Download - (DAS) MIKRO
i
Belajar dari Pengalaman
PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) MIKRO
978-602-397-010-0
ii
Sanksi Pelanggaran Pasal 72
Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002
Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987
Perubahan atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982
Tentang Hak Cipta
1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
iii
Purwanto Beny Harjadi
Agung Budi Supangat
Belajar dari Pengalaman
PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) MIKRO
UNS PRESS
iv
Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Ir. Purwanto, M.Si., dkk
Belajar dari Pengalaman: Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro.
Cetakan ke-1 . Surakarta . UNS Press . 2016
xvi + 188 Hal; 16 x 24.5 cm
Belajar dari Pengalaman: PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI
(DAS) MIKRO. Hak Cipta @ Ir. Purwanto, M.Si., dkk. 2016
Penulis
Ir. Purwanto, M.Si.
Ir. Beny Harjadi, M.Sc.
Dr. Agung Budi Supangat, S.Hut., MT.
Penyunting
Drs. C. Kukuh Sutoto, M.Si.
Tata Letak
Tomy Kusuma AP
Ilustrasi Sampul
Tomy Kusuma AP
Penerbit & Pencetak
Penerbitan dan Pencetakan UNS (Anggota IKAPI)
Jl. Ir. Sutami 36 A Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia 57126
Telp. (0271) 646994 Psw. 341 Fax. 0271 7890628
Website : www.unspress.uns.ac.id
Email : [email protected]
Cetakan 1, Edisi I, Januari 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-undang
All Right Reserved
Dicetak : Dana Balitek DAS
ISBN 978-602-397-010-0
v
MOTTO
Di setiap saat dan tempat,
kita temui Ilmu Allah yang harus dipelajari,
dipahami, dan diterapkan dalam kehidupan untuk
kesejahteraan diri dan orang lain
(Purwanto, 2008)
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada pihak-pihak yang telah memberi dukungan baik secara langsung maupun tidak langsung sampai terwujudnya buku ini. Untuk itu kami ucapkan terima kasih dan penghargaan kepada: 1. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan (2009-
2014), Kementerian Kehutanan yang telah mencetuskan kebijakan penelitian integratif Penngelolaan Daerah Aliran Sungai, yang merupakan bagian dari kebijakan penelitian dan pengembangan Kementerian Kehutanan.
2. Kepala Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang memberi arah kebijakan agar hasil-hasil penelitian diterbitkan dalam bentuk buku sehingga informasinya komprehensif dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.
3. Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi Sumberdaya Alam (PUSKONSER) yang telah mengarahkan dan memprioritaskan penelitian pengelolaan Daerah Aliran Sungai menjadi salah satu Program Penelitian PUSKONSER.
4. Kepala Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai yang telah membina, mengarahkan, mengendalikan, menfasilitasi, dan memantau kegiatan penelitian pengelolaan Daerah Aliran Sungai.
5. Koordinator Rencana Penelitian Integratif yang telah memberi arah kegiatan penelitian Implementasi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Mikro (DAS Mikro) sebagai bagian dari penelitian integratif Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Lintas Kabupaten dan Lintas Propinsi.
6. Ir. Paimin, MSc. (Alm) dan Ir. Sukresno, MSc. (Alm) yang meletakkan dasar-dasar pemikiran dalam Penelitian Pengelolaan DAS pada Skala Mikro ini, semoga menjadi amal jariyah untuk beliau-beliau.
7. Teman-teman peneliti, teknisi, dan tata usaha Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai yang
vii
telah membantu penelitian Implementasi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Mikro (DAS Mikro) tahun 2009 – 2014.
8. Kepala Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Solo yang bekerja sama dalam pengelolaan DAS Mikro Pronggo, Kabupaten Pacitan.
9. Bupati Temanggung dan Bupati Pacitan yang telah mengijinkan Tim peneliti untuk melakukan penelitian Implementasi Pengelolaan DAS Mikro di wilayah kerjanya.
10. Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan Kabupaten Temanggung dan Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Kabupaten Pacitan yang memfasilitasi pelaksanaan kegiatan penelitian di lapangan.
11. Muspika Kecamatan Bulu, Kabupaten Temanggung dan Muspika Kecamatan Arjosari, Kabupaten Pacitan yang telah memfasilitasi pertemuan-pertemuan dalam kaitannya penelitian Implementasi Pengelolaan DAS Mikro.
12. Kepala Desa – Kepala Desa dan Kelompok tani – Kelompok Tani di DAS Mikro Wonsari dan DAS Mikro Pronggo yang turut mendorong masyarakat berpartisipasi dalam kegiatan penelitian ini.
13. Bapak Ir. Kukuh Sutoto, MP., dengan pengetahuan dan pengalaman beliau yakni dari awal bekerja sampai pensiun masih berkecimpung dalam kegiatan pengelolaan DAS sehingga Beliau dapat mengoreksi dan memberi masukkan yang berguna untuk perbaikan buku ini.
14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah membantu kegiatan penelitian Implementasi Pengelolaan DAS Mikro Wonosari dan DAS Mikro Pronggo sampai ditertbitkannya buku ini.
Semoga amal beliau-beliau dapat menjadi amal jariyah. Amin.
Surakarta, Januari 2016
Penulis
viii
KATA PENGANTAR
Buku ini disusun berdasarkan pengalaman penulis melakukan Kajian Implementasi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Mikro (DAS Mikro) Wonosari, Kecamatan Bulu, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah dan DAS Mikro Pronggo, Kecamatan Arjosari, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur.
Buku ini ditujukan untuk pembaca yang berkecimpung dalam pengelolaan DAS pada skala impelementasi (DAS Mikro), yakni pemerintah daerah, Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, atau lembaga lain seperti LSM yang langsung berhubungan dengan kegiatan pengelolaan DAS Mikro. Buku ini diharapkan sebagai bahan masukkan untuk penyusunan petunjuk teknis dalam pengelolaan DAS pada skala mikro.
Struktur buku ini terdiri dari 10 bab. Bab I berisi latar belakang yang menjawab pertanyaan: mengapa Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Mikro (DAS Mikro), harus dilakukan? Bab II berisi definisi DAS Mikro. Tidak ada definisi yang tegas tentang DAS Mikro. Berbagai sumber, baik peraturan perundangan maupun hasil kajian tentang definisi DAS Mikro dari dalam negeri maupun luar negeri, yang kebanyakan berasal dari hasil kajian di India disajikan dalam bab ini. Bab III berisi aspek hukum pengelolaan DAS Mikro, yang melandasi pengelolaan DAS Mikro sehingga apabila para pihak akan menerapkan di tempat lain, tidak ada kekhawatiran akan melanggar hukum. Bab IV berisi teknik pemilihan lokasi DAS Mikro, yang diturunkan dari Sub DAS karena rencana pengelolaan DAS berdasarkan herarkhi (berjenjang). Dalam buku ini penurunan dari Sub DAS ke DAS Mikro didasarkan pada parameter-parameter dalam buku Sidik Cepat Degradasi Sub DAS (Paimin, Sukresno, dan Purwanto; 2010). Bab V berisi analisis potensi dan permasalahan yang terdiri dari potensi dan permasalahan biofisik, sosial, dan ekonomi. Bab VI memuat hasil analisis kelembagaan yang berisi siapa berbuat apa dalam pengelolaan DAS Mikro pada waktu yang telah lalu. Hasil analisis kelembagaan tersebut digunakan dalam meyusun organisasi pengelolaan DAS Mikro ke depan. Bab VII berisi penyusunan rencana pengelolaan DAS Mikro. Bab VIII berisi implementasi pengelolaan DAS Mikro. Bab IX berisi monitoring dan evaluasi pengelolaan DAS Mikro.
ix
Monitoring dan evaluasi terdiri dari monitoring pengelolaan lahan, hirologi, dan sosial ekonomi masayarakat yang terkait dengan pengelolaan DAS Mikro; dan Bab X merupakan penutup yang berisi bahwa buku ini diharapkan sebagai salah satu acuan dalam mengelola DAS Mikro dan beberapa saran apa yang masih harus dilakukan ke depan dalam hal pengelolaan DAS Mikro.
Disadari bahwa buku ini masih banyak kekurangan sehingga kritik dan saran membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan.
Surakarta, Januari 2016
Penulis
x
DAFTAR ISI
UCAPAN TERIMA KASIH vi
KATA PENGANTAR viii
DAFTAR ISI x
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR GAMBAR ‘’xiii DAFTAR LAMPIRAN xvi
I PENDAHULUAN 1
II DEFINISI DAS MIKRO 7
III ASPEK HUKUM PENGELOLAAN DAS MIKRO 11
IV TEKNIK PEMILIHAN AREAL DAS MIKRO 21 V DATA DASAR UNTUK ANALISIS POTENSI DAN
PERMASALAHAN 27
A. DAS Mikro Pronggo 27 B. DAS Mikro Wonosari 36 VI PROSES PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN 47 A. DAS Mikro Pronggo 47 B. DAS Mikro Wonosari 54 VII ANALISIS PERAN LEMBAGA PENGELOLAAN
DAS MIKRO 71
A. DAS Mikro Pronggo 72 B. DAS Mikro Wonosari 78 VIII IMPLEMENTASI PENGELOLAAN DAS MIKRO 97 A. Sosialisasi . 97 B. Sumber-sumber Pembiayaan Pengelolaan DAS Mikro 99 IX MONITORING DAN EVALUASI PENGELOLAAN DAS 115 A. Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan DAS 115
B. Monitoring dan Evaluasi Kinerja DAS Mikro 121 X PENUTUP 139
DAFTAR PUSTAKA 140
LAMPIRAN 147
TENTANG PENULIS 187
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Hierarki Perencanaan Pembangunan Nasional 16
Tabel 2 Nama dan Luas Sub-sub DAS, Tingkat kerentanan pasokan air banjir, longsor, kekritisan lahan, sosial, ekonomi, dan kelembagaan Sub DAS Progo Hulu
22
Tabel 3 Penutupan Lahan di Sub DAS Progo Hulu 24
Tabel 4 Hujan Harian Maksimum Hujan 3 Harian Berurutan Maksimum dan HujanTahunan di Arjosari dan Nawangan (Tahun 1998-2007).
31
Tabel 5 Kelas Lereng DAS Mikro Progo 32
Tabel 6 Penutupan Lahan di DAS Mikro Pronggo 34
Tabel 7 Kecamatan, Desa dan Luas Masing masing Desa Yang Termasuk DAS Mikro Wonosari
36
Tabel 8 Hujan Harian Maksimum, Hujan 3 Harian Berurutan Maksimum dan Hujan Tahunan di Arjosari dan Nawangan (tahun 2008-2009)
41
Tabel 9 Kelas Lereng dan Luas Masing masing Kelas lereng 42
Tabel 10 Hasil Analisis Kerentanan Sosial Ekonomi dan Kelembagaan DAS Mikro Pronggo
52
Tabel 11 Kepadatan Penduduk Geografis di DAS Mikro Wonosari Kabupaten Temanggung
59
Tabel 12 Kepadatan Agraris Masyarakat di DAS Mikro Wonosari 63
Tabel 13 Luas Kepemilikan Lahan Pertanian per KK 64
Tabel 14 Perlakuan Konservasi Tanah 65
Tabel 15 Budaya Hukum Adat Terkait dengan Konservasi Tanah & Air
66
Tabel 16 Perilaku Konservasi Tanah 67
Tabel 17 Ketergantungan Masyarakat Pada Lahan 68
Tabel 18 Pendapatan Masyarakat Desa-desa di DAS Mikro Wonosari 69
Tabel 19 Kegiatan Dasar Wilayah Berdasarkan Tenaga Kerja 70
Tabel 20 Kelompok-kelompok Tani di DAS Mikro Wonosari 89
Tabel 21 Pembagian Kerja dan Tata Waktu Pengelolaan DAS Mikro Progo 101
xii
Tabel 22 Perubahan Penggunaan Lahan di DAS Mikro Progo dari Tahun 2007-2013
122
Tabel 23 Curah Hujan, Debit Minimum dan Maksimum dan Koefisien Regim Sungai Pronggo
124
Tabel 24 Neraca Air Bulanan Tahun 2013 di Sub DASProngo 128
Tabel 25 Hasil Analisis Beberapa Parameter Kualitas Air di Outlet DAS Mikro Wonosari, Temanggung
129
Tabel 26 Perbandingan Parameter Kualitas Air di Hulu Tengah dan Hilir DAS Mikro Wonosari Temanggung
131
Tabel 27 PDRB, Jumlah Penduduk dan Pendapatan Perkapita Masyarakat Kecamatan Bulu Kabupaten Temanggung Tahun 2009-2013
135
Tabel 28 PDRD dan Proporsi Lapangan Usaha Kecamatan Bulu. Kabupaten Temanggung Tahun 2013
137
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Peta Kerentanan Pasokan Air Banjir, Daerah Rawan Banjir, Daerah Rawan Tanah Longsor dan Kekritisan Lahan, Sub DAS Progo Hulu
23
Gambar 2 Peta Tutupan Lahan Sub DAS Progo Hulu 24
Gambar 3 Lokasi DAS Mikro Wonosari, Bagian dari Sub-Sub DAS Kuas
25
Gambar 4 Peta DAS Mikro Pronggo dan Wilayah Desa Terkait 28
Gambar 5 Sebaran Formasi Geologi di DAS Mikro Pronggo 29
Gambar 6 Sebaran Sistem Lahan di DAS Mikro Pronggo 30
Gambar 7 Kelas Kelerengan di DAS Mikro Pronggo 32
Gambar 8 Penggunaaan Lahan di DAS Mikro Pronggo 33
Gambar 9 Peta Administrasi Desa-des di DAS Mikro Wonosari 37
Gambar 10 Jenis Batuan di DAS Mikro Wonosari, Kecamatan Bulu, Kab.Temanggung
39
Gambar 11 Jenis Tanah di DAS Mikro Wonosari 40
Gambar 12 Kelas Lereng dan Luas Lahan Masing-masing Kelas Lereng 43
Gambar 13 Penutupan Lahan di DAS Mikro Wonosari 45
Gambar 14 Lahan Yang Ditanami Cabe Menggunakan Plastik Sebagai Mulsa
46
Gambar 15 Peta Daerah Rawan Kebanjiran di DAS Mikro Pronggo 49
Gambar 16 Peta Sebaran Daerah Rawan Kekeringan di DAS Mikro Pronggo
49
Gambar 17 Peta Sebaran Daerah Rawan Bencana Tanah Longsor di DAS MikroPronggo
50
Gambar 18 Peta Sebaran Tingkat Kekritisan Lahan di DAS Mikro Pronggo
50
Gambar 19 Unit Lahan di DAS Mikro Pronggo 54
xiv
Gambar 20 Hasil Analisis Pasokan Air Banjir di DAS Mikro Wonosari 55
Gambar 21 Parameter Untuk Analisis Kerentanan Daerah Rawan Banjir di DASMikro Wonosari
56
Gambar 22 Hasil Analisis Kerentanan Kekritisan Lahan di DAS Mikro Wonosari
57
Gambar 23 Hasil Analisis Kerentanan Tanah Lomngsor di DAS Mikro Wonosari
58
Gambar 24 Peta Kelas Kemampuan Penggunaan Lahan (KPL) Per Unit Lahan di DAS Mikro Wonosari
70
Gambar 25 Lembaga Yang Berpengaruh Terhadap Pembangunan (Schott, 1995)
72
Gambar 26 Rapat Sosialisasi Pengelolaan DAS Mikro Pronggo Kab. Pacitan, Propinsi Jawa Timur
99
Gambar 27 Rapat Sosialisasi Pengelolaan DAS Mikro Wonosari Kabupaten Temanggung, Propinsi Jawa Tengah
99
Gambar 28 Sumber-sumber Pendapatan Petani dengan Menerapkan Prinsip-prinsip Konservasi Tanah dan Air
105
Gambar 29 Tindak Lanjut dari Sosialisasi Berupa Pelatihan Pengolahan Tanah .
106
Gambar 30 Pembangunan Plot Contoh Konservasi Tanah (Perbaikan Teras)
107
Gambar 31 Lokasi Plot Contoh Konservasi Tanah dan Air untuk Mengatasi Kerentanan Lahan di Desa Wonosari, DAS Mikro Wonosari
109
Gambar 32 Analisis Masalah, Studi Banding, Sekolah Lapang dan Pembangunan Plot Konservasi Tanah di DAS Mikro Wonosari
110
Gambar 33 Kebun Bibit Desa di Dusun Drono, Desa Temon, Kec. Arjosari, Kabupaten Pacitan
111
Gambar 34 Plot Contoh Hutan Rakyat Jabon dan Sengon 113
Gambar 35 Kegiatan Studi Banding di Magelang 114
Gambar 36 Perubahan Penggunaan lahan di DAS Mikro Pronggo 2009-2013
123
xv
Gambar 37 Kecenderungabn Curah Hujan, Debit Minimum, debit Maksimum dan Koefisien Regim, Sungai DAS Mikro Pronggo
125
Gambar 38 Lokasi Sumber Mata Air di DAS Mikro Pronggo 127
Gambar 39 Pendapatan Per Kapita Kecamatan Bulu Tahun 2009-2013 135
Gambar 40 Proposal Lapangan Usaha dalam PDRB Kecamatan Bulu 2009 – 2014
138
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Formulasi Sistem Karakteristik Tingkat Sub DAS 149
Lampiran 2 Kartu Lapangan ISDL 157
Lampiran 3 Unit Lahan DAS Mikro Pronggo 158
Lampiran 4 Data Perubahan Penggunaan Per Unit Lahan di DAS Mikro Wonosari Tahun 2009-2013
170
Lampiran 5 Data Perubahan Penggunaan Per Unit Lahan di DAS Mikro Pronggo Tahun 2009-2013
181
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
1
BAB I
PENDAHULUAN
Bagi orang awam, Daerah Aliran Sungai (DAS) dimaknai
sebagai lahan di kanan-kiri sungai atau bahkan hanya dataran
banjir yakni lahan-lahan di kanan-kiri sungai yang tergenang
saat banjir terjadi. Padahal menurut akademisi dan telah
dibakukan dalam perundang-undangan yang dimaksud DAS
adalah wilayah daratan yang dibatasi oleh punggung-punggung
bukit (topografi) yang mana air hujan yang jatuh ke dalamnya
akan dialirkan melalui anak-anak sungai, kemudian terkumpul
pada sungai utama dan akhirnya akan dialirkan sampai ke laut
(Peraturan Pemerintah, No. 37 Tahun 2012). DAS merupakan
cadangan dan pemasok air yang sangat dibutuhkan untuk irigasi,
pertanian, industri, dan konsumsi rumah tangga. DAS juga
merupakan pengendali banjir, kekeringan, dan sedimentasi hasil
erosi tanah.
Kondisi DAS di Indonesia terus mengalami degradasi atau
kemunduran fungsi seperti ditunjukkan semakin besarnya
jumlah DAS yang memerlukan prioritas penanganan yakni 22
DAS pada tahun 1984, menjadi berturut-turut sebesar 39 dan 62
DAS pada tahun 1992 dan 1998, dan diperkirakan sekitar 282
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
2
DAS dalam kondisi kritis (Peraturan Presiden No. 7 tahun 2005).
Kondisi DAS demikian tercermin dari luasnya lahan kritis di
dalam DAS di Indonesia yang diperkirakan meliputi luas
23.242.881 ha yang tersebar di dalam kawasan hutan 8.136.646
ha (35%) dan di luar kawasan 15.106.234 ha (65%) (Departemen
Kehutanan, 2001). Pada tahun 2011, total luas lahan kritis di
Indonesia dengan rincian kritis dan sangat kritis adalah 29,9 juta
ha atau mengalami penurunan dibanding kondisi tahun 2001
(Ditjen BPDASPS, 2011).
Akibat kondisi iklim yang tidak menentu dan kerusakan
DAS sering terjadi bencana banjir, kekeringan dan tanah
longsor. Pada tahun 2011 terjadi bencana banjir 403 kejadian,
pada tahun 2012, terjadi 540 kejadian banjir dan 291 longsor.
Berdasarkan peta bencana di Indonesia, terdapat 315
kabupaten/kota yang berada di daerah bahaya sedang-tinggi dari
banjir dengan jumlah penduduk 61 juta jiwa (Nugroho, 2013).
Pada September dan Oktober 2014 terjadi kekeringan di
beberapa tempat di Indonesia. Hal ini akibat dari mundurnya
musim kemarau dan kondisi DAS yang menurun.
Penurunan fungsi DAS terjadi sebagai akibat pengelolaan
sumberdaya alam di dalam DAS cederung eksploitatif, agresif,
dan ekspansif sehingga melampaui daya dukungnya. Kondisi ini
dikarenakan pemahaman tentang pengelolaan DAS masih lemah,
khususnya tentang peranan setiap anggota masyarakat dalam
pengelolaan DAS. Demikian juga pemahaman tentang potensi
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
3
dan sifat rentan serta kapasitas yang dapat ditenggang oleh suatu
DAS terhadap pengelolaan sumberdaya alam yang ada.
Pengelolaan DAS adalah upaya manusia dalam mengatur
hubungan timbal balik antara sumberdaya alam dengan manusia
di dalam DAS dan segala aktivitasnya, agar terwujud kelestarian
dan keserasian ekosistem serta meningkatnya kemanfaatan
sumberdaya alam bagi manusia secara berkelanjutan (PP. No. 37
Tahun 2012). Definisi pengelolaan DAS yang lebih operasional
disampaikan oleh Dixon dan Easter (1986), Pengelolaan DAS
diartikan sebagai proses formulasi dan implementasi suatu
rangkaian kegiatan yang menyangkut sumber daya alam dan
manusia dalam suatu DAS dengan memperhitungkan kondisi
sosial, politik, ekonomi dan faktor-faktor institusi yang ada di
dalam DAS tersebut dan sekitarnya untuk mencapai tujuan sosial
yang spesifik. Prinsip dari pengelolaan DAS yakni satu sungai
(one river), satu perencanaan (one plan), dan satu manajemen
teritegrasi (one integrated management). Satu manajemen
terintegrasi tersebut menunjukkan bahwa pelaku pengelola DAS
terdiri dari banyak pihak dan ujung tombak dari pengelola DAS
adalah pengguna lahan.
Kondisi DAS tergantung dari baik-buruknya pengelolaan
lahan yang ada di dalamnya. Pengelolaan lahan yang tidak sesuai
dengan Kelas Kemapuan Lahan (KPL) dapat menimbulkan
dampak negatif. Untuk lahan pertanian dampak tersebut yakni
penurunan kesuburan tanah dan peningkatan erosi tanah yang
dapat menurunkan produksi. Pada lahan pemukiman yang
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
4
berpotensi longsor dapat meningkatkan bahaya longsor. Pada
lahan kehutanan, penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan
KPL dapat menimbulkan degradasi hutan.
Pengelolaan lahan yang tidak sesuai dengan KPL dan
kaidah konservasi tanah dan air akan menyebabkan lahan
terdegradasi sehingga akan menurunkan kemampuan lahan
untuk menyimpan air. Bila terjadi hujan dengan intensitas yang
tinggi akan terjadi limpasan yang besar. Bila total limpasan dari
seluruh lahan di dalam suatu DAS mengalir ke satu sungai dan
daya tampung sungai tidak mampu menampung maka terjadi
banjir. Demikian juga bila air hujan yang jatuh di tanah pada
lahan yang mudah longsor dan aliran airnya tidak dikelola
dengan baik maka tanah akan mudah longsor.
Kondisi DAS yang kurang optimal juga dipicu oleh tidak
adanya keterpaduan antar sektor dan antar wilayah dalam
pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan DAS tersebut
(Paimin, 2010). Dengan kata lain, masing-masing berjalan
sendiri-sendiri dengan tujuan yang kadangkala bertolak
belakang. Sulitnya koordinasi dan sinkronisasi tersebut lebih
terasa dengan adanya otonomi daerah dalam pemerintahan dan
pembangunan dimana daerah berlomba memacu meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan memanfaatkan
sumberdaya alam yang ada. Permasalahan ego-sektoral dan ego-
kedaerahan ini akan menjadi sangat komplek pada DAS yang
lintas kabupaten/kota dan lintas propinsi. Oleh karena itu, dalam
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
5
rangka memperbaiki kinerja pembangunan dalam DAS maka
perlu dilakukan pengelolaan DAS secara terpadu.
Pengelolaan DAS bertujuan untuk kesejahteraan
masyarakat. Agar tujuan tersebut dapat dicapai maka
perencanaan pengelolaan DAS mutlak diperlukan. Untuk
mempermudah perencanaan dan pengelolaan, DAS dibagi
berdasarkan hirarkhinya yakni pada tingkat DAS, Sub DAS, dan
Sub-sub DAS. Disamping itu, DAS juga diklasifikasi
berdasarkan perwilayahan yaitu: DAS lokal, regional, nasional,
dan internasional (Departemen Kehutanan, 2001).
Dengan mengacu pada administarsi pemerintahan yang
ada dan sistem pengelolaan DAS yang akan diterapkan, maka
ujicoba implementasi pengelolaan DAS pada unit DAS skala
mikro (tingkat Sub-subDAS) dari suatu Sub DAS yang berada
dalam wilayah kabupaten/kecamatan, digunakan untuk menguji
baik sistem perencanaan, sistem monitoring dan evaluasi
(monev), maupun sistem kelembagaan. Uji coba ini
menghasilkan Model Pengelolaan DAS mikro yang dapat
digunakan sebagai model yang dapat dicontoh di tempat lain.
Isi buku ini merupakan rangkuman pengalaman dalam
penelitian partisipatif dalam pengelolaan DAS Mikro.
Pengelolaan DAS mikro dimulai dari analisis peramasalahan dan
potensi biofisik, sosial, ekonomi dan kelembagaan; penyusunan
rencana pengelolaan dan perancangan, implementasi, pengem-
bangan kelembagaan dan monitoring dan evaluasi. Buku ini
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
6
diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Bupati, Perencana
Pembangunan Daerah Kabupaten/Kota, pengambil kebijakan
dalam pengelolaan DAS, akademisi, dan kelompok tani sesuai
dengan bidang tugasnya masing-masing.
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
7
BAB II
DEFINISI DAS MIKRO
Tidak ada definisi yang tegas tentang DAS mikro. Dalam
Peraturan Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan
Sosial No. P. 15/V-Set/2009 tentang Pedoman Pembangunan
Areal Model DAS Mikro yang disebut DAS mikro adalah DAS
dengan luas < 5.000 ha. Definisi tersebut ditemukan dalam
definisi Model DAS Mikro (MDM) yakni suatu contoh
pengelolaan DAS dalam skala lapang dengan luas kurang dari
5.000 ha yang digunakan sebagai tempat untuk memperagakan
proses partisipatif pengelolaan sumberdaya alam, rehabilitasi
hutan dan lahan, teknik-teknik konservasi tanah dana air, sistem
usaha tani yang sesuai dengan kemampuan lahan, sosial,
ekonomi, budaya dan kelembagaan masyarakat.
Kementerian Pertanian, India mendefinisikan DAS mikro
yakni Subsub DAS yang memiliki luas antara 500-1.000 ha
(Ministry of Agriculture, Government of India, 2011). Hal ini
didasarkan pada hirarkhi ukuran DAS dari unit hidrologi dimana
DAS dibagi menjadi: wilayah sumberdaya air (water resource region), basin, daerah tangkapan air/DTA (catchment), dan sub
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
8
DTA (sub-catchment), DAS (watershed), juga dibagi menjadi
sub DAS (sub-watershed) dan DAS mikro (micro-watershed).
Agriinfo (2011) membagi DAS berdasarkan luasnya menjadi 6
kelas yakni: 1). DAS mikro (mikro watershed) = 0 – 10 ha, 2).
DAS kecil (small watershed) = 10 – 40 ha, 3). DAS mini (mini
watershed) = 40 – 200 ha, 4). Sub DAS (sub watershed) = 200 –
400 ha, 5). DAS makro (macro watershed) = 400 – 1.000 ha,
dan 6). River basin> 1.000 ha. Berdasarkan TNAU Agriculture
Portal (2013), DAS dibagi berdasarkan ukurannya menjadi DAS
mini (mini watershed) = 1 – 100 ha, DAS mikro (micro
watershed) = 100 – 1.000 ha, DAS milli (milli watershed) =
1.000 – 10.000 ha, sub DAS (sub watershed) = 10.000 – 50.000
ha, dan DAS makro (macro watershed) > 50.000 ha.
Klasifikasi DAS berdasarkan luasnya dari beberapa
institusi di atas menunjukkan tidak ada kesepakatan mengenai
ukuran luas DAS mikro. Berdasarkan pengalaman di lapangan
sebaiknya luas DAS mikro + 1.000 ha. DAS mikro seluas itu
secara hidrologis terukur. Disamping itu pengelolaan DAS
mikro merupakan bagian dari pembangunan jangka menengah (5
tahun) sehingga setiap tahun diharapkan dapat menyelesaikan
masalah +200 ha dari luas DAS mikro dan pada akhir rencana
pengelolaan tahun ke 5, DAS mikro tersebut sudah selesai dan
dapat dijadikan model pengelolaan DAS mikro yang baik.
Apabila memungkinkan DAS mikro yang dipilih berada pada
wilayah satu Desa sehingga pemberdayaan masyarakat dan
pengembangan kelembagaan akan lebih mudah.
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
9
DAS mikro merupakan satu kesatuan ekosistem yang
koheren dalam satuan terkecil dari suatu areal geografis dengan
karakteristik alamiah seperti kelerengan, tanah, drainase, dan
geomorfologi (Shukla, 1992; Ramakrshna, 2003). DAS mikro
juga merupakan satuan perencanaan yang paling tepat dalam
mendukung pembangunan yang berkelanjutan (Shukla, 1992).
Perencanaan skala DAS mikro berkontribusi dalam pem-
bangunan berkelanjutan karena dapat mengintegrasikan berbagai
program pembangunan dengan penggunaan sumberdaya air yang
efisien, akses terhadap sumberdaya air yang berkeadilan, dan
kontrol yang terdesentralisasi.
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
10
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
11
BAB III
ASPEK HUKUM PENGELOLAAN DAS
MIKRO
Pengelolaan DAS merupakan pengelolaan sumberdaya
alam dan lingkungan. Filosofi hukum di Indonesia tentang
pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan, termaktub dalam
UUD tahun 1945, Pasal 33 (3) Bumi dan air dan kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan diper-
gunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dasar
filosofis tentang pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan
hidup juga termaktub dalam konsep perlindungan hak asasi
manusia, dimana sejak tahun 1974, dalam article 25 memasuk-
kan hak atas lingkungan yang sehat dan baik (the right to a
healthful and decent environment) (UN, 1974). Hal ini
dilatarbelakangi adanya persoalan lingkungan, khususnya pen-
cemaran industri yang sangat merugikan perikehidupan
masyarakat.
Pengelolaan DAS mikro meliputi kegiatan perencanaan,
implementasi, pengembangan kelembagaan, monitoring dan
evaluasi. Perencanaan pengelolaan DAS merupakan salah satu
bentuk perencanaan pembangunan manusia dan sumberdaya
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
12
alam dengan menggunakan satuan atau unit pengelolaan daerah
tangkapan air (catchment area) atau daerah aliran sungai (DAS).
UU No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,
Pengelolaan DAS merupakan bagian dari urusan pemerintah
bidang Kehutanan. Dalam lampiran Undang-undang tersebut:
BB. Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Kehutanan
disebutkan bahwa urusan Daerah Aliran Sungai (DAS),
Pemerintah Pusat adalah Penyelenggaraan pengelolaan DAS
sedangkan Daerah Propinsi merupakan Pelaksanaan pengelolaan
DAS lintas Daerah kabupaten/kota dan dalam Daerah
kabupaten/kota dalam 1 (satu) Daerah provinsi. Peraturan ini
sesuai dengan UU No 25 tahun 2004 pasal 33 menyebutkan
bahwa gubernur menyelenggarakan koordinasi, integrasi,
sinkronisasi, dan sinergi perencanaan pembangunan antar
kabupaten/kota.
Penataan ruang merupakan bagian dari proses perencanaan
pengelolaan DAS. UU No. 7 Tahun 2007 tentang Tata Ruang,
pasal 7 disebutkan bahwa negara menyelenggarakan penataan
ruang untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat dengan
memberikan kewenangan penyelenggaraan penataan ruang
kepada pemerintah dan pemerintah daerah. Pasal 10 menyebut-
kan, wewenang pemerintah daerah provinsi dalam
penyelenggaraan penataan ruang meliputi: (a) pengaturan,
pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan
ruang wilayah provinsi, dan kabupaten/kota, serta terhadap
pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis provinsi dan
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
13
kabupaten/kota, (b) pelaksanaan penataan ruang wilayah
provinsi, (c) pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis
provinsi, dan (d) kerja sama penataan ruang antar provinsi dan
pemfasilitasian kerja sama penataan ruang antar kabupaten/kota.
Pasal 11 ayat (1) mengamanatkan bahwa wewenang pemerintah
daerah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan penataan ruang
meliputi: (a) pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap
pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota dan
kawasan strategis kabupaten/kota, (b) pelaksanaan penataan
ruang wilayah kabupaten/kota, (c) pelaksanaan penataan ruang
kawasan strategis kabupaten/kota; dan (d) kerja sama penataan
ruang antar kabupaten/kota.
