik random sampling.
HASIL PENELITIAN
1. Analisis Univariat
Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Pemilihan Alat
Kontrasepsi IUD Pada Akseptor KB di
BPM. Bd. Hj. Ponirah. S.St.Keb
Tahun 2017
Penggunaan
Kontrasepsi
Frekuensi %
Non IUD 44 66,7%
IUD 22 33,3%
Jumlah 66 100%
Berdasarkan tabel 4.1 menunjukan
bahwa sebagian kecil responden
menggunakan kontrasepsi IUD (33,3%) di
Bpm Bd. Hj. Ponirah. S.ST.Keb Tahun
2017
205
Tabel 4.2
Distribusi Usia responden di Bpm. Bd.
Hj. Ponirah. S.ST.Keb. Tahun 2017.
Usia Frekuensi %
< 20 tahun 38 57,6%
≥ 20 tahun 28 42,4%
Jumlah 66 100%
Berdasarkan tabel 4.2 menunjukan
bahwa sebagian besar responden berusia <
20 tahun (57,6%) di Bpm Bd. Hj. Ponirah.
S.ST.Keb Tahun 2017
Tabel 4.3
Distribusi Pendidikan responden di
BPM. Bd. Hj. Ponirah. S.ST.Keb.
Tahun 2017.
Pendidikan Frekuensi %
< SMP 44 66,7%
≥ SMA 22 33,3%
Jumlah 66 100%
Berdasarkan tabel 4.3 menunjukan
bahwa sebagian besar responden
berpendidikan < SMP (66,7%) di Bpm Bd.
Hj. Ponirah. S.ST.Keb Tahun 2017
Tabel 4.4
Distribusi Paritas responden di Bpm.
Bd. Hj. Ponirah. S.ST.Keb. Tahun 2017.
Paritas Frekuensi %
Primipara 43 65,2%
Multipara 23 34,8%
Jumlah 66 100%
Berdasarkan tabel 4.4 menunjukan
bahwa lebih dari setengahnya responden
dengan paritas primipara (65,2%) di Bpm
Bd. Hj. Ponirah. S.ST.Keb Tahun 2017
Tabel 4.5
Distribusi Pekerjaan responden di Bpm.
Bd. Hj. Ponirah. S.ST.Keb. Tahun 2017.
Pekerjaan Frekuensi %
Tidak Bekerja 44 66,7%
Bekerja 22 33,3%
Jumlah 66 100%
Berdasarkan tabel 4.5 menunjukan
bahwa sebagian besar responden tidak
bekerja (66,7%) di Bpm Bd. Hj. Ponirah.
S.ST.Keb Tahun 2017
1. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk
mengetahui determinan faktor pemilihan
alat kontrasepsi iud melihat dari hubungan
antara variabel dependen yaitu pemilihan
alat kontrasepsi iud dengan variabel
independen yaitu Usia, pendidikan dan
pekerjaan yang diduga memiliki hubungan
atau korelasi. Uji statistik yang digunakan
adalah uji Chi Square, dengan tingkat
kepercayaan 95% pada α ≤ 0,05 bila p < α
maka H0 ditolak dan apabila p > α berarti
H0 gagal ditolak. Analisis bivariat ini
disajikan sebagai berikut.
206
Tabel 4.6
Hubungan Antara Usia Dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi Pada Akseptor KB
di BPM. Bd. Hj. Ponirah. S.ST.Keb. Tahun 2017.
Usia
Alat kontrasepsi
Total % p.value Or Non
IUD % IUD %
< 20 Tahun 31 70,5% 7 31,8% 38 57,6%
0,006 5,110 ≥ 20 Tahun 13 29,5% 15 68,2% 28 42,4%
Jumlah 44 100% 22 100% 66 100%
Pada tabel 4.6 menunjukan bahwa
akseptor dengan usia < 20 Tahun lebih
tinggi pada kelompok Non IUD (70,5%)
dibanding IUD (31,8%) sementara akseptor
dengan usia ≥ 20 Tahun lebih banyak pada
kelompok IUD (68,2%) dibanding
kelompok Non IUD (29,5%).
