Download - CR - Asfiksia Neonatorum
STATUS PENDERITA
Masuk RSAY : 10 Januari 2013
Pukul : 11.30 WIB
I. IDENTITAS PASIEN
- Nama penderita : An. K
- Jenis kelamin : Laki-laki
- Umur : 0 hari
- Agama : Islam
- Suku : Jawa
- Alamat : Metro
II. ANAMNESIS
Riwayat Penyakit
Keluhan utama : Tidak bernafas dan tidak menangis sejak
dilahirkan beberapa saat yang lalu
Keluhan tambahan : Seluruh tubuh berwarna kebiruan, gerakan tidak
aktif
Riwayat Penyakit Sekarang
OS datang ke IGD RSAY metro dengan keluhan tidak bernafas dan tidak
menangis sejak dilahirkan beberapa saat yang lalu. Keluhan disertai dengan
seluruh tubuh berwarna kebiruan. Gerakan bayi tidak aktif, hanya bergerak
sedikit pada sendi tangan dan kaki. OS dilahirkan ditolong oleh dokter
spesialis kandungan beberapa saat yang lalu dengan sectio cesaria atas
indikasi plasenta previa totalis. Usia kehamilan 32 minggu.
Riwayat Penyakit Dahulu
OS belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga OS yg pernah mengalami keluhan yang sama
sebelumnya.
Riwayat Kehamilan
Selama hamil, ibu pasien rajin memeriksakan kehamilannya ke bidan dan
tidak terdapat keluhan yang berarti.
Riwayat Persalinan
Pasien lahir ditolong oleh dokter spesialis kandungan. Lahir kurang bulan
(32 minggu), sectio cesaria atas indikasi plasenta previa totalis, tidak
langsung menangis, tidak ada cacat, berat badan lahir 2300 gram, panjang
50 cm, pasien adalah anak pertama
Riwayat Makanan
- Belum ada riwayat makanan
Riwayat Imunisasi
- Belum ada riwayat imunisasi
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status Present
- Keadaan umum : Tampak sakit berat
- Kesadaran : Compos Mentis / E4V5M6
- HR : 88 x/menit
- Respirasi : 0 x/menit
- Suhu : 37,4 ºC
- Berat Badan : 2300 gram
Status Generalis
Kelainan mukosa kulit/subkutan yang menyeluruh
- Pucat : (-)
- Sianosis : (+)
- Ikterus : (-)
- Perdarahan : (-)
- Oedem umum : (-)
- Turgor : Cukup
- Pembesaran KGB generalisata : (-)
KEPALA
- Bentuk : Normocephalik
- Rambut : Hitam, lurus, tidak mudah dicabut
- Mata : Tak cekung, edema palpebra (-/-), konjungtiva anemis
(-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor, diameter 2
mm, refleks cahaya +/+
- Hidung : Bentuk normal, deviasi septum (-), sekret (+)
- Mulut : Sianosis (+), pucat (-)
- Telinga : Simetris, liang lapang, serumen (-)
LEHER
- Inspeksi : Simetris, trachea ditengah, JVP tidak meningkat
- Palpasi : Massa (-), nyeri tekan (-), KGB tidak terdapat pembesaran
PARU-PARU
- Inspeksi : Gerakan pernafasan sulit dinilai
- Palpasi : Fremitus taktil sulit dinilai, ekspansi dada sulit dinilai,
massa (-), nyeri tekan (-)
- Perkusi : Sulit dinilai
- Auskultasi : Suara nafas sulit dinilai
JANTUNG
- Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
- Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
- Perkusi : Sulit dinilai
- Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni, murmur (-), gallop (-)
ABDOMEN
- Inspeksi : Perut datar, simetris, tidak terlihat adanya massa
- Palpasi : Sulit dinilai
- Perkusi : Timpani
- Auskultasi : Bising usus (+) normal.
