Download - DocumentDB
PENDAHULUAN
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit endemis yang menyerang berbagai
wilayah termasuk Indonesia. Penyakit DBD disebabkan virus dengue yang ditransmisikan
oleh nyamuk Aedes aegypti. Penyakit ini umumnya terjadi di daerah tropis dimana pada
lingkungan ini hospes umumnya tumbuh dan berkembang biak.
Penyakit ini dapat menyerang setiap orang tanpa mengenal batas usia dan dapat terjangkit
kembali pada orang yang sebelumnya telah menderita penyakit ini. Gejala khas dari penyakit
ini adalah demam yang naik turu, nyeri otot dan timbulnya ruam pada kulit.
Penyakit DBD dapat menimbulkan berbagai komplikasi bahkan kematian bagi penderita.
Oleh karena itu pasien harus segera mendapat penanganan tepat dan segera sesuai derajat
penyakitnya.
Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui anamnesa, pemeriksaan, diagnosis,
epidemiologi, patofissiologi, gejala, penatalaksanaan, komplikasi dan pencegahan penyakit
DBD.
ANAMNESIS
Jenis anamnesis yang dapat dilakukan ialah autoanamnesis dan alloanamnesis.
Autoanamnesis dapat dilakukan jika pasien masih berada dalam keadaan sadar. Sedangkan
bila pasien tidak sadar, maka dapat dilakukan alloanamnesis yang menyertakan kerabat
terdekatnya yang mengikuti perjalanan penyakitnya.1
Pada setiap anamnesis selalu ditanyakan identitas pasien terlebih dahulu. Indentitas pasien
meliputi nama, tanggal lahir, umur, suku, agama, alamat, pendidikan dan pekerjaan. Setelah
itu dapat ditanyakan pada pasien apa keluhan utama dia datang. Kemungkinan arah working
diagnosis pada demam berdarah ditinjau bila pasien manyatakan ia demam yang disertai
dengan salah satu gejala demam dengue seperti perdarahan intradermal (petikie dan
ekimosis) ataupun nyeri pada otot. Untuk menguatkan kemungkinan ke arah diagnosis
terhadap penyakit demam berdarah maka ada beberapa pertanyaan yang bisa diajukan pada
pasien. Kemungkinan pertanyaan yang diajukan ialah sebagai berikut :
1. Jenis demam yang dialami. Apakah demamnya menetap atau naik-turun secara tiba-tiba.
Page | 1
2. Apabila pasien datang dengan suhu tubuh yang menurun, tanyakan apakah saat panas ia
mengalami ruam (kemerah-merahan) pada kulit dan apakah ruam itu hilang pada saat
suhu tubuhnya turun. Selain ruam juga dapat timbul bintik pada tempat tersebut.
3. Apakah pasien mengalami myalgia (nyeri pada otot), terutama nyeri pada otot perut dan
matanya.
4. Apakah pasien mengalami gambaran klinis lain seperti sakit kepala yang menyeluruh,
mual ataupun muntah.
5. Apakah pasien pernah melakukan perjalanan ke tempat endemik penyakit demam
berdarah dalam kurun waktu masa inkubasi demam berdarah (5-8 hari).
Riwayat keluarga dan kerabat yang berhubungan juga perlu ditanyakan untuk menguatkan
dugaan. Misalnya apakah ada kerabat yang dalam kurun waktu belakangan ini mengalami
penyakit demam berdarah dan apakah ada kontak antara pasien dengan kerbabatnya tersebut.
Jika data-data dari pasien sudah lengkap untuk anamnesi, maka dapat dilakukan pemeriksaan
fisik untuk menunjang anamnesis tadi.1
PEMERIKSAAN
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dapat dilakukan setelah sebelumnya melakukan anamnesis. Pemeriksaan
fisik merupakan pemeriksaan tahap awal yang dilakukan terhadap pasien yang selanjutnya
dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui lebih lanjut mengenai diagnosis
dari penyakit yang diderita pasien. Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah pemeriksaan
denyut nadi pasien. Nadi pada awalnya akan cepat dan kemudian kembali normal,
selanjutnya akan melambat pada hari 4 dan 5. Pada mata pasien dapat juga dijumpai infeksi
konjungtiva, lakrimasi, fotophobia, serta pembengkakan. Dapat juga dijumpai bradikardi
yang menetap selama beberapa hari dalam masa penyembuhan. Selain itu pada pasien juga
dijumpai kesulitan dalam buang air besar dan lidah yang kotor. Terdapat juga gejala
perdarahan pada hari 3 dan 5 berupa ptekiae, purpura, ekimosis, hematemesis, melena, dan
epitaksis. Terdapat juga pembesaran hati dan nyeri tekan yang tak sesuai dengan beratnya
penyakit.
