Download - CoyReferatCoy.doc

Transcript

BAB I PENDAHULUANPertumbuhan ekonomi suatu negara merupakan hal yang sangat penting dicapai karena setiap negara menginginkan adanya proses perubahan perekonomian yang lebih baik dan ini akan menjadi indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara. Percepatan tersebut, mulai dari melakukan pembenahan internal kondisi perekonomian disuatu negara bahkan sampai melakukan kerjasama internasional dalam segala bidang untuk dapat memberikan kontribusi positif demi percepatan pertumbuhan ekonomi. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu faktor sumber daya manusia, faktor sumber daya alam, faktor ilmu pengetahuan dan teknologi, faktor budaya dan faktor daya modal. Lalu, jika melihat bagaimana Indonesia mengelola kelima faktor tersebut, beberapa faktor masih belum dapat dimaksimalkan untuk itu Indonesia dan sembilan negara lainnya membentuk ASEAN Community 2015 atau Komunitas ASEAN 2015 dengan tujuan yang baik. Era globalisasi mengharuskan tenaga kesehatan berbenah diri. Peluang dan tantangan yang menghadang harus diterobos (breakthrough) dengan peningkatan mutu dan profesionalisme tenaga kesehatan Indonesia yang hanya dapat dicapai bila tenaga kesehatan Indonesia dalam melakukan pelayanannya sesuai dengan Standar Profesinya.

Standar Profesi sebagai acuan oleh tenaga kesehatan merupakan persyaratan yang mutlak harus dimiliki. Mengukur kemampuan tenaga kesehatan dapat diketahui dari standar profesi yang harus dipatuhi terlebih lagi apabila dalam penyusunan standar profesi tersebut disusun setelah mengadakan bedah buku dengan profesi yang sama dari negara lain yang berstandar internasional. Profesi Kesehatan di Indonesia diharuskan memiliki standar profesi sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah no 32 tahun 1996 pasal21 dan 22 menyatakan bahwa setiap tenaga kesehatan dalam melaksanakan profesinya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi ditetapkan oleh Menteri.BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Masyarakat Ekonomi ASEANPada tahun 2003, para pemimpin ASEAN sepakat bahwa masyarakat ASEAN harus terbentuk pada tahun 2020. Pada tahun 2007, para pemimpin menegaskan komitmen kuat mereka untuk mewujudkan Masyarakat ASEAN dan mempercepat target waktunya menjadi tahun 2015. Masyarakat ASEAN terdiri dari tiga pilar yang terkait satu dengan yang lain: Masyarakat Politik Keamanan ASEAN, Masyarakat Ekonomi ASEAN dan Masyarakat Sosial Budaya ASEAN. Dengan demikian, para pemimpin sepakat untuk mentransformasi ASEAN menjadi suatu kawasan yang ditandai oleh pergerakan bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil, dan arus modal yang lebih bebas.

Pembentukan ASEAN Community tersebut bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh anggota ASEAN sehingga mampu menghadapi persaingan pada lingkup regional dan global. Hal ini merupakan suatu kemajuan yang sangat signifikan sebagai respons terhadap care of human security yang mencakup keamanan ekonomi, keamanan pangan, keamanan kesehatan, keamanan lingkungan, keamanan individu, keamanan komunitas, dan keamanan politik. Salah satu keputusan menuju ASEAN Community adalah ditandatanganinya CAFTA (China ASEAN Free Trade Area) pada tahun 2009 dan mulai diimplemetasikan pada Jaunuari 2010. Hal ini dilator belakangi oleh kebangkitan dan pergerakan ekonomi China yang melejit satu dekade terakhir, sehingga menjadi peluang untuk meningkatkan jenis dan volume kemitraan kedua belah pihak. Banyak faktor yang menyebabkan CAFTA diproyeksi berjalan secara akseleratif, diantaranya kebudayaan cenderung sama (bangsa timur) sehingga kebutuhan (pasar) relatif tak berbeda dan letak geografis yang memungkinkan proses mobilisasi suplai dan demand berlangsung efisien.

Dengan mempertimbangkan pentingnya perdagangan eksternal bagi ASEAN dan kebutuhan Masyarakat ASEAN secara keseluruhan untuk tetap berpandangan terbuka, MEA memiliki karakteristik utama sebagai berikut: (a) pasar tunggal dan basis produksi; (b) kawasan ekonomi yang berdaya saing tinggi; (c) kawasan pengembangan ekonomi yang merata; dan (d) kawasan yang secara penuh terintegrasi ke dalam perekonomian global. Melalui realisasi MEA, diharapkan ASEAN akan menjadi pasar tunggal dan basis produksi. Pembentukan ASEAN sebagai suatu pasar tunggal dan basis produksi akan membuat ASEAN lebih dinamis dan berdaya saing dengan mekanisme dan langkah-langkah baru guna memperkuat pelaksanaan inisiatif ekonomi yang ada, mempercepat integrasi kawasan di sektor-sektor prioritas, memfasilitasi pergerakan para pelaku usaha, tenaga kerja terampil dan berbakat, dan memperkuat mekanisme kelembagaan ASEAN.

