Download - Derajat Kesehata1

Transcript
Page 1: Derajat Kesehata1

Derajat Kesehatan Written by Administrator     

1. Umur Harapan Hidup

Umur Harapan Hidup (UHH) adalah salah satu indikator yang mencerminkan berapa lama seorang  bayi baru lahir diharapkanhidup. Dari hasil Sensus Penduduk dan Susenas, didapatkan UHH meningkat dari tahun ke tahun,seperti terlihat pada tabel berikut :

Tabel III.1 Umur Harapan Hidup di Kab. Tangerang Th. 2006 - 2008

Sumber : BPS Kabupaten Tangerang

2. Jumlah Kematian

a. Jumlah Kematian Bayi

Kematian bayi adalah kematian yang terjadi antara saatsetelah bayilahir sampai bayi belum berusia  tepat satu tahun.Banyak faktor yang dikaitkan dengan kematian bayi. Secara garis besar,dari sisipenyebabnya, kematian bayi ada dua macamyaitu endogen dan eksogen.Kematian bayi endogen atau yang umum disebut dengan kematian neonatal adalah kematian bayi yang terjadi pada bulan pertama setelah dilahirkan,dan umumnya disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa anaksejak lahir,yang diperoleh dari orang tuanya pada saatkonsepsi atau didapat selama satu bulan sampai menjelangusia satu tahun yang disebabkan oleh faktor-faktor yang bertalian dengan pengaruh lingkungan luar.

Angka Kematian Bayi atau Infant Mortality Rate (IMR) adalah jumlah kematian bayi dibawah satu tahun pada setiap 1.000 kelahiran hidup.Angka ini merupakan indikator yang sensitif terhadap ketersediaan,pemanfaatan pelayanan kesehatan terutama pelayanan perinatal disamping juga merupakan indikator terbaik untuk menilai pembangunan sosial ekonomi

Page 2: Derajat Kesehata1

masyarakat secara menyeluruh.

 

Gambar  III.1

Jumlah Kematian Bayi di Wilayah Kabupaten TangerangTahun 2003-2009

Penyebab kematian Bayi di Kabupaten Tangerang , pada gambar berikut

Gambar III.2

Penyebab Kematian Bayi di Wilayah Kabupaten TangerangTahun 2009

 

b.Jumlah Kematian Ibu (AKI)

Angka Kematian Ibu (AKI) atau Maternal Mortality Rate (MMR) adalah banyaknya kematian perempuan pada saat hamil atau selama42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lama dan tempat persalinan, yang disebabkan karena kehamilannya atau

Page 3: Derajat Kesehata1

pengelolaannya, dan bukan karena sebab-sebab lain, per 100.000kelahiran hidup.  Angka ini berguna untuk menggambarkan tingkatkesadaran perilaku hidup sehat, status gizi dan kesehatan ibu,kondisi kesehatan lingkungan serta tingkat pelayanan kesehatanterutama pada ibu hamil, ibu melahirkan dan ibu pada masa nifas.Informasi mengenai tingginya MMR akan bermanfaat untukpengembangan program peningkatan kesehatan reproduksi,terutamapelayanan kehamilan dan membuat kehamilan yang aman (making pregnancy safer) serta Program Perencanaan Persalinandan Pencegahan Komplikasi (P4K) oleh tenaga kesehatan terlatih,penyiapan sistim rujukan dalam penanganan komplikasi kehamilan,penyiapan keluarga dan suami siaga dalam menyongsong kelahiran,yang semuanya bertujuan untuk mengurangi Angka Kematian Ibu dan meningkatkan derajat kesehatan reproduksi.

Angka Kematian Ibu di Indonesia berkisar antara 230 hingga 307kematian ibu tiap 100.000 kelahiran hidup. Dengan demikian maka upaya menurunkan jumlah kematian ibu adalah salah satu prioritas tertinggi dalam lingkup kesehatan reproduksi. Jumlah kematian ibu di Kabupaten Tangerang pada tahun 2009adalah sebanyak 22 orang dengan estimasi Angka Kematian Ibu sebesar 197/100.000 Kelahiran Hidup dan jumlah persalinan oleh tenaga kesehatan 83,13%.

Gambar III.3

Jumlah Kematian Ibu di Wilayah Kabupaten TangerangTahun 2003-2009

 

Penyebab utama kematian ibu di Indonesia adalah perdarahan,hipertensi dan infeksi, faktor-faktor tersebut juga menjadi penyebabkematian ibu di Kabupaten Tangerang ,seperti pada gambar berikut

Page 4: Derajat Kesehata1

Gambar III.4Penyebab Kematian Ibu di Wilayah Kabupaten TangerangTahun 2009

 

B. Angka Kesakitan

1. Duapuluh Besar Penyakit

Berdasarkan hasil laporan Bulanan Penyakit (LB1) dari Puskesmas,didapatkan pola penyakit yang terjadi di Kabupaten Tangerang pada tahun 2009 menurut semua golongan umur, seperti pada grafikberikut ini :

Gambar III.5Grafik 20 Besar Penyakit  di Kabupaten TangerangTahun 2009

Page 5: Derajat Kesehata1

Dari grafik dapat dilihat bahwa Penyakit ISPA merupakan penyakitterbanyak yang terjadi pada tahun 2009 kemudian disusul penyakit Batuk

2.Penyakit Menular

Dalam rangka penanggulangan penyakit menular dilakukan berbagaikegiatan antara lain:

1). Pencegahan dan pemberantasan demam berdarah dengue melalui pemberantasan sarang nyamuk.2). Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Filariasis, dengan melakukan pengobatan masal Filariasis ke 23). Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Tuberkulosis4). Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Kusta 5). Penemuan kasus,Pencegahan serta pengobatan HIV-AIDS6). Penyakit menular langsung lainnya serta penyakit yang dapat dicegah dengan Imunisasi.

Adapun data-data yang dapat disajikan adalah sebagai berikut :

a.Penyakit Menular Bersumber Binatang

1.Demam Berdarah Dengue (DBD).Pada Tahun 2009, Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakitDBD dititik beratkan pada kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk(PSN) disemua wilayah, dan pemantauan jentik berkala untukmencapai angka bebas jentik sesuai target ( >95 %), dengan

Page 6: Derajat Kesehata1

melakukan Lomba sekolah dan desa bebas jentik,penemuan penderitaDBD melalui survey jentik dengan  melakukan PE dan melaksanakanFoging Fokus sesuai indikasi. Jumlah penderita penyakit DemamBerdarah Dengue (DBD) di Kabupaten Tangerang  dilaporkan  sebagaiberikut  :

Tabel III.2Data Kasus Demam Berdarah Dengue di Kabupaten Tangerang Tahun 2004 – 2009

Gambar. III.6Jumlah Kasus Demam Berdarah DengueMenurut Puskesmas Tahun 2009

 

Dari Grafik di atas menunjukkan Puskesmas Kutabumi memiliki kasus yangterbanyak disusul Puskesmas Mauk dan Kelapa Dua.