Ujung tombak dari pengelolaan DAS adalah pengelola
lahan yang seharusnya menerapkan teknik konservasi tanah dan
air. Peraturan yang memayungi kegiatan tersebut yakni, Undang-
undang No. 37 Tahun 2014 tentang Konservasi Tanah dan Air
(KTA). Secara garis besar UU No. 37 Tahun 2014 terdiri dari:
Ketentuan Umum, Asas Tujuan dan Ruang Lingkup, Penguasaan
Wewenang dan Tanggung Jawab, Perencanaan KTA,
Penyelenggaraan KTA, Hak dan Kewajiban, Pendanaan,
Bantuan Insentif Ganti Kerugian dan Kompensasi, Pembinaan
dan Pengawasan KTA, Pemberdayaan Masyarakat, Peran Serta
Masyarakat, Penyelesaian Konflik, Penyidikan, Sanksi
Administratif, Ketentuan Pidana, Ketentuan Peralihan,
Ketentuan Penutup dan Penjelasan. Secara detail isi UU No. 37
Tahun 2014, pembaca dapat membaca langsung UU ini.
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
14
Peraturan Pemerintah No. 150 tahun 2000 tentang
Kerusakan Tanah Untuk Produksi Biomassa, pada pasal 14
disebutkan bahwa gubernur melakukan pengawasan atas
pengendalian kerusakan tanah yang berdampak atau diperkira-
kan berdampak lintas kabupaten/kota, dan bahwa menteri
dan/atau kepala instansi yang bertanggung jawab melakukan
pengawasan atas pengendalian kerusakan tanah yang berdampak
atau diperkirakan berdampak lintas propinsi.
Hierarki perencanaan berimplikasi pada skala peta kerja
yang digunakan. PP No. 15 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang disebutkan bahwa skala peta
untuk tingkat kabupaten paling sedikit 1 : 50.000, untuk tingkat
provinsi digunakan tingkat ketelitian skala minimal 1 : 250.000,
dan untuk skala nasional 1 : 1.000.000. Dengan demikian skala
perencanaan pengelolaan pada tingkat DAS atau tingkat bagian
DAS dalam wilayah administrasi (sub DAS) mengikuti hierarki
skala ini. Namun peta yang sesuai dengan skala yang
diamanatkan oleh Peraturan Perundangan, kadang kala tidak
tersedia sehingga skala peta disesuaikan dengan kebutuhan dan
ketersediaannya.
Peraturan Pemerintah No. 37 tahun 2012 tentang
Pengelolaan DAS terdapat dua kriteria DAS dalam hal
pengelolaannya, yakni DAS yang perlu dipertahankan dan DAS
yang perlu direhabilitasi. Kewenangan perencanaan pengelolaan
DAS mikro dalam PP tersebut berada di BAPPEDA kota dan
kabupaten. Dalam hal perundangan berkaitan dengan
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
15
pengelolaan DAS mikro, maka perlu adanya perda yang
memberikan tugas kepada BAPPEDA kota dan kabupaten untuk
memasukkan aspek pengelolaan DAS dalam menyusun
perencanaan pembanganan daerah.
Perencanaan pengelolaan DAS merupakan salah satu
bentuk perencanaan pembangunan sumberdaya alam (vegetasi,
tanah, dan air) dengan menggunakan satuan atau unit
pengelolaan daerah tangkapan air (catchment area) atau daerah
aliran sungai (DAS) dengan bagian-bagian wilayahnya. Undang-
Undang (UU) No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional merupakan acuan utama peraturan
perundangan yang mendasari penyusunan perencanaan pem-
bangunan di Indonesia.Untuk itu, sistem perencanaan pengelola-
an DAS harus kompatibel dengan sistem perencanaan nasional.
Berdasarkan UU No. 25 Tahun 2004 pasal 3, 4, 5, dan 7,
hierarki perencanaan pembangunan nasional dapat diringkas
seperti pada Tabel 1.
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
16
Tabel 1. Hierarki Perencanaan Pembangunan Nasional
Jenjang Pemerintahan Jangka Waktu Pembangunan Panjang Menengah Tahunan
Nasional RPJP Nasional
RPJM Nasional
RKP
Kementerian/Lembaga - Renstra-KL Renja-KL
Provinsi RPJP Daerah
RPJM Daerah
RKPD
SKPD - Renstra-SKPD
Renja-SKPD
Kabupaten/Kota RPJP Daerah
RPJM Daerah
RKPD
SKPD - Renstra-SKPD
Renja-SKPD
Sumber: UU No. 25 Tahun 2004 (Diolah)
Perencanaan pembangunan nasional, provinsi, maupun
kabupaten/kota terdiri dari: (a) rencana pembangunan jangka
panjang (RPJP), (b) rencana pembangunan jangka menengah
(RPJM), dan (c) rencana pembangunan tahunan atau rencana
kerja pemerintah/daerah (RKP/D). Rencana pembangunan
jangka menengah (RPJM) kementerian/lembaga, yang kemudian
disebut Rencana Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra-KL),
merupakan dokumen perencanaan kementerian/lembaga untuk
periode lima tahun, yang memuat visi, misi, tujuan, strategi,
kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan sesuai dengan
tugas dan fungsi. Rencana pembangunan tahunan kementerian/
lembaga, yang kemudian disebut Rencana Kerja Kementerian/
Lembaga (Renja-KL), adalah dokumen perencanaan
kementerian/lembaga untuk periode satu tahun yang disusun
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
17
dengan berpedoman pada Renstra-KL dan mengacu pada
prioritas pembangunan nasional dan pagu indikatif, serta
memuat kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan baik
yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah maupun yang
ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat. Demikian
juga untuk daerah, RPJM Satuan Kerja Pemerintah Daerah
(SKPD), selanjutnya disebut Renstra-SKPD, merupakan
dokumen perencanaan SKPD untuk periode lima tahun yang
memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan
kegiatan pembangunan sesuai dengan tugas dan fungsi SKPD
yang disusun berdasarkan RPJM Daerah dan bersifat indikatif.
Rencana pembangunan tahunan SKPD, yang kemudian disebut
Renja-SKPD, adalah dokumen perencanaan SKPD untuk
periode satu tahun yang disusun dengan berpedoman pada
Renstra-SKPD dan mengacu kepada RKP, memuat kebijakan,
program, dan kegiatan pembangunan baik yang dilaksanakan
langsung oleh pemerintah daerah maupun yang ditempuh dengan
mendorong partisipasi masyarakat (Paimin, et. al., 2012).
Program pengelolaan DAS harus diciptakan, agar kegiatan
pengelolaan DAS masuk dalam perencanaan pembangunan
nasional, propinsi maupun kabupaten/kota dan desa.
Agar pengelolaan DAS sejalan dengan sistem
pembangunan yang berlaku dalam pemerintahan maka sistem
perencanaan yang dibangun juga harus diselaraskan. Dalam
proses penselarasan, hal yang perlu disadari bahwa batas
wilayah DAS yang alami jarang sekali (bahkan tidak ada) yang
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
18
berhimpitan dengan batas wilayah administrasi pemerintahan.
Sementara itu luas DAS di Indonesia sangat beragam, sehingga
DAS perlu dikelompokkan dengan menyesuaikan keberadaan-
nya dalam wilayah administrasi pemerintahan yang “dominan”,
yakni DAS dalam wilayah kabupaten dominan, DAS dalam
wilayah provinsi dominan, dan DAS lintas provinsi. Untuk
mengikuti hierarki perencanaan dalam UU No. 25 Tahun 2004,
wilayah DAS yang lintas provinsi dan lintas kabupaten dibagi
menjadi satuan hidrologis atau daerah tangkapan air yang berada
dalam wilayah provinsi dan kabupaten (Paimin, et. al., 2012).
Prioritas penyelesaian permasalahan DAS dimulai dari satuan
hidrologis atau DTA yang berada pada kabupaten/kota atau
propinsi dominan sehingga insentif baik fiscal (DAK) maupun
pembinaan sumberdaya manusia (pelatihan dan penyuluhan)
diprioritaskan pada propinsi, kabupaten, dan kota yang memiliki
DTA yang dominan. Perencanaan disusun untuk jangka waktu
lima-tahunan atau rencana pembangunan jangka menengah
(RPJM).
Undang-undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah
Daerah dalam Lampirannya menyebutkan bahwa: pemerintah
merupakan penyelenggara pengelolaan DAS sedangkan
pemerintah propinsi merupakan pelaksana pengelolaan DAS
dalam 1 propinsi. Undang-undang Pemerintah Daerah sebelum-
nya yakni UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah,pada pasal 17 ayat (1) disebutkan bahwa hubungan
dalam bidang pemanfaatan sumberdaya alam dan sumberdaya
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
19
lainnya antara pemerintah dan pemerintahan daerah meliputi:
(c) penyerasian lingkungan dan tata ruang serta rehabilitasi
lahan. Pada pasal 17 ayat (2) disebutkan bahwa hubungan dalam
bidang pemanfaatan sumberdaya alam dan sumberdaya lainnya
antar pemerintahan daerah meliputi pelaksanaan pemanfaatan
dalam bidang pemanfaatan sumberdaya alam dan sumberdaya
lainnya, antara pemerintah dan pemerintahan daerah meliputi
pelaksanan pemanfaatan sumberdaya alam dan sumberdaya
lainnya yang menjadi kewenangan daerah, kerjasama bagi hasil
atas pemanfaatan hubungan dalam bidang pemanfaatan
sumberdaya alam dan sumberdaya lainnya antar pemerintahan
daerah, dan pengelolaan perizinan bersama dalam pemanfaatan
sumberdaya alam dan sumberdaya lainnya. Pada pasal 196
dinyatakan bahwa pelaksanaan urusan pemerintahan yang
mengakibatkan dampak lintas daerah dikelola bersama oleh
daerah terkait melalui badan kerjasama. Apabila daerah tak bisa
melaksanakan kerjasama maka pengelolaannya dilaksanakan
oleh pemerintah (Pusat). UU No 25 tahun 2004 pasal 33
menyebutkan bahwa gubernur menyelenggarakan koordinasi,
integrasi, sinkronisasi, dan sinergi perencanaan pembangunan
antar kabupaten/kota.
Desa merupakan institusi pemerintah terendah yang sangat
penting mendukung dalam pengelolaan DAS Mikro. Untuk itu,
Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 2014 tentang Desa menjadi
salah satu dasar pertimbangan hukum dalam pengelolaan DAS
Mikro. Pasal 26 (1), Undang-undang tersebut, Kepala Desa
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
20
bertugas menyelenggarakan pemerintahan desa, melaksanakan
pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan
pemberdayaan masyarakat desa.
Peraturan Pemerintah No. 150 tahun 2000 tentang
Kerusakan Tanah Untuk Produksi Biomassa, pada pasal 14
disebutkan bahwa gubernur melakukan pengawasan atas
pengendalian kerusakan tanah yang berdampak atau diperkira-
kan berdampak lintas kabupaten/kota, dan bahwa menteri
dan/atau kepala instansi yang bertanggung jawab melakukan
pengawasan atas pengendalian kerusakan tanah yang berdampak
atau diperkirakan berdampak lintas propinsi.
Aturan pelaksanaan dalam pengelolaan DAS mikro antara
lain: 1). Peraturan Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan
Perhutanan Sosial No. P. 15/V-Set/2009 tentang Pedoman
Pembangunan Areal Model DAS Mikro, 2). Peraturan Menteri
Kehutanan No. P. 39/Menhut-II/2009 tentang Pedoman
Penyusunan Rencana Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
Terpadu, 3). Peraturan Menteri Kehutanan No. P. 42/Menhut-
II/2009 tentang Pola Umum, Kriteria dan Standar Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai Terpadu, 4). Peraturan Menteri Kehutanan
No. P. 17/Menhut-II/2014 tentang Tata Cara Pemberdayaan
Masyarakat Dalam Kegiatan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
21
BAB IV
TEKNIK PEMILIHAN AREAL
DAS MIKRO
Pemilihan model DAS mikro didasarkan 3 pertimbangan.
Pertama, tingkat kekritisan DAS mikro dibandingkan dengan
DAS mikro lainnya dalam satu sub DAS dominan dalam satu
kabupaten. Kedua, mudah dikunjungi dan dilihat oleh
masyarakat karena dalam jangka panjang model pengelolaan
DAS mikro diharapkan dapat dijadikan show windows sehingga
pengelolaannya ditiru oleh masyarakat di DAS mikro yang lain.
Ketiga, model DAS diharapkan dapat dikelola dalam jangka
waktu menengah, yakni 5 tahun, sehingga dalam pembangunan
jangka menengah tersebut pengelolaan model DAS telah selesai
dan dapat dijadikan model.
Tingkat kekritisan DAS dalam satu Sub DAS dianalisis
dengan menggunakan Manual Sidik Cepat Degradasi Sub DAS
(Paimin et al., 2010). Berdasarkan analisis menggunakan manual
sidik cepat karakteristik sub DAS tersebut akan diperoleh tingkat
kerawanan sub sub DAS. Tingkat kerawanan DAS dalam satu
sub DAS yang dianalisis diranking dari yang paling rawan
sampai yang tidak rawan sehingga diketahui prioritas DAS yang
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
22
lebih dulu harus dikelola. Sebagai contoh pemilihan DAS mikro
yang didasarkan pada analisis kerentanan yakni pemilihan DAS
mikro Progo Hulu di Kabupaten Temanggung, Propinsi Jawa
Tengah (Tabel 2). Informasi nama dan luas masing-masing sub-
sub DAS, kerentanan pasokan air banjir, daerah rawan banjir,
daerah rawan tanah longsor, dan kekritisan lahan dan prioritas
penangannya disajikan pada Gambar 1.
Tabel 2. Nama dan Luas Sub-sub DAS, Tingkat kerentanan pasokan air banjir, longsor, kekritisan lahan, sosial, ekonomi, dan kelembagaan Sub DAS Progo Hulu.
No.
Nama Sub-Sub
DAS
Luas (Ha)
Debit Karakteristik
Aliran
Pasokan Air
Banjir
Rentan Tanah
Longsor
Rentan Ke-kritisan Lahan
Keren- tanan
Sosek- lembaga
Kerentanan Yang Dpt Dikelola
Prioritas penanganan
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (5+6+7+8) (9)
1. Progo Hulu
11.751 1,403 © 4,20 1,15 3,10 2,70 10,15 I (Soseklem)
2. Galeh 11.101 1,721 © 4,10 1,12 3,33 1,90 9,45 V (lahan Kritis)
3. Kuas 7.025 0,182 (IM) 4,10 1,09 3,33 2,10 9,63 IV (lahan Kritis)
4. Jambe 4.979 0,522 © 4,20 1,14 3,46 2,10 9,90 II (lahan Kritis)
5. Gemilang 1.464 * 3,90 1,10 3,49 * *
6. Sijengkol-Lembir
2.146 * 3,90 1,07 3,55 * *
7. Jetis 692 * 4,00 1,06 3,18 * *
8. Mandang 7.700
0,366 © 3,80 1,10 3,25 2,20 9,35 VI (lahan Kritis)
9. Tingal 10.637 0,799 © 4,00 1,21 3,49 2,20 9,90 III (lahan Kritis)
Diolah dari Paimin, .et al. (2010) dengan permisi *) Tidak ada data, © = continuous, IM = Intermittent, tingkat kerentanan 1 – 5, angka paling besar menunjukkan kondisi paling rawan.
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
23
Gambar 1. Peta Kerentanan Pasokan Air Banjir, Daerah
Rawan Banjir, Daerah Rawan Tanah Longsor dan Kekritisan Lahan, Sub DAS Progo Hulu.
Disamping analisis kerentanan sub-sub DAS yang
menghasilkan peta kerentanan pasokan air banjir, daerah rawan
banjir, daerah rawan longsor, dan kekritisan lahan masih
diperlukan informasi penggunaan lahan untuk memilih area
DAS Mikro. Contoh analisis penggunaan lahan untuk memilih
area DAS Mikro, dilakukan di Sub DAS Progo Hulu (Gambar 2
dan Tabel 3., Paimin, dkk. 2010). Informasi penggunaan lahan
tersebut digunakan untuk memilih DAS mikro yang akan
dikelola mewakili penggunaan lahan tertentu. Dari Tabel 3, Sub-
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
24
sub DAS Kuas didominasi oleh penggunaan lahan untuk usaha
tembakau dan tanaman semusim, maka untuk tujuan model
pengelolaan DAS mikro yang didominasi lahan tembakau dan
tanaman semusim, Sub-sub DAS Kuas sesuai untuk tujuan
tersebut.
Gambar 2. Peta Tutupan Lahan Sub DAS Progo Hulu
Tabel 3. Penutupan Lahan di Sub DAS Progo Hulu
No.
Penutupan Lahan
Sub-sub DAS Jumlah (Ha) Progo
Hulu Galeh Kuas Jambe Ge-
mi-lang
Sejeng-kol Lembir
Jetis
Tingal Man-dang
1. Air tawar 59 57 6 21 6 6 3 5 27 189
2. Belukar 246 599 158 64 58 56 0 527 2 1.711
3. Hutan 0 0 0 0 0 0 0 179 0 179
4. Kebun 2.985 960 311 411 378 425 18 3.329 3.921 12.838
5. Pemukiman 1.487 1.493 893 791 186 239 81 1.272 1.328 7.771
6. Rumput 14 30 213 138 17 7 0 0 0 419
7. Sawah irigasi
5.231 3.480 1.841
0 0 0 0 1.093 157 11.802
8. Sawah tadah hujan
498 3 1.097
1.634 449 832 488 568 1.417 6.986
9. Tanah berbatu
0 0 0 0 0 0 0 0 5 5
10. Tegalan/ lahan tembakau/ semusim
1.231 4.479 2.507
1.919 370 580 1 3.663 844 15.595
Jumlah 11.751
11.101
7.025
4.979 1.460
2.146 692 10.637
7.700 57.495
Sumber: Paimin, dkk. 2010
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
25
Sub-sub DAS Kuas masih terlalu luas (7.025 ha) untuk
Model DAS Mikro, maka perlu diturunkan lagi menjadi area
DAS Mikro yang memiliki luas + 1.000 ha.Turunan dari Sub-
sub DAS Kuas, yang memenuhi persyaratan luas tersebut yakni
DAS Mikro Wonosari yang memiliki tingkat kekritisan = 3,33
(dari skala 5) dan pasokan air banjir (curah hujan) tinggi. Kedua
faktor tersebut bila tidak dikelola makin memperburuk kondisi
DAS mikro. Untuk itu DAS Mikro Wonosari dipilih untuk
mewakili pengelolaan DAS Mikro yang memiliki permasalahn
kekritisan lahan yang didominasi oleh lahan tembakau dan
tanaman semusim. Gambar lokasi DAS Mikro Wonosari yang
terpilih disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Lokasi DAS Mikro Wonosari, Bagian dari Sub-Sub DAS Kuas
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
26
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
27
BAB V
DATA DASAR UNTUK ANALISIS
POTENSI DAN PERMASALAHAN
Dalam penyusunan buku ini, data dasar untuk analisis
potensi dan permasalahan yang dihadapi pada pengelolaan DAS
mikro dilakukan di DAS Mikro Pronggo, Kabupaten Pacitan,
Propinsi Jawa Timur dan DAS Mikro Wonosari, Kabupaten
Temanggung, Propinsi Jawa Tengah. Hasil analisis tersebut
disajikan sebagai berikut:
A. DAS Mikro Pronggo
1. Letak, Luas, dan Geomorfologi
DAS mikro Pronggo mencakup luas 1.107 ha yang
secara geografis berada pada 11109‟18” - 1110 11‟30” BT
dan 80 3‟44” - 80 7‟4” LS, dan secara administratif berada
pada Desa Temon (825 ha), Jatimalang (136 ha), Gembong
(88 ha), Arjosari (29 ha), Gegeran (15 ha), dan Jetis Kidul
(14 ha). Peta DAS mikro Pronggo dengan desa yang
termasuk di dalamnya dapat dilihat pada Gambar 4.
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
28
DAS mikro Pronggo berada pada elevasi 78 – 625 m
dpl, yang umumnya bertopografi curam sampai sangat
curam, pada geomorfologi pegunungan, dengan material
geologi polymit conglomerate, sandstone, siltstone,
limestone, claystone, sandy marl, pumiceous and stone,
intercalated by volcanic breccia, lava, dan tuff.
2. Geologi
DAS Mikro Pronggo tersusun dari formasi geologi
Mandalika (Temon) seluas 591 ha dan formasi Arjosari
(Toma) seluas 516 ha. Formasi Mandalika tersusun dari
perselingan breksi gunung api, lava, tuff bersisipan batu
pasir tufan, batu lanau dan batu lempung. Formasi Arjosari
tersusun dari konglomerat aneka bahan, batu pasir, batu
Gambar 4. Peta DAS Mikro Pronggo dan Wilayah Desa Terkait
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
29
lanau, batu gamping, batu lempung, napal pasiran, batu pasir
batu apung, bersisipan breksi gunung api, lava dan tuf.
Sebaran formasi geologi di DAS mikro Pronggo seperti pada
Gambar 5. Pada tapak (site) dengan tumpuan batu lempung
dan batu lanau, dan dilewati garis sesar, serta pada lereng
terjal akan sangat rentan terhadap tanah longsor. Yang paling
rentan adalah kondisi tersebut terpotong oleh jalan dan
bangunan lainnya. Adanya jalan raya antara Arjosari –
Nawangan yang memotong DAS mikro Pronggo merangsang
pertumbuhan pemukiman sepanjang jalan tersebut yang
umumnya terletak pada lereng curam. Kondisi demikian
sangat rawan terhadap tanah longsor sehingga keselamatan
pemukim sangat terancam setiap saat.
Gambar 5. Sebaran Formasi Geologi di DAS Mikro Pronggo
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
30
3. Jenis Tanah Jenis tanah di DAS mikro Pronggo terdiri dari Koluvial
(Dystrandept) seluas 72 ha, Litosol (Drystropent) seluas 494
ha, dan Mediteran (Tropaquept) seluas 541 ha. Sebaran
masing-masing jenis tanah separti pada Gambar 6.
4. Curah Hujan
Karakteristik hujan di DAS mikro Pronggo didekati
dari stasiun terdekat di Ajosari. Data pengamatan hujan
harian selama 10 tahun terakhir (1998 – 2007) yang telah
dianalisis untuk kebutuhan karakterisasi DAS seperti pada
Tabel 4. Dari stasiun Arjosari diperoleh informasi bahwa
curah hujan tahunan rata-rata sebesar 2.208 mm, hujan
Gambar 6. Sebaran Jenis Tanah di DAS Mikro Pronggo
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
31
harian maksimum sebesar 181 mm yang terjadi pada tahun
2007, dan hujan 3 (tiga) hari berturut-turut sebesar 207 mm
yang terjadi pada tahun 2007. Di Arjosari memiliki jumlah
bulan kering (hujan <100 mm/bulan) rata-rata sekitar 5
(lima) bulan.
Tabel 4. Hujan Harian Maksimum, Hujan 3 Hari Berurutan Maksimum dan Hujan Tahunan di Arjosari dan Nawangan (Tahun 1998 – 2007)
Sta-siun Hujan Arjo-sari
Tahun (mm)
19
98
19
99
20
00
20
01
20
02
20
03
20
04
20
05
20
06
20
07
Tahun-an 3350 2318 2604 2375 2133 2046 - 1864 1162 2023
Hari-an maks 97 89 162 116 94 128 84 112 83 181
3 hri Urut Maks
169 139 159 188 155 169 103 136 111 207
Bln kering (bln)
1 5 5 5 6 7 5 4 - 7
Sumber : Diolah dari Laporan Monitoring Hujan. Dinas Pengairan Kabupaten Pacitan (1998-2007)
5. Kelas Lereng
Lereng lahan umumnya curam dengan kelas lereng
>15%. Sebaran kelas lereng seperti pada Tabel 5 dan
Gambar 7.
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
32
Tabel 5. Kelas Lereng DAS Mikro Pronggo
No Kelas Lereng (%) Luas Ha %
1 < 2 4 0,4 2 2 - 5 21 1,9 3 5 - 8 26 2,3 4 8 - 15 109 9,8 5 15 - 25 278 25,1 6 25 - 35 375 33,9 7 35 - 45 237 21,4 8 45 - 65 57 5,1 9 65 0 0
Jumlah 1107 100
Gambar 7. Kelas Kelerengan di DAS Mikro Pronggo
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
33
6. Penggunaan Lahan dan Kelas Kemampuan Lahan
Berdasarkan Peta RBI tahun 1993 dan ground check,
penggunaan lahan di DAS Mikro Pronggo terdiri dari
tegalan/agroforestry atau campuran tanaman semusim dan
tahunan seluas 801,35 ha (79,72%), tegal/ladang dominan
tanaman semusim 73,69 ha (7,33%), sawah tadah hujan
17,95 ha (1,79%), kebun Akasia 71,09 ha (7,07%), hutan
negara jenis jati 29,01 ha (2,88%), dan pemukiman/
pekarangan 12,09 ha (1,20%) yang tersebar di dekat jalan
raya dan sungai. Peta penggunaan lahan di DAS Mikro
Pronggo disajikan pada Gambar 8 dan Tabel 6.
Gambar 8. Penggunaan Lahan di DAS Mikro Pronggo
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
34
Tabel 6. Penutupan Lahan di DAS Mikro Pronggo
No Penutupan lahan Luas
Ha %
1 Belukar/Kebun Campuran 915 82,7
2 Kebun 77 6,9
3 Pemukiman 21 1,9
4 Sawah Irigasi 11 1,0
5 Sawah Tadah Hujan 8 0,7
6 Tegal/Ladang 75 6,8
Jumlah 1107 100
7. Sosial Ekonomi
Berdasarkan Kecamatan Arjosasri Dalam Angka 2008,
jumlah penduduk di DAS mikro Pronggo sebesar 2.161 jiwa
yang terdiri dari 1.014 laki-laki dan 1.147 perempuan.
Kepadatan penduduk geografis sebesar 215 jiwa/km2,
sedangkan kepadatan agraris sebesar 221 jiwa/km2, dengan
asumsi rata-rata jumlah anggota keluarga sebanyak 5 org per
KK maka rata-rata kepemilikan lahan seluas 2,27 ha/KK.
Pertumbuhan penduduk sebesar 0,95% per tahun. Penduduk
di DAS Mikro Pronggo menyebar di dua Desa yakni Desa
Temon dan Gembong.
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
35
Mata pencaharian utama masyarakat adalah sebagai
petani, pemilik maupun penggarap, dengan pendapatan rata-
rata Rp. 3.709.600,- per tahun dari pendapatan total sebesar
Rp. 4.076.484/tahun. Dari angka tersebut maka keter-
gantungan masyarakat terhadap lahan sangat tinggi yaitu
90,09%. Apabila dibandingkan dengan pendapatan rata-rata
penduduk Kabupaten Pacitan sebesar Rp. 4.105.778, pada
tahun 2007 maka lokasi kajian memiliki kerentanan tinggi
(5). Memperhatikan mata pencaharian penduduk yang
sebagian besar bertumpu pada lahan pertanian, sementara itu
lahan umumnya berada pada lereng tejal, maka hal demikian
mengindikasikan tekanan penduduk terhadap lahan sangat
besar dan mendorong lahan mudah terdegradasi. Wadah
kegiatan pertanian secara umum telah terbentuk dalam
kelompok tani pada setiap dusun, dan terbagi dalam
Kelompok Kerja (Pokja) sesuai dengan jenis kegiatan yang
dilakukan.
Berdasarkan wawancara dengan responden, sebagian
besar penduduk pada usia kerja merantau ke Kota Besar. Hal
ini akibat kondisi lahan, sebagian besar lahan adalah lahan
kering sehingga pengelolaan intesifnya hanya pada masa
tanam (MT) I dan MT II sedangkan MT III dibiarkan untuk
menunggu panen tanaman singkong.
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
36
B. DAS Mikro Wonosari
1. Letak, Luas dan Geomorfologi
DAS Mikro Wonosari mencakup luas 1.476,07 ha
yang secara geografis berada pada 398900-406200 UTM BT
dan 9186500-9194500 UTM LS, dan secara administratif
berada pada 17 desa dan 3 (tiga) kecamatan di Kabupaten
Temanggung. Kecamatan dan Desa yang termasuk di dalam
DAS Mikro Wonosari dapat dilihat pada Tabel 7. Letak
masing-masing desa di dalam DAS Mikro Wonosari dapat
dilihat pada Gambar 9.
Tabel 7. Kecamatan, Desa, dan Luas Masing-masing Desa yang termasuk DAS Mikro Wonosari
No. Kecamatan Desa Luas (ha)
1 Bulu Pagergunung 140.15 2 Bulu Wonosari 335.23 3 Bulu Bansari 94.31 4 Bulu Malangsari 55.08 5 Bulu Mondoretno 44.00 6 Bulu Pakurejo 250.34 7 Bulu Pengilon 50.58 8 Bulu Pasuruhan 198.85 9 Bulu Gondosuli 16.29
10 Bulu Campursari 10.00 11 Bulu Tegallurung 13.45 12 Bulu Bulu 133.44 13 Bulu Ngimbrang 70.71 14 Bulu Putat 24.95 15 Temanggung Tlogorejo 0.36 16 Wonosari Danurejo 35.78 17 Wonosari Salamsari 2.56
JUMLAH 1.476,07
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
37
Gambar 9. Peta Administrasi Desa-desa di DAS Mikro Wonosari
2. Geologi
Berdasarkan Peta Geologi Bersistem Indonesia Lembar
Magelang-Semarang Skala 1: 100.000, bahan induk lokasi
kajian merupakan batuan gunung api sumbing (qsm)
(Gambar, 10), bersusunan andesit, augit, dan olivin serta
sedikit batuan kompleks gunung sumbing yang tak
teruraikan (qsu). Menurut Ngkoimani (2005), batuan beku
andesit yang banyak tersingkap di bagian selatan Pulau Jawa
digolongkan sebagai Andesit Tua (Old Andesite) dan
menurut pentarikhan dengan metode K-Ar umumnya
berumur Tersier. Andesit adalah suatu jenis batuan beku
vulkanik dengan komposisi antara dan tekstur spesifik yang
umumnya ditemukan pada lingkungan subduksi tektonik dan
daerah-daerah dengan aktivitas vulkanik yang tinggi. Nama
andesit berasal dari nama Pegunungan Andes. Batu andesit
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
38
banyak digunakan dalam bangunan-bangunan megalitik,
candi dan piramida. Begitu juga perkakas-perkakas dari
zaman prasejarah banyak memakai material ini, misalnya:
sarkofagus, punden berundak, lumpang batu, meja batu, arca
dll. Di zaman sekarang batu andesit ini masih digunakan
sebagai material untuk nisan kuburan orang Tionghoa,
cobek, lumpang jamu, cungkup/kap lampu taman dan arca-
arca untuk hiasan. Anonimus (1990) menyatakan bahwa
kandungan kwarsa pada batuan beku andesit hanya sedikit
sekali atau bahkan tidak ada. Mineral pokok batuan andesit
adalah plagioklas yang terdapat dalam jumlah sama atau
melebihi jumlah total mineral berwarna kelam seperti biotit,
homeblende, dan augit. Batuan ini termasuk dalam batuan
intermediet dengan kadar SiO2 57,5%. Umumnya batuan ini
menghasilkan tanah yang kaya dan subur, karena banyak
mengandung unsur basa dan mudah mengalami pelapukan,
sehingga tanahnya bertekstur halus. Mikroskopis batuan ini
tersusun atas phenokrist plagioklas yang besar dan mineral
berwarna hitam kelam seperti amfobol, biotit, dan augit
dalam bahan dasar feldspar yang berbentuk jarum mikrolit
dan kadang-kadang gelas (Klasifikasi Tanah, 1990).
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
39
Gambar 10. Jenis Batuan di DAS Mikro Wonosari, Kecamatan Bulu, Kab.Temanggung
3. Jenis Tanah
Berdasarkan Peta RePPProt tahun 1996, jenis tanah di
DAS Mikro Wonosari terdiri dari Dystrandepts di bagian
hulu dan hilir serta eutrandepts di bagian tengah.
Dystrandepts dan eutrandepts merupakan great group dari
sub ordo andepts dan ordo inceptisol. Menurut Foth (1994)
ordo inceptisol merupakan tanah dengan horison pengubahan
atau pemusatan yang berciri pedogenik tetapi tanpa
akumulasi material yang mengalami pemindahan selain
karbonat dan silika, biasanya lembab atau lembab selama 90
hari berturut-turut pada periode yang cocok untuk
pertumbuhan tanaman. Sub ordo andepts terdiri dari liat
allophane dimana struktur longgar (BJ < 0,85), kadang
mengandung zarah-zarah kaca volkan. Sebanyak 60% atau
lebih dalam fraksi debu atau fraksi di atas debu, memiliki
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
40
permeabilitas baik dan tidak memiliki epipedon plaggen
(Haryadi, 2006) sedangkan menurut Foth (1994) merupakan
tanah liat amorf atau debu vulkanik vitrik atau batu apung.
Jenis tanah di DAS Mikro Wonosari disajikan pada Gambar
11.