GENITALIA
- Tidak dilakukan pemeriksaan
SISTEM UROGENITAL
- Tidak dilakukan pemeriksaan
EKSTREMITAS
- Superior : Oedem (-), sianosis (+), pucat (-),kekuatan otot 1/1
- Inferior : Oedem (-), sianosis (+), pucat (-),kekuatan otot 1/1
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Belum ada pemeriksaan penunjang yang dilakukan
V. RESUME
Anak laki-laki 0 hari datang dengan keluhan tidak bernafas dan tidak
menangis sejak dilahirkan beberapa saat yang lalu. Keluhan disertai dengan
seluruh tubuh berwarna kebiruan. Gerakan bayi tidak aktif, hanya bergerak
sedikit pada sendi tangan dan kaki. Pasien lahir ditolong oleh dokter
spesialis kandungan. Lahir kurang bulan (32 minggu), sectio cesaria atas
indikasi plasenta previa totalis, tidak langsung menangis, tidak ada cacat,
berat badan lahir 2300 gram, panjang 50 cm, pasien adalah anak pertama
Status Present
Keadaan umum : Tampak Sakit Berat
Kesadaran : Compos Mentis
Nadi : 88 x/mnt
RR : 0 x/mnt
Suhu : 37,4 o C
Berat Badan : 2300 gram
Status Generalis
Kelainan mukosa kulit/subkutan yang menyeluruh
- Pucat : (-)
- Sianosis : (+)
- Ikterus : (-)
- Perdarahan : (-)
- Oedem umum : (-)
- Turgor : Cukup
- Pembesaran KGB generalisata : (-)
Status Lokalis
PARU-PARU
- Inspeksi : Gerakan pernafasan sulit dinilai
- Palpasi : Fremitus taktil sulit dinilai, ekspansi dada sulit dinilai,
massa (-), nyeri tekan (-)
- Perkusi : Sulit dinilai
- Auskultasi : Suara nafas sulit dinilai
VI. DIAGNOSIS KERJA
Asfiksia Neonatorum + BBLR + Premature
VII. DIAGNOSIS BANDING
-
VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG ANJURAN
- Pemeriksaan Darah Lengkap
- Pemeriksaan Analisa Gas Darah
IX. PENGOBATAN
Resusitasi sesuai algoritma resusitasi neonatal
Rawat inap di ruang neonatus
Awasi tanda-tanda vital
X. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad malam
Quo ad fungtionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad malam
ASFIKSIA NEONATORUM
A. Definisi Asfiksia Neonatorum
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan napas secara spontan dan teratur pada
saat lahir atau beberapa saat setelah saat lahir yang ditandai dengan
hipoksemia, hiperkarbia dan asidosis(IDAI, 2004). Asfiksia neonatorum
adalah kegagalan bernapas secara spontan dan teratur segera setelah
lahir(WHO, 1999).
Keadaan ini disertai hipoksia, hiperkapnia dan berakhir dengan asidosis. Bila
proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau
kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi organ vital lainnya.
Sampai saat ini, asfiksia masih merupakan salah satu penyebab penting
morbiditas dan mortalitas perinatal. Banyak kelainan pada masa neonatus
mempunyai kaitan erat dengan faktor asfiksia ini, didapatkan bahwa sindrom
gangguan nafas, aspirasi mekonium, infeksi dan kejang merupakan penyakit
yang sering terjadi pada asfiksia.
B. Etiologi Asfiksia Neonatorum
Pengembangan paru baru lahir terjadi pada menit-menit pertama kelahiran
dan kemudian disusul pernafasan teratur. Bila terdapat gangguan pertukaran
gas atau pengangkutan oksigen dari ibu ke janin akan terjadi asfiksia janin
atau neonatus. Gangguan ini dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan
atau segera setelah lahir. Hampir sebagian besar asfiksia bayi baru lahir ini
merupakan kelanjutan asfiksia janin, karena itu penilaian janin selama masa
kehamilan, persalinan memegang peranan yang sangat penting untuk
keselamatan bayi. Keadaan ini perlu mendapat perhatian utama agar
persiapan dapat dilakukan dan bayi mendapat perawatan yang adekuat dan
maksimal pada saat lahir.
