Transcript

CASE REPORT SESSION

VERTIGO DENGAN HIPERTENSI GRADE 1 PADA WANITA PARUH BAYA, SINGLE PARENT DENGAN KEKHAWATIRAN TERHADAP PENYAKITNYA DAN FUNGSI KELUARGA YANG KURANG SEHAT

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kedokteran Keluarga FKIK UMY dan Puskesmas Gedongtengen

ar

Disusun oleh :SYDNEY NURHIDAYAH RF20080310220Dokter Pembimbing Klinik :dr. SuharnoDokter Pembimbing Fakultas :dr. Kusbaryanto, M. Kes

ILMU KEDOKTERAN KELUARGAFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA2014HALAMAN PENGESAHAN

VERTIGO DENGAN HIPERTENSI GRADE 1 PADA WANITA PARUH BAYA, SINGLE PARENT DENGAN KEKHAWATIRAN TERHADAP PENYAKITNYA DAN FUNGSI KELUARGA YANG KURANG SEHAT

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Di Bagian IlmU Kedokteran Keluarga FKIK UMY dan Puskesmas Gedongtengen

Disusun Oleh:SYDNEY NURHIDAYAH RF20080310220

Telah disetujui dan dipresentasikan pada tanggaL 8 Februari 2014

Oleh :

Dokter Pembimbing Fakultas Dokter Pembimbing Klinik

dr. Kusbaryanto, M. Kes dr. Suharno

MengetahuiKepala Puskesmas Gedongtengen

dr. Tri Kusumo Bawono, SE

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr. wb.Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat sehat, iman dan Islam sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kepaniteraan klinik dengan judul Vertigo dengan Hipertensi grade 1 pada wanita paruh baya, single parent dengan kekhawatiran terhadap penyakitnya dan fungsi keluarga yang kurang sehat untuk memenuhi sebagian syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik bagian Ilmu Kedokteran Keluarga di Puskesmas Gedongtengen. Semoga shalawat dan salam selalu dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya yang telah berjuang dengan membawa agama Allah.Banyak hambatan dalam penyusunan makalah ini, namun berkat dukungan dari banyak pihak akhirnya penulis dapat menyelesaikan laporan kepaniteraan klinik kedokteran keluarga ini. Dalam kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:1. dr. Tri Kusumo Bawono, SE selaku Kepala Puskesmas Gedontengen Yogyakarta.2. dr. Suharno, sebagai dokter pembimbing klinik di Puskesmas Gedongtengen.3. dr. Kusbaryanto, M.Kes, sebagai dokter pembimbing Ilmu Kedokteran Keluarga Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan laporan kepaniteraan klinik kedokteran keluarga ini dan selanjutnya.Semoga laporan kepaniteraan klinik kedokteran keluarga ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang membacanya.Wassalamualaikum Wr. Wb.

Yogyakarta, 26 maret 2014Penyusun,Sydney Nurhidayah RF

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN2KATA PENGANTAR3DAFTAR ISI4DAFTAR TABEL6BAB I7PENDAHULUAN7A.Latar Belakang7B.Profil Puskesmas Gedongtengen8C.Rumusan Masalah9D.Tujuan Penelitian9E.Manfaat Penelitian10BAB II11TINJAUAN PUSTAKA11A.Definisi Vertigo11B.Sistem Keseimbangan11C.Patofisiologi Vertigo12D.TATALAKSANA PENDERITA VERTIGO14E.Definisi & Etiologi Hipertensi24F.Klasifikasi Hipertensi25G.Faktor Resiko Hipertensi28H.Diagnosis30I.Komplikasi31J.Penatalaksanaan32BAB III37PRESENTASI KASUS37A.Identitas Pasien37B.Anamnesis37C.Pemeriksaan Fisik39D.Pemeriksaan Penunjang42E.Diagnosis42F.Terapi42G.Pencegahan Untuk Hipertensi43H.Prognosis44BAB IV45PEMBAHASAN45A.Analisis Kasus45B.Analisis Kunjungan Rumah45C.Perangkat Penilaian Keluarga47D.Pelaksanaan Program Pembinaan52E.Daftar Masalah Keluarga53F.Diagnosis Holistik53G.Manajemen Komprehensif53BAB V55KESIMPULAN DAN SARAN55H.Kesimpulan55I.Saran55DAFTAR PUSTAKA56

