BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTIFIKASI
Nama : By Ita BT Kamil
Umur : 8 hari
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Palembang
Kebangsaan : Indonesia
Agama : Islam
MRS : 12 Mei 2013
II. ANAMNESIS
(alloanamnesis dengan ibu penderita, tanggal 20 Mei 2013)
Keluhan Utama
Lahir tidak langsung menangis
Keluhan Tambahan
Berat badan lahir sangat rendah
Riwayat Perjalanan Penyakit
Bayi lahir di OK emergensi secara sectio secaria atas indikasi eklamsia antepartum
dari ibu G1P0A0 hamil 30-31 minggu dengan eklampsia antepartum, lahir tidak
langsung menangis, Apgar score 2/3, berat badan lahir 1500 gram, panjang bayi lahir
39 cm, injeksi vitamin k (+).
Riwayat ibu demam tidak ada. Riwayat ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW)
tidak ada. Riwayat ketuban kental (-) hijau (-) bau (-).
Sejak lahir tangis merintih kemudian bayi dibawa ke ruang NICU RSMH.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama disangkal.
Riwayat Penyakit dalam Keluarga
Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama dalam keluarga disangkal.
Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah anak pertama dari pasangan Tn. A usia 38 tahun dengan pendidikan
terakhir SMA dan bekerja sebagai wiraswasta dengan Ny. I usia 30 tahun dengan
pendidikan terakhir SMP tidak bekerja.
Kesan: status ekonomi cukup
Riwayat Kehamilan
GPA : G1P0A0
HPHT : 20 September 2012
Periksa hamil : 2 kali, tidak teratur, di bidan
Kebiasaan Ibu sebelum/selama kehamilan
Minum alkohol : Tidak pernah
Merokok : Tidak pernah (perokok pasif)
Makan obat-obatan tertentu : Tidak pernah
Penyakit atau komplikasi kehamilan ini : Hipertensi dalam kehamilan (160/110
mmHg) dan ada riwayat kista endometrium sebelum hamil (kista diangkat saat
dilakukan SC)
Riwayat Persalinan
Presentasi : -
Cara persalinan : Sectio Sesaria
Obat yang diberikan pada ibu : tidak tahu
Lama persalinan : tidak tahu
Suhu ibu dalam persalinan : 37,00C
Tanda-tanda fetal distress : tidak tahu
Cairan ketuban hijau, busuk : (-)
Tali pusat : Panjang 50 cm, lilitan/menumbung (-)
Plasenta : Berat 500 gram, uk.17-18 cm, kelainan (-)
Tempat lahir : Palembang, tanggal 12 Mei 2013
Ditolong oleh : dokter (residen obgyn)
Resusitasi
Dilakukan oleh dokter (residen anak)
Keadaan bayi saat lahir
Jenis Kelamin : perempuan
Kelahiran : tunggal
Kondisi saat lahir : hidup
III. PEMERIKSAAN FISIK (tanggal 20 Mei 2013)
Pemeriksaan Umum
Berat badan : 1350 gram Panjang badan: 39 cm
Kesadaran : sadar
Denyut jantung : 146x/menit
Pernapasan : 52x/menit
Temperatur : 37,00C
Aktivitas : sedang
Tonus otot : normal
Anemis : tidak ada
Sianosis : tidak ada
Reflek isap : sedang
Reflek tangis : sedang
Posisi : normal
Gangguan gerak : tidak ada
Pemeriksaan Khusus
Kepala: Lingkar kepala : 29 cm
UUB : rata
Mata : nistagmus tidak ada; pupil normal, isokor, diameter 3 mm /
3 mm, reflek cahaya +/+
Hidung : NCH tidak ada
Trauma lahir : caput succadenum tidak ada
cephal hematom tidak ada
perdarahan subaponeurotik tidak ada
parese N.f ascialis tidak ada
Leher : JVP tidak meningkat, pembesaran KGB tidak ada
Thoraks
Paru-paru
Inspeksi : Bentuk simetris, pergerakan simetris
Retraksi tidak ada
Auskultasi : vesikuler (+) normal, ronki basah halus nyaring (-), wheezing (-)
Jantung
Inspeksi : pulsasi (-), iktus (-), voussur cardiaque (-)
Palpasi : iktus (-), thrill (-)
Auskultasi : HR 146x/menit, irama regular, murmur tidak ada, gallop tidak ada
Abdomen : datar, lemas, hepar-lien tidak teraba, bising usus (+) normal
Lipat paha dan genitalia: tidak ada pembesaran KGB
Anus (+) perempuan
Extremitas : fraktur tidak ada, dislokasi tidak ada, akral hangat (+), sianosis (-)
CRT < 2 detik.
Refleks primitif : oral : (+)
Moro : (+)
Tonic neck : (+)
Withdrawal : (+)
Plantar grasp : (+)
Palmar grasp : (+)
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah rutin
LED
CRP
Rontgen Thorax
V. RESUME
Seorang bayi laki-laki lahir di bidan dengan tindakan sectio secaria, dari ibu
G1P0A0, hamil 30-31 minggu dengan eklampsia, lahir tidak langsung menangis.
Apgar score 2/3. Berat badan 1500 gram, panjang bayi lahir 39 cm. Riwayat ibu
demam selama hamil tidak ada, KPSW tidak ada, ketuban kental, hijau dan bau tidak
ada. Pada pemeriksaan umum didapatkan kesadaran sadar, denyut jantung
146x/menit, frekuensi pernapasan 52x/menit, temperatur 37,00C, aktivitas sedang,
reflek isap sedang dan reflek sedang. Dari pemeriksaan spesifik tidak ditemukan
adanya napas cuping hidung, retraksi interkostal dan subkostal.
VI. DIAGNOSIS
HMD grade I-II + BBLSR Preterm SMK + Asfiksia perinatal
VII. PENATALAKSANAAN
O2 nasal 1 L/menit
IVFD D7,5% + NaCl 15% kecepatan 4 cc/ jam mikro
Aminofusin 2,2 cc/jam
Ampisilin 3x40mg
Lacedim 3x80 mg
Aminofilin 3x2 mg
ASI/PASI 8x10cc (via NGT)
VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia
FOLLOW UP
Tanggal 12 Mei 2013 (NICU)
Berat badan : 1500 gram
S : lahir tidak langsung menangis, berat badan lahir sangat rendah
O : sensorium : compos mentis, aktivitas : hipoaktif, reflek isap: lemah,
refleks tangis : lemah, dyspnoe (-), Sianosis (-)
Anemis (-) Ikterik (-)
HR : 142x/menit RR : 46x/menit T : 370C
Kepala : NCH (+),sklera ikterik (-), konjungtiva anemis(-)
Thorax : simetris, retraksi (+) interkostal, subkostal, dan epigastrium.
Pulmo : vesikular (+)/(), ronkhi (-), wheezing (-)
Cor : HR 142x/menit, BJ 1&2 normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, lemas, hepar-lien tidak teraba, BU (+) N.
