DETEKSI GEN CEBPα PENGKODE KUALITAS DAGING
PADA SAPI POTONG LOKAL DAN INTRODUKSI
SKRIPSI
HAJAR INDRA WARDHANA
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018 M 1440 H
DETEKSI GEN CEBPα PENGKODE KUALITAS DAGING
PADA SAPI POTONG LOKAL DAN INTRODUKSI
SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
HAJAR INDRA WARDHANA
11140950000064
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018 M 1440 H
ABSTRAK
HAJAR INDRA WARDHANA Deteksi Gen CEBPα Pengkode Kualitas
Daging pada Sapi Potong Lokal dan Introduksi Dibawah bimbingan Prof Dr
Endang Tri Margawati MAgrSc dan Dr Nani Radiastuti MSi
Gen CEBPα merupakan gen yang dapat berasosiasi terhadap komposisi dan
pendistribusian lemak tubuh sapi sehingga berkontribusi pada peningkatan kualitas daging Informasi gen CEBPα pada sapi potong lokal dan sapi potong introduksi yang diteliti masih terbatas Penelitian ini bertujuan untuk mengonfirmasi
keberadaan gen CEBPα pada sapi potong lokal (breed Peranakan Ongole (PO) Bali Pasundan) dan sapi potong introduksi (breed Friesians Holstein (FH) Angus
Simmental) serta mengetahui variasi basa gen CEBPα pada sapi tersebut Ekstraksi DNA pada penelitian ini bersumber dari darah dan rambut pada ekstraksi DNA rambut digunakan dua metode yaitu kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan secara
konvensional Analisis DNA dilakukan dengan kuantifikasi (spektrofotometer) PCR elektroforesis sequencing dan analisis bioinformatika Penentuan sapi
homolog berdasarkan hasil BLAST dan variasi basa dianalisis dengan MEGA 6 Hasil penelitian ini menunjukkan metode kit memiliki hasil kuantifikasi DNA yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Penggunaan metode konvensional
dapat dipertimbangkan dengan memodifikasi metode tersebut Semua sapi yang diteliti telah terkonfirmasi memiliki gen CEBPα yang teramplifikasi pada suhu
annealing 54degC Basa homolog yang diperoleh adalah Japanese Black (Bos taurus) Hanwoo (B taurus) Qinchuan (B taurus) Mediterranean (Bubalus bubalis) Variasi basa berhasil ditemukan pada sapi Bali dengan posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan
1196 (GrarrA) Pada kelima sampel sapi lainnya tidak ditemukan variasi basa Asal usul dan kondisi lingkungan tropis Indonesia diperkirakan berkontribusi terhadap
variasi basa gen CEBPα pada sapi Bali Kata kunci Gen CEBPα variasi basa lemak kualitas daging
ABSTRACT
HAJAR INDRA WARDHANA Detection of CEBPα Genes for Quality Code of
Meat on Local and Introduction Beef Cattle Under Supervision of Prof Dr
Endang Tri Margawati MAgrSc and Dr Nani Radiastuti MSi
The CEBPα gene is a gene that can be associated with the composition and distribution of cattle body fat thus contributing to the improvement of meat quality
Information of the CEBPα gene in local beef cattle and introduction beef cattle is still limited This study aimed to confirm the presence of the CEBPα gene in local cattle (breeds Peranakan Ongole (PO) Bali Pasundan) and introduction cattle
(breeds Friesians Holstein (FH) Angus Simmental) and to know the variation base of CEBPα gene in these cattle The DNA sourced from blood and hair The two
methods were used in DNA extraction from hair namely kit method (gSYSC trade DNA Extraction Kit) and conventional method The DNA analysis was carried out by quantification (spectrophotometer) PCR electrophoresis sequencing and
bioinformatics analysis Determination of the homologous cattle based on the results of BLAST and base variations were analyzed by MEGA 6 The results of this study
indicate that the kit method has better for the DNA quantification results than conventional methods The conventional methods can be considered by modifying the method The all cattle studied were confirmed to have the CEBPα gene
amplified at annealing temperature 54 degC The homologous bases obtained are Japanese Black (Bos taurus) Hanwoo (B taurus) Qinchuan (B taurus)
Mediterranean (Bubalus bubalis) The base variations have been found in the Bali cattle with positions (GrarrA) 931 (ArarrG) and 1196 (GrarrA) In the other five samples wasnrsquot found base variation The origin and conditions of Indonesias
tropical environment were thought to contribute to the base variation of the CEBPα gene in Bali cattle
Keywords CEBPα gene base variation fat meat quality
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanallahu wa
Tarsquoala atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi ini dengan baik dan tepat pada waktunya Shalawat serta salam
kepada Nabi Muhammad Shallah lsquoAlayhi wa Sallam beserta keluarga dan para
sahabatnya yang telah menuntun ke jalan yang benar dan memberikan contoh
teladan Semoga kita semua termasuk umatnya yang mendapatkan syafarsquoatnya di
yaumil akhir amiin
Skripsi merupakan salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Sains
pada Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta Pada penulisan skripsi ini penulis mengambil judul
ldquoDETEKSI GEN CEBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI
POTONG LOKAL DAN INTRODUKSIrdquo Hasil dari skripsi ini diharapkan menjadi
sumber informasi terkait gen CEPBα berasosiasi dengan sifat kualitas daging pada
sapi potong lokal Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan baik dalam
bentuk moril maupun materiel yaitu kepada
1 Kedua orang tua Mama tercinta Nur Widatun dan Papa tercinta Kid Firul Aziz
terima kasih atas kasih sayang doa dan dukungan yang tak henti-hentinya
Kedua Mas tersayang Anton Alif Irwansyah dan Muhammad Fajar Aziz Putra
2 Dr Agus Salim MSi selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi (FST) UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
3 Dr Dasumiati MSi selaku Ketua Prodi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4 Prof Dr Endang Tri Margawati MAgrSc selaku Kepala Laboratorium
Genetika Molekuler Hewan Puslit Bioteknologi-LIPI dan pembimbing I yang
telah memberikan arahan bimbingan serta saran yang bermanfaat selama
kegiatan penelitian skripsi berlangsung dan dalam penyusunan skripsi
5 Dr Nani Radiastuti MSi selaku pembimbing II atas kesediaan dalam
membimbing dan memberikan nasihat yang membangun kepada penulis selama
kegiatan penelitian skripsi berlangsung dan dalam penyusunan skripsi
6 Slamet Diah Volkandari MSc dan Indriawiati MSi selaku pembimbing di
Laboratorium Genetika Molekuler Hewan yang telah memberikan arahan
selama bekerja di Laboratorium
7 Para mentor Mardiansyah MSi (alumni angkatan 2003) Fahri Fahrudin MSi
(2005) Firdaus Ramadhan SSi (2010) Alfan Farhan Rijaluddin SSi (2010)
Yudhi Nugraha S Putra PhD (2007) yang telah membagikan ilmu
pengalaman dan motivasi
8 Widya Pintaka Bayu Putra MSc peneliti di Laboratorium Reproduksi
Pemuliaan dan Kultur Sel Hewan yang telah memberikan ilmunya serta
membimbing menyelesaikan penulisan skripsi
9 Ibu Bapak Kakak dan seluruh staf Puslit Bioteknologi-LIPI khususnya staf
Laboratorium Genetika Molekuler Hewan atas ilmu dan masukkan membangun
selama menjalani penelitian skripsi
10 Rekan-rekan seperjuangan mahasiswa Jurusan Biologi angkatan 2014 yang telah
bersama-sama dengan penulis menghadapi suka duka dalam perkuliahan
11 Kelompok studi GENOM (Generation of Microbiology and Molecular) yang
telah mengajari penulis tentang penelitian dan penulisan
12 Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan
skripsi yang tidak dapat disebutkan satu per satu
Penulis menyadari penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca Akhirnya
penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca
Jakarta 9 September 2018
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK i ABSTRACT ii
KATA PENGANTAR iii DAFTAR ISI vi
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR LAMPIRAN x
BAB I PENDAHULUAN
11 Latar Belakang 1 12 Rumusan Masalah 5 13 Hipotesis 5
14 Tujuan Penelitian 5 15 Manfaat Penelitian 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
21 Bangsa Sapi Ternak 7
22 Sapi Pasundan 8 23 Sapi Peranakan Ongole (PO) 9 24 Sapi Bali 10
25 Sapi Angus 11 26 Sapi Simmental 11
27 Sapi Friesians Holstein (FH) 12 28 Nutrisi dan Kualitas Daging 13 29 CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs) 14
210 Gen CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα) 15 211 Pengaruh Lingkungan Terhadap Kualitas Daging 16
BAB III METODE
31 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian 18
32 Alat dan Bahan 18 33 Sampel Penelitian 19 34 Prosedur Kerja 20
341 Sterilisasi Alat dan Bahan 20 342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA 20
343 Pengambilan Sampel Darah Sapi 23 344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990) 23 345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi 26
346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)
26
347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005) 28 348 Uji Kuantifikasi DNA 28 349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) 29
3410 Elektroforesis dan Visualisasi 29
3411 Sequencing DNA 30
35 Analisis Data 30 351 Analisis Bioinformatika 30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi
Berbeda
32
42 Konfirmasi Gen CEBPα 35 43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) 37
44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali 39
BAB V PENUTUP
51 Kesimpulan 45 52 Saran 45
DAFTAR PUSTAKA 46
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Sapi Pasundan di BPPT Sapi Potong Ciamis 9 Gambar 2 Sapi PO di Peternakan Terbuka 10
Gambar 3 Sapi Bali Betina dan Jantan 11 Gambar 4 Sapi Angus di Peternakan Kabupaten Seragen 11
Gambar 5 Sapi Simmental di Peternakan Tradisional 12 Gambar 6 Gambar 6 Sapi FH di Peternakan Terbuka 13 Gambar 7 Ilustrasi dari Leucine Zipper Domain 15
Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα 36 Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα Sampel Berdasarkan peak 41
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua metode
32
Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi
37
Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI 38 Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank 40
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data GenBank
52
Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data GenBank 52 Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank 52
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα 53 Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel 53
1
BAB I
PENDAHULUAN
11 Latar Belakang
Angka konsumsi daging sapi nasional semakin meningkat Peningkatan
tersebut sebesar 989 per tahun terhitung dalam kurun waktu 1993 sampai
dengan 2015 (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian
Pertanian 2016) Jumlah penduduk yang bertambah dan kesadaran masyarakat
akan pentingnya mengonsumsi protein hewani yang menjadi penyebab
peningkatan konsumsi daging sapi nasional (Wiyatna 2007 Rusono 2015)
Penyediaan daging sapi nasional dipenuhi oleh produksi sapi lokal sebanyak 70
(Rusono 2015)
Sapi Bali (Bos sondaicus) dan sapi Peranakan Ongole atau PO (B indicus)
merupakan sapi potong lokal yang banyak dijadikan sumber pemenuhan daging
sapi nasional (Wiyatna 2007 Yosita et al 2012) Sapi potong lokal lain yang
berpotensi sebagai sumber pemenuhan daging sapi nasional adalah sapi Pasundan
(B indicus) (Sulasmi et al 2017) Selain sapi potong lokal sapi potong yang
berasal dari luar Indonesia (introduksi) juga dijadikan sumber pemenuhan daging
nasional seperti sapi Angus (B taurus) Simmental (B taurus) Friesians Holstein
atau FH (B taurus) Sapi-sapi tersebut mampu beradaptasi dengan baik pada
lingkungan di Indonesia
Saat ini kualitas daging sapi potong lokal perlu ditingkatkan Kualitas
daging sapi dapat diukur berdasarkan parameter berupa warna daging warna
lemak jumlah lemak (Glitsch 2000) rendah lemak (lean meat) (Dagong et al
2012) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al 2011)
2
Penyediaan daging sapi berkualitas dapat dilakukan melalui metode seleksi
molekuler menggunakan gen kandidat yang berasosiasi dengan sifat kualitas
daging sapi
Beberapa gen kandidat yang berasosiasi dengan sifat kualitas daging sapi
seperti Micromolar Calcium Activated Neutral Protease (CAPN1) (Page et al
2002) Leptin (LEP) (Schenkel et al 2005) Calpastatin (CAST) (Schenkel et al
2006) Fatty Acid Binding Protein 4 (FABP4) (Barendse et al 2009)
Diacylglycerol O-Acyltransferase (DGAT1) (Yuan et al 2013) dan
CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα) (Shin et al 2007 Wang et al
2011) Gen CEBPα dapat berasosiasi terhadap komposisi dan pendistribusian
lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al 2011) sehingga
berkontribusi pada peningkatan kualitas daging (Adoligbe et al 2015)
Data terkait gen CEBPα pada sapi baru dikonfirmasi pada sapi Japanese
Black (B taurus) Qinchuan (B taurus) Hanwoo (B taurus) Penelitian
Taniguchi amp Sasaki (1996) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi Japanese
Black Penelitian Wang et al (2012) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi
Qinchuan dengan panjang 1062 base pair (bp) Gen CEBPα pada sapi Qinchuan
memiliki nilai similarity asam amino dengan Sus scrofa (97) Homo sapiens
(95) Rattus norvegicus (94) Oryctolagus cuniculus (94) dan Mus musculus
(93) Penelitian Jeoung et al (2004) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi
Hanwoo dengan panjang 1059 base pair (bp) yang mengodekan 353 asam
amino Pada sapi Hanwoo ekspresi tertinggi gen CEBPα terjadi pada jaringan
adiposa
3
Selain faktor genotipe kondisi lingkungan juga mempengaruhi kualitas
daging sapi (Schutt et al 2009) Fenotipe berupa daging yang berkualitas
merupakan hasil interaksi antara faktor genotipe dan lingkungan (Peaston amp
Whitelaw 2006) Perbedaan kondisi lingkungan berupa iklim menjadikan adanya
perbedaan karakteristik pada daging sapi
Kandungan lemak intramuskular dan lemak internal B taurus (subtropis)
lebih banyak dibandingkan B indicus (tropis) (Yosita et al 2012) Kandungan
lemak pada intramuskular berkorelasi dengan sifat kualitas daging seperti
tenderness (keempukan) (Reverter et al 2003) dan lean meat (rendah lemak)
(Dagong et al 2012) Perbedaan kondisi lingkungan sapi potong lokal (tropis)
dengan sapi potong introduksi (subtropis) memungkinkan adanya variasi basa gen
CEBPα
Penelitian ini untuk mendeteksi keberadaan gen CEBPα yang berasosiasi
dengan sifat kualitas daging pada sapi yang diteliti yaitu sapi potong lokal (sapi
Pasundan PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)
Alasan pemilihan sapi-sapi tersebut karena termasuk ke dalam program
pemerintah dalam pengembangan sapi potong untuk meningkatkan penyediaan
daging sapi nasional (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Kementerian Pertanian 2016)
Penelitian deteksi gen CEBPα diawali dengan tahapan ekstraksi DNA
DNA dapat diperoleh melalui darah saliva sel epitel (Hansen et al 2007) dan
rambut (Heywood et al 2003) Penggunaan sampel rambut merupakan salah satu
alternatif apabila menemui hewan atau ternak yang bernilai tinggi atau liar (tidak
4
dapat memperoleh darah) Pada penelitian deteksi keberadaan suatu gen
efektivitas metode ekstraksi DNA rambut perlu diperhatikan
Ekstraksi DNA rambut umumnya menggunakan kit komersial atau secara
konvensional Salah satu kit ekstraksi DNA yang umum digunakan adalah
gSYSCtrade DNA Extraction Kit Penggunaan kit untuk ekstraksi DNA
memberikan hasil yang baik namun cenderung memerlukan biaya yang mahal
(Demeke amp Jenkins 2010) Metode konvensional dapat dipertimbangkan menjadi
alternatif dalam ekstraksi DNA rambut karena biaya yang murah dan memberikan
hasil yang dapat digunakan dalam analisis molekuler selanjutnya Salah satunya
adalah metode ekstraksi DNA rambut yang diterapkan pada penelitian Kumar et
al (2005) Metode tersebut berhasil dalam mengekstraksi DNA rambut sapi
Pemilihan metode tersebut karena tahapan yang mudah untuk dilakukan dan
menggunakan bahan yang aman terhadap kesehatan
Penelitian ini menjadi langkah awal untuk mengungkap potensi gen
CEBPα pada sapi potong lokal dan sapi potong introduksi yang diteliti Data atau
informasi terkait gen CEBPα yang berasosiasi dengan sifat kualitas daging pada
sapi yang diteliti masih belum tersedia Selanjutnya penelitian ini menjadi salah
satu tahapan penting dalam pemuliaan ternak secara molekular sehingga dapat
diperoleh daging sapi yang berkualitas Selain itu penelitian ini juga
membandingkan hasil metode ekstraksi DNA menggunakan metode kit dan
konvensional untuk memperoleh efisiensi dalam penelitian analisis molekuler
DNA sapi
5
12 Rumusan Masalah
1 Apakah sapi potong lokal (sapi Pasundan PO Bali) dan sapi potong
introduksi (sapi Angus Simmental FH) memiliki gen CEBPα dan
variasi basa pada gen tersebut
2 Apakah ekstraksi DNA rambut dengan metode konvensional dapat
dijadikan metode alternatif selain menggunakan metode kit
13 Hipotesis
1 Sapi potong lokal dan sapi potong introduksi memiliki gen CEBPα dan
terdapat variasi basa pada gen tersebut
2 Ekstraksi DNA rambut dengan menggunakan metode konvensional dapat
dijadikan alternatif selain metode kit
14 Tujuan Penelitian
1 Untuk mengonfirmasi keberadaan gen CEBPα pada sapi yang diteliti
serta memperoleh informasi terkait variasi basa gen CEBPα pada sapi
yang diteliti
2 Untuk mendapatkan metode ekstraksi DNA rambut alternatif selain
dengan menggunakan metode kit
15 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini antara lain
1 Sebagai penelitian awal dalam mengungkap keberadaan gen CEBPα
pada sapi yang diteliti berkaitan dengan kualitas daging sapi yang baik
serta mengetahui dan mempelajari asosiasi gen CEBPα terhadap kualitas
daging sapi
6
2 Berkontribusi dalam seleksi ternak secara molekuler dengan gen
CEBPα berupa sifat kualitas daging berkaitan dengan kandungan lemak
pada sapi potong yang diteliti untuk keperluan program breeding
3 Memperoleh metode alternatif selain metode kit dalam mengekstraksi
DNA rambut yang efisien dan tidak memerlukan biaya yang mahal
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
21 Bangsa Sapi Ternak
Binatang ternak menjadi salah satu mahluk yang dijadikan pembelajaran
dalam Al Quran Al Anrsquoam yang artinya binatang ternak menjadi salah satu nama
surat dalam Al Quran merupakan surat ke-6 yang diturunkan di Mekah dengan
165 ayat Salah satu ayat surat Al Anrsquoam yang menjelaskan tentang peruntukan
binatang ternak adalah pada ayat 142
ldquoDan di antara hewan ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan ada
yang untuk disembelih Makanlah dari rezeki yang telah diberikan Allah
kepadamu dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan Sesungguhnya
setan itu musuh yang nyata bagimurdquo (Al Anrsquoam (6) 142)
Allah Subhanallahu wa Tarsquoala telah memberikan rezeki kepada manusia
berupa binatang ternak yang dapat disembelih dengan tata cara sesuai syariat
Kemudian dagingnya dapat dimanfaatkan sebagai sumber gizi untuk manusia
Berdasarkan hal tersebut diperlukan upaya untuk mengkaji secara ilmiah daging
binatang ternak salah satunya sapi
Secara umum bangsa sapi terbagi menjadi tiga kelompok (Natasamita amp
Mudikdjo 1985) (1) Bos taurus yang merupakan bangsa sapi yang paling besar
berasal dari Eropa Ciri khas B taurus tidak memiliki punuk (2) B indicus
(Zebu) yang merupakan bangsa sapi asal India dan Afrika yang menyebar di
wilayah Asia Ciri khas B indicus memiliki punuk (3) B sondaicus (B bibos)
8
merupakan sapi asli Indonesia yang sudah lama beradaptasi di lingkungan
Indonesia Tubuh B sondaicus relatif lebih kecil dibandingkan B taurus dan B
indicus
Definisi dari sapi lokal adalah sapi asli Indonesia atau hasil persilangan
yang telah ditetapkan sebagai rumpun sapi nasional sedangkan sapi introduksi
merupakan sapi impor (luar Indonesia) yang berkembang biak di Indonesia tanpa
adanya persilangan dengan sapi lokal (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi
Pertanian Kementerian Pertanian 2016) Kumpulan beberapa jenis sapi ternak
yang memiliki kesamaan karakteristik disebut dengan rumpun atau (breed)
(Setiadi 2016) Beberapa breed sapi lokal adalah sapi Pasundan Peranakan
Ongole (PO) Bali dan introduksi adalah sapi Angus Simmental Friesians
Holstein (FH)
22 Sapi Pasundan
Sapi Pasundan (B indicus) merupakan sapi potong lokal yang memiliki
gen khas dari sapi Bali sapi Jawa sapi Ongole dan sapi Madura Sapi Pasundan
memiliki asal usul secara genetik yang merupakan hasil tekanan inbreeding dari
generasi persilangan pada program grading up sapi Ongole dan program grading
up sapi Jawa dengan sapi Madura dan sapi Bali (Baharun 2015) Sapi Pasundan
memiliki karakteristik mudah beradaptasi dengan lingkungan mudah dipelihara
memiliki kualitas karkas yang baik dan relatif tahan terhadap penyakit tropis
(Baharun 2015)
Sapi Pasundan yang baru ditetapkan sebagai kekayaan sumber genetik
ternak lokal Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor
1051kptsSR120102014 tentang penetapan rumpun sapi Pasundan Menurut
9
Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1051kptsSR120102014 karakteristik sapi
Pasundan (Gambar 1) memiliki warna tubuh dominan merah bata terdapat warna
putih pada bagian pelvis dan keempat kaki bagian bawah (tarsus dan carpus)
dengan batasan yang tidak kontras Terdapat garis belut atau garis punggung
sepanjang punggung dengan warna lebih tua dari warna dominan (Gambar 1)
Sapi Pasundan memiliki hidung dan ujung ekor berwarna hitam dengan
bentuk tubuh segi empat serta memiliki tanduk dengan bentuk yang pendek tidak
seragam atau bervariasi dari ukuran kecil sampai besar (Baharun 2015 Sulasmi
et al 2017) Beberapa sapi Pasundan jantan dapat mengalami perubahan warna
dari merah bata menjadi hitam pada saat mencapai fase kelamin dewasa
Gambar 1 Sapi Pasundan di BPPT Sapi Potong Ciamis
(Sumber Baharun 2015)
23 Sapi Peranakan Ongole (PO)
Sapi Peranakan Ongole atau PO (B indicus) merupakan sapi hasil
persilangan secara grading up antara sapi Sumba Ongole dengan sapi Jawa
(Prasetya 2011 Sutarno amp Setyawan 2016) Sapi PO memiliki keunggulan
berupa tidak sulit dalam proses reproduksi dan tingkat kebuntingan nya tinggi
(Subiharta et al 2012) Populasi terbesar sapi PO berada di pulau Jawa terutama
Jawa Timur (Astuti 2004)
10
Karakteristik sapi PO (Gambar 2) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)
berwarna putih atau abu-abu warna hitam di ekor dan rambut di sekitar mata
bentuk kepala melengkung pendek tanduk pendek telinga menggantung yang
panjang dan perut yang agak besar terkadang ada bercak hitam di lututnya
Memiliki warna tubuh putih hingga keabu-abuan Sapi jantan memiliki warna
keabu-abuan lebih sering muncul di sekitar gelambir leher ekor dan kepala
sedangkan pada sapi betina warna putih lebih dominan (Sudrajad amp Adinata
2013)
Gambar 2 Sapi PO di Peternakan Terbuka (Sumber Kementerian Pertanian 2012)
24 Sapi Bali
Sapi Bali (B sondaicus) merupakan keturunan dari Banteng (B banteng)
(Talib 2002 Purwantara et al 2012) yang telah mengalami domestikasi selama
bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Sapi Bali merupakan salah satu sapi
asli Indonesia (Margawati 2012) Sapi Bali memiliki ciri fisik yang sedikit
mengalami perubahan dari banteng (Mahdi et al 2013) Sapi Bali mewakili 27
dari total populasi yang ada di Indonesia dan menjadi sapi utama untuk
peternakan kecil Populasi sapi Bali tersebar di pulau Bali Sulawesi Selatan
Nusa Tenggara Timur dan Barat (Purwantara et al 2012)
Karakteristik sapi Bali (Gambar 3) memiliki warna tubuh merah bata
memiliki garis belut atau garis di sepanjang punggung Warna sapi jantan akan
11
berubah kehitaman sedangkan warna sapi betina relatif tetap setelah dewasa Sapi
Bali tidak memiliki punuk dan keempat kaki bagian bawahnya berwarna putih
(Abidin 2010)
Gambar 3 Sapi Bali Betina dan Jantan (a) Betina (b) Jantan (Sumber Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali 2015)
25 Sapi Angus
Sapi Angus (B taurus) berasal dari Skotlandia Utara yang beriklim dingin
dan lembap Menurut Sutarno amp Setyawan (2016) Berat badan umur 15 tahun
dapat mencapai 650 kg Karakteristik sapi Angus (Gambar 4) memiliki bentuk
tubuh lebar dan rata Warna tubuh keseluruhan hitam namun terkadang ada
warna putih di bagian belakang bawah pusat tidak bertanduk bentuk tubuh rata
seperti papan dan dagingnya padat
Gambar 4 Sapi Angus di Peternakan Kabupaten Seragen
(Sumber Adinata et al 2017)
26 Sapi Simmental
Sapi Simmental (B taurus) merupakan salah satu jenis ternak tertua di
dunia yang bertahan hingga saat ini Sapi Simmental merupakan jenis sapi
(b) (a)
12
subtropis Sapi Simmental berasal dari Switzerland yang telah dijinakkan setelah
abad ke-13 Sapi Simmental dan semen beku pada tahun 1985 tiba di Indonesia
dari New Zealand dan Australia (Sutarno amp Setyawan 2016)
Karakteristik sapi Simmental (Gambar 5) menurut Sutarno amp Setyawan
(2016) memiliki tubuh yang berotot dan kukuh pertumbuhan otot yang cepat
jenis spesifik yang ditemukan di Indonesia memiliki wajah kuning atau merah
kecokelatan dengan kaki bawah putih dan ujung ekor putih Berat seekor sapi
dewasa bisa melebihi 1000 kilogram
Gambar 5 Sapi Simmental di Peternakan Tradisional
(Sumber Sutarno amp Setyawan 2016)
27 Sapi Friesians Holstein (FH)
Sapi Friesians Holstein (FH) (B taurus) telah dikembangkan sejak abad
ke-13 di Belanda (Belanda Utara dan Friesland) dan Jerman Utara (Schleswig-
Holstein) untuk menghasilkan sejenis ternak yang mampu mengonsumsi rumput
lokal Usaha untuk pengembang biakan menghasilkan ternak sapi perah terbaik di
dunia dengan warna hitam dan putih khas Sapi FH pertama kali diimpor dari
Belanda pada abad ke-19 (Sutarno amp Setyawan 2015)
Karakteristik sapi FH (Gambar 6) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)
umumnya berwarna hitam dengan warna putih garis-garis tetapi kadang-kadang
merah dengan garis-garis putih dan dengan batas warna yang jelas Kepala
13
panjang lebar dan lurus Sapi FH memiliki tanduk yang pendek dan melengkung
memiliki mulut lebar lubang hidung terbuka lebar rahang kuat telinga ukuran
sedang dahi lebar leher panjang dan tipis Bahu yang besar terletak di dinding
dada dan membentuk sendi yang baik dengan tubuh Punggung yang kokoh dan
rata dengan tulang punggung yang saling terhubung dengan baik
Gambar 6 Sapi FH di Peternakan Terbuka
(Sumber Sutarno amp Setyawan 2015)
28 Nutrisi dan Kualitas Daging Sapi
Daging sapi menjadi salah satu sumber pemenuhan protein yang memiliki
banyak kandungan nutrisi Kandungan nutrisi dari daging sapi berupa vitamin D
vitamin B12 zat besi selenium seng dan asam lemak esensial Omega 3 (Scollan
et al 2006) Kandungan lain dari daging sapi adalah 75 air 20 protein 3
lemak dan 2 substansi non-protein larut Substansi non-protein larut tersebut
berupa 45 nitrogen 45 karbohidrat 8 komponen anorganik 3 vitamin
dan 3 logam (Tornberg 2005)
Penjualan daging sapi dipengaruhi oleh daya tarik daging bagi konsumen
yang digambarkan sebagai kualitas daging Kualitas daging didefinisikan sebagai
sifat yang dirasakan konsumen secara visual dan sensoris (Becker 2000)
Kualitas daging diukur berdasarkan parameter berupa warna daging warna
lemak jumlah lemak (Glitsch 2000) tekstur nilai marbling (intramuscular fat)
14
(Lee et al 2007) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al
2011) dan lean meat (Dagong et al 2012)
Menurut Becker (2000) empat karakteristik makanan daging berkualitas
sebagai berikut (1) Karakteristik yang menunjukkan kandungan gizi protein
lemak kandungan karbohidrat (2) Karakteristik yang menunjukkan kualitas
pengolahan panjang sarkomer nilai pH warna kegemukan kapasitas pengikat
air (3) Karakteristik yang menunjukkan kualitas hygienic-toxicological residu
kontaminan status mikroorganisme zat aditif (4) Karakteristik yang
menunjukkan kualitas sensorik tekstur (tenderness juiciness) rasa atau bau dan
warna atau penampilan (marbling)
29 CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs)
CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs) merupakan keluarga
transkripsi yang mengandung domain leucine zipper dasar yang conserved atau
tidak berubah (Gambar 7) pada C-terminus yang terlibat dalam dimerisasi dan
pengikatan DNA (Ramji amp Foka 2002) Protein CEBP pertama kali
diidentifikasi di laboratorium Steve McKnight sebagai faktor stabil panas pada
inti hati tikus yang mampu berinteraksi dengan motif CCAAT box yang terdapat
pada beberapa promoter gen seluler (Johnson amp McKnight 1989)
Gen CCAATEnhancer Binding Protein (CEBP) merupakan keluarga faktor
transkripsi yang terekspresikan pada proses diferensiasi preadiposit (He et al
2011) Peran dari keluarga CEBP diantaranya pada diferensiasi seluler
mengontrol metabolisme proliferasi seluler regulasi peradangan (Ramji amp Foka
2002) siklus sel hematopoiesis perkembangan skeletal dan respons host imun
(Tsukada et al 2011) Terdapat enam anggota kelompok gen CEBP yang telah
15
diisolasi dan di karakterisasi yaitu CEBPα CEBPβ CEBPγ CEBPδ CEBPε
dan CEBPδ (Ramji amp Foka 2002) Gen tersebut memainkan peran penting dalam
diferensiasi adiposit (Lane et al 1999)
Gambar 7 Ilustrasi dari Leucine Zipper Domain
(Sumber Tsukada et al 2011)
210 Gen CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα)
Daerah promoter proksimal gen CCAATEnhancer Binding Protein α
(CEBPα) pada tikus pertama kali dicirikan dan menunjukkan mengandung
tempat pengikatan potensial untuk CEBP Sp1 Nuclear Factor (NF)-1 NF-Y
Upstream Stimulating Factor (USF) Basic Transcription Element Binding
Protein (BTEB) dan NF-Κb (Christy et al 1991) Promoter gen CEBPα dapat
diaktifkan secara otomatis di dalam sel yang dapat ditransfer melalui ekspresi dari
plasmid (Legraverend et al 1993)
Sequence gen CEBPα sapi memiliki kesamaan 899 pada urutan
nukleotida dan 925 urutan asam amino dengan gen tikus (Taniguchi amp Sasaki
1996) Gen CEBPα sapi seperti gen tikus yaitu bebas intron Open reading
frame (nukleotida 169 ndash 1230) pada gen CEBPα sapi mengodekan protein 353
16
residu asam amino yang merupakan lima asam amino lebih pendek dari pada
protein tikus (Taniguchi amp Sasaki 1996) Asam amino tersebut terekspresi
sebelum transkripsi gen spesifik adiposit yang memiliki situs pengikatan gen
CEBPα (Wang et al 2011) Urutan seperti kotak TATA terletak di nukleotida 13
ndash 18 namun situs mulai transkripsi tidak ditentukan (Taniguchi amp Sasaki 1996)
Faktor transkripsi CEBPα memainkan peranan penting selama
diferensiasi preadiposit menjadi adiposit Gen CEBPα diidentifikasi sebagai
Nuclear Factor (NF) yang di induksi saat diferensiasi yang mengikat secara
spesifik ke promotor beberapa gen (Vasseur-Cognet amp Lane 1993) Gen CEBPα
memainkan peran penting dalam pengendapan lemak dan diferensiasi adiposit
(Shin et al 2007) Gen CEBPα menjadi kandidat gen penting untuk
diidentifikasi secara marker genetik pada karkas dan sifat kualitas daging sapi
ternak (Shin et al 2007) Gen CEBPα juga dapat mengatur metabolisme energi
dan nutrisi dengan mengaktifkan beberapa gen spesifik seperti
phosphoenolpyruvate carboxykinase dan reseptor insulin (Park et al 1990)
211 Pengaruh Lingkungan Terhadap Kualitas Daging
Kondisi lingkungan berupa temperatur akan mempengaruhi keadaan
fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Kondisi lingkungan secara langsung
mempengaruhi proses metabolisme organ dan otot (Gregory 2010) Pada zona
nyaman sapi akan sedikit mengeluarkan energi dan tidak terpengaruh oleh
temperatur lingkungan sebaliknya jika berada diluar zona nyaman sapi akan
mengalami stres yang bertujuan untuk mengembalikan kepada kondisi tubuh yang
normal (Nardone et al 2006) Kondisi tersebut akan menyebabkan terjadinya
17
perubahan seperti pola makan fisiologis dan fungsi metabolisme pada kuantitas
dan kualitas produksi dari sapi itu sendiri
Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan menyebabkan terjadinya
penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et al 2001 Mader amp Davis
2004) yang terjadi pada sapi B indicus (Gregory 2010) Suhu di atas 30degC akan
menyebabkan terjadinya penurunan jumlah berat badan (Nardone et al 2006)
Pada periode yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi
perubahan fenotipe dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006 Gregory 2010)
18
BAB III
METODE
31 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari ndash Juni 2018 di
Laboratorium Genetika Molekuler Hewan Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI
Cibinong Jl Raya Bogor KM 46 Bogor Jawa Barat
32 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik
micropipette 10 microL 200 microL 1000 microL (Boesco dan Bio-Rad) dan pH meter
(Thermo Orion) tabung vacutainer mengandung K3EDTA holder dan jarum
needle ukuran 21G microcentrifuge tube 15 mL sentrifugator (Hermile Z 300
K) vortex (Barnstead Thermolyne) micropipette 1000 microL (Boesco) blue tips
white tips yellow tips shaker agigator (Thermo Scientific) parafilm pipet
Pasteur autoklaf (Trace Raypa) spektromotometer UV-Vis (GeneQuant) cuvette
dan laminar air flow (Telstar BH ndash 100) tangki elektroforesis horizontal (Bio-
Rad) power supply (Bio-Rad) timbangan analitik (Preciso XT 120A) hot plate
stirrer (Thermolyne Cimarec 2) pH meter (Thermo Orion) vortex (Barnstead
Thermolyne) Sentrifugator (HermLe Z 300 K) shaker (Bio Green) thermocycler
(Eppendorf) UV-transiluminator (Major Science)
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Red Cell Lysis Buffer
(RCLB) 250 mL pH 72 Tris Buffer Solution (TBS) 250 mL pH 74 TE Buffer
250 mL pH 8 Sodium Dedocyl Sulfate (SDS) (Mp Biomedicals) K3EDTA
(Garnier Bio One) Proteinase-K (Roche Diagnostic) PCR Buffer (Qiagen)
Proteinasi-K (Geneaid) proteinase-K Solution Ethylene Diamine Tetracetic Acid
19
(EDTA) (Mp Biomedicals) alkohol 70 alkohol absolut dingin tissue tissue
kimwipe NaCl Pekat Destillation Water (DW) steril Primer CEBPα forward
dan reverse (Integrated DNA Technolgies) TE buffer Double Destillation Water
(DDW) free nuclease (Ferementas) DNA ladder (Vivantis) PCR master mix kit
KAPA2G Robust (Kapa Biosystem) Gel Agarosa (Roche) boric acid (Merck)
tris base (Himedia) KCl (Merck) NaCl (Genetika Science) KHCO3 (Merck)
NH4Cl (Merck) Ethidium Bromida (EtBr) (Merck) gSYSCtrade DNA Extraction
Kit GS100 (Geneaid) amplop kertas
33 Sampel Penelitian
Breed sapi yang diteliti terbagi menjadi dua kelompok yaitu 1) Sapi potong
lokal (sapi Pasundan PO Bali) 2) Sapi potong introduksi (sapi Angus
Simmental FH) Sumber DNA berasal dari 1) Darah (sapi Pasundan PO Bali)
2) Rambut (sapi Angus Simmental FH) Darah atau rambut yang diambil
berasal dari dua individu berbeda setiap jenisnya kecuali sampel rambut sapi
Angus yang diperoleh dari satu individu saja
Jenis sapi yang diteliti berasal dari berbagai tempat yang berbeda yaitu 1)
Sapi Pasundan berasal dari Balai Pengembangan Perbibitan Ternak (BPPT) Sapi
Potong Ciamis 2) Sapi PO berasal dari BPPT Grobogan 3) Sapi Bali berasal dari
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Peninda Bali 4) sapi Angus
Simmental FH berasal dari Badan Embrio Ternak (BET) Cipelang Bogor
Regulasi dari BET yang tidak memperbolehkan pengambilan sampel darah
menjadi alasan utama diambilnya sampel rambut dari sapi Angus Simmental
FH Keseluruhan sampel rambut sapi yang diperoleh dari BET merupakan sapi
asli (origin) yang belum dilakukan perkawinan silang
20
34 Prosedur Kerja
341 Sterilisasi Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini di sterilisasi dengan
autoklaf pada suhu 121degC dan tekanan sebesar 1 atm selama 15 menit
342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA
a Pembuatan RCLB (Red Cell Blood Buffer)
Larutan RCLB dibuat sebanyak 1000 mL (pH 72) Larutan RCLB terbuat
dari bahan kimia NH4Cl dan KHCO3 Bahan tersebut ditimbang dengan
timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian dipindahkan ke beaker
glass dan ditambahkan EDTA 05 M sebanyak 200 microL serta DW sebanyak 300
mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot plate stirrer
Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan pH meter Nilai pH yang
terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH terlalu tinggi
ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian ditambahkan
DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott Duran 1000
mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan disimpan di
lemari pendingin
b Pembuatan TBS (Tris Buffer Solution)
Larutan TBS dibuat sebanyak 1000 mL (pH 74) dengan bahan yang
terdiri dari NaCl KCl tris base Bahan-bahan kimia tersebut ditimbang dengan
timbangan analitik dan dipindahkan ke beaker glass yang dilarutkan
menggunakan DW sebanyak 300 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan
di atas hot plate stirrer Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan menggunakan
pH meter jika pH terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH
21
terlalu tinggi ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian
ditambahkan DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott
Duran 1000 mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan
disimpan di lemari pendingin
c Pembuatan Proteinase-K Solution
Proteinase-K ditimbang pada timbangan analitik Proteinase-K kemudian
dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 45 mL serta EDTA
05 M sebanyak 54 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot
plate stirrer tanpa dipanaskan Larutan yang telah homogen ditambahkan Sodium
Dedocyl Sulfate (SDS) 10 sebanyak 378 mL Larutan tersebut kemudian
dihomogenkan di hot plate stirrer tanpa dipanaskan
d Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 5x)
Larutan TBE 5x yang dibuat sebanyak 500 mL boric acid dan tris base
ditimbang dengan timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian
dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 500 mL dan EDTA
05 M sebanyak 10 mL Larutan tersebut dihomogenkan di atas hot plate stirrer
dipanaskan setelah homogen dimasukan ke dalam botol Schott Duran 500 mL
dan disimpan di lemari pendingin
e Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 1x)
Larutan TBE 1x dibuat dengan mengencerkan 200 mL TBE 5x Larutan
TBE 1x dipindahkan pada botol Schott Duran 1000 mL Larutan tersebut
ditambahkan DW sampai 1000 mL Larutan tersebut disimpan pada lemari
pendingin
22
f Pengenceran Primer Gen CEBPα (10 pMmicroL)
Primer dalam bentuk pelet diencerkan dengan TE Buffer untuk
memperoleh primer stock Primer forward diencerkan dengan 333 microL TE Buffer
sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer reverse diencerkan dengan
332 microL sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer yang digunakan
dalam penelitian ini adalah primer CEBPα yang didesain pada penelitian (Shin
et al 2007) dengan ukuran 20 pb Primer CEBPα forward (5´-
ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) dan reverse (5´-TCAAAGTCG
TTGCCGCCTCC-3´)
Primer forward dan reverse CEBPα stock (100 pMmicroL) masing-masing
diambil sebanyak 5 microL dengan micropipette 2 ndash 20 microL dan dicampurkan ke dalam
microcentrifuge tube 15 mL baru yang telah berisi DDW free nuclease sebanyak
45 microL Larutan tersebut dicampur hingga homogen dengan cara dilakukan
mengetuk berulang bagian bawah microcentrifuge tube menggunakan ujung jari
Pengenceran primer dilakukan di laminar air flow Microcentrifuge tube yang
berisi primer dilakukan spin down dengan spin down sentrifugator agar larutan
yang berada di dinding microcentrifuge tube turun ke dasar Primer kemudian
disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
g Pembuatan Alat Pemanenan DNA
Alat pemanen DNA dibuat dari pipet Pasteur yang dimodifikasi dengan
membentuk ujung pipet seperti kail Pembentukan tersebut dilakukan dengan
memanaskan pipet di atas bunsen spiritus kemudian ditarik secara perlahan dan
dibuat melengkung seperti kail
23
h Pembuatan Gel Agarosa
Serbuk gel agarosa sebanyak 1 g ditimbang dengan timbangan analitik dan
dipindahkan ke botol Schott Duran 250 mL Serbuk gel agarosa ditambahkan
TBE 1x sebanyak 100 mL kemudian dipanaskan dan dihomogenkan dengan hot
plate stirrer sampai bening Larutan yang sudah homogen dicetak pada wadah
pencetak gel yang sudah terdapat sisir untuk membuat sebanyak 20 sumuran dan
diamkan sampai padat atau mengeras
343 Pengambilan Sampel Darah Sapi
Darah sampel diambil melalui vena caudalis sebanyak 5 mL Pengambilan
darah dilakukan dengan mengangkat caudal (ekor) dari sapi vena caudalis dicari
dengan meraba bagian ekor Jarum yang telah terpasang holder ditusukkan pada
vena caudalis dan tabung vacutainer mengandung K3EDTA dipasang pada
holder Darah yang mengalir ditampung pada tabung vacutainer kemudian
dicabut setelah darah berhenti Jarum dan holder kemudian dicabut dari vena
caudalis Tabung vacutainer yang berisi darah disimpan pada freezer dengan
suhu -20oC
344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990)
DNA yang berasal dari darah diisolasi menggunakan metode Montgomery
amp Sise (1990) dengan prosedur sebagai berikut
a Red Blood Cell Lysis
Sampel darah sebanyak 5 mL dipindahkan tabung Falcon 15 mL dan
ditambahkan larutan RCLB (pH 72) sampai 7 mL Sampel darah dihomogenkan
dengan vortex dan didiamkan selama 10 menit Sampel kemudian disentrifugasi
dengan sentrifugator selama 10 menit suhu 4degC kecepatan 3500 rpm Sampel
24
ditimbang menggunakan timbangan ganda agar proses sentrifugasi berjalan
dengan sempurna jika berat belum seimbang maka ditambah larutan RCLB
Supernatan yang diperoleh setelah proses sentrifugasi kemudian dibuang
sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Pelet ditambahkan RCLB sampai 5
mL kemudian divorteks hingga pelet hancur atau homogen Sampel disentrifugasi
selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang
diperoleh kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet kembali
ditambahkan RCLB sampai 3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau
homogen dan didiamkan selama 10 menit kemudian dilanjutkan tahapan ekstraksi
DNA
b White Blood Cell Collection
Sampel tahapan sebelumnya kemudian ditambahkan TBS (pH 74)
sebanyak 5 mL dan dikocok sebentar Sampel disentrifugasi selama 10 menit
dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang diperoleh kemudian
dibuang sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Sampel kemudian
ditambahkan TBS sebanyak 5 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau
homogen Sampel selanjutnya disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC
dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang didapatkan kemudian dibuang
sehingga hanya pelet yang tersisa Sampel kemudian ditambahkan TBS sebanyak
3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau homogen
Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan
3500 rpm Sampel divorteks perlahan hingga lapisan merah hilang Supernatan
yang didapatkan kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet
25
selanjutnya dikeringkan setelah kering ditambahkan TE 2 mL Sampel divorteks
sampai pelet hancur atau homogen
c Protein Lysis
Sampel yang sudah homogen dengan larutan TE selanjutnya ditambahkan
Proteinase-K solution sebanyak 200 microL tanpa divorteks atau dihomogenkan
Tabung Falcon 15 mL yang berisi sampel selanjutnya di-seal menggunakan
parafilm Sampel diinkubasi menggunakan shaker Agigator selama 24 jam dengan
suhu 37degC dan kecepatan 150 rpm
d Pemanenan DNA
Sampel yang telah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya ditambahkan
NaCl 5 M pekat sebanyak 2 mL Sampel diberi goyangan dengan membentuk
pola angka 8 dengan sangat perlahan setelah itu dikocok kuat sebanyak 2 kali
Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 10degC dan kecepatan 3500
rpm Supernatan dituang pada tabung reaksi yang berisi alkohol absolut dingin
Bagian permukaan tabung reaksi ditutup dengan parafilm sampai rapat Tabung
reaksi dibolak-balikan sampai terbentuk gelembung-gelembung yang melayang
Fraksi gelembung yang melayang diambil dengan pipet Pasteur yang telah
dimodifikasi dan dicelupkan secara cepat ke dalam alkohol 70 kemudian
dikeringkan dengan tissue kimwipe Gumpalan tersebut dimasukan kedalam
microcentrifuge tube 15 mL yang telah berisikan DW steril sebanyak 200 microL
Sampel dihomogenkan menggunakan alat shaker pada suhu ruang agar larut
DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
26
345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi
Pengambilan rambut dilakukan pada bagian ekor minimal rambut
sebanyak 20 helai Rambut pada bagian ekor ditarik searah dengan titik tumbuh
dari rambut tersebut Tahapan tersebut dilakukan dengan cepat agar diperoleh
bagian rambut yang utuh dengan folikel Rambut tersebut ditempelkan pada kertas
dengan selotip berbahan kertas tanpa mengenai bagian folikel dan disimpan di
dalam amplop
346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)
Tahapan isolasi DNA dari rambut menggunakan gSYSCtrade DNA
Extraction Kit GS100 (Geneaid) dengan prosedur sebagai berikut
a Cell Lysis
Sepuluh helai rambut dipotong-potong dengan ukuran 05 ndash 1 cm
termasuk bagian folikel Potongan tersebut dipindahkan ke dalam microsentrifuge
tube 15 mL ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K
(dipastikan potongan terendam) dicampur dengan cara dikocok Larutan
diinkubasi dengan suhu 60degC selama 30 menit Pada proses inkubasi
microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung microcentrifuge tube
secara perlahan setiap 5 menit GSB Buffer sebanyak 200 μL ditambahkan dan
dikocok dengan kuat dan diinkubasi kembali pada suhu 60ordmC selama 20 menit
Selama proses inkubasi microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung
secara perlahan setiap 5 menit
b DNA Binding
Sampel tahapan sebelumnya ditambahkan 200 μL etanol absolut
dikocok dengan kuat selama 10 detik Endapan yang muncul dipecah dengan
27
menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan
tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan
tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit
Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi
dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru
c Pencucian
W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan
sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30
detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column
diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL
Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan
kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi
kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi
yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit
untuk mengeringkan kolom matriks
d Elution
GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube
15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak
100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke
bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit
untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column
disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan
elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak
DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
28
347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)
DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et
al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan
dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10
menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting
yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel
rambut diganti)
Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan
disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer
(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada
microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan
suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit
pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm
beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan
disimpan pada suhu -20 ordmC
348 Uji Kuantifikasi DNA
Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji
kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL
DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette
DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus
menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi
dan tingkat kemurnian
29
349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)
Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR
master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-
ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT
CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL
DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke
dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas
kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR
mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre
denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing
54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final
extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali
3410 Elektroforesis dan Visualisasi
Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis
horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan
TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL
dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm
dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down
Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker
DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran
Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan
listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki
elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt
selama 60 menit
30
Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam
dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel
agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa
divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator
3411 Sequencing DNA
Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai
ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward
dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan
metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit
(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing
menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)
Malaysia)
35 Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif
(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil
sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis
dianalisis secara deskriptif
351 Analisis Bioinformatika
Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan
kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian
hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak
ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian
dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment
Editor 725 (Hall 2001)
31
Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-
base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)
menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base
similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99
Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple
Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak
MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan
variasi basa sampel
32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi
Berbeda
DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut
DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil
kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari
sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang
mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut
menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini
Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan
metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut
dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai
kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada
Tabel 1
Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua
metode hasil penelitian
Pengulangan ke-
Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)
Kit Konvensional Kit Konvensional
1 Angus 269 102 2100 11100
2 FH 207 109 7810 11720
3 Simmental 263 111 231 11340
Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi
Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah
dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut
33
dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode
sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata
nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah
246plusmn034 dan 107plusmn005
Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar
17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)
Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran
kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di
bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari
tahapan masing-masing metode
Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian
genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya
kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang
dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA
Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi
DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan
meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa
denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan
meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan
nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian
DNA yang baik (gt20)
Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah
nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein
Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al
34
2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini
protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada
nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi
protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat
Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh
lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik
Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode
konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit
yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode
konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti
protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan
mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al
1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses
PCR (Demeke amp Jenkins 2010)
Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa
dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA
diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun
nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang
baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan
konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen
(Demeke amp Jenkins 2010)
Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan
hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit
untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional
35
pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang
cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada
penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal
Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan
konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan
RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)
42 Konfirmasi Gen CEBPα
Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan
dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan
pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain
oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar
1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)
yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701
(Lampiran 4)
Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh
semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di
antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan
panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa
dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)
Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah
dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan
program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa
penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda
Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC
36
(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah
dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut
namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk
membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)
Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339
bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO
Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya
perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer
Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari
merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini
perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1
menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses
tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing
yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template
DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang
Target 1339
bp
37
sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA
teramplifikasi sempurna
Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi
Program PCR
Pre
Denaturation Denaturation Annealing Extension
Final
Extension Siklus
Penelitian
Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40
Referensi
Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35
Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32
He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32
Keterangan tanda () = menit tanda () = detik
43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis
menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh
empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black
(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan
(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean
(XM_0252690201)) (Tabel 3)
Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat
prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis
komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari
runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data
tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database
(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang
38
komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga
mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)
Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan
persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan
referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak
(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat
dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi
Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3
Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI
Sampel Spesies Breed GenBank Accesion
Query Cover
Max Iden
Bali
(B sondaicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Pasundan (B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99
Friesians Holstein
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Angus (B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Peranakan Ongole
(B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99
Simmental
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99
39
Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau
kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di
GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan
kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen
CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen
identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen
fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)
Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang
dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden
2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan
seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi
Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap
sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67
(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki
urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki
runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian
akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover
95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover
99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3)
44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali
Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan
runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4
40
Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi
Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil
ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada
empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo
(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau
Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada
sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)
yaitu terletak pada enam posisi berbeda
Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank
Spesies_Breed Posisi Runutan Basa
88
97
103
271
567
733
832
855
870
921
926
931
957
1088
1149
1175
1196
B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G
B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C
B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T
C
B taurus_Angus C C
B taurus_ Friesians Holstein C C
B taurus_ Simmental C C
B indicus_ Pasundan C C
B indicus_ Peranakan Ongole C C
B sondaicus_ Bali C A C G A
Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T
Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)
Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi
Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi
Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196
(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi
tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)
Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa
yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali
41
memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut
memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut
Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi
Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru
Thymine (T) = merah)
42
Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen
CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson
gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi
dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi
Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki
1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan
mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali
Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi
Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B
banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal
usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan
sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel
sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki
kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus
atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)
(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH
Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya
variasi basa yang ditemukan
Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali
terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan
adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis
kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan
keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah
mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode
43
yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe
dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)
Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan
dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)
(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis
Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi
keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali
(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan
pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al
2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi
karakteristik dari daging sapi Bali
Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et
al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki
kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan
menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et
al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga
mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat
dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan
dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)
Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk
menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin
(subtropis)
Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan
sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi
44
lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan
daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki
kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang
lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari
karkas yang diperoleh
45
BAB V
PENUTUP
51 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa
1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan
PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)
2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi
Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa
3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi
DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit
52 Saran
Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah
populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme
(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak
dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi
tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar
memperoleh hasil yang maksimal
46
DAFTAR PUSTAKA
Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka
Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)
Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular
Research 14(3) 9370ndash9383
Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research
24(13) 2623ndash2625
Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan
Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39
Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan
Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor
Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice
Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773
Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176
Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the
National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7
Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash
ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24
Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods
PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990
Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797
Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11
Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga
47
Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method
of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231
Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194
Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and
Pathology 3(2) 133ndash137
Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food
Research International 43(7) 1866ndash1873
Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology
Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the
Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076
He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle
Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969
Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27
Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and
Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26
Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R
(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science
and Technology 46(6) 909ndash916
Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839
Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from
hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289
Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and
Evolution 33(7) 1870ndash1874
Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer
Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683
Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon
D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To
48
Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of
Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764
Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription
factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742
Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)
Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485
Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology
Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)
Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On
Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087
Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali
(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128
Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9
Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On
Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335
Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A
Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in
Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20
Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash
441
Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect
On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81
Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor
Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam
Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156
Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C
A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle
49
Journal Animal Science 80 3077ndash3085
Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in
The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72
Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water
Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A
Review Meat Science 89(2) 111ndash124
Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374
Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat
[Skripsi] Institut Pertanian Bogor
Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes
transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504
Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)
Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6
Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure
Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75
Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E
Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among
Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158
Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)
Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The
Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299
Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip
Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle
Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020
Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots
In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451
50
Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp
Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with
Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33
Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan
Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from
httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395
Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian
Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470
Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for
bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594
Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole
(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional
Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)
Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan
Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)
Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273
Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian
Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354
Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds
Biodiversitas 17(1) 275ndash295
Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)
Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131
Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang
Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107
Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence
of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554
Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508
Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The
51
CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)
Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19
Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter
Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316
Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular
Research 11(2) 1651ndash1661
Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The
CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077
Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia
(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25
Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20
Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle
Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954
Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal
Science 50(11) 499ndash502
52
LAMPIRAN
Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data
Gen Bank
Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178
Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283
Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247
Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank
Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank
53
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)
Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel
NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian
1
Darah
Pasundan 601 867 173
2 Pasundan 602 1035 194
3 Peranakan Ongole 1691 278 309
4 Peranakan Ongole 1693 234 434
5 Bali 59 173 941
6 Bali 64 192 502
7
Rambut
Angus 171405 105 21
8 Friesians Holstein 310102 202 781
9 Friesians Holstein 310158 116 1134
10 Simmental 4490 22 231
11 Simmental 6115 116 1134
DETEKSI GEN CEBPα PENGKODE KUALITAS DAGING
PADA SAPI POTONG LOKAL DAN INTRODUKSI
SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
HAJAR INDRA WARDHANA
11140950000064
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018 M 1440 H
ABSTRAK
HAJAR INDRA WARDHANA Deteksi Gen CEBPα Pengkode Kualitas
Daging pada Sapi Potong Lokal dan Introduksi Dibawah bimbingan Prof Dr
Endang Tri Margawati MAgrSc dan Dr Nani Radiastuti MSi
Gen CEBPα merupakan gen yang dapat berasosiasi terhadap komposisi dan
pendistribusian lemak tubuh sapi sehingga berkontribusi pada peningkatan kualitas daging Informasi gen CEBPα pada sapi potong lokal dan sapi potong introduksi yang diteliti masih terbatas Penelitian ini bertujuan untuk mengonfirmasi
keberadaan gen CEBPα pada sapi potong lokal (breed Peranakan Ongole (PO) Bali Pasundan) dan sapi potong introduksi (breed Friesians Holstein (FH) Angus
Simmental) serta mengetahui variasi basa gen CEBPα pada sapi tersebut Ekstraksi DNA pada penelitian ini bersumber dari darah dan rambut pada ekstraksi DNA rambut digunakan dua metode yaitu kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan secara
konvensional Analisis DNA dilakukan dengan kuantifikasi (spektrofotometer) PCR elektroforesis sequencing dan analisis bioinformatika Penentuan sapi
homolog berdasarkan hasil BLAST dan variasi basa dianalisis dengan MEGA 6 Hasil penelitian ini menunjukkan metode kit memiliki hasil kuantifikasi DNA yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Penggunaan metode konvensional
dapat dipertimbangkan dengan memodifikasi metode tersebut Semua sapi yang diteliti telah terkonfirmasi memiliki gen CEBPα yang teramplifikasi pada suhu
annealing 54degC Basa homolog yang diperoleh adalah Japanese Black (Bos taurus) Hanwoo (B taurus) Qinchuan (B taurus) Mediterranean (Bubalus bubalis) Variasi basa berhasil ditemukan pada sapi Bali dengan posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan
1196 (GrarrA) Pada kelima sampel sapi lainnya tidak ditemukan variasi basa Asal usul dan kondisi lingkungan tropis Indonesia diperkirakan berkontribusi terhadap
variasi basa gen CEBPα pada sapi Bali Kata kunci Gen CEBPα variasi basa lemak kualitas daging
ABSTRACT
HAJAR INDRA WARDHANA Detection of CEBPα Genes for Quality Code of
Meat on Local and Introduction Beef Cattle Under Supervision of Prof Dr
Endang Tri Margawati MAgrSc and Dr Nani Radiastuti MSi
The CEBPα gene is a gene that can be associated with the composition and distribution of cattle body fat thus contributing to the improvement of meat quality
Information of the CEBPα gene in local beef cattle and introduction beef cattle is still limited This study aimed to confirm the presence of the CEBPα gene in local cattle (breeds Peranakan Ongole (PO) Bali Pasundan) and introduction cattle
(breeds Friesians Holstein (FH) Angus Simmental) and to know the variation base of CEBPα gene in these cattle The DNA sourced from blood and hair The two
methods were used in DNA extraction from hair namely kit method (gSYSC trade DNA Extraction Kit) and conventional method The DNA analysis was carried out by quantification (spectrophotometer) PCR electrophoresis sequencing and
bioinformatics analysis Determination of the homologous cattle based on the results of BLAST and base variations were analyzed by MEGA 6 The results of this study
indicate that the kit method has better for the DNA quantification results than conventional methods The conventional methods can be considered by modifying the method The all cattle studied were confirmed to have the CEBPα gene
amplified at annealing temperature 54 degC The homologous bases obtained are Japanese Black (Bos taurus) Hanwoo (B taurus) Qinchuan (B taurus)
Mediterranean (Bubalus bubalis) The base variations have been found in the Bali cattle with positions (GrarrA) 931 (ArarrG) and 1196 (GrarrA) In the other five samples wasnrsquot found base variation The origin and conditions of Indonesias
tropical environment were thought to contribute to the base variation of the CEBPα gene in Bali cattle
Keywords CEBPα gene base variation fat meat quality
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanallahu wa
Tarsquoala atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi ini dengan baik dan tepat pada waktunya Shalawat serta salam
kepada Nabi Muhammad Shallah lsquoAlayhi wa Sallam beserta keluarga dan para
sahabatnya yang telah menuntun ke jalan yang benar dan memberikan contoh
teladan Semoga kita semua termasuk umatnya yang mendapatkan syafarsquoatnya di
yaumil akhir amiin
Skripsi merupakan salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Sains
pada Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta Pada penulisan skripsi ini penulis mengambil judul
ldquoDETEKSI GEN CEBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI
POTONG LOKAL DAN INTRODUKSIrdquo Hasil dari skripsi ini diharapkan menjadi
sumber informasi terkait gen CEPBα berasosiasi dengan sifat kualitas daging pada
sapi potong lokal Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan baik dalam
bentuk moril maupun materiel yaitu kepada
1 Kedua orang tua Mama tercinta Nur Widatun dan Papa tercinta Kid Firul Aziz
terima kasih atas kasih sayang doa dan dukungan yang tak henti-hentinya
Kedua Mas tersayang Anton Alif Irwansyah dan Muhammad Fajar Aziz Putra
2 Dr Agus Salim MSi selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi (FST) UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
3 Dr Dasumiati MSi selaku Ketua Prodi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4 Prof Dr Endang Tri Margawati MAgrSc selaku Kepala Laboratorium
Genetika Molekuler Hewan Puslit Bioteknologi-LIPI dan pembimbing I yang
telah memberikan arahan bimbingan serta saran yang bermanfaat selama
kegiatan penelitian skripsi berlangsung dan dalam penyusunan skripsi
5 Dr Nani Radiastuti MSi selaku pembimbing II atas kesediaan dalam
membimbing dan memberikan nasihat yang membangun kepada penulis selama
kegiatan penelitian skripsi berlangsung dan dalam penyusunan skripsi
6 Slamet Diah Volkandari MSc dan Indriawiati MSi selaku pembimbing di
Laboratorium Genetika Molekuler Hewan yang telah memberikan arahan
selama bekerja di Laboratorium
7 Para mentor Mardiansyah MSi (alumni angkatan 2003) Fahri Fahrudin MSi
(2005) Firdaus Ramadhan SSi (2010) Alfan Farhan Rijaluddin SSi (2010)
Yudhi Nugraha S Putra PhD (2007) yang telah membagikan ilmu
pengalaman dan motivasi
8 Widya Pintaka Bayu Putra MSc peneliti di Laboratorium Reproduksi
Pemuliaan dan Kultur Sel Hewan yang telah memberikan ilmunya serta
membimbing menyelesaikan penulisan skripsi
9 Ibu Bapak Kakak dan seluruh staf Puslit Bioteknologi-LIPI khususnya staf
Laboratorium Genetika Molekuler Hewan atas ilmu dan masukkan membangun
selama menjalani penelitian skripsi
10 Rekan-rekan seperjuangan mahasiswa Jurusan Biologi angkatan 2014 yang telah
bersama-sama dengan penulis menghadapi suka duka dalam perkuliahan
11 Kelompok studi GENOM (Generation of Microbiology and Molecular) yang
telah mengajari penulis tentang penelitian dan penulisan
12 Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan
skripsi yang tidak dapat disebutkan satu per satu
Penulis menyadari penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca Akhirnya
penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca
Jakarta 9 September 2018
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK i ABSTRACT ii
KATA PENGANTAR iii DAFTAR ISI vi
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR LAMPIRAN x
BAB I PENDAHULUAN
11 Latar Belakang 1 12 Rumusan Masalah 5 13 Hipotesis 5
14 Tujuan Penelitian 5 15 Manfaat Penelitian 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
21 Bangsa Sapi Ternak 7
22 Sapi Pasundan 8 23 Sapi Peranakan Ongole (PO) 9 24 Sapi Bali 10
25 Sapi Angus 11 26 Sapi Simmental 11
27 Sapi Friesians Holstein (FH) 12 28 Nutrisi dan Kualitas Daging 13 29 CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs) 14
210 Gen CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα) 15 211 Pengaruh Lingkungan Terhadap Kualitas Daging 16
BAB III METODE
31 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian 18
32 Alat dan Bahan 18 33 Sampel Penelitian 19 34 Prosedur Kerja 20
341 Sterilisasi Alat dan Bahan 20 342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA 20
343 Pengambilan Sampel Darah Sapi 23 344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990) 23 345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi 26
346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)
26
347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005) 28 348 Uji Kuantifikasi DNA 28 349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) 29
3410 Elektroforesis dan Visualisasi 29
3411 Sequencing DNA 30
35 Analisis Data 30 351 Analisis Bioinformatika 30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi
Berbeda
32
42 Konfirmasi Gen CEBPα 35 43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) 37
44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali 39
BAB V PENUTUP
51 Kesimpulan 45 52 Saran 45
DAFTAR PUSTAKA 46
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Sapi Pasundan di BPPT Sapi Potong Ciamis 9 Gambar 2 Sapi PO di Peternakan Terbuka 10
Gambar 3 Sapi Bali Betina dan Jantan 11 Gambar 4 Sapi Angus di Peternakan Kabupaten Seragen 11
Gambar 5 Sapi Simmental di Peternakan Tradisional 12 Gambar 6 Gambar 6 Sapi FH di Peternakan Terbuka 13 Gambar 7 Ilustrasi dari Leucine Zipper Domain 15
Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα 36 Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα Sampel Berdasarkan peak 41
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua metode
32
Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi
37
Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI 38 Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank 40
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data GenBank
52
Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data GenBank 52 Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank 52
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα 53 Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel 53
1
BAB I
PENDAHULUAN
11 Latar Belakang
Angka konsumsi daging sapi nasional semakin meningkat Peningkatan
tersebut sebesar 989 per tahun terhitung dalam kurun waktu 1993 sampai
dengan 2015 (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian
Pertanian 2016) Jumlah penduduk yang bertambah dan kesadaran masyarakat
akan pentingnya mengonsumsi protein hewani yang menjadi penyebab
peningkatan konsumsi daging sapi nasional (Wiyatna 2007 Rusono 2015)
Penyediaan daging sapi nasional dipenuhi oleh produksi sapi lokal sebanyak 70
(Rusono 2015)
Sapi Bali (Bos sondaicus) dan sapi Peranakan Ongole atau PO (B indicus)
merupakan sapi potong lokal yang banyak dijadikan sumber pemenuhan daging
sapi nasional (Wiyatna 2007 Yosita et al 2012) Sapi potong lokal lain yang
berpotensi sebagai sumber pemenuhan daging sapi nasional adalah sapi Pasundan
(B indicus) (Sulasmi et al 2017) Selain sapi potong lokal sapi potong yang
berasal dari luar Indonesia (introduksi) juga dijadikan sumber pemenuhan daging
nasional seperti sapi Angus (B taurus) Simmental (B taurus) Friesians Holstein
atau FH (B taurus) Sapi-sapi tersebut mampu beradaptasi dengan baik pada
lingkungan di Indonesia
Saat ini kualitas daging sapi potong lokal perlu ditingkatkan Kualitas
daging sapi dapat diukur berdasarkan parameter berupa warna daging warna
lemak jumlah lemak (Glitsch 2000) rendah lemak (lean meat) (Dagong et al
2012) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al 2011)
2
Penyediaan daging sapi berkualitas dapat dilakukan melalui metode seleksi
molekuler menggunakan gen kandidat yang berasosiasi dengan sifat kualitas
daging sapi
Beberapa gen kandidat yang berasosiasi dengan sifat kualitas daging sapi
seperti Micromolar Calcium Activated Neutral Protease (CAPN1) (Page et al
2002) Leptin (LEP) (Schenkel et al 2005) Calpastatin (CAST) (Schenkel et al
2006) Fatty Acid Binding Protein 4 (FABP4) (Barendse et al 2009)
Diacylglycerol O-Acyltransferase (DGAT1) (Yuan et al 2013) dan
CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα) (Shin et al 2007 Wang et al
2011) Gen CEBPα dapat berasosiasi terhadap komposisi dan pendistribusian
lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al 2011) sehingga
berkontribusi pada peningkatan kualitas daging (Adoligbe et al 2015)
Data terkait gen CEBPα pada sapi baru dikonfirmasi pada sapi Japanese
Black (B taurus) Qinchuan (B taurus) Hanwoo (B taurus) Penelitian
Taniguchi amp Sasaki (1996) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi Japanese
Black Penelitian Wang et al (2012) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi
Qinchuan dengan panjang 1062 base pair (bp) Gen CEBPα pada sapi Qinchuan
memiliki nilai similarity asam amino dengan Sus scrofa (97) Homo sapiens
(95) Rattus norvegicus (94) Oryctolagus cuniculus (94) dan Mus musculus
(93) Penelitian Jeoung et al (2004) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi
Hanwoo dengan panjang 1059 base pair (bp) yang mengodekan 353 asam
amino Pada sapi Hanwoo ekspresi tertinggi gen CEBPα terjadi pada jaringan
adiposa
3
Selain faktor genotipe kondisi lingkungan juga mempengaruhi kualitas
daging sapi (Schutt et al 2009) Fenotipe berupa daging yang berkualitas
merupakan hasil interaksi antara faktor genotipe dan lingkungan (Peaston amp
Whitelaw 2006) Perbedaan kondisi lingkungan berupa iklim menjadikan adanya
perbedaan karakteristik pada daging sapi
Kandungan lemak intramuskular dan lemak internal B taurus (subtropis)
lebih banyak dibandingkan B indicus (tropis) (Yosita et al 2012) Kandungan
lemak pada intramuskular berkorelasi dengan sifat kualitas daging seperti
tenderness (keempukan) (Reverter et al 2003) dan lean meat (rendah lemak)
(Dagong et al 2012) Perbedaan kondisi lingkungan sapi potong lokal (tropis)
dengan sapi potong introduksi (subtropis) memungkinkan adanya variasi basa gen
CEBPα
Penelitian ini untuk mendeteksi keberadaan gen CEBPα yang berasosiasi
dengan sifat kualitas daging pada sapi yang diteliti yaitu sapi potong lokal (sapi
Pasundan PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)
Alasan pemilihan sapi-sapi tersebut karena termasuk ke dalam program
pemerintah dalam pengembangan sapi potong untuk meningkatkan penyediaan
daging sapi nasional (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Kementerian Pertanian 2016)
Penelitian deteksi gen CEBPα diawali dengan tahapan ekstraksi DNA
DNA dapat diperoleh melalui darah saliva sel epitel (Hansen et al 2007) dan
rambut (Heywood et al 2003) Penggunaan sampel rambut merupakan salah satu
alternatif apabila menemui hewan atau ternak yang bernilai tinggi atau liar (tidak
4
dapat memperoleh darah) Pada penelitian deteksi keberadaan suatu gen
efektivitas metode ekstraksi DNA rambut perlu diperhatikan
Ekstraksi DNA rambut umumnya menggunakan kit komersial atau secara
konvensional Salah satu kit ekstraksi DNA yang umum digunakan adalah
gSYSCtrade DNA Extraction Kit Penggunaan kit untuk ekstraksi DNA
memberikan hasil yang baik namun cenderung memerlukan biaya yang mahal
(Demeke amp Jenkins 2010) Metode konvensional dapat dipertimbangkan menjadi
alternatif dalam ekstraksi DNA rambut karena biaya yang murah dan memberikan
hasil yang dapat digunakan dalam analisis molekuler selanjutnya Salah satunya
adalah metode ekstraksi DNA rambut yang diterapkan pada penelitian Kumar et
al (2005) Metode tersebut berhasil dalam mengekstraksi DNA rambut sapi
Pemilihan metode tersebut karena tahapan yang mudah untuk dilakukan dan
menggunakan bahan yang aman terhadap kesehatan
Penelitian ini menjadi langkah awal untuk mengungkap potensi gen
CEBPα pada sapi potong lokal dan sapi potong introduksi yang diteliti Data atau
informasi terkait gen CEBPα yang berasosiasi dengan sifat kualitas daging pada
sapi yang diteliti masih belum tersedia Selanjutnya penelitian ini menjadi salah
satu tahapan penting dalam pemuliaan ternak secara molekular sehingga dapat
diperoleh daging sapi yang berkualitas Selain itu penelitian ini juga
membandingkan hasil metode ekstraksi DNA menggunakan metode kit dan
konvensional untuk memperoleh efisiensi dalam penelitian analisis molekuler
DNA sapi
5
12 Rumusan Masalah
1 Apakah sapi potong lokal (sapi Pasundan PO Bali) dan sapi potong
introduksi (sapi Angus Simmental FH) memiliki gen CEBPα dan
variasi basa pada gen tersebut
2 Apakah ekstraksi DNA rambut dengan metode konvensional dapat
dijadikan metode alternatif selain menggunakan metode kit
13 Hipotesis
1 Sapi potong lokal dan sapi potong introduksi memiliki gen CEBPα dan
terdapat variasi basa pada gen tersebut
2 Ekstraksi DNA rambut dengan menggunakan metode konvensional dapat
dijadikan alternatif selain metode kit
14 Tujuan Penelitian
1 Untuk mengonfirmasi keberadaan gen CEBPα pada sapi yang diteliti
serta memperoleh informasi terkait variasi basa gen CEBPα pada sapi
yang diteliti
2 Untuk mendapatkan metode ekstraksi DNA rambut alternatif selain
dengan menggunakan metode kit
15 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini antara lain
1 Sebagai penelitian awal dalam mengungkap keberadaan gen CEBPα
pada sapi yang diteliti berkaitan dengan kualitas daging sapi yang baik
serta mengetahui dan mempelajari asosiasi gen CEBPα terhadap kualitas
daging sapi
6
2 Berkontribusi dalam seleksi ternak secara molekuler dengan gen
CEBPα berupa sifat kualitas daging berkaitan dengan kandungan lemak
pada sapi potong yang diteliti untuk keperluan program breeding
3 Memperoleh metode alternatif selain metode kit dalam mengekstraksi
DNA rambut yang efisien dan tidak memerlukan biaya yang mahal
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
21 Bangsa Sapi Ternak
Binatang ternak menjadi salah satu mahluk yang dijadikan pembelajaran
dalam Al Quran Al Anrsquoam yang artinya binatang ternak menjadi salah satu nama
surat dalam Al Quran merupakan surat ke-6 yang diturunkan di Mekah dengan
165 ayat Salah satu ayat surat Al Anrsquoam yang menjelaskan tentang peruntukan
binatang ternak adalah pada ayat 142
ldquoDan di antara hewan ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan ada
yang untuk disembelih Makanlah dari rezeki yang telah diberikan Allah
kepadamu dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan Sesungguhnya
setan itu musuh yang nyata bagimurdquo (Al Anrsquoam (6) 142)
Allah Subhanallahu wa Tarsquoala telah memberikan rezeki kepada manusia
berupa binatang ternak yang dapat disembelih dengan tata cara sesuai syariat
Kemudian dagingnya dapat dimanfaatkan sebagai sumber gizi untuk manusia
Berdasarkan hal tersebut diperlukan upaya untuk mengkaji secara ilmiah daging
binatang ternak salah satunya sapi
Secara umum bangsa sapi terbagi menjadi tiga kelompok (Natasamita amp
Mudikdjo 1985) (1) Bos taurus yang merupakan bangsa sapi yang paling besar
berasal dari Eropa Ciri khas B taurus tidak memiliki punuk (2) B indicus
(Zebu) yang merupakan bangsa sapi asal India dan Afrika yang menyebar di
wilayah Asia Ciri khas B indicus memiliki punuk (3) B sondaicus (B bibos)
8
merupakan sapi asli Indonesia yang sudah lama beradaptasi di lingkungan
Indonesia Tubuh B sondaicus relatif lebih kecil dibandingkan B taurus dan B
indicus
Definisi dari sapi lokal adalah sapi asli Indonesia atau hasil persilangan
yang telah ditetapkan sebagai rumpun sapi nasional sedangkan sapi introduksi
merupakan sapi impor (luar Indonesia) yang berkembang biak di Indonesia tanpa
adanya persilangan dengan sapi lokal (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi
Pertanian Kementerian Pertanian 2016) Kumpulan beberapa jenis sapi ternak
yang memiliki kesamaan karakteristik disebut dengan rumpun atau (breed)
(Setiadi 2016) Beberapa breed sapi lokal adalah sapi Pasundan Peranakan
Ongole (PO) Bali dan introduksi adalah sapi Angus Simmental Friesians
Holstein (FH)
22 Sapi Pasundan
Sapi Pasundan (B indicus) merupakan sapi potong lokal yang memiliki
gen khas dari sapi Bali sapi Jawa sapi Ongole dan sapi Madura Sapi Pasundan
memiliki asal usul secara genetik yang merupakan hasil tekanan inbreeding dari
generasi persilangan pada program grading up sapi Ongole dan program grading
up sapi Jawa dengan sapi Madura dan sapi Bali (Baharun 2015) Sapi Pasundan
memiliki karakteristik mudah beradaptasi dengan lingkungan mudah dipelihara
memiliki kualitas karkas yang baik dan relatif tahan terhadap penyakit tropis
(Baharun 2015)
Sapi Pasundan yang baru ditetapkan sebagai kekayaan sumber genetik
ternak lokal Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor
1051kptsSR120102014 tentang penetapan rumpun sapi Pasundan Menurut
9
Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1051kptsSR120102014 karakteristik sapi
Pasundan (Gambar 1) memiliki warna tubuh dominan merah bata terdapat warna
putih pada bagian pelvis dan keempat kaki bagian bawah (tarsus dan carpus)
dengan batasan yang tidak kontras Terdapat garis belut atau garis punggung
sepanjang punggung dengan warna lebih tua dari warna dominan (Gambar 1)
Sapi Pasundan memiliki hidung dan ujung ekor berwarna hitam dengan
bentuk tubuh segi empat serta memiliki tanduk dengan bentuk yang pendek tidak
seragam atau bervariasi dari ukuran kecil sampai besar (Baharun 2015 Sulasmi
et al 2017) Beberapa sapi Pasundan jantan dapat mengalami perubahan warna
dari merah bata menjadi hitam pada saat mencapai fase kelamin dewasa
Gambar 1 Sapi Pasundan di BPPT Sapi Potong Ciamis
(Sumber Baharun 2015)
23 Sapi Peranakan Ongole (PO)
Sapi Peranakan Ongole atau PO (B indicus) merupakan sapi hasil
persilangan secara grading up antara sapi Sumba Ongole dengan sapi Jawa
(Prasetya 2011 Sutarno amp Setyawan 2016) Sapi PO memiliki keunggulan
berupa tidak sulit dalam proses reproduksi dan tingkat kebuntingan nya tinggi
(Subiharta et al 2012) Populasi terbesar sapi PO berada di pulau Jawa terutama
Jawa Timur (Astuti 2004)
10
Karakteristik sapi PO (Gambar 2) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)
berwarna putih atau abu-abu warna hitam di ekor dan rambut di sekitar mata
bentuk kepala melengkung pendek tanduk pendek telinga menggantung yang
panjang dan perut yang agak besar terkadang ada bercak hitam di lututnya
Memiliki warna tubuh putih hingga keabu-abuan Sapi jantan memiliki warna
keabu-abuan lebih sering muncul di sekitar gelambir leher ekor dan kepala
sedangkan pada sapi betina warna putih lebih dominan (Sudrajad amp Adinata
2013)
Gambar 2 Sapi PO di Peternakan Terbuka (Sumber Kementerian Pertanian 2012)
24 Sapi Bali
Sapi Bali (B sondaicus) merupakan keturunan dari Banteng (B banteng)
(Talib 2002 Purwantara et al 2012) yang telah mengalami domestikasi selama
bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Sapi Bali merupakan salah satu sapi
asli Indonesia (Margawati 2012) Sapi Bali memiliki ciri fisik yang sedikit
mengalami perubahan dari banteng (Mahdi et al 2013) Sapi Bali mewakili 27
dari total populasi yang ada di Indonesia dan menjadi sapi utama untuk
peternakan kecil Populasi sapi Bali tersebar di pulau Bali Sulawesi Selatan
Nusa Tenggara Timur dan Barat (Purwantara et al 2012)
Karakteristik sapi Bali (Gambar 3) memiliki warna tubuh merah bata
memiliki garis belut atau garis di sepanjang punggung Warna sapi jantan akan
11
berubah kehitaman sedangkan warna sapi betina relatif tetap setelah dewasa Sapi
Bali tidak memiliki punuk dan keempat kaki bagian bawahnya berwarna putih
(Abidin 2010)
Gambar 3 Sapi Bali Betina dan Jantan (a) Betina (b) Jantan (Sumber Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali 2015)
25 Sapi Angus
Sapi Angus (B taurus) berasal dari Skotlandia Utara yang beriklim dingin
dan lembap Menurut Sutarno amp Setyawan (2016) Berat badan umur 15 tahun
dapat mencapai 650 kg Karakteristik sapi Angus (Gambar 4) memiliki bentuk
tubuh lebar dan rata Warna tubuh keseluruhan hitam namun terkadang ada
warna putih di bagian belakang bawah pusat tidak bertanduk bentuk tubuh rata
seperti papan dan dagingnya padat
Gambar 4 Sapi Angus di Peternakan Kabupaten Seragen
(Sumber Adinata et al 2017)
26 Sapi Simmental
Sapi Simmental (B taurus) merupakan salah satu jenis ternak tertua di
dunia yang bertahan hingga saat ini Sapi Simmental merupakan jenis sapi
(b) (a)
12
subtropis Sapi Simmental berasal dari Switzerland yang telah dijinakkan setelah
abad ke-13 Sapi Simmental dan semen beku pada tahun 1985 tiba di Indonesia
dari New Zealand dan Australia (Sutarno amp Setyawan 2016)
Karakteristik sapi Simmental (Gambar 5) menurut Sutarno amp Setyawan
(2016) memiliki tubuh yang berotot dan kukuh pertumbuhan otot yang cepat
jenis spesifik yang ditemukan di Indonesia memiliki wajah kuning atau merah
kecokelatan dengan kaki bawah putih dan ujung ekor putih Berat seekor sapi
dewasa bisa melebihi 1000 kilogram
Gambar 5 Sapi Simmental di Peternakan Tradisional
(Sumber Sutarno amp Setyawan 2016)
27 Sapi Friesians Holstein (FH)
Sapi Friesians Holstein (FH) (B taurus) telah dikembangkan sejak abad
ke-13 di Belanda (Belanda Utara dan Friesland) dan Jerman Utara (Schleswig-
Holstein) untuk menghasilkan sejenis ternak yang mampu mengonsumsi rumput
lokal Usaha untuk pengembang biakan menghasilkan ternak sapi perah terbaik di
dunia dengan warna hitam dan putih khas Sapi FH pertama kali diimpor dari
Belanda pada abad ke-19 (Sutarno amp Setyawan 2015)
Karakteristik sapi FH (Gambar 6) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)
umumnya berwarna hitam dengan warna putih garis-garis tetapi kadang-kadang
merah dengan garis-garis putih dan dengan batas warna yang jelas Kepala
13
panjang lebar dan lurus Sapi FH memiliki tanduk yang pendek dan melengkung
memiliki mulut lebar lubang hidung terbuka lebar rahang kuat telinga ukuran
sedang dahi lebar leher panjang dan tipis Bahu yang besar terletak di dinding
dada dan membentuk sendi yang baik dengan tubuh Punggung yang kokoh dan
rata dengan tulang punggung yang saling terhubung dengan baik
Gambar 6 Sapi FH di Peternakan Terbuka
(Sumber Sutarno amp Setyawan 2015)
28 Nutrisi dan Kualitas Daging Sapi
Daging sapi menjadi salah satu sumber pemenuhan protein yang memiliki
banyak kandungan nutrisi Kandungan nutrisi dari daging sapi berupa vitamin D
vitamin B12 zat besi selenium seng dan asam lemak esensial Omega 3 (Scollan
et al 2006) Kandungan lain dari daging sapi adalah 75 air 20 protein 3
lemak dan 2 substansi non-protein larut Substansi non-protein larut tersebut
berupa 45 nitrogen 45 karbohidrat 8 komponen anorganik 3 vitamin
dan 3 logam (Tornberg 2005)
Penjualan daging sapi dipengaruhi oleh daya tarik daging bagi konsumen
yang digambarkan sebagai kualitas daging Kualitas daging didefinisikan sebagai
sifat yang dirasakan konsumen secara visual dan sensoris (Becker 2000)
Kualitas daging diukur berdasarkan parameter berupa warna daging warna
lemak jumlah lemak (Glitsch 2000) tekstur nilai marbling (intramuscular fat)
14
(Lee et al 2007) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al
2011) dan lean meat (Dagong et al 2012)
Menurut Becker (2000) empat karakteristik makanan daging berkualitas
sebagai berikut (1) Karakteristik yang menunjukkan kandungan gizi protein
lemak kandungan karbohidrat (2) Karakteristik yang menunjukkan kualitas
pengolahan panjang sarkomer nilai pH warna kegemukan kapasitas pengikat
air (3) Karakteristik yang menunjukkan kualitas hygienic-toxicological residu
kontaminan status mikroorganisme zat aditif (4) Karakteristik yang
menunjukkan kualitas sensorik tekstur (tenderness juiciness) rasa atau bau dan
warna atau penampilan (marbling)
29 CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs)
CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs) merupakan keluarga
transkripsi yang mengandung domain leucine zipper dasar yang conserved atau
tidak berubah (Gambar 7) pada C-terminus yang terlibat dalam dimerisasi dan
pengikatan DNA (Ramji amp Foka 2002) Protein CEBP pertama kali
diidentifikasi di laboratorium Steve McKnight sebagai faktor stabil panas pada
inti hati tikus yang mampu berinteraksi dengan motif CCAAT box yang terdapat
pada beberapa promoter gen seluler (Johnson amp McKnight 1989)
Gen CCAATEnhancer Binding Protein (CEBP) merupakan keluarga faktor
transkripsi yang terekspresikan pada proses diferensiasi preadiposit (He et al
2011) Peran dari keluarga CEBP diantaranya pada diferensiasi seluler
mengontrol metabolisme proliferasi seluler regulasi peradangan (Ramji amp Foka
2002) siklus sel hematopoiesis perkembangan skeletal dan respons host imun
(Tsukada et al 2011) Terdapat enam anggota kelompok gen CEBP yang telah
15
diisolasi dan di karakterisasi yaitu CEBPα CEBPβ CEBPγ CEBPδ CEBPε
dan CEBPδ (Ramji amp Foka 2002) Gen tersebut memainkan peran penting dalam
diferensiasi adiposit (Lane et al 1999)
Gambar 7 Ilustrasi dari Leucine Zipper Domain
(Sumber Tsukada et al 2011)
210 Gen CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα)
Daerah promoter proksimal gen CCAATEnhancer Binding Protein α
(CEBPα) pada tikus pertama kali dicirikan dan menunjukkan mengandung
tempat pengikatan potensial untuk CEBP Sp1 Nuclear Factor (NF)-1 NF-Y
Upstream Stimulating Factor (USF) Basic Transcription Element Binding
Protein (BTEB) dan NF-Κb (Christy et al 1991) Promoter gen CEBPα dapat
diaktifkan secara otomatis di dalam sel yang dapat ditransfer melalui ekspresi dari
plasmid (Legraverend et al 1993)
Sequence gen CEBPα sapi memiliki kesamaan 899 pada urutan
nukleotida dan 925 urutan asam amino dengan gen tikus (Taniguchi amp Sasaki
1996) Gen CEBPα sapi seperti gen tikus yaitu bebas intron Open reading
frame (nukleotida 169 ndash 1230) pada gen CEBPα sapi mengodekan protein 353
16
residu asam amino yang merupakan lima asam amino lebih pendek dari pada
protein tikus (Taniguchi amp Sasaki 1996) Asam amino tersebut terekspresi
sebelum transkripsi gen spesifik adiposit yang memiliki situs pengikatan gen
CEBPα (Wang et al 2011) Urutan seperti kotak TATA terletak di nukleotida 13
ndash 18 namun situs mulai transkripsi tidak ditentukan (Taniguchi amp Sasaki 1996)
Faktor transkripsi CEBPα memainkan peranan penting selama
diferensiasi preadiposit menjadi adiposit Gen CEBPα diidentifikasi sebagai
Nuclear Factor (NF) yang di induksi saat diferensiasi yang mengikat secara
spesifik ke promotor beberapa gen (Vasseur-Cognet amp Lane 1993) Gen CEBPα
memainkan peran penting dalam pengendapan lemak dan diferensiasi adiposit
(Shin et al 2007) Gen CEBPα menjadi kandidat gen penting untuk
diidentifikasi secara marker genetik pada karkas dan sifat kualitas daging sapi
ternak (Shin et al 2007) Gen CEBPα juga dapat mengatur metabolisme energi
dan nutrisi dengan mengaktifkan beberapa gen spesifik seperti
phosphoenolpyruvate carboxykinase dan reseptor insulin (Park et al 1990)
211 Pengaruh Lingkungan Terhadap Kualitas Daging
Kondisi lingkungan berupa temperatur akan mempengaruhi keadaan
fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Kondisi lingkungan secara langsung
mempengaruhi proses metabolisme organ dan otot (Gregory 2010) Pada zona
nyaman sapi akan sedikit mengeluarkan energi dan tidak terpengaruh oleh
temperatur lingkungan sebaliknya jika berada diluar zona nyaman sapi akan
mengalami stres yang bertujuan untuk mengembalikan kepada kondisi tubuh yang
normal (Nardone et al 2006) Kondisi tersebut akan menyebabkan terjadinya
17
perubahan seperti pola makan fisiologis dan fungsi metabolisme pada kuantitas
dan kualitas produksi dari sapi itu sendiri
Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan menyebabkan terjadinya
penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et al 2001 Mader amp Davis
2004) yang terjadi pada sapi B indicus (Gregory 2010) Suhu di atas 30degC akan
menyebabkan terjadinya penurunan jumlah berat badan (Nardone et al 2006)
Pada periode yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi
perubahan fenotipe dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006 Gregory 2010)
18
BAB III
METODE
31 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari ndash Juni 2018 di
Laboratorium Genetika Molekuler Hewan Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI
Cibinong Jl Raya Bogor KM 46 Bogor Jawa Barat
32 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik
micropipette 10 microL 200 microL 1000 microL (Boesco dan Bio-Rad) dan pH meter
(Thermo Orion) tabung vacutainer mengandung K3EDTA holder dan jarum
needle ukuran 21G microcentrifuge tube 15 mL sentrifugator (Hermile Z 300
K) vortex (Barnstead Thermolyne) micropipette 1000 microL (Boesco) blue tips
white tips yellow tips shaker agigator (Thermo Scientific) parafilm pipet
Pasteur autoklaf (Trace Raypa) spektromotometer UV-Vis (GeneQuant) cuvette
dan laminar air flow (Telstar BH ndash 100) tangki elektroforesis horizontal (Bio-
Rad) power supply (Bio-Rad) timbangan analitik (Preciso XT 120A) hot plate
stirrer (Thermolyne Cimarec 2) pH meter (Thermo Orion) vortex (Barnstead
Thermolyne) Sentrifugator (HermLe Z 300 K) shaker (Bio Green) thermocycler
(Eppendorf) UV-transiluminator (Major Science)
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Red Cell Lysis Buffer
(RCLB) 250 mL pH 72 Tris Buffer Solution (TBS) 250 mL pH 74 TE Buffer
250 mL pH 8 Sodium Dedocyl Sulfate (SDS) (Mp Biomedicals) K3EDTA
(Garnier Bio One) Proteinase-K (Roche Diagnostic) PCR Buffer (Qiagen)
Proteinasi-K (Geneaid) proteinase-K Solution Ethylene Diamine Tetracetic Acid
19
(EDTA) (Mp Biomedicals) alkohol 70 alkohol absolut dingin tissue tissue
kimwipe NaCl Pekat Destillation Water (DW) steril Primer CEBPα forward
dan reverse (Integrated DNA Technolgies) TE buffer Double Destillation Water
(DDW) free nuclease (Ferementas) DNA ladder (Vivantis) PCR master mix kit
KAPA2G Robust (Kapa Biosystem) Gel Agarosa (Roche) boric acid (Merck)
tris base (Himedia) KCl (Merck) NaCl (Genetika Science) KHCO3 (Merck)
NH4Cl (Merck) Ethidium Bromida (EtBr) (Merck) gSYSCtrade DNA Extraction
Kit GS100 (Geneaid) amplop kertas
33 Sampel Penelitian
Breed sapi yang diteliti terbagi menjadi dua kelompok yaitu 1) Sapi potong
lokal (sapi Pasundan PO Bali) 2) Sapi potong introduksi (sapi Angus
Simmental FH) Sumber DNA berasal dari 1) Darah (sapi Pasundan PO Bali)
2) Rambut (sapi Angus Simmental FH) Darah atau rambut yang diambil
berasal dari dua individu berbeda setiap jenisnya kecuali sampel rambut sapi
Angus yang diperoleh dari satu individu saja
Jenis sapi yang diteliti berasal dari berbagai tempat yang berbeda yaitu 1)
Sapi Pasundan berasal dari Balai Pengembangan Perbibitan Ternak (BPPT) Sapi
Potong Ciamis 2) Sapi PO berasal dari BPPT Grobogan 3) Sapi Bali berasal dari
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Peninda Bali 4) sapi Angus
Simmental FH berasal dari Badan Embrio Ternak (BET) Cipelang Bogor
Regulasi dari BET yang tidak memperbolehkan pengambilan sampel darah
menjadi alasan utama diambilnya sampel rambut dari sapi Angus Simmental
FH Keseluruhan sampel rambut sapi yang diperoleh dari BET merupakan sapi
asli (origin) yang belum dilakukan perkawinan silang
20
34 Prosedur Kerja
341 Sterilisasi Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini di sterilisasi dengan
autoklaf pada suhu 121degC dan tekanan sebesar 1 atm selama 15 menit
342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA
a Pembuatan RCLB (Red Cell Blood Buffer)
Larutan RCLB dibuat sebanyak 1000 mL (pH 72) Larutan RCLB terbuat
dari bahan kimia NH4Cl dan KHCO3 Bahan tersebut ditimbang dengan
timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian dipindahkan ke beaker
glass dan ditambahkan EDTA 05 M sebanyak 200 microL serta DW sebanyak 300
mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot plate stirrer
Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan pH meter Nilai pH yang
terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH terlalu tinggi
ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian ditambahkan
DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott Duran 1000
mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan disimpan di
lemari pendingin
b Pembuatan TBS (Tris Buffer Solution)
Larutan TBS dibuat sebanyak 1000 mL (pH 74) dengan bahan yang
terdiri dari NaCl KCl tris base Bahan-bahan kimia tersebut ditimbang dengan
timbangan analitik dan dipindahkan ke beaker glass yang dilarutkan
menggunakan DW sebanyak 300 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan
di atas hot plate stirrer Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan menggunakan
pH meter jika pH terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH
21
terlalu tinggi ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian
ditambahkan DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott
Duran 1000 mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan
disimpan di lemari pendingin
c Pembuatan Proteinase-K Solution
Proteinase-K ditimbang pada timbangan analitik Proteinase-K kemudian
dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 45 mL serta EDTA
05 M sebanyak 54 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot
plate stirrer tanpa dipanaskan Larutan yang telah homogen ditambahkan Sodium
Dedocyl Sulfate (SDS) 10 sebanyak 378 mL Larutan tersebut kemudian
dihomogenkan di hot plate stirrer tanpa dipanaskan
d Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 5x)
Larutan TBE 5x yang dibuat sebanyak 500 mL boric acid dan tris base
ditimbang dengan timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian
dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 500 mL dan EDTA
05 M sebanyak 10 mL Larutan tersebut dihomogenkan di atas hot plate stirrer
dipanaskan setelah homogen dimasukan ke dalam botol Schott Duran 500 mL
dan disimpan di lemari pendingin
e Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 1x)
Larutan TBE 1x dibuat dengan mengencerkan 200 mL TBE 5x Larutan
TBE 1x dipindahkan pada botol Schott Duran 1000 mL Larutan tersebut
ditambahkan DW sampai 1000 mL Larutan tersebut disimpan pada lemari
pendingin
22
f Pengenceran Primer Gen CEBPα (10 pMmicroL)
Primer dalam bentuk pelet diencerkan dengan TE Buffer untuk
memperoleh primer stock Primer forward diencerkan dengan 333 microL TE Buffer
sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer reverse diencerkan dengan
332 microL sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer yang digunakan
dalam penelitian ini adalah primer CEBPα yang didesain pada penelitian (Shin
et al 2007) dengan ukuran 20 pb Primer CEBPα forward (5´-
ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) dan reverse (5´-TCAAAGTCG
TTGCCGCCTCC-3´)
Primer forward dan reverse CEBPα stock (100 pMmicroL) masing-masing
diambil sebanyak 5 microL dengan micropipette 2 ndash 20 microL dan dicampurkan ke dalam
microcentrifuge tube 15 mL baru yang telah berisi DDW free nuclease sebanyak
45 microL Larutan tersebut dicampur hingga homogen dengan cara dilakukan
mengetuk berulang bagian bawah microcentrifuge tube menggunakan ujung jari
Pengenceran primer dilakukan di laminar air flow Microcentrifuge tube yang
berisi primer dilakukan spin down dengan spin down sentrifugator agar larutan
yang berada di dinding microcentrifuge tube turun ke dasar Primer kemudian
disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
g Pembuatan Alat Pemanenan DNA
Alat pemanen DNA dibuat dari pipet Pasteur yang dimodifikasi dengan
membentuk ujung pipet seperti kail Pembentukan tersebut dilakukan dengan
memanaskan pipet di atas bunsen spiritus kemudian ditarik secara perlahan dan
dibuat melengkung seperti kail
23
h Pembuatan Gel Agarosa
Serbuk gel agarosa sebanyak 1 g ditimbang dengan timbangan analitik dan
dipindahkan ke botol Schott Duran 250 mL Serbuk gel agarosa ditambahkan
TBE 1x sebanyak 100 mL kemudian dipanaskan dan dihomogenkan dengan hot
plate stirrer sampai bening Larutan yang sudah homogen dicetak pada wadah
pencetak gel yang sudah terdapat sisir untuk membuat sebanyak 20 sumuran dan
diamkan sampai padat atau mengeras
343 Pengambilan Sampel Darah Sapi
Darah sampel diambil melalui vena caudalis sebanyak 5 mL Pengambilan
darah dilakukan dengan mengangkat caudal (ekor) dari sapi vena caudalis dicari
dengan meraba bagian ekor Jarum yang telah terpasang holder ditusukkan pada
vena caudalis dan tabung vacutainer mengandung K3EDTA dipasang pada
holder Darah yang mengalir ditampung pada tabung vacutainer kemudian
dicabut setelah darah berhenti Jarum dan holder kemudian dicabut dari vena
caudalis Tabung vacutainer yang berisi darah disimpan pada freezer dengan
suhu -20oC
344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990)
DNA yang berasal dari darah diisolasi menggunakan metode Montgomery
amp Sise (1990) dengan prosedur sebagai berikut
a Red Blood Cell Lysis
Sampel darah sebanyak 5 mL dipindahkan tabung Falcon 15 mL dan
ditambahkan larutan RCLB (pH 72) sampai 7 mL Sampel darah dihomogenkan
dengan vortex dan didiamkan selama 10 menit Sampel kemudian disentrifugasi
dengan sentrifugator selama 10 menit suhu 4degC kecepatan 3500 rpm Sampel
24
ditimbang menggunakan timbangan ganda agar proses sentrifugasi berjalan
dengan sempurna jika berat belum seimbang maka ditambah larutan RCLB
Supernatan yang diperoleh setelah proses sentrifugasi kemudian dibuang
sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Pelet ditambahkan RCLB sampai 5
mL kemudian divorteks hingga pelet hancur atau homogen Sampel disentrifugasi
selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang
diperoleh kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet kembali
ditambahkan RCLB sampai 3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau
homogen dan didiamkan selama 10 menit kemudian dilanjutkan tahapan ekstraksi
DNA
b White Blood Cell Collection
Sampel tahapan sebelumnya kemudian ditambahkan TBS (pH 74)
sebanyak 5 mL dan dikocok sebentar Sampel disentrifugasi selama 10 menit
dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang diperoleh kemudian
dibuang sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Sampel kemudian
ditambahkan TBS sebanyak 5 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau
homogen Sampel selanjutnya disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC
dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang didapatkan kemudian dibuang
sehingga hanya pelet yang tersisa Sampel kemudian ditambahkan TBS sebanyak
3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau homogen
Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan
3500 rpm Sampel divorteks perlahan hingga lapisan merah hilang Supernatan
yang didapatkan kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet
25
selanjutnya dikeringkan setelah kering ditambahkan TE 2 mL Sampel divorteks
sampai pelet hancur atau homogen
c Protein Lysis
Sampel yang sudah homogen dengan larutan TE selanjutnya ditambahkan
Proteinase-K solution sebanyak 200 microL tanpa divorteks atau dihomogenkan
Tabung Falcon 15 mL yang berisi sampel selanjutnya di-seal menggunakan
parafilm Sampel diinkubasi menggunakan shaker Agigator selama 24 jam dengan
suhu 37degC dan kecepatan 150 rpm
d Pemanenan DNA
Sampel yang telah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya ditambahkan
NaCl 5 M pekat sebanyak 2 mL Sampel diberi goyangan dengan membentuk
pola angka 8 dengan sangat perlahan setelah itu dikocok kuat sebanyak 2 kali
Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 10degC dan kecepatan 3500
rpm Supernatan dituang pada tabung reaksi yang berisi alkohol absolut dingin
Bagian permukaan tabung reaksi ditutup dengan parafilm sampai rapat Tabung
reaksi dibolak-balikan sampai terbentuk gelembung-gelembung yang melayang
Fraksi gelembung yang melayang diambil dengan pipet Pasteur yang telah
dimodifikasi dan dicelupkan secara cepat ke dalam alkohol 70 kemudian
dikeringkan dengan tissue kimwipe Gumpalan tersebut dimasukan kedalam
microcentrifuge tube 15 mL yang telah berisikan DW steril sebanyak 200 microL
Sampel dihomogenkan menggunakan alat shaker pada suhu ruang agar larut
DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
26
345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi
Pengambilan rambut dilakukan pada bagian ekor minimal rambut
sebanyak 20 helai Rambut pada bagian ekor ditarik searah dengan titik tumbuh
dari rambut tersebut Tahapan tersebut dilakukan dengan cepat agar diperoleh
bagian rambut yang utuh dengan folikel Rambut tersebut ditempelkan pada kertas
dengan selotip berbahan kertas tanpa mengenai bagian folikel dan disimpan di
dalam amplop
346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)
Tahapan isolasi DNA dari rambut menggunakan gSYSCtrade DNA
Extraction Kit GS100 (Geneaid) dengan prosedur sebagai berikut
a Cell Lysis
Sepuluh helai rambut dipotong-potong dengan ukuran 05 ndash 1 cm
termasuk bagian folikel Potongan tersebut dipindahkan ke dalam microsentrifuge
tube 15 mL ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K
(dipastikan potongan terendam) dicampur dengan cara dikocok Larutan
diinkubasi dengan suhu 60degC selama 30 menit Pada proses inkubasi
microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung microcentrifuge tube
secara perlahan setiap 5 menit GSB Buffer sebanyak 200 μL ditambahkan dan
dikocok dengan kuat dan diinkubasi kembali pada suhu 60ordmC selama 20 menit
Selama proses inkubasi microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung
secara perlahan setiap 5 menit
b DNA Binding
Sampel tahapan sebelumnya ditambahkan 200 μL etanol absolut
dikocok dengan kuat selama 10 detik Endapan yang muncul dipecah dengan
27
menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan
tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan
tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit
Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi
dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru
c Pencucian
W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan
sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30
detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column
diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL
Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan
kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi
kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi
yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit
untuk mengeringkan kolom matriks
d Elution
GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube
15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak
100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke
bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit
untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column
disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan
elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak
DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
28
347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)
DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et
al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan
dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10
menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting
yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel
rambut diganti)
Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan
disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer
(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada
microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan
suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit
pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm
beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan
disimpan pada suhu -20 ordmC
348 Uji Kuantifikasi DNA
Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji
kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL
DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette
DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus
menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi
dan tingkat kemurnian
29
349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)
Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR
master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-
ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT
CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL
DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke
dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas
kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR
mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre
denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing
54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final
extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali
3410 Elektroforesis dan Visualisasi
Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis
horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan
TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL
dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm
dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down
Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker
DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran
Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan
listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki
elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt
selama 60 menit
30
Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam
dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel
agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa
divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator
3411 Sequencing DNA
Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai
ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward
dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan
metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit
(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing
menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)
Malaysia)
35 Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif
(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil
sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis
dianalisis secara deskriptif
351 Analisis Bioinformatika
Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan
kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian
hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak
ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian
dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment
Editor 725 (Hall 2001)
31
Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-
base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)
menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base
similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99
Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple
Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak
MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan
variasi basa sampel
32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi
Berbeda
DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut
DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil
kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari
sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang
mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut
menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini
Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan
metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut
dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai
kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada
Tabel 1
Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua
metode hasil penelitian
Pengulangan ke-
Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)
Kit Konvensional Kit Konvensional
1 Angus 269 102 2100 11100
2 FH 207 109 7810 11720
3 Simmental 263 111 231 11340
Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi
Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah
dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut
33
dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode
sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata
nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah
246plusmn034 dan 107plusmn005
Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar
17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)
Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran
kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di
bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari
tahapan masing-masing metode
Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian
genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya
kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang
dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA
Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi
DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan
meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa
denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan
meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan
nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian
DNA yang baik (gt20)
Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah
nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein
Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al
34
2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini
protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada
nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi
protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat
Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh
lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik
Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode
konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit
yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode
konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti
protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan
mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al
1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses
PCR (Demeke amp Jenkins 2010)
Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa
dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA
diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun
nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang
baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan
konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen
(Demeke amp Jenkins 2010)
Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan
hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit
untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional
35
pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang
cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada
penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal
Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan
konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan
RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)
42 Konfirmasi Gen CEBPα
Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan
dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan
pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain
oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar
1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)
yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701
(Lampiran 4)
Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh
semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di
antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan
panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa
dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)
Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah
dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan
program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa
penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda
Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC
36
(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah
dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut
namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk
membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)
Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339
bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO
Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya
perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer
Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari
merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini
perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1
menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses
tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing
yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template
DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang
Target 1339
bp
37
sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA
teramplifikasi sempurna
Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi
Program PCR
Pre
Denaturation Denaturation Annealing Extension
Final
Extension Siklus
Penelitian
Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40
Referensi
Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35
Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32
He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32
Keterangan tanda () = menit tanda () = detik
43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis
menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh
empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black
(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan
(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean
(XM_0252690201)) (Tabel 3)
Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat
prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis
komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari
runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data
tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database
(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang
38
komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga
mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)
Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan
persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan
referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak
(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat
dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi
Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3
Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI
Sampel Spesies Breed GenBank Accesion
Query Cover
Max Iden
Bali
(B sondaicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Pasundan (B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99
Friesians Holstein
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Angus (B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Peranakan Ongole
(B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99
Simmental
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99
39
Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau
kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di
GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan
kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen
CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen
identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen
fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)
Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang
dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden
2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan
seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi
Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap
sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67
(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki
urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki
runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian
akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover
95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover
99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3)
44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali
Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan
runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4
40
Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi
Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil
ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada
empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo
(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau
Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada
sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)
yaitu terletak pada enam posisi berbeda
Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank
Spesies_Breed Posisi Runutan Basa
88
97
103
271
567
733
832
855
870
921
926
931
957
1088
1149
1175
1196
B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G
B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C
B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T
C
B taurus_Angus C C
B taurus_ Friesians Holstein C C
B taurus_ Simmental C C
B indicus_ Pasundan C C
B indicus_ Peranakan Ongole C C
B sondaicus_ Bali C A C G A
Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T
Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)
Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi
Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi
Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196
(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi
tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)
Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa
yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali
41
memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut
memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut
Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi
Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru
Thymine (T) = merah)
42
Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen
CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson
gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi
dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi
Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki
1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan
mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali
Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi
Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B
banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal
usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan
sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel
sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki
kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus
atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)
(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH
Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya
variasi basa yang ditemukan
Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali
terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan
adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis
kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan
keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah
mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode
43
yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe
dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)
Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan
dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)
(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis
Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi
keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali
(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan
pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al
2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi
karakteristik dari daging sapi Bali
Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et
al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki
kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan
menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et
al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga
mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat
dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan
dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)
Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk
menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin
(subtropis)
Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan
sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi
44
lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan
daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki
kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang
lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari
karkas yang diperoleh
45
BAB V
PENUTUP
51 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa
1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan
PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)
2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi
Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa
3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi
DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit
52 Saran
Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah
populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme
(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak
dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi
tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar
memperoleh hasil yang maksimal
46
DAFTAR PUSTAKA
Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka
Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)
Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular
Research 14(3) 9370ndash9383
Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research
24(13) 2623ndash2625
Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan
Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39
Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan
Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor
Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice
Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773
Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176
Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the
National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7
Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash
ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24
Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods
PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990
Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797
Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11
Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga
47
Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method
of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231
Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194
Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and
Pathology 3(2) 133ndash137
Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food
Research International 43(7) 1866ndash1873
Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology
Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the
Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076
He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle
Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969
Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27
Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and
Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26
Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R
(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science
and Technology 46(6) 909ndash916
Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839
Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from
hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289
Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and
Evolution 33(7) 1870ndash1874
Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer
Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683
Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon
D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To
48
Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of
Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764
Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription
factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742
Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)
Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485
Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology
Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)
Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On
Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087
Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali
(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128
Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9
Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On
Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335
Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A
Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in
Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20
Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash
441
Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect
On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81
Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor
Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam
Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156
Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C
A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle
49
Journal Animal Science 80 3077ndash3085
Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in
The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72
Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water
Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A
Review Meat Science 89(2) 111ndash124
Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374
Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat
[Skripsi] Institut Pertanian Bogor
Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes
transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504
Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)
Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6
Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure
Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75
Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E
Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among
Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158
Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)
Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The
Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299
Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip
Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle
Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020
Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots
In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451
50
Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp
Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with
Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33
Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan
Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from
httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395
Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian
Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470
Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for
bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594
Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole
(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional
Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)
Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan
Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)
Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273
Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian
Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354
Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds
Biodiversitas 17(1) 275ndash295
Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)
Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131
Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang
Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107
Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence
of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554
Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508
Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The
51
CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)
Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19
Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter
Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316
Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular
Research 11(2) 1651ndash1661
Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The
CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077
Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia
(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25
Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20
Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle
Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954
Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal
Science 50(11) 499ndash502
52
LAMPIRAN
Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data
Gen Bank
Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178
Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283
Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247
Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank
Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank
53
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)
Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel
NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian
1
Darah
Pasundan 601 867 173
2 Pasundan 602 1035 194
3 Peranakan Ongole 1691 278 309
4 Peranakan Ongole 1693 234 434
5 Bali 59 173 941
6 Bali 64 192 502
7
Rambut
Angus 171405 105 21
8 Friesians Holstein 310102 202 781
9 Friesians Holstein 310158 116 1134
10 Simmental 4490 22 231
11 Simmental 6115 116 1134
ABSTRAK
HAJAR INDRA WARDHANA Deteksi Gen CEBPα Pengkode Kualitas
Daging pada Sapi Potong Lokal dan Introduksi Dibawah bimbingan Prof Dr
Endang Tri Margawati MAgrSc dan Dr Nani Radiastuti MSi
Gen CEBPα merupakan gen yang dapat berasosiasi terhadap komposisi dan
pendistribusian lemak tubuh sapi sehingga berkontribusi pada peningkatan kualitas daging Informasi gen CEBPα pada sapi potong lokal dan sapi potong introduksi yang diteliti masih terbatas Penelitian ini bertujuan untuk mengonfirmasi
keberadaan gen CEBPα pada sapi potong lokal (breed Peranakan Ongole (PO) Bali Pasundan) dan sapi potong introduksi (breed Friesians Holstein (FH) Angus
Simmental) serta mengetahui variasi basa gen CEBPα pada sapi tersebut Ekstraksi DNA pada penelitian ini bersumber dari darah dan rambut pada ekstraksi DNA rambut digunakan dua metode yaitu kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan secara
konvensional Analisis DNA dilakukan dengan kuantifikasi (spektrofotometer) PCR elektroforesis sequencing dan analisis bioinformatika Penentuan sapi
homolog berdasarkan hasil BLAST dan variasi basa dianalisis dengan MEGA 6 Hasil penelitian ini menunjukkan metode kit memiliki hasil kuantifikasi DNA yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Penggunaan metode konvensional
dapat dipertimbangkan dengan memodifikasi metode tersebut Semua sapi yang diteliti telah terkonfirmasi memiliki gen CEBPα yang teramplifikasi pada suhu
annealing 54degC Basa homolog yang diperoleh adalah Japanese Black (Bos taurus) Hanwoo (B taurus) Qinchuan (B taurus) Mediterranean (Bubalus bubalis) Variasi basa berhasil ditemukan pada sapi Bali dengan posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan
1196 (GrarrA) Pada kelima sampel sapi lainnya tidak ditemukan variasi basa Asal usul dan kondisi lingkungan tropis Indonesia diperkirakan berkontribusi terhadap
variasi basa gen CEBPα pada sapi Bali Kata kunci Gen CEBPα variasi basa lemak kualitas daging
ABSTRACT
HAJAR INDRA WARDHANA Detection of CEBPα Genes for Quality Code of
Meat on Local and Introduction Beef Cattle Under Supervision of Prof Dr
Endang Tri Margawati MAgrSc and Dr Nani Radiastuti MSi
The CEBPα gene is a gene that can be associated with the composition and distribution of cattle body fat thus contributing to the improvement of meat quality
Information of the CEBPα gene in local beef cattle and introduction beef cattle is still limited This study aimed to confirm the presence of the CEBPα gene in local cattle (breeds Peranakan Ongole (PO) Bali Pasundan) and introduction cattle
(breeds Friesians Holstein (FH) Angus Simmental) and to know the variation base of CEBPα gene in these cattle The DNA sourced from blood and hair The two
methods were used in DNA extraction from hair namely kit method (gSYSC trade DNA Extraction Kit) and conventional method The DNA analysis was carried out by quantification (spectrophotometer) PCR electrophoresis sequencing and
bioinformatics analysis Determination of the homologous cattle based on the results of BLAST and base variations were analyzed by MEGA 6 The results of this study
indicate that the kit method has better for the DNA quantification results than conventional methods The conventional methods can be considered by modifying the method The all cattle studied were confirmed to have the CEBPα gene
amplified at annealing temperature 54 degC The homologous bases obtained are Japanese Black (Bos taurus) Hanwoo (B taurus) Qinchuan (B taurus)
Mediterranean (Bubalus bubalis) The base variations have been found in the Bali cattle with positions (GrarrA) 931 (ArarrG) and 1196 (GrarrA) In the other five samples wasnrsquot found base variation The origin and conditions of Indonesias
tropical environment were thought to contribute to the base variation of the CEBPα gene in Bali cattle
Keywords CEBPα gene base variation fat meat quality
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanallahu wa
Tarsquoala atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi ini dengan baik dan tepat pada waktunya Shalawat serta salam
kepada Nabi Muhammad Shallah lsquoAlayhi wa Sallam beserta keluarga dan para
sahabatnya yang telah menuntun ke jalan yang benar dan memberikan contoh
teladan Semoga kita semua termasuk umatnya yang mendapatkan syafarsquoatnya di
yaumil akhir amiin
Skripsi merupakan salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Sains
pada Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta Pada penulisan skripsi ini penulis mengambil judul
ldquoDETEKSI GEN CEBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI
POTONG LOKAL DAN INTRODUKSIrdquo Hasil dari skripsi ini diharapkan menjadi
sumber informasi terkait gen CEPBα berasosiasi dengan sifat kualitas daging pada
sapi potong lokal Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan baik dalam
bentuk moril maupun materiel yaitu kepada
1 Kedua orang tua Mama tercinta Nur Widatun dan Papa tercinta Kid Firul Aziz
terima kasih atas kasih sayang doa dan dukungan yang tak henti-hentinya
Kedua Mas tersayang Anton Alif Irwansyah dan Muhammad Fajar Aziz Putra
2 Dr Agus Salim MSi selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi (FST) UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
3 Dr Dasumiati MSi selaku Ketua Prodi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4 Prof Dr Endang Tri Margawati MAgrSc selaku Kepala Laboratorium
Genetika Molekuler Hewan Puslit Bioteknologi-LIPI dan pembimbing I yang
telah memberikan arahan bimbingan serta saran yang bermanfaat selama
kegiatan penelitian skripsi berlangsung dan dalam penyusunan skripsi
5 Dr Nani Radiastuti MSi selaku pembimbing II atas kesediaan dalam
membimbing dan memberikan nasihat yang membangun kepada penulis selama
kegiatan penelitian skripsi berlangsung dan dalam penyusunan skripsi
6 Slamet Diah Volkandari MSc dan Indriawiati MSi selaku pembimbing di
Laboratorium Genetika Molekuler Hewan yang telah memberikan arahan
selama bekerja di Laboratorium
7 Para mentor Mardiansyah MSi (alumni angkatan 2003) Fahri Fahrudin MSi
(2005) Firdaus Ramadhan SSi (2010) Alfan Farhan Rijaluddin SSi (2010)
Yudhi Nugraha S Putra PhD (2007) yang telah membagikan ilmu
pengalaman dan motivasi
8 Widya Pintaka Bayu Putra MSc peneliti di Laboratorium Reproduksi
Pemuliaan dan Kultur Sel Hewan yang telah memberikan ilmunya serta
membimbing menyelesaikan penulisan skripsi
9 Ibu Bapak Kakak dan seluruh staf Puslit Bioteknologi-LIPI khususnya staf
Laboratorium Genetika Molekuler Hewan atas ilmu dan masukkan membangun
selama menjalani penelitian skripsi
10 Rekan-rekan seperjuangan mahasiswa Jurusan Biologi angkatan 2014 yang telah
bersama-sama dengan penulis menghadapi suka duka dalam perkuliahan
11 Kelompok studi GENOM (Generation of Microbiology and Molecular) yang
telah mengajari penulis tentang penelitian dan penulisan
12 Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan
skripsi yang tidak dapat disebutkan satu per satu
Penulis menyadari penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca Akhirnya
penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca
Jakarta 9 September 2018
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK i ABSTRACT ii
KATA PENGANTAR iii DAFTAR ISI vi
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR LAMPIRAN x
BAB I PENDAHULUAN
11 Latar Belakang 1 12 Rumusan Masalah 5 13 Hipotesis 5
14 Tujuan Penelitian 5 15 Manfaat Penelitian 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
21 Bangsa Sapi Ternak 7
22 Sapi Pasundan 8 23 Sapi Peranakan Ongole (PO) 9 24 Sapi Bali 10
25 Sapi Angus 11 26 Sapi Simmental 11
27 Sapi Friesians Holstein (FH) 12 28 Nutrisi dan Kualitas Daging 13 29 CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs) 14
210 Gen CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα) 15 211 Pengaruh Lingkungan Terhadap Kualitas Daging 16
BAB III METODE
31 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian 18
32 Alat dan Bahan 18 33 Sampel Penelitian 19 34 Prosedur Kerja 20
341 Sterilisasi Alat dan Bahan 20 342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA 20
343 Pengambilan Sampel Darah Sapi 23 344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990) 23 345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi 26
346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)
26
347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005) 28 348 Uji Kuantifikasi DNA 28 349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) 29
3410 Elektroforesis dan Visualisasi 29
3411 Sequencing DNA 30
35 Analisis Data 30 351 Analisis Bioinformatika 30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi
Berbeda
32
42 Konfirmasi Gen CEBPα 35 43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) 37
44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali 39
BAB V PENUTUP
51 Kesimpulan 45 52 Saran 45
DAFTAR PUSTAKA 46
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Sapi Pasundan di BPPT Sapi Potong Ciamis 9 Gambar 2 Sapi PO di Peternakan Terbuka 10
Gambar 3 Sapi Bali Betina dan Jantan 11 Gambar 4 Sapi Angus di Peternakan Kabupaten Seragen 11
Gambar 5 Sapi Simmental di Peternakan Tradisional 12 Gambar 6 Gambar 6 Sapi FH di Peternakan Terbuka 13 Gambar 7 Ilustrasi dari Leucine Zipper Domain 15
Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα 36 Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα Sampel Berdasarkan peak 41
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua metode
32
Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi
37
Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI 38 Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank 40
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data GenBank
52
Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data GenBank 52 Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank 52
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα 53 Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel 53
1
BAB I
PENDAHULUAN
11 Latar Belakang
Angka konsumsi daging sapi nasional semakin meningkat Peningkatan
tersebut sebesar 989 per tahun terhitung dalam kurun waktu 1993 sampai
dengan 2015 (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian
Pertanian 2016) Jumlah penduduk yang bertambah dan kesadaran masyarakat
akan pentingnya mengonsumsi protein hewani yang menjadi penyebab
peningkatan konsumsi daging sapi nasional (Wiyatna 2007 Rusono 2015)
Penyediaan daging sapi nasional dipenuhi oleh produksi sapi lokal sebanyak 70
(Rusono 2015)
Sapi Bali (Bos sondaicus) dan sapi Peranakan Ongole atau PO (B indicus)
merupakan sapi potong lokal yang banyak dijadikan sumber pemenuhan daging
sapi nasional (Wiyatna 2007 Yosita et al 2012) Sapi potong lokal lain yang
berpotensi sebagai sumber pemenuhan daging sapi nasional adalah sapi Pasundan
(B indicus) (Sulasmi et al 2017) Selain sapi potong lokal sapi potong yang
berasal dari luar Indonesia (introduksi) juga dijadikan sumber pemenuhan daging
nasional seperti sapi Angus (B taurus) Simmental (B taurus) Friesians Holstein
atau FH (B taurus) Sapi-sapi tersebut mampu beradaptasi dengan baik pada
lingkungan di Indonesia
Saat ini kualitas daging sapi potong lokal perlu ditingkatkan Kualitas
daging sapi dapat diukur berdasarkan parameter berupa warna daging warna
lemak jumlah lemak (Glitsch 2000) rendah lemak (lean meat) (Dagong et al
2012) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al 2011)
2
Penyediaan daging sapi berkualitas dapat dilakukan melalui metode seleksi
molekuler menggunakan gen kandidat yang berasosiasi dengan sifat kualitas
daging sapi
Beberapa gen kandidat yang berasosiasi dengan sifat kualitas daging sapi
seperti Micromolar Calcium Activated Neutral Protease (CAPN1) (Page et al
2002) Leptin (LEP) (Schenkel et al 2005) Calpastatin (CAST) (Schenkel et al
2006) Fatty Acid Binding Protein 4 (FABP4) (Barendse et al 2009)
Diacylglycerol O-Acyltransferase (DGAT1) (Yuan et al 2013) dan
CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα) (Shin et al 2007 Wang et al
2011) Gen CEBPα dapat berasosiasi terhadap komposisi dan pendistribusian
lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al 2011) sehingga
berkontribusi pada peningkatan kualitas daging (Adoligbe et al 2015)
Data terkait gen CEBPα pada sapi baru dikonfirmasi pada sapi Japanese
Black (B taurus) Qinchuan (B taurus) Hanwoo (B taurus) Penelitian
Taniguchi amp Sasaki (1996) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi Japanese
Black Penelitian Wang et al (2012) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi
Qinchuan dengan panjang 1062 base pair (bp) Gen CEBPα pada sapi Qinchuan
memiliki nilai similarity asam amino dengan Sus scrofa (97) Homo sapiens
(95) Rattus norvegicus (94) Oryctolagus cuniculus (94) dan Mus musculus
(93) Penelitian Jeoung et al (2004) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi
Hanwoo dengan panjang 1059 base pair (bp) yang mengodekan 353 asam
amino Pada sapi Hanwoo ekspresi tertinggi gen CEBPα terjadi pada jaringan
adiposa
3
Selain faktor genotipe kondisi lingkungan juga mempengaruhi kualitas
daging sapi (Schutt et al 2009) Fenotipe berupa daging yang berkualitas
merupakan hasil interaksi antara faktor genotipe dan lingkungan (Peaston amp
Whitelaw 2006) Perbedaan kondisi lingkungan berupa iklim menjadikan adanya
perbedaan karakteristik pada daging sapi
Kandungan lemak intramuskular dan lemak internal B taurus (subtropis)
lebih banyak dibandingkan B indicus (tropis) (Yosita et al 2012) Kandungan
lemak pada intramuskular berkorelasi dengan sifat kualitas daging seperti
tenderness (keempukan) (Reverter et al 2003) dan lean meat (rendah lemak)
(Dagong et al 2012) Perbedaan kondisi lingkungan sapi potong lokal (tropis)
dengan sapi potong introduksi (subtropis) memungkinkan adanya variasi basa gen
CEBPα
Penelitian ini untuk mendeteksi keberadaan gen CEBPα yang berasosiasi
dengan sifat kualitas daging pada sapi yang diteliti yaitu sapi potong lokal (sapi
Pasundan PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)
Alasan pemilihan sapi-sapi tersebut karena termasuk ke dalam program
pemerintah dalam pengembangan sapi potong untuk meningkatkan penyediaan
daging sapi nasional (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Kementerian Pertanian 2016)
Penelitian deteksi gen CEBPα diawali dengan tahapan ekstraksi DNA
DNA dapat diperoleh melalui darah saliva sel epitel (Hansen et al 2007) dan
rambut (Heywood et al 2003) Penggunaan sampel rambut merupakan salah satu
alternatif apabila menemui hewan atau ternak yang bernilai tinggi atau liar (tidak
4
dapat memperoleh darah) Pada penelitian deteksi keberadaan suatu gen
efektivitas metode ekstraksi DNA rambut perlu diperhatikan
Ekstraksi DNA rambut umumnya menggunakan kit komersial atau secara
konvensional Salah satu kit ekstraksi DNA yang umum digunakan adalah
gSYSCtrade DNA Extraction Kit Penggunaan kit untuk ekstraksi DNA
memberikan hasil yang baik namun cenderung memerlukan biaya yang mahal
(Demeke amp Jenkins 2010) Metode konvensional dapat dipertimbangkan menjadi
alternatif dalam ekstraksi DNA rambut karena biaya yang murah dan memberikan
hasil yang dapat digunakan dalam analisis molekuler selanjutnya Salah satunya
adalah metode ekstraksi DNA rambut yang diterapkan pada penelitian Kumar et
al (2005) Metode tersebut berhasil dalam mengekstraksi DNA rambut sapi
Pemilihan metode tersebut karena tahapan yang mudah untuk dilakukan dan
menggunakan bahan yang aman terhadap kesehatan
Penelitian ini menjadi langkah awal untuk mengungkap potensi gen
CEBPα pada sapi potong lokal dan sapi potong introduksi yang diteliti Data atau
informasi terkait gen CEBPα yang berasosiasi dengan sifat kualitas daging pada
sapi yang diteliti masih belum tersedia Selanjutnya penelitian ini menjadi salah
satu tahapan penting dalam pemuliaan ternak secara molekular sehingga dapat
diperoleh daging sapi yang berkualitas Selain itu penelitian ini juga
membandingkan hasil metode ekstraksi DNA menggunakan metode kit dan
konvensional untuk memperoleh efisiensi dalam penelitian analisis molekuler
DNA sapi
5
12 Rumusan Masalah
1 Apakah sapi potong lokal (sapi Pasundan PO Bali) dan sapi potong
introduksi (sapi Angus Simmental FH) memiliki gen CEBPα dan
variasi basa pada gen tersebut
2 Apakah ekstraksi DNA rambut dengan metode konvensional dapat
dijadikan metode alternatif selain menggunakan metode kit
13 Hipotesis
1 Sapi potong lokal dan sapi potong introduksi memiliki gen CEBPα dan
terdapat variasi basa pada gen tersebut
2 Ekstraksi DNA rambut dengan menggunakan metode konvensional dapat
dijadikan alternatif selain metode kit
14 Tujuan Penelitian
1 Untuk mengonfirmasi keberadaan gen CEBPα pada sapi yang diteliti
serta memperoleh informasi terkait variasi basa gen CEBPα pada sapi
yang diteliti
2 Untuk mendapatkan metode ekstraksi DNA rambut alternatif selain
dengan menggunakan metode kit
15 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini antara lain
1 Sebagai penelitian awal dalam mengungkap keberadaan gen CEBPα
pada sapi yang diteliti berkaitan dengan kualitas daging sapi yang baik
serta mengetahui dan mempelajari asosiasi gen CEBPα terhadap kualitas
daging sapi
6
2 Berkontribusi dalam seleksi ternak secara molekuler dengan gen
CEBPα berupa sifat kualitas daging berkaitan dengan kandungan lemak
pada sapi potong yang diteliti untuk keperluan program breeding
3 Memperoleh metode alternatif selain metode kit dalam mengekstraksi
DNA rambut yang efisien dan tidak memerlukan biaya yang mahal
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
21 Bangsa Sapi Ternak
Binatang ternak menjadi salah satu mahluk yang dijadikan pembelajaran
dalam Al Quran Al Anrsquoam yang artinya binatang ternak menjadi salah satu nama
surat dalam Al Quran merupakan surat ke-6 yang diturunkan di Mekah dengan
165 ayat Salah satu ayat surat Al Anrsquoam yang menjelaskan tentang peruntukan
binatang ternak adalah pada ayat 142
ldquoDan di antara hewan ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan ada
yang untuk disembelih Makanlah dari rezeki yang telah diberikan Allah
kepadamu dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan Sesungguhnya
setan itu musuh yang nyata bagimurdquo (Al Anrsquoam (6) 142)
Allah Subhanallahu wa Tarsquoala telah memberikan rezeki kepada manusia
berupa binatang ternak yang dapat disembelih dengan tata cara sesuai syariat
Kemudian dagingnya dapat dimanfaatkan sebagai sumber gizi untuk manusia
Berdasarkan hal tersebut diperlukan upaya untuk mengkaji secara ilmiah daging
binatang ternak salah satunya sapi
Secara umum bangsa sapi terbagi menjadi tiga kelompok (Natasamita amp
Mudikdjo 1985) (1) Bos taurus yang merupakan bangsa sapi yang paling besar
berasal dari Eropa Ciri khas B taurus tidak memiliki punuk (2) B indicus
(Zebu) yang merupakan bangsa sapi asal India dan Afrika yang menyebar di
wilayah Asia Ciri khas B indicus memiliki punuk (3) B sondaicus (B bibos)
8
merupakan sapi asli Indonesia yang sudah lama beradaptasi di lingkungan
Indonesia Tubuh B sondaicus relatif lebih kecil dibandingkan B taurus dan B
indicus
Definisi dari sapi lokal adalah sapi asli Indonesia atau hasil persilangan
yang telah ditetapkan sebagai rumpun sapi nasional sedangkan sapi introduksi
merupakan sapi impor (luar Indonesia) yang berkembang biak di Indonesia tanpa
adanya persilangan dengan sapi lokal (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi
Pertanian Kementerian Pertanian 2016) Kumpulan beberapa jenis sapi ternak
yang memiliki kesamaan karakteristik disebut dengan rumpun atau (breed)
(Setiadi 2016) Beberapa breed sapi lokal adalah sapi Pasundan Peranakan
Ongole (PO) Bali dan introduksi adalah sapi Angus Simmental Friesians
Holstein (FH)
22 Sapi Pasundan
Sapi Pasundan (B indicus) merupakan sapi potong lokal yang memiliki
gen khas dari sapi Bali sapi Jawa sapi Ongole dan sapi Madura Sapi Pasundan
memiliki asal usul secara genetik yang merupakan hasil tekanan inbreeding dari
generasi persilangan pada program grading up sapi Ongole dan program grading
up sapi Jawa dengan sapi Madura dan sapi Bali (Baharun 2015) Sapi Pasundan
memiliki karakteristik mudah beradaptasi dengan lingkungan mudah dipelihara
memiliki kualitas karkas yang baik dan relatif tahan terhadap penyakit tropis
(Baharun 2015)
Sapi Pasundan yang baru ditetapkan sebagai kekayaan sumber genetik
ternak lokal Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor
1051kptsSR120102014 tentang penetapan rumpun sapi Pasundan Menurut
9
Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1051kptsSR120102014 karakteristik sapi
Pasundan (Gambar 1) memiliki warna tubuh dominan merah bata terdapat warna
putih pada bagian pelvis dan keempat kaki bagian bawah (tarsus dan carpus)
dengan batasan yang tidak kontras Terdapat garis belut atau garis punggung
sepanjang punggung dengan warna lebih tua dari warna dominan (Gambar 1)
Sapi Pasundan memiliki hidung dan ujung ekor berwarna hitam dengan
bentuk tubuh segi empat serta memiliki tanduk dengan bentuk yang pendek tidak
seragam atau bervariasi dari ukuran kecil sampai besar (Baharun 2015 Sulasmi
et al 2017) Beberapa sapi Pasundan jantan dapat mengalami perubahan warna
dari merah bata menjadi hitam pada saat mencapai fase kelamin dewasa
Gambar 1 Sapi Pasundan di BPPT Sapi Potong Ciamis
(Sumber Baharun 2015)
23 Sapi Peranakan Ongole (PO)
Sapi Peranakan Ongole atau PO (B indicus) merupakan sapi hasil
persilangan secara grading up antara sapi Sumba Ongole dengan sapi Jawa
(Prasetya 2011 Sutarno amp Setyawan 2016) Sapi PO memiliki keunggulan
berupa tidak sulit dalam proses reproduksi dan tingkat kebuntingan nya tinggi
(Subiharta et al 2012) Populasi terbesar sapi PO berada di pulau Jawa terutama
Jawa Timur (Astuti 2004)
10
Karakteristik sapi PO (Gambar 2) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)
berwarna putih atau abu-abu warna hitam di ekor dan rambut di sekitar mata
bentuk kepala melengkung pendek tanduk pendek telinga menggantung yang
panjang dan perut yang agak besar terkadang ada bercak hitam di lututnya
Memiliki warna tubuh putih hingga keabu-abuan Sapi jantan memiliki warna
keabu-abuan lebih sering muncul di sekitar gelambir leher ekor dan kepala
sedangkan pada sapi betina warna putih lebih dominan (Sudrajad amp Adinata
2013)
Gambar 2 Sapi PO di Peternakan Terbuka (Sumber Kementerian Pertanian 2012)
24 Sapi Bali
Sapi Bali (B sondaicus) merupakan keturunan dari Banteng (B banteng)
(Talib 2002 Purwantara et al 2012) yang telah mengalami domestikasi selama
bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Sapi Bali merupakan salah satu sapi
asli Indonesia (Margawati 2012) Sapi Bali memiliki ciri fisik yang sedikit
mengalami perubahan dari banteng (Mahdi et al 2013) Sapi Bali mewakili 27
dari total populasi yang ada di Indonesia dan menjadi sapi utama untuk
peternakan kecil Populasi sapi Bali tersebar di pulau Bali Sulawesi Selatan
Nusa Tenggara Timur dan Barat (Purwantara et al 2012)
Karakteristik sapi Bali (Gambar 3) memiliki warna tubuh merah bata
memiliki garis belut atau garis di sepanjang punggung Warna sapi jantan akan
11
berubah kehitaman sedangkan warna sapi betina relatif tetap setelah dewasa Sapi
Bali tidak memiliki punuk dan keempat kaki bagian bawahnya berwarna putih
(Abidin 2010)
Gambar 3 Sapi Bali Betina dan Jantan (a) Betina (b) Jantan (Sumber Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali 2015)
25 Sapi Angus
Sapi Angus (B taurus) berasal dari Skotlandia Utara yang beriklim dingin
dan lembap Menurut Sutarno amp Setyawan (2016) Berat badan umur 15 tahun
dapat mencapai 650 kg Karakteristik sapi Angus (Gambar 4) memiliki bentuk
tubuh lebar dan rata Warna tubuh keseluruhan hitam namun terkadang ada
warna putih di bagian belakang bawah pusat tidak bertanduk bentuk tubuh rata
seperti papan dan dagingnya padat
Gambar 4 Sapi Angus di Peternakan Kabupaten Seragen
(Sumber Adinata et al 2017)
26 Sapi Simmental
Sapi Simmental (B taurus) merupakan salah satu jenis ternak tertua di
dunia yang bertahan hingga saat ini Sapi Simmental merupakan jenis sapi
(b) (a)
12
subtropis Sapi Simmental berasal dari Switzerland yang telah dijinakkan setelah
abad ke-13 Sapi Simmental dan semen beku pada tahun 1985 tiba di Indonesia
dari New Zealand dan Australia (Sutarno amp Setyawan 2016)
Karakteristik sapi Simmental (Gambar 5) menurut Sutarno amp Setyawan
(2016) memiliki tubuh yang berotot dan kukuh pertumbuhan otot yang cepat
jenis spesifik yang ditemukan di Indonesia memiliki wajah kuning atau merah
kecokelatan dengan kaki bawah putih dan ujung ekor putih Berat seekor sapi
dewasa bisa melebihi 1000 kilogram
Gambar 5 Sapi Simmental di Peternakan Tradisional
(Sumber Sutarno amp Setyawan 2016)
27 Sapi Friesians Holstein (FH)
Sapi Friesians Holstein (FH) (B taurus) telah dikembangkan sejak abad
ke-13 di Belanda (Belanda Utara dan Friesland) dan Jerman Utara (Schleswig-
Holstein) untuk menghasilkan sejenis ternak yang mampu mengonsumsi rumput
lokal Usaha untuk pengembang biakan menghasilkan ternak sapi perah terbaik di
dunia dengan warna hitam dan putih khas Sapi FH pertama kali diimpor dari
Belanda pada abad ke-19 (Sutarno amp Setyawan 2015)
Karakteristik sapi FH (Gambar 6) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)
umumnya berwarna hitam dengan warna putih garis-garis tetapi kadang-kadang
merah dengan garis-garis putih dan dengan batas warna yang jelas Kepala
13
panjang lebar dan lurus Sapi FH memiliki tanduk yang pendek dan melengkung
memiliki mulut lebar lubang hidung terbuka lebar rahang kuat telinga ukuran
sedang dahi lebar leher panjang dan tipis Bahu yang besar terletak di dinding
dada dan membentuk sendi yang baik dengan tubuh Punggung yang kokoh dan
rata dengan tulang punggung yang saling terhubung dengan baik
Gambar 6 Sapi FH di Peternakan Terbuka
(Sumber Sutarno amp Setyawan 2015)
28 Nutrisi dan Kualitas Daging Sapi
Daging sapi menjadi salah satu sumber pemenuhan protein yang memiliki
banyak kandungan nutrisi Kandungan nutrisi dari daging sapi berupa vitamin D
vitamin B12 zat besi selenium seng dan asam lemak esensial Omega 3 (Scollan
et al 2006) Kandungan lain dari daging sapi adalah 75 air 20 protein 3
lemak dan 2 substansi non-protein larut Substansi non-protein larut tersebut
berupa 45 nitrogen 45 karbohidrat 8 komponen anorganik 3 vitamin
dan 3 logam (Tornberg 2005)
Penjualan daging sapi dipengaruhi oleh daya tarik daging bagi konsumen
yang digambarkan sebagai kualitas daging Kualitas daging didefinisikan sebagai
sifat yang dirasakan konsumen secara visual dan sensoris (Becker 2000)
Kualitas daging diukur berdasarkan parameter berupa warna daging warna
lemak jumlah lemak (Glitsch 2000) tekstur nilai marbling (intramuscular fat)
14
(Lee et al 2007) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al
2011) dan lean meat (Dagong et al 2012)
Menurut Becker (2000) empat karakteristik makanan daging berkualitas
sebagai berikut (1) Karakteristik yang menunjukkan kandungan gizi protein
lemak kandungan karbohidrat (2) Karakteristik yang menunjukkan kualitas
pengolahan panjang sarkomer nilai pH warna kegemukan kapasitas pengikat
air (3) Karakteristik yang menunjukkan kualitas hygienic-toxicological residu
kontaminan status mikroorganisme zat aditif (4) Karakteristik yang
menunjukkan kualitas sensorik tekstur (tenderness juiciness) rasa atau bau dan
warna atau penampilan (marbling)
29 CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs)
CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs) merupakan keluarga
transkripsi yang mengandung domain leucine zipper dasar yang conserved atau
tidak berubah (Gambar 7) pada C-terminus yang terlibat dalam dimerisasi dan
pengikatan DNA (Ramji amp Foka 2002) Protein CEBP pertama kali
diidentifikasi di laboratorium Steve McKnight sebagai faktor stabil panas pada
inti hati tikus yang mampu berinteraksi dengan motif CCAAT box yang terdapat
pada beberapa promoter gen seluler (Johnson amp McKnight 1989)
Gen CCAATEnhancer Binding Protein (CEBP) merupakan keluarga faktor
transkripsi yang terekspresikan pada proses diferensiasi preadiposit (He et al
2011) Peran dari keluarga CEBP diantaranya pada diferensiasi seluler
mengontrol metabolisme proliferasi seluler regulasi peradangan (Ramji amp Foka
2002) siklus sel hematopoiesis perkembangan skeletal dan respons host imun
(Tsukada et al 2011) Terdapat enam anggota kelompok gen CEBP yang telah
15
diisolasi dan di karakterisasi yaitu CEBPα CEBPβ CEBPγ CEBPδ CEBPε
dan CEBPδ (Ramji amp Foka 2002) Gen tersebut memainkan peran penting dalam
diferensiasi adiposit (Lane et al 1999)
Gambar 7 Ilustrasi dari Leucine Zipper Domain
(Sumber Tsukada et al 2011)
210 Gen CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα)
Daerah promoter proksimal gen CCAATEnhancer Binding Protein α
(CEBPα) pada tikus pertama kali dicirikan dan menunjukkan mengandung
tempat pengikatan potensial untuk CEBP Sp1 Nuclear Factor (NF)-1 NF-Y
Upstream Stimulating Factor (USF) Basic Transcription Element Binding
Protein (BTEB) dan NF-Κb (Christy et al 1991) Promoter gen CEBPα dapat
diaktifkan secara otomatis di dalam sel yang dapat ditransfer melalui ekspresi dari
plasmid (Legraverend et al 1993)
Sequence gen CEBPα sapi memiliki kesamaan 899 pada urutan
nukleotida dan 925 urutan asam amino dengan gen tikus (Taniguchi amp Sasaki
1996) Gen CEBPα sapi seperti gen tikus yaitu bebas intron Open reading
frame (nukleotida 169 ndash 1230) pada gen CEBPα sapi mengodekan protein 353
16
residu asam amino yang merupakan lima asam amino lebih pendek dari pada
protein tikus (Taniguchi amp Sasaki 1996) Asam amino tersebut terekspresi
sebelum transkripsi gen spesifik adiposit yang memiliki situs pengikatan gen
CEBPα (Wang et al 2011) Urutan seperti kotak TATA terletak di nukleotida 13
ndash 18 namun situs mulai transkripsi tidak ditentukan (Taniguchi amp Sasaki 1996)
Faktor transkripsi CEBPα memainkan peranan penting selama
diferensiasi preadiposit menjadi adiposit Gen CEBPα diidentifikasi sebagai
Nuclear Factor (NF) yang di induksi saat diferensiasi yang mengikat secara
spesifik ke promotor beberapa gen (Vasseur-Cognet amp Lane 1993) Gen CEBPα
memainkan peran penting dalam pengendapan lemak dan diferensiasi adiposit
(Shin et al 2007) Gen CEBPα menjadi kandidat gen penting untuk
diidentifikasi secara marker genetik pada karkas dan sifat kualitas daging sapi
ternak (Shin et al 2007) Gen CEBPα juga dapat mengatur metabolisme energi
dan nutrisi dengan mengaktifkan beberapa gen spesifik seperti
phosphoenolpyruvate carboxykinase dan reseptor insulin (Park et al 1990)
211 Pengaruh Lingkungan Terhadap Kualitas Daging
Kondisi lingkungan berupa temperatur akan mempengaruhi keadaan
fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Kondisi lingkungan secara langsung
mempengaruhi proses metabolisme organ dan otot (Gregory 2010) Pada zona
nyaman sapi akan sedikit mengeluarkan energi dan tidak terpengaruh oleh
temperatur lingkungan sebaliknya jika berada diluar zona nyaman sapi akan
mengalami stres yang bertujuan untuk mengembalikan kepada kondisi tubuh yang
normal (Nardone et al 2006) Kondisi tersebut akan menyebabkan terjadinya
17
perubahan seperti pola makan fisiologis dan fungsi metabolisme pada kuantitas
dan kualitas produksi dari sapi itu sendiri
Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan menyebabkan terjadinya
penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et al 2001 Mader amp Davis
2004) yang terjadi pada sapi B indicus (Gregory 2010) Suhu di atas 30degC akan
menyebabkan terjadinya penurunan jumlah berat badan (Nardone et al 2006)
Pada periode yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi
perubahan fenotipe dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006 Gregory 2010)
18
BAB III
METODE
31 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari ndash Juni 2018 di
Laboratorium Genetika Molekuler Hewan Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI
Cibinong Jl Raya Bogor KM 46 Bogor Jawa Barat
32 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik
micropipette 10 microL 200 microL 1000 microL (Boesco dan Bio-Rad) dan pH meter
(Thermo Orion) tabung vacutainer mengandung K3EDTA holder dan jarum
needle ukuran 21G microcentrifuge tube 15 mL sentrifugator (Hermile Z 300
K) vortex (Barnstead Thermolyne) micropipette 1000 microL (Boesco) blue tips
white tips yellow tips shaker agigator (Thermo Scientific) parafilm pipet
Pasteur autoklaf (Trace Raypa) spektromotometer UV-Vis (GeneQuant) cuvette
dan laminar air flow (Telstar BH ndash 100) tangki elektroforesis horizontal (Bio-
Rad) power supply (Bio-Rad) timbangan analitik (Preciso XT 120A) hot plate
stirrer (Thermolyne Cimarec 2) pH meter (Thermo Orion) vortex (Barnstead
Thermolyne) Sentrifugator (HermLe Z 300 K) shaker (Bio Green) thermocycler
(Eppendorf) UV-transiluminator (Major Science)
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Red Cell Lysis Buffer
(RCLB) 250 mL pH 72 Tris Buffer Solution (TBS) 250 mL pH 74 TE Buffer
250 mL pH 8 Sodium Dedocyl Sulfate (SDS) (Mp Biomedicals) K3EDTA
(Garnier Bio One) Proteinase-K (Roche Diagnostic) PCR Buffer (Qiagen)
Proteinasi-K (Geneaid) proteinase-K Solution Ethylene Diamine Tetracetic Acid
19
(EDTA) (Mp Biomedicals) alkohol 70 alkohol absolut dingin tissue tissue
kimwipe NaCl Pekat Destillation Water (DW) steril Primer CEBPα forward
dan reverse (Integrated DNA Technolgies) TE buffer Double Destillation Water
(DDW) free nuclease (Ferementas) DNA ladder (Vivantis) PCR master mix kit
KAPA2G Robust (Kapa Biosystem) Gel Agarosa (Roche) boric acid (Merck)
tris base (Himedia) KCl (Merck) NaCl (Genetika Science) KHCO3 (Merck)
NH4Cl (Merck) Ethidium Bromida (EtBr) (Merck) gSYSCtrade DNA Extraction
Kit GS100 (Geneaid) amplop kertas
33 Sampel Penelitian
Breed sapi yang diteliti terbagi menjadi dua kelompok yaitu 1) Sapi potong
lokal (sapi Pasundan PO Bali) 2) Sapi potong introduksi (sapi Angus
Simmental FH) Sumber DNA berasal dari 1) Darah (sapi Pasundan PO Bali)
2) Rambut (sapi Angus Simmental FH) Darah atau rambut yang diambil
berasal dari dua individu berbeda setiap jenisnya kecuali sampel rambut sapi
Angus yang diperoleh dari satu individu saja
Jenis sapi yang diteliti berasal dari berbagai tempat yang berbeda yaitu 1)
Sapi Pasundan berasal dari Balai Pengembangan Perbibitan Ternak (BPPT) Sapi
Potong Ciamis 2) Sapi PO berasal dari BPPT Grobogan 3) Sapi Bali berasal dari
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Peninda Bali 4) sapi Angus
Simmental FH berasal dari Badan Embrio Ternak (BET) Cipelang Bogor
Regulasi dari BET yang tidak memperbolehkan pengambilan sampel darah
menjadi alasan utama diambilnya sampel rambut dari sapi Angus Simmental
FH Keseluruhan sampel rambut sapi yang diperoleh dari BET merupakan sapi
asli (origin) yang belum dilakukan perkawinan silang
20
34 Prosedur Kerja
341 Sterilisasi Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini di sterilisasi dengan
autoklaf pada suhu 121degC dan tekanan sebesar 1 atm selama 15 menit
342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA
a Pembuatan RCLB (Red Cell Blood Buffer)
Larutan RCLB dibuat sebanyak 1000 mL (pH 72) Larutan RCLB terbuat
dari bahan kimia NH4Cl dan KHCO3 Bahan tersebut ditimbang dengan
timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian dipindahkan ke beaker
glass dan ditambahkan EDTA 05 M sebanyak 200 microL serta DW sebanyak 300
mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot plate stirrer
Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan pH meter Nilai pH yang
terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH terlalu tinggi
ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian ditambahkan
DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott Duran 1000
mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan disimpan di
lemari pendingin
b Pembuatan TBS (Tris Buffer Solution)
Larutan TBS dibuat sebanyak 1000 mL (pH 74) dengan bahan yang
terdiri dari NaCl KCl tris base Bahan-bahan kimia tersebut ditimbang dengan
timbangan analitik dan dipindahkan ke beaker glass yang dilarutkan
menggunakan DW sebanyak 300 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan
di atas hot plate stirrer Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan menggunakan
pH meter jika pH terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH
21
terlalu tinggi ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian
ditambahkan DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott
Duran 1000 mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan
disimpan di lemari pendingin
c Pembuatan Proteinase-K Solution
Proteinase-K ditimbang pada timbangan analitik Proteinase-K kemudian
dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 45 mL serta EDTA
05 M sebanyak 54 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot
plate stirrer tanpa dipanaskan Larutan yang telah homogen ditambahkan Sodium
Dedocyl Sulfate (SDS) 10 sebanyak 378 mL Larutan tersebut kemudian
dihomogenkan di hot plate stirrer tanpa dipanaskan
d Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 5x)
Larutan TBE 5x yang dibuat sebanyak 500 mL boric acid dan tris base
ditimbang dengan timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian
dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 500 mL dan EDTA
05 M sebanyak 10 mL Larutan tersebut dihomogenkan di atas hot plate stirrer
dipanaskan setelah homogen dimasukan ke dalam botol Schott Duran 500 mL
dan disimpan di lemari pendingin
e Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 1x)
Larutan TBE 1x dibuat dengan mengencerkan 200 mL TBE 5x Larutan
TBE 1x dipindahkan pada botol Schott Duran 1000 mL Larutan tersebut
ditambahkan DW sampai 1000 mL Larutan tersebut disimpan pada lemari
pendingin
22
f Pengenceran Primer Gen CEBPα (10 pMmicroL)
Primer dalam bentuk pelet diencerkan dengan TE Buffer untuk
memperoleh primer stock Primer forward diencerkan dengan 333 microL TE Buffer
sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer reverse diencerkan dengan
332 microL sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer yang digunakan
dalam penelitian ini adalah primer CEBPα yang didesain pada penelitian (Shin
et al 2007) dengan ukuran 20 pb Primer CEBPα forward (5´-
ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) dan reverse (5´-TCAAAGTCG
TTGCCGCCTCC-3´)
Primer forward dan reverse CEBPα stock (100 pMmicroL) masing-masing
diambil sebanyak 5 microL dengan micropipette 2 ndash 20 microL dan dicampurkan ke dalam
microcentrifuge tube 15 mL baru yang telah berisi DDW free nuclease sebanyak
45 microL Larutan tersebut dicampur hingga homogen dengan cara dilakukan
mengetuk berulang bagian bawah microcentrifuge tube menggunakan ujung jari
Pengenceran primer dilakukan di laminar air flow Microcentrifuge tube yang
berisi primer dilakukan spin down dengan spin down sentrifugator agar larutan
yang berada di dinding microcentrifuge tube turun ke dasar Primer kemudian
disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
g Pembuatan Alat Pemanenan DNA
Alat pemanen DNA dibuat dari pipet Pasteur yang dimodifikasi dengan
membentuk ujung pipet seperti kail Pembentukan tersebut dilakukan dengan
memanaskan pipet di atas bunsen spiritus kemudian ditarik secara perlahan dan
dibuat melengkung seperti kail
23
h Pembuatan Gel Agarosa
Serbuk gel agarosa sebanyak 1 g ditimbang dengan timbangan analitik dan
dipindahkan ke botol Schott Duran 250 mL Serbuk gel agarosa ditambahkan
TBE 1x sebanyak 100 mL kemudian dipanaskan dan dihomogenkan dengan hot
plate stirrer sampai bening Larutan yang sudah homogen dicetak pada wadah
pencetak gel yang sudah terdapat sisir untuk membuat sebanyak 20 sumuran dan
diamkan sampai padat atau mengeras
343 Pengambilan Sampel Darah Sapi
Darah sampel diambil melalui vena caudalis sebanyak 5 mL Pengambilan
darah dilakukan dengan mengangkat caudal (ekor) dari sapi vena caudalis dicari
dengan meraba bagian ekor Jarum yang telah terpasang holder ditusukkan pada
vena caudalis dan tabung vacutainer mengandung K3EDTA dipasang pada
holder Darah yang mengalir ditampung pada tabung vacutainer kemudian
dicabut setelah darah berhenti Jarum dan holder kemudian dicabut dari vena
caudalis Tabung vacutainer yang berisi darah disimpan pada freezer dengan
suhu -20oC
344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990)
DNA yang berasal dari darah diisolasi menggunakan metode Montgomery
amp Sise (1990) dengan prosedur sebagai berikut
a Red Blood Cell Lysis
Sampel darah sebanyak 5 mL dipindahkan tabung Falcon 15 mL dan
ditambahkan larutan RCLB (pH 72) sampai 7 mL Sampel darah dihomogenkan
dengan vortex dan didiamkan selama 10 menit Sampel kemudian disentrifugasi
dengan sentrifugator selama 10 menit suhu 4degC kecepatan 3500 rpm Sampel
24
ditimbang menggunakan timbangan ganda agar proses sentrifugasi berjalan
dengan sempurna jika berat belum seimbang maka ditambah larutan RCLB
Supernatan yang diperoleh setelah proses sentrifugasi kemudian dibuang
sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Pelet ditambahkan RCLB sampai 5
mL kemudian divorteks hingga pelet hancur atau homogen Sampel disentrifugasi
selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang
diperoleh kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet kembali
ditambahkan RCLB sampai 3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau
homogen dan didiamkan selama 10 menit kemudian dilanjutkan tahapan ekstraksi
DNA
b White Blood Cell Collection
Sampel tahapan sebelumnya kemudian ditambahkan TBS (pH 74)
sebanyak 5 mL dan dikocok sebentar Sampel disentrifugasi selama 10 menit
dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang diperoleh kemudian
dibuang sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Sampel kemudian
ditambahkan TBS sebanyak 5 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau
homogen Sampel selanjutnya disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC
dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang didapatkan kemudian dibuang
sehingga hanya pelet yang tersisa Sampel kemudian ditambahkan TBS sebanyak
3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau homogen
Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan
3500 rpm Sampel divorteks perlahan hingga lapisan merah hilang Supernatan
yang didapatkan kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet
25
selanjutnya dikeringkan setelah kering ditambahkan TE 2 mL Sampel divorteks
sampai pelet hancur atau homogen
c Protein Lysis
Sampel yang sudah homogen dengan larutan TE selanjutnya ditambahkan
Proteinase-K solution sebanyak 200 microL tanpa divorteks atau dihomogenkan
Tabung Falcon 15 mL yang berisi sampel selanjutnya di-seal menggunakan
parafilm Sampel diinkubasi menggunakan shaker Agigator selama 24 jam dengan
suhu 37degC dan kecepatan 150 rpm
d Pemanenan DNA
Sampel yang telah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya ditambahkan
NaCl 5 M pekat sebanyak 2 mL Sampel diberi goyangan dengan membentuk
pola angka 8 dengan sangat perlahan setelah itu dikocok kuat sebanyak 2 kali
Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 10degC dan kecepatan 3500
rpm Supernatan dituang pada tabung reaksi yang berisi alkohol absolut dingin
Bagian permukaan tabung reaksi ditutup dengan parafilm sampai rapat Tabung
reaksi dibolak-balikan sampai terbentuk gelembung-gelembung yang melayang
Fraksi gelembung yang melayang diambil dengan pipet Pasteur yang telah
dimodifikasi dan dicelupkan secara cepat ke dalam alkohol 70 kemudian
dikeringkan dengan tissue kimwipe Gumpalan tersebut dimasukan kedalam
microcentrifuge tube 15 mL yang telah berisikan DW steril sebanyak 200 microL
Sampel dihomogenkan menggunakan alat shaker pada suhu ruang agar larut
DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
26
345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi
Pengambilan rambut dilakukan pada bagian ekor minimal rambut
sebanyak 20 helai Rambut pada bagian ekor ditarik searah dengan titik tumbuh
dari rambut tersebut Tahapan tersebut dilakukan dengan cepat agar diperoleh
bagian rambut yang utuh dengan folikel Rambut tersebut ditempelkan pada kertas
dengan selotip berbahan kertas tanpa mengenai bagian folikel dan disimpan di
dalam amplop
346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)
Tahapan isolasi DNA dari rambut menggunakan gSYSCtrade DNA
Extraction Kit GS100 (Geneaid) dengan prosedur sebagai berikut
a Cell Lysis
Sepuluh helai rambut dipotong-potong dengan ukuran 05 ndash 1 cm
termasuk bagian folikel Potongan tersebut dipindahkan ke dalam microsentrifuge
tube 15 mL ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K
(dipastikan potongan terendam) dicampur dengan cara dikocok Larutan
diinkubasi dengan suhu 60degC selama 30 menit Pada proses inkubasi
microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung microcentrifuge tube
secara perlahan setiap 5 menit GSB Buffer sebanyak 200 μL ditambahkan dan
dikocok dengan kuat dan diinkubasi kembali pada suhu 60ordmC selama 20 menit
Selama proses inkubasi microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung
secara perlahan setiap 5 menit
b DNA Binding
Sampel tahapan sebelumnya ditambahkan 200 μL etanol absolut
dikocok dengan kuat selama 10 detik Endapan yang muncul dipecah dengan
27
menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan
tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan
tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit
Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi
dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru
c Pencucian
W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan
sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30
detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column
diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL
Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan
kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi
kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi
yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit
untuk mengeringkan kolom matriks
d Elution
GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube
15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak
100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke
bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit
untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column
disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan
elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak
DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
28
347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)
DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et
al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan
dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10
menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting
yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel
rambut diganti)
Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan
disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer
(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada
microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan
suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit
pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm
beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan
disimpan pada suhu -20 ordmC
348 Uji Kuantifikasi DNA
Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji
kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL
DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette
DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus
menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi
dan tingkat kemurnian
29
349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)
Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR
master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-
ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT
CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL
DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke
dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas
kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR
mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre
denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing
54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final
extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali
3410 Elektroforesis dan Visualisasi
Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis
horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan
TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL
dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm
dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down
Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker
DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran
Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan
listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki
elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt
selama 60 menit
30
Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam
dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel
agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa
divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator
3411 Sequencing DNA
Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai
ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward
dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan
metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit
(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing
menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)
Malaysia)
35 Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif
(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil
sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis
dianalisis secara deskriptif
351 Analisis Bioinformatika
Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan
kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian
hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak
ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian
dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment
Editor 725 (Hall 2001)
31
Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-
base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)
menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base
similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99
Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple
Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak
MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan
variasi basa sampel
32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi
Berbeda
DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut
DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil
kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari
sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang
mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut
menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini
Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan
metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut
dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai
kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada
Tabel 1
Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua
metode hasil penelitian
Pengulangan ke-
Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)
Kit Konvensional Kit Konvensional
1 Angus 269 102 2100 11100
2 FH 207 109 7810 11720
3 Simmental 263 111 231 11340
Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi
Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah
dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut
33
dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode
sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata
nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah
246plusmn034 dan 107plusmn005
Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar
17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)
Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran
kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di
bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari
tahapan masing-masing metode
Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian
genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya
kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang
dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA
Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi
DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan
meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa
denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan
meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan
nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian
DNA yang baik (gt20)
Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah
nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein
Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al
34
2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini
protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada
nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi
protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat
Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh
lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik
Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode
konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit
yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode
konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti
protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan
mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al
1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses
PCR (Demeke amp Jenkins 2010)
Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa
dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA
diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun
nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang
baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan
konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen
(Demeke amp Jenkins 2010)
Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan
hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit
untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional
35
pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang
cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada
penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal
Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan
konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan
RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)
42 Konfirmasi Gen CEBPα
Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan
dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan
pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain
oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar
1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)
yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701
(Lampiran 4)
Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh
semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di
antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan
panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa
dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)
Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah
dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan
program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa
penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda
Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC
36
(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah
dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut
namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk
membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)
Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339
bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO
Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya
perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer
Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari
merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini
perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1
menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses
tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing
yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template
DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang
Target 1339
bp
37
sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA
teramplifikasi sempurna
Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi
Program PCR
Pre
Denaturation Denaturation Annealing Extension
Final
Extension Siklus
Penelitian
Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40
Referensi
Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35
Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32
He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32
Keterangan tanda () = menit tanda () = detik
43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis
menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh
empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black
(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan
(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean
(XM_0252690201)) (Tabel 3)
Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat
prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis
komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari
runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data
tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database
(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang
38
komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga
mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)
Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan
persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan
referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak
(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat
dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi
Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3
Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI
Sampel Spesies Breed GenBank Accesion
Query Cover
Max Iden
Bali
(B sondaicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Pasundan (B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99
Friesians Holstein
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Angus (B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Peranakan Ongole
(B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99
Simmental
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99
39
Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau
kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di
GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan
kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen
CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen
identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen
fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)
Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang
dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden
2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan
seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi
Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap
sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67
(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki
urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki
runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian
akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover
95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover
99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3)
44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali
Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan
runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4
40
Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi
Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil
ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada
empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo
(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau
Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada
sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)
yaitu terletak pada enam posisi berbeda
Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank
Spesies_Breed Posisi Runutan Basa
88
97
103
271
567
733
832
855
870
921
926
931
957
1088
1149
1175
1196
B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G
B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C
B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T
C
B taurus_Angus C C
B taurus_ Friesians Holstein C C
B taurus_ Simmental C C
B indicus_ Pasundan C C
B indicus_ Peranakan Ongole C C
B sondaicus_ Bali C A C G A
Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T
Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)
Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi
Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi
Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196
(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi
tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)
Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa
yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali
41
memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut
memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut
Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi
Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru
Thymine (T) = merah)
42
Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen
CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson
gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi
dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi
Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki
1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan
mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali
Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi
Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B
banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal
usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan
sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel
sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki
kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus
atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)
(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH
Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya
variasi basa yang ditemukan
Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali
terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan
adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis
kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan
keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah
mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode
43
yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe
dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)
Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan
dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)
(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis
Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi
keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali
(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan
pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al
2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi
karakteristik dari daging sapi Bali
Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et
al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki
kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan
menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et
al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga
mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat
dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan
dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)
Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk
menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin
(subtropis)
Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan
sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi
44
lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan
daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki
kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang
lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari
karkas yang diperoleh
45
BAB V
PENUTUP
51 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa
1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan
PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)
2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi
Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa
3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi
DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit
52 Saran
Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah
populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme
(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak
dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi
tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar
memperoleh hasil yang maksimal
46
DAFTAR PUSTAKA
Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka
Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)
Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular
Research 14(3) 9370ndash9383
Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research
24(13) 2623ndash2625
Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan
Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39
Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan
Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor
Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice
Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773
Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176
Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the
National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7
Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash
ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24
Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods
PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990
Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797
Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11
Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga
47
Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method
of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231
Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194
Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and
Pathology 3(2) 133ndash137
Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food
Research International 43(7) 1866ndash1873
Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology
Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the
Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076
He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle
Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969
Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27
Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and
Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26
Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R
(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science
and Technology 46(6) 909ndash916
Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839
Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from
hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289
Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and
Evolution 33(7) 1870ndash1874
Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer
Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683
Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon
D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To
48
Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of
Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764
Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription
factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742
Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)
Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485
Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology
Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)
Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On
Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087
Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali
(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128
Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9
Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On
Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335
Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A
Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in
Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20
Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash
441
Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect
On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81
Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor
Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam
Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156
Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C
A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle
49
Journal Animal Science 80 3077ndash3085
Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in
The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72
Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water
Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A
Review Meat Science 89(2) 111ndash124
Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374
Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat
[Skripsi] Institut Pertanian Bogor
Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes
transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504
Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)
Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6
Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure
Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75
Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E
Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among
Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158
Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)
Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The
Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299
Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip
Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle
Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020
Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots
In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451
50
Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp
Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with
Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33
Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan
Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from
httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395
Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian
Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470
Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for
bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594
Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole
(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional
Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)
Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan
Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)
Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273
Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian
Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354
Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds
Biodiversitas 17(1) 275ndash295
Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)
Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131
Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang
Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107
Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence
of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554
Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508
Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The
51
CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)
Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19
Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter
Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316
Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular
Research 11(2) 1651ndash1661
Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The
CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077
Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia
(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25
Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20
Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle
Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954
Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal
Science 50(11) 499ndash502
52
LAMPIRAN
Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data
Gen Bank
Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178
Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283
Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247
Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank
Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank
53
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)
Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel
NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian
1
Darah
Pasundan 601 867 173
2 Pasundan 602 1035 194
3 Peranakan Ongole 1691 278 309
4 Peranakan Ongole 1693 234 434
5 Bali 59 173 941
6 Bali 64 192 502
7
Rambut
Angus 171405 105 21
8 Friesians Holstein 310102 202 781
9 Friesians Holstein 310158 116 1134
10 Simmental 4490 22 231
11 Simmental 6115 116 1134
ABSTRACT
HAJAR INDRA WARDHANA Detection of CEBPα Genes for Quality Code of
Meat on Local and Introduction Beef Cattle Under Supervision of Prof Dr
Endang Tri Margawati MAgrSc and Dr Nani Radiastuti MSi
The CEBPα gene is a gene that can be associated with the composition and distribution of cattle body fat thus contributing to the improvement of meat quality
Information of the CEBPα gene in local beef cattle and introduction beef cattle is still limited This study aimed to confirm the presence of the CEBPα gene in local cattle (breeds Peranakan Ongole (PO) Bali Pasundan) and introduction cattle
(breeds Friesians Holstein (FH) Angus Simmental) and to know the variation base of CEBPα gene in these cattle The DNA sourced from blood and hair The two
methods were used in DNA extraction from hair namely kit method (gSYSC trade DNA Extraction Kit) and conventional method The DNA analysis was carried out by quantification (spectrophotometer) PCR electrophoresis sequencing and
bioinformatics analysis Determination of the homologous cattle based on the results of BLAST and base variations were analyzed by MEGA 6 The results of this study
indicate that the kit method has better for the DNA quantification results than conventional methods The conventional methods can be considered by modifying the method The all cattle studied were confirmed to have the CEBPα gene
amplified at annealing temperature 54 degC The homologous bases obtained are Japanese Black (Bos taurus) Hanwoo (B taurus) Qinchuan (B taurus)
Mediterranean (Bubalus bubalis) The base variations have been found in the Bali cattle with positions (GrarrA) 931 (ArarrG) and 1196 (GrarrA) In the other five samples wasnrsquot found base variation The origin and conditions of Indonesias
tropical environment were thought to contribute to the base variation of the CEBPα gene in Bali cattle
Keywords CEBPα gene base variation fat meat quality
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanallahu wa
Tarsquoala atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi ini dengan baik dan tepat pada waktunya Shalawat serta salam
kepada Nabi Muhammad Shallah lsquoAlayhi wa Sallam beserta keluarga dan para
sahabatnya yang telah menuntun ke jalan yang benar dan memberikan contoh
teladan Semoga kita semua termasuk umatnya yang mendapatkan syafarsquoatnya di
yaumil akhir amiin
Skripsi merupakan salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Sains
pada Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta Pada penulisan skripsi ini penulis mengambil judul
ldquoDETEKSI GEN CEBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI
POTONG LOKAL DAN INTRODUKSIrdquo Hasil dari skripsi ini diharapkan menjadi
sumber informasi terkait gen CEPBα berasosiasi dengan sifat kualitas daging pada
sapi potong lokal Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan baik dalam
bentuk moril maupun materiel yaitu kepada
1 Kedua orang tua Mama tercinta Nur Widatun dan Papa tercinta Kid Firul Aziz
terima kasih atas kasih sayang doa dan dukungan yang tak henti-hentinya
Kedua Mas tersayang Anton Alif Irwansyah dan Muhammad Fajar Aziz Putra
2 Dr Agus Salim MSi selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi (FST) UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
3 Dr Dasumiati MSi selaku Ketua Prodi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4 Prof Dr Endang Tri Margawati MAgrSc selaku Kepala Laboratorium
Genetika Molekuler Hewan Puslit Bioteknologi-LIPI dan pembimbing I yang
telah memberikan arahan bimbingan serta saran yang bermanfaat selama
kegiatan penelitian skripsi berlangsung dan dalam penyusunan skripsi
5 Dr Nani Radiastuti MSi selaku pembimbing II atas kesediaan dalam
membimbing dan memberikan nasihat yang membangun kepada penulis selama
kegiatan penelitian skripsi berlangsung dan dalam penyusunan skripsi
6 Slamet Diah Volkandari MSc dan Indriawiati MSi selaku pembimbing di
Laboratorium Genetika Molekuler Hewan yang telah memberikan arahan
selama bekerja di Laboratorium
7 Para mentor Mardiansyah MSi (alumni angkatan 2003) Fahri Fahrudin MSi
(2005) Firdaus Ramadhan SSi (2010) Alfan Farhan Rijaluddin SSi (2010)
Yudhi Nugraha S Putra PhD (2007) yang telah membagikan ilmu
pengalaman dan motivasi
8 Widya Pintaka Bayu Putra MSc peneliti di Laboratorium Reproduksi
Pemuliaan dan Kultur Sel Hewan yang telah memberikan ilmunya serta
membimbing menyelesaikan penulisan skripsi
9 Ibu Bapak Kakak dan seluruh staf Puslit Bioteknologi-LIPI khususnya staf
Laboratorium Genetika Molekuler Hewan atas ilmu dan masukkan membangun
selama menjalani penelitian skripsi
10 Rekan-rekan seperjuangan mahasiswa Jurusan Biologi angkatan 2014 yang telah
bersama-sama dengan penulis menghadapi suka duka dalam perkuliahan
11 Kelompok studi GENOM (Generation of Microbiology and Molecular) yang
telah mengajari penulis tentang penelitian dan penulisan
12 Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan
skripsi yang tidak dapat disebutkan satu per satu
Penulis menyadari penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca Akhirnya
penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca
Jakarta 9 September 2018
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK i ABSTRACT ii
KATA PENGANTAR iii DAFTAR ISI vi
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR LAMPIRAN x
BAB I PENDAHULUAN
11 Latar Belakang 1 12 Rumusan Masalah 5 13 Hipotesis 5
14 Tujuan Penelitian 5 15 Manfaat Penelitian 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
21 Bangsa Sapi Ternak 7
22 Sapi Pasundan 8 23 Sapi Peranakan Ongole (PO) 9 24 Sapi Bali 10
25 Sapi Angus 11 26 Sapi Simmental 11
27 Sapi Friesians Holstein (FH) 12 28 Nutrisi dan Kualitas Daging 13 29 CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs) 14
210 Gen CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα) 15 211 Pengaruh Lingkungan Terhadap Kualitas Daging 16
BAB III METODE
31 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian 18
32 Alat dan Bahan 18 33 Sampel Penelitian 19 34 Prosedur Kerja 20
341 Sterilisasi Alat dan Bahan 20 342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA 20
343 Pengambilan Sampel Darah Sapi 23 344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990) 23 345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi 26
346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)
26
347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005) 28 348 Uji Kuantifikasi DNA 28 349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) 29
3410 Elektroforesis dan Visualisasi 29
3411 Sequencing DNA 30
35 Analisis Data 30 351 Analisis Bioinformatika 30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi
Berbeda
32
42 Konfirmasi Gen CEBPα 35 43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) 37
44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali 39
BAB V PENUTUP
51 Kesimpulan 45 52 Saran 45
DAFTAR PUSTAKA 46
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Sapi Pasundan di BPPT Sapi Potong Ciamis 9 Gambar 2 Sapi PO di Peternakan Terbuka 10
Gambar 3 Sapi Bali Betina dan Jantan 11 Gambar 4 Sapi Angus di Peternakan Kabupaten Seragen 11
Gambar 5 Sapi Simmental di Peternakan Tradisional 12 Gambar 6 Gambar 6 Sapi FH di Peternakan Terbuka 13 Gambar 7 Ilustrasi dari Leucine Zipper Domain 15
Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα 36 Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα Sampel Berdasarkan peak 41
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua metode
32
Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi
37
Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI 38 Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank 40
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data GenBank
52
Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data GenBank 52 Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank 52
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα 53 Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel 53
1
BAB I
PENDAHULUAN
11 Latar Belakang
Angka konsumsi daging sapi nasional semakin meningkat Peningkatan
tersebut sebesar 989 per tahun terhitung dalam kurun waktu 1993 sampai
dengan 2015 (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian
Pertanian 2016) Jumlah penduduk yang bertambah dan kesadaran masyarakat
akan pentingnya mengonsumsi protein hewani yang menjadi penyebab
peningkatan konsumsi daging sapi nasional (Wiyatna 2007 Rusono 2015)
Penyediaan daging sapi nasional dipenuhi oleh produksi sapi lokal sebanyak 70
(Rusono 2015)
Sapi Bali (Bos sondaicus) dan sapi Peranakan Ongole atau PO (B indicus)
merupakan sapi potong lokal yang banyak dijadikan sumber pemenuhan daging
sapi nasional (Wiyatna 2007 Yosita et al 2012) Sapi potong lokal lain yang
berpotensi sebagai sumber pemenuhan daging sapi nasional adalah sapi Pasundan
(B indicus) (Sulasmi et al 2017) Selain sapi potong lokal sapi potong yang
berasal dari luar Indonesia (introduksi) juga dijadikan sumber pemenuhan daging
nasional seperti sapi Angus (B taurus) Simmental (B taurus) Friesians Holstein
atau FH (B taurus) Sapi-sapi tersebut mampu beradaptasi dengan baik pada
lingkungan di Indonesia
Saat ini kualitas daging sapi potong lokal perlu ditingkatkan Kualitas
daging sapi dapat diukur berdasarkan parameter berupa warna daging warna
lemak jumlah lemak (Glitsch 2000) rendah lemak (lean meat) (Dagong et al
2012) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al 2011)
2
Penyediaan daging sapi berkualitas dapat dilakukan melalui metode seleksi
molekuler menggunakan gen kandidat yang berasosiasi dengan sifat kualitas
daging sapi
Beberapa gen kandidat yang berasosiasi dengan sifat kualitas daging sapi
seperti Micromolar Calcium Activated Neutral Protease (CAPN1) (Page et al
2002) Leptin (LEP) (Schenkel et al 2005) Calpastatin (CAST) (Schenkel et al
2006) Fatty Acid Binding Protein 4 (FABP4) (Barendse et al 2009)
Diacylglycerol O-Acyltransferase (DGAT1) (Yuan et al 2013) dan
CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα) (Shin et al 2007 Wang et al
2011) Gen CEBPα dapat berasosiasi terhadap komposisi dan pendistribusian
lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al 2011) sehingga
berkontribusi pada peningkatan kualitas daging (Adoligbe et al 2015)
Data terkait gen CEBPα pada sapi baru dikonfirmasi pada sapi Japanese
Black (B taurus) Qinchuan (B taurus) Hanwoo (B taurus) Penelitian
Taniguchi amp Sasaki (1996) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi Japanese
Black Penelitian Wang et al (2012) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi
Qinchuan dengan panjang 1062 base pair (bp) Gen CEBPα pada sapi Qinchuan
memiliki nilai similarity asam amino dengan Sus scrofa (97) Homo sapiens
(95) Rattus norvegicus (94) Oryctolagus cuniculus (94) dan Mus musculus
(93) Penelitian Jeoung et al (2004) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi
Hanwoo dengan panjang 1059 base pair (bp) yang mengodekan 353 asam
amino Pada sapi Hanwoo ekspresi tertinggi gen CEBPα terjadi pada jaringan
adiposa
3
Selain faktor genotipe kondisi lingkungan juga mempengaruhi kualitas
daging sapi (Schutt et al 2009) Fenotipe berupa daging yang berkualitas
merupakan hasil interaksi antara faktor genotipe dan lingkungan (Peaston amp
Whitelaw 2006) Perbedaan kondisi lingkungan berupa iklim menjadikan adanya
perbedaan karakteristik pada daging sapi
Kandungan lemak intramuskular dan lemak internal B taurus (subtropis)
lebih banyak dibandingkan B indicus (tropis) (Yosita et al 2012) Kandungan
lemak pada intramuskular berkorelasi dengan sifat kualitas daging seperti
tenderness (keempukan) (Reverter et al 2003) dan lean meat (rendah lemak)
(Dagong et al 2012) Perbedaan kondisi lingkungan sapi potong lokal (tropis)
dengan sapi potong introduksi (subtropis) memungkinkan adanya variasi basa gen
CEBPα
Penelitian ini untuk mendeteksi keberadaan gen CEBPα yang berasosiasi
dengan sifat kualitas daging pada sapi yang diteliti yaitu sapi potong lokal (sapi
Pasundan PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)
Alasan pemilihan sapi-sapi tersebut karena termasuk ke dalam program
pemerintah dalam pengembangan sapi potong untuk meningkatkan penyediaan
daging sapi nasional (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Kementerian Pertanian 2016)
Penelitian deteksi gen CEBPα diawali dengan tahapan ekstraksi DNA
DNA dapat diperoleh melalui darah saliva sel epitel (Hansen et al 2007) dan
rambut (Heywood et al 2003) Penggunaan sampel rambut merupakan salah satu
alternatif apabila menemui hewan atau ternak yang bernilai tinggi atau liar (tidak
4
dapat memperoleh darah) Pada penelitian deteksi keberadaan suatu gen
efektivitas metode ekstraksi DNA rambut perlu diperhatikan
Ekstraksi DNA rambut umumnya menggunakan kit komersial atau secara
konvensional Salah satu kit ekstraksi DNA yang umum digunakan adalah
gSYSCtrade DNA Extraction Kit Penggunaan kit untuk ekstraksi DNA
memberikan hasil yang baik namun cenderung memerlukan biaya yang mahal
(Demeke amp Jenkins 2010) Metode konvensional dapat dipertimbangkan menjadi
alternatif dalam ekstraksi DNA rambut karena biaya yang murah dan memberikan
hasil yang dapat digunakan dalam analisis molekuler selanjutnya Salah satunya
adalah metode ekstraksi DNA rambut yang diterapkan pada penelitian Kumar et
al (2005) Metode tersebut berhasil dalam mengekstraksi DNA rambut sapi
Pemilihan metode tersebut karena tahapan yang mudah untuk dilakukan dan
menggunakan bahan yang aman terhadap kesehatan
Penelitian ini menjadi langkah awal untuk mengungkap potensi gen
CEBPα pada sapi potong lokal dan sapi potong introduksi yang diteliti Data atau
informasi terkait gen CEBPα yang berasosiasi dengan sifat kualitas daging pada
sapi yang diteliti masih belum tersedia Selanjutnya penelitian ini menjadi salah
satu tahapan penting dalam pemuliaan ternak secara molekular sehingga dapat
diperoleh daging sapi yang berkualitas Selain itu penelitian ini juga
membandingkan hasil metode ekstraksi DNA menggunakan metode kit dan
konvensional untuk memperoleh efisiensi dalam penelitian analisis molekuler
DNA sapi
5
12 Rumusan Masalah
1 Apakah sapi potong lokal (sapi Pasundan PO Bali) dan sapi potong
introduksi (sapi Angus Simmental FH) memiliki gen CEBPα dan
variasi basa pada gen tersebut
2 Apakah ekstraksi DNA rambut dengan metode konvensional dapat
dijadikan metode alternatif selain menggunakan metode kit
13 Hipotesis
1 Sapi potong lokal dan sapi potong introduksi memiliki gen CEBPα dan
terdapat variasi basa pada gen tersebut
2 Ekstraksi DNA rambut dengan menggunakan metode konvensional dapat
dijadikan alternatif selain metode kit
14 Tujuan Penelitian
1 Untuk mengonfirmasi keberadaan gen CEBPα pada sapi yang diteliti
serta memperoleh informasi terkait variasi basa gen CEBPα pada sapi
yang diteliti
2 Untuk mendapatkan metode ekstraksi DNA rambut alternatif selain
dengan menggunakan metode kit
15 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini antara lain
1 Sebagai penelitian awal dalam mengungkap keberadaan gen CEBPα
pada sapi yang diteliti berkaitan dengan kualitas daging sapi yang baik
serta mengetahui dan mempelajari asosiasi gen CEBPα terhadap kualitas
daging sapi
6
2 Berkontribusi dalam seleksi ternak secara molekuler dengan gen
CEBPα berupa sifat kualitas daging berkaitan dengan kandungan lemak
pada sapi potong yang diteliti untuk keperluan program breeding
3 Memperoleh metode alternatif selain metode kit dalam mengekstraksi
DNA rambut yang efisien dan tidak memerlukan biaya yang mahal
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
21 Bangsa Sapi Ternak
Binatang ternak menjadi salah satu mahluk yang dijadikan pembelajaran
dalam Al Quran Al Anrsquoam yang artinya binatang ternak menjadi salah satu nama
surat dalam Al Quran merupakan surat ke-6 yang diturunkan di Mekah dengan
165 ayat Salah satu ayat surat Al Anrsquoam yang menjelaskan tentang peruntukan
binatang ternak adalah pada ayat 142
ldquoDan di antara hewan ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan ada
yang untuk disembelih Makanlah dari rezeki yang telah diberikan Allah
kepadamu dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan Sesungguhnya
setan itu musuh yang nyata bagimurdquo (Al Anrsquoam (6) 142)
Allah Subhanallahu wa Tarsquoala telah memberikan rezeki kepada manusia
berupa binatang ternak yang dapat disembelih dengan tata cara sesuai syariat
Kemudian dagingnya dapat dimanfaatkan sebagai sumber gizi untuk manusia
Berdasarkan hal tersebut diperlukan upaya untuk mengkaji secara ilmiah daging
binatang ternak salah satunya sapi
Secara umum bangsa sapi terbagi menjadi tiga kelompok (Natasamita amp
Mudikdjo 1985) (1) Bos taurus yang merupakan bangsa sapi yang paling besar
berasal dari Eropa Ciri khas B taurus tidak memiliki punuk (2) B indicus
(Zebu) yang merupakan bangsa sapi asal India dan Afrika yang menyebar di
wilayah Asia Ciri khas B indicus memiliki punuk (3) B sondaicus (B bibos)
8
merupakan sapi asli Indonesia yang sudah lama beradaptasi di lingkungan
Indonesia Tubuh B sondaicus relatif lebih kecil dibandingkan B taurus dan B
indicus
Definisi dari sapi lokal adalah sapi asli Indonesia atau hasil persilangan
yang telah ditetapkan sebagai rumpun sapi nasional sedangkan sapi introduksi
merupakan sapi impor (luar Indonesia) yang berkembang biak di Indonesia tanpa
adanya persilangan dengan sapi lokal (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi
Pertanian Kementerian Pertanian 2016) Kumpulan beberapa jenis sapi ternak
yang memiliki kesamaan karakteristik disebut dengan rumpun atau (breed)
(Setiadi 2016) Beberapa breed sapi lokal adalah sapi Pasundan Peranakan
Ongole (PO) Bali dan introduksi adalah sapi Angus Simmental Friesians
Holstein (FH)
22 Sapi Pasundan
Sapi Pasundan (B indicus) merupakan sapi potong lokal yang memiliki
gen khas dari sapi Bali sapi Jawa sapi Ongole dan sapi Madura Sapi Pasundan
memiliki asal usul secara genetik yang merupakan hasil tekanan inbreeding dari
generasi persilangan pada program grading up sapi Ongole dan program grading
up sapi Jawa dengan sapi Madura dan sapi Bali (Baharun 2015) Sapi Pasundan
memiliki karakteristik mudah beradaptasi dengan lingkungan mudah dipelihara
memiliki kualitas karkas yang baik dan relatif tahan terhadap penyakit tropis
(Baharun 2015)
Sapi Pasundan yang baru ditetapkan sebagai kekayaan sumber genetik
ternak lokal Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor
1051kptsSR120102014 tentang penetapan rumpun sapi Pasundan Menurut
9
Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1051kptsSR120102014 karakteristik sapi
Pasundan (Gambar 1) memiliki warna tubuh dominan merah bata terdapat warna
putih pada bagian pelvis dan keempat kaki bagian bawah (tarsus dan carpus)
dengan batasan yang tidak kontras Terdapat garis belut atau garis punggung
sepanjang punggung dengan warna lebih tua dari warna dominan (Gambar 1)
Sapi Pasundan memiliki hidung dan ujung ekor berwarna hitam dengan
bentuk tubuh segi empat serta memiliki tanduk dengan bentuk yang pendek tidak
seragam atau bervariasi dari ukuran kecil sampai besar (Baharun 2015 Sulasmi
et al 2017) Beberapa sapi Pasundan jantan dapat mengalami perubahan warna
dari merah bata menjadi hitam pada saat mencapai fase kelamin dewasa
Gambar 1 Sapi Pasundan di BPPT Sapi Potong Ciamis
(Sumber Baharun 2015)
23 Sapi Peranakan Ongole (PO)
Sapi Peranakan Ongole atau PO (B indicus) merupakan sapi hasil
persilangan secara grading up antara sapi Sumba Ongole dengan sapi Jawa
(Prasetya 2011 Sutarno amp Setyawan 2016) Sapi PO memiliki keunggulan
berupa tidak sulit dalam proses reproduksi dan tingkat kebuntingan nya tinggi
(Subiharta et al 2012) Populasi terbesar sapi PO berada di pulau Jawa terutama
Jawa Timur (Astuti 2004)
10
Karakteristik sapi PO (Gambar 2) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)
berwarna putih atau abu-abu warna hitam di ekor dan rambut di sekitar mata
bentuk kepala melengkung pendek tanduk pendek telinga menggantung yang
panjang dan perut yang agak besar terkadang ada bercak hitam di lututnya
Memiliki warna tubuh putih hingga keabu-abuan Sapi jantan memiliki warna
keabu-abuan lebih sering muncul di sekitar gelambir leher ekor dan kepala
sedangkan pada sapi betina warna putih lebih dominan (Sudrajad amp Adinata
2013)
Gambar 2 Sapi PO di Peternakan Terbuka (Sumber Kementerian Pertanian 2012)
24 Sapi Bali
Sapi Bali (B sondaicus) merupakan keturunan dari Banteng (B banteng)
(Talib 2002 Purwantara et al 2012) yang telah mengalami domestikasi selama
bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Sapi Bali merupakan salah satu sapi
asli Indonesia (Margawati 2012) Sapi Bali memiliki ciri fisik yang sedikit
mengalami perubahan dari banteng (Mahdi et al 2013) Sapi Bali mewakili 27
dari total populasi yang ada di Indonesia dan menjadi sapi utama untuk
peternakan kecil Populasi sapi Bali tersebar di pulau Bali Sulawesi Selatan
Nusa Tenggara Timur dan Barat (Purwantara et al 2012)
Karakteristik sapi Bali (Gambar 3) memiliki warna tubuh merah bata
memiliki garis belut atau garis di sepanjang punggung Warna sapi jantan akan
11
berubah kehitaman sedangkan warna sapi betina relatif tetap setelah dewasa Sapi
Bali tidak memiliki punuk dan keempat kaki bagian bawahnya berwarna putih
(Abidin 2010)
Gambar 3 Sapi Bali Betina dan Jantan (a) Betina (b) Jantan (Sumber Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali 2015)
25 Sapi Angus
Sapi Angus (B taurus) berasal dari Skotlandia Utara yang beriklim dingin
dan lembap Menurut Sutarno amp Setyawan (2016) Berat badan umur 15 tahun
dapat mencapai 650 kg Karakteristik sapi Angus (Gambar 4) memiliki bentuk
tubuh lebar dan rata Warna tubuh keseluruhan hitam namun terkadang ada
warna putih di bagian belakang bawah pusat tidak bertanduk bentuk tubuh rata
seperti papan dan dagingnya padat
Gambar 4 Sapi Angus di Peternakan Kabupaten Seragen
(Sumber Adinata et al 2017)
26 Sapi Simmental
Sapi Simmental (B taurus) merupakan salah satu jenis ternak tertua di
dunia yang bertahan hingga saat ini Sapi Simmental merupakan jenis sapi
(b) (a)
12
subtropis Sapi Simmental berasal dari Switzerland yang telah dijinakkan setelah
abad ke-13 Sapi Simmental dan semen beku pada tahun 1985 tiba di Indonesia
dari New Zealand dan Australia (Sutarno amp Setyawan 2016)
Karakteristik sapi Simmental (Gambar 5) menurut Sutarno amp Setyawan
(2016) memiliki tubuh yang berotot dan kukuh pertumbuhan otot yang cepat
jenis spesifik yang ditemukan di Indonesia memiliki wajah kuning atau merah
kecokelatan dengan kaki bawah putih dan ujung ekor putih Berat seekor sapi
dewasa bisa melebihi 1000 kilogram
Gambar 5 Sapi Simmental di Peternakan Tradisional
(Sumber Sutarno amp Setyawan 2016)
27 Sapi Friesians Holstein (FH)
Sapi Friesians Holstein (FH) (B taurus) telah dikembangkan sejak abad
ke-13 di Belanda (Belanda Utara dan Friesland) dan Jerman Utara (Schleswig-
Holstein) untuk menghasilkan sejenis ternak yang mampu mengonsumsi rumput
lokal Usaha untuk pengembang biakan menghasilkan ternak sapi perah terbaik di
dunia dengan warna hitam dan putih khas Sapi FH pertama kali diimpor dari
Belanda pada abad ke-19 (Sutarno amp Setyawan 2015)
Karakteristik sapi FH (Gambar 6) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)
umumnya berwarna hitam dengan warna putih garis-garis tetapi kadang-kadang
merah dengan garis-garis putih dan dengan batas warna yang jelas Kepala
13
panjang lebar dan lurus Sapi FH memiliki tanduk yang pendek dan melengkung
memiliki mulut lebar lubang hidung terbuka lebar rahang kuat telinga ukuran
sedang dahi lebar leher panjang dan tipis Bahu yang besar terletak di dinding
dada dan membentuk sendi yang baik dengan tubuh Punggung yang kokoh dan
rata dengan tulang punggung yang saling terhubung dengan baik
Gambar 6 Sapi FH di Peternakan Terbuka
(Sumber Sutarno amp Setyawan 2015)
28 Nutrisi dan Kualitas Daging Sapi
Daging sapi menjadi salah satu sumber pemenuhan protein yang memiliki
banyak kandungan nutrisi Kandungan nutrisi dari daging sapi berupa vitamin D
vitamin B12 zat besi selenium seng dan asam lemak esensial Omega 3 (Scollan
et al 2006) Kandungan lain dari daging sapi adalah 75 air 20 protein 3
lemak dan 2 substansi non-protein larut Substansi non-protein larut tersebut
berupa 45 nitrogen 45 karbohidrat 8 komponen anorganik 3 vitamin
dan 3 logam (Tornberg 2005)
Penjualan daging sapi dipengaruhi oleh daya tarik daging bagi konsumen
yang digambarkan sebagai kualitas daging Kualitas daging didefinisikan sebagai
sifat yang dirasakan konsumen secara visual dan sensoris (Becker 2000)
Kualitas daging diukur berdasarkan parameter berupa warna daging warna
lemak jumlah lemak (Glitsch 2000) tekstur nilai marbling (intramuscular fat)
14
(Lee et al 2007) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al
2011) dan lean meat (Dagong et al 2012)
Menurut Becker (2000) empat karakteristik makanan daging berkualitas
sebagai berikut (1) Karakteristik yang menunjukkan kandungan gizi protein
lemak kandungan karbohidrat (2) Karakteristik yang menunjukkan kualitas
pengolahan panjang sarkomer nilai pH warna kegemukan kapasitas pengikat
air (3) Karakteristik yang menunjukkan kualitas hygienic-toxicological residu
kontaminan status mikroorganisme zat aditif (4) Karakteristik yang
menunjukkan kualitas sensorik tekstur (tenderness juiciness) rasa atau bau dan
warna atau penampilan (marbling)
29 CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs)
CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs) merupakan keluarga
transkripsi yang mengandung domain leucine zipper dasar yang conserved atau
tidak berubah (Gambar 7) pada C-terminus yang terlibat dalam dimerisasi dan
pengikatan DNA (Ramji amp Foka 2002) Protein CEBP pertama kali
diidentifikasi di laboratorium Steve McKnight sebagai faktor stabil panas pada
inti hati tikus yang mampu berinteraksi dengan motif CCAAT box yang terdapat
pada beberapa promoter gen seluler (Johnson amp McKnight 1989)
Gen CCAATEnhancer Binding Protein (CEBP) merupakan keluarga faktor
transkripsi yang terekspresikan pada proses diferensiasi preadiposit (He et al
2011) Peran dari keluarga CEBP diantaranya pada diferensiasi seluler
mengontrol metabolisme proliferasi seluler regulasi peradangan (Ramji amp Foka
2002) siklus sel hematopoiesis perkembangan skeletal dan respons host imun
(Tsukada et al 2011) Terdapat enam anggota kelompok gen CEBP yang telah
15
diisolasi dan di karakterisasi yaitu CEBPα CEBPβ CEBPγ CEBPδ CEBPε
dan CEBPδ (Ramji amp Foka 2002) Gen tersebut memainkan peran penting dalam
diferensiasi adiposit (Lane et al 1999)
Gambar 7 Ilustrasi dari Leucine Zipper Domain
(Sumber Tsukada et al 2011)
210 Gen CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα)
Daerah promoter proksimal gen CCAATEnhancer Binding Protein α
(CEBPα) pada tikus pertama kali dicirikan dan menunjukkan mengandung
tempat pengikatan potensial untuk CEBP Sp1 Nuclear Factor (NF)-1 NF-Y
Upstream Stimulating Factor (USF) Basic Transcription Element Binding
Protein (BTEB) dan NF-Κb (Christy et al 1991) Promoter gen CEBPα dapat
diaktifkan secara otomatis di dalam sel yang dapat ditransfer melalui ekspresi dari
plasmid (Legraverend et al 1993)
Sequence gen CEBPα sapi memiliki kesamaan 899 pada urutan
nukleotida dan 925 urutan asam amino dengan gen tikus (Taniguchi amp Sasaki
1996) Gen CEBPα sapi seperti gen tikus yaitu bebas intron Open reading
frame (nukleotida 169 ndash 1230) pada gen CEBPα sapi mengodekan protein 353
16
residu asam amino yang merupakan lima asam amino lebih pendek dari pada
protein tikus (Taniguchi amp Sasaki 1996) Asam amino tersebut terekspresi
sebelum transkripsi gen spesifik adiposit yang memiliki situs pengikatan gen
CEBPα (Wang et al 2011) Urutan seperti kotak TATA terletak di nukleotida 13
ndash 18 namun situs mulai transkripsi tidak ditentukan (Taniguchi amp Sasaki 1996)
Faktor transkripsi CEBPα memainkan peranan penting selama
diferensiasi preadiposit menjadi adiposit Gen CEBPα diidentifikasi sebagai
Nuclear Factor (NF) yang di induksi saat diferensiasi yang mengikat secara
spesifik ke promotor beberapa gen (Vasseur-Cognet amp Lane 1993) Gen CEBPα
memainkan peran penting dalam pengendapan lemak dan diferensiasi adiposit
(Shin et al 2007) Gen CEBPα menjadi kandidat gen penting untuk
diidentifikasi secara marker genetik pada karkas dan sifat kualitas daging sapi
ternak (Shin et al 2007) Gen CEBPα juga dapat mengatur metabolisme energi
dan nutrisi dengan mengaktifkan beberapa gen spesifik seperti
phosphoenolpyruvate carboxykinase dan reseptor insulin (Park et al 1990)
211 Pengaruh Lingkungan Terhadap Kualitas Daging
Kondisi lingkungan berupa temperatur akan mempengaruhi keadaan
fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Kondisi lingkungan secara langsung
mempengaruhi proses metabolisme organ dan otot (Gregory 2010) Pada zona
nyaman sapi akan sedikit mengeluarkan energi dan tidak terpengaruh oleh
temperatur lingkungan sebaliknya jika berada diluar zona nyaman sapi akan
mengalami stres yang bertujuan untuk mengembalikan kepada kondisi tubuh yang
normal (Nardone et al 2006) Kondisi tersebut akan menyebabkan terjadinya
17
perubahan seperti pola makan fisiologis dan fungsi metabolisme pada kuantitas
dan kualitas produksi dari sapi itu sendiri
Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan menyebabkan terjadinya
penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et al 2001 Mader amp Davis
2004) yang terjadi pada sapi B indicus (Gregory 2010) Suhu di atas 30degC akan
menyebabkan terjadinya penurunan jumlah berat badan (Nardone et al 2006)
Pada periode yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi
perubahan fenotipe dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006 Gregory 2010)
18
BAB III
METODE
31 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari ndash Juni 2018 di
Laboratorium Genetika Molekuler Hewan Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI
Cibinong Jl Raya Bogor KM 46 Bogor Jawa Barat
32 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik
micropipette 10 microL 200 microL 1000 microL (Boesco dan Bio-Rad) dan pH meter
(Thermo Orion) tabung vacutainer mengandung K3EDTA holder dan jarum
needle ukuran 21G microcentrifuge tube 15 mL sentrifugator (Hermile Z 300
K) vortex (Barnstead Thermolyne) micropipette 1000 microL (Boesco) blue tips
white tips yellow tips shaker agigator (Thermo Scientific) parafilm pipet
Pasteur autoklaf (Trace Raypa) spektromotometer UV-Vis (GeneQuant) cuvette
dan laminar air flow (Telstar BH ndash 100) tangki elektroforesis horizontal (Bio-
Rad) power supply (Bio-Rad) timbangan analitik (Preciso XT 120A) hot plate
stirrer (Thermolyne Cimarec 2) pH meter (Thermo Orion) vortex (Barnstead
Thermolyne) Sentrifugator (HermLe Z 300 K) shaker (Bio Green) thermocycler
(Eppendorf) UV-transiluminator (Major Science)
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Red Cell Lysis Buffer
(RCLB) 250 mL pH 72 Tris Buffer Solution (TBS) 250 mL pH 74 TE Buffer
250 mL pH 8 Sodium Dedocyl Sulfate (SDS) (Mp Biomedicals) K3EDTA
(Garnier Bio One) Proteinase-K (Roche Diagnostic) PCR Buffer (Qiagen)
Proteinasi-K (Geneaid) proteinase-K Solution Ethylene Diamine Tetracetic Acid
19
(EDTA) (Mp Biomedicals) alkohol 70 alkohol absolut dingin tissue tissue
kimwipe NaCl Pekat Destillation Water (DW) steril Primer CEBPα forward
dan reverse (Integrated DNA Technolgies) TE buffer Double Destillation Water
(DDW) free nuclease (Ferementas) DNA ladder (Vivantis) PCR master mix kit
KAPA2G Robust (Kapa Biosystem) Gel Agarosa (Roche) boric acid (Merck)
tris base (Himedia) KCl (Merck) NaCl (Genetika Science) KHCO3 (Merck)
NH4Cl (Merck) Ethidium Bromida (EtBr) (Merck) gSYSCtrade DNA Extraction
Kit GS100 (Geneaid) amplop kertas
33 Sampel Penelitian
Breed sapi yang diteliti terbagi menjadi dua kelompok yaitu 1) Sapi potong
lokal (sapi Pasundan PO Bali) 2) Sapi potong introduksi (sapi Angus
Simmental FH) Sumber DNA berasal dari 1) Darah (sapi Pasundan PO Bali)
2) Rambut (sapi Angus Simmental FH) Darah atau rambut yang diambil
berasal dari dua individu berbeda setiap jenisnya kecuali sampel rambut sapi
Angus yang diperoleh dari satu individu saja
Jenis sapi yang diteliti berasal dari berbagai tempat yang berbeda yaitu 1)
Sapi Pasundan berasal dari Balai Pengembangan Perbibitan Ternak (BPPT) Sapi
Potong Ciamis 2) Sapi PO berasal dari BPPT Grobogan 3) Sapi Bali berasal dari
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Peninda Bali 4) sapi Angus
Simmental FH berasal dari Badan Embrio Ternak (BET) Cipelang Bogor
Regulasi dari BET yang tidak memperbolehkan pengambilan sampel darah
menjadi alasan utama diambilnya sampel rambut dari sapi Angus Simmental
FH Keseluruhan sampel rambut sapi yang diperoleh dari BET merupakan sapi
asli (origin) yang belum dilakukan perkawinan silang
20
34 Prosedur Kerja
341 Sterilisasi Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini di sterilisasi dengan
autoklaf pada suhu 121degC dan tekanan sebesar 1 atm selama 15 menit
342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA
a Pembuatan RCLB (Red Cell Blood Buffer)
Larutan RCLB dibuat sebanyak 1000 mL (pH 72) Larutan RCLB terbuat
dari bahan kimia NH4Cl dan KHCO3 Bahan tersebut ditimbang dengan
timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian dipindahkan ke beaker
glass dan ditambahkan EDTA 05 M sebanyak 200 microL serta DW sebanyak 300
mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot plate stirrer
Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan pH meter Nilai pH yang
terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH terlalu tinggi
ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian ditambahkan
DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott Duran 1000
mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan disimpan di
lemari pendingin
b Pembuatan TBS (Tris Buffer Solution)
Larutan TBS dibuat sebanyak 1000 mL (pH 74) dengan bahan yang
terdiri dari NaCl KCl tris base Bahan-bahan kimia tersebut ditimbang dengan
timbangan analitik dan dipindahkan ke beaker glass yang dilarutkan
menggunakan DW sebanyak 300 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan
di atas hot plate stirrer Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan menggunakan
pH meter jika pH terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH
21
terlalu tinggi ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian
ditambahkan DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott
Duran 1000 mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan
disimpan di lemari pendingin
c Pembuatan Proteinase-K Solution
Proteinase-K ditimbang pada timbangan analitik Proteinase-K kemudian
dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 45 mL serta EDTA
05 M sebanyak 54 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot
plate stirrer tanpa dipanaskan Larutan yang telah homogen ditambahkan Sodium
Dedocyl Sulfate (SDS) 10 sebanyak 378 mL Larutan tersebut kemudian
dihomogenkan di hot plate stirrer tanpa dipanaskan
d Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 5x)
Larutan TBE 5x yang dibuat sebanyak 500 mL boric acid dan tris base
ditimbang dengan timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian
dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 500 mL dan EDTA
05 M sebanyak 10 mL Larutan tersebut dihomogenkan di atas hot plate stirrer
dipanaskan setelah homogen dimasukan ke dalam botol Schott Duran 500 mL
dan disimpan di lemari pendingin
e Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 1x)
Larutan TBE 1x dibuat dengan mengencerkan 200 mL TBE 5x Larutan
TBE 1x dipindahkan pada botol Schott Duran 1000 mL Larutan tersebut
ditambahkan DW sampai 1000 mL Larutan tersebut disimpan pada lemari
pendingin
22
f Pengenceran Primer Gen CEBPα (10 pMmicroL)
Primer dalam bentuk pelet diencerkan dengan TE Buffer untuk
memperoleh primer stock Primer forward diencerkan dengan 333 microL TE Buffer
sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer reverse diencerkan dengan
332 microL sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer yang digunakan
dalam penelitian ini adalah primer CEBPα yang didesain pada penelitian (Shin
et al 2007) dengan ukuran 20 pb Primer CEBPα forward (5´-
ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) dan reverse (5´-TCAAAGTCG
TTGCCGCCTCC-3´)
Primer forward dan reverse CEBPα stock (100 pMmicroL) masing-masing
diambil sebanyak 5 microL dengan micropipette 2 ndash 20 microL dan dicampurkan ke dalam
microcentrifuge tube 15 mL baru yang telah berisi DDW free nuclease sebanyak
45 microL Larutan tersebut dicampur hingga homogen dengan cara dilakukan
mengetuk berulang bagian bawah microcentrifuge tube menggunakan ujung jari
Pengenceran primer dilakukan di laminar air flow Microcentrifuge tube yang
berisi primer dilakukan spin down dengan spin down sentrifugator agar larutan
yang berada di dinding microcentrifuge tube turun ke dasar Primer kemudian
disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
g Pembuatan Alat Pemanenan DNA
Alat pemanen DNA dibuat dari pipet Pasteur yang dimodifikasi dengan
membentuk ujung pipet seperti kail Pembentukan tersebut dilakukan dengan
memanaskan pipet di atas bunsen spiritus kemudian ditarik secara perlahan dan
dibuat melengkung seperti kail
23
h Pembuatan Gel Agarosa
Serbuk gel agarosa sebanyak 1 g ditimbang dengan timbangan analitik dan
dipindahkan ke botol Schott Duran 250 mL Serbuk gel agarosa ditambahkan
TBE 1x sebanyak 100 mL kemudian dipanaskan dan dihomogenkan dengan hot
plate stirrer sampai bening Larutan yang sudah homogen dicetak pada wadah
pencetak gel yang sudah terdapat sisir untuk membuat sebanyak 20 sumuran dan
diamkan sampai padat atau mengeras
343 Pengambilan Sampel Darah Sapi
Darah sampel diambil melalui vena caudalis sebanyak 5 mL Pengambilan
darah dilakukan dengan mengangkat caudal (ekor) dari sapi vena caudalis dicari
dengan meraba bagian ekor Jarum yang telah terpasang holder ditusukkan pada
vena caudalis dan tabung vacutainer mengandung K3EDTA dipasang pada
holder Darah yang mengalir ditampung pada tabung vacutainer kemudian
dicabut setelah darah berhenti Jarum dan holder kemudian dicabut dari vena
caudalis Tabung vacutainer yang berisi darah disimpan pada freezer dengan
suhu -20oC
344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990)
DNA yang berasal dari darah diisolasi menggunakan metode Montgomery
amp Sise (1990) dengan prosedur sebagai berikut
a Red Blood Cell Lysis
Sampel darah sebanyak 5 mL dipindahkan tabung Falcon 15 mL dan
ditambahkan larutan RCLB (pH 72) sampai 7 mL Sampel darah dihomogenkan
dengan vortex dan didiamkan selama 10 menit Sampel kemudian disentrifugasi
dengan sentrifugator selama 10 menit suhu 4degC kecepatan 3500 rpm Sampel
24
ditimbang menggunakan timbangan ganda agar proses sentrifugasi berjalan
dengan sempurna jika berat belum seimbang maka ditambah larutan RCLB
Supernatan yang diperoleh setelah proses sentrifugasi kemudian dibuang
sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Pelet ditambahkan RCLB sampai 5
mL kemudian divorteks hingga pelet hancur atau homogen Sampel disentrifugasi
selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang
diperoleh kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet kembali
ditambahkan RCLB sampai 3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau
homogen dan didiamkan selama 10 menit kemudian dilanjutkan tahapan ekstraksi
DNA
b White Blood Cell Collection
Sampel tahapan sebelumnya kemudian ditambahkan TBS (pH 74)
sebanyak 5 mL dan dikocok sebentar Sampel disentrifugasi selama 10 menit
dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang diperoleh kemudian
dibuang sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Sampel kemudian
ditambahkan TBS sebanyak 5 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau
homogen Sampel selanjutnya disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC
dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang didapatkan kemudian dibuang
sehingga hanya pelet yang tersisa Sampel kemudian ditambahkan TBS sebanyak
3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau homogen
Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan
3500 rpm Sampel divorteks perlahan hingga lapisan merah hilang Supernatan
yang didapatkan kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet
25
selanjutnya dikeringkan setelah kering ditambahkan TE 2 mL Sampel divorteks
sampai pelet hancur atau homogen
c Protein Lysis
Sampel yang sudah homogen dengan larutan TE selanjutnya ditambahkan
Proteinase-K solution sebanyak 200 microL tanpa divorteks atau dihomogenkan
Tabung Falcon 15 mL yang berisi sampel selanjutnya di-seal menggunakan
parafilm Sampel diinkubasi menggunakan shaker Agigator selama 24 jam dengan
suhu 37degC dan kecepatan 150 rpm
d Pemanenan DNA
Sampel yang telah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya ditambahkan
NaCl 5 M pekat sebanyak 2 mL Sampel diberi goyangan dengan membentuk
pola angka 8 dengan sangat perlahan setelah itu dikocok kuat sebanyak 2 kali
Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 10degC dan kecepatan 3500
rpm Supernatan dituang pada tabung reaksi yang berisi alkohol absolut dingin
Bagian permukaan tabung reaksi ditutup dengan parafilm sampai rapat Tabung
reaksi dibolak-balikan sampai terbentuk gelembung-gelembung yang melayang
Fraksi gelembung yang melayang diambil dengan pipet Pasteur yang telah
dimodifikasi dan dicelupkan secara cepat ke dalam alkohol 70 kemudian
dikeringkan dengan tissue kimwipe Gumpalan tersebut dimasukan kedalam
microcentrifuge tube 15 mL yang telah berisikan DW steril sebanyak 200 microL
Sampel dihomogenkan menggunakan alat shaker pada suhu ruang agar larut
DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
26
345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi
Pengambilan rambut dilakukan pada bagian ekor minimal rambut
sebanyak 20 helai Rambut pada bagian ekor ditarik searah dengan titik tumbuh
dari rambut tersebut Tahapan tersebut dilakukan dengan cepat agar diperoleh
bagian rambut yang utuh dengan folikel Rambut tersebut ditempelkan pada kertas
dengan selotip berbahan kertas tanpa mengenai bagian folikel dan disimpan di
dalam amplop
346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)
Tahapan isolasi DNA dari rambut menggunakan gSYSCtrade DNA
Extraction Kit GS100 (Geneaid) dengan prosedur sebagai berikut
a Cell Lysis
Sepuluh helai rambut dipotong-potong dengan ukuran 05 ndash 1 cm
termasuk bagian folikel Potongan tersebut dipindahkan ke dalam microsentrifuge
tube 15 mL ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K
(dipastikan potongan terendam) dicampur dengan cara dikocok Larutan
diinkubasi dengan suhu 60degC selama 30 menit Pada proses inkubasi
microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung microcentrifuge tube
secara perlahan setiap 5 menit GSB Buffer sebanyak 200 μL ditambahkan dan
dikocok dengan kuat dan diinkubasi kembali pada suhu 60ordmC selama 20 menit
Selama proses inkubasi microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung
secara perlahan setiap 5 menit
b DNA Binding
Sampel tahapan sebelumnya ditambahkan 200 μL etanol absolut
dikocok dengan kuat selama 10 detik Endapan yang muncul dipecah dengan
27
menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan
tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan
tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit
Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi
dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru
c Pencucian
W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan
sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30
detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column
diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL
Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan
kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi
kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi
yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit
untuk mengeringkan kolom matriks
d Elution
GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube
15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak
100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke
bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit
untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column
disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan
elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak
DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
28
347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)
DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et
al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan
dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10
menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting
yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel
rambut diganti)
Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan
disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer
(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada
microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan
suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit
pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm
beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan
disimpan pada suhu -20 ordmC
348 Uji Kuantifikasi DNA
Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji
kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL
DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette
DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus
menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi
dan tingkat kemurnian
29
349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)
Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR
master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-
ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT
CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL
DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke
dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas
kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR
mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre
denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing
54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final
extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali
3410 Elektroforesis dan Visualisasi
Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis
horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan
TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL
dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm
dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down
Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker
DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran
Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan
listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki
elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt
selama 60 menit
30
Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam
dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel
agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa
divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator
3411 Sequencing DNA
Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai
ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward
dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan
metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit
(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing
menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)
Malaysia)
35 Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif
(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil
sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis
dianalisis secara deskriptif
351 Analisis Bioinformatika
Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan
kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian
hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak
ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian
dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment
Editor 725 (Hall 2001)
31
Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-
base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)
menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base
similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99
Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple
Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak
MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan
variasi basa sampel
32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi
Berbeda
DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut
DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil
kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari
sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang
mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut
menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini
Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan
metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut
dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai
kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada
Tabel 1
Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua
metode hasil penelitian
Pengulangan ke-
Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)
Kit Konvensional Kit Konvensional
1 Angus 269 102 2100 11100
2 FH 207 109 7810 11720
3 Simmental 263 111 231 11340
Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi
Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah
dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut
33
dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode
sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata
nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah
246plusmn034 dan 107plusmn005
Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar
17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)
Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran
kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di
bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari
tahapan masing-masing metode
Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian
genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya
kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang
dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA
Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi
DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan
meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa
denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan
meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan
nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian
DNA yang baik (gt20)
Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah
nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein
Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al
34
2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini
protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada
nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi
protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat
Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh
lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik
Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode
konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit
yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode
konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti
protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan
mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al
1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses
PCR (Demeke amp Jenkins 2010)
Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa
dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA
diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun
nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang
baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan
konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen
(Demeke amp Jenkins 2010)
Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan
hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit
untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional
35
pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang
cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada
penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal
Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan
konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan
RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)
42 Konfirmasi Gen CEBPα
Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan
dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan
pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain
oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar
1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)
yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701
(Lampiran 4)
Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh
semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di
antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan
panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa
dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)
Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah
dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan
program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa
penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda
Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC
36
(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah
dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut
namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk
membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)
Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339
bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO
Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya
perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer
Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari
merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini
perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1
menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses
tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing
yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template
DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang
Target 1339
bp
37
sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA
teramplifikasi sempurna
Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi
Program PCR
Pre
Denaturation Denaturation Annealing Extension
Final
Extension Siklus
Penelitian
Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40
Referensi
Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35
Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32
He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32
Keterangan tanda () = menit tanda () = detik
43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis
menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh
empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black
(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan
(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean
(XM_0252690201)) (Tabel 3)
Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat
prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis
komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari
runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data
tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database
(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang
38
komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga
mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)
Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan
persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan
referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak
(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat
dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi
Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3
Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI
Sampel Spesies Breed GenBank Accesion
Query Cover
Max Iden
Bali
(B sondaicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Pasundan (B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99
Friesians Holstein
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Angus (B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Peranakan Ongole
(B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99
Simmental
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99
39
Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau
kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di
GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan
kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen
CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen
identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen
fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)
Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang
dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden
2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan
seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi
Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap
sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67
(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki
urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki
runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian
akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover
95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover
99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3)
44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali
Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan
runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4
40
Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi
Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil
ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada
empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo
(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau
Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada
sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)
yaitu terletak pada enam posisi berbeda
Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank
Spesies_Breed Posisi Runutan Basa
88
97
103
271
567
733
832
855
870
921
926
931
957
1088
1149
1175
1196
B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G
B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C
B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T
C
B taurus_Angus C C
B taurus_ Friesians Holstein C C
B taurus_ Simmental C C
B indicus_ Pasundan C C
B indicus_ Peranakan Ongole C C
B sondaicus_ Bali C A C G A
Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T
Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)
Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi
Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi
Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196
(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi
tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)
Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa
yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali
41
memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut
memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut
Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi
Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru
Thymine (T) = merah)
42
Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen
CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson
gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi
dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi
Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki
1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan
mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali
Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi
Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B
banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal
usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan
sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel
sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki
kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus
atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)
(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH
Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya
variasi basa yang ditemukan
Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali
terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan
adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis
kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan
keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah
mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode
43
yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe
dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)
Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan
dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)
(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis
Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi
keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali
(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan
pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al
2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi
karakteristik dari daging sapi Bali
Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et
al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki
kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan
menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et
al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga
mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat
dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan
dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)
Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk
menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin
(subtropis)
Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan
sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi
44
lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan
daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki
kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang
lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari
karkas yang diperoleh
45
BAB V
PENUTUP
51 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa
1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan
PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)
2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi
Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa
3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi
DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit
52 Saran
Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah
populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme
(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak
dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi
tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar
memperoleh hasil yang maksimal
46
DAFTAR PUSTAKA
Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka
Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)
Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular
Research 14(3) 9370ndash9383
Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research
24(13) 2623ndash2625
Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan
Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39
Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan
Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor
Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice
Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773
Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176
Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the
National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7
Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash
ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24
Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods
PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990
Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797
Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11
Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga
47
Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method
of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231
Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194
Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and
Pathology 3(2) 133ndash137
Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food
Research International 43(7) 1866ndash1873
Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology
Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the
Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076
He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle
Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969
Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27
Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and
Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26
Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R
(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science
and Technology 46(6) 909ndash916
Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839
Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from
hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289
Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and
Evolution 33(7) 1870ndash1874
Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer
Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683
Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon
D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To
48
Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of
Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764
Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription
factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742
Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)
Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485
Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology
Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)
Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On
Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087
Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali
(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128
Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9
Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On
Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335
Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A
Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in
Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20
Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash
441
Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect
On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81
Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor
Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam
Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156
Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C
A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle
49
Journal Animal Science 80 3077ndash3085
Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in
The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72
Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water
Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A
Review Meat Science 89(2) 111ndash124
Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374
Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat
[Skripsi] Institut Pertanian Bogor
Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes
transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504
Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)
Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6
Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure
Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75
Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E
Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among
Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158
Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)
Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The
Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299
Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip
Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle
Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020
Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots
In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451
50
Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp
Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with
Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33
Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan
Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from
httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395
Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian
Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470
Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for
bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594
Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole
(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional
Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)
Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan
Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)
Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273
Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian
Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354
Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds
Biodiversitas 17(1) 275ndash295
Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)
Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131
Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang
Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107
Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence
of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554
Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508
Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The
51
CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)
Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19
Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter
Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316
Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular
Research 11(2) 1651ndash1661
Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The
CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077
Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia
(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25
Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20
Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle
Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954
Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal
Science 50(11) 499ndash502
52
LAMPIRAN
Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data
Gen Bank
Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178
Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283
Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247
Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank
Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank
53
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)
Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel
NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian
1
Darah
Pasundan 601 867 173
2 Pasundan 602 1035 194
3 Peranakan Ongole 1691 278 309
4 Peranakan Ongole 1693 234 434
5 Bali 59 173 941
6 Bali 64 192 502
7
Rambut
Angus 171405 105 21
8 Friesians Holstein 310102 202 781
9 Friesians Holstein 310158 116 1134
10 Simmental 4490 22 231
11 Simmental 6115 116 1134
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanallahu wa
Tarsquoala atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi ini dengan baik dan tepat pada waktunya Shalawat serta salam
kepada Nabi Muhammad Shallah lsquoAlayhi wa Sallam beserta keluarga dan para
sahabatnya yang telah menuntun ke jalan yang benar dan memberikan contoh
teladan Semoga kita semua termasuk umatnya yang mendapatkan syafarsquoatnya di
yaumil akhir amiin
Skripsi merupakan salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Sains
pada Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta Pada penulisan skripsi ini penulis mengambil judul
ldquoDETEKSI GEN CEBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI
POTONG LOKAL DAN INTRODUKSIrdquo Hasil dari skripsi ini diharapkan menjadi
sumber informasi terkait gen CEPBα berasosiasi dengan sifat kualitas daging pada
sapi potong lokal Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan baik dalam
bentuk moril maupun materiel yaitu kepada
1 Kedua orang tua Mama tercinta Nur Widatun dan Papa tercinta Kid Firul Aziz
terima kasih atas kasih sayang doa dan dukungan yang tak henti-hentinya
Kedua Mas tersayang Anton Alif Irwansyah dan Muhammad Fajar Aziz Putra
2 Dr Agus Salim MSi selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi (FST) UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
3 Dr Dasumiati MSi selaku Ketua Prodi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4 Prof Dr Endang Tri Margawati MAgrSc selaku Kepala Laboratorium
Genetika Molekuler Hewan Puslit Bioteknologi-LIPI dan pembimbing I yang
telah memberikan arahan bimbingan serta saran yang bermanfaat selama
kegiatan penelitian skripsi berlangsung dan dalam penyusunan skripsi
5 Dr Nani Radiastuti MSi selaku pembimbing II atas kesediaan dalam
membimbing dan memberikan nasihat yang membangun kepada penulis selama
kegiatan penelitian skripsi berlangsung dan dalam penyusunan skripsi
6 Slamet Diah Volkandari MSc dan Indriawiati MSi selaku pembimbing di
Laboratorium Genetika Molekuler Hewan yang telah memberikan arahan
selama bekerja di Laboratorium
7 Para mentor Mardiansyah MSi (alumni angkatan 2003) Fahri Fahrudin MSi
(2005) Firdaus Ramadhan SSi (2010) Alfan Farhan Rijaluddin SSi (2010)
Yudhi Nugraha S Putra PhD (2007) yang telah membagikan ilmu
pengalaman dan motivasi
8 Widya Pintaka Bayu Putra MSc peneliti di Laboratorium Reproduksi
Pemuliaan dan Kultur Sel Hewan yang telah memberikan ilmunya serta
membimbing menyelesaikan penulisan skripsi
9 Ibu Bapak Kakak dan seluruh staf Puslit Bioteknologi-LIPI khususnya staf
Laboratorium Genetika Molekuler Hewan atas ilmu dan masukkan membangun
selama menjalani penelitian skripsi
10 Rekan-rekan seperjuangan mahasiswa Jurusan Biologi angkatan 2014 yang telah
bersama-sama dengan penulis menghadapi suka duka dalam perkuliahan
11 Kelompok studi GENOM (Generation of Microbiology and Molecular) yang
telah mengajari penulis tentang penelitian dan penulisan
12 Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan
skripsi yang tidak dapat disebutkan satu per satu
Penulis menyadari penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca Akhirnya
penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca
Jakarta 9 September 2018
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK i ABSTRACT ii
KATA PENGANTAR iii DAFTAR ISI vi
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR LAMPIRAN x
BAB I PENDAHULUAN
11 Latar Belakang 1 12 Rumusan Masalah 5 13 Hipotesis 5
14 Tujuan Penelitian 5 15 Manfaat Penelitian 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
21 Bangsa Sapi Ternak 7
22 Sapi Pasundan 8 23 Sapi Peranakan Ongole (PO) 9 24 Sapi Bali 10
25 Sapi Angus 11 26 Sapi Simmental 11
27 Sapi Friesians Holstein (FH) 12 28 Nutrisi dan Kualitas Daging 13 29 CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs) 14
210 Gen CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα) 15 211 Pengaruh Lingkungan Terhadap Kualitas Daging 16
BAB III METODE
31 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian 18
32 Alat dan Bahan 18 33 Sampel Penelitian 19 34 Prosedur Kerja 20
341 Sterilisasi Alat dan Bahan 20 342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA 20
343 Pengambilan Sampel Darah Sapi 23 344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990) 23 345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi 26
346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)
26
347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005) 28 348 Uji Kuantifikasi DNA 28 349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) 29
3410 Elektroforesis dan Visualisasi 29
3411 Sequencing DNA 30
35 Analisis Data 30 351 Analisis Bioinformatika 30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi
Berbeda
32
42 Konfirmasi Gen CEBPα 35 43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) 37
44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali 39
BAB V PENUTUP
51 Kesimpulan 45 52 Saran 45
DAFTAR PUSTAKA 46
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Sapi Pasundan di BPPT Sapi Potong Ciamis 9 Gambar 2 Sapi PO di Peternakan Terbuka 10
Gambar 3 Sapi Bali Betina dan Jantan 11 Gambar 4 Sapi Angus di Peternakan Kabupaten Seragen 11
Gambar 5 Sapi Simmental di Peternakan Tradisional 12 Gambar 6 Gambar 6 Sapi FH di Peternakan Terbuka 13 Gambar 7 Ilustrasi dari Leucine Zipper Domain 15
Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα 36 Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα Sampel Berdasarkan peak 41
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua metode
32
Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi
37
Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI 38 Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank 40
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data GenBank
52
Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data GenBank 52 Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank 52
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα 53 Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel 53
1
BAB I
PENDAHULUAN
11 Latar Belakang
Angka konsumsi daging sapi nasional semakin meningkat Peningkatan
tersebut sebesar 989 per tahun terhitung dalam kurun waktu 1993 sampai
dengan 2015 (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian
Pertanian 2016) Jumlah penduduk yang bertambah dan kesadaran masyarakat
akan pentingnya mengonsumsi protein hewani yang menjadi penyebab
peningkatan konsumsi daging sapi nasional (Wiyatna 2007 Rusono 2015)
Penyediaan daging sapi nasional dipenuhi oleh produksi sapi lokal sebanyak 70
(Rusono 2015)
Sapi Bali (Bos sondaicus) dan sapi Peranakan Ongole atau PO (B indicus)
merupakan sapi potong lokal yang banyak dijadikan sumber pemenuhan daging
sapi nasional (Wiyatna 2007 Yosita et al 2012) Sapi potong lokal lain yang
berpotensi sebagai sumber pemenuhan daging sapi nasional adalah sapi Pasundan
(B indicus) (Sulasmi et al 2017) Selain sapi potong lokal sapi potong yang
berasal dari luar Indonesia (introduksi) juga dijadikan sumber pemenuhan daging
nasional seperti sapi Angus (B taurus) Simmental (B taurus) Friesians Holstein
atau FH (B taurus) Sapi-sapi tersebut mampu beradaptasi dengan baik pada
lingkungan di Indonesia
Saat ini kualitas daging sapi potong lokal perlu ditingkatkan Kualitas
daging sapi dapat diukur berdasarkan parameter berupa warna daging warna
lemak jumlah lemak (Glitsch 2000) rendah lemak (lean meat) (Dagong et al
2012) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al 2011)
2
Penyediaan daging sapi berkualitas dapat dilakukan melalui metode seleksi
molekuler menggunakan gen kandidat yang berasosiasi dengan sifat kualitas
daging sapi
Beberapa gen kandidat yang berasosiasi dengan sifat kualitas daging sapi
seperti Micromolar Calcium Activated Neutral Protease (CAPN1) (Page et al
2002) Leptin (LEP) (Schenkel et al 2005) Calpastatin (CAST) (Schenkel et al
2006) Fatty Acid Binding Protein 4 (FABP4) (Barendse et al 2009)
Diacylglycerol O-Acyltransferase (DGAT1) (Yuan et al 2013) dan
CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα) (Shin et al 2007 Wang et al
2011) Gen CEBPα dapat berasosiasi terhadap komposisi dan pendistribusian
lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al 2011) sehingga
berkontribusi pada peningkatan kualitas daging (Adoligbe et al 2015)
Data terkait gen CEBPα pada sapi baru dikonfirmasi pada sapi Japanese
Black (B taurus) Qinchuan (B taurus) Hanwoo (B taurus) Penelitian
Taniguchi amp Sasaki (1996) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi Japanese
Black Penelitian Wang et al (2012) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi
Qinchuan dengan panjang 1062 base pair (bp) Gen CEBPα pada sapi Qinchuan
memiliki nilai similarity asam amino dengan Sus scrofa (97) Homo sapiens
(95) Rattus norvegicus (94) Oryctolagus cuniculus (94) dan Mus musculus
(93) Penelitian Jeoung et al (2004) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi
Hanwoo dengan panjang 1059 base pair (bp) yang mengodekan 353 asam
amino Pada sapi Hanwoo ekspresi tertinggi gen CEBPα terjadi pada jaringan
adiposa
3
Selain faktor genotipe kondisi lingkungan juga mempengaruhi kualitas
daging sapi (Schutt et al 2009) Fenotipe berupa daging yang berkualitas
merupakan hasil interaksi antara faktor genotipe dan lingkungan (Peaston amp
Whitelaw 2006) Perbedaan kondisi lingkungan berupa iklim menjadikan adanya
perbedaan karakteristik pada daging sapi
Kandungan lemak intramuskular dan lemak internal B taurus (subtropis)
lebih banyak dibandingkan B indicus (tropis) (Yosita et al 2012) Kandungan
lemak pada intramuskular berkorelasi dengan sifat kualitas daging seperti
tenderness (keempukan) (Reverter et al 2003) dan lean meat (rendah lemak)
(Dagong et al 2012) Perbedaan kondisi lingkungan sapi potong lokal (tropis)
dengan sapi potong introduksi (subtropis) memungkinkan adanya variasi basa gen
CEBPα
Penelitian ini untuk mendeteksi keberadaan gen CEBPα yang berasosiasi
dengan sifat kualitas daging pada sapi yang diteliti yaitu sapi potong lokal (sapi
Pasundan PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)
Alasan pemilihan sapi-sapi tersebut karena termasuk ke dalam program
pemerintah dalam pengembangan sapi potong untuk meningkatkan penyediaan
daging sapi nasional (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Kementerian Pertanian 2016)
Penelitian deteksi gen CEBPα diawali dengan tahapan ekstraksi DNA
DNA dapat diperoleh melalui darah saliva sel epitel (Hansen et al 2007) dan
rambut (Heywood et al 2003) Penggunaan sampel rambut merupakan salah satu
alternatif apabila menemui hewan atau ternak yang bernilai tinggi atau liar (tidak
4
dapat memperoleh darah) Pada penelitian deteksi keberadaan suatu gen
efektivitas metode ekstraksi DNA rambut perlu diperhatikan
Ekstraksi DNA rambut umumnya menggunakan kit komersial atau secara
konvensional Salah satu kit ekstraksi DNA yang umum digunakan adalah
gSYSCtrade DNA Extraction Kit Penggunaan kit untuk ekstraksi DNA
memberikan hasil yang baik namun cenderung memerlukan biaya yang mahal
(Demeke amp Jenkins 2010) Metode konvensional dapat dipertimbangkan menjadi
alternatif dalam ekstraksi DNA rambut karena biaya yang murah dan memberikan
hasil yang dapat digunakan dalam analisis molekuler selanjutnya Salah satunya
adalah metode ekstraksi DNA rambut yang diterapkan pada penelitian Kumar et
al (2005) Metode tersebut berhasil dalam mengekstraksi DNA rambut sapi
Pemilihan metode tersebut karena tahapan yang mudah untuk dilakukan dan
menggunakan bahan yang aman terhadap kesehatan
Penelitian ini menjadi langkah awal untuk mengungkap potensi gen
CEBPα pada sapi potong lokal dan sapi potong introduksi yang diteliti Data atau
informasi terkait gen CEBPα yang berasosiasi dengan sifat kualitas daging pada
sapi yang diteliti masih belum tersedia Selanjutnya penelitian ini menjadi salah
satu tahapan penting dalam pemuliaan ternak secara molekular sehingga dapat
diperoleh daging sapi yang berkualitas Selain itu penelitian ini juga
membandingkan hasil metode ekstraksi DNA menggunakan metode kit dan
