Download - Cr Kpd Abdul Moeluk

Transcript
Page 1: Cr Kpd Abdul Moeluk

CASE REPORT

G3P2A0 HAMIL 34 MINGGU TUNGGAL HIDUP

PRESENTASI BOKONG BELUM INPARTU

DENGAN KETUBAN PECAH DINI JANIN

Oleh

Rizqun Nisa Afriyanti

1118011113

Preceptor

dr. Ratna Dewi PS Sp.OG

SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ABDOEL MOELOEK

2015

1

Page 2: Cr Kpd Abdul Moeluk

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS

Nama : Ny. Herlina

Usia : 20 tahun

Suku : Lampung

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Status : Menikah

Agama : Islam

Alamat : Gg. Fayakun, Garuntang, Bandar Lampung

Tanggal MRS : 12 Maret 2015, Pkl. 03.30 WIB

II. ANAMNESA

1. Keluhan Utama

Keluar air air dari kemaluan sejak 1 hari yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang

± 14 jam SMRS Os mengeluh keluar air air dari kemaluan bewarna jernih

dan tidak berbau, perut mulas menjalar ke pinggang (-) , keluar darah dan

dan lendir (-), R/ keputihan (+), R/ trauma (-), R/ post coitus (-), os ke

bidan lalu di rujuk ke puskesmas di dapatkan hasil USG cairan ketuban

sedikit lalu os dirujuk ke RSAM ,os mengaku hamil cukup bulan , gerakan

janin masih di rasakan

Riwayat Haid

Menarche : 13 thn

Siklus haid : teratur

Lamanya : 5 hari

Banyaknya : 3x/hari ganti balutan

Warnanya : merah

Baunya : -

Dismenorrea : -

2

Page 3: Cr Kpd Abdul Moeluk

HPHT : 21 Juli 2014

2. Riwayat Perkawinan

Pernikahan yang pertama dan sudah berlangsung ±11 tahun.

3. Riwayat Kehamilan- Persalinan-Nifas Terdahulu

No Tahun

Persalinan

Tempat

Pertolongan

Usia

Kehamilan

Jenis

Persalinan

Penolong Penyulit Anak

JK BB Keadaan

1 6-6-2005 bidan 9 bulan Spontan Bidan - ♀ 2500 sehat

2 23-9-2009 bidan 9 bulan Spontan Bidan - ♂ 3500 sehat

3 Hamil ini

4. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak menderita penyakit darah tinggi, penyakit jantung, penyakit

asma. Ginjal, kencing manis.

5. Riwayat Penyakit Keluarga

keluarga tidak memiliki riwayat penyakit

6. Riwayat Operasi

Tidak pernah 7. Riwayat Kontrasepsi

Pasien menggunakan pil kontrasepsi KB sejak 2009-2014

III. PEMERIKSAAN FISIK

A. Status Present

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Tekanan darah : 100/60 mmHg

Nadi : 84 x/menit

Pernafasan : 20 x/menit

Suhu : 36,5ºC

B. Status Generalis

Kulit : turgor baik

Mata : Konjungtiva anemis (-/-)

3

Page 4: Cr Kpd Abdul Moeluk

Mulut : Karies (-)

Thoraks : Mammae dalam batas normal.

Jantung : Bunyi jantung I-II, regular, murmur (-), gallop (-), HR 84 x/mnt

Paru : sonor, vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-

Abdomen : Inspeksi : perut Cembung

Palpasi : Nyeri tekan abdomen (-)

Perkusi : Timpani (+)

Auskultasi : Bising usus (+)

Extremitas : Edema (-/-)

C. Status Obsitetri

Pemeriksaan Luar

Abdomen : cembung (+), striae gravidarum (+), chloasma

gravidarum (+),

Leopold I : FUT 3 jbpx (32 cm) presentasi kepala

Leopold II : punggung kiri , letak memanjang

Leopold III : presentasi bokong , belum masuk pintu atas panggul

Leopold IV : konvergen, penurunan 5/5

His : -

DJJ :158 x/menit

Ketuban : (+)

Gerakan janin : (+)

Pemeriksaan Inspekulo

Porsio : livide

OUE : tertutup

4

Page 5: Cr Kpd Abdul Moeluk

Flour : negatif

Fluxus : negatif

Erosi : negatif

Laserasi : negatif

Polip : negatif

Pemeriksaan Vaginal Toucher

Pembukaan : Ɵ kuncup

Pendataraan serviks : 0 %

Penurunan kepala : 5/5

Konsisten serviks :lunak

Posisi serviks : medial

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratori um ( 13 Maret 2015 pukul 02.00 WIB )

Hb : 12,2 g/dl ( 12-16,5 g/dl)

Hematokrit : 37% (37- 48 %)

LED : 20 mm/jam (< 20 mm/jam)

Leukosit : 7500/ul ( 5000-10000/ul)

Trombosit : 334.000/ul (150-450rb/uL)

SGOT : 21 U/L ( <31 U/L)

SGPT : 13 U/L ( <31 U/L)

Ureum : 16 mg/dl (15-40 mg/dL)

Creatinin : 0,8 mg/dl (0,6-1,1 mg/dL )

GDS : 82 mg/dl ( 70-110 mg/dL )

Hasil USG ( 13 Maret 2015 pukul 10.00)

