Transcript
Page 1: Conto Tugas Lapangan Pengukuran

BAB I

PENGERTIAN, TUJUAN, ASAS JENIS

EVALUASI BELAJAR

1. A. Pengertian Evaluasi Belajar

Kita sering ka1i melihat, ada seorang pembeli yang membanding-bandingkan untuk memilih suatu barang di supermarket, atau di pasar. Kalau akan membeli ikan maka pasti akan dilihat dengan seksama, apakah ikan tersebut masih segar dan layak untuk dikonsumsi. Ikan yang segar adalah jika ditekan akan kembalo seperti sedia kala, tapi kalau yang ditekan itu jadi legok atau tidak kembali ke posisi semula maka menunjukkan bahwa ikan tersebut sudah tidak segar lagi. Disini ibu tersebut sedang menilai suatu barang yaitu ikan, dia menilai kelayakan ikan yang masih segar yaitu dengan cara melihat dan menekan ikan tersebut apakah masih kenyal, kalau dipijat akan kembali ke posisi semula. Selain itu juga akan dilihat dari bau ikan tersebut sudah basi ataukan masih segar.  Kalau masih kenyal dan bau atau aromanya masih segar maka ikan tersebut masih segar dan layak untuk dikonsumsi. Kegiatan ibu yang berbelanja tersebut adalah kegiatan pelilaian terhadap suatu barang yang dia inginkan. Ibu tersebut sudah mempunyai kriteria-kriteria yang dia tentukan sendiri. Kalau ternyata barang tersebut sesuai dengan apa yang dia inginkan dan cocok dengan kriteria yang dia tentukan maka ibu tersebut akan membelinya, tetapi apabila tidak sesuai dengan kriteria yang dia tentukan maka ibu tersebut tidak jadi membelinya. Hal tersebut adalah contoh tentang penilaian seorang ibu terhadap suatu barang.  Dia melakukan dua kali penilaian yaitu menilai terhadap kekenyalan ikan dan yang kedua menilai dari bau atau aroma ikan tersebut. Kalau kedua penilaian tersebut sudah masuk kategori, maka ibu tersebut baru dapat memutuskan untuk membelinya ataukah tidak.

Dilingkungan sekolah, kita melihat pula bahwa pada waktu-waktu  tertentu guru selalu mengadakan evaluasi. Kenyataan yang biasa dilakukan di sekolah-sekolah Indonesia sampai dewasa ini ialah bahwa pada akhir semester guru mengadakan ulangan-ulangan, pada akhir tahun mengadakan ujian-ujian kenaikan kelas, dan pada akhir kelas tertinggi pada setiap taraf atau level pendidikan, sekolah mengadakan ujian akhir (Evaluasi Belajar Tahap Akhir). Ulangan, ujian kenaikan kelas, dan evaluasi belajar tahap akhir tadi, merupakan contoh tentang evaluasi yang lazim dilaksanakan di setiap institusi pendidikan.

Kita sebagai guru umumnya memahami bahwa pendidikan adalah merupakan proses melakukan perubahan pada diri siswa. Atau secara definitif dirumuskan, bahwa pendidikan adalah “usaha sadar yang dilakukan untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan siswa di dalam dan di luar sekolah, dan berlangsung seumur hidup”.

Bertitik tolak dari pandangan tersebut, kita sebagai guru berharap agar setiap program pengajaran, setiap mata pelajaran, dan bahkan setiap unit pelajaran yang kita sajikan dapat membawa perubahan yang berarti bagi diri anak didik. Siswa seharusnya mengalami perubahan perilaku setelah mengikuti pelajaran. Dan seharusnya ada perbedaan perilaku antara mereka yang mengikuti pelajaran suatu unit pelajaran atau suatu program pengajaran dengan yang tidak semestinya. Namun demikian, ini tidak berarti bahwa suatu program pengajaran akan

Page 2: Conto Tugas Lapangan Pengukuran

menghasilkan perubahan yang sama pada setiap siswa yang mengikutinya. Usaha untuk mengetahui ada dan tidaknya perubahan, atau tingkat perubahan yang terjadi pada diri siswa inilah yang termasuk dalam kawasan evaluasi.

Dalam hubungan ini, kita sekarang ingin menyoroti hal-hal yang berkenaan dengan evaluasi, khususnya dalam kontek dengan proses belajar mengajar, yang dilaksanakan di sekolah. Karena evaluasi merupakan salah satu proses dalam pengajaran, yang dalam batas-batas tertentu dapat merupakan indikator yang mempengaruhi perubahan perilaku siswa.

Istilah evaluasi atau penilaian adalah sebagai terjemaban dari istilah asing “evaluation”. Dan sebagai panduan, menurat Benyamin S. Bloom (Handbook on Formative and Sumative Evaluation of Student Learning) dikemukakan, bahwa:

“Evaluasi adalah pengumpulan bukti-bukti yang cukup untuk kemudian dijadikan dasar penetapan ada tidaknya perubahan dan derajat perubahan yang terjadi pada diri siswa atau anak didik”

Apabila alur fikiran yang terkandung dalam definisi itu kita ambil sebagai pegangan, maka logis apabila kita bersikap, bahwa dalam melakukan evaluasi kita sebagai guru harus yakin bahwa pendidikan dapat membawa perubahan pada diri siswa. Oleh karena itu dalam kegiatan evaluasi kita harus melakukan setidak-tidaknya dua hal yaitu:

1)      Mengumpulkan bukti-bukti yang cukup;

2)      Menetapkan ada tidaknya perubahan, dan derajat perubahan yang terjadi pada diri siswa.

Bukti-bukti yang dikumpulkan dapat bersifat kuantitatif (dalam bentuk angka-angka), dan dapat pula bersifat kualitatif, yaitu menunjukkan kualifikasi seperti: baik sekali, baik, sedang atau cukup, rajin, cermat dan lain-lainnya. Bukti-bukti kuantitatif atau kualitatif yang dikumpulkan harus memenuhi persyaratan tertentu agar dapat dijadikan dasar pengambilan keputusah ada tidaknya perubahan perilaku serta derajat perubahan yang ada secara adil dan obyektif.

Disamping itu, masih ada beberapa point yang perlu diketahui, yaitu batasan antara evaluasi dan pengukuran. Pengertian evaluasi dan pengukuran sangat erat hubungannya, sehingga sulit untuk diterangkan perbedaan secara khas. Ada sementara orang memakai kedua istilah itu silih berganti, karena menganggap identik. Ada lagi sementara orang yang memakai kedua istilah itu sebagai yang bersifat kesinambungan. Dalam arti bahwa kegiatan pengukuran pendidikan akan dilanjutkan dengan evaluasi. Atau sebalikhya, untuk dapat melakukan penilaian  sesuatu diperlukan data/bahan dari  hasil pengukuran.

Oleh karenanya, pengukuran dapat dirumuskan sebagai kegiatan untuk menetapkan dengan pasti tentang luas, dimensi, atau kualitas sesuatu, dengan membandingkan dengan ukuran tertentu. Sedangkan evaluasi sebagai usaha untuk memberikan nilai terhadap hasil pengukuran tersebut.

Jika diterapkan dalam pengukuran hasil belajar, maka mengukur akan diperoleh skore tertentu, dan dengan mengevaluasi akan diintepretasikan apakah seseorang siswa yang memperoleh skore

Page 3: Conto Tugas Lapangan Pengukuran

tertentu tersebut tergolong anak yang pandai atau bodoh menurut norma tertentu. Jadi misalnya si Arief memperoleh nilai 9, berarti ia telah wenguasai 90% dari keseluruhan yang dipersyarat untuk mancapai tingkat atau perilaku tertentu.

1. Tujuan Evaluasi Belajar

Sebagaimana telah disebutkan di atas, bahwa tujuan evaluasi secara umum adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya perubahan pada diri anak didik serta tingkat perubahan yang dialaminya setelah ia mengikuti PBM. Tetapi sebenarnya hal tersebut baru merupakan sebagian dari tujuan evaluasi dalam arti yang sebenarnya. Kita harus masih mengenal dimensi tujuan lain. Misalnya sebagaimana dirumuskan di dalam Kurikulum 1975 (Buku III B – tentang Pedoman Penilaian), dapat kita baca bahwa tujuan atau fungsi evaluasi belajar siswa di sekolah pada dasarnya dapat digolongkan kedalam 4 (empat) kategori yaitu:

1. Untuk memberi umpan balik (feedback) kepada guru, sebagai dasar untuk memperbaiki proses belajar mengajar dan mengadakan revisi program dan remidial program bagi siswa.

2. Untuk menentukan angka kemajuan atau hasil belajar masing-masing siswa, yang antara lain diperlukan untuk memberikan laporan kepada para orang tua siswa, penetapan kenaikkan kelas, dan penentuan lulus tidaknya siswa.

3. Untuk menempatkan siswa dalam situasi belajar mengajar yang tepat (misalnya dalam penentuan jurusan) sesuai dengan tingkat kemampuan dan atau karakteristik lain yang dimiliki siswa.

4. Untuk mengenal latar belakang (psikologi, pisik, dan lingkungan) siswa yang mengalami kesulitan-kesulitan belajar. Yang hasilnya dapat dipakai sebagai dasar untuk memecahkan kesulitan-kesulitan tersebut.

1. Asas-asas Evaluasi Belajar

Agar supaya evaluasi berlajar benar mencapai sasaran, yaitu untuk mengetahui tingkat perubahan tingkah laku atau keberhasilan siswa, maka harus dilaksanakan dengan berdasarkan pada suatu asas atau prinsip mapan.

Adapun asas atau prinsip-prinsip yang dimaksudkan adalah:

1. Evaluasi harus dilaksanakan secara terus menerus

Maksud evaluasi yang dilaksanakan secara terus-menerus atau continue ialah agar kita (guru) memperoleh kepastian atau kemantapan dalam mengevaluasi. Dan dapat mengetahui tahap-tahap perkembangan yang dialami oleh siswa.

1. Evaluasi harus menyeluruh (Conprehensive)

Evaluasi yang menyeluruh ialah yang mampu memproyeksikan seluruh aspek pola tingkah laku yang diharapkan sesuai dengan tujuan pendidikan. Untuk dapat melaksanakan evaluasi yang memenuhi asas ini, maka setiap tujuan instruksional harus telah dijabarkan sejelas-jelasnya,

Page 4: Conto Tugas Lapangan Pengukuran

sehingga dapat dijadikan pedoman untuk melakukan pengukuran. Alat atau instrument evaluasi harus mengandung atau mencerminkan itemitem yang representatif, yang dijabarkan dari tujuan-tujuan instruksional yang telah disusun. Untuk keperluan pembuatan soal tes yang demikian guru dapat membuat “Tabel spesifikasi tujuan”, sebagai alat bantu guna menjaring item-item yang mewakili perilaku yang diharapkan. Disamping itu tabel speasifikasi tersebut juga dapat membantu guru dalam usaha memenuhi validitas alat pengukur.

