Transcript
Page 1: DAFTAR PUSTAKAetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82509/potongan/S3... · DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Irwan, ... Fakta Tulang Bawang era Soeharto ... pembangunan proyek identitas keindonesiaan

208

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Irwan, 2009, Konstruksi dan Reproduksi Kebudayaan, Yogyakarta :

Pustaka Pelajar.

Alasuustari, P., 1995, Researching Culture : Qualitative Method and Cultural

Studies, London : Sage.

Ana, Sri Handayani, 1994, Transmigrasi di Indonesia dalam perspektif Sejarah,

Jember : Universitas Jember.

Anderson, Bennedict, 1991. Imagined Communities : Reflection on the Origins

and Spread of nationalism, London : Verso.

Ang, Ien, 1985, Watching Dallas : Soap Opera and The Melodramatic

Imagination, London : Matheun.

Arikunto, Suharsimi, 2010, Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik,

Jakarta : Rineka Cipta.

Barker, Chris, 2000, Cultural Studi : Theory and Practice, London : Sage.

Bourdieu, P. 1997, Outline of A Theory and Practice, Cambridge : Cambridge

University Press.

Budiman, Kris, 2002, Di Depan Kotak Ajaib : Menonton Televisi Sebagai Praktik

Konsumsi, Yogyakarta : Galang press.

Cresswell, John.,W, 1994, Qualitative Inquiry and Design Research: Choosing

Among Five Tradition, USA : Sage Publication Inc.

Garna, K. Judistira, 1999, Metode Penelitian Pendekatan Kualitatif, Bandung :

Primaco akademia.

Geertz, Clifford, 1973, The Interpretation of Culture, New York : Basic Book.

Giddens, Anthony, 1992, The Transformation of Intimacy, Cambrigde : Polity

Press.

_______________, 1991, Modernity And Self Identity, Cambridge : Polity Press.

Hall, Stuart, 1981, “Encoding/Decoding”, dalam Stuart Hall, A. Lowe dan Paul

Willis (ed), Culture, Media, Language, London : Hutchinson

___________, 1992, “The Question of Cultural Identity”, dalam S. hall, D. Held

& T. McGrew (ed), Modernity and its Future, London : Edward Arnold.

Page 2: DAFTAR PUSTAKAetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82509/potongan/S3... · DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Irwan, ... Fakta Tulang Bawang era Soeharto ... pembangunan proyek identitas keindonesiaan

207

sebagai orang Jawa dan orang Lampung diakui dan tetap memperoleh hak-hak

yang sama untuk berpartisipasi dalam aktivitas sosial-politik. Antara komunitas

Lampung dan Jawa serta suku-suku lainnya yang hidup di sana, bersifat egaliter,

berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah. Tidak terdapat hak

istimewa/previledge sebagai tuan rumah/pribumi dan pendatang/tamu. Arena

kontestasi bersifat terbuka dan hanya merupakan pertarungan kualitas

kepemimpinan.

Page 3: DAFTAR PUSTAKAetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82509/potongan/S3... · DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Irwan, ... Fakta Tulang Bawang era Soeharto ... pembangunan proyek identitas keindonesiaan

206

kepompong lokalitas kesukuan dan bermetamorfosa menjadi kupu-kupu

Indonesia.

Keempat, Dalam era multikultural, globalisasi menggiring hampir semua

negara ke dalam situasi multikultur. Hampir tidak terdapat sebuah negara dengan

penduduk homogen yang terdiri dari satu jenis etnik saja. Tiap-tiap negara

memiliki ragam penduduk dan ragam budaya dengan nilai-nilai yang berbeda.

Tentu saja, pertanyaannya tidak berhenti pada “sejauh mana masyarakat

memenuhi norma-norma keadilan, kebebasan individu dan demokrasi

permusyawaratan ?”. Tetapi pada bagaimana prinsip demokrasi dijunjung dengan

tetap mengijinkan kearifan lokal hidup berkembang. Multikulturalisme

memberikan jawaban tepat akan problematika politik sosial Tulang Bawang

Barat.

