Call for Story
RAYON PMII IBNU KHOLDUN
WISANGGENI GUGAT REKTORAT
Oleh: Panggah Kurniawan
Masa itu khayangan dikuasai oleh Sri Brahma, Dewa yang memiliki tata bicara yang
sangat kasar dan menjadi bulan-bulanan serta olok-olakan rakyat yang mengatasnamakan
pembela agama. Meskipun tahta kepemimpinan tertinggi di Sri Kresna tapi beliau seperti
tertahan untuk menyelesaikan masalah Sri Brahma dengan rakyat radikal.
Hari itu anak dari pasangan Arjuna dan Desnala memasuki semester ke 4 masa
perkuliahanya. Dialah wisanggeni, anak yang dibuang oleh orangtuanya kemudian dipungut
oleh Antasena raja lautan dan dikuliahkan oleh Anoman. Karena wisanggeni titisan sang
hyang wenang, dia memiliki sifat penumpas kebatilan. Wisanggeni kuliah di kampus yang
dikelola niwantakawaca, sesosok raksasa yang sering memungut biaya studi seenaknya
sendiri yang ujungnya meresahkan para anak pandawa dan kurawa saat kuliah.
Wisanggeni yang merupakan mahasiswa di kampusnya niwantakawaca merasakan
ada kejanggalan di birokrasi terutama urusan penetapan biaya studi. Wisanggeni kemudian
berusaha untuk membela hak para mahasiswa lainya dengan kekuatan yang dimilikinya.
Wisanggeni memanfaatkan kekuatan negosisasi, kekuatan yang merupakan turunan dari
sang ayah arjuna untuk menurunkan biaya studi di kampusnya niwatakawca. Butuh waktu
hampir setengah hari bagi wisanggeni untuk negosiasi dengan bagian kemahasiswaan akan
tetapi usaha wisanggeni serasa sia-sia. Diakhir diskusi dia ditendang oleh niwatakawaca
karena dianggap sebagai ancaman terhadap keberlangsungan kampusnya niwatakawaca.
Tendangan oleh niwatakawaca tidak menciutkan usaha wisanggeni untuk
menumpas kebatilan dikampus para putra pandawa dan kurawa itu. Niwatakawaca adalah
sosok sentral yang memimpin kebatilan dikampus itu dan jika wisanggeni berhasil
menyingkirkan niwatakawaca maka kampus itu akan kembali nyaman. Wisanggeni
kemudian meminta izin kepada ayah angkatnya untuk meminta pasukan monyet seluruh
jagat. Wisanggeni dan jutaan monyet kemudian menyerbu rektorat untuk membunuh
niwatakawaca.
Untuk menambah kekuatan pasukan monyetnya wisanggeni membagi kekuatan
racunya dengan cara meneskan darahnya didanau. Kemudian jutaan pasukan monyet
mandi didanau tersebut. Setibanya direktorat wisanggeni dan pasukan monyetnya disambut
oleh niwatakawaca dengan Ganda rujakgedang. Sebuah ganda yang bisa mengeluarkan
jutaan pisang dalam sekali pukul. Alhasil ketika perang berlangsung jutaan pasukan monyet
dapat dikalahkan dengan beberapa kali pukulan. Wisanggenipun pulang dengan kekalahan
yang sangat memalukan.
Call for Story
RAYON PMII IBNU KHOLDUN
Wisanggeni kemudian meminta saran kepada anoman atas peperangan terhadap
niwatakawaca. Anoman menyarankan kepada wisanggeni untuk menemui ayah angkatnya
yang kedua yaitu Antasena sang raja lautan. Wisanggeni diberi jutaan pasukan ular piton
oleh antasena guna melawan niwatakawaca. Setelah persiapan dan strategi yang matang ,
wisanggeni pergi menuju rektorat kembali untuk membunuh niwantakawaca.
Sayangnya Niwantakawaca adalah sesosok raksasa yang memiliki jutaan
persenjataan dan akal yang licik. Setibanya di depan rektorat wisanggeni dan jutaan
pasukan ular pitonnya dibuat kebingunangan karena niwantakawaca telah membangun parit
yang luas yang diisi air laut serta dibangun mengelilingi rektorat. Ular piton adalah ular yang
lemas ketika tergena air garam. Dengan susah payah wisanggeni dan jutaan pasukan ular
piton melawati parit tersebut. Akan tetapi karena pasukan ular pitonya sudah lemas
membuat wisanggeni dan pasukan ular pitonya mudah dikalahkan. Akhirnya wisanggeni
pulang dengan kekalahan kedua yang sangat melelahkan.
Wisanggeni akhirnya pasrah kepada tuhan, peperangan melawan kebatilan tak ada
ujung keberhasilan. Wisanggeni kemudian menggelar sajadah untuk sholat istiqoroh dan
meminta pertolongan kepada tuhan. Setelah sekian lama bermunahajad, Tuhan pun
menjawab doa wisanggeni melalu Batara Guru. Dewa dari para dewa itu memberitahu
bahwa niwantakawaca hanya bisa terbunuh dengan racun dibagian empedu wisanggeni dan
untuk membunuh niwantakawaca wisanggeni harus mengorbankan dirinya sendiri.
Wisanggeni akhirnya menemui ayah kandungnya sendiri yaitu arjuna untuk
meminjam panah pasopati. Panah pasopati adalah panah yang bisa berbelok ketika
ditembangkan. Dengan kemmpuan panah itu kemungkinan membunuh niwantakawaca
dapat berhasil. Wisanggeni kemudian menuju rektorat untuk menemui niwantakawaca.
Niwantakawaca sudah bersiap didepan rektorat untuk menemui wisanggeni.
Dengan muka yang meredahkan wisanggeni ,niwantakaca bersiap berduel melawan
wisanggeni yang notabene adalah mahasiswanya. Wisanggeni kemudian mengeluarkan
panah pasopati milik ayahnya. Anehnya wisanggeni geni malah berbalik badan
membelakangi niwantakawaca. Dan panah pasopati ini diseting untuk memanah punggung
wisanggeni. Perilaku wisanggeni ini membingungkan niwantakawaca. Setelah wisanggeni
melepaskan anak panah dari busuh panah pasopati, Wisanggeni berlari dan memeluk
niwantakawaca. Niwantakawaca yang kebingungan dengan tingkah laku wisanggeni hanya
kebingungan saat di peluk oleh wisanggeni.
Setelah wisanggeni memeluk niwantakwaca anak panah pasopati berbelok kembali
menuju punggung wisanggeni. Akhinya anah panah itu menancap di punggung wisanggeni
dan tembus ke dada niwantakawaca melawati empedu wisanggeni. Akhirnya mereka
berdua meninggal. Dan wisanggeni gugur sebagai pahlawan.
Call for Story
RAYON PMII IBNU KHOLDUN
Akhirnya setelah niwantakawaca terbunuh rektorat menjadi tempat penerapan
kebaikan, dan kampus niwantakawaca kembali menjadi kampus terbaik di kerajaan Astina.
Para putra pandawa dan kurawapun kembali ke bangku perkuliahan dengan nyaman dan
bahagia.
Ternyata Dia
Oleh: Nurwahyuni
Kini aku memang dapat merasakan arti sebuah kesabaran. Kesabaran dimana aku
harus sabar dalam sebuah penantian yang didalamnya belum ada kata kepastian. Tapi di
akhir sebuah kesabaran dalam penantian tanpa kepatian itu, aku dapat menemukan arti
cinta yang sesungguhnya.
***
“ Tolong panggilkan Zahra ya Nis, ada Ibu dan Ayahnya kesini” Ucap salah
seoarang pengurus pondok pesantren.
“ Iya..., akan saya panggilkan” Jawab Nisa
“Terima kasih ya...” Ucap pengurus tadi
“Iya sama-sama, Assalamu’alaikum” Jawab Nisa kembali
“Wa’alaikumsalam”.
Ternyata Ayah dan Ibu menjengukku hari ini. Setelah Nisa memberi tahuku, aku
langsung menghampiri beliau berdua.
Sedikit tergesa-gesa aku melangkahkan kaki untuk menghampiri Ibu dan Ayahku,
ketika sudah dekat dengan pintu, tiba-tiba aku dikejutkan dengan seseorang yang datang
berlawanan arah denganku dipintu tadi. Dan sepertinya dia juga sedang tergesa-gesa,
sepertinya pula aku tidak terlalu asing dengan dia, mungkin dia juga santri disini.
“E..ee maaf ya...” Ucapku secara spontan sambil menundukkan kepala.
“ Saya yang minta maaf, saya tadi yang terburu-buru sampai hampir menabrak
mbak” Ucapnya dengan kepala tertunduk pula.
Akupun tidak ingin larut terlalu lama dalam suasana ini, akupun cepat-cepat berlalu
dari suasana ini.
“Sekali lagi saya minta maaf” Ucapku lagi.
Call for Story
RAYON PMII IBNU KHOLDUN
“Iya sama-sama” Jawabnya.
“Assalamu’alaikum” Ucapku.
“Wa’alaikumsalam” Jawabnya.
Akupun langsung menemui Ibu dan Ayahku dan mencoba untuk tidak terlalu
memikirkan kejadian tadi.
“Assalamu’alaikum Ayah..., Ibu” Sapaku dengan nafas yang sedikit tidak beraturan
karena kejadian tadi.
“Wa’alaikumsalam Zahra, kamu kenapa kok seperti orang habis kekagetan gitu?”
Tanya Ibu
“Tidak kok Bu.., Zahra tidak apa-apa.” Jawabku
Setelah keperluanku dengan Ayah dan Ibu selesai Ayah dan Ibu berpamitan pulang.
***
Hari terus berlanjut. Aku mengikuti semua kegiatan di pondok seperti biasanya tapi
dengan perasaan yang berbeda. Karena hari-hari yang kujalani saat ini adalah hari-hari
terakhirku di pesantren ini. Kemungkinan besar aku akan pindah, karena Ayah dan Ibuku
akan pindah ke luar kota.
Ditengah lamunanku tentang kegundahan tentang hal itu. Tiba-tiba Nisa datang
memecahkan lamunanku.
“ Zahra..., tadi pas aku bersih-bersih di depan mushollah.., aku menemukan ini..,
kamu tau nggak ini punya siapa?” Ucap Nisa sambil menunjukkan sebuah buku
padaku.
“Emangnya ini buku apa Nis..?” Tanyaku sembari mengambil buku itu.
“Aku juga nggak tau Zah.. aku juga belum baca isinya .” Jawab Nisa.
Setelah aku ambil buku itu dari Nisa, aku mulai membacanya. Tertulis di halaman
paling depan “ Muhammad Haikal Diafakhri Ramadhan”. Seketika itu aku langsung teringat
jika nama itu adalah nama yang selalu hadir dalam setiap angan dan mimpiku tiapku usai
memanjatkan do’a meminta semua hal yang terbaik dalam kehidupanku. Akupun
melanjutkan membaca buku itu.
“ Meskipun tak pernah terjadi pertemuan singkat itu, hati ini sudah mengagumimu
sejak dulu. Aku tau perasaanku ini adalah dosa, karena itulah aku hanya memilih
menyimpan semuanya.aku malu jika ada orang yang mengerti tentang
Call for Story
RAYON PMII IBNU KHOLDUN
perasaanku padamu, aku malu... karena mereka pasti akan menertawakanku,
karena terlalu tinggi bagiku jika berharap padamu. Tapi aku tetap yakin..., jikalau
dirimu yang kumaksud Zahrah Zarira adalah jodohku kelak, sebesar apapun
perbedaanku denganmu, sejauh apapun jarak diriku dengan dirimu, suatu saat
nanti aku pasti akan bersamamu. Insya Allah.”
Betapa terkejutnya aku setelah membaca buku yang berisi tentang perasaan
seseorang itu padaku. Akupun menyimpan buku itu karena besarnya rasa penasaranku.
Dan aku membawanya pergi meninggalkan pesantren ini.
***
2 tahun kemudian setelah aku pindah dari pesantrenku dulu. Aku masih tetap
bersama dengan rasa penasaranku pada buku itu. Aku masih mencoba memahmi kata-kata
dari isi buku itu.
“ Pertemuan singkat itu... , berarti pemilik buku ini pernah bertemu denganku
walaupun hanya sebentar. Tapi kapan ya...?” Gumamku dalam hati.
Tiba-tiba ketukan pintu kamarku membuyarkan semuanya itu.
“Zahra... ini Ibu....” Ucap Ibu.
“Iya silahkan masuk bu...” Jawabku.
“Begini sayang..., kemarin sore ada telfon dari pesantren, Besok Ibu Nyai ada perlu
sama Zahra..” Ucap Ibu.
“Memangnya ada apa bu...,” Tanyaku
“Ibu sendiri uuga kurang ngerti sayang, tapi besok Zahra kesana dengan Ayah dan
Ibu juga.” Jawab Ibu dengan wajah seperti sedang menyembunyikan sesuatu.
***
“Assalamu’alaikum...”
“Wa’alaikumsalam ..., Pak Amir, silahkan masuk.” Jawab Pak Kyai.
Setelah dipersilahkan masuk akupun bersalaman. Aku terkejut keanapa disana
sudah ada banyak orang, sebenarnya ada acara apa ini, aku dibuat bingung dengan situasi
ini.
“ Begini nak Zahra..., sebenarnya yang ada perlu itu bukan saya. Tapi ini keinginan
salah satu santri putra disini.sebentar lagi dia juga datang.” Ucap Ibu Nyai.
Tidak lama kemudian suara salam dari luar mengagetkan kami semua.
Call for Story
RAYON PMII IBNU KHOLDUN
“Assalamu’alaikum..”
“Wa’alaiakumsalam..., oh nak Ikal.. silahkan masuk.” Ucap Pak Kyai.
Setelah melihat siapa yang datang aku sangat terkejut, ternyata dia adalah laki-laki
yang hambir tabrakan denganku dipintu itu 2 tahun yang lalu.
“ Nak Ikal..,silahkan nak Ikal yang brbicara sendiri.” Ucap Pak Kyai.
“Iya terima kasih..., sebelumnya saya minta maaf dulu Pak.., Bu.. jikalu apa yang
saya ucapkan nanti terllu lncang dng menyinggung perasaan.” Ucap Ikal.
“Begini Pak saya ini minta tolong sama Pak Kyai untuk mencarikan pasangan yang
tepat buat saya. Dan saya juga masih belum mengerti, ternyata yang Pak Kyai
dan Ibu Nyai pilih adalah Zahra Zarira. Apakah Zahra bersedia menjadi
pendamping dalam setiap perjalanan kehidupanku?” Ucap Ikal.
“Iya nak Ikal.., Pak Kyai dan Bu Nyai sudah menceritakan semua tentang nak Ikal,
kalau kami terserah sama Zahra saja.” Jawab Ayah.
“eee... kalau saya sendiri tidak terlalu butuh banyak pertimbangan, apalagi dalam
hal materi atau apalah.., tapi yang terpenting dia bisa menuntun saya untuk
menjadi seseorang yang lebih baik. Itu saja.” Jawabku dengan nada lirih.
“Jadi Zahra bersedia menerima Ikal” Tegas Pak Kyai.
Aku hanya menganggukkan kepala saja. Dan itu pertanda aku menerima Ikal. Dan
aku sangat terkejut ternyata nama lengkapnya adalah Muhammad Haikal Diafakhri
Ramadhan, itu adalah nama pemilik buku itu. Dan dia berarti dia adalah nama yang selalu
hadir dalam setiap anganku setelahku berdo’a.
Aku berharap aku bisa bahagia hidup dengannya dan aku juga berharap jika dia
memang yang terbaik bagiku dan aku juga yang terbaik untuknya.Amin Ya Allah...
THE FRIST FREIND
Oleh : Gita Ratna Purwita
Dunia itu adalah tempat yang indah hanya saja makhluk yang tinggal didalamnya
yang begitu rumit, mereka kadang hanya memetingkan diri mereka sendiri tanpa memikirkan
orang lain, keegoisan menjadi sifat yang dominan karena sekarang tak ada manusia yang
mengenal kata mengalah. Keangkuhan pun juga sama, dia adalah sifat semua orang
sekarang tak ingin dipandang lemah dan juga rendah, terkadang dunia yang damai dan
penuh dengan pertemanan hanya ada diangan belaka.
Call for Story
RAYON PMII IBNU KHOLDUN
Karna itulah aku memilih untuk menyendiri tanpa ada seseorang pun disisiku, aku tak
punya teman kedua orang tuaku sudah bercerai dan kini mereka memiliki kehidupannya
masing-masing tanpa peduli denganku mereka hanya mengirimi aku uang sebagai ganti apa
yang tak bisa kudapatkan dari mereka. Lagi pula aku juga tak butuh mereka, karna jika ada
mereka sekitarku jadi ramai bukan karena kebahagiaan tapi ramai dengan cacian dan
makian yang selalu terlontar yang ada hanyalah kemarahan, kebencian dan juga rasa lelah.
Manusia kadang tak pernah berfikir tentang apa yang telah mereka miliki dan raih tapi
peduli dengan apa yang diraih orang lain dan merasa apa yang dimiliki yang kurang, padahal
jika mereka berfikir bahwa apa yang mereka miliki sudah cukup maka mereka akan hidup
bahagia tanpa perlu merasa kekurangan. Tapi untuk apa aku mengatakannya mereka hanya
hanya akan mentertawakanku bahkan membentakku sambil berkata bahawa aku masih keci
dan tak tahu apapun. Aku sering berfikir semoga tuhan melahirkan aku didunia ini sebagai
tumbuhan atau pun hewan buakan sebagai manusia karna manusia itu adalah makhluk yang
rumit dan juga munafik, apapun hal buruk yang terjadi padanya mereka akan menyalahkan
tuhan tapi jika mereka bahagia mereka tak pernah berterimakasih pada-Nya.
Dulu aku pernah punya teman lebih tepatnya sekumpulan sampah, mereka datang
padaku hanya karena aku pintar dan juga punya uang bulanan dari Papa dan Mama yang
banyak, mereka datang hanya karena ingin makan gratis dan dapat nilai bagus dengan
menyontek tapi saat aku butuh mereka, mereka malah pergi. Munafik.
“Cordelia, kau mau ikut kekantin bersama teman-teman” Kata Nika sambil tersenyum
Aku hanya diam lalu melanjutkan lagi membaca buku “Eeemmm, tak mau ya. Kalau
begitu aku pergi ya” Kata Nika semua anak sudah meneriakkan namanya.
“Kenapa kau mengajaknya, diakan tak kan mau pergi bersama kita, dia itu orang aneh
jangan dekat-dekat dia” Kata Fera sambil berbisik
“Akukan hanya ingin akrab dengannya seperinya dia anak yang baik lagipula kita
sekelas tak enak kan kalau kita mendiamkan dia” Kata Nika sambil berjalan
“Biarkan saja, salah sendiri kenapa sifat seperti itu, sangat bertolak belakang dengan
namanya” kata Alya.
Perbincangan mereka selanjutnya tak bisa kudengar karna mereka sudah berjalan
menjauh dari kelas, aku hanya tersenyum tipis sebab seperti pemikiranku manusia itu
makhluk yang rumit mereka membenci seseorang tapi mengajak orang lain untuk
membenci orang yang dibencinya, selalu saja mencari teman untuk berbuat buruk teman
macam apa itu. Maka dari itu aku lebih suka sendiri toh tak ada gunanya juga. Ah aku tak
peduli lebih baik aku pergi ketempat yang paling tenang disekolah, rasanya menyenangkan
berada diantara beratus-ratus buku seperti ini apalagi bau dari buku itu sangat
menenangkan, aku memejamkan mataku sebentar.
Call for Story
RAYON PMII IBNU KHOLDUN
“Kau tahu Cordelia sebuah kertas itu akan menjauh lebih indah jika kau
menggoreskan tinta didalam kertas itu dan tentu saja goresan tinta itu akan bermanfaat
dibandingkan sebuah kertas kosong, karna sebuah kertas kosong hanya akan terasa hampa
tanpa ada keindahan dan juga ilmu didalamnya”
Ah, ingatan itu muncul lagi. Setelah dipikir-pikir ingatan itulah yang membuatku sangat
suka menulis dibandingkan hanya membiarkan bukuku kosong, kadang aku merindukan
sosoknya dan berharap agar dia tetap ada disini sambil menenangkanku seperti yang biasa
dia lakukan saat aku kecil sambil berkata “Semuanya akan baik-baik saja Delia, kakak selalu
ada untukmu” tapi itu sudah tak mungkin dia pun tak menepati janjinya karna dia sudah pergi
ketempat yang jauh dan tak akan pernah kembali.
Hari-hari kulewati seperti biasa tenang dan menyenangkan, tapi hari ini sepertinya
ada mimpi buruk datang karena ada anak baru dikelasku, ah bertambah lagi orang munafik
disini tapi sebenarnya yang lebih menyebalkan itu adalah dia akan duduk disampingku.
Rasanya kemarin aku tak mimpi buruk tapi kenapa hal ini terjadi padaku.
“Kenapa dia diam saja ya, kenapa dia tak mengenalkan dirinya” Bisik seseorang lalu
bisikan itu makin banyak dan membuat berisik tentu saja ditelinggaku karna kurasa
didepannya sana tak bisa mendengar apa yang dibicarakan disini.
Tiba-tiba anak baru itu mengeluarkan kertas dan pena membuat semua anak menjadi
penasaran tapi aku tak peduli.
“Hai perkenalkan namaku Earlyta Arsyfa Salsabila, mohon bantuannya karna saya
sebelumnya Home Schooling, Saya juga Tunawicara, salam kenal semuanya” Tulisnya
setelah tulisannya selesai dia tersenyum.
Earlyta Arsyfa Salsabila ya? Nama yang bagus begitu juga artinya, ah tapi semua
anak bukan bicara tentang namanya tapi kekurangannya, sepertinya mereka punya bahan
baru untuk dibahas, peduli apa aku dengan hal itu biarkan saja. Dia duduk disampingkan
sambil tersenyum lalu kami mendengarkan penjelasan dari guru, saat jam istirahat dia
mencoba mengajakku bicara.
“Kau cuma tunawicara kan bukan tunarungu, sebaiknya kau dengarkan ini baik-baik,
meskipun kita satu bangku jangan pernah bertanya atau pun berbicara padaku karna aku
tak suka lalu jangan sk akrab karna aku tak ingin punya teman”
“Kenapa” Katanya dengan tulisan
“Karna aku tak butuh teman, jadi jangan bertanya lagi” Lalu akupun pergi kearah
perpus, sepanjang jalan aku mendengar semua orang membicarakan Earlyta tentunya
karena kekurangannya, “Manusia itu tak berhenti melihat dan mengolok kekurangan
manusia lain tapi mereka sendiri tak pernah bercermin” kataku sedikit keras hingga
Call for Story
RAYON PMII IBNU KHOLDUN
sekolompok anak disamping tersentak dan tersipu malu karena ucapanku, makin lama
mmakin banyak yang menjelak-jelekkan Earlyta karena kekurangannya bahkan anak-anak
yang selalu bersamanya, pembicaraan mereka setiap hari makin membuat telinggaku panas
sementara Earlyta hanya tersenyum. Aku selalu berkata dalam hatiku itu bukan urusanku
tapi jika melihat Earlyta yang polos dan senyumnya yang teduh membuatku ingat tentang
kakakku.
