Download - Case Old MCI
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI 1
BAB I : PENDAHULUAN 2
BAB II : LAPORAN KASUS 3
BAB III : PEMBAHASAN KASUS 5
BAB IV : TINJAUAN PUSTAKA 22
BAB V : KESIMPULAN 26
DAFTAR PUSTAKA 27
2
BAB I
PENDAHULUAN
Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung,
sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
jaringan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik secara
abnormal. Mekanisme yang mendasari terjadinya gagal jantung kongestif meliputi gangguan
kemampuan konteraktilitas jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah
jantung normal. Tetapi pada gagal jantung dengan masalah yang utama terjadi adalah
kerusakan serabut otot jantung, volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih
dapat dipertahankan. Pada lansia, selain gaya hidup yang mempengaruhi resiko penyakit
jantung, perubahan anatomik, imunitas yang menurun juga merupakan faktor resiko dari
gagal jantung. Pada penyakit jantung sangat dipengaruhi oleh gaya hidup dan lingkungan.
Jadi pada tatalaksana sangat penting edukasi agar hidup sehat dan memperbaiki gaya hidup.
3
BAB II
LAPORAN KASUS
Lembar I
Saudara sedang bertugas malam di IGD, jam 4 pagi datang Tn.A 70 tahun dengan kursi roda
diantar keluarganya dengan keluhan sesak nafas. Sesak nafas dirasakan 7 hari yang makin
berat, tidur merasa lebih enak dengan 2-3 bantal, sehari-hari lebih banyak istirahat, malam ini
mendadak bangun karena sesak. Tn.A ada riwayat hipertensi dan sakit jantung, makan obat
kurang teratur.
Pada pemeriksaan fisik :
KU : Posisi setengah duduk, tidak dapat tidur terlentang, pucat, berkeringat, sesak nafas,
compos mentis.
TD : 160 /80 mmHg
HR : 75x/menit
Suhu : 37ºC
RR : 32 x/menit
JVP : 5+4cm
4
Toraks simetris
Cor : ictus cordis VI 2 jari lateral dari garis mid klavikularis kiri, aktivitas ventrikel
kiri (apex), S1 S2 reguler, S3 galop (+) , bising pansistolik grade III/6
punctum maximum di apex menjalar ke axila
Pulmo : ronkhi basah pada kedua paru
Abdomen : hepatomegali 3 jari di bawah arcus costae, nyeri tekan, tepi tumpul,
permukaan licin, Hepatojugular +,
Udema tungkai bilateral
Hasil laboratorium klinik
- Hb : 12 g/dl
- Lekosit : 10.000/ul
- Hematokrit: 40 %
- Ureum : 40 mg %
- Gula darah sewaktu : 120 mg/dl
- HDL : 55 mg /dl
- LDL : 130 mg/dl
Hasil pemeriksaan penunjang:
Foto toraks : Kardiomegali apex lateral, caudal
ECG : Old MCI (infark miokard yang sudah lama)
Echogram : dilatasi ventrikel kiri
5
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
I. Identitas
Nama : Tn.A
Usia : 70 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Agama : -
Pekerjaan : -
Alamat : -
II. Anamnesis
Keluhan Utama
Terbangun dari tidur karena sesak nafas
Riwayat Penyakit Sekarang
- Terbangun dari tidur kerna sesak nafas
- Sesak nafas dirasakan 7 hari yang makin berat
- Tidur merasa lebih enak dengan 2-3 bantal
- Sehari-hari banyak beristirahat
- Ada riwayat hipertensi
- Makan obat kurang teratur
Riwayat Penyakit Dahulu
- Tidak di jelaskan
Riwayat Kebiasaan
- Tidak dijelaskan
6
Anamnesis Tambahan
Riwayat Penyakit Sekarang
- Apakah ada riwayat alergi? (curiga asma)
- Apakah nyeri dada juga dialami?
- Apakah pasien mengalami depresi?
- Apakah sesak nafas muncul saat tertentu?
- Adakah faktor yang memicu sesak nafas?
- Adakah faktor yang meringankan sesak nafas?
- Apakah disertai jantung berdebar-debar?
- Apakah pasien memiliki sedang menderita sakit jantung?
Riwayat Keluarga
- Apakah di keluarga ada yang menderita penyakit yang sama?
- Pasien tinggal bersama siapa?
Riwayat Penyakit dahulu
- Apakah pasien memiliki riwayat sakit jantung sebelumnya?
- Apakah pasien memiliki riwayat hipertensi sebelumnya?