Secara garis besar, multikulturalisme melompati definisi lama pluralisme

yakni sekedar pengakuan terhadap keanekaragaman, kemajemukan dan

kebinekaan yang sudah terkonstruksi jauh-jauh hari sebelum Indonesia merdeka.

Kerajaan-kerajaan kuno Indonesia bahkan Orde Baru mengakui hal tersebut,

bahwa di sana terdapat berbagai macam ras, suku agama, golongan dan

kelompok-kelompok budaya tertentu. Fakta Tulang Bawang era Soeharto

menyisakan persoalan etnifikasi orang Lampung dan memberikan ruang bagi

timbulnya “Jawanisasi”. Multikulturalisme disamping mengakui potensi

keragaman, ia juga memberikan peluang berekspresi menurut jati diri masing-

masing dengan saling berkomunikasi satu sama lain dengan meniadakan

dominasi maupun mematikan oleh satu kepada yang lain. Identitas kultural

Page 4: DAFTAR PUSTAKAetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82509/potongan/S3... · DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Irwan, ... Fakta Tulang Bawang era Soeharto ... pembangunan proyek identitas keindonesiaan

205

bahwa mereka bukanlah tuan rumah abadi yang berkuasa absolut atas kontrol

pemerintahan daerah dan klaim kepemilikan tanah. Otonomi daerah hendaknya

tidak menjadi pintu masuk tirani politik yang menampilkan diri dengan wajah

kearifan lokal Piil Pesenggiri kepada para pendatang. Piil Pesenggiripun

hendaknya jangan dijadikan instrumen intimidasi sosial demi menekan, menakut-

nakuti dan merebut tanah yang sudah menjadi milik orang lain. Piil Pesenggeri

bukanlah ideologi yang beralih rupa menjadi “senjata tajam” yang lantas

kemudian dipergunakan untuk menikam orang lain. Piil Pesenggiri bukan pula

ideologi komunitas tetapi hanya sebatas filsafat, etika dan nilai-nilai tradisi yang

memungkinkan dalam dirinya alpa, salah atau sudah tidak up to date.

Selanjutnya, otonomi daerah seyogyanya dijadikan arena fair play

layaknya pertandingan sepakbola dimana mereka yang terbaiklah yang dapat

menjadi juara, bukan karena dasar pertimbangan klub yang bertanding pemilik

stadion atau banyaknya suporter di sudut-sudut tribun.

Suksesnya jalur pendidikan akan kesadaran identitas keindonesiaan

ditunjukkan oleh narasumber-narasumber asal Lampung maupun Jawa yang telah

mengenyam pendidikan tinggi. Bagi mereka, Piil Pesenggiri menjadi salah kaprah

jika dijadikan modal sosial untuk melakukan penetrasi dan marginalisasi terhadap

suku-suku lain di tanah Tulang Bawang. Pun pada saat yang sama, anak-anak

transmigran/PUJAKESUMA merasa bahwa identitasnya sudah mencair bukan

lagi sebagai orang Jawa dan orang Lampung tetapi sebagai orang Indonesia.

Mereka dengan modal pendidikannya telah berhasil keluar dari selubung

Page 5: DAFTAR PUSTAKAetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82509/potongan/S3... · DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Irwan, ... Fakta Tulang Bawang era Soeharto ... pembangunan proyek identitas keindonesiaan

204

suku-suku bangsa baik yang jumlah populasinya besar maupun kecil memiliki

garis demarkasi yang jelas tetapi elastis. Orang Lampung adalah orang Lampung,

dan Jawa tetaplah Jawa tetapi mereka dalam figura keindonesiaan. Oleh sebab

itu, pembangunan proyek identitas keindonesiaan adalah suatu proses budaya

yang terus menerus. Ia harus dikerjakan, diolah, didisain sedemikian rupa

sehingga sampai pada arah dan tujuan yang dicita-citakan oleh UUD 1945.