2. Filariasis

Page 7: Derajat Kesehata1

Gambar III.7Wilayah Puskesmas yang mendapat Kasus Filariasis Tahun 2009

Upaya kesehatan dalam rangka pemberantasan penyakit filaria tahun 2009 difokuskan pada kegiatan Pengobatan Massal (tahun kedua), penemuan penderitadan pengendalian vektor yang berpotensi di wilayah endemis. Jumlah seluruh kasus di th 2008 sebanyak 26 kasus yang tersebar di 12 wilayah kecamatan (termasuk Tangsel), 14 kasus di Kabupaten Tangerang dan semua kasus sudahditangani (100%).

Pada tahun 2009 ditemukan 6 kasus baru Penyakit filariasis di Kabupaten Tangerang, masing-masing di kec. Rajeg ,Mekar Baru, Gunung Kaler, Mauk, Sindang Jaya, dan Pakuhaji). Dapat dilihat pada gambar diatas.

b. Penyakit Menular Langsung.

1. Penyakit DiarePenyakit diare adalah penyakit yang banyak menyerang golongan umuranak-anak terutama balita.Dimana hal ini dapat mempengaruhi perkembanganpertumbuhan dan kualitas hidup anak. Upaya program pemberantasan melaluiedukasi dan peningkatan kemampuan penanggulangan kasus oleh petugas lapangan terus dilakukan.  Pada tahun 2009 jumlah kasus diare untuk semuaumur terlihat pada grafik dibawah ini :

Gambar III.8

Jumlah Kasus Diare di Kabupaten Tangerang Tahun 2006 - 2009

Page 8: Derajat Kesehata1

Gambar III.9

Cakupan Penemuan Penderita Diare Se-Kabupaten TangerangTahun 2006 - 2009

 

Gambar III.10Trend Kasus Penyakit Diare per bulan di Kabupaten Tangerang Tahun 2006 – 2009

Page 9: Derajat Kesehata1

 

Dari grafik diatas terlihat adanya peningkatan kasus diare pada tahun 2009 yaitudi bulan Juni, tetapi jumlah kasus pada bulan Juni tersebut relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan puncak kasus diare di bulan Nopember tahun 2008, (sebanyak 3900 kasus diare pada Juni 2009 dibandingkan 5095 kasus diare di bulanNopember 2008) .

 

2.Pneumonia

Gambar III.11Grafik Cakupan Penemuan Penderita Pneumonia Balita Di Kabupaten Tangerang Tahun 2005 - 2009

Page 10: Derajat Kesehata1

Dari grafik tersebut, terlihat penurunan cakupan penemuan Pneumonia,dibandingkanhasil di tahun.2008 yaitu sebesar 5,29%.

Gambar III.12Grafik penemuan kasus PneumoniaDi Kabupaten Tangerang Tahun 2009

Dari grafik tersebut terlihat bahwa Cakupan Penemuan kasus  pneumoniaterbanyak pada th.2009 ditemukan diwilayah Balaraja dan Suradita.

3.Penyakit Kusta

Page 11: Derajat Kesehata1

Gambar III.13Kasus Baru Kusta Type PB dan MBDi Kabupaten Tangerang Tahun 2009

Secara keseluruhan jumlah penderita penyakit kusta di Kabupaten Tangerangpada tahun 2008 adalah 261 kasus baru terdiri dari 40 kasus PB dan 221 kasus MB.Pada th 2009 ditemukan 30 kasus baru PB dan 152 kasus baru MB, dari 40 kasus PB di tahun 2008 25 kasus sudah RFT di tahun 2009, sedangkandari 373 kasus MB yang minum obat, sudah RFT sebanyak 169  kasus (45.31 %).

 

c.Penyakit HIV / AIDS

Upaya pelayanan kesehatan dalam rangka penanggulangan penyakit HIV/AIDS,disamping ditujukan pada penanganan penderita yang ditemukan juga diarahkan pada upaya pencegahan melalui penemuan penderita secara diniyang dilanjutkan dengan kegiatan konseling. Berdasarkan pelaporan dariPuskesmas dan Rumah Sakit diketahui pada tahun 2008 terdapat 87 kasusHIV/AIDS, dari jumlah tersebut yang ditangani sebanyak 100%. Walaupunjumlah penderita HIV/AIDS secara kumulatif relatif kecil (Case Rate 1,60per 100.000 penduduk), namun dalam perjalanan penyakit dari HIV (+)menjadi AIDS tidak diketahui dengan pasti periodisasinya karena adanya”windows periods”,sehingga kelompok ini menjadi potensial dalam penularanpenyakit AIDS.Sedangkan untuk data kasus dapat dilihat pada grafik berikut.  

Gambar III.14Kasus HIV - AIDS di Kabupaten Tangerang Tahun 2009

Page 12: Derajat Kesehata1

Berdasarkan grafik tersebut Kecamatan Kosambi menjadi urutan pertama tertinggiuntuk kasus HIV,selanjutnya disusul oleh Kecamatan Cikupa dan Kelapa Dua.Untuk Kasus Infeksi Menular Seksual (IMS) ditemukan 884 kasus dan semua kasustersebut telah ditangani .

d.Penyakit Tuberkulosa

Jumlah kasus TBC Paru BTA positif pada tahun 2009 diperkirakan 2638 orang, dari jumlah tersebut dilakukan pemeriksaan dan pengobatan pada 1927 orang sehingga diperoleh Case Detection rate (CDR) sebesar 73 %, angka ini meningkat dibandingkandengan tahun sebelumnya yaitu 71,1 %.    Angka kesembuhan TBC Paru (Cure Rate) adalah kasus yang ditemukan dan diobati pada tahun 2008 dan dievaluasi di tahun 2009, CR yang diperoleh adalah sebesar82,3 % dengan suces rate 87 %,angka ini mengalami  penurunan bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu 97,04 %, hal ini disebabkan adanya pemisahan wilayahdengan Tangerang Selatan, sehingga ada penurunan jumlah pasien TBC sembuh untukwilayah Kabupaten Tangerang