Riwayat Pengobatan
- Apakah ada obat yang sedang di konsumsi?
- Bagaimana pola konsumsi obat? Apakah teratur?
Riwayat Kebiasaan
- Apa yang dilakukan pasien sehari-hari?
- Apakah sering berolahraga?
- Bagaimana pola makan pasien?
- Apakah pasien merokok?
Riwayat Sosial
- Bagaimana hubungan pasien dengan keluarga?
7
III. Pemeriksaan Fisik
Hasil pada pasien interpretasi
Keadaan umum : sesak
nafas, posisi duduk
Tidak normal Dyspnoe
Orthopnoe : keadaan sesak jika
berbaring sehingga harus dalam
keadaan duduk untuk mengurangi
sesaknya
Tekanan darah :
160/70 mmHg
Tidak normal
-Isolated systolic
Hipertenssion
-Hipertensi grade
II
Hipertensi grade II, berdasarkan
JNC VII sistolik ≥160 mmHg dan
diastolic ≥100 mmHg
Isolated hipertensi menurut WHO:
Sistolik : ≥ 140 mmHg,
diastolik ˂90 mmHg
HR : 75 x/menit Normal Normal : 60-100 x/menit
RR : 32 x/menit meningkat Normal : 16-20 x/menit, pada
pasien meningkat, adanya
tachypnoe
JVP : 5+4 cm,
Toraks simetris
normal Normal JVP 5+ < 3 cm. pada pasien
5+3cm masih normal, jika sudah 5+>3
maka JVP meningkat mungkin terjadi
pada PPOK , gagal jantung kanan
A.carotis normal tidak tampak
berdenyut tapi denyut dapat diraba,
untuk mendeteksi fungsi jantung dan
mendeteksi stenosis atau insufisiensi
katup aorta.
Thrill : getaran yang teraba pada
dinding thorax yang berasal dari
terjadinya turbulensi aliran darah di
dalam jantung atau saat dipompa keluar
jantung. Pada pasien tidak ditemukan
8
adanya thrill
Struma : (-) normal Tidak ada pembesaran pada
kelenjar getah bening nya
Cor : Ictus cordis ics
VI 2 jari lateral dari
garis mid klavikularis
kiri, aktivitas ventrikel
kiri (apex). bising
pansistolik grade III/6
punctum maximum di
apex menjalar ke axilla
Tidak
normal
Ictus cordis normal pada ics IV atau V
sebelah medial midklavikularis kiri.
Pada pasien letaknya bergeser ke
lateraldan kebawah menunjukan adanya
hipertrofi dan dilatasi pada ventrikel kiri
Bising pansistolik grade III/6 punctum
maksimum di apex : terjadi bising
jantung tipe pan yang biasanya karena
suatu regurgitasi terjadi pada saat fase
sistolik, dengan punctum maksimum di
apex kemungkinan terjadi di mitral
dengan derajat bising III yaitu agak
keras, dengan penjalaran kearah axilla
mendukung pada mitral insufisiensi.
Pulmo : ronkhi basah
pada kedua paru
Tidak
normal
Pada pasien terjadi ronkhi basah
dikedua paru di,mungkinkah sudah
terjadi transudasi ke dalam alveoli.
Abdomen :
Hepatomegali 3 jari
bawah arcus
costae,nyeri tekan,tepi
tumpul,permukaan
licin
Hepatojugular reflux +
Udema tungkai
bilateral
normal Hal ini diduga karena terjadinya
bendungan pada vena porta dan
vena jugular yang terjadi pada
CHF.Hal ini berlanjut dan
menyebabkan bendungan sistemik
sehingga terlihat oedem tungkai
IV. Pemeriksaan Penunjang
9
Pemeriksaan Laboratorium Darah Lengkap1
Pemeriksaan Hasil Rujukan Interpretasi
Hb 12 g/dl 12,4 – 14,9 g/dl Normal
Leukosit 10.000/mm3 5000-10000/mm
3 Normal
Hematokrit 40 % 40-54 % Normal
Pemeriksaan Laboratorium Kimia Darah
Pemeriksaan Hasil Rujukan Interpretasi
HDL 55 mg/dl 40-60mg/dl Normal
LDL 130 mg/dl <100 mg/dl Batas Atas
130 – 159 mg/dl
Gula Darah Sewaktu 120 mg/dl < 200 mg/dl Normal
Ureum 40 mg% 20-40 mg/dl Normal
Interpretasi:
o Kolestrol total masih dalam batas atas ini menunjukkan bahwa pasien mempunyai
resiko tinggi PJK dan kemungkinan riwayat MCI yang dialami pasien dikarenakan
PJK. Hal ini terkait dari pola hidup pasien yang tidak sehat yaitu kebiasaan
merokoknya.1,2
o LDL yang meningkat pada pasien masih dalam batas atas. Hal ini menunjukkan
bahwa pasien mempunyai resiko untuk penyakit jantung maupun stroke. Ini mungkin
terkait dari pola hidup pasien yang tidak sehat yaitu kebiasaan merokok pada pasien.1,2
o Ureum yang normal menunjukkan bahwa fungsi ginjal baik dan belum/tidak adanya
kelainan3
Foto Thorax
10
Foto Thorax harus diperiksa secepat mungkin saat masuk pada semua pasien yang diduga
gagal jantung akut, hal ini dilakukan untuk menilai derajat kongesti paru, dan untuk
mengetahui adanya kelainan paru dan jantung yang lain seperti efusi pleura, infiltrate atau
kardiomegali.