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Obat-obatan yang digunakan pada terapi simptomatik vertigo (sedatif vestibuler)21Tabel 2. Penyebab hipertensi yang dapat diidentifikasi25Tabel 3. Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 726Tabel 4. Tabel 4. Klasifikasi Tekanan Darah World Health Organization (WHO) dan International Society Of Hypertension Working Group (ISHWG)26Tabel . Komplikasi Hipertensi31 Tabel 6. Indikasi dan Kontraindikasi Kelas-kelas utama Obat Antihipertensi Menurut ESH.34Tabel 7. Tatalaksana hipertensi menurut menurut JNC735Tabel 8. Pemeriksaan Jantung40Tabel 9. Pemeriksaan Paru41Tabel 10. Pemeriksaan Ekstremitas41Tabel 11. Menu Makanan43Tabel 12. Pelaksanaan Program Pembinaan36Tabel 13. Daftar Masalah Keluarga41

BAB IPENDAHULUAN

Latar BelakangPuskesmas merupakan unit pelayanan kesehatan yang letaknya berada paling dekat ditengah-tengah masyarakat dan mudah dijangkau dibandingkan dengan unit pelayanan kesehatan lainya (Rumah Sakit Swasta maupun Negeri). Fungsi PUSKESMAS adalah mengembangkan pelayanan kesehatan yang menyeluruh seiring dengan misinya. Pelayanan kesehatan tersebut harus bersifat menyeluruh atau yang disebut dengan Comprehensive Health Care Service yang meliputi aspek promotive, preventif, curative, dan rehabilitatif. Prioritas yang harus dikembangkan oleh PUSKESMAS harus diarahkan ke bentuk pelayanan kesehatan dasar (basic health care services) yang lebih mengedepankan upaya promosi dan pencegahan (public health service).Seiring dengan semangat otonomi daerah, maka PUSKESMAS dituntut untuk mandiri dalam menentukan kegiatan pelayanannya yang akan dilaksanakan. Tetapi pembiayaannya tetap didukung oleh pemerintah. Sebagai organisasi pelayanan mandiri, kewenangan yang dimiliki Puskesmas juga meliputi: kewenangan merencanakan kegiatan sesuai masalah kesehatan di wilayahnya, kewenangan menentukan kegiatan yang termasuk public goods atau private goods serta kewenangan menentukan target kegiatan sesuai kondisi geografi Puskesmas. Jumlah kegiatan pokok Puskesmas diserahkan pada tiap Puskesmas sesuai kebutuhan masyarakat dan kemampuan sumber daya yang dimiliki, namun Puskesmas tetap melaksanakan kegiatan pelayanan dasar yang menjadi kesepakatan nasional.Fungsi puskesmas menurut keputusan menteri kesehatan republik Indonesia No.128/MENKES/SK/II/2004, adalah sebagai pusat penggerakan pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat dan keluarga dalam pembangunan kesehatan, serta pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama.Vertigo merupakan keluhan yang dapat dijumpai dalam praktek, umumnya disebabkan oleh kelainan /gangguan fungsi alat-alat keseimbangan, bisa alat dan saraf vestibuler, koor-dinasi gerak bola mata (di batang otak) atau serebeler. Penatalaksanaan berupa anamnesis yang teliti untuk mengungkapkan jenis vertigo dan kemungkinan penyebabnya; terapi dapat menggunakan obat dan/atau manuver-manuver tertentu untuk melatih alat vestibuler dan/atau menyingkirkan otoconia ke tempat yang stabil; selain pengobatan kausal jika penyebabnya dapat ditemukan dan diobati.Hipertensi merupakan silent killer (pembunuh diam-diam) yang secara luas dikenal sebagai penyakit kardiovaskular yang sangat umum. Dengan meningkatnya tekanan darah dan gaya hidup yang tidak seimbang dapat meningkatkan faktor risiko munculnya berbagai penyakit seperti arteri koroner, gagal jantung, stroke, dan gagal ginjal. Salah satu studi menyatakan pasien yang menghentikan terapi anti hipertensi maka lima kali lebih besar kemungkinannya terkena stroke.Sampai saat ini hipertensi tetap menjadi masalah karena beberapa hal, antara lain meningkatnya prevalensi hipertensi yang belum mendapat pengobatan maupun yang sudah diobati tetapi tekanan darahnya belum mencapai target, serta adanya penyakit penyerta dan komplikasi yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortilitas.Data epidemiologis menunjukkan bahwa dengan makin meningkatnya poulasi usia lanjut, maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar akan bertambah, dimana baik hipertensi sistolik maupun kombinasi hipertensi sistolik dan diastolik sering timbul pada lebih dari separuh orang yang berusia >65 tahun. Selain itu, laju pengendalian tekanan darah yang dahulu terus meningkat, dalam dekade terakhir tidak menunjukkan kemajuan lagi. Dan pengendalian tekanan darah ini hanya mencapai 34% dari seluruh pasien hipertensi.Profil Puskesmas GedongtengenPuskesmas Gedongtengen adalah unit pelaksanaan teknis dinas kesehatan di wilayah kerja Kecamatan Gedontengen. Unit pelaksanaan teknis dinas kesehatan adalah unit yang melaksanakan tugas teknis operasional di wilayah kerja puskesmas sebagai unit pelaksana tingkat pertama pembangunan kesehatan di Indonesia.Luas wilayah Kecamatan Gedongtengen 0,98 km2 dengan pembagian kelurahan menjadi 2 kelurahan yang terdiri dari: Kelurahan Sosromenduran dan Kelurahan Pringgokusuman.Jumlah penduduk Kecamatan Gedongtengen adalah 24.528 jiwa (Dinkes Jogja, 2007). Puskesmas Gedongtengen belum dilengkapi dengan fasilitas rawat inap namun sudah terdapat UGD yang pada saat jam kerja dan pada hari Minggu dapat digunakan. Kegiatan pelayanan umum meliputi balai pengobatan umum (BPU), balai pengobatan gigi (BP Gigi), BKIA/KB, unit farmasi, UKS, konseling gizi, kesehatan lingkungan, promosi kesehatan dan poli lansia, konseling PHBS, konseling psikologi, dan konseling HIV/AIDS serta NAPZA.Untuk mencapai sasaran wilayah kerja Puskesmas Gedongtengen seperti disebut di atas, dokter keluarga juga dapat berperan didalamnya. Pelayanan kedokteran keluarga adalah pelayanan kedokteran yang menyeluruh dan memusatkan pelayanannya pada keluarga sebagai suatu unit. Di mana tanggung jawab dokter terhadap pelayanan kesehatan tidak dibatasi oleh golongan umur atau jenis kelamin pasien, juga tidak boleh organ tubuh atau jenis penyakit tertentu saja.Pelayanan dokter keluarga yang melibatkan dokter keluarga sebagai penapis (goal keeper) di tingkat pelayanan primer, dokter spesialis di tingkat pelayanan sekunder, rumah sakit rujukan, dan sistem jaminan pemeliharaan kesehatan yang berkerja secara bersama-sama menempatkan dokter keluarga pada posisi yang sangat strategis dalam pembangunan kesehatan.Tujuan yang ingin dicapai dalam pelayanan dokter keluarga adalah suatu bentuk pelayanan kesehatan bagi individu, keluarga dan masyarakat yang bermutu namun terkendali biayanya, yang tercermin dalam tata laksana pelayanan kesehatan yang diberikan oleh dokter keluargaRumusan MasalahBerdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka masalah yang dapat dirumuskan adalah :1. Faktor resiko apa saja yang ditemukan pada pasien2. Evaluasi terapi dalam rangka pengobatan vertigo dan hipertensi3. Bagaimana fungsi-fungsi keluarga menurut ilmu kedokteran keluarga ditinjau dari aspek fungsi biologis, fungsi afektif, fungsi sosial, fungsi penguasaan masalah, dan fungsi ekonomi dan pemenuhan kebutuhan.4. Mengetahui intervensi apa yang dapat dilakukan untuk menanganinya.Tujuan Penelitian