Ekstremitas : akral hangat (+), sianosis (-), CRT < 2 detik
Skor Ballard 15 taksiran 30 minggu
Maturitas Fisik Maturitas Neuromuskular
Kulit 1 Sikap 1
Lanugo 1 Sudut perg tangan 1
Lipatan Plantar 1 Membalik lengan 1
Payudara 0 Sudut poplitea 2
Daun Telinga 1 Tanda selempang 2
Kelamin 1 Tumit ke telinga 2
Total 6 Total 9
Darah rutin (12 Mei 2013)
Hb : 15,9 g/dl
Ht : 49 vol%
Leukosit : 34600/mm3
LED : 2 mm/jam
Trombosit : 175.000/mm3
Dif. count : 0/0/0/71/29/0
Eritrosit : 4150000/mm3
BSS : 44 mg/dl
CRP kualitatif : negatif
CRP kuantitatif : <5
Rontgen thorax: Radiologis tak tampak kelainan thorax
A : Asfiksia perinatal+BBLSR Preterm SMK
P :
IVFD D7,5%+Ca Glukonas 30cc gtt 5cc mikro
Ampisilin 2x40 mg
Gentamisin 3 x 4 mg
CPAD PEEP 7 FiO2 40%
Tanggal 13 Mei 2013 (NICU)
Berat badan : 1500 gram
S : tangis merintih (-)
O : sensorium : compos mentis, aktivitas : hipoaktif, reflek isap: lemah,
refleks tangis : lemah, dyspnoe (-), Sianosis (-)
Anemis (-) Ikterik (-)
HR : 138x/menit RR : 58x/menit T : 37,00C
Kepala : NCH (-), sklera ikterik (-), konjungtiva anemis(-)
Thorax : simetris, retraksi (+) interkostal, subkostal dan epigastrium.
Pulmo : vesikular (+) N, ronkhi (-), wheezing (-)
Cor : HR 138x/menit, BJ 1&2 normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, lemas, hepar-lien tidak teraba, BU (+) N.
Ekstremitas : akral hangat (+), sianosis (-), CRT < 2 detik
A : Asfiksia perinatal + BBLSR Preterm SMK
P :
IVFD D7,5%+Ca Glukonas kecepatan 6cc gtt/jam mikro
Aminofusin kecepatan 1cc/jam
Ampisilin 2x40 mg (1)
Gentamisin 2 x 4 mg (1)
Lacedim 2x80 mg(1)
Aminofilin 2x3 mg (1)
Bcpap peep 7 FiO2 30% SpO2 90%
NPO
Tanggal 14 Mei 2013 (NICU)
Berat badan : 1500 gram
S : tangis merintih (+)
O : sensorium : compos mentis, aktivitas : hipoaktif, reflek isap: lemah,
refleks tangis : lemah, dyspnoe (+), Sianosis (-)
Anemis (-) Ikterik (-)
HR : 128x/menit RR : 68x/menit T : 37,00C
Kepala : NCH (-), sklera ikterik (-), konjungtiva anemis(-)
Thorax : simetris, retraksi (+) interkostal dan subkostal dan epigastrium.
Pulmo : vesikular (+) /, ronkhi (-), wheezing (-)
Cor : HR 128x/menit, BJ 1&2 normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, lemas, hepar-lien tidak teraba, BU (+) N.
Ekstremitas : akral hangat (+), sianosis (-), CRT < 2 detik
A : BBLSR Preterm SMK + Asfiksia perinatal + Suspect HMD
P :
IVFD D7,5%+Ca Glukonas kecepatan 6cc gtt/jam mikro
Aminofusin kecepatan 1,5cc/jam
Ampisilin 2x40 mg (2)
Lacedim 2x80 mg (2)
Aminofilin 2x3 mg (2)
Bcpap peep 7 FiO2 30% SpO2 92%
NPO
Tanggal 15 Mei 2013 (NICU)
Berat badan : 1500 gram
S : tangis merintih (-)
O : sensorium : compos mentis, aktivitas : hipoaktif, reflek isap: lemah,
refleks tangis : kuat, dyspnoe (-), sianosis (-)
anemis (-), ikterik (-)
HR : 122x/menit RR : 58x/menit T : 37,00C
Kepala : NCH (-), sklera ikterik (-), konjungtiva anemis(-)
Thorax : simetris, retraksi (-).
Pulmo : vesikular (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Cor : HR 122x/menit, BJ 1&2 normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, lemas, hepar-lien tidak teraba, BU (+) normal.
Ekstremitas : akral hangat (+), sianosis (-), CRT < 2 detik
A : BBLSR Preterm SMK + Asfiksia perinatal + Suspect HMD
P :
IVFD D7,5%+1/5 NS kecepatan 6cc gtt/jam mikro
Aminofusin kecepatan 1,2cc/jam
Ampisilin 2x40 mg (3)
Lacedim 2x80 mg (3)
Aminofilin 2x3 mg (3)
O2 HB 5liter/menit SpO2 92%
NPO
Tanggal 16 Mei 2013 (NICU)
Berat badan : 1500 gram
S : tangis merintih (-)
O : sensorium : compos mentis, aktivitas sedang, reflek isap: lemah,
refleks tangis : sedang, dyspnoe (-), sianosis (-)
anemis (-), ikterik (-)
HR : 132x/menit RR : 58x/menit T : 37,00C
Kepala : NCH (-), sklera ikterik (-), konjungtiva anemis(-)
Thorax : simetris, retraksi (-).
Pulmo : vesikular (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Cor : HR 132x/menit, BJ 1&2 normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, lemas, hepar-lien tidak teraba, BU (+) normal.
Ekstremitas : akral hangat (+), sianosis (-), CRT < 2 detik
A : HMD grade I-II + BBLSR Preterm SMK + Asfiksia perinatal
P :
IVFD D7,5%+1/5 NS kecepatan 6cc gtt/jam mikro
Aminofusin kecepatan 1,2cc/jam
Ampisilin 2x40 mg (4)
Lacedim 2x80 mg (4)
Aminofilin 2x3 mg (4)
Asi / Pasi 8x5cc
Tanggal 17 Mei 2013 (NICU)
Berat badan : 1350 gram
S : tangis merintih (-)
O : sensorium : compos mentis, aktivitas sedang, reflek isap: lemah,
refleks tangis : sedang, dyspnoe (-), sianosis (-)
anemis (-), ikterik (-)
HR : 138x/menit RR : 58x/menit T : 37,00C
Kepala : NCH (-), sklera ikterik (-), konjungtiva anemis(-)
Thorax : simetris, retraksi (-).
Pulmo : vesikular (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Cor : HR 138x/menit, BJ 1&2 normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, lemas, hepar-lien tidak teraba, BU (+) normal.
Ekstremitas : akral hangat (+), sianosis (-), CRT < 2 detik
A : HMD grade I-II + BBLSR Preterm SMK + Asfiksia perinatal
P :
IVFD D7,5%+1/5 NS kecepatan 6cc gtt/jam mikro
Aminofusin kecepatan 1,2cc/jam
Ampisilin 2x40 mg (5)
Lacedim 2x80 mg (5)
Aminofilin 2x3 mg (5)
Asi / Pasi 8x5cc
Tanggal 18 Mei 2013 (NICU)
Berat badan : 1350 gram
S : tangis merintih (-)
O : sensorium : compos mentis, aktivitas sedang, reflek isap: kuat,
refleks tangis : sedang, dyspnoe (-), sianosis (-)
anemis (-), ikterik (-)
HR : 128x/menit RR : 50x/menit T : 37,00C
Kepala : NCH (-), sklera ikterik (-), konjungtiva anemis(-)
Thorax : simetris, retraksi (-).
Pulmo : vesikular (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Cor : HR 128x/menit, BJ 1&2 normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, lemas, hepar-lien tidak teraba, BU (+) normal.