Pada pemeriksaan didapatkan :
Kardiomegali (>50%) berdasarkan perhitungan CTR yaitu:
Apeks jantung tertanam/tenggelam menandakan bahwa terdapat pembesaran / hipertrofi
ventrikel sinistra
Pinggang jantung masih terlihat menandakan bahwa tidak terdapat pembesaran /
hipertrofi atrium sinistra
Corakan bronkovascular bertambah menandakan adanya bendungan pada pembuluh
darah di paru-paru.
Sinus costophrenicus lancip menandakan belum/tidak terjadinya efusi pleura.
EKG
11
Pada denyut jantung pasien, di temukan hasilnya adalah denyut jantung pasien yaitu 79 kali
per menit, yang bisa di simpulkan bahwa denyut nadi pada pasien normal
Pada irama jantung pasien di dapatkan irama sinus rhytm, dimana setiap gelombang P di ikuti
oleh kompleks QRS dan T. Bisa di simpulkan dari hasil EKG pada pasien ini, irama jantung
pada pasien masih normal.
Pada aksis jantung pada pasien, kita bisa melihat dari kompleks QRS pada sandapan I dan
sandapan AVF. Disini, cara untuk menentukan aksisnya adalah dengan menjumlahkan tinggi
gelombang Q + gelombang R + gelombang S. Pada pasien terlihat pada sandapan I jumlah
tingginya adalah + 15 dan pada sandapan AVF jumlah tingginya adalah -8. Disini terlihat
bahwa sandapan I jumlahnya positif dan sandapan AVF jumlahnya negatif, jika hasilnya
demikian, maka dipastikan bahwa pasien memiliki left axis deviation yang di mungkinkan
karena pada pasien terjadi hipertrofi dan dilatasi pada ventrikel kirinya.
pada sandapan V1 dan sandapan V2, terdapat gelombang S yang dalam sekali, yaitu 27 kotak
kecil untuk V1 dan 35 kotak kecil pada sandapan V2. Dan di sandapan V5 dan V6 ditemukan
adanya gelombang R yang naik yaitu +1. Bila di jumlahkan, maka jumlahnya yaitu 35 + 1 =
36. Hal ini menunjukkan adanya hipertrofi ventrikel kiri
hal ini diperkuat dengan pada sandapan aVL, terdapat adanya gelombang R yang sangat
tinggi pada pasien, yaitu sekitar 17, dimana ini merupakan suatu gejala dari hipertrofi
ventrikel kiri.
Pada sandapan I, V5, V6, dan AVL di temukan adanya gelombang T yang terbalik. Hal ini
menunjukkan bahwa pada pasien ini ada iskemia di bagian lateral dari dinding jantung.
12
Namun, kelompok kami tidak menemukan adanya gelombang Q patologis yang merupakan
tanda bahwa adanya nekrosis yang terjadi pada pasien.
Kesimpulan yang dapat kami ambil dari hasil pemeriksaan EKG adalah di dapatkan adanya
suatu hipertrofi ventrikel kiri yang menyebabkan adanya left axis deviation yang di
sertai dengan adanya iskemia pada dinding lateral jantung pasien.
EKOKARDIOGRAM
Pada pemeriksaan echocardiogram di temukan adanya dilatasi dari ruang ventrikel kiri yang
di sebabkan oleh adanya gagal jantung kiri. Selain itu, di temukan juga septum ventrikel
yang tipis dan juga adanya myocardial infarction bagian anterior yang sudah sebelumnya di
derita oleh pasien
V. Hipotesis
Pada pasien Tn. Ahmad, hipotesis yang kami ajukan adalah penyakit paru, penyakit
jantung , kelainan dinding thorax, dan juga penyakit metabolik.