1. Penulisan laporan kasus kepaniteraan klinik ilmu kedokteran keluarga ini bertujuan untuk memenuhi sebagian syarat mengikuti ujian kepaniteraan klinik di bagian ilmu kedokteran keluarga Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.2. Mengetahui dan memahami tentang penyakit Vertigo dan Hipertensi , penyebabnya, serta menerapkan prinsip-prinsip pelayanan kedokteran secara komprehensif dan holistik dan peran aktif dari pasien dan keluarga.Manfaat Penelitian

1. Manfaat untuk puskesmasSebagai sarana untuk kerjasama yang saling menguntungkan untuk dapat meningkatkan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat dan mendapatkan umpan balik dari hasil evaluasi koasisten dalam rangka mengoptimalkan peran puskesmas.2. Manfaat untuk mahasiswaManfaat untuk mahasiswa sebagai sarana untuk menimba ilmu, keterampilan dan pengalaman dalam upaya pelayanan kesehatan dasar dengan segala bentuk keterbatasannya sehingga mahasiswa mengetahui serta memahami kegiatan-kegiatan puskesmas baik dalam segi pelayanan, manajemen, administratif dan karakter perilaku masyarakat dalam pandangannya terhadap kesehatan khususnya dalam bidang ilmu kedokteran keluarga.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi VertigoVertigo merupakan keluhan yang sering dijumpai dalam praktek; yang sering digambarkan sebagai rasa berputar, rasa oleng, tak stabil (giddiness, unsteadiness) atau rasa pusing (dizziness); deskripsi keluhan tersebut penting diketahui agar tidak dikacaukan dengan nyeri kepala atau sefalgi, terutama karena di kalangan awam kedua istilah tersebut (pusing dan nyeri kepala) sering digunakan secara bergantian. Vertigo berasal dari bahasa Latin vertere yang artinya memutar merujuk pada sensasi berputar sehingga meng-ganggu rasa keseimbangan seseorang, umumnya disebabkan oleh gangguan pada sistim keseimbangan. Sistem KeseimbanganSistim keseimbangan tubuh yang melibatkan kanalis semisirkularis sebagai reseptor, serta sistim vestibuler dan serebelum sebagai pengolah infor-masinya; selain itu fungsi penglihatan dan proprioseptif juga berperan dalam memberikan informasi rasa sikap dan gerak anggota tubuh. Sistim tersebut saling berhubungan dan mempengaruhi untuk selanjutnya diolah di susunan saraf pusat (Gambar.1) .

