1
KARYA ILMIAH
TEKNOLOGI PEMBEKUAN DAGING : BENTUK SELAMAT DARIPEMBUSUKAN
OLEH :I NYOMAN SUMERTA MIWADA, SPt., M.P.
FAKULTAS PETERNAKANUNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR2015
2
PRAKATA
Puji syukur dipanjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Kuasa, sehingga
penulisan karya ilmiah ini bisa selesai dibuat sesuai dengan waktunya. Karya ilmiah ini
ini merupakan upaya mempelajari filsafat ilmu melalui pendekatan teknologi pembekuan
daging. Pada kesempatan yang baik ini diucapkan banyak-banyak terima kasih kepada
kepada yang terhormat bapak Prof. Dr. Ida Bagus Sudana, M.Rur.Sc yang telah
memberikan banyak masukan dan saran sehingga penulisan karya ilmiah ini dapat
tersusun dengan baik. Penulis menyadari bahwa pemahaman dan penghayatan terhadap
nilai-nilai dari filosofi dari Filsafat Ilmu ini masih perlu ditingkatkan. Penulis juga
menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari makna sebenarnya tentang Filsafat
Ilmu. Oleh karena itu, penulis selalu minta saran dan kritik untuk perbaikan yang
membangun. Akhirnya, penulis berharap semoga makalah ini memberi manfaat bagi
yang membacanya.
Denpasar, 28 Januari 2016
Penulis
3
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA ........................................................................................................
DAFTAR ISI .....................................................................................................
BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................
BAB II. PEMBAHASAN .................................................................................
BAB III. KESIMPULAN DAN SARAN ..........................................................
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................
i
ii
1
3
18
19
4
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kesadaran masyarakat tentang pentinya mengkonsumsi protein hewani telah
meningkat seiring dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat akan hidup sehat.
Daging sebagai salah satu bahan pangan hewani selama ini banyak macamnya, seperti
daging sapi, kambing, ayam, babi dan sebagainya. Daging dikenal sebagai produk hasil
ternak pasca pemotongan ternak. Soeparno (1998) menyebutkan bahwa daging adalah
semua produk hasil pemotongan yang layak dimakan. Lebih lanjut disebutkan bahwa
pasca konversi otot menjadi daging telah terjadi banyak perubahan dan perubahan inilah
yang menyebabkan daging tersebut sangat mudah terganggu atau terkontaminansi
mikrobia yang berdampak pada penurunan kualitas. Perubahan otot menjadi daging
menghasilkan peningkatan panas. Peningkatan panas ini akan mendorong proses glikosis
secara anaerob dan berdampak pada terjadinya kerusakan daging. Oleh karena itu,
dewasa ini pasca pemotongan ternak atau pasca konversi otot menjadi daging, diperlukan
penanganan yang tepat sehingga kualitas daging tersebut tetap terjaga.
Pengawetan daging dengan suhu rendah khususnya metode pembekuan,
merupakan upaya mempertahankan kualitas daging selama penyimpanan. Pembekuan
daging biasanya dilakukan pada suhu dibawah titik beku air yakni suhu 0oC (Lawrie,
2003). Dampak dari pembekuan itu sendiri yakni daging menjadi terbebas dari
pembusukan. Seperti diketahui bahwa daging sebagai produk hasil ternak yang bersifat
hayati sehingga mudahnya komponen daging, seperti protein daging mengalami
denaturasi atau degradasi baik secara alami (autolisis) maupun oleh aktivitas enzym yang
dihasilkan oleh bakteri yang mengkontaminan. Kualitas daging beku pada akhirnya tentu
salah satunya akan dipengaruhi oleh kondisi sebelum daging tersebut dibekukan.
Penyimpangan yang dilakukan sebelum pembekuan tidak mampu diperbaiki oleh metode
pembekuan itu sendiri. Karena prinsip pembekuan daging tidak memperbaiki kualitas
akan tetapi mempertahankan kualitas asalnya. Oleh karena itu, jika terjadi penyimpangan
sebelum dilakukan pembekuan maka dampaknya tetap akan terjadi.
Kemajuan teknologi pembekuan dalam upaya pengawetan daging hasil ternak
hingga saat ini telah mengalami perkembangan yang signifikan. Teknologi pembekuan
5
daging sehingga menjadikannya terbebas dari pembusukan merupakan media
pembelajaran penting untuk bisa dipahami hingga ketitik filosofinya. Ilmu pengetahuan
tentang pembekuan dengan seperangkat teknologinya telah membawa pada penyelamatan
daging hasil ternak dari pembusukan. Namun demikian, bagaimana pun nilai-nilai
penyelamatan tersebut mestinya terbawa hingga ke titik kesadaran manusianya. Oleh
karena itu, mempelajari filsafat ilmu melalui pendekatan aspek teknologi pembekuan
daging harus bisa terbawa pada kesadaran manusia tentang arti keselamatan yang hakiki
sebagai upaya menuju kesejahteraan umat manusia yang sebenarnya. Karena Filosofi dari
filsafat ilmu adalah menjembatani nilai-nilai hakekat ilmu pengetahuan manusia untuk
kesejahteraa yang hakiki.
2. Rumusan MasalahDalam upaya memahami tentang filosofi dari filsafat ilmu ada beberapa
pendekatan ilmiah yang bisa dikaji. Aspek penanganan daging agar terbebas dari
pembusukan dengan metode pembekuan merupakan iptek yang dapat memberi jalan akan
kebenaran hakiki dari pembusukan manusia. Analisis kajiannya dilakukan dengan
pendekatan 3 pilar filsafat ilmu yakni :
1.Ontologi : bagaimana kajian iptek pembekuan daging bisa terbawa hingga ke
hakekatnya atau prinsip dasarnya
2.Epistemologi : bagaimana mekanisme kerja dari pengawetan suhu rendah
terhadap daging ?