Pada penyakit paru, yang menyebabkan sesak nafas adalah :
Penyakit paru obstruktif PPOK (penyakit paru obstruktif
kronis)
Asma
Bronkitis
Penyakit paru restriktif Tb paru
13
Pneumonia
Efusi pleura
Kami menduga adanya penyakit paru pada pasien karena adanya sesak nafas pada pasien,
dan karena sesak nafas tersebut pasien menjadi terbatas akitivitas fisik sehari-harinya.
Untuk penyakit TB paru, selain sesak nafas, terdapat riwayat adanya sering batuk yang di
sertai dahak berwarna kemerahan, yang bisa terjadi pada pasien TB yang tidak
mendapatkan pengobatan. Sedangkan pada penyakit paru obstruktif kronis, selain di
dasari karena adanya sesak nafas, pada pasien juga terdapat riwayat merokok.
Sedangkan hipotesa untuk sesak nafas pada penyakit jantung adalah gagal jantung kiri
dan penyakit jantung koroner. Gagal jantung kiri pada pasien didasari atas adanya
keluhan terbangun dari tidur pada malam hari (paroxysmal nocturnal dyspnea) sesak
nafas saat aktivitas fisik sehari-hari (dyspnea on effort), kadang-kadang keluar batuk
yang di sertai dahak berwarna kemerahan ( frothy sputum), dan juga pasien jika tidur
harus menggunakan beberapa bantal (orthopnea).
Sedangkan hipotesa kelainan dinding thorax di sebabkan karena adanya perubahan
dinding thorax yang menyebabkan lumen bronkus menyempit.
Sedangkan hipotesa kami yang lainnya pada pasien ini adalah adanya kelainan metabolik
seperti asidosis yang akan menyebabkan pasien menjadi sesak nafas.
VI. Daftar Masalah
Keluhan utama: terbangun dari tidur karena sesak napas.
Daftar masalah Dasar masalah
Paroxysmal nocturnal dyspnoe
(PND)
Keluhan utama yang disampaikan oleh pasien yaitu
terbangun dari tidur karena sesak napas pada malam hari.
Orthopnoe Pasien mengutarakan bahwa setiap tidur selalu dengan
beberapa bantal untuk mengurangi sesak yang
dirasakannya.
Dyspnoe on effort (DOE) Pasien merasa sesak napas saat aktivitas fisik sehari-hari
yang dirasakan sejak beberapa hari sebelumnya yang akan
14
berkurang bila pasien beristirahat.
Hemoptisis (frothy sputum) Pasien sering terbatuk, kadang-kadang mengeluarkan
dahak yang berwarna kemerahan.
Faktor resiko penyakit jantung Setahun yang lalu pasien pernah dirawat karena serangan
jantung. Pasien memiliki riwayat mengalami nyeri dada
yang tidak dikontrol. Diketahui pasien masih merokok
hingga saat ini. Faktor resiko lain adalah jenis kelamin dan
usia pasien yaitu pria 65 tahun.
VII. Diagnosis
a. Diagnosis etiologi : old MCI
b. Diagnosis anatomi : Hipertrofi dan dilatasi ventrikel kiri, insufisiensi katup mitral
Bedasarkan hasil pemeriksaan lanjutan yaitu ekokardiogram dan EKG terlihat hipertrofi
dan dilatasi ventrikel kiri.
c. Diagnosis fisiologi : Gagal Jantung Kongestif
Bedasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan lanjutan menunjukan gejala
yang mengarah ke gagal jantung kongestif sinistra.
d. Diagnosis fungsional : NYHA Kelas IV
Bedasarkan pemeriksaan fisik, keadaan umum yang didapatkan bahwa pasien mengeluh
sesak saat duduk. Dan menganggu aktivitas sehari-hari.
Sesuai dengan kriteria Framingham tentang Congestive Heart Failure. Pada pasien didapat
lebih dari dua kriteria mayor dan satu criteria minor.