Melalui MEA, pasar besar kawasan ASEAN yang dalam bidang kesehatan akan menyebabkan terbukanya pasar baru bagi jasa pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan terampil di kawasan ASEAN. Untuk itu, Indonesia harus bekerja keras untuk meningkatkan daya saing dan profesionalisme tenaga kesehatan agar dapat bersaing dengan negara-negara anggota ASEAN lainnya. Tentunya, profesionalitas tenaga kesehatan yang memberi pelayanan kesehatan tersebut ditunjukkan dengan tingkat kompetensi dan ketaatan prosedur.

Dalam menghadapi masyarakat ekonomi ASEAN 2015 mendatang menjadi tantangan bagi Indonesia dalam meningkatkan sumber daya manusia. Maka dengan disahkannya UU Tenaga Kesehatan no 36 tahun 2014 diharapkan menjadi aturan yang berdampak pada peningkatan sumber daya manusia khususnya tenaga kesehatan. Selain itu UU Tenaga Kesehatan dimaksudkan sebagai payung hukum bagi tenaga kesehatan agar dapat menjalankan profesinya dengan mengedepankan pelayanan masyarakat secara optimal.2.2 Komite Medik

Komite medik adalah perangkat rumah sakit untuk menerapkan tata kelola klinis (clinical governance) agar staf medis dirumah sakit terjaga profesionalismenya melalui mekanisme kredensial, penjagaan mutu profesi medis, dan pemeliharaan etika dan disiplin profesi medis. Komite medik dibentuk dengan tujuan untuk menyelenggarakan tata kelola klinis (clinical governance) yang baik agar mutu pelayanan medis dan keselamatan pasien lebih terjamin dan terlindungi. Komite medik merupakan organisasi non struktural yang dibentuk di rumah sakit oleh kepala/direktur.

Komite medik mempunyai tugas meningkatkan profesionalisme staf medis yang bekerja di rumah sakit dengan cara:

a. melakukan kredensial bagi seluruh staf medis yang akan melakukan pelayanan medis di rumah sakit;

b. memelihara mutu profesi staf medis; dan

c. menjaga disiplin, etika, dan perilaku profesi staf medis.

Rumah sakit harus menerapkan model komite medik yang menjamin tata kelola klinis (clinical governance) untuk melindungi pasien. Dalam model tersebut setiap staf medis dikendalikan dengan mengatur kewenangan klinisnya (clinical privilege) untuk melakukan pelayanan medis, hanya staf medis yang memenuhi syarat-syarat kompetensi dan perilaku tertentu sajalah yang boleh melakukan pelayanan medis. Pengaturan kewenangan klinis tersebut dilakukan dengan mekanisme pemberian izin untuk melakukan pelayanan medis (entering to the profession), kewajiban memenuhi syarat-syarat kompetensi dan perilaku tertentu untuk mempertahankan kewenangan klinis tersebut (maintaining professionalism), dan pencabutan izin (expelling from the profession). Untuk melindungi keselamatan pasien, komite medik di rumah sakit harus memiliki ketiga mekanisme diatas. Fungsi lain di luar ketiga fungsi di atas dilaksanakan oleh kepala/direktur rumah sakit.

Untuk menjamin agar komite medik berfungsi dengan baik, organisasi dan tata laksana komite medik dituangkan dalam peraturan internal staf medis (medical staff bylaws) yang disusun dengan berpedoman pada Peraturan Menteri Kesehatan ini. Pada prinsipnya peraturan internal staf medis (medical staff bylaws) merupakan dasar normatif bagi setiap staf medis agar tercipta budaya profesi yang baik dan akuntabel.