- Tampak Janin tunggal hidup presentasi bokong

- Gerakan janin normal

- Usia gestasi 32 minggu

- Tafsiran berat janin 1900 gram

- Ketuban cukup

5

Page 6: Cr Kpd Abdul Moeluk

V. DIAGNOSA KLINIS

Mola Hidatidosa

VI. PENATALAKSANAAN

- Perbaikan KU

- IVFD RL gtt xx/menit

- Persiapan darah

- Kuretase

Dilakukan pada 11 Nov 2011 Pkl 04.00 WIB dengan darah 3 kolf + infus

2 jalur + premedikasi ketorolac, lidocain, sulfas atropin, diazepam)

- Cefadroxil 3 x 1

- Metil Ergometrin 3 x 1

- B complex 3 x 1

VII.FOLLOW UP

Follow up (9 Nov 2011)

Keluhan:

Ada flek2 kecokelatan

Status present:

KU: baik

Sens: CM

TD: 110/80 mmHg

Nadi: 80x/m

RR: 21x/m

T: 36,8oC

Follow up (10 Nov 2011)

Keluhan:

Ada flek2 kecokelatan, tadi malam demam, nyeri perut (+)

Status present:

KU: baik

Sens: CM

6

Page 7: Cr Kpd Abdul Moeluk

TD: 110/80 mmHg

Nadi: 88x/m

RR: 21x/m

T: 36,8oC

Follow up (11 Nov 2011- Post Curret Mola Pkl. 04.00 WIB)

Keluhan:

Perdarahan (+) tetapi tidak aktif, pusing (+)

Status present:

KU: baik

Sens: CM

TD: 110/80 mmHg

Nadi: 88x/m

RR: 20x/m

T: 37oC

Follow up (12 Nov 2011)

Keluhan:

Perdarahan (-), pusing (-), mual (-), nyeri perut (-)

Status present:

KU: baik

Sens: CM

TD: 110/80 mmHg

Nadi: 80x/m

RR: 21x/m

T: 36,9oC

Pasien pulang tanggal 12 Nov 2011

Kembali kontrol Post Curret Mola tanggal 19 Nov 2011

Obat-obatan yang dilanjutkan :

1. Cefadroxil 3 x 1

2. Metil ergometrin 3 x 1

3. B complex 3 x 1

7

Page 8: Cr Kpd Abdul Moeluk

Analisa Kasus

Anamnesa

Os mengeluh keluar darah dari kemaluan ± 2 hari SMRS berupa flek-flek

kecokelatan yang semakin lama semakin banyak, os mengganti pembalut

2x ganti pembalut, riwayat keluar gelembung seperti mata ikan (+).

Pasien mengaku sedang hamil 5 bulan dan sudah pernah mengecek pp test

pada bulan Juni dan hasilnya positif. Pasien mengatakan sering mual dan

muntah sampai ≥ 10 x/hari, perutnya cepat membesar lebih dari usia

kehamilannya, namun kini menurut pasien ia tidak merasakan gerakan

janinnya. r/ jantung berdegup kencang(-), keringat dingin

(-), sesak nafas (-)

1. Apakah diagnosis kasus ini sudah tepat ?

Penegakkan diagnosis pasien berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

fisik, pemeriksaan obstetrik dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan

hasil anamnesis diperoleh adanya amenorhea, perdarahan pervaginam

yang disertai keluarnya jaringan menyerupai buah anggur, perut yang

membesar lebih dari usia kehamilannya. Ibu juga tidak merasakan gerakan

janin sejak awal usia kehamilan.

Hal ini sesuai dengan teori dimana dikatakan bahwa tanda dan

gejala mola hidatidosa ialah amenorhea, perdarahan pervaginam, dan tidak

ditemukan tanda kehamilan pasti seperti balotemen dan detak jantung

anak. Perdarahan pervaginam sering terjadi sebagai komplikasi dari mola

hidatidosa yang terlambat didiagnosis, dimana telah terjadi ekspulsi

jaringan menyerupai buah anggur secara spontan. Keluarnya gelembung

mola merupakan diagnosis yang paling tepat. Namun bila kita menunggu

sampai gelembung mola keluar biasanya sudah terlambat karena

pengeluaran gelembung umumnya disertai perdarahan yang banyak dan

keadaan umum pasien menurun.

Perdarahan dapat terjadi selama beberapa minggu atau bulan secara

intermiten. Akibat perdarahan, maka anemia defisiensi besi dan anemia

8

Page 9: Cr Kpd Abdul Moeluk

delusional akibat hipervolemia seringkali terjadi pada beberapa kasus mola

yang besar. Jaringan mola dapat terpisah dari desidua dan menganggu

pembuluh darah maternal, yang akan mendistensi cavum endometrium

dikarenakan kumpulan darah.

Pada pemeriksaan fisik diperoleh FUT pertengahan pusat-

proc.xyphoideus/25cm (24 minggu) yang tidak sesuai dengan perhitungan

usia kehamilan pasien ini berdasarkan HPHT yaitu tanggal 26 Juni 2011

(20 minggu). Didapatkan juga abdomen cembung dan lunak dan tidak

terdengarnya denyut jantung janin.