“Baiklah, sekarang kita berteman dan kau tak boleh pergi bersama orang-orang itu,
karna aku tak ingin berteman dengan mereka mengerti” Kataku saat jam istirahat dan kata-
kata itu meluncur begitu saja tanpa kusadari aku, sadar ketika Earlyta mengangguk.
Oh ya Tuhan, bodohnya hamba-Mu ini kenapa juga aku harus peduli dengan manusia
satu ini sekarang dia selalu mengikutiku kemana-mana, yah aku memang tak bisa menutup
mulut orang-orang munafik itu tapi setidaknya Earlyta bisa menjauh dari pembicaraan yang
menyakitkan itu. Dia sering bertanya kenapa aku tak ingin punya teman, atau yang paling
sering adalah kenapa aku tiba-tiba mau menjadi temannya. Tapi, aku hanya diam sambil
pura-pura asyik membaca buku, lalu dia mulai bercerita dengan kehidupan sehari-harinya
dia tampak bahagia ketika membicarakan keluarganya sementara aku hanya bisa
tersenyum pahit.
“Kau suka menulis ya” Tulisnya “Bagaimana kalau kita bicara dengan cara menulis,
karna kamu tak suka bicara” tulisnya lagi sambil tersenyum.
“Ah baiklah, mari bicara menggunakan bahasa isyarat” Kataku
“Kau bisa menggunakan bahasa isyarat?” Tanya menggunakan bahasa isyarat
Aku hanya mengangguk lalu kami mulai mengobrol dengan bahasa isyarat dia
bercerita banyak dan aku mengomentarinya, aku tak banyak bertukar cerita tapi sepertinya
dia senang karna bisa mengobrol denganku. “Apa kamu senang? Kenapa juga kamu senang
mengobrol denganku?”
Dia tersenyum manis sesaat “Karna kamu tulus, tidak seperti mereka” katanya “Aku
senang berteman denganmu, meskipun kau sedikit dingin tapi kau itu baik sama persis
seperti namamu”
Aku tersenyum setelah sekian lama, ternyata berteman dengannya tak buruk juga
“Apa kau mau bercerita tentang keluargamu?” tanyanya, aku sedikit ragu “Jangan cerita
kalau kau belum mau cerita” Katanya, akupun tersenyum sepertinya aku menemukan orang
baik didunia ini. Setiap hari kami selalu pergi keperpus karan disana tempat yang tenang
dan Earlyta juga suka disana, sekarang rasanya seperti punya adik yang harus dijaga.
Sudah beberapa bulan berlalu kamipun semakin akrab kadang aku bermain kerumah
Earlyta kadang dia dan adiknya main kerumahku, sejak dulu sebenarnya aku ingin bertanya,
Call for Story
RAYON PMII IBNU KHOLDUN
apakah dia mendengar semua yang anak-anak bicarakan tentang dia, apakah dia tak measa
sakit karna mendengar semua itu. Sepertinya semua pertanyaan itu hanya berputar-putar
dikepalaku saja.
“Apa kau pernah mendengar orang lain mengejekmu?” Tayaku akhirnya
Dia tersenyum lalu mengangguk “Lalu kenapa kau tak marah kepada mereka”
“Karna aku tak bisa mengubah pemikiran mereka tentangku, masalahnya yang
mereka bicarakan buakn karena aku nakal ataupun bodoh tapi karena kekuranganku sejak
lahir. Kekuranganku yang ini tak bisa kututupi dan jika aku mencoba mengubah presfektif
mereka aku hanya akan membuang waktuku seumur hidup, lebih baik aku bahagia dengan
kasih yang yang kudapatkan dari keluargaku tanpa harus memikirkan mendapat kasih
sayang diluar”
“Allah itu tak adil ya”
“Jangan bicara seperti itu” Katanya dengan tatapan tajam “Allah itu adil, yang dia
lakukan hanyalah menguji hambanya jadi kita tak boleh menyalahkan-Nya atas apa yang
terjadi pada kita. Aku malah bersyukur terlahir seperti ini karena aku bisa menjaga mulutku,
kau pasti tahu istilah bahwa mulutmu adalah harimaumu. Tapi saat kita tak bisa bicara maka
kita tak akan menyakiti hari orang, atau bahkan mengatakan hal-hal yang membuat kita
berdosa, lalu aku juga menganggap melalui aku Allah menunjukkan kuasanya yaitu agar
semua manusia yang bisa bicara saat ini mensyukuri nikmatnya, karen hal yang kecil seperti
kau bisa bicara, berjalan, merasakan dan melihat adalah anugrah dari-Nya sehingga kita
harus senantiasa bersyukur” setelah itu dia tersenyum lembut.
Benar juga, semua orang sibuk mencari kelebihan dirinya sendiri tapi lupa bersyukur
atas apa yang dia miliki, selalu merasa kurang dan kurang tanpa mau berfikir bahwa kita
memiliki lebih dan itu adalah suatu hal yang tak bisa dideskripsikan dengan kata-kata jika
kita benar-benar bersyukur. Lalu aku mengingat tentang seseorang, seseorang yang
mungkin hampir kulupakan dia juga kekurangan tapi kekurangnnya itu bukan seperti Earlyta,
dia hanya tak bisa melihat indahnya dunia lebih lama karna dia juga harus pergi tapi dia
selalu bahagia dan merasa bersyukur karena diberikan kesempatan untuk hidup. Aku sering
heran kenapa dia harus bahagia dengan apa yang terjadi padanya padahal rasa sakitnya
dari hari kehari makin sakit. Earlyta kau mengungkap semua hal yang ingin kulupakan, tapi
entah kenapa hal yang ingin kulupakan itu sekarang malah membuatku bersyukur akan
hidup yang kujalani.
“Terimakasih Earlyta” Kataku tersenyum.
“Kenapa?”
Call for Story
RAYON PMII IBNU KHOLDUN
“Karna kau mau menjadi temanku dan mengingatkanku tentang orang-orang
berharga dalam hidupku” Kataku padanya “Dan terimakasih karna telah membuatku
bersyukur pada hidup ini dan dapat menghargainya”
Aku senang Tuhn memberiku teman seperti Earlyta meskipun kelihatannya dia tak
sempurna sebenarnya dia adalah orang yang sempurna, mengajarkanku tentang
bagaimana menghargai hidup dan menghadapi orang-orang diluar sana yang menuntut
akan kesempurnaan, Terimakasih Earlyta karena mau menjadi teman pertamaku setelah
kakak dan juga Reyhan.
Selamat Tinggal Sahabatku
Oleh: Eka Wahyu Oktavia
Pagi telah menampakkan sinarnya, menerangi ketiga sahabat yang sedang berkumpul di
sebuah rumah kayu. Angin semilir berhembus dengan lembut. Menerpa dedaunan pohon
berukuran besar yang menari mengikuti arah mata angin.
Mereka selalu berkumpul dan bermain bersama di dalam rumah tersebut, bercanda, riang
dan gembira. Menikmati keindahan bunga bunga yang berbaris dengan sangat rapinya
dari atas pohon.
Ketiga sahabat itu bernama, "Karin, gloria, dan viora."
Sinar matahari mulai merambat di jendela rumah pohon yang mereka tempati,rumah
berdinding kayu dengan warna emasnya yang berkilau.
Rumah yang dibangun diatas pohon tetap berdiri dengan kokohnya, mereka menyebutnya,
"Rumah pohon persahabatan."
Karin adalah sosok perempuan yang sangat bersemangat dalam hal pelajaran fisika, dia
juga sangat suka bercanda dan ceria ketika ke dua sahabatnya itu sedih. Namun, sifat
manja nya itu menjadi kelemahan yang belum bisa dia kuasai.
Gloria perempuan dengan sifat nya yang cerewet, dia suka berdiam diri dan sangat suka
mendegar musik dengan handphone yang selalu ia bawa, walau begitu dia sangat pintar
dalam pelajaran sejarah, dan ingin menjadi ahli sejarah, juga handal dalam bernyanyi.
Dan yang terakhir adalah, viora dia adalah perempuan berambut panjang yang sangat
baik, suka menolong dan menasihati sahabatnya. Dia juga sangat pintar dalam pelajaran
biologi dan metematika tak heran dia selalu mendapat peringkat pertama di sekolahnya,
nilai raportnya pun tidak pernah rendah hingga menjadi murid favorit di kelas.
Pagi itu, karin sedang bangun dengan wajah yang sangat lemas. Matanya yang masih
berkunang kunang membuatnya enggan berdiri, namun mau tidak mau dia harus
terbangun karena jam telah menunjukkan pukul 06.00, selain itu, ini juga adalah hari
pertamanya memasuki ruang kelas delapan, dia pun berusaha bangun untuk
mempersiapkan diri menuju sekolah.
Call for Story
RAYON PMII IBNU KHOLDUN
"Driing... Dringg." Lonceng sekolah berbunyi dengan suara yang berisik.Membuat gloria
yang sibuk mendengar lagu menjadi terganggu, suara lonceng itu bergema dengan keras
hingga masuk ketelingannya.
Sedangkan, viora dengan senyuman khas nya yang begitu manis mulai mengambil buku
bukunya di tas biru tua untuk memulai pelajaran. Tapi, hal tidak enak dia rasakan karena
sakit dikepalanya. Tapi dia berusaha menahannya. Lalu saat sakit kepalanya perlahan
membaik. Entah kenapa viora terus menengok kiri dan kanan berusaha mencari sesuatu.
Gloria mengernyit, lalu memanggil viora yang duduk tepat berada di depannya."Viora,
kamu kenapa?"
Viora berbalik, dan gloria menunggu jawaban viora kepadanya."Apa kau melihat karin?
Dari tadi aku tidak melihatnya."
Gloria menggeleng. Tiba tiba saja, guru dengan rambut panjang berwarna hitam berkilau
datang dengan elegan seperti ratu inggris yang sedang berjalan di atas karpet merah
untuk menghadiri pertemuan penting.
"Selamat pagi anak-anak!" Ujar ibu nirna dengan suara lantang.
Ibu nirna berbalik ke arah meja dan tampak mencari cari sesuatu di tumpukan kertas yang
di biarkan berantakan.Tiba tiba saja, pintu kelas terbuka secara perlahan hampir tidak
menimbulkan suara, bayangan manusia mulai terlihat.
Dan saat di lihat, ternyata itu adalah karin. Karin yang kaget melihat guru, berjalan
perlahan agar hentakan sepatunya yang besar tidak menimbulkan suara.
Viora tak kuasa menahan tawa, saat ekspresi karin yang begitu lucu di perlihatkan di
depan kelas.
Viora dan gloria melihatnya berlari di antara barisan bangku coklat yang telah di tata
dengan sangat rapi hingga karin dapat duduk di samping viora dengan lega.
Karin menghela napas." Huh, hampir saja." Sambil terengah engah.
Bu nirna akhirnya menemukan spidolnya yang bersembunyi dan kembali menatap murid
muridnya yang tampak tidak sabar ingin belajar. Semua murid perlahan membuka
lembaran kertas putih di buku nya yang baru. Dan mencatat sederetan huruf hingga
menjadi sebuah kalimat.
Barisan tulisan gloria yang rapi membuat bu nirna yang berjalan melihat kegiatan muridnya
sangat suka dengan tulisan gloria.
Gloria terus menulis, tulisannya bagai tulisan ketikan komputer, sederetan angka pun di
tulisnya dengan sangat rapi dan sangat hati hati.
Saat itu, mereka berkumpul di kantin untuk makan siang, mereka membawa bekal masing
masing dan tentunya selalu tersedia nasi. Mereka membicarakan seputar PR yang akan
mereka kerjakan di rumah pohon persahabatan nanti saat pulang sekolah.
Keramaian di dalam kantin membuat karin merasa terganggu apalagi suara bising yang di
keluarkan anak anak nakal yang berteriak seenaknya di kantin.
Sedangkan, viora sibuk memakan daging yang di potong kecil kecil dan terlihat sangat
enak. mereka saling berbagi, mulai dari daging, sayur, dan ikan dengan taburan saus yang
dimiliki gloria.
Call for Story
RAYON PMII IBNU KHOLDUN
Namun, viora langsung memegang dadanya, dia memperlihatkan raut wajah yang bergitu
kesakitan. Dia seolah ingin menjerit, detak jantungnya seperti melemah dan sangat
lambat. Bingung dengan hal itu, karin pun bertanya dengan muka keheranan dan sedikit
khawatir.
"Viora, viora ada apa?" Tanya nya.Gloria bertatapan dengan karin, seolah ingin bertanya.
"Kenapa dia?" Viora mengangkat tangannya lalu mengacungkan jempol tanda tidak apa
apa.
Mereka pun melanjutkan makan dengan lahapnya tapi, tidak dengan viora.
Hingga pada waktu pelajaran telah berakhir.
Mereka pun memutuskan untuk pergi kerumah karin tempat dimana rumah pohon
persahabatan itu di buat atau lebih tepatnya halaman belakang rumahnya.
Rumput rumput yang berwarna hijau dan bunga bunga yang bermekaran di pandang viora
dengan rasa takjub.
Melihat betapa indahnya bunga buga itu membuka kelopaknya secara perlahan dan
memamerkan keindahan putik dan benang sari yang mereka miliki, belum lagi, warna
mereka yang bervariasi. Yah... Wajar kalau banyak bunga di halaman rumah karin itu di
sebabkan karena ibu karin yang suka dengan bunga bahkan ibunya dapat menghafal lebih
dari 100 nama bunga yang langka.
"Viora, ayo naik!" Tegur karin sambil memegang tangga yang terbuat dari papan papan
kecil dan sebuah tali tebal yang kuat lalu dirangkai hingga terciptalah sebuah tangga
sederhana tapi, bermanfaat.
Saat berada di atas mereka pun mengeluarkan buku fisika dan mengerjakan nya bersama
sama.
Viora langsung mengeluarkan, sebuah keripik kentang untuk membagi kepada
sahabatnya. Tapi tiba tiba saja, sebuah darah menetes perlahan menyentuh tangannya.
"Astaga, viora hidung mu!" Ujar gloria.Viora terbelalak melihat darah di tangannya, dia
lantas mengambil tisyu yang sudah disediakan di rumah pohon.
"Apa kau tidak apa apa?" Tanya gloria sekali lagi.
"Haha.. Tidak apa apa. Lagipula semua orang bisa mengalami hal ini kan?" Katanya
dengan raut wajah yang masih ceria seolah tidak terjadi apa apa."Kau yakin?" Tanya karin.
Viora menatap kedua sahabat nya lalu mengagguk pasti.
"Pppiiipp..." Suara klakson terdengar bising.
"Itu mungkin ayahku. Kurasa kita bisa melanjutkan nya besok. Dahh.." Ucap viora yang
merampas tasnya dengan cepat dan turun dengan hati hati.
Saat, menaiki mobil. Ayah viora terkejut melihat anak nya.
"Ya, ampun sayang. Kamu mimisan?"
"A-apa," viora mengelus hidungnya.
"Kita harus kerumah sakit, segera!" Perintah ayahnya tegas. Sedangkan viora menunduk
dan tidak berkata apa-apa.
Di perjalanan viora tak henti henti nya mengeluarkan darah lewat hidungnya, dia berusaha
menghentikan darahnya dengan tisyu, tapi tiba tiba saja kedua hidung mengeluarkan
Call for Story
RAYON PMII IBNU KHOLDUN
darah terus menerus tanpa henti, sehingga membuat viora kesulitan bernafas hingga
kehilangan kesadaran.
Ayah viora pucat, tangannya gemetar dan menggas mobilnya dengan cepat. Ayahnya
menangis dengan deras. Dia melihat anak nya pingsan di kursi mobil.
Hingga viora tidak dapat merasakan apapun, dia hanya dapat mendengar detak jantung
nya yang perlahan melemah. Hujan jatuh dari langit biru dan membasahi rumah pohon.
Entah kenapa perasaan gloria sangat tidak enak begitu pun dengan karin yang sangat
cemas dengan viora.
Hujan semakin deras, karin melamun di depan jendela kamarnya, melihat banyaknya air
yang turun dan membasahi bunga serta rumput ibunya.
Pagi telah tiba, gloria dan karin sedang menunggu viora untuk datang sekolah namun,
sampai lonceng istirahat pun dia belum kunjung datang. Hingga mereka berdua
memutuskan untuk datang ke rumah viora."Apa viora baik baik saja?" Tanya gloria.
"Aku juga tidak tahu, tapi kita akan tahu saat kita sudah sampai."
Rumah yang berdiri menjulang tinggi dengan warna krem dan pintu berwarna putih terang
sedang dilihat gloria sambil mendongak.
Karin perlahan membuka pagar berwarna hitam mengkilap dan masuk ke halaman
rumahnya yang sangat luas."Tok...tok...tok."
Pintu putih tersebut perlahan bergeser dan terlihat sebuah wanita dengan memakai
sebuah celemek putih yang kotor. "Ada apa?" Tanya nya."Ehm... Kami ingin mencari viora,
apa tante tahu?" Tanya karin dengan sopan.
"Oh, nyonya sedang berada di rumah sakit." Gloria yang mendengarnya terkejut,
mendengar kalau viora ada dirumah sakit.
"Aku tahu di mana rumah sakitnya, hanya ada satu rumah sakit yang dekat di sekitar sini."
Ujar karin dengan rasa yakin.
"Apa tante tahu dia di bangsal berapa?" Tanya gloria sekali lagi."Dia sekarang berada di
ruang ICU!"
"ICU." Ulangnya.
"Oh, kalian tidak tahu. Nyonya viora pernah mengalami penyakit jantung selama kurang
lebih 2 bulan." Kata wanita itu.
Mata gloria samakin berkaca kaca mendengarnya.Tanpa pikir panjang gloria mengajak
karin untuk pergi ke rumah sakit menaiki mobil milik ayahnya, tentu saja karin mengangguk
mantap.
Mereka menyusuri sepanjang jalan menuju rumah gloria dan cepat cepat pergi ke rumah
sakit. Perasaan perasaan yang karin dan gloria alami mulai sangat tidak enak, bahkan
mata mereka ikut prihatin dengan perasaan mereka sehingga menurunkan tetesan air
mata yang mengalir dan membasahi pipi mereka.
Mobil mendadak berhenti. Saat ayah gloria berteriak."Kita sudah sampai."
Lamunan tentang hal hal yang pasti mereka pikirkan tiba tiba terbongkar saat ayahnya
berteriak, mereka berlari secepat mungkin menuju ruang icu tanpa menghiraukan orang
orang yang melihat mereka.
Call for Story
RAYON PMII IBNU KHOLDUN
Gloria dan karin berpegangan tangan dengan sangat kuat. Saat mereka sudah melihat
ayah dan ibu viora sedang menunggu di depan ruang icu.
"Gloria! Karin! Apa yang kalian lakukan?"
"Om, tante apakah viora baik baik saja?"
Mereka menunduk tak kuasa melihat viora terbaring lemah dengan banyak selang selang
yang menancap di seluruh tubuhnya mulai dari dada, dan tangan. Serta tabung, dan alat
bantu pernapasan semua di kerahkan demi menyelamatkan nyawa sahabat nya.
Tiba tiba, dokter membuka pintu dengan raut wajah yang membuat ayah dan ibunya
menangis. Satu kalimat terdengar lembut namun menusuk hati.
"Saya, sudah mencoba semaksimal mungkin!"
"VIORAA!!"
Gloria menyambar dokter begitu juga dengan kedua orang tuannya, mereka mendapati
viora terbaring dengan begitu lemahnya.
"Ayo, ayo bertahan. Jangan tinggalkan kami viora. Ayo bangunn!"
Jantung viora semakin melemah. Karin dan gloria bersama sama memegeang tangan
viora yang sangat dingin dan pucat seperti mayat.
Mereka terkaget saat melihat viora menggerakkan jarinya.
"Kumohon, jangan pergi sahabat ku! Kumohon."
Dengungan komputer yang berfungsi merekam detak jantung, tiba tiba saja menunjukkan
garis yang lancip dengan ukuran yang sangat kecil.
Dengungan itu membuat semua menjadi hening dan hampa.Viora berusaha mengatakan
sesuatu, hal yang begitu pedis dan sangat tertusuk. Sambil tersenyum dia berkata.
“SELAMAT TINGAL SAHABATKU”
SELAMANYA.. AKAN SELALU TERKENANG
Oleh Siti Aisyah Rohmatin
Kulihat cahaya menyilaukan itu, begitu silau hingga mataku sakit, berpendar dengan
terangnya dan belum pernah sebelumnya ku lihat cahaya seperti itu dalam hidupku. Ku
dekati sumber cahaya tersebut meski dengan mengerang kesakitan sekalipun, hingga
berjarak kurang lebih lima meter dari yang kuanggap sebagai asal cahaya tersebut aku
berhenti, disumber cahaya itu kudapati sosok perempuan sedang berdiri membelakangiku,
pakaiannya sama putihnya dengan cahaya menyilaukan itu hingga yang nampak hanyalah
rambut hitam legamnya saja, aku berusaha mendekatinya tapi kakiku tiba-tiba mati rasa,
begitu berat dan menyakitkan semakin aku berusaha semakin berat saja, ingin kupanggil
perempuan itu tapi lidahkupun juga sama mati rasanya seperti kakiku, berlanjut ke tangan
dan seluruh tubuhku semuanya tiba-tiba ikut membatu.
Call for Story
RAYON PMII IBNU KHOLDUN
Entah mengapa aku begitu ingin mendekatinya tapi semua komponen yang ada
disekitarku seolah-olah menolaknya. Aku benar-benar tak sanggup, hatiku tiba-tiba menjadi
sangat pilu, rasa sakit yang belum pernah kualami sebelumnya, hampa dan kosong, seluruh
energiku serasa menguap bersama keinginanku untuk mendekati sosok itu, siapa dia
sebenarnya?, seolah-olah mendengar pertanyaanku itu perlahan-lahan dia memutar
kepalanya, hingga aku bisa melihat mata dan hidungnya, namun hanya sebatas itu, dan air
mataku semakin tak terbendung lagi, mengalir dengan begitu derasnya, kakiku seperti
terbuat dari jelly, gontai dan tak bertenaga seketika itu juga aku ambruk ke tanah, aku ingin
menggapainya tapi dia berjalan menuju cahaya itu semakin menjauh dan menjauh
meninggalkan aku dengan ketidakberdayaanku, hingga wujudnya yang mulai samar itu tak
terlihat lagi saat itulah suraku mulai muncul dan semuanya sudah terlambat.
“tidaaaaaaaaaaaaaaaaaakkk…”
Aku terbangun dari tidurkuku, benarkah semua itu hanya mimpi? Lalu kenapa seluruh
tubuhku gemetaran dan pipiku basah oleh air mata? kejadian itu terlalu nyata untuk menjadi
sebuah mimpi. Aku terisak sejadi-jadinya, sosok yang ada di mimpiku aku mengenalnya
dengan baik, sangat sangat baik dia adalah sahabatku Ayu.