2.3 Profesi Dokter2.3.1 Pengertian Dokter

Menurut UU Nomor 29 Tahun 2004, dokter adalah dokter (biasa disebut dengan dokter umum), dokter spesialis, dokter gigi dan dokter gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang- undangan. Artinya, dokter umum dan dokter spesialis termasuk dalam objek hukum yang diatur dalam UU Nomor 29 Tahun 2004.Dokter umum adalah seseorang yang memiliki kekhususan dalam bidang medis yang dapat menolong orang lain agar sembuh dari penyakit yang dialami. Untuk menjadi dokter umum, seseorang harus menjalani pendidikan dokter umum dasar di fakultas kedokteran.Adapun dokter spesialis adalah dokter yang mengkhususkan diri dalam suatu bidang ilmu kedokteran tertentu. Untuk menjadi dokter spesialis, seorang dokter harus menjalani pendidikan dokter spesialis yang merupakan program lanjutan pendidikan dokter setelah menyelesaikan pendidikan dokter umum dasar (Anonim, 2010).Menurut Konsil Kedokteran Indonesia dalam Lubis (2009), dokter umum adalah seseorang yang sudah lulus pendidikan sarjana kedokteran dan pendidikan lanjutan profesi dokter selama mengikuti pendidikan di fakultas kedokteran. Adapun dokter spesialis adalah dokter yang memperoleh pendidikan spesialistik di bidang yang menjadi pilihannya sesudah lulus sebagai dokter dari fakultas kedokteran. Setelah menjadi dokter spesialis, ia memusatkan pengetahuannya pada satu bidang hingga kemampuannya di bidang spesialisasi itu semakin dalam.2.3.2 Jumlah Dokter

Jumlah dokter mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada Tahun 2005 jumlah dokter umum di Indonesia sebanyak 25.530 orang dengan rasio 11,43 per 100.000 penduduk, sedangkan jumlah dokter spesialis sebanyak 9.717 dengan rasio 4,33 per 100.000 penduduk. Tahun 2006 jumlah dokter umum meningkat menjadi 44.564 orang dengan rasio 19,93 per 100.000 penduduk dan jumlah dokter spesialis menjadi 12.374 orang dengan rasio 5,53 per 100.000 penduduk. (Profil Kesehatan Indonesia, 2007).Berdasarkan Data Konsil Kedokteran Indonesia hingga Bulan Agustus Tahun 2008, jumlah dokter umum yang ada di Indonesia sebanyak 56.750, sedangkan jumlah dokter spesialis 15.499. Menurut Indikator Indonesia Sehat 2010, rasio yang ingin dicapai pada Tahun 2010 adalah 30 dokter umum per 100.000 penduduk dan 6 dokter spesialis per 100.000 penduduk.Untuk wilayah Provinsi Sumatera Utara, jumlah dokter umum pada Tahun 2008 sebanyak 2.595 orang dengan rasio 19,90 per 100.000 penduduk, sedangkan dokter spesialis berjumlah 654 dengan rasio 5,01 per 100.000 penduduk. Jumlah ini mengalami peningkatan dari Tahun 2007 yaitu sebanyak 1.727 dokter umum dengan rasio 13,46 per 100.000 penduduk dan 685 dokter spesialis dengan rasio 5,34 per 100.000 penduduk (Profil Kesehatan Sumatera Utara, 2008).Berdasarkan Data Sarana Kesehatan Kota Medan Tahun 2009, jumlah dokter umum yang memiliki SIP sebanyak 870 dan dokter spesialis sebanyak 427 orang dengan jumlah penduduk 2.102.105 jiwa, maka rasio dokter umum per 100.000 penduduk adalah 41,38 dan dokter spesialis 20,31 per 100.000 penduduk. Artinya, rasio dokter umum dan dokter spesialis per 100.000 penduduk di Kota Medan pada tahun 2009 sudah melewati target yang ingin dicapai dalam Indikator Indonesia Sehat 2010.Secara kuantitatif, rasio dokter umum dan dokter spesialis per 100.000 penduduk di Indonesia hampir mendekati target yang ditentukan, akan tetapi penyebaran atau distribusinya tidak merata. Sarjunani (2010) menyatakan terjadi kesenjangan penyebaran dokter umum baik dari segi jumlah maupun rasio per 100.000 penduduk di wilayah perkotaan dengan pedesaan, sedangkan penyebaran dokter umum berdasarkan jumlah penduduk antara Pulau Jawa dan Bali dengan di luar Pulau Jawa dan Bali relatif seimbang. Hal ini berbeda dengan penyebaran dokter spesialis, yang sebagian besar di antaranya (lebih dari 10.000) berada di Pulau Jawa.Situasi yang sama juga terjadi di wilayah Sumatera Utara. Dari 3.456 dokter yang ada di Sumatera Utara, 2.833 dokter berada di Kota Medan. Adapun jumlah dokter umum di Sumatera Utara adalah 2.592 dan dokter spesialis 854 orang dari 3.456 dokter, di mana sebagian besar berdomisili di Kota Medan (Sitompul, 2010).2.4 Ijin Praktik Dokter di Indonesia