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan sebelum evakuasi mola

ialah pemeriksaan laboratorium darah lengkap, tes fungsi tiroid, serum

hCG, tipe golongan darah, foto polos thorax dan USG. Pada kasus ini,

hasil pemeriksaan darah diperoleh bahwa kadar hemoglobin pasien adalah

6,6 mg/dl. Hasil pemeriksaan ini akibat perdarahan pervaginam.

Disamping itu dilakukan pula pemeriksaan urine (kualitatif) yang

menunjukkan hasil +. Hal ini menunjukkan tingginya kadar β hCG dalam

urine yang dihasilkan secara berlebihan oleh sel trofoblas.

Pemeriksaan β hCG urine tidak dapat membedakan apakah

produksinya normal seperti pada kehamilan normal atau akibat mola

hidatidosa. Untuk itu harus dilakukan pemeriksaan β hCG serum untuk

memperkuat diagnosis dan mengetahui apakah mola berisiko tinggi atau

rendah, hal ini sangat menentukan penatalaksanaan maupun prognosis

pasien, dimana kadar yang lebih dari 100.000 mIU/ml biasanya

diakibatkan oleh mola, sedangkan kehamilan normal kadarnya < 60.000

mIU/ml dan pada pasien ini didapatkan kadar β hCG serum 120.800

mIU/ml.

Pemeriksaan penunjang lain yang diperlukan , adalah rontgen

thoraks dan pemeriksaan USG. Pemeriksaan foto polos thoraks

bermanfaat untuk mengetahui adanya metastasis ke paru. Pemeriksaan

USG dilakukan maka dapat timbul gambaran mola yang khas berupa badai

9

Page 10: Cr Kpd Abdul Moeluk

salju (snow flake pattern) atau gambaran seperti sarang lebah (honey

comb).

Pemeriksaan penunjang yang harusnya dilakukan setelah dilakukan

kuretase ialah pemeriksaaan histologi dari hasil jaringan kuret, yaitu hasil

histopatologi tampak di beberapa tempat villi yang edema dengan sel

trofoblas yang tidak begitu berproliferasi, sedangkan di tempat lain masih

tampak villi yang normal. Namun perlu diingat bahwa hasil pemeriksaan

PA tidak mampu memperkirakan terjadinya koriokarsinoma yang timbul

setelah mola hidatidosa.

2. Apakah penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat

?

Penatalaksanaan pada kasus ini ialah dengan memperbaiki keadaan

umum dan melakukan evakuasi mola dengan kuretase sebanyak satu kali.

Perbaikan keadaan umum yang dilakukan ialah dengan memberikan IVFD

RL dan transfusi WB hingga Hb mencapai > 8 mg/dl. Dalam melakukan

kuretase untuk evakuasi jaringan mola, kuret harus dilakukan sampai

bersih karena residu sel trofoblas sering tumbuh dan berkembang. Bila

kuret diyakini tidak bersih maka kuret ulangan dapat dilakukan 1-2

minggu kemudian.

Pengamatan Lanjut

Setelah evakuasi mola maka tetap harus dilakukan pemeriksaan

lanjutan dimana kadar hCG pasien harus tetap dimonitor. Tujuan

pengamatan lanjut penderita mola hidatidosa adalah untuk

mendeteksi adanya infiltrasi sel-sel trofoblas dan untuk

memberikan dasar bagi pengobatan. Hal ini telah dilakukan

dengan melaksanakan rencana pengamatan lanjut yaitu

dengan mmberikan jadwal terhadap pasien.

kontrol ke poli Kandungan dan kebidanan

cek kadar β HCG serum tiap minggu sampai β HCG

selama 3 minggu berurut-turut

10

Page 11: Cr Kpd Abdul Moeluk

tiap 2 minggu sampai bulan ke 2 dan 3

tiap bulan sampai bulan ke 4

tiap 3 bulan sampai 2 tahun.

Apabila dalam pemeriksaan lanjutan diperoleh bahwa kadar hCG

preevakuasi < 100.000 mIU/ml, besar uterus < 20 minggu dan tidak

ditemukan kista teka lutein dengan diameter > 6 cm maka prognosis

pasien baik.

Pencegahan keganasaan :

Histerektomi dianjurkan pada penderita yang berumur 35

tahun keatas atau lebih, yang telah mempunyai cukup

anak. Pada pasien ini seharusnya dianjurkan, karena

pasien telah berumur 48 dan telah mempunyai cukup

anak.

11

Page 12: Cr Kpd Abdul Moeluk

MOLA HIDATIDOSA

Mola Hidatidosa adalah penyakit yang berasal dari jaringan trofoblast yang

bersifat jinak dimana pertumbuhan/proliferasi sel-sel trofoblast yang berlebihan

dengan stroma mengalami degenerasi hidropik (terutama sinsitiotrofoblast), villi

choriales (jonjot-jonjot chorion) tumbuh berganda berbentuk gelembung kecil

berisi cairan jernih (asam amino, mineral) menyerupai buah anggur sehingga

penderita sering dikatakan hamil anggur.

Mola Hidatidosa merupakan suatu penyakit trofoblastik yang angka

kejadiannya termasuk tinggi di Indonesia maupun di Dunia. Prevalensi molla

hidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika dan Amerika Latin di bandingkan dengan

negara-negara barat. Molla hidatidosa terjadi pada 1 dari sekitar 2000 kehamilan

di Amerika Serikat dan Eropa, tetapi kejadian ini jauh lebih sering dijumpai di

negara-negara lain, khusunya di kawasan Asia dimana frekuensinya paling sedikit

sepuluh kali lebih tinggi daripada di Amerika Serikat (satu dari sekitar 120

kehamilan). Insidensi yang tinggi juga ditemukan di Meksiko dan di antara

penduduk pribumi Alaska.

