Transcript

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Daerah Barru, Sulawesi Selatan merupakan suatu daerah yang memiliki kapasitas yang baik dalam mengenal ilmu geologi. Pada daerah tersebut terdapat banyak morfologi serta bentukan alam yang dapat diamati serta dipelajari secara langsung. Namun kurang pengetahuan warga sekitar akan hal tersebut membuat para ahli geologi harus melakukan penelitian tersebut agar masyarakat dapat mengamati dan mempelajarinya, sebagai salah satu bentuk pengabdian kepada masyarakat.Oleh karena itu dilakukanlah penelitian Altrerasi Hidrotermal dan batuan pada daerah ini sebagai bentuk aplikasi atau praktek dari teori ilmu yang telah didapatkan, Alterasi hidrotermal adalah suatu proses yang sangat kompleks yang melibatkan perubahan mineralogi, kimiawi, dan tekstur yang disebabkan oleh interaksi fluida panas dengan batuan yang dilaluinya, di bawah kondisi evolusi fisio-kimia. Proses alterasi merupakan suatu bentuk metasomatisme, yaitu pertukaran komponen kimiawi antara cairan-cairan dengan batuan dinding (Pirajno, 1992). 1.2 Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dari diadakannya penelitian lapangan ini ialah untuk menentukan sebaran mineral berat pada daerah penelitian.Sedangkan yang menjadi tujuan dilaksanakannya penelitian Lapangan Geokimia eksplorasi ini adalah, antara lain sebagai berikut :

a. Agar peserta dapat mengetahui jenis-jenis mineral berat dan proses terbentuknya.b. Agar peserta bisa mengetahui metode pengambilan data khususnya pada bidang Geokimia.1.3 Letak,Waktu dan Kesampaian Daerah

Lokasi penelitian adalah daerah kabupaten Barru. Kabupaten Barru merupakan salah satu Kabupaten di Sulawesi Selatan yang mempunyai wilayah yang terbentang dipesisir selat Makassar, membujur dari arah selatan ke utara sepanjang kurang lebih 78 Km.

Kabupaten Barru secara geografis terletak pada Koordinat 40,549 sampai 44735 Lintang selatan dan 119350 sampai 1194916 Bujur, dengan batas wilayah sebagai berikut : Sebelah selatan dengan Kabupaten Pangkep -Sebelah barat berbatasan dengan Selat Makassar -Sebelah utara berbatasan dengan Kota Pare-Pare, dan -Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Soppeng.

Daerah penelitian ini berjarak kurang lebih 120 Km sebelah utara dari Kotamadya Makassar, yang dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda dua dan roda empat dengan waktu perjalanan selama 3 jam. Dengan kondisi jalan beraspal .1.4 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang akan digunakan pada fieldtrip inivadalah sebagai berikut:

Peta Topografi bersekala 1 : 25.000

Global Positioning System (GPS) Kompas Geologi Palu Geologi Loupe dengan pembesaran 10 x Buku catatan lapangan Kamera Digital Kantong sample Alat untuk Mendulang Alat tulis menulis1.5 Peneliti Terdahulu

Secara umum daerah penelitian dan sekitarnya telah diteliti oleh beberapa peneliti terdahulu, antara lain :1. Sarasin (1901), melaukan penelitian geogerafi dan geologi di pulau Sulawesi.

2. Rab Sukamto (1975), melakukan pemetaan dan membuat peta geologi lembar Pangkajene dan Wattampone bagian barat.

3. Van Leeuwen (1979) meneliti geologi Sulawesi Selatan dangan studi khusus daerah Biru.BAB II

TINJAUAN PUSTAKA2.1 Geologi Regional

2.1.1 Geomorfologi Regional Lokasi Field Trip termasuk dalam lembar Pangkajene dan Watampone bagian Barat, Sulawesi, dimana pada lembar tersebut terdapat dua baris pegunungan yang memanjang hampir sejajar pada arah utara baratlaut dan terpisahkan oleh lembar Sungai Walanae. Pada kedua baris pegunungn tersebut daerah kuliah lapangan menempati baris pegunungan bagian barat.

