Transcript
Page 1: Dampak Pembangunan Perumahan terhadap Perekonomian Indonesia

PERANAN SEKTOR PERUMAHAN TERHADAP

PEREKONOMIAN INDONESIA

Disiapkan oleh

Djoni Hartono

Program Pascasarjana Ilmu Ekonomi

Universitas Indonesia

sebagai bahan masukan

tinjauan terhadap kebijakan

pembangunan perumahan dan kawasan permukiman

hasil kerjasama dengan

Biro Perencanaan dan Anggaran

Kementerian Perumahan Rakyat

Tahun 2011

Page 2: Dampak Pembangunan Perumahan terhadap Perekonomian Indonesia

1

Ringkasan Eksekutif

PERANAN SEKTOR PERUMAHAN

TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

Pemerintah Indonesia telah mencanangkan pengembangan sektor perumahan sebagai

salah satu prioritas pembangunan nasional yang tercantum dalam RPJM 2010-2014 dan

tertuang dalam substansi inti sendiri. Setidaknya terdapat tiga argumen yang mendukung

kebijakan pemerintah tersebut. Pertama, rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar

manusia yang menjadi hak bagi tiap warga negara sebagaimana yang diamanatkan dalam

Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pasal 28H. Argumen kedua terkait dengan asas

pemerataan bagi seluruh warga negara. Masyarakat berpendapatan rendah biasanya memiliki

akses yang terbatas terhadap rumah. Rumah merupakan salah satu pengeluaran terbesar

dalam anggaran rumah tangga. Ketika pemerintah mampu menyediakan perumahan murah

(dalam hal ini yang terjangkau oleh rumah tangga miskin), rumah tangga miskin akan mampu

mengalokasikan keuangannya ke kebutuhan dasar lainnya, seperti kesehatan atau pendidikan.

Dengan kondisi kesehatan yang lebih baik dan pendidikan yang lebih tinggi tentu akan

membuka peluang bagi masyarakat miskin untuk mendapatkan kesejahteraan yang lebih baik

dan keluar dari kemiskinan. Ketiga, pengembangan sektor perumahan akan memberikan

dampak langsung dan tidak langsung terhadap perekonomian melalui efek pengganda.

Argumen yang terakhir inilah yang menjadi fokus penelitian dengan tujuan utama untuk

menghitung dampak investasi sektor perumahan terhadap perekonomian Indonesia.

Penelitian ini menganalisis dampak investasi sektor perumahan dengan menggunakan

metode Social Accounting Matrix (SAM). Tahap pertama dalam penelitian ini adalah

melakukan modifikasi dari Tabel SNSE yang diterbitkan BPS guna memunculkan sektor

perumahan secara lebih detail yang direpresentasikan dengan sektor bangunan tempat tinggal

dan sektor sarana dan prasarana perumahan. Tahap selanjutnya adalah menghitung matriks

pengganda neraca SAM yang selanjutnya digunakan untuk menghitung dampak dari opsi

kebijakan yang mungkin diambil pemerintah terkait dengan investasi pada sektor perumahan.

Terdapat tiga opsi kebijakan yang dapat dilakukan pemerintah dan dianalisa pada penelitian

ini, yakni (i) mengalokasikan dana sebesar 5 trilyun rupiah pada sektor bangunan tempat

tinggal; (ii) mengalokasikan dana sebesar 5 trilyun rupiah pada sektor sarana dan prasarana

perumahan; dan (iii) mengalokasikan dana pada sektor bangunan tempat tinggal dan sektor

sarana dan prasarana perumahan masing-masing sebesar 2,5 trilyun rupiah.

Secara umum hasil simulasi menunjukkan bahwa secara umum opsi kebijakan

investasi pada sektor bangunan tempat tinggal lebih unggul dibandingkan dengan opsi

Page 3: Dampak Pembangunan Perumahan terhadap Perekonomian Indonesia

2

kebijakan lainnya. Hal tersebut dapat dilihat dengan dampak positif yang relatif lebih besar

baik pada output sektoral, pendapatan faktor produksi, pendapatan rumah tangga dan

penyerapan tenaga kerja. Selain itu, jika dilihat dampaknya terhadap PDB Indonesia maka

diperkirakan kebijakan investasi pada sektor bangunan tempat tinggal sebesar 5 trilyun rupiah

mampu mendorong perekonomian untuk tumbuh 0,30 persen lebih tinggi dibandingkan

dengan tanpa adanya kebijakan investasi. Ekspektasi peningkatan PDB tersebut lebih besar

jika dibandingkan dengan opsi kebijakan kedua dan ketiga yang masing-masing memiliki

dampak sebesar 0,27 persen dan 0,28 persen.

Jika dilihat dampak investasi sektor perumahan terhadap output sektoral maka dapat

disimpulkan bahwa dampak dari ketiga opsi kebijakan memiliki pola dan struktur yang

hampir mirip. Kebijakan investasi pada sektor perumahan memiliki dampak positif yang

relatif cukup merata pada output sektor lain, yakni sekitar 0,1 – 0,3 persen. Hasil simulasi

menunjukkan bahwa jika berdasarkan persentase perubahan output, dampak positif terbesar

dari investasi sektor perumahan pada ketiga skenario akan dirasakan oleh sektor

pertambangan dan penggalian lainnya dan sektor kehutanan sebesar masing-masing antara

0,39 persen sampai dengan 1.02 persen. Namun perlu dicatat bahwa dampak yang besar

tersebut lebih dikarenakan nilai dasar kedua sektor yang relatif sangat kecil dibandingkan

sektor lainnya dan struktur output kedua sektor tersebut. Salah satu pengguna utama output

sektor pertambangan dan penggalian lainnya dan sektor kehutanan adalah sektor perumahan.

Selanjutnya jika dilihat dari nilai nominal perubahan output, dua sektor yang menerima

dampak positif paling besar adalah sektor industri kimia (didalamnya termasuk semen) dan

sektor industri kertas dan barang dari logam. Hal tersebut sejalan dengan struktur input dari

kedua sub-sektor perumahan, dimana memiliki keterkaitan yang erat dengan sektor industri

kimia dan sektor industri kertas dan barang dari logam. Hal lain yang cukup menarik adalah

adalah rendahnya keterkaitan antara sub sektor konstruksi. Dalam hal ini adalah keterkaitan

yang lemah antara sektor bangunan tempat tinggal, sektor sarana dan prasarana perumahan

dan sektor konstruksi lainnya. Hal tersebut ditunjukkan oleh dampak positif terkecil yang

diterima oleh sektor sarana dan prasarana rumah dan sektor bangunan lainnya ketika opsi

kebijakan yang dipilih adalah investasi pada sektor bangunan tempat tinggal dan sebaliknya

dampak positif terkecil akan diterima oleh sektor bangunan tempat tinggal dan sektor

bangunan lainnya ketika opsi kebijakan yang dipilih adalah peningkatan investasi pada sektor

sarana dan prasarana rumah.

Investasi pada sektor perumahan diestimasikan juga memiliki dampak positif yang

cukup signifikan pada pendapatan faktor produksi. Hasil simulasi menunjukkan bahwa

seluruh tipe tenaga kerja akan menerima peningkatan pendapatan paling sedikit 0,19 persen.

Dampak positif terbesar akan dirasakan oleh faktor produksi tenaga kerja manual/operator

sesuai dengan karakter sektor perumahan yang lebih banyak melibatkan tenaga kerja

lapangan. Tenaga kerja manual/operator baik itu di desa maupun di kota, formal ataupun

informal diperkirakan akan mendapatkan kenaikan pendapatan antara 0,30 persen hingga

0,45 persen. Peningkatan pendapatan faktor produksi tersebut tentu saja berimplikasi pada

peningkatan pendapatan rumah tangga dengan besaran yang hampir mirip berkisar antara

0,21 persen sampai dengan 0,29 persen. Secara lebih detail, kebijakan investasi sektor

perumahan tersebut diestimasikan juga mampu meningkatkan pendapatan kelompok rumah

tangga miskin hingga 0,27 persen untuk opsi pertama, dan masing-masing sebesar 0,24

persen dan 0,25 persen untuk opsi kedua dan ketiga.

Page 4: Dampak Pembangunan Perumahan terhadap Perekonomian Indonesia

3

Kebijakan investasi pada sektor perumahan diestimasikan juga akan menciptakan

lapangan pekerjaan lebih dari 120 ribu orang untuk opsi kebijakan manapun. Penciptaan

lapangan pekerjaan terbesar akan dihasilkan oleh kebijakan investasi pada sektor bangunan

tempat tinggal yakni sebesar 142.371 orang. Penciptaan lapangan pekerjaan terbesar kedua

dihasilkan oleh skenario ketiga yakni sebesar 134.806 orang. Sementara itu, jika pemerintah

memilih untuk mengalokasikan dana sebesar 5 trilyun rupiah seluruhnya pada sektor sarana

dan prasarana rumah maka akan menciptakan lapangan pekerjaan yang relatif lebih kecil

dibandingkan dengan skenario lainnya, yakni sebesar 127.240 orang. Secara lebih detail,

hasil simulasi menunjukkan bahwa investasi sektor perumahan mampu mendorong

penyerapan tenaga kerja di sektor lain jauh lebih besar dibandingkan dengan sektor itu

sendiri. Selain itu, berdasarkan hasil simulasi juga dapat ditunjukkan bahwa kemampuan

investasi sektor perumahan untuk menciptakan lapangan kerja di sektor itu sendiri tidak jauh

berbeda antara satu opsi kebijakan dengan lainnya.

Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan pemerintah yang dapat diturunkan dari

hasil penelitian ini. Pertama, kebijakan investasi pada sektor bangunan tempat tinggal

merupakan pilihan kebijakan yang paling baik dilakukan oleh pemerintah. Selain

memberikan dampak positif yang relatif lebih besar terhadap perekonomian Indonesia,

ketersediaan akan bangunan tempat tinggal juga berpotensi akan memberikan pengaruh

positif bagi psikologis dan kesehatan rumah tangga. Hal tersebut tentu saja akan berpengaruh

terhadap produktifitas, namun hal ini tidak termasuk dalam cakupan studi. Kedua, jika

pemerintah ingin mendorong sektor perumahan secara keseluruhan maka pemerintah harus

mempertimbangkan kebijakan kombinasi investasi pada sub-sub sektor perumahan. Hal

tersebut dikarenakan investasi pada sektor bangunan tempat tinggal ternyata tidak serta merta

akan mendorong peningkatan sektor sarana dan prasarana perumahan dan sebaliknya

dikarenakan keterkaitan antar sektor yang lemah.

Ketiga, pemerintah perlu memperhatikan sektor-sektor yang mensuplai input sektor

perumahan. Jika sektor yang memproduksi input utama sektor perumahan tidak mampu

mengimbangi pertumbuhan sektor perumahan dan sektor lainnya, maka ekspektasi

peningkatan output yang disajikan oleh analisis IO akan sulit tercapai. Hasil studi ini

menunjukkan bahwa terjadi peningkatan output yang cukup signifikan pada sektor-sektor

yang berperan sebagai ”feeder” sektor perumahan jika dihitung dengan nilai nominal

perubahan. Selain itu, pemerintah juga perlu mempertimbangkan gencarnya pembangunan

infrastruktur seperti jalan yang juga akan memerlukan input yang mirip dengan yang

dibutuhkan sektor perumahan, seperti kerikil, semen, dan tanah. Secara total maka

pertumbuhan sektor perumahan dan sektor infrastruktur lainnya akan semakin meningkatkan

kebutuhan akan output dari sektor-sektor terkait.

Page 5: Dampak Pembangunan Perumahan terhadap Perekonomian Indonesia

4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dilihat dari berbagai dimensi, pembangunan infrastruktur menjadi semakin penting

perannya dalam pembangunan. Sebagai contoh, percepatan pertumbuhan ekonomi atau

revitalisasi pertanian jelas membutuhkan tambahan kuantitas dan perbaikan kualitas

infrastruktur. Selain itu, pengentasan keluarga miskin dan permasalahan kualitas lingkungan

hidup tidak terlepas dari ketersediaan infrastruktur. Dalam prosesnya, walaupun pengeluaran

dalam bidang infrastruktur telah ditingkatkan, kesenjangan infrastruktur masih terasa, baik di

tingkat nasional maupun antardaerah (Bappenas, 2010). Karena itu, di dalam Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010 – 2014, pembangunan

infrastruktur menjadi salah satu prioritas nasional pembangunan.

Salah satu infrastruktur dasar yang menjadi prioritas nasional pembangunan ke depan

adalah pembangunan sektor perumahan. Di dalam RPJMN 2010 – 2014, pembangunan

perumahan masuk ke dalam prioritas nasional 6 (infrastruktur), pada subtansi inti tersendiri,

yakni perumahan rakyat. Per 2012, pemerintah menargetkan Pembangunan 685.000 Rumah

Sederhana Sehat Bersubsidi, 180 Rusunami dan 650 twin block berikut fasilitas pendukung

kawasan permukiman yang dapat menampung 836.000 keluarga yang kurang mampu

(Bappenas, 2010).

Pertanyaannya adalah kenapa perumahan menjadi penting? Setidaknya ada tiga alasan

kenapa sektor perumahan menjadi isu yang penting dalam pembangunan. Pertama, karena

perumahan merupakan kebutuhan dasar manusia. Rumah adalah tempat manusia berlindung

dari berbagai gangguan. Rumah juga memiliki peran sosial budaya sebagai pusat pendidikan

keluarga, persemaian budaya dan nilai kehidupan (BKP4N, 2002). Tidak hanya itu, di

masyarakat modern, rumah menjadi simbol stabilitas dan kekayaan sebuah keluarga.

Pentingnya peran rumah diakui dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pasal 28H yang

mengamanatkan kebutuhan bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik

dan sehat sebagai hak dasar yang harus dipenuhi.

Tidak hanya sebagai kebutuhan dasar, alasan kedua pentingnya sektor perumahan

terkait dengan perannya dalam perekonomian. Ketika individu membeli rumah, efek

pengganda (multiplier effect) terjadi tidak hanya melalui sejumlah uang yang dibelanjakan,

Page 6: Dampak Pembangunan Perumahan terhadap Perekonomian Indonesia

5

yang kemudian akan berputar kembali di perekonomian. Rumah yang telah dimiliki adalah

tambahan kekayaan bagi individu dan dapat memberikan rasa aman kepada pemilik rumah.

Akibatnya, di masa mendatang pemilik rumah dapat melakukan konsumsi dan investasi lebih

besar kepada perekonomian. Di Eropa, dampak efek pengganda ini dihitung dengan

menghitung korelasi antara harga rumah dan pengeluaran yang terjadi di perekonomian,

yakni sebesar 0,5. Peningkatan pada nilai rumah di Eropa akan meningkatkan konsumsi

masyarakat sebesar setengah dari nilai kenaikan rumah (Nacca, 2005).

Kontribusi sektor perumahan terhadap perekonomian juga dapat dilihat dari dampak

yang diberikan kepada sektor-sektor lain. Sektor yang diuntungkan di antaranya adalah sektor

konstruksi. Berkembangnya sektor perumahan menuntut dibangunnya akses jalan ataupun

sarana/prasarana lain yang mendukung. Berkembangnya sektor perumahan juga

mengakibatkan peningkatan pada kawasan perdagangan dan jasa. Kebutuhan masyarakat

akan sandang, pangan, kebutuhan sekunder serta kebutuhan tersier membuat hal tersebut

harus dipenuhi sehingga makin banyak penyedia jasa serta pedagang yang menyediakan

kebutuhan tersebut.

Selain itu, perkembangan sektor perumahan akan meningkatkan pendapatan bagi

pihak-pihak yang terlibat, seperti agen perumahan, notaris, atau sektor perbankan (melalui

peningkatan kredit perumahan). Dampaknya adalah terciptanya lapangan kerja, baik yang

langsung terkait dengan proses pembangunan rumah atau yang terkait dengan peningkatan

aktivitas pada sektor-sektor lain tersebut.

Di Indonesia, berdasarkan BKP4N (2002), peranan investasi di sektor perumahan

berkisar antara 2 – 8 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Efek investasi di sektor

perumahan terhadap lapangan kerja di Indonesia diperkirakan sebesar 105 orang per tahun

setiap 1 miliar Rupiah yang diinvestasikan, dengan multiplier pekerjaan tidak langsungnya

diperkirakan sebesar 3,5 kali. Sedangkan efek investasi perumahan terhadap pendapatan

nasional sekitar 1,7 kali, yaitu untuk setiap miliar Rupiah investasi di bidang perumahan

dapat menghasilkan pendapatan nasional sebesar 1,7 miliar rupiah.

Selain efek langsungnya, perkembangan sektor perumahan dapat memberikan efek

tidak langsung terhadap perekonomian, yakni melalui pengaruhnya terhadap tenaga kerja.

Tenaga kerja yang tidak memiliki rumah atau memiliki rumah tetapi dengan kondisi yang

tidak layak, cenderung akan memiliki masalah kesehatan atau psikologis, seperti sakit atau

stress. Masalah kesehatan bisa muncul dikarenakan misalkan sistem udara yang kurang baik

Page 7: Dampak Pembangunan Perumahan terhadap Perekonomian Indonesia

6

di rumah atau terlalu padatnya perumahan yang ditinggalinya. Padatnya perumahan juga

dapat menimbulkan ketidaknyamanan yang berujung pada rasa stress. Kondisi-kondisi

tersebut akan berdampak pada rendahnya produktivitas tenaga kerja. Sebaliknya, bila

perumahan tersedia dengan kondisi yang layak, tenaga kerja akan menjadi sehat, baik secara

fisik maupun mental, sehingga produktivitasnya akan meningkat.

Selain kedua alasan di atas, disediakannya sektor perumahan yang terjangkau dapat

memberikan akses kepada masyarakat, terutama golongan menengah ke bawah, untuk

memiliki rumah. Alasan ini menjadi penting karena tersedianya akses perumahan yang layak

adalah satu cara paling efektif mengatasi kemiskinan. Rumah biasanya menjadi pengeluaran

terbesar dalam anggaran rumah tangga. Ketika pemerintah mampu menyediakan perumahan

murah (dalam hal ini yang terjangkau oleh rumah tangga miskin), rumah tangga miskin akan

mampu mengalokasikan keuangannya ke kebutuhan dasar lainnya, seperti kesehatan atau

pendidikan. Ketika mereka sehat, secara otomatis dapat meningkatkan tabungan seiring

dengan berkurangnya pengeluaran untuk sakit. Sementara itu, pendidikan yang tinggi,

terutama untuk anak-anak, dapat mendorong tercapainya kehidupan yang lebih baik bagi

rumah tangga miskin tersebut di masa akan datang. Perumahan juga dapat dijadikan barang

modal (capital goods), karena dengan asset rumah ini mereka dapat melakukan kegiatan

ekonomi di dalam mendukung kehidupan dan penghidupannya (BKP4N, 2002).