1. Evaluasi harus obyektif (Obyective)

Asas ini dimaksudkan, bahwa didalam proses evaluasi hanya menunjukkan aspek yang dievaluasi dengan keadaan yang sebenarnya. Jadi didalam mengevaluasi hasil pendidikan dan pengajaran guru tidak boleh memasukkan faktor-faktor subyektif dalam memberikan nilai kepada siswa.

1. Evaluasi harus dilaksanakan dengan alat pengukur yang baik

Asas ini diperlukan, sebab untuk dapat memberikan penilaian secara obyektif diperlukan informasi atau bukti -bukti yang relevant dan untuk itu dibutuhkan alat yang tepat guna. Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi untuk alat pengukur yang baik, yaitu:

1. Validitas

Validitas alat pengukur berhubungan dengan ketepatan dan kesesuaian alat untuk menggambarkan keadaan yang diukur sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Ketepatan berhubungan dengan pemberian informasi persis (akurat) seperti keadaannya. Atau dengan perkataan lain disebut sahih. Sedang kesesuaian berhubungan dengan efektivitas alat untuk memerankan fungsinya sesuai dengan yang dimaksud dari alat pengukur tersebut.

1. Reliabilitas

Realiabilitas alat pengukur berhubungan dengan kestabilan, kekostanan, atau ketepatan test. Suatu test akan dinyatakan reliabel apabila test tersebut dikenakan kepada sekelompok subyek yang sama, tetap memberikan hasil yang sama pula, walaupun saat pemberian testnya berbeda. Tinggi rendahnya reliabilitas alat pengukur alat pengukur dapat diketahui dengan menggunakan teknik statistik. Yaitu dengan mengklasifikasikan antara hasil pengukuran pertama dan hasil pengukuran kedua dari bahan test yang sama, atau test yang lain yang dianggap sama (ekuivalen).

1. Evaluasi harus deskriminatif

Kegiatan evaluasi yang dapat memenuhi asas ini akan mampu membedakan tentang keadaan yang diukur apabila keadaannya memang berbeda. Jadi test hasil belajar dapat dikatakan deskriminatif apabila test tersebut dapat membedakan antara 2 (dua) orang atau lebih, yang memang mempunyai kemampuan yang tidak sama. Apabila UnyiI keadaanya memang lebih pandai dari si Badu maka test itu harus dapat mengetahui atau mengungkapkan perbedaan yang dimiliki oleh kedua anak tersebut

Page 5: Conto Tugas Lapangan Pengukuran

1. Jenis-jenis Evaluasi Belajar

Sehubungan dengan 4 (empat) tujuan sebagaimana dituangkan di dalam sub bab yang terdahulu, selanjutnya kurikulum 1975 membedakan evaluasi prestasi belajar siswa di sekolah  menjadi 4 (empat) jenis yaitu:

1. Evaluasi Formatif

Adalah evaluasi yang ditujukan untuk memperbaiki proses belajar mengajar. Jenis evaluasi wajib dilaksanakan oleh guru bidang studi setelah selesai mengajarkan satu unit pengajaran tertentu.

1. Evaluasi Sumatif

Adalah evaluasi yang ditujukan untuk keperluan penentuan angka kemajuan atau hasil belajar siswa. Jenis evaluasi ini dilaksanakan setelah guru menyelesaikan pengajaran yang diprogramkan untuk satu semester. Dan kawasan bahasanya sama dengan kawasan bahan yang terkandung di dalam satuan program semester.

1. Evaluasi Penempatan

Adalah evaluasi yang ditujukan untuk menempatkan siswa dalam situasi belajar atau program pendidikan yang sesuai dengan kemampuannya.

1. Evaluasi Diagnostik

Adalah evaluasi yang ditujukan guna membantu memecahkan kesulitan belajar yang dialami oleh siswa tertentu.

Jenis evaluasi formatif dan sumatif terutama menjadi tanggungjawab guru (guru bidang studi), evaluasi penempatan dan diagmostik lebih merupakan tanggungjawab petugas bimbingan penyuluhan. Oleh karena itu wajar apabila dalam tulisan ini hanya mengaksentuasi pada jenis penilaian yang pertama dan jenis yang kedua.

Evaluasi Formatif dan Evaluasi Sumatif

Sebagai salah satu perwujudan dari usaha pembaharuan bidang pendidikan di Indonesia, ialah dibakukannya Kurikulum 1975, yang di dalamnya tersurat juga suatu pedoman guru dalam melaksanakan penilaian atau evaluasi hasil belajar siswa. Karena di atas telah disinggung bahwa evaluasi yang menjadi tanggungjawab guru bidang studi adalah evaluasi formatif dan evaluasi sumatif, maka untuk memberikan gambaran yang jelas dan tegas, berikut akan diuraikan batasan pengertian dan teknik pelaksanaannya.

Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan oleh guru selama dalam perkembangan atau dalam kurun waktu proses pelaksanaan suatu Program Pengajaran Semester. Dengan maksud agar segera dapat mengetahui kemungkinan adanya penyimpang-penyimpangan, ketidak sesuaian pelaksanaan dengan rencana yang telah disusun sebelumnya. Karena dilaksanakan

Page 6: Conto Tugas Lapangan Pengukuran

setelah selesai mengajarkan satu unit pengajaran (mungkin sesuatu topik atau pokok bahasan), maka ternyata apabila ada ketidaksesuaian dengan tujuan segera dapat dibetulkan. Oleh karena itu, fungsi dari pada evaluasi ini terutama ditujukan untuk memperbaiki  proses bolajar mengajar. Dan karena scope bahannya hanya satu unit pengajaran, dan dalam satu semester terdiri dari beberapa unit, maka pelaksanaan evaluasi ini frekuensinya akan lebih banyak dibanding evaluasi sumatif. Umumnya frekuensi tes formatif ini berkisar antara 2 – 4 kali dalam satu semester.

Sedangkan yang dimaksud dengan evalusi sumatif adalah evaluasi yang dilaksanakan oleh guru pada akhir semester. Jadi guru baru dapat melakukan evaluasi sumatif apabila guru yang bersangkutan selesai mengajarkan seluruh pokok bahasan atau unit pengajaran yang merupakan forsi dari semester yang bersangkutan. Oleh karena itu evaluasi ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat keberhasilan yang dicapai siswa selama satu semester. Jadi fungsinya untuk mengetahui kemajuan anak didik.

Akhirnya, untuk menambah kejelasan didalam pelaksanaannya, berikut penulis rumuskan perbedaan dari kedua jenis evaluasi tersebut.

Evaluasi Formatif Evaluasi SumatifTujuannya untuk memperbaiki PBM.

1. Dilaksanakan setelah selesai mengajarkan suatu unit pengajaran tertentu.

1. Frekuensi 2 – 4 kali dalam satu semester.

2. Lingkup atau scope bahannya sempit.

3. Obyeknya hanya terdapat suatu aspek perilaku.

4. Bobot atau kadar nilainya rendah.

Tujuannya untuk mengetahui hasil atau tingkat kemajuan belajar siswa.

1. Dilaksanakan setelah mengajarkan seluruh unit pengajaran, yang menjadi forsi sesuatu semester.

2. Frekuensinya 1 x dalam satu semester.

3. Lingkup atau scope bahannya luas.

4. Obyeknya meliputi berbagai aspek perilaku.

5. Bobot atau kadar nilainya tinggi.

Mengingat karakteristik dari masing-masing jenis evaluasi itu, maka guna penentuan nilai akhir (misalkan nilai raport), diberikan pedoman sebagai berikut :

Jika seorang siswa misalnya si Arief dalam suatu semester mengikuti evaluasi formatif 4 (empat) kali dan hasilnya: 6, 8, 8, 10. Kemudian sewaktu mengikuti evaluasi sumatif mendapat nilai 9, maka nilai akhir Arief untuk mata pelajaran itu menjadi: dibulatkan menjadi 9,00

Jadi bukannya:

dibulatkan menjadi 8,00

Page 7: Conto Tugas Lapangan Pengukuran

Yang terakhir panduan untuk menentukan nilai akhir itu menurut Kurikulum 1984 disempurnakan menjadi:

Rumus menentukan nilai raport:

Keterangan

N  = nilai raport

p  = nilai rata-rata evaluasi formatif

q   = nilai rata-rata kegiatan kokurikuler

r   = nilai evaluasi sumatif

Nilai pada p, q, dan r belum ada pembulatan, pembulatan baru dilakukan pada N (nilai raport).

1. Kriteria Evaluasi

Sebagaimana telah kita ketahui bahwa evaluasi adalah merupakan kegiatan yang meliputi pengumpulan bukti-bukti yang kemudian dijadikah dasar dalam pengambilan keputusan tentang keberhasilan siswa mengikuti pelajaran. Agar pengambilan keputusan tidak merupakan perbuatan yang subyektif, maka diperlukan patokan tertentu. Kriteria tersebut berfungsi sebagai ukuran, apakah seseorang telah memenuhi persyaratan untuk digolongkan sebagai siswa yang berhasil, pandai, baik, naik kelas, lulus atau tidak. Kriteria penilaian itu disebut dengan istilah “Standar Penilaian”. Dan standar penilaian yang dimaksud dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu:

1. Standar Penilaian Yang mutlak.2. Standar Perilaian Yang Relatif.

Standar Penilaian Yang Mutlak.

Kriteria ini lebih dikenal dengan istilah “Penilaian Acuan Patokan” atau disingkat PAP. Dan istilah ini merupakan terjemahan dari istilah asing “Criterion Referenced”. Standar ini bersifat tetap atau bahkan tidak dapat ditawar. Dalam artian bahwa kriteria keberhasilan siswa itu tidak dipengaruhi oleh prestasi suatu kelompok siswa. Apabila kita menggunakan standar ini, maka keberhasilan atau kegagalan siswa dalam mengikuti pelajaran ditentukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya (sebelum evaluasi dilaksanakan). Pelaksanaan standar PAP ini dapat diberikan contoh sebagai berikut:

Misalnya untuk dapat dinyatakan lulus, siswa harus dapat menjawab dengan betul paling sedikit 70% dari pernyataan yang disediakan. Ini berarti bahwa siswa yang menjawab benar kurang dari 70% dari jumlah soal yang disediakan, dinyatatan tidak berhasil atau tidak lulus.