Ketiga, otonomi daerah, identitas keindonesiaan, nasionalisme adalah

produk modernitas berlawanan dengan identitas kelokalan, kepemimpinan adat

/kesukuan yang adalah produk tradisional. Jika modernitas mengandalkan

rasionalitas yang identik dengan produk pencerahan maka kebalikannya,

tradisionalitas lebih pada dogma kesukuan maupun agama yang terkadang bersifat

jumud dan anti-kritik dan cocok diberlakukan pada masyarakat tradisional

homogen. Sebagai produk modernitas yang mengandalkan rasionalitas maka

proyek pembangunan identitas kebangsaan/keindonesiaan sebagai instrumen

untuk melawan tumbuhnya politik identitas sempit ala otonomi daerah adalah

pendidikan. Proyek identitas adalah proyek yang tidak pernah berhenti selama

negara yang bersangkutan masih berdiri tegak. Oleh sebab itu, mengajar dan

mendidik dan membentuk “orang Indonesia” merupakan proses yang bersifat long

life education. Di sekolahan, pasar-pasar, lingkungan kantor, pusat-pusat

perniagaan keindonesiaan hendaknya diutamakan daripada kesukuan. Orang-

orang Jawa sudah harus mulai menghargai masyarakat Lampung dengan

meninggalkan kejawaanya ketika beranjak dari pintu rumah mereka dengan

berbahasa Indonesia. Demikianpun orang Lampung hendaknya mulai menyadari

Page 6: DAFTAR PUSTAKAetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82509/potongan/S3... · DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Irwan, ... Fakta Tulang Bawang era Soeharto ... pembangunan proyek identitas keindonesiaan

203

militer dan birokrasi otoritarianistik. Disini KORAMIL, KODIM, kantor-kantor

aparat pemerintahan menjadi agen langsung penerjemah, penafsir dan penopang

dari ide identitas keindonesiaan. Tidak ketinggalan, partai-partai politik semisal

GOLKAR, PPP maupun PDI melakukan hal yang sama meskipun hasilnya jauh

berbeda dengan hasil yang dilakukan dari lembaga-lembaga pertama. Penataran-

penataran P4, propaganda keberhasilan ekonomi melalui siaran-siaran RRI,

KELOMPENCAPIR menjadi salah satu medium pemerintahan Soeharto

memperkenalkan gagasan keindonesiaan. Akan tetapi masyarakat lokal Lampung

menanggapi cara Orde Baru dengan berbeda. Bagi mereka identitas keindonesiaan

yang diperkenalkan dan dipromosikan Orde Baru bertolak belakang dengan

praktik di lapangan dimana menurutnya, telah terjadi ide dan gerakan Jawanisasi.

Camat, wedana, bupati hingga gubernur dipilih dari orang Jawa. Polisi-polisi dan

BABINSA dan KORAMIL, KODIM juga kebanyakan berasal dari Jawa. Belum

lagi seragam batik yang wajib dipergunakan tiap hari Jumat oleh birokrat-birokrat

juga guru-guru dan murid sekolah. Yang mereka rasakan jauh dari rasa

“keindonesiaan” tetapi “jawanisasi”.

Merujuk pada Benedict Anderson, definisi bangsa/nation adalah

komunitas politis dan dibayangkan sebagai sesuatu yang bersifat terbatas secara

inheren sekaligus berkedaulatan. Bangsa adalah sesuatu yang terbayang karena

anggota bangsa sekecil apapun tidak akan tahu dan takkan kenal sebagian besar

anggota lainnya dan tidak akan bertatap muka dengan mereka. Tetapi masing-

masing membayangkan dalam sebuah arena imajiner yang disatukan oleh

bayangan akan kebersamaan mereka. Kebangsaan bersifat terbatas karena anggota

Page 7: DAFTAR PUSTAKAetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82509/potongan/S3... · DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Irwan, ... Fakta Tulang Bawang era Soeharto ... pembangunan proyek identitas keindonesiaan