Page | 2
Pada dengue shock syndrome gejala renjatan umumnya ditandai dengan kulit yang terasa
lembab dan dingin. Terjadi pula sianosis perifer pada ujung hidung, jari-jari tangan, dan kaki.
Hal ini juga disertai dengan penurunan tekanan darah.
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan darah pasien.
Pemeriksaan darah ini meliputi pemeriksaan kadar hematokrit, hemoglobin, jumlah
trombosit, dan hapusan darah tepi. Dari pemeriksaan darah ini dapat diketahui berbagai hal,
di antaranya;
1. Hematokrit: kebocoran plasma yang umumnya dimulai pada hari ketiga demam,
dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan nilai hematokrit hingga > 20% dari nilai
hematokrit awal.
2. Leukosit: Pada hari ketiga demam dapat ditemui limfositosis relatif dimana jumlah total
leukosit melebihi 45% dan disertai adanya limfosit plasma biru lebih dari 15% dari
jumlah total leukosit. Hal ini dapat meningkat pada fase shock.
3. Trombosit: Terdapat trombositopenia pada hari ketiga hingga delapan demam.
4. Hemostasis: dilakukan pemeriksaan PT, APT, Fibrinogen, D-Diner, atau FDP pada
keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.
5. Protein/ albumin: dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.
6. SGOT/SGPT: dapat meningkat.
7. Ureum, kreatinin: bila didapatkan gangguan faal ginjal.
8. Elektrolit: sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.
9. Golongan darah dan cross match: bila akan diberikan transfuse darah atau komponen
darah.
10. Imuno serologi dilakukan pemeriksaan IgG dan IgM terhadap dengue.2
Radiologi
Pada foto dada didapat kan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan tetapi apabila terjasi
perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan
foto rotgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan ( psien tidur pada sisi badan
Page | 3
sebelah kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula di deteksi dengan USG. Efusi pleura
adalah suatu keadaan dimana terdapatnya cairan pleura dalam jumlah yang berlebihan di
dalam rongga pleura, yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara pembentukan dan
pengeluaran cairan pleura. Dalam keadaan normal, jumlah cairan dalam rongga pleura sekitar
10-200 ml. Cairan pleura komposisinya sama dengan cairan plasma, kecuali pada cairan
pleura mempunyai kadar protein lebih rendah yaitu < 1,5 gr/dl.
Masa inkubasi dalam tubuh manusia 4-6 hari ( rentang 3-14 hari), timbul gejala prodormal
yang tidak khas seperti : nyeri kepala, nyeri tulang belakang dan perasaan lelah.2
Gambar 1. Efusi Pleura
DIAGNOSIS
Working Diagnosis
Dari hasil pemeriksaan yang telah dilakukan maka akan didapatkan diagnosis terhadap
pasien. Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun
deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reverse Transcriptase
Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologis
yang mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap dengue berupa antibodi total, IgM
maupun IgG lebih banyak.
Tabel 1. Klasifikasi Derajat penyakit Virus Dengue2
DD/DBD Derajat* Gejala Laboratorium
Page | 4
DD Demam disertai 2 atau lebih tanda: sakit
kepala, nyeri retro-orbital, mialgia, artralgia.
Leukopenia
Trombositopenia, tidak
ditemukan bukti
kebocoran plasma
DBD I Gejala di atas ditambah uji bendung positif Trombositopenia
(<100.000/l), bukti
ada kebocoran plasma
DBD II Gejala di atas ditambah perdarahan spontan Trombositopenia
(<100.000/l), bukti
ada kebocoran plasma
DBD III Gejala di atas ditambah kegagalan sirkulasi
(kulit dingin dan lembab serta gelisah)
Trombositopenia
(<100.000/l), bukti
ada kebocoran plasma
DBD IV Syok berat disertai dengan tekanan darah dan
nadi tidak terukur
Trombositopenia
(<100.000/l), bukti
ada kebocoran plasma
*DBD derajat III dan IV juga disebut Sindrom Syok Dengue (SSD)
Differential Diagnosis
Diagnosis banding perlu dipertimbangkan bilamana terdapat kesesuaian klinis dengan demam
tifoid, campak, malaria.isk, sepsis.