Ekstremitas : akral hangat (+), sianosis (-), CRT < 2 detik
A : HMD grade I-II + BBLSR Preterm SMK + Asfiksia perinatal
P :
IVFD D7,5%+1/5 NS kecepatan 6cc gtt/jam mikro
Aminofusin kecepatan 2cc/jam
Ampisilin 2x40 mg (6)
Lacedim 2x80 mg (6)
Asi / Pasi 8x5cc cek residu urine
O2 Nasal 1L/menit SpO2 90%
Tanggal 19 Mei 2013 (NICU Neonatus)
Berat badan : 1350 gram
S : tangis merintih (-)
O : sensorium : compos mentis, aktivitas sedang, reflek isap: sedang,
refleks tangis : sedang, dyspnoe (-), sianosis (-)
anemis (-), ikterik (-)
HR : 130x/menit RR : 48x/menit T : 37,00C
Kepala : NCH (-), sklera ikterik (-), konjungtiva anemis(-)
Thorax : simetris, retraksi (-).
Pulmo : vesikular (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Cor : HR 130x/menit, BJ 1&2 normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, lemas, hepar-lien tidak teraba, BU (+) normal.
Ekstremitas : akral hangat (+), sianosis (-), CRT < 2 detik
A : HMD grade I-II + BBLSR Preterm SMK + Asfiksia perinatal
P :
IVFD D7,5%+1/5 NS kecepatan 6cc gtt/jam mikro
Aminofusin kecepatan 2cc/jam
Ampisilin 2x40 mg (7)
Lacedim 2x80 mg (7)
Asi / Pasi 8x10cc cek residu urine
O2 Nasal 1L/menit
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ASFIKSIA NEONATORUM
Definisi
Beberapa sumber mendefinisikan asfiksia neonatorum dengan berbeda :
Ikatan Dokter Anak Indonesia
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan napas secara spontan dan teratur pada
saat lahir atau beberapa saat setelah lahir yang ditandai dengan hipoksemia,
hiperkarbia dan asidosis
WHO
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan danteratur
segera setelah lahir
ACOG dan AAP
Seorang neonates disebut mengalami asfiksia bila memenuhi kondisi sebagai
berikut :
Nilai apgar menit kelima 0-3
Adanya asidosis pada pemeriksaan darah tali pusat
Gangguan neurologis (misalnya: kejang, hipotonia)
Adanya gangguan multiorgan
Asfiksia neonatorum dapat juga didefinisikan sebagai kegagalan bernafas
spontan dan teratur saat bayi lahir dan sesaat setelah lahir ditandai dengan
hipoksemia, hiperkapnia dengan asidosis metabolik. Hal ini disebabkan oleh hipoksia
janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul
dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia
akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna.
Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan
hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul. (Wiknjosastro,
1999)
Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami
asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan
kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi
kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan (Asuhan Persalinan Normal,
2007).
Etiologi Dan Faktor Resiko
Hipoksia janin yang menyebabkan terjadinya asfiksia neonatorum karena
gangguan pertukaran gas serta transpor O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat
gangguan dalam persediaan O2 dan dalam menghilangkan CO2. Gangguan ini dapat
berlangsung secara menahun akibat kondisi atau kelainan pada ibu selama kehamilan,
atau secara mendadak karena hal-hal yang diderita dalam persalinan.
Secara umum etiologi terjadinya asfiksia neonatorum dapat dikelompokkan
menjadi :
Faktor ibu
Preeklampsia dan eklampsia
Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
Partus lama atau partus macet
Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
Faktor persalinan
Ibu dengan persalinan tindakan, korioamnionitis, kelainan letak, partus
lama, ketuban pecah dini, inersia uteri, air ketuban bercampur mekoneum,
penggunaan anestesi umum, penggunaan narkotik ≤ 4 jam sebelum persalinan
Faktor janin
Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu,
ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)
Kelainan bawaan (kongenital)
Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
Lilitan tali pusat
Tali pusat pendek
Simpul tali pusat
Faktor Resiko Asfiksia Neonatorum
Faktor Risiko
Antepartum
Faktor Risiko Intrapartum Faktor Risiko Janin
Primipara
Penyakit pada ibu
Demam saat
kehamilan
Hipertensi dalam
kehamilan
Anemia
Diabetes mellitus
Penyakit hati dan
ginjal
Penyakit
kolagen dan
pembuluh darah
Perdarahan
antepartum
Riwayat kematian
neonates sebelumnya
Penggunaan sedasi,
anelgesi atau
anestesi.
Malpresentasi
Partus lama
Persalinan yang sulit
dan traumatik
Mekoneum dalam
ketuban
Ketuban Pecah Dini
Induksi Oksitosin
Prolaps tali pusat
Prematuritas
BBLR
Pertumbuhan
janin terhambat
Kelainan kongenital
Patogenesis
Asfiksia terjadi ketika bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan 1
menit setelah lahir. Bayi dengan apnue primer akan tampak biru dengan akselerasi
denyut jantung. Bayi ini biasanya akan membaik secara spontan namun harus
diakselerasi dengan stimulasi fisik dan kimiawi. Keadaan ini kadang disebut asfiksia
livida.
Bayi dengan sekunder apnue (terminal apnue) tidak akan membaik tanpa
resusitasi. Bayi ini putih atau sianosis, tanpa respon, flaksid, denyut jantung <100 dan
perfusi yang jelek. Kondisi ini kadang disebut asfiksia pallida.
Namun pada kamar bersalin kita tidak dapat membedakan primer dan
sekunder apnue maka resusitasi harus dilakukan pada semua bayi apnue dan
menganggapnya sebagai apnue sekunder.
Setelah resusitasi dilakukan barulah kita dapat menentukan apnue primer
ataukah apnue sekunder. Bayi dengan apnue pimer mengalami peningkatan denyut
jantung dan akan bernapas spontan sebelum berwarna merah muda serta sering terjadi
gasping atau menangis sebelum menjadi apnue. Sedangkan bayi dengan apnue
sekunder akan berwarna merah muda sebelum mengalami respirasi spontan.
Perubahan pertukaran gas dan transpor oksigen selama kehamilan dan
persalinan akan mempengaruhi oksigenisasi sel-sel tubuh yang selanjutnya dapat
mengakibatkan gangguan fungsi sel. Gangguan fungsi ini dapat ringan serta
sementara atau menetap, tergantung dari perubahan homeostasis yang terdapat pada
janin. Perubahan homeostasis ini berhubungan erat dengan beratnya dan lamanya
anoksia atau hipoksia yang diderita.
Pada tingkat permulaan gangguan pertukaran gas transport oksigen mungkin
hanya menimbulkan asidosis respiratorik. Bila gangguan berlanjut, dalam tubuh
terjadi metabolisme anaerob. Proses ini berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga
sumber-sumber glikogen tubuh terutama dalam jantung dan hati berkurang. Asam-
asam organik yang dihasilkan akibat metabolisme ini akan menyebabkan terjadinya
asidosis metabolik. Pada tingkat lebih lanjut terjadi gangguan kardiovaskuler yang
disebabkan oleh:
a. Kerja jantung yang terganggu akibat dipakainya simpanan glikogen dalam
jaringan jantung.
b. Asidosis yang mengganggu fungsi sel-sel jantung.
c. Gangguan peredaran darah ke paru-paru karena tetap tingginya resistensi
pembuluh darah pulmonal.
