Download - Case Report Struma Eni
STATUS PASIEN
Identitas Pasien
Nama : Ny. E
Umur : 48 tahun
Jenis Kelamin : Wanita
Alamat : Cisurupan
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
Tanggal Masuk RS : 2 Juli 2014
Anamnesis
Keluhan Utama : Benjolan pada leher
Anamnesis Khusus :
Pasien datang ke RSU dr. Slamet Garut dengan keluhan benjolan dileher
depan bagian kanan yang sudah diderita sejak kurang lebih 1 tahun sebelum masuk
rumah sakit. Nyeri pada leher tidak dirasakan pasien, benjolan dirasakan pasien makin
lama makin membesar dan saat ini seperti sebesar telur ayam. Benjolan juga ikut
bergerak saat pasien menelan. Pasien mengaku benjolan tidak mengganggu aktivitas
seperti bernafas, makan, minum. Pasien menyangkal sering gemetaran, jantung
berdebar-debar, serta berkeringat saat melakukan sedikit aktivitas.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat mengalami penyakit seperti ini sebelumnya disangkal. Riwayat
menderita hipertensi disangkal. Riwayat penyakit jantung disangkal. Riwayat sakit
kuning disangkal. Riwayat penyakit Diabetes Melitus juga disangkal pasien.
Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit tersebut.
1
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Compos Mentis
Status Gizi : cukup
Tanda vital :
Tensi : 130/80 mmHg
Nadi : 72 x/menit
Respirasi : 22 x/menit
Suhu : 36,5 oC
Status Generalis
Kepala
-Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, refleks pupil +/+
-Hidung : epistaksis -/-, deviasi septum -/-
-Mulut : tidak ada kelainan
-Leher : KGB tidak teraba,
JVP tidak meningkat,
Massa a/r colli anterior dextra, lain-lain lihat status lokalis
Thorax
Inspeksi : hemithorax kanan dan kiri simetris dalam keadaan statis dan dinamis
Palpasi : fremitus taktil dan vokal simetris kanan dan kiri
Perkusi : sonor pada kedua hemithorax
Auskultasi
Pulmo : VBS kanan = kiri normal, rhonki -/-, wheezing -/-
Cor : Bunyi jantung I/II murni reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : datar dan lembut
Palpasi : NT (-), NL (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani di keempat kuadran
Auskultasi : bising usus (+) normal
2
Ekstremitas :
- Atas
Tonus : normal
Massa : -/-
Gerakan : aktif/aktif
Kekuatan : 5/5
Edema : -/-
- Bawah
Tonus : normal
Massa : -/-
Gerakan : aktif/aktif
Kekuatan : 5/5
Edema : -/-
Status lokalis
a/r colli anterior tengah : massa ukuran 8 X 6 X 8 cm, konsistensi kenyal (+), mobile
(+), berbatas tegas (+), ikut bergerak saat menelan (+), nyeri tekan (-).
3. LAB :
3
Darah Rutin
Hemoglobin : 12,0 g/dL
Hematokrit : 38 %
Leukosit : 5.650 /mm3
Trombosit : 448.000/mm3
Eritrosit : 4,70 juta/mm3
Kimia Klinik
AST (SGOT) : 13 U/L
ALT (SGPT) : 14 U/L
Ureum : 16 mg/dl
Kreatinin : 0,8 mg/dl
Glukosa Darah Sewaktu : 91 mg/dl
Elektrolit
Natrium (Na) : 142 mEq/L
Kalium (K) : 3,6 mEq/L
Klorida (Cl) : 110 mEq/L
Kalsium (Ca bebas) : 3, 73 mg/dl
- Rontgen Thorax
- Pemeriksaan TSH, T3 dan T4
4
Hasil Pemeriksaan Rontgen Thorax Tegak :-. Cor tidak membesar-. Sinus dan diafragma normal-. Pulmo : Hilus kanan dan kiri normal
Corakan bronkovaskular normal Tidak tampak bercak lunak
Kesan :Tidak tampak TB paruTidak tampak kardiomegali
- Elektrokardiogram
LAPORAN OPERASI
2 Juli 2014
Operator : dr. Hadiyana, SpB
Asisten I : dr. Hendra B. Singarimbun
Asisten II : dr. Nanang W. H.