Di sisi lain, tidak tersedianya perumahan yang layak bagi rumah tangga miskin

biasanya mengakibatkan rumah tangga miskin tinggal di area kumuh, dimana rumah tangga

miskin lain juga berkumpul disana. Terkonsentrasinya kelompok miskin berimplikasi pada

kualitas lingkungan di area kumuh tersebut, yang cenderung tidak mendorong kelompok

miskin untuk dapat keluar dari kemiskinan. Dengan tersedianya perumahan yang layak,

harapannya masalah tersebut dapat dipecahkan, sehingga masalah kemiskinan juga dapat

dikurangi.

Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa sektor perumahan memiliki peran yang

besar dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan, menciptakan lapangan

kerja, dan mengatasi kemiskinan. Ketiga peran tersebut sesuai dengan fokus pembangunan

pemerintah saat ini, yakni pro growth, pro poor, dan pro job.

Page 8: Dampak Pembangunan Perumahan terhadap Perekonomian Indonesia

7

1.2. Tujuan Penelitian

Bertolak dari pentingnya peranan sektor perumahan, terutama terhadap

perekonomian, studi ini bertujuan untuk melihat peran dan kontribusi sektor perumahan

terhadap perekonomian.

1.3. Ruang Lingkup

Sejalan dengan tujuan, ruang lingkup dari studi ini adalah:

1. Pembahasan difokuskan pada dampak investasi sektor perumahan terhadap

perekonomian (output sektoral, tenaga kerja, dan pendapatan rumah tangga).

2. Sektor perumahan yang dimaksud hanya terdiri dari bangunan tempat tinggal,

prasarana permukiman dan utilitas.

3. Studi ini menggunakan salah satu pendekatan keseimbangan umum statis, yaitu model

sistem neraca sosial ekonomi (SNSE) atau Social Accounting Matrix (SAM).

Page 9: Dampak Pembangunan Perumahan terhadap Perekonomian Indonesia

8

BAB II

METODOLOGI

Studi ini menggunakan SAM untuk menghitung kontribusi yang dihasilkan oleh

sektor perumahan terhadap perekonomian. SAM adalah neraca ekonomi masukan ganda

tradisional berbentuk matriks partisi yang mencatat segala transaksi ekonomi antara agen,

terutama sekali antara sektor-sektor di dalam blok produksi, dalam blok institusi dan dalam

blok faktor produksi, di suatu perekonomian (Pyatt & Round, 1979). Sebagai suatu sistem

pendataan, SAM merupakan sistem yang baik karena (1) merangkum seluruh kegiatan

transaksi ekonomi yang terjadi di suatu perekonomian untuk kurun waktu tertentu, sehingga

dapat memberikan gambaran umum mengenai perekonomian suatu wilayah; dan (2)

memotret struktur sosial-ekonomi di suatu perekonomian, sehingga dapat memberikan

gambaran tentang distribusi pendapatan Dengan menggunakan SAM, studi ini dapat

menunjukkan dengan baik dampak dari suatu kebijakan ekonomi terhadap berbagai indikator

makro. Dengan demikian dapat diketahui dampak dari suatu kebijakan ekonomi terhadap

output sektoral, pendapatan rumah tangga dan penyerapan tenaga kerja. Secara sederhana,

kerangka dasar SAM digambarkan pada Gambar 2.1.

Kerangka dasar pembentukan SAM ini adalah berbentuk matriks partisi yang

berukuran 4 x 4. Baris menunjukkan penerimaan, sedangkan kolom menunjukkan

pengeluaran. Pada Tabel 3.1, submatriks Tij digunakan untuk menunjukkan penerimaan

neraca baris ke-i dari neraca kolom ke-j. Vektor yi menunjukkan total penerimaan neraca

baris ke-i, sebaliknya vektor yj menunjukkan total pengeluaran neraca kolom ke-j. Sesuai

dengan ketentuan pada SAM, vektor yi sama dengan vektor yj, dengan kata lain yj

merupakan vektor transpose dari yi, untuk setiap i = j. Untuk dapat dengan mudah mengerti

transaksi-transaksi ekonomi yang dicatat oleh sebuah SAM.

Neraca-neraca (account) pada Tabel SAM dikelompokkan menjadi dua kelompok,

yakni kelompok neraca-neraca endogen dan kelompok neraca-neraca eksogen. Secara garis

besar kelompok neraca-neraca endogen dibagi dalam tiga blok: blok neraca faktor produksi,

blok neraca institusi dan blok neraca aktivitas (kegiatan) produksi. Untuk menyingkat

penulisan, ketiga blok tersebut selanjutnya akan disebut sebagai blok faktor produksi, blok

institusi dan blok kegiatan produksi.

Page 10: Dampak Pembangunan Perumahan terhadap Perekonomian Indonesia

9

Pengeluaran

Neraca Endogen

Neraca Eksogen Total Faktor Produksi

Institusi Kegiatan Produksi

1 2 3 4 5

Pen

erim

aa

n N

era

ca E

nd

og

en

Faktor

Produksi 1 0 0

T13

Distribusi Nilai Tambah

X1

Pendapatan Eksogen Faktor

Produksi

Y1

Jumlah

Pendapatan Faktor

Produksi

Institusi 2

T21

Pendapatan

Institusi dari Faktor

Produksi

T22

Transfer Antar Institusi

0

X2

Pendapatan Institusi dari

Eksogen

Y2

Jumlah Pendapatan

Institusi

Kegiatan

Produksi 3 0

T32

Permintaan Akhir

Domestik

T33

Transaksi Antar

Kegiatan (I-O)

X3

Ekspor dan

Investasi

Y3

Jumlah Output

Kegiatan Produksi

Neraca eksogen 4

L1

Pengeluaran Eksogen

Faktor Produksi

L2

Tabungan

L3

Impor dan Pajak tak

Langsung

R

Transfer Antar

Eksogen

Jumlah Pendapatan

Eksogen

Jumlah 5

Y’1

Jumlah Pengeluaran

Faktor Produksi

Y’2

Jumlah Pengeluaran

Institusi

Y’3

Jumlah Pengeluaran

Kegiatan Produksi

Jumlah Pengeluaran

Eksogen

Gambar 2.1. Kerangka Sederhana SAM

Gambar 2.2 menunjukkan transaksi ekonomi utama yang tercatat di dalam sebuah

SAM (tanda panah menunjukkan arus uang). Submatriks T13 menunjukkan alokasi nilai

tambah yang dihasilkan oleh berbagai sektor produksi ke faktor-faktor produksi, sebagai

balas jasa dari penggunaan faktor-faktor produksi tersebut. Misalnya upah dan gaji sebagai

balas jasa bagi penggunaan faktor produksi tenaga kerja. Submatriks T21 menunjukkan

alokasi pendapatan faktor produksi ke berbagai institusi, yang umumnya terdiri dari rumah

tangga, pemerintah dan perusahaan. Dengan perkataan lain, matriks ini merupakan matriks

yang merekam distribusi pendapatan dari faktor produksi ke berbagai institusi. Sebagai

contoh, sebagian pekerja di sektor pertanian merupakan anggota dari kelompok masyarakat

petani pemilik tanah kecil. Dengan demikian ada uang yang mengalir dari sektor pekerja tani

ke kelompok masyarakat pemilik tanah pertanian kecil.

Submatriks T22 menunjukkan transfer pembayaran antar institusi, misalnya pemberian

subsidi dari pemerintah ke rumah tangga, pemberian subsidi dari perusahaan ke rumah

tangga, atau pembayaran transfer dari rumah tangga ke rumah tangga yang lain. Submatriks

T32 menunjukkan permintaan terhadap barang dan jasa oleh institusi, dengan kata lain

menunjukkan uang yang dibayarkan pihak institusi ke sektor produksi untuk membeli barang

Page 11: Dampak Pembangunan Perumahan terhadap Perekonomian Indonesia

10

dan jasa yang dikonsumsi. Submatriks T33 menunjukkan permintaan barang dan jasa antar

industri atau transaksi antar sektor produksi. Selain submatriks-submatriks tersebut, SAM

juga mencatat submatriks transaksi ekonomi di sektor perbankan dan transaksi ekonomi

dengan pihak luar negeri.

T32 T13

T21

Kegiatan Produksi

T33

Institusi

T22

Faktor Produksi

Sumber: Thorbecke, 1988

Gambar 2.2 Transaksi Ekonomi Antara Agen di dalam Sebuah Perekonomian

SAM juga memberikan informasi mengenai struktur sosial suatu perekonomian,

khususnya informasi struktur produksi, kondisi faktor produksi, distribusi pendapatan rumah

tangga (berdasarkan kelompok sosial-ekonomi), dan pola pengeluaran berbagai institusi

(termasuk kelompok rumah tangga yang berbeda-beda). Secara umum, SAM merupakan

pendekatan terbaik bagi kerangka perhitungan keseimbangan umum yang tersedia bagi para

peneliti ekonomi dan sosial (Thorbecke, 1985).