Ya… sahabatku Ayu, kami dipertemukan ketika memasuki dunia perkuliahan, kami sama-
sama kuliah di salah satu Universitas Negeri di Kota Apel Malang, berasal dari kota yang
berbeda namun kita memiliki banyak sekali kesamaan, sama-sama menyukai kopi sembari
mengamati hujan, kami bertemu dalam suatu organisasi ekstra kampus yang ada di kampus
kami, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia, sama-sama mengikuti Mapaba (Masa
Penerimaan Anggota Baru) yang diadakan disalah satu rayon yang ada, kami tetap menjalin
komunikasi hingga tiga tahun lalu, sebelum dia tiba-tiba harus berhenti kuliah karena suatu
masalah yang tak bisa tersentuh oleh orang lain, bahkan diriku. Segala jenis komunikasi
yang dia punya tiba-tiba taka da satupun yang bisa dihubungi, seoalah-olah hilang ditelan
bumi, segala macam cara sudah aku lakukan untuk mencari tahu dimana keberadaannya
hingga salah satu sahabati
“apa yang terjadi padanya?, ada sesuatu yang tak benar disini, aku harus menemuinya, yaa.
Aku harus menemuinya”. Seketika itu juga aku berangkat kerumahnya, aku memang tak lagi
bertemu dengannya sejak tiga tahun yang lalu tapi tak pernah terbayangkan olehku
perubahan yang terjadi pada rumahnya dan segala kenanganku tentang rumah itu seolah
tak nyata, betapa terkejutnya aku ketika sampai disana kudapati rumah yang dulunya bercat
putih bergaya minimalis itu kini seperti tak terawat, rumput ilalang seoalah oleh menelannya
dengan rakus, pagar rumahnya pun penuh dengan karat, cat dindingnya sudah banyak yang
terkelupas dan ditumbuhi lumut-lumut.
Oh Tuhan… dalam hati aku ingin berteriak, ada apa sebenarnya? Apa yang terjadi
pada Ayu dan keluarganya?. Kubunyikan bel yang ada di pagar rumahnya, walau dalam hati
ku tahu bel itu tidak berfungsi tetap saja kulakukan, entahlah.. aku benar-benar tak sabar,
Call for Story
RAYON PMII IBNU KHOLDUN
hingga akhirnya ku berteriak memanggil manggil namanya tetap saja tak ada jawaban.
Hatiku begitu resah, aku merasa ada yang salah tapi aku tak tahu apa itu, dan yang kuyakini
adalah segala pertanyaanku akan terjawab ketika aku bertemu dengannya. Aku pun tidak
tinggal diam, saat kurasa di dalam rumah itu memang tidak ada orangnya aku berlari ke
rumah sebelah, akan aku temuka dimanapun sahabatku itu berada.
“assalamualaikum, permisi?” ku coba mengetuk pintu rumah itu sembari berharap ada
informasi yang bisa kudapatkan. Setelah menunggu beberapa menit akhirnya terbukalah
pintu itu, kudapati sosok wanita tua akhir usia 70 tahunan dengan senyum manis di wajah
keriputnya itu membukakan pintu.
“waalaikumsalam, iya nak? Ada yang bisa nenek bantu?”
Sepersekian detik aku hanya terpaku menyaksikan kecantikan sang nenek yang seolah-
olah tak termakan usia itu, memang rambutnya sudah banyak yang berwarna putih, namun
postur tubuh dan senyumnya yang manis seolah-olah tak ingin kalah dengan usia.
“oh iya nek, apa nenek tahu kemana perginya orang-orang yang tinggal di rumah bercat
putih itu?” sambil ku tunjuk rumah Ayu itu.
“apa yang kau maksut itu rumah kelurga Hermawan nak?”
“iya nek, kemana perginya mereka?”
“siapa kau nak? Kenapa kau mencari mereka?” tiba-tiba berubahlah raut wajah dari sang
nenek tersebut, hatiku benar-benar tak tenang.
“aku Aisyah nek, teman kuliah dari Ayu Hermawan anak tunggal dari kelurga Hermawan
nek, sudah tiga tahun aku tak bertemu dengannya dan aku merindukannya, sangat-sangat
merindukannya” bahkan ketika mengucapkan kata itupun air mataku tiba-tiba menetes, oh
Tuhan.. kenapa aku begitu melankolis hari ini?
“oh anaaakku.. “ tiba-tiba sang nenek masuk ke dalam rumah dan kembali lagi setelah
beberapa menit dengan secarik kertas bertuliskan sebuah alamat.
“kau ingin bertemu dengan sahabatmu itukan? Datanglah ke alamat ini, dan cepat sebelum
semuanya terlambat”
Tanpa menunggu lebih lama lagi aku bergegas menuju ke alamat yang tertera di kertas itu,
dalam perjalananku itupun hatiku tak juga kunjung tenang, bahkan semakin khawatir tak
menentu, pikiranku kosong, aku benar-benar dirundung dilema.
Sesampainya di rumah yang kutuju, aku mengerti segala sumber kekawatiranku selama ini.
Bendera kuning, wangi-wangian aneh yang membuatku pusing, aku sangat menyukai
pembacaan surat Yasin di malam jum’at sebagai kebiasaan yang sudah kujalani selama ini,
Call for Story
RAYON PMII IBNU KHOLDUN
tapi mendengarkan orang-orang melantunkan ayat-ayat itu di siang hari ini membuatku
muak dan benci. Aku marah entah pada siapa dan aku sangat sedih, dengan langkah gontai
aku berjalan menghampiri kerumunan itu, tak kupeduliakan yang lain, mataku hanya tertuju
pada sosok pucat yang terbujur kaku di ranjang itu, sosok yang sangat berbeda dari yang
lain, akalku tak mau menerima kenyataan ini, aku berharap ini semua hanya mimpi seperti
yang lalu, namun semakin kudekati semakin nyata wujudnya, dia sahabatku telah pergi.
“Ayu?” ku dekati sosoknya yang terdiam di atas ranjang itu, pucat pasi dan kulitnya terasa
dingin.
“hei Ayu, kau tak malu ya.. tidur disini disaksikan puluhan pasang mata, hei Ayu, bangun
hei..” sambil berucap itupun aku air mataku tak henti-hentinya mengalir.
“Ayu… bukalah matamu Ayu, tak rindukah kau padaku? Sudah lama kita tak berbincang-
bincang, sudah lama kita tak ngopi bareng, sudah lama… sudah lama Ay, dank au ingin
mengecewakan aku dengan meninggalkan aku tanpa sepatah katapun seperti ini?, Ayuuu
!!!! bangun.. “ isakku semakin tak terkendali, aku benar-benar tak tahan lagi, segalanya
memusingkanku, semuanya nampak abu-abu dan begitu samar, ingatanku akan dirinya
mulai bercampur aduk, mendesak dan menyebar tak menentu hingga aku tak sanggup lagi
dan terjatuh dalam kegelapan. Hitam.. dan gelap.
Cahaya itu nampak lagi, cahaya putih itu dan sosok perempuan itu.
“Ayuuu!!!!” aku berusaha bangun dan memanggil namanya. Tapi dia hanya tersenyum,
senyum yng hingga saat ini masih kuingat dengan jelas, dia lambaikan tangannya dan
perlahan-lahan mulai menghilang bersama cahaya yang menyilaukan itu yang kini kusadari,
sahabatku sudah Bahagia dan pasti akan bahagia, dia gadis yang sangat baik, berhati tulus
dan tak pernah menyakiti siapapun. Dia.. sahabatku.. semoga Bahagia di alam sana.
SELAMA BUMI MASIH DIPIJAK DISITU SAHABAT-SAHABATI IBNU NAFIS TETAP
KELUARGAKU
Oleh: Slamet Rianto
Ibnu Nafis adalah sebuah rayon Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia atau sering
didengar dengan sebutan PMII,Ibnu Nafis adalah sebuah rayon yang berada didalam
lingkup PMII komisariat sunan kalijaga Universitas Negeri Malang,rayon Ibnu Nafis adalah
rayon yang menaungi fakultas ilmu keolahragaan yang ada di UM. pasti sangat heran jika
kita berbicara anak olahraga yang karakternya adalah berkompetisi sekarang menempah
hidup di dunia keorganisasian, tapi tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini tapi ya memeng
Call for Story
RAYON PMII IBNU KHOLDUN
sulit dan tidak mudah mendirikan rayon ini mungkin rasanya karna mahasiswanya yang
kebanyakan menganut kompetisi tapi ada faktor yang baik kalau kita membicarakan
mahasiswa olahraga pastinya kita akan paham kalau persaingan pasti dilandasi dengan
usaha dan semangat.kalau saya bilang semangat kesatria.faktor inilah yang mungkin
membuat rayon ini bisa berdiri.
Rayon ini waktu pendirianya kuantitasnya angotanya memang sedikit tapi kalau dibilang
kualitasnya berbeda dengan kuantitasnya sangat istimewa.kalau mereka udah merasa
memiliki pmii ataupun ibnu nafis dalam dirinya pasti segalnya akan dilakukan.ada pepatah
bilang kalau udah ternggelam ya jangan malah naik dan setengah setengah tapi basahi
semuanya aja biar basah seluruhnya. Itulah semangat dari penulis
Tapi jangan dilihat dari hasilnya sekarang tapi lihatlah prosesnya rayon ini terbentuk,rayon
ini terbentuk karna semangat dan kebutuhan dan kita berfikir kapan lagi kalau tidak sekarang
yang penting kita punya rumah sendiri walaupun rumah tersebut rumah yang masih kecil
.walaupun itu adalah kata kata egois dan ambisius kalau orang bilang tapi perilaku dan sifat
egois dan ambisius itu harus ada pada mausia dan kususnya seorang pemuda kenapa karna
keegoisan dan ambisius adalah awal landasan kemauan keinginan terbesar yang harus
diusahakan dengan besar dan pengorbanan yang besar pula,kalau kita memiliki sifat egois
kita punya kemaun dan target yang besar walaupun hasilnya belum tentu target sebesarnya
tapi dari pada kita menargetkan setengah setengah yang akan didapat setengah setengah
atau tidak dapat atau gagal
Tema diatas sebenarnya adalah sebuah doa penulis untuk rayon ini.selama bumi masih
dipijak disitu sahabat-sahabati ibnu nafis tetap keluargaku.selama dan selama sampai
kapanpun sahabat-sahabati rayon ibnu nafis ini tidak akan pernah mati.karna kenapa?
Karna rayon ini terbentuk bukan untuk 1 atau 2 tahun kepengurusan tapi untuk selamanya
dan selamnya keluarga karna rayon ini adalah sebuah wadah mahasiswa kususnya
mahasiswa FIK untuk menempah dirinya sebelum terjun kemasyarakat nantinya.selama kita
ingin membentuk suatu wadah yang bermanfaat dan berguna bagi orang banyak pastinya
itu adalah sebuah barokah bagi kita kalau pun kita tidak mendapatkan apa apa kita tetap
iklas minimal nama kita dapat dikenang dan dapat diceritakan orang lain.
Pendirian rayon ini tidak mulus tapi sangat terjal dan penuh masalah tapi inilah sebuah
perjalanan tidak ada jalan yang mulus. Hidup ini bagekan seorang petani susah sama
senanya lebih banyak susahnya dalam hidupnya kenapa? Kita lihat aja seorang petani
mereka setiap hari mengurusin sawahnya agar bagus dan hasilnya agar banyak yang
pertama mereka mengemburkan tanahnya yaitu sebuah posisi yang susah berikutnya
menanami itu pun juga susah dan perlu pikiran berikutnya mereka melihat sawahnya tumbuh
bagus karna usahanya dan mereka pada posisi ini mereka senanag tapi setelah posisi
tersebut kembalilah keposisi susuh yait bagemana merawat biar tetap bagus dan kembali
mereka keposisi susah dan berikutnya mereka senang tibalah posisi panen mereka senang
Call for Story
RAYON PMII IBNU KHOLDUN
tapi posisi senang itu tidak berjalan lama mereka akan kembali keposisi susah lagi karna
mereka akan pusing lagi dan memikirkan cara lagi kembali keawal lagi posisi
mengemburkan dan menanam lagi.kalau dihitung hitung susah dan senangnya seorang
petani lebih banyak susahnya, itulah hidup manusia kalau gak mau susah ya gak usah
hidup. mulai yang dulu mahasiswa FIK yang masih masuk dalam pengurusan dan struktural
rayon ibnu sina yang terus mendampingi seperti ibu yang terus merawat anaknya biar cepat
besar dan berkembang.sampai tahun berikutnya yang angota angota FIK membentuk BSO
(Badan Semi Otonom) yaitu sebuah badan dalam lingkup rayon yang memiliki wewenang
sendiri dalam mengadakan kegiatan atau proker,rayon ibnu sina tapi dalam perjalanan
setiap tahun dan tahun kami terus berkembang dan pastinya mendapatkan banyak masalah
dan masalah tapi kami sadar sebuah perjalanan gak ada yang mulus tapi juga menghadapi
jalan yang terjal tapi itulah sebuah perjalanan dan proses.jika seseorang mau berusaha dan
berproses insyakallah orang itu akan mendapatkan hasilnya,kalau orang itu tidak mau
berusaha niscaya orang itu pasti dan dipastikan tidak mendapatkan hasil seperti filsafat jawa
mengatakan “uwong sing nandor ae ugong mesti tukol opo maneh sing gak nandor” yang
artinya orang yang menanam belum tentu berbuah apalagi yang gak menanam pastinya
tidak dapat apa apa.itulah yang terjadi selama perencanaan pendirian rayon ini memang
sangat banyak dan sangat tidak munkin diceritakan semuanya kalau mungkin dibukukan
mungkin penulis yang kualahan menuliskanya sampai banyak tangis yang terjadi disini
kerugian kerugian yang diterima mulai dari waktu,tenaga,pikiran kita korbankan itu tapi jika
menginginkan ini semua segala masalah atau kerugian ini kami perjuangkan dan pastinya
dan kami percaya insyakallah akan mendapatkan hasil walaupun kita tidak mendapatkan
hasil yang sebenarnya kita harus kita peroleh tapi tak papa minimal nama kita dan
perjuangan kita dapat dikenang dan dapat diceritakan oleh orang lain dalam perjuangan kita
ini.
Tapi dalam pendirian rayon ini tidak terlepaskan oleh senior senior yang hebat dan terus
membantu kita untuk terus maju walaupun kami sendiri yang melakukan ini tapi senior juga
kenak imbasnya dari sakitnya untuk mendirikan rayon ini biar berdiri dan tidak lupa lagi
pengurus komisariat sunan kalijaga tahun pengurusan 2015 yang dipimpin sahabat Ragil
setio cahyono yang terus mendampingi kami.
Sebuah nama Ibnu nafis adalah sebuah nama pemberian atau saran dari senior saya yang
sangat hebat dan terus semangat untuk mendirikan rayon ini untuk berdiri .pemberian nama
Ibnu Nafis bukan sekedar nama tapi memiliki makna yang dalam Ibnu Nafis adalah sebuah
nama dokter muslim dinegara mesir beliau adalah penemu sirkulasi darah pada manusia.
Kenapa rayon ini pemberian namanya ada hubunganya dengan sirkulasi darah? Karna
keinginan pemberi nama kader dan angota Ibnu Nafis dapat menjadi darah-darah yang
dapat dan terus mengalir yang berfungsi mengerakan PMII yang manipulasikan sebagai
manusia,pengusulan nama Ibnu nafis memang tidak semulus mungkin dalam pemberian
nama rayon ini banyak usulan dari berbagai angota dan senior senior, saran nama nama
bermunculan dan cukup lama sampai ada rencana untuk pembuatan nama rayon ini
Call for Story
RAYON PMII IBNU KHOLDUN
dipending dulu dalam persidangan rapat tahunan pengurus rayon FIK UM I ini dengan
alasan pemberian nama ini tidak sembarangan dan kami perlu merapatkanya dan perlu soan
soan ke alumi alumi senior dulu biar mendapatkan saran nama yang pas buat rayon FIK ini
karna kenapa? Karna seebuah nama adalah sebuah doa ,tetapi sebuah sidang tidak boleh
dipending dulu sampai karna pembentukan nama harus ada dalam draf RTAR tersebut
samapai persidangan ini selesai,sampai akirnya sidang dilanjutkan dan memnang tidak
dipungkirin nama Ibnu Nafis ini terjedus karna kenapa permbentukan dan persiapan dan
BSO di Rayon Ibnu Sina sendiri juga bernama Ibnu Nafis atau nama pangilan lainya yaitu
The Second Avicenna (Ibnu Sina Kedua),nama yang diciptkan dan mengiringi perjalalanan
kami menuju RTAR pertama sudah lama kami berfikir dan usul tapi belum juga menemui
titik kesepakatan dan usulan terbaik dan pada akirnya keputusan terakir nama persiapan
dan pembentukan dan BSO Ibnu Nafis terbentuk menjadi usulan terakir dan keputusan
terakir kita mengunakan nama rayon ini sebagai nama sebuah rayon di fakultas ilmu
keolahragaan UM
Kalau kita bicara Ibnu nafis pasti akan berbicara cakupanya yang menangani fakultasnya
yaitu fakultas FIK fakultas yang diisi oleh mahasiswa olahraga yang dulunya berkecimpun
didunia keolahragaan yang biasanya pemikiran anak olahgara itu mempunyai pola pikir yang
besaing atau kompetisi antara satu sama lain dan mereka tidak tertari dengan dunia
berorganisasi dan alasan kenapa manusia atu mahasiswa perlu berorganisasi jawapanya
hanya satu yaitu karna manusia adalah makluk sosial. Makluk sosial itu manusia yang
membutuhkan orang lain untuk hidup didunia ini,mungkin mahasiswa FIK belum
memikirkanya dan belummenyadarinya, sebenarnya banyak yang mengerti tapi mereka
tidak memanfaatkan fasilitas ini atau momen ini dan inilah tugas kita yang sekarang
berorganisasi menyadarkan mereka karna kenapa? walaupun mahasiswa itu seberapa lama
mereka belajar di universitas dan seberapa tingi mereka mendapatkan gelar S1.S2 maupun
S3 tetap prospek mereka tetap terjun kemasyarakat sosial
Sebuah tulisan cerita pendek ini saya tulis dan saya ceritakan buat pembangkit semangat
kader kader PMII kususnya kader komisariat sunan kalijaga dan tidak lupa angota angota
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Rayon Ibnu Nafis dan saya ucapkan hari ulang
tahun rayon pergerakn mahasiswa islam indonesia rayon Ibnu kholdun yang ke-25 tahun
semoga terus jaya karna tidak ada yang tidak mungkin didunia ini kalau kita mau berusaha
dan berjuang yang dilandasin dengan doa, tangan terkepal dan maju kemuk
SEBUAH ARTI...
Oleh: Fifi Verawati
Hari hari yang berlalu terasa berbeda tidak ada sarapan pagi buatan ibu begitu pula
tidak ada pembicaraan yang selalu di iringi dengan candaan dari ayah.Tidak ada sore yang
Call for Story
RAYON PMII IBNU KHOLDUN
begitu indah seperti sediakala, duduk bercengkeramah bersama keluarga di teras rumah
sambil menengguk segelas teh hangat. Hmmm .. tapi apa daya yang ada hanyalah hari hari
sunyi tanpa ada ibu ayah maupun keluarga lainnya karena kini aku hidup sebagai anak
perantauan di kota orang.
Pagi menjadi siang siang menjadi sore, begitu pula dengan sore hilang menjadi
malam semua itu kulalui dengan fikiran masih terbayang akan suasana rumah. Dengan
wajah geram duduk di atas tempat tidur kamar kos mengingat akan hal tersebut rasanya
inginku kembali pulang ke kampung halaman menikmati hari hari seperti sedia kala.
Arrrghhh tapi apa daya ... fikiranku langsung berputar 180% aku mengingat bahwasanya
aku pergi ke kota ini untuk menimbah ilmu dan juga melanjutkkan studi pendidikanku demi
menggapai semua impian dan angan angan, yang sudah ada di benak sejak masih
mengenyam pendidikan di bangku SD waktu lalu. Karena kelak suatu saat nanti aku ingin
membuat bangga kedua orang tuaku dan bisa membahagiakan hari tuanya. Hanya via
telefon maupun via sms lah yang ku dapatkan demi untuk bisa berkomunikasi dengan kedua
orang tua, memang faktanya hidup jauh dari kedua orang tua itu sangatlah tidak enak.
Lalu dengan siapa di kota orang seperti ini? Sahabat ? yaa merekalah yang menjadi
bagian keluargaku saat ini kami sama sama menjadi anak rantauan yang jauh dari orang
tua maupun sanak saudara. Suku,ras,agama,golongan ? sudah jelas pasti berbedah tapi
kami tak mengenal semua itu karena perbedaan lah yang menjadikan kami saling
memahami, mengerti dan pada akhirnya menganggap seperti keluarga sendiri. aku sangat
bersyukur kepada-Nya sekalipun aku sekarang hidup jauh dari orang tua, keluarga dan juga
sanak saudara tetapi tuhan masih tetap berada bersamaku dan memberikan sahabat
sahabat yang bisa memahami dan mengerti akan semua kekuranganku. Hari demi hari
hidup menjadi anak perantauan kujalani penuh dengan keceriaan bersama sahabat
sahabatku. Suka senang canda tawa selalu menjadi cover dan hal teristimewa bagiku,
mengapa istimewa ? karena hidup ini begitu indah jika dilalui bersama sama seorang
sahabat. Meskipun kebersamaan bersama keluarga adalah kebahagiaan yang tak ternilai
harganya
Bagiku persahabatan adalah sebuah bumbu indah yang terdapat di dalam
kehidupan ini. Bagaimana tidak ? karena Dimana seorang sahabat memberikan arti lebih
bagiku, membangunkanku dari keterpurukan, menghiburku saat senang maupun susah.
Sahabat pula bagaikan roda yang terus berputar yang membuat lokomotif itu terus berjalan
maka dari itu Kelemahan diriku adalah kelebihan sahabatku , kelebihan dariku adalah bagian
dari kehebatan sahabatku. Untuk sahabatku terimakasih sudah mengajarkan arti
kekompakan, kerjasama, keindahan,dan juga kehidupan. Dimana warna warni kehidupan di
kota orang membuatku mengenal arti hidup yang sesungguhnya bersama seorang sahabat.
Meskipun terkadang aku juga merindukan ibu dan ayah yang berada di kampung halaman
karena beliaulah yang sejak dini mengajarkanku akan hal kesederhanaan tidak perlu
Call for Story
RAYON PMII IBNU KHOLDUN
menjadi bidadari untuk di puji orang dan tidak perlu menjadi pengemis untuk di bela kasihani
seseorang, di puji tidak terbang di hinapun tidak tumbang.
Semua ini ku jalani dengan keikhlasan penuh support dari kedua orang tua dan juga
para sahabat sahabatku, begitu berartinya keluargaku dan juga sahabatku mereka
berkolaborasi menjadikanku pribadi yang semangat tiada henti untuk menjalani masa masa
studi saat ini. Dalam hidup aku nggak selamanya menjadi anak kecil, remaja maupun tua
hidup ku berakhir di dunia ini saat malaikat izroil mencabut nyawa ku. Pernakah aku
membayangkan orang tuaku selama masih sepantaranku..? apakah aku bisa merasakan
derita jalan hidupnya seperti yang pernah ku rasakan? Kalaupun aku belum merasakan
derita maka mulai dari sekarang aku belajar akan mengerti arti kehidupan itu sendiri. Untuk
ayah ibu doakan anakmu menjadi dewasa yang lebih baik lagi yang kelak suatu saat nanti
menjadi orang yang sukses pula yang bisa membalas jasa membahagiakan hari tuamu.