Berbagai macam faktor resiko yang mendukung terjadinya molla hidatidosa

ini. Pada multiparitas lebih sering ditemukan adanya molla hidatidosa, jadi dengan

meningkatnya paritas kemungkinan mendapatkan molla hidatidosa akan lebih

besar, begitu juga faktor sosial ekonomi kemungkinan mempengaruhi terjadinya

molla hidatidosa disamping juga faktor usia.

Menjelang awal atau akhir reproduksi seorang wanita terdapat frekuensi mola

hidatidosa yang relatif tinggi dalam kehamilan. Efek usia yang paling menonjol

terlihat pada wanita yang umurnya melebihi 40 tahun, yaitu frekuensi relatif

kelainan tersebut 10 kali lebih besar dibandingkan pada usia 20 sampai 40 tahun.

Ada sejumlah kasus otentik mola hidatidosa pada para wanita yang umurnya 50

tahun atau lebih, sedangkan kehamilan normal pada usia lanjut seperti itu praktis

tidak diketahui.

12

Page 13: Cr Kpd Abdul Moeluk

Mola hidatidosa merupakan suatu penyakit trofoblast yang bersifat jinak dan

mempunyai kemungkinan 18-20% menjadi ganas. Tumor ini ada yang kadang-

kadang masih mengandung villus di samping trofoblast yang berproliferasi, dapat

mengadakan invasi yang umumnya bersifat lokal, dan dinamakan molla destruens

(invasive mole, penyakit trofoblast ganas jenis fillosum). Selain itu terdapat pula

tumor trofoblast yang hanya terdiri atas sel-sel trofoblast tanpa stroma, yang

umumnya tidak hanya berinvasi di otot uterus tetapi menyebar ke alat-alat lain

(koriokarsinoma, penyakit trofoblast ganas non villosum). Oleh karena itu setelah

diagnosis ditegakkan maka molla hidatidosa harus segera digugurkan.

Mola hidatidosa merupakan penyakit trofoblast jinak yang angka kejadiannya

di Indonesia maupun di Dunia termasuk tinggi, untuk itu perlu diketahui faktor-

faktor resiko yang mempengaruhi tingginya angka kejadian molla tersebut untuk

upaya prevensi maupun diagnosis dini guna mencegah komplikasi, sehingga

terwujud suatu penatalaksanaan molla hidatidosa yang benar.

Epidemiologi

Penyakit trofoblast ini, baik dalam bentuk jinak atau ganas, banyak

ditemukan di negara Asia dan Mexico, sedangkan di negara Barat lebih jarang.

Angka di Indonesia umumnya berupa angka rumah sakit, untuk molla hidatidosa

berkisar antara 1 : 50 sampai 1 : 141 kehamilan, sedangkan untuk koriokarsinoma

1 : 297 sampai 1: 1035 kehamilan. Di negara-negara barat kejadian molla

dilaporkan 1 dari 2000 kehamilan, sedangkan di negara-negara berkembang 1 dari

120 kehamilan. Dibawah ini ada beberapa penelitian yang paling tidak dapat

menjadi gambaran angka kejadian molla di Indonesia, diantaranya adalah:

- Soejoenoes dkk. 1967 1 : 85 kehamilan

- Di RSCM (Jakarta) 1 : 31 persalinan dan 1 : 49 kehamilan

- Luat .A. Siregar 1982 (Medan) 1 – 16 : 100 kehamilan

- Soetomo (Surabaya) 1 : 80 persalinan

- Djamhoer Martadisoebrata (Bandung) 9 – 21 : 1000 kehamilan

- Laksmi dkk. (Malang) 2,47 : 1000 atau 1 : 405 persalinan

13

Page 14: Cr Kpd Abdul Moeluk

Angka-angka ini jauh lebih tinggi daripada negara-negara Barat, dimana

insidensinya berkisar 1 : 1000 sampai 1 : 2500 kehamilan untuk molla hidatidosa,

1 : 40 000 untuk koriokarsinoma.

Angka kejadian molla di negara lain misalnya :

- USA 1 : 2000 kehamilan

- Hongkong 1 : 530 kehamilan

- Taiwan 1: 125 kehamilan

Molla parsialis lebih jarang lagi ditemukan. Menurut Khoo (1966) insidensinya

berkisar antara 1 : 10.000 – 1 : 100.000 kehamilan.

Etiologi

Walaupun penyakit ini sudah dikenal sejak abad keenam, tetapi sampai

sekarang belum diketahui dengan pasti penyebabnya. Berbagai teori telah

dianjurkan, misalnya teori infeksi, defisiensi makanan, terutama protein tinggi dan

teori kebangsaan. Ada pula teori consanguinity. Teori yang paling cocok dengan

keadaan adalah teori dari Acosta Sison, yaitu defisiensi protein, karena kenyataan

membuktikan bahwa penyakit ini lebih banyak ditemukan pada wanita dari

golongan sosio ekonomi rendah. Akhir-akhir ini dianggap bahwa kelainan

tersebut terjadi karena pembuahan sel telur dimana intinya telah hilang atau tidak

aktif lagi oleh sebuah sel sperma yang mengandung 23 X (haploid) kromosom,

kemudian membelah menjadi 46 XX, sehingga molla hidatidosa bersifat

homozigote, wanita dan androgenesis. Kadang-kadang terjadi pembuahan oleh 2

sperma, sehingga terjadi 46 XX atau 46 XY.

