BAB 1
PENDAHULUAN
Dengan ditetapkannya kawasan Gunung Merapi menjadi Taman Nasional
berarti ada perhatian dari pemerintah daerah untuk menjaga kelestarian alam yang
yang diharapkan dapat bermanfaat bagi kehidupan mayarakat sekitar. Tetapi dalam
kenyataanya dengan adanya Taman Nasional Gunung Merapi dapat memberikan
manfaat yang diharapkan bagi masyarakat sekitar. Faktanya penetapan Taman
Nasional Gunung Merapi ini mengundang banyak penolakan bagi masyarakat yang
tinggal di sekitar Gunung Merapi, karena dengan ditetapkannya kawasan Merapi
menjadi Taman Nasional masyarakat tidak bisa leluasa memanfaatkan hutan di
kawasan gunung Merapi untuk pemenuhan kebutuhan mereka. Ditambah pula dalam
penetapan Taman Nasional Gunung Merapi itu dianggap kurang transparan.
Berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor 134/Menhut-II/ 2004 itu menyentak
banyak pihak dan mengundang penolakan yang keras karena SK itu terkesan dibuat
secara "sembunyi-sembunyi" dan menunjukkan arogansi pemerintah pusat.1 Tetapi,
tidak bagi Gubernur DI Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X yang menyetujui
penetapan TNGM itu. Inisiatif TNGM, kabarnya, bahkan datang dari Gubernur DIY
dan Gubernur Jateng Mardiyanto, sebatas rekomendasi persetujuan. Pemerintah
Kabupaten Sleman, yang sebagian wilayahnya digunakan untuk TNGM, juga
1 www.kompas.com. Taman Nasional Gunung Merapi, Haruskah?, Senin, 07 Juni 2004. Diakses tanggal 20 Maret 2009.
1
diabaikan aspirasinya. Bupati Sleman Ibnu Subiyanto mengaku sangat terkejut
dengan munculnya SK itu, dan belum mendapat tembusannya. 2 Tetapi SK tersebut
sudah berlaku dan Gunung Merapi sekarang telah menjadi Taman Nasional.
Dahulu sebelum ditetapkannya Kawasan Merapi menjadi Taman Nasional
Gunung Merapi, masyarakat dapat memanfaatkan hasil alam untuk kehidupan
mereka secara maksimal, tetapi dengan adanya penetapan tersebut banyak hak-hak
masyarakat yang terbelenggu bahkan hanya mengambil rumputpun mereka terancam
sangsi yang cukup berat. Dalam penulisan paper ini, penulis ingin menguraikan,
“Bagaimanakah Dampak Penetapan Taman Nasional Gunung Merapi terhadap
Lingkungan dan Masyarakat sekitar?”
BAB II
2 ibid
2
PEMBAHASAN
A. SEJARAH MERAPI
Gunung Merapi adalah satu-satunya gunung berapi yang terdapat di
Daerah Istimewa Yogyakarta dan bahkan disebut-sebut sebagai gunung
berapi yang paling aktif di seluruh dunia. Dengan ketinggian 2968 m. dml
(kondisi tahun 2001) atau 3079 meter di atas kota Jogja, Gunung Merapi
terletak pada 07°22'33" - 07°52'30" Lintang Selatan dan 110°15'00" -
110°37'30" Bujur Timur sehingga secara administratif gunung ini termasuk di
wilayah Sleman, Magelang, Boyolali, dan Klaten.Bagi masyarakat Jawa,
Gunung Merapi merupakan sumber kekuatan spiritual. Setiap tahun pada
bulan Rejeb, pihak Kraton Yogyakarta selalu membuat persembahan kepada
Gunung Merapi agar gunung ini tidak "marah" seperti halnya juga dilakukan
kepada Ratu Laut Selatan dalam upacara adat Labuh3
Sejak tahun 1548, gunung ini sudah meletus sebanyak 68 kali.
Letaknya cukup dekat dengan Kota Yogyakarta dan masih terdapat desa-desa
di lerengnya sampai ketinggian 1700 m. Bagi masyarakat di tempat tersebut,
Merapi membawa berkah material pasir, sedangkan bagi pemerintah daerah,
Gunung Merapi menjadi obyek wisata bagi para wisatawan. Kini Merapi
termasuk ke dalam kawasan Taman Nasional Gunung Merapi.Gunung
Gunung Merapi adalah yang termuda dalam kumpulan gunung berapi di
3 www.gudegnet.com. Gunung Merapi. Diakses tanggal 20 Maret 2009.
3
bagian selatan Pulau Jawa. Gunung ini terletak di zona subduksi, dimana
Lempeng Indo-Australia terus bergerak ke bawah Lempeng Eurasia. Letusan
di daerah tersebut berlangsung sejak 400.000 tahun lalu, dan sampai 10.000
tahun Gunung Merapi adalah yang termuda dalam kumpulan gunung berapi
di bagian selatan Pulau Jawa. Gunung ini terletak di zona subduksi, dimana
Lempeng Indo-Australia terus bergerak ke bawah Lempeng Eurasia. Letusan
di daerah tersebut berlangsung sejak 400.000 tahun lalu, dan sampai 10.000
tahun lalu jenis letusannya adalah efusif. Setelah itu, letusannya menjadi
eksplosif, dengan lava kental yang menimbulkan kubah-kubah lava.4
Hutan-hutan di Gunung Merapi telah ditetapkan sebagai kawasan
lindung sejak tahun 1931 untuk perlindungan sumber air, sungai dan
penyangga sistem kehidupan kabupaten/kota Sleman, Yogyakarta, Klaten,
Boyolali, dan Magelang. Sebelum ditunjuk menjadi TNG Merapi, kawasan
hutan di wilayah yang termasuk propinsi DI Yogyakarta terdiri dari fungsi-
fungsi hutan lindung seluas 1.041,38 ha, cagar alam (CA) Plawangan Turgo
146,16 ha; dan taman wisata alam (TWA) Plawangan Turgo 96,45 ha.