Diagnosa Pra-Bedah : Struma Nodular Non Toxic Dextra
Diagnosa Pasc Bedah : Post Isthmuslubectomy et kausa Struma Nodular Non Toxic
dextra
Indikasi Operasi : Struma Nodular Non Toxic Dextra
Jenis Operasi : Isthmuslubectomy
D.O : Ditemukan thyroid kanan membesar ukuran 8 x 6 x 8 cm
konsistensi kenyal, warna merah kehitaman.
T.O : - Dilakukan tindakan a dan antiseptik pada daerah operasi &
sekitarnya.
- Insisi kutis & platisma 2 jari diatas sternal notch.
- Dibuat insisi otot sampai ke massa thyroid dextra.
- Dilakukan eksisi massa dan kontrol perdarahan.
- Ditinggalkan 1 buah vacum drain.
- Luka operasi ditutup.
- Operasi selesai.
Diagnosa Kerja
Struma nodular non toxic
5
Diagnosis banding
• Tiroiditis akut
• Tiroiditis subakut
• Tiroiditis kronis,limpositik (hashimoto),fibrous-invasif ( riedel )
• Simple goiter
• Struma endemic
• Kista ductus thyroglossus
• Adenoma
• Karsinoma tiroid primer,metastatik
• Limfoma
Rencana terapi
Operatif : ismolobektomi / subtotal lobektomi
Prognosis
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad fungsionam : ad bonam
FOLLOW UP DOKTER
Tanggal /jam Catatan Instruksi
02 – 07 - 2014
03 – 07 – 2014
POD I
KU : CM
Kel : benjolan di leher
T : 130/90
N: 80 x/m
R: 20 x/m
S: AF
Status lokalis
a/r colli dextra dan ikut
bergerak saat menelan
Dx / Struma
KU : CM
Kel : pusing, mual, nyeri
- Isthmolobectomy
Post op :
- RL : D5% 2 : 1
1500 cc
- Ceftizoxime 2x1 gr IV
- Ketorolac 2x30 mg IV
- Ranitidine 2 x 1 amp IV
- Vit K. 3x1 amp IV
- Kalnex 3x1 amp IV
- Monitor Produksi Drain
- RL : Aminofluid 2 : 1
20 tpm
6
04 – 07 – 2014
POD II
05-07-2014
POD III
luka operasi
T : 130/80
N: 72
R: 24
S: AF
Drain : 60 cc
a/Post Isthmolobectomy
a/i SNNT a/r coli dextra
KU : CM
Kel : pusing, mual
T : 130/80
N: 80
R: 20
S: AF
Drain : 50 cc
a/Post Isthmolobectomy
a/i SNNT a/r coli dextra
KU : CM
Kel : mual
T : 120/80
N: 76 x/m
R: 20
S: AF
Drain : minimal
a/Post Isthmolobectomy
a/i SNNT a/r coli dextra
- Ceftizoxime 2x1 gr IV
- Ketorolac 2x30 mg IV
- Ranitidine 2 x 1 amp IV
- Vit K. 3x1 amp IV
- Kalnex 3x1 amp IV
- Ondansentron 2x4mg IV
- RL : Aminofluid 1 : 1
20 tpm (500 cc : 500 cc)
- Ceftizoxime 2x1 gr IV
- Ketorolac 2x30 mg IV
- Ranitidine 2 x 1 amp IV
- Vit K. 3x1 amp IV
- Kalnex 3x1 amp IV
- Ondansentron 2x4mg IV
- Aff Drain
- Aff Infus
- Cefixime 3x100 mg p.o
- Ranitidin 3x1 tab p.o
- Curcuma 1x1 tab p.o
- BLPL
PEMBAHASAN
7
STRUMA
Definisi
Kelainan glandula tyroid dapat berupa gangguan fungsi seperti tiritosikosis
atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya, seperti penyakit tyroid noduler.
Berdasarkan patologinya, pembesaran tyroid umumnya disebut struma Kelainan
glandula tyroid dapat berupa gangguan fungsi seperti tiritosikosis atau perubahan
susunan kelenjar dan morfologinya, seperti penyakit tyroid noduler. Berdasarkan
patologinya, pembesaran tyroid umumnya disebut struma.
Embriologi
Kelenjar tyroid berkembang dari endoderm pada garis tengah usus depan.