Karena aku separuh hidupnya, diriku sebagian ada di antara mereka sebatang karakah aku
nanti? Siapa yang bisa menjaga ku ? Siapa yang bisa memberi nasehat kepadaku ? maka
dari itu aku ingin hidup selamanya bersama kedua orang tua.
Sahabat adalah orang yang memberi warna dalam hidup ku yang mampu
mengubah satu warna menjadi banyak warna seperti pelangi, dear sahabatku diatas
kesenanganku engkau selalu ada diatas kesedihanku pun engkau tetap ada, beri aku warna
pelangi pegangi aku dengan kesetianmu mungkin mengubah dunia takkan mudah tapi
mengubah mimpi pasti bisa aku tak pernah tahu dimana engkau tempatkan persahabatan
ini dan selamanya aku tetap mengingatmu.
RUMAISA
Oleh : Najatul Ubadati
Bagaimana cara hari berganti menjadi hari berikutnya? Bagaimana mentari
menyapa dan berpamitan di hari yang sama? Bagaimana pelangi bisa tersenyum indah
dengan warna-warninya di hamparan langit? Kemudian bagaiamana hati, sifat, dan watak
manusia akan jungkir balik? Tak ada jawaban. Setiap sesuatu hanya saja demikian. Mereka
adalah regulasi yang dengan indahnya berjalan begitu saja. Anggap saja itu siklus yang
sudah disengaja khusus untuk masyarakat bumi. Atau mungkinkah masyarakat planet lain
juga diberi hal yang sama? Aku rasa tidak. Tak ada yang tahu sebuah regulasi akan
berputar. Tak ada pula yang tahu kapan regulasi itu akan berhenti. Masyarakat bumi hanya
akan terus berjalan mencapai visi yang mereka gaungkan. Oh, tidak juga. Bahkan ada yang
berjalan tanpa tahu visi hidup mereka. Perjalanan yang hampa. Beragam rasa dan kersa
menghiasi semesta.
Call for Story
RAYON PMII IBNU KHOLDUN
Sejak tadi pagi, bengkel Pak Amat sudah ramai. Rum yang menjadi salah satu
montir Pak Amat sudah melayani pelanggan dengan sigap. Bisa dikatakan Rum adalah
pekerja yang ulet dan dapat diandalkan. Selain memiliki bengkel, Pak Amat menjadi salah
satu pelayan pemerintahan yang setiap harinya akan menjamin mobil-mobil aparat itu siap
tertata rapi di depan Gedung Putih. Pak Amat sangat rajin melakukan tugasnya. Karena jika
tidak, tamatlah sudah nasibnya. Bukan hanya diberhentikan tapi sudah pasti Pak Amat tidak
mendapat tunjangan di sisa hidupnya. Anak istrinya akan segera memprotes dan berontak
untuk hak hidup mereka. Bukan hanya itu, bengkel sudah pasti akan gulung tikar. Lebih dari
hal diatas, tentu saja caci maki aparat-aparat pemerintah itu menyembur sekujur tubuhnya.
“Masyarakat tak tahu diuntung!” atau lebih parah dari itu “Sampah tak berguna, ngurus mobil
saja tak becus!” dan sumpah-sumpah serapah lainnya.
Wahai, siapa yang akan tahan hidup di bawah kepemimpinan Sholahuddin yang tak
ada sepeser pun belas kasih. Kepada pelayan pemerintahan saja ia tak ada ampun, belum
lagi masyarakat kecil di perkampungan. Adalah Sholahuddin yang kejam dan kasar,
penguasa kabupaten yang tiada punya merasa. Hal ini yang mengusik Rum untuk bekerja
di bengkel Pak Amat. Satu-satunya lahan pekerjaan yang diperbolehkan. Rum bekerja
sekuat tenaga. Mengerahkan semua kinerja terbaiknya. Adalah Rumaisa, gadis 20 tahun
yang visionaris untuk rakyat-rakyat kecil. Kendatipun dulu ia hanya peduli pada dirinya, abai
terhadap lingkungan sekitarnya, bahkan kepada adik-adiknya. Sekarang, ia berbalik seratus
delapan puluh derajat. Ia bekerja banting tulang untuk adik-adiknya. Selain itu, bersama
pemuda-pemuda desa dan beberapa dari bengkel Pak Amat sepakat untuk menyusun
strategi perlawanan melawan Sholahuddin sebagai bentuk belas kasihnya kepada
masyarakat sekitar. Ia memang bukan siapa-siapa. Ia juga tidak butuh menjadi siapa-siapa.
Rum dan perangainya sangat disukai pemuda sekitar. Ia membangkitkan semangat-
semangat pemuda untuk melakukan pergerakan.
Setiap malam selesai bekerja di bengkel Pak Amat, Rum dan Shofi serta beberapa
sahabatnya akan berkumpul di rumah Shofi. Betapa Shofi sangat menghargai Rum. Ia
menyukai semangat-semangat yang selalu digaungkan Rumaisa. Karena bukan hanya
omong kosong yang ia berikan, tapi ia juga selalu membangun rencana-rencana yang
fantastis untuk mewujudkan visi mereka.
“Kali ini, rumah Pak Camat Jalal. Karena sudah bisa dipastikan ia dedengkot dari
Sholahuddin. Mobilnya setiap bulan berganti, bahkan sekarang semua anaknya membawa
mobil sendiri-sendiri.” Cetus Rumaisa mengawali rapat.
“Aku setuju. Ada saran bagaimana memasuki rumahnya?” celetuk Shofi
mendukung ide Rum.
“Aku tau pasti bagaimana memasuki rumah si Gila itu. Pamanku satpam disana, ia
juga tidak menyukai Pak Camat gila itu.” Amar bersemangat menyampaikan gagasannya.
“Aku akan meminta bantuan pamanku, dan kita akan bisa masuk dengan aman. Satpam
Call for Story
RAYON PMII IBNU KHOLDUN
sangat tidak dihargai disana. Ah, busuk memang aparat-aparat seperti mereka. Kita sudah
bisa melancarkan rencana ini besok.”
“Jangan lupa, kita harus bisa menemukan bukti-bukti KKN dari orang itu. Masuk
hingga jantung pertahanan. Semua menempati posisi masing-masing. Dan yang terpenting,
kita harus mengambil kembali hak-hak rakyat kecil. Akta tanah yang disita secara paksa,
hasil panen sawah-sawah mereka, termasuk uang pendidikan anak-anak.” Rum
menjelaskan.
***
Hari masih berganti dan mentari masih tetap menyinari. Bengkel tidak seramai hari
sebelumnya. Pak Amat masih melayani aparat konyol itu. Juga Rum yang masih dan akan
selalu bersemangat bekerja disana. Uang hasil bekerjanya ia sisihkan untuk sekolah adik-
adiknya dan sebagian lagi untuk keluarga-keluarga yang kekurangan. Memang tidak
banyak, namun semakin lama pasti jumlahnya semakin banyak.
“Hai Rum! Kau sudah selesai di bengkelmu?” sapa Shofi setelah mendapati Rum
berjalan dari bengkel.
“Iya, Shof. Tidak begitu ramai hari ini.” Jelas Rum lesu.
“Eits, tetapi Rumaisa selalu memberikan kinerja terbaiknya bukan?” Shofi sedikit
menggoda. Shofi tak suka jika mendapati Rum yang mulai patah semangat. Hei, Rumaisa
tidak boleh seperti ini. Bagi Shofi, Rum adalah sosok yang menginspirasinya, Amar dan
teman-teman yang lain. “Kau tidak boleh seperti ini Rum! Mana Rum yang biasanya?” Shofi
berapi-api.
“Tenang Shof. Ini masih Rumaisa. Hanya saja aku tak habis pikir, bagaimana
mungkin Pak Camat Jalal itu mengeluarkan pengumuman bahwa retribusi pedagang kaki
lima dinaikkan. Ini sangat tidak masuk akal!” jelas Rum. Jadi ini yang mebuat Rum terlihat
lesu dan lelah.
“Bukankah rencana kita kemarin sudah sangat sempurna Rum?” Shofi
menegaskan. Dan dengan segera semangat Rum kembali. “Nah, ini baru Rumaisa!” Shofi
berseru riang. Mereka melanjutkan perjalanan ke rumah Shofi. Semua sudah disiapkan.
Mereka benar-benar memulai pergerakan mereka. Tim pengintai dan mata-mata sudah siap.
Tim penyekap sudah siap. Tim penyerbu sudah siap. Tentu tim eksekusi juga sudah siap.
Gerakan kali ini dipimpin Amar. Karena Amar sudah terlatih dan tahu benar kondisi istana
camat itu.
“Semua tim sudah siap ya? Kita mulai pergerakan sekarang juga. Amar, kau ambil
alih komando!” pinta Rum kepada Amar.
Call for Story
RAYON PMII IBNU KHOLDUN
Pergerakan mereka cukup mulus. Beberapa bodyguard baris depan dan pelayan
bisa dengan mudah dikelabuhi. Tim pengintai selalu bersiaga. Rum dan Igor sudah siap
eksekusi. Namun ada kendala. Shofi dan Amar terkepung di barir ketiga. Amar berhasil
dilumpuhkan dan Shofi berhasil dibekukan. Shofi dipaksa berbicara. Apa yang sebenarnya
terjadi. Ia diancam dengan segala ancaman termasuk ibu dan ketiga adiknya. Shofi bukan
Rumaisa yang punya seribu cara. Bukan pula Amar yang punya keteguhan tinggi. Jika ia
bicara, maka tamatlah sudah Rum dan sahabat-sahabatnya. Jika tidak, maka ia akan
tercbik-tercabik melihat ibunya dihukum di depan matanya. Belum lagi ia harus menyaksikan
adik-adiknya menjadi pelayan-oh bukan- babu tepatnya di rumah Camat gila itu. Ia tidak
akan sanggup. Rum dan sahabat-sahabat yang lain adalah jiwanya, sementara ibu dan adik-
adiknya adalah cahaya hidupnya. Mereka semua adalah keluarga. Tapi ia harus tetap
memilih. Sedangkan Amar bergumam, “Katakan yang sebenarnya Shofi. Tadi Rum sempat
berpesan padaku jika kita harus mendapati kondisi seperti ini. Maka katakan yang
sebenarnya.” Tapi Shofi tidak bisa. Bagaimana mungkin ia harus mengorbankan
sahabatnya, tapi ia juga sangat tidak mungkin mengorbnkan keluarga yang ia memiliki di
sisa hidupnya. Shofi terus disiksa. Ia dipaksa untuk meminum Asam Formiat. Salah satu
cara penyiksaan untuk mendapatkan informasi. Bahkan secara perlahan asam cuka
disiramkan ke tubuh Shofi yang terluka. Shofi sudah tak sanggup lagi. Ia membuka mulut.
***
Dua hari berikutnya, penangkapan Rumaisa secara resmi dikeluarkan. Tiga hari lagi
adalah jadwal eksekusi Rum. Shofi belum pulih, namun ia tetap memaksa kepada sahabat-
sahabatnya termasuk Amar untuk memikirkan bagaimana pun caranya membebaskan Rum.
Amar berpendapat bahwa usaha mereka sudah pasti sia-sia. Sementara Shofi tetap
bersikeras untuk membebaskan Rum.
“Mana semangatmu Amar? Apa kau akan membiarkan Rum begitu saja?” Shofi di
ujung emosinya.
“Lalu kita harus berbuat apalagi?” Amar benar-benar pasrah.
“Apa pamanmu sudah tidak bisa membantu kami lagi?” Shofi masih dengan
semangatnya menuntut cara.
“Kau tak pernah tahu bahwa pamanku pun mendapat dampak dari ulah kita, Shof.
Sudahlah, kita tak bisa berbuat apapun.” Amar benar-benar pasrah.
“Omong kosong apa itu Amar? Kau lupa dengan janji kita di awal dulu, bagaimana
kita harus terus memperjuangkan nasib rakyat-rakyat kecil, bagaimana kita harus
menumbangkan tirani pemerintahan itu! Kau sudah lupa Amar. Kau bahkan menghianati
Rumaisa. Kau egois, kau jahat, kau munafik atas janji dan semangat kita dulu.” Tutup Shofi
Call for Story
RAYON PMII IBNU KHOLDUN
jengkel. “Oke, aku akan berjuang sendiri. Aku tak akan kembali meminta bantuanmu Amar.”
Shofi pergi menuju rumah Igor. Amar benar-benar pasrah. Ia tak punya apa-apa lagi.
Igor menghilang. Apa mungkin ia juga tertahan? Atau Igor sudah mati? Bagaiamana
mungkin? Shofi mulai lengah di tengah lelahnya. Besok adalah hari eksekusi. Sementara ia
ada dengan tanpa rencana apapun. Tak ada lagi sahabat yang ia miliki. Apakah ia harus
menyerah? “Maafkan aku, Rum. Aku bukan sahabat ataupun keluarga yang baik bagimu.”
Mulai ayam berkokok, lahan eksekusi sudah ramai orang. Sebenarnya mereka
berduka, namun jika secuil kedukaan nampak di wajah mereka, maka ratalah sudah
kampung mereka dengan api. Sholahuddin memang tak pandang bulu untuk hal seperti ini.
Shofi hanya mengintip dari balik pohon beringin. Dengan bersedih hati meratapi Rumaisa,
sahabatnya. Eksekusi dilakukan tiga kali, tentu untuk menyiksa Rum terlebih dahulu. Shofi
menyaksikan dengan hati tersayat-sayat, bagaimana mungkin Rum terlihat baik-baik saja
bahkan asam paling korosif disiramkan di sekujur tubuhnya. Dan terakhir Shofi menyaksikan
senyum Rumaisa terkembang menatap teduhnya langit kala itu. Ia seperti senang, merasa
perbuatanya sudah lunas terbalas. Adik-adik Rum sudah pucat pasi. Cahaya hidup mereka
sudah sirna. Hanya menyisakan kabut tebal gundah gulana.
***
The End.
RAJUT CINTA DALAM BINGKAI BIRU KUNING
Oleh: Aninda Dia Juliawanati
Selamat pagi sahabatku. Hari ini, senin 27 februari 2017 pukul 07:55 WIB di gedung C1.
Izinkan aku untuk mengenang kembali apa yang terjadi tanggal 10 oktober 2014. Hari di
mana aku tiba-tiba dibawa ke suatu tempat, diberi sebuah materi yang asing bagiku selama
3 hari 2 malam, dan berakhir di baiat. Sungguh waktu itu aku tak faham mengapa aku harus
disana, namun beberapa wanita cantik,anggun,dan lembut selalu memelukku,
menenangkanku, membawa kemanapun mereka pergi. Mereka membuatku betah berlama-
lama dengan mereka. Setiap tutur kata, tindakan, dan senyuman mereka sangat hangat dan
mempesona. Bukan hanya wanita saja, beberapa orang laki-laki tampan pun selalu
melindungiku, mendukungku, dan menjagaku layaknya seorang kakak maupun seorang
ayah. Karena mereka lah aku mengikuti kegiatan-kegiatan disini meskipun berbeda ideology
(dan memang sangat berbeda meskipun sama).
SAHABAT. Aku tak tau kenapa aku memanggil mereka sahabat. Kita baru mengenal satu
sama lain dan wajib memanggil sahabat. Aku tak tau apa filosofi dan esensi dari kata
sahabat. Dulu, dan tentu saja itu dahulu. Sekarang bagaimana? Tentu saja aku tau. Aku tau
Call for Story
RAYON PMII IBNU KHOLDUN
kenapa kita memanggil satu sama lain dengan kata sahabat. Kita sahabat karena kita satu.
Kita satu dalam kata sahabat. Sahabat yang tentu saja berbagi apapun, suka duka cinta dan
lainnya. Terlalu banyak definisi kata sahabat dari para ilmuwan, terlalu banyak makna kata
sahabat dari para sastrawan. Namun definisiku dari kata sahabat adalah cinta.
Bagiku sahabat seperti kamar. Kenapa kamar dan bukannya rumah? Saat dirumah
walaupun rumah kita sendiri, ada batasannya. Namun saat di kamar, kita merasa ruang
privasi kita yang kita bisa melakukan apapun. Pernahkah kalian saat dimarahin orang tua
lalu berlari ke kamar? Menangis dikamar setelah mengunci pintu. Satu-satunya saksi bisu
atas kesusahan kita adalah kamar kita. Lalu saat kita akan tidur. Memang benar kita bisa
tidur di ruang tamu atau kamar orang tua maupun adik kita. Namun tidakkah kita merasa
kamar selalu memiliki magnet yang betapapun lamanya kita di luar pasti sangat ingin dan
merindukan tidur dikamar kita. Entah berantakan, entah pengap, entah bau, namun
disanalah comfort zone kita.
Sahabat, izinkan saya mengurai satu-satu kenapa sahabat adalah kamar. Di kamar selain
ada tempat tidur yang nyaman, tentu ada buku. Entah majalah, novel, kumpulan cerpen,
komik, buku ilmiah, atau apapun. Pasti di setiap kamar tidur kita memiliki bahan bacaan.
Bacaan tersebut sedikit banyak akan menambah wawasan kita. Lalu apa hubungannya
dengan sahabat? Sedikit banyak sahabat juga menginspirasiku, memberi wawasan tentang
ini itu, meskipun tidak semuanya bisa aku terima dan kadang kala ada yang wawasan
nyeleneh, namun masih bisa di toleransi.
Lalu di kamar pasti ada lampu. Gak mungkin dong kalo kita punya kamar yang tidak ada
lampunya. Nah apa sih fungsi lampu itu? Yup tentu saja untuk menerangi kegelapan dong.
Saat aku berada diambang batasku, saat aku hampir menyerah tentang hidupku, saat aku
hampir terjatuh ke jurang, sahabatku ada untukku. memberikan sebatang korek api dan
menyediakan lilin. mencoba menerangi sedikit demi sedikit kegelapan di sekelilingku.
Mereka mencoba meretas asaku, mengembalikan semangatku, dan menerangi jalan
setapak yang harus aku lalui. Yang dengan sangat halus tanpa ku sadari bahwa tiba-tiba
jalanku terang dan sangat rapi.
Di dalam kamar, kita bisa memakai baju apapun. Sangat beda jika kita mau keluar, mau pilih
baju ini atau ini atau ini. Di dalam kamar kita bebas menjadi diri kita, bebas memakai baju
yang sangat nyaman untuk kita. Di dalam kamar kita juga bisa menanggalkan semua baju
kita. Pun begitu dengan sabahat. Aku bisa menampakkan hal-hal yang tidak diketahui oleh
orang lain. Aku bebas cerita apapun yang aku mau. Aku bebas mengutarakan apapun, entah
baik ataupun buruk. semua yang ku lakukan di kamar adalah menjadi diri sendiri tanpa
bantuan topeng yang berat, yang selalu ku bawa kemana-mana.
Call for Story
RAYON PMII IBNU KHOLDUN
Intinya, kamar adalah tempat ternyaman. Tempat semua harap, asa, semangat, sedih,
susah, senang, menagis, istirahat, bertumpah ruah menjadi satu. Beban yang tak ingin
diketahui oleh yang lain, akan sangat diketahui oleh sahabat yang menjadi saksi satu-
satunya semua emosi berkumpul.
Sahabatku. Terimakasih sudah menjadi bagian hidupku. Terima kasih karena menjadi
sahabat baikku. Meskipun pernah kita saling marah, kita saling cuek, kita saling mencaci
maki, namun kalian adalah aku. Kalian adalah sisi lain dari hidupku. Aku tak pernah bisa
membayangkan betapa kesepiannya aku tanpa kalian. Bagaimana monotonnya hidupku
tanpa kalian. Ah, sungguh menjengkelkan bahkan hanya dengan memikirkannya saja. oh
ya jika kalian bertanya mengapa aku tak meminta maaf atas segala salahku, jawabannya
karena aku tak berbuat salah. Kenapa? Sahabat pasti mengatakan bahwa kita tak pernah
punya salah. Kaena kita sama-sama tau, kesalahan yang kita lakukan adalah salah satu
bentuk kasih sayang kepada sahabat.
Dan kata “terimakasih” jauh lebih indah dari kata “maaf”.
POHON ANGIN
Oleh: Sukintul Ihsan
Matahari tropis berkobar di tangah bentangan cakrawala. Melayang sendirian di
langit yang biru. Tidak ada yang berani mendekatinya, tidak ada satu gumpulan awan pun
yang menghalangi sinarnya hari ini. Udara terik lembab berhembus pertanda waktunya
pergantian musim. Pepohonan mulai menumbuhkan daunnya. Mungkin ini disebut musim
semi bila berada di daerah yang memiliki empat musim. Sinarnya yang terang sepertinya
hanya sedikit yang bisa masuk kedalam hutan pinus yang membentang luas di bawahnya.
Hutan yang sangat lebat, berdiri tegak pohon-pohon besar menjulang tinggi. Daunnya yang
lebat menangkis sinar matahari seperti payung raksasa, meneduhkan seorang bocah yang
tengah duduk dibawahnya. Dia sedang duduk sambil mengamati rumput indah yang baru
tumbuh beberapa hari lalu.
“aaaahhhh...” tiba-tiba terdengar suara teriakan keras
Suara itu terdengar seperti seorang gadis kecil yang tengah berteriak tidak jauh dari tepian
hutan pinus ini. Suaranya terdengar cempreng namun terdengar cukup keras.
“suara apa tadi?” tanya seorang bocah kepada orang dewasa disampingnya. Orang
dewasa itu menggeleng tidak tahu. mendengar teriakan itu dengan jelas, bocah itu
kemuadian bangkit dari duduknya, berdiri menghadap ke arah datangnya suara.
Call for Story
RAYON PMII IBNU KHOLDUN
Ia mulai melangkah “mau kemana anda, tuan muda?” tanya orang dewasa yang
ada di sampingnya, dilihat dari penampilannya sepertinya dia adalah pengawal bocah itu.
Tanpa menghiraukan pertanyaan tersebut bocah itu langsung menyingsing lengan
jasnya, mengangkat celananya sedikit ke pinggang dan berlari menuju ke dalam semak-
semak, dia lari dengan cepat. Cara berlarinya cukup baik, tampak dia sepertinya sudah
sering berlari. Reaksi bocah itu membuat pengawalnya merasa khawatir. Dia mencoba
mencegah tuannya.
“aku akan segera kembali. Terus saja pantau lokasiku dengan GPS. Aku akan
segera kembali, tidak lama” teriak bocah itu sambil berlari dengan sedikit menoleh
kebelakang, melihat pengawalnya yang tampak gelisah.
Tidak lama berlari bocah itu melihat cahaya dari balik pepohonan pinus yang
berjajar rapi bagai tiang di depannya. Itu adalah cahaya yang menandakan tepi dari hutan
lebat ini. Sinar matahari yang terik membuat pandangan di depan sana tidak begitu jelas,
terlihat silau karena masih ada embun yang bertebaran.
Bocah itu berhasil keluar dari dalam hutan. Tidak disangka ternyata tepian dari hutan ini
adalah jurang. jurang yang sangat dalam. Bocah itu langsung menghentikan langkah
kakinya. Kaki kanannya yang berada di depan langsung dibelokkan dan ditancapkan ke
tanah. Kakinya yang menancap ke tanah membuat debu disekitarnya langsung bertebaran.