Gambar 11. Jenis Tanah di DAS Mikro Wonosari
4. Curah Hujan
Karakteristik hujan di DAS mikro Wonosari didekati
dari stasiun terdekat di Bulu. Data pengamatan hujan harian
selama 5 tahun terakhir (2005 – 2009) yang telah dianalisis
disajikan pada Tabel 8. Dari stasiun Bulu diperoleh
informasi bahwa curah hujan tahunan rata-rata sebesar 1.735
mm per tahun. Di Kecamatan Bulu memiliki jumlah bulan
kering (hujan <100 mm/bulan) rata-rata sekitar 5 bulan
setahun yakni pada bulan Mei - September.
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
41
Tabel 8. Hujan Harian Maksimum, Hujan 3 Hari Berurutan
Maksimum dan Hujan Tahunan di Arjosari dan Nawangan (Tahun 2008- 2009)
No
Bulan
2005 2006 2007 2008 2009
CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH
(mm) (hr) (mm) (hr) (mm) (hr) (mm) (hr
)
(m
m)
(hr)
1 Jan 280 19 325 21 240 20 347 16 492 25
2 Feb 410 21 246 18 261 23 202 18 261 22
3 Mar 251 18 216 18 278 25 232 19 102 19
4 April 199 14 240 15 227 19 229 15 176 22
5 Mei 87 10 77 11 75 6 21 9 272 22
6 Juni 60 12 17 3 99 8 3 2 53 11
7 Juli 58 6 8 3 22 5 0 0 2 3
8 Agu
s
23 5 0 0 0 0 18 1 25 2
9 Sept 32 10 0 0 2 1 0 0 0 0
10 Okt 159 14 11 2 17 5 73 17 82 9
11 Nop 234 17 121 15 80 15 150 16 206 13
12. Des 447 22 203 23 377 24 176 24 179 20
Jumlah 2.240 168 1.464 129 1670 151 1451 137 1850 168
Rata-rata 186,7 14 122 10,8 139,8 12,6 120,9 11,4 154 14
Sumber: Diolah dari Laporan Monitoring Hujan Dinas Pekerjaan Umum
Kabupaten Temanggung Tahun 2009
5. Kelas Lereng
Berdasarkan kelas lereng, lahan-lahan yang memiliki
kelas lereng > 26% seluas 134,61 ha berada di Desa
Wonosari, Pagergunung, dan Bansari (Gambar 12). Lahan-
lahan tersebut berada di kawasan hutan lindung dan kiri-
kanan sungai. Untuk kawasan hutan lindung penutupannya
sudah cukup baik tetapi untuk kiri-kanan sungai sudah ada
tanaman seperti cengkeh, suren, kayu manis, dsb tetapi
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
42
diperlukan pengkayaan. Kelas lereng 9-26%, seluas 846,29
ha (Tabel 9) dengan penutupan lahan tegalan yang ditanami
tembakau dan tanaman pangan (jagung) dan holtikultur
(cabe, tomat, bawang merah, kacang, dll). Konservasi yang
diterapkannya adalah pembuatan guludan, pemupukan dan
penutupan mulsa plastik. Sedangkan untuk kelas lereng < 9%
seluas 495,18 ha dengan penggunaan lahan untuk sawah
baik sawah tadah hujan maupun sawah irigasi dengan teras
yang sangat baik.
Tabel 9. Kelas Lereng dan Luas Masing-masing Kelas Lereng
NO KELAS LERENG Luas (ha)
1 0 – 8 495,18
2 9 – 15 514,08
3 16 – 25 332,21
4 26 – 45 130,11
5 > 46 4,50
Jumlah 1.476,07
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
43
Gambar 12. Kelas Lereng & Luas Lahan Masing-masing Kelas Lereng
6. Penggunaan Lahan dan Kelas Kemampuan Lahan
Berdasarkan analisis Peta Rupa Bumi Indonesia tahun
1993 dan survey lapangan, penggunaan lahan di DAS Mikro
Wonosari terdiri dari hutan (35,52 ha), tegalan (701,83),
pemukiman (158,74 ha), sawah tadah hujan (215,87 ha) dan
sawah irigasi (364,11 ha). Secara spasial, penggunaan lahan
di Mikri DAS Wonosari disajikan pada Gambar 13.
Kawasan hutan di bagian hulu DAS Mikro Wonosari
merupakan hutan lindung yang didominasi hutan vegetasi
dataran tinggi. Jenis-jenis pohon yang ditemukan antara lain
cemara gunung (Casuarina junghuniana), puspa (Schima
noronhae dan S. walicii), Agathis sp, dan kayu manis.
Kawasan hutan lindung G. Sumbing dikelola oleh RPH
Wonosari, BKPH Temanggung, KPH Wonosari Utara.
Kegiatan yang telah dilakukan antara lain penanaman bambu
sebagai batas antara hutan lindung G. Sumbing dengan tanah
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
44
milik masyarakat dan penanaman pengkayaan (Enrichment
planting) dengan jenis puspa dan agathis sp. Dari aspek
konservasi tanah dan air kondisi hutan lindung Gunung
Sumbing di hulu DAS Mikro Wonosari cukup baik untuk
konservasi tanah dan air. Kerapatan pohon tidak terlalu rapat
tetapi memiliki ground cover yang rapat sehingga dapat
menahan erosi oleh air hujan.
Kawasan yang terluas dari lahan di DAS Mikro
Wonosari yakni tegal. Tegal tersebar di Desa Wonosasri,
Bansari, Pagergunung, Malangsari, Pasuruhan, dan
Gondosuli bagian selatan. Tegal di DAS Mikro Wonosari
ditanami jagung, cabe, tomat pada musim tanam I
(November – Februari) dan ditanami tembakau pada musim
tanam II (Maret – Oktober). Jenis tembakau yang banyak
ditanam oleh masyarakat di DAS Mikro Wonosari yakni
jenis Kemloko I, II, dan III. Jenis tembakau ini untuk
wilayah hulu Desa Wonosari dapat menghasilkan tembakau
srintil yang berkualitas baik dengan harga sampai mencapai
Rp. 300.000,- per kg. Menurut Kepala Desa Wonosari1
keutungan bersih menanam tembakau di sekitar Desa
Wonosari sebesar Rp. 32.000.000,- per ha.
1 Wawancara dengan Kepala Desa Wonosasri, Agus Parmuji, dilakukan di Desa Wonosari pada tanggal 4 November 2010 sebagai pengelola lahan dan pedagang tembakau.
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
45
Gambar 13. Penutupan Lahan di DAS Mikro Wonosari
Pengolahan tanah di lahan tegalan dilakukan dengan
cara menyangkul dan dilakukan sekitar bulan November
setelah panen tembakau. Apabila lahan akan ditanami cabe,
tomat, atau sawi, tanah dibuat guludan, diberi pupuk
kemudian ditutup dengan plastik mulsa (Gambar 14). Namun
bila lahan akan ditanami jagung maka tidak dilakukan
penutupan plastik. Penggunaan plastik untuk menutup
guludan tersebut tentunya akan mengurangi erosi tanah oleh
air hujan namun bila dikaji tentang besarnya limpasan maka
dengan mengggunakan tutup plastik tersebut akan
meningkatkan besarnya limpasan.
Sawah tadah hujan dan sawah irigasi merupakan
penggunaan lahan lainnya. Sawah tadah hujan menyebar di
Desa Pengilon, Mondoretno, dan Pakurejo. Sawah tadah
hujan dapat panen 1 x setahun sisanya ditanami tembakau
dan jagung, tomat atau cabe merah. Kegiatan pengolahan
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
46
lahan untuk tanaman tembakau di lahan ini dimulai pada
bulan Mei. Kemudian penanaman dilakukan pada bulan Juni.
Kualitas tembakau di bagian hilir dari DAS Mikro Wonosari
tidak terlalu baik dibanding dengan daerah hulu (Wonosasri).
Harga tembakau di wilayah ini antara Rp. 60.000,- Rp.
80.000,- per kg. Untuk sawah irigasi terdapat di bagian hilir
dari DAS Mikro Wonosari. Sawah inigasi ini dapat panen 3
x setahun tetapi pada saat musim kemarau masih terlihat
ditanami tembakau.
Gambar 14. Lahan Yang Ditanami Cabe Menggunakan Plastik Sebagai Mulsa
Pemukiman merupakan penutupan lahan yang paling
sempit di DAS Mikro Wonosari. Pola pemukiman di DAS
Mikro Wonosari realtif berdekatan satu dengan yang lainnya.
Di daerah hulu yakni Wonosari dan Pagergunung, rumah-
rumah di bangun pada lahan yang miring dan jarak rumah
yang satu dengan lainnya sangat berdekatan. Kondisi ini
disamping rawan longsor juga penutupan lahan menjadi
rapat dan kemampuan tanah untuk menginfiltrasikan air
hujan menjadi kecil.
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
47
BAB VI
PROSES PENYUSUNAN RENCANA
PENGELOLAAN
A. DAS Mikro Pronggo
1. Analisis Permasalahan Biofisik
Karakteristik DAS Mikro Pronggo tersusun dari
parmeter-parameter seperti diuraikan dalam Bab II dan
diaplikasikan untuk penyususnan karakteristik DAS mikro
dengan menggunakan formula seperti pada Lampiran 1-4.
Masing-masing parameter penyusun karakteristik DAS
mikro telah diinventarisasi untuk kemudian disusun sebagai
basis analisis tingkat kerawanan atau kerentanannya
(karakteristik).
Hasil analisis banjir dengan menggunakan formula
pada Lampiran 1, daerah yang rentan kebanjiran pada
kategori “sangat rentan” (skor >4,3) seluas 11 ha, “rentan”
(skor 3,5 – 4,3) seluas 2 (dua) ha, dan “agak rentan” (skor
2,6 – 3,4) seluas 3 ha. Sebaran daerah yang rawan kebanjiran
seperti pada Gambar 15. Daerah yang sangat rawan terkena
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
48
banjir adalah daerah pertemuan sungai Pronggo dan sungai
utama Grindulu. Dengan menggunakan formula pada
Lampiran 2, potensi pasokan air banjir dari daerah tangkapan
airnya termasuk kategori “rentan”, dengan skor 3,8.
Sebaliknya pada musim kemarau, dengan
menggunakan formula Lampiran 2, ancaman kekeringan
DAS mikro Pronggo secara umum hanya pada kategori
“agak rentan” (skor 2,6 – 3,4) yakni mencakup wilayah
seluas 1,014 ha dimana sebarannya seperti disajikan pada
Gambar 16.
Berdasarkan analisis kerentanan tanah longsor dengan
formula pada Lampiran 4 Wilayah DAS mikro Pronggo yang
termasuk rentan longsor dalam kategori “rentan” (skor 3,5 –
4,3) seluas 8 (delapan) ha, dan “agak rentan” (skor 2,6 – 3,4)
seluas 541 ha, sisanya bukan merupakan ancaman bencana.
Sebaran daerah rawan tanah longsor seperti Gambar 17.
Dengan menggunakan formula ada Lampiran 3 luas
lahan kritis di DAS mikro Pronggo yang termasuk kategori
“rentan/kritis” (skor 3,5 – 4,3) seluas 29 ha, “agak kritis”
(skor 2,6 – 3,4) seluas 808 ha, “sedikit kritis” (skor 1,7 - 2,6)
seluas 261 ha, dan sisanya 3 (tiga) ha dalam kategori “tidak
kritis”, dimana sebarannya seperti pada Gambar 18.
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
49
Gambar 15. Peta Daerah Rawan Kebanjiran di DAS Mikro Pronggo
Gambar 16. Peta Sebaran Daerah Rentan Kekeringan di DAS Mikro Pronggo.
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
50
Gambar 17. Peta Sebaran Daerah Rentan Bencana Tanah Longsor di DAS Mikro Pronggo
Gambar 18. Peta Sebaran Tingkat Kekritisan Lahan di DAS
Mikro Pronggo
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
51
2. Analisis Permasalahan Sosial Ekonomi Pengelolaan
DAS Mikro
Berdasarkan data sosial untuk kepadatan penduduk
geografis 215 jiwa/km2 termasuk kategori sedang (3)
sedangkan kepadatan agraris sebesar 221 jiwa/km2 berarti
memiliki kerentanan yang rendah dari segi penguasaan
lahan. Perilaku konservasi penduduk kurang memperhatikan
konservasi tanah, hanya 34% yang melakukan konservasi
tanah pada lahan hutan rakyat dengan vegetasi jarang, lahan
yang sangat miring masih digunakan untuk tanaman
semusim sehingga dari segi perilaku konservasi memiliki
kerantanan yang agak tinggi. Budaya hukum adat tidak ada
sehingga kerentanannya tinggi, nilai tradisional tentang
konservasi lahan juga sudah tidak ada sehingga
kerentanannya tinggi. Ketergantungan masyarakat terhadap
lahan cukup tinggi yaitu 91%. Penduduk sebagian besar
bekerja pada sektor pertanian dengan nilai LQ = 1,34, berarti
LQ > 1 yang memiliki kerentanan tinggi. Kelembagaan
konservasi lahan belum melembaga, masyarakat tahu tentang
pentingnya konservasi tanah tetapi belum melakukan
sepenuhnya sedangkan lembaga formal seperti Desa belum
mendukung tentang konservasi tanah sehingga tingkat
kerentannya tinggi. Untuk itu perlu pengembangan
kelembagaan melalui pengembangan organisasi, nilai-nilai,
dan aturan main (North, 1991; Kartodiharjo, 2000; Marut,
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
52
2000) dan kognitif masyarakat (Scott, 1995) tentang
konservasi tanah dan air.
Tabel 10. Hasil Analisis Kerentanan Sosial Ekonomi dan
Kelembagaan DAS Mikro Pronggo.
No. Parameter/Bobot Besaran Kategori Nilai Skor
Sosial Kepadatan penduduk
geografis (10%)
215 jiwa/km2 Sedang 3
Kepadatan penduduk
agraris (10%)
221 jiwa/km
atau 2,27 ha/
KK
Rendah 1
Budaya:
a. Perilaku konservasi
tanah (20%)
b. Budaya hukum adat
(5%)
c. Nilai tradisional (5%)
a. 34%
a. tidak ada
b. Tidak ada
Agak tinggi
Tinggi
Tinggi
4
5
5
Ekonomi
(40%
a. Ketergantungan
terhadap
lahan(20%)
b. Tingkat
pendapatan (10%).
c. Kegiatan dasar
wilayah (10%)
a. 91%
b. Rp.
4.076.484,-
c. LQ = 1,34
Tinggi
Rp.4.105.778,-
(Kab.Pacitan)
Tinggi
5
5
5
Kelembagaan
(20%)
a. Keberdayaan
lembaga dalam
konservasi (10%)
b. Keberdayaan
lembaga formal
dalam konservasi
a. Konservasi
tanah tidak
melembaga
b. Konservasi
lembaga
cukup
berdaya
a. Rendah
b. sedang
5
3
3. Analisis Unit Lahan
Survey unit lahan memerlukan tenaga ahli ilmu tanah,
GIS, dan vetetasi. Alat dan bahan yang digunakan untuk
persiapan, pelaksanaan, dan pengolahan data, yakni peta
RBI, peta tanah, peta penutupan lahan, GPS, alat ukur pH
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
53
tanah, bor tanah, dan komputer. Berdasarkan pengalaman
survey unit lahan, 1 (satu) hari - 1 (satu) tim yang terdiri dari
1 (satu) orang ahli tanah, 1 (satu) orang ahli GIS dan 1 (satu)
orang ahli vegetasi menghasilkan 5 (lima) unit lahan.
Analisis unit lahan dimulai dari desk analysis peta
bentuk lahan, kemiringan lahan, dan penutupan lahan. Peta
jenis bentuk lahan kemiringan dan tutupan lahan diperoleh
dari Peta Rupa Bumi Indonesia skala 1 : 25.000. Idealnya
peta yang digunakan yakni 1 : 10.000 namun peta tersebut
tidak tersedia di pasaran. Dari peta unit lahan hasil analisis
meja (desk analysis) kemudian di bawa ke lapangan untuk
survey lapangan. Manual survey unit lahan disajikan pada
Lampiran 2.
Unit lahan di DAS mikro Pronggo berdasarkan desk
analysis yakni 57 unit. Hasil survey lapangan unit lahan DAS
mikro Pronggo disajikan pada Gambar 19. Secara detail
kondisi masing-masing unit lahan di DAS mikro Pronggo
disajikan pada Lampiran 3.
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
54
Gambar 19. Unit lahan di DAS Mikro Pronggo
B. DAS Mikro Wonosari
Hasil analisis kerentanan pasokan air banjir dengan
parameter seperti pada Lampiran 1 dan diproses dalam bentuk
sistem informasi geografis. Bedasarkan hasil analisis kerentanan
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
55
pasokan air banjir, seluruh DAS Mikro Wonosari memiliki
kerentanan yang tinggi = 4,1 (Gambar 20).
Gambar 20. Hasil Analisis Pasokan Air Banjir di DAS
Mikro Wonosari
Dari analisis kerentanan daerah rawan banjir sesuai
parameter dalam lampiran 1 yang disusun dalam bentuk sistem
informasi geografi, terdapat lahan dengan lua 3,41 ha di DAS
Mikro Wonosari yang memiliki kerentanan daerah rawan banjir
yang agak tinggi (Gambar 21). Daerah rawan banjir tersebut
berada di hilir DAS Mikro Wonosari. Penggunaan lahan di
daerah rawan banjir tersebt yakni sawah 3x panen setahun. Pada
musim penghujan wilayah tersebut bila terjadi banjir perlu
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
56
mendapat perhatian terutama drainase dijaga agar lahan tersebut
bisa segera dikeringkan.
Gambar 21. Hasil Analisis Kerentanan Daerah Rawan Banjir di DAS Mikro Wonosari
Hasil analisis kerentanan kekritisan lahan sesuai parameter
pada lampiran 1 dan diproses dalam bentuk sistem informasi
geografi (Gambar 22), 834 ha lahan di Mikro Wonosari pada
kondisi agak kritis dan 76 ha pada kondisi kritis. Lahan-lahan
yang agak kritis sampai kritis berada di Desa Pengilon ke arah
hulu yakni Desa Bansari, Pager Gunung dan Wonosari. Lahan
tersebut digunakan untuk budidaya tembakau dan sayur.
Budidaya tembakau yang dilakukan saat ini menggunakan input
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
57
yang intensif yakni penambahan pupuk kandang yang
berlebihan. Pemahaman tentang pengolahan lahan terjadi
perubahan dari generasi sebelumnya ke generasi sekarang.
Orang-orang tua dahulu mengolah lahan dengan terasering
sedangkan generasi sekarang mengolah lahan miring ke luar dan
dianggap sebagai teknik yang baik karena mudah mengolahnya
dan bidang olahnya lebih luas. Untuk itu perlu penyuluhan dan
pembuatan plot-plot contoh konservasi tanah agar pengelolaan
lahan dilakukan secara benar sesuai kaidah-kaidah konservasi
tanah dan menguntungkan untuk budidaya tembakau.
Gambar 22. Hasil Analisis Kerentanan Kekritisan Lahan di DAS Mikro Wonosari
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
58
Hasil analisis kerentanan tanah longsor sesuai formula
lampiran 1 dan diajikan dalam bentuk sistem informasi geogrfis,
ada beberapa titik yang memiliki kerawanan tanah longsor yang
agak tinggi yakni di Desa Pengilon, Pakurejo, Wonosari bagian
bawah, Bulu dan Malangsari (Gambar 23). Daerah rawan
longsor tersebut masih digunakan untuk pemukiman sehingga
disarankan untuk membuat fondasi sampai ke batuan sehingga
dapat mencengkeram batuan dan akan mengurangi bahaya
longsor.
Gambar 23. Hasil Analisis Kerentanan Tanah Longsor di DAS Mikro Wonosari
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
59
1. Sosial
1) Kepadatan Penduduk Geografis
Berdasarkan Profil Desa Kecamatan Bulu Tahun 2009,
jumlah penduduk di DAS mikro Wonosasri sebesar 25.063
jiwa yang terdiri dari 12.465 laki-laki dan 12.598
perempuan. Kepadatan penduduk geografis sebesar 1.072
jiwa/km2 (Tabel 11). Kepadatan agraris masyarakat di DAS
Mikro tersebut sebesar 8,236 orang/ha (Tabel 18), sedangkan
luas kepemilikan lahan per KK di DAS Mikro Wonosari
rata-rata sebesar 0,473 ha/KK.
Tabel 11. Kepadatan Penduduk Geografis di DAS Mikro Wonosari Kab. Temanggung.
No Desa Luas (ha)
Pen-duduk Laki-laki
(Jiwa)
Penduduk
Wanita (Jiwa)
Σ Pendu
duk (Jiwa)
Kepadatan
(jiwa/km2)
Kriteria Nilai
1 Wonosari 417 1.631 1.812
3.443 826 Tinggi 5 (11)
2 Bansari 372 1.346 1.374
2.72 731 Tinggi
5 (12)
3 Pagergunung 389 1.131 1.07
2.201 566 Tinggi
5 (13)
4 Malangsari 79 445 425
870 1.101 Tinggi
5 (6)
5 Pasuruan 225 1.08 1.159
2.239 995 Tinggi
5 (10)
6 Gondosuli 252 1.609 1.534
3.143 1.247 Tinggi
5 (3)
7 Pakurejo 138 862 736
1.598 1.158 Tinggi
5 (5)
8 Pengilon 79 394 432
826 1.046 Tinggi
5 (9)
9 Mondoretno 126 837 786
1.623 1.288 tinggi
5 (2)
10 Bulu 147 1.168 1.245
2.413 1.641 tinggi
5 (1)
11 Ngrimbang 160 824 858
1.682 1.051 Tinggi
5 (8)
12 Danupayan 190 1.138 1.167
2.305 1.213 Tinggi
5 (4)
Jumlah/Rata-rata 2.574 12.465 12.598
25.063 1.072
Tinggi
5 (7)
Sumber: Diolah dari Data Kecamatan Bulu Dalam Angka 2009
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
60
Ada beberapa klasifikasi kepadatan penduduk yang
digunakan sebagai berikut:
1. Food And Agriculture Organization/FAO (2006) meng-
klasifikasikan kepadatan penduduk menjadi dua yaitu
a. Kepadatan rendah dengan kepadatan penduduk < 250
jiwa/Km2
b. Kepadatan tinggi dengan jepadatan penduduk > 250
jiwa/Km2
2. National Urban Development Strategis/NUDS (2002) meng-
klasifikasikan kepadatan penduduk menjadi tiga yaitu:
a. Daerah pedesaan (rural) dengan kepadatan penduduk <
100 jiwa/Km2
b. Daerah pinggiran (Suburban) dengan kepadatan
penduduk 100 – 10.000 jiwa/Km2
c. Daerah perkotaaan (urban) dengan kepadatan penduduk
> 10.000 jiwa/Km2
3. Menurut Undang-Undang No. 56/PRP/1960 dalam
Pemerintah Kabupaten Musi Rawas (2005), kepadatan
penduduk diklasifikasikan menjadi empat yaitu:
a. Tidak padat dengan kepadatan penduduk 1 – 50
jiwa/Km2
b. Kurang padat dengan kepadatan penduduk 51 – 250
jiwa/Km2
c. Cukup padat dengan kepadatan penduduk 251 – 400
jiwa/Km2
d. Sangat padat dengan kepadatan penduduk > 401
jiwa/Km2
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
61
Besaran untuk parameter kepadatan penduduk akan
digunakan angka yang pasti artinya kriteria tersebut merupakan
kriteria yang yang statis (tidak berubah seiring dengan
pertumbuhan penduduk). Hal ini akan bermanfaat untuk melihat
keterbandingan kondisi dari waktu ke waktu dan keterbandingan
antara daerah. Dari beberapa klasifikasi kepadatan penduduk
yang ada harus dipilih salah satu yang akan digunakan sebagai
acuan dalam penghitungan. Dalam hal ini akan digunakan
klasifikasi sesuai Undang-Undang No. 56/PRP/1960. Alasan
pemilihan metode klasifikasi ini adalah karena ada dasar hukum
yang kuat yang bisa dipertanggungjawabkan. Selain itu, kisaran
klasifikasi dari NUDS dirasa terlalu luas. Namun demikian ada
sedikit perubahan yaitu untuk tidak padat dan kurang padat
dijadikan satu kriteria karena sebenarnya Wonosari masuk dalam
kriteria kepadatan penduduk yang rendah. Berkaitan dengan hal
tersebut, besaran untuk parameter kepadatan penduduk sebagai
berikut:
a. Penduduk jarang dengan kepadatan penduduk < 250
jiwa/Km2 masuk kategori rendah dengan skor 1.
b. Penduduk padat dengan kepadatan penduduk 250 – 400
jiwa/Km2 masuk kategori sedang dengan skor 3.
c. Penduduk sangat padat kepadatan penduduk > 400 jiwa/Km2
masuk kategori tinggi dengan skor 5.
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
62
2) Kepadatan Penduduk Agraris
Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS), kepadatan
penduduk agraris adalah angka yang menunjukkan
perbandingan jumlah penduduk pada suatu daerah dengan
luas lahan pertanian yang tersedia. Kepadatan penduduk
agraris dinyatakan dalam orang/Ha. Melalui kepadatan
penduduk agraris versi BPS tersebut akan diketahui daya
dukung lahan pertanian untuk menyediakan pangan bagi
penduduk di wilayah tersebut. Oleh karena itu, besaran yang
digunakan dalam formulasi untuk parameter kepadatan
penduduk agraris adalah luas lahan pertanian (Ha) untuk
ketersediaan pangan bagi satu orang dalam satu tahun.
Kepadatan agraris masyarakat di DAS Mikro
Wonosasri 6,11 – 10,36 orang per ha (Tabel 12). Kepadatan
agraris terendah terdapat di Desa Wonosari dan kepadatan
tertinggi terdapat di Desa Bulu. Apabila dilihat dari hulu-
hilir maka kecenderungan hulu lebih rendah kepadatan
agrarisnya dan daerah hulir lebih padat. Apabila dilihat dari
hirarki desa-kota atau wilayah pusat-pinggiran (centre-
pheryphery) maka daerah kota lebih padat dibanding dengan
daerah pedesaan walaupun dari aspek kepadatan agrarisnya..
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
63
Tabel 12. Kepadatan Agraris Masyarakat di DAS Mikro Wonosari
No. Desa
Luas Lahan
Pertanian
(ha)
Penduduk
pertanian
Kepadatan
Agraris
(orang/ha)
1 Wonosari 287 1.754 6.111
2 Bansari 249 2.383 9.570
3 Pagergunung 264 1.665 6.307
4 Malangsari 79 608 7.696
5 Pasuruan 225 1.883 8.369
6 Gondosuli 252 1.902 7.548
7 Pakurejo 138 1.166 8.449
8 Pengilon 79 601 7.608
9 Mondoretno 126 1.107 8.786
10 Bulu 147 1.523 10.361
11 Ngrimbang 161 1.249 7.758
12 Danupayan 190 1.952 10.274
Jumlah 2.197 17.793 8.236
Untuk kepentingan perhitungan kerentanan sisial dari
aspek kepadatan penduduk agraris maka dilakukan konversi dari
jumlah petani per ha dijadikan pemilikan lahan per Kepala
Keluarga. Berdasarkan konversi tersebut, hasil perhitungan
pemilikan lahan per KK dapat dilihat pada Tabel 13.
Berdasarkan kriteria kerentanan sosial Paimin, dkk (2009) yang
membuat kriteria kerentanan kepadatan agraris berdasarkan
kriteria, pemilikan lahan > 0,5 ha/ KK = rendah, 0,25 – <0,5
ha/KK sedang, dan < 0,25 ha/KK = tinggi maka kerentanan
sosial berdasarkan luas kepemilikan lahan di dsajikan pada Tabel
13 berikut:
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
64
Tabel 13. Luas Kepemilikan Lahan Pertanian per KK
No. Desa
Luas Lahan
Pertanian (ha)
KK Petani
Luas Kepemilikan
Lahan Pertanian/KK
Kriteria
Nilai
1 Wonosari 287 415 0.692 Rendah 1
2 Bansari 249 686 0.363 Sedang 3
3 Pagergunung 264 361 0.731 Rendah 1
4 Malangsari 79 214 0.369 Sedang 3
5 Pasuruan 225 474 0.475 Sedang 3
6 Gondosuli 252 554 0.455 Sedang 3
7 Pakurejo 138 320 0.431 Sedang 3
8 Pengilon 79 135 0.585 Rendah 1
9 Mondoretno 126 343 0.367 Sedang 3
10 Bulu 147 530 0.277 Sedang 3
11 Ngrimbang 161 319 0.505 Rendah 1
12 Danupayan 190 447 0.425 Sedang 3
Jumlah 2197 4798 0.473 Sedang 3
Berdasarkan Tabel 13 dapat dilihat bahwa kerentanan
sosial dari aspek kepadatan agraris, masyarakat di DAS Mikro
Wonosari berkisar antara rendah – sedang artinya dari
kepemilikan lahan cukup luas. Namun demikian pengelolaan
lahan di DAS Mikro Wonosasri cukup intensif dengan
pemanfaatan untuk lahan tembakau dan sayur.
2. Budaya
1) Perilaku konservasi tanah
Berdasarkan budaya perilaku konservasi tanah hampir
seluruh responden melakukan konservasi tanah. Untuk lahan
tegalan dilakukan pembuatan guludan dan sebagian besar
dilkakukan penutupan dengan plastik sebagai mulsa. Dari
ancaman erosi perlakukan konservasi tanah yang demikian
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
65
sangat baik untuk mengurangi erosi permukaan tetapi hal ini
akan meningkatkan limpasan yang menyebabkan terjadinya
erosi pada alur-alur di antara guludan-guludan (Tabel 14).
Tabel 14. Perlakuan Konservasi Tanah
No. Desa Besaran (%) Kriteria Nilai
1 Wonosari 75 rendah 1
2 Bansari 85 rendah 1
3 Pagergunung 87.5 rendah 1
4 Malangsari 92.5 rendah 1
5 Pasuruan 95 rendah 1
6 Gondosuli 87.5 rendah 1
7 Pakurejo 92.5 rendah 1
8 Pengilon 97.5 rendah 1
9 Mondoretno 97.5 rendah 1
10 Bulu 97.5 rendah 1
11 Ngrimbang 100 rendah 1
12 Danupayan 100 rendah 1
2) Budaya hukum adat (5%)
Berdasarkan hasil wawancara dengan penyuluh dan
kepala-kepala desa, di seluruh desa di DAS Mikro Wonosari
tidak ada budaya hukum adat yang terkait dengan konservasi
tanah dan air (Tabel 15).
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
66
Tabel 15. Budaya Hukum Adat terkait dengan Konservasi Tanah dan Air
No. Desa Besaran Kriteria Nilai
1 Wonosari Tidak ada Tinggi 5
2 Bansari Tidak ada Tinggi 5
3 Pagergunung Tidak ada Tinggi 5
4 Malangsari Tidak ada Tinggi 5
5 Pasuruan Tidak ada Tinggi 5
6 Gondosuli Tidak ada Tinggi 5
7 Pakurejo Tidak ada Tinggi 5
8 Pengilon Tidak ada Tinggi 5
9 Mondoretno Tidak ada Tinggi 5
10 Bulu Tidak ada Tinggi 5
11 Ngrimbang Tidak ada Tinggi 5
12 Danupayan Tidak ada Tinggi 5
3) Nilai tradisional (5%)
Berdasarkan hasil wawancara dengan penyuluh dan
kepala-kepala desa, di seluruh desa di DAS Mikro Wonosari
tidak ada nilai-nilai tradisional yang terkait dengan
konservasi tanah dan air. Hal ini berarti bahwa orang yang
melakukan konservasi tanah tidak mendapat penghargaan atau
nilai lebih dari anggota masyarakat yang tidak melakukan
konservasi tanah (Tabel 16).
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
67
Tabel 16. Nilai Tradisional Konservasi Tanah
No. Desa Besaran Kriteria Nilai
1 Wonosari Tidak ada Tinggi 5 2 Bansari Tidak ada Tinggi 5 3 Pagergunung Tidak ada Tinggi 5 4 Malangsari Tidak ada Tinggi 5 5 Pasuruan Tidak ada Tinggi 5 6 Gondosuli Tidak ada Tinggi 5 7 Pakurejo Tidak ada Tinggi 5 8 Pengilon Tidak ada Tinggi 5 9 Mondoretno Tidak ada Tinggi 5
10 Bulu Tidak ada Tinggi 5 11 Ngrimbang Tidak ada Tinggi 5 12 Danupayan Tidak ada Tinggi 5
3. Ekonomi
1) Ketergantungan terhadap lahan
Berdasarkan Sidik Cepat Degradasi Sub DAS (Paimin,
dkk. 2006) dalam parameter tingkat kerentanan keter-
gantungan terhadap lahan yang dicerminkan oleh pendapatan
sektor pertanian terhadap total pendapatan dengan kriteria: <
50% (rendah), 50 – 75% (sedang), dan > 75% (tinggi) maka
ketergantungan masyarakat di DAS Mikro Wonosari
disajikan pada Tabel 17. Berdasarkan Tabel 17 dapat dilihat
bahwa ketergantungan masyarakat terhadap lahan tinggi dan
merata untuk semua desa di dalam DAS Mikro Wonosari.