Asidosis dan gangguan kardiovaskuler ini mempunyai akibat buruk terhadap sel-
sel otak dan dapat menyebabkan kematian anak atau timbulnya gejala-gejala lanjut
pada anak yang hidup. Dalam garis-garis besar perubahan-perubahan yang terjadi
pada asfiksia adalah:
a. Menurunnya tekanan O2 arterial.
b. Meningkatnya tekanan CO2.
c. Turunnya pH darah.
d. Dipakainya simpanan glikogen tubuh untuk metabolisme anaerob
e. Terjadinya perubahan fungsi kardiovaskuler.
Perubahan Patofiologis Dan Gambaran Klinis
Kematian asfiksia yang terjadi dimulai suatu periode apnu disertai dengan
penurunan frekuensi. Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas tidak tampak
dan bayi selanjutnya
Bradikardi dan penurunan TD.
Gangguan metabolisme dan perubahan keseimbangan asam-basa pada tubuh
bayi asidosis respioratorik metabolisme an aerobic yang berupa glikolisis
glikogen tubuh glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan
berkurang perubahan kardiovaskular yang disebabkan oleh beberapa
keadaan diantaranya :
1. Hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi
jantung.
2. Terjadinya asidosis metabolik yang akan menimbulkan kelemahan otot
jantung.
3. Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan mengakibatkan tetap
tingginya resistensi pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru
dan ke sistem sirkulasi tubuh lain akan mengalami gangguan. (Rustam,
1998).
Gejala Dan Tanda-Tanda Asfiksia
1. Tidak bernafas atau bernafas megap-megap
2. Warna kulit kebiruan
3. Kejang
4. Penurunan kesadaran.
5. Tachypnea (> 60/min)
6. Retraksi dinding dada
7. Cyanosis.
8. Decreased air entry
9. Grunting
Skema Patogenesis Asfiksia Neonatorum
Diagnosis
a. Anamnesis
Anamnesis diarahkan untuk mencari factor resiko terhadap terjadinya asfiksia
neonatorum
b. Pemeriksaan fisik
1. Bayi tidak bernafas atau menangis
2. Denyut jantung kurang dari 100x/menit
3. Tonus otot menurun
4. Bias didapatkan cairan ketuban ibu tercampur mekonium, atau sisa
mekonium pada tubuh bayi
5. BBLR
c. Kriteria Diagnosis
Nilai APGAR, merupakan suatu skoring yang berhubungan erat dengan
beratnya asfiksia dan biasanya dinilai satu menit dan lima menit setalah bayi lahir.
Angka ini penting artinya karena dapat dipergunakan sebagai pedoman untuk
menentukan cara resusitasi yang akan dikerjakan.
0 1 2
Appereance (warna kulit) Pucat Badan merah,
ekstremitas biru
Seluruh tubuh
kemerahan
Pulse Rate (frekuensi nadi) Tidak ada <100 >100
Grimace (reaksi rangsangan) Tidak ada Sedikit gerakan
mimik
Batuk/bersin
Activity (tonus otot) Tidak ada Ekstremitas
seikit fleksi
Gerakan aktif
Respiration effort (usaha
bernafas)
Tidak ada Lemah/tdak
teratur
Baik/menangis
Berdasarkan nilai APGAR 1 menit dapat diklasifikasikan:
a. 8-10 tidak asfiksia.
b. 5-7 asfiksia ringan.
c. 3-4 asfiksia sedang
d.0-2 asfiksia berat.
d. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium ; hasil analisis gas darah menunjukkan hasil asidosis pada
daerah tali pusat:
1. PaO2 < 50 mmH2O
2. PaCO2> 55 mmH2O
3. Ph < 7,30
Bila bayi sudah tidak membutuhkan bantuan resusitasi aktif, pemeriksaan
penunjang diarahkan pada kecurigaan atas komplikasi, berupa:
1. Pemeriksaan darah tepi
2. Analisi gas darah sesudah lahir
3. Pemeriksaan gula darah sewaktu
4. Pemeriksaan ginjal
5. Pemeriksaan elektrolit
6. Pemeriksaan radiologi/ rontgen dada
7. Pemeriksaan ct scan kepala
Jumlah skor rendah pada tes menit pertama dapat menunjukkan bahwa bayi
yang baru lahir ini membutuhkan perhatian medis lebih lanjut tetapi belum tentu
mengindikasikan akan terjadi masalah jangka panjang, khususnya jika terdapat
peningkatan skor pada tes menit kelima.
Jika skor Apgar tetap dibawah 3 dalam tes berikutnya (10, 15, atau 30 menit),
maka ada risiko bahwa anak tersebut dapat mengalami kerusakan syaraf jangka
panjang. Juga ada risiko kecil tapi signifikan akan kerusakan otak. Namun demikian,
tujuan tes Apgar adalah untuk menentukan dengan cepat apakah bayi yang baru lahir
tersebut membutuhkan penanganan medis segera; dan tidak didisain untuk
memberikan prediksi jangka panjang akan kesehatan bayi tersebut.
Nilai apgar tidak dipakai untuk menentukan kapan memulai resusitasi atau
membuat keputusan mengenai jalannya resusitasi. Apabila penilaian pernafasan
menunjukkan bahwa bayi tidak bernafas atau pernafasan tidak kuat, harus segera
ditentukan dasar pengambilan kesimpulan untuk tindakan vertilasi dengan tekanan
positif (VTP).
Klasifikasi Keparahan Asfiksia
Pada kasus asfiksia ringan bayi dapat terkejut atau sangat waspada dengan
peningkatan tonus otot, makan dengan buruk, dan frekuensi pernafasan normal
atau cepat. Temuan ini biasanya berlangsung selama 24-48 jam sebelum sembuh
secara spontan.
Pada kasus asfiksia sedang bayi dapat letargi dan mengalami kesulitan pemberian
makan. Bayi dapat mengalami episode apnia kadang-kadang dan atau konvulsi
selama beberapa hari. Masalah ini biasanya sembuh dalam satu minggu, tetapi
masalah perkembangan saraf mungkin ada. Pada kasus asfiksia berat bayi dapat
terkulai atau tidak sadar dan tidak makan. Konvulsi dapat terjadi selama
beberapa hari dan episode apnia yang berat dan sering umumnya terjadi. Bayi
dapat membaik selama beberapa minggu atau tidak dapat membaik sama sekali.
Jika bayi ini dapat bertahan hidup mereka biasanya menderita kerusakan otak
permanen.
Penanganan Asfiksia pada Bayi Baru Lahir
Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal
sebagai ABC resusitasi, yaitu :
1. Memastikan saluran terbuka
Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi bahu diganjal 2-3 cm
Menghisap mulut, hidung dan kadang trachea.
Bila perlu masukkan pipa endo trachel (pipa ET) untuk memastikan
saluran pernafasan terbuka.
2. Memulai pernafasan
Memakai rangsangan taksil untuk memulai pernafasa
Memakai VTP bila perlu seperti : sungkup dan balon pipa ETdan balon
atau mulut ke mulut (hindari paparan infeksi).
3. Mempertahankan sirkulasi
Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara
Kompresi dada.