Kriteria major Kriteria minor
Paroksimal nocturnal dipsneu Edema tungkai
Distensi vena leher Batuk malam hari
Ronki basah Dipsnea d’effort
Kardiomegali Hepatomegali
Edema paru akut Efusi pleura
Gallop S3 Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
Peningkatan tekanan vena jugularis Takikardia (>120 x/menit)
15
Refluks hepatojugular
VIII. Patofisiologi
1. Batuk kemerahan
2. Nyeri dada pada Angina Pectoris
Peningkatan tekanan ventrikel
kiri
Hipertrofi ventrikel kiri Dilatasi ventrikel kiri
Peningkatan tekanan
atrium kiri
Regurgitasi mitral
Peningkatan tekanan
vena pulmonalis
Darah akan tertahan pada cabang kapiler
bronkus maupun alveoli
Udema mukosa bronkial Kapiler bronkus pecah
Batuk berdahak dengan
warna kemerahan
Penekanan pada
bronkus
Sesak nafas
16
3. Patofisiologi sesak nafas pada gagal jantung kiri
Ketidakseimbangan antara supply
dan demand pada Angina Pectoris
Supply darah ke miokard berkurang,
sementara kebutuhannya
meningkat
Iskemi miokard
Miokard menggunakan jalur metabolisme
anaerob untuk memenuhi kebutuhan
energinya
Hasil akhir metabolisme: Asam
Laktat
Timbul nyeri karena mengiritasi
saraf
Peningkatan tekanan
ventrikel kiri
Hipertrofi ventrikel kiri
Dilatasi ventrikel kiri
17
Sesak napas pada pasien ini di sebabkan oleh peningkatan tekanan kapiler yang tinggi yang di
sebabkan oleh penintkatan tekanan LV dan LA. Oleh karena itu, penderita gagal jantung kiri
akan menunjukkan ventilasi yang restriktif, menurunnya kapasitas vital akibat terdesaknya
udara di dalam alveoli oleh cairan interstisial, yang akibatnya paru akan menjadi kaku (rigid)
dan compliance menurun
Regurgitasi katup
mitral
Peningkatan tekanan
atrium kiri
Peningkatan tekanan
vena pulmonalis
Darah tertahan di
vena pulmonalis
Transudasi cairan ke
interstisial paru
Menghambat alveolus
untuk mengembang
Sesak nafas
18
Patofisiologi MCI dekomp. Ventrikel sinistra
Patofisiologi infark myoard biasa disebabkan oleh asupan darah ke otot jantungtidak
terpenuhi sehingga infark, hal ini biasanya terjadi dikarenakan adanya penyumbatan pada
pemuluh darah yang menuju ke otot jantung tersebut, penyumbatan ini bisa terjadi karena
terbentuk plak di arteri pada otot jantung, maupun emboli akibat dari thrombus yang lepas
Insufisiensi katup mitral
Kerusakan pembuluh
Asap rokok (oksidan)
Dilatasi ventrikel dan
myocard aneurysma
Infark myocard
Iskemi myocard
Supply darah ke
myocard kurang atau
tidak ada
Langsung Thrombus di
pembuluh jantung
emobli
Thrombus pada
pembuluh
arterosklerosis
arterogenesis dislipidemia ROKOK (nikotin)
↑tekanan kapiler paru, Transudasi, Udem
alveoli (udema pulmonal)
19
sehingga menyumbat pembuluh darah. Plak ini bisa dikarenakan terjadinya kerusakan
pembuluh akibat zat nikotin dalam rokok dan di perberat dengan adanya keadaan
dislipidemia yang di bantu dengan oksidan dari asap rokok sehingga terjadinya arterogensis
(pembentkan plak) yang berujung terbentuknya thrombus di pembuluh darah. Apabila sudah
terjadi infark myocard tubuh akan mengkompensasi dengan terbentuknya aneurysma
sehingga pada foto rontgen terlihat bludging dan juga dilatasi myocard beserta ventrikel,
sehingga menyebabkan perbedaan tekanan yang lama kelamaan menjadi dekompensasio
kordis, dekomp ini juga menyebabkan gangguan pada paru sehingga darah mengalami
transudasi di bronkus dan menghasilkan gejala frothy sputum, dan karena adanya dilatasi
juga menyebabkan insufisiensi katup shingga terdengar murmur.