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
68
Tabel 17. Ketergantungan Masyarakat Pada Lahan
No. Desa
Sumber Pendapatan Persentase
Pendapatan
Pertanian
(%) Kriteria
Nilai
Pertanian Non Pertanian
1 Wonosari 11.562.473,15 1.005.432,45
92 Tinggi
5
2 Bansari 11.064.614,66 832.820,46
93 Tinggi 5
3 Pagergunung 11.039.727,91 1.649.614,52
87 Tinggi 5
4 Malangsari 9.813.833,338 970.598,90
91 Tinggi 5
5 Pasuruan 9.021.119,294 784.445,16
92 Tinggi 5
6 Gondosuli 7.912.681,864 977.971,92
89 Tinggi 5
7 Pakurejo 6.778.074,883 1.012.815,79
87 Tinggi 5
8 Pengilon 6.245.954,198 543.126,45
92 Tinggi 5
9 Mondoretno 7.056.641,808 531.145,08
93 Tinggi 5
10 Bulu 8.574.093,853 4.616.819,77
65 Tinggi 5
11 Ngrimbang 5.892.011,001 654.667,89
90 Tinggi 5
12 Danupayan 6.252.428,506 656.332,27
91 Tinggi 5
Jumlah 101.213.654,473 14.235.790,647 88
Tinggi 5
2) Tingkat pendapatan
Pendapatan rata-rata masyarakat di DAS Mikro
Wonosari sebesar Rp. 9.989.996,81,- per kapita per tahun
(Tabel 18). Pendapatan rata-rata terendah di Desa
Ngimbrang sebesar Rp. 6.546.678,89,- dan tertinggi di Desa
Bulu sebesar Rp. 13,190,913.62 per kapita per tahun. Untuk
kepentingan penilaian prioritas penanganan untuk masing-
masing Desa maka perbedaan pendapatan tertinggi –
terendah dibagi 5 (lima) sehingga akan diperoleh 5 kelas
prioritas penanganan. Prioritas 1 dengan pendapatan <Rp.
7.498.408,78,-, prioritas 2 dengan pendapatan Rp.
7.498.408,78 – Rp 9.159.467,46,- prioritas 3 dengan
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
69
pendapatan rata-rata sebesar Rp. 9,159,467.47 - Rp.
10,820,526.15,-, prioritas 4 dengan pendapatan rata-rata Rp.
10,820,526.15,- - Rp. 12.481.584,53,- dan prioritas 5 dengan
pendapatan > Rp. 12.481.584,53,- (Purwanto, dkk., 2010).
Tabel 18. Pendapatan Masyarakat Desa-desa di DAS Mikro Wonosari
No. Desa
Pendapatan rata-rata
Kriteria kerentanan Nilai
Kerentanan Prioritas
Penanganan
1 Wonosari 12.567.905,60 > Rp. 12.481.584,53,-. 1 5
2 Bansari 11.897.435,12 > Rp. 10.820.526,15,- 2 4
3 Pagergunung 12,689,342,43 > Rp. 12.481.584,53,-. 1 5
4 Malangsari 10.784.432,24 > Rp. 9.159.467,47,- 3 3
5 Pasuruan 9.805.564,45 > Rp. 9.159.467,47,- 3 3
6 Gondosuli 8.890.653,78 > Rp. 7.498.408,78,- 4 2
7 Pakurejo 7.790.890,67 > Rp. 7.498.408,78,- 4 2
8 Pengilon 6.789.080,65 < Rp. 7.498.408,78,- 5 1
9 Mondoretno 7.587.786,89 < Rp. 7.498.408,78,- 4 2
10 Bulu 13.190.913,62 >Rp. 12.481.584,53,- 1 5
11 Ngrimbang 6.546.678,89 < Rp. 7.498.408,78,- 5 1
12 Danupayan 6.908.760,78 < Rp. 7.498.408,78,- 5 1
Jumlah 73.510.652,64
3) Kegiatan Dasar Wilayah
Kegiatan dasar wilayah didekati dengan Location
Quotation (LQ) tenaga kerja yang berkerja di sektor
pertanian dan lainnya. Kerentanan dari aspek kegiatan dasar
wilayah terdapat 8 desa dari 12 desa di DAS Mikro
Wonosari memiliki kerentanan tinggi artinya di desa-desa
tersebut sebagian besar adalah bekerja di sektor pertanian
(Tabel 19).
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
70
Tabel 19. Kegiatan Dasar Wilayah Berdasarkan Tenaga Kerja
No. Desa
Tenaga Kerja LQ
Pertanian Kriteria Nilai Pertanian (orang)
Non Pertanian
(orang) 1 Wonosari 1310 34 1.39 Tinggi 5 2 Bansari 974 344 1.05 Tinggi 5
3 Pagergunung 1196 153 1.26 Tinggi 5
4 Malangsari 491 77 1.23 Tinggi 5
5 Pasuruan 897 280 1.08 Tinggi 5
6 Gondosuli 1157 1363 0.65 Rendah 1 7 Pakurejo 322 205 0.87 Rendah 1 8 Pengilon 453 95 1.18 Tinggi 5 9 Mondoretno 902 143 1.23 Tinggi 5
10 Bulu 716 87 1.27 Tinggi 5 11 Ngrimbang 807 651 0.79 Rendah 1 12 Danupayan 1164 962 0.78 Rendah 1
Jumlah 10389 4394 1.06
4) Analisis Unit Lahan
Hasil survey lapangan unit lahan DAS mikro Wonosari
disajikan pada Gambar 24. Secara detail kondisi masing-
masing unit lahan di DAS mikro Wonosari disajikan pada
Lampiran 4.
Gambar 24. Peta Kelas Kemampuan Lahan (KPL) PerUnit
Lahan di DAS Mikro Wonosari
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
71
BAB VII
ANALISIS PERAN LEMBAGA
PENGELOLA DAS MIKRO
Sebelum menyusun organisasi pengelolaan DAS Mikro
perlu dilakukan analisis stakeholders atau analisis para pihak
yang terkait dan potensial untuk dijadikan institusi atau person
kunci dalam pengelolaan DAS Mikro. Sebagai contoh analisis
kelembagaan dilakukan di DAS Mikro Wonosari, Kecamatan
Bulu, Kabupaten Temanggung (Purwanto, 2010). Untuk
mengetahui organisasi dan lembaga yang terkait dengan
pengelolaan DAS Mikro, teori yang digunakan antara lain teori
kelembagaan yang mendorong pembangunan yang terdiri dari
lembaga masyarakat, pemerintah, swasta dan kelas menengah
(midle class) yang terdiri dari pers, Lembaga Swadaya
Masyarakat, pemerhati lingkungan, dll (Gambar 25) (Scott,
1995). Dalam penelitian ini dipilih pisau analisis untuk
membedah permasalahan penelitian, dirinci atas pengertian
kelembagaan, masyarakat, pemerintah, swasta, dan kelas
menengah serta hubungan diantara lembaga tersebut.
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
72
Gambar 25. Lembaga Yang Berpengaruh Terhadap Pembangunan (Scott, 1995).
A. DAS Mikro Pronggo
Organisasi yang berperan dalam pengelolaan DAS Mikro
Pronggo antara lain:
1. Proyek Bank Dunia dalam bentuk Upper Solo Watershed
Management through People‟s Participation and Income
Generation
DAS Mikro Pronggo merupakan bagian lokasi proyek
Bank Dunia dalam Upper Solo Watershed Management
through People’s Participation and Income Generation.
Kegiatan rehabilitasi lahan dari proyek tersebut di DAS
Masyarakat
Pemerintah Swasta
Kelas
Menengah
(Midle
Class):
Pers,
LSM, dll).
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
73
Mikro Pronggo dimulai tahun 1976. Kegiatan berupa
pembuatan teras dan penanaman kelapa.
2. Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Solo
Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS)
Solo telah menetapkan DAS Mikro Pronggo sebagai Molel
DAS Mikro (MDM) pada tahun 2004. Ini artinya, sejak
tahun 2004, DAS Mikro Pronggo merupakan salah satu DAS
yang diprioritaskan untuk ditangani. Beberapa kegiatan yang
sudah dilakukan antara lain: penyampaian rencana
pengelolaan DAS Mikro Pronggo kepada masyarakat,
pengumpulan data biofisik dan sosial ekonomi (2004),
pemasangan alat penakar curah hujan dan Stasiun Pengamat
Arus Sungai (SPAS) (2004) serta pengukuran dan
monitoringnya (2004-2014), pembangunan wanafarma
seluas 2 ha (2006), dan pembagian bibit tanaman untuk
GNRHL setiap tahun dari tahun 2004 - 2008.
3. Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Pacitan
Sinergi dengan kegiatan BPDAS Solo, maka Dinas
Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Pacitan mendukung
kegiatan pengelolaan DAS Mikro Pronggo yang ada di
wilayah kerjanya. Setiap tahun, Dinas Kehutanan dan
Perkebunan Kabupaten Pacitan menganggarkan untuk
kegiatan GNRHL. Kegiatan tersebut berupa pengadaan bibit
sampai dengan pembagian kepada masyarakat di lapangan.
Namun demikian realita di lapangan, pembagian bibit tidak
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
74
didasarkan pada kebutuhan bibit untuk lahan yang
diprioritaskan tetapi dibagi rata setiap rumah tangga. Pada
tahun 2009, setiap rumah tangga hanya mendapat + 9 bibit
tanaman per rumah tangga. Hal ini yang menyebabkan
sasaran rehabilitasi tidak pada lahan prioritas tetapi
terkadang di tanam pada lahan yang telah penuh dengan
tanaman pohon.
4. Balai Penyuluhan Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten
Pacitan
Balai Penyuluhan Kehutanan dan Perkebunan
Kabupaten Pacitan melalui penyuluhnya melakukan
penyuluhan terutama tentang arti pentingnya penanaman
pohon. Mereka juga membuat rehap teras. Pertemuan
memang tidak rutin tergantung dari ketersediaan dana namun
penyuluh tersebut sering datang ke desa sesuai dengan
jadwal pertemuan kelompok tani. Selain kegiatan
penyuluhan mereka juga membangun persemaian Desa
dengan jenis cengkeh.
5. Balai Penuyuluhan Pertanian Kabupaten Pacitan
Balai Penyuluhan Pertanian Kabupaten Pacitan
melakukan penyuluhan terutama terkait dengan tanaman
pangan dan tanaman semusim. Mereka melakukan
penyuluhan dan membangun plot-plot seperti penanganan
hama terpadu untuk tanaman padi. Sebagai sarana
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
75
pendukung, di Kantor BPP Kabupaten Pacitan juga
dilakukan pengukuran curah hujan, namun lokasi tersebut
tidak berada di dalam DAS Mikro Pronggo tetapi masih bisa
dimanfaatkan untuk kepentingan penelitian ini karena
lokasinya hanya + 3 Km dari DAS Mikro Pronggo.
6. Desa di Dalam DAS Mikro Pronggo
Di DAS Mikro Pronggo terdapat dua desa yang
menjadi pemukiman penduduk. Oleh sebab itu, hanya dua
desa tersebut yang memiliki kelompok tani. Kelompok tani
tersebut bernama Kelompok Tani Sumber Urip di Desa
Gembong dan Kelompok Tani Akur di Desa Temon. Profil
kelompok tani pada desa Temon dan Gembong sebagai
berikut:
(1) Desa Temon
Kelompok Tani Akur, Desa Temon, Kecamatan
Arjosari, Kabupaten Pacitan dibentuk tahun 2001. Sejarah
berdirinya karena akan ada program kredit usaha tani dari
Dinas Pertanian Kabupaten Pacitan sehingga Penyuluh
Pertanian Lapangan (PPL) menyuruh petani untuk
membentuk kelompok.
Kepengurusan Kelompok Tani Akur terdiri dari Ketua,
Sekretaris dan Bendara. Pemilihan pengurus dilakukan
melalui pemilihan. Penyusunan rencana dipandu PPL.
Kelompok Tani Akur telah melakukan kegiatan wanafarma
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
76
dan penghijauan pada tahun 2007-2008 yang dibiayai dari
kegiatan GERHAN, oleh BP DAS Solo.
Kelompok Tani Akur, memiliki aturan dalam
penanaman pohon yaitu dengan jarak tanam 2,5 m x 2,5 m
dan dicemplong dengan ukuran 50 x 30 cm. Lahan yang
miring harus dibuat teras. Sanksi bagi yang tidak melakukan
tidak ada. Petani telah mengetahui bahwa manfaat terasering
dan pembuatan saluran air dan telah melaksanakan serta
melakukan penanaman pisang pada lahan bekas longsor.
(2) Desa Gembong
Kelompok Tani Sumber Urip telah berdiri sejak 1982
yang memiliki kegiatan di bidang Pertanian. Kelompok tani
berdiri dilatarbelakangi adanya penyaluran bantuan bibit padi
unggul. Kelompok tani ini melakukan pertemuan setiap
bulan dan juga didatangi penyuluh hampir setiap pertemuan.
Isi pertemuan adalah tukar informasi perihal pertanian.
Kemudian pada tahun 2005, dibentuk lagi kelompok tani
yang khusus menangani konservasi lahan. Pembentukan
kelompok Sumber Urip yang kedua dilatarbelakangi adanya
bantuan untuk membangun hutan rakyat/GERHAN.
Kegiatan GERHAN didanai dari Dinas Kehutanan dan
Perkebunan Kabupaten Pacitan dan BP DAS Solo.
Kepengurusan Kelompok Tani Sumber Urip terdiri
dari Ketua, Ketua I, Sekretaris, dan Bendahara baik yang
kelompok tani pertanian maupun yang konservasi dengan
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
77
jumlah anggota kelompok tani ini yakni 26 orang. Proses
pemebentukan pengurus dilakukan pemilihan secara
langsung oleh seluruh anggota.
Kegiatan utama Kelompok Tani yaitu pertanian sawah
untuk kelompok tani yang dibentuk tahun 1982 dan
pembangunan dan pengelolaan hutan rakyat untuk kelompok
tani yang dibentuk tahun 2005. Untuk kelompok tani yang
kedua, setelah kelompok tani ini dibentuk, kemudian
dilakukan penyuluhan oleh PPL untuk melakukan
pembangunan dan pengelolaan hutan rakyat. Program
tersebut sudah dibuat oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan
Kabupaten Pacitan dan BP DAS Solo sehingga kelompok
tani tinggal melaksanakan saja, namun setelah kegiatan
gerhan ini berhenti maka kegiatan kelonpok tani juga
berhenti.
7. PT. DSC
PT. DSC merupakan perusahaan yang bergerak dalam
pembuatan veneer dan kayu lapis yang berada di Kecamatan
Glagah Ombo, Kabupaten Pacitan. Dalam rangka kegiatan
CSR perusahaan tersebut membagikan bibit kepada
masyarakat Kecamatan Arjosari dimana DAS Mikro
Pronggo berada, sebanyak 5.000 bibit sengon pada tahun
2007. Bibit tersebut diserahkan kepada Camat Arjosari
kemudian diteruskan ke desa-desa tetapi sekali lagi di tingkat
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
78
desa bibit tersebut dibagikan ke rumah tangga dan tidak
didasarkan pada lokasi prioritas.
B. DAS Mikro Wonosari
1. Aturan Hukum Terkait Pengelolaan DAS Wonosari
Bagian paling hulu dari DAS Mikro Wonosari adalah
kawasan hutan lindung yang dikelola oleh Perum Perhutani.
Dasar perundangan perusahaan tersebut yakni Peraturan
Pemerintah Nomor 72 tahun 2010 tentang Perusahaan
Umum (Perum) Kehutanan Negara. Pasal 3 ayat (3)
menyatakan bahwa Pengelolaan Hutan di Hutan Negara
sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 ayat (1) meliputi
kegiatan: a. tata hutan dan penyusunan rencana Pengelolaan
Hutan; b. pemanfaatan hutan; c. rehabilitasi dan reklamasi
hutan; dan d. perlindungan hutan dan konservasi alam.
Penjelasan UU No. 41 tahun 1999 Pasal 26 Ayat (1)
Pemanfaatan kawasan pada hutan lindung adalah segala
bentuk usaha yang menggunakan kawasan dengan tidak
mengurangi fungsi utama kawasan, seperti: a. budidaya
jamur, b. penangkaran satwa, dan c. budidaya tanaman obat
dan tanaman hias. Pemanfaatan jasa lingkungan pada hutan
lindung adalah bentuk usaha yang memanfaatkan potensi
jasa lingkungan dengan tidak merusak lingkungan dan
mengurangi fungsi utamanya, seperti: a. pemanfaatan untuk
wisata alam, b. pemanfaatan air, dan c. pemanfaatan
keindahan dan kenyamanan. Pemungutan hasil hutan bukan
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
79
kayu dalam hutan lindung adalah segala bentuk kegiatan
untuk mengambil hasil hutan bukan kayu dengan tidak
merusak fungsi utama kawasan, seperti: a. mengambil rotan,
b. mengambil madu, dan c. mengambil buah. Usaha
pemanfaatan dan pemungutan di hutan lindung dimaksudkan
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekaligus
menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk menjaga dan
meningkatkan fungsi lindung, sebagai amanah untuk
mewujudkan keberlanjutan sumber daya alam dan
lingkungan bagi generasi sekarang dan generasi yang akan
datang. Berdasarkan hasil diskusi dengan Kepala dan
Perangkat Desa Wonosari di lapangan, masyarakat
mengetahui bahwa kawasan tersebut merupakan hutan
lindung yang dikelola oleh Perum Perhutani. Batas hutan
dengan lahan tembakau masyarakat yakni berupa patok besi
dan batas alam berupa tanaman bambu terlihat jelas.
Bagian tengah DAS Mikro Wonosari merupakan lahan
tegalan sedangkan bagian hilirnya adalah lahan sawah.
Lahan-lahan tersebut dibebani hak milik bedasarkan
Undang-undang No. 5 tahun 1960 tentang Pokok-pokok
Agraria. Berdasarkan Undang-undang tersebut, lahan-lahan
menjadi barang privat walaupun dalam Undang-undang
Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 33 ayat 1,
bumi, tanah dan air serta kekayaan alam di dalamnya
dikuasai oleh negara dan diperuntukkan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat.
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
80
Akibat dari kebijakan politik tentang desentralisasi
pemerintahan maka pengaturan pembagian urusan
pemerintah, pemerintah daerah propinsi, dan pemerintah
daerah kabupaten/ kota diatur dalam Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia No. 38 tahun 2007. Dalam lampiran PP
tersebut, dalam Sub Bidang 41 tentang Pengelolaan Daerah
Aliran Sungai, pemerintah memiliki tugas menetapkan pola
umum, norma, standar, prosedur, dan kriteria pengelolaan
DAS, penetapan kriteria dan urutan DAS/Sub DAS prioritas
serta penyusunan rencana pengelolaan DAS terpadu,
Pemerintah Daerah Propinsi memiliki tugas memberikan
pertimbangan teknis penyusunan rencana pengelolaan,
penyelenggaraan pengelolaan DAS skala propinsi,
sedangkan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota memiliki
tugas memberi pertimbangan teknis penyusunan rencana
pengelolaan dan penyelenggaraan pengelolaan DAS skala
kabupaten. Namun demikian implementasi dari Peraturan
Pemerintah No. 38 tahun 2007 tersebut di lapangan belum
dilaksanakan.
2. Organisasi Yang Potensial Mendukung Pengelolaan
DAS Mikro Wonosari
1) Organisasi Pemerintah
a) Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
(BAPPEDA) Kab. Temanggung
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
(BAPPEDA) Kabupaten Temanggung merupakan
salah satu amanat Undang-undang No. 32 tahun 2004
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
81
tentang Pemerintahan Daerah. Institusi ini untuk
mendukung perencanaan pembangunan daerah
sebagai satu kesatuan dalam sistem perencanaan
Pembangunan Nasional. Pada Bab VII mengenai
Perencanaan Pembangunan Daerah pasal 152 ayat 1
yang mengamanatkan Perencanaan Pembangunan
Daerah didasarkan pada data dan informasi yang
akurat dan dapat dipertanggung jawabkan.
Pada Musyawarah Rencana Pembangunan
(Musrenbang) tahun 2010, rencana pembangunan
Kabupaten Temanggung terkait langsung dengan
pengelolaan DAS Mikro Wonosari yakni
penghijauan, perikanan dan penguatan kelembagaan
petani. Sumberdana kegiatan tersebut yakni Dana
Alokai Khusus (DAK) dan tugas pembantuan dari
pemerintah pusat serta Dana Bagi Hasil Cukai
Tembakau (DBHCT).
b) Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
Serayu Opak Progo (BPDAS SOP) di
Yogyakarta
Tugas pokok BPDAS SOP adalah mempunyai
tugas melaksanakan penyusunan rencana, pengem-
bangan kelembagaan, dan evaluasi pengelolaan
daerah aliran sungai Serayu Opak Progo. Dalam
kaitannya pengelolaan DAS Mikro Wonosari,
BPDAS SOP Yogyakarta melalui Dinas Pertanian,
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
82
Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Temanggung
memberi insentif ke masyarakat di DAS Mikro
Wonosari untuk membangunan hutan rakyat di Desa
Wonosari pada tahun 2008. Kemudian pada tahun
2011 masyarakat dibantu bibit suren (Toona sureni)
oleh kedua instansi tersebut dari dana alokasi khusus
(TA) 2010. Hutan rakyat di lokasi kajian tidak seperti
hutan rakyat pada umumnya merupakan tegakan
hutan tanaman melainkan berupa pohon-pohon yang
ditanam di batas-batas kepemilikan. Demikian pula
tanaman suren (T. sureni) oleh masyarakat ditanam di
batas-batas kepemilikan.
Sampai dengan tahun anggaran 2010,
pelaksanaan kegiatan Gerakan Rehabilitasi Hutan dan
Lahan (GERHAN) masih didanai dengan Dana
Alokasi Khusus (DAK) Kementerian Kehutanan
melalui BPDAS SOP Yogyakarta. Kegiatan dapat
dikategorikan sebagai program desentralisasi sedang-
kan berdasarkan Lampiran PP 38 tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintah Daerah Propinsi, dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota, seharusnya pelaksanaan GERHAN
dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Temanggung
dalam bentuk program dekonsentrasi.
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
83
c) Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan
Kabupaten Temanggung
Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan
(DPPK) Kabupaten Temanggung mempunyai tugas
melaksanakan urusan pemerintahan daerah di bidang
pertanian, perkebunan, dan kehutanan berdasarkan
asas otonomi dan tugas pembantuan. Dinas Pertanian,
Perkebunan, dan Kehutanan (DPPK) Kabupaten
Temanggung merupakan mitra kerja BPDAS Serayu
Opak Progo dalam kegiatan rehabilitasi hutan dan
lahan. Beberapa kendala dalam kegiatan rehabilitasi
hutan dan lahan disampaikan oleh Masrik Amin
selaku Kepala Dinas Pertanian Perkebunan dan
Kehutanan Kabupaten Temanggung: “Dari aspek
pendanaan untuk rehabilitasi lahan kami mendapat
dukungan penuh dari Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kabupaten Temanggung namun dalam
pelaksanaannya partai politik ikut campur tangan
sebagai politik balas jasa pada konstituen dan untuk
kemenangan pemilihan umum tahun 2014 sehingga
kami sulit untuk menentukan lokasi dan target
kelompok tani dalam pelaksanaan Gerakan Nasional
Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN)”. Dinas
Pertanian – Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten
Temanggung telah menyusun Rencana Teknik
Kehutanan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RTKRHL)
sesuai dengan petunjuk pelaksanan GERHAN
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
84
Kementerian Kehutanan tetapi karena masalah
tersebut maka pelaksanaan GERHAN tidak sesuai
rencana”. Lebih lanjut Masrik Amin menyatakan
bahwa: ”sebenarnya, prioritas penanganan lahan
kritis di Kabupaten Temanggung seluas 18.000 ha
dan Kabupaten Temanggung memiliki fungsi untuk
penyangga ketersediaan air baku untuk 10 kabupaten
yang ada di sebelah hilir yang termasuk DAS Progo,
DAS Bodri dan DAS Tuntang sehingga penanganan
GERHAN diperlukan prioritas wilayah-wilayah
tertentu”.
d) Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten
Temanggung
Tugas pokok Dinas Pekerjaan Umum
Kabupaten Temanggung adalah 1). Meningkatkan
infrastruktur di bidang sarana prasarana jalan dan
jembatan pada kawasan kota, pedesaan, pusat
pertumbuhan, dan strategis, 2). Mewujudkan infra-
struktur di bidang sumberdaya air guna mendukung
ketahanan pangan, penyediaan air baku, dan
mengamankan daerah pemukiman dari daya rusak
air, dan 3). Mewujudkan pengawasan dan
pengendalian guna mencapai infrastruktur yang
handal dan bermanfaat. Dalam kegiatan pengelolaan
DAS Mikro Wonosari, Dinas Pekerjaan Umum
Kabupaten Temanggung memiliki andil dalam
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
85
monitoring curah hujan. Dinas Pekerjaan Umum
Kabupaten Temanggung bekerja sama dengan:
1). Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan,
2). Balai Penyuluhan Pertanian Perikanan dan
Kehutanan, dan 3). Camat Bulu; melakukan
pengukuran pencatatan dan pelaporan curah hujan
harian di Kecamatan Bulu. Data curah hujan tersebut
dilaporkan periodik bulanan, triwulan dan tahunan
untuk digunakan oleh instansi terkait. Kegiatan lain
yang dilakukan oleh Dinas PU Kabupaten
Temanggung di DAS Mikro Wonosari antara lain
pembuatan bendung di Kali Gondangan dan Kali
Semen, rehab bendung di Desa Mondoretno dan Desa
Pakurejo.
e) Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian
Perikanan dan Kehutanan Kabupaten
Temanggung
Di Kecamatan Bulu terdapat Balai Penyuluhan
Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BPPPK) yang
betanggung jawab kepada Badan Pelaksana
Penyuluhuan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan
Kabupaten Temanggung. Badan tersebut dibentuk
berdasarkan Perda Kabupaten Temanggung No. 21
tahun 2008, yang bertanggungjawab kepada Bupati
dengan tugas pokok melaksanakan sebagian
kewenangan daerah dalam penyelenggaraan
penyuluhan di bidang pertanian, perikanan, dan
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
86
kehutanan (Perda Kabupaten Temanggung No. 21
tahun 2008). Jumlah penyuluh di BPPPK Kecamatan
Bulu sebanyak 16 orang yang tediri dari penyuluh
pertanian 11 orang, perikanan 4 orang dan kehutanan
1 orang. Penyuluh kehutanan tersebut mendekati usia
pensiun dan belum ada perekrutan kembali. Menurut
Mualim, Kepala Subbagian Tata Usaha, Badan
Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan
Kehutanan: ”Sistem penyuluhannya yakni monovalen
namun demikian dalam satu kecamatan merupakan
teamwork”. Lebih lanjut Mualim mengatakan: ”Pada
awal tahun anggaran, Dinas Pertanian Perkebunan
dan Kehutanan dan Dinas Perikanan mengadakan
rapat dengan BPPPK Kabupaten Temanggung untuk
membahas kegiatan-kegiatan yang membutuhkan
dukungan penyuluhan”. Mualim lebih lanjut
mengatakan:”Pembiayaan untuk pelaksanaan teknik
penyuluhan disediakan oleh Dinas terkait”. ”Untuk
meningkatkan kemampuan penyuluh, setiap hari
Sabtu dilakukan training oleh Dinas terkait dan
tanggal 1 setiap bulan dilakukan rapat koordinasi
seluruh penyuluh di Kabupaten Temanggung”.
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
87
f) Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten
Temanggung
Badan Lingkungan Hidup Kabupaten
Temanggung memiliki tugas pokok, melaksanakan
penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di
bidang lingkungan hidup. Untuk menyelenggarakan
tugas pokok sebagaimana tersebut diatas. Badan
Lingkungan Hidup Kabupaten Temanggung mem-
punyai fungsi: 1) Perumusan kebijakan teknis bidang
lingkungan hidup; 2). Penyelenggaraan Urusan
pemerintahan dan pelayanan umum di bidang ling-
kungan hidup; 3). Pembinaan, fasilitasi dan
pelaksanaan tugas di bidang pengembangan kapasitas
dan pengamanan lingkungan hidup, 4). Penelitian
dampak dan pengembangan teknologi lingkungan
hidup, pengendalian pencemaran, kerusakan dan
konservasi lingkungan hidup, dan pengendalian
kerusakan dan konservasi lingkungan hidup;
5). Pemantauan, evaluasi dan pelaporan bidang
lingkungan hidup; 6). Pelaksanaan kesekretariatan
badan; dan 7). Pelaksanaan tugas lain yang diberikan
Bupati sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Kegiatan konservasi tanah dan air yang telah
dilakukan oleh BLH Kabupaten Temanggung di DAS
Mikro Wonosari TA. 2009 dan 2010 antara lain:
pembuatan sumur resapan (7 unit) dan gully plug (3
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
88
unit), penanaman daerah tangkapan sumber air
(capturing) dengan radius 300 m dari sumber air (di
Desa Danupayan). Jenis tanaman untuk water
capturing adalah duwet (syzygium cumini), trembesi
(Samanea saman), dan suren (Toona sureni).
g) Kecamatan Bulu
Organisasi Kecamatan Bulu secara eksplisit
tidak ada Seksi yang membidangi pertanian,
perikanan dan perkebunan. Namun demikian apabila
ada kegiatan sektor tersebut Kepala Seksi
Pembangunan Masyarakat Desa (PMD) Kecamatan
Bulu bersama para penyuluh melakukan pembinaan
kepada masyarakat.
h) Desa
Organisasi Desa terdiri dari Kepala Desa,
Sekretaris Desa, Seksi Pemerintahan, Seksi
Pembangunan dan Seksi Kesejahteraan Masyarakat.
Tidak ada seksi yang secara langsung menangani
aspek pengelolaan DAS, lingkungan, maupun konser-
vasi tanah dan air. Namun demikian, menurut
Kodiran Lilik, Sekretaris Desa Mondoretno: ”Ber-
dasarkan Musyawarah Pembangunan Desa Tahun
2010, diusulkan agar dilakukan penanaman turus
jalan dengan pohon buah-buahan dan tanaman keras
(jambu, matoa, mlinjo, dan mangga). Pada tahun
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
89
2011 usulan tersebut disetujui dari sumber dana
Alokasi Dana Desa (ADD) Tahun Anggaran 2011.
Dari hasil diskusi dengan penyuluh di Balai
Penyuluhuan Pertanian Perikanan dan Kehutanan
Kecamatan Bulu ada 6 Desa yang perangkat desa dan
Gapoktan yang mendukung kegiatan pertanian secara
luas yakni Desa Wonosari, Campusari, Tegalurung,
Pager Gunung, Danupayan, dan Ngimbrang. Nama-
nama kelompok tani di DAS Mikro Wonosari dapat
dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20. Kelompok-kelompok Tani di DAS Mikro Wonosari
No. Desa Kecamatan Nama Kelompok Tani Dukungan terhadap
Pengelolaan DAS* 1 Pagergunung Bulu (2) Enggal Jaya I dan II Tinggi
2 Wonosari Bulu (2) Wonosari I dan II Tinggi
3 Bansari Bulu (4) Sederhana I, II, III, dan IV
Rendah
4 Malangsari Bulu (2) Sri Tani dan Sri Tari Rendah
5 Mondoretno Bulu (2) Subur dan Makmur Tinggi
6 Pakurejo Bulu (2) Pangudi Makmur dan Margo Luhur
Rendah
7 Pengilon Bulu (1) Pengilon Rendah
8 Pasuruhan Bulu (2) Sumber Makmur dan Sumber Rejeki
Rendah
9 Gondosuli Bulu (3) Rejosari I, II dan Pamrih Hasil
Rendah
10 Campursari Bulu (2) Margo Laras dan Sumber Roso
Tinggi
11 Tegallurung Bulu (2) Trampil I dan II Tinggi
12 Bulu Bulu (2) Pangudi Luhur dan Pangudi Asih
Rendah
13 Ngimbrang Bulu (2) Makmur dan Loh Jinawi
Tinggi
14 Putat Bulu (2) Maju I dan II Rendah
15 Tegalrejo Bulu (3) Bumi Rejo I, II, dan III Rendah
16 Danupayan Balu (3) Sri Margo, Sri Martani, dan Guyup Rukun
Tinggi
17 Salamsari Kedu (1) Salamsari Rendah
Jumlah 37 Kelompok Tani
*) PDAS = Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
90
Berdasarkan hasil diskusi yang dilakukan di
Kecamatan Bulu, Kabupaten Temanggung antara
peneliti dengan penyuluh di Balai Penyuluhan
Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Kecamatan
Bulu, di dalam DAS Mikro Wonosari, terdapat 2
Gapoktan yang telah memiliki badan hukum yakni
Gapoktan Desa Pakurejo dan Campursari. Disamping
itu ada 11 (sebelas) desa yang mengelola keuangan
mikro (micro finance) yang merupakan hibah dalam
proyek Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan
(PUAP) sebesar Rp. 1.00.000.000,- per Gabungan
Kelompok Tani. Besarnya pinjaman per anggota
sebesar Rp. 1.000.000,- untuk pembelian sarana
produksi pertanian. Periode pengembaliannya selama
2, 3 atau 6 bulan yaitu untuk pedagang 2 bulan,
petani sawah 3 bulan dan petani tembakau 6 bulan.
i) Lembaga Masyarakat
Lembaga non formal yang mengakar Sub DAS
Wonosari antara lain pengajian ”yasinan” dan kerja
bakti bersih desa. Kegiatan yasinan merupakan
kegiatan rutin setiap Kamis malam di masing-masing
RT sedangkan kegiatan bersih Desa dilakukan setiap
Hari Minggu pagi pada saat tidak sibuk mengurusi
tanaman tembakau (Juni, Juli, dan Nopember). Dua
lembaga tersebut merupakan media yang sebaiknya
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
91
digunakan untuk melakukan penyuluhan tentang
pengelolaan DAS Mikro.