3.Aksiologi : apa manfaat filosofis dari iptek pembekuan daging ini untuk
kehidupan manusia yang sejahtera nan hakiki ?
3. Tujuan PenulisanPenulisan makalah ini sebagai bagian dari upaya memahami tentang makna
filosofis dari filsafat ilmu, khususnya pada aspek ipteks pembekuan daging baik analisis
dari sisi perkembangan ipteks ini, mekanisme hingga nilai hakikinya sebagai wujud
memahami tentang arti kesejahteraan hakiki manusia.
6
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Kajian dari Aspek Ontologi
Kajian dari aspek ontologi menyangkut tentang hakekat dari ilmu pengetahuan
itu sendiri. Teknologi pembekuan daging merupakan iptek tentang pengawetan daging.
Daging jika disimpan pada suhu beku akan berdampak nyata pada kualitas daging itu
sendiri. Daging bersifat hayati sehingga merupakan komoditas yang cepat mengalami
kerusakan (Soeparno, 1998). Lebih lanjut disebutkan bahwa karakteristik aneka daging
ternak yang berbeda tidak menghambat terjadinya pembusukan daging tersebut. Seperti
diketahui bahwa karakteristik daging sapi yakni daging sapi berwarna merah terang/
cerah, mengkilap , tidak pucat dan tidak kotor. Secara fisik daging elastis, sedikit kaku
dan tidak lembek. Jika di pegang masih terasa basah dan tidak lengket di tangan. Dari
segi aroma daging sapi sangat khas (gurih). Kandungan protein daging sapi sebesar 18,8
% dan lemak total 14 %. Sementara daging ayam memiliki warna putih keabuan dan
cerah. Warna kulit ayam biasanya putih kekuningan dan bersih. Jika disentuh daging
terasa lembab tidak lengket. Serat daging ayam halus, mudah dikunyah dan digiling,
mudah dicerna, serta memiliki flavor lembut. Aroma daging ayam tidak menyengat, tidak
berbau amis dan tidak busuk, Daging ayam mengandung protein 18,2 % dan lemak total
25 %. Daging domba dan kambing memiliki Ciri-ciri yang hampir sama dengan daging
sapi. Namun demikian daging domba dan kambing memilki serat lebih kecil
dibandingkan serat daging sapi, serta aroma daging kambing yang khas goaty (istilah
bahasa jawa prengus). Daging domba dan kambing masing-masing mengandung protein
17,1 % dan 16,6 % dan lemak 14,8 % dan 9,2 %. Daging kelinci dengan karakteristik
yakni tidak berbau, warnanya putih hampir sama dengan daging ayam, seratnya halus,
kandungan nutrisi daging kelinci adalah rendah kolesterol sehingga baik dikonsumsi oleh
penderita jantung, manula, dan obesitas, serta dipercaya dapat mengobati asma karena
mengandung kitotefin serta asam lemak omega tiga dan omega sembilan. Daging kelinci
mengandung protein antara 18,6 – 25,6 % dan kadar lemak 3,91 – 10,9 %. Kesemua
karakteristik yang berbeda tersebut ternyata dapat mengalami pembusukan atau
kerusakan. Karakteristik/Penampilan tidak bisa terhindar dari pembusukan jika tidak
diawetkan.
7
Kerusakan atau pembusukan daging disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme.
Lawrie (2003) menyebutkan bahwa daging memang merupakan media yang ideal bagi
perkembangbiakan mikroorganisme (baik mikroorganisme perusak maupun pembusuk).
Hal ini disebabkan kadar air daging yang sangat tinggi (68-75%), kaya akan zat yang
mengandung nitrogen, mengandung sejumlah zat yang dapat difermentasikan, kaya akan
mineral, dan mempunyai pH yang menguntungkan bagi pertumbuhan mikroorganisme
(5,3-6,5). Cepat atau lambatnya daging mengalami kerusakan dipengaruhi oleh berbagai
faktor seperti suhu daging, suhu lingkungan, kadar air, kelembapan, jumlah oksigen,
tingkat pH, dan kandungan gizinya (Soeparno, 1998). Oleh karena itu, upaya mencegah
terjadinya kerusakan daging tersebut dilakukan dengan pengawetan dan salah satunya
dengan pengawetan suhu rendah atau pembekuan.
Menurut Desrosier (1982) bahwa teknik pembekuan ini sudah dikenal sejak
lama sekali. Teknik pembekuan dengan campuran garam-es diperkenalkan pada tahun
1800an di dua tempat, yaitu di Inggris (oleh H. Benjamin pada tahun 1842) dan di
Amerika Sarikat (oleh Enoch Piper pada tahun 1861) yang keduanya memanfaatkannya
untuk mendinginkan ikan. Komersialisasi teknik pembekuan baru dimulai di akhir abad
ke 19 ketika alat pendingin mekanis, yang saat ini disebut dengan lemari es, ditemukan.
Titik beku adalah temperatur di mana kristal es dan air berada dalam keadaan
ekuilibrium; titik di mana air tepat membeku atau es tepat mencair. Air murni membeku
pada temperatur 0oC pada tekanan atmosfer. Sementara titik beku daging berada di
bawah titik beku air murni, hal ini dikarenakan daging mengandung berbagai campuran
komponen penyusun kimia dan saling memengaruhi sehingga menurunkan titik beku.
Level titik beku suatu makanan tergantung pada konsentrasi zat-zat dalam makanan.