Tabel 2. Diagnosis Banding demam tanpa disertai tanda lokal
Page | 5
ETIOLOGI
Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam genus
Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Falivivrus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri
dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4 x 106.
Page | 6
Terdapat 4 serotip virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang dapat menyebabkan
demam berdarah dengue. Keempat serotip tersebut ditemukan di Indonesia, dengan DEN-3
merupakan serotip terbanyak.
Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan maamlia seperti tikus,
kelinci, anjing dan kelelawar. Penelitian terhadap artropoda menunjukkan virus dengue dapat
bereplikasi pada nyamuk genus aedes (stegomyia) dan toxorhynchites.2,3
EPIDEMIOLOGI
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia tenggara, Pasifik dan Karibia. Indonesia
merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air.
Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vector nyamuk genus Aedes (terutama
A.aegypti dan A. albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi
lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang
berisi air jernih.
Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan trasmisi virus dengue yaitu :
Vektor: perkembangbiakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor di lingkungan,
transportasi vektor dari satu tempat ke tempat lain.
Pejamu: terdapatnya penderita di lingkungan atau keluarga, mobilisasi dan paparan
terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin.
Lingkungan: curah hujan, suhu, sanitasi, dan kepadatan penduduk.2
PATOFISIOLOGI
Terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya
demam berdarah dengue dan sindrom renjatan dengue.
Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD ialah:
Page | 7
Respon humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses netralisasi virus,
sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi antibodi. Antibodi
terhadap virus dengue berperan mempercepat replikasi virus pada monosit atau makrofag.
Limfosit T baik T-helper dan T sitotoksik berperan dalam respon imun selulerterhadap virus
dengue. Diferensiasi T helper yaitu TH1 akan memproduksi interferon gamma, IL-2 dan
limfokin, sedangkan TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10.
Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi antibodi. Namun
proses fagositosis ini meyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh
makrofag.
Selain itu aktivitas komplemen oleh kompleks imun yang menyebabkan terbentuknya C3a
dan C5a.
Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dengue menyebabkan aktivaasi T helper dan T
sitotoksik sehingga diproduksi limfokin dan interferon gamma. Interferon gamma akan
mengaktivasi monosit sehingga disekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF-α, IL-1,
PAF, IL-6 dan histamine yang mengakibatkan terjadnya disfungsi sel endotel dan terjadinya
kebocoran plasma.2,3
Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme: Supresi sumsum tulang dan
Destruksi dan pemendekkan masa hidup trombosit. Gambaran sumsum tulang pada fase awal
infeksi (<5hari) menunjukkan keadaan hiposeluler dan supresi megakariosit. Setelah keadaan
nadir tercapai akan terjadi peningkatan proses hematopoisis termasuk megakariopoiesis.
Kadar trombopoietin dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru menunjukkan
kenaikan, hal ini menunjukkan terjadinya stimulasi trombopoiesis sebagai mekanisme
kompensasi terhadap keadaan trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi melalui
pengikatan fragmen C3g, terdapatnya antibodi VD, konsumsi trombosit selama proses
koagulopati dan sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme
gangguan pelepasan ADP, peningkatan kadar b-tromboglobulin dan PF4 yang merupakan
pertanda degranulasi trombosit.
MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinik infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik atau dapat berupa demam
yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue atau sindrom syok (DSS). Pada
umumnya pasien mengalami fase demam 2-7 hari yang diikuti fase kritis selama 2-3 hari.
Page | 8
Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai resiko untuk terjadi
renjatan jika tidak mendapat pengobatan adekuat.2
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan yang tepat dengan rancangan tindakan yang dibuat sesuai atas indikasi.
Praktis dalam pelaksanaannya
Mempertimbangkan cost effectiveness :
1. Protokol 1. Penanganan Tersangka DBD Dewasa Tanpa Syok
Protokol 1 dapat digunakan sbagai petunjuk dalam memberikan pertolongan pertama
penderita DBD atau yang diduga DBD. Seseorang yang tersangka menderita DBD dilakukan
hemoglobin, hematokrit, dan trombosit bila:
Hb, Ht dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000 - 150.000.
Hb, Ht normal tetapi trombosit < 100.000 dianjurkan untuk dirawat.