Tabel SAM yang digunakan pada penelitian berasal dari tabel SNSE Indonesia tahun

2005 yang telah dimodifikasi, khususnya pada bagian aktivitas produksi dan komoditi. Pada

dasarnya struktur SNSE Indonesia adalah sama dengan SAM, yakni terdiri atas neraca

endogen dan neraca eksogen. Neraca endogen terdiri atas Faktor Produksi, Institusi dan

Aktivitas Produksi. Sementara itu neraca eksogen terdiri atas neraca kapital, pajak tidak

langsung, subsidi dan rest of the world. Perbedaan yang cukup mendasar antara konsep SAM

dasar dan SNSE Indonesia adalah dipilahnya Aktivitas Produksi menjadi Sektor Produksi dan

Komoditi (Domestik dan Impor) serta munculnya 2 akun baru yakni Margin Perdagangan dan

Margin Pengangkutan.

Page 12: Dampak Pembangunan Perumahan terhadap Perekonomian Indonesia

11

Tabel 2.1. Klasifikasi Faktor Produksi

Fak

tor

Pro

duk

si

Tenaga kerja

Pertanian

Penerima Upah dan Gaji Desa

Kota

Bukan Penerima Upah dan Gaji Desa

Kota

Produksi, Operator

Alat Angkutan,

Manual dan buruh

kasar

Penerima Upah dan Gaji Desa

Kota

Bukan Penerima Upah dan Gaji Desa

Kota

Tata Usaha,

Penjualan, Jasa-Jasa

Penerima Upah dan Gaji Desa

Kota

Bukan Penerima Upah dan Gaji Desa

Kota

Kepemimpinan,

Ketatalaksanaan,

Militer, Profesional

dan Teknisi

Penerima Upah dan Gaji Desa

Kota

Bukan Penerima Upah dan Gaji Desa

Kota

Bukan tenaga kerja

Faktor produksi terbagi menjadi 18 kategori tenaga kerja dan 1 kategori bukan tenaga

kerja. Tenaga kerja terpilah manjadi tenaga kerja pertanian; tenaga kerja produksi, operator

alat angkutan, manual dan buruh kasar; tenaga kerja tata usaha, penjualan dan jasa-jasa; dan

tenaga kerja kepemimpinan, ketatalaksanaan, militer, profesional dan teknisi. Masing-masing

kategori tersebut terpecah lagi menjadi penerima upah (formal) dan bukan penerima upah

(informal) untuk masing-masing lokasi desa dan kota. Secara lebih detail dapat dilihat pada

Tabel 2.1.

Tabel 2.2. Klasifikasi Institusi

Inst

itu

si Rumah

tangga

Pertanian

Buruh

Pengusaha

Pertanian

Pengusaha memiliki tanah 0 ha - 0,5ha

Pengusaha memiliki tanah 0,5 ha -1 ha

Pengusaha memiliki tanah 1 ha lebih

Bukan

Pertanian

Pedesaan

Pengusaha bebas golongan rendah, tenaga TU,

pedagang keliling, pekerja bebas sektor angkutan, jasa

perorangan, buruh kasar

Bukan angkatan kerja dan golongan tidak jelas

Pengusaha bebas golongan atas, pengusaha bukan

pertanian, manajer, militer, profesional, teknisi, guru,

pekerja TU dan penjualan golongan atas

Perkotaan

Pengusaha bebas golongan rendah, tenaga TU,

pedagang keliling, pekerja bebas sektor angkutan, jasa

perorangan, buruh kasar

Bukan angkatan kerja dan golongan tidak jelas

Pengusaha bebas golongan atas, pengusaha bukan

pertanian, manajer, militer, profesional, teknisi, guru,

pekerja TU dan penjualan golongan atas

Perusahaan

Pemerintah

Page 13: Dampak Pembangunan Perumahan terhadap Perekonomian Indonesia

12

Institusi terbagi menjadi tiga yakni Rumah Tangga, Perusahaan dan Pemerintah.

Rumah Tangga dikelompokkan menjadi Rumah Tangga Pertanian dan Rumah Tangga Bukan

Pertanian. Rumah Tangga Pertanian selanjutnya dipilah kembali menjadi Buruh dan

Pengusaha Pertanian. Pengusaha Pertanian dipilah kembali berdasarkan luas kepemilikan

lahan menjadi golongan atas (lebih dari 1 ha), menengah (0,5 ha – 1 ha) dan bawah (0 ha –

0,5 ha). Rumah Tangga Bukan Pertanian tersubkategori menjadi Pedesaan dan Perkotaan.

Selanjutnya untuk masing-masing lokasi terpilah kembali menjadi pengusaha bebas golongan

rendah, bukan angkatan kerja dan pengusaha bebas golongan atas. Secara lebih detail dapat

dilihat pada Tabel 2.2.

Aktivitas Produksi pada tabel SAM yang digunakan pada penelitian ini terdiri atas 26

sektor sebagaimana yang terlihat pada Tabel 2.3. Dua puluh enam sektor yang disajikan pada

dasarnya merupakan disagregasi dari sektor-sektor yang digunakan pada Tabel SNSE

Indonesia tahun 2005 yang awalnya berjumlah 24 sektor. Fokus dari penelitian ini adalah

sektor konstruksi yang selanjutnya didisagregasi menjadi 3 sub-sektor, yakni sektor bangunan

tempat tinggal, sektor sarana dan prasarana perumahan dan sektor bangunan lainnya. Secara

detail nama sektor yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 2.3. Sektor yang berwarna biru

adalah fokus dari penelitian ini dan merepresentasikan proses disagregasi yang dilakukan.

Gambar 2.3. Klasifikasi Aktivitas Produksi

Setelah memiliki klasifikasi sektor sesuai dengan yang dibutuhkan, maka langkah

selanjutnya adalah melakukan simulasi opsi kebijakan yang mungkin dilakukan terkait

dengan pengembangan sektor perumahan. Secara garis besar, mekanisme transmisi yang

terjadi dapat ditunjukkan pada Gambar 2.4. Peningkatan investasi pada sektor perumahan

Page 14: Dampak Pembangunan Perumahan terhadap Perekonomian Indonesia

13

akan berdampak pada peningkatan output sektor perumahan itu sendiri diikuti oleh naiknya

permintaan akan output dari sektor-sektor yang terkait dengan aktivitas produksi sektor

perumahan. Secara bersama-sama, peningkatan tersebut akan mendorong naiknya pendapatan

faktor-faktor produksi khususnya yang digunakan pada sektor yang bersangkutan. Naiknya

pendapatan faktor produksi tersebut selanjutnya akan berdampak pada peningkatan

pendapatan rumah tangga yang berimplikasi pada semakin besarnya kemampuan belanja dari

rumah tangga yang bersangkutan. Hal tersebut tentu saja akan meningkatkan demand dari

output yang biasa dikonsumsi dari rumah tangga. Selanjutnya, dampak peningkatan output-

output sektor tersebut akan kembali meningkatkan output sektor terkait dan pendapatan

faktor produksi dan transmisi selanjutnya akan sama dengan yang dipaparkan sebelumnya.

Dampak yang berulang inilah yang selanjutnya dikenal dengan pengganda output.

Gambar 2.4. Mekanisme Transmisi

Secara teknis, proses perhitungan dampak opsi kebijakan pada sektor perumahan

dengan menggunakan matriks pengganda neraca SAM dapat ditunjukkan pada Gambar 2.5.

Matriks pengganda neraca SAM menangkap dampak keseluruhan dari sektor tertentu

terhadap sektor-sektor lain dalam ekonomi. Matriks pengganda ini juga dapat menjelaskan

dampak perubahan neraca eksogen terhadap neraca endogen. Input yang digunakan pada

metode ini adalah injeksi pada neraca eksogen. Sesuai dengan penelitian ini maka injeksi

dilakukan pada sektor perumahan. Selanjutnya, interaksi antara injeksi pada neraca eksogen

dengan matriks pengganda akan menghasilkan beberapa output, yakni perubahan output

sektoral, perubahan pendapatan faktor produksi, perubahan pendapatan rumah tangga dan

perubahan penyerapan tenaga kerja.

Page 15: Dampak Pembangunan Perumahan terhadap Perekonomian Indonesia

14

Gambar 2.5. Matriks Pengganda Neraca

Page 16: Dampak Pembangunan Perumahan terhadap Perekonomian Indonesia

15

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bagian ini akan menjelaskan mengenai hasil simulasi dengan menggunakan analisis

Social Accounting Matrix (SAM). Simulasi difokuskan pada dampak investasi sektor

bangunan tempat tinggal dan sektor sarana dan prasarana perumahan terhadap output

sektoral, pendapatan berbagai kelompok rumah tangga, pendapatan tenaga kerja, dan jumlah

tenaga kerja.

Dalam studi ini dilakukan 3 (tiga) macam skenario sederhana yang menganalisis

kebijakan investasi yang akan dibandingkan dengan kondisi awal atau kondisi sebelum

adanya kebijakan investasi. Diasumsikan pemerintah memiliki dana sebesar 5 trilyun rupiah

dan memiliki tiga pilihan skenario untuk penggunaan dana tersebut. Adapun ketiga skenario

tersebut dapat diperinci sebagai berikut:

1. Investasi dilakukan di sektor bangunan tempat tinggal sebesar Rp. 5 Triliun.

2. Investasi dilakukan di sektor sarana dan prasarana perumahan sebesar Rp. 5 Triliun.

3. Investasi dilakukan di sektor bangunan tempat tinggal dan sarana dan prasarana

perumahan masing-masing sebesar sebesar Rp. 2.5 Triliun.