2.2. Kajian dari Aspek Epistemologi
Aspek epistemologi merupakan salah satu pilar filsafat ilmu yang menekankan
pada proses atau mekanisme. Proses atau mekanisme pada pembekuan daging sehingga
dapat mempertahankan daging dari pembusukan, dapat dijelaskan seperti berikut. Ketika
daging dipaparkan ke temperatur dingin, produk daging tersebut akan kehilangan panas
akibat laju perpindahan panas yang terjadi dari daging ke medium bertemperatur rendah
di sekitarnya. Permukaan daging akan mengalami penurunan temperatur lebih cepat
8
dibandingkan dengan bagian dalamnya (Soeparno, 1998). Lebih lanjut disebutkan bahwa
jumlah air yang membeku dalam daging tergantung pada temperatur pembekuan.
Umumnya, semakin cair suatu bahan makanan, jumlah air yang membeku akan semakin
banyak. Temperatur pembekuan yang digunakan akan mempengaruhi kecepatan
pembekuan cairan daging. Daging yang membeku dengan cepat akan menghasilkan
kristal es yang lembut (halus) yang terletak dalam cairan jaringan daging dan akan
menghasilkan drip yang lebih sedikit pada saat thawing sehingga penurunan kualitas
dapat dicegah. Hal yang berbeda dengan pembekuan lambat akan menghasilkan drip
yang lebih banyak sehingga akan menurunkan kualitas daging beku (Lawrie, 2003).
Fellows (2000) menjelaskan mekanisme pembekuan secara umum seperti
berikut. Ketika temperatur diturunkan hingga di bawah titik beku air, air mulai
membentuk kristal es. Pembentukan kristal es dapat disebabkan oleh kombinasi molekul-
molekul air yang disebut dengan nukleasi homogenik, atau pembentukan inti di sekitar
partikel tersuspensi yang dikenal dengan nama nukleasi heterogen. Nukleasi homogen
terjadi dalam kondisi di mana zat terbebas dari zat pengotor yang pada umumnya
berperan sebagai inti ketika terjadi proses pembekuan. Nukleasi heterogen terjadi ketika
molekul-molekul air bersatu dengan agen nukleasi seperti benda asing, zat tak terlarut,
atau bahkan dinding pembungkus. Nukleasi heterogen adalah tipe yang umum terjadi
dalam proses pembekuan makanan. Tipe ketiga dari proses nukleasi, yang disebut
dengan pembentukan inti sekunder, terbentuk ketika kristal-kristal membelah. Tipe
kristalisasi ini memberikan ukuran kristal yang seragam, dan umum terjadi pada proses
pembekuan makanan cair. Umumnya dalam proses pembekuan makanan, temperatur
berkurang mulai dari temperatur awal di atas titik beku hingga beberapa derajat di bawah
titik beku. Dalam proses ini, temperatur di 0 hingga -5oC disebut zona kritis yang
diperlukan oleh makanan dalam pembentukan kristal-kristal es. Lamanya waktu yang
diperlukan bagi makanan dalam melalui zona kritis ini menentukan jumlah dan ukuran
kristal es yang terbentuk. Proses pembekuan yang cepat akan membentuk sejumlah besar
kristal es berukuran kecil, sedangkan pendinginan dalam waktu yang lambat akan
membentuk sejumlah kecil kristal es berukuran besar. Pembekuan yang lambat
memberikan waktu bagi molekul-molekul air untuk bermigrasi menuju inti yang akan
bersatu dengannya untuk membentuk agregat kristal es sehingga menghasilkan kristal es
9
berukuran besar. Pembentukan kristal es berukuran besar ini akan memengaruhi struktur
makanan dan menyebabkan hilangnya kualitas makanan. Kristal es yang besar akan
menusuk dinding sel produk makanan dan merusaknya. Kerusakan akan semakin besar
dengan semakin lambatnya laju pembekuan (Otero et al., 2000). Soeparno (1998)
menyebutkan bahwa metode pembekuan lambat pada daging berdampak pada
pembentukan kristal es diluar serabut otot daging (ekstraseluler). Pembentukan kristal es
dari bagian dalam sel otot berlangsung terus sehingga cairan ekstraseluler yang tersisa
dan belum membeku akan meningkat kekuatan fisiknya dan menarik air secara osmotik
dari bagian dalam sel otot yang sangat dingin. Selanjutnya air ini membeku pada kristal
es yang sudah terbentuk sebelumnya dan menyebabkan kristal es membesar. Solusi
terbaik adalah dengan mencegah terjadinya kristalisasi ini dengan risiko meningkatkan
pertumbuhan mikroorganisme yang dapat merusak makanan karena temperatur yang
masih memungkinkan bagi pertumbuhan mikroorganisme.
Secara umum daging jika dibekukan akan dipengaruhi oleh karakter kimia dari
daging itu sendiri. Berikut karakteristik kimia daging secara umum, dipaparkan secara
lengkap pada tabel berikut.
Tabel 1. Komposisi Kimia Daging Segar
SumberKomposisi Daging
Protein (%) Lemak (%) Air (%) Mineral danNon-Protein (%)
Forest et al. (1992) 19 5 70 6Lawrie (2003) 18 3,5 75 3,5
Berdasarkan pada Tabel 1, kandungan air sebagai komponen kimia pada daging
yang terikat dengan protein daging akan mempengaruhi mekanisme pembekuan daging
itu sendiri. Mekanisme pembekuan daging diawali dengan pembekuan air bebas pada
daging dan dilanjutkan pembekuan air terikat pada protein daging. Daging ternak dan
unggas segar akan bertahan selama 1-2 hari jika disimpan pada suhu sekitar 21,1° C. Jika
disimpan pada suhu ruang (27° C) maka produk tersebut dalam waktu 1-2 hari, dapat
dipastikan tidak layak konsumsi lagi akibat kerusakan bahan. Pembekuan merupakan
suatu proses untuk memperpanjang masa simpan dari bahan pangan yang kini umum
10
dilakukan dalam rumah tangga. Dulu pendinginan dapat dilakukan dengan menggunakan
es yang diletakkan di sekitar bahan pangan dalam ruangan yang kedap udara. Sekarang,
pendinginan banyak dilakukan dalam refrigerator. Bila ingin menyimpan daging lebih
lama, daging dapat dibekukan dalam freezer. Pendinginan terjadi pada suhu 0° C sampai
5° C. Daya awet pendinginan biasanya 4 hari sejak pembelian daging. Ini merupakan
waktu yang biasanya diperlukan daging untuk mencapai suhu 5° C atau kurang. Jadi,
daging yang didinginkan harus sudah diolah dalam waktu 3-4 hari sejak pembelian.