202

Untuk itu terdapat saran yang barangkali relevan dan patut untuk direnungkan

bersama :

Pertama, pembentukan identitas keindonesiaan sebagai antitesis dari

identitas kelokalan. Bagaimanapun juga Pemerintah kolonial Belanda, Soekarno

(Orde Lama) maupun Soeharto (Orde Baru) memiliki andil terbentuknya

polarisasi bipolar pendatang transmigran Jawa vis a vis masyarakat lokal

Lampung dengan pembangunan pemukiman yang bersifat enclave, membentuk

kantong-kantong etnik sehingga setelah sekian puluh bahkan ratusan tahun tidak

terjadi pembauran sosial dan akulturasi budaya secara alamiah. Orang Jawa

tumbuh dengan kejawaannya, orang Bali tumbuh dengan kebalianya dan orang

Lampung meredup dengan sendirinya karena keterdesakan populasi maupun

etnifikasi. Gelora ide kebangsaan sejak Soekarno melalui demagogi dan retorika

berapi-api yang disiarkan lewat radio nampaknya hanya sekilas menyentuh

kesadaran diri transmigran sebagai orang Indonesia (baca : Wong Jowo Indonesia)

yang hidup di tengah-tengah masyarakat “bukan seperti mereka” di tanah air

Indonesia dan tidak sempat mengguratkan identitas diri sebagai orang Indonesia

akibat pemukiman enclave, kesibukannya menaklukan alam dan memperbaiki

derajat kualitas hidup yang keras. Ide kebangsaan/nasionalisme dan identitas

keindonesiaan hanya lirih terdengar dari seberang pulau Jawa dan tidak

membekas banyak dalam memori kolektifnya. Mereka tetap merasa sebagai orang

Jawa di tanah bukan pulau Jawa.

Era Orde Baru Soeharto, ide kebangsaan dan identitas keindonesiaan

nampaknya “lebih berhasil” karena dilakukan secara koersif-sentralistik ala

Page 8: DAFTAR PUSTAKAetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82509/potongan/S3... · DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Irwan, ... Fakta Tulang Bawang era Soeharto ... pembangunan proyek identitas keindonesiaan

201

atau b. Akan tetapi dapat dilihat bahwa yang termasuk dalam kelompok ini adalah

mereka yang dianggap tidak memiliki derajat ketokohan tertentu meskipun secara

finansial cukup

Ketiga, orang Jawa dengan etika Jawanya menanggapi perlawanan balik

masyarakat asli Lampung dengan sikap khas Jawa yakni mengedepankan

keselarasan, pragmatis dan pada titik tekan tertentu masuk ke dalam situasi

apatisme politik. Mayoritas responden memberi pernyataan bahwa mereka lebih

baik “mengalah” demi keluarga dan apa yang telah mereka perjuangkan selama

puluhan tahun dari pada melakukan perlawanan tetapi akan kehilangan properti

yang telah dimiliki.

6.2. Saran

Memaparkan catatan dinamika perpolitikan lokal Kabupaten Tulang

Bawang menggiring pada kesimpulan bahwa identitas keindonesiaan sebagai

syarat terwujudnya “kemauan politik bersama” sebagaimana gagasan yang biasa

berkembang dalam diskursus nasionalisme belum terbentuk. Merujuk pada

pendapat Furnivall dan Miller sebuah “kemauan bersama” di Tulang Bawang

Barat hanya dirasakan pada level ekonomi yang berlangsung di pasar-pasar

dimana transaksi perniagaan berlangsung. Keluar dari arena pasar, yang tersisa

hanya kehidupan sosial dengan dua polarisasi identitas kolektif yang satu

mencurigai yang lain, merasa dirinya lebih besar, memiliki hak utama karena

klaim kepemilikan sedangkan kelompok lain pasrah, nrimo, tidak terlalu

peduli/pasif demi menjaga keselamatan diri dan keselarasan jagad gedenya.