konvensional untuk memperoleh efisiensi dalam penelitian analisis molekuler
DNA sapi
5
12 Rumusan Masalah
1 Apakah sapi potong lokal (sapi Pasundan PO Bali) dan sapi potong
introduksi (sapi Angus Simmental FH) memiliki gen CEBPα dan
variasi basa pada gen tersebut
2 Apakah ekstraksi DNA rambut dengan metode konvensional dapat
dijadikan metode alternatif selain menggunakan metode kit
13 Hipotesis
1 Sapi potong lokal dan sapi potong introduksi memiliki gen CEBPα dan
terdapat variasi basa pada gen tersebut
2 Ekstraksi DNA rambut dengan menggunakan metode konvensional dapat
dijadikan alternatif selain metode kit
14 Tujuan Penelitian
1 Untuk mengonfirmasi keberadaan gen CEBPα pada sapi yang diteliti
serta memperoleh informasi terkait variasi basa gen CEBPα pada sapi
yang diteliti
2 Untuk mendapatkan metode ekstraksi DNA rambut alternatif selain
dengan menggunakan metode kit
15 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini antara lain
1 Sebagai penelitian awal dalam mengungkap keberadaan gen CEBPα
pada sapi yang diteliti berkaitan dengan kualitas daging sapi yang baik
serta mengetahui dan mempelajari asosiasi gen CEBPα terhadap kualitas
daging sapi
6
2 Berkontribusi dalam seleksi ternak secara molekuler dengan gen
CEBPα berupa sifat kualitas daging berkaitan dengan kandungan lemak
pada sapi potong yang diteliti untuk keperluan program breeding
3 Memperoleh metode alternatif selain metode kit dalam mengekstraksi
DNA rambut yang efisien dan tidak memerlukan biaya yang mahal
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
21 Bangsa Sapi Ternak
Binatang ternak menjadi salah satu mahluk yang dijadikan pembelajaran
dalam Al Quran Al Anrsquoam yang artinya binatang ternak menjadi salah satu nama
surat dalam Al Quran merupakan surat ke-6 yang diturunkan di Mekah dengan
165 ayat Salah satu ayat surat Al Anrsquoam yang menjelaskan tentang peruntukan
binatang ternak adalah pada ayat 142
ldquoDan di antara hewan ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan ada
yang untuk disembelih Makanlah dari rezeki yang telah diberikan Allah
kepadamu dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan Sesungguhnya
setan itu musuh yang nyata bagimurdquo (Al Anrsquoam (6) 142)
Allah Subhanallahu wa Tarsquoala telah memberikan rezeki kepada manusia
berupa binatang ternak yang dapat disembelih dengan tata cara sesuai syariat
Kemudian dagingnya dapat dimanfaatkan sebagai sumber gizi untuk manusia
Berdasarkan hal tersebut diperlukan upaya untuk mengkaji secara ilmiah daging
binatang ternak salah satunya sapi
Secara umum bangsa sapi terbagi menjadi tiga kelompok (Natasamita amp
Mudikdjo 1985) (1) Bos taurus yang merupakan bangsa sapi yang paling besar
berasal dari Eropa Ciri khas B taurus tidak memiliki punuk (2) B indicus
(Zebu) yang merupakan bangsa sapi asal India dan Afrika yang menyebar di
wilayah Asia Ciri khas B indicus memiliki punuk (3) B sondaicus (B bibos)
8
merupakan sapi asli Indonesia yang sudah lama beradaptasi di lingkungan
Indonesia Tubuh B sondaicus relatif lebih kecil dibandingkan B taurus dan B
indicus
Definisi dari sapi lokal adalah sapi asli Indonesia atau hasil persilangan
yang telah ditetapkan sebagai rumpun sapi nasional sedangkan sapi introduksi
merupakan sapi impor (luar Indonesia) yang berkembang biak di Indonesia tanpa
adanya persilangan dengan sapi lokal (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi
Pertanian Kementerian Pertanian 2016) Kumpulan beberapa jenis sapi ternak
yang memiliki kesamaan karakteristik disebut dengan rumpun atau (breed)
(Setiadi 2016) Beberapa breed sapi lokal adalah sapi Pasundan Peranakan
Ongole (PO) Bali dan introduksi adalah sapi Angus Simmental Friesians
Holstein (FH)
22 Sapi Pasundan
Sapi Pasundan (B indicus) merupakan sapi potong lokal yang memiliki
gen khas dari sapi Bali sapi Jawa sapi Ongole dan sapi Madura Sapi Pasundan
memiliki asal usul secara genetik yang merupakan hasil tekanan inbreeding dari
generasi persilangan pada program grading up sapi Ongole dan program grading
up sapi Jawa dengan sapi Madura dan sapi Bali (Baharun 2015) Sapi Pasundan
memiliki karakteristik mudah beradaptasi dengan lingkungan mudah dipelihara
memiliki kualitas karkas yang baik dan relatif tahan terhadap penyakit tropis
(Baharun 2015)
Sapi Pasundan yang baru ditetapkan sebagai kekayaan sumber genetik
ternak lokal Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor
1051kptsSR120102014 tentang penetapan rumpun sapi Pasundan Menurut
9
Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1051kptsSR120102014 karakteristik sapi
Pasundan (Gambar 1) memiliki warna tubuh dominan merah bata terdapat warna
putih pada bagian pelvis dan keempat kaki bagian bawah (tarsus dan carpus)
dengan batasan yang tidak kontras Terdapat garis belut atau garis punggung
sepanjang punggung dengan warna lebih tua dari warna dominan (Gambar 1)
Sapi Pasundan memiliki hidung dan ujung ekor berwarna hitam dengan
bentuk tubuh segi empat serta memiliki tanduk dengan bentuk yang pendek tidak
seragam atau bervariasi dari ukuran kecil sampai besar (Baharun 2015 Sulasmi
et al 2017) Beberapa sapi Pasundan jantan dapat mengalami perubahan warna
dari merah bata menjadi hitam pada saat mencapai fase kelamin dewasa
Gambar 1 Sapi Pasundan di BPPT Sapi Potong Ciamis
(Sumber Baharun 2015)
23 Sapi Peranakan Ongole (PO)
Sapi Peranakan Ongole atau PO (B indicus) merupakan sapi hasil
persilangan secara grading up antara sapi Sumba Ongole dengan sapi Jawa
(Prasetya 2011 Sutarno amp Setyawan 2016) Sapi PO memiliki keunggulan
berupa tidak sulit dalam proses reproduksi dan tingkat kebuntingan nya tinggi
(Subiharta et al 2012) Populasi terbesar sapi PO berada di pulau Jawa terutama
Jawa Timur (Astuti 2004)
10
Karakteristik sapi PO (Gambar 2) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)
berwarna putih atau abu-abu warna hitam di ekor dan rambut di sekitar mata
bentuk kepala melengkung pendek tanduk pendek telinga menggantung yang
panjang dan perut yang agak besar terkadang ada bercak hitam di lututnya
Memiliki warna tubuh putih hingga keabu-abuan Sapi jantan memiliki warna
keabu-abuan lebih sering muncul di sekitar gelambir leher ekor dan kepala
sedangkan pada sapi betina warna putih lebih dominan (Sudrajad amp Adinata
2013)
Gambar 2 Sapi PO di Peternakan Terbuka (Sumber Kementerian Pertanian 2012)
24 Sapi Bali
Sapi Bali (B sondaicus) merupakan keturunan dari Banteng (B banteng)
(Talib 2002 Purwantara et al 2012) yang telah mengalami domestikasi selama
bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Sapi Bali merupakan salah satu sapi
asli Indonesia (Margawati 2012) Sapi Bali memiliki ciri fisik yang sedikit
mengalami perubahan dari banteng (Mahdi et al 2013) Sapi Bali mewakili 27
dari total populasi yang ada di Indonesia dan menjadi sapi utama untuk
peternakan kecil Populasi sapi Bali tersebar di pulau Bali Sulawesi Selatan
Nusa Tenggara Timur dan Barat (Purwantara et al 2012)
Karakteristik sapi Bali (Gambar 3) memiliki warna tubuh merah bata
memiliki garis belut atau garis di sepanjang punggung Warna sapi jantan akan
11
berubah kehitaman sedangkan warna sapi betina relatif tetap setelah dewasa Sapi
Bali tidak memiliki punuk dan keempat kaki bagian bawahnya berwarna putih
(Abidin 2010)
Gambar 3 Sapi Bali Betina dan Jantan (a) Betina (b) Jantan (Sumber Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali 2015)
25 Sapi Angus
Sapi Angus (B taurus) berasal dari Skotlandia Utara yang beriklim dingin
dan lembap Menurut Sutarno amp Setyawan (2016) Berat badan umur 15 tahun
dapat mencapai 650 kg Karakteristik sapi Angus (Gambar 4) memiliki bentuk
tubuh lebar dan rata Warna tubuh keseluruhan hitam namun terkadang ada
warna putih di bagian belakang bawah pusat tidak bertanduk bentuk tubuh rata
seperti papan dan dagingnya padat
Gambar 4 Sapi Angus di Peternakan Kabupaten Seragen
(Sumber Adinata et al 2017)
26 Sapi Simmental
Sapi Simmental (B taurus) merupakan salah satu jenis ternak tertua di
dunia yang bertahan hingga saat ini Sapi Simmental merupakan jenis sapi
(b) (a)
12
subtropis Sapi Simmental berasal dari Switzerland yang telah dijinakkan setelah
abad ke-13 Sapi Simmental dan semen beku pada tahun 1985 tiba di Indonesia
dari New Zealand dan Australia (Sutarno amp Setyawan 2016)
Karakteristik sapi Simmental (Gambar 5) menurut Sutarno amp Setyawan
(2016) memiliki tubuh yang berotot dan kukuh pertumbuhan otot yang cepat
jenis spesifik yang ditemukan di Indonesia memiliki wajah kuning atau merah
kecokelatan dengan kaki bawah putih dan ujung ekor putih Berat seekor sapi
dewasa bisa melebihi 1000 kilogram
Gambar 5 Sapi Simmental di Peternakan Tradisional
(Sumber Sutarno amp Setyawan 2016)
27 Sapi Friesians Holstein (FH)
Sapi Friesians Holstein (FH) (B taurus) telah dikembangkan sejak abad
ke-13 di Belanda (Belanda Utara dan Friesland) dan Jerman Utara (Schleswig-
Holstein) untuk menghasilkan sejenis ternak yang mampu mengonsumsi rumput
lokal Usaha untuk pengembang biakan menghasilkan ternak sapi perah terbaik di
dunia dengan warna hitam dan putih khas Sapi FH pertama kali diimpor dari
Belanda pada abad ke-19 (Sutarno amp Setyawan 2015)
Karakteristik sapi FH (Gambar 6) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)
umumnya berwarna hitam dengan warna putih garis-garis tetapi kadang-kadang
merah dengan garis-garis putih dan dengan batas warna yang jelas Kepala
13
panjang lebar dan lurus Sapi FH memiliki tanduk yang pendek dan melengkung
memiliki mulut lebar lubang hidung terbuka lebar rahang kuat telinga ukuran
sedang dahi lebar leher panjang dan tipis Bahu yang besar terletak di dinding
dada dan membentuk sendi yang baik dengan tubuh Punggung yang kokoh dan
rata dengan tulang punggung yang saling terhubung dengan baik
Gambar 6 Sapi FH di Peternakan Terbuka
(Sumber Sutarno amp Setyawan 2015)
28 Nutrisi dan Kualitas Daging Sapi
Daging sapi menjadi salah satu sumber pemenuhan protein yang memiliki
banyak kandungan nutrisi Kandungan nutrisi dari daging sapi berupa vitamin D
vitamin B12 zat besi selenium seng dan asam lemak esensial Omega 3 (Scollan
et al 2006) Kandungan lain dari daging sapi adalah 75 air 20 protein 3
lemak dan 2 substansi non-protein larut Substansi non-protein larut tersebut
berupa 45 nitrogen 45 karbohidrat 8 komponen anorganik 3 vitamin
dan 3 logam (Tornberg 2005)
Penjualan daging sapi dipengaruhi oleh daya tarik daging bagi konsumen
yang digambarkan sebagai kualitas daging Kualitas daging didefinisikan sebagai
sifat yang dirasakan konsumen secara visual dan sensoris (Becker 2000)
Kualitas daging diukur berdasarkan parameter berupa warna daging warna
lemak jumlah lemak (Glitsch 2000) tekstur nilai marbling (intramuscular fat)
14
(Lee et al 2007) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al
2011) dan lean meat (Dagong et al 2012)
Menurut Becker (2000) empat karakteristik makanan daging berkualitas
sebagai berikut (1) Karakteristik yang menunjukkan kandungan gizi protein
lemak kandungan karbohidrat (2) Karakteristik yang menunjukkan kualitas
pengolahan panjang sarkomer nilai pH warna kegemukan kapasitas pengikat
air (3) Karakteristik yang menunjukkan kualitas hygienic-toxicological residu
kontaminan status mikroorganisme zat aditif (4) Karakteristik yang
menunjukkan kualitas sensorik tekstur (tenderness juiciness) rasa atau bau dan
warna atau penampilan (marbling)
29 CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs)
CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs) merupakan keluarga
transkripsi yang mengandung domain leucine zipper dasar yang conserved atau
tidak berubah (Gambar 7) pada C-terminus yang terlibat dalam dimerisasi dan
pengikatan DNA (Ramji amp Foka 2002) Protein CEBP pertama kali
diidentifikasi di laboratorium Steve McKnight sebagai faktor stabil panas pada
inti hati tikus yang mampu berinteraksi dengan motif CCAAT box yang terdapat
pada beberapa promoter gen seluler (Johnson amp McKnight 1989)
Gen CCAATEnhancer Binding Protein (CEBP) merupakan keluarga faktor
transkripsi yang terekspresikan pada proses diferensiasi preadiposit (He et al
2011) Peran dari keluarga CEBP diantaranya pada diferensiasi seluler
mengontrol metabolisme proliferasi seluler regulasi peradangan (Ramji amp Foka
2002) siklus sel hematopoiesis perkembangan skeletal dan respons host imun
(Tsukada et al 2011) Terdapat enam anggota kelompok gen CEBP yang telah
15
diisolasi dan di karakterisasi yaitu CEBPα CEBPβ CEBPγ CEBPδ CEBPε
dan CEBPδ (Ramji amp Foka 2002) Gen tersebut memainkan peran penting dalam
diferensiasi adiposit (Lane et al 1999)
Gambar 7 Ilustrasi dari Leucine Zipper Domain
(Sumber Tsukada et al 2011)
210 Gen CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα)
Daerah promoter proksimal gen CCAATEnhancer Binding Protein α
(CEBPα) pada tikus pertama kali dicirikan dan menunjukkan mengandung
tempat pengikatan potensial untuk CEBP Sp1 Nuclear Factor (NF)-1 NF-Y
Upstream Stimulating Factor (USF) Basic Transcription Element Binding
Protein (BTEB) dan NF-Κb (Christy et al 1991) Promoter gen CEBPα dapat
diaktifkan secara otomatis di dalam sel yang dapat ditransfer melalui ekspresi dari
plasmid (Legraverend et al 1993)
Sequence gen CEBPα sapi memiliki kesamaan 899 pada urutan
nukleotida dan 925 urutan asam amino dengan gen tikus (Taniguchi amp Sasaki
1996) Gen CEBPα sapi seperti gen tikus yaitu bebas intron Open reading
frame (nukleotida 169 ndash 1230) pada gen CEBPα sapi mengodekan protein 353
16
residu asam amino yang merupakan lima asam amino lebih pendek dari pada
protein tikus (Taniguchi amp Sasaki 1996) Asam amino tersebut terekspresi
sebelum transkripsi gen spesifik adiposit yang memiliki situs pengikatan gen
CEBPα (Wang et al 2011) Urutan seperti kotak TATA terletak di nukleotida 13
ndash 18 namun situs mulai transkripsi tidak ditentukan (Taniguchi amp Sasaki 1996)
Faktor transkripsi CEBPα memainkan peranan penting selama
diferensiasi preadiposit menjadi adiposit Gen CEBPα diidentifikasi sebagai
Nuclear Factor (NF) yang di induksi saat diferensiasi yang mengikat secara
spesifik ke promotor beberapa gen (Vasseur-Cognet amp Lane 1993) Gen CEBPα
memainkan peran penting dalam pengendapan lemak dan diferensiasi adiposit
(Shin et al 2007) Gen CEBPα menjadi kandidat gen penting untuk
diidentifikasi secara marker genetik pada karkas dan sifat kualitas daging sapi
ternak (Shin et al 2007) Gen CEBPα juga dapat mengatur metabolisme energi
dan nutrisi dengan mengaktifkan beberapa gen spesifik seperti
phosphoenolpyruvate carboxykinase dan reseptor insulin (Park et al 1990)
211 Pengaruh Lingkungan Terhadap Kualitas Daging
Kondisi lingkungan berupa temperatur akan mempengaruhi keadaan
fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Kondisi lingkungan secara langsung
mempengaruhi proses metabolisme organ dan otot (Gregory 2010) Pada zona
nyaman sapi akan sedikit mengeluarkan energi dan tidak terpengaruh oleh
temperatur lingkungan sebaliknya jika berada diluar zona nyaman sapi akan
mengalami stres yang bertujuan untuk mengembalikan kepada kondisi tubuh yang
normal (Nardone et al 2006) Kondisi tersebut akan menyebabkan terjadinya
17
perubahan seperti pola makan fisiologis dan fungsi metabolisme pada kuantitas
dan kualitas produksi dari sapi itu sendiri
Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan menyebabkan terjadinya
penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et al 2001 Mader amp Davis
2004) yang terjadi pada sapi B indicus (Gregory 2010) Suhu di atas 30degC akan
menyebabkan terjadinya penurunan jumlah berat badan (Nardone et al 2006)
Pada periode yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi
perubahan fenotipe dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006 Gregory 2010)
18
BAB III
METODE
31 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari ndash Juni 2018 di
Laboratorium Genetika Molekuler Hewan Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI
Cibinong Jl Raya Bogor KM 46 Bogor Jawa Barat
32 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik
micropipette 10 microL 200 microL 1000 microL (Boesco dan Bio-Rad) dan pH meter
(Thermo Orion) tabung vacutainer mengandung K3EDTA holder dan jarum
needle ukuran 21G microcentrifuge tube 15 mL sentrifugator (Hermile Z 300
K) vortex (Barnstead Thermolyne) micropipette 1000 microL (Boesco) blue tips
white tips yellow tips shaker agigator (Thermo Scientific) parafilm pipet
Pasteur autoklaf (Trace Raypa) spektromotometer UV-Vis (GeneQuant) cuvette
dan laminar air flow (Telstar BH ndash 100) tangki elektroforesis horizontal (Bio-
Rad) power supply (Bio-Rad) timbangan analitik (Preciso XT 120A) hot plate
stirrer (Thermolyne Cimarec 2) pH meter (Thermo Orion) vortex (Barnstead
Thermolyne) Sentrifugator (HermLe Z 300 K) shaker (Bio Green) thermocycler
(Eppendorf) UV-transiluminator (Major Science)
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Red Cell Lysis Buffer
(RCLB) 250 mL pH 72 Tris Buffer Solution (TBS) 250 mL pH 74 TE Buffer
250 mL pH 8 Sodium Dedocyl Sulfate (SDS) (Mp Biomedicals) K3EDTA
(Garnier Bio One) Proteinase-K (Roche Diagnostic) PCR Buffer (Qiagen)
Proteinasi-K (Geneaid) proteinase-K Solution Ethylene Diamine Tetracetic Acid
19
(EDTA) (Mp Biomedicals) alkohol 70 alkohol absolut dingin tissue tissue
kimwipe NaCl Pekat Destillation Water (DW) steril Primer CEBPα forward
dan reverse (Integrated DNA Technolgies) TE buffer Double Destillation Water
(DDW) free nuclease (Ferementas) DNA ladder (Vivantis) PCR master mix kit
KAPA2G Robust (Kapa Biosystem) Gel Agarosa (Roche) boric acid (Merck)
tris base (Himedia) KCl (Merck) NaCl (Genetika Science) KHCO3 (Merck)
NH4Cl (Merck) Ethidium Bromida (EtBr) (Merck) gSYSCtrade DNA Extraction
Kit GS100 (Geneaid) amplop kertas
33 Sampel Penelitian
Breed sapi yang diteliti terbagi menjadi dua kelompok yaitu 1) Sapi potong
lokal (sapi Pasundan PO Bali) 2) Sapi potong introduksi (sapi Angus
Simmental FH) Sumber DNA berasal dari 1) Darah (sapi Pasundan PO Bali)
2) Rambut (sapi Angus Simmental FH) Darah atau rambut yang diambil
berasal dari dua individu berbeda setiap jenisnya kecuali sampel rambut sapi
Angus yang diperoleh dari satu individu saja
Jenis sapi yang diteliti berasal dari berbagai tempat yang berbeda yaitu 1)
Sapi Pasundan berasal dari Balai Pengembangan Perbibitan Ternak (BPPT) Sapi
Potong Ciamis 2) Sapi PO berasal dari BPPT Grobogan 3) Sapi Bali berasal dari
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Peninda Bali 4) sapi Angus
Simmental FH berasal dari Badan Embrio Ternak (BET) Cipelang Bogor
Regulasi dari BET yang tidak memperbolehkan pengambilan sampel darah
menjadi alasan utama diambilnya sampel rambut dari sapi Angus Simmental
FH Keseluruhan sampel rambut sapi yang diperoleh dari BET merupakan sapi
asli (origin) yang belum dilakukan perkawinan silang
20
34 Prosedur Kerja
341 Sterilisasi Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini di sterilisasi dengan
autoklaf pada suhu 121degC dan tekanan sebesar 1 atm selama 15 menit
342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA
a Pembuatan RCLB (Red Cell Blood Buffer)
Larutan RCLB dibuat sebanyak 1000 mL (pH 72) Larutan RCLB terbuat
dari bahan kimia NH4Cl dan KHCO3 Bahan tersebut ditimbang dengan
timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian dipindahkan ke beaker
glass dan ditambahkan EDTA 05 M sebanyak 200 microL serta DW sebanyak 300
mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot plate stirrer
Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan pH meter Nilai pH yang
terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH terlalu tinggi
ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian ditambahkan
DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott Duran 1000
mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan disimpan di
lemari pendingin
b Pembuatan TBS (Tris Buffer Solution)
Larutan TBS dibuat sebanyak 1000 mL (pH 74) dengan bahan yang
terdiri dari NaCl KCl tris base Bahan-bahan kimia tersebut ditimbang dengan
timbangan analitik dan dipindahkan ke beaker glass yang dilarutkan
menggunakan DW sebanyak 300 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan
di atas hot plate stirrer Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan menggunakan
pH meter jika pH terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH
21
terlalu tinggi ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian
ditambahkan DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott
Duran 1000 mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan
disimpan di lemari pendingin
c Pembuatan Proteinase-K Solution
Proteinase-K ditimbang pada timbangan analitik Proteinase-K kemudian
dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 45 mL serta EDTA
05 M sebanyak 54 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot
plate stirrer tanpa dipanaskan Larutan yang telah homogen ditambahkan Sodium
Dedocyl Sulfate (SDS) 10 sebanyak 378 mL Larutan tersebut kemudian
dihomogenkan di hot plate stirrer tanpa dipanaskan
d Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 5x)
Larutan TBE 5x yang dibuat sebanyak 500 mL boric acid dan tris base
ditimbang dengan timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian
dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 500 mL dan EDTA
05 M sebanyak 10 mL Larutan tersebut dihomogenkan di atas hot plate stirrer
dipanaskan setelah homogen dimasukan ke dalam botol Schott Duran 500 mL
dan disimpan di lemari pendingin
e Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 1x)
Larutan TBE 1x dibuat dengan mengencerkan 200 mL TBE 5x Larutan
TBE 1x dipindahkan pada botol Schott Duran 1000 mL Larutan tersebut
ditambahkan DW sampai 1000 mL Larutan tersebut disimpan pada lemari
pendingin
22
f Pengenceran Primer Gen CEBPα (10 pMmicroL)
Primer dalam bentuk pelet diencerkan dengan TE Buffer untuk
memperoleh primer stock Primer forward diencerkan dengan 333 microL TE Buffer
sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer reverse diencerkan dengan
332 microL sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer yang digunakan
dalam penelitian ini adalah primer CEBPα yang didesain pada penelitian (Shin
et al 2007) dengan ukuran 20 pb Primer CEBPα forward (5´-
ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) dan reverse (5´-TCAAAGTCG
TTGCCGCCTCC-3´)
Primer forward dan reverse CEBPα stock (100 pMmicroL) masing-masing
diambil sebanyak 5 microL dengan micropipette 2 ndash 20 microL dan dicampurkan ke dalam
microcentrifuge tube 15 mL baru yang telah berisi DDW free nuclease sebanyak
45 microL Larutan tersebut dicampur hingga homogen dengan cara dilakukan
mengetuk berulang bagian bawah microcentrifuge tube menggunakan ujung jari
Pengenceran primer dilakukan di laminar air flow Microcentrifuge tube yang
berisi primer dilakukan spin down dengan spin down sentrifugator agar larutan
yang berada di dinding microcentrifuge tube turun ke dasar Primer kemudian
disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
g Pembuatan Alat Pemanenan DNA
Alat pemanen DNA dibuat dari pipet Pasteur yang dimodifikasi dengan
membentuk ujung pipet seperti kail Pembentukan tersebut dilakukan dengan
memanaskan pipet di atas bunsen spiritus kemudian ditarik secara perlahan dan
dibuat melengkung seperti kail
23
h Pembuatan Gel Agarosa
Serbuk gel agarosa sebanyak 1 g ditimbang dengan timbangan analitik dan
dipindahkan ke botol Schott Duran 250 mL Serbuk gel agarosa ditambahkan
TBE 1x sebanyak 100 mL kemudian dipanaskan dan dihomogenkan dengan hot
plate stirrer sampai bening Larutan yang sudah homogen dicetak pada wadah
pencetak gel yang sudah terdapat sisir untuk membuat sebanyak 20 sumuran dan
diamkan sampai padat atau mengeras
343 Pengambilan Sampel Darah Sapi
Darah sampel diambil melalui vena caudalis sebanyak 5 mL Pengambilan
darah dilakukan dengan mengangkat caudal (ekor) dari sapi vena caudalis dicari
dengan meraba bagian ekor Jarum yang telah terpasang holder ditusukkan pada
vena caudalis dan tabung vacutainer mengandung K3EDTA dipasang pada
holder Darah yang mengalir ditampung pada tabung vacutainer kemudian
dicabut setelah darah berhenti Jarum dan holder kemudian dicabut dari vena
caudalis Tabung vacutainer yang berisi darah disimpan pada freezer dengan
suhu -20oC
344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990)
DNA yang berasal dari darah diisolasi menggunakan metode Montgomery
amp Sise (1990) dengan prosedur sebagai berikut
a Red Blood Cell Lysis
Sampel darah sebanyak 5 mL dipindahkan tabung Falcon 15 mL dan
ditambahkan larutan RCLB (pH 72) sampai 7 mL Sampel darah dihomogenkan
dengan vortex dan didiamkan selama 10 menit Sampel kemudian disentrifugasi
dengan sentrifugator selama 10 menit suhu 4degC kecepatan 3500 rpm Sampel
24
ditimbang menggunakan timbangan ganda agar proses sentrifugasi berjalan
dengan sempurna jika berat belum seimbang maka ditambah larutan RCLB
Supernatan yang diperoleh setelah proses sentrifugasi kemudian dibuang
sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Pelet ditambahkan RCLB sampai 5
mL kemudian divorteks hingga pelet hancur atau homogen Sampel disentrifugasi
selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang
diperoleh kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet kembali
ditambahkan RCLB sampai 3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau
homogen dan didiamkan selama 10 menit kemudian dilanjutkan tahapan ekstraksi
DNA
b White Blood Cell Collection
Sampel tahapan sebelumnya kemudian ditambahkan TBS (pH 74)
sebanyak 5 mL dan dikocok sebentar Sampel disentrifugasi selama 10 menit
dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang diperoleh kemudian
dibuang sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Sampel kemudian
ditambahkan TBS sebanyak 5 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau
homogen Sampel selanjutnya disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC
dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang didapatkan kemudian dibuang
sehingga hanya pelet yang tersisa Sampel kemudian ditambahkan TBS sebanyak
3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau homogen
Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan
3500 rpm Sampel divorteks perlahan hingga lapisan merah hilang Supernatan
yang didapatkan kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet
25
selanjutnya dikeringkan setelah kering ditambahkan TE 2 mL Sampel divorteks
sampai pelet hancur atau homogen
c Protein Lysis
Sampel yang sudah homogen dengan larutan TE selanjutnya ditambahkan
Proteinase-K solution sebanyak 200 microL tanpa divorteks atau dihomogenkan
Tabung Falcon 15 mL yang berisi sampel selanjutnya di-seal menggunakan
parafilm Sampel diinkubasi menggunakan shaker Agigator selama 24 jam dengan
suhu 37degC dan kecepatan 150 rpm
d Pemanenan DNA
Sampel yang telah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya ditambahkan
NaCl 5 M pekat sebanyak 2 mL Sampel diberi goyangan dengan membentuk
pola angka 8 dengan sangat perlahan setelah itu dikocok kuat sebanyak 2 kali
Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 10degC dan kecepatan 3500
rpm Supernatan dituang pada tabung reaksi yang berisi alkohol absolut dingin
Bagian permukaan tabung reaksi ditutup dengan parafilm sampai rapat Tabung
reaksi dibolak-balikan sampai terbentuk gelembung-gelembung yang melayang
Fraksi gelembung yang melayang diambil dengan pipet Pasteur yang telah
dimodifikasi dan dicelupkan secara cepat ke dalam alkohol 70 kemudian
dikeringkan dengan tissue kimwipe Gumpalan tersebut dimasukan kedalam
microcentrifuge tube 15 mL yang telah berisikan DW steril sebanyak 200 microL
Sampel dihomogenkan menggunakan alat shaker pada suhu ruang agar larut
DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
26
345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi
Pengambilan rambut dilakukan pada bagian ekor minimal rambut
sebanyak 20 helai Rambut pada bagian ekor ditarik searah dengan titik tumbuh
dari rambut tersebut Tahapan tersebut dilakukan dengan cepat agar diperoleh
bagian rambut yang utuh dengan folikel Rambut tersebut ditempelkan pada kertas
dengan selotip berbahan kertas tanpa mengenai bagian folikel dan disimpan di
dalam amplop
346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)
Tahapan isolasi DNA dari rambut menggunakan gSYSCtrade DNA
Extraction Kit GS100 (Geneaid) dengan prosedur sebagai berikut
a Cell Lysis
Sepuluh helai rambut dipotong-potong dengan ukuran 05 ndash 1 cm
termasuk bagian folikel Potongan tersebut dipindahkan ke dalam microsentrifuge
tube 15 mL ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K
(dipastikan potongan terendam) dicampur dengan cara dikocok Larutan
diinkubasi dengan suhu 60degC selama 30 menit Pada proses inkubasi
microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung microcentrifuge tube
secara perlahan setiap 5 menit GSB Buffer sebanyak 200 μL ditambahkan dan
dikocok dengan kuat dan diinkubasi kembali pada suhu 60ordmC selama 20 menit
Selama proses inkubasi microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung
secara perlahan setiap 5 menit
b DNA Binding
Sampel tahapan sebelumnya ditambahkan 200 μL etanol absolut
dikocok dengan kuat selama 10 detik Endapan yang muncul dipecah dengan
27
menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan
tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan
tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit
Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi
dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru
c Pencucian
W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan
sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30
detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column
diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL
Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan
kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi
kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi
yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit
untuk mengeringkan kolom matriks
d Elution
GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube
15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak
100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke
bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit
untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column
disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan
elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak
DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
28
347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)
DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et
al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan
dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10
menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting
yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel
rambut diganti)
Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan
disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer
(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada
microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan
suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit
pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm
beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan
disimpan pada suhu -20 ordmC
348 Uji Kuantifikasi DNA
Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji
kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL
DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette
DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus
menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi
dan tingkat kemurnian
29
349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)
Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR
master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-
ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT
CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL
DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke
dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas
kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR
mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre
denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing
54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final
extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali
3410 Elektroforesis dan Visualisasi
Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis
horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan
TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL
dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm
dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down
Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker
DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran
Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan
listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki
elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt
selama 60 menit
30
Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam
dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel
agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa
divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator
3411 Sequencing DNA
Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai
ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward
dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan
metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit
(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing
menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)
Malaysia)
35 Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif
(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil
sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis
dianalisis secara deskriptif
351 Analisis Bioinformatika
Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan
kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian
hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak
ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian
dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment
Editor 725 (Hall 2001)
31
Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-
base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)
menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base
similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99
Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple
Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak
MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan
variasi basa sampel
32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi
Berbeda
DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut
DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil
kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari
sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang
mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut
menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini
Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan
metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut
dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai
kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada
Tabel 1
Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua
metode hasil penelitian
Pengulangan ke-
Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)
Kit Konvensional Kit Konvensional
1 Angus 269 102 2100 11100
2 FH 207 109 7810 11720
3 Simmental 263 111 231 11340
Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi
Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah
dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut
33
dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode
sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata
nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah
246plusmn034 dan 107plusmn005
Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar
17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)
Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran
kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di
bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari
tahapan masing-masing metode
Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian
genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya
kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang
dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA
Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi
DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan
meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa
denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan
meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan
nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian
DNA yang baik (gt20)
Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah
nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein
Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al
34
2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini
protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada
nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi
protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat
Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh
lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik
Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode
konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit
yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode
konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti
protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan
mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al
1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses
PCR (Demeke amp Jenkins 2010)
Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa
dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA
diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun
nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang
baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan
konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen
(Demeke amp Jenkins 2010)
Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan
hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit
untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional
35
pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang
cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada
penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal
Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan
konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan
RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)
42 Konfirmasi Gen CEBPα
Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan
dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan
pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain
oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar
1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)
yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701
(Lampiran 4)
Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh
semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di
antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan
panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa
dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)
Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah
dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan
program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa
penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda
Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC
36
(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah
dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut
namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk
membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)
Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339
bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO
Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya
perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer
Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari
merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini
perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1
menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses
tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing
yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template
DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang
Target 1339
bp
37
sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA
teramplifikasi sempurna
Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi
Program PCR
Pre
Denaturation Denaturation Annealing Extension
Final
Extension Siklus
Penelitian
Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40
Referensi
Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35
Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32
He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32
Keterangan tanda () = menit tanda () = detik
43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis
menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh
empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black
(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan
(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean
(XM_0252690201)) (Tabel 3)
Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat
prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis
komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari
runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data
tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database
(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang
38
komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga
mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)
Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan
persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan
referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak
(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat
dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi
Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3
Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI
Sampel Spesies Breed GenBank Accesion
Query Cover
Max Iden
Bali
(B sondaicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Pasundan (B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99
Friesians Holstein
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Angus (B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Peranakan Ongole
(B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99
Simmental
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99
39
Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau
kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di
GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan
kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen
CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen
identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen
fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)
Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang
dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden
2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan
seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi
Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap
sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67
(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki
urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki
runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian
akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover
95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover
99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3)
44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali
Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan
runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4
40
Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi
Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil
ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada
empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo
(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau
Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada
sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)
yaitu terletak pada enam posisi berbeda
Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank
Spesies_Breed Posisi Runutan Basa
88
97
103
271
567
733
832
855
870
921
926
931
957
1088
1149
1175
1196
B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G
B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C
B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T
C
B taurus_Angus C C
B taurus_ Friesians Holstein C C
B taurus_ Simmental C C
B indicus_ Pasundan C C
B indicus_ Peranakan Ongole C C
B sondaicus_ Bali C A C G A
Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T
Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)
Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi
Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi
Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196
(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi
tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)
Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa
yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali
41
memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut
memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut
Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi
Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru
Thymine (T) = merah)
42
Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen
CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson
gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi
dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi
Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki
1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan
mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali
Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi
Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B
banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal
usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan
sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel
sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki
kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus
atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)
(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH
Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya
variasi basa yang ditemukan
Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali
terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan
adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis
kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan
keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah
mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode
43
yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe
dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)
Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan
dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)
(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis
Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi
keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali
(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan
pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al
2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi
karakteristik dari daging sapi Bali
Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et
al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki
kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan
menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et
al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga
mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat
dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan
dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)
Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk
menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin
(subtropis)
Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan
sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi
44
lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan
daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki
kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang
lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari
karkas yang diperoleh
45
BAB V
PENUTUP
51 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa
1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan
PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)
2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi
Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa
3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi
DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit
52 Saran
Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah
populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme
(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak
dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi
tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar
memperoleh hasil yang maksimal
46
DAFTAR PUSTAKA
Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka
Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)
Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular
Research 14(3) 9370ndash9383
Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research
24(13) 2623ndash2625
Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan
Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39
Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan
Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor
Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice
Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773
Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176
Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the
National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7
Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash
ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24
Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods
PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990
Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797
Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11
Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga
47
Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method
of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231
Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194
Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and
Pathology 3(2) 133ndash137
Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food
Research International 43(7) 1866ndash1873
Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology
Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the
Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076
He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle
Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969
Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27
Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and
Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26
Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R
(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science
and Technology 46(6) 909ndash916
Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839
Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from
hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289
Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and
Evolution 33(7) 1870ndash1874
Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer
Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683
Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon
D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To
48
Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of
Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764
Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription
factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742
Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)
Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485
Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology
Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)
Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On
Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087
Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali
(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128
Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9
Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On
Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335
Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A
Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in
Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20
Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash
441
Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect
On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81
Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor
Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam
Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156
Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C
A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle
49
Journal Animal Science 80 3077ndash3085
Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in
The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72
Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water
Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A
Review Meat Science 89(2) 111ndash124
Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374
Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat
[Skripsi] Institut Pertanian Bogor
Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes
transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504
Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)
Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6
Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure
Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75
Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E
Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among
Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158
Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)
Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The
Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299
Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip
Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle
Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020
Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots
In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451
50
Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp
Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with
Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33
Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan
Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from
httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395
Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian
Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470
Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for
bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594
Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole
(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional
Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)
Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan
Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)
Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273
Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian
Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354
Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds
Biodiversitas 17(1) 275ndash295
Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)
Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131
Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang
Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107
Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence
of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554
Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508
Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The
51
CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)
Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19
Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter
Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316
Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular
Research 11(2) 1651ndash1661
Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The
CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077
Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia
(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25
Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20
Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle
Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954
Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal
Science 50(11) 499ndash502
52
LAMPIRAN
Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data
Gen Bank
Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178
Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283
Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247
Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank
Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank
53
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)
Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel
NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian
1
Darah
Pasundan 601 867 173
2 Pasundan 602 1035 194
3 Peranakan Ongole 1691 278 309
4 Peranakan Ongole 1693 234 434
5 Bali 59 173 941
6 Bali 64 192 502
7
Rambut
Angus 171405 105 21
8 Friesians Holstein 310102 202 781
9 Friesians Holstein 310158 116 1134
10 Simmental 4490 22 231
11 Simmental 6115 116 1134
3 Dr Dasumiati MSi selaku Ketua Prodi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4 Prof Dr Endang Tri Margawati MAgrSc selaku Kepala Laboratorium
Genetika Molekuler Hewan Puslit Bioteknologi-LIPI dan pembimbing I yang
telah memberikan arahan bimbingan serta saran yang bermanfaat selama
kegiatan penelitian skripsi berlangsung dan dalam penyusunan skripsi
5 Dr Nani Radiastuti MSi selaku pembimbing II atas kesediaan dalam
membimbing dan memberikan nasihat yang membangun kepada penulis selama
kegiatan penelitian skripsi berlangsung dan dalam penyusunan skripsi
6 Slamet Diah Volkandari MSc dan Indriawiati MSi selaku pembimbing di
Laboratorium Genetika Molekuler Hewan yang telah memberikan arahan
selama bekerja di Laboratorium
7 Para mentor Mardiansyah MSi (alumni angkatan 2003) Fahri Fahrudin MSi
(2005) Firdaus Ramadhan SSi (2010) Alfan Farhan Rijaluddin SSi (2010)
Yudhi Nugraha S Putra PhD (2007) yang telah membagikan ilmu
pengalaman dan motivasi
8 Widya Pintaka Bayu Putra MSc peneliti di Laboratorium Reproduksi
Pemuliaan dan Kultur Sel Hewan yang telah memberikan ilmunya serta
membimbing menyelesaikan penulisan skripsi
9 Ibu Bapak Kakak dan seluruh staf Puslit Bioteknologi-LIPI khususnya staf
Laboratorium Genetika Molekuler Hewan atas ilmu dan masukkan membangun
selama menjalani penelitian skripsi
10 Rekan-rekan seperjuangan mahasiswa Jurusan Biologi angkatan 2014 yang telah
bersama-sama dengan penulis menghadapi suka duka dalam perkuliahan
11 Kelompok studi GENOM (Generation of Microbiology and Molecular) yang
telah mengajari penulis tentang penelitian dan penulisan
12 Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan
skripsi yang tidak dapat disebutkan satu per satu
Penulis menyadari penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca Akhirnya
penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca
Jakarta 9 September 2018
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK i ABSTRACT ii
KATA PENGANTAR iii DAFTAR ISI vi
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR LAMPIRAN x
BAB I PENDAHULUAN
11 Latar Belakang 1 12 Rumusan Masalah 5 13 Hipotesis 5
14 Tujuan Penelitian 5 15 Manfaat Penelitian 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
21 Bangsa Sapi Ternak 7
22 Sapi Pasundan 8 23 Sapi Peranakan Ongole (PO) 9 24 Sapi Bali 10
25 Sapi Angus 11 26 Sapi Simmental 11
27 Sapi Friesians Holstein (FH) 12 28 Nutrisi dan Kualitas Daging 13 29 CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs) 14
210 Gen CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα) 15 211 Pengaruh Lingkungan Terhadap Kualitas Daging 16
BAB III METODE
31 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian 18
32 Alat dan Bahan 18 33 Sampel Penelitian 19 34 Prosedur Kerja 20
341 Sterilisasi Alat dan Bahan 20 342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA 20
343 Pengambilan Sampel Darah Sapi 23 344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990) 23 345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi 26
346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)
26
347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005) 28 348 Uji Kuantifikasi DNA 28 349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) 29
3410 Elektroforesis dan Visualisasi 29
3411 Sequencing DNA 30
35 Analisis Data 30 351 Analisis Bioinformatika 30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi
Berbeda
32
42 Konfirmasi Gen CEBPα 35 43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) 37
44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali 39
BAB V PENUTUP
51 Kesimpulan 45 52 Saran 45
DAFTAR PUSTAKA 46
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Sapi Pasundan di BPPT Sapi Potong Ciamis 9 Gambar 2 Sapi PO di Peternakan Terbuka 10
Gambar 3 Sapi Bali Betina dan Jantan 11 Gambar 4 Sapi Angus di Peternakan Kabupaten Seragen 11
Gambar 5 Sapi Simmental di Peternakan Tradisional 12 Gambar 6 Gambar 6 Sapi FH di Peternakan Terbuka 13 Gambar 7 Ilustrasi dari Leucine Zipper Domain 15
Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα 36 Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα Sampel Berdasarkan peak 41
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua metode
32
Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi
37
Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI 38 Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank 40
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data GenBank
52
Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data GenBank 52 Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank 52
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα 53 Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel 53
1
BAB I
PENDAHULUAN
11 Latar Belakang
Angka konsumsi daging sapi nasional semakin meningkat Peningkatan
tersebut sebesar 989 per tahun terhitung dalam kurun waktu 1993 sampai
dengan 2015 (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian
Pertanian 2016) Jumlah penduduk yang bertambah dan kesadaran masyarakat
akan pentingnya mengonsumsi protein hewani yang menjadi penyebab
peningkatan konsumsi daging sapi nasional (Wiyatna 2007 Rusono 2015)
Penyediaan daging sapi nasional dipenuhi oleh produksi sapi lokal sebanyak 70
(Rusono 2015)
Sapi Bali (Bos sondaicus) dan sapi Peranakan Ongole atau PO (B indicus)
merupakan sapi potong lokal yang banyak dijadikan sumber pemenuhan daging
sapi nasional (Wiyatna 2007 Yosita et al 2012) Sapi potong lokal lain yang
berpotensi sebagai sumber pemenuhan daging sapi nasional adalah sapi Pasundan
(B indicus) (Sulasmi et al 2017) Selain sapi potong lokal sapi potong yang
berasal dari luar Indonesia (introduksi) juga dijadikan sumber pemenuhan daging
nasional seperti sapi Angus (B taurus) Simmental (B taurus) Friesians Holstein
atau FH (B taurus) Sapi-sapi tersebut mampu beradaptasi dengan baik pada
lingkungan di Indonesia
Saat ini kualitas daging sapi potong lokal perlu ditingkatkan Kualitas
daging sapi dapat diukur berdasarkan parameter berupa warna daging warna
lemak jumlah lemak (Glitsch 2000) rendah lemak (lean meat) (Dagong et al
2012) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al 2011)
2
Penyediaan daging sapi berkualitas dapat dilakukan melalui metode seleksi
molekuler menggunakan gen kandidat yang berasosiasi dengan sifat kualitas
daging sapi
Beberapa gen kandidat yang berasosiasi dengan sifat kualitas daging sapi
seperti Micromolar Calcium Activated Neutral Protease (CAPN1) (Page et al
2002) Leptin (LEP) (Schenkel et al 2005) Calpastatin (CAST) (Schenkel et al
2006) Fatty Acid Binding Protein 4 (FABP4) (Barendse et al 2009)
Diacylglycerol O-Acyltransferase (DGAT1) (Yuan et al 2013) dan
CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα) (Shin et al 2007 Wang et al
2011) Gen CEBPα dapat berasosiasi terhadap komposisi dan pendistribusian
lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al 2011) sehingga
berkontribusi pada peningkatan kualitas daging (Adoligbe et al 2015)
Data terkait gen CEBPα pada sapi baru dikonfirmasi pada sapi Japanese
Black (B taurus) Qinchuan (B taurus) Hanwoo (B taurus) Penelitian
Taniguchi amp Sasaki (1996) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi Japanese
Black Penelitian Wang et al (2012) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi
Qinchuan dengan panjang 1062 base pair (bp) Gen CEBPα pada sapi Qinchuan
memiliki nilai similarity asam amino dengan Sus scrofa (97) Homo sapiens
(95) Rattus norvegicus (94) Oryctolagus cuniculus (94) dan Mus musculus
(93) Penelitian Jeoung et al (2004) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi
Hanwoo dengan panjang 1059 base pair (bp) yang mengodekan 353 asam
amino Pada sapi Hanwoo ekspresi tertinggi gen CEBPα terjadi pada jaringan
adiposa
3
Selain faktor genotipe kondisi lingkungan juga mempengaruhi kualitas
daging sapi (Schutt et al 2009) Fenotipe berupa daging yang berkualitas
merupakan hasil interaksi antara faktor genotipe dan lingkungan (Peaston amp
Whitelaw 2006) Perbedaan kondisi lingkungan berupa iklim menjadikan adanya
perbedaan karakteristik pada daging sapi
Kandungan lemak intramuskular dan lemak internal B taurus (subtropis)
lebih banyak dibandingkan B indicus (tropis) (Yosita et al 2012) Kandungan
lemak pada intramuskular berkorelasi dengan sifat kualitas daging seperti
tenderness (keempukan) (Reverter et al 2003) dan lean meat (rendah lemak)
(Dagong et al 2012) Perbedaan kondisi lingkungan sapi potong lokal (tropis)
dengan sapi potong introduksi (subtropis) memungkinkan adanya variasi basa gen
CEBPα
Penelitian ini untuk mendeteksi keberadaan gen CEBPα yang berasosiasi
dengan sifat kualitas daging pada sapi yang diteliti yaitu sapi potong lokal (sapi
Pasundan PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)
Alasan pemilihan sapi-sapi tersebut karena termasuk ke dalam program
pemerintah dalam pengembangan sapi potong untuk meningkatkan penyediaan
daging sapi nasional (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Kementerian Pertanian 2016)
Penelitian deteksi gen CEBPα diawali dengan tahapan ekstraksi DNA
DNA dapat diperoleh melalui darah saliva sel epitel (Hansen et al 2007) dan
rambut (Heywood et al 2003) Penggunaan sampel rambut merupakan salah satu
alternatif apabila menemui hewan atau ternak yang bernilai tinggi atau liar (tidak
4
dapat memperoleh darah) Pada penelitian deteksi keberadaan suatu gen
efektivitas metode ekstraksi DNA rambut perlu diperhatikan
Ekstraksi DNA rambut umumnya menggunakan kit komersial atau secara
konvensional Salah satu kit ekstraksi DNA yang umum digunakan adalah
gSYSCtrade DNA Extraction Kit Penggunaan kit untuk ekstraksi DNA
memberikan hasil yang baik namun cenderung memerlukan biaya yang mahal
(Demeke amp Jenkins 2010) Metode konvensional dapat dipertimbangkan menjadi
alternatif dalam ekstraksi DNA rambut karena biaya yang murah dan memberikan
hasil yang dapat digunakan dalam analisis molekuler selanjutnya Salah satunya
adalah metode ekstraksi DNA rambut yang diterapkan pada penelitian Kumar et
al (2005) Metode tersebut berhasil dalam mengekstraksi DNA rambut sapi
Pemilihan metode tersebut karena tahapan yang mudah untuk dilakukan dan
menggunakan bahan yang aman terhadap kesehatan
Penelitian ini menjadi langkah awal untuk mengungkap potensi gen
CEBPα pada sapi potong lokal dan sapi potong introduksi yang diteliti Data atau
informasi terkait gen CEBPα yang berasosiasi dengan sifat kualitas daging pada
sapi yang diteliti masih belum tersedia Selanjutnya penelitian ini menjadi salah
satu tahapan penting dalam pemuliaan ternak secara molekular sehingga dapat
diperoleh daging sapi yang berkualitas Selain itu penelitian ini juga
membandingkan hasil metode ekstraksi DNA menggunakan metode kit dan
konvensional untuk memperoleh efisiensi dalam penelitian analisis molekuler
DNA sapi
5
12 Rumusan Masalah
1 Apakah sapi potong lokal (sapi Pasundan PO Bali) dan sapi potong
introduksi (sapi Angus Simmental FH) memiliki gen CEBPα dan
variasi basa pada gen tersebut
2 Apakah ekstraksi DNA rambut dengan metode konvensional dapat
dijadikan metode alternatif selain menggunakan metode kit
13 Hipotesis
1 Sapi potong lokal dan sapi potong introduksi memiliki gen CEBPα dan
terdapat variasi basa pada gen tersebut
2 Ekstraksi DNA rambut dengan menggunakan metode konvensional dapat
dijadikan alternatif selain metode kit
14 Tujuan Penelitian
1 Untuk mengonfirmasi keberadaan gen CEBPα pada sapi yang diteliti
serta memperoleh informasi terkait variasi basa gen CEBPα pada sapi
yang diteliti
2 Untuk mendapatkan metode ekstraksi DNA rambut alternatif selain
dengan menggunakan metode kit
15 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini antara lain
1 Sebagai penelitian awal dalam mengungkap keberadaan gen CEBPα
pada sapi yang diteliti berkaitan dengan kualitas daging sapi yang baik
serta mengetahui dan mempelajari asosiasi gen CEBPα terhadap kualitas
daging sapi
6
2 Berkontribusi dalam seleksi ternak secara molekuler dengan gen
CEBPα berupa sifat kualitas daging berkaitan dengan kandungan lemak
pada sapi potong yang diteliti untuk keperluan program breeding
3 Memperoleh metode alternatif selain metode kit dalam mengekstraksi
DNA rambut yang efisien dan tidak memerlukan biaya yang mahal
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
21 Bangsa Sapi Ternak
Binatang ternak menjadi salah satu mahluk yang dijadikan pembelajaran
dalam Al Quran Al Anrsquoam yang artinya binatang ternak menjadi salah satu nama
surat dalam Al Quran merupakan surat ke-6 yang diturunkan di Mekah dengan
165 ayat Salah satu ayat surat Al Anrsquoam yang menjelaskan tentang peruntukan
binatang ternak adalah pada ayat 142
ldquoDan di antara hewan ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan ada
yang untuk disembelih Makanlah dari rezeki yang telah diberikan Allah
kepadamu dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan Sesungguhnya
setan itu musuh yang nyata bagimurdquo (Al Anrsquoam (6) 142)
Allah Subhanallahu wa Tarsquoala telah memberikan rezeki kepada manusia
berupa binatang ternak yang dapat disembelih dengan tata cara sesuai syariat
Kemudian dagingnya dapat dimanfaatkan sebagai sumber gizi untuk manusia
Berdasarkan hal tersebut diperlukan upaya untuk mengkaji secara ilmiah daging
binatang ternak salah satunya sapi
Secara umum bangsa sapi terbagi menjadi tiga kelompok (Natasamita amp
Mudikdjo 1985) (1) Bos taurus yang merupakan bangsa sapi yang paling besar
berasal dari Eropa Ciri khas B taurus tidak memiliki punuk (2) B indicus
(Zebu) yang merupakan bangsa sapi asal India dan Afrika yang menyebar di
wilayah Asia Ciri khas B indicus memiliki punuk (3) B sondaicus (B bibos)
8
merupakan sapi asli Indonesia yang sudah lama beradaptasi di lingkungan
Indonesia Tubuh B sondaicus relatif lebih kecil dibandingkan B taurus dan B
indicus
Definisi dari sapi lokal adalah sapi asli Indonesia atau hasil persilangan
yang telah ditetapkan sebagai rumpun sapi nasional sedangkan sapi introduksi
merupakan sapi impor (luar Indonesia) yang berkembang biak di Indonesia tanpa
adanya persilangan dengan sapi lokal (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi
Pertanian Kementerian Pertanian 2016) Kumpulan beberapa jenis sapi ternak
yang memiliki kesamaan karakteristik disebut dengan rumpun atau (breed)
(Setiadi 2016) Beberapa breed sapi lokal adalah sapi Pasundan Peranakan
Ongole (PO) Bali dan introduksi adalah sapi Angus Simmental Friesians
Holstein (FH)
22 Sapi Pasundan
Sapi Pasundan (B indicus) merupakan sapi potong lokal yang memiliki
gen khas dari sapi Bali sapi Jawa sapi Ongole dan sapi Madura Sapi Pasundan
memiliki asal usul secara genetik yang merupakan hasil tekanan inbreeding dari
generasi persilangan pada program grading up sapi Ongole dan program grading
up sapi Jawa dengan sapi Madura dan sapi Bali (Baharun 2015) Sapi Pasundan
memiliki karakteristik mudah beradaptasi dengan lingkungan mudah dipelihara
memiliki kualitas karkas yang baik dan relatif tahan terhadap penyakit tropis
(Baharun 2015)
Sapi Pasundan yang baru ditetapkan sebagai kekayaan sumber genetik
ternak lokal Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor
1051kptsSR120102014 tentang penetapan rumpun sapi Pasundan Menurut
9
Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1051kptsSR120102014 karakteristik sapi
Pasundan (Gambar 1) memiliki warna tubuh dominan merah bata terdapat warna
putih pada bagian pelvis dan keempat kaki bagian bawah (tarsus dan carpus)
dengan batasan yang tidak kontras Terdapat garis belut atau garis punggung
sepanjang punggung dengan warna lebih tua dari warna dominan (Gambar 1)
Sapi Pasundan memiliki hidung dan ujung ekor berwarna hitam dengan
bentuk tubuh segi empat serta memiliki tanduk dengan bentuk yang pendek tidak
seragam atau bervariasi dari ukuran kecil sampai besar (Baharun 2015 Sulasmi
et al 2017) Beberapa sapi Pasundan jantan dapat mengalami perubahan warna
dari merah bata menjadi hitam pada saat mencapai fase kelamin dewasa
Gambar 1 Sapi Pasundan di BPPT Sapi Potong Ciamis
(Sumber Baharun 2015)
23 Sapi Peranakan Ongole (PO)
Sapi Peranakan Ongole atau PO (B indicus) merupakan sapi hasil
persilangan secara grading up antara sapi Sumba Ongole dengan sapi Jawa
(Prasetya 2011 Sutarno amp Setyawan 2016) Sapi PO memiliki keunggulan
berupa tidak sulit dalam proses reproduksi dan tingkat kebuntingan nya tinggi
(Subiharta et al 2012) Populasi terbesar sapi PO berada di pulau Jawa terutama
Jawa Timur (Astuti 2004)
10
Karakteristik sapi PO (Gambar 2) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)
berwarna putih atau abu-abu warna hitam di ekor dan rambut di sekitar mata
bentuk kepala melengkung pendek tanduk pendek telinga menggantung yang
panjang dan perut yang agak besar terkadang ada bercak hitam di lututnya
Memiliki warna tubuh putih hingga keabu-abuan Sapi jantan memiliki warna
keabu-abuan lebih sering muncul di sekitar gelambir leher ekor dan kepala
sedangkan pada sapi betina warna putih lebih dominan (Sudrajad amp Adinata
2013)
Gambar 2 Sapi PO di Peternakan Terbuka (Sumber Kementerian Pertanian 2012)
24 Sapi Bali
Sapi Bali (B sondaicus) merupakan keturunan dari Banteng (B banteng)
(Talib 2002 Purwantara et al 2012) yang telah mengalami domestikasi selama
bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Sapi Bali merupakan salah satu sapi
asli Indonesia (Margawati 2012) Sapi Bali memiliki ciri fisik yang sedikit
mengalami perubahan dari banteng (Mahdi et al 2013) Sapi Bali mewakili 27
dari total populasi yang ada di Indonesia dan menjadi sapi utama untuk
peternakan kecil Populasi sapi Bali tersebar di pulau Bali Sulawesi Selatan
Nusa Tenggara Timur dan Barat (Purwantara et al 2012)
Karakteristik sapi Bali (Gambar 3) memiliki warna tubuh merah bata
memiliki garis belut atau garis di sepanjang punggung Warna sapi jantan akan
11
berubah kehitaman sedangkan warna sapi betina relatif tetap setelah dewasa Sapi
Bali tidak memiliki punuk dan keempat kaki bagian bawahnya berwarna putih
(Abidin 2010)
Gambar 3 Sapi Bali Betina dan Jantan (a) Betina (b) Jantan (Sumber Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali 2015)
25 Sapi Angus
Sapi Angus (B taurus) berasal dari Skotlandia Utara yang beriklim dingin
dan lembap Menurut Sutarno amp Setyawan (2016) Berat badan umur 15 tahun
dapat mencapai 650 kg Karakteristik sapi Angus (Gambar 4) memiliki bentuk
tubuh lebar dan rata Warna tubuh keseluruhan hitam namun terkadang ada
warna putih di bagian belakang bawah pusat tidak bertanduk bentuk tubuh rata
seperti papan dan dagingnya padat
Gambar 4 Sapi Angus di Peternakan Kabupaten Seragen
(Sumber Adinata et al 2017)
26 Sapi Simmental
Sapi Simmental (B taurus) merupakan salah satu jenis ternak tertua di
dunia yang bertahan hingga saat ini Sapi Simmental merupakan jenis sapi
(b) (a)
12
subtropis Sapi Simmental berasal dari Switzerland yang telah dijinakkan setelah
abad ke-13 Sapi Simmental dan semen beku pada tahun 1985 tiba di Indonesia
dari New Zealand dan Australia (Sutarno amp Setyawan 2016)
Karakteristik sapi Simmental (Gambar 5) menurut Sutarno amp Setyawan
(2016) memiliki tubuh yang berotot dan kukuh pertumbuhan otot yang cepat
jenis spesifik yang ditemukan di Indonesia memiliki wajah kuning atau merah
kecokelatan dengan kaki bawah putih dan ujung ekor putih Berat seekor sapi
dewasa bisa melebihi 1000 kilogram
Gambar 5 Sapi Simmental di Peternakan Tradisional
(Sumber Sutarno amp Setyawan 2016)
27 Sapi Friesians Holstein (FH)
Sapi Friesians Holstein (FH) (B taurus) telah dikembangkan sejak abad
ke-13 di Belanda (Belanda Utara dan Friesland) dan Jerman Utara (Schleswig-
Holstein) untuk menghasilkan sejenis ternak yang mampu mengonsumsi rumput
lokal Usaha untuk pengembang biakan menghasilkan ternak sapi perah terbaik di
dunia dengan warna hitam dan putih khas Sapi FH pertama kali diimpor dari
Belanda pada abad ke-19 (Sutarno amp Setyawan 2015)
Karakteristik sapi FH (Gambar 6) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)
umumnya berwarna hitam dengan warna putih garis-garis tetapi kadang-kadang
merah dengan garis-garis putih dan dengan batas warna yang jelas Kepala
13
panjang lebar dan lurus Sapi FH memiliki tanduk yang pendek dan melengkung
memiliki mulut lebar lubang hidung terbuka lebar rahang kuat telinga ukuran
sedang dahi lebar leher panjang dan tipis Bahu yang besar terletak di dinding
dada dan membentuk sendi yang baik dengan tubuh Punggung yang kokoh dan
rata dengan tulang punggung yang saling terhubung dengan baik
Gambar 6 Sapi FH di Peternakan Terbuka
(Sumber Sutarno amp Setyawan 2015)
28 Nutrisi dan Kualitas Daging Sapi
Daging sapi menjadi salah satu sumber pemenuhan protein yang memiliki
banyak kandungan nutrisi Kandungan nutrisi dari daging sapi berupa vitamin D
vitamin B12 zat besi selenium seng dan asam lemak esensial Omega 3 (Scollan
et al 2006) Kandungan lain dari daging sapi adalah 75 air 20 protein 3
lemak dan 2 substansi non-protein larut Substansi non-protein larut tersebut
berupa 45 nitrogen 45 karbohidrat 8 komponen anorganik 3 vitamin
dan 3 logam (Tornberg 2005)
Penjualan daging sapi dipengaruhi oleh daya tarik daging bagi konsumen
yang digambarkan sebagai kualitas daging Kualitas daging didefinisikan sebagai
sifat yang dirasakan konsumen secara visual dan sensoris (Becker 2000)
Kualitas daging diukur berdasarkan parameter berupa warna daging warna
lemak jumlah lemak (Glitsch 2000) tekstur nilai marbling (intramuscular fat)
14
(Lee et al 2007) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al
2011) dan lean meat (Dagong et al 2012)
Menurut Becker (2000) empat karakteristik makanan daging berkualitas
sebagai berikut (1) Karakteristik yang menunjukkan kandungan gizi protein
lemak kandungan karbohidrat (2) Karakteristik yang menunjukkan kualitas
pengolahan panjang sarkomer nilai pH warna kegemukan kapasitas pengikat
air (3) Karakteristik yang menunjukkan kualitas hygienic-toxicological residu
kontaminan status mikroorganisme zat aditif (4) Karakteristik yang
menunjukkan kualitas sensorik tekstur (tenderness juiciness) rasa atau bau dan
warna atau penampilan (marbling)
29 CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs)
CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs) merupakan keluarga
transkripsi yang mengandung domain leucine zipper dasar yang conserved atau
tidak berubah (Gambar 7) pada C-terminus yang terlibat dalam dimerisasi dan
pengikatan DNA (Ramji amp Foka 2002) Protein CEBP pertama kali
diidentifikasi di laboratorium Steve McKnight sebagai faktor stabil panas pada
inti hati tikus yang mampu berinteraksi dengan motif CCAAT box yang terdapat
pada beberapa promoter gen seluler (Johnson amp McKnight 1989)
Gen CCAATEnhancer Binding Protein (CEBP) merupakan keluarga faktor
transkripsi yang terekspresikan pada proses diferensiasi preadiposit (He et al
2011) Peran dari keluarga CEBP diantaranya pada diferensiasi seluler
mengontrol metabolisme proliferasi seluler regulasi peradangan (Ramji amp Foka
2002) siklus sel hematopoiesis perkembangan skeletal dan respons host imun
(Tsukada et al 2011) Terdapat enam anggota kelompok gen CEBP yang telah
15
diisolasi dan di karakterisasi yaitu CEBPα CEBPβ CEBPγ CEBPδ CEBPε
dan CEBPδ (Ramji amp Foka 2002) Gen tersebut memainkan peran penting dalam
diferensiasi adiposit (Lane et al 1999)
Gambar 7 Ilustrasi dari Leucine Zipper Domain
(Sumber Tsukada et al 2011)
210 Gen CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα)
Daerah promoter proksimal gen CCAATEnhancer Binding Protein α
(CEBPα) pada tikus pertama kali dicirikan dan menunjukkan mengandung
tempat pengikatan potensial untuk CEBP Sp1 Nuclear Factor (NF)-1 NF-Y
Upstream Stimulating Factor (USF) Basic Transcription Element Binding
Protein (BTEB) dan NF-Κb (Christy et al 1991) Promoter gen CEBPα dapat
diaktifkan secara otomatis di dalam sel yang dapat ditransfer melalui ekspresi dari
plasmid (Legraverend et al 1993)
Sequence gen CEBPα sapi memiliki kesamaan 899 pada urutan
nukleotida dan 925 urutan asam amino dengan gen tikus (Taniguchi amp Sasaki
1996) Gen CEBPα sapi seperti gen tikus yaitu bebas intron Open reading
frame (nukleotida 169 ndash 1230) pada gen CEBPα sapi mengodekan protein 353
16
residu asam amino yang merupakan lima asam amino lebih pendek dari pada
protein tikus (Taniguchi amp Sasaki 1996) Asam amino tersebut terekspresi
sebelum transkripsi gen spesifik adiposit yang memiliki situs pengikatan gen
CEBPα (Wang et al 2011) Urutan seperti kotak TATA terletak di nukleotida 13
ndash 18 namun situs mulai transkripsi tidak ditentukan (Taniguchi amp Sasaki 1996)
Faktor transkripsi CEBPα memainkan peranan penting selama
diferensiasi preadiposit menjadi adiposit Gen CEBPα diidentifikasi sebagai
Nuclear Factor (NF) yang di induksi saat diferensiasi yang mengikat secara
spesifik ke promotor beberapa gen (Vasseur-Cognet amp Lane 1993) Gen CEBPα
memainkan peran penting dalam pengendapan lemak dan diferensiasi adiposit
(Shin et al 2007) Gen CEBPα menjadi kandidat gen penting untuk
diidentifikasi secara marker genetik pada karkas dan sifat kualitas daging sapi
ternak (Shin et al 2007) Gen CEBPα juga dapat mengatur metabolisme energi
dan nutrisi dengan mengaktifkan beberapa gen spesifik seperti
phosphoenolpyruvate carboxykinase dan reseptor insulin (Park et al 1990)
211 Pengaruh Lingkungan Terhadap Kualitas Daging
Kondisi lingkungan berupa temperatur akan mempengaruhi keadaan
fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Kondisi lingkungan secara langsung
mempengaruhi proses metabolisme organ dan otot (Gregory 2010) Pada zona
nyaman sapi akan sedikit mengeluarkan energi dan tidak terpengaruh oleh
temperatur lingkungan sebaliknya jika berada diluar zona nyaman sapi akan
mengalami stres yang bertujuan untuk mengembalikan kepada kondisi tubuh yang
normal (Nardone et al 2006) Kondisi tersebut akan menyebabkan terjadinya
17
perubahan seperti pola makan fisiologis dan fungsi metabolisme pada kuantitas
dan kualitas produksi dari sapi itu sendiri
Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan menyebabkan terjadinya
penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et al 2001 Mader amp Davis
2004) yang terjadi pada sapi B indicus (Gregory 2010) Suhu di atas 30degC akan
menyebabkan terjadinya penurunan jumlah berat badan (Nardone et al 2006)
Pada periode yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi
perubahan fenotipe dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006 Gregory 2010)
18
BAB III
METODE
31 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari ndash Juni 2018 di
Laboratorium Genetika Molekuler Hewan Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI
Cibinong Jl Raya Bogor KM 46 Bogor Jawa Barat
32 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik
micropipette 10 microL 200 microL 1000 microL (Boesco dan Bio-Rad) dan pH meter
(Thermo Orion) tabung vacutainer mengandung K3EDTA holder dan jarum
needle ukuran 21G microcentrifuge tube 15 mL sentrifugator (Hermile Z 300
K) vortex (Barnstead Thermolyne) micropipette 1000 microL (Boesco) blue tips
white tips yellow tips shaker agigator (Thermo Scientific) parafilm pipet
Pasteur autoklaf (Trace Raypa) spektromotometer UV-Vis (GeneQuant) cuvette
dan laminar air flow (Telstar BH ndash 100) tangki elektroforesis horizontal (Bio-
Rad) power supply (Bio-Rad) timbangan analitik (Preciso XT 120A) hot plate
stirrer (Thermolyne Cimarec 2) pH meter (Thermo Orion) vortex (Barnstead
Thermolyne) Sentrifugator (HermLe Z 300 K) shaker (Bio Green) thermocycler
(Eppendorf) UV-transiluminator (Major Science)
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Red Cell Lysis Buffer
(RCLB) 250 mL pH 72 Tris Buffer Solution (TBS) 250 mL pH 74 TE Buffer
250 mL pH 8 Sodium Dedocyl Sulfate (SDS) (Mp Biomedicals) K3EDTA
(Garnier Bio One) Proteinase-K (Roche Diagnostic) PCR Buffer (Qiagen)
Proteinasi-K (Geneaid) proteinase-K Solution Ethylene Diamine Tetracetic Acid
19
(EDTA) (Mp Biomedicals) alkohol 70 alkohol absolut dingin tissue tissue
kimwipe NaCl Pekat Destillation Water (DW) steril Primer CEBPα forward
dan reverse (Integrated DNA Technolgies) TE buffer Double Destillation Water
(DDW) free nuclease (Ferementas) DNA ladder (Vivantis) PCR master mix kit
KAPA2G Robust (Kapa Biosystem) Gel Agarosa (Roche) boric acid (Merck)
tris base (Himedia) KCl (Merck) NaCl (Genetika Science) KHCO3 (Merck)
NH4Cl (Merck) Ethidium Bromida (EtBr) (Merck) gSYSCtrade DNA Extraction
Kit GS100 (Geneaid) amplop kertas
33 Sampel Penelitian
Breed sapi yang diteliti terbagi menjadi dua kelompok yaitu 1) Sapi potong
lokal (sapi Pasundan PO Bali) 2) Sapi potong introduksi (sapi Angus
Simmental FH) Sumber DNA berasal dari 1) Darah (sapi Pasundan PO Bali)
2) Rambut (sapi Angus Simmental FH) Darah atau rambut yang diambil
berasal dari dua individu berbeda setiap jenisnya kecuali sampel rambut sapi
Angus yang diperoleh dari satu individu saja
Jenis sapi yang diteliti berasal dari berbagai tempat yang berbeda yaitu 1)
Sapi Pasundan berasal dari Balai Pengembangan Perbibitan Ternak (BPPT) Sapi
Potong Ciamis 2) Sapi PO berasal dari BPPT Grobogan 3) Sapi Bali berasal dari
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Peninda Bali 4) sapi Angus
Simmental FH berasal dari Badan Embrio Ternak (BET) Cipelang Bogor
Regulasi dari BET yang tidak memperbolehkan pengambilan sampel darah
menjadi alasan utama diambilnya sampel rambut dari sapi Angus Simmental
FH Keseluruhan sampel rambut sapi yang diperoleh dari BET merupakan sapi
asli (origin) yang belum dilakukan perkawinan silang
20
34 Prosedur Kerja
341 Sterilisasi Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini di sterilisasi dengan
autoklaf pada suhu 121degC dan tekanan sebesar 1 atm selama 15 menit
342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA
a Pembuatan RCLB (Red Cell Blood Buffer)
Larutan RCLB dibuat sebanyak 1000 mL (pH 72) Larutan RCLB terbuat
dari bahan kimia NH4Cl dan KHCO3 Bahan tersebut ditimbang dengan
timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian dipindahkan ke beaker
glass dan ditambahkan EDTA 05 M sebanyak 200 microL serta DW sebanyak 300
mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot plate stirrer
Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan pH meter Nilai pH yang
terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH terlalu tinggi
ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian ditambahkan
DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott Duran 1000
mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan disimpan di
lemari pendingin
b Pembuatan TBS (Tris Buffer Solution)
Larutan TBS dibuat sebanyak 1000 mL (pH 74) dengan bahan yang
terdiri dari NaCl KCl tris base Bahan-bahan kimia tersebut ditimbang dengan
timbangan analitik dan dipindahkan ke beaker glass yang dilarutkan
menggunakan DW sebanyak 300 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan
di atas hot plate stirrer Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan menggunakan
pH meter jika pH terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH
21
terlalu tinggi ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian
ditambahkan DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott
Duran 1000 mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan
disimpan di lemari pendingin
c Pembuatan Proteinase-K Solution
Proteinase-K ditimbang pada timbangan analitik Proteinase-K kemudian
dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 45 mL serta EDTA
05 M sebanyak 54 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot
plate stirrer tanpa dipanaskan Larutan yang telah homogen ditambahkan Sodium
Dedocyl Sulfate (SDS) 10 sebanyak 378 mL Larutan tersebut kemudian
dihomogenkan di hot plate stirrer tanpa dipanaskan
d Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 5x)
Larutan TBE 5x yang dibuat sebanyak 500 mL boric acid dan tris base
ditimbang dengan timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian
dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 500 mL dan EDTA
05 M sebanyak 10 mL Larutan tersebut dihomogenkan di atas hot plate stirrer
dipanaskan setelah homogen dimasukan ke dalam botol Schott Duran 500 mL
dan disimpan di lemari pendingin
e Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 1x)
Larutan TBE 1x dibuat dengan mengencerkan 200 mL TBE 5x Larutan
TBE 1x dipindahkan pada botol Schott Duran 1000 mL Larutan tersebut
ditambahkan DW sampai 1000 mL Larutan tersebut disimpan pada lemari
pendingin
22
f Pengenceran Primer Gen CEBPα (10 pMmicroL)
Primer dalam bentuk pelet diencerkan dengan TE Buffer untuk
memperoleh primer stock Primer forward diencerkan dengan 333 microL TE Buffer
sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer reverse diencerkan dengan
332 microL sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer yang digunakan
dalam penelitian ini adalah primer CEBPα yang didesain pada penelitian (Shin
et al 2007) dengan ukuran 20 pb Primer CEBPα forward (5´-
ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) dan reverse (5´-TCAAAGTCG
TTGCCGCCTCC-3´)
Primer forward dan reverse CEBPα stock (100 pMmicroL) masing-masing
diambil sebanyak 5 microL dengan micropipette 2 ndash 20 microL dan dicampurkan ke dalam
microcentrifuge tube 15 mL baru yang telah berisi DDW free nuclease sebanyak
45 microL Larutan tersebut dicampur hingga homogen dengan cara dilakukan
mengetuk berulang bagian bawah microcentrifuge tube menggunakan ujung jari
Pengenceran primer dilakukan di laminar air flow Microcentrifuge tube yang
berisi primer dilakukan spin down dengan spin down sentrifugator agar larutan
yang berada di dinding microcentrifuge tube turun ke dasar Primer kemudian
disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
g Pembuatan Alat Pemanenan DNA
Alat pemanen DNA dibuat dari pipet Pasteur yang dimodifikasi dengan
membentuk ujung pipet seperti kail Pembentukan tersebut dilakukan dengan
memanaskan pipet di atas bunsen spiritus kemudian ditarik secara perlahan dan
dibuat melengkung seperti kail
23
h Pembuatan Gel Agarosa
Serbuk gel agarosa sebanyak 1 g ditimbang dengan timbangan analitik dan
dipindahkan ke botol Schott Duran 250 mL Serbuk gel agarosa ditambahkan
TBE 1x sebanyak 100 mL kemudian dipanaskan dan dihomogenkan dengan hot
plate stirrer sampai bening Larutan yang sudah homogen dicetak pada wadah
pencetak gel yang sudah terdapat sisir untuk membuat sebanyak 20 sumuran dan
diamkan sampai padat atau mengeras
343 Pengambilan Sampel Darah Sapi
Darah sampel diambil melalui vena caudalis sebanyak 5 mL Pengambilan
darah dilakukan dengan mengangkat caudal (ekor) dari sapi vena caudalis dicari
dengan meraba bagian ekor Jarum yang telah terpasang holder ditusukkan pada
vena caudalis dan tabung vacutainer mengandung K3EDTA dipasang pada
holder Darah yang mengalir ditampung pada tabung vacutainer kemudian
dicabut setelah darah berhenti Jarum dan holder kemudian dicabut dari vena
caudalis Tabung vacutainer yang berisi darah disimpan pada freezer dengan
suhu -20oC
344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990)
DNA yang berasal dari darah diisolasi menggunakan metode Montgomery
amp Sise (1990) dengan prosedur sebagai berikut
a Red Blood Cell Lysis
Sampel darah sebanyak 5 mL dipindahkan tabung Falcon 15 mL dan
ditambahkan larutan RCLB (pH 72) sampai 7 mL Sampel darah dihomogenkan
dengan vortex dan didiamkan selama 10 menit Sampel kemudian disentrifugasi
dengan sentrifugator selama 10 menit suhu 4degC kecepatan 3500 rpm Sampel
24
ditimbang menggunakan timbangan ganda agar proses sentrifugasi berjalan
dengan sempurna jika berat belum seimbang maka ditambah larutan RCLB
Supernatan yang diperoleh setelah proses sentrifugasi kemudian dibuang
sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Pelet ditambahkan RCLB sampai 5
mL kemudian divorteks hingga pelet hancur atau homogen Sampel disentrifugasi
selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang
diperoleh kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet kembali
ditambahkan RCLB sampai 3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau
homogen dan didiamkan selama 10 menit kemudian dilanjutkan tahapan ekstraksi
DNA
b White Blood Cell Collection
Sampel tahapan sebelumnya kemudian ditambahkan TBS (pH 74)
sebanyak 5 mL dan dikocok sebentar Sampel disentrifugasi selama 10 menit
dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang diperoleh kemudian
dibuang sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Sampel kemudian
ditambahkan TBS sebanyak 5 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau
homogen Sampel selanjutnya disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC
dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang didapatkan kemudian dibuang
sehingga hanya pelet yang tersisa Sampel kemudian ditambahkan TBS sebanyak
3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau homogen
Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan
3500 rpm Sampel divorteks perlahan hingga lapisan merah hilang Supernatan
yang didapatkan kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet
25
selanjutnya dikeringkan setelah kering ditambahkan TE 2 mL Sampel divorteks
sampai pelet hancur atau homogen
c Protein Lysis
Sampel yang sudah homogen dengan larutan TE selanjutnya ditambahkan
Proteinase-K solution sebanyak 200 microL tanpa divorteks atau dihomogenkan
Tabung Falcon 15 mL yang berisi sampel selanjutnya di-seal menggunakan
parafilm Sampel diinkubasi menggunakan shaker Agigator selama 24 jam dengan
suhu 37degC dan kecepatan 150 rpm
d Pemanenan DNA
Sampel yang telah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya ditambahkan
NaCl 5 M pekat sebanyak 2 mL Sampel diberi goyangan dengan membentuk
pola angka 8 dengan sangat perlahan setelah itu dikocok kuat sebanyak 2 kali
Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 10degC dan kecepatan 3500
rpm Supernatan dituang pada tabung reaksi yang berisi alkohol absolut dingin
Bagian permukaan tabung reaksi ditutup dengan parafilm sampai rapat Tabung
reaksi dibolak-balikan sampai terbentuk gelembung-gelembung yang melayang
Fraksi gelembung yang melayang diambil dengan pipet Pasteur yang telah
dimodifikasi dan dicelupkan secara cepat ke dalam alkohol 70 kemudian
dikeringkan dengan tissue kimwipe Gumpalan tersebut dimasukan kedalam
microcentrifuge tube 15 mL yang telah berisikan DW steril sebanyak 200 microL
Sampel dihomogenkan menggunakan alat shaker pada suhu ruang agar larut
DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
26
345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi
Pengambilan rambut dilakukan pada bagian ekor minimal rambut
sebanyak 20 helai Rambut pada bagian ekor ditarik searah dengan titik tumbuh
dari rambut tersebut Tahapan tersebut dilakukan dengan cepat agar diperoleh
bagian rambut yang utuh dengan folikel Rambut tersebut ditempelkan pada kertas
dengan selotip berbahan kertas tanpa mengenai bagian folikel dan disimpan di
dalam amplop
346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)
Tahapan isolasi DNA dari rambut menggunakan gSYSCtrade DNA
Extraction Kit GS100 (Geneaid) dengan prosedur sebagai berikut
a Cell Lysis
Sepuluh helai rambut dipotong-potong dengan ukuran 05 ndash 1 cm
termasuk bagian folikel Potongan tersebut dipindahkan ke dalam microsentrifuge
tube 15 mL ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K
(dipastikan potongan terendam) dicampur dengan cara dikocok Larutan
diinkubasi dengan suhu 60degC selama 30 menit Pada proses inkubasi
microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung microcentrifuge tube
secara perlahan setiap 5 menit GSB Buffer sebanyak 200 μL ditambahkan dan
dikocok dengan kuat dan diinkubasi kembali pada suhu 60ordmC selama 20 menit
Selama proses inkubasi microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung
secara perlahan setiap 5 menit
b DNA Binding
Sampel tahapan sebelumnya ditambahkan 200 μL etanol absolut
dikocok dengan kuat selama 10 detik Endapan yang muncul dipecah dengan
27
menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan
tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan
tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit
Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi
dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru
c Pencucian
W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan
sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30
detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column
diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL
Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan
kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi
kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi
yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit
untuk mengeringkan kolom matriks
d Elution
GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube
15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak
100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke
bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit
untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column
disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan
elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak
DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
28
347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)
DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et
al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan
dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10
menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting
yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel
rambut diganti)
Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan
disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer
(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada
microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan
suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit
pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm
beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan
disimpan pada suhu -20 ordmC
348 Uji Kuantifikasi DNA
Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji
kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL
DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette
DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus
menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi
dan tingkat kemurnian
29
349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)
Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR
master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-
ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT
CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL
DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke
dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas
kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR
mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre
denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing
54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final
extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali
3410 Elektroforesis dan Visualisasi
Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis
horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan
TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL
dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm
dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down
Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker
DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran
Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan
listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki
elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt
selama 60 menit
30
Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam
dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel
agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa
divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator
3411 Sequencing DNA
Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai
ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward
dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan
metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit
(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing
menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)
Malaysia)
35 Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif
(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil
sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis
dianalisis secara deskriptif
351 Analisis Bioinformatika
Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan
kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian
hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak
ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian
dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment
Editor 725 (Hall 2001)
31
Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-
base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)
menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base
similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99
Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple
Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak
MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan
variasi basa sampel
32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi
Berbeda
DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut
DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil
kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari
sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang
mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut
menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini
Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan
metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut
dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai
kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada
Tabel 1
Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua
metode hasil penelitian
Pengulangan ke-
Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)
Kit Konvensional Kit Konvensional
1 Angus 269 102 2100 11100
2 FH 207 109 7810 11720
3 Simmental 263 111 231 11340
Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi
Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah
dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut
33
dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode
sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata
nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah
246plusmn034 dan 107plusmn005
Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar
17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)
Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran
kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di
bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari
tahapan masing-masing metode
Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian
genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya
kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang
dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA
Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi
DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan
meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa
denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan
meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan
nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian
DNA yang baik (gt20)
Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah
nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein
Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al
34
2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini
protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada
nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi
protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat
Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh
lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik
Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode
konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit
yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode
konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti
protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan
mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al
1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses
PCR (Demeke amp Jenkins 2010)
Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa
dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA
diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun
nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang
baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan
konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen
(Demeke amp Jenkins 2010)
Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan
hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit
untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional
35
pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang
cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada
penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal
Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan
konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan
RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)
42 Konfirmasi Gen CEBPα
Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan
dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan
pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain
oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar
1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)
yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701
(Lampiran 4)
Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh
semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di
antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan
panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa
dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)
Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah
dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan
program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa
penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda
Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC
36
(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah
dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut
namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk
membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)
Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339
bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO
Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya
perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer
Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari
merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini
perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1
menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses
tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing
yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template
DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang
Target 1339
bp
37
sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA
teramplifikasi sempurna
Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi
Program PCR
Pre
Denaturation Denaturation Annealing Extension
Final
Extension Siklus
Penelitian
Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40
Referensi
Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35
Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32
He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32
Keterangan tanda () = menit tanda () = detik
43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis
menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh
empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black
(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan
(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean
(XM_0252690201)) (Tabel 3)
Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat
prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis
komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari
runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data
tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database
(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang
38
komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga
mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)
Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan
persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan
referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak
(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat
dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi
Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3
Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI
Sampel Spesies Breed GenBank Accesion
Query Cover
Max Iden
Bali
(B sondaicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Pasundan (B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99
Friesians Holstein
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Angus (B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Peranakan Ongole
(B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99
Simmental
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99
39
Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau
kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di
GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan
kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen
CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen
identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen
fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)
Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang
dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden
2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan
seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi
Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap
sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67
(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki
urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki
runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian
akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover
95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover
99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3)
44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali
Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan
runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4
40
Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi
Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil
ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada
empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo
(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau
Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada
sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)
yaitu terletak pada enam posisi berbeda
Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank
Spesies_Breed Posisi Runutan Basa
88
97
103
271
567
733
832
855
870
921
926
931
957
1088
1149
1175
1196
B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G
B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C
B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T
C
B taurus_Angus C C
B taurus_ Friesians Holstein C C
B taurus_ Simmental C C
B indicus_ Pasundan C C
B indicus_ Peranakan Ongole C C
B sondaicus_ Bali C A C G A
Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T
Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)
Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi
Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi
Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196
(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi
tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)
Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa
yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali
41
memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut
memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut
Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi
Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru
Thymine (T) = merah)
42
Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen
CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson
gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi
dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi
Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki
1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan
mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali
Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi
Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B
banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal
usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan
sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel
sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki
kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus
atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)
(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH
Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya
variasi basa yang ditemukan
Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali
terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan
adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis
kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan
keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah
mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode
43
yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe
dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)
Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan
dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)
(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis
Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi
keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali
(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan
pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al
2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi
karakteristik dari daging sapi Bali
Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et
al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki
kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan
menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et
al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga
mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat
dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan
dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)
Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk
menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin
(subtropis)
Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan
sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi
44
lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan
daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki
kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang
lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari
karkas yang diperoleh
45
BAB V
PENUTUP
51 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa
1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan
PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)
2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi
Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa
3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi
DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit
52 Saran
Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah
populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme
(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak
dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi
tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar
memperoleh hasil yang maksimal
46
DAFTAR PUSTAKA
Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka
Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)
Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular
Research 14(3) 9370ndash9383
Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research
24(13) 2623ndash2625
Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan
Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39
Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan
Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor
Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice
Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773
Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176
Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the
National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7
Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash
ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24
Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods
PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990
Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797
Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11
Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga
47
Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method
of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231
Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194
Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and
Pathology 3(2) 133ndash137
Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food
Research International 43(7) 1866ndash1873
Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology
Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the
Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076
He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle
Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969
Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27
Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and
Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26
Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R
(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science
and Technology 46(6) 909ndash916
Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839
Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from
hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289
Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and
Evolution 33(7) 1870ndash1874
Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer
Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683
Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon
D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To
48
Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of
Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764
Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription
factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742
Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)
Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485
Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology
Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)
Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On
Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087
Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali
(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128
Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9
Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On
Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335
Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A
Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in
Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20
Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash
441
Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect
On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81
Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor
Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam
Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156
Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C
A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle
49
Journal Animal Science 80 3077ndash3085
Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in
The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72
Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water
Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A
Review Meat Science 89(2) 111ndash124
Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374
Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat
[Skripsi] Institut Pertanian Bogor
Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes
transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504
Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)
Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6
Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure
Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75
Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E
Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among
Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158
Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)
Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The
Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299
Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip
Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle
Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020
Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots
In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451
50
Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp
Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with
Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33
Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan
Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from
httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395
Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian
Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470
Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for
bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594
Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole
(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional
Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)
Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan
Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)
Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273
Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian
Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354
Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds
Biodiversitas 17(1) 275ndash295
Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)
Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131
Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang
Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107
Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence
of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554
Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508
Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The
51
CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)
Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19
Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter
Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316
Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular
Research 11(2) 1651ndash1661
Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The
CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077
Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia
(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25
Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20
Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle
Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954
Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal
Science 50(11) 499ndash502
52
LAMPIRAN
Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data
Gen Bank
Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178
Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283
Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247
Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank
Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank
53
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)
Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel
NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian
1
Darah
Pasundan 601 867 173
2 Pasundan 602 1035 194
3 Peranakan Ongole 1691 278 309
4 Peranakan Ongole 1693 234 434
5 Bali 59 173 941
6 Bali 64 192 502
7
Rambut
Angus 171405 105 21
8 Friesians Holstein 310102 202 781
9 Friesians Holstein 310158 116 1134
10 Simmental 4490 22 231
11 Simmental 6115 116 1134
11 Kelompok studi GENOM (Generation of Microbiology and Molecular) yang
telah mengajari penulis tentang penelitian dan penulisan
12 Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan
skripsi yang tidak dapat disebutkan satu per satu
Penulis menyadari penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca Akhirnya
penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca
Jakarta 9 September 2018
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK i ABSTRACT ii
KATA PENGANTAR iii DAFTAR ISI vi
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR LAMPIRAN x
BAB I PENDAHULUAN
11 Latar Belakang 1 12 Rumusan Masalah 5 13 Hipotesis 5
14 Tujuan Penelitian 5 15 Manfaat Penelitian 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
21 Bangsa Sapi Ternak 7
22 Sapi Pasundan 8 23 Sapi Peranakan Ongole (PO) 9 24 Sapi Bali 10
25 Sapi Angus 11 26 Sapi Simmental 11
27 Sapi Friesians Holstein (FH) 12 28 Nutrisi dan Kualitas Daging 13 29 CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs) 14
210 Gen CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα) 15 211 Pengaruh Lingkungan Terhadap Kualitas Daging 16
BAB III METODE
31 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian 18
32 Alat dan Bahan 18 33 Sampel Penelitian 19 34 Prosedur Kerja 20
341 Sterilisasi Alat dan Bahan 20 342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA 20
343 Pengambilan Sampel Darah Sapi 23 344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990) 23 345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi 26
346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)
26
347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005) 28 348 Uji Kuantifikasi DNA 28 349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) 29
3410 Elektroforesis dan Visualisasi 29
3411 Sequencing DNA 30
35 Analisis Data 30 351 Analisis Bioinformatika 30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi
Berbeda
32
42 Konfirmasi Gen CEBPα 35 43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) 37
44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali 39
BAB V PENUTUP
51 Kesimpulan 45 52 Saran 45
DAFTAR PUSTAKA 46
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Sapi Pasundan di BPPT Sapi Potong Ciamis 9 Gambar 2 Sapi PO di Peternakan Terbuka 10
Gambar 3 Sapi Bali Betina dan Jantan 11 Gambar 4 Sapi Angus di Peternakan Kabupaten Seragen 11
Gambar 5 Sapi Simmental di Peternakan Tradisional 12 Gambar 6 Gambar 6 Sapi FH di Peternakan Terbuka 13 Gambar 7 Ilustrasi dari Leucine Zipper Domain 15
Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα 36 Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα Sampel Berdasarkan peak 41
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua metode
32
Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi
37
Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI 38 Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank 40
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data GenBank
52
Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data GenBank 52 Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank 52
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα 53 Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel 53
1
BAB I
PENDAHULUAN
11 Latar Belakang
Angka konsumsi daging sapi nasional semakin meningkat Peningkatan
tersebut sebesar 989 per tahun terhitung dalam kurun waktu 1993 sampai
dengan 2015 (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian
Pertanian 2016) Jumlah penduduk yang bertambah dan kesadaran masyarakat
akan pentingnya mengonsumsi protein hewani yang menjadi penyebab
peningkatan konsumsi daging sapi nasional (Wiyatna 2007 Rusono 2015)
Penyediaan daging sapi nasional dipenuhi oleh produksi sapi lokal sebanyak 70
(Rusono 2015)
Sapi Bali (Bos sondaicus) dan sapi Peranakan Ongole atau PO (B indicus)
merupakan sapi potong lokal yang banyak dijadikan sumber pemenuhan daging
sapi nasional (Wiyatna 2007 Yosita et al 2012) Sapi potong lokal lain yang
berpotensi sebagai sumber pemenuhan daging sapi nasional adalah sapi Pasundan
(B indicus) (Sulasmi et al 2017) Selain sapi potong lokal sapi potong yang
berasal dari luar Indonesia (introduksi) juga dijadikan sumber pemenuhan daging
nasional seperti sapi Angus (B taurus) Simmental (B taurus) Friesians Holstein
atau FH (B taurus) Sapi-sapi tersebut mampu beradaptasi dengan baik pada
lingkungan di Indonesia
Saat ini kualitas daging sapi potong lokal perlu ditingkatkan Kualitas
daging sapi dapat diukur berdasarkan parameter berupa warna daging warna
lemak jumlah lemak (Glitsch 2000) rendah lemak (lean meat) (Dagong et al
2012) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al 2011)
2
Penyediaan daging sapi berkualitas dapat dilakukan melalui metode seleksi
molekuler menggunakan gen kandidat yang berasosiasi dengan sifat kualitas
daging sapi
Beberapa gen kandidat yang berasosiasi dengan sifat kualitas daging sapi
seperti Micromolar Calcium Activated Neutral Protease (CAPN1) (Page et al
2002) Leptin (LEP) (Schenkel et al 2005) Calpastatin (CAST) (Schenkel et al
2006) Fatty Acid Binding Protein 4 (FABP4) (Barendse et al 2009)
Diacylglycerol O-Acyltransferase (DGAT1) (Yuan et al 2013) dan
CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα) (Shin et al 2007 Wang et al
2011) Gen CEBPα dapat berasosiasi terhadap komposisi dan pendistribusian
lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al 2011) sehingga
berkontribusi pada peningkatan kualitas daging (Adoligbe et al 2015)
Data terkait gen CEBPα pada sapi baru dikonfirmasi pada sapi Japanese
Black (B taurus) Qinchuan (B taurus) Hanwoo (B taurus) Penelitian
Taniguchi amp Sasaki (1996) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi Japanese
Black Penelitian Wang et al (2012) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi
Qinchuan dengan panjang 1062 base pair (bp) Gen CEBPα pada sapi Qinchuan
memiliki nilai similarity asam amino dengan Sus scrofa (97) Homo sapiens
(95) Rattus norvegicus (94) Oryctolagus cuniculus (94) dan Mus musculus
(93) Penelitian Jeoung et al (2004) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi
Hanwoo dengan panjang 1059 base pair (bp) yang mengodekan 353 asam
amino Pada sapi Hanwoo ekspresi tertinggi gen CEBPα terjadi pada jaringan
adiposa
3
Selain faktor genotipe kondisi lingkungan juga mempengaruhi kualitas
daging sapi (Schutt et al 2009) Fenotipe berupa daging yang berkualitas
merupakan hasil interaksi antara faktor genotipe dan lingkungan (Peaston amp
Whitelaw 2006) Perbedaan kondisi lingkungan berupa iklim menjadikan adanya
perbedaan karakteristik pada daging sapi
Kandungan lemak intramuskular dan lemak internal B taurus (subtropis)
lebih banyak dibandingkan B indicus (tropis) (Yosita et al 2012) Kandungan
lemak pada intramuskular berkorelasi dengan sifat kualitas daging seperti
tenderness (keempukan) (Reverter et al 2003) dan lean meat (rendah lemak)
(Dagong et al 2012) Perbedaan kondisi lingkungan sapi potong lokal (tropis)
dengan sapi potong introduksi (subtropis) memungkinkan adanya variasi basa gen
CEBPα
Penelitian ini untuk mendeteksi keberadaan gen CEBPα yang berasosiasi
dengan sifat kualitas daging pada sapi yang diteliti yaitu sapi potong lokal (sapi
Pasundan PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)
Alasan pemilihan sapi-sapi tersebut karena termasuk ke dalam program
pemerintah dalam pengembangan sapi potong untuk meningkatkan penyediaan
daging sapi nasional (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Kementerian Pertanian 2016)
Penelitian deteksi gen CEBPα diawali dengan tahapan ekstraksi DNA
DNA dapat diperoleh melalui darah saliva sel epitel (Hansen et al 2007) dan
rambut (Heywood et al 2003) Penggunaan sampel rambut merupakan salah satu
alternatif apabila menemui hewan atau ternak yang bernilai tinggi atau liar (tidak
4
dapat memperoleh darah) Pada penelitian deteksi keberadaan suatu gen
efektivitas metode ekstraksi DNA rambut perlu diperhatikan
Ekstraksi DNA rambut umumnya menggunakan kit komersial atau secara
konvensional Salah satu kit ekstraksi DNA yang umum digunakan adalah
gSYSCtrade DNA Extraction Kit Penggunaan kit untuk ekstraksi DNA
memberikan hasil yang baik namun cenderung memerlukan biaya yang mahal
(Demeke amp Jenkins 2010) Metode konvensional dapat dipertimbangkan menjadi
alternatif dalam ekstraksi DNA rambut karena biaya yang murah dan memberikan
hasil yang dapat digunakan dalam analisis molekuler selanjutnya Salah satunya
adalah metode ekstraksi DNA rambut yang diterapkan pada penelitian Kumar et
al (2005) Metode tersebut berhasil dalam mengekstraksi DNA rambut sapi
Pemilihan metode tersebut karena tahapan yang mudah untuk dilakukan dan
menggunakan bahan yang aman terhadap kesehatan
Penelitian ini menjadi langkah awal untuk mengungkap potensi gen
CEBPα pada sapi potong lokal dan sapi potong introduksi yang diteliti Data atau
informasi terkait gen CEBPα yang berasosiasi dengan sifat kualitas daging pada
sapi yang diteliti masih belum tersedia Selanjutnya penelitian ini menjadi salah
satu tahapan penting dalam pemuliaan ternak secara molekular sehingga dapat
diperoleh daging sapi yang berkualitas Selain itu penelitian ini juga
membandingkan hasil metode ekstraksi DNA menggunakan metode kit dan
konvensional untuk memperoleh efisiensi dalam penelitian analisis molekuler
DNA sapi
5
12 Rumusan Masalah
1 Apakah sapi potong lokal (sapi Pasundan PO Bali) dan sapi potong
introduksi (sapi Angus Simmental FH) memiliki gen CEBPα dan
variasi basa pada gen tersebut
2 Apakah ekstraksi DNA rambut dengan metode konvensional dapat
dijadikan metode alternatif selain menggunakan metode kit
13 Hipotesis
1 Sapi potong lokal dan sapi potong introduksi memiliki gen CEBPα dan
terdapat variasi basa pada gen tersebut
2 Ekstraksi DNA rambut dengan menggunakan metode konvensional dapat
dijadikan alternatif selain metode kit
14 Tujuan Penelitian
1 Untuk mengonfirmasi keberadaan gen CEBPα pada sapi yang diteliti
serta memperoleh informasi terkait variasi basa gen CEBPα pada sapi
yang diteliti
2 Untuk mendapatkan metode ekstraksi DNA rambut alternatif selain
dengan menggunakan metode kit
15 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini antara lain
1 Sebagai penelitian awal dalam mengungkap keberadaan gen CEBPα
pada sapi yang diteliti berkaitan dengan kualitas daging sapi yang baik
serta mengetahui dan mempelajari asosiasi gen CEBPα terhadap kualitas
daging sapi
6
2 Berkontribusi dalam seleksi ternak secara molekuler dengan gen
CEBPα berupa sifat kualitas daging berkaitan dengan kandungan lemak
pada sapi potong yang diteliti untuk keperluan program breeding
3 Memperoleh metode alternatif selain metode kit dalam mengekstraksi
DNA rambut yang efisien dan tidak memerlukan biaya yang mahal
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
21 Bangsa Sapi Ternak
Binatang ternak menjadi salah satu mahluk yang dijadikan pembelajaran
dalam Al Quran Al Anrsquoam yang artinya binatang ternak menjadi salah satu nama
surat dalam Al Quran merupakan surat ke-6 yang diturunkan di Mekah dengan
165 ayat Salah satu ayat surat Al Anrsquoam yang menjelaskan tentang peruntukan
binatang ternak adalah pada ayat 142
ldquoDan di antara hewan ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan ada
yang untuk disembelih Makanlah dari rezeki yang telah diberikan Allah
kepadamu dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan Sesungguhnya
setan itu musuh yang nyata bagimurdquo (Al Anrsquoam (6) 142)
Allah Subhanallahu wa Tarsquoala telah memberikan rezeki kepada manusia
berupa binatang ternak yang dapat disembelih dengan tata cara sesuai syariat
Kemudian dagingnya dapat dimanfaatkan sebagai sumber gizi untuk manusia
Berdasarkan hal tersebut diperlukan upaya untuk mengkaji secara ilmiah daging
binatang ternak salah satunya sapi
Secara umum bangsa sapi terbagi menjadi tiga kelompok (Natasamita amp
Mudikdjo 1985) (1) Bos taurus yang merupakan bangsa sapi yang paling besar
berasal dari Eropa Ciri khas B taurus tidak memiliki punuk (2) B indicus
(Zebu) yang merupakan bangsa sapi asal India dan Afrika yang menyebar di
wilayah Asia Ciri khas B indicus memiliki punuk (3) B sondaicus (B bibos)
8
merupakan sapi asli Indonesia yang sudah lama beradaptasi di lingkungan
Indonesia Tubuh B sondaicus relatif lebih kecil dibandingkan B taurus dan B
indicus
Definisi dari sapi lokal adalah sapi asli Indonesia atau hasil persilangan
yang telah ditetapkan sebagai rumpun sapi nasional sedangkan sapi introduksi
merupakan sapi impor (luar Indonesia) yang berkembang biak di Indonesia tanpa
adanya persilangan dengan sapi lokal (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi
Pertanian Kementerian Pertanian 2016) Kumpulan beberapa jenis sapi ternak
yang memiliki kesamaan karakteristik disebut dengan rumpun atau (breed)
(Setiadi 2016) Beberapa breed sapi lokal adalah sapi Pasundan Peranakan
Ongole (PO) Bali dan introduksi adalah sapi Angus Simmental Friesians
Holstein (FH)
22 Sapi Pasundan
Sapi Pasundan (B indicus) merupakan sapi potong lokal yang memiliki
gen khas dari sapi Bali sapi Jawa sapi Ongole dan sapi Madura Sapi Pasundan
memiliki asal usul secara genetik yang merupakan hasil tekanan inbreeding dari
generasi persilangan pada program grading up sapi Ongole dan program grading
up sapi Jawa dengan sapi Madura dan sapi Bali (Baharun 2015) Sapi Pasundan
memiliki karakteristik mudah beradaptasi dengan lingkungan mudah dipelihara
memiliki kualitas karkas yang baik dan relatif tahan terhadap penyakit tropis
(Baharun 2015)
Sapi Pasundan yang baru ditetapkan sebagai kekayaan sumber genetik
ternak lokal Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor
1051kptsSR120102014 tentang penetapan rumpun sapi Pasundan Menurut
9
Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1051kptsSR120102014 karakteristik sapi
Pasundan (Gambar 1) memiliki warna tubuh dominan merah bata terdapat warna
putih pada bagian pelvis dan keempat kaki bagian bawah (tarsus dan carpus)
dengan batasan yang tidak kontras Terdapat garis belut atau garis punggung
sepanjang punggung dengan warna lebih tua dari warna dominan (Gambar 1)
Sapi Pasundan memiliki hidung dan ujung ekor berwarna hitam dengan
bentuk tubuh segi empat serta memiliki tanduk dengan bentuk yang pendek tidak
seragam atau bervariasi dari ukuran kecil sampai besar (Baharun 2015 Sulasmi
et al 2017) Beberapa sapi Pasundan jantan dapat mengalami perubahan warna
dari merah bata menjadi hitam pada saat mencapai fase kelamin dewasa
Gambar 1 Sapi Pasundan di BPPT Sapi Potong Ciamis
(Sumber Baharun 2015)
23 Sapi Peranakan Ongole (PO)
Sapi Peranakan Ongole atau PO (B indicus) merupakan sapi hasil
persilangan secara grading up antara sapi Sumba Ongole dengan sapi Jawa
(Prasetya 2011 Sutarno amp Setyawan 2016) Sapi PO memiliki keunggulan
berupa tidak sulit dalam proses reproduksi dan tingkat kebuntingan nya tinggi
(Subiharta et al 2012) Populasi terbesar sapi PO berada di pulau Jawa terutama
Jawa Timur (Astuti 2004)
10
Karakteristik sapi PO (Gambar 2) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)
berwarna putih atau abu-abu warna hitam di ekor dan rambut di sekitar mata
bentuk kepala melengkung pendek tanduk pendek telinga menggantung yang
panjang dan perut yang agak besar terkadang ada bercak hitam di lututnya
Memiliki warna tubuh putih hingga keabu-abuan Sapi jantan memiliki warna
keabu-abuan lebih sering muncul di sekitar gelambir leher ekor dan kepala
sedangkan pada sapi betina warna putih lebih dominan (Sudrajad amp Adinata
2013)
Gambar 2 Sapi PO di Peternakan Terbuka (Sumber Kementerian Pertanian 2012)
24 Sapi Bali
Sapi Bali (B sondaicus) merupakan keturunan dari Banteng (B banteng)
(Talib 2002 Purwantara et al 2012) yang telah mengalami domestikasi selama
bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Sapi Bali merupakan salah satu sapi
asli Indonesia (Margawati 2012) Sapi Bali memiliki ciri fisik yang sedikit
mengalami perubahan dari banteng (Mahdi et al 2013) Sapi Bali mewakili 27
dari total populasi yang ada di Indonesia dan menjadi sapi utama untuk
peternakan kecil Populasi sapi Bali tersebar di pulau Bali Sulawesi Selatan
Nusa Tenggara Timur dan Barat (Purwantara et al 2012)
Karakteristik sapi Bali (Gambar 3) memiliki warna tubuh merah bata
memiliki garis belut atau garis di sepanjang punggung Warna sapi jantan akan
11
berubah kehitaman sedangkan warna sapi betina relatif tetap setelah dewasa Sapi
Bali tidak memiliki punuk dan keempat kaki bagian bawahnya berwarna putih
(Abidin 2010)
Gambar 3 Sapi Bali Betina dan Jantan (a) Betina (b) Jantan (Sumber Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali 2015)
25 Sapi Angus
Sapi Angus (B taurus) berasal dari Skotlandia Utara yang beriklim dingin
dan lembap Menurut Sutarno amp Setyawan (2016) Berat badan umur 15 tahun
dapat mencapai 650 kg Karakteristik sapi Angus (Gambar 4) memiliki bentuk
tubuh lebar dan rata Warna tubuh keseluruhan hitam namun terkadang ada
warna putih di bagian belakang bawah pusat tidak bertanduk bentuk tubuh rata
seperti papan dan dagingnya padat
Gambar 4 Sapi Angus di Peternakan Kabupaten Seragen
(Sumber Adinata et al 2017)
26 Sapi Simmental
Sapi Simmental (B taurus) merupakan salah satu jenis ternak tertua di
dunia yang bertahan hingga saat ini Sapi Simmental merupakan jenis sapi
(b) (a)
12
subtropis Sapi Simmental berasal dari Switzerland yang telah dijinakkan setelah
abad ke-13 Sapi Simmental dan semen beku pada tahun 1985 tiba di Indonesia
dari New Zealand dan Australia (Sutarno amp Setyawan 2016)
Karakteristik sapi Simmental (Gambar 5) menurut Sutarno amp Setyawan
(2016) memiliki tubuh yang berotot dan kukuh pertumbuhan otot yang cepat
jenis spesifik yang ditemukan di Indonesia memiliki wajah kuning atau merah
kecokelatan dengan kaki bawah putih dan ujung ekor putih Berat seekor sapi
dewasa bisa melebihi 1000 kilogram
Gambar 5 Sapi Simmental di Peternakan Tradisional
(Sumber Sutarno amp Setyawan 2016)
27 Sapi Friesians Holstein (FH)
Sapi Friesians Holstein (FH) (B taurus) telah dikembangkan sejak abad
ke-13 di Belanda (Belanda Utara dan Friesland) dan Jerman Utara (Schleswig-
Holstein) untuk menghasilkan sejenis ternak yang mampu mengonsumsi rumput
lokal Usaha untuk pengembang biakan menghasilkan ternak sapi perah terbaik di
dunia dengan warna hitam dan putih khas Sapi FH pertama kali diimpor dari
Belanda pada abad ke-19 (Sutarno amp Setyawan 2015)
Karakteristik sapi FH (Gambar 6) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)
umumnya berwarna hitam dengan warna putih garis-garis tetapi kadang-kadang
merah dengan garis-garis putih dan dengan batas warna yang jelas Kepala
13
panjang lebar dan lurus Sapi FH memiliki tanduk yang pendek dan melengkung
memiliki mulut lebar lubang hidung terbuka lebar rahang kuat telinga ukuran
sedang dahi lebar leher panjang dan tipis Bahu yang besar terletak di dinding
dada dan membentuk sendi yang baik dengan tubuh Punggung yang kokoh dan
rata dengan tulang punggung yang saling terhubung dengan baik
Gambar 6 Sapi FH di Peternakan Terbuka
(Sumber Sutarno amp Setyawan 2015)
28 Nutrisi dan Kualitas Daging Sapi
Daging sapi menjadi salah satu sumber pemenuhan protein yang memiliki
banyak kandungan nutrisi Kandungan nutrisi dari daging sapi berupa vitamin D
vitamin B12 zat besi selenium seng dan asam lemak esensial Omega 3 (Scollan
et al 2006) Kandungan lain dari daging sapi adalah 75 air 20 protein 3
lemak dan 2 substansi non-protein larut Substansi non-protein larut tersebut
berupa 45 nitrogen 45 karbohidrat 8 komponen anorganik 3 vitamin
dan 3 logam (Tornberg 2005)
Penjualan daging sapi dipengaruhi oleh daya tarik daging bagi konsumen
yang digambarkan sebagai kualitas daging Kualitas daging didefinisikan sebagai
sifat yang dirasakan konsumen secara visual dan sensoris (Becker 2000)
Kualitas daging diukur berdasarkan parameter berupa warna daging warna
lemak jumlah lemak (Glitsch 2000) tekstur nilai marbling (intramuscular fat)
14
(Lee et al 2007) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al
2011) dan lean meat (Dagong et al 2012)
Menurut Becker (2000) empat karakteristik makanan daging berkualitas
sebagai berikut (1) Karakteristik yang menunjukkan kandungan gizi protein
lemak kandungan karbohidrat (2) Karakteristik yang menunjukkan kualitas
pengolahan panjang sarkomer nilai pH warna kegemukan kapasitas pengikat
air (3) Karakteristik yang menunjukkan kualitas hygienic-toxicological residu
kontaminan status mikroorganisme zat aditif (4) Karakteristik yang
menunjukkan kualitas sensorik tekstur (tenderness juiciness) rasa atau bau dan
warna atau penampilan (marbling)
29 CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs)
CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs) merupakan keluarga
transkripsi yang mengandung domain leucine zipper dasar yang conserved atau
tidak berubah (Gambar 7) pada C-terminus yang terlibat dalam dimerisasi dan
pengikatan DNA (Ramji amp Foka 2002) Protein CEBP pertama kali
diidentifikasi di laboratorium Steve McKnight sebagai faktor stabil panas pada
inti hati tikus yang mampu berinteraksi dengan motif CCAAT box yang terdapat
pada beberapa promoter gen seluler (Johnson amp McKnight 1989)
Gen CCAATEnhancer Binding Protein (CEBP) merupakan keluarga faktor
transkripsi yang terekspresikan pada proses diferensiasi preadiposit (He et al
2011) Peran dari keluarga CEBP diantaranya pada diferensiasi seluler
mengontrol metabolisme proliferasi seluler regulasi peradangan (Ramji amp Foka
2002) siklus sel hematopoiesis perkembangan skeletal dan respons host imun
(Tsukada et al 2011) Terdapat enam anggota kelompok gen CEBP yang telah
15
diisolasi dan di karakterisasi yaitu CEBPα CEBPβ CEBPγ CEBPδ CEBPε
dan CEBPδ (Ramji amp Foka 2002) Gen tersebut memainkan peran penting dalam
diferensiasi adiposit (Lane et al 1999)
Gambar 7 Ilustrasi dari Leucine Zipper Domain
(Sumber Tsukada et al 2011)
210 Gen CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα)
Daerah promoter proksimal gen CCAATEnhancer Binding Protein α
(CEBPα) pada tikus pertama kali dicirikan dan menunjukkan mengandung
tempat pengikatan potensial untuk CEBP Sp1 Nuclear Factor (NF)-1 NF-Y
Upstream Stimulating Factor (USF) Basic Transcription Element Binding
Protein (BTEB) dan NF-Κb (Christy et al 1991) Promoter gen CEBPα dapat
diaktifkan secara otomatis di dalam sel yang dapat ditransfer melalui ekspresi dari
plasmid (Legraverend et al 1993)
Sequence gen CEBPα sapi memiliki kesamaan 899 pada urutan
nukleotida dan 925 urutan asam amino dengan gen tikus (Taniguchi amp Sasaki
1996) Gen CEBPα sapi seperti gen tikus yaitu bebas intron Open reading
frame (nukleotida 169 ndash 1230) pada gen CEBPα sapi mengodekan protein 353
16
residu asam amino yang merupakan lima asam amino lebih pendek dari pada
protein tikus (Taniguchi amp Sasaki 1996) Asam amino tersebut terekspresi
sebelum transkripsi gen spesifik adiposit yang memiliki situs pengikatan gen
CEBPα (Wang et al 2011) Urutan seperti kotak TATA terletak di nukleotida 13
ndash 18 namun situs mulai transkripsi tidak ditentukan (Taniguchi amp Sasaki 1996)
Faktor transkripsi CEBPα memainkan peranan penting selama
diferensiasi preadiposit menjadi adiposit Gen CEBPα diidentifikasi sebagai
Nuclear Factor (NF) yang di induksi saat diferensiasi yang mengikat secara
spesifik ke promotor beberapa gen (Vasseur-Cognet amp Lane 1993) Gen CEBPα
memainkan peran penting dalam pengendapan lemak dan diferensiasi adiposit
(Shin et al 2007) Gen CEBPα menjadi kandidat gen penting untuk
diidentifikasi secara marker genetik pada karkas dan sifat kualitas daging sapi
ternak (Shin et al 2007) Gen CEBPα juga dapat mengatur metabolisme energi
dan nutrisi dengan mengaktifkan beberapa gen spesifik seperti
phosphoenolpyruvate carboxykinase dan reseptor insulin (Park et al 1990)
211 Pengaruh Lingkungan Terhadap Kualitas Daging
Kondisi lingkungan berupa temperatur akan mempengaruhi keadaan
fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Kondisi lingkungan secara langsung
mempengaruhi proses metabolisme organ dan otot (Gregory 2010) Pada zona
nyaman sapi akan sedikit mengeluarkan energi dan tidak terpengaruh oleh
temperatur lingkungan sebaliknya jika berada diluar zona nyaman sapi akan
mengalami stres yang bertujuan untuk mengembalikan kepada kondisi tubuh yang
normal (Nardone et al 2006) Kondisi tersebut akan menyebabkan terjadinya
17
perubahan seperti pola makan fisiologis dan fungsi metabolisme pada kuantitas
dan kualitas produksi dari sapi itu sendiri
Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan menyebabkan terjadinya
penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et al 2001 Mader amp Davis
2004) yang terjadi pada sapi B indicus (Gregory 2010) Suhu di atas 30degC akan
menyebabkan terjadinya penurunan jumlah berat badan (Nardone et al 2006)
Pada periode yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi
perubahan fenotipe dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006 Gregory 2010)
18
BAB III
METODE
31 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari ndash Juni 2018 di
Laboratorium Genetika Molekuler Hewan Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI
Cibinong Jl Raya Bogor KM 46 Bogor Jawa Barat
32 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik
micropipette 10 microL 200 microL 1000 microL (Boesco dan Bio-Rad) dan pH meter
(Thermo Orion) tabung vacutainer mengandung K3EDTA holder dan jarum
needle ukuran 21G microcentrifuge tube 15 mL sentrifugator (Hermile Z 300
K) vortex (Barnstead Thermolyne) micropipette 1000 microL (Boesco) blue tips
white tips yellow tips shaker agigator (Thermo Scientific) parafilm pipet
Pasteur autoklaf (Trace Raypa) spektromotometer UV-Vis (GeneQuant) cuvette
dan laminar air flow (Telstar BH ndash 100) tangki elektroforesis horizontal (Bio-
Rad) power supply (Bio-Rad) timbangan analitik (Preciso XT 120A) hot plate
stirrer (Thermolyne Cimarec 2) pH meter (Thermo Orion) vortex (Barnstead
Thermolyne) Sentrifugator (HermLe Z 300 K) shaker (Bio Green) thermocycler
(Eppendorf) UV-transiluminator (Major Science)
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Red Cell Lysis Buffer
(RCLB) 250 mL pH 72 Tris Buffer Solution (TBS) 250 mL pH 74 TE Buffer
250 mL pH 8 Sodium Dedocyl Sulfate (SDS) (Mp Biomedicals) K3EDTA
(Garnier Bio One) Proteinase-K (Roche Diagnostic) PCR Buffer (Qiagen)
Proteinasi-K (Geneaid) proteinase-K Solution Ethylene Diamine Tetracetic Acid
19
(EDTA) (Mp Biomedicals) alkohol 70 alkohol absolut dingin tissue tissue
kimwipe NaCl Pekat Destillation Water (DW) steril Primer CEBPα forward
dan reverse (Integrated DNA Technolgies) TE buffer Double Destillation Water
(DDW) free nuclease (Ferementas) DNA ladder (Vivantis) PCR master mix kit
KAPA2G Robust (Kapa Biosystem) Gel Agarosa (Roche) boric acid (Merck)
tris base (Himedia) KCl (Merck) NaCl (Genetika Science) KHCO3 (Merck)
NH4Cl (Merck) Ethidium Bromida (EtBr) (Merck) gSYSCtrade DNA Extraction
Kit GS100 (Geneaid) amplop kertas
33 Sampel Penelitian
Breed sapi yang diteliti terbagi menjadi dua kelompok yaitu 1) Sapi potong
lokal (sapi Pasundan PO Bali) 2) Sapi potong introduksi (sapi Angus
Simmental FH) Sumber DNA berasal dari 1) Darah (sapi Pasundan PO Bali)
2) Rambut (sapi Angus Simmental FH) Darah atau rambut yang diambil
berasal dari dua individu berbeda setiap jenisnya kecuali sampel rambut sapi
Angus yang diperoleh dari satu individu saja
Jenis sapi yang diteliti berasal dari berbagai tempat yang berbeda yaitu 1)
Sapi Pasundan berasal dari Balai Pengembangan Perbibitan Ternak (BPPT) Sapi
Potong Ciamis 2) Sapi PO berasal dari BPPT Grobogan 3) Sapi Bali berasal dari
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Peninda Bali 4) sapi Angus
Simmental FH berasal dari Badan Embrio Ternak (BET) Cipelang Bogor
Regulasi dari BET yang tidak memperbolehkan pengambilan sampel darah
menjadi alasan utama diambilnya sampel rambut dari sapi Angus Simmental
FH Keseluruhan sampel rambut sapi yang diperoleh dari BET merupakan sapi
asli (origin) yang belum dilakukan perkawinan silang
20
34 Prosedur Kerja
341 Sterilisasi Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini di sterilisasi dengan
autoklaf pada suhu 121degC dan tekanan sebesar 1 atm selama 15 menit
342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA
a Pembuatan RCLB (Red Cell Blood Buffer)
Larutan RCLB dibuat sebanyak 1000 mL (pH 72) Larutan RCLB terbuat
dari bahan kimia NH4Cl dan KHCO3 Bahan tersebut ditimbang dengan
timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian dipindahkan ke beaker
glass dan ditambahkan EDTA 05 M sebanyak 200 microL serta DW sebanyak 300
mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot plate stirrer
Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan pH meter Nilai pH yang
terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH terlalu tinggi
ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian ditambahkan
DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott Duran 1000
mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan disimpan di
lemari pendingin
b Pembuatan TBS (Tris Buffer Solution)
Larutan TBS dibuat sebanyak 1000 mL (pH 74) dengan bahan yang
terdiri dari NaCl KCl tris base Bahan-bahan kimia tersebut ditimbang dengan
timbangan analitik dan dipindahkan ke beaker glass yang dilarutkan
menggunakan DW sebanyak 300 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan
di atas hot plate stirrer Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan menggunakan
pH meter jika pH terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH
21
terlalu tinggi ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian
ditambahkan DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott
Duran 1000 mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan
disimpan di lemari pendingin
c Pembuatan Proteinase-K Solution
Proteinase-K ditimbang pada timbangan analitik Proteinase-K kemudian
dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 45 mL serta EDTA
05 M sebanyak 54 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot
plate stirrer tanpa dipanaskan Larutan yang telah homogen ditambahkan Sodium
Dedocyl Sulfate (SDS) 10 sebanyak 378 mL Larutan tersebut kemudian
dihomogenkan di hot plate stirrer tanpa dipanaskan
d Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 5x)
Larutan TBE 5x yang dibuat sebanyak 500 mL boric acid dan tris base
ditimbang dengan timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian
dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 500 mL dan EDTA
05 M sebanyak 10 mL Larutan tersebut dihomogenkan di atas hot plate stirrer
dipanaskan setelah homogen dimasukan ke dalam botol Schott Duran 500 mL
dan disimpan di lemari pendingin
e Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 1x)
Larutan TBE 1x dibuat dengan mengencerkan 200 mL TBE 5x Larutan
TBE 1x dipindahkan pada botol Schott Duran 1000 mL Larutan tersebut
ditambahkan DW sampai 1000 mL Larutan tersebut disimpan pada lemari
pendingin
22
f Pengenceran Primer Gen CEBPα (10 pMmicroL)
Primer dalam bentuk pelet diencerkan dengan TE Buffer untuk
memperoleh primer stock Primer forward diencerkan dengan 333 microL TE Buffer
sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer reverse diencerkan dengan
332 microL sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer yang digunakan
dalam penelitian ini adalah primer CEBPα yang didesain pada penelitian (Shin
et al 2007) dengan ukuran 20 pb Primer CEBPα forward (5´-
ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) dan reverse (5´-TCAAAGTCG
TTGCCGCCTCC-3´)
Primer forward dan reverse CEBPα stock (100 pMmicroL) masing-masing
diambil sebanyak 5 microL dengan micropipette 2 ndash 20 microL dan dicampurkan ke dalam
microcentrifuge tube 15 mL baru yang telah berisi DDW free nuclease sebanyak
45 microL Larutan tersebut dicampur hingga homogen dengan cara dilakukan
mengetuk berulang bagian bawah microcentrifuge tube menggunakan ujung jari
Pengenceran primer dilakukan di laminar air flow Microcentrifuge tube yang
berisi primer dilakukan spin down dengan spin down sentrifugator agar larutan
yang berada di dinding microcentrifuge tube turun ke dasar Primer kemudian
disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
g Pembuatan Alat Pemanenan DNA
Alat pemanen DNA dibuat dari pipet Pasteur yang dimodifikasi dengan
membentuk ujung pipet seperti kail Pembentukan tersebut dilakukan dengan
memanaskan pipet di atas bunsen spiritus kemudian ditarik secara perlahan dan
dibuat melengkung seperti kail
23
h Pembuatan Gel Agarosa
Serbuk gel agarosa sebanyak 1 g ditimbang dengan timbangan analitik dan
dipindahkan ke botol Schott Duran 250 mL Serbuk gel agarosa ditambahkan
TBE 1x sebanyak 100 mL kemudian dipanaskan dan dihomogenkan dengan hot
plate stirrer sampai bening Larutan yang sudah homogen dicetak pada wadah
pencetak gel yang sudah terdapat sisir untuk membuat sebanyak 20 sumuran dan
diamkan sampai padat atau mengeras
343 Pengambilan Sampel Darah Sapi
Darah sampel diambil melalui vena caudalis sebanyak 5 mL Pengambilan
darah dilakukan dengan mengangkat caudal (ekor) dari sapi vena caudalis dicari
dengan meraba bagian ekor Jarum yang telah terpasang holder ditusukkan pada
vena caudalis dan tabung vacutainer mengandung K3EDTA dipasang pada
holder Darah yang mengalir ditampung pada tabung vacutainer kemudian
dicabut setelah darah berhenti Jarum dan holder kemudian dicabut dari vena
caudalis Tabung vacutainer yang berisi darah disimpan pada freezer dengan
suhu -20oC
344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990)
DNA yang berasal dari darah diisolasi menggunakan metode Montgomery
amp Sise (1990) dengan prosedur sebagai berikut
a Red Blood Cell Lysis
Sampel darah sebanyak 5 mL dipindahkan tabung Falcon 15 mL dan
ditambahkan larutan RCLB (pH 72) sampai 7 mL Sampel darah dihomogenkan
dengan vortex dan didiamkan selama 10 menit Sampel kemudian disentrifugasi
dengan sentrifugator selama 10 menit suhu 4degC kecepatan 3500 rpm Sampel
24
ditimbang menggunakan timbangan ganda agar proses sentrifugasi berjalan
dengan sempurna jika berat belum seimbang maka ditambah larutan RCLB
Supernatan yang diperoleh setelah proses sentrifugasi kemudian dibuang
sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Pelet ditambahkan RCLB sampai 5
mL kemudian divorteks hingga pelet hancur atau homogen Sampel disentrifugasi
selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang
diperoleh kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet kembali
ditambahkan RCLB sampai 3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau
homogen dan didiamkan selama 10 menit kemudian dilanjutkan tahapan ekstraksi
DNA
b White Blood Cell Collection
Sampel tahapan sebelumnya kemudian ditambahkan TBS (pH 74)
sebanyak 5 mL dan dikocok sebentar Sampel disentrifugasi selama 10 menit
dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang diperoleh kemudian
dibuang sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Sampel kemudian
ditambahkan TBS sebanyak 5 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau
homogen Sampel selanjutnya disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC
dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang didapatkan kemudian dibuang
sehingga hanya pelet yang tersisa Sampel kemudian ditambahkan TBS sebanyak
3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau homogen
Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan
3500 rpm Sampel divorteks perlahan hingga lapisan merah hilang Supernatan
yang didapatkan kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet
25
selanjutnya dikeringkan setelah kering ditambahkan TE 2 mL Sampel divorteks
sampai pelet hancur atau homogen
c Protein Lysis
Sampel yang sudah homogen dengan larutan TE selanjutnya ditambahkan
Proteinase-K solution sebanyak 200 microL tanpa divorteks atau dihomogenkan
Tabung Falcon 15 mL yang berisi sampel selanjutnya di-seal menggunakan
parafilm Sampel diinkubasi menggunakan shaker Agigator selama 24 jam dengan
suhu 37degC dan kecepatan 150 rpm
d Pemanenan DNA
Sampel yang telah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya ditambahkan
NaCl 5 M pekat sebanyak 2 mL Sampel diberi goyangan dengan membentuk
pola angka 8 dengan sangat perlahan setelah itu dikocok kuat sebanyak 2 kali
Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 10degC dan kecepatan 3500
rpm Supernatan dituang pada tabung reaksi yang berisi alkohol absolut dingin
Bagian permukaan tabung reaksi ditutup dengan parafilm sampai rapat Tabung
reaksi dibolak-balikan sampai terbentuk gelembung-gelembung yang melayang
Fraksi gelembung yang melayang diambil dengan pipet Pasteur yang telah
dimodifikasi dan dicelupkan secara cepat ke dalam alkohol 70 kemudian
dikeringkan dengan tissue kimwipe Gumpalan tersebut dimasukan kedalam
microcentrifuge tube 15 mL yang telah berisikan DW steril sebanyak 200 microL
Sampel dihomogenkan menggunakan alat shaker pada suhu ruang agar larut
DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
26
345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi
Pengambilan rambut dilakukan pada bagian ekor minimal rambut
sebanyak 20 helai Rambut pada bagian ekor ditarik searah dengan titik tumbuh
dari rambut tersebut Tahapan tersebut dilakukan dengan cepat agar diperoleh
bagian rambut yang utuh dengan folikel Rambut tersebut ditempelkan pada kertas
dengan selotip berbahan kertas tanpa mengenai bagian folikel dan disimpan di
dalam amplop
346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)
Tahapan isolasi DNA dari rambut menggunakan gSYSCtrade DNA
Extraction Kit GS100 (Geneaid) dengan prosedur sebagai berikut
a Cell Lysis
Sepuluh helai rambut dipotong-potong dengan ukuran 05 ndash 1 cm
termasuk bagian folikel Potongan tersebut dipindahkan ke dalam microsentrifuge
tube 15 mL ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K
(dipastikan potongan terendam) dicampur dengan cara dikocok Larutan
diinkubasi dengan suhu 60degC selama 30 menit Pada proses inkubasi
microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung microcentrifuge tube
secara perlahan setiap 5 menit GSB Buffer sebanyak 200 μL ditambahkan dan
dikocok dengan kuat dan diinkubasi kembali pada suhu 60ordmC selama 20 menit
Selama proses inkubasi microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung
secara perlahan setiap 5 menit
b DNA Binding
Sampel tahapan sebelumnya ditambahkan 200 μL etanol absolut
dikocok dengan kuat selama 10 detik Endapan yang muncul dipecah dengan
27
menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan
tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan
tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit
Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi
dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru
c Pencucian
W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan
sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30
detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column
diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL
Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan
kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi
kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi
yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit
untuk mengeringkan kolom matriks
d Elution
GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube
15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak
100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke
bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit
untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column
disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan
elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak
DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
28
347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)
DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et
al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan
dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10
menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting
yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel
rambut diganti)
Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan
disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer
(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada
microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan
suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit
pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm
beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan
disimpan pada suhu -20 ordmC
348 Uji Kuantifikasi DNA
Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji
kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL
DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette
DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus
menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi
dan tingkat kemurnian
29
349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)
Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR
master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-
ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT
CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL
DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke
dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas
kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR
mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre
denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing
54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final
extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali
3410 Elektroforesis dan Visualisasi
Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis
horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan
TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL
dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm
dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down
Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker
DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran
Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan
listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki
elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt
selama 60 menit
30
Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam
dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel
agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa
divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator
3411 Sequencing DNA
Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai
ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward
dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan
metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit
(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing
menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)
Malaysia)
35 Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif
(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil
sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis
dianalisis secara deskriptif
351 Analisis Bioinformatika
Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan
kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian
hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak
ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian
dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment
Editor 725 (Hall 2001)
31
Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-
base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)
menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base
similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99
Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple
Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak
MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan
variasi basa sampel
32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi
Berbeda
DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut
DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil
kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari
sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang
mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut
menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini
Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan
metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut
dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai
kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada
Tabel 1
Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua
metode hasil penelitian
Pengulangan ke-
Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)
Kit Konvensional Kit Konvensional
1 Angus 269 102 2100 11100
2 FH 207 109 7810 11720
3 Simmental 263 111 231 11340
Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi
Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah
dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut
33
dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode
sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata
nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah
246plusmn034 dan 107plusmn005
Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar
17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)
Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran
kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di
bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari
tahapan masing-masing metode
Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian
genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya
kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang
dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA
Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi
DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan
meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa
denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan
meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan
nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian
DNA yang baik (gt20)
Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah
nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein
Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al
34
2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini
protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada
nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi
protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat
Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh
lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik
Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode
konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit
yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode
konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti
protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan
mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al
1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses
PCR (Demeke amp Jenkins 2010)
Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa
dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA
diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun
nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang
baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan
konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen
(Demeke amp Jenkins 2010)
Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan
hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit
untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional
35
pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang
cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada
penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal
Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan
konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan
RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)
42 Konfirmasi Gen CEBPα
Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan
dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan
pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain
oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar
1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)
yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701
(Lampiran 4)
Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh
semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di
antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan
panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa
dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)
Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah
dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan
program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa
penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda
Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC
36
(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah
dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut
namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk
membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)
Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339
bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO
Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya
perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer
Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari
merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini
perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1
menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses
tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing
yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template
DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang
Target 1339
bp
37
sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA
teramplifikasi sempurna
Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi
Program PCR
Pre
Denaturation Denaturation Annealing Extension
Final
Extension Siklus
Penelitian
Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40
Referensi
Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35
Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32
He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32
Keterangan tanda () = menit tanda () = detik
43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis
menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh
empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black
(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan
(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean
(XM_0252690201)) (Tabel 3)
Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat
prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis
komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari
runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data
tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database
(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang
38
komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga
mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)
Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan
persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan
referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak
(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat
dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi
Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3
Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI
Sampel Spesies Breed GenBank Accesion
Query Cover
Max Iden
Bali
(B sondaicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Pasundan (B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99
Friesians Holstein
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Angus (B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Peranakan Ongole
(B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99
Simmental
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99
39
Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau
kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di
GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan
kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen
CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen
identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen
fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)
Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang
dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden
2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan
seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi
Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap
sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67
(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki
urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki
runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian
akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover
95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover
99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3)
44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali
Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan
runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4
40
Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi
Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil
ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada
empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo
(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau
Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada
sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)
yaitu terletak pada enam posisi berbeda
Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank
Spesies_Breed Posisi Runutan Basa
88
97
103
271
567
733
832
855
870
921
926
931
957
1088
1149
1175
1196
B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G
B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C
B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T
C
B taurus_Angus C C
B taurus_ Friesians Holstein C C
B taurus_ Simmental C C
B indicus_ Pasundan C C
B indicus_ Peranakan Ongole C C
B sondaicus_ Bali C A C G A
Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T
Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)
Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi
Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi
Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196
(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi
tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)
Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa
yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali
41
memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut
memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut
Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi
Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru
Thymine (T) = merah)
42
Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen
CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson
gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi
dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi
Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki
1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan
mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali
Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi
Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B
banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal
usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan
sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel
sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki
kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus
atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)
(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH
Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya
variasi basa yang ditemukan
Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali
terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan
adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis
kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan
keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah
mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode
43
yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe
dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)
Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan
dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)
(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis
Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi
keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali
(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan
pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al
2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi
karakteristik dari daging sapi Bali
Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et
al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki
kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan
menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et
al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga
mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat
dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan
dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)
Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk
menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin
(subtropis)
Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan
sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi
44
lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan
daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki
kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang
lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari
karkas yang diperoleh
45
BAB V
PENUTUP
51 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa
1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan
PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)
2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi
Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa
3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi
DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit
52 Saran
Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah
populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme
(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak
dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi
tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar
memperoleh hasil yang maksimal
46
DAFTAR PUSTAKA
Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka
Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)
Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular
Research 14(3) 9370ndash9383
Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research
24(13) 2623ndash2625
Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan
Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39
Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan
Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor
Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice
Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773
Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176
Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the
National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7
Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash
ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24
Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods
PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990
Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797
Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11
Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga
47
Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method
of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231
Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194
Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and
Pathology 3(2) 133ndash137
Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food
Research International 43(7) 1866ndash1873
Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology
Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the
Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076
He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle
Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969
Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27
Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and
Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26
Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R
(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science
and Technology 46(6) 909ndash916
Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839
Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from
hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289
Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and
Evolution 33(7) 1870ndash1874
Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer
Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683
Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon
D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To
48
Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of
Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764
Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription
factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742
Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)
Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485
Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology
Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)
Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On
Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087
Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali
(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128
Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9
Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On
Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335
Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A
Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in
Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20
Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash
441
Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect
On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81
Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor
Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam
Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156
Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C
A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle
49
Journal Animal Science 80 3077ndash3085
Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in
The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72
Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water
Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A
Review Meat Science 89(2) 111ndash124
Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374
Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat
[Skripsi] Institut Pertanian Bogor
Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes
transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504
Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)
Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6
Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure
Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75
Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E
Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among
Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158
Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)
Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The
Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299
Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip
Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle
Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020
Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots
In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451
50
Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp
Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with
Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33
Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan
Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from
httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395
Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian
Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470
Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for
bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594
Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole
(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional
Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)
Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan
Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)
Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273
Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian
Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354
Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds
Biodiversitas 17(1) 275ndash295
Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)
Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131
Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang
Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107
Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence
of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554
Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508
Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The
51
CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)
Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19
Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter
Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316
Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular
Research 11(2) 1651ndash1661
Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The
CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077
Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia
(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25
Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20
Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle
Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954
Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal
Science 50(11) 499ndash502
52
LAMPIRAN
Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data
Gen Bank
Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178
Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283
Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247
Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank
Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank
53
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)
Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel
NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian
1
Darah
Pasundan 601 867 173
2 Pasundan 602 1035 194
3 Peranakan Ongole 1691 278 309
4 Peranakan Ongole 1693 234 434
5 Bali 59 173 941
6 Bali 64 192 502
7
Rambut
Angus 171405 105 21
8 Friesians Holstein 310102 202 781
9 Friesians Holstein 310158 116 1134
10 Simmental 4490 22 231
11 Simmental 6115 116 1134
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK i ABSTRACT ii
KATA PENGANTAR iii DAFTAR ISI vi
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR LAMPIRAN x
BAB I PENDAHULUAN
11 Latar Belakang 1 12 Rumusan Masalah 5 13 Hipotesis 5
14 Tujuan Penelitian 5 15 Manfaat Penelitian 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
21 Bangsa Sapi Ternak 7
22 Sapi Pasundan 8 23 Sapi Peranakan Ongole (PO) 9 24 Sapi Bali 10
25 Sapi Angus 11 26 Sapi Simmental 11
27 Sapi Friesians Holstein (FH) 12 28 Nutrisi dan Kualitas Daging 13 29 CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs) 14
210 Gen CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα) 15 211 Pengaruh Lingkungan Terhadap Kualitas Daging 16
BAB III METODE
31 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian 18
32 Alat dan Bahan 18 33 Sampel Penelitian 19 34 Prosedur Kerja 20
341 Sterilisasi Alat dan Bahan 20 342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA 20
343 Pengambilan Sampel Darah Sapi 23 344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990) 23 345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi 26
346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)
26
347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005) 28 348 Uji Kuantifikasi DNA 28 349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) 29
3410 Elektroforesis dan Visualisasi 29
3411 Sequencing DNA 30
35 Analisis Data 30 351 Analisis Bioinformatika 30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi
Berbeda
32
42 Konfirmasi Gen CEBPα 35 43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) 37
44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali 39
BAB V PENUTUP
51 Kesimpulan 45 52 Saran 45
DAFTAR PUSTAKA 46
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Sapi Pasundan di BPPT Sapi Potong Ciamis 9 Gambar 2 Sapi PO di Peternakan Terbuka 10
Gambar 3 Sapi Bali Betina dan Jantan 11 Gambar 4 Sapi Angus di Peternakan Kabupaten Seragen 11
Gambar 5 Sapi Simmental di Peternakan Tradisional 12 Gambar 6 Gambar 6 Sapi FH di Peternakan Terbuka 13 Gambar 7 Ilustrasi dari Leucine Zipper Domain 15
Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα 36 Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα Sampel Berdasarkan peak 41
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua metode
32
Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi
37
Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI 38 Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank 40
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data GenBank
52
Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data GenBank 52 Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank 52
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα 53 Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel 53
1
BAB I
PENDAHULUAN
11 Latar Belakang
Angka konsumsi daging sapi nasional semakin meningkat Peningkatan
tersebut sebesar 989 per tahun terhitung dalam kurun waktu 1993 sampai
dengan 2015 (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian
Pertanian 2016) Jumlah penduduk yang bertambah dan kesadaran masyarakat
akan pentingnya mengonsumsi protein hewani yang menjadi penyebab
peningkatan konsumsi daging sapi nasional (Wiyatna 2007 Rusono 2015)
Penyediaan daging sapi nasional dipenuhi oleh produksi sapi lokal sebanyak 70
(Rusono 2015)
Sapi Bali (Bos sondaicus) dan sapi Peranakan Ongole atau PO (B indicus)
merupakan sapi potong lokal yang banyak dijadikan sumber pemenuhan daging
sapi nasional (Wiyatna 2007 Yosita et al 2012) Sapi potong lokal lain yang
berpotensi sebagai sumber pemenuhan daging sapi nasional adalah sapi Pasundan
(B indicus) (Sulasmi et al 2017) Selain sapi potong lokal sapi potong yang
berasal dari luar Indonesia (introduksi) juga dijadikan sumber pemenuhan daging
nasional seperti sapi Angus (B taurus) Simmental (B taurus) Friesians Holstein
atau FH (B taurus) Sapi-sapi tersebut mampu beradaptasi dengan baik pada
lingkungan di Indonesia
Saat ini kualitas daging sapi potong lokal perlu ditingkatkan Kualitas
daging sapi dapat diukur berdasarkan parameter berupa warna daging warna
lemak jumlah lemak (Glitsch 2000) rendah lemak (lean meat) (Dagong et al
2012) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al 2011)
2
Penyediaan daging sapi berkualitas dapat dilakukan melalui metode seleksi
molekuler menggunakan gen kandidat yang berasosiasi dengan sifat kualitas
daging sapi
Beberapa gen kandidat yang berasosiasi dengan sifat kualitas daging sapi
seperti Micromolar Calcium Activated Neutral Protease (CAPN1) (Page et al
2002) Leptin (LEP) (Schenkel et al 2005) Calpastatin (CAST) (Schenkel et al
2006) Fatty Acid Binding Protein 4 (FABP4) (Barendse et al 2009)
Diacylglycerol O-Acyltransferase (DGAT1) (Yuan et al 2013) dan
CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα) (Shin et al 2007 Wang et al
2011) Gen CEBPα dapat berasosiasi terhadap komposisi dan pendistribusian
lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al 2011) sehingga
berkontribusi pada peningkatan kualitas daging (Adoligbe et al 2015)
Data terkait gen CEBPα pada sapi baru dikonfirmasi pada sapi Japanese
Black (B taurus) Qinchuan (B taurus) Hanwoo (B taurus) Penelitian
Taniguchi amp Sasaki (1996) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi Japanese
Black Penelitian Wang et al (2012) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi
Qinchuan dengan panjang 1062 base pair (bp) Gen CEBPα pada sapi Qinchuan
memiliki nilai similarity asam amino dengan Sus scrofa (97) Homo sapiens
(95) Rattus norvegicus (94) Oryctolagus cuniculus (94) dan Mus musculus
(93) Penelitian Jeoung et al (2004) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi
Hanwoo dengan panjang 1059 base pair (bp) yang mengodekan 353 asam
amino Pada sapi Hanwoo ekspresi tertinggi gen CEBPα terjadi pada jaringan
adiposa
3
Selain faktor genotipe kondisi lingkungan juga mempengaruhi kualitas
daging sapi (Schutt et al 2009) Fenotipe berupa daging yang berkualitas
merupakan hasil interaksi antara faktor genotipe dan lingkungan (Peaston amp
Whitelaw 2006) Perbedaan kondisi lingkungan berupa iklim menjadikan adanya
perbedaan karakteristik pada daging sapi
Kandungan lemak intramuskular dan lemak internal B taurus (subtropis)
lebih banyak dibandingkan B indicus (tropis) (Yosita et al 2012) Kandungan
lemak pada intramuskular berkorelasi dengan sifat kualitas daging seperti
tenderness (keempukan) (Reverter et al 2003) dan lean meat (rendah lemak)
(Dagong et al 2012) Perbedaan kondisi lingkungan sapi potong lokal (tropis)
dengan sapi potong introduksi (subtropis) memungkinkan adanya variasi basa gen
CEBPα
Penelitian ini untuk mendeteksi keberadaan gen CEBPα yang berasosiasi
dengan sifat kualitas daging pada sapi yang diteliti yaitu sapi potong lokal (sapi
Pasundan PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)
Alasan pemilihan sapi-sapi tersebut karena termasuk ke dalam program
pemerintah dalam pengembangan sapi potong untuk meningkatkan penyediaan
daging sapi nasional (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Kementerian Pertanian 2016)
Penelitian deteksi gen CEBPα diawali dengan tahapan ekstraksi DNA
DNA dapat diperoleh melalui darah saliva sel epitel (Hansen et al 2007) dan
rambut (Heywood et al 2003) Penggunaan sampel rambut merupakan salah satu
alternatif apabila menemui hewan atau ternak yang bernilai tinggi atau liar (tidak
4
dapat memperoleh darah) Pada penelitian deteksi keberadaan suatu gen
efektivitas metode ekstraksi DNA rambut perlu diperhatikan
Ekstraksi DNA rambut umumnya menggunakan kit komersial atau secara
konvensional Salah satu kit ekstraksi DNA yang umum digunakan adalah
gSYSCtrade DNA Extraction Kit Penggunaan kit untuk ekstraksi DNA
memberikan hasil yang baik namun cenderung memerlukan biaya yang mahal
(Demeke amp Jenkins 2010) Metode konvensional dapat dipertimbangkan menjadi
alternatif dalam ekstraksi DNA rambut karena biaya yang murah dan memberikan
hasil yang dapat digunakan dalam analisis molekuler selanjutnya Salah satunya
adalah metode ekstraksi DNA rambut yang diterapkan pada penelitian Kumar et
al (2005) Metode tersebut berhasil dalam mengekstraksi DNA rambut sapi
Pemilihan metode tersebut karena tahapan yang mudah untuk dilakukan dan
menggunakan bahan yang aman terhadap kesehatan
Penelitian ini menjadi langkah awal untuk mengungkap potensi gen
CEBPα pada sapi potong lokal dan sapi potong introduksi yang diteliti Data atau
informasi terkait gen CEBPα yang berasosiasi dengan sifat kualitas daging pada
sapi yang diteliti masih belum tersedia Selanjutnya penelitian ini menjadi salah
satu tahapan penting dalam pemuliaan ternak secara molekular sehingga dapat
diperoleh daging sapi yang berkualitas Selain itu penelitian ini juga
membandingkan hasil metode ekstraksi DNA menggunakan metode kit dan
konvensional untuk memperoleh efisiensi dalam penelitian analisis molekuler
DNA sapi
5
12 Rumusan Masalah
1 Apakah sapi potong lokal (sapi Pasundan PO Bali) dan sapi potong
introduksi (sapi Angus Simmental FH) memiliki gen CEBPα dan
variasi basa pada gen tersebut
2 Apakah ekstraksi DNA rambut dengan metode konvensional dapat
dijadikan metode alternatif selain menggunakan metode kit
13 Hipotesis
1 Sapi potong lokal dan sapi potong introduksi memiliki gen CEBPα dan
terdapat variasi basa pada gen tersebut
2 Ekstraksi DNA rambut dengan menggunakan metode konvensional dapat
dijadikan alternatif selain metode kit
14 Tujuan Penelitian
1 Untuk mengonfirmasi keberadaan gen CEBPα pada sapi yang diteliti
serta memperoleh informasi terkait variasi basa gen CEBPα pada sapi
yang diteliti
2 Untuk mendapatkan metode ekstraksi DNA rambut alternatif selain
dengan menggunakan metode kit
15 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini antara lain
1 Sebagai penelitian awal dalam mengungkap keberadaan gen CEBPα
pada sapi yang diteliti berkaitan dengan kualitas daging sapi yang baik
serta mengetahui dan mempelajari asosiasi gen CEBPα terhadap kualitas
daging sapi
6
2 Berkontribusi dalam seleksi ternak secara molekuler dengan gen
CEBPα berupa sifat kualitas daging berkaitan dengan kandungan lemak
pada sapi potong yang diteliti untuk keperluan program breeding
3 Memperoleh metode alternatif selain metode kit dalam mengekstraksi
DNA rambut yang efisien dan tidak memerlukan biaya yang mahal
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
21 Bangsa Sapi Ternak
Binatang ternak menjadi salah satu mahluk yang dijadikan pembelajaran
dalam Al Quran Al Anrsquoam yang artinya binatang ternak menjadi salah satu nama
surat dalam Al Quran merupakan surat ke-6 yang diturunkan di Mekah dengan
165 ayat Salah satu ayat surat Al Anrsquoam yang menjelaskan tentang peruntukan
binatang ternak adalah pada ayat 142
ldquoDan di antara hewan ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan ada
yang untuk disembelih Makanlah dari rezeki yang telah diberikan Allah
kepadamu dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan Sesungguhnya
setan itu musuh yang nyata bagimurdquo (Al Anrsquoam (6) 142)
Allah Subhanallahu wa Tarsquoala telah memberikan rezeki kepada manusia
berupa binatang ternak yang dapat disembelih dengan tata cara sesuai syariat
Kemudian dagingnya dapat dimanfaatkan sebagai sumber gizi untuk manusia
Berdasarkan hal tersebut diperlukan upaya untuk mengkaji secara ilmiah daging
binatang ternak salah satunya sapi
Secara umum bangsa sapi terbagi menjadi tiga kelompok (Natasamita amp
Mudikdjo 1985) (1) Bos taurus yang merupakan bangsa sapi yang paling besar
berasal dari Eropa Ciri khas B taurus tidak memiliki punuk (2) B indicus
(Zebu) yang merupakan bangsa sapi asal India dan Afrika yang menyebar di
wilayah Asia Ciri khas B indicus memiliki punuk (3) B sondaicus (B bibos)
8
merupakan sapi asli Indonesia yang sudah lama beradaptasi di lingkungan
Indonesia Tubuh B sondaicus relatif lebih kecil dibandingkan B taurus dan B
indicus
Definisi dari sapi lokal adalah sapi asli Indonesia atau hasil persilangan
yang telah ditetapkan sebagai rumpun sapi nasional sedangkan sapi introduksi
merupakan sapi impor (luar Indonesia) yang berkembang biak di Indonesia tanpa
adanya persilangan dengan sapi lokal (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi
Pertanian Kementerian Pertanian 2016) Kumpulan beberapa jenis sapi ternak
yang memiliki kesamaan karakteristik disebut dengan rumpun atau (breed)
(Setiadi 2016) Beberapa breed sapi lokal adalah sapi Pasundan Peranakan
Ongole (PO) Bali dan introduksi adalah sapi Angus Simmental Friesians
Holstein (FH)
22 Sapi Pasundan
Sapi Pasundan (B indicus) merupakan sapi potong lokal yang memiliki
gen khas dari sapi Bali sapi Jawa sapi Ongole dan sapi Madura Sapi Pasundan
memiliki asal usul secara genetik yang merupakan hasil tekanan inbreeding dari
generasi persilangan pada program grading up sapi Ongole dan program grading
up sapi Jawa dengan sapi Madura dan sapi Bali (Baharun 2015) Sapi Pasundan
memiliki karakteristik mudah beradaptasi dengan lingkungan mudah dipelihara
memiliki kualitas karkas yang baik dan relatif tahan terhadap penyakit tropis
(Baharun 2015)
Sapi Pasundan yang baru ditetapkan sebagai kekayaan sumber genetik
ternak lokal Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor
1051kptsSR120102014 tentang penetapan rumpun sapi Pasundan Menurut
9
Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1051kptsSR120102014 karakteristik sapi
Pasundan (Gambar 1) memiliki warna tubuh dominan merah bata terdapat warna
putih pada bagian pelvis dan keempat kaki bagian bawah (tarsus dan carpus)
dengan batasan yang tidak kontras Terdapat garis belut atau garis punggung
sepanjang punggung dengan warna lebih tua dari warna dominan (Gambar 1)
Sapi Pasundan memiliki hidung dan ujung ekor berwarna hitam dengan
bentuk tubuh segi empat serta memiliki tanduk dengan bentuk yang pendek tidak
seragam atau bervariasi dari ukuran kecil sampai besar (Baharun 2015 Sulasmi
et al 2017) Beberapa sapi Pasundan jantan dapat mengalami perubahan warna
dari merah bata menjadi hitam pada saat mencapai fase kelamin dewasa
Gambar 1 Sapi Pasundan di BPPT Sapi Potong Ciamis
(Sumber Baharun 2015)
23 Sapi Peranakan Ongole (PO)
Sapi Peranakan Ongole atau PO (B indicus) merupakan sapi hasil
persilangan secara grading up antara sapi Sumba Ongole dengan sapi Jawa
(Prasetya 2011 Sutarno amp Setyawan 2016) Sapi PO memiliki keunggulan
berupa tidak sulit dalam proses reproduksi dan tingkat kebuntingan nya tinggi
(Subiharta et al 2012) Populasi terbesar sapi PO berada di pulau Jawa terutama
Jawa Timur (Astuti 2004)
10
Karakteristik sapi PO (Gambar 2) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)
berwarna putih atau abu-abu warna hitam di ekor dan rambut di sekitar mata
bentuk kepala melengkung pendek tanduk pendek telinga menggantung yang
panjang dan perut yang agak besar terkadang ada bercak hitam di lututnya
Memiliki warna tubuh putih hingga keabu-abuan Sapi jantan memiliki warna
keabu-abuan lebih sering muncul di sekitar gelambir leher ekor dan kepala
sedangkan pada sapi betina warna putih lebih dominan (Sudrajad amp Adinata
2013)
Gambar 2 Sapi PO di Peternakan Terbuka (Sumber Kementerian Pertanian 2012)
24 Sapi Bali
Sapi Bali (B sondaicus) merupakan keturunan dari Banteng (B banteng)
(Talib 2002 Purwantara et al 2012) yang telah mengalami domestikasi selama
bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Sapi Bali merupakan salah satu sapi
asli Indonesia (Margawati 2012) Sapi Bali memiliki ciri fisik yang sedikit
mengalami perubahan dari banteng (Mahdi et al 2013) Sapi Bali mewakili 27
dari total populasi yang ada di Indonesia dan menjadi sapi utama untuk
peternakan kecil Populasi sapi Bali tersebar di pulau Bali Sulawesi Selatan
Nusa Tenggara Timur dan Barat (Purwantara et al 2012)
Karakteristik sapi Bali (Gambar 3) memiliki warna tubuh merah bata
memiliki garis belut atau garis di sepanjang punggung Warna sapi jantan akan
11
berubah kehitaman sedangkan warna sapi betina relatif tetap setelah dewasa Sapi
Bali tidak memiliki punuk dan keempat kaki bagian bawahnya berwarna putih
(Abidin 2010)
Gambar 3 Sapi Bali Betina dan Jantan (a) Betina (b) Jantan (Sumber Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali 2015)
25 Sapi Angus
Sapi Angus (B taurus) berasal dari Skotlandia Utara yang beriklim dingin
dan lembap Menurut Sutarno amp Setyawan (2016) Berat badan umur 15 tahun
dapat mencapai 650 kg Karakteristik sapi Angus (Gambar 4) memiliki bentuk
tubuh lebar dan rata Warna tubuh keseluruhan hitam namun terkadang ada
warna putih di bagian belakang bawah pusat tidak bertanduk bentuk tubuh rata
seperti papan dan dagingnya padat
Gambar 4 Sapi Angus di Peternakan Kabupaten Seragen
(Sumber Adinata et al 2017)
26 Sapi Simmental
Sapi Simmental (B taurus) merupakan salah satu jenis ternak tertua di
dunia yang bertahan hingga saat ini Sapi Simmental merupakan jenis sapi
(b) (a)
12
subtropis Sapi Simmental berasal dari Switzerland yang telah dijinakkan setelah
abad ke-13 Sapi Simmental dan semen beku pada tahun 1985 tiba di Indonesia
dari New Zealand dan Australia (Sutarno amp Setyawan 2016)
Karakteristik sapi Simmental (Gambar 5) menurut Sutarno amp Setyawan
(2016) memiliki tubuh yang berotot dan kukuh pertumbuhan otot yang cepat
jenis spesifik yang ditemukan di Indonesia memiliki wajah kuning atau merah
kecokelatan dengan kaki bawah putih dan ujung ekor putih Berat seekor sapi
dewasa bisa melebihi 1000 kilogram
Gambar 5 Sapi Simmental di Peternakan Tradisional
(Sumber Sutarno amp Setyawan 2016)
27 Sapi Friesians Holstein (FH)
Sapi Friesians Holstein (FH) (B taurus) telah dikembangkan sejak abad
ke-13 di Belanda (Belanda Utara dan Friesland) dan Jerman Utara (Schleswig-
Holstein) untuk menghasilkan sejenis ternak yang mampu mengonsumsi rumput
lokal Usaha untuk pengembang biakan menghasilkan ternak sapi perah terbaik di
dunia dengan warna hitam dan putih khas Sapi FH pertama kali diimpor dari
Belanda pada abad ke-19 (Sutarno amp Setyawan 2015)
Karakteristik sapi FH (Gambar 6) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)
umumnya berwarna hitam dengan warna putih garis-garis tetapi kadang-kadang
merah dengan garis-garis putih dan dengan batas warna yang jelas Kepala
13
panjang lebar dan lurus Sapi FH memiliki tanduk yang pendek dan melengkung
memiliki mulut lebar lubang hidung terbuka lebar rahang kuat telinga ukuran
sedang dahi lebar leher panjang dan tipis Bahu yang besar terletak di dinding
dada dan membentuk sendi yang baik dengan tubuh Punggung yang kokoh dan
rata dengan tulang punggung yang saling terhubung dengan baik
Gambar 6 Sapi FH di Peternakan Terbuka
(Sumber Sutarno amp Setyawan 2015)
28 Nutrisi dan Kualitas Daging Sapi
Daging sapi menjadi salah satu sumber pemenuhan protein yang memiliki
banyak kandungan nutrisi Kandungan nutrisi dari daging sapi berupa vitamin D
vitamin B12 zat besi selenium seng dan asam lemak esensial Omega 3 (Scollan
et al 2006) Kandungan lain dari daging sapi adalah 75 air 20 protein 3
lemak dan 2 substansi non-protein larut Substansi non-protein larut tersebut
berupa 45 nitrogen 45 karbohidrat 8 komponen anorganik 3 vitamin
dan 3 logam (Tornberg 2005)
Penjualan daging sapi dipengaruhi oleh daya tarik daging bagi konsumen
yang digambarkan sebagai kualitas daging Kualitas daging didefinisikan sebagai
sifat yang dirasakan konsumen secara visual dan sensoris (Becker 2000)
Kualitas daging diukur berdasarkan parameter berupa warna daging warna
lemak jumlah lemak (Glitsch 2000) tekstur nilai marbling (intramuscular fat)
14
(Lee et al 2007) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al
2011) dan lean meat (Dagong et al 2012)
Menurut Becker (2000) empat karakteristik makanan daging berkualitas
sebagai berikut (1) Karakteristik yang menunjukkan kandungan gizi protein
lemak kandungan karbohidrat (2) Karakteristik yang menunjukkan kualitas
pengolahan panjang sarkomer nilai pH warna kegemukan kapasitas pengikat
air (3) Karakteristik yang menunjukkan kualitas hygienic-toxicological residu
kontaminan status mikroorganisme zat aditif (4) Karakteristik yang
menunjukkan kualitas sensorik tekstur (tenderness juiciness) rasa atau bau dan
warna atau penampilan (marbling)
29 CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs)
CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs) merupakan keluarga
transkripsi yang mengandung domain leucine zipper dasar yang conserved atau
tidak berubah (Gambar 7) pada C-terminus yang terlibat dalam dimerisasi dan
pengikatan DNA (Ramji amp Foka 2002) Protein CEBP pertama kali
diidentifikasi di laboratorium Steve McKnight sebagai faktor stabil panas pada
inti hati tikus yang mampu berinteraksi dengan motif CCAAT box yang terdapat
pada beberapa promoter gen seluler (Johnson amp McKnight 1989)
Gen CCAATEnhancer Binding Protein (CEBP) merupakan keluarga faktor
transkripsi yang terekspresikan pada proses diferensiasi preadiposit (He et al
2011) Peran dari keluarga CEBP diantaranya pada diferensiasi seluler
mengontrol metabolisme proliferasi seluler regulasi peradangan (Ramji amp Foka
2002) siklus sel hematopoiesis perkembangan skeletal dan respons host imun
(Tsukada et al 2011) Terdapat enam anggota kelompok gen CEBP yang telah
15
diisolasi dan di karakterisasi yaitu CEBPα CEBPβ CEBPγ CEBPδ CEBPε
dan CEBPδ (Ramji amp Foka 2002) Gen tersebut memainkan peran penting dalam
diferensiasi adiposit (Lane et al 1999)
Gambar 7 Ilustrasi dari Leucine Zipper Domain
(Sumber Tsukada et al 2011)
210 Gen CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα)
Daerah promoter proksimal gen CCAATEnhancer Binding Protein α
(CEBPα) pada tikus pertama kali dicirikan dan menunjukkan mengandung
tempat pengikatan potensial untuk CEBP Sp1 Nuclear Factor (NF)-1 NF-Y
Upstream Stimulating Factor (USF) Basic Transcription Element Binding
Protein (BTEB) dan NF-Κb (Christy et al 1991) Promoter gen CEBPα dapat
diaktifkan secara otomatis di dalam sel yang dapat ditransfer melalui ekspresi dari
plasmid (Legraverend et al 1993)
Sequence gen CEBPα sapi memiliki kesamaan 899 pada urutan
nukleotida dan 925 urutan asam amino dengan gen tikus (Taniguchi amp Sasaki
1996) Gen CEBPα sapi seperti gen tikus yaitu bebas intron Open reading
frame (nukleotida 169 ndash 1230) pada gen CEBPα sapi mengodekan protein 353
16
residu asam amino yang merupakan lima asam amino lebih pendek dari pada
protein tikus (Taniguchi amp Sasaki 1996) Asam amino tersebut terekspresi
sebelum transkripsi gen spesifik adiposit yang memiliki situs pengikatan gen
CEBPα (Wang et al 2011) Urutan seperti kotak TATA terletak di nukleotida 13
ndash 18 namun situs mulai transkripsi tidak ditentukan (Taniguchi amp Sasaki 1996)
Faktor transkripsi CEBPα memainkan peranan penting selama
diferensiasi preadiposit menjadi adiposit Gen CEBPα diidentifikasi sebagai
Nuclear Factor (NF) yang di induksi saat diferensiasi yang mengikat secara
spesifik ke promotor beberapa gen (Vasseur-Cognet amp Lane 1993) Gen CEBPα
memainkan peran penting dalam pengendapan lemak dan diferensiasi adiposit
(Shin et al 2007) Gen CEBPα menjadi kandidat gen penting untuk
diidentifikasi secara marker genetik pada karkas dan sifat kualitas daging sapi
ternak (Shin et al 2007) Gen CEBPα juga dapat mengatur metabolisme energi
dan nutrisi dengan mengaktifkan beberapa gen spesifik seperti
phosphoenolpyruvate carboxykinase dan reseptor insulin (Park et al 1990)
211 Pengaruh Lingkungan Terhadap Kualitas Daging
Kondisi lingkungan berupa temperatur akan mempengaruhi keadaan
fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Kondisi lingkungan secara langsung
mempengaruhi proses metabolisme organ dan otot (Gregory 2010) Pada zona
nyaman sapi akan sedikit mengeluarkan energi dan tidak terpengaruh oleh
temperatur lingkungan sebaliknya jika berada diluar zona nyaman sapi akan
mengalami stres yang bertujuan untuk mengembalikan kepada kondisi tubuh yang
normal (Nardone et al 2006) Kondisi tersebut akan menyebabkan terjadinya
17
perubahan seperti pola makan fisiologis dan fungsi metabolisme pada kuantitas
dan kualitas produksi dari sapi itu sendiri
Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan menyebabkan terjadinya
penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et al 2001 Mader amp Davis
2004) yang terjadi pada sapi B indicus (Gregory 2010) Suhu di atas 30degC akan
menyebabkan terjadinya penurunan jumlah berat badan (Nardone et al 2006)
Pada periode yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi
perubahan fenotipe dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006 Gregory 2010)
18
BAB III
METODE
31 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari ndash Juni 2018 di
Laboratorium Genetika Molekuler Hewan Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI
Cibinong Jl Raya Bogor KM 46 Bogor Jawa Barat
32 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik
micropipette 10 microL 200 microL 1000 microL (Boesco dan Bio-Rad) dan pH meter
(Thermo Orion) tabung vacutainer mengandung K3EDTA holder dan jarum
needle ukuran 21G microcentrifuge tube 15 mL sentrifugator (Hermile Z 300
K) vortex (Barnstead Thermolyne) micropipette 1000 microL (Boesco) blue tips
white tips yellow tips shaker agigator (Thermo Scientific) parafilm pipet
Pasteur autoklaf (Trace Raypa) spektromotometer UV-Vis (GeneQuant) cuvette
dan laminar air flow (Telstar BH ndash 100) tangki elektroforesis horizontal (Bio-
Rad) power supply (Bio-Rad) timbangan analitik (Preciso XT 120A) hot plate
stirrer (Thermolyne Cimarec 2) pH meter (Thermo Orion) vortex (Barnstead
Thermolyne) Sentrifugator (HermLe Z 300 K) shaker (Bio Green) thermocycler
(Eppendorf) UV-transiluminator (Major Science)
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Red Cell Lysis Buffer
(RCLB) 250 mL pH 72 Tris Buffer Solution (TBS) 250 mL pH 74 TE Buffer
250 mL pH 8 Sodium Dedocyl Sulfate (SDS) (Mp Biomedicals) K3EDTA
(Garnier Bio One) Proteinase-K (Roche Diagnostic) PCR Buffer (Qiagen)
Proteinasi-K (Geneaid) proteinase-K Solution Ethylene Diamine Tetracetic Acid
19
(EDTA) (Mp Biomedicals) alkohol 70 alkohol absolut dingin tissue tissue
kimwipe NaCl Pekat Destillation Water (DW) steril Primer CEBPα forward
dan reverse (Integrated DNA Technolgies) TE buffer Double Destillation Water
(DDW) free nuclease (Ferementas) DNA ladder (Vivantis) PCR master mix kit
KAPA2G Robust (Kapa Biosystem) Gel Agarosa (Roche) boric acid (Merck)
tris base (Himedia) KCl (Merck) NaCl (Genetika Science) KHCO3 (Merck)
NH4Cl (Merck) Ethidium Bromida (EtBr) (Merck) gSYSCtrade DNA Extraction
Kit GS100 (Geneaid) amplop kertas
33 Sampel Penelitian
Breed sapi yang diteliti terbagi menjadi dua kelompok yaitu 1) Sapi potong
lokal (sapi Pasundan PO Bali) 2) Sapi potong introduksi (sapi Angus
Simmental FH) Sumber DNA berasal dari 1) Darah (sapi Pasundan PO Bali)
2) Rambut (sapi Angus Simmental FH) Darah atau rambut yang diambil
berasal dari dua individu berbeda setiap jenisnya kecuali sampel rambut sapi
Angus yang diperoleh dari satu individu saja
Jenis sapi yang diteliti berasal dari berbagai tempat yang berbeda yaitu 1)
Sapi Pasundan berasal dari Balai Pengembangan Perbibitan Ternak (BPPT) Sapi
Potong Ciamis 2) Sapi PO berasal dari BPPT Grobogan 3) Sapi Bali berasal dari
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Peninda Bali 4) sapi Angus
Simmental FH berasal dari Badan Embrio Ternak (BET) Cipelang Bogor
Regulasi dari BET yang tidak memperbolehkan pengambilan sampel darah
menjadi alasan utama diambilnya sampel rambut dari sapi Angus Simmental
FH Keseluruhan sampel rambut sapi yang diperoleh dari BET merupakan sapi
asli (origin) yang belum dilakukan perkawinan silang
20
34 Prosedur Kerja
341 Sterilisasi Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini di sterilisasi dengan
autoklaf pada suhu 121degC dan tekanan sebesar 1 atm selama 15 menit
342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA
a Pembuatan RCLB (Red Cell Blood Buffer)
Larutan RCLB dibuat sebanyak 1000 mL (pH 72) Larutan RCLB terbuat
dari bahan kimia NH4Cl dan KHCO3 Bahan tersebut ditimbang dengan
timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian dipindahkan ke beaker
glass dan ditambahkan EDTA 05 M sebanyak 200 microL serta DW sebanyak 300
mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot plate stirrer
Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan pH meter Nilai pH yang
terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH terlalu tinggi
ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian ditambahkan
DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott Duran 1000
mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan disimpan di
lemari pendingin
b Pembuatan TBS (Tris Buffer Solution)
Larutan TBS dibuat sebanyak 1000 mL (pH 74) dengan bahan yang
terdiri dari NaCl KCl tris base Bahan-bahan kimia tersebut ditimbang dengan
timbangan analitik dan dipindahkan ke beaker glass yang dilarutkan
menggunakan DW sebanyak 300 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan
di atas hot plate stirrer Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan menggunakan
pH meter jika pH terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH
21
terlalu tinggi ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian
ditambahkan DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott
Duran 1000 mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan
disimpan di lemari pendingin
c Pembuatan Proteinase-K Solution
Proteinase-K ditimbang pada timbangan analitik Proteinase-K kemudian
dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 45 mL serta EDTA
05 M sebanyak 54 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot
plate stirrer tanpa dipanaskan Larutan yang telah homogen ditambahkan Sodium
Dedocyl Sulfate (SDS) 10 sebanyak 378 mL Larutan tersebut kemudian
dihomogenkan di hot plate stirrer tanpa dipanaskan
d Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 5x)
Larutan TBE 5x yang dibuat sebanyak 500 mL boric acid dan tris base
ditimbang dengan timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian
dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 500 mL dan EDTA
05 M sebanyak 10 mL Larutan tersebut dihomogenkan di atas hot plate stirrer
dipanaskan setelah homogen dimasukan ke dalam botol Schott Duran 500 mL
dan disimpan di lemari pendingin
e Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 1x)
Larutan TBE 1x dibuat dengan mengencerkan 200 mL TBE 5x Larutan
TBE 1x dipindahkan pada botol Schott Duran 1000 mL Larutan tersebut
ditambahkan DW sampai 1000 mL Larutan tersebut disimpan pada lemari
pendingin
22
f Pengenceran Primer Gen CEBPα (10 pMmicroL)
Primer dalam bentuk pelet diencerkan dengan TE Buffer untuk
memperoleh primer stock Primer forward diencerkan dengan 333 microL TE Buffer
sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer reverse diencerkan dengan
332 microL sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer yang digunakan
dalam penelitian ini adalah primer CEBPα yang didesain pada penelitian (Shin
et al 2007) dengan ukuran 20 pb Primer CEBPα forward (5´-
ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) dan reverse (5´-TCAAAGTCG
TTGCCGCCTCC-3´)
Primer forward dan reverse CEBPα stock (100 pMmicroL) masing-masing
diambil sebanyak 5 microL dengan micropipette 2 ndash 20 microL dan dicampurkan ke dalam
microcentrifuge tube 15 mL baru yang telah berisi DDW free nuclease sebanyak
45 microL Larutan tersebut dicampur hingga homogen dengan cara dilakukan
mengetuk berulang bagian bawah microcentrifuge tube menggunakan ujung jari
Pengenceran primer dilakukan di laminar air flow Microcentrifuge tube yang
berisi primer dilakukan spin down dengan spin down sentrifugator agar larutan
yang berada di dinding microcentrifuge tube turun ke dasar Primer kemudian
disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
g Pembuatan Alat Pemanenan DNA
Alat pemanen DNA dibuat dari pipet Pasteur yang dimodifikasi dengan
membentuk ujung pipet seperti kail Pembentukan tersebut dilakukan dengan
memanaskan pipet di atas bunsen spiritus kemudian ditarik secara perlahan dan
dibuat melengkung seperti kail
23
h Pembuatan Gel Agarosa
Serbuk gel agarosa sebanyak 1 g ditimbang dengan timbangan analitik dan
dipindahkan ke botol Schott Duran 250 mL Serbuk gel agarosa ditambahkan
TBE 1x sebanyak 100 mL kemudian dipanaskan dan dihomogenkan dengan hot
plate stirrer sampai bening Larutan yang sudah homogen dicetak pada wadah
pencetak gel yang sudah terdapat sisir untuk membuat sebanyak 20 sumuran dan
diamkan sampai padat atau mengeras
343 Pengambilan Sampel Darah Sapi
Darah sampel diambil melalui vena caudalis sebanyak 5 mL Pengambilan
darah dilakukan dengan mengangkat caudal (ekor) dari sapi vena caudalis dicari
dengan meraba bagian ekor Jarum yang telah terpasang holder ditusukkan pada
vena caudalis dan tabung vacutainer mengandung K3EDTA dipasang pada
holder Darah yang mengalir ditampung pada tabung vacutainer kemudian
dicabut setelah darah berhenti Jarum dan holder kemudian dicabut dari vena
caudalis Tabung vacutainer yang berisi darah disimpan pada freezer dengan
suhu -20oC
344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990)
DNA yang berasal dari darah diisolasi menggunakan metode Montgomery
amp Sise (1990) dengan prosedur sebagai berikut
a Red Blood Cell Lysis
Sampel darah sebanyak 5 mL dipindahkan tabung Falcon 15 mL dan
ditambahkan larutan RCLB (pH 72) sampai 7 mL Sampel darah dihomogenkan
dengan vortex dan didiamkan selama 10 menit Sampel kemudian disentrifugasi
dengan sentrifugator selama 10 menit suhu 4degC kecepatan 3500 rpm Sampel
24
ditimbang menggunakan timbangan ganda agar proses sentrifugasi berjalan
dengan sempurna jika berat belum seimbang maka ditambah larutan RCLB
Supernatan yang diperoleh setelah proses sentrifugasi kemudian dibuang
sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Pelet ditambahkan RCLB sampai 5
mL kemudian divorteks hingga pelet hancur atau homogen Sampel disentrifugasi
selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang
diperoleh kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet kembali
ditambahkan RCLB sampai 3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau
homogen dan didiamkan selama 10 menit kemudian dilanjutkan tahapan ekstraksi
DNA
b White Blood Cell Collection
Sampel tahapan sebelumnya kemudian ditambahkan TBS (pH 74)
sebanyak 5 mL dan dikocok sebentar Sampel disentrifugasi selama 10 menit
dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang diperoleh kemudian
dibuang sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Sampel kemudian
ditambahkan TBS sebanyak 5 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau
homogen Sampel selanjutnya disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC
dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang didapatkan kemudian dibuang
sehingga hanya pelet yang tersisa Sampel kemudian ditambahkan TBS sebanyak
3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau homogen
Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan
3500 rpm Sampel divorteks perlahan hingga lapisan merah hilang Supernatan
yang didapatkan kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet
25
selanjutnya dikeringkan setelah kering ditambahkan TE 2 mL Sampel divorteks
sampai pelet hancur atau homogen
c Protein Lysis
Sampel yang sudah homogen dengan larutan TE selanjutnya ditambahkan
Proteinase-K solution sebanyak 200 microL tanpa divorteks atau dihomogenkan
Tabung Falcon 15 mL yang berisi sampel selanjutnya di-seal menggunakan
parafilm Sampel diinkubasi menggunakan shaker Agigator selama 24 jam dengan
suhu 37degC dan kecepatan 150 rpm
d Pemanenan DNA
Sampel yang telah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya ditambahkan
NaCl 5 M pekat sebanyak 2 mL Sampel diberi goyangan dengan membentuk
pola angka 8 dengan sangat perlahan setelah itu dikocok kuat sebanyak 2 kali
Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 10degC dan kecepatan 3500
rpm Supernatan dituang pada tabung reaksi yang berisi alkohol absolut dingin
Bagian permukaan tabung reaksi ditutup dengan parafilm sampai rapat Tabung
reaksi dibolak-balikan sampai terbentuk gelembung-gelembung yang melayang
Fraksi gelembung yang melayang diambil dengan pipet Pasteur yang telah
dimodifikasi dan dicelupkan secara cepat ke dalam alkohol 70 kemudian
dikeringkan dengan tissue kimwipe Gumpalan tersebut dimasukan kedalam
microcentrifuge tube 15 mL yang telah berisikan DW steril sebanyak 200 microL
Sampel dihomogenkan menggunakan alat shaker pada suhu ruang agar larut
DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
26
345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi
Pengambilan rambut dilakukan pada bagian ekor minimal rambut
sebanyak 20 helai Rambut pada bagian ekor ditarik searah dengan titik tumbuh
dari rambut tersebut Tahapan tersebut dilakukan dengan cepat agar diperoleh
bagian rambut yang utuh dengan folikel Rambut tersebut ditempelkan pada kertas
dengan selotip berbahan kertas tanpa mengenai bagian folikel dan disimpan di
dalam amplop
346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)
Tahapan isolasi DNA dari rambut menggunakan gSYSCtrade DNA
Extraction Kit GS100 (Geneaid) dengan prosedur sebagai berikut
a Cell Lysis
Sepuluh helai rambut dipotong-potong dengan ukuran 05 ndash 1 cm
termasuk bagian folikel Potongan tersebut dipindahkan ke dalam microsentrifuge
tube 15 mL ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K
(dipastikan potongan terendam) dicampur dengan cara dikocok Larutan
diinkubasi dengan suhu 60degC selama 30 menit Pada proses inkubasi
microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung microcentrifuge tube
secara perlahan setiap 5 menit GSB Buffer sebanyak 200 μL ditambahkan dan
dikocok dengan kuat dan diinkubasi kembali pada suhu 60ordmC selama 20 menit
Selama proses inkubasi microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung
secara perlahan setiap 5 menit
b DNA Binding
Sampel tahapan sebelumnya ditambahkan 200 μL etanol absolut
dikocok dengan kuat selama 10 detik Endapan yang muncul dipecah dengan
27
menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan
tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan
tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit
Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi
dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru
c Pencucian
W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan
sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30
detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column
diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL
Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan
kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi
kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi
yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit
untuk mengeringkan kolom matriks
d Elution
GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube
15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak
100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke
bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit
untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column
disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan
elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak
DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
28
347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)
DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et
al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan
dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10
menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting
yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel
rambut diganti)
Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan
disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer
(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada
microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan
suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit
pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm
beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan
disimpan pada suhu -20 ordmC
348 Uji Kuantifikasi DNA
Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji
kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL
DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette
DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus
menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi
dan tingkat kemurnian
29
349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)
Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR
master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-
ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT
CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL
DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke
dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas
kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR
mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre
denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing
54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final
extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali
3410 Elektroforesis dan Visualisasi
Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis
horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan
TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL
dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm
dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down
Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker
DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran
Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan
listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki
elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt
selama 60 menit
30
Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam
dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel
agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa
divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator
3411 Sequencing DNA
Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai
ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward
dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan
metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit
(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing
menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)
Malaysia)
35 Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif
(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil
sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis
dianalisis secara deskriptif
351 Analisis Bioinformatika
Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan
kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian
hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak
ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian
dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment
Editor 725 (Hall 2001)
31
Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-
base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)
menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base
similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99
Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple
Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak
MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan
variasi basa sampel
32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi
Berbeda
DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut
DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil
kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari
sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang
mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut
menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini
Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan
metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut
dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai
kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada
Tabel 1
Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua
metode hasil penelitian
Pengulangan ke-
Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)
Kit Konvensional Kit Konvensional
1 Angus 269 102 2100 11100
2 FH 207 109 7810 11720
3 Simmental 263 111 231 11340
Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi
Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah
dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut
33
dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode
sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata
nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah
246plusmn034 dan 107plusmn005
Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar
17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)
Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran
kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di
bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari
tahapan masing-masing metode
Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian
genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya
kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang
dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA
Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi
DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan
meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa
denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan
meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan
nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian
DNA yang baik (gt20)
Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah
nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein
Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al
34
2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini
protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada
nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi
protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat
Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh
lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik
Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode
konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit
yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode
konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti
protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan
mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al
1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses
PCR (Demeke amp Jenkins 2010)
Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa
dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA
diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun
nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang
baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan
konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen
(Demeke amp Jenkins 2010)
Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan
hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit
untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional
35
pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang
cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada
penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal
Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan
konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan
RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)
42 Konfirmasi Gen CEBPα
Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan
dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan
pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain
oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar
1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)
yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701
(Lampiran 4)
Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh
semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di
antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan
panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa
dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)
Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah
dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan
program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa
penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda
Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC
36
(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah
dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut
namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk
membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)
Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339
bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO
Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya
perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer
Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari
merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini
perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1
menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses
tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing
yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template
DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang
Target 1339
bp
37
sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA
teramplifikasi sempurna
Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi
Program PCR
Pre
Denaturation Denaturation Annealing Extension
Final
Extension Siklus
Penelitian
Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40
Referensi
Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35
Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32
He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32
Keterangan tanda () = menit tanda () = detik
43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis
menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh
empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black
(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan
(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean
(XM_0252690201)) (Tabel 3)
Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat
prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis
komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari
runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data
tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database
(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang
38
komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga
mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)
Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan
persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan
referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak
(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat
dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi
Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3
Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI
Sampel Spesies Breed GenBank Accesion
Query Cover
Max Iden
Bali
(B sondaicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Pasundan (B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99
Friesians Holstein
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Angus (B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Peranakan Ongole
(B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99
Simmental
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99
39
Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau
kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di
GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan
kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen
CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen
identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen
fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)
Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang
dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden
2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan
seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi
Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap
sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67
(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki
urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki
runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian
akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover
95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover
99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3)
44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali
Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan
runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4
40
Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi
Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil
ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada
empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo
(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau
Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada
sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)
yaitu terletak pada enam posisi berbeda
Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank
Spesies_Breed Posisi Runutan Basa
88
97
103
271
567
733
832
855
870
921
926
931
957
1088
1149
1175
1196
B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G
B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C
B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T
C
B taurus_Angus C C
B taurus_ Friesians Holstein C C
B taurus_ Simmental C C
B indicus_ Pasundan C C
B indicus_ Peranakan Ongole C C
B sondaicus_ Bali C A C G A
Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T
Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)
Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi
Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi
Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196
(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi
tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)
Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa
yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali
41
memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut
memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut
Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi
Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru
Thymine (T) = merah)
42
Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen
CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson
gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi
dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi
Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki
1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan
mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali
Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi
Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B
banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal
usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan
sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel
sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki
kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus
atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)
(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH
Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya
variasi basa yang ditemukan
Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali
terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan
adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis
kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan
keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah
mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode
43
yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe
dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)
Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan
dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)
(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis
Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi
keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali
(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan
pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al
2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi
karakteristik dari daging sapi Bali
Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et
al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki
kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan
menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et
al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga
mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat
dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan
dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)
Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk
menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin
(subtropis)
Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan
sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi
44
lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan
daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki
kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang
lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari
karkas yang diperoleh
45
BAB V
PENUTUP
51 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa
1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan
PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)
2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi
Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa
3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi
DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit
52 Saran
Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah
populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme
(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak
dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi
tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar
memperoleh hasil yang maksimal
46
DAFTAR PUSTAKA
Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka
Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)
Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular
Research 14(3) 9370ndash9383
Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research
24(13) 2623ndash2625
Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan
Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39
Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan
Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor
Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice
Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773
Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176
Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the
National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7
Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash
ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24
Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods
PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990
Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797
Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11
Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga
47
Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method
of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231
Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194
Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and
Pathology 3(2) 133ndash137
Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food
Research International 43(7) 1866ndash1873
Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology
Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the
Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076
He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle
Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969
Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27
Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and
Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26
Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R
(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science
and Technology 46(6) 909ndash916
Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839
Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from
hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289
Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and
Evolution 33(7) 1870ndash1874
Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer
Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683
Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon
D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To
48
Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of
Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764
Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription
factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742
Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)
Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485
Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology
Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)
Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On
Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087
Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali
(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128
Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9
Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On
Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335
Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A
Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in
Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20
Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash
441
Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect
On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81
Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor
Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam
Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156
Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C
A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle
49
Journal Animal Science 80 3077ndash3085
Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in
The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72
Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water
Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A
Review Meat Science 89(2) 111ndash124
Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374
Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat
[Skripsi] Institut Pertanian Bogor
Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes
transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504
Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)
Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6
Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure
Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75
Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E
Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among
Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158
Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)
Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The
Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299
Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip
Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle
Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020
Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots
In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451
50
Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp
Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with
Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33
Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan
Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from
httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395
Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian
Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470
Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for
bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594
Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole
(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional
Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)
Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan
Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)
Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273
Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian
Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354
Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds
Biodiversitas 17(1) 275ndash295
Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)
Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131
Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang
Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107
Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence
of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554
Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508
Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The
51
CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)
Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19
Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter
Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316
Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular
Research 11(2) 1651ndash1661
Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The
CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077
Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia
(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25
Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20
Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle
Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954
Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal
Science 50(11) 499ndash502
52
LAMPIRAN
Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data
Gen Bank
Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178
Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283
Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247
Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank
Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank
53
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)
Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel
NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian
1
Darah
Pasundan 601 867 173
2 Pasundan 602 1035 194
3 Peranakan Ongole 1691 278 309
4 Peranakan Ongole 1693 234 434
5 Bali 59 173 941
6 Bali 64 192 502
7
Rambut
Angus 171405 105 21
8 Friesians Holstein 310102 202 781
9 Friesians Holstein 310158 116 1134
10 Simmental 4490 22 231
11 Simmental 6115 116 1134
3411 Sequencing DNA 30
35 Analisis Data 30 351 Analisis Bioinformatika 30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi
Berbeda
32
42 Konfirmasi Gen CEBPα 35 43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) 37
44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali 39
BAB V PENUTUP
51 Kesimpulan 45 52 Saran 45
DAFTAR PUSTAKA 46
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Sapi Pasundan di BPPT Sapi Potong Ciamis 9 Gambar 2 Sapi PO di Peternakan Terbuka 10
Gambar 3 Sapi Bali Betina dan Jantan 11 Gambar 4 Sapi Angus di Peternakan Kabupaten Seragen 11
Gambar 5 Sapi Simmental di Peternakan Tradisional 12 Gambar 6 Gambar 6 Sapi FH di Peternakan Terbuka 13 Gambar 7 Ilustrasi dari Leucine Zipper Domain 15
Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα 36 Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα Sampel Berdasarkan peak 41
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua metode
32
Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi
37
Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI 38 Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank 40
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data GenBank
52
Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data GenBank 52 Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank 52
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα 53 Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel 53
1
BAB I
PENDAHULUAN
11 Latar Belakang
Angka konsumsi daging sapi nasional semakin meningkat Peningkatan
tersebut sebesar 989 per tahun terhitung dalam kurun waktu 1993 sampai
dengan 2015 (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian
Pertanian 2016) Jumlah penduduk yang bertambah dan kesadaran masyarakat
akan pentingnya mengonsumsi protein hewani yang menjadi penyebab
peningkatan konsumsi daging sapi nasional (Wiyatna 2007 Rusono 2015)
Penyediaan daging sapi nasional dipenuhi oleh produksi sapi lokal sebanyak 70
(Rusono 2015)
Sapi Bali (Bos sondaicus) dan sapi Peranakan Ongole atau PO (B indicus)
merupakan sapi potong lokal yang banyak dijadikan sumber pemenuhan daging
sapi nasional (Wiyatna 2007 Yosita et al 2012) Sapi potong lokal lain yang
berpotensi sebagai sumber pemenuhan daging sapi nasional adalah sapi Pasundan
(B indicus) (Sulasmi et al 2017) Selain sapi potong lokal sapi potong yang
berasal dari luar Indonesia (introduksi) juga dijadikan sumber pemenuhan daging
nasional seperti sapi Angus (B taurus) Simmental (B taurus) Friesians Holstein
atau FH (B taurus) Sapi-sapi tersebut mampu beradaptasi dengan baik pada
lingkungan di Indonesia
Saat ini kualitas daging sapi potong lokal perlu ditingkatkan Kualitas
daging sapi dapat diukur berdasarkan parameter berupa warna daging warna
lemak jumlah lemak (Glitsch 2000) rendah lemak (lean meat) (Dagong et al
2012) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al 2011)
2
Penyediaan daging sapi berkualitas dapat dilakukan melalui metode seleksi
molekuler menggunakan gen kandidat yang berasosiasi dengan sifat kualitas
daging sapi
Beberapa gen kandidat yang berasosiasi dengan sifat kualitas daging sapi
seperti Micromolar Calcium Activated Neutral Protease (CAPN1) (Page et al
2002) Leptin (LEP) (Schenkel et al 2005) Calpastatin (CAST) (Schenkel et al
2006) Fatty Acid Binding Protein 4 (FABP4) (Barendse et al 2009)
Diacylglycerol O-Acyltransferase (DGAT1) (Yuan et al 2013) dan
CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα) (Shin et al 2007 Wang et al
2011) Gen CEBPα dapat berasosiasi terhadap komposisi dan pendistribusian
lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al 2011) sehingga
berkontribusi pada peningkatan kualitas daging (Adoligbe et al 2015)
Data terkait gen CEBPα pada sapi baru dikonfirmasi pada sapi Japanese
Black (B taurus) Qinchuan (B taurus) Hanwoo (B taurus) Penelitian
Taniguchi amp Sasaki (1996) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi Japanese
Black Penelitian Wang et al (2012) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi
Qinchuan dengan panjang 1062 base pair (bp) Gen CEBPα pada sapi Qinchuan
memiliki nilai similarity asam amino dengan Sus scrofa (97) Homo sapiens
(95) Rattus norvegicus (94) Oryctolagus cuniculus (94) dan Mus musculus
(93) Penelitian Jeoung et al (2004) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi
Hanwoo dengan panjang 1059 base pair (bp) yang mengodekan 353 asam
amino Pada sapi Hanwoo ekspresi tertinggi gen CEBPα terjadi pada jaringan
adiposa
3
Selain faktor genotipe kondisi lingkungan juga mempengaruhi kualitas
daging sapi (Schutt et al 2009) Fenotipe berupa daging yang berkualitas
merupakan hasil interaksi antara faktor genotipe dan lingkungan (Peaston amp
Whitelaw 2006) Perbedaan kondisi lingkungan berupa iklim menjadikan adanya
perbedaan karakteristik pada daging sapi
Kandungan lemak intramuskular dan lemak internal B taurus (subtropis)
lebih banyak dibandingkan B indicus (tropis) (Yosita et al 2012) Kandungan
lemak pada intramuskular berkorelasi dengan sifat kualitas daging seperti
tenderness (keempukan) (Reverter et al 2003) dan lean meat (rendah lemak)
(Dagong et al 2012) Perbedaan kondisi lingkungan sapi potong lokal (tropis)
dengan sapi potong introduksi (subtropis) memungkinkan adanya variasi basa gen
CEBPα
Penelitian ini untuk mendeteksi keberadaan gen CEBPα yang berasosiasi
dengan sifat kualitas daging pada sapi yang diteliti yaitu sapi potong lokal (sapi
Pasundan PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)
Alasan pemilihan sapi-sapi tersebut karena termasuk ke dalam program
pemerintah dalam pengembangan sapi potong untuk meningkatkan penyediaan
daging sapi nasional (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Kementerian Pertanian 2016)
Penelitian deteksi gen CEBPα diawali dengan tahapan ekstraksi DNA
DNA dapat diperoleh melalui darah saliva sel epitel (Hansen et al 2007) dan
rambut (Heywood et al 2003) Penggunaan sampel rambut merupakan salah satu
alternatif apabila menemui hewan atau ternak yang bernilai tinggi atau liar (tidak
4
dapat memperoleh darah) Pada penelitian deteksi keberadaan suatu gen
efektivitas metode ekstraksi DNA rambut perlu diperhatikan
Ekstraksi DNA rambut umumnya menggunakan kit komersial atau secara
konvensional Salah satu kit ekstraksi DNA yang umum digunakan adalah
gSYSCtrade DNA Extraction Kit Penggunaan kit untuk ekstraksi DNA
memberikan hasil yang baik namun cenderung memerlukan biaya yang mahal
(Demeke amp Jenkins 2010) Metode konvensional dapat dipertimbangkan menjadi
alternatif dalam ekstraksi DNA rambut karena biaya yang murah dan memberikan
hasil yang dapat digunakan dalam analisis molekuler selanjutnya Salah satunya
adalah metode ekstraksi DNA rambut yang diterapkan pada penelitian Kumar et
al (2005) Metode tersebut berhasil dalam mengekstraksi DNA rambut sapi
Pemilihan metode tersebut karena tahapan yang mudah untuk dilakukan dan
menggunakan bahan yang aman terhadap kesehatan
Penelitian ini menjadi langkah awal untuk mengungkap potensi gen
CEBPα pada sapi potong lokal dan sapi potong introduksi yang diteliti Data atau
informasi terkait gen CEBPα yang berasosiasi dengan sifat kualitas daging pada
sapi yang diteliti masih belum tersedia Selanjutnya penelitian ini menjadi salah
satu tahapan penting dalam pemuliaan ternak secara molekular sehingga dapat
diperoleh daging sapi yang berkualitas Selain itu penelitian ini juga
membandingkan hasil metode ekstraksi DNA menggunakan metode kit dan
konvensional untuk memperoleh efisiensi dalam penelitian analisis molekuler
DNA sapi
5
12 Rumusan Masalah
1 Apakah sapi potong lokal (sapi Pasundan PO Bali) dan sapi potong
introduksi (sapi Angus Simmental FH) memiliki gen CEBPα dan
variasi basa pada gen tersebut
2 Apakah ekstraksi DNA rambut dengan metode konvensional dapat
dijadikan metode alternatif selain menggunakan metode kit
13 Hipotesis
1 Sapi potong lokal dan sapi potong introduksi memiliki gen CEBPα dan
terdapat variasi basa pada gen tersebut
2 Ekstraksi DNA rambut dengan menggunakan metode konvensional dapat
dijadikan alternatif selain metode kit
14 Tujuan Penelitian
1 Untuk mengonfirmasi keberadaan gen CEBPα pada sapi yang diteliti
serta memperoleh informasi terkait variasi basa gen CEBPα pada sapi
yang diteliti
2 Untuk mendapatkan metode ekstraksi DNA rambut alternatif selain
dengan menggunakan metode kit
15 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini antara lain
1 Sebagai penelitian awal dalam mengungkap keberadaan gen CEBPα
pada sapi yang diteliti berkaitan dengan kualitas daging sapi yang baik
serta mengetahui dan mempelajari asosiasi gen CEBPα terhadap kualitas
daging sapi
6
2 Berkontribusi dalam seleksi ternak secara molekuler dengan gen
CEBPα berupa sifat kualitas daging berkaitan dengan kandungan lemak
pada sapi potong yang diteliti untuk keperluan program breeding
3 Memperoleh metode alternatif selain metode kit dalam mengekstraksi
DNA rambut yang efisien dan tidak memerlukan biaya yang mahal
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
21 Bangsa Sapi Ternak
Binatang ternak menjadi salah satu mahluk yang dijadikan pembelajaran
dalam Al Quran Al Anrsquoam yang artinya binatang ternak menjadi salah satu nama
surat dalam Al Quran merupakan surat ke-6 yang diturunkan di Mekah dengan
165 ayat Salah satu ayat surat Al Anrsquoam yang menjelaskan tentang peruntukan
binatang ternak adalah pada ayat 142
ldquoDan di antara hewan ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan ada
yang untuk disembelih Makanlah dari rezeki yang telah diberikan Allah
kepadamu dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan Sesungguhnya
setan itu musuh yang nyata bagimurdquo (Al Anrsquoam (6) 142)
Allah Subhanallahu wa Tarsquoala telah memberikan rezeki kepada manusia
berupa binatang ternak yang dapat disembelih dengan tata cara sesuai syariat
Kemudian dagingnya dapat dimanfaatkan sebagai sumber gizi untuk manusia
Berdasarkan hal tersebut diperlukan upaya untuk mengkaji secara ilmiah daging
binatang ternak salah satunya sapi
Secara umum bangsa sapi terbagi menjadi tiga kelompok (Natasamita amp
Mudikdjo 1985) (1) Bos taurus yang merupakan bangsa sapi yang paling besar
berasal dari Eropa Ciri khas B taurus tidak memiliki punuk (2) B indicus
(Zebu) yang merupakan bangsa sapi asal India dan Afrika yang menyebar di
wilayah Asia Ciri khas B indicus memiliki punuk (3) B sondaicus (B bibos)
8
merupakan sapi asli Indonesia yang sudah lama beradaptasi di lingkungan
Indonesia Tubuh B sondaicus relatif lebih kecil dibandingkan B taurus dan B
indicus
Definisi dari sapi lokal adalah sapi asli Indonesia atau hasil persilangan
yang telah ditetapkan sebagai rumpun sapi nasional sedangkan sapi introduksi
merupakan sapi impor (luar Indonesia) yang berkembang biak di Indonesia tanpa
adanya persilangan dengan sapi lokal (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi
Pertanian Kementerian Pertanian 2016) Kumpulan beberapa jenis sapi ternak
yang memiliki kesamaan karakteristik disebut dengan rumpun atau (breed)
(Setiadi 2016) Beberapa breed sapi lokal adalah sapi Pasundan Peranakan
Ongole (PO) Bali dan introduksi adalah sapi Angus Simmental Friesians
Holstein (FH)
22 Sapi Pasundan
Sapi Pasundan (B indicus) merupakan sapi potong lokal yang memiliki
gen khas dari sapi Bali sapi Jawa sapi Ongole dan sapi Madura Sapi Pasundan
memiliki asal usul secara genetik yang merupakan hasil tekanan inbreeding dari
generasi persilangan pada program grading up sapi Ongole dan program grading
up sapi Jawa dengan sapi Madura dan sapi Bali (Baharun 2015) Sapi Pasundan
memiliki karakteristik mudah beradaptasi dengan lingkungan mudah dipelihara
memiliki kualitas karkas yang baik dan relatif tahan terhadap penyakit tropis
(Baharun 2015)
Sapi Pasundan yang baru ditetapkan sebagai kekayaan sumber genetik
ternak lokal Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor
1051kptsSR120102014 tentang penetapan rumpun sapi Pasundan Menurut
9
Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1051kptsSR120102014 karakteristik sapi
Pasundan (Gambar 1) memiliki warna tubuh dominan merah bata terdapat warna
putih pada bagian pelvis dan keempat kaki bagian bawah (tarsus dan carpus)
dengan batasan yang tidak kontras Terdapat garis belut atau garis punggung
sepanjang punggung dengan warna lebih tua dari warna dominan (Gambar 1)
Sapi Pasundan memiliki hidung dan ujung ekor berwarna hitam dengan
bentuk tubuh segi empat serta memiliki tanduk dengan bentuk yang pendek tidak
seragam atau bervariasi dari ukuran kecil sampai besar (Baharun 2015 Sulasmi
et al 2017) Beberapa sapi Pasundan jantan dapat mengalami perubahan warna
dari merah bata menjadi hitam pada saat mencapai fase kelamin dewasa
Gambar 1 Sapi Pasundan di BPPT Sapi Potong Ciamis
(Sumber Baharun 2015)
23 Sapi Peranakan Ongole (PO)
Sapi Peranakan Ongole atau PO (B indicus) merupakan sapi hasil
persilangan secara grading up antara sapi Sumba Ongole dengan sapi Jawa
(Prasetya 2011 Sutarno amp Setyawan 2016) Sapi PO memiliki keunggulan
berupa tidak sulit dalam proses reproduksi dan tingkat kebuntingan nya tinggi
(Subiharta et al 2012) Populasi terbesar sapi PO berada di pulau Jawa terutama
Jawa Timur (Astuti 2004)
10
Karakteristik sapi PO (Gambar 2) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)
berwarna putih atau abu-abu warna hitam di ekor dan rambut di sekitar mata
bentuk kepala melengkung pendek tanduk pendek telinga menggantung yang
panjang dan perut yang agak besar terkadang ada bercak hitam di lututnya
Memiliki warna tubuh putih hingga keabu-abuan Sapi jantan memiliki warna
keabu-abuan lebih sering muncul di sekitar gelambir leher ekor dan kepala
sedangkan pada sapi betina warna putih lebih dominan (Sudrajad amp Adinata
2013)
Gambar 2 Sapi PO di Peternakan Terbuka (Sumber Kementerian Pertanian 2012)
24 Sapi Bali
Sapi Bali (B sondaicus) merupakan keturunan dari Banteng (B banteng)
(Talib 2002 Purwantara et al 2012) yang telah mengalami domestikasi selama
bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Sapi Bali merupakan salah satu sapi
asli Indonesia (Margawati 2012) Sapi Bali memiliki ciri fisik yang sedikit
mengalami perubahan dari banteng (Mahdi et al 2013) Sapi Bali mewakili 27
dari total populasi yang ada di Indonesia dan menjadi sapi utama untuk
peternakan kecil Populasi sapi Bali tersebar di pulau Bali Sulawesi Selatan
Nusa Tenggara Timur dan Barat (Purwantara et al 2012)
Karakteristik sapi Bali (Gambar 3) memiliki warna tubuh merah bata
memiliki garis belut atau garis di sepanjang punggung Warna sapi jantan akan
11
berubah kehitaman sedangkan warna sapi betina relatif tetap setelah dewasa Sapi
Bali tidak memiliki punuk dan keempat kaki bagian bawahnya berwarna putih
(Abidin 2010)
Gambar 3 Sapi Bali Betina dan Jantan (a) Betina (b) Jantan (Sumber Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali 2015)
25 Sapi Angus
Sapi Angus (B taurus) berasal dari Skotlandia Utara yang beriklim dingin
dan lembap Menurut Sutarno amp Setyawan (2016) Berat badan umur 15 tahun
dapat mencapai 650 kg Karakteristik sapi Angus (Gambar 4) memiliki bentuk
tubuh lebar dan rata Warna tubuh keseluruhan hitam namun terkadang ada
warna putih di bagian belakang bawah pusat tidak bertanduk bentuk tubuh rata
seperti papan dan dagingnya padat
Gambar 4 Sapi Angus di Peternakan Kabupaten Seragen
(Sumber Adinata et al 2017)
26 Sapi Simmental
Sapi Simmental (B taurus) merupakan salah satu jenis ternak tertua di
dunia yang bertahan hingga saat ini Sapi Simmental merupakan jenis sapi
(b) (a)
12
subtropis Sapi Simmental berasal dari Switzerland yang telah dijinakkan setelah
abad ke-13 Sapi Simmental dan semen beku pada tahun 1985 tiba di Indonesia
dari New Zealand dan Australia (Sutarno amp Setyawan 2016)
Karakteristik sapi Simmental (Gambar 5) menurut Sutarno amp Setyawan
(2016) memiliki tubuh yang berotot dan kukuh pertumbuhan otot yang cepat
jenis spesifik yang ditemukan di Indonesia memiliki wajah kuning atau merah
kecokelatan dengan kaki bawah putih dan ujung ekor putih Berat seekor sapi
dewasa bisa melebihi 1000 kilogram
Gambar 5 Sapi Simmental di Peternakan Tradisional
(Sumber Sutarno amp Setyawan 2016)
27 Sapi Friesians Holstein (FH)
Sapi Friesians Holstein (FH) (B taurus) telah dikembangkan sejak abad
ke-13 di Belanda (Belanda Utara dan Friesland) dan Jerman Utara (Schleswig-
Holstein) untuk menghasilkan sejenis ternak yang mampu mengonsumsi rumput
lokal Usaha untuk pengembang biakan menghasilkan ternak sapi perah terbaik di
dunia dengan warna hitam dan putih khas Sapi FH pertama kali diimpor dari
Belanda pada abad ke-19 (Sutarno amp Setyawan 2015)
Karakteristik sapi FH (Gambar 6) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)
umumnya berwarna hitam dengan warna putih garis-garis tetapi kadang-kadang
merah dengan garis-garis putih dan dengan batas warna yang jelas Kepala
13
panjang lebar dan lurus Sapi FH memiliki tanduk yang pendek dan melengkung
memiliki mulut lebar lubang hidung terbuka lebar rahang kuat telinga ukuran
sedang dahi lebar leher panjang dan tipis Bahu yang besar terletak di dinding
dada dan membentuk sendi yang baik dengan tubuh Punggung yang kokoh dan
rata dengan tulang punggung yang saling terhubung dengan baik
Gambar 6 Sapi FH di Peternakan Terbuka
(Sumber Sutarno amp Setyawan 2015)
28 Nutrisi dan Kualitas Daging Sapi
Daging sapi menjadi salah satu sumber pemenuhan protein yang memiliki
banyak kandungan nutrisi Kandungan nutrisi dari daging sapi berupa vitamin D
vitamin B12 zat besi selenium seng dan asam lemak esensial Omega 3 (Scollan
et al 2006) Kandungan lain dari daging sapi adalah 75 air 20 protein 3
lemak dan 2 substansi non-protein larut Substansi non-protein larut tersebut
berupa 45 nitrogen 45 karbohidrat 8 komponen anorganik 3 vitamin
dan 3 logam (Tornberg 2005)
Penjualan daging sapi dipengaruhi oleh daya tarik daging bagi konsumen
yang digambarkan sebagai kualitas daging Kualitas daging didefinisikan sebagai
sifat yang dirasakan konsumen secara visual dan sensoris (Becker 2000)
Kualitas daging diukur berdasarkan parameter berupa warna daging warna
lemak jumlah lemak (Glitsch 2000) tekstur nilai marbling (intramuscular fat)
14
(Lee et al 2007) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al
2011) dan lean meat (Dagong et al 2012)
Menurut Becker (2000) empat karakteristik makanan daging berkualitas
sebagai berikut (1) Karakteristik yang menunjukkan kandungan gizi protein
lemak kandungan karbohidrat (2) Karakteristik yang menunjukkan kualitas
pengolahan panjang sarkomer nilai pH warna kegemukan kapasitas pengikat
air (3) Karakteristik yang menunjukkan kualitas hygienic-toxicological residu
kontaminan status mikroorganisme zat aditif (4) Karakteristik yang
menunjukkan kualitas sensorik tekstur (tenderness juiciness) rasa atau bau dan
warna atau penampilan (marbling)
29 CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs)
CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs) merupakan keluarga
transkripsi yang mengandung domain leucine zipper dasar yang conserved atau
tidak berubah (Gambar 7) pada C-terminus yang terlibat dalam dimerisasi dan
pengikatan DNA (Ramji amp Foka 2002) Protein CEBP pertama kali
diidentifikasi di laboratorium Steve McKnight sebagai faktor stabil panas pada
inti hati tikus yang mampu berinteraksi dengan motif CCAAT box yang terdapat
pada beberapa promoter gen seluler (Johnson amp McKnight 1989)
Gen CCAATEnhancer Binding Protein (CEBP) merupakan keluarga faktor
transkripsi yang terekspresikan pada proses diferensiasi preadiposit (He et al
2011) Peran dari keluarga CEBP diantaranya pada diferensiasi seluler
mengontrol metabolisme proliferasi seluler regulasi peradangan (Ramji amp Foka
2002) siklus sel hematopoiesis perkembangan skeletal dan respons host imun
(Tsukada et al 2011) Terdapat enam anggota kelompok gen CEBP yang telah
15
diisolasi dan di karakterisasi yaitu CEBPα CEBPβ CEBPγ CEBPδ CEBPε
dan CEBPδ (Ramji amp Foka 2002) Gen tersebut memainkan peran penting dalam
diferensiasi adiposit (Lane et al 1999)
Gambar 7 Ilustrasi dari Leucine Zipper Domain
(Sumber Tsukada et al 2011)
210 Gen CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα)
Daerah promoter proksimal gen CCAATEnhancer Binding Protein α
(CEBPα) pada tikus pertama kali dicirikan dan menunjukkan mengandung
tempat pengikatan potensial untuk CEBP Sp1 Nuclear Factor (NF)-1 NF-Y
Upstream Stimulating Factor (USF) Basic Transcription Element Binding
Protein (BTEB) dan NF-Κb (Christy et al 1991) Promoter gen CEBPα dapat
diaktifkan secara otomatis di dalam sel yang dapat ditransfer melalui ekspresi dari
plasmid (Legraverend et al 1993)
Sequence gen CEBPα sapi memiliki kesamaan 899 pada urutan
nukleotida dan 925 urutan asam amino dengan gen tikus (Taniguchi amp Sasaki
1996) Gen CEBPα sapi seperti gen tikus yaitu bebas intron Open reading
frame (nukleotida 169 ndash 1230) pada gen CEBPα sapi mengodekan protein 353
16
residu asam amino yang merupakan lima asam amino lebih pendek dari pada
protein tikus (Taniguchi amp Sasaki 1996) Asam amino tersebut terekspresi
sebelum transkripsi gen spesifik adiposit yang memiliki situs pengikatan gen
CEBPα (Wang et al 2011) Urutan seperti kotak TATA terletak di nukleotida 13
ndash 18 namun situs mulai transkripsi tidak ditentukan (Taniguchi amp Sasaki 1996)
Faktor transkripsi CEBPα memainkan peranan penting selama
diferensiasi preadiposit menjadi adiposit Gen CEBPα diidentifikasi sebagai
Nuclear Factor (NF) yang di induksi saat diferensiasi yang mengikat secara
spesifik ke promotor beberapa gen (Vasseur-Cognet amp Lane 1993) Gen CEBPα
memainkan peran penting dalam pengendapan lemak dan diferensiasi adiposit
(Shin et al 2007) Gen CEBPα menjadi kandidat gen penting untuk
diidentifikasi secara marker genetik pada karkas dan sifat kualitas daging sapi
ternak (Shin et al 2007) Gen CEBPα juga dapat mengatur metabolisme energi
dan nutrisi dengan mengaktifkan beberapa gen spesifik seperti
phosphoenolpyruvate carboxykinase dan reseptor insulin (Park et al 1990)
211 Pengaruh Lingkungan Terhadap Kualitas Daging
Kondisi lingkungan berupa temperatur akan mempengaruhi keadaan
fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Kondisi lingkungan secara langsung
mempengaruhi proses metabolisme organ dan otot (Gregory 2010) Pada zona
nyaman sapi akan sedikit mengeluarkan energi dan tidak terpengaruh oleh
temperatur lingkungan sebaliknya jika berada diluar zona nyaman sapi akan
mengalami stres yang bertujuan untuk mengembalikan kepada kondisi tubuh yang
normal (Nardone et al 2006) Kondisi tersebut akan menyebabkan terjadinya
17
perubahan seperti pola makan fisiologis dan fungsi metabolisme pada kuantitas
dan kualitas produksi dari sapi itu sendiri
Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan menyebabkan terjadinya
penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et al 2001 Mader amp Davis
2004) yang terjadi pada sapi B indicus (Gregory 2010) Suhu di atas 30degC akan
menyebabkan terjadinya penurunan jumlah berat badan (Nardone et al 2006)
Pada periode yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi
perubahan fenotipe dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006 Gregory 2010)
18
BAB III
METODE
31 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari ndash Juni 2018 di
Laboratorium Genetika Molekuler Hewan Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI
Cibinong Jl Raya Bogor KM 46 Bogor Jawa Barat
32 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik
micropipette 10 microL 200 microL 1000 microL (Boesco dan Bio-Rad) dan pH meter
(Thermo Orion) tabung vacutainer mengandung K3EDTA holder dan jarum
needle ukuran 21G microcentrifuge tube 15 mL sentrifugator (Hermile Z 300
K) vortex (Barnstead Thermolyne) micropipette 1000 microL (Boesco) blue tips
white tips yellow tips shaker agigator (Thermo Scientific) parafilm pipet
Pasteur autoklaf (Trace Raypa) spektromotometer UV-Vis (GeneQuant) cuvette
dan laminar air flow (Telstar BH ndash 100) tangki elektroforesis horizontal (Bio-
Rad) power supply (Bio-Rad) timbangan analitik (Preciso XT 120A) hot plate
stirrer (Thermolyne Cimarec 2) pH meter (Thermo Orion) vortex (Barnstead
Thermolyne) Sentrifugator (HermLe Z 300 K) shaker (Bio Green) thermocycler
(Eppendorf) UV-transiluminator (Major Science)
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Red Cell Lysis Buffer
(RCLB) 250 mL pH 72 Tris Buffer Solution (TBS) 250 mL pH 74 TE Buffer
250 mL pH 8 Sodium Dedocyl Sulfate (SDS) (Mp Biomedicals) K3EDTA
(Garnier Bio One) Proteinase-K (Roche Diagnostic) PCR Buffer (Qiagen)
Proteinasi-K (Geneaid) proteinase-K Solution Ethylene Diamine Tetracetic Acid
19
(EDTA) (Mp Biomedicals) alkohol 70 alkohol absolut dingin tissue tissue
kimwipe NaCl Pekat Destillation Water (DW) steril Primer CEBPα forward
dan reverse (Integrated DNA Technolgies) TE buffer Double Destillation Water
(DDW) free nuclease (Ferementas) DNA ladder (Vivantis) PCR master mix kit
KAPA2G Robust (Kapa Biosystem) Gel Agarosa (Roche) boric acid (Merck)
tris base (Himedia) KCl (Merck) NaCl (Genetika Science) KHCO3 (Merck)
NH4Cl (Merck) Ethidium Bromida (EtBr) (Merck) gSYSCtrade DNA Extraction
Kit GS100 (Geneaid) amplop kertas
33 Sampel Penelitian
Breed sapi yang diteliti terbagi menjadi dua kelompok yaitu 1) Sapi potong
lokal (sapi Pasundan PO Bali) 2) Sapi potong introduksi (sapi Angus
Simmental FH) Sumber DNA berasal dari 1) Darah (sapi Pasundan PO Bali)
2) Rambut (sapi Angus Simmental FH) Darah atau rambut yang diambil
berasal dari dua individu berbeda setiap jenisnya kecuali sampel rambut sapi
Angus yang diperoleh dari satu individu saja
Jenis sapi yang diteliti berasal dari berbagai tempat yang berbeda yaitu 1)
Sapi Pasundan berasal dari Balai Pengembangan Perbibitan Ternak (BPPT) Sapi
Potong Ciamis 2) Sapi PO berasal dari BPPT Grobogan 3) Sapi Bali berasal dari
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Peninda Bali 4) sapi Angus
Simmental FH berasal dari Badan Embrio Ternak (BET) Cipelang Bogor
Regulasi dari BET yang tidak memperbolehkan pengambilan sampel darah
menjadi alasan utama diambilnya sampel rambut dari sapi Angus Simmental
FH Keseluruhan sampel rambut sapi yang diperoleh dari BET merupakan sapi
asli (origin) yang belum dilakukan perkawinan silang
20
34 Prosedur Kerja
341 Sterilisasi Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini di sterilisasi dengan
autoklaf pada suhu 121degC dan tekanan sebesar 1 atm selama 15 menit
342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA
a Pembuatan RCLB (Red Cell Blood Buffer)
Larutan RCLB dibuat sebanyak 1000 mL (pH 72) Larutan RCLB terbuat
dari bahan kimia NH4Cl dan KHCO3 Bahan tersebut ditimbang dengan
timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian dipindahkan ke beaker
glass dan ditambahkan EDTA 05 M sebanyak 200 microL serta DW sebanyak 300
mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot plate stirrer
Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan pH meter Nilai pH yang
terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH terlalu tinggi
ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian ditambahkan
DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott Duran 1000
mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan disimpan di
lemari pendingin
b Pembuatan TBS (Tris Buffer Solution)
Larutan TBS dibuat sebanyak 1000 mL (pH 74) dengan bahan yang
terdiri dari NaCl KCl tris base Bahan-bahan kimia tersebut ditimbang dengan
timbangan analitik dan dipindahkan ke beaker glass yang dilarutkan
menggunakan DW sebanyak 300 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan
di atas hot plate stirrer Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan menggunakan
pH meter jika pH terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH
21
terlalu tinggi ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian
ditambahkan DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott
Duran 1000 mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan
disimpan di lemari pendingin
c Pembuatan Proteinase-K Solution
Proteinase-K ditimbang pada timbangan analitik Proteinase-K kemudian
dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 45 mL serta EDTA
05 M sebanyak 54 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot
plate stirrer tanpa dipanaskan Larutan yang telah homogen ditambahkan Sodium
Dedocyl Sulfate (SDS) 10 sebanyak 378 mL Larutan tersebut kemudian
dihomogenkan di hot plate stirrer tanpa dipanaskan
d Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 5x)
Larutan TBE 5x yang dibuat sebanyak 500 mL boric acid dan tris base
ditimbang dengan timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian
dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 500 mL dan EDTA
05 M sebanyak 10 mL Larutan tersebut dihomogenkan di atas hot plate stirrer
dipanaskan setelah homogen dimasukan ke dalam botol Schott Duran 500 mL
dan disimpan di lemari pendingin
e Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 1x)
Larutan TBE 1x dibuat dengan mengencerkan 200 mL TBE 5x Larutan
TBE 1x dipindahkan pada botol Schott Duran 1000 mL Larutan tersebut
ditambahkan DW sampai 1000 mL Larutan tersebut disimpan pada lemari
pendingin
22
f Pengenceran Primer Gen CEBPα (10 pMmicroL)
Primer dalam bentuk pelet diencerkan dengan TE Buffer untuk
memperoleh primer stock Primer forward diencerkan dengan 333 microL TE Buffer
sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer reverse diencerkan dengan
332 microL sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer yang digunakan
dalam penelitian ini adalah primer CEBPα yang didesain pada penelitian (Shin
et al 2007) dengan ukuran 20 pb Primer CEBPα forward (5´-
ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) dan reverse (5´-TCAAAGTCG
TTGCCGCCTCC-3´)
Primer forward dan reverse CEBPα stock (100 pMmicroL) masing-masing
diambil sebanyak 5 microL dengan micropipette 2 ndash 20 microL dan dicampurkan ke dalam
microcentrifuge tube 15 mL baru yang telah berisi DDW free nuclease sebanyak
45 microL Larutan tersebut dicampur hingga homogen dengan cara dilakukan
mengetuk berulang bagian bawah microcentrifuge tube menggunakan ujung jari
Pengenceran primer dilakukan di laminar air flow Microcentrifuge tube yang
berisi primer dilakukan spin down dengan spin down sentrifugator agar larutan
yang berada di dinding microcentrifuge tube turun ke dasar Primer kemudian
disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
g Pembuatan Alat Pemanenan DNA
Alat pemanen DNA dibuat dari pipet Pasteur yang dimodifikasi dengan
membentuk ujung pipet seperti kail Pembentukan tersebut dilakukan dengan
memanaskan pipet di atas bunsen spiritus kemudian ditarik secara perlahan dan
dibuat melengkung seperti kail
23
h Pembuatan Gel Agarosa
Serbuk gel agarosa sebanyak 1 g ditimbang dengan timbangan analitik dan
dipindahkan ke botol Schott Duran 250 mL Serbuk gel agarosa ditambahkan
TBE 1x sebanyak 100 mL kemudian dipanaskan dan dihomogenkan dengan hot
plate stirrer sampai bening Larutan yang sudah homogen dicetak pada wadah
pencetak gel yang sudah terdapat sisir untuk membuat sebanyak 20 sumuran dan
diamkan sampai padat atau mengeras
343 Pengambilan Sampel Darah Sapi
Darah sampel diambil melalui vena caudalis sebanyak 5 mL Pengambilan
darah dilakukan dengan mengangkat caudal (ekor) dari sapi vena caudalis dicari
dengan meraba bagian ekor Jarum yang telah terpasang holder ditusukkan pada
vena caudalis dan tabung vacutainer mengandung K3EDTA dipasang pada
holder Darah yang mengalir ditampung pada tabung vacutainer kemudian
dicabut setelah darah berhenti Jarum dan holder kemudian dicabut dari vena
caudalis Tabung vacutainer yang berisi darah disimpan pada freezer dengan
suhu -20oC
344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990)
DNA yang berasal dari darah diisolasi menggunakan metode Montgomery
amp Sise (1990) dengan prosedur sebagai berikut
a Red Blood Cell Lysis
Sampel darah sebanyak 5 mL dipindahkan tabung Falcon 15 mL dan
ditambahkan larutan RCLB (pH 72) sampai 7 mL Sampel darah dihomogenkan
dengan vortex dan didiamkan selama 10 menit Sampel kemudian disentrifugasi
dengan sentrifugator selama 10 menit suhu 4degC kecepatan 3500 rpm Sampel
24
ditimbang menggunakan timbangan ganda agar proses sentrifugasi berjalan
dengan sempurna jika berat belum seimbang maka ditambah larutan RCLB
Supernatan yang diperoleh setelah proses sentrifugasi kemudian dibuang
sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Pelet ditambahkan RCLB sampai 5
mL kemudian divorteks hingga pelet hancur atau homogen Sampel disentrifugasi
selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang
diperoleh kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet kembali
ditambahkan RCLB sampai 3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau
homogen dan didiamkan selama 10 menit kemudian dilanjutkan tahapan ekstraksi
DNA
b White Blood Cell Collection
Sampel tahapan sebelumnya kemudian ditambahkan TBS (pH 74)
sebanyak 5 mL dan dikocok sebentar Sampel disentrifugasi selama 10 menit
dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang diperoleh kemudian
dibuang sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Sampel kemudian
ditambahkan TBS sebanyak 5 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau
homogen Sampel selanjutnya disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC
dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang didapatkan kemudian dibuang
sehingga hanya pelet yang tersisa Sampel kemudian ditambahkan TBS sebanyak
3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau homogen
Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan
3500 rpm Sampel divorteks perlahan hingga lapisan merah hilang Supernatan
yang didapatkan kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet
25
selanjutnya dikeringkan setelah kering ditambahkan TE 2 mL Sampel divorteks
sampai pelet hancur atau homogen
c Protein Lysis
Sampel yang sudah homogen dengan larutan TE selanjutnya ditambahkan
Proteinase-K solution sebanyak 200 microL tanpa divorteks atau dihomogenkan
Tabung Falcon 15 mL yang berisi sampel selanjutnya di-seal menggunakan
parafilm Sampel diinkubasi menggunakan shaker Agigator selama 24 jam dengan
suhu 37degC dan kecepatan 150 rpm
d Pemanenan DNA
Sampel yang telah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya ditambahkan
NaCl 5 M pekat sebanyak 2 mL Sampel diberi goyangan dengan membentuk
pola angka 8 dengan sangat perlahan setelah itu dikocok kuat sebanyak 2 kali
Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 10degC dan kecepatan 3500
rpm Supernatan dituang pada tabung reaksi yang berisi alkohol absolut dingin
Bagian permukaan tabung reaksi ditutup dengan parafilm sampai rapat Tabung
reaksi dibolak-balikan sampai terbentuk gelembung-gelembung yang melayang
Fraksi gelembung yang melayang diambil dengan pipet Pasteur yang telah
dimodifikasi dan dicelupkan secara cepat ke dalam alkohol 70 kemudian
dikeringkan dengan tissue kimwipe Gumpalan tersebut dimasukan kedalam
microcentrifuge tube 15 mL yang telah berisikan DW steril sebanyak 200 microL
Sampel dihomogenkan menggunakan alat shaker pada suhu ruang agar larut
DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
26
345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi
Pengambilan rambut dilakukan pada bagian ekor minimal rambut
sebanyak 20 helai Rambut pada bagian ekor ditarik searah dengan titik tumbuh
dari rambut tersebut Tahapan tersebut dilakukan dengan cepat agar diperoleh
bagian rambut yang utuh dengan folikel Rambut tersebut ditempelkan pada kertas
dengan selotip berbahan kertas tanpa mengenai bagian folikel dan disimpan di
dalam amplop
346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)
Tahapan isolasi DNA dari rambut menggunakan gSYSCtrade DNA
Extraction Kit GS100 (Geneaid) dengan prosedur sebagai berikut
a Cell Lysis
Sepuluh helai rambut dipotong-potong dengan ukuran 05 ndash 1 cm
termasuk bagian folikel Potongan tersebut dipindahkan ke dalam microsentrifuge
tube 15 mL ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K
(dipastikan potongan terendam) dicampur dengan cara dikocok Larutan
diinkubasi dengan suhu 60degC selama 30 menit Pada proses inkubasi
microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung microcentrifuge tube
secara perlahan setiap 5 menit GSB Buffer sebanyak 200 μL ditambahkan dan
dikocok dengan kuat dan diinkubasi kembali pada suhu 60ordmC selama 20 menit
Selama proses inkubasi microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung
secara perlahan setiap 5 menit
b DNA Binding
Sampel tahapan sebelumnya ditambahkan 200 μL etanol absolut
dikocok dengan kuat selama 10 detik Endapan yang muncul dipecah dengan
27
menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan
tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan
tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit
Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi
dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru
c Pencucian
W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan
sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30
detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column
diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL
Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan
kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi
kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi
yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit
untuk mengeringkan kolom matriks
d Elution
GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube
15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak
100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke
bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit
untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column
disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan
elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak
DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
28
347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)
DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et
al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan
dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10
menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting
yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel
rambut diganti)
Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan
disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer
(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada
microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan
suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit
pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm
beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan
disimpan pada suhu -20 ordmC
348 Uji Kuantifikasi DNA
Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji
kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL
DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette
DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus
menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi
dan tingkat kemurnian
29
349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)
Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR
master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-
ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT
CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL
DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke
dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas
kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR
mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre
denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing
54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final
extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali
3410 Elektroforesis dan Visualisasi
Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis
horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan
TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL
dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm
dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down
Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker
DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran
Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan
listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki
elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt
selama 60 menit
30
Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam
dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel
agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa
divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator
3411 Sequencing DNA
Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai
ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward
dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan
metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit
(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing
menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)
Malaysia)
35 Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif
(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil
sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis
dianalisis secara deskriptif
351 Analisis Bioinformatika
Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan
kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian
hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak
ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian
dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment
Editor 725 (Hall 2001)
31
Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-
base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)
menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base
similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99
Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple
Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak
MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan
variasi basa sampel
32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi
Berbeda
DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut
DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil
kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari
sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang
mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut
menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini
Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan
metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut
dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai
kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada
Tabel 1
Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua
metode hasil penelitian
Pengulangan ke-
Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)
Kit Konvensional Kit Konvensional
1 Angus 269 102 2100 11100
2 FH 207 109 7810 11720
3 Simmental 263 111 231 11340
Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi
Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah
dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut
33
dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode
sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata
nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah
246plusmn034 dan 107plusmn005
Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar
17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)
Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran
kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di
bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari
tahapan masing-masing metode
Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian
genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya
kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang
dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA
Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi
DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan
meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa
denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan
meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan
nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian
DNA yang baik (gt20)
Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah
nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein
Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al
34
2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini
protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada
nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi
protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat
Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh
lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik
Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode
konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit
yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode
konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti
protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan
mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al
1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses
PCR (Demeke amp Jenkins 2010)
Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa
dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA
diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun
nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang
baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan
konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen
(Demeke amp Jenkins 2010)
Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan
hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit
untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional
35
pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang
cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada
penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal
Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan
konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan
RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)
42 Konfirmasi Gen CEBPα
Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan
dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan
pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain
oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar
1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)
yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701
(Lampiran 4)
Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh
semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di
antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan
panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa
dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)
Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah
dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan
program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa
penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda
Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC
36
(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah
dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut
namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk
membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)
Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339
bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO
Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya
perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer
Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari
merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini
perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1
menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses
tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing
yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template
DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang
Target 1339
bp
37
sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA
teramplifikasi sempurna
Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi
Program PCR
Pre
Denaturation Denaturation Annealing Extension
Final
Extension Siklus
Penelitian
Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40
Referensi
Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35
Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32
He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32
Keterangan tanda () = menit tanda () = detik
43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis
menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh
empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black
(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan
(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean
(XM_0252690201)) (Tabel 3)
Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat
prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis
komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari
runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data
tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database
(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang
38
komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga
mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)
Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan
persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan
referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak
(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat
dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi
Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3
Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI
Sampel Spesies Breed GenBank Accesion
Query Cover
Max Iden
Bali
(B sondaicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Pasundan (B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99
Friesians Holstein
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Angus (B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Peranakan Ongole
(B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99
Simmental
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99
39
Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau
kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di
GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan
kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen
CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen
identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen
fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)
Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang
dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden
2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan
seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi
Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap
sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67
(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki
urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki
runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian
akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover
95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover
99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3)
44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali
Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan
runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4
40
Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi
Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil
ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada
empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo
(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau
Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada
sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)
yaitu terletak pada enam posisi berbeda
Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank
Spesies_Breed Posisi Runutan Basa
88
97
103
271
567
733
832
855
870
921
926
931
957
1088
1149
1175
1196
B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G
B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C
B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T
C
B taurus_Angus C C
B taurus_ Friesians Holstein C C
B taurus_ Simmental C C
B indicus_ Pasundan C C
B indicus_ Peranakan Ongole C C
B sondaicus_ Bali C A C G A
Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T
Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)
Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi
Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi
Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196
(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi
tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)
Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa
yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali
41
memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut
memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut
Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi
Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru
Thymine (T) = merah)
42
Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen
CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson
gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi
dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi
Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki
1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan
mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali
Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi
Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B
banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal
usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan
sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel
sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki
kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus
atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)
(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH
Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya
variasi basa yang ditemukan
Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali
terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan
adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis
kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan
keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah
mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode
43
yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe
dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)
Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan
dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)
(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis
Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi
keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali
(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan
pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al
2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi
karakteristik dari daging sapi Bali
Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et
al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki
kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan
menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et
al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga
mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat
dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan
dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)
Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk
menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin
(subtropis)
Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan
sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi
44
lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan
daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki
kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang
lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari
karkas yang diperoleh
45
BAB V
PENUTUP
51 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa
1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan
PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)
2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi
Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa
3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi
DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit
52 Saran
Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah
populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme
(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak
dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi
tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar
memperoleh hasil yang maksimal
46
DAFTAR PUSTAKA
Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka
Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)
Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular
Research 14(3) 9370ndash9383
Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research
24(13) 2623ndash2625
Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan
Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39
Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan
Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor
Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice
Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773
Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176
Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the
National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7
Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash
ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24
Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods
PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990
Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797
Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11
Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga
47
Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method
of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231
Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194
Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and
Pathology 3(2) 133ndash137
Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food
Research International 43(7) 1866ndash1873
Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology
Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the
Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076
He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle
Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969
Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27
Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and
Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26
Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R
(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science
and Technology 46(6) 909ndash916
Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839
Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from
hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289
Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and
Evolution 33(7) 1870ndash1874
Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer
Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683
Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon
D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To
48
Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of
Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764
Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription
factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742
Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)
Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485
Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology
Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)
Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On
Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087
Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali
(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128
Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9
Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On
Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335
Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A
Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in
Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20
Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash
441
Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect
On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81
Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor
Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam
Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156
Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C
A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle
49
Journal Animal Science 80 3077ndash3085
Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in
The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72
Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water
Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A
Review Meat Science 89(2) 111ndash124
Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374
Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat
[Skripsi] Institut Pertanian Bogor
Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes
transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504
Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)
Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6
Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure
Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75
Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E
Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among
Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158
Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)
Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The
Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299
Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip
Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle
Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020
Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots
In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451
50
Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp
Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with
Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33
Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan
Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from
httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395
Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian
Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470
Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for
bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594
Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole
(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional
Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)
Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan
Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)
Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273
Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian
Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354
Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds
Biodiversitas 17(1) 275ndash295
Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)
Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131
Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang
Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107
Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence
of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554
Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508
Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The
51
CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)
Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19
Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter
Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316
Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular
Research 11(2) 1651ndash1661
Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The
CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077
Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia
(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25
Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20
Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle
Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954
Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal
Science 50(11) 499ndash502
52
LAMPIRAN
Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data
Gen Bank
Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178
Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283
Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247
Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank
Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank
53
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)
Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel
NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian
1
Darah
Pasundan 601 867 173
2 Pasundan 602 1035 194
3 Peranakan Ongole 1691 278 309
4 Peranakan Ongole 1693 234 434
5 Bali 59 173 941
6 Bali 64 192 502
7
Rambut
Angus 171405 105 21
8 Friesians Holstein 310102 202 781
9 Friesians Holstein 310158 116 1134
10 Simmental 4490 22 231
11 Simmental 6115 116 1134
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Sapi Pasundan di BPPT Sapi Potong Ciamis 9 Gambar 2 Sapi PO di Peternakan Terbuka 10
Gambar 3 Sapi Bali Betina dan Jantan 11 Gambar 4 Sapi Angus di Peternakan Kabupaten Seragen 11
Gambar 5 Sapi Simmental di Peternakan Tradisional 12 Gambar 6 Gambar 6 Sapi FH di Peternakan Terbuka 13 Gambar 7 Ilustrasi dari Leucine Zipper Domain 15
Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα 36 Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα Sampel Berdasarkan peak 41
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua metode
32
Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi
37
Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI 38 Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank 40
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data GenBank
52
Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data GenBank 52 Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank 52
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα 53 Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel 53
1
BAB I
PENDAHULUAN
11 Latar Belakang
Angka konsumsi daging sapi nasional semakin meningkat Peningkatan
tersebut sebesar 989 per tahun terhitung dalam kurun waktu 1993 sampai
dengan 2015 (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian
Pertanian 2016) Jumlah penduduk yang bertambah dan kesadaran masyarakat
akan pentingnya mengonsumsi protein hewani yang menjadi penyebab
peningkatan konsumsi daging sapi nasional (Wiyatna 2007 Rusono 2015)
Penyediaan daging sapi nasional dipenuhi oleh produksi sapi lokal sebanyak 70
(Rusono 2015)
Sapi Bali (Bos sondaicus) dan sapi Peranakan Ongole atau PO (B indicus)
merupakan sapi potong lokal yang banyak dijadikan sumber pemenuhan daging
sapi nasional (Wiyatna 2007 Yosita et al 2012) Sapi potong lokal lain yang
berpotensi sebagai sumber pemenuhan daging sapi nasional adalah sapi Pasundan
(B indicus) (Sulasmi et al 2017) Selain sapi potong lokal sapi potong yang
berasal dari luar Indonesia (introduksi) juga dijadikan sumber pemenuhan daging
nasional seperti sapi Angus (B taurus) Simmental (B taurus) Friesians Holstein
atau FH (B taurus) Sapi-sapi tersebut mampu beradaptasi dengan baik pada
lingkungan di Indonesia
Saat ini kualitas daging sapi potong lokal perlu ditingkatkan Kualitas
daging sapi dapat diukur berdasarkan parameter berupa warna daging warna
lemak jumlah lemak (Glitsch 2000) rendah lemak (lean meat) (Dagong et al
2012) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al 2011)
2
Penyediaan daging sapi berkualitas dapat dilakukan melalui metode seleksi
molekuler menggunakan gen kandidat yang berasosiasi dengan sifat kualitas
daging sapi
Beberapa gen kandidat yang berasosiasi dengan sifat kualitas daging sapi
seperti Micromolar Calcium Activated Neutral Protease (CAPN1) (Page et al
2002) Leptin (LEP) (Schenkel et al 2005) Calpastatin (CAST) (Schenkel et al
2006) Fatty Acid Binding Protein 4 (FABP4) (Barendse et al 2009)
Diacylglycerol O-Acyltransferase (DGAT1) (Yuan et al 2013) dan
CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα) (Shin et al 2007 Wang et al
2011) Gen CEBPα dapat berasosiasi terhadap komposisi dan pendistribusian
lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al 2011) sehingga
berkontribusi pada peningkatan kualitas daging (Adoligbe et al 2015)
Data terkait gen CEBPα pada sapi baru dikonfirmasi pada sapi Japanese
Black (B taurus) Qinchuan (B taurus) Hanwoo (B taurus) Penelitian
Taniguchi amp Sasaki (1996) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi Japanese
Black Penelitian Wang et al (2012) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi
Qinchuan dengan panjang 1062 base pair (bp) Gen CEBPα pada sapi Qinchuan
memiliki nilai similarity asam amino dengan Sus scrofa (97) Homo sapiens
(95) Rattus norvegicus (94) Oryctolagus cuniculus (94) dan Mus musculus
(93) Penelitian Jeoung et al (2004) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi
Hanwoo dengan panjang 1059 base pair (bp) yang mengodekan 353 asam
amino Pada sapi Hanwoo ekspresi tertinggi gen CEBPα terjadi pada jaringan
adiposa
3
Selain faktor genotipe kondisi lingkungan juga mempengaruhi kualitas
daging sapi (Schutt et al 2009) Fenotipe berupa daging yang berkualitas
merupakan hasil interaksi antara faktor genotipe dan lingkungan (Peaston amp
Whitelaw 2006) Perbedaan kondisi lingkungan berupa iklim menjadikan adanya
perbedaan karakteristik pada daging sapi
Kandungan lemak intramuskular dan lemak internal B taurus (subtropis)
lebih banyak dibandingkan B indicus (tropis) (Yosita et al 2012) Kandungan
lemak pada intramuskular berkorelasi dengan sifat kualitas daging seperti
tenderness (keempukan) (Reverter et al 2003) dan lean meat (rendah lemak)
(Dagong et al 2012) Perbedaan kondisi lingkungan sapi potong lokal (tropis)
dengan sapi potong introduksi (subtropis) memungkinkan adanya variasi basa gen
CEBPα
Penelitian ini untuk mendeteksi keberadaan gen CEBPα yang berasosiasi
dengan sifat kualitas daging pada sapi yang diteliti yaitu sapi potong lokal (sapi
Pasundan PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)
Alasan pemilihan sapi-sapi tersebut karena termasuk ke dalam program
pemerintah dalam pengembangan sapi potong untuk meningkatkan penyediaan
daging sapi nasional (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Kementerian Pertanian 2016)
Penelitian deteksi gen CEBPα diawali dengan tahapan ekstraksi DNA
DNA dapat diperoleh melalui darah saliva sel epitel (Hansen et al 2007) dan
rambut (Heywood et al 2003) Penggunaan sampel rambut merupakan salah satu
alternatif apabila menemui hewan atau ternak yang bernilai tinggi atau liar (tidak
4
dapat memperoleh darah) Pada penelitian deteksi keberadaan suatu gen
efektivitas metode ekstraksi DNA rambut perlu diperhatikan
Ekstraksi DNA rambut umumnya menggunakan kit komersial atau secara
konvensional Salah satu kit ekstraksi DNA yang umum digunakan adalah
gSYSCtrade DNA Extraction Kit Penggunaan kit untuk ekstraksi DNA
memberikan hasil yang baik namun cenderung memerlukan biaya yang mahal
(Demeke amp Jenkins 2010) Metode konvensional dapat dipertimbangkan menjadi
alternatif dalam ekstraksi DNA rambut karena biaya yang murah dan memberikan
hasil yang dapat digunakan dalam analisis molekuler selanjutnya Salah satunya
adalah metode ekstraksi DNA rambut yang diterapkan pada penelitian Kumar et
al (2005) Metode tersebut berhasil dalam mengekstraksi DNA rambut sapi
Pemilihan metode tersebut karena tahapan yang mudah untuk dilakukan dan
menggunakan bahan yang aman terhadap kesehatan
Penelitian ini menjadi langkah awal untuk mengungkap potensi gen
CEBPα pada sapi potong lokal dan sapi potong introduksi yang diteliti Data atau
informasi terkait gen CEBPα yang berasosiasi dengan sifat kualitas daging pada
sapi yang diteliti masih belum tersedia Selanjutnya penelitian ini menjadi salah
satu tahapan penting dalam pemuliaan ternak secara molekular sehingga dapat
diperoleh daging sapi yang berkualitas Selain itu penelitian ini juga
membandingkan hasil metode ekstraksi DNA menggunakan metode kit dan
konvensional untuk memperoleh efisiensi dalam penelitian analisis molekuler
DNA sapi
5
12 Rumusan Masalah
1 Apakah sapi potong lokal (sapi Pasundan PO Bali) dan sapi potong
introduksi (sapi Angus Simmental FH) memiliki gen CEBPα dan
variasi basa pada gen tersebut
2 Apakah ekstraksi DNA rambut dengan metode konvensional dapat
dijadikan metode alternatif selain menggunakan metode kit
13 Hipotesis
1 Sapi potong lokal dan sapi potong introduksi memiliki gen CEBPα dan
terdapat variasi basa pada gen tersebut
2 Ekstraksi DNA rambut dengan menggunakan metode konvensional dapat
dijadikan alternatif selain metode kit
14 Tujuan Penelitian
1 Untuk mengonfirmasi keberadaan gen CEBPα pada sapi yang diteliti
serta memperoleh informasi terkait variasi basa gen CEBPα pada sapi
yang diteliti
2 Untuk mendapatkan metode ekstraksi DNA rambut alternatif selain
dengan menggunakan metode kit
15 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini antara lain
1 Sebagai penelitian awal dalam mengungkap keberadaan gen CEBPα
pada sapi yang diteliti berkaitan dengan kualitas daging sapi yang baik
serta mengetahui dan mempelajari asosiasi gen CEBPα terhadap kualitas
daging sapi
6
2 Berkontribusi dalam seleksi ternak secara molekuler dengan gen
CEBPα berupa sifat kualitas daging berkaitan dengan kandungan lemak
pada sapi potong yang diteliti untuk keperluan program breeding
3 Memperoleh metode alternatif selain metode kit dalam mengekstraksi
DNA rambut yang efisien dan tidak memerlukan biaya yang mahal
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
21 Bangsa Sapi Ternak
Binatang ternak menjadi salah satu mahluk yang dijadikan pembelajaran
dalam Al Quran Al Anrsquoam yang artinya binatang ternak menjadi salah satu nama
surat dalam Al Quran merupakan surat ke-6 yang diturunkan di Mekah dengan
165 ayat Salah satu ayat surat Al Anrsquoam yang menjelaskan tentang peruntukan
binatang ternak adalah pada ayat 142
ldquoDan di antara hewan ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan ada
yang untuk disembelih Makanlah dari rezeki yang telah diberikan Allah
kepadamu dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan Sesungguhnya
setan itu musuh yang nyata bagimurdquo (Al Anrsquoam (6) 142)
Allah Subhanallahu wa Tarsquoala telah memberikan rezeki kepada manusia
berupa binatang ternak yang dapat disembelih dengan tata cara sesuai syariat
Kemudian dagingnya dapat dimanfaatkan sebagai sumber gizi untuk manusia
Berdasarkan hal tersebut diperlukan upaya untuk mengkaji secara ilmiah daging
binatang ternak salah satunya sapi
Secara umum bangsa sapi terbagi menjadi tiga kelompok (Natasamita amp
Mudikdjo 1985) (1) Bos taurus yang merupakan bangsa sapi yang paling besar
berasal dari Eropa Ciri khas B taurus tidak memiliki punuk (2) B indicus
(Zebu) yang merupakan bangsa sapi asal India dan Afrika yang menyebar di
wilayah Asia Ciri khas B indicus memiliki punuk (3) B sondaicus (B bibos)
8
merupakan sapi asli Indonesia yang sudah lama beradaptasi di lingkungan
Indonesia Tubuh B sondaicus relatif lebih kecil dibandingkan B taurus dan B
indicus
Definisi dari sapi lokal adalah sapi asli Indonesia atau hasil persilangan
yang telah ditetapkan sebagai rumpun sapi nasional sedangkan sapi introduksi
merupakan sapi impor (luar Indonesia) yang berkembang biak di Indonesia tanpa
adanya persilangan dengan sapi lokal (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi
Pertanian Kementerian Pertanian 2016) Kumpulan beberapa jenis sapi ternak
yang memiliki kesamaan karakteristik disebut dengan rumpun atau (breed)
(Setiadi 2016) Beberapa breed sapi lokal adalah sapi Pasundan Peranakan
Ongole (PO) Bali dan introduksi adalah sapi Angus Simmental Friesians
Holstein (FH)
22 Sapi Pasundan
Sapi Pasundan (B indicus) merupakan sapi potong lokal yang memiliki
gen khas dari sapi Bali sapi Jawa sapi Ongole dan sapi Madura Sapi Pasundan
memiliki asal usul secara genetik yang merupakan hasil tekanan inbreeding dari
generasi persilangan pada program grading up sapi Ongole dan program grading
up sapi Jawa dengan sapi Madura dan sapi Bali (Baharun 2015) Sapi Pasundan
memiliki karakteristik mudah beradaptasi dengan lingkungan mudah dipelihara
memiliki kualitas karkas yang baik dan relatif tahan terhadap penyakit tropis
(Baharun 2015)
Sapi Pasundan yang baru ditetapkan sebagai kekayaan sumber genetik
ternak lokal Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor
1051kptsSR120102014 tentang penetapan rumpun sapi Pasundan Menurut
9
Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1051kptsSR120102014 karakteristik sapi
Pasundan (Gambar 1) memiliki warna tubuh dominan merah bata terdapat warna
putih pada bagian pelvis dan keempat kaki bagian bawah (tarsus dan carpus)
dengan batasan yang tidak kontras Terdapat garis belut atau garis punggung
sepanjang punggung dengan warna lebih tua dari warna dominan (Gambar 1)
Sapi Pasundan memiliki hidung dan ujung ekor berwarna hitam dengan
bentuk tubuh segi empat serta memiliki tanduk dengan bentuk yang pendek tidak
seragam atau bervariasi dari ukuran kecil sampai besar (Baharun 2015 Sulasmi
et al 2017) Beberapa sapi Pasundan jantan dapat mengalami perubahan warna
dari merah bata menjadi hitam pada saat mencapai fase kelamin dewasa
Gambar 1 Sapi Pasundan di BPPT Sapi Potong Ciamis
(Sumber Baharun 2015)
23 Sapi Peranakan Ongole (PO)
Sapi Peranakan Ongole atau PO (B indicus) merupakan sapi hasil
persilangan secara grading up antara sapi Sumba Ongole dengan sapi Jawa
(Prasetya 2011 Sutarno amp Setyawan 2016) Sapi PO memiliki keunggulan
berupa tidak sulit dalam proses reproduksi dan tingkat kebuntingan nya tinggi
(Subiharta et al 2012) Populasi terbesar sapi PO berada di pulau Jawa terutama
Jawa Timur (Astuti 2004)
10
Karakteristik sapi PO (Gambar 2) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)
berwarna putih atau abu-abu warna hitam di ekor dan rambut di sekitar mata
bentuk kepala melengkung pendek tanduk pendek telinga menggantung yang
panjang dan perut yang agak besar terkadang ada bercak hitam di lututnya
Memiliki warna tubuh putih hingga keabu-abuan Sapi jantan memiliki warna
keabu-abuan lebih sering muncul di sekitar gelambir leher ekor dan kepala
sedangkan pada sapi betina warna putih lebih dominan (Sudrajad amp Adinata
2013)
Gambar 2 Sapi PO di Peternakan Terbuka (Sumber Kementerian Pertanian 2012)
24 Sapi Bali
Sapi Bali (B sondaicus) merupakan keturunan dari Banteng (B banteng)
(Talib 2002 Purwantara et al 2012) yang telah mengalami domestikasi selama
bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Sapi Bali merupakan salah satu sapi
asli Indonesia (Margawati 2012) Sapi Bali memiliki ciri fisik yang sedikit
mengalami perubahan dari banteng (Mahdi et al 2013) Sapi Bali mewakili 27
dari total populasi yang ada di Indonesia dan menjadi sapi utama untuk
peternakan kecil Populasi sapi Bali tersebar di pulau Bali Sulawesi Selatan
Nusa Tenggara Timur dan Barat (Purwantara et al 2012)
Karakteristik sapi Bali (Gambar 3) memiliki warna tubuh merah bata
memiliki garis belut atau garis di sepanjang punggung Warna sapi jantan akan
11
berubah kehitaman sedangkan warna sapi betina relatif tetap setelah dewasa Sapi
Bali tidak memiliki punuk dan keempat kaki bagian bawahnya berwarna putih
(Abidin 2010)
Gambar 3 Sapi Bali Betina dan Jantan (a) Betina (b) Jantan (Sumber Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali 2015)
25 Sapi Angus
Sapi Angus (B taurus) berasal dari Skotlandia Utara yang beriklim dingin
dan lembap Menurut Sutarno amp Setyawan (2016) Berat badan umur 15 tahun
dapat mencapai 650 kg Karakteristik sapi Angus (Gambar 4) memiliki bentuk
tubuh lebar dan rata Warna tubuh keseluruhan hitam namun terkadang ada
warna putih di bagian belakang bawah pusat tidak bertanduk bentuk tubuh rata
seperti papan dan dagingnya padat
Gambar 4 Sapi Angus di Peternakan Kabupaten Seragen
(Sumber Adinata et al 2017)
26 Sapi Simmental
Sapi Simmental (B taurus) merupakan salah satu jenis ternak tertua di
dunia yang bertahan hingga saat ini Sapi Simmental merupakan jenis sapi
(b) (a)
12
subtropis Sapi Simmental berasal dari Switzerland yang telah dijinakkan setelah
abad ke-13 Sapi Simmental dan semen beku pada tahun 1985 tiba di Indonesia
dari New Zealand dan Australia (Sutarno amp Setyawan 2016)
Karakteristik sapi Simmental (Gambar 5) menurut Sutarno amp Setyawan
(2016) memiliki tubuh yang berotot dan kukuh pertumbuhan otot yang cepat
jenis spesifik yang ditemukan di Indonesia memiliki wajah kuning atau merah
kecokelatan dengan kaki bawah putih dan ujung ekor putih Berat seekor sapi
dewasa bisa melebihi 1000 kilogram
Gambar 5 Sapi Simmental di Peternakan Tradisional
(Sumber Sutarno amp Setyawan 2016)
27 Sapi Friesians Holstein (FH)
Sapi Friesians Holstein (FH) (B taurus) telah dikembangkan sejak abad
ke-13 di Belanda (Belanda Utara dan Friesland) dan Jerman Utara (Schleswig-
Holstein) untuk menghasilkan sejenis ternak yang mampu mengonsumsi rumput
lokal Usaha untuk pengembang biakan menghasilkan ternak sapi perah terbaik di
dunia dengan warna hitam dan putih khas Sapi FH pertama kali diimpor dari
Belanda pada abad ke-19 (Sutarno amp Setyawan 2015)
Karakteristik sapi FH (Gambar 6) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)
umumnya berwarna hitam dengan warna putih garis-garis tetapi kadang-kadang
merah dengan garis-garis putih dan dengan batas warna yang jelas Kepala
13
panjang lebar dan lurus Sapi FH memiliki tanduk yang pendek dan melengkung
memiliki mulut lebar lubang hidung terbuka lebar rahang kuat telinga ukuran
sedang dahi lebar leher panjang dan tipis Bahu yang besar terletak di dinding
dada dan membentuk sendi yang baik dengan tubuh Punggung yang kokoh dan
rata dengan tulang punggung yang saling terhubung dengan baik
Gambar 6 Sapi FH di Peternakan Terbuka
(Sumber Sutarno amp Setyawan 2015)
28 Nutrisi dan Kualitas Daging Sapi
Daging sapi menjadi salah satu sumber pemenuhan protein yang memiliki
banyak kandungan nutrisi Kandungan nutrisi dari daging sapi berupa vitamin D
vitamin B12 zat besi selenium seng dan asam lemak esensial Omega 3 (Scollan
et al 2006) Kandungan lain dari daging sapi adalah 75 air 20 protein 3
lemak dan 2 substansi non-protein larut Substansi non-protein larut tersebut
berupa 45 nitrogen 45 karbohidrat 8 komponen anorganik 3 vitamin
dan 3 logam (Tornberg 2005)
Penjualan daging sapi dipengaruhi oleh daya tarik daging bagi konsumen
yang digambarkan sebagai kualitas daging Kualitas daging didefinisikan sebagai
sifat yang dirasakan konsumen secara visual dan sensoris (Becker 2000)
Kualitas daging diukur berdasarkan parameter berupa warna daging warna
lemak jumlah lemak (Glitsch 2000) tekstur nilai marbling (intramuscular fat)
14
(Lee et al 2007) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al
2011) dan lean meat (Dagong et al 2012)
Menurut Becker (2000) empat karakteristik makanan daging berkualitas
sebagai berikut (1) Karakteristik yang menunjukkan kandungan gizi protein
lemak kandungan karbohidrat (2) Karakteristik yang menunjukkan kualitas
pengolahan panjang sarkomer nilai pH warna kegemukan kapasitas pengikat
air (3) Karakteristik yang menunjukkan kualitas hygienic-toxicological residu
kontaminan status mikroorganisme zat aditif (4) Karakteristik yang
menunjukkan kualitas sensorik tekstur (tenderness juiciness) rasa atau bau dan
warna atau penampilan (marbling)
29 CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs)
CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs) merupakan keluarga
transkripsi yang mengandung domain leucine zipper dasar yang conserved atau
tidak berubah (Gambar 7) pada C-terminus yang terlibat dalam dimerisasi dan
pengikatan DNA (Ramji amp Foka 2002) Protein CEBP pertama kali
diidentifikasi di laboratorium Steve McKnight sebagai faktor stabil panas pada
inti hati tikus yang mampu berinteraksi dengan motif CCAAT box yang terdapat
pada beberapa promoter gen seluler (Johnson amp McKnight 1989)
Gen CCAATEnhancer Binding Protein (CEBP) merupakan keluarga faktor
transkripsi yang terekspresikan pada proses diferensiasi preadiposit (He et al
2011) Peran dari keluarga CEBP diantaranya pada diferensiasi seluler
mengontrol metabolisme proliferasi seluler regulasi peradangan (Ramji amp Foka
2002) siklus sel hematopoiesis perkembangan skeletal dan respons host imun
(Tsukada et al 2011) Terdapat enam anggota kelompok gen CEBP yang telah
15
diisolasi dan di karakterisasi yaitu CEBPα CEBPβ CEBPγ CEBPδ CEBPε
dan CEBPδ (Ramji amp Foka 2002) Gen tersebut memainkan peran penting dalam
diferensiasi adiposit (Lane et al 1999)
Gambar 7 Ilustrasi dari Leucine Zipper Domain
(Sumber Tsukada et al 2011)
210 Gen CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα)
Daerah promoter proksimal gen CCAATEnhancer Binding Protein α
(CEBPα) pada tikus pertama kali dicirikan dan menunjukkan mengandung
tempat pengikatan potensial untuk CEBP Sp1 Nuclear Factor (NF)-1 NF-Y
Upstream Stimulating Factor (USF) Basic Transcription Element Binding
Protein (BTEB) dan NF-Κb (Christy et al 1991) Promoter gen CEBPα dapat
diaktifkan secara otomatis di dalam sel yang dapat ditransfer melalui ekspresi dari
plasmid (Legraverend et al 1993)
Sequence gen CEBPα sapi memiliki kesamaan 899 pada urutan
nukleotida dan 925 urutan asam amino dengan gen tikus (Taniguchi amp Sasaki
1996) Gen CEBPα sapi seperti gen tikus yaitu bebas intron Open reading
frame (nukleotida 169 ndash 1230) pada gen CEBPα sapi mengodekan protein 353
16
residu asam amino yang merupakan lima asam amino lebih pendek dari pada
protein tikus (Taniguchi amp Sasaki 1996) Asam amino tersebut terekspresi
sebelum transkripsi gen spesifik adiposit yang memiliki situs pengikatan gen
CEBPα (Wang et al 2011) Urutan seperti kotak TATA terletak di nukleotida 13
ndash 18 namun situs mulai transkripsi tidak ditentukan (Taniguchi amp Sasaki 1996)
Faktor transkripsi CEBPα memainkan peranan penting selama
diferensiasi preadiposit menjadi adiposit Gen CEBPα diidentifikasi sebagai
Nuclear Factor (NF) yang di induksi saat diferensiasi yang mengikat secara
spesifik ke promotor beberapa gen (Vasseur-Cognet amp Lane 1993) Gen CEBPα
memainkan peran penting dalam pengendapan lemak dan diferensiasi adiposit
(Shin et al 2007) Gen CEBPα menjadi kandidat gen penting untuk
diidentifikasi secara marker genetik pada karkas dan sifat kualitas daging sapi
ternak (Shin et al 2007) Gen CEBPα juga dapat mengatur metabolisme energi
dan nutrisi dengan mengaktifkan beberapa gen spesifik seperti
phosphoenolpyruvate carboxykinase dan reseptor insulin (Park et al 1990)
211 Pengaruh Lingkungan Terhadap Kualitas Daging
Kondisi lingkungan berupa temperatur akan mempengaruhi keadaan
fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Kondisi lingkungan secara langsung
mempengaruhi proses metabolisme organ dan otot (Gregory 2010) Pada zona
nyaman sapi akan sedikit mengeluarkan energi dan tidak terpengaruh oleh
temperatur lingkungan sebaliknya jika berada diluar zona nyaman sapi akan
mengalami stres yang bertujuan untuk mengembalikan kepada kondisi tubuh yang
normal (Nardone et al 2006) Kondisi tersebut akan menyebabkan terjadinya
17
perubahan seperti pola makan fisiologis dan fungsi metabolisme pada kuantitas
dan kualitas produksi dari sapi itu sendiri
Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan menyebabkan terjadinya
penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et al 2001 Mader amp Davis
2004) yang terjadi pada sapi B indicus (Gregory 2010) Suhu di atas 30degC akan
menyebabkan terjadinya penurunan jumlah berat badan (Nardone et al 2006)
Pada periode yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi
perubahan fenotipe dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006 Gregory 2010)
18
BAB III
METODE
31 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari ndash Juni 2018 di
Laboratorium Genetika Molekuler Hewan Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI
Cibinong Jl Raya Bogor KM 46 Bogor Jawa Barat
32 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik
micropipette 10 microL 200 microL 1000 microL (Boesco dan Bio-Rad) dan pH meter
(Thermo Orion) tabung vacutainer mengandung K3EDTA holder dan jarum
needle ukuran 21G microcentrifuge tube 15 mL sentrifugator (Hermile Z 300
K) vortex (Barnstead Thermolyne) micropipette 1000 microL (Boesco) blue tips
white tips yellow tips shaker agigator (Thermo Scientific) parafilm pipet
Pasteur autoklaf (Trace Raypa) spektromotometer UV-Vis (GeneQuant) cuvette
dan laminar air flow (Telstar BH ndash 100) tangki elektroforesis horizontal (Bio-
Rad) power supply (Bio-Rad) timbangan analitik (Preciso XT 120A) hot plate
stirrer (Thermolyne Cimarec 2) pH meter (Thermo Orion) vortex (Barnstead
Thermolyne) Sentrifugator (HermLe Z 300 K) shaker (Bio Green) thermocycler
(Eppendorf) UV-transiluminator (Major Science)
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Red Cell Lysis Buffer
(RCLB) 250 mL pH 72 Tris Buffer Solution (TBS) 250 mL pH 74 TE Buffer
250 mL pH 8 Sodium Dedocyl Sulfate (SDS) (Mp Biomedicals) K3EDTA
(Garnier Bio One) Proteinase-K (Roche Diagnostic) PCR Buffer (Qiagen)
Proteinasi-K (Geneaid) proteinase-K Solution Ethylene Diamine Tetracetic Acid
19
(EDTA) (Mp Biomedicals) alkohol 70 alkohol absolut dingin tissue tissue
kimwipe NaCl Pekat Destillation Water (DW) steril Primer CEBPα forward
dan reverse (Integrated DNA Technolgies) TE buffer Double Destillation Water
(DDW) free nuclease (Ferementas) DNA ladder (Vivantis) PCR master mix kit
KAPA2G Robust (Kapa Biosystem) Gel Agarosa (Roche) boric acid (Merck)
tris base (Himedia) KCl (Merck) NaCl (Genetika Science) KHCO3 (Merck)
NH4Cl (Merck) Ethidium Bromida (EtBr) (Merck) gSYSCtrade DNA Extraction
Kit GS100 (Geneaid) amplop kertas
33 Sampel Penelitian
Breed sapi yang diteliti terbagi menjadi dua kelompok yaitu 1) Sapi potong
lokal (sapi Pasundan PO Bali) 2) Sapi potong introduksi (sapi Angus
Simmental FH) Sumber DNA berasal dari 1) Darah (sapi Pasundan PO Bali)
2) Rambut (sapi Angus Simmental FH) Darah atau rambut yang diambil
berasal dari dua individu berbeda setiap jenisnya kecuali sampel rambut sapi
Angus yang diperoleh dari satu individu saja
Jenis sapi yang diteliti berasal dari berbagai tempat yang berbeda yaitu 1)
Sapi Pasundan berasal dari Balai Pengembangan Perbibitan Ternak (BPPT) Sapi
Potong Ciamis 2) Sapi PO berasal dari BPPT Grobogan 3) Sapi Bali berasal dari
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Peninda Bali 4) sapi Angus
Simmental FH berasal dari Badan Embrio Ternak (BET) Cipelang Bogor
Regulasi dari BET yang tidak memperbolehkan pengambilan sampel darah
menjadi alasan utama diambilnya sampel rambut dari sapi Angus Simmental
FH Keseluruhan sampel rambut sapi yang diperoleh dari BET merupakan sapi
asli (origin) yang belum dilakukan perkawinan silang
20
34 Prosedur Kerja
341 Sterilisasi Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini di sterilisasi dengan
autoklaf pada suhu 121degC dan tekanan sebesar 1 atm selama 15 menit
342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA
a Pembuatan RCLB (Red Cell Blood Buffer)
Larutan RCLB dibuat sebanyak 1000 mL (pH 72) Larutan RCLB terbuat
dari bahan kimia NH4Cl dan KHCO3 Bahan tersebut ditimbang dengan
timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian dipindahkan ke beaker
glass dan ditambahkan EDTA 05 M sebanyak 200 microL serta DW sebanyak 300
mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot plate stirrer
Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan pH meter Nilai pH yang
terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH terlalu tinggi
ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian ditambahkan
DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott Duran 1000
mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan disimpan di
lemari pendingin
b Pembuatan TBS (Tris Buffer Solution)
Larutan TBS dibuat sebanyak 1000 mL (pH 74) dengan bahan yang
terdiri dari NaCl KCl tris base Bahan-bahan kimia tersebut ditimbang dengan
timbangan analitik dan dipindahkan ke beaker glass yang dilarutkan
menggunakan DW sebanyak 300 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan
di atas hot plate stirrer Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan menggunakan
pH meter jika pH terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH
21
terlalu tinggi ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian
ditambahkan DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott
Duran 1000 mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan
disimpan di lemari pendingin
c Pembuatan Proteinase-K Solution
Proteinase-K ditimbang pada timbangan analitik Proteinase-K kemudian
dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 45 mL serta EDTA
05 M sebanyak 54 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot
plate stirrer tanpa dipanaskan Larutan yang telah homogen ditambahkan Sodium
Dedocyl Sulfate (SDS) 10 sebanyak 378 mL Larutan tersebut kemudian
dihomogenkan di hot plate stirrer tanpa dipanaskan
d Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 5x)
Larutan TBE 5x yang dibuat sebanyak 500 mL boric acid dan tris base
ditimbang dengan timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian
dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 500 mL dan EDTA
05 M sebanyak 10 mL Larutan tersebut dihomogenkan di atas hot plate stirrer
dipanaskan setelah homogen dimasukan ke dalam botol Schott Duran 500 mL
dan disimpan di lemari pendingin
e Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 1x)
Larutan TBE 1x dibuat dengan mengencerkan 200 mL TBE 5x Larutan
TBE 1x dipindahkan pada botol Schott Duran 1000 mL Larutan tersebut
ditambahkan DW sampai 1000 mL Larutan tersebut disimpan pada lemari
pendingin
22
f Pengenceran Primer Gen CEBPα (10 pMmicroL)
Primer dalam bentuk pelet diencerkan dengan TE Buffer untuk
memperoleh primer stock Primer forward diencerkan dengan 333 microL TE Buffer
sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer reverse diencerkan dengan
332 microL sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer yang digunakan
dalam penelitian ini adalah primer CEBPα yang didesain pada penelitian (Shin
et al 2007) dengan ukuran 20 pb Primer CEBPα forward (5´-
ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) dan reverse (5´-TCAAAGTCG
TTGCCGCCTCC-3´)
Primer forward dan reverse CEBPα stock (100 pMmicroL) masing-masing
diambil sebanyak 5 microL dengan micropipette 2 ndash 20 microL dan dicampurkan ke dalam
microcentrifuge tube 15 mL baru yang telah berisi DDW free nuclease sebanyak
45 microL Larutan tersebut dicampur hingga homogen dengan cara dilakukan
mengetuk berulang bagian bawah microcentrifuge tube menggunakan ujung jari
Pengenceran primer dilakukan di laminar air flow Microcentrifuge tube yang
berisi primer dilakukan spin down dengan spin down sentrifugator agar larutan
yang berada di dinding microcentrifuge tube turun ke dasar Primer kemudian
disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
g Pembuatan Alat Pemanenan DNA
Alat pemanen DNA dibuat dari pipet Pasteur yang dimodifikasi dengan
membentuk ujung pipet seperti kail Pembentukan tersebut dilakukan dengan
memanaskan pipet di atas bunsen spiritus kemudian ditarik secara perlahan dan
dibuat melengkung seperti kail
23
h Pembuatan Gel Agarosa
Serbuk gel agarosa sebanyak 1 g ditimbang dengan timbangan analitik dan
dipindahkan ke botol Schott Duran 250 mL Serbuk gel agarosa ditambahkan
TBE 1x sebanyak 100 mL kemudian dipanaskan dan dihomogenkan dengan hot
plate stirrer sampai bening Larutan yang sudah homogen dicetak pada wadah
pencetak gel yang sudah terdapat sisir untuk membuat sebanyak 20 sumuran dan
diamkan sampai padat atau mengeras
343 Pengambilan Sampel Darah Sapi
Darah sampel diambil melalui vena caudalis sebanyak 5 mL Pengambilan
darah dilakukan dengan mengangkat caudal (ekor) dari sapi vena caudalis dicari
dengan meraba bagian ekor Jarum yang telah terpasang holder ditusukkan pada
vena caudalis dan tabung vacutainer mengandung K3EDTA dipasang pada
holder Darah yang mengalir ditampung pada tabung vacutainer kemudian
dicabut setelah darah berhenti Jarum dan holder kemudian dicabut dari vena
caudalis Tabung vacutainer yang berisi darah disimpan pada freezer dengan
suhu -20oC
344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990)
DNA yang berasal dari darah diisolasi menggunakan metode Montgomery
amp Sise (1990) dengan prosedur sebagai berikut
a Red Blood Cell Lysis
Sampel darah sebanyak 5 mL dipindahkan tabung Falcon 15 mL dan
ditambahkan larutan RCLB (pH 72) sampai 7 mL Sampel darah dihomogenkan
dengan vortex dan didiamkan selama 10 menit Sampel kemudian disentrifugasi
dengan sentrifugator selama 10 menit suhu 4degC kecepatan 3500 rpm Sampel
24
ditimbang menggunakan timbangan ganda agar proses sentrifugasi berjalan
dengan sempurna jika berat belum seimbang maka ditambah larutan RCLB
Supernatan yang diperoleh setelah proses sentrifugasi kemudian dibuang
sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Pelet ditambahkan RCLB sampai 5
mL kemudian divorteks hingga pelet hancur atau homogen Sampel disentrifugasi
selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang
diperoleh kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet kembali
ditambahkan RCLB sampai 3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau
homogen dan didiamkan selama 10 menit kemudian dilanjutkan tahapan ekstraksi
DNA
b White Blood Cell Collection
Sampel tahapan sebelumnya kemudian ditambahkan TBS (pH 74)
sebanyak 5 mL dan dikocok sebentar Sampel disentrifugasi selama 10 menit
dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang diperoleh kemudian
dibuang sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Sampel kemudian
ditambahkan TBS sebanyak 5 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau
homogen Sampel selanjutnya disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC
dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang didapatkan kemudian dibuang
sehingga hanya pelet yang tersisa Sampel kemudian ditambahkan TBS sebanyak
3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau homogen
Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan
3500 rpm Sampel divorteks perlahan hingga lapisan merah hilang Supernatan
yang didapatkan kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet
25
selanjutnya dikeringkan setelah kering ditambahkan TE 2 mL Sampel divorteks
sampai pelet hancur atau homogen
c Protein Lysis
Sampel yang sudah homogen dengan larutan TE selanjutnya ditambahkan
Proteinase-K solution sebanyak 200 microL tanpa divorteks atau dihomogenkan
Tabung Falcon 15 mL yang berisi sampel selanjutnya di-seal menggunakan
parafilm Sampel diinkubasi menggunakan shaker Agigator selama 24 jam dengan
suhu 37degC dan kecepatan 150 rpm
d Pemanenan DNA
Sampel yang telah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya ditambahkan
NaCl 5 M pekat sebanyak 2 mL Sampel diberi goyangan dengan membentuk
pola angka 8 dengan sangat perlahan setelah itu dikocok kuat sebanyak 2 kali
Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 10degC dan kecepatan 3500
rpm Supernatan dituang pada tabung reaksi yang berisi alkohol absolut dingin
Bagian permukaan tabung reaksi ditutup dengan parafilm sampai rapat Tabung
reaksi dibolak-balikan sampai terbentuk gelembung-gelembung yang melayang
Fraksi gelembung yang melayang diambil dengan pipet Pasteur yang telah
dimodifikasi dan dicelupkan secara cepat ke dalam alkohol 70 kemudian
dikeringkan dengan tissue kimwipe Gumpalan tersebut dimasukan kedalam
microcentrifuge tube 15 mL yang telah berisikan DW steril sebanyak 200 microL
Sampel dihomogenkan menggunakan alat shaker pada suhu ruang agar larut
DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
26
345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi
Pengambilan rambut dilakukan pada bagian ekor minimal rambut
sebanyak 20 helai Rambut pada bagian ekor ditarik searah dengan titik tumbuh
dari rambut tersebut Tahapan tersebut dilakukan dengan cepat agar diperoleh
bagian rambut yang utuh dengan folikel Rambut tersebut ditempelkan pada kertas
dengan selotip berbahan kertas tanpa mengenai bagian folikel dan disimpan di
dalam amplop
346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)
Tahapan isolasi DNA dari rambut menggunakan gSYSCtrade DNA
Extraction Kit GS100 (Geneaid) dengan prosedur sebagai berikut
a Cell Lysis
Sepuluh helai rambut dipotong-potong dengan ukuran 05 ndash 1 cm
termasuk bagian folikel Potongan tersebut dipindahkan ke dalam microsentrifuge
tube 15 mL ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K
(dipastikan potongan terendam) dicampur dengan cara dikocok Larutan
diinkubasi dengan suhu 60degC selama 30 menit Pada proses inkubasi
microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung microcentrifuge tube
secara perlahan setiap 5 menit GSB Buffer sebanyak 200 μL ditambahkan dan
dikocok dengan kuat dan diinkubasi kembali pada suhu 60ordmC selama 20 menit
Selama proses inkubasi microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung
secara perlahan setiap 5 menit
b DNA Binding
Sampel tahapan sebelumnya ditambahkan 200 μL etanol absolut
dikocok dengan kuat selama 10 detik Endapan yang muncul dipecah dengan
27
menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan
tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan
tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit
Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi
dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru
c Pencucian
W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan
sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30
detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column
diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL
Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan
kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi
kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi
yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit
untuk mengeringkan kolom matriks
d Elution
GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube
15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak
100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke
bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit
untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column
disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan
elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak
DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
28
347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)
DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et
al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan
dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10
menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting
yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel
rambut diganti)
Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan
disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer
(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada
microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan
suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit
pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm
beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan
disimpan pada suhu -20 ordmC
348 Uji Kuantifikasi DNA
Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji
kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL
DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette
DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus
menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi
dan tingkat kemurnian
29
349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)
Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR
master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-
ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT
CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL
DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke
dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas
kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR
mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre
denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing
54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final
extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali
3410 Elektroforesis dan Visualisasi
Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis
horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan
TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL
dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm
dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down
Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker
DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran
Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan
listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki
elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt
selama 60 menit
30
Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam
dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel
agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa
divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator
3411 Sequencing DNA
Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai
ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward
dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan
metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit
(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing
menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)
Malaysia)
35 Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif
(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil
sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis
dianalisis secara deskriptif
351 Analisis Bioinformatika
Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan
kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian
hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak
ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian
dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment
Editor 725 (Hall 2001)
31
Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-
base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)
menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base
similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99
Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple
Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak
MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan
variasi basa sampel
32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi
Berbeda
DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut
DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil
kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari
sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang
mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut
menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini
Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan
metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut
dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai
kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada
Tabel 1
Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua
metode hasil penelitian
Pengulangan ke-
Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)
Kit Konvensional Kit Konvensional
1 Angus 269 102 2100 11100
2 FH 207 109 7810 11720
3 Simmental 263 111 231 11340
Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi
Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah
dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut
33
dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode
sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata
nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah
246plusmn034 dan 107plusmn005
Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar
17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)
Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran
kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di
bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari
tahapan masing-masing metode
Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian
genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya
kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang
dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA
Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi
DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan
meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa
denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan
meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan
nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian
DNA yang baik (gt20)
Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah
nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein
Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al
34
2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini
protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada
nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi
protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat
Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh
lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik
Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode
konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit
yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode
konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti
protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan
mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al
1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses
PCR (Demeke amp Jenkins 2010)
Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa
dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA
diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun
nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang
baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan
konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen
(Demeke amp Jenkins 2010)
Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan
hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit
untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional
35
pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang
cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada
penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal
Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan
konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan
RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)
42 Konfirmasi Gen CEBPα
Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan
dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan
pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain
oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar
1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)
yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701
(Lampiran 4)
Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh
semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di
antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan
panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa
dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)
Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah
dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan
program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa
penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda
Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC
36
(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah
dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut
namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk
membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)
Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339
bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO
Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya
perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer
Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari
merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini
perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1
menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses
tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing
yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template
DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang
Target 1339
bp
37
sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA
teramplifikasi sempurna
Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi
Program PCR
Pre
Denaturation Denaturation Annealing Extension
Final
Extension Siklus
Penelitian
Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40
Referensi
Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35
Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32
He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32
Keterangan tanda () = menit tanda () = detik
43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis
menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh
empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black
(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan
(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean
(XM_0252690201)) (Tabel 3)
Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat
prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis
komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari
runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data
tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database
(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang
38
komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga
mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)
Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan
persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan
referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak
(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat
dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi
Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3
Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI
Sampel Spesies Breed GenBank Accesion
Query Cover
Max Iden
Bali
(B sondaicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Pasundan (B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99
Friesians Holstein
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Angus (B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Peranakan Ongole
(B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99
Simmental
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99
39
Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau
kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di
GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan
kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen
CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen
identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen
fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)
Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang
dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden
2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan
seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi
Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap
sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67
(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki
urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki
runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian
akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover
95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover
99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3)
44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali
Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan
runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4
40
Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi
Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil
ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada
empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo
(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau
Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada
sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)
yaitu terletak pada enam posisi berbeda
Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank
Spesies_Breed Posisi Runutan Basa
88
97
103
271
567
733
832
855
870
921
926
931
957
1088
1149
1175
1196
B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G
B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C
B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T
C
B taurus_Angus C C
B taurus_ Friesians Holstein C C
B taurus_ Simmental C C
B indicus_ Pasundan C C
B indicus_ Peranakan Ongole C C
B sondaicus_ Bali C A C G A
Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T
Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)
Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi
Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi
Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196
(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi
tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)
Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa
yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali
41
memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut
memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut
Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi
Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru
Thymine (T) = merah)
42
Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen
CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson
gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi
dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi
Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki
1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan
mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali
Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi
Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B
banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal
usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan
sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel
sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki
kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus
atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)
(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH
Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya
variasi basa yang ditemukan
Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali
terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan
adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis
kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan
keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah
mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode
43
yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe
dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)
Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan
dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)
(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis
Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi
keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali
(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan
pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al
2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi
karakteristik dari daging sapi Bali
Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et
al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki
kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan
menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et
al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga
mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat
dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan
dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)
Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk
menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin
(subtropis)
Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan
sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi
44
lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan
daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki
kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang
lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari
karkas yang diperoleh
45
BAB V
PENUTUP
51 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa
1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan
PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)
2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi
Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa
3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi
DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit
52 Saran
Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah
populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme
(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak
dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi
tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar
memperoleh hasil yang maksimal
46
DAFTAR PUSTAKA
Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka
Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)
Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular
Research 14(3) 9370ndash9383
Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research
24(13) 2623ndash2625
Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan
Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39
Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan
Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor
Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice
Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773
Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176
Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the
National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7
Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash
ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24
Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods
PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990
Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797
Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11
Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga
47
Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method
of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231
Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194
Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and
Pathology 3(2) 133ndash137
Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food
Research International 43(7) 1866ndash1873
Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology
Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the
Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076
He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle
Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969
Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27
Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and
Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26
Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R
(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science
and Technology 46(6) 909ndash916
Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839
Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from
hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289
Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and
Evolution 33(7) 1870ndash1874
Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer
Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683
Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon
D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To
48
Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of
Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764
Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription
factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742
Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)
Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485
Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology
Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)
Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On
Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087
Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali
(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128
Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9
Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On
Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335
Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A
Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in
Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20
Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash
441
Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect
On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81
Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor
Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam
Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156
Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C
A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle
49
Journal Animal Science 80 3077ndash3085
Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in
The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72
Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water
Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A
Review Meat Science 89(2) 111ndash124
Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374
Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat
[Skripsi] Institut Pertanian Bogor
Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes
transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504
Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)
Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6
Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure
Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75
Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E
Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among
Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158
Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)
Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The
Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299
Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip
Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle
Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020
Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots
In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451
50
Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp
Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with
Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33
Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan
Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from
httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395
Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian
Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470
Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for
bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594
Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole
(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional
Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)
Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan
Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)
Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273
Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian
Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354
Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds
Biodiversitas 17(1) 275ndash295
Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)
Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131
Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang
Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107
Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence
of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554
Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508
Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The
51
CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)
Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19
Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter
Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316
Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular
Research 11(2) 1651ndash1661
Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The
CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077
Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia
(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25
Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20
Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle
Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954
Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal
Science 50(11) 499ndash502
52
LAMPIRAN
Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data
Gen Bank
Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178
Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283
Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247
Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank
Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank
53
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)
Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel
NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian
1
Darah
Pasundan 601 867 173
2 Pasundan 602 1035 194
3 Peranakan Ongole 1691 278 309
4 Peranakan Ongole 1693 234 434
5 Bali 59 173 941
6 Bali 64 192 502
7
Rambut
Angus 171405 105 21
8 Friesians Holstein 310102 202 781
9 Friesians Holstein 310158 116 1134
10 Simmental 4490 22 231
11 Simmental 6115 116 1134
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua metode
32
Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi
37
Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI 38 Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank 40
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data GenBank
52
Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data GenBank 52 Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank 52
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα 53 Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel 53
1
BAB I
PENDAHULUAN
11 Latar Belakang
Angka konsumsi daging sapi nasional semakin meningkat Peningkatan
tersebut sebesar 989 per tahun terhitung dalam kurun waktu 1993 sampai
dengan 2015 (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian
Pertanian 2016) Jumlah penduduk yang bertambah dan kesadaran masyarakat
akan pentingnya mengonsumsi protein hewani yang menjadi penyebab
peningkatan konsumsi daging sapi nasional (Wiyatna 2007 Rusono 2015)
Penyediaan daging sapi nasional dipenuhi oleh produksi sapi lokal sebanyak 70
(Rusono 2015)
Sapi Bali (Bos sondaicus) dan sapi Peranakan Ongole atau PO (B indicus)
merupakan sapi potong lokal yang banyak dijadikan sumber pemenuhan daging
sapi nasional (Wiyatna 2007 Yosita et al 2012) Sapi potong lokal lain yang
berpotensi sebagai sumber pemenuhan daging sapi nasional adalah sapi Pasundan
(B indicus) (Sulasmi et al 2017) Selain sapi potong lokal sapi potong yang
berasal dari luar Indonesia (introduksi) juga dijadikan sumber pemenuhan daging
nasional seperti sapi Angus (B taurus) Simmental (B taurus) Friesians Holstein
atau FH (B taurus) Sapi-sapi tersebut mampu beradaptasi dengan baik pada
lingkungan di Indonesia
Saat ini kualitas daging sapi potong lokal perlu ditingkatkan Kualitas
daging sapi dapat diukur berdasarkan parameter berupa warna daging warna
lemak jumlah lemak (Glitsch 2000) rendah lemak (lean meat) (Dagong et al
2012) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al 2011)
2
Penyediaan daging sapi berkualitas dapat dilakukan melalui metode seleksi
molekuler menggunakan gen kandidat yang berasosiasi dengan sifat kualitas
daging sapi
Beberapa gen kandidat yang berasosiasi dengan sifat kualitas daging sapi
seperti Micromolar Calcium Activated Neutral Protease (CAPN1) (Page et al
2002) Leptin (LEP) (Schenkel et al 2005) Calpastatin (CAST) (Schenkel et al
2006) Fatty Acid Binding Protein 4 (FABP4) (Barendse et al 2009)
Diacylglycerol O-Acyltransferase (DGAT1) (Yuan et al 2013) dan
CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα) (Shin et al 2007 Wang et al
2011) Gen CEBPα dapat berasosiasi terhadap komposisi dan pendistribusian
lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al 2011) sehingga
berkontribusi pada peningkatan kualitas daging (Adoligbe et al 2015)
Data terkait gen CEBPα pada sapi baru dikonfirmasi pada sapi Japanese
Black (B taurus) Qinchuan (B taurus) Hanwoo (B taurus) Penelitian
Taniguchi amp Sasaki (1996) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi Japanese
Black Penelitian Wang et al (2012) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi
Qinchuan dengan panjang 1062 base pair (bp) Gen CEBPα pada sapi Qinchuan
memiliki nilai similarity asam amino dengan Sus scrofa (97) Homo sapiens
(95) Rattus norvegicus (94) Oryctolagus cuniculus (94) dan Mus musculus
(93) Penelitian Jeoung et al (2004) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi
Hanwoo dengan panjang 1059 base pair (bp) yang mengodekan 353 asam
amino Pada sapi Hanwoo ekspresi tertinggi gen CEBPα terjadi pada jaringan
adiposa
3
Selain faktor genotipe kondisi lingkungan juga mempengaruhi kualitas
daging sapi (Schutt et al 2009) Fenotipe berupa daging yang berkualitas
merupakan hasil interaksi antara faktor genotipe dan lingkungan (Peaston amp
Whitelaw 2006) Perbedaan kondisi lingkungan berupa iklim menjadikan adanya
perbedaan karakteristik pada daging sapi
Kandungan lemak intramuskular dan lemak internal B taurus (subtropis)
lebih banyak dibandingkan B indicus (tropis) (Yosita et al 2012) Kandungan
lemak pada intramuskular berkorelasi dengan sifat kualitas daging seperti
tenderness (keempukan) (Reverter et al 2003) dan lean meat (rendah lemak)
(Dagong et al 2012) Perbedaan kondisi lingkungan sapi potong lokal (tropis)
dengan sapi potong introduksi (subtropis) memungkinkan adanya variasi basa gen
CEBPα
Penelitian ini untuk mendeteksi keberadaan gen CEBPα yang berasosiasi
dengan sifat kualitas daging pada sapi yang diteliti yaitu sapi potong lokal (sapi
Pasundan PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)
Alasan pemilihan sapi-sapi tersebut karena termasuk ke dalam program
pemerintah dalam pengembangan sapi potong untuk meningkatkan penyediaan
daging sapi nasional (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Kementerian Pertanian 2016)
Penelitian deteksi gen CEBPα diawali dengan tahapan ekstraksi DNA
DNA dapat diperoleh melalui darah saliva sel epitel (Hansen et al 2007) dan
rambut (Heywood et al 2003) Penggunaan sampel rambut merupakan salah satu
alternatif apabila menemui hewan atau ternak yang bernilai tinggi atau liar (tidak
4
dapat memperoleh darah) Pada penelitian deteksi keberadaan suatu gen
efektivitas metode ekstraksi DNA rambut perlu diperhatikan
Ekstraksi DNA rambut umumnya menggunakan kit komersial atau secara
konvensional Salah satu kit ekstraksi DNA yang umum digunakan adalah
gSYSCtrade DNA Extraction Kit Penggunaan kit untuk ekstraksi DNA
memberikan hasil yang baik namun cenderung memerlukan biaya yang mahal
(Demeke amp Jenkins 2010) Metode konvensional dapat dipertimbangkan menjadi
alternatif dalam ekstraksi DNA rambut karena biaya yang murah dan memberikan
hasil yang dapat digunakan dalam analisis molekuler selanjutnya Salah satunya
adalah metode ekstraksi DNA rambut yang diterapkan pada penelitian Kumar et
al (2005) Metode tersebut berhasil dalam mengekstraksi DNA rambut sapi
Pemilihan metode tersebut karena tahapan yang mudah untuk dilakukan dan
menggunakan bahan yang aman terhadap kesehatan
Penelitian ini menjadi langkah awal untuk mengungkap potensi gen
CEBPα pada sapi potong lokal dan sapi potong introduksi yang diteliti Data atau
informasi terkait gen CEBPα yang berasosiasi dengan sifat kualitas daging pada
sapi yang diteliti masih belum tersedia Selanjutnya penelitian ini menjadi salah
satu tahapan penting dalam pemuliaan ternak secara molekular sehingga dapat
diperoleh daging sapi yang berkualitas Selain itu penelitian ini juga
membandingkan hasil metode ekstraksi DNA menggunakan metode kit dan
konvensional untuk memperoleh efisiensi dalam penelitian analisis molekuler
DNA sapi
5
12 Rumusan Masalah
1 Apakah sapi potong lokal (sapi Pasundan PO Bali) dan sapi potong
introduksi (sapi Angus Simmental FH) memiliki gen CEBPα dan
variasi basa pada gen tersebut
2 Apakah ekstraksi DNA rambut dengan metode konvensional dapat
dijadikan metode alternatif selain menggunakan metode kit
13 Hipotesis
1 Sapi potong lokal dan sapi potong introduksi memiliki gen CEBPα dan
terdapat variasi basa pada gen tersebut
2 Ekstraksi DNA rambut dengan menggunakan metode konvensional dapat
dijadikan alternatif selain metode kit
14 Tujuan Penelitian
1 Untuk mengonfirmasi keberadaan gen CEBPα pada sapi yang diteliti
serta memperoleh informasi terkait variasi basa gen CEBPα pada sapi
yang diteliti
2 Untuk mendapatkan metode ekstraksi DNA rambut alternatif selain
dengan menggunakan metode kit
15 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini antara lain
1 Sebagai penelitian awal dalam mengungkap keberadaan gen CEBPα
pada sapi yang diteliti berkaitan dengan kualitas daging sapi yang baik
serta mengetahui dan mempelajari asosiasi gen CEBPα terhadap kualitas
daging sapi
6
2 Berkontribusi dalam seleksi ternak secara molekuler dengan gen
CEBPα berupa sifat kualitas daging berkaitan dengan kandungan lemak
pada sapi potong yang diteliti untuk keperluan program breeding
3 Memperoleh metode alternatif selain metode kit dalam mengekstraksi
DNA rambut yang efisien dan tidak memerlukan biaya yang mahal
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
21 Bangsa Sapi Ternak
Binatang ternak menjadi salah satu mahluk yang dijadikan pembelajaran
dalam Al Quran Al Anrsquoam yang artinya binatang ternak menjadi salah satu nama
surat dalam Al Quran merupakan surat ke-6 yang diturunkan di Mekah dengan
165 ayat Salah satu ayat surat Al Anrsquoam yang menjelaskan tentang peruntukan
binatang ternak adalah pada ayat 142
ldquoDan di antara hewan ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan ada
yang untuk disembelih Makanlah dari rezeki yang telah diberikan Allah
kepadamu dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan Sesungguhnya
setan itu musuh yang nyata bagimurdquo (Al Anrsquoam (6) 142)
Allah Subhanallahu wa Tarsquoala telah memberikan rezeki kepada manusia
berupa binatang ternak yang dapat disembelih dengan tata cara sesuai syariat
Kemudian dagingnya dapat dimanfaatkan sebagai sumber gizi untuk manusia
Berdasarkan hal tersebut diperlukan upaya untuk mengkaji secara ilmiah daging
binatang ternak salah satunya sapi
Secara umum bangsa sapi terbagi menjadi tiga kelompok (Natasamita amp
Mudikdjo 1985) (1) Bos taurus yang merupakan bangsa sapi yang paling besar
berasal dari Eropa Ciri khas B taurus tidak memiliki punuk (2) B indicus
(Zebu) yang merupakan bangsa sapi asal India dan Afrika yang menyebar di
wilayah Asia Ciri khas B indicus memiliki punuk (3) B sondaicus (B bibos)
8
merupakan sapi asli Indonesia yang sudah lama beradaptasi di lingkungan
Indonesia Tubuh B sondaicus relatif lebih kecil dibandingkan B taurus dan B
indicus
Definisi dari sapi lokal adalah sapi asli Indonesia atau hasil persilangan
yang telah ditetapkan sebagai rumpun sapi nasional sedangkan sapi introduksi
merupakan sapi impor (luar Indonesia) yang berkembang biak di Indonesia tanpa
adanya persilangan dengan sapi lokal (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi
Pertanian Kementerian Pertanian 2016) Kumpulan beberapa jenis sapi ternak
yang memiliki kesamaan karakteristik disebut dengan rumpun atau (breed)
(Setiadi 2016) Beberapa breed sapi lokal adalah sapi Pasundan Peranakan
Ongole (PO) Bali dan introduksi adalah sapi Angus Simmental Friesians
Holstein (FH)
22 Sapi Pasundan
Sapi Pasundan (B indicus) merupakan sapi potong lokal yang memiliki
gen khas dari sapi Bali sapi Jawa sapi Ongole dan sapi Madura Sapi Pasundan
memiliki asal usul secara genetik yang merupakan hasil tekanan inbreeding dari
generasi persilangan pada program grading up sapi Ongole dan program grading
up sapi Jawa dengan sapi Madura dan sapi Bali (Baharun 2015) Sapi Pasundan
memiliki karakteristik mudah beradaptasi dengan lingkungan mudah dipelihara
memiliki kualitas karkas yang baik dan relatif tahan terhadap penyakit tropis
(Baharun 2015)
Sapi Pasundan yang baru ditetapkan sebagai kekayaan sumber genetik
ternak lokal Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor
1051kptsSR120102014 tentang penetapan rumpun sapi Pasundan Menurut
9
Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1051kptsSR120102014 karakteristik sapi
Pasundan (Gambar 1) memiliki warna tubuh dominan merah bata terdapat warna
putih pada bagian pelvis dan keempat kaki bagian bawah (tarsus dan carpus)
dengan batasan yang tidak kontras Terdapat garis belut atau garis punggung
sepanjang punggung dengan warna lebih tua dari warna dominan (Gambar 1)
Sapi Pasundan memiliki hidung dan ujung ekor berwarna hitam dengan
bentuk tubuh segi empat serta memiliki tanduk dengan bentuk yang pendek tidak
seragam atau bervariasi dari ukuran kecil sampai besar (Baharun 2015 Sulasmi
et al 2017) Beberapa sapi Pasundan jantan dapat mengalami perubahan warna
dari merah bata menjadi hitam pada saat mencapai fase kelamin dewasa
Gambar 1 Sapi Pasundan di BPPT Sapi Potong Ciamis
(Sumber Baharun 2015)
23 Sapi Peranakan Ongole (PO)
Sapi Peranakan Ongole atau PO (B indicus) merupakan sapi hasil
persilangan secara grading up antara sapi Sumba Ongole dengan sapi Jawa
(Prasetya 2011 Sutarno amp Setyawan 2016) Sapi PO memiliki keunggulan
berupa tidak sulit dalam proses reproduksi dan tingkat kebuntingan nya tinggi
(Subiharta et al 2012) Populasi terbesar sapi PO berada di pulau Jawa terutama
Jawa Timur (Astuti 2004)
10
Karakteristik sapi PO (Gambar 2) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)
berwarna putih atau abu-abu warna hitam di ekor dan rambut di sekitar mata
bentuk kepala melengkung pendek tanduk pendek telinga menggantung yang
panjang dan perut yang agak besar terkadang ada bercak hitam di lututnya
Memiliki warna tubuh putih hingga keabu-abuan Sapi jantan memiliki warna
keabu-abuan lebih sering muncul di sekitar gelambir leher ekor dan kepala
sedangkan pada sapi betina warna putih lebih dominan (Sudrajad amp Adinata
2013)
Gambar 2 Sapi PO di Peternakan Terbuka (Sumber Kementerian Pertanian 2012)
24 Sapi Bali
Sapi Bali (B sondaicus) merupakan keturunan dari Banteng (B banteng)
(Talib 2002 Purwantara et al 2012) yang telah mengalami domestikasi selama
bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Sapi Bali merupakan salah satu sapi
asli Indonesia (Margawati 2012) Sapi Bali memiliki ciri fisik yang sedikit
mengalami perubahan dari banteng (Mahdi et al 2013) Sapi Bali mewakili 27
dari total populasi yang ada di Indonesia dan menjadi sapi utama untuk
peternakan kecil Populasi sapi Bali tersebar di pulau Bali Sulawesi Selatan
Nusa Tenggara Timur dan Barat (Purwantara et al 2012)
Karakteristik sapi Bali (Gambar 3) memiliki warna tubuh merah bata
memiliki garis belut atau garis di sepanjang punggung Warna sapi jantan akan
11
berubah kehitaman sedangkan warna sapi betina relatif tetap setelah dewasa Sapi
Bali tidak memiliki punuk dan keempat kaki bagian bawahnya berwarna putih
(Abidin 2010)
Gambar 3 Sapi Bali Betina dan Jantan (a) Betina (b) Jantan (Sumber Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali 2015)
25 Sapi Angus
Sapi Angus (B taurus) berasal dari Skotlandia Utara yang beriklim dingin
dan lembap Menurut Sutarno amp Setyawan (2016) Berat badan umur 15 tahun
dapat mencapai 650 kg Karakteristik sapi Angus (Gambar 4) memiliki bentuk
tubuh lebar dan rata Warna tubuh keseluruhan hitam namun terkadang ada
warna putih di bagian belakang bawah pusat tidak bertanduk bentuk tubuh rata
seperti papan dan dagingnya padat
Gambar 4 Sapi Angus di Peternakan Kabupaten Seragen
(Sumber Adinata et al 2017)
26 Sapi Simmental
Sapi Simmental (B taurus) merupakan salah satu jenis ternak tertua di
dunia yang bertahan hingga saat ini Sapi Simmental merupakan jenis sapi
(b) (a)
12
subtropis Sapi Simmental berasal dari Switzerland yang telah dijinakkan setelah
abad ke-13 Sapi Simmental dan semen beku pada tahun 1985 tiba di Indonesia
dari New Zealand dan Australia (Sutarno amp Setyawan 2016)
Karakteristik sapi Simmental (Gambar 5) menurut Sutarno amp Setyawan
(2016) memiliki tubuh yang berotot dan kukuh pertumbuhan otot yang cepat
jenis spesifik yang ditemukan di Indonesia memiliki wajah kuning atau merah
kecokelatan dengan kaki bawah putih dan ujung ekor putih Berat seekor sapi
dewasa bisa melebihi 1000 kilogram
Gambar 5 Sapi Simmental di Peternakan Tradisional
(Sumber Sutarno amp Setyawan 2016)
27 Sapi Friesians Holstein (FH)
Sapi Friesians Holstein (FH) (B taurus) telah dikembangkan sejak abad
ke-13 di Belanda (Belanda Utara dan Friesland) dan Jerman Utara (Schleswig-
Holstein) untuk menghasilkan sejenis ternak yang mampu mengonsumsi rumput
lokal Usaha untuk pengembang biakan menghasilkan ternak sapi perah terbaik di
dunia dengan warna hitam dan putih khas Sapi FH pertama kali diimpor dari
Belanda pada abad ke-19 (Sutarno amp Setyawan 2015)
Karakteristik sapi FH (Gambar 6) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)
umumnya berwarna hitam dengan warna putih garis-garis tetapi kadang-kadang
merah dengan garis-garis putih dan dengan batas warna yang jelas Kepala
13
panjang lebar dan lurus Sapi FH memiliki tanduk yang pendek dan melengkung
memiliki mulut lebar lubang hidung terbuka lebar rahang kuat telinga ukuran
sedang dahi lebar leher panjang dan tipis Bahu yang besar terletak di dinding
dada dan membentuk sendi yang baik dengan tubuh Punggung yang kokoh dan
rata dengan tulang punggung yang saling terhubung dengan baik
Gambar 6 Sapi FH di Peternakan Terbuka
(Sumber Sutarno amp Setyawan 2015)
28 Nutrisi dan Kualitas Daging Sapi
Daging sapi menjadi salah satu sumber pemenuhan protein yang memiliki
banyak kandungan nutrisi Kandungan nutrisi dari daging sapi berupa vitamin D
vitamin B12 zat besi selenium seng dan asam lemak esensial Omega 3 (Scollan
et al 2006) Kandungan lain dari daging sapi adalah 75 air 20 protein 3
lemak dan 2 substansi non-protein larut Substansi non-protein larut tersebut
berupa 45 nitrogen 45 karbohidrat 8 komponen anorganik 3 vitamin
dan 3 logam (Tornberg 2005)
Penjualan daging sapi dipengaruhi oleh daya tarik daging bagi konsumen
yang digambarkan sebagai kualitas daging Kualitas daging didefinisikan sebagai
sifat yang dirasakan konsumen secara visual dan sensoris (Becker 2000)
Kualitas daging diukur berdasarkan parameter berupa warna daging warna
lemak jumlah lemak (Glitsch 2000) tekstur nilai marbling (intramuscular fat)
14
(Lee et al 2007) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al
2011) dan lean meat (Dagong et al 2012)
Menurut Becker (2000) empat karakteristik makanan daging berkualitas
sebagai berikut (1) Karakteristik yang menunjukkan kandungan gizi protein
lemak kandungan karbohidrat (2) Karakteristik yang menunjukkan kualitas
pengolahan panjang sarkomer nilai pH warna kegemukan kapasitas pengikat
air (3) Karakteristik yang menunjukkan kualitas hygienic-toxicological residu
kontaminan status mikroorganisme zat aditif (4) Karakteristik yang
menunjukkan kualitas sensorik tekstur (tenderness juiciness) rasa atau bau dan
warna atau penampilan (marbling)
29 CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs)
CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs) merupakan keluarga
transkripsi yang mengandung domain leucine zipper dasar yang conserved atau
tidak berubah (Gambar 7) pada C-terminus yang terlibat dalam dimerisasi dan
pengikatan DNA (Ramji amp Foka 2002) Protein CEBP pertama kali
diidentifikasi di laboratorium Steve McKnight sebagai faktor stabil panas pada
inti hati tikus yang mampu berinteraksi dengan motif CCAAT box yang terdapat
pada beberapa promoter gen seluler (Johnson amp McKnight 1989)
Gen CCAATEnhancer Binding Protein (CEBP) merupakan keluarga faktor
transkripsi yang terekspresikan pada proses diferensiasi preadiposit (He et al
2011) Peran dari keluarga CEBP diantaranya pada diferensiasi seluler
mengontrol metabolisme proliferasi seluler regulasi peradangan (Ramji amp Foka
2002) siklus sel hematopoiesis perkembangan skeletal dan respons host imun
(Tsukada et al 2011) Terdapat enam anggota kelompok gen CEBP yang telah
15
diisolasi dan di karakterisasi yaitu CEBPα CEBPβ CEBPγ CEBPδ CEBPε
dan CEBPδ (Ramji amp Foka 2002) Gen tersebut memainkan peran penting dalam
diferensiasi adiposit (Lane et al 1999)
Gambar 7 Ilustrasi dari Leucine Zipper Domain
(Sumber Tsukada et al 2011)
210 Gen CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα)
Daerah promoter proksimal gen CCAATEnhancer Binding Protein α
(CEBPα) pada tikus pertama kali dicirikan dan menunjukkan mengandung
tempat pengikatan potensial untuk CEBP Sp1 Nuclear Factor (NF)-1 NF-Y
Upstream Stimulating Factor (USF) Basic Transcription Element Binding
Protein (BTEB) dan NF-Κb (Christy et al 1991) Promoter gen CEBPα dapat
diaktifkan secara otomatis di dalam sel yang dapat ditransfer melalui ekspresi dari
plasmid (Legraverend et al 1993)
Sequence gen CEBPα sapi memiliki kesamaan 899 pada urutan
nukleotida dan 925 urutan asam amino dengan gen tikus (Taniguchi amp Sasaki
1996) Gen CEBPα sapi seperti gen tikus yaitu bebas intron Open reading
frame (nukleotida 169 ndash 1230) pada gen CEBPα sapi mengodekan protein 353
16
residu asam amino yang merupakan lima asam amino lebih pendek dari pada
protein tikus (Taniguchi amp Sasaki 1996) Asam amino tersebut terekspresi
sebelum transkripsi gen spesifik adiposit yang memiliki situs pengikatan gen
CEBPα (Wang et al 2011) Urutan seperti kotak TATA terletak di nukleotida 13
ndash 18 namun situs mulai transkripsi tidak ditentukan (Taniguchi amp Sasaki 1996)
Faktor transkripsi CEBPα memainkan peranan penting selama
diferensiasi preadiposit menjadi adiposit Gen CEBPα diidentifikasi sebagai
Nuclear Factor (NF) yang di induksi saat diferensiasi yang mengikat secara
spesifik ke promotor beberapa gen (Vasseur-Cognet amp Lane 1993) Gen CEBPα
memainkan peran penting dalam pengendapan lemak dan diferensiasi adiposit
(Shin et al 2007) Gen CEBPα menjadi kandidat gen penting untuk
diidentifikasi secara marker genetik pada karkas dan sifat kualitas daging sapi
ternak (Shin et al 2007) Gen CEBPα juga dapat mengatur metabolisme energi
dan nutrisi dengan mengaktifkan beberapa gen spesifik seperti
phosphoenolpyruvate carboxykinase dan reseptor insulin (Park et al 1990)
211 Pengaruh Lingkungan Terhadap Kualitas Daging
Kondisi lingkungan berupa temperatur akan mempengaruhi keadaan
fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Kondisi lingkungan secara langsung
mempengaruhi proses metabolisme organ dan otot (Gregory 2010) Pada zona
nyaman sapi akan sedikit mengeluarkan energi dan tidak terpengaruh oleh
temperatur lingkungan sebaliknya jika berada diluar zona nyaman sapi akan
mengalami stres yang bertujuan untuk mengembalikan kepada kondisi tubuh yang
normal (Nardone et al 2006) Kondisi tersebut akan menyebabkan terjadinya
17
perubahan seperti pola makan fisiologis dan fungsi metabolisme pada kuantitas
dan kualitas produksi dari sapi itu sendiri
Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan menyebabkan terjadinya
penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et al 2001 Mader amp Davis
2004) yang terjadi pada sapi B indicus (Gregory 2010) Suhu di atas 30degC akan
menyebabkan terjadinya penurunan jumlah berat badan (Nardone et al 2006)
Pada periode yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi
perubahan fenotipe dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006 Gregory 2010)
18
BAB III
METODE
31 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari ndash Juni 2018 di
Laboratorium Genetika Molekuler Hewan Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI
Cibinong Jl Raya Bogor KM 46 Bogor Jawa Barat
32 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik
micropipette 10 microL 200 microL 1000 microL (Boesco dan Bio-Rad) dan pH meter
(Thermo Orion) tabung vacutainer mengandung K3EDTA holder dan jarum
needle ukuran 21G microcentrifuge tube 15 mL sentrifugator (Hermile Z 300
K) vortex (Barnstead Thermolyne) micropipette 1000 microL (Boesco) blue tips
white tips yellow tips shaker agigator (Thermo Scientific) parafilm pipet
Pasteur autoklaf (Trace Raypa) spektromotometer UV-Vis (GeneQuant) cuvette
dan laminar air flow (Telstar BH ndash 100) tangki elektroforesis horizontal (Bio-
Rad) power supply (Bio-Rad) timbangan analitik (Preciso XT 120A) hot plate
stirrer (Thermolyne Cimarec 2) pH meter (Thermo Orion) vortex (Barnstead
Thermolyne) Sentrifugator (HermLe Z 300 K) shaker (Bio Green) thermocycler
(Eppendorf) UV-transiluminator (Major Science)
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Red Cell Lysis Buffer
(RCLB) 250 mL pH 72 Tris Buffer Solution (TBS) 250 mL pH 74 TE Buffer
250 mL pH 8 Sodium Dedocyl Sulfate (SDS) (Mp Biomedicals) K3EDTA
(Garnier Bio One) Proteinase-K (Roche Diagnostic) PCR Buffer (Qiagen)
Proteinasi-K (Geneaid) proteinase-K Solution Ethylene Diamine Tetracetic Acid
19
(EDTA) (Mp Biomedicals) alkohol 70 alkohol absolut dingin tissue tissue
kimwipe NaCl Pekat Destillation Water (DW) steril Primer CEBPα forward
dan reverse (Integrated DNA Technolgies) TE buffer Double Destillation Water
(DDW) free nuclease (Ferementas) DNA ladder (Vivantis) PCR master mix kit
KAPA2G Robust (Kapa Biosystem) Gel Agarosa (Roche) boric acid (Merck)
tris base (Himedia) KCl (Merck) NaCl (Genetika Science) KHCO3 (Merck)
NH4Cl (Merck) Ethidium Bromida (EtBr) (Merck) gSYSCtrade DNA Extraction
Kit GS100 (Geneaid) amplop kertas
33 Sampel Penelitian
Breed sapi yang diteliti terbagi menjadi dua kelompok yaitu 1) Sapi potong
lokal (sapi Pasundan PO Bali) 2) Sapi potong introduksi (sapi Angus
Simmental FH) Sumber DNA berasal dari 1) Darah (sapi Pasundan PO Bali)
2) Rambut (sapi Angus Simmental FH) Darah atau rambut yang diambil
berasal dari dua individu berbeda setiap jenisnya kecuali sampel rambut sapi
Angus yang diperoleh dari satu individu saja
Jenis sapi yang diteliti berasal dari berbagai tempat yang berbeda yaitu 1)
Sapi Pasundan berasal dari Balai Pengembangan Perbibitan Ternak (BPPT) Sapi
Potong Ciamis 2) Sapi PO berasal dari BPPT Grobogan 3) Sapi Bali berasal dari
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Peninda Bali 4) sapi Angus
Simmental FH berasal dari Badan Embrio Ternak (BET) Cipelang Bogor
Regulasi dari BET yang tidak memperbolehkan pengambilan sampel darah
menjadi alasan utama diambilnya sampel rambut dari sapi Angus Simmental
FH Keseluruhan sampel rambut sapi yang diperoleh dari BET merupakan sapi
asli (origin) yang belum dilakukan perkawinan silang
20
34 Prosedur Kerja
341 Sterilisasi Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini di sterilisasi dengan
autoklaf pada suhu 121degC dan tekanan sebesar 1 atm selama 15 menit
342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA
a Pembuatan RCLB (Red Cell Blood Buffer)
Larutan RCLB dibuat sebanyak 1000 mL (pH 72) Larutan RCLB terbuat
dari bahan kimia NH4Cl dan KHCO3 Bahan tersebut ditimbang dengan
timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian dipindahkan ke beaker
glass dan ditambahkan EDTA 05 M sebanyak 200 microL serta DW sebanyak 300
mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot plate stirrer
Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan pH meter Nilai pH yang
terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH terlalu tinggi
ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian ditambahkan
DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott Duran 1000
mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan disimpan di
lemari pendingin
b Pembuatan TBS (Tris Buffer Solution)
Larutan TBS dibuat sebanyak 1000 mL (pH 74) dengan bahan yang
terdiri dari NaCl KCl tris base Bahan-bahan kimia tersebut ditimbang dengan
timbangan analitik dan dipindahkan ke beaker glass yang dilarutkan
menggunakan DW sebanyak 300 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan
di atas hot plate stirrer Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan menggunakan
pH meter jika pH terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH
21
terlalu tinggi ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian
ditambahkan DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott
Duran 1000 mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan
disimpan di lemari pendingin
c Pembuatan Proteinase-K Solution
Proteinase-K ditimbang pada timbangan analitik Proteinase-K kemudian
dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 45 mL serta EDTA
05 M sebanyak 54 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot
plate stirrer tanpa dipanaskan Larutan yang telah homogen ditambahkan Sodium
Dedocyl Sulfate (SDS) 10 sebanyak 378 mL Larutan tersebut kemudian
dihomogenkan di hot plate stirrer tanpa dipanaskan
d Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 5x)
Larutan TBE 5x yang dibuat sebanyak 500 mL boric acid dan tris base
ditimbang dengan timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian
dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 500 mL dan EDTA
05 M sebanyak 10 mL Larutan tersebut dihomogenkan di atas hot plate stirrer
dipanaskan setelah homogen dimasukan ke dalam botol Schott Duran 500 mL
dan disimpan di lemari pendingin
e Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 1x)
Larutan TBE 1x dibuat dengan mengencerkan 200 mL TBE 5x Larutan
TBE 1x dipindahkan pada botol Schott Duran 1000 mL Larutan tersebut
ditambahkan DW sampai 1000 mL Larutan tersebut disimpan pada lemari
pendingin
22
f Pengenceran Primer Gen CEBPα (10 pMmicroL)
Primer dalam bentuk pelet diencerkan dengan TE Buffer untuk
memperoleh primer stock Primer forward diencerkan dengan 333 microL TE Buffer
sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer reverse diencerkan dengan
332 microL sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer yang digunakan
dalam penelitian ini adalah primer CEBPα yang didesain pada penelitian (Shin
et al 2007) dengan ukuran 20 pb Primer CEBPα forward (5´-
ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) dan reverse (5´-TCAAAGTCG
TTGCCGCCTCC-3´)
Primer forward dan reverse CEBPα stock (100 pMmicroL) masing-masing
diambil sebanyak 5 microL dengan micropipette 2 ndash 20 microL dan dicampurkan ke dalam
microcentrifuge tube 15 mL baru yang telah berisi DDW free nuclease sebanyak
45 microL Larutan tersebut dicampur hingga homogen dengan cara dilakukan
mengetuk berulang bagian bawah microcentrifuge tube menggunakan ujung jari
Pengenceran primer dilakukan di laminar air flow Microcentrifuge tube yang
berisi primer dilakukan spin down dengan spin down sentrifugator agar larutan
yang berada di dinding microcentrifuge tube turun ke dasar Primer kemudian
disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
g Pembuatan Alat Pemanenan DNA
Alat pemanen DNA dibuat dari pipet Pasteur yang dimodifikasi dengan
membentuk ujung pipet seperti kail Pembentukan tersebut dilakukan dengan
memanaskan pipet di atas bunsen spiritus kemudian ditarik secara perlahan dan
dibuat melengkung seperti kail
23
h Pembuatan Gel Agarosa
Serbuk gel agarosa sebanyak 1 g ditimbang dengan timbangan analitik dan
dipindahkan ke botol Schott Duran 250 mL Serbuk gel agarosa ditambahkan
TBE 1x sebanyak 100 mL kemudian dipanaskan dan dihomogenkan dengan hot
plate stirrer sampai bening Larutan yang sudah homogen dicetak pada wadah
pencetak gel yang sudah terdapat sisir untuk membuat sebanyak 20 sumuran dan
diamkan sampai padat atau mengeras
343 Pengambilan Sampel Darah Sapi
Darah sampel diambil melalui vena caudalis sebanyak 5 mL Pengambilan
darah dilakukan dengan mengangkat caudal (ekor) dari sapi vena caudalis dicari
dengan meraba bagian ekor Jarum yang telah terpasang holder ditusukkan pada
vena caudalis dan tabung vacutainer mengandung K3EDTA dipasang pada
holder Darah yang mengalir ditampung pada tabung vacutainer kemudian
dicabut setelah darah berhenti Jarum dan holder kemudian dicabut dari vena
caudalis Tabung vacutainer yang berisi darah disimpan pada freezer dengan
suhu -20oC
344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990)
DNA yang berasal dari darah diisolasi menggunakan metode Montgomery
amp Sise (1990) dengan prosedur sebagai berikut
a Red Blood Cell Lysis
Sampel darah sebanyak 5 mL dipindahkan tabung Falcon 15 mL dan
ditambahkan larutan RCLB (pH 72) sampai 7 mL Sampel darah dihomogenkan
dengan vortex dan didiamkan selama 10 menit Sampel kemudian disentrifugasi
dengan sentrifugator selama 10 menit suhu 4degC kecepatan 3500 rpm Sampel
24
ditimbang menggunakan timbangan ganda agar proses sentrifugasi berjalan
dengan sempurna jika berat belum seimbang maka ditambah larutan RCLB
Supernatan yang diperoleh setelah proses sentrifugasi kemudian dibuang
sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Pelet ditambahkan RCLB sampai 5
mL kemudian divorteks hingga pelet hancur atau homogen Sampel disentrifugasi
selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang
diperoleh kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet kembali
ditambahkan RCLB sampai 3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau
homogen dan didiamkan selama 10 menit kemudian dilanjutkan tahapan ekstraksi
DNA
b White Blood Cell Collection
Sampel tahapan sebelumnya kemudian ditambahkan TBS (pH 74)
sebanyak 5 mL dan dikocok sebentar Sampel disentrifugasi selama 10 menit
dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang diperoleh kemudian
dibuang sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Sampel kemudian
ditambahkan TBS sebanyak 5 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau
homogen Sampel selanjutnya disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC
dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang didapatkan kemudian dibuang
sehingga hanya pelet yang tersisa Sampel kemudian ditambahkan TBS sebanyak
3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau homogen
Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan
3500 rpm Sampel divorteks perlahan hingga lapisan merah hilang Supernatan
yang didapatkan kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet
25
selanjutnya dikeringkan setelah kering ditambahkan TE 2 mL Sampel divorteks
sampai pelet hancur atau homogen
c Protein Lysis
Sampel yang sudah homogen dengan larutan TE selanjutnya ditambahkan
Proteinase-K solution sebanyak 200 microL tanpa divorteks atau dihomogenkan
Tabung Falcon 15 mL yang berisi sampel selanjutnya di-seal menggunakan
parafilm Sampel diinkubasi menggunakan shaker Agigator selama 24 jam dengan
suhu 37degC dan kecepatan 150 rpm
d Pemanenan DNA
Sampel yang telah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya ditambahkan
NaCl 5 M pekat sebanyak 2 mL Sampel diberi goyangan dengan membentuk
pola angka 8 dengan sangat perlahan setelah itu dikocok kuat sebanyak 2 kali
Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 10degC dan kecepatan 3500
rpm Supernatan dituang pada tabung reaksi yang berisi alkohol absolut dingin
Bagian permukaan tabung reaksi ditutup dengan parafilm sampai rapat Tabung
reaksi dibolak-balikan sampai terbentuk gelembung-gelembung yang melayang
Fraksi gelembung yang melayang diambil dengan pipet Pasteur yang telah
dimodifikasi dan dicelupkan secara cepat ke dalam alkohol 70 kemudian
dikeringkan dengan tissue kimwipe Gumpalan tersebut dimasukan kedalam
microcentrifuge tube 15 mL yang telah berisikan DW steril sebanyak 200 microL
Sampel dihomogenkan menggunakan alat shaker pada suhu ruang agar larut
DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
26
345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi
Pengambilan rambut dilakukan pada bagian ekor minimal rambut
sebanyak 20 helai Rambut pada bagian ekor ditarik searah dengan titik tumbuh
dari rambut tersebut Tahapan tersebut dilakukan dengan cepat agar diperoleh
bagian rambut yang utuh dengan folikel Rambut tersebut ditempelkan pada kertas
dengan selotip berbahan kertas tanpa mengenai bagian folikel dan disimpan di
dalam amplop
346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)
Tahapan isolasi DNA dari rambut menggunakan gSYSCtrade DNA
Extraction Kit GS100 (Geneaid) dengan prosedur sebagai berikut
a Cell Lysis
Sepuluh helai rambut dipotong-potong dengan ukuran 05 ndash 1 cm
termasuk bagian folikel Potongan tersebut dipindahkan ke dalam microsentrifuge
tube 15 mL ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K
(dipastikan potongan terendam) dicampur dengan cara dikocok Larutan
diinkubasi dengan suhu 60degC selama 30 menit Pada proses inkubasi
microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung microcentrifuge tube
secara perlahan setiap 5 menit GSB Buffer sebanyak 200 μL ditambahkan dan
dikocok dengan kuat dan diinkubasi kembali pada suhu 60ordmC selama 20 menit
Selama proses inkubasi microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung
secara perlahan setiap 5 menit
b DNA Binding
Sampel tahapan sebelumnya ditambahkan 200 μL etanol absolut
dikocok dengan kuat selama 10 detik Endapan yang muncul dipecah dengan
27
menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan
tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan
tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit
Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi
dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru
c Pencucian
W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan
sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30
detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column
diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL
Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan
kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi
kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi
yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit
untuk mengeringkan kolom matriks
d Elution
GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube
15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak
100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke
bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit
untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column
disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan
elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak
DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
28
347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)
DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et
al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan
dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10
menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting
yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel
rambut diganti)
Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan
disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer
(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada
microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan
suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit
pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm
beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan
disimpan pada suhu -20 ordmC
348 Uji Kuantifikasi DNA
Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji
kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL
DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette
DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus
menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi
dan tingkat kemurnian
29
349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)
Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR
master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-
ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT
CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL
DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke
dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas
kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR
mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre
denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing
54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final
extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali
3410 Elektroforesis dan Visualisasi
Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis
horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan
TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL
dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm
dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down
Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker
DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran
Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan
listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki
elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt
selama 60 menit
30
Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam
dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel
agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa
divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator
3411 Sequencing DNA
Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai
ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward
dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan
metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit
(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing
menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)
Malaysia)
35 Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif
(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil
sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis
dianalisis secara deskriptif
351 Analisis Bioinformatika
Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan
kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian
hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak
ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian
dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment
Editor 725 (Hall 2001)
31
Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-
base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)
menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base
similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99
Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple
Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak
MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan
variasi basa sampel
32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi
Berbeda
DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut
DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil
kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari
sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang
mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut
menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini
Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan
metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut
dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai
kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada
Tabel 1
Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua
metode hasil penelitian
Pengulangan ke-
Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)
Kit Konvensional Kit Konvensional
1 Angus 269 102 2100 11100
2 FH 207 109 7810 11720
3 Simmental 263 111 231 11340
Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi
Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah
dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut
33
dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode
sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata
nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah
246plusmn034 dan 107plusmn005
Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar
17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)
Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran
kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di
bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari
tahapan masing-masing metode
Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian
genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya
kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang
dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA
Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi
DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan
meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa
denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan
meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan
nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian
DNA yang baik (gt20)
Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah
nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein
Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al
34
2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini
protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada
nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi
protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat
Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh
lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik
Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode
konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit
yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode
konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti
protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan
mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al
1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses
PCR (Demeke amp Jenkins 2010)
Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa
dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA
diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun
nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang
baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan
konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen
(Demeke amp Jenkins 2010)
Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan
hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit
untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional
35
pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang
cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada
penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal
Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan
konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan
RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)
42 Konfirmasi Gen CEBPα
Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan
dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan
pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain
oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar
1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)
yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701
(Lampiran 4)
Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh
semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di
antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan
panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa
dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)
Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah
dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan
program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa
penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda
Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC
36
(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah
dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut
namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk
membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)
Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339
bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO
Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya
perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer
Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari
merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini
perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1
menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses
tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing
yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template
DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang
Target 1339
bp
37
sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA
teramplifikasi sempurna
Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi
Program PCR
Pre
Denaturation Denaturation Annealing Extension
Final
Extension Siklus
Penelitian
Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40
Referensi
Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35
Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32
He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32
Keterangan tanda () = menit tanda () = detik
43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis
menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh
empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black
(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan
(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean
(XM_0252690201)) (Tabel 3)
Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat
prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis
komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari
runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data
tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database
(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang
38
komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga
mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)
Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan
persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan
referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak
(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat
dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi
Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3
Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI
Sampel Spesies Breed GenBank Accesion
Query Cover
Max Iden
Bali
(B sondaicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Pasundan (B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99
Friesians Holstein
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Angus (B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Peranakan Ongole
(B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99
Simmental
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99
39
Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau
kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di
GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan
kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen
CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen
identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen
fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)
Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang
dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden
2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan
seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi
Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap
sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67
(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki
urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki
runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian
akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover
95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover
99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3)
44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali
Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan
runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4
40
Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi
Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil
ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada
empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo
(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau
Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada
sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)
yaitu terletak pada enam posisi berbeda
Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank
Spesies_Breed Posisi Runutan Basa
88
97
103
271
567
733
832
855
870
921
926
931
957
1088
1149
1175
1196
B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G
B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C
B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T
C
B taurus_Angus C C
B taurus_ Friesians Holstein C C
B taurus_ Simmental C C
B indicus_ Pasundan C C
B indicus_ Peranakan Ongole C C
B sondaicus_ Bali C A C G A
Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T
Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)
Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi
Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi
Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196
(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi
tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)
Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa
yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali
41
memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut
memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut
Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi
Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru
Thymine (T) = merah)
42
Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen
CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson
gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi
dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi
Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki
1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan
mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali
Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi
Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B
banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal
usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan
sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel
sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki
kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus
atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)
(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH
Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya
variasi basa yang ditemukan
Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali
terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan
adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis
kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan
keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah
mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode
43
yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe
dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)
Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan
dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)
(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis
Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi
keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali
(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan
pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al
2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi
karakteristik dari daging sapi Bali
Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et
al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki
kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan
menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et
al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga
mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat
dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan
dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)
Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk
menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin
(subtropis)
Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan
sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi
44
lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan
daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki
kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang
lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari
karkas yang diperoleh
45
BAB V
PENUTUP
51 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa
1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan
PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)
2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi
Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa
3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi
DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit
52 Saran
Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah
populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme
(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak
dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi
tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar
memperoleh hasil yang maksimal
46
DAFTAR PUSTAKA
Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka
Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)
Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular
Research 14(3) 9370ndash9383
Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research
24(13) 2623ndash2625
Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan
Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39
Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan
Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor
Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice
Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773
Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176
Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the
National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7
Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash
ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24
Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods
PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990
Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797
Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11
Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga
47
Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method
of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231
Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194
Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and
Pathology 3(2) 133ndash137
Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food
Research International 43(7) 1866ndash1873
Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology
Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the
Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076
He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle
Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969
Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27
Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and
Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26
Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R
(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science
and Technology 46(6) 909ndash916
Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839
Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from
hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289
Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and
Evolution 33(7) 1870ndash1874
Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer
Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683
Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon
D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To
48
Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of
Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764
Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription
factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742
Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)
Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485
Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology
Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)
Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On
Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087
Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali
(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128
Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9
Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On
Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335
Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A
Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in
Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20
Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash
441
Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect
On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81
Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor
Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam
Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156
Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C
A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle
49
Journal Animal Science 80 3077ndash3085
Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in
The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72
Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water
Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A
Review Meat Science 89(2) 111ndash124
Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374
Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat
[Skripsi] Institut Pertanian Bogor
Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes
transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504
Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)
Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6
Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure
Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75
Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E
Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among
Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158
Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)
Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The
Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299
Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip
Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle
Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020
Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots
In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451
50
Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp
Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with
Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33
Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan
Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from
httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395
Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian
Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470
Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for
bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594
Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole
(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional
Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)
Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan
Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)
Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273
Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian
Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354
Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds
Biodiversitas 17(1) 275ndash295
Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)
Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131
Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang
Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107
Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence
of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554
Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508
Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The
51
CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)
Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19
Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter
Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316
Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular
Research 11(2) 1651ndash1661
Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The
CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077
Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia
(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25
Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20
Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle
Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954
Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal
Science 50(11) 499ndash502
52
LAMPIRAN
Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data
Gen Bank
Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178
Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283
Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247
Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank
Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank
53
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)
Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel
NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian
1
Darah
Pasundan 601 867 173
2 Pasundan 602 1035 194
3 Peranakan Ongole 1691 278 309
4 Peranakan Ongole 1693 234 434
5 Bali 59 173 941
6 Bali 64 192 502
7
Rambut
Angus 171405 105 21
8 Friesians Holstein 310102 202 781
9 Friesians Holstein 310158 116 1134
10 Simmental 4490 22 231
11 Simmental 6115 116 1134
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data GenBank
52
Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data GenBank 52 Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank 52
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα 53 Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel 53
1
BAB I
PENDAHULUAN
11 Latar Belakang
Angka konsumsi daging sapi nasional semakin meningkat Peningkatan
tersebut sebesar 989 per tahun terhitung dalam kurun waktu 1993 sampai
dengan 2015 (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian
Pertanian 2016) Jumlah penduduk yang bertambah dan kesadaran masyarakat
akan pentingnya mengonsumsi protein hewani yang menjadi penyebab
peningkatan konsumsi daging sapi nasional (Wiyatna 2007 Rusono 2015)
Penyediaan daging sapi nasional dipenuhi oleh produksi sapi lokal sebanyak 70
(Rusono 2015)
Sapi Bali (Bos sondaicus) dan sapi Peranakan Ongole atau PO (B indicus)
merupakan sapi potong lokal yang banyak dijadikan sumber pemenuhan daging
sapi nasional (Wiyatna 2007 Yosita et al 2012) Sapi potong lokal lain yang
berpotensi sebagai sumber pemenuhan daging sapi nasional adalah sapi Pasundan
(B indicus) (Sulasmi et al 2017) Selain sapi potong lokal sapi potong yang
berasal dari luar Indonesia (introduksi) juga dijadikan sumber pemenuhan daging
nasional seperti sapi Angus (B taurus) Simmental (B taurus) Friesians Holstein
atau FH (B taurus) Sapi-sapi tersebut mampu beradaptasi dengan baik pada
lingkungan di Indonesia
Saat ini kualitas daging sapi potong lokal perlu ditingkatkan Kualitas
daging sapi dapat diukur berdasarkan parameter berupa warna daging warna
lemak jumlah lemak (Glitsch 2000) rendah lemak (lean meat) (Dagong et al
2012) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al 2011)
2
Penyediaan daging sapi berkualitas dapat dilakukan melalui metode seleksi
molekuler menggunakan gen kandidat yang berasosiasi dengan sifat kualitas
daging sapi
Beberapa gen kandidat yang berasosiasi dengan sifat kualitas daging sapi
seperti Micromolar Calcium Activated Neutral Protease (CAPN1) (Page et al
2002) Leptin (LEP) (Schenkel et al 2005) Calpastatin (CAST) (Schenkel et al
2006) Fatty Acid Binding Protein 4 (FABP4) (Barendse et al 2009)
Diacylglycerol O-Acyltransferase (DGAT1) (Yuan et al 2013) dan
CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα) (Shin et al 2007 Wang et al
2011) Gen CEBPα dapat berasosiasi terhadap komposisi dan pendistribusian
lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al 2011) sehingga
berkontribusi pada peningkatan kualitas daging (Adoligbe et al 2015)
Data terkait gen CEBPα pada sapi baru dikonfirmasi pada sapi Japanese
Black (B taurus) Qinchuan (B taurus) Hanwoo (B taurus) Penelitian
Taniguchi amp Sasaki (1996) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi Japanese
Black Penelitian Wang et al (2012) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi
Qinchuan dengan panjang 1062 base pair (bp) Gen CEBPα pada sapi Qinchuan
memiliki nilai similarity asam amino dengan Sus scrofa (97) Homo sapiens
(95) Rattus norvegicus (94) Oryctolagus cuniculus (94) dan Mus musculus
(93) Penelitian Jeoung et al (2004) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi
Hanwoo dengan panjang 1059 base pair (bp) yang mengodekan 353 asam
amino Pada sapi Hanwoo ekspresi tertinggi gen CEBPα terjadi pada jaringan
adiposa
3
Selain faktor genotipe kondisi lingkungan juga mempengaruhi kualitas
daging sapi (Schutt et al 2009) Fenotipe berupa daging yang berkualitas
merupakan hasil interaksi antara faktor genotipe dan lingkungan (Peaston amp
Whitelaw 2006) Perbedaan kondisi lingkungan berupa iklim menjadikan adanya
perbedaan karakteristik pada daging sapi
Kandungan lemak intramuskular dan lemak internal B taurus (subtropis)
lebih banyak dibandingkan B indicus (tropis) (Yosita et al 2012) Kandungan
lemak pada intramuskular berkorelasi dengan sifat kualitas daging seperti
tenderness (keempukan) (Reverter et al 2003) dan lean meat (rendah lemak)
(Dagong et al 2012) Perbedaan kondisi lingkungan sapi potong lokal (tropis)
dengan sapi potong introduksi (subtropis) memungkinkan adanya variasi basa gen
CEBPα
Penelitian ini untuk mendeteksi keberadaan gen CEBPα yang berasosiasi
dengan sifat kualitas daging pada sapi yang diteliti yaitu sapi potong lokal (sapi
Pasundan PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)
Alasan pemilihan sapi-sapi tersebut karena termasuk ke dalam program
pemerintah dalam pengembangan sapi potong untuk meningkatkan penyediaan
daging sapi nasional (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Kementerian Pertanian 2016)
Penelitian deteksi gen CEBPα diawali dengan tahapan ekstraksi DNA
DNA dapat diperoleh melalui darah saliva sel epitel (Hansen et al 2007) dan
rambut (Heywood et al 2003) Penggunaan sampel rambut merupakan salah satu
alternatif apabila menemui hewan atau ternak yang bernilai tinggi atau liar (tidak
4
dapat memperoleh darah) Pada penelitian deteksi keberadaan suatu gen
efektivitas metode ekstraksi DNA rambut perlu diperhatikan
Ekstraksi DNA rambut umumnya menggunakan kit komersial atau secara
konvensional Salah satu kit ekstraksi DNA yang umum digunakan adalah
gSYSCtrade DNA Extraction Kit Penggunaan kit untuk ekstraksi DNA
memberikan hasil yang baik namun cenderung memerlukan biaya yang mahal
(Demeke amp Jenkins 2010) Metode konvensional dapat dipertimbangkan menjadi
alternatif dalam ekstraksi DNA rambut karena biaya yang murah dan memberikan
hasil yang dapat digunakan dalam analisis molekuler selanjutnya Salah satunya
adalah metode ekstraksi DNA rambut yang diterapkan pada penelitian Kumar et
al (2005) Metode tersebut berhasil dalam mengekstraksi DNA rambut sapi
Pemilihan metode tersebut karena tahapan yang mudah untuk dilakukan dan
menggunakan bahan yang aman terhadap kesehatan
Penelitian ini menjadi langkah awal untuk mengungkap potensi gen
CEBPα pada sapi potong lokal dan sapi potong introduksi yang diteliti Data atau
informasi terkait gen CEBPα yang berasosiasi dengan sifat kualitas daging pada
sapi yang diteliti masih belum tersedia Selanjutnya penelitian ini menjadi salah
satu tahapan penting dalam pemuliaan ternak secara molekular sehingga dapat
diperoleh daging sapi yang berkualitas Selain itu penelitian ini juga
membandingkan hasil metode ekstraksi DNA menggunakan metode kit dan
konvensional untuk memperoleh efisiensi dalam penelitian analisis molekuler
DNA sapi
5
12 Rumusan Masalah
1 Apakah sapi potong lokal (sapi Pasundan PO Bali) dan sapi potong
introduksi (sapi Angus Simmental FH) memiliki gen CEBPα dan
variasi basa pada gen tersebut
2 Apakah ekstraksi DNA rambut dengan metode konvensional dapat
dijadikan metode alternatif selain menggunakan metode kit
13 Hipotesis
1 Sapi potong lokal dan sapi potong introduksi memiliki gen CEBPα dan
terdapat variasi basa pada gen tersebut
2 Ekstraksi DNA rambut dengan menggunakan metode konvensional dapat
dijadikan alternatif selain metode kit
14 Tujuan Penelitian
1 Untuk mengonfirmasi keberadaan gen CEBPα pada sapi yang diteliti
serta memperoleh informasi terkait variasi basa gen CEBPα pada sapi
yang diteliti
2 Untuk mendapatkan metode ekstraksi DNA rambut alternatif selain
dengan menggunakan metode kit
15 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini antara lain
1 Sebagai penelitian awal dalam mengungkap keberadaan gen CEBPα
pada sapi yang diteliti berkaitan dengan kualitas daging sapi yang baik
serta mengetahui dan mempelajari asosiasi gen CEBPα terhadap kualitas
daging sapi
6
2 Berkontribusi dalam seleksi ternak secara molekuler dengan gen
CEBPα berupa sifat kualitas daging berkaitan dengan kandungan lemak
pada sapi potong yang diteliti untuk keperluan program breeding
3 Memperoleh metode alternatif selain metode kit dalam mengekstraksi
DNA rambut yang efisien dan tidak memerlukan biaya yang mahal
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
21 Bangsa Sapi Ternak
Binatang ternak menjadi salah satu mahluk yang dijadikan pembelajaran
dalam Al Quran Al Anrsquoam yang artinya binatang ternak menjadi salah satu nama
surat dalam Al Quran merupakan surat ke-6 yang diturunkan di Mekah dengan
165 ayat Salah satu ayat surat Al Anrsquoam yang menjelaskan tentang peruntukan
binatang ternak adalah pada ayat 142
ldquoDan di antara hewan ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan ada
yang untuk disembelih Makanlah dari rezeki yang telah diberikan Allah
kepadamu dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan Sesungguhnya
setan itu musuh yang nyata bagimurdquo (Al Anrsquoam (6) 142)
Allah Subhanallahu wa Tarsquoala telah memberikan rezeki kepada manusia
berupa binatang ternak yang dapat disembelih dengan tata cara sesuai syariat
Kemudian dagingnya dapat dimanfaatkan sebagai sumber gizi untuk manusia
Berdasarkan hal tersebut diperlukan upaya untuk mengkaji secara ilmiah daging
binatang ternak salah satunya sapi
Secara umum bangsa sapi terbagi menjadi tiga kelompok (Natasamita amp
Mudikdjo 1985) (1) Bos taurus yang merupakan bangsa sapi yang paling besar
berasal dari Eropa Ciri khas B taurus tidak memiliki punuk (2) B indicus
(Zebu) yang merupakan bangsa sapi asal India dan Afrika yang menyebar di
wilayah Asia Ciri khas B indicus memiliki punuk (3) B sondaicus (B bibos)
8
merupakan sapi asli Indonesia yang sudah lama beradaptasi di lingkungan
Indonesia Tubuh B sondaicus relatif lebih kecil dibandingkan B taurus dan B
indicus
Definisi dari sapi lokal adalah sapi asli Indonesia atau hasil persilangan
yang telah ditetapkan sebagai rumpun sapi nasional sedangkan sapi introduksi
merupakan sapi impor (luar Indonesia) yang berkembang biak di Indonesia tanpa
adanya persilangan dengan sapi lokal (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi
Pertanian Kementerian Pertanian 2016) Kumpulan beberapa jenis sapi ternak
yang memiliki kesamaan karakteristik disebut dengan rumpun atau (breed)
(Setiadi 2016) Beberapa breed sapi lokal adalah sapi Pasundan Peranakan
Ongole (PO) Bali dan introduksi adalah sapi Angus Simmental Friesians
Holstein (FH)
22 Sapi Pasundan
Sapi Pasundan (B indicus) merupakan sapi potong lokal yang memiliki
gen khas dari sapi Bali sapi Jawa sapi Ongole dan sapi Madura Sapi Pasundan
memiliki asal usul secara genetik yang merupakan hasil tekanan inbreeding dari
generasi persilangan pada program grading up sapi Ongole dan program grading
up sapi Jawa dengan sapi Madura dan sapi Bali (Baharun 2015) Sapi Pasundan
memiliki karakteristik mudah beradaptasi dengan lingkungan mudah dipelihara
memiliki kualitas karkas yang baik dan relatif tahan terhadap penyakit tropis
(Baharun 2015)
Sapi Pasundan yang baru ditetapkan sebagai kekayaan sumber genetik
ternak lokal Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor
1051kptsSR120102014 tentang penetapan rumpun sapi Pasundan Menurut
9
Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1051kptsSR120102014 karakteristik sapi
Pasundan (Gambar 1) memiliki warna tubuh dominan merah bata terdapat warna
putih pada bagian pelvis dan keempat kaki bagian bawah (tarsus dan carpus)
dengan batasan yang tidak kontras Terdapat garis belut atau garis punggung
sepanjang punggung dengan warna lebih tua dari warna dominan (Gambar 1)
Sapi Pasundan memiliki hidung dan ujung ekor berwarna hitam dengan
bentuk tubuh segi empat serta memiliki tanduk dengan bentuk yang pendek tidak
seragam atau bervariasi dari ukuran kecil sampai besar (Baharun 2015 Sulasmi
et al 2017) Beberapa sapi Pasundan jantan dapat mengalami perubahan warna
dari merah bata menjadi hitam pada saat mencapai fase kelamin dewasa
Gambar 1 Sapi Pasundan di BPPT Sapi Potong Ciamis
(Sumber Baharun 2015)
23 Sapi Peranakan Ongole (PO)
Sapi Peranakan Ongole atau PO (B indicus) merupakan sapi hasil
persilangan secara grading up antara sapi Sumba Ongole dengan sapi Jawa
(Prasetya 2011 Sutarno amp Setyawan 2016) Sapi PO memiliki keunggulan
berupa tidak sulit dalam proses reproduksi dan tingkat kebuntingan nya tinggi
(Subiharta et al 2012) Populasi terbesar sapi PO berada di pulau Jawa terutama
Jawa Timur (Astuti 2004)
10
Karakteristik sapi PO (Gambar 2) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)
berwarna putih atau abu-abu warna hitam di ekor dan rambut di sekitar mata
bentuk kepala melengkung pendek tanduk pendek telinga menggantung yang
panjang dan perut yang agak besar terkadang ada bercak hitam di lututnya
Memiliki warna tubuh putih hingga keabu-abuan Sapi jantan memiliki warna
keabu-abuan lebih sering muncul di sekitar gelambir leher ekor dan kepala
sedangkan pada sapi betina warna putih lebih dominan (Sudrajad amp Adinata
2013)
Gambar 2 Sapi PO di Peternakan Terbuka (Sumber Kementerian Pertanian 2012)
24 Sapi Bali
Sapi Bali (B sondaicus) merupakan keturunan dari Banteng (B banteng)
(Talib 2002 Purwantara et al 2012) yang telah mengalami domestikasi selama
bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Sapi Bali merupakan salah satu sapi
asli Indonesia (Margawati 2012) Sapi Bali memiliki ciri fisik yang sedikit
mengalami perubahan dari banteng (Mahdi et al 2013) Sapi Bali mewakili 27
dari total populasi yang ada di Indonesia dan menjadi sapi utama untuk
peternakan kecil Populasi sapi Bali tersebar di pulau Bali Sulawesi Selatan
Nusa Tenggara Timur dan Barat (Purwantara et al 2012)
Karakteristik sapi Bali (Gambar 3) memiliki warna tubuh merah bata
memiliki garis belut atau garis di sepanjang punggung Warna sapi jantan akan
11
berubah kehitaman sedangkan warna sapi betina relatif tetap setelah dewasa Sapi
Bali tidak memiliki punuk dan keempat kaki bagian bawahnya berwarna putih
(Abidin 2010)
Gambar 3 Sapi Bali Betina dan Jantan (a) Betina (b) Jantan (Sumber Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali 2015)
25 Sapi Angus
Sapi Angus (B taurus) berasal dari Skotlandia Utara yang beriklim dingin
dan lembap Menurut Sutarno amp Setyawan (2016) Berat badan umur 15 tahun
dapat mencapai 650 kg Karakteristik sapi Angus (Gambar 4) memiliki bentuk
tubuh lebar dan rata Warna tubuh keseluruhan hitam namun terkadang ada
warna putih di bagian belakang bawah pusat tidak bertanduk bentuk tubuh rata
seperti papan dan dagingnya padat
Gambar 4 Sapi Angus di Peternakan Kabupaten Seragen
(Sumber Adinata et al 2017)
26 Sapi Simmental
Sapi Simmental (B taurus) merupakan salah satu jenis ternak tertua di
dunia yang bertahan hingga saat ini Sapi Simmental merupakan jenis sapi
(b) (a)
12
subtropis Sapi Simmental berasal dari Switzerland yang telah dijinakkan setelah
abad ke-13 Sapi Simmental dan semen beku pada tahun 1985 tiba di Indonesia
dari New Zealand dan Australia (Sutarno amp Setyawan 2016)
Karakteristik sapi Simmental (Gambar 5) menurut Sutarno amp Setyawan
(2016) memiliki tubuh yang berotot dan kukuh pertumbuhan otot yang cepat
jenis spesifik yang ditemukan di Indonesia memiliki wajah kuning atau merah
kecokelatan dengan kaki bawah putih dan ujung ekor putih Berat seekor sapi
dewasa bisa melebihi 1000 kilogram
Gambar 5 Sapi Simmental di Peternakan Tradisional
(Sumber Sutarno amp Setyawan 2016)
27 Sapi Friesians Holstein (FH)
Sapi Friesians Holstein (FH) (B taurus) telah dikembangkan sejak abad
ke-13 di Belanda (Belanda Utara dan Friesland) dan Jerman Utara (Schleswig-
Holstein) untuk menghasilkan sejenis ternak yang mampu mengonsumsi rumput
lokal Usaha untuk pengembang biakan menghasilkan ternak sapi perah terbaik di
dunia dengan warna hitam dan putih khas Sapi FH pertama kali diimpor dari
Belanda pada abad ke-19 (Sutarno amp Setyawan 2015)
Karakteristik sapi FH (Gambar 6) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)
umumnya berwarna hitam dengan warna putih garis-garis tetapi kadang-kadang
merah dengan garis-garis putih dan dengan batas warna yang jelas Kepala
13
panjang lebar dan lurus Sapi FH memiliki tanduk yang pendek dan melengkung
memiliki mulut lebar lubang hidung terbuka lebar rahang kuat telinga ukuran
sedang dahi lebar leher panjang dan tipis Bahu yang besar terletak di dinding
dada dan membentuk sendi yang baik dengan tubuh Punggung yang kokoh dan
rata dengan tulang punggung yang saling terhubung dengan baik
Gambar 6 Sapi FH di Peternakan Terbuka
(Sumber Sutarno amp Setyawan 2015)
28 Nutrisi dan Kualitas Daging Sapi
Daging sapi menjadi salah satu sumber pemenuhan protein yang memiliki
banyak kandungan nutrisi Kandungan nutrisi dari daging sapi berupa vitamin D
vitamin B12 zat besi selenium seng dan asam lemak esensial Omega 3 (Scollan
et al 2006) Kandungan lain dari daging sapi adalah 75 air 20 protein 3
lemak dan 2 substansi non-protein larut Substansi non-protein larut tersebut
berupa 45 nitrogen 45 karbohidrat 8 komponen anorganik 3 vitamin
dan 3 logam (Tornberg 2005)
Penjualan daging sapi dipengaruhi oleh daya tarik daging bagi konsumen
yang digambarkan sebagai kualitas daging Kualitas daging didefinisikan sebagai
sifat yang dirasakan konsumen secara visual dan sensoris (Becker 2000)
Kualitas daging diukur berdasarkan parameter berupa warna daging warna
lemak jumlah lemak (Glitsch 2000) tekstur nilai marbling (intramuscular fat)
14
(Lee et al 2007) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al
2011) dan lean meat (Dagong et al 2012)
Menurut Becker (2000) empat karakteristik makanan daging berkualitas
sebagai berikut (1) Karakteristik yang menunjukkan kandungan gizi protein
lemak kandungan karbohidrat (2) Karakteristik yang menunjukkan kualitas
pengolahan panjang sarkomer nilai pH warna kegemukan kapasitas pengikat
air (3) Karakteristik yang menunjukkan kualitas hygienic-toxicological residu
kontaminan status mikroorganisme zat aditif (4) Karakteristik yang
menunjukkan kualitas sensorik tekstur (tenderness juiciness) rasa atau bau dan
warna atau penampilan (marbling)
29 CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs)
CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs) merupakan keluarga
transkripsi yang mengandung domain leucine zipper dasar yang conserved atau
tidak berubah (Gambar 7) pada C-terminus yang terlibat dalam dimerisasi dan
pengikatan DNA (Ramji amp Foka 2002) Protein CEBP pertama kali
diidentifikasi di laboratorium Steve McKnight sebagai faktor stabil panas pada
inti hati tikus yang mampu berinteraksi dengan motif CCAAT box yang terdapat
pada beberapa promoter gen seluler (Johnson amp McKnight 1989)
Gen CCAATEnhancer Binding Protein (CEBP) merupakan keluarga faktor
transkripsi yang terekspresikan pada proses diferensiasi preadiposit (He et al
2011) Peran dari keluarga CEBP diantaranya pada diferensiasi seluler
mengontrol metabolisme proliferasi seluler regulasi peradangan (Ramji amp Foka
2002) siklus sel hematopoiesis perkembangan skeletal dan respons host imun
(Tsukada et al 2011) Terdapat enam anggota kelompok gen CEBP yang telah
15
diisolasi dan di karakterisasi yaitu CEBPα CEBPβ CEBPγ CEBPδ CEBPε
dan CEBPδ (Ramji amp Foka 2002) Gen tersebut memainkan peran penting dalam
diferensiasi adiposit (Lane et al 1999)
Gambar 7 Ilustrasi dari Leucine Zipper Domain
(Sumber Tsukada et al 2011)
210 Gen CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα)
Daerah promoter proksimal gen CCAATEnhancer Binding Protein α
(CEBPα) pada tikus pertama kali dicirikan dan menunjukkan mengandung
tempat pengikatan potensial untuk CEBP Sp1 Nuclear Factor (NF)-1 NF-Y
Upstream Stimulating Factor (USF) Basic Transcription Element Binding
Protein (BTEB) dan NF-Κb (Christy et al 1991) Promoter gen CEBPα dapat
diaktifkan secara otomatis di dalam sel yang dapat ditransfer melalui ekspresi dari
plasmid (Legraverend et al 1993)
Sequence gen CEBPα sapi memiliki kesamaan 899 pada urutan
nukleotida dan 925 urutan asam amino dengan gen tikus (Taniguchi amp Sasaki
1996) Gen CEBPα sapi seperti gen tikus yaitu bebas intron Open reading
frame (nukleotida 169 ndash 1230) pada gen CEBPα sapi mengodekan protein 353
16
residu asam amino yang merupakan lima asam amino lebih pendek dari pada
protein tikus (Taniguchi amp Sasaki 1996) Asam amino tersebut terekspresi
sebelum transkripsi gen spesifik adiposit yang memiliki situs pengikatan gen
CEBPα (Wang et al 2011) Urutan seperti kotak TATA terletak di nukleotida 13
ndash 18 namun situs mulai transkripsi tidak ditentukan (Taniguchi amp Sasaki 1996)
Faktor transkripsi CEBPα memainkan peranan penting selama
diferensiasi preadiposit menjadi adiposit Gen CEBPα diidentifikasi sebagai
Nuclear Factor (NF) yang di induksi saat diferensiasi yang mengikat secara
spesifik ke promotor beberapa gen (Vasseur-Cognet amp Lane 1993) Gen CEBPα
memainkan peran penting dalam pengendapan lemak dan diferensiasi adiposit
(Shin et al 2007) Gen CEBPα menjadi kandidat gen penting untuk
diidentifikasi secara marker genetik pada karkas dan sifat kualitas daging sapi
ternak (Shin et al 2007) Gen CEBPα juga dapat mengatur metabolisme energi
dan nutrisi dengan mengaktifkan beberapa gen spesifik seperti
phosphoenolpyruvate carboxykinase dan reseptor insulin (Park et al 1990)
211 Pengaruh Lingkungan Terhadap Kualitas Daging
Kondisi lingkungan berupa temperatur akan mempengaruhi keadaan
fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Kondisi lingkungan secara langsung
mempengaruhi proses metabolisme organ dan otot (Gregory 2010) Pada zona
nyaman sapi akan sedikit mengeluarkan energi dan tidak terpengaruh oleh
temperatur lingkungan sebaliknya jika berada diluar zona nyaman sapi akan
mengalami stres yang bertujuan untuk mengembalikan kepada kondisi tubuh yang
normal (Nardone et al 2006) Kondisi tersebut akan menyebabkan terjadinya
17
perubahan seperti pola makan fisiologis dan fungsi metabolisme pada kuantitas
dan kualitas produksi dari sapi itu sendiri
Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan menyebabkan terjadinya
penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et al 2001 Mader amp Davis
2004) yang terjadi pada sapi B indicus (Gregory 2010) Suhu di atas 30degC akan
menyebabkan terjadinya penurunan jumlah berat badan (Nardone et al 2006)
Pada periode yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi
perubahan fenotipe dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006 Gregory 2010)
18
BAB III
METODE
31 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari ndash Juni 2018 di
Laboratorium Genetika Molekuler Hewan Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI
Cibinong Jl Raya Bogor KM 46 Bogor Jawa Barat
32 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik
micropipette 10 microL 200 microL 1000 microL (Boesco dan Bio-Rad) dan pH meter
(Thermo Orion) tabung vacutainer mengandung K3EDTA holder dan jarum
needle ukuran 21G microcentrifuge tube 15 mL sentrifugator (Hermile Z 300
K) vortex (Barnstead Thermolyne) micropipette 1000 microL (Boesco) blue tips
white tips yellow tips shaker agigator (Thermo Scientific) parafilm pipet
Pasteur autoklaf (Trace Raypa) spektromotometer UV-Vis (GeneQuant) cuvette
dan laminar air flow (Telstar BH ndash 100) tangki elektroforesis horizontal (Bio-
Rad) power supply (Bio-Rad) timbangan analitik (Preciso XT 120A) hot plate
stirrer (Thermolyne Cimarec 2) pH meter (Thermo Orion) vortex (Barnstead
Thermolyne) Sentrifugator (HermLe Z 300 K) shaker (Bio Green) thermocycler
(Eppendorf) UV-transiluminator (Major Science)
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Red Cell Lysis Buffer
(RCLB) 250 mL pH 72 Tris Buffer Solution (TBS) 250 mL pH 74 TE Buffer
250 mL pH 8 Sodium Dedocyl Sulfate (SDS) (Mp Biomedicals) K3EDTA
(Garnier Bio One) Proteinase-K (Roche Diagnostic) PCR Buffer (Qiagen)
Proteinasi-K (Geneaid) proteinase-K Solution Ethylene Diamine Tetracetic Acid
19
(EDTA) (Mp Biomedicals) alkohol 70 alkohol absolut dingin tissue tissue
kimwipe NaCl Pekat Destillation Water (DW) steril Primer CEBPα forward
dan reverse (Integrated DNA Technolgies) TE buffer Double Destillation Water
(DDW) free nuclease (Ferementas) DNA ladder (Vivantis) PCR master mix kit
KAPA2G Robust (Kapa Biosystem) Gel Agarosa (Roche) boric acid (Merck)
tris base (Himedia) KCl (Merck) NaCl (Genetika Science) KHCO3 (Merck)
NH4Cl (Merck) Ethidium Bromida (EtBr) (Merck) gSYSCtrade DNA Extraction
Kit GS100 (Geneaid) amplop kertas
33 Sampel Penelitian
Breed sapi yang diteliti terbagi menjadi dua kelompok yaitu 1) Sapi potong
lokal (sapi Pasundan PO Bali) 2) Sapi potong introduksi (sapi Angus
Simmental FH) Sumber DNA berasal dari 1) Darah (sapi Pasundan PO Bali)
2) Rambut (sapi Angus Simmental FH) Darah atau rambut yang diambil
berasal dari dua individu berbeda setiap jenisnya kecuali sampel rambut sapi
Angus yang diperoleh dari satu individu saja
Jenis sapi yang diteliti berasal dari berbagai tempat yang berbeda yaitu 1)
Sapi Pasundan berasal dari Balai Pengembangan Perbibitan Ternak (BPPT) Sapi
Potong Ciamis 2) Sapi PO berasal dari BPPT Grobogan 3) Sapi Bali berasal dari
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Peninda Bali 4) sapi Angus
Simmental FH berasal dari Badan Embrio Ternak (BET) Cipelang Bogor
Regulasi dari BET yang tidak memperbolehkan pengambilan sampel darah
menjadi alasan utama diambilnya sampel rambut dari sapi Angus Simmental
FH Keseluruhan sampel rambut sapi yang diperoleh dari BET merupakan sapi
asli (origin) yang belum dilakukan perkawinan silang
20
34 Prosedur Kerja
341 Sterilisasi Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini di sterilisasi dengan
autoklaf pada suhu 121degC dan tekanan sebesar 1 atm selama 15 menit
342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA
a Pembuatan RCLB (Red Cell Blood Buffer)
Larutan RCLB dibuat sebanyak 1000 mL (pH 72) Larutan RCLB terbuat
dari bahan kimia NH4Cl dan KHCO3 Bahan tersebut ditimbang dengan
timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian dipindahkan ke beaker
glass dan ditambahkan EDTA 05 M sebanyak 200 microL serta DW sebanyak 300
mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot plate stirrer
Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan pH meter Nilai pH yang
terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH terlalu tinggi
ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian ditambahkan
DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott Duran 1000
mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan disimpan di
lemari pendingin
b Pembuatan TBS (Tris Buffer Solution)
Larutan TBS dibuat sebanyak 1000 mL (pH 74) dengan bahan yang
terdiri dari NaCl KCl tris base Bahan-bahan kimia tersebut ditimbang dengan
timbangan analitik dan dipindahkan ke beaker glass yang dilarutkan
menggunakan DW sebanyak 300 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan
di atas hot plate stirrer Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan menggunakan
pH meter jika pH terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH
21
terlalu tinggi ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian
ditambahkan DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott
Duran 1000 mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan
disimpan di lemari pendingin
c Pembuatan Proteinase-K Solution
Proteinase-K ditimbang pada timbangan analitik Proteinase-K kemudian
dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 45 mL serta EDTA
05 M sebanyak 54 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot
plate stirrer tanpa dipanaskan Larutan yang telah homogen ditambahkan Sodium
Dedocyl Sulfate (SDS) 10 sebanyak 378 mL Larutan tersebut kemudian
dihomogenkan di hot plate stirrer tanpa dipanaskan
d Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 5x)
Larutan TBE 5x yang dibuat sebanyak 500 mL boric acid dan tris base
ditimbang dengan timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian
dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 500 mL dan EDTA
05 M sebanyak 10 mL Larutan tersebut dihomogenkan di atas hot plate stirrer
dipanaskan setelah homogen dimasukan ke dalam botol Schott Duran 500 mL
dan disimpan di lemari pendingin
e Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 1x)
Larutan TBE 1x dibuat dengan mengencerkan 200 mL TBE 5x Larutan
TBE 1x dipindahkan pada botol Schott Duran 1000 mL Larutan tersebut
ditambahkan DW sampai 1000 mL Larutan tersebut disimpan pada lemari
pendingin
22
f Pengenceran Primer Gen CEBPα (10 pMmicroL)
Primer dalam bentuk pelet diencerkan dengan TE Buffer untuk
memperoleh primer stock Primer forward diencerkan dengan 333 microL TE Buffer
sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer reverse diencerkan dengan
332 microL sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer yang digunakan
dalam penelitian ini adalah primer CEBPα yang didesain pada penelitian (Shin
et al 2007) dengan ukuran 20 pb Primer CEBPα forward (5´-
ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) dan reverse (5´-TCAAAGTCG
TTGCCGCCTCC-3´)
Primer forward dan reverse CEBPα stock (100 pMmicroL) masing-masing
diambil sebanyak 5 microL dengan micropipette 2 ndash 20 microL dan dicampurkan ke dalam
microcentrifuge tube 15 mL baru yang telah berisi DDW free nuclease sebanyak
45 microL Larutan tersebut dicampur hingga homogen dengan cara dilakukan
mengetuk berulang bagian bawah microcentrifuge tube menggunakan ujung jari
Pengenceran primer dilakukan di laminar air flow Microcentrifuge tube yang
berisi primer dilakukan spin down dengan spin down sentrifugator agar larutan
yang berada di dinding microcentrifuge tube turun ke dasar Primer kemudian
disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
g Pembuatan Alat Pemanenan DNA
Alat pemanen DNA dibuat dari pipet Pasteur yang dimodifikasi dengan
membentuk ujung pipet seperti kail Pembentukan tersebut dilakukan dengan
memanaskan pipet di atas bunsen spiritus kemudian ditarik secara perlahan dan
dibuat melengkung seperti kail
23
h Pembuatan Gel Agarosa
Serbuk gel agarosa sebanyak 1 g ditimbang dengan timbangan analitik dan
dipindahkan ke botol Schott Duran 250 mL Serbuk gel agarosa ditambahkan
TBE 1x sebanyak 100 mL kemudian dipanaskan dan dihomogenkan dengan hot
plate stirrer sampai bening Larutan yang sudah homogen dicetak pada wadah
pencetak gel yang sudah terdapat sisir untuk membuat sebanyak 20 sumuran dan
diamkan sampai padat atau mengeras
343 Pengambilan Sampel Darah Sapi
Darah sampel diambil melalui vena caudalis sebanyak 5 mL Pengambilan
darah dilakukan dengan mengangkat caudal (ekor) dari sapi vena caudalis dicari
dengan meraba bagian ekor Jarum yang telah terpasang holder ditusukkan pada
vena caudalis dan tabung vacutainer mengandung K3EDTA dipasang pada
holder Darah yang mengalir ditampung pada tabung vacutainer kemudian
dicabut setelah darah berhenti Jarum dan holder kemudian dicabut dari vena
caudalis Tabung vacutainer yang berisi darah disimpan pada freezer dengan
suhu -20oC
344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990)
DNA yang berasal dari darah diisolasi menggunakan metode Montgomery
amp Sise (1990) dengan prosedur sebagai berikut
a Red Blood Cell Lysis
Sampel darah sebanyak 5 mL dipindahkan tabung Falcon 15 mL dan
ditambahkan larutan RCLB (pH 72) sampai 7 mL Sampel darah dihomogenkan
dengan vortex dan didiamkan selama 10 menit Sampel kemudian disentrifugasi
dengan sentrifugator selama 10 menit suhu 4degC kecepatan 3500 rpm Sampel
24
ditimbang menggunakan timbangan ganda agar proses sentrifugasi berjalan
dengan sempurna jika berat belum seimbang maka ditambah larutan RCLB
Supernatan yang diperoleh setelah proses sentrifugasi kemudian dibuang
sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Pelet ditambahkan RCLB sampai 5
mL kemudian divorteks hingga pelet hancur atau homogen Sampel disentrifugasi
selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang
diperoleh kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet kembali
ditambahkan RCLB sampai 3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau
homogen dan didiamkan selama 10 menit kemudian dilanjutkan tahapan ekstraksi
DNA
b White Blood Cell Collection
Sampel tahapan sebelumnya kemudian ditambahkan TBS (pH 74)
sebanyak 5 mL dan dikocok sebentar Sampel disentrifugasi selama 10 menit
dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang diperoleh kemudian
dibuang sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Sampel kemudian
ditambahkan TBS sebanyak 5 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau
homogen Sampel selanjutnya disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC
dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang didapatkan kemudian dibuang
sehingga hanya pelet yang tersisa Sampel kemudian ditambahkan TBS sebanyak
3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau homogen
Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan
3500 rpm Sampel divorteks perlahan hingga lapisan merah hilang Supernatan
yang didapatkan kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet
25
selanjutnya dikeringkan setelah kering ditambahkan TE 2 mL Sampel divorteks
sampai pelet hancur atau homogen
c Protein Lysis
Sampel yang sudah homogen dengan larutan TE selanjutnya ditambahkan
Proteinase-K solution sebanyak 200 microL tanpa divorteks atau dihomogenkan
Tabung Falcon 15 mL yang berisi sampel selanjutnya di-seal menggunakan
parafilm Sampel diinkubasi menggunakan shaker Agigator selama 24 jam dengan
suhu 37degC dan kecepatan 150 rpm
d Pemanenan DNA
Sampel yang telah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya ditambahkan
NaCl 5 M pekat sebanyak 2 mL Sampel diberi goyangan dengan membentuk
pola angka 8 dengan sangat perlahan setelah itu dikocok kuat sebanyak 2 kali
Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 10degC dan kecepatan 3500
rpm Supernatan dituang pada tabung reaksi yang berisi alkohol absolut dingin
Bagian permukaan tabung reaksi ditutup dengan parafilm sampai rapat Tabung
reaksi dibolak-balikan sampai terbentuk gelembung-gelembung yang melayang
Fraksi gelembung yang melayang diambil dengan pipet Pasteur yang telah
dimodifikasi dan dicelupkan secara cepat ke dalam alkohol 70 kemudian
dikeringkan dengan tissue kimwipe Gumpalan tersebut dimasukan kedalam
microcentrifuge tube 15 mL yang telah berisikan DW steril sebanyak 200 microL
Sampel dihomogenkan menggunakan alat shaker pada suhu ruang agar larut
DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
26
345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi
Pengambilan rambut dilakukan pada bagian ekor minimal rambut
sebanyak 20 helai Rambut pada bagian ekor ditarik searah dengan titik tumbuh
dari rambut tersebut Tahapan tersebut dilakukan dengan cepat agar diperoleh
bagian rambut yang utuh dengan folikel Rambut tersebut ditempelkan pada kertas
dengan selotip berbahan kertas tanpa mengenai bagian folikel dan disimpan di
dalam amplop
346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)
Tahapan isolasi DNA dari rambut menggunakan gSYSCtrade DNA
Extraction Kit GS100 (Geneaid) dengan prosedur sebagai berikut
a Cell Lysis
Sepuluh helai rambut dipotong-potong dengan ukuran 05 ndash 1 cm
termasuk bagian folikel Potongan tersebut dipindahkan ke dalam microsentrifuge
tube 15 mL ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K
(dipastikan potongan terendam) dicampur dengan cara dikocok Larutan
diinkubasi dengan suhu 60degC selama 30 menit Pada proses inkubasi
microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung microcentrifuge tube
secara perlahan setiap 5 menit GSB Buffer sebanyak 200 μL ditambahkan dan
dikocok dengan kuat dan diinkubasi kembali pada suhu 60ordmC selama 20 menit
Selama proses inkubasi microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung
secara perlahan setiap 5 menit
b DNA Binding
Sampel tahapan sebelumnya ditambahkan 200 μL etanol absolut
dikocok dengan kuat selama 10 detik Endapan yang muncul dipecah dengan
27
menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan
tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan
tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit
Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi
dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru
c Pencucian
W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan
sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30
detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column
diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL
Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan
kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi
kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi
yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit
untuk mengeringkan kolom matriks
d Elution
GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube
15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak
100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke
bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit
untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column
disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan
elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak
DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
28
347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)
DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et
al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan
dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10
menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting
yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel
rambut diganti)
Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan
disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer
(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada
microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan
suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit
pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm
beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan
disimpan pada suhu -20 ordmC
348 Uji Kuantifikasi DNA
Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji
kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL
DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette
DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus
menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi
dan tingkat kemurnian
29
349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)
Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR
master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-
ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT
CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL
DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke
dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas
kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR
mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre
denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing
54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final
extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali
3410 Elektroforesis dan Visualisasi
Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis
horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan
TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL
dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm
dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down
Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker
DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran
Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan
listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki
elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt
selama 60 menit
30
Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam
dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel
agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa
divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator
3411 Sequencing DNA
Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai
ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward
dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan
metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit
(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing
menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)
Malaysia)
35 Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif
(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil
sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis
dianalisis secara deskriptif
351 Analisis Bioinformatika
Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan
kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian
hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak
ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian
dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment
Editor 725 (Hall 2001)
31
Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-
base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)
menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base
similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99
Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple
Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak
MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan
variasi basa sampel
32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi
Berbeda
DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut
DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil
kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari
sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang
mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut
menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini
Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan
metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut
dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai
kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada
Tabel 1
Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua
metode hasil penelitian
Pengulangan ke-
Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)
Kit Konvensional Kit Konvensional
1 Angus 269 102 2100 11100
2 FH 207 109 7810 11720
3 Simmental 263 111 231 11340
Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi
Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah
dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut
33
dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode
sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata
nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah
246plusmn034 dan 107plusmn005
Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar
17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)
Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran
kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di
bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari
tahapan masing-masing metode
Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian
genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya
kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang
dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA
Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi
DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan
meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa
denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan
meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan
nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian
DNA yang baik (gt20)
Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah
nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein
Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al
34
2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini
protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada
nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi
protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat
Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh
lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik
Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode
konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit
yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode
konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti
protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan
mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al
1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses
PCR (Demeke amp Jenkins 2010)
Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa
dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA
diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun
nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang
baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan
konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen
(Demeke amp Jenkins 2010)
Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan
hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit
untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional
35
pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang
cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada
penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal
Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan
konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan
RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)
42 Konfirmasi Gen CEBPα
Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan
dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan
pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain
oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar
1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)
yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701
(Lampiran 4)
Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh
semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di
antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan
panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa
dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)
Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah
dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan
program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa
penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda
Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC
36
(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah
dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut
namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk
membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)
Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339
bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO
Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya
perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer
Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari
merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini
perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1
menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses
tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing
yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template
DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang
Target 1339
bp
37
sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA
teramplifikasi sempurna
Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi
Program PCR
Pre
Denaturation Denaturation Annealing Extension
Final
Extension Siklus
Penelitian
Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40
Referensi
Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35
Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32
He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32
Keterangan tanda () = menit tanda () = detik
43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis
menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh
empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black
(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan
(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean
(XM_0252690201)) (Tabel 3)
Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat
prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis
komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari
runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data
tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database
(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang
38
komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga
mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)
Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan
persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan
referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak
(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat
dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi
Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3
Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI
Sampel Spesies Breed GenBank Accesion
Query Cover
Max Iden
Bali
(B sondaicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Pasundan (B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99
Friesians Holstein
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Angus (B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Peranakan Ongole
(B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99
Simmental
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99
39
Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau
kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di
GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan
kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen
CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen
identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen
fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)
Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang
dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden
2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan
seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi
Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap
sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67
(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki
urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki
runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian
akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover
95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover
99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3)
44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali
Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan
runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4
40
Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi
Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil
ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada
empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo
(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau
Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada
sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)
yaitu terletak pada enam posisi berbeda
Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank
Spesies_Breed Posisi Runutan Basa
88
97
103
271
567
733
832
855
870
921
926
931
957
1088
1149
1175
1196
B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G
B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C
B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T
C
B taurus_Angus C C
B taurus_ Friesians Holstein C C
B taurus_ Simmental C C
B indicus_ Pasundan C C
B indicus_ Peranakan Ongole C C
B sondaicus_ Bali C A C G A
Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T
Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)
Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi
Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi
Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196
(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi
tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)
Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa
yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali
41
memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut
memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut
Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi
Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru
Thymine (T) = merah)
42
Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen
CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson
gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi
dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi
Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki
1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan
mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali
Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi
Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B
banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal
usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan
sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel
sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki
kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus
atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)
(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH
Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya
variasi basa yang ditemukan
Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali
terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan
adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis
kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan
keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah
mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode
43
yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe
dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)
Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan
dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)
(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis
Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi
keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali
(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan
pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al
2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi
karakteristik dari daging sapi Bali
Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et
al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki
kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan
menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et
al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga
mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat
dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan
dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)
Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk
menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin
(subtropis)
Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan
sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi
44
lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan
daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki
kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang
lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari
karkas yang diperoleh
45
BAB V
PENUTUP
51 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa
1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan
PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)
2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi
Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa
3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi
DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit
52 Saran
Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah
populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme
(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak
dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi
tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar
memperoleh hasil yang maksimal
46
DAFTAR PUSTAKA
Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka
Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)
Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular
Research 14(3) 9370ndash9383
Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research
24(13) 2623ndash2625
Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan
Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39
Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan
Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor
Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice
Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773
Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176
Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the
National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7
Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash
ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24
Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods
PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990
Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797
Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11
Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga
47
Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method
of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231
Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194
Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and
Pathology 3(2) 133ndash137
Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food
Research International 43(7) 1866ndash1873
Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology
Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the
Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076
He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle
Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969
Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27
Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and
Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26
Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R
(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science
and Technology 46(6) 909ndash916
Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839
Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from
hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289
Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and
Evolution 33(7) 1870ndash1874
Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer
Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683
Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon
D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To
48
Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of
Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764
Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription
factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742
Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)
Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485
Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology
Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)
Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On
Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087
Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali
(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128
Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9
Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On
Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335
Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A
Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in
Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20
Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash
441
Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect
On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81
Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor
Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam
Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156
Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C
A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle
49
Journal Animal Science 80 3077ndash3085
Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in
The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72
Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water
Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A
Review Meat Science 89(2) 111ndash124
Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374
Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat
[Skripsi] Institut Pertanian Bogor
Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes
transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504
Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)
Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6
Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure
Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75
Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E
Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among
Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158
Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)
Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The
Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299
Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip
Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle
Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020
Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots
In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451
50
Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp
Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with
Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33
Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan
Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from
httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395
Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian
Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470
Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for
bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594
Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole
(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional
Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)
Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan
Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)
Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273
Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian
Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354
Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds
Biodiversitas 17(1) 275ndash295
Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)
Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131
Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang
Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107
Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence
of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554
Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508
Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The
51
CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)
Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19
Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter
Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316
Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular
Research 11(2) 1651ndash1661
Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The
CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077
Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia
(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25
Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20
Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle
Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954
Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal
Science 50(11) 499ndash502
52
LAMPIRAN
Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data
Gen Bank
Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178
Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283
Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247
Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank
Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank
53
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)
Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel
NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian
1
Darah
Pasundan 601 867 173
2 Pasundan 602 1035 194
3 Peranakan Ongole 1691 278 309
4 Peranakan Ongole 1693 234 434
5 Bali 59 173 941
6 Bali 64 192 502
7
Rambut
Angus 171405 105 21
8 Friesians Holstein 310102 202 781
9 Friesians Holstein 310158 116 1134
10 Simmental 4490 22 231
11 Simmental 6115 116 1134
1
BAB I
PENDAHULUAN
11 Latar Belakang
Angka konsumsi daging sapi nasional semakin meningkat Peningkatan
tersebut sebesar 989 per tahun terhitung dalam kurun waktu 1993 sampai
dengan 2015 (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian
Pertanian 2016) Jumlah penduduk yang bertambah dan kesadaran masyarakat
akan pentingnya mengonsumsi protein hewani yang menjadi penyebab
peningkatan konsumsi daging sapi nasional (Wiyatna 2007 Rusono 2015)
Penyediaan daging sapi nasional dipenuhi oleh produksi sapi lokal sebanyak 70
(Rusono 2015)
Sapi Bali (Bos sondaicus) dan sapi Peranakan Ongole atau PO (B indicus)
merupakan sapi potong lokal yang banyak dijadikan sumber pemenuhan daging
sapi nasional (Wiyatna 2007 Yosita et al 2012) Sapi potong lokal lain yang
berpotensi sebagai sumber pemenuhan daging sapi nasional adalah sapi Pasundan
(B indicus) (Sulasmi et al 2017) Selain sapi potong lokal sapi potong yang
berasal dari luar Indonesia (introduksi) juga dijadikan sumber pemenuhan daging
nasional seperti sapi Angus (B taurus) Simmental (B taurus) Friesians Holstein
atau FH (B taurus) Sapi-sapi tersebut mampu beradaptasi dengan baik pada
lingkungan di Indonesia
Saat ini kualitas daging sapi potong lokal perlu ditingkatkan Kualitas
daging sapi dapat diukur berdasarkan parameter berupa warna daging warna
lemak jumlah lemak (Glitsch 2000) rendah lemak (lean meat) (Dagong et al
2012) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al 2011)
2
Penyediaan daging sapi berkualitas dapat dilakukan melalui metode seleksi
molekuler menggunakan gen kandidat yang berasosiasi dengan sifat kualitas
daging sapi
Beberapa gen kandidat yang berasosiasi dengan sifat kualitas daging sapi
seperti Micromolar Calcium Activated Neutral Protease (CAPN1) (Page et al
2002) Leptin (LEP) (Schenkel et al 2005) Calpastatin (CAST) (Schenkel et al
2006) Fatty Acid Binding Protein 4 (FABP4) (Barendse et al 2009)
Diacylglycerol O-Acyltransferase (DGAT1) (Yuan et al 2013) dan
CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα) (Shin et al 2007 Wang et al
2011) Gen CEBPα dapat berasosiasi terhadap komposisi dan pendistribusian
lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al 2011) sehingga
berkontribusi pada peningkatan kualitas daging (Adoligbe et al 2015)
Data terkait gen CEBPα pada sapi baru dikonfirmasi pada sapi Japanese
Black (B taurus) Qinchuan (B taurus) Hanwoo (B taurus) Penelitian
Taniguchi amp Sasaki (1996) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi Japanese
Black Penelitian Wang et al (2012) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi
Qinchuan dengan panjang 1062 base pair (bp) Gen CEBPα pada sapi Qinchuan
memiliki nilai similarity asam amino dengan Sus scrofa (97) Homo sapiens
(95) Rattus norvegicus (94) Oryctolagus cuniculus (94) dan Mus musculus
(93) Penelitian Jeoung et al (2004) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi
Hanwoo dengan panjang 1059 base pair (bp) yang mengodekan 353 asam
amino Pada sapi Hanwoo ekspresi tertinggi gen CEBPα terjadi pada jaringan
adiposa
3
Selain faktor genotipe kondisi lingkungan juga mempengaruhi kualitas
daging sapi (Schutt et al 2009) Fenotipe berupa daging yang berkualitas
merupakan hasil interaksi antara faktor genotipe dan lingkungan (Peaston amp
Whitelaw 2006) Perbedaan kondisi lingkungan berupa iklim menjadikan adanya
perbedaan karakteristik pada daging sapi
Kandungan lemak intramuskular dan lemak internal B taurus (subtropis)
lebih banyak dibandingkan B indicus (tropis) (Yosita et al 2012) Kandungan
lemak pada intramuskular berkorelasi dengan sifat kualitas daging seperti
tenderness (keempukan) (Reverter et al 2003) dan lean meat (rendah lemak)
(Dagong et al 2012) Perbedaan kondisi lingkungan sapi potong lokal (tropis)
dengan sapi potong introduksi (subtropis) memungkinkan adanya variasi basa gen
CEBPα
Penelitian ini untuk mendeteksi keberadaan gen CEBPα yang berasosiasi
dengan sifat kualitas daging pada sapi yang diteliti yaitu sapi potong lokal (sapi
Pasundan PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)
Alasan pemilihan sapi-sapi tersebut karena termasuk ke dalam program
pemerintah dalam pengembangan sapi potong untuk meningkatkan penyediaan
daging sapi nasional (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Kementerian Pertanian 2016)
Penelitian deteksi gen CEBPα diawali dengan tahapan ekstraksi DNA
DNA dapat diperoleh melalui darah saliva sel epitel (Hansen et al 2007) dan
rambut (Heywood et al 2003) Penggunaan sampel rambut merupakan salah satu
alternatif apabila menemui hewan atau ternak yang bernilai tinggi atau liar (tidak
4
dapat memperoleh darah) Pada penelitian deteksi keberadaan suatu gen
efektivitas metode ekstraksi DNA rambut perlu diperhatikan
Ekstraksi DNA rambut umumnya menggunakan kit komersial atau secara
konvensional Salah satu kit ekstraksi DNA yang umum digunakan adalah
gSYSCtrade DNA Extraction Kit Penggunaan kit untuk ekstraksi DNA
memberikan hasil yang baik namun cenderung memerlukan biaya yang mahal
(Demeke amp Jenkins 2010) Metode konvensional dapat dipertimbangkan menjadi
alternatif dalam ekstraksi DNA rambut karena biaya yang murah dan memberikan
hasil yang dapat digunakan dalam analisis molekuler selanjutnya Salah satunya
adalah metode ekstraksi DNA rambut yang diterapkan pada penelitian Kumar et
al (2005) Metode tersebut berhasil dalam mengekstraksi DNA rambut sapi
Pemilihan metode tersebut karena tahapan yang mudah untuk dilakukan dan
menggunakan bahan yang aman terhadap kesehatan
Penelitian ini menjadi langkah awal untuk mengungkap potensi gen
CEBPα pada sapi potong lokal dan sapi potong introduksi yang diteliti Data atau
informasi terkait gen CEBPα yang berasosiasi dengan sifat kualitas daging pada
sapi yang diteliti masih belum tersedia Selanjutnya penelitian ini menjadi salah
satu tahapan penting dalam pemuliaan ternak secara molekular sehingga dapat
diperoleh daging sapi yang berkualitas Selain itu penelitian ini juga
membandingkan hasil metode ekstraksi DNA menggunakan metode kit dan
konvensional untuk memperoleh efisiensi dalam penelitian analisis molekuler
DNA sapi
5
12 Rumusan Masalah
1 Apakah sapi potong lokal (sapi Pasundan PO Bali) dan sapi potong
introduksi (sapi Angus Simmental FH) memiliki gen CEBPα dan
variasi basa pada gen tersebut
2 Apakah ekstraksi DNA rambut dengan metode konvensional dapat
dijadikan metode alternatif selain menggunakan metode kit
13 Hipotesis
1 Sapi potong lokal dan sapi potong introduksi memiliki gen CEBPα dan
terdapat variasi basa pada gen tersebut
2 Ekstraksi DNA rambut dengan menggunakan metode konvensional dapat
dijadikan alternatif selain metode kit
14 Tujuan Penelitian
1 Untuk mengonfirmasi keberadaan gen CEBPα pada sapi yang diteliti
serta memperoleh informasi terkait variasi basa gen CEBPα pada sapi
yang diteliti
2 Untuk mendapatkan metode ekstraksi DNA rambut alternatif selain
dengan menggunakan metode kit
15 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini antara lain
1 Sebagai penelitian awal dalam mengungkap keberadaan gen CEBPα
pada sapi yang diteliti berkaitan dengan kualitas daging sapi yang baik
serta mengetahui dan mempelajari asosiasi gen CEBPα terhadap kualitas
daging sapi
6
2 Berkontribusi dalam seleksi ternak secara molekuler dengan gen
CEBPα berupa sifat kualitas daging berkaitan dengan kandungan lemak
pada sapi potong yang diteliti untuk keperluan program breeding
3 Memperoleh metode alternatif selain metode kit dalam mengekstraksi
DNA rambut yang efisien dan tidak memerlukan biaya yang mahal
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
21 Bangsa Sapi Ternak
Binatang ternak menjadi salah satu mahluk yang dijadikan pembelajaran
dalam Al Quran Al Anrsquoam yang artinya binatang ternak menjadi salah satu nama
surat dalam Al Quran merupakan surat ke-6 yang diturunkan di Mekah dengan
165 ayat Salah satu ayat surat Al Anrsquoam yang menjelaskan tentang peruntukan
binatang ternak adalah pada ayat 142
ldquoDan di antara hewan ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan ada
yang untuk disembelih Makanlah dari rezeki yang telah diberikan Allah
kepadamu dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan Sesungguhnya
setan itu musuh yang nyata bagimurdquo (Al Anrsquoam (6) 142)
Allah Subhanallahu wa Tarsquoala telah memberikan rezeki kepada manusia
berupa binatang ternak yang dapat disembelih dengan tata cara sesuai syariat
Kemudian dagingnya dapat dimanfaatkan sebagai sumber gizi untuk manusia
Berdasarkan hal tersebut diperlukan upaya untuk mengkaji secara ilmiah daging
binatang ternak salah satunya sapi
Secara umum bangsa sapi terbagi menjadi tiga kelompok (Natasamita amp
Mudikdjo 1985) (1) Bos taurus yang merupakan bangsa sapi yang paling besar
berasal dari Eropa Ciri khas B taurus tidak memiliki punuk (2) B indicus
(Zebu) yang merupakan bangsa sapi asal India dan Afrika yang menyebar di
wilayah Asia Ciri khas B indicus memiliki punuk (3) B sondaicus (B bibos)
8
merupakan sapi asli Indonesia yang sudah lama beradaptasi di lingkungan
Indonesia Tubuh B sondaicus relatif lebih kecil dibandingkan B taurus dan B
indicus
Definisi dari sapi lokal adalah sapi asli Indonesia atau hasil persilangan
yang telah ditetapkan sebagai rumpun sapi nasional sedangkan sapi introduksi
merupakan sapi impor (luar Indonesia) yang berkembang biak di Indonesia tanpa
adanya persilangan dengan sapi lokal (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi
Pertanian Kementerian Pertanian 2016) Kumpulan beberapa jenis sapi ternak
yang memiliki kesamaan karakteristik disebut dengan rumpun atau (breed)
(Setiadi 2016) Beberapa breed sapi lokal adalah sapi Pasundan Peranakan
Ongole (PO) Bali dan introduksi adalah sapi Angus Simmental Friesians
Holstein (FH)
22 Sapi Pasundan
Sapi Pasundan (B indicus) merupakan sapi potong lokal yang memiliki
gen khas dari sapi Bali sapi Jawa sapi Ongole dan sapi Madura Sapi Pasundan
memiliki asal usul secara genetik yang merupakan hasil tekanan inbreeding dari
generasi persilangan pada program grading up sapi Ongole dan program grading
up sapi Jawa dengan sapi Madura dan sapi Bali (Baharun 2015) Sapi Pasundan
memiliki karakteristik mudah beradaptasi dengan lingkungan mudah dipelihara
memiliki kualitas karkas yang baik dan relatif tahan terhadap penyakit tropis
(Baharun 2015)
Sapi Pasundan yang baru ditetapkan sebagai kekayaan sumber genetik
ternak lokal Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor
1051kptsSR120102014 tentang penetapan rumpun sapi Pasundan Menurut
9
Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1051kptsSR120102014 karakteristik sapi
Pasundan (Gambar 1) memiliki warna tubuh dominan merah bata terdapat warna
putih pada bagian pelvis dan keempat kaki bagian bawah (tarsus dan carpus)
dengan batasan yang tidak kontras Terdapat garis belut atau garis punggung
sepanjang punggung dengan warna lebih tua dari warna dominan (Gambar 1)
Sapi Pasundan memiliki hidung dan ujung ekor berwarna hitam dengan
bentuk tubuh segi empat serta memiliki tanduk dengan bentuk yang pendek tidak
seragam atau bervariasi dari ukuran kecil sampai besar (Baharun 2015 Sulasmi
et al 2017) Beberapa sapi Pasundan jantan dapat mengalami perubahan warna
dari merah bata menjadi hitam pada saat mencapai fase kelamin dewasa
Gambar 1 Sapi Pasundan di BPPT Sapi Potong Ciamis
(Sumber Baharun 2015)
23 Sapi Peranakan Ongole (PO)
Sapi Peranakan Ongole atau PO (B indicus) merupakan sapi hasil
persilangan secara grading up antara sapi Sumba Ongole dengan sapi Jawa
(Prasetya 2011 Sutarno amp Setyawan 2016) Sapi PO memiliki keunggulan
berupa tidak sulit dalam proses reproduksi dan tingkat kebuntingan nya tinggi
(Subiharta et al 2012) Populasi terbesar sapi PO berada di pulau Jawa terutama
Jawa Timur (Astuti 2004)
10
Karakteristik sapi PO (Gambar 2) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)
berwarna putih atau abu-abu warna hitam di ekor dan rambut di sekitar mata
bentuk kepala melengkung pendek tanduk pendek telinga menggantung yang
panjang dan perut yang agak besar terkadang ada bercak hitam di lututnya
Memiliki warna tubuh putih hingga keabu-abuan Sapi jantan memiliki warna
keabu-abuan lebih sering muncul di sekitar gelambir leher ekor dan kepala
sedangkan pada sapi betina warna putih lebih dominan (Sudrajad amp Adinata
2013)
Gambar 2 Sapi PO di Peternakan Terbuka (Sumber Kementerian Pertanian 2012)
24 Sapi Bali
Sapi Bali (B sondaicus) merupakan keturunan dari Banteng (B banteng)
(Talib 2002 Purwantara et al 2012) yang telah mengalami domestikasi selama
bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Sapi Bali merupakan salah satu sapi
asli Indonesia (Margawati 2012) Sapi Bali memiliki ciri fisik yang sedikit
mengalami perubahan dari banteng (Mahdi et al 2013) Sapi Bali mewakili 27
dari total populasi yang ada di Indonesia dan menjadi sapi utama untuk
peternakan kecil Populasi sapi Bali tersebar di pulau Bali Sulawesi Selatan
Nusa Tenggara Timur dan Barat (Purwantara et al 2012)
Karakteristik sapi Bali (Gambar 3) memiliki warna tubuh merah bata
memiliki garis belut atau garis di sepanjang punggung Warna sapi jantan akan
11
berubah kehitaman sedangkan warna sapi betina relatif tetap setelah dewasa Sapi
Bali tidak memiliki punuk dan keempat kaki bagian bawahnya berwarna putih
(Abidin 2010)
Gambar 3 Sapi Bali Betina dan Jantan (a) Betina (b) Jantan (Sumber Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali 2015)
25 Sapi Angus
Sapi Angus (B taurus) berasal dari Skotlandia Utara yang beriklim dingin
dan lembap Menurut Sutarno amp Setyawan (2016) Berat badan umur 15 tahun
dapat mencapai 650 kg Karakteristik sapi Angus (Gambar 4) memiliki bentuk
tubuh lebar dan rata Warna tubuh keseluruhan hitam namun terkadang ada
warna putih di bagian belakang bawah pusat tidak bertanduk bentuk tubuh rata
seperti papan dan dagingnya padat
Gambar 4 Sapi Angus di Peternakan Kabupaten Seragen
(Sumber Adinata et al 2017)
26 Sapi Simmental
Sapi Simmental (B taurus) merupakan salah satu jenis ternak tertua di
dunia yang bertahan hingga saat ini Sapi Simmental merupakan jenis sapi
(b) (a)
12
subtropis Sapi Simmental berasal dari Switzerland yang telah dijinakkan setelah
abad ke-13 Sapi Simmental dan semen beku pada tahun 1985 tiba di Indonesia
dari New Zealand dan Australia (Sutarno amp Setyawan 2016)
Karakteristik sapi Simmental (Gambar 5) menurut Sutarno amp Setyawan
(2016) memiliki tubuh yang berotot dan kukuh pertumbuhan otot yang cepat
jenis spesifik yang ditemukan di Indonesia memiliki wajah kuning atau merah
kecokelatan dengan kaki bawah putih dan ujung ekor putih Berat seekor sapi
dewasa bisa melebihi 1000 kilogram
Gambar 5 Sapi Simmental di Peternakan Tradisional
(Sumber Sutarno amp Setyawan 2016)
27 Sapi Friesians Holstein (FH)
Sapi Friesians Holstein (FH) (B taurus) telah dikembangkan sejak abad
ke-13 di Belanda (Belanda Utara dan Friesland) dan Jerman Utara (Schleswig-
Holstein) untuk menghasilkan sejenis ternak yang mampu mengonsumsi rumput
lokal Usaha untuk pengembang biakan menghasilkan ternak sapi perah terbaik di
dunia dengan warna hitam dan putih khas Sapi FH pertama kali diimpor dari
Belanda pada abad ke-19 (Sutarno amp Setyawan 2015)
Karakteristik sapi FH (Gambar 6) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)
umumnya berwarna hitam dengan warna putih garis-garis tetapi kadang-kadang
merah dengan garis-garis putih dan dengan batas warna yang jelas Kepala
13
panjang lebar dan lurus Sapi FH memiliki tanduk yang pendek dan melengkung
memiliki mulut lebar lubang hidung terbuka lebar rahang kuat telinga ukuran
sedang dahi lebar leher panjang dan tipis Bahu yang besar terletak di dinding
dada dan membentuk sendi yang baik dengan tubuh Punggung yang kokoh dan
rata dengan tulang punggung yang saling terhubung dengan baik
Gambar 6 Sapi FH di Peternakan Terbuka
(Sumber Sutarno amp Setyawan 2015)
28 Nutrisi dan Kualitas Daging Sapi
Daging sapi menjadi salah satu sumber pemenuhan protein yang memiliki
banyak kandungan nutrisi Kandungan nutrisi dari daging sapi berupa vitamin D
vitamin B12 zat besi selenium seng dan asam lemak esensial Omega 3 (Scollan
et al 2006) Kandungan lain dari daging sapi adalah 75 air 20 protein 3
lemak dan 2 substansi non-protein larut Substansi non-protein larut tersebut
berupa 45 nitrogen 45 karbohidrat 8 komponen anorganik 3 vitamin
dan 3 logam (Tornberg 2005)
Penjualan daging sapi dipengaruhi oleh daya tarik daging bagi konsumen
yang digambarkan sebagai kualitas daging Kualitas daging didefinisikan sebagai
sifat yang dirasakan konsumen secara visual dan sensoris (Becker 2000)
Kualitas daging diukur berdasarkan parameter berupa warna daging warna
lemak jumlah lemak (Glitsch 2000) tekstur nilai marbling (intramuscular fat)
14
(Lee et al 2007) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al
2011) dan lean meat (Dagong et al 2012)
Menurut Becker (2000) empat karakteristik makanan daging berkualitas
sebagai berikut (1) Karakteristik yang menunjukkan kandungan gizi protein
lemak kandungan karbohidrat (2) Karakteristik yang menunjukkan kualitas
pengolahan panjang sarkomer nilai pH warna kegemukan kapasitas pengikat
air (3) Karakteristik yang menunjukkan kualitas hygienic-toxicological residu
kontaminan status mikroorganisme zat aditif (4) Karakteristik yang
menunjukkan kualitas sensorik tekstur (tenderness juiciness) rasa atau bau dan
warna atau penampilan (marbling)
29 CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs)
CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs) merupakan keluarga
transkripsi yang mengandung domain leucine zipper dasar yang conserved atau
tidak berubah (Gambar 7) pada C-terminus yang terlibat dalam dimerisasi dan
pengikatan DNA (Ramji amp Foka 2002) Protein CEBP pertama kali
diidentifikasi di laboratorium Steve McKnight sebagai faktor stabil panas pada
inti hati tikus yang mampu berinteraksi dengan motif CCAAT box yang terdapat
pada beberapa promoter gen seluler (Johnson amp McKnight 1989)
Gen CCAATEnhancer Binding Protein (CEBP) merupakan keluarga faktor
transkripsi yang terekspresikan pada proses diferensiasi preadiposit (He et al
2011) Peran dari keluarga CEBP diantaranya pada diferensiasi seluler
mengontrol metabolisme proliferasi seluler regulasi peradangan (Ramji amp Foka
2002) siklus sel hematopoiesis perkembangan skeletal dan respons host imun
(Tsukada et al 2011) Terdapat enam anggota kelompok gen CEBP yang telah
15
diisolasi dan di karakterisasi yaitu CEBPα CEBPβ CEBPγ CEBPδ CEBPε
dan CEBPδ (Ramji amp Foka 2002) Gen tersebut memainkan peran penting dalam
diferensiasi adiposit (Lane et al 1999)
Gambar 7 Ilustrasi dari Leucine Zipper Domain
(Sumber Tsukada et al 2011)
210 Gen CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα)
Daerah promoter proksimal gen CCAATEnhancer Binding Protein α
(CEBPα) pada tikus pertama kali dicirikan dan menunjukkan mengandung
tempat pengikatan potensial untuk CEBP Sp1 Nuclear Factor (NF)-1 NF-Y
Upstream Stimulating Factor (USF) Basic Transcription Element Binding
Protein (BTEB) dan NF-Κb (Christy et al 1991) Promoter gen CEBPα dapat
diaktifkan secara otomatis di dalam sel yang dapat ditransfer melalui ekspresi dari
plasmid (Legraverend et al 1993)
Sequence gen CEBPα sapi memiliki kesamaan 899 pada urutan
nukleotida dan 925 urutan asam amino dengan gen tikus (Taniguchi amp Sasaki
1996) Gen CEBPα sapi seperti gen tikus yaitu bebas intron Open reading
frame (nukleotida 169 ndash 1230) pada gen CEBPα sapi mengodekan protein 353
16
residu asam amino yang merupakan lima asam amino lebih pendek dari pada
protein tikus (Taniguchi amp Sasaki 1996) Asam amino tersebut terekspresi
sebelum transkripsi gen spesifik adiposit yang memiliki situs pengikatan gen
CEBPα (Wang et al 2011) Urutan seperti kotak TATA terletak di nukleotida 13
ndash 18 namun situs mulai transkripsi tidak ditentukan (Taniguchi amp Sasaki 1996)
Faktor transkripsi CEBPα memainkan peranan penting selama
diferensiasi preadiposit menjadi adiposit Gen CEBPα diidentifikasi sebagai
Nuclear Factor (NF) yang di induksi saat diferensiasi yang mengikat secara
spesifik ke promotor beberapa gen (Vasseur-Cognet amp Lane 1993) Gen CEBPα
memainkan peran penting dalam pengendapan lemak dan diferensiasi adiposit
(Shin et al 2007) Gen CEBPα menjadi kandidat gen penting untuk
diidentifikasi secara marker genetik pada karkas dan sifat kualitas daging sapi
ternak (Shin et al 2007) Gen CEBPα juga dapat mengatur metabolisme energi
dan nutrisi dengan mengaktifkan beberapa gen spesifik seperti
phosphoenolpyruvate carboxykinase dan reseptor insulin (Park et al 1990)
211 Pengaruh Lingkungan Terhadap Kualitas Daging
Kondisi lingkungan berupa temperatur akan mempengaruhi keadaan
fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Kondisi lingkungan secara langsung
mempengaruhi proses metabolisme organ dan otot (Gregory 2010) Pada zona
nyaman sapi akan sedikit mengeluarkan energi dan tidak terpengaruh oleh
temperatur lingkungan sebaliknya jika berada diluar zona nyaman sapi akan
mengalami stres yang bertujuan untuk mengembalikan kepada kondisi tubuh yang
normal (Nardone et al 2006) Kondisi tersebut akan menyebabkan terjadinya
17
perubahan seperti pola makan fisiologis dan fungsi metabolisme pada kuantitas
dan kualitas produksi dari sapi itu sendiri
Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan menyebabkan terjadinya
penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et al 2001 Mader amp Davis
2004) yang terjadi pada sapi B indicus (Gregory 2010) Suhu di atas 30degC akan
menyebabkan terjadinya penurunan jumlah berat badan (Nardone et al 2006)
Pada periode yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi
perubahan fenotipe dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006 Gregory 2010)
18
BAB III
METODE
31 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari ndash Juni 2018 di
Laboratorium Genetika Molekuler Hewan Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI
Cibinong Jl Raya Bogor KM 46 Bogor Jawa Barat
32 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik
micropipette 10 microL 200 microL 1000 microL (Boesco dan Bio-Rad) dan pH meter
(Thermo Orion) tabung vacutainer mengandung K3EDTA holder dan jarum
needle ukuran 21G microcentrifuge tube 15 mL sentrifugator (Hermile Z 300
K) vortex (Barnstead Thermolyne) micropipette 1000 microL (Boesco) blue tips
white tips yellow tips shaker agigator (Thermo Scientific) parafilm pipet
Pasteur autoklaf (Trace Raypa) spektromotometer UV-Vis (GeneQuant) cuvette
dan laminar air flow (Telstar BH ndash 100) tangki elektroforesis horizontal (Bio-
Rad) power supply (Bio-Rad) timbangan analitik (Preciso XT 120A) hot plate
stirrer (Thermolyne Cimarec 2) pH meter (Thermo Orion) vortex (Barnstead
Thermolyne) Sentrifugator (HermLe Z 300 K) shaker (Bio Green) thermocycler
(Eppendorf) UV-transiluminator (Major Science)
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Red Cell Lysis Buffer
(RCLB) 250 mL pH 72 Tris Buffer Solution (TBS) 250 mL pH 74 TE Buffer
250 mL pH 8 Sodium Dedocyl Sulfate (SDS) (Mp Biomedicals) K3EDTA
(Garnier Bio One) Proteinase-K (Roche Diagnostic) PCR Buffer (Qiagen)
Proteinasi-K (Geneaid) proteinase-K Solution Ethylene Diamine Tetracetic Acid
19
(EDTA) (Mp Biomedicals) alkohol 70 alkohol absolut dingin tissue tissue
kimwipe NaCl Pekat Destillation Water (DW) steril Primer CEBPα forward
dan reverse (Integrated DNA Technolgies) TE buffer Double Destillation Water
(DDW) free nuclease (Ferementas) DNA ladder (Vivantis) PCR master mix kit
KAPA2G Robust (Kapa Biosystem) Gel Agarosa (Roche) boric acid (Merck)
tris base (Himedia) KCl (Merck) NaCl (Genetika Science) KHCO3 (Merck)
NH4Cl (Merck) Ethidium Bromida (EtBr) (Merck) gSYSCtrade DNA Extraction
Kit GS100 (Geneaid) amplop kertas
33 Sampel Penelitian
Breed sapi yang diteliti terbagi menjadi dua kelompok yaitu 1) Sapi potong
lokal (sapi Pasundan PO Bali) 2) Sapi potong introduksi (sapi Angus
Simmental FH) Sumber DNA berasal dari 1) Darah (sapi Pasundan PO Bali)
2) Rambut (sapi Angus Simmental FH) Darah atau rambut yang diambil
berasal dari dua individu berbeda setiap jenisnya kecuali sampel rambut sapi
Angus yang diperoleh dari satu individu saja
Jenis sapi yang diteliti berasal dari berbagai tempat yang berbeda yaitu 1)
Sapi Pasundan berasal dari Balai Pengembangan Perbibitan Ternak (BPPT) Sapi
Potong Ciamis 2) Sapi PO berasal dari BPPT Grobogan 3) Sapi Bali berasal dari
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Peninda Bali 4) sapi Angus
Simmental FH berasal dari Badan Embrio Ternak (BET) Cipelang Bogor
Regulasi dari BET yang tidak memperbolehkan pengambilan sampel darah
menjadi alasan utama diambilnya sampel rambut dari sapi Angus Simmental
FH Keseluruhan sampel rambut sapi yang diperoleh dari BET merupakan sapi
asli (origin) yang belum dilakukan perkawinan silang
20
34 Prosedur Kerja
341 Sterilisasi Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini di sterilisasi dengan
autoklaf pada suhu 121degC dan tekanan sebesar 1 atm selama 15 menit
342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA
a Pembuatan RCLB (Red Cell Blood Buffer)
Larutan RCLB dibuat sebanyak 1000 mL (pH 72) Larutan RCLB terbuat
dari bahan kimia NH4Cl dan KHCO3 Bahan tersebut ditimbang dengan
timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian dipindahkan ke beaker
glass dan ditambahkan EDTA 05 M sebanyak 200 microL serta DW sebanyak 300
mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot plate stirrer
Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan pH meter Nilai pH yang
terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH terlalu tinggi
ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian ditambahkan
DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott Duran 1000
mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan disimpan di
lemari pendingin
b Pembuatan TBS (Tris Buffer Solution)
Larutan TBS dibuat sebanyak 1000 mL (pH 74) dengan bahan yang
terdiri dari NaCl KCl tris base Bahan-bahan kimia tersebut ditimbang dengan
timbangan analitik dan dipindahkan ke beaker glass yang dilarutkan
menggunakan DW sebanyak 300 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan
di atas hot plate stirrer Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan menggunakan
pH meter jika pH terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH
21
terlalu tinggi ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian
ditambahkan DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott
Duran 1000 mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan
disimpan di lemari pendingin
c Pembuatan Proteinase-K Solution
Proteinase-K ditimbang pada timbangan analitik Proteinase-K kemudian
dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 45 mL serta EDTA
05 M sebanyak 54 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot
plate stirrer tanpa dipanaskan Larutan yang telah homogen ditambahkan Sodium
Dedocyl Sulfate (SDS) 10 sebanyak 378 mL Larutan tersebut kemudian
dihomogenkan di hot plate stirrer tanpa dipanaskan
d Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 5x)
Larutan TBE 5x yang dibuat sebanyak 500 mL boric acid dan tris base
ditimbang dengan timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian
dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 500 mL dan EDTA
05 M sebanyak 10 mL Larutan tersebut dihomogenkan di atas hot plate stirrer
dipanaskan setelah homogen dimasukan ke dalam botol Schott Duran 500 mL
dan disimpan di lemari pendingin
e Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 1x)
Larutan TBE 1x dibuat dengan mengencerkan 200 mL TBE 5x Larutan
TBE 1x dipindahkan pada botol Schott Duran 1000 mL Larutan tersebut
ditambahkan DW sampai 1000 mL Larutan tersebut disimpan pada lemari
pendingin
22
f Pengenceran Primer Gen CEBPα (10 pMmicroL)
Primer dalam bentuk pelet diencerkan dengan TE Buffer untuk
memperoleh primer stock Primer forward diencerkan dengan 333 microL TE Buffer
sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer reverse diencerkan dengan
332 microL sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer yang digunakan
dalam penelitian ini adalah primer CEBPα yang didesain pada penelitian (Shin
et al 2007) dengan ukuran 20 pb Primer CEBPα forward (5´-
ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) dan reverse (5´-TCAAAGTCG
TTGCCGCCTCC-3´)
Primer forward dan reverse CEBPα stock (100 pMmicroL) masing-masing
diambil sebanyak 5 microL dengan micropipette 2 ndash 20 microL dan dicampurkan ke dalam
microcentrifuge tube 15 mL baru yang telah berisi DDW free nuclease sebanyak
45 microL Larutan tersebut dicampur hingga homogen dengan cara dilakukan
mengetuk berulang bagian bawah microcentrifuge tube menggunakan ujung jari
Pengenceran primer dilakukan di laminar air flow Microcentrifuge tube yang
berisi primer dilakukan spin down dengan spin down sentrifugator agar larutan
yang berada di dinding microcentrifuge tube turun ke dasar Primer kemudian
disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
g Pembuatan Alat Pemanenan DNA
Alat pemanen DNA dibuat dari pipet Pasteur yang dimodifikasi dengan
membentuk ujung pipet seperti kail Pembentukan tersebut dilakukan dengan
memanaskan pipet di atas bunsen spiritus kemudian ditarik secara perlahan dan
dibuat melengkung seperti kail
23
h Pembuatan Gel Agarosa
Serbuk gel agarosa sebanyak 1 g ditimbang dengan timbangan analitik dan
dipindahkan ke botol Schott Duran 250 mL Serbuk gel agarosa ditambahkan
TBE 1x sebanyak 100 mL kemudian dipanaskan dan dihomogenkan dengan hot
plate stirrer sampai bening Larutan yang sudah homogen dicetak pada wadah
pencetak gel yang sudah terdapat sisir untuk membuat sebanyak 20 sumuran dan
diamkan sampai padat atau mengeras
343 Pengambilan Sampel Darah Sapi
Darah sampel diambil melalui vena caudalis sebanyak 5 mL Pengambilan
darah dilakukan dengan mengangkat caudal (ekor) dari sapi vena caudalis dicari
dengan meraba bagian ekor Jarum yang telah terpasang holder ditusukkan pada
vena caudalis dan tabung vacutainer mengandung K3EDTA dipasang pada
holder Darah yang mengalir ditampung pada tabung vacutainer kemudian
dicabut setelah darah berhenti Jarum dan holder kemudian dicabut dari vena
caudalis Tabung vacutainer yang berisi darah disimpan pada freezer dengan
suhu -20oC
344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990)
DNA yang berasal dari darah diisolasi menggunakan metode Montgomery
amp Sise (1990) dengan prosedur sebagai berikut
a Red Blood Cell Lysis
Sampel darah sebanyak 5 mL dipindahkan tabung Falcon 15 mL dan
ditambahkan larutan RCLB (pH 72) sampai 7 mL Sampel darah dihomogenkan
dengan vortex dan didiamkan selama 10 menit Sampel kemudian disentrifugasi
dengan sentrifugator selama 10 menit suhu 4degC kecepatan 3500 rpm Sampel
24
ditimbang menggunakan timbangan ganda agar proses sentrifugasi berjalan
dengan sempurna jika berat belum seimbang maka ditambah larutan RCLB
Supernatan yang diperoleh setelah proses sentrifugasi kemudian dibuang
sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Pelet ditambahkan RCLB sampai 5
mL kemudian divorteks hingga pelet hancur atau homogen Sampel disentrifugasi
selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang
diperoleh kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet kembali
ditambahkan RCLB sampai 3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau
homogen dan didiamkan selama 10 menit kemudian dilanjutkan tahapan ekstraksi
DNA
b White Blood Cell Collection
Sampel tahapan sebelumnya kemudian ditambahkan TBS (pH 74)
sebanyak 5 mL dan dikocok sebentar Sampel disentrifugasi selama 10 menit
dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang diperoleh kemudian
dibuang sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Sampel kemudian
ditambahkan TBS sebanyak 5 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau
homogen Sampel selanjutnya disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC
dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang didapatkan kemudian dibuang
sehingga hanya pelet yang tersisa Sampel kemudian ditambahkan TBS sebanyak
3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau homogen
Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan
3500 rpm Sampel divorteks perlahan hingga lapisan merah hilang Supernatan
yang didapatkan kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet
25
selanjutnya dikeringkan setelah kering ditambahkan TE 2 mL Sampel divorteks
sampai pelet hancur atau homogen
c Protein Lysis
Sampel yang sudah homogen dengan larutan TE selanjutnya ditambahkan
Proteinase-K solution sebanyak 200 microL tanpa divorteks atau dihomogenkan
Tabung Falcon 15 mL yang berisi sampel selanjutnya di-seal menggunakan
parafilm Sampel diinkubasi menggunakan shaker Agigator selama 24 jam dengan
suhu 37degC dan kecepatan 150 rpm
d Pemanenan DNA
Sampel yang telah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya ditambahkan
NaCl 5 M pekat sebanyak 2 mL Sampel diberi goyangan dengan membentuk
pola angka 8 dengan sangat perlahan setelah itu dikocok kuat sebanyak 2 kali
Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 10degC dan kecepatan 3500
rpm Supernatan dituang pada tabung reaksi yang berisi alkohol absolut dingin
Bagian permukaan tabung reaksi ditutup dengan parafilm sampai rapat Tabung
reaksi dibolak-balikan sampai terbentuk gelembung-gelembung yang melayang
Fraksi gelembung yang melayang diambil dengan pipet Pasteur yang telah
dimodifikasi dan dicelupkan secara cepat ke dalam alkohol 70 kemudian
dikeringkan dengan tissue kimwipe Gumpalan tersebut dimasukan kedalam
microcentrifuge tube 15 mL yang telah berisikan DW steril sebanyak 200 microL
Sampel dihomogenkan menggunakan alat shaker pada suhu ruang agar larut
DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
26
345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi
Pengambilan rambut dilakukan pada bagian ekor minimal rambut
sebanyak 20 helai Rambut pada bagian ekor ditarik searah dengan titik tumbuh
dari rambut tersebut Tahapan tersebut dilakukan dengan cepat agar diperoleh
bagian rambut yang utuh dengan folikel Rambut tersebut ditempelkan pada kertas
dengan selotip berbahan kertas tanpa mengenai bagian folikel dan disimpan di
dalam amplop
346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)
Tahapan isolasi DNA dari rambut menggunakan gSYSCtrade DNA
Extraction Kit GS100 (Geneaid) dengan prosedur sebagai berikut
a Cell Lysis
Sepuluh helai rambut dipotong-potong dengan ukuran 05 ndash 1 cm
termasuk bagian folikel Potongan tersebut dipindahkan ke dalam microsentrifuge
tube 15 mL ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K
(dipastikan potongan terendam) dicampur dengan cara dikocok Larutan
diinkubasi dengan suhu 60degC selama 30 menit Pada proses inkubasi
microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung microcentrifuge tube
secara perlahan setiap 5 menit GSB Buffer sebanyak 200 μL ditambahkan dan
dikocok dengan kuat dan diinkubasi kembali pada suhu 60ordmC selama 20 menit
Selama proses inkubasi microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung
secara perlahan setiap 5 menit
b DNA Binding
Sampel tahapan sebelumnya ditambahkan 200 μL etanol absolut
dikocok dengan kuat selama 10 detik Endapan yang muncul dipecah dengan
27
menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan
tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan
tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit
Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi
dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru
c Pencucian
W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan
sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30
detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column
diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL
Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan
kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi
kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi
yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit
untuk mengeringkan kolom matriks
d Elution
GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube
15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak
100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke
bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit
untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column
disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan
elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak
DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
28
347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)
DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et
al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan
dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10
menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting
yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel
rambut diganti)
Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan
disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer
(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada
microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan
suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit
pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm
beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan
disimpan pada suhu -20 ordmC
348 Uji Kuantifikasi DNA
Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji
kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL
DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette
DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus
menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi
dan tingkat kemurnian
29
349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)
Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR
master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-
ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT
CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL
DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke
dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas
kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR
mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre
denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing
54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final
extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali
3410 Elektroforesis dan Visualisasi
Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis
horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan
TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL
dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm
dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down
Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker
DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran
Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan
listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki
elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt
selama 60 menit
30
Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam
dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel
agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa
divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator
3411 Sequencing DNA
Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai
ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward
dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan
metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit
(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing
menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)
Malaysia)
35 Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif
(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil
sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis
dianalisis secara deskriptif
351 Analisis Bioinformatika
Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan
kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian
hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak
ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian
dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment
Editor 725 (Hall 2001)
31
Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-
base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)
menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base
similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99
Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple
Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak
MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan
variasi basa sampel
32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi
Berbeda
DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut
DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil
kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari
sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang
mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut
menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini
Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan
metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut
dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai
kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada
Tabel 1
Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua
metode hasil penelitian
Pengulangan ke-
Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)
Kit Konvensional Kit Konvensional
1 Angus 269 102 2100 11100
2 FH 207 109 7810 11720
3 Simmental 263 111 231 11340
Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi
Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah
dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut
33
dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode
sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata
nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah
246plusmn034 dan 107plusmn005
Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar
17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)
Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran
kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di
bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari
tahapan masing-masing metode
Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian
genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya
kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang
dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA
Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi
DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan
meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa
denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan
meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan
nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian
DNA yang baik (gt20)
Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah
nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein
Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al
34
2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini
protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada
nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi
protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat
Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh
lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik
Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode
konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit
yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode
konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti
protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan
mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al
1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses
PCR (Demeke amp Jenkins 2010)
Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa
dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA
diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun
nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang
baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan
konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen
(Demeke amp Jenkins 2010)
Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan
hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit
untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional
35
pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang
cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada
penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal
Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan
konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan
RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)
42 Konfirmasi Gen CEBPα
Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan
dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan
pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain
oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar
1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)
yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701
(Lampiran 4)
Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh
semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di
antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan
panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa
dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)
Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah
dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan
program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa
penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda
Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC
36
(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah
dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut
namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk
membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)
Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339
bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO
Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya
perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer
Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari
merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini
perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1
menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses
tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing
yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template
DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang
Target 1339
bp
37
sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA
teramplifikasi sempurna
Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi
Program PCR
Pre
Denaturation Denaturation Annealing Extension
Final
Extension Siklus
Penelitian
Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40
Referensi
Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35
Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32
He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32
Keterangan tanda () = menit tanda () = detik
43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis
menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh
empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black
(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan
(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean
(XM_0252690201)) (Tabel 3)
Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat
prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis
komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari
runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data
tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database
(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang
38
komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga
mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)
Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan
persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan
referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak
(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat
dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi
Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3
Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI
Sampel Spesies Breed GenBank Accesion
Query Cover
Max Iden
Bali
(B sondaicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Pasundan (B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99
Friesians Holstein
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Angus (B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Peranakan Ongole
(B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99
Simmental
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99
39
Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau
kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di
GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan
kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen
CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen
identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen
fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)
Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang
dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden
2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan
seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi
Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap
sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67
(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki
urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki
runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian
akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover
95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover
99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3)
44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali
Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan
runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4
40
Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi
Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil
ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada
empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo
(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau
Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada
sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)
yaitu terletak pada enam posisi berbeda
Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank
Spesies_Breed Posisi Runutan Basa
88
97
103
271
567
733
832
855
870
921
926
931
957
1088
1149
1175
1196
B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G
B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C
B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T
C
B taurus_Angus C C
B taurus_ Friesians Holstein C C
B taurus_ Simmental C C
B indicus_ Pasundan C C
B indicus_ Peranakan Ongole C C
B sondaicus_ Bali C A C G A
Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T
Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)
Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi
Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi
Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196
(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi
tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)
Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa
yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali
41
memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut
memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut
Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi
Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru
Thymine (T) = merah)
42
Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen
CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson
gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi
dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi
Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki
1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan
mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali
Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi
Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B
banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal
usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan
sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel
sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki
kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus
atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)
(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH
Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya
variasi basa yang ditemukan
Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali
terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan
adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis
kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan
keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah
mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode
43
yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe
dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)
Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan
dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)
(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis
Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi
keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali
(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan
pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al
2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi
karakteristik dari daging sapi Bali
Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et
al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki
kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan
menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et
al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga
mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat
dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan
dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)
Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk
menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin
(subtropis)
Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan
sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi
44
lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan
daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki
kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang
lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari
karkas yang diperoleh
45
BAB V
PENUTUP
51 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa
1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan
PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)
2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi
Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa
3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi
DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit
52 Saran
Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah
populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme
(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak
dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi
tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar
memperoleh hasil yang maksimal
46
DAFTAR PUSTAKA
Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka
Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)
Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular
Research 14(3) 9370ndash9383
Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research
24(13) 2623ndash2625
Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan
Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39
Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan
Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor
Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice
Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773
Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176
Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the
National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7
Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash
ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24
Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods
PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990
Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797
Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11
Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga
47
Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method
of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231
Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194
Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and
Pathology 3(2) 133ndash137
Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food
Research International 43(7) 1866ndash1873
Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology
Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the
Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076
He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle
Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969
Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27
Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and
Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26
Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R
(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science
and Technology 46(6) 909ndash916
Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839
Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from
hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289
Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and
Evolution 33(7) 1870ndash1874
Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer
Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683
Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon
D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To
48
Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of
Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764
Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription
factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742
Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)
Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485
Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology
Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)
Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On
Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087
Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali
(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128
Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9
Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On
Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335
Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A
Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in
Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20
Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash
441
Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect
On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81
Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor
Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam
Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156
Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C
A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle
49
Journal Animal Science 80 3077ndash3085
Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in
The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72
Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water
Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A
Review Meat Science 89(2) 111ndash124
Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374
Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat
[Skripsi] Institut Pertanian Bogor
Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes
transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504
Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)
Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6
Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure
Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75
Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E
Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among
Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158
Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)
Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The
Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299
Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip
Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle
Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020
Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots
In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451
50
Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp
Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with
Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33
Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan
Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from
httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395
Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian
Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470
Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for
bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594
Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole
(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional
Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)
Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan
Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)
Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273
Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian
Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354
Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds
Biodiversitas 17(1) 275ndash295
Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)
Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131
Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang
Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107
Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence
of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554
Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508
Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The
51
CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)
Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19
Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter
Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316
Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular
Research 11(2) 1651ndash1661
Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The
CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077
Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia
(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25
Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20
Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle
Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954
Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal
Science 50(11) 499ndash502
52
LAMPIRAN
Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data
Gen Bank
Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178
Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283
Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247
Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank
Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank
53
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)
Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel
NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian
1
Darah
Pasundan 601 867 173
2 Pasundan 602 1035 194
3 Peranakan Ongole 1691 278 309
4 Peranakan Ongole 1693 234 434
5 Bali 59 173 941
6 Bali 64 192 502
7
Rambut
Angus 171405 105 21
8 Friesians Holstein 310102 202 781
9 Friesians Holstein 310158 116 1134
10 Simmental 4490 22 231
11 Simmental 6115 116 1134
2
Penyediaan daging sapi berkualitas dapat dilakukan melalui metode seleksi
molekuler menggunakan gen kandidat yang berasosiasi dengan sifat kualitas
daging sapi
Beberapa gen kandidat yang berasosiasi dengan sifat kualitas daging sapi
seperti Micromolar Calcium Activated Neutral Protease (CAPN1) (Page et al
2002) Leptin (LEP) (Schenkel et al 2005) Calpastatin (CAST) (Schenkel et al
2006) Fatty Acid Binding Protein 4 (FABP4) (Barendse et al 2009)
Diacylglycerol O-Acyltransferase (DGAT1) (Yuan et al 2013) dan
CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα) (Shin et al 2007 Wang et al
2011) Gen CEBPα dapat berasosiasi terhadap komposisi dan pendistribusian
lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al 2011) sehingga
berkontribusi pada peningkatan kualitas daging (Adoligbe et al 2015)
Data terkait gen CEBPα pada sapi baru dikonfirmasi pada sapi Japanese
Black (B taurus) Qinchuan (B taurus) Hanwoo (B taurus) Penelitian
Taniguchi amp Sasaki (1996) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi Japanese
Black Penelitian Wang et al (2012) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi
Qinchuan dengan panjang 1062 base pair (bp) Gen CEBPα pada sapi Qinchuan
memiliki nilai similarity asam amino dengan Sus scrofa (97) Homo sapiens
(95) Rattus norvegicus (94) Oryctolagus cuniculus (94) dan Mus musculus
(93) Penelitian Jeoung et al (2004) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi
Hanwoo dengan panjang 1059 base pair (bp) yang mengodekan 353 asam
amino Pada sapi Hanwoo ekspresi tertinggi gen CEBPα terjadi pada jaringan
adiposa
3
Selain faktor genotipe kondisi lingkungan juga mempengaruhi kualitas
daging sapi (Schutt et al 2009) Fenotipe berupa daging yang berkualitas
merupakan hasil interaksi antara faktor genotipe dan lingkungan (Peaston amp
Whitelaw 2006) Perbedaan kondisi lingkungan berupa iklim menjadikan adanya
perbedaan karakteristik pada daging sapi
Kandungan lemak intramuskular dan lemak internal B taurus (subtropis)
lebih banyak dibandingkan B indicus (tropis) (Yosita et al 2012) Kandungan
lemak pada intramuskular berkorelasi dengan sifat kualitas daging seperti
tenderness (keempukan) (Reverter et al 2003) dan lean meat (rendah lemak)
(Dagong et al 2012) Perbedaan kondisi lingkungan sapi potong lokal (tropis)
dengan sapi potong introduksi (subtropis) memungkinkan adanya variasi basa gen
CEBPα
Penelitian ini untuk mendeteksi keberadaan gen CEBPα yang berasosiasi
dengan sifat kualitas daging pada sapi yang diteliti yaitu sapi potong lokal (sapi
Pasundan PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)
Alasan pemilihan sapi-sapi tersebut karena termasuk ke dalam program
pemerintah dalam pengembangan sapi potong untuk meningkatkan penyediaan
daging sapi nasional (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Kementerian Pertanian 2016)
Penelitian deteksi gen CEBPα diawali dengan tahapan ekstraksi DNA
DNA dapat diperoleh melalui darah saliva sel epitel (Hansen et al 2007) dan
rambut (Heywood et al 2003) Penggunaan sampel rambut merupakan salah satu
alternatif apabila menemui hewan atau ternak yang bernilai tinggi atau liar (tidak
4
dapat memperoleh darah) Pada penelitian deteksi keberadaan suatu gen
efektivitas metode ekstraksi DNA rambut perlu diperhatikan
Ekstraksi DNA rambut umumnya menggunakan kit komersial atau secara
konvensional Salah satu kit ekstraksi DNA yang umum digunakan adalah
gSYSCtrade DNA Extraction Kit Penggunaan kit untuk ekstraksi DNA
memberikan hasil yang baik namun cenderung memerlukan biaya yang mahal
(Demeke amp Jenkins 2010) Metode konvensional dapat dipertimbangkan menjadi
alternatif dalam ekstraksi DNA rambut karena biaya yang murah dan memberikan
hasil yang dapat digunakan dalam analisis molekuler selanjutnya Salah satunya
adalah metode ekstraksi DNA rambut yang diterapkan pada penelitian Kumar et
al (2005) Metode tersebut berhasil dalam mengekstraksi DNA rambut sapi
Pemilihan metode tersebut karena tahapan yang mudah untuk dilakukan dan
menggunakan bahan yang aman terhadap kesehatan
Penelitian ini menjadi langkah awal untuk mengungkap potensi gen
CEBPα pada sapi potong lokal dan sapi potong introduksi yang diteliti Data atau
informasi terkait gen CEBPα yang berasosiasi dengan sifat kualitas daging pada
sapi yang diteliti masih belum tersedia Selanjutnya penelitian ini menjadi salah
satu tahapan penting dalam pemuliaan ternak secara molekular sehingga dapat
diperoleh daging sapi yang berkualitas Selain itu penelitian ini juga
membandingkan hasil metode ekstraksi DNA menggunakan metode kit dan
konvensional untuk memperoleh efisiensi dalam penelitian analisis molekuler
DNA sapi
5
12 Rumusan Masalah
1 Apakah sapi potong lokal (sapi Pasundan PO Bali) dan sapi potong
introduksi (sapi Angus Simmental FH) memiliki gen CEBPα dan
variasi basa pada gen tersebut
2 Apakah ekstraksi DNA rambut dengan metode konvensional dapat
dijadikan metode alternatif selain menggunakan metode kit
13 Hipotesis
1 Sapi potong lokal dan sapi potong introduksi memiliki gen CEBPα dan
terdapat variasi basa pada gen tersebut
2 Ekstraksi DNA rambut dengan menggunakan metode konvensional dapat
dijadikan alternatif selain metode kit
14 Tujuan Penelitian
1 Untuk mengonfirmasi keberadaan gen CEBPα pada sapi yang diteliti
serta memperoleh informasi terkait variasi basa gen CEBPα pada sapi
yang diteliti
2 Untuk mendapatkan metode ekstraksi DNA rambut alternatif selain
dengan menggunakan metode kit
15 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini antara lain
1 Sebagai penelitian awal dalam mengungkap keberadaan gen CEBPα
pada sapi yang diteliti berkaitan dengan kualitas daging sapi yang baik
serta mengetahui dan mempelajari asosiasi gen CEBPα terhadap kualitas
daging sapi
6
2 Berkontribusi dalam seleksi ternak secara molekuler dengan gen
CEBPα berupa sifat kualitas daging berkaitan dengan kandungan lemak
pada sapi potong yang diteliti untuk keperluan program breeding
3 Memperoleh metode alternatif selain metode kit dalam mengekstraksi
DNA rambut yang efisien dan tidak memerlukan biaya yang mahal
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
21 Bangsa Sapi Ternak
Binatang ternak menjadi salah satu mahluk yang dijadikan pembelajaran
dalam Al Quran Al Anrsquoam yang artinya binatang ternak menjadi salah satu nama
surat dalam Al Quran merupakan surat ke-6 yang diturunkan di Mekah dengan
165 ayat Salah satu ayat surat Al Anrsquoam yang menjelaskan tentang peruntukan
binatang ternak adalah pada ayat 142
ldquoDan di antara hewan ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan ada
yang untuk disembelih Makanlah dari rezeki yang telah diberikan Allah
kepadamu dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan Sesungguhnya
setan itu musuh yang nyata bagimurdquo (Al Anrsquoam (6) 142)
Allah Subhanallahu wa Tarsquoala telah memberikan rezeki kepada manusia
berupa binatang ternak yang dapat disembelih dengan tata cara sesuai syariat
Kemudian dagingnya dapat dimanfaatkan sebagai sumber gizi untuk manusia
Berdasarkan hal tersebut diperlukan upaya untuk mengkaji secara ilmiah daging
binatang ternak salah satunya sapi
Secara umum bangsa sapi terbagi menjadi tiga kelompok (Natasamita amp
Mudikdjo 1985) (1) Bos taurus yang merupakan bangsa sapi yang paling besar
berasal dari Eropa Ciri khas B taurus tidak memiliki punuk (2) B indicus
(Zebu) yang merupakan bangsa sapi asal India dan Afrika yang menyebar di
wilayah Asia Ciri khas B indicus memiliki punuk (3) B sondaicus (B bibos)
8
merupakan sapi asli Indonesia yang sudah lama beradaptasi di lingkungan
Indonesia Tubuh B sondaicus relatif lebih kecil dibandingkan B taurus dan B
indicus
Definisi dari sapi lokal adalah sapi asli Indonesia atau hasil persilangan
yang telah ditetapkan sebagai rumpun sapi nasional sedangkan sapi introduksi
merupakan sapi impor (luar Indonesia) yang berkembang biak di Indonesia tanpa
adanya persilangan dengan sapi lokal (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi
Pertanian Kementerian Pertanian 2016) Kumpulan beberapa jenis sapi ternak
yang memiliki kesamaan karakteristik disebut dengan rumpun atau (breed)
(Setiadi 2016) Beberapa breed sapi lokal adalah sapi Pasundan Peranakan
Ongole (PO) Bali dan introduksi adalah sapi Angus Simmental Friesians
Holstein (FH)
22 Sapi Pasundan
Sapi Pasundan (B indicus) merupakan sapi potong lokal yang memiliki
gen khas dari sapi Bali sapi Jawa sapi Ongole dan sapi Madura Sapi Pasundan
memiliki asal usul secara genetik yang merupakan hasil tekanan inbreeding dari
generasi persilangan pada program grading up sapi Ongole dan program grading
up sapi Jawa dengan sapi Madura dan sapi Bali (Baharun 2015) Sapi Pasundan
memiliki karakteristik mudah beradaptasi dengan lingkungan mudah dipelihara
memiliki kualitas karkas yang baik dan relatif tahan terhadap penyakit tropis
(Baharun 2015)
Sapi Pasundan yang baru ditetapkan sebagai kekayaan sumber genetik
ternak lokal Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor
1051kptsSR120102014 tentang penetapan rumpun sapi Pasundan Menurut
9
Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1051kptsSR120102014 karakteristik sapi
Pasundan (Gambar 1) memiliki warna tubuh dominan merah bata terdapat warna
putih pada bagian pelvis dan keempat kaki bagian bawah (tarsus dan carpus)
dengan batasan yang tidak kontras Terdapat garis belut atau garis punggung
sepanjang punggung dengan warna lebih tua dari warna dominan (Gambar 1)
Sapi Pasundan memiliki hidung dan ujung ekor berwarna hitam dengan
bentuk tubuh segi empat serta memiliki tanduk dengan bentuk yang pendek tidak
seragam atau bervariasi dari ukuran kecil sampai besar (Baharun 2015 Sulasmi
et al 2017) Beberapa sapi Pasundan jantan dapat mengalami perubahan warna
dari merah bata menjadi hitam pada saat mencapai fase kelamin dewasa
Gambar 1 Sapi Pasundan di BPPT Sapi Potong Ciamis
(Sumber Baharun 2015)
23 Sapi Peranakan Ongole (PO)
Sapi Peranakan Ongole atau PO (B indicus) merupakan sapi hasil
persilangan secara grading up antara sapi Sumba Ongole dengan sapi Jawa
(Prasetya 2011 Sutarno amp Setyawan 2016) Sapi PO memiliki keunggulan
berupa tidak sulit dalam proses reproduksi dan tingkat kebuntingan nya tinggi
(Subiharta et al 2012) Populasi terbesar sapi PO berada di pulau Jawa terutama
Jawa Timur (Astuti 2004)
10
Karakteristik sapi PO (Gambar 2) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)
berwarna putih atau abu-abu warna hitam di ekor dan rambut di sekitar mata
bentuk kepala melengkung pendek tanduk pendek telinga menggantung yang
panjang dan perut yang agak besar terkadang ada bercak hitam di lututnya
Memiliki warna tubuh putih hingga keabu-abuan Sapi jantan memiliki warna
keabu-abuan lebih sering muncul di sekitar gelambir leher ekor dan kepala
sedangkan pada sapi betina warna putih lebih dominan (Sudrajad amp Adinata
2013)
Gambar 2 Sapi PO di Peternakan Terbuka (Sumber Kementerian Pertanian 2012)
24 Sapi Bali
Sapi Bali (B sondaicus) merupakan keturunan dari Banteng (B banteng)
(Talib 2002 Purwantara et al 2012) yang telah mengalami domestikasi selama
bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Sapi Bali merupakan salah satu sapi
asli Indonesia (Margawati 2012) Sapi Bali memiliki ciri fisik yang sedikit
mengalami perubahan dari banteng (Mahdi et al 2013) Sapi Bali mewakili 27
dari total populasi yang ada di Indonesia dan menjadi sapi utama untuk
peternakan kecil Populasi sapi Bali tersebar di pulau Bali Sulawesi Selatan
Nusa Tenggara Timur dan Barat (Purwantara et al 2012)
Karakteristik sapi Bali (Gambar 3) memiliki warna tubuh merah bata
memiliki garis belut atau garis di sepanjang punggung Warna sapi jantan akan
11
berubah kehitaman sedangkan warna sapi betina relatif tetap setelah dewasa Sapi
Bali tidak memiliki punuk dan keempat kaki bagian bawahnya berwarna putih
(Abidin 2010)
Gambar 3 Sapi Bali Betina dan Jantan (a) Betina (b) Jantan (Sumber Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali 2015)
25 Sapi Angus
Sapi Angus (B taurus) berasal dari Skotlandia Utara yang beriklim dingin
dan lembap Menurut Sutarno amp Setyawan (2016) Berat badan umur 15 tahun
dapat mencapai 650 kg Karakteristik sapi Angus (Gambar 4) memiliki bentuk
tubuh lebar dan rata Warna tubuh keseluruhan hitam namun terkadang ada
warna putih di bagian belakang bawah pusat tidak bertanduk bentuk tubuh rata
seperti papan dan dagingnya padat
Gambar 4 Sapi Angus di Peternakan Kabupaten Seragen
(Sumber Adinata et al 2017)
26 Sapi Simmental
Sapi Simmental (B taurus) merupakan salah satu jenis ternak tertua di
dunia yang bertahan hingga saat ini Sapi Simmental merupakan jenis sapi
(b) (a)
12
subtropis Sapi Simmental berasal dari Switzerland yang telah dijinakkan setelah
abad ke-13 Sapi Simmental dan semen beku pada tahun 1985 tiba di Indonesia
dari New Zealand dan Australia (Sutarno amp Setyawan 2016)
Karakteristik sapi Simmental (Gambar 5) menurut Sutarno amp Setyawan
(2016) memiliki tubuh yang berotot dan kukuh pertumbuhan otot yang cepat
jenis spesifik yang ditemukan di Indonesia memiliki wajah kuning atau merah
kecokelatan dengan kaki bawah putih dan ujung ekor putih Berat seekor sapi
dewasa bisa melebihi 1000 kilogram
Gambar 5 Sapi Simmental di Peternakan Tradisional
(Sumber Sutarno amp Setyawan 2016)
27 Sapi Friesians Holstein (FH)
Sapi Friesians Holstein (FH) (B taurus) telah dikembangkan sejak abad
ke-13 di Belanda (Belanda Utara dan Friesland) dan Jerman Utara (Schleswig-
Holstein) untuk menghasilkan sejenis ternak yang mampu mengonsumsi rumput
lokal Usaha untuk pengembang biakan menghasilkan ternak sapi perah terbaik di
dunia dengan warna hitam dan putih khas Sapi FH pertama kali diimpor dari
Belanda pada abad ke-19 (Sutarno amp Setyawan 2015)
Karakteristik sapi FH (Gambar 6) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)
umumnya berwarna hitam dengan warna putih garis-garis tetapi kadang-kadang
merah dengan garis-garis putih dan dengan batas warna yang jelas Kepala
13
panjang lebar dan lurus Sapi FH memiliki tanduk yang pendek dan melengkung
memiliki mulut lebar lubang hidung terbuka lebar rahang kuat telinga ukuran
sedang dahi lebar leher panjang dan tipis Bahu yang besar terletak di dinding
dada dan membentuk sendi yang baik dengan tubuh Punggung yang kokoh dan
rata dengan tulang punggung yang saling terhubung dengan baik
Gambar 6 Sapi FH di Peternakan Terbuka
(Sumber Sutarno amp Setyawan 2015)
28 Nutrisi dan Kualitas Daging Sapi
Daging sapi menjadi salah satu sumber pemenuhan protein yang memiliki
banyak kandungan nutrisi Kandungan nutrisi dari daging sapi berupa vitamin D
vitamin B12 zat besi selenium seng dan asam lemak esensial Omega 3 (Scollan
et al 2006) Kandungan lain dari daging sapi adalah 75 air 20 protein 3
lemak dan 2 substansi non-protein larut Substansi non-protein larut tersebut
berupa 45 nitrogen 45 karbohidrat 8 komponen anorganik 3 vitamin
dan 3 logam (Tornberg 2005)
Penjualan daging sapi dipengaruhi oleh daya tarik daging bagi konsumen
yang digambarkan sebagai kualitas daging Kualitas daging didefinisikan sebagai
sifat yang dirasakan konsumen secara visual dan sensoris (Becker 2000)
Kualitas daging diukur berdasarkan parameter berupa warna daging warna
lemak jumlah lemak (Glitsch 2000) tekstur nilai marbling (intramuscular fat)
14
(Lee et al 2007) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al
2011) dan lean meat (Dagong et al 2012)
Menurut Becker (2000) empat karakteristik makanan daging berkualitas
sebagai berikut (1) Karakteristik yang menunjukkan kandungan gizi protein
lemak kandungan karbohidrat (2) Karakteristik yang menunjukkan kualitas
pengolahan panjang sarkomer nilai pH warna kegemukan kapasitas pengikat
air (3) Karakteristik yang menunjukkan kualitas hygienic-toxicological residu
kontaminan status mikroorganisme zat aditif (4) Karakteristik yang
menunjukkan kualitas sensorik tekstur (tenderness juiciness) rasa atau bau dan
warna atau penampilan (marbling)
29 CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs)
CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs) merupakan keluarga
transkripsi yang mengandung domain leucine zipper dasar yang conserved atau
tidak berubah (Gambar 7) pada C-terminus yang terlibat dalam dimerisasi dan
pengikatan DNA (Ramji amp Foka 2002) Protein CEBP pertama kali
diidentifikasi di laboratorium Steve McKnight sebagai faktor stabil panas pada
inti hati tikus yang mampu berinteraksi dengan motif CCAAT box yang terdapat
pada beberapa promoter gen seluler (Johnson amp McKnight 1989)
Gen CCAATEnhancer Binding Protein (CEBP) merupakan keluarga faktor
transkripsi yang terekspresikan pada proses diferensiasi preadiposit (He et al
2011) Peran dari keluarga CEBP diantaranya pada diferensiasi seluler
mengontrol metabolisme proliferasi seluler regulasi peradangan (Ramji amp Foka
2002) siklus sel hematopoiesis perkembangan skeletal dan respons host imun
(Tsukada et al 2011) Terdapat enam anggota kelompok gen CEBP yang telah
15
diisolasi dan di karakterisasi yaitu CEBPα CEBPβ CEBPγ CEBPδ CEBPε
dan CEBPδ (Ramji amp Foka 2002) Gen tersebut memainkan peran penting dalam
diferensiasi adiposit (Lane et al 1999)
Gambar 7 Ilustrasi dari Leucine Zipper Domain
(Sumber Tsukada et al 2011)
210 Gen CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα)
Daerah promoter proksimal gen CCAATEnhancer Binding Protein α
(CEBPα) pada tikus pertama kali dicirikan dan menunjukkan mengandung
tempat pengikatan potensial untuk CEBP Sp1 Nuclear Factor (NF)-1 NF-Y
Upstream Stimulating Factor (USF) Basic Transcription Element Binding
Protein (BTEB) dan NF-Κb (Christy et al 1991) Promoter gen CEBPα dapat
diaktifkan secara otomatis di dalam sel yang dapat ditransfer melalui ekspresi dari
plasmid (Legraverend et al 1993)
Sequence gen CEBPα sapi memiliki kesamaan 899 pada urutan
nukleotida dan 925 urutan asam amino dengan gen tikus (Taniguchi amp Sasaki
1996) Gen CEBPα sapi seperti gen tikus yaitu bebas intron Open reading
frame (nukleotida 169 ndash 1230) pada gen CEBPα sapi mengodekan protein 353
16
residu asam amino yang merupakan lima asam amino lebih pendek dari pada
protein tikus (Taniguchi amp Sasaki 1996) Asam amino tersebut terekspresi
sebelum transkripsi gen spesifik adiposit yang memiliki situs pengikatan gen
CEBPα (Wang et al 2011) Urutan seperti kotak TATA terletak di nukleotida 13
ndash 18 namun situs mulai transkripsi tidak ditentukan (Taniguchi amp Sasaki 1996)
Faktor transkripsi CEBPα memainkan peranan penting selama
diferensiasi preadiposit menjadi adiposit Gen CEBPα diidentifikasi sebagai
Nuclear Factor (NF) yang di induksi saat diferensiasi yang mengikat secara
spesifik ke promotor beberapa gen (Vasseur-Cognet amp Lane 1993) Gen CEBPα
memainkan peran penting dalam pengendapan lemak dan diferensiasi adiposit
(Shin et al 2007) Gen CEBPα menjadi kandidat gen penting untuk
diidentifikasi secara marker genetik pada karkas dan sifat kualitas daging sapi
ternak (Shin et al 2007) Gen CEBPα juga dapat mengatur metabolisme energi
dan nutrisi dengan mengaktifkan beberapa gen spesifik seperti
phosphoenolpyruvate carboxykinase dan reseptor insulin (Park et al 1990)
211 Pengaruh Lingkungan Terhadap Kualitas Daging
Kondisi lingkungan berupa temperatur akan mempengaruhi keadaan
fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Kondisi lingkungan secara langsung
mempengaruhi proses metabolisme organ dan otot (Gregory 2010) Pada zona
nyaman sapi akan sedikit mengeluarkan energi dan tidak terpengaruh oleh
temperatur lingkungan sebaliknya jika berada diluar zona nyaman sapi akan
mengalami stres yang bertujuan untuk mengembalikan kepada kondisi tubuh yang
normal (Nardone et al 2006) Kondisi tersebut akan menyebabkan terjadinya
17
perubahan seperti pola makan fisiologis dan fungsi metabolisme pada kuantitas
dan kualitas produksi dari sapi itu sendiri
Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan menyebabkan terjadinya
penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et al 2001 Mader amp Davis
2004) yang terjadi pada sapi B indicus (Gregory 2010) Suhu di atas 30degC akan
menyebabkan terjadinya penurunan jumlah berat badan (Nardone et al 2006)
Pada periode yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi
perubahan fenotipe dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006 Gregory 2010)
18
BAB III
METODE
31 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari ndash Juni 2018 di
Laboratorium Genetika Molekuler Hewan Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI
Cibinong Jl Raya Bogor KM 46 Bogor Jawa Barat
32 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik
micropipette 10 microL 200 microL 1000 microL (Boesco dan Bio-Rad) dan pH meter
(Thermo Orion) tabung vacutainer mengandung K3EDTA holder dan jarum
needle ukuran 21G microcentrifuge tube 15 mL sentrifugator (Hermile Z 300
K) vortex (Barnstead Thermolyne) micropipette 1000 microL (Boesco) blue tips
white tips yellow tips shaker agigator (Thermo Scientific) parafilm pipet
Pasteur autoklaf (Trace Raypa) spektromotometer UV-Vis (GeneQuant) cuvette
dan laminar air flow (Telstar BH ndash 100) tangki elektroforesis horizontal (Bio-
Rad) power supply (Bio-Rad) timbangan analitik (Preciso XT 120A) hot plate
stirrer (Thermolyne Cimarec 2) pH meter (Thermo Orion) vortex (Barnstead
Thermolyne) Sentrifugator (HermLe Z 300 K) shaker (Bio Green) thermocycler
(Eppendorf) UV-transiluminator (Major Science)
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Red Cell Lysis Buffer
(RCLB) 250 mL pH 72 Tris Buffer Solution (TBS) 250 mL pH 74 TE Buffer
250 mL pH 8 Sodium Dedocyl Sulfate (SDS) (Mp Biomedicals) K3EDTA
(Garnier Bio One) Proteinase-K (Roche Diagnostic) PCR Buffer (Qiagen)
Proteinasi-K (Geneaid) proteinase-K Solution Ethylene Diamine Tetracetic Acid
19
(EDTA) (Mp Biomedicals) alkohol 70 alkohol absolut dingin tissue tissue
kimwipe NaCl Pekat Destillation Water (DW) steril Primer CEBPα forward
dan reverse (Integrated DNA Technolgies) TE buffer Double Destillation Water
(DDW) free nuclease (Ferementas) DNA ladder (Vivantis) PCR master mix kit
KAPA2G Robust (Kapa Biosystem) Gel Agarosa (Roche) boric acid (Merck)
tris base (Himedia) KCl (Merck) NaCl (Genetika Science) KHCO3 (Merck)
NH4Cl (Merck) Ethidium Bromida (EtBr) (Merck) gSYSCtrade DNA Extraction
Kit GS100 (Geneaid) amplop kertas
33 Sampel Penelitian
Breed sapi yang diteliti terbagi menjadi dua kelompok yaitu 1) Sapi potong
lokal (sapi Pasundan PO Bali) 2) Sapi potong introduksi (sapi Angus
Simmental FH) Sumber DNA berasal dari 1) Darah (sapi Pasundan PO Bali)
2) Rambut (sapi Angus Simmental FH) Darah atau rambut yang diambil
berasal dari dua individu berbeda setiap jenisnya kecuali sampel rambut sapi
Angus yang diperoleh dari satu individu saja
Jenis sapi yang diteliti berasal dari berbagai tempat yang berbeda yaitu 1)
Sapi Pasundan berasal dari Balai Pengembangan Perbibitan Ternak (BPPT) Sapi
Potong Ciamis 2) Sapi PO berasal dari BPPT Grobogan 3) Sapi Bali berasal dari
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Peninda Bali 4) sapi Angus
Simmental FH berasal dari Badan Embrio Ternak (BET) Cipelang Bogor
Regulasi dari BET yang tidak memperbolehkan pengambilan sampel darah
menjadi alasan utama diambilnya sampel rambut dari sapi Angus Simmental
FH Keseluruhan sampel rambut sapi yang diperoleh dari BET merupakan sapi
asli (origin) yang belum dilakukan perkawinan silang
20
34 Prosedur Kerja
341 Sterilisasi Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini di sterilisasi dengan
autoklaf pada suhu 121degC dan tekanan sebesar 1 atm selama 15 menit
342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA
a Pembuatan RCLB (Red Cell Blood Buffer)
Larutan RCLB dibuat sebanyak 1000 mL (pH 72) Larutan RCLB terbuat
dari bahan kimia NH4Cl dan KHCO3 Bahan tersebut ditimbang dengan
timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian dipindahkan ke beaker
glass dan ditambahkan EDTA 05 M sebanyak 200 microL serta DW sebanyak 300
mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot plate stirrer
Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan pH meter Nilai pH yang
terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH terlalu tinggi
ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian ditambahkan
DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott Duran 1000
mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan disimpan di
lemari pendingin
b Pembuatan TBS (Tris Buffer Solution)
Larutan TBS dibuat sebanyak 1000 mL (pH 74) dengan bahan yang
terdiri dari NaCl KCl tris base Bahan-bahan kimia tersebut ditimbang dengan
timbangan analitik dan dipindahkan ke beaker glass yang dilarutkan
menggunakan DW sebanyak 300 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan
di atas hot plate stirrer Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan menggunakan
pH meter jika pH terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH
21
terlalu tinggi ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian
ditambahkan DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott
Duran 1000 mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan
disimpan di lemari pendingin
c Pembuatan Proteinase-K Solution
Proteinase-K ditimbang pada timbangan analitik Proteinase-K kemudian
dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 45 mL serta EDTA
05 M sebanyak 54 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot
plate stirrer tanpa dipanaskan Larutan yang telah homogen ditambahkan Sodium
Dedocyl Sulfate (SDS) 10 sebanyak 378 mL Larutan tersebut kemudian
dihomogenkan di hot plate stirrer tanpa dipanaskan
d Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 5x)
Larutan TBE 5x yang dibuat sebanyak 500 mL boric acid dan tris base
ditimbang dengan timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian
dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 500 mL dan EDTA
05 M sebanyak 10 mL Larutan tersebut dihomogenkan di atas hot plate stirrer
dipanaskan setelah homogen dimasukan ke dalam botol Schott Duran 500 mL
dan disimpan di lemari pendingin
e Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 1x)
Larutan TBE 1x dibuat dengan mengencerkan 200 mL TBE 5x Larutan
TBE 1x dipindahkan pada botol Schott Duran 1000 mL Larutan tersebut
ditambahkan DW sampai 1000 mL Larutan tersebut disimpan pada lemari
pendingin
22
f Pengenceran Primer Gen CEBPα (10 pMmicroL)
Primer dalam bentuk pelet diencerkan dengan TE Buffer untuk
memperoleh primer stock Primer forward diencerkan dengan 333 microL TE Buffer
sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer reverse diencerkan dengan
332 microL sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer yang digunakan
dalam penelitian ini adalah primer CEBPα yang didesain pada penelitian (Shin
et al 2007) dengan ukuran 20 pb Primer CEBPα forward (5´-
ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) dan reverse (5´-TCAAAGTCG
TTGCCGCCTCC-3´)
Primer forward dan reverse CEBPα stock (100 pMmicroL) masing-masing
diambil sebanyak 5 microL dengan micropipette 2 ndash 20 microL dan dicampurkan ke dalam
microcentrifuge tube 15 mL baru yang telah berisi DDW free nuclease sebanyak
45 microL Larutan tersebut dicampur hingga homogen dengan cara dilakukan
mengetuk berulang bagian bawah microcentrifuge tube menggunakan ujung jari
Pengenceran primer dilakukan di laminar air flow Microcentrifuge tube yang
berisi primer dilakukan spin down dengan spin down sentrifugator agar larutan
yang berada di dinding microcentrifuge tube turun ke dasar Primer kemudian
disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
g Pembuatan Alat Pemanenan DNA
Alat pemanen DNA dibuat dari pipet Pasteur yang dimodifikasi dengan
membentuk ujung pipet seperti kail Pembentukan tersebut dilakukan dengan
memanaskan pipet di atas bunsen spiritus kemudian ditarik secara perlahan dan
dibuat melengkung seperti kail
23
h Pembuatan Gel Agarosa
Serbuk gel agarosa sebanyak 1 g ditimbang dengan timbangan analitik dan
dipindahkan ke botol Schott Duran 250 mL Serbuk gel agarosa ditambahkan
TBE 1x sebanyak 100 mL kemudian dipanaskan dan dihomogenkan dengan hot
plate stirrer sampai bening Larutan yang sudah homogen dicetak pada wadah
pencetak gel yang sudah terdapat sisir untuk membuat sebanyak 20 sumuran dan
diamkan sampai padat atau mengeras
343 Pengambilan Sampel Darah Sapi
Darah sampel diambil melalui vena caudalis sebanyak 5 mL Pengambilan
darah dilakukan dengan mengangkat caudal (ekor) dari sapi vena caudalis dicari
dengan meraba bagian ekor Jarum yang telah terpasang holder ditusukkan pada
vena caudalis dan tabung vacutainer mengandung K3EDTA dipasang pada
holder Darah yang mengalir ditampung pada tabung vacutainer kemudian
dicabut setelah darah berhenti Jarum dan holder kemudian dicabut dari vena
caudalis Tabung vacutainer yang berisi darah disimpan pada freezer dengan
suhu -20oC
344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990)