Dengan nafas yang terengah-engah dia melihat ke sekitar. Padanganya sedikit kabur. Lalu
ia menarik nafasnya dalam-dalam sambil merasakan angin sejuk yang sedang berhembus,
menyingkap rambutnya yang hitam lurus.
“darimana asal suara tadi?”tanya dalam hati
Tidak ada apapun, tidak sesuatu yang aneh. Ia makin kebingungan. Sudah lima menit
lamanya dia hanya berdiri dan memandang ke kiri dan ke kanan. sambil mengumpulkan
keberanian, bocah itu mencoba mendekat ke tepian jurang. Dengan hati-hati menjulurkan
kaki kirinya ke belakang dan kaki kanannya mantap di depan, dengan sedikit takut. Dia
menelusur pandangannya ke bawah jurang, mungkin saja suara itu adalah suara orang
yang jatuh ke bawah.
Jurang itu tampak sangat terjal. Terdiri dari bebatuan yang kasar dan gersang. dalamnya
sekitar dua puluh meter. Bagian bawahnya ada banyak batu besar. Tampak sedikit gelap
karena sinar matahari terhalang pohon pinus yang ada bawah sana. Kalaupun ada orang
yang jatuh pasti nyawanya tidak akan selamat.
“sepertinya tadi hanya halusinasiku saja” bocah itu mencoba meyakinkan dirinya.
Call for Story
RAYON PMII IBNU KHOLDUN
Bebrapa detik kemudian Handphone yang ada di saku celananya bergetar. Dia mengambil
hanphonenya. sebuah pesan masuk. Rupanya pengawalnya tadi mengirim pesan agar dia
segera kembali.
Setelah berpikir sejenak akhirnya dia memasukkan hanphonenya kemnali ke dalam saku
celananya. Ia menelan ludah agak kehausan, mengusap keringat yang ada di dahinya, lalu
melangkah kembali ke arah dia datang tadi.
“aaahhh...” tiba tiba terdengar suara itu lagi.
Suara itu datang dari sebuah pohon besar yang berapa di ujung tebing. Tanpa pikir panjang
bocah itu langsung memutar badannya lalu berlari. Sepatu fantofelnya mengambatnya
berlari, begitu pula jas hitamnya yang terasa pengap bila digunakan berlari. Tapi ia tidak
menghiraukan itu.
Tidak lama dia sampai tepat dibawah pohon besar itu. Mendadak dia terkejut bukan main.
Ia membeku seketika, tidak bergerak. Matanya melotot ketakutan, kakinya bergetar,
nafasnya tersendat. Sesosok bayangan putih tampak di bawah pohon tengah berdiri tegap
didepan matanya. Suasana mendadak mencekam.
“ha.ha.. ku..kun kuntilanak!” teriaknya serak lemas tidak berdaya.
Bocah itu jatuh lemas ke belekang. Ia pingsan. Sepatunya terlepas dari kakinya. Jasnya
kotor terkena debu gersang tebing itu.
* * * *
“hei.. hei.. bangun.. bangun.., jangan mati..” suara lirih terdengar telinga bocah itu.
Ia juga mendengar suara tangisan.
Ia merasa tubuhnya sedang ada yang mengguncang. Tubuhnya masih terasa lemas. Masih
saja terdengar suara lirih yang membangunkannya, ia membuka kedia matanya dengan
perlahan. Matanya sedikit berkedip ketika ada setetes air jatuh di wajahnya. Sinar matahari
membuatnya kesulitan melihat.
“hei kau sudah bagun? Kau tidak apa apa?”ucap seorang gadis sambil menyapu air
matanya.
Kedua mata bocah itu sekarang sudah terbuka dengan lebar. Dia mengucek kedua bola
matanya. ia menggelengkan kepalanya. Kepalanya masih teras pusing, benturan saat
terjatuh tadi masih meninggalkan efek.
“bagaimana.. kau tidak apa apa?” seperti suara seorang gadis kecil, suaranya
sedikit kikuk dan malu-malu namun terdengar ramah dan lembut.
Call for Story
RAYON PMII IBNU KHOLDUN
Seketika bocah itu tersentak berdiri,ia terkejut dan melompat kebelakang dengan posisi
kuda-kuda. Tubuhnya bergetar, pakaiannya yang berwarna hitam semakin menambah
suasana gelap di wajahnya.
“siapa kau? Dimana aku?” teriaknya keras
“ha...” gadis itu langsung menangis. Dia terduduk di bawah pohon
Bocah itu yang tadinya merasa tegang seketika berubah. Ia keheranan saat mendengar
suara tangisan seorang gadis kecil yang sedang duduk di depannya. Dengan sedikit ragu-
ragu bocah itu mendekat. Langkah kakinya pelan meninggalkan jejak kaki debu di
bawahnya.
“hei.. kenapa kau menangis, apa kau anak cengeng?” tanya bocah itu, ia
memberanikan diri bersuara. Apakah gadis ini yang tadi dilihatnya, pertanyaan itu terlintas.
Dia terus mendekat perlahan.
“habis, aku kira kamu tadi sudah mati” suara gadis itu yang terisak, namun
tangisannya sudah berhenti. Dia mengusap matanya, mengelap ingus dari hidungnya, lalu
mengangkat kepala mencoba memandang bocah yang ada di depannya.
“aku mati?, mustahil. Aku belum boleh mati, karena aku adalah keturunan ketujuh
keluarga ningrat cokrodimuko. Aku baik hati dan tidak sombong, huwahaha..ha” tukasnya
lantang lalu ia tertawa dengan keras, tertawanya cukup unik, seperti ketakutannya tadi tidak
pernah terjadi. Sontak gadis itu ikut tertawa kecil. Ia senang melihat bocah di depannya baik
baik saja. Apalagi mendengar ucapannya tadi yang menurutnya sangat lucu.
Melihat gadis itu yang sudah tidak menangis lagi, bocah itu merasa lebih tenang. Dia berdiri
meluruskan kakinya, mengibaskan debu yang ada di celana dan jasnya. Lalu dia
mengeluarkan sebuah sisir rambut dari jasnya. Gadis itu juga sekarang duduk dengan lebih
rileks. Ia mengusap wajahnya. Mata dan rambutnya hitam mempesona membuatnya terlihat
sangat cantik. Bulu matanya yang lentik dan giginya yang mungil berjajar rapi menambah
kecantikan gadis itu. Melihat dari tubuh fisiknya sepertinya umurnya masih sekitar sembilan
tahun.
Angin sepoi-sepoi yang sejuk manghembus, menerbangkan dedaunan pepohonan yang
tidak kuat bertengger pada rantingnya. Cahaya terik matahari tidak terlalu berpengaruh
dengan suhu udara. Sekarang adalah musim pancaroba, peralihan dari musim kemarau ke
musim penghujan. Udara mulai terasa lembab dan segar. Burung-burung berkicau riang
diantara pepohonan hutan pinus yang lebat. Rerumputan juga mulai bersemi menghiasi
tanah yang awalnya kering di musim kemarau. Garis edar matahari sudah sedikit bergeser
ke selatan garis katulistiwa. Di Indonesia perubahan ini sangat jelas terlihat mengingat
lokasinya yang terbelah oleh gari katulistiwa. Hanya dua musim yang berlangsung selama
Call for Story
RAYON PMII IBNU KHOLDUN
satu tahun, yaitu musim kemarau dan musim penghujan dan tepat saat inilah diujung musim
kemarau, sekitar bulan oktober.
“apakah kau tahu asal suara terikan tadi?” tanya bocah itu
“apakah suaranya seperti ini, aaahhh....” jawab gadis itu, ia langsung
mempraktekkan teriakan tadi yang ternyata dialah yang melakukannya.
Suaranya sangat keras, bagaimana bisa gadis kecil seperti dia mempunnyai suara sekeras
itu.
“oh, ternyata itu tadi ulahmu. Aku kaget dan langsung berlari kemari, suaramu keras
juga, tapi sayang cempreng” cibir bocah itu
Mendengar ucapan yang tidak nyaman itu, mata gadis itu kembali berkaca-kaca, alis
matanya kembali mengkerut. Bibirnya manyun, sepertinya akan ada tangisan susulan.
“eh, merdu kok suaranya, maaf lidahku tadi keseleo” hibur bocah itu segera karena
menyadari ucapannya tadi akan membuat gadis itu kembali menangis. Jelas sekali kalau itu
bohong, Sambil mendongak ke atas dan melirik ke gadis itu, dia masih penasaran kenapa
gadis di depannya tadi berteriak.
Seakan gadis itu tahu isi hati bocah itu dia berkata “aku tadi sedang latihan vokal. Aku latihan
berteriak di sini setiap hari minggu. Aku merasa nyaman kalau latihan disini, karena aku
berpikir kalau aku teriak di hutan begini tidak ada yang terganggu oleh suaraku. Hanya
pohon besar ini lah yang selama ini yang selalu mendengarkan suaraku dengan baik. Pohon
ini tidak pernah jahat kepadaku, ia hanya diam dan tenang, tidak peduli apapun yang aku
lakukan. berbeda dengan orang-orang yang selalu meghinaku ketika aku mulai bernyanyi”
kemudian gadis itu menatap wajah bocah di depannya, sambil tersenyum indah “dan
kamulah orang pertama yang mengatakan bahwa suaraku ini merdu, aku senang sekali”
Bocah itu terpanah melihat ketulusan ucapan gadis itu. Suaranya halus sangat menyejukkan
hati. Meskipun kenyataannya suaranya tidak enak. Tapi senyum itu terlihat begitu tulus.
Secara bersamaan angin berhembus sejuk. Udara sekitar terasa sangat nyaman. Bocah itu
masih terpanah mendengar apa yang dikatakan gadis itu. Kepalanya yang tadinya pusing
sekarang sudak tidak lagi. Apakan ini obat, jelas bukan.
“wow.. suatu kehormatan bisa menjadi yang pertama, haaha” puji bocah itu dengan
tertawa keras
Gadis itu akhirnya tampak begitu riang, senyumnya semakin manis dan memukau.
Wajahnya imut, kulitnya putih bersih, sungguh sempurna.
Call for Story
RAYON PMII IBNU KHOLDUN
“apakah kamu mau jadi penyanyi?” tanya bocah itu, ia melihat kedua bola mata
gadis itu.
“tidak, ini hanya sekedar hobi. Aku melakukannya karena menyenangkan. Aku tidak
mau jadi penyanyi. Karena aku pikir jadi penyanyi akan sangat menyibukkan, jika begitu aku
tidak akan bisa lagi bermain dan jalan-jalan” ujar gadis itu. Pemikiran gadiskecil itu sungguh
sederhana, membuat bocah disampingnya tersenyum.
“sepertinya kamu anak yang baik” ucap gadis itu pelan. Tampak gadis itu pemalu.
“tentunya, karena aku adalah keturunan ketujuh keluarga ningrat cokrodimuko. Aku
baik hati dan tidak sombong, huwahaha ha”. Ujarnya dengan tertawa keras. Gadis itu
tersenyum lagi.
Kini kedua anak itu tengah duduk berdampingan di bawah pohon besar, memandangi
pemandangan indah cakrawala yang ada di depannya. Tempat mereka duduk terlindung
dari sengatan sinar matahari. Pohon pinus yang besar menjulan tinggi menancap di
belakang mereka, diameternya sama dengan bila mereka berdua memeluk pohon dan
kedua tangan mereka bersentuhan. Serat-serat pohonnya sangat halus, sehingga membuat
nyaman untuk dipandang. Daunnya yang lebat membentuk sebuah payung alami dengan
ukuran raksasa. Terlihat beberapa burung melompat dari ranting ke ranting.
“apa kamu selalu datang kesini sendirian?” tanya bocah itu. Dia melepas jas
hitamnya. Di dalamnya dia memakai kemeja berwarna putih dengan garis-garis biru. Dasi
kupu-kupunya terlihat imut, warnanya hitam. Sangat serasi.
“tidak, biasanya aku datang kemari dengan ayahku. Setiap minggu kami
menghabiskan waktu berdua dengan berjalan-jalan di hutan, dan kita berhenti di pohon ini
untuk beristirahat sebentar. Menggelar tikar dan makan siang bersama. Mungkin itu yang
biasa orang di dalam televisi sebut piknik, aku sangat senang. Namun sayang, hari ini
ayahku sedang sibuk memanen jagung di sawah” jelas gadis itu dengan nada yang santai.
“kamu sendiri kenapa bisa ada disini?, sepertinya kau datang dari jauh. Pakainmu,
sepertinya kamu anak orang kaya. Kenapa bisa datang ke tempat terencil seperti ini?” gadis
itu balik bertanya. Dia sudah merasa akrab meski baru beberapa saat lalu bertemu.
Bocah itu menghela napas, relaks “kalau soal kaya itu benar sekali, karena aku adalah
keturunan ketujuh keluarga ningrat cokrodimuko. Aku baik hati dan tidak sombong,
huwahaha..ha” dia diam sejenak. “aku kesini bersama robongan perusahaan ayahku. Tidak
jauh dari sini, sebelah selatan hutan ini kami sedang melakukan kegiatan reboisasi. Kegiatan
ini sebagai bentuk kalau perusahaan kami sangat peduli dengan alam. Karena jika hutan
semakin gundul maka bumi semakin panas, polusi semakin banyak, dan di masa depan
bumi tidak bisa dihuni lagi. Itulah yang dikatakan ayahku. Setelah acara selesai aku ijin
Call for Story
RAYON PMII IBNU KHOLDUN
ayahku sebentar untuk melihat-lihat rumput segar yang mulai tumbuh di hutan. Aku bersam
dengan seorang pengawalku yang sekarang sedang menungguku tidak jauh dari sini”.
“sepertinya kamu tidak hanya kaya, tapi pintar. Ohya, baik hati” puji gadis kecil itu.
“sudah pasti, karena aku..” belum selesai bocah itu bicara
“STOP” sela gadis itu. Dia menutup bibir bocah di sampingnya. “aku sudah tahu
kelanjutannya” gadis itu tersenyum manis. Merasakan tangan lembut berada di bibirnya
membuat wajah bocah itu memerah, ia malu.
“eh, maafkan aku” gadis itu melepaskan tangannya dengan cepat.
Kini mereka semakin akrab, tidak perduli kalau mereka baru bertemu. Mereka
membicarakan banyak hal. Mulai dari tentang sekolah, rumah, hobi dll. Anehnya satu hal
yang terpenting lupa mereka bahas. Hal itu adalah nama mereka. Mereka seenaknya saja
bicara. Tidak saling mengenal nama satu sama lain. Mungkin dengan tidak mengetahui
nama mereka jadi bisa lebih blak-blakan, tidak khawatir dengan akibat setiap apa yang
mereka ucapkan.
Bocah itu sedikit mencuri pandang ke arah gadis itu. Dia menyimak dengan tenang. Ketika
gadis itu menoleh ke arahnya, ia langung membuang mukanya ke arah langit. Seiring
mereka berbicara matahari terus bergerak turun ke horizon barat. Langit berubah warna
secara perlahan menjadi langit senja. Bocah itu lupa kalau tadi hanya pamit untuk pergi
sebentar. Sampai sebuah getaran di saku celana menyadarkannya.
“ini kan alarm mandi sore” ucapnya sambil membuka handphone. Selesai itu bocah
itu mendengar sebuah kalimat aneh. Ia menoleh ke arah gadis di sampingnya
“Oca abu aca a. Oca abu aca a. Oca abu aca a” gadis itu besuara. Ia memejamkan
mata menarik nafas secara perlahan membuat bocah itu keheranan.
“apa yang kau ucapkan? Apakah itu sebuah mantra? Mustahil, tidak masuk akal” si
bocah mencibir
“cobalah mengikuti ucapanku, pejamkan matamu. Itu akan membuat pikiranmu
tenang. Ayah mengajariku ini. Lakukan saja ketika kamu merasa penat, ini oleh-olehku” pinta
gadis kecil itu. Ia melanjutkan mantra anehnya. Ia memejamkan kedua matanya, angin
menerpa wajahnya. Rambutnya terjurai indah. “ Dan asal kamu tahu, Pohon ini bisa
berbicara denganmu. Katakanlah saja perasaanmu, pasti dia akan menjawabnya, dan
jangan lupa baca mantranya”
Bocah itu hanya diam, cuek tidak perduli. Ia masih berpikir bahwa itu konyol, tidak masuk
akal. Tapi lama kelamaan ia mengikutinya
Call for Story
RAYON PMII IBNU KHOLDUN
“Ooac acuu aba” ucapnya sedikit tersendat
“Oca abu aca a” gadis itu meneruskan mantranya. Dia tersenyum saat melirik bocah
disampingnya menirukan mantranya. Mereka berdua pun serempak merafalkan mantra itu.
“ini sudah jam empat sore. Aku harus segera kembali ke tempatku datang tadi”
Terang bocah itu. Dia mengambil handphone di sakunya. Pesan dan panggilan tidak
terjawab terpampang di layar. Pasti pengawalnya tadi tidak henti-hentinya mencemaskan
tuannya. Jasnya yang tampak lusuh dikibaskannya membuang debu yang menempel lalu
mengenakannya. Kemudian dia berdiri tegap. Si gadis mengikutinya berdiri. Baju putihnya
putih bersih. Hanya ada sedikit debu di bagian dengkulnyna. Mungkin bekas ia berlutut untuk
membangunkan bocah tadi.
“baiklah, kita berpisah sekarang. Apa kau mau aaku antarkan pulang?” ucap bocah
itu
“tidak perlu, terima kasih sudah menjadi temanku. Hari ini aku senang sekali”
Mereka berpisah, berjalan menuju arah yang saling berlawanan. Tepat pohon pinus besar
tadi berada di tengah-tengah jarak mereka berdua. Mereka berjalan lurus tanpa ada yang
menoleh. Sinar mentari senja menambah efek haru perpisahan mereka
Baru sepuluh detik berjalan si bocah itu menghentikan langkah kakinya. Ia membalikkan
badan menoleh ke arah gadis itu.
“ohya. Minggu depan kita bertemu lagi di...” belum sempat bocah itu melanjutkan
kalimatnya, “apa.. kemana dia? Hilang?” bisik dia dalam hati. Pandangannya menelisik ke
seluruh tempat. tapi
Gadis tadi menghilang tanpa jejak.
sejak hari itu mereka tidak pernah bertemu lagi.
Nara The Reformation
Oleh: Ahmad Syarif Fajarul Ihsan
Deru ombak di tepi pantai terdengar keras. Percikan air menerpa beterbangan
dengan cahaya senja yang terbias membentuk partikel-partikel pelangi. Batu-batu karang
dengan garang memecah belah deruan air laut dan daratan disekitar menjadi basah.
Matahari perlahan mulai turun dari tahtanya menuju garis horizon laut. Pantulan dinding
kapur benteng kerajaan Antlander yang basah menyilaukan bagai emas. Dinding yang
mengelilingi kota kerajaan dan melindunginya dari banyak hal. Empat gerbang besar berada
disetiap penjuru jalan besar kota. Seluruh gerbang sedang ditutup.
Call for Story
RAYON PMII IBNU KHOLDUN
Siluet seorang lelaki bertengger diatas benteng gerbang timur. Bendera berkibar
dipegangnya dengan tangan kiri. Sedangkan tangannya memegang erat sebuah gulungan.
Pandangan pemuda itu lurus menuju Central Palace tanpa bergeming sedikitpun. Hanya
bayangan rambutnya yang tampak melambai-lambai diterpa angin. Sayang pemandangan
kota saat ini tak seindah kilauan embun pantai. Asap hitam mengepul hampir diseluruh
penjuru kota. Awan gelap mulai berkumpul dari arah barat daya menambah suasana
atmosfir kota yang mencekam. Kota itu sedang dalam huru-hara.
Seluruh penjuru kota sedang dalam keadaan panik. Pintu dan jendela rumah-rumah
warga sudah ditutup. Jalanan berantakan dengan sampah dan sisa barang-barnag yang
dibakar. Lelaki itu turun dari benteng lalu menaiki kuda menuju pusat kota. Di sanalah pusat
kekacauan saat ini. Bendera itu masih berada di tangan kirinya dan ada sebuah tulisan
“Reformasi”. Kuda melesat menembus jalananan, sesekali mengambil jalan pintas dengan
melewati gang-gang kecil.
Kaki depan kuda menancap mencengkeram tanah mengehtikan langkah cepatnya.
Lelaki itu turun dan menyerahkan benderanya pada seseorang yang datang
menghampirinya.
“Lama sekali kau, Nara !”
“Maafkan, ada sedikit masalah di jalan”.
“Kami mulai khawatir kau tidak akan sampai di sini.”
“Mana mungkin aku meninggalkan sahabat-sahabatku yang berjuang disini.”
Nara menatap lapangan upacara Central Palace. Lapangan luas itu telah dipenuhi
banyak pelajar dari Royal Academy. Semua membentuk barisan dengan mantap. Deru sura
nyanyian perjuangan menggema diseluruh penjuru. Jubah biru mereka tampak kumuh
dengan banyak abu dan debu. Ikat kepala kuning menutupi kening mereka yang lusuh.
Gulungan itu berawarna emas dengan sebuah pita merah mengikatnya. Nara
berjalan menenteng gulungan itu. Di tengah jalan seorang gadis mencegatnya. Tanpa
berkata-kata langsung mengikatkan ikat kepala kuning di keningnya.
“Kami percayakan padamu”. Kata gadis itu.
Nara hanya mengangguk mengiyakan. Dengan tatapan yakin ia melanjutkan
jalannya. Dengan hikmat barisan-barisan pelahar itu menyingkap membuka jalan bagi nara.
Teriakan nyanyian reformasi semakin keras dan kompak. Deruan kaki kanan menginjak
tanah membuat getaran. Dan nara akhirnya tiba di depan pintu gerbang Central Palace. Lalu
Nara menaiki podium.
“Kami pelajar Royal Palace. Sebagai wakil warga negara Antlander menuntut.
Call for Story
RAYON PMII IBNU KHOLDUN
1. Maha Presiden turun tahta.
2. Menghapus konstitusi baru dan kembali ke konstitusi lama.
3. Menghapus segala macam bentuk monarki. Dan menegakkan demokrasi.
Tuntutan ini harus dilaksanakan tanpa dikurangi sedikit pun”.
Jauh diluar lapangan ada gadis kecil umur sekitar 14 tahun sedang melihat
kegaduha itu di dalam rumahnya. Seorang kakek tua berada disamping mendampinginya.
“Kakek.. kenapa kakak-kakak disana berteriak di depan istana maha presiden?” tanya gadis
itu dengan polosnya.
“Mereka telah mengetahui kebenaran, dan sekarang mereka menuntut penegakannya, Elie
sayang”. Jawab si kakek.
“Memangnya apa itu kebenarannya kakek?”.
“Baik aku akan ceritakan. Meski ini adalah cerita terlarang, dan ada taruhan nyawa bila
diungkapkan. Tapi aku rasa momen saat ini sudah pas dan kamu sudah saatnya
mengetahuinya Elie. Aku pun mengetahui cerita ini dari kakekku dulu.
Dulu Antlander adalah sebuah negara yang sangat makmur. Hampir seluruh rakyatnya
sejahtera. Tidak hanya di kota ini, namun di kota-kota dan desa-desa wilayahnya tercukupi
kebutuhannya. Negara ini menjadi rujukan bagi negara-negara lain yang ada di benua ini,
baik dari segi ekonomi, pendidikan, sosial, politik, seni, dan budaya. 90 persen warganya
melek huruf. Banyak sarjana-sarjana dikirim ke wilayah-wilayah untuk mecerdaskan rakyat.