Tabel 3.1. Dampak Ketiga Skenario Terhadap Perekonomian Indonesia

Sumber : hasil estimasi model

Secara umum, kebijakan investasi pada sektor perumahan yang ditunjukkan oleh

ketiga simulasi akan memberikan dampak yang positif terhadap perekonomian. Diantara

ketiga simulasi tersebut dapat dilihat bahwa jika pemerintah diasumsikan hanya memiliki

anggaran sebesar 5 trilyun rupiah maka kebijakan investasi pada sektor bangunan tempat

tinggal merupakan pilihan kebijakan yang akan memberikan dampak yang relatif lebih besar

Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3

Nilai dan Persentase Nilai dan Persentase Nilai dan Persentase

4,278.31 3,775.46 4,026.89

0.29% 0.25% 0.27%

5,833.25 5,210.76 5,522.01

0.27% 0.24% 0.25%

17,721.43 16,318.66 17,020.05

0.28% 0.26% 0.27%

142,371 127,240 134,806

0.14% 0.12% 0.13%

35,069.08 31,984.04 33,526.56

0.35% 0.32% 0.34%

Pendapatan tenaga kerja

Pendapatan rumah tangga

Output sektoral

TOTAL

Peningkatan yang dialami oleh

Penyerapan tenaga kerja

Page 17: Dampak Pembangunan Perumahan terhadap Perekonomian Indonesia

16

dibandingkan dengan alternatif kebijakan lainnya. Perbedaan dampak antara ketiga skenario

tidak begitu besar, yakni berkisar 1,5 trilyun rupiah atau 0,01 persen.

Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya pada bagian pendahuluan, investasi pada

sektor perumahan akan meningkatkan output sektor yang bersangkutan dan juga sektor-sektor

lainnya yang outputnya digunakan sebagai input bagi sektor perumahan atau yang

menggunakan output dari sektor perumahan. Perkembangan pada sektor-sektor tersebut tentu

akan meningkatkan permintaan akan faktor produksi dan selanjutnya tentu akan

meningkatkan pendapatan dari faktor produksi. Pengaruh investasi pada sektor perumahan

tidak hanya berhenti sampai disitu, peningkatan pendapatan faktor produksi selanjutnya akan

mengakibatkan peningkatan pendapatan yang diterima oleh rumah tangga. Oleh karena itu,

kita juga dapat melihat dampak dari setiap opsi kebijakan terhadap pendapatan faktor

produksi tenaga kerja, pendapatan rumah tangga, output sektoral dan juga penyerapan tenaga

kerja.

Jika dianalisa secara lebih detail, kebijakan investasi pada sektor bangunan tempat

tinggal terlihat lebih dominan dibandingkan dengan alternatif kebijakan yang lain, baik dari

sisi pendapatan faktor produksi tenaga kerja, pendapatan rumah tangga, output sektoral dan

penyerapan tenaga kerja. Perbedaan dampak positif terhadap pendapatan rumah tangga

dibandingkan dengan skenario lainnya mencapai 0,01 persen sampai 0,03 persen. Hal ini juga

diperkuat dengan dampak positif terbesar kedua yakni dari kebijakan investasi pada sektor

bangunan tempat tinggal dan sektor sarana dan prasarana perumahan masing-masing sebesar

2,5 trilyun rupiah.

Selain beberapa indikator di atas, peneliti juga menghitung dampak ketiga opsi

kebijakan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dengan menggunakan

pendekatan nilai tambah. Gambar 3.1. menunjukkan bahwa opsi kebijakan investasi pada

sektor bangunan tempat tinggal kembali memberikan dampak positif terbesar terhadap PDB

Indonesia. Investasi pada sektor bangunan tempat tinggal sebesar 5 trilyun rupiah

diestimasikan akan meningkatkan PDB Indonesia sebesar 0.3 persen dibandingkan dengan

tanpa adanya investasi. Sementara itu, investasi pada sektor sarana dan prasarana perumahan

sebesar 5 trilyun rupiah diekspektasi dapat meningkatkan PDB Indonesia sebesar 0.27 persen

dibandingkan dengan tanpa adanya investasi. Opsi ketiga, yakni kombinasi kebijakan

investasi pada sektor bangunan tempat tinggal dan investasi pada sektor sarana dan prasarana

perumahan masing-masing sebesar 2,5 trilyun rupiah diperkirakan akan meningkatkan PDB

Indonesia sebesar 0.28 persen dibandingkan dengan tanpa adanya investasi.

Page 18: Dampak Pembangunan Perumahan terhadap Perekonomian Indonesia

17

Gambar 3.1. Matriks Pengganda Neraca

3.1. Dampak dari masing-masing skenario pada output sektoral

Pada sub-bab berikut ini dibahas dampak dari masing-masing skenario pada output

sektoral. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, bahwa adanya keterkaitan antar sektor

mengakibatkan peningkatan output suatu sektor akan mendorong peningkatan output pada

sektor lainnya yang terkait. Perlu diperhatikan bahwa dampak investasi sektor perumahan

terhadap sektor lainnya disajikan dalam bentuk nominal dan persentase. Tabel 3.2

menunjukkan bahwa jika dilihat dari persentase perubahan output, dampak positif terbesar

dari investasi sektor perumahan pada ketiga skenario akan dirasakan oleh sektor

pertambangan dan penggalian lainnya dan sektor kehutanan sebesar masing-masing antara

0,39 persen sampai dengan 1.02 persen. Dampak yang besar tersebut lebih dikarenakan nilai

dasar kedua sektor yang relatif sangat kecil dibandingkan sektor lainnya dan struktur output

kedua sektor tersebut. Salah satu pengguna utama output sektor pertambangan dan

penggalian lainnya dan sektor kehutanan adalah sektor perumahan.

Hal lain yang cukup menarik dari kebijakan investasi sektor perumahan adalah

dampak positif yang cukup merata pada sektor-sektor lain, kecuali pada sektor Tekstil dan

Produk Tekstil (TPT) dan sektor konstruksi lain diluar sektor yang mendapatkan injeksi.

Dampak positif yang tidak terlalu besar pada sektor TPT merupakan hal yang sangat wajar

mengingat keterkaitan yang sangat kecil antara sektor perumahan dengan sektor TPT.

Sementara itu terdapat indikasi bahwa sektor perumahan tidak memiliki keterkaitan yang erat

dengan sektor konstruksi lainnya dan bahkan pengembangan sektor bangunan tempat tinggal

Page 19: Dampak Pembangunan Perumahan terhadap Perekonomian Indonesia

18

tidak mampu mendorong pertumbuhan sektor sarana dan prasarana rumah dan sektor

bangunan lainnya. Hal tersebut ditunjukkan oleh dampak positif terkecil yang diterima oleh

sektor sarana dan prasarana rumah dan sektor bangunan lainnya ketika opsi kebijakan yang

dipilih adalah investasi pada sektor bangunan tempat tinggal dan sebaliknya dampak positif

terkecil akan diterima oleh sektor bangunan tempat tinggal dan sektor bangunan lainnya

ketika opsi kebijakan yang dipilih adalah peningkatan investasi pada sektor sarana dan

prasarana rumah.

Tabel 3.2. Dampak Investasi Sektor Perumahan Terhadap Output Sektoral

No Sektor SIM 1 SIM 2 SIM 3

1 Pertanian Tanaman Pangan

682.49

610.86

646.67

(%) 0.25% 0.22% 0.23%

2 Pertanian Tanaman Lainnya

215.77

189.24

202.51

(%) 0.20% 0.18% 0.19%

3 Peternakan

219.98

197.46

208.72

(%) 0.26% 0.23% 0.24%

4 Kehutanan

191.17

149.32

170.24

(%) 0.60% 0.46% 0.53%

5 Perikanan

242.27

216.75

229.51

(%) 0.25% 0.22% 0.23%

6 Pertambangan Minyak, Batubara & Gas Bumi

315.64

280.87

298.26

(%) 0.09% 0.08% 0.08%

7 Pertambangan & Penggalian Lainnya

457.43

174.53

315.98

(%) 1.02% 0.39% 0.71%

8 Industri Makanan & Minuman

1,509.53

1,352.31

1,430.92

(%) 0.22% 0.20% 0.21%

9 Industri Tekstil & Produk Tekstil

280.53

251.34

265.93

(%) 0.11% 0.10% 0.10%

10 Industri Kayu & Barang dari Kayu

379.65

252.15

315.90

(%) 0.37% 0.24% 0.30%

11 Industri Kertas, & Barang dari Logam

1,680.16

1,825.60

1,752.88

(%) 0.20% 0.22% 0.21%

12 Industri Kimia

1,741.87

1,454.31

1,598.09

(%) 0.24% 0.20% 0.22%

13 Listrik, Gas & Air Bersih

201.03

183.66

192.35

(%) 0.21% 0.19% 0.20%

14 Bangunan tempat tinggal

5,007.35

6.58

2,506.97

(%) 8.74% 0.01% 4.37%

Page 20: Dampak Pembangunan Perumahan terhadap Perekonomian Indonesia

19

Tabel 3.2. Dampak Investasi Sektor Perumahan Terhadap Output Sektoral (Continued)