Kawasan hutan di wilayah Jateng yang masuk dalam wilayah TN ini
merupakan hutan lindung seluas 5.126 ha.5
Nilai-nilai penting yang dimiliki oleh Kawasan taman Nasional
Gunung Merapi mencakup :6
4 www.wikipedia.com. Gunung Merapi. Diakses tanggal 20 Maret 2009.5 www.wikipedia.com. Taman Nasional Gunung Merapi. Diakses tanggal 20 Maret 2009.6 Laporan Tahunan Tahun 2008, Balai Taman Nasional Gunung Merapi, hlm. 2
4
1. Keanekaragaman Hayati, ditinjuau dari keanekaragaman jenis
tumbuhan dan satwa liar, berdasarkan hasil invetarisasi terdapat lebih
dari 1000 jenis tumbuhan termasuk 75 jenis anggrek langka.
Sedangkan potensi satwa liar adalah terdapat jenis mamalia kecil dan
besar 147 jenis burung termasuk 90 jenis diantaranya burung-burung
menetap.
2. Perlindungan Fungsi Hidro-orologi, Kawasan Taman Nasional
Gunung merapi merupakan salah satu daerah tangkapan air penting
dan merupakan sumber air dari beberapa sungai yang mengalir di
daerah pertanian dan perkotaan
3. Potensi Pariwisata Alam, Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi
menyimpan banyak potensi untuk dikembangkan sebagai lokasi
pariwisata alam baik keunikan dan keanekaragaman hayati,
puncaknya gunung, air terjun, maupun panorama indah lainnya.
B. PENETAPAN DAN PENGERTIAN TAMAN NASIONAL GUNUNG
MERAPI
5
Sebelum ditetapkannya Kawasan Merapi menjadi Taman Nasional
Gunung Merapi sebenarnya menuai banyak protes tetapi Berdasarkan SK
Menteri Kehutanan Nomor 134/Menhut-II/ 2004 yang berisi tentang :
Mengubah Fungsi Kawasan Hutan Lindung, Cagar Alam dan Taman Wisata Alam pada Kelompok Hutan Gunung Merapi seluas + 6.410 (enam ribu empat ratus sepuluh) hektar, yang terletak di Kabupaten Magelang, Boyolali dan Klaten, Provinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi Taman Nasional Gunung Merapi.
Di dalam penetapan Taman Nasional Gunung Merapi.ada dasar
hukum yang digunakan, yakni sebagai berikut :7
a. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan
b. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya
Alam Hayati dan Ekosistemnya
c. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup
d. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tentang Kawasan Pelestarian Alam dan
Kawasan suaka Alam
e. Keputusan Menteri Kehutanan No. 48/Menhut-II/2004 Tentang
Perubahan Keputusan Menteri Kehutanan No. 70/Kpts-II/ 2001 Tentang
Penetapan Kawasan Hutan, Perubahan Status dan Fungsi Kelestarian
Kawasan
7 Rencana Pengelolaan Taman Nasional Gunung Merapi Periode 2005-2024, Balai Konservasi Sumber Daya Alam Yogyakarta bekerja sama dengan Pusat Studi Agroekonomi UGM, hlm 6
6
f. Keputusan Menteri Kehutanan No. 134/Menhut-II/2004 Perubahan
Fungsi Kawasan Hutan Lindung, Cagar Alam dan Taman Wisata Alam
pada Kelompok Hutan Gunung Merapi seluas + 6.410 (enam ribu empat
ratus sepuluh) hektar, yang terletak di Kabupaten Magelang, Boyolali dan
Klaten, Provinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta menjadi Taman Nasional Gunung Merapi.
Menurut Undang-undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, proses
pengukuhan kawasan hutan menjadi taman nasional adalah sebagai berikut:
tahap : 8
(1) penunjukan,
(2) penetapan tapal batas,
(3) pemetaan/zonasi, dan (4) penetapan kawasan hutan menjadi taman
nasional.
Di dalam Pasal 6 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 terdapat
penjelasan mengenai 3 fungsi hutan yakni:
Pasal 6
8 www.walhi.com. Siaran Pers: Jumat, 19 Agustus 2005. Hak Mengelola Merapi adalah Hak Asasi Rakyat! Oleh Wana Mandhira, WALHI Yogya, Forum Masyarakat Lokal Merapi, Eksekutif Nasional WALHI, Kelompok Kerja Konservasi untuk Rakyat, Komite Advokasi Asia Tenggara, Jaringan Internasional Hutan dan Masyarakat, dkk. Diakses tanggal 20 Maret 2009
7
(1) Hutan mempunyai tiga fungsi, yaitu: a. fungsi konservasi, b. fungsi lindung, dan c. fungsi produksi.
(2) Pemerintah menetapkan hutan berdasarkan fungsi pokok sebagai berikut: a. hutan konservasi, b. hutan lindung, dan c. hutan produksi.
Taman Nasional termasuk kategori hutan konservasi9 dan
pengkategorian hutan konservasi dijelaskan lebih lanjut dalam pasal 7
Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999
Pasal 7
Hutan konservasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a terdiri dari:
a. kawasan hutan suaka alam, b. kawasan hutan pelestarian alam, dan
c. taman buru.
Taman Nasional itu sebenarnya adalah salah satu kategori dalam
hutan konservasi. Kategori areal konservasi yang ada di Indonesia adalah
kawasan pelestarian alam (taman nasional, tahura, taman wisata alam),
kawasan suaka alam (cagar alam, suaka margasatwa), dan hutan lindung.
9 Pasal 1 ayat 9 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999. Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.