Demokrasi ditegakkan dengan baik.
Sebutan Maha Presiden dulu tidak ada, yang benar adalah Presiden sebagai sebutan
pemimpin negeri ini. Yang setiap lima tahun akan diganti dengan pemilihan umum. Tapi
semua itu berubah sejak satu abad yang lalu.
Semua berubah ketika persaingan politik tidak lagi untuk kepentingan rakyat. Partai-partai
politik mulai menggunakan Money Politic dimana-mana. Rakyat dibodohi lewat kebijakan
korporasi. Para pelajar dibungkam dengan propaganda Study Oriented. Hanya memikirkan
kepentingannya sendiri. Kaum-kaum intelektual dijejeli oleh kemewahan dunia dan
melalaikan mereka.
Kala itu kekuasaan berada di tangan Partai Rakyat Raya. Partai yang dipimpin oleh ketua
konglomerasi keluarga Sarkand. Partai yang memiliki banyak perusahaan dan media koran
negara. Dengan mudah mereka membodohi masyarakat dan membuat undang-undang
yang seenak mereka.
Call for Story
RAYON PMII IBNU KHOLDUN
Pada awalnya pemilu tetap dijalankan, namun selalu keluarga Sarkand yang menang. Mulai
dari Ross Sarkand. Setelah dua periode dimenangkan istrinya Vien Sarkand. Setelah itu
dilanjutkan anaknya Reiss Sarkand dan seterusnya hingga sekarang pada generasi ke
empat Ford Sarkand. Lalu muncullah konstitusi mengkultuskan keluarga Sarkand. Dan
berubahlah negara ini menjadi kerajaan.”
* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *
<your battery is low- your PC will turn off automatically>
“oh tidak... filmnya belum selesai”
Belum sempat menyimpan film Nara laptop Andri mati.
“Lembaran Kusam Kita”
Oleh : Diana Daniati (anaidati)
“Jadilah dirimu sendiri, jangan jadi orang lain yang selalu ingin meratapi masalah yang
membuatmu menangis. Dan jangan selalu memikirkan ayahmu yang entah kemana.
Sekarang kamu harus memikirkan diri sendiri agar kamu menggapai cita-cita yang kamu
impikan selama ini.
Saat kamu jadi orang sukses dan orang yang terkenal pasti ayahmu nyadar bahwa ia
meninggalkan keluarganya, dan dengan cara itulah kamu bisa menemukan ayahmu dan jadi
orang sukses. –M. Zulham Effendi-“
Apa yang lebih indah mendapat memo singkat tersebut dari teman dekat mu?
Rancu kalau harus disebut sahabat apalagi keluarga, karena nyatanya kami baru saja kenal,
yaaa.. tepatnya beberapa bulan lalu. Saat kami sama-sama mendaftar dan lulus di SMA
yang sama, dan secara kebetulan kami berada di kelas yang sama serta kami berasal dari
daerah yang sama.
Muhammad Zulham Effendi, tapi ia lebih suka dipanggil “Uaam”.
Dia salan seorang yang mengajarkanku apa arti sebuah ikatan, tidak hanya menyemangati
tapi juga mencaci. Hubungan kami lebih tepatnya disebut sebagai musuh bebuyutan,
sebutan 5 tahun lalu, daripada pertemanan.
Karena tanpa sengaja kami selalu menyemangati satu sama lain lewat cacian yang kami
lontarkan. Pernah suatu ketika, tepatnya saat kami berada di semester genap tahun pertama
di SMA. Saat itu merupakan bulan-bulan paling menakutkan di sekolah ku, karena sudah
waktunya evaluasi pembelajaran selama satu tahun.
Setiap siswa akan di panggil satu persatu memasuki ruangan yang suram, dan di dalam
ruangan tersebut ada beberapa orang penting di sekolah, salah satunya yaitu Kepala
Sekolah kami yang terkenal dengan sebutan “Pak De”.
Call for Story
RAYON PMII IBNU KHOLDUN
Murid-murid memberi sebutan tersebut karena segan untuk menyebutkan nama beliau, jika
salah sebut sedikit sAja maka kata-kata sakti beliau akan mengisi seluruh sekolah. “Bodoh”,
beliau adalah orang yang tidak sungkan untuk mengatakan kata “itu” kepada siapa saja,
karena hal tersebut pula, sangat sedikit murid yang ingin bertatapan secara langsung
dengan beliau.
Kembali ke cerita awal, saat itu tiba giliranku untuk masuk ke ruangan sidang evaluasi. Saat
keluar aku segera d sambut oleh teman-temanku, mereka berebut menanyakan apa
keputusan akhir dari sekolah untukku. Apakah aku dipindahkan secara paksa atau tetap
berada di sekolah itu, dan akhirnya aku membuka amplop yang ada ditangan ku.
Ternyata aku naik kelas dengan syarat atau lebih tepatnya, aku akan di evaluasi kembali
setelah ujian Mid Semester ganjil di tahun kedua. Lega, juga ragu aku masih bisa
melanjutkan belajar di sekolah ini.
Akhirnya aku memutuskan untuk keluar dari kerumunan teman-temanku, dan lari menuju
asrama putri, tetapi di pertengahan jalan aku dikagetkan oleh sesosok anak laki-laki yang
kelihatannya sengaja duduk di depan asrama sedang menunggu seseorang.
Saat itu aku tidak ingin memastikan siapa lelaki itu, tanpa disadari dia memanggilku, dan
kemudian berkata,
“Kamu masih bisa lanjut, kan?”,
Aku mendengarnya samar-samar, bahkan ku kira ia berbicara dengan orang lain.
Tapi ia melanjutkan bicaranya,
“Jangan lupa untuk membuka lokermu! Dan jangan jadi orang pemalas lagi!”
Siapa yang tak geram, kalau dengan sengaja ada orang yang mengataimu sebagai orang
pemalas. Berhubung suasana hatiku sedang tidak baik, aku menghiraukannya dan berlari
menuju kamarku.
-Libur sekolah-
Tahun kedua ku di SMA…
Seperti biasa, sekolah di mulai dengan Morning Invection, Upacara, Pengumuman
Peraturan Baru di Semester Baru, English days, yang berbeda hanya belum ada
penghukuman bagi yang melanggar peraturan, karena hari ini merupakan hari pertama
sekolah di mulai.
Selesai upacara, murid-murid dibariskan untuk memasuki kelas masing-masing, sudah
tradisi, semua harus terlihat rapi bahkan dalam hal menyusun sepatu sebelum masuk kelas.
Hari itu pula, pertama kalinya aku membuka lokerku setelah hari evaluasi semester lalu.
Tidak ada yang berubah, kososng seperti biasanya, karena memang aku tidak suka
menyimpan barang-barangku di loker hanya untuk berjaga-jaga bila ada pemeriksaan dari
pihak sekolah. Tapi, hari ini aku melihat beberapa kertas yang dilipat sangat kecil di pojok
lokerku. Aku tidak ingat kapan aku menyimpan benda itu di loker, karena penasaran aku
mengambilnya dan membuka lipatan tersebut. Tidak ada yang istimewa, bayanganku saat
Call for Story
RAYON PMII IBNU KHOLDUN
itu. Yang dapat kusimpulkan saat itu, ternyata aku memiliki seorang fans yang tidak segan
menyebutkan namanya di kertas tersebut.
Saat itu aku terlalu malas untuk mencari tahu siapa yang menuliskan memo-memo tersebut,
tapi akhirnya aku mengetahuinya setelah kelas tahun kedua ku di mulai. Beberapa pasang
mata terus mengawasiku dan mencuri-curi senyum kepadaku, aku masih malas
menanggapinya, karena aku baru saja mengenal mereka beberapa menit yang lalu.
Dua bulan berlalu, hingga akhirnya pengumuman jadwal untuk mid test.
Aku merasa gerah setelah mengetahuinya, karena minggu-minggu mid testlah yang akan
memutuskan apakah aku akan berlanjut di SMA ini atau tidak.
Aku mulai sibuk mencari bahan untuk mid test, belajar siang malam, tapi belum ada
perubahan, hingga malam itu..
Mereka datang kepadaku dan menawarkan untuk belajar bersama, dengan seorang teman
yang dianggap mampu untuk mengajari kami. Sebenarnya aku ingin menolak, tapi aku
sangat membutuhkan bantuan seseorang saat ini. Dan akhirnya aku dikenalkan dengan
seorang teman yang mereka sebut “Lecture” yang jika diartikan yaitu dosen. Disebut seperti
itu karena dia memang terkenal pandai mengajari seseorang dan membuat mereka benar-
benar paham terhadap apa yang ia ajarkan.
Sekarang aku terbiasa belajar dengan dia –Lecture-, bahkan jika aku kesulitan sedikit saja,
yang pertama ku cari adalah dia, tidak perduli dimana tempatnyanya, kelas, kantin, asrama,
aula, bahkan taman sekolah. Satu bulan berlalu, tiba saatnya mid test.
Mid test berlangsung selama dua minggu, dan aku melaluinya dengan percaya diri hingga
mendapat hasil yang cukup memuaskan. Aku sangat berterima kasih oleh beberapa orang
yang kusebut sebgai fans ku. Berkat mereka aku lulus di mid test kali ini.
Tidak hanya itu, sekarang aku juga memiliki teman yang bisa diajak untuk bertukar pikiran,
walau masih belum terbiasa tapi aku senang walau hanya mencuri-curi senyum dengan
mereka. Bahkan aku semakin dekat denga Lecture, aku berusaha untuk mengenalnya lebih
jauh lagi. Di sela-sela belajar kami setiap malam, aku dan dia terkadang menuliskan surat-
surat kecil walau sekedar untuk bertukar cerita yang singkat. Aku mulai mengetahui bahwa
ia merupakan orang yang taat ibadah, begitu menjunjung keluarganya, setiap semangatnya
selalu dilandasi oleh dasar-dasar karena Allah SWT semata. Siapa yang tidak kagum
dengan seseorang seperti dia, aku bahkan sempat menuliskan di buku Diary ku “ I feel Love
Him” tanpa sadar.
Tahun kedua di SMA berlalu, dan sekarang kami sudah ada di semester akhir SMA. Bulan-
bulan yang sulit, karena kami dituntut sudah harus menentukan kemana kami akan
melanjutkan pendidikan.
Lecture menceritakan kepadaku, saat kami duduk di bawah pohon di seberang aula asrama,
bahwa ia akan memilih Teknik sipil UGM. Sedangkan aku belum memutuskan apapun.
Tetapi saat ia berkata seperti itu, ada beberapa pertanyaan yang mulai muncul dipikiranku,
Call for Story
RAYON PMII IBNU KHOLDUN
“Apakah aku bisa belajar dengan orang selain lecture?”, “Apakah nilaiku akan sebagus
sekarang bila tidak bersama lecture?”
Pertayaan-pertanyaan tersebut yang membuatku memutuskan bahwa aku harus
melanjutkan pendidikan yang sedekat mungkin dengan lecture walau dengan tingkatan yang
berbeda dan akhirnya aku memeutuskan memilih Pendidikan Luar Biasa UNY untuk pilihan
pertama ku.
Sedikit konyol memang, tapi aku benar-benar merasa bergantung kepadanya.
------
Lecture lulus di teknik sipil UGM melalui jalur SNMPTN, tidak heran. Karena dia merupakan
murid kebanggaan SMA kami, ia bisa membawa nama sekolah kami sampai tingkat nasional
di OSN Tingkat SMA bidang biologi. Dan aku, masih kurang beruntung karena harus
mengikuti tes SBMPTN. Sebelum tes SBMPTN di mulai, ternyata lecture sudah harus pergi
ke Jogja untuk mengurus administrasi pendidikannya, saat itu aku benar-benar tidak ingin
menemuinya bahkan hanya sekedar melambaikan tangan. Keyakinan ku snagat dalam saat
itu, bahwa aku akan bisa menyusulnya ke Jogja.
---
SBMPTN berlangsung, lecture masih terus mengirimi ku pesan dan menyemangatiku,
bahkan ia menuliskan sebuah pesan singkat sebelum berangkat ke Jogja yang sekarang
tertempel di di dinding kamar ku.
Saat pengumuman SBMPTN, aku berebut dengannya untuk melihat hasil ujianku, dan
ternyata aku lulus di UM yang ku tempatkan sebagai pilihan keduaku. Senang juga sedih,
karena nyatanya aku tidak lagi bisa belajar bersama dengan lecture. Tapi selalu ada saja
cara agar kami bisa bertemu. Pada saat waktunya pendaftaran ulang, aku harus transit di
Jogja karena kakak kelasku yang berada di Malang sedang pulang kampung sehingga aku
di antar ke Jogja dengan dalih akan ada yang mengantarkan ku ke Malang saat daftar ulang.
Keadaan itu sangat menguntungkanku, karena setidaknya aku diberi waktu satu bulan
sebelum harus benar-benar tidak melihatnya. Kami melewati wkatu bersama, ia mengajakku
berkeliling UGM dan UNY, mengajariku bersepeda, mengitari malioboro, melewati puasa
bersama bahkan lebaran bersama. Satu bulan ternyata sangat cepat hingga akhirnya aku
harus tersadar dari mimpi indahku, bahwa sekarang aku sudah ada di dunia nyata.
Kenyataan bahwa aku sudah di Malang dan ia Jogja. Sekarang kami memang sangat jarang
dapat meluangkan waktu bersama, tapi kami selalu memberi kabar satu sma lain tanpa lupa
setiap harinya. Hubungan kami bahkan lebih dari sekedar teman sekarang, karena ia lebih
tepat disebut sahabat, pacar, bahkan keluarga. Sampai sekarang pun kami masih terus
berkomunikasi.
Keadaan sekarang bahkan lebih maju dibanding waktu sma, aku lebih mengenal
keluarganya, ibu, ayah dan kakak-kakaknya bahkan sepupunya. Menyenangkan memang,
ia bahkan berjanji untuk datang kewisudaku dan membawakanku bunga Daffodil dengan
buket yang besar, begitu pula aku.
---
Call for Story
RAYON PMII IBNU KHOLDUN
Tetapi.. seketika aku terhenti, dan tersadar bahwa semua yang kuceritakan adalah isi dari
diaryku. Impianku memiliki sahabat seperti itu, hanya semu.
Aku membuatnya senyata mungkin di dunia ini
Saat ini umurku 20 tahun, dan aku berusaha kembali membuka lembaran kusam kita-
lecture- yang kucerikan dengan sangat indah di dalam sana, cerita kita.
-Lecture : Safaruddin Ardi Daud-
Karena Air Mengalir Tanpa Ujung
Oleh: Dahlia Mar’atus S.
“Daripada menjadi seorang konsultan kayak Bapak mending jadi guru saja Le, bisa bimbing
anak-anak jadi pinter, sekaligus bisa membangun negara. Tahu sendiri kan kalau di
pembukaan UUD ada misi untuk mencerdaskan bangsa. Kau dulu sudah mempelajarinya
bukan. Jadi guru itu enak Le, ndak aneh-aneh dan ndak macem-macem. Malah bisa jadi
tugas mulia di mata Allah”, pesan Mama Aska.
“Enggih Ma enggih, tapi Ma Aska ndak ada niatan buat jadi guru tuh. Aska ndak begitu suka
anak-anak. Kalo seumpama pas Aska ngajar, terus ngajarnya Aska nggak bener gimana.
Kan nanti dipertanggungjawabkan di akhirat Ma”, ungkap Aska.
“Mangkanya jangan ngajarin yang nggak bener Aska”, sela Mama Aska.
***
Pagi itu, segaja berselimut angin berembun yang membuat udara semakin dingin
dan mengundang para pemalas kembali tidur. Pagi yang ditemani langit petang itu, hanya
dipenuhi kawanan angkutan kota yang siap mengatar penumpang untuk kembali
beraktivitas. Pagi yang sedikit gerimis itu, mengingatkan Aska pada ulasan ilustrasi masa
kecil yang membuat ia semakin rindu. Dari kaca yang berukuran satu kali dua meter di
ruagan luas, ia mengalihkan perhatian pada kawasan yang dari subuh sesak mayoritas ibu-
ibu membawa barang belanjaan. Tempat itu tak lain adalah pasar Kaulus yang konon adalah
bekas tempat perlindungan rakyat Manila ketika berada di Indonesia. Dengan turun-
temurunnya peranakan mereka yang kemudian menikahi manusia pribumi, warga Manila
pun semakin langka bahkan sudah jarang ditemukan mengingat lebih dominannya wajah
pribumi yang menjadi anak-anak mereka. Hanya tersisa nama Kaulus yang dicetuskan oleh
Tetua pada zamannya, yang tetap dipertahankan menjadi nama sebuah pasar di Batavia.
Sambil menikmati seduhan kopi, Aska tertarik dengan salah satu sudut pasar yakni
momen bergandengan erat salah seorang anak laki-laki dengan nenek yang tampilannya
sangat sederhana berbalut kutubaru di tubuhnya. Anak itu dengan gembiranya menenteng
tas kecil yang terlihat agak lusuh sambil belepotan memakan irisan buah semangka. Ia
Call for Story
RAYON PMII IBNU KHOLDUN
teringat Mbah Utinya yang selalu membawakan semangka dari sawah, sebab cucu
kesayangannya sangat menyukai kesegaran dari sari-sari buah itu. Entah bagaimana kabar
Mbah Utinya di surga sekarang, hanya lewat doalah Aska menitipkan salam pada Tuhan
untuk Utinya.
“Aska sekarang sudah besar Uti, dan Aska sudah bisa beli semangka sendiri”, katanya.
***
Tahun yang terlalui itu membuat Aska semakin rindu. Aska yang sekarang berjajar
dengan orang-orang berpengaruh di Jakarta sudah tak pernah menahu kabar Mama yang
menyuruhnya terus belajar melulu. Ia sekarang dibisingkan dengan pekerjaan monitoring
komunikasi ini-itu yang sudah sangat membosankan untuk taraf konsultan media. Mama
yang dulu selalu mendoakannya dengan khusuk apalagi saat perayaan ujian tiba, telah
menjadi sosok lain bagi Aska. Mama yang mencintainya dengan tulus kala, telah menghilang
tanpa jejak dengan sebab yang menurut Aska tak masuk di akal. Mama yang sederhana
senyumnya, Mama yang selalu menghidangkan masakan khas lidah jawa, mama yang
bangun pagi-pagi benar untuk menyiapkan sarapannya, kini tak pernah ia temui lagi.
Disamping ia benci dengan ketidakpamitan Mamanya yang memilih untuk pergi, ia
juga diam-diam menyembunyikan rasa rindu serindu-rindunya. Bahkan hujan yang sengaja
turun dengan sangat deras untuk menepis rindu mereka pada bumi adalah hal yang paling
Aska benci. Ia tak merasakan hal seberuntung hujan dimana dapat memeluk bumi dengan
sepuasnya, hal dimana ia dapat memeluk kembali Mamamnya dengan erat seperti sedia
kala.
Kebencian Aska pada takdir lebih besar daripada kebencian pada Mamanya. Takdir
yang bekerja sama dengan seperangkat pejabat desa membuat tipu muslihat jahat yang
sangat ia ingat hingga sekarang dan bahkan akan dibawanya mati sekalipun. Kejadian lima
belas tahun lalu sengaja menjadi pukulan terbesar bagi Aska. Desa yang saat itu kebetulan
dilanda rundungan pilu dengan padi yang tak tumbuh subur dan hanya terdapat hama ganas
yang dengan gilanya tidak hanya menyerang sawah bahkan ladang dan kebun sekalipun,
telah menjadi permulaan kebencian bagi Aska.
Desa yang asri itu berubah drastis menjadi politik kotor pemeras warga yang
diketuai oleh Kepala Desa baru, Pak Lurah yang dipilih tanpa diketahui akal busuknya oleh
warga. Betapa tidak tergiur oleh janji manisnya, warga diberikan kesanggupan tunjangan
tinggi bagi para petani yang sawahnya terserang hama. Tidak hanya itu ia juga
menyejahterakan rakyat dengan sering memberikan bantuan berupa sembako dan barang-
barang rumah tangga lainnya pada warga yang dirasa kurang mampu, dan ia juga
merencanakan perbaikan jalan persawahan agar dapat dipakai oleh para petani yang
bekerja.
Call for Story
RAYON PMII IBNU KHOLDUN
Akan tetapi, setelah kurun waktu sekitar dua bulan dari terpilihnya Pak Lurah
bangsat itu, ia menunjukkan sisi kejinya pada warga dengan tagihan pajak yang setiap
bulannya naik, dengan alasan untuk tambahan dana perbaikan jalan. Sisi baiknya masih ia
perlihatkan sebagaimana memberikan pinjaman kepada masyarakat yang membutuhkan
dan memperbolehkan warga untuk membayarnya berupa cicilan dalam jangka waktu yang
cukup panjang. Namun, tak disangka hutang yang diberikan kepada warga ternyata
berbunga luar biasa seperti laut dalam segara. Warga baru menyadari hal tersebut ketika
hutang yang mereka bayarkan kepada lintah darat itu tak kunjung habis.
Semakin serba miskinnya desa itu semakin tak berdayanya masyarakat. Musibah
itu tak melewatkan keluarga Aska. Mama Aska banting-tulang untuk perawatan obat
suaminya dan menghidupi anggota keluarganya yang jumlahnya tidak sedikit. Mereka serba
kekurangan apalagi setelah Bapak Aska tiada. Dengan adanya program Lurah yang
memberikan pinjaman berbunga, membuat Mama Aska terpaksa melakukan transaksi
dengan Kepala Desa yang tidak diketahui oleh satupun keluarganya. Harapan satu-satunya
Mama Aska adalah sawah dan ladang peninggalan Bapak yang kelak ia jadikan jaminan
apabila tidak dapat melunasi hutang.
Kedewasaan Aska dan adik-adiknya pertanda semakin banyak pula kebutuhan
yang harus dipenuhi, dan semakin menumpuk hutang yang telah ia pinjam dari Pak Lurah.
Ladang telah terjual, sawah telah tiada, bahkan hampir separuh perabotan rumah tangga
telah dilelang pada pasar dan ditawarkan pada pembeli. Semua semakin sulit, serba
berbelit, dan hutang melilit. Usaha dan harapan yang Mama Aska rencanakan dari awal
telah kandas, yang tersisa hanyalah keluarga mereka.
Mama Aska yang sangat cantik dan masih cukup muda membuat Kepala Desa
tertarik untuk menjadikannya selir. Ia pun memanfaatkan hutang yang ia berikan kepada
Mama Aska untuk menjadi tombak tawarannya. Kerap kali para petugas datang ke
kediaman Aska untuk menagih pembayaran yang telah beberapa-bulan belum dibayar.
Bunga semakin besar, semakin menumpuk dan alhasil hanya nafas yang tersisa. Strategi
Pak Lurah tua yang bangsat itu telah berhasil, ia juga tahu bahwa hal seperti ini adalah cara
yang paling ampuh untuk melumpuhkan keluarga Aska yang dulunya adalah keluarga
terpandang, apalagi Mama Aska terkenal dengan wanita tercantik di Desa.