Secara ringkas faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya molla hidatidosa

antara lain adalah :

1. Multiparitas

2. Faktor ovum (ovum mati) : ovum memang sudah patologik, tetapi

terlambat dikeluarkan

3. Imunoselektif dari trofoblast

14

Page 15: Cr Kpd Abdul Moeluk

4. Infeksi virus

5. Kelainan kromosom yang belum jelas

6. Kekurangan protein

7. Keadaan sosial ekonomi yang rendah

Klasifikasi

Pengklasifikasian molla hidatidosa didasarkan ada tidaknya jaringan janin

dalam uterus. Pengklasifikasian tersebut adalah :

1. Molla hidatidosa komplit (klasik)

Merupakan suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana tidak

ditemukan janin, hampir seluruh villi korialis mengalami perubahan

hidropik. Secara makroskopik ditandai dengan gelembung-gelembung

putih, tembus pandang, berisi cairan jernih dengan ukuran yang bervariasi

dari beberapa milimeter sampai 1-2 centimeter.

Massa tersebut dapat tumbuh besar sehingga memenuhi uterus. Gambaran

histologik mempelihatkan :

a. Degenerasi hidropik dan pembengkakan stroma villus

b. Tidak ada pembuluh darah dalam villi yang membengkak

c. Proliferasi epitel trofoblast hingga mencapai derajat yang beragam

d. Tidak ditemukan janin dan aminion.

Pada penelitian sitogenik ditemukan komposisi kromosom yang paling

sering (tidak selalu) 46, XX dengan kromosom sepenuhnya dari ayah.

Kadang juga ditemukan 46, XY. Resiko neoplasia trofoblastik pada jenis

molla ini ± 20 %.

15

Page 16: Cr Kpd Abdul Moeluk

Gambar 1. Gambaran molahdatidosa komplet

2. Molla hidatidosa inkomplit (parsial)

Merupakan keadaan dimana perubahan molla hidatidosa bersifat lokal

serta belum begitu jauh dan masih terdapat janin atau sedikitnya kantong

amnion, umumnya janin mati pada bulan pertama. Secara makroskopis

tanpa gelembung molla yang disertai janin atau bagian dari janin. Pada

gambaran histologi tampak bagian villi yang avaskuler, terjadi

pembengkakan hidatidosa yang berjalan lambat, sementara villi yang

vaskuler dari sirkulasi darah fetus. Plasenta yang masih berfungsi tidak

mengalami perubahan. Kariotipe secara khas berupa triploid yang biasanya

69, XXY atau 69, XYY. Resiko untuk terjadinya koriokarsinoma pada

jenis molla ini sangat kecil, ± 4-8 %.

16

Page 17: Cr Kpd Abdul Moeluk

Perbedaan antara mola komplit dan mola parsial

Perbedaan Mola komplit Mola parsial

Embrio atau jaringan

fetus

Tidak ada Ada

Gelembung villi Difus Fokal

Hiperplasia

trofoblastik

Difus Fokal

Kariotipe Paternal 46XX (96%)

atau 46XY (4%)

Paternal dan maternal

69 XXY atau 69 XYY

Malignant change 5-10% Jarang

Gambar 3. Gambaran morfologi villi.

A. Villi korealis normal

B. Mola parsial (kasus triploid,69, XXY). Villi normal diselingi yang

hidropik

C. Mola komplit (46,XX). Seluruh villi mengalami hidrofik.

17

Page 18: Cr Kpd Abdul Moeluk

Faktor Resiko

Walaupun etiologi penyakit ini belum diketahui secara pasti, tetapi telah lama

disadari bahwa penderita penyakit ini mempunyai faktor resiko tertentu. Telah

diketahui bahwa penyakit ini banyak ditemukan pada :

- Golongan sosio ekonomi rendah

- Umur dibawah 20 tahun dan diatas 34 tahun dan

- Paritas tinggi.

Patogenesis

Ada beberapa teori yang diajukan menerangkan patogenesis dari penyakit

trofoblast :

1. Teori missed abortion :

Mudigah mati pada kehamilan 3-5 minggu (missed abortion). Karena itu

terjadi gangguan peredaran darah, sehingga terjadi penimbunan cairan

dalam jaringan mesenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah gelembung-

gelembung. Menurut Reynolds, kematian mudigah disebabkan kekurangan

gizi berupa asam folat dan histidin pada kehamilan hari ke 13 dan 21. Hal

ini kemudian menyebabkan gangguan dalam angiogenesis.

2. Teori neoplasma dari Park :

Yang abnormal adalah sel-sel trofoblast yang mempunyai fungsi abnormal

pula, dimana terjadi resorbsi cairan yang berlebihan kedalam villi sehingga

timbul gelembung. Hal ini menyebabkan gangguan peredaran darah dan

kematian mudigah.