IX. Penatalaksanaan
Medikamentosa
o Rawat inap
Hal ini diperlukan mengingat penyakit yang diderita oleh pasien memerlukan
penanganan segera dan membutuhkan observasi lebih lanjut.
o Diuretika dengan preparat Kalium
Pemberian diuretika, seperti furosemide merupakan sebuah indikasi pemberian
untuk oedema paru pada gagal jantung kiri. Pemberian Furosemide harus
dimulai dengan dosis awal yang kecil 20-40 mg terutama pada usia lanjut. Jika
pasien diberikan obat ini, maka harus dimonitor elektrolit, ureum, kreatinin,
asam urat, Hb, hematokrit, dan eritrosit. Terapi ini dapat menyebabkan
hipokalemia maka harus diberikan bersamaan dengan preparat Kalium, namun
harus dimonitor untuk mencegah terjadinya hiperkalemia.
o Oksigen nasal kanul
Pemberian oksigen ini berfungsi untuk meningkatkan suplai oksigen, dimana
kita tahu pada pasien masalah terjadi ketika suplai oksigen ke jantung
terganggu ataupun berkurang. Pasien diberikan Oksigen sebanyak 4 L/menit.
o Pemberian cairan dekstrosa 5%
o Nitrogliserin
Dosis : 20 ug/menit (dosis inisial)
40-400 ug/menit (dosis maksimal)
20
Untuk pemberian kerja cepat dan efek singkat dapat diberikan dengan
dosis 0,15-1,2 mg untuk lama kerja 10-30 menit.
Nitrogliserin adalah preparat nitrat yang berfungsi sebagai vasodilator.
Venodilatasi yang ditimbulkan nitrat menurunkan preload sehingga
menurunkan ukuran ruangan atrium kanan dan kiri, serta tekanan akhir
diastolic, dengan demikian meningkatkan perfusi miokard. Pada pasien yang
memerlukan konsentrasi tinggi dan efek cepat dapat diberikan secara
sublingual. Cara untuk mencegah efek toleransi dari nitroogliserin adalah
dengan pemberian bersamaan dengan obat yang mengandung sulfohydryl
group seperti kaptopril, atau diberikan bersama dengan diuretic supaya tidak
terjadi ekspansi volume plasma.
o Pemberian ACE-inhibitor untuk menangani hipertensi pada pasien ini
o Antikoagulan
Contoh antikoagulan antara lain adalah Heparin, warfarin, dan lain
sebagainya. Antikoagulan diberikan pada pasien karena ditakutkan adanya
koagulasi. Penurunan fungsi ventrikel kiri dipercayai dapat menyebabkan
adanya stasis darah pada jantung yang terdilatasi. Faktor resiko pasien terkena
arteri/vena thromboembolic meningkat pada pasien dengan heart failure.
Nonmedikamentosa
o Edukasi
Diet
Dengan kadar kolesterol pasien yang meningkat dan kadar HDL yang
rendah, pasien perlu untuk diedukasi supaya mengkonsumsi makanan
mengkonsumsi makanan yang dapat meningkatkan HDL. Misalnya,
membatasi makanan berlemak, goreng-gorengan,
Aktivitas
Pasien diminta untuk membatasi aktivitas berat, setidaknya setelah
gejala klinis pada pasien mereda. Aktivitas yang berlebih dapat
memberatkan kerja jantung. Namun, dapat dianjurkan agar pasien
dapat menigkatkan kuantitas jalan kaki. Dan ketika tidur hendaknya
dengan posisi setengah duduk untuk menurunkan venous return
dibandingkan dengan tidur dengan keadaan terlentang.
21
X. Prognosis
Ad Vitam : Dubia ad malam
Ad Sanationam : Ad malam
Ad Fungsionam : Dubia ad malam
Pada pasien ini diketahui bahwa pasien berumur 65 tahun (lansia) dimana telah terjadi
perubahan anatomi dan imunitas yang menurun. Selain itu juga gaya hidup pasien yang
tidak bisa diubah yaitu kebiasaan merokok merupakan faktor resiko penyakit jantung,
ditambah pasien ada riwayat penyakit MCI maka prognosis pada pasien ini untuk ad
vitam, ad sanationam, dan ad fungsionam adalah ke arah buruk.
22
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
Gagal Jantung Kongestif
Defenisi Gagal Jantung Kongestif
Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi
jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume
diastolik secara abnormal. Penamaan gagal jantung kongestif yang sering digunakan kalau
terjadi gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan.
Gagal jantung adalah ketidak mampuan jantung untuk mempertahankan curah
jantung (Caridiac Output = CO) dalam memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Apabila
tekanan pengisian ini meningkat sehingga mengakibatkan edema paru dan bendungan di
system vena, maka keadaan ini disebut gagal jantung kongestif . Gagal jantung kongestif
adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang adekuat untuk memenuhi
kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi.4
Etiologi Gagal Jantung Kongestif
Mekanisme yang mendasari terjadinya gagal jantung kongestif meliputi gangguan
kemampuan konteraktilitas jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah
jantung normal. Tetapi pada gagal jantung dengan masalah yang utama terjadi adalah
kerusakan serabut otot jantung, volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih
dapat dipertahankan. Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada setiap
konteraksi tergantung pada tiga faktor: yaitu preload, konteraktilitas, afterload.