Gambar III.15Penemuan Kasus TB(CDR)/PuskesmasDi Kabupaten Tangerang Tahun 2009

Page 13: Derajat Kesehata1

e.Penyakit yang dapat dicegah dengan Imunisasi (PD3I) dan KLB (Kejadian Luar Biasa)

PD3I adalah penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Upaya pencegahan dilakukandengan pemberian immunisasi, dan vaksin yang dipakai adalah : DPT_HB untuk mencegahpenyakit Difteri, Pertusis, Tetanus dan Hepatitis-B; sedangkan vaksin Polio untukmencegah penyakit polio (lumpuh); vaksin campak untuk mencegah penyakit campak (measles)dan BCG untuk mencegah penyakit TBC.Keberhasilan pemberian immunisasi diukur denganpencapaian Universal Child Immunization (UCI) yang pada dasarnya merupakan proksiterhadap cakupan atas imunisasi secara lengkap pada kelompok bayi.Bila cakupan UCI dikaitkan dengan batasan suatu wilayah, berarti dalam wilayah tersebut tergambarkan besarnya tingkat kekebalan pada bayi (herd immunity) terhadap penularan penyakit yangdapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Dalam indikator Indonesia Sehat 2010 ditargetkanpencapaian UCI 100% pada wilayah administrasi desa atau kelurahan, maksudnya adalah≥ 80% dari jumlah bayi yang ada di desa tersebut mendapatkan imunisasi dasar lengkap.Perlu diketahui bahwa jumlah Desa UCI untuk Kabupaten Tangerang adalah 235 desa (86 %)dari jumlah desa (274).PD3I berpotensi menjadi kejadian luar biasa (KLB). Beberapa penyakit bisa dikatakan sebagai KLB  apabila ada kenaikan kejadian kasus 3 kali atau lebih, dari tidak adakasus menjadi ada. Sebagai contoh, untuk penyakit campak dikatakan sebagai KLB apabiladalam suatu  RT (dusun) atau dalam wilayah epidemiologi ada 5 kejadian kasus dalam kurun waktu 28 hari, sedangkan untuk Dipteri setiap kejadian walaupun 1 kasus sudahdapat disebut KLB. Gambaran Pola kejadian kasus PD3I di Kabupaten Tangerang dalam

Page 14: Derajat Kesehata1

kurun waktu 2008 s/d 2009 adalah sebagai berikut :

Tabel. III.3Pola Kasus PD3I Di Kabupaten Tangerang Tahun 2008 - 2009

Kasus PD3I yang ditemukan pada tahun 2008 dan 2009 adalah Difteri, Tetanus danCampak. Bila dibandingkan dengan tahun 2008, maka jumlah kasus penyakit yang ditemukan di tahun 2009 mengalami penurunan yang cukup berarti baik dalam jumlahkasus dan jumlah lokasi kecamatan , dari tabel diatas dapat dilihat bahwa penurunan yangpaling tinggi adalah  pada penyakit campak.

Tabel. III.4Kasus KLB Di Kabupaten Tangerang Tahun 2008 - 2009

 

Kejadian Luar Biasa (KLB) yang  terjadi pada tahun 2008 ada 6 jenis,sedangkan pada tahun2009 ada 7 jenis KLB , dimana penyakit Leptospirosis dan Avian Influenza merupakan kasus baru yang ditemukan di tahun 2009.Dilihat dari jumlah kasus,ada beberapa KLB yg mengalamimengalami penurunan, yaitu KLB Chikungunya pada tahun 2008 terdapat 469 kasus, menjadi135 kasus di tahun 2009 ;KLB DBD pada tahun 2008 terdapat 685 kasus di 10 wilayah

Page 15: Derajat Kesehata1

kecamatan,menjadi 398 kasus di 7 kecamatan pada tahun 2009Keadaan ini menendakan semakin intensifnya kegiatan surveilens dari Dinas Kesehatan danPuskesmas serta meningkatnya kesadaran masyarakat untuk melaporkan kejadian penyakit.

C.STATUS GIZI

1.Kekurangan Energi Protein

Penanggulangan KEP dilakukan melalui beberapa intervensi yang saat skrining kasus, antaralain penyuluhan individual dan konseling pengetahuan tentang pola asuh keluarga dan PMTPMT dalam rangka meningkatkan keluarga sadar gizi dan meningkatkan keberhasilan PemberianPemberian makanan tambahan (PMT) pemulihan pada balita gizi burukPada kasus-kasus kronis gizi buruk yang memerlukan rawatan di fasilitas pelayanan kesehatandasar (Puskesmas) maka kasus di rawatinapkan bahkan bila memerlukan rawatan lanjutan dapat dapat di rujuk ke RSUD, dengan biaya rujukan bersumber dari APBN,dengan biaya rujukanbersumber dari APBN melalui Jamkesmas dan APBD Kabupaten Tangerang.    Langkah-langkah yang telah ditempuh cukup efektif didalam menurunkan angka gizi buruk diilapangan. Dengan angka kemiskinan yang cukup tinggi maka balita gizi buruk dan gizi kurangmerupakan prioritas untuk ditanggulangi setiap tahunnya.

Pada dasarnya ada beberapa penyebab perubahan status gizi balita, bukan hanya disebabkanhanya disebabkan oleh kondisi kesehatan saja tetapi juga oleh faktor-faktor lain diluar kesehatanseperti kesejahteraan, pendidikan, lapangan kerja dan lain-lain. Pada tahun 2008 jumlah gizi buruk adalah sebanyak 2598 orang, yang berasal dari puskesmas di wilayah Tangerang Selatan 433 orang (0,14 %),sisanya 2165 (0,70 %) dari wilayah Kabupaten Tangerang

Tabel III.5Jumlah Kasus Gizi Balita di Kabupaten Tangerang

Page 16: Derajat Kesehata1

Tahun 2008 - 2009

 

Gambar III.16Gambaran Status Gizi Balita di Kabupaten TangerangTahun 2007 – 2009

 

 

 

 

 

 

Dari grafik tersebut terlihat bahwa  bahwa dibandingkan dengan tahun 2008 terjadi peningkatanpersentase kasus gizi kurang yaitu dari 6,08 % menjadi 6.93 % di tahun 2009, sedangkan persentasekasus gizi buruk dari 0.84 % menjadi 0,99 % .Hasil kegiatan bulan penimbangan Balita pada bulanAgustus tahun 2009, menunjukkan adanya 2 kecamatan yang termasuk dalam kriteria Kecamatan rawan Gizi, yaitu Kecamatan  Mekar Baru dan Kecamatan Kosambi. Kecamatan Rawan Gizi adalah kecamatan dimana jumlah balita dengan status gizi kurang dan status gizi buruk lebih besar atau sama dengan15 % dari jumlah balita ditimbang pada wilayah tersebut.