Langkahnya dapat didiskripsikan sebagai berikut:

Page 8: Conto Tugas Lapangan Pengukuran

1. Menetapkan kualifikasi nilai minimal yang dapat diterima, misalnya: 5,50; 6,0; atau 7,0 dan sebagainya, sebagai batas lulus atau passing grade. Atau batas kesalahan minimal yang masih dapat dimaafkan dalam suatu penilaian. Ketentuan tersebut terserah kepada guru.

2. Membandingkan angka nilai (prestasi) setiap siswa dengan nilai passing grade tersebut. Secara teoritis maka mereka yang angka nilai prestasinya berada di bawah batas lulus, dinyatakan tidak berhasil.

Standar Yang Relatif

Kriteria ini lebih dikenal dengan istilah “Penilaian Acuan Normal”atau disingkat PAN. Dan istilah ini merupakan alih bahasa dari istilah asing “Norm Referenced”. Berbeda dengan standar mutlak, pada standar yang relatif ini keberhasilan siswa ditentukan oleh posisinya di antara kelompok siswa yang mengikuti evaluasi. Dengan lain perkataan, bahwa keberhasilan seseorang siswa dipengaruhi oleh tempat relatifnya dibandingkan dengan prestasi rata-rata kelompok. Dengan menggunakan standar relatif, dapat terjadi bahwa siswa yang prosentasi (%) jawaban yang benar hanya 50% dapat dinyatakan lulus atau berhasil, karena kebanyakan teman-teman yang lain mencapai angka prosentasi yang lebih rendah. Sebagai contoh misalnya:

Dalam suatu kelas, ujian tulis IPS yang diikuti oleh 30 orang siswa diberikan 100 buah soal. Ternyata kebanyakan siswa hanya berhasil menjwab 56 soal dengan betul, dan dapat dinyatakan lulus. Pada kelas lain, dari 100 soal yang diujikan rata-rata siswa berhasil menjawab dengar benar 90 soal, sehingga si Badu yang berhasil menjawab dengan benar 65 soal, dinyatakan tidak berhasil atau gagal.

Dengan demikian kriteria keberhasilan masing-masing kelas tidak sama. Sehingga keberhasilan seseorang siswa baru dapat ditentukan setelah prestasi kelompoknya diketahui. Dan jenis standar ini tepat dipakai oleh guru, apabila ia akan mengetahui kedudukan siswa dalam kelompok/ kelasnya. Mengingat karakteristik dari masing-masing standar itu, dan sesuai dengan prinsip ketuntasan belajar,  bahwa “pengolahan skor yang diperoleh siswa diperlakukan dengan menggunakan standar mutlak atau Penilaian Acuan Patokan (PAP)”.

Misalnya:

Item soal yang harus dikerjakan siswa adalah 40 buah. Setiap butir soal yang dapat dijawab benar oleh siswa diberi skor 1 (satu). Jadi skor maksimal yang mungkin dicapai adalah 40. Ani memperoleh skor 24. Ini berarti Ani menguasai

tujuan/bahan pelajaran, maka nilai untuk Ani adalah 6,00

tujuan/bahan pelajaran, maka Budi akan mendapat nilai 9,00

Disamping itu penulis informasikan pula, bahwa skala nilai yang dipergunakan dalam buku raport dan STTB adalah skala 0 – 10. Sehingga taraf penguasaan 60% sama dengan nilai 6,00 (enam), dan taraf penguasaan 90% sama dengan nilai 9,00 (sembilan), dan seterusnya.

Page 9: Conto Tugas Lapangan Pengukuran

Rangkuman

Atas dasar uraian-uraian sebagaimana dikemukakan di atas, dapatlah dibuatkan suatu ikhtisar yang berkenaan dengan topik BAB I sebagai berikut:

1. Evaluasi Belajar adalah pengumpulan bukti-bukti yang cukup untuk kemudian dijadikan dasar penetapan ada tidaknya perubahan dan derajat perubahan yang terjadi pada diri siswa, setelah mengikuti proses belajar mengajar.

2. Tujuan diadakan evaluasi belajar adalah:

2.1.      Untuk memperbaiki proses belajar mengajar (PBM).

2.2.      Untuk menemukan angka kemajuan hasil belajar siswa.

2.3.      Untuk penjurusan.

2.4.      Untuk mengenal latar belakang siswa yang mendapatkan kesulitan belajar.

1. Asas-asas evaluasi belajar adalah meliputi:

3.1.  Dilaksanakan secara terus menerus.

3.2.  Menyeluruh.

3.3.  Obyektif.

3.4.  Dilaksanakan dengan alat pengukur yang baik.

3.5.  Deskriminatif.

1. Jenis-jenis evaluasi yang dilaksanakan di sekolah adakag:

4.1.      Pre Test

4.2.      Post Test

4.3.      Formatif Test

4.4.      Sumiatif Test

4.5.      Diagnostik Test

4.6.      Placement Test

Page 10: Conto Tugas Lapangan Pengukuran

Jenis test yang menjadi tanggungjawab guru bidang studi/guru fak adalah kecuali 4.5 dan 4.6 di atas.

1. Kriteria evaluasi dapat dibedakan menjadi:

5.1.      Penilaian Acuan Patokan (PAP) atau Criterion Referenced.

5.2.      Penilaian Acuan Norma (PAN) atau Norm Referenced.

Standar atau kriteria evaluasi yang ideal untuk dipakai di sekolah adalah standar PAP.

04/29/2010 Ditulis oleh zaifbio | Evaluasi Pendidikan | 2 Komentar

RANAH PENILAIAN KOGNITIF, AFEKTIF, DAN   PSIKOMOTORIK

PENDAHULUAN

Penilaian adalah upaya atau tindakan untuk mengetahui sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai atau tidak. Dengan kata lain, penilaian berfungsi sebagai alat untuk mengtahui keberhasilan proses dan hasil belajar siswa. Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik.

Salah satu prinsip dasar yang harus senantiasa diperhatikan dan dipegangi dalam rangka evaluasi hasil belajar adalah prinsip kebulatan, dengan prinsip evaluator dalam melaksanakan evaluasi hasil belajar dituntut untuk mengevaluasi secara menyeluruh terhadap peserta didik, baik dari segi pemahamannya terhadap materi atau bahan pelajaran yang telah diberikan (aspek kognitif), maupun dari segi penghayatan (aspek afektif), dan pengamalannya (aspek psikomotor).

Ketiga aspek atau ranah kejiwaan itu erat sekali dan bahkan tidak mungkin dapat dilepaskan dari kegiatan atau proses evaluasi hasil belajar. Benjamin S. Bloom dan kawan-kawannya itu berpendapat bahwa pengelompokkan tujuan pendidikan itu harus senantiasa mengacu kepada tiga jenis domain (daerah binaan atau ranah) yang melekat pada diri peserta didik, yaitu:

a)    Ranah proses berfikir (cognitive domain)

b)    Ranah nilai atau sikap (affective domain)

c)    Ranah keterampilan (psychomotor domain)

Dalam konteks evaluasi hasil belajar, maka ketiga domain atau ranah itulah yang harus dijadikan sasaran dalam setiap kegiatan evaluasi hasil belajar. Sasaran kegiatan evaluasi hasil belajar adalah:

Page 11: Conto Tugas Lapangan Pengukuran

1)    Apakah peserta didik sudah dapat memahami semua bahan atau materi pelajaran yang telah diberikan pada mereka?

2)    Apakah peserta didik sudah dapat menghayatinya?

3)    Apakah materi pelajaran yang telah diberikan itu sudah dapat diamalkan secara kongkret dalam praktek atau dalam kehidupannya sehari-hari?

Ketiga ranah tersebut menjadi obyek penilaian hasil belajar. Diantara ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru disekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 12: Conto Tugas Lapangan Pengukuran

 

 

 

 

 

 

 

 

 

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Ranah Penilaian Kognitif, Ciri-ciri, dan Contoh Pengukuran Ranah Penilaian Kognitif

2.1.1 Pengertian Ranah Penilaian Kognitif

Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif.  Ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir, termasuk didalamnya kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis, dan kemampuan mengevaluasi. Dalam ranah kognitif itu terdapat enam aspek atau jenjang proses berfikir, mulai dari jenjang terendah sampai dengan jenjang yang paling tinggi. Keenam jenjang atau aspek yang dimaksud adalah:

Pengetahuan/hafalan/ingatan (knowledge)

Adalah kemampuan seseorang untuk mengingat-ingat kembali (recall) atau mengenali kembali tentang nama, istilah, ide, rumus-rumus, dan sebagainya, tanpa mengharapkan kemampuan untuk menggunkannya. Pengetahuan atau ingatan adalah merupakan proses berfikir yang paling rendah.

Salah satu contoh hasil belajar kognitif pada jenjang pengetahuan adalah dapat menghafal surat al-‘Ashar, menerjemahkan dan menuliskannya secara baik dan benar, sebagai salah satu materi pelajaran kedisiplinan yang diberikan oleh guru Pendidikan Agama Islam di sekolah.

Pemahaman (comprehension)

Page 13: Conto Tugas Lapangan Pengukuran

Adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi.  Seseorang peserta didik dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci tentang hal itu dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Pemahaman merupakan jenjang kemampuan berfikir yang setingkat lebih tinggi dari ingatan atau hafalan.

Salah satu contoh hasil belajar ranah kognitif pada jenjang pemahaman ini misalnya: Peserta didik atas pertanyaan Guru Pendidikan Agama Islam dapat menguraikan tentang makna kedisiplinan yang terkandung dalam surat al-‘Ashar secara lancar dan jelas.

Penerapan (application)

Adalah kesanggupan seseorang untuk menerapkan atau menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori dan sebagainya, dalam situasi yang baru dan kongkret. Penerapan ini adalah merupakan proses berfikir setingkat lebih tinggi ketimbang pemahaman.

Salah satu contoh hasil belajar kognitif jenjang penerapan misalnya: Peserta didik mampu memikirkan tentang penerapan konsep kedisiplinan yang diajarkan Islam dalam kehidupan sehari-hari baik dilingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat.

Analisis (analysis)

Adalah kemampuan seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan di antara bagian-bagian atau faktor-faktor yang satu dengan faktor-faktor lainnya. Jenjang analisis adalah setingkat lebih tinggi ketimbang jenjang aplikasi.

Contoh: Peserta didik dapat merenung dan memikirkan dengan baik tentang wujud nyata dari kedisiplinan seorang siswa dirumah, disekolah, dan dalam kehidupan sehari-hari di tengah-tengah masyarakat, sebagai bagian dari ajaran Islam.