• Preload adalah jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan
yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut otot jantung.
• Konteraktillitas mengacu pada perubahan kekuatan konteraksi yang terjadi pada tingkat
sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium
• Afterload mengacu pada besarnya tekanan venterikel yang harus dihasilkan untuk
memompa darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan arteriol.
Pada gagal jantung, jika salah satu atau lebih faktor ini terganggu, maka curah jantung
berkurang .
23
Gagal Jantung Kiri
Kongestif paru terjadi pada venterikel kiri, karena venterikel kiri tidak mampu
memompa darah yang datang dari paru. Peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru
menyebabkan cairan terdorong ke jaringan paru. Manifestasi klinis yang dapat terjadi
meliputi dispnu, batuk, mudah lelah, denyut jantung cepat (takikardi) dengan bunyi S3,
kecemasan dan kegelisahan. Gejala-gejala gagal jantung sebagian besar ditentukan oleh sisi
mana jantung gagal. Sisi kiri memompa darah ke sirkulasi sistemik, sedangkan sisi kanan
memompa darah ke sirkulasi paru. Sementara sisi kiri gagal jantung akan mengurangi curah
jantung ke sirkulasi sistemik, gejala awal sering menampakkan karena efek pada sirkulasi
paru. Pada disfungsi sistolik, fraksi ejeksi menurun, meninggalkan volume abnormal darah di
ventrikel kiri. Pada disfungsi diastolik, tekanan diastolik akhir ventrikel-akan tinggi.
Kenaikan dalam volume atau tekanan punggung ke atrium kiri dan kemudian ke pembuluh
darah paru. Peningkatan volume atau tekanan di dalam vena paru merusak drainase normal
alveoli dan nikmat aliran cairan dari kapiler ke parenkim paru-paru, menyebabkan edema
paru. Mengganggu pertukaran gas. Jadi, sisi kiri gagal jantung sering menyajikan dengan
gejala pernapasan: sesak napas, ortopnea dan paroxysmal nocturnal dyspnea.Pada
kardiomiopati yang parah, efek dari penurunan curah jantung dan perfusi yang buruk menjadi
lebih jelas, dan pasien akan terwujud dengan ekstremitas dingin dan berkeringat, sianosis,
klaudikasio, kelemahan umum, pusing, dan sinkop.
Patofisiologi Gagal Jantung
Penurunan kontraksi venterikel akan diikuti penurunan curah jantung yang
selanjutnya terjadi penurunan tekanan darah (TD), dan penurunan volume darah arteri yang
efektif. Hal ini akan merangsang mekanisme kompensasi neurohurmoral. Vasokontriksi dan
retensi air untuk sementara waktu akan meningkatkan tekanan darah, sedangkan peningkatan
preload akan meningkatkan kontraksi jantung melalui hukum Starling. Apabila keadaan ini
tidak segera diatasi, peninggian afterload, dan hipertensi disertai dilatasi jantung akan lebih
menambah beban jantung sehingga terjadi gagal jantung yang tidak terkompensasi. Dengan
demikian terapi gagal jantung adalah dengan vasodilator untuk menurunkan afterload
venodilator dan diuretik untuk menurunkan preload, sedangkan motorik untuk meningkatkan
kontraktilitas miokard.
24
Diagnosa
Diagnosa biasanya ditegakkan berdasarkan gejala-gejala yang terjadi. Untuk memperkuat
diagnosis dilakukan pemeriksaan fisik yang biasanya menunjukkan denyut nadi yang lemah
dan cepat, tekanan darah menurun, bunyi jantung abnormal, pembesaran jantung, cairan di
paru-paru. Dilakukan juga pemeriksaan penunjang seperti foto rontgen yang bisa
menunjukkan adanya pembesaran jantung dan pengumpulan cairan di paru-paru. Dilakukan
juga pemeriksaan penunjang lain seperti EKG untuk menilai aktifitas jantung dan
ekokardiografi untuk melihat gambaran jantung.