Hasil uji chi square diperoleh nilai p
sebesar 0,006 (ρ<α) yang berarti secara
statistik terdapat hubungan yang bermakna
antara usia dengan pemilihan alat
kontrasepsi IUD.
Hasil uji statistik juga didapatkan
nilai OR sebesar 5,110 artinya responden
dengan umur < 20 Tahun memiliki peluang
5 kali untuk menggunakan alat kontarasepsi
IUD dibanding dengan responden yang
berusia ≥ 20 Tahun.
Tabel 4.7
Hubungan Antara Pendidikan Dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi Pada Akseptor KB
di Bpm. Bd. Hj. Ponirah. S.ST.Keb. Tahun 2017
Pendidikan
Alat kontrasepsi
Tota l % p.valu e OR Non
IUD % IUD %
< SMP 35 79,5 % 9 40,9% 44 66,7%
0,004 6,000 ≥ SMA 9 20,5% 13 59,1% 22 33,3%
Jumlah 44 100% 22 100% 66 100%
Pada tabel 4.7 menunjukan bahwa
akseptor dengan pendidikan rendah lebih
tinggi pada kelompok Non IUD (79,5%)
dibanding IUD (40,9%) sementara akseptor
dengan pendidikan tinggi lebih banyak
pada kelompok IUD (59,1%) dibanding
kelompok Non IUD (20,5%).
Hasil uji chi square diperoleh nilai p
sebesar 0,004 (ρ<α) yang berarti secara
statistik terdapat hubungan yang bermakna
antara pendidikan dengan prilaku
penggunaan alat kontrasepsi IUD.
Hasil uji statistik juga didapatkan
nilai OR sebesar 6,000 artinya responden
dengan pendidikan rendah (< SMP)
memiliki peluang 6 kali untuk
menggunakan alat kontarasepsi IUD
dibanding dengan responden yang
pendidikan tinggi (> SMP).
207
Tabel 4.8
Hubungan Antara Paritas Dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi Pada Akseptor KB
di BPM. Bd. Hj. Ponirah. S.ST.Keb. Tahun 2017
Paritas Alat kontrasepsi
Total % p.value Non IUD % IUD %
Primipara 32 72,7% 11 76,3% 43 74,2%
0,121 Multipara 12 27,3% 11 23,7% 23 25,8%
Jumlah 44 100% 22 100% 66 100%
Pada tabel 4.8 menunjukan bahwa
akseptor dengan paritas primipara lebih
tinggi pada kelompok Non IUD (72,7%)
dibanding IUD (50,0%) sementara akseptor
dengan paritas multipara lebih banyak pada
kelompok IUD (50,0%) dibanding
kelompok Non IUD (27,3%).
Hasil uji chi square diperoleh nilai p
sebesar 0,121 (ρ<α) yang berarti secara
statistik tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara paritas dengan prilaku
penggunaan alat kontrasepsi IUD.
Tabel 4.9
Hubungan Antara Pekerjaan Dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi Pada Akseptor KB
di BPM. Bd. Hj. Ponirah. S.ST.Keb. Tahun 2017.
Pekerjaan
Total % p.value OR Non IUD % IUD %
Tidak Bekerja 36 81,8 % 8 36,4 % 44 66,7%
0,001 8,000 Bekerja 8 18,2% 14 63,6 % 22 33,3%
Jumlah 44 100% 22 100 % 66 100%
Pada tabel 4.9 menunjukan bahwa
akseptor dengan pekerjaan yang tidak
bekerja lebih tinggi pada kelompok Non
IUD (81,8%) dibanding IUD (36,4%)
sementara akseptor dengan pekerjaan yang
bekerja lebih banyak pada kelompok IUD
(63,6%) dibanding kelompok Non IUD
(18,2%).
Hasil uji chi square diperoleh nilai p
sebesar 0,001 (ρ<α) yang berarti secara
statistik terdapat hubungan yang bermakna
antara pekerjaan dengan prilaku
penggunaan alat kontrasepsi IUD.
Hasil uji statistik juga didapatkan
nilai OR sebesar 8,000 artinya responden
yang tidak bekerja memiliki peluang 8 kali
untuk menggunakan alat kontarasepsi IUD
dibanding dengan responden yang bekerja.