Towell mengajukan penggolongan penyebab kegagalan pernafasan pada bayi
yang terdiri dari :
1. Faktor ibu
Hipoksia ibu. Hal ini menimbulkan hipoksia janin. Hipoksia ibu ini dapat
terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian oabat analgetika atau
anestesi dalam. Gangguan aliran darah uterus. Mengurangi aliran darah
uterus akan menebabkan berkurangnya pengaliran oksigen ke plasenta
dan demikian juga ke janin. Hal ini sering diditemukan pada keadaan :
a. Gangguan kontraksi uterus (hipotoni, hipertoni, atonia uterus)
b. Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan, plasenta previa,
atau solutio plasenta.
c. Hipertensi ibu ( eklampsia, toksemia)
d. Ibu penderita DM, kelainan jantung atau penyakit ginjal.
e. Partus lama.
f.Persalinan abnormal (kelahiran sungsang, kembar, seksio sesarea)
2. Faktor plasenta
Asfiksia janin dapat terjadi bila terdapat gangguan pada plasenta,
misalnya solusio plasenta dan plasenta previa.
3. Faktor Fetus
Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada tali pusat
membumbung, lilitan tali pusat dan kompresi tali pusat antara janin dan
jalan lahir.
4. Faktor Neonatus
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi pada
a. Pemakaian obat anestesi / analgetika berlebihan pada ibu
b. Trauma yang terjadi pada persalinan
c. Kelainan kongenital pada bayi (Aplasia paru, atresia saluran nafas,
hernia diafragmatika)
d. Adanya gangguan tumbuh kembang intrauterin
C. Klasifikasi Asfiksia Neonatorum
Klasifikasi asfiksia berdasarkan nilai APGAR;
1. Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3.
2. Asfiksia ringan sedang dengan nilai APGAR 4-6.
3. Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9.
4. Bayi normal dengan nilai APGAR 10 (Ghai, 2010).
D. Patofisiologi Asfiksia Neonatorum
Sebelum lahir, paru janin tidak berfungsi sebagai sumber oksigen atau jalan
untuk mengeluarkan karbon dioksida. Pembuluh arteriol yang ada di dalam
paru janin dalam keadaan konstriksi sehingga tekanan oksigen (pO2) parsial
rendah. Hampir seluruh darah dari jantung kanan tidak dapat melalui paru
karena konstriksi pembuluh darah janin, sehingga darah dialirkan melalui
pembuluh yang bertekanan lebih rendah yaitu duktus arteriosus kemudian
masuk ke aorta(Perinasia, 2006).
Setelah lahir, bayi akan segera bergantung pada paru-paru sebagai sumber
utama oksigen. Cairan yang mengisi alveoli akan diserap ke dalam jaringan
paru, dan alveoli akan berisi udara. Pengisian alveoli oleh udara akan
memungkinkan oksigen mengalir ke dalam pembuluh darah di sekitar
alveoli(Perinasia, 2006).
Arteri dan vena umbilikalis akan menutup sehingga menurunkan tahanan
pada sirkulasi plasenta dan meningkatkan tekanan darah sistemik. Akibat
tekanan udara dan peningkatan kadar oksigen di alveoli, pembuluh darah paru
akan mengalami relaksasi sehingga tahanan terhadap aliran darah
bekurang(Perinasia, 2006).
Keadaan relaksasi tersebut dan peningkatan tekanan darah sistemik,
menyebabkan tekanan pada arteri pulmonalis lebih rendah dibandingkan
tekanan sistemik sehingga aliran darah paru meningkat sedangkan aliran pada
duktus arteriosus menurun. Oksigen yang diabsorbsi di alveoli oleh pembuluh
darah di vena pulmonalis dan darah yang banyak mengandung oksigen
kembali ke bagian jantung kiri, kemudian dipompakan ke seluruh tubuh bayi
baru lahir. Pada kebanyakan keadaan, udara menyediakan oksigen (21%)
untuk menginisiasi relaksasi pembuluh darah paru. Pada saat kadar oksigen
meningkat dan pembuluh paru mengalami relaksasi, duktus arteriosus mulai
menyempit. Darah yang sebelumnya melalui duktus arteriosus sekarang
melalui paru-paru, akan mengambil banyak oksigen untuk dialirkan ke
seluruh jaringan tubuh(Perinasia, 2006).
Pada akhir masa transisi normal, bayi menghirup udara dan menggunakan
paru-parunya untuk mendapatkan oksigen. Tangisan pertama dan tarikan
napas yang dalam akan mendorong cairan dari jalan napasnya. Oksigen dan
pengembangan paru merupakan rangsang utama relaksasi pembuluh darah
paru. Pada saat oksigen masuk adekuat dalam pembuluh darah, warna kulit
bayi akan berubah dari abu-abu/biru menjadi kemerahan(Perinasia; 2006).