Sebagian besar masyarakat di DAS Mikro
Wonosari adalah petani tembakau. Mereka hampir
sepanjang tahun sibuk dengan kegiatan pertanian
terutama untuk mengurus tembakau. Untuk wilayah
atas yakni Desa Wonosari, Pagergunung, Bansari dan
Wonotirto mulai Maret telah mengolah lahan untuk
tanaman tembakau dan panen pada pertengahan
Nopember. Sedangkan untuk wilayah tengah yakni
Desa Pasuruhan, Malangsari, dan Tegalrejo peng-
olahan lahan untuk tembakau dimulai bulan April dan
berakhir pada pertengahan bulan Nopember dan
untuk wilayah bawah Desa Gondosuli, Pakurejo,
Bulu, Putat, Campursari, Pengilon, Danupayan, dan
Tegalurung dimulai pada bulan Mei.
Untuk wilayah atas, tembakau ditanam pada
Bulan Maret diantara tanaman jagung, cabe, atau
tomat. Pada bulan Juni, setelah tanaman jagung, cabe
atau tomat panen maka tinggal tanaman tembakau
monokultur yang tersisa dan panen tembakau terakhir
pada pertengahan bulan Oktober. Seperti teknik
budidaya pada umumnya, pada awal musim tanam
dilakukan pengolahan lahan, kemudian penanaman,
pemeliharaan tanaman, dan pemanenan yang dilaku-
kan seminggu sekali sampai daun tembakau habis
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
92
dipanen. Tenaga kerja untuk pengolahan lahan
dilakukan oleh tenaga kerja rumah tangga petani
sendiri namun yang memiliki lahan yang luas
menggunakan tenaga kerja lokal yang tidak memiliki
lahan atau mendatangkan tenaga kerja dari luar
daerah.
Menurut informasi masyarakat, semakin tinggi
lokasi dari permukaan laut, kualitas tembakaunya
semakin baik. Tembakau srintil yang baik biasanya
dihasilkan di lokasi Lamuk (di luar DAS Mikro
Wonosari), Lamsi (bagian lebih hulu Desa
Wonosari), Wonosari bawah, dan Pagergunung.
Harga tembakau srintil dapat mencapai Rp. 300.000,-
/kg sedangkan tembakau biasa hanya mencapai
Rp. 90.000,-/kg (Purwanto, et. al. 2010).
Petani tembakau sangat sibuk mengelola
tanaman tembakau sampai penjualannya yakni dari
bulan Maret s/d Nopember. Waktu luang biasanya
pada pertengahan Nopember sampai awal Desember.
Apabila terkait dengan ketersediaan waktu yang ada,
penyuluhan konservasi tanah dan air dalam rangka
pengelolaan DAS sebaiknya secara intensif dilakukan
pada bulan tersebut (Purwanto, et. al. 2010).
Masyarakat juga sudah mengetahui pentingnya
menanam pohon, yakni untuk memperbaiki
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
93
kesuburan tanah dan menahan angin ribut sehingga
tanaman pertaniannya tidak rusak. Namun demikian,
jenis tanaman pohon yang sebaiknya ditanam tidak
mengganggu tanaman tembakau. Jenis yang cocok
menurut masyarakat adalah suren. Namun demikian,
berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak
Misdiyanto dan Bapak Raharjo, pengelola lahan
tembakau di Desa Wonosari, Kecamatan Bulu,
Kabupaten Temanggung (tanggal 11 April 2011) bila
penanamannnya terlalu rapat akan mengganggu
tanaman tembakau (Purwanto, et. al. 2012).
j) Lembaga Swasta
Perusahaan rokok, PT. Djarum, perusahaan
pupuk organik, PT. Fertila dan penyuluh pertanian
Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan
Kehutanan Kecamatan Bulu melakukan pembinaan
budidaya tembakau ke petani tembakau di Desa
Wonosari dan Bansari dengan cara membuat demplot
penanaman tembakau kemloko I, kemloko II dan
kemloko III. PT. Djarum memiliki kepentingan untuk
menjaga suplai tembakau dari wilayah tersebut
sedangkan PT. Fertila memiliki kepentingan agar
pupuk organik yang diproduksinya dibeli oleh petani.
Menurut petani, mereka mendapat tambahan
pengetahuan tentang pola tanaman tembakau
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
94
kemloko dan penggunaan dosis pupuk fertila
(Purwanto, et. al. 2010).
k) Lembaga Lain
Pada tahun 2010, Koramil Parakan
menyumbang bibit tanaman tembresi untuk di tanam
sebagai turus jalan. Bantuan tersebut diserahkan
kepada Kepala Desa Mondoretno, Ngrimbang,
Pengilon, Bulu, dan Danurejo masing-masing
sebanyak 200 batang. Organisasi Koramil tidak
memiliki tugas pokok dan fungsi sebagai pengelola
DAS tetapi karena ada Peraturan Presiden No. 89
tahun 2007 tentang Gerakan Nasional Rehabilitasi
Hutan dan Lahan maka Koramil turut serta dalam
kegiatan pengelolaan DAS. Kesadaran akan perlunya
rehabilitasi lahan tersebut harus terus dipupuk sesuai
dengan tujuan GERHAN yakni gerakan sosial
rehabilitasi lahan yang secara mandiri dilakukan oleh
seluruh komponen masyarakat. Pemerintah hanya
berfungsi sebagai pendorong dalam kegiatan tersebut
(Purwanto, et. al. 2011).
Berdasarkan informasi di atas, penulis
mengusulkan mekanisme pengelolaan DAS Mikro
Wonosari sebagai berikut: Perencanaan pengelolaan
DAS Mikro sebaiknya disusun oleh Balai Pengelola-
an DAS Serayu Opak Progo dan Bappeda Kabupaten
Temanggung kemudian disosialisasikan ke seluruh
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
95
lembaga yang terkait. Implementasi dilakukan oleh
masyarakat dan didampingi oleh Balai Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai Serayu Opak Progo
Yogyakarta, Dinas Pertanian Perkebunan dan
Kehutanan Kabupaten Temanggung, Badan Pelak-
sana Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan
Kabupaten Temanggung, Badan Lingkungan Hidup
(BLH) Kabupaten Temanggung, Kecamatan Bulu,
masyarakat dari 17 Desa di dalam DAS Mikro
Wonosari. Monitoring dan evaluasi lahan, untuk
tahap awal dilakukan oleh lembaga pemerintah dan
hasilnya disampaikan kepada masyarakat yang
selanjutnya masyarakat (Kepala Desa, Gapoktan, dan
Rumah Tangga pengelola lahan) diajari untuk me-
monitornya sendiri. Monitorirng dan evaluasi
hidrologi, pemantauan curah hujan sebaiknya dilaku-
kan oleh Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten
Temanggung dan debit air sungai Wonosari
sebaiknya dilakukan oleh BPDAS Serayu Opak
Progo.
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
96
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
97
BAB VIII
IMPLEMENTASI PENGELOLAAN DAS
MIKRO
A. Sosialisasi
Setelah dilakukan analisis kerentanan biofisik dan sosial
ekonomi dan dibuat peta kerentanan maka dilakukan sosialisasi
kepada seluruh stakeholders implementator pengelolaan DAS
Mikro Pronggo yakni Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
Kabupaten Pacitan. SKPD tersebut antara lain: 1). Bappeda,
2). Dinas Kehutanan dan Perkebunan, 3). Dinas Pertanian dan
Peternakan, 4). Badan Pelaksana Penyuluhan, 5). Kantor
Lingkungan Hidup, 6). Camat Arjosari, 7). Balai Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai Solo, 8).Kepala Desa Gembong dan
9). Kepala Desa Temon. Sosialisasi ini juga melibatkan
Gabungan Kelompok Tani (GaPokTan) Desa Temon dan Desa
Gembong dan pabrik pengolah kayu serta perusahaan pengolah
kayu PT. Daya Sakti Unggul Cooperation Pacitan. Suasana rapat
sosialisasi d Sosialisasi dilakukan pada Bulan Maret 2009. Dari
kegiatan sosialisasi ini hanya Balai Pengelolaan Daerah Aliran
Sungai (BPDAS) Solo, Dinas Kehutanan dan Perkebunan
Kabupaten Pacitan, Badan Pelaksana Penyuluhan Kabupaten
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
98
Pacitan, lurah dan camat yang siap membantu kegiatan ini
sedangkan PT. Daya Sakti Unggul siap menjadi pasar hasil kayu
dari kegiatan pengelolaan DAS Mikro Pronggo sedangkan
instansi yang lain hanya siap mendukung tetapi tidak tegas
mengambil bagian yang mana dari kegiatan pengelolaan DAS
Mikro Pronggo tersebut.Suasana sosialisasi rencana pengelolaan
disajikan pada Gambar 26.
Sosialisasi untuk DAS Mikro Wonosari dilakukan di
Kecamatan Bulu, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, bulan
Maret 2010. Sosialisasi dihadiri Kepala Bappeda, Camat Bulu,
Kepala Sub Dinas Kehutanan, Dinas Pertanian, Perkebunan dan
Kehutanan Kabupaten Temanggung, Badan Pelaksana
Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kabupaten
Temanggung, Kepala Polisi Sektor Kecamatan Bulu, Komandan
Koramil Kecamatan Bulu, 18 Kepala Desa di dalam DAS mikro
Wonosari. Dalam sosialisasi disepakati untuk membangun
contoh konservasi tanah di lahan tembakau yakni di sebelah
utara atau bagian lebih hulu Dusun Wonosari atau disebut Blok
Seman oleh masyarakat. Karena sebagian besar areal DAS mikro
Wonosari merupakan lahan tembakau maka bila masyarakat mau
menerapkan konservasi tanah di lahan tembakaunya maka
pengelolaan DAS mikro Wonosari telah dicapai. Kesepakatan
yang lainnya: 1). Pembuatan sumur resapan yang dilakukan oleh
Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Temanggung,
2). Pembuatan gully plug dan penanaman suren yang dilakukan
oleh Sub Dinas Kehutanan Kabupaten Temanggung.
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
99
Gambar 26. Rapat Sosialisasi Pengelolaan DAS Mikro Pronggo, Kabupaten Pacitan, Propinsi Jawa Timur
Gambar 27. Rapat Sosialisasi Pengelolaan DAS Mikro Wonosari,
Kabupaten Temanggung, Propinsi Jawa Tengah
B. Sumber-sumber Pembiayaan Pengelolaan DAS
Mikro
Dalam diskusi penyusunan rencana pengelolaan DAS
Mikro dilakukan inventarisasi sumber-sumber pembiayaan.
Sumber pembiayaan pengelolaan DAS Mikro dapat berasal dari
masyarakat, pemerintah, pengusaha, maupun LSM. Sumber
pembiayaan tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk moneter
dan natura. Dalam diskusi penyusunan rencana pengelolaan
DAS Mikro Pronggo, tahun 2009, diinventarisasi sumber-
sumber pembiayaan. Kegiatan penyusunan rencana pengelolaan
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
100
dilakukan dan dibiayai oleh Balai Penelitian Kehutanan Solo.
Untuk kegiatan implementasi sumber pembiayaan berasal dari
berbagai sumber. Rehabilitasi lahan secara vegetatif yang
dilakukan melalui GNRHL, pembangunan hutan rakyat, pem-
bangunan wana farma, dan pembangunan kebut bibit rakyat
dibiayai oleh Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Solo dan
Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Pacitan. PT. Daya
Unggul Cooperation bersedia menyumbang bibit sengon. Balai
Penyuluhan Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Pacitan
bersedia untuk melakukan penyuluhan tentang kegiatan
kehutanan, perkebunan, dan konservasi tanah serta dapat
menyediakan bibit jati, jabon, dan cengkeh. Balai Penyuluhan
Pertanian dapat membantu dalam penyusunan Rencana Definitif
Kebutuhan Kelompok (RDKK) untuk usaha tanaman semusim,
pembuatan plot-plot contoh penggunaan bibit unggul padi sawah
dan pengendalian hama terpadu. Peyuluhan yang dilakukan oleh
Balai Penyuluhan Kehutanan dan Perkebunan dan Balai
Penyuluhan Pertanian, Kabupaten Pacitan direncanakan 2 (dua)
bulan sekali. Balai Penelitian Kehutanan Solo dapat melalukan
penelitian, pembangunan plot-plot contoh konservasi tanah dan
plot contoh untuk rehabilitasi lahan secara vegetatif serta mem-
biayai kegiatan studi banding. Pemasangan alat penakar curah
hujan dan pemabangunan Stasiun Pengamatan Air Sungai dan
kegiatan pemantauannya dilakukan oleh Balai Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai Solo. Biaya yang dibutuhkan dalam
kegiatan tersebut di atas berasal dari instansi dan perusahaan
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
101
masing-masing sesuai dengan usulan kegiatan yang sudah
disepakati.
a. Rencana Tata Waktu dan Pembagian Tugas
Pengelolaan DAS mikro merupakan bagian dari
pembangunan daerah dan jangka waktunya yakni 5 tahun
atau pembangunan jangka menengah. Untuk itu, tata waktu
rencana pengelolaan DAS mikro disusun dalam jangka 5
(lima) tahun.Sebaiknya penyusunan rencana dilakukan pada
Tabel 21.
Tabel 21. Pembagian Kerja dan Tata Waktu Pengelolaan DAS Mikro Pronggo
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
102
b. Pemberdayaan masyarakat
Dewasa ini, pengelolaan DAS yang bersifat kolaboratif
sebagai sebuah paradigma baru dalam kebijakan lingkungan
makin banyak dibicarakan. Perubahan paradigma dari
kebijakan yang bersifat terpusat (centralized) dan command
and control yang menjadi ciri kebijakan lingkungan tahun
70an menjadi kebijakan yang bersifat pengelolaan
kolaboratif yang didesain untuk mendapatkan konsensus dan
kerjasama antar pemangku kepentingan pada tingkat DAS
semakin menguat (Lubell, 2004). Lebih lanjut, Lubell (2004)
dalam penelitiannya di Florida menemukan bahwa persepsi
petani terhadap efektivitas kebijakan pemerintah lebih
banyak dipengaruhi oleh faktor ekonomi. Hal ini berarti
kebijakan pemerintah di daerah hulu untuk melakukan
kebijakan konservasi tanah harus menguntungkan dari sisi
ekonomi.
Kerangka pikir partisipatif yang bersifat bottom up
ternyata belum bisa menjawab permasalahan degradasi
lingkungan di daerah hulu. Hal ini disebabkan oleh
pembuatan rencana yang kadangkala merupakan preferensi
lokal kadangkala kurang mempertimbangkan aspek lain
(teknis). Namun demikian, Bonnal (2005) dalam FAO
(2006) menyebutkan bahwa walaupun banyak proyek,
program, dan rencana telah melibatkan partisipasi masyara-
kat, namun masyarakat belum tentu mengimplementasikan-
nya. Hal ini terjadi karena banyak ahli pengelolaan DAS
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
103
kesulitan untuk mengubah manajemen mereka, metode kerja
yang top down, dan tidak mengerti sepenuhnya situasi dari
penduduk DAS. Pada saat yang sama, masyarakat lokal terus
melihat diri mereka sendiri sebagai penerima petunjuk yang
pasif dan sulit untuk masuk ke dalam tipe hubungan
partisipasi yang baru.
FAO (2006) menyebutkan bahwa partisipasi masyara-
kat dan petunjuk konservasi yang dibuat pada tahun 80-an
masih tetap relevan saat ini, antara lain: (1) pengelolaan
sumberdaya alam tidak akan sukses tanpa keterlibatan dan
dukungan dari para pengguna sumberdaya tersebut,
(2) partisipan harus memiliki kapasitas dan tanggung jawab
dalam membuat keputusan, dan (3) promosi dari pengelolaan
partisipatif DAS merupakan proses yang memakan waktu
lama yang menyaratkan arti yang tepat.
Saat ini, program-program pengelolaan DAS mulai
berubah dari pendekatan partisipatif ke pendekatan kolabora-
tif. Pendekatan kolaboratif merupakan pendekatan dari
pengelolaan sumberdaya alam yang bersifat pluralist yang
berdasarkan atas pembelajaran bersama, pertukaran dan
negosiasi antar aktor dengan kepentingan yang berbeda,
termasuk para ahli dan pembuat keputusan.
Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan DAS
Mikro Pronggo dan DAS Mikro Wonosari dilakukan melalui
kegiatan:
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
104
1) Penyuluhan
Penyuluhan di DAS Mikro Pronggo dilakukan oleh
penyuluh Balai Penyuluhan Pertanian, Balai Penyuluhan
Kehutanan dan Perkebunan; Kabupaten Pacitan, dan peneliti
dan teknisi Balai Penelitian Teknologi Kehutanan
Pengelolaan DAS.Penyuluhan oleh Balai Penyuluhan
Pertanian dan Balai Penyuluhan Kehutanan dan Perkebunan
Kabupaten Pacitan dilakukan 2 (dua) bulan sekali yang
bertempat di Kantor Desa Temon dan Desa Gembong.
Disamping merubah kondisi sosial ekonomi dan biofisik,
salah satu penyuluh kehutanan di Kecamatan Arjosari
mendapat penghargaan Penyuluh Kehutanan Teladan tahun
2014 dari Menteri Kehutanan.
Konsep yang harus disampaikan yakni pertanian
terpadu. Untuk mendapatkan kesejahteraan, petani sebaiknya
memanfaatkan berbagai sumber pendapatan petani yakni dari
lahan sawah, lahan kering, perikanan, peternakan, hutan
rakyat, dll, dengan prinsip-prinsip konservasi tanah yang
merupakan ujung tombak kegiatan pengelolaan DAS.
Sumber-sumber pendapatan tersebut dapat disajikan pada
Gambar 28.
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
105
Gambar 28. Sumber-sumber Pendapatan Petani dengan Mene-
rapkan Prinsip-prinsip Konservasi Tanah dan Air.
2) Sekolah lapang
Sekolah lapang dilakukan agar masyarakat mendapat-
kan informasi dan pengetahuan serta dapat mepraktekkan
pengetahuan tersebut secara langsung. Pengalaman mem-
praktekkan teknologi konservasi tanah yang diajarkan oleh
penyuluh/pelatih mendorong masyarakat memahami per-
masalahan, merasakan kesulitan dalam praktek, dan
memecahkan masalah secara berkelompok dan mengerti
manfaat teknologi konservasi tanah dan air yang
dipraktekkannya.
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
106
3) Pembangunan Demplot
Pembangunan plot contoh ditujukan agar seluruh pihak
yang berpartisipasi dalam pengelolaan DAS mikro dapat
melihat langsung contoh pengelolaan DAS mikro dimana
ujung tombaknya adalah konservasi tanah dan air di setiap
penggunaan lahan. Beberapa contoh kegiatan pembangunan
plot disajikan sebagai berikut:
Gambar 29. Tindak Lanjut dari Sosialisasi berupa Pelatihan Pengolahan Tanah
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
107
1. Plot Perbaikan Teras di DAS Mikro Pronggo
Perbaikan teras dilakukan pada Bulan September 2009
kemudian pada bulan Oktober 2009 dilakukan penanaman
jagung sebagai demplot pengelolaan lahan kering yang kritis
(Gambar 30). Demplot dibangun berdasarkan analisis
kerentanan lahan dan sosial ekonomi masyarakat dimana
sebagian besar lahan di DAS Mikro Pronggo merupakan
lahan kritis namun masih ditanamai tanaman semusim
karena merupakan sumber pangan masyarakat. Masyarakat
merasa aman bila memiliki cadangan pangan di rumahnya
sehingga perlu dibangun teknik pengolahan lahan untuk
tanaman semusim tetapi masih memperhatikan prinsip-
prinsip konservasi tanah.
a. Tongkol jagung kecil dan tidak berisi penuh pada lahan yang tidak dilakukan perbaikan teras
b. Tongkol jagung besar dan berisi pada lahan yang dilakukan perbaikan teras
Untuk mengatasi kekritisan lahan dilakukan perbaikan teras (Nop 2009)
Perbaikan teras meningkatkan produksi jagung 1,8 x (Maret 2010)
Permasalahan teras mudah rusak karena longsor
Penanaman cantel (gagal)tidak tumbuh
Bibit sdh mati
Terlalu banyak hujan(2010)
Gambar 30. Pembangunan Plot Contoh Konservasi Tanah (Perbaikan Teras)
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
108
2. Plot Perbaikan Teras Lahan Tembakau di DAS Mikro
Wonosari, Temanggung, Propinsi Jawa Tengah
Menurut informasi pada saat dilakukan fokus group
diskusi di Desa Wonosari bahwa pada sekitar tahun 1970-an
pengelolaan lahan tembakau di Desa Wonosari dilakukan
penterasan miring ke dalam. Akibat proses pewarisan lahan
dari orang tua ke anaknya dan pemilikan lahan semakin
sempit maka generasi berikutnya mengolah lahan miring ke
luar dengan anggapan bidang olahnya semakin luas
(Purwanto, dkk. 2010).
Berdasarkan pemahaman yang keliru tentang pengelo-
laan lahan tersebut tim peneliti memutuskan untuk membuat
plot-plot contoh konservasi tanah dalam bentuk perbaikan
teras pada lahan tembakau, pembuatan saluran pembuangan
air, dan drop struktur (Gambar 31). Berdasarkan analisis
kerentanan dengan metode Sidik Cepat Degradasi Sub DAS
(Paimin,dkk. 2010) yang dilakukan pada TA. 2010, sebagian
besar dari DAS Mikro Wonosari mengalami kerentanan
tanah kritis. Untuk itu perlu dilakukan rekayasa sosial dan
biofisik untuk mengatasi permasalahan tersebut. Langkah
yang dilakukan dalam kegiatan tersebut yakni sosialisasi
hasil analisis kerentanan kepada masyarakat yang dilakukan
di Desa Wonosari, diskuasi dan analisis permasalahan
pengelolaan DAS yang dilakukan oleh masyarakat sendiri
melalui diskusi. Dari hasil diskusi tersebut diputuskan untuk
membangun plot contoh konservasi tanah yang dilakukan di
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
109
lahan Bapak Sugito Remben seluas 0,415 ha dan Bapak
Slamet yang dibiarkan sebagai kontrol seluas 0,128 ha di
Desa Wonosari, dengan denah lokasi seperti pada Gambar
31.
Gambar 31 Lokasi Plot Contoh Konservasi Tanah danAir
Untuk Mengatasi Kerentanan Lahan di Desa Wonosari, DAS Mikro Wonosari.
Teknik konservasi tanah yang dilakukan yakni pem-
buatan teras karena kondisi lahan di Desa Wonosari bagian
hilir belum dilakukan penerasan berbeda dengan hulu yang
sudah dilakukan penerasan walaupun belum sempurna.
Proses sosialisasi sampai dengan pembuatan teras disajikan
pada Gambar 32.
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
110
Gambar 32. Analisis Masalah, Studi Banding, Sekolah
Lapang dan Pembangunan Plot Konservasi Tanah di DAS Mikro Kuas Wonosari
3. Pembangunan Hutan Rakyat
Hutan rakyat dalam kegiatan pengelolaan DAS mikro
merupakan teknik konservasi tanah secara vegetatif.
Disamping sebagai teknik konservasi vegetatif, hutan rakyat
juga dapat memasok kebutuhan kayu masyarakat dan
industri perkayuan.
Hutan rakyat di DAS mikro Pronggo dibangun dari
insentif yang dilakukan oleh BPDAS Solo dalam bentuk
kebun bibit rakyat dan BPTKPDAS Solo dalam bentuk plot
contoh konservasi tanah vegetative dan swadana masyarakat.
Pembangunan kebun bibit rakyat (KBR) di Dusun Drono,
Desa Pronggo, Kecamatan Arjosari, Kabupaten Pacitan
(Gambar 33) oleh BPDAS Solo dan Dinas Kehutanan dan
Perkebunan Kabupaten Pacitan. Kebun Bibit Desa tersebut
untuk mensuplai kebutuhan bibit dengan luas tanam 125 ha.
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
111
Jenis yang disemaikan di Kebun bibit antara lain: jati (2.000
btng), jabon (2.000 btg), gmelina (12.000 btg), sengon laut
(10.000 btg), dan nangka (5.000 btg).
Gambar 33. Kebun Bibit Desa di Dusun Drono, Desa Pronggo, Kecamatan Arjosari
Pelaksanaan pembuatan kebun benih dimulai pada
bulan Mei 2010 untuk jenis jati, September 2010 untuk jenis
jabon, Oktober 2010 untuk jenis gmelina. Semua jenis
tanaman berasal dari benih. Benih dikecambahkan di bedeng
perkecambahan kemudian disapih ke polybag. Media
persemaian merupakan campuran tanah dan pupuk kandang
dengan perbandingan 2 : 1.
Kegiatan pembuatan kebun bibit rakyat ini dipandu
secara aktif oleh penyuluh UPTD Dinas Kehutanan dan
Perkebunan Kabupaten Pacitan dan Balai Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai Solo (BPDAS Solo). Namun demikian
partisipasi, total masyarakat belum terlaksana. Kegiatan ini
mengupah masyarakat melalui Kepala Dusun Drono, Desa
Temon, Kecamatan Arjosari. Walaupun konsep awalnya
adalah pemberdayaan Kelompok Tani Akur II tetapi
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
112
realitanya semua kegiatan dilalukan dengan sistem upah.
Sistem pengupahan ini tidak salah tetapi makna partispasi
menjadi kurang. Kegiatan pengisian polybag dilakukan oleh
25 orang selama 25 hari dengan upah Rp. 25.000,- per hari.
Kegiatan pemeliharaan bibit dilakukan oleh 2 orang selama
pembibitan dengan upah Rp. 25.000,- per hari.
Pembangunan plot contoh hutan rakyat yang dilakukan
oleh BPTKPDAS Solo bertujuan untuk konservasi tanah
secara vegetatif. Lokasi penanaman dan teknik penanaman
disesuaikan dengan KPL dan kesesuaian lahan. Berdasarkan
diskusi dengan anggota Gapoktan Akur, di DAS Mikro
Pronggo, jenis yang diminati oleh petani yakni sengon, jati,
dan ingin mencoba jenis jabon. Setelah + 1,5 tahun jenis
jabon ditanam, timbul keraguan masyarakat tentang pasar
kayu jenis tersebut maka berdasarkan rapat pengurus
Gapoktan Akur diputuskan untuk menanyakan peluang pasar
kayu jabon ke perusahan pengolahan kayu di sekitar lokasi
DAS Mikro Pronggo yakni perusahaan di Kabupaten
Pacitan. Berdasarkan diskusi dengan 2 pengusaha pengolah
kayu di Kabupaten Pacitan, harga kayu jabon tidak berbeda
jauh dengan harga kayu sengon yang sudah biasa
dibudidayakan oleh petani maka keyakinan petani untuk
menanam jenis tersebut semakin tinggi.
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
113
Gambar 34. Plot Contoh Hutan Rakyat Jabon dan Sengon
Perkembangan industri hilir yang memanfaatkan kayu
hasil hutan rakyat telah mendorong masyarakat untuk
melakukan rehabilitasi lahan secara mandiri. Di sekitar DAS
Mikro Pronggo, ada industri pengolah kayu menjadi produk
triplex yakni CV. Dasa Sakti Unggul Corporation (CV.
DSUC) yang berlokasi di Desa Gegeran, Kecamatan Arjosari
dan di Desa Sambong, Kecamatan Pacitan, Kabupaten
Pacitan. Pabrik yang berada di Desa Gegeran berdiri tahun
2003 dan yang berada di Desa Sambong berdiri tahun 2009.
Adanya peluang pasar tersebut, beberapa petani telah
menanam pohon dengan biaya sendiri. Mereka membeli bibit
per batang seharga: sengon Rp. 1.500,-, Acacia mangium Rp.
1.500,-, jabon Rp. 2.250,- – Rp. 2.500,-, cengkeh Rp. 5.000,-
dan durian Rp. 15.000,-.
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
114
4) Studi Banding
Tujuan studi banding adalah menambah pengetahuan
masyarakat dengan melihat langsung kegiatan usaha dan
konservasi tanah yang dilakukan oleh kelompok tani lain.
Dalam kegiatan pengelolaan DAS Mikro Pronggo, studi
banding dilakukan di Petani Modern An Nur, Kecamatan
Nguter, Kabupaten Sukoharjo. Danpak dari studi banding
Petani desa Temon, DAS Mikro Pronggo meyatakan bahwa
hasil studi banding yang dilakukan TA. 2010, di Pertanian
Organik An Nur, Nguter, Sukoharjo menunjukkan bahwa
mereka mendapatkan wawasan yang lebih luas tentang
pertanian terpadu yakni sawah, lahan kering, peternakan,
perikanan, dan hutan rakyat dimana yang satu dengan
lainnya tidak dapat dipisahkan dan saling mendukung
(Purwanto, dkk, 2010). Studi banding untuk petani DAS
Mikro Wonosari dilakukan ke Kelompok Tani Kredo, Desa
Dokerso, Kecamatan Pakis, Kabupaten Magelang (Gambar,
35).
Gambar 35. Kegiatan Studi Banding di Magelang
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
115
BAB IX
MONITORING DAN EVALUASI
PENGELOLAAN DAS MIKRO
A. Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan DAS Mikro
1. Perencanaan Pengelolaan DAS Mikro
Dokumen perencanaan pengelolaan DAS Mikro
Pronggo disusun oleh Balai Pengelolaan Daerah Aliran
SungaiSolo (BPDAS) Solo, tahun 2004. Sistem perencanaan
tersebut didasarkan pada Surat Keputusan Direktorat
Jenderal RLPS No. 088/Kpts/V/2003 tentang Pedoman
Pembangunan Areal Model DAS Mikro. Dokumen peren-
canaan berisi data biofisik dan sosial ekonomi serta analisis
lahan kritis. Dalam dokumen perencanaan tersebut masih
merupakan rencana rehabilitasi lahan sebagai rencana kerja
BPDAS Solo di Areal Model DAS Mikro Pronggo dan
belum memasukkan kegiatan pengelolaan DAS Mikro yang
akan dilakukan oleh seluruh pihak terkait dengan
pengelolaan DAS Mikro Pronggo.
Pada bulan Maret 2009, Tim Peneliti Balai Penelitian
Kehutanan Solo, merevitalisasi rencana pengelolaan DAS
Mikro Pronggo, yang dimulai dari analisis potensi dan
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
116
permasalahan. Kegiatan analisis dimulai dari desk analisis
dilanjutkan dengan survey dan pengumpulan data sekunder.
Dari data yang terkumpul dilakukan analisis: kekritisan
lahan, daerah rawan kebanjiran, daerah rentan kekeringan,
dan daerah rentan bencana tanah longsor, sosial, ekonomi,
dan kelembagaan masyarakat yang berkaitan dengan
pengelolaan DAS mikro yang didasarkan pada formula
Paimin, dkk (2006). Disamping itu juga dilakukan analisis
unit lahan untuk mengetahui lebih detail kondisi masing-
masing unit lahan sebagai dasar untuk bahan rancangan
kegiatan pada masing-masing unit lahan. Kegiatan selanjut-
nya yakni sosialisasi rencana pengelolaan ke seluruh
stakeholders untuk memperoleh kesepakatan jenis kegiatan
yang harus dilakukan dalam pengelolaan DAS mikro, siapa
berbuat apa, kapan harus dilakukan, sumber pembiayaan dari
mana, bagaimana melakukannya, disepakati dalam
sosialisasi ini. Pelaksanaan kegiatan penyusunan rencana
pengelolaan DAS Mikro Pronggo, tahun 2009 tersebut
seharusnya dilakukan oleh BPDAS Solo tetapi pada tahun
tersebut tidak tersedia anggaran maka BPK Solo yang
melaksanakan sekaligus sebagai wahana kegiatan kajian
implementasi pengelolaan DAS pada skala mikro.
Pengelolaan DAS mikro seperti kegiatan pembangunan
pada umumnya yakni tidak berhenti pada tahun tertentu
tetapi berkelanjutan. Ke depan, berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
117
Daerah Aliran Sungai, pasal 22 (2) Penyusunan Rencana
Pengelolaan DAS dilakukan oleh: c. bupati/walikota sesuai
kewenangannya untuk DAS dalam kabupaten/kota.
(3) Dalam menyusun Rencana Pengelolaan DAS
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bupati/walikota sesuai
kewenangannya dapat membentuk tim dengan melibatkan
Instansi Terkait. Bila dikaitkan dengan UU No. 23 Tahun
2014 tentang Pemerintah Daerah, Pasal 219 (1) maka Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten yang
seharusnya menyusun rencana pengelolaan DAS mikro.
Permasalahan timbul karena BAPPEDA selama ini
tidak pernah melakukan penyusunan rencana pengelolaan
DAS sehingga tidak memiliki sumberdaya manusia dan
anggaran yang memadai untuk kegiatan tersebut. Untuk itu
perlu adanya penyediaan anggaran dan pelatihan penyusunan
rencana pengelolaan DAS. Pada kondisi peralihan pada
penerapan PP No. 37 tahun 2012 yakni pada tahun 2014 –
2015 sebaiknya dilakukan pendampingan penyusunan
rencana pengelolaan DAS di dalam Kabupaten/Kota
termasuk DAS mikro. Pendampingan ini sebaiknya dilaku-
kan oleh Balai Pengelolaan DAS yang telah berpengalaman
dalam penyusunan rencana pengelolaan DAS terpadu.