PEMBAHASAN
Pada bab ini akan membahas tentang
hasil penelitian secara khusus tentang
“Determinan Yang Berhubungan Dengan
Pemilihan Alat Kontrasepsi IUD Pada
Akseptor KB di Bpm Bd. Ponirah
.S.ST.Keb. Serang Tahun 2017”.
208
2. Pemilihan Alat Kontrasepsi IUD Pada
Akseptor KB
Dari hasil penelitian yang dilakukan
bahwa sebagian kecil responden yang
menggunakan kontrasepsi IUD (33,3%). Di
bandingkan dengan yang tidak
menggunakan kontrasepsi IUD, di Bpm.
Bd. Hj. Ponirah. S.ST.Keb Tahun 2017.
Alasan kebanyakan responden tidak
memilih alat kontrasepsi IUD adalah takut
akan pemasangannya dan belum
mengetahui manfaatnya menggunakan
IUD.
IUD (Intras Uterin Devices) atau
nama lain adalah AKDR (Alat Kontrasepsi
Dalam Rahim) disebut juga spiral, alat ini
dipasang dalam rahim wanita. IUD atau
AKDR adalah suatu alat kontrasepsi yang
efektif, aman, dan nyaman bagi banyak
wanita. Alat ini merupakan metode
kontrasepsi reversibel yang paling sering
digunakan diseluruh dunia dengan pemakai
saat ini mencapai sekitar 100 juta wanita.
AKDR memiliki efektifitas lebih dari 99%
dalam mencegah kehamilan pada
pemakaian 1 tahun atau lebih. (Anna,
2010).
3. Usia
Faktor umur sangat berpengaruh pada
aspek reproduksi manusia terutama dalam
pengaturan jumlah anak yang dilahirkan
yang akan berhubungan dengan pola
kesehatan ibu, dimana untuk Pasangan Usia
Subur yang berumur dibawah 20 tahun
dianjurkan menunda kehamilan dengan
menggunakan pil KB, suntik, susuk,
kondom atau intravag. Pasangan Usia
Subur yang berumur diatas 35 tahun atau
pada fase mengakhiri kesuburan.
Dianjurkan menggunakan Kontrasepsi
Mantap, IUD/AKDR, susuk/AKBK.
(Wiknjosastro, 2010).
Hasil analisis hubungan antara usia
dengan penggunaan IUD diperoleh bahwa
ada sebanyak 38 (57,6%) responden yang
berusia < 20 tahun. Sedangkan responden
yang berusia ≥ 20 tahun ada 28 (42,4%)
yang menggunakan IUD. Hasil uji statistik
diperoleh nilai p= 0,006 maka dapat
disimpulkan ada perbedaan antara
responden yang berusia < 20 tahun dengan
responden ≥ 20 tahun yang menggunakan
IUD (ada hubungan yang signifikan antara
usia dengan prilaku penggunaan alat
kontrasepsi IUD). Dari hasil analisis
diperoleh pula nilai OR= 5,110, artinya
responden yang berusia < 20 tahun
mempunyai peluang 5 kali untuk
menggunakan alat kontarasepsi IUD
dibanding responden yang berusia ≥ 20
tahun.
Masyarakat dengan tingkat usia yang
belum lebih dari 20 tahun cendrung lebih
memilih alat kontrasepsi yang lain selain
IUD, selain umur berpengaruh dalam
kematangan kondisi rahim maka dari
tingkat emosional pun sangat berpengaruh.
209
Dari berbagai pengalaman
menunjukkan bahwa ada kecendrungan ibu
yang berusia kurang dari 20 tahun
kematangan emosionalnya masih labil.
Kehamilan di usia diatas 20 tahun bila
ditinjau dari segi emosi, masa ini
merupakan usia ideal untuk mempunyai
anak, pada usia ini biasanya calon ibu
sudah mempunyai rencana tentang
kehamilan maupun bayi yang akan
dilahirkan dibandingkan ibu yang berusia
muda (Manuaba, 2010).