Kelenjar tyroid mulai terlihat terbentuk pada janin berukuran 3,4-4 cm, yaitu pada
akhir bulan pertama kehamilan. Kelenjar tyroid berasal dari lekukan faring antara
branchial pouch pertama dan kedua. Dari bagian tersebut timbul divertikulum, yang
kemudian membesar, tumbuh ke arah bawah mengalami desensus dan akhirnya
melepaskan diri dari faring. Sebelum lepas, berbentuk sebagai duktus tyroglossus
yang berawal dari foramen sekum di basis lidah.
Duktus ini akan menghilang setelah dewasa, tetapi pada keadaan tertentu
masih menetap. Dan akan ada kemungkinan terbentuk kelenjar tyroid yang letaknya
abnormal, seperti persisten duktus tyroglossus, tyroid servikal, tyroid lingual,
sedangkan desensus yang terlalu jauh akan membentuk tyroid substernal. Branchial
pouch keempat ikut membentuk kelenjar tyroid, merupakan asal sel-sel parafolikular
atau sel C, yang memproduksi kalsitonin.(IPD I). Kelenjar tyroid janin secara
fungsional mulai mandiri pada minggu ke-12 masa kehidupan intrauterin.
Anatomi
Kelenjar tyroid terletak dibagian bawah leher, antara fascia koli media dan
fascia prevertebralis. Didalam ruang yang sama terletak trakhea, esofagus, pembuluh
darah besar, dan syaraf. Kelenjar tyroid melekat pada trakhea sambil melingkarinya
dua pertiga sampai tiga perempat lingkaran. Keempat kelenjar paratyroid umumnya
terletak pada permukaan belakang kelenjar tyroid .
8
Tyroid terdiri atas dua lobus, yang dihubungkan oleh istmus dan menutup
cincin trakhea 2 dan 3. Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fasia
pretrakhea sehingga pada setiap gerakan menelan selalu diikuti dengan terangkatnya
kelenjar kearah kranial. Sifat ini digunakan dalam klinik untuk menentukan apakah
suatu bentukan di leher berhubungan dengan kelenjar tyroid atau tidak .
Vaskularisasi kelenjar tyroid berasal dari a. Tiroidea Superior (cabang dari a.
Karotis Eksterna) dan a. Tyroidea Inferior (cabang a. Subklavia).Setiap folikel
lymfoid diselubungi oleh jala-jala kapiler, dan jala-jala limfatik, sedangkan sistem
venanya berasal dari pleksus perifolikular.
Nodus Lymfatikus tyroid berhubungan secara bebas dengan pleksus trakhealis yang
kemudian ke arah nodus prelaring yang tepat di atas istmus, dan ke nl. Pretrakhealis
dan nl. Paratrakhealis, sebagian lagi bermuara ke nl. Brakhiosefalika dan ada yang
langsung ke duktus thoraksikus.Hubungan ini penting untuk menduga penyebaran
keganasan.
Fisiologi Hormon Tyroid
9
Kelenjar tyroid menghasilkan hormon tyroid utama yaitu Tiroksin (T4).
Bentuk aktif hormon ini adalah Triodotironin (T3), yang sebagian besar berasal dari
konversi hormon T4 di perifer, dan sebagian kecil langsung dibentuk oleh kelenjar
tyroid. Iodida inorganik yang diserap dari saluran cerna merupakan bahan baku
hormon tyroid. Iodida inorganik mengalami oksidasi menjadi bentuk organik dan
selanjutnya menjadi bagian dari tyrosin yang terdapat dalam tyroglobulin sebagai
monoiodotirosin (MIT) atau diiodotyrosin (DIT). Senyawa DIT yang terbentuk dari
MIT menghasilkan T3 atau T4 yang disimpan di dalam koloid kelenjar tyroid.
Sebagian besar T4 dilepaskan ke sirkulasi, sedangkan sisanya tetap didalam
kelenjar yang kemudian mengalami diiodinasi untuk selanjutnya menjalani daur
ulang. Dalam sirkulasi, hormon tyroid terikat pada globulin, globulin pengikat tyroid
(thyroid-binding globulin, TBG) atau prealbumin pengikat tiroksin (Thyroxine-
binding pre-albumine, TPBA).
Metabolisme T3 dan T4
Waktu paruh T4 di plasma ialah 6 hari sedangkan T3 24-30 jam. Sebagian T4
endogen (5-17%) mengalami konversi lewat proses monodeiodonasi menjadi T3.