DNA yang berasal dari darah diisolasi menggunakan metode Montgomery
amp Sise (1990) dengan prosedur sebagai berikut
a Red Blood Cell Lysis
Sampel darah sebanyak 5 mL dipindahkan tabung Falcon 15 mL dan
ditambahkan larutan RCLB (pH 72) sampai 7 mL Sampel darah dihomogenkan
dengan vortex dan didiamkan selama 10 menit Sampel kemudian disentrifugasi
dengan sentrifugator selama 10 menit suhu 4degC kecepatan 3500 rpm Sampel
24
ditimbang menggunakan timbangan ganda agar proses sentrifugasi berjalan
dengan sempurna jika berat belum seimbang maka ditambah larutan RCLB
Supernatan yang diperoleh setelah proses sentrifugasi kemudian dibuang
sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Pelet ditambahkan RCLB sampai 5
mL kemudian divorteks hingga pelet hancur atau homogen Sampel disentrifugasi
selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang
diperoleh kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet kembali
ditambahkan RCLB sampai 3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau
homogen dan didiamkan selama 10 menit kemudian dilanjutkan tahapan ekstraksi
DNA
b White Blood Cell Collection
Sampel tahapan sebelumnya kemudian ditambahkan TBS (pH 74)
sebanyak 5 mL dan dikocok sebentar Sampel disentrifugasi selama 10 menit
dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang diperoleh kemudian
dibuang sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Sampel kemudian
ditambahkan TBS sebanyak 5 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau
homogen Sampel selanjutnya disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC
dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang didapatkan kemudian dibuang
sehingga hanya pelet yang tersisa Sampel kemudian ditambahkan TBS sebanyak
3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau homogen
Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan
3500 rpm Sampel divorteks perlahan hingga lapisan merah hilang Supernatan
yang didapatkan kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet
25
selanjutnya dikeringkan setelah kering ditambahkan TE 2 mL Sampel divorteks
sampai pelet hancur atau homogen
c Protein Lysis
Sampel yang sudah homogen dengan larutan TE selanjutnya ditambahkan
Proteinase-K solution sebanyak 200 microL tanpa divorteks atau dihomogenkan
Tabung Falcon 15 mL yang berisi sampel selanjutnya di-seal menggunakan
parafilm Sampel diinkubasi menggunakan shaker Agigator selama 24 jam dengan
suhu 37degC dan kecepatan 150 rpm
d Pemanenan DNA
Sampel yang telah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya ditambahkan
NaCl 5 M pekat sebanyak 2 mL Sampel diberi goyangan dengan membentuk
pola angka 8 dengan sangat perlahan setelah itu dikocok kuat sebanyak 2 kali
Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 10degC dan kecepatan 3500
rpm Supernatan dituang pada tabung reaksi yang berisi alkohol absolut dingin
Bagian permukaan tabung reaksi ditutup dengan parafilm sampai rapat Tabung
reaksi dibolak-balikan sampai terbentuk gelembung-gelembung yang melayang
Fraksi gelembung yang melayang diambil dengan pipet Pasteur yang telah
dimodifikasi dan dicelupkan secara cepat ke dalam alkohol 70 kemudian
dikeringkan dengan tissue kimwipe Gumpalan tersebut dimasukan kedalam
microcentrifuge tube 15 mL yang telah berisikan DW steril sebanyak 200 microL
Sampel dihomogenkan menggunakan alat shaker pada suhu ruang agar larut
DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
26
345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi
Pengambilan rambut dilakukan pada bagian ekor minimal rambut
sebanyak 20 helai Rambut pada bagian ekor ditarik searah dengan titik tumbuh
dari rambut tersebut Tahapan tersebut dilakukan dengan cepat agar diperoleh
bagian rambut yang utuh dengan folikel Rambut tersebut ditempelkan pada kertas
dengan selotip berbahan kertas tanpa mengenai bagian folikel dan disimpan di
dalam amplop
346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)
Tahapan isolasi DNA dari rambut menggunakan gSYSCtrade DNA
Extraction Kit GS100 (Geneaid) dengan prosedur sebagai berikut
a Cell Lysis
Sepuluh helai rambut dipotong-potong dengan ukuran 05 ndash 1 cm
termasuk bagian folikel Potongan tersebut dipindahkan ke dalam microsentrifuge
tube 15 mL ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K
(dipastikan potongan terendam) dicampur dengan cara dikocok Larutan
diinkubasi dengan suhu 60degC selama 30 menit Pada proses inkubasi
microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung microcentrifuge tube
secara perlahan setiap 5 menit GSB Buffer sebanyak 200 μL ditambahkan dan
dikocok dengan kuat dan diinkubasi kembali pada suhu 60ordmC selama 20 menit
Selama proses inkubasi microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung
secara perlahan setiap 5 menit
b DNA Binding
Sampel tahapan sebelumnya ditambahkan 200 μL etanol absolut
dikocok dengan kuat selama 10 detik Endapan yang muncul dipecah dengan
27
menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan
tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan
tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit
Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi
dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru
c Pencucian
W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan
sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30
detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column
diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL
Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan
kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi
kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi
yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit
untuk mengeringkan kolom matriks
d Elution
GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube
15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak
100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke
bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit
untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column
disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan
elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak
DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
28
347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)
DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et
al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan
dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10
menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting
yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel
rambut diganti)
Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan
disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer
(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada
microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan
suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit
pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm
beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan
disimpan pada suhu -20 ordmC
348 Uji Kuantifikasi DNA
Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji
kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL
DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette
DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus
menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi
dan tingkat kemurnian
29
349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)
Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR
master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-
ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT
CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL
DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke
dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas
kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR
mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre
denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing
54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final
extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali
3410 Elektroforesis dan Visualisasi
Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis
horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan
TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL
dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm
dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down
Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker
DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran
Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan
listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki
elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt
selama 60 menit
30
Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam
dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel
agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa
divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator
3411 Sequencing DNA
Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai
ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward
dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan
metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit
(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing
menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)
Malaysia)
35 Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif
(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil
sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis
dianalisis secara deskriptif
351 Analisis Bioinformatika
Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan
kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian
hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak
ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian
dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment
Editor 725 (Hall 2001)
31
Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-
base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)
menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base
similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99
Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple
Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak
MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan
variasi basa sampel
32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi
Berbeda
DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut
DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil
kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari
sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang
mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut
menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini
Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan
metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut
dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai
kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada
Tabel 1
Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua
metode hasil penelitian
Pengulangan ke-
Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)
Kit Konvensional Kit Konvensional
1 Angus 269 102 2100 11100
2 FH 207 109 7810 11720
3 Simmental 263 111 231 11340
Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi
Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah
dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut
33
dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode
sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata
nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah
246plusmn034 dan 107plusmn005
Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar
17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)
Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran
kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di
bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari
tahapan masing-masing metode
Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian
genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya
kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang
dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA
Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi
DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan
meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa
denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan
meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan
nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian
DNA yang baik (gt20)
Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah
nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein
Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al
34
2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini
protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada
nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi
protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat
Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh
lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik
Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode
konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit
yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode
konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti
protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan
mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al
1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses
PCR (Demeke amp Jenkins 2010)
Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa
dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA
diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun
nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang
baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan
konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen
(Demeke amp Jenkins 2010)
Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan
hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit
untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional
35
pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang
cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada
penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal
Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan
konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan
RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)
42 Konfirmasi Gen CEBPα
Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan
dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan
pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain
oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar
1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)
yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701
(Lampiran 4)
Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh
semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di
antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan
panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa
dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)
Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah
dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan
program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa
penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda
Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC
36
(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah
dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut
namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk
membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)
Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339
bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO
Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya
perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer
Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari
merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini
perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1
menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses
tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing
yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template
DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang
Target 1339
bp
37
sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA
teramplifikasi sempurna
Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi
Program PCR
Pre
Denaturation Denaturation Annealing Extension
Final
Extension Siklus
Penelitian
Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40
Referensi
Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35
Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32
He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32
Keterangan tanda () = menit tanda () = detik
43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis
menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh
empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black
(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan
(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean
(XM_0252690201)) (Tabel 3)
Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat
prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis
komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari
runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data
tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database
(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang
38
komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga
mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)
Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan
persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan
referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak
(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat
dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi
Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3
Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI
Sampel Spesies Breed GenBank Accesion
Query Cover
Max Iden
Bali
(B sondaicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Pasundan (B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99
Friesians Holstein
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Angus (B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Peranakan Ongole
(B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99
Simmental
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99
39
Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau
kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di
GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan
kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen
CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen
identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen
fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)
Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang
dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden
2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan
seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi
Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap
sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67
(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki
urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki
runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian
akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover
95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover
99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3)
44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali
Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan
runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4
40
Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi
Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil
ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada
empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo
(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau
Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada
sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)
yaitu terletak pada enam posisi berbeda
Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank
Spesies_Breed Posisi Runutan Basa
88
97
103
271
567
733
832
855
870
921
926
931
957
1088
1149
1175
1196
B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G
B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C
B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T
C
B taurus_Angus C C
B taurus_ Friesians Holstein C C
B taurus_ Simmental C C
B indicus_ Pasundan C C
B indicus_ Peranakan Ongole C C
B sondaicus_ Bali C A C G A
Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T
Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)
Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi
Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi
Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196
(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi
tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)
Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa
yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali
41
memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut
memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut
Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi
Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru
Thymine (T) = merah)
42
Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen
CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson
gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi
dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi
Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki
1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan
mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali
Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi
Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B
banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal
usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan
sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel
sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki
kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus
atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)
(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH
Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya
variasi basa yang ditemukan
Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali
terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan
adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis
kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan
keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah
mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode
43
yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe
dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)
Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan
dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)
(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis
Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi
keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali
(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan
pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al
2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi
karakteristik dari daging sapi Bali
Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et
al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki
kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan
menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et
al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga
mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat
dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan
dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)
Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk
menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin
(subtropis)
Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan
sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi
44
lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan
daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki
kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang
lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari
karkas yang diperoleh
45
BAB V
PENUTUP
51 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa
1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan
PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)
2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi
Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa
3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi
DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit
52 Saran
Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah
populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme
(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak
dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi
tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar
memperoleh hasil yang maksimal
46
DAFTAR PUSTAKA
Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka
Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)
Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular
Research 14(3) 9370ndash9383
Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research
24(13) 2623ndash2625
Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan
Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39
Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan
Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor
Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice
Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773
Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176
Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the
National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7
Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash
ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24
Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods
PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990
Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797
Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11
Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga
47
Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method
of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231
Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194
Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and
Pathology 3(2) 133ndash137
Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food
Research International 43(7) 1866ndash1873
Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology
Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the
Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076
He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle
Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969
Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27
Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and
Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26
Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R
(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science
and Technology 46(6) 909ndash916
Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839
Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from
hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289
Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and
Evolution 33(7) 1870ndash1874
Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer
Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683
Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon
D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To
48
Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of
Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764
Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription
factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742
Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)
Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485
Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology
Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)
Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On
Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087
Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali
(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128
Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9
Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On
Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335
Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A
Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in
Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20
Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash
441
Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect
On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81
Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor
Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam
Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156
Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C
A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle
49
Journal Animal Science 80 3077ndash3085
Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in
The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72
Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water
Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A
Review Meat Science 89(2) 111ndash124
Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374
Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat
[Skripsi] Institut Pertanian Bogor
Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes
transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504
Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)
Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6
Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure
Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75
Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E
Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among
Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158
Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)
Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The
Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299
Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip
Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle
Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020
Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots
In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451
50
Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp
Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with
Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33
Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan
Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from
httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395
Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian
Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470
Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for
bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594
Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole
(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional
Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)
Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan
Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)
Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273
Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian
Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354
Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds
Biodiversitas 17(1) 275ndash295
Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)
Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131
Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang
Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107
Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence
of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554
Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508
Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The
51
CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)
Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19
Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter
Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316
Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular
Research 11(2) 1651ndash1661
Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The
CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077
Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia
(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25
Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20
Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle
Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954
Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal
Science 50(11) 499ndash502
52
LAMPIRAN
Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data
Gen Bank
Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178
Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283
Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247
Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank
Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank
53
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)
Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel
NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian
1
Darah
Pasundan 601 867 173
2 Pasundan 602 1035 194
3 Peranakan Ongole 1691 278 309
4 Peranakan Ongole 1693 234 434
5 Bali 59 173 941
6 Bali 64 192 502
7
Rambut
Angus 171405 105 21
8 Friesians Holstein 310102 202 781
9 Friesians Holstein 310158 116 1134
10 Simmental 4490 22 231
11 Simmental 6115 116 1134
3
Selain faktor genotipe kondisi lingkungan juga mempengaruhi kualitas
daging sapi (Schutt et al 2009) Fenotipe berupa daging yang berkualitas
merupakan hasil interaksi antara faktor genotipe dan lingkungan (Peaston amp
Whitelaw 2006) Perbedaan kondisi lingkungan berupa iklim menjadikan adanya
perbedaan karakteristik pada daging sapi
Kandungan lemak intramuskular dan lemak internal B taurus (subtropis)
lebih banyak dibandingkan B indicus (tropis) (Yosita et al 2012) Kandungan
lemak pada intramuskular berkorelasi dengan sifat kualitas daging seperti
tenderness (keempukan) (Reverter et al 2003) dan lean meat (rendah lemak)
(Dagong et al 2012) Perbedaan kondisi lingkungan sapi potong lokal (tropis)
dengan sapi potong introduksi (subtropis) memungkinkan adanya variasi basa gen
CEBPα
Penelitian ini untuk mendeteksi keberadaan gen CEBPα yang berasosiasi
dengan sifat kualitas daging pada sapi yang diteliti yaitu sapi potong lokal (sapi
Pasundan PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)
Alasan pemilihan sapi-sapi tersebut karena termasuk ke dalam program
pemerintah dalam pengembangan sapi potong untuk meningkatkan penyediaan
daging sapi nasional (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Kementerian Pertanian 2016)
Penelitian deteksi gen CEBPα diawali dengan tahapan ekstraksi DNA
DNA dapat diperoleh melalui darah saliva sel epitel (Hansen et al 2007) dan
rambut (Heywood et al 2003) Penggunaan sampel rambut merupakan salah satu
alternatif apabila menemui hewan atau ternak yang bernilai tinggi atau liar (tidak
4
dapat memperoleh darah) Pada penelitian deteksi keberadaan suatu gen
efektivitas metode ekstraksi DNA rambut perlu diperhatikan
Ekstraksi DNA rambut umumnya menggunakan kit komersial atau secara
konvensional Salah satu kit ekstraksi DNA yang umum digunakan adalah
gSYSCtrade DNA Extraction Kit Penggunaan kit untuk ekstraksi DNA
memberikan hasil yang baik namun cenderung memerlukan biaya yang mahal
(Demeke amp Jenkins 2010) Metode konvensional dapat dipertimbangkan menjadi
alternatif dalam ekstraksi DNA rambut karena biaya yang murah dan memberikan
hasil yang dapat digunakan dalam analisis molekuler selanjutnya Salah satunya
adalah metode ekstraksi DNA rambut yang diterapkan pada penelitian Kumar et
al (2005) Metode tersebut berhasil dalam mengekstraksi DNA rambut sapi
Pemilihan metode tersebut karena tahapan yang mudah untuk dilakukan dan
menggunakan bahan yang aman terhadap kesehatan
Penelitian ini menjadi langkah awal untuk mengungkap potensi gen
CEBPα pada sapi potong lokal dan sapi potong introduksi yang diteliti Data atau
informasi terkait gen CEBPα yang berasosiasi dengan sifat kualitas daging pada
sapi yang diteliti masih belum tersedia Selanjutnya penelitian ini menjadi salah
satu tahapan penting dalam pemuliaan ternak secara molekular sehingga dapat
diperoleh daging sapi yang berkualitas Selain itu penelitian ini juga
membandingkan hasil metode ekstraksi DNA menggunakan metode kit dan
konvensional untuk memperoleh efisiensi dalam penelitian analisis molekuler
DNA sapi
5
12 Rumusan Masalah
1 Apakah sapi potong lokal (sapi Pasundan PO Bali) dan sapi potong
introduksi (sapi Angus Simmental FH) memiliki gen CEBPα dan
variasi basa pada gen tersebut
2 Apakah ekstraksi DNA rambut dengan metode konvensional dapat
dijadikan metode alternatif selain menggunakan metode kit
13 Hipotesis
1 Sapi potong lokal dan sapi potong introduksi memiliki gen CEBPα dan
terdapat variasi basa pada gen tersebut
2 Ekstraksi DNA rambut dengan menggunakan metode konvensional dapat
dijadikan alternatif selain metode kit
14 Tujuan Penelitian
1 Untuk mengonfirmasi keberadaan gen CEBPα pada sapi yang diteliti
serta memperoleh informasi terkait variasi basa gen CEBPα pada sapi
yang diteliti
2 Untuk mendapatkan metode ekstraksi DNA rambut alternatif selain
dengan menggunakan metode kit
15 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini antara lain
1 Sebagai penelitian awal dalam mengungkap keberadaan gen CEBPα
pada sapi yang diteliti berkaitan dengan kualitas daging sapi yang baik
serta mengetahui dan mempelajari asosiasi gen CEBPα terhadap kualitas
daging sapi
6
2 Berkontribusi dalam seleksi ternak secara molekuler dengan gen
CEBPα berupa sifat kualitas daging berkaitan dengan kandungan lemak
pada sapi potong yang diteliti untuk keperluan program breeding
3 Memperoleh metode alternatif selain metode kit dalam mengekstraksi
DNA rambut yang efisien dan tidak memerlukan biaya yang mahal
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
21 Bangsa Sapi Ternak
Binatang ternak menjadi salah satu mahluk yang dijadikan pembelajaran
dalam Al Quran Al Anrsquoam yang artinya binatang ternak menjadi salah satu nama
surat dalam Al Quran merupakan surat ke-6 yang diturunkan di Mekah dengan
165 ayat Salah satu ayat surat Al Anrsquoam yang menjelaskan tentang peruntukan
binatang ternak adalah pada ayat 142
ldquoDan di antara hewan ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan ada
yang untuk disembelih Makanlah dari rezeki yang telah diberikan Allah
kepadamu dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan Sesungguhnya
setan itu musuh yang nyata bagimurdquo (Al Anrsquoam (6) 142)
Allah Subhanallahu wa Tarsquoala telah memberikan rezeki kepada manusia
berupa binatang ternak yang dapat disembelih dengan tata cara sesuai syariat
Kemudian dagingnya dapat dimanfaatkan sebagai sumber gizi untuk manusia
Berdasarkan hal tersebut diperlukan upaya untuk mengkaji secara ilmiah daging
binatang ternak salah satunya sapi
Secara umum bangsa sapi terbagi menjadi tiga kelompok (Natasamita amp
Mudikdjo 1985) (1) Bos taurus yang merupakan bangsa sapi yang paling besar
berasal dari Eropa Ciri khas B taurus tidak memiliki punuk (2) B indicus
(Zebu) yang merupakan bangsa sapi asal India dan Afrika yang menyebar di
wilayah Asia Ciri khas B indicus memiliki punuk (3) B sondaicus (B bibos)
8
merupakan sapi asli Indonesia yang sudah lama beradaptasi di lingkungan
Indonesia Tubuh B sondaicus relatif lebih kecil dibandingkan B taurus dan B
indicus
Definisi dari sapi lokal adalah sapi asli Indonesia atau hasil persilangan
yang telah ditetapkan sebagai rumpun sapi nasional sedangkan sapi introduksi
merupakan sapi impor (luar Indonesia) yang berkembang biak di Indonesia tanpa
adanya persilangan dengan sapi lokal (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi
Pertanian Kementerian Pertanian 2016) Kumpulan beberapa jenis sapi ternak
yang memiliki kesamaan karakteristik disebut dengan rumpun atau (breed)
(Setiadi 2016) Beberapa breed sapi lokal adalah sapi Pasundan Peranakan
Ongole (PO) Bali dan introduksi adalah sapi Angus Simmental Friesians
Holstein (FH)
22 Sapi Pasundan
Sapi Pasundan (B indicus) merupakan sapi potong lokal yang memiliki
gen khas dari sapi Bali sapi Jawa sapi Ongole dan sapi Madura Sapi Pasundan
memiliki asal usul secara genetik yang merupakan hasil tekanan inbreeding dari
generasi persilangan pada program grading up sapi Ongole dan program grading
up sapi Jawa dengan sapi Madura dan sapi Bali (Baharun 2015) Sapi Pasundan
memiliki karakteristik mudah beradaptasi dengan lingkungan mudah dipelihara
memiliki kualitas karkas yang baik dan relatif tahan terhadap penyakit tropis
(Baharun 2015)
Sapi Pasundan yang baru ditetapkan sebagai kekayaan sumber genetik
ternak lokal Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor
1051kptsSR120102014 tentang penetapan rumpun sapi Pasundan Menurut
9
Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1051kptsSR120102014 karakteristik sapi
Pasundan (Gambar 1) memiliki warna tubuh dominan merah bata terdapat warna
putih pada bagian pelvis dan keempat kaki bagian bawah (tarsus dan carpus)
dengan batasan yang tidak kontras Terdapat garis belut atau garis punggung
sepanjang punggung dengan warna lebih tua dari warna dominan (Gambar 1)
Sapi Pasundan memiliki hidung dan ujung ekor berwarna hitam dengan
bentuk tubuh segi empat serta memiliki tanduk dengan bentuk yang pendek tidak
seragam atau bervariasi dari ukuran kecil sampai besar (Baharun 2015 Sulasmi
et al 2017) Beberapa sapi Pasundan jantan dapat mengalami perubahan warna
dari merah bata menjadi hitam pada saat mencapai fase kelamin dewasa
Gambar 1 Sapi Pasundan di BPPT Sapi Potong Ciamis
(Sumber Baharun 2015)
23 Sapi Peranakan Ongole (PO)
Sapi Peranakan Ongole atau PO (B indicus) merupakan sapi hasil
persilangan secara grading up antara sapi Sumba Ongole dengan sapi Jawa
(Prasetya 2011 Sutarno amp Setyawan 2016) Sapi PO memiliki keunggulan
berupa tidak sulit dalam proses reproduksi dan tingkat kebuntingan nya tinggi
(Subiharta et al 2012) Populasi terbesar sapi PO berada di pulau Jawa terutama
Jawa Timur (Astuti 2004)
10
Karakteristik sapi PO (Gambar 2) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)
berwarna putih atau abu-abu warna hitam di ekor dan rambut di sekitar mata
bentuk kepala melengkung pendek tanduk pendek telinga menggantung yang
panjang dan perut yang agak besar terkadang ada bercak hitam di lututnya
Memiliki warna tubuh putih hingga keabu-abuan Sapi jantan memiliki warna
keabu-abuan lebih sering muncul di sekitar gelambir leher ekor dan kepala
sedangkan pada sapi betina warna putih lebih dominan (Sudrajad amp Adinata
2013)
Gambar 2 Sapi PO di Peternakan Terbuka (Sumber Kementerian Pertanian 2012)
24 Sapi Bali
Sapi Bali (B sondaicus) merupakan keturunan dari Banteng (B banteng)
(Talib 2002 Purwantara et al 2012) yang telah mengalami domestikasi selama
bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Sapi Bali merupakan salah satu sapi
asli Indonesia (Margawati 2012) Sapi Bali memiliki ciri fisik yang sedikit
mengalami perubahan dari banteng (Mahdi et al 2013) Sapi Bali mewakili 27
dari total populasi yang ada di Indonesia dan menjadi sapi utama untuk
peternakan kecil Populasi sapi Bali tersebar di pulau Bali Sulawesi Selatan
Nusa Tenggara Timur dan Barat (Purwantara et al 2012)
Karakteristik sapi Bali (Gambar 3) memiliki warna tubuh merah bata
memiliki garis belut atau garis di sepanjang punggung Warna sapi jantan akan
11
berubah kehitaman sedangkan warna sapi betina relatif tetap setelah dewasa Sapi
Bali tidak memiliki punuk dan keempat kaki bagian bawahnya berwarna putih
(Abidin 2010)
Gambar 3 Sapi Bali Betina dan Jantan (a) Betina (b) Jantan (Sumber Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali 2015)
25 Sapi Angus
Sapi Angus (B taurus) berasal dari Skotlandia Utara yang beriklim dingin
dan lembap Menurut Sutarno amp Setyawan (2016) Berat badan umur 15 tahun
dapat mencapai 650 kg Karakteristik sapi Angus (Gambar 4) memiliki bentuk
tubuh lebar dan rata Warna tubuh keseluruhan hitam namun terkadang ada
warna putih di bagian belakang bawah pusat tidak bertanduk bentuk tubuh rata
seperti papan dan dagingnya padat
Gambar 4 Sapi Angus di Peternakan Kabupaten Seragen
(Sumber Adinata et al 2017)
26 Sapi Simmental
Sapi Simmental (B taurus) merupakan salah satu jenis ternak tertua di
dunia yang bertahan hingga saat ini Sapi Simmental merupakan jenis sapi
(b) (a)
12
subtropis Sapi Simmental berasal dari Switzerland yang telah dijinakkan setelah
abad ke-13 Sapi Simmental dan semen beku pada tahun 1985 tiba di Indonesia
dari New Zealand dan Australia (Sutarno amp Setyawan 2016)
Karakteristik sapi Simmental (Gambar 5) menurut Sutarno amp Setyawan
(2016) memiliki tubuh yang berotot dan kukuh pertumbuhan otot yang cepat
jenis spesifik yang ditemukan di Indonesia memiliki wajah kuning atau merah
kecokelatan dengan kaki bawah putih dan ujung ekor putih Berat seekor sapi
dewasa bisa melebihi 1000 kilogram
Gambar 5 Sapi Simmental di Peternakan Tradisional
(Sumber Sutarno amp Setyawan 2016)
27 Sapi Friesians Holstein (FH)
Sapi Friesians Holstein (FH) (B taurus) telah dikembangkan sejak abad
ke-13 di Belanda (Belanda Utara dan Friesland) dan Jerman Utara (Schleswig-
Holstein) untuk menghasilkan sejenis ternak yang mampu mengonsumsi rumput
lokal Usaha untuk pengembang biakan menghasilkan ternak sapi perah terbaik di
dunia dengan warna hitam dan putih khas Sapi FH pertama kali diimpor dari
Belanda pada abad ke-19 (Sutarno amp Setyawan 2015)
Karakteristik sapi FH (Gambar 6) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)
umumnya berwarna hitam dengan warna putih garis-garis tetapi kadang-kadang
merah dengan garis-garis putih dan dengan batas warna yang jelas Kepala
13
panjang lebar dan lurus Sapi FH memiliki tanduk yang pendek dan melengkung
memiliki mulut lebar lubang hidung terbuka lebar rahang kuat telinga ukuran
sedang dahi lebar leher panjang dan tipis Bahu yang besar terletak di dinding
dada dan membentuk sendi yang baik dengan tubuh Punggung yang kokoh dan
rata dengan tulang punggung yang saling terhubung dengan baik
Gambar 6 Sapi FH di Peternakan Terbuka
(Sumber Sutarno amp Setyawan 2015)
28 Nutrisi dan Kualitas Daging Sapi
Daging sapi menjadi salah satu sumber pemenuhan protein yang memiliki
banyak kandungan nutrisi Kandungan nutrisi dari daging sapi berupa vitamin D
vitamin B12 zat besi selenium seng dan asam lemak esensial Omega 3 (Scollan
et al 2006) Kandungan lain dari daging sapi adalah 75 air 20 protein 3
lemak dan 2 substansi non-protein larut Substansi non-protein larut tersebut
berupa 45 nitrogen 45 karbohidrat 8 komponen anorganik 3 vitamin
dan 3 logam (Tornberg 2005)
Penjualan daging sapi dipengaruhi oleh daya tarik daging bagi konsumen
yang digambarkan sebagai kualitas daging Kualitas daging didefinisikan sebagai
sifat yang dirasakan konsumen secara visual dan sensoris (Becker 2000)
Kualitas daging diukur berdasarkan parameter berupa warna daging warna
lemak jumlah lemak (Glitsch 2000) tekstur nilai marbling (intramuscular fat)
14
(Lee et al 2007) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al
2011) dan lean meat (Dagong et al 2012)
Menurut Becker (2000) empat karakteristik makanan daging berkualitas
sebagai berikut (1) Karakteristik yang menunjukkan kandungan gizi protein
lemak kandungan karbohidrat (2) Karakteristik yang menunjukkan kualitas
pengolahan panjang sarkomer nilai pH warna kegemukan kapasitas pengikat
air (3) Karakteristik yang menunjukkan kualitas hygienic-toxicological residu
kontaminan status mikroorganisme zat aditif (4) Karakteristik yang
menunjukkan kualitas sensorik tekstur (tenderness juiciness) rasa atau bau dan
warna atau penampilan (marbling)
29 CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs)
CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs) merupakan keluarga
transkripsi yang mengandung domain leucine zipper dasar yang conserved atau
tidak berubah (Gambar 7) pada C-terminus yang terlibat dalam dimerisasi dan
pengikatan DNA (Ramji amp Foka 2002) Protein CEBP pertama kali
diidentifikasi di laboratorium Steve McKnight sebagai faktor stabil panas pada
inti hati tikus yang mampu berinteraksi dengan motif CCAAT box yang terdapat
pada beberapa promoter gen seluler (Johnson amp McKnight 1989)
Gen CCAATEnhancer Binding Protein (CEBP) merupakan keluarga faktor
transkripsi yang terekspresikan pada proses diferensiasi preadiposit (He et al
2011) Peran dari keluarga CEBP diantaranya pada diferensiasi seluler
mengontrol metabolisme proliferasi seluler regulasi peradangan (Ramji amp Foka
2002) siklus sel hematopoiesis perkembangan skeletal dan respons host imun
(Tsukada et al 2011) Terdapat enam anggota kelompok gen CEBP yang telah
15
diisolasi dan di karakterisasi yaitu CEBPα CEBPβ CEBPγ CEBPδ CEBPε
dan CEBPδ (Ramji amp Foka 2002) Gen tersebut memainkan peran penting dalam
diferensiasi adiposit (Lane et al 1999)
Gambar 7 Ilustrasi dari Leucine Zipper Domain
(Sumber Tsukada et al 2011)
210 Gen CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα)
Daerah promoter proksimal gen CCAATEnhancer Binding Protein α
(CEBPα) pada tikus pertama kali dicirikan dan menunjukkan mengandung
tempat pengikatan potensial untuk CEBP Sp1 Nuclear Factor (NF)-1 NF-Y
Upstream Stimulating Factor (USF) Basic Transcription Element Binding
Protein (BTEB) dan NF-Κb (Christy et al 1991) Promoter gen CEBPα dapat
diaktifkan secara otomatis di dalam sel yang dapat ditransfer melalui ekspresi dari
plasmid (Legraverend et al 1993)
Sequence gen CEBPα sapi memiliki kesamaan 899 pada urutan
nukleotida dan 925 urutan asam amino dengan gen tikus (Taniguchi amp Sasaki
1996) Gen CEBPα sapi seperti gen tikus yaitu bebas intron Open reading
frame (nukleotida 169 ndash 1230) pada gen CEBPα sapi mengodekan protein 353
16
residu asam amino yang merupakan lima asam amino lebih pendek dari pada
protein tikus (Taniguchi amp Sasaki 1996) Asam amino tersebut terekspresi
sebelum transkripsi gen spesifik adiposit yang memiliki situs pengikatan gen
CEBPα (Wang et al 2011) Urutan seperti kotak TATA terletak di nukleotida 13
ndash 18 namun situs mulai transkripsi tidak ditentukan (Taniguchi amp Sasaki 1996)
Faktor transkripsi CEBPα memainkan peranan penting selama
diferensiasi preadiposit menjadi adiposit Gen CEBPα diidentifikasi sebagai
Nuclear Factor (NF) yang di induksi saat diferensiasi yang mengikat secara
spesifik ke promotor beberapa gen (Vasseur-Cognet amp Lane 1993) Gen CEBPα
memainkan peran penting dalam pengendapan lemak dan diferensiasi adiposit
(Shin et al 2007) Gen CEBPα menjadi kandidat gen penting untuk
diidentifikasi secara marker genetik pada karkas dan sifat kualitas daging sapi
ternak (Shin et al 2007) Gen CEBPα juga dapat mengatur metabolisme energi
dan nutrisi dengan mengaktifkan beberapa gen spesifik seperti
phosphoenolpyruvate carboxykinase dan reseptor insulin (Park et al 1990)
211 Pengaruh Lingkungan Terhadap Kualitas Daging
Kondisi lingkungan berupa temperatur akan mempengaruhi keadaan
fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Kondisi lingkungan secara langsung
mempengaruhi proses metabolisme organ dan otot (Gregory 2010) Pada zona
nyaman sapi akan sedikit mengeluarkan energi dan tidak terpengaruh oleh
temperatur lingkungan sebaliknya jika berada diluar zona nyaman sapi akan
mengalami stres yang bertujuan untuk mengembalikan kepada kondisi tubuh yang
normal (Nardone et al 2006) Kondisi tersebut akan menyebabkan terjadinya
17
perubahan seperti pola makan fisiologis dan fungsi metabolisme pada kuantitas
dan kualitas produksi dari sapi itu sendiri
Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan menyebabkan terjadinya
penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et al 2001 Mader amp Davis
2004) yang terjadi pada sapi B indicus (Gregory 2010) Suhu di atas 30degC akan
menyebabkan terjadinya penurunan jumlah berat badan (Nardone et al 2006)
Pada periode yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi
perubahan fenotipe dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006 Gregory 2010)
18
BAB III
METODE
31 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari ndash Juni 2018 di
Laboratorium Genetika Molekuler Hewan Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI
Cibinong Jl Raya Bogor KM 46 Bogor Jawa Barat
32 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik
micropipette 10 microL 200 microL 1000 microL (Boesco dan Bio-Rad) dan pH meter
(Thermo Orion) tabung vacutainer mengandung K3EDTA holder dan jarum
needle ukuran 21G microcentrifuge tube 15 mL sentrifugator (Hermile Z 300
K) vortex (Barnstead Thermolyne) micropipette 1000 microL (Boesco) blue tips
white tips yellow tips shaker agigator (Thermo Scientific) parafilm pipet
Pasteur autoklaf (Trace Raypa) spektromotometer UV-Vis (GeneQuant) cuvette
dan laminar air flow (Telstar BH ndash 100) tangki elektroforesis horizontal (Bio-
Rad) power supply (Bio-Rad) timbangan analitik (Preciso XT 120A) hot plate
stirrer (Thermolyne Cimarec 2) pH meter (Thermo Orion) vortex (Barnstead
Thermolyne) Sentrifugator (HermLe Z 300 K) shaker (Bio Green) thermocycler
(Eppendorf) UV-transiluminator (Major Science)
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Red Cell Lysis Buffer
(RCLB) 250 mL pH 72 Tris Buffer Solution (TBS) 250 mL pH 74 TE Buffer
250 mL pH 8 Sodium Dedocyl Sulfate (SDS) (Mp Biomedicals) K3EDTA
(Garnier Bio One) Proteinase-K (Roche Diagnostic) PCR Buffer (Qiagen)
Proteinasi-K (Geneaid) proteinase-K Solution Ethylene Diamine Tetracetic Acid
19
(EDTA) (Mp Biomedicals) alkohol 70 alkohol absolut dingin tissue tissue
kimwipe NaCl Pekat Destillation Water (DW) steril Primer CEBPα forward
dan reverse (Integrated DNA Technolgies) TE buffer Double Destillation Water
(DDW) free nuclease (Ferementas) DNA ladder (Vivantis) PCR master mix kit
KAPA2G Robust (Kapa Biosystem) Gel Agarosa (Roche) boric acid (Merck)
tris base (Himedia) KCl (Merck) NaCl (Genetika Science) KHCO3 (Merck)
NH4Cl (Merck) Ethidium Bromida (EtBr) (Merck) gSYSCtrade DNA Extraction
Kit GS100 (Geneaid) amplop kertas
33 Sampel Penelitian
Breed sapi yang diteliti terbagi menjadi dua kelompok yaitu 1) Sapi potong
lokal (sapi Pasundan PO Bali) 2) Sapi potong introduksi (sapi Angus
Simmental FH) Sumber DNA berasal dari 1) Darah (sapi Pasundan PO Bali)
2) Rambut (sapi Angus Simmental FH) Darah atau rambut yang diambil
berasal dari dua individu berbeda setiap jenisnya kecuali sampel rambut sapi
Angus yang diperoleh dari satu individu saja
Jenis sapi yang diteliti berasal dari berbagai tempat yang berbeda yaitu 1)
Sapi Pasundan berasal dari Balai Pengembangan Perbibitan Ternak (BPPT) Sapi
Potong Ciamis 2) Sapi PO berasal dari BPPT Grobogan 3) Sapi Bali berasal dari
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Peninda Bali 4) sapi Angus
Simmental FH berasal dari Badan Embrio Ternak (BET) Cipelang Bogor
Regulasi dari BET yang tidak memperbolehkan pengambilan sampel darah
menjadi alasan utama diambilnya sampel rambut dari sapi Angus Simmental
FH Keseluruhan sampel rambut sapi yang diperoleh dari BET merupakan sapi
asli (origin) yang belum dilakukan perkawinan silang
20
34 Prosedur Kerja
341 Sterilisasi Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini di sterilisasi dengan
autoklaf pada suhu 121degC dan tekanan sebesar 1 atm selama 15 menit
342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA
a Pembuatan RCLB (Red Cell Blood Buffer)
Larutan RCLB dibuat sebanyak 1000 mL (pH 72) Larutan RCLB terbuat
dari bahan kimia NH4Cl dan KHCO3 Bahan tersebut ditimbang dengan
timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian dipindahkan ke beaker
glass dan ditambahkan EDTA 05 M sebanyak 200 microL serta DW sebanyak 300
mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot plate stirrer
Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan pH meter Nilai pH yang
terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH terlalu tinggi
ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian ditambahkan
DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott Duran 1000
mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan disimpan di
lemari pendingin
b Pembuatan TBS (Tris Buffer Solution)
Larutan TBS dibuat sebanyak 1000 mL (pH 74) dengan bahan yang
terdiri dari NaCl KCl tris base Bahan-bahan kimia tersebut ditimbang dengan
timbangan analitik dan dipindahkan ke beaker glass yang dilarutkan
menggunakan DW sebanyak 300 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan
di atas hot plate stirrer Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan menggunakan
pH meter jika pH terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH
21
terlalu tinggi ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian
ditambahkan DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott
Duran 1000 mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan
disimpan di lemari pendingin
c Pembuatan Proteinase-K Solution
Proteinase-K ditimbang pada timbangan analitik Proteinase-K kemudian
dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 45 mL serta EDTA
05 M sebanyak 54 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot
plate stirrer tanpa dipanaskan Larutan yang telah homogen ditambahkan Sodium
Dedocyl Sulfate (SDS) 10 sebanyak 378 mL Larutan tersebut kemudian
dihomogenkan di hot plate stirrer tanpa dipanaskan
d Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 5x)
Larutan TBE 5x yang dibuat sebanyak 500 mL boric acid dan tris base
ditimbang dengan timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian
dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 500 mL dan EDTA
05 M sebanyak 10 mL Larutan tersebut dihomogenkan di atas hot plate stirrer
dipanaskan setelah homogen dimasukan ke dalam botol Schott Duran 500 mL
dan disimpan di lemari pendingin
e Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 1x)
Larutan TBE 1x dibuat dengan mengencerkan 200 mL TBE 5x Larutan
TBE 1x dipindahkan pada botol Schott Duran 1000 mL Larutan tersebut
ditambahkan DW sampai 1000 mL Larutan tersebut disimpan pada lemari
pendingin
22
f Pengenceran Primer Gen CEBPα (10 pMmicroL)
Primer dalam bentuk pelet diencerkan dengan TE Buffer untuk
memperoleh primer stock Primer forward diencerkan dengan 333 microL TE Buffer
sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer reverse diencerkan dengan
332 microL sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer yang digunakan
dalam penelitian ini adalah primer CEBPα yang didesain pada penelitian (Shin
et al 2007) dengan ukuran 20 pb Primer CEBPα forward (5´-
ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) dan reverse (5´-TCAAAGTCG
TTGCCGCCTCC-3´)
Primer forward dan reverse CEBPα stock (100 pMmicroL) masing-masing
diambil sebanyak 5 microL dengan micropipette 2 ndash 20 microL dan dicampurkan ke dalam
microcentrifuge tube 15 mL baru yang telah berisi DDW free nuclease sebanyak
45 microL Larutan tersebut dicampur hingga homogen dengan cara dilakukan
mengetuk berulang bagian bawah microcentrifuge tube menggunakan ujung jari
Pengenceran primer dilakukan di laminar air flow Microcentrifuge tube yang
berisi primer dilakukan spin down dengan spin down sentrifugator agar larutan
yang berada di dinding microcentrifuge tube turun ke dasar Primer kemudian
disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
g Pembuatan Alat Pemanenan DNA
Alat pemanen DNA dibuat dari pipet Pasteur yang dimodifikasi dengan
membentuk ujung pipet seperti kail Pembentukan tersebut dilakukan dengan
memanaskan pipet di atas bunsen spiritus kemudian ditarik secara perlahan dan
dibuat melengkung seperti kail
23
h Pembuatan Gel Agarosa
Serbuk gel agarosa sebanyak 1 g ditimbang dengan timbangan analitik dan
dipindahkan ke botol Schott Duran 250 mL Serbuk gel agarosa ditambahkan
TBE 1x sebanyak 100 mL kemudian dipanaskan dan dihomogenkan dengan hot
plate stirrer sampai bening Larutan yang sudah homogen dicetak pada wadah
pencetak gel yang sudah terdapat sisir untuk membuat sebanyak 20 sumuran dan
diamkan sampai padat atau mengeras
343 Pengambilan Sampel Darah Sapi
Darah sampel diambil melalui vena caudalis sebanyak 5 mL Pengambilan
darah dilakukan dengan mengangkat caudal (ekor) dari sapi vena caudalis dicari
dengan meraba bagian ekor Jarum yang telah terpasang holder ditusukkan pada
vena caudalis dan tabung vacutainer mengandung K3EDTA dipasang pada
holder Darah yang mengalir ditampung pada tabung vacutainer kemudian
dicabut setelah darah berhenti Jarum dan holder kemudian dicabut dari vena
caudalis Tabung vacutainer yang berisi darah disimpan pada freezer dengan
suhu -20oC
344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990)
DNA yang berasal dari darah diisolasi menggunakan metode Montgomery
amp Sise (1990) dengan prosedur sebagai berikut
a Red Blood Cell Lysis
Sampel darah sebanyak 5 mL dipindahkan tabung Falcon 15 mL dan
ditambahkan larutan RCLB (pH 72) sampai 7 mL Sampel darah dihomogenkan
dengan vortex dan didiamkan selama 10 menit Sampel kemudian disentrifugasi
dengan sentrifugator selama 10 menit suhu 4degC kecepatan 3500 rpm Sampel
24
ditimbang menggunakan timbangan ganda agar proses sentrifugasi berjalan
dengan sempurna jika berat belum seimbang maka ditambah larutan RCLB
Supernatan yang diperoleh setelah proses sentrifugasi kemudian dibuang
sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Pelet ditambahkan RCLB sampai 5
mL kemudian divorteks hingga pelet hancur atau homogen Sampel disentrifugasi
selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang
diperoleh kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet kembali
ditambahkan RCLB sampai 3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau
homogen dan didiamkan selama 10 menit kemudian dilanjutkan tahapan ekstraksi
DNA
b White Blood Cell Collection
Sampel tahapan sebelumnya kemudian ditambahkan TBS (pH 74)
sebanyak 5 mL dan dikocok sebentar Sampel disentrifugasi selama 10 menit
dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang diperoleh kemudian
dibuang sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Sampel kemudian
ditambahkan TBS sebanyak 5 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau
homogen Sampel selanjutnya disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC
dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang didapatkan kemudian dibuang
sehingga hanya pelet yang tersisa Sampel kemudian ditambahkan TBS sebanyak
3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau homogen
Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan
3500 rpm Sampel divorteks perlahan hingga lapisan merah hilang Supernatan
yang didapatkan kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet
25
selanjutnya dikeringkan setelah kering ditambahkan TE 2 mL Sampel divorteks
sampai pelet hancur atau homogen
c Protein Lysis
Sampel yang sudah homogen dengan larutan TE selanjutnya ditambahkan
Proteinase-K solution sebanyak 200 microL tanpa divorteks atau dihomogenkan
Tabung Falcon 15 mL yang berisi sampel selanjutnya di-seal menggunakan
parafilm Sampel diinkubasi menggunakan shaker Agigator selama 24 jam dengan
suhu 37degC dan kecepatan 150 rpm
d Pemanenan DNA
Sampel yang telah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya ditambahkan
NaCl 5 M pekat sebanyak 2 mL Sampel diberi goyangan dengan membentuk
pola angka 8 dengan sangat perlahan setelah itu dikocok kuat sebanyak 2 kali
Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 10degC dan kecepatan 3500
rpm Supernatan dituang pada tabung reaksi yang berisi alkohol absolut dingin
Bagian permukaan tabung reaksi ditutup dengan parafilm sampai rapat Tabung
reaksi dibolak-balikan sampai terbentuk gelembung-gelembung yang melayang
Fraksi gelembung yang melayang diambil dengan pipet Pasteur yang telah
dimodifikasi dan dicelupkan secara cepat ke dalam alkohol 70 kemudian
dikeringkan dengan tissue kimwipe Gumpalan tersebut dimasukan kedalam
microcentrifuge tube 15 mL yang telah berisikan DW steril sebanyak 200 microL
Sampel dihomogenkan menggunakan alat shaker pada suhu ruang agar larut
DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
26
345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi
Pengambilan rambut dilakukan pada bagian ekor minimal rambut
sebanyak 20 helai Rambut pada bagian ekor ditarik searah dengan titik tumbuh
dari rambut tersebut Tahapan tersebut dilakukan dengan cepat agar diperoleh
bagian rambut yang utuh dengan folikel Rambut tersebut ditempelkan pada kertas
dengan selotip berbahan kertas tanpa mengenai bagian folikel dan disimpan di
dalam amplop
346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)
Tahapan isolasi DNA dari rambut menggunakan gSYSCtrade DNA
Extraction Kit GS100 (Geneaid) dengan prosedur sebagai berikut
a Cell Lysis
Sepuluh helai rambut dipotong-potong dengan ukuran 05 ndash 1 cm
termasuk bagian folikel Potongan tersebut dipindahkan ke dalam microsentrifuge
tube 15 mL ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K
(dipastikan potongan terendam) dicampur dengan cara dikocok Larutan
diinkubasi dengan suhu 60degC selama 30 menit Pada proses inkubasi
microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung microcentrifuge tube
secara perlahan setiap 5 menit GSB Buffer sebanyak 200 μL ditambahkan dan
dikocok dengan kuat dan diinkubasi kembali pada suhu 60ordmC selama 20 menit
Selama proses inkubasi microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung
secara perlahan setiap 5 menit
b DNA Binding
Sampel tahapan sebelumnya ditambahkan 200 μL etanol absolut
dikocok dengan kuat selama 10 detik Endapan yang muncul dipecah dengan
27
menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan
tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan
tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit
Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi
dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru
c Pencucian
W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan
sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30
detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column
diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL
Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan
kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi
kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi
yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit
untuk mengeringkan kolom matriks
d Elution
GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube
15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak
100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke
bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit
untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column
disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan
elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak
DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
28
347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)
DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et
al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan
dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10
menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting
yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel
rambut diganti)
Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan
disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer
(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada
microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan
suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit
pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm
beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan
disimpan pada suhu -20 ordmC
348 Uji Kuantifikasi DNA
Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji
kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL
DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette
DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus
menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi
dan tingkat kemurnian
29
349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)
Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR
master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-
ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT
CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL
DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke
dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas
kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR
mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre
denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing
54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final
extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali
3410 Elektroforesis dan Visualisasi
Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis
horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan
TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL
dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm
dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down
Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker
DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran
Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan
listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki
elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt
selama 60 menit
30
Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam
dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel
agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa
divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator
3411 Sequencing DNA
Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai
ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward
dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan
metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit
(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing
menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)
Malaysia)
35 Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif
(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil
sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis
dianalisis secara deskriptif
351 Analisis Bioinformatika
Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan
kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian
hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak
ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian
dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment
Editor 725 (Hall 2001)
31
Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-
base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)
menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base
similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99
Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple
Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak
MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan
variasi basa sampel
32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi
Berbeda
DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut
DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil
kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari
sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang
mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut
menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini
Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan
metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut
dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai
kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada
Tabel 1
Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua
metode hasil penelitian
Pengulangan ke-
Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)
Kit Konvensional Kit Konvensional
1 Angus 269 102 2100 11100
2 FH 207 109 7810 11720
3 Simmental 263 111 231 11340
Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi
Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah
dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut
33
dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode
sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata
nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah
246plusmn034 dan 107plusmn005
Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar
17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)
Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran
kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di
bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari
tahapan masing-masing metode
Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian
genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya
kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang
dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA
Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi
DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan
meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa
denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan
meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan
nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian
DNA yang baik (gt20)
Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah
nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein
Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al
34
2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini
protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada
nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi
protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat
Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh
lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik
Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode
konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit
yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode
konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti
protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan
mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al
1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses
PCR (Demeke amp Jenkins 2010)
Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa
dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA
diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun
nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang
baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan
konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen
(Demeke amp Jenkins 2010)
Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan
hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit
untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional
35
pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang
cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada
penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal
Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan
konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan
RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)
42 Konfirmasi Gen CEBPα
Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan
dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan
pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain
oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar
1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)
yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701
(Lampiran 4)
Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh
semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di
antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan
panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa
dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)
Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah
dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan
program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa
penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda
Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC
36
(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah
dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut
namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk
membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)
Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339
bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO
Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya
perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer
Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari
merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini
perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1
menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses
tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing
yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template
DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang
Target 1339
bp
37
sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA
teramplifikasi sempurna
Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi
Program PCR
Pre
Denaturation Denaturation Annealing Extension
Final
Extension Siklus
Penelitian
Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40
Referensi
Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35
Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32
He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32
Keterangan tanda () = menit tanda () = detik
43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis
menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh
empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black
(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan
(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean
(XM_0252690201)) (Tabel 3)
Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat
prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis
komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari
runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data
tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database
(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang
38
komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga
mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)
Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan
persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan
referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak
(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat
dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi
Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3
Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI
Sampel Spesies Breed GenBank Accesion
Query Cover
Max Iden
Bali
(B sondaicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Pasundan (B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99
Friesians Holstein
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Angus (B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Peranakan Ongole
(B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99
Simmental
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99
39
Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau
kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di
GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan
kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen
CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen
identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen
fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)
Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang
dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden
2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan
seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi
Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap
sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67
(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki
urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki
runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian
akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover
95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover
99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3)
44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali
Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan
runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4
40
Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi
Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil
ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada
empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo
(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau
Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada
sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)
yaitu terletak pada enam posisi berbeda
Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank
Spesies_Breed Posisi Runutan Basa
88
97
103
271
567
733
832
855
870
921
926
931
957
1088
1149
1175
1196
B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G
B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C
B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T
C
B taurus_Angus C C
B taurus_ Friesians Holstein C C
B taurus_ Simmental C C
B indicus_ Pasundan C C
B indicus_ Peranakan Ongole C C
B sondaicus_ Bali C A C G A
Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T
Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)
Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi
Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi
Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196
(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi
tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)
Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa
yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali
41
memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut
memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut
Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi
Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru
Thymine (T) = merah)
42
Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen
CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson
gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi
dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi
Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki
1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan
mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali
Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi
Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B
banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal
usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan
sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel
sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki
kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus
atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)
(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH
Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya
variasi basa yang ditemukan
Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali
terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan
adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis
kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan
keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah
mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode
43
yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe
dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)
Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan
dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)
(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis
Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi
keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali
(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan
pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al
2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi
karakteristik dari daging sapi Bali
Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et
al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki
kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan
menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et
al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga
mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat
dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan
dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)
Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk
menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin
(subtropis)
Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan
sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi
44
lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan
daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki
kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang
lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari
karkas yang diperoleh
45
BAB V
PENUTUP
51 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa
1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan
PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)
2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi
Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa
3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi
DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit
52 Saran
Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah
populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme
(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak
dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi
tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar
memperoleh hasil yang maksimal
46
DAFTAR PUSTAKA
Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka
Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)
Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular
Research 14(3) 9370ndash9383
Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research
24(13) 2623ndash2625
Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan
Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39
Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan
Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor
Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice
Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773
Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176
Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the
National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7
Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash
ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24
Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods
PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990
Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797
Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11
Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga
47
Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method
of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231
Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194
Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and
Pathology 3(2) 133ndash137
Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food
Research International 43(7) 1866ndash1873
Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology
Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the
Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076
He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle
Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969
Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27
Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and
Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26
Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R
(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science
and Technology 46(6) 909ndash916
Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839
Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from
hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289
Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and
Evolution 33(7) 1870ndash1874
Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer
Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683
Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon
D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To
48
Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of
Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764
Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription
factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742
Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)
Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485
Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology
Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)
Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On
Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087
Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali
(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128
Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9
Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On
Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335
Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A
Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in
Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20
Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash
441
Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect
On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81
Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor
Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam
Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156
Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C
A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle
49
Journal Animal Science 80 3077ndash3085
Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in
The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72
Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water
Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A
Review Meat Science 89(2) 111ndash124
Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374
Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat
[Skripsi] Institut Pertanian Bogor
Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes
transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504
Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)
Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6
Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure
Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75
Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E
Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among
Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158
Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)
Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The
Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299
Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip
Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle
Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020
Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots
In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451
50
Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp
Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with
Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33
Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan
Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from
httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395
Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian
Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470
Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for
bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594
Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole
(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional
Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)
Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan
Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)
Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273
Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian
Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354
Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds
Biodiversitas 17(1) 275ndash295
Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)
Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131
Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang
Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107
Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence
of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554
Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508
Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The
51
CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)
Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19
Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter
Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316
Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular
Research 11(2) 1651ndash1661
Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The
CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077
Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia
(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25
Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20
Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle
Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954
Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal
Science 50(11) 499ndash502
52
LAMPIRAN
Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data
Gen Bank
Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178
Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283
Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247
Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank
Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank
53
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)
Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel
NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian
1
Darah
Pasundan 601 867 173
2 Pasundan 602 1035 194
3 Peranakan Ongole 1691 278 309
4 Peranakan Ongole 1693 234 434
5 Bali 59 173 941
6 Bali 64 192 502
7
Rambut
Angus 171405 105 21
8 Friesians Holstein 310102 202 781
9 Friesians Holstein 310158 116 1134
10 Simmental 4490 22 231
11 Simmental 6115 116 1134
4
dapat memperoleh darah) Pada penelitian deteksi keberadaan suatu gen
efektivitas metode ekstraksi DNA rambut perlu diperhatikan
Ekstraksi DNA rambut umumnya menggunakan kit komersial atau secara
konvensional Salah satu kit ekstraksi DNA yang umum digunakan adalah
gSYSCtrade DNA Extraction Kit Penggunaan kit untuk ekstraksi DNA
memberikan hasil yang baik namun cenderung memerlukan biaya yang mahal
(Demeke amp Jenkins 2010) Metode konvensional dapat dipertimbangkan menjadi
alternatif dalam ekstraksi DNA rambut karena biaya yang murah dan memberikan
hasil yang dapat digunakan dalam analisis molekuler selanjutnya Salah satunya
adalah metode ekstraksi DNA rambut yang diterapkan pada penelitian Kumar et
al (2005) Metode tersebut berhasil dalam mengekstraksi DNA rambut sapi
Pemilihan metode tersebut karena tahapan yang mudah untuk dilakukan dan
menggunakan bahan yang aman terhadap kesehatan
Penelitian ini menjadi langkah awal untuk mengungkap potensi gen
CEBPα pada sapi potong lokal dan sapi potong introduksi yang diteliti Data atau
informasi terkait gen CEBPα yang berasosiasi dengan sifat kualitas daging pada
sapi yang diteliti masih belum tersedia Selanjutnya penelitian ini menjadi salah
satu tahapan penting dalam pemuliaan ternak secara molekular sehingga dapat
diperoleh daging sapi yang berkualitas Selain itu penelitian ini juga
membandingkan hasil metode ekstraksi DNA menggunakan metode kit dan
konvensional untuk memperoleh efisiensi dalam penelitian analisis molekuler
DNA sapi
5
12 Rumusan Masalah
1 Apakah sapi potong lokal (sapi Pasundan PO Bali) dan sapi potong
introduksi (sapi Angus Simmental FH) memiliki gen CEBPα dan
variasi basa pada gen tersebut
2 Apakah ekstraksi DNA rambut dengan metode konvensional dapat
dijadikan metode alternatif selain menggunakan metode kit
13 Hipotesis
1 Sapi potong lokal dan sapi potong introduksi memiliki gen CEBPα dan
terdapat variasi basa pada gen tersebut
2 Ekstraksi DNA rambut dengan menggunakan metode konvensional dapat
dijadikan alternatif selain metode kit
14 Tujuan Penelitian
1 Untuk mengonfirmasi keberadaan gen CEBPα pada sapi yang diteliti
serta memperoleh informasi terkait variasi basa gen CEBPα pada sapi
yang diteliti
2 Untuk mendapatkan metode ekstraksi DNA rambut alternatif selain
dengan menggunakan metode kit
15 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini antara lain
1 Sebagai penelitian awal dalam mengungkap keberadaan gen CEBPα
pada sapi yang diteliti berkaitan dengan kualitas daging sapi yang baik
serta mengetahui dan mempelajari asosiasi gen CEBPα terhadap kualitas
daging sapi
6
2 Berkontribusi dalam seleksi ternak secara molekuler dengan gen
CEBPα berupa sifat kualitas daging berkaitan dengan kandungan lemak
pada sapi potong yang diteliti untuk keperluan program breeding
3 Memperoleh metode alternatif selain metode kit dalam mengekstraksi
DNA rambut yang efisien dan tidak memerlukan biaya yang mahal
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
21 Bangsa Sapi Ternak
Binatang ternak menjadi salah satu mahluk yang dijadikan pembelajaran
dalam Al Quran Al Anrsquoam yang artinya binatang ternak menjadi salah satu nama
surat dalam Al Quran merupakan surat ke-6 yang diturunkan di Mekah dengan
165 ayat Salah satu ayat surat Al Anrsquoam yang menjelaskan tentang peruntukan
binatang ternak adalah pada ayat 142
ldquoDan di antara hewan ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan ada
yang untuk disembelih Makanlah dari rezeki yang telah diberikan Allah
kepadamu dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan Sesungguhnya
setan itu musuh yang nyata bagimurdquo (Al Anrsquoam (6) 142)
Allah Subhanallahu wa Tarsquoala telah memberikan rezeki kepada manusia
berupa binatang ternak yang dapat disembelih dengan tata cara sesuai syariat
Kemudian dagingnya dapat dimanfaatkan sebagai sumber gizi untuk manusia
Berdasarkan hal tersebut diperlukan upaya untuk mengkaji secara ilmiah daging
binatang ternak salah satunya sapi
Secara umum bangsa sapi terbagi menjadi tiga kelompok (Natasamita amp
Mudikdjo 1985) (1) Bos taurus yang merupakan bangsa sapi yang paling besar
berasal dari Eropa Ciri khas B taurus tidak memiliki punuk (2) B indicus
(Zebu) yang merupakan bangsa sapi asal India dan Afrika yang menyebar di
wilayah Asia Ciri khas B indicus memiliki punuk (3) B sondaicus (B bibos)
8
merupakan sapi asli Indonesia yang sudah lama beradaptasi di lingkungan
Indonesia Tubuh B sondaicus relatif lebih kecil dibandingkan B taurus dan B
indicus
Definisi dari sapi lokal adalah sapi asli Indonesia atau hasil persilangan
yang telah ditetapkan sebagai rumpun sapi nasional sedangkan sapi introduksi
merupakan sapi impor (luar Indonesia) yang berkembang biak di Indonesia tanpa
adanya persilangan dengan sapi lokal (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi
Pertanian Kementerian Pertanian 2016) Kumpulan beberapa jenis sapi ternak
yang memiliki kesamaan karakteristik disebut dengan rumpun atau (breed)
(Setiadi 2016) Beberapa breed sapi lokal adalah sapi Pasundan Peranakan
Ongole (PO) Bali dan introduksi adalah sapi Angus Simmental Friesians
Holstein (FH)
22 Sapi Pasundan
Sapi Pasundan (B indicus) merupakan sapi potong lokal yang memiliki
gen khas dari sapi Bali sapi Jawa sapi Ongole dan sapi Madura Sapi Pasundan
memiliki asal usul secara genetik yang merupakan hasil tekanan inbreeding dari
generasi persilangan pada program grading up sapi Ongole dan program grading
up sapi Jawa dengan sapi Madura dan sapi Bali (Baharun 2015) Sapi Pasundan
memiliki karakteristik mudah beradaptasi dengan lingkungan mudah dipelihara
memiliki kualitas karkas yang baik dan relatif tahan terhadap penyakit tropis
(Baharun 2015)
Sapi Pasundan yang baru ditetapkan sebagai kekayaan sumber genetik
ternak lokal Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor
1051kptsSR120102014 tentang penetapan rumpun sapi Pasundan Menurut
9
Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1051kptsSR120102014 karakteristik sapi
Pasundan (Gambar 1) memiliki warna tubuh dominan merah bata terdapat warna
putih pada bagian pelvis dan keempat kaki bagian bawah (tarsus dan carpus)
dengan batasan yang tidak kontras Terdapat garis belut atau garis punggung
sepanjang punggung dengan warna lebih tua dari warna dominan (Gambar 1)
Sapi Pasundan memiliki hidung dan ujung ekor berwarna hitam dengan
bentuk tubuh segi empat serta memiliki tanduk dengan bentuk yang pendek tidak
seragam atau bervariasi dari ukuran kecil sampai besar (Baharun 2015 Sulasmi
et al 2017) Beberapa sapi Pasundan jantan dapat mengalami perubahan warna
dari merah bata menjadi hitam pada saat mencapai fase kelamin dewasa
Gambar 1 Sapi Pasundan di BPPT Sapi Potong Ciamis
(Sumber Baharun 2015)
23 Sapi Peranakan Ongole (PO)
Sapi Peranakan Ongole atau PO (B indicus) merupakan sapi hasil
persilangan secara grading up antara sapi Sumba Ongole dengan sapi Jawa
(Prasetya 2011 Sutarno amp Setyawan 2016) Sapi PO memiliki keunggulan
berupa tidak sulit dalam proses reproduksi dan tingkat kebuntingan nya tinggi
(Subiharta et al 2012) Populasi terbesar sapi PO berada di pulau Jawa terutama
Jawa Timur (Astuti 2004)
10
Karakteristik sapi PO (Gambar 2) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)
berwarna putih atau abu-abu warna hitam di ekor dan rambut di sekitar mata
bentuk kepala melengkung pendek tanduk pendek telinga menggantung yang
panjang dan perut yang agak besar terkadang ada bercak hitam di lututnya
Memiliki warna tubuh putih hingga keabu-abuan Sapi jantan memiliki warna
keabu-abuan lebih sering muncul di sekitar gelambir leher ekor dan kepala
sedangkan pada sapi betina warna putih lebih dominan (Sudrajad amp Adinata
2013)
Gambar 2 Sapi PO di Peternakan Terbuka (Sumber Kementerian Pertanian 2012)
24 Sapi Bali
Sapi Bali (B sondaicus) merupakan keturunan dari Banteng (B banteng)
(Talib 2002 Purwantara et al 2012) yang telah mengalami domestikasi selama
bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Sapi Bali merupakan salah satu sapi
asli Indonesia (Margawati 2012) Sapi Bali memiliki ciri fisik yang sedikit
mengalami perubahan dari banteng (Mahdi et al 2013) Sapi Bali mewakili 27
dari total populasi yang ada di Indonesia dan menjadi sapi utama untuk
peternakan kecil Populasi sapi Bali tersebar di pulau Bali Sulawesi Selatan
Nusa Tenggara Timur dan Barat (Purwantara et al 2012)
Karakteristik sapi Bali (Gambar 3) memiliki warna tubuh merah bata
memiliki garis belut atau garis di sepanjang punggung Warna sapi jantan akan
11
berubah kehitaman sedangkan warna sapi betina relatif tetap setelah dewasa Sapi
Bali tidak memiliki punuk dan keempat kaki bagian bawahnya berwarna putih
(Abidin 2010)
Gambar 3 Sapi Bali Betina dan Jantan (a) Betina (b) Jantan (Sumber Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali 2015)
25 Sapi Angus
Sapi Angus (B taurus) berasal dari Skotlandia Utara yang beriklim dingin
dan lembap Menurut Sutarno amp Setyawan (2016) Berat badan umur 15 tahun
dapat mencapai 650 kg Karakteristik sapi Angus (Gambar 4) memiliki bentuk
tubuh lebar dan rata Warna tubuh keseluruhan hitam namun terkadang ada
warna putih di bagian belakang bawah pusat tidak bertanduk bentuk tubuh rata
seperti papan dan dagingnya padat
Gambar 4 Sapi Angus di Peternakan Kabupaten Seragen
(Sumber Adinata et al 2017)
26 Sapi Simmental
Sapi Simmental (B taurus) merupakan salah satu jenis ternak tertua di
dunia yang bertahan hingga saat ini Sapi Simmental merupakan jenis sapi
(b) (a)
12
subtropis Sapi Simmental berasal dari Switzerland yang telah dijinakkan setelah
abad ke-13 Sapi Simmental dan semen beku pada tahun 1985 tiba di Indonesia
dari New Zealand dan Australia (Sutarno amp Setyawan 2016)
Karakteristik sapi Simmental (Gambar 5) menurut Sutarno amp Setyawan
(2016) memiliki tubuh yang berotot dan kukuh pertumbuhan otot yang cepat
jenis spesifik yang ditemukan di Indonesia memiliki wajah kuning atau merah
kecokelatan dengan kaki bawah putih dan ujung ekor putih Berat seekor sapi
dewasa bisa melebihi 1000 kilogram
Gambar 5 Sapi Simmental di Peternakan Tradisional
(Sumber Sutarno amp Setyawan 2016)
27 Sapi Friesians Holstein (FH)
Sapi Friesians Holstein (FH) (B taurus) telah dikembangkan sejak abad
ke-13 di Belanda (Belanda Utara dan Friesland) dan Jerman Utara (Schleswig-
Holstein) untuk menghasilkan sejenis ternak yang mampu mengonsumsi rumput
lokal Usaha untuk pengembang biakan menghasilkan ternak sapi perah terbaik di
dunia dengan warna hitam dan putih khas Sapi FH pertama kali diimpor dari
Belanda pada abad ke-19 (Sutarno amp Setyawan 2015)
Karakteristik sapi FH (Gambar 6) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)
umumnya berwarna hitam dengan warna putih garis-garis tetapi kadang-kadang
merah dengan garis-garis putih dan dengan batas warna yang jelas Kepala
13
panjang lebar dan lurus Sapi FH memiliki tanduk yang pendek dan melengkung
memiliki mulut lebar lubang hidung terbuka lebar rahang kuat telinga ukuran
sedang dahi lebar leher panjang dan tipis Bahu yang besar terletak di dinding
dada dan membentuk sendi yang baik dengan tubuh Punggung yang kokoh dan
rata dengan tulang punggung yang saling terhubung dengan baik
Gambar 6 Sapi FH di Peternakan Terbuka
(Sumber Sutarno amp Setyawan 2015)
28 Nutrisi dan Kualitas Daging Sapi
Daging sapi menjadi salah satu sumber pemenuhan protein yang memiliki
banyak kandungan nutrisi Kandungan nutrisi dari daging sapi berupa vitamin D
vitamin B12 zat besi selenium seng dan asam lemak esensial Omega 3 (Scollan
et al 2006) Kandungan lain dari daging sapi adalah 75 air 20 protein 3
lemak dan 2 substansi non-protein larut Substansi non-protein larut tersebut
berupa 45 nitrogen 45 karbohidrat 8 komponen anorganik 3 vitamin
dan 3 logam (Tornberg 2005)
Penjualan daging sapi dipengaruhi oleh daya tarik daging bagi konsumen
yang digambarkan sebagai kualitas daging Kualitas daging didefinisikan sebagai
sifat yang dirasakan konsumen secara visual dan sensoris (Becker 2000)
Kualitas daging diukur berdasarkan parameter berupa warna daging warna
lemak jumlah lemak (Glitsch 2000) tekstur nilai marbling (intramuscular fat)
14
(Lee et al 2007) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al
2011) dan lean meat (Dagong et al 2012)
Menurut Becker (2000) empat karakteristik makanan daging berkualitas
sebagai berikut (1) Karakteristik yang menunjukkan kandungan gizi protein
lemak kandungan karbohidrat (2) Karakteristik yang menunjukkan kualitas
pengolahan panjang sarkomer nilai pH warna kegemukan kapasitas pengikat
air (3) Karakteristik yang menunjukkan kualitas hygienic-toxicological residu
kontaminan status mikroorganisme zat aditif (4) Karakteristik yang
menunjukkan kualitas sensorik tekstur (tenderness juiciness) rasa atau bau dan
warna atau penampilan (marbling)
29 CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs)
CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs) merupakan keluarga
transkripsi yang mengandung domain leucine zipper dasar yang conserved atau
tidak berubah (Gambar 7) pada C-terminus yang terlibat dalam dimerisasi dan
pengikatan DNA (Ramji amp Foka 2002) Protein CEBP pertama kali
diidentifikasi di laboratorium Steve McKnight sebagai faktor stabil panas pada
inti hati tikus yang mampu berinteraksi dengan motif CCAAT box yang terdapat
pada beberapa promoter gen seluler (Johnson amp McKnight 1989)
Gen CCAATEnhancer Binding Protein (CEBP) merupakan keluarga faktor
transkripsi yang terekspresikan pada proses diferensiasi preadiposit (He et al
2011) Peran dari keluarga CEBP diantaranya pada diferensiasi seluler
mengontrol metabolisme proliferasi seluler regulasi peradangan (Ramji amp Foka
2002) siklus sel hematopoiesis perkembangan skeletal dan respons host imun
(Tsukada et al 2011) Terdapat enam anggota kelompok gen CEBP yang telah
15
diisolasi dan di karakterisasi yaitu CEBPα CEBPβ CEBPγ CEBPδ CEBPε
dan CEBPδ (Ramji amp Foka 2002) Gen tersebut memainkan peran penting dalam
diferensiasi adiposit (Lane et al 1999)
Gambar 7 Ilustrasi dari Leucine Zipper Domain
(Sumber Tsukada et al 2011)
210 Gen CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα)
Daerah promoter proksimal gen CCAATEnhancer Binding Protein α
(CEBPα) pada tikus pertama kali dicirikan dan menunjukkan mengandung
tempat pengikatan potensial untuk CEBP Sp1 Nuclear Factor (NF)-1 NF-Y
Upstream Stimulating Factor (USF) Basic Transcription Element Binding
Protein (BTEB) dan NF-Κb (Christy et al 1991) Promoter gen CEBPα dapat
diaktifkan secara otomatis di dalam sel yang dapat ditransfer melalui ekspresi dari
plasmid (Legraverend et al 1993)
Sequence gen CEBPα sapi memiliki kesamaan 899 pada urutan
nukleotida dan 925 urutan asam amino dengan gen tikus (Taniguchi amp Sasaki
1996) Gen CEBPα sapi seperti gen tikus yaitu bebas intron Open reading
frame (nukleotida 169 ndash 1230) pada gen CEBPα sapi mengodekan protein 353
16
residu asam amino yang merupakan lima asam amino lebih pendek dari pada
protein tikus (Taniguchi amp Sasaki 1996) Asam amino tersebut terekspresi
sebelum transkripsi gen spesifik adiposit yang memiliki situs pengikatan gen
CEBPα (Wang et al 2011) Urutan seperti kotak TATA terletak di nukleotida 13
ndash 18 namun situs mulai transkripsi tidak ditentukan (Taniguchi amp Sasaki 1996)
Faktor transkripsi CEBPα memainkan peranan penting selama
diferensiasi preadiposit menjadi adiposit Gen CEBPα diidentifikasi sebagai
Nuclear Factor (NF) yang di induksi saat diferensiasi yang mengikat secara
spesifik ke promotor beberapa gen (Vasseur-Cognet amp Lane 1993) Gen CEBPα
memainkan peran penting dalam pengendapan lemak dan diferensiasi adiposit
(Shin et al 2007) Gen CEBPα menjadi kandidat gen penting untuk
diidentifikasi secara marker genetik pada karkas dan sifat kualitas daging sapi
ternak (Shin et al 2007) Gen CEBPα juga dapat mengatur metabolisme energi
dan nutrisi dengan mengaktifkan beberapa gen spesifik seperti
phosphoenolpyruvate carboxykinase dan reseptor insulin (Park et al 1990)
211 Pengaruh Lingkungan Terhadap Kualitas Daging
Kondisi lingkungan berupa temperatur akan mempengaruhi keadaan
fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Kondisi lingkungan secara langsung
mempengaruhi proses metabolisme organ dan otot (Gregory 2010) Pada zona
nyaman sapi akan sedikit mengeluarkan energi dan tidak terpengaruh oleh
temperatur lingkungan sebaliknya jika berada diluar zona nyaman sapi akan
mengalami stres yang bertujuan untuk mengembalikan kepada kondisi tubuh yang
normal (Nardone et al 2006) Kondisi tersebut akan menyebabkan terjadinya
17
perubahan seperti pola makan fisiologis dan fungsi metabolisme pada kuantitas
dan kualitas produksi dari sapi itu sendiri
Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan menyebabkan terjadinya
penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et al 2001 Mader amp Davis
2004) yang terjadi pada sapi B indicus (Gregory 2010) Suhu di atas 30degC akan
menyebabkan terjadinya penurunan jumlah berat badan (Nardone et al 2006)
Pada periode yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi
perubahan fenotipe dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006 Gregory 2010)
18
BAB III
METODE
31 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari ndash Juni 2018 di
Laboratorium Genetika Molekuler Hewan Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI
Cibinong Jl Raya Bogor KM 46 Bogor Jawa Barat
32 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik
micropipette 10 microL 200 microL 1000 microL (Boesco dan Bio-Rad) dan pH meter
(Thermo Orion) tabung vacutainer mengandung K3EDTA holder dan jarum
needle ukuran 21G microcentrifuge tube 15 mL sentrifugator (Hermile Z 300
K) vortex (Barnstead Thermolyne) micropipette 1000 microL (Boesco) blue tips
white tips yellow tips shaker agigator (Thermo Scientific) parafilm pipet
Pasteur autoklaf (Trace Raypa) spektromotometer UV-Vis (GeneQuant) cuvette
dan laminar air flow (Telstar BH ndash 100) tangki elektroforesis horizontal (Bio-
Rad) power supply (Bio-Rad) timbangan analitik (Preciso XT 120A) hot plate
stirrer (Thermolyne Cimarec 2) pH meter (Thermo Orion) vortex (Barnstead
Thermolyne) Sentrifugator (HermLe Z 300 K) shaker (Bio Green) thermocycler
(Eppendorf) UV-transiluminator (Major Science)
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Red Cell Lysis Buffer
(RCLB) 250 mL pH 72 Tris Buffer Solution (TBS) 250 mL pH 74 TE Buffer
250 mL pH 8 Sodium Dedocyl Sulfate (SDS) (Mp Biomedicals) K3EDTA
(Garnier Bio One) Proteinase-K (Roche Diagnostic) PCR Buffer (Qiagen)
Proteinasi-K (Geneaid) proteinase-K Solution Ethylene Diamine Tetracetic Acid
19
(EDTA) (Mp Biomedicals) alkohol 70 alkohol absolut dingin tissue tissue
kimwipe NaCl Pekat Destillation Water (DW) steril Primer CEBPα forward
dan reverse (Integrated DNA Technolgies) TE buffer Double Destillation Water
(DDW) free nuclease (Ferementas) DNA ladder (Vivantis) PCR master mix kit
KAPA2G Robust (Kapa Biosystem) Gel Agarosa (Roche) boric acid (Merck)
tris base (Himedia) KCl (Merck) NaCl (Genetika Science) KHCO3 (Merck)
NH4Cl (Merck) Ethidium Bromida (EtBr) (Merck) gSYSCtrade DNA Extraction
Kit GS100 (Geneaid) amplop kertas
33 Sampel Penelitian
Breed sapi yang diteliti terbagi menjadi dua kelompok yaitu 1) Sapi potong
lokal (sapi Pasundan PO Bali) 2) Sapi potong introduksi (sapi Angus
Simmental FH) Sumber DNA berasal dari 1) Darah (sapi Pasundan PO Bali)
2) Rambut (sapi Angus Simmental FH) Darah atau rambut yang diambil
berasal dari dua individu berbeda setiap jenisnya kecuali sampel rambut sapi
Angus yang diperoleh dari satu individu saja
Jenis sapi yang diteliti berasal dari berbagai tempat yang berbeda yaitu 1)
Sapi Pasundan berasal dari Balai Pengembangan Perbibitan Ternak (BPPT) Sapi
Potong Ciamis 2) Sapi PO berasal dari BPPT Grobogan 3) Sapi Bali berasal dari
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Peninda Bali 4) sapi Angus
Simmental FH berasal dari Badan Embrio Ternak (BET) Cipelang Bogor
Regulasi dari BET yang tidak memperbolehkan pengambilan sampel darah
menjadi alasan utama diambilnya sampel rambut dari sapi Angus Simmental
FH Keseluruhan sampel rambut sapi yang diperoleh dari BET merupakan sapi
asli (origin) yang belum dilakukan perkawinan silang
20
34 Prosedur Kerja
341 Sterilisasi Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini di sterilisasi dengan
autoklaf pada suhu 121degC dan tekanan sebesar 1 atm selama 15 menit
342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA
a Pembuatan RCLB (Red Cell Blood Buffer)
Larutan RCLB dibuat sebanyak 1000 mL (pH 72) Larutan RCLB terbuat
dari bahan kimia NH4Cl dan KHCO3 Bahan tersebut ditimbang dengan
timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian dipindahkan ke beaker
glass dan ditambahkan EDTA 05 M sebanyak 200 microL serta DW sebanyak 300
mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot plate stirrer
Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan pH meter Nilai pH yang
terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH terlalu tinggi
ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian ditambahkan
DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott Duran 1000
mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan disimpan di
lemari pendingin
b Pembuatan TBS (Tris Buffer Solution)
Larutan TBS dibuat sebanyak 1000 mL (pH 74) dengan bahan yang
terdiri dari NaCl KCl tris base Bahan-bahan kimia tersebut ditimbang dengan
timbangan analitik dan dipindahkan ke beaker glass yang dilarutkan
menggunakan DW sebanyak 300 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan
di atas hot plate stirrer Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan menggunakan
pH meter jika pH terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH
21
terlalu tinggi ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian
ditambahkan DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott
Duran 1000 mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan
disimpan di lemari pendingin
c Pembuatan Proteinase-K Solution
Proteinase-K ditimbang pada timbangan analitik Proteinase-K kemudian
dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 45 mL serta EDTA
05 M sebanyak 54 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot
plate stirrer tanpa dipanaskan Larutan yang telah homogen ditambahkan Sodium
Dedocyl Sulfate (SDS) 10 sebanyak 378 mL Larutan tersebut kemudian
dihomogenkan di hot plate stirrer tanpa dipanaskan
d Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 5x)
Larutan TBE 5x yang dibuat sebanyak 500 mL boric acid dan tris base
ditimbang dengan timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian
dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 500 mL dan EDTA
05 M sebanyak 10 mL Larutan tersebut dihomogenkan di atas hot plate stirrer
dipanaskan setelah homogen dimasukan ke dalam botol Schott Duran 500 mL
dan disimpan di lemari pendingin
e Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 1x)
Larutan TBE 1x dibuat dengan mengencerkan 200 mL TBE 5x Larutan
TBE 1x dipindahkan pada botol Schott Duran 1000 mL Larutan tersebut
ditambahkan DW sampai 1000 mL Larutan tersebut disimpan pada lemari
pendingin
22
f Pengenceran Primer Gen CEBPα (10 pMmicroL)
Primer dalam bentuk pelet diencerkan dengan TE Buffer untuk
memperoleh primer stock Primer forward diencerkan dengan 333 microL TE Buffer
sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer reverse diencerkan dengan
332 microL sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer yang digunakan
dalam penelitian ini adalah primer CEBPα yang didesain pada penelitian (Shin
et al 2007) dengan ukuran 20 pb Primer CEBPα forward (5´-
ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) dan reverse (5´-TCAAAGTCG
TTGCCGCCTCC-3´)
Primer forward dan reverse CEBPα stock (100 pMmicroL) masing-masing
diambil sebanyak 5 microL dengan micropipette 2 ndash 20 microL dan dicampurkan ke dalam
microcentrifuge tube 15 mL baru yang telah berisi DDW free nuclease sebanyak
45 microL Larutan tersebut dicampur hingga homogen dengan cara dilakukan
mengetuk berulang bagian bawah microcentrifuge tube menggunakan ujung jari
Pengenceran primer dilakukan di laminar air flow Microcentrifuge tube yang
berisi primer dilakukan spin down dengan spin down sentrifugator agar larutan
yang berada di dinding microcentrifuge tube turun ke dasar Primer kemudian
disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
g Pembuatan Alat Pemanenan DNA
Alat pemanen DNA dibuat dari pipet Pasteur yang dimodifikasi dengan
membentuk ujung pipet seperti kail Pembentukan tersebut dilakukan dengan
memanaskan pipet di atas bunsen spiritus kemudian ditarik secara perlahan dan
dibuat melengkung seperti kail
23
h Pembuatan Gel Agarosa
Serbuk gel agarosa sebanyak 1 g ditimbang dengan timbangan analitik dan
dipindahkan ke botol Schott Duran 250 mL Serbuk gel agarosa ditambahkan
TBE 1x sebanyak 100 mL kemudian dipanaskan dan dihomogenkan dengan hot
plate stirrer sampai bening Larutan yang sudah homogen dicetak pada wadah
pencetak gel yang sudah terdapat sisir untuk membuat sebanyak 20 sumuran dan
diamkan sampai padat atau mengeras
343 Pengambilan Sampel Darah Sapi
Darah sampel diambil melalui vena caudalis sebanyak 5 mL Pengambilan
darah dilakukan dengan mengangkat caudal (ekor) dari sapi vena caudalis dicari
dengan meraba bagian ekor Jarum yang telah terpasang holder ditusukkan pada
vena caudalis dan tabung vacutainer mengandung K3EDTA dipasang pada
holder Darah yang mengalir ditampung pada tabung vacutainer kemudian
dicabut setelah darah berhenti Jarum dan holder kemudian dicabut dari vena
caudalis Tabung vacutainer yang berisi darah disimpan pada freezer dengan
suhu -20oC
344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990)
DNA yang berasal dari darah diisolasi menggunakan metode Montgomery
amp Sise (1990) dengan prosedur sebagai berikut
a Red Blood Cell Lysis
Sampel darah sebanyak 5 mL dipindahkan tabung Falcon 15 mL dan
ditambahkan larutan RCLB (pH 72) sampai 7 mL Sampel darah dihomogenkan
dengan vortex dan didiamkan selama 10 menit Sampel kemudian disentrifugasi
dengan sentrifugator selama 10 menit suhu 4degC kecepatan 3500 rpm Sampel
24
ditimbang menggunakan timbangan ganda agar proses sentrifugasi berjalan
dengan sempurna jika berat belum seimbang maka ditambah larutan RCLB
Supernatan yang diperoleh setelah proses sentrifugasi kemudian dibuang
sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Pelet ditambahkan RCLB sampai 5
mL kemudian divorteks hingga pelet hancur atau homogen Sampel disentrifugasi
selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang
diperoleh kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet kembali
ditambahkan RCLB sampai 3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau
homogen dan didiamkan selama 10 menit kemudian dilanjutkan tahapan ekstraksi
DNA
b White Blood Cell Collection
Sampel tahapan sebelumnya kemudian ditambahkan TBS (pH 74)
sebanyak 5 mL dan dikocok sebentar Sampel disentrifugasi selama 10 menit
dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang diperoleh kemudian
dibuang sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Sampel kemudian
ditambahkan TBS sebanyak 5 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau
homogen Sampel selanjutnya disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC
dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang didapatkan kemudian dibuang
sehingga hanya pelet yang tersisa Sampel kemudian ditambahkan TBS sebanyak
3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau homogen
Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan
3500 rpm Sampel divorteks perlahan hingga lapisan merah hilang Supernatan
yang didapatkan kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet
25
selanjutnya dikeringkan setelah kering ditambahkan TE 2 mL Sampel divorteks
sampai pelet hancur atau homogen
c Protein Lysis
Sampel yang sudah homogen dengan larutan TE selanjutnya ditambahkan
Proteinase-K solution sebanyak 200 microL tanpa divorteks atau dihomogenkan
Tabung Falcon 15 mL yang berisi sampel selanjutnya di-seal menggunakan
parafilm Sampel diinkubasi menggunakan shaker Agigator selama 24 jam dengan
suhu 37degC dan kecepatan 150 rpm
d Pemanenan DNA
Sampel yang telah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya ditambahkan
NaCl 5 M pekat sebanyak 2 mL Sampel diberi goyangan dengan membentuk
pola angka 8 dengan sangat perlahan setelah itu dikocok kuat sebanyak 2 kali
Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 10degC dan kecepatan 3500
rpm Supernatan dituang pada tabung reaksi yang berisi alkohol absolut dingin
Bagian permukaan tabung reaksi ditutup dengan parafilm sampai rapat Tabung
reaksi dibolak-balikan sampai terbentuk gelembung-gelembung yang melayang
Fraksi gelembung yang melayang diambil dengan pipet Pasteur yang telah
dimodifikasi dan dicelupkan secara cepat ke dalam alkohol 70 kemudian
dikeringkan dengan tissue kimwipe Gumpalan tersebut dimasukan kedalam
microcentrifuge tube 15 mL yang telah berisikan DW steril sebanyak 200 microL
Sampel dihomogenkan menggunakan alat shaker pada suhu ruang agar larut
DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
26
345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi
Pengambilan rambut dilakukan pada bagian ekor minimal rambut
sebanyak 20 helai Rambut pada bagian ekor ditarik searah dengan titik tumbuh
dari rambut tersebut Tahapan tersebut dilakukan dengan cepat agar diperoleh
bagian rambut yang utuh dengan folikel Rambut tersebut ditempelkan pada kertas
dengan selotip berbahan kertas tanpa mengenai bagian folikel dan disimpan di
dalam amplop
346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)
Tahapan isolasi DNA dari rambut menggunakan gSYSCtrade DNA
Extraction Kit GS100 (Geneaid) dengan prosedur sebagai berikut
a Cell Lysis
Sepuluh helai rambut dipotong-potong dengan ukuran 05 ndash 1 cm
termasuk bagian folikel Potongan tersebut dipindahkan ke dalam microsentrifuge
tube 15 mL ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K
(dipastikan potongan terendam) dicampur dengan cara dikocok Larutan
diinkubasi dengan suhu 60degC selama 30 menit Pada proses inkubasi
microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung microcentrifuge tube
secara perlahan setiap 5 menit GSB Buffer sebanyak 200 μL ditambahkan dan
dikocok dengan kuat dan diinkubasi kembali pada suhu 60ordmC selama 20 menit
Selama proses inkubasi microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung
secara perlahan setiap 5 menit
b DNA Binding
Sampel tahapan sebelumnya ditambahkan 200 μL etanol absolut
dikocok dengan kuat selama 10 detik Endapan yang muncul dipecah dengan
27
menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan
tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan
tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit
Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi
dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru
c Pencucian
W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan
sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30
detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column
diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL
Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan
kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi
kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi
yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit
untuk mengeringkan kolom matriks
d Elution
GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube
15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak
100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke
bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit
untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column
disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan
elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak
DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
28
347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)
DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et
al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan
dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10
menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting
yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel
rambut diganti)
Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan
disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer
(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada
microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan
suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit
pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm
beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan
disimpan pada suhu -20 ordmC
348 Uji Kuantifikasi DNA
Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji
kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL
DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette
DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus
menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi
dan tingkat kemurnian
29
349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)
Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR
master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-
ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT
CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL
DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke
dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas
kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR
mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre
denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing
54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final
extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali
3410 Elektroforesis dan Visualisasi
Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis
horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan
TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL
dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm
dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down
Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker
DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran
Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan
listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki
elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt
selama 60 menit
30
Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam
dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel
agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa
divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator
3411 Sequencing DNA
Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai
ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward
dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan
metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit
(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing
menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)
Malaysia)
35 Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif
(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil
sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis
dianalisis secara deskriptif
351 Analisis Bioinformatika
Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan
kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian
hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak
ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian
dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment
Editor 725 (Hall 2001)
31
Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-
base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)
menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base
similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99
Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple
Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak
MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan
variasi basa sampel
32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi
Berbeda
DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut
DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil
kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari
sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang
mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut
menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini
Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan
metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut
dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai
kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada
Tabel 1
Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua
metode hasil penelitian
Pengulangan ke-
Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)
Kit Konvensional Kit Konvensional
1 Angus 269 102 2100 11100
2 FH 207 109 7810 11720
3 Simmental 263 111 231 11340
Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi
Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah
dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut
33
dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode
sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata
nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah
246plusmn034 dan 107plusmn005
Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar
17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)
Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran
kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di
bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari
tahapan masing-masing metode
Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian
genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya
kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang
dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA
Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi
DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan
meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa
denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan
meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan
nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian
DNA yang baik (gt20)
Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah
nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein
Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al
34
2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini
protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada
nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi
protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat
Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh
lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik
Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode
konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit
yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode
konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti
protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan
mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al
1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses
PCR (Demeke amp Jenkins 2010)
Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa
dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA
diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun
nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang
baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan
konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen
(Demeke amp Jenkins 2010)
Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan
hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit
untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional
35
pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang
cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada
penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal
Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan
konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan
RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)
42 Konfirmasi Gen CEBPα
Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan
dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan
pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain
oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar
1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)
yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701
(Lampiran 4)
Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh
semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di
antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan
panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa
dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)
Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah
dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan
program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa
penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda
Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC
36
(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah
dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut
namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk
membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)
Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339
bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO
Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya
perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer
Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari
merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini
perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1
menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses
tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing
yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template
DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang
Target 1339
bp
37
sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA
teramplifikasi sempurna
Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi
Program PCR
Pre
Denaturation Denaturation Annealing Extension
Final
Extension Siklus
Penelitian
Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40
Referensi
Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35
Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32
He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32
Keterangan tanda () = menit tanda () = detik
43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis
menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh
empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black
(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan
(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean
(XM_0252690201)) (Tabel 3)
Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat
prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis
komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari
runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data
tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database
(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang
38
komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga
mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)
Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan
persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan
referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak
(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat
dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi
Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3
Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI
Sampel Spesies Breed GenBank Accesion
Query Cover
Max Iden
Bali
(B sondaicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Pasundan (B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99
Friesians Holstein
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Angus (B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Peranakan Ongole
(B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99
Simmental
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99
39
Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau
kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di
GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan
kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen
CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen
identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen
fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)
Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang
dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden
2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan
seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi
Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap
sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67
(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki
urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki
runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian
akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover
95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover
99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3)
44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali
Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan
runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4
40
Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi
Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil
ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada
empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo
(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau
Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada
sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)
yaitu terletak pada enam posisi berbeda
Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank
Spesies_Breed Posisi Runutan Basa
88
97
103
271
567
733
832
855
870
921
926
931
957
1088
1149
1175
1196
B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G
B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C
B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T
C
B taurus_Angus C C
B taurus_ Friesians Holstein C C
B taurus_ Simmental C C
B indicus_ Pasundan C C
B indicus_ Peranakan Ongole C C
B sondaicus_ Bali C A C G A
Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T
Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)
Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi
Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi
Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196
(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi
tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)
Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa
yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali
41
memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut
memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut
Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi
Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru
Thymine (T) = merah)
42
Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen
CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson
gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi
dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi
Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki
1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan
mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali
Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi
Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B
banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal
usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan
sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel
sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki
kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus
atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)
(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH
Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya
variasi basa yang ditemukan
Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali
terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan
adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis
kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan
keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah
mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode
43
yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe
dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)
Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan
dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)
(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis
Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi
keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali
(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan
pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al
2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi
karakteristik dari daging sapi Bali
Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et
al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki
kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan
menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et
al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga
mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat
dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan
dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)
Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk
menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin
(subtropis)
Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan
sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi
44
lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan
daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki
kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang
lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari
karkas yang diperoleh
45
BAB V
PENUTUP
51 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa
1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan
PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)
2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi
Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa
3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi
DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit
52 Saran
Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah
populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme
(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak
dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi
tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar
memperoleh hasil yang maksimal
46
DAFTAR PUSTAKA
Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka
Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)
Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular
Research 14(3) 9370ndash9383
Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research
24(13) 2623ndash2625
Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan
Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39
Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan
Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor
Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice
Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773
Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176
Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the
National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7
Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash
ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24
Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods
PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990
Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797
Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11
Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga
47
Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method
of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231
Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194
Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and
Pathology 3(2) 133ndash137
Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food
Research International 43(7) 1866ndash1873
Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology
Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the
Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076
He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle
Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969
Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27
Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and
Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26
Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R
(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science
and Technology 46(6) 909ndash916
Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839
Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from
hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289
Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and
Evolution 33(7) 1870ndash1874
Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer
Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683
Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon
D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To
48
Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of
Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764
Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription
factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742
Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)
Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485
Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology
Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)
Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On
Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087
Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali
(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128
Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9
Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On
Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335
Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A
Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in
Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20
Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash
441
Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect
On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81
Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor
Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam
Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156
Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C
A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle
49
Journal Animal Science 80 3077ndash3085
Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in
The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72
Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water
Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A
Review Meat Science 89(2) 111ndash124
Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374
Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat
[Skripsi] Institut Pertanian Bogor
Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes
transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504
Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)
Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6
Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure
Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75
Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E
Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among
Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158
Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)
Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The
Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299
Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip
Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle
Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020
Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots
In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451
50
Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp
Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with
Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33
Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan
Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from
httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395
Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian
Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470
Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for
bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594
Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole
(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional
Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)
Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan
Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)
Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273
Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian
Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354
Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds
Biodiversitas 17(1) 275ndash295
Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)
Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131
Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang
Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107
Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence
of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554
Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508
Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The
51
CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)
Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19
Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter
Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316
Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular
Research 11(2) 1651ndash1661
Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The
CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077
Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia
(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25
Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20
Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle
Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954
Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal
Science 50(11) 499ndash502
52
LAMPIRAN
Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data
Gen Bank
Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178
Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283
Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247
Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank
Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank
53
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)
Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel
NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian
1
Darah
Pasundan 601 867 173
2 Pasundan 602 1035 194
3 Peranakan Ongole 1691 278 309
4 Peranakan Ongole 1693 234 434
5 Bali 59 173 941
6 Bali 64 192 502
7
Rambut
Angus 171405 105 21
8 Friesians Holstein 310102 202 781
9 Friesians Holstein 310158 116 1134
10 Simmental 4490 22 231
11 Simmental 6115 116 1134
5
12 Rumusan Masalah
1 Apakah sapi potong lokal (sapi Pasundan PO Bali) dan sapi potong
introduksi (sapi Angus Simmental FH) memiliki gen CEBPα dan
variasi basa pada gen tersebut
2 Apakah ekstraksi DNA rambut dengan metode konvensional dapat
dijadikan metode alternatif selain menggunakan metode kit
13 Hipotesis
1 Sapi potong lokal dan sapi potong introduksi memiliki gen CEBPα dan
terdapat variasi basa pada gen tersebut
2 Ekstraksi DNA rambut dengan menggunakan metode konvensional dapat
dijadikan alternatif selain metode kit
14 Tujuan Penelitian
1 Untuk mengonfirmasi keberadaan gen CEBPα pada sapi yang diteliti
serta memperoleh informasi terkait variasi basa gen CEBPα pada sapi
yang diteliti
2 Untuk mendapatkan metode ekstraksi DNA rambut alternatif selain
dengan menggunakan metode kit
15 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini antara lain
1 Sebagai penelitian awal dalam mengungkap keberadaan gen CEBPα
pada sapi yang diteliti berkaitan dengan kualitas daging sapi yang baik
serta mengetahui dan mempelajari asosiasi gen CEBPα terhadap kualitas
daging sapi
6
2 Berkontribusi dalam seleksi ternak secara molekuler dengan gen
CEBPα berupa sifat kualitas daging berkaitan dengan kandungan lemak
pada sapi potong yang diteliti untuk keperluan program breeding
3 Memperoleh metode alternatif selain metode kit dalam mengekstraksi
DNA rambut yang efisien dan tidak memerlukan biaya yang mahal
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
21 Bangsa Sapi Ternak
Binatang ternak menjadi salah satu mahluk yang dijadikan pembelajaran
dalam Al Quran Al Anrsquoam yang artinya binatang ternak menjadi salah satu nama
surat dalam Al Quran merupakan surat ke-6 yang diturunkan di Mekah dengan
165 ayat Salah satu ayat surat Al Anrsquoam yang menjelaskan tentang peruntukan
binatang ternak adalah pada ayat 142
ldquoDan di antara hewan ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan ada
yang untuk disembelih Makanlah dari rezeki yang telah diberikan Allah
kepadamu dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan Sesungguhnya
setan itu musuh yang nyata bagimurdquo (Al Anrsquoam (6) 142)
Allah Subhanallahu wa Tarsquoala telah memberikan rezeki kepada manusia
berupa binatang ternak yang dapat disembelih dengan tata cara sesuai syariat
Kemudian dagingnya dapat dimanfaatkan sebagai sumber gizi untuk manusia
Berdasarkan hal tersebut diperlukan upaya untuk mengkaji secara ilmiah daging
binatang ternak salah satunya sapi
Secara umum bangsa sapi terbagi menjadi tiga kelompok (Natasamita amp
Mudikdjo 1985) (1) Bos taurus yang merupakan bangsa sapi yang paling besar
berasal dari Eropa Ciri khas B taurus tidak memiliki punuk (2) B indicus
(Zebu) yang merupakan bangsa sapi asal India dan Afrika yang menyebar di
wilayah Asia Ciri khas B indicus memiliki punuk (3) B sondaicus (B bibos)
8
merupakan sapi asli Indonesia yang sudah lama beradaptasi di lingkungan
Indonesia Tubuh B sondaicus relatif lebih kecil dibandingkan B taurus dan B
indicus
Definisi dari sapi lokal adalah sapi asli Indonesia atau hasil persilangan
yang telah ditetapkan sebagai rumpun sapi nasional sedangkan sapi introduksi
merupakan sapi impor (luar Indonesia) yang berkembang biak di Indonesia tanpa
adanya persilangan dengan sapi lokal (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi
Pertanian Kementerian Pertanian 2016) Kumpulan beberapa jenis sapi ternak
yang memiliki kesamaan karakteristik disebut dengan rumpun atau (breed)
(Setiadi 2016) Beberapa breed sapi lokal adalah sapi Pasundan Peranakan
Ongole (PO) Bali dan introduksi adalah sapi Angus Simmental Friesians
Holstein (FH)
22 Sapi Pasundan
Sapi Pasundan (B indicus) merupakan sapi potong lokal yang memiliki
gen khas dari sapi Bali sapi Jawa sapi Ongole dan sapi Madura Sapi Pasundan
memiliki asal usul secara genetik yang merupakan hasil tekanan inbreeding dari
generasi persilangan pada program grading up sapi Ongole dan program grading
up sapi Jawa dengan sapi Madura dan sapi Bali (Baharun 2015) Sapi Pasundan
memiliki karakteristik mudah beradaptasi dengan lingkungan mudah dipelihara
memiliki kualitas karkas yang baik dan relatif tahan terhadap penyakit tropis
(Baharun 2015)
Sapi Pasundan yang baru ditetapkan sebagai kekayaan sumber genetik
ternak lokal Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor
1051kptsSR120102014 tentang penetapan rumpun sapi Pasundan Menurut
9
Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1051kptsSR120102014 karakteristik sapi
Pasundan (Gambar 1) memiliki warna tubuh dominan merah bata terdapat warna
putih pada bagian pelvis dan keempat kaki bagian bawah (tarsus dan carpus)
dengan batasan yang tidak kontras Terdapat garis belut atau garis punggung
sepanjang punggung dengan warna lebih tua dari warna dominan (Gambar 1)
Sapi Pasundan memiliki hidung dan ujung ekor berwarna hitam dengan
bentuk tubuh segi empat serta memiliki tanduk dengan bentuk yang pendek tidak
seragam atau bervariasi dari ukuran kecil sampai besar (Baharun 2015 Sulasmi
et al 2017) Beberapa sapi Pasundan jantan dapat mengalami perubahan warna
dari merah bata menjadi hitam pada saat mencapai fase kelamin dewasa
Gambar 1 Sapi Pasundan di BPPT Sapi Potong Ciamis
(Sumber Baharun 2015)
23 Sapi Peranakan Ongole (PO)
Sapi Peranakan Ongole atau PO (B indicus) merupakan sapi hasil
persilangan secara grading up antara sapi Sumba Ongole dengan sapi Jawa
(Prasetya 2011 Sutarno amp Setyawan 2016) Sapi PO memiliki keunggulan
berupa tidak sulit dalam proses reproduksi dan tingkat kebuntingan nya tinggi
(Subiharta et al 2012) Populasi terbesar sapi PO berada di pulau Jawa terutama
Jawa Timur (Astuti 2004)
10
Karakteristik sapi PO (Gambar 2) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)
berwarna putih atau abu-abu warna hitam di ekor dan rambut di sekitar mata
bentuk kepala melengkung pendek tanduk pendek telinga menggantung yang
panjang dan perut yang agak besar terkadang ada bercak hitam di lututnya
Memiliki warna tubuh putih hingga keabu-abuan Sapi jantan memiliki warna
keabu-abuan lebih sering muncul di sekitar gelambir leher ekor dan kepala
sedangkan pada sapi betina warna putih lebih dominan (Sudrajad amp Adinata
2013)
Gambar 2 Sapi PO di Peternakan Terbuka (Sumber Kementerian Pertanian 2012)
24 Sapi Bali
Sapi Bali (B sondaicus) merupakan keturunan dari Banteng (B banteng)
(Talib 2002 Purwantara et al 2012) yang telah mengalami domestikasi selama
bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Sapi Bali merupakan salah satu sapi
asli Indonesia (Margawati 2012) Sapi Bali memiliki ciri fisik yang sedikit
mengalami perubahan dari banteng (Mahdi et al 2013) Sapi Bali mewakili 27
dari total populasi yang ada di Indonesia dan menjadi sapi utama untuk
peternakan kecil Populasi sapi Bali tersebar di pulau Bali Sulawesi Selatan
Nusa Tenggara Timur dan Barat (Purwantara et al 2012)
Karakteristik sapi Bali (Gambar 3) memiliki warna tubuh merah bata
memiliki garis belut atau garis di sepanjang punggung Warna sapi jantan akan
11
berubah kehitaman sedangkan warna sapi betina relatif tetap setelah dewasa Sapi
Bali tidak memiliki punuk dan keempat kaki bagian bawahnya berwarna putih
(Abidin 2010)
Gambar 3 Sapi Bali Betina dan Jantan (a) Betina (b) Jantan (Sumber Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali 2015)
25 Sapi Angus
Sapi Angus (B taurus) berasal dari Skotlandia Utara yang beriklim dingin
dan lembap Menurut Sutarno amp Setyawan (2016) Berat badan umur 15 tahun
dapat mencapai 650 kg Karakteristik sapi Angus (Gambar 4) memiliki bentuk
tubuh lebar dan rata Warna tubuh keseluruhan hitam namun terkadang ada
warna putih di bagian belakang bawah pusat tidak bertanduk bentuk tubuh rata
seperti papan dan dagingnya padat
Gambar 4 Sapi Angus di Peternakan Kabupaten Seragen
(Sumber Adinata et al 2017)
26 Sapi Simmental
Sapi Simmental (B taurus) merupakan salah satu jenis ternak tertua di
dunia yang bertahan hingga saat ini Sapi Simmental merupakan jenis sapi
(b) (a)
12
subtropis Sapi Simmental berasal dari Switzerland yang telah dijinakkan setelah
abad ke-13 Sapi Simmental dan semen beku pada tahun 1985 tiba di Indonesia
dari New Zealand dan Australia (Sutarno amp Setyawan 2016)
Karakteristik sapi Simmental (Gambar 5) menurut Sutarno amp Setyawan
(2016) memiliki tubuh yang berotot dan kukuh pertumbuhan otot yang cepat
jenis spesifik yang ditemukan di Indonesia memiliki wajah kuning atau merah
kecokelatan dengan kaki bawah putih dan ujung ekor putih Berat seekor sapi
dewasa bisa melebihi 1000 kilogram
Gambar 5 Sapi Simmental di Peternakan Tradisional
(Sumber Sutarno amp Setyawan 2016)
27 Sapi Friesians Holstein (FH)
Sapi Friesians Holstein (FH) (B taurus) telah dikembangkan sejak abad
ke-13 di Belanda (Belanda Utara dan Friesland) dan Jerman Utara (Schleswig-
Holstein) untuk menghasilkan sejenis ternak yang mampu mengonsumsi rumput
lokal Usaha untuk pengembang biakan menghasilkan ternak sapi perah terbaik di
dunia dengan warna hitam dan putih khas Sapi FH pertama kali diimpor dari
Belanda pada abad ke-19 (Sutarno amp Setyawan 2015)
Karakteristik sapi FH (Gambar 6) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)
umumnya berwarna hitam dengan warna putih garis-garis tetapi kadang-kadang
merah dengan garis-garis putih dan dengan batas warna yang jelas Kepala
13
panjang lebar dan lurus Sapi FH memiliki tanduk yang pendek dan melengkung
memiliki mulut lebar lubang hidung terbuka lebar rahang kuat telinga ukuran
sedang dahi lebar leher panjang dan tipis Bahu yang besar terletak di dinding
dada dan membentuk sendi yang baik dengan tubuh Punggung yang kokoh dan
rata dengan tulang punggung yang saling terhubung dengan baik
Gambar 6 Sapi FH di Peternakan Terbuka
(Sumber Sutarno amp Setyawan 2015)
28 Nutrisi dan Kualitas Daging Sapi
Daging sapi menjadi salah satu sumber pemenuhan protein yang memiliki
banyak kandungan nutrisi Kandungan nutrisi dari daging sapi berupa vitamin D
vitamin B12 zat besi selenium seng dan asam lemak esensial Omega 3 (Scollan
et al 2006) Kandungan lain dari daging sapi adalah 75 air 20 protein 3
lemak dan 2 substansi non-protein larut Substansi non-protein larut tersebut
berupa 45 nitrogen 45 karbohidrat 8 komponen anorganik 3 vitamin
dan 3 logam (Tornberg 2005)
Penjualan daging sapi dipengaruhi oleh daya tarik daging bagi konsumen
yang digambarkan sebagai kualitas daging Kualitas daging didefinisikan sebagai
sifat yang dirasakan konsumen secara visual dan sensoris (Becker 2000)
Kualitas daging diukur berdasarkan parameter berupa warna daging warna
lemak jumlah lemak (Glitsch 2000) tekstur nilai marbling (intramuscular fat)
14
(Lee et al 2007) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al
2011) dan lean meat (Dagong et al 2012)
Menurut Becker (2000) empat karakteristik makanan daging berkualitas
sebagai berikut (1) Karakteristik yang menunjukkan kandungan gizi protein
lemak kandungan karbohidrat (2) Karakteristik yang menunjukkan kualitas
pengolahan panjang sarkomer nilai pH warna kegemukan kapasitas pengikat
air (3) Karakteristik yang menunjukkan kualitas hygienic-toxicological residu
kontaminan status mikroorganisme zat aditif (4) Karakteristik yang
menunjukkan kualitas sensorik tekstur (tenderness juiciness) rasa atau bau dan
warna atau penampilan (marbling)
29 CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs)
CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs) merupakan keluarga
transkripsi yang mengandung domain leucine zipper dasar yang conserved atau
tidak berubah (Gambar 7) pada C-terminus yang terlibat dalam dimerisasi dan
pengikatan DNA (Ramji amp Foka 2002) Protein CEBP pertama kali
diidentifikasi di laboratorium Steve McKnight sebagai faktor stabil panas pada
inti hati tikus yang mampu berinteraksi dengan motif CCAAT box yang terdapat
pada beberapa promoter gen seluler (Johnson amp McKnight 1989)
Gen CCAATEnhancer Binding Protein (CEBP) merupakan keluarga faktor
transkripsi yang terekspresikan pada proses diferensiasi preadiposit (He et al
2011) Peran dari keluarga CEBP diantaranya pada diferensiasi seluler
mengontrol metabolisme proliferasi seluler regulasi peradangan (Ramji amp Foka
2002) siklus sel hematopoiesis perkembangan skeletal dan respons host imun
(Tsukada et al 2011) Terdapat enam anggota kelompok gen CEBP yang telah
15
diisolasi dan di karakterisasi yaitu CEBPα CEBPβ CEBPγ CEBPδ CEBPε
dan CEBPδ (Ramji amp Foka 2002) Gen tersebut memainkan peran penting dalam
diferensiasi adiposit (Lane et al 1999)
Gambar 7 Ilustrasi dari Leucine Zipper Domain
(Sumber Tsukada et al 2011)
210 Gen CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα)
Daerah promoter proksimal gen CCAATEnhancer Binding Protein α
(CEBPα) pada tikus pertama kali dicirikan dan menunjukkan mengandung
tempat pengikatan potensial untuk CEBP Sp1 Nuclear Factor (NF)-1 NF-Y
Upstream Stimulating Factor (USF) Basic Transcription Element Binding
Protein (BTEB) dan NF-Κb (Christy et al 1991) Promoter gen CEBPα dapat
diaktifkan secara otomatis di dalam sel yang dapat ditransfer melalui ekspresi dari
plasmid (Legraverend et al 1993)
Sequence gen CEBPα sapi memiliki kesamaan 899 pada urutan
nukleotida dan 925 urutan asam amino dengan gen tikus (Taniguchi amp Sasaki
1996) Gen CEBPα sapi seperti gen tikus yaitu bebas intron Open reading
frame (nukleotida 169 ndash 1230) pada gen CEBPα sapi mengodekan protein 353
16
residu asam amino yang merupakan lima asam amino lebih pendek dari pada
protein tikus (Taniguchi amp Sasaki 1996) Asam amino tersebut terekspresi
sebelum transkripsi gen spesifik adiposit yang memiliki situs pengikatan gen
CEBPα (Wang et al 2011) Urutan seperti kotak TATA terletak di nukleotida 13
ndash 18 namun situs mulai transkripsi tidak ditentukan (Taniguchi amp Sasaki 1996)
Faktor transkripsi CEBPα memainkan peranan penting selama
diferensiasi preadiposit menjadi adiposit Gen CEBPα diidentifikasi sebagai
Nuclear Factor (NF) yang di induksi saat diferensiasi yang mengikat secara
spesifik ke promotor beberapa gen (Vasseur-Cognet amp Lane 1993) Gen CEBPα
memainkan peran penting dalam pengendapan lemak dan diferensiasi adiposit
(Shin et al 2007) Gen CEBPα menjadi kandidat gen penting untuk
diidentifikasi secara marker genetik pada karkas dan sifat kualitas daging sapi
ternak (Shin et al 2007) Gen CEBPα juga dapat mengatur metabolisme energi
dan nutrisi dengan mengaktifkan beberapa gen spesifik seperti
phosphoenolpyruvate carboxykinase dan reseptor insulin (Park et al 1990)
211 Pengaruh Lingkungan Terhadap Kualitas Daging
Kondisi lingkungan berupa temperatur akan mempengaruhi keadaan
fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Kondisi lingkungan secara langsung
mempengaruhi proses metabolisme organ dan otot (Gregory 2010) Pada zona
nyaman sapi akan sedikit mengeluarkan energi dan tidak terpengaruh oleh
temperatur lingkungan sebaliknya jika berada diluar zona nyaman sapi akan
mengalami stres yang bertujuan untuk mengembalikan kepada kondisi tubuh yang
normal (Nardone et al 2006) Kondisi tersebut akan menyebabkan terjadinya
17
perubahan seperti pola makan fisiologis dan fungsi metabolisme pada kuantitas
dan kualitas produksi dari sapi itu sendiri
Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan menyebabkan terjadinya
penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et al 2001 Mader amp Davis
2004) yang terjadi pada sapi B indicus (Gregory 2010) Suhu di atas 30degC akan
menyebabkan terjadinya penurunan jumlah berat badan (Nardone et al 2006)
Pada periode yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi
perubahan fenotipe dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006 Gregory 2010)
18
BAB III
METODE
31 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari ndash Juni 2018 di
Laboratorium Genetika Molekuler Hewan Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI
Cibinong Jl Raya Bogor KM 46 Bogor Jawa Barat
32 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik
micropipette 10 microL 200 microL 1000 microL (Boesco dan Bio-Rad) dan pH meter
(Thermo Orion) tabung vacutainer mengandung K3EDTA holder dan jarum
needle ukuran 21G microcentrifuge tube 15 mL sentrifugator (Hermile Z 300
K) vortex (Barnstead Thermolyne) micropipette 1000 microL (Boesco) blue tips
white tips yellow tips shaker agigator (Thermo Scientific) parafilm pipet
Pasteur autoklaf (Trace Raypa) spektromotometer UV-Vis (GeneQuant) cuvette
dan laminar air flow (Telstar BH ndash 100) tangki elektroforesis horizontal (Bio-
Rad) power supply (Bio-Rad) timbangan analitik (Preciso XT 120A) hot plate
stirrer (Thermolyne Cimarec 2) pH meter (Thermo Orion) vortex (Barnstead
Thermolyne) Sentrifugator (HermLe Z 300 K) shaker (Bio Green) thermocycler
(Eppendorf) UV-transiluminator (Major Science)
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Red Cell Lysis Buffer
(RCLB) 250 mL pH 72 Tris Buffer Solution (TBS) 250 mL pH 74 TE Buffer
250 mL pH 8 Sodium Dedocyl Sulfate (SDS) (Mp Biomedicals) K3EDTA
(Garnier Bio One) Proteinase-K (Roche Diagnostic) PCR Buffer (Qiagen)
Proteinasi-K (Geneaid) proteinase-K Solution Ethylene Diamine Tetracetic Acid
19
(EDTA) (Mp Biomedicals) alkohol 70 alkohol absolut dingin tissue tissue
kimwipe NaCl Pekat Destillation Water (DW) steril Primer CEBPα forward
dan reverse (Integrated DNA Technolgies) TE buffer Double Destillation Water
(DDW) free nuclease (Ferementas) DNA ladder (Vivantis) PCR master mix kit
KAPA2G Robust (Kapa Biosystem) Gel Agarosa (Roche) boric acid (Merck)
tris base (Himedia) KCl (Merck) NaCl (Genetika Science) KHCO3 (Merck)
NH4Cl (Merck) Ethidium Bromida (EtBr) (Merck) gSYSCtrade DNA Extraction
Kit GS100 (Geneaid) amplop kertas
33 Sampel Penelitian
Breed sapi yang diteliti terbagi menjadi dua kelompok yaitu 1) Sapi potong
lokal (sapi Pasundan PO Bali) 2) Sapi potong introduksi (sapi Angus
Simmental FH) Sumber DNA berasal dari 1) Darah (sapi Pasundan PO Bali)
2) Rambut (sapi Angus Simmental FH) Darah atau rambut yang diambil
berasal dari dua individu berbeda setiap jenisnya kecuali sampel rambut sapi
Angus yang diperoleh dari satu individu saja
Jenis sapi yang diteliti berasal dari berbagai tempat yang berbeda yaitu 1)
Sapi Pasundan berasal dari Balai Pengembangan Perbibitan Ternak (BPPT) Sapi
Potong Ciamis 2) Sapi PO berasal dari BPPT Grobogan 3) Sapi Bali berasal dari
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Peninda Bali 4) sapi Angus
Simmental FH berasal dari Badan Embrio Ternak (BET) Cipelang Bogor
Regulasi dari BET yang tidak memperbolehkan pengambilan sampel darah
menjadi alasan utama diambilnya sampel rambut dari sapi Angus Simmental
FH Keseluruhan sampel rambut sapi yang diperoleh dari BET merupakan sapi
asli (origin) yang belum dilakukan perkawinan silang
20
34 Prosedur Kerja
341 Sterilisasi Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini di sterilisasi dengan
autoklaf pada suhu 121degC dan tekanan sebesar 1 atm selama 15 menit
342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA
a Pembuatan RCLB (Red Cell Blood Buffer)
Larutan RCLB dibuat sebanyak 1000 mL (pH 72) Larutan RCLB terbuat
dari bahan kimia NH4Cl dan KHCO3 Bahan tersebut ditimbang dengan
timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian dipindahkan ke beaker
glass dan ditambahkan EDTA 05 M sebanyak 200 microL serta DW sebanyak 300
mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot plate stirrer
Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan pH meter Nilai pH yang
terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH terlalu tinggi
ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian ditambahkan
DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott Duran 1000
mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan disimpan di
lemari pendingin
b Pembuatan TBS (Tris Buffer Solution)
Larutan TBS dibuat sebanyak 1000 mL (pH 74) dengan bahan yang
terdiri dari NaCl KCl tris base Bahan-bahan kimia tersebut ditimbang dengan
timbangan analitik dan dipindahkan ke beaker glass yang dilarutkan
menggunakan DW sebanyak 300 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan
di atas hot plate stirrer Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan menggunakan
pH meter jika pH terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH
21
terlalu tinggi ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian
ditambahkan DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott
Duran 1000 mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan
disimpan di lemari pendingin
c Pembuatan Proteinase-K Solution
Proteinase-K ditimbang pada timbangan analitik Proteinase-K kemudian
dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 45 mL serta EDTA
05 M sebanyak 54 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot
plate stirrer tanpa dipanaskan Larutan yang telah homogen ditambahkan Sodium
Dedocyl Sulfate (SDS) 10 sebanyak 378 mL Larutan tersebut kemudian
dihomogenkan di hot plate stirrer tanpa dipanaskan
d Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 5x)
Larutan TBE 5x yang dibuat sebanyak 500 mL boric acid dan tris base
ditimbang dengan timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian
dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 500 mL dan EDTA
05 M sebanyak 10 mL Larutan tersebut dihomogenkan di atas hot plate stirrer
dipanaskan setelah homogen dimasukan ke dalam botol Schott Duran 500 mL
dan disimpan di lemari pendingin
e Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 1x)
Larutan TBE 1x dibuat dengan mengencerkan 200 mL TBE 5x Larutan
TBE 1x dipindahkan pada botol Schott Duran 1000 mL Larutan tersebut
ditambahkan DW sampai 1000 mL Larutan tersebut disimpan pada lemari
pendingin
22
f Pengenceran Primer Gen CEBPα (10 pMmicroL)
Primer dalam bentuk pelet diencerkan dengan TE Buffer untuk
memperoleh primer stock Primer forward diencerkan dengan 333 microL TE Buffer
sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer reverse diencerkan dengan
332 microL sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer yang digunakan
dalam penelitian ini adalah primer CEBPα yang didesain pada penelitian (Shin
et al 2007) dengan ukuran 20 pb Primer CEBPα forward (5´-
ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) dan reverse (5´-TCAAAGTCG
TTGCCGCCTCC-3´)
Primer forward dan reverse CEBPα stock (100 pMmicroL) masing-masing
diambil sebanyak 5 microL dengan micropipette 2 ndash 20 microL dan dicampurkan ke dalam
microcentrifuge tube 15 mL baru yang telah berisi DDW free nuclease sebanyak
45 microL Larutan tersebut dicampur hingga homogen dengan cara dilakukan
mengetuk berulang bagian bawah microcentrifuge tube menggunakan ujung jari
Pengenceran primer dilakukan di laminar air flow Microcentrifuge tube yang
berisi primer dilakukan spin down dengan spin down sentrifugator agar larutan
yang berada di dinding microcentrifuge tube turun ke dasar Primer kemudian
disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
g Pembuatan Alat Pemanenan DNA
Alat pemanen DNA dibuat dari pipet Pasteur yang dimodifikasi dengan
membentuk ujung pipet seperti kail Pembentukan tersebut dilakukan dengan
memanaskan pipet di atas bunsen spiritus kemudian ditarik secara perlahan dan
dibuat melengkung seperti kail
23
h Pembuatan Gel Agarosa
Serbuk gel agarosa sebanyak 1 g ditimbang dengan timbangan analitik dan
dipindahkan ke botol Schott Duran 250 mL Serbuk gel agarosa ditambahkan
TBE 1x sebanyak 100 mL kemudian dipanaskan dan dihomogenkan dengan hot
plate stirrer sampai bening Larutan yang sudah homogen dicetak pada wadah
pencetak gel yang sudah terdapat sisir untuk membuat sebanyak 20 sumuran dan
diamkan sampai padat atau mengeras
343 Pengambilan Sampel Darah Sapi
Darah sampel diambil melalui vena caudalis sebanyak 5 mL Pengambilan
darah dilakukan dengan mengangkat caudal (ekor) dari sapi vena caudalis dicari
dengan meraba bagian ekor Jarum yang telah terpasang holder ditusukkan pada
vena caudalis dan tabung vacutainer mengandung K3EDTA dipasang pada
holder Darah yang mengalir ditampung pada tabung vacutainer kemudian
dicabut setelah darah berhenti Jarum dan holder kemudian dicabut dari vena
caudalis Tabung vacutainer yang berisi darah disimpan pada freezer dengan
suhu -20oC
344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990)
DNA yang berasal dari darah diisolasi menggunakan metode Montgomery
amp Sise (1990) dengan prosedur sebagai berikut
a Red Blood Cell Lysis
Sampel darah sebanyak 5 mL dipindahkan tabung Falcon 15 mL dan
ditambahkan larutan RCLB (pH 72) sampai 7 mL Sampel darah dihomogenkan
dengan vortex dan didiamkan selama 10 menit Sampel kemudian disentrifugasi
dengan sentrifugator selama 10 menit suhu 4degC kecepatan 3500 rpm Sampel
24
ditimbang menggunakan timbangan ganda agar proses sentrifugasi berjalan
dengan sempurna jika berat belum seimbang maka ditambah larutan RCLB
Supernatan yang diperoleh setelah proses sentrifugasi kemudian dibuang
sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Pelet ditambahkan RCLB sampai 5
mL kemudian divorteks hingga pelet hancur atau homogen Sampel disentrifugasi
selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang
diperoleh kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet kembali
ditambahkan RCLB sampai 3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau
homogen dan didiamkan selama 10 menit kemudian dilanjutkan tahapan ekstraksi
DNA
b White Blood Cell Collection
Sampel tahapan sebelumnya kemudian ditambahkan TBS (pH 74)
sebanyak 5 mL dan dikocok sebentar Sampel disentrifugasi selama 10 menit
dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang diperoleh kemudian
dibuang sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Sampel kemudian
ditambahkan TBS sebanyak 5 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau
homogen Sampel selanjutnya disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC
dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang didapatkan kemudian dibuang
sehingga hanya pelet yang tersisa Sampel kemudian ditambahkan TBS sebanyak
3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau homogen
Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan
3500 rpm Sampel divorteks perlahan hingga lapisan merah hilang Supernatan
yang didapatkan kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet
25
selanjutnya dikeringkan setelah kering ditambahkan TE 2 mL Sampel divorteks
sampai pelet hancur atau homogen
c Protein Lysis
Sampel yang sudah homogen dengan larutan TE selanjutnya ditambahkan
Proteinase-K solution sebanyak 200 microL tanpa divorteks atau dihomogenkan
Tabung Falcon 15 mL yang berisi sampel selanjutnya di-seal menggunakan
parafilm Sampel diinkubasi menggunakan shaker Agigator selama 24 jam dengan
suhu 37degC dan kecepatan 150 rpm
d Pemanenan DNA
Sampel yang telah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya ditambahkan
NaCl 5 M pekat sebanyak 2 mL Sampel diberi goyangan dengan membentuk
pola angka 8 dengan sangat perlahan setelah itu dikocok kuat sebanyak 2 kali
Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 10degC dan kecepatan 3500
rpm Supernatan dituang pada tabung reaksi yang berisi alkohol absolut dingin
Bagian permukaan tabung reaksi ditutup dengan parafilm sampai rapat Tabung
reaksi dibolak-balikan sampai terbentuk gelembung-gelembung yang melayang
Fraksi gelembung yang melayang diambil dengan pipet Pasteur yang telah
dimodifikasi dan dicelupkan secara cepat ke dalam alkohol 70 kemudian
dikeringkan dengan tissue kimwipe Gumpalan tersebut dimasukan kedalam
microcentrifuge tube 15 mL yang telah berisikan DW steril sebanyak 200 microL
Sampel dihomogenkan menggunakan alat shaker pada suhu ruang agar larut
DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
26
345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi
Pengambilan rambut dilakukan pada bagian ekor minimal rambut
sebanyak 20 helai Rambut pada bagian ekor ditarik searah dengan titik tumbuh
dari rambut tersebut Tahapan tersebut dilakukan dengan cepat agar diperoleh
bagian rambut yang utuh dengan folikel Rambut tersebut ditempelkan pada kertas
dengan selotip berbahan kertas tanpa mengenai bagian folikel dan disimpan di
dalam amplop
346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)
Tahapan isolasi DNA dari rambut menggunakan gSYSCtrade DNA
Extraction Kit GS100 (Geneaid) dengan prosedur sebagai berikut
a Cell Lysis
Sepuluh helai rambut dipotong-potong dengan ukuran 05 ndash 1 cm
termasuk bagian folikel Potongan tersebut dipindahkan ke dalam microsentrifuge
tube 15 mL ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K
(dipastikan potongan terendam) dicampur dengan cara dikocok Larutan
diinkubasi dengan suhu 60degC selama 30 menit Pada proses inkubasi
microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung microcentrifuge tube
secara perlahan setiap 5 menit GSB Buffer sebanyak 200 μL ditambahkan dan
dikocok dengan kuat dan diinkubasi kembali pada suhu 60ordmC selama 20 menit
Selama proses inkubasi microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung
secara perlahan setiap 5 menit
b DNA Binding
Sampel tahapan sebelumnya ditambahkan 200 μL etanol absolut
dikocok dengan kuat selama 10 detik Endapan yang muncul dipecah dengan
27
menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan
tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan
tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit
Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi
dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru
c Pencucian
W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan
sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30
detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column
diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL
Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan
kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi
kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi
yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit
untuk mengeringkan kolom matriks
d Elution
GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube
15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak
100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke
bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit
untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column
disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan
elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak
DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
28
347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)
DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et
al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan
dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10
menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting
yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel
rambut diganti)
Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan
disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer
(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada
microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan
suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit
pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm
beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan
disimpan pada suhu -20 ordmC
348 Uji Kuantifikasi DNA
Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji
kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL
DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette
DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus
menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi
dan tingkat kemurnian
29
349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)
Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR
master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-
ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT
CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL
DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke
dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas
kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR
mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre
denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing
54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final
extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali
3410 Elektroforesis dan Visualisasi
Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis
horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan
TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL
dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm
dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down
Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker
DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran
Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan
listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki
elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt
selama 60 menit
30
Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam
dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel
agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa
divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator
3411 Sequencing DNA
Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai
ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward
dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan
metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit
(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing
menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)
Malaysia)
35 Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif
(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil
sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis
dianalisis secara deskriptif
351 Analisis Bioinformatika
Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan
kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian
hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak
ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian
dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment
Editor 725 (Hall 2001)
31
Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-
base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)
menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base
similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99
Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple
Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak
MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan
variasi basa sampel
32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi
Berbeda
DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut
DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil
kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari
sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang
mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut
menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini
Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan
metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut
dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai
kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada
Tabel 1
Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua
metode hasil penelitian
Pengulangan ke-
Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)
Kit Konvensional Kit Konvensional
1 Angus 269 102 2100 11100
2 FH 207 109 7810 11720
3 Simmental 263 111 231 11340
Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi
Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah
dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut
33
dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode
sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata
nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah
246plusmn034 dan 107plusmn005
Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar
17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)
Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran
kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di
bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari
tahapan masing-masing metode
Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian
genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya
kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang
dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA
Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi
DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan
meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa
denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan
meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan
nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian
DNA yang baik (gt20)
Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah
nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein
Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al
34
2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini
protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada
nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi
protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat
Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh
lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik
Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode
konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit
yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode
konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti
protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan
mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al
1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses
PCR (Demeke amp Jenkins 2010)
Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa
dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA
diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun
nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang
baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan
konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen
(Demeke amp Jenkins 2010)
Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan
hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit
untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional
35
pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang
cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada
penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal
Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan
konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan
RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)
42 Konfirmasi Gen CEBPα
Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan
dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan
pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain
oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar
1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)
yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701
(Lampiran 4)
Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh
semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di
antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan
panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa
dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)
Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah
dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan
program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa
penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda
Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC
36
(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah
dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut
namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk
membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)
Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339
bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO
Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya
perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer
Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari
merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini
perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1
menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses
tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing
yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template
DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang
Target 1339
bp
37
sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA
teramplifikasi sempurna
Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi
Program PCR
Pre
Denaturation Denaturation Annealing Extension
Final
Extension Siklus
Penelitian
Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40
Referensi
Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35
Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32
He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32
Keterangan tanda () = menit tanda () = detik
43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis
menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh
empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black
(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan
(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean
(XM_0252690201)) (Tabel 3)
Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat
prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis
komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari
runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data
tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database
(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang
38
komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga
mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)
Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan
persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan
referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak
(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat
dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi
Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3
Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI
Sampel Spesies Breed GenBank Accesion
Query Cover
Max Iden
Bali
(B sondaicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Pasundan (B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99
Friesians Holstein
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Angus (B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Peranakan Ongole
(B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99
Simmental
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99
39
Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau
kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di
GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan
kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen
CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen
identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen
fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)
Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang
dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden
2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan
seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi
Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap
sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67
(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki
urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki
runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian
akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover
95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover
99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3)
44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali
Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan
runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4
40
Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi
Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil
ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada
empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo
(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau
Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada
sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)
yaitu terletak pada enam posisi berbeda
Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank
Spesies_Breed Posisi Runutan Basa
88
97
103
271
567
733
832
855
870
921
926
931
957
1088
1149
1175
1196
B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G
B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C
B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T
C
B taurus_Angus C C
B taurus_ Friesians Holstein C C
B taurus_ Simmental C C
B indicus_ Pasundan C C
B indicus_ Peranakan Ongole C C
B sondaicus_ Bali C A C G A
Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T
Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)
Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi
Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi
Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196
(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi
tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)
Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa
yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali
41
memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut
memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut
Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi
Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru
Thymine (T) = merah)
42
Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen
CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson
gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi
dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi
Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki
1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan
mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali
Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi
Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B
banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal
usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan
sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel
sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki
kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus
atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)
(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH
Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya
variasi basa yang ditemukan
Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali
terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan
adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis
kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan
keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah
mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode
43
yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe
dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)
Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan
dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)
(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis
Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi
keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali
(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan
pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al
2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi
karakteristik dari daging sapi Bali
Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et
al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki
kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan
menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et
al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga
mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat
dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan
dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)
Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk
menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin
(subtropis)
Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan
sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi
44
lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan
daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki
kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang
lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari
karkas yang diperoleh
45
BAB V
PENUTUP
51 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa
1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan
PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)
2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi
Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa
3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi
DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit
52 Saran
Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah
populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme
(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak
dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi
tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar
memperoleh hasil yang maksimal
46
DAFTAR PUSTAKA
Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka
Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)
Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular
Research 14(3) 9370ndash9383
Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research
24(13) 2623ndash2625
Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan
Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39
Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan
Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor
Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice
Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773
Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176
Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the
National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7
Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash
ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24
Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods
PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990
Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797
Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11
Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga
47
Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method
of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231
Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194
Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and
Pathology 3(2) 133ndash137
Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food
Research International 43(7) 1866ndash1873
Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology
Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the
Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076
He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle
Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969
Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27
Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and
Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26
Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R
(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science
and Technology 46(6) 909ndash916
Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839
Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from
hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289
Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and
Evolution 33(7) 1870ndash1874
Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer
Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683
Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon
D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To
48
Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of
Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764
Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription
factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742
Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)
Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485
Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology
Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)
Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On
Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087
Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali
(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128
Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9
Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On
Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335
Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A
Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in
Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20
Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash
441
Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect
On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81
Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor
Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam
Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156
Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C
A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle
49
Journal Animal Science 80 3077ndash3085
Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in
The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72
Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water
Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A
Review Meat Science 89(2) 111ndash124
Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374
Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat
[Skripsi] Institut Pertanian Bogor
Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes
transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504
Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)
Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6
Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure
Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75
Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E
Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among
Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158
Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)
Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The
Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299
Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip
Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle
Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020
Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots
In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451
50
Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp
Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with
Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33
Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan
Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from
httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395
Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian
Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470
Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for
bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594
Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole
(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional
Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)
Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan
Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)
Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273
Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian
Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354
Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds
Biodiversitas 17(1) 275ndash295
Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)
Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131
Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang
Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107
Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence
of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554
Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508
Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The
51
CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)
Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19
Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter
Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316
Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular
Research 11(2) 1651ndash1661
Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The
CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077
Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia
(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25
Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20
Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle
Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954
Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal
Science 50(11) 499ndash502
52
LAMPIRAN
Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data
Gen Bank
Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178
Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283
Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247
Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank
Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank
53
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)
Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel
NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian
1
Darah
Pasundan 601 867 173
2 Pasundan 602 1035 194
3 Peranakan Ongole 1691 278 309
4 Peranakan Ongole 1693 234 434
5 Bali 59 173 941
6 Bali 64 192 502
7
Rambut
Angus 171405 105 21
8 Friesians Holstein 310102 202 781
9 Friesians Holstein 310158 116 1134
10 Simmental 4490 22 231
11 Simmental 6115 116 1134
6
2 Berkontribusi dalam seleksi ternak secara molekuler dengan gen
CEBPα berupa sifat kualitas daging berkaitan dengan kandungan lemak
pada sapi potong yang diteliti untuk keperluan program breeding
3 Memperoleh metode alternatif selain metode kit dalam mengekstraksi
DNA rambut yang efisien dan tidak memerlukan biaya yang mahal
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
21 Bangsa Sapi Ternak
Binatang ternak menjadi salah satu mahluk yang dijadikan pembelajaran
dalam Al Quran Al Anrsquoam yang artinya binatang ternak menjadi salah satu nama
surat dalam Al Quran merupakan surat ke-6 yang diturunkan di Mekah dengan
165 ayat Salah satu ayat surat Al Anrsquoam yang menjelaskan tentang peruntukan
binatang ternak adalah pada ayat 142
ldquoDan di antara hewan ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan ada
yang untuk disembelih Makanlah dari rezeki yang telah diberikan Allah
kepadamu dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan Sesungguhnya
setan itu musuh yang nyata bagimurdquo (Al Anrsquoam (6) 142)
Allah Subhanallahu wa Tarsquoala telah memberikan rezeki kepada manusia
berupa binatang ternak yang dapat disembelih dengan tata cara sesuai syariat
Kemudian dagingnya dapat dimanfaatkan sebagai sumber gizi untuk manusia
Berdasarkan hal tersebut diperlukan upaya untuk mengkaji secara ilmiah daging
binatang ternak salah satunya sapi
Secara umum bangsa sapi terbagi menjadi tiga kelompok (Natasamita amp
Mudikdjo 1985) (1) Bos taurus yang merupakan bangsa sapi yang paling besar
berasal dari Eropa Ciri khas B taurus tidak memiliki punuk (2) B indicus
(Zebu) yang merupakan bangsa sapi asal India dan Afrika yang menyebar di
wilayah Asia Ciri khas B indicus memiliki punuk (3) B sondaicus (B bibos)
8
merupakan sapi asli Indonesia yang sudah lama beradaptasi di lingkungan
Indonesia Tubuh B sondaicus relatif lebih kecil dibandingkan B taurus dan B
indicus
Definisi dari sapi lokal adalah sapi asli Indonesia atau hasil persilangan
yang telah ditetapkan sebagai rumpun sapi nasional sedangkan sapi introduksi
merupakan sapi impor (luar Indonesia) yang berkembang biak di Indonesia tanpa
adanya persilangan dengan sapi lokal (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi
Pertanian Kementerian Pertanian 2016) Kumpulan beberapa jenis sapi ternak
yang memiliki kesamaan karakteristik disebut dengan rumpun atau (breed)
(Setiadi 2016) Beberapa breed sapi lokal adalah sapi Pasundan Peranakan
Ongole (PO) Bali dan introduksi adalah sapi Angus Simmental Friesians
Holstein (FH)
22 Sapi Pasundan
Sapi Pasundan (B indicus) merupakan sapi potong lokal yang memiliki
gen khas dari sapi Bali sapi Jawa sapi Ongole dan sapi Madura Sapi Pasundan
memiliki asal usul secara genetik yang merupakan hasil tekanan inbreeding dari
generasi persilangan pada program grading up sapi Ongole dan program grading
up sapi Jawa dengan sapi Madura dan sapi Bali (Baharun 2015) Sapi Pasundan
memiliki karakteristik mudah beradaptasi dengan lingkungan mudah dipelihara
memiliki kualitas karkas yang baik dan relatif tahan terhadap penyakit tropis
(Baharun 2015)
Sapi Pasundan yang baru ditetapkan sebagai kekayaan sumber genetik
ternak lokal Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor
1051kptsSR120102014 tentang penetapan rumpun sapi Pasundan Menurut
9
Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1051kptsSR120102014 karakteristik sapi
Pasundan (Gambar 1) memiliki warna tubuh dominan merah bata terdapat warna
putih pada bagian pelvis dan keempat kaki bagian bawah (tarsus dan carpus)
dengan batasan yang tidak kontras Terdapat garis belut atau garis punggung
sepanjang punggung dengan warna lebih tua dari warna dominan (Gambar 1)
Sapi Pasundan memiliki hidung dan ujung ekor berwarna hitam dengan
bentuk tubuh segi empat serta memiliki tanduk dengan bentuk yang pendek tidak
seragam atau bervariasi dari ukuran kecil sampai besar (Baharun 2015 Sulasmi
et al 2017) Beberapa sapi Pasundan jantan dapat mengalami perubahan warna
dari merah bata menjadi hitam pada saat mencapai fase kelamin dewasa
Gambar 1 Sapi Pasundan di BPPT Sapi Potong Ciamis
(Sumber Baharun 2015)
23 Sapi Peranakan Ongole (PO)
Sapi Peranakan Ongole atau PO (B indicus) merupakan sapi hasil
persilangan secara grading up antara sapi Sumba Ongole dengan sapi Jawa
(Prasetya 2011 Sutarno amp Setyawan 2016) Sapi PO memiliki keunggulan
berupa tidak sulit dalam proses reproduksi dan tingkat kebuntingan nya tinggi
(Subiharta et al 2012) Populasi terbesar sapi PO berada di pulau Jawa terutama
Jawa Timur (Astuti 2004)
10
Karakteristik sapi PO (Gambar 2) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)
berwarna putih atau abu-abu warna hitam di ekor dan rambut di sekitar mata
bentuk kepala melengkung pendek tanduk pendek telinga menggantung yang
panjang dan perut yang agak besar terkadang ada bercak hitam di lututnya
Memiliki warna tubuh putih hingga keabu-abuan Sapi jantan memiliki warna
keabu-abuan lebih sering muncul di sekitar gelambir leher ekor dan kepala
sedangkan pada sapi betina warna putih lebih dominan (Sudrajad amp Adinata
2013)
Gambar 2 Sapi PO di Peternakan Terbuka (Sumber Kementerian Pertanian 2012)
24 Sapi Bali
Sapi Bali (B sondaicus) merupakan keturunan dari Banteng (B banteng)
(Talib 2002 Purwantara et al 2012) yang telah mengalami domestikasi selama
bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Sapi Bali merupakan salah satu sapi
asli Indonesia (Margawati 2012) Sapi Bali memiliki ciri fisik yang sedikit
mengalami perubahan dari banteng (Mahdi et al 2013) Sapi Bali mewakili 27
dari total populasi yang ada di Indonesia dan menjadi sapi utama untuk
peternakan kecil Populasi sapi Bali tersebar di pulau Bali Sulawesi Selatan
Nusa Tenggara Timur dan Barat (Purwantara et al 2012)
Karakteristik sapi Bali (Gambar 3) memiliki warna tubuh merah bata
memiliki garis belut atau garis di sepanjang punggung Warna sapi jantan akan
11
berubah kehitaman sedangkan warna sapi betina relatif tetap setelah dewasa Sapi
Bali tidak memiliki punuk dan keempat kaki bagian bawahnya berwarna putih
(Abidin 2010)
Gambar 3 Sapi Bali Betina dan Jantan (a) Betina (b) Jantan (Sumber Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali 2015)
25 Sapi Angus
Sapi Angus (B taurus) berasal dari Skotlandia Utara yang beriklim dingin
dan lembap Menurut Sutarno amp Setyawan (2016) Berat badan umur 15 tahun
dapat mencapai 650 kg Karakteristik sapi Angus (Gambar 4) memiliki bentuk
tubuh lebar dan rata Warna tubuh keseluruhan hitam namun terkadang ada
warna putih di bagian belakang bawah pusat tidak bertanduk bentuk tubuh rata
seperti papan dan dagingnya padat
Gambar 4 Sapi Angus di Peternakan Kabupaten Seragen
(Sumber Adinata et al 2017)
26 Sapi Simmental
Sapi Simmental (B taurus) merupakan salah satu jenis ternak tertua di
dunia yang bertahan hingga saat ini Sapi Simmental merupakan jenis sapi
(b) (a)
12
subtropis Sapi Simmental berasal dari Switzerland yang telah dijinakkan setelah
abad ke-13 Sapi Simmental dan semen beku pada tahun 1985 tiba di Indonesia
dari New Zealand dan Australia (Sutarno amp Setyawan 2016)
Karakteristik sapi Simmental (Gambar 5) menurut Sutarno amp Setyawan
(2016) memiliki tubuh yang berotot dan kukuh pertumbuhan otot yang cepat
jenis spesifik yang ditemukan di Indonesia memiliki wajah kuning atau merah
kecokelatan dengan kaki bawah putih dan ujung ekor putih Berat seekor sapi
dewasa bisa melebihi 1000 kilogram
Gambar 5 Sapi Simmental di Peternakan Tradisional
(Sumber Sutarno amp Setyawan 2016)
27 Sapi Friesians Holstein (FH)
Sapi Friesians Holstein (FH) (B taurus) telah dikembangkan sejak abad
ke-13 di Belanda (Belanda Utara dan Friesland) dan Jerman Utara (Schleswig-
Holstein) untuk menghasilkan sejenis ternak yang mampu mengonsumsi rumput
lokal Usaha untuk pengembang biakan menghasilkan ternak sapi perah terbaik di
dunia dengan warna hitam dan putih khas Sapi FH pertama kali diimpor dari
Belanda pada abad ke-19 (Sutarno amp Setyawan 2015)
Karakteristik sapi FH (Gambar 6) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)
umumnya berwarna hitam dengan warna putih garis-garis tetapi kadang-kadang
merah dengan garis-garis putih dan dengan batas warna yang jelas Kepala
13
panjang lebar dan lurus Sapi FH memiliki tanduk yang pendek dan melengkung
memiliki mulut lebar lubang hidung terbuka lebar rahang kuat telinga ukuran
sedang dahi lebar leher panjang dan tipis Bahu yang besar terletak di dinding
dada dan membentuk sendi yang baik dengan tubuh Punggung yang kokoh dan
rata dengan tulang punggung yang saling terhubung dengan baik
Gambar 6 Sapi FH di Peternakan Terbuka
(Sumber Sutarno amp Setyawan 2015)
28 Nutrisi dan Kualitas Daging Sapi
Daging sapi menjadi salah satu sumber pemenuhan protein yang memiliki
banyak kandungan nutrisi Kandungan nutrisi dari daging sapi berupa vitamin D
vitamin B12 zat besi selenium seng dan asam lemak esensial Omega 3 (Scollan
et al 2006) Kandungan lain dari daging sapi adalah 75 air 20 protein 3
lemak dan 2 substansi non-protein larut Substansi non-protein larut tersebut
berupa 45 nitrogen 45 karbohidrat 8 komponen anorganik 3 vitamin
dan 3 logam (Tornberg 2005)
Penjualan daging sapi dipengaruhi oleh daya tarik daging bagi konsumen
yang digambarkan sebagai kualitas daging Kualitas daging didefinisikan sebagai
sifat yang dirasakan konsumen secara visual dan sensoris (Becker 2000)
Kualitas daging diukur berdasarkan parameter berupa warna daging warna
lemak jumlah lemak (Glitsch 2000) tekstur nilai marbling (intramuscular fat)
14
(Lee et al 2007) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al
2011) dan lean meat (Dagong et al 2012)
Menurut Becker (2000) empat karakteristik makanan daging berkualitas
sebagai berikut (1) Karakteristik yang menunjukkan kandungan gizi protein
lemak kandungan karbohidrat (2) Karakteristik yang menunjukkan kualitas
pengolahan panjang sarkomer nilai pH warna kegemukan kapasitas pengikat
air (3) Karakteristik yang menunjukkan kualitas hygienic-toxicological residu
kontaminan status mikroorganisme zat aditif (4) Karakteristik yang
menunjukkan kualitas sensorik tekstur (tenderness juiciness) rasa atau bau dan
warna atau penampilan (marbling)
29 CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs)
CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs) merupakan keluarga
transkripsi yang mengandung domain leucine zipper dasar yang conserved atau
tidak berubah (Gambar 7) pada C-terminus yang terlibat dalam dimerisasi dan
pengikatan DNA (Ramji amp Foka 2002) Protein CEBP pertama kali
diidentifikasi di laboratorium Steve McKnight sebagai faktor stabil panas pada
inti hati tikus yang mampu berinteraksi dengan motif CCAAT box yang terdapat
pada beberapa promoter gen seluler (Johnson amp McKnight 1989)
Gen CCAATEnhancer Binding Protein (CEBP) merupakan keluarga faktor
transkripsi yang terekspresikan pada proses diferensiasi preadiposit (He et al
2011) Peran dari keluarga CEBP diantaranya pada diferensiasi seluler
mengontrol metabolisme proliferasi seluler regulasi peradangan (Ramji amp Foka
2002) siklus sel hematopoiesis perkembangan skeletal dan respons host imun
(Tsukada et al 2011) Terdapat enam anggota kelompok gen CEBP yang telah
15
diisolasi dan di karakterisasi yaitu CEBPα CEBPβ CEBPγ CEBPδ CEBPε
dan CEBPδ (Ramji amp Foka 2002) Gen tersebut memainkan peran penting dalam
diferensiasi adiposit (Lane et al 1999)
Gambar 7 Ilustrasi dari Leucine Zipper Domain
(Sumber Tsukada et al 2011)
210 Gen CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα)
Daerah promoter proksimal gen CCAATEnhancer Binding Protein α
(CEBPα) pada tikus pertama kali dicirikan dan menunjukkan mengandung
tempat pengikatan potensial untuk CEBP Sp1 Nuclear Factor (NF)-1 NF-Y
Upstream Stimulating Factor (USF) Basic Transcription Element Binding
Protein (BTEB) dan NF-Κb (Christy et al 1991) Promoter gen CEBPα dapat
diaktifkan secara otomatis di dalam sel yang dapat ditransfer melalui ekspresi dari
plasmid (Legraverend et al 1993)
Sequence gen CEBPα sapi memiliki kesamaan 899 pada urutan
nukleotida dan 925 urutan asam amino dengan gen tikus (Taniguchi amp Sasaki
1996) Gen CEBPα sapi seperti gen tikus yaitu bebas intron Open reading
frame (nukleotida 169 ndash 1230) pada gen CEBPα sapi mengodekan protein 353
16
residu asam amino yang merupakan lima asam amino lebih pendek dari pada
protein tikus (Taniguchi amp Sasaki 1996) Asam amino tersebut terekspresi
sebelum transkripsi gen spesifik adiposit yang memiliki situs pengikatan gen
CEBPα (Wang et al 2011) Urutan seperti kotak TATA terletak di nukleotida 13
ndash 18 namun situs mulai transkripsi tidak ditentukan (Taniguchi amp Sasaki 1996)
Faktor transkripsi CEBPα memainkan peranan penting selama
diferensiasi preadiposit menjadi adiposit Gen CEBPα diidentifikasi sebagai
Nuclear Factor (NF) yang di induksi saat diferensiasi yang mengikat secara
spesifik ke promotor beberapa gen (Vasseur-Cognet amp Lane 1993) Gen CEBPα
memainkan peran penting dalam pengendapan lemak dan diferensiasi adiposit
(Shin et al 2007) Gen CEBPα menjadi kandidat gen penting untuk
diidentifikasi secara marker genetik pada karkas dan sifat kualitas daging sapi
ternak (Shin et al 2007) Gen CEBPα juga dapat mengatur metabolisme energi
dan nutrisi dengan mengaktifkan beberapa gen spesifik seperti
phosphoenolpyruvate carboxykinase dan reseptor insulin (Park et al 1990)
211 Pengaruh Lingkungan Terhadap Kualitas Daging
Kondisi lingkungan berupa temperatur akan mempengaruhi keadaan
fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Kondisi lingkungan secara langsung
mempengaruhi proses metabolisme organ dan otot (Gregory 2010) Pada zona
nyaman sapi akan sedikit mengeluarkan energi dan tidak terpengaruh oleh
temperatur lingkungan sebaliknya jika berada diluar zona nyaman sapi akan
mengalami stres yang bertujuan untuk mengembalikan kepada kondisi tubuh yang
normal (Nardone et al 2006) Kondisi tersebut akan menyebabkan terjadinya
17
perubahan seperti pola makan fisiologis dan fungsi metabolisme pada kuantitas
dan kualitas produksi dari sapi itu sendiri
Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan menyebabkan terjadinya
penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et al 2001 Mader amp Davis
2004) yang terjadi pada sapi B indicus (Gregory 2010) Suhu di atas 30degC akan
menyebabkan terjadinya penurunan jumlah berat badan (Nardone et al 2006)
Pada periode yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi
perubahan fenotipe dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006 Gregory 2010)
18
BAB III
METODE
31 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari ndash Juni 2018 di
Laboratorium Genetika Molekuler Hewan Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI
Cibinong Jl Raya Bogor KM 46 Bogor Jawa Barat
32 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik
micropipette 10 microL 200 microL 1000 microL (Boesco dan Bio-Rad) dan pH meter
(Thermo Orion) tabung vacutainer mengandung K3EDTA holder dan jarum
needle ukuran 21G microcentrifuge tube 15 mL sentrifugator (Hermile Z 300
K) vortex (Barnstead Thermolyne) micropipette 1000 microL (Boesco) blue tips
white tips yellow tips shaker agigator (Thermo Scientific) parafilm pipet
Pasteur autoklaf (Trace Raypa) spektromotometer UV-Vis (GeneQuant) cuvette
dan laminar air flow (Telstar BH ndash 100) tangki elektroforesis horizontal (Bio-
Rad) power supply (Bio-Rad) timbangan analitik (Preciso XT 120A) hot plate
stirrer (Thermolyne Cimarec 2) pH meter (Thermo Orion) vortex (Barnstead
Thermolyne) Sentrifugator (HermLe Z 300 K) shaker (Bio Green) thermocycler
(Eppendorf) UV-transiluminator (Major Science)
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Red Cell Lysis Buffer
(RCLB) 250 mL pH 72 Tris Buffer Solution (TBS) 250 mL pH 74 TE Buffer
250 mL pH 8 Sodium Dedocyl Sulfate (SDS) (Mp Biomedicals) K3EDTA
(Garnier Bio One) Proteinase-K (Roche Diagnostic) PCR Buffer (Qiagen)
Proteinasi-K (Geneaid) proteinase-K Solution Ethylene Diamine Tetracetic Acid
19
(EDTA) (Mp Biomedicals) alkohol 70 alkohol absolut dingin tissue tissue
kimwipe NaCl Pekat Destillation Water (DW) steril Primer CEBPα forward
dan reverse (Integrated DNA Technolgies) TE buffer Double Destillation Water
(DDW) free nuclease (Ferementas) DNA ladder (Vivantis) PCR master mix kit
KAPA2G Robust (Kapa Biosystem) Gel Agarosa (Roche) boric acid (Merck)
tris base (Himedia) KCl (Merck) NaCl (Genetika Science) KHCO3 (Merck)
NH4Cl (Merck) Ethidium Bromida (EtBr) (Merck) gSYSCtrade DNA Extraction
Kit GS100 (Geneaid) amplop kertas
33 Sampel Penelitian
Breed sapi yang diteliti terbagi menjadi dua kelompok yaitu 1) Sapi potong
lokal (sapi Pasundan PO Bali) 2) Sapi potong introduksi (sapi Angus
Simmental FH) Sumber DNA berasal dari 1) Darah (sapi Pasundan PO Bali)
2) Rambut (sapi Angus Simmental FH) Darah atau rambut yang diambil
berasal dari dua individu berbeda setiap jenisnya kecuali sampel rambut sapi
Angus yang diperoleh dari satu individu saja
Jenis sapi yang diteliti berasal dari berbagai tempat yang berbeda yaitu 1)
Sapi Pasundan berasal dari Balai Pengembangan Perbibitan Ternak (BPPT) Sapi
Potong Ciamis 2) Sapi PO berasal dari BPPT Grobogan 3) Sapi Bali berasal dari
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Peninda Bali 4) sapi Angus
Simmental FH berasal dari Badan Embrio Ternak (BET) Cipelang Bogor
Regulasi dari BET yang tidak memperbolehkan pengambilan sampel darah
menjadi alasan utama diambilnya sampel rambut dari sapi Angus Simmental
FH Keseluruhan sampel rambut sapi yang diperoleh dari BET merupakan sapi
asli (origin) yang belum dilakukan perkawinan silang
20
34 Prosedur Kerja
341 Sterilisasi Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini di sterilisasi dengan
autoklaf pada suhu 121degC dan tekanan sebesar 1 atm selama 15 menit
342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA
a Pembuatan RCLB (Red Cell Blood Buffer)
Larutan RCLB dibuat sebanyak 1000 mL (pH 72) Larutan RCLB terbuat
dari bahan kimia NH4Cl dan KHCO3 Bahan tersebut ditimbang dengan
timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian dipindahkan ke beaker
glass dan ditambahkan EDTA 05 M sebanyak 200 microL serta DW sebanyak 300
mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot plate stirrer
Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan pH meter Nilai pH yang
terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH terlalu tinggi
ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian ditambahkan
DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott Duran 1000
mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan disimpan di
lemari pendingin
b Pembuatan TBS (Tris Buffer Solution)
Larutan TBS dibuat sebanyak 1000 mL (pH 74) dengan bahan yang
terdiri dari NaCl KCl tris base Bahan-bahan kimia tersebut ditimbang dengan
timbangan analitik dan dipindahkan ke beaker glass yang dilarutkan
menggunakan DW sebanyak 300 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan
di atas hot plate stirrer Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan menggunakan
pH meter jika pH terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH
21
terlalu tinggi ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian
ditambahkan DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott
Duran 1000 mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan
disimpan di lemari pendingin
c Pembuatan Proteinase-K Solution
Proteinase-K ditimbang pada timbangan analitik Proteinase-K kemudian
dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 45 mL serta EDTA
05 M sebanyak 54 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot
plate stirrer tanpa dipanaskan Larutan yang telah homogen ditambahkan Sodium
Dedocyl Sulfate (SDS) 10 sebanyak 378 mL Larutan tersebut kemudian
dihomogenkan di hot plate stirrer tanpa dipanaskan
d Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 5x)
Larutan TBE 5x yang dibuat sebanyak 500 mL boric acid dan tris base
ditimbang dengan timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian
dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 500 mL dan EDTA
05 M sebanyak 10 mL Larutan tersebut dihomogenkan di atas hot plate stirrer
dipanaskan setelah homogen dimasukan ke dalam botol Schott Duran 500 mL
dan disimpan di lemari pendingin
e Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 1x)
Larutan TBE 1x dibuat dengan mengencerkan 200 mL TBE 5x Larutan
TBE 1x dipindahkan pada botol Schott Duran 1000 mL Larutan tersebut
ditambahkan DW sampai 1000 mL Larutan tersebut disimpan pada lemari
pendingin
22
f Pengenceran Primer Gen CEBPα (10 pMmicroL)
Primer dalam bentuk pelet diencerkan dengan TE Buffer untuk
memperoleh primer stock Primer forward diencerkan dengan 333 microL TE Buffer
sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer reverse diencerkan dengan
332 microL sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer yang digunakan
dalam penelitian ini adalah primer CEBPα yang didesain pada penelitian (Shin
et al 2007) dengan ukuran 20 pb Primer CEBPα forward (5´-
ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) dan reverse (5´-TCAAAGTCG
TTGCCGCCTCC-3´)
Primer forward dan reverse CEBPα stock (100 pMmicroL) masing-masing
diambil sebanyak 5 microL dengan micropipette 2 ndash 20 microL dan dicampurkan ke dalam
microcentrifuge tube 15 mL baru yang telah berisi DDW free nuclease sebanyak
45 microL Larutan tersebut dicampur hingga homogen dengan cara dilakukan
mengetuk berulang bagian bawah microcentrifuge tube menggunakan ujung jari
Pengenceran primer dilakukan di laminar air flow Microcentrifuge tube yang
berisi primer dilakukan spin down dengan spin down sentrifugator agar larutan
yang berada di dinding microcentrifuge tube turun ke dasar Primer kemudian
disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
g Pembuatan Alat Pemanenan DNA
Alat pemanen DNA dibuat dari pipet Pasteur yang dimodifikasi dengan
membentuk ujung pipet seperti kail Pembentukan tersebut dilakukan dengan
memanaskan pipet di atas bunsen spiritus kemudian ditarik secara perlahan dan
dibuat melengkung seperti kail
23
h Pembuatan Gel Agarosa
Serbuk gel agarosa sebanyak 1 g ditimbang dengan timbangan analitik dan
dipindahkan ke botol Schott Duran 250 mL Serbuk gel agarosa ditambahkan
TBE 1x sebanyak 100 mL kemudian dipanaskan dan dihomogenkan dengan hot
plate stirrer sampai bening Larutan yang sudah homogen dicetak pada wadah
pencetak gel yang sudah terdapat sisir untuk membuat sebanyak 20 sumuran dan
diamkan sampai padat atau mengeras
343 Pengambilan Sampel Darah Sapi
Darah sampel diambil melalui vena caudalis sebanyak 5 mL Pengambilan
darah dilakukan dengan mengangkat caudal (ekor) dari sapi vena caudalis dicari
dengan meraba bagian ekor Jarum yang telah terpasang holder ditusukkan pada
vena caudalis dan tabung vacutainer mengandung K3EDTA dipasang pada
holder Darah yang mengalir ditampung pada tabung vacutainer kemudian
dicabut setelah darah berhenti Jarum dan holder kemudian dicabut dari vena
caudalis Tabung vacutainer yang berisi darah disimpan pada freezer dengan
suhu -20oC
344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990)
DNA yang berasal dari darah diisolasi menggunakan metode Montgomery
amp Sise (1990) dengan prosedur sebagai berikut
a Red Blood Cell Lysis
Sampel darah sebanyak 5 mL dipindahkan tabung Falcon 15 mL dan
ditambahkan larutan RCLB (pH 72) sampai 7 mL Sampel darah dihomogenkan
dengan vortex dan didiamkan selama 10 menit Sampel kemudian disentrifugasi
dengan sentrifugator selama 10 menit suhu 4degC kecepatan 3500 rpm Sampel
24
ditimbang menggunakan timbangan ganda agar proses sentrifugasi berjalan
dengan sempurna jika berat belum seimbang maka ditambah larutan RCLB
Supernatan yang diperoleh setelah proses sentrifugasi kemudian dibuang
sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Pelet ditambahkan RCLB sampai 5
mL kemudian divorteks hingga pelet hancur atau homogen Sampel disentrifugasi
selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang
diperoleh kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet kembali
ditambahkan RCLB sampai 3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau
homogen dan didiamkan selama 10 menit kemudian dilanjutkan tahapan ekstraksi
DNA
b White Blood Cell Collection
Sampel tahapan sebelumnya kemudian ditambahkan TBS (pH 74)
sebanyak 5 mL dan dikocok sebentar Sampel disentrifugasi selama 10 menit
dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang diperoleh kemudian
dibuang sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Sampel kemudian
ditambahkan TBS sebanyak 5 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau
homogen Sampel selanjutnya disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC
dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang didapatkan kemudian dibuang
sehingga hanya pelet yang tersisa Sampel kemudian ditambahkan TBS sebanyak
3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau homogen
Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan
3500 rpm Sampel divorteks perlahan hingga lapisan merah hilang Supernatan
yang didapatkan kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet
25
selanjutnya dikeringkan setelah kering ditambahkan TE 2 mL Sampel divorteks
sampai pelet hancur atau homogen
c Protein Lysis
Sampel yang sudah homogen dengan larutan TE selanjutnya ditambahkan
Proteinase-K solution sebanyak 200 microL tanpa divorteks atau dihomogenkan
Tabung Falcon 15 mL yang berisi sampel selanjutnya di-seal menggunakan
parafilm Sampel diinkubasi menggunakan shaker Agigator selama 24 jam dengan
suhu 37degC dan kecepatan 150 rpm
d Pemanenan DNA
Sampel yang telah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya ditambahkan
NaCl 5 M pekat sebanyak 2 mL Sampel diberi goyangan dengan membentuk
pola angka 8 dengan sangat perlahan setelah itu dikocok kuat sebanyak 2 kali
Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 10degC dan kecepatan 3500
rpm Supernatan dituang pada tabung reaksi yang berisi alkohol absolut dingin
Bagian permukaan tabung reaksi ditutup dengan parafilm sampai rapat Tabung
reaksi dibolak-balikan sampai terbentuk gelembung-gelembung yang melayang
Fraksi gelembung yang melayang diambil dengan pipet Pasteur yang telah
dimodifikasi dan dicelupkan secara cepat ke dalam alkohol 70 kemudian
dikeringkan dengan tissue kimwipe Gumpalan tersebut dimasukan kedalam
microcentrifuge tube 15 mL yang telah berisikan DW steril sebanyak 200 microL
Sampel dihomogenkan menggunakan alat shaker pada suhu ruang agar larut
DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
26
345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi
Pengambilan rambut dilakukan pada bagian ekor minimal rambut
sebanyak 20 helai Rambut pada bagian ekor ditarik searah dengan titik tumbuh
dari rambut tersebut Tahapan tersebut dilakukan dengan cepat agar diperoleh
bagian rambut yang utuh dengan folikel Rambut tersebut ditempelkan pada kertas
dengan selotip berbahan kertas tanpa mengenai bagian folikel dan disimpan di
dalam amplop
346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)
Tahapan isolasi DNA dari rambut menggunakan gSYSCtrade DNA
Extraction Kit GS100 (Geneaid) dengan prosedur sebagai berikut
a Cell Lysis
Sepuluh helai rambut dipotong-potong dengan ukuran 05 ndash 1 cm
termasuk bagian folikel Potongan tersebut dipindahkan ke dalam microsentrifuge
tube 15 mL ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K
(dipastikan potongan terendam) dicampur dengan cara dikocok Larutan
diinkubasi dengan suhu 60degC selama 30 menit Pada proses inkubasi
microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung microcentrifuge tube
secara perlahan setiap 5 menit GSB Buffer sebanyak 200 μL ditambahkan dan
dikocok dengan kuat dan diinkubasi kembali pada suhu 60ordmC selama 20 menit
Selama proses inkubasi microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung
secara perlahan setiap 5 menit
b DNA Binding
Sampel tahapan sebelumnya ditambahkan 200 μL etanol absolut
dikocok dengan kuat selama 10 detik Endapan yang muncul dipecah dengan
27
menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan
tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan
tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit
Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi
dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru
c Pencucian
W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan
sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30
detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column
diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL
Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan
kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi
kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi
yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit
untuk mengeringkan kolom matriks
d Elution
GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube
15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak
100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke
bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit
untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column
disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan
elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak
DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
28
347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)
DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et
al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan
dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10
menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting
yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel
rambut diganti)
Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan
disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer
(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada
microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan
suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit
pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm
beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan
disimpan pada suhu -20 ordmC
348 Uji Kuantifikasi DNA
Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji
kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL
DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette
DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus
menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi
dan tingkat kemurnian
29
349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)
Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR
master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-
ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT
CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL
DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke
dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas
kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR
mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre
denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing
54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final
extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali
3410 Elektroforesis dan Visualisasi
Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis
horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan
TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL
dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm
dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down
Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker
DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran
Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan
listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki
elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt
selama 60 menit
30
Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam
dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel
agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa
divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator
3411 Sequencing DNA
Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai
ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward
dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan
metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit
(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing
menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)
Malaysia)
35 Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif
(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil
sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis
dianalisis secara deskriptif
351 Analisis Bioinformatika
Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan
kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian
hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak
ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian
dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment
Editor 725 (Hall 2001)
31
Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-
base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)
menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base
similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99
Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple
Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak
MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan
variasi basa sampel
32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi
Berbeda
DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut
DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil
kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari
sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang
mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut
menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini
Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan
metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut
dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai
kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada
Tabel 1
Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua
metode hasil penelitian
Pengulangan ke-
Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)
Kit Konvensional Kit Konvensional
1 Angus 269 102 2100 11100
2 FH 207 109 7810 11720
3 Simmental 263 111 231 11340
Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi
Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah
dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut
33
dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode
sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata
nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah
246plusmn034 dan 107plusmn005
Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar
17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)
Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran
kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di
bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari
tahapan masing-masing metode
Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian
genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya
kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang
dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA
Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi
DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan
meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa
denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan
meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan
nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian
DNA yang baik (gt20)
Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah
nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein
Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al
34
2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini
protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada
nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi
protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat
Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh
lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik
Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode
konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit
yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode
konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti
protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan
mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al
1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses
PCR (Demeke amp Jenkins 2010)
Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa
dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA
diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun
nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang
baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan
konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen
(Demeke amp Jenkins 2010)
Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan
hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit
untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional
35
pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang
cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada
penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal
Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan
konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan
RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)
42 Konfirmasi Gen CEBPα
Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan
dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan
pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain
oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar
1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)
yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701
(Lampiran 4)
Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh
semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di
antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan
panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa
dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)
Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah
dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan
program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa
penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda
Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC
36
(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah
dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut
namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk
membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)
Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339
bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO
Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya
perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer
Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari
merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini
perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1
menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses
tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing
yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template
DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang
Target 1339
bp
37
sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA
teramplifikasi sempurna
Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi
Program PCR
Pre
Denaturation Denaturation Annealing Extension
Final
Extension Siklus
Penelitian
Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40
Referensi
Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35
Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32
He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32
Keterangan tanda () = menit tanda () = detik
43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis
menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh
empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black
(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan
(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean
(XM_0252690201)) (Tabel 3)
Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat
prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis
komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari
runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data
tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database
(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang
38
komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga
mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)
Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan
persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan
referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak
(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat
dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi
Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3
Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI
Sampel Spesies Breed GenBank Accesion
Query Cover
Max Iden
Bali
(B sondaicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Pasundan (B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99
Friesians Holstein
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Angus (B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Peranakan Ongole
(B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99
Simmental
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99
39
Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau
kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di
GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan
kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen
CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen
identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen
fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)
Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang
dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden
2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan
seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi
Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap
sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67
(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki
urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki
runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian
akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover
95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover
99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3)
44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali
Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan
runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4
40
Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi
Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil
ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada
empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo
(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau
Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada
sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)
yaitu terletak pada enam posisi berbeda
Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank
Spesies_Breed Posisi Runutan Basa
88
97
103
271
567
733
832
855
870
921
926
931
957
1088
1149
1175
1196
B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G
B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C
B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T
C
B taurus_Angus C C
B taurus_ Friesians Holstein C C
B taurus_ Simmental C C
B indicus_ Pasundan C C
B indicus_ Peranakan Ongole C C
B sondaicus_ Bali C A C G A
Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T
Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)
Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi
Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi
Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196
(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi
tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)
Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa
yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali
41
memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut
memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut
Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi
Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru
Thymine (T) = merah)
42
Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen
CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson
gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi
dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi
Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki
1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan
mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali
Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi
Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B
banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal
usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan
sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel
sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki
kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus
atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)
(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH
Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya
variasi basa yang ditemukan
Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali
terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan
adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis
kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan
keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah
mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode
43
yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe
dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)
Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan
dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)
(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis
Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi
keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali
(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan
pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al
2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi
karakteristik dari daging sapi Bali
Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et
al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki
kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan
menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et
al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga
mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat
dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan
dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)
Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk
menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin
(subtropis)
Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan
sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi
44
lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan
daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki
kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang
lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari
karkas yang diperoleh
45
BAB V
PENUTUP
51 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa
1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan
PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)
2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi
Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa
3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi
DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit
52 Saran
Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah
populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme
(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak
dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi
tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar
memperoleh hasil yang maksimal
46
DAFTAR PUSTAKA
Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka
Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)
Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular
Research 14(3) 9370ndash9383
Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research
24(13) 2623ndash2625
Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan
Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39
Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan
Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor
Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice
Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773
Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176
Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the
National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7
Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash
ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24
Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods
PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990
Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797
Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11
Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga
47
Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method
of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231
Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194
Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and
Pathology 3(2) 133ndash137
Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food
Research International 43(7) 1866ndash1873
Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology
Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the
Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076
He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle
Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969
Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27
Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and
Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26
Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R
(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science
and Technology 46(6) 909ndash916
Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839
Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from
hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289
Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and
Evolution 33(7) 1870ndash1874
Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer
Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683
Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon
D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To
48
Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of
Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764
Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription
factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742
Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)
Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485
Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology
Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)
Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On
Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087
Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali
(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128
Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9
Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On
Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335
Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A
Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in
Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20
Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash
441
Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect
On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81
Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor
Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam
Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156
Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C
A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle
49
Journal Animal Science 80 3077ndash3085
Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in
The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72
Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water
Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A
Review Meat Science 89(2) 111ndash124
Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374
Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat
[Skripsi] Institut Pertanian Bogor
Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes
transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504
Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)
Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6
Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure
Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75
Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E
Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among
Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158
Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)
Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The
Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299
Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip
Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle
Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020
Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots
In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451
50
Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp
Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with
Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33
Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan
Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from
httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395
Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian
Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470
Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for
bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594
Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole
(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional
Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)
Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan
Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)
Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273
Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian
Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354
Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds
Biodiversitas 17(1) 275ndash295
Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)
Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131
Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang
Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107
Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence
of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554
Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508
Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The
51
CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)
Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19
Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter
Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316
Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular
Research 11(2) 1651ndash1661
Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The
CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077
Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia
(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25
Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20
Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle
Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954
Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal
Science 50(11) 499ndash502
52
LAMPIRAN
Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data
Gen Bank
Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178
Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283
Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247
Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank
Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank
53
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)
Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel
NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian
1
Darah
Pasundan 601 867 173
2 Pasundan 602 1035 194
3 Peranakan Ongole 1691 278 309
4 Peranakan Ongole 1693 234 434
5 Bali 59 173 941
6 Bali 64 192 502
7
Rambut
Angus 171405 105 21
8 Friesians Holstein 310102 202 781
9 Friesians Holstein 310158 116 1134
10 Simmental 4490 22 231
11 Simmental 6115 116 1134
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
21 Bangsa Sapi Ternak
Binatang ternak menjadi salah satu mahluk yang dijadikan pembelajaran
dalam Al Quran Al Anrsquoam yang artinya binatang ternak menjadi salah satu nama
surat dalam Al Quran merupakan surat ke-6 yang diturunkan di Mekah dengan
165 ayat Salah satu ayat surat Al Anrsquoam yang menjelaskan tentang peruntukan
binatang ternak adalah pada ayat 142
ldquoDan di antara hewan ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan ada
yang untuk disembelih Makanlah dari rezeki yang telah diberikan Allah
kepadamu dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan Sesungguhnya
setan itu musuh yang nyata bagimurdquo (Al Anrsquoam (6) 142)
Allah Subhanallahu wa Tarsquoala telah memberikan rezeki kepada manusia
berupa binatang ternak yang dapat disembelih dengan tata cara sesuai syariat
Kemudian dagingnya dapat dimanfaatkan sebagai sumber gizi untuk manusia
Berdasarkan hal tersebut diperlukan upaya untuk mengkaji secara ilmiah daging
binatang ternak salah satunya sapi
Secara umum bangsa sapi terbagi menjadi tiga kelompok (Natasamita amp
Mudikdjo 1985) (1) Bos taurus yang merupakan bangsa sapi yang paling besar
berasal dari Eropa Ciri khas B taurus tidak memiliki punuk (2) B indicus
(Zebu) yang merupakan bangsa sapi asal India dan Afrika yang menyebar di
wilayah Asia Ciri khas B indicus memiliki punuk (3) B sondaicus (B bibos)
8
merupakan sapi asli Indonesia yang sudah lama beradaptasi di lingkungan
Indonesia Tubuh B sondaicus relatif lebih kecil dibandingkan B taurus dan B
indicus
Definisi dari sapi lokal adalah sapi asli Indonesia atau hasil persilangan
yang telah ditetapkan sebagai rumpun sapi nasional sedangkan sapi introduksi
merupakan sapi impor (luar Indonesia) yang berkembang biak di Indonesia tanpa
adanya persilangan dengan sapi lokal (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi
Pertanian Kementerian Pertanian 2016) Kumpulan beberapa jenis sapi ternak
yang memiliki kesamaan karakteristik disebut dengan rumpun atau (breed)
(Setiadi 2016) Beberapa breed sapi lokal adalah sapi Pasundan Peranakan
Ongole (PO) Bali dan introduksi adalah sapi Angus Simmental Friesians
Holstein (FH)
22 Sapi Pasundan
Sapi Pasundan (B indicus) merupakan sapi potong lokal yang memiliki
gen khas dari sapi Bali sapi Jawa sapi Ongole dan sapi Madura Sapi Pasundan
memiliki asal usul secara genetik yang merupakan hasil tekanan inbreeding dari
generasi persilangan pada program grading up sapi Ongole dan program grading
up sapi Jawa dengan sapi Madura dan sapi Bali (Baharun 2015) Sapi Pasundan
memiliki karakteristik mudah beradaptasi dengan lingkungan mudah dipelihara
memiliki kualitas karkas yang baik dan relatif tahan terhadap penyakit tropis
(Baharun 2015)
Sapi Pasundan yang baru ditetapkan sebagai kekayaan sumber genetik
ternak lokal Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor
1051kptsSR120102014 tentang penetapan rumpun sapi Pasundan Menurut
9
Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1051kptsSR120102014 karakteristik sapi
Pasundan (Gambar 1) memiliki warna tubuh dominan merah bata terdapat warna
putih pada bagian pelvis dan keempat kaki bagian bawah (tarsus dan carpus)
dengan batasan yang tidak kontras Terdapat garis belut atau garis punggung
sepanjang punggung dengan warna lebih tua dari warna dominan (Gambar 1)
Sapi Pasundan memiliki hidung dan ujung ekor berwarna hitam dengan
bentuk tubuh segi empat serta memiliki tanduk dengan bentuk yang pendek tidak
seragam atau bervariasi dari ukuran kecil sampai besar (Baharun 2015 Sulasmi
et al 2017) Beberapa sapi Pasundan jantan dapat mengalami perubahan warna
dari merah bata menjadi hitam pada saat mencapai fase kelamin dewasa
Gambar 1 Sapi Pasundan di BPPT Sapi Potong Ciamis
(Sumber Baharun 2015)
23 Sapi Peranakan Ongole (PO)
Sapi Peranakan Ongole atau PO (B indicus) merupakan sapi hasil
persilangan secara grading up antara sapi Sumba Ongole dengan sapi Jawa
(Prasetya 2011 Sutarno amp Setyawan 2016) Sapi PO memiliki keunggulan
berupa tidak sulit dalam proses reproduksi dan tingkat kebuntingan nya tinggi
(Subiharta et al 2012) Populasi terbesar sapi PO berada di pulau Jawa terutama
Jawa Timur (Astuti 2004)
10
Karakteristik sapi PO (Gambar 2) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)
berwarna putih atau abu-abu warna hitam di ekor dan rambut di sekitar mata
bentuk kepala melengkung pendek tanduk pendek telinga menggantung yang
panjang dan perut yang agak besar terkadang ada bercak hitam di lututnya
Memiliki warna tubuh putih hingga keabu-abuan Sapi jantan memiliki warna
keabu-abuan lebih sering muncul di sekitar gelambir leher ekor dan kepala
sedangkan pada sapi betina warna putih lebih dominan (Sudrajad amp Adinata
2013)
Gambar 2 Sapi PO di Peternakan Terbuka (Sumber Kementerian Pertanian 2012)
24 Sapi Bali
Sapi Bali (B sondaicus) merupakan keturunan dari Banteng (B banteng)
(Talib 2002 Purwantara et al 2012) yang telah mengalami domestikasi selama
bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Sapi Bali merupakan salah satu sapi
asli Indonesia (Margawati 2012) Sapi Bali memiliki ciri fisik yang sedikit
mengalami perubahan dari banteng (Mahdi et al 2013) Sapi Bali mewakili 27
dari total populasi yang ada di Indonesia dan menjadi sapi utama untuk
peternakan kecil Populasi sapi Bali tersebar di pulau Bali Sulawesi Selatan
Nusa Tenggara Timur dan Barat (Purwantara et al 2012)
Karakteristik sapi Bali (Gambar 3) memiliki warna tubuh merah bata
memiliki garis belut atau garis di sepanjang punggung Warna sapi jantan akan
11
berubah kehitaman sedangkan warna sapi betina relatif tetap setelah dewasa Sapi
Bali tidak memiliki punuk dan keempat kaki bagian bawahnya berwarna putih
(Abidin 2010)
Gambar 3 Sapi Bali Betina dan Jantan (a) Betina (b) Jantan (Sumber Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali 2015)
25 Sapi Angus
Sapi Angus (B taurus) berasal dari Skotlandia Utara yang beriklim dingin
dan lembap Menurut Sutarno amp Setyawan (2016) Berat badan umur 15 tahun
dapat mencapai 650 kg Karakteristik sapi Angus (Gambar 4) memiliki bentuk
tubuh lebar dan rata Warna tubuh keseluruhan hitam namun terkadang ada
warna putih di bagian belakang bawah pusat tidak bertanduk bentuk tubuh rata
seperti papan dan dagingnya padat
Gambar 4 Sapi Angus di Peternakan Kabupaten Seragen
(Sumber Adinata et al 2017)
26 Sapi Simmental
Sapi Simmental (B taurus) merupakan salah satu jenis ternak tertua di
dunia yang bertahan hingga saat ini Sapi Simmental merupakan jenis sapi
(b) (a)
12
subtropis Sapi Simmental berasal dari Switzerland yang telah dijinakkan setelah
abad ke-13 Sapi Simmental dan semen beku pada tahun 1985 tiba di Indonesia
dari New Zealand dan Australia (Sutarno amp Setyawan 2016)
Karakteristik sapi Simmental (Gambar 5) menurut Sutarno amp Setyawan
(2016) memiliki tubuh yang berotot dan kukuh pertumbuhan otot yang cepat
jenis spesifik yang ditemukan di Indonesia memiliki wajah kuning atau merah
kecokelatan dengan kaki bawah putih dan ujung ekor putih Berat seekor sapi
dewasa bisa melebihi 1000 kilogram
Gambar 5 Sapi Simmental di Peternakan Tradisional
(Sumber Sutarno amp Setyawan 2016)
27 Sapi Friesians Holstein (FH)
Sapi Friesians Holstein (FH) (B taurus) telah dikembangkan sejak abad
ke-13 di Belanda (Belanda Utara dan Friesland) dan Jerman Utara (Schleswig-
Holstein) untuk menghasilkan sejenis ternak yang mampu mengonsumsi rumput
lokal Usaha untuk pengembang biakan menghasilkan ternak sapi perah terbaik di
dunia dengan warna hitam dan putih khas Sapi FH pertama kali diimpor dari
Belanda pada abad ke-19 (Sutarno amp Setyawan 2015)
Karakteristik sapi FH (Gambar 6) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)
umumnya berwarna hitam dengan warna putih garis-garis tetapi kadang-kadang
merah dengan garis-garis putih dan dengan batas warna yang jelas Kepala
13
panjang lebar dan lurus Sapi FH memiliki tanduk yang pendek dan melengkung
memiliki mulut lebar lubang hidung terbuka lebar rahang kuat telinga ukuran
sedang dahi lebar leher panjang dan tipis Bahu yang besar terletak di dinding
dada dan membentuk sendi yang baik dengan tubuh Punggung yang kokoh dan
rata dengan tulang punggung yang saling terhubung dengan baik
Gambar 6 Sapi FH di Peternakan Terbuka
(Sumber Sutarno amp Setyawan 2015)
28 Nutrisi dan Kualitas Daging Sapi
Daging sapi menjadi salah satu sumber pemenuhan protein yang memiliki
banyak kandungan nutrisi Kandungan nutrisi dari daging sapi berupa vitamin D
vitamin B12 zat besi selenium seng dan asam lemak esensial Omega 3 (Scollan
et al 2006) Kandungan lain dari daging sapi adalah 75 air 20 protein 3
lemak dan 2 substansi non-protein larut Substansi non-protein larut tersebut
berupa 45 nitrogen 45 karbohidrat 8 komponen anorganik 3 vitamin
dan 3 logam (Tornberg 2005)
Penjualan daging sapi dipengaruhi oleh daya tarik daging bagi konsumen
yang digambarkan sebagai kualitas daging Kualitas daging didefinisikan sebagai
sifat yang dirasakan konsumen secara visual dan sensoris (Becker 2000)
Kualitas daging diukur berdasarkan parameter berupa warna daging warna
lemak jumlah lemak (Glitsch 2000) tekstur nilai marbling (intramuscular fat)
14
(Lee et al 2007) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al
2011) dan lean meat (Dagong et al 2012)
Menurut Becker (2000) empat karakteristik makanan daging berkualitas
sebagai berikut (1) Karakteristik yang menunjukkan kandungan gizi protein
lemak kandungan karbohidrat (2) Karakteristik yang menunjukkan kualitas
pengolahan panjang sarkomer nilai pH warna kegemukan kapasitas pengikat
air (3) Karakteristik yang menunjukkan kualitas hygienic-toxicological residu
kontaminan status mikroorganisme zat aditif (4) Karakteristik yang
menunjukkan kualitas sensorik tekstur (tenderness juiciness) rasa atau bau dan
warna atau penampilan (marbling)
29 CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs)
CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs) merupakan keluarga
transkripsi yang mengandung domain leucine zipper dasar yang conserved atau
tidak berubah (Gambar 7) pada C-terminus yang terlibat dalam dimerisasi dan
pengikatan DNA (Ramji amp Foka 2002) Protein CEBP pertama kali
diidentifikasi di laboratorium Steve McKnight sebagai faktor stabil panas pada
inti hati tikus yang mampu berinteraksi dengan motif CCAAT box yang terdapat
pada beberapa promoter gen seluler (Johnson amp McKnight 1989)
Gen CCAATEnhancer Binding Protein (CEBP) merupakan keluarga faktor
transkripsi yang terekspresikan pada proses diferensiasi preadiposit (He et al
2011) Peran dari keluarga CEBP diantaranya pada diferensiasi seluler
mengontrol metabolisme proliferasi seluler regulasi peradangan (Ramji amp Foka
2002) siklus sel hematopoiesis perkembangan skeletal dan respons host imun
(Tsukada et al 2011) Terdapat enam anggota kelompok gen CEBP yang telah
15
diisolasi dan di karakterisasi yaitu CEBPα CEBPβ CEBPγ CEBPδ CEBPε
dan CEBPδ (Ramji amp Foka 2002) Gen tersebut memainkan peran penting dalam
diferensiasi adiposit (Lane et al 1999)
Gambar 7 Ilustrasi dari Leucine Zipper Domain
(Sumber Tsukada et al 2011)
210 Gen CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα)
Daerah promoter proksimal gen CCAATEnhancer Binding Protein α
(CEBPα) pada tikus pertama kali dicirikan dan menunjukkan mengandung
tempat pengikatan potensial untuk CEBP Sp1 Nuclear Factor (NF)-1 NF-Y
Upstream Stimulating Factor (USF) Basic Transcription Element Binding
Protein (BTEB) dan NF-Κb (Christy et al 1991) Promoter gen CEBPα dapat
diaktifkan secara otomatis di dalam sel yang dapat ditransfer melalui ekspresi dari
plasmid (Legraverend et al 1993)
Sequence gen CEBPα sapi memiliki kesamaan 899 pada urutan
nukleotida dan 925 urutan asam amino dengan gen tikus (Taniguchi amp Sasaki
1996) Gen CEBPα sapi seperti gen tikus yaitu bebas intron Open reading
frame (nukleotida 169 ndash 1230) pada gen CEBPα sapi mengodekan protein 353
16
residu asam amino yang merupakan lima asam amino lebih pendek dari pada
protein tikus (Taniguchi amp Sasaki 1996) Asam amino tersebut terekspresi
sebelum transkripsi gen spesifik adiposit yang memiliki situs pengikatan gen
CEBPα (Wang et al 2011) Urutan seperti kotak TATA terletak di nukleotida 13
ndash 18 namun situs mulai transkripsi tidak ditentukan (Taniguchi amp Sasaki 1996)
Faktor transkripsi CEBPα memainkan peranan penting selama
diferensiasi preadiposit menjadi adiposit Gen CEBPα diidentifikasi sebagai
Nuclear Factor (NF) yang di induksi saat diferensiasi yang mengikat secara
spesifik ke promotor beberapa gen (Vasseur-Cognet amp Lane 1993) Gen CEBPα
memainkan peran penting dalam pengendapan lemak dan diferensiasi adiposit
(Shin et al 2007) Gen CEBPα menjadi kandidat gen penting untuk
diidentifikasi secara marker genetik pada karkas dan sifat kualitas daging sapi
ternak (Shin et al 2007) Gen CEBPα juga dapat mengatur metabolisme energi
dan nutrisi dengan mengaktifkan beberapa gen spesifik seperti
phosphoenolpyruvate carboxykinase dan reseptor insulin (Park et al 1990)
211 Pengaruh Lingkungan Terhadap Kualitas Daging
Kondisi lingkungan berupa temperatur akan mempengaruhi keadaan
fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Kondisi lingkungan secara langsung
mempengaruhi proses metabolisme organ dan otot (Gregory 2010) Pada zona
nyaman sapi akan sedikit mengeluarkan energi dan tidak terpengaruh oleh
temperatur lingkungan sebaliknya jika berada diluar zona nyaman sapi akan
mengalami stres yang bertujuan untuk mengembalikan kepada kondisi tubuh yang
normal (Nardone et al 2006) Kondisi tersebut akan menyebabkan terjadinya
17
perubahan seperti pola makan fisiologis dan fungsi metabolisme pada kuantitas
dan kualitas produksi dari sapi itu sendiri
Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan menyebabkan terjadinya
penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et al 2001 Mader amp Davis
2004) yang terjadi pada sapi B indicus (Gregory 2010) Suhu di atas 30degC akan
menyebabkan terjadinya penurunan jumlah berat badan (Nardone et al 2006)
Pada periode yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi
perubahan fenotipe dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006 Gregory 2010)
18
BAB III
METODE
31 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari ndash Juni 2018 di
Laboratorium Genetika Molekuler Hewan Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI
Cibinong Jl Raya Bogor KM 46 Bogor Jawa Barat
32 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik
micropipette 10 microL 200 microL 1000 microL (Boesco dan Bio-Rad) dan pH meter
(Thermo Orion) tabung vacutainer mengandung K3EDTA holder dan jarum
needle ukuran 21G microcentrifuge tube 15 mL sentrifugator (Hermile Z 300
K) vortex (Barnstead Thermolyne) micropipette 1000 microL (Boesco) blue tips
white tips yellow tips shaker agigator (Thermo Scientific) parafilm pipet
Pasteur autoklaf (Trace Raypa) spektromotometer UV-Vis (GeneQuant) cuvette
dan laminar air flow (Telstar BH ndash 100) tangki elektroforesis horizontal (Bio-
Rad) power supply (Bio-Rad) timbangan analitik (Preciso XT 120A) hot plate
stirrer (Thermolyne Cimarec 2) pH meter (Thermo Orion) vortex (Barnstead
Thermolyne) Sentrifugator (HermLe Z 300 K) shaker (Bio Green) thermocycler
(Eppendorf) UV-transiluminator (Major Science)
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Red Cell Lysis Buffer
(RCLB) 250 mL pH 72 Tris Buffer Solution (TBS) 250 mL pH 74 TE Buffer
250 mL pH 8 Sodium Dedocyl Sulfate (SDS) (Mp Biomedicals) K3EDTA
(Garnier Bio One) Proteinase-K (Roche Diagnostic) PCR Buffer (Qiagen)
Proteinasi-K (Geneaid) proteinase-K Solution Ethylene Diamine Tetracetic Acid
19
(EDTA) (Mp Biomedicals) alkohol 70 alkohol absolut dingin tissue tissue
kimwipe NaCl Pekat Destillation Water (DW) steril Primer CEBPα forward
dan reverse (Integrated DNA Technolgies) TE buffer Double Destillation Water
(DDW) free nuclease (Ferementas) DNA ladder (Vivantis) PCR master mix kit
KAPA2G Robust (Kapa Biosystem) Gel Agarosa (Roche) boric acid (Merck)
tris base (Himedia) KCl (Merck) NaCl (Genetika Science) KHCO3 (Merck)
NH4Cl (Merck) Ethidium Bromida (EtBr) (Merck) gSYSCtrade DNA Extraction
Kit GS100 (Geneaid) amplop kertas
33 Sampel Penelitian
Breed sapi yang diteliti terbagi menjadi dua kelompok yaitu 1) Sapi potong
lokal (sapi Pasundan PO Bali) 2) Sapi potong introduksi (sapi Angus
Simmental FH) Sumber DNA berasal dari 1) Darah (sapi Pasundan PO Bali)
2) Rambut (sapi Angus Simmental FH) Darah atau rambut yang diambil
berasal dari dua individu berbeda setiap jenisnya kecuali sampel rambut sapi
Angus yang diperoleh dari satu individu saja
Jenis sapi yang diteliti berasal dari berbagai tempat yang berbeda yaitu 1)
Sapi Pasundan berasal dari Balai Pengembangan Perbibitan Ternak (BPPT) Sapi
Potong Ciamis 2) Sapi PO berasal dari BPPT Grobogan 3) Sapi Bali berasal dari
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Peninda Bali 4) sapi Angus
Simmental FH berasal dari Badan Embrio Ternak (BET) Cipelang Bogor
Regulasi dari BET yang tidak memperbolehkan pengambilan sampel darah
menjadi alasan utama diambilnya sampel rambut dari sapi Angus Simmental
FH Keseluruhan sampel rambut sapi yang diperoleh dari BET merupakan sapi
asli (origin) yang belum dilakukan perkawinan silang
20
34 Prosedur Kerja
341 Sterilisasi Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini di sterilisasi dengan
autoklaf pada suhu 121degC dan tekanan sebesar 1 atm selama 15 menit
342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA
a Pembuatan RCLB (Red Cell Blood Buffer)
Larutan RCLB dibuat sebanyak 1000 mL (pH 72) Larutan RCLB terbuat
dari bahan kimia NH4Cl dan KHCO3 Bahan tersebut ditimbang dengan
timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian dipindahkan ke beaker
glass dan ditambahkan EDTA 05 M sebanyak 200 microL serta DW sebanyak 300
mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot plate stirrer
Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan pH meter Nilai pH yang
terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH terlalu tinggi
ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian ditambahkan
DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott Duran 1000
mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan disimpan di
lemari pendingin
b Pembuatan TBS (Tris Buffer Solution)
Larutan TBS dibuat sebanyak 1000 mL (pH 74) dengan bahan yang
terdiri dari NaCl KCl tris base Bahan-bahan kimia tersebut ditimbang dengan
timbangan analitik dan dipindahkan ke beaker glass yang dilarutkan
menggunakan DW sebanyak 300 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan
di atas hot plate stirrer Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan menggunakan
pH meter jika pH terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH
21
terlalu tinggi ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian
ditambahkan DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott
Duran 1000 mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan
disimpan di lemari pendingin
c Pembuatan Proteinase-K Solution
Proteinase-K ditimbang pada timbangan analitik Proteinase-K kemudian
dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 45 mL serta EDTA
05 M sebanyak 54 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot
plate stirrer tanpa dipanaskan Larutan yang telah homogen ditambahkan Sodium
Dedocyl Sulfate (SDS) 10 sebanyak 378 mL Larutan tersebut kemudian
dihomogenkan di hot plate stirrer tanpa dipanaskan
d Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 5x)
Larutan TBE 5x yang dibuat sebanyak 500 mL boric acid dan tris base
ditimbang dengan timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian
dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 500 mL dan EDTA
05 M sebanyak 10 mL Larutan tersebut dihomogenkan di atas hot plate stirrer
dipanaskan setelah homogen dimasukan ke dalam botol Schott Duran 500 mL
dan disimpan di lemari pendingin
e Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 1x)
Larutan TBE 1x dibuat dengan mengencerkan 200 mL TBE 5x Larutan
TBE 1x dipindahkan pada botol Schott Duran 1000 mL Larutan tersebut
ditambahkan DW sampai 1000 mL Larutan tersebut disimpan pada lemari
pendingin
22
f Pengenceran Primer Gen CEBPα (10 pMmicroL)
Primer dalam bentuk pelet diencerkan dengan TE Buffer untuk
memperoleh primer stock Primer forward diencerkan dengan 333 microL TE Buffer
sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer reverse diencerkan dengan
332 microL sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer yang digunakan
dalam penelitian ini adalah primer CEBPα yang didesain pada penelitian (Shin
et al 2007) dengan ukuran 20 pb Primer CEBPα forward (5´-
ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) dan reverse (5´-TCAAAGTCG
TTGCCGCCTCC-3´)
Primer forward dan reverse CEBPα stock (100 pMmicroL) masing-masing
diambil sebanyak 5 microL dengan micropipette 2 ndash 20 microL dan dicampurkan ke dalam
microcentrifuge tube 15 mL baru yang telah berisi DDW free nuclease sebanyak
45 microL Larutan tersebut dicampur hingga homogen dengan cara dilakukan
mengetuk berulang bagian bawah microcentrifuge tube menggunakan ujung jari
Pengenceran primer dilakukan di laminar air flow Microcentrifuge tube yang
berisi primer dilakukan spin down dengan spin down sentrifugator agar larutan
yang berada di dinding microcentrifuge tube turun ke dasar Primer kemudian
disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
g Pembuatan Alat Pemanenan DNA
Alat pemanen DNA dibuat dari pipet Pasteur yang dimodifikasi dengan
membentuk ujung pipet seperti kail Pembentukan tersebut dilakukan dengan
memanaskan pipet di atas bunsen spiritus kemudian ditarik secara perlahan dan
dibuat melengkung seperti kail
23
h Pembuatan Gel Agarosa
Serbuk gel agarosa sebanyak 1 g ditimbang dengan timbangan analitik dan
dipindahkan ke botol Schott Duran 250 mL Serbuk gel agarosa ditambahkan
TBE 1x sebanyak 100 mL kemudian dipanaskan dan dihomogenkan dengan hot
plate stirrer sampai bening Larutan yang sudah homogen dicetak pada wadah
pencetak gel yang sudah terdapat sisir untuk membuat sebanyak 20 sumuran dan
diamkan sampai padat atau mengeras
343 Pengambilan Sampel Darah Sapi
Darah sampel diambil melalui vena caudalis sebanyak 5 mL Pengambilan
darah dilakukan dengan mengangkat caudal (ekor) dari sapi vena caudalis dicari
dengan meraba bagian ekor Jarum yang telah terpasang holder ditusukkan pada
vena caudalis dan tabung vacutainer mengandung K3EDTA dipasang pada
holder Darah yang mengalir ditampung pada tabung vacutainer kemudian
dicabut setelah darah berhenti Jarum dan holder kemudian dicabut dari vena
caudalis Tabung vacutainer yang berisi darah disimpan pada freezer dengan
suhu -20oC
344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990)
DNA yang berasal dari darah diisolasi menggunakan metode Montgomery
amp Sise (1990) dengan prosedur sebagai berikut
a Red Blood Cell Lysis
Sampel darah sebanyak 5 mL dipindahkan tabung Falcon 15 mL dan
ditambahkan larutan RCLB (pH 72) sampai 7 mL Sampel darah dihomogenkan
dengan vortex dan didiamkan selama 10 menit Sampel kemudian disentrifugasi
dengan sentrifugator selama 10 menit suhu 4degC kecepatan 3500 rpm Sampel
24
ditimbang menggunakan timbangan ganda agar proses sentrifugasi berjalan
dengan sempurna jika berat belum seimbang maka ditambah larutan RCLB
Supernatan yang diperoleh setelah proses sentrifugasi kemudian dibuang
sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Pelet ditambahkan RCLB sampai 5
mL kemudian divorteks hingga pelet hancur atau homogen Sampel disentrifugasi
selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang
diperoleh kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet kembali
ditambahkan RCLB sampai 3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau
homogen dan didiamkan selama 10 menit kemudian dilanjutkan tahapan ekstraksi
DNA
b White Blood Cell Collection
Sampel tahapan sebelumnya kemudian ditambahkan TBS (pH 74)
sebanyak 5 mL dan dikocok sebentar Sampel disentrifugasi selama 10 menit
dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang diperoleh kemudian
dibuang sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Sampel kemudian
ditambahkan TBS sebanyak 5 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau
homogen Sampel selanjutnya disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC
dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang didapatkan kemudian dibuang
sehingga hanya pelet yang tersisa Sampel kemudian ditambahkan TBS sebanyak
3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau homogen
Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan
3500 rpm Sampel divorteks perlahan hingga lapisan merah hilang Supernatan
yang didapatkan kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet
25
selanjutnya dikeringkan setelah kering ditambahkan TE 2 mL Sampel divorteks
sampai pelet hancur atau homogen
c Protein Lysis
Sampel yang sudah homogen dengan larutan TE selanjutnya ditambahkan
Proteinase-K solution sebanyak 200 microL tanpa divorteks atau dihomogenkan
Tabung Falcon 15 mL yang berisi sampel selanjutnya di-seal menggunakan
parafilm Sampel diinkubasi menggunakan shaker Agigator selama 24 jam dengan
suhu 37degC dan kecepatan 150 rpm
d Pemanenan DNA
Sampel yang telah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya ditambahkan
NaCl 5 M pekat sebanyak 2 mL Sampel diberi goyangan dengan membentuk
pola angka 8 dengan sangat perlahan setelah itu dikocok kuat sebanyak 2 kali
Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 10degC dan kecepatan 3500
rpm Supernatan dituang pada tabung reaksi yang berisi alkohol absolut dingin
Bagian permukaan tabung reaksi ditutup dengan parafilm sampai rapat Tabung
reaksi dibolak-balikan sampai terbentuk gelembung-gelembung yang melayang
Fraksi gelembung yang melayang diambil dengan pipet Pasteur yang telah
dimodifikasi dan dicelupkan secara cepat ke dalam alkohol 70 kemudian
dikeringkan dengan tissue kimwipe Gumpalan tersebut dimasukan kedalam
microcentrifuge tube 15 mL yang telah berisikan DW steril sebanyak 200 microL
Sampel dihomogenkan menggunakan alat shaker pada suhu ruang agar larut
DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
26
345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi
Pengambilan rambut dilakukan pada bagian ekor minimal rambut
sebanyak 20 helai Rambut pada bagian ekor ditarik searah dengan titik tumbuh
dari rambut tersebut Tahapan tersebut dilakukan dengan cepat agar diperoleh
bagian rambut yang utuh dengan folikel Rambut tersebut ditempelkan pada kertas
dengan selotip berbahan kertas tanpa mengenai bagian folikel dan disimpan di
dalam amplop
346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)
Tahapan isolasi DNA dari rambut menggunakan gSYSCtrade DNA
Extraction Kit GS100 (Geneaid) dengan prosedur sebagai berikut
a Cell Lysis
Sepuluh helai rambut dipotong-potong dengan ukuran 05 ndash 1 cm
termasuk bagian folikel Potongan tersebut dipindahkan ke dalam microsentrifuge
tube 15 mL ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K
(dipastikan potongan terendam) dicampur dengan cara dikocok Larutan
diinkubasi dengan suhu 60degC selama 30 menit Pada proses inkubasi
microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung microcentrifuge tube
secara perlahan setiap 5 menit GSB Buffer sebanyak 200 μL ditambahkan dan
dikocok dengan kuat dan diinkubasi kembali pada suhu 60ordmC selama 20 menit
Selama proses inkubasi microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung
secara perlahan setiap 5 menit
b DNA Binding
Sampel tahapan sebelumnya ditambahkan 200 μL etanol absolut
dikocok dengan kuat selama 10 detik Endapan yang muncul dipecah dengan
27
menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan
tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan
tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit
Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi
dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru
c Pencucian
W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan
sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30
detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column
diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL
Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan
kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi
kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi
yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit
untuk mengeringkan kolom matriks
d Elution
GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube
15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak
100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke
bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit
untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column
disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan
elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak
DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
28
347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)
DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et
al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan
dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10
menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting
yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel
rambut diganti)
Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan
disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer
(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada
microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan
suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit
pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm
beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan
disimpan pada suhu -20 ordmC
348 Uji Kuantifikasi DNA
Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji
kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL
DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette
DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus
menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi
dan tingkat kemurnian
29
349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)
Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR
master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-
ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT
CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL
DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke
dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas
kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR
mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre
denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing
54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final
extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali
3410 Elektroforesis dan Visualisasi
Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis
horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan
TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL
dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm
dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down
Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker
DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran
Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan
listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki
elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt
selama 60 menit
30
Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam
dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel
agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa
divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator
3411 Sequencing DNA
Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai
ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward
dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan
metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit
(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing
menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)
Malaysia)
35 Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif
(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil
sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis
dianalisis secara deskriptif
351 Analisis Bioinformatika
Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan
kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian
hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak
ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian
dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment
Editor 725 (Hall 2001)
31
Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-
base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)
menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base
similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99
Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple
Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak
MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan
variasi basa sampel
32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi
Berbeda
DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut
DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil
kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari
sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang
mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut
menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini
Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan
metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut
dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai
kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada
Tabel 1
Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua
metode hasil penelitian
Pengulangan ke-
Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)
Kit Konvensional Kit Konvensional
1 Angus 269 102 2100 11100
2 FH 207 109 7810 11720
3 Simmental 263 111 231 11340
Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi
Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah
dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut
33
dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode
sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata
nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah
246plusmn034 dan 107plusmn005
Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar
17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)
Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran
kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di
bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari
tahapan masing-masing metode
Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian
genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya
kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang
dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA
Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi
DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan
meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa
denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan
meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan
nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian
DNA yang baik (gt20)
Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah
nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein
Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al
34
2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini
protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada
nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi
protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat
Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh
lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik
Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode
konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit
yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode
konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti
protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan
mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al
1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses
PCR (Demeke amp Jenkins 2010)
Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa
dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA
diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun
nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang
baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan
konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen
(Demeke amp Jenkins 2010)
Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan
hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit
untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional
35
pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang
cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada
penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal
Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan
konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan
RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)
42 Konfirmasi Gen CEBPα
Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan
dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan
pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain
oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar
1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)
yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701
(Lampiran 4)
Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh
semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di
antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan
panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa
dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)
Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah
dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan
program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa
penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda
Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC
36
(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah
dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut
namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk
membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)
Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339
bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO
Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya
perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer
Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari
merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini
perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1
menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses
tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing
yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template
DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang
Target 1339
bp
37
sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA
teramplifikasi sempurna
Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi
Program PCR
Pre
Denaturation Denaturation Annealing Extension
Final
Extension Siklus
Penelitian
Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40
Referensi
Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35
Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32
He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32
Keterangan tanda () = menit tanda () = detik
43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis
menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh
empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black
(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan
(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean
(XM_0252690201)) (Tabel 3)
Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat
prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis
komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari
runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data
tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database
(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang
38
komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga
mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)
Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan
persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan
referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak
(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat
dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi
Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3
Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI
Sampel Spesies Breed GenBank Accesion
Query Cover
Max Iden
Bali
(B sondaicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Pasundan (B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99
Friesians Holstein
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Angus (B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Peranakan Ongole
(B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99
Simmental
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99
39
Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau
kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di
GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan
kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen
CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen
identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen
fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)
Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang
dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden
2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan
seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi
Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap
sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67
(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki
urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki
runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian
akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover
95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover
99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3)
44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali
Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan
runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4
40
Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi
Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil
ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada
empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo
(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau
Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada
sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)
yaitu terletak pada enam posisi berbeda
Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank
Spesies_Breed Posisi Runutan Basa
88
97
103
271
567
733
832
855
870
921
926
931
957
1088
1149
1175
1196
B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G
B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C
B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T
C
B taurus_Angus C C
B taurus_ Friesians Holstein C C
B taurus_ Simmental C C
B indicus_ Pasundan C C
B indicus_ Peranakan Ongole C C
B sondaicus_ Bali C A C G A
Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T
Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)
Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi
Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi
Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196
(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi
tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)
Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa
yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali
41
memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut
memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut
Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi
Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru
Thymine (T) = merah)
42
Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen
CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson
gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi
dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi
Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki
1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan
mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali
Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi
Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B
banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal
usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan
sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel
sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki
kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus
atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)
(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH
Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya
variasi basa yang ditemukan
Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali
terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan
adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis
kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan
keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah
mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode
43
yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe
dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)
Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan
dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)
(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis
Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi
keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali
(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan
pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al
2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi
karakteristik dari daging sapi Bali
Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et
al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki
kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan
menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et
al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga
mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat
dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan
dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)
Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk
menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin
(subtropis)
Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan
sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi
44
lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan
daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki
kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang
lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari
karkas yang diperoleh
45
BAB V
PENUTUP
51 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa
1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan
PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)
2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi
Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa
3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi
DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit
52 Saran
Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah
populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme
(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak
dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi
tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar
memperoleh hasil yang maksimal
46
DAFTAR PUSTAKA
Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka
Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)
Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular
Research 14(3) 9370ndash9383
Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research
24(13) 2623ndash2625
Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan
Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39
Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan
Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor
Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice
Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773
Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176
Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the
National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7
Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash
ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24
Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods
PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990
Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797
Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11
Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga
47
Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method
of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231
Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194
Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and
Pathology 3(2) 133ndash137
Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food
Research International 43(7) 1866ndash1873
Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology
Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the
Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076
He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle
Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969
Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27
Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and
Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26
Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R
(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science
and Technology 46(6) 909ndash916
Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839
Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from
hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289
Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and
Evolution 33(7) 1870ndash1874
Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer
Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683
Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon
D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To
48
Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of
Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764
Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription
factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742
Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)
Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485
Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology
Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)
Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On
Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087
Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali
(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128
Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9
Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On
Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335
Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A
Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in
Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20
Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash
441
Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect
On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81
Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor
Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam
Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156
Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C
A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle
49
Journal Animal Science 80 3077ndash3085
Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in
The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72
Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water
Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A
Review Meat Science 89(2) 111ndash124
Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374
Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat
[Skripsi] Institut Pertanian Bogor
Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes
transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504
Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)
Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6
Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure
Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75
Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E
Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among
Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158
Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)
Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The
Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299
Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip
Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle
Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020
Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots
In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451
50
Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp
Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with
Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33
Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan
Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from
httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395
Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian
Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470
Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for
bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594
Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole
(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional
Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)
Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan
Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)
Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273
Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian
Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354
Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds
Biodiversitas 17(1) 275ndash295
Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)
Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131
Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang
Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107
Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence
of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554
Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508
Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The
51
CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)
Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19
Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter
Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316
Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular
Research 11(2) 1651ndash1661
Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The
CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077
Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia
(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25
Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20
Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle
Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954
Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal
Science 50(11) 499ndash502
52
LAMPIRAN
Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data
Gen Bank
Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178
Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283
Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247
Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank
Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank
53
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)
Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel
NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian
1
Darah
Pasundan 601 867 173
2 Pasundan 602 1035 194
3 Peranakan Ongole 1691 278 309
4 Peranakan Ongole 1693 234 434
5 Bali 59 173 941
6 Bali 64 192 502
7
Rambut
Angus 171405 105 21
8 Friesians Holstein 310102 202 781
9 Friesians Holstein 310158 116 1134
10 Simmental 4490 22 231
11 Simmental 6115 116 1134
8
merupakan sapi asli Indonesia yang sudah lama beradaptasi di lingkungan
Indonesia Tubuh B sondaicus relatif lebih kecil dibandingkan B taurus dan B
indicus
Definisi dari sapi lokal adalah sapi asli Indonesia atau hasil persilangan
yang telah ditetapkan sebagai rumpun sapi nasional sedangkan sapi introduksi
merupakan sapi impor (luar Indonesia) yang berkembang biak di Indonesia tanpa
adanya persilangan dengan sapi lokal (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi
Pertanian Kementerian Pertanian 2016) Kumpulan beberapa jenis sapi ternak
yang memiliki kesamaan karakteristik disebut dengan rumpun atau (breed)
(Setiadi 2016) Beberapa breed sapi lokal adalah sapi Pasundan Peranakan
Ongole (PO) Bali dan introduksi adalah sapi Angus Simmental Friesians
Holstein (FH)
22 Sapi Pasundan
Sapi Pasundan (B indicus) merupakan sapi potong lokal yang memiliki
gen khas dari sapi Bali sapi Jawa sapi Ongole dan sapi Madura Sapi Pasundan
memiliki asal usul secara genetik yang merupakan hasil tekanan inbreeding dari
generasi persilangan pada program grading up sapi Ongole dan program grading
up sapi Jawa dengan sapi Madura dan sapi Bali (Baharun 2015) Sapi Pasundan
memiliki karakteristik mudah beradaptasi dengan lingkungan mudah dipelihara
memiliki kualitas karkas yang baik dan relatif tahan terhadap penyakit tropis
(Baharun 2015)
Sapi Pasundan yang baru ditetapkan sebagai kekayaan sumber genetik
ternak lokal Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor
1051kptsSR120102014 tentang penetapan rumpun sapi Pasundan Menurut
9
Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1051kptsSR120102014 karakteristik sapi
Pasundan (Gambar 1) memiliki warna tubuh dominan merah bata terdapat warna
putih pada bagian pelvis dan keempat kaki bagian bawah (tarsus dan carpus)
dengan batasan yang tidak kontras Terdapat garis belut atau garis punggung
sepanjang punggung dengan warna lebih tua dari warna dominan (Gambar 1)
Sapi Pasundan memiliki hidung dan ujung ekor berwarna hitam dengan
bentuk tubuh segi empat serta memiliki tanduk dengan bentuk yang pendek tidak
seragam atau bervariasi dari ukuran kecil sampai besar (Baharun 2015 Sulasmi
et al 2017) Beberapa sapi Pasundan jantan dapat mengalami perubahan warna
dari merah bata menjadi hitam pada saat mencapai fase kelamin dewasa
Gambar 1 Sapi Pasundan di BPPT Sapi Potong Ciamis
(Sumber Baharun 2015)
23 Sapi Peranakan Ongole (PO)
Sapi Peranakan Ongole atau PO (B indicus) merupakan sapi hasil
persilangan secara grading up antara sapi Sumba Ongole dengan sapi Jawa
(Prasetya 2011 Sutarno amp Setyawan 2016) Sapi PO memiliki keunggulan
berupa tidak sulit dalam proses reproduksi dan tingkat kebuntingan nya tinggi
(Subiharta et al 2012) Populasi terbesar sapi PO berada di pulau Jawa terutama
Jawa Timur (Astuti 2004)
10
Karakteristik sapi PO (Gambar 2) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)
berwarna putih atau abu-abu warna hitam di ekor dan rambut di sekitar mata
bentuk kepala melengkung pendek tanduk pendek telinga menggantung yang
panjang dan perut yang agak besar terkadang ada bercak hitam di lututnya
Memiliki warna tubuh putih hingga keabu-abuan Sapi jantan memiliki warna
keabu-abuan lebih sering muncul di sekitar gelambir leher ekor dan kepala
sedangkan pada sapi betina warna putih lebih dominan (Sudrajad amp Adinata
2013)
Gambar 2 Sapi PO di Peternakan Terbuka (Sumber Kementerian Pertanian 2012)
24 Sapi Bali
Sapi Bali (B sondaicus) merupakan keturunan dari Banteng (B banteng)
(Talib 2002 Purwantara et al 2012) yang telah mengalami domestikasi selama
bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Sapi Bali merupakan salah satu sapi
asli Indonesia (Margawati 2012) Sapi Bali memiliki ciri fisik yang sedikit
mengalami perubahan dari banteng (Mahdi et al 2013) Sapi Bali mewakili 27
dari total populasi yang ada di Indonesia dan menjadi sapi utama untuk
peternakan kecil Populasi sapi Bali tersebar di pulau Bali Sulawesi Selatan
Nusa Tenggara Timur dan Barat (Purwantara et al 2012)
Karakteristik sapi Bali (Gambar 3) memiliki warna tubuh merah bata
memiliki garis belut atau garis di sepanjang punggung Warna sapi jantan akan
11
berubah kehitaman sedangkan warna sapi betina relatif tetap setelah dewasa Sapi
Bali tidak memiliki punuk dan keempat kaki bagian bawahnya berwarna putih
(Abidin 2010)
Gambar 3 Sapi Bali Betina dan Jantan (a) Betina (b) Jantan (Sumber Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali 2015)
25 Sapi Angus
Sapi Angus (B taurus) berasal dari Skotlandia Utara yang beriklim dingin
dan lembap Menurut Sutarno amp Setyawan (2016) Berat badan umur 15 tahun
dapat mencapai 650 kg Karakteristik sapi Angus (Gambar 4) memiliki bentuk
tubuh lebar dan rata Warna tubuh keseluruhan hitam namun terkadang ada
warna putih di bagian belakang bawah pusat tidak bertanduk bentuk tubuh rata
seperti papan dan dagingnya padat
Gambar 4 Sapi Angus di Peternakan Kabupaten Seragen
(Sumber Adinata et al 2017)
26 Sapi Simmental
Sapi Simmental (B taurus) merupakan salah satu jenis ternak tertua di
dunia yang bertahan hingga saat ini Sapi Simmental merupakan jenis sapi
(b) (a)
12
subtropis Sapi Simmental berasal dari Switzerland yang telah dijinakkan setelah
abad ke-13 Sapi Simmental dan semen beku pada tahun 1985 tiba di Indonesia
dari New Zealand dan Australia (Sutarno amp Setyawan 2016)
Karakteristik sapi Simmental (Gambar 5) menurut Sutarno amp Setyawan
(2016) memiliki tubuh yang berotot dan kukuh pertumbuhan otot yang cepat
jenis spesifik yang ditemukan di Indonesia memiliki wajah kuning atau merah
kecokelatan dengan kaki bawah putih dan ujung ekor putih Berat seekor sapi
dewasa bisa melebihi 1000 kilogram
Gambar 5 Sapi Simmental di Peternakan Tradisional
(Sumber Sutarno amp Setyawan 2016)
27 Sapi Friesians Holstein (FH)
Sapi Friesians Holstein (FH) (B taurus) telah dikembangkan sejak abad
ke-13 di Belanda (Belanda Utara dan Friesland) dan Jerman Utara (Schleswig-
Holstein) untuk menghasilkan sejenis ternak yang mampu mengonsumsi rumput
lokal Usaha untuk pengembang biakan menghasilkan ternak sapi perah terbaik di
dunia dengan warna hitam dan putih khas Sapi FH pertama kali diimpor dari
Belanda pada abad ke-19 (Sutarno amp Setyawan 2015)
Karakteristik sapi FH (Gambar 6) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)
umumnya berwarna hitam dengan warna putih garis-garis tetapi kadang-kadang
merah dengan garis-garis putih dan dengan batas warna yang jelas Kepala
13
panjang lebar dan lurus Sapi FH memiliki tanduk yang pendek dan melengkung
memiliki mulut lebar lubang hidung terbuka lebar rahang kuat telinga ukuran
sedang dahi lebar leher panjang dan tipis Bahu yang besar terletak di dinding
dada dan membentuk sendi yang baik dengan tubuh Punggung yang kokoh dan
rata dengan tulang punggung yang saling terhubung dengan baik
Gambar 6 Sapi FH di Peternakan Terbuka
(Sumber Sutarno amp Setyawan 2015)
28 Nutrisi dan Kualitas Daging Sapi
Daging sapi menjadi salah satu sumber pemenuhan protein yang memiliki
banyak kandungan nutrisi Kandungan nutrisi dari daging sapi berupa vitamin D
vitamin B12 zat besi selenium seng dan asam lemak esensial Omega 3 (Scollan
et al 2006) Kandungan lain dari daging sapi adalah 75 air 20 protein 3
lemak dan 2 substansi non-protein larut Substansi non-protein larut tersebut
berupa 45 nitrogen 45 karbohidrat 8 komponen anorganik 3 vitamin
dan 3 logam (Tornberg 2005)
Penjualan daging sapi dipengaruhi oleh daya tarik daging bagi konsumen
yang digambarkan sebagai kualitas daging Kualitas daging didefinisikan sebagai
sifat yang dirasakan konsumen secara visual dan sensoris (Becker 2000)
Kualitas daging diukur berdasarkan parameter berupa warna daging warna
lemak jumlah lemak (Glitsch 2000) tekstur nilai marbling (intramuscular fat)
14
(Lee et al 2007) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al
2011) dan lean meat (Dagong et al 2012)
Menurut Becker (2000) empat karakteristik makanan daging berkualitas
sebagai berikut (1) Karakteristik yang menunjukkan kandungan gizi protein
lemak kandungan karbohidrat (2) Karakteristik yang menunjukkan kualitas
pengolahan panjang sarkomer nilai pH warna kegemukan kapasitas pengikat
air (3) Karakteristik yang menunjukkan kualitas hygienic-toxicological residu
kontaminan status mikroorganisme zat aditif (4) Karakteristik yang
menunjukkan kualitas sensorik tekstur (tenderness juiciness) rasa atau bau dan
warna atau penampilan (marbling)
29 CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs)
CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs) merupakan keluarga
transkripsi yang mengandung domain leucine zipper dasar yang conserved atau
tidak berubah (Gambar 7) pada C-terminus yang terlibat dalam dimerisasi dan
pengikatan DNA (Ramji amp Foka 2002) Protein CEBP pertama kali
diidentifikasi di laboratorium Steve McKnight sebagai faktor stabil panas pada
inti hati tikus yang mampu berinteraksi dengan motif CCAAT box yang terdapat
pada beberapa promoter gen seluler (Johnson amp McKnight 1989)
Gen CCAATEnhancer Binding Protein (CEBP) merupakan keluarga faktor
transkripsi yang terekspresikan pada proses diferensiasi preadiposit (He et al
2011) Peran dari keluarga CEBP diantaranya pada diferensiasi seluler
mengontrol metabolisme proliferasi seluler regulasi peradangan (Ramji amp Foka
2002) siklus sel hematopoiesis perkembangan skeletal dan respons host imun
(Tsukada et al 2011) Terdapat enam anggota kelompok gen CEBP yang telah
15
diisolasi dan di karakterisasi yaitu CEBPα CEBPβ CEBPγ CEBPδ CEBPε
dan CEBPδ (Ramji amp Foka 2002) Gen tersebut memainkan peran penting dalam
diferensiasi adiposit (Lane et al 1999)
Gambar 7 Ilustrasi dari Leucine Zipper Domain
(Sumber Tsukada et al 2011)
210 Gen CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα)
Daerah promoter proksimal gen CCAATEnhancer Binding Protein α
(CEBPα) pada tikus pertama kali dicirikan dan menunjukkan mengandung
tempat pengikatan potensial untuk CEBP Sp1 Nuclear Factor (NF)-1 NF-Y
Upstream Stimulating Factor (USF) Basic Transcription Element Binding
Protein (BTEB) dan NF-Κb (Christy et al 1991) Promoter gen CEBPα dapat
diaktifkan secara otomatis di dalam sel yang dapat ditransfer melalui ekspresi dari
plasmid (Legraverend et al 1993)
Sequence gen CEBPα sapi memiliki kesamaan 899 pada urutan
nukleotida dan 925 urutan asam amino dengan gen tikus (Taniguchi amp Sasaki
1996) Gen CEBPα sapi seperti gen tikus yaitu bebas intron Open reading
frame (nukleotida 169 ndash 1230) pada gen CEBPα sapi mengodekan protein 353
16
residu asam amino yang merupakan lima asam amino lebih pendek dari pada
protein tikus (Taniguchi amp Sasaki 1996) Asam amino tersebut terekspresi
sebelum transkripsi gen spesifik adiposit yang memiliki situs pengikatan gen
CEBPα (Wang et al 2011) Urutan seperti kotak TATA terletak di nukleotida 13
ndash 18 namun situs mulai transkripsi tidak ditentukan (Taniguchi amp Sasaki 1996)
Faktor transkripsi CEBPα memainkan peranan penting selama
diferensiasi preadiposit menjadi adiposit Gen CEBPα diidentifikasi sebagai
Nuclear Factor (NF) yang di induksi saat diferensiasi yang mengikat secara
spesifik ke promotor beberapa gen (Vasseur-Cognet amp Lane 1993) Gen CEBPα
memainkan peran penting dalam pengendapan lemak dan diferensiasi adiposit
(Shin et al 2007) Gen CEBPα menjadi kandidat gen penting untuk
diidentifikasi secara marker genetik pada karkas dan sifat kualitas daging sapi
ternak (Shin et al 2007) Gen CEBPα juga dapat mengatur metabolisme energi
dan nutrisi dengan mengaktifkan beberapa gen spesifik seperti
phosphoenolpyruvate carboxykinase dan reseptor insulin (Park et al 1990)
211 Pengaruh Lingkungan Terhadap Kualitas Daging
Kondisi lingkungan berupa temperatur akan mempengaruhi keadaan
fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Kondisi lingkungan secara langsung
mempengaruhi proses metabolisme organ dan otot (Gregory 2010) Pada zona
nyaman sapi akan sedikit mengeluarkan energi dan tidak terpengaruh oleh
temperatur lingkungan sebaliknya jika berada diluar zona nyaman sapi akan
mengalami stres yang bertujuan untuk mengembalikan kepada kondisi tubuh yang
normal (Nardone et al 2006) Kondisi tersebut akan menyebabkan terjadinya
17
perubahan seperti pola makan fisiologis dan fungsi metabolisme pada kuantitas
dan kualitas produksi dari sapi itu sendiri
Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan menyebabkan terjadinya
penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et al 2001 Mader amp Davis
2004) yang terjadi pada sapi B indicus (Gregory 2010) Suhu di atas 30degC akan
menyebabkan terjadinya penurunan jumlah berat badan (Nardone et al 2006)
Pada periode yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi
perubahan fenotipe dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006 Gregory 2010)
18
BAB III
METODE
31 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari ndash Juni 2018 di
Laboratorium Genetika Molekuler Hewan Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI
Cibinong Jl Raya Bogor KM 46 Bogor Jawa Barat
32 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik
micropipette 10 microL 200 microL 1000 microL (Boesco dan Bio-Rad) dan pH meter
(Thermo Orion) tabung vacutainer mengandung K3EDTA holder dan jarum
needle ukuran 21G microcentrifuge tube 15 mL sentrifugator (Hermile Z 300
K) vortex (Barnstead Thermolyne) micropipette 1000 microL (Boesco) blue tips
white tips yellow tips shaker agigator (Thermo Scientific) parafilm pipet
Pasteur autoklaf (Trace Raypa) spektromotometer UV-Vis (GeneQuant) cuvette
dan laminar air flow (Telstar BH ndash 100) tangki elektroforesis horizontal (Bio-
Rad) power supply (Bio-Rad) timbangan analitik (Preciso XT 120A) hot plate
stirrer (Thermolyne Cimarec 2) pH meter (Thermo Orion) vortex (Barnstead
Thermolyne) Sentrifugator (HermLe Z 300 K) shaker (Bio Green) thermocycler
(Eppendorf) UV-transiluminator (Major Science)
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Red Cell Lysis Buffer
(RCLB) 250 mL pH 72 Tris Buffer Solution (TBS) 250 mL pH 74 TE Buffer
250 mL pH 8 Sodium Dedocyl Sulfate (SDS) (Mp Biomedicals) K3EDTA
(Garnier Bio One) Proteinase-K (Roche Diagnostic) PCR Buffer (Qiagen)
Proteinasi-K (Geneaid) proteinase-K Solution Ethylene Diamine Tetracetic Acid
19
(EDTA) (Mp Biomedicals) alkohol 70 alkohol absolut dingin tissue tissue
kimwipe NaCl Pekat Destillation Water (DW) steril Primer CEBPα forward
dan reverse (Integrated DNA Technolgies) TE buffer Double Destillation Water
(DDW) free nuclease (Ferementas) DNA ladder (Vivantis) PCR master mix kit
KAPA2G Robust (Kapa Biosystem) Gel Agarosa (Roche) boric acid (Merck)
tris base (Himedia) KCl (Merck) NaCl (Genetika Science) KHCO3 (Merck)
NH4Cl (Merck) Ethidium Bromida (EtBr) (Merck) gSYSCtrade DNA Extraction
Kit GS100 (Geneaid) amplop kertas
33 Sampel Penelitian
Breed sapi yang diteliti terbagi menjadi dua kelompok yaitu 1) Sapi potong
lokal (sapi Pasundan PO Bali) 2) Sapi potong introduksi (sapi Angus
Simmental FH) Sumber DNA berasal dari 1) Darah (sapi Pasundan PO Bali)
2) Rambut (sapi Angus Simmental FH) Darah atau rambut yang diambil
berasal dari dua individu berbeda setiap jenisnya kecuali sampel rambut sapi
Angus yang diperoleh dari satu individu saja
Jenis sapi yang diteliti berasal dari berbagai tempat yang berbeda yaitu 1)
Sapi Pasundan berasal dari Balai Pengembangan Perbibitan Ternak (BPPT) Sapi
Potong Ciamis 2) Sapi PO berasal dari BPPT Grobogan 3) Sapi Bali berasal dari
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Peninda Bali 4) sapi Angus
Simmental FH berasal dari Badan Embrio Ternak (BET) Cipelang Bogor
Regulasi dari BET yang tidak memperbolehkan pengambilan sampel darah
menjadi alasan utama diambilnya sampel rambut dari sapi Angus Simmental
FH Keseluruhan sampel rambut sapi yang diperoleh dari BET merupakan sapi
asli (origin) yang belum dilakukan perkawinan silang
20
34 Prosedur Kerja
341 Sterilisasi Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini di sterilisasi dengan
autoklaf pada suhu 121degC dan tekanan sebesar 1 atm selama 15 menit
342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA
a Pembuatan RCLB (Red Cell Blood Buffer)
Larutan RCLB dibuat sebanyak 1000 mL (pH 72) Larutan RCLB terbuat
dari bahan kimia NH4Cl dan KHCO3 Bahan tersebut ditimbang dengan
timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian dipindahkan ke beaker
glass dan ditambahkan EDTA 05 M sebanyak 200 microL serta DW sebanyak 300
mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot plate stirrer
Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan pH meter Nilai pH yang
terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH terlalu tinggi
ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian ditambahkan
DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott Duran 1000
mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan disimpan di
lemari pendingin
b Pembuatan TBS (Tris Buffer Solution)
Larutan TBS dibuat sebanyak 1000 mL (pH 74) dengan bahan yang
terdiri dari NaCl KCl tris base Bahan-bahan kimia tersebut ditimbang dengan
timbangan analitik dan dipindahkan ke beaker glass yang dilarutkan
menggunakan DW sebanyak 300 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan
di atas hot plate stirrer Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan menggunakan
pH meter jika pH terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH
21
terlalu tinggi ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian
ditambahkan DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott
Duran 1000 mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan
disimpan di lemari pendingin
c Pembuatan Proteinase-K Solution
Proteinase-K ditimbang pada timbangan analitik Proteinase-K kemudian
dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 45 mL serta EDTA
05 M sebanyak 54 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot
plate stirrer tanpa dipanaskan Larutan yang telah homogen ditambahkan Sodium
Dedocyl Sulfate (SDS) 10 sebanyak 378 mL Larutan tersebut kemudian
dihomogenkan di hot plate stirrer tanpa dipanaskan
d Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 5x)
Larutan TBE 5x yang dibuat sebanyak 500 mL boric acid dan tris base
ditimbang dengan timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian
dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 500 mL dan EDTA
05 M sebanyak 10 mL Larutan tersebut dihomogenkan di atas hot plate stirrer
dipanaskan setelah homogen dimasukan ke dalam botol Schott Duran 500 mL
dan disimpan di lemari pendingin
e Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 1x)
Larutan TBE 1x dibuat dengan mengencerkan 200 mL TBE 5x Larutan
TBE 1x dipindahkan pada botol Schott Duran 1000 mL Larutan tersebut
ditambahkan DW sampai 1000 mL Larutan tersebut disimpan pada lemari
pendingin
22
f Pengenceran Primer Gen CEBPα (10 pMmicroL)
Primer dalam bentuk pelet diencerkan dengan TE Buffer untuk
memperoleh primer stock Primer forward diencerkan dengan 333 microL TE Buffer
sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer reverse diencerkan dengan
332 microL sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer yang digunakan
dalam penelitian ini adalah primer CEBPα yang didesain pada penelitian (Shin
et al 2007) dengan ukuran 20 pb Primer CEBPα forward (5´-
ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) dan reverse (5´-TCAAAGTCG
TTGCCGCCTCC-3´)
Primer forward dan reverse CEBPα stock (100 pMmicroL) masing-masing
diambil sebanyak 5 microL dengan micropipette 2 ndash 20 microL dan dicampurkan ke dalam
microcentrifuge tube 15 mL baru yang telah berisi DDW free nuclease sebanyak
45 microL Larutan tersebut dicampur hingga homogen dengan cara dilakukan
mengetuk berulang bagian bawah microcentrifuge tube menggunakan ujung jari
Pengenceran primer dilakukan di laminar air flow Microcentrifuge tube yang
berisi primer dilakukan spin down dengan spin down sentrifugator agar larutan
yang berada di dinding microcentrifuge tube turun ke dasar Primer kemudian
disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
g Pembuatan Alat Pemanenan DNA
Alat pemanen DNA dibuat dari pipet Pasteur yang dimodifikasi dengan
membentuk ujung pipet seperti kail Pembentukan tersebut dilakukan dengan
memanaskan pipet di atas bunsen spiritus kemudian ditarik secara perlahan dan
dibuat melengkung seperti kail
23
h Pembuatan Gel Agarosa
Serbuk gel agarosa sebanyak 1 g ditimbang dengan timbangan analitik dan
dipindahkan ke botol Schott Duran 250 mL Serbuk gel agarosa ditambahkan
TBE 1x sebanyak 100 mL kemudian dipanaskan dan dihomogenkan dengan hot
plate stirrer sampai bening Larutan yang sudah homogen dicetak pada wadah
pencetak gel yang sudah terdapat sisir untuk membuat sebanyak 20 sumuran dan
diamkan sampai padat atau mengeras
343 Pengambilan Sampel Darah Sapi
Darah sampel diambil melalui vena caudalis sebanyak 5 mL Pengambilan
darah dilakukan dengan mengangkat caudal (ekor) dari sapi vena caudalis dicari
dengan meraba bagian ekor Jarum yang telah terpasang holder ditusukkan pada
vena caudalis dan tabung vacutainer mengandung K3EDTA dipasang pada
holder Darah yang mengalir ditampung pada tabung vacutainer kemudian
dicabut setelah darah berhenti Jarum dan holder kemudian dicabut dari vena
caudalis Tabung vacutainer yang berisi darah disimpan pada freezer dengan
suhu -20oC
344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990)
DNA yang berasal dari darah diisolasi menggunakan metode Montgomery
amp Sise (1990) dengan prosedur sebagai berikut
a Red Blood Cell Lysis
Sampel darah sebanyak 5 mL dipindahkan tabung Falcon 15 mL dan
ditambahkan larutan RCLB (pH 72) sampai 7 mL Sampel darah dihomogenkan
dengan vortex dan didiamkan selama 10 menit Sampel kemudian disentrifugasi
dengan sentrifugator selama 10 menit suhu 4degC kecepatan 3500 rpm Sampel
24
ditimbang menggunakan timbangan ganda agar proses sentrifugasi berjalan
dengan sempurna jika berat belum seimbang maka ditambah larutan RCLB
Supernatan yang diperoleh setelah proses sentrifugasi kemudian dibuang
sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Pelet ditambahkan RCLB sampai 5
mL kemudian divorteks hingga pelet hancur atau homogen Sampel disentrifugasi
selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang
diperoleh kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet kembali
ditambahkan RCLB sampai 3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau
homogen dan didiamkan selama 10 menit kemudian dilanjutkan tahapan ekstraksi
DNA
b White Blood Cell Collection
Sampel tahapan sebelumnya kemudian ditambahkan TBS (pH 74)
sebanyak 5 mL dan dikocok sebentar Sampel disentrifugasi selama 10 menit
dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang diperoleh kemudian
dibuang sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Sampel kemudian
ditambahkan TBS sebanyak 5 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau
homogen Sampel selanjutnya disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC
dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang didapatkan kemudian dibuang
sehingga hanya pelet yang tersisa Sampel kemudian ditambahkan TBS sebanyak
3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau homogen
Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan
3500 rpm Sampel divorteks perlahan hingga lapisan merah hilang Supernatan
yang didapatkan kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet
25
selanjutnya dikeringkan setelah kering ditambahkan TE 2 mL Sampel divorteks
sampai pelet hancur atau homogen
c Protein Lysis
Sampel yang sudah homogen dengan larutan TE selanjutnya ditambahkan
Proteinase-K solution sebanyak 200 microL tanpa divorteks atau dihomogenkan
Tabung Falcon 15 mL yang berisi sampel selanjutnya di-seal menggunakan
parafilm Sampel diinkubasi menggunakan shaker Agigator selama 24 jam dengan
suhu 37degC dan kecepatan 150 rpm
d Pemanenan DNA
Sampel yang telah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya ditambahkan
NaCl 5 M pekat sebanyak 2 mL Sampel diberi goyangan dengan membentuk
pola angka 8 dengan sangat perlahan setelah itu dikocok kuat sebanyak 2 kali
Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 10degC dan kecepatan 3500
rpm Supernatan dituang pada tabung reaksi yang berisi alkohol absolut dingin
Bagian permukaan tabung reaksi ditutup dengan parafilm sampai rapat Tabung
reaksi dibolak-balikan sampai terbentuk gelembung-gelembung yang melayang
Fraksi gelembung yang melayang diambil dengan pipet Pasteur yang telah
dimodifikasi dan dicelupkan secara cepat ke dalam alkohol 70 kemudian
dikeringkan dengan tissue kimwipe Gumpalan tersebut dimasukan kedalam
microcentrifuge tube 15 mL yang telah berisikan DW steril sebanyak 200 microL
Sampel dihomogenkan menggunakan alat shaker pada suhu ruang agar larut
DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
26
345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi
Pengambilan rambut dilakukan pada bagian ekor minimal rambut
sebanyak 20 helai Rambut pada bagian ekor ditarik searah dengan titik tumbuh
dari rambut tersebut Tahapan tersebut dilakukan dengan cepat agar diperoleh
bagian rambut yang utuh dengan folikel Rambut tersebut ditempelkan pada kertas
dengan selotip berbahan kertas tanpa mengenai bagian folikel dan disimpan di
dalam amplop
346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)
Tahapan isolasi DNA dari rambut menggunakan gSYSCtrade DNA
Extraction Kit GS100 (Geneaid) dengan prosedur sebagai berikut
a Cell Lysis
Sepuluh helai rambut dipotong-potong dengan ukuran 05 ndash 1 cm
termasuk bagian folikel Potongan tersebut dipindahkan ke dalam microsentrifuge
tube 15 mL ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K
(dipastikan potongan terendam) dicampur dengan cara dikocok Larutan
diinkubasi dengan suhu 60degC selama 30 menit Pada proses inkubasi
microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung microcentrifuge tube
secara perlahan setiap 5 menit GSB Buffer sebanyak 200 μL ditambahkan dan
dikocok dengan kuat dan diinkubasi kembali pada suhu 60ordmC selama 20 menit
Selama proses inkubasi microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung
secara perlahan setiap 5 menit
b DNA Binding
Sampel tahapan sebelumnya ditambahkan 200 μL etanol absolut
dikocok dengan kuat selama 10 detik Endapan yang muncul dipecah dengan
27
menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan
tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan
tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit
Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi
dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru
c Pencucian
W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan
sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30
detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column
diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL
Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan
kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi
kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi
yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit
untuk mengeringkan kolom matriks
d Elution
GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube
15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak
100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke
bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit
untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column
disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan
elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak
DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
28
347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)
DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et
al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan
dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10
menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting
yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel
rambut diganti)
Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan
disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer
(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada
microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan
suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit
pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm
beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan
disimpan pada suhu -20 ordmC
348 Uji Kuantifikasi DNA
Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji
kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL
DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette
DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus
menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi
dan tingkat kemurnian
29
349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)
Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR
master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-
ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT
CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL
DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke
dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas
kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR
mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre
denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing
54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final
extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali
3410 Elektroforesis dan Visualisasi
Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis
horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan
TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL
dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm
dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down
Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker
DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran
Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan
listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki
elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt
selama 60 menit
30
Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam
dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel
agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa
divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator
3411 Sequencing DNA
Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai
ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward
dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan
metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit
(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing
menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)
Malaysia)
35 Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif
(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil
sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis
dianalisis secara deskriptif
351 Analisis Bioinformatika
Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan
kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian
hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak
ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian
dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment
Editor 725 (Hall 2001)
31
Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-
base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)
menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base
similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99
Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple
Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak
MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan
variasi basa sampel
32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi
Berbeda
DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut
DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil
kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari
sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang
mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut
menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini
Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan
metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut
dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai
kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada
Tabel 1
Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua
metode hasil penelitian
Pengulangan ke-
Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)
Kit Konvensional Kit Konvensional
1 Angus 269 102 2100 11100
2 FH 207 109 7810 11720
3 Simmental 263 111 231 11340
Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi
Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah
dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut
33
dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode
sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata
nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah
246plusmn034 dan 107plusmn005
Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar
17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)
Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran
kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di
bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari
tahapan masing-masing metode
Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian
genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya
kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang
dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA
Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi
DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan
meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa
denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan
meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan
nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian
DNA yang baik (gt20)
Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah
nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein
Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al
34
2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini
protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada
nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi
protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat
Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh
lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik
Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode
konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit
yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode
konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti
protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan
mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al
1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses
PCR (Demeke amp Jenkins 2010)
Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa
dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA
diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun
nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang
baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan
konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen
(Demeke amp Jenkins 2010)
Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan
hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit
untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional
35
pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang
cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada
penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal
Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan
konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan
RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)
42 Konfirmasi Gen CEBPα
Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan
dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan
pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain
oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar
1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)
yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701
(Lampiran 4)
Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh
semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di
antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan
panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa
dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)
Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah
dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan
program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa
penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda
Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC
36
(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah
dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut
namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk
membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)
Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339
bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO
Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya
perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer
Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari
merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini
perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1
menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses
tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing
yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template
DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang
Target 1339
bp
37
sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA
teramplifikasi sempurna
Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi
Program PCR
Pre
Denaturation Denaturation Annealing Extension
Final
Extension Siklus
Penelitian
Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40
Referensi
Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35
Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32
He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32
Keterangan tanda () = menit tanda () = detik
43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis
menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh
empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black
(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan
(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean
(XM_0252690201)) (Tabel 3)
Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat
prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis
komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari
runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data
tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database
(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang
38
komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga
mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)
Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan
persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan
referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak
(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat
dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi
Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3
Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI
Sampel Spesies Breed GenBank Accesion
Query Cover
Max Iden
Bali
(B sondaicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Pasundan (B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99
Friesians Holstein
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Angus (B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Peranakan Ongole
(B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99
Simmental
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99
39
Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau
kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di
GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan
kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen
CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen
identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen
fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)
Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang
dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden
2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan
seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi
Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap
sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67
(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki
urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki
runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian
akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover
95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover
99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3)
44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali
Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan
runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4
40
Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi
Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil
ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada
empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo
(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau
Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada
sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)
yaitu terletak pada enam posisi berbeda
Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank
Spesies_Breed Posisi Runutan Basa
88
97
103
271
567
733
832
855
870
921
926
931
957
1088
1149
1175
1196
B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G
B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C
B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T
C
B taurus_Angus C C
B taurus_ Friesians Holstein C C
B taurus_ Simmental C C
B indicus_ Pasundan C C
B indicus_ Peranakan Ongole C C
B sondaicus_ Bali C A C G A
Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T
Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)
Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi
Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi
Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196
(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi
tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)
Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa
yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali
41
memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut
memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut
Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi
Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru
Thymine (T) = merah)
42
Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen
CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson
gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi
dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi
Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki
1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan
mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali
Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi
Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B
banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal
usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan
sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel
sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki
kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus
atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)
(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH
Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya
variasi basa yang ditemukan
Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali
terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan
adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis
kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan
keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah
mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode
43
yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe
dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)
Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan
dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)
(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis
Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi
keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali
(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan
pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al
2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi
karakteristik dari daging sapi Bali
Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et
al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki
kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan
menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et
al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga
mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat
dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan
dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)
Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk
menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin
(subtropis)
Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan
sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi
44
lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan
daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki
kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang
lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari
karkas yang diperoleh
45
BAB V
PENUTUP
51 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa
1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan
PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)
2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi
Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa
3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi
DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit
52 Saran
Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah
populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme
(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak
dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi
tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar
memperoleh hasil yang maksimal
46
DAFTAR PUSTAKA
Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka
Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)
Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular
Research 14(3) 9370ndash9383
Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research
24(13) 2623ndash2625
Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan
Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39
Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan
Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor
Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice
Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773
Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176
Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the
National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7
Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash
ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24
Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods
PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990
Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797
Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11
Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga
47
Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method
of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231
Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194
Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and
Pathology 3(2) 133ndash137
Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food
Research International 43(7) 1866ndash1873
Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology
Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the
Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076
He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle
Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969
Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27
Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and
Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26
Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R
(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science
and Technology 46(6) 909ndash916
Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839
Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from
hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289
Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and
Evolution 33(7) 1870ndash1874
Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer
Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683
Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon
D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To
48
Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of
Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764
Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription
factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742
Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)
Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485
Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology
Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)
Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On
Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087
Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali
(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128
Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9
Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On
Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335
Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A
Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in
Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20
Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash
441
Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect
On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81
Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor
Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam
Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156
Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C
A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle
49
Journal Animal Science 80 3077ndash3085
Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in
The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72
Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water
Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A
Review Meat Science 89(2) 111ndash124
Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374
Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat
[Skripsi] Institut Pertanian Bogor
Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes
transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504
Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)
Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6
Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure
Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75
Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E
Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among
Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158
Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)
Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The
Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299
Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip
Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle
Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020
Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots
In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451
50
Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp
Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with
Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33
Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan
Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from
httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395
Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian
Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470
Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for
bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594
Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole
(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional
Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)
Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan
Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)
Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273
Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian
Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354
Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds
Biodiversitas 17(1) 275ndash295
Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)
Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131
Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang
Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107
Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence
of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554
Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508
Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The
51
CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)
Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19
Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter
Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316
Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular
Research 11(2) 1651ndash1661
Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The
CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077
Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia
(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25
Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20
Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle
Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954
Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal
Science 50(11) 499ndash502
52
LAMPIRAN
Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data
Gen Bank
Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178
Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283
Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247
Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank
Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank
53
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)
Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel
NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian
1
Darah
Pasundan 601 867 173
2 Pasundan 602 1035 194
3 Peranakan Ongole 1691 278 309
4 Peranakan Ongole 1693 234 434
5 Bali 59 173 941
6 Bali 64 192 502
7
Rambut
Angus 171405 105 21
8 Friesians Holstein 310102 202 781
9 Friesians Holstein 310158 116 1134
10 Simmental 4490 22 231
11 Simmental 6115 116 1134
9
Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1051kptsSR120102014 karakteristik sapi
Pasundan (Gambar 1) memiliki warna tubuh dominan merah bata terdapat warna
putih pada bagian pelvis dan keempat kaki bagian bawah (tarsus dan carpus)
dengan batasan yang tidak kontras Terdapat garis belut atau garis punggung
sepanjang punggung dengan warna lebih tua dari warna dominan (Gambar 1)
Sapi Pasundan memiliki hidung dan ujung ekor berwarna hitam dengan
bentuk tubuh segi empat serta memiliki tanduk dengan bentuk yang pendek tidak
seragam atau bervariasi dari ukuran kecil sampai besar (Baharun 2015 Sulasmi
et al 2017) Beberapa sapi Pasundan jantan dapat mengalami perubahan warna
dari merah bata menjadi hitam pada saat mencapai fase kelamin dewasa
Gambar 1 Sapi Pasundan di BPPT Sapi Potong Ciamis
(Sumber Baharun 2015)
23 Sapi Peranakan Ongole (PO)
Sapi Peranakan Ongole atau PO (B indicus) merupakan sapi hasil
persilangan secara grading up antara sapi Sumba Ongole dengan sapi Jawa
(Prasetya 2011 Sutarno amp Setyawan 2016) Sapi PO memiliki keunggulan
berupa tidak sulit dalam proses reproduksi dan tingkat kebuntingan nya tinggi
(Subiharta et al 2012) Populasi terbesar sapi PO berada di pulau Jawa terutama
Jawa Timur (Astuti 2004)
10
Karakteristik sapi PO (Gambar 2) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)
berwarna putih atau abu-abu warna hitam di ekor dan rambut di sekitar mata
bentuk kepala melengkung pendek tanduk pendek telinga menggantung yang
panjang dan perut yang agak besar terkadang ada bercak hitam di lututnya
Memiliki warna tubuh putih hingga keabu-abuan Sapi jantan memiliki warna
keabu-abuan lebih sering muncul di sekitar gelambir leher ekor dan kepala
sedangkan pada sapi betina warna putih lebih dominan (Sudrajad amp Adinata
2013)
Gambar 2 Sapi PO di Peternakan Terbuka (Sumber Kementerian Pertanian 2012)
24 Sapi Bali
Sapi Bali (B sondaicus) merupakan keturunan dari Banteng (B banteng)
(Talib 2002 Purwantara et al 2012) yang telah mengalami domestikasi selama
bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Sapi Bali merupakan salah satu sapi
asli Indonesia (Margawati 2012) Sapi Bali memiliki ciri fisik yang sedikit
mengalami perubahan dari banteng (Mahdi et al 2013) Sapi Bali mewakili 27
dari total populasi yang ada di Indonesia dan menjadi sapi utama untuk
peternakan kecil Populasi sapi Bali tersebar di pulau Bali Sulawesi Selatan
Nusa Tenggara Timur dan Barat (Purwantara et al 2012)
Karakteristik sapi Bali (Gambar 3) memiliki warna tubuh merah bata
memiliki garis belut atau garis di sepanjang punggung Warna sapi jantan akan
11
berubah kehitaman sedangkan warna sapi betina relatif tetap setelah dewasa Sapi
Bali tidak memiliki punuk dan keempat kaki bagian bawahnya berwarna putih
(Abidin 2010)
Gambar 3 Sapi Bali Betina dan Jantan (a) Betina (b) Jantan (Sumber Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali 2015)
25 Sapi Angus
Sapi Angus (B taurus) berasal dari Skotlandia Utara yang beriklim dingin
dan lembap Menurut Sutarno amp Setyawan (2016) Berat badan umur 15 tahun
dapat mencapai 650 kg Karakteristik sapi Angus (Gambar 4) memiliki bentuk
tubuh lebar dan rata Warna tubuh keseluruhan hitam namun terkadang ada
warna putih di bagian belakang bawah pusat tidak bertanduk bentuk tubuh rata
seperti papan dan dagingnya padat
Gambar 4 Sapi Angus di Peternakan Kabupaten Seragen
(Sumber Adinata et al 2017)
26 Sapi Simmental
Sapi Simmental (B taurus) merupakan salah satu jenis ternak tertua di
dunia yang bertahan hingga saat ini Sapi Simmental merupakan jenis sapi
(b) (a)
12
subtropis Sapi Simmental berasal dari Switzerland yang telah dijinakkan setelah
abad ke-13 Sapi Simmental dan semen beku pada tahun 1985 tiba di Indonesia
dari New Zealand dan Australia (Sutarno amp Setyawan 2016)
Karakteristik sapi Simmental (Gambar 5) menurut Sutarno amp Setyawan
(2016) memiliki tubuh yang berotot dan kukuh pertumbuhan otot yang cepat
jenis spesifik yang ditemukan di Indonesia memiliki wajah kuning atau merah
kecokelatan dengan kaki bawah putih dan ujung ekor putih Berat seekor sapi
dewasa bisa melebihi 1000 kilogram
Gambar 5 Sapi Simmental di Peternakan Tradisional
(Sumber Sutarno amp Setyawan 2016)
27 Sapi Friesians Holstein (FH)
Sapi Friesians Holstein (FH) (B taurus) telah dikembangkan sejak abad
ke-13 di Belanda (Belanda Utara dan Friesland) dan Jerman Utara (Schleswig-
Holstein) untuk menghasilkan sejenis ternak yang mampu mengonsumsi rumput
lokal Usaha untuk pengembang biakan menghasilkan ternak sapi perah terbaik di
dunia dengan warna hitam dan putih khas Sapi FH pertama kali diimpor dari
Belanda pada abad ke-19 (Sutarno amp Setyawan 2015)
Karakteristik sapi FH (Gambar 6) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)
umumnya berwarna hitam dengan warna putih garis-garis tetapi kadang-kadang
merah dengan garis-garis putih dan dengan batas warna yang jelas Kepala
13
panjang lebar dan lurus Sapi FH memiliki tanduk yang pendek dan melengkung
memiliki mulut lebar lubang hidung terbuka lebar rahang kuat telinga ukuran
sedang dahi lebar leher panjang dan tipis Bahu yang besar terletak di dinding
dada dan membentuk sendi yang baik dengan tubuh Punggung yang kokoh dan
rata dengan tulang punggung yang saling terhubung dengan baik
Gambar 6 Sapi FH di Peternakan Terbuka
(Sumber Sutarno amp Setyawan 2015)
28 Nutrisi dan Kualitas Daging Sapi
Daging sapi menjadi salah satu sumber pemenuhan protein yang memiliki
banyak kandungan nutrisi Kandungan nutrisi dari daging sapi berupa vitamin D
vitamin B12 zat besi selenium seng dan asam lemak esensial Omega 3 (Scollan
et al 2006) Kandungan lain dari daging sapi adalah 75 air 20 protein 3
lemak dan 2 substansi non-protein larut Substansi non-protein larut tersebut
berupa 45 nitrogen 45 karbohidrat 8 komponen anorganik 3 vitamin
dan 3 logam (Tornberg 2005)
Penjualan daging sapi dipengaruhi oleh daya tarik daging bagi konsumen
yang digambarkan sebagai kualitas daging Kualitas daging didefinisikan sebagai
sifat yang dirasakan konsumen secara visual dan sensoris (Becker 2000)
Kualitas daging diukur berdasarkan parameter berupa warna daging warna
lemak jumlah lemak (Glitsch 2000) tekstur nilai marbling (intramuscular fat)
14
(Lee et al 2007) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al
2011) dan lean meat (Dagong et al 2012)
Menurut Becker (2000) empat karakteristik makanan daging berkualitas
sebagai berikut (1) Karakteristik yang menunjukkan kandungan gizi protein
lemak kandungan karbohidrat (2) Karakteristik yang menunjukkan kualitas
pengolahan panjang sarkomer nilai pH warna kegemukan kapasitas pengikat
air (3) Karakteristik yang menunjukkan kualitas hygienic-toxicological residu
kontaminan status mikroorganisme zat aditif (4) Karakteristik yang
menunjukkan kualitas sensorik tekstur (tenderness juiciness) rasa atau bau dan
warna atau penampilan (marbling)
29 CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs)
CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs) merupakan keluarga
transkripsi yang mengandung domain leucine zipper dasar yang conserved atau
tidak berubah (Gambar 7) pada C-terminus yang terlibat dalam dimerisasi dan
pengikatan DNA (Ramji amp Foka 2002) Protein CEBP pertama kali
diidentifikasi di laboratorium Steve McKnight sebagai faktor stabil panas pada
inti hati tikus yang mampu berinteraksi dengan motif CCAAT box yang terdapat
pada beberapa promoter gen seluler (Johnson amp McKnight 1989)
Gen CCAATEnhancer Binding Protein (CEBP) merupakan keluarga faktor
transkripsi yang terekspresikan pada proses diferensiasi preadiposit (He et al
2011) Peran dari keluarga CEBP diantaranya pada diferensiasi seluler
mengontrol metabolisme proliferasi seluler regulasi peradangan (Ramji amp Foka
2002) siklus sel hematopoiesis perkembangan skeletal dan respons host imun
(Tsukada et al 2011) Terdapat enam anggota kelompok gen CEBP yang telah
15
diisolasi dan di karakterisasi yaitu CEBPα CEBPβ CEBPγ CEBPδ CEBPε
dan CEBPδ (Ramji amp Foka 2002) Gen tersebut memainkan peran penting dalam
diferensiasi adiposit (Lane et al 1999)
Gambar 7 Ilustrasi dari Leucine Zipper Domain
(Sumber Tsukada et al 2011)
210 Gen CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα)
Daerah promoter proksimal gen CCAATEnhancer Binding Protein α
(CEBPα) pada tikus pertama kali dicirikan dan menunjukkan mengandung
tempat pengikatan potensial untuk CEBP Sp1 Nuclear Factor (NF)-1 NF-Y
Upstream Stimulating Factor (USF) Basic Transcription Element Binding
Protein (BTEB) dan NF-Κb (Christy et al 1991) Promoter gen CEBPα dapat
diaktifkan secara otomatis di dalam sel yang dapat ditransfer melalui ekspresi dari
plasmid (Legraverend et al 1993)
Sequence gen CEBPα sapi memiliki kesamaan 899 pada urutan
nukleotida dan 925 urutan asam amino dengan gen tikus (Taniguchi amp Sasaki
1996) Gen CEBPα sapi seperti gen tikus yaitu bebas intron Open reading
frame (nukleotida 169 ndash 1230) pada gen CEBPα sapi mengodekan protein 353
16
residu asam amino yang merupakan lima asam amino lebih pendek dari pada
protein tikus (Taniguchi amp Sasaki 1996) Asam amino tersebut terekspresi
sebelum transkripsi gen spesifik adiposit yang memiliki situs pengikatan gen
CEBPα (Wang et al 2011) Urutan seperti kotak TATA terletak di nukleotida 13
ndash 18 namun situs mulai transkripsi tidak ditentukan (Taniguchi amp Sasaki 1996)
Faktor transkripsi CEBPα memainkan peranan penting selama
diferensiasi preadiposit menjadi adiposit Gen CEBPα diidentifikasi sebagai
Nuclear Factor (NF) yang di induksi saat diferensiasi yang mengikat secara
spesifik ke promotor beberapa gen (Vasseur-Cognet amp Lane 1993) Gen CEBPα
memainkan peran penting dalam pengendapan lemak dan diferensiasi adiposit
(Shin et al 2007) Gen CEBPα menjadi kandidat gen penting untuk
diidentifikasi secara marker genetik pada karkas dan sifat kualitas daging sapi
ternak (Shin et al 2007) Gen CEBPα juga dapat mengatur metabolisme energi
dan nutrisi dengan mengaktifkan beberapa gen spesifik seperti
phosphoenolpyruvate carboxykinase dan reseptor insulin (Park et al 1990)
211 Pengaruh Lingkungan Terhadap Kualitas Daging
Kondisi lingkungan berupa temperatur akan mempengaruhi keadaan
fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Kondisi lingkungan secara langsung
mempengaruhi proses metabolisme organ dan otot (Gregory 2010) Pada zona
nyaman sapi akan sedikit mengeluarkan energi dan tidak terpengaruh oleh
temperatur lingkungan sebaliknya jika berada diluar zona nyaman sapi akan
mengalami stres yang bertujuan untuk mengembalikan kepada kondisi tubuh yang
normal (Nardone et al 2006) Kondisi tersebut akan menyebabkan terjadinya
17
perubahan seperti pola makan fisiologis dan fungsi metabolisme pada kuantitas
dan kualitas produksi dari sapi itu sendiri
Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan menyebabkan terjadinya
penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et al 2001 Mader amp Davis
2004) yang terjadi pada sapi B indicus (Gregory 2010) Suhu di atas 30degC akan
menyebabkan terjadinya penurunan jumlah berat badan (Nardone et al 2006)
Pada periode yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi
perubahan fenotipe dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006 Gregory 2010)
18
BAB III
METODE
31 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari ndash Juni 2018 di
Laboratorium Genetika Molekuler Hewan Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI
Cibinong Jl Raya Bogor KM 46 Bogor Jawa Barat
32 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik
micropipette 10 microL 200 microL 1000 microL (Boesco dan Bio-Rad) dan pH meter
(Thermo Orion) tabung vacutainer mengandung K3EDTA holder dan jarum
needle ukuran 21G microcentrifuge tube 15 mL sentrifugator (Hermile Z 300
K) vortex (Barnstead Thermolyne) micropipette 1000 microL (Boesco) blue tips
white tips yellow tips shaker agigator (Thermo Scientific) parafilm pipet
Pasteur autoklaf (Trace Raypa) spektromotometer UV-Vis (GeneQuant) cuvette
dan laminar air flow (Telstar BH ndash 100) tangki elektroforesis horizontal (Bio-
Rad) power supply (Bio-Rad) timbangan analitik (Preciso XT 120A) hot plate
stirrer (Thermolyne Cimarec 2) pH meter (Thermo Orion) vortex (Barnstead
Thermolyne) Sentrifugator (HermLe Z 300 K) shaker (Bio Green) thermocycler
(Eppendorf) UV-transiluminator (Major Science)
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Red Cell Lysis Buffer
(RCLB) 250 mL pH 72 Tris Buffer Solution (TBS) 250 mL pH 74 TE Buffer
250 mL pH 8 Sodium Dedocyl Sulfate (SDS) (Mp Biomedicals) K3EDTA
(Garnier Bio One) Proteinase-K (Roche Diagnostic) PCR Buffer (Qiagen)
Proteinasi-K (Geneaid) proteinase-K Solution Ethylene Diamine Tetracetic Acid
19
(EDTA) (Mp Biomedicals) alkohol 70 alkohol absolut dingin tissue tissue
kimwipe NaCl Pekat Destillation Water (DW) steril Primer CEBPα forward
dan reverse (Integrated DNA Technolgies) TE buffer Double Destillation Water
(DDW) free nuclease (Ferementas) DNA ladder (Vivantis) PCR master mix kit
KAPA2G Robust (Kapa Biosystem) Gel Agarosa (Roche) boric acid (Merck)
tris base (Himedia) KCl (Merck) NaCl (Genetika Science) KHCO3 (Merck)
NH4Cl (Merck) Ethidium Bromida (EtBr) (Merck) gSYSCtrade DNA Extraction
Kit GS100 (Geneaid) amplop kertas
33 Sampel Penelitian
Breed sapi yang diteliti terbagi menjadi dua kelompok yaitu 1) Sapi potong
lokal (sapi Pasundan PO Bali) 2) Sapi potong introduksi (sapi Angus
Simmental FH) Sumber DNA berasal dari 1) Darah (sapi Pasundan PO Bali)
2) Rambut (sapi Angus Simmental FH) Darah atau rambut yang diambil
berasal dari dua individu berbeda setiap jenisnya kecuali sampel rambut sapi
Angus yang diperoleh dari satu individu saja
Jenis sapi yang diteliti berasal dari berbagai tempat yang berbeda yaitu 1)
Sapi Pasundan berasal dari Balai Pengembangan Perbibitan Ternak (BPPT) Sapi
Potong Ciamis 2) Sapi PO berasal dari BPPT Grobogan 3) Sapi Bali berasal dari
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Peninda Bali 4) sapi Angus
Simmental FH berasal dari Badan Embrio Ternak (BET) Cipelang Bogor
Regulasi dari BET yang tidak memperbolehkan pengambilan sampel darah
menjadi alasan utama diambilnya sampel rambut dari sapi Angus Simmental
FH Keseluruhan sampel rambut sapi yang diperoleh dari BET merupakan sapi
asli (origin) yang belum dilakukan perkawinan silang
20
34 Prosedur Kerja
341 Sterilisasi Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini di sterilisasi dengan
autoklaf pada suhu 121degC dan tekanan sebesar 1 atm selama 15 menit
342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA
a Pembuatan RCLB (Red Cell Blood Buffer)
Larutan RCLB dibuat sebanyak 1000 mL (pH 72) Larutan RCLB terbuat
dari bahan kimia NH4Cl dan KHCO3 Bahan tersebut ditimbang dengan
timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian dipindahkan ke beaker
glass dan ditambahkan EDTA 05 M sebanyak 200 microL serta DW sebanyak 300
mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot plate stirrer
Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan pH meter Nilai pH yang
terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH terlalu tinggi
ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian ditambahkan
DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott Duran 1000
mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan disimpan di
lemari pendingin
b Pembuatan TBS (Tris Buffer Solution)
Larutan TBS dibuat sebanyak 1000 mL (pH 74) dengan bahan yang
terdiri dari NaCl KCl tris base Bahan-bahan kimia tersebut ditimbang dengan
timbangan analitik dan dipindahkan ke beaker glass yang dilarutkan
menggunakan DW sebanyak 300 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan
di atas hot plate stirrer Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan menggunakan
pH meter jika pH terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH
21
terlalu tinggi ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian
ditambahkan DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott
Duran 1000 mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan
disimpan di lemari pendingin
c Pembuatan Proteinase-K Solution
Proteinase-K ditimbang pada timbangan analitik Proteinase-K kemudian
dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 45 mL serta EDTA
05 M sebanyak 54 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot
plate stirrer tanpa dipanaskan Larutan yang telah homogen ditambahkan Sodium
Dedocyl Sulfate (SDS) 10 sebanyak 378 mL Larutan tersebut kemudian
dihomogenkan di hot plate stirrer tanpa dipanaskan
d Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 5x)
Larutan TBE 5x yang dibuat sebanyak 500 mL boric acid dan tris base
ditimbang dengan timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian
dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 500 mL dan EDTA
05 M sebanyak 10 mL Larutan tersebut dihomogenkan di atas hot plate stirrer
dipanaskan setelah homogen dimasukan ke dalam botol Schott Duran 500 mL
dan disimpan di lemari pendingin
e Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 1x)
Larutan TBE 1x dibuat dengan mengencerkan 200 mL TBE 5x Larutan
TBE 1x dipindahkan pada botol Schott Duran 1000 mL Larutan tersebut
ditambahkan DW sampai 1000 mL Larutan tersebut disimpan pada lemari
pendingin
22
f Pengenceran Primer Gen CEBPα (10 pMmicroL)
Primer dalam bentuk pelet diencerkan dengan TE Buffer untuk
memperoleh primer stock Primer forward diencerkan dengan 333 microL TE Buffer
sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer reverse diencerkan dengan
332 microL sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer yang digunakan
dalam penelitian ini adalah primer CEBPα yang didesain pada penelitian (Shin
et al 2007) dengan ukuran 20 pb Primer CEBPα forward (5´-
ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) dan reverse (5´-TCAAAGTCG
TTGCCGCCTCC-3´)
Primer forward dan reverse CEBPα stock (100 pMmicroL) masing-masing
diambil sebanyak 5 microL dengan micropipette 2 ndash 20 microL dan dicampurkan ke dalam
microcentrifuge tube 15 mL baru yang telah berisi DDW free nuclease sebanyak
45 microL Larutan tersebut dicampur hingga homogen dengan cara dilakukan
mengetuk berulang bagian bawah microcentrifuge tube menggunakan ujung jari
Pengenceran primer dilakukan di laminar air flow Microcentrifuge tube yang
berisi primer dilakukan spin down dengan spin down sentrifugator agar larutan
yang berada di dinding microcentrifuge tube turun ke dasar Primer kemudian
disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
g Pembuatan Alat Pemanenan DNA
Alat pemanen DNA dibuat dari pipet Pasteur yang dimodifikasi dengan
membentuk ujung pipet seperti kail Pembentukan tersebut dilakukan dengan
memanaskan pipet di atas bunsen spiritus kemudian ditarik secara perlahan dan
dibuat melengkung seperti kail
23
h Pembuatan Gel Agarosa
Serbuk gel agarosa sebanyak 1 g ditimbang dengan timbangan analitik dan
dipindahkan ke botol Schott Duran 250 mL Serbuk gel agarosa ditambahkan
TBE 1x sebanyak 100 mL kemudian dipanaskan dan dihomogenkan dengan hot
plate stirrer sampai bening Larutan yang sudah homogen dicetak pada wadah
pencetak gel yang sudah terdapat sisir untuk membuat sebanyak 20 sumuran dan
diamkan sampai padat atau mengeras
343 Pengambilan Sampel Darah Sapi
Darah sampel diambil melalui vena caudalis sebanyak 5 mL Pengambilan
darah dilakukan dengan mengangkat caudal (ekor) dari sapi vena caudalis dicari
dengan meraba bagian ekor Jarum yang telah terpasang holder ditusukkan pada
vena caudalis dan tabung vacutainer mengandung K3EDTA dipasang pada
holder Darah yang mengalir ditampung pada tabung vacutainer kemudian
dicabut setelah darah berhenti Jarum dan holder kemudian dicabut dari vena
caudalis Tabung vacutainer yang berisi darah disimpan pada freezer dengan
suhu -20oC
344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990)
DNA yang berasal dari darah diisolasi menggunakan metode Montgomery
amp Sise (1990) dengan prosedur sebagai berikut
a Red Blood Cell Lysis
Sampel darah sebanyak 5 mL dipindahkan tabung Falcon 15 mL dan
ditambahkan larutan RCLB (pH 72) sampai 7 mL Sampel darah dihomogenkan
dengan vortex dan didiamkan selama 10 menit Sampel kemudian disentrifugasi
dengan sentrifugator selama 10 menit suhu 4degC kecepatan 3500 rpm Sampel
24
ditimbang menggunakan timbangan ganda agar proses sentrifugasi berjalan
dengan sempurna jika berat belum seimbang maka ditambah larutan RCLB
Supernatan yang diperoleh setelah proses sentrifugasi kemudian dibuang
sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Pelet ditambahkan RCLB sampai 5
mL kemudian divorteks hingga pelet hancur atau homogen Sampel disentrifugasi
selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang
diperoleh kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet kembali
ditambahkan RCLB sampai 3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau
homogen dan didiamkan selama 10 menit kemudian dilanjutkan tahapan ekstraksi
DNA
b White Blood Cell Collection
Sampel tahapan sebelumnya kemudian ditambahkan TBS (pH 74)
sebanyak 5 mL dan dikocok sebentar Sampel disentrifugasi selama 10 menit
dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang diperoleh kemudian
dibuang sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Sampel kemudian
ditambahkan TBS sebanyak 5 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau
homogen Sampel selanjutnya disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC
dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang didapatkan kemudian dibuang
sehingga hanya pelet yang tersisa Sampel kemudian ditambahkan TBS sebanyak
3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau homogen
Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan
3500 rpm Sampel divorteks perlahan hingga lapisan merah hilang Supernatan
yang didapatkan kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet
25
selanjutnya dikeringkan setelah kering ditambahkan TE 2 mL Sampel divorteks
sampai pelet hancur atau homogen
c Protein Lysis
Sampel yang sudah homogen dengan larutan TE selanjutnya ditambahkan
Proteinase-K solution sebanyak 200 microL tanpa divorteks atau dihomogenkan
Tabung Falcon 15 mL yang berisi sampel selanjutnya di-seal menggunakan
parafilm Sampel diinkubasi menggunakan shaker Agigator selama 24 jam dengan
suhu 37degC dan kecepatan 150 rpm
d Pemanenan DNA
Sampel yang telah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya ditambahkan
NaCl 5 M pekat sebanyak 2 mL Sampel diberi goyangan dengan membentuk
pola angka 8 dengan sangat perlahan setelah itu dikocok kuat sebanyak 2 kali
Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 10degC dan kecepatan 3500
rpm Supernatan dituang pada tabung reaksi yang berisi alkohol absolut dingin
Bagian permukaan tabung reaksi ditutup dengan parafilm sampai rapat Tabung
reaksi dibolak-balikan sampai terbentuk gelembung-gelembung yang melayang
Fraksi gelembung yang melayang diambil dengan pipet Pasteur yang telah
dimodifikasi dan dicelupkan secara cepat ke dalam alkohol 70 kemudian
dikeringkan dengan tissue kimwipe Gumpalan tersebut dimasukan kedalam
microcentrifuge tube 15 mL yang telah berisikan DW steril sebanyak 200 microL
Sampel dihomogenkan menggunakan alat shaker pada suhu ruang agar larut
DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
26
345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi
Pengambilan rambut dilakukan pada bagian ekor minimal rambut
sebanyak 20 helai Rambut pada bagian ekor ditarik searah dengan titik tumbuh
dari rambut tersebut Tahapan tersebut dilakukan dengan cepat agar diperoleh
bagian rambut yang utuh dengan folikel Rambut tersebut ditempelkan pada kertas
dengan selotip berbahan kertas tanpa mengenai bagian folikel dan disimpan di
dalam amplop
346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)
Tahapan isolasi DNA dari rambut menggunakan gSYSCtrade DNA
Extraction Kit GS100 (Geneaid) dengan prosedur sebagai berikut
a Cell Lysis
Sepuluh helai rambut dipotong-potong dengan ukuran 05 ndash 1 cm
termasuk bagian folikel Potongan tersebut dipindahkan ke dalam microsentrifuge
tube 15 mL ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K
(dipastikan potongan terendam) dicampur dengan cara dikocok Larutan
diinkubasi dengan suhu 60degC selama 30 menit Pada proses inkubasi
microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung microcentrifuge tube
secara perlahan setiap 5 menit GSB Buffer sebanyak 200 μL ditambahkan dan
dikocok dengan kuat dan diinkubasi kembali pada suhu 60ordmC selama 20 menit
Selama proses inkubasi microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung
secara perlahan setiap 5 menit
b DNA Binding
Sampel tahapan sebelumnya ditambahkan 200 μL etanol absolut
dikocok dengan kuat selama 10 detik Endapan yang muncul dipecah dengan
27
menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan
tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan
tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit
Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi
dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru
c Pencucian
W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan
sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30
detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column
diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL
Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan
kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi
kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi
yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit
untuk mengeringkan kolom matriks
d Elution
GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube
15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak
100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke
bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit
untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column
disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan
elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak
DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
28
347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)
DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et
al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan
dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10
menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting
yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel
rambut diganti)
Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan
disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer
(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada
microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan
suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit
pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm
beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan
disimpan pada suhu -20 ordmC
348 Uji Kuantifikasi DNA
Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji
kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL
DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette
DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus
menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi
dan tingkat kemurnian
29
349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)
Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR
master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-
ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT
CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL
DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke
dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas
kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR
mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre
denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing
54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final
extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali
3410 Elektroforesis dan Visualisasi
Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis
horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan
TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL
dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm
dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down
Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker
DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran
Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan
listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki
elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt
selama 60 menit
30
Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam
dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel
agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa
divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator
3411 Sequencing DNA
Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai
ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward
dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan
metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit
(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing
menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)
Malaysia)
35 Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif
(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil
sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis
dianalisis secara deskriptif
351 Analisis Bioinformatika
Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan
kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian
hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak
ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian
dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment
Editor 725 (Hall 2001)
31
Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-
base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)
menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base
similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99
Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple
Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak
MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan
variasi basa sampel
32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi
Berbeda
DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut
DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil
kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari
sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang
mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut
menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini
Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan
metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut
dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai
kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada
Tabel 1
Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua
metode hasil penelitian
Pengulangan ke-
Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)
Kit Konvensional Kit Konvensional
1 Angus 269 102 2100 11100
2 FH 207 109 7810 11720
3 Simmental 263 111 231 11340
Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi
Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah
dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut
33
dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode
sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata
nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah
246plusmn034 dan 107plusmn005
Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar
17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)
Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran
kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di
bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari
tahapan masing-masing metode
Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian
genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya
kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang
dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA
Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi
DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan
meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa
denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan
meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan
nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian
DNA yang baik (gt20)
Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah
nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein
Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al
34
2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini
protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada
nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi
protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat
Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh
lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik
Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode
konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit
yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode
konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti
protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan
mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al
1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses
PCR (Demeke amp Jenkins 2010)
Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa
dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA
diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun
nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang
baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan
konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen
(Demeke amp Jenkins 2010)
Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan
hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit
untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional
35
pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang
cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada
penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal
Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan
konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan
RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)
42 Konfirmasi Gen CEBPα
Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan
dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan
pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain
oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar
1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)
yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701
(Lampiran 4)
Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh
semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di
antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan
panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa
dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)
Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah
dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan
program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa
penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda
Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC
36
(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah
dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut
namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk
membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)
Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339
bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO
Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya
perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer
Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari
merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini
perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1
menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses
tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing
yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template
DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang
Target 1339
bp
37
sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA
teramplifikasi sempurna
Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi
Program PCR
Pre
Denaturation Denaturation Annealing Extension
Final
Extension Siklus
Penelitian
Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40
Referensi
Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35
Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32
He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32
Keterangan tanda () = menit tanda () = detik
43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis
menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh
empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black
(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan
(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean
(XM_0252690201)) (Tabel 3)
Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat
prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis
komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari
runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data
tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database
(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang
38
komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga
mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)
Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan
persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan
referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak
(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat
dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi
Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3
Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI
Sampel Spesies Breed GenBank Accesion
Query Cover
Max Iden
Bali
(B sondaicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Pasundan (B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99
Friesians Holstein
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Angus (B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Peranakan Ongole
(B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99
Simmental
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99
39
Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau
kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di
GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan
kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen
CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen
identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen
fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)
Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang
dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden
2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan
seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi
Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap
sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67
(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki
urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki
runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian
akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover
95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover
99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3)
44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali
Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan
runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4
40
Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi
Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil
ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada
empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo
(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau
Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada
sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)
yaitu terletak pada enam posisi berbeda
Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank
Spesies_Breed Posisi Runutan Basa
88
97
103
271
567
733
832
855
870
921
926
931
957
1088
1149
1175
1196
B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G
B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C
B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T
C
B taurus_Angus C C
B taurus_ Friesians Holstein C C
B taurus_ Simmental C C
B indicus_ Pasundan C C
B indicus_ Peranakan Ongole C C
B sondaicus_ Bali C A C G A
Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T
Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)
Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi
Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi
Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196
(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi
tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)
Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa
yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali
41
memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut
memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut
Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi
Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru
Thymine (T) = merah)
42
Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen
CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson
gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi
dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi
Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki
1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan
mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali
Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi
Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B
banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal
usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan
sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel
sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki
kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus
atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)
(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH
Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya
variasi basa yang ditemukan
Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali
terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan
adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis
kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan
keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah
mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode
43
yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe
dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)
Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan
dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)
(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis
Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi
keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali
(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan
pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al
2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi
karakteristik dari daging sapi Bali
Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et
al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki
kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan
menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et
al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga
mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat
dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan
dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)
Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk
menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin
(subtropis)
Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan
sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi
44
lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan
daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki
kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang
lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari
karkas yang diperoleh
45
BAB V
PENUTUP
51 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa
1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan
PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)
2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi
Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa
3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi
DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit
52 Saran
Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah
populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme
(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak
dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi
tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar
memperoleh hasil yang maksimal
46
DAFTAR PUSTAKA
Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka
Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)
Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular
Research 14(3) 9370ndash9383
Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research
24(13) 2623ndash2625
Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan
Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39
Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan
Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor
Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice
Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773
Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176
Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the
National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7
Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash
ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24
Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods
PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990
Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797
Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11
Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga
47
Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method
of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231
Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194
Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and
Pathology 3(2) 133ndash137
Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food
Research International 43(7) 1866ndash1873
Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology
Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the
Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076
He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle
Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969
Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27
Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and
Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26
Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R
(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science
and Technology 46(6) 909ndash916
Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839
Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from
hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289
Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and
Evolution 33(7) 1870ndash1874
Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer
Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683
Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon
D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To
48
Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of
Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764
Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription
factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742
Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)
Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485
Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology
Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)
Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On
Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087
Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali
(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128
Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9
Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On
Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335
Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A
Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in
Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20
Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash
441
Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect
On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81
Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor
Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam
Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156
Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C
A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle
49
Journal Animal Science 80 3077ndash3085
Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in
The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72
Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water
Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A
Review Meat Science 89(2) 111ndash124
Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374
Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat
[Skripsi] Institut Pertanian Bogor
Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes
transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504
Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)
Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6
Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure
Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75
Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E
Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among
Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158
Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)
Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The
Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299
Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip
Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle
Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020
Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots
In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451
50
Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp
Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with
Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33
Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan
Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from
httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395
Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian
Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470
Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for
bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594
Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole
(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional
Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)
Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan
Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)
Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273
Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian
Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354
Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds
Biodiversitas 17(1) 275ndash295
Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)
Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131
Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang
Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107
Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence
of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554
Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508
Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The
51
CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)
Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19
Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter
Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316
Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular
Research 11(2) 1651ndash1661
Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The
CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077
Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia
(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25
Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20
Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle
Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954
Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal
Science 50(11) 499ndash502
52
LAMPIRAN
Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data
Gen Bank
Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178
Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283
Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247
Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank
Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank
53
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)
Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel
NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian
1
Darah
Pasundan 601 867 173
2 Pasundan 602 1035 194
3 Peranakan Ongole 1691 278 309
4 Peranakan Ongole 1693 234 434
5 Bali 59 173 941
6 Bali 64 192 502
7
Rambut
Angus 171405 105 21
8 Friesians Holstein 310102 202 781
9 Friesians Holstein 310158 116 1134
10 Simmental 4490 22 231
11 Simmental 6115 116 1134
10
Karakteristik sapi PO (Gambar 2) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)
berwarna putih atau abu-abu warna hitam di ekor dan rambut di sekitar mata
bentuk kepala melengkung pendek tanduk pendek telinga menggantung yang
panjang dan perut yang agak besar terkadang ada bercak hitam di lututnya
Memiliki warna tubuh putih hingga keabu-abuan Sapi jantan memiliki warna
keabu-abuan lebih sering muncul di sekitar gelambir leher ekor dan kepala
sedangkan pada sapi betina warna putih lebih dominan (Sudrajad amp Adinata
2013)
Gambar 2 Sapi PO di Peternakan Terbuka (Sumber Kementerian Pertanian 2012)
24 Sapi Bali
Sapi Bali (B sondaicus) merupakan keturunan dari Banteng (B banteng)
(Talib 2002 Purwantara et al 2012) yang telah mengalami domestikasi selama
bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Sapi Bali merupakan salah satu sapi
asli Indonesia (Margawati 2012) Sapi Bali memiliki ciri fisik yang sedikit
mengalami perubahan dari banteng (Mahdi et al 2013) Sapi Bali mewakili 27
dari total populasi yang ada di Indonesia dan menjadi sapi utama untuk
peternakan kecil Populasi sapi Bali tersebar di pulau Bali Sulawesi Selatan
Nusa Tenggara Timur dan Barat (Purwantara et al 2012)
Karakteristik sapi Bali (Gambar 3) memiliki warna tubuh merah bata
memiliki garis belut atau garis di sepanjang punggung Warna sapi jantan akan
11
berubah kehitaman sedangkan warna sapi betina relatif tetap setelah dewasa Sapi
Bali tidak memiliki punuk dan keempat kaki bagian bawahnya berwarna putih
(Abidin 2010)
Gambar 3 Sapi Bali Betina dan Jantan (a) Betina (b) Jantan (Sumber Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali 2015)
25 Sapi Angus
Sapi Angus (B taurus) berasal dari Skotlandia Utara yang beriklim dingin
dan lembap Menurut Sutarno amp Setyawan (2016) Berat badan umur 15 tahun
dapat mencapai 650 kg Karakteristik sapi Angus (Gambar 4) memiliki bentuk
tubuh lebar dan rata Warna tubuh keseluruhan hitam namun terkadang ada
warna putih di bagian belakang bawah pusat tidak bertanduk bentuk tubuh rata
seperti papan dan dagingnya padat
Gambar 4 Sapi Angus di Peternakan Kabupaten Seragen
(Sumber Adinata et al 2017)
26 Sapi Simmental
Sapi Simmental (B taurus) merupakan salah satu jenis ternak tertua di
dunia yang bertahan hingga saat ini Sapi Simmental merupakan jenis sapi
(b) (a)
12
subtropis Sapi Simmental berasal dari Switzerland yang telah dijinakkan setelah
abad ke-13 Sapi Simmental dan semen beku pada tahun 1985 tiba di Indonesia
dari New Zealand dan Australia (Sutarno amp Setyawan 2016)
Karakteristik sapi Simmental (Gambar 5) menurut Sutarno amp Setyawan
(2016) memiliki tubuh yang berotot dan kukuh pertumbuhan otot yang cepat
jenis spesifik yang ditemukan di Indonesia memiliki wajah kuning atau merah
kecokelatan dengan kaki bawah putih dan ujung ekor putih Berat seekor sapi
dewasa bisa melebihi 1000 kilogram
Gambar 5 Sapi Simmental di Peternakan Tradisional
(Sumber Sutarno amp Setyawan 2016)
27 Sapi Friesians Holstein (FH)
Sapi Friesians Holstein (FH) (B taurus) telah dikembangkan sejak abad
ke-13 di Belanda (Belanda Utara dan Friesland) dan Jerman Utara (Schleswig-
Holstein) untuk menghasilkan sejenis ternak yang mampu mengonsumsi rumput
lokal Usaha untuk pengembang biakan menghasilkan ternak sapi perah terbaik di
dunia dengan warna hitam dan putih khas Sapi FH pertama kali diimpor dari
Belanda pada abad ke-19 (Sutarno amp Setyawan 2015)
Karakteristik sapi FH (Gambar 6) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)
umumnya berwarna hitam dengan warna putih garis-garis tetapi kadang-kadang
merah dengan garis-garis putih dan dengan batas warna yang jelas Kepala
13
panjang lebar dan lurus Sapi FH memiliki tanduk yang pendek dan melengkung
memiliki mulut lebar lubang hidung terbuka lebar rahang kuat telinga ukuran
sedang dahi lebar leher panjang dan tipis Bahu yang besar terletak di dinding
dada dan membentuk sendi yang baik dengan tubuh Punggung yang kokoh dan
rata dengan tulang punggung yang saling terhubung dengan baik
Gambar 6 Sapi FH di Peternakan Terbuka
(Sumber Sutarno amp Setyawan 2015)
28 Nutrisi dan Kualitas Daging Sapi
Daging sapi menjadi salah satu sumber pemenuhan protein yang memiliki
banyak kandungan nutrisi Kandungan nutrisi dari daging sapi berupa vitamin D
vitamin B12 zat besi selenium seng dan asam lemak esensial Omega 3 (Scollan
et al 2006) Kandungan lain dari daging sapi adalah 75 air 20 protein 3
lemak dan 2 substansi non-protein larut Substansi non-protein larut tersebut
berupa 45 nitrogen 45 karbohidrat 8 komponen anorganik 3 vitamin
dan 3 logam (Tornberg 2005)
Penjualan daging sapi dipengaruhi oleh daya tarik daging bagi konsumen
yang digambarkan sebagai kualitas daging Kualitas daging didefinisikan sebagai
sifat yang dirasakan konsumen secara visual dan sensoris (Becker 2000)
Kualitas daging diukur berdasarkan parameter berupa warna daging warna
lemak jumlah lemak (Glitsch 2000) tekstur nilai marbling (intramuscular fat)
14
(Lee et al 2007) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al
2011) dan lean meat (Dagong et al 2012)
Menurut Becker (2000) empat karakteristik makanan daging berkualitas
sebagai berikut (1) Karakteristik yang menunjukkan kandungan gizi protein
lemak kandungan karbohidrat (2) Karakteristik yang menunjukkan kualitas
pengolahan panjang sarkomer nilai pH warna kegemukan kapasitas pengikat
air (3) Karakteristik yang menunjukkan kualitas hygienic-toxicological residu
kontaminan status mikroorganisme zat aditif (4) Karakteristik yang
menunjukkan kualitas sensorik tekstur (tenderness juiciness) rasa atau bau dan
warna atau penampilan (marbling)
29 CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs)
CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs) merupakan keluarga
transkripsi yang mengandung domain leucine zipper dasar yang conserved atau
tidak berubah (Gambar 7) pada C-terminus yang terlibat dalam dimerisasi dan
pengikatan DNA (Ramji amp Foka 2002) Protein CEBP pertama kali
diidentifikasi di laboratorium Steve McKnight sebagai faktor stabil panas pada
inti hati tikus yang mampu berinteraksi dengan motif CCAAT box yang terdapat
pada beberapa promoter gen seluler (Johnson amp McKnight 1989)
Gen CCAATEnhancer Binding Protein (CEBP) merupakan keluarga faktor
transkripsi yang terekspresikan pada proses diferensiasi preadiposit (He et al
2011) Peran dari keluarga CEBP diantaranya pada diferensiasi seluler
mengontrol metabolisme proliferasi seluler regulasi peradangan (Ramji amp Foka
2002) siklus sel hematopoiesis perkembangan skeletal dan respons host imun
(Tsukada et al 2011) Terdapat enam anggota kelompok gen CEBP yang telah
15
diisolasi dan di karakterisasi yaitu CEBPα CEBPβ CEBPγ CEBPδ CEBPε
dan CEBPδ (Ramji amp Foka 2002) Gen tersebut memainkan peran penting dalam
diferensiasi adiposit (Lane et al 1999)
Gambar 7 Ilustrasi dari Leucine Zipper Domain
(Sumber Tsukada et al 2011)
210 Gen CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα)
Daerah promoter proksimal gen CCAATEnhancer Binding Protein α
(CEBPα) pada tikus pertama kali dicirikan dan menunjukkan mengandung
tempat pengikatan potensial untuk CEBP Sp1 Nuclear Factor (NF)-1 NF-Y
Upstream Stimulating Factor (USF) Basic Transcription Element Binding
Protein (BTEB) dan NF-Κb (Christy et al 1991) Promoter gen CEBPα dapat
diaktifkan secara otomatis di dalam sel yang dapat ditransfer melalui ekspresi dari
plasmid (Legraverend et al 1993)
Sequence gen CEBPα sapi memiliki kesamaan 899 pada urutan
nukleotida dan 925 urutan asam amino dengan gen tikus (Taniguchi amp Sasaki
1996) Gen CEBPα sapi seperti gen tikus yaitu bebas intron Open reading
frame (nukleotida 169 ndash 1230) pada gen CEBPα sapi mengodekan protein 353
16
residu asam amino yang merupakan lima asam amino lebih pendek dari pada
protein tikus (Taniguchi amp Sasaki 1996) Asam amino tersebut terekspresi
sebelum transkripsi gen spesifik adiposit yang memiliki situs pengikatan gen
CEBPα (Wang et al 2011) Urutan seperti kotak TATA terletak di nukleotida 13
ndash 18 namun situs mulai transkripsi tidak ditentukan (Taniguchi amp Sasaki 1996)
Faktor transkripsi CEBPα memainkan peranan penting selama
diferensiasi preadiposit menjadi adiposit Gen CEBPα diidentifikasi sebagai
Nuclear Factor (NF) yang di induksi saat diferensiasi yang mengikat secara
spesifik ke promotor beberapa gen (Vasseur-Cognet amp Lane 1993) Gen CEBPα
memainkan peran penting dalam pengendapan lemak dan diferensiasi adiposit
(Shin et al 2007) Gen CEBPα menjadi kandidat gen penting untuk
diidentifikasi secara marker genetik pada karkas dan sifat kualitas daging sapi
ternak (Shin et al 2007) Gen CEBPα juga dapat mengatur metabolisme energi
dan nutrisi dengan mengaktifkan beberapa gen spesifik seperti
phosphoenolpyruvate carboxykinase dan reseptor insulin (Park et al 1990)
211 Pengaruh Lingkungan Terhadap Kualitas Daging
Kondisi lingkungan berupa temperatur akan mempengaruhi keadaan
fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Kondisi lingkungan secara langsung
mempengaruhi proses metabolisme organ dan otot (Gregory 2010) Pada zona
nyaman sapi akan sedikit mengeluarkan energi dan tidak terpengaruh oleh
temperatur lingkungan sebaliknya jika berada diluar zona nyaman sapi akan
mengalami stres yang bertujuan untuk mengembalikan kepada kondisi tubuh yang
normal (Nardone et al 2006) Kondisi tersebut akan menyebabkan terjadinya
17
perubahan seperti pola makan fisiologis dan fungsi metabolisme pada kuantitas
dan kualitas produksi dari sapi itu sendiri
Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan menyebabkan terjadinya
penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et al 2001 Mader amp Davis
2004) yang terjadi pada sapi B indicus (Gregory 2010) Suhu di atas 30degC akan
menyebabkan terjadinya penurunan jumlah berat badan (Nardone et al 2006)
Pada periode yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi
perubahan fenotipe dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006 Gregory 2010)
18
BAB III
METODE
31 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari ndash Juni 2018 di
Laboratorium Genetika Molekuler Hewan Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI
Cibinong Jl Raya Bogor KM 46 Bogor Jawa Barat
32 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik
micropipette 10 microL 200 microL 1000 microL (Boesco dan Bio-Rad) dan pH meter
(Thermo Orion) tabung vacutainer mengandung K3EDTA holder dan jarum
needle ukuran 21G microcentrifuge tube 15 mL sentrifugator (Hermile Z 300
K) vortex (Barnstead Thermolyne) micropipette 1000 microL (Boesco) blue tips
white tips yellow tips shaker agigator (Thermo Scientific) parafilm pipet
Pasteur autoklaf (Trace Raypa) spektromotometer UV-Vis (GeneQuant) cuvette
dan laminar air flow (Telstar BH ndash 100) tangki elektroforesis horizontal (Bio-
Rad) power supply (Bio-Rad) timbangan analitik (Preciso XT 120A) hot plate
stirrer (Thermolyne Cimarec 2) pH meter (Thermo Orion) vortex (Barnstead
Thermolyne) Sentrifugator (HermLe Z 300 K) shaker (Bio Green) thermocycler
(Eppendorf) UV-transiluminator (Major Science)
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Red Cell Lysis Buffer
(RCLB) 250 mL pH 72 Tris Buffer Solution (TBS) 250 mL pH 74 TE Buffer
250 mL pH 8 Sodium Dedocyl Sulfate (SDS) (Mp Biomedicals) K3EDTA
(Garnier Bio One) Proteinase-K (Roche Diagnostic) PCR Buffer (Qiagen)
Proteinasi-K (Geneaid) proteinase-K Solution Ethylene Diamine Tetracetic Acid
19
(EDTA) (Mp Biomedicals) alkohol 70 alkohol absolut dingin tissue tissue
kimwipe NaCl Pekat Destillation Water (DW) steril Primer CEBPα forward
dan reverse (Integrated DNA Technolgies) TE buffer Double Destillation Water
(DDW) free nuclease (Ferementas) DNA ladder (Vivantis) PCR master mix kit
KAPA2G Robust (Kapa Biosystem) Gel Agarosa (Roche) boric acid (Merck)
tris base (Himedia) KCl (Merck) NaCl (Genetika Science) KHCO3 (Merck)
NH4Cl (Merck) Ethidium Bromida (EtBr) (Merck) gSYSCtrade DNA Extraction
Kit GS100 (Geneaid) amplop kertas
33 Sampel Penelitian
Breed sapi yang diteliti terbagi menjadi dua kelompok yaitu 1) Sapi potong
lokal (sapi Pasundan PO Bali) 2) Sapi potong introduksi (sapi Angus
Simmental FH) Sumber DNA berasal dari 1) Darah (sapi Pasundan PO Bali)
2) Rambut (sapi Angus Simmental FH) Darah atau rambut yang diambil
berasal dari dua individu berbeda setiap jenisnya kecuali sampel rambut sapi
Angus yang diperoleh dari satu individu saja
Jenis sapi yang diteliti berasal dari berbagai tempat yang berbeda yaitu 1)
Sapi Pasundan berasal dari Balai Pengembangan Perbibitan Ternak (BPPT) Sapi
Potong Ciamis 2) Sapi PO berasal dari BPPT Grobogan 3) Sapi Bali berasal dari
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Peninda Bali 4) sapi Angus
Simmental FH berasal dari Badan Embrio Ternak (BET) Cipelang Bogor
Regulasi dari BET yang tidak memperbolehkan pengambilan sampel darah
menjadi alasan utama diambilnya sampel rambut dari sapi Angus Simmental
FH Keseluruhan sampel rambut sapi yang diperoleh dari BET merupakan sapi
asli (origin) yang belum dilakukan perkawinan silang
20
34 Prosedur Kerja
341 Sterilisasi Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini di sterilisasi dengan
autoklaf pada suhu 121degC dan tekanan sebesar 1 atm selama 15 menit
342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA
a Pembuatan RCLB (Red Cell Blood Buffer)
Larutan RCLB dibuat sebanyak 1000 mL (pH 72) Larutan RCLB terbuat
dari bahan kimia NH4Cl dan KHCO3 Bahan tersebut ditimbang dengan
timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian dipindahkan ke beaker
glass dan ditambahkan EDTA 05 M sebanyak 200 microL serta DW sebanyak 300
mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot plate stirrer
Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan pH meter Nilai pH yang
terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH terlalu tinggi
ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian ditambahkan
DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott Duran 1000
mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan disimpan di
lemari pendingin
b Pembuatan TBS (Tris Buffer Solution)
Larutan TBS dibuat sebanyak 1000 mL (pH 74) dengan bahan yang
terdiri dari NaCl KCl tris base Bahan-bahan kimia tersebut ditimbang dengan
timbangan analitik dan dipindahkan ke beaker glass yang dilarutkan
menggunakan DW sebanyak 300 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan
di atas hot plate stirrer Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan menggunakan
pH meter jika pH terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH
21
terlalu tinggi ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian
ditambahkan DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott
Duran 1000 mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan
disimpan di lemari pendingin
c Pembuatan Proteinase-K Solution
Proteinase-K ditimbang pada timbangan analitik Proteinase-K kemudian
dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 45 mL serta EDTA
05 M sebanyak 54 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot
plate stirrer tanpa dipanaskan Larutan yang telah homogen ditambahkan Sodium
Dedocyl Sulfate (SDS) 10 sebanyak 378 mL Larutan tersebut kemudian
dihomogenkan di hot plate stirrer tanpa dipanaskan
d Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 5x)
Larutan TBE 5x yang dibuat sebanyak 500 mL boric acid dan tris base
ditimbang dengan timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian
dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 500 mL dan EDTA
05 M sebanyak 10 mL Larutan tersebut dihomogenkan di atas hot plate stirrer
dipanaskan setelah homogen dimasukan ke dalam botol Schott Duran 500 mL
dan disimpan di lemari pendingin
e Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 1x)
Larutan TBE 1x dibuat dengan mengencerkan 200 mL TBE 5x Larutan
TBE 1x dipindahkan pada botol Schott Duran 1000 mL Larutan tersebut
ditambahkan DW sampai 1000 mL Larutan tersebut disimpan pada lemari
pendingin
22
f Pengenceran Primer Gen CEBPα (10 pMmicroL)
Primer dalam bentuk pelet diencerkan dengan TE Buffer untuk
memperoleh primer stock Primer forward diencerkan dengan 333 microL TE Buffer
sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer reverse diencerkan dengan
332 microL sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer yang digunakan
dalam penelitian ini adalah primer CEBPα yang didesain pada penelitian (Shin
et al 2007) dengan ukuran 20 pb Primer CEBPα forward (5´-
ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) dan reverse (5´-TCAAAGTCG
TTGCCGCCTCC-3´)
Primer forward dan reverse CEBPα stock (100 pMmicroL) masing-masing
diambil sebanyak 5 microL dengan micropipette 2 ndash 20 microL dan dicampurkan ke dalam
microcentrifuge tube 15 mL baru yang telah berisi DDW free nuclease sebanyak
45 microL Larutan tersebut dicampur hingga homogen dengan cara dilakukan
mengetuk berulang bagian bawah microcentrifuge tube menggunakan ujung jari
Pengenceran primer dilakukan di laminar air flow Microcentrifuge tube yang
berisi primer dilakukan spin down dengan spin down sentrifugator agar larutan
yang berada di dinding microcentrifuge tube turun ke dasar Primer kemudian
disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
g Pembuatan Alat Pemanenan DNA
Alat pemanen DNA dibuat dari pipet Pasteur yang dimodifikasi dengan
membentuk ujung pipet seperti kail Pembentukan tersebut dilakukan dengan
memanaskan pipet di atas bunsen spiritus kemudian ditarik secara perlahan dan
dibuat melengkung seperti kail
23
h Pembuatan Gel Agarosa
Serbuk gel agarosa sebanyak 1 g ditimbang dengan timbangan analitik dan
dipindahkan ke botol Schott Duran 250 mL Serbuk gel agarosa ditambahkan
TBE 1x sebanyak 100 mL kemudian dipanaskan dan dihomogenkan dengan hot
plate stirrer sampai bening Larutan yang sudah homogen dicetak pada wadah
pencetak gel yang sudah terdapat sisir untuk membuat sebanyak 20 sumuran dan
diamkan sampai padat atau mengeras
343 Pengambilan Sampel Darah Sapi
Darah sampel diambil melalui vena caudalis sebanyak 5 mL Pengambilan
darah dilakukan dengan mengangkat caudal (ekor) dari sapi vena caudalis dicari
dengan meraba bagian ekor Jarum yang telah terpasang holder ditusukkan pada
vena caudalis dan tabung vacutainer mengandung K3EDTA dipasang pada
holder Darah yang mengalir ditampung pada tabung vacutainer kemudian
dicabut setelah darah berhenti Jarum dan holder kemudian dicabut dari vena
caudalis Tabung vacutainer yang berisi darah disimpan pada freezer dengan
suhu -20oC
344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990)
DNA yang berasal dari darah diisolasi menggunakan metode Montgomery
amp Sise (1990) dengan prosedur sebagai berikut
a Red Blood Cell Lysis
Sampel darah sebanyak 5 mL dipindahkan tabung Falcon 15 mL dan
ditambahkan larutan RCLB (pH 72) sampai 7 mL Sampel darah dihomogenkan
dengan vortex dan didiamkan selama 10 menit Sampel kemudian disentrifugasi
dengan sentrifugator selama 10 menit suhu 4degC kecepatan 3500 rpm Sampel
24
ditimbang menggunakan timbangan ganda agar proses sentrifugasi berjalan
dengan sempurna jika berat belum seimbang maka ditambah larutan RCLB
Supernatan yang diperoleh setelah proses sentrifugasi kemudian dibuang
sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Pelet ditambahkan RCLB sampai 5
mL kemudian divorteks hingga pelet hancur atau homogen Sampel disentrifugasi
selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang
diperoleh kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet kembali
ditambahkan RCLB sampai 3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau
homogen dan didiamkan selama 10 menit kemudian dilanjutkan tahapan ekstraksi
DNA
b White Blood Cell Collection
Sampel tahapan sebelumnya kemudian ditambahkan TBS (pH 74)
sebanyak 5 mL dan dikocok sebentar Sampel disentrifugasi selama 10 menit
dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang diperoleh kemudian
dibuang sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Sampel kemudian
ditambahkan TBS sebanyak 5 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau
homogen Sampel selanjutnya disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC
dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang didapatkan kemudian dibuang
sehingga hanya pelet yang tersisa Sampel kemudian ditambahkan TBS sebanyak
3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau homogen
Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan
3500 rpm Sampel divorteks perlahan hingga lapisan merah hilang Supernatan
yang didapatkan kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet
25
selanjutnya dikeringkan setelah kering ditambahkan TE 2 mL Sampel divorteks
sampai pelet hancur atau homogen
c Protein Lysis
Sampel yang sudah homogen dengan larutan TE selanjutnya ditambahkan
Proteinase-K solution sebanyak 200 microL tanpa divorteks atau dihomogenkan
Tabung Falcon 15 mL yang berisi sampel selanjutnya di-seal menggunakan
parafilm Sampel diinkubasi menggunakan shaker Agigator selama 24 jam dengan
suhu 37degC dan kecepatan 150 rpm
d Pemanenan DNA
Sampel yang telah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya ditambahkan
NaCl 5 M pekat sebanyak 2 mL Sampel diberi goyangan dengan membentuk
pola angka 8 dengan sangat perlahan setelah itu dikocok kuat sebanyak 2 kali
Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 10degC dan kecepatan 3500
rpm Supernatan dituang pada tabung reaksi yang berisi alkohol absolut dingin
Bagian permukaan tabung reaksi ditutup dengan parafilm sampai rapat Tabung
reaksi dibolak-balikan sampai terbentuk gelembung-gelembung yang melayang
Fraksi gelembung yang melayang diambil dengan pipet Pasteur yang telah
dimodifikasi dan dicelupkan secara cepat ke dalam alkohol 70 kemudian
dikeringkan dengan tissue kimwipe Gumpalan tersebut dimasukan kedalam
microcentrifuge tube 15 mL yang telah berisikan DW steril sebanyak 200 microL
Sampel dihomogenkan menggunakan alat shaker pada suhu ruang agar larut
DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
26
345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi
Pengambilan rambut dilakukan pada bagian ekor minimal rambut
sebanyak 20 helai Rambut pada bagian ekor ditarik searah dengan titik tumbuh
dari rambut tersebut Tahapan tersebut dilakukan dengan cepat agar diperoleh
bagian rambut yang utuh dengan folikel Rambut tersebut ditempelkan pada kertas
dengan selotip berbahan kertas tanpa mengenai bagian folikel dan disimpan di
dalam amplop
346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)
Tahapan isolasi DNA dari rambut menggunakan gSYSCtrade DNA
Extraction Kit GS100 (Geneaid) dengan prosedur sebagai berikut
a Cell Lysis
Sepuluh helai rambut dipotong-potong dengan ukuran 05 ndash 1 cm
termasuk bagian folikel Potongan tersebut dipindahkan ke dalam microsentrifuge
tube 15 mL ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K
(dipastikan potongan terendam) dicampur dengan cara dikocok Larutan
diinkubasi dengan suhu 60degC selama 30 menit Pada proses inkubasi
microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung microcentrifuge tube
secara perlahan setiap 5 menit GSB Buffer sebanyak 200 μL ditambahkan dan
dikocok dengan kuat dan diinkubasi kembali pada suhu 60ordmC selama 20 menit
Selama proses inkubasi microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung
secara perlahan setiap 5 menit
b DNA Binding
Sampel tahapan sebelumnya ditambahkan 200 μL etanol absolut
dikocok dengan kuat selama 10 detik Endapan yang muncul dipecah dengan
27
menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan
tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan
tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit
Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi
dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru
c Pencucian
W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan
sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30
detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column
diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL
Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan
kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi
kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi
yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit
untuk mengeringkan kolom matriks
d Elution
GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube
15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak
100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke
bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit
untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column
disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan
elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak
DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
28
347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)
DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et
al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan
dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10
menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting
yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel
rambut diganti)
Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan
disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer
(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada
microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan
suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit
pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm
beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan
disimpan pada suhu -20 ordmC
348 Uji Kuantifikasi DNA
Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji
kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL
DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette
DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus
menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi
dan tingkat kemurnian
29
349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)
Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR
master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-
ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT
CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL
DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke
dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas
kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR
mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre
denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing
54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final
extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali
3410 Elektroforesis dan Visualisasi
Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis
horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan
TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL
dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm
dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down
Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker
DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran
Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan
listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki
elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt
selama 60 menit
30
Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam
dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel
agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa
divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator
3411 Sequencing DNA
Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai
ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward
dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan
metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit
(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing
menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)
Malaysia)
35 Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif
(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil
sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis
dianalisis secara deskriptif
351 Analisis Bioinformatika
Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan
kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian
hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak
ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian
dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment
Editor 725 (Hall 2001)
31
Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-
base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)
menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base
similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99
Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple
Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak
MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan
variasi basa sampel
32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi
Berbeda
DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut
DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil
kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari
sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang
mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut
menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini
Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan
metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut
dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai
kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada
Tabel 1
Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua
metode hasil penelitian
Pengulangan ke-
Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)
Kit Konvensional Kit Konvensional
1 Angus 269 102 2100 11100
2 FH 207 109 7810 11720
3 Simmental 263 111 231 11340
Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi
Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah
dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut
33
dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode
sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata
nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah
246plusmn034 dan 107plusmn005
Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar
17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)
Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran
kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di
bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari
tahapan masing-masing metode
Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian
genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya
kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang
dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA
Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi
DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan
meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa
denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan
meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan
nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian
DNA yang baik (gt20)
Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah
nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein
Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al
34
2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini
protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada
nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi
protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat
Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh
lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik
Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode
konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit
yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode
konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti
protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan
mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al
1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses
PCR (Demeke amp Jenkins 2010)
Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa
dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA
diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun
nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang
baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan
konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen
(Demeke amp Jenkins 2010)
Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan
hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit
untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional
35
pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang
cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada
penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal
Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan
konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan
RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)
42 Konfirmasi Gen CEBPα
Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan
dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan
pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain
oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar
1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)
yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701
(Lampiran 4)
Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh
semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di
antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan
panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa
dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)
Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah
dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan
program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa
penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda
Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC
36
(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah
dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut
namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk
membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)
Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339
bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO
Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya
perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer
Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari
merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini
perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1
menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses
tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing
yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template
DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang
Target 1339
bp
37
sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA
teramplifikasi sempurna
Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi
Program PCR
Pre
Denaturation Denaturation Annealing Extension
Final
Extension Siklus
Penelitian
Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40
Referensi
Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35
Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32
He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32
Keterangan tanda () = menit tanda () = detik
43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis
menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh
empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black
(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan
(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean
(XM_0252690201)) (Tabel 3)
Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat
prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis
komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari
runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data
tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database
(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang
38
komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga
mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)
Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan
persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan
referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak
(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat
dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi
Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3
Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI
Sampel Spesies Breed GenBank Accesion
Query Cover
Max Iden
Bali
(B sondaicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Pasundan (B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99
Friesians Holstein
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Angus (B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Peranakan Ongole
(B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99
Simmental
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99
39
Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau
kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di
GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan
kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen
CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen
identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen
fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)
Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang
dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden
2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan
seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi
Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap
sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67
(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki
urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki
runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian
akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover
95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover
99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3)
44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali
Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan
runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4
40
Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi
Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil
ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada
empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo
(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau
Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada
sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)
yaitu terletak pada enam posisi berbeda
Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank
Spesies_Breed Posisi Runutan Basa
88
97
103
271
567
733
832
855
870
921
926
931
957
1088
1149
1175
1196
B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G
B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C
B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T
C
B taurus_Angus C C
B taurus_ Friesians Holstein C C
B taurus_ Simmental C C
B indicus_ Pasundan C C
B indicus_ Peranakan Ongole C C
B sondaicus_ Bali C A C G A
Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T
Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)
Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi
Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi
Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196
(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi
tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)
Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa
yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali
41
memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut
memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut
Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi
Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru
Thymine (T) = merah)
42
Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen
CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson
gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi
dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi
Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki
1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan
mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali
Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi
Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B
banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal
usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan
sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel
sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki
kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus
atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)
(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH
Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya
variasi basa yang ditemukan
Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali
terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan
adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis
kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan
keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah
mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode
43
yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe
dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)
Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan
dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)
(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis
Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi
keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali
(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan
pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al
2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi
karakteristik dari daging sapi Bali
Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et
al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki
kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan
menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et
al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga
mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat
dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan
dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)
Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk
menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin
(subtropis)
Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan
sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi
44
lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan
daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki
kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang
lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari
karkas yang diperoleh
45
BAB V
PENUTUP
51 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa
1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan
PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)
2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi
Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa
3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi
DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit
52 Saran
Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah
populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme
(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak
dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi
tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar
memperoleh hasil yang maksimal
46
DAFTAR PUSTAKA
Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka
Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)
Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular
Research 14(3) 9370ndash9383
Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research
24(13) 2623ndash2625
Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan
Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39
Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan
Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor
Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice
Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773
Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176
Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the
National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7
Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash
ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24
Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods
PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990
Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797
Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11
Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga
47
Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method
of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231
Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194
Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and
Pathology 3(2) 133ndash137
Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food
Research International 43(7) 1866ndash1873
Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology
Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the
Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076
He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle
Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969
Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27
Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and
Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26
Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R
(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science
and Technology 46(6) 909ndash916
Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839
Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from
hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289
Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and
Evolution 33(7) 1870ndash1874
Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer
Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683
Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon
D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To
48
Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of
Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764
Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription
factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742
Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)
Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485
Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology
Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)
Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On
Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087
Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali
(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128
Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9
Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On
Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335
Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A
Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in
Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20
Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash
441
Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect
On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81
Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor
Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam
Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156
Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C
A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle
49
Journal Animal Science 80 3077ndash3085
Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in
The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72
Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water
Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A
Review Meat Science 89(2) 111ndash124
Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374
Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat
[Skripsi] Institut Pertanian Bogor
Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes
transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504
Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)
Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6
Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure
Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75
Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E
Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among
Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158
Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)
Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The
Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299
Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip
Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle
Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020
Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots
In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451
50
Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp
Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with
Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33
Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan
Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from
httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395
Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian
Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470
Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for
bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594
Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole
(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional
Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)
Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan
Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)
Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273
Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian
Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354
Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds
Biodiversitas 17(1) 275ndash295
Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)
Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131
Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang
Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107
Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence
of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554
Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508
Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The
51
CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)
Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19
Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter
Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316
Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular
Research 11(2) 1651ndash1661
Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The
CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077
Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia
(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25
Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20
Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle
Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954
Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal
Science 50(11) 499ndash502
52
LAMPIRAN
Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data
Gen Bank
Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178
Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283
Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247
Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank
Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank
53
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)
Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel
NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian
1
Darah
Pasundan 601 867 173
2 Pasundan 602 1035 194
3 Peranakan Ongole 1691 278 309
4 Peranakan Ongole 1693 234 434
5 Bali 59 173 941
6 Bali 64 192 502
7
Rambut
Angus 171405 105 21
8 Friesians Holstein 310102 202 781
9 Friesians Holstein 310158 116 1134
10 Simmental 4490 22 231
11 Simmental 6115 116 1134
11
berubah kehitaman sedangkan warna sapi betina relatif tetap setelah dewasa Sapi
Bali tidak memiliki punuk dan keempat kaki bagian bawahnya berwarna putih
(Abidin 2010)
Gambar 3 Sapi Bali Betina dan Jantan (a) Betina (b) Jantan (Sumber Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali 2015)
25 Sapi Angus
Sapi Angus (B taurus) berasal dari Skotlandia Utara yang beriklim dingin
dan lembap Menurut Sutarno amp Setyawan (2016) Berat badan umur 15 tahun
dapat mencapai 650 kg Karakteristik sapi Angus (Gambar 4) memiliki bentuk
tubuh lebar dan rata Warna tubuh keseluruhan hitam namun terkadang ada
warna putih di bagian belakang bawah pusat tidak bertanduk bentuk tubuh rata
seperti papan dan dagingnya padat
Gambar 4 Sapi Angus di Peternakan Kabupaten Seragen
(Sumber Adinata et al 2017)
26 Sapi Simmental
Sapi Simmental (B taurus) merupakan salah satu jenis ternak tertua di
dunia yang bertahan hingga saat ini Sapi Simmental merupakan jenis sapi
(b) (a)
12
subtropis Sapi Simmental berasal dari Switzerland yang telah dijinakkan setelah
abad ke-13 Sapi Simmental dan semen beku pada tahun 1985 tiba di Indonesia
dari New Zealand dan Australia (Sutarno amp Setyawan 2016)
Karakteristik sapi Simmental (Gambar 5) menurut Sutarno amp Setyawan
(2016) memiliki tubuh yang berotot dan kukuh pertumbuhan otot yang cepat
jenis spesifik yang ditemukan di Indonesia memiliki wajah kuning atau merah
kecokelatan dengan kaki bawah putih dan ujung ekor putih Berat seekor sapi
dewasa bisa melebihi 1000 kilogram
Gambar 5 Sapi Simmental di Peternakan Tradisional
(Sumber Sutarno amp Setyawan 2016)
27 Sapi Friesians Holstein (FH)
Sapi Friesians Holstein (FH) (B taurus) telah dikembangkan sejak abad
ke-13 di Belanda (Belanda Utara dan Friesland) dan Jerman Utara (Schleswig-
Holstein) untuk menghasilkan sejenis ternak yang mampu mengonsumsi rumput
lokal Usaha untuk pengembang biakan menghasilkan ternak sapi perah terbaik di
dunia dengan warna hitam dan putih khas Sapi FH pertama kali diimpor dari
Belanda pada abad ke-19 (Sutarno amp Setyawan 2015)
Karakteristik sapi FH (Gambar 6) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)
umumnya berwarna hitam dengan warna putih garis-garis tetapi kadang-kadang
merah dengan garis-garis putih dan dengan batas warna yang jelas Kepala
13
panjang lebar dan lurus Sapi FH memiliki tanduk yang pendek dan melengkung
memiliki mulut lebar lubang hidung terbuka lebar rahang kuat telinga ukuran
sedang dahi lebar leher panjang dan tipis Bahu yang besar terletak di dinding
dada dan membentuk sendi yang baik dengan tubuh Punggung yang kokoh dan
rata dengan tulang punggung yang saling terhubung dengan baik
Gambar 6 Sapi FH di Peternakan Terbuka
(Sumber Sutarno amp Setyawan 2015)
28 Nutrisi dan Kualitas Daging Sapi
Daging sapi menjadi salah satu sumber pemenuhan protein yang memiliki
banyak kandungan nutrisi Kandungan nutrisi dari daging sapi berupa vitamin D
vitamin B12 zat besi selenium seng dan asam lemak esensial Omega 3 (Scollan
et al 2006) Kandungan lain dari daging sapi adalah 75 air 20 protein 3
lemak dan 2 substansi non-protein larut Substansi non-protein larut tersebut
berupa 45 nitrogen 45 karbohidrat 8 komponen anorganik 3 vitamin
dan 3 logam (Tornberg 2005)
Penjualan daging sapi dipengaruhi oleh daya tarik daging bagi konsumen
yang digambarkan sebagai kualitas daging Kualitas daging didefinisikan sebagai
sifat yang dirasakan konsumen secara visual dan sensoris (Becker 2000)
Kualitas daging diukur berdasarkan parameter berupa warna daging warna
lemak jumlah lemak (Glitsch 2000) tekstur nilai marbling (intramuscular fat)
14
(Lee et al 2007) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al
2011) dan lean meat (Dagong et al 2012)
Menurut Becker (2000) empat karakteristik makanan daging berkualitas
sebagai berikut (1) Karakteristik yang menunjukkan kandungan gizi protein
lemak kandungan karbohidrat (2) Karakteristik yang menunjukkan kualitas
pengolahan panjang sarkomer nilai pH warna kegemukan kapasitas pengikat
air (3) Karakteristik yang menunjukkan kualitas hygienic-toxicological residu
kontaminan status mikroorganisme zat aditif (4) Karakteristik yang
menunjukkan kualitas sensorik tekstur (tenderness juiciness) rasa atau bau dan
warna atau penampilan (marbling)
29 CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs)
CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs) merupakan keluarga
transkripsi yang mengandung domain leucine zipper dasar yang conserved atau
tidak berubah (Gambar 7) pada C-terminus yang terlibat dalam dimerisasi dan
pengikatan DNA (Ramji amp Foka 2002) Protein CEBP pertama kali
diidentifikasi di laboratorium Steve McKnight sebagai faktor stabil panas pada
inti hati tikus yang mampu berinteraksi dengan motif CCAAT box yang terdapat
pada beberapa promoter gen seluler (Johnson amp McKnight 1989)
Gen CCAATEnhancer Binding Protein (CEBP) merupakan keluarga faktor
transkripsi yang terekspresikan pada proses diferensiasi preadiposit (He et al
2011) Peran dari keluarga CEBP diantaranya pada diferensiasi seluler
mengontrol metabolisme proliferasi seluler regulasi peradangan (Ramji amp Foka
2002) siklus sel hematopoiesis perkembangan skeletal dan respons host imun
(Tsukada et al 2011) Terdapat enam anggota kelompok gen CEBP yang telah
15
diisolasi dan di karakterisasi yaitu CEBPα CEBPβ CEBPγ CEBPδ CEBPε
dan CEBPδ (Ramji amp Foka 2002) Gen tersebut memainkan peran penting dalam
diferensiasi adiposit (Lane et al 1999)
Gambar 7 Ilustrasi dari Leucine Zipper Domain
(Sumber Tsukada et al 2011)
210 Gen CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα)
Daerah promoter proksimal gen CCAATEnhancer Binding Protein α
(CEBPα) pada tikus pertama kali dicirikan dan menunjukkan mengandung
tempat pengikatan potensial untuk CEBP Sp1 Nuclear Factor (NF)-1 NF-Y
Upstream Stimulating Factor (USF) Basic Transcription Element Binding
Protein (BTEB) dan NF-Κb (Christy et al 1991) Promoter gen CEBPα dapat
diaktifkan secara otomatis di dalam sel yang dapat ditransfer melalui ekspresi dari
plasmid (Legraverend et al 1993)
Sequence gen CEBPα sapi memiliki kesamaan 899 pada urutan
nukleotida dan 925 urutan asam amino dengan gen tikus (Taniguchi amp Sasaki
1996) Gen CEBPα sapi seperti gen tikus yaitu bebas intron Open reading
frame (nukleotida 169 ndash 1230) pada gen CEBPα sapi mengodekan protein 353
16
residu asam amino yang merupakan lima asam amino lebih pendek dari pada
protein tikus (Taniguchi amp Sasaki 1996) Asam amino tersebut terekspresi
sebelum transkripsi gen spesifik adiposit yang memiliki situs pengikatan gen
CEBPα (Wang et al 2011) Urutan seperti kotak TATA terletak di nukleotida 13
ndash 18 namun situs mulai transkripsi tidak ditentukan (Taniguchi amp Sasaki 1996)
Faktor transkripsi CEBPα memainkan peranan penting selama
diferensiasi preadiposit menjadi adiposit Gen CEBPα diidentifikasi sebagai
Nuclear Factor (NF) yang di induksi saat diferensiasi yang mengikat secara
spesifik ke promotor beberapa gen (Vasseur-Cognet amp Lane 1993) Gen CEBPα
memainkan peran penting dalam pengendapan lemak dan diferensiasi adiposit
(Shin et al 2007) Gen CEBPα menjadi kandidat gen penting untuk
diidentifikasi secara marker genetik pada karkas dan sifat kualitas daging sapi
ternak (Shin et al 2007) Gen CEBPα juga dapat mengatur metabolisme energi
dan nutrisi dengan mengaktifkan beberapa gen spesifik seperti
phosphoenolpyruvate carboxykinase dan reseptor insulin (Park et al 1990)
211 Pengaruh Lingkungan Terhadap Kualitas Daging
Kondisi lingkungan berupa temperatur akan mempengaruhi keadaan
fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Kondisi lingkungan secara langsung
mempengaruhi proses metabolisme organ dan otot (Gregory 2010) Pada zona
nyaman sapi akan sedikit mengeluarkan energi dan tidak terpengaruh oleh
temperatur lingkungan sebaliknya jika berada diluar zona nyaman sapi akan
mengalami stres yang bertujuan untuk mengembalikan kepada kondisi tubuh yang
normal (Nardone et al 2006) Kondisi tersebut akan menyebabkan terjadinya
17
perubahan seperti pola makan fisiologis dan fungsi metabolisme pada kuantitas
dan kualitas produksi dari sapi itu sendiri
Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan menyebabkan terjadinya
penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et al 2001 Mader amp Davis
2004) yang terjadi pada sapi B indicus (Gregory 2010) Suhu di atas 30degC akan
menyebabkan terjadinya penurunan jumlah berat badan (Nardone et al 2006)
Pada periode yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi
perubahan fenotipe dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006 Gregory 2010)
18
BAB III
METODE
31 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari ndash Juni 2018 di
Laboratorium Genetika Molekuler Hewan Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI
Cibinong Jl Raya Bogor KM 46 Bogor Jawa Barat
32 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik
micropipette 10 microL 200 microL 1000 microL (Boesco dan Bio-Rad) dan pH meter
(Thermo Orion) tabung vacutainer mengandung K3EDTA holder dan jarum
needle ukuran 21G microcentrifuge tube 15 mL sentrifugator (Hermile Z 300
K) vortex (Barnstead Thermolyne) micropipette 1000 microL (Boesco) blue tips
white tips yellow tips shaker agigator (Thermo Scientific) parafilm pipet
Pasteur autoklaf (Trace Raypa) spektromotometer UV-Vis (GeneQuant) cuvette
dan laminar air flow (Telstar BH ndash 100) tangki elektroforesis horizontal (Bio-
Rad) power supply (Bio-Rad) timbangan analitik (Preciso XT 120A) hot plate
stirrer (Thermolyne Cimarec 2) pH meter (Thermo Orion) vortex (Barnstead
Thermolyne) Sentrifugator (HermLe Z 300 K) shaker (Bio Green) thermocycler
(Eppendorf) UV-transiluminator (Major Science)
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Red Cell Lysis Buffer
(RCLB) 250 mL pH 72 Tris Buffer Solution (TBS) 250 mL pH 74 TE Buffer
250 mL pH 8 Sodium Dedocyl Sulfate (SDS) (Mp Biomedicals) K3EDTA
(Garnier Bio One) Proteinase-K (Roche Diagnostic) PCR Buffer (Qiagen)
Proteinasi-K (Geneaid) proteinase-K Solution Ethylene Diamine Tetracetic Acid
19
(EDTA) (Mp Biomedicals) alkohol 70 alkohol absolut dingin tissue tissue
kimwipe NaCl Pekat Destillation Water (DW) steril Primer CEBPα forward
dan reverse (Integrated DNA Technolgies) TE buffer Double Destillation Water
(DDW) free nuclease (Ferementas) DNA ladder (Vivantis) PCR master mix kit
KAPA2G Robust (Kapa Biosystem) Gel Agarosa (Roche) boric acid (Merck)
tris base (Himedia) KCl (Merck) NaCl (Genetika Science) KHCO3 (Merck)
NH4Cl (Merck) Ethidium Bromida (EtBr) (Merck) gSYSCtrade DNA Extraction
Kit GS100 (Geneaid) amplop kertas
33 Sampel Penelitian
Breed sapi yang diteliti terbagi menjadi dua kelompok yaitu 1) Sapi potong
lokal (sapi Pasundan PO Bali) 2) Sapi potong introduksi (sapi Angus
Simmental FH) Sumber DNA berasal dari 1) Darah (sapi Pasundan PO Bali)
2) Rambut (sapi Angus Simmental FH) Darah atau rambut yang diambil
berasal dari dua individu berbeda setiap jenisnya kecuali sampel rambut sapi
Angus yang diperoleh dari satu individu saja
Jenis sapi yang diteliti berasal dari berbagai tempat yang berbeda yaitu 1)
Sapi Pasundan berasal dari Balai Pengembangan Perbibitan Ternak (BPPT) Sapi
Potong Ciamis 2) Sapi PO berasal dari BPPT Grobogan 3) Sapi Bali berasal dari
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Peninda Bali 4) sapi Angus
Simmental FH berasal dari Badan Embrio Ternak (BET) Cipelang Bogor
Regulasi dari BET yang tidak memperbolehkan pengambilan sampel darah
menjadi alasan utama diambilnya sampel rambut dari sapi Angus Simmental
FH Keseluruhan sampel rambut sapi yang diperoleh dari BET merupakan sapi
asli (origin) yang belum dilakukan perkawinan silang
20
34 Prosedur Kerja
341 Sterilisasi Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini di sterilisasi dengan
autoklaf pada suhu 121degC dan tekanan sebesar 1 atm selama 15 menit
342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA
a Pembuatan RCLB (Red Cell Blood Buffer)
Larutan RCLB dibuat sebanyak 1000 mL (pH 72) Larutan RCLB terbuat
dari bahan kimia NH4Cl dan KHCO3 Bahan tersebut ditimbang dengan
timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian dipindahkan ke beaker
glass dan ditambahkan EDTA 05 M sebanyak 200 microL serta DW sebanyak 300
mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot plate stirrer
Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan pH meter Nilai pH yang
terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH terlalu tinggi
ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian ditambahkan
DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott Duran 1000
mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan disimpan di
lemari pendingin
b Pembuatan TBS (Tris Buffer Solution)
Larutan TBS dibuat sebanyak 1000 mL (pH 74) dengan bahan yang
terdiri dari NaCl KCl tris base Bahan-bahan kimia tersebut ditimbang dengan
timbangan analitik dan dipindahkan ke beaker glass yang dilarutkan
menggunakan DW sebanyak 300 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan
di atas hot plate stirrer Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan menggunakan
pH meter jika pH terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH
21
terlalu tinggi ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian
ditambahkan DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott
Duran 1000 mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan
disimpan di lemari pendingin
c Pembuatan Proteinase-K Solution
Proteinase-K ditimbang pada timbangan analitik Proteinase-K kemudian
dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 45 mL serta EDTA
05 M sebanyak 54 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot
plate stirrer tanpa dipanaskan Larutan yang telah homogen ditambahkan Sodium
Dedocyl Sulfate (SDS) 10 sebanyak 378 mL Larutan tersebut kemudian
dihomogenkan di hot plate stirrer tanpa dipanaskan
d Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 5x)
Larutan TBE 5x yang dibuat sebanyak 500 mL boric acid dan tris base
ditimbang dengan timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian
dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 500 mL dan EDTA
05 M sebanyak 10 mL Larutan tersebut dihomogenkan di atas hot plate stirrer
dipanaskan setelah homogen dimasukan ke dalam botol Schott Duran 500 mL
dan disimpan di lemari pendingin
e Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 1x)
Larutan TBE 1x dibuat dengan mengencerkan 200 mL TBE 5x Larutan
TBE 1x dipindahkan pada botol Schott Duran 1000 mL Larutan tersebut
ditambahkan DW sampai 1000 mL Larutan tersebut disimpan pada lemari
pendingin
22
f Pengenceran Primer Gen CEBPα (10 pMmicroL)
Primer dalam bentuk pelet diencerkan dengan TE Buffer untuk
memperoleh primer stock Primer forward diencerkan dengan 333 microL TE Buffer
sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer reverse diencerkan dengan
332 microL sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer yang digunakan
dalam penelitian ini adalah primer CEBPα yang didesain pada penelitian (Shin
et al 2007) dengan ukuran 20 pb Primer CEBPα forward (5´-
ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) dan reverse (5´-TCAAAGTCG
TTGCCGCCTCC-3´)
Primer forward dan reverse CEBPα stock (100 pMmicroL) masing-masing
diambil sebanyak 5 microL dengan micropipette 2 ndash 20 microL dan dicampurkan ke dalam
microcentrifuge tube 15 mL baru yang telah berisi DDW free nuclease sebanyak
45 microL Larutan tersebut dicampur hingga homogen dengan cara dilakukan
mengetuk berulang bagian bawah microcentrifuge tube menggunakan ujung jari
Pengenceran primer dilakukan di laminar air flow Microcentrifuge tube yang
berisi primer dilakukan spin down dengan spin down sentrifugator agar larutan
yang berada di dinding microcentrifuge tube turun ke dasar Primer kemudian
disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
g Pembuatan Alat Pemanenan DNA
Alat pemanen DNA dibuat dari pipet Pasteur yang dimodifikasi dengan
membentuk ujung pipet seperti kail Pembentukan tersebut dilakukan dengan
memanaskan pipet di atas bunsen spiritus kemudian ditarik secara perlahan dan
dibuat melengkung seperti kail
23
h Pembuatan Gel Agarosa
Serbuk gel agarosa sebanyak 1 g ditimbang dengan timbangan analitik dan
dipindahkan ke botol Schott Duran 250 mL Serbuk gel agarosa ditambahkan
TBE 1x sebanyak 100 mL kemudian dipanaskan dan dihomogenkan dengan hot
plate stirrer sampai bening Larutan yang sudah homogen dicetak pada wadah
pencetak gel yang sudah terdapat sisir untuk membuat sebanyak 20 sumuran dan
diamkan sampai padat atau mengeras
343 Pengambilan Sampel Darah Sapi
Darah sampel diambil melalui vena caudalis sebanyak 5 mL Pengambilan
darah dilakukan dengan mengangkat caudal (ekor) dari sapi vena caudalis dicari
dengan meraba bagian ekor Jarum yang telah terpasang holder ditusukkan pada
vena caudalis dan tabung vacutainer mengandung K3EDTA dipasang pada
holder Darah yang mengalir ditampung pada tabung vacutainer kemudian
dicabut setelah darah berhenti Jarum dan holder kemudian dicabut dari vena
caudalis Tabung vacutainer yang berisi darah disimpan pada freezer dengan
suhu -20oC
344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990)
DNA yang berasal dari darah diisolasi menggunakan metode Montgomery
amp Sise (1990) dengan prosedur sebagai berikut
a Red Blood Cell Lysis
Sampel darah sebanyak 5 mL dipindahkan tabung Falcon 15 mL dan
ditambahkan larutan RCLB (pH 72) sampai 7 mL Sampel darah dihomogenkan
dengan vortex dan didiamkan selama 10 menit Sampel kemudian disentrifugasi
dengan sentrifugator selama 10 menit suhu 4degC kecepatan 3500 rpm Sampel
24
ditimbang menggunakan timbangan ganda agar proses sentrifugasi berjalan
dengan sempurna jika berat belum seimbang maka ditambah larutan RCLB
Supernatan yang diperoleh setelah proses sentrifugasi kemudian dibuang
sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Pelet ditambahkan RCLB sampai 5
mL kemudian divorteks hingga pelet hancur atau homogen Sampel disentrifugasi
selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang
diperoleh kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet kembali
ditambahkan RCLB sampai 3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau
homogen dan didiamkan selama 10 menit kemudian dilanjutkan tahapan ekstraksi
DNA
b White Blood Cell Collection
Sampel tahapan sebelumnya kemudian ditambahkan TBS (pH 74)
sebanyak 5 mL dan dikocok sebentar Sampel disentrifugasi selama 10 menit
dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang diperoleh kemudian
dibuang sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Sampel kemudian
ditambahkan TBS sebanyak 5 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau
homogen Sampel selanjutnya disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC
dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang didapatkan kemudian dibuang
sehingga hanya pelet yang tersisa Sampel kemudian ditambahkan TBS sebanyak
3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau homogen
Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan
3500 rpm Sampel divorteks perlahan hingga lapisan merah hilang Supernatan
yang didapatkan kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet
25
selanjutnya dikeringkan setelah kering ditambahkan TE 2 mL Sampel divorteks
sampai pelet hancur atau homogen
c Protein Lysis
Sampel yang sudah homogen dengan larutan TE selanjutnya ditambahkan
Proteinase-K solution sebanyak 200 microL tanpa divorteks atau dihomogenkan
Tabung Falcon 15 mL yang berisi sampel selanjutnya di-seal menggunakan
parafilm Sampel diinkubasi menggunakan shaker Agigator selama 24 jam dengan
suhu 37degC dan kecepatan 150 rpm
d Pemanenan DNA
Sampel yang telah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya ditambahkan
NaCl 5 M pekat sebanyak 2 mL Sampel diberi goyangan dengan membentuk
pola angka 8 dengan sangat perlahan setelah itu dikocok kuat sebanyak 2 kali
Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 10degC dan kecepatan 3500
rpm Supernatan dituang pada tabung reaksi yang berisi alkohol absolut dingin
Bagian permukaan tabung reaksi ditutup dengan parafilm sampai rapat Tabung
reaksi dibolak-balikan sampai terbentuk gelembung-gelembung yang melayang
Fraksi gelembung yang melayang diambil dengan pipet Pasteur yang telah
dimodifikasi dan dicelupkan secara cepat ke dalam alkohol 70 kemudian
dikeringkan dengan tissue kimwipe Gumpalan tersebut dimasukan kedalam
microcentrifuge tube 15 mL yang telah berisikan DW steril sebanyak 200 microL
Sampel dihomogenkan menggunakan alat shaker pada suhu ruang agar larut
DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
26
345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi
Pengambilan rambut dilakukan pada bagian ekor minimal rambut
sebanyak 20 helai Rambut pada bagian ekor ditarik searah dengan titik tumbuh
dari rambut tersebut Tahapan tersebut dilakukan dengan cepat agar diperoleh
bagian rambut yang utuh dengan folikel Rambut tersebut ditempelkan pada kertas
dengan selotip berbahan kertas tanpa mengenai bagian folikel dan disimpan di
dalam amplop
346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)
Tahapan isolasi DNA dari rambut menggunakan gSYSCtrade DNA
Extraction Kit GS100 (Geneaid) dengan prosedur sebagai berikut
a Cell Lysis
Sepuluh helai rambut dipotong-potong dengan ukuran 05 ndash 1 cm
termasuk bagian folikel Potongan tersebut dipindahkan ke dalam microsentrifuge
tube 15 mL ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K
(dipastikan potongan terendam) dicampur dengan cara dikocok Larutan
diinkubasi dengan suhu 60degC selama 30 menit Pada proses inkubasi
microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung microcentrifuge tube
secara perlahan setiap 5 menit GSB Buffer sebanyak 200 μL ditambahkan dan
dikocok dengan kuat dan diinkubasi kembali pada suhu 60ordmC selama 20 menit
Selama proses inkubasi microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung
secara perlahan setiap 5 menit
b DNA Binding
Sampel tahapan sebelumnya ditambahkan 200 μL etanol absolut
dikocok dengan kuat selama 10 detik Endapan yang muncul dipecah dengan
27
menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan
tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan
tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit
Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi
dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru
c Pencucian
W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan
sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30
detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column
diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL
Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan
kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi
kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi
yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit
untuk mengeringkan kolom matriks
d Elution
GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube
15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak
100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke
bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit
untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column
disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan
elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak
DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
28
347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)
DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et
al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan
dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10
menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting
yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel
rambut diganti)
Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan
disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer
(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada
microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan
suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit
pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm
beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan
disimpan pada suhu -20 ordmC
348 Uji Kuantifikasi DNA
Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji
kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL
DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette
DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus
menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi
dan tingkat kemurnian
29
349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)
Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR
master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-
ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT
CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL
DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke
dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas
kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR
mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre
denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing
54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final
extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali
3410 Elektroforesis dan Visualisasi
Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis
horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan
TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL
dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm
dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down
Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker
DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran
Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan
listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki
elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt
selama 60 menit
30
Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam
dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel
agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa
divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator
3411 Sequencing DNA
Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai
ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward
dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan
metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit
(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing
menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)
Malaysia)
35 Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif
(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil
sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis
dianalisis secara deskriptif
351 Analisis Bioinformatika
Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan
kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian
hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak
ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian
dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment
Editor 725 (Hall 2001)
31
Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-
base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)
menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base
similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99
Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple
Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak
MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan
variasi basa sampel
32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi
Berbeda
DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut
DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil
kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari
sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang
mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut
menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini
Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan
metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut
dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai
kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada
Tabel 1
Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua
metode hasil penelitian
Pengulangan ke-
Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)
Kit Konvensional Kit Konvensional
1 Angus 269 102 2100 11100
2 FH 207 109 7810 11720
3 Simmental 263 111 231 11340
Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi
Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah
dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut
33
dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode
sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata
nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah
246plusmn034 dan 107plusmn005
Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar
17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)
Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran
kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di
bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari
tahapan masing-masing metode
Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian
genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya
kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang
dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA
Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi
DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan
meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa
denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan
meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan
nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian
DNA yang baik (gt20)
Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah
nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein
Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al
34
2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini
protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada
nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi
protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat
Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh
lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik
Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode
konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit
yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode
konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti
protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan
mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al
1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses
PCR (Demeke amp Jenkins 2010)
Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa
dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA
diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun
nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang
baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan
konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen
(Demeke amp Jenkins 2010)
Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan
hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit
untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional
35
pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang
cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada
penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal
Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan
konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan
RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)
42 Konfirmasi Gen CEBPα
Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan
dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan
pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain
oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar
1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)
yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701
(Lampiran 4)
Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh
semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di
antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan
panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa
dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)
Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah
dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan
program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa
penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda
Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC
36
(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah
dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut
namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk
membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)
Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339
bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO
Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya
perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer
Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari
merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini
perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1
menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses
tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing
yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template
DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang
Target 1339
bp
37
sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA
teramplifikasi sempurna
Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi
Program PCR
Pre
Denaturation Denaturation Annealing Extension
Final
Extension Siklus
Penelitian
Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40
Referensi
Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35
Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32
He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32
Keterangan tanda () = menit tanda () = detik
43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis
menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh
empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black
(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan
(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean
(XM_0252690201)) (Tabel 3)
Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat
prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis
komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari
runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data
tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database
(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang
38
komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga
mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)
Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan
persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan
referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak
(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat
dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi
Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3
Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI
Sampel Spesies Breed GenBank Accesion
Query Cover
Max Iden
Bali
(B sondaicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Pasundan (B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99
Friesians Holstein
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Angus (B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Peranakan Ongole
(B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99
Simmental
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99
39
Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau
kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di
GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan
kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen
CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen
identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen
fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)
Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang
dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden
2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan
seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi
Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap
sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67
(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki
urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki
runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian
akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover
95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover
99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3)
44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali
Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan
runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4
40
Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi
Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil
ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada
empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo
(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau
Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada
sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)
yaitu terletak pada enam posisi berbeda
Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank
Spesies_Breed Posisi Runutan Basa
88
97
103
271
567
733
832
855
870
921
926
931
957
1088
1149
1175
1196
B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G
B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C
B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T
C
B taurus_Angus C C
B taurus_ Friesians Holstein C C
B taurus_ Simmental C C
B indicus_ Pasundan C C
B indicus_ Peranakan Ongole C C
B sondaicus_ Bali C A C G A
Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T
Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)
Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi
Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi
Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196
(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi
tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)
Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa
yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali
41
memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut
memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut
Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi
Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru
Thymine (T) = merah)
42
Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen
CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson
gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi
dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi
Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki
1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan
mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali
Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi
Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B
banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal
usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan
sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel
sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki
kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus
atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)
(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH
Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya
variasi basa yang ditemukan
Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali
terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan
adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis
kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan
keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah
mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode
43
yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe
dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)
Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan
dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)
(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis
Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi
keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali
(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan
pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al
2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi
karakteristik dari daging sapi Bali
Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et
al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki
kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan
menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et
al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga
mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat
dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan
dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)
Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk
menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin
(subtropis)
Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan
sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi
44
lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan
daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki
kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang
lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari
karkas yang diperoleh
45
BAB V
PENUTUP
51 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa
1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan
PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)
2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi
Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa
3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi
DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit
52 Saran
Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah
populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme
(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak
dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi
tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar
memperoleh hasil yang maksimal
46
DAFTAR PUSTAKA
Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka
Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)
Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular
Research 14(3) 9370ndash9383
Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research
24(13) 2623ndash2625
Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan
Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39
Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan
Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor
Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice
Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773
Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176
Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the
National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7
Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash
ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24
Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods
PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990
Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797
Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11
Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga
47
Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method
of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231
Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194
Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and
Pathology 3(2) 133ndash137
Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food
Research International 43(7) 1866ndash1873
Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology
Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the
Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076
He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle
Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969
Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27
Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and
Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26
Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R
(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science
and Technology 46(6) 909ndash916
Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839
Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from
hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289
Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and
Evolution 33(7) 1870ndash1874
Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer
Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683
Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon
D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To
48
Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of
Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764
Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription
factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742
Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)
Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485
Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology
Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)
Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On
Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087
Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali
(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128
Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9
Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On
Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335
Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A
Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in
Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20
Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash
441
Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect
On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81
Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor
Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam
Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156
Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C
A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle
49
Journal Animal Science 80 3077ndash3085
Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in
The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72
Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water
Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A
Review Meat Science 89(2) 111ndash124
Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374
Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat
[Skripsi] Institut Pertanian Bogor
Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes
transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504
Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)
Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6
Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure
Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75
Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E
Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among
Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158
Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)
Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The
Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299
Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip
Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle
Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020
Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots
In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451
50
Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp
Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with
Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33
Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan
Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from
httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395
Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian
Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470
Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for
bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594
Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole
(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional
Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)
Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan
Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)
Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273
Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian
Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354
Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds
Biodiversitas 17(1) 275ndash295
Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)
Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131
Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang
Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107
Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence
of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554
Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508
Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The
51
CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)
Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19
Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter
Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316
Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular
Research 11(2) 1651ndash1661
Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The
CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077
Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia
(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25
Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20
Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle
Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954
Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal
Science 50(11) 499ndash502
52
LAMPIRAN
Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data
Gen Bank
Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178
Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283
Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247
Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank
Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank
53
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)
Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel
NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian
1
Darah
Pasundan 601 867 173
2 Pasundan 602 1035 194
3 Peranakan Ongole 1691 278 309
4 Peranakan Ongole 1693 234 434
5 Bali 59 173 941
6 Bali 64 192 502
7
Rambut
Angus 171405 105 21
8 Friesians Holstein 310102 202 781
9 Friesians Holstein 310158 116 1134
10 Simmental 4490 22 231
11 Simmental 6115 116 1134
12
subtropis Sapi Simmental berasal dari Switzerland yang telah dijinakkan setelah
abad ke-13 Sapi Simmental dan semen beku pada tahun 1985 tiba di Indonesia
dari New Zealand dan Australia (Sutarno amp Setyawan 2016)
Karakteristik sapi Simmental (Gambar 5) menurut Sutarno amp Setyawan
(2016) memiliki tubuh yang berotot dan kukuh pertumbuhan otot yang cepat
jenis spesifik yang ditemukan di Indonesia memiliki wajah kuning atau merah
kecokelatan dengan kaki bawah putih dan ujung ekor putih Berat seekor sapi
dewasa bisa melebihi 1000 kilogram
Gambar 5 Sapi Simmental di Peternakan Tradisional
(Sumber Sutarno amp Setyawan 2016)
27 Sapi Friesians Holstein (FH)
Sapi Friesians Holstein (FH) (B taurus) telah dikembangkan sejak abad
ke-13 di Belanda (Belanda Utara dan Friesland) dan Jerman Utara (Schleswig-
Holstein) untuk menghasilkan sejenis ternak yang mampu mengonsumsi rumput
lokal Usaha untuk pengembang biakan menghasilkan ternak sapi perah terbaik di
dunia dengan warna hitam dan putih khas Sapi FH pertama kali diimpor dari
Belanda pada abad ke-19 (Sutarno amp Setyawan 2015)
Karakteristik sapi FH (Gambar 6) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)
umumnya berwarna hitam dengan warna putih garis-garis tetapi kadang-kadang
merah dengan garis-garis putih dan dengan batas warna yang jelas Kepala
13
panjang lebar dan lurus Sapi FH memiliki tanduk yang pendek dan melengkung
memiliki mulut lebar lubang hidung terbuka lebar rahang kuat telinga ukuran
sedang dahi lebar leher panjang dan tipis Bahu yang besar terletak di dinding
dada dan membentuk sendi yang baik dengan tubuh Punggung yang kokoh dan
rata dengan tulang punggung yang saling terhubung dengan baik
Gambar 6 Sapi FH di Peternakan Terbuka
(Sumber Sutarno amp Setyawan 2015)
28 Nutrisi dan Kualitas Daging Sapi
Daging sapi menjadi salah satu sumber pemenuhan protein yang memiliki
banyak kandungan nutrisi Kandungan nutrisi dari daging sapi berupa vitamin D
vitamin B12 zat besi selenium seng dan asam lemak esensial Omega 3 (Scollan
et al 2006) Kandungan lain dari daging sapi adalah 75 air 20 protein 3
lemak dan 2 substansi non-protein larut Substansi non-protein larut tersebut
berupa 45 nitrogen 45 karbohidrat 8 komponen anorganik 3 vitamin
dan 3 logam (Tornberg 2005)
Penjualan daging sapi dipengaruhi oleh daya tarik daging bagi konsumen
yang digambarkan sebagai kualitas daging Kualitas daging didefinisikan sebagai
sifat yang dirasakan konsumen secara visual dan sensoris (Becker 2000)
Kualitas daging diukur berdasarkan parameter berupa warna daging warna
lemak jumlah lemak (Glitsch 2000) tekstur nilai marbling (intramuscular fat)
14
(Lee et al 2007) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al
2011) dan lean meat (Dagong et al 2012)
Menurut Becker (2000) empat karakteristik makanan daging berkualitas
sebagai berikut (1) Karakteristik yang menunjukkan kandungan gizi protein
lemak kandungan karbohidrat (2) Karakteristik yang menunjukkan kualitas
pengolahan panjang sarkomer nilai pH warna kegemukan kapasitas pengikat
air (3) Karakteristik yang menunjukkan kualitas hygienic-toxicological residu
kontaminan status mikroorganisme zat aditif (4) Karakteristik yang
menunjukkan kualitas sensorik tekstur (tenderness juiciness) rasa atau bau dan
warna atau penampilan (marbling)
29 CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs)
CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs) merupakan keluarga
transkripsi yang mengandung domain leucine zipper dasar yang conserved atau
tidak berubah (Gambar 7) pada C-terminus yang terlibat dalam dimerisasi dan
pengikatan DNA (Ramji amp Foka 2002) Protein CEBP pertama kali
diidentifikasi di laboratorium Steve McKnight sebagai faktor stabil panas pada
inti hati tikus yang mampu berinteraksi dengan motif CCAAT box yang terdapat
pada beberapa promoter gen seluler (Johnson amp McKnight 1989)
Gen CCAATEnhancer Binding Protein (CEBP) merupakan keluarga faktor
transkripsi yang terekspresikan pada proses diferensiasi preadiposit (He et al
2011) Peran dari keluarga CEBP diantaranya pada diferensiasi seluler
mengontrol metabolisme proliferasi seluler regulasi peradangan (Ramji amp Foka
2002) siklus sel hematopoiesis perkembangan skeletal dan respons host imun
(Tsukada et al 2011) Terdapat enam anggota kelompok gen CEBP yang telah
15
diisolasi dan di karakterisasi yaitu CEBPα CEBPβ CEBPγ CEBPδ CEBPε
dan CEBPδ (Ramji amp Foka 2002) Gen tersebut memainkan peran penting dalam
diferensiasi adiposit (Lane et al 1999)
Gambar 7 Ilustrasi dari Leucine Zipper Domain
(Sumber Tsukada et al 2011)
210 Gen CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα)
Daerah promoter proksimal gen CCAATEnhancer Binding Protein α
(CEBPα) pada tikus pertama kali dicirikan dan menunjukkan mengandung
tempat pengikatan potensial untuk CEBP Sp1 Nuclear Factor (NF)-1 NF-Y
Upstream Stimulating Factor (USF) Basic Transcription Element Binding
Protein (BTEB) dan NF-Κb (Christy et al 1991) Promoter gen CEBPα dapat
diaktifkan secara otomatis di dalam sel yang dapat ditransfer melalui ekspresi dari
plasmid (Legraverend et al 1993)
Sequence gen CEBPα sapi memiliki kesamaan 899 pada urutan
nukleotida dan 925 urutan asam amino dengan gen tikus (Taniguchi amp Sasaki
1996) Gen CEBPα sapi seperti gen tikus yaitu bebas intron Open reading
frame (nukleotida 169 ndash 1230) pada gen CEBPα sapi mengodekan protein 353
16
residu asam amino yang merupakan lima asam amino lebih pendek dari pada
protein tikus (Taniguchi amp Sasaki 1996) Asam amino tersebut terekspresi
sebelum transkripsi gen spesifik adiposit yang memiliki situs pengikatan gen
CEBPα (Wang et al 2011) Urutan seperti kotak TATA terletak di nukleotida 13
ndash 18 namun situs mulai transkripsi tidak ditentukan (Taniguchi amp Sasaki 1996)
Faktor transkripsi CEBPα memainkan peranan penting selama
diferensiasi preadiposit menjadi adiposit Gen CEBPα diidentifikasi sebagai
Nuclear Factor (NF) yang di induksi saat diferensiasi yang mengikat secara
spesifik ke promotor beberapa gen (Vasseur-Cognet amp Lane 1993) Gen CEBPα
memainkan peran penting dalam pengendapan lemak dan diferensiasi adiposit
(Shin et al 2007) Gen CEBPα menjadi kandidat gen penting untuk
diidentifikasi secara marker genetik pada karkas dan sifat kualitas daging sapi
ternak (Shin et al 2007) Gen CEBPα juga dapat mengatur metabolisme energi
dan nutrisi dengan mengaktifkan beberapa gen spesifik seperti
phosphoenolpyruvate carboxykinase dan reseptor insulin (Park et al 1990)
211 Pengaruh Lingkungan Terhadap Kualitas Daging
Kondisi lingkungan berupa temperatur akan mempengaruhi keadaan
fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Kondisi lingkungan secara langsung
mempengaruhi proses metabolisme organ dan otot (Gregory 2010) Pada zona
nyaman sapi akan sedikit mengeluarkan energi dan tidak terpengaruh oleh
temperatur lingkungan sebaliknya jika berada diluar zona nyaman sapi akan
mengalami stres yang bertujuan untuk mengembalikan kepada kondisi tubuh yang
normal (Nardone et al 2006) Kondisi tersebut akan menyebabkan terjadinya
17
perubahan seperti pola makan fisiologis dan fungsi metabolisme pada kuantitas
dan kualitas produksi dari sapi itu sendiri
Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan menyebabkan terjadinya
penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et al 2001 Mader amp Davis
2004) yang terjadi pada sapi B indicus (Gregory 2010) Suhu di atas 30degC akan
menyebabkan terjadinya penurunan jumlah berat badan (Nardone et al 2006)
Pada periode yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi
perubahan fenotipe dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006 Gregory 2010)
18
BAB III
METODE
31 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari ndash Juni 2018 di
Laboratorium Genetika Molekuler Hewan Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI
Cibinong Jl Raya Bogor KM 46 Bogor Jawa Barat
32 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik
micropipette 10 microL 200 microL 1000 microL (Boesco dan Bio-Rad) dan pH meter
(Thermo Orion) tabung vacutainer mengandung K3EDTA holder dan jarum
needle ukuran 21G microcentrifuge tube 15 mL sentrifugator (Hermile Z 300
K) vortex (Barnstead Thermolyne) micropipette 1000 microL (Boesco) blue tips
white tips yellow tips shaker agigator (Thermo Scientific) parafilm pipet
Pasteur autoklaf (Trace Raypa) spektromotometer UV-Vis (GeneQuant) cuvette
dan laminar air flow (Telstar BH ndash 100) tangki elektroforesis horizontal (Bio-
Rad) power supply (Bio-Rad) timbangan analitik (Preciso XT 120A) hot plate
stirrer (Thermolyne Cimarec 2) pH meter (Thermo Orion) vortex (Barnstead
Thermolyne) Sentrifugator (HermLe Z 300 K) shaker (Bio Green) thermocycler
(Eppendorf) UV-transiluminator (Major Science)
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Red Cell Lysis Buffer
(RCLB) 250 mL pH 72 Tris Buffer Solution (TBS) 250 mL pH 74 TE Buffer
250 mL pH 8 Sodium Dedocyl Sulfate (SDS) (Mp Biomedicals) K3EDTA
(Garnier Bio One) Proteinase-K (Roche Diagnostic) PCR Buffer (Qiagen)
Proteinasi-K (Geneaid) proteinase-K Solution Ethylene Diamine Tetracetic Acid
19
(EDTA) (Mp Biomedicals) alkohol 70 alkohol absolut dingin tissue tissue
kimwipe NaCl Pekat Destillation Water (DW) steril Primer CEBPα forward
dan reverse (Integrated DNA Technolgies) TE buffer Double Destillation Water
(DDW) free nuclease (Ferementas) DNA ladder (Vivantis) PCR master mix kit
KAPA2G Robust (Kapa Biosystem) Gel Agarosa (Roche) boric acid (Merck)
tris base (Himedia) KCl (Merck) NaCl (Genetika Science) KHCO3 (Merck)
NH4Cl (Merck) Ethidium Bromida (EtBr) (Merck) gSYSCtrade DNA Extraction
Kit GS100 (Geneaid) amplop kertas
33 Sampel Penelitian
Breed sapi yang diteliti terbagi menjadi dua kelompok yaitu 1) Sapi potong
lokal (sapi Pasundan PO Bali) 2) Sapi potong introduksi (sapi Angus
Simmental FH) Sumber DNA berasal dari 1) Darah (sapi Pasundan PO Bali)
2) Rambut (sapi Angus Simmental FH) Darah atau rambut yang diambil
berasal dari dua individu berbeda setiap jenisnya kecuali sampel rambut sapi
Angus yang diperoleh dari satu individu saja
Jenis sapi yang diteliti berasal dari berbagai tempat yang berbeda yaitu 1)
Sapi Pasundan berasal dari Balai Pengembangan Perbibitan Ternak (BPPT) Sapi
Potong Ciamis 2) Sapi PO berasal dari BPPT Grobogan 3) Sapi Bali berasal dari
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Peninda Bali 4) sapi Angus
Simmental FH berasal dari Badan Embrio Ternak (BET) Cipelang Bogor
Regulasi dari BET yang tidak memperbolehkan pengambilan sampel darah
menjadi alasan utama diambilnya sampel rambut dari sapi Angus Simmental
FH Keseluruhan sampel rambut sapi yang diperoleh dari BET merupakan sapi
asli (origin) yang belum dilakukan perkawinan silang
20
34 Prosedur Kerja
341 Sterilisasi Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini di sterilisasi dengan
autoklaf pada suhu 121degC dan tekanan sebesar 1 atm selama 15 menit
342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA
a Pembuatan RCLB (Red Cell Blood Buffer)
Larutan RCLB dibuat sebanyak 1000 mL (pH 72) Larutan RCLB terbuat
dari bahan kimia NH4Cl dan KHCO3 Bahan tersebut ditimbang dengan
timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian dipindahkan ke beaker
glass dan ditambahkan EDTA 05 M sebanyak 200 microL serta DW sebanyak 300
mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot plate stirrer
Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan pH meter Nilai pH yang
terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH terlalu tinggi
ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian ditambahkan
DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott Duran 1000
mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan disimpan di
lemari pendingin
b Pembuatan TBS (Tris Buffer Solution)
Larutan TBS dibuat sebanyak 1000 mL (pH 74) dengan bahan yang
terdiri dari NaCl KCl tris base Bahan-bahan kimia tersebut ditimbang dengan
timbangan analitik dan dipindahkan ke beaker glass yang dilarutkan
menggunakan DW sebanyak 300 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan
di atas hot plate stirrer Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan menggunakan
pH meter jika pH terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH
21
terlalu tinggi ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian
ditambahkan DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott
Duran 1000 mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan
disimpan di lemari pendingin
c Pembuatan Proteinase-K Solution
Proteinase-K ditimbang pada timbangan analitik Proteinase-K kemudian
dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 45 mL serta EDTA
05 M sebanyak 54 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot
plate stirrer tanpa dipanaskan Larutan yang telah homogen ditambahkan Sodium
Dedocyl Sulfate (SDS) 10 sebanyak 378 mL Larutan tersebut kemudian
dihomogenkan di hot plate stirrer tanpa dipanaskan
d Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 5x)
Larutan TBE 5x yang dibuat sebanyak 500 mL boric acid dan tris base
ditimbang dengan timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian
dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 500 mL dan EDTA
05 M sebanyak 10 mL Larutan tersebut dihomogenkan di atas hot plate stirrer
dipanaskan setelah homogen dimasukan ke dalam botol Schott Duran 500 mL
dan disimpan di lemari pendingin
e Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 1x)
Larutan TBE 1x dibuat dengan mengencerkan 200 mL TBE 5x Larutan
TBE 1x dipindahkan pada botol Schott Duran 1000 mL Larutan tersebut
ditambahkan DW sampai 1000 mL Larutan tersebut disimpan pada lemari
pendingin
22
f Pengenceran Primer Gen CEBPα (10 pMmicroL)
Primer dalam bentuk pelet diencerkan dengan TE Buffer untuk
memperoleh primer stock Primer forward diencerkan dengan 333 microL TE Buffer
sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer reverse diencerkan dengan
332 microL sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer yang digunakan
dalam penelitian ini adalah primer CEBPα yang didesain pada penelitian (Shin
et al 2007) dengan ukuran 20 pb Primer CEBPα forward (5´-
ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) dan reverse (5´-TCAAAGTCG
TTGCCGCCTCC-3´)
Primer forward dan reverse CEBPα stock (100 pMmicroL) masing-masing
diambil sebanyak 5 microL dengan micropipette 2 ndash 20 microL dan dicampurkan ke dalam
microcentrifuge tube 15 mL baru yang telah berisi DDW free nuclease sebanyak
45 microL Larutan tersebut dicampur hingga homogen dengan cara dilakukan
mengetuk berulang bagian bawah microcentrifuge tube menggunakan ujung jari
Pengenceran primer dilakukan di laminar air flow Microcentrifuge tube yang
berisi primer dilakukan spin down dengan spin down sentrifugator agar larutan
yang berada di dinding microcentrifuge tube turun ke dasar Primer kemudian
disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
g Pembuatan Alat Pemanenan DNA
Alat pemanen DNA dibuat dari pipet Pasteur yang dimodifikasi dengan
membentuk ujung pipet seperti kail Pembentukan tersebut dilakukan dengan
memanaskan pipet di atas bunsen spiritus kemudian ditarik secara perlahan dan
dibuat melengkung seperti kail
23
h Pembuatan Gel Agarosa
Serbuk gel agarosa sebanyak 1 g ditimbang dengan timbangan analitik dan
dipindahkan ke botol Schott Duran 250 mL Serbuk gel agarosa ditambahkan
TBE 1x sebanyak 100 mL kemudian dipanaskan dan dihomogenkan dengan hot
plate stirrer sampai bening Larutan yang sudah homogen dicetak pada wadah
pencetak gel yang sudah terdapat sisir untuk membuat sebanyak 20 sumuran dan
diamkan sampai padat atau mengeras
343 Pengambilan Sampel Darah Sapi
Darah sampel diambil melalui vena caudalis sebanyak 5 mL Pengambilan
darah dilakukan dengan mengangkat caudal (ekor) dari sapi vena caudalis dicari
dengan meraba bagian ekor Jarum yang telah terpasang holder ditusukkan pada
vena caudalis dan tabung vacutainer mengandung K3EDTA dipasang pada
holder Darah yang mengalir ditampung pada tabung vacutainer kemudian
dicabut setelah darah berhenti Jarum dan holder kemudian dicabut dari vena
caudalis Tabung vacutainer yang berisi darah disimpan pada freezer dengan
suhu -20oC
344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990)
DNA yang berasal dari darah diisolasi menggunakan metode Montgomery
amp Sise (1990) dengan prosedur sebagai berikut
a Red Blood Cell Lysis
Sampel darah sebanyak 5 mL dipindahkan tabung Falcon 15 mL dan
ditambahkan larutan RCLB (pH 72) sampai 7 mL Sampel darah dihomogenkan
dengan vortex dan didiamkan selama 10 menit Sampel kemudian disentrifugasi
dengan sentrifugator selama 10 menit suhu 4degC kecepatan 3500 rpm Sampel
24
ditimbang menggunakan timbangan ganda agar proses sentrifugasi berjalan
dengan sempurna jika berat belum seimbang maka ditambah larutan RCLB
Supernatan yang diperoleh setelah proses sentrifugasi kemudian dibuang
sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Pelet ditambahkan RCLB sampai 5
mL kemudian divorteks hingga pelet hancur atau homogen Sampel disentrifugasi
selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang
diperoleh kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet kembali
ditambahkan RCLB sampai 3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau
homogen dan didiamkan selama 10 menit kemudian dilanjutkan tahapan ekstraksi
DNA
b White Blood Cell Collection
Sampel tahapan sebelumnya kemudian ditambahkan TBS (pH 74)
sebanyak 5 mL dan dikocok sebentar Sampel disentrifugasi selama 10 menit
dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang diperoleh kemudian
dibuang sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Sampel kemudian
ditambahkan TBS sebanyak 5 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau
homogen Sampel selanjutnya disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC
dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang didapatkan kemudian dibuang
sehingga hanya pelet yang tersisa Sampel kemudian ditambahkan TBS sebanyak
3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau homogen
Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan
3500 rpm Sampel divorteks perlahan hingga lapisan merah hilang Supernatan
yang didapatkan kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet
25
selanjutnya dikeringkan setelah kering ditambahkan TE 2 mL Sampel divorteks
sampai pelet hancur atau homogen
c Protein Lysis
Sampel yang sudah homogen dengan larutan TE selanjutnya ditambahkan
Proteinase-K solution sebanyak 200 microL tanpa divorteks atau dihomogenkan
Tabung Falcon 15 mL yang berisi sampel selanjutnya di-seal menggunakan
parafilm Sampel diinkubasi menggunakan shaker Agigator selama 24 jam dengan
suhu 37degC dan kecepatan 150 rpm
d Pemanenan DNA
Sampel yang telah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya ditambahkan
NaCl 5 M pekat sebanyak 2 mL Sampel diberi goyangan dengan membentuk
pola angka 8 dengan sangat perlahan setelah itu dikocok kuat sebanyak 2 kali
Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 10degC dan kecepatan 3500
rpm Supernatan dituang pada tabung reaksi yang berisi alkohol absolut dingin
Bagian permukaan tabung reaksi ditutup dengan parafilm sampai rapat Tabung
reaksi dibolak-balikan sampai terbentuk gelembung-gelembung yang melayang
Fraksi gelembung yang melayang diambil dengan pipet Pasteur yang telah
dimodifikasi dan dicelupkan secara cepat ke dalam alkohol 70 kemudian
dikeringkan dengan tissue kimwipe Gumpalan tersebut dimasukan kedalam
microcentrifuge tube 15 mL yang telah berisikan DW steril sebanyak 200 microL
Sampel dihomogenkan menggunakan alat shaker pada suhu ruang agar larut
DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
26
345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi
Pengambilan rambut dilakukan pada bagian ekor minimal rambut
sebanyak 20 helai Rambut pada bagian ekor ditarik searah dengan titik tumbuh
dari rambut tersebut Tahapan tersebut dilakukan dengan cepat agar diperoleh
bagian rambut yang utuh dengan folikel Rambut tersebut ditempelkan pada kertas
dengan selotip berbahan kertas tanpa mengenai bagian folikel dan disimpan di
dalam amplop
346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)
Tahapan isolasi DNA dari rambut menggunakan gSYSCtrade DNA
Extraction Kit GS100 (Geneaid) dengan prosedur sebagai berikut
a Cell Lysis
Sepuluh helai rambut dipotong-potong dengan ukuran 05 ndash 1 cm
termasuk bagian folikel Potongan tersebut dipindahkan ke dalam microsentrifuge
tube 15 mL ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K
(dipastikan potongan terendam) dicampur dengan cara dikocok Larutan
diinkubasi dengan suhu 60degC selama 30 menit Pada proses inkubasi
microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung microcentrifuge tube
secara perlahan setiap 5 menit GSB Buffer sebanyak 200 μL ditambahkan dan
dikocok dengan kuat dan diinkubasi kembali pada suhu 60ordmC selama 20 menit
Selama proses inkubasi microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung
secara perlahan setiap 5 menit
b DNA Binding
Sampel tahapan sebelumnya ditambahkan 200 μL etanol absolut
dikocok dengan kuat selama 10 detik Endapan yang muncul dipecah dengan
27
menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan
tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan
tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit
Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi
dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru
c Pencucian
W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan
sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30
detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column
diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL
Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan
kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi
kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi
yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit
untuk mengeringkan kolom matriks
d Elution
GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube
15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak
100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke
bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit
untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column
disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan
elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak
DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
28
347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)
DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et
al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan
dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10
menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting
yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel
rambut diganti)
Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan
disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer
(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada
microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan
suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit
pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm
beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan
disimpan pada suhu -20 ordmC
348 Uji Kuantifikasi DNA
Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji
kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL
DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette
DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus
menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi
dan tingkat kemurnian
29
349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)
Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR
master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-
ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT
CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL
DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke
dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas
kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR
mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre
denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing
54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final
extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali
3410 Elektroforesis dan Visualisasi
Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis
horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan
TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL
dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm
dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down
Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker
DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran
Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan
listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki
elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt
selama 60 menit
30
Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam
dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel
agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa
divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator
3411 Sequencing DNA
Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai
ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward
dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan
metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit
(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing
menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)
Malaysia)
35 Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif
(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil
sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis
dianalisis secara deskriptif
351 Analisis Bioinformatika
Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan
kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian
hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak
ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian
dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment
Editor 725 (Hall 2001)
31
Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-
base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)
menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base
similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99
Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple
Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak
MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan
variasi basa sampel
32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi
Berbeda
DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut
DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil
kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari
sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang
mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut
menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini
Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan
metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut
dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai
kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada
Tabel 1
Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua
metode hasil penelitian
Pengulangan ke-
Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)
Kit Konvensional Kit Konvensional
1 Angus 269 102 2100 11100
2 FH 207 109 7810 11720
3 Simmental 263 111 231 11340
Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi
Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah
dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut
33
dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode
sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata
nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah
246plusmn034 dan 107plusmn005
Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar
17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)
Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran
kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di
bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari
tahapan masing-masing metode
Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian
genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya
kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang
dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA
Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi
DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan
meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa
denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan
meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan
nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian
DNA yang baik (gt20)
Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah
nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein
Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al
34
2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini
protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada
nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi
protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat
Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh
lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik
Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode
konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit
yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode
konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti
protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan
mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al
1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses
PCR (Demeke amp Jenkins 2010)
Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa
dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA
diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun
nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang
baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan
konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen
(Demeke amp Jenkins 2010)
Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan
hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit
untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional
35
pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang
cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada
penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal
Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan
konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan
RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)
42 Konfirmasi Gen CEBPα
Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan
dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan
pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain
oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar
1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)
yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701
(Lampiran 4)
Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh
semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di
antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan
panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa
dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)
Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah
dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan
program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa
penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda
Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC
36
(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah
dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut
namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk
membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)
Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339
bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO
Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya
perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer
Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari
merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini
perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1
menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses
tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing
yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template
DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang
Target 1339
bp
37
sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA
teramplifikasi sempurna
Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi
Program PCR
Pre
Denaturation Denaturation Annealing Extension
Final
Extension Siklus
Penelitian
Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40
Referensi
Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35
Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32
He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32
Keterangan tanda () = menit tanda () = detik
43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis
menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh
empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black
(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan
(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean
(XM_0252690201)) (Tabel 3)
Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat
prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis
komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari
runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data
tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database
(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang
38
komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga
mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)
Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan
persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan
referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak
(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat
dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi
Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3
Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI
Sampel Spesies Breed GenBank Accesion
Query Cover
Max Iden
Bali
(B sondaicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Pasundan (B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99
Friesians Holstein
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Angus (B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Peranakan Ongole
(B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99
Simmental
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99
39
Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau
kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di
GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan
kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen
CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen
identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen
fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)
Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang
dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden
2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan
seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi
Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap
sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67
(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki
urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki
runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian
akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover
95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover
99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3)
44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali
Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan
runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4
40
Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi
Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil
ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada
empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo
(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau
Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada
sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)
yaitu terletak pada enam posisi berbeda
Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank
Spesies_Breed Posisi Runutan Basa
88
97
103
271
567
733
832
855
870
921
926
931
957
1088
1149
1175
1196
B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G
B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C
B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T
C
B taurus_Angus C C
B taurus_ Friesians Holstein C C
B taurus_ Simmental C C
B indicus_ Pasundan C C
B indicus_ Peranakan Ongole C C
B sondaicus_ Bali C A C G A
Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T
Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)
Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi
Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi
Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196
(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi
tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)
Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa
yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali
41
memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut
memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut
Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi
Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru
Thymine (T) = merah)
42
Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen
CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson
gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi
dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi
Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki
1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan
mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali
Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi
Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B
banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal
usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan
sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel
sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki
kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus
atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)
(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH
Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya
variasi basa yang ditemukan
Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali
terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan
adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis
kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan
keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah
mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode
43
yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe
dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)
Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan
dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)
(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis
Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi
keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali
(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan
pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al
2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi
karakteristik dari daging sapi Bali
Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et
al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki
kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan
menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et
al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga
mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat
dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan
dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)
Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk
menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin
(subtropis)
Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan
sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi
44
lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan
daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki
kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang
lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari
karkas yang diperoleh
45
BAB V
PENUTUP
51 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa
1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan
PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)
2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi
Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa
3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi
DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit
52 Saran
Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah
populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme
(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak
dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi
tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar
memperoleh hasil yang maksimal
46
DAFTAR PUSTAKA
Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka
Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)
Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular
Research 14(3) 9370ndash9383
Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research
24(13) 2623ndash2625
Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan
Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39
Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan
Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor
Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice
Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773
Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176
Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the
National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7
Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash
ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24
Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods
PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990
Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797
Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11
Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga
47
Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method
of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231
Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194
Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and
Pathology 3(2) 133ndash137
Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food
Research International 43(7) 1866ndash1873
Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology
Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the
Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076
He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle
Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969
Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27
Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and
Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26
Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R
(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science
and Technology 46(6) 909ndash916
Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839
Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from
hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289
Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and
Evolution 33(7) 1870ndash1874
Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer
Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683
Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon
D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To
48
Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of
Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764
Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription
factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742
Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)
Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485
Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology
Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)
Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On
Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087
Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali
(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128
Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9
Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On
Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335
Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A
Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in
Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20
Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash
441
Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect
On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81
Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor
Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam
Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156
Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C
A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle
49
Journal Animal Science 80 3077ndash3085
Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in
The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72
Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water
Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A
Review Meat Science 89(2) 111ndash124
Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374
Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat
[Skripsi] Institut Pertanian Bogor
Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes
transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504
Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)
Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6
Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure
Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75
Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E
Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among
Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158
Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)
Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The
Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299
Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip
Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle
Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020
Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots
In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451
50
Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp
Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with
Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33
Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan
Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from
httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395
Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian
Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470
Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for
bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594
Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole
(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional
Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)
Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan
Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)
Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273
Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian
Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354
Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds
Biodiversitas 17(1) 275ndash295
Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)
Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131
Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang
Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107
Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence
of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554
Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508
Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The
51
CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)
Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19
Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter
Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316
Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular
Research 11(2) 1651ndash1661
Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The
CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077
Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia
(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25
Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20
Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle
Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954
Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal
Science 50(11) 499ndash502
52
LAMPIRAN
Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data
Gen Bank
Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178
Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283
Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247
Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank
Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank
53
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)
Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel
NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian
1
Darah
Pasundan 601 867 173
2 Pasundan 602 1035 194
3 Peranakan Ongole 1691 278 309
4 Peranakan Ongole 1693 234 434
5 Bali 59 173 941
6 Bali 64 192 502
7
Rambut
Angus 171405 105 21
8 Friesians Holstein 310102 202 781
9 Friesians Holstein 310158 116 1134
10 Simmental 4490 22 231
11 Simmental 6115 116 1134
13
panjang lebar dan lurus Sapi FH memiliki tanduk yang pendek dan melengkung
memiliki mulut lebar lubang hidung terbuka lebar rahang kuat telinga ukuran
sedang dahi lebar leher panjang dan tipis Bahu yang besar terletak di dinding
dada dan membentuk sendi yang baik dengan tubuh Punggung yang kokoh dan
rata dengan tulang punggung yang saling terhubung dengan baik
Gambar 6 Sapi FH di Peternakan Terbuka
(Sumber Sutarno amp Setyawan 2015)
28 Nutrisi dan Kualitas Daging Sapi
Daging sapi menjadi salah satu sumber pemenuhan protein yang memiliki
banyak kandungan nutrisi Kandungan nutrisi dari daging sapi berupa vitamin D
vitamin B12 zat besi selenium seng dan asam lemak esensial Omega 3 (Scollan
et al 2006) Kandungan lain dari daging sapi adalah 75 air 20 protein 3
lemak dan 2 substansi non-protein larut Substansi non-protein larut tersebut
berupa 45 nitrogen 45 karbohidrat 8 komponen anorganik 3 vitamin
dan 3 logam (Tornberg 2005)
Penjualan daging sapi dipengaruhi oleh daya tarik daging bagi konsumen
yang digambarkan sebagai kualitas daging Kualitas daging didefinisikan sebagai
sifat yang dirasakan konsumen secara visual dan sensoris (Becker 2000)
Kualitas daging diukur berdasarkan parameter berupa warna daging warna
lemak jumlah lemak (Glitsch 2000) tekstur nilai marbling (intramuscular fat)
14
(Lee et al 2007) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al
2011) dan lean meat (Dagong et al 2012)
Menurut Becker (2000) empat karakteristik makanan daging berkualitas
sebagai berikut (1) Karakteristik yang menunjukkan kandungan gizi protein
lemak kandungan karbohidrat (2) Karakteristik yang menunjukkan kualitas
pengolahan panjang sarkomer nilai pH warna kegemukan kapasitas pengikat
air (3) Karakteristik yang menunjukkan kualitas hygienic-toxicological residu
kontaminan status mikroorganisme zat aditif (4) Karakteristik yang
menunjukkan kualitas sensorik tekstur (tenderness juiciness) rasa atau bau dan
warna atau penampilan (marbling)
29 CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs)
CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs) merupakan keluarga
transkripsi yang mengandung domain leucine zipper dasar yang conserved atau
tidak berubah (Gambar 7) pada C-terminus yang terlibat dalam dimerisasi dan
pengikatan DNA (Ramji amp Foka 2002) Protein CEBP pertama kali
diidentifikasi di laboratorium Steve McKnight sebagai faktor stabil panas pada
inti hati tikus yang mampu berinteraksi dengan motif CCAAT box yang terdapat
pada beberapa promoter gen seluler (Johnson amp McKnight 1989)
Gen CCAATEnhancer Binding Protein (CEBP) merupakan keluarga faktor
transkripsi yang terekspresikan pada proses diferensiasi preadiposit (He et al
2011) Peran dari keluarga CEBP diantaranya pada diferensiasi seluler
mengontrol metabolisme proliferasi seluler regulasi peradangan (Ramji amp Foka
2002) siklus sel hematopoiesis perkembangan skeletal dan respons host imun
(Tsukada et al 2011) Terdapat enam anggota kelompok gen CEBP yang telah
15
diisolasi dan di karakterisasi yaitu CEBPα CEBPβ CEBPγ CEBPδ CEBPε
dan CEBPδ (Ramji amp Foka 2002) Gen tersebut memainkan peran penting dalam
diferensiasi adiposit (Lane et al 1999)
Gambar 7 Ilustrasi dari Leucine Zipper Domain
(Sumber Tsukada et al 2011)
210 Gen CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα)
Daerah promoter proksimal gen CCAATEnhancer Binding Protein α
(CEBPα) pada tikus pertama kali dicirikan dan menunjukkan mengandung
tempat pengikatan potensial untuk CEBP Sp1 Nuclear Factor (NF)-1 NF-Y
Upstream Stimulating Factor (USF) Basic Transcription Element Binding
Protein (BTEB) dan NF-Κb (Christy et al 1991) Promoter gen CEBPα dapat
diaktifkan secara otomatis di dalam sel yang dapat ditransfer melalui ekspresi dari
plasmid (Legraverend et al 1993)
Sequence gen CEBPα sapi memiliki kesamaan 899 pada urutan
nukleotida dan 925 urutan asam amino dengan gen tikus (Taniguchi amp Sasaki
1996) Gen CEBPα sapi seperti gen tikus yaitu bebas intron Open reading
frame (nukleotida 169 ndash 1230) pada gen CEBPα sapi mengodekan protein 353
16
residu asam amino yang merupakan lima asam amino lebih pendek dari pada
protein tikus (Taniguchi amp Sasaki 1996) Asam amino tersebut terekspresi
sebelum transkripsi gen spesifik adiposit yang memiliki situs pengikatan gen
CEBPα (Wang et al 2011) Urutan seperti kotak TATA terletak di nukleotida 13
ndash 18 namun situs mulai transkripsi tidak ditentukan (Taniguchi amp Sasaki 1996)
Faktor transkripsi CEBPα memainkan peranan penting selama
diferensiasi preadiposit menjadi adiposit Gen CEBPα diidentifikasi sebagai
Nuclear Factor (NF) yang di induksi saat diferensiasi yang mengikat secara
spesifik ke promotor beberapa gen (Vasseur-Cognet amp Lane 1993) Gen CEBPα
memainkan peran penting dalam pengendapan lemak dan diferensiasi adiposit
(Shin et al 2007) Gen CEBPα menjadi kandidat gen penting untuk
diidentifikasi secara marker genetik pada karkas dan sifat kualitas daging sapi
ternak (Shin et al 2007) Gen CEBPα juga dapat mengatur metabolisme energi
dan nutrisi dengan mengaktifkan beberapa gen spesifik seperti
phosphoenolpyruvate carboxykinase dan reseptor insulin (Park et al 1990)
211 Pengaruh Lingkungan Terhadap Kualitas Daging
Kondisi lingkungan berupa temperatur akan mempengaruhi keadaan
fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Kondisi lingkungan secara langsung
mempengaruhi proses metabolisme organ dan otot (Gregory 2010) Pada zona
nyaman sapi akan sedikit mengeluarkan energi dan tidak terpengaruh oleh
temperatur lingkungan sebaliknya jika berada diluar zona nyaman sapi akan
mengalami stres yang bertujuan untuk mengembalikan kepada kondisi tubuh yang
normal (Nardone et al 2006) Kondisi tersebut akan menyebabkan terjadinya
17
perubahan seperti pola makan fisiologis dan fungsi metabolisme pada kuantitas
dan kualitas produksi dari sapi itu sendiri
Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan menyebabkan terjadinya
penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et al 2001 Mader amp Davis
2004) yang terjadi pada sapi B indicus (Gregory 2010) Suhu di atas 30degC akan
menyebabkan terjadinya penurunan jumlah berat badan (Nardone et al 2006)
Pada periode yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi
perubahan fenotipe dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006 Gregory 2010)
18
BAB III
METODE
31 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari ndash Juni 2018 di
Laboratorium Genetika Molekuler Hewan Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI
Cibinong Jl Raya Bogor KM 46 Bogor Jawa Barat
32 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik
micropipette 10 microL 200 microL 1000 microL (Boesco dan Bio-Rad) dan pH meter
(Thermo Orion) tabung vacutainer mengandung K3EDTA holder dan jarum
needle ukuran 21G microcentrifuge tube 15 mL sentrifugator (Hermile Z 300
K) vortex (Barnstead Thermolyne) micropipette 1000 microL (Boesco) blue tips
white tips yellow tips shaker agigator (Thermo Scientific) parafilm pipet
Pasteur autoklaf (Trace Raypa) spektromotometer UV-Vis (GeneQuant) cuvette
dan laminar air flow (Telstar BH ndash 100) tangki elektroforesis horizontal (Bio-
Rad) power supply (Bio-Rad) timbangan analitik (Preciso XT 120A) hot plate
stirrer (Thermolyne Cimarec 2) pH meter (Thermo Orion) vortex (Barnstead
Thermolyne) Sentrifugator (HermLe Z 300 K) shaker (Bio Green) thermocycler
(Eppendorf) UV-transiluminator (Major Science)
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Red Cell Lysis Buffer
(RCLB) 250 mL pH 72 Tris Buffer Solution (TBS) 250 mL pH 74 TE Buffer
250 mL pH 8 Sodium Dedocyl Sulfate (SDS) (Mp Biomedicals) K3EDTA
(Garnier Bio One) Proteinase-K (Roche Diagnostic) PCR Buffer (Qiagen)
Proteinasi-K (Geneaid) proteinase-K Solution Ethylene Diamine Tetracetic Acid
19
(EDTA) (Mp Biomedicals) alkohol 70 alkohol absolut dingin tissue tissue
kimwipe NaCl Pekat Destillation Water (DW) steril Primer CEBPα forward
dan reverse (Integrated DNA Technolgies) TE buffer Double Destillation Water
(DDW) free nuclease (Ferementas) DNA ladder (Vivantis) PCR master mix kit
KAPA2G Robust (Kapa Biosystem) Gel Agarosa (Roche) boric acid (Merck)
tris base (Himedia) KCl (Merck) NaCl (Genetika Science) KHCO3 (Merck)
NH4Cl (Merck) Ethidium Bromida (EtBr) (Merck) gSYSCtrade DNA Extraction
Kit GS100 (Geneaid) amplop kertas
33 Sampel Penelitian
Breed sapi yang diteliti terbagi menjadi dua kelompok yaitu 1) Sapi potong
lokal (sapi Pasundan PO Bali) 2) Sapi potong introduksi (sapi Angus
Simmental FH) Sumber DNA berasal dari 1) Darah (sapi Pasundan PO Bali)
2) Rambut (sapi Angus Simmental FH) Darah atau rambut yang diambil
berasal dari dua individu berbeda setiap jenisnya kecuali sampel rambut sapi
Angus yang diperoleh dari satu individu saja
Jenis sapi yang diteliti berasal dari berbagai tempat yang berbeda yaitu 1)
Sapi Pasundan berasal dari Balai Pengembangan Perbibitan Ternak (BPPT) Sapi
Potong Ciamis 2) Sapi PO berasal dari BPPT Grobogan 3) Sapi Bali berasal dari
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Peninda Bali 4) sapi Angus
Simmental FH berasal dari Badan Embrio Ternak (BET) Cipelang Bogor
Regulasi dari BET yang tidak memperbolehkan pengambilan sampel darah
menjadi alasan utama diambilnya sampel rambut dari sapi Angus Simmental
FH Keseluruhan sampel rambut sapi yang diperoleh dari BET merupakan sapi
asli (origin) yang belum dilakukan perkawinan silang
20
34 Prosedur Kerja
341 Sterilisasi Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini di sterilisasi dengan
autoklaf pada suhu 121degC dan tekanan sebesar 1 atm selama 15 menit
342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA
a Pembuatan RCLB (Red Cell Blood Buffer)
Larutan RCLB dibuat sebanyak 1000 mL (pH 72) Larutan RCLB terbuat
dari bahan kimia NH4Cl dan KHCO3 Bahan tersebut ditimbang dengan
timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian dipindahkan ke beaker
glass dan ditambahkan EDTA 05 M sebanyak 200 microL serta DW sebanyak 300
mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot plate stirrer
Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan pH meter Nilai pH yang
terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH terlalu tinggi
ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian ditambahkan
DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott Duran 1000
mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan disimpan di
lemari pendingin
b Pembuatan TBS (Tris Buffer Solution)
Larutan TBS dibuat sebanyak 1000 mL (pH 74) dengan bahan yang
terdiri dari NaCl KCl tris base Bahan-bahan kimia tersebut ditimbang dengan
timbangan analitik dan dipindahkan ke beaker glass yang dilarutkan
menggunakan DW sebanyak 300 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan
di atas hot plate stirrer Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan menggunakan
pH meter jika pH terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH
21
terlalu tinggi ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian
ditambahkan DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott
Duran 1000 mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan
disimpan di lemari pendingin
c Pembuatan Proteinase-K Solution
Proteinase-K ditimbang pada timbangan analitik Proteinase-K kemudian
dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 45 mL serta EDTA
05 M sebanyak 54 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot
plate stirrer tanpa dipanaskan Larutan yang telah homogen ditambahkan Sodium
Dedocyl Sulfate (SDS) 10 sebanyak 378 mL Larutan tersebut kemudian
dihomogenkan di hot plate stirrer tanpa dipanaskan
d Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 5x)
Larutan TBE 5x yang dibuat sebanyak 500 mL boric acid dan tris base
ditimbang dengan timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian
dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 500 mL dan EDTA
05 M sebanyak 10 mL Larutan tersebut dihomogenkan di atas hot plate stirrer
dipanaskan setelah homogen dimasukan ke dalam botol Schott Duran 500 mL
dan disimpan di lemari pendingin
e Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 1x)
Larutan TBE 1x dibuat dengan mengencerkan 200 mL TBE 5x Larutan
TBE 1x dipindahkan pada botol Schott Duran 1000 mL Larutan tersebut
ditambahkan DW sampai 1000 mL Larutan tersebut disimpan pada lemari
pendingin
22
f Pengenceran Primer Gen CEBPα (10 pMmicroL)
Primer dalam bentuk pelet diencerkan dengan TE Buffer untuk
memperoleh primer stock Primer forward diencerkan dengan 333 microL TE Buffer
sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer reverse diencerkan dengan
332 microL sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer yang digunakan
dalam penelitian ini adalah primer CEBPα yang didesain pada penelitian (Shin
et al 2007) dengan ukuran 20 pb Primer CEBPα forward (5´-
ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) dan reverse (5´-TCAAAGTCG
TTGCCGCCTCC-3´)
Primer forward dan reverse CEBPα stock (100 pMmicroL) masing-masing
diambil sebanyak 5 microL dengan micropipette 2 ndash 20 microL dan dicampurkan ke dalam
microcentrifuge tube 15 mL baru yang telah berisi DDW free nuclease sebanyak
45 microL Larutan tersebut dicampur hingga homogen dengan cara dilakukan
mengetuk berulang bagian bawah microcentrifuge tube menggunakan ujung jari
Pengenceran primer dilakukan di laminar air flow Microcentrifuge tube yang
berisi primer dilakukan spin down dengan spin down sentrifugator agar larutan
yang berada di dinding microcentrifuge tube turun ke dasar Primer kemudian
disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
g Pembuatan Alat Pemanenan DNA
Alat pemanen DNA dibuat dari pipet Pasteur yang dimodifikasi dengan
membentuk ujung pipet seperti kail Pembentukan tersebut dilakukan dengan
memanaskan pipet di atas bunsen spiritus kemudian ditarik secara perlahan dan
dibuat melengkung seperti kail
23
h Pembuatan Gel Agarosa
Serbuk gel agarosa sebanyak 1 g ditimbang dengan timbangan analitik dan
dipindahkan ke botol Schott Duran 250 mL Serbuk gel agarosa ditambahkan
TBE 1x sebanyak 100 mL kemudian dipanaskan dan dihomogenkan dengan hot
plate stirrer sampai bening Larutan yang sudah homogen dicetak pada wadah
pencetak gel yang sudah terdapat sisir untuk membuat sebanyak 20 sumuran dan
diamkan sampai padat atau mengeras
343 Pengambilan Sampel Darah Sapi
Darah sampel diambil melalui vena caudalis sebanyak 5 mL Pengambilan
darah dilakukan dengan mengangkat caudal (ekor) dari sapi vena caudalis dicari
dengan meraba bagian ekor Jarum yang telah terpasang holder ditusukkan pada
vena caudalis dan tabung vacutainer mengandung K3EDTA dipasang pada
holder Darah yang mengalir ditampung pada tabung vacutainer kemudian
dicabut setelah darah berhenti Jarum dan holder kemudian dicabut dari vena
caudalis Tabung vacutainer yang berisi darah disimpan pada freezer dengan
suhu -20oC
344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990)
DNA yang berasal dari darah diisolasi menggunakan metode Montgomery
amp Sise (1990) dengan prosedur sebagai berikut
a Red Blood Cell Lysis
Sampel darah sebanyak 5 mL dipindahkan tabung Falcon 15 mL dan
ditambahkan larutan RCLB (pH 72) sampai 7 mL Sampel darah dihomogenkan
dengan vortex dan didiamkan selama 10 menit Sampel kemudian disentrifugasi
dengan sentrifugator selama 10 menit suhu 4degC kecepatan 3500 rpm Sampel
24
ditimbang menggunakan timbangan ganda agar proses sentrifugasi berjalan
dengan sempurna jika berat belum seimbang maka ditambah larutan RCLB
Supernatan yang diperoleh setelah proses sentrifugasi kemudian dibuang
sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Pelet ditambahkan RCLB sampai 5
mL kemudian divorteks hingga pelet hancur atau homogen Sampel disentrifugasi
selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang
diperoleh kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet kembali
ditambahkan RCLB sampai 3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau
homogen dan didiamkan selama 10 menit kemudian dilanjutkan tahapan ekstraksi
DNA
b White Blood Cell Collection
Sampel tahapan sebelumnya kemudian ditambahkan TBS (pH 74)
sebanyak 5 mL dan dikocok sebentar Sampel disentrifugasi selama 10 menit
dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang diperoleh kemudian
dibuang sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Sampel kemudian
ditambahkan TBS sebanyak 5 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau
homogen Sampel selanjutnya disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC
dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang didapatkan kemudian dibuang
sehingga hanya pelet yang tersisa Sampel kemudian ditambahkan TBS sebanyak
3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau homogen
Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan
3500 rpm Sampel divorteks perlahan hingga lapisan merah hilang Supernatan
yang didapatkan kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet
25
selanjutnya dikeringkan setelah kering ditambahkan TE 2 mL Sampel divorteks
sampai pelet hancur atau homogen
c Protein Lysis
Sampel yang sudah homogen dengan larutan TE selanjutnya ditambahkan
Proteinase-K solution sebanyak 200 microL tanpa divorteks atau dihomogenkan
Tabung Falcon 15 mL yang berisi sampel selanjutnya di-seal menggunakan
parafilm Sampel diinkubasi menggunakan shaker Agigator selama 24 jam dengan
suhu 37degC dan kecepatan 150 rpm
d Pemanenan DNA
Sampel yang telah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya ditambahkan
NaCl 5 M pekat sebanyak 2 mL Sampel diberi goyangan dengan membentuk
pola angka 8 dengan sangat perlahan setelah itu dikocok kuat sebanyak 2 kali
Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 10degC dan kecepatan 3500
rpm Supernatan dituang pada tabung reaksi yang berisi alkohol absolut dingin
Bagian permukaan tabung reaksi ditutup dengan parafilm sampai rapat Tabung
reaksi dibolak-balikan sampai terbentuk gelembung-gelembung yang melayang
Fraksi gelembung yang melayang diambil dengan pipet Pasteur yang telah
dimodifikasi dan dicelupkan secara cepat ke dalam alkohol 70 kemudian
dikeringkan dengan tissue kimwipe Gumpalan tersebut dimasukan kedalam
microcentrifuge tube 15 mL yang telah berisikan DW steril sebanyak 200 microL
Sampel dihomogenkan menggunakan alat shaker pada suhu ruang agar larut
DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
26
345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi
Pengambilan rambut dilakukan pada bagian ekor minimal rambut
sebanyak 20 helai Rambut pada bagian ekor ditarik searah dengan titik tumbuh
dari rambut tersebut Tahapan tersebut dilakukan dengan cepat agar diperoleh
bagian rambut yang utuh dengan folikel Rambut tersebut ditempelkan pada kertas
dengan selotip berbahan kertas tanpa mengenai bagian folikel dan disimpan di
dalam amplop
346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)
Tahapan isolasi DNA dari rambut menggunakan gSYSCtrade DNA
Extraction Kit GS100 (Geneaid) dengan prosedur sebagai berikut
a Cell Lysis
Sepuluh helai rambut dipotong-potong dengan ukuran 05 ndash 1 cm
termasuk bagian folikel Potongan tersebut dipindahkan ke dalam microsentrifuge
tube 15 mL ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K
(dipastikan potongan terendam) dicampur dengan cara dikocok Larutan
diinkubasi dengan suhu 60degC selama 30 menit Pada proses inkubasi
microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung microcentrifuge tube
secara perlahan setiap 5 menit GSB Buffer sebanyak 200 μL ditambahkan dan
dikocok dengan kuat dan diinkubasi kembali pada suhu 60ordmC selama 20 menit
Selama proses inkubasi microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung
secara perlahan setiap 5 menit
b DNA Binding
Sampel tahapan sebelumnya ditambahkan 200 μL etanol absolut
dikocok dengan kuat selama 10 detik Endapan yang muncul dipecah dengan
27
menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan
tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan
tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit
Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi
dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru
c Pencucian
W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan
sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30
detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column
diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL
Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan
kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi
kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi
yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit
untuk mengeringkan kolom matriks
d Elution
GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube
15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak
100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke
bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit
untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column
disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan
elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak
DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
28
347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)
DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et
al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan
dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10
menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting
yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel
rambut diganti)
Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan
disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer
(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada
microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan
suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit
pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm
beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan
disimpan pada suhu -20 ordmC
348 Uji Kuantifikasi DNA
Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji
kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL
DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette
DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus
menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi
dan tingkat kemurnian
29
349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)
Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR
master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-
ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT
CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL
DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke
dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas
kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR
mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre
denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing
54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final
extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali
3410 Elektroforesis dan Visualisasi
Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis
horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan
TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL
dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm
dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down
Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker
DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran
Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan
listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki
elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt
selama 60 menit
30
Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam
dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel
agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa
divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator
3411 Sequencing DNA
Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai
ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward
dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan
metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit
(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing
menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)
Malaysia)
35 Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif
(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil
sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis
dianalisis secara deskriptif
351 Analisis Bioinformatika
Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan
kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian
hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak
ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian
dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment
Editor 725 (Hall 2001)
31
Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-
base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)
menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base
similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99
Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple
Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak
MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan
variasi basa sampel
32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi
Berbeda
DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut
DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil
kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari
sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang
mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut
menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini
Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan
metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut
dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai
kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada
Tabel 1
Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua
metode hasil penelitian
Pengulangan ke-
Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)