Sintesis (syntesis)

Adalah kemampuan berfikir yang merupakan kebalikan dari proses berfikir analisis. Sisntesis merupakan suatu proses yang memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis, sehingga menjelma menjadi suatu pola yang yang berstruktur atau bebrbentuk pola baru. Jenjang sintesis kedudukannya setingkat lebih tinggi daripada jenjang analisis. Salah satu jasil belajar kognitif dari jenjang sintesis ini adalah: peserta didik dapat menulis karangan tentang pentingnya kedisiplinan sebagiamana telah diajarkan oleh islam.

Penilaian/penghargaan/evaluasi (evaluation)

Adalah merupakan jenjang berpikir paling tinggi dalam ranah kognitif dalam taksonomi Bloom. Penilian/evaluasi disini merupakan kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan

Page 14: Conto Tugas Lapangan Pengukuran

terhadap suatu kondisi, nilai atau ide, misalkan jika seseorang dihadapkan pada beberapa pilihan maka ia akan mampu memilih satu pilihan yang terbaik sesuai dengan patokan-patokan atau kriteria yang ada.

Salah satu contoh hasil belajar kognitif jenjang evaluasi adalah: peserta didik mampu menimbang-nimbang tentang manfaat yang dapat dipetik oleh seseorang yang berlaku disiplin dan dapat menunjukkan mudharat atau akibat-akibat negatif yang akan menimpa seseorang yang bersifat malas atau tidak disiplin, sehingga pada akhirnya sampai pada kesimpulan penilaian, bahwa kwdisiplinan merupakan perintah Allah SWT yang waji dilaksanakan dalam sehari-hari.

Keenam jenjang berpikir yang terdapat pada ranah kognitif menurut Taksonomi Bloom itu, jika diurutkan secara hirarki piramidal adalah sebagai tertulis pada  gambar 1.

Keenam jenjang berpikir ranah kognitif bersifat kontinum dan overlap (tumpang tindih), dimana ranah yang lebih tinggi meliputi semua ranah yang ada dibawahnya. Overlap di antara enam jenjang berfikir itu akan lebih jelas terlihat pada gambar 2.

 

 

 

Penilaian           (Evaluation)

Sintesis                       (Syntesis)

Analisis                                         (Analysis)

Penerapan                                                          (Aplikation)

Pemahaman                                                                   (Comprehensi)

Pengetahuan                                                                              (Knowledge)

GAMBAR 1. Enam jenjang berpikir pada ranah kognitif

6

5

4

3

2

Page 15: Conto Tugas Lapangan Pengukuran

1

 

 

GAMBAR 2. Overlap antara enam jenjang pada ranah kognitif.

Keterangan : Pengetahuan (1) adalah merupakan jenjang berpikir paling dasar. Pemahaman (2) mencakup pengetahuan (1). Aplikasi atau penerapan (3) mencakup pemahaman (2)dan pengetahuan (1). Sintesis (5) meliputi juga analisis (4), aplikasi (3), pemahaman (2) dan pengetahuan (1). Evaluasi (6) meliputi juga sintesis (5) , analisis (4), aplikasi (3), pemahaman (2) dan pengetahuan (1).

Tujuan aspek kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat, sampai pada kemampuan memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk menghubungakan dan menggabungkan beberapa ide, gagasan, metode atau prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut. Dengan demikian aspek kognitif adalah subtaksonomi yang mengungkapkan tentang kegiatan mental yang sering berawal dari tingkat pengetahuan sampai ke tingkat yang paling tinggi yaitu evaluasi.

2.1.2 Ciri-ciri Ranah Penilaian Kognitif

Aspek kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir termasuk di dalamnya kemampuan memahami, menghafal, mengaplikasi, menganalisis, mensistesis dan kemampuan mengevaluasi. Menurut Taksonomi Bloom (Sax 1980), kemampuan kognitif adalah kemampuan berfikir secara hirarki yang terdiri dari pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi.

Pada tingkat pengetahuan, peserta didik menjawab pertanyaan berdasarkan hafalan saja. Pada tingkat pemahaman peserta didik dituntut juntuk menyatakan masalah dengan kata-katanya sendiri, memberi contoh suatu konsep atau prinsip. Pada tingkat aplikasi, peserta didik dituntut untuk menerapkan prinsip dan konsep dalam situasi yang baru. Pada tingkat analisis, peserta didik diminta untuk untuk menguraikan informasi ke dalam beberapa bagian, menemukan asumsi, membedakan fakta dan pendapat serta menemukan hubungan sebab—akibat. Pada tingkat sintesis, peserta didik dituntut untuk menghasilkan suatu cerita, komposisi, hipotesis atau teorinya sendiri dan mensintesiskan pengetahuannya. Pada tingkat evaluasi, peserta didik mengevaluasi informasi seperti bukti, sejarah, editorial, teori-teori yang termasuk di dalamnya judgement terhadap hasil analisis untuk membuat kebijakan.

Tujuan aspek kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat, sampai pada kemampuan memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk menghubungkan dan menggabungkan beberapa ide, gagasan, metode atau prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut.

Page 16: Conto Tugas Lapangan Pengukuran

Dengan demikian aspek kognitif adalah sub-taksonomi yang mengungkapkan tentang kegiatan mental yang sering berawal dari tingkat pengetahuan sampai ke tingkat yang paling tinggi yaitu evaluasi. Aspek kognitif terdiri atas enam tingkatan dengan aspek belajar yang berbeda-beda. Keenam tingkat tersebut yaitu:

1. Tingkat pengetahuan (knowledge), pada tahap ini menuntut siswa untuk mampu mengingat (recall) berbagai informasi yang telah diterima sebelumnya, misalnya fakta, rumus, terminologi strategi problem solving dan lain sebagianya.

2. Tingkat pemahaman (comprehension), pada tahap ini kategori pemahaman dihubungkan dengan kemampuan untuk menjelaskanpengetahuan, informasi yang telah diketahui dengan kata-kata sendiri. Pada tahap ini peserta didik diharapkan menerjemahkan atau menyebutkan kembali yang telah didengar dengan kata-kata sendiri.

3. Tingkat penerapan (application), penerapan merupakan kemampuan untuk menggunakan atau menerapkan informasi yang telah dipelajari kedalam situasi yang baru, serta memecahlcan berbagai masalah yang timbuldalam kehidupan sehari-hari.

4. Tingkat analisis (analysis), analisis merupakan kemampuanmengidentifikasi, memisahkan dan membedakan komponen-komponen atau elemen suatu fakta, konsep, pendapat, asumsi, hipotesa atau kesimpulan, dan memeriksa setiap komponen tersebut untuk melihat ada atau tidaknya kontradiksi. Dalam tingkat ini peserta didik diharapkan menunjukkan hubungan di antara berbagai gagasan dengan cara membandingkan gagasan tersebut dengan standar, prinsip atau prosedur yang telah dipelajari.

5. Tingkat sintesis (synthesis), sintesis merupakan kemampuan seseorang dalam mengaitkan dan menyatukan berbagai elemen dan unsur pengetahuan yang ada sehingga terbentuk pola baru yang lebih menyeluruh.

6. Tingkat evaluasi (evaluation), evaluasi merupakan level tertinggi yang mengharapkan peserta didik mampu membuat penilaian dan keputusan tentang nilai suatu gagasan, metode, produk atau benda dengan menggunakan kriteria tertentu.

Apabila melihat kenyataan yang ada dalam sistem pendidikan yang diselenggarakan, pada umumnya baru menerapkan beberapa aspek kognitif tingkat rendah, seperti pengetahuan, pemahaman dan sedikit penerapan. Sedangkan tingkat analisis, sintesis dan evaluasi jarang sekali diterapkan. Apabila semua tingkat kognitif diterapkan secara merata dan terus-menerus maka hasil pendidikan akan lebih baik.

Tabel  Kaitan antara kegiatan pembelajaran dengan domain tingkatan aspek kognitif

No Tingkatan Deskripsi1 Pengetahuan Arti: Pengetahuan terhadap fakta, konsep, definisi,

nama, peristiwa, tahun, daftar, teori, prosedur,dll.

Contoh kegiatan belajar:

Mengemukakan arti Menentukan lokasi

Page 17: Conto Tugas Lapangan Pengukuran

Mendriskripsikan sesuatu Menceritakan apa yang terjadi Menguraikan apa yang terjadi

2 Pemahaman Arti:pengertian terhadap hubungan antar-faktor, antar konsep, dan antar data hubungan sebab akibat penarikan kesimpulan

Contoh kegiatan belajar:

¨    Mengungkapakan gagasan dan pendapat dengan kata-kata sendiri

¨    Membedakan atau membandingkan

¨    Mengintepretasi data

¨    Mendriskripsikan dengan kata-kata sendiri

¨    Menjelaskan gagasan pokok

¨    Menceritakan kembali dengan kata-kata sendiri

 3 Aplikasi Arti: Menggunakan pengetahuan untuk memecahkan

masalah atau menerapkan pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari

Contoh kegiatan:

Menghitung kebutuhan Melakukan percobaan Membuat peta Membuat model Merancang strategi

4 Analisis Artinya: menentukan bagian-bagian dari suatu masalah, penyelesaian, atau gagasan dan menunjukkan hubungan antar bagian tersebut

Contoh kegiatan belajar:

Mengidentifikasi faktor penyebab Merumuskan masalah Mengajukan pertanyaan untuk mencari informasi Membuat grafik

Page 18: Conto Tugas Lapangan Pengukuran

Mengkaji ulang

5 Sintesis Artinya: menggabungkan berbagai informasi menjadi satu kesimpulan/konsepatau meramu/merangkai berbagai gagasan menjadi suatu hal yang baru

Contoh kegiatan belajar:

v   Membuat desain

v   Menemukan solusi masalah

v   Menciptakan produksi baru,dst.6 Evaluasi Arti: mempertimbangkan dan menilai benar-salah, baik-

buruk, bermanfaat-tidak bermanfaat

Contoh kegiatan belajar:

Mempertahankan pendapat

Membahas suatu kasus

Memilih solusi yang lebih baik

Menulis laporan,dst.

 

2.1.3 Contoh Pengukuran Ranah Penilaian Kognitif

Apabila melihat kenyataan yang ada dalam sistem pendidikan yang diselenggarakan, pada umumnya baru menerapkan beberapa aspek kognitif tingkat rendah, seperti pengetahuan, pemahaman dan sedikit penerapan. Sedangkan tingkat analisis, sintesis dan evaluasi jarang sekali diterapkan. Apabila semua tingkat kognitif diterapkan secara merata dan terus-menerus maka hasil pendidikan akan lebih baik. Pengukuran hasil belajar ranah kognitif dilakukan dengan tes tertulis.