Bayi baru lahir akan melakukan usaha untuk menghirup udara ke dalam paru-
parunya yang mengakibatkan cairan paru keluar dari alveoli ke jaringan
insterstitial di paru sehingga oksigen dapat dihantarkan ke arteriol pulmonal
dan menyebabkan arteriol berelaksasi. Jika keadaan ini terganggu maka
arteriol pulmonal akan tetap kontriksi, alveoli tetap terisi cairan dan
pembuluh darah arteri sistemik tidak mendapat oksigen(Perinasia, 2006).
Pada saat pasokan oksigen berkurang, akan terjadi konstriksi arteriol pada
organ seperti usus, ginjal, otot dan kulit, namun demikian aliran darah ke
jantung dan otak tetap stabil atau meningkat untuk mempertahankan pasokan
oksigen. Penyesuaian distribusi aliran darah akan menolong kelangsungan
fungsi organ-organ vital. Walaupun demikian jika kekurangan oksigen
berlangsung terus maka terjadi kegagalan fungsi miokardium dan kegagalan
peningkatan curah jantung, penurunan tekanan darah, yang mengkibatkan
aliran darah ke seluruh organ akan berkurang. Sebagai akibat dari kekurangan
perfusi oksigen dan oksigenasi jaringan, akan menimbulkan kerusakan
jaringan otak yang irreversible, kerusakan organ tubuh lain, atau kematian.
Keadaan bayi yang membahayakan akan memperlihatkan satu atau lebih
tanda-tanda klinis seperti tonus otot buruk karena kekurangan oksigen pada
otak, otot dan organ lain; depresi pernapasan karena otak kekurangan
oksigen; bradikardia (penurunan frekuensi jantung) karena kekurangan
oksigen pada otot jantung atau sel otak; tekanan darah rendah karena
kekurangan oksigen pada otot jantung, kehilangan darah atau kekurangan
aliran darah yang kembali ke plasenta sebelum dan selama proses persalinan,
takipnu (pernapasan cepat) karena kegagalan absorbsi cairan paru-paru dan
sianosis karena kekurangan oksigen di dalam darah(Perinasia, 2006).
Pada keadaan hipoksia akut akan terjadi redistribusi aliran darah sehingga
organ vital seperti otak, jantung, dan kelenjar adrenal akan mendapatkan
aliran yang lebih banyak dibandingkan organ lain. Perubahan dan redistribusi
aliran terjadi karena penurunan resistensi vaskular pembuluh darah otak dan
jantung serta meningkatnya resistensi vaskular di perifer(Williams CE,1993).
Faktor lain yang dianggap turut pula mengatur redistribusi vaskular antara
lain timbulnya rangsangan vasodilatasi serebral akibat hipoksia yang disertai
akumulasi karbon dioksida, meningkatnya aktivitas saraf simpatis dan adanya
aktivitas kemoreseptor yang diikuti pelepasan vasopresin(Bartrons J, 1993).
Pada hipoksia yang berkelanjutan, kekurangan oksigen untuk menghasilkan
energi bagi metabolisma tubuh menyebabkan terjadinya proses glikolisis
anerobik. Produk sampingan proses tersebut (asam laktat dan piruvat)
menimbulkan peningkatan asam organik tubuh yang berakibat menurunnya
pH darah sehingga terjadilah asidosis metabolik. Perubahan sirkulasi dan
metabolisma ini secara bersama-sama akan menyebabkan kerusakan sel baik
sementara ataupun menetap(Williams CE,1993).
Pada skema tersebut secara sederhana dapat disimpulkan keadaan pada
asfiksia yang perlu mendapat perhatian, yaitu :
1. Menurunnya tekanan O2 darah (PaO2)
2. Meningginya tekanan CO2 darah (PaCO2)
3. Menurunnya pH (akibat asidosis resopiratorik & metabolik)
4. Dipakainya sumber glikogen tubuh untuk metabolisme anaerobik
5. Terjadinya perubahan sistem kardiovaskular
E. Gambaran Klinis Asfiksia Neonatorum
Anamnesis
Anamnesis diarahkan untuk mencari faktor risiko terhadap terjadinya asfiksia
neonatorum.