No Sektor SIM 1 SIM 2 SIM 3

15 Sarana dan prasarana perumahan

3.66

5,003.29

2,503.47

(%) 0.00% 3.72% 1.86%

16 Bangunan lainnya

113.37

94.88

104.13

(%) 0.03% 0.02% 0.03%

17 Jasa Perdagangan

992.00

883.49

937.75

(%) 0.20% 0.17% 0.18%

18 Restoran

511.52

465.15

488.34

(%) 0.26% 0.24% 0.25%

19 Perhotelan

33.67

33.90

33.78

(%) 0.11% 0.12% 0.12%

20 Angkutan Darat

401.73

347.43

374.58

(%) 0.25% 0.22% 0.23%

21 Angkutan Udara, Air & Komunikasi

421.40

387.69

404.55

(%) 0.21% 0.19% 0.20%

22 Jasa Penunjang Angkutan

77.61

66.91

72.26

(%) 0.20% 0.17% 0.19%

23 Bank dan Asuransi

448.08

425.52

436.80

(%) 0.26% 0.24% 0.25%

24 Real Estate & Jasa Perusahaan

501.53

481.85

491.69

(%) 0.28% 0.27% 0.28%

25 Pemerintahan Umum dan Pertahanan

675.53

613.86

644.69

(%) 0.22% 0.20% 0.21%

26 Jasa Perorangan dan Jasa RUmah Tangga

416.46

369.71

393.08

(%) 0.24% 0.22% 0.23%

Total 17,721.43 16,318.66 17,020.05

Untuk melihat dampak sektoral secara lebih detail ada baiknya juga kita lihat dampak

secara nominalnya. Tabel 3.2 menunjukkan bahwa dua sektor yang menerima dampak positif

paling besar adalah sektor industri kimia (didalamnya termasuk semen) dan sektor industri

kertas dan barang dari logam. Hal ini sangatlah masuk akal mengingat pembangunan

infrastruktur seperti rumah akan memerlukan input semen dan produk dari logam dalam

jumlah yang signifikan. Sementara itu, dampak positif pada sektor konstruksi lain di luar

sektor yang diasumsikan mendapatkan peningkatan investasi memiliki pola yang hampir

mirip dengan hasil berdasarkan persentase perubahan. Sektor sarana dan prasarana rumah dan

sektor bangunan lainnya akan mengalami peningkatan output terkecil ketika opsi kebijakan

Page 21: Dampak Pembangunan Perumahan terhadap Perekonomian Indonesia

20

yang dipilih adalah investasi pada sektor bangunan tempat tinggal dan sebaliknya

peningkatan output terkecil akan dirasakan oleh sektor bangunan tempat tinggal dan sektor

bangunan lainnya ketika opsi kebijakan yang dipilih adalah peningkatan investasi pada sektor

sarana dan prasarana rumah. Hal tersebut semakin memperkuat indikasi adanya keterkaitan

yang sangat lemah antara sub sektor konstruksi yang direpresentasikan dengan tiga sektor

pada analisis.

Jika kita membandingkan dampak kebijakan investasi sektor perumahan terhadap

sektor lainnya dengan tiga opsi kebijakan yang digunakan maka dapat disimpulkan bahwa

dampak positif secara sektoral memiliki pola yang hampir mirip. Perbedaan besarnya terletak

pada besaran dari dampaknya dimana ditemukan bahwa dampak positif dari opsi kebijakan

pertama lebih besar dibandingkan dengan opsi kebijakan ketiga, dan opsi kebijakan ketiga

memiliki dampak positif yang lebih besar dibandingkan opsi kebijakan kedua.

Gambar 3.2. Keterkaitan sektor bangunan tempat tinggal dengan sektor lainnya

Dampak opsi kebijakan investasi sektor perumahan terhadap output sektoral juga

dapat ditelusuri dari keterkaitan sektor perumahan dengan output sektor lainnya. Gambar 3.2.

menunjukkan keterkaitan sektor bangunan tempat tinggal terhadap sektor lainnya yang

dikelompokkan kedalam 5 sektor besar, yakni pertanian, pertambangan, industri, konstruksi

dan utilitas dan jasa. Sektor bangunan tempat tinggal memiliki keterkaitan yang sangat besar

terhadap sektor industri sekitar 66,65 persen khususnya dalam menyuplai kebutuhan material

bangunan. Secara lebih detail sektor ini memiliki keterkaitan yang sangat besar pada sektor

Page 22: Dampak Pembangunan Perumahan terhadap Perekonomian Indonesia

21

kimia dikarenakan kebutuhan akan produk semen yang sangat tinggi. Selain itu, sektor ini

juga memiliki keterkaitan yang besar pada sektor kertas dan barang dari logam (sebesar 23,10

persen) dan sektor kayu dan barang dari kayu (sebesar 10,60 persen). Memepertegas hasil

yang ditunjukkan pada simulasi terhadap output sektoral, sektor bangunan tempat tinggal

memiliki keterkaitan yang sangat kecil dengan sektor konstruksi dan utilitas. Keterkaitan

yang lemah inilah yang mengakibatkan dampak positif yang kecil sebagaimana yang telah

dijelaskan pada bagian sebelumnya.

Pola yang mirip dengan sektor bangunan tempat tinggal juga ditemukan pada sektor

sarana dan prasarana perumahan. Gambar 3.3. menunjukkan bahwa sektor sarana dan

prasarana perumahan memiliki keterkaitan yang sangat besar pada sektor industri sebesar

72.57 persen, khususnya dengan sektor kertas dan barang dari logam, sektor kimia dan sektor

kayu dan barang dari kayu. Selain itu, sektor sarana dan prasarana perumahan juga memiliki

keterkaitan yang sangat kecil dengan sub-sektor konstruksi lainnya.

Gambar 3.3. Keterkaitan sektor sarana dan prasarana perumahan dengan

sektor lainnya

3.2. Dampak dari masing-masing skenario terhadap pendapatan tenaga kerja

Sub-bagian ini membahas analisis dampak dari kebijakan investasi di sektor

perumahan terhadap pendapatan faktor produksi, khususnya pada faktor produksi tenaga

kerja. Secara umum dampak positif terbesar akan diterima oleh tenaga kerja manual/operator,

Page 23: Dampak Pembangunan Perumahan terhadap Perekonomian Indonesia

22

dimana untuk semua kategori tenaga kerja manual/operator baik itu formal, informal, desa

atau kota menerima dampak positif di atas 0,3 persen untuk semua skenario. Secara lebih

spesifik dampak positif terbesar akan diterima oleh tenaga kerja manual/operator formal di

pedesaan. Sekilas terkesan hasil ini sedikit tidak masuk akal mengingat sebagian besar tenaga

kerja di sektor konstruksi merupakan tenaga kerja informal. Perlu diingat bahwa yang sedang

dibahas pada sub-bagian ini adalah pendapatan tenaga kerja bukan jumlah tenaga kerja, dan

jika dilihat struktur pendapatan tenaga kerjanya maka hasil tersebut adalah sangat wajar.

Sementara itu, dampak positif terkecil akan diterima oleh tenaga kerja

administrasi/tata usaha informal baik di desa maupun di kota untuk semua skenario. Hasil ini

sangatlah masuk akal mengingat kegiatan konstruksi -apapun jenisnya- lebih banyak

melibatkan tenaga kerja di lapangan. Tenaga kerja administasi tetap dibutuhkan namun

dengan jumlah yang relatif sedikit.

Seiring dengan meningkatnya output sektor-sektor lainnya, maka kebijakan investasi

sektor perumahan baik itu pada sektor bangunan tempat tinggal maupun pada sektor sarana

dan prasarana perumahan juga akan meningkatkan pendapatan faktor produksi tenaga kerja

lainnya yang tidak berhubungan secara langsung dengan sektor perumahan. Hal tersebut

ditunjukkan pada Tabel 3.3 dimana seluruh tipe tenaga kerja akan menerima peningkatan

pendapatan paling sedikit 0,19 persen. Hal ini menunjukkan bahwa pengembangan sektor

perumahan merupakan kebijakan yang “pro” terhadap pendapatan faktor produksi tenaga

kerja.

Tabel 3.3. Dampak Investasi Sektor Perumahan Terhadap Pendapatan Tenaga Kerja

No. Klasifikasi Tenaga Kerja SIM 1 SIM 2 SIM 3

1 Tenaga Kerja Pertanian Formal - Desa

153.31

135.06

144.19

(%) 0.25% 0.22% 0.24%

2 Tenaga Kerja Pertanian Formal - Kota

39.69

34.78

37.23

(%) 0.26% 0.23% 0.24%

3 Tenaga Kerja Pertanian Informal - Desa

465.20

413.17

439.19

(%) 0.25% 0.22% 0.23%

4 Tenaga Kerja Pertanian Informal - Kota

46.94

41.60

44.27

(%) 0.25% 0.22% 0.24%

5 Tenaga Kerja Produksi/ Manual Formal – Desa

492.01

424.81

458.41

(%) 0.45% 0.39% 0.42%

6 Tenaga Kerja Produksi/ Manual Formal – Kota

777.22

699.19

738.21

(%) 0.35% 0.31% 0.33%

Page 24: Dampak Pembangunan Perumahan terhadap Perekonomian Indonesia

23

Tabel 3.3. Dampak Investasi Sektor Perumahan Terhadap Pendapatan Tenaga Kerja

(Continued)