D. PERILAKU MASYARAKAT

Dari hasil survey cepat PHBS terhadap sampel sebanyak 56.387 KK pada bulan April tahun 2009,

Page 17: Derajat Kesehata1

diperoleh hasil 16,65% KK berperilaku sehat.Bila dibandingkan dengan hasilsurvey tahun 2008 (38%)prosentase KK sehat mengalami penurunan, hal ini disebabkan indikator KK sehat tahun 2008 berbedadengan tahun 2009.Dari hasil pengkajian PHBS tersebut dapat digambarkan permasalahanperilaku kesehatan dengan urutan sebagai berikut :

1. Tidak memberikan ASI Eksklusif                  : 78,59%2. Masih merokok                                         : 74,68%3. Merokok didalam rumah                             : 74,56%4. Persalinan tidak ditolong oleh Nakes             : 67,10%5. Tidak menjadi anggota JPKM                       : 64,67%6. Tidak mengkonsumsi sayur dan buah            : 48,68%7. Tidak buang Air Besar di jamban                  : 47,61%8. Rasio Penghuni dg luas rumah yang tidak      : 42,91%memenuhi syarat9. Lantai rumah tidak memenuhi syarat kesehatan    : 36,66%10. Tidak melakukan Aktifitas Fisik                           : 30,03%11. Tidak menggunakan Sarana Air Bersih                : 29.00%

Salah satu upaya yang dilakukan untuk merubah perilaku masyarakat adalah dengan penyebarluasaninformasi melalui berbagai metode dan media. Media yang digunakan dalam penyebarluasan informasi antara lain media cetak : spanduk, banner, leaflet, poster, lembar balik, sticker, booklet, tabloidINTAN, berlangganan advertorial di media massa. Media elektronik talkshow dan spot di stasiun radio.Metode yang digunakan antara lain penyuluhan perorangan, penyuluhan kelompok, KPP (Komunikasi Perubahan Perilaku), Pembentukan Kelompok  Masyarakat Peduli, Kampanye kesehatan.

 

E.PERAN SERTA MASYARAKAT

Pelaksanaan Usaha Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM), diantaranya dapat dilihat pada tabel dibawahini ;

Tabel III.6Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat

Page 18: Derajat Kesehata1

Di Kabupaten Tangerang Tahun 2009

 

 

 

 

Bila dibandingkan dengan tahun 2008 , maka pada tahun 2009 prosentase Posyandu Aktif (Purnamadan Mandiri) mengalami kenaikan sebesar 3,76% . Sedangkan jumlah desa  siaga aktif sampai dengantahun 2009 adalah 27 desa (23,27 %) dari 116 desa siaga yang sudah terbentuk.

Sampai dengan Tahun 2009 sudah terbentuk kepengurusan SBH di 29 Ranting dengan jumlah anggota sebanyak 1257. Kegiatan yang dilaksanakan bertujuan untuk meningkatkan keterampilan pengurus,pamong, instruktur dan peserta didik. Dari mulai terbentuk sampai sekarang SBH telah menunjukkanperan melalui Bakti Masyarakat dalam hal peningkatan PHBS, pencegahan penyakit, dan penyehatan lingkungan.

 

F.KESEHATAN LINGKUNGAN

Untuk menilai keadaan lingkungan dan upaya yang dilakukan untuk menciptakan lingkungan sehattelah dipilih empat indikator, yaitu persentase keluarga yang memiliki akses air bersih,presentase rumah sehat, keluarga dengan kepemilikan sarana sanitasi dasar, Tempat Umum dan Pengolahan Makanan (TPUM).Beberapa upaya untuk memperkecil resiko turunnya kualitas lingkungantelah dilaksanakan oleh berbagai instansi terkait, swasta, NGO dll seperti pembangunan sarana sanitasi dasar, pemantauan dan penataan lingkungan, pengukuran dan pengendalian kualitas lingkungan. Pembangunan sarana sanitasi dasar bagi masyarakat yang berkaitan langsung denganmasalah kesehatan meliputi penyediaan air bersih, jamban sehat, perumahan sehat yang biasanya

Page 19: Derajat Kesehata1

ditangani secara lintas sektor. Sedangkan dijajaran Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerangkegiatan yang dilaksanakan meliputi pemantauan kualitas air minum, pemantauan sanitasi rumah   sakit, pembinaan dan pemantauan sanitasi tempat – tempat umum (hotel, terminal), tempatpengolahan makanan, tempat pengolahan pestisida dan sebagainya. Didalam memantau pelaksanaanprogram kesehatan lingkungan dapat dilihat beberapa indikator kesehatan lingkungan sebagaiberikut :

1. Penggunaan dan Akses Air Bersih

Hasil inspeksi sanitasi petugas Puskesmas Tahun 2009 tentang penggunaan air bersih padasetiap keluarga, dari 134.660 KK yang diperiksa ternyata  keluarga yang memiliki akes airbersih telah mencapai 94,52 % dengan perincian yaitu : sumur gali + 33,60 %, sumur pompatangan + 27,16 % ledeng  +  7,95%, PAH 0.45 %, kemasan 2,60 % dan lainnya +   22,95 %.

2. Rumah Sehat

Bagi sebagian besar masyarakat, rumah merupakan tempat berkumpul bagi semua anggota keluarga    dan menghabiskan sebagian besar waktunya, sehingga kondisi kesehatan perumahan dapat berperan sebagai media penularan penyakit diantara anggota keluarga atau tetangga sekitarnya.Pada tahun 2008 telah dilakukan Inspeksi Sanitasi (IS) di 47 wilayah Puskesmas di KabupatenTangerang, dari hasil inspeksi sanitasi tersebut sebanyak 201.021 rumah yang dinyatakanmemenuhi syarat kesehatan sebanyak 137.448 rumah (68,38%).Untuk tahun 2009 dimana telahterjadi pemekaran wilayah Kabupaten Tangerang dengan Kota Tangerang Selatan berimplikasiterhadap penurunan akumulasi jumlah rumah yang diperiksa dan persentase rumah sehat di 29kecamatan Kabupaten Tangerang ,dari hasil inspeksi sanitasi terhadap 112.257 didapatkanrumah yang dinyatakan memenuhi syarat kesehatan adalah sebanyak 74.928 rumah (66,75 %). Dari data yang ada, maka program sosialisasi terhadap masyarakat untuk membangun rumahsehat perlu terus dilakukan sehingga pencegahan terhadap perkembangan vektor penyakit

Page 20: Derajat Kesehata1

dapat diperkecil, demikian pula penyebab penyakit lainnya disekitar rumah.