Khusus daging giling harus sudah diolah dalam waktu satu hari kecuali langsung
dibekukan pada suhu pembekuan -80° C. Hal ini karena pengilingan menyebabkan lebih
banyak bakteri tersangkut di dalamnya.
Pembekuan merupakan cara sempurna untuk mengawetkan daging. Pembekuan
dapat mempertahankan kualitas dan sifat-sifat organoleptik, termasuk nilai gizinya dalam
jangka waktu tertentu. Menurut Soeparno (1998) bahwa pembekuan biasanya dilakukan
pada suhu -12° C sampai dengan suhu -28° C. Masa simpan daging beku bervariasi
tergantung suhu dan jenis ternak (Tabel 2).
Tabel 2. Masa Simpan (Bulan) Daging Beku (Soeparno, 1998)
DagingTemperatur Penyimpanan
-12oC -18oC -23oC -28oC
Sapi 4 6 12 >12
Domba Muda 5 6 12 >12
Anak Sapi 3 4 8 12
Babi 2 4 8 10
Daging unggas sesudah dibersihkan harus segera dibekukan karena dengan
pendinginan saja daging hanya dapat bertahan beberapa jam. Daging sapi yang disimpan
dalam suhu -12°C bisa bertahan selama 4 bulan; -18°C bisa bertahan selama 6 bulan; -
23°C bisa bertahan selama 12 bulan; -28°C bisa bertahan selama lebih dari 12 bulan.
Daging domba muda yang disimpan dalam suhu -12°C bisa bertahan selama 5 bulan; -
18°C bisa bertahan selama 6 bulan; -23°C bisa bertahan selama 12 bulan; -28°C bisa
bertahan selama lebih dari 12 bulan. Daging anak sapi yang disimpan dalam suhu -12°C
bisa bertahan selama 3 bulan; -18°C bisa bertahan selama 4 bulan; -23°C bisa bertahan
11
selama 8 bulan; -28°C bisa bertahan selama 12 bulan. Daging babi yang disimpan dalam
suhu -12°C bisa bertahan selama 2 bulan; -18°C bisa bertahan selama 4 bulan; -23°C bisa
bertahan selama 8 bulan; -28°C bisa bertahan selama 10 bulan.
Bila ingin mendinginkan atau membekukan daging, beberapa hal di bawah ini
yang perlu diperhatikan, diantaranya :
1. Daging yang baru dibeli segera dibersihkan (lebih baik dengan air matang hangat).
2. Untuk memudahkan saat mengolah, kelompokkan daging sesuai tujuan
pengolahan.
3. Tiriskan daging untuk mengurangi kadar air.
4. Bungkus rapat daging dalam kantong-kantong plastik dan masukkan ke dalam
refrigerator. Pembungkusan bertujuan untuk menghindari kontak langsung dengan
udara di sekitamya.
5. Bila akan disimpan untuk waktu lebih dari 3 hari maka pindahkan daging dari
refrigerator ke dalam freezer. Bila tidak, sebaiknya daging langsung diolah.
6. Untuk daging yang dibekukan saat akan dimasak, keluarkan dari freezer dan
segarkan kembali (thawing). Mula-mula penyegaran dilakukan dalam lemari
pendingin, kemudian dilanjutkan di bawah air dingin yang mengalir atau
direndam air hangat beberapa jam sebelum dimasak.
Hal-hal yang harus diingat saat menangani daging beku, yakni
1. Saat memindahkan ke dalam refrigerator atau di bawah air untuk penyegaran
kembali, daging harus tetap berada di dalam plastik yang tertutup rapat.
2. Daging harus disegarkan dengan air secara merata agar panas yang diterima
mencapai seluruh permukaan daging untuk meminimalkan aktivitas bakteri.
3. Jangan membekukan kembali daging yang sudah disegarkan karena memudahkan
tumbuhnya kembali mikroba sehingga daging menjadi mudah busuk.
4. Masaklah segera daging yang telah disegarkan.
Penanganan daging sebelum dibekukan akan menentukan kualitas daging beku.
Pelayuan daging dan pengemasan merupakan faktor-faktor yang harus diperhatikan
sebelum melakukan pembekuan. Pada pelayuan daging terjadi denaturasi protein yang
12
mengakibatkan keempukan daging meningkat, tetapi sebaliknya water holding capacity
(WHC) daging menurun yang mengakibatkan susut masak (cooking lost) meningkat
(Lawrie, 2003). Lama pelayuan daging sebelum dibekukan akan meningkatkan jumlah
cairan daging segar (weep) dan cairan daging beku (drip) yang keluar pada saat pencairan
kembali (thawing). Kondisi ini dapat berdampak pada penurunan kandungan nilai gizi
dalam daging yang ikut terlarut dalam drip (Lawrie, 2003).