Pemeriksaan fisik
Memerhatikan ada terdapat tanda- tanda berikut atau tidak:
1. Bayi tidak bernafas atau menangis.
2. Denyut jantung kurang dari 100x/menit.
3. Tonus otot menurun.
4. Bisa didapatkan cairan ketuban ibu bercampur mekonium, atau sisa
mekonium pada tubuh bayi.
5. BBLR (berat badan lahir rendah) (Ghai, 2010).
Cara ini dianggap yang paling ideal dan telah banyak digunakan. Patokan
klinis yang dinilai adalah :
1. Menghitung frekuensi jantung
2. Melihat usaha bernapas
3. Melihat tonus otot
4. Menilai refleks rangsangan
5. Memperhatikan warna kulit
Setiap kriteria di beri angka tertentu dan penilaian itu sekarang lazim disebut
skor Apgar.
Tanda Nilai O Nilai 1 Nilai 2
A Appearace
(warna
kulit)
Seluruh
tubuh biru
atau putih
Badan
merah kaki
biru
Seluruh tubuh
merah
P Pulse
(Denyut
Nadi)
Tidak ada <
100x/menit
> 100x/menit
G Grimece
(Refleks)
Tidak ada Perubahan
mimik
Bersin/menangis
A Activity
(Tonus
Otot)
Lumpuh Ekstremitas
sedikit
fleksi
Gerakan aktif
Ekstremitas
fleksi
R Respiration
effort
(Usaha
bernafas)
Tidak ada Lemah Menangis kuat
Pemeriksaan penunjang
Laboratorium: hasil analisis gas darah tali pusat menunjukkan hasil asidosis
pada darah tali pusat jika:
1. PaO2 < 50 mm H2O
2. PaCO2 > 55 mm H2
3. pH < 7,30 (Ghai, 2010)
F. Penatalaksanaan Asfiksia Neonatorum
Resusitasi neonatus Secara garis besar pelaksanaan resusitasi mengikuti
algoritma resusitasi neonatal.
Langkah Awal Resusitasi ;
Pada pemeriksaan atau penilaian awal dilakukan dengan menjawab 4
pertanyaan:
1. apakah bayi cukup bulan?
2. apakah air ketuban jernih?
3. apakah bayi bernapas atau menangis?
4. apakah tonus otot bayi baik atau kuat?
Bila terdapat jawaban ”tidak” dari salah satu pertanyaan di atas maka bayi
memerlukan satu atau beberapa tindakan resusitasi berikut ini secara
berurutan(Nelson KB, 1991).
1. langkah awal dalam stabilisasi
a. memberikan kehangatan
Bayi diletakkan dibawah alat pemancar panas (radiant warmer)
dalam keadaan telanjang agar panas dapat mencapai tubuh bayi dan
memudahkan eksplorasi seluruh tubuh(Goodwin TM, 1992).
b. memposisikan bayi dengan sedikit menengadahkan kepalanya
Bayi diletakkan telentang dengan leher sedikit tengadah dalam posisi
menghidu agar posisi farings, larings dan trakea dalam satu garis
lurus yang akan mempermudah masuknya udara. Posisi ini adalah
posisi terbaik untuk melakukan ventilasi dengan balon dan sungkup
dan/atau untuk pemasangan pipa endotrakeal(Martin-Ancel A,
1995).
c. membersihkan jalan napas sesuai keperluan
Aspirasi mekonium saat proses persalinan dapat menyebabkan
pneumonia aspirasi. Salah satu pendekatan obstetrik yang digunakan
untuk mencegah aspirasi adalah dengan melakukan penghisapan
mekonium sebelum lahirnya bahu (intrapartum suctioning) (Wiswell
TE, 2000).
Bila terdapat mekonium dalam cairan amnion dan bayi tidak bugar
(bayi mengalami depresi pernapasan, tonus otot kurang dan
frekuensi jantung kurang dari 100x/menit) segera dilakukan
penghisapan trakea sebelum timbul pernapasan untuk mencegah
sindrom aspirasi mekonium. Penghisapan trakea meliputi langkah-
langkah pemasangan laringoskop dan selang endotrakeal ke dalam
trakea, kemudian dengan kateter penghisap dilakukan pembersihan
daerah mulut, faring dan trakea sampai glottis.