3. Keluarga Dengan Kepemilikan Sanitasi Dasar

Keluarga dengan kepemilikan sarana sanitasi dasar meliputi kepemilikan jamban keluarga,    tempat sampah dan pengelolaan air limbah keluarga. Keseluruhan hal tersebut sangatdiperlukan didalam peningkatan kesehatan lingkungan.Berdasarkan hasil inspeksi sanitasiterhadap 226.772 keluarga tentang kepemilikan sarana jamban keluarga di wilayah KabupatenTangerang pada tahun 2008 ternyata baru 112.660 (76,42 %) keluarga yang memiliki jamban keluarga, maka jika dibandingkan dengan hasil inspeksi sanitasi tahun 2009 terhadap 125.414 KK yang diperiksa ternyata terjadi penurunan jumlah keluarga yang memiliki    jamban yang memenuhi syarat menjadi 48.875 KK (67,43 %) hal ini disebabkan pemekaranwilayah di Kabupaten Tangerang dimana 10 Kecamatan menjadi wilayah Tangerang Selatan.    Untuk KK yang memiliki tempat sampah berdasarkan hasil inspeksi pada tahun 2009 dari 124.373 KK yang diperiksa KK yang memiliki tempat sampah 71.254 KK sedangkan KK yangmemiliki tempat sampah sehat  43.781 KK (61,44 %). Untuk pengolahan air limbah berdasarkanhasil inspeksi sanitasi tahun 2009 dari 124.099 KK yang diperiksa, Jumlah KK yang memilikipengolahan air limbah sehat 44.603 KK (65,81 %). Hasil pendataan yang dilakukan olehPetugas Sanitasi Puskesmas sampai tahun 2009 mununjukkan adanya penurunan, dapat dilihat pada grafik berikut :

Gambar III.17Kepemilikan Sarana Sanitasi Dasar dan Akses Air BersihKabupaten Tangerang Tahun 2009

Dari data diatas menunjukkan bahwa tahun 2009 kepemilikan sarana sanitasi dasar sertapenggunaan dan akses air bersih di Kab.Tangerang terjadi penurunan dibandingkan tahun

Page 21: Derajat Kesehata1

2008,hal ini disebabkan terjadinya pemekaran wilayah di Kabupaten Tangerang dimana 10 kecamatanmenjadi Kota Tangerang Selatan.

4. Angka Bebas Jentik

Dibandingkan dengan Angka Bebas Jentik (ABJ) pada tahun 2008 hanya 70.11 %, maka berdasarkanhasil pemeriksaan pada tahun 2009 terhadap 87.459 rumah, terjadi peningkatan persentase

rumah bebas jentik  yaitu sebanyak 68.254 rumah (78.04 %), namun hasil tersebut masih belummemenuhi target Angka Bebas Jentik  (AJB) yaitu 95 %  

5. Tempat Pengolahan Makanan (TPM)

Makanan adalah kebutuhan pokok manusia yang dibutuhkan setiap saat dan memerlukan pengelolaanyang baik dan benar agar bermanfaat bagi tubuh. Pengelolaan yang baik dan benar pada dasarnyaadalah mengelola makanan berdasarkan kaidah-kaidah dari prinsip-prinsip hygiene dan sanitasimakanan. Upaya penyehatan makanan ditujukan untuk melindungi masyarakat dan konsumen terhadappenyakit-penyakit yang ditularkan melalui makanan dan mencegah keracunan makanan. Upaya tersebut pada dasarnya menyangkut orang yang menangani makanan, tempat pengolahan  makanan   dan proses pengolahannya. Hasil pengawasan terhadap kualitas penyehatan tempat umum dan pengolahan makanan tahun 2009 menunjukkan hasil sebagai berikut :

Tabel III.7Hasil Pengawasan TPM di Kabupaten TangerangTahun 2009

 

 

Selain kegiatan di atas, juga dilaksanakan Sosialisasi Peraturan Daerah Nomor 13 tahun 2008 tentangPenyelenggaraan Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) yang berisi tentang tata cara memperoleh sertifikasi

Page 22: Derajat Kesehata1

kursus TPM, hak dan kewajiban pengelola TPM, sanksi yang berlaku bagi pelanggaraan TPM serta perlindungan bagi masyarakat terhadap keamanan pangan agar tidak membahayakan kesehatan dan meningkatkanderajat kesehatan masyarakat. Kegiatan lainnya yaitu koordinasi antar instansi terkait / terpadutentang keamanan pangan yaitu dengan Dinas Perindustrian, Dinas Pendidikan, Departemen Agama, Dinas Ketahanan Pangan, Dinas Peternakan, Satpol PP dan PKK Kabupaten Tangerang.

G.PELAYANAN KESEHATAN

 

1. Pelayanan Imunisasi

a. Pelaksanaan Imunisasi Rutin

Pada tahun 2007 imunisasi DPT dan Hepatitis B diberikan secara tunggal.Sedangkan tahun 2009diberikan dengan menggabungkan dua antigen dalam satu kali pemberian imunisasi. Jenis imunisasiyang diberikan adalah DPT-HB 1, 2 sampai dengan 3.

Tabel III.8Cakupan Imunisasi Rutin Menurut Jenis AntigenDi Kabupaten Tangerang Tahun 2007 - 2009

b. Pelaksanaan BIAS

Pada bulan Agustus tahun 2009  telah terlaksana BIAS Imunisasi Campak pada 55.627 anak atau sekitar 94 % dari sasaran anak SD kelas I dari 39 wilayah Puskesmas.Hasil pelaksanaan ImunisasiDT dan TT pada anak sekolah adalah 57.683 anak murid kelas I mendapat Imunisasi DT atau 94 % dari sasaran dan 105.785 anak murid kelas II dan III mendapat Imunisasi TT atau 95 % dari sasaran.