Lama pelayuan daging berhubungan dengan selesainya proses rigormortis
(proses kekakuan daging), dalam hal ini apabila proses rigormortis belum selesai dan
daging terlanjur dibekukan maka akan menurunkan kualitas daging atau daging
mengalami proses cold shortening (pengkerutan dingin) ataupun thaw rigor (kekakuan
akibat pencairan daging beku) pada saat thawing sehingga akan dihasilkan daging yang
tidak empuk/alot (Buckle et al., 1978). Penggunaan temperatur untuk pembekuan daging
perlu dipertimbangkan pada temperatur cairan daging telah membeku semua disamping
itu juga proses enzimatis, proteolitik, hidrolisis, oksidatif dan aktivitas mikrobia sudah
terhambat sehingga kerusakan struktur daging dapat dikurangi seminimal mungkin dan
akan menjamin kualitas daging beku yang dihasilkan.
Penggunaan bahan pengemas dalam pembekuan daging dapat mencegah
terjadinya gosong beku (Freezer burn) yang dapat menyebabkan perubahan flavor, warna,
tekstur dan penampakan daging beku yang tidak menarik, selain itu, pengemasan dapat
mengurangi terjadinya desikasi, dehidrasi dak oksidasi lemak sehingga kualitas daging
beku dapat dipertahankan. Jenis plastik polietilen (PE), plastik polipropilen (PP) dan
aluminum foil dapat digunakan sebagai bahan pengemasnya (Soeparno, 1998). Respon
protein daging (% kasar) yang diberi perlakuan suhu pembekuan, lama pelayuan dan
jenis pengemasan yang berbeda dapat menjadi ulasan yang lebih spesifik ditinjau dari
aspek epistemologi dalam filsafat ilmu. Hasil kajian penelitian Widati (2008) bisa
menjadi gambaran tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas daging beku
tersebut.
13
Tabel 3. Rataan Kadar Protein (% kasar) Daging Sapi Beku dengan PerlakuanLama Pelayuan, Temperatur Pembekuan dan Bahan Pengemas
TemperaturPembekuan/Bahan
Pengemas
Lama Pelayuan (Jam)Rata-rata0 12 24
T (-10oC)TPALPPPE
21,5021,4221,5920,81
18,1719,9419,4219,10
17,1319,3918,6718,28
18,9320,2519,8919,40
Rata-Rata 21,33 19,16 18,70 19,62T (-20oC)
TPALPPPE
20,6822,2821,5821,07
18,9921,1520,5420,37
18,1820,6519,9319,59
19,2821,3620,6820,34
Rata-rata 21,40 20,26 19,59 20,42Rata-RataPengemas
19,10 19,71 20,29 19,87
Mekanisme pembekuan daging sapi (Tabel 3) dengan memperhatikan faktor
lama pelayuan, temperatur pembekuan dan jenis bahan pengemas (TP = tanpa pengemas;
AL = aluminum foil; PP = polipropilen dan PE = polietilen) menghasilkan dampak yang
nyata pada respon protein daging sapi. Suhu temperatur -20oC memberikan dampak lebih
tinggi dalam upaya menjaga kerusakan protein daging dibandingkan pada temperatur -
10oC. Hal ini disebabkan kehilangan nutrien dalam drip yang keluar pada saat thawing
tergantung pada kecepatan pembekuan daging dan proses thawing (Lawrie, 2003). Jika
diamati dari aspek perlindungan daging sapi dengan bahan pengemas berbeda
menunjukkan bahwa tanpa pengemasan menyebabkan kandungan protein daging paling
rendah dibandingkan dengan pengemasan. Jenis pengemas aluminium foil (AL) mampu
mempertahankan penurunan kandungan protein daging sapi, diikuti PP dan PE. Jenis
pengemas tidak memperbaiki kualitas daging dan hanya mempertahankan atau
memperlambat kerusakan produk (Soeparno, 1998). Faktor lama pelayuan daging
cenderung menurunkan kandungan protein daging sapi (Tabel 3). Hal ini terjadi karena
denaturasi protein daging baik jenis protein sarkoplasma maupun miofibril (Jenis protein
daging dengan komposisinya tersaji pada Tabel 4) pada tahap pelayuan sebagai akibat
dari penurunan pH. Namun demikan sebenarnya denaturasi protein ini tidak
14
mempengaruhi jumlah protein kecuali mempengaruhi penampakan dan kualitas daging
(Lawrie, 2003). Denaturasi protein merupakan perubahan intramuskular yang disebabkan
hidrolisis rantai peptida sehingga tidak akan mempengaruhi jumlah protein daging.
Pembuktian bahwa daging selama dari pembusukan juga bisa digambarkan dari
aspek lemak daging sapi yang dibekukan (Tabel 4) yang merupakan hasil penelitian
Widati (2008). Hasil penelitian ini membuktikan bahwa pembekuan tidak merubah
kandungan lemak daging sapi beku. Faktor lama pelayuan, pengemasan dan suhu
pembekuan tidak nyata pengaruhnya. Pada temperatur pembekuan -20oC menghasilkan
kadar lemak yang lebih tinggi dibandingkan dengan temperatur -10oC. Hal ini karena
pada temperatur -20oC reaksi oksidasi lebih dapat dihambat sehingga menyebabkan
penurunan kadar lemak, meskipun penurunannnya tidak nyata. Desrosier (1982)
menyebutkan bahwa pada temperatur -20oC, lemak sapi masih memberikan kualitas yang
terbaik dibandingkan dengan lemak babi dan ikan ynag sudah rusak selama penyimpanan
6 bulan. Penggunaan bahan pengemas dapat mempengaruhi kualitas lemak daging sapi
beku. Jenis pengemas aluminium foil paling tinggi diikuti plastik PP dan PE, sementara
jika tidak dikemas penurunan kandungan lemak tidak bisa dicegah. Hal ini karena
penggunaan pengemas dapat menghambat reaksi oksidasi lemak yang dapat
menimbulkan kerusakan sehingga akan mempengaruhi kadar lemaknya walaupun
penurunan yang ditimbulkan tidak berbeda. Lawrie (2003) menyebutkan bahwa
penggunaan bahan pengemas dapat menghambat terjadinya reaksi oksidasi dalam bahan
pangan beku. Sementara itu, pembekuan yang memperhatikan faktor pelayuan juga
memberikan dampak signifikan pada kualitas daging sapi beku. Hal ini disebabkan
karena selama pelayuan terjadi pelepasan Ca dan Na serta penyerapan K ke dalam
sarkoplasma oleh protein miofibril yang diakibatkan dengan adanya penurunan pH. Ca
dan Na yang kemudian terlarut bersama weep dan drip, dengan pelayuan yang semakin
lama maka kemungkinan kadar mineral semakin berkurang.