Page 9: DAFTAR PUSTAKAetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82509/potongan/S3... · DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Irwan, ... Fakta Tulang Bawang era Soeharto ... pembangunan proyek identitas keindonesiaan

200

meningkatkan kapasitas diri bagaimana berkompetisi dalam internal

masyarakatnya maupun ketika berhadapan dengan orang lain.

Kedua, bahwa kelompok masyarakat transmigran (tidak hanya yang

berasal dari Jawa) secara historis terstreototipkan sebagai kelompok kelas

rendahan dalam struktur sosial masyarakat Lampung. Sejak mula kedatangan

mereka di tanah asal sampai dengan di tanah tujuan tetap dianggap sebagai warga

kelas dua. Barangkali sama dengan cara pandang sebagaian dari kita terhadap

label transmigran. Konstruksi label transmigran memuat anggapan negatif tentang

kelas sosial yang berasal dari golongan rendahan atau kelompok marginal miskin,

pengangguran atau secara keseluruhan kelas ekonomi lemah.

Demikianlah sejarah sendiri telah secara lama melakukan marginalisasi

identitas mereka. Di masyarakat Tulang Bawang Barat, kelompok lokal (pribumi)

pun melakukan cara pandang yang sama. Masyarakat asli Lampung Tulang

Bawang mennggolongkan kelompok transmigran menjadi dua jenis kelompok :

a). Kelompok mereka yang dianggap kelas satu, sehingga layak untuk dijadikan

sebagai “orang Lampung” atau “dilampungkan” dengan cara pemberian-

pemberian gelar. Pada kelompok ini, meliputi orang-orang Jawa (maupun non

Jawa) yang dianggap memiliki derajat ketokohan tertentu, berhasil secara

ekonomi dan biasanya adalah mereka-mereka yang menjabat jabatan publik

seperti birokrat desa, PEMDA, instansi militer, pengusaha dan sejenisnya.

b). Kelompok transmigran yang tetap dianggap sebagai warga kelas dua, yakni

kelompok sosial baik Jawa maupun non Jawa yang tidak memiliki jabatan publik

tertentu. Tidak terdapat kriterium khusus untuk menentukan sebagai kelompok a

Page 10: DAFTAR PUSTAKAetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82509/potongan/S3... · DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Irwan, ... Fakta Tulang Bawang era Soeharto ... pembangunan proyek identitas keindonesiaan

199

Disamping modus tersebut, terjadi pula resistensi orang Lampung yang

berbentuk aksi sosial lapangan yang bersifat tidak terstruktur dan terorganisir.

Pada pola ini, aksi massa atas nama putra daerah sering terjadi dan bersifat

sporadis. Biasanya dipicu masalah konflik tanah. Mereka dengan menggerakkan

orang-orang lokal dan “LSM” bentukan mereka sendiri biasanya menduduki

rumah atau tanah yang diklaim miliki mereka. Bagi kelompok pendatang

trasnmigran, meskipun pola jenis ini tidak termasuk sebagai gerakan sistematis

kekuasaan akan tetapi implikasi psikologisnya, sesungguhnya jauh lebih terasa

dibanding pergerakan politik terutama bagi kalangan masyarakat bawah yang

hirau terhadap hingar-bingar politik. Bagi mereka keamanan sosial dan

ketenangan hidup jauh lebih berarti dibandingkan dengan pertarungan politik.

Bersamaan dengan perebutan basis-basis kekuasaan, produk-produk

kebijakan publik seperti pengajaran bahasa Lampung diwajibkan di sekolahan-

sekolahan, simbol-simbol daerah, kegiatan seni tradisi orang Lampung secara

masif dihidupkan. Terdapat keinginan utama untuk membumikan lagi simbol dan

adat budaya Lampung yang telah lama hilang dan tergantikan oleh dominasi

budaya Jawa. Konteks ini, sesungguhnya masyarakat asli Lampung menginginkan

pengakuan dari komunitas lain yang tinggal di sana.