Bentuk tes kognitif diantaranya; (1) tes atau pertanyaan lisan di kelas, (2) pilihan ganda, (3) uraian obyektif, (4) uraian non obyektif atau uraian bebas, (5) jawaban atau isian singkat, (6) menjodohkan, (7) portopolio dan (8) performans.

Cakupan yang diukur dalam ranah Kognitif  adalah:

a. Ingatan (C1) yaitu  kemampuan seseorang untuk mengingat. Ditandai dengan kemampuan menyebutkan simbol, istilah, definisi, fakta, aturan, urutan, metode.

Page 19: Conto Tugas Lapangan Pengukuran

1. Pemahaman (C2) yaitu kemampuan seseorang untuk memahami tentang sesuatu hal. Ditandai dengan kemampuan menerjemahkan, menafsirkan, memperkirakan, menentukan, menginterprestasikan.

c. Penerapan (C3), yaitu kemampuan berpikir untuk menjaring & menerapkan dengan tepat tentang teori, prinsip, simbol pada situasi baru/nyata. Ditandai dengan kemampuan menghubungkan, memilih, mengorganisasikan, memindahkan, menyusun, menggunakan, menerapkan, mengklasifikasikan, mengubah struktur.

1. Analisis (C4),  Kemampuan berfikir secara logis dalam  meninjau  suatu fakta/ objek menjadi lebih rinci. Ditandai dengan kemampuan  membandingkan, menganalisis, menemukan, mengalokasikan, membedakan, mengkategorikan.

e. Sintesis (C5),  Kemampuan berpikir untuk memadukan konsep-konsep secara logis sehingga menjadi suatu pola yang baru. Ditandai dengan kemampuan mensintesiskan, menyimpulkan, menghasilkan, mengembangkan, menghubungkan, mengkhususkan.

1. Evaluasi (C6), Kemampuan berpikir untuk dapat memberikan pertimbangan terhadap sustu situasi, sistem nilai, metoda, persoalan dan pemecahannya dengan menggunakan tolak ukur tertentu sebagai patokan. Ditandai dengan kemampuan menilai, menafsirkan, mempertimbangkan dan menentukan.

Contohnya siswa dibina kompetensinya menyangkut kemampuan melukis jaring-jaring kubus. Namun, untuk dapat melukis jaring-jaring kubus setidaknya diperlukan pengetahuan (kognitif) tentang bentuk-bentuk jaring kubus dan cara-cara melukis garis-garis tegak lurus.

2.2 Pengertian Ranah Penilaian Afektif, Ciri-ciri, dan Contoh Pengukuran Ranah Penilaian Afektif

2.2.1 Pengertian Ranah Penilaian Afektif

Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya bila seseorang telah memiliki kekuasaan kognitif tingkat tinggi. Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku. Seperti: perhatiannnya terhadap mata pelajaran pendidikan agama Islam, kedisiplinannya dalam mengikuti mata pelajaran agama disekolah, motivasinya yang tinggi untuk tahu lebih banyak mengenai pelajaran agama Islam yang di terimanya, penghargaan atau rasa hormatnya terhadap guru pendidikan agama Islam dan sebagainya.

Ranah afektif menjadi lebih rinci lagi ke dalam lima jenjang, yaitu: (1) receiving (2) responding (3) valuing (4) organization (5) characterization by evalue or calue complex

Receiving atau attending (= menerima atua memperhatikan), adalah kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain. Termasuk dalam jenjang ini misalnya adalah: kesadaran dan

Page 20: Conto Tugas Lapangan Pengukuran

keinginan untuk menerima stimulus, mengontrol dan menyeleksi gejala-gejala atau rangsangan yang datang dari luar. Receiving atau attenting juga sering di beri pengertian sebagai kemauan untuk memperhatikan suatu kegiatan atau suatu objek. Pada jenjang ini peserta didik dibina agar mereka bersedia menerima nilai atau nilai-nilai yang di ajarkan kepada mereka, dan mereka mau menggabungkan diri kedalam nilai itu atau meng-identifikasikan diri dengan nilai itu. Contah hasil belajar afektif jenjang receiving , misalnya: peserta didik bahwa disiplin wajib di tegakkan, sifat malas dan tidak di siplin harus disingkirkan jauh-jauh.

Responding (= menanggapi) mengandung arti “adanya partisipasi aktif”. Jadi kemampuan menanggapi adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengikut sertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya salah satu cara. Jenjang ini lebih tinggi daripada jenjang receiving. Contoh hasil belajar ranah afektif responding adalah peserta didik tumbuh hasratnya untuk mempelajarinya lebih jauh atau menggeli lebih dalam lagi, ajaran-ajaran Islam tentang kedisiplinan.

Valuing (menilai=menghargai). Menilai atau menghargai artinya mem-berikan nilai atau memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan atau obyek, sehingga apabila kegiatan itu tidak dikerjakan, dirasakan akan membawa kerugian atau penyesalan. Valuing adalah merupakan tingkat afektif yang lebih tinggi lagi daripada receiving dan responding. Dalam kaitan dalam proses belajar mengajar, peserta didik disini tidak hanya mau menerima nilai yang diajarkan tetapi mereka telah berkemampuan untuk menilai konsep atau fenomena,  yaitu baik atau buruk. Bila suatu ajaran yang telah mampu mereka nilai dan mampu untuk mengatakan “itu adalah baik”, maka ini berarti bahwa peserta didik telah menjalani proses penilaian. Nilai itu mulai di camkan (internalized) dalam dirinya. Dengan demikian nilai tersebut telah stabil dalam peserta didik. Contoh hasil belajar efektif jenjang valuing adalah tumbuhnya kemampuan yang kuat pada diri peseta didik untuk berlaku disiplin, baik disekolah, dirumah maupun di tengah-tengah kehidupan masyarakat.

Organization (=mengatur atau mengorganisasikan), artinya memper-temukan perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang universal, yang membawa pada perbaikan umum. Mengatur atau mengorganisasikan merupakan pengembangan dari nilai kedalam satu sistem organisasi, termasuk didalamnya hubungan satu nilai denagan nilai  lain., pemantapan dan perioritas nilai yang telah dimilikinya. Contoh nilai efektif jenjang organization adalah peserta didik mendukung penegakan disiplin nasional yang telah dicanangkan oleh bapak presiden Soeharto pada peringatan hari kemerdekaan nasional tahun 1995.

Characterization by evalue or calue complex (=karakterisasi dengan  suatu nilai atau komplek nilai), yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki oleh seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Disini proses internalisasi nilai telah menempati tempat tertinggi dalal suatu hirarki nilai. Nilai itu telah tertanam secara konsisten pada sistemnya dan telah mempengaruhi emosinya. Ini adalah merupakan tingkat efektif tertinggi, karena sikap batin peserta didik telah benar-benar bijaksana. Ia telah memiliki phyloshopphy of life yang mapan. Jadi pada jenjang ini peserta didik telah memiliki sistem nilai yang telah mengontrol tingkah lakunya untuk suatu waktu yang lama, sehingga membentu karakteristik “pola hidup” tingkah lakunya menetap, konsisten dan dapat diramalkan. Contoh hasil belajar afektif pada jenjang ini adalah siswa telah memiliki kebulatan sikap wujudnya

Page 21: Conto Tugas Lapangan Pengukuran

peserta didik menjadikan perintah Allah SWT yang tertera di Al-Quran menyangkut disiplinan, baik kedisiplinan sekolah, dirumah maupun ditengah-tengan kehidupan masyarakat.

Secara skematik kelima jenjang afektif sebagaimana telah di kemukakan dalam pembicaraan diatas, menurut A.J Nitko (1983) dapat di gambarkan sebagai berikut:

 

Ranah afektif tidak dapat diukur seperti halnya ranah kognitif, karena dalam ranah afektif kemampuan yang diukur adalah: Menerima (memperhatikan), Merespon,  Menghargai, Mengorganisasi, dan Karakteristik suatu nilai.

Skala yang digunakan untuk mengukur ranah afektif  seseorang terhadap kegiatan suatu objek diantaranya skala sikap. Hasilnya berupa kategori sikap, yakni mendukung (positif), menolak (negatif), dan netral. Sikap pada hakikatnya adalah kecenderungan berperilaku pada seseorang. Ada tiga komponen sikap, yakni kognisi, afeksi, dan konasi. Kognisi berkenaan dengan pengetahuan seseorang tentang objek yang dihadapinya. Afeksi berkenaan dengan perasaan dalam menanggapi objek tersebut, sedangkan konasi berkenaan dengan kecenderungan berbuat terhadap objek tersebut. Oleh sebab itu, sikap   selalu bermakna bila dihadapkan kepada objek tertentu.

Skala sikap dinyatakan dalam bentuk pernyataan untuk dinilai oleh responden, apakah pernyataan itu didukung atau ditolaknya, melalui rentangan nilai tertentu. Oleh sebab itu, pernyataan yang diajukan dibagi ke dalam dua kategori, yakni pernyataan positif dan pernyataan negatif.

Salah satu skala sikap yang sering digunakan adalah skala Likert. Dalam skala Likert, pernyataan-pernyataan yang diajukan, baik pernyataan positif maupun negatif, dinilai oleh subjek dengan sangat setuju, setuju, tidak punya pendapat, tidak setuju, sangat tidak setuju.

2.2.2 Ciri-ciri Ranah Penilaian Afektif

Pemikiran atau perilaku harus memiliki dua kriteria untuk diklasifikasikan sebagai ranah afektif (Andersen, 1981:4). Pertama, perilaku melibatkan perasaan dan emosi seseorang. Kedua, perilaku harus tipikal perilaku seseorang. Kriteria lain yang termasuk ranah afektif adalah intensitas, arah, dan target. Intensitas menyatakan derajat atau kekuatan dari perasaan. Beberapa perasaan lebih kuat dari yang lain, misalnya cinta lebih kuat dari senang atau suka. Sebagian orang kemungkinan memiliki perasaan yang lebih kuat dibanding yang lain. Arah perasaan berkaitan dengan orientasi positif atau negatif dari perasaan yang menunjukkan apakah perasaan itu baik atau buruk.

Misalnya senang pada pelajaran dimaknai positif, sedang kecemasan dimaknai negatif. Bila intensitas dan arah perasaan ditinjau bersama-sama, maka karakteristik afektif berada dalam suatu skala yang kontinum. Target mengacu pada objek, aktivitas, atau ide sebagai arah dari perasaan. Bila kecemasan merupakan karakteristik afektif yang ditinjau, ada beberapa kemungkinan target. Peserta didik mungkin bereaksi terhadap sekolah, matematika, situasi

Page 22: Conto Tugas Lapangan Pengukuran

sosial, atau pembelajaran. Tiap unsur ini bisa merupakan target dari kecemasan. Kadang-kadang target ini diketahui oleh seseorang namun kadang-kadang tidak diketahui. Seringkali peserta didik merasa cemas bila menghadapi tes di kelas. Peserta didik tersebut cenderung sadar bahwa target kecemasannya adalah tes.