Tatalaksana
Penatalaksanaan gagal jantung kongestif dengan sasaran :
•Untuk menurunkan kerja jantung
•Untuk meningkatkan curah jantung dan kontraktilitas miokard
• Untuk menurunkan retensi garam dan air.
a. TIRAH BARING
Tirah baring mengurangi kerja jantung, meningkatkan tenaga cadangan jantung dan
menurunkan tekanan darah dengan menurunkan volume intra vaskuler melalui induksi
diuresis berbaring.
b. OKSIGEN
Pemenuhan oksigen akan mengurangi demand miokard dan membantu memenuhi kebutuhan
oksigen tubuh.
c. DIURETIK
Diuretik memiliki efek antihipertensi dengan meningkatkan pelepasan air dan garam natrium
sehingga menyebabkan penurunan volume cairan dan merendahkan tekanan darah.
d. DIGITALIS
Digitalis memperlambat frekuensi ventrikel dan meningkatkan kekuatan kontraksi,
peningkatan efisiensi jantung. Saat curah jantung meningkat, volume cairan lebih besar
dikirim ke ginjal untuk filtrasi dan ekskresi dan volume intravascular menurun.
e. SEDATIF
Pemberian sedative untuk mengurangi kegelisahan bertujuan mengistirahatkan dan memberi
relaksasi pada klien.
f. DIET
25
Pengaturan diet membuat kerja dan ketegangan otot jantung minimal. Selain itu pembatasan
natrium ditujukan untuk mencegah, mengatur, atau mengurangi edema.
Terapi Farmakologis
Tujuannya adalah untuk mencegah perkembangan gagal jantung akut dekompensasi,
untuk melawan efek buruk dari remodeling jantung, dan untuk meminimalkan gejala-gejala
bahwa pasien menderita. Selain agen farmakologis (diuretik loop oral, beta-blocker, ACE
inhibitor atau angiotensin reseptor blocker, vasodilator, dan antagonis reseptor aldosteron
kardiomiopati berat), modifikasi perilaku harus dikejar, khususnya berkaitan dengan
pedoman diet tentang garam dan asupan cairan. Latihan harus didorong sebagai ditoleransi,
sebagai pengkondisian yang cukup signifikan dapat meningkatkan kualitas-hidup
Digitalis
Meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan memperlambat frekuensi
jantung. Hasil yang diharapkan peningkatan curah jantung, penurunan
tekanan vena dan volume darah dan peningkatan diuresis akan
mengurangi edema.
Terapi Diuretik
Diberikan untuk memacu eksresi natrium dan air melalui ginjal, obat ini tidak
diperlukan bila pasien bersedia merespon. Pembatasan aktivitas digitalis dan diit
rendah natrium, jadwal pemberian obat ditentukan oleh berat badan,
furosemid (Lasix) terutama sangat pentingdalam terapi gagal jantung
karena dapat mendilatasi renula, sehingga meningkatkan kapasitas urea
yang pada gilirannya mengurangi preload (darah vena yang kembali ke jantung).
Terapi diuretic jangka panjang dapat menyebabkan hiponatremia yang mengakibatkan
lemah, letih, malaise, kram otot dan denyut nadi yang kecil dan cepat. Pemberian
diuretik dalam dosis besar dan berulang juga bisa mengakibatkan hipokalemia
ditendai dengan denyut nadi lemah, suara jantung menjauh, hipertensi, otot kendor,
penurunan refleks tendon dan kelemahan umum.
Terapi Vasodilator
Obat-obatan vasoaktif merupakan pengobatan utama pada penatalaksanaan
gagal jantung. Natrium nitraprosida secara intravena melalui infuse yang
dipantau tepat dosisnya harusdibatasi agar tekanan systole arteriole tetap dalam
batas yang diinginkan.
26
BAB V
KESIMPULAN
Pada kasus ini kami mengambil kesimpulan diagnosis pada pasien ini bedasarkan hasil
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan lanjutan Diagnosis etiologi adalah
hipertensi pulmonal , Diagnosis anatomi adalah Hipertrofi dan dilatasi ventrikel kiri,
insufisiensi katup mitral, Diagnosis fisiologi adalah Gagal Jantung Kongestif sinistra dan
dextra Diagnosis fungsional adalah NYHA Kelas IV.
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Wilson DD. McGraw-Hill’s Manual of Laboratory and Diagnostic Test. Philadelphia:
McGraw-Hill; 2007
2. Smeltzer SC. Brunner and Suddarth’s Handbook of Laboratory and Diagnostic Test.
Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins; 2010
3. Purwohudoyo SS. Sistem Kardiovaskular. In: Ekayuda, Iwan (editors). Radiologi
Diagnostik. 2nd
ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009.p.165-75
4. Congestif Heart Failure.available at : http://www.news-medical.net/health/Heart-
Failure.aspx. accessed on June 7,2012