Pengobatan
Jika asfiksia ringan
Jika bayi tidak mendapat oksigen ijinkan bayi mulai menyusui. Jika bayi
mendapat oksigen atau sebaliknya, tidak dapat menyusui berikan perasan ASI dengan
metode pemberian makan alternatif
Jika asfiksia sedang atau berat
1. Pasang selang IV dan berikan hanya cairan IV selama 12 jam pertama.
2. batasi volume cairan sampai 60 ml/kg BB selama hari pertama dan pantau
haluaran urin.
3. Jika bayi berkemih kurang dari 6 kali/hari atau tidak menghasilkan urin
jangan meningkatkan volume cairan pada hari berikutnya, ketika jumlah
urin mulai meningkat tingkatkan volume cairan IV harian sesuai dengan
kemajuan volume cairan. Tanpa memperhatikan usia bayi yaitu untuk bayi
yang berusia 4 hari, lanjutkan dari 60 ml/kg sampai 80 ml/kg sampai 100
ml/kg jangan langsung 120 ml/kg pada hari pertama. Ketika konvulsi
terkendali dan bayi menunjukan tanda-tanda peningkatan respon. Ijinkan
bayi mulai menyusui. Jika bayi tidak dapat menyusui berikan perasan ASI
dengan menggunakan metode pemberian makan alternatif. Berikan
perawatan berkelanjutan.
Langkah awal resusitasi: (sesuai dengan algoritme)
Letakkan bayi di meja dengan alat pemancar panas, keringkan, letakkan pada
posisi yang benar, lakukan penghisapan bila perlu, rangsangan taktil dan segera nilai:
pernafasan, frekuensi jantung dan warna kulit.
Ventilasi tekanan positif
Ventilasi tekanan positif dapat diberikan dengan balon resusitasi dan intubasi
endotrakeal (ETT)
Indikasi: bila bayi apnu/megap-megap atau bernafas tetapi frekuensi jantung
<100 permenit atau sianosis sentral menetap meskipun diberikan oksigen arus
bebas 100%.
Ventilasi
Lakukan ventilasi dengan frekuensi 40-60 kali permenit selama 30 detik
dengan oksigen 100%, lalu nilai kembali pernafasan, frekuensi jantung dan
warna kulit.
Evaluasi
Terdapat 3 tanda perbaikan pada bayi yang dilakukan ventilasi yaitu frekuensi
jantung meningkat >100 permenit, perbaikan warna kulit dan bernafas
spontan. Bila gagal lanjutkan ventilasi sambil memeriksa apakah letak
sungkup sudah benar, posisi kepala baik dan aliran oksigen 100% dan
mulailah penekanan dada, bila frekuensi jantung di bawah 60 kali permenit.
Kompresi dada
Indikasi: frekuensi jantung < 60 kali permenit setelah 30 detik mendapat VTP
dengan oksigen 100%.
Frekuensi
Sternum ditekan sedalam 1/3 diameter anteroposterior rongga dada dengan 3
kali penekanan dan 1 kali ventilasi dalam 2 detik (45 kali kompresi dada dan
15 kali ventilasi selama 30 detik).
Eveluasi
Setelah 30 detik melakukan tindakan kompresi dada dan ventilasi, periksa
frekuensi jantung tau nadi. Bila frekuensi jantung:
< 60 kali permenit: lanjutkan tindakan kompresi dada dan ventilasi dan
pemberian epinefrin.
Hentikan tindakan penekanan dada tetapi lanjutkan ventilasi dengan
oksigen 100%.
Intubasi endotrakeal
Ventilasi tekanan positif dapat diberikan dengan balon resusitasi dan sungkup
atau dengan balon resusitasi dan intubasi endotrakeal (ETT) bila VTP dengan balon
dan sungkup kurang efektif.
Indikasi
- Bila terdapat mekonem dan bayi mengalami depresi nafas, tonus otot atau
denyut jantung maka intubasi dilakukan pada kesempatan pertama (perlu
melakukan penghisapan mnelalui trakea untuk mengeluarkan mekoneum)
sebelum memulai tindakan resusitasi yang lain.
- Bila VTP dengan balon dan sungkup tidk efektif (tidak mengembangkan
dada) atau membutuhkan pemberian VTP agak lama, dicurigai ada hernia
diafragmatika, pemberian surfaktan dan bayi berat badan sangat rendah.
- Bila perlu kompresi dada, intubasi memudahkan koordinasi kompresi dan
ventilasi dan memaksimalkan efisiensi VTP.
Obat obat yang Digunakan pada Resusitasi Neonatus
Obat Kadar Persiapan Dosis/cara Kecepatan/
perhatian
Epinefrin 1:10.000 1 ml 0,1-0,3 ml/kg
iv atau ET
Berikan cepat
Dapat diencerkan
dengan larutan
garam fisiologis
sampai 1-2 mL bila
diberian secara ET
Volume
Expanders
Darah lengkap
Albumin salin
Garam
fisiologis
Ringer laktat
40 mL 10 mL/kg
iv
Berikan selama 5-10
menit
Berikan melalui pipa
semprit atau tetesan
intravena
Natrium
bikarbonat
0,5 mEq/mL
(cairan 4,2%)
20 mL/2
buah
semprit
10 mL yang
telah diisi
2 meq/kg (4
mL/kg)
Berikan pelan pelan
dalam waktu paling
sedikit 2
menit.berikan hanya
bila bayi sudah
dalam ventilasi
efektif
Nalokson
Hidroklorit
0,4 mg/mL
1 mL
0,1 mg/kg
(0,25
mL/kg)
Iv,et,im,sq Berikan cepat
Iv, ET diutamakan.
IM, SQ dapat pula
digunakan.1 mg/mL 1 mL 0,1 mg/kg
(0,1 mL/kg
Tindakan-Tindakan Lain Dalam Resusitasi
Pengisapan cairan lambung hanya dilakukan pada bayi-bayi tertentu untuk
menghindarkan kemungkinan timbulnya regurgitasi dan aspirasi, terutama pada bayi
yang sebelumnya menderita gawat janin, yang dilahirkan dari ibu yang mendapat
obat-obat analgesia/anestesia dalam persalinannya, pada bayi prematur, dan
sebagainya.
Tentang penggunaan obat-obat analeptik sepeti lobelin, Koramin, Vandid, dan
lain-lain dewasa ini tidak diberikan lagi dan asfiksia berat bahkan merupakan
kontraindikasi untuk penggunaannya. Nalorphin merupakan obat satu-satunya yang
dapat diberikan pada bayi apabila asfiksia yang terjadi disebabkan oleh penekanan
pernafasan akibat morphin atau pethidin dan obat-obat berasal dari golongan itu yang
diberikan pada ibu selama persalinan.
Komplikasi
Asfiksia neonatorum dapat menyebabkan komplikasi yang terjadi langsung (dini)
seperti asidosis metabolik, sindroma gawat nafas (SM dan TTN), gagal jantung, gagal
ginjal akut, ensefalopati hipoksik iskemik, juga dapat menimbulkan komplikasi
lanjutan seperti terjadinya epilepsi, mikrosefali, serebral palsi, retardasi mental,
gangguan belajar, dan gangguan tingkah laku beserta emosi.
Prognosis
Prognosis dari asfiksia neonatorum bergantung pada berapa lama neonatus
tersebut tidak dapat bernafas. Sebagai contoh, penelitian klinis menunjukkan bayi
dengan nilai Apgar yang rendah pada 5 menit pertama lebih menunjukkan hasil yang
secara signifikan lebih baik dibandingkan dengan yang 10 menit. Asfiksia yang
berkepanjangan (prolonged) dapat menyebabkan kematian apabila asfiksia terjadi
lewat dari 10 menit.