Ada 5 tipe karakteristik afektif yang penting berdasarkan tujuannya, yaitu sikap, minat, konsep diri, nilai, dan moral.

1. Sikap

Sikap merupakan suatu kencendrungan untuk bertindak secara suka atau tidak suka terhadap suatu objek. Sikap dapat dibentuk melalui cara mengamati dan menirukan sesuatu yang positif, kemudian melalui penguatan serta menerima informasi verbal. Perubahan sikap dapat diamati dalam proses pembelajaran, tujuan yang ingin dicapai, keteguhan, dan konsistensi terhadap sesuatu. Penilaian sikap adalah penilaian yang dilakukan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, kondisi pembelajaran, pendidik, dan sebagainya.

Menurut Fishbein dan Ajzen (1975) sikap adalah suatu predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara positif atau negatif terhadap suatu objek, situasi, konsep, atau orang. Sikap peserta didik terhadap objek misalnya sikap terhadap sekolah atau terhadap mata pelajaran. Sikap peserta didik ini penting untuk ditingkatkan (Popham, 1999). Sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, misalnya bahasa Inggris, harus lebih positif setelah peserta didik mengikuti pembelajaran bahasa Inggris dibanding sebelum mengikuti pembelajaran. Perubahan ini merupakan salah satu indikator keberhasilan pendidik dalam melaksanakan proses pembelajaran. Untuk itu pendidik harus membuat rencana pembelajaran termasuk pengalaman belajar peserta didik yang membuat sikap peserta didik terhadap mata pelajaran menjadi lebih positif.

1. Minat

Menurut Getzel (1966), minat adalah suatu disposisi yang terorganisir melalui pengalaman yang mendorong seseorang untuk memperoleh objek khusus, aktivitas, pemahaman, dan keterampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian. Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia (1990: 583), minat atau keinginan adalah kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu. Hal penting pada minat adalah intensitasnya. Secara umum minat termasuk karakteristik afektif yang memiliki intensitas tinggi.

Penilaian minat dapat digunakan untuk:

mengetahui minat peserta didik sehingga mudah untuk pengarahan dalam pembelajaran, mengetahui bakat dan minat peserta didik yang sebenarnya, pertimbangan penjurusan dan pelayanan individual peserta didik, menggambarkan keadaan langsung di lapangan/kelas,

Mengelompokkan didik yang memiliki peserta minat sama, f. acuan dalam menilai kemampuan peserta didik secara keseluruhan dan memilih metode yang tepat dalam penyampaian materi,

Page 23: Conto Tugas Lapangan Pengukuran

mengetahui tingkat minat peserta didik terhadap pelajaran yang diberikan pendidik, bahan pertimbangan menentukan program sekolah, meningkatkan motivasi belajar peserta didik.

1. Konsep Diri

Menurut Smith, konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan individu terhadap kemampuan dan kelemahan yang dimiliki. Target, arah, dan intensitas konsep diri pada dasarnya seperti ranah afektif yang lain. Target konsep diri biasanya orang tetapi bisa juga institusi seperti sekolah. Arah konsep diri bisa positif atau negatif, dan intensitasnya bisa dinyatakan dalam suatu daerah kontinum, yaitu mulai dari rendah sampai tinggi.

Konsep diri ini penting untuk menentukan jenjang karir peserta didik, yaitu dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri, dapat dipilih alternatif karir yang tepat bagi peserta didik. Selain itu informasi konsep diri penting bagi sekolah untuk memberikan motivasi belajar peserta didik dengan tepat.

Penilaian konsep diri dapat dilakukan dengan penilaian diri. Kelebihan dari penilaian diri adalah sebagai berikut:

Pendidik mampu mengenal kelebihan dan kekurangan peserta didik. Peserta didik mampu merefleksikan kompetensi yang sudah dicapai. Pernyataan yang dibuat sesuai dengan keinginan penanya.

o Memberikan motivasi diri dalam hal penilaian kegiatan peserta didik.o Peserta didik lebih aktif dan berpartisipasi dalam proses pembelajaran.o Dapat digunakan untuk acuan menyusun bahan ajar dan mengetahui standar input

peserta didik.o Peserta didik dapat mengukur kemampuan untuk mengikuti pembelajaran.o Peserta didik dapat mengetahui ketuntasan belajarnya.o Melatih kejujuran dan kemandirian peserta didik.o Peserta didik mengetahui bagian yang harus diperbaiki.o Peserta didik memahami kemampuan dirinya.o Pendidik memperoleh masukan objektif tentang daya serap peserta didik.o Mempermudah pendidik untuk melaksanakan remedial, hasilnya dapat untuk

instropeksi pembelajaran yang dilakukan.o Peserta didik belajar terbuka dengan orang lain.o Peserta didik mampu menilai dirinya.o Peserta didik dapat mencari materi sendiri.o Peserta didik dapat berkomunikasi dengan temannya.

1. Nilai

Nilai menurut Rokeach (1968) merupakan suatu keyakinan tentang perbuatan, tindakan, atau perilaku yang dianggap baik dan yang dianggap buruk. Selanjutnya dijelaskan bahwa sikap mengacu pada suatu organisasi sejumlah keyakinan sekitar objek spesifik atau situasi, sedangkan nilai mengacu pada keyakinan.

Page 24: Conto Tugas Lapangan Pengukuran

Target nilai cenderung menjadi ide, target nilai dapat juga berupa sesuatu seperti sikap dan perilaku. Arah nilai dapat positif dan dapat negatif. Selanjutnya intensitas nilai dapat dikatakan tinggi atau rendah tergantung pada situasi dan nilai yang diacu.

Definisi lain tentang nilai disampaikan oleh Tyler (1973:7), yaitu nilai adalah suatu objek, aktivitas, atau ide yang dinyatakan oleh individu dalam mengarahkan minat, sikap, dan kepuasan. Selanjutnya dijelaskan bahwa manusia belajar menilai suatu objek, aktivitas, dan ide sehingga objek ini menjadi pengatur penting minat, sikap, dan kepuasan. Oleh karenanya satuan pendidikan harus membantu peserta didik menemukan dan menguatkan nilai yang bermakna dan signifikan bagi peserta didik untuk memperoleh kebahagiaan personal dan memberi konstribusi positif terhadap masyarakat.

1. Moral

Piaget dan Kohlberg banyak membahas tentang per-kembangan moral anak. Namun Kohlberg mengabaikan masalah hubungan antara judgement moral dan tindakan moral. Ia hanya mempelajari prinsip moral seseorang melalui penafsiran respon verbal terhadap dilema hipotetikal atau dugaan, bukan pada bagaimana sesungguhnya seseorang bertindak.

Moral berkaitan dengan perasaan salah atau benar terhadap kebahagiaan orang lain atau perasaan terhadap tindakan yang dilakukan diri sendiri. Misalnya menipu orang lain, membohongi orang lain, atau melukai orang lain baik fisik maupun psikis. Moral juga sering dikaitkan dengan keyakinan agama seseorang, yaitu keyakinan akan perbuatan yang berdosa dan berpahala. Jadi moral berkaitan dengan prinsip, nilai, dan keyakinan seseorang.

Ranah afektif lain yang penting adalah:

Kejujuran: peserta didik harus belajar menghargai kejujuran dalam berinteraksi dengan orang lain.

Integritas: peserta didik harus mengikatkan diri pada kode nilai, misalnya moral dan artistik.

Adil: peserta didik harus berpendapat bahwa semua orang mendapat perlakuan yang sama dalam memperoleh pendidikan.

Kebebasan: peserta didik harus yakin bahwa negara yang demokratis memberi kebebasan yang bertanggung jawab secara maksimal kepada semua orang.

 

 

 

Tabel  Kaitan antara kegiatan pembelajaran dengan domain tingkatan aspek Afektif

Tingkat Contoh kegiatan pembelajaranPenerimaan Arti : Kepekaan (keinginan menerima/memperhatikan)

Page 25: Conto Tugas Lapangan Pengukuran

(Receiving) terhadap fenomena/stimult menunjukkan perhatian terkontrol dan terseleksi

Contoh kegiatan belajar :

-sering mendengarkan musik

- senang membaca puisi

- senang mengerjakan soal matematik

- ingin menonton sesuatu

- senang menyanyikan laguResponsi (Responding)

Arti : menunjukkan perhatian aktif melakukan sesuatu dengan/tentang fenomena setuju, ingin, puas meresponsi (mendengar)

Contoh kegiatan belajar :

ü      mentaati aturan

ü      mengerjakan tugas

ü      mengungkapkan perasaan

ü      menanggapi pendapat

ü      meminta maaf atas kesalahan

ü      mendamaikan orang yang bertengkar

ü      menunjukkan empati

ü      menulis puisi

ü      melakukan renungan

ü      melakukan introspeksiAcuan Nilai

( Valuing)

Arti : Menunjukkan konsistensi perilaku yang mengandung nilai, termotivasi berperilaku sesuai dengan nilai-nilai yang pasti

Tingkatan : menerima, lebih menyukai, dan menunjukkan komitmen terhadap suatu nilai

Page 26: Conto Tugas Lapangan Pengukuran

Contoh Kegiatan Belajar :

mengapresiasi seni menghargai peran menunjukkan perhatian menunjukkan alasan mengoleksi kaset lagu, novel, atau barang antik menunjukkan simpati kepada korban pelanggaran

HAM menjelaskan alasan senang membaca novel

 

Organisasi

Arti : mengorganisasi nilai-nilai yang relevan ke dalam suatu sistem menentukan saling hubungan antar nilai memantapkan suatu nilai yang dominan dan diterima di mana-mana memantapkan suatu nilaimyang dominan dan diterima di mana-mana

Tingkatan : konseptualisasi suatu nilai, organisasi suatu sistem nilai

Contoh kegiatan belajar :

rajin, tepat waktu berdisiplin diri  mandiri dalam bekerja secara

independen objektif dalam memecahkan masalah mempertahankan pola hidup sehat menilai masih pada fasilitas umum dan mengajukan

saran perbaikan menyarankan pemecahan masalah HAM menilai kebiasaan konsumsi mendiskusikan cara-cara menyelesaikan konflik

antar- teman

2.2.3 Contoh Pengukuran Ranah Penilaian Afektif

Kompetensi siswa dalam ranah afektif yang perlu dinilai utamanya menyangkut sikap dan minat siswa dalam belajar. Secara teknis penilaian ranah afektif dilakukan melalui dua hal yaitu: a) laporan diri oleh siswa yang biasanya dilakukan dengan pengisian angket anonim, b) pengamatan sistematis oleh guru terhadap afektif siswa dan perlu lembar pengamatan.