No. Klasifikasi Tenaga Kerja SIM 1 SIM 2 SIM 3

7 Tenaga Kerja Produksi/ Manual Informal – Desa

305.15

242.17

273.66

(%) 0.38% 0.30% 0.34%

8 Tenaga Kerja Produksi/ Manual Informal – Kota

267.12

222.50

244.81

(%) 0.41% 0.34% 0.37%

9 Tenaga Kerja Tata Usaha/ Administrasi Formal – Desa

114.10

102.57

108.33

(%) 0.23% 0.21% 0.22%

10

Tenaga Kerja Tata Usaha/ Administrasi Formal –

Kota

629.91

574.87

602.39

(%) 0.24% 0.22% 0.23%

11 Tenaga Kerja Tata Usaha/ Administrasi Informal – Desa

171.77

151.35

161.56

(%) 0.21% 0.19% 0.20%

12 Tenaga Kerja Tata Usaha/ Administrasi Informal – Kota

310.90

278.14

294.52

(%) 0.22% 0.19% 0.20%

13 Tenaga Kerja Profesional Formal – Desa

91.84

82.00

86.92

(%) 0.23% 0.21% 0.22%

14 Tenaga Kerja Profesional Formal – Kota

318.95

291.78

305.37

(%) 0.27% 0.25% 0.26%

15 Tenaga Kerja Profesional Informal – Desa

30.99

22.53

26.76

(%) 0.42% 0.30% 0.36%

16 Tenaga Kerja Profesional Informal – Kota

63.22

58.94

61.08

(%) 0.35% 0.33% 0.34%

Total 4,278.31 3,775.46 4,026.89

Jika kita membandingkan ketiga opsi kebijakan di atas, kebijakan investasi pada

sektor bangunan tempat tinggal akan memberikan dampak positif yang lebih besar untuk

semua tipe tenaga kerja. Selanjutnya pengalokasian dana pada dua sektor, yakni sektor

bangunan tempat tinggal dan sektor sarana dan prasarana perumahan masing-masing sebesar

2,5 trilyun akan memberikan dampak positif yang relatif lebih besar dibandingkan dengan

penempatan dana sebesar 5 trilyun hanya pada sektor sarana dan prasarana perumahan.

3.3. Dampak dari masing-masing skenario terhadap pendapatan rumah tangga

Analisa lain yang akan dibahas pada sub bagian ini adalah dampak dari masing-

masing opsi kebijakan pada pendapatan rumah tangga. Secara umum, investasi sektor

perumahan akan memiliki dampak positif yang relatif merata terhadap semua tipe rumah

tangga. Untuk opsi kebijakan pertama –investasi pada sektor bangunan tempat tinggal-

Page 25: Dampak Pembangunan Perumahan terhadap Perekonomian Indonesia

24

diestimasi akan meningkatkan pendapatan seluruh tipe rumah tangga dengan besaran 0,23

persen hingga 0,29 persen. Dampak positif terbesar akan diterima oleh rumah tangga bukan

tenaga kerja di pedesaan dan rumah tangga bukan tenaga kerja di perkotaan. Hal tersebut

terjadi dikarenakan semua tipe faktor produksi mengalami peningkatan pendapatan dengan

besaran berkisar antara 0,21 persen hingga 0,45 persen untuk skenario pertama dan 0,19

persen hingga 0,39 persen pada skenario kedua dan 0,20 persen hingga 0,42 persen pada

skenario ketiga. Besaran dampak yang relatif merata tersebut akan mendorong pendapatan

semua tipe rumah tangga dan secara agregat akan berdampak positif lebih besar pada

kelompok rumah tangga bukan tenaga kerja di pedesaan dan rumah tangga bukan tenaga

kerja di perkotaan. Sementara itu, dampak positif terkecil akan diterima oleh kelompok

rumah tangga buruh tani.

Hal yang serupa juga terjadi pada dua opsi kebijakan lainnya, dimana dampak positif

tertinggi akan diterima oleh kelompok rumah tangga bukan tenaga kerja di perkotaan dan

dampak positif terkecil diterima oleh kelompok rumah tangga buruh tani. Jika kita

bandingkan besaran dampaknya, maka hasil komparasinya akan sama persis dengan dampak

terhadap output sektoral maupun pendapatan faktor produksi, dimana dampak positif terbesar

pada pendapatan rumah tangga akan terjadi jika kebijakan investasi pemerintah dikucurkan

pada sektor bangunan tempat tinggal diikuti oleh kombinasi investasi pada sektor bangunan

temapt tinggal dan sektor sarana dan prasaran perumahan. Sementara itu, kebijakan investasi

sektor sarana dan prasaran perumahan diekspektasi akan memberikan dampak yang paling

kecil relatif dibandingkan dengan skenario lainnya.

Tabel 3.4. Dampak Investasi Sektor Perumahan Terhadap Pendapatan Rumah Tangga

No. Klasifikasi Rumah Tangga SIM 1 SIM 2 SIM 3

1 Buruh Tani 317.17 284.67 300.92

(%) 0.23% 0.21% 0.22%

2 Petani Skala Kecil 507.95 451.23 479.59

(%) 0.25% 0.22% 0.23%

3 Petani Skala Menengah 306.36 274.84 290.60

(%) 0.26% 0.24% 0.25%

4 Petani Skala Besar 287.51 258.19 272.85

(%) 0.25% 0.23% 0.24%

5 Bukan Tenaga Kerja di Pedesaan 856.40 750.73 803.57

(%) 0.29% 0.25% 0.27%

6 Pendapatan Rendah di Pedesaan 273.47 237.82 255.64

(%) 0.28% 0.24% 0.26%

Page 26: Dampak Pembangunan Perumahan terhadap Perekonomian Indonesia

25

Tabel 3.4. Dampak Investasi Sektor Perumahan Terhadap Pendapatan Rumah Tangga

(Continued)

No. Klasifikasi Rumah Tangga SIM 1 SIM 2 SIM 3

7 Pendapatan Tinggi di Pedesaan 658.74 582.01 620.38

(%) 0.26% 0.23% 0.25%

8 Bukan Tenaga Kerja di Perkotaan 1,113.31 999.13 1,056.22

(%) 0.29% 0.26% 0.27%

9 Pendapatan Rendah di Perkotaan 365.79 332.00 348.90

(%) 0.27% 0.24% 0.26%

10 Pendapatan Tinggi di Perkotaan 1,146.54 1,040.13 1,093.34

(%) 0.26% 0.23% 0.24%

Total 5,833.25 5,210.76 5,522.01

Selain dampak positif yang ditunjukkan pada analisa di atas, secara lebih detail juga

dapat dilihat dampak terhadap pendapatan rumah tangga miskin dengan memanfaatkan share

pendapatan rumah tangga miskin untuk masing-masing kategori rumah tangga. Investasi pada

sektor bangunan tempat tinggal diestimasikan akan memberikan dampak paling besar

dibandingkan dengan dua opsi kebijakan lainnya. Gambar 3.4. menunjukkan bahwa investasi

sebesar 5 trilyun rupiah pada sektor tersebut diperkirakan mampu meningkatkan pendapatan

rumah tangga miskin sebesar 0,27 persen dibandingkan dengan tanpa adanya investasi.

Sementara itu opsi kebijakan kedua dan ketiga memiliki dampak positif 0,02 persen dan 0,03

persen lebih rendah dibanding opsi pertama terhadap pendapatan rumah tangga miskin.

Gambar 3.4. Dampak Investasi Sektor Perumahan Terhadap Pendapatan Rumah

Tangga Miskin

Page 27: Dampak Pembangunan Perumahan terhadap Perekonomian Indonesia

26

3.4. Dampak dari masing-masing skenario terhadap penyerapan tenaga kerja

Pembahasan selanjutnya adalah melihat dampak ketiga skenario terhadap penyerapan

tenaga kerja. Tabel 3.5 menunjukkan bahwa ketiga skenario mampu menciptakan lapangan

pekerjaan lebih dari 120 ribu orang. Diantara ketiga skenario tersebut penciptaan lapangan

pekerjaan terbesar akan dihasilkan oleh kebijakan investasi pada sektor bangunan tempat

tinggal yakni sebesar 142.371 orang. Penciptaan lapangan pekerjaan terbesar kedua

dihasilkan oleh skenario ketiga yakni sebesar 134.806 orang. Sementara itu, jika pemerintah

memilih untuk mengalokasikan dana sebesar 5 trilyun rupiah seluruhnya pada sektor sarana

dan prasarana rumah maka akan menciptakan lapangan pekerjaan yang relatif lebih kecil

dibandingkan dengan skenario lainnya, yakni sebesar 127.240 orang.