Bila terdapat mekonium dalam cairan amnion namun bayi tampak
bugar, pembersihan sekret dari jalan napas dilakukan seperti pada
bayi tanpa mekonium(Perinasia, 2006).
d. mengeringkan bayi, merangsang pernapasan dan meletakkan pada
posisi yang benar.
Bila setelah posisi yang benar, penghisapan sekret dan pengeringan,
bayi belum bernapas adekuat, maka perangsangan taktil dapat
dilakukan dengan menepuk atau menyentil telapak kaki, atau dengan
menggosok punggung, tubuh atau ekstremitas bayi(Perinasia, 2006).
2. ventilasi tekanan positif
a. Pastikan bayi diletakkan dalam posisi yang benar
b. Agar VTP efektif, kecepatan memompa (kecepatan ventilasi ) dan
tekanan ventilasi harus sesuai
c. Kecepatan ventilasi, sebaiknya 40 – 60 x / menit
d. Tekanan ventilasi, nafas pertama setelah lahir membutuhkan 30 – 40
cmH2O. Setelah napas pertama membutuhkan 15 – 20 cmH2O
e. Observasi gerak dada bayi, adanya gerakan dada bayi turun naik,
merupakan bukti bahwa sungkup terpasang dengan baik dan paru –
paru mengembang dengan baik.
f. Observasi gerak perut bayi, mungkin disebabkan oleh masuknya
dalam udara dalam lambung
g. Penilaian suara napas bilateral, adanya saluran napas di kedua paru –
paru merupakan indikasi bahwa bayi mendapat ventilasi yang benar
h. Observasi pengembangan dada bayi, apabila dada kurang
berkembang mungkin disebabkan oleh salah satu penyebab berikut :
>Peletakan sungkup kurang sempurna.
>Arus udara terhambat dan tidak cukup tekanan.
i. Apabila dengan tahapan di atas dada masih tetap kurang
berkembang, sebaiknya dilakukan intubasi endotrakeal dan ventilasi
pipa balon.
3. kompresi dada
4. pemberian epinefrin dan atau pengembang volume (volume expander)
Keputusan untuk melanjutkan dari satu kategori ke kategori berikutnya
ditentukan dengan penilaian 3 tanda vital secara simultan (pernapasan,
frekuensi jantung dan warna kulit). Waktu untuk setiap langkah adalah
sekitar 30 detik, lalu nilai kembali, dan putuskan untuk melanjutkan ke
langkah berikutnya(Perinasia, 2006).
Penilaian
Penilaian dilakukan setelah 30 detik untuk menentukan perlu tidaknya
resusitasi lanjutan. Tanda vital yang perlu dinilai adalah sebagai berikut:
1. Pernapasan
Resusitasi berhasil bila terlihat gerakan dada yang adekuat, frekuensi dan
dalamnya pernapasan bertambah setelah rangsang taktil. Pernapasan
yang megap-megap adalah pernapasan yang tidak efektif dan
memerlukan intervensi lanjutan(Perinasia, 2006).
2. Frekuensi jantung
Frekuensi jantung harus diatas 100x/menit. Penghitungan bunyi jantung
dilakukan dengan stetoskop selama 6 detik kemudian dikalikan 10
sehingga akan dapat diketahui frekuensi jantung permenit(Perinasia,
2006).
3. Warna kulit
Bayi seharusnya tampak kemerahan pada bibir dan seluruh tubuh.
Setelah frekuensi jantung normal dan ventilasi baik, tidak boleh ada
sianosis sentral yang menandakan hipoksemia. Warna kulit bayi yang
berubah dari biru menjadi kemerahan adalah petanda yang paling cepat
akan adanya pernapasan dan sirkulasi yang adekuat. Sianosis akral tanpa
sianosis sentral belum tentu menandakan kadar oksigen rendah sehingga
tidak perlu diberikan terapi oksigen. Hanya sianosis sentral yang
memerlukan intervensi(Perinasia, 2006).