8
Pengertian Taman Nasional sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya,
dalam pasal 1 ayat 14 :10
Pasal 1
Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya disebutkan juga
bahwa Taman Nasional Gunung Merapi dikelola dengan sistem zonasi yang
terdiri dari zona inti, zona pemanfaatan.11 Zona inti diperuntukkan bagi
kegiatan-kegiatan penelitian dan pendidikan, tidak diperkenankan adanya
kegiatan wisata manapunmaupun pembangunan sarana prasarana. Zona
Pemanfaatan diupayakan agar dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi
masyarakat disekitarnya, yaitu dengan mengelola wisata dengan segala
aspeknya, tanpa mengurangi kepntingan konservasi sumberdaya alam itu
sendiri.12 Satu lagi adalah adanya zona rimba, yang melindungi zona inti dan
penetapan zona-zona lainnya jika dibutuhkan (zona pemanfaatan lainnya,
zona rehabilitasi). Pada Rencana Pengelolaan TNGM ini, zonasi di dalam
10 Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya11 Rencana Pengelolaan Taman Nasional Gunung Merapi Periode 2005-2024, Balai Konservasi Sumber Daya Alam Yogyakarta bekerja sama dengan Pusat Studi Agroekonomi UGM, hlm 712 ibid
9
TNGM dibagi menjadi Zona khusus, Zona Inti, Zona Rimba, Zona
Pemanfaatan Lainnya, dan Zona Rahabilitasi.13
Suatu kawasan dapat ditetapkan menjadi taman nasional harus
memiliki kriteria sebagimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 68
Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam
sebagai berikut : 14
1. Kawasan yang ditetapkan mempunyai luas yang cukup untuk menjamin
kelangsungan proses ekologis secara alami
2. Memiliki sumberdaya alam yang khas dan unik baik berupa jenis
tumbuhan maupun satwa dan ekosistemnya serta gejala alam yang masih
utuh dan alami
3. Memiliki satu atau beberapa ekosistem yang masih utuh, yaitu ekosistem
yang keadaanya relatif masih asli dan memiliki unsur-unsur biotik, fisik
dan interaksi yang memberikan fungsi ekologis.
4. Memiliki keadaan alam yang masih asli dan alami untuk dikembangkan
sebagai pariwisata alam
5. Merupakan kawasan yang dapat dibagi ke dalam zona pemanfaatan, zona
rimba, dan/ atau zona lain karena pertimbangan kepentingan rehabilitasi
kawasan, tergantung penduduk sekitar kawasan dan dalam rangka
mendukng upaya pelestarian sumberdaya hayati dan ekosistem dapat
13 ibid14 Budi Riyanto, 2005, Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan Dalam Perlindungan Kawasan Pelestarian Alam, Penerbit : Lembaga Pengkajian Hukum Kehutanan dan Lingkungan, hlm. 2
10
ditetapkan sebagai zona tersendiri (zona inti, zona pemanfaatan dan zona
lainnya)
Secara umum, kriteria penetapan Taman Nasional di Indonesia mengikuti
petunjuk dari IUCN, yaitu :15
1. Satu atau beberapa ekosistem tidak terjadi perubahan yang disebabkan
adanya kegiatan eksploitasi atau penyerobotan lahan; spesies flora dan
fauna, kondisi geomorfologi, dan kondisi habitatnya mempunyai nilai
ilmiah, pendidikan dan nilai rekreasi, ataupun memiliki lansekap alam
dan keindahan yang tinggi;
2. Pemerintah pusat memandang perlu serta memberikan perhatian untuk
melindungi ataupun menyetop kegiatan eksploitasi atau pemilikan lahan,
serta mencari upaya yang efektif untuk mempertahankan kelestarian flora
dan fauna beserta ekosistemnya, termasuk kondisi geomorfologi dan
keindahan alamnya;
3. Adanya pola pengaturan pengunjung sesuai dengan kondisi-kondisi
tertentu untuk kepentingan pendidikan, kebudayaan, dan rekreasi, serta
untuk mendapatkan inspirasi.
Berdasarkan Indonesian Conservation Plan bab 39, penetapan taman
nasional juga harus memenuhi kriteria tambahan berikut:16
15 www.sutikno.org, Juniawan Priyono - KPJ'94. Menyoal Taman Nasional Gunung Merapi , Thursday, 22 February 2007. Diakses tanggal 20 Maret 2009.16 ibid
11
a. berukuran 100 ribu hektar di pulau-pulau besar seperti Sumatera, Kalimantan,
Sulawesi, dan Irian; atau berukuran 10 ribu hektar di pulau-pulau kecil;
b. hanya pada kawasan dengan prioritas 1 yang berarti sesuai untuk kawasan
konservasi utama/penting yang mengalami masalah dalam menjamin habitat,
namun tidak tercantum dalam sistem perlindungan.
Proses pengukuhan kawasan hutan menjadi sangat penting karena
menyangkut hak penghidupan masyarakat, hak kepemilikan atas tanah
masyarakat, dan pelestarian alam Apalagi dengan telah keluarnya Peraturan
Presiden No. 36/2005 pada 30 Mei 2005 yang lalu, dimana pemerintah dapat
mencabut hak kepemilikan tanah seseorang atas nama pembangunan, di
antaranya adalah untuk kepentingan Taman Nasional.17
1. DAMPAK BAGI LINGKUNGAN
Dampak bagi lingkungan adalah terjaganya lingkungan sekitar dari
ancaman kerusakan. Hal tersebut dikuatkan dengan adanya Undang-undang
Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan Undang-undang Nomor 5
Tahun 1990 tentang Konservasi dan Sumber Daya Alam hayati dan
Ekosistemnya
17 www.walhi.com. Siaran Pers: Jumat, 19 Agustus 2005. Hak Mengelola Merapi adalah Hak Asasi Rakyat! Oleh Wana Mandhira, WALHI Yogya, Forum Masyarakat Lokal Merapi, Eksekutif Nasional WALHI, Kelompok Kerja Konservasi untuk Rakyat, Komite Advokasi Asia Tenggara, Jaringan Internasional Hutan dan Masyarakat, dkk. Diakses tanggal 20 Maret 2009
12
Di dalam Pasal 24 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan menjelaskan bahwa : 18
Pasal 24
Pemanfaatan kawasan hutan dapat dilakukan pada semua kawasan hutan kecuali pada hutan cagar alam serta zona inti dan zona rimba pada taman nasional.
Jika kita cermati hal tersebut sangat bagus sekali untuk upaya
memproteksi dan menjaga kelangsungan lingkungan hidup yang ada agar
terhindar dari upaya pengrusakan hutan. Dimana pemanfaatan kawasan hutan
terdiri dari pemanfaatan hasil hutan, jasa lingkungan, pamanfaatan kawasan.
Dengan adanya Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 itu
sebenarnya hanya peraturan yang bersifat umum dan itu diperkuat dangan
adanya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 maka kelestarian dari kawasan
Merapi menjadi lebih terjaga. Tapi apakah dampak yang sangat indah bagi
lingkungan ini menjadi dampak yang indah pula terhadap masyarakat sekitar.