Karena air terus mengalir tanpa ujung, tentu tak ada pilihan lain saat itu. Aska yang
baru berusia 11 tahun tak memiliki apa-apa untuk mempertahankan Mamanya yang diseret
paksa oleh para bedebah. Ia memeluk Mamanya dengan erat, menangis sejadi-jadinya dan
membuat para tetangga mereka prihatin dengan kejadian itu. Salah seorang tetangga yang
iba mencoba untuk memberikan opsi dan membujuk mereka agar tidak membawa Mama
Aska dengan cara yang keji. Namun, semuanya nihil, hanya kesia-siaan yang tersisa. Aska
berusaha mengejar mereka dengan berlari sejauh mungkin, sekuat nafas yang ia miliki,
Call for Story
RAYON PMII IBNU KHOLDUN
Aska berusaha menjerit dan menghujat para bedebah itu sejadi-jadinya, namun ia justru
mendapat luka lebam yang membuatnya tak sadarkan diri.
Bertahun-tahun Aska menunggu, berharap kabar burung datang walau sekedar
menyampaikan pesan bahwa Mamanya baik-baik saja. Hingga dewasa ia tak pernah melihat
batang hidung Mamanya sampai masa jabatan Pak Lurah usai. Ia mencoba mencari dimana
keberadaan Mamanya ke satu ke desa lain, bahkan ke luar kota sekalipun. Ia sangat keras
bekerja untuk mengumpulkan uang sebagai modal mencari wanita kesayangannya. Ia
berharap takdir lain berpihak padanya.
***
“Daripada menjadi seorang konsultan kayak Bapak mending jadi guru saja Le, bisa bimbing
anak-anak jadi pinter, sekaligus bisa membangun negara. Tahu sendiri kan kalau di
pembukaan UUD ada misi untuk mencerdaskan bangsa. Kau dulu sudah mempelajarinya
bukan. Jadi guru itu enak Le, ndak aneh-aneh dan ndak macem-macem juga. Malah tugas
mulia di mata Allah” pesan mama Aska.
“Enggih Ma enggih, tapi Ma Aska ndak ada niatan buat jadi guru. Aska ndak begitu suka
anak-anak. Kalo seumpama Aska ngajar terus ngajarnya nggak bener kan nanti
dipertanggungjawabkan di akhirat Ma” ungkap Aska.
“Mangkanya jangan ngajarin yang nggak bener Aska” sela Mama Aska.
Adalah kata terakhir yang ia bincangkan dengan Mama dalam bunga tidur. Pada
kaca jendela yang ia pandangi itu, ia menyadari sisi lain pesan Mamanya untuk menjadi
seorang guru. Disamping merupakan pekerjaan yang mulia, menjadi guru adalah pekerjaan
mendidik. Mendidik generasi-generasi agar tidak menjadi sosok sehalnya Pak Lurah
bangsat. Mendidik agar para penerus tidak menjadi seorang pemeras, mendidik agar dunia
ini tidak dipenuhi manusia-manusia kotor, dan mendidik agar kita tidak akan kehilangan
orang yang kita sayangi untuk kedua kalinya. Aska tak akan mengecewakan pengorbanan
Mama.
“Mama memang telah tiada di dunia, tapi mama hidup disini Aska dan kamu harus
ingat itu”, Kata mama sembari menunjuk dada dan memeluk Aska.
Karena air terus mengalir tanpa ujung, tentu tak ada pilihan lain.
Namun, ingatlah di dunia ini kau takkan pernah sendiri. Mama menyayangimu.
Call for Story
RAYON PMII IBNU KHOLDUN
Dustamu Menistakan Agamaku
(Kisah Nyata, Februari 2017)
Oleh: Nikmatus Solikah
“Ya Allah, mengapa orang itu tak sekalian merampas nyawaku? Siapa yang
sanggup memikul beban seberat ini? Ya Allah, ingin rasanya ku langkahkan kaki berlari
menuju Jalan Suhat sana, lalu memanjat jembatan gantung dan terjun bebas ke bawah
derasnya aliran Sungai Brantas. Tak peduli mayatku akan mengambang di belahan bumi
mana, tak peduli jika akhirnya mayatku akan ditelan oleh dasar palung Samudera Hindia,
yang jelas aku benar-benar tak sanggup melihat kesedihan orang tuaku nanti. Ya Alloh,
jikalah itu bukan bentuk kufur terhadap nikmatMu dan jikalah bukan karena iman yang Kau
tiupkan dalam dadaku, tentulah aku menghadapMu dalam keadaan kufur, mati bunuh diri.”
Hatiku mendesah panjang di bawah rinai hujan Jalan Veteran.
Tiga jam aku menunggu, tidak mempedulikan hujan yang jatuh di wajahku hingga
antaranya dan air mataku bersatu mengaliri pipi dan hidungku yang memerah. Hanya
sayyidul istighfar yang ku lantunkan pelan sambil mengulang-ulang kalimat “a’udzu bika min
syarri maa shona’tu”. Air mataku semakin mengalir deras saat aku yakin bahwa HP dan
notebookku benar-benar dibawa kabur oleh orang itu.
Andai aku diizinkan untuk kembali hidup di jam 07.45, Rabu 8 Februari 2017 yang
lalu, aku tidak akan membawa notebook dan HP kesayanganku dengan tas jinjing, aku juga
tidak ingin lewat Jalan Terusan Ambarawa agar tak bertemu dengan bapak setengah baya
dengan badan agak berisi, tidak terlalu tinggi, berkumis, berjaket hitam, bersepeda motor
ungu, yang berpura-pura baik, namun perangainya bejat dan tidak tahu kasihan itu. Jujur
saja, aku pun tak habis pikir mengapa setelah pengendara sepeda motor itu menepuk
bahuku dari belakang, seketika itu aku mau dan merasa bahagia saat ia menawarkan diri
untuk mengantar ke kampus, padahal kami tidak saling mengenal dan aku tidak terlalu suka
berboncengan dengan laki-laki.
Petaka itupun dimulai. Bukannya orang itu menurunkanku di Jalan Surabaya, tapi
terus membawaku ke depan Jasa Tirta. Dengan mata berkaca-kaca orang itu menasehatiku
untuk menjaga sholat lima waktu, tahajjud, tasbih dan hajat karena saat itu diriku
menghadapi cobaan yang teramat berat. Ia pun lanjut bercerita bahwa ada seorang lelaki
yang dendam kepadaku karena cintanya tak terbalas. Cinta ditolak, dukun bertindak. Ia
mengirim mantra agar diriku tak kunjung dipertemukan dengan jodoh sampai tua sekalipun,
apapun yang ku usahakan saat ini tak akan menghasilkan kesuksesan di masa depan dan
yang lebih mengerikan dalam waktu dekat perutku akan membesar karena sedang
mengandung ular dan buaya. Yang lebih membuatku ingin menangis bahwa petakaku ini
bisa membuat kedua orang tuaku shock, lalu meninggal -katanya-. Di dalam tubuhku ini
bersarang tujuh paku dan selama ia tidak dikeluarkan, maka kesialan tadi akan benar-benar
terjadi.
Wahai, siapakah yang tidak takut mendengar cerita seperti itu? Mohon jangan
membawa-bawa orang tuaku, biarlah aku saja yang menanggung. Sungguh ketakutan yang
Call for Story
RAYON PMII IBNU KHOLDUN
merajalela, hingga otakku tak lagi berfungsi sebagai pembeda antara hal yg tidak dan masuk
akal. Aku diam, linglung. Orang itu beristighfar beberapa kali dan berkata “ya Allah, Dek.
Mimpi apa kamu semalam sampai dipertemukan denganku. Kalau tidak, apa yang akan
terjadi padamu? Sungguh Allah itu maha adil dan penyayang”. Kecemasan semakin
menjajah jiwa, tak ayal saat itu juga aku mendesaknya untuk mengeluarkan paku-paku itu.
Aku pun terus mendesaknya.
Orang bejat itupun bersedia, tapi dengan beberapa syarat. Pertama, ia tak mau
menerima pamrih dalam bentuk apapun dariku. Kedua, jika kelak aku sukses, maka aku
tidak boleh menjadi orang yang sombong. Ia pun membawaku ke taman kunang-kunang di
Jalan Semarang, ia memerintahku untuk banyak membaca istighfar di sepanjang jalan.
Sesampainya, aku diminta untuk membaca surat al-fatihah tiga kali, juga membaca kalimat
takbir dan benarlah saat ia menggigit jari tengahku dari mulutnya keluar satu paku yang
hampir berkarat. Lagi-lagi, otakku seperti kehilangan jobnya, mengapa tak berfikir apakah
paku itu berasal dari dalam tubuhku atau itu hanyalah rekayasa? Yang ada malah
desakanku semakin menjadi-jadi kepada makhluk -yang entah harus ku sebut apa itu- agar
ia mengeluarkan semua paku yang ku fikir benar-benar ada di tubuhku.
Sepeda motor ungu itu lalu membawa kami menuju taman singa dekat stasiun kota,
alasannya bahwa paku-paku tersebut tidak bisa dikeluarkan sekaligus di satu tempat -
katanya-. Adegan sama terulang lagi, hanya saja saat itu aku diminta membaca surat al-
ikhlas juga ayat kursi dan yang keluar dari mulutnya adalah dua paku bengkok yang
berkarat. Saat itu, sang bapak sempat bertanya apakah aku memakai perhiasan emas, ku
jawab dengan tidak karena ayahandaku bekerja di sawah yang penghasilannya memang
tak seberapa. Pertanyaan yang lain adalah mengenai uang yang ada di dompet, ATM dan
kos. Pertanyaan itu semuanya ku jawab dengan jujur, bahwa uang di dompet tinggal 30k, di
ATM 50k dan di kos tidak ada.
Jelas saja saat itu saldo ATMku menipis di awal bulan, beasiswa bidik misi Bulan
Februari ku habiskan untuk membeli buku hingga melampaui 150k, servis notebook 370k
dan sisanya sebagai biaya hidup. Pada hari Ahad 5 Februari 2017, tepatnya saat perjalanan
pulang mapaba raya PMII 2017, ku sempatkan singgah di ATM BTN di Jalan Sigura-gura
untuk mencairkan beasiswaku sebagai biaya servis notebook karena saat itu aku tidak ikut
rombongan, tetapi nebeng pada salah satu seniorku. Saking bersemangatnya, sesampai di
kos, yang ku lakukan hanya menaruh tas, lalu berlari menuju tempat dimana notebookku
berobat. Seperti mimpi saja bahwa notebookku bisa sehat seperti sedia kala mengingat
kerusakannya sangat parah.
Sungguh indahnya, aku sangat merindukan notebookku itu untuk menjadi teman
hidupku kembali. Sekian lama ia harus berobat ke tukang servis karena aku terlalu
memforsirnya selama ini, terutama untuk mata kuliah SIG. Bagaimana mungkin aku
memaksa notebook dengan prosessor intel atom untuk melakukan yang seharusnya
dilakukan oleh laptop core i5. Hari Senin dan Selasa ku habiskan hidup berdua bersamanya
untuk merangkai tugas makalah bersama-sama, sayangnya sebelum file makalah tersebut
ku salin ke dalam flashdisk, Rabu pagi notebookku tercinta berpindah tangan.
Call for Story
RAYON PMII IBNU KHOLDUN
***.
Sepersekian menit berlalu, kami menuju daerah Blimbing sekitar Terminal Arjosari.
Saat itu, ia hendak membawa tas jinjingku yang berisi HP dan notebookku untuk sholat
dhuha bersamanya di Masjid al-Fatah, Blimbing, agar kedua benda tersebut menjadi salah
satu perantara kesuksesan dan penangkal kesialan, tapi anehnya aku harus kembali ke
Lowokwaru, tidak diperbolehkan menyertainya.
Aku bimbang dan ia menangkap raut wajahku. “Kenapa, Dek? Jangan suudhon!
Jika kamu suudhon ke aku, aku tidak akan membantumu mengeluarkan sisa pakumu itu.
Haram bagi saya untuk membawa barang yang sama sekali bukan hak saya. Na’udzu billah,
dek. Ingatlah bahwa Allah itu maha melihat terhadap apapun yang kamu perbuat, meskipun
kamu bersembunyi dimana pun” dengan mantap kalimat demi kalimat itu mengalir seperti
dari mulut orang yang sangat tinggi ilmunya, tapi pengamalannya-lah yang patut
dipertanyakan.
Wahai, siapakah yang lebih menistakan agama islam daripada seorang muslim
yang menutupi perbuatan kejinya dengan kedok agama? Bukan seorang non-islam yang
sembarangan menanggapi ayat Quran menurut persepsinya sendiri dan sempat
menggegerkan Indonesia beberapa waktu lalu. Bukankah itu wajar karena ia memang tak
mengerti betapa agungnya kalam samawi terakhir yang dicintai bahkan dihafalkan oleh
banyak orang di dunia itu, yang jumlah penghafalnya tak kan terlampaui oleh penghafal kitab
apapun sepanjang zaman? Mengurusi orang semacam itu tidak ada gunanya, toh ia bukan
ulama’ yang fatwanya akan dianut mayoritas muslim Indonesia dari berbagai kalangan dan
mengurusinya hanya akan mendatangkan perpecahan antar ummat beragama.
Barulah jika apa yang diucapkan oleh orang itu diucapkan oleh ketua MUI, itu bisa
disebut penistaan agama. Tidak ada yang bisa menistakan agama islam kecuali muslim
sendiri, bukankah berbahaya jika yang ditipu oleh orang tadi adalah bukan diriku, tapi orang
non-islam? Bukankah kemuliaan citra islam di mata pemeluk non-islam akan ternodai
dengan perbuatan orang itu?Apa yang akan ia katakan setelah ia ditipu oleh muslim dengan
membawa nama tuhannya, padahal islam adalah agama yang mengajarkan pemeluknya
untuk berakhlaq mulia dan seindah apapun kalimat yang dirangkai oleh manusia tak kan
pernah mampu melukiskan kemuliaan islam? Bukankah ini bentuk penistaan agama yang
sangat keji?
contoh penistaan agama yang lain adalah muslim yang sengaja meninggalkan
sholat. Apakah ia tidak tahu bahwa sholat itu ibadah yang paling wajib dan tidak boleh
ditinggalkan selama jiwa ini berada di alam sadar? Apakah ia tidak tahu betapa agungnya
peristiwa nabi Muhammad saat menerima perintah sholat? Mengapa masih saja
meninggalkan sholat? Bukankah itu bentuk penistaan agama islam yang sangat nyata dan
banyak muslim yang melakukan, namun tidak ada yang mempedulikannya?
***
Setelah melihat angkot AL, ia menghentikannya untukku, diberinya uang 5000
rupiah padaku sebagai ongkos. Ia meminta agar menunggunya di depan matos karena 10
atau 15 menit kemudian ia akan datang, meskipun pada kenyataannya yang berjanji tak
Call for Story
RAYON PMII IBNU KHOLDUN
kunjung datang hingga kini. Sebelum naik angkot, aku sempatkan mencium tangannya
bagai ayah sendiri sebagai bentuk penghormatan sebelum berpisah dan itulah terakhir kali
kami bertemu.Saat berada di dalam angkot dan orang itu memutar balik ke arah berlawanan
sambil membawa tas jinjing batikku dengan laju sepeda motor yang kencang barulah
penyesalan itu ada, tapi kakiku seperti terpaku tak bisa beranjak, mulutku kelu untuk
mengucapkan “berhenti, Pak” kepada sopir hingga sampai di Jalan Veteran.
***
Langkahku gontai, ingin mencari pertolongan tapi tidak ada kontak untuk dihubungi
dan tidak ada alat untuk menghubungi. Ku paksa kaki untuk melangkah menuju camp putri
rayon al-Biruni dan juga ke kos, namun hasilnya nihil. Semuanya sepi tak berpenghuni. Saat
itu aku memutar otak untuk mencari pertolongan terdekat dan tiba-tiba teringat sahabatku
yang tinggal di kos lama, Fitry. Saat aku masuk ke dalam kamarnya, ia sedang mengerjakan
tugas. Ku ceritakan semua yang menimpaku sepanjang pagi itu. Ia kaget dan tidak
menyangka bahwa kejadian seperti itu menimpaku, katanya mungkin karena aku terlalu
polos. Wajarlah, bisa dibayangkan ada cewek yang hampir menginjak 18 tahun, tapi sudah
kuliah di semester 4 dan mungkin musibah kubro inilah yang menjadi kado ulang tahun
terindahku.
Ia pun melacak keberadaan HPku yang saat itu terdeteksi di Stikes Maharani, lokasi
yang benar-benar jauh meskipun sama-sama berada di Kecamatan Lowokwaru. Fitry
meminta maaf karena tidak bisa menyertai kesana karena tidak ada kendaraan. Tak ingin
berputus asa, siang menjelang sore itu aku berlari menuju gedung FIS, ku susuri lantai
1,2,3,4 bahkan perpustakaan FIS ku datangi, berharap bisa menemukan seseorang yang
bisa menolong, baik teman sendiri atau senior PMII yang telah ku kenal.
Ekspedisi pencarian terus ku lakukan, lantai demi lantai, namun takdir belum
memihak, tetap saja tidak ada orang yang ku kenal dan sekiranya bisa menolongku. Ku
tunggu di lantai 4 beberapa menit namun tak ada yang lewat, akhirnya aku turun dan
menunggu di lantai 1. Satu jam menunggu, tetap nihil. Tiba-tiba terdengar bagian dari hatiku
berbisik “ya Allah, aku pasrah, aku ikhlas. Engkaulah yang maha kaya dan maha kuasa
untuk mengganti semuanya kapanpun Engkau berkehendak”. Entah itu bisikan tawakkal
atau malah bisikan putus asa, yang pasti tubuhku lelah sekali, dadaku mulai sesak dan saat
itupula ku putuskan untuk kembali ke kos dengan tatapan kosong.
***
Setelah enam jam pulas di alam bawah sadar, aku terbangun. Aku langsung
bergegas menuju kos Fitry dan berada disana sampai pagi. Ia memaksaku agar mau mandi,
aku teringat bahwa terakhir kali aku mandi adalah pagi kemarin terhitung sejak Rabu saat
tertimpa musibah itu, alias 1x24 jam yang lalu. Awalnya aku bersikukuh menolak, tapi
paksaannya membuatku luluh. Sungguh sangat segar terasa saat air mengaliri tubuh,
setidaknya fikiranku bisa agak jernih.
Saat keluar dari kamar mandi ternyata Fitry sudah tidak ada karena ia kuliah pagi
dan betapa terharunya aku saat ku buka tasku ada uang 70 ribu rupiah. Betapa ia mengerti
tanpa bertanya, bahwa uang yang ku punya saat itu hanya cukup untuk ongkos pulang. Tak
Call for Story
RAYON PMII IBNU KHOLDUN
salah jika saat kita merantau dan jauh dari sanak famili, maka sahabatlah yang akan
menggantikan semuanya, mulai dari hal yang berbentuk materi, kasih sayang, perhatian
bahkan cinta.
Rencana untuk pulang dan mengakui peristiwa kelangan yang tidak wajar itu
kepada orang tua ingin ku realisasikan pagi itu juga. Entah aku berani menceritakannya atau
tidak, karena dengan pulang meskipun keberanian untuk bercerita tak kunjung muncul,
setidaknya aku bisa melihat wajah orang tuaku yang memberikan semangat untuk bangkit
dan marem nang ati. Aku tak peduli bahwa itu Hari Kamis, ada 2 mata kuliah yang
mewajibkan kehadiran mahasiswa yang sedang menuntut program studinya –termasuk aku-
dan hari berikutnya masih ada 1 mata kuliah. Percuma saja kuliah dalam keadaan otak blank
seperti itu, itu saja yang terlintas dalam benak,toh diriku belum sama sekali mengambil jatah
bolos untuk mata kuliah yang bersangkutan.
Sebelum pulang, ingin rasanya aku berpamitan kepada Naya dan Kristin, kedua
sahabat terdekatku di kelas. Kemarin aku ingin sekali mendatangi kos mereka, hanya saja
terlalu jauh, di Jalan Candi sana. Terpaksa aku berjalan kaki kesitu, yang entah berapa
jauhnya aku belum tau, karena saat itu aku tidak membawa meteran untuk mengukur dan
smartphoneku yang berGPS itu sudah punya tuan baru. Terpaksa pula aku menepis
kengerianku lewat di pinggir makam orang kristen. Bukan karena apa, aku tidak bisa
membayangkan bagaimana siksa kuburnya orang yang mati dalam keadaan menyekutukan
Allah, meskipun pada hakikatnya hak menyiksa adalah hak preogatif Allah dan keislaman
yang saat ini ku peluk bukanlah jaminan untuk mati dalam keadaan islam, pun sebaliknya.
Bayangkan saja, gada -alat pemukul semacam palu- Malaikat Munkar Nakir itu tidak
akan bisa diangkat oleh seluruh manusia dan jin mulai dari era Nabi Adam sampai yaumul
Qiyamah sekalipun, lalu bagaimana sakitnya jika dipukulkan pada tubuh yang lembek
seperti, pasti sangat awesome dan mengerikan sekali. Dalam sebuah riwayat ada yang
menyatakan bahwa jika gada Malaikat Munkar Nakir dipukulkan kepada sang mayyit saat
tidak bisa menjawab pertanyaannya, maka tulang dan dagingnya akan hancur dan
tenggelam sekian meter dalamnya. Na’udzu billah. Karena itulah sahabat ‘Utsman bin ‘Affan
akan tersedu-sedu jika mendengar cerita tentang kubur. Intinya beruntunglah orang-orang
yang bisa mati dalam keadaan beriman dan lolos seleksi pertanyaan malaikat Munkar Nakir.
Cukup dingat-ingat saja bahwa masa depan itu bukan hanya di dunia, tapi setelah roh ini
lepas dari jasad ada kehidupan baru yang juga akan dijalani dan satu hal penting lagi, sekali
pulang ke alam tersebut maka tidak akan lagi bisa kembali.
***
sesampai di kos Naya, yang pertama kali Naya ucapkan saat melihatku datang
adalah “Nikmah, Kamu kemana aja? Aku kepikiran kamu terus. Rabu kemarin kamu kok
nggak masuk, kenapa?”. Subhanallah benarlah bahwa sahabat memiliki ikatan batin,
meskipun tidak memiliki hubungan darah. Ku putar kembali cerita sama seperti yang ku
utarakan pada Fitry hanya saja kalimat penutupnya adalah “Dan sekarang aku mau bolos
kuliah, Mbak Nay. Aku mau pulang saat ini juga, aku udah nggak kuat, Mbak Nay”.
Call for Story
RAYON PMII IBNU KHOLDUN
Naya tampaknya tersentak kaget mendengar keputusanku yang terakhir, buru-buru
kalimat persuasifnya mengajukan perang, “tidak bisa, yang hilang itu laptop sama HP,
Nikmah. Jangan sampai semangat kuliah juga ikutan hilang. Ingat Nikmah, semakin sukses
seseorang maka cobaannya semakin besar. Kalo pengen pulang, Jum’at selepas kuliah aja.
Pokoknya Nikmah harus makan dulu, aku masakin telor, habis itu kita berangkat kuliah
bareng. Titik”. Seketika itu lagi-lagi aku merasakan indahnya kekeluargaan dalam
persahabatan dan rasa terharu menyelimuti hati, sampai perasaanku hanya bisa
mengangkat bendera putih dan takluk atas permintaan sahabatku itu. Naya peka sekali
bahwa perutku belum kemasukan apapun dari kemarin kecuali beberapa teguk air minum
di kos Fitry. Saat itu aku mendatanginya dengan wajah pucat dan bibir yang kering.