Jaringan yang mempunyai kapasitas mengadakan perubahan ini ialah jaringan hati,
ginjal, jantung dan hipofisis. Dalam proses konversi ini terbentuk juga rT3 (reversed
T3, 3,3’,5’ triiodotironin) yang tidak aktif, yang digunakan mengatur metabolisme
pada tingkat seluler.
Klasifikasi Struma
Menurut American society for Study of Goiter membagi :
1. Struma Non Toxic Diffusa
2. Struma Non Toxic Nodusa
3. Stuma Toxic Diffusa
4. Struma Toxic Nodusa
STRUMA NODUSA NON TOXIC
10
Struma non toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid pada pasien eutiroid,
tidak berhubungan dengan neoplastik atau proses inflamasi. Dapat difus dan simetri
atau nodular.
Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul, maka
pembesaran ini disebut struma nodosa. Struma nodosa tanpa disertai tanda-tanda
hipertiroidisme disebut struma nodosa non-toksik. Struma nodosa atau adenomatosa
terutama ditemukan di daerah pegunungan karena defisiensi iodium. Biasanya tiroid
sudah mulai membesar pada usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada
saat dewasa. Struma multinodosa terjadi pada wanita usia lanjut dan perubahan yang
terdapat pada kelenjar berupa hiperplasi sampai bentuk involusi. Kebanyakan
penderita struma nodosa tidak mengalami keluhan karena tidak ada hipotiroidisme
atau hipertiroidisme. Nodul mungkin tunggal tetapi kebanyakan berkembang menjadi
multinoduler yang tidak berfungsi. Degenerasi jaringan menyebabkan kista atau
adenoma. Karena pertumbuhannya sering berangsur-angsur, struma dapat menjadi
besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Walaupun sebagian struma nodosa tidak
mengganggu pernapasan karena menonjol ke depan, sebagian lain dapat
menyebabkan penyempitan trakea jika pembesarannya bilateral. Pendorongan
bilateral demikian dapat dicitrakan dengan foto Roentgen polos (trakea
pedang).Penyempitan yang berarti menyebabkan gangguan pernapasan sampai
akhirnya terjadi dispnea dengan stridor inspirator.
Etiologi
Penyebab paling banyak dari struma non toxic adalah kekurangan iodium.
Akan tetapi pasien dengan pembentukan struma yang sporadis, penyebabnya belum
diketahui. Struma non toxic disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :
1. Kekurangan iodium: Pembentukan struma terjadi pada defisiensi sedang yodium
yang kurang dari 50 mcg/d. Sedangkan defisiensi berat iodium adalah kurang dari
25 mcg/d dihubungkan dengan hypothyroidism dan cretinism.
2. Kelebihan yodium: jarang dan pada umumnya terjadi pada preexisting penyakit
tiroid autoimun
3. Goitrogen :
11
Obat : Propylthiouracil, litium, phenylbutazone, aminoglutethimide,
expectorants yang mengandung yodium
Agen lingkungan : Phenolic dan phthalate ester derivative dan resorcinol
berasal dari tambang batu dan batubara.
Makanan, Sayur-Mayur jenis Brassica ( misalnya, kubis, lobak cina, brussels
kecambah), padi-padian millet, singkong, dan goitrin dalam rumput liar.
4. Dishormonogenesis: Kerusakan dalam jalur biosynthetic hormon kelejar tiroid
5. Riwayat radiasi kepala dan leher : Riwayat radiasi selama masa kanak-kanak
mengakibatkan nodul benigna dan maligna.
Manifestasi klinis
Struma nodosa dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal :
1. Berdasarkan jumlah nodul : bila jumlah nodul hanya satu disebut struma
nodosa soliter (uninodosa) dan bila lebih dari satu disebut multinodosa.
2. Berdasarkan kemampuan menangkap yodium radoiaktif : nodul dingin, nodul
hangat, dan nodul panas.
3. Berdasarkan konsistensinya : nodul lunak, kistik, keras, atau sangat keras.
Pada umumnya pasien struma nodosa datang berobat karena keluhan kosmetik
atau ketakutan akan keganasan. Sebagian kecil pasien, khususnya yang dengan struma
nodosa besar, mengeluh adanya gejala mekanis, yaitu penekanan pada esophagus
(disfagia) atau trakea (sesak napas). Gejala penekanan ini data juga oleh tiroiditis
kronis karena konsistensinya yang keras. Biasanya tidak disertai rasa nyeri kecuali
bila timbul perdarahan di dalam nodul. Keganasan tiroid yang infiltrasi nervus
rekurens menyebabkan terjadinya suara parau.