Pengaturan Pemberian Ijin Penyelenggaraan Praktik Dokter dan Dokter Gigi tertuang dalam UU Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. di dalamnya memberikan amanat untuk membuat sebuah badan yang akan disebut KKI (Konsil Kedokteran Indonesia). Disini Konsil Kedokteran Indonesia mempunyai tugas :a. melakukan registrasi dokter dan dokter gigi;b. mengesahkan standar pendidikan profesi dokter dan dokter gigi; danc. melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan praktik kedokteran yang dilaksanakan bersama lembaga terkait sesuai dengan fungsi masing-masing.Undang-Undang No 29/2004 baru akan berlaku setelah satu tahun sejak diundangkan, bahkan penyesuaian STR dan SIP diberi waktu hingga dua tahun sejak Konsil Kedokteran terbentuk.Diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1419/MENKES/PER/X/2005 tentang penyelengaraan Praktik Dokter dan Dokter gigi. Di dalamnya juga termuat formulir untuk mendapatkan STR ataupu SIP.Juga Kemudian KKI membuat peraturan yang tertuang dalam Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 1 Tahun 2005 tentang Registrasi Dokter dan Dokter GigiDi dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran yang mengatur tentang izin praktik dokter adalah :Pasal 29

(1) Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib memiliki surat tanda registrasi dokter dan surat tanda registrasi dokter gigi.

(2) Surat tanda registrasi dokter dan surat tanda registrasi dokter gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia.

(3) Untuk memperoleh surat tanda registrasi dokter dan surat tanda registrasi dokter gigi harus memenuhi persyaratan :

a. memiliki ijazah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, atau dokter gigi spesialis;

b. mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji dokter atau dokter gigi;

c. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental;

d. memiliki sertifikat kompetensi; dan

e. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.

(4) Surat tanda registrasi dokter dan surat tanda registrasi dokter gigi berlaku selama 5 (lima) tahun dan diregistrasi ulang setiap 5 (lima) tahun sekali dengan tetap memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dan huruf d.

(5) Ketua konsil kedokteran dan ketua konsil kedokteran gigi dalam melakukan registrasi ulang harus mendengar pertimbangan ketua divisi registrasi dan ketua divisi pembinaan.

(6) Ketua konsil kedokteran dan ketua konsil kedokteran gigi berkewajiban untuk memelihara dan menjaga registrasi dokter dan dokter gigi.

Pasal 30

(1) Dokter dan dokter gigi lulusan luar negeri yang akan melaksanakan praktik kedokteran di Indonesia harus dilakukan evaluasi.

(2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. kesahan ijazah;

b. kemampuan untuk melakukan praktik kedokteran yang dinyatakan dengan surat keterangan telah mengikuti program adaptasi dan sertifikat kompetensi;

c. mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji dokter atau dokter gigi;

d. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental; dan

e. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.

(3) Dokter dan dokter gigi warga negara asing selain memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga harus melengkapi surat izin kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kemampuan berbahasa Indonesia.

(4) Dokter dan dokter gigi yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diberikan surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi oleh Konsil Kedokteran Indonesia.

Pasal 31

(1) Surat tanda registrasi sementara dapat diberikan kepada dokter dan dokter gigi warga negara asing yang melakukan kegiatan dalam rangka pendidikan, pelatihan, penelitian, pelayanan kesehatan di bidang kedokteran atau kedokteran gigi yang bersifat sementara di Indonesia.

(2) Surat tanda registrasi sementara berlaku selama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang untuk 1 (satu) tahun berikutnya.

(3) Surat tanda registrasi sementara diberikan apabila telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2).

Pasal 32 (1) Surat tanda registrasi bersyarat diberikan kepada peserta program pendidikan dokter spesialis atau dokter gigi spesialis warga negara asing yang mengikuti pendidikan dan pelatihan di Indonesia.

(2) Dokter atau dokter gigi warga negara asing yang akan memberikan pendidikan dan pelatihan dalam rangka alih ilmu pengetahuan dan teknologi untuk waktu tertentu, tidak memerlukan surat tanda registrasi bersyarat.

(3) Dokter atau dokter gigi warga negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mendapat persetujuan dari Konsil Kedokteran Indonesia.

(4) Surat tanda registrasi dan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) diberikan melalui penyelenggara pendidikan dan pelatihan.Pasal 36Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib memiliki surat izin praktik.