2. Pelayanan Kesehatan Ibu

Page 23: Derajat Kesehata1

 

a. Pemeriksaan Ibu Hamil

Konsep kunci dalam melakukan evaluasi cakupan pelayanan antenatal adalah akses dan retensi.Akses dihitung menggunakan indikator K1 yang menghitung proporsi ibu hamil yang melakukan sedikitnya satu kunjungan antenatal. Retensi dihitung menggunakan indikator K4 yang menghitung proporsi ibu hamil yang melakukan sedikitnya 4 kunjungan antenatal, sesuai standar baku bagi ibuhamil yang tidak mengalami komplikasi atau gejala sakit/resiko apapun. Selisih antara K1 dan K4mencerminkan tingkat ‘kesempatan yang hilang’ pada sistem layanan kesehatan-mereka adalah para ibu yang terbukti memiliki akses kepada layanan namun tidak melakukan kunjungan sebanyak jumlahyang disarankan. Selisih ini mencerminkan kesenjangan potensial atas kualitas layanan, sekaligus keuntungan potensial untuk menutup kesenjangan itu.

Gambar III.18Cakupan Pemeriksaan Ibu Hamil (K1)di Kabupaten Tangerang Tahun 2005-2009

Gambar III.19Cakupan Pemeriksaan Ibu Hamil (K4) di Kabupaten Tangerang Tahun 2005-2009

 

 

Page 24: Derajat Kesehata1

 

Dari gambar diatas diperoleh cakupan K4 pada tahun 2009 adalah 86,04% hasil ini sudah melampauitarget K4 Nasional (84%).Dari kehamilan yang dilaporkan pada tahun 2009, didapatkan 101,78% ibuhamil melakukan sedikitnya satu kunjungan antenatal (K1), sehingga terdapat selisih K4 dan K1sebesar 9.497 orang ibu hamil yang tidak memenuhi standar minimum empat kali kunjungan,hal inikemungkinan disebabkan  adanya ibu hamil yang tidak mematuhi jadwal kunjungan antenatal yang disarankan atau terlambat untuk mengakses ANC sebanyak empat kali dan dapat juga karena faktorpenyebab lain antar lain kualitas layanan kesehatan yang belum maksimal, kesadaran masyarakatmasih kurang, dan faktor-faktor akses layanan belum optimal.

b. Persalinan oleh Tenaga Kesehatan dengan Kompetensi Kebidanan

Meningkatnya proporsi ibu bersalin dengan bantuan tenaga kesehatan  yang terlatih kemungkinanadalah langkah awal terpenting untuk mengurangi kematian ibu dan kematian neonatal dini.

Gambar III.20Cakupan Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan di Kabupaten Tangerang Tahun 2005-2009

 

 

 

Dalam lima tahun terakhir pertolongan persalinan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan terus meningkathal ini disebabkan beberapa kegiatan telah berjalan dengan baik antara lain : Kemitraan  Bidan dan   Dukun, baik kegiatan Pelayanan Obstetric Neonatal Emergensi  Dasar (PONED) di Puskesmas PONED,

Page 25: Derajat Kesehata1

peningkatan kapasitas manajemen tenaga kesehatan terutama tenaga bidan dalam Asuhan Persalinan Normal,    Manajemen Asfiksia, Manajemen BBLR, Pelatihan PONED;  selain itu Bidan desa proaktif dalam pelayanan kesehatan  didesanya masing-masing,  serta sudah berjalannya kegiatan KPKIA  (Kelompok Peminat KesehatanIbu dan Anak) di beberapa desa di wilayah Kabupaten Tangerang.

3. Pelayanan Neonatal

Pelayanan kesehatan neonatus adalah pelayanan kesehatan sesuai standar yang diberikan oleh tenagakesehatan yang kompeten kepada neonatus sedikitnya 2 kali,selama periode 0 sampai dengan 28 hari setelah    lahir, baik di fasilitas kesehatan maupun melalui kunjungan rumah.  Pelaksanaan pelayanan kesehatan neonatus meliputi :1.Kunjungan Neonatal ke-1 (KN 1) dilakukan pada kurun waktu 1 – 7 hari setelah lahir.2.Kunjungan Neonatal ke-2 (KN2) dilakukan pada kurun waktu hari ke 8 sampai dengan hari ke 28 setelahlahir.Kunjungan neonatal bertujuan untuk meningkatkan akses neonatus terhadap pelayanan kesehatan dasar,mengetahui sedini mungkin kelainan/masalah kesehatan pada neonatus. Risiko terbesar kematian neonatus terjadi pada 24 jam pertama kehidupan,minggu pertama dan bulan pertamakehidupannya.Sehingga jika bayi lahir di fasilitas kesehatan sangat dianjurkan untuk tetap tinggal difasilitas kesehatan selama 24 jam pertama.

Tabel III.9Hasil Pencapaian Pelayanan Kesehatan Neonatal-Bayi di Kabupaten Tangerang Tahun 2006-2009

 

 

Pelayanan Kesehatan Neonatal dasar dilakukan secara komprehensif dengan melakukan pemeriksaan dan  perawatan Bayi baru Lahir dan pemeriksaan menggunakan pendekatan Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM) untuk memastikan bayi dalam keadaan sehat, yang meliputi :

1.Pemeriksaan dan Perawatan Bayi Baru Lahir

Page 26: Derajat Kesehata1

•    Perawatan Tali pusat•    Melaksanakan ASI Eksklusif •    Memastikan bayi telah diberi Injeksi Vitamin K1•    Memastikan bayi telah diberi Salep Mata Antibiotik •    Pemberian Imunisasi Hepatitis B-0

2.Pemeriksaan menggunakan pendekatan MTBM•    Pemeriksaan tanda bahaya seperti kemungkinan infeksi bakteri, ikterus, diare, berat badan rendah dan Masalah pemberian ASI.•    Pemberian Imunisasi Hepatitis B0 bila belum diberikan pada waktu perawatan bayi baru lahir•    Konseling terhadap ibu dan keluarga untuk memberikan ASI eksklusif, pencegahan hipotermi dan melaksanakan perawatan bayi baru lahir di rumah dengan menggunakan Buku KIA.•    Penanganan dan rujukan kasus bila diperlukan.

4. Pelayanan Perbaikan Gizi

Gambar III.21Cakupan pemberian Vit A pada Bayi Di Kabupaten Tangerang Tahun 2009

Program penanggulangan KVA telah dimulai sejak tahun 1970-an namun sampai saat ini masalah KVA     masih menjadi salah satu masalah gizi utama di Indonesia. KVA tingkat berat (Xeropthalmia) yang     dapat menyebabkan kebutaan sudah jarang ditemui, tetapi KVA tingkat sub-Klinis yaitu KVA yang belum menampakkan gejala nyata masih diderita oleh sekitar 50 % balita di Indonesia.