Pegunungan barat melebar dibagian selatan dan menyempit dibagian utara. Puncak tertingginya 1694 meter sedngkan ketinggian rata-ratanya 1500 meter. Pembentuknya sebagian besar batuan gunungapi. Dilereng barat dan dibeberapa tempat dilereng timur terdpat topografi kras, pencerminan adanya batugamping. Diantara topografi kras dilereng barat terdapat daerah perbukitan yang dibentuk oleh batuan Pra Tersier. Pegunungan ini dibagian barat daya dibatasi oleh daratan Pangkajene Maros yang luas sebagian lanjutan dri dataran disekitarnya.

2.1.2 Stratigrafi Regional

Tmc : Formasi Camba; batuan sedimen laut berselingan dengan batuan gunungapi; batupasir tufa berslingan dengan tufa, batupasir, batulanau, dan batulempung; konlomerat dan breksi gunungapi, dan setempat dengan batubara; berwarna beraneka, putih, coklat, kuning, kelabu muda sampai kehitaman; umumnya mengeras kuat dan sebagian kurang padat; berlaapis dengan tebal antara 4 cm 100 cm. Tufanya berbutir halus hingga lapili; tufa lempungan berwrna merah mengandung banyak mineral biotit; konglomerat dan breksinya terutama berkomponen andesit dan basal dengan ukuran antara 2 cm 40 cm; batugamping pasiran dan batupasir gampingan mengandung pecahan koral dan mollusca ; batulempung gampingan kelabu tua dan napal mengandung foram kecil dan mollusca. Fosil-fosil yang ditemukan pada satuan ini menunjukkan kisaran umur Miosen tengah-Miosen Akhir (N.9 N.15) pada lingkungan neritik. Ketebalan satuan sekitar 5.000 meter, menindih tidak selaras batugamping Formasi tonasa (Temt) dan Formasi mallawa (Tem), mendatar berangsur berubah jadi bagian bawah daripada Formasi Walanae (Tmpw); diterobos oleh retas, sill dan stock bersusunan basal piroksin, andesit dan diorit.

Temt : Formasi Tonasa ; batugamping koral pejal, sebagian terhablurkan, berwarna putih dan kelabu muda; batugamping bioklastika dan kalkarenit, berwarna putih, coklat muda dan kelabu muda, sebagian berlapis, berselingan dengan napal Globigerina tufaan; bagian bawahnya mengandung batugamping berbitumen, setempat bersisipan breksi batugamping dan batugamping pasiran; di daerah Ralla ditemukan batugamping yang mengandung banyak serpihan sekis dan batuan ultramafik; batugamping berlapis sebagian mengandung banyak foraminifera kecil dan beberapa lapisan napal pasiran mengandung banyak kerang (pelecypoda) dan siput (gastropoda) besar. Batugamping pejal pada umumnya terkekarkan kuat; di daerah Tanete Riaja terdapat tiga jalur napal yang berselingan dengan jalur batugamping berlapis.

Berdasarkan atas kandungan fosilnya, menunjukkan kisaran umur Eosen Awal (Ta.2) sampai Miosen tengah (Tf) dan lingkungan neritik dangkal hingga dalam dan laguna. Tebal Formasi diperkirakan tidak kuran dari 3000 meter, menindih tidak selaras batuan Formasi Mallawa, dan tertindih tak selaras oleh Formasi Camba, diterobos oleh sill, retas dan stock batuan beku yang bersusunan basal, trakit dan diorit.

Tem : Formasi Mallawa ; batupasir, konglomerat, bstulsnsu, batulempung, napal dengan sisipan lapisan atau lensa batubara dan batulempung; batupasirnya sebagian besar batupasir kuarsa adapula yang arkose, graywacke dan tufaan, umumnya berwarna kelabu muda dan coklat muda; pada umumnya bersifat rapuh, kurang padat; konglomeratnya sebagian kompak; batulempung, batugamping dan napal umumnya mengandung mollusca yang belum diperiksa, dan berwarna kelabu muda sampai kelabu tua; batubara berupa lensa setebnal beberapa centimeter dan berupa lapisan sampai 1,5 meter.