Pasal 37(1) Surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dikeluarkan oleh pejabat kesehatan yang berwenang di kabupaten/kota tempat praktik kedokteran atau kedokteran gigi dilaksanakan.(2) Surat izin praktik dokter atau dokter gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat.(3) Satu surat izin praktik hanya berlaku untuk 1 (satu) tempat praktik.Pasal 38(1) Untuk mendapatkan surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, dokter atau dokter gigi harus :a. memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi yang masih berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Pasal 31, dan Pasal 32;b. mempunyai tempat praktik; danc. memiliki rekomendasi dari organisasi profesi.(2) Surat izin praktik masih tetap berlaku sepanjang :a. surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi masih berlaku; danb. tempat praktik masih sesuai dengan yang tercantum dalam surat izin praktik.c. Ketentuan lebih lanjut mengenai surat izin praktik diatur dengan Peraturan Menteri.Sanksi dalam izin praktik dokter:

Pada Pasal 75 dinyatakan bahwa:(1) Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).(2) Setiap dokter atau dokter gigi warga negara asing yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).(3) Setiap dokter atau dokter gigi warga negara asing yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi bersyarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).Pasal 76 dinyatakan bahwa:Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Pasal 77 dinyatakan bahwa:Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi dan/atau surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1) dipidana denganpidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 78 dinyatakan bahwa:Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan alat, metode atau cara lain dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi atau surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 79 dinyatakan bahwa:Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), setiap dokter atau dokter gigi yang :a. dengan sengaja tidak memasang papan nama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1);b. dengan sengaja tidak membuat rekam medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1); atauc. dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf e.

Pasal 80 dinyatakan bahwa:(1) Setiap orang yang dengan sengaja mempekerjakan dokter atau dokter gigi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp.300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh korporasi, maka pidana yang dijatuhkan adalah pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah sepertiga atau dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan izin.UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dikeluarkan pemerintah Tanggal 6 Oktober Tahun 2004.Undang-undang ini menyebutkan bahwa penyelenggaraan praktik kedokteran merupakan inti dari berbagai kegiatan penyelenggaraan upaya kesehatan yang harus dilakukan oleh dokter dan dokter gigi yang memiliki etika dan moral yang tinggi, keahlian dan wewenang yang secara terus menerus harus ditingkatkan mutunya, sehingga dibutuhkan pengaturan praktik kedokteran.

UU Nomor 29 Tahun 2004 mengatur berbagai hal, di antaranya :1. Pembentukan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI)

Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) terdiri dari Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi yang bertanggung jawab kepada Presiden.KKI mempunyai fungsi pengaturan, pengesahan, penetapan serta pembinaan dokter dan dokter gigi yang menjalankan praktik kedokteran dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan medis.2. Registrasi Dokter dan Dokter Gigi

Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib memiliki surat tanda registrasi dokter dan surat tanda registrasi dokter gigi yang dikeluarkan oleh KKI. Untuk memperoleh surat tanda registrasi tersebut, dokter dan dokter gigi harus memenuhi persyaratan yang telah diatur dalam undang-undang.3. Surat Izin Praktik (SIP)

Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib memiliki SIP.Untuk memperoleh SIP, dokter dan dokter gigi harus mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat praktik kedokteran dilaksanakan. SIP dokter dan dokter gigi hanya diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat dan satu SIP hanya berlaku untuk 1 (satu) tempat praktik. Dalam Permenkes Nomor 512/Menkes/Per/IV/2007 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran, disebutkan bahwa tempat praktik yang dimaksud adalah sarana pelayanan kesehatan milik pemerintah, swasta maupun praktik per orangan.Untuk mendapatkan SIP, seorang dokter dan dokter gigi harus memiliki surat tanda registrasi yang masih berlaku dan dikeluarkan oleh KKI. Kemudian mempunyai tempat praktik dan memiliki rekomendasi dari organisasi profesi.4. Rekam Medis

Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat rekam medis yang harus segera dilengkapi setelah pasien selesai menerima pelayanan kesehatan. Setiap catatan rekam medis harus dibubuhi nama, waktu dan tanda tangan petugas yang memberikan pelayanan atau tindakan.

Dokumen rekam medis merupakan milik dokter, dokter gigi atau sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam medis merupakan milik pasien.Rekam medis harus disimpan dan dijaga kerahasiaannya oleh dokter atau dokter gigi dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan.5. Pembentukan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia

Untuk menegakkan disiplin dokter dan dokter gigi dalam penyelenggaraan praktik kedokteran, dibentuk Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) yang merupakan lembaga otonom dari KKI.MKDKI dalam menjalankan tugasnya bersifat independen dan bertanggung jawab kepada KKI.6. Sanksi Terhadap Pelanggaran Undang-Undang

UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran menyertakan sanksi bagi pelanggaran terhadap ketentuan yang telah diatur dalam undang-undang tersebut.Sanksi itu berupa pidana penjara atau denda dalam bentuk uang yang nominalnya berbeda-beda sesuai pasal yang dilanggar. Ada beberapa sanksi yang diatur, di antaranya dokter dan dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi dan SIP, dokter dan dokter gigi yang dengan sengaja tidak membuat rekam medis sesuai dengan ketentuan undang-undang, akan dikenakan pidana penjara atau denda dalam bentuk uang.