Dari hasil penelitian terdahulu
didapatkan hasil penelitian terhadap 96
sampel, sebagian besar responden berusia
dewasa muda (>20 tahun) dalam pemilihan
kontra-sepsi yaitu 77 orang (Tabel 1).
Responden berusia di atas 20 tahun lebih
memilih AKDR karena secara fisik
kesehatan repro-duksi sudah lebih matang
dan merupakan tolak ukur tingkat
kedewasaan seseorang. Makin
bertambahnya usia seseorang dika- takan
makin dewasa dalam pikiran dan tingkah
laku. Usia di atas 20 tahun meru-pakan
masa menjarangkan dan mencegah
kehamilan sehingga pilihan kontrasepsi
lebih ditujukan pada kontrasepsi jangka
panjang. Responden berusia kurang dari 20
tahun lebih memilih non AKDR karena
usia tersebut merupakan masa menunda
kehamilan sehingga pilihan kontrasepsi
selain dari AKDR yaitu pil, suntikan,
implan, dan kontrasepsi sederhana. Hasil
uji chi-square dengan nilai P < 𝛂𝛂 (0,05)
menunjukkan terdapatnya hubungan usia
dan pemilihan AKDR bagi akseptor KB di
Puskesmas Jailolo. Usia dewasa muda
1,878 kali lebih berpeluang memilih AKDR
dari pada usia muda (Tabel 8). 8 Jurnal e-
NERS (eNS), Volume 1, Nomor 1, Maret
2013, hlm. 1- 10.
4. Pendidikan
Faktor pendidikan sebagai salah satu
faktor didalam model Anderson dan green
(2012) yang berhubungan dengan
pemanfaatan pelayanan kesehatan,
pendidikan formal seseorang akan
mempengaruhi pemilihan alat kontrasepsi
IUD pada akseptor KB. Menurut
Notoatmodjo (2011) pendidikan
diklasifikasikan menjadi:
a. Tinggi ≥ SMA – PT
b. Rendah < SMP
Pada umumnya makin tinggi
pendidikan seseorang makin mudah
menerima informasi (Nursallam, 2010).
Hasil analisis hubungan antara pendidikan
dengan penggunaan IUD diperoleh bahwa
ada sebanyak 44 (66,7%) responden yang
pendidikan < SMP. Sedangkan responden
yang pendidikan ≥ SMA ada 22 (33,3%)
yang menggunakan IUD. Hasil uji statistik
diperoleh nilai p= 0,004 maka dapat
disimpulkan ada perbedaan antara
responden yang berpendidikan < SMP
dengan responden ≥ SMA yang
209
Dari berbagai pengalaman
menunjukkan bahwa ada kecendrungan ibu
yang berusia kurang dari 20 tahun
kematangan emosionalnya masih labil.
Kehamilan di usia diatas 20 tahun bila
ditinjau dari segi emosi, masa ini
merupakan usia ideal untuk mempunyai
anak, pada usia ini biasanya calon ibu
sudah mempunyai rencana tentang
kehamilan maupun bayi yang akan
dilahirkan dibandingkan ibu yang berusia
muda (Manuaba, 2010).
Dari hasil penelitian terdahulu
didapatkan hasil penelitian terhadap 96
sampel, sebagian besar responden berusia
dewasa muda (>20 tahun) dalam pemilihan
kontra-sepsi yaitu 77 orang (Tabel 1).
Responden berusia di atas 20 tahun lebih
memilih AKDR karena secara fisik
kesehatan repro-duksi sudah lebih matang
dan merupakan tolak ukur tingkat
kedewasaan seseorang. Makin
bertambahnya usia seseorang dika- takan
makin dewasa dalam pikiran dan tingkah
laku. Usia di atas 20 tahun meru-pakan
masa menjarangkan dan mencegah
kehamilan sehingga pilihan kontrasepsi
lebih ditujukan pada kontrasepsi jangka
panjang. Responden berusia kurang dari 20
tahun lebih memilih non AKDR karena
usia tersebut merupakan masa menunda
kehamilan sehingga pilihan kontrasepsi
selain dari AKDR yaitu pil, suntikan,
implan, dan kontrasepsi sederhana. Hasil
uji chi-square dengan nilai P < 𝛂𝛂 (0,05)
menunjukkan terdapatnya hubungan usia
dan pemilihan AKDR bagi akseptor KB di
Puskesmas Jailolo. Usia dewasa muda
1,878 kali lebih berpeluang memilih AKDR
dari pada usia muda (Tabel 8). 8 Jurnal e-
NERS (eNS), Volume 1, Nomor 1, Maret
2013, hlm. 1- 10.