Belajar dari yang mereka alami nampaknya orang Lampung belajar dari

pengetahuan para pendatang. Mereka mempelajari pengetahuan pendatang dengan

membentuk organisasi-organisasi adat dan berstrategi untuk kemudian bagaimana

mengalahkan mereka. Dengan mengambil pengetahuan para pendatang mereka

Page 11: DAFTAR PUSTAKAetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82509/potongan/S3... · DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Irwan, ... Fakta Tulang Bawang era Soeharto ... pembangunan proyek identitas keindonesiaan

198

menghadapi dominasi pendatang transmigran Jawa yang mayoritas. Piil

Pesenggiri dikontekstualisasikan menurut tafsiran akan kebutuhan jaman yakni

otonomi daerah. Dalam hal ini Comaroff menyebutnya sebagai alat perjuangan

melawan marginalisasi. Oleh karena itu penelitian ini menunjukkan terdapat 3

pokok temuan yakni :

Pertama. Gerakan sosial budaya dengan konstruksi identitas diri orang-

orang Lampung dan identitas pendatang berdasarkan tafsir kontesktual Piil

Pesenggiri. Filsafat Piil Pesenggiri yang pada mulanya bersifat etis-normatif dan

berfungsi sebagai ajaran nilai-nilai moralitas mengalami ideologisasi. Pada

modus pertama ini, mereka berusaha mendefinisikan siapa mereka dan siapa

pendatang Jawa melalui pemaknaan ulang akan doktrin Nemui Nyimah; siapa

kami dan siapa pendatang; tuan rumah berhadap-hadapan dengan tamu.

Konstruksi identitas bersifat bipolar. Vis a vis : orang Lampung berhadap-hadapan

dengan orang Jawa (atau pendatang lain). Identitas tidak bersifat cair dan justru

menggumpal saling berhadap-hadapan. Mengikuti alur gerakan tersebut pada

gilirannya menjadi pintu masuk pada arena perpolitikan lokal sebagai implikasi

gerakan pertama yakni hak kepemimpinan kekuasaan birokrasi Tulang Bawang

Barat. Siapa yang harus menjadi Bupati, Ketua DPRD, Anggota DPRD, Camat,

Kepala Dinas dan seterusnya. Hak kekuasaan ini secara langsung merupakan

implementasi dari modus pertama dan terjemahan kongkrit dari Piil Pesenggiri

yang mereka yakini. Pada pokok kedua ini pula nepotisme patron client semakin

menyubur.

Page 12: DAFTAR PUSTAKAetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82509/potongan/S3... · DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Irwan, ... Fakta Tulang Bawang era Soeharto ... pembangunan proyek identitas keindonesiaan

197

merujuk pada nilai-nilai maupun bahasanya serta pada kesempatan yang sama

dijadikan sebagai aturan main sehingga Tulang Bawang Barat dikenal dengan

“kelampungannya” maka hal tersebut tidak terjadi pada masa itu. Yang terjadi

adalah bahwa Tulang Bawang kental dengan ciri-khas Jawa baik dari sisi budaya,

bahasa maupun tampilan postur birokrasi baik sipil maupun militer, dari tingkat

desa, kecamatan hingga kabupaten maupun gubernuran, mulai dari struktur

POLSEK, POLRES, KORAMIL hingga KODIM maupun KODAM.

Situasi tersebut memang tidak dapat dipisahkan dari sejarah kontak

masyarakat lampung dengan pendatang-transmigran Jawa sejak era kolonial

Belanda ditambah lagi dengan gaya kepemimpinan sentralistik otoritarianisme

Orde Baru. Transmigrasi dengan para transmigrannya menjadikan mereka

mengalami marginalisasi di tanahnya sendiri dan membuat mereka tidak berkuasa

atas wilayahnya atau sebagaimana diisitilahkan Sokefeld sebagai etnifikasi.

Sedangkan Avtar Brah menggambarkan sebagai pribumi diasporian yang

mengalami keterasingan. Dalam konteks ruang diaspora ini, baik masyarakat asli

Lampung maupun pendatang-transmigran Jawa mengalami ketegangan-

ketegangan identitas dan psikologis yang senantiasa hadir dan menghilang.