Gejala Klinis

1. Pada pasien amenorhea terdapat perdarahan kadang-kadang sedikit,

kadang banyak, karena perdarahan tersebut biasanya pasien anemis

2. Uterus lebih besar daripada usia kehamilan

3. Hyperemesis lebih sering terjadi, dan biasanya lebih hebat

18

Page 19: Cr Kpd Abdul Moeluk

4. Mungkin timbul preeklampsia atau eklampsia

Biasanya jika terjadi sebelum minggu ke 24 menunjukan ke arah molla

hidatidosa

5. Tidak ada tanda-tanda adanya janin, sehingga tidak ada balotement, tidak

ada bunyi jantung janin dan tidak tampak kerangka janin pada rontgen foto

Pada molla parsialis (keadaan yang jarang terjadi) dapat ditemukan janin

6. Kadar hormon choriogonadotropin (HCG) tinggi pada urin dan darah

7. Akhir-akhir ini ditemukan adanya gejala tirotoksikosis

Diagnosis

Anamnesis/keluhan :

a. Amenorhea

b. Gejala-gejala hamil muda kadang-kadang lebih dari kehamilan biasa.

c. Kadangkala ada tanda toxemia gravidarum

d. Perdarahan : sedikit/banyak, tidak teratur warna tengguli tua atau

kecoklatan seperti bumbu rujak

e. Pembesaran uterus tidak sesuai (lebih besar) dengan umur kehamilan

seharusnya

f. Keluar jaringan molla seperti buah anggur atau mata ikan (tidak selalu

ada);merupakan diagnosis pasti

g. Tirotoksikosis

Inspeksi :

a. Muka dan kadang-kadang badan kelihatan pucat kekuning-kuningan,

disebut muka molla (molla face).

b. Kalau gelembung molla keluar dapat dilihat jelas

Palpasi :

a. Uterus membesar tidak sesuai dengan umur kehamilan, teraba lembek

19

Page 20: Cr Kpd Abdul Moeluk

b. Tidak teraba bagian-bagian janin, balotement negatif, tidak dirasakan

gerakan janin.

c. Adanya fenomena harmonika : darah dan gelembung molla keluar, fundus

uteri turun, kemudian naik lagi karena terkumpulnya darah baru

Auskultasi :

Tidak terdengar bunyi denyut jantung janin

Pemeriksaan Dalam :

Konfirmasi besarnya rahim, lembek, tidak ada bagian-bagian janin,

perdarahan dan jaringan dalam canalis cervikalis dan vagina, dan evaluasi

keadaan cervik.

Pemeriksaan Penunjang :

a. Reaksi kehamilan

Kadar HCG serum yang sangat tinggi pada hari ke 100 atau lebih sesudah

periode menstruasi terakhir sangat sugestif untuk mendiagnosis molla

hidatidosa. Karena kadar HCG yang tinggi maka uji biologik dan uji

imunologik (Galli Mainini dan planotetst) akan positif setelah pengenceran

(titrasi) :

- Galli Mainini 1/300 (+) suspek mollahidatidosa

- Galli Mainini 1/200 (+) kemungkinan mollahidatidosa atau hamil kembar.

Bahkan pada molla atau koriokarsinoma uji biologik atau imunologik cairan

serebro-spinal dapat menjadi positif

b. Uji Sonde

Uji sonde menurut Hanifa, sonde masuk tanpa tahanan dan dapat diputar 360

derajat dengan deviasi sonde kurang dari 10 derajat.

20

Page 21: Cr Kpd Abdul Moeluk

Sonde (penduga rahim) dimasukkan pelan-pelan dan hati-hati kedalam kanalis

cervikalis dan cavum uteri, bila tidak ada tahanan sonde diputar setelah ditarik

sedikit, juga tidak ada tahanan

c. Biopsi acosta sison, yaitu masukkan tang tampon kedalam cavum uterus

d. Rontgen foto abdomen : tidak terlihat tulang-tulang janin (pada kehamilan

3-4 bulan)

e. Arteriogram khusus pelvis

f. Ultrasonografi : pada molla akan kelihatan gambaran badai salju (snow

flake pattern); dan tidak ada kelihatan janin

g. T3 dan T4 bila ada gejala tirotoksikosis

Diagnosis pasti jika kita melihat lahirnya gelembung-gelembung molla, tapi yang

baik ialah mendiagnosis sebelum gelembung milla keluar.

Diagnosis Banding

1. Abortus

2. Kehamilan ganda

3. Hidramnion

4. Kehamilan dengan mioma

5. Kehamilan normal.

Komplikasi

1. Perdarahan yang hebat sampai syok; kalau tidak segera ditolong akan

berakibat fatal

2. Perdarahan berulang-ulang dapat menyebabkan anemia

3. Infeki sekunder

4. Perforasi karena keganasan dan karena tindakan

5. Menjadi ganas (PTG) pada kira-kira 18-20 kasus, akan menjadi mola

destruens atau khoriokarsinoma

21

Page 22: Cr Kpd Abdul Moeluk

Penatalaksanaan

Mola hidatidosa harus dievakuasi sesegera mungkin setelah diagnosis

ditegakkan. Bila perlu lakukan stabilisasi dahulu dengan melakukan perbaikan

keadaan umum penderita dengan mengobati beberapa kelainan yang menyertai

seperti tirotoksikosis.