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
118
2. Implementasi Pengelolaan DAS Mikro
a. Penyuluhan masyarakat
Menurut Ketua Gabungan Kelompok Tani Akur,
penyuluhan kepada masyarakat yang disepakati dalam
penyusunan rencana pengelolaan DAS Mikro Pronggo
tidak berjalan sesuai dengan jadwal yang ditentukan.
Pelaksanaan penyuluhan tergantung ada tidaknya proyek.
Ketika ada proyek KBR oleh BPDAS Solo dan Dinas
Kehutanan dan Perkebunan maka sosialisasi dan
penyuluhan dilakukan. Demikian juga ketika adanya
proyek pembangunan kebun bibit cengkeh yang
dilakukan oleh Balai Penyuluhan Kehutanan dan
Perkebunantan, Kabupaten Pacitan; penyuluhan gencar
dilakukan. Pada tahun 2014 berkembang kemitraan
antara Petani pemilik lahan dan pemilik modal yang
berasal dari Kota Pacitan, Propinsi Jawa Timur dan Solo,
Propinsi Jawa Tengah untuk membangun hutan rakyat
seluas 10 ha dengan cara bagi hasil. Dalam perjanjiannya
modal kerja awal (pengolahan lahan, bibit, dan pupuk)
berasal dari pemilik modal. Pembagian hasil sebagai
berikut: pemilik lahan nantinya mendapat 60%, 35%
untuk pemilik modal sedangkan 5% lainnya untuk kas
kelompok. Kemitraan seperti ini yang lebih intensif
komunikasinya karena semua pihak secara pribadi
berharap akan mendapatkan keuntungan.
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
119
Di DAS mikro Wonosari penyuluh secara aktif
melakukan penyuluhan terutama di fokuskan di bagian
hulu yakni di Desa Bansari dan Wonosari. Pengembang-
an kopi yang ditanam di antara tanaman tembaku
dilakukan di Desa Bansari. Namun demikian tanaman
pohon tidak disukai oleh petani maka tidak ada
pengembangan yang dilakukan secara swadaya oleh
masyarakat.
b. Pembangan plot-plot contoh
Kondisi fisik jagung di plot contoh, Sub DAS
Pronggo, pada saat pemanenen disajikan pada Gambar
13. Pada Gambar 15 dapat dilihat bahwa hasil panen
jagung pada lahan yang dilakukan perbaikan teknik
konservasi tanah, memiliki tongkol yang lebih besar dan
berisi jagung dari pangkal sampai ujungnya sedangkan
pada lahan yang tidak dilakukan perbaikan teknik
konservasi tanah memiliki tongkol yang lebih kecil dan
banyak yang ompong. Hasil pengukuran rata-rata berat
basah jagung di DAS Mikro Pronggo sebesar 2.99 kg/m2
untuk lahan yang dilakukan perbaikan teras dan 1,66
kg/m2 untuk lahan yang tidak dilakukan perbaikan teras.
Kalau dikonversi dalam satuan luas per ha, untuk lokasi
DAS Mikro Pronggo, maka produksi lahan yang tidak
dilakukan perbaikan teras sebesar 29,9 ton/ha dan yang
tidak dilakukan perbaikan sebesar 16,6 ton/ha. Kenaikan
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
120
produksi akibat perbaikan teras sebesar 80,12% untuk
berat jagung tongkol (Gambar 38).
c. Pembangunan kebun bibit rakyat untuk hutan rakyat.
Pendistribusian bibit dan penanaman dilakukan
pada awal Januari 2011. Pendistribusian bibit dilakukan
dengan cara menyerahkan tanggungjawabnya kepada
desa Temon. Kepala desa membagikan kepada Kepala
Dusun, kemudian kepala dusun membagikannya kepada
Ketua Rumah Tangga dan Ketua RT membagikan bibit
kepada kepala rumah tangga. Pembagian yang merata ini
menyebabkan satu Rumah Tangga petani hanya men-
dapatkan bibit antara 5 – 8 bibit. Rumah tangga
menanamnya di lahan tanpa ada kontrol dari petugas
penyuluh.
Pendistribusian bibit ini sebaiknya dievaluasi
kembali. Penanaman merupakan bagian dari penyelesai-
an masalah pengelolaan DAS Mikro. Maka penanaman
sebaiknya merupakan bagian dari penyelesaian keren-
tanan kekritisan lahan, kerentanan banjir dan kekritisan
tanah longsor. Luas lahan yang rentan (kekritisan lahan,
banjir, dan tanah longsor). Untuk menyelesaikan masalah
yang telah dibagi berdasarkan jenis kerentanan tersebut,
DAS Mikro sebaiknya dibagi menjadi 5 (lima) bagian
dari hulu sampai ke bagian hilir. Setiap tahun diusahakan
untuk menyelesaikan permasalahan tersebut sehingga
dalam kurun 5 (lima) tahun ke depan permasalahan
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
121
dalam DAS Mikro dapat diselesaikan dan DAS Mikro
dapat dijadikan contoh pengelolaan DAS dalam skala
mikro.
B. Monitoring dan Evaluaisi Kinerja DAS Mikro
1. Lahan
a) Penutupan Lahan
Analisis Penggunaan lahan di DAS Mikro Pronggo
disajikan pada Tabel 28. Dari Tabel 28 dapat dilihat
bahwa perubahan penggunaan lahan di DAS Mikro
Pronggo cukup dinamis terutama dari hutan tanaman
menjadi penggunaan lainnya (pemukiman, sawah, tegal/
ladang, dan kebun campuran) (Gambar 36). Perubahan
penggunaan lahan dari kebun campuran menjadi
pemukiman merupakan dampak dari pertumbuhan
penduduk sebesar 0,21%/tahun.
Disamping perubahan penutupan lahan (Lampiran
4), monitoring lahan yang sebaiknya dilakukan yakni
perubahan penerapan teknik konservasi tanah (KTA) dan
air pada masing-masing unit lahan. Parameter ini
merupakan indikator keberhasilan pengelolaan DAS
Mikro dari aspek lahan. Apabila teknik KTA diterapkan
pada lahan yang semakin luas maka pengelolaan DAS
Mikro semakin baik dari aspek lahan maupun dari aspek
perilaku masyarakatnya. Untuk DAS Mikro Pronggo
selama pengelolaan, tahun 2009 – 2014, lahan seluas 62
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
122
ha semakin baik KTAnya dari luas lahan kritis 132,99 ha
atau 46,62% dari luas lahan kritis pada awal pengelolaan.
Kegiatan tersebut yang dilakukan oleh masyarakat secara
mandiri dengan pemberdayaan yang dilakukan oleh
seluruh pihak.
Tabel 22. Perubahan Penggunaan Lahan di DAS Mikro Pronggo dari Tahun 2007-2013.
No. Penggu-
naan Lahan
Tahun, Luas, dan Persen Penutupan
2007 2009 2011 2013
Ha % Ha % Ha % ha %
1. Pemu-kiman/ Peka-rangan
12,09 1,2 20,89 2.08 30,29 3,01 43,31 4,31
2. Sawah (Tadah Hujan + Irigasi)
17,95 1,79 19,43 1.93 20,41 2,03 23,52 2,34
3. Tegal/ Ladang
73,69 7,33 74,54 7.42 75,67 7,53 76,19 7,58
4. Kebun Cam-puran
801,35 79,72 812,94 80,88 800,24 79,61 780,38 77,64
5. Hutan Mono-kultur (Rakyat+ Perhu-tani)
100,1 9,95 77,38 7,70 78,64 7,82 81,78 8,14
Jumlah 1.005,18 100 1.005,18 100 1,005,18 100 1.005,18 100
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
123
Gambar 36. Perubahan Penggunaan Lahan di DAS Mikro Pronggo 2009-2013.
2. Hidrologi
a. DAS Mikro Pronggo
Monitoring dan evaluasi (monev) tata air di tingkat
DAS Mikro dilakukan berdasarkan aturan yang ada
dalam Peraturan Dirjen (PerDirjen) RLPS No. P.04 tahun
2009 tentang Monitoring dan Evaluasi Daerah Aliran
Sungai dan Perdirjen RLPS No P.15 tahun 2009 tentang
Pembangunan Areal Model DAS Mikro. Di dalam aturan
tersebut, parameter monev pada indikator tata air
meliputi: koefisien regim sungai (KRS), koefisien aliran
tahunan (C), kandungan sedimen terangkut serta kan-
dungan bahan pencemar. Namun demikian, dalam
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
124
penelitian ini tidak seluruh parameter dilakukan peman-
tauan dan evaluasi. Hasil monev tata air pada masing-
masing lokasi DAS Mikro disajikan pada uraian di
bawah ini.
Berdasarkan Laporan Monitoring dan Evaluasi
Tata Air BPDAS Solo, Tahun Anggaran 2005 s/d 2014;
debit minimum di DAS Mikro pronggo realtif konstan
artinya base flowrelatif tetap yakni + 5 liter/detik sedang-
kan debit maksimumnya terjadi fluktuasi (Tabel 23).
Tabel 23. Curah Hujan, Debit Minimum dan Maksimum dan
Koefisien Regim Sungai Pronggo
No. Aspek
Hidrologi
Tahun
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
1. Cuhah hujan (mm)
3.187 1.464 1.670 1.451 1.850 2.891 2.293 2.497 2.721 2.128
2. Debit Minimum (liter/dt)
5,00 5,38 5,38 * 4,85 2.18 0,309 0,025 0,329 0,204
3. Debit Maksimum (m3/dt)
37,00 17,94 29,1 * 15.31 11.54 12.290 16,181 15.897 11.093
4. Koefisien Regim Sungai (KRS)
7.400 3.335 5.409 * 3.157 5.294 3.977 6.476 4.832 5.438
Sumber: Laporan Monitoring dan Evaluasi Tata Air Tahun Anggaran 2005 s/d 2014 BPDAS Solo. (*: tiak ada data karena alat rusak).
Berdasarkan data penelitian dari 2009 s/d 2014 curah
hujan di DAS Mikro Pronggo relatif konstan, debit
maksimum cenderung turun, namun debit minimumnya
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
125
malah cenderung turun sehingga KRS semakin tinggi
(Gambar 37). Hal ini menujukkan bahwa pengelolaan DAS
Mikro Pronggo dapat menurunkan air limpasan tetapi belum
mampu untuk memberi jaminan kecukupan air di musim
kemarau.
Gambar 37. Kecenderungan Curah Hujan, Debit Minimum,
Debit Maksimum dan Koefisien Regim Sungai DAS Mikro Pronggo
Berdasarkan nilai KRS rata-rataTabel 29 menunjukkan
angka yang sangat tinggi yaitu 5.034. Nilai tersebut termasuk
dalam kategori “buruk”, artinya fluktuasi atau perbedaan
antara debit maksimum dan debit minimum sangat besar.
Hal tersebut juga menunjukkan bahwa daya resap dan
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
126
simpan sub DAS /DAS Mikro terhadap air sangat buruk,
sehingga kurang mampu menahan dan menyimpan air hujan
yang jatuh. Di sisi lain air hujan yang menjadi limpasan
justru banyak yang terus masuk ke sungai dan terbuang
sampai ke laut.
Dampak yang ditimbulkan adalah ketersediaan air di
DAS pada saat musim kemarau sedikit sehingga berpotensi
terjadi kekeringan. Hal tersebut didukung oleh kondisi di
beberapa titik di dalam DAS Mikro yang kesulitan air di
musim kemarau, contohnya di Desa Gading. Dengan kata
lain, fungsi DAS sebagai “sponge” atau “water storage”
yang dapat mengatur hidrologi kurang bisa dipenuhi oleh
DAS Mikro Pronggo. Salah satu penyebab kondisi tersebut
adalah banyaknya penyimpangan penutupan lahan dari KPL-
nya, dimana area-area dengan KPL VI ke atas (yang
seharusnya bertutupan hutan/tanaman keras), banyak yang
telah berubah menjadi lahan tegalan.
Sebenarnya di DAS Mikro Pronggo terdapat banyak
sumber mata air yang bisa airnya dimanfaatkan oleh
masyarakat untuk berbagai keperluan. Dari hasil survey pada
Bulan Agustus 2014, diperoleh sebanyak 10 titik mata air
yang tersebar di wilayah tengah dan hulu DAS Mikro, dan
hanya 6 yang masih keluar airnya (Gambar 38). Padalah
informasi dari masyarakat setempat dan lebih dari 15 titik
sumber mata air yang ada di DAS Mikro Pronggo. Hal
tersebut menunjukkan bahwa DAS Mikro Pronggo kurang
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
127
bisa berfungsi dalam menyimpan air hujan, untuk dikeluar-
kan pada musim kemarau sebagai mata air (water regulator).
Gambar 38. Lokasi Sumber Mata Air di DAS Mikro Pronggo
Parameter monev tata air lain yang dapat dihitung
adalah koefisien aliran tahunan (nilai C) yang merupakan
perbandingan antara debit langsung dengan curah hujan
tahunan. Kuantifikasi debit air dilakukan dengan pendekatan
neraca air bulanan yang dihitung dengan metode
Thornthwaite-Mather (1957). Perhitungan neraca air bulanan
dan tahunan dilakukan dengan memanfaatkan data
klimatologis terutama curah hujan dan suhu udara rata-rata
bulanan di lokasi penelitian. Ringkasan hasil perhitungan
neraca air debit bulanan tahun 2013 disajikan pada Tabel
berikut.
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
128
Tabel 24. Neraca Air Bulanan Tahun 2013 di Sub DAS Pronggo
Para-meter Jan Feb Mar April Mei Juni Juli Agust Sept Okt Nov Dec Jml
Curah hujan (mm) 557 346 219 205 159 219 557 0 3 31 243 498 3.037
ET (mm) 147,7 126,0 144,9 139,6 139,4 131,0 127,3 52,0 24,0 37,0 140,4 144,5 1.354
Limpas-an, RO (mm) 293,1 256,5 165,3 115,4 67,5 77,8 253,8 126,9 63,4 31,7 27,6 190,6 1.670
Hasil perhitungan neraca air di atas dapat digunaan
untuk menghitung besarnya parameter monev koefisien
limpasan tahunan (nilai C), yang merupakan perbandingan
aliran langsung (DRO) dengan curah hujan tahunan. Setelah
total aliran (debit) dikurangi aliran dasar, dapat diketahui
besarnya aliran langsung (DRO) yaitu sebesar 1.340 mm,
sehingga nilai koefisien limpasan tahunan adalah 0,441 (atau
44,1%).
Nilai koefisien limpasan tersebut berdasarkan
Permenhut P.04 tahun 2009 temasuk kategori “sedang”.
Nilai koefisien sebesar 44,1% dapat diartikan bahwa dari
100% curah hujan yang jatuh, maka sebanyak 44,1% akan
menjadi aliran langsung, selebihnya 55,9% menjadi
simpanan dalam DAS, menjadi aliran dasar serta sebagian
diuapkan kembali sebelum menyentuh tanah. Oleh karena
itu, nilai koefisien aliran sering disebut sebagai “respon
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
129
DAS”, artinya nilai yang menggambarkan ukuran respon/
tanggapan DAS terhadap input curah hujan yang jatuh.
Semakin besar nilai C maka respon DAS semakin buruk,
karena dari curah hujan yang jatuh dalam DAS sebagian
besar akan menjadi aliran langsung, yang berarti hanya
sedikit yang tersimpan dalam DAS.
b. DAS Mikro Wonosari, Temanggung
Pada lokasi DAS Mikro Wonosari di Temanggung,
monev tata air hanya dilakukan terhadap parameter beban
pencemar dan padatan tersuspensi yang ada di aliran sungai.
Hasil survey data sekunder terhadap kualitas air Sungai Kuas
di hilir DAS Mikro Wonosari disajikan pada tabel 25.
Tabel 25. Hasil analisis beberapa parameter kualitas air di outlet DAS Mikro Wonosari, Temanggung
Parameter Satuan Nilai pengukuran
Kriteria *) 2011 2012
Rata-rata
TSS mg/l 29,00 22,00 25,50 Baik untuk semua kelas air
pH - 8,30 6,20 7,25 Baik untuk semua kelas air
BOD mg/l 1,90 2,00 1,95 Baik untuk semua kelas air
COD mg/l 8,00 25,00 16,50 Baik untuk kelas air 2-4
DO mg/l 6,30 7,20 6,75 Baik untuk semua kelas air
Total Fosfat sebagai P mg/l 0,28 0,53 0,41 Baik untuk kelas air 3 & 4
NO3 sebagai N mg/l 0,08 1,87 0,98 Baik untuk semua kelas air
Sumber: Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Temanggung (2012, 2013)
*) Berdasarkan kriteria pada PP no. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
130
Hasil analisis kualitas air di atas menunjukkan bahwa
kandungan padatan tersuspensi (TSS) pada aliran Sungai
Kuas di hilir DAS Mikro Wonosari dalam kondisi baik untuk
semua kriteria kelas air (1 sampai 4) berdasarkan PP. 28
tahun 2001. Hasil pengamatan tahun 2011 dan 2011
menunjukkan nilai TSS rata-rata sebesar 25,5 g/l. Namun
demikian, angka tersebut belum bisa menunjukkan besarnya
kandungan sedimen tersuspensi (hasil sedimen) yang keluar
dari DAS Mikro.
Parameter beban pencemar yang diwakili oleh kan-
dungan fosfat dan nitrat dalam air sungai secara umum juga
menunjukkan kondisi yang baik. Kandungan fosfat rata-rata
tahun 2001-2012 sebesar 0,41 g/l, berdasarkan baku mutu
termasuk dalam kriteria baik memnuhi syarat kelas air 3 dan
4, namun tidak memenuhi persyaratan untuk kelas air 1 dan
2. Adapun parameter nitrat rata-rata bernilai 0,98 g/l yang
memenuhi syarat untuk semua kelas air 1 sampai 4.
Parameter kualitas air yang lain menunjukkan pH yang
masih dalam rentang nilai baku mutu, dan memenuhi syarat
untuk kelas air 1 - 4. Parameter kualitas air terkait kandung-
an oksigen dalam air (parameter BOD, COD dan DO) juga
secara umum dalam kondisi yang baik. Nilai BOD dan DO
memenuhi persyaratan untuk seluruh kelas air, sedangkan
parameter COD tidak memenuhi syarat untuk kelas air 1.
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
131
Perbandingan kondisi kualitas air di hulu, tengah dan
hilir DAS Mikro Wonosari disajikan pada Tabel 26 hulu
sungai berada di sekitar mata air, wilayah tengah adalah
sungai yang sudah terpengaruh oleh aktivitas pertanian,
sedangkan hilir mewakili aliran sungai yang telah mendapat
pengaruh dari berbagai aktivitas manusia mulai dari
pertanian sampai permukiman.
Tabel 26. Perbandingan parameter kualitas air di hulu, tengah dan hilir DAS Mikro Wonosari, Temanggung
Titik Sampel
pH DHL (nmhos/cm)
Nitrat (NO3) (mg/l)
TSS (mg/l)
Posphat (PO4) (mg/l)
BOD (mg/l)
COD (mg/l)
DO (mg/l)
Hulu 6,0 147,0 6,88 7,0 0,09 1,6 3,7 4,2
Tengah 7,9 155,0 13,71 8,0 0,68 1,8 5,2 4,9
Hilir *) 8,4 158,0 15,16 36,0 0,59 2,6 9,5 4,9
Hilir
**) 7,3 - 0,98 25,5 0,41 1,9 16,5 6,7
Keterangan: *) Pengamatan langsungtahun 2013 **)Data dari BLH Kabupaten Temanggung (2012, 2013)
Berdasarkan tabel di atas, secara umum dapat
disimpulkan bahwa kondisi kualitas air di wilayah hulu lebih
baik dibandingkan di wilayah tengah dan hilir DAS.
Semakin ke hilir, kondisi kualitas air sungai semakin buruk.
Hal tersebut tidak terlepas dari keberadaan aktivitas manusia
yang semakin beragam dengan semakin ke arah hilir DAS,
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
132
terutama akibat pertanian intensif (penggunaan pupuk, obat-
obatan dan pestisida) serta pemukiman yang menghasilkan
sampah dan limbah rumah tangga yang banyak dibuang ke
badan air sungai.
Parameter TSS yang juga menunjukkan tingkat
kekeruhan dan sedimentasi, pada air di wilayah hulu, tengah
dan hilir masih memenuhi kriteria mutu air kelas 1 sampai 4,
meskipun berdasarkan pengamatan visual di lapangan, air
sungai terlihat keruh ketika terjadi hujan dan banjir.
Keberadaan nitrat dan fosfat dalam air di wilayah hulu masih
berada di bawah ambang batas untuk mutu air 1 sampai 4,
sedangkan air di wilayah tengah dan hilir hanya memenuhi
kriteria mutu air kelas 3 dan 4 saja.
Parameter DO pada seluruh perairan (hulu sampai
hilir) hanya memenuhi kriteria mutu air kelas 2 sampai 4.
Nilai DO ini menunjukkan besarnya nilai konsentrasi yang
menunjukkan jumlah oksigen yang tersedia dalam suatu
badan air. Semakin besar nilai DO semakin bagus kualitas
airnya, sebaliknya semakin rendah nilai DO menunjukkan air
semakin tercemar. Parameter BOD memperlihatkan kondisi
air di hulu dan tengah memenuhi kriteria kelas air 1 sampai
4, namun air di wilayah hilir tidak memenuni kriteria kelas
air 1. Parameter COD menunjukkan semua perairan sungai
(hulu sampai hilir) memenuhi kriteria kelas air 2 sampai 4,
tetapi tidak memenuhi kriteria kelas air 1.
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
133
3. Sosial, Ekonomi, dan Kelembagaan
a. Tingkat Pendapatan
Monitoring dan evaluasi parameter tingkat
pendapatan dapat dilakukan dengan menggunakan data
sekunder dan pengumpulan data pendapatan melalui
survey. Apabila sebagian besar wilayah DAS mikro
merupakan wilayah kecamatan dan data PDRB
kecamatan tersedia maka penggunaan data sekunder
disarankan untuk memonitor tingkat pendapatan
masyarakat. Di sisi lain, apabila wilayah DAS mikro
terdiri dari beberapa kecamatan dan atau data PDRB
tidak tersedia maka dilakukan dengan survey. Dalam
buku ini, contoh hasil monitoring dan evaluasi tingkat
pendapatan untuk DAS Mikro Pronggo dilakukan
dengan survey dan DAS Mikro Wonosari dengan meng-
gunakan Data PDRB dan jumlah penduduk. Monitoring
dan evaluasi tingkat pendapatan masyarakat di DAS
Pronggo dilakukan dengan survey karena wilayah DAS
mikro tidak mewakili Kecamatan Arjosari dan data
PDRB Kecamatan Arjosari tidak tersedia sedangkan
DAS Mikro Wonosari terdiri dari 14 Desa dari 18 Desa
yang berada di Wilayah Kecamatan Bulu, Kabupaten
Temanggung dan data PDRB Kecamatan Bulu tersedia
di Kantor Badan Pusat Statistik Kabupaten Temanggung.
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
134
a) Pronggo
Berdasarkan data awal pendapatan masyarakat di
DAS mikro Pronggo sebesar Rp. Rp. 4.076.484,-
(Paimin, dkk. 2008). Hasil evaaluasi tahun 2014 dengan
sampling dengan intesitas 2% dari yang dibagi secara
proporsional (Temon 16 org, Gembong 8 org, Jatimalang
8 org dan Gayuhan 6 org), menghasilkan pendapatan
rata-rata masyarakat sebesar Rp. 5.358.504,-, tahun
2014. Artinya dengan standar harga berlaku maka
pendapatan masyarakat di DAS Mikro Pronggo naik
rata-rata 5,24% per tahun.
Dari struktur sumber-sumber pendapatan, pen-
dapatan dari pertanian sangat tinggi yakni 87%. Hal ini
menunjukkan bahwa ketergantungan terhadap lahan
sangat tinggi.
b) Wonosari
Berdasarkan data yang dihitung dari PDRB dan
Jumlah Penduduk di Kecamatan Bulu yang merupakan
sebagian besar wilayah DAS Mikro Wonosari, pen-
dapatan masyarakat cenderung meningkat dari tahun
2009 – 2013 (Tabel 33 dan Gambar 39). Bila dibanding-
kan dengan pendapatan rata-rata per kapita masyarakat
Kabupaten Temanggung maka pendapatan masyarakat di
DAS Mikro Wonosari lebih rendah. Hal ini
menunjukkan bahwa pendapatan masyarakat di DAS
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
135
Mikro Wonosari dari tahun 2009 s/d 2014 lebih rendah
dibanding masyarakat Kabupaten Temanggung lainnya.
Tabel 27. PDRB, Jumlah Penduduk dan Pendapatan Per Kapita Masyarakat Kecamatan Bulu, Kabupaten Temanggung Tahun 2009-2013
Tahun PDRB
(Juta Rupiah)
Jumlah Penduduk
(Jiwa)
Pendapatan Per Kapita Kecamatan Bulu (Rp/orang)
Pendapatan Per Kapita Kabupaten
Temanggung (Rp/orang)
2009 250.379.29
44.226 5.661.359,61
6.385.490,85
2010 296.438.14
44.635
6.641.383,22
7.154.116.04
2011 324.153.66
45.150
7.179.483,06
7.847.119,79
2012 351.760.10
45.661
7.703.732,29
8.604.543,59
2013 382.143.48
46.149
8.280.644,79
9.381.988,23
Sumber: Kecamatan Bulu Dalam Angka 2009 s/d 2013 dan PDRB Tingkat Kecamatan.Kabupaten Temanggung 2013. Badan Pusat Statistik Kabupaten Temanggung 2013
Gambar 39. Pendapatan Per Kapita Kecamatan Bulu tahun
2009 – 2013
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
136
b. Ketergantungan Masyarakat terhadap Lahan
Ketergantungan masyarakat terhadap lahan adalah
proporsi pendapatan dari lahan pertanian terhadap pen-
dapatan keluarga. Secara makro ketergantungan terhadap
lahan dapat dihitung dari proporsi PDRB sektor per-
tanian terhadap PDRB Kecamatan. Ketergantungan
masyarakat terhadap lahan di DAS Mikro Wonosari
dapat dihitung dari Lapangan Usaha Pertanian dibanding
dengan PDRB Kecamatan Bulu (Tabel 28). Berdasarkan
data PDRB Kecamatan Bulu sektor pertanian merupakan
sumbangan tersbesar produk domestik bruto (Gambar
40). Artinya sebagian besar pendapatan berasal dari
pengelolaan lahan sehingga diduga akan meneyebabkan
pengelolaan lahan secara intensif dan akan menekan
lahan lebih tinggi.
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
137
Tabe1 28. PDRD dan Proporsi Lapangan Usaha Kecamatan
Bulu. Kabupaten Temanggung Tahun 2013
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
138
Gambar 40. Proposal Lapangan Usaha dalam PDRB Kecamatan
Bulu 2009 - 2014
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
139
BAB X
PENUTUP
Buku ini kiranya dapat digunakan sebagai acuan dalam
pengelolaan DAS Mikro oleh pengambil kebijakan lokal tetapi
untuk analisis yang lebih teknis diperlukan pelatihan. Namun
demikian, pengelolaan DAS Mikro yang melibatkan seluruh
stakeholders, masih memerlukan usaha yang keras agar sesuai
dengan kaidah manajemen yakni perencanaan, implementasi,
pengembangan kelembagaan dan monitoring serta evaluasinya.
Dalam perencanaan selama ini dilakukan oleh Balai Pengelolaan
DAS sehingga dengan adanya PP No. 37 tahun 2012 perlu
adanya transfer ilmu perencanaan DAS ke Bappeda Kabupaten/
Kota.
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
140
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus. 2014. Sekolah Lapang. Diunduh tanggal 17 November 2014.http://fish1.jw.lt/Downloads/SL.txt.
Agriinfo. 2011. Classification of Watershed. My Agriculture Information Bank. http://www.agriinfo.in/?page=topic& superid=8&topicid=76. Diunduh 17 Oktober 2014.
Departemen Kehutanan. 2001. Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutnaan Sosial. Direktorat Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah. Jakarta.
Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan Sosial. 2011. Sistem Aplikasi Statistik Direktorat Jenderal BPDASPS. Jakarta. Diunduh 13 Oktober 2014. http://www.bpdasps-statistikkehutanan. com/
Dixon. J.A. dan K.W. Easter. 1986. Integrated Watershed Management: An Approach to Resource Management. In: Watershed Resource Management. An Integrated Framework with Studies from Asia and The Pacific. Studies in Water Policy Management no. 10. East-West Center. Hawai.
Food Agriculture Organisazion . 2006. The New Generation of Watershed Management Programmes and Projects. FAO Forestry Paper Number 150. Rome.
Kartodiharjo.H. 2000. Kajian Institusi Pengelolaan DAS dan Konservasi Tanah. Kelompok Pengkajian Pengelolaan Sumberdaya Berkelanjutan (K3SB). Bogor.
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
141
Keputusan Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial No. 088/Kpts/V/2003 tentang Pedoman Pembangunan Areal Model DAS Mikro. Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. Jakarta.
Lubell. M. 2004. Collaborative Watershed Management: A View from the Grossroots. The Policy Studies Journal. Vol. 32. No 3. Blackwell Publishing Inc. Oxford.
Marut. D.K. 2000. Penguatan Institusi Lokal Dalam Rangka Otonomi Daerah. Wacana. Jurnal Ilmu Sosial Transformatif. Edisi 5 Tahun II: 54-73.
Ministry of Agriculture. Government of India. 2011. Dissemination of Micro Watershed Information. Ministry of State for NVDA. Goverment of Madya Pradesh.
North. D.C. 1991. Institutions: Institutional Change and Economic Performance. Political Economy of Institutions and Decisions. Cambridge University Press. Cambridge.
Nugroho. SP. 2013. BNPB: Trend Bencana Hidrometeorologi Indonesia Terus Meningkat. Portal Berita Info Publik. http://infopublik.org/read/61478/bnpb-trend-„bencana-hidrometeorologi-indonesia-terus-meningkat.html
Paimin. Purwanto. dan Sukresno. 2006. Sidik Cepat Degrasi Sub Daerah Aliran Sungai. Edisi Revisi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Bogor.
Paimin. Purwanto. dan Sukresno. 2010. Sidik Cepat Degrasi Sub Daerah Aliran Sungai. Edisi Revisi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Bogor.
Paimin.Irfan B. Pramono. Purwanto. dan Dewi R. Indrawati. 2012. Sistem Perencanaan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Kementerian Kehutanan. Bogor.
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
142
Peraturan Daerah Kabupaten Temanggung Nomor 21 Tahun 2008 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Badan Penyuluhan Pertanian. Perikanan. dan Kehutanan Kabupaten Temanggung. Lembaran Daerah Kabupaten Temanggung Tahun 2008 Nomor 21.
Peraturan Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial No. P. 15/V-Set/2009 tentang Pedoman Pembangunan Areal Model DAS Mikro. Kementerian Kehutanan. Jakarta.
Peraturan Menteri Kehutanan No. P. 39/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu. Kementerian Kehutanan. Jakarta.
Peraturan Menteri Kehutanan No. P. 42/Menhut-II/2009 tentang Pola Umum. Kriteria dan Standar Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu. Kementerian Kehutanan. Jakarta.
Peraturan Menteri Kehutanan No. P. 17/Menhut-II/2014 tentang Tata Cara Pemberdayaan Masyarakat Dalam Kegiatan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Kementerian Kehutanan. Jakarta.
Peraturan Pemerintah No. 150 tahun 2000 tentang Pengendalian Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4068.
Peraturan Presiden No. 7 tahun 2005. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2005 – 2009. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Jakarta.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah. Pemerintahan Daerah Propinsi. dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737.
Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103.
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
143
Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2010 tentang Perusahaan Umum (Perum) Kehutanan Negara.Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 124.
Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5292.
Pugara. MA. 2011. Analisis Undang-undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Mengenai Implikasi Negatif Terhadap Produksi Minyak dan Gas Bumi Nasional. Pugara.Blogspot.com. diunduh 17 Oktober 2014.
Purwanto. Beny Haryadi. dan Paimin. 2009. Formulasi Perencanaan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Pada Skala Mikro (Studi Kasus di Sub DAS Model DAS Mikro Pronggo. Prosiding Ekspose Hasil Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan DAS Dalam Upaya Pengendalian Banjir dan Erosi-Sedimentasi. Surakarta. 15 Oktober 2009.
Purwanto. dkk. 2009. Laporan Hasil Penelitian Implementasi Pengelolaan DAS pada Skala Mikro. Balai Penelitian Kehutanan. Solo (Tidak diterbitkan).
Purwanto. dkk. 2010. Laporan Hasil Penelitian Implementasi Pengelolaan DAS pada Skala Mikro. Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan DAS. Surakarta (Tidak diterbitkan).
Purwanto. 2012. Kelembagaan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Mikro (DAS Mikro) Wonosari. Kabupaten Temanggung. Prosiding Semilok DAS Menuju Kebutuhan Terkini. Solo.27 Juni 2011.
Ramakrishna. N. 2003. Production System Planning for Natural Resource Conservation in a Micro-Watershed.10 Mei 2007 (http://egj.lib.uidaho.edu/egj18/nallathiga1.html).