Peraturan yang lebih spesifik/ khusus yang menjelaskan tentang
taman nasional gunung Merapi terdapat di dalam Undang-undang Nomor 5
Tahun 1990 tentang Konservasi dan Sumber Daya Alam hayati dan
18 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
13
Ekosistemnya, dimana di dalam Pasal 31-35 menjelaskan sejauh mana
undang-undang tersebut sudah mengatur tentang taman nasional yang mana
bertujuan untuk meminimalisir adanya pengrusakan hutan yang kita miliki.
Di dalam Pasal 31 Undang-undang Nomor 5 Tahun 199019 tentang
Konservasi dan Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya menjelaskan
hal apa saja yang dapat dilakukan di dalam taman nasional dan Kegiatan di
dalam Taman Nasional tersebut harus dilakukan tanpa mengurangi fungsi
pokok masing-masing kawasan. Sedangkan pengelolaan Kawasan Taman
Nasional dikelola dengan sistem zonasi yang terdiri dari zona inti, zona
pemanfaatan, dan zona lain sesuai dengan keperluan, dijelaskan di dalam
Pasal 32.20 Peraturan tersebut berdampak baik dalam upaya pelestarian hutan
di Indonesia.
Sedangkan di dalam Pasal 33 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990
tentang Konservasi dan Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya yang
merupakan pasal yang mengatur tentang kegiatan yang dilarang dalam taman
nasional.
19 Pasal 31 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990. (1)Di dalam taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam dapat dilakukan kegiatan untuk kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, dan wisata alam. (2)Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dilakukan tanpa mengurangi fungsi pokok masing-masing kawasan
20 Pasal 32 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990. Kawasan taman nasional dikelola dengan sistem zonasi yang terdiri dari zona inti, zona pemanfaatan, dan zona lain sesuai dengan keperluan.
14
Pasal 33
(1) Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan zona inti taman nasional.
(2) Perubahan terhadap keutuhan zona inti taman nasional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi mengurangi, menghilangkan fungsi dan luas zona inti taman nasional, serta menambah jenis tumbuhan dan satwa lain yang tidak asli. (3) Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi zona pemanfaatan dan zona lain dari taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam.
Hal tersebut lebih lanjut diatur di dalam Pasal 34 dan 35 Undang-
undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi dan Sumber Daya Alam
Hayati dan Ekosistemnya yang menjelaskan tentang pihak yang berwenang
dalam pengelolaan Taman Nasional
Pasal 34
(1)Pengelolaan taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam dilaksanakan oleh Pemerintah.
(2)Di dalam zona pemanfaatan taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam dapat dibangun sarana kepariwisataan berdasarkan rencana pengelolaan.
(3)Untuk kegiatan kepariwisataan dan rekreasi, Pemerintah dapat memberikan hak pengusahaan atas zona pemanfaatan taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam dengan mengikutsertakan rakyat.
15
(4)Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2),dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 35
Dalam keadaan tertentu dan sangat diperlukan untuk mempertahankan atau memulihkan kelestarian sumber daya alam hayati beserta ekosistemnya, Pemerintah dapat menghentikan kegiatan pemanfaatan dan menutup taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam sebagian atau seluruhnya untuk selama waktu tertentu.
Adanya pasal-pasal dari kedua undang-undang tersebut sangat
menjamin bahwa dengan adanya taman nasional dan meminimalisir
kerusakan kawasan hutan.
Taman Nasional tersebut dikelola oleh suatu Balai Taman Nasional
yang bernama Balai Taman Nasional Gunung Merapi. Berdasarkan Peraturan
Menteri Kehutanan Nomor : P.03/ Menhut-II/ 2007 tanggal 1 Februari 2007
tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional,
Balai Taman Nasional mempunyai tugas melakukan penyelenggaraan
konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya dan pengelolaan
kawasan taman nasional berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.21 Untuk masuk ke dalam Taman Nasional itu tidak sembarang orang,
hanya menyangkut hal-hal tertentu baru boleh memasuki Kawasan Taman
Nasional, yakni penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang
budidaya, budaya, wisata Alam, dan kegiatan tanpa mengurani fungsi pokok
21 Laporan Tahunan Tahun 2008 Balai Taman Nasional Gunung Merapi hlm. 4
16
masing-masing kawasan.22 Jika memang ada yang ingin masuk kedalam
Taman Nasional Gunung Merapi harus mengantongi Surat Ijin Masuk
Kawasan Konservasi (SIMAKSI) yang dikeluarkan oleh Balai Konservasi
Taman Nasional Gunung Merapi.23 Pengelolaan Taman Nasional Gunung
Merapi memang sepenuhnya tanggung jawab Balai Taman Nasional Gunung
Merapi dalam segala hal. Sedangkan dalam hal perlindungan hutan
pelaksanaanya dilakukan oleh POLHUT yang berkoordinasi dengan
masyarakat setempat. Meskipun sudah sedemikian terstuktur pengelolaan
Taman Nasional Gunung Merapi tetapi tetap saja terjadi penyimpangan-
penyimpangan dalam bidang penambangan tanpa ijin dan pengambilan kayu
di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Merapi.
2. DAMPAK BAGI MASYARAKAT
Dengan adanya penetapan kawasan Merapi menjadi Taman Nasional
Gunung Merapi (TNGM) tentunya mempunyai dampak bagi masyarakat
sekitarnya. Dampak yang dirasakan tidak hanya dampak positif, tetapi juga
dampak negatif. Dampak positifnya adalah terlindunginya kawasan sekitar
Gunung Merapi atas kerusakan lingkungan, tetapi disini masyarakat yang
tinggal di sekitar Merapi tentunya bukan masyarakat yang tidak tahu diri
yang kemudian mereka melakukan tindakan untuk merusak lingkungan
22 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi dan Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pasal 31.23 Wawancara dengan Mbak Silvi, Staf Kantor Balai Konservasi Taman Nasional Gunung Merapi
17
sekitar Merapi yang notabene jika mereka merusak lingkungan di kawasan
Merapi itu sama saja mereka merusak siklus hidup mereka, karena dengan
hasil hutan dari Kawasan Merapi itu mereka dapat melanjutkan siklus
hidupnya dan juga Hutan lereng Merapi sangat penting bagi kedua provinsi
(DIY dan Jawa Tengah), karena berfungsi sebagai penyangga kehidupan
dalam satuan ekosistem sumber daya alam dan bertindak sebagai daerah
tangkapan air serta sumber air penting bagi Sungai Progo, Opak, Bebeng, dan
Serang.