Kadang-kadang penderita datang dengan karena adanya benjolan pada leher
sebelah lateral atas yang ternyata adalah metastase karsinoma tiroid pada kelenjar
getah bening, sedangkan tumor primernya sendiri ukurannya masih kecil. Atau
penderita datang karena benjolan di kepala yang ternyata suatu metastase karsinoma
tiroid pada kranium.
12
Diagnosis
Anamnesa sangatlah penting untuk mengetahui patogenesis atau macam
kelainan dari struma nodosa non toksika tersebut. Perlu ditanyakan apakah penderita
dari daerah endemis dan banyak tetangga yang sakit seperti penderita (struma
endemik). Apakah sebelumnya penderita pernah mengalami sakit leher bagian depan
bawah disertai peningkatan suhu tubuh (tiroiditis kronis). Apakah ada yang meninggal
akibat penyakit yang sama dengan penderita (karsinoma tiroid tipe meduler).
Pada status lokalis pemeriksaan fisik perlu dinilai (Mansjoer, 2001) :
1. jumlah nodul
2. konsistensi
3. nyeri pada penekanan : ada atau tidak
4. pembesaran gelenjar getah bening
Inspeksi dari depan penderita, nampak suatu benjolan pada leher bagian depan
bawah yang bergerak ke atas pada waktu penderita menelan ludah. Diperhatikan kulit
di atasnya apakah hiperemi, seperti kulit jeruk, ulserasi.
Palpasi dari belakang penderita dengan ibu jari kedua tangan pada tengkuk
penderita dan jari-jari lain meraba benjolan pada leher penderita.
Pada palpasi harus diperhatikan :
o lokalisasi benjolan terhadap trakea (mengenai lobus kiri, kanan atau
keduanya)
o ukuran (diameter terbesar dari benjolan, nyatakan dalam sentimeter)
o konsistensi
o mobilitas
o infiltrat terhadap kulit/jaringan sekitar
o apakah batas bawah benjolan dapat diraba (bila tak teraba mungkin ada
bagian yang masuk ke retrosternal)
Meskipun keganasan dapat saja terjadi pada nodul yang multiple, namun pada
umumnya pada keganasan nodulnya biasanya soliter dan konsistensinya keras sampai
13
sangat keras. Yang multiple biasanya tidak ganas kecuali bila salah satu nodul
tersebut lebih menonjol dan lebih keras dari pada yang lainnya.
Harus juga diraba kemungkinan pembesaran kelenjar getah bening leher,
umumnya metastase karsinoma tiroid pada rantai juguler.
Pemeriksaan penunjang meliputi :
1. Pemeriksaan sidik tiroid
Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk lokasi,
dan yang utama ialah fungsi bagian-bagian tiroid. Pada pemeriksaan ini
pasien diberi Nal peroral dan setelah 24 jam secara fotografik ditentukan
konsentrasi yodium radioaktif yang ditangkap oleh tiroid. Dari hasil sidik
tiroid dibedakan 3 bentuk :
o nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang dibandingkan
sekitarnya. Hal ini menunjukkan sekitarnya.
o Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada
sekitarnya. Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih.
o Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini
berarti fungsi nodul sama dengan bagian tiroid yang lain.
2. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini dapat membedakan antara padat, cair, dan beberapa
bentuk kelainan, tetapi belum dapat membedakan dengan pasti ganas atau
jinak. Kelainan-kelainan yang dapat didiagnosis dengan USG :
o kista
o adenoma
o kemungkinan karsinoma
o tiroiditis
3. Biopsi aspirasi jarum halus (Fine Needle Aspiration/FNA)
14
Mempergunakan jarum suntik no. 22-27. Pada kista dapat juga dihisap
cairan secukupnya, sehingga dapat mengecilkan nodul .
Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan.
Biopsi aspirasi jarum halus tidak nyeri, hampir tidak menyababkan bahaya
penyebaran sel-sel ganas. Kerugian pemeriksaan ini dapat memberika hasil
negatif palsu karena lokasi biopsi kurang tepat, teknik biopsi kurang benar,
pembuatan preparat yang kurang baik atau positif palsu karena salah
interpretasi oleh ahli sitologi.