Namun, sanksi untuk pelanggaran terhadap Pasal 37 ayat 2 yaitu SIP hanya diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat, tidak disebutkan dalam UU Nomor 29 Tahun 2004 tersebut. Sebagai salah satu produk dan sumber hukum, seharusnya undang-undang tersebut juga menyertakan sanksi terhadap pelanggaran pasal 37 ayat 2 ini.Utrech dalam Sinaga (2008) menyatakan hukum berisikan larangan dan sanksi yang harus dipatuhi agar tercipta ketertiban di tengah masyarakat.7. Praktik Kedokteran

UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran menyatakan bahwa praktik kedokteran adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dokter (dokter dan dokter spesialis) serta dokter gigi (dokter gigi dan dokter gigi spesialis) terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan.Pasal 39 menyebutkan praktik kedokteran diselenggarakan berdasarkan pada kesepakatan antara dokter atau dokter gigi dengan pasien dalam upaya untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan.

Pasal 2 Permenkes Nomor 512/Menkes/Per/IV/2007 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran menyatakan bahwa setiap dokter dan dokter gigi yang akan melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib memiliki SIP, kemudian dalam Pasal 3 disebutkan bahwa tempat praktik yang dimaksud adalah sarana pelayanan kesehatan milik pemerintah, swasta maupun praktik per orangan.8. Kewenangan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

Pasal 37 ayat 1 UU Nomor 29 Tahun 2004 menyatakan bahwa SIP dokter dan dokter gigi dikeluarkan oleh pejabat kesehatan yang berwenang di kabupaten/kota tempat praktik kedokteran atau kedokteran gigi dilaksanakan.

Kewenangan dinas kesehatan kabupaten/kota tersebut dipertegas lagi dalam Permenkes Nomor 512/Menkes/Per/2007. Dalam Permenkes itu disebutkan bahwa dinas kesehatan kabupaten/kota memiliki dua kewenangan dalam pelaksanaan praktik kedokteran, yaitu :Pencatatan dan Pelaporan

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota wajib melakukan pencatatan terhadap semua SIP dokter dan dokter gigi yang telah dikeluarkannya.Catatan tersebut disampaikan secara berkala minimal 3 (tiga) bulan sekali kepada Menteri Kesehatan, Konsil Kedokteran Indonesia dan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi serta organisasi profesi setempat.Pembinaan dan Pengawasan

Pasal 21 ayat 1 Permenkes Nomor 512/Menkes/Per/IV/2007 menyatakan Menteri Kesehatan, Konsil Kedokteran Indonesia, pemerintah daerah dan organisasi profesi melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan praktik kedokteran sesuai dengan fungsi, tugas dan wewenang masing-masing. Dalam ayat 2 pasal ini, disebutkan pembinaan dan pengawasan diarahkan pada pemerataan dan peningkatan mutu pelayanan yang diberikan oleh dokter dan dokter gigi.Pasal 22 Permenkes tersebut menyatakan dalam rangka pembinaan dan pengawasan, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mengambil tindakan administratif terhadap pelanggaran peraturan praktik kedokteran.Sanksi administratif tersebut dapat berupa peringatan lisan, tertulis sampai dengan pencabutan SIP.Dalam memberikan sanksi administrasif tersebut, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota terlebih dahulu dapat mendengar pertimbangan organisasi profesi.

Kepatuhan dokter dan dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran didasarkan pada UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.Dalam Pasal 36 Undang-Undang ini disebutkan bahwa seorang dokter dan dokter gigi yang melakukan pratik kedokteran di Indonesia wajib memiliki SIP. Selanjutnya Pasal 37 ayat 2 menyatakan bahwa SIP diberikan hanya untuk paling banyak 3 (tiga) tempat dan ayat 3 menambahkan satu SIP hanya berlaku untuk 1 (satu) tempat praktik.2.5 Ijin Praktik Dokter di Negara-Negara Lain2.5.1 MalaysiaAkta 50 Akta Perubatan 1971 Bahagian III Pendaftaran Pengamal Perubatan:

Sesuatu perakuan pengamalan tahunan dan sesuatu permohonan untuk perakuan itu hendaklah menyatakan alamat tempat utama amalan dan semua tempat amalan yang lain bagi pemohon, dan apa-apa jua pertukaran tentang alamat itu hendaklah diberitahukan oleh pengamal kepada Pendaftar dan suatu catatan mengenai pertukaran itu dalam perakuan pengamalan tahunan diperoleh daripada Pendaftar dalam masa tiga puluh hari selepas pertukaran itu