Gunung api merupakan sumber daya alam geologi yang harus
dimanfaatkan sebesar-besar untuk kemakmuran rakyat di sekitarnya secara
berkesinambungan. Sumber daya geologi Gunung Merapi dapat dibagi
menjadi tiga kelompok utama, yakni (1) sumber daya mineral dan batuan, (2)
sumber daya lingkungan dan (3) sumber daya energi. Sumber daya
lingkungan meliputi keruangan atau pemanfaatan lahan dan sumber daya air,
baik air permukaan maupun air bawah permukaan. Sejauh ini sumber daya
geologi yang sudah dimanfaatkan oleh masyarakat berupa air, endapan pasir
dan batu-batuan serta lingkungan yang ada. Sementara itu sumber daya
mineral lainnya seperti belerang, mineral logam, serta sumber daya energi
gunungapi masih memerlukan penelitian berjangka panjang, sebelum dapat
18
dimanfaatkan untuk mendukung peningkatan kesejahteraan hidup masyarakat
di sekitarnya.24
Kawasan Merapi merupakan daerah aktivitas masyarakat kawasan
lereng Merapi. Dari mencari rumput, ranting, dan lain sebagainya tanpa
merusak kawasan tersebut. Begitu juga dengan beberapa kelompok pencinta
alam yang sering melakukan pendidikan dan petualangan untuk menikmati
dan melestarikan alam. Terkecuali daerah-daerah yang memang susah
dijangkau oleh manusia. Apakah ini bisa dilakukan dengan sistem zonasi
yang tidak tetap.Aturan dan dasar apa yang dipakai untuk memunculkan
sebuah sistem zonasi yang tidak tetap jika peta usulan taman nasional
Gunung Merapi saja sudah memasukkan beberapa desa dan tanah milik
masyarakat yang sudah bersertifikat. Bukan memasukkan kawasan yang
dulunya berstatus cagar alam ke dalam zona ini. Sebenarnya taman nasional
untuk menyelamatkan atau pengusuran.Bagaimana proses ini dijalankan jika
dalam mencermati kawasan Gunung Merapi saja tidak tepat tentang kondisi
riil yang ada. Apalagi nanti dalam pengelolaannya. Apakah pemerintah lebih
percaya dengan peta yang dibuat oleh orang asing daripada masyarakat
sendiri. Ini menjadi sebuah pertanyaan besar dalam mekanisme proses
munculnya sebuah SK yang memang tidak mencakup seluruh prasyarat
24 Blog pribadi. Sutikno Bronto. KAWASAN KONSERVASI MERAPI, Oktober 17, 2008. Diakses Tanggal 20 Maret 2009
19
dalam mengubah status fungsi kawasan hutan Gunung Merapi menjadi taman
nasional.25
Pada mulanya penetapan Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM)
sebenarnya kurang transparan, hal tersebut dibuktkan dengan keluarnya SK
Menteri Kehutanan Nomor 134/Menhut-II/ 2004 yang banyak mengagetkan
banyak pihak, karena SK tersebut terkesan dibuat sembunyi-sembunyi.
Tetapi, tidak bagi Gubernur DI Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X
yang menyetujui penetapan TNGM itu. Inisiatif TNGM, kabarnya, bahkan
datang dari Gubernur DIY dan Gubernur Jateng Mardiyanto, sebatas
rekomendasi persetujuan. Pemerintah Kabupaten Sleman, yang sebagian
wilayahnya digunakan untuk TNGM, juga diabaikan aspirasinya. Bupati
Sleman Ibnu Subiyanto mengaku sangat terkejut dengan munculnya SK itu,
dan belum mendapat tembusannya. 26 Sebenarnya ketenangan hidup
masyarakat lereng Merapi menjadi terusik dan sangat terkejut dengan
dikeluarkannya SK tersebut karena masyarakat tidak pernah dilibatkan secara
langsung dalam proses pembuatan SK tersebut. Padahal jika berbicara
tentang gunung Merapi maka masyarakat lereng Merapi lebih mengetahui
dan memahami bagaimana harus mengelola Merapi dengan baik.27
25 www.sinarharapan.com, Oleh: Sofyan. Taman Nasional Gunung Merapi Mimpi Sebuah Konservasi, Senin 16 Maret 2009. Diakses tanggal 20 Maret 200926 www.kompas.com. Taman Nasional Gunung Merapi, Haruskah?, Senin, 07 Juni 2004. Diakses tanggal 20 Maret 2009.27 www.walhi.com. Gugatan Hukum Walhi dan Masyarakat Merapi Belum Berakhir, Saturday, 10 February 2007. Diakses tanggal 20 Maret 2009
20
Jika kita telaah lebih lanjut sebenarnya ada beberapa poin terkait
dengan peran serta masyarakat, yakni :28
g. Peran serta masyarakat dalam suatu kebijaksanaan
h. Peran serta masyarakat sebagai stategi
i. Peran serta masyarakat sebagai alat komunikasi
j. Peran serta masyarakat sebagai alat penyelesaian sengketa
k. Peran serta masyarakat sebagai terapi
Sedangkan kenyataannya, di dalam proses penetapanya dirasa kurang
adanya konsultasi dengan rakyat yang notabene penghuni dari kawasan yang
akan dijadikan Taman Nasional Gunung Merapi. Masyarakat yang berada di
kawasan yang saat ini ditetapkan sebagai Taman Nasional Gunung Merapi
telah menyatakan penolakan terhadap penetapan status taman nasional,
termasuk juga berbagai kelompok masyarakat yang ada di Yogyakarta dan
sekitarnya yang juga telah mengeluarkan surat penolakan penetapan kawasan
Merapi sebagai kawasan taman nasional. Hal ini ditunjukkan dengan
banyaknya pernyataan sikap dan surat penolakan yang telah dialamatkan
kepada Pemerintah, terutama kepada Departemen Kehutanan.29 Kegagalan
28 Budi Riyanto, 2005, Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan Dalam Perlindungan Kawasan Pelestarian Alam, Penerbit : Lembaga Pengkajian Hukum Kehutanan dan Lingkungan, hlm. 36 29 www.walhi.com. Penetapan Taman Nasional Gunung Merapi-Gunung Merbabu Dilakukan Tanpa Konsultasi Pada Rakyat. Jakarta, 17 Juni 2004. Diakses tanggal 20 Maret 2009.