Scott. R. 1995. Instututions and Organizations. Sage Publication: An International and Profesional Publisher. Thousand Oaks. London-New Delhi.
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
144
Sheng. T.C. 1986. Watershed Management Planning : Practical Aproaches. Hlm. 124-146. Dalam. Strategies. approaches. and systems in integrated watershed management. FAO Conservation Guide 14. FAO.UN. Rome
Sheng. T.C. 1990. Watershed Management Field Manual. Watershed Survey and planning. FAO Conservation Guide 13/6. FAO.UN. Rome.
Sheng. T.C. 1999. Important and Controversial Watershed Management Issues in Developing Countries. Selected Papers from the 10th International Soil Conservation Organization Meeting. Purdue University and USDA-ARS National Soil Erosion Research Laboratory.
Shukla. P.R. 1992. A Multiple Objective Model for Sustainable Micro-Watershed Planning with Application. Indian Institute of Management Ahmedabad. Research and Publication Department in its series IIMA Working Papers with number 1058. 10 Mei 2007 (http://ideas.repec.org/p/iim/iimawp/1058.html).
Timbergen. J. 1967. Development Planning. Weidenfeld and Nicolson Publishing. London.
TNAU Agriculture Portal. 2013. Watershed Management. Agriculture. http://www.agritech.tnau.ac.in.Diunduh 18 Oktober 2014.
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Berita Republik Indonesia Tahun II (Tahun 1946) No.7.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888.
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
145
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Sumberdaya Air. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004. No. 125.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 104.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4725.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2009 Tetang Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 149.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 5495.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 5587.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Konservasi Tanah dan Air. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 299.
United Nation. 1974. The Universal Declaration of Human Right. United Nation. New York. http://www.un.org/en/documents/udhr/. Diunduh 17 Oktober 2014.
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
146
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
147
LAMPIRAN
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
148
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
149
Lampiran 1. Formulasi Sistem Karakterisasi Tingkat Sub
DAS
Tabel A. Formulasi Banjir dan Daerah Rawan Banjir
No Parameter/Bobot Besaran Kategori
Nilai Skor
I POTENSI BANJIR
A ESTIMASI (100%)
1 ALAMI (60%)
A Hujan harian maksimum rata-rata pada bulan basah (mm/hari) (35%)
< 20 21-40 41-75
76-150 >150
Rendah Agak Rendah
Sedang Agak Tinggi
Tinggi
1 2 3 4 5
B Bentuk DAS (5%)
Lonjong Agak Lonjong
Sedang Agak Bulat
Bulat
Rendah Agak Rendah
Sedang Agak Tinggi
Tinggi
1 2 3 4 5
C Gradien Sungai (%) (10%)
< 0.5 0.5-1.0 1.1-1.5 1.6-2.0 > 2.0
Rendah Agak Rendah
Sedang Agak Tinggi
Tinggi
1 2 3 4 5
D Kerapatan drainase (5%)
Jarang Agak Jarang
Sedang Rapat
Sangat Rapat
Rendah Agak Rendah
Sedang Agak Tinggi
Tinggi
1 2 3 4 5
E Lereng rata-rata DAS (%) (5%)
< 8 8-15
16-25 26-45 > 45
Rendah Agak Rendah
Sedang Agak Tinggi
Tinggi
1 2 3 4 5
2 MANAJEMEN(40%)
A Penggunaan lahan (40%)
Hutan Lindung/ Konservasi*)
Hutan Prod/Perkeb**) Pekarangan/Semak/Bel
ukar Sawah/Tegal-teras
Tegal/Pmk-kota
Rendah Agak Rendah
Sedang Agak Tinggi
Tinggi
1 2 3 4 5
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
150
B PENGUKURAN (100%)
A Debit puncak spesifik (m
3/dt/km
2)
(100%)
< 0.58 0.58-1.00 1.01-1.50 1.51-5.00
> 5.00
Rendah Agak Rendah
Sedang Agak Tinggi
Tinggi
1 2 3 4 5
II DAERAH RAWAN BANJIR
1 ALAMI (80%) (55%)
A Bentuk lahan (10%)
Pegunungan Perbukitan
Kipas. Lahar. Dataran Teras
Dataran Aluvial. Lembah Aluvial
Jalur kelokan
Rendah Agak Rendah
Sedang Agak Tinggi
Tinggi
1 2 3 4
5
B Meandering Sinusitas (P) = panjang/jarak sungai sesuai belokan : jarak lurus (5%)
1 – 1.1 1.2 – 1.4 1.5 – 1.6 1.7 – 2.0
> 2
Rendah Agak Rendah
Sedang Agak Tinggi
Tinggi
1 2 3 4 5
C Pembendungan oleh percabangan sungai/air pasang (10%)
Tidak ada Anak Cab S Induk
Cab S Induk S Induk/Bottle neck
Pasang Air Laut
Rendah Agak Rendah
Sedang Agak Tinggi
Tinggi
1 2 3 4 5
D Drainase (% lereng lahan kiri-kanan sungai) (30%)
> 8 (Sangat Lancar ) 2 - 8 (Lancar )
<2 (Terhambat)
Rendah Sedang
Tinggi
1 3
5
2 MANAJEMEN (45%)
A Bangunan air (45%)
Waduk+Tanggul tinggi dan baik Waduk
Tanggul/Sudetan/banjir kanal
Tanggul buruk Tanpa Bangunan.
penyempitan dimensi sungai
Rendah
Agak Rendah Sedang
Agak Tinggi Tinggi
1
2 3 4 5
*) dan **) dalam kondisi normal atau tidak dalam kondisi kritis atau terganggu.
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
151
Tabel B. Formulasi Kerentanan Kekeringan dan Potensi Air
No Parameter/Bobot Besaran Kategori
Nilai Sko
r
A ALAMI (60%)
A Hujan tahunan (mm) (20%)
> 2000 1501-2000 1001-1500 500-1000
< 500
Rendah Agak Rendah
Sedang Agak Tinggi
Tinggi
1 2 3 4 5
B Evapotranspirasi aktual tahunan (mm) (17.5%)
< 750 751-1000
1001-1500 1501-2000
> 2000
Rendah Agak Rendah
Sedang Agak Tinggi
Tinggi
1 2 3 4 5
C Bulan kering (< 100 mm/bl) (12.5%)
< 2 3-4 5-7 7-8 >8
Rendah Agak Rendah
Sedang Agak Tinggi
Tinggi
1 2 3 4 5
D Geologi (10%)
Vulkan Cmp Vulk-Pgn Lpt
Pgn Lipatan Batuan Sedimen
Batuan Kapur
Rendah Agak Rendah
Sedang Agak Tinggi
Tinggi
1 2 3 4 5
B MANAJEMEN (40%)
A Kebutuhan Air (Indeks Peng Air) Kebutuhan Air (m
3)
IPA = ------------------------ Potensi Air (m
3)
(25%)
< 0.3 0.3-0.49 0.5-0.79 0.8-1.0 > 1.0
Rendah Agak Rendah
Sedang Agak Tinggi
Tinggi
1 2 3 4 5
B Debit minimum spesifik (m
3/dt/km
2)
(15%)
> 0.035 0.022-0.035 0.015-0.021 0.010-0.014
< 0.010
Rendah Agak Rendah
Sedang Agak Tinggi
Tinggi
1 2 3 4 5
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
152
Tabel C. Formulasi Kekritisan dan Potensi Lahan
No Parameter/Bobot Besaran
Kategori Nilai
Skor
A. Alami (45%)
1. Solum tanah (Cm) (10%)
>90 Rendah 1
60 - <90 Agak Rendah
2
30 - <60 Sedang 3
15 - <30 Agak Tinggi
4
<15 Tinggi 5
2. Lereng (%) (15%)
0 - <8 Rendah 1
8 - <15 Agak Rendah
2
15 - <25 Sedang 3
25 - <45 Agak Tinggi
4
>45 Tinggi 5
3. Batuan Singkapan (%) (5%)
<20 Rendah 1
20 – <40 Agak Rendah
2
40 - <60 Sedang 3
60 – 80 Agak Tinggi
4
>80 Tinggi 5
4. Morfoerosi (erosi jurang. tebing sungai. sisi jalan). Persen dari Unit Lahan (10%)
0% Rendah 1
1 - <20 % Agak Rendah
2
20 - <40% Sedang 3
40 - 60% Agak Tinggi
4
>60 % Tinggi 5
5. Teksturtanah terhadap kepekaan erosi (5%)
Sand. lomy sand. clay Rendah 1
Silty clay. sandy loam Agak Rendah
2
Clay. silty clay Sedang 3
Loam. sandy clay loam. sandy clay
Agak Tinggi
4
Silt. silt loam Tinggi 5
B. Manajemen
1. Kawasan Budidaya Pertanian (55%)
a. Vegetasi Penutup (40%)
50 – 80% hutan/perkebunan + tanaman semusim
Rendah 1
30 - 50% hutan/perkebunan + tanaman semusim rapat
Agak Rendah
2
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
153
30 - 50% hutan/perkebunan + tanaman semusim jarang
Sedang 3
10 - 30% hutan/perkebunan + tanaman semusim rapat
Sedang 3
Tanaman semusim rapat Sedang 3
10 - 30% hutan/perkebunan + tanaman semusim jarang
Agak Tinggi
4
Tanaman semusim jarang Tinggi 5
b. Konsevasi tanah mekanis (15%)
Teras bangku datar/miring ke dalam
Rendah 1
Teras bangku miring ke luar Agak Rendah
2
Teras campuran Sedang 3
Teras gulud. hillside ditch. tanaman terasering
Agak Tinggi
4
Tanpa teras Tinggi 5
2. Kawasan hutan dan Perkebunan (55%)
a. Kondisi vegetasi (45%)
Vegetasi hutan baik. Tanaman perkebunan baik + cover crop atau Tanaman perkebunan berseresah banyak
Rendah 1
Vegetasi utama <50% + semak belukar
Agak Rendah
2
Semak belukar Sedang 3
Alang-alang Agak Tinggi
4
Vegetasi sedikit (>50% tanah tebuka)
Tinggi 5
b. Konservasi tanah (10%)
Teras gulud + tanaman penguat Rendah 1
Tanaman terasering/alley cropping
Agak Rendah
2
Guludan mulsa Sedang 3
Teras gulud Agak Tinggi
4
Tanpa tanaman terasering Tinggi 5
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
154
Tabel D. Formulasi Kerentanan Tanah Longsor
No Parameter/Bobot Besaran Kategori Nilai Skor
A ALAMI (60%)
A Hujan harian kumulatif 3 hari berurutan (mm/3 hari) (25%)
< 50 50 - 99
100 - 199 200 - 300
>300
Rendah Agak Rendah
Sedang Agak Tinggi
Tinggi
1 2 3 4 5
B Lereng lahan (%) (15%)
< 25 25 - 44 45 - 64 65 - 85
> 85
Rendah Agak Rendah
Sedang Agak Tinggi
Tinggi
1 2 3 4 5
C Geologi (Batuan) (15%)
Dataran Aluvial Perbukitan Kapur Perbukitan Granit
Perbukitan Bat. sedimen
Bkt Basal-Clay Shale
Rendah Agak Rendah
Sedang Agak Tinggi
Tinggi
1 2 3 4 5
D Keberadaan sesar patahan/gawir (m) (5%)
Tidak ada
Ada
Rendah
Tinggi
1
5
e Kedalaman tanah (regololit) sampai lapisan kedap (m) (5%)
< 1 1-2 2-3 3-5 >5
Rendah Agak Rendah
Sedang Agak Tinggi
Tinggi
1 2 3 4 5
B MANAJEMEN (40%)
A Penggunaan Lahan (20%)
Hutan Alam Hut Tan/Perkebunan Semak/Blkar/Rumput
Tegal/Pekarangan Sawah/Pemukiman
Rendah Agak Rendah
Sedang Agak Tinggi
Tinggi
1 2 3 4 5
B Infrastruktur (jika lereng <25% = skore 1) (15%)
Tak Ada Jalan Memotong Lereng Lereng Terpotong
Jalan
Rendah
Tinggi
1
5
C Kepadatan Pemukiman (org/km
2)
(jika lereng <25%. skor=1) (5%)
<2000 2000-5000
5000-10000 10000-15000
>15000
Rendah Agak Rendah
Sedang Agak Tinggi
Tinggi
1 2 3 4 5
Catatan: Formula ini hanya berlaku pada lereng >25%
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
155
Tabel E. Formulasi Kerentanan dan Potensi Sosial Ekonomi dan
Kelembagaan
Kriteria Parameter Besaran Kategori Skor
SOSIAL (50%)
Kepadatan Penduduk: Geografis (10%)
< 250 jiwa/Km2
250 – 400 jiwa/Km2
>400 jiwa/Km2
Rendah Sedang Tinggi
1 3 5
Kepadatan Penduduk: Agraris (10%)
> 0.05 ha (kepadatan agraris < 20 orang/ha)
0.025 – 0.05 ha < 0.025 (kepadatan
agraris > 40 orang/ha)
Rendah
Sedang Tinggi
1
3 5
Budaya : Perilaku/tingkah laku konservasi (20%)
- konservasi telah melembaga dalam masyarakat (masyarakat tahu manfaat konservasi. tahu tekniknya dan melaksanakan)
- masyarakat tahu konservasi tetapi tidak melakukan
- tidak tahu dan tidak melakukan konservasi
Rendah
Sedang
Tinggi
1
3
5
Budaya : Hukum Adat (5%)
- Adat istiadat (custom) - pelanggar dikucilkan - Kebiasaan (folkways) -
pelanggar didenda dengan pesta adat.
- Tata kelakuan (Mores) - pelanggar biasanya ditegur ketua adat/orang lain
- Cara (usage) - pelanggar dicemooh
- Tidaka ada hukuman
Rendah
Agak Rendah
Sedang
Agak Tinggi
Tinggi
1
2
3
4
5
Nilai Tradisional (5%)
- Ada - Tidak ada
Rendah Tinggi
1 5
EKONOMI (40%)
Ketergantungan terhadap lahan (20%)
< 50% 50 – 75% > 75%
Rendah Sedang Tinggi
1 3 5
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
156
Tingkat Pendapatan (10%)
> 1.5 Std. Kemiskinan (SK) 1.26 – 1.5 SK 1.1 – 1.25 SK 0.67 – 1 SK < 0.67 SK
Tinggi Agak
Tinggi Sedang Agak
Rendah Rendah
1 2 3 4 5
Kegiatan Dasar Wilayah (10%)
LQ < 1 LQ = 1 LQ > 1
Tinggi Sedang Rendah
1 3 5
Kelembagaan (20%)
Keberdayaan kelembagaan konservasi (10%)
Ada dan berperan Ada tapi tidak berperan Tidak berperan
Rendah Sedang Tinggi
1 3 5
Keberdayaan lembaga formal pada konservasi (10%)
Sangat berperan Cukup berperan Tidak berperan
Rendah Sedang Tinggi
1 3 5
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
157
Lampiran 2. Kartu Lapangan ISDL
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
158
Lampiran 3. Unit Lahan DAS Mikro Pronggo
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
159
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
160
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
161
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
162
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
163
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
164
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
165
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
166
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
167
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
168
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
169
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
170
Lampiran 4. Data Perubahan Penggunaan Per Unit Lahan di
DAS Mikro Wonosari Tahun 2009 - 2014
No 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Ket
0. KPL VIg tembakau teras miring keluar
KPL VIg tembakau teras miring keluar
KPL VIg tembakau teras miring keluar
KPL VIg tembakau teras miring keluar
KPL VIg tembakau teras miring keluar
KPL VIg tembakau teras miring keluar
1. KPL VIg tembakau teras miring keluar
KPL VIg tembakau teras miring keluar
KPL VIg tembakau teras miring keluar
KPL VIg tembakau teras miring keluar
KPL VIg tembakau teras miring keluar
KPL VIg tembakau teras miring keluar
2. KPL VII S. tanaman utama tembakau. dan tanaman semusim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam)
KPL VII S. tanaman utama tembakau. dan tanaman semusim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam)
KPL VII S. tanaman utama tembakau. dan tanaman semusim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam)
KPL VII S. tanaman utama tembakau. dan tanaman semusim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam)
KPL VII S. tanaman utama tembakau. dan tanaman semusim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam)
KPL VII S. tanaman utama tembakau. dan tanaman semuim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam)
3. KPL VII S. tanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam)
KPL VII S. tanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam)
KPL VII S. tanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam)
KPL VII S. tanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam)
KPL VII S. tanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam)
KPL VII S. tanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam)
4. KPL VIIg: tembakau, konservasi teras miring ke luar
KPL VIIg: tembakau, konservasi teras miring ke luar
KPL VIIg: tembakau, konservasi teras miring ke luar
KPL VIIg: tembakau, konservasi teras miring ke luar
KPL VIIg: tembakau, konservasi teras miring ke luar
KPL VIIg: tembakau, konservasi teras miring ke luar
5. KPL IIg: Pemukiman
KPL IIg: Pemukiman
KPL IIg: Pemukiman
KPL IIg: Pemukiman
KPL IIg: Pemukiman
KPL IIg: Pemukiman
6. KPL IIg: Padi, tembakau, cabe
KPL IIg: Padi, tembakau, cabe
KPL IIg: Padi, tembakau, cabe
KPL IIg: Padi, tembakau, cabe
KPL IIg: Padi, tembakau, cabe
KPL IIg: Padi, tembakau, cabe
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
171
7. KPL IIg:Pemukiman
KPL IIg:Pemukiman
KPL IIg:Pemukiman
KPL IIg:Pemukiman
KPL IIg:Pemukiman
KPL IIg:Pemukiman
8. KPL IIg: Padi 2 kali panen, tembakau, pemukiman
KPL IIg: Padi 2 kali panen, tembakau, pemukiman
KPL IIg: Padi 2 kali panen, tembakau, pemukiman
KPL IIg: Padi 2 kali panen, tembakau, pemukiman
KPL IIg: Padi 2 kali panen, tembakau, pemukiman
KPL IIg: Padi 2 kali panen, tembakau, pemukiman
9. KPL IIg: Padi, tembakau, cabe
KPL IIg: Padi, tembakau, cabe
KPL IIg: Padi, tembakau, cabe
KPL IIg: Padi, tembakau, cabe
KPL IIg: Padi, tembakau, cabe
KPL IIg: Padi, tembakau, cabe
10. KPL IIg: Padi 2 kali panen, tembakau, pemukiman
KPL IIg: Padi 2 kali panen, tembakau, pemukiman
KPL IIg: Padi 2 kali panen, tembakau, pemukiman
KPL IIg: Padi 2 kali panen, tembakau, pemukiman
KPL IIg: Padi 2 kali panen, tembakau, pemukiman
KPL IIg: Padi 2 kali panen, tembakau, pemukiman
11 Pemukiman Dusun Wonosari
Pemukiman Dusun Wonosari
Pemukiman Dusun Wonosari
Pemukiman Dusun Wonosari
Pemukiman Dusun Wonosari
Pemukiman Dusun Wonosari
12. KPL VIIg: tembakau, suren, teras miring keluar
KPL VIIg: tembakau, suren, teras miring keluar
KPL VIIg: tembakau, suren, teras miring keluar
KPL VIIg: tembakau, suren, teras miring keluar
KPL VIIg: tembakau, suren, teras miring keluar
KPL VIIg: tembakau, suren, teras miring keluar
13. KPL VIg: tembakau suren, teras miring keluar
KPL VIIg: tembakau, suren, teras miring keluar
KPL VIIg: tembakau, suren, teras miring keluar
KPL VIIg: tembakau, suren, teras miring keluar
KPL VIIg: tembakau, suren, teras miring keluar
KPL VIIg: tembakau, suren, teras miring keluar
14. KPL IVg Teras miring ke luar
KPL IVg Teras miring ke luar
KPL IVg 0.25 ha teras dibuat miring ke dalam
KPL IVg teras miring keluar berkurang0.25 ha miring ke dalam
KPL IVg 0.25 ha teras dibuat miring ke dalam
KPL IVg teras miring keluar berkurang0.5 ha
15. KPL VIIgtanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam)
KPL VIIgtanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam)
KPL VIIgtanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam)
KPL VIIgtanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam)
KPL VIIg tanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam)
KPL VIIgtanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam)
16.
KPL VIII-topografi. ditanami
KPL VIII-topografi. ditanami
KPL VIII-topografi. ditanami
KPL VIII-topografi. ditanami
KPL VIII-topografi. ditanami
KPL VIII-topografi. ditanami
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
172
tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar
tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar
tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar
tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar
tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar
tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar
17. KPL VIII-topografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar
KPL VIII-topografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar
KPL VIII-topografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar
KPL VIII-topografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar
KPL VIII-topografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar
KPL VIII-topografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar
18. KPL VIII-topografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar
KPL VIII-topografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar
KPL VIII-topografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar
KPL VIII-topografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar
KPL VIII-topografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar
KPL VIII-topografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar
19. KPL VIIIw agroforestry tanaman semusim dan pisang teras miring ke dalam
KPL VIIIw agroforestry tanaman semusim dan pisang teras miring ke dalam
KPL VIIIw agroforestry tanaman semusim dan pisang teras miring ke dalam
KPL VIIIw agroforestry tanaman semusim dan pisang teras miring ke dalam
KPL VIIIw agroforestry tanaman semusim dan pisang teras miring ke dalam
KPL VIIIw agroforestry tanaman semusim dan pisang teras miring ke dalam
20. KPL IIIg ditanami tanaman semusim dan pisang teras miring ke dalam
KPL IIIg ditanami tanaman semusim dan pisang teras miring ke dalam
KPL IIIg ditanami tanaman semusim dan pisang teras miring ke dalam
KPL IIIg ditanami tanaman semusim dan pisang teras miring ke dalam
KPL IIIg ditanami tanaman semusim dan pisang teras miring ke dalam
KPL IIIg ditanami tanaman semusim dan pisang teras miring ke dalam
21. KPL VIIIw agroforestrytanaman semusim dan pisang teras miring ke dalam
KPL VIIIw agroforestry tanaman semusim dan pisang teras miring ke dalam
KPL VIIIw agroforestry tanaman semusim dan pisang teras miring ke dalam
KPL VIIIw agroforestry tanaman semusim dan pisang teras miring ke dalam
KPL VIIIw agroforestry tanaman semusim dan pisang teras miring ke dalam
KPL VIIIw agroforestrytanaman semusim dan pisang teras miring ke dalam
22. Lahan kering: tembakau, cabe, pisang
Lahan kering: tembakau, cabe, pisang
Lahan kering: tembakau, cabe, pisang
Lahan kering: tembakau, cabe, pisang
Lahan kering: tembakau, cabe, pisang
Lahan kering: tembakau, cabe, pisang
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
173
dipasang mulsa plastik
dipasang mulsa plastik
dipasang mulsa plastik
dipasang mulsa plastik
dipasang mulsa plastik
dipasang mulsa plastic
23. KPL VIIIw tanaman singkong, jagung, pisang, teras miring ke dalam dipasang mulsa plastik
KPL VIIIw tanaman singkong, jagung, pisang, teras miring ke dalam dipasang mulsa plastik
KPL VIIIw tanaman singkong, jagung, pisang, teras miring ke dalam dipasang mulsa plastik
KPL VIIIw tanaman singkong, jagung, pisang, teras miring ke dalam dipasang mulsa plastik
KPL VIIIw tanaman singkong, jagung, pisang, teras miring ke dalam dipasang mulsa plastik
KPL VIIIw tanaman singkong, jagung, pisang, teras miring ke dalam dipasang mulsa plastic
24. KPL IIg pemukiman
KPL IIg pemukiman
KPL IIg pemukiman
KPL IIg pemukiman
KPL IIg pemukiman
KPL IIg pemukiman
25. KPL IIIg ditanam sayur cabe, tembakaupisang, teras miring ke dalam, ada tanaman rumput
KPL IIIg ditanam sayur cabe, tembakaupisang, teras miring ke dalam, ada tanaman rumput
KPL IIIg ditanam sayur cabe, tembakaupisang, teras miring ke dalam, ada tanaman rumput
KPL IIIg ditanam sayur cabe, tembakaupisang, teras miring ke dalam, ada tanaman rumput
KPL IIIg ditanam sayur cabe, tembakaupisang, teras miring ke dalam, ada tanaman rumput
KPL IIIg ditanam sayur cabe, tembakaupisang, teras miring ke dalam, ada tanaman rumput
26. KPL IVg, ditanami kopi, singkong, sayur, tembakau teras miring ke dalam, ada tanaman rumput
KPL IVg, ditanami kopi, singkong, sayur, tembakau teras miring ke dalam, ada tanaman rumput
KPL IVg, ditanami kopi, singkong, sayur, tembakau teras miring ke dalam, ada tanaman rumput
KPL IVg, ditanami kopi, singkong, sayur, tembakau teras miring ke dalam, ada tanaman rumput
KPL IVg, ditanami kopi, singkong, sayur, tembakau teras miring ke dalam, ada tanaman rumput
KPL IVg, ditanami kopi, singkong, sayur, tembakau teras miring ke dalam, ada tanaman rumput
27. KPL IVg, ditanami tembakau, sayur, cabe, pisang teras miring ke dalam, ada tanaman rumput
KPL IVg, ditanami tembakau, sayur, cabe, pisang teras miring ke dalam, ada tanaman rumput
KPL IVg, ditanami tembakau, sayur, cabe, pisang teras miring ke dalam, ada tanaman rumput
KPL IVg, ditanami tembakau, sayur, cabe, pisang teras miring ke dalam, ada tanaman rumput
KPL IVg, ditanami tembakau, sayur, cabe, pisang teras miring ke dalam, ada tanaman rumput
KPL IVg, ditanami tembakau, sayur, cabe, pisang teras miring ke dalam, ada tanaman rumput
28. KPL IIIg tembakau, sayur, cabe, pisang, teras miring ke
KPL IIIg tembakau, sayur, cabe, pisang, teras miring ke
KPL IIIg tembakau, sayur, cabe, pisang, teras miring ke
KPL IIIg tembakau, sayur, cabe, pisang, teras miring ke
KPL IIIg tembakau, sayur, cabe, pisang, teras miring ke
KPL IIIg tembakau, sayur, cabe, pisang, teras miring ke
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
174
dalam, ada tanaman rumput
dalam, ada tanaman rumput
dalam, ada tanaman rumput
dalam, ada tanaman rumput
dalam, ada tanaman rumput
dalam, ada tanaman rumput
29. KPL IIIg tembakau,sayur dan cabe teras miring ke dalam, ada tanaman rumput
KPL IIIg tembau, sayur dan cabe teras miring ke dalam, ada tanaman rumput
KPL IIIg tembakau,sayur dan cabe teras miring ke dalam, ada tanaman rumput
KPL IIIg tembakau,sayur dan cabe teras miring ke dalam, ada tanaman rumput
KPL IIIg tembakau,sayur dan cabe teras miring ke dalam, ada tanaman rumput
KPL IIIg tembakau,sayur dan cabe teras miring ke dalam, ada tanaman rumput
30. KPL IIg pemukiman
KPL IIg pemukiman
KPL IIg pemukiman
KPL IIg pemukiman
KPL IIg pemukiman
KPL IIg pemukiman
31. KPL VIIs tembakau teras miring ke dalam, ada tanaman rumput
KPL VIIs tembakau teras miring ke dalam, ada tanaman rumput
KPL VIIs tembakau teras miring ke dalam, ada tanaman rumput
KPL VIIs tembakau teras miring ke dalam, ada tanaman rumput
KPL VIIs tembakau teras miring ke dalam, ada tanaman rumput
KPL VIIs tembakau teras miring ke dalam, ada tanaman rumput
32. KPL VIIs tembakau teras miring ke dalam, ada tanaman rumput
KPL VIIs tembakau teras miring ke dalam, ada tanaman rumput
KPL VIIs tembakau teras miring ke dalam, ada tanaman rumput
KPL VIIs tembaku teras miring ke dalam, ada tanaman rumput
KPL VIIs tembakau teras miring ke dalam, ada tanaman rumput
KPL VIIs tembakau teras miring ke dalam, ada tanaman rumput
33. KPL IVg Tembakau, kopi, singkong
KPL IVg Tembakau, kopi, singkong
KPL IVg Tembakau, kopi, singkong
KPL IVg Tembakau, kopi, singkong
KPL IVg Tembakau, kopi, singkong
KPL IVg Tembakau, kopi, singkong
34. KPL IVg Tembakau, kopi, singkong
KPL IVg Tembakau, kopi, singkong
KPL IVg Tembakau, kopi, singkong
KPL IVg Tembakau, kopi, singkong
KPL IVg Tembakau, kopi, singkong
KPL IVg Tembakau, kopi, singkong
35. KPL IVg Tembakau, kopi, singkong
KPL IVg Tembakau, kopi, singkong
KPL IVg Tembakau, kopi, singkong
KPL IVg Tembakau, kopi, singkong
KPL IVg Tembakau, kopi, singkong
KPL IVg Tembakau, kopi, singkong
36. KPL IVg Tembakau, kopi, singkong
KPL IVg Tembakau, kopi, singkong
KPL IVg Tembakau, kopi, singkong
KPL IVg Tembakau, kopi, singkong
KPL IVg Tembakau, kopi, singkong
KPL IVg Tembakau, kopi, singkong
37. KPL IIIg tembakau
KPL IIIg tembakau
KPL IIIg tembakau
KPL IIIg tembakau
KPL IIIg tembakau
KPL IIIg tembakau
38. KPL VIg Tembakau, cengkeh
KPL VIg Tembakau, cengkeh
KPL VIg Tembakau, cengkeh
KPL VIg Tembakau, cengkeh
KPL VIg Tembakau, cengkeh
KPL VIg Tembakau, cengkeh
39. KPL VIg Tembakau, cengkeh
KPL VIg Tembakau, cengkeh
KPL VIg Tembakau, cengkeh
KPL VIg Tembakau, cengkeh
KPL VIg Tembakau, cengkeh
KPL VIg Tembakau, cengkeh
40. KPL IVg Tembakau, kopi, singkong, pemukiman
KPL IVg Tembakau, kopi, singkong, pemukiman
KPL IVg Tembakau, kopi, singkong, pemukiman
KPL IVg Tembakau, kopi, singkong, pemukiman
KPL IVg Tembakau, kopi, singkong, pemukiman
KPL IVg Tembakau, kopi, singkong, pemukiman
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
175
41. KPL VIII-topografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar
KPL VIII-topografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar
KPL VIII-topografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar
KPL VIII-topografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar
KPL VIII-topografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar
KPL VIII-topografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar
42. KPL IIIg Tembakau, palawija
KPL IIIg Tembakau, palawija
KPL IIIg Tembakau, palawija
KPL IIIg Tembakau, palawija
KPL IIIg Tembakau, palawija
KPL IIIg Tembakau, palawija
43. KPL IIIg Tembakau, palawija
KPL IIIg Tembakau, palawija
KPL IIIg Tembakau, palawija
KPL IIIg Tembakau, palawija
KPL IIIg Tembakau, palawija
KPL IIIg Tembakau, palawija
44. KPL IIIg Tembakau, palawija
KPL IIIg Tembakau, palawija
KPL IIIg Tembakau, palawija
KPL IIIg Tembakau, palawija
KPL IIIg Tembakau, palawija
KPL IIIg Tembakau, palawija
45. KPL VIIIw tembakau, singkong, pisang
KPL VIIIw tembakau, singkong, pisang
KPL VIIIw tembakau, singkong, pisang
KPL VIIIw tembakau, singkong, pisang
KPL VIIIw tembakau, singkong, pisang
KPL VIIIw tembakau, singkong, pisang
46. KPL IIIg Tembakau, palawija
KPL IIIg Tembakau, palawija
KPL IIIg Tembakau, palawija
KPL IIIg Tembakau, palawija
KPL IIIg Tembakau, palawija
KPL IIIg Tembakau, palawija
47. KPL IIIg Tembakau, palawija
KPL IIIg Tembakau, palawija
KPL IIIg Tembakau, palawija
KPL IIIg Tembakau, palawija
KPL IIIg Tembakau, palawija
KPL IIIg Tembakau, palawija
48. KPL IIIg Tembakau, palawija
KPL IIIg Tembakau, palawija
KPL IIIg Tembakau, palawija
KPL IIIg Tembakau, palawija
KPL IIIg Tembakau, palawija
KPL IIIg Tembakau, palawija
49. KPL VIg Tembakau, palawija, suren
KPL VIg Tembakau, palawija, suren
KPL VIg Tembakau, palawija, suren
KPL VIg Tembakau, palawija, suren
KPL VIg Tembakau, palawija, suren
KPL VIg Tembakau, palawija, suren
50. KPL IVg kopi, tembakau singkong
KPL IVg kopi, tembakau singkong
KPL IVg kopi, tembakau singkong
KPL IVg kopi, tembakau singkong
KPL IVg kopi, tembakau singkong
KPL IVg kopi, tembakau singkong
51. KPL II sawah tembakau cabe
KPL II sawah tembakau cabe
KPL II sawah tembakau cabe
KPL II sawah tembakau cabe
KPL II sawah tembakau cabe
KPL II sawah tembakau cabe
52. KPL VIg tembakau, jagung, cabe, teras miring keluar
KPL VIg tembakau, jagung, cabe, teras miring keluar
KPL VIg tembakau, jagung, cabe, teras miring keluar
KPL VIg tembakau, jagung, cabe, teras miring keluar
KPL VIg tembakau, jagung, cabe, teras miring keluar
KPL VIg tembakau, jagung, cabe, teras miring keluar
53. KPL VII. tanaman utama tembakau.
KPL VII. tanaman utama tembakau.