15
Tabel 4. Rataan Kadar Lemak (%) Daging Sapi Beku dengan Perlakuan LamaPelayuan, Temperatur Pembekuan dan Bahan Pengemas
TemperaturPembekuan/Bahan
Pengemas
Lama Pelayuan (Jam)Rata-rata0 12 24
T (-10oC)TPALPPPE
1,011,291,271,12
1,071,351,331,19
1,251,501,611,38
1,111,381,401,23
Rata-Rata 1,17 1,23 1,43 1,28T (-20oC)
TPALPPPE
1,021,301,251,22
1,141,481,461,30
1,471,451,311,44
1,211,411,341,32
Rata-rata 1,19 1,35 1,42Rata-RataPengemas
1,18 1,39 1,37 1,28
2.3. Kajian dari Aspek Aksiologi
Manfaat iptek pembekuan daging yakni mampu menyelamatkan daging dari
pembusukan. Proses pembusukan terjadi akibat terdenaturasinya protein pada daging dan
dengan teknologi pembekuan hingga suhu dibawah titik beku air kejadian pembusukan
tersbut dapat dihindari. Seperti diketahui bahwa protein sebagai komponen penyusun
daging terdiri tiga jenis yakni miofibril, sarkoplasma dan jaringan ikat. Komposisi protein
dalan daging, disajikan secara lengkap pada tabel 5 berikut. Komponen-komponen dari
ketiga jenis protein tersebut mampu terjaga selama pembekuan sehinga selamat dari
pembusukan.
Tabel 5. Komposisi Protein dalam Daging (Lawrie, 2003)
Jenis Protein Bobot (%)1. Miofibril
Miosin Aktin - miosin Konektin Protein garis N2 (nebulin) Tropomiosin Troponin C, I dan T
11,55,52,50,90,30,60,6
16
α, β, dan ¥ aktinin Miomesin (protein garis-M) dan protein C Desmin, filamen, protein F dan T
2. Sarkoplasma Gliseraldehide fosfat dehidrogenase Aldolase Keratin kinase Enzim-enzim glikolitik Mioglobin Hemoglobin
3. Jaringan Ikat Kolagen Elastin Mitokondria (termasuk sitokron c dan enzim-enzim
yang tidak larut
0,50,20,45,51,20,60,52,20,20,62,01,0
0,050,95
Pembekuan daging berlaku sama meskipun tempatnya berbeda-beda dan
terpisah. Hal ini dibuktikan pada kajian penelitian yang dilakukan oleh Matulessy et al.
(2010). Disebutkan padaTabel 6, bahwa pengambilan sampel daging karkas broiler beku
di tiga pasar tradisional di Halmahera Utara pada bulan Juli sampai September 2009 yang
karakteristik pedagangnya berbeda namun perlakuan pembekuan daging broiler tidak
memberikan perbedaan yang nyata terhadap kandungan bakteri total dan E. coli. Ini
menjadi bukti bahwa teknologi pembekuan itu berlaku universal. Total bakteri daging di
pasar tradisional Halmahera Utara tersebut sebesar 7,1 x 105 cfu/g dan belum melebihi
batas maksimum cemaran mikrobia yaitu 1 x 106 cfu/g (Anon, 2009). Kandungan
Escherichia coli juga demikian yakni masih dalam ambang batas maksimum cemaran
mikrobia yakni 1x 101 cfu/g (Anon, 2009).
Tabel 6. Perbedaan Tempat Penjual dan Dampaknya pada Total Mikrobia danEschedichia coli Daging Broiler Beku
Parameter Penjual RerataA B C D ETotal Mikroba( cfu/g)
1,2 x 106 1,5 x 106 3,6 x 105 3,5 x 105 2,2 x 105 7,1 x 105
E. coli (cfu/g) 1 x 101 0,9 x 101 0,8 x 101 0,6 x 101 0,5 x 101 0,8 x 101
Kasus ini dapat menjadi pelajaran tidak saja dari sisi manfaat penyelamatan
daging dari pembusukan akan tetapi juga pelajaran nilai-nilai filosofis tentang titik beku
17
air (suhu 0oC) sebagai perjalanan yang harus dilewati jika ingin selamat dari pembusukan.
Fenomena metode pembekuan daging yang mampu menyelamatkannya dari kejadian
pembusukan dapat menjadi pelajaran bagi kita sebagai manusia. Karena pada hakekatnya
daging sama dengan manusia yakni tersusun oleh unit terkecil yang disebut sel.