Semenjak otonomi daerah, terdapat pergeseran sikap orang asli Lampung

menghadapi marginalisasi yang mereka alami. Resistensi yang dilakukan pertama-

tama bukanlah perlawanan politik dengan merebut posisi-posisi strategis jabatan

partai politik yang akan dipergunakan untuk kendaraan politik. Melainkan

strategi budaya dengan modal budaya yang mereka miliki yakni filsafat Piil

Pesenggiri sebagai modal pembentukan identitas kolektif mereka demi

Page 13: DAFTAR PUSTAKAetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82509/potongan/S3... · DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Irwan, ... Fakta Tulang Bawang era Soeharto ... pembangunan proyek identitas keindonesiaan

196

BAB VI

PENUTUP

6. 1. Kesimpulan

Sejak diberlakukannya otonomi daerah di kabupaten Tulang Bawang

ternyata melahirkan perpolitikan lokal yang dinamis, membedakan diri sama

sekali dengan era-era sebelumnya baik Orde Lama maupun Orde Baru.

Perpolitikan lokal satu sisi menarik partisipasi publik yang sedemikian besar dan

pada saat yang sama menjadi arena pertarungan politik dan identitas yang

dilatarbelakangi persoalan etnisitas. Persoalan etnisitas yang dimaksud

menyangkut problem kuasa politik atas sekelompok etnik tertentu oleh kelompok

etnik lain. Pada kasus Tulang Bawang Barat, tidak lain sebagai manifestasi dari

“balas dendam” politik terhadap dominasi pendatang transmigran Jawa atas orang

Lampung yang berlangsung dalam kurun lama yakni semenjak Orde Lama dan

dikuatkan lagi secara hegemonik pada Orde baru.

Masyarakat asli Lampung Tulang Bawang Barat pada masa pra-Otonomi

Daerah mengalami apa yang mereka rasakan sebagai marginalisasi yakni

etnifikasi oleh kelompok pendatang-transmigran Jawa yang secara kuantitatif

mencapai angka 70 % dari total populasi dibandingkan jumlah mereka yang hanya

20 % saja. Sedangkan suku-suku lain seperti transmigran Bali, Sunda atau

pendatang Batak, Minang dan lain-lain berkisar ± 10 % saja.

Kondisi demikian menyebabkan situasi orang Lampung berada dalam

kepungan heterogenitas budaya yang dominan. Umumnya, jika suatu kelompok

masyarakat dapat dengan mudah diidentifikasi melalui ciri-khas kebudayaan yang

Page 14: DAFTAR PUSTAKAetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82509/potongan/S3... · DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Irwan, ... Fakta Tulang Bawang era Soeharto ... pembangunan proyek identitas keindonesiaan

195

masyarakat lokal tempo dulu era Soeharto. Seiring perjalanan waktu yang

menuntut kedewasaan berpolitik dan pada saat bersamaan generasi muda baik dari

kelompok pendatang maupun asli sedang menempuh pendidikan di banyak

perguruan tinggi diharapkan identitas menjadi cair dan pertarungan politik

berbasis pada kompetensi bukan lagi etnisitas.

Akhirnya, sebagaian orang Jawa menyatakan menang dan kalah dalam

konteks pertarungan politik lokal Tulang Bawang Barat antara penduduk asli

dengan pendatang Jawa adalah menyangkut definisi “menang” dan “kalah” itu

sendiri. Jika menang ukurannya adalah menjadi orang nomer satu maka benar

bahwa mereka telah kalah, akan tetapi jika menang didefinisikan sebagai aktor

dan motor di belakang layar, sebagai pemain penting dalam sebuah kontestasi

politik maka mereka telah mendapatkan peran tersebut.28

28

Wawancara dengan Sudjarwo 22 September 2012 ; Sugeng pada tanggal 23 Januari 2015


Top Related