Berdasarkan atas kandungan fosil menunjukkan kisaran umur Paleogen dengan lingkungan paralis dampai laut dangkal. Tebal Formasi ini tidak kurang dari 400 meter; tertindih selaras oleh batugamping Temt, dan menindih tak selaras batuan sedimen kl dan batuan gunungapi Tpv.

Kb: Formasi Balangbaru ; sedimen tipe flysch ; batupasir berselingan dengan batulanau, batulempung, dan serpih; bersisipan konglomerat, tufa dan lava; batupasirnya bersusunan grewake dan arkosa, sebagian tufaan dan gampingan, pada umumnya menunjukkan struktur turbidit; dibeberapa tempat ditemukan konglomerat dengan susunan basal, andesit, diorit, serpih, tufa terkesikkan, sekis, kuarsa dan bersemen bartupasir; pada umumnya padat dan sebagian serpih terkesikkan. Formasi ini mempunyai ketebalan sekitar 2000 meter, tertindih tidak selaras batuan formasi Mallawa dan batuan gunungapi terpropilitkan, dan menindih tidak selaras kompleks tektonik Bantimala.

2.1.3 Struktur Regional

Batuan tua yang masih dapat diketahui kedudukan stratigrafi dan tektoniknya adalah sedimen flysch Formasi Balangbaru. Formasi ini menindih secara tidak selaras batuan yang lebih tua, dan di bagian atasnya ditindih tidak selaras oleh batuan yang lebih muda. Formasi Balangbarun merupakan endapan lereng di dalam sistem busur-palung pada zaman Kapur Akhir.

Kegiatan gunungapi bawah laut dimulai pada kala Paleosen. Pada kala Eosen Awal, daerah barat merupakan tepi daratan yang dicirikan oleh endapan darat serta batubara di dalam Formasi Mallawa. Pengendapan Formasi Mallawa kemungkinan hanya berlangsung selama awal Eosen.

Pengendapan batuan karbonat yang sangat tebal dan luas di barat berlangsung sejak Eosen Akhir hingga Miosen Awal. Gejala ini mendandakan bahwa selama waktu itu terjadi paparan laut dangkal yang luas, yang berangsur-angsur menurun sejalan dengan adanya pengendapan. Proses tektonik di bagian barat ini berlangsung sampai Miosen Awal.

Akhir kegiatan gunungapi Miosen Awal itu diikuti oleh tektonik yang menyebabkan terjadinya permulaan terban Walanae yang kemudian menjadi cekungan tempat pembentuk Formasi Walanae. Menurunnya terban Walanae dibatasi oleh dua sistem sesar normal, yaitu sesar Walanae dan sesar Soppeng.

Sesar utama yang berarah utara-baratlaut terjadi sejak Miosen Tengah, dan tumbuh sampai setelah Pliosen. Perlipatan besar yang berarah hampir sejajar dengan sesar utama diperkirakan terbentuk sehubungan dengan adanya tekanan mendatar berarah kira-kira timur-barat pada waktu sebelum akhir Pliosen. Tekanan ini mengakibatkan pula adanya sesar sungkup lokal yang menyesarkan batuan Pra-Kapur Akhir. Perlipatan dan pensesaran yang relatif lebih kecil di bagian barat di pegunungan barat yang berarah barat laut-tenggara dan merencong, kemungkinan besar terjadi oleh gerakan mendatar ke kanan sepanjang sesar besar.2.2 Alterasi dan MineralisasiAlterasi hidrotermal merupakan proses yang kompleks, karena meliputiperubahan secara mineralogi, kimia dan tekstur yang dihasilkan dari interaksi larutanhidrotermal dengan batuan yang dilaluinya pada kondisi fisika-kimia tertentu (Pirajno,1992). Beberapa faktor yang berpengaruh pada proses alterasi hidrotermal adalah temperatur,kimia, fluida, konsentrasi dan komposisi batuan samping, durasi aktifitas hidrotermal danpermeabilitas. Namun faktor kimia dan temperatur fluida merupakan faktor yang palingberpengaruh (Browne, 1994 dalam Corbett dan Leach, 1995).