2.5.2 JermanBerdasarkan Bundesrtzeordnung (BAO) sebagai hukum nasional untuk dokter dan Approbationsordnung, peraturan nasional yang dibuat oleh kementrian kesehatan. Dokter di Jerman hanya mempunyai 1 ijin praktik yang dikeluarkan oleh kementrian kesehatan untuk bekerja di rumah sakit.2.5.3 SingapuraLandasan dari sistem kesehatan Singapura terdiri dari tiga poin besar yaitu (1) negara memiliki tujuan untuk menciptakan populasi yang sehat dengan lebih menekankan kepada pelayanan kesehatan preventif serta upaya untuk melakukan gaya hidup sehat, (2) Singapura lebih menekankan kepada tanggung jawab pribadi atau masing-masing penduduknya mengenai kesehatan mereka atau dalam kalimat lebih sederhana adalah kesehatan merupakan tanggung jawab masing-masing individu, dan (3) Pemerintah diharuskan untuk mempertahankan biaya pelayanan kesehatan serendah mungkin dengan cara mengontrol tingkat supply pelayanan kesehatan serta penyediaan subidi untuk pelayanan kesehatan publik.Dalam praktiknya, sistem kesehatan Singapura diatur baik oleh pihak pemerintah maupun pihak swasta dengan sangat baik dan teratur. Pihak-pihak pemerintah yang terlibat tersebut adalah Ministry of Health (MOH), Central Provident Fund (CFP), dan Monetary Authority of Singapore (MAS). MOH bertanggung jawab terhadap regulasi sebagian besar sistem kesehatan seperti mempromosikan edukasi kesehatan, memonitor aksesibilitas serta kualitas pelayanan kesehatan, mencegah dan mengontrol penyakit, serta mengalokasikan SDM dan infrastruktur kesehatan. Sedangkan CFP dan MAS bertanggung jawab dalam pengaturan biaya jaminan social yang ada di Singapura.

Tingginya minat masyarakat berobat keluar negeri seperti Singapura secara umum disebabkan faktor kelengkapan fasilitas dan kualitas pelayanan yang diberikan telah memenuhi harapan pasien. Secara klinis, keterampilan dokter Indonesia tidak kalah bila dibandingkan dengan dokter luar negeri. Faktor utama yang menyebabkan pasien merasa puas berobat di luar negeri adalah komunikasi dokter-pasien yang sangat baik.

Rasio dokter per 1.000 populasi di negara Singapura mencapai 1.9 dokter atau 190:100.000.Singapura termasuk ke dalam negara yang tidak mempunyai daerah rural, sehingga semua dokter bekerja di sektor urban. Pembagian dokter yang ada juga tidak bergantung kepada urban atau rural akan tetapi pembagiannya dilakukan berdasarkan sektor publik dan sektor privat.Geografi negara yang kecil juga membuat pemerataan dokter di Singapura sudah tergolong baik.Berobat di Singapura sangat memuaskan karena pasien dapat berkomunikasi/berkonsultasi dengan dokter hingga 1 jam. Di Indonesia, hal yang sangat langka apabila seorang pasien dapat berkonsultasi dengan dokter selama 15 menit. Sebagian besar komunikasi dokter-pasien di Indonesia hanya bersifat satu arah. Di Indonesia, banyak dokter yang tidak memberikan waktu untuk mendengarkan keluhan pasien, hal tersebut dapat disebabkan karena dokter di Indonesia rata-rata memiliki lebih dari 1 tempat praktik.BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Perbandingan Dari Segi EtikaPraktik kedokteran di Indonesia mengacu kepada 4 kaidah dasar etika kedokteran, antara lain beneficence, non-maleficence, justice dan autonomy. Beneficence adalah dalam arti prinsip bahwa seorang dokter berbuat baik, menghormati martabat manusia, dokter tersebut juga harus mengusahakan agar pasiennya dirawat dalam keadaan kesehatan. Dalam suatu prinsip ini dikatakan bahwa perlunya perlakuan yang terbaik bagi pasien. Sedangkan non-maleficence adalah suatu prinsip yang mana seorang dokter tidak melakukan perbuatan yang memperburuk pasien dan memilih pengobatan yang paling kecil resikonya bagi pasien sendiri. Pernyataan kuno do no harm, tetap berlaku dan harus diikuti. Keadilan (Justice) adalah suatu prinsip dimana seorang dokter memperlakukan sama rata dan adil terhadap untuk kebahagiaan dan kenyamanan pasien tersebut. Perbedaan tingkat ekonomi, pandangan politik, agama, kebangsaan, perbedaan kedudukan sosial, kebangsaan, dan kewarganegaraan tidak dapat mengubah sikap dokter terhadap pasiennya. Dalam prinsip autonomy seorang dokter menghormati martabat manusia. Setiap individu harus diperlakukan sebagai manusia yang mempunyai hak menentukan nasib diri sendiri. Dalam hal ini pasien diberi hak untuk berfikir secara logis dan membuat keputusan sendiri.