Hb, Ht meningkat dan trombosit normal atau turun juga dianjurkan untuk dirawat.2
2. Protokol 2. Pemberian Cairan Pada Tersangka DBD Dewasa Di Ruang Rawat.
Pasien yang tersangka DBD tanpa perdaarahan spontan, massif dan tanpa syok maka diruang
gawat darurat diberikan cairan infuse kristaaloid.2
3. Protokol 3. Penatalaksanaan DBD Dengan Peningkatan Hematokrit >20%.
Menunjukkan bahwa tubuh mengalami deficit cairan sebanyak 5%. Pada keadaan ini terapi
awal pemberian cairan adalah dengan memberikan infuse cairan kristaloid sebanyak 6-7
ml/kg/jam. Pasien kemudian dipantau setelah 3-4 jam pemberian cairan. Bila terjadi
perbaikan yang ditandai dengan tanda – tanda Ht turun, frekuensi nadi turun, tekanan darah
stabil, produksi urin meningkat makan julah cairan infuse dikurangi ,menjadi 5ml/kgBB/jam.
2 jam kemudian dilakukan pemantauan kembali dan bila keadaan tetap menunjukkan
perbaikan maka jumlah cairan infus dikurangi menjadi 3ml/kgBB/jam. Bila dalam
pemantauan keadaan tetap membaik maka pemberian cairan dapat dihentikan 24-48 jam
kemudian.
Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 6-7 ml/kgBB/jam tadi keadaan tetap tidak
membaik, yang ditandai dengan hematokrit dan nadi meningkat, keadaan nadi menurun < 20
mmHg, produksi urin menurun, maka kita harus naikkanjumlah cairan infuse menjadi 10
mm/kgBB/jam. 2 jam kemudian dilakukan pemantauan kembali dan bila keadaan
Page | 9
menunjukkan perbaikkan maka jumlah cairan dikurangi menjadi 5ml/kgBB/jam tetapi bila
keadaan tidak menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan infuse menjadi 10 ml/kgBB/jam
tetapi bila keadaan tidak menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan infuse dinaikkan
menjadi 15 ml/kgBB/jam dan bila dalam perkembangannya kondisi menjadi memburuk dan
didapatkan tanda – tanda syok maka pasien ditangani sesuai dengan protokol tatalaksana
sindrom syok dengue pada dewasa.2
4. Protokol 4. Penatalaksaan Perdarahan Spontan Pada DBD Dewasa
Perdarahan spontan dan massif pada penderita DBD dewasa adalah perdarahan
hidung/epistaksis yang tidak terkendali walaupun telah diberikan tampon hidung, perdarahan
saluran cerna, perdarahan saluran kencing, perdarahan otak atau perdarahan tersembunyi
dengan jumlah peprdarahan sebanyak 4-5 ml/kgBB/jam. Pada keadaan seperti ini jumlah dan
kecepatan pemberian cairan tetap seperti keadaan DBD tanpa syok yang lainnya.
Pemeriksaan tekanan darah, nadi, pernapasan dan jumlah urin dilakukan sesering mungkin
dengan kewaspadaan Hb, Ht dan thrombosis serta homeostase harus segera dilakukan dan
pemeriksaan Hb, Ht dan trombosit sebaiknya diulang setiap 4-6 jam.
Pemberian heparin diberikan apabila secara klinis dan laboratories didapatkan tanda – tanda
koagulasi intravaskuler diseminata (KID). Transfuse komponen darah diberikan sesuai
indikasi. PRC diberikan bila Hb kurang dari 10 g/dl. Transfuse trombosit hanya diberikan
pada pasien DBD dengan perdarahan spontan dan massif dengan jumlah trombosit <
100.000/mm3 disertai atau tanpa KID.2
5. Protokol 5. Tatalaksana Sindrom Syok Dengue Pada Dewasa
Bila kita mendapat pasien dengan sindrom syok dengue (SSD) maka pilihan utama yang
harus diberikan adalah cairan kristaloid. Selain resusitasi cairan, penderita juga diberikan
oksigen 2-4 liter/menit. Pemeriksaan yang harus dilakukan adalah pemeriksaan darah perifer
lengkap (DPL), hemostatis, analisis gas darah, kadar natrium, kalium dan klorida serta ureum
dan kreatinin.2
PENCEGAHAN
Pencegahan penyakit demam berdarah (DBD) sangat tergantung dengan pengendalian pada
vektornya, yaitu nyamuk aedes aegypti, karena vaksin dan obat untuk membasmi virusnya
belum tersedia. 4
Page | 10
Pemberantasan nyamuk dewasa dengan pengasapan/fogging dengan menggunakan
malathion, fenthion, piretroid sintetik dan karbamat.
Pemberantasan jentik dikenal dengan istilah pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dilakukan
dengan cara :
1. Kimiawi : Pemberantasan larva dengan larvasida yang dikenal dengan istilah abatisasi.
Larvasida yang biasa digunakan adalah temefos.