B. SINDROM GAWAT NAFAS PADA NEONATUS
Definisi
Kumpulan dari 2 atau lebih gejala: gangguan ventilasi paru yang menetap
setelah 4 jam pertama sesudah lahir, ditandai dengan frekuensi napas >60 kali/menit;
merintih pada waktu ekspirasi; retraksi otot-otot bantu pernapasan pada waktu
inspirasi/rektraksi interkostal, subkostal, supra-sternal, epigastrium; pernapasan
cuping hidung dan sianosis.
Etiologi
Gangguan traktus respiratorius: Hyaline Membrane Disease (HMD),
Transient Tachypnoe of the Newborn (TTN), infeksi (Pneumonia), Sindrom
Aspirasi, Hipoplasia Paru, Hipertensi Pulmonal, Kelainan Kongenital
(Choanal Atresia, Hernia Diafragmatika, Pierre Robin Syndrome), Pleural
Effusion, Kelumpuhan syaraf frenikus, dll
Gangguan luar traktus respiratorius: Kelainan
Patogenesis
Hipoksia dan hiperkarbia dapat meyebabkan asidosis respiratorik dan juga terjadi
asidosis metabolik sehingga dapat mengganggu fungsi organ dengan segala
akibatnya.
Gejala Klinis
Tergantung penyebab. Tersering HMD (pada BBLR)
Diagnosis
Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Mengidentifikasi gejala dasar seperti ditulis dalam batasan.
Kemudian cari faktor penyebab.
Tetapkan gangguan keseimbangan asam basa, derajat hipoksia dan komplikasi
lain.
Gejala dasar dapat ditetapkan dengan pemeriksaan rutin.
Langkah mencari faktor penyebab:
Cari faktor predisposisi (misalnya HMD, BBLR); lakukan foto thoraks
Cari gejala spesifik untuk berbagai faktor penyebab (misal: hernia
diafragmatika: perut kosong/bising usus pada thoraks).
Lakukan pemeriksaan spesifik berdasarkan dugaan faktor penyebab.
Diagnosis Banding
Takipnue sementara pada neonates
Penyakit membrane hialin
Pneumonia
Sepsis
Pemeriksaan Penunjang
Darah : Hb, lekosit, Diff.count, trombosit, mikro LED, dan kultur
Foto toraks
Tatalaksana
Pengobatan suportif pada SGN pada umumnya sama:
Pemberian oksigen intranasal sampai nasofaring atau dengan head box
IVFD dektrose 7½ atau 10% + NaCl 15% 6 cc
Antibiotika:
Ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam 3-4 dosis
Gentamisin 2½ mg/kgBB/18 jam bila BB >2.000 gram
Gentamisin 2½ mg/kgBB/24 jam bila BB <2.000 gram
Mencari penyebab SGN dengan melakukan foto thoraks cito
Pemberian makanan peroral ditunda sampai frekuensi pernapasan <60 x/menit
Terapi khusus diberikan sesuai dengan penyebab SGN
Tindak lanjut:
Pengamatan rutin:
Tanda-tanda vital dan bentuk pernapasan.
Awasi tanda-tanda kegagalan pernapasan, infeksi, asidosis, gagal ginjal
akut.
Pemeriksaan laboratorium rutin: Hb, Leuko, Diff 1 kali 3 hari. Analisa
gas darah, pada tahap awal tiap 2 jam, kemudian jika keadaan membaik,
pengamatan dijarangkan. Urin diukur. Elektrolit diperiksa sekali sehari.
Diamati kemampuan minum dan pertumbuhan berat badan.
Pemeriksaan khusus: sesuai bentuk klinik dan perkiraan munculnya
komplikasi
Indikasi Pulang:
Tidak sesak dengan frekuensi nafas 40-60 kali per menit, minum baik, tidak ada tanda
infeksi dan penyakit penyebab telah terkendali.
Edukasi : penjelasan mengenai factor risiko dan penatalaksanaan serta komplikasi
Komplikasi
Bisa terjadi sepsis neonatorum
Prognosis
Baik bila tidak ada komplikasi
C. BAYI BERAT LAHIR RENDAH
Definisi
Bayi berat lahir rendah adalah bayi dengan berat badan lahir kurang dari 2500
gram tanpa memandang massa gestasi. Berat badan lahir adalah berat bayi yang
ditimbang dalam 1 jam setelah lahir.
Klasifikasi BBLR
Berdasarkan berat lahir :
Berat lahir kurang dari 1000 gr : bayi berat lahir amat sangat rendah
Berat lahir kurang dari 1500 gr : bayi berat lahir sangat rendah
Berat lahir kurang dari 2500 gr : bayi berat lahir rendah
Berdasarkan usia gestasi BBLR dibedakan:
Prematur : usia gestasi kurang dari 37 minggu.
Aterm : 37 minggu atau lebih.
Berdasarkan berat lahir dan usia gestasi maka BBLR dapat diklasifikasikan
menjadi SMK (sesuai masa kehamilan), KMK (kecil masa kehamilan), atau BMK
(besar masa kehamilan).
Penyebab
Berat lahir merupakan hasil interaksi dari berbagai factor melalui suatu proses
yang berlangsung selama berada dalam kandungan. Factor factor yang dapat
mempengaruhi berat bayi lahir adalah factor lingkungan internal mempengaruhi berat
bayi lahir antara lain sebagai berikut :
1. Umur ibu hamil
Berdasarkan hasil penelitian umur ibu erat kaitannya dengan berat bayi lahir,
kehamilan dibawah umur 20 tahun merupakan kehamilan berisiko tinggi, 2-4 kali
lebih tinggi di bandingkan dengan kehamilan pada wanita yang cukup umur. Pada
umur yang masih muda, perkembangan organ-organ reproduksi dan fungsi
fisiologinya belum optimal. Selain itu emosi dan kejiwaannya belum cukup matang,
sehingga pada saat kehamilan ibi tersebut belumdapat menanggapi kehamilan secara
sempurna dan sering terjadi komplikasi. Selain itu semakin muda usia ibu hamil,
maka anak yang dilahirkan akan semakin ringan. Meski kehamilan dibawah umur
sangat berisiko tetapii kehamilan diatas usia 35 tahun juga tidak dianjurkan, sangat
berbahaya. Mengingat pada usia tersebut sering muncul penyakit seperti hipertensi,
tumor jinak peranakan, atau penyakit degenerative pada persendian tulang panggul.
Kesulitan lain kehamilan diatas 35tahun ini yakni bila ibu ternyata mengidap penyakit
seperti diatas sitakutkan bayi lahir dengan membawa kelainan. Dalam proses
persalinan sendiri, kehamilan diatas 35 tahun akan menghadapi kesulitan pada proses
persalinan karena lemahnya kontraksi rahim serta sering timbul kelainan pada tulang
panggul tengah. Mengingat factor umur memegang peranan penting terhadaap derajat
kesehatan dan kesejahteraan ibu hamil dan bayi. Maka sebaiknya merencanakan
kehamilan pada usia antara 20-35 tahun.