4. Pendidikan
Faktor pendidikan sebagai salah satu
faktor didalam model Anderson dan green
(2012) yang berhubungan dengan
pemanfaatan pelayanan kesehatan,
pendidikan formal seseorang akan
mempengaruhi pemilihan alat kontrasepsi
IUD pada akseptor KB. Menurut
Notoatmodjo (2011) pendidikan
diklasifikasikan menjadi:
a. Tinggi ≥ SMA – PT
b. Rendah < SMP
Pada umumnya makin tinggi
pendidikan seseorang makin mudah
menerima informasi (Nursallam, 2010).
Hasil analisis hubungan antara pendidikan
dengan penggunaan IUD diperoleh bahwa
ada sebanyak 44 (66,7%) responden yang
pendidikan < SMP. Sedangkan responden
yang pendidikan ≥ SMA ada 22 (33,3%)
yang menggunakan IUD. Hasil uji statistik
diperoleh nilai p= 0,004 maka dapat
disimpulkan ada perbedaan antara
responden yang berpendidikan < SMP
dengan responden ≥ SMA yang
210
menggunakan IUD (ada hubungan yang
signifikan antara pendidikan dengan
prilaku penggunaan alat kontrasepsi IUD).
Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR=
6,000 artinya responden yang
berpendidikan < SMP mempunyai peluang
16 kali untuk menggunakan alat
kontarasepsi IUD dibanding responden
yang berpendidikan ≥ SMA.
Dari hasil penelitian terdahulu
didapatkan hasil penelitian memperlihatkan
res-ponden yang terbanyak berpendidikan
tinggi yaitu 72 orang (Tabel 1). Responden
dengan pendidikan tinggi terbanyak mem-
buktikan bahwa masyarakat pada umumnya
telah menyadari pendidikan merupakan hal
penting yang harus diikuti. Hasil uji chi-
square pendidikan res-ponden
mendapatkan nilai P <𝛂𝛂 (0,05), yang
menunjukkan bahwa terdapat hubung-an
antara pendidikan dan pemilihan AKDR
bagi akseptor KB (Tabel 9). Tingkat
pendidikan tidak saja mempengaruhi
kerelaan menggunakan KB tetapi juga
pemilihan suatu metode. Pada penelitian
ini responden dengan pendidikan tinggi
0,102 kali lebih berpeluang dalam memilih
AKDR dari pada pendidikan rendah.
Menurut Nursallam (2010) bahwa
makin tinggi pendidikan seseorang, maka
makin mudah menerima informasi sehingga
makin banyak pula pengetahuan yang
dimiliki.
5. Paritas
Paritas menggambarkan banyaknya
anak yang pernah dilahirkan oleh seorang
ibu, disebut primipara apabila ibu memiliki
1 orang anak, disebut multipara apabila ibu
memiliki anak 2- 4 orang anak, disebut
grandemultipara apabila memiliki anak > 4
orang anak (Winkjosastro, 2010). Jumlah
anak dapat mempengaruhi tingkat
pengetahuan individu/seseorang tingkat
pengetahuan dipengaruhi oleh informasi,
budaya dan pengalaman melakukan
sesuatu.
Hasil analisis hubungan antara paritas
dengan penggunaan IUD diperoleh bahwa
ada sebanyak 43 (65,2%) responden yang
primipara. Sedangkan responden yang
multipara ada 23 (34,8%) yang
menggunakan IUD. Hasil uji statistik
diperoleh nilai p= 0,121 maka dapat
disimpulkan tidak ada perbedaan antara
responden yang primipara dengan
multipara yang menggunakan IUD (tidak
ada hubungan yang signifikan antara
paritas dengan prilaku penggunaan alat
kontrasepsi IUD). Artinya responden yang
primipara dan multipara tidak memiliki
hunbungan yang signifikan antara paritas
dengan penggunaan alat kontrasepsi IUD.