Ranah afektif tidak dapat diukur seperti halnya ranah kognitif, karena dalam ranah afektif kemampuan yang diukur adalah:

Page 27: Conto Tugas Lapangan Pengukuran

1. Menerima (memperhatikan), meliputi kepekaan terhadap kondisi, gejala,  kesadaran, kerelaan, mengarahkan perhatian

2. Merespon,  meliputi merespon secara  diam-diam, bersedia merespon, merasa  puas  dalam merespon, mematuhi peraturan

3. Menghargai, meliputi menerima suatu nilai, mengutamakan suatu nilai, komitmen terhadap nilai

4. Mengorganisasi, meliputi mengkonseptualisasikan nilai, memahami hubungan abstrak, mengorganisasi sistem suatu nilai

Karakteristik suatu nilai, meliputi falsafah hidup dan sistem nilai yang dianutnya. Contohnya mengamati tingkah laku siswa selama mengikuti proses belajar mengajar berlangsung.

Skala yang sering digunakan dalam instrumen (alat) penilaian afektif adalah Skala Thurstone, Skala Likert, dan Skala Beda Semantik.

Contoh Skala Thurstone: Minat terhadap pelajaran sejarah

7 6 5 4 3 2 1Saya senang balajar sejarah              Pelajaran sejarah bermanfaat              Pelajaran sejarah membosankan              Dst….              

Contoh Skala Likert: Minat terhadap pelajaran sejarah

1. Pelajaran sejarah bermanfaat SS S TS STS

1. Pelajaran sejarah sulit        

1. Tidak semua harus belajar sejarah        

1. Sekolah saya menyenangkan        

Keterangan:

SS : Sangat setuju

S : Setuju

TS : Tidak setuju

STS : Sangat tidak setuju

 

Page 28: Conto Tugas Lapangan Pengukuran

Contoh Lembar Penilaian Diri Siswa

Minat Membaca

Nama Pembelajar:_____________________________

No Deskripsi Ya/Tidak1 Saya lebih suka membaca dibandingkan dengan

melakukan hal-hal lain 

2 Banyak yang dapat saya ambil hikmah dari buku yang saya baca

 

3 Saya lebih banyak membaca untuk waktu luang saya  4 Dst…………..  

2.3 Pengertian Ranah Penilaian Psikomotorik, Ciri-ciri, dan Contoh Pengukuran Ranah Penilaian Psikomotorik

2.3.1 Pengertian Ranah Penilaian Psikomotor

Ranah psikomotor merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) tau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Ranah psikomotor adalah ranah yang berhubungan dengan aktivitas fisik, misalnya lari, melompat, melukis, menari, memukul, dan sebagainya. Hasil belajar ranah psikomotor dikemukakan oleh Simpson (1956) yang menyatakan bahwa hasil belajar psikomotor ini tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Hasil belajar psikomotor ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif (memahami sesuatu) dan dan hasil belajar afektif (yang baru tampak dalam bentuk kecenderungan-kecenderungan berperilaku). Hasi belajar kognitif dan hasil belajar afektif akan menjadi hasil belajar psikomotor apabila peserta didik telah menunjukkan perilaku atau perbuatan tertentu sesuai dengan makna yang terkandung dalam ranah kognitif dan ranah afektif dengan materi kedisiplinan menurut agama Islam sebagaimana telah dikemukakan pada pembiraan terdahulu, maka wujud nyata dari hasil psikomotor yang  merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif afektif itu adalah; (1) peserta didik bertanya kepada guru pendidikan agama Islam tentang contoh-contoh kedisiplinan yang telah ditunjukkan oleh Rosulullah SAW, para sahabat, para ulama dan lain-lain; (2) peseta didik mencari dan membaca buku-buku, majalah-majalah atau brosur-brosur, surat kabar dan lain-lain yang membahas tentang kedisiplinan; (3) peserta didik dapat memberikan penejelasan kepada teman-teman sekelasnya di sekolah, atau kepada adik-adiknya di rumah atau kepada anggota masyarakat lainnya, tentang kedisiplinan diterapkan, baik di sekolah, di rumah maupun di tengah-tengah kehidupan masyarakat; (4) peserta didik menganjurkan kepada teman-teman sekolah atau adik-adiknya, agar berlaku disiplin baik di sekolah, di rumah maupun di tengah-tengah kehidupan masyarakat; (5) peserta didik dapat memberikan contoh-contoh kedisiplinan di sekolah, seperti datang ke sekolah sebelum pelajaran di mulai, tertib dalam mengenakan seragam sekolah, tertib dan tenag dalam mengikuti pelajaran, di siplin dalam mengikuti tata tertib yang telah ditentukan oleh sekolah, dan lain-lain; (6) peserta didik dapat memberikan contoh kedisiplinan di rumah, seperti disiplin dalam belajar, disiplin dalam mennjalannkan ibadah shalat, ibadah puasa, di siplin dalam menjaga kebersihan rumah, pekarangan, saluran air, dan lain-lain; (7) peserta didik dapat

Page 29: Conto Tugas Lapangan Pengukuran

memberikan contoh kedisiplinan di tengah-tengah kehidupan masyarakat, seperti menaati rambu-rambu lalu lintas, tidak kebut-kebutan, dengan suka rela mau antri waktu membeli karcis, dan lain-lain, dan (8) peserta didik mengamalkan dengan konsekuen kedisiplinan dalam belajar, kedisiplinan dalam beribadah, kedisiplinan dalam menaati peraturan lalu lintas, dan sebagainya.

2.3.2 Ciri-ciri Ranah Penilaian Psikomotor

Ranah psikomotor berhubungan dengan hasil belajar yang pencapaiannya melalui keterampilan manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan fisik. Ranah psikomotor adalah ranah yang berhubungan aktivitas fisik, misalnya; menulis, memukul, melompat dan lain sebagainya.

Tabel  Kaitan antara kegiatan pembelajaran dengan domain tingkatan aspek Psikomotorik

Tingkat DeskripsiI. Gerakan Refleks Arti: gerakan refleks adalah basis semua perilaku bergerak,

respons terhadap stimulus tanpa sadar.

Misalnya:melompat,menunduk,berjalan,menggerakkan leher dan kepala, menggenggam, memegang

Contoh kegiatan belajar:

- mengupas mangga dengan pisau

- memotong dahan bunga

- menampilkan ekspresi yang berbeda

- meniru gerakan polisi lalulintas, juru parkir

- meniru gerakan daun berbagai tumbuhan yang diterpa angin

II Gerakan dasar (basic fundamental movements)

Arti: gerakan ini muncul tanpa latihan tapi dapat Diperhalus melalui praktik gerakan ini terpola dan dapat ditebak

Contoh kegiatan belajar:

· contoh gerakan tak berpindah: bergoyang, membungkuk, merentang, mendorong, menarik, memeluk, berputar

· contoh gerakan berpindah: merangkak, maju perlahan-lahan, muluncur, berjalan, berlari, meloncat-loncat, berputar mengitari, memanjat.

· Contoh gerakan manipulasi: menyusun balok/blok, menggunting, menggambar dengan

Page 30: Conto Tugas Lapangan Pengukuran

krayon, memegang dan melepas objek, blok atau mainan.

· Keterampilan gerak tangan dan jari-jari: memainkan bola, menggambar.

III. Gerakan Persepsi

( Perceptual obilities)

Arti : Gerakan sudah lebih meningkat karena dibantu kemampuan perseptual

Contoh kegiatan belajar:

¨   menangkap bola, mendrible bola

¨   melompat dari satu petak ke petak lain dengan 1 kali sambil menjaga keseimbangan

¨   memilih satu objek kecil dari sekelompok objek yang ukurannya bervariasi

¨   membaca melihat terbangnya bola pingpong

¨   melihat gerakan pendulun menggambar simbol geometri

¨   menulis alfabet

¨   mengulangi pola gerak tarian

¨   memukul bola tenis, pingpong

¨   membedakan bunyi beragam alat musik

¨   membedakan suara berbagai binatang

¨   mengulangi ritme lagu yang pernah didengar

¨   membedakan berbagai tekstur dengan meraba

 IV. Gerakan Kemampuan fisik (Psycal abilities)

Arti: gerak lebih efisien, berkembang melalui kematangan dan belajar

Contoh kegiatan belajar:

menggerakkan otot/sekelompok otot selama waktu tertentu

berlari jauh

Page 31: Conto Tugas Lapangan Pengukuran

mengangkat beban

menarik-mendorong

melakukan push-up

kegiatan memperkuat lengan, kaki dan perut

menari

melakukan senam

melakukan gerakan pesenam, pemain biola, pemain bolaV. gerakan terampil (Skilled movements)

Arti: dapat mengontrol berbagai tingkat gerak – terampil, tangkas, cekatan melakukan gerakan yang sulit dan rumit (kompleks)

Contoh kegiatan belajar:

melakukan gerakan terampil berbagai cabang olahraga

menari, berdansa membuat kerajinan tangan menggergaji mengetik bermain piano memanah skating melakukan gerak akrobatik melakukan koprol yang sulit

VI. Gerakan indah dan kreatif

(Non-discursive communicatio)

Arti: mengkomunikasikan perasaan melalui gerakan

-       gerak estetik: gerakan-gerakan terampil yang efisien dan indah

-       gerakan kreatif: gerakan-gerakan pada tingkat tertinggi untuk mengkomunikasikan peran

Contoh kegiatan belajar:

v       kerja seni yang bermutu (membuat patung, melukis, menari baletr

Page 32: Conto Tugas Lapangan Pengukuran

v        melakukan senam tingkat tinggi

v        bermain drama (acting)

v       keterampilan olahraga tingkat tinggi

 

2.3.3 Contoh Pengukuran Ranah Penilaian Psikomotor

Ada beberapa ahli yang menjelaskan cara menilai hasil belajar psikomotor. Ryan (1980) menjelaskan bahwa hasil belajar keterampilan dapat diukur melalui (1) pengamatan langsung dan penilaian tingkah laku peserta didik selama proses pembelajaran praktik berlangsung, (2) sesudah mengikuti pembelajaran, yaitu dengan jalan memberikan tes kepada peserta didik untuk mengukur pengetahuan, keterampilan, dan sikap, (3) beberapa waktu sesudah pembelajaran selesai dan kelak dalam lingkungan kerjanya. Sementara itu Leighbody (1968) berpendapat bahwa penilaian hasil belajar psikomotor mencakup: (1) kemampuan menggunakan alat dan sikap kerja, (2) kemampuan menganalisis suatu pekerjaan dan menyusun urut-urutan pengerjaan, (3) kecepatan mengerjakan tugas, (4) kemampuan membaca gambar dan atau simbol, (5) keserasian bentuk dengan yang diharapkan dan atau ukuran yang telah ditentukan.