Sampai saat ini strategi penanggulangan KVA masih bertumpu pada pemberian kapsul Vitamin A dosistinggi. Kapsul Vitamin A biru (100.000 IU) diberikan kepada bayi (6-11 bulan) satu kali dalam   setahun yaitu pada bulan Februari atau Agustus, sedangkan kapsul Vitamin A merah (200.000 IU)diberikan kepada anak balita (1-5 tahun) setiap bulan Februari dan Agustus, serta kepada ibu     nifas paling lambat 42 hari setelah melahirkan. Cakupan pemberian vitamin A  tahun 2009 dapat dilihat pada gambar III.21

Page 27: Derajat Kesehata1

5.  Pelayanan  Kesehatan Usia Lanjut

Gambar III.22Kegiatan Lansia di Kabupaten Tangerang Tahun 2009

 

 

 

 

Pelayanan kesehatan salah satunya ditujukan terhadap kelompok usia lanjut dengan kelompok umur pra lanjut usia (45-59 thn) dan lanjut usia   (>60thn), pada kedua kelompok ini biasanya banyak mengalami gangguan kesehatan degeneratif dan fungsi tubuh lainnya. Dalam upaya meningkatkan status   kesehatan usia lanjut, telah dilaksanakan kegiatan program pelayanan kesehatan usia lanjut. Program Pelayanan kesehatan usia lanjut juga telah diupayakan melalui kegiatan penjaringan kesehatan di Posbindu dan Puskesmas. Pada tahun 2009 jumlah posbindu yang ada di Kabupaten Tangerang sebanyak 395, meningkat dari tahun sebelumnya yaitu sebanyak 375 di tahun 2008, hal inidisebabkan meningkatnya peran serta masyarakat serta aktifnya petugas kesehatan di Puskesmas.

6.  Pelayanan pengobatan

Pelayanan pengobatan rawat jalan dan Rawat Inap untuk masyarakat yang dilakukan di Puskesmas,    Rumah Sakit telah menunjukan peningkatan yang cukup signifikan selama tahun 2008, seperti yangditunjukan pada Grafik di bawah ini ;

Gambar III.23Persentase Kunjungan Pasien ke Pelayanan Pengobatandi Puskesmas & Rumah Sakit  Se- Kabupaten Tangerang

Page 28: Derajat Kesehata1

Tahun  2008 - 2009

Untuk Pelayanan Pengobatan Gigi dapat dilihat dari pencapaian pelayanan dasar kesehatangigi di Puskesmas pada Grafik dibawah ini :

Gambar III.24Hasil Pencapaian Pelayanan Kesehatan Gigi    Di Kabupaten Tangerang 2009

Dari Grafik dapat disimpulkan bahwa Rasio tambal/cabut untuk tahun 2009 adalah sebesar 0,52Untuk meningkatkan mutu pelayanan promotif,kuratif dan rehabilitatif dalam kesehatan gigi.,makaPuskesmas telah dilengkapi dengan sarana prasarana kesehatan gigi yang lebih memadai serta lebih digiatkan program UKGMD dan UKGS

Dibawah ini adalah gambaran kinerja pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Kabupaten Tangerang tahun 2009  sebagai berikut :

Pelayanan Rumah Sakit

Page 29: Derajat Kesehata1

Untuk mengukur kinerja pelayanan di Rumah Sakit diantaranya digunakan indikator sbb:

1.Bed Occupancy Rate (BOR)BOR  menunjukan Angka pemanfaatan tempat tidur di Rumah Sakit. Pada tahun 2009 BOR RSUD Kabupaten Tangerang yang merupakan RS kelas B  cukup tinggi yaitu berkisar 90 % , rata-rataBOR di RS Swasta berkisar 53 % sedangkan rata-rata BOR di RSIA Swasta  berkisar 37 %.

Tabel. III.10BOR, LOS dan TOI  Rumah Sakit Di Kabupaten Tangerang  Tahun 2008 - 2009

 

 

 

 

 

2.Length Of Stay (LOS)Untuk mengukur efisiensi dan mutu pelayanan Rumah Sakit adalah dengan angka rata- ratalamanya dirawat atau LOS. Angka rata-rata LOS untuk RSUD Kabupaten Tangerang pada tahun2009 yaitu 4 hari,sama dengan rata-rata LOS RS Swasta,sedangkan rata-rata LOS RSIAadalah 3 hari.

3.Turn Over Interval (TOI) TOI atau Interval Pemakaian Tempat Tidur adalah rata-rata jumlah hari tempat tidur rumahsakit tidak dipakai dari saat kosong ke saat terisi berikutnya. Pada tahun 2009 angka TOIuntuk RSUD Kabupaten Tangerang adalah 1 hari, TOI RS Swasta ádalah 4 hari sedangkan TOI RSIA ádalah 3 hari.

Tabel. III.11NDR dan GDR  Rumah Sakit di Kabupaten Tangerang Tahun 2008 - 2009

Page 30: Derajat Kesehata1

 

 

 

 

4. Net Death Rate (NDR)NDR adalah satu indikator untuk menilai mutu pelayanan Rumah Sakit, dengan menghitung angkakematian pasien di Rumah Sakit setelah dirawat lebih dari 48 jam per 1000 penderita keluarhidup dan mati. Nilai NDR yang ideal adalah < 25/1000 penderita.

5. Gross Death Rate (GDR)GDR atau kematian total pasien rawat inap yang keluar Rumah Sakit per 1.000 penderita keluarhidup dan mati. Nilai ideal GDR adalah < 45/1.000.