Penghentian resusitasi
Bila tidak ada upaya bernapas dan denyut jantung setelah 10 menit, setelah
usaha resusitasi yang menyeluruh dan adekuat dan penyebab lain telah
disingkirkan, maka resusitasi dapat dihentikan. Data mutakhir menunjukkan
bahwa setelah henti jantung selama 10 menit, sangat tipis kemungkinan
selamat, dan yang selamat biasanya menderita cacat berat(Vain NE, 2004).
G. Komplikasi Asfiksia Neonatorum
1. Edema otak
2. Perdarahan otak
3. Anuria atau oligouria
4. Hiperbilirubinemia
5. Enterokolikans netrotikans
6. Kejang
7. Koma
H. Prognosis Asfiksia Neonatorum
1. Asfiksia ringan : tergantung pada kecepatan penetalaksanaan
2. Asfiksia berat : dapat terjadi kematian atau kelainan saraf pada hari-hari
pertama. Asfiksia dengan PH 6,9 dapat menyebabkan kejang sampai
koma dan kelainan neurologis permanen, misalnya serebral palsi atau
retardasi mental.
DAFTAR PUSTAKA
Anne, C.C., 2009. Maternal-Fetal Disproportion and Birth Asphyxia in Rural Sarlahi, Nepal: 3-6.
Anne, C.C., 2006. Risk Factors for Neonatal Mortality Due to Birth Asphyxia, Southern, Nepal: 6-8.
Arulkumaran, S., 1982.Obstetric outcome in meconium stained liquor in labour, Singaopre: 1-2.
Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan RI, 2008. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. 278-9.
Bartrons J., Figueras J., Jimenez R., Gaya J., Cruz M., 1993. Vasopressin in ischemic encephalopathy cerebrospinal fluid of newborns with hypoxic. Preliminary report. J Perinat Med .21:399-403.
Chotinaruemol, S., 1987.Birth asphyxia at Maharaj Nakorn Chiang Mai Hospital, Thailand:1-4.
Ghai,O.P., Paul,V.K, Bagga, A., 2010: Essential Pediatrics. Seventh edition. 96-140.
Goodwin, T.M., Belai, 1., Hernandez, P., Durand, M., Paul, R.H., 1992. Asphyxial complications in the term newborn with severe umbilical acidernia. Am J Obstet Gynecol .167:1506-12.
IDAI, 2004. Asfiksia Neonatorum. Dalam: Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. (level of evidence IV).Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 272-276.
Lawn J.E., Cousens S., Zupan J., 2005. Lancet Neonatal Survival Steering Team. 4 million neonatal deaths: When? Where? Why?. 365 (9462):891 –900.
Lee, et.al., 2008. Risk Factors for Neonatal Mortality Due to Birth Asphyxia in Southern Nepal: A Prospective, Community-Based Cohort Study.
Pediatrics (Level of evidence Iib). 121:1381-1390.
Martin, A.A., Garcia, A.A., Gaya F., 1995. dkk. Multiple organ involvement in perinatal asphyxia. J Pediatr. 127:786-93.
Mochtar, R., 1989. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC. 50- 54.
Nelson, K.B., Leviton, A., 1991. How much of neonatal encephalopathy is due to birth asphyxia?. Am J Dis Child. 145:1325-31.
Parer, J.T., 2008. Fetal Brain Metabolism Under Stress Oxygenation, Acid-Base and Glucose. Available from:
http://www.nichd.nih.gov/publications/pubs/acute/acute.cfm. [Accesed 30 Mac 2011].
Perinasia, 2006. American Academy of Pediatrics dan American Heart Association. Buku panduan resusitasi neonatus. Edisi ke-5. Jakarta. 430- 470.
Shaikh, E.M, 2007. Neonatal outcome in meconium stained amniotic fluid-one year experience, Shaikh Zyed Federal Postgraduate Medical Institute at Lahore: 3.
Vain, N.E., Szyld, E.G., Prudent, L.M., Wiswell, T.E., Aguilar, A.M., Vivas, N.I., 2004. Oropharyngeal and nasopharyngeal suctioning of meconium-staine neonates before delivery of their shoulders: multicentre, randomised controlled trial. Lancet. 364 :597–602.
Williams, C.E., Mallard, C., Tan Gluckman, P.D., 1993. Pathophysiology of perinatal asphyxia. Clin Perinatof .20:305-23.