Alterasi hidrotermal akan bergantung pada :1. Karakter batuan dinding.2. Karakter fluida ( Eh, pH ).3. Kondisi tekanan dan temperatur pada saat reaksi berlangsung ( Guilbert dan Park, 1986, dalam Sutarto, 2004 ).4. Konsentrasi.5. Lama aktivitas hidrotermal ( Browne, 1991, dalam Sutarto, 2004 ).Walaupun faktor-faktor di atas saling terkait, tetapi temperatur dan kimia fluida kemungkinan merupakan faktor yang paling berpengaruh pada proses alterasi hidrotermal ( Corbett dan Leach, 1996, dalam Sutarto, 2004 ). Henley dan Ellis ( 1983, dalam Sutarto, 2004 ), mempercayai bahwa alterasi hidrotermal pada sistem epitermal tidak banyak bergantung pada komposisi batuan dinding, akan tetapi lebih dikontrol oleh kelulusan batuan, tempertatur, dan komposisi fluida.Batuan dinding (wall rock/country rock) adalah batuan di sekitar intrusi yang melingkupi urat, umumnya mengalami alterasi hidrotermal. Derajat dan lamanya proses alterasi akan menyebabkan perbedaan intensitas alterasi dan derajat alterasi (terkait dengan stabilitas pembentukan). Stabilitas mineral primer yang mengalami alterasi sering membentuk pola alterasi (style of alteration) pada batuan ( Pirajno, 1992, dalam Sutarto, 2004 ). Pada kesetimbangan tertentu, proses hidrotermal akan menghasilkan kumpulan mineral tertentu yang dikenal sebagai himpunan mineral (mineral assemblage) (Guilbert dan Park, 1986, dalam Sutarto, 2004). Setiap himpunan mineral akan mencerminkan tipe alterasi (type of alteration). Satu mineral dengan mineral tertentu seringkali dijumpai bersama (asosiasi mineral), walaupun mempunyai tingkat stabilitas pembentukan yang berbeda, sebagai contoh klorit sering berasosiasi dengan piroksen atau biotit. Area yang memperlihatkan penyebaran kesamaan himpunan mineral yang hadir dapat disatukan sebagai satu zona alterasi. Host rock adalah batuan yang mengandung endapan bijih atau suatu batuan yang dapat dilewati larutan, di mana suatu endapan bijih terbentuk. Intrusi maupun batuan dinding dapat bertindak sebagai host rock.