21
pemerintah atas Taman Nasional lainnya tidak dijadikan suatu pelajaran bagi
pemerintah untuk membuat Taman Nasional yang baru.
Proses dari proyek Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM)
memasuki babak baru setelah keluar peta zonasi yang dibuat sepihak oleh
Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Yogyakarta, karena dalam
peta tersebut terjadi pemangkasan total atas hak-hak masyarakat untuk
mengakses dan memanfaatkan hutan dan hasil hutan Merapi, ketidakadilan
alokasi zonasi yang 80 persen adalah untuk zona tertutup, yaitu zona inti dan
rimba, serta masuknya permukiman penduduk di Kinahredjo Sleman dalam
kawasan TNGM. 30 Dengan adanya hal tersebut bagaimana hak masyarakat
yang tinggal di kawasan Merapi.
Sebenarnya pemaparan diatas itu apakah sesuai dengan bunyi dari
pasal 5 undang-undang No 23 Tahun 1997, yakni :
Pasal 5
(1) Setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
(2) Setiap orang mempunyai hak atas informasi lingkungan hidup yang berkaitan dengan peran dalam pengelolaan lingkungan hidup.
(3) Setiap orang mempunyai hak untuk berperan dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
30 www.walhi.com. Siaran Pers: Jumat, 19 Agustus 2005. Hak Mengelola Merapi adalah Hak Asasi Rakyat!, Oleh Wana Mandhira, WALHI Yogya, Forum Masyarakat Lokal Merapi, Eksekutif Nasional WALHI, Kelompok Kerja Konservasi untuk Rakyat, Komite Advokasi Asia Tenggara, Jaringan Internasional Hutan dan Masyarakat, dkk. Diakses tanggal 20 Maret 2009.
22
Kita tahu bahwa pemanfaatan hutan itu sendiri bertujuan untuk untuk
memperoleh manfaat yang optimal bagi kesejahteraan seluruh masyarakat
secara berkeadilan dengan tetap menjaga kelestariannya.31
Adanya pencurian kayu di Hutan Pinus dan Penanaman cabe di Blok
Koci Resort Srumbung, Penambangan Galian C (pasir) di alur S. Blongkeng
dan S. Putih Petak, 5 tonggak Pohon Pinus dan 2 batang pinus di Blok
Balerante Resort kemalan, Kegiatan Perumputan di dalam Kawasan,
perusakan pohon di wilayah Resort Musuk yang sengaja dilakukan agar
pohon mati dan dapat ditebang.32 Dengan adanya pemaparan kasus diatas
bahwa sangat jelas tergambar bahwa masyarakat sangat menggantungkan
hidupnya terhadap hasil alam yang di peroleh di sekitar Kawasn Merapi.
Ketika Kawasan Merapi berubah fungsi menjadi Taman Nasional otomatis
masyarakat tidak dapat secara leluasa memanfaatkannya yang kemudian
berujung dengan “pencurian” sumberdaya alam di kawasan mereka sendiri.
Bisa juga pengrusakan-pengrusakan tersebut merupakan upaya protes bagi
masyarakat setempat yang merasa tersingkirkan.
Seperti kita ketahui bahwa Di dalam pasal 67 Undang-undang
Kehutanan menjelaskan peranan masyarakat atas kekeyaan alamnya: 33
31 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Pasal 23. 32 Laporan Tahunan Tahun 2008 Balai Taman Nasional Gunung Merapi hlm.2233 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Pasal 67
23
Pasal 67
(1) Masyarakat hukum adat sepanjang menurut kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya berhak:
a. melakukan pemungutan hasil hutan untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat adat yang bersangkutan; b. melakukan kegiatan pengelolaan hutan berdasarkan hukum adat yang berlaku dan tidak bertentangan dengan undang-undang; dan c. mendapatkan pemberdayaan dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya.
(2) Pengukuhan keberadaan dan hapusnya masyarakat hukum adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
(3) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Hal tersebut dikuatkan dalam Pasal 68 Undang-undang kehutanan
yang menjelaskan ;
Pasal 68(1) Masyarakat berhak menikmati kualitas lingkungan hidup yang dihasilkan hutan.(2) Selain hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), masyarakat dapat: a.memanfaatkan hutan dan hasil hutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;b.mengetahui rencana peruntukan hutan, pemanfaatan hasil hutan, dan informasi kehutanan; c.memberi informasi, saran, serta pertimbangan dalam pembangunan kehutanan; dan d.melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pembangunan kehutanan baik langsung maupun tidak langsung. (3) Masyarakat di dalam dan di sekitar hutan berhak memperoleh kompensasi karena hilangnya akses dengan hutan sekitarnya sebagai lapangan kerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya akibat penetapan kawasan hutan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
24
Namun, hal ini tidak ditemukan dalam proses TNGM maupun peta
zonasi yang dibuat sepihak oleh BKSDA Yogyakarta dan Departemen
Kehutanan.34
Dalam peta zona tersebut, sangat jelas adanya pola yang sengaja
untuk menyingkirkan dan menggusur penghidupan masyarakat lokal atau
bisa dikatakan sebagai merebut hak rakyat dalam mengakses hutan Gunung
Merapi. Sudah puluhan tahun masyarakat mengakses hutan untuk merumput,
memanfaatkan tanaman obat, dan merencek sampai masuk beberapa
kilometer dari batas luar hutan. Namun, dalam peta zonasi, masyarakat telah
dibatasi hanya diberikan kawasan merumput atau mengakses hutan sampai
pada jarak 100 meter dari batas luar TNGM.35
Padahal, di dalam Undang-undang Kehutanan Pasal 68 ayat 3,
masyarakat di dalam dan di sekitar hutan berhak memperoleh kompensasi
atau ganti rugi karena hilangnya akses dengan hutan sekitarnya sebagaimana
lapangan kerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya akibat penetapan
kawasan hutan. Tetapi pada kenyataannya apa bentuk kompensasi yan
diterima oleh masyarakat.