Patofisiologi VertigoRasa pusing atau vertigo disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh yang mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh yang sebenarnya dengan apa yang dipersepsi oleh susunan saraf pusat. Ada beberapa teori yang berusaha menerangkan kejadian tersebut : 1. Teori rangsang berlebihan (overstimulation) Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang berlebihan menyebabkan hiperemi kanalis semisirkularis sehingga fungsinya terganggu; akibatnya akan timbul vertigo, nistagmus, mual dan muntah. 2. Teori konflik sensorik Menurut teori ini terjadi ketidakcocokan masukan sensorik yang berasal dari berbagai reseptor sensorik perifer yaitu antara mata/visus, vestibulum dan proprioseptik, atau ketidak-seimbangan/asimetri masukan sensorik dari sisi kiri dan kanan. Ketidakcocokan tersebut menimbulkan kebingungan sensorik di sentral sehingga timbul respons yang dapat berupa nistagmus (usaha koreksi bola mata), ataksia atau sulit berjalan (gangguan vestibuler, serebelum) atau rasa melayang, berputar (yang berasal dari sensasi kortikal). Berbeda dengan teori rangsang berlebihan, teori ini lebih menekankan gangguan proses pengolahan sentral sebagai penyebab. 3. Teori neural mismatch Teori ini merupakan pengembangan teori konflik sensorik; menurut teori ini otak mempunyai memori/ingatan tentang pola gerakan tertentu; sehingga jika pada suatu saat dirasakan gerakan yang aneh/tidak sesuai dengan pola gerakan yang telah tersimpan, timbul reaksi dari susunan saraf otonom.(Gambar. 2) Jika pola gerakan yang baru tersebut dilakukan berulang-ulang akan terjadi mekanisme adaptasi sehingga berangsur-angsur tidak lagi timbul gejala.

4. Teori otonomik Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom sebaga usaha adaptasi gerakan/perubahan posisi; gejala klinis timbul jika sistim simpatis terlalu dominan, sebaliknya hilang jika sistim parasimpatis mulai berperan (Gambar. 3). 5. Teori neurohumoral Di antaranya teori histamin (Takeda), teori dopamin (Kohl) dan terori serotonin (Lucat) yang masing-masing menekankan peranan neurotransmiter tertentu dalam mem pengaruhi sistim saraf otonom yang menyebabkan timbulnya gejala vertigo.6. Teori sinap Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang meninjau peranan neurotransmisi dan perubahan-perubahan biomolekuler yang terjadi pada proses adaptasi, belajar dan daya ingat. Rangsang gerakan menimbulkan stres yang akan memicu sekresi CRF (corticotropin releasing factor); peningkatan kadar CRF selanjutnya akan mengaktifkan susunan saraf simpatik yang selanjutnya mencetuskan mekanisme adaptasi berupa meningkatnya aktivitas sistim saraf parasimpatik. Teori ini dapat menerangkan gejala penyerta yang sering timbul berupa pucat, berkeringat di awal serangan vertigo akibat aktivitas simpatis, yang berkembang menjadi gejala mual, muntah dan hipersalivasi setelah beberapa saat akibat dominasi aktivitas susunan saraf parasimpatis.TATALAKSANA PENDERITA VERTIGO Seperti diuraikan di atas vertigo bukan suatu penyakit tersendiri, melainkan gejala dari penyakit yang letak lesi dan penyebabnya berbeda-beda. (Skema) Oleh karena itu, pada setiap penderita vertigo harus dilakukan anamnesis dan pemeriksaan yang cermat dan terarah untuk menentukan bentuk vertigo, letak lesi dan penyebabnya.