Komponen sel itu sendiri terdiri dari DNA, RNA, Fosfolipid dan lemak dan secara umum
disebutkan bahwa daging itu ada energi yang tidak berbeda jauh dengan energi dalam diri
manusia. Kiblat tentang iptek teknologi pembekuan daging untuk dijadikan pedoman
agar manusia selamat dari pembususkan dengan mengambil hakekat dari titik beku air
tersebut yakni angka 0. Karena selamatnya daging dari pembusukan adalah merupakan
sebuah filosofi tentang hakekat. Hal ini bisa dijadikan sebuah renungan untuk menuju
pembelajaran nilai-nilai spiritual manusia. Nilai-nilai spiritual itu penting untuk
mengimbangi nilai-nilai intelektual dan emosional manusia. Nilai-nilai spiritual yang
menyelamatkan dari pembusukan selama hidup di dunia dan di akhirat. Nilai-nilai
spiritual yang universal dan lintas segalanya serta mampu mempersatukan seluruh yang
hidup di kehidupan dunia ini. Jika dikembangkan sebuah pertanyaan yakni apa yang
mampu mempersatukan titik kesadaran manusia di dunia ini? Mempersatukan yang
terselamatkan? Fenomena daging beku sebagai sebuah fenomena keilmuan di bidang
pengawetan daging bisa menjadi bukti tentang adanya penyelamatan yang universal.
Universal ini berarti lintas dimensi kehidupan manusia dan bahkan lintas moralitas
sekalipun.
Dalam teori ilmu peternakan, daging adalah produk hasil ternak yang layak
untuk dimakan dan bermanfaat bagi manusia. Daging itu ada pasca pemotongan ternak,
dimana otot mengalami konversi menjadi daging. Selama konversi otot menjadi daging
itu terjadi titik-titik kritis yang memberi potensi terjadinya kerusakan produk daging
hingga ke pembusukan. Seperti di ketahui bahwa daging pasca pemotongan ternak itu
sangat mudah mengalami kerusakan baik karena aktivitas enzim yang dihasilkan oleh
mikroorganisme maupun oleh enzim yang ada dalam daging (namanya enzim cathepsin).
Aktivitas enzim ini yang tidak terkendalikan akhirnya membuat produk daging menjadi
rusak dan busuk. Fenomena tentang pembusukan daging ini ternyata tidak berbeda jauh
dengan manusia yang juga mengalami pembusukan jika hidupnya selama dalam
kehidupan ini tidak terkendalikan. Fenomena pembusukan daging ini akhirnya, seiring
18
perjalanan intelektual manusia memunculkan teknologi menyelamatkan daging dari
pembusukan, diantaranya dengan mengaplikasikan teknologi pengawetan suhu rendah,
seperti metode pembekuan. Prinsip dasar dari pembekuan daging yakni penurunan suhu
daging hingga ke titik beku air (0oC). Pada saat telah masuk ke titik beku inilah daging
terselamatkan dari pembusukan dan bisa disimpan hingga tahunan.
Titik beku air pada suhu 0oC ini dalam simbulnya sebagai angka 0 (nol). Angka
0 (nol) merupakan angka atau nilai tertinggi dalam perjalanan spiritual manusia. Angka 0
(nol) ini merupakan titik bersatunya dua dimensi yang berbeda. Mekanisme bersatunya
kedua dimensi itu digambarkan seperti saat pembekuan daging. Diketahui bahwa daging
pasca pemotongan ternak suhunya masih tinggi yakni berkisar antara 30-39oC, sementara
disisi lain suhu frezeer yang telah dingin dan saat daging di letakkan dalam frezer
terjadilah proses kemanunggalan atau bersatunya kedua dimensi suhu tadi secara alami
hingga akhirnya terjadi titik kesetimbangan dua dimensi yang berbeda yakni masuk
ketitik nol derajat. Inilah dikenal titik pembekuan pada daging. Pada titik ini semua
aktivitas sel dalam daging ataupun sel mikrobia yang mengkontaminannya menjadi
inaktif. Seluruh cairan jaringan diantara serabut berkas serabut kolagen (protein pada
daging) masuk dimensi beku. Kondisi inilah kemudian menyebabkan daging aman dari
pembusukan.
Kita sebagai manusia bisa belajar dari fenomena pembekuan daging ini. Daging
yang masuk ke titik suhu 0oC (baca: titik 0 sebagai titik kosong yang berisi), beku dan
terselamatkan dari pembusukan. Kenapa bisa terjadi demikian karena dua dimensi suhu
yang berbeda itu telah bersatu dan masuk ke titik kesetimbangan. Titik 0 (nol) yang
menyelamatkan. Contoh, dalam hitungan logika matematika yang spirit, bahwa apapun
dimensinya jika dikalikan (dibaca : ketemu) dengan angka 0 (nol) hasilnya 0 (kosong
yang berisi). Dimensi positif maupun negatif jika ketemu 0 (nol) akan ketemu nol (-1 x 0
= +1 x 0 yakni 0, dan angka 0 ini adalah simbul Tuhan itu sendiri yakni kosong yang
berenergi). Kunci untuk selamat dalam hidup lahir dan batin yakni menemukan titik
dimensi kosong yang berisi, seperti yang terbuktikan pada produk daging beku yang
terselamatkan dari pembusukan. Oleh karena itu, manusia harus menemukan kuncinya
yakni kunci sejati yang membuka kesadaran rasa kosong tapi berisi. Titik nol yang
universal dan melintasi semua batas-batas kehidupan yang selama ini tersekat.
19
Tuhan Maha Kasih, betul-betul terbukti karena apapun dimensi manusia hidup,
semuanya diberikan cara atau metode untuk ketemu titik 0 itu. Apapun agama atau aliran
kepercayaan yang diyakini, status sosial dan moralitasnya saat ini, saat Tuhan
memberikan kasihnya semua mendapatkan, tidak pandang bulu bahkan diberikan untuk
semua yang hidup di dunia atau alam semesta. Kapan kasih sejati itu diberikan yakni saat
manusia sudah tidak sadar atau disebut sebagai filosofi tidur terlelap. Dimensi tidur
terlelap, seluruh manusia yang ada di dunia ini mengalaminya. Saat manusia tidur terlelap
sempurna, dimanakah kesadaran logika, angan-angan, keakuan, dan sebagainya.