Hal lainnya adalah pola pelestarian yang sangat ketat dan kaku, yaitu
hanya berorientasi pada perlindungan alam dengan sedikit mengesampingkan
34 www.walhi.com. Siaran Pers: Jumat, 19 Agustus 2005. Hak Mengelola Merapi adalah Hak Asasi Rakyat!, Oleh Wana Mandhira, WALHI Yogya, Forum Masyarakat Lokal Merapi, Eksekutif Nasional WALHI, Kelompok Kerja Konservasi untuk Rakyat, Komite Advokasi Asia Tenggara, Jaringan Internasional Hutan dan Masyarakat, dkk. Diakses tanggal 20 Maret 2009.35 ibid
25
hak penghidupan masyarakat sekitar. Perlindungan alam secara ketat dan
kaku dapat diamati pada jatah luas kawasan untuk zona inti dan zona rimba
yang meliputi hampir dari 80 persen dari luas kawasan TNGM.36
Memang dengan adanya Taman Nasional Gunung Merapi sangat
berdampak positif dalam hal meminimalisir kerusakan lingkungan, tetapi
bagaimana dengan nasib masyarakat yang sudah menggantungkan hidupnya
terhadap Kawasan Merapi.
Secara jelas, dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya pada Pasal 33 dan
Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan pada Pasal 24
disebutkan bahwa di zona inti dan zona rimba taman nasional, masyarakat
tidak diperbolehkan untuk mengakses dan memanfaatkan apapun yang ada di
kawasan tersebut. Sanksi bagi pelanggar adalah pidana penjara paling lama
10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta
rupiah).37 Bahkan, untuk kepentingan penghidupan keseharian pun sangat
dilarang. Hal inilah yang menimbulkan konflik di hampir semua taman
nasional di Indonesia.
Sistem zonasi yang telah diatur dalam Undang-undang Nomor 41
Tahun 1999 Pasal 24 telah jelas disebutkan dari bahwa jika kawasan tersebut
merupakan Zona inti maka mutlak tidak diperbolehkan adannya perubahan
36 ibid37 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Pasal 40.
26
apapun oleh aktifitas manusia. Padahal Merapi dari dasar kawasan – kawasan
tertinggi merupakan daerah aktifitas masyarakat kawasan lereng Merapi dari
mencari rumput, ranting dan lain sebagainya tanpa merusak kawasan
tersebut. Begitu juga dengan beberapa kelompok pecinta alam yang sering
melakukan pendidikan dan petualang dengan melakukan sebuah pendidikan
untuk menikmati dan melestarikan alam. Terkecuali daerah-daerah yang
memang susah dijangkau oleh manusia. Jika kita amati lebih lanjut tentang
Taman Nasional Gunung Merapi, sebenarnnya taman nasional untuk
menyelamatkan atau penggusuran.38
Hal lain yang dirasakan masyarakat atas penetapan Taman Nasional
Gunung Merapi itu terkait dengan masalah kepemilikan lahan yang turun-
temurun. Seperti yang dikatakan oleh masyarakat setempat bahwa, "Masing-
masing kepala keluarga di desa kami mendapat jatah hutan seluas 2.000
meter persegi untuk dikelola. Kami boleh menanami rumput dan mengambil
rumput, tetapi tidak boleh merusak pohon. Jika ada pohon yang rusak di
lahan itu, kamilah yang bertanggung jawab,"39
Sebenarnya tindakan masyarakat yang sudah secara sadar menjaga
kelestarian alam itu telah mereka lakukan sejak sebelum undang-undang No.
38 www.walhi.com. Taman Nasional Gunung Merapi: Mimpi Sebuah Konservasi. Diakses tanggal
20 Maret 2009.
39 www.kompas.com. Taman Nasional Gunung Merapi, Haruskah?, Senin, 07 Juni 2004. Diakses tanggal 20 Maret 2009.
27
5 Tahun 1990 ini ada. Jika sewaktu-waktu mereka melakukan pengrusakan
alam, ada pasal yang siap menjerat mereka, hal tersebut terangkum jelas
dalam pasal 69 undang-undang 41 Tahun 1999:
Pasal 69
(1) Masyarakat berkewajiban untuk ikut serta memelihara dan menjaga kawasan hutan dari gangguan dan perusakan.
(2) Dalam melaksanakan rehabilitasi hutan, masyarakat dapat meminta pendampingan, pelayanan, dan dukungan kepada lembaga swadaya masyarakat, pihak lain, atau Pemerintah.
Di dalam Pasal 70 Undang-undang No. 5 Tahun 1990 bahwa :
Pasal 70
(1) Masyarakat turut berperan serta dalam pembangunan di bidang kehutanan.
(2) Pemerintah wajib mendorong peran serta masyarakat melalui berbagai kegiatan di bidang kehutanan yang berdaya guna dan berhasil guna.
(3) Dalam rangka meningkatkan peran serta masyarakat Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat dibantu oleh forum pemerhati kehutanan.
(4) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Dengan adanya penetapan Taman Nasional Gunung merapi ini
membuat sejumlah aparat desa dan wakil masyarakat lereng Merapi yang
28
tinggal di Kabupaten Klaten, Sleman, Boyolali, dan Magelang
mengemukakan kekecewaan terhadap pemerintah terkait penetapan TNGM.
Mereka meminta agar pemerintah mencabut ketetapan itu.
Mereka mengatakan bahwa, "Selama ini kamilah yang menjaga
Merapi dari kerusakan, tetapi begitu saja kami akan diusir dari Merapi.
Dalam kebakaran Merapi tahun 2002, kami juga secara sukarela berjuang
memadamkan api, dan juga menolak jika kerusakan Merapi disebabkan oleh
masyarakat lokal. Warga memiliki tradisi untuk memelihara lingkungan
Merapi dan telah memiliki ikatan batin dengan Merapi. 40 Ditambahkan lagi
bahwa, Merapi telah menjadi sandaran hidup bagi masyarakat. Ketika musim
kemarau, penduduk di sekitar Merapi mencari rumput sampai radius 500
meter dari puncak. Jika mereka tidak boleh lagi masuk ke Merapi, itu sama
saja membunuh mereka.