ANAMNESIS Pertama-tama ditanyakan bentuk vertigonya: melayang, goyang, berputar, tujuh keliling, rasa naik perahu dan sebagainya. Perlu diketahui juga keadaan yang memprovokasi timbulnya vertigo: perubahan posisi kepala dan tubuh, keletihan, ketegangan. Profil waktu: apakah timbulnya akut atau perlahan-lahan, hilang timbul, paroksimal, kronik, progresif atau membaik. Beberapa penyakit tertentu mempunyai profil waktu yang karakteristik (Gambar 4)(6, 7). Apakah juga ada gangguan pendengaran yang biasanya menyertai/ditemukan pada lesi alat vestibuler atau n. vestibularis. Penggunaan obat-obatan seperti streptomisin, kanamisin, salisilat, antimalaria dan lain-lain yang diketahui ototoksik/vestibulotoksik dan adanya penyakit sistemik seperti anemi, penyakit jantung, hipertensi, hipotensi, penyakit paru juga perlu ditanyakan. Juga kemungkinan trauma akustik.

Gambar 4. Profil waktu serangan Vertigo pada beberapa penyakit

PEMERIKSAAN FISIK Ditujukan untuk meneliti faktor-faktor penyebab, baik kelainan sistemik, otologik atau neurologik vestibuler atau serebeler; dapat berupa pemeriksaan fungsi pendengaran dan keseimbangan, gerak bola mata/nistagmus dan fungsi serebelum. Pendekatan klinis terhadap keluhan vertigo adalah untuk menentukan penyebab; apakah akibat kelainan sentral yang berkaitan dengan kelainan susunan saraf pusat korteks serebri, serebelum,batang otak, atau berkaitan dengan sistim vestibuler/otologik; selain itu harus dipertimbangkan pula faktor psikologik/psikiatrik yang dapat mendasari keluhan vertigo tersebut. Faktor sistemik yang juga harus dipikirkan/dicari antara lain aritmi jantung, hipertensi, hipotensi, gagal jantung. kongestif, anemi, hipoglikemi. Dalam menghadapi kasus vertigo, pertama-tama harus ditentukan bentuk vertigonya, lalu letak lesi dan kemudian penyebabnya, agar dapat diberikan terapi kausal yang tepat dan terapi simtomatik yang sesuai. Pemeriksaan Fisik Umum Pemeriksaan fisik diarahkan ke kemungkinan penyebab sistemik; tekanan darah diukur dalam posisi berbaring,duduk dan berdiri; bising karotis, irama (denyut jantung) dan pulsasi nadi perifer juga perlu diperiksa. Pemeriksaan Neurologis Pemeriksaan neurologis dilakukan dengan perhatian khusus pada: 1. Fungsi vestibuler/serebeler a. Uji Romberg (Gambar. 5) penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula dengan kedua mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi demikian selama 20-30 detik. Harus dipastikan bahwa penderita tidak dapat menentukan posisinya (misalnya dengan bantuan titik cahaya atau suara tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya pada mata tertutup badan penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah kemudian kembali lagi, pada mata terbuka badan penderita tetap tegak. Sedangkan pada kelainan serebeler badan penderita akan bergoyang baik pada mata terbuka maupun pada mata tertutup.

b. Tandem Gait: penderita berjalan lurus dengan tumit kaki kiri/kanan diletakkan pada ujung jari kaki kanan/kiri ganti berganti. Pada kelainan vestibuler perjalanannya akan menyimpang, dan pada kelainan serebeler penderita akan cenderung jatuh. c. Uji Unterberger. Berdiri dengan kedua lengan lurus horisontal ke depan dan jalan di tempat dengan mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu menit. Pada kelainan vestibuler posisi penderita akan menyimpang/berputar ke arah lesi dengan gerakan seperti orang melempar cakram; kepala dan badan berputar ke arah lesi, kedua lengan bergerak ke arah lesi dengan lengan pada sisi lesi turun dan yang lainnya naik. Keadaan ini disertai nistagmus dengan fase lambat ke arah lesi.

d. Past-pointing test (Uji Tunjuk Barany)(Gb. 7) Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan, penderita disuruh mengangkat lengannya ke atas, kemudian diturunkan sampai menyentuh telunjuk tangan pemeriksa. Hal ini dilakukan berulang-ulang dengan mata terbuka dan tertutup. Pada kelainan vestibuler akan terlihat penyimpangan lengan penderita ke arah lesi.

e. Uji Babinsky-Weil (Gambar. 8) Pasien dengan mata tertutup berulang kali berjalan lima langkah ke depan dan lima langkah ke belakang seama setengah menit; jika ada gangguan vestibuler unilateral, pasien akan berjalan dengan arah berbentuk bintang.

Pemeriksaan Khusus Oto-Neurologis 1. Fungsi Vestibuler a. Uji Dix Hallpike (Gambar. 9)Pemeriksaan ini terutama untuk menentukan apakah letak lesinya di sentral atau perifer.