7. Pelayanan Kesehatan pada Masyarakat Miskin.

Peserta Jamkesmas Kabupaten Tangerang tahun 2009 berjumlah 938.866 jiwa, mengacu pada SuratKeputusan Bupati Tangerang nomor 440/Kep.73.Huk/2008.  Pelayanan kesehatan bagi masyarakatmiskin dilakukan di Puskesmas dan jaringannya yaitu RSUD Tangerang dan RS Rujukan yang sudahbekerjasama dengan Dinas kesehatan Kabupaten Tangerang. Pada tahun 2009 yang mendapatkanpelayanan di Puskesmas dengan rawat jalan umum sebanyak 882.037 orang (82,9%), jumlah ibu hamilsebanyak 7.634 orang, kunjungan ibu hamil (K4) sebanyak 4.261 orang (55,8%), Kunjungan neonatus(KN2) sebanyak 4.681 orang (107,9 %) dan Persalinan oleh tenaga kesehatan sebanyak 4.336 orang(56,8 %). Hal ini terjadi disebabkan karena pada saat ibu hamil, tidak melapor,pada saat melahirkan baru melapor, kemungkinan lain yaitu ibu hamil lahi dukun, setelah melahirkan barumelakukan kunjungan neonatus ke petugas kesehatan.Rumah Sakit Rujukan yang melayani Jaminan Kesehatan Daerah  (JAMKESDA) Kabupaten Tangerang tahun 2009 memberikan pelayanan  kepada pasien Jamkesda adalah sebagai berikut :

Tabel III.12

Page 31: Derajat Kesehata1

Rumah Sakit Rujukan Yang Melayani Pasien Jaminan KesehatanDaerah (Jamkesda) Kabupaten Tangerang Tahun 2009

 

 

 

8. Peran serta Swasta dalam Upaya Pelayanan Kesehatan

Dalam  meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan  terjangkau oleh masyarakat. Upaya  Pelayanan kesehatan itu sendiri tidak semata mata diselenggarakan oleh Pemerintah, melainkan juga mengikutsertakan sebesar-besarnya peran serta aktif segenap lapisan masyarakat dan berbagaipotensi pihak swasta.

Tabel III.13Sarana   Pelayanan  Kesehatan Yang Telah Memliki Izin Di Wilayah  Kabupaten TangerangTahun 2009

 

 

 

 

Tabel III.14Tenaga  Kesehatan Yang Telah Memliki Izin Di Wilayah  Kabupaten TangerangTahun 2009

 Last Updated ( Thursday, 28 October 2010 07:40 )  SekretarisPencegahan,

Page 32: Derajat Kesehata1

Indonesia dan Derajat Kesehatan OPINI Diah Ayu | 23 October 2010 | 20:15

87

0

1 dari 1 Kompasianer menilai Aktual.

<!– @page { margin: 0.79in } P { margin-bottom: 0.08in } –>

Kesehatan adalah hak hukum masyarakat dan tanggung jawab Negara.

Kesehatan dan kesejahteraan merupakan keinginan mutlak setiap manusia. Kesehatan seseorang tidak bisa diukur hanya dengan kondisi fisik namun juga lingkungan akses terhadap makanan bergizi, akses pelayanan kesehatan hingga budaya sehat di kalangan masyarakat.

Berdasarkan konstitusi WHO (World Health Organization) telah ditegaskan bahwa memperoleh derajat kesehatan yang setinggi tingginya merupakan hak asasi bagi setiap orang.

Menurut data yang dikeluarkan oleh WHO, Indonesia menempati posisi yang memprihatinkan dalam tingkat derajat kesehatan masyarakatnya. Padahal masalah derajat kesehatan maupun hak atas kesehatan telah tercantum dalam universal declaration of human right, sama halnya seperti yang tercantum dalam UUD 45 pasal 28H ayat 1 yang bunyinya “setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan

Page 33: Derajat Kesehata1

mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.”. Selain itu dengan adanya ketetapan MPR no XVII / MPR / 1998 dan UU NO 39 TAHUN 1999 tentang hak asasi manusia semakin menggambarkan perubahan paradigma bahwa kesehatan saat ini semata mata bukan lagi menjadi masalah yang pribadi yang terkait dengan nasib ataupun karunia Tuhan dan tidak ada hubungannya dengan tanggung jawab Negara, melainkan menjadi suatu hukum yang legal.

Sehingga hal ini menimbulkan sebuah pertanyaan sampai sejauh mana individu dan masyarakat berdasarkan pertimbangan hak asasi manusia dapat menuntut tanggung jawab Negara, menjamin perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia secara efektif dibidang kesehatan.

Sehingga untuk mewujudkan hal tersebut peraturan pertanggung jawaban Negara tersebut perlu diregulasikan dan dibentuk kebijakan penyedia sarana dan fasilitas kesehatan dengan standar kelayakan, dan keterjangkauan masyarakat.

Kaitannya dengan kasus yang telah dijelaskan sebelumnya dan juga pemaparan di atas maka sudah seharusnya pemerintah memberikan perhatian lebih kepada warga negaranya yang kurang mampu, yaitu dengan cara memberikan bantuan yang wujudnya Jamkesmas atau Jaminan Kesehatan Masyarakat. Sehingga dapat mengurangi biaya pengobatan bagi warga yang kurang mampu.

Sebenarnya program ini sudah berjalan cukup lama, namun hal ini sangat disayangkan sebab bantuan Jamkesmas ini kebanyakan diberikan tidak pada orang yang tepat dan birokrasi dalam agar mendapatkan Jamkesmas ini sering kali dipersulit oleh birokrasi yang ada. Dan ternyata jamkesmas ini dijadikan ajang “bisnis” baru oleh kaum kaum birokrat untuk menjadikan diri mereka mendapatkan kekayaan lagi. Jamkesmas yang sebenarnya tidak membutuhkan biaya sama sekali untuk mendapatkan pelayanan kesehatan di instansi kesehatan milik pemerintah kenyataannya hanya sebuah kata kata belaka. Untuk mendapat fasilitas jamkesmas ini masyarakat yang kurang mampu pada kenyataannya harus mengeluarkan sejumlah uang untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Ironisnya orang yang memiliki penghasilan cukup bahkan lebih justru mendapatkan bantuan tersebut sedangkan orang yang tidak mampu tidak mendapatkannya.

Seharusnya kini pemerintah lebih teliti mendata mana warga negaranya yang pantas menerima bantuan tersebut dan mana yang tidak. Selain itu pemerintah juga harus memantau bagaimana pelaksanaan Jamkesmas tersebut. Jangan sampai jamkesmas ini terus terusan dijadikan modal bagi para koruptor koruptor negri ini. Jika pemerintah berhasil melaksanakan program jamkesmas ini dengan baik dan benar sesuai dengan tujuan awal maka kesehatan masyarakat Indonesia akan terjamin. Dengan begitu keberhasilan dari program bantuan Jamkesmas ini dapat meningkatkan derajat kesehatan Indonesia di mata dunia, dan Indonesia tidak akan menempati posisi yang memprihatinkan lagi dalam hal derajat kesehatan masyarakatnya.

Page 34: Derajat Kesehata1

Top Related