2. Jarak kehamilan/kelahiran
Menurut anjuran yang dikeluarkan oleh badan koordinasi keluarga berencana
(BKKBN) jarak kelahiran yang ideal adalah 2 tahun atau lebih. Karena jarak
kelahiran yang pendek akan menyebabkan seorang ibu belum cukup untuk
memulihkan kondisi tubuhnya setelah melahirkan sebelumnya. Ini merupakan salah
satu factor penyebab kelemahan dan kematian ibu serta bayi yang dilahirkan.
Menurut Depkes RI menyatakan kehamilan yang perlu diwaspadai adalah jarak
persalina terakhir dengan awal kehamilan sekurang kurang dari 2 tahun. Bila jarak
terlalu dekat, maka rahim dan kesehatan ibu belum pulih dengan baik. Pada keadaan
ini perlu diwaspadai kemungkinan pertumbuhan janin kurang baik, persalinan lama
atau perdarahan.
3. Paritas
Paritas secara luas mencakup gravid/jumlah kehamialn. Premature/jumlah
kelahiran, dan abortus/jumlah keguguran. Sedan dlam aryi khusus yaitu jumlah atau
banyaknya anak yang dilahirkan. Paritas dikatakan tinggi bila seorang ibu melahirkan
anak ke empata atau lebih. Seorang wanita yang sudah mempunyai tiga anak
danterjadi kehamilan lagi keadaan kesehatanyya akan mulai menurun, sering
mengalami kurang darah(anemi), terjadi perdarahan lewat jalan lahir dan letak bayi
sungsang ataupun meliintang.
4. Kadar hemoglobin
Kadar hemoglobin ibu hamil sangat mempengaruhi berat bayi yang
dilahirkan. Seorang ibu hamil dikatakan menderita anemia bila kadar hemoglobinnya
dibawah 11gr%. Hal ini jelas menimbulkan gangguan pertumbuhan hasil konsepsi,
sering terjadi immaturitas, prematuritas, cacat bawaan, atau janin lahir dengan berat
badan yang rendah.
5. Status gizi ibu hamil
Status gizi ibu pada waktu pembuahan dan selama hamil dapat mempengaruhi
pertumbuhan janin yang sedang dikandung. Selain itu gizi ibu hamil menentukan
berat bayi yang dilahirkan, maka pemantauan gizi ibu hamil sangatlah
pentingdilakukan. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengetahui status
gizi ibuhamil antara lain memantau pertambhan berat badan selama hamil, mengukur
lingkar lengan atas dan mengukur kadar hemoglobin. Pertambahan berat badan
selama hamil sekitar 10-12kg, dimana trimester 1 pertambhan kurang dari 1 kg,
trimester II sekitar 3kg, dan trimester III 6 kg. pertambahan berat badan ini juga
sekaligus bertujuan memantau pertumbuhan janin. Pengukuran LILA dimaksudkan
untuk mengetahui apakah seseorang menderita kurang energy kronis (KEK),
sedangkan pengukuran kadar hemoglobin untuk mengetahui kondisi ibu apakah
mengalami anemia defisiensi besi.
6. Penyakit selama kehamilan
Penyakit pada saat kehamilan yang dapat mempengaruhi berat bayi lahir
diantaranya adalah Diabetes Melitus Gestational (DMG), cacar air, dan penyakit
infeksi TORCH.
Berdasarkan SPTL 2012 etiologi bayi berat lahir renadah sebagai berikut :
1. Faktor Ibu. Hipertensi (esensial, renal, kehamilan), kelainan kardiovaskuler
(diabetes mellitus, kelainan jantung, kelainan ginjal), perokok dan
alkoholisme, kecanduan obat, malnutrisi, kelainan uterus inkompetensi
cerviks, infeksi saluran kemih, ketuban pecah dini.
2. Faktor Plasenta. Kelainan plasenta (insersi plasenta yang abnormal, fibrosis,
infark), abrupsio plasenta, plasenta previa.
3. Faktor Janin. Infeksi (rubella, toksoplasma, cytomegalovirus), kelainan
kromosom (trisomi 13, 18 dan 21, sindrom Turner), cacat bawaan, arteri
umbilikalis tunggal, polihidranmion, kehamilan kembar
Patogenesis
Gangguan sirkulasi utero plasenta akan mengganggu asupan nutrisi ke janin, sehingga
dapat menyebabkan BBLR
Cara penegakkan diagnosa
Anamnesis:
Keadaan ibu selama hamil (sesuai dengan faktor etiologi), masa gestasi.
Pemeriksaan fisik:
Pemeriksaan fisis lengkap bayi baru lahir. Pemeriksaan skor Balard untuk menilai
usia gestasi, dan diplot pada kurva Lubchenco untuk menilai kesesuaian berat lahir
dengan usia gestasi.
Kriteria Diagnosis:
Berdasarkan berat lahir dan usia gestasi diklasifikasikan sesuai dengan klasifikasi di
atas.
Diagnosis:
Timbang berat bayi
Tentukan masa gestasi (hari pertama haid terakhir, Skor Ballard)
Tentukan bayi sesuai masa kehamilan atau kecil masa kehamilan dengan
menggunakan kurve pertumbuhan dan perkembangan intra uterin dari
Battalgia dan Lubchenco
Masa gestasi <37 minggu prematuritas murni
Masa gestasi ≥36 minggu dismatur
Masa gestasi <37 minggu dan berat lahir kurang untuk masa gestasi
tersebut gabungan keduanya
Cari faktor penyebab/risiko yang mendasari
Pemeriksaan Penunjang:
Glukosa darah, hemoglobin, leukosit, diff. count, serta pemeriksaan lain atas indikasi
(foto thoraks, ECG,USG).
Tatalaksana:
Indikasi rawat:
Semua bayi berat lahir kurang dari 1.500 gram
Masa gestasi ≤35 minggu
Bayi dengan komplikasi
Perawatan:
Dirawat dalam inkubator, jaga jangan sampai hipotermi, suhu bayi 36,5-
37,5oC
Bayi dengan RDS pengobatan sesuai dengan penanganan RDS.
Tentukan masa gestasi
Bayi BB >1.500 gram tanpa asfiksia dan tak ada tanda-tanda RDS dirawat
gabung
Bila bayi <1.500 gram, pindah rawat bagian IKA dan beri ASI/LLM
Bayi-bayi KMK (Kecil Masa Kehamilan) diberi minum lebih dini (2 jam
setelah lahir)
Periksa gula darah dengan dekstrostik bila ada tanda-tanda hipoglikemia
Umur (hari) Kebutuhan cairan (cc/kg/hari)
1 60
2 80
3 100
4 120
5 130
6 140
7 150
8 160
9 165
10 170
11 175
12 180
13 190
14 200
>14 200
Jenis Cairan IVFD:
BB >2.000 gram : dekstrose 10% 500 cc + Ca glukonas 10%
BB <2.000 gram : dekstrose 7½% 500 cc + Ca glukonas 10%
Kebutuhan Ca glukonas/hari:
- Mulai hari ke-3 baru ditambahkan NaCl 15% 6 cc/kolf dan KCl sesuai
kebutuhan.
- Hari kedua diberi protein 1 gram/kgBB/hari, dinaikkan perlahan-lahan 1½
gram, 2 gram, 2½ gram, 3 gram/kgBB/hari.
- Pada bayi tanpa RDS (RR <60 x/menit) dapat langsung diberi minum per oral
dengan menghisap sendiri atau dengan nasogastrik drip. Bila bayi tidak
BB x 45 cc 9
mentolerir semua kebutuhan peroral, maka diberikan sebanyak yang dapat
ditoleransi lambungnya dan sisanya diberikan sebanyak dengan IVFD.