Terapi mola hidatidosa terdiri dari 4 tahap yaitu :

1. Perbaiki keadaan umum

a. Koreksi dehidrasi

b. Transfusi darah bila ada anemia (Hb <10 gr/dl)

c. Bila ada gejala preeklampsia dan hiperemesis gravidarum diobati sesuai

dengan protokol

d. Penatalaksanaan hipertiroidisme

Jika gejala tirotoksikosis berat, terapi dengan obat-obatan antitiroid, ß-

bloker, dan perawatan suportif (pemberian cairan, perawatan respirasi)

penting untuk menghindari presipitasi krisis tiroid selama evaluasi.

Tujuan terapi adalah untuk mencegah pelepasan T4 yang terus-menerus

dan menghambat konversi menjadi T3 untuk memblok aksi perifer

hormon tiroid dan untuk mengobati faktor-faktor presipitasi. Agen-agen

antitiroid dapat menurunkan level T3 dan T4 serum dengan cepat

seperti sodium ipodoat (orografin, suatu kontras yang mengandung

iodine) yang merupakan terapi pilihan dalam mencegah krisis tiroid

setelah hipertiroidisme yang diinduksi kehamilan mola karena Ca

mengurangi konsentrasi T3 dan T4 dengan cepat. Apabila sodium

ipodoat tidak tersedia, PTU harus digunakan dan dikombinasikan

dengan iodida. PTU berbeda dengan metimazol, menghambat konversi

T4 menjadi T3 di perifer dan karenanya lebih disukai daripada

metimazol. Loading dose 300-600 mg PTU diikuti oleh 150-300 mg

setiap 6 jam (perrektal atau melalui NGT). Kalium iodida oral (3-5

tetes, 3x sehari, 35 mg iodida/tetes) atau iodine lugol (30-60 tetes/hari

dibagi dala 4 dosis, 8 mg iodida/tetes) atau natrium iodida intravena

22

Page 23: Cr Kpd Abdul Moeluk

(0,25-0,5 g tiap 8-12 jam) menginduksi penurunan level T3 dan T4

yang cepat.

ß-bloker digunakan untuk mengontrol takikardi dan gejala lain yang

diaktivasi saraf simpatis. Propanolol dimulai pada dosis 1-2 mg tiap 5

menit secara intravena (dosis maksimum 6 mg) diikuti dengan

propanolol oral pada dosis 20-40 mg tiap 4-6 jam.

2. Pengeluaran jaringan mola

Bila sudah terjadi evakuasi spontan lakukan kuretase untuk memastikan

kavum uteri sudah kosong. Bila belum lakukan evakuasi dengan kuret hisap.

Bila serviks masih tertutup dapat didilatasi dengan dilator nomor 9 atau 10.

Setelah seluruh jaringan dievakuasi dengan kuret hisap dilanjutkan kuret

tajam dengan hati-hati untuk memastikan kavum uteri kosong. Penggunaan

uterotonika tidak dianjurkan selama proses evakuasi dengan kuret hisap atau

kuret taja. Untuk menghentikan perdarahan, uterotonika diberikan setelah

evakuasi. Induksi dengan medikamentosa seperti prostaglandin dan

oksitosin tidak dianjurkan karena meningkatkan emboli trofoblas.

Teknik evakuasi mola hidatidosa ada 2 cara yaitu :

a. Kuretase

Dilakukan setelah keadaan umum diperbaiki dan setelah pemeriksaan-

persiapan selesai (pemeriksaan darah rutin, kadar β-hCG serta foto

thoraks), kecuali bila jaringan mola sudah keluar spontan.

Bila kanalis servikalis belum terbuka, maka dilakukan pemasangan

laminaria dan kuretase dilakukan 24 jam kemudian.

Sebelum kuretase terlebih dahulu siapkan darah 500 cc dan pasang infus

dengan tetesan oksitosin 10 IU dalam 500 cc Dextrose 5%

Kuretase dilakukan sebanyak 2x dengan interval minimal 1 minggu

Seluruh jaringan hasil kerokan dikirim ke laboratorium Patologi Anatomi

23

Page 24: Cr Kpd Abdul Moeluk

b. Histerektomi

Tindakan ini dilakukan pada wanita dengan :

Umur > 35 tahun

Anak hidup > 3 orang

3. Terapi profilaksis dengan sitostatika

Diberikan pada kasus mola dengan risiko tinggi akan terjadi keganasan

misalnya pada umur tua dan paritas tinggi yang menolak untuk dilakukan

histerektomi atau kasus mola dengan hasil histopatologi yang

mencurigakan. Biasanya diberikan Methotrexate atau Actinomycin D.

Indikasi pemberian kemoterapi pada penderita pasca mola hidatidosa

adalah sebagai berikut :

Kadar β-hCG yang tinggi > 4 minggu pascaevakuasi (serum >20.000

IU/liter, urine >30.000 IU/24 jam)

Kadar β-hCG yang meningkat progresif pascaevakuasi

Kadar β-hCG berapapun juga yang terdeteksi pada 4 bulan

pascaevakuasi

Kadar β-hCG berapapun juga yang disertai tanda-tanda metastasis

otak, renal, hepar, traktus gastrointestinal, atau paru-paru.