Kit Konvensional Kit Konvensional
1 Angus 269 102 2100 11100
2 FH 207 109 7810 11720
3 Simmental 263 111 231 11340
Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi
Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah
dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut
33
dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode
sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata
nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah
246plusmn034 dan 107plusmn005
Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar
17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)
Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran
kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di
bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari
tahapan masing-masing metode
Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian
genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya
kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang
dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA
Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi
DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan
meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa
denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan
meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan
nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian
DNA yang baik (gt20)
Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah
nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein
Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al
34
2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini
protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada
nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi
protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat
Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh
lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik
Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode
konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit
yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode
konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti
protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan
mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al
1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses
PCR (Demeke amp Jenkins 2010)
Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa
dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA
diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun
nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang
baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan
konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen
(Demeke amp Jenkins 2010)
Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan
hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit
untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional
35
pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang
cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada
penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal
Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan
konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan
RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)
42 Konfirmasi Gen CEBPα
Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan
dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan
pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain
oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar
1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)
yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701
(Lampiran 4)
Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh
semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di
antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan
panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa
dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)
Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah
dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan
program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa
penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda
Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC
36
(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah
dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut
namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk
membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)
Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339
bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO
Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya
perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer
Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari
merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini
perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1
menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses
tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing
yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template
DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang
Target 1339
bp
37
sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA
teramplifikasi sempurna
Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi
Program PCR
Pre
Denaturation Denaturation Annealing Extension
Final
Extension Siklus
Penelitian
Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40
Referensi
Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35
Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32
He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32
Keterangan tanda () = menit tanda () = detik
43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis
menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh
empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black
(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan
(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean
(XM_0252690201)) (Tabel 3)
Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat
prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis
komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari
runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data
tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database
(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang
38
komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga
mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)
Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan
persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan
referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak
(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat
dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi
Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3
Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI
Sampel Spesies Breed GenBank Accesion
Query Cover
Max Iden
Bali
(B sondaicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Pasundan (B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99
Friesians Holstein
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Angus (B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Peranakan Ongole
(B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99
Simmental
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99
39
Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau
kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di
GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan
kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen
CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen
identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen
fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)
Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang
dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden
2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan
seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi
Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap
sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67
(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki
urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki
runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian
akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover
95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover
99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3)
44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali
Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan
runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4
40
Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi
Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil
ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada
empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo
(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau
Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada
sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)
yaitu terletak pada enam posisi berbeda
Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank
Spesies_Breed Posisi Runutan Basa
88
97
103
271
567
733
832
855
870
921
926
931
957
1088
1149
1175
1196
B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G
B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C
B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T
C
B taurus_Angus C C
B taurus_ Friesians Holstein C C
B taurus_ Simmental C C
B indicus_ Pasundan C C
B indicus_ Peranakan Ongole C C
B sondaicus_ Bali C A C G A
Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T
Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)
Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi
Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi
Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196
(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi
tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)
Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa
yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali
41
memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut
memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut
Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi
Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru
Thymine (T) = merah)
42
Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen
CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson
gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi
dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi
Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki
1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan
mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali
Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi
Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B
banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal
usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan
sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel
sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki
kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus
atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)
(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH
Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya
variasi basa yang ditemukan
Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali
terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan
adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis
kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan
keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah
mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode
43
yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe
dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)
Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan
dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)
(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis
Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi
keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali
(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan
pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al
2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi
karakteristik dari daging sapi Bali
Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et
al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki
kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan
menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et
al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga
mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat
dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan
dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)
Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk
menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin
(subtropis)
Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan
sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi
44
lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan
daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki
kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang
lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari
karkas yang diperoleh
45
BAB V
PENUTUP
51 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa
1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan
PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)
2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi
Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa
3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi
DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit
52 Saran
Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah
populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme
(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak
dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi
tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar
memperoleh hasil yang maksimal
46
DAFTAR PUSTAKA
Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka
Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)
Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular
Research 14(3) 9370ndash9383
Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research
24(13) 2623ndash2625
Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan
Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39
Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan
Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor
Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice
Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773
Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176
Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the
National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7
Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash
ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24
Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods
PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990
Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797
Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11
Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga
47
Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method
of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231
Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194
Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and
Pathology 3(2) 133ndash137
Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food
Research International 43(7) 1866ndash1873
Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology
Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the
Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076
He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle
Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969
Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27
Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and
Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26
Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R
(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science
and Technology 46(6) 909ndash916
Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839
Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from
hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289
Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and
Evolution 33(7) 1870ndash1874
Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer
Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683
Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon
D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To
48
Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of
Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764
Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription
factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742
Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)
Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485
Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology
Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)
Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On
Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087
Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali
(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128
Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9
Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On
Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335
Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A
Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in
Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20
Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash
441
Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect
On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81
Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor
Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam
Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156
Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C
A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle
49
Journal Animal Science 80 3077ndash3085
Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in
The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72
Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water
Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A
Review Meat Science 89(2) 111ndash124
Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374
Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat
[Skripsi] Institut Pertanian Bogor
Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes
transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504
Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)
Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6
Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure
Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75
Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E
Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among
Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158
Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)
Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The
Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299
Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip
Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle
Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020
Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots
In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451
50
Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp
Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with
Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33
Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan
Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from
httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395
Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian
Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470
Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for
bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594
Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole
(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional
Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)
Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan
Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)
Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273
Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian
Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354
Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds
Biodiversitas 17(1) 275ndash295
Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)
Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131
Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang
Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107
Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence
of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554
Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508
Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The
51
CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)
Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19
Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter
Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316
Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular
Research 11(2) 1651ndash1661
Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The
CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077
Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia
(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25
Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20
Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle
Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954
Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal
Science 50(11) 499ndash502
52
LAMPIRAN
Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data
Gen Bank
Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178
Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283
Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247
Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank
Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank
53
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)
Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel
NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian
1
Darah
Pasundan 601 867 173
2 Pasundan 602 1035 194
3 Peranakan Ongole 1691 278 309
4 Peranakan Ongole 1693 234 434
5 Bali 59 173 941
6 Bali 64 192 502
7
Rambut
Angus 171405 105 21
8 Friesians Holstein 310102 202 781
9 Friesians Holstein 310158 116 1134
10 Simmental 4490 22 231
11 Simmental 6115 116 1134
14
(Lee et al 2007) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al
2011) dan lean meat (Dagong et al 2012)
Menurut Becker (2000) empat karakteristik makanan daging berkualitas
sebagai berikut (1) Karakteristik yang menunjukkan kandungan gizi protein
lemak kandungan karbohidrat (2) Karakteristik yang menunjukkan kualitas
pengolahan panjang sarkomer nilai pH warna kegemukan kapasitas pengikat
air (3) Karakteristik yang menunjukkan kualitas hygienic-toxicological residu
kontaminan status mikroorganisme zat aditif (4) Karakteristik yang
menunjukkan kualitas sensorik tekstur (tenderness juiciness) rasa atau bau dan
warna atau penampilan (marbling)
29 CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs)
CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs) merupakan keluarga
transkripsi yang mengandung domain leucine zipper dasar yang conserved atau
tidak berubah (Gambar 7) pada C-terminus yang terlibat dalam dimerisasi dan
pengikatan DNA (Ramji amp Foka 2002) Protein CEBP pertama kali
diidentifikasi di laboratorium Steve McKnight sebagai faktor stabil panas pada
inti hati tikus yang mampu berinteraksi dengan motif CCAAT box yang terdapat
pada beberapa promoter gen seluler (Johnson amp McKnight 1989)
Gen CCAATEnhancer Binding Protein (CEBP) merupakan keluarga faktor
transkripsi yang terekspresikan pada proses diferensiasi preadiposit (He et al
2011) Peran dari keluarga CEBP diantaranya pada diferensiasi seluler
mengontrol metabolisme proliferasi seluler regulasi peradangan (Ramji amp Foka
2002) siklus sel hematopoiesis perkembangan skeletal dan respons host imun
(Tsukada et al 2011) Terdapat enam anggota kelompok gen CEBP yang telah
15
diisolasi dan di karakterisasi yaitu CEBPα CEBPβ CEBPγ CEBPδ CEBPε
dan CEBPδ (Ramji amp Foka 2002) Gen tersebut memainkan peran penting dalam
diferensiasi adiposit (Lane et al 1999)
Gambar 7 Ilustrasi dari Leucine Zipper Domain
(Sumber Tsukada et al 2011)
210 Gen CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα)
Daerah promoter proksimal gen CCAATEnhancer Binding Protein α
(CEBPα) pada tikus pertama kali dicirikan dan menunjukkan mengandung
tempat pengikatan potensial untuk CEBP Sp1 Nuclear Factor (NF)-1 NF-Y
Upstream Stimulating Factor (USF) Basic Transcription Element Binding
Protein (BTEB) dan NF-Κb (Christy et al 1991) Promoter gen CEBPα dapat
diaktifkan secara otomatis di dalam sel yang dapat ditransfer melalui ekspresi dari
plasmid (Legraverend et al 1993)
Sequence gen CEBPα sapi memiliki kesamaan 899 pada urutan
nukleotida dan 925 urutan asam amino dengan gen tikus (Taniguchi amp Sasaki
1996) Gen CEBPα sapi seperti gen tikus yaitu bebas intron Open reading
frame (nukleotida 169 ndash 1230) pada gen CEBPα sapi mengodekan protein 353
16
residu asam amino yang merupakan lima asam amino lebih pendek dari pada
protein tikus (Taniguchi amp Sasaki 1996) Asam amino tersebut terekspresi
sebelum transkripsi gen spesifik adiposit yang memiliki situs pengikatan gen
CEBPα (Wang et al 2011) Urutan seperti kotak TATA terletak di nukleotida 13
ndash 18 namun situs mulai transkripsi tidak ditentukan (Taniguchi amp Sasaki 1996)
Faktor transkripsi CEBPα memainkan peranan penting selama
diferensiasi preadiposit menjadi adiposit Gen CEBPα diidentifikasi sebagai
Nuclear Factor (NF) yang di induksi saat diferensiasi yang mengikat secara
spesifik ke promotor beberapa gen (Vasseur-Cognet amp Lane 1993) Gen CEBPα
memainkan peran penting dalam pengendapan lemak dan diferensiasi adiposit
(Shin et al 2007) Gen CEBPα menjadi kandidat gen penting untuk
diidentifikasi secara marker genetik pada karkas dan sifat kualitas daging sapi
ternak (Shin et al 2007) Gen CEBPα juga dapat mengatur metabolisme energi
dan nutrisi dengan mengaktifkan beberapa gen spesifik seperti
phosphoenolpyruvate carboxykinase dan reseptor insulin (Park et al 1990)
211 Pengaruh Lingkungan Terhadap Kualitas Daging
Kondisi lingkungan berupa temperatur akan mempengaruhi keadaan
fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Kondisi lingkungan secara langsung
mempengaruhi proses metabolisme organ dan otot (Gregory 2010) Pada zona
nyaman sapi akan sedikit mengeluarkan energi dan tidak terpengaruh oleh
temperatur lingkungan sebaliknya jika berada diluar zona nyaman sapi akan
mengalami stres yang bertujuan untuk mengembalikan kepada kondisi tubuh yang
normal (Nardone et al 2006) Kondisi tersebut akan menyebabkan terjadinya
17
perubahan seperti pola makan fisiologis dan fungsi metabolisme pada kuantitas
dan kualitas produksi dari sapi itu sendiri
Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan menyebabkan terjadinya
penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et al 2001 Mader amp Davis
2004) yang terjadi pada sapi B indicus (Gregory 2010) Suhu di atas 30degC akan
menyebabkan terjadinya penurunan jumlah berat badan (Nardone et al 2006)
Pada periode yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi
perubahan fenotipe dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006 Gregory 2010)
18
BAB III
METODE
31 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari ndash Juni 2018 di
Laboratorium Genetika Molekuler Hewan Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI
Cibinong Jl Raya Bogor KM 46 Bogor Jawa Barat
32 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik
micropipette 10 microL 200 microL 1000 microL (Boesco dan Bio-Rad) dan pH meter
(Thermo Orion) tabung vacutainer mengandung K3EDTA holder dan jarum
needle ukuran 21G microcentrifuge tube 15 mL sentrifugator (Hermile Z 300
K) vortex (Barnstead Thermolyne) micropipette 1000 microL (Boesco) blue tips
white tips yellow tips shaker agigator (Thermo Scientific) parafilm pipet
Pasteur autoklaf (Trace Raypa) spektromotometer UV-Vis (GeneQuant) cuvette
dan laminar air flow (Telstar BH ndash 100) tangki elektroforesis horizontal (Bio-
Rad) power supply (Bio-Rad) timbangan analitik (Preciso XT 120A) hot plate
stirrer (Thermolyne Cimarec 2) pH meter (Thermo Orion) vortex (Barnstead
Thermolyne) Sentrifugator (HermLe Z 300 K) shaker (Bio Green) thermocycler
(Eppendorf) UV-transiluminator (Major Science)
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Red Cell Lysis Buffer
(RCLB) 250 mL pH 72 Tris Buffer Solution (TBS) 250 mL pH 74 TE Buffer
250 mL pH 8 Sodium Dedocyl Sulfate (SDS) (Mp Biomedicals) K3EDTA
(Garnier Bio One) Proteinase-K (Roche Diagnostic) PCR Buffer (Qiagen)
Proteinasi-K (Geneaid) proteinase-K Solution Ethylene Diamine Tetracetic Acid
19
(EDTA) (Mp Biomedicals) alkohol 70 alkohol absolut dingin tissue tissue
kimwipe NaCl Pekat Destillation Water (DW) steril Primer CEBPα forward
dan reverse (Integrated DNA Technolgies) TE buffer Double Destillation Water
(DDW) free nuclease (Ferementas) DNA ladder (Vivantis) PCR master mix kit
KAPA2G Robust (Kapa Biosystem) Gel Agarosa (Roche) boric acid (Merck)
tris base (Himedia) KCl (Merck) NaCl (Genetika Science) KHCO3 (Merck)
NH4Cl (Merck) Ethidium Bromida (EtBr) (Merck) gSYSCtrade DNA Extraction
Kit GS100 (Geneaid) amplop kertas
33 Sampel Penelitian
Breed sapi yang diteliti terbagi menjadi dua kelompok yaitu 1) Sapi potong
lokal (sapi Pasundan PO Bali) 2) Sapi potong introduksi (sapi Angus
Simmental FH) Sumber DNA berasal dari 1) Darah (sapi Pasundan PO Bali)
2) Rambut (sapi Angus Simmental FH) Darah atau rambut yang diambil
berasal dari dua individu berbeda setiap jenisnya kecuali sampel rambut sapi
Angus yang diperoleh dari satu individu saja
Jenis sapi yang diteliti berasal dari berbagai tempat yang berbeda yaitu 1)
Sapi Pasundan berasal dari Balai Pengembangan Perbibitan Ternak (BPPT) Sapi
Potong Ciamis 2) Sapi PO berasal dari BPPT Grobogan 3) Sapi Bali berasal dari
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Peninda Bali 4) sapi Angus
Simmental FH berasal dari Badan Embrio Ternak (BET) Cipelang Bogor
Regulasi dari BET yang tidak memperbolehkan pengambilan sampel darah
menjadi alasan utama diambilnya sampel rambut dari sapi Angus Simmental
FH Keseluruhan sampel rambut sapi yang diperoleh dari BET merupakan sapi
asli (origin) yang belum dilakukan perkawinan silang
20
34 Prosedur Kerja
341 Sterilisasi Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini di sterilisasi dengan
autoklaf pada suhu 121degC dan tekanan sebesar 1 atm selama 15 menit
342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA
a Pembuatan RCLB (Red Cell Blood Buffer)
Larutan RCLB dibuat sebanyak 1000 mL (pH 72) Larutan RCLB terbuat
dari bahan kimia NH4Cl dan KHCO3 Bahan tersebut ditimbang dengan
timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian dipindahkan ke beaker
glass dan ditambahkan EDTA 05 M sebanyak 200 microL serta DW sebanyak 300
mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot plate stirrer
Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan pH meter Nilai pH yang
terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH terlalu tinggi
ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian ditambahkan
DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott Duran 1000
mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan disimpan di
lemari pendingin
b Pembuatan TBS (Tris Buffer Solution)
Larutan TBS dibuat sebanyak 1000 mL (pH 74) dengan bahan yang
terdiri dari NaCl KCl tris base Bahan-bahan kimia tersebut ditimbang dengan
timbangan analitik dan dipindahkan ke beaker glass yang dilarutkan
menggunakan DW sebanyak 300 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan
di atas hot plate stirrer Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan menggunakan
pH meter jika pH terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH
21
terlalu tinggi ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian
ditambahkan DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott
Duran 1000 mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan
disimpan di lemari pendingin
c Pembuatan Proteinase-K Solution
Proteinase-K ditimbang pada timbangan analitik Proteinase-K kemudian
dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 45 mL serta EDTA
05 M sebanyak 54 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot
plate stirrer tanpa dipanaskan Larutan yang telah homogen ditambahkan Sodium
Dedocyl Sulfate (SDS) 10 sebanyak 378 mL Larutan tersebut kemudian
dihomogenkan di hot plate stirrer tanpa dipanaskan
d Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 5x)
Larutan TBE 5x yang dibuat sebanyak 500 mL boric acid dan tris base
ditimbang dengan timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian
dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 500 mL dan EDTA
05 M sebanyak 10 mL Larutan tersebut dihomogenkan di atas hot plate stirrer
dipanaskan setelah homogen dimasukan ke dalam botol Schott Duran 500 mL
dan disimpan di lemari pendingin
e Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 1x)
Larutan TBE 1x dibuat dengan mengencerkan 200 mL TBE 5x Larutan
TBE 1x dipindahkan pada botol Schott Duran 1000 mL Larutan tersebut
ditambahkan DW sampai 1000 mL Larutan tersebut disimpan pada lemari
pendingin
22
f Pengenceran Primer Gen CEBPα (10 pMmicroL)
Primer dalam bentuk pelet diencerkan dengan TE Buffer untuk
memperoleh primer stock Primer forward diencerkan dengan 333 microL TE Buffer
sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer reverse diencerkan dengan
332 microL sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer yang digunakan
dalam penelitian ini adalah primer CEBPα yang didesain pada penelitian (Shin
et al 2007) dengan ukuran 20 pb Primer CEBPα forward (5´-
ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) dan reverse (5´-TCAAAGTCG
TTGCCGCCTCC-3´)
Primer forward dan reverse CEBPα stock (100 pMmicroL) masing-masing
diambil sebanyak 5 microL dengan micropipette 2 ndash 20 microL dan dicampurkan ke dalam
microcentrifuge tube 15 mL baru yang telah berisi DDW free nuclease sebanyak
45 microL Larutan tersebut dicampur hingga homogen dengan cara dilakukan
mengetuk berulang bagian bawah microcentrifuge tube menggunakan ujung jari
Pengenceran primer dilakukan di laminar air flow Microcentrifuge tube yang
berisi primer dilakukan spin down dengan spin down sentrifugator agar larutan
yang berada di dinding microcentrifuge tube turun ke dasar Primer kemudian
disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
g Pembuatan Alat Pemanenan DNA
Alat pemanen DNA dibuat dari pipet Pasteur yang dimodifikasi dengan
membentuk ujung pipet seperti kail Pembentukan tersebut dilakukan dengan
memanaskan pipet di atas bunsen spiritus kemudian ditarik secara perlahan dan
dibuat melengkung seperti kail
23
h Pembuatan Gel Agarosa
Serbuk gel agarosa sebanyak 1 g ditimbang dengan timbangan analitik dan
dipindahkan ke botol Schott Duran 250 mL Serbuk gel agarosa ditambahkan
TBE 1x sebanyak 100 mL kemudian dipanaskan dan dihomogenkan dengan hot
plate stirrer sampai bening Larutan yang sudah homogen dicetak pada wadah
pencetak gel yang sudah terdapat sisir untuk membuat sebanyak 20 sumuran dan
diamkan sampai padat atau mengeras
343 Pengambilan Sampel Darah Sapi
Darah sampel diambil melalui vena caudalis sebanyak 5 mL Pengambilan
darah dilakukan dengan mengangkat caudal (ekor) dari sapi vena caudalis dicari
dengan meraba bagian ekor Jarum yang telah terpasang holder ditusukkan pada
vena caudalis dan tabung vacutainer mengandung K3EDTA dipasang pada
holder Darah yang mengalir ditampung pada tabung vacutainer kemudian
dicabut setelah darah berhenti Jarum dan holder kemudian dicabut dari vena
caudalis Tabung vacutainer yang berisi darah disimpan pada freezer dengan
suhu -20oC
344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990)
DNA yang berasal dari darah diisolasi menggunakan metode Montgomery
amp Sise (1990) dengan prosedur sebagai berikut
a Red Blood Cell Lysis
Sampel darah sebanyak 5 mL dipindahkan tabung Falcon 15 mL dan
ditambahkan larutan RCLB (pH 72) sampai 7 mL Sampel darah dihomogenkan
dengan vortex dan didiamkan selama 10 menit Sampel kemudian disentrifugasi
dengan sentrifugator selama 10 menit suhu 4degC kecepatan 3500 rpm Sampel
24
ditimbang menggunakan timbangan ganda agar proses sentrifugasi berjalan
dengan sempurna jika berat belum seimbang maka ditambah larutan RCLB
Supernatan yang diperoleh setelah proses sentrifugasi kemudian dibuang
sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Pelet ditambahkan RCLB sampai 5
mL kemudian divorteks hingga pelet hancur atau homogen Sampel disentrifugasi
selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang
diperoleh kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet kembali
ditambahkan RCLB sampai 3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau
homogen dan didiamkan selama 10 menit kemudian dilanjutkan tahapan ekstraksi
DNA
b White Blood Cell Collection
Sampel tahapan sebelumnya kemudian ditambahkan TBS (pH 74)
sebanyak 5 mL dan dikocok sebentar Sampel disentrifugasi selama 10 menit
dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang diperoleh kemudian
dibuang sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Sampel kemudian
ditambahkan TBS sebanyak 5 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau
homogen Sampel selanjutnya disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC
dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang didapatkan kemudian dibuang
sehingga hanya pelet yang tersisa Sampel kemudian ditambahkan TBS sebanyak
3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau homogen
Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan
3500 rpm Sampel divorteks perlahan hingga lapisan merah hilang Supernatan
yang didapatkan kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet
25
selanjutnya dikeringkan setelah kering ditambahkan TE 2 mL Sampel divorteks
sampai pelet hancur atau homogen
c Protein Lysis
Sampel yang sudah homogen dengan larutan TE selanjutnya ditambahkan
Proteinase-K solution sebanyak 200 microL tanpa divorteks atau dihomogenkan
Tabung Falcon 15 mL yang berisi sampel selanjutnya di-seal menggunakan
parafilm Sampel diinkubasi menggunakan shaker Agigator selama 24 jam dengan
suhu 37degC dan kecepatan 150 rpm
d Pemanenan DNA
Sampel yang telah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya ditambahkan
NaCl 5 M pekat sebanyak 2 mL Sampel diberi goyangan dengan membentuk
pola angka 8 dengan sangat perlahan setelah itu dikocok kuat sebanyak 2 kali
Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 10degC dan kecepatan 3500
rpm Supernatan dituang pada tabung reaksi yang berisi alkohol absolut dingin
Bagian permukaan tabung reaksi ditutup dengan parafilm sampai rapat Tabung
reaksi dibolak-balikan sampai terbentuk gelembung-gelembung yang melayang
Fraksi gelembung yang melayang diambil dengan pipet Pasteur yang telah
dimodifikasi dan dicelupkan secara cepat ke dalam alkohol 70 kemudian
dikeringkan dengan tissue kimwipe Gumpalan tersebut dimasukan kedalam
microcentrifuge tube 15 mL yang telah berisikan DW steril sebanyak 200 microL
Sampel dihomogenkan menggunakan alat shaker pada suhu ruang agar larut
DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
26
345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi
Pengambilan rambut dilakukan pada bagian ekor minimal rambut
sebanyak 20 helai Rambut pada bagian ekor ditarik searah dengan titik tumbuh
dari rambut tersebut Tahapan tersebut dilakukan dengan cepat agar diperoleh
bagian rambut yang utuh dengan folikel Rambut tersebut ditempelkan pada kertas
dengan selotip berbahan kertas tanpa mengenai bagian folikel dan disimpan di
dalam amplop
346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)
Tahapan isolasi DNA dari rambut menggunakan gSYSCtrade DNA
Extraction Kit GS100 (Geneaid) dengan prosedur sebagai berikut
a Cell Lysis
Sepuluh helai rambut dipotong-potong dengan ukuran 05 ndash 1 cm
termasuk bagian folikel Potongan tersebut dipindahkan ke dalam microsentrifuge
tube 15 mL ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K
(dipastikan potongan terendam) dicampur dengan cara dikocok Larutan
diinkubasi dengan suhu 60degC selama 30 menit Pada proses inkubasi
microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung microcentrifuge tube
secara perlahan setiap 5 menit GSB Buffer sebanyak 200 μL ditambahkan dan
dikocok dengan kuat dan diinkubasi kembali pada suhu 60ordmC selama 20 menit
Selama proses inkubasi microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung
secara perlahan setiap 5 menit
b DNA Binding
Sampel tahapan sebelumnya ditambahkan 200 μL etanol absolut
dikocok dengan kuat selama 10 detik Endapan yang muncul dipecah dengan
27
menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan
tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan
tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit
Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi
dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru
c Pencucian
W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan
sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30
detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column
diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL
Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan
kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi
kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi
yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit
untuk mengeringkan kolom matriks
d Elution
GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube
15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak
100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke
bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit
untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column
disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan
elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak
DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
28
347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)
DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et
al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan
dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10
menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting
yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel
rambut diganti)
Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan
disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer
(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada
microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan
suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit
pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm
beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan
disimpan pada suhu -20 ordmC
348 Uji Kuantifikasi DNA
Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji
kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL
DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette
DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus
menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi
dan tingkat kemurnian
29
349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)
Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR
master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-
ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT
CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL
DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke
dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas
kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR
mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre
denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing
54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final
extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali
3410 Elektroforesis dan Visualisasi
Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis
horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan
TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL
dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm
dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down
Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker
DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran
Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan
listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki
elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt
selama 60 menit
30
Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam
dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel
agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa
divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator
3411 Sequencing DNA
Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai
ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward
dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan
metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit
(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing
menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)
Malaysia)
35 Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif
(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil
sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis
dianalisis secara deskriptif
351 Analisis Bioinformatika
Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan
kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian
hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak
ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian
dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment
Editor 725 (Hall 2001)
31
Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-
base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)
menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base
similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99
Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple
Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak
MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan
variasi basa sampel
32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi
Berbeda
DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut
DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil
kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari
sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang
mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut
menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini
Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan
metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut
dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai
kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada
Tabel 1
Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua
metode hasil penelitian
Pengulangan ke-
Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)
Kit Konvensional Kit Konvensional
1 Angus 269 102 2100 11100
2 FH 207 109 7810 11720
3 Simmental 263 111 231 11340
Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi
Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah
dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut
33
dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode
sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata
nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah
246plusmn034 dan 107plusmn005
Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar
17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)
Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran
kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di
bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari
tahapan masing-masing metode
Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian
genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya
kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang
dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA
Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi
DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan
meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa
denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan
meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan
nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian
DNA yang baik (gt20)
Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah
nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein
Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al
34
2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini
protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada
nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi
protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat
Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh
lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik
Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode
konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit
yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode
konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti
protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan
mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al
1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses
PCR (Demeke amp Jenkins 2010)
Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa
dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA
diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun
nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang
baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan
konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen
(Demeke amp Jenkins 2010)
Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan
hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit
untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional
35
pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang
cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada
penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal
Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan
konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan
RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)
42 Konfirmasi Gen CEBPα
Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan
dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan
pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain
oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar
1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)
yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701
(Lampiran 4)
Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh
semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di
antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan
panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa
dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)
Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah
dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan
program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa
penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda
Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC
36
(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah
dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut
namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk
membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)
Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339
bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO
Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya
perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer
Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari
merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini
perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1
menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses
tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing
yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template
DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang
Target 1339
bp
37
sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA
teramplifikasi sempurna
Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi
Program PCR
Pre
Denaturation Denaturation Annealing Extension
Final
Extension Siklus
Penelitian
Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40
Referensi
Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35
Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32
He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32
Keterangan tanda () = menit tanda () = detik
43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis
menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh
empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black
(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan
(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean
(XM_0252690201)) (Tabel 3)
Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat
prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis
komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari
runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data
tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database
(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang
38
komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga
mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)
Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan
persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan
referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak
(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat
dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi
Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3
Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI
Sampel Spesies Breed GenBank Accesion
Query Cover
Max Iden
Bali
(B sondaicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Pasundan (B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99
Friesians Holstein
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Angus (B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Peranakan Ongole
(B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99
Simmental
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99
39
Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau
kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di
GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan
kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen
CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen
identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen
fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)
Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang
dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden
2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan
seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi
Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap
sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67
(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki
urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki
runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian
akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover
95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover
99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3)
44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali
Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan
runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4
40
Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi
Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil
ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada
empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo
(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau
Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada
sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)
yaitu terletak pada enam posisi berbeda
Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank
Spesies_Breed Posisi Runutan Basa
88
97
103
271
567
733
832
855
870
921
926
931
957
1088
1149
1175
1196
B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G
B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C
B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T
C
B taurus_Angus C C
B taurus_ Friesians Holstein C C
B taurus_ Simmental C C
B indicus_ Pasundan C C
B indicus_ Peranakan Ongole C C
B sondaicus_ Bali C A C G A
Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T
Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)
Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi
Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi
Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196
(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi
tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)
Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa
yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali
41
memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut
memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut
Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi
Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru
Thymine (T) = merah)
42
Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen
CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson
gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi
dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi
Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki
1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan
mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali
Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi
Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B
banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal
usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan
sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel
sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki
kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus
atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)
(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH
Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya
variasi basa yang ditemukan
Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali
terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan
adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis
kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan
keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah
mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode
43
yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe
dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)
Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan
dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)
(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis
Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi
keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali
(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan
pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al
2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi
karakteristik dari daging sapi Bali
Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et
al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki
kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan
menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et
al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga
mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat
dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan
dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)
Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk
menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin
(subtropis)
Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan
sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi
44
lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan
daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki
kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang
lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari
karkas yang diperoleh
45
BAB V
PENUTUP
51 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa
1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan
PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)
2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi
Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa
3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi
DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit
52 Saran
Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah
populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme
(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak
dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi
tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar
memperoleh hasil yang maksimal
46
DAFTAR PUSTAKA
Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka
Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)
Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular
Research 14(3) 9370ndash9383
Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research
24(13) 2623ndash2625
Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan
Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39
Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan
Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor
Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice
Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773
Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176
Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the
National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7
Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash
ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24
Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods
PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990
Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797
Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11
Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga
47
Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method
of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231
Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194
Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and
Pathology 3(2) 133ndash137
Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food
Research International 43(7) 1866ndash1873
Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology
Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the
Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076
He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle
Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969
Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27
Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and
Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26
Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R
(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science
and Technology 46(6) 909ndash916
Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839
Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from
hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289
Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and
Evolution 33(7) 1870ndash1874
Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer
Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683
Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon
D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To
48
Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of
Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764
Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription
factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742
Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)
Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485
Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology
Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)
Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On
Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087
Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali
(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128
Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9
Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On
Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335
Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A
Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in
Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20
Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash
441
Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect
On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81
Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor
Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam
Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156
Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C
A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle
49
Journal Animal Science 80 3077ndash3085
Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in
The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72
Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water
Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A
Review Meat Science 89(2) 111ndash124
Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374
Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat
[Skripsi] Institut Pertanian Bogor
Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes
transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504
Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)
Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6
Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure
Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75
Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E
Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among
Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158
Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)
Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The
Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299
Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip
Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle
Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020
Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots
In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451
50
Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp
Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with
Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33
Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan
Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from
httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395
Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian
Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470
Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for
bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594
Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole
(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional
Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)
Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan
Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)
Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273
Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian
Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354
Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds
Biodiversitas 17(1) 275ndash295
Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)
Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131
Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang
Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107
Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence
of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554
Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508
Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The
51
CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)
Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19
Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter
Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316
Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular
Research 11(2) 1651ndash1661
Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The
CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077
Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia
(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25
Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20
Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle
Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954
Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal
Science 50(11) 499ndash502
52
LAMPIRAN
Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data
Gen Bank
Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178
Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283
Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247
Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank
Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank
53
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)
Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel
NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian
1
Darah
Pasundan 601 867 173
2 Pasundan 602 1035 194
3 Peranakan Ongole 1691 278 309
4 Peranakan Ongole 1693 234 434
5 Bali 59 173 941
6 Bali 64 192 502
7
Rambut
Angus 171405 105 21
8 Friesians Holstein 310102 202 781
9 Friesians Holstein 310158 116 1134
10 Simmental 4490 22 231
11 Simmental 6115 116 1134
15
diisolasi dan di karakterisasi yaitu CEBPα CEBPβ CEBPγ CEBPδ CEBPε
dan CEBPδ (Ramji amp Foka 2002) Gen tersebut memainkan peran penting dalam
diferensiasi adiposit (Lane et al 1999)
Gambar 7 Ilustrasi dari Leucine Zipper Domain
(Sumber Tsukada et al 2011)
210 Gen CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα)
Daerah promoter proksimal gen CCAATEnhancer Binding Protein α
(CEBPα) pada tikus pertama kali dicirikan dan menunjukkan mengandung
tempat pengikatan potensial untuk CEBP Sp1 Nuclear Factor (NF)-1 NF-Y
Upstream Stimulating Factor (USF) Basic Transcription Element Binding
Protein (BTEB) dan NF-Κb (Christy et al 1991) Promoter gen CEBPα dapat
diaktifkan secara otomatis di dalam sel yang dapat ditransfer melalui ekspresi dari
plasmid (Legraverend et al 1993)
Sequence gen CEBPα sapi memiliki kesamaan 899 pada urutan
nukleotida dan 925 urutan asam amino dengan gen tikus (Taniguchi amp Sasaki
1996) Gen CEBPα sapi seperti gen tikus yaitu bebas intron Open reading
frame (nukleotida 169 ndash 1230) pada gen CEBPα sapi mengodekan protein 353
16
residu asam amino yang merupakan lima asam amino lebih pendek dari pada
protein tikus (Taniguchi amp Sasaki 1996) Asam amino tersebut terekspresi
sebelum transkripsi gen spesifik adiposit yang memiliki situs pengikatan gen
CEBPα (Wang et al 2011) Urutan seperti kotak TATA terletak di nukleotida 13
ndash 18 namun situs mulai transkripsi tidak ditentukan (Taniguchi amp Sasaki 1996)
Faktor transkripsi CEBPα memainkan peranan penting selama
diferensiasi preadiposit menjadi adiposit Gen CEBPα diidentifikasi sebagai
Nuclear Factor (NF) yang di induksi saat diferensiasi yang mengikat secara
spesifik ke promotor beberapa gen (Vasseur-Cognet amp Lane 1993) Gen CEBPα
memainkan peran penting dalam pengendapan lemak dan diferensiasi adiposit
(Shin et al 2007) Gen CEBPα menjadi kandidat gen penting untuk
diidentifikasi secara marker genetik pada karkas dan sifat kualitas daging sapi
ternak (Shin et al 2007) Gen CEBPα juga dapat mengatur metabolisme energi
dan nutrisi dengan mengaktifkan beberapa gen spesifik seperti
phosphoenolpyruvate carboxykinase dan reseptor insulin (Park et al 1990)
211 Pengaruh Lingkungan Terhadap Kualitas Daging
Kondisi lingkungan berupa temperatur akan mempengaruhi keadaan
fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Kondisi lingkungan secara langsung
mempengaruhi proses metabolisme organ dan otot (Gregory 2010) Pada zona
nyaman sapi akan sedikit mengeluarkan energi dan tidak terpengaruh oleh
temperatur lingkungan sebaliknya jika berada diluar zona nyaman sapi akan
mengalami stres yang bertujuan untuk mengembalikan kepada kondisi tubuh yang
normal (Nardone et al 2006) Kondisi tersebut akan menyebabkan terjadinya
17
perubahan seperti pola makan fisiologis dan fungsi metabolisme pada kuantitas
dan kualitas produksi dari sapi itu sendiri
Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan menyebabkan terjadinya
penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et al 2001 Mader amp Davis
2004) yang terjadi pada sapi B indicus (Gregory 2010) Suhu di atas 30degC akan
menyebabkan terjadinya penurunan jumlah berat badan (Nardone et al 2006)
Pada periode yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi
perubahan fenotipe dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006 Gregory 2010)
18
BAB III
METODE
31 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari ndash Juni 2018 di
Laboratorium Genetika Molekuler Hewan Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI
Cibinong Jl Raya Bogor KM 46 Bogor Jawa Barat
32 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik
micropipette 10 microL 200 microL 1000 microL (Boesco dan Bio-Rad) dan pH meter
(Thermo Orion) tabung vacutainer mengandung K3EDTA holder dan jarum
needle ukuran 21G microcentrifuge tube 15 mL sentrifugator (Hermile Z 300
K) vortex (Barnstead Thermolyne) micropipette 1000 microL (Boesco) blue tips
white tips yellow tips shaker agigator (Thermo Scientific) parafilm pipet
Pasteur autoklaf (Trace Raypa) spektromotometer UV-Vis (GeneQuant) cuvette
dan laminar air flow (Telstar BH ndash 100) tangki elektroforesis horizontal (Bio-
Rad) power supply (Bio-Rad) timbangan analitik (Preciso XT 120A) hot plate
stirrer (Thermolyne Cimarec 2) pH meter (Thermo Orion) vortex (Barnstead
Thermolyne) Sentrifugator (HermLe Z 300 K) shaker (Bio Green) thermocycler
(Eppendorf) UV-transiluminator (Major Science)
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Red Cell Lysis Buffer
(RCLB) 250 mL pH 72 Tris Buffer Solution (TBS) 250 mL pH 74 TE Buffer
250 mL pH 8 Sodium Dedocyl Sulfate (SDS) (Mp Biomedicals) K3EDTA
(Garnier Bio One) Proteinase-K (Roche Diagnostic) PCR Buffer (Qiagen)
Proteinasi-K (Geneaid) proteinase-K Solution Ethylene Diamine Tetracetic Acid
19
(EDTA) (Mp Biomedicals) alkohol 70 alkohol absolut dingin tissue tissue
kimwipe NaCl Pekat Destillation Water (DW) steril Primer CEBPα forward
dan reverse (Integrated DNA Technolgies) TE buffer Double Destillation Water
(DDW) free nuclease (Ferementas) DNA ladder (Vivantis) PCR master mix kit
KAPA2G Robust (Kapa Biosystem) Gel Agarosa (Roche) boric acid (Merck)
tris base (Himedia) KCl (Merck) NaCl (Genetika Science) KHCO3 (Merck)
NH4Cl (Merck) Ethidium Bromida (EtBr) (Merck) gSYSCtrade DNA Extraction
Kit GS100 (Geneaid) amplop kertas
33 Sampel Penelitian
Breed sapi yang diteliti terbagi menjadi dua kelompok yaitu 1) Sapi potong
lokal (sapi Pasundan PO Bali) 2) Sapi potong introduksi (sapi Angus
Simmental FH) Sumber DNA berasal dari 1) Darah (sapi Pasundan PO Bali)
2) Rambut (sapi Angus Simmental FH) Darah atau rambut yang diambil
berasal dari dua individu berbeda setiap jenisnya kecuali sampel rambut sapi
Angus yang diperoleh dari satu individu saja
Jenis sapi yang diteliti berasal dari berbagai tempat yang berbeda yaitu 1)
Sapi Pasundan berasal dari Balai Pengembangan Perbibitan Ternak (BPPT) Sapi
Potong Ciamis 2) Sapi PO berasal dari BPPT Grobogan 3) Sapi Bali berasal dari
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Peninda Bali 4) sapi Angus
Simmental FH berasal dari Badan Embrio Ternak (BET) Cipelang Bogor
Regulasi dari BET yang tidak memperbolehkan pengambilan sampel darah
menjadi alasan utama diambilnya sampel rambut dari sapi Angus Simmental
FH Keseluruhan sampel rambut sapi yang diperoleh dari BET merupakan sapi
asli (origin) yang belum dilakukan perkawinan silang
20
34 Prosedur Kerja
341 Sterilisasi Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini di sterilisasi dengan
autoklaf pada suhu 121degC dan tekanan sebesar 1 atm selama 15 menit
342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA
a Pembuatan RCLB (Red Cell Blood Buffer)
Larutan RCLB dibuat sebanyak 1000 mL (pH 72) Larutan RCLB terbuat
dari bahan kimia NH4Cl dan KHCO3 Bahan tersebut ditimbang dengan
timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian dipindahkan ke beaker
glass dan ditambahkan EDTA 05 M sebanyak 200 microL serta DW sebanyak 300
mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot plate stirrer
Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan pH meter Nilai pH yang
terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH terlalu tinggi
ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian ditambahkan
DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott Duran 1000
mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan disimpan di
lemari pendingin
b Pembuatan TBS (Tris Buffer Solution)
Larutan TBS dibuat sebanyak 1000 mL (pH 74) dengan bahan yang
terdiri dari NaCl KCl tris base Bahan-bahan kimia tersebut ditimbang dengan
timbangan analitik dan dipindahkan ke beaker glass yang dilarutkan
menggunakan DW sebanyak 300 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan
di atas hot plate stirrer Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan menggunakan
pH meter jika pH terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH
21
terlalu tinggi ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian
ditambahkan DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott
Duran 1000 mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan
disimpan di lemari pendingin
c Pembuatan Proteinase-K Solution
Proteinase-K ditimbang pada timbangan analitik Proteinase-K kemudian
dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 45 mL serta EDTA
05 M sebanyak 54 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot
plate stirrer tanpa dipanaskan Larutan yang telah homogen ditambahkan Sodium
Dedocyl Sulfate (SDS) 10 sebanyak 378 mL Larutan tersebut kemudian
dihomogenkan di hot plate stirrer tanpa dipanaskan
d Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 5x)
Larutan TBE 5x yang dibuat sebanyak 500 mL boric acid dan tris base
ditimbang dengan timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian
dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 500 mL dan EDTA
05 M sebanyak 10 mL Larutan tersebut dihomogenkan di atas hot plate stirrer
dipanaskan setelah homogen dimasukan ke dalam botol Schott Duran 500 mL
dan disimpan di lemari pendingin
e Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 1x)
Larutan TBE 1x dibuat dengan mengencerkan 200 mL TBE 5x Larutan
TBE 1x dipindahkan pada botol Schott Duran 1000 mL Larutan tersebut
ditambahkan DW sampai 1000 mL Larutan tersebut disimpan pada lemari
pendingin
22
f Pengenceran Primer Gen CEBPα (10 pMmicroL)
Primer dalam bentuk pelet diencerkan dengan TE Buffer untuk
memperoleh primer stock Primer forward diencerkan dengan 333 microL TE Buffer
sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer reverse diencerkan dengan
332 microL sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer yang digunakan
dalam penelitian ini adalah primer CEBPα yang didesain pada penelitian (Shin
et al 2007) dengan ukuran 20 pb Primer CEBPα forward (5´-
ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) dan reverse (5´-TCAAAGTCG
TTGCCGCCTCC-3´)
Primer forward dan reverse CEBPα stock (100 pMmicroL) masing-masing
diambil sebanyak 5 microL dengan micropipette 2 ndash 20 microL dan dicampurkan ke dalam
microcentrifuge tube 15 mL baru yang telah berisi DDW free nuclease sebanyak
45 microL Larutan tersebut dicampur hingga homogen dengan cara dilakukan
mengetuk berulang bagian bawah microcentrifuge tube menggunakan ujung jari
Pengenceran primer dilakukan di laminar air flow Microcentrifuge tube yang
berisi primer dilakukan spin down dengan spin down sentrifugator agar larutan
yang berada di dinding microcentrifuge tube turun ke dasar Primer kemudian
disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
g Pembuatan Alat Pemanenan DNA
Alat pemanen DNA dibuat dari pipet Pasteur yang dimodifikasi dengan
membentuk ujung pipet seperti kail Pembentukan tersebut dilakukan dengan
memanaskan pipet di atas bunsen spiritus kemudian ditarik secara perlahan dan
dibuat melengkung seperti kail
23
h Pembuatan Gel Agarosa
Serbuk gel agarosa sebanyak 1 g ditimbang dengan timbangan analitik dan
dipindahkan ke botol Schott Duran 250 mL Serbuk gel agarosa ditambahkan
TBE 1x sebanyak 100 mL kemudian dipanaskan dan dihomogenkan dengan hot
plate stirrer sampai bening Larutan yang sudah homogen dicetak pada wadah
pencetak gel yang sudah terdapat sisir untuk membuat sebanyak 20 sumuran dan
diamkan sampai padat atau mengeras
343 Pengambilan Sampel Darah Sapi
Darah sampel diambil melalui vena caudalis sebanyak 5 mL Pengambilan
darah dilakukan dengan mengangkat caudal (ekor) dari sapi vena caudalis dicari
dengan meraba bagian ekor Jarum yang telah terpasang holder ditusukkan pada
vena caudalis dan tabung vacutainer mengandung K3EDTA dipasang pada
holder Darah yang mengalir ditampung pada tabung vacutainer kemudian
dicabut setelah darah berhenti Jarum dan holder kemudian dicabut dari vena
caudalis Tabung vacutainer yang berisi darah disimpan pada freezer dengan
suhu -20oC
344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990)
DNA yang berasal dari darah diisolasi menggunakan metode Montgomery
amp Sise (1990) dengan prosedur sebagai berikut
a Red Blood Cell Lysis
Sampel darah sebanyak 5 mL dipindahkan tabung Falcon 15 mL dan
ditambahkan larutan RCLB (pH 72) sampai 7 mL Sampel darah dihomogenkan
dengan vortex dan didiamkan selama 10 menit Sampel kemudian disentrifugasi
dengan sentrifugator selama 10 menit suhu 4degC kecepatan 3500 rpm Sampel
24
ditimbang menggunakan timbangan ganda agar proses sentrifugasi berjalan
dengan sempurna jika berat belum seimbang maka ditambah larutan RCLB
Supernatan yang diperoleh setelah proses sentrifugasi kemudian dibuang
sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Pelet ditambahkan RCLB sampai 5
mL kemudian divorteks hingga pelet hancur atau homogen Sampel disentrifugasi
selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang
diperoleh kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet kembali
ditambahkan RCLB sampai 3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau
homogen dan didiamkan selama 10 menit kemudian dilanjutkan tahapan ekstraksi
DNA
b White Blood Cell Collection
Sampel tahapan sebelumnya kemudian ditambahkan TBS (pH 74)
sebanyak 5 mL dan dikocok sebentar Sampel disentrifugasi selama 10 menit
dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang diperoleh kemudian
dibuang sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Sampel kemudian
ditambahkan TBS sebanyak 5 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau
homogen Sampel selanjutnya disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC
dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang didapatkan kemudian dibuang
sehingga hanya pelet yang tersisa Sampel kemudian ditambahkan TBS sebanyak
3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau homogen
Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan
3500 rpm Sampel divorteks perlahan hingga lapisan merah hilang Supernatan
yang didapatkan kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet
25
selanjutnya dikeringkan setelah kering ditambahkan TE 2 mL Sampel divorteks
sampai pelet hancur atau homogen
c Protein Lysis
Sampel yang sudah homogen dengan larutan TE selanjutnya ditambahkan
Proteinase-K solution sebanyak 200 microL tanpa divorteks atau dihomogenkan
Tabung Falcon 15 mL yang berisi sampel selanjutnya di-seal menggunakan
parafilm Sampel diinkubasi menggunakan shaker Agigator selama 24 jam dengan
suhu 37degC dan kecepatan 150 rpm
d Pemanenan DNA
Sampel yang telah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya ditambahkan
NaCl 5 M pekat sebanyak 2 mL Sampel diberi goyangan dengan membentuk
pola angka 8 dengan sangat perlahan setelah itu dikocok kuat sebanyak 2 kali
Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 10degC dan kecepatan 3500
rpm Supernatan dituang pada tabung reaksi yang berisi alkohol absolut dingin
Bagian permukaan tabung reaksi ditutup dengan parafilm sampai rapat Tabung
reaksi dibolak-balikan sampai terbentuk gelembung-gelembung yang melayang
Fraksi gelembung yang melayang diambil dengan pipet Pasteur yang telah
dimodifikasi dan dicelupkan secara cepat ke dalam alkohol 70 kemudian
dikeringkan dengan tissue kimwipe Gumpalan tersebut dimasukan kedalam
microcentrifuge tube 15 mL yang telah berisikan DW steril sebanyak 200 microL
Sampel dihomogenkan menggunakan alat shaker pada suhu ruang agar larut
DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
26
345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi
Pengambilan rambut dilakukan pada bagian ekor minimal rambut
sebanyak 20 helai Rambut pada bagian ekor ditarik searah dengan titik tumbuh
dari rambut tersebut Tahapan tersebut dilakukan dengan cepat agar diperoleh
bagian rambut yang utuh dengan folikel Rambut tersebut ditempelkan pada kertas
dengan selotip berbahan kertas tanpa mengenai bagian folikel dan disimpan di
dalam amplop
346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)
Tahapan isolasi DNA dari rambut menggunakan gSYSCtrade DNA
Extraction Kit GS100 (Geneaid) dengan prosedur sebagai berikut
a Cell Lysis
Sepuluh helai rambut dipotong-potong dengan ukuran 05 ndash 1 cm
termasuk bagian folikel Potongan tersebut dipindahkan ke dalam microsentrifuge
tube 15 mL ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K
(dipastikan potongan terendam) dicampur dengan cara dikocok Larutan
diinkubasi dengan suhu 60degC selama 30 menit Pada proses inkubasi
microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung microcentrifuge tube
secara perlahan setiap 5 menit GSB Buffer sebanyak 200 μL ditambahkan dan
dikocok dengan kuat dan diinkubasi kembali pada suhu 60ordmC selama 20 menit
Selama proses inkubasi microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung
secara perlahan setiap 5 menit
b DNA Binding
Sampel tahapan sebelumnya ditambahkan 200 μL etanol absolut
dikocok dengan kuat selama 10 detik Endapan yang muncul dipecah dengan
27
menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan
tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan
tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit
Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi
dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru
c Pencucian
W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan
sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30
detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column
diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL
Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan
kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi
kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi
yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit
untuk mengeringkan kolom matriks
d Elution
GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube
15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak
100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke
bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit
untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column
disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan
elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak
DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
28
347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)
DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et
al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan
dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10
menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting
yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel
rambut diganti)
Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan
disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer
(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada
microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan
suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit
pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm
beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan
disimpan pada suhu -20 ordmC
348 Uji Kuantifikasi DNA
Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji
kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL
DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette
DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus
menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi
dan tingkat kemurnian
29
349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)
Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR
master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-
ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT
CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL
DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke
dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas
kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR
mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre
denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing
54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final
extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali
3410 Elektroforesis dan Visualisasi
Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis
horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan
TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL
dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm
dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down
Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker
DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran
Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan
listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki
elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt
selama 60 menit
30
Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam
dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel
agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa
divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator
3411 Sequencing DNA
Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai
ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward
dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan
metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit
(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing
menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)
Malaysia)
35 Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif
(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil
sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis
dianalisis secara deskriptif
351 Analisis Bioinformatika
Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan
kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian
hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak
ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian
dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment
Editor 725 (Hall 2001)
31
Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-
base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)
menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base
similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99
Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple
Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak
MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan
variasi basa sampel
32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi
Berbeda
DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut
DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil
kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari
sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang
mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut
menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini
Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan
metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut
dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai
kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada
Tabel 1
Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua
metode hasil penelitian
Pengulangan ke-
Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)
Kit Konvensional Kit Konvensional
1 Angus 269 102 2100 11100
2 FH 207 109 7810 11720
3 Simmental 263 111 231 11340
Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi
Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah
dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut
33
dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode
sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata
nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah
246plusmn034 dan 107plusmn005
Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar
17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)
Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran
kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di
bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari
tahapan masing-masing metode
Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian
genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya
kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang
dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA
Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi
DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan
meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa
denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan
meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan
nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian
DNA yang baik (gt20)
Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah
nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein
Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al
34
2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini
protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada
nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi
protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat
Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh
lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik
Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode
konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit
yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode
konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti
protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan
mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al
1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses
PCR (Demeke amp Jenkins 2010)
Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa
dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA
diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun
nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang
baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan
konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen
(Demeke amp Jenkins 2010)
Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan
hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit
untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional
35
pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang
cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada
penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal
Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan
konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan
RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)
42 Konfirmasi Gen CEBPα
Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan
dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan
pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain
oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar
1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)
yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701
(Lampiran 4)
Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh
semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di
antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan
panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa
dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)
Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah
dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan
program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa
penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda
Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC
36
(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah
dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut
namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk
membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)
Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339
bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO
Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya
perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer
Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari
merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini
perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1
menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses
tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing
yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template
DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang
Target 1339
bp
37
sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA
teramplifikasi sempurna
Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi
Program PCR
Pre
Denaturation Denaturation Annealing Extension
Final
Extension Siklus
Penelitian
Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40
Referensi
Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35
Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32
He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32
Keterangan tanda () = menit tanda () = detik
43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis
menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh
empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black
(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan
(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean
(XM_0252690201)) (Tabel 3)
Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat
prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis
komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari
runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data
tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database
(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang
38
komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga
mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)
Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan
persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan
referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak
(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat
dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi
Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3
Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI
Sampel Spesies Breed GenBank Accesion
Query Cover
Max Iden
Bali
(B sondaicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Pasundan (B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99
Friesians Holstein
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Angus (B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Peranakan Ongole
(B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99
Simmental
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99
39
Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau
kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di
GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan
kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen
CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen
identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen
fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)
Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang
dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden
2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan
seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi
Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap
sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67
(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki
urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki
runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian
akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover
95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover
99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3)
44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali
Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan
runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4
40
Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi
Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil
ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada
empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo
(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau
Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada
sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)
yaitu terletak pada enam posisi berbeda
Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank
Spesies_Breed Posisi Runutan Basa
88
97
103
271
567
733
832
855
870
921
926
931
957
1088
1149
1175
1196
B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G
B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C
B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T
C
B taurus_Angus C C
B taurus_ Friesians Holstein C C
B taurus_ Simmental C C
B indicus_ Pasundan C C
B indicus_ Peranakan Ongole C C
B sondaicus_ Bali C A C G A
Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T
Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)
Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi
Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi
Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196
(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi
tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)
Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa
yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali
41
memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut
memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut
Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi
Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru
Thymine (T) = merah)
42
Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen
CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson
gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi
dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi
Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki
1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan
mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali
Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi
Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B
banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal
usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan
sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel
sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki
kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus
atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)
(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH
Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya
variasi basa yang ditemukan
Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali
terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan
adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis
kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan
keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah
mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode
43
yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe
dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)
Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan
dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)
(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis
Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi
keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali
(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan
pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al
2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi
karakteristik dari daging sapi Bali
Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et
al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki
kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan
menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et
al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga
mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat
dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan
dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)
Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk
menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin
(subtropis)
Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan
sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi
44
lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan
daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki
kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang
lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari
karkas yang diperoleh
45
BAB V
PENUTUP
51 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa
1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan
PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)
2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi
Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa
3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi
DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit
52 Saran
Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah
populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme
(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak
dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi
tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar
memperoleh hasil yang maksimal
46
DAFTAR PUSTAKA
Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka
Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)
Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular
Research 14(3) 9370ndash9383
Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research
24(13) 2623ndash2625
Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan
Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39
Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan
Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor
Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice
Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773
Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176
Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the
National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7
Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash
ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24
Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods
PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990
Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797
Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11
Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga
47
Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method
of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231
Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194
Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and
Pathology 3(2) 133ndash137
Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food
Research International 43(7) 1866ndash1873
Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology
Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the
Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076
He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle
Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969
Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27
Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and
Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26
Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R
(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science
and Technology 46(6) 909ndash916
Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839
Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from
hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289
Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and
Evolution 33(7) 1870ndash1874
Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer
Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683
Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon
D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To
48
Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of
Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764
Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription
factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742
Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)
Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485
Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology
Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)
Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On
Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087
Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali
(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128
Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9
Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On
Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335
Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A
Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in
Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20
Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash
441
Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect
On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81
Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor
Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam
Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156
Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C
A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle
49
Journal Animal Science 80 3077ndash3085
Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in
The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72
Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water
Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A
Review Meat Science 89(2) 111ndash124
Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374
Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat
[Skripsi] Institut Pertanian Bogor
Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes
transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504
Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)
Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6
Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure
Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75
Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E
Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among
Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158
Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)
Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The
Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299
Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip
Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle
Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020
Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots
In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451
50
Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp
Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with
Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33
Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan
Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from
httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395
Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian
Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470
Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for
bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594
Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole
(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional
Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)
Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan
Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)
Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273
Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian
Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354
Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds
Biodiversitas 17(1) 275ndash295
Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)
Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131
Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang
Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107
Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence
of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554
Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508
Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The
51
CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)
Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19
Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter
Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316
Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular
Research 11(2) 1651ndash1661
Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The
CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077
Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia
(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25
Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20
Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle
Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954
Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal
Science 50(11) 499ndash502
52
LAMPIRAN
Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data
Gen Bank
Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178
Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283
Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247
Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank
Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank
53
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)
Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel
NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian
1
Darah
Pasundan 601 867 173
2 Pasundan 602 1035 194
3 Peranakan Ongole 1691 278 309
4 Peranakan Ongole 1693 234 434
5 Bali 59 173 941
6 Bali 64 192 502
7
Rambut
Angus 171405 105 21
8 Friesians Holstein 310102 202 781
9 Friesians Holstein 310158 116 1134
10 Simmental 4490 22 231
11 Simmental 6115 116 1134
16
residu asam amino yang merupakan lima asam amino lebih pendek dari pada
protein tikus (Taniguchi amp Sasaki 1996) Asam amino tersebut terekspresi
sebelum transkripsi gen spesifik adiposit yang memiliki situs pengikatan gen
CEBPα (Wang et al 2011) Urutan seperti kotak TATA terletak di nukleotida 13
ndash 18 namun situs mulai transkripsi tidak ditentukan (Taniguchi amp Sasaki 1996)
Faktor transkripsi CEBPα memainkan peranan penting selama
diferensiasi preadiposit menjadi adiposit Gen CEBPα diidentifikasi sebagai
Nuclear Factor (NF) yang di induksi saat diferensiasi yang mengikat secara
spesifik ke promotor beberapa gen (Vasseur-Cognet amp Lane 1993) Gen CEBPα
memainkan peran penting dalam pengendapan lemak dan diferensiasi adiposit
(Shin et al 2007) Gen CEBPα menjadi kandidat gen penting untuk
diidentifikasi secara marker genetik pada karkas dan sifat kualitas daging sapi
ternak (Shin et al 2007) Gen CEBPα juga dapat mengatur metabolisme energi
dan nutrisi dengan mengaktifkan beberapa gen spesifik seperti
phosphoenolpyruvate carboxykinase dan reseptor insulin (Park et al 1990)
211 Pengaruh Lingkungan Terhadap Kualitas Daging
Kondisi lingkungan berupa temperatur akan mempengaruhi keadaan
fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Kondisi lingkungan secara langsung
mempengaruhi proses metabolisme organ dan otot (Gregory 2010) Pada zona
nyaman sapi akan sedikit mengeluarkan energi dan tidak terpengaruh oleh
temperatur lingkungan sebaliknya jika berada diluar zona nyaman sapi akan
mengalami stres yang bertujuan untuk mengembalikan kepada kondisi tubuh yang
normal (Nardone et al 2006) Kondisi tersebut akan menyebabkan terjadinya
17
perubahan seperti pola makan fisiologis dan fungsi metabolisme pada kuantitas
dan kualitas produksi dari sapi itu sendiri
Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan menyebabkan terjadinya
penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et al 2001 Mader amp Davis
2004) yang terjadi pada sapi B indicus (Gregory 2010) Suhu di atas 30degC akan
menyebabkan terjadinya penurunan jumlah berat badan (Nardone et al 2006)
Pada periode yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi
perubahan fenotipe dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006 Gregory 2010)
18
BAB III
METODE
31 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari ndash Juni 2018 di
Laboratorium Genetika Molekuler Hewan Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI
Cibinong Jl Raya Bogor KM 46 Bogor Jawa Barat
32 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik
micropipette 10 microL 200 microL 1000 microL (Boesco dan Bio-Rad) dan pH meter
(Thermo Orion) tabung vacutainer mengandung K3EDTA holder dan jarum
needle ukuran 21G microcentrifuge tube 15 mL sentrifugator (Hermile Z 300
K) vortex (Barnstead Thermolyne) micropipette 1000 microL (Boesco) blue tips
white tips yellow tips shaker agigator (Thermo Scientific) parafilm pipet
Pasteur autoklaf (Trace Raypa) spektromotometer UV-Vis (GeneQuant) cuvette
dan laminar air flow (Telstar BH ndash 100) tangki elektroforesis horizontal (Bio-
Rad) power supply (Bio-Rad) timbangan analitik (Preciso XT 120A) hot plate
stirrer (Thermolyne Cimarec 2) pH meter (Thermo Orion) vortex (Barnstead
Thermolyne) Sentrifugator (HermLe Z 300 K) shaker (Bio Green) thermocycler
(Eppendorf) UV-transiluminator (Major Science)
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Red Cell Lysis Buffer
(RCLB) 250 mL pH 72 Tris Buffer Solution (TBS) 250 mL pH 74 TE Buffer
250 mL pH 8 Sodium Dedocyl Sulfate (SDS) (Mp Biomedicals) K3EDTA
(Garnier Bio One) Proteinase-K (Roche Diagnostic) PCR Buffer (Qiagen)
Proteinasi-K (Geneaid) proteinase-K Solution Ethylene Diamine Tetracetic Acid
19
(EDTA) (Mp Biomedicals) alkohol 70 alkohol absolut dingin tissue tissue
kimwipe NaCl Pekat Destillation Water (DW) steril Primer CEBPα forward
dan reverse (Integrated DNA Technolgies) TE buffer Double Destillation Water
(DDW) free nuclease (Ferementas) DNA ladder (Vivantis) PCR master mix kit
KAPA2G Robust (Kapa Biosystem) Gel Agarosa (Roche) boric acid (Merck)
tris base (Himedia) KCl (Merck) NaCl (Genetika Science) KHCO3 (Merck)
NH4Cl (Merck) Ethidium Bromida (EtBr) (Merck) gSYSCtrade DNA Extraction
Kit GS100 (Geneaid) amplop kertas
33 Sampel Penelitian
Breed sapi yang diteliti terbagi menjadi dua kelompok yaitu 1) Sapi potong
lokal (sapi Pasundan PO Bali) 2) Sapi potong introduksi (sapi Angus
Simmental FH) Sumber DNA berasal dari 1) Darah (sapi Pasundan PO Bali)
2) Rambut (sapi Angus Simmental FH) Darah atau rambut yang diambil
berasal dari dua individu berbeda setiap jenisnya kecuali sampel rambut sapi
Angus yang diperoleh dari satu individu saja
Jenis sapi yang diteliti berasal dari berbagai tempat yang berbeda yaitu 1)
Sapi Pasundan berasal dari Balai Pengembangan Perbibitan Ternak (BPPT) Sapi
Potong Ciamis 2) Sapi PO berasal dari BPPT Grobogan 3) Sapi Bali berasal dari
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Peninda Bali 4) sapi Angus
Simmental FH berasal dari Badan Embrio Ternak (BET) Cipelang Bogor
Regulasi dari BET yang tidak memperbolehkan pengambilan sampel darah
menjadi alasan utama diambilnya sampel rambut dari sapi Angus Simmental
FH Keseluruhan sampel rambut sapi yang diperoleh dari BET merupakan sapi
asli (origin) yang belum dilakukan perkawinan silang
20
34 Prosedur Kerja
341 Sterilisasi Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini di sterilisasi dengan
autoklaf pada suhu 121degC dan tekanan sebesar 1 atm selama 15 menit
342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA
a Pembuatan RCLB (Red Cell Blood Buffer)
Larutan RCLB dibuat sebanyak 1000 mL (pH 72) Larutan RCLB terbuat
dari bahan kimia NH4Cl dan KHCO3 Bahan tersebut ditimbang dengan
timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian dipindahkan ke beaker
glass dan ditambahkan EDTA 05 M sebanyak 200 microL serta DW sebanyak 300
mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot plate stirrer
Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan pH meter Nilai pH yang
terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH terlalu tinggi
ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian ditambahkan
DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott Duran 1000
mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan disimpan di
lemari pendingin
b Pembuatan TBS (Tris Buffer Solution)
Larutan TBS dibuat sebanyak 1000 mL (pH 74) dengan bahan yang
terdiri dari NaCl KCl tris base Bahan-bahan kimia tersebut ditimbang dengan
timbangan analitik dan dipindahkan ke beaker glass yang dilarutkan
menggunakan DW sebanyak 300 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan
di atas hot plate stirrer Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan menggunakan
pH meter jika pH terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH
21
terlalu tinggi ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian
ditambahkan DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott
Duran 1000 mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan
disimpan di lemari pendingin
c Pembuatan Proteinase-K Solution
Proteinase-K ditimbang pada timbangan analitik Proteinase-K kemudian
dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 45 mL serta EDTA
05 M sebanyak 54 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot
plate stirrer tanpa dipanaskan Larutan yang telah homogen ditambahkan Sodium
Dedocyl Sulfate (SDS) 10 sebanyak 378 mL Larutan tersebut kemudian
dihomogenkan di hot plate stirrer tanpa dipanaskan
d Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 5x)
Larutan TBE 5x yang dibuat sebanyak 500 mL boric acid dan tris base
ditimbang dengan timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian
dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 500 mL dan EDTA
05 M sebanyak 10 mL Larutan tersebut dihomogenkan di atas hot plate stirrer
dipanaskan setelah homogen dimasukan ke dalam botol Schott Duran 500 mL
dan disimpan di lemari pendingin
e Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 1x)
Larutan TBE 1x dibuat dengan mengencerkan 200 mL TBE 5x Larutan
TBE 1x dipindahkan pada botol Schott Duran 1000 mL Larutan tersebut
ditambahkan DW sampai 1000 mL Larutan tersebut disimpan pada lemari
pendingin
22
f Pengenceran Primer Gen CEBPα (10 pMmicroL)
Primer dalam bentuk pelet diencerkan dengan TE Buffer untuk
memperoleh primer stock Primer forward diencerkan dengan 333 microL TE Buffer
sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer reverse diencerkan dengan
332 microL sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer yang digunakan
dalam penelitian ini adalah primer CEBPα yang didesain pada penelitian (Shin
et al 2007) dengan ukuran 20 pb Primer CEBPα forward (5´-
ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) dan reverse (5´-TCAAAGTCG
TTGCCGCCTCC-3´)
Primer forward dan reverse CEBPα stock (100 pMmicroL) masing-masing
diambil sebanyak 5 microL dengan micropipette 2 ndash 20 microL dan dicampurkan ke dalam
microcentrifuge tube 15 mL baru yang telah berisi DDW free nuclease sebanyak
45 microL Larutan tersebut dicampur hingga homogen dengan cara dilakukan
mengetuk berulang bagian bawah microcentrifuge tube menggunakan ujung jari
Pengenceran primer dilakukan di laminar air flow Microcentrifuge tube yang
berisi primer dilakukan spin down dengan spin down sentrifugator agar larutan
yang berada di dinding microcentrifuge tube turun ke dasar Primer kemudian
disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
g Pembuatan Alat Pemanenan DNA
Alat pemanen DNA dibuat dari pipet Pasteur yang dimodifikasi dengan
membentuk ujung pipet seperti kail Pembentukan tersebut dilakukan dengan
memanaskan pipet di atas bunsen spiritus kemudian ditarik secara perlahan dan
dibuat melengkung seperti kail
23
h Pembuatan Gel Agarosa
Serbuk gel agarosa sebanyak 1 g ditimbang dengan timbangan analitik dan
dipindahkan ke botol Schott Duran 250 mL Serbuk gel agarosa ditambahkan
TBE 1x sebanyak 100 mL kemudian dipanaskan dan dihomogenkan dengan hot
plate stirrer sampai bening Larutan yang sudah homogen dicetak pada wadah
pencetak gel yang sudah terdapat sisir untuk membuat sebanyak 20 sumuran dan
diamkan sampai padat atau mengeras
343 Pengambilan Sampel Darah Sapi
Darah sampel diambil melalui vena caudalis sebanyak 5 mL Pengambilan
darah dilakukan dengan mengangkat caudal (ekor) dari sapi vena caudalis dicari
dengan meraba bagian ekor Jarum yang telah terpasang holder ditusukkan pada
vena caudalis dan tabung vacutainer mengandung K3EDTA dipasang pada
holder Darah yang mengalir ditampung pada tabung vacutainer kemudian
dicabut setelah darah berhenti Jarum dan holder kemudian dicabut dari vena
caudalis Tabung vacutainer yang berisi darah disimpan pada freezer dengan
suhu -20oC
344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990)
DNA yang berasal dari darah diisolasi menggunakan metode Montgomery
amp Sise (1990) dengan prosedur sebagai berikut
a Red Blood Cell Lysis
Sampel darah sebanyak 5 mL dipindahkan tabung Falcon 15 mL dan
ditambahkan larutan RCLB (pH 72) sampai 7 mL Sampel darah dihomogenkan
dengan vortex dan didiamkan selama 10 menit Sampel kemudian disentrifugasi
dengan sentrifugator selama 10 menit suhu 4degC kecepatan 3500 rpm Sampel
24
ditimbang menggunakan timbangan ganda agar proses sentrifugasi berjalan
dengan sempurna jika berat belum seimbang maka ditambah larutan RCLB
Supernatan yang diperoleh setelah proses sentrifugasi kemudian dibuang
sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Pelet ditambahkan RCLB sampai 5
mL kemudian divorteks hingga pelet hancur atau homogen Sampel disentrifugasi
selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang
diperoleh kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet kembali
ditambahkan RCLB sampai 3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau
homogen dan didiamkan selama 10 menit kemudian dilanjutkan tahapan ekstraksi
DNA
b White Blood Cell Collection
Sampel tahapan sebelumnya kemudian ditambahkan TBS (pH 74)
sebanyak 5 mL dan dikocok sebentar Sampel disentrifugasi selama 10 menit
dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang diperoleh kemudian
dibuang sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Sampel kemudian
ditambahkan TBS sebanyak 5 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau
homogen Sampel selanjutnya disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC
dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang didapatkan kemudian dibuang
sehingga hanya pelet yang tersisa Sampel kemudian ditambahkan TBS sebanyak
3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau homogen
Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan
3500 rpm Sampel divorteks perlahan hingga lapisan merah hilang Supernatan
yang didapatkan kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet
25
selanjutnya dikeringkan setelah kering ditambahkan TE 2 mL Sampel divorteks
sampai pelet hancur atau homogen
c Protein Lysis
Sampel yang sudah homogen dengan larutan TE selanjutnya ditambahkan
Proteinase-K solution sebanyak 200 microL tanpa divorteks atau dihomogenkan
Tabung Falcon 15 mL yang berisi sampel selanjutnya di-seal menggunakan
parafilm Sampel diinkubasi menggunakan shaker Agigator selama 24 jam dengan
suhu 37degC dan kecepatan 150 rpm
d Pemanenan DNA
Sampel yang telah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya ditambahkan
NaCl 5 M pekat sebanyak 2 mL Sampel diberi goyangan dengan membentuk
pola angka 8 dengan sangat perlahan setelah itu dikocok kuat sebanyak 2 kali
Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 10degC dan kecepatan 3500
rpm Supernatan dituang pada tabung reaksi yang berisi alkohol absolut dingin
Bagian permukaan tabung reaksi ditutup dengan parafilm sampai rapat Tabung
reaksi dibolak-balikan sampai terbentuk gelembung-gelembung yang melayang
Fraksi gelembung yang melayang diambil dengan pipet Pasteur yang telah
dimodifikasi dan dicelupkan secara cepat ke dalam alkohol 70 kemudian
dikeringkan dengan tissue kimwipe Gumpalan tersebut dimasukan kedalam
microcentrifuge tube 15 mL yang telah berisikan DW steril sebanyak 200 microL
Sampel dihomogenkan menggunakan alat shaker pada suhu ruang agar larut
DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
26
345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi
Pengambilan rambut dilakukan pada bagian ekor minimal rambut
sebanyak 20 helai Rambut pada bagian ekor ditarik searah dengan titik tumbuh
dari rambut tersebut Tahapan tersebut dilakukan dengan cepat agar diperoleh
bagian rambut yang utuh dengan folikel Rambut tersebut ditempelkan pada kertas
dengan selotip berbahan kertas tanpa mengenai bagian folikel dan disimpan di
dalam amplop
346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)
Tahapan isolasi DNA dari rambut menggunakan gSYSCtrade DNA
Extraction Kit GS100 (Geneaid) dengan prosedur sebagai berikut
a Cell Lysis
Sepuluh helai rambut dipotong-potong dengan ukuran 05 ndash 1 cm
termasuk bagian folikel Potongan tersebut dipindahkan ke dalam microsentrifuge
tube 15 mL ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K
(dipastikan potongan terendam) dicampur dengan cara dikocok Larutan
diinkubasi dengan suhu 60degC selama 30 menit Pada proses inkubasi
microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung microcentrifuge tube
secara perlahan setiap 5 menit GSB Buffer sebanyak 200 μL ditambahkan dan
dikocok dengan kuat dan diinkubasi kembali pada suhu 60ordmC selama 20 menit
Selama proses inkubasi microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung
secara perlahan setiap 5 menit
b DNA Binding
Sampel tahapan sebelumnya ditambahkan 200 μL etanol absolut
dikocok dengan kuat selama 10 detik Endapan yang muncul dipecah dengan
27
menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan
tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan
tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit
Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi
dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru
c Pencucian
W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan
sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30
detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column
diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL
Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan
kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi
kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi
yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit
untuk mengeringkan kolom matriks
d Elution
GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube
15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak
100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke
bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit
untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column
disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan
elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak
DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
28
347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)
DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et
al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan
dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10
menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting
yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel
rambut diganti)
Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan
disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer
(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada
microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan
suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit
pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm
beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan
disimpan pada suhu -20 ordmC
348 Uji Kuantifikasi DNA
Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji
kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL
DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette
DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus
menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi
dan tingkat kemurnian
29
349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)
Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR
master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-
ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT
CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL
DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke
dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas
kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR
mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre
denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing
54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final
extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali
3410 Elektroforesis dan Visualisasi
Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis
horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan
TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL
dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm
dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down
Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker
DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran
Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan
listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki
elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt
selama 60 menit
30
Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam
dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel
agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa
divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator
3411 Sequencing DNA
Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai
ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward
dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan
metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit
(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing
menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)
Malaysia)
35 Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif
(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil
sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis
dianalisis secara deskriptif
351 Analisis Bioinformatika
Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan
kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian
hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak
ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian
dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment
Editor 725 (Hall 2001)
31
Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-
base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)
menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base
similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99
Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple
Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak
MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan
variasi basa sampel
32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi
Berbeda
DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut
DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil
kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari
sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang
mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut
menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini
Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan
metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut
dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai
kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada
Tabel 1
Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua
metode hasil penelitian
Pengulangan ke-
Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)
Kit Konvensional Kit Konvensional
1 Angus 269 102 2100 11100
2 FH 207 109 7810 11720
3 Simmental 263 111 231 11340
Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi
Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah
dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut
33
dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode
sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata
nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah
246plusmn034 dan 107plusmn005
Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar
17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)
Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran
kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di
bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari
tahapan masing-masing metode
Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian
genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya
kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang
dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA
Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi
DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan
meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa
denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan
meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan
nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian
DNA yang baik (gt20)
Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah
nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein
Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al
34
2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini
protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada
nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi
protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat
Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh
lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik
Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode
konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit
yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode
konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti
protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan
mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al
1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses
PCR (Demeke amp Jenkins 2010)
Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa
dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA
diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun
nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang
baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan
konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen
(Demeke amp Jenkins 2010)
Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan
hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit
untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional
35
pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang
cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada
penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal
Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan
konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan
RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)
42 Konfirmasi Gen CEBPα
Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan
dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan
pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain
oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar
1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)
yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701
(Lampiran 4)
Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh
semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di
antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan
panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa
dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)
Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah
dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan
program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa
penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda
Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC
36
(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah
dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut
namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk
membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)
Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339
bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO
Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya
perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer
Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari
merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini
perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1
menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses
tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing
yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template
DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang
Target 1339
bp
37
sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA
teramplifikasi sempurna
Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi
Program PCR
Pre
Denaturation Denaturation Annealing Extension
Final
Extension Siklus
Penelitian
Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40
Referensi
Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35
Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32
He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32
Keterangan tanda () = menit tanda () = detik
43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis
menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh
empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black
(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan
(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean
(XM_0252690201)) (Tabel 3)
Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat
prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis
komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari
runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data
tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database
(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang
38
komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga
mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)
Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan
persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan
referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak
(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat
dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi
Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3
Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI
Sampel Spesies Breed GenBank Accesion
Query Cover
Max Iden
Bali
(B sondaicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Pasundan (B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99
Friesians Holstein
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Angus (B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Peranakan Ongole
(B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99
Simmental
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99
39
Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau
kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di
GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan
kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen
CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen
identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen
fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)
Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang
dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden
2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan
seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi
Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap
sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67
(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki
urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki
runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian
akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover
95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover
99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3)
44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali
Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan
runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4
40
Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi
Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil
ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada
empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo
(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau
Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada
sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)
yaitu terletak pada enam posisi berbeda
Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank
Spesies_Breed Posisi Runutan Basa
88
97
103
271
567
733
832
855
870
921
926
931
957
1088
1149
1175
1196
B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G
B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C
B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T
C
B taurus_Angus C C
B taurus_ Friesians Holstein C C
B taurus_ Simmental C C
B indicus_ Pasundan C C
B indicus_ Peranakan Ongole C C
B sondaicus_ Bali C A C G A
Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T
Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)
Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi
Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi
Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196
(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi
tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)
Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa
yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali
41
memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut
memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut
Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi
Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru
Thymine (T) = merah)
42
Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen
CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson
gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi
dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi
Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki
1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan
mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali
Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi
Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B
banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal
usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan
sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel
sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki
kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus
atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)
(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH
Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya
variasi basa yang ditemukan
Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali
terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan
adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis
kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan
keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah
mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode
43
yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe
dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)
Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan
dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)
(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis
Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi
keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali
(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan
pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al
2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi
karakteristik dari daging sapi Bali
Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et
al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki
kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan
menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et
al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga
mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat
dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan
dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)
Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk
menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin
(subtropis)
Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan
sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi
44
lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan
daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki
kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang
lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari
karkas yang diperoleh
45
BAB V
PENUTUP
51 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa
1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan
PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)
2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi
Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa
3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi
DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit
52 Saran
Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah
populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme
(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak
dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi
tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar
memperoleh hasil yang maksimal
46
DAFTAR PUSTAKA
Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka
Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)
Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular
Research 14(3) 9370ndash9383
Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research
24(13) 2623ndash2625
Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan
Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39
Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan
Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor
Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice
Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773
Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176
Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the
National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7
Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash
ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24
Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods
PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990
Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797
Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11
Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga
47
Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method
of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231
Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194
Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and
Pathology 3(2) 133ndash137
Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food
Research International 43(7) 1866ndash1873
Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology
Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the
Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076
He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle
Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969
Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27
Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and
Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26
Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R
(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science
and Technology 46(6) 909ndash916
Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839
Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from
hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289
Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and
Evolution 33(7) 1870ndash1874
Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer
Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683
Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon
D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To
48
Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of
Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764
Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription
factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742
Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)
Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485
Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology
Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)
Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On
Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087
Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali
(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128
Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9
Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On
Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335
Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A
Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in
Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20
Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash
441
Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect
On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81
Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor
Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam
Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156
Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C
A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle
49
Journal Animal Science 80 3077ndash3085
Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in
The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72
Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water
Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A
Review Meat Science 89(2) 111ndash124
Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374
Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat
[Skripsi] Institut Pertanian Bogor
Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes
transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504
Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)
Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6
Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure
Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75
Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E
Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among
Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158
Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)
Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The
Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299
Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip
Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle
Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020
Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots
In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451
50
Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp
Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with
Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33
Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan
Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from
httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395
Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian
Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470
Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for
bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594
Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole
(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional
Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)
Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan
Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)
Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273
Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian
Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354
Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds
Biodiversitas 17(1) 275ndash295
Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)
Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131
Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang
Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107
Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence
of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554
Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508
Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The
51
CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)
Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19
Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter
Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316
Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular
Research 11(2) 1651ndash1661
Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The
CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077
Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia
(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25
Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20
Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle
Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954
Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal
Science 50(11) 499ndash502
52
LAMPIRAN
Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data
Gen Bank
Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178
Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283
Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247
Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank
Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank
53
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)
Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel
NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian
1
Darah
Pasundan 601 867 173
2 Pasundan 602 1035 194
3 Peranakan Ongole 1691 278 309
4 Peranakan Ongole 1693 234 434
5 Bali 59 173 941
6 Bali 64 192 502
7
Rambut
Angus 171405 105 21
8 Friesians Holstein 310102 202 781
9 Friesians Holstein 310158 116 1134
10 Simmental 4490 22 231
11 Simmental 6115 116 1134
17
perubahan seperti pola makan fisiologis dan fungsi metabolisme pada kuantitas
dan kualitas produksi dari sapi itu sendiri
Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan menyebabkan terjadinya
penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et al 2001 Mader amp Davis
2004) yang terjadi pada sapi B indicus (Gregory 2010) Suhu di atas 30degC akan
menyebabkan terjadinya penurunan jumlah berat badan (Nardone et al 2006)
Pada periode yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi
perubahan fenotipe dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006 Gregory 2010)
18
BAB III
METODE
31 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari ndash Juni 2018 di
Laboratorium Genetika Molekuler Hewan Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI
Cibinong Jl Raya Bogor KM 46 Bogor Jawa Barat
32 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik
micropipette 10 microL 200 microL 1000 microL (Boesco dan Bio-Rad) dan pH meter
(Thermo Orion) tabung vacutainer mengandung K3EDTA holder dan jarum
needle ukuran 21G microcentrifuge tube 15 mL sentrifugator (Hermile Z 300
K) vortex (Barnstead Thermolyne) micropipette 1000 microL (Boesco) blue tips
white tips yellow tips shaker agigator (Thermo Scientific) parafilm pipet
Pasteur autoklaf (Trace Raypa) spektromotometer UV-Vis (GeneQuant) cuvette
dan laminar air flow (Telstar BH ndash 100) tangki elektroforesis horizontal (Bio-
Rad) power supply (Bio-Rad) timbangan analitik (Preciso XT 120A) hot plate
stirrer (Thermolyne Cimarec 2) pH meter (Thermo Orion) vortex (Barnstead
Thermolyne) Sentrifugator (HermLe Z 300 K) shaker (Bio Green) thermocycler
(Eppendorf) UV-transiluminator (Major Science)
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Red Cell Lysis Buffer
(RCLB) 250 mL pH 72 Tris Buffer Solution (TBS) 250 mL pH 74 TE Buffer
250 mL pH 8 Sodium Dedocyl Sulfate (SDS) (Mp Biomedicals) K3EDTA
(Garnier Bio One) Proteinase-K (Roche Diagnostic) PCR Buffer (Qiagen)
Proteinasi-K (Geneaid) proteinase-K Solution Ethylene Diamine Tetracetic Acid
19
(EDTA) (Mp Biomedicals) alkohol 70 alkohol absolut dingin tissue tissue
kimwipe NaCl Pekat Destillation Water (DW) steril Primer CEBPα forward
dan reverse (Integrated DNA Technolgies) TE buffer Double Destillation Water
(DDW) free nuclease (Ferementas) DNA ladder (Vivantis) PCR master mix kit
KAPA2G Robust (Kapa Biosystem) Gel Agarosa (Roche) boric acid (Merck)
tris base (Himedia) KCl (Merck) NaCl (Genetika Science) KHCO3 (Merck)
NH4Cl (Merck) Ethidium Bromida (EtBr) (Merck) gSYSCtrade DNA Extraction
Kit GS100 (Geneaid) amplop kertas
33 Sampel Penelitian
Breed sapi yang diteliti terbagi menjadi dua kelompok yaitu 1) Sapi potong
lokal (sapi Pasundan PO Bali) 2) Sapi potong introduksi (sapi Angus
Simmental FH) Sumber DNA berasal dari 1) Darah (sapi Pasundan PO Bali)
2) Rambut (sapi Angus Simmental FH) Darah atau rambut yang diambil
berasal dari dua individu berbeda setiap jenisnya kecuali sampel rambut sapi
Angus yang diperoleh dari satu individu saja
Jenis sapi yang diteliti berasal dari berbagai tempat yang berbeda yaitu 1)
Sapi Pasundan berasal dari Balai Pengembangan Perbibitan Ternak (BPPT) Sapi
Potong Ciamis 2) Sapi PO berasal dari BPPT Grobogan 3) Sapi Bali berasal dari
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Peninda Bali 4) sapi Angus
Simmental FH berasal dari Badan Embrio Ternak (BET) Cipelang Bogor
Regulasi dari BET yang tidak memperbolehkan pengambilan sampel darah
menjadi alasan utama diambilnya sampel rambut dari sapi Angus Simmental
FH Keseluruhan sampel rambut sapi yang diperoleh dari BET merupakan sapi
asli (origin) yang belum dilakukan perkawinan silang
20
34 Prosedur Kerja
341 Sterilisasi Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini di sterilisasi dengan
autoklaf pada suhu 121degC dan tekanan sebesar 1 atm selama 15 menit
342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA
a Pembuatan RCLB (Red Cell Blood Buffer)
Larutan RCLB dibuat sebanyak 1000 mL (pH 72) Larutan RCLB terbuat
dari bahan kimia NH4Cl dan KHCO3 Bahan tersebut ditimbang dengan
timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian dipindahkan ke beaker
glass dan ditambahkan EDTA 05 M sebanyak 200 microL serta DW sebanyak 300
mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot plate stirrer
Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan pH meter Nilai pH yang
terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH terlalu tinggi
ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian ditambahkan
DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott Duran 1000
mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan disimpan di
lemari pendingin
b Pembuatan TBS (Tris Buffer Solution)
Larutan TBS dibuat sebanyak 1000 mL (pH 74) dengan bahan yang
terdiri dari NaCl KCl tris base Bahan-bahan kimia tersebut ditimbang dengan
timbangan analitik dan dipindahkan ke beaker glass yang dilarutkan
menggunakan DW sebanyak 300 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan
di atas hot plate stirrer Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan menggunakan
pH meter jika pH terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH
21
terlalu tinggi ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian
ditambahkan DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott
Duran 1000 mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan
disimpan di lemari pendingin
c Pembuatan Proteinase-K Solution
Proteinase-K ditimbang pada timbangan analitik Proteinase-K kemudian
dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 45 mL serta EDTA
05 M sebanyak 54 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot
plate stirrer tanpa dipanaskan Larutan yang telah homogen ditambahkan Sodium
Dedocyl Sulfate (SDS) 10 sebanyak 378 mL Larutan tersebut kemudian
dihomogenkan di hot plate stirrer tanpa dipanaskan
d Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 5x)
Larutan TBE 5x yang dibuat sebanyak 500 mL boric acid dan tris base
ditimbang dengan timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian
dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 500 mL dan EDTA
05 M sebanyak 10 mL Larutan tersebut dihomogenkan di atas hot plate stirrer
dipanaskan setelah homogen dimasukan ke dalam botol Schott Duran 500 mL
dan disimpan di lemari pendingin
e Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 1x)
Larutan TBE 1x dibuat dengan mengencerkan 200 mL TBE 5x Larutan
TBE 1x dipindahkan pada botol Schott Duran 1000 mL Larutan tersebut
ditambahkan DW sampai 1000 mL Larutan tersebut disimpan pada lemari
pendingin
22
f Pengenceran Primer Gen CEBPα (10 pMmicroL)
Primer dalam bentuk pelet diencerkan dengan TE Buffer untuk
memperoleh primer stock Primer forward diencerkan dengan 333 microL TE Buffer
sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer reverse diencerkan dengan
332 microL sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer yang digunakan
dalam penelitian ini adalah primer CEBPα yang didesain pada penelitian (Shin
et al 2007) dengan ukuran 20 pb Primer CEBPα forward (5´-
ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) dan reverse (5´-TCAAAGTCG
TTGCCGCCTCC-3´)
Primer forward dan reverse CEBPα stock (100 pMmicroL) masing-masing
diambil sebanyak 5 microL dengan micropipette 2 ndash 20 microL dan dicampurkan ke dalam
microcentrifuge tube 15 mL baru yang telah berisi DDW free nuclease sebanyak
45 microL Larutan tersebut dicampur hingga homogen dengan cara dilakukan
mengetuk berulang bagian bawah microcentrifuge tube menggunakan ujung jari
Pengenceran primer dilakukan di laminar air flow Microcentrifuge tube yang
berisi primer dilakukan spin down dengan spin down sentrifugator agar larutan
yang berada di dinding microcentrifuge tube turun ke dasar Primer kemudian
disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
g Pembuatan Alat Pemanenan DNA
Alat pemanen DNA dibuat dari pipet Pasteur yang dimodifikasi dengan
membentuk ujung pipet seperti kail Pembentukan tersebut dilakukan dengan
memanaskan pipet di atas bunsen spiritus kemudian ditarik secara perlahan dan
dibuat melengkung seperti kail
23
h Pembuatan Gel Agarosa
Serbuk gel agarosa sebanyak 1 g ditimbang dengan timbangan analitik dan
dipindahkan ke botol Schott Duran 250 mL Serbuk gel agarosa ditambahkan
TBE 1x sebanyak 100 mL kemudian dipanaskan dan dihomogenkan dengan hot
plate stirrer sampai bening Larutan yang sudah homogen dicetak pada wadah
pencetak gel yang sudah terdapat sisir untuk membuat sebanyak 20 sumuran dan
diamkan sampai padat atau mengeras
343 Pengambilan Sampel Darah Sapi
Darah sampel diambil melalui vena caudalis sebanyak 5 mL Pengambilan
darah dilakukan dengan mengangkat caudal (ekor) dari sapi vena caudalis dicari
dengan meraba bagian ekor Jarum yang telah terpasang holder ditusukkan pada
vena caudalis dan tabung vacutainer mengandung K3EDTA dipasang pada
holder Darah yang mengalir ditampung pada tabung vacutainer kemudian
dicabut setelah darah berhenti Jarum dan holder kemudian dicabut dari vena
caudalis Tabung vacutainer yang berisi darah disimpan pada freezer dengan
suhu -20oC
344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990)
DNA yang berasal dari darah diisolasi menggunakan metode Montgomery
amp Sise (1990) dengan prosedur sebagai berikut
a Red Blood Cell Lysis
Sampel darah sebanyak 5 mL dipindahkan tabung Falcon 15 mL dan
ditambahkan larutan RCLB (pH 72) sampai 7 mL Sampel darah dihomogenkan
dengan vortex dan didiamkan selama 10 menit Sampel kemudian disentrifugasi
dengan sentrifugator selama 10 menit suhu 4degC kecepatan 3500 rpm Sampel
24
ditimbang menggunakan timbangan ganda agar proses sentrifugasi berjalan
dengan sempurna jika berat belum seimbang maka ditambah larutan RCLB
Supernatan yang diperoleh setelah proses sentrifugasi kemudian dibuang
sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Pelet ditambahkan RCLB sampai 5
mL kemudian divorteks hingga pelet hancur atau homogen Sampel disentrifugasi
selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang
diperoleh kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet kembali
ditambahkan RCLB sampai 3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau
homogen dan didiamkan selama 10 menit kemudian dilanjutkan tahapan ekstraksi
DNA
b White Blood Cell Collection
Sampel tahapan sebelumnya kemudian ditambahkan TBS (pH 74)
sebanyak 5 mL dan dikocok sebentar Sampel disentrifugasi selama 10 menit
dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang diperoleh kemudian
dibuang sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Sampel kemudian
ditambahkan TBS sebanyak 5 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau
homogen Sampel selanjutnya disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC
dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang didapatkan kemudian dibuang
sehingga hanya pelet yang tersisa Sampel kemudian ditambahkan TBS sebanyak
3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau homogen
Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan
3500 rpm Sampel divorteks perlahan hingga lapisan merah hilang Supernatan
yang didapatkan kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet
25
selanjutnya dikeringkan setelah kering ditambahkan TE 2 mL Sampel divorteks
sampai pelet hancur atau homogen
c Protein Lysis
Sampel yang sudah homogen dengan larutan TE selanjutnya ditambahkan
Proteinase-K solution sebanyak 200 microL tanpa divorteks atau dihomogenkan
Tabung Falcon 15 mL yang berisi sampel selanjutnya di-seal menggunakan
parafilm Sampel diinkubasi menggunakan shaker Agigator selama 24 jam dengan
suhu 37degC dan kecepatan 150 rpm
d Pemanenan DNA
Sampel yang telah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya ditambahkan
NaCl 5 M pekat sebanyak 2 mL Sampel diberi goyangan dengan membentuk
pola angka 8 dengan sangat perlahan setelah itu dikocok kuat sebanyak 2 kali
Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 10degC dan kecepatan 3500
rpm Supernatan dituang pada tabung reaksi yang berisi alkohol absolut dingin
Bagian permukaan tabung reaksi ditutup dengan parafilm sampai rapat Tabung
reaksi dibolak-balikan sampai terbentuk gelembung-gelembung yang melayang
Fraksi gelembung yang melayang diambil dengan pipet Pasteur yang telah
dimodifikasi dan dicelupkan secara cepat ke dalam alkohol 70 kemudian
dikeringkan dengan tissue kimwipe Gumpalan tersebut dimasukan kedalam
microcentrifuge tube 15 mL yang telah berisikan DW steril sebanyak 200 microL
Sampel dihomogenkan menggunakan alat shaker pada suhu ruang agar larut
DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
26
345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi
Pengambilan rambut dilakukan pada bagian ekor minimal rambut
sebanyak 20 helai Rambut pada bagian ekor ditarik searah dengan titik tumbuh
dari rambut tersebut Tahapan tersebut dilakukan dengan cepat agar diperoleh
bagian rambut yang utuh dengan folikel Rambut tersebut ditempelkan pada kertas
dengan selotip berbahan kertas tanpa mengenai bagian folikel dan disimpan di
dalam amplop
346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)
Tahapan isolasi DNA dari rambut menggunakan gSYSCtrade DNA
Extraction Kit GS100 (Geneaid) dengan prosedur sebagai berikut
a Cell Lysis
Sepuluh helai rambut dipotong-potong dengan ukuran 05 ndash 1 cm
termasuk bagian folikel Potongan tersebut dipindahkan ke dalam microsentrifuge
tube 15 mL ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K
(dipastikan potongan terendam) dicampur dengan cara dikocok Larutan
diinkubasi dengan suhu 60degC selama 30 menit Pada proses inkubasi
microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung microcentrifuge tube
secara perlahan setiap 5 menit GSB Buffer sebanyak 200 μL ditambahkan dan
dikocok dengan kuat dan diinkubasi kembali pada suhu 60ordmC selama 20 menit
Selama proses inkubasi microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung
secara perlahan setiap 5 menit
b DNA Binding
Sampel tahapan sebelumnya ditambahkan 200 μL etanol absolut
dikocok dengan kuat selama 10 detik Endapan yang muncul dipecah dengan
27
menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan
tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan
tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit
Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi
dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru
c Pencucian
W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan
sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30
detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column
diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL
Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan
kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi
kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi
yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit
untuk mengeringkan kolom matriks
d Elution
GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube
15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak
100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke
bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit
untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column
disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan
elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak
DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
28
347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)
DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et
al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan
dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10
menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting
yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel
rambut diganti)
Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan
disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer
(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada
microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan
suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit
pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm
beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan
disimpan pada suhu -20 ordmC
348 Uji Kuantifikasi DNA
Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji
kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL
DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette
DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus
menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi
dan tingkat kemurnian
29
349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)
Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR
master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-
ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT
CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL
DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke
dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas
kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR
mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre
denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing
54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final
extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali
3410 Elektroforesis dan Visualisasi
Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis
horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan
TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL
dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm
dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down
Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker
DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran
Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan
listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki
elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt
selama 60 menit
30
Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam
dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel
agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa
divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator
3411 Sequencing DNA
Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai
ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward
dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan
metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit
(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing
menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)
Malaysia)
35 Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif
(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil
sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis
dianalisis secara deskriptif
351 Analisis Bioinformatika
Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan
kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian
hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak
ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian
dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment
Editor 725 (Hall 2001)
31
Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-
base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)
menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base
similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99
Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple
Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak
MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan
variasi basa sampel
32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi
Berbeda
DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut
DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil
kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari
sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang
mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut
menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini
Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan
metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut
dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai
kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada
Tabel 1
Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua
metode hasil penelitian
Pengulangan ke-
Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)
Kit Konvensional Kit Konvensional
1 Angus 269 102 2100 11100
2 FH 207 109 7810 11720
3 Simmental 263 111 231 11340
Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi
Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah
dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut
33
dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode
sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata
nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah
246plusmn034 dan 107plusmn005
Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar
17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)
Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran
kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di
bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari
tahapan masing-masing metode
Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian
genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya
kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang
dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA
Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi
DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan
meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa
denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan
meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan
nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian
DNA yang baik (gt20)
Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah
nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein
Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al
34
2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini
protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada
nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi
protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat
Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh
lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik
Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode
konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit
yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode
konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti
protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan
mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al
1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses
PCR (Demeke amp Jenkins 2010)
Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa
dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA
diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun
nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang
baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan
konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen
(Demeke amp Jenkins 2010)
Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan
hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit
untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional
35
pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang
cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada
penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal
Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan
konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan
RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)
42 Konfirmasi Gen CEBPα
Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan
dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan
pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain
oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar
1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)
yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701
(Lampiran 4)
Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh
semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di
antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan
panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa
dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)
Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah
dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan
program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa
penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda
Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC
36
(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah
dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut
namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk
membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)
Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339
bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO
Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya
perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer
Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari
merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini
perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1
menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses
tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing
yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template
DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang
Target 1339
bp
37
sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA
teramplifikasi sempurna
Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi
Program PCR
Pre
Denaturation Denaturation Annealing Extension
Final
Extension Siklus
Penelitian
Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40
Referensi
Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35
Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32
He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32
Keterangan tanda () = menit tanda () = detik
43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis
menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh
empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black
(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan
(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean
(XM_0252690201)) (Tabel 3)
Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat
prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis
komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari
runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data
tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database
(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang
38
komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga
mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)
Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan
persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan
referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak
(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat
dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi
Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3
Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI
Sampel Spesies Breed GenBank Accesion
Query Cover
Max Iden
Bali
(B sondaicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Pasundan (B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99
Friesians Holstein
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Angus (B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Peranakan Ongole
(B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99
Simmental
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99
39
Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau
kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di
GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan
kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen
CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen
identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen
fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)
Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang
dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden
2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan
seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi
Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap
sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67
(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki
urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki
runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian
akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover
95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover
99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3)
44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali
Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan
runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4
40
Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi
Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil
ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada
empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo
(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau
Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada
sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)
yaitu terletak pada enam posisi berbeda
Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank
Spesies_Breed Posisi Runutan Basa
88
97
103
271
567
733
832
855
870
921
926
931
957
1088
1149
1175
1196
B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G
B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C
B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T
C
B taurus_Angus C C
B taurus_ Friesians Holstein C C
B taurus_ Simmental C C
B indicus_ Pasundan C C
B indicus_ Peranakan Ongole C C
B sondaicus_ Bali C A C G A
Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T
Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)
Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi
Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi
Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196
(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi
tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)
Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa
yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali
41
memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut
memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut
Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi
Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru
Thymine (T) = merah)
42
Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen
CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson
gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi
dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi
Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki
1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan
mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali
Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi
Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B
banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal
usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan
sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel
sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki
kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus
atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)
(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH
Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya
variasi basa yang ditemukan
Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali
terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan
adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis
kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan
keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah
mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode
43
yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe
dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)
Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan
dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)
(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis
Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi
keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali
(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan
pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al
2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi
karakteristik dari daging sapi Bali
Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et
al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki
kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan
menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et
al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga
mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat
dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan
dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)
Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk
menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin
(subtropis)
Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan
sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi
44
lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan
daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki
kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang
lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari
karkas yang diperoleh
45
BAB V
PENUTUP
51 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa
1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan
PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)
2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi
Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa
3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi
DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit
52 Saran
Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah
populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme
(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak
dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi
tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar
memperoleh hasil yang maksimal
46
DAFTAR PUSTAKA
Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka
Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)
Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular
Research 14(3) 9370ndash9383
Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research
24(13) 2623ndash2625
Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan
Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39
Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan
Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor
Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice
Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773
Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176
Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the
National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7
Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash
ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24
Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods
PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990
Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797
Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11
Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga
47
Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method
of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231
Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194
Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and
Pathology 3(2) 133ndash137
Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food
Research International 43(7) 1866ndash1873
Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology
Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the
Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076
He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle
Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969
Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27
Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and
Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26
Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R
(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science
and Technology 46(6) 909ndash916
Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839
Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from
hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289
Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and
Evolution 33(7) 1870ndash1874
Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer
Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683
Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon
D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To
48
Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of
Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764
Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription
factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742
Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)
Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485
Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology
Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)
Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On
Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087
Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali
(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128
Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9
Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On
Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335
Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A
Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in
Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20
Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash
441
Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect
On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81
Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor
Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam
Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156
Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C
A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle
49
Journal Animal Science 80 3077ndash3085
Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in
The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72
Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water
Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A
Review Meat Science 89(2) 111ndash124
Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374
Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat
[Skripsi] Institut Pertanian Bogor
Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes
transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504
Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)
Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6
Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure
Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75
Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E
Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among
Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158
Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)
Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The
Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299
Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip
Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle
Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020
Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots
In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451
50
Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp
Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with
Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33
Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan
Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from
httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395
Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian
Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470
Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for
bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594
Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole
(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional
Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)
Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan
Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)
Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273
Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian
Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354
Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds
Biodiversitas 17(1) 275ndash295
Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)
Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131
Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang
Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107
Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence
of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554
Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508
Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The
51
CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)
Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19
Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter
Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316
Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular
Research 11(2) 1651ndash1661
Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The
CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077
Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia
(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25
Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20
Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle
Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954
Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal
Science 50(11) 499ndash502
52
LAMPIRAN
Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data
Gen Bank
Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178
Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283
Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247
Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank
Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank
53
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)
Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel
NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian
1
Darah
Pasundan 601 867 173
2 Pasundan 602 1035 194
3 Peranakan Ongole 1691 278 309
4 Peranakan Ongole 1693 234 434
5 Bali 59 173 941
6 Bali 64 192 502
7
Rambut
Angus 171405 105 21
8 Friesians Holstein 310102 202 781
9 Friesians Holstein 310158 116 1134
10 Simmental 4490 22 231
11 Simmental 6115 116 1134
18
BAB III
METODE
31 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari ndash Juni 2018 di
Laboratorium Genetika Molekuler Hewan Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI
Cibinong Jl Raya Bogor KM 46 Bogor Jawa Barat
32 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik
micropipette 10 microL 200 microL 1000 microL (Boesco dan Bio-Rad) dan pH meter
(Thermo Orion) tabung vacutainer mengandung K3EDTA holder dan jarum
needle ukuran 21G microcentrifuge tube 15 mL sentrifugator (Hermile Z 300
K) vortex (Barnstead Thermolyne) micropipette 1000 microL (Boesco) blue tips
white tips yellow tips shaker agigator (Thermo Scientific) parafilm pipet
Pasteur autoklaf (Trace Raypa) spektromotometer UV-Vis (GeneQuant) cuvette
dan laminar air flow (Telstar BH ndash 100) tangki elektroforesis horizontal (Bio-
Rad) power supply (Bio-Rad) timbangan analitik (Preciso XT 120A) hot plate
stirrer (Thermolyne Cimarec 2) pH meter (Thermo Orion) vortex (Barnstead
Thermolyne) Sentrifugator (HermLe Z 300 K) shaker (Bio Green) thermocycler
(Eppendorf) UV-transiluminator (Major Science)
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Red Cell Lysis Buffer
(RCLB) 250 mL pH 72 Tris Buffer Solution (TBS) 250 mL pH 74 TE Buffer
250 mL pH 8 Sodium Dedocyl Sulfate (SDS) (Mp Biomedicals) K3EDTA
(Garnier Bio One) Proteinase-K (Roche Diagnostic) PCR Buffer (Qiagen)
Proteinasi-K (Geneaid) proteinase-K Solution Ethylene Diamine Tetracetic Acid
19
(EDTA) (Mp Biomedicals) alkohol 70 alkohol absolut dingin tissue tissue
kimwipe NaCl Pekat Destillation Water (DW) steril Primer CEBPα forward
dan reverse (Integrated DNA Technolgies) TE buffer Double Destillation Water
(DDW) free nuclease (Ferementas) DNA ladder (Vivantis) PCR master mix kit
KAPA2G Robust (Kapa Biosystem) Gel Agarosa (Roche) boric acid (Merck)
tris base (Himedia) KCl (Merck) NaCl (Genetika Science) KHCO3 (Merck)
NH4Cl (Merck) Ethidium Bromida (EtBr) (Merck) gSYSCtrade DNA Extraction
Kit GS100 (Geneaid) amplop kertas
33 Sampel Penelitian
Breed sapi yang diteliti terbagi menjadi dua kelompok yaitu 1) Sapi potong
lokal (sapi Pasundan PO Bali) 2) Sapi potong introduksi (sapi Angus
Simmental FH) Sumber DNA berasal dari 1) Darah (sapi Pasundan PO Bali)
2) Rambut (sapi Angus Simmental FH) Darah atau rambut yang diambil
berasal dari dua individu berbeda setiap jenisnya kecuali sampel rambut sapi
Angus yang diperoleh dari satu individu saja
Jenis sapi yang diteliti berasal dari berbagai tempat yang berbeda yaitu 1)
Sapi Pasundan berasal dari Balai Pengembangan Perbibitan Ternak (BPPT) Sapi
Potong Ciamis 2) Sapi PO berasal dari BPPT Grobogan 3) Sapi Bali berasal dari
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Peninda Bali 4) sapi Angus
Simmental FH berasal dari Badan Embrio Ternak (BET) Cipelang Bogor
Regulasi dari BET yang tidak memperbolehkan pengambilan sampel darah
menjadi alasan utama diambilnya sampel rambut dari sapi Angus Simmental
FH Keseluruhan sampel rambut sapi yang diperoleh dari BET merupakan sapi
asli (origin) yang belum dilakukan perkawinan silang
20
34 Prosedur Kerja
341 Sterilisasi Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini di sterilisasi dengan
autoklaf pada suhu 121degC dan tekanan sebesar 1 atm selama 15 menit
342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA
a Pembuatan RCLB (Red Cell Blood Buffer)
Larutan RCLB dibuat sebanyak 1000 mL (pH 72) Larutan RCLB terbuat
dari bahan kimia NH4Cl dan KHCO3 Bahan tersebut ditimbang dengan
timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian dipindahkan ke beaker
glass dan ditambahkan EDTA 05 M sebanyak 200 microL serta DW sebanyak 300
mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot plate stirrer
Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan pH meter Nilai pH yang
terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH terlalu tinggi
ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian ditambahkan
DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott Duran 1000
mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan disimpan di
lemari pendingin
b Pembuatan TBS (Tris Buffer Solution)
Larutan TBS dibuat sebanyak 1000 mL (pH 74) dengan bahan yang
terdiri dari NaCl KCl tris base Bahan-bahan kimia tersebut ditimbang dengan
timbangan analitik dan dipindahkan ke beaker glass yang dilarutkan
menggunakan DW sebanyak 300 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan
di atas hot plate stirrer Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan menggunakan
pH meter jika pH terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH
21
terlalu tinggi ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian
ditambahkan DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott
Duran 1000 mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan
disimpan di lemari pendingin
c Pembuatan Proteinase-K Solution
Proteinase-K ditimbang pada timbangan analitik Proteinase-K kemudian
dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 45 mL serta EDTA
05 M sebanyak 54 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot
plate stirrer tanpa dipanaskan Larutan yang telah homogen ditambahkan Sodium
Dedocyl Sulfate (SDS) 10 sebanyak 378 mL Larutan tersebut kemudian
dihomogenkan di hot plate stirrer tanpa dipanaskan
d Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 5x)
Larutan TBE 5x yang dibuat sebanyak 500 mL boric acid dan tris base
ditimbang dengan timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian
dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 500 mL dan EDTA
05 M sebanyak 10 mL Larutan tersebut dihomogenkan di atas hot plate stirrer
dipanaskan setelah homogen dimasukan ke dalam botol Schott Duran 500 mL
dan disimpan di lemari pendingin
e Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 1x)
Larutan TBE 1x dibuat dengan mengencerkan 200 mL TBE 5x Larutan
TBE 1x dipindahkan pada botol Schott Duran 1000 mL Larutan tersebut
ditambahkan DW sampai 1000 mL Larutan tersebut disimpan pada lemari
pendingin
22
f Pengenceran Primer Gen CEBPα (10 pMmicroL)
Primer dalam bentuk pelet diencerkan dengan TE Buffer untuk
memperoleh primer stock Primer forward diencerkan dengan 333 microL TE Buffer
sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer reverse diencerkan dengan
332 microL sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer yang digunakan
dalam penelitian ini adalah primer CEBPα yang didesain pada penelitian (Shin
et al 2007) dengan ukuran 20 pb Primer CEBPα forward (5´-
ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) dan reverse (5´-TCAAAGTCG
TTGCCGCCTCC-3´)
Primer forward dan reverse CEBPα stock (100 pMmicroL) masing-masing
diambil sebanyak 5 microL dengan micropipette 2 ndash 20 microL dan dicampurkan ke dalam
microcentrifuge tube 15 mL baru yang telah berisi DDW free nuclease sebanyak
45 microL Larutan tersebut dicampur hingga homogen dengan cara dilakukan
mengetuk berulang bagian bawah microcentrifuge tube menggunakan ujung jari
Pengenceran primer dilakukan di laminar air flow Microcentrifuge tube yang
berisi primer dilakukan spin down dengan spin down sentrifugator agar larutan
yang berada di dinding microcentrifuge tube turun ke dasar Primer kemudian
disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
g Pembuatan Alat Pemanenan DNA
Alat pemanen DNA dibuat dari pipet Pasteur yang dimodifikasi dengan
membentuk ujung pipet seperti kail Pembentukan tersebut dilakukan dengan
memanaskan pipet di atas bunsen spiritus kemudian ditarik secara perlahan dan
dibuat melengkung seperti kail
23
h Pembuatan Gel Agarosa
Serbuk gel agarosa sebanyak 1 g ditimbang dengan timbangan analitik dan
dipindahkan ke botol Schott Duran 250 mL Serbuk gel agarosa ditambahkan
TBE 1x sebanyak 100 mL kemudian dipanaskan dan dihomogenkan dengan hot
plate stirrer sampai bening Larutan yang sudah homogen dicetak pada wadah
pencetak gel yang sudah terdapat sisir untuk membuat sebanyak 20 sumuran dan
diamkan sampai padat atau mengeras
343 Pengambilan Sampel Darah Sapi
Darah sampel diambil melalui vena caudalis sebanyak 5 mL Pengambilan
darah dilakukan dengan mengangkat caudal (ekor) dari sapi vena caudalis dicari
dengan meraba bagian ekor Jarum yang telah terpasang holder ditusukkan pada
vena caudalis dan tabung vacutainer mengandung K3EDTA dipasang pada
holder Darah yang mengalir ditampung pada tabung vacutainer kemudian
dicabut setelah darah berhenti Jarum dan holder kemudian dicabut dari vena
caudalis Tabung vacutainer yang berisi darah disimpan pada freezer dengan
suhu -20oC
344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990)
DNA yang berasal dari darah diisolasi menggunakan metode Montgomery
amp Sise (1990) dengan prosedur sebagai berikut
a Red Blood Cell Lysis
Sampel darah sebanyak 5 mL dipindahkan tabung Falcon 15 mL dan
ditambahkan larutan RCLB (pH 72) sampai 7 mL Sampel darah dihomogenkan
dengan vortex dan didiamkan selama 10 menit Sampel kemudian disentrifugasi
dengan sentrifugator selama 10 menit suhu 4degC kecepatan 3500 rpm Sampel
24
ditimbang menggunakan timbangan ganda agar proses sentrifugasi berjalan
dengan sempurna jika berat belum seimbang maka ditambah larutan RCLB
Supernatan yang diperoleh setelah proses sentrifugasi kemudian dibuang
sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Pelet ditambahkan RCLB sampai 5
mL kemudian divorteks hingga pelet hancur atau homogen Sampel disentrifugasi
selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang
diperoleh kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet kembali
ditambahkan RCLB sampai 3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau
homogen dan didiamkan selama 10 menit kemudian dilanjutkan tahapan ekstraksi
DNA
b White Blood Cell Collection
Sampel tahapan sebelumnya kemudian ditambahkan TBS (pH 74)
sebanyak 5 mL dan dikocok sebentar Sampel disentrifugasi selama 10 menit
dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang diperoleh kemudian
dibuang sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Sampel kemudian
ditambahkan TBS sebanyak 5 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau
homogen Sampel selanjutnya disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC
dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang didapatkan kemudian dibuang
sehingga hanya pelet yang tersisa Sampel kemudian ditambahkan TBS sebanyak
3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau homogen
Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan
3500 rpm Sampel divorteks perlahan hingga lapisan merah hilang Supernatan
yang didapatkan kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet
25
selanjutnya dikeringkan setelah kering ditambahkan TE 2 mL Sampel divorteks
sampai pelet hancur atau homogen
c Protein Lysis
Sampel yang sudah homogen dengan larutan TE selanjutnya ditambahkan
Proteinase-K solution sebanyak 200 microL tanpa divorteks atau dihomogenkan
Tabung Falcon 15 mL yang berisi sampel selanjutnya di-seal menggunakan
parafilm Sampel diinkubasi menggunakan shaker Agigator selama 24 jam dengan
suhu 37degC dan kecepatan 150 rpm
d Pemanenan DNA
Sampel yang telah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya ditambahkan
NaCl 5 M pekat sebanyak 2 mL Sampel diberi goyangan dengan membentuk
pola angka 8 dengan sangat perlahan setelah itu dikocok kuat sebanyak 2 kali
Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 10degC dan kecepatan 3500
rpm Supernatan dituang pada tabung reaksi yang berisi alkohol absolut dingin
Bagian permukaan tabung reaksi ditutup dengan parafilm sampai rapat Tabung
reaksi dibolak-balikan sampai terbentuk gelembung-gelembung yang melayang
Fraksi gelembung yang melayang diambil dengan pipet Pasteur yang telah
dimodifikasi dan dicelupkan secara cepat ke dalam alkohol 70 kemudian
dikeringkan dengan tissue kimwipe Gumpalan tersebut dimasukan kedalam
microcentrifuge tube 15 mL yang telah berisikan DW steril sebanyak 200 microL
Sampel dihomogenkan menggunakan alat shaker pada suhu ruang agar larut
DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
26
345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi
Pengambilan rambut dilakukan pada bagian ekor minimal rambut
sebanyak 20 helai Rambut pada bagian ekor ditarik searah dengan titik tumbuh
dari rambut tersebut Tahapan tersebut dilakukan dengan cepat agar diperoleh
bagian rambut yang utuh dengan folikel Rambut tersebut ditempelkan pada kertas
dengan selotip berbahan kertas tanpa mengenai bagian folikel dan disimpan di
dalam amplop
346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)
Tahapan isolasi DNA dari rambut menggunakan gSYSCtrade DNA
Extraction Kit GS100 (Geneaid) dengan prosedur sebagai berikut
a Cell Lysis
Sepuluh helai rambut dipotong-potong dengan ukuran 05 ndash 1 cm
termasuk bagian folikel Potongan tersebut dipindahkan ke dalam microsentrifuge
tube 15 mL ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K
(dipastikan potongan terendam) dicampur dengan cara dikocok Larutan
diinkubasi dengan suhu 60degC selama 30 menit Pada proses inkubasi
microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung microcentrifuge tube
secara perlahan setiap 5 menit GSB Buffer sebanyak 200 μL ditambahkan dan
dikocok dengan kuat dan diinkubasi kembali pada suhu 60ordmC selama 20 menit
Selama proses inkubasi microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung
secara perlahan setiap 5 menit
b DNA Binding
Sampel tahapan sebelumnya ditambahkan 200 μL etanol absolut
dikocok dengan kuat selama 10 detik Endapan yang muncul dipecah dengan
27
menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan
tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan
tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit
Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi
dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru
c Pencucian
W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan
sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30
detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column
diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL
Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan
kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi
kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi
yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit
untuk mengeringkan kolom matriks
d Elution
GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube
15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak
100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke
bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit
untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column
disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan
elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak
DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
28
347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)
DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et
al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan
dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10
menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting
yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel
rambut diganti)
Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan
disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer
(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada
microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan
suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit
pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm
beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan
disimpan pada suhu -20 ordmC
348 Uji Kuantifikasi DNA
Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji
kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL
DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette
DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus
menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi
dan tingkat kemurnian
29
349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)
Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR
master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-
ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT
CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL
DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke
dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas
kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR
mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre
denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing
54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final
extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali
3410 Elektroforesis dan Visualisasi
Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis
horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan
TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL
dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm
dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down
Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker
DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran
Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan
listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki
elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt
selama 60 menit
30
Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam
dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel
agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa
divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator
3411 Sequencing DNA
Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai
ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward
dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan
metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit
(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing
menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)
Malaysia)
35 Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif
(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil
sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis
dianalisis secara deskriptif
351 Analisis Bioinformatika
Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan
kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian
hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak
ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian
dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment
Editor 725 (Hall 2001)
31
Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-
base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)
menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base
similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99
Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple
Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak
MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan
variasi basa sampel
32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi
Berbeda
DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut
DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil
kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari
sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang
mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut
menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini
Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan
metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut
dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai
kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada
Tabel 1
Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua
metode hasil penelitian
Pengulangan ke-
Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)
Kit Konvensional Kit Konvensional
1 Angus 269 102 2100 11100
2 FH 207 109 7810 11720
3 Simmental 263 111 231 11340
Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi
Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah
dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut
33
dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode
sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata
nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah
246plusmn034 dan 107plusmn005
Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar
17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)
Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran
kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di
bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari
tahapan masing-masing metode
Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian
genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya
kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang
dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA
Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi
DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan
meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa
denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan
meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan
nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian
DNA yang baik (gt20)
Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah
nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein
Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al
34
2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini
protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada
nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi
protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat
Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh
lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik
Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode
konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit
yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode
konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti
protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan
mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al
1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses
PCR (Demeke amp Jenkins 2010)
Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa
dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA
diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun
nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang
baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan
konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen
(Demeke amp Jenkins 2010)
Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan
hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit
untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional
35
pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang
cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada
penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal
Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan
konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan
RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)
42 Konfirmasi Gen CEBPα
Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan
dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan
pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain
oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar
1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)
yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701
(Lampiran 4)
Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh
semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di
antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan
panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa
dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)
Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah
dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan
program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa
penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda
Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC
36
(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah
dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut
namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk
membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)
Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339
bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO
Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya
perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer
Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari
merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini
perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1
menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses
tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing
yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template
DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang
Target 1339
bp
37
sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA
teramplifikasi sempurna
Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi
Program PCR
Pre
Denaturation Denaturation Annealing Extension
Final
Extension Siklus
Penelitian
Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40
Referensi
Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35
Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32
He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32
Keterangan tanda () = menit tanda () = detik
43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis
menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh
empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black
(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan
(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean
(XM_0252690201)) (Tabel 3)
Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat
prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis
komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari
runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data
tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database
(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang
38
komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga
mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)
Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan
persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan
referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak
(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat
dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi
Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3
Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI
Sampel Spesies Breed GenBank Accesion
Query Cover
Max Iden
Bali
(B sondaicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Pasundan (B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99
Friesians Holstein
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Angus (B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Peranakan Ongole
(B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99
Simmental
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99
39
Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau
kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di
GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan
kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen
CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen
identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen
fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)
Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang
dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden
2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan
seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi
Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap
sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67
(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki
urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki
runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian
akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover
95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover
99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3)
44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali
Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan
runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4
40
Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi
Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil
ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada
empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo
(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau
Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada
sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)
yaitu terletak pada enam posisi berbeda
Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank
Spesies_Breed Posisi Runutan Basa
88
97
103
271
567
733
832
855
870
921
926
931
957
1088
1149
1175
1196
B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G
B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C
B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T
C
B taurus_Angus C C
B taurus_ Friesians Holstein C C
B taurus_ Simmental C C
B indicus_ Pasundan C C
B indicus_ Peranakan Ongole C C
B sondaicus_ Bali C A C G A
Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T
Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)
Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi
Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi
Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196
(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi
tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)
Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa
yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali
41
memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut
memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut
Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi
Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru
Thymine (T) = merah)
42
Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen
CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson
gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi
dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi
Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki
1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan
mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali
Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi
Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B
banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal
usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan
sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel
sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki
kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus
atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)
(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH
Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya
variasi basa yang ditemukan
Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali
terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan
adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis
kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan
keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah
mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode
43
yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe
dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)
Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan
dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)
(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis
Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi
keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali
(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan
pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al
2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi
karakteristik dari daging sapi Bali
Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et
al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki
kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan
menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et
al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga
mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat
dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan
dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)
Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk
menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin
(subtropis)
Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan
sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi
44
lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan
daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki
kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang
lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari
karkas yang diperoleh
45
BAB V
PENUTUP
51 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa
1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan
PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)
2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi
Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa
3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi
DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit
52 Saran
Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah
populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme
(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak
dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi
tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar
memperoleh hasil yang maksimal
46
DAFTAR PUSTAKA
Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka
Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)
Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular
Research 14(3) 9370ndash9383
Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research
24(13) 2623ndash2625
Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan
Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39
Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan
Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor
Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice
Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773
Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176
Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the
National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7
Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash
ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24
Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods
PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990
Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797
Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11
Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga
47
Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method
of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231
Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194
Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and
Pathology 3(2) 133ndash137
Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food
Research International 43(7) 1866ndash1873
Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology
Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the
Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076
He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle
Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969
Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27
Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and
Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26
Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R
(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science
and Technology 46(6) 909ndash916
Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839
Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from
hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289
Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and
Evolution 33(7) 1870ndash1874
Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer
Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683
Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon
D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To
48
Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of
Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764
Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription
factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742
Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)
Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485
Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology
Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)
Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On
Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087
Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali
(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128
Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9
Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On
Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335
Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A
Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in
Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20
Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash
441
Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect
On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81
Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor
Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam
Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156
Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C
A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle
49
Journal Animal Science 80 3077ndash3085
Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in
The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72
Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water
Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A
Review Meat Science 89(2) 111ndash124
Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374
Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat
[Skripsi] Institut Pertanian Bogor
Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes
transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504
Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)
Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6
Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure
Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75
Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E
Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among
Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158
Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)
Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The
Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299
Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip
Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle
Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020
Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots
In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451
50
Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp
Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with
Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33
Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan
Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from
httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395
Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian
Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470
Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for
bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594
Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole
(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional
Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)
Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan
Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)
Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273
Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian
Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354
Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds
Biodiversitas 17(1) 275ndash295
Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)
Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131
Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang
Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107
Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence
of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554
Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508
Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The
51
CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)
Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19
Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter
Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316
Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular
Research 11(2) 1651ndash1661
Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The
CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077
Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia
(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25
Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20
Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle
Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954
Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal
Science 50(11) 499ndash502
52
LAMPIRAN
Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data
Gen Bank
Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178
Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283
Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247
Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank
Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank
53
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)
Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel
NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian
1
Darah
Pasundan 601 867 173
2 Pasundan 602 1035 194
3 Peranakan Ongole 1691 278 309
4 Peranakan Ongole 1693 234 434
5 Bali 59 173 941
6 Bali 64 192 502
7
Rambut
Angus 171405 105 21
8 Friesians Holstein 310102 202 781
9 Friesians Holstein 310158 116 1134
10 Simmental 4490 22 231
11 Simmental 6115 116 1134
19
(EDTA) (Mp Biomedicals) alkohol 70 alkohol absolut dingin tissue tissue
kimwipe NaCl Pekat Destillation Water (DW) steril Primer CEBPα forward
dan reverse (Integrated DNA Technolgies) TE buffer Double Destillation Water
(DDW) free nuclease (Ferementas) DNA ladder (Vivantis) PCR master mix kit
KAPA2G Robust (Kapa Biosystem) Gel Agarosa (Roche) boric acid (Merck)
tris base (Himedia) KCl (Merck) NaCl (Genetika Science) KHCO3 (Merck)
NH4Cl (Merck) Ethidium Bromida (EtBr) (Merck) gSYSCtrade DNA Extraction
Kit GS100 (Geneaid) amplop kertas
33 Sampel Penelitian
Breed sapi yang diteliti terbagi menjadi dua kelompok yaitu 1) Sapi potong
lokal (sapi Pasundan PO Bali) 2) Sapi potong introduksi (sapi Angus
Simmental FH) Sumber DNA berasal dari 1) Darah (sapi Pasundan PO Bali)
2) Rambut (sapi Angus Simmental FH) Darah atau rambut yang diambil
berasal dari dua individu berbeda setiap jenisnya kecuali sampel rambut sapi
Angus yang diperoleh dari satu individu saja
Jenis sapi yang diteliti berasal dari berbagai tempat yang berbeda yaitu 1)
Sapi Pasundan berasal dari Balai Pengembangan Perbibitan Ternak (BPPT) Sapi
Potong Ciamis 2) Sapi PO berasal dari BPPT Grobogan 3) Sapi Bali berasal dari
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Peninda Bali 4) sapi Angus
Simmental FH berasal dari Badan Embrio Ternak (BET) Cipelang Bogor
Regulasi dari BET yang tidak memperbolehkan pengambilan sampel darah
menjadi alasan utama diambilnya sampel rambut dari sapi Angus Simmental
FH Keseluruhan sampel rambut sapi yang diperoleh dari BET merupakan sapi
asli (origin) yang belum dilakukan perkawinan silang
20
34 Prosedur Kerja
341 Sterilisasi Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini di sterilisasi dengan
autoklaf pada suhu 121degC dan tekanan sebesar 1 atm selama 15 menit
342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA
a Pembuatan RCLB (Red Cell Blood Buffer)
Larutan RCLB dibuat sebanyak 1000 mL (pH 72) Larutan RCLB terbuat
dari bahan kimia NH4Cl dan KHCO3 Bahan tersebut ditimbang dengan
timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian dipindahkan ke beaker
glass dan ditambahkan EDTA 05 M sebanyak 200 microL serta DW sebanyak 300
mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot plate stirrer
Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan pH meter Nilai pH yang
terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH terlalu tinggi
ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian ditambahkan
DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott Duran 1000
mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan disimpan di
lemari pendingin
b Pembuatan TBS (Tris Buffer Solution)
Larutan TBS dibuat sebanyak 1000 mL (pH 74) dengan bahan yang
terdiri dari NaCl KCl tris base Bahan-bahan kimia tersebut ditimbang dengan
timbangan analitik dan dipindahkan ke beaker glass yang dilarutkan
menggunakan DW sebanyak 300 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan
di atas hot plate stirrer Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan menggunakan
pH meter jika pH terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH
21
terlalu tinggi ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian
ditambahkan DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott
Duran 1000 mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan
disimpan di lemari pendingin
c Pembuatan Proteinase-K Solution
Proteinase-K ditimbang pada timbangan analitik Proteinase-K kemudian
dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 45 mL serta EDTA
05 M sebanyak 54 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot
plate stirrer tanpa dipanaskan Larutan yang telah homogen ditambahkan Sodium
Dedocyl Sulfate (SDS) 10 sebanyak 378 mL Larutan tersebut kemudian
dihomogenkan di hot plate stirrer tanpa dipanaskan
d Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 5x)
Larutan TBE 5x yang dibuat sebanyak 500 mL boric acid dan tris base
ditimbang dengan timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian
dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 500 mL dan EDTA
05 M sebanyak 10 mL Larutan tersebut dihomogenkan di atas hot plate stirrer
dipanaskan setelah homogen dimasukan ke dalam botol Schott Duran 500 mL
dan disimpan di lemari pendingin
e Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 1x)
Larutan TBE 1x dibuat dengan mengencerkan 200 mL TBE 5x Larutan
TBE 1x dipindahkan pada botol Schott Duran 1000 mL Larutan tersebut
ditambahkan DW sampai 1000 mL Larutan tersebut disimpan pada lemari
pendingin
22
f Pengenceran Primer Gen CEBPα (10 pMmicroL)
Primer dalam bentuk pelet diencerkan dengan TE Buffer untuk
memperoleh primer stock Primer forward diencerkan dengan 333 microL TE Buffer
sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer reverse diencerkan dengan
332 microL sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer yang digunakan
dalam penelitian ini adalah primer CEBPα yang didesain pada penelitian (Shin
et al 2007) dengan ukuran 20 pb Primer CEBPα forward (5´-
ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) dan reverse (5´-TCAAAGTCG
TTGCCGCCTCC-3´)
Primer forward dan reverse CEBPα stock (100 pMmicroL) masing-masing
diambil sebanyak 5 microL dengan micropipette 2 ndash 20 microL dan dicampurkan ke dalam
microcentrifuge tube 15 mL baru yang telah berisi DDW free nuclease sebanyak
45 microL Larutan tersebut dicampur hingga homogen dengan cara dilakukan
mengetuk berulang bagian bawah microcentrifuge tube menggunakan ujung jari
Pengenceran primer dilakukan di laminar air flow Microcentrifuge tube yang
berisi primer dilakukan spin down dengan spin down sentrifugator agar larutan
yang berada di dinding microcentrifuge tube turun ke dasar Primer kemudian
disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
g Pembuatan Alat Pemanenan DNA
Alat pemanen DNA dibuat dari pipet Pasteur yang dimodifikasi dengan
membentuk ujung pipet seperti kail Pembentukan tersebut dilakukan dengan
memanaskan pipet di atas bunsen spiritus kemudian ditarik secara perlahan dan
dibuat melengkung seperti kail
23
h Pembuatan Gel Agarosa
Serbuk gel agarosa sebanyak 1 g ditimbang dengan timbangan analitik dan
dipindahkan ke botol Schott Duran 250 mL Serbuk gel agarosa ditambahkan
TBE 1x sebanyak 100 mL kemudian dipanaskan dan dihomogenkan dengan hot
plate stirrer sampai bening Larutan yang sudah homogen dicetak pada wadah
pencetak gel yang sudah terdapat sisir untuk membuat sebanyak 20 sumuran dan
diamkan sampai padat atau mengeras
343 Pengambilan Sampel Darah Sapi
Darah sampel diambil melalui vena caudalis sebanyak 5 mL Pengambilan
darah dilakukan dengan mengangkat caudal (ekor) dari sapi vena caudalis dicari
dengan meraba bagian ekor Jarum yang telah terpasang holder ditusukkan pada
vena caudalis dan tabung vacutainer mengandung K3EDTA dipasang pada
holder Darah yang mengalir ditampung pada tabung vacutainer kemudian
dicabut setelah darah berhenti Jarum dan holder kemudian dicabut dari vena
caudalis Tabung vacutainer yang berisi darah disimpan pada freezer dengan
suhu -20oC
344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990)
DNA yang berasal dari darah diisolasi menggunakan metode Montgomery
amp Sise (1990) dengan prosedur sebagai berikut
a Red Blood Cell Lysis
Sampel darah sebanyak 5 mL dipindahkan tabung Falcon 15 mL dan
ditambahkan larutan RCLB (pH 72) sampai 7 mL Sampel darah dihomogenkan
dengan vortex dan didiamkan selama 10 menit Sampel kemudian disentrifugasi
dengan sentrifugator selama 10 menit suhu 4degC kecepatan 3500 rpm Sampel
24
ditimbang menggunakan timbangan ganda agar proses sentrifugasi berjalan
dengan sempurna jika berat belum seimbang maka ditambah larutan RCLB
Supernatan yang diperoleh setelah proses sentrifugasi kemudian dibuang
sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Pelet ditambahkan RCLB sampai 5
mL kemudian divorteks hingga pelet hancur atau homogen Sampel disentrifugasi
selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang
diperoleh kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet kembali
ditambahkan RCLB sampai 3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau
homogen dan didiamkan selama 10 menit kemudian dilanjutkan tahapan ekstraksi
DNA
b White Blood Cell Collection
Sampel tahapan sebelumnya kemudian ditambahkan TBS (pH 74)
sebanyak 5 mL dan dikocok sebentar Sampel disentrifugasi selama 10 menit
dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang diperoleh kemudian
dibuang sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Sampel kemudian
ditambahkan TBS sebanyak 5 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau
homogen Sampel selanjutnya disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC
dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang didapatkan kemudian dibuang
sehingga hanya pelet yang tersisa Sampel kemudian ditambahkan TBS sebanyak
3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau homogen
Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan
3500 rpm Sampel divorteks perlahan hingga lapisan merah hilang Supernatan
yang didapatkan kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet
25
selanjutnya dikeringkan setelah kering ditambahkan TE 2 mL Sampel divorteks
sampai pelet hancur atau homogen
c Protein Lysis
Sampel yang sudah homogen dengan larutan TE selanjutnya ditambahkan
Proteinase-K solution sebanyak 200 microL tanpa divorteks atau dihomogenkan
Tabung Falcon 15 mL yang berisi sampel selanjutnya di-seal menggunakan
parafilm Sampel diinkubasi menggunakan shaker Agigator selama 24 jam dengan
suhu 37degC dan kecepatan 150 rpm
d Pemanenan DNA
Sampel yang telah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya ditambahkan
NaCl 5 M pekat sebanyak 2 mL Sampel diberi goyangan dengan membentuk
pola angka 8 dengan sangat perlahan setelah itu dikocok kuat sebanyak 2 kali
Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 10degC dan kecepatan 3500
rpm Supernatan dituang pada tabung reaksi yang berisi alkohol absolut dingin
Bagian permukaan tabung reaksi ditutup dengan parafilm sampai rapat Tabung
reaksi dibolak-balikan sampai terbentuk gelembung-gelembung yang melayang
Fraksi gelembung yang melayang diambil dengan pipet Pasteur yang telah
dimodifikasi dan dicelupkan secara cepat ke dalam alkohol 70 kemudian
dikeringkan dengan tissue kimwipe Gumpalan tersebut dimasukan kedalam
microcentrifuge tube 15 mL yang telah berisikan DW steril sebanyak 200 microL
Sampel dihomogenkan menggunakan alat shaker pada suhu ruang agar larut
DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
26
345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi
Pengambilan rambut dilakukan pada bagian ekor minimal rambut
sebanyak 20 helai Rambut pada bagian ekor ditarik searah dengan titik tumbuh
dari rambut tersebut Tahapan tersebut dilakukan dengan cepat agar diperoleh
bagian rambut yang utuh dengan folikel Rambut tersebut ditempelkan pada kertas
dengan selotip berbahan kertas tanpa mengenai bagian folikel dan disimpan di
dalam amplop
346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)
Tahapan isolasi DNA dari rambut menggunakan gSYSCtrade DNA
Extraction Kit GS100 (Geneaid) dengan prosedur sebagai berikut
a Cell Lysis
Sepuluh helai rambut dipotong-potong dengan ukuran 05 ndash 1 cm
termasuk bagian folikel Potongan tersebut dipindahkan ke dalam microsentrifuge
tube 15 mL ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K
(dipastikan potongan terendam) dicampur dengan cara dikocok Larutan
diinkubasi dengan suhu 60degC selama 30 menit Pada proses inkubasi
microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung microcentrifuge tube
secara perlahan setiap 5 menit GSB Buffer sebanyak 200 μL ditambahkan dan
dikocok dengan kuat dan diinkubasi kembali pada suhu 60ordmC selama 20 menit
Selama proses inkubasi microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung
secara perlahan setiap 5 menit
b DNA Binding
Sampel tahapan sebelumnya ditambahkan 200 μL etanol absolut
dikocok dengan kuat selama 10 detik Endapan yang muncul dipecah dengan
27
menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan
tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan
tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit
Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi
dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru
c Pencucian
W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan
sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30
detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column
diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL
Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan
kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi
kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi
yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit
untuk mengeringkan kolom matriks
d Elution
GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube
15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak
100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke
bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit
untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column
disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan
elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak
DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
28
347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)
DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et
al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan
dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10
menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting
yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel
rambut diganti)
Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan
disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer
(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada
microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan
suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit
pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm
beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan
disimpan pada suhu -20 ordmC
348 Uji Kuantifikasi DNA
Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji
kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL
DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette
DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus
menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi
dan tingkat kemurnian
29
349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)
Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR
master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-
ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT
CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL
DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke
dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas
kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR
mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre
denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing
54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final
extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali
3410 Elektroforesis dan Visualisasi
Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis
horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan
TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL
dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm
dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down
Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker
DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran
Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan
listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki
elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt
selama 60 menit
30
Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam
dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel
agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa
divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator
3411 Sequencing DNA
Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai
ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward
dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan
metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit
(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing
menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)
Malaysia)
35 Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif
(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil
sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis
dianalisis secara deskriptif
351 Analisis Bioinformatika
Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan
kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian
hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak
ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian
dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment
Editor 725 (Hall 2001)
31
Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-
base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)
menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base
similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99
Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple
Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak
MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan
variasi basa sampel
32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi
Berbeda
DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut
DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil
kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari
sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang
mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut
menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini
Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan
metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut
dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai
kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada
Tabel 1
Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua
metode hasil penelitian
Pengulangan ke-
Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)
Kit Konvensional Kit Konvensional
1 Angus 269 102 2100 11100
2 FH 207 109 7810 11720
3 Simmental 263 111 231 11340
Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi
Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah
dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut
33
dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode
sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata
nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah
246plusmn034 dan 107plusmn005
Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar
17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)
Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran
kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di
bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari
tahapan masing-masing metode
Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian
genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya
kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang
dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA
Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi
DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan
meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa
denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan
meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan
nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian
DNA yang baik (gt20)
Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah
nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein
Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al
34
2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini
protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada
nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi
protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat
Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh
lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik
Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode
konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit
yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode
konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti
protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan
mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al
1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses
PCR (Demeke amp Jenkins 2010)
Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa
dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA
diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun
nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang
baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan
konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen
(Demeke amp Jenkins 2010)
Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan
hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit
untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional
35
pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang
cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada
penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal
Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan
konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan
RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)
42 Konfirmasi Gen CEBPα
Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan
dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan
pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain
oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar
1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)
yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701
(Lampiran 4)
Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh
semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di
antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan
panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa
dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)
Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah
dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan
program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa
penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda
Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC
36
(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah
dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut
namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk
membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)
Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339
bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO
Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya
perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer
Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari
merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini
perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1
menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses
tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing
yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template
DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang
Target 1339
bp
37
sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA
teramplifikasi sempurna
Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi
Program PCR
Pre
Denaturation Denaturation Annealing Extension
Final
Extension Siklus
Penelitian
Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40
Referensi
Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35
Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32
He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32
Keterangan tanda () = menit tanda () = detik
43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis
menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh
empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black
(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan
(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean
(XM_0252690201)) (Tabel 3)
Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat
prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis
komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari
runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data
tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database
(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang
38
komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga
mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)
Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan
persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan
referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak
(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat
dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi
Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3
Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI
Sampel Spesies Breed GenBank Accesion
Query Cover
Max Iden
Bali
(B sondaicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Pasundan (B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99
Friesians Holstein
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Angus (B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Peranakan Ongole
(B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99
Simmental
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99
39
Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau
kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di
GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan
kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen
CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen
identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen
fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)
Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang
dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden
2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan
seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi
Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap
sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67
(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki
urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki
runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian
akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover
95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover
99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3)
44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali
Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan
runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4
40
Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi
Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil
ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada
empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo
(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau
Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada
sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)
yaitu terletak pada enam posisi berbeda
Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank
Spesies_Breed Posisi Runutan Basa
88
97
103
271
567
733
832
855
870
921
926
931
957
1088
1149
1175
1196
B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G
B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C
B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T
C
B taurus_Angus C C
B taurus_ Friesians Holstein C C
B taurus_ Simmental C C
B indicus_ Pasundan C C
B indicus_ Peranakan Ongole C C
B sondaicus_ Bali C A C G A
Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T
Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)
Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi
Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi
Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196
(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi
tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)
Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa
yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali
41
memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut
memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut
Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi
Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru
Thymine (T) = merah)
42
Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen
CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson
gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi
dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi
Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki
1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan
mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali
Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi
Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B
banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal
usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan
sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel
sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki
kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus
atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)
(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH
Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya
variasi basa yang ditemukan
Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali
terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan
adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis
kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan
keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah
mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode
43
yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe
dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)
Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan
dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)
(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis
Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi
keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali
(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan
pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al
2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi
karakteristik dari daging sapi Bali
Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et
al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki
kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan
menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et
al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga
mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat
dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan
dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)
Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk
menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin
(subtropis)
Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan
sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi
44
lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan
daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki
kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang
lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari
karkas yang diperoleh
45
BAB V
PENUTUP
51 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa
1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan
PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)
2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi
Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa
3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi
DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit
52 Saran
Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah
populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme
(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak
dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi
tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar
memperoleh hasil yang maksimal
46
DAFTAR PUSTAKA
Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka
Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)
Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular
Research 14(3) 9370ndash9383
Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research
24(13) 2623ndash2625
Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan
Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39
Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan
Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor
Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice
Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773
Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176
Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the
National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7
Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash
ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24
Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods
PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990
Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797
Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11
Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga
47
Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method
of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231
Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194
Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and
Pathology 3(2) 133ndash137
Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food
Research International 43(7) 1866ndash1873
Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology
Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the
Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076
He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle
Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969
Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27
Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and
Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26
Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R
(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science
and Technology 46(6) 909ndash916
Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839
Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from
hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289
Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and
Evolution 33(7) 1870ndash1874
Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer
Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683
Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon
D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To
48
Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of
Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764
Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription
factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742
Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)
Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485
Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology
Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)
Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On
Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087
Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali
(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128
Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9
Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On
Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335
Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A
Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in
Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20
Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash
441
Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect
On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81
Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor
Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam
Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156
Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C
A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle
49
Journal Animal Science 80 3077ndash3085
Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in
The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72
Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water
Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A
Review Meat Science 89(2) 111ndash124
Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374
Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat
[Skripsi] Institut Pertanian Bogor
Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes
transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504
Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)
Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6
Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure
Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75
Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E
Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among
Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158
Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)
Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The
Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299
Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip
Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle
Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020
Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots
In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451
50
Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp
Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with
Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33
Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan
Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from
httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395
Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian
Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470
Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for
bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594
Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole
(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional
Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)
Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan
Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)
Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273
Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian
Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354
Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds
Biodiversitas 17(1) 275ndash295
Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)
Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131
Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang
Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107
Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence
of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554
Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508
Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The
51
CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)
Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19
Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter
Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316
Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular
Research 11(2) 1651ndash1661
Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The
CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077
Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia
(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25
Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20
Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle
Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954
Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal
Science 50(11) 499ndash502
52
LAMPIRAN
Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data
Gen Bank
Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178
Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283
Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247
Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank
Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank
53
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)
Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel
NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian
1
Darah
Pasundan 601 867 173
2 Pasundan 602 1035 194
3 Peranakan Ongole 1691 278 309
4 Peranakan Ongole 1693 234 434
5 Bali 59 173 941
6 Bali 64 192 502
7
Rambut
Angus 171405 105 21
8 Friesians Holstein 310102 202 781
9 Friesians Holstein 310158 116 1134
10 Simmental 4490 22 231
11 Simmental 6115 116 1134
20
34 Prosedur Kerja
341 Sterilisasi Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini di sterilisasi dengan
autoklaf pada suhu 121degC dan tekanan sebesar 1 atm selama 15 menit
342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA
a Pembuatan RCLB (Red Cell Blood Buffer)
Larutan RCLB dibuat sebanyak 1000 mL (pH 72) Larutan RCLB terbuat
dari bahan kimia NH4Cl dan KHCO3 Bahan tersebut ditimbang dengan
timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian dipindahkan ke beaker
glass dan ditambahkan EDTA 05 M sebanyak 200 microL serta DW sebanyak 300
mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot plate stirrer
Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan pH meter Nilai pH yang
terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH terlalu tinggi
ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian ditambahkan
DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott Duran 1000
mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan disimpan di
lemari pendingin
b Pembuatan TBS (Tris Buffer Solution)
Larutan TBS dibuat sebanyak 1000 mL (pH 74) dengan bahan yang
terdiri dari NaCl KCl tris base Bahan-bahan kimia tersebut ditimbang dengan
timbangan analitik dan dipindahkan ke beaker glass yang dilarutkan
menggunakan DW sebanyak 300 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan
di atas hot plate stirrer Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan menggunakan
pH meter jika pH terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH
21
terlalu tinggi ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian
ditambahkan DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott
Duran 1000 mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan
disimpan di lemari pendingin
c Pembuatan Proteinase-K Solution
Proteinase-K ditimbang pada timbangan analitik Proteinase-K kemudian
dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 45 mL serta EDTA
05 M sebanyak 54 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot
plate stirrer tanpa dipanaskan Larutan yang telah homogen ditambahkan Sodium
Dedocyl Sulfate (SDS) 10 sebanyak 378 mL Larutan tersebut kemudian
dihomogenkan di hot plate stirrer tanpa dipanaskan
d Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 5x)
Larutan TBE 5x yang dibuat sebanyak 500 mL boric acid dan tris base
ditimbang dengan timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian
dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 500 mL dan EDTA
05 M sebanyak 10 mL Larutan tersebut dihomogenkan di atas hot plate stirrer
dipanaskan setelah homogen dimasukan ke dalam botol Schott Duran 500 mL
dan disimpan di lemari pendingin
e Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 1x)
Larutan TBE 1x dibuat dengan mengencerkan 200 mL TBE 5x Larutan
TBE 1x dipindahkan pada botol Schott Duran 1000 mL Larutan tersebut
ditambahkan DW sampai 1000 mL Larutan tersebut disimpan pada lemari
pendingin
22
f Pengenceran Primer Gen CEBPα (10 pMmicroL)
Primer dalam bentuk pelet diencerkan dengan TE Buffer untuk
memperoleh primer stock Primer forward diencerkan dengan 333 microL TE Buffer
sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer reverse diencerkan dengan
332 microL sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer yang digunakan
dalam penelitian ini adalah primer CEBPα yang didesain pada penelitian (Shin
et al 2007) dengan ukuran 20 pb Primer CEBPα forward (5´-
ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) dan reverse (5´-TCAAAGTCG
TTGCCGCCTCC-3´)
Primer forward dan reverse CEBPα stock (100 pMmicroL) masing-masing
diambil sebanyak 5 microL dengan micropipette 2 ndash 20 microL dan dicampurkan ke dalam
microcentrifuge tube 15 mL baru yang telah berisi DDW free nuclease sebanyak
45 microL Larutan tersebut dicampur hingga homogen dengan cara dilakukan
mengetuk berulang bagian bawah microcentrifuge tube menggunakan ujung jari
Pengenceran primer dilakukan di laminar air flow Microcentrifuge tube yang
berisi primer dilakukan spin down dengan spin down sentrifugator agar larutan
yang berada di dinding microcentrifuge tube turun ke dasar Primer kemudian
disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
g Pembuatan Alat Pemanenan DNA
Alat pemanen DNA dibuat dari pipet Pasteur yang dimodifikasi dengan
membentuk ujung pipet seperti kail Pembentukan tersebut dilakukan dengan
memanaskan pipet di atas bunsen spiritus kemudian ditarik secara perlahan dan
dibuat melengkung seperti kail
23
h Pembuatan Gel Agarosa
Serbuk gel agarosa sebanyak 1 g ditimbang dengan timbangan analitik dan
dipindahkan ke botol Schott Duran 250 mL Serbuk gel agarosa ditambahkan
TBE 1x sebanyak 100 mL kemudian dipanaskan dan dihomogenkan dengan hot
plate stirrer sampai bening Larutan yang sudah homogen dicetak pada wadah
pencetak gel yang sudah terdapat sisir untuk membuat sebanyak 20 sumuran dan
diamkan sampai padat atau mengeras
343 Pengambilan Sampel Darah Sapi
Darah sampel diambil melalui vena caudalis sebanyak 5 mL Pengambilan
darah dilakukan dengan mengangkat caudal (ekor) dari sapi vena caudalis dicari
dengan meraba bagian ekor Jarum yang telah terpasang holder ditusukkan pada
vena caudalis dan tabung vacutainer mengandung K3EDTA dipasang pada
holder Darah yang mengalir ditampung pada tabung vacutainer kemudian
dicabut setelah darah berhenti Jarum dan holder kemudian dicabut dari vena
caudalis Tabung vacutainer yang berisi darah disimpan pada freezer dengan
suhu -20oC
344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990)
DNA yang berasal dari darah diisolasi menggunakan metode Montgomery
amp Sise (1990) dengan prosedur sebagai berikut
a Red Blood Cell Lysis
Sampel darah sebanyak 5 mL dipindahkan tabung Falcon 15 mL dan
ditambahkan larutan RCLB (pH 72) sampai 7 mL Sampel darah dihomogenkan
dengan vortex dan didiamkan selama 10 menit Sampel kemudian disentrifugasi
dengan sentrifugator selama 10 menit suhu 4degC kecepatan 3500 rpm Sampel
24
ditimbang menggunakan timbangan ganda agar proses sentrifugasi berjalan
dengan sempurna jika berat belum seimbang maka ditambah larutan RCLB
Supernatan yang diperoleh setelah proses sentrifugasi kemudian dibuang
sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Pelet ditambahkan RCLB sampai 5
mL kemudian divorteks hingga pelet hancur atau homogen Sampel disentrifugasi
selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang
diperoleh kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet kembali
ditambahkan RCLB sampai 3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau
homogen dan didiamkan selama 10 menit kemudian dilanjutkan tahapan ekstraksi
DNA
b White Blood Cell Collection
Sampel tahapan sebelumnya kemudian ditambahkan TBS (pH 74)
sebanyak 5 mL dan dikocok sebentar Sampel disentrifugasi selama 10 menit
dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang diperoleh kemudian
dibuang sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Sampel kemudian
ditambahkan TBS sebanyak 5 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau
homogen Sampel selanjutnya disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC
dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang didapatkan kemudian dibuang
sehingga hanya pelet yang tersisa Sampel kemudian ditambahkan TBS sebanyak
3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau homogen
Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan
3500 rpm Sampel divorteks perlahan hingga lapisan merah hilang Supernatan
yang didapatkan kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet
25
selanjutnya dikeringkan setelah kering ditambahkan TE 2 mL Sampel divorteks
sampai pelet hancur atau homogen
c Protein Lysis
Sampel yang sudah homogen dengan larutan TE selanjutnya ditambahkan
Proteinase-K solution sebanyak 200 microL tanpa divorteks atau dihomogenkan
Tabung Falcon 15 mL yang berisi sampel selanjutnya di-seal menggunakan
parafilm Sampel diinkubasi menggunakan shaker Agigator selama 24 jam dengan
suhu 37degC dan kecepatan 150 rpm
d Pemanenan DNA
Sampel yang telah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya ditambahkan
NaCl 5 M pekat sebanyak 2 mL Sampel diberi goyangan dengan membentuk
pola angka 8 dengan sangat perlahan setelah itu dikocok kuat sebanyak 2 kali
Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 10degC dan kecepatan 3500
rpm Supernatan dituang pada tabung reaksi yang berisi alkohol absolut dingin
Bagian permukaan tabung reaksi ditutup dengan parafilm sampai rapat Tabung
reaksi dibolak-balikan sampai terbentuk gelembung-gelembung yang melayang
Fraksi gelembung yang melayang diambil dengan pipet Pasteur yang telah
dimodifikasi dan dicelupkan secara cepat ke dalam alkohol 70 kemudian
dikeringkan dengan tissue kimwipe Gumpalan tersebut dimasukan kedalam
microcentrifuge tube 15 mL yang telah berisikan DW steril sebanyak 200 microL
Sampel dihomogenkan menggunakan alat shaker pada suhu ruang agar larut
DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
26
345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi
Pengambilan rambut dilakukan pada bagian ekor minimal rambut
sebanyak 20 helai Rambut pada bagian ekor ditarik searah dengan titik tumbuh
dari rambut tersebut Tahapan tersebut dilakukan dengan cepat agar diperoleh
bagian rambut yang utuh dengan folikel Rambut tersebut ditempelkan pada kertas
dengan selotip berbahan kertas tanpa mengenai bagian folikel dan disimpan di
dalam amplop
346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)
Tahapan isolasi DNA dari rambut menggunakan gSYSCtrade DNA
Extraction Kit GS100 (Geneaid) dengan prosedur sebagai berikut
a Cell Lysis
Sepuluh helai rambut dipotong-potong dengan ukuran 05 ndash 1 cm
termasuk bagian folikel Potongan tersebut dipindahkan ke dalam microsentrifuge
tube 15 mL ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K
(dipastikan potongan terendam) dicampur dengan cara dikocok Larutan
diinkubasi dengan suhu 60degC selama 30 menit Pada proses inkubasi
microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung microcentrifuge tube
secara perlahan setiap 5 menit GSB Buffer sebanyak 200 μL ditambahkan dan
dikocok dengan kuat dan diinkubasi kembali pada suhu 60ordmC selama 20 menit
Selama proses inkubasi microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung
secara perlahan setiap 5 menit
b DNA Binding
Sampel tahapan sebelumnya ditambahkan 200 μL etanol absolut
dikocok dengan kuat selama 10 detik Endapan yang muncul dipecah dengan
27
menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan
tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan
tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit
Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi
dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru
c Pencucian
W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan
sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30
detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column
diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL
Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan
kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi
kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi
yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit
untuk mengeringkan kolom matriks
d Elution
GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube
15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak
100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke
bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit
untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column
disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan
elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak
DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
28
347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)
DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et
al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan
dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10
menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting
yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel
rambut diganti)
Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan
disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer
(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada
microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan
suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit
pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm
beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan
disimpan pada suhu -20 ordmC
348 Uji Kuantifikasi DNA
Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji
kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL
DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette
DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus
menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi
dan tingkat kemurnian
29
349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)
Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR
master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-
ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT
CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL
DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke
dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas
kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR
mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre
denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing
54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final
extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali
3410 Elektroforesis dan Visualisasi
Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis
horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan
TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL
dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm
dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down
Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker
DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran
Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan
listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki
elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt
selama 60 menit
30
Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam
dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel
agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa
divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator
3411 Sequencing DNA
Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai
ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward
dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan
metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit
(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing
menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)
Malaysia)
35 Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif
(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil
sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis
dianalisis secara deskriptif
351 Analisis Bioinformatika
Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan
kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian
hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak
ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian
dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment
Editor 725 (Hall 2001)
31
Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-
base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)
menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base
similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99
Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple
Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak
MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan
variasi basa sampel
32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi
Berbeda
DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut
DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil
kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari
sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang
mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut
menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini
Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan
metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut
dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai
kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada
Tabel 1
Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua
metode hasil penelitian
Pengulangan ke-
Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)
Kit Konvensional Kit Konvensional
1 Angus 269 102 2100 11100
2 FH 207 109 7810 11720
3 Simmental 263 111 231 11340
Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi
Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah
dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut
33
dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode
sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata
nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah
246plusmn034 dan 107plusmn005
Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar
17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)
Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran
kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di
bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari
tahapan masing-masing metode
Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian
genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya
kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang
dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA
Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi
DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan
meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa
denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan
meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan
nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian
DNA yang baik (gt20)
Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah
nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein
Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al
34
2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini
protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada
nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi
protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat
Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh
lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik
Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode
konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit
yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode
konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti
protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan
mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al
1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses
PCR (Demeke amp Jenkins 2010)
Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa
dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA
diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun
nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang
baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan
konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen
(Demeke amp Jenkins 2010)
Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan
hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit
untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional
35
pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang
cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada
penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal
Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan
konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan
RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)
42 Konfirmasi Gen CEBPα
Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan
dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan
pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain
oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar
1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)
yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701
(Lampiran 4)
Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh
semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di
antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan
panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa
dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)
Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah
dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan
program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa
penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda
Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC
36
(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah
dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut
namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk
membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)
Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339
bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO
Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya
perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer
Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari
merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini
perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1
menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses
tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing
yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template
DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang
Target 1339
bp
37
sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA
teramplifikasi sempurna
Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi
Program PCR
Pre
Denaturation Denaturation Annealing Extension
Final
Extension Siklus
Penelitian
Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40
Referensi
Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35
Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32
He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32
Keterangan tanda () = menit tanda () = detik
43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis
menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh
empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black
(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan
(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean
(XM_0252690201)) (Tabel 3)
Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat
prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis
komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari
runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data
tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database
(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang
38
komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga
mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)
Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan
persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan
referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak
(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat
dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi
Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3
Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI
Sampel Spesies Breed GenBank Accesion
Query Cover
Max Iden
Bali
(B sondaicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Pasundan (B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99
Friesians Holstein
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Angus (B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Peranakan Ongole
(B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99
Simmental
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99
39
Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau
kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di
GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan
kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen
CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen
identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen
fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)
Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang
dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden
2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan
seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi
Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap
sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67
(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki
urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki
runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian
akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover
95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover
99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3)
44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali
Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan
runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4
40
Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi
Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil
ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada
empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo
(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau
Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada
sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)
yaitu terletak pada enam posisi berbeda
Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank
Spesies_Breed Posisi Runutan Basa
88
97
103
271
567
733
832
855
870
921
926
931
957
1088
1149
1175
1196
B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G
B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C
B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T
C
B taurus_Angus C C
B taurus_ Friesians Holstein C C
B taurus_ Simmental C C
B indicus_ Pasundan C C
B indicus_ Peranakan Ongole C C
B sondaicus_ Bali C A C G A
Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T
Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)
Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi
Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi
Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196
(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi
tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)
Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa
yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali
41
memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut
memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut
Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi
Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru
Thymine (T) = merah)
42
Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen
CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson
gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi
dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi
Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki
1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan
mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali
Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi
Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B
banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal
usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan
sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel
sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki
kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus
atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)
(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH
Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya
variasi basa yang ditemukan
Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali
terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan
adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis
kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan
keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah
mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode
43
yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe
dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)
Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan
dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)
(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis
Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi
keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali
(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan
pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al
2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi
karakteristik dari daging sapi Bali
Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et
al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki
kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan
menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et
al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga
mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat
dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan
dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)
Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk
menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin
(subtropis)
Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan
sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi
44
lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan
daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki
kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang
lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari
karkas yang diperoleh
45
BAB V
PENUTUP
51 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa
1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan
PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)
2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi
Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa
3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi
DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit
52 Saran
Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah
populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme
(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak
dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi
tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar
memperoleh hasil yang maksimal
46
DAFTAR PUSTAKA
Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka
Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)
Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular
Research 14(3) 9370ndash9383
Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research
24(13) 2623ndash2625
Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan
Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39
Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan
Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor
Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice
Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773
Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176
Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the
National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7
Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash
ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24
Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods
PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990
Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797
Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11
Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga
47
Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method
of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231
Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194
Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and
Pathology 3(2) 133ndash137
Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food
Research International 43(7) 1866ndash1873
Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology
Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the
Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076
He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle
Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969
Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27
Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and
Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26
Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R
(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science
and Technology 46(6) 909ndash916
Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839
Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from
hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289
Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and
Evolution 33(7) 1870ndash1874
Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer
Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683
Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon
D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To
48
Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of
Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764
Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription
factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742
Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)
Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485
Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology
Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)
Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On
Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087
Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali
(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128
Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9
Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On
Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335
Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A
Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in
Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20
Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash
441
Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect
On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81
Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor
Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam
Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156
Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C
A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle
49
Journal Animal Science 80 3077ndash3085
Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in
The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72
Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water
Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A
Review Meat Science 89(2) 111ndash124
Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374
Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat
[Skripsi] Institut Pertanian Bogor
Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes
transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504
Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)
Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6
Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure
Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75
Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E
Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among
Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158
Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)
Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The
Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299
Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip
Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle
Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020
Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots
In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451
50
Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp
Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with
Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33
Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan
Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from
httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395
Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian
Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470
Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for
bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594
Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole
(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional
Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)
Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan
Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)
Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273
Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian
Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354
Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds
Biodiversitas 17(1) 275ndash295
Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)
Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131
Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang
Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107
Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence
of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554
Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508
Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The
51
CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)
Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19
Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter
Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316
Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular
Research 11(2) 1651ndash1661
Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The
CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077
Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia
(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25
Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20
Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle
Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954
Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal
Science 50(11) 499ndash502
52
LAMPIRAN
Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data
Gen Bank
Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178
Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283
Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247
Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank
Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank
53
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)
Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel
NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian
1
Darah
Pasundan 601 867 173
2 Pasundan 602 1035 194
3 Peranakan Ongole 1691 278 309
4 Peranakan Ongole 1693 234 434
5 Bali 59 173 941
6 Bali 64 192 502
7
Rambut
Angus 171405 105 21
8 Friesians Holstein 310102 202 781
9 Friesians Holstein 310158 116 1134
10 Simmental 4490 22 231
11 Simmental 6115 116 1134
21
terlalu tinggi ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian
ditambahkan DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott
Duran 1000 mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan
disimpan di lemari pendingin
c Pembuatan Proteinase-K Solution
Proteinase-K ditimbang pada timbangan analitik Proteinase-K kemudian
dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 45 mL serta EDTA
05 M sebanyak 54 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot
plate stirrer tanpa dipanaskan Larutan yang telah homogen ditambahkan Sodium
Dedocyl Sulfate (SDS) 10 sebanyak 378 mL Larutan tersebut kemudian
dihomogenkan di hot plate stirrer tanpa dipanaskan
d Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 5x)
Larutan TBE 5x yang dibuat sebanyak 500 mL boric acid dan tris base
ditimbang dengan timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian
dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 500 mL dan EDTA
05 M sebanyak 10 mL Larutan tersebut dihomogenkan di atas hot plate stirrer
dipanaskan setelah homogen dimasukan ke dalam botol Schott Duran 500 mL
dan disimpan di lemari pendingin
e Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 1x)
Larutan TBE 1x dibuat dengan mengencerkan 200 mL TBE 5x Larutan
TBE 1x dipindahkan pada botol Schott Duran 1000 mL Larutan tersebut
ditambahkan DW sampai 1000 mL Larutan tersebut disimpan pada lemari
pendingin
22
f Pengenceran Primer Gen CEBPα (10 pMmicroL)
Primer dalam bentuk pelet diencerkan dengan TE Buffer untuk
memperoleh primer stock Primer forward diencerkan dengan 333 microL TE Buffer
sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer reverse diencerkan dengan
332 microL sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer yang digunakan
dalam penelitian ini adalah primer CEBPα yang didesain pada penelitian (Shin
et al 2007) dengan ukuran 20 pb Primer CEBPα forward (5´-
ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) dan reverse (5´-TCAAAGTCG
TTGCCGCCTCC-3´)
Primer forward dan reverse CEBPα stock (100 pMmicroL) masing-masing
diambil sebanyak 5 microL dengan micropipette 2 ndash 20 microL dan dicampurkan ke dalam
microcentrifuge tube 15 mL baru yang telah berisi DDW free nuclease sebanyak
45 microL Larutan tersebut dicampur hingga homogen dengan cara dilakukan
mengetuk berulang bagian bawah microcentrifuge tube menggunakan ujung jari
Pengenceran primer dilakukan di laminar air flow Microcentrifuge tube yang
berisi primer dilakukan spin down dengan spin down sentrifugator agar larutan
yang berada di dinding microcentrifuge tube turun ke dasar Primer kemudian
disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
g Pembuatan Alat Pemanenan DNA
Alat pemanen DNA dibuat dari pipet Pasteur yang dimodifikasi dengan
membentuk ujung pipet seperti kail Pembentukan tersebut dilakukan dengan
memanaskan pipet di atas bunsen spiritus kemudian ditarik secara perlahan dan
dibuat melengkung seperti kail
23
h Pembuatan Gel Agarosa
Serbuk gel agarosa sebanyak 1 g ditimbang dengan timbangan analitik dan
dipindahkan ke botol Schott Duran 250 mL Serbuk gel agarosa ditambahkan
TBE 1x sebanyak 100 mL kemudian dipanaskan dan dihomogenkan dengan hot
plate stirrer sampai bening Larutan yang sudah homogen dicetak pada wadah
pencetak gel yang sudah terdapat sisir untuk membuat sebanyak 20 sumuran dan
diamkan sampai padat atau mengeras
343 Pengambilan Sampel Darah Sapi
Darah sampel diambil melalui vena caudalis sebanyak 5 mL Pengambilan
darah dilakukan dengan mengangkat caudal (ekor) dari sapi vena caudalis dicari
dengan meraba bagian ekor Jarum yang telah terpasang holder ditusukkan pada
vena caudalis dan tabung vacutainer mengandung K3EDTA dipasang pada
holder Darah yang mengalir ditampung pada tabung vacutainer kemudian
dicabut setelah darah berhenti Jarum dan holder kemudian dicabut dari vena
caudalis Tabung vacutainer yang berisi darah disimpan pada freezer dengan
suhu -20oC
344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990)
DNA yang berasal dari darah diisolasi menggunakan metode Montgomery
amp Sise (1990) dengan prosedur sebagai berikut
a Red Blood Cell Lysis
Sampel darah sebanyak 5 mL dipindahkan tabung Falcon 15 mL dan
ditambahkan larutan RCLB (pH 72) sampai 7 mL Sampel darah dihomogenkan
dengan vortex dan didiamkan selama 10 menit Sampel kemudian disentrifugasi
dengan sentrifugator selama 10 menit suhu 4degC kecepatan 3500 rpm Sampel
24
ditimbang menggunakan timbangan ganda agar proses sentrifugasi berjalan
dengan sempurna jika berat belum seimbang maka ditambah larutan RCLB
Supernatan yang diperoleh setelah proses sentrifugasi kemudian dibuang
sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Pelet ditambahkan RCLB sampai 5
mL kemudian divorteks hingga pelet hancur atau homogen Sampel disentrifugasi
selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang
diperoleh kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet kembali
ditambahkan RCLB sampai 3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau
homogen dan didiamkan selama 10 menit kemudian dilanjutkan tahapan ekstraksi
DNA
b White Blood Cell Collection
Sampel tahapan sebelumnya kemudian ditambahkan TBS (pH 74)
sebanyak 5 mL dan dikocok sebentar Sampel disentrifugasi selama 10 menit
dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang diperoleh kemudian
dibuang sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Sampel kemudian
ditambahkan TBS sebanyak 5 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau
homogen Sampel selanjutnya disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC
dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang didapatkan kemudian dibuang
sehingga hanya pelet yang tersisa Sampel kemudian ditambahkan TBS sebanyak
3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau homogen
Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan
3500 rpm Sampel divorteks perlahan hingga lapisan merah hilang Supernatan
yang didapatkan kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet
25
selanjutnya dikeringkan setelah kering ditambahkan TE 2 mL Sampel divorteks
sampai pelet hancur atau homogen
c Protein Lysis
Sampel yang sudah homogen dengan larutan TE selanjutnya ditambahkan
Proteinase-K solution sebanyak 200 microL tanpa divorteks atau dihomogenkan
Tabung Falcon 15 mL yang berisi sampel selanjutnya di-seal menggunakan
parafilm Sampel diinkubasi menggunakan shaker Agigator selama 24 jam dengan
suhu 37degC dan kecepatan 150 rpm
d Pemanenan DNA
Sampel yang telah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya ditambahkan
NaCl 5 M pekat sebanyak 2 mL Sampel diberi goyangan dengan membentuk
pola angka 8 dengan sangat perlahan setelah itu dikocok kuat sebanyak 2 kali
Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 10degC dan kecepatan 3500
rpm Supernatan dituang pada tabung reaksi yang berisi alkohol absolut dingin
Bagian permukaan tabung reaksi ditutup dengan parafilm sampai rapat Tabung
reaksi dibolak-balikan sampai terbentuk gelembung-gelembung yang melayang
Fraksi gelembung yang melayang diambil dengan pipet Pasteur yang telah
dimodifikasi dan dicelupkan secara cepat ke dalam alkohol 70 kemudian
dikeringkan dengan tissue kimwipe Gumpalan tersebut dimasukan kedalam
microcentrifuge tube 15 mL yang telah berisikan DW steril sebanyak 200 microL
Sampel dihomogenkan menggunakan alat shaker pada suhu ruang agar larut
DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
26
345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi
Pengambilan rambut dilakukan pada bagian ekor minimal rambut
sebanyak 20 helai Rambut pada bagian ekor ditarik searah dengan titik tumbuh
dari rambut tersebut Tahapan tersebut dilakukan dengan cepat agar diperoleh
bagian rambut yang utuh dengan folikel Rambut tersebut ditempelkan pada kertas
dengan selotip berbahan kertas tanpa mengenai bagian folikel dan disimpan di
dalam amplop
346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)
Tahapan isolasi DNA dari rambut menggunakan gSYSCtrade DNA
Extraction Kit GS100 (Geneaid) dengan prosedur sebagai berikut
a Cell Lysis
Sepuluh helai rambut dipotong-potong dengan ukuran 05 ndash 1 cm
termasuk bagian folikel Potongan tersebut dipindahkan ke dalam microsentrifuge
tube 15 mL ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K
(dipastikan potongan terendam) dicampur dengan cara dikocok Larutan
diinkubasi dengan suhu 60degC selama 30 menit Pada proses inkubasi
microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung microcentrifuge tube
secara perlahan setiap 5 menit GSB Buffer sebanyak 200 μL ditambahkan dan
dikocok dengan kuat dan diinkubasi kembali pada suhu 60ordmC selama 20 menit
Selama proses inkubasi microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung
secara perlahan setiap 5 menit
b DNA Binding
Sampel tahapan sebelumnya ditambahkan 200 μL etanol absolut
dikocok dengan kuat selama 10 detik Endapan yang muncul dipecah dengan
27
menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan
tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan
tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit
Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi
dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru
c Pencucian
W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan
sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30
detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column
diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL
Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan
kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi
kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi
yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit
untuk mengeringkan kolom matriks
d Elution
GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube
15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak
100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke
bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit
untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column
disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan
elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak
DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
28
347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)
DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et
al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan
dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10
menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting
yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel
rambut diganti)
Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan
disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer
(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada
microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan
suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit
pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm
beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan
disimpan pada suhu -20 ordmC
348 Uji Kuantifikasi DNA
Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji
kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL
DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette
DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus
menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi
dan tingkat kemurnian
29
349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)
Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR
master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-
ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT
CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL
DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke
dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas
kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR
mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre
denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing
54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final
extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali
3410 Elektroforesis dan Visualisasi
Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis
horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan
TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL
dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm
dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down
Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker
DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran
Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan
listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki
elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt
selama 60 menit
30
Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam
dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel
agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa
divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator
3411 Sequencing DNA
Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai
ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward
dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan
metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit
(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing
menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)
Malaysia)
35 Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif
(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil
sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis
dianalisis secara deskriptif
351 Analisis Bioinformatika
Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan
kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian
hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak
ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian
dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment
Editor 725 (Hall 2001)
31
Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-
base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)
menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base
similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99
Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple
Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak
MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan
variasi basa sampel
32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi
Berbeda
DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut
DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil
kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari
sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang
mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut
menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini
Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan
metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut
dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai
kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada
Tabel 1
Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua
metode hasil penelitian
Pengulangan ke-
Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)
Kit Konvensional Kit Konvensional
1 Angus 269 102 2100 11100
2 FH 207 109 7810 11720
3 Simmental 263 111 231 11340
Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi
Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah
dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut
33
dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode
sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata
nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah
246plusmn034 dan 107plusmn005
Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar
17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)
Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran
kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di
bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari
tahapan masing-masing metode
Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian
genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya
kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang
dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA
Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi
DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan
meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa
denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan
meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan
nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian
DNA yang baik (gt20)
Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah
nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein
Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al
34
2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini
protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada
nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi
protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat
Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh
lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik
Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode
konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit
yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode
konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti
protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan
mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al
1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses
PCR (Demeke amp Jenkins 2010)
Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa
dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA
diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun
nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang
baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan
konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen
(Demeke amp Jenkins 2010)
Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan
hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit
untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional
35
pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang
cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada
penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal
Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan
konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan
RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)
42 Konfirmasi Gen CEBPα
Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan
dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan
pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain
oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar
1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)
yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701
(Lampiran 4)
Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh
semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di
antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan
panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa
dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)
Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah
dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan
program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa
penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda
Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC
36
(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah
dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut
namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk
membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)
Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339
bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO
Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya
perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer
Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari
merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini
perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1
menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses
tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing
yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template
DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang
Target 1339
bp
37
sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA
teramplifikasi sempurna
Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi
Program PCR
Pre
Denaturation Denaturation Annealing Extension
Final
Extension Siklus
Penelitian
Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40
Referensi
Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35
Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32
He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32
Keterangan tanda () = menit tanda () = detik
43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis
menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh
empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black
(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan
(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean
(XM_0252690201)) (Tabel 3)
Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat
prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis
komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari
runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data
tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database
(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang
38
komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga
mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)
Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan
persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan
referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak
(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat
dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi
Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3
Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI
Sampel Spesies Breed GenBank Accesion
Query Cover
Max Iden
Bali
(B sondaicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Pasundan (B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99
Friesians Holstein
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Angus (B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Peranakan Ongole
(B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99
Simmental
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99
39
Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau
kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di
GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan
kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen
CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen
identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen
fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)
Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang
dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden
2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan
seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi
Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap
sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67
(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki
urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki
runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian
akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover
95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover
99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3)
44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali
Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan
runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4
40
Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi
Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil
ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada
empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo
(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau
Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada
sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)
yaitu terletak pada enam posisi berbeda
Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank
Spesies_Breed Posisi Runutan Basa
88
97
103
271
567
733
832
855
870
921
926
931
957
1088
1149
1175
1196
B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G
B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C
B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T
C
B taurus_Angus C C
B taurus_ Friesians Holstein C C
B taurus_ Simmental C C
B indicus_ Pasundan C C
B indicus_ Peranakan Ongole C C
B sondaicus_ Bali C A C G A
Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T
Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)
Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi
Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi
Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196
(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi
tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)
Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa
yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali
41
memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut
memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut
Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi
Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru
Thymine (T) = merah)
42
Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen
CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson
gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi
dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi
Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki
1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan
mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali
Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi
Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B
banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal
usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan
sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel
sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki
kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus
atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)
(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH
Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya
variasi basa yang ditemukan
Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali
terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan
adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis
kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan
keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah
mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode
43
yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe
dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)
Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan
dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)
(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis
Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi
keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali
(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan
pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al
2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi
karakteristik dari daging sapi Bali
Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et
al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki
kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan
menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et
al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga
mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat
dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan
dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)
Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk
menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin
(subtropis)
Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan
sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi
44
lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan
daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki
kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang
lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari
karkas yang diperoleh
45
BAB V
PENUTUP
51 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa
1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan
PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)
2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi
Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa
3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi
DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit
52 Saran
Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah
populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme
(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak
dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi
tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar
memperoleh hasil yang maksimal
46
DAFTAR PUSTAKA
Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka
Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)
Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular
Research 14(3) 9370ndash9383
Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research
24(13) 2623ndash2625
Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan
Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39
Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan
Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor
Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice
Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773
Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176
Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the
National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7
Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash
ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24
Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods
PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990
Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797
Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11
Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga
47
Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method
of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231
Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194
Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and
Pathology 3(2) 133ndash137
Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food
Research International 43(7) 1866ndash1873
Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology
Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the
Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076
He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle
Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969
Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27
Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and
Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26
Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R
(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science
and Technology 46(6) 909ndash916
Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839
Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from
hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289
Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and
Evolution 33(7) 1870ndash1874
Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer
Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683
Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon
D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To
48
Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of
Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764
Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription
factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742
Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)
Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485
Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology
Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)
Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On
Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087
Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali
(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128
Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9
Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On
Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335
Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A
Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in
Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20
Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash
441
Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect
On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81
Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor
Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam
Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156
Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C
A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle
49
Journal Animal Science 80 3077ndash3085
Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in
The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72
Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water
Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A
Review Meat Science 89(2) 111ndash124
Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374
Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat
[Skripsi] Institut Pertanian Bogor
Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes
transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504
Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)
Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6
Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure
Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75
Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E
Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among
Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158
Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)
Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The
Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299
Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip
Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle
Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020
Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots
In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451
50
Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp
Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with
Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33
Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan
Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from
httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395
Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian
Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470
Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for
bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594
Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole
(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional
Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)
Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan
Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)
Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273
Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian
Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354
Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds
Biodiversitas 17(1) 275ndash295
Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)
Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131
Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang
Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107
Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence
of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554
Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508
Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The
51
CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)
Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19
Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter
Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316
Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular
Research 11(2) 1651ndash1661
Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The
CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077
Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia
(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25
Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20
Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle
Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954
Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal
Science 50(11) 499ndash502
52
LAMPIRAN
Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data
Gen Bank
Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178
Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283
Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247
Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank
Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank
53
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)
Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel
NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian
1
Darah
Pasundan 601 867 173
2 Pasundan 602 1035 194
3 Peranakan Ongole 1691 278 309
4 Peranakan Ongole 1693 234 434
5 Bali 59 173 941
6 Bali 64 192 502
7
Rambut
Angus 171405 105 21
8 Friesians Holstein 310102 202 781
9 Friesians Holstein 310158 116 1134
10 Simmental 4490 22 231
11 Simmental 6115 116 1134
22
f Pengenceran Primer Gen CEBPα (10 pMmicroL)
Primer dalam bentuk pelet diencerkan dengan TE Buffer untuk
memperoleh primer stock Primer forward diencerkan dengan 333 microL TE Buffer
sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer reverse diencerkan dengan
332 microL sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer yang digunakan
dalam penelitian ini adalah primer CEBPα yang didesain pada penelitian (Shin
et al 2007) dengan ukuran 20 pb Primer CEBPα forward (5´-
ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) dan reverse (5´-TCAAAGTCG
TTGCCGCCTCC-3´)
Primer forward dan reverse CEBPα stock (100 pMmicroL) masing-masing
diambil sebanyak 5 microL dengan micropipette 2 ndash 20 microL dan dicampurkan ke dalam
microcentrifuge tube 15 mL baru yang telah berisi DDW free nuclease sebanyak
45 microL Larutan tersebut dicampur hingga homogen dengan cara dilakukan
mengetuk berulang bagian bawah microcentrifuge tube menggunakan ujung jari
Pengenceran primer dilakukan di laminar air flow Microcentrifuge tube yang
berisi primer dilakukan spin down dengan spin down sentrifugator agar larutan
yang berada di dinding microcentrifuge tube turun ke dasar Primer kemudian
disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
g Pembuatan Alat Pemanenan DNA
Alat pemanen DNA dibuat dari pipet Pasteur yang dimodifikasi dengan
membentuk ujung pipet seperti kail Pembentukan tersebut dilakukan dengan
memanaskan pipet di atas bunsen spiritus kemudian ditarik secara perlahan dan
dibuat melengkung seperti kail
23
h Pembuatan Gel Agarosa
Serbuk gel agarosa sebanyak 1 g ditimbang dengan timbangan analitik dan
dipindahkan ke botol Schott Duran 250 mL Serbuk gel agarosa ditambahkan
TBE 1x sebanyak 100 mL kemudian dipanaskan dan dihomogenkan dengan hot
plate stirrer sampai bening Larutan yang sudah homogen dicetak pada wadah
pencetak gel yang sudah terdapat sisir untuk membuat sebanyak 20 sumuran dan
diamkan sampai padat atau mengeras
343 Pengambilan Sampel Darah Sapi
Darah sampel diambil melalui vena caudalis sebanyak 5 mL Pengambilan
darah dilakukan dengan mengangkat caudal (ekor) dari sapi vena caudalis dicari
dengan meraba bagian ekor Jarum yang telah terpasang holder ditusukkan pada
vena caudalis dan tabung vacutainer mengandung K3EDTA dipasang pada
holder Darah yang mengalir ditampung pada tabung vacutainer kemudian
dicabut setelah darah berhenti Jarum dan holder kemudian dicabut dari vena
caudalis Tabung vacutainer yang berisi darah disimpan pada freezer dengan
suhu -20oC
344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990)
DNA yang berasal dari darah diisolasi menggunakan metode Montgomery
amp Sise (1990) dengan prosedur sebagai berikut
a Red Blood Cell Lysis
Sampel darah sebanyak 5 mL dipindahkan tabung Falcon 15 mL dan
ditambahkan larutan RCLB (pH 72) sampai 7 mL Sampel darah dihomogenkan
dengan vortex dan didiamkan selama 10 menit Sampel kemudian disentrifugasi
dengan sentrifugator selama 10 menit suhu 4degC kecepatan 3500 rpm Sampel
24
ditimbang menggunakan timbangan ganda agar proses sentrifugasi berjalan
dengan sempurna jika berat belum seimbang maka ditambah larutan RCLB
Supernatan yang diperoleh setelah proses sentrifugasi kemudian dibuang
sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Pelet ditambahkan RCLB sampai 5
mL kemudian divorteks hingga pelet hancur atau homogen Sampel disentrifugasi
selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang
diperoleh kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet kembali
ditambahkan RCLB sampai 3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau
homogen dan didiamkan selama 10 menit kemudian dilanjutkan tahapan ekstraksi
DNA
b White Blood Cell Collection
Sampel tahapan sebelumnya kemudian ditambahkan TBS (pH 74)
sebanyak 5 mL dan dikocok sebentar Sampel disentrifugasi selama 10 menit
dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang diperoleh kemudian
dibuang sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Sampel kemudian
ditambahkan TBS sebanyak 5 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau
homogen Sampel selanjutnya disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC
dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang didapatkan kemudian dibuang
sehingga hanya pelet yang tersisa Sampel kemudian ditambahkan TBS sebanyak
3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau homogen
Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan
3500 rpm Sampel divorteks perlahan hingga lapisan merah hilang Supernatan
yang didapatkan kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet
25
selanjutnya dikeringkan setelah kering ditambahkan TE 2 mL Sampel divorteks
sampai pelet hancur atau homogen
c Protein Lysis
Sampel yang sudah homogen dengan larutan TE selanjutnya ditambahkan
Proteinase-K solution sebanyak 200 microL tanpa divorteks atau dihomogenkan
Tabung Falcon 15 mL yang berisi sampel selanjutnya di-seal menggunakan
parafilm Sampel diinkubasi menggunakan shaker Agigator selama 24 jam dengan
suhu 37degC dan kecepatan 150 rpm
d Pemanenan DNA
Sampel yang telah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya ditambahkan
NaCl 5 M pekat sebanyak 2 mL Sampel diberi goyangan dengan membentuk
pola angka 8 dengan sangat perlahan setelah itu dikocok kuat sebanyak 2 kali
Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 10degC dan kecepatan 3500
rpm Supernatan dituang pada tabung reaksi yang berisi alkohol absolut dingin
Bagian permukaan tabung reaksi ditutup dengan parafilm sampai rapat Tabung
reaksi dibolak-balikan sampai terbentuk gelembung-gelembung yang melayang
Fraksi gelembung yang melayang diambil dengan pipet Pasteur yang telah
dimodifikasi dan dicelupkan secara cepat ke dalam alkohol 70 kemudian
dikeringkan dengan tissue kimwipe Gumpalan tersebut dimasukan kedalam
microcentrifuge tube 15 mL yang telah berisikan DW steril sebanyak 200 microL
Sampel dihomogenkan menggunakan alat shaker pada suhu ruang agar larut
DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
26
345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi
Pengambilan rambut dilakukan pada bagian ekor minimal rambut
sebanyak 20 helai Rambut pada bagian ekor ditarik searah dengan titik tumbuh
dari rambut tersebut Tahapan tersebut dilakukan dengan cepat agar diperoleh
bagian rambut yang utuh dengan folikel Rambut tersebut ditempelkan pada kertas
dengan selotip berbahan kertas tanpa mengenai bagian folikel dan disimpan di
dalam amplop
346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)
Tahapan isolasi DNA dari rambut menggunakan gSYSCtrade DNA
Extraction Kit GS100 (Geneaid) dengan prosedur sebagai berikut
a Cell Lysis
Sepuluh helai rambut dipotong-potong dengan ukuran 05 ndash 1 cm
termasuk bagian folikel Potongan tersebut dipindahkan ke dalam microsentrifuge
tube 15 mL ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K
(dipastikan potongan terendam) dicampur dengan cara dikocok Larutan
diinkubasi dengan suhu 60degC selama 30 menit Pada proses inkubasi
microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung microcentrifuge tube
secara perlahan setiap 5 menit GSB Buffer sebanyak 200 μL ditambahkan dan
dikocok dengan kuat dan diinkubasi kembali pada suhu 60ordmC selama 20 menit
Selama proses inkubasi microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung
secara perlahan setiap 5 menit
b DNA Binding
Sampel tahapan sebelumnya ditambahkan 200 μL etanol absolut
dikocok dengan kuat selama 10 detik Endapan yang muncul dipecah dengan
27
menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan
tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan
tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit
Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi
dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru
c Pencucian
W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan
sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30
detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column
diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL
Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan
kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi
kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi
yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit
untuk mengeringkan kolom matriks
d Elution
GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube
15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak
100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke
bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit
untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column
disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan
elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak
DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
28
347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)
DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et
al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan
dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10
menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting
yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel
rambut diganti)
Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan
disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer
(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada
microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan
suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit
pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm
beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan
disimpan pada suhu -20 ordmC
348 Uji Kuantifikasi DNA
Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji
kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL
DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette
DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus
menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi
dan tingkat kemurnian
29
349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)
Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR
master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-
ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT
CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL
DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke
dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas
kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR
mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre
denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing
54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final
extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali
3410 Elektroforesis dan Visualisasi
Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis
horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan
TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL
dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm
dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down
Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker
DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran
Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan
listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki
elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt
selama 60 menit
30
Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam
dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel
agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa
divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator
3411 Sequencing DNA
Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai
ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward
dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan
metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit
(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing
menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)
Malaysia)
35 Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif
(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil
sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis
dianalisis secara deskriptif
351 Analisis Bioinformatika
Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan
kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian
hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak
ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian
dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment
Editor 725 (Hall 2001)
31
Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-
base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)
menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base
similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99
Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple
Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak
MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan
variasi basa sampel
32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi
Berbeda
DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut
DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil
kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari
sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang
mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut
menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini
Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan
metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut
dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai
kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada
Tabel 1
Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua
metode hasil penelitian
Pengulangan ke-
Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)
Kit Konvensional Kit Konvensional
1 Angus 269 102 2100 11100
2 FH 207 109 7810 11720
3 Simmental 263 111 231 11340
Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi
Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah
dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut
33
dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode
sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata
nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah
246plusmn034 dan 107plusmn005
Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar
17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)
Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran
kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di
bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari
tahapan masing-masing metode
Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian
genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya
kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang
dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA
Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi
DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan
meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa
denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan
meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan
nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian
DNA yang baik (gt20)
Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah
nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein
Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al
34
2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini
protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada
nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi
protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat
Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh
lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik
Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode
konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit
yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode
konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti
protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan
mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al
1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses
PCR (Demeke amp Jenkins 2010)
Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa
dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA
diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun
nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang
baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan
konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen
(Demeke amp Jenkins 2010)
Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan
hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit
untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional
35
pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang
cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada
penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal
Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan
konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan
RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)
42 Konfirmasi Gen CEBPα
Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan
dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan
pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain
oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar
1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)
yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701
(Lampiran 4)
Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh
semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di
antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan
panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa
dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)
Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah
dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan
program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa
penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda
Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC
36
(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah
dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut
namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk
membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)
Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339
bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO
Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya
perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer
Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari
merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini
perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1
menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses
tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing
yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template
DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang
Target 1339
bp
37
sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA
teramplifikasi sempurna
Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi
Program PCR
Pre
Denaturation Denaturation Annealing Extension
Final
Extension Siklus
Penelitian
Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40
Referensi
Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35
Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32
He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32
Keterangan tanda () = menit tanda () = detik
43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis
menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh
empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black
(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan
(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean
(XM_0252690201)) (Tabel 3)
Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat
prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis
komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari
runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data
tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database
(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang
38
komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga
mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)
Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan
persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan
referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak
(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat
dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi
Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3
Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI
Sampel Spesies Breed GenBank Accesion
Query Cover
Max Iden
Bali
(B sondaicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Pasundan (B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99
Friesians Holstein
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Angus (B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Peranakan Ongole
(B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99
Simmental
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99
39
Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau
kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di
GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan
kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen
CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen
identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen
fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)
Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang
dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden
2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan
seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi
Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap
sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67
(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki
urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki
runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian
akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover
95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover
99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3)
44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali
Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan
runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4
40
Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi
Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil
ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada
empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo
(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau
Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada
sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)
yaitu terletak pada enam posisi berbeda
Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank
Spesies_Breed Posisi Runutan Basa
88
97
103
271
567
733
832
855
870
921
926
931
957
1088
1149
1175
1196
B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G
B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C
B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T
C
B taurus_Angus C C
B taurus_ Friesians Holstein C C
B taurus_ Simmental C C
B indicus_ Pasundan C C
B indicus_ Peranakan Ongole C C
B sondaicus_ Bali C A C G A
Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T
Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)
Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi
Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi
Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196
(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi
tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)
Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa
yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali
41
memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut
memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut
Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi
Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru
Thymine (T) = merah)
42
Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen
CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson
gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi
dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi
Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki
1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan
mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali
Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi
Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B
banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal
usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan
sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel
sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki
kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus
atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)
(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH
Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya
variasi basa yang ditemukan
Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali
terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan
adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis
kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan
keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah
mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode
43
yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe
dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)
Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan
dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)
(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis
Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi
keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali
(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan
pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al
2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi
karakteristik dari daging sapi Bali
Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et
al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki
kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan
menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et
al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga
mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat
dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan
dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)
Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk
menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin
(subtropis)
Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan
sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi
44
lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan
daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki
kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang
lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari
karkas yang diperoleh
45
BAB V
PENUTUP
51 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa
1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan
PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)
2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi
Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa
3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi
DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit
52 Saran
Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah
populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme
(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak
dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi
tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar
memperoleh hasil yang maksimal
46
DAFTAR PUSTAKA
Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka
Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)
Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular
Research 14(3) 9370ndash9383
Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research
24(13) 2623ndash2625
Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan
Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39
Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan
Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor
Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice
Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773
Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176
Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the
National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7
Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash
ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24
Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods
PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990
Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797
Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11
Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga
47
Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method
of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231
Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194
Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and
Pathology 3(2) 133ndash137
Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food
Research International 43(7) 1866ndash1873
Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology
Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the
Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076
He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle
Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969
Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27
Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and
Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26
Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R
(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science
and Technology 46(6) 909ndash916
Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839
Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from
hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289
Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and
Evolution 33(7) 1870ndash1874
Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer
Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683
Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon
D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To
48
Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of
Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764
Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription
factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742
Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)
Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485
Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology
Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)
Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On
Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087
Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali
(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128
Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9
Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On
Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335
Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A
Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in
Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20
Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash
441
Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect
On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81
Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor
Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam
Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156
Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C
A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle
49
Journal Animal Science 80 3077ndash3085
Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in
The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72
Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water
Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A
Review Meat Science 89(2) 111ndash124
Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374
Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat
[Skripsi] Institut Pertanian Bogor
Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes
transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504
Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)
Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6
Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure
Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75
Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E
Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among
Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158
Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)
Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The
Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299
Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip
Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle
Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020
Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots
In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451
50
Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp
Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with
Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33
Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan
Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from
httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395
Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian
Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470
Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for
bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594
Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole
(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional
Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)
Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan
Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)
Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273
Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian
Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354
Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds
Biodiversitas 17(1) 275ndash295
Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)
Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131
Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang
Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107
Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence
of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554
Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508
Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The
51
CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)
Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19
Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter
Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316
Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular
Research 11(2) 1651ndash1661
Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The
CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077
Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia
(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25
Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20
Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle
Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954
Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal
Science 50(11) 499ndash502
52
LAMPIRAN
Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data
Gen Bank
Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178
Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283
Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247
Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank
Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank
53
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)
Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel
NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian
1
Darah
Pasundan 601 867 173
2 Pasundan 602 1035 194
3 Peranakan Ongole 1691 278 309
4 Peranakan Ongole 1693 234 434
5 Bali 59 173 941
6 Bali 64 192 502
7
Rambut
Angus 171405 105 21
8 Friesians Holstein 310102 202 781
9 Friesians Holstein 310158 116 1134
10 Simmental 4490 22 231
11 Simmental 6115 116 1134
23
h Pembuatan Gel Agarosa
Serbuk gel agarosa sebanyak 1 g ditimbang dengan timbangan analitik dan
dipindahkan ke botol Schott Duran 250 mL Serbuk gel agarosa ditambahkan
TBE 1x sebanyak 100 mL kemudian dipanaskan dan dihomogenkan dengan hot
plate stirrer sampai bening Larutan yang sudah homogen dicetak pada wadah
pencetak gel yang sudah terdapat sisir untuk membuat sebanyak 20 sumuran dan
diamkan sampai padat atau mengeras
343 Pengambilan Sampel Darah Sapi
Darah sampel diambil melalui vena caudalis sebanyak 5 mL Pengambilan
darah dilakukan dengan mengangkat caudal (ekor) dari sapi vena caudalis dicari
dengan meraba bagian ekor Jarum yang telah terpasang holder ditusukkan pada
vena caudalis dan tabung vacutainer mengandung K3EDTA dipasang pada
holder Darah yang mengalir ditampung pada tabung vacutainer kemudian
dicabut setelah darah berhenti Jarum dan holder kemudian dicabut dari vena
caudalis Tabung vacutainer yang berisi darah disimpan pada freezer dengan
suhu -20oC
344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990)
DNA yang berasal dari darah diisolasi menggunakan metode Montgomery
amp Sise (1990) dengan prosedur sebagai berikut
a Red Blood Cell Lysis
Sampel darah sebanyak 5 mL dipindahkan tabung Falcon 15 mL dan
ditambahkan larutan RCLB (pH 72) sampai 7 mL Sampel darah dihomogenkan
dengan vortex dan didiamkan selama 10 menit Sampel kemudian disentrifugasi
dengan sentrifugator selama 10 menit suhu 4degC kecepatan 3500 rpm Sampel
24
ditimbang menggunakan timbangan ganda agar proses sentrifugasi berjalan
dengan sempurna jika berat belum seimbang maka ditambah larutan RCLB
Supernatan yang diperoleh setelah proses sentrifugasi kemudian dibuang
sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Pelet ditambahkan RCLB sampai 5
mL kemudian divorteks hingga pelet hancur atau homogen Sampel disentrifugasi
selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang
diperoleh kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet kembali
ditambahkan RCLB sampai 3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau
homogen dan didiamkan selama 10 menit kemudian dilanjutkan tahapan ekstraksi
DNA
b White Blood Cell Collection
Sampel tahapan sebelumnya kemudian ditambahkan TBS (pH 74)
sebanyak 5 mL dan dikocok sebentar Sampel disentrifugasi selama 10 menit
dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang diperoleh kemudian
dibuang sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Sampel kemudian
ditambahkan TBS sebanyak 5 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau
homogen Sampel selanjutnya disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC
dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang didapatkan kemudian dibuang
sehingga hanya pelet yang tersisa Sampel kemudian ditambahkan TBS sebanyak
3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau homogen
Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan
3500 rpm Sampel divorteks perlahan hingga lapisan merah hilang Supernatan
yang didapatkan kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet
25
selanjutnya dikeringkan setelah kering ditambahkan TE 2 mL Sampel divorteks
sampai pelet hancur atau homogen
c Protein Lysis
Sampel yang sudah homogen dengan larutan TE selanjutnya ditambahkan
Proteinase-K solution sebanyak 200 microL tanpa divorteks atau dihomogenkan
Tabung Falcon 15 mL yang berisi sampel selanjutnya di-seal menggunakan
parafilm Sampel diinkubasi menggunakan shaker Agigator selama 24 jam dengan
suhu 37degC dan kecepatan 150 rpm
d Pemanenan DNA
Sampel yang telah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya ditambahkan
NaCl 5 M pekat sebanyak 2 mL Sampel diberi goyangan dengan membentuk
pola angka 8 dengan sangat perlahan setelah itu dikocok kuat sebanyak 2 kali
Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 10degC dan kecepatan 3500
rpm Supernatan dituang pada tabung reaksi yang berisi alkohol absolut dingin
Bagian permukaan tabung reaksi ditutup dengan parafilm sampai rapat Tabung
reaksi dibolak-balikan sampai terbentuk gelembung-gelembung yang melayang
Fraksi gelembung yang melayang diambil dengan pipet Pasteur yang telah
dimodifikasi dan dicelupkan secara cepat ke dalam alkohol 70 kemudian
dikeringkan dengan tissue kimwipe Gumpalan tersebut dimasukan kedalam
microcentrifuge tube 15 mL yang telah berisikan DW steril sebanyak 200 microL
Sampel dihomogenkan menggunakan alat shaker pada suhu ruang agar larut
DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
26
345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi
Pengambilan rambut dilakukan pada bagian ekor minimal rambut
sebanyak 20 helai Rambut pada bagian ekor ditarik searah dengan titik tumbuh
dari rambut tersebut Tahapan tersebut dilakukan dengan cepat agar diperoleh
bagian rambut yang utuh dengan folikel Rambut tersebut ditempelkan pada kertas
dengan selotip berbahan kertas tanpa mengenai bagian folikel dan disimpan di
dalam amplop
346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)
Tahapan isolasi DNA dari rambut menggunakan gSYSCtrade DNA
Extraction Kit GS100 (Geneaid) dengan prosedur sebagai berikut
a Cell Lysis
Sepuluh helai rambut dipotong-potong dengan ukuran 05 ndash 1 cm
termasuk bagian folikel Potongan tersebut dipindahkan ke dalam microsentrifuge
tube 15 mL ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K
(dipastikan potongan terendam) dicampur dengan cara dikocok Larutan
diinkubasi dengan suhu 60degC selama 30 menit Pada proses inkubasi
microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung microcentrifuge tube
secara perlahan setiap 5 menit GSB Buffer sebanyak 200 μL ditambahkan dan
dikocok dengan kuat dan diinkubasi kembali pada suhu 60ordmC selama 20 menit
Selama proses inkubasi microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung
secara perlahan setiap 5 menit
b DNA Binding
Sampel tahapan sebelumnya ditambahkan 200 μL etanol absolut
dikocok dengan kuat selama 10 detik Endapan yang muncul dipecah dengan
27
menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan
tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan
tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit
Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi
dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru
c Pencucian
W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan
sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30
detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column
diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL
Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan
kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi
kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi
yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit
untuk mengeringkan kolom matriks
d Elution
GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube
15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak
100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke
bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit
untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column
disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan
elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak
DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
28
347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)
DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et
al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan
dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10
menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting
yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel
rambut diganti)
Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan
disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer
(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada
microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan
suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit
pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm
beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan
disimpan pada suhu -20 ordmC
348 Uji Kuantifikasi DNA
Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji
kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL
DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette
DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus
menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi
dan tingkat kemurnian
29
349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)
Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR
master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-
ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT
CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL
DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke
dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas
kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR
mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre
denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing
54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final
extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali
3410 Elektroforesis dan Visualisasi
Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis
horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan
TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL
dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm
dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down
Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker
DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran
Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan
listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki
elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt
selama 60 menit
30
Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam
dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel
agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa
divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator
3411 Sequencing DNA
Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai
ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward
dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan
metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit
(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing
menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)
Malaysia)
35 Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif
(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil
sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis
dianalisis secara deskriptif
351 Analisis Bioinformatika
Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan
kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian
hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak
ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian
dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment
Editor 725 (Hall 2001)
31
Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-
base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)
menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base
similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99
Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple
Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak
MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan
variasi basa sampel
32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi
Berbeda
DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut
DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil
kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari
sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang
mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut
menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini
Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan
metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut
dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai
kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada
Tabel 1
Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua
metode hasil penelitian
Pengulangan ke-
Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)
Kit Konvensional Kit Konvensional
1 Angus 269 102 2100 11100
2 FH 207 109 7810 11720
3 Simmental 263 111 231 11340
Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi
Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah
dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut
33
dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode
sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata
nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah
246plusmn034 dan 107plusmn005
Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar
17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)
Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran
kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di
bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari
tahapan masing-masing metode
Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian
genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya
kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang
dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA
Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi
DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan
meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa
denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan
meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan
nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian
DNA yang baik (gt20)
Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah
nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein
Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al
34
2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini
protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada
nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi
protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat
Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh
lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik
Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode
konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit
yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode
konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti
protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan
mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al
1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses
PCR (Demeke amp Jenkins 2010)
Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa
dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA
diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun
nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang
baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan
konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen
(Demeke amp Jenkins 2010)
Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan
hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit
untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional
35
pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang
cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada
penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal
Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan
konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan
RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)
42 Konfirmasi Gen CEBPα
Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan
dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan
pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain
oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar
1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)
yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701
(Lampiran 4)
Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh
semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di
antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan
panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa
dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)
Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah
dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan
program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa
penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda
Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC
36
(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah
dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut
namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk
membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)
Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339
bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO
Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya
perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer
Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari
merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini
perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1
menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses
tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing
yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template
DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang
Target 1339
bp
37
sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA
teramplifikasi sempurna
Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi
Program PCR
Pre
Denaturation Denaturation Annealing Extension
Final
Extension Siklus
Penelitian
Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40
Referensi
Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35
Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32
He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32
Keterangan tanda () = menit tanda () = detik
43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis
menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh
empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black
(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan
(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean
(XM_0252690201)) (Tabel 3)
Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat
prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis
komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari
runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data
tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database
(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang
38
komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga
mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)
Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan
persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan
referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak
(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat
dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi
Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3
Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI
Sampel Spesies Breed GenBank Accesion
Query Cover
Max Iden
Bali
(B sondaicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Pasundan (B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99
Friesians Holstein
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Angus (B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Peranakan Ongole
(B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99
Simmental
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99
39
Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau
kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di
GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan
kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen
CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen
identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen
fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)
Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang
dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden
2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan
seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi
Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap
sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67
(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki
urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki
runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian
akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover
95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover
99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3)
44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali
Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan
runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4
40
Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi
Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil
ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada
empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo
(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau
Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada
sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)
yaitu terletak pada enam posisi berbeda
Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank
Spesies_Breed Posisi Runutan Basa
88
97
103
271
567
733
832
855
870
921
926
931
957
1088
1149
1175
1196
B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G
B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C
B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T
C
B taurus_Angus C C
B taurus_ Friesians Holstein C C
B taurus_ Simmental C C
B indicus_ Pasundan C C
B indicus_ Peranakan Ongole C C
B sondaicus_ Bali C A C G A
Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T
Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)
Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi
Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi
Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196
(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi
tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)
Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa
yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali
41
memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut
memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut
Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi
Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru
Thymine (T) = merah)
42
Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen
CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson
gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi
dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi
Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki
1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan
mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali
Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi
Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B
banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal
usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan
sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel
sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki
kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus
atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)
(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH
Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya
variasi basa yang ditemukan
Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali
terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan
adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis
kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan
keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah
mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode
43
yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe
dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)
Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan
dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)
(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis
Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi
keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali
(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan
pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al
2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi
karakteristik dari daging sapi Bali
Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et
al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki
kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan
menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et
al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga
mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat
dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan
dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)
Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk
menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin
(subtropis)
Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan
sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi
44
lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan
daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki
kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang
lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari
karkas yang diperoleh
45
BAB V
PENUTUP
51 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa
1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan
PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)
2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi
Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa
3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi
DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit
52 Saran
Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah
populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme
(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak
dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi
tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar
memperoleh hasil yang maksimal
46
DAFTAR PUSTAKA
Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka
Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)
Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular
Research 14(3) 9370ndash9383
Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research
24(13) 2623ndash2625
Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan
Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39
Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan
Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor
Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice
Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773
Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176
Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the
National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7
Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash
ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24
Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods
PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990
Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797
Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11
Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga
47
Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method
of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231
Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194
Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and
Pathology 3(2) 133ndash137
Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food
Research International 43(7) 1866ndash1873
Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology
Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the
Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076
He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle
Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969
Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27
Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and
Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26
Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R
(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science
and Technology 46(6) 909ndash916
Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839
Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from
hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289
Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and
Evolution 33(7) 1870ndash1874
Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer
Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683
Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon
D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To
48
Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of
Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764
Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription
factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742
Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)
Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485
Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology
Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)
Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On
Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087
Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali
(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128
Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9
Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On
Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335
Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A
Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in
Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20
Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash
441
Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect
On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81
Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor
Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam
Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156
Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C
A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle
49
Journal Animal Science 80 3077ndash3085
Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in
The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72
Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water
Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A
Review Meat Science 89(2) 111ndash124
Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374
Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat
[Skripsi] Institut Pertanian Bogor
Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes
transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504
Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)
Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6
Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure
Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75
Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E
Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among
Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158
Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)
Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The
Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299
Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip
Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle
Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020
Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots
In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451
50
Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp
Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with
Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33
Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan
Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from
httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395
Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian
Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470
Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for
bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594
Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole
(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional
Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)
Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan
Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)
Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273
Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian
Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354
Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds
Biodiversitas 17(1) 275ndash295
Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)
Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131
Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang
Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107
Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence
of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554
Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508
Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The
51
CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)
Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19
Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter
Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316
Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular
Research 11(2) 1651ndash1661
Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The
CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077
Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia
(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25
Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20
Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle
Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954
Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal
Science 50(11) 499ndash502
52
LAMPIRAN
Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data
Gen Bank
Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178
Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283
Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247
Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank
Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank
53
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)
Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel
NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian
1
Darah
Pasundan 601 867 173
2 Pasundan 602 1035 194
3 Peranakan Ongole 1691 278 309
4 Peranakan Ongole 1693 234 434
5 Bali 59 173 941
6 Bali 64 192 502
7
Rambut
Angus 171405 105 21
8 Friesians Holstein 310102 202 781
9 Friesians Holstein 310158 116 1134
10 Simmental 4490 22 231
11 Simmental 6115 116 1134
24
ditimbang menggunakan timbangan ganda agar proses sentrifugasi berjalan
dengan sempurna jika berat belum seimbang maka ditambah larutan RCLB
Supernatan yang diperoleh setelah proses sentrifugasi kemudian dibuang
sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Pelet ditambahkan RCLB sampai 5
mL kemudian divorteks hingga pelet hancur atau homogen Sampel disentrifugasi
selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang
diperoleh kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet kembali
ditambahkan RCLB sampai 3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau
homogen dan didiamkan selama 10 menit kemudian dilanjutkan tahapan ekstraksi
DNA
b White Blood Cell Collection
Sampel tahapan sebelumnya kemudian ditambahkan TBS (pH 74)
sebanyak 5 mL dan dikocok sebentar Sampel disentrifugasi selama 10 menit
dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang diperoleh kemudian
dibuang sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Sampel kemudian
ditambahkan TBS sebanyak 5 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau
homogen Sampel selanjutnya disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC
dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang didapatkan kemudian dibuang
sehingga hanya pelet yang tersisa Sampel kemudian ditambahkan TBS sebanyak
3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau homogen
Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan
3500 rpm Sampel divorteks perlahan hingga lapisan merah hilang Supernatan
yang didapatkan kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet
25
selanjutnya dikeringkan setelah kering ditambahkan TE 2 mL Sampel divorteks
sampai pelet hancur atau homogen
c Protein Lysis
Sampel yang sudah homogen dengan larutan TE selanjutnya ditambahkan
Proteinase-K solution sebanyak 200 microL tanpa divorteks atau dihomogenkan
Tabung Falcon 15 mL yang berisi sampel selanjutnya di-seal menggunakan
parafilm Sampel diinkubasi menggunakan shaker Agigator selama 24 jam dengan
suhu 37degC dan kecepatan 150 rpm
d Pemanenan DNA
Sampel yang telah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya ditambahkan
NaCl 5 M pekat sebanyak 2 mL Sampel diberi goyangan dengan membentuk
pola angka 8 dengan sangat perlahan setelah itu dikocok kuat sebanyak 2 kali
Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 10degC dan kecepatan 3500
rpm Supernatan dituang pada tabung reaksi yang berisi alkohol absolut dingin
Bagian permukaan tabung reaksi ditutup dengan parafilm sampai rapat Tabung
reaksi dibolak-balikan sampai terbentuk gelembung-gelembung yang melayang
Fraksi gelembung yang melayang diambil dengan pipet Pasteur yang telah
dimodifikasi dan dicelupkan secara cepat ke dalam alkohol 70 kemudian
dikeringkan dengan tissue kimwipe Gumpalan tersebut dimasukan kedalam
microcentrifuge tube 15 mL yang telah berisikan DW steril sebanyak 200 microL
Sampel dihomogenkan menggunakan alat shaker pada suhu ruang agar larut
DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
26
345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi
Pengambilan rambut dilakukan pada bagian ekor minimal rambut
sebanyak 20 helai Rambut pada bagian ekor ditarik searah dengan titik tumbuh
dari rambut tersebut Tahapan tersebut dilakukan dengan cepat agar diperoleh
bagian rambut yang utuh dengan folikel Rambut tersebut ditempelkan pada kertas
dengan selotip berbahan kertas tanpa mengenai bagian folikel dan disimpan di
dalam amplop
346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)
Tahapan isolasi DNA dari rambut menggunakan gSYSCtrade DNA
Extraction Kit GS100 (Geneaid) dengan prosedur sebagai berikut
a Cell Lysis
Sepuluh helai rambut dipotong-potong dengan ukuran 05 ndash 1 cm
termasuk bagian folikel Potongan tersebut dipindahkan ke dalam microsentrifuge
tube 15 mL ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K
(dipastikan potongan terendam) dicampur dengan cara dikocok Larutan
diinkubasi dengan suhu 60degC selama 30 menit Pada proses inkubasi
microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung microcentrifuge tube
secara perlahan setiap 5 menit GSB Buffer sebanyak 200 μL ditambahkan dan
dikocok dengan kuat dan diinkubasi kembali pada suhu 60ordmC selama 20 menit
Selama proses inkubasi microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung
secara perlahan setiap 5 menit
b DNA Binding
Sampel tahapan sebelumnya ditambahkan 200 μL etanol absolut
dikocok dengan kuat selama 10 detik Endapan yang muncul dipecah dengan
27
menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan
tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan
tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit
Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi
dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru
c Pencucian
W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan
sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30
detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column
diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL
Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan
kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi
kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi
yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit
untuk mengeringkan kolom matriks
d Elution
GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube
15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak
100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke
bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit
untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column
disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan
elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak
DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
28
347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)
DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et
al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan
dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10
menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting
yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel
rambut diganti)
Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan
disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer
(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada
microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan
suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit
pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm
beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan
disimpan pada suhu -20 ordmC
348 Uji Kuantifikasi DNA
Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji
kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL
DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette
DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus
menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi
dan tingkat kemurnian
29
349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)
Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR
master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-
ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT
CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL
DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke
dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas
kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR
mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre
denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing
54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final
extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali
3410 Elektroforesis dan Visualisasi
Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis
horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan
TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL
dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm
dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down
Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker
DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran
Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan
listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki
elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt
selama 60 menit
30
Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam
dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel
agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa
divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator
3411 Sequencing DNA
Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai
ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward
dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan
metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit
(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing
menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)
Malaysia)
35 Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif
(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil
sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis
dianalisis secara deskriptif
351 Analisis Bioinformatika
Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan
kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian
hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak
ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian
dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment
Editor 725 (Hall 2001)
31
Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-
base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)
menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base
similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99
Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple
Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak
MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan
variasi basa sampel
32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi
Berbeda
DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut
DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil
kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari
sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang
mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut
menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini
Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan
metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut
dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai
kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada
Tabel 1
Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua
metode hasil penelitian
Pengulangan ke-
Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)
Kit Konvensional Kit Konvensional
1 Angus 269 102 2100 11100
2 FH 207 109 7810 11720
3 Simmental 263 111 231 11340
Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi
Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah
dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut
33
dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode
sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata
nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah
246plusmn034 dan 107plusmn005
Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar
17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)
Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran
kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di
bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari
tahapan masing-masing metode
Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian
genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya
kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang
dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA
Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi
DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan
meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa
denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan
meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan
nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian
DNA yang baik (gt20)
Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah
nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein
Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al
34
2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini
protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada
nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi
protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat
Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh
lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik
Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode
konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit
yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode
konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti
protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan
mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al
1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses
PCR (Demeke amp Jenkins 2010)
Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa
dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA
diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun
nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang
baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan
konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen
(Demeke amp Jenkins 2010)
Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan
hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit
untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional
35
pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang
cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada
penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal
Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan
konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan
RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)
42 Konfirmasi Gen CEBPα
Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan
dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan
pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain
oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar
1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)
yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701
(Lampiran 4)
Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh
semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di
antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan
panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa
dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)
Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah
dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan
program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa
penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda
Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC
36
(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah
dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut
namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk
membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)
Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339
bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO
Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya
perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer
Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari
merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini
perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1
menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses
tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing
yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template
DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang
Target 1339
bp
37
sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA
teramplifikasi sempurna
Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi
Program PCR
Pre
Denaturation Denaturation Annealing Extension
Final
Extension Siklus
Penelitian
Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40
Referensi
Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35
Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32
He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32
Keterangan tanda () = menit tanda () = detik
43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis
menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh
empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black
(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan
(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean
(XM_0252690201)) (Tabel 3)
Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat
prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis
komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari
runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data
tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database
(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang
38
komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga
mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)
Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan
persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan
referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak
(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat
dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi
Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3
Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI
Sampel Spesies Breed GenBank Accesion
Query Cover
Max Iden
Bali
(B sondaicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Pasundan (B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99
Friesians Holstein
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Angus (B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Peranakan Ongole
(B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99
Simmental
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99
39
Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau
kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di
GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan
kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen
CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen
identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen
fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)
Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang
dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden
2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan
seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi
Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap
sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67
(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki
urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki
runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian
akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover
95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover
99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3)
44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali
Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan
runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4
40
Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi
Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil
ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada
empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo
(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau
Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada
sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)
yaitu terletak pada enam posisi berbeda
Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank
Spesies_Breed Posisi Runutan Basa
88
97
103
271
567
733
832
855
870
921
926
931
957
1088
1149
1175
1196
B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G
B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C
B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T
C
B taurus_Angus C C
B taurus_ Friesians Holstein C C
B taurus_ Simmental C C
B indicus_ Pasundan C C
B indicus_ Peranakan Ongole C C
B sondaicus_ Bali C A C G A
Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T
Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)
Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi
Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi
Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196
(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi
tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)
Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa
yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali
41
memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut
memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut
Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi
Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru
Thymine (T) = merah)
42
Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen
CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson
gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi
dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi
Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki
1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan
mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali
Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi
Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B
banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal
usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan
sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel
sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki
kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus
atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)
(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH
Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya
variasi basa yang ditemukan
Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali
terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan
adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis
kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan
keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah
mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode
43
yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe
dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)
Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan
dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)
(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis
Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi
keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali
(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan
pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al
2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi
karakteristik dari daging sapi Bali
Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et
al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki
kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan
menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et
al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga
mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat
dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan
dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)
Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk
menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin
(subtropis)
Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan
sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi
44
lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan
daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki
kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang
lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari
karkas yang diperoleh
45
BAB V
PENUTUP
51 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa
1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan
PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)
2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi
Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa
3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi
DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit
52 Saran
Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah
populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme
(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak
dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi
tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar
memperoleh hasil yang maksimal
46
DAFTAR PUSTAKA
Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka
Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)
Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular
Research 14(3) 9370ndash9383
Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research
24(13) 2623ndash2625
Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan
Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39
Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan
Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor
Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice
Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773
Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176
Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the
National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7
Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash
ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24
Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods
PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990
Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797
Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11
Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga
47
Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method
of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231
Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194
Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and
Pathology 3(2) 133ndash137
Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food
Research International 43(7) 1866ndash1873
Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology
Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the
Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076
He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle
Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969
Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27
Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and
Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26
Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R
(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science
and Technology 46(6) 909ndash916
Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839
Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from
hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289
Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and
Evolution 33(7) 1870ndash1874
Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer
Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683
Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon
D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To
48
Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of
Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764
Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription
factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742
Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)
Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485
Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology
Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)
Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On
Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087
Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali
(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128
Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9
Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On
Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335
Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A
Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in
Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20
Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash
441
Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect
On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81
Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor
Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam
Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156
Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C
A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle
49
Journal Animal Science 80 3077ndash3085
Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in
The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72
Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water
Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A
Review Meat Science 89(2) 111ndash124
Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374
Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat
[Skripsi] Institut Pertanian Bogor
Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes
transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504
Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)
Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6
Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure
Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75
Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E
Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among
Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158
Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)
Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The
Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299
Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip
Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle
Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020
Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots
In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451
50
Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp
Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with
Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33
Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan
Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from
httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395
Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian
Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470
Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for
bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594
Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole
(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional
Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)
Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan
Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)
Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273
Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian
Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354
Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds
Biodiversitas 17(1) 275ndash295
Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)
Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131
Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang
Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107
Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence
of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554
Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508
Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The
51
CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)
Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19
Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter
Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316
Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular
Research 11(2) 1651ndash1661
Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The
CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077
Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia
(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25
Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20
Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle
Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954
Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal
Science 50(11) 499ndash502
52
LAMPIRAN
Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data
Gen Bank
Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178
Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283
Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247
Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank
Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank
53
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)
Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel
NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian
1
Darah
Pasundan 601 867 173
2 Pasundan 602 1035 194
3 Peranakan Ongole 1691 278 309
4 Peranakan Ongole 1693 234 434
5 Bali 59 173 941
6 Bali 64 192 502
7
Rambut
Angus 171405 105 21
8 Friesians Holstein 310102 202 781
9 Friesians Holstein 310158 116 1134
10 Simmental 4490 22 231
11 Simmental 6115 116 1134
25
selanjutnya dikeringkan setelah kering ditambahkan TE 2 mL Sampel divorteks
sampai pelet hancur atau homogen
c Protein Lysis
Sampel yang sudah homogen dengan larutan TE selanjutnya ditambahkan
Proteinase-K solution sebanyak 200 microL tanpa divorteks atau dihomogenkan
Tabung Falcon 15 mL yang berisi sampel selanjutnya di-seal menggunakan
parafilm Sampel diinkubasi menggunakan shaker Agigator selama 24 jam dengan
suhu 37degC dan kecepatan 150 rpm
d Pemanenan DNA
Sampel yang telah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya ditambahkan
NaCl 5 M pekat sebanyak 2 mL Sampel diberi goyangan dengan membentuk
pola angka 8 dengan sangat perlahan setelah itu dikocok kuat sebanyak 2 kali
Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 10degC dan kecepatan 3500
rpm Supernatan dituang pada tabung reaksi yang berisi alkohol absolut dingin
Bagian permukaan tabung reaksi ditutup dengan parafilm sampai rapat Tabung
reaksi dibolak-balikan sampai terbentuk gelembung-gelembung yang melayang
Fraksi gelembung yang melayang diambil dengan pipet Pasteur yang telah
dimodifikasi dan dicelupkan secara cepat ke dalam alkohol 70 kemudian
dikeringkan dengan tissue kimwipe Gumpalan tersebut dimasukan kedalam
microcentrifuge tube 15 mL yang telah berisikan DW steril sebanyak 200 microL
Sampel dihomogenkan menggunakan alat shaker pada suhu ruang agar larut
DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
26
345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi
Pengambilan rambut dilakukan pada bagian ekor minimal rambut
sebanyak 20 helai Rambut pada bagian ekor ditarik searah dengan titik tumbuh
dari rambut tersebut Tahapan tersebut dilakukan dengan cepat agar diperoleh
bagian rambut yang utuh dengan folikel Rambut tersebut ditempelkan pada kertas
dengan selotip berbahan kertas tanpa mengenai bagian folikel dan disimpan di
dalam amplop
346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)
Tahapan isolasi DNA dari rambut menggunakan gSYSCtrade DNA
Extraction Kit GS100 (Geneaid) dengan prosedur sebagai berikut
a Cell Lysis
Sepuluh helai rambut dipotong-potong dengan ukuran 05 ndash 1 cm
termasuk bagian folikel Potongan tersebut dipindahkan ke dalam microsentrifuge
tube 15 mL ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K
(dipastikan potongan terendam) dicampur dengan cara dikocok Larutan
diinkubasi dengan suhu 60degC selama 30 menit Pada proses inkubasi
microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung microcentrifuge tube
secara perlahan setiap 5 menit GSB Buffer sebanyak 200 μL ditambahkan dan
dikocok dengan kuat dan diinkubasi kembali pada suhu 60ordmC selama 20 menit
Selama proses inkubasi microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung
secara perlahan setiap 5 menit
b DNA Binding
Sampel tahapan sebelumnya ditambahkan 200 μL etanol absolut
dikocok dengan kuat selama 10 detik Endapan yang muncul dipecah dengan
27
menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan
tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan
tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit
Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi
dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru
c Pencucian
W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan
sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30
detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column
diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL
Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan
kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi
kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi
yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit
untuk mengeringkan kolom matriks
d Elution
GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube
15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak
100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke
bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit
untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column
disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan
elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak
DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
28
347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)
DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et
al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan
dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10
menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting
yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel
rambut diganti)
Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan
disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer
(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada
microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan
suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit
pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm
beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan
disimpan pada suhu -20 ordmC
348 Uji Kuantifikasi DNA
Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji
kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL
DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette
DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus
menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi
dan tingkat kemurnian
29
349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)
Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR
master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-
ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT
CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL
DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke
dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas
kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR
mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre
denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing
54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final
extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali
3410 Elektroforesis dan Visualisasi
Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis
horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan
TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL
dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm
dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down
Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker
DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran
Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan
listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki
elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt
selama 60 menit
30
Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam
dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel
agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa
divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator
3411 Sequencing DNA
Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai
ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward
dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan
metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit
(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing
menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)
Malaysia)
35 Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif
(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil
sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis
dianalisis secara deskriptif
351 Analisis Bioinformatika
Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan
kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian
hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak
ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian
dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment
Editor 725 (Hall 2001)
31
Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-
base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)
menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base
similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99
Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple
Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak
MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan
variasi basa sampel
32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi
Berbeda
DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut
DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil
kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari
sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang
mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut
menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini
Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan
metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut
dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai
kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada
Tabel 1
Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua
metode hasil penelitian
Pengulangan ke-
Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)
Kit Konvensional Kit Konvensional
1 Angus 269 102 2100 11100
2 FH 207 109 7810 11720
3 Simmental 263 111 231 11340
Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi
Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah
dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut
33
dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode
sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata
nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah
246plusmn034 dan 107plusmn005
Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar
17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)
Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran
kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di
bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari
tahapan masing-masing metode
Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian
genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya
kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang
dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA
Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi
DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan
meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa
denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan
meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan
nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian
DNA yang baik (gt20)
Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah
nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein
Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al
34
2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini
protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada
nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi
protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat
Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh
lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik
Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode
konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit
yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode
konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti
protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan
mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al
1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses
PCR (Demeke amp Jenkins 2010)
Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa
dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA
diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun
nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang
baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan
konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen
(Demeke amp Jenkins 2010)
Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan
hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit
untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional
35
pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang
cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada
penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal
Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan
konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan
RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)
42 Konfirmasi Gen CEBPα
Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan
dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan
pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain
oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar
1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)
yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701
(Lampiran 4)
Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh
semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di
antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan
panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa
dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)
Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah
dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan
program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa
penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda
Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC
36
(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah
dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut
namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk
membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)
Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339
bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO
Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya
perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer
Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari
merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini
perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1
menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses
tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing
yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template
DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang
Target 1339
bp
37
sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA
teramplifikasi sempurna
Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi
Program PCR
Pre
Denaturation Denaturation Annealing Extension
Final
Extension Siklus
Penelitian
Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40
Referensi
Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35
Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32
He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32
Keterangan tanda () = menit tanda () = detik
43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis
menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh
empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black
(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan
(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean
(XM_0252690201)) (Tabel 3)
Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat
prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis
komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari
runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data
tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database
(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang
38
komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga
mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)
Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan
persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan
referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak
(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat
dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi
Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3
Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI
Sampel Spesies Breed GenBank Accesion
Query Cover
Max Iden
Bali
(B sondaicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Pasundan (B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99
Friesians Holstein
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Angus (B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Peranakan Ongole
(B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99
Simmental
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99
39
Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau
kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di
GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan
kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen
CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen
identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen
fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)
Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang
dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden
2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan
seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi
Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap
sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67
(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki
urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki
runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian
akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover
95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover
99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3)
44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali
Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan
runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4
40
Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi
Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil
ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada
empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo
(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau
Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada
sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)
yaitu terletak pada enam posisi berbeda
Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank
Spesies_Breed Posisi Runutan Basa
88
97
103
271
567
733
832
855
870
921
926
931
957
1088
1149
1175
1196
B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G
B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C
B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T
C
B taurus_Angus C C
B taurus_ Friesians Holstein C C
B taurus_ Simmental C C
B indicus_ Pasundan C C
B indicus_ Peranakan Ongole C C
B sondaicus_ Bali C A C G A
Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T
Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)
Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi
Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi
Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196
(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi
tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)
Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa
yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali
41
memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut
memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut
Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi
Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru
Thymine (T) = merah)
42
Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen
CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson
gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi
dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi
Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki
1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan
mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali
Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi
Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B
banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal
usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan
sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel
sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki
kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus
atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)
(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH
Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya
variasi basa yang ditemukan
Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali
terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan
adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis
kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan
keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah
mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode
43
yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe
dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)
Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan
dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)
(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis
Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi
keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali
(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan
pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al
2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi
karakteristik dari daging sapi Bali
Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et
al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki
kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan
menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et
al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga
mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat
dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan
dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)
Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk
menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin
(subtropis)
Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan
sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi
44
lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan
daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki
kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang
lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari
karkas yang diperoleh
45
BAB V
PENUTUP
51 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa
1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan
PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)
2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi
Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa
3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi
DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit
52 Saran
Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah
populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme
(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak
dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi
tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar
memperoleh hasil yang maksimal
46
DAFTAR PUSTAKA
Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka
Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)
Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular
Research 14(3) 9370ndash9383
Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research
24(13) 2623ndash2625
Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan
Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39
Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan
Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor
Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice
Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773
Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176
Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the
National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7
Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash
ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24
Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods
PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990
Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797
Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11
Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga
47
Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method
of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231
Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194
Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and
Pathology 3(2) 133ndash137
Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food
Research International 43(7) 1866ndash1873
Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology
Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the
Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076
He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle
Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969
Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27
Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and
Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26
Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R
(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science
and Technology 46(6) 909ndash916
Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839
Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from
hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289
Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and
Evolution 33(7) 1870ndash1874
Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer
Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683
Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon
D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To
48
Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of
Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764
Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription
factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742
Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)
Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485
Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology
Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)
Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On
Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087
Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali
(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128
Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9
Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On
Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335
Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A
Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in
Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20
Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash
441
Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect
On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81
Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor
Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam
Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156
Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C
A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle
49
Journal Animal Science 80 3077ndash3085
Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in
The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72
Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water
Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A
Review Meat Science 89(2) 111ndash124
Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374
Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat
[Skripsi] Institut Pertanian Bogor
Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes
transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504
Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)
Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6
Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure
Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75
Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E
Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among
Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158
Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)
Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The
Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299
Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip
Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle
Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020
Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots
In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451
50
Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp
Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with
Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33
Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan
Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from
httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395
Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian
Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470
Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for
bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594
Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole
(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional
Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)
Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan
Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)
Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273
Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian
Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354
Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds
Biodiversitas 17(1) 275ndash295
Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)
Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131
Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang
Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107
Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence
of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554
Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508
Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The
51
CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)
Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19
Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter
Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316
Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular
Research 11(2) 1651ndash1661
Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The
CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077
Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia
(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25
Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20
Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle
Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954
Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal
Science 50(11) 499ndash502
52
LAMPIRAN
Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data
Gen Bank
Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178
Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283
Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247
Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank
Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank
53
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)
Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel
NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian
1
Darah
Pasundan 601 867 173
2 Pasundan 602 1035 194
3 Peranakan Ongole 1691 278 309
4 Peranakan Ongole 1693 234 434
5 Bali 59 173 941
6 Bali 64 192 502
7
Rambut
Angus 171405 105 21
8 Friesians Holstein 310102 202 781
9 Friesians Holstein 310158 116 1134
10 Simmental 4490 22 231
11 Simmental 6115 116 1134
26
345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi
Pengambilan rambut dilakukan pada bagian ekor minimal rambut
sebanyak 20 helai Rambut pada bagian ekor ditarik searah dengan titik tumbuh
dari rambut tersebut Tahapan tersebut dilakukan dengan cepat agar diperoleh
bagian rambut yang utuh dengan folikel Rambut tersebut ditempelkan pada kertas
dengan selotip berbahan kertas tanpa mengenai bagian folikel dan disimpan di
dalam amplop
346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)
Tahapan isolasi DNA dari rambut menggunakan gSYSCtrade DNA
Extraction Kit GS100 (Geneaid) dengan prosedur sebagai berikut
a Cell Lysis
Sepuluh helai rambut dipotong-potong dengan ukuran 05 ndash 1 cm
termasuk bagian folikel Potongan tersebut dipindahkan ke dalam microsentrifuge
tube 15 mL ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K
(dipastikan potongan terendam) dicampur dengan cara dikocok Larutan
diinkubasi dengan suhu 60degC selama 30 menit Pada proses inkubasi
microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung microcentrifuge tube
secara perlahan setiap 5 menit GSB Buffer sebanyak 200 μL ditambahkan dan
dikocok dengan kuat dan diinkubasi kembali pada suhu 60ordmC selama 20 menit
Selama proses inkubasi microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung
secara perlahan setiap 5 menit
b DNA Binding
Sampel tahapan sebelumnya ditambahkan 200 μL etanol absolut
dikocok dengan kuat selama 10 detik Endapan yang muncul dipecah dengan
27
menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan
tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan
tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit
Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi
dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru
c Pencucian
W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan
sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30
detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column
diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL
Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan
kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi
kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi
yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit
untuk mengeringkan kolom matriks
d Elution
GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube
15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak
100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke
bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit
untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column
disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan
elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak
DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
28
347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)
DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et
al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan
dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10
menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting
yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel
rambut diganti)
Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan
disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer
(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada
microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan
suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit
pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm
beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan
disimpan pada suhu -20 ordmC
348 Uji Kuantifikasi DNA
Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji
kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL
DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette
DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus
menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi
dan tingkat kemurnian
29
349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)
Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR
master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-
ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT
CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL
DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke
dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas
kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR
mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre
denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing
54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final
extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali
3410 Elektroforesis dan Visualisasi
Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis
horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan
TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL
dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm
dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down
Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker
DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran
Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan
listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki
elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt
selama 60 menit
30
Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam
dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel
agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa
divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator
3411 Sequencing DNA
Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai
ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward
dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan
metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit
(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing
menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)
Malaysia)
35 Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif
(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil
sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis
dianalisis secara deskriptif
351 Analisis Bioinformatika
Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan
kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian
hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak
ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian
dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment
Editor 725 (Hall 2001)
31
Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-
base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)
menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base
similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99
Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple
Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak
MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan
variasi basa sampel
32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi
Berbeda
DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut
DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil
kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari
sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang
mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut
menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini
Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan
metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut
dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai
kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada
Tabel 1
Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua
metode hasil penelitian
Pengulangan ke-
Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)
Kit Konvensional Kit Konvensional
1 Angus 269 102 2100 11100
2 FH 207 109 7810 11720
3 Simmental 263 111 231 11340
Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi
Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah
dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut
33
dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode
sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata
nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah
246plusmn034 dan 107plusmn005
Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar
17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)
Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran
kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di
bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari
tahapan masing-masing metode
Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian
genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya
kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang
dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA
Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi
DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan
meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa
denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan
meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan
nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian
DNA yang baik (gt20)
Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah
nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein
Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al
34
2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini
protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada
nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi
protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat
Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh
lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik
Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode
konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit
yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode
konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti
protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan
mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al
1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses
PCR (Demeke amp Jenkins 2010)
Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa
dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA
diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun
nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang
baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan
konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen
(Demeke amp Jenkins 2010)
Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan
hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit
untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional
35
pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang
cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada
penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal
Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan
konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan
RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)
42 Konfirmasi Gen CEBPα
Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan
dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan
pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain
oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar
1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)
yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701
(Lampiran 4)
Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh
semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di
antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan
panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa
dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)
Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah
dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan
program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa
penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda
Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC
36
(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah
dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut
namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk
membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)
Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339
bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO
Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya
perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer
Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari
merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini
perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1
menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses
tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing
yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template
DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang
Target 1339
bp
37
sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA
teramplifikasi sempurna
Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi
Program PCR
Pre
Denaturation Denaturation Annealing Extension
Final
Extension Siklus
Penelitian
Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40
Referensi
Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35
Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32
He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32
Keterangan tanda () = menit tanda () = detik
43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis
menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh
empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black
(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan
(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean
(XM_0252690201)) (Tabel 3)
Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat
prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis
komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari
runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data
tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database
(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang
38
komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga
mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)
Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan
persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan
referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak
(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat
dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi
Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3
Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI
Sampel Spesies Breed GenBank Accesion
Query Cover
Max Iden
Bali
(B sondaicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Pasundan (B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99
Friesians Holstein
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Angus (B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Peranakan Ongole
(B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99
Simmental
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99
39
Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau
kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di
GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan
kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen
CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen
identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen
fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)
Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang
dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden
2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan
seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi
Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap
sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67
(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki
urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki
runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian
akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover
95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover
99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3)
44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali
Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan
runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4
40
Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi
Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil
ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada
empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo
(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau
Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada
sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)
yaitu terletak pada enam posisi berbeda
Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank
Spesies_Breed Posisi Runutan Basa
88
97
103
271
567
733
832
855
870
921
926
931
957
1088
1149
1175
1196
B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G
B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C
B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T
C
B taurus_Angus C C
B taurus_ Friesians Holstein C C
B taurus_ Simmental C C
B indicus_ Pasundan C C
B indicus_ Peranakan Ongole C C
B sondaicus_ Bali C A C G A
Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T
Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)
Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi
Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi
Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196
(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi
tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)
Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa
yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali
41
memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut
memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut
Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi
Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru
Thymine (T) = merah)
42
Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen
CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson
gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi
dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi
Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki
1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan
mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali
Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi
Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B
banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal
usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan
sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel
sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki
kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus
atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)
(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH
Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya
variasi basa yang ditemukan
Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali
terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan
adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis
kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan
keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah
mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode
43
yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe
dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)
Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan
dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)
(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis
Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi
keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali
(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan
pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al
2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi
karakteristik dari daging sapi Bali
Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et
al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki
kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan
menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et
al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga
mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat
dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan
dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)
Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk
menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin
(subtropis)
Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan
sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi
44
lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan
daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki
kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang
lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari
karkas yang diperoleh
45
BAB V
PENUTUP
51 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa
1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan
PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)
2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi
Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa
3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi
DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit
52 Saran
Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah
populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme
(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak
dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi
tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar
memperoleh hasil yang maksimal
46
DAFTAR PUSTAKA
Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka
Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)
Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular
Research 14(3) 9370ndash9383
Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research
24(13) 2623ndash2625
Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan
Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39
Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan
Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor
Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice
Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773
Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176
Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the
National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7
Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash
ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24
Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods
PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990
Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797
Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11
Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga
47
Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method
of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231
Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194
Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and
Pathology 3(2) 133ndash137
Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food
Research International 43(7) 1866ndash1873
Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology
Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the
Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076
He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle
Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969
Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27
Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and
Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26
Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R
(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science
and Technology 46(6) 909ndash916
Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839
Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from
hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289
Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and
Evolution 33(7) 1870ndash1874
Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer
Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683
Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon
D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To
48
Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of
Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764
Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription
factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742
Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)
Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485
Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology
Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)
Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On
Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087
Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali
(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128
Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9
Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On
Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335
Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A
Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in
Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20
Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash
441
Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect
On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81
Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor
Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam
Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156
Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C
A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle
49
Journal Animal Science 80 3077ndash3085
Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in
The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72
Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water
Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A
Review Meat Science 89(2) 111ndash124
Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374
Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat
[Skripsi] Institut Pertanian Bogor
Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes
transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504
Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)
Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6
Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure
Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75
Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E
Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among
Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158
Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)
Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The
Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299
Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip
Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle
Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020
Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots
In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451
50
Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp
Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with
Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33
Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan
Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from
httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395
Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian
Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470
Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for
bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594
Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole
(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional
Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)
Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan
Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)
Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273
Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian
Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354
Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds
Biodiversitas 17(1) 275ndash295
Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)
Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131
Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang
Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107
Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence
of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554
Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508
Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The
51
CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)
Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19
Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter
Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316
Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular
Research 11(2) 1651ndash1661
Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The
CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077
Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia
(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25
Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20
Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle
Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954
Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal
Science 50(11) 499ndash502
52
LAMPIRAN
Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data
Gen Bank
Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178
Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283
Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247
Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank
Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank
53
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)
Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel
NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian
1
Darah
Pasundan 601 867 173
2 Pasundan 602 1035 194
3 Peranakan Ongole 1691 278 309
4 Peranakan Ongole 1693 234 434
5 Bali 59 173 941
6 Bali 64 192 502
7
Rambut
Angus 171405 105 21
8 Friesians Holstein 310102 202 781
9 Friesians Holstein 310158 116 1134
10 Simmental 4490 22 231
11 Simmental 6115 116 1134
27
menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan
tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan
tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit
Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi
dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru
c Pencucian
W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan
sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30
detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column
diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL
Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan
kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi
kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi
yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit
untuk mengeringkan kolom matriks
d Elution
GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube
15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak
100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke
bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit
untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column
disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan
elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak
DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC
28
347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)
DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et
al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan
dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10
menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting
yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel
rambut diganti)
Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan
disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer
(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada
microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan
suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit
pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm
beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan
disimpan pada suhu -20 ordmC
348 Uji Kuantifikasi DNA
Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji
kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL
DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette
DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus
menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi
dan tingkat kemurnian
29
349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)
Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR
master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-
ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT
CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL
DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke
dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas
kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR
mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre
denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing
54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final
extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali
3410 Elektroforesis dan Visualisasi
Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis
horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan
TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL
dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm
dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down
Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker
DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran
Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan
listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki
elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt
selama 60 menit
30
Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam
dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel
agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa
divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator
3411 Sequencing DNA
Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai
ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward
dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan
metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit
(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing
menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)
Malaysia)
35 Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif
(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil
sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis
dianalisis secara deskriptif
351 Analisis Bioinformatika
Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan
kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian
hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak
ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian
dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment
Editor 725 (Hall 2001)
31
Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-
base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)
menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base
similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99
Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple
Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak
MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan
variasi basa sampel
32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi
Berbeda
DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut
DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil
kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari
sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang
mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut
menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini
Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan
metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut
dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai
kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada
Tabel 1
Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua
metode hasil penelitian
Pengulangan ke-
Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)
Kit Konvensional Kit Konvensional
1 Angus 269 102 2100 11100
2 FH 207 109 7810 11720
3 Simmental 263 111 231 11340
Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi
Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah
dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut
33
dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode
sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata
nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah
246plusmn034 dan 107plusmn005
Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar
17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)
Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran
kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di
bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari
tahapan masing-masing metode
Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian
genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya
kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang
dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA
Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi
DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan
meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa
denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan
meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan
nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian
DNA yang baik (gt20)
Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah
nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein
Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al
34
2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini
protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada
nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi
protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat
Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh
lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik
Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode
konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit
yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode
konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti
protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan
mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al
1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses
PCR (Demeke amp Jenkins 2010)
Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa
dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA
diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun
nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang
baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan
konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen
(Demeke amp Jenkins 2010)
Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan
hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit
untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional
35
pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang
cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada
penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal
Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan
konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan
RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)
42 Konfirmasi Gen CEBPα
Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan
dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan
pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain
oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar
1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)
yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701
(Lampiran 4)
Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh
semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di
antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan
panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa
dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)
Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah
dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan
program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa
penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda
Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC
36
(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah
dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut
namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk
membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)
Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339
bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO
Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya
perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer
Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari
merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini
perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1
menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses
tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing
yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template
DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang
Target 1339
bp
37
sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA
teramplifikasi sempurna
Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi
Program PCR
Pre
Denaturation Denaturation Annealing Extension
Final
Extension Siklus
Penelitian
Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40
Referensi
Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35
Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32
He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32
Keterangan tanda () = menit tanda () = detik
43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis
menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh
empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black
(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan
(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean
(XM_0252690201)) (Tabel 3)
Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat
prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis
komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari
runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data
tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database
(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang
38
komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga
mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)
Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan
persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan
referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak
(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat
dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi
Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3
Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI
Sampel Spesies Breed GenBank Accesion
Query Cover
Max Iden
Bali
(B sondaicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Pasundan (B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99
Friesians Holstein
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Angus (B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Peranakan Ongole
(B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99
Simmental
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99
39
Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau
kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di
GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan
kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen
CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen
identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen
fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)
Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang
dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden
2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan
seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi
Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap
sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67
(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki
urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki
runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian
akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover
95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover
99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3)
44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali
Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan
runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4
40
Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi
Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil
ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada
empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo
(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau
Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada
sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)
yaitu terletak pada enam posisi berbeda
Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank
Spesies_Breed Posisi Runutan Basa
88
97
103
271
567
733
832
855
870
921
926
931
957
1088
1149
1175
1196
B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G
B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C
B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T
C
B taurus_Angus C C
B taurus_ Friesians Holstein C C
B taurus_ Simmental C C
B indicus_ Pasundan C C
B indicus_ Peranakan Ongole C C
B sondaicus_ Bali C A C G A
Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T
Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)
Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi
Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi
Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196
(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi
tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)
Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa
yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali
41
memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut
memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut
Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi
Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru
Thymine (T) = merah)
42
Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen
CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson
gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi
dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi
Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki
1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan
mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali
Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi
Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B
banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal
usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan
sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel
sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki
kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus
atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)
(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH
Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya
variasi basa yang ditemukan
Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali
terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan
adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis
kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan
keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah
mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode
43
yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe
dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)
Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan
dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)
(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis
Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi
keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali
(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan
pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al
2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi
karakteristik dari daging sapi Bali
Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et
al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki
kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan
menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et
al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga
mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat
dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan
dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)
Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk
menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin
(subtropis)
Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan
sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi
44
lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan
daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki
kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang
lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari
karkas yang diperoleh
45
BAB V
PENUTUP
51 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa
1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan
PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)
2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi
Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa
3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi
DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit
52 Saran
Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah
populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme
(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak
dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi
tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar
memperoleh hasil yang maksimal
46
DAFTAR PUSTAKA
Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka
Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)
Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular
Research 14(3) 9370ndash9383
Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research
24(13) 2623ndash2625
Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan
Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39
Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan
Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor
Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice
Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773
Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176
Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the
National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7
Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash
ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24
Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods
PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990
Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797
Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11
Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga
47
Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method
of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231
Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194
Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and
Pathology 3(2) 133ndash137
Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food
Research International 43(7) 1866ndash1873
Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology
Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the
Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076
He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle
Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969
Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27
Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and
Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26
Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R
(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science
and Technology 46(6) 909ndash916
Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839
Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from
hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289
Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and
Evolution 33(7) 1870ndash1874
Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer
Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683
Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon
D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To
48
Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of
Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764
Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription
factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742
Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)
Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485
Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology
Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)
Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On
Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087
Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali
(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128
Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9
Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On
Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335
Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A
Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in
Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20
Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash
441
Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect
On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81
Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor
Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam
Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156
Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C
A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle
49
Journal Animal Science 80 3077ndash3085
Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in
The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72
Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water
Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A
Review Meat Science 89(2) 111ndash124
Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374
Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat
[Skripsi] Institut Pertanian Bogor
Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes
transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504
Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)
Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6
Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure
Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75
Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E
Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among
Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158
Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)
Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The
Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299
Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip
Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle
Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020
Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots
In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451
50
Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp
Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with
Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33
Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan
Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from
httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395
Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian
Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470
Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for
bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594
Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole
(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional
Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)
Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan
Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)
Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273
Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian
Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354
Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds
Biodiversitas 17(1) 275ndash295
Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)
Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131
Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang
Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107
Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence
of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554
Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508
Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The
51
CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)
Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19
Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter
Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316
Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular
Research 11(2) 1651ndash1661
Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The
CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077
Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia
(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25
Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20
Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle
Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954
Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal
Science 50(11) 499ndash502
52
LAMPIRAN
Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data
Gen Bank
Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178
Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283
Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247
Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank
Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank
53
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)
Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel
NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian
1
Darah
Pasundan 601 867 173
2 Pasundan 602 1035 194
3 Peranakan Ongole 1691 278 309
4 Peranakan Ongole 1693 234 434
5 Bali 59 173 941
6 Bali 64 192 502
7
Rambut
Angus 171405 105 21
8 Friesians Holstein 310102 202 781
9 Friesians Holstein 310158 116 1134
10 Simmental 4490 22 231
11 Simmental 6115 116 1134
28
347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)
DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et
al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan
dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10
menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting
yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel
rambut diganti)
Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan
disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer
(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada
microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan
suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit
pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm
beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan
disimpan pada suhu -20 ordmC
348 Uji Kuantifikasi DNA
Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji
kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL
DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette
DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus
menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi
dan tingkat kemurnian
29
349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)
Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR
master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-
ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT
CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL
DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke
dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas
kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR
mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre
denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing
54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final
extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali
3410 Elektroforesis dan Visualisasi
Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis
horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan
TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL
dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm
dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down
Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker
DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran
Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan
listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki
elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt
selama 60 menit
30
Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam
dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel
agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa
divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator
3411 Sequencing DNA
Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai
ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward
dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan
metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit
(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing
menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)
Malaysia)
35 Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif
(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil
sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis
dianalisis secara deskriptif
351 Analisis Bioinformatika
Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan
kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian
hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak
ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian
dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment
Editor 725 (Hall 2001)
31
Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-
base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)
menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base
similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99
Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple
Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak
MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan
variasi basa sampel
32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi
Berbeda
DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut
DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil
kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari
sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang
mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut
menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini
Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan
metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut
dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai
kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada
Tabel 1
Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua
metode hasil penelitian
Pengulangan ke-
Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)
Kit Konvensional Kit Konvensional
1 Angus 269 102 2100 11100
2 FH 207 109 7810 11720
3 Simmental 263 111 231 11340
Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi
Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah
dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut
33
dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode
sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata
nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah
246plusmn034 dan 107plusmn005
Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar
17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)
Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran
kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di
bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari
tahapan masing-masing metode
Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian
genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya
kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang
dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA
Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi
DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan
meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa
denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan
meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan
nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian
DNA yang baik (gt20)
Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah
nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein
Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al
34
2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini
protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada
nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi
protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat
Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh
lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik
Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode
konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit
yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode
konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti
protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan
mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al
1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses
PCR (Demeke amp Jenkins 2010)
Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa
dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA
diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun
nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang
baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan
konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen
(Demeke amp Jenkins 2010)
Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan
hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit
untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional
35
pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang
cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada
penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal
Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan
konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan
RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)
42 Konfirmasi Gen CEBPα
Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan
dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan
pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain
oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar
1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)
yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701
(Lampiran 4)
Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh
semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di
antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan
panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa
dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)
Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah
dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan
program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa
penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda
Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC
36
(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah
dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut
namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk
membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)
Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339
bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO
Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya
perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer
Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari
merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini
perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1
menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses
tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing
yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template
DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang
Target 1339
bp
37
sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA
teramplifikasi sempurna
Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi
Program PCR
Pre
Denaturation Denaturation Annealing Extension
Final
Extension Siklus
Penelitian
Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40
Referensi
Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35
Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32
He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32
Keterangan tanda () = menit tanda () = detik
43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis
menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh
empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black
(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan
(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean
(XM_0252690201)) (Tabel 3)
Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat
prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis
komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari
runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data
tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database
(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang
38
komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga
mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)
Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan
persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan
referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak
(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat
dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi
Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3
Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI
Sampel Spesies Breed GenBank Accesion
Query Cover
Max Iden
Bali
(B sondaicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Pasundan (B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99
Friesians Holstein
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Angus (B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Peranakan Ongole
(B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99
Simmental
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99
39
Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau
kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di
GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan
kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen
CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen
identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen
fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)
Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang
dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden
2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan
seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi
Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap
sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67
(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki
urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki
runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian
akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover
95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover
99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3)
44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali
Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan
runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4
40
Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi
Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil
ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada
empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo
(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau
Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada
sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)
yaitu terletak pada enam posisi berbeda
Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank
Spesies_Breed Posisi Runutan Basa
88
97
103
271
567
733
832
855
870
921
926
931
957
1088
1149
1175
1196
B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G
B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C
B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T
C
B taurus_Angus C C
B taurus_ Friesians Holstein C C
B taurus_ Simmental C C
B indicus_ Pasundan C C
B indicus_ Peranakan Ongole C C
B sondaicus_ Bali C A C G A
Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T
Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)
Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi
Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi
Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196
(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi
tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)
Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa
yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali
41
memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut
memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut
Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi
Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru
Thymine (T) = merah)
42
Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen
CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson
gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi
dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi
Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki
1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan
mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali
Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi
Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B
banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal
usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan
sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel
sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki
kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus
atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)
(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH
Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya
variasi basa yang ditemukan
Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali
terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan
adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis
kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan
keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah
mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode
43
yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe
dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)
Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan
dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)
(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis
Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi
keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali
(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan
pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al
2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi
karakteristik dari daging sapi Bali
Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et
al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki
kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan
menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et
al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga
mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat
dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan
dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)
Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk
menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin
(subtropis)
Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan
sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi
44
lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan
daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki
kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang
lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari
karkas yang diperoleh
45
BAB V
PENUTUP
51 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa
1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan
PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)
2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi
Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa
3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi
DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit
52 Saran
Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah
populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme
(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak
dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi
tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar
memperoleh hasil yang maksimal
46
DAFTAR PUSTAKA
Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka
Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)
Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular
Research 14(3) 9370ndash9383
Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research
24(13) 2623ndash2625
Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan
Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39
Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan
Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor
Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice
Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773
Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176
Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the
National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7
Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash
ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24
Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods
PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990
Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797
Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11
Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga
47
Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method
of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231
Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194
Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and
Pathology 3(2) 133ndash137
Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food
Research International 43(7) 1866ndash1873
Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology
Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the
Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076
He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle
Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969
Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27
Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and
Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26
Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R
(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science
and Technology 46(6) 909ndash916
Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839
Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from
hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289
Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and
Evolution 33(7) 1870ndash1874
Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer
Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683
Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon
D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To
48
Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of
Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764
Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription
factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742
Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)
Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485
Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology
Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)
Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On
Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087
Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali
(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128
Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9
Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On
Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335
Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A
Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in
Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20
Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash
441
Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect
On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81
Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor
Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam
Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156
Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C
A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle
49
Journal Animal Science 80 3077ndash3085
Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in
The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72
Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water
Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A
Review Meat Science 89(2) 111ndash124
Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374
Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat
[Skripsi] Institut Pertanian Bogor
Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes
transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504
Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)
Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6
Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure
Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75
Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E
Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among
Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158
Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)
Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The
Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299
Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip
Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle
Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020
Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots
In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451
50
Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp
Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with
Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33
Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan
Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from
httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395
Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian
Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470
Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for
bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594
Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole
(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional
Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)
Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan
Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)
Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273
Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian
Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354
Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds
Biodiversitas 17(1) 275ndash295
Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)
Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131
Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang
Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107
Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence
of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554
Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508
Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The
51
CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)
Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19
Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter
Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316
Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular
Research 11(2) 1651ndash1661
Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The
CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077
Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia
(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25
Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20
Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle
Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954
Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal
Science 50(11) 499ndash502
52
LAMPIRAN
Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data
Gen Bank
Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178
Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283
Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247
Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank
Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank
53
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)
Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel
NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian
1
Darah
Pasundan 601 867 173
2 Pasundan 602 1035 194
3 Peranakan Ongole 1691 278 309
4 Peranakan Ongole 1693 234 434
5 Bali 59 173 941
6 Bali 64 192 502
7
Rambut
Angus 171405 105 21
8 Friesians Holstein 310102 202 781
9 Friesians Holstein 310158 116 1134
10 Simmental 4490 22 231
11 Simmental 6115 116 1134
29
349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)
Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR
master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-
ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT
CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL
DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke
dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas
kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR
mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre
denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing
54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final
extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali
3410 Elektroforesis dan Visualisasi
Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis
horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan
TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL
dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm
dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down
Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker
DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran
Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan
listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki
elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt
selama 60 menit
30
Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam
dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel
agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa
divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator
3411 Sequencing DNA
Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai
ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward
dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan
metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit
(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing
menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)
Malaysia)
35 Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif
(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil
sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis
dianalisis secara deskriptif
351 Analisis Bioinformatika
Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan
kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian
hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak
ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian
dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment
Editor 725 (Hall 2001)
31
Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-
base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)
menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base
similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99
Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple
Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak
MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan
variasi basa sampel
32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi
Berbeda
DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut
DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil
kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari
sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang
mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut
menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini
Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan
metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut
dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai
kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada
Tabel 1
Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua
metode hasil penelitian
Pengulangan ke-
Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)
Kit Konvensional Kit Konvensional
1 Angus 269 102 2100 11100
2 FH 207 109 7810 11720
3 Simmental 263 111 231 11340
Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi
Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah
dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut
33
dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode
sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata
nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah
246plusmn034 dan 107plusmn005
Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar
17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)
Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran
kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di
bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari
tahapan masing-masing metode
Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian
genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya
kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang
dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA
Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi
DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan
meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa
denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan
meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan
nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian
DNA yang baik (gt20)
Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah
nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein
Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al
34
2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini
protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada
nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi
protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat
Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh
lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik
Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode
konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit
yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode
konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti
protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan
mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al
1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses
PCR (Demeke amp Jenkins 2010)
Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa
dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA
diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun
nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang
baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan
konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen
(Demeke amp Jenkins 2010)
Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan
hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit
untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional
35
pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang
cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada
penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal
Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan
konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan
RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)
42 Konfirmasi Gen CEBPα
Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan
dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan
pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain
oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar
1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)
yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701
(Lampiran 4)
Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh
semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di
antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan
panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa
dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)
Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah
dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan
program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa
penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda
Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC
36
(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah
dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut
namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk
membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)
Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339
bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO
Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya
perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer
Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari
merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini
perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1
menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses
tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing
yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template
DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang
Target 1339
bp
37
sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA
teramplifikasi sempurna
Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi
Program PCR
Pre
Denaturation Denaturation Annealing Extension
Final
Extension Siklus
Penelitian
Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40
Referensi
Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35
Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32
He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32
Keterangan tanda () = menit tanda () = detik
43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis
menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh
empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black
(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan
(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean
(XM_0252690201)) (Tabel 3)
Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat
prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis
komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari
runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data
tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database
(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang
38
komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga
mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)
Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan
persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan
referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak
(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat
dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi
Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3
Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI
Sampel Spesies Breed GenBank Accesion
Query Cover
Max Iden
Bali
(B sondaicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Pasundan (B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99
Friesians Holstein
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Angus (B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Peranakan Ongole
(B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99
Simmental
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99
39
Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau
kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di
GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan
kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen
CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen
identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen
fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)
Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang
dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden
2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan
seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi
Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap
sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67
(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki
urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki
runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian
akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover
95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover
99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3)
44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali
Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan
runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4
40
Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi
Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil
ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada
empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo
(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau
Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada
sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)
yaitu terletak pada enam posisi berbeda
Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank
Spesies_Breed Posisi Runutan Basa
88
97
103
271
567
733
832
855
870
921
926
931
957
1088
1149
1175
1196
B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G
B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C
B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T
C
B taurus_Angus C C
B taurus_ Friesians Holstein C C
B taurus_ Simmental C C
B indicus_ Pasundan C C
B indicus_ Peranakan Ongole C C
B sondaicus_ Bali C A C G A
Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T
Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)
Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi
Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi
Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196
(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi
tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)
Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa
yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali
41
memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut
memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut
Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi
Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru
Thymine (T) = merah)
42
Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen
CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson
gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi
dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi
Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki
1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan
mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali
Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi
Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B
banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal
usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan
sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel
sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki
kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus
atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)
(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH
Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya
variasi basa yang ditemukan
Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali
terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan
adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis
kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan
keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah
mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode
43
yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe
dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)
Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan
dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)
(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis
Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi
keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali
(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan
pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al
2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi
karakteristik dari daging sapi Bali
Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et
al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki
kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan
menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et
al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga
mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat
dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan
dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)
Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk
menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin
(subtropis)
Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan
sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi
44
lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan
daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki
kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang
lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari
karkas yang diperoleh
45
BAB V
PENUTUP
51 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa
1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan
PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)
2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi
Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa
3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi
DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit
52 Saran
Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah
populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme
(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak
dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi
tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar
memperoleh hasil yang maksimal
46
DAFTAR PUSTAKA
Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka
Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)
Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular
Research 14(3) 9370ndash9383
Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research
24(13) 2623ndash2625
Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan
Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39
Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan
Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor
Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice
Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773
Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176
Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the
National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7
Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash
ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24
Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods
PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990
Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797
Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11
Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga
47
Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method
of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231
Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194
Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and
Pathology 3(2) 133ndash137
Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food
Research International 43(7) 1866ndash1873
Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology
Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the
Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076
He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle
Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969
Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27
Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and
Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26
Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R
(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science
and Technology 46(6) 909ndash916
Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839
Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from
hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289
Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and
Evolution 33(7) 1870ndash1874
Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer
Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683
Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon
D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To
48
Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of
Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764
Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription
factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742
Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)
Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485
Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology
Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)
Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On
Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087
Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali
(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128
Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9
Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On
Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335
Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A
Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in
Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20
Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash
441
Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect
On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81
Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor
Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam
Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156
Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C
A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle
49
Journal Animal Science 80 3077ndash3085
Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in
The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72
Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water
Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A
Review Meat Science 89(2) 111ndash124
Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374
Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat
[Skripsi] Institut Pertanian Bogor
Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes
transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504
Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)
Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6
Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure
Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75
Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E
Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among
Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158
Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)
Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The
Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299
Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip
Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle
Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020
Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots
In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451
50
Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp
Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with
Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33
Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan
Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from
httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395
Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian
Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470
Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for
bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594
Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole
(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional
Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)
Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan
Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)
Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273
Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian
Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354
Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds
Biodiversitas 17(1) 275ndash295
Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)
Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131
Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang
Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107
Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence
of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554
Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508
Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The
51
CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)
Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19
Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter
Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316
Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular
Research 11(2) 1651ndash1661
Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The
CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077
Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia
(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25
Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20
Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle
Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954
Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal
Science 50(11) 499ndash502
52
LAMPIRAN
Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data
Gen Bank
Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178
Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283
Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247
Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank
Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank
53
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)
Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel
NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian
1
Darah
Pasundan 601 867 173
2 Pasundan 602 1035 194
3 Peranakan Ongole 1691 278 309
4 Peranakan Ongole 1693 234 434
5 Bali 59 173 941
6 Bali 64 192 502
7
Rambut
Angus 171405 105 21
8 Friesians Holstein 310102 202 781
9 Friesians Holstein 310158 116 1134
10 Simmental 4490 22 231
11 Simmental 6115 116 1134
30
Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam
dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel
agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa
divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator
3411 Sequencing DNA
Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai
ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward
dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan
metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit
(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing
menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)
Malaysia)
35 Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif
(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil
sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis
dianalisis secara deskriptif
351 Analisis Bioinformatika
Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan
kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian
hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak
ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian
dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment
Editor 725 (Hall 2001)
31
Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-
base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)
menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base
similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99
Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple
Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak
MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan
variasi basa sampel
32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi
Berbeda
DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut
DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil
kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari
sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang
mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut
menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini
Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan
metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut
dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai
kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada
Tabel 1
Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua
metode hasil penelitian
Pengulangan ke-
Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)
Kit Konvensional Kit Konvensional
1 Angus 269 102 2100 11100
2 FH 207 109 7810 11720
3 Simmental 263 111 231 11340
Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi
Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah
dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut
33
dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode
sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata
nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah
246plusmn034 dan 107plusmn005
Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar
17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)
Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran
kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di
bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari
tahapan masing-masing metode
Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian
genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya
kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang
dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA
Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi
DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan
meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa
denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan
meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan
nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian
DNA yang baik (gt20)
Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah
nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein
Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al
34
2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini
protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada
nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi
protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat
Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh
lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik
Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode
konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit
yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode
konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti
protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan
mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al
1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses
PCR (Demeke amp Jenkins 2010)
Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa
dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA
diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun
nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang
baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan
konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen
(Demeke amp Jenkins 2010)
Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan
hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit
untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional
35
pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang
cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada
penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal
Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan
konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan
RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)
42 Konfirmasi Gen CEBPα
Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan
dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan
pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain
oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar
1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)
yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701
(Lampiran 4)
Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh
semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di
antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan
panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa
dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)
Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah
dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan
program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa
penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda
Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC
36
(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah
dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut
namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk
membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)
Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339
bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO
Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya
perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer
Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari
merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini
perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1
menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses
tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing
yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template
DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang
Target 1339
bp
37
sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA
teramplifikasi sempurna
Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi
Program PCR
Pre
Denaturation Denaturation Annealing Extension
Final
Extension Siklus
Penelitian
Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40
Referensi
Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35
Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32
He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32
Keterangan tanda () = menit tanda () = detik
43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis
menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh
empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black
(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan
(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean
(XM_0252690201)) (Tabel 3)
Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat
prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis
komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari
runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data
tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database
(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang
38
komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga
mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)
Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan
persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan
referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak
(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat
dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi
Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3
Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI
Sampel Spesies Breed GenBank Accesion
Query Cover
Max Iden
Bali
(B sondaicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Pasundan (B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99
Friesians Holstein
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Angus (B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Peranakan Ongole
(B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99
Simmental
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99
39
Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau
kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di
GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan
kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen
CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen
identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen
fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)
Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang
dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden
2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan
seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi
Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap
sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67
(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki
urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki
runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian
akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover
95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover
99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3)
44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali
Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan
runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4
40
Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi
Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil
ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada
empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo
(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau
Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada
sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)
yaitu terletak pada enam posisi berbeda
Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank
Spesies_Breed Posisi Runutan Basa
88
97
103
271
567
733
832
855
870
921
926
931
957
1088
1149
1175
1196
B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G
B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C
B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T
C
B taurus_Angus C C
B taurus_ Friesians Holstein C C
B taurus_ Simmental C C
B indicus_ Pasundan C C
B indicus_ Peranakan Ongole C C
B sondaicus_ Bali C A C G A
Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T
Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)
Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi
Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi
Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196
(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi
tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)
Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa
yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali
41
memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut
memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut
Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi
Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru
Thymine (T) = merah)
42
Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen
CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson
gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi
dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi
Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki
1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan
mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali
Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi
Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B
banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal
usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan
sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel
sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki
kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus
atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)
(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH
Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya
variasi basa yang ditemukan
Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali
terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan
adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis
kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan
keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah
mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode
43
yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe
dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)
Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan
dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)
(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis
Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi
keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali
(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan
pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al
2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi
karakteristik dari daging sapi Bali
Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et
al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki
kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan
menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et
al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga
mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat
dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan
dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)
Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk
menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin
(subtropis)
Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan
sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi
44
lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan
daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki
kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang
lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari
karkas yang diperoleh
45
BAB V
PENUTUP
51 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa
1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan
PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)
2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi
Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa
3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi
DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit
52 Saran
Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah
populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme
(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak
dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi
tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar
memperoleh hasil yang maksimal
46
DAFTAR PUSTAKA
Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka
Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)
Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular
Research 14(3) 9370ndash9383
Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research
24(13) 2623ndash2625
Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan
Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39
Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan
Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor
Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice
Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773
Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176
Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the
National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7
Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash
ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24
Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods
PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990
Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797
Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11
Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga
47
Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method
of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231
Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194
Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and
Pathology 3(2) 133ndash137
Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food
Research International 43(7) 1866ndash1873
Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology
Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the
Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076
He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle
Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969
Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27
Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and
Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26
Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R
(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science
and Technology 46(6) 909ndash916
Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839
Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from
hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289
Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and
Evolution 33(7) 1870ndash1874
Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer
Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683
Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon
D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To
48
Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of
Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764
Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription
factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742
Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)
Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485
Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology
Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)
Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On
Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087
Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali
(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128
Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9
Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On
Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335
Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A
Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in
Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20
Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash
441
Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect
On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81
Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor
Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam
Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156
Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C
A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle
49
Journal Animal Science 80 3077ndash3085
Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in
The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72
Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water
Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A
Review Meat Science 89(2) 111ndash124
Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374
Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat
[Skripsi] Institut Pertanian Bogor
Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes
transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504
Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)
Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6
Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure
Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75
Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E
Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among
Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158
Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)
Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The
Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299
Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip
Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle
Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020
Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots
In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451
50
Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp
Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with
Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33
Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan
Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from
httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395
Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian
Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470
Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for
bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594
Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole
(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional
Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)
Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan
Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)
Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273
Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian
Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354
Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds
Biodiversitas 17(1) 275ndash295
Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)
Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131
Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang
Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107
Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence
of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554
Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508
Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The
51
CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)
Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19
Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter
Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316
Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular
Research 11(2) 1651ndash1661
Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The
CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077
Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia
(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25
Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20
Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle
Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954
Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal
Science 50(11) 499ndash502
52
LAMPIRAN
Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data
Gen Bank
Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178
Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283
Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247
Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank
Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank
53
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)
Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel
NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian
1
Darah
Pasundan 601 867 173
2 Pasundan 602 1035 194
3 Peranakan Ongole 1691 278 309
4 Peranakan Ongole 1693 234 434
5 Bali 59 173 941
6 Bali 64 192 502
7
Rambut
Angus 171405 105 21
8 Friesians Holstein 310102 202 781
9 Friesians Holstein 310158 116 1134
10 Simmental 4490 22 231
11 Simmental 6115 116 1134
31
Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-
base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)
menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base
similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99
Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple
Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak
MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan
variasi basa sampel
32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi
Berbeda
DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut
DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil
kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari
sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang
mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut
menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini
Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan
metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut
dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai
kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada
Tabel 1
Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua
metode hasil penelitian
Pengulangan ke-
Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)
Kit Konvensional Kit Konvensional
1 Angus 269 102 2100 11100
2 FH 207 109 7810 11720
3 Simmental 263 111 231 11340
Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi
Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah
dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut
33
dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode
sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata
nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah
246plusmn034 dan 107plusmn005
Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar
17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)
Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran
kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di
bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari
tahapan masing-masing metode
Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian
genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya
kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang
dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA
Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi
DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan
meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa
denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan
meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan
nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian
DNA yang baik (gt20)
Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah
nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein
Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al
34
2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini
protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada
nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi
protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat
Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh
lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik
Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode
konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit
yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode
konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti
protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan
mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al
1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses
PCR (Demeke amp Jenkins 2010)
Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa
dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA
diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun
nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang
baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan
konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen
(Demeke amp Jenkins 2010)
Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan
hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit
untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional
35
pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang
cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada
penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal
Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan
konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan
RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)
42 Konfirmasi Gen CEBPα
Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan
dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan
pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain
oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar
1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)
yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701
(Lampiran 4)
Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh
semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di
antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan
panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa
dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)
Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah
dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan
program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa
penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda
Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC
36
(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah
dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut
namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk
membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)
Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339
bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO
Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya
perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer
Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari
merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini
perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1
menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses
tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing
yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template
DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang
Target 1339
bp
37
sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA
teramplifikasi sempurna
Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi
Program PCR
Pre
Denaturation Denaturation Annealing Extension
Final
Extension Siklus
Penelitian
Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40
Referensi
Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35
Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32
He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32
Keterangan tanda () = menit tanda () = detik
43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis
menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh
empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black
(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan
(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean
(XM_0252690201)) (Tabel 3)
Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat
prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis
komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari
runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data
tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database
(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang
38
komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga
mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)
Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan
persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan
referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak
(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat
dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi
Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3
Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI
Sampel Spesies Breed GenBank Accesion
Query Cover
Max Iden
Bali
(B sondaicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Pasundan (B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99
Friesians Holstein
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Angus (B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Peranakan Ongole
(B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99
Simmental
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99
39
Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau
kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di
GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan
kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen
CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen
identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen
fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)
Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang
dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden
2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan
seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi
Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap
sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67
(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki
urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki
runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian
akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover
95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover
99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3)
44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali
Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan
runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4
40
Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi
Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil
ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada
empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo
(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau
Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada
sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)
yaitu terletak pada enam posisi berbeda
Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank
Spesies_Breed Posisi Runutan Basa
88
97
103
271
567
733
832
855
870
921
926
931
957
1088
1149
1175
1196
B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G
B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C
B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T
C
B taurus_Angus C C
B taurus_ Friesians Holstein C C
B taurus_ Simmental C C
B indicus_ Pasundan C C
B indicus_ Peranakan Ongole C C
B sondaicus_ Bali C A C G A
Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T
Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)
Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi
Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi
Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196
(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi
tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)
Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa
yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali
41
memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut
memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut
Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi
Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru
Thymine (T) = merah)
42
Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen
CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson
gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi
dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi
Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki
1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan
mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali
Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi
Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B
banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal
usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan
sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel
sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki
kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus
atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)
(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH
Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya
variasi basa yang ditemukan
Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali
terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan
adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis
kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan
keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah
mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode
43
yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe
dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)
Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan
dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)
(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis
Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi
keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali
(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan
pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al
2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi
karakteristik dari daging sapi Bali
Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et
al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki
kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan
menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et
al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga
mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat
dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan
dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)
Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk
menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin
(subtropis)
Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan
sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi
44
lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan
daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki
kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang
lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari
karkas yang diperoleh
45
BAB V
PENUTUP
51 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa
1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan
PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)
2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi
Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa
3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi
DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit
52 Saran
Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah
populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme
(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak
dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi
tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar
memperoleh hasil yang maksimal
46
DAFTAR PUSTAKA
Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka
Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)
Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular
Research 14(3) 9370ndash9383
Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research
24(13) 2623ndash2625
Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan
Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39
Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan
Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor
Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice
Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773
Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176
Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the
National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7
Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash
ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24
Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods
PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990
Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797
Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11
Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga
47
Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method
of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231
Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194
Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and
Pathology 3(2) 133ndash137
Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food
Research International 43(7) 1866ndash1873
Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology
Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the
Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076
He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle
Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969
Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27
Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and
Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26
Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R
(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science
and Technology 46(6) 909ndash916
Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839
Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from
hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289
Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and
Evolution 33(7) 1870ndash1874
Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer
Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683
Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon
D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To
48
Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of
Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764
Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription
factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742
Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)
Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485
Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology
Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)
Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On
Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087
Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali
(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128
Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9
Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On
Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335
Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A
Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in
Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20
Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash
441
Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect
On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81
Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor
Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam
Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156
Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C
A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle
49
Journal Animal Science 80 3077ndash3085
Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in
The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72
Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water
Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A
Review Meat Science 89(2) 111ndash124
Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374
Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat
[Skripsi] Institut Pertanian Bogor
Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes
transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504
Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)
Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6
Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure
Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75
Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E
Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among
Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158
Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)
Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The
Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299
Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip
Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle
Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020
Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots
In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451
50
Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp
Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with
Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33
Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan
Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from
httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395
Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian
Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470
Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for
bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594
Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole
(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional
Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)
Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan
Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)
Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273
Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian
Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354
Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds
Biodiversitas 17(1) 275ndash295
Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)
Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131
Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang
Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107
Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence
of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554
Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508
Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The
51
CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)
Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19
Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter
Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316
Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular
Research 11(2) 1651ndash1661
Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The
CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077
Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia
(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25
Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20
Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle
Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954
Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal
Science 50(11) 499ndash502
52
LAMPIRAN
Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data
Gen Bank
Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178
Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283
Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247
Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank
Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank
53
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)
Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel
NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian
1
Darah
Pasundan 601 867 173
2 Pasundan 602 1035 194
3 Peranakan Ongole 1691 278 309
4 Peranakan Ongole 1693 234 434
5 Bali 59 173 941
6 Bali 64 192 502
7
Rambut
Angus 171405 105 21
8 Friesians Holstein 310102 202 781
9 Friesians Holstein 310158 116 1134
10 Simmental 4490 22 231
11 Simmental 6115 116 1134
32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi
Berbeda
DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut
DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil
kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari
sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang
mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut
menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini
Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan
metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut
dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai
kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada
Tabel 1
Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua
metode hasil penelitian
Pengulangan ke-
Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)
Kit Konvensional Kit Konvensional
1 Angus 269 102 2100 11100
2 FH 207 109 7810 11720
3 Simmental 263 111 231 11340
Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi
Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah
dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut
33
dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode
sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata
nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah
246plusmn034 dan 107plusmn005
Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar
17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)
Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran
kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di
bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari
tahapan masing-masing metode
Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian
genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya
kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang
dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA
Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi
DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan
meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa
denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan
meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan
nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian
DNA yang baik (gt20)
Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah
nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein
Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al
34
2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini
protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada
nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi
protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat
Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh
lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik
Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode
konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit
yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode
konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti
protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan
mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al
1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses
PCR (Demeke amp Jenkins 2010)
Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa
dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA
diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun
nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang
baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan
konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen
(Demeke amp Jenkins 2010)
Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan
hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit
untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional
35
pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang
cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada
penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal
Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan
konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan
RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)
42 Konfirmasi Gen CEBPα
Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan
dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan
pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain
oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar
1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)
yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701
(Lampiran 4)
Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh
semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di
antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan
panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa
dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)
Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah
dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan
program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa
penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda
Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC
36
(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah
dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut
namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk
membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)
Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339
bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO
Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya
perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer
Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari
merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini
perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1
menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses
tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing
yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template
DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang
Target 1339
bp
37
sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA
teramplifikasi sempurna
Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi
Program PCR
Pre
Denaturation Denaturation Annealing Extension
Final
Extension Siklus
Penelitian
Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40
Referensi
Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35
Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32
He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32
Keterangan tanda () = menit tanda () = detik
43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis
menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh
empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black
(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan
(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean
(XM_0252690201)) (Tabel 3)
Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat
prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis
komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari
runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data
tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database
(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang
38
komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga
mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)
Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan
persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan
referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak
(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat
dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi
Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3
Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI
Sampel Spesies Breed GenBank Accesion
Query Cover
Max Iden
Bali
(B sondaicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Pasundan (B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99
Friesians Holstein
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Angus (B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Peranakan Ongole
(B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99
Simmental
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99
39
Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau
kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di
GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan
kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen
CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen
identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen
fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)
Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang
dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden
2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan
seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi
Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap
sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67
(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki
urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki
runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian
akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover
95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover
99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3)
44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali
Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan
runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4
40
Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi
Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil
ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada
empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo
(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau
Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada
sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)
yaitu terletak pada enam posisi berbeda
Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank
Spesies_Breed Posisi Runutan Basa
88
97
103
271
567
733
832
855
870
921
926
931
957
1088
1149
1175
1196
B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G
B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C
B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T
C
B taurus_Angus C C
B taurus_ Friesians Holstein C C
B taurus_ Simmental C C
B indicus_ Pasundan C C
B indicus_ Peranakan Ongole C C
B sondaicus_ Bali C A C G A
Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T
Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)
Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi
Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi
Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196
(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi
tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)
Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa
yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali
41
memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut
memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut
Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi
Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru
Thymine (T) = merah)
42
Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen
CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson
gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi
dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi
Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki
1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan
mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali
Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi
Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B
banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal
usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan
sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel
sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki
kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus
atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)
(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH
Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya
variasi basa yang ditemukan
Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali
terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan
adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis
kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan
keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah
mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode
43
yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe
dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)
Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan
dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)
(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis
Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi
keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali
(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan
pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al
2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi
karakteristik dari daging sapi Bali
Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et
al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki
kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan
menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et
al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga
mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat
dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan
dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)
Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk
menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin
(subtropis)
Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan
sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi
44
lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan
daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki
kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang
lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari
karkas yang diperoleh
45
BAB V
PENUTUP
51 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa
1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan
PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)
2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi
Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa
3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi
DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit
52 Saran
Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah
populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme
(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak
dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi
tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar
memperoleh hasil yang maksimal
46
DAFTAR PUSTAKA
Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka
Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)
Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular
Research 14(3) 9370ndash9383
Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research
24(13) 2623ndash2625
Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan
Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39
Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan
Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor
Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice
Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773
Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176
Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the
National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7
Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash
ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24
Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods
PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990
Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797
Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11
Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga
47
Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method
of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231
Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194
Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and
Pathology 3(2) 133ndash137
Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food
Research International 43(7) 1866ndash1873
Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology
Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the
Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076
He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle
Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969
Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27
Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and
Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26
Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R
(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science
and Technology 46(6) 909ndash916
Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839
Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from
hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289
Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and
Evolution 33(7) 1870ndash1874
Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer
Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683
Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon
D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To
48
Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of
Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764
Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription
factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742
Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)
Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485
Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology
Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)
Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On
Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087
Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali
(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128
Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9
Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On
Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335
Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A
Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in
Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20
Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash
441
Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect
On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81
Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor
Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam
Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156
Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C
A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle
49
Journal Animal Science 80 3077ndash3085
Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in
The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72
Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water
Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A
Review Meat Science 89(2) 111ndash124
Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374
Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat
[Skripsi] Institut Pertanian Bogor
Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes
transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504
Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)
Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6
Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure
Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75
Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E
Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among
Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158
Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)
Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The
Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299
Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip
Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle
Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020
Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots
In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451
50
Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp
Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with
Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33
Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan
Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from
httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395
Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian
Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470
Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for
bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594
Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole
(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional
Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)
Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan
Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)
Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273
Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian
Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354
Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds
Biodiversitas 17(1) 275ndash295
Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)
Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131
Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang
Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107
Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence
of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554
Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508
Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The
51
CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)
Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19
Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter
Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316
Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular
Research 11(2) 1651ndash1661
Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The
CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077
Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia
(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25
Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20
Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle
Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954
Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal
Science 50(11) 499ndash502
52
LAMPIRAN
Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data
Gen Bank
Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178
Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283
Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247
Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank
Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank
53
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)
Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel
NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian
1
Darah
Pasundan 601 867 173
2 Pasundan 602 1035 194
3 Peranakan Ongole 1691 278 309
4 Peranakan Ongole 1693 234 434
5 Bali 59 173 941
6 Bali 64 192 502
7
Rambut
Angus 171405 105 21
8 Friesians Holstein 310102 202 781
9 Friesians Holstein 310158 116 1134
10 Simmental 4490 22 231
11 Simmental 6115 116 1134
33
dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode
sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata
nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah
246plusmn034 dan 107plusmn005
Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar
17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)
Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran
kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di
bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari
tahapan masing-masing metode
Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian
genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya
kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang
dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA
Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi
DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan
meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa
denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan
meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan
nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian
DNA yang baik (gt20)
Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah
nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein
Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al
34
2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini
protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada
nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi
protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat
Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh
lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik
Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode
konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit
yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode
konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti
protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan
mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al
1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses
PCR (Demeke amp Jenkins 2010)
Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa
dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA
diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun
nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang
baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan
konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen
(Demeke amp Jenkins 2010)
Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan
hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit
untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional
35
pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang
cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada
penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal
Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan
konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan
RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)
42 Konfirmasi Gen CEBPα
Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan
dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan
pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain
oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar
1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)
yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701
(Lampiran 4)
Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh
semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di
antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan
panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa
dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)
Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah
dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan
program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa
penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda
Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC
36
(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah
dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut
namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk
membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)
Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339
bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO
Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya
perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer
Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari
merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini
perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1
menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses
tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing
yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template
DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang
Target 1339
bp
37
sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA
teramplifikasi sempurna
Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi
Program PCR
Pre
Denaturation Denaturation Annealing Extension
Final
Extension Siklus
Penelitian
Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40
Referensi
Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35
Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32
He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32
Keterangan tanda () = menit tanda () = detik
43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis
menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh
empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black
(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan
(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean
(XM_0252690201)) (Tabel 3)
Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat
prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis
komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari
runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data
tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database
(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang
38
komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga
mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)
Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan
persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan
referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak
(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat
dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi
Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3
Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI
Sampel Spesies Breed GenBank Accesion
Query Cover
Max Iden
Bali
(B sondaicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Pasundan (B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99
Friesians Holstein
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Angus (B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Peranakan Ongole
(B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99
Simmental
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99
39
Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau
kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di
GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan
kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen
CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen
identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen
fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)
Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang
dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden
2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan
seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi
Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap
sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67
(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki
urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki
runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian
akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover
95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover
99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3)
44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali
Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan
runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4
40
Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi
Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil
ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada
empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo
(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau
Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada
sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)
yaitu terletak pada enam posisi berbeda
Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank
Spesies_Breed Posisi Runutan Basa
88
97
103
271
567
733
832
855
870
921
926
931
957
1088
1149
1175
1196
B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G
B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C
B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T
C
B taurus_Angus C C
B taurus_ Friesians Holstein C C
B taurus_ Simmental C C
B indicus_ Pasundan C C
B indicus_ Peranakan Ongole C C
B sondaicus_ Bali C A C G A
Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T
Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)
Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi
Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi
Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196
(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi
tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)
Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa
yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali
41
memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut
memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut
Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi
Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru
Thymine (T) = merah)
42
Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen
CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson
gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi
dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi
Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki
1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan
mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali
Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi
Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B
banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal
usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan
sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel
sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki
kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus
atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)
(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH
Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya
variasi basa yang ditemukan
Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali
terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan
adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis
kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan
keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah
mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode
43
yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe
dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)
Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan
dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)
(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis
Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi
keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali
(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan
pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al
2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi
karakteristik dari daging sapi Bali
Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et
al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki
kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan
menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et
al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga
mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat
dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan
dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)
Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk
menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin
(subtropis)
Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan
sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi
44
lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan
daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki
kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang
lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari
karkas yang diperoleh
45
BAB V
PENUTUP
51 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa
1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan
PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)
2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi
Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa
3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi
DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit
52 Saran
Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah
populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme
(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak
dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi
tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar
memperoleh hasil yang maksimal
46
DAFTAR PUSTAKA
Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka
Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)
Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular
Research 14(3) 9370ndash9383
Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research
24(13) 2623ndash2625
Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan
Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39
Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan
Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor
Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice
Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773
Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176
Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the
National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7
Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash
ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24
Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods
PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990
Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797
Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11
Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga
47
Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method
of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231
Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194
Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and
Pathology 3(2) 133ndash137
Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food
Research International 43(7) 1866ndash1873
Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology
Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the
Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076
He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle
Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969
Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27
Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and
Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26
Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R
(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science
and Technology 46(6) 909ndash916
Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839
Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from
hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289
Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and
Evolution 33(7) 1870ndash1874
Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer
Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683
Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon
D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To
48
Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of
Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764
Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription
factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742
Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)
Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485
Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology
Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)
Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On
Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087
Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali
(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128
Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9
Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On
Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335
Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A
Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in
Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20
Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash
441
Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect
On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81
Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor
Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam
Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156
Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C
A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle
49
Journal Animal Science 80 3077ndash3085
Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in
The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72
Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water
Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A
Review Meat Science 89(2) 111ndash124
Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374
Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat
[Skripsi] Institut Pertanian Bogor
Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes
transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504
Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)
Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6
Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure
Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75
Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E
Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among
Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158
Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)
Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The
Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299
Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip
Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle
Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020
Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots
In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451
50
Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp
Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with
Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33
Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan
Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from
httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395
Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian
Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470
Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for
bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594
Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole
(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional
Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)
Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan
Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)
Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273
Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian
Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354
Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds
Biodiversitas 17(1) 275ndash295
Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)
Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131
Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang
Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107
Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence
of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554
Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508
Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The
51
CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)
Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19
Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter
Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316
Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular
Research 11(2) 1651ndash1661
Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The
CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077
Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia
(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25
Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20
Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle
Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954
Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal
Science 50(11) 499ndash502
52
LAMPIRAN
Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data
Gen Bank
Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178
Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283
Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247
Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank
Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank
53
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)
Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel
NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian
1
Darah
Pasundan 601 867 173
2 Pasundan 602 1035 194
3 Peranakan Ongole 1691 278 309
4 Peranakan Ongole 1693 234 434
5 Bali 59 173 941
6 Bali 64 192 502
7
Rambut
Angus 171405 105 21
8 Friesians Holstein 310102 202 781
9 Friesians Holstein 310158 116 1134
10 Simmental 4490 22 231
11 Simmental 6115 116 1134
34
2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini
protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada
nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi
protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat
Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh
lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik
Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode
konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit
yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode
konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti
protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan
mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al
1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses
PCR (Demeke amp Jenkins 2010)
Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa
dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA
diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun
nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang
baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan
konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen
(Demeke amp Jenkins 2010)
Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan
hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit
untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional
35
pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang
cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada
penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal
Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan
konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan
RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)
42 Konfirmasi Gen CEBPα
Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan
dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan
pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain
oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar
1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)
yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701
(Lampiran 4)
Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh
semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di
antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan
panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa
dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)
Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah
dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan
program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa
penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda
Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC
36
(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah
dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut
namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk
membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)
Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339
bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO
Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya
perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer
Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari
merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini
perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1
menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses
tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing
yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template
DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang
Target 1339
bp
37
sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA
teramplifikasi sempurna
Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi
Program PCR
Pre
Denaturation Denaturation Annealing Extension
Final
Extension Siklus
Penelitian
Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40
Referensi
Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35
Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32
He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32
Keterangan tanda () = menit tanda () = detik
43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis
menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh
empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black
(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan
(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean
(XM_0252690201)) (Tabel 3)
Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat
prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis
komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari
runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data
tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database
(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang
38
komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga
mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)
Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan
persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan
referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak
(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat
dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi
Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3
Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI
Sampel Spesies Breed GenBank Accesion
Query Cover
Max Iden
Bali
(B sondaicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Pasundan (B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99
Friesians Holstein
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Angus (B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Peranakan Ongole
(B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99
Simmental
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99
39
Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau
kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di
GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan
kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen
CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen
identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen
fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)
Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang
dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden
2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan
seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi
Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap
sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67
(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki
urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki
runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian
akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover
95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover
99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3)
44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali
Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan
runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4
40
Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi
Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil
ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada
empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo
(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau
Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada
sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)
yaitu terletak pada enam posisi berbeda
Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank
Spesies_Breed Posisi Runutan Basa
88
97
103
271
567
733
832
855
870
921
926
931
957
1088
1149
1175
1196
B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G
B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C
B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T
C
B taurus_Angus C C
B taurus_ Friesians Holstein C C
B taurus_ Simmental C C
B indicus_ Pasundan C C
B indicus_ Peranakan Ongole C C
B sondaicus_ Bali C A C G A
Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T
Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)
Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi
Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi
Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196
(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi
tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)
Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa
yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali
41
memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut
memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut
Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi
Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru
Thymine (T) = merah)
42
Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen
CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson
gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi
dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi
Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki
1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan
mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali
Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi
Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B
banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal
usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan
sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel
sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki
kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus
atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)
(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH
Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya
variasi basa yang ditemukan
Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali
terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan
adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis
kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan
keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah
mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode
43
yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe
dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)
Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan
dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)
(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis
Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi
keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali
(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan
pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al
2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi
karakteristik dari daging sapi Bali
Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et
al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki
kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan
menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et
al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga
mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat
dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan
dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)
Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk
menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin
(subtropis)
Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan
sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi
44
lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan
daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki
kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang
lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari
karkas yang diperoleh
45
BAB V
PENUTUP
51 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa
1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan
PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)
2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi
Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa
3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi
DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit
52 Saran
Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah
populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme
(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak
dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi
tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar
memperoleh hasil yang maksimal
46
DAFTAR PUSTAKA
Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka
Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)
Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular
Research 14(3) 9370ndash9383
Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research
24(13) 2623ndash2625
Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan
Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39
Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan
Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor
Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice
Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773
Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176
Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the
National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7
Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash
ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24
Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods
PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990
Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797
Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11
Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga
47
Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method
of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231
Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194
Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and
Pathology 3(2) 133ndash137
Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food
Research International 43(7) 1866ndash1873
Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology
Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the
Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076
He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle
Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969
Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27
Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and
Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26
Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R
(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science
and Technology 46(6) 909ndash916
Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839
Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from
hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289
Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and
Evolution 33(7) 1870ndash1874
Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer
Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683
Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon
D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To
48
Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of
Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764
Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription
factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742
Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)
Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485
Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology
Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)
Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On
Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087
Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali
(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128
Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9
Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On
Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335
Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A
Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in
Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20
Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash
441
Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect
On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81
Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor
Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam
Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156
Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C
A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle
49
Journal Animal Science 80 3077ndash3085
Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in
The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72
Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water
Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A
Review Meat Science 89(2) 111ndash124
Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374
Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat
[Skripsi] Institut Pertanian Bogor
Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes
transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504
Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)
Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6
Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure
Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75
Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E
Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among
Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158
Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)
Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The
Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299
Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip
Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle
Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020
Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots
In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451
50
Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp
Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with
Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33
Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan
Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from
httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395
Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian
Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470
Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for
bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594
Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole
(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional
Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)
Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan
Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)
Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273
Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian
Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354
Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds
Biodiversitas 17(1) 275ndash295
Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)
Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131
Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang
Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107
Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence
of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554
Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508
Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The
51
CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)
Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19
Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter
Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316
Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular
Research 11(2) 1651ndash1661
Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The
CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077
Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia
(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25
Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20
Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle
Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954
Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal
Science 50(11) 499ndash502
52
LAMPIRAN
Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data
Gen Bank
Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178
Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283
Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247
Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank
Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank
53
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)
Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel
NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian
1
Darah
Pasundan 601 867 173
2 Pasundan 602 1035 194
3 Peranakan Ongole 1691 278 309
4 Peranakan Ongole 1693 234 434
5 Bali 59 173 941
6 Bali 64 192 502
7
Rambut
Angus 171405 105 21
8 Friesians Holstein 310102 202 781
9 Friesians Holstein 310158 116 1134
10 Simmental 4490 22 231
11 Simmental 6115 116 1134
35
pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang
cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada
penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal
Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan
konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan
RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)
42 Konfirmasi Gen CEBPα
Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan
dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan
pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain
oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar
1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)
yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701
(Lampiran 4)
Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh
semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di
antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan
panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa
dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)
Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah
dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan
program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa
penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda
Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC
36
(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah
dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut
namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk
membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)
Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339
bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO
Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya
perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer
Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari
merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini
perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1
menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses
tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing
yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template
DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang
Target 1339
bp
37
sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA
teramplifikasi sempurna
Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi
Program PCR
Pre
Denaturation Denaturation Annealing Extension
Final
Extension Siklus
Penelitian
Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40
Referensi
Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35
Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32
He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32
Keterangan tanda () = menit tanda () = detik
43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis
menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh
empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black
(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan
(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean
(XM_0252690201)) (Tabel 3)
Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat
prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis
komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari
runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data
tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database
(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang
38
komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga
mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)
Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan
persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan
referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak
(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat
dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi
Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3
Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI
Sampel Spesies Breed GenBank Accesion
Query Cover
Max Iden
Bali
(B sondaicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Pasundan (B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99
Friesians Holstein
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Angus (B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Peranakan Ongole
(B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99
Simmental
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99
39
Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau
kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di
GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan
kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen
CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen
identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen
fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)
Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang
dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden
2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan
seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi
Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap
sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67
(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki
urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki
runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian
akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover
95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover
99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3)
44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali
Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan
runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4
40
Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi
Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil
ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada
empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo
(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau
Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada
sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)
yaitu terletak pada enam posisi berbeda
Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank
Spesies_Breed Posisi Runutan Basa
88
97
103
271
567
733
832
855
870
921
926
931
957
1088
1149
1175
1196
B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G
B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C
B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T
C
B taurus_Angus C C
B taurus_ Friesians Holstein C C
B taurus_ Simmental C C
B indicus_ Pasundan C C
B indicus_ Peranakan Ongole C C
B sondaicus_ Bali C A C G A
Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T
Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)
Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi
Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi
Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196
(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi
tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)
Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa
yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali
41
memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut
memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut
Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi
Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru
Thymine (T) = merah)
42
Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen
CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson
gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi
dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi
Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki
1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan
mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali
Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi
Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B
banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal
usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan
sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel
sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki
kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus
atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)
(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH
Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya
variasi basa yang ditemukan
Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali
terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan
adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis
kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan
keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah
mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode
43
yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe
dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)
Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan
dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)
(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis
Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi
keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali
(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan
pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al
2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi
karakteristik dari daging sapi Bali
Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et
al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki
kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan
menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et
al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga
mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat
dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan
dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)
Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk
menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin
(subtropis)
Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan
sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi
44
lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan
daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki
kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang
lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari
karkas yang diperoleh
45
BAB V
PENUTUP
51 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa
1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan
PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)
2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi
Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa
3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi
DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit
52 Saran
Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah
populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme
(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak
dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi
tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar
memperoleh hasil yang maksimal
46
DAFTAR PUSTAKA
Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka
Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)
Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular
Research 14(3) 9370ndash9383
Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research
24(13) 2623ndash2625
Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan
Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39
Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan
Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor
Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice
Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773
Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176
Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the
National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7
Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash
ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24
Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods
PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990
Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797
Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11
Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga
47
Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method
of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231
Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194
Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and
Pathology 3(2) 133ndash137
Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food
Research International 43(7) 1866ndash1873
Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology
Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the
Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076
He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle
Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969
Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27
Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and
Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26
Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R
(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science
and Technology 46(6) 909ndash916
Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839
Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from
hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289
Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and
Evolution 33(7) 1870ndash1874
Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer
Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683
Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon
D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To
48
Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of
Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764
Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription
factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742
Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)
Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485
Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology
Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)
Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On
Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087
Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali
(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128
Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9
Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On
Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335
Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A
Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in
Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20
Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash
441
Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect
On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81
Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor
Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam
Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156
Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C
A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle
49
Journal Animal Science 80 3077ndash3085
Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in
The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72
Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water
Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A
Review Meat Science 89(2) 111ndash124
Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374
Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat
[Skripsi] Institut Pertanian Bogor
Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes
transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504
Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)
Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6
Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure
Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75
Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E
Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among
Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158
Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)
Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The
Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299
Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip
Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle
Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020
Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots
In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451
50
Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp
Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with
Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33
Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan
Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from
httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395
Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian
Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470
Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for
bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594
Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole
(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional
Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)
Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan
Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)
Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273
Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian
Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354
Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds
Biodiversitas 17(1) 275ndash295
Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)
Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131
Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang
Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107
Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence
of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554
Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508
Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The
51
CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)
Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19
Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter
Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316
Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular
Research 11(2) 1651ndash1661
Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The
CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077
Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia
(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25
Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20
Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle
Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954
Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal
Science 50(11) 499ndash502
52
LAMPIRAN
Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data
Gen Bank
Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178
Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283
Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247
Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank
Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank
53
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)
Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel
NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian
1
Darah
Pasundan 601 867 173
2 Pasundan 602 1035 194
3 Peranakan Ongole 1691 278 309
4 Peranakan Ongole 1693 234 434
5 Bali 59 173 941
6 Bali 64 192 502
7
Rambut
Angus 171405 105 21
8 Friesians Holstein 310102 202 781
9 Friesians Holstein 310158 116 1134
10 Simmental 4490 22 231
11 Simmental 6115 116 1134
36
(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah
dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut
namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk
membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)
Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339
bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO
Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya
perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer
Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari
merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini
perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1
menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses
tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing
yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template
DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang
Target 1339
bp
37
sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA
teramplifikasi sempurna
Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi
Program PCR
Pre
Denaturation Denaturation Annealing Extension
Final
Extension Siklus
Penelitian
Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40
Referensi
Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35
Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32
He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32
Keterangan tanda () = menit tanda () = detik
43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis
menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh
empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black
(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan
(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean
(XM_0252690201)) (Tabel 3)
Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat
prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis
komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari
runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data
tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database
(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang
38
komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga
mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)
Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan
persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan
referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak
(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat
dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi
Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3
Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI
Sampel Spesies Breed GenBank Accesion
Query Cover
Max Iden
Bali
(B sondaicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Pasundan (B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99
Friesians Holstein
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Angus (B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Peranakan Ongole
(B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99
Simmental
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99
39
Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau
kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di
GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan
kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen
CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen
identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen
fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)
Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang
dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden
2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan
seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi
Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap
sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67
(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki
urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki
runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian
akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover
95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover
99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3)
44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali
Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan
runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4
40
Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi
Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil
ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada
empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo
(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau
Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada
sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)
yaitu terletak pada enam posisi berbeda
Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank
Spesies_Breed Posisi Runutan Basa
88
97
103
271
567
733
832
855
870
921
926
931
957
1088
1149
1175
1196
B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G
B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C
B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T
C
B taurus_Angus C C
B taurus_ Friesians Holstein C C
B taurus_ Simmental C C
B indicus_ Pasundan C C
B indicus_ Peranakan Ongole C C
B sondaicus_ Bali C A C G A
Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T
Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)
Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi
Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi
Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196
(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi
tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)
Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa
yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali
41
memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut
memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut
Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi
Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru
Thymine (T) = merah)
42
Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen
CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson
gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi
dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi
Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki
1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan
mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali
Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi
Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B
banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal
usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan
sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel
sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki
kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus
atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)
(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH
Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya
variasi basa yang ditemukan
Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali
terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan
adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis
kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan
keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah
mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode
43
yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe
dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)
Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan
dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)
(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis
Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi
keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali
(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan
pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al
2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi
karakteristik dari daging sapi Bali
Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et
al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki
kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan
menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et
al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga
mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat
dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan
dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)
Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk
menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin
(subtropis)
Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan
sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi
44
lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan
daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki
kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang
lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari
karkas yang diperoleh
45
BAB V
PENUTUP
51 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa
1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan
PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)
2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi
Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa
3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi
DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit
52 Saran
Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah
populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme
(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak
dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi
tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar
memperoleh hasil yang maksimal
46
DAFTAR PUSTAKA
Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka
Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)
Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular
Research 14(3) 9370ndash9383
Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research
24(13) 2623ndash2625
Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan
Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39
Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan
Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor
Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice
Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773
Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176
Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the
National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7
Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash
ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24
Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods
PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990
Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797
Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11
Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga
47
Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method
of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231
Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194
Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and
Pathology 3(2) 133ndash137
Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food
Research International 43(7) 1866ndash1873
Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology
Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the
Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076
He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle
Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969
Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27
Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and
Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26
Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R
(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science
and Technology 46(6) 909ndash916
Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839
Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from
hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289
Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and
Evolution 33(7) 1870ndash1874
Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer
Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683
Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon
D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To
48
Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of
Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764
Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription
factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742
Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)
Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485
Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology
Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)
Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On
Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087
Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali
(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128
Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9
Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On
Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335
Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A
Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in
Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20
Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash
441
Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect
On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81
Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor
Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam
Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156
Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C
A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle
49
Journal Animal Science 80 3077ndash3085
Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in
The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72
Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water
Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A
Review Meat Science 89(2) 111ndash124
Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374
Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat
[Skripsi] Institut Pertanian Bogor
Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes
transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504
Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)
Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6
Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure
Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75
Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E
Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among
Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158
Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)
Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The
Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299
Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip
Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle
Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020
Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots
In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451
50
Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp
Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with
Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33
Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan
Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from
httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395
Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian
Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470
Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for
bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594
Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole
(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional
Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)
Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan
Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)
Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273
Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian
Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354
Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds
Biodiversitas 17(1) 275ndash295
Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)
Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131
Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang
Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107
Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence
of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554
Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508
Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The
51
CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)
Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19
Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter
Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316
Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular
Research 11(2) 1651ndash1661
Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The
CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077
Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia
(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25
Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20
Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle
Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954
Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal
Science 50(11) 499ndash502
52
LAMPIRAN
Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data
Gen Bank
Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178
Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283
Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247
Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank
Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank
53
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)
Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel
NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian
1
Darah
Pasundan 601 867 173
2 Pasundan 602 1035 194
3 Peranakan Ongole 1691 278 309
4 Peranakan Ongole 1693 234 434
5 Bali 59 173 941
6 Bali 64 192 502
7
Rambut
Angus 171405 105 21
8 Friesians Holstein 310102 202 781
9 Friesians Holstein 310158 116 1134
10 Simmental 4490 22 231
11 Simmental 6115 116 1134
37
sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA
teramplifikasi sempurna
Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi
Program PCR
Pre
Denaturation Denaturation Annealing Extension
Final
Extension Siklus
Penelitian
Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40
Referensi
Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35
Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32
He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32
Keterangan tanda () = menit tanda () = detik
43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis
menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh
empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black
(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan
(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean
(XM_0252690201)) (Tabel 3)
Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat
prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis
komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari
runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data
tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database
(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang
38
komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga
mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)
Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan
persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan
referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak
(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat
dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi
Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3
Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI
Sampel Spesies Breed GenBank Accesion
Query Cover
Max Iden
Bali
(B sondaicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Pasundan (B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99
Friesians Holstein
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Angus (B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Peranakan Ongole
(B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99
Simmental
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99
39
Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau
kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di
GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan
kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen
CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen
identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen
fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)
Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang
dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden
2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan
seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi
Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap
sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67
(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki
urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki
runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian
akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover
95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover
99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3)
44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali
Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan
runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4
40
Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi
Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil
ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada
empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo
(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau
Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada
sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)
yaitu terletak pada enam posisi berbeda
Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank
Spesies_Breed Posisi Runutan Basa
88
97
103
271
567
733
832
855
870
921
926
931
957
1088
1149
1175
1196
B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G
B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C
B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T
C
B taurus_Angus C C
B taurus_ Friesians Holstein C C
B taurus_ Simmental C C
B indicus_ Pasundan C C
B indicus_ Peranakan Ongole C C
B sondaicus_ Bali C A C G A
Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T
Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)
Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi
Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi
Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196
(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi
tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)
Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa
yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali
41
memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut
memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut
Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi
Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru
Thymine (T) = merah)
42
Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen
CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson
gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi
dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi
Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki
1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan
mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali
Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi
Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B
banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal
usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan
sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel
sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki
kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus
atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)
(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH
Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya
variasi basa yang ditemukan
Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali
terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan
adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis
kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan
keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah
mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode
43
yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe
dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)
Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan
dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)
(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis
Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi
keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali
(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan
pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al
2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi
karakteristik dari daging sapi Bali
Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et
al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki
kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan
menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et
al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga
mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat
dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan
dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)
Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk
menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin
(subtropis)
Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan
sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi
44
lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan
daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki
kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang
lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari
karkas yang diperoleh
45
BAB V
PENUTUP
51 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa
1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan
PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)
2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi
Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa
3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi
DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit
52 Saran
Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah
populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme
(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak
dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi
tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar
memperoleh hasil yang maksimal
46
DAFTAR PUSTAKA
Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka
Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)
Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular
Research 14(3) 9370ndash9383
Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research
24(13) 2623ndash2625
Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan
Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39
Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan
Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor
Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice
Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773
Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176
Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the
National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7
Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash
ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24
Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods
PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990
Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797
Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11
Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga
47
Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method
of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231
Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194
Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and
Pathology 3(2) 133ndash137
Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food
Research International 43(7) 1866ndash1873
Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology
Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the
Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076
He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle
Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969
Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27
Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and
Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26
Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R
(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science
and Technology 46(6) 909ndash916
Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839
Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from
hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289
Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and
Evolution 33(7) 1870ndash1874
Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer
Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683
Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon
D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To
48
Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of
Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764
Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription
factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742
Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)
Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485
Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology
Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)
Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On
Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087
Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali
(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128
Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9
Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On
Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335
Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A
Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in
Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20
Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash
441
Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect
On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81
Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor
Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam
Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156
Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C
A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle
49
Journal Animal Science 80 3077ndash3085
Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in
The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72
Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water
Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A
Review Meat Science 89(2) 111ndash124
Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374
Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat
[Skripsi] Institut Pertanian Bogor
Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes
transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504
Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)
Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6
Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure
Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75
Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E
Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among
Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158
Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)
Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The
Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299
Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip
Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle
Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020
Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots
In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451
50
Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp
Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with
Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33
Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan
Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from
httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395
Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian
Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470
Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for
bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594
Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole
(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional
Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)
Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan
Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)
Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273
Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian
Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354
Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds
Biodiversitas 17(1) 275ndash295
Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)
Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131
Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang
Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107
Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence
of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554
Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508
Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The
51
CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)
Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19
Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter
Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316
Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular
Research 11(2) 1651ndash1661
Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The
CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077
Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia
(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25
Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20
Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle
Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954
Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal
Science 50(11) 499ndash502
52
LAMPIRAN
Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data
Gen Bank
Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178
Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283
Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247
Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank
Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank
53
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)
Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel
NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian
1
Darah
Pasundan 601 867 173
2 Pasundan 602 1035 194
3 Peranakan Ongole 1691 278 309
4 Peranakan Ongole 1693 234 434
5 Bali 59 173 941
6 Bali 64 192 502
7
Rambut
Angus 171405 105 21
8 Friesians Holstein 310102 202 781
9 Friesians Holstein 310158 116 1134
10 Simmental 4490 22 231
11 Simmental 6115 116 1134
38
komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga
mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)
Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan
persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan
referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak
(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat
dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi
Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3
Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI
Sampel Spesies Breed GenBank Accesion
Query Cover
Max Iden
Bali
(B sondaicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Pasundan (B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99
Friesians Holstein
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Angus (B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99
Peranakan Ongole
(B indicus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99
Simmental
(B taurus)
B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99
B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99
B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99
39
Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau
kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di
GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan
kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen
CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen
identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen
fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)
Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang
dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden
2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan
seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi
Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap
sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67
(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki
urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki
runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian
akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover
95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover
99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3)
44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali
Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan
runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4
40
Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi
Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil
ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada
empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo
(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau
Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada
sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)
yaitu terletak pada enam posisi berbeda
Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank
Spesies_Breed Posisi Runutan Basa
88
97
103
271
567
733
832
855
870
921
926
931
957
1088
1149
1175
1196
B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G
B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C
B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T
C
B taurus_Angus C C
B taurus_ Friesians Holstein C C
B taurus_ Simmental C C
B indicus_ Pasundan C C
B indicus_ Peranakan Ongole C C
B sondaicus_ Bali C A C G A
Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T
Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)
Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi
Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi
Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196
(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi
tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)
Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa
yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali
41
memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut
memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut
Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi
Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru
Thymine (T) = merah)
42
Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen
CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson
gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi
dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi
Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki
1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan
mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali
Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi
Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B
banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal
usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan
sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel
sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki
kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus
atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)
(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH
Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya
variasi basa yang ditemukan
Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali
terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan
adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis
kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan
keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah
mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode
43
yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe
dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)
Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan
dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)
(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis
Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi
keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali
(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan
pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al
2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi
karakteristik dari daging sapi Bali
Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et
al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki
kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan
menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et
al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga
mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat
dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan
dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)
Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk
menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin
(subtropis)
Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan
sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi
44
lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan
daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki
kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang
lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari
karkas yang diperoleh
45
BAB V
PENUTUP
51 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa
1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan
PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)
2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi
Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa
3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi
DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit
52 Saran
Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah
populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme
(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak
dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi
tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar
memperoleh hasil yang maksimal
46
DAFTAR PUSTAKA
Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka
Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)
Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular
Research 14(3) 9370ndash9383
Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research
24(13) 2623ndash2625
Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan
Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39
Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan
Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor
Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice
Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773
Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176
Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the
National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7
Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash
ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24
Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods
PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990
Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797
Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11
Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga
47
Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method
of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231
Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194
Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and
Pathology 3(2) 133ndash137
Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food
Research International 43(7) 1866ndash1873
Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology
Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the
Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076
He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle
Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969
Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27
Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and
Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26
Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R
(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science
and Technology 46(6) 909ndash916
Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839
Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from
hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289
Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and
Evolution 33(7) 1870ndash1874
Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer
Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683
Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon
D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To
48
Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of
Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764
Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription
factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742
Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)
Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485
Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology
Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)
Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On
Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087
Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali
(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128
Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9
Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On
Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335
Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A
Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in
Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20
Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash
441
Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect
On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81
Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor
Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam
Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156
Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C
A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle
49
Journal Animal Science 80 3077ndash3085
Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in
The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72
Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water
Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A
Review Meat Science 89(2) 111ndash124
Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374
Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat
[Skripsi] Institut Pertanian Bogor
Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes
transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504
Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)
Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6
Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure
Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75
Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E
Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among
Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158
Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)
Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The
Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299
Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip
Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle
Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020
Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots
In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451
50
Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp
Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with
Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33
Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan
Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from
httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395
Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian
Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470
Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for
bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594
Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole
(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional
Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)
Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan
Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)
Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273
Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian
Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354
Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds
Biodiversitas 17(1) 275ndash295
Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)
Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131
Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang
Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107
Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence
of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554
Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508
Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The
51
CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)
Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19
Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter
Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316
Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular
Research 11(2) 1651ndash1661
Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The
CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077
Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia
(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25
Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20
Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle
Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954
Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal
Science 50(11) 499ndash502
52
LAMPIRAN
Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data
Gen Bank
Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178
Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283
Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247
Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank
Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank
53
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)
Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel
NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian
1
Darah
Pasundan 601 867 173
2 Pasundan 602 1035 194
3 Peranakan Ongole 1691 278 309
4 Peranakan Ongole 1693 234 434
5 Bali 59 173 941
6 Bali 64 192 502
7
Rambut
Angus 171405 105 21
8 Friesians Holstein 310102 202 781
9 Friesians Holstein 310158 116 1134
10 Simmental 4490 22 231
11 Simmental 6115 116 1134
39
Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau
kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di
GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan
kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen
CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen
identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen
fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)
Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang
dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden
2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan
seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi
Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap
sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67
(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki
urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki
runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian
akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover
95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover
99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan
(NM_1767842) (Lampiran 3)
44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali
Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan
runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4
40
Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi
Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil
ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada
empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo
(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau
Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada
sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)
yaitu terletak pada enam posisi berbeda
Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank
Spesies_Breed Posisi Runutan Basa
88
97
103
271
567
733
832
855
870
921
926
931
957
1088
1149
1175
1196
B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G
B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C
B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T
C
B taurus_Angus C C
B taurus_ Friesians Holstein C C
B taurus_ Simmental C C
B indicus_ Pasundan C C
B indicus_ Peranakan Ongole C C
B sondaicus_ Bali C A C G A
Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T
Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)
Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi
Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi
Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196
(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi
tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)
Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa
yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali
41
memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut
memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut
Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi
Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru
Thymine (T) = merah)
42
Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen
CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson
gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi
dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi
Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki
1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan
mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali
Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi
Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B
banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal
usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan
sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel
sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki
kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus
atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)
(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH
Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya
variasi basa yang ditemukan
Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali
terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan
adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis
kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan
keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah
mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode
43
yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe
dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)
Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan
dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)
(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis
Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi
keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali
(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan
pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al
2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi
karakteristik dari daging sapi Bali
Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et
al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki
kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan
menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et
al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga
mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat
dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan
dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)
Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk
menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin
(subtropis)
Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan
sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi
44
lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan
daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki
kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang
lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari
karkas yang diperoleh
45
BAB V
PENUTUP
51 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa
1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan
PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)
2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi
Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa
3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi
DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit
52 Saran
Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah
populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme
(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak
dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi
tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar
memperoleh hasil yang maksimal
46
DAFTAR PUSTAKA
Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka
Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)
Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular
Research 14(3) 9370ndash9383
Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research
24(13) 2623ndash2625
Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan
Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39
Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan
Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor
Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice
Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773
Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176
Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the
National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7
Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash
ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24
Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods
PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990
Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797
Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11
Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga
47
Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method
of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231
Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194
Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and
Pathology 3(2) 133ndash137
Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food
Research International 43(7) 1866ndash1873
Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology
Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the
Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076
He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle
Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969
Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27
Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and
Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26
Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R
(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science
and Technology 46(6) 909ndash916
Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839
Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from
hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289
Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and
Evolution 33(7) 1870ndash1874
Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer
Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683
Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon
D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To
48
Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of
Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764
Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription
factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742
Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)
Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485
Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology
Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)
Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On
Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087
Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali
(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128
Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9
Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On
Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335
Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A
Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in
Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20
Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash
441
Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect
On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81
Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor
Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam
Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156
Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C
A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle
49
Journal Animal Science 80 3077ndash3085
Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in
The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72
Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water
Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A
Review Meat Science 89(2) 111ndash124
Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374
Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat
[Skripsi] Institut Pertanian Bogor
Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes
transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504
Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)
Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6
Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure
Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75
Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E
Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among
Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158
Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)
Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The
Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299
Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip
Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle
Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020
Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots
In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451
50
Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp
Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with
Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33
Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan
Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from
httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395
Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian
Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470
Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for
bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594
Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole
(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional
Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)
Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan
Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)
Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273
Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian
Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354
Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds
Biodiversitas 17(1) 275ndash295
Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)
Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131
Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang
Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107
Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence
of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554
Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508
Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The
51
CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)
Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19
Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter
Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316
Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular
Research 11(2) 1651ndash1661
Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The
CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077
Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia
(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25
Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20
Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle
Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954
Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal
Science 50(11) 499ndash502
52
LAMPIRAN
Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data
Gen Bank
Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178
Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283
Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247
Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank
Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank
53
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)
Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel
NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian
1
Darah
Pasundan 601 867 173
2 Pasundan 602 1035 194
3 Peranakan Ongole 1691 278 309
4 Peranakan Ongole 1693 234 434
5 Bali 59 173 941
6 Bali 64 192 502
7
Rambut
Angus 171405 105 21
8 Friesians Holstein 310102 202 781
9 Friesians Holstein 310158 116 1134
10 Simmental 4490 22 231
11 Simmental 6115 116 1134
40
Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi
Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil
ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada
empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo
(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau
Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada
sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)
yaitu terletak pada enam posisi berbeda
Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank
Spesies_Breed Posisi Runutan Basa
88
97
103
271
567
733
832
855
870
921
926
931
957
1088
1149
1175
1196
B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G
B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C
B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T
C
B taurus_Angus C C
B taurus_ Friesians Holstein C C
B taurus_ Simmental C C
B indicus_ Pasundan C C
B indicus_ Peranakan Ongole C C
B sondaicus_ Bali C A C G A
Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T
Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)
Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi
Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi
Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196
(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi
tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)
Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa
yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali
41
memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut
memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut
Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi
Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru
Thymine (T) = merah)
42
Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen
CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson
gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi
dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi
Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki
1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan
mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali
Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi
Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B
banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal
usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan
sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel
sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki
kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus
atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)
(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH
Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya
variasi basa yang ditemukan
Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali
terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan
adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis
kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan
keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah
mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode
43
yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe
dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)
Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan
dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)
(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis
Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi
keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali
(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan
pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al
2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi
karakteristik dari daging sapi Bali
Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et
al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki
kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan
menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et
al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga
mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat
dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan
dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)
Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk
menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin
(subtropis)
Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan
sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi
44
lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan
daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki
kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang
lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari
karkas yang diperoleh
45
BAB V
PENUTUP
51 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa
1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan
PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)
2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi
Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa
3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi
DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit
52 Saran
Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah
populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme
(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak
dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi
tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar
memperoleh hasil yang maksimal
46
DAFTAR PUSTAKA
Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka
Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)
Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular
Research 14(3) 9370ndash9383
Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research
24(13) 2623ndash2625
Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan
Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39
Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan
Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor
Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice
Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773
Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176
Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the
National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7
Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash
ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24
Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods
PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990
Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797
Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11
Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga
47
Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method
of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231
Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194
Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and
Pathology 3(2) 133ndash137
Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food
Research International 43(7) 1866ndash1873
Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology
Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the
Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076
He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle
Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969
Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27
Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and
Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26
Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R
(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science
and Technology 46(6) 909ndash916
Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839
Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from
hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289
Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and
Evolution 33(7) 1870ndash1874
Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer
Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683
Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon
D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To
48
Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of
Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764
Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription
factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742
Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)
Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485
Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology
Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)
Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On
Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087
Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali
(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128
Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9
Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On
Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335
Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A
Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in
Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20
Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash
441
Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect
On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81
Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor
Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam
Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156
Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C
A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle
49
Journal Animal Science 80 3077ndash3085
Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in
The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72
Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water
Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A
Review Meat Science 89(2) 111ndash124
Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374
Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat
[Skripsi] Institut Pertanian Bogor
Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes
transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504
Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)
Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6
Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure
Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75
Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E
Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among
Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158
Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)
Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The
Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299
Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip
Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle
Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020
Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots
In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451
50
Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp
Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with
Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33
Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan
Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from
httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395
Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian
Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470
Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for
bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594
Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole
(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional
Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)
Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan
Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)
Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273
Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian
Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354
Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds
Biodiversitas 17(1) 275ndash295
Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)
Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131
Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang
Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107
Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence
of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554
Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508
Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The
51
CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)
Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19
Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter
Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316
Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular
Research 11(2) 1651ndash1661
Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The
CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077
Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia
(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25
Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20
Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle
Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954
Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal
Science 50(11) 499ndash502
52
LAMPIRAN
Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data
Gen Bank
Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178
Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283
Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247
Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank
Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank
53
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)
Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel
NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian
1
Darah
Pasundan 601 867 173
2 Pasundan 602 1035 194
3 Peranakan Ongole 1691 278 309
4 Peranakan Ongole 1693 234 434
5 Bali 59 173 941
6 Bali 64 192 502
7
Rambut
Angus 171405 105 21
8 Friesians Holstein 310102 202 781
9 Friesians Holstein 310158 116 1134
10 Simmental 4490 22 231
11 Simmental 6115 116 1134
41
memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut
memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut
Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi
Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru
Thymine (T) = merah)
42
Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen
CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson
gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi
dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi
Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki
1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan
mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali
Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi
Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B
banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal
usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan
sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel
sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki
kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus
atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)
(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH
Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya
variasi basa yang ditemukan
Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali
terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan
adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis
kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan
keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah
mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode
43
yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe
dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)
Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan
dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)
(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis
Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi
keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali
(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan
pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al
2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi
karakteristik dari daging sapi Bali
Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et
al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki
kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan
menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et
al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga
mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat
dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan
dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)
Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk
menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin
(subtropis)
Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan
sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi
44
lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan
daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki
kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang
lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari
karkas yang diperoleh
45
BAB V
PENUTUP
51 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa
1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan
PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)
2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi
Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa
3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi
DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit
52 Saran
Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah
populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme
(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak
dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi
tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar
memperoleh hasil yang maksimal
46
DAFTAR PUSTAKA
Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka
Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)
Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular
Research 14(3) 9370ndash9383
Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research
24(13) 2623ndash2625
Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan
Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39
Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan
Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor
Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice
Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773
Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176
Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the
National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7
Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash
ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24
Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods
PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990
Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797
Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11
Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga
47
Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method
of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231
Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194
Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and
Pathology 3(2) 133ndash137
Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food
Research International 43(7) 1866ndash1873
Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology
Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the
Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076
He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle
Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969
Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27
Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and
Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26
Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R
(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science
and Technology 46(6) 909ndash916
Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839
Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from
hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289
Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and
Evolution 33(7) 1870ndash1874
Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer
Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683
Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon
D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To
48
Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of
Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764
Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription
factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742
Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)
Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485
Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology
Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)
Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On
Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087
Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali
(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128
Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9
Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On
Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335
Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A
Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in
Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20
Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash
441
Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect
On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81
Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor
Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam
Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156
Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C
A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle
49
Journal Animal Science 80 3077ndash3085
Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in
The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72
Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water
Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A
Review Meat Science 89(2) 111ndash124
Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374
Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat
[Skripsi] Institut Pertanian Bogor
Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes
transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504
Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)
Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6
Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure
Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75
Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E
Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among
Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158
Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)
Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The
Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299
Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip
Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle
Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020
Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots
In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451
50
Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp
Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with
Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33
Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan
Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from
httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395
Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian
Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470
Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for
bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594
Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole
(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional
Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)
Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan
Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)
Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273
Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian
Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354
Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds
Biodiversitas 17(1) 275ndash295
Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)
Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131
Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang
Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107
Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence
of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554
Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508
Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The
51
CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)
Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19
Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter
Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316
Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular
Research 11(2) 1651ndash1661
Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The
CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077
Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia
(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25
Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20
Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle
Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954
Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal
Science 50(11) 499ndash502
52
LAMPIRAN
Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data
Gen Bank
Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178
Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283
Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247
Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank
Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank
53
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)
Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel
NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian
1
Darah
Pasundan 601 867 173
2 Pasundan 602 1035 194
3 Peranakan Ongole 1691 278 309
4 Peranakan Ongole 1693 234 434
5 Bali 59 173 941
6 Bali 64 192 502
7
Rambut
Angus 171405 105 21
8 Friesians Holstein 310102 202 781
9 Friesians Holstein 310158 116 1134
10 Simmental 4490 22 231
11 Simmental 6115 116 1134
42
Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen
CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson
gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi
dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi
Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki
1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan
mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali
Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi
Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B
banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal
usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan
sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel
sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki
kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus
atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)
(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH
Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya
variasi basa yang ditemukan
Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali
terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan
adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis
kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan
keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah
mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode
43
yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe
dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)
Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan
dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)
(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis
Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi
keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali
(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan
pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al
2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi
karakteristik dari daging sapi Bali
Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et
al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki
kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan
menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et
al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga
mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat
dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan
dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)
Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk
menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin
(subtropis)
Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan
sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi
44
lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan
daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki
kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang
lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari
karkas yang diperoleh
45
BAB V
PENUTUP
51 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa
1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan
PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)
2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi
Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa
3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi
DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit
52 Saran
Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah
populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme
(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak
dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi
tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar
memperoleh hasil yang maksimal
46
DAFTAR PUSTAKA
Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka
Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)
Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular
Research 14(3) 9370ndash9383
Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research
24(13) 2623ndash2625
Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan
Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39
Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan
Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor
Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice
Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773
Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176
Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the
National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7
Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash
ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24
Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods
PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990
Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797
Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11
Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga
47
Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method
of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231
Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194
Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and
Pathology 3(2) 133ndash137
Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food
Research International 43(7) 1866ndash1873
Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology
Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the
Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076
He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle
Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969
Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27
Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and
Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26
Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R
(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science
and Technology 46(6) 909ndash916
Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839
Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from
hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289
Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and
Evolution 33(7) 1870ndash1874
Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer
Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683
Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon
D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To
48
Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of
Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764
Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription
factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742
Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)
Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485
Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology
Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)
Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On
Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087
Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali
(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128
Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9
Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On
Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335
Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A
Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in
Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20
Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash
441
Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect
On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81
Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor
Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam
Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156
Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C
A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle
49
Journal Animal Science 80 3077ndash3085
Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in
The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72
Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water
Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A
Review Meat Science 89(2) 111ndash124
Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374
Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat
[Skripsi] Institut Pertanian Bogor
Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes
transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504
Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)
Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6
Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure
Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75
Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E
Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among
Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158
Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)
Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The
Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299
Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip
Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle
Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020
Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots
In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451
50
Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp
Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with
Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33
Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan
Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from
httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395
Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian
Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470
Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for
bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594
Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole
(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional
Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)
Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan
Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)
Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273
Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian
Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354
Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds
Biodiversitas 17(1) 275ndash295
Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)
Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131
Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang
Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107
Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence
of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554
Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508
Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The
51
CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)
Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19
Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter
Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316
Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular
Research 11(2) 1651ndash1661
Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The
CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077
Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia
(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25
Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20
Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle
Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954
Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal
Science 50(11) 499ndash502
52
LAMPIRAN
Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data
Gen Bank
Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178
Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283
Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247
Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank
Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank
53
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)
Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel
NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian
1
Darah
Pasundan 601 867 173
2 Pasundan 602 1035 194
3 Peranakan Ongole 1691 278 309
4 Peranakan Ongole 1693 234 434
5 Bali 59 173 941
6 Bali 64 192 502
7
Rambut
Angus 171405 105 21
8 Friesians Holstein 310102 202 781
9 Friesians Holstein 310158 116 1134
10 Simmental 4490 22 231
11 Simmental 6115 116 1134
43
yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe
dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)
Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan
dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)
(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis
Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi
keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali
(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan
pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al
2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi
karakteristik dari daging sapi Bali
Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et
al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki
kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan
menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et
al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga
mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat
dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan
dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)
Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk
menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin
(subtropis)
Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan
sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi
44
lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan
daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki
kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang
lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari
karkas yang diperoleh
45
BAB V
PENUTUP
51 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa
1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan
PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)
2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi
Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa
3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi
DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit
52 Saran
Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah
populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme
(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak
dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi
tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar
memperoleh hasil yang maksimal
46
DAFTAR PUSTAKA
Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka
Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)
Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular
Research 14(3) 9370ndash9383
Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research
24(13) 2623ndash2625
Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan
Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39
Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan
Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor
Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice
Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773
Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176
Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the
National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7
Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash
ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24
Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods
PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990
Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797
Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11
Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga
47
Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method
of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231
Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194
Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and
Pathology 3(2) 133ndash137
Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food
Research International 43(7) 1866ndash1873
Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology
Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the
Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076
He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle
Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969
Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27
Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and
Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26
Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R
(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science
and Technology 46(6) 909ndash916
Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839
Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from
hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289
Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and
Evolution 33(7) 1870ndash1874
Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer
Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683
Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon
D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To
48
Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of
Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764
Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription
factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742
Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)
Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485
Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology
Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)
Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On
Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087
Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali
(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128
Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9
Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On
Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335
Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A
Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in
Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20
Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash
441
Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect
On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81
Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor
Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam
Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156
Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C
A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle
49
Journal Animal Science 80 3077ndash3085
Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in
The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72
Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water
Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A
Review Meat Science 89(2) 111ndash124
Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374
Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat
[Skripsi] Institut Pertanian Bogor
Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes
transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504
Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)
Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6
Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure
Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75
Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E
Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among
Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158
Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)
Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The
Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299
Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip
Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle
Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020
Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots
In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451
50
Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp
Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with
Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33
Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan
Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from
httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395
Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian
Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470
Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for
bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594
Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole
(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional
Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)
Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan
Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)
Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273
Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian
Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354
Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds
Biodiversitas 17(1) 275ndash295
Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)
Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131
Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang
Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107
Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence
of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554
Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508
Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The
51
CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)
Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19
Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter
Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316
Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular
Research 11(2) 1651ndash1661
Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The
CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077
Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia
(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25
Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20
Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle
Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954
Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal
Science 50(11) 499ndash502
52
LAMPIRAN
Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data
Gen Bank
Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178
Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283
Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247
Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank
Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank
53
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)
Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel
NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian
1
Darah
Pasundan 601 867 173
2 Pasundan 602 1035 194
3 Peranakan Ongole 1691 278 309
4 Peranakan Ongole 1693 234 434
5 Bali 59 173 941
6 Bali 64 192 502
7
Rambut
Angus 171405 105 21
8 Friesians Holstein 310102 202 781
9 Friesians Holstein 310158 116 1134
10 Simmental 4490 22 231
11 Simmental 6115 116 1134
44
lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan
daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki
kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang
lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari
karkas yang diperoleh
45
BAB V
PENUTUP
51 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa
1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan
PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)
2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi
Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa
3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi
DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit
52 Saran
Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah
populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme
(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak
dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi
tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar
memperoleh hasil yang maksimal
46
DAFTAR PUSTAKA
Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka
Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)
Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular
Research 14(3) 9370ndash9383
Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research
24(13) 2623ndash2625
Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan
Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39
Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan
Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor
Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice
Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773
Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176
Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the
National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7
Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash
ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24
Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods
PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990
Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797
Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11
Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga
47
Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method
of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231
Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194
Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and
Pathology 3(2) 133ndash137
Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food
Research International 43(7) 1866ndash1873
Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology
Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the
Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076
He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle
Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969
Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27
Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and
Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26
Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R
(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science
and Technology 46(6) 909ndash916
Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839
Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from
hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289
Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and
Evolution 33(7) 1870ndash1874
Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer
Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683
Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon
D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To
48
Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of
Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764
Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription
factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742
Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)
Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485
Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology
Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)
Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On
Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087
Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali
(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128
Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9
Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On
Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335
Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A
Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in
Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20
Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash
441
Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect
On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81
Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor
Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam
Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156
Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C
A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle
49
Journal Animal Science 80 3077ndash3085
Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in
The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72
Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water
Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A
Review Meat Science 89(2) 111ndash124
Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374
Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat
[Skripsi] Institut Pertanian Bogor
Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes
transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504
Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)
Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6
Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure
Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75
Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E
Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among
Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158
Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)
Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The
Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299
Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip
Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle
Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020
Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots
In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451
50
Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp
Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with
Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33
Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan
Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from
httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395
Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian
Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470
Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for
bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594
Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole
(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional
Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)
Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan
Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)
Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273
Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian
Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354
Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds
Biodiversitas 17(1) 275ndash295
Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)
Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131
Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang
Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107
Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence
of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554
Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508
Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The
51
CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)
Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19
Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter
Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316
Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular
Research 11(2) 1651ndash1661
Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The
CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077
Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia
(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25
Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20
Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle
Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954
Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal
Science 50(11) 499ndash502
52
LAMPIRAN
Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data
Gen Bank
Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178
Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283
Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247
Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank
Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank
53
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)
Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel
NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian
1
Darah
Pasundan 601 867 173
2 Pasundan 602 1035 194
3 Peranakan Ongole 1691 278 309
4 Peranakan Ongole 1693 234 434
5 Bali 59 173 941
6 Bali 64 192 502
7
Rambut
Angus 171405 105 21
8 Friesians Holstein 310102 202 781
9 Friesians Holstein 310158 116 1134
10 Simmental 4490 22 231
11 Simmental 6115 116 1134
45
BAB V
PENUTUP
51 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa
1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan
PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)
2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi
Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa
3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi
DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit
52 Saran
Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah
populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme
(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak
dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi
tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar
memperoleh hasil yang maksimal
46
DAFTAR PUSTAKA
Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka
Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)
Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular
Research 14(3) 9370ndash9383
Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research
24(13) 2623ndash2625
Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan
Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39
Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan
Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor
Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice
Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773
Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176
Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the
National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7
Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash
ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24
Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods
PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990
Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797
Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11
Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga
47
Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method
of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231
Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194
Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and
Pathology 3(2) 133ndash137
Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food
Research International 43(7) 1866ndash1873
Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology
Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the
Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076
He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle
Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969
Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27
Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and
Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26
Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R
(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science
and Technology 46(6) 909ndash916
Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839
Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from
hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289
Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and
Evolution 33(7) 1870ndash1874
Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer
Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683
Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon
D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To
48
Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of
Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764
Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription
factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742
Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)
Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485
Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology
Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)
Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On
Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087
Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali
(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128
Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9
Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On
Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335
Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A
Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in
Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20
Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash
441
Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect
On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81
Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor
Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam
Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156
Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C
A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle
49
Journal Animal Science 80 3077ndash3085
Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in
The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72
Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water
Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A
Review Meat Science 89(2) 111ndash124
Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374
Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat
[Skripsi] Institut Pertanian Bogor
Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes
transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504
Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)
Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6
Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure
Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75
Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E
Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among
Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158
Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)
Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The
Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299
Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip
Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle
Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020
Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots
In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451
50
Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp
Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with
Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33
Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan
Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from
httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395
Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian
Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470
Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for
bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594
Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole
(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional
Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)
Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan
Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)
Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273
Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian
Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354
Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds
Biodiversitas 17(1) 275ndash295
Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)
Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131
Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang
Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107
Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence
of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554
Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508
Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The
51
CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)
Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19
Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter
Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316
Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular
Research 11(2) 1651ndash1661
Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The
CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077
Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia
(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25
Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20
Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle
Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954
Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal
Science 50(11) 499ndash502
52
LAMPIRAN
Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data
Gen Bank
Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178
Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283
Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247
Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank
Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank
53
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)
Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel
NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian
1
Darah
Pasundan 601 867 173
2 Pasundan 602 1035 194
3 Peranakan Ongole 1691 278 309
4 Peranakan Ongole 1693 234 434
5 Bali 59 173 941
6 Bali 64 192 502
7
Rambut
Angus 171405 105 21
8 Friesians Holstein 310102 202 781
9 Friesians Holstein 310158 116 1134
10 Simmental 4490 22 231
11 Simmental 6115 116 1134
46
DAFTAR PUSTAKA
Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka
Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)
Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular
Research 14(3) 9370ndash9383
Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research
24(13) 2623ndash2625
Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan
Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39
Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan
Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor
Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice
Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773
Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176
Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the
National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7
Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash
ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24
Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods
PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990
Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797
Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11
Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga
47
Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method
of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231
Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194
Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and
Pathology 3(2) 133ndash137
Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food
Research International 43(7) 1866ndash1873
Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology
Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the
Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076
He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle
Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969
Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27
Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and
Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26
Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R
(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science
and Technology 46(6) 909ndash916
Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839
Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from
hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289
Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and
Evolution 33(7) 1870ndash1874
Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer
Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683
Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon
D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To
48
Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of
Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764
Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription
factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742
Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)
Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485
Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology
Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)
Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On
Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087
Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali
(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128
Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9
Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On
Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335
Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A
Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in
Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20
Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash
441
Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect
On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81
Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor
Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam
Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156
Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C
A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle
49
Journal Animal Science 80 3077ndash3085
Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in
The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72
Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water
Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A
Review Meat Science 89(2) 111ndash124
Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374
Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat
[Skripsi] Institut Pertanian Bogor
Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes
transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504
Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)
Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6
Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure
Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75
Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E
Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among
Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158
Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)
Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The
Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299
Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip
Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle
Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020
Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots
In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451
50
Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp
Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with
Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33
Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan
Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from
httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395
Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian
Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470
Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for
bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594
Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole
(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional
Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)
Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan
Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)
Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273
Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian
Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354
Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds
Biodiversitas 17(1) 275ndash295
Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)
Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131
Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang
Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107
Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence
of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554
Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508
Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The
51
CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)
Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19
Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter
Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316
Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular
Research 11(2) 1651ndash1661
Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The
CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077
Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia
(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25
Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20
Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle
Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954
Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal
Science 50(11) 499ndash502
52
LAMPIRAN
Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data
Gen Bank
Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178
Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283
Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247
Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank
Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank
53
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)
Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel
NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian
1
Darah
Pasundan 601 867 173
2 Pasundan 602 1035 194
3 Peranakan Ongole 1691 278 309
4 Peranakan Ongole 1693 234 434
5 Bali 59 173 941
6 Bali 64 192 502
7
Rambut
Angus 171405 105 21
8 Friesians Holstein 310102 202 781
9 Friesians Holstein 310158 116 1134
10 Simmental 4490 22 231
11 Simmental 6115 116 1134
47
Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method
of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231
Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194
Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and
Pathology 3(2) 133ndash137
Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food
Research International 43(7) 1866ndash1873
Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology
Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the
Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076
He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle
Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969
Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27
Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and
Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26
Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R
(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science
and Technology 46(6) 909ndash916
Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839
Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from
hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289
Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and
Evolution 33(7) 1870ndash1874
Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer
Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683
Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon
D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To
48
Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of
Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764
Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription
factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742
Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)
Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485
Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology
Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)
Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On
Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087
Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali
(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128
Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9
Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On
Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335
Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A
Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in
Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20
Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash
441
Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect
On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81
Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor
Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam
Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156
Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C
A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle
49
Journal Animal Science 80 3077ndash3085
Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in
The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72
Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water
Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A
Review Meat Science 89(2) 111ndash124
Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374
Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat
[Skripsi] Institut Pertanian Bogor
Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes
transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504
Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)
Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6
Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure
Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75
Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E
Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among
Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158
Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)
Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The
Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299
Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip
Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle
Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020
Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots
In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451
50
Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp
Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with
Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33
Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan
Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from
httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395
Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian
Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470
Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for
bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594
Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole
(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional
Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)
Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan
Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)
Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273
Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian
Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354
Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds
Biodiversitas 17(1) 275ndash295
Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)
Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131
Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang
Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107
Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence
of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554
Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508
Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The
51
CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)
Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19
Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter
Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316
Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular
Research 11(2) 1651ndash1661
Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The
CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077
Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia
(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25
Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20
Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle
Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954
Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal
Science 50(11) 499ndash502
52
LAMPIRAN
Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data
Gen Bank
Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178
Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283
Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247
Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank
Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank
53
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)
Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel
NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian
1
Darah
Pasundan 601 867 173
2 Pasundan 602 1035 194
3 Peranakan Ongole 1691 278 309
4 Peranakan Ongole 1693 234 434
5 Bali 59 173 941
6 Bali 64 192 502
7
Rambut
Angus 171405 105 21
8 Friesians Holstein 310102 202 781
9 Friesians Holstein 310158 116 1134
10 Simmental 4490 22 231
11 Simmental 6115 116 1134
48
Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of
Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764
Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription
factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742
Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)
Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485
Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology
Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)
Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On
Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087
Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali
(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128
Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9
Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On
Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335
Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A
Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in
Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20
Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash
441
Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect
On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81
Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor
Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam
Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156
Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C
A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle
49
Journal Animal Science 80 3077ndash3085
Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in
The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72
Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water
Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A
Review Meat Science 89(2) 111ndash124
Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374
Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat
[Skripsi] Institut Pertanian Bogor
Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes
transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504
Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)
Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6
Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure
Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75
Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E
Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among
Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158
Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)
Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The
Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299
Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip
Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle
Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020
Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots
In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451
50
Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp
Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with
Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33
Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan
Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from
httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395
Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian
Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470
Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for
bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594
Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole
(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional
Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)
Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan
Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)
Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273
Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian
Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354
Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds
Biodiversitas 17(1) 275ndash295
Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)
Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131
Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang
Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107
Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence
of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554
Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508
Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The
51
CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)
Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19
Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter
Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316
Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular
Research 11(2) 1651ndash1661
Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The
CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077
Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia
(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25
Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20
Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle
Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954
Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal
Science 50(11) 499ndash502
52
LAMPIRAN
Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data
Gen Bank
Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178
Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283
Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247
Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank
Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank
53
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)
Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel
NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian
1
Darah
Pasundan 601 867 173
2 Pasundan 602 1035 194
3 Peranakan Ongole 1691 278 309
4 Peranakan Ongole 1693 234 434
5 Bali 59 173 941
6 Bali 64 192 502
7
Rambut
Angus 171405 105 21
8 Friesians Holstein 310102 202 781
9 Friesians Holstein 310158 116 1134
10 Simmental 4490 22 231
11 Simmental 6115 116 1134
49
Journal Animal Science 80 3077ndash3085
Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in
The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72
Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water
Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A
Review Meat Science 89(2) 111ndash124
Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374
Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat
[Skripsi] Institut Pertanian Bogor
Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes
transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504
Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)
Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6
Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure
Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75
Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E
Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among
Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158
Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)
Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The
Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299
Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip
Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle
Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020
Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots
In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451
50
Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp
Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with
Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33
Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan
Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from
httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395
Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian
Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470
Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for
bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594
Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole
(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional
Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)
Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan
Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)
Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273
Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian
Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354
Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds
Biodiversitas 17(1) 275ndash295
Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)
Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131
Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang
Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107
Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence
of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554
Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508
Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The
51
CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)
Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19
Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter
Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316
Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular
Research 11(2) 1651ndash1661
Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The
CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077
Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia
(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25
Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20
Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle
Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954
Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal
Science 50(11) 499ndash502
52
LAMPIRAN
Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data
Gen Bank
Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178
Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283
Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247
Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank
Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank
53
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)
Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel
NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian
1
Darah
Pasundan 601 867 173
2 Pasundan 602 1035 194
3 Peranakan Ongole 1691 278 309
4 Peranakan Ongole 1693 234 434
5 Bali 59 173 941
6 Bali 64 192 502
7
Rambut
Angus 171405 105 21
8 Friesians Holstein 310102 202 781
9 Friesians Holstein 310158 116 1134
10 Simmental 4490 22 231
11 Simmental 6115 116 1134
50
Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp
Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with
Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33
Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan
Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from
httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395
Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian
Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470
Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for
bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594
Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole
(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional
Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)
Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan
Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)
Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273
Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian
Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354
Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds
Biodiversitas 17(1) 275ndash295
Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)
Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131
Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang
Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107
Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence
of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554
Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508
Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The
51
CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)
Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19
Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter
Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316
Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular
Research 11(2) 1651ndash1661
Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The
CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077
Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia
(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25
Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20
Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle
Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954
Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal
Science 50(11) 499ndash502
52
LAMPIRAN
Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data
Gen Bank
Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178
Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283
Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247
Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank
Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank
53
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)
Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel
NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian
1
Darah
Pasundan 601 867 173
2 Pasundan 602 1035 194
3 Peranakan Ongole 1691 278 309
4 Peranakan Ongole 1693 234 434
5 Bali 59 173 941
6 Bali 64 192 502
7
Rambut
Angus 171405 105 21
8 Friesians Holstein 310102 202 781
9 Friesians Holstein 310158 116 1134
10 Simmental 4490 22 231
11 Simmental 6115 116 1134
51
CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)
Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19
Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter
Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316
Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular
Research 11(2) 1651ndash1661
Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The
CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077
Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia
(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25
Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20
Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle
Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954
Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal
Science 50(11) 499ndash502
52
LAMPIRAN
Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data
Gen Bank
Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178
Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283
Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247
Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank
Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank
53
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)
Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel
NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian
1
Darah
Pasundan 601 867 173
2 Pasundan 602 1035 194
3 Peranakan Ongole 1691 278 309
4 Peranakan Ongole 1693 234 434
5 Bali 59 173 941
6 Bali 64 192 502
7
Rambut
Angus 171405 105 21
8 Friesians Holstein 310102 202 781
9 Friesians Holstein 310158 116 1134
10 Simmental 4490 22 231
11 Simmental 6115 116 1134
52
LAMPIRAN
Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data
Gen Bank
Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231
Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178
Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283
Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247
Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank
Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank
53
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)
Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel
NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian
1
Darah
Pasundan 601 867 173
2 Pasundan 602 1035 194
3 Peranakan Ongole 1691 278 309
4 Peranakan Ongole 1693 234 434
5 Bali 59 173 941
6 Bali 64 192 502
7
Rambut
Angus 171405 105 21
8 Friesians Holstein 310102 202 781
9 Friesians Holstein 310158 116 1134
10 Simmental 4490 22 231
11 Simmental 6115 116 1134
53
Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)
Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel
NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian
1
Darah
Pasundan 601 867 173
2 Pasundan 602 1035 194
3 Peranakan Ongole 1691 278 309
4 Peranakan Ongole 1693 234 434
5 Bali 59 173 941
6 Bali 64 192 502
7
Rambut
Angus 171405 105 21
8 Friesians Holstein 310102 202 781
9 Friesians Holstein 310158 116 1134
10 Simmental 4490 22 231
11 Simmental 6115 116 1134