Dari posisi duduk di atas tempat tidur, penderita dibaring-kan ke belakang dengan cepat, sehingga kepalanya meng-gantung 45 di bawah garis horisontal, kemudian kepalanya dimiringkan 45 ke kanan lalu ke kiri. Perhatikan saat timbul dan hilangnya vertigo dan nistagmus, dengan uji ini dapat dibedakan apakah lesinya perifer atau sentral. Perifer (benign positional vertigo): vertigo dan nistagmus timbul setelah periode laten 2-10 detik, hilang dalam waktu kurang dari 1 menit, akan berkurang atau menghilang bila tes diulang-ulang beberapa kali (fatigue). Sentral: tidak ada periode laten, nistagmus dan vertigo ber-langsung lebih dari 1 menit, bila diulang-ulang reaksi tetap seperti semula (non-fatigue). b. Tes Kalori Penderita berbaring dengan kepala fleksi 30, sehingga kanalis semisirkularis lateralis dalam posisi vertikal. Kedua telinga diirigasi bergantian dengan air dingin (30C) dan air hangat (44C) masing-masing selama 40 detik dan jarak setiap irigasi 5 menit. Nistagmus yang timbul dihitung lamanya sejak permulaan irigasi sampai hilangnya nistagmus tersebut (normal 90-150 detik). Dengan tes ini dapat ditentukan adanya canal paresis atau directional preponderance ke kiri atau ke kanan.Canal paresis ialah jika abnormalitas ditemukan di satu telinga, baik setelah rangsang air hangat maupun air dingin, sedangkan directional preponderance ialah jika abnormalitas ditemukan pada arah nistagmus yang sama di masing-masing telinga. Canal paresis menunjukkan lesi perifer di labirin atau n. VIII, sedangkan directional preponderance menunjukkan lesi sentral. c. Elektronistagmogram Pemeriksaan ini hanya dilakukan di rumah sakit, dengan tujuan untuk merekam gerakan mata pada nistagmus, dengan demikian nistagmus tersebut dapat dianalisis secara kuantitatif. 2. Fungsi Pendengaran a. Tes garpu tala Tes ini digunakan untuk membedakan tuli konduktif dan tuli perseptif, dengan tes-tes Rinne, Weber dan Schwabach. Pada tuli konduktif tes Rinne negatif, Weber lateralisasi ke sisi yang tuli, dan Schwabach memendek. b. Audiometri Ada beberapa macam pemeriksaan audiometri seperti Loudness Balance Test, SISI, Bekesy Audiometry, Tone Decay. Pemeriksaan saraf-saraf otak lain meliputi: acies visus, kampus visus, okulomotor, sensorik wajah, otot wajah, pendengaran, dan fungsi menelan. Juga fungsi motorik (kelumpuhan ekstremitas),fungsi sensorik (hipestesi, parestesi) dan serebeler (tremor, gangguan cara berjalan). Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan laboratorium rutin atas darah dan urin, dan pemeriksaan lain sesuai indikasi. 2. Foto Rontgen tengkorak, leher, Stenvers (pada neurinoma akustik). 3. Neurofisiologi:Elektroensefalografi(EEG),Elektromiografi (EMG), Brainstem Auditory Evoked Pontential (BAEP).TERAPI Tujuan pengobatan vertigo, selain kausal (jika ditemukan penyebabnya), ialah untuk memperbaiki ketidak seimbangan vestibuler melalui modulasi transmisi saraf; umumnya digunakan obat yang bersifat antikolinergik. (Tabel 1). Tabel 1. Obat-obatan yang digunakan pada terapi simptomatik vertigo (sedatif vestibuler)

Selain itu dapat dicoba metode Brandt-Daroff sebagai upaya desensitisasi reseptor semisirkularis (Gambar 9).