KPL VII. tanaman utama tembakau.
KPL VII. tanaman utama tembakau.
KPL VII. tanaman utama tembakau.
KPL VII. tanaman utama tembakau.
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
176
dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam). 5 ha miring keluar
dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam. 5 ha miring keluar
dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam. 5 ha miring keluar
dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam. 5 ha miring keluar
dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam. 5 ha miring keluar
dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam. 5 ha miring keluar
54. KPL VIIg. tanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam.
KPL VIIg. tanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam.
KPL VIIg. tanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya.lahan diteras batu (miring ke dalam.
KPL VIIg. tanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam.
KPL VIIg. tanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam.
KPL VIIg. tanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam.
Tahun 2011 Dinas Pertanian. Perkebunandan Kehutanan Kabupaten
55. KPL VIIg tanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam.
KPL VIIg tanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam.
KPL VIIg tanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam.
KPL VIIg tanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam.
KPL VIIg tanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam.
KPL VIIg tanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam.
56. KPL VIg tanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam.
KPL VIg tanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam.
KPL VIg tanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam.
KPL VIg tanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam.
KPL VIg tanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam.
KPL VIg tanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam.
57. KPL IIg tanaman utama tembakau cabe, padi, teras
KPL IIg tanaman utama tembakau cabe, padi, teras
KPL IIg tanaman utama tembakau cabe, padi, teras
KPL IIg tanaman utama tembakau cabe, padi, teras
KPL IIg tanaman utama tembakau cabe, padi, teras
KPL IIg tanaman utama tembakau cabe, padi, teras
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
177
miring ke dalam dan rumput
miring ke dalam dan rumput
miring ke dalam dan rumput
miring ke dalam dan rumput
miring ke dalam dan rumput
miring ke dalam dan rumput
58. KPL IIg pemukiman
KPL IIg pemukiman
KPL IIg pemukiman
KPL IIg pemukiman
KPL IIg pemukiman
KPL IIg pemukiman
59. KPL VIII-topografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar
KPL VIII-topografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar
KPL VIII-topografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar
KPL VIII-topografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar
KPL VIII-topografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar
KPL VIII-topografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar
60. KPL VIII-topografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar
KPL VIII-topografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar
KPL VIII-topografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar
KPL VIII-topografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar
KPL VIII-topografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar
KPL VIII-topografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar
61. KPL IIIg tembakau, cabe, kol teras miring ke dalam, rumput, sebagian besar pakai mulsa
KPL IIIg tembakau, cabe, kol teras miring ke dalam, rumput, sebagian besar pakai mulsa
KPL IIIg tembakau, cabe, kol teras miring ke dalam, rumput, sebagian besar pakai mulsa
KPL IIIg tembakau, cabe, kol teras miring ke dalam, rumput, sebagian besar pakai mulsa
KPL IIIg tembakau, cabe, kol teras miring ke dalam, rumput, sebagian besar pakai mulsa
KPL IIIg tembakau, cabe, kol teras miring ke dalam, rumput, sebagian besar pakai mulsa
62. KPL VIg Cengkeh, tembakau, palawija teras miring ke dalam rumput
KPL VIg Cengkeh, tembakau, palawija teras miring ke dalam rumput
KPL VIg Cengkeh, tembakau, palawija teras miring ke dalam rumput
KPL VIg Cengkeh, tembakau, palawija teras miring ke dalam rumput
KPL VIg Cengkeh, tembakau, palawija teras miring ke dalam rumput
KPL VIg Cengkeh, tembakau, palawija teras miring ke dalam rumput
63. KPL VIg Cengkeh, tembakau, palawija teras miring ke dalam rumput
KPL VIg Cengkeh, tembakau, palawija teras miring ke dalam rumput
KPL VIg Cengkeh, tembakau, palawija teras miring ke dalam rumput
KPL VIg Cengkeh, tembakau, palawija teras miring ke dalam rumput
KPL VIg Cengkeh, tembakau, palawija teras miring ke dalam rumput
KPL VIg Cengkeh, tembakau, palawija teras miring ke dalam rumput
64. KPL VIIg, tembakau,
KPL VIIg, tembakau,
KPL VIIg, tembakau,
KPL VIIg, tembakau,
KPL VIIg, tembakau,
KPL VIIg, tembakau,
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
178
jagung, cabe, teras batu miring ke dalam
jagung, cabe, teras batu miring ke dalam
jagung, cabe, teras batu miring ke dalam
jagung, cabe, teras batu miring ke dalam
jagung, cabe, teras batu miring ke dalam
jagung, cabe, teras batu miring ke dalam
65. KPL IIc tembakau, cabe pisangdengan Teras datar dengan penguat rumput
KPL IIc tembakau, cabe pisang dengan Teras datar dengan penguat rumput
KPL IIc tembakau, cabe pisang dengan Teras datar dengan penguat rumput
KPL IIc tembakau, cabe pisang dengan Teras datar dengan penguat rumput
KPL IIc tembakau, cabe pisang dengan Teras datar dengan penguat rumput
KPL IIc tembakau, cabe pisang dengan Teras datar dengan penguat rumput
67. KPL VII g, tembakau, jagung, cabe, suren, teras miring keluar, tanpa penguat teras
KPL VII g, tembakau, jagung, cabe, suren teras miring keluar, tanpa penguat teras
KPL VII g, tembakau, jagung, cabe, suren teras miring keluar, tanpa penguat teras
KPL VII g, tembakau, jagung, cabe, suren teras miring keluar, tanpa penguat teras
KPL VII g, tembakau, jagung, cabe, suren teras miring keluar, tanpa penguat teras
KPL VII g, tembakau, jagung, cabe, suren teras miring keluar, tanpa penguat teras
68. KPL VI g, tembakau, jagung, cabe, suren, teras miring keluar, tanpa penguat teras
KPL VI g, tembakau, jagung, cabe, suren, teras miring keluar, tanpa penguat teras
KPL VI g, tembakau, jagung, cabe, suren, teras miring keluar, tanpa penguat teras
KPL VI g, tembakau, jagung, cabe, suren, teras miring keluar, tanpa penguat teras
KPL VI g, tembakau, jagung, cabe, suren, teras miring keluar, tanpa penguat teras
KPL VI g, tembakau, jagung, cabe, suren, teras miring keluar, tanpa penguat teras
69. KPL IV g agroforestry, tembakau, jabe, jagung teras miring ke dalam rumput
KPL IV g agroforestry, tembakau, jabe, jagung teras miring ke dalam rumput
KPL IV g agroforestry, tembakau, jabe, jagung teras miring ke dalam rumput
KPL IV g agroforestry, tembakau, jabe, jagung teras miring ke dalam rumput
KPL IV g agroforestry, tembakau, jabe, jagung teras miring ke dalam rumput
KPL IV g agroforestry, tembakau, jabe, jagung teras miring ke dalam rumput
70. KPL VIg tembakau dan suren, teras miring keluar, ditanam rumput
KPL VIg tembakau dan suren, teras miring keluar, ditanam rumput
KPL VIg tembakau dan suren, teras miring keluar, ditanam rumput
KPL VIg tembakau dan suren, teras miring keluar, ditanam rumput
KPL VIg tembakau dan suren, teras miring keluar, ditanam rumput
KPL VIg tembakau dan suren, teras miring keluar, ditanam rumput
71. KPL VIIg tembakau, cabe, jagung, teras batu
KPL VIIg tembakau, cabe, jagung, teras batu
KPL VIIg tembakau, cabe, jagung, teras batu
KPL VIIg tembakau, cabe, jagung, teras batu
KPL VIIg tembakau, cabe, jagung, teras batu
KPL VIIg tembakau, cabe, jagung, teras batu
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
179
miring ke dalam
miring ke dalam
miring ke dalam
miring ke dalam
miring ke dalam
miring ke dalam
72. Gak ada
73. KPL VIII-topografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar
KPL VIII-topografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar
KPL VIII-topografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar
KPL VIII-topografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar
KPL VIII-topografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar
KPL VIII-topografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar
75. KPL Vg tembakau, cabe, jagung, teras miring keluar, sebagian pakai mulsa
KPL Vg tembakau, cabe, jagung, teras miring keluar, sebagian pakai mulsa
KPL Vg tembakau, cabe, jagung, teras miring keluar, sebagian pakai mulsa
KPL Vg tembakau, cabe, jagung, teras miring keluar, sebagian pakai mulsa
KPL Vg tembakau, cabe, jagung, teras miring keluar, sebagian pakai mulsa
KPL Vg tembakau, cabe, jagung, teras miring keluar, sebagian pakai mulsa
76. KPL Vg tembakau, cabe, jagung, teras miring keluar, sebagian pakai mulsa
KPL Vg tembakau, cabe, jagung, teras miring keluar, sebagian pakai mulsa
KPL Vg tembakau, cabe, jagung, teras miring keluar, sebagian pakai mulsa
KPL Vg tembakau, cabe, jagung, teras miring keluar, sebagian pakai mulsa
KPL Vg tembakau, cabe, jagung, teras miring keluar, sebagian pakai mulsa
KPL Vg tembakau, cabe, jagung, teras miring keluar, sebagian pakai mulsa
78. KPL IV g tembakau, kopi, singkong, cabe teras miring datar-miring ke dalam dan penguat rumput
KPL IV g tembakau, kopi, singkong, cabe teras miring datar-miring ke dalam dan penguat rumput
KPL IV g tembakau, kopi, singkong, cabe teras miring datar-miring ke dalam dan penguat rumput
KPL IV g tembakau, kopi, singkong, cabe teras miring datar-miring ke dalam dan penguat rumput
KPL IV g tembakau, kopi, singkong, cabe teras miring datar-miring ke dalam dan penguat rumput
KPL IV g tembakau, kopi, singkong, cabe teras miring datar-miring ke dalam dan penguat rumput
79. KPL IV g tembakau, kopi, singkong, cabe teras miring datar-miring ke dalam dan penguat rumput
KPL IV g tembakau, kopi, singkong, cabe teras miring datar-miring ke dalam dan penguat rumput
KPL IV g tembakau, kopi, singkong, cabe teras miring datar-miring ke dalam dan penguat rumput
KPL IV g tembakau, kopi, singkong, cabe teras miring datar-miring ke dalam dan penguat rumput
KPL IV g tembakau, kopi, singkong, cabe teras miring datar-miring ke dalam dan penguat rumput
KPL IV g tembakau, kopi, singkong, cabe teras miring datar-miring ke dalam dan penguat rumput
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
180
80. KPL … tembakau, cabe, teras miring keluar dan dimulsa
KPL … tembakau, cabe, teras miring keluar dan dimulsa
KPL … tembakau, cabe, teras miring keluar dan dimulsa
KPL … tembakau, cabe, teras miring keluar dan dimulsa
KPL … tembakau, cabe, teras miring keluar dan dimulsa
KPL … tembakau, cabe, teras miring keluar dan dimulsa
81. KPL IV g agroforestry, tembakau, jabe, jagung teras miring ke dalam rumput
KPL IV g agroforestry, tembakau, jabe, jagung teras miring ke dalam rumput
KPL IV g agroforestry, tembakau, jabe, jagung teras miring ke dalam rumput
KPL IV g agroforestry, tembakau, jabe, jagung teras miring ke dalam rumput
KPL IV g agroforestry, tembakau, jabe, jagung teras miring ke dalam rumput
KPL IV g agroforestry, tembakau, jabe, jagung teras miring ke dalam rumput
82. KPL IIIg tembakau,sayur dan cabe teras miring ke dalam, ada tanaman rumput
KPL IIIg tembakau,sayur dan cabe teras miring ke dalam, ada tanaman rumput
KPL IIIg tembakau,sayur dan cabe teras miring ke dalam, ada tanaman rumput
KPL IIIg tembakau,sayur dan cabe teras miring ke dalam, ada tanaman rumput
KPL IIIg tembakau,sayur dan cabe teras miring ke dalam, ada tanaman rumput
KPL IIIg tembakau,sayur dan cabe teras miring ke dalam, ada tanaman rumput
83.
KPL IIIg tembakau,sayur dan cabe teras miring ke dalam, ada tanaman rumput
KPL IIIg tembakau,sayur dan cabe teras miring ke dalam, ada tanaman rumput
KPL IIIg tembakau,sayur dan cabe teras miring ke dalam, ada tanaman rumput
KPL IIIg tembakau,sayur dan cabe teras miring ke dalam, ada tanaman rumput
KPL IIIg tembakau,sayur dan cabe teras miring ke dalam, ada tanaman rumput
KPL IIIg tembakau,sayur dan cabe teras miring ke dalam, ada tanaman rumput
85. KPL IIIg tembakau,sayur dan cabe teras miring ke dalam, ada tanaman rumput
KPL IIIg tembakau,sayur dan cabe teras miring ke dalam, ada tanaman rumput
KPL IIIg tembakau,sayur dan cabe teras miring ke dalam, ada tanaman rumput
KPL IIIg tembakau,sayur dan cabe teras miring ke dalam, ada tanaman rumput
KPL IIIg tembakau,sayur dan cabe teras miring ke dalam, ada tanaman rumput
KPL IIIg tembakau,sayur dan cabe teras miring ke dalam, ada tanaman rumput
87. KPL III tembakau, cabe, palawija, teras batu miring ke dalam
KPL III tembakau, cabe, palawija, teras batu miring ke dalam
KPL III tembakau, cabe, palawija, teras batu miring ke dalam
KPL III tembakau, cabe, palawija, teras batu miring ke dalam
KPL III tembakau, cabe, palawija, teras batu miring ke dalam
KPL III tembakau, cabe, palawija, teras batu miring ke dalam
88 KPL VIIIw Tanaman tembakau singkong, jagung, pisang, teras batu miring ke dalam
KPL VIIIw Tanaman tembakau singkong, jagung, pisang, teras batu miring ke dalam
KPL VIIIw Tanaman tembakau singkong, jagung, pisang, teras batu miring ke dalam
KPL VIIIw Tanaman tembakau singkong, jagung, pisang, teras batu miring ke dalam
KPL VIIIw Tanaman tembakau singkong, jagung, pisang, teras batu miring ke dalam
KPL VIIIw Tanaman tembakau singkong, jagung, pisang, teras batu miring ke dalam
89 KPL IIIg tembakau, jagung,
KPL IIIg tembakau, jagung,
KPL IIIg tembakau, jagung,
KPL IIIg tembakau, jagung,
KPL IIIg tembakau, jagung,
KPL IIIg tembakau, jagung,
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
181
cabe,teras batu miring keluar
cabe,teras batu miring keluar
cabe,teras batu miring keluar
cabe,teras batu miring keluar
cabe,teras batu miring keluar
cabe,teras batu miring keluar
Lampiran 5. Data Perubahan Penggunaan Per Unit Lahan di
DAS Mikro Pronggo Tahun 2009 - 2014
No.
2009 2010 2011 2012 2013 2014 Ket
1. Jati Jati Jati Jati Jati Jati
2. Jati Jati Jati Jati Jati Jati
3. Tegal campuran: mahoni. kelapa. Acacia auriculiformis
Tegal campuran: mahoni. kelapa. Acacia auriculiformis
Tegal campuran: mahoni. kelapa. Acacia auriculiformis
Tegal campuran: mahoni. kelapa. Acacia auriculiformis
Tegal campuran: mahoni. kelapa. Acacia auriculiformis
Tegal campuran: mahoni. kelapa. Acacia auriculiformis
Kondisi rapat
4. Acacia, jati Acacia, jati
Acacia, jati
Acacia, jati
Acacia, jati
Acacia, jati
5. Acacia, gogo Acacia, gogo
Acacia, gogo
Acacia, gogo
Acacia, gogo
Acacia, gogo
6. Tegal campuran: Acacia auriculiformis. cengkeh. mlinjo. sengon. jati.Pisang
Tegal campuran: Acacia auriculiformis. cengkeh. mlinjo. sengon. jati. pisang
Tegal campuran: Acacia auriculiformis. cengkeh. mlinjo. sengon. jati. pisang
Tegal campuran: Acacia auriculiformis. cengkeh. mlinjo. sengon. jati. pisang
Tegal campuran: Acacia auriculiformis. cengkeh. mlinjo. sengon. jati. pisang
Tegal campuran: Acacia auriculiformis. cengkeh. mlinjo. sengon. jati. pisang (0.5 ha berubah jati +tanaman semusim)
7. Tegal campuran: mahoni. cengkeh. jati. acacia. kelapa. pisang
Tegal campuran: mahoni. cengkeh. jati. acacia. kelapa. pisang
Tegal campuran: mahoni. cengkeh. jati. acacia. kelapa. pisang
Tegal campuran: mahoni. cengkeh. jati. acacia. kelapa. pisang
Tegal campuran: mahoni. cengkeh. jati. acacia. kelapa. pisang
Tegal campuran: mahoni. cengkeh. jati. acacia. kelapa. pisang
8. Tegal campuran: mahoni. cengkeh. jati. acacia. kelapa.pisang. sengon merah.kopi
Tegal campuran: mahoni. cengkeh. jati. acacia. kelapa. pisang. sengon merah.
Tegal campuran: mahoni. cengkeh. jati. acacia. kelapa. pisang. sengon merah.
Tegal campuran: mahoni. cengkeh. jati. acacia. kelapa. pisang. sengon merah.
Tegal campuran: mahoni. cengkeh. jati. acacia. kelapa. pisang. sengon merah.
Tegal campuran: mahoni. cengkeh. jati. acacia. kelapa. pisang. sengon merah.
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
182
kopi kopi kopi kopi kopi
9. Jati, mahoni Jati, mahoni
Jati, mahoni
Jati, mahoni
Jati, mahoni
Jati, mahoni
10.
Pinus, jati, cengkeh, acacia
Pinus, jati, cengkeh, acacia
Pinus, jati, cengkeh, acacia
Pinus, jati, cengkeh, acacia
Pinus, jati, cengkeh, acacia
Pinus, jati, cengkeh, acacia
11.
Mahoni. gmelina. jati. kelapa. Cengkeh
Mahoni. gmelina. jati. kelapa. cengkeh. tanam sengon 1 ha
Mahoni. gmelina. jati. kelapa. cengkeh. tanam sengon
Mahoni. gmelina. jati. kelapa. cengkeh. tanam sengon
Mahoni. gmelina. jati. kelapa. cengkeh. tanam sengon. jati ditebang 1.5 ha untuk tanaman semusim
Mahoni. gmelina. jati. kelapa. cengkeh. tanam sengon. tanaman semusim
12.
Pinus. acacia. cengkeh. pule. kelapa. jati. johar. sengon.
Pinus. acacia. cengkeh. pule. kelapa. jati. johar. sengon.
Pinus. acacia. cengkeh. pule. kelapa. jati. johar. sengon.
Pinus. acacia. cengkeh. pule. kelapa. jati. johar. sengon.
Pinus. acacia. cengkeh. pule. kelapa. jati. johar. 1.5 ha sengon ditebang dirubah tanaman karet
Pinus. acacia. cengkeh. pule. kelapa. jati. johar. sengon. karet
13.
Pemukiman, acacia
Pemukiman, acacia
Pemukiman, acacia
Pemukiman, acacia
Pemukiman, acacia
Pemukiman, acacia
14.
Mahoni Mahoni Mahoni Mahoni Mahoni Mahoni
15.
Mahoni Mahoni Mahoni Mahoni Mahoni Mahoni
16.
Pemukiman dan djati
Pemukiman dan djati
Pemukiman dan djati
Pemukiman dan djati
Pemukiman dan djati
Pemukiman dan djati
17.
Pekarangan Pekarangan
Pekarangan
Pekarangan
Pekarangan
Pekarangan
18.
Jati. acacia auriculiformis.Bamboo
Jati. acacia auriculiformis. bambu
Jati. acacia auriculiformis. bambu
Jati. acacia auriculiformis. bambu
Jati. acacia auriculiformis. bambu
Jati. acacia auriculiformis. bamboo. 5 ha dibuka untuk tanaman semusim
Perlu dilakukan perbaikan teras pada lokasi tanaman semusim
19.
Mahoni (dominan)
Mahoni (dominan
Mahoni (dominan
Mahoni (dominan
Mahoni (dominan
Mahoni (dominan
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
183
jati. mlinjo. acacia. dlingsen (local)
) jati. mlinjo. acacia. dlingsen (local)
) jati. mlinjo. acacia. dlingsen (local)
) jati. mlinjo. acacia. dlingsen (local)
) jati. mlinjo. acacia. dlingsen (local)
) jati. mlinjo. acacia. dlingsen (local)
20.
Sawah tadah hujan
Sawah tadah hujan
Sawah tadah hujan
Sawah tadah hujan
Sawah tadah hujan
Sawah tadah hujan
21.
Acacia, jati Acacia, jati, pengkayaan tanaman gmelina, sengon
Acacia, jati gmelina, sengon
Acacia, jati, gmelina, sengon
Acacia, jati, gmelina, sengon
Acacia, jati, gmelina, sengon
22.
Jati. acacia auriculiformis.Bamboo
Jati. acacia auriculiformis. bambu
Jati. acacia auriculiformis. bambu
Jati. acacia auriculiformis. bambu
Jati. acacia auriculiformis. bambu
Jati. acacia auriculiformis. bamboo. 4 ha dibuka untuk tanaman semusim
Perlu dilakukan perbaikan teras pada lokasi tanaman semusim
23.
Pekarangan Pekarangan
Pekarangan
Pekarangan
Pekarangan
Pekarangan
24.
Jati. mahoni. acacia. kelapa. Trembesi
Jati. mahoni. acacia. kelapa. trembesi
Jati. mahoni. acacia. kelapa. trembesi 3 ha ditanami padi gogo
Jati. mahoni. acacia. kelapa. trembesi padi gogo
Jati. mahoni. acacia. kelapa. trembesi
Jati. mahoni. acacia. kelapa. trembesi padi gogo
25.
Acacia, jati Acacia, jati
Acacia, jati
Acacia, jati
Acacia, jati
Acacia, jati
26.
Jati Jati Jati Jati Jati Jati
27.
Acacia. sengon. mahoni.Bamboo
Acacia. sengon. mahoni. bambu
Acacia. sengon. mahoni. bambu
Acacia. sengon. mahoni. bambu
Acacia. sengon. mahoni. bambo. dibuka 1100 m2 untuk padi gogo
Acacia. sengon. mahoni. bambo. padi gogo
28.
Ketela, dlisem Ketela, dlisem
Ketela, dlisem
Ketela, dlisem
Ketela, dlisem
Ketela, dlisem
29.
Jati. mahoni. sengon. cengkeh. aren. nangka. sawah tadah hujan
Jati. mahoni. sengon. cengkeh. aren. nangka.
Jati. mahoni. sengon. cengkeh. aren. nangka.
Jati. mahoni. sengon. cengkeh. aren. nangka.
Jati. mahoni. sengon. cengkeh. aren. nangka.
Jati. mahoni. sengon. cengkeh. aren. nangka.
Kondisi rapat
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
184
sawah tadah hujan
sawah tadah hujan
sawah tadah hujan
sawah tadah hujan
sawah tadah hujan
30.
Pinus, jati, cengkeh, acacia
Pinus, jati, cengkeh, acacia
Pinus, jati, cengkeh, acacia
Pinus, jati, cengkeh, acacia
Pinus, jati, cengkeh, acacia
Pinus, jati, cengkeh, acacia
31.
Mahoni. jati. sengon. kelapa. acacia. cengkeh. Padi gogo (0.1 ha)
Mahoni. jati. sengon. kelapa. acacia. cengkeh. Padi gogo (0.1 ha)
Mahoni. jati. sengon. kelapa. acacia. cengkeh. Padi gogo (0.1 ha)
Mahoni. jati. sengon. kelapa. acacia. cengkeh. Padi gogo (0.1 ha)
Mahoni. jati. sengon. kelapa. acacia. cengkeh. Padi gogo (0.1 ha)
Mahoni. jati. sengon. kelapa. acacia. cengkeh. Padi gogo (0.1 ha)
Perlu perbaikan teras. SPA. dan tanaman penguat teras
32.
Acacia, pinus Acacia, pinus
Acacia, pinus
Acacia, pinus
Acacia, pinus
Acacia, pinus
33.
Acacia, pinus Acacia, pinus
Acacia, pinus
Acacia, pinus
Acacia, pinus
Acacia, pinus
34.
Jati. sengon. kelapa. mahoni. petai.mangga. cengkeh.
Jati. sengon. kelapa. mahoni. petai. mangga. cengkeh.
Jati. sengon. kelapa. mahoni. petai. mangga. cengkeh.
Jati. sengon. kelapa. mahoni. petai. mangga. cengkeh.
Jati. sengon. kelapa. mahoni. petai. mangga. cengkeh.
Jati. sengon. kelapa. mahoni. petai. mangga. cengkeh.
35.
Jati. kelapa. mahoni. mlinjo. acacia auriculiformis
Jati. kelapa. mahoni. mlinjo. acacia auriculiformis
Jati. kelapa. mahoni. mlinjo. acacia auriculiformis
Jati. kelapa. mahoni. mlinjo. acacia auriculiformis. jabon
Jati. kelapa. mahoni. mlinjo. acacia auriculiformis. jabon
Jati. kelapa. mahoni. mlinjo. acacia auriculiformis. jabon
Teras bagus
36.
Mahoni, jati Mahoni, jati
Mahoni, jati
Mahoni, jati
Mahoni, jati
Mahoni, jati
37.
Mahoni. jati.Acacia
Mahoni. jati. acacia
Mahoni. jati. acacia
Mahoni. jati. acacia
Mahoni. jati. acacia
Mahoni. jati. acacia
38.
Lahan tanaman semusim
Mahoni (dominan). jati. acacia. kelapa
Mahoni (dominan). jati. acacia. kelapa
Mahoni (dominan). jati. acacia. kelapa
Mahoni (dominan). jati. acacia. kelapa
Mahoni (dominan). jati. acacia. kelapa
39.
Tanah kosong Jati
jati jati Jati Jati
40.
Mahoni. jati.. manga.Mlinjo
Mahoni. jati.. manga. mlinjo. tanah kosong
Mahoni. jati.. manga. mlinjo. Acacia mangium
Mahoni. jati.. manga. mlinjo. Acacia mangium
Mahoni. jati.. manga. mlinjo. Acacia mangium
Mahoni. jati.. manga. mlinjo. Acacia mangium
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
185
41.
Jati, acacia Jati, acacia
Jati, acacia
Jati, acacia
Jati, acacia
Jati, acacia
42.
Jati, acacia Jati, acacia
Jati, acacia
Jati, acacia
Jati, acacia
Jati, acacia
43.
Jati. mahoni. acacia auriculiformis.Sengon
Jati. mahoni. acacia auriculiformis. sengon
Jati. mahoni. acacia auriculiformis. sengon
Jati. mahoni. acacia auriculiformis. sengon
Jati. mahoni. acacia auriculiformis. sengon
Jati. mahoni. acacia auriculiformis. sengon
Teras bagus
44.
Acacia auriculiformis. johar. mahoni. tanaman semusim
Acacia auriculiformis. johar. mahoni. tanaman semusim
Acacia auriculiformis. johar. mahoni. tanaman semusim
Acacia auriculiformis. johar. mahoni. tanaman semusim
Acacia auriculiformis. johar. mahoni. tanaman semusim
Acacia auriculiformis. johar. mahoni. tanaman semusim
45.
Jati. mahoni. kelapa. sengon merah
Jati. mahoni. kelapa. sengon merah
Jati. mahoni. kelapa. sengon merah
Jati. mahoni. kelapa. sengon merah
Jati. mahoni. kelapa. sengon merah
Jati. mahoni. kelapa. sengon merah
46.
Jati, acacia Jati, acacia
Jati, acacia
Jati, acacia
Jati, acacia
Jati, acacia
47.
Acacia, pinus Acacia, pinus
Acacia, pinus
Acacia, pinus
Acacia, pinus
Acacia, pinus
48.
Pemukiman, acacia
Pemukiman, acacia
Pemukiman, acacia
Pemukiman, acacia
Pemukiman, acacia
Pemukiman, acacia
49.
Acacia, jati Acacia, jati
Acacia, jati
Acacia, jati
Acacia, jati
Acacia, jati
50.
Acacia, jati Acacia, jati
Acacia, jati
Acacia, jati
Acacia, jati
Acacia, jati
51.
Acacia, jati Acacia, jati
Acacia, jati
Acacia, jati
Acacia, jati
Acacia, jati
52.
Jati Jati Jati Jati Jati Jati
53.
Jati, sawah Jati, sawah
Jati, sawah
Jati, sawah
Jati, sawah
Jati, sawah
54.
Sengon. cengkeh. kelapa. 1 ha untuk tanaman semusim
Sengon. cengkeh. kelapa. 1 ha untuk tanaman semusim
Sengon. cengkeh. kelapa. 1 ha untuk tanaman semusim
Sengon. cengkeh. kelapa. 1 ha untuk tanaman semusim
Sengon. cengkeh. kelapa. 1 ha untuk tanaman semusim
Sengon. cengkeh. kelapa. 1 ha untuk tanaman semusim
55.
Sengon. jati. kelapa. mahoni. kopi. cengkeh. Temu
Sengon. jati. kelapa. mahoni. kopi. cengkeh. temu. 0.75 ha ditanami tanaman semusim
Sengon. jati. kelapa. mahoni. kopi. cengkeh. temu. 0.75 ha ditanami tanaman semusim
Sengon. jati. kelapa. mahoni. kopi. cengkeh. temu. 0.75 ha ditanami tanaman semusim
Sengon. jati. kelapa. mahoni. kopi. cengkeh. temu. 0.75 ha ditanami tanaman semusim
Sengon. jati. kelapa. mahoni. kopi. cengkeh. temu. 0.75 ha ditanami tanaman semusim
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
186
56.
Mahoni. johar. jati. kelapa. acacia.asam
Mahoni. johar. jati. kelapa. acacia. asam
Mahoni. johar. jati. kelapa. acacia. asam
Mahoni. johar. jati. kelapa. acacia. asam
Mahoni. johar. jati. kelapa. acacia. asam
Mahoni. johar. jati. kelapa. acacia. asam
57.
Jati. sawah tadah hujan
Jati. sawah tadah hujan
Jati. sawah tadah hujan
Jati. sawah tadah hujan
Jati. sawah tadah hujan
Jati. sawah tadah hujan
Konservasi bagus
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
187
TENTANG PENULIS
Purwanto. Lahir di Magelang 29 Juli 1961. Alumnus Fakultas Kehutanan IPB, Bogor (1986) dan melanjutkan ke Program Pasca Sarjana Studi Pembangunan, UKSW Salatiga (2008). Awal karirnya dimulai sebagai peneliti Balai Penelitian Kehutanan Pematang Siantar (1987 – 2000). Bergabung ke BTPDAS IBB yang sekarang bernama BPTKPDAS Solo tahun 2000 dan sekarang sebagai Peneliti Utama bidang Ekonomi Sumberdaya. Penelitian yang pernah dilakukan dalam aspek: valuasi nilai ekonomi air, pengelolaan DAS pada skala mikro, pemberdayaan masyarakat, dan perencaan pengelolaan DAS. Pada tahun 2012 turut aktif sebagai narasumber dalam penyusunan 8 Peraturan Menteri dan 1 Keputusan Presiden turunan Peraturan Presiden No. 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan DAS. Menulis pada seminar nasional, jurnal, bagian buku, dan buku. Beberapa tulisan kritis tentang ekonomi dan kebijakan publik terbit di harian cetak dan media online.
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
188
Agung Budi Supangat. Doktor lulusan Program Studi Ilmu Kehutanan, UGM Yogyakarta (2013) dilahirkan di Rembang, 23 Maret 1975. Menyelesaikan pendidikan S1 di Fakultas Kehutanan IPB (1998), Gelar Master didapatkan di dua tempat: Program Studi Ilmu Lingkungan, UNS Surakarta (2004) dan Program Perencanaan Wilayah dan Kota, ITB Bandung (2005). Pada tahun 1999, mulai menekuni sebagai peneliti pada BTPDAS IBB yang sekarang bernama BPTKPDAS Solo dan saat ini sebagai Peneliti Madya bidang Hidrologi. Penelitian yang pernah dilakukan terutama terkait dengan hidrologi DAS, hidrologi hutan, pemodelan hidrologi, dan perencanaan DAS. Saat ini dipercaya sebagai Ketua Kelompok Peneliti Hidrologidi BPTKPDAS Solo.
Beny Harjadi. Lahir di Solo, 16 Maret 1961. Gelar Sarjana S1, diperoleh dari Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, IPB (1987) di gelar Master of Science diperoleh dari Ecole Nationale du Genie Rural, des Eaux et des Forest, Perancis (1996). Bergabung ke BTPDAS yang sekarang bernama BPTKPDAS Solo tahun 2000 dan sekarang sebagai Peneliti Utama bidang Pedologi dan Penginderaan Jauh. Penelitian yang digelutinya yakni: kemampuan dan kesesuaian lahan, rehabilitasi lahan dan tanah longsor.