Dari penjelasan di atas dapat dirangkum bahwa dalam penilaian hasil belajar psikomotor atau keterampilan harus mencakup persiapan, proses, dan produk. Penilaian dapat dilakukan pada saat proses berlangsung yaitu pada waktu peserta didik melakukan praktik, atau sesudah proses berlangsung dengan cara mengetes peserta didik.

Penilaian psikomotorik dapat dilakukan dengan menggunakan observasi   atau pengamatan. Observasi  sebagai alat penilaian banyak digunakan untuk mengukur tingkah laku individu ataupun proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan. Dengan kata lain, observasi dapat mengukur atau menilai hasil dan proses belajar atau psikomotorik. Misalnya tingkah laku peserta didik ketika praktik, kegiatan diskusi peserta didik, partisipasi peserta didik dalam simulasi, dan penggunaan alins ketika belajar.

Observasi  dilakukan pada saat proses kegiatan itu berlangsung. Pengamat terlebih dahulu harus menetapkan kisi-kisi  tingkah laku apa yang hendak diobservasinya, lalu dibuat pedoman agar memudahkan dalam pengisian observasi. Pengisian hasil observasi dalam pedoman yang dibuat sebenarnya bisa diisi secara bebas dalam bentuk uraian mengenai  tingkah laku   yang tampak  untuk diobservasi, bisa pula dalam bentuk memberi tanda cek (√) pada kolom jawaban hasil observasi.

Tes untuk mengukur ranah psikomotorik adalah tes untuk mengukur penampilan atau kinerja (performance) yang telah dikuasai oleh peserta didik. Tes tersebut   dapat berupa tes paper and  pencil, tes identifikasi, tes simulasi, dan tes unjuk kerja.

Page 33: Conto Tugas Lapangan Pengukuran

1)    Tes simulasi

Kegiatan psikomotorik yang dilakukan melalui tes ini,           jika tidak ada alat yang sesungguhnya yang dapat dipakai untuk memperagakan penampilan peserta didik, sehingga  peserta didik dapat dinilai tentang penguasaan keterampilan dengan bantuan peralatan tiruan atau berperaga seolah-olah  menggunakan suatu alat yang sebenarnya.

2)    Tes unjuk kerja (work sample)

Kegiatan psikomotorik yang dilakukan melalui tes ini, dilakukan dengan  sesungguhnya dan tujuannya untuk mengetahui apakah peserta didik sudah menguasai/terampil menggunakan alat tersebut. Misalnya dalam melakukan praktik pengaturan lalu lintas lalu lintas di lapangan yang sebenarnya

Tes simulasi dan tes unjuk kerja, semuanya dapat diperoleh dengan observasi langsung ketika peserta didik melakukan kegiatan pembelajaran. Lembar observasi dapat menggunakan   daftar cek (check-list) ataupun  skala penilaian (rating scale).  Psikomotorik  yang diukur dapat menggunakan alat ukur berupa skala penilaian terentang dari  sangat baik, baik, kurang, kurang, dan tidak baik.

Dengan kata lain, kegiatan belajar yang banyak berhubungan dengan ranah psikomotor adalah praktik di aula/lapangan dan praktikum di laboratorium. Dalam kegiatan-kegiatan praktik itu juga ada ranah kognitif dan afektifnya, namun hanya sedikit bila dibandingkan dengan ranah psikomotor. Pengukuran hasil belajar ranah psikomotor menggunakan tes unjuk kerja atau lembar tugas.

Contohnya kemampuan psikomotor yang dibina dalam belajar matematika misalnya berkaitan dengan kemampuan mengukur (dengan satuan tertentu, baik satuan baku maupun tidak baku), menggambar bentuk-bentuk geometri (bangun datar, bangun ruang, garis, sudut,dll) atau tanpa alat. Contoh lainnya, siswa dibina kompetensinya menyangkut kemampuan melukis jaring-jaring kubus. Kemampuan dalam melukis jaring-jaring kubus secara psikomotor dapat dilihat dari gerak tangan siswa dalam menggunakan peralatan (jangka dan penggaris) saat melukis. Secara teknis penilaian ranah psikomotor dapat dilakukan dengan pengamatan (perlu lembar pengamatan) dan tes perbuatan.

Dalam ranah psikomotorik yang diukur meliputi (1) gerak refleks, (2) gerak dasar fundamen, (3) keterampilan perseptual; diskriminasi kinestetik, diskriminasi visual, diskriminasi auditoris, diskriminasi taktis, keterampilan perseptual yang terkoordinasi, (4) keterampilan fisik, (5) gerakan terampil, (6) komunikasi non diskusi (tanpa bahasa-melalui gerakan) meliputi: gerakan ekspresif, gerakan interprestatif.

Lembar observasi

Beri Tanda (√)

Nama Siswa Mengerjakan Tugas Tidak Mengerjakan Catatan Guru

Page 34: Conto Tugas Lapangan Pengukuran

(On-Task) Tugas (Off-Task)Damar      Ayu      Dst…..      

Tabel Instrumen (alat) Asesmen Kinerja (unjuk kerja) Berpidato dengan numerical Rating Scale

Nama : …………………………………………….

Kelas : …………………………………………….Petunjuk:

Berilah skor untuk setiap aspek kinerja yang sesuai dengan ketentuan berikut:

(4) bila aspek tersebut dilakukan dengan benar dan cepat

(3) bila aspek tersebut dilakaukan dengan benar tapi lama

(2) bila aspek tersebut dilakukan selesai tetapi salah

(1) bila dilakukan tapi tidak selesai

( 0 = tidak ada usaha)No Aspek yang dinilai Skor

4 3 2 11. Berdiri tegak menghadap penonton        2. Mengubah ekspresi wjah sesuai dengan pernyataan        3. Berbicara dengan kata-kata yang jelas        4. Tidak mengulang-ulang pernyataan        5. Berbicara cukup keras untuk didengar penonton        

 

 

 

 

 

 

 

Page 35: Conto Tugas Lapangan Pengukuran

 

 

 

PENUTUP

1)   Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak).

2)   Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Ranah afektif menjadi lebih rinci lagi ke dalam lima jenjang, yaitu: (1) receiving (2) responding (3) valuing (4) organization (5) characterization by evalue or calue complex.

3)   Ranah psikomotor merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) tau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Ranah psikomotor adalah ranah yang berhubungan dengan aktivitas fisik, misalnya lari, melompat, melukis, menari, memukul, dan sebagainya. Hasil belajar ranah psikomotor dikemukakan oleh Simpson (1956) yang menyatakan bahwa hasil belajar psikomotor ini tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu.

4)   Aspek kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir termasuk di dalamnya kemampuan memahami, menghafal, mengaplikasi, menganalisis, mensistesis dan kemampuan mengevaluasi

5)   Ciri ranah penilaian afektif yaitu pemikiran atau perilaku harus memiliki dua kriteria untuk diklasifikasikan sebagai ranah afektif (Andersen, 1981:4). Pertama, perilaku melibatkan perasaan dan emosi seseorang. Kedua, perilaku harus tipikal perilaku seseorang. Kriteria lain yang termasuk ranah afektif adalah intensitas, arah, dan target. Intensitas menyatakan derajat atau kekuatan dari perasaan. Beberapa perasaan lebih kuat dari yang lain, misalnya cinta lebih kuat dari senang atau suka. Sebagian orang kemungkinan memiliki perasaan yang lebih kuat dibanding yang lain. Arah perasaan berkaitan dengan orientasi positif atau negatif dari perasaan yang menunjukkan apakah perasaan itu baik atau buruk. Misalnya senang pada pelajaran dimaknai positif, sedang kecemasan dimaknai negatif. Bila intensitas dan arah perasaan ditinjau bersama-sama, maka karakteristik afektif berada dalam suatu skala yang kontinum. Target mengacu pada objek, aktivitas, atau ide sebagai arah dari perasaan.

6)   Ranah kogniti berhubungan erat dengan kemampuan berfikir, termasuk di dalamnya kemampuan menghafal, rnemahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis dan kemampuan mengevaluasi

7)   Cakupan yang diukur dalam ranah Kognitif  adalah: Ingatan (C1), Pemahaman (C2), Penerapan (C3), Analisis (C4), Sintesis (C5),  dan Evaluasi (C6).

Page 36: Conto Tugas Lapangan Pengukuran

8)   Ranah afektif tidak dapat diukur seperti halnya ranah kognitif, karena dalam ranah afektif kemampuan yang diukur adalah: Menerima (memperhatikan), Merespon, Menghargai, Mengorganisasi.

9)   Hasil belajar keterampilan (psikomotor) dapat diukur melalui: (1) pengamatan langsung dan penilaian tingkah laku peserta didik selama proses pembelajaran praktik berlangsung, (2) sesudah mengikuti pembelajaran, yaitu dengan jalan memberikan tes kepada peserta didik untuk mengukur pengetahuan, keterampilan, dan sikap, (3) beberapa waktu sesudah pembelajaran selesai dan kelak dalam lingkungan kerjanya. Dalam ranah psikomotorik yang diukur meliputi (1) gerak refleks, (2) gerak dasar fundamen, (3) keterampilan perseptual; diskriminasi kinestetik, diskriminasi visual, diskriminasi auditoris, diskriminasi taktis, keterampilan perseptual yang terkoordinasi, (4) keterampilan fisik, (5) gerakan terampil, (6) komunikasi non diskusi (tanpa bahasa-melalui gerakan) meliputi: gerakan ekspresif, gerakan interprestatif

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2009. “Aspek Penilaian dalam KTSP Bag 1 (Aspek Kognitif)”. (Online) http://massofa.wordpress.com/feed/. Diakses Tanggal 10 Oktober 2009

Anonymous. 2009. “Sistem Penilaian”. (Online) http://smak.yski.info/. Diakses Tanggal 10 Oktober 2009

Anonymous. 2009. “Pengembnagan Perangkat Penilaian Psikomotor dan Prosedur Penilaian”.(Online) http://nurmanspd.wordpress.com/2009/09/17/pengembangan-perangkat-penilaian-psikomotor/. Diakses Tanggal 10 Oktober 2009


Top Related