A. Reaksi Reaksi Pada Proses AlterasiReaksi reaksi yang berperan penting didalam proses alterasi (reaksi kimia antara batuan dengan fluida) adalah :1. HidrolisisMerupakan proses pembentukan mineral baru akibat terjadinya reaksi kimia antara mineral tertentu dengan ion H+, contohnya :3 KalSiO3 O8 + H2O(aq) Kal3Si3O10 (OH)2 + 6SiO2 + 2KK Feldspar Muscovite (Sericite) Kuarsa2. HidrasiMerupakan proses pembentukan mineral baru dengan adanya penambahan molekul H2O. Dehidrasi adalah sebaliknya. Reaksi Hidrasi :2 Mg2SiO4+ 2H2O + 2 H+ Mg3 Si2O5 (OH)4 + Mg2+Olivine Serpentinite Reaksi dehidrasi :Al2Si2O5(OH)4 + 2 SiO2 Al2Si4O10 (OH)4 + Mg2+Kaolinit Kuarsa Pyrophilite3. Metasomatisme alkali alkali tanah Contoh:2CaCO3 + Mg2+ CaMg (CO3)2 + Ca2+Calcite Dolomite4. Dekarbonisasi reaksi kimia yang menghasilkan silika dan oksida Contoh :CaMg(CO3)2 + 2 SiO2 (CaMg)SiO2 + 2 CO2Dolomite Kuarsa Dioside4. Silisifikasi Merupakan proses penambahan atau produksi kuarsa polimorfnya, contohnya:2 CaCO3 + SiO2 + 4 H- 2Ca2- + 2 CO2 + SiO2 + 2 H2OCalcite Kuarsa5. Silisikasi Merupakan proses konversi atau penggantian mineral silikat, contohnya:CaCO3 + SiO2 CaSiO3 + CO2Calcite Kuarsa WollastoniteKlasifikasi tipe alterasi hidrotermal pada endapan telah banyak dilakukan olehpara ahli, antara lain Creassey (1956,1966). Lowell dan Guilbert (1970), Rose (1970), Meyerdan Hemley (1967) serta Thomson dan Thomson (1996). Lowell dan Guilbert membagi tipealterasi kedalam potasik (K-feldspar, biotit, serisit, klorit, kuarsa), filik (kuarsa, serisit, pirithidromika, klorit), argilik (kaolinit, monmorilonit, klorit) dan propilitik (klorit, epidot).

Tabel Tipe-tipe alterasi berdasarkan himpunan mineral (Guilbert dan Park, 1986)

Tipe alterasiZone (himpunan mineral)

SilisikKuarsa,kalsedon,opal pirit,hematit

AdulariaOrtoklas (adularia),kuarsa,serisit-illit,pirit

Serisitik, ArgilikSerisit (muskovit), illit-smektit, monmorilonit kaolinit,kuarsa,kalsit,dolomit,pirit

Argilik lanjut-Acid SulphateKaolinit,alunit,kritobalit (opal,kalsedon),native sulphur, jarosit, pirit

Silika-karbonatKuarsa, kalsit

Propilitik, Alterasi ZeolitikKalsit,epidot,wairakit,klorit,albit, illit-smektit, monmorilonit,pirit

Tabel Klasifikasi tipe alterasi dan himpunan mineralnya pada endapan epitermal sulfidasi rendah (Thompson dan Thomson,1996)

Creasey (1966, dalam Sutarto, 2004) membuat klasifikasi alterasi hidrotermal pada endapan tembaga porfiri menjadi empat tipe yaitu propilitik, argilik, potasik, dan himpunan kuarsa-serisit-pirit. Lowell dan Guilbert (1970, dalam Sutarto, 2004) membuatmodel alterasi - mineralisasi juga pada endapan bijih porfir, menambahkan istilah zona filikuntuk himpunan mineral kuarsa, serisit, pirit, klorit, rutil, kalkopirit. Adapun delapan macam tipe alterasi antara lain :

1) Propilitik

Dicirikan oleh kehadiran klorit disertai dengan beberapa mineral epidot,illit/serisit, kalsit, albit, dan anhidrit. Terbentuk pada temperatur 200-300C pada pHmendekati netral, dengan salinitas beragam, umumnya pada daerah yang mempunyaipermeabilitas rendah. Menurut Creasey (1966, dalam Sutarto, 2004), terdapat empatkecenderungan himpunan mineral yang hadir pada tipe propilitik, yaitu : klorit-kalsit-kaolinit,klorit-kalsit-talk, klorit-epidot-kalsit, klorit-epidot.

2) Argilik

Pada tipe argilik terdapat dua kemungkinan himpunan mineral, yaitu muskovit-kaolinit-monmorilonit dan muskovit-klorit-monmorilonit. Himpunan mineral pada tipe argilik terbentuk pada temperatur 100-300C (Pirajno, 1992, dalam Sutarto, 2004), fluidaasam-netral, dan salinitas rendah.