Tabel 3.5. Dampak Investasi Sektor Perumahan Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja

No Sektor SIM 1 SIM 2 SIM 3

1 Sektor sendiri

21,896

21,878

21,909

% 0.02% 0.02% 0.02%

2 Sektor lainnya

120,475

105,363

112,897

% 0.12% 0.10% 0.11%

Total

142,371

127,240

134,806

0.14% 0.12% 0.13%

Tabel 3.5 juga menampilkan dampak investasi sektor perumahan terhadap penyerapan

tenaga kerja baik pada sektor sendiri dan sektor lainnya. Sektor sendiri diartikan sebagai

sektor yang menerima injeksi atau shock pada simulasi sedangkan sektor lainnya

menunjukkan spill over effect ke sektor-sektor lainnya. Secara umum dapat dilihat bahwa

investasi sektor perumahan mampu mendorong penyerapan tenaga kerja di sektor lain jauh

lebih besar dibandingkan dengan sektor itu sendiri. Selain itu, Tabel 3.5 menunjukkan bahwa

kemampuan investasi sektor perumahan untuk menciptakan lapangan kerja di sektor itu

sendiri tidak jauh berbeda antara satu opsi kebijakan dengan lainnya. Investasi pada sektor

bangunan tempat tinggal dan sektor sarana dan prasarana perumahan diestimasikan akan

menciptakan masing-masing 21.896 dan 21.878 lapangan pekerjaan baru di sektor itu sendiri

atau naik sekitar 0,02 persen dibanding total lapangan kerja yang tersedia sebelumnya di

seluruh sektor. Perbedaan yang cukup mencolok akan terlihat jika kita menghitung persentase

perubahan dibandingkan jumlah lapangan kerja yang tersedia sebelumnya di sektor itu

sendiri, dimana investasi pada sektor bangunan tempat tinggal memiliki dampak yang dua

Page 28: Dampak Pembangunan Perumahan terhadap Perekonomian Indonesia

27

kali lebih besar dibandingkan dengan investasi pada sektor sarana dan prasarana perumahan.

Selain itu, hal lain yang membedakan antara ketiga opsi kebijakan adalah kemampuannya

untuk menciptakan lapangan kerja di sektor lain. Opsi kebijakan pertama diperkirakan akan

menciptakan 120.475 lapangan kerja baru di sektor lain. Jumlah ini jauh lebih besar jika

dibandingkan dengan lapangan kerja baru yang tercipta akibat opsi kebijakan kedua, yakni

sebesar 105.363 orang.

Page 29: Dampak Pembangunan Perumahan terhadap Perekonomian Indonesia

28

BAB III

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

Perumahan merupakan kebutuhan dasar manusia dan pengembangan sektor

perumahan bukan hanya upaya pemenuhan kebutuhan dasar manusia melainkan juga dapat

mendorong pertumbuhan ekonomi. Terlepas dari peningkatan produktivitas yang ditimbulkan

oleh dampak psikologis dengan telah tersedianya tempat tinggal bagi rumah tangga dan

sebagai akibat membaiknya kesehatan keluarga dengan kondisi tempat tinggal yang layak,

penelitian ini berfokus pada dampak ekonomi dari pengembangan sektor perumahan.

Terdapat tiga opsi kebijakan yang dapat dilakukan pemerintah dan dianalisa pada

penelitian ini, yakni (i) mengalokasikan dana sebesar 5 trilyun rupiah pada sektor bangunan

tempat tinggal; (ii) mengalokasikan dana sebesar 5 trilyun rupiah pada sektor sarana dan

prasarana perumahan; dan (iii) mengalokasikan dana pada sektor bangunan tempat tinggal

dan sektor sarana dan prasarana perumahan masing-masing sebesar 2,5 trilyun rupiah. Secara

umum, hasil simulasi dengan menggunakan pendekatan Social Accounting Matrix (SAM)

menunjukkan bahwa opsi kebijakan investasi pada sektor bangunan tempat tinggal lebih

unggul dibandingkan dengan opsi kebijakan lainnya. Hal tersebut dapat dilihat dengan

dampak positif yang relatif lebih besar baik pada output sektoral, pendapatan faktor produksi,

pendapatan rumah tangga dan penyerapan tenaga kerja. Selain itu, jika dilihat dampaknya

terhadap PDB Indonesia maka diperkirakan kebijakan investasi pada sektor bangunan tempat

tinggal sebesar 5 trilyun rupiah mampu mendorong perekonomian untuk tumbuh 0,30 persen

lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa adanya kebijakan investasi. Ekspektasi peningkatan

PDB tersebut lebih besar jika dibandingkan dengan opsi kebijakan kedua dan ketiga yang

masing-masing memiliki dampak sebesar 0,27 persen dan 0,28 persen.

Secara sektoral dapat disimpulkan bahwa pola atau struktur dampak dari ketiga opsi

kebijakan hampir mirip. Kebijakan investasi pada sektor perumahan yang direpresentasikan

dengan 3 opsi kebijakan akan memiliki dampak positif yang relatif cukup merata pada output

sektor lain, yakni sekitar 0,1 – 0,3 persen. Perbedaannya hanyalah terletak pada dampak

terhadap sektor pertambangan dan penggalian lainnya (memiliki persentase perubahan

terbesar) dan sub-sektor konstruksi selain sektor yang diinjeksi (memiliki persentase

perubahan terkecil). Temuan lain yang cukup menarik adalah rendahnya keterkaitan antara

Page 30: Dampak Pembangunan Perumahan terhadap Perekonomian Indonesia

29

sub sektor konstruksi. Dalam hal ini adalah keterkaitan yang lemah antara sektor bangunan

tempat tinggal, sektor sarana dan prasarana perumahan dan sektor konstruksi lainnya.

Jika dilihat dari sisi pendapatan faktor produksi, kebijakan tersebut akan bias kepada

faktor produksi tenaga kerja manual/operator sesuai dengan karakter sektor perumahan yang

lebih banyak melibatkan tenaga kerja lapangan. Selain itu, kebijakan investasi sektor

perumahan tersebut juga mampu mendorong pendapatan faktor produksi lainnya dengan

presentase perubahan minimal 0,2 persen. Hal tersebut tentu saja berimplikasi pada

peningkatan pendapatan rumah tangga dengan besaran yang hampir mirip berkisar antara

0,21 persen sampai dengan 0,29 persen. Secara lebih detail, kebijakan investasi sektor

perumahan tersebut diestimasikan juga mampu meningkatkan pendapatan kelompok rumah

tangga miskin hingga 0,27 persen untuk opsi pertama, dan masing-masing sebesar 0,24

persen dan 0,25 persen untuk opsi kedua dan ketiga. Terakhir, kebijakan investasi tersebut

diperkirakan akan menciptakan lapangan pekerjaan lebih dari 120 ribu orang dan secara

sektoral, peningkatan penyerapan tenaga kerja akan terjadi bukan hanya pada sektor yang

diinjeksi melainkan juga pada sektor lainnya.

Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan pemerintah yang dapat diturunkan dari

hasil penelitian ini. Pertama, kebijakan investasi pada sektor bangunan tempat tinggal

merupakan pilihan kebijakan yang paling baik dilakukan oleh pemerintah. Selain

memberikan dampak positif yang relatif lebih besar terhadap perekonomian Indonesia,

ketersediaan akan bangunan tempat tinggal juga berpotensi akan memberikan pengaruh

positif bagi psikologis dan kesehatan rumah tangga. Hal tersebut tentu saja akan berpengaruh

terhadap produktifitas, namun hal ini tidak termasuk dalam cakupan studi. Kedua, jika

pemerintah ingin mendorong sektor perumahan secara keseluruhan maka pemerintah harus

mempertimbangkan kebijakan kombinasi investasi pada sub-sub sektor perumahan. Hal

tersebut dikarenakan investasi pada sektor bangunan tempat tinggal ternyata tidak serta merta

akan mendorong peningkatan sektor sarana dan prasarana perumahan dan sebaliknya

dikarenakan keterkaitan antar sektor yang lemah.

Ketiga, pemerintah perlu memperhatikan sektor-sektor yang mensuplai input sektor

perumahan. Jika sektor yang memproduksi input utama sektor perumahan tidak mampu

mengimbangi pertumbuhan sektor perumahan dan sektor lainnya, maka ekspektasi

peningkatan output yang disajikan oleh analisis IO akan sulit tercapai. Hasil studi ini

menunjukkan bahwa terjadi peningkatan output yang cukup signifikan pada sektor-sektor

yang berperan sebagai ”feeder” sektor perumahan jika dihitung dengan nilai nominal

Page 31: Dampak Pembangunan Perumahan terhadap Perekonomian Indonesia

30

perubahan. Selain itu, pemerintah juga perlu mempertimbangkan gencarnya pembangunan

infrastruktur seperti jalan yang juga akan memerlukan input yang mirip dengan yang

dibutuhkan sektor perumahan, seperti kerikil, semen, dan tanah. Secara total maka

pertumbuhan sektor perumahan dan sektor infrastruktur lainnya akan semakin meningkatkan

kebutuhan akan output dari sektor-sektor terkait.

Terlepas atas temuan-temuan menarik yang telah dipaparkan di atas, metodologi

SAM yang digunakan dalam studi ini juga memeliki beberapa keterbatasan. Pertama, SAM

tidak bisa membedakan dampak multiplier dari investor yang berbeda (pemerintah, swasta,

atau masyarakat). Kedua, SAM bersifat statis dan tidak dapat menangkap persoalan

perubahan harga. Keterbatasan lainnya adalah struktur input pembangunan perumahan antar

berbagai pelaku usaha diasumsikan sama.

Page 32: Dampak Pembangunan Perumahan terhadap Perekonomian Indonesia

31

DAFTAR PUSTAKA

Badan Kebijaksanaan Dan Pengendalian Pembangunan Perumahan Dan Permukiman Nasional

(BKP4N). Kebijakan Dan Strategi Nasional Perumahan Dan Permukiman (KSNPP). 2002

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Nasional (RPJMN) 2010 – 2014. 2010

National Aboriginal Capital Corporation Association (NACCA). The Role of Housing in The Economy.

2005

Pyatt, G. and Round, J., 1979. Accounting and fixed price multipliers in a social accounting matrix

framework. Economic Journal 89, 850–873.


Top Related