Wanita usia subur dianjurkan menggunakan
alat kontrasepsi untuk mencegah 4terlalu,
yaitu : terlalu banyak, seorang wanita
dengan jumlah anak lebih dari 4 orang akan
lebih sering mengalami kematian karena
211
perdarahan setelah persalinan atau
penyebab yang lain (Hartanto, 2004). Dari
hasil penelitian terdahulu yang berjudul
“Determinan Pemilihan Alat Kontrasepsi
Iud Di Desa Tanjungbaru Kabupaten
Bekasi Tahun 2014” oleh Retno Dumilah.
Didapatkan hasil Hubungan antara paritas
dengan pemilihan alat kontrasepsi IUD.
Untuk variabel paritas, diketahui PUS
kelompok kasus memiliki peluang yang
sama antara primipara (50,0%) dan
multipara (50,0%) namun PUS kelompok
kontrol paling banyak multipara (62,4%).
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak
terdapat hubungan yang bermakna antara
paritas dengan pemilihan alat kontrasepsi
(p>0,05).
Pembahasan : Penelitian ini
mengungkapkan bahwa prosentase
kelompok kasus sama antara primipara dan
multipara tetapi kelompok kontrol
didominasi oleh multipara. Tidak terdapat
hubungan yang bermakna antara paritas
dengan pemilihan alat kontrasepsi.
Hasil penelitian ini tidak sejalan
dengan penelitian oleh Permatasari yang
menunjukkan adanya hubungan secara
signifikan antara jumlah anak dengan
penggunaan IUD. Dalam penelitian
tersebut disebutkan bahwa akseptor IUD
yang memiliki jumlah anak <2 memiliki
risiko 1,874 kali lebih besar untuk berhenti
menggunakan metode tersebut daripada
akseptor IUD yang memiliki jumlah anak
≥2. Hasil penelitian ini searah dengan
penelitian oleh Maryatun yang menyatakan
bahwa terdapat hubungan yang bermakna
antara paritas dengan pemakaian metode
kontrasepsi. Hasil analisis bivariat antara
kedua variabel ini menunjukkan
kecenderungan bahwa sebagian responden
yang memakai metode kontrasepsi IUD
mempunyai paritas lebih dari 2. Ibu-ibu
yang memiliki anak kurang dari 2
menunjukkan pola kecenderungan
memakai metode kontrasepsi IUD yang
bertujuan untuk membatasi kelahiran.
6. Pekerjaan
Faktor pekerjaan juga mempengaruhi
pengetahuan. Seseorang yang bekerja
pengetahuannya akan lebih luas dari pada
seseorang yang tidak bekerja, karena
dengan bekerja seseorang akan banyak
mempunyai informasi (Khusniyah, 2011).
Ini berarti makin sesuai bakat dan
minat seseorang dengan pekerjaan, maka
makin tinggi pula tingkat kepuasan yang
diperoleh dari pekerjaannya beserta status
sosial ekonomi yang dicapai (Hurlock,
2011). Pembagian tingkat pekerjaan antara
lain:
a. Bekerja : PNS, Pegawai Swasta,
Wiraswasta
b. Tidak Bekerja : Ibu Rumah Tangga
Pekerjaan adalah Salah satu yang
mempengaruhi seseorang memilih alat
212
kontrasepsi IUD pun ialah pekerjaan
dimana pekerjaan adalah faktor penting
juga dalam membuat keputusan melakukan
pemasangan kontrasepsi IUD baik itu dari
segi ekonomi maupun wanita yang ingin
menunda kehamilan dengan alasan tidak
ingin mengganggu pekerjaanya atau
meninggalkan pekerjaannya.