3) Potasik

Zona alterasi ini dicirikan oleh mineral ubahan berupa biotit sekunder, K-Feldspar, kuarsa, serisit dan magnetit. Pembentukkan biotit sekunder ini dapat terbentukakibat reaksi antara mineral mafik terutama hornblende dengan larutan hidrotermal yangkemudian menghasilkan biotit, feldspar maupun piroksen. Selain itu tipe alterasi ini dicirikanoleh melimpahnya himpunan muskovit-biotit-alkali felspar-magnetit. Anhidrit sering hadirsebagai asesori, serta sejumlah kecil albit, dan titanit (sphene) atau rutil kadang terbentuk.

Alterasi potasik terbentuk pada daerah yang dekat batuan beku intrusif yangterkait, fluida yang panas (>300C), salinitas tinggi, dan dengan karakter magamatik yangkuat. Selain biotisasi tersebut mineral klorit muncul sebagai penciri zona ubahan potasik ini. Klorit merupakan mineral ubahan dari mineral mafik terutama piroksen, hornblende maupunbiotit, hal ini dapat dilihat bentuk awal dari mineral piroksen terlihat jelas mineral piroksen tersebut telah mengalami ubahan menjadi klorit. Pembentukkan mineral klorit ini karenareaksi antara mineral piroksen dengan larutan hidrotermal yang kemudian membentuk klorit, feldspar, serta mineral logam berupa magnetit dan hematit.

Alterasi ini diakibat oleh penambahan unsur potasium pada proses metasomatisdan disertai dengan banyak atau sedikitnya unsur kalsium dan sodium didalam batuan yangkaya akan mineral aluminosilikat. Sedangkan klorit, aktinolit, dan garnet kadang dijumpaidalam jumlah yang sedikit. Mineralisasi yang umumnya dijumpai pada zona ubahan potasikini berbentuk menyebar dimana mineral tersebut merupakan mineral mineral sulfida yangterdiri atas pirit maupun kalkopirit dengan pertimbangan yang relatif sama.

4) Filik

Zona alterasi ini biasanya terletak pada bagian luar dari zona potasik. Batas zonaalterasi ini berbentuk circular yang mengelilingi zona potasik yang berkembang pada intrusi. Zona ini dicirikan oleh kumpulan mineral serisit dan kuarsa sebagai mineral utama denganmineral pirit yang melimpah serta sejumlah anhidrit. Mineral serisit terbentuk pada proseshidrogen metasomatis yang merupakan dasar dari alterasi serisit yang menyebabkan mineralfeldspar yang stabil menjadi rusak dan teralterasi menjadi serisit dengan penambahan unsurH+, menjadi mineral phylosilikat atau kuarsa. Zona ini tersusun oleh himpunan mineralkuarsa-serisit-pirit, yang umumnya tidak mengandung mineral-mineral lempung atau alkalifeldspar. Kadang mengandung sedikit anhidrit, klorit, kalsit, dan rutil. Terbentuk pada temperatur sedang-tinggi (230 - 400C), fluida asam-netral, salinitas beragam, pada zona permeabel, dan pada batas dengan urat.5) Propilitik dalam (inner propilitik)

Menurut Hedenquist dan Linndqvist (1985, , dalam Sutarto, 2004), zona alterasipada sistem epitermal sulfidasi rendah (fluida kaya klorida, pH mendekati netral) ummnyamenunjukkan zona alterasi seperti pada sistem porfir, tetapi menambahkan istilah innerpropylitic untuk zona pada bagian yang bertemperatur tinggi (>300C), yang dicirikan olehkehadiran epidot, aktinolit, klorit, dan ilit.

6) Argilik lanjut (advanced argilic)

Sedangkan untuk sistem epitermal sulfidasi tinggi (fluida kaya asam sulfat), ditambahkan istilah advanced argilic yang dicirikan oleh kehadiran himpunan mineral pirofilit diaspora andalusit kuarsa turmalin enargit - luzonit (untuk temperatur tinggi, 250 - 350C), atau himpunan mineral kaolinit alunit kalsedon kuarsa - pirit (untuk temperaturrendah,


Top Related