- Pemberian minum tiap 2-3 jam pada bayi dengan BB <1.500 gram secara sonde
lambung, kemudian dilanjutkan dengan menghisap langsung ASI dari ibu,
secara bertahap 1 x/hari dilanjutkan 2-3 x/hari dan seterusnya akhirnya sampai
penuh sampai bayi dipulangkan.
- Bayi dengan masa gestasi <32 minggu diberikan:
Theophilin per oral dosis awal 6 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis sampai masa
gestasi 34 minggu.
Theophilin juga diberikan pada bayi dengan masa gestasi 33-34 minggu bila
bayi tersebut apnu yang disertai bradikardia dan sianosis.
Bila bayi belum bisa makan per oral dapat juga diberikan aminophylin IV
dosis awal 7-8 mg/kgBB dilanjutkan dosis 2 mg/kgBB tiap 8 jam.
Tindak lanjut:
a. Observasi ketat tanda-tanda vital dan kemampuan minum serta pertambahan
berat badan.
b. Awasi komplikasi yang mungkin timbul: hipotermia, hipoglikemia,
hipokalsemia, polisitemia, hiperbilirubinemia, perdarahan peri-intra ventrikuler,
perdarahan paru dan enterokolitis nekrotikan dan infeksi.
c. Pastikan komplikasi yang dicurigai dengan pemeriksaan penunjang
USG transfontanela (perdarahan peri-intra ventrikuler)
Dekstro stick (hipoglikemia)
Hematokrit (polisitemia)
Kadar bilirubin
Darah rutin dan CRP (infeksi)
Indikasi Pulang:
Bayi sudah dapat minum secara adekuat sesuai dengan kebutuhan dan tidak ada
komplikasi.
Edukasi:
Penjelasan mengenai komplikasi jangka panjang dan jangka pendek dari
BBLR
Komplikasi
Hipotermia
Hipoglikemia
Infeksi
PPIV
NEC
Prognosis
Pada BBLR murni (BBLR karena prematuritas) prognosis semakin buruk bila
usia gestasi semakin muda.
Menentukan Usia Kehamilan dari kondisi neonatus.
a) Penilaian ukuran antropometri
a. BB lahir
b. “Crown heel length”, Lingkar kepala, Diameter Oksipito-frontal,
Diameter biparietal dan panjang badan
Rumus :
Y : masa gestasi
X : lingkar kepala
Pada kasus ini : Y = 11,03 + 7, 75 ( 30 ) = 243 hari = 34 minggu = ±8
bulan.
b) Pemeriksaan radiologis dengan meneliti pusat epifisis
Y = 11,03 + 7,75X
c) “Motor conduction velocity” dengan mengukur “motor conduction
velocity” dari nervus ulnaris
d) Pemeriksaan elektroensefalogram (EEG)
e) Penilaian karakteristik fisik.
Kriteria eksternal : bentuk puting susu, ukuran mammae, ‘plantar, kepala,
transparansi kulit, membran pupil, genitalia eksterna, kuku dan tulang
rawan telinga.
Hubungan Antara Masa Gestasi Dan Beberapa Kriteria Eksterna
Bayi Baru Lahir
Kriteria Masa kehamilan
Sampai
36 minggu
37-38 minggu 39 minggu
Plantar crease
Diameter nodul
Hanya di bagian
anterior: hanya
ada transverse
crease
2/3 anterior
4 mm
Seluruh telapak
kaki
mammae
Rambut kepala
Daun telinga
Testis dan skrotum
2mm
Halus
Lentur, tak
bertulang rawan
Testis di kanal
bawah
Skrotum kecil
Ruga sedikit
Halus
Sedikit tulang
rawan
Intermedia
7 mm
Kasar
Kaku, tulang rawan
tebal
Testis pendulum
Skrotum penuh
Ruga ekstensif
f ) Penilaian kriteria neurologis
Menurut Finnstrom (1972) cara yang paling mendekati kebenaran adalah
kombinasi dua dari tiga cara yaitu karakteristik eksternal, kriteria
neurologis, dan lingkar kepala.
g ) Penilaian menurut Dubowitz
Gabungan hasil penilaian fisik eksternal dan neurologis.
Tabel 3. kriteria fisik luar
Tabel 4. kriteria neurologis
h ) Pemeriksaan ciri morfologik dan neurologik (Monintja dkk,1980)
Tabel 5. Ciri Morfologi dan Neurologi
i ) Ballard’s score
Tabel 6. Maturitas neuromuscular dan fisik
j ) Lubchenco chart: untuk menilai ukuran sesuai usia gestasi
Tabel 3. Kriteria Fisik Luar
Tabel 4. kriteria neurologis
Tabel 5. Ciri Morfologi dan Neurologi
Tabel 6. Maturitas neuromuscular dan fisik
Lubchenco chart: untuk menilai ukuran sesuai usia gestasi
Kurva 1. Persentile BB, PB, dan lingkar kepala
BAB III
ANALISIS KASUS
DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Pencegahan dan
Penatalaksanaan Asfiksia Neonatorum. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta, hal. 29
2. Dharmasetiawani N. Asfiksia dan Resusitasi Bayi Baru Lahir. Dalam: Kosim
MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A, penyunting. Buku ajar
neonatologi. Edisi 1. Jakarta: IDAI. 2008.h.71-88
3. Suradi R. Pemeriksaan Fisis pada Bayi Baru Lahir. Dalam: Kosim MS,
Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A, penyunting. Buku ajar neonatologi.
Edisi 1. Jakarta: IDAI. 2008.h.103-125
4. Surasmi,Asrining,dkk.2009.Perawatan Bayi Resiko Tinggi.Jakarta: EGC
5. MacDonald MG,Mullet MD, Seshia M, Avery’s Neonatology.
Pathophysiology & Managementof the Newborn. Edisi 6, Lippincott William
& Walkins, 2005.
6. Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A. Buku Ajar
Neonatologi. Edisi 1, Badan Penerbit IDAI, 2008.
7. Gomella TL, Cunningham MD,Eyal FG, Zenk KE, Neonatology. Edisi 5,
Lange McGraw Hill, 2003.
8. Cloherty JP, Eichenwald EC, Stark AR, Manual of Neonatal care. Edisi 6,
Lippincott William & Walkins, 2008
9. Guglani L, Ryan RM. Transient Tachypnea of Newborn. Pediatrics in
Review. Pediatr. Rev. 2008;29;e59-e65
10. Gomella TL, Eyal FG, Zenk KE. NEONATOLOGY: MANAGEMENT,
PROCEDURES, ON-CALL PROBLEMS, DISEASES, AND DRUGS. 5th
Edition. (2008). Lange Medical Books/McGraw-Hill Medical Publishing
Division
11. Anonym. http/www.pediatric/asphixia neonatorum. 2009.Available on 22 Mei
2013
12. Anonym/ http/emedicine/perinatal asphxia.2010. available on 22 Mei 2013
13. Fanaroff and Martin’s Neonatal-Perinatal Medicine. Edisi 8, Mosby Elsevier,
2006.
14. Chair I, Marnoto BW, Rifaii RF, Buku Panduan Resusitasi Neonatus Edisi 5,
AAP, 2006.
15. Levene MI, Tudehope Di, Sinha S, Essential Neonatal Mediceine, Edisi 4,
BalckwellPublishing, 2008.