Hasil analisis hubungan antara
pekerjaan dengan penggunaan IUD
diperoleh bahwa ada sebanyak 44 (66,7%)
responden yang tidak bekerja. Sedangkan
responden yang bekerja ada 22 (33,3%)
yang menggunakan IUD. Hasil uji statistik
diperoleh nilai p= 0,001 maka dapat
disimpulkan ada perbedaan antara
responden yang tidak bekerja dengan
responden bekerja yang menggunakan IUD
(ada hubungan yang signifikan antara
pekerjaan dengan prilaku penggunaan alat
kontrasepsi IUD). Dari hasil analisis
diperoleh pula nilai OR= 8,000 artinya
responden yang tidak bekerja mempunyai
peluang 8 kali untuk menggunakan alat
kontarasepsi IUD dibanding responden
yang bekerja.
Dari hasil penelitian terdahulu
diperoleh hasil sebagian besar responden
tidak bekerja, terbanyak ibu rumah tangga,
dengan aktivitas sehari-hari di rumah,
kebun dan berdagang (Tabel 1).
Berdasarkan hasil uji chi-square untuk
pekerjaan didapatkan nilai p= 0,013
dengan nilai P>𝛂𝛂 (0,05), nilai CI 95%,
dan OR 6,444 (Tabel 10). Dengan demikian
terdapat hubungan antara pekerjaan dan
pemilihan AKDR bagi akseptor KB. Hasil
penelitian ini sama dengan penelitian
Endang (2007) di RSU Pandan Arang,
Boyolali.
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian dan pembahasan
yang dilakukan mengenai “Determinan
Yang Berhubungan Dengan Pemilihan Alat
Kontrasepsi IUD Pada Akseptor KB di
BPM. Bd. Hj. Ponirah. S.ST.Keb Serang
Tahun 2017” maka peneliti dapat
mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Sebagian kecil responden yang
menggunakan kontrasepsi IUD
(25,8%). Dibandingkan dengan yang
tidak menggunakan kontrasepsi IUD.
2. Kurang dari setengahnya responden
yang menggunakan kontrasepsi IUD
(12,1%). Di bandingkan dengan yang
tidak menggunakan kontrasepsi IUD
(87,9%), diwilayah kerja Bpm. Bd. Hj.
Ponirah. S.ST.Keb Tahun 2016.
3. Diteliti lebih dari setengahnya yang
menggunakan kontrasepsi suntuk 3
bulan (59,8%). Di bandingkan dengan
yang suntik 1 bulan (25,4%) dan
kontrasepsi pil (14,8%) diwilayah kerja
Bpm. Bd. Hj. Ponirah. S.ST.Keb Tahun
2017.
213
4. lebih dari setengahnya responden yang
berusia < 20 tahun (92,4%). Dibanding
dengan yang berusia ≥ 20 tahun (7,6%).
5. lebih dari sedikit yang berpendidikan ≥
SMA (21,2%). Dibandingkan dengan
yang berpendidikan < SMP (78,8%).
6. lebih dari setengahnya berdasarkan
paritas multipara (57,6%). Dibanding
dengan paritas primipara (42,4%).
7. lebih dari sedikit yang bekerja (28,4%).
Dibandingkan dengan yang tidak
bekerja (71,6%).
8. Terdapat hubungan bermakna antara
usia dengan faktor pemilihan alat
kontrasepsi IUD di Bpm. Bd. Hj.
Ponirah. S.St.Keb tahun 2017. Selain
itu diperoleh nilai OR sebesar 14,800
artinya responden yang berusia ≥ 20
tahun mempunyai peluang 14,8 kali
untuk menggunakan alat kontarasepsi
IUD dibanding responden yang berusia
< 20 tahun.
9. Terdapat hubungan bermakna antara
pendidikan dengan faktor pemilihan
alat kontrasepsi IUD di Bpm. Bd. Hj.
Ponirah. S.St.Keb tahun 2017. Dari
hasil analisis diperoleh pula nilai OR=
16,071, artinya responden yang
berpendidikan < SMP mempunyai
peluang 16 kali untuk menggunakan
alat kontarasepsi IUD dibanding
responden yang berpendidikan ≥ SMA.
10. Tidak terdapat hubungan bermakna
antara paritas dengan faktor pemilihan
alat kontrasepsi IUD di Bpm. Bd. Hj.