Pasien duduk tegak di tepi tempat tidur dengan tungkai tergantung; lalu tutup kedua mata dan berbaring dengan cepat ke salah satu sisi tubuh, tahan selama 30 detik, kemudian duduk tegak kembali. Setelah 30 detik baringkan tubuh dengan cara yang sama ke sisi lain, tahan selama 30 detik, kemudian duduk tegak kembali. Latihan ini dilakukan berulang (lima kali berturut-turut) pada pagi dan petang hari sampai tidak timbul vertigo lagi. Latihan lain yang dapat dicoba ialah latihan visual-vestibular; berupa gerakan mata melirik ke atas, bawah, kiri dan kanan me ngikuti gerak obyek yang makin lama makin cepat; kemudian diikuti dengan gerakan fleksiekstensi kepala berulang dengan mata tertutup, yang makin lama makin cepat. Terapi kausal tergantung pada penyebab yang (mungkin) ditemukan. Beberapa penyebab vertigo yang sering ditemukan antara lain: Benign paroxysmal positional vertigo Dianggap merupakan penyebab tersering vertigo; umumnya hilang sendiri (self limiting) dalam 4 sampai 6 minggu. Saat ini dikaitkan dengan kondisi otoconia (butir kalsium di dalam kanalis semisirkularis) yang tidak stabil. Terapi fisik dan manuver Brandt-Daroff dianggap lebih efektif daripada medikamentosa. Penyakit Meniere Dianggap disebabkan oleh pelebaran dan ruptur periodik kompartemen endolimfatik di telinga dalam; selain vertigo, biasanya disertai juga dengan tinitus dan gangguan pen-dengaran. Belum ada pengobatan yang terbukti efektif; terapi profilaktik juga belum memuaskan; tetapi 60-80 % akan remisi spontan. Dapat dicoba pengggunaan vasodilator, diuretik ringan bersama diet rendah garam; kadang-kadang dilakukan tindakan operatif berupa dekompresi ruangan endolimfatik dan pe-motongan n.vestibularis. Pada kasus berat atau jika sudah tuli berat, dapat dilakukan labirintektomi atau merusak saraf dengan instilasi aminoglikosid ke telinga dalam (ototoksik lokal). Pencegahan antara lain dapat dicoba dengan menghindari kafein, berhenti merokok, membatasi asupan garam. Obat diuretik ringan atau antagonis kalsium dapat meringankan gejala. Simtomatik dapat diberi obat supresan vestibluer. Neuritis vestibularis Merupakan penyakit yang self limiting, diduga disebabkan oleh infeksi virus; jika disertai gangguan pendengaran disebut labirintitis. Sekitar 50% pasien akan sembuh dalam dua bulan. Di awal sakit, pasien dianjurkan istirahat di tempat tidur, diberi obat supresan vestibuler dan anti emetik. Mobilisasi dini dianjurkan untuk merangsang mekanisme kompensasi sentral. Vertigo akibat obat Beberapa obat ototoksik dapat menyebabkan vertigo yang disertai tinitus dan hilangnya pendengaran.Obat-obat itu antara lain aminoglikosid, diuretik loop, antiinflamasi nonsteroid, derivat kina atau antineoplasitik yang mengandung platina.. Streptomisin lebih bersifat vestibulotoksik, demikian juga gentamisin; sedangkan kanamisin, amikasin dan netilmisin lebih bersifat ototoksik. Antimikroba lain yang dikaitkan dengan gejala vestibuler antara lain sulfonamid, asam nalidiksat, metronidaziol dan minosiklin. Terapi berupa penghentian obat bersangkutan dan terapi fisik; penggunaan obat supresan vestibuler tidak dianjurkan karena jusrtru menghambat pemulihan fungsi vestibluer. Obat penyekat alfa adrenergik, vasodilator dan antiparkinson dapat menimbulkan keluhan rasa melayang yang dapat dikacaukan dengan vertigo.

Definisi & Etiologi HipertensiBerdasarkan etiologinya, hipertensi dibagi menjadi dua macam yaitu:1. Hipertensi primer (essensial)Lebih dari 90% pasien dengan hipertensi merupakan hipertensi essensial (hipertensi primer). Literatur lain mengatakan, hipertensi essensial merupakan 95% dari seluruh kasus hipertensi. Beberapa mekanisme yang mungkin berkontribusi untuk terjadinya hipertensi ini telah diidentifikasi, namun belum satupun teori yang tegas menyatakan patogenesis hipertensi primer tersebut. Hipertensi sering turun temurun dalam suatu keluarga, hal ini setidaknya menunjukkan bahwa faktor genetik memegang peranan penting pada patogenesis hipertensi primer. Menurut data, bila ditemukan gambaran bentuk disregulasi tekanan darah yang monogenik dan poligenik mempunyai kecenderungan timbulnya hipertensi essensial. Banyak karakteristik genetik dari gen-gen ini yang mempengaruhi keseimbangan natrium, tetapi juga di dokumentasikan adanya mutasi-mutasi genetik yang merubah ekskresi kallikrein urine, pelepasan nitric oxide, ekskresi aldosteron, steroid adrenal, dan angiotensinogen.2. Hipertensi sekunderKurang dari 10% penderita hipertensi merupakan sekunder dari penyakit komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah (lihat tabel 1). Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit renovaskular adalah penyebab sekunder yang paling sering. Obat-obat tertentu, baik secara langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau memperberat hipertensi dengan menaikkan tekanan darah. Obat-obat ini dapat dilihat pada tabel 1. Apabila penyebab sekunder dapat diidentifikasi, maka dengan menghentikan obat yang bersangkutan atau mengobati / mengoreksi kondisi komorbid yang menyertainya sudah merupakan tahap pertama dalam penanganan hipertensi sekunder.Tabel 2. Penyebab hipertensi yang dapat diidentifikasiPenyakitObat