4. Termografi
Metode pemeriksaan berdasarkan pengukuran suhu kulit pada suatu
tempat dengan memakai Dynamic Telethermography. Pemeriksaan ini
dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan.
Hasilnya disebut panas apabila perbedaan panas dengan sekitarnya > 0,9o
C dan dingin apabila <>o C. Pada penelitian Alves didapatkan bahwa pada
yang ganas semua hasilnya panas. Pemeriksaan ini paling sensitif dan
spesifik bila dibanding dengan pemeriksaan lain.
5. Petanda Tumor
Pada pemeriksaan ini yang diukur adalah peninggian tiroglobulin (Tg)
serum. Kadar Tg serum normal antara 1,5-3,0 ng/ml, pada kelainan jinak
rataa-rata 323 ng/ml, dan pada keganasan rata-rata 424 ng/ml.
DIAGNOSIS BANDING
• Tiroiditis akut
• Tiroiditis subakut
• Tiroiditis kronis,limpositik (hashimoto),fibrous-invasif ( riedel )
• Simple goiter
• Struma endemic
• Kista tiroid,kista degenerasi
• Adenoma
15
• Karsinoma tiroid primer,metastatik
• Limfoma
Penatalaksanaan
Indikasi operasi pada struma nodosa non toksika ialah (tim penyusun, 1994) :
1. keganasan
2. penekanan
3. kosmetik
Tindakan operasi yang dikerjakan tergantung jumlah lobus tiroid yang terkena.
Bila hanya satu sisi saja dilakukan subtotal lobektomi, sedangkan kedua lobus terkena
dilakukan subtotal tiroidektomi. Bila terdapat pembesaran kelenjar getah bening leher
maka dikerjakan juga deseksi kelenjar leher funsional atau deseksi kelenjar leher
radikal/modifikasi tergantung ada tidaknya ekstensi dan luasnya ekstensi di luar
kelenjar getah bening.
Radioterapi diberikan pada keganasan tiroid yang :
1. inoperabel
2. kontraindikasi operasi
3. ada residu tumor setelah operasi
4. metastase yang non resektabel
Hormonal terapi dengan ekstrak tiroid diberikan selain untuk suplemen juga
sebagai supresif untuk mencegah terjadinya kekambuhan pada pasca bedah karsinoma
tiroid diferensiasi baik (TSH dependence). Terapai supresif ini juga ditujukan
terhadap metastase jauh yang tidak resektabel dan terapi adjuvan pada karsinoma
tiroid diferensiasi baik yang inoperabel.
Preparat : Thyrax tablet
Dosis : 3x75 Ug/hari p.o
16
DAFTAR PUSTAKA
1.Anonim, 1994., Struma Nodusa Non Toksik., Pedoman Diagnosis dan Terapi., Lab/UPF Ilmu Bedah., RSUD Dokter Sutomo., Surabaya
2.Adediji., Oluyinka S.,2004., Goiter, Diffuse Toxic., eMedicine.,
http://www.emedicine.com/med/topic917.htm
3.Davis, Anu Bhalla., 2005, Goiter, Toxic Nodular., eMedicine.,
http://www.emedicine.com/med/topic920.htm
4.De Jong. W, Sjamsuhidajat. R., 1998., Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi., EGC., Jakarta
5.Djokomoeljanto, 2001., Kelenjar Tiroid Embriologi, Anatomi dan Faalnya., Dalam : Suyono,Slamet (Editor)., 2001., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.,FKUI., Jakarta
6.Lee, Stephanie L., 2004., Goiter, Non Toxic., eMedicine.,
http://www.emedicine.com/med/topic919.htm
7.Mansjoer A et al (editor) 2001., Struma Nodusa Non Toksik., Kapita Selekta Kedokteran., Jilid 1, Edisi III., Media Esculapius., FKUI., Jakarta
8.Mulinda, James R., 2005., Goiter., eMedicine.,
http://www.emedicine.com/MED/topic916.htm
9.Sadler GP., Clark OH., van Heerden JA., Farley DR., 1999., Thyroid and Parathyroid., In : Schwartz. SI., et al., 1999., Principles of Surgery. Vol 2., 7th
Ed., McGraw-Hill., Newyork.
17