Ponirah. S.St.Keb tahun 2017.
11. Terdapat hubungan bermakna antara
pekerjaan dengan faktor pemilihan alat
kontrasepsi iud di Bpm. Bd. Hj.
Ponirah. S.St.Keb tahun 2017. Dari
hasil analisis diperoleh pula nilai OR=
16,176, artinya responden yang tidak
bekerja mempunyai peluang 16 kali
untuk menggunakan alat kontarasepsi
IUD dibanding responden yang bekerja.
SARAN
Dari hasil penelitian diatas maka saran
yang ingin peneliti sampaikan yaitu,
diharapkan :
1. Teoritis
Dapat memperkuat teori dalam proses
pembelajaran dengan penggunakan
metode pembelajaran tutorial dapat
meningkatkan hasil belajar peserta didik.
(Dimyati,2009)
2. Tenaga Kesehatan BPM. Bd. Hj.
Ponirah
Agar lebih memberikan pengetahuan
terhadap masyarakat dalam pemilihan
alat kontrasepsi IUD ini agar masyarakat
lebih mengetahui apa keuntungan dan
kerugian yang akan di dapatkan, dan
memberikan penegetahuan lebih kepada
masyarakat yang pendidikannya rendah
dan usia masyarakat < 20 tahun. maka
mereka bisa mendapatkan penjelasan
dan pengetahuan yang baik. Sehingga
214
masyarakat dapat menentukan atau
memilih alat kontrsasepsi IUD atau
kontrasepsi secara tepat.
3. Masyarakat
Sebaiknnya masyarakat bisa aktif
menanyakan kepada bidan bagaimana
cara pemilihan alat kontrasepsi yang
cocok dan baik terutama dalam
pemilihan alat kontrasepsi IUD.
4. Penelitian Lain
Diharapkan peneliti lain dapat
mengembangkan penelitian ini dengan
memberikan intervensi berupa
penyuluhan kesehatan sehingga dapat
memberikan manfaat dan hasil yang
baik.
DAFTAR PUSTAKA
Arum DN. S. Sujiyatini. Panduan Lengkap
Pelayanan KB Terkini. Jokjakarta:
Nuha Medika, 2011.
Alwi, Pendidikan, Bandung. 2003.
BKKBN. Kumpulan Data Program
Keluarga Berencana Nasional.
Jakarta, 2006.
BKKBN Provinsi Banten. Data seluruh
akseptor KB. Banten. 2014 Dinukil
Johnston. Desain penelitian. 2014
Depkes, 2011. Data Penduduk Sasaran
Program Pembangunan Kesehatan
Tahun 2007-2011. Jakarta: Depkes
RI.
(http://banten.bkkbn.go.id/ViewBerita.aspx
?BeritaID=811,2017-08-14. 11.12
wib).
8 Jurnal e-NERS (eNS), Volume 1, Nomor
1, Maret 2013, hlm. 1- 10
Kemenkes, Provinsi Banten dalam Profil
Kesehatan Indonesia Tahun 2014
Banten. 2015
lowdermilk, Paritas, yogyakarta, 2010.
Manuaba, Pengertian Usia, jakarta. 2010.
Maryani. Pengertian keluarga berencana.
2008
Notoatmodjo. Faktor-faktor yang
mempengaruhi KB. Yogyakarta. 2007
Notoatmodjo. Populasi dan sampel. Jakarta
.2012
Prawirahardjo Sarwono, Buku Panduan
Praktis Pelayanan Kontrasepsi.
Jakarta 2013.
Permatasari, et al. Determinan penghentian
penggunaan IUD di Indonesia
(Determinants of IUD
Discontinuation in Indonesia). Jurnal
Pustaka Kesehatan, vol. 1 (no. 1),
September 2013
Seweng Arifin, dkk, 2013 Faktor Yang
Berhubungan Dengan Penggunaan
Metode Kontrasepsi Hormonal Pada
Akseptor Kb Di Kelurahan
Pasarwajo Kecamatan Pasarwajo
Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara.
Wiknjosastro. Kontasepsi mantap AKDR.
Jakarta. 2005