Di dalam Pasal 37 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 bahwa :
Pasal 37
(1)Peran serta rakyat dalam konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya diarahkan dan digerakkan oleh Pemerintah melalui berbagai kegiatan yang berdaya guna dan berhasil guna. (2)Dalam mengembangkan peranserta rakyat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pemerintah menumbuhkan dan meningkatkan sadar konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya di kalangan rakyat melalui pendidikan dan penyuluhan. (3)Ketentuan lebih lanjut
40 www.kompas.com. Taman Nasional Gunung Merapi, Haruskah?, Senin 07 Juni 2004. Diakses tanggal 20 Maret 2009.
29
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Sebenarnya dalam undang-undang tersebut memberikan batas
toleransi dalam pelibatan masyarakat dalam konservasi sumber daya alam,
tetapi hal tersebut tidak diimbangi dengan adanya penerapan dalam faktanya.
Hak mengelola Merapi, baik untuk melestarikan, memanfaatkan, dan
mengembangkan alam Merapi sehingga bermanfaat bagi masyarakat adalah
hak asasi rakyat, sebagai bagian hak rakyat untuk mengakses hasil-hasil
pembangunan (right based development).
Dalam Undang-undang tentang Hak Asasi Manusia Nomor 39 Tahun
1999 Pasal 9 ayat 3 disebutkan bahwa ”setiap orang berhak atas lingkungan
hidup yang baik dan sehat.” Kemudian dalam Pasal 8 disebutkan bahwa,
”perlindungan,41 pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia
terutama menjadi tanggung jawab pemerintah.” Namun, hak asasi rakyat
Merapi dinafikan begitu saja oleh Departemen Kehutanan atas nama proyek
Taman Nasional Gunung Merapi.42
Salah satu manfaat Taman Nasional Gunung Merapi ini adalah salah
satunya adalah dalam hal pemanfaatan pariwisata. Hal yang terkait dengan
wisata alam, yakni pemanfaatan kawasan tersebut yang notabene merupakan
41 Pasal 8 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 . Yang dimaksud dengan "perlindungan" adalah termasuk pembelaan hak asasi manusia42 www.walhi.com. Siaran Pers: Jumat, 19 Agustus 2005. Hak Mengelola Merapi adalah Hak Asasi Rakyat!, Oleh Wana Mandhira, WALHI Yogya, Forum Masyarakat Lokal Merapi, Eksekutif Nasional WALHI, Kelompok Kerja Konservasi untuk Rakyat, Komite Advokasi Asia Tenggara, Jaringan Internasional Hutan dan Masyarakat, dkk, Diakses tanggal 20 Maret 2009.
30
hutan menjadi wisata alam. Di dalam Peraturan Pemerintah No 18 Tahun
1994 Tentang Pengusahaan Pariwisata Alam Di Zona Pemanfaatan Taman
Nasional, Taman Hutan Raya, Dan Taman Wisata Alam, dalam Pasal 10e
dijelaskan bahwa Pengusaha pariwisata alam berkewajiban mengikut
sertakan masyarakat disekitar kawasan pelestarian alam dalam kegiatan
usahanya.
Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 1998 Tentang : Kawasan Suaka
Alam Dan Kawasan Pelestarian Alam. Dalam hal menimbang dijelaskan
bahwa :
Kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam merupakan kekayaan alam yang sangat tinggi nilainya, karena itu perlu dijaga keutuhan dan kelestarin fungsinya untuk dapat dimanfaatkan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat;
Tetapi peraturan itu nampaknya tidak dapat dimaknai dengan
sempurna tanpa ada realisasi nyata terhdapa masyarakat sekitar kawasan
merapi.
Ada yang mengemukakan, secara hukum, keluarnya SK TNGM
sudah prosedural. Secara substansial, TNGM dinilai merupakan pilihan
terbaik untuk mengonservasi Merapi karena bentuk yang lain tidak ada dalam
UU. "TNGM bukan untuk menjadikan Merapi hutan tutupan. Justru dengan
31
adanya TNGM kami akan memberdayakan dan meningkatkan ekonomi
masyarakat."43
Sementara itu, Kepala Bidang Pemangku Hutan Dinas Kehutanan
DIY Ir Purwadi Msc mengatakan, dengan ditetapkannya kawasan Gunung
Merapi menjadi TNGM, mestinya masyarakat di sekitar gunung itu justru
akan diuntungkan. Sebenarnya, dulu mereka yang beraktifitas di kawasan
hutan di kaki Gunung Merapi dilarang, nantinya dengan status TNGM justru
aktifitas mereka dilegalkan dan mendapatkan jaminan hukum, meskipun
harus dilakukan penataan.44
43 www.forestwatch.com. Pakar UGM Tuntut SK tentang TNGM Dicabut. Diakses tanggal 20 Maret 2009.44 www.kapanlagi.com. Taman Nasional Gunung Merapi akan Dikelola Kolaboratif Masyarakat, 21 Juni 2005. Diakses tanggal 20 Maret 2009.
32
BAB III
KESIMPULAN
Dengan ditetapkannya kawasan Gunung Merapi menjadi Taman Nasional
berarti ada perhatian dari pemerintah daerah untuk menjaga kelestarian alam yang
yang diharapkan dapat bermanfaat bagi kehidupan mayarakat sekitar. Berdasarkan
SK Menteri Kehutanan Nomor 134/Menhut-II/ 2004 itu menyentak banyak pihak
dan mengundang penolakan yang keras karena SK itu terkesan dibuat secara
"sembunyi-sembunyi" dan menunjukkan arogansi pemerintah pusat. Banyak pihak
yang menolak ditetapkannya Merapi menjadi Taman Nasional Gunung Merapi
Dengan adanya penetapan tentang status gunung merapi ini memberikan
dampak, yakni bagi lingkungan dan masyarakat sekitar. Dampak posititf banyak kota
jumpai dalam hal lingkungnna yakni dapat meminimalisir kerusakan lingkungab,
sedangkan bagi masyarakat, terkadang dampak negatif lebih terasa dibanding
dampak positifnya.
33
Itu terbukti dengan adanya Taman Nasional yang membatasi daerah yang
diperbolehkan untuk pemanfaatan hutan bagi masyarakat, yang ternyata membuat
masyarakat tidak seleluasa dulu. Tetapi hal tersebut malahan memberikan dampak
positif bagi aspek lingkungan yang dapat meminimalisir tingkat pengrusakan hutan.
34