1. penyakit ginjal kronis2. hiperaldosteronisme primer3. penyakit renovaskular4. sindroma Cushing5. pheochromocytoma6. koarktasi aorta7. penyakit tiroid atau paratiroid

1. Kortikosteroid, ACTH2. Estrogen (biasanya pil KB dg kadar estrogen tinggi)3. NSAID, cox-2 inhibitor4. Fenilpropanolamine dan analog5. Cyclosporin dan tacrolimus6. Eritropoetin7. Sibutramin8. Antidepresan (terutama venlafaxine)

Sumber : Hoeymans N, Smit HA, Verkleij H, Kromhout D., 1999 : 520)Klasifikasi HipertensiAda beberapa klasifikasi dari hipertensi, diantaranya menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Eveluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC7) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2 (dilihat tabel 2), menurut World Health Organization (WHO) dan International Society Of Hypertension Working Group (ISHWG).

Tabel 3. Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 7Klasifikasi Tekanan DarahTDS (mmHg)TDD (mmHg)

Normal< 120Dan< 80

Prehipertensi120 139Atau80 89

Hipertensi stadium 1140 159Atau90 99

Hipertensi stadium 2 160Atau 100

TDS = Tekanan Darah Sistolik, TDD = Tekanan Darah Diastolik

Tabel 4. Klasifikasi Tekanan Darah World Health Organization (WHO) dan International Society Of Hypertension Working Group (ISHWG)KategoriSistolik (mmHg)Diastolik (mmHg)

Optimal< 120Dan< 80

Normal< 130Dan< 85

Normal tinggi /pra hipertensi130 139Atau85 89

Hipertensi derajat I140 159Atau90 99

Hipertensi derajat II160 179Atau100 109

Hipertensi derajat III 180Atau 110

A. Patofisiologi HipertensiMekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi di hati. Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama. Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah. Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah.

ReninAngiotensin IAngiotensin IIAngiotensin I Converting Enzyme (ACE)Stimulasi sekresi aldosteron darikorteks adrenal ekskresi NaCl (garam) denganmereabsorpsinya di tubulus ginjal konsentrasi NaCl dipembuluh darahDiencerkan dengan volumeekstraseluler volume darah tekanan darah sekresi hormon ADH rasa hausUrin sedikit pekat & osmolaritasmengentalkanMenarik cairan intraseluler ekstraselulervolume darah tekanan darah

Gambar 10. Patofisiologi hipertensi

Faktor Resiko Hipertensi1. Faktor GenetikAdanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium, individu dengan orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Selain itu didapatkan 70-80% kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalam keluarga. 2. UmurInsidensi hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan umur. Pasien yang berumur di atas 60 tahun, 50 60 % mempunyai tekanan darah lebih besar atau sama dengan 140/90 mmHg. Hal ini merupakan pengaruh degenerasi yang terjadi pada orang yang bertambah usianya. Hipertensi merupakan penyakit multifaktorial yang munculnya oleh karena interaksi berbagai faktor. Dengan bertambahnya umur, maka tekanan darah juga akan meningkat. Setelah umur 45 tahun, dinding arteri akan mengalami penebalan oleh karena adanya penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah akan berangsur-angsur menyempit dan menjadi kaku. Tekanan darah sistolik meningkat karena kelenturan pembuluh darah besar yang berkurang pada penambahan umur sampai dekade ketujuh sedangkan tekanan darah diastolik meningkat sampai dekade kelima dan keenam kemudian menetap atau cenderung menurun. Peningkatan umur akan menyebabkan beberapa perubahan fisiologis, pada usia lanjut terjadi peningkatan resistensi perifer dan aktivitas simpatik. Pengaturan tekanan darah yaitu refleks baroreseptor pada usia lanjut sensitivitasnya sudah berkurang, sedangkan peran ginjal juga sudah berkurang dimana aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus menurun3. Jenis KelaminPrevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita. Namun wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause. Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita pada usia premenopause. Pada premenopause wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun4. EtnisHipertensi lebih banyak terjadi pada orang berkulit hitam dari pada yang berkulit putih. Sampai saat ini, belum diketahui secara pasti penyebabnya. Namun pada orang kulit hitam ditemukan kadar renin yang lebih rendah dan sensitifitas terhadap vasopresin lebih besar.5. ObesitasBerat badan merupakan faktor determinan pada tekanan darah pada kebanyakan kelompok etnik di semua umur. Menurut National Institutes for Health USA (NIH, 1998), prevalensi tekanan darah tinggi pada orang dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) >30 (obesitas) adalah 38% untuk pria dan 32% untuk wanita, dibandingkan dengan prevalensi 18% untuk pria dan 17% untuk wanita bagi yang memiliki IMT


Top Related