4. Penatalaksanaan pascaevakuasi

a. Hal ini perlu dilakukan mengingat adanya kemungkinan keganasan

setelah mola hidatidosa, lama pengawasan berkisar 1 sampai 2 tahun.

b. Pengamatan lanjut meliputi pemeriksaan pelvis dan β-hCG setiap

minggu sampai β-hCG negatif, bila ditemui anemia atau infeksi harus

diberikan pengobatan yang adekuat. ß-hCG negatif diikuti tiap minggu

2 kali pemeriksaan, bila tetap negatif dilakukan tiap bulan sampai

dengan bulan keenam, lalu tiap 2 bulan sekali selama 6 bulan.

c. Diberikan kontrasepsi oral setelah kadar β-hCG normal. Bila penurunan

β-hCG sesuai dengan kurva regresi, pasien diperkenankan hamil setelah

24

Page 25: Cr Kpd Abdul Moeluk

6 bulan. Dapat juga dengan metode barier, namun IUD tidak

dianjurkan. Bila penurunan labat, tunda kehamilan lebih lama lagi.

d. Bila terjadi kehamilan lakukan USG dan lakukan pemeriksaan hCG

postpartum untuk menyingkirkan reaktifasi residu dari mola.

e. Pasien dengan besar uterus 4 kali lebih besar dari usia gestasi dan

adanya kista lutein, maka risiko untuk menjadi karsinoma adalah 50%.

Dikarenakan 20% pasien dengan mola komplit dan 5-7 % pasien dengan mola

parsial dapat menjadi penyakit yang berulang. Follow up yang ketat sangat

diperlukan. Kadar β-hCG perlu dimonitor setiap minggu sampai diperoleh 3 kali

angka yang normal dan kemudian setiap bulan untuk 6 bulan. Sangat penting bagi

pasien untuk menggunakan kontrasepsi selama 6 bulan sehingga peningkatan β-

hCG yang normal terjadi dalam kehamilan tidak dikacaukan dengan penyakit

yang berulang. Pil KB tidak meningkatkan resiko dari penyakit post mola. Setelah

angka β-hCG normal selama 6 bulan, kehamilan menjadi aman, pemeriksaan

rontgen paru-paru dilakukan tiap bulan. Selama pemeriksaan kadar β-HCG,

pasien diberitahukan supaya tidak hamil.

Pada kasus-kasus yang tidak menjadi ganas, kadar β-HCG lekas turun

menjadi negatif dan tetap negatif. Pada awal masa pasca molla dapat dilakukan tes

hamil biasa, akan tetapi setelah tes hamil biasa menjadi negatif, perlu dilakukan

pemeriksaan radio-imunoassay β-HCG dalam serum, pemeriksaan yang peka ini

dapat menemukan hormon dalam kuantitas yang rendah.

Kematian pada mola hidatidosa disebabkan karena perdarahan, infeksi,

eklampsia, payah jantung atau tirotoksikosis. Di negara maju, kematian mola

hampir tidak ada lagi, tetapi dinegara berkembang masih cukup tinggi yaitu

berkisar 2.2% dan 5.7%. Hampir 20% mola hidatidosa komplit akan berlanjut

menjadi neoplasia trofoblas kehamilan. Terjadinya proses keganasan bisa

berlangsung antara 7 hari sampai 3 bulan pasca mola, tetapi yang paling banyak

dalam 6 bulan pertama. Pada Mola hidatidosa parsial jarang terjadi.

.

25

Page 26: Cr Kpd Abdul Moeluk

Prognosis

Kematian pada molla hidatidosa disebabkan karena perdarahan yang

mengakibatkan anemia pada pasien, infeksi, eklampsia, payah jantung, dan

tirotoksikosis. Di negara maju, kematian karena molla hampir tidak ada lagi,

tetapi di negara-negara berkembang masih cukup tinggi yaitu berkisar antara 2,2%

dan 5,7%. Sebagian besar dari pasien molla akan segera sehat kembali setelah

jaringannya dikeluarkan, tetapi ada sekelompok wanita yang kemudian menderita

degenerasi keganasan menjadi koriokarsinoma. Presentase keganasan yang

dilaporkan oleh berbagai klinik sangat berbeda-beda, berkisar antara 5,56%.

Terjadinya proses keganasan bisa berlangsung antara 7 hari sampai 3 tahun

pasca molla, tetapi yang paling banyak dalam 6 bulan pertama. Ada wanita yang

pernah menderita molla hidatidosa, kemudian pada kehamilan berikutnya

mendapat molla lagi, kejadian molla berulang ini agak jarang. Ada yang

mengatakan bahwa molla berulang mempunyai resiko lebih tinggi untuk menjadi

koriokarsinoma, tetapi pengalaman tidak menunjukan hal demikian. Untuk

menentukan kapan kembalinya fungsi reproduksi setelah molla hidatidosa

sebetulnya agak sukar, karena umumnya mereka diharuskan memakai kontrasepsi.

Walaupun demikian banyak yang tidak mematuhi, karena ternyata banyak wanita

pasca molla telah hamil lagi dalam jangka waktu satu tahun. Dengan demikian

dapat diambil kesimpulan bahwa kemampuan reproduksi pasca molla, tidak

banyak berbeda dari kehamilan lainnya. Anak-anak yang dilahirkan setelah molla

hidatidosa ternyata umumnya normal.

26


Top Related