2. Biologis : Memelihara ikan pemakan jenti, misalnya ikan guppy
3. Fisik : Menguras bak mandi dan tempat penampungan air sekurang-kurangnya seminggu
sekali, dikarenakan perkembangan telur nyamuk menetas sekitar 7-10 hari. Menutup rapat
tempat penampungan air agar nyamuk tidak menggunakannya sebagai tempat
berkembang biak. Mengubur barang-barang bekas yang tidak digunakan.
Vektor potensial DHF adalah Aedes albopictus yang sepintas tampak mirip dengan Aedes
aegypti. Larva Aedes albopictus lebih menyukai tempat perindukan alamiah yaitu di kelopak
daun atau tempurung kelapa yang mengandung air hujan. Nyamuk Aedes albopictus dewasa
lebih suka beristiarahat di luar rumah.4
KOMPLIKASI
Kebanyakan orang yang menderita DBD pulih dalam waktu dua minggu. Namun, untuk
orang-orang tertentu dapat berlanjut untuk selama beberapa minggu hinga berbulan-bulan.
Gejala klinis yang semakin berat pada penderita DBD dan dengue shock syndromes dapat
berkembang menjadi gangguan pembuluh darah dan gangguan hati. Hal ini tentu dapat
mengancam jiwa.5
Ensefalopati Dengue
Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan dengan
pendarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang tidak disertai syok. Gangguan
metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia, atau perdarahan, dapat menjadi penyebab
terjadinya ensefalopati. Melihat ensefalopati DBD bersifat sementara, maka kemungkinan
dapat juga disebabkan oleh trombosis pembuluh darah –otak, sementara sebagai akibat dari
Page | 11
koagulasi intravaskular yang menyeluruh. Dilaporkan bahwa virus dengue dapat menembus
sawar darah-otak. Dikatakan pula bahwa keadaan ensefalopati berhubungan dengan
kegagalan hati akut.
Pada ensefalopati cenderung terjadi udem otak danalkalosis, maka bila syok telah teratasi
cairan diganti dengan cairan yang tidak mengandung HC03- danjumlah cairan harus segera
dikurangi. Larutan laktat ringer dektrosa segera ditukar dengan larutan NaCl (0,9%) : glukosa
(5%) = 1:3. Untuk mengurangi udem otak diberikan dexametason 0,5 mg/kg BB/kali tiap 8
jam, tetapi bila terdapat perdarahan saluran cerna sebaiknya kortikosteroid tidak diberikan.
Bila terdapat disfungsi hati, maka diberikan vitamin K intravena 3-10 mg selama 3 hari,
kadar gula darah diusahakan > 80 mg. Mencegah terjadinya peningkatan tekanan intrakranial
dengan mengurangi jumlah cairan (bila perlu diberikan diuretik), koreksi asidosis dan
elektrolit. Perawatan jalan nafas dengan pemberian oksigen yang adekuat. Untuk mengurangi
produksi amoniak dapat diberikan neomisin dan laktulosa. Usahakan tidak memberikan obat-
obat yang tidak diperlukan (misalnya antasid, anti muntah) untuk mengurangi beban
detoksifikasi obat dalam hati. Transfusi darah segar atau komponen dapat diberikan atas
indikasi yang tepat. Bila perlu dilakukan tranfusi tukar. Pada masa penyembuhan dapat
diberikan asam amino rantai pendek.
Kelainan ginjal
Gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat dari syok yang
tidak teratasi dengan baik. Dapat dijumpai sindrom uremik hemolitik walaupun jarang. Untuk
mencegah gagal ginjal maka setelah syok diobati dengan menggantikan volume
intravaskular, penting diperhatikan apakah benar syok telah teratasi dengan baik. Diuresis
merupakan parameter yang penting dan mudah dikerjakan untuk mengetahui apakah syok
telah teratasi. Diuresis diusahakan > 1 ml / kg berat badan/jam. Oleh karena bila syok belum
teratasi dengan baik, sedangkan volume cairan telah dikurangi dapat terjadi syok berulang.