Jangankan semua itu, tubuhnya sendiri tidak bisa di ingat. Semuanya terbawa ke titik
sang hidup atau urip sejati yang menggendongnya atau yang memberikan hidup dalam
kehidupan ini. Namun yang menjadi masalah dalam hidup ini tidak dihabiskan waktunya
untuk tidur. Justru saat manusianya tidak tidur itulah yang menjadi titik masalah sejati
karena dimensi tidur terlelap tidak mampu menjadi warna selama sadar dalam aktivitas
sehari-hari. Dimana metode sang penyelamat tersebut agar dimensi rasanya betul-betul
terbawa saat beraktivitas. Pastilah ada kuncinya untuk menemukan kunci sejatinya dalam
hidup.
Daging beku sebagai sebuah bentuk penyelamatan dari pembusukan, atau
filosofi tidur terlelap yang dialami oleh semua manusia yang ada di dunia ini menjadi
bukti riil akan adanya sang penyelamat yang universal. Jika ditanya bagaimana rasanya
masuk ke titik kosong saat tidur terlelap, semua bisa merasakannya. Rasa tidur terlelap
sama dan semua manusia bersaksi pribadi namun dengan versinya masing-masing dalam
memvisualisasikan atau menyuarakan kepada sesama. Namun satu hal penting menjadi
bukti bahwa saat terbangun dari dimensi tidur terlelap, fisik manusia mendapatkan fibrasi
dari titik kosong tadi yakni tubuh terasa segar atau pulih dari rasa capek, dan sebagainya.
Permasalahannya kemudian adalah bagaimana membawa titik-titik kosong sejati seperti
dimensi tidur terlelap, pada saat tubuh ini sadar atau tidak sedang tidur. Karena seperti
diketahui bersama bahwa dalam hidupnya manusia tidak hanya tidur namun sebagaian
besar digunakan untuk kegiatan sosial, bekerja, liburan dan berbagai kegiatan lainnya.
Proses perjalanan spiritual manusia hingga menemukan titik kesejatian hidup menjadi
kuncinya. Kesejatian yang kosong namun berisi, titik 0 yang menyelamatkan seperti
daging beku. Inilah titik kedamaian abadi ditengah hirup pikuknya kita mencari
20
kedamaian atau kebahagiaan dari sudut pemenuhan materi atau ambisi. Sudah terbukti
bahwa kedamaian atau kebahagiaan sejati tidak bisa ditemukan dari materi namun
meskipun demikian bahwa sejatinya materi itu sangat penting untuk menuju titik
kedamaian atau kebahagiaan sejati. Ratu adil atau maha adil itu yakni pemberi keadilan
yang sama kepada semua yang hidup di dunia atau alam semesta ini. Ratu adil sebagai
sebuah kesetimbangan dan dalam ilmu kimia disimbulkan dengan nilai entalpi nol (angka
0). Setimbang itu yakni titik pertemuan ruwe bineda atau titik tapak dare yang
menyelamatkan. Titik setimbang yakni titik pertemuan atau kemanunggalan antara suhu
positif dan suhu negatif dalam proses pembekuan daging. Titik nol (suhu 0oC) yakni yang
menyelamatkan dari pembusukan hidup.
21
BAB III. KESIMPULAN DAN SARAN
Kajian filosofi dari filsafat ilmu melalui pendekatan teknologi pembekuan
daging telah terbukti mampu memberikan penyelamatan daging dari kasus pembusukan.
Kajian melalui aspek ontologi, epistemologi dan aksiologi membuktikan bahwa hakekat
atau prinsip dasar pembekuan, mekanisme pembekuan hingga manfaatnya bagi pangan
yang asuh merupakan jembatan menuju nilai-nilai kesejahteraan manusia, khususnya jika
dibawa ketitik filosofinya agar selamat dari pembusukan maka manusia harus masuk ke
titik beku daging yakni dengan melewati fase beku tadi.
Belajar ilmu dan pengetahuan, tidak saja untuk memenuhi kebutuhan akan
materi tapi juga dapat menjadi pelajaran yang ilmiah tentang hakekat selamat dari
pembusukan.
22
DAFTAR PUSTAKA
Anon. 2009. Standar Mutu Karkas dan Daging Ayam. Hasil Revisi Dewan StandarisasiNasional. No. SNI-3924-2009.
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet dan M. Wooton, 1978. Food Science. WatsonFerguson dan Co. Brisbane, Australia
Desrosier N. W. dan Desrosier J. W. 1982. The Technology of Food Preservation, EdisiKeempat. Westport, CN: AVIPub Co.
Fellows P. J. 2000. Food Processing Technology Principals and Practice, Edisi Kedua.New York: CRC Press.
Forrest, J.C., E.D. Aberle, H.B. Hedrick, M.D. Judge dan R.A. Merkel. 1975. Principlesof Meat Science. W.H. Freeman and Co., San Fransisco.
Otero L., Martino M., Zaritzky N., Solas M., dan Sanz P. D. 2000. Preservation ofMicrostructure in Peach and Mango during High Pressure Shift Freezing. JurnalFood Sci. 65(3): 466–470
Lawrie, R.A. 2003. Ilmu Daging edisi V, Terjemahan Aminuddin Parakasi, UniversitasIndonesia, Jakarata.
Matulessy, D.N., E. Suryanto dan Rusman. Evaluasi Karakteristik Fisik, KomposisiKimia dan Kualitas Mikrobia Karkas Broiler Beku yang Beredar di PasarTradisional Kabupaten Halmahera Utara, Maluku Utara. 34(3) : 178-185.
Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi daging, Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Widati, A.S. 2008. Pengaruh Pelayuan, Temperatur Pembekuan dan Bahan Pengemasterhadap Kualitas Kimia Daging sapi Beku. Jurnal Ilmu dan Teknologi HasilTernak. 3(2):39-49