Pada praktik kedokteran dengan 1 SIP, seorang dokter akan lebih terfokus pada satu tempat pekerjaan, waktu bertatap muka dengan pasien pun lebih lama. Pelayanan kesehatan oleh dokter ke pasien pun lebih paripurna, sehingga hubungan pasien dengan dokter lebih erat. Pada praktik kedokteran dengan 3 SIP, seorang dokter akan susah untuk membagi waktu dalam melakukan pekerjaannya dikarenakan tempat praktik yang lebih dari satu. Pada saat proses pelayanan kesehatan akan terkesan terburu-buru dan kurang maksimal dalam melakukan pelayanan kesehatan. Sehingga dalam hal ini, jika dilihat dari segi etika kedokteran, dokter yang memiliki 3 SIP lebih berpotensi melakukan pelanggaran secara etik, sebagai contoh seorang dokter bedah yang memiliki pasien banyak dalam satu waktu praktek, karena keterbatasan waktu, alokasi waktu yang harusnya diberikan untuk melakukan suatu tindakan medis misalnya melakukan pembersihan luka (debridement) selama 20 menit.

3.2. Perbandingan Dari Segi Ekonomi

Berdasarkan data dari Kemenkeu tersebut, anggaran kesehatan Indonesia dari tahun 2009-2014 berkisar antara 3-4% dari total dana APBN. Kita ambil contoh pada tahun 2013 anggaran kesehatan di Indonesia sebesar 46,1 trilyun rupiah. Jika penduduk Indonesia saat itu berjumlah 253 juta orang, maka dapat dikatakan pemerintah menganggarkan 184.000/orang. Sementara di negara lain sudah mencapai 10% dari total dana APBN, sebagai contoh negara tetangga kita yaitu Malaysia pada tahun 2013 menganggarkan sekitar 22 Milyar Ringgit atau sekitar 81 trilyun rupiah di mana penduduk Malaysia pada saat itu sekitar 30 juta orang artinya pemerintah Malaysia mengalokasikan anggaran sekitar 2,7 juta per orang.

Selain jumlah anggaran Indonesia yang minim, salah satu komponen biaya terbesar penyelenggaraan pelayanan kesehatan adalah obat dan alat kesehatan di mana di Indonesia 90% alat kesehatan masih impor dari luar negri dan saat masuk ke Indonesia terkena pajak sebesar 30%, lalu saat alat dijual ke RS dikenai pajak penjualan sebesar 10%. Sementara itu di Negara Malaysia untuk menekan pembiayaan kesehatan, obat dan alat kesehatan tidak dikenai pajak. Karenanya rumah sakit dapat menyediakan beragam alat kesehatan untuk keperluan diagnostic atau terapi dengan biaya yang relative jauh lebih murah dibandingkan di Indonesia.

Dari segi pendapatan, untuk dokter di Indonesia mengenal system fee for service artinya dokter di bayar untuk konsultasi medis yang diberikan. Di Malaysia dokter dibayar dengan gaji tetap, di mana gaji beserta tunjangan untuk seorang dokter yang pertama bekerja sebagai dokter magang sekitar 4100 RM atau sekitar 15 juta per bulan, sementara gaji dokter umum yang baru lulus di Indonesia sebesar 2,5 juta per bulan dan dokter spesialis sebesar 5 juta per bulan. Akibatnya dokter dituntut untuk membuka praktek di luar RS untuk bisa hidup dengan sejahtera. Semakin banyak pasien, semakin sejahtera sang dokter, hal tersebut tentunya dibayar dengan menurunnya kualitas pelayanan kesehatan.BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa :

1. Dari segi hukum, pelayanan kesehatan di Indonesia tidak bisa dibandingkan dengan Negara lain karena masing-masing Negara memiliki sistem hukum dan undang-undang kesehatan dengan standar yang berbeda.

2. Dari segi etika, monoloyalitas dalam praktek kedokteran dinilai lebih baik oleh karena pelayanan yang diberikan dengan system monoloyalitas lebih maksimal dan paripurna.

3. Dari segi ekonomi, system monoloyalitas menjamin kesejahteraan dokter ke arah yang baik.

SARAN

1. Sebaiknya digunakan system monoloyalitas di Indonesia untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan

2. System monoloyalitas hendaknya disertai dengan peningkatan kesejahteraan bagi dokter

3. Penerapan system ini hendaknya dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan pemerataan jumlah dokter sesuai kebutuhan daerah.


Top Related