Pada keadaan syok berat sering kali dijumpai acute tubular necrosis, ditandai penurunan
jumlah urin dan peningkatan kadar ureum dan kreatinin.6
Udem paru
Udem paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat pemberian cairan yang
berlebihan. Pemberian cairan pada hari sakit ketiga sampai kelima sesuai panduan yang
diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan udem paru oleh karena perembesan plasma
Page | 12
masih terjadi. Tetapi pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ruang ekstravaskuler, apabila
cairan diberikan berlebih (kesalahan terjadi bila hanya melihat penurunan hemoglobin dan
hematokrit tanpa memperhatikan hari sakit), pasien akan mengalami distress pernafasan,
disertai sembab pada kelopak mata, dan ditunjang dengan gambaran udem paru pada foto
rontgen dada.6
Kerusakan hati
Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit, bervariasi dari
hanya sekedar dapat diraba (just palpable) sampai 2-4 cm di bawah lengkung iga kanan,
derajat pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit. Untuk menemukan
pembesaran hati ,harus dilakukan perabaan setiap hari. Nyeri tekan di daerah hati sering kali
ditemukan dan pada sebagian kecil kasus dapat disertai ikterus. Nyeri tekan di daerah hati
tampak jelas pada anak besar dan ini berhubungan dengan adanya perdarahan.6
Gangguan neurogik (kejang, ensephalopati)
PROGNOSIS
Infeksi dengue pada umumnya mempunyai prognosis yang baik, DF dan DHF tidak ada yang
mati. Kematian dijumpai pada waktu ada pendarahan yang berat, shock yang tidak teratasi,
efusi pleura dan asites yang berat dan kejang. Kematian dapat juga disebabkan oleh sepsis
karena tindakan dan lingkungan bangsal rumah sakit yang kurang bersih. Kematian terjadi
pada kasus berat yaitu pada waktu muncul komplikasi pada sistem syaraf, kardiovaskuler,
pernapasan, darah, dan organ lain.
KESIMPULAN
Penyakit demam dengue atau demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue. Virus
dengue terdiri dari 4 serotipe yaitu: DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Infeksi oleh salah satu
dari keempat serotipe tersebut tidak menimbulkan kekebalan protektif silang, artinya jika
seseorang pernah terinfeksi oleh DEN 1, maka di kemudian hari mungkin saja orang tersebut
akan terinfeksi oleh serotipe lainnya, sehingga orang-orang yang tinggal di daerah endemis
Page | 13
dengue, bisa menderita keempat jenis infeksi dengue. Keempat serotype ditemukan di
Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak.
Dengue ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti betina, yang lebih menyukai untuk
menyimpan telurnya di dalam wadah yang berisi air bersih dan terletak di sekitar habitat
manusia. Aedes aegypti bersifat diurnal atau aktif pada pagi hingga siang hari.
Adanya trombositopenia yang jelas disertai hemokonsentrasi membedakan Demam Berdarah
dengue (DBD) dari penyakit lain. Tidak ada terapi spesifik untuk DBD, prinsip utama adalah
terapi suportif dan simptomatis. Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat
diturunkan hingga kurang dari 1%. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan
tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus DHF, asupan cairan pasien harus tetap
dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka
dibutuhkan asupan cairan melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi
secara bermakna.
DBD yang disertai kegagalan sirkulasi dengan manifestasi nadi yang cepat dan lemah,
tekanan darah turun (≤ 20 mmHg), hipotensi ,kulit dingin dan lembab serta gelisah disebut
Dengue Shock Syndrome (DSS). Pada kasus DSS cairan kristaloid adalah pilihan utama yang
diberikan. Selain resusitasi cairan, penderita juga diberi oksigen 2-4 liter/menit. Angka
kematian DSS sepuluh kali lipat dibandingkan dengan penderita DBD.
DAFTAR PUSTAKA
1. Tumbelaka AR, Darwis D, Gatot D, dkk. Demam berdarah dengue. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI; 2005.
2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi IV Jilid III.
Jakarta; Interna Publishing; 2009. h.1709-13
Page | 14
3. Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran edisi III jilid I. Jakarta; Balai Penerbit FK UI;
2001.
4. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue, Petunjuk Lengkap.
Terjemahan WHO Regional Publication SEARO No. 29. WHO & Departemen Kesehatan
RI 2000.
5. Longo DL, Kasper DL, Jameson LJ, Fauci AS, Hauser SL, Loscalzo J. Harrison’s
Principles of Internal Medicine. 16 ed. New York: Mc-Graw Hill. 2005.
6. Suroso T, Hadinegoro SR, Wuryadi S, Sumanjuntak G, Umar AI, Pitoyo PD, dkk.
Penyakit Demam Berdarah Dengue dan Demam Berdarah Dengue. WHO dan Depkes RI,
Jakarta 2000.
Page | 15