Kristin yang dari tadi menyimak, hanya menanggapi “Nik, Kamu ke taman kok sama
om om sih? Kok gak sama di bawahnya om om... hahaha. Semangat, Nikmah”. Aku geli
mendengar ucapannya dan langsung tertawa lepas, sejenak melupakan kesedihan atas
musibah kubro-ku di awal tahun 2017 itu. Saat Naya membawa telor mata sapi yang
mengepul, naluri laparku terpanggil. Kalau saat di kos Fitry tadi aku teringat mandi, tapi saat
di kos Naya teringat bahwa terakhir aku makan adalah 1x24 yang lalu juga, dan segalau
apapun aku, ternyata lapar berkuasa di atas segalanya.Pada akhirnya ku makan juga,
bahkan sampai butir terakhir dan tidak ada yang tersisa kecuali piringnya. Bukan karena
apa, karena kita tidak tahu butir nasi mana yang membawa barokah untuk kita, bisa jadi butir
yang terakhir dan juga ada yang berkata bahwa disaat sedang makan bersama-sama, maka
yang makan sampai butir terakhir lah yang akan berangkat hajji terlebih dulu. Maka,
kesimpulannya bisa ditulis menjadi persamaan rumus sebagai berikut.
the power of friend > galau males mandi
the power of laper + the power of friend > galau males makan
***
DARIMU UNTUKMU HANYA PADAMU
Oleh: Lailatul Mauludiyah
Kehidupan selalu berputar layaknya roda yang akan berpusat pada porosnya. Kehidupan
penuh teka teki,penuh cobaan,penuh sandiwara,penuh fatamorgana dan penuh dengan
bumbu-bumbu kepalsuan. Begitu pun dengan alur kehidupan yang ku jalani hingga saat ini.
Mungkin dulu aku adalah orang yang seperti itu dan sekarang aku tak seperti itu lagi karena
ada seseorang yang telah berhasil merubah hidupku. Tak lain lagi kalau bukan kak khakim
hidayat siapa lagi yang bisa merubah duniaku yang putih abu abu menjadi berwarna seperti
saat ini. Dia adalah kakak tingkatku waktu MA dulu dan sekarang dia kuliah di UINSA.
Semua berawal dari dunia maya. Awal aku mengenalnya karena aku mencari info tentang
pendaftaran mandiri di Surabaya. Aku tak punya pilihan lain selain memberanikan diri untuk
bertanya padannya.
Call for Story
RAYON PMII IBNU KHOLDUN
Awalnya kita hanya berteman seperti biasa tapi lama kelamaaan kita semakin dekat dan
semakin dekat dan hingga pada akhirnya aku dianggap adiknya sendiri oleh kak khakim.
Sebenarnya tak harus ada ikatan darah untuk bisa menjalin hubungan dekat dengan
seseorang. Hal ini seperti yang ku alami saat ini. Selama aku berjuang untuk SPMB mandiri
dia yang selalu menyemangatiku dan memberikan doa untukku. Dia berpesan padaku
bahwa setiap keinginan pasti akan ada jalan yang terbaik. Dan dia telah menyakinkanku
kalau aku pasti akan bisa masuk di SPMB mandiri UINSA. Tapi ternyata takdir berkata lain
karena aku tidak lulus ujian SPMB mandiri di UINSA. Aku merasa tak ada harapan lagi
untukku karena sudah berulang kali aku gagal. Tapi kak khakim terus menyemangati aku
bahwa pasti aku akan lulus di SPMB Universitas lain.
Dan alhamdulillah akhirnya aku lulus ujian SPMB mandiri Universitas Negeri Malang.
Dan aku sangat bahagia sekali karena pada akhirnya doa dan usahaku di jawab oleh Allah
SWT. Kufikir setelah ini aku sudah tak butuh nasihat-nasihat dari kak khakim lagi karena aku
merasa sudah menjadi mahasiswi dan bisa menentukan pilihanku sendiri. Namun aku salah
kalau aku berfikir seperti itu karena baru pertama kali ini aku menghadapi dunia luar yang
penuh dengan lika liku kehidupan yang sangat membingungkan. Untuk itu aku butuh
penyemangat hidup penasihat hati penenang jiwa. Dan alhamdulillah kak khakim masih mau
mengorbankan waktunnya untukku meskipun jarak telah memisahkan kita tapi itu bukan
berarti alasan untuk kita bisa berbagi cerita kehidupan yang terjadi. Dia selalu memberikan
nasihat nasihat untukku dan pada akhirnya dia berjanji padaku untuk akan tetap menjadi
penasihat hatiku selama dia masih bernafas.
Hatiku bimbang jika aku tak mendengar kabar darinnya. Karena dia orang yang sangat
sibuk tapi ditengah kesibukannya dia akan selalu ingat pada adik kecilnya ini ketika
membutuhkan kata nasihat darinnya. Tak lama ku mengenalnya namun berjuta rasa dan
asa telah kurasakan. Berjuta kenangan telah kudapatkan. Berjuta kata dan nasehatnya telah
dia berikan padaku. Berbagai pengalaman telah kamu bagikan untukku. Awalnya aku
menganggap itu semua biasa namun lama kelamaan semua yang biasa menjadi luar biasa.
Ada apa ini? Aku bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi. Hatiku bimbang jika aku tak
mendengar kabar darinnya. Ada apa dengan hati ini. Apakah aku jatuh cinta padannya?.
Aku tak bisa membohongi hati ini karena memang itu yang sebenarnya terjadi aku jatuh
cinta padannya.
Namun aku akan selalu menjaga rasa ini baik-baik karena aku tak mau dia mengetahui
ini semua. Biarlah semua tersimpan rapi dalam hati dan doa hingga pada akhirnya nanti
akan indah pada waktunnya. Tak ada yang bisa menjamin tak akan ada rasa cinta yang
tertanam dalam hati jika dia adalah orang yang selalu ada untukku. Karena orang yang
selalu ada akan bisa menjadi orang istimewa. Apalagi dengan semua kebaikan dan
perhatian yang telah diberikan. Dan kata-katannya yang menyentuh hati hingga hatiku
terpanah olehnya. Dan semakin lama rasa itu semakin kuat karena seakan akan dia terus
memberikan harapan padaku. Namun aku tak ingin berharap yang lebih karena aku takut
Call for Story
RAYON PMII IBNU KHOLDUN
akan merasakan sakit hati nantinnya. Namun tak akan ada yang tau dengan teka teki
sebuah kisah. Dan hingga pada akhirnya aku memutuskan bahwa rinduku masih pada orang
yang sama adan akan selalu sama dan aku akan selalu menyemogakannya agar aku bisa
bersamannya sampai nanti. Aku bertindak seperti biasa dihadapannya layaknya adik yang
selalu membutuhkan kata nasihat dari kakaknya. Dan Alhamdulillah aku bisa
menyimpannya dalam hati.
Kau ajarkan aku arti kehidupan bahwa dunia tak sesempit yang kukira. Kamu
memaksaku untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Merubah pola fikirku bahwa sekarang
aku bukanlah anak kecil lagi. Aku adalah seorang mahasiswi yang mencari ilmu dan jati
diri yang sebenarnya di Universitas Negeri Malang ini dan akan mampu membawa
perubahan pada dunia. Semua itu tak bisa didapatkan hanya dari bangku kuliah saja. Kita
hidup sebagai makhluk sosial yang akan selalu membutuhkan orang lain. Dengan cara
berorganisasi maka akan didapatkan itu semua. Kak khakim menyuruhku untuk masuk
organisasi PMII sama sepertinnya. Awalnya aku tidak mau karena aku masih belum siap
untuk terjun di organisasi mengingat mata kuliahku yang lumayan sulit dan aku belum
siap menghadapi dunia luar yang penuh tantangan ini.
Dan pada akhirnya aku memutuskan untuk masuk PMII. Dan aku akan berproses
mempelajari kehidupan disini bersama sahabat dan sahabati pastinnya. Semua
karenamu kak aku dapat mengambil pelajaran hidup yang sangat berharga di sini dan
aku akan selalu menikmati proses yang ada dan ku yakin bahwa hasil tak akan
menghianati prosesnya. Ketika aku berada di sini hati dan fikiranku tertuju padamu karena
kamu aku bisa mengambil pelajaran yang bermakna dalam hidup ini. Kujalani hari-hariku
dengan penuh semangat untuk terus berjuang dan berproses. Ditengah-tengah
perjalanan hidup pasti akan selalu ada masalah yang menghadang. Ditengah
kebahagiaan pasti akan selalu datang rasa kesedihan.
Dan itu yang sedang terjadi dalam hidupku ini. Ketika mata tak lagi memandang
saat itu pula kamu lenyap dari bayangan. Tak ada lagi penyemangat dalam hidupku. Tak
ada lagi penyejuk hati. Tak ada lagi penenang jiwa. Tak ada lagi pelangi dalam hidupku.
Hidupku tak berwarna lagi. Dan kini semua menjadi hitam putih kembali. Dan saat itu pula
aku terpuruk. Tak ada lagi harapan dalam hidupku. Karena kamu telah pergi
meninggalkanku. Tak ada alasan yang jelas mengapa kamu tega meninggalkanku. Kamu
tega membiarkanku menjalani hidup yang penuh cobaan ini seorang diri. Kamu tega
menghianati janji mu padaku untuk akan tetap menjadi pelangi dalam hidupku. Kamu tega
menebar benih benih cinta dalam hatiku yang suci ini. Karena kamu berfikir bahwasannya
adik mu ini tak bisa mempunyai rasa cinta. Kamu anggap aku adik kecil yang tak akan
pernah bisa merasakan cinta pada harapan harapan yang telah kamu berikan.
Kamu tega pergi meninggalkanku dengan meninggalkan seribu satu kenangan.
Dan kenangan itu tak akan pernah lenyap dalam bayangan. Mengapa kamu hadir dalam
Call for Story
RAYON PMII IBNU KHOLDUN
hidupku kalau pada akhirnya nanti kamu akan pergi dengan membawa sejuta kenangan
yang menancap dalam hatiku dan tak akan ada orang lain yang dapat menghapuskan
luka itu dari dalam hati ku yang suci ini. Dan aku lebih memilih untuk tetap diam karena
aku tak mampu berkata kata lagi. Dan seperti apa yang pernah kau bilang padaku bahwa
kita harus berfikiran positif. Dan dari sini aku selalu berfikir positif tentangmu . Namun
lambat laun aku tidak kuat dengan itu semua. Karena aku hanya manusia biasa yang
mempunyai batas rasa kesabaran. Dan kini aku tidak lagi berfikiran positif tentangmu.
Hingga pada suatu hari aku mengetahui statusmu bahwa kamu telah menyemogakan
orang lain.
Kamu lebih memilih berjuang untuk orang yang kamu semogakan. Sedangkan di
sini ada aku yang sedang berjuang untuk selalu tetap menyemogakanmu. Ku masih tidak
percaya dengan ini semua. Hatiku belum siap untuk kehilanganmu. Karena begitu besar
harapan yang kamu berikan untukku sehingga membuat hidupku berharap dan
bergantung padamu. Dan pada akhirnya aku tak lagi berfikir positif padamu karena
matematika mengajariku akan logika dan kepastiannya. Dan pada akhirnya aku
mendapatkan kepastian darimu. Kamu tega menyatakan bahwa kamu telah
menyemogakan orang lain dihadapanku. Dari sini aku tau kenapa kamu menghilang
tanpa jejak dan lenyap dari bayangan. Dan saat ini pula aku benar benar terpuruk
karenamu.
Kenapa kamu tega menyatakan itu dihadapan adik kecilmu yang tak berdosa ini.
Kamu tak tau bahwa sebenarnya adik kecilmu ini juga mempunyai perasaan cinta seperti
yang kamu rasakan. Dan cintanya itu tertuju pada orang yang selalu ada yaitu kamu
kakak tercinta. Namun mendengar pernyataanmu itu aku sama sekali tidak marah
kepadamu. Karena aku akan selalu mendoakan yang terbaik untukmu. Meskipun hati ini
hancur berkeping keping dan tak ada harapan untuk bisa utuh kembali. Karena pencuri
hatiku telah berpaling dariku dan tertuju pada orang lain. Namun kucoba untuk tetap
senyum dihadapanmu. Dan senyuman itu hanyalhah kebohongan karena saat itu juga
hatiku menangis karenamu. Ku sadari bahwa kamu hanya menganggapku seorang adik
tak akan lebih dari itu. Iya status hubungan kami selama ini hanyalah kakak adik.
Dan ku sadar bahwa kamu juga berhak untuk menentukan pendamping hidupmu.
Dan itu semua hanya tipuan ku didepanmu karena aku tak ingin kamu mengetahui isi
hatiku yang sebenarnnya. Karena aku malu jika kamu mengetahui apa yang sebenarnya
terjadi. Ku yakin pasti kamu akan pergi meninggalkanku . Dan aku tidak ingin itu terjadi.
Karena aku ingin tetap bersamamu meskipun hanya sebagai adik. Dan untuk
menyakinkanmu aku juga buat pernyataan bahwa aku juga sedang menyemogakan
seseorang sama halnya dengan dirimu wahai kakak ku. Dan dari sini kuyakin bahwa
kamu tak akan mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Dan aku berfikir kamu akan
tetap menjadi kakak yang terbaik. Tapi ternyata sebaliknya. Lambat laun kamu hilang.
Dan aku pun tak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.
Call for Story
RAYON PMII IBNU KHOLDUN
Apakah kamu hilang dariku untuk memperjuangkan cintamu atau bagaimana aku
tak mengerti dan aku tak ingin mengerti. Dan saat ini kamu benar-benar hilang dari
pandanganku. Tak ada lagi kabar darimu. Dan pada saat ini juga semuanya benar-benar
berakhir sampai di sini. Dan kini semua tinggal kenangan. Setiap pertemuan pasti kan
berakhir dengan perpisahan. Dan saat itu juga hidupku benar benar hancur karena
penasihat hati penenang jiwa telah lenyap dari pandangan. Kujalani hidupku tanpamu
dengan penuh kesedihan. Karena masih terngiang di telingaku semua yang telah kamu
katakan. Dan masih teringat jelas bayangan wajahmu ketika kamu memandangku. Setiap
kali apa yang kulakukan selalu terbayang olehmu. Karena semua yang kulakukan ini
karenamu. Apalagi jika aku berada di PMII semua fikiran dan hatiku tertuju padamu
mengingat bahwa kamu lhah yang membawa aku untuk berproses di PMII ini.
Rasanya aku sudah tak kuat lagi berada disini karena aku ingin menghapus
kenangan manis saat bersamamu. Namun semakin aku ingin melupakan kenangan itu
semakin sakit hati ini mengingat semua kebaikanmu. Aku tak bersemangat lagi disini
karena penyemangatku sudah hilang entah kemana. Dan dari sini aku mengambil
pelajaran yang sangat berharga tentang cinta bahwa pada akhirnya semua akan menjadi
penghianat dan aku tak ingin lagi mengenal apa itu cinta karena aku tak mau mengulang
kesalahan yang sama. Setelah apa yang kamu lakukan padaku aku sangat membencimu.
Karena kamu telah menghancurkan harapan hidupku. Namun hatiku tak sanggup untuk
membencimu karena mengingat semua kebaikanmu. Lengkap sudah apa yang kamu
berikan untukku. Kebaikan,harapan dan rasa sakit hati yang sangat mendalam.
Aku bingung dengan ini semua serasa antara cinta dan benci. Karena ku yakin
bahwa aku tak bisa membalas semua kebaikanmu padaku. Dan satu kesalahanmu tak
akan bisa menghapus semua kebaikanmu. Rasanya berdosa sekali hatiku ini jika harus
membenci orang yang pernah hadir dalam hidupku dengan kebaikan kebaikannya dan
meskipun pada akhirnya sangat menyakitkan. Ku selalu mengingat kata katamu yang
harus dijalani dalam hidup ini yaitu menikmati proses yang terjadi dan percayalhah bahwa
hasil tak akan menghianati prosesnya. Namun seiring berjalannya waktu lambat laun aku
bisa menerima ini semua. Karena roda kehidupan selalu berputar inilah saatnya ku
bangkit kembali menjalani hari hariku yang penuh makna ini dengan tujuan untuk
kesuksesan. Karena aku tak akan pernah lupa janjiku pada mu bahwa aku pasti akan
sukses dengan atau tanpamu.
Dan aku selalu mengingat nasihat terakhirmu agar rajin belajar dan beribadah. Aku
tak mau terpuruk selamannya. Krena jalan hidupku masih panjang dan ku ingin meraih
cita-cita yang ku impikan selama ini. Tak akan ku biarkan siapapun itu menghancurkan
masa depanku termasuk kamu wahai kakak tercintaku. Dan ku yakin bahwa yang terjadi
adalah yang terbaik . Mungkin kamu pergi untuk orang yang butuh untuk kamu
perjuangkan namun tidak dengan aku. Aku tak ingin kamu perjuangkan tapi aku ingin
berjuang bersamamu untuk menjalani hari hari yang penuh makna ini dengan cinta dan
Call for Story
RAYON PMII IBNU KHOLDUN
kasih sayang yang abadi sampai diakhirat nanti. Karena rinduku masih pada orang yang
sama dan akan selau sama dan kamu adalah orang yang selalu kusemogakan.
Ketauhilah bahwa ku akan menanti meski harus penantian panjang ku akan tetap setia
menunggumu karena kamu telah tersimpan dalam hati dan doaku.
Dan pada akhinya 3 tahun sudah berlalu dan aku bisa menjalani hari hariku tanpamu.
Meskipun kenanganmu tak pernah lenyap dari bayangan. Tapi Alhamdulillah aku berhasil
melewati semua itu. Dan hari ini adalah hari yang ku tunggu tunggu. Hari ini aku wisuda
dan disaat ini juga aku resmi menjadi sarjana. Alhamdulillah ku sangat bahagia sekali .
Dan dari sini aku tak ingin berharap lagi denganmu. Aku ingin menutup semua
kenanganku bersamamu dan kuingin membuka lembaran baru yang lebih baik. Aku akan
menjalani hidupku dengan caraku sendiri. Dan ku yakin bahwa kamu juga sedang
menjalani hidupmu dengan orang yang selalu kamu semogakan. Namun tak kusangka
dalam lamunanku ini tiba tiba kamu datang dihadapanku. Ku tak kuat dengan ini semua
.Dengan linangan air mata yang sangat deras aku menatap wajahnya karena ku sangat
merindukannya dan disaat itu juga aku mengingat penghianatan yang kamu lakukan.
Ku hanya bisa meneteskan air mata ku tak sanggup berkata-kata lagi. Ku pasrah
denganmu karena aku tak peduli dengan apa yang ingin kamu katakan. Karena ku tak
ingin mendengar kata kata mu lagi. Disaat ku membutuhkanmu kamu hilangg entah
kemana tapi kenapa disaat aku ingin melupakanmu kamu hadir kebali dalam hidupku.
Tak lama kemudian aku menguatkan hati dan berkata dengan rintihan
tangisan’’Assalamu’alaikum kak,,,lihathah adik kecilmu ini sudah memenuhi janji padamu
bahwa aku akan sukses seperti yang kakak inginkan’’.’’Alhamdulillah selamat yah
dek’’begitu kata kak khakim. Aku mencoba bersikap biasa seperti tak terjadi apa-apa.
Kucoba untuk terus bertanya padanya.’’ Bagaimana kabar kakak ?pasti kakak sudah
bahagia dengan orang yang selalu kakak semogakan yah?’’.Dari sini kak khakim
meneteskan air mata.
Aku tak mengerti dengan apa yang sebenarnya terjadi. Dan dari sini kak khakim berkata
kepadaku ’’Bagaimana aku bisa bahagia jika orang yang kusemogakan telah terpisah
dariku selama 3 tahun dan sekarang sedang menangis di hadapanku wahai adik kecilku.
Janganlhah kamu meneteskan air matamu karena hatiku tak sanggup melihat hatimu
terluka karenaku. Ketauhilah sebenarnya orang yang kakak semogakan adalah kamu
adikku. Percayalhah bahwa yang terjadi 3 tahun yang lalu itu hanyalhah fiktif belaka. Aku
sengaja melakukan itu semua karena aku ingin kamu hidup mandiri tanpa bergantung
pada orang lain dan pada akhirnya nanti kamu akan menjadi orang yang sukses. Dan
selamat kamu telah lulus dalam ujian cinta wahai adikku. Berjuta maaf ku ungkapkan
untukmu karena aku tau disaat itu kamu pasti hancur karenaku. Maafkanlhah kakakmu
yang penuh dosa ini adikku.’’
Call for Story
RAYON PMII IBNU KHOLDUN
Aku benar benar kaget dengan ini semua. Aku bingung harus berkata apa dan air
mataku mengalir sangat deras tak kuat menyaksikan ini semua.’’Kenapa bisa aku yang
selalu kakak semogakan bukannya kakak pernah bilang kalau hubungan kita hanyalah
adik kakak dan tak akan pernah lebih dari itu’’.Dengan nada yang sangat menyentuh hati
kak khakim pun menjawab’’iya itu dulu tapi lambat laun hatiku bergetar dengan rindu dan
doamu adikku penenang hatiku. Sebenarnya aku telah merasakan apa yang kamu
rasakan. Dan rasa itu semakin kuat dan pada akhirnya kamulhah orang yang tersimpan
dalm rindu dan doaku dan kamulhah orang yang selalu kusemogakan adikku. Bukankah
kamu merasakan hal yang sama?’’.
Aku terpaku kaku tak bisa menjawab pertanyaanya.”Sudahlhah adikku, janganlhah kamu
membohongi dan menyakiti perasaanmu sendiri karena aku telah merasakan apa yang
kamu rasakan mungkin karena doa kita selalu sama dan akan tertuju pada orang yang
sama. Izinkanlhah aku menebus semua dosa dosaku dengan menjadi pendamping
hidupmu yang akan selalu membahagiakanmu sekaligus imam yang akan menuntumu ke
surga nanti wahai adikku sekaligus bidadariku. Ketahuilhah bahwa aku tak pernah
mengingkari janjiku bahwa aku akan menjadi pelangi dalam hidupmu’’.
Aku hanya membalasnya dengan senyuman dan di saat ini juga kak khakim
menyatakan perasaannya padaku bahwa aku adalah orang yang telah mencuri hatinnya
dan dia ingin aku menjadi pendamping hidupnya di dunia dan di surga kelak. Aku tak bisa
berkata-kata lagi karena aku sangat bahagia dengan ini semua dan kesedihanku telah
berakhir dengan kebahagiaan abadi dengan orang yang selalu kusemogakan. Masya
Allah ku tak menyangka dengan ini semua. Semua kehendak Allah kalu jodoh nggak akan
kemana dan wanita baik pasti akan untuk laki-laki yang baik pula. Kutak menyangka dulu
rinduku yang tersimpann dalam doa dan hati sekarang menjadi kenyataan. Ku tak
menyangka bahwa jodohku berasal dari sahabat menjadi keluarga. Dan semua berawal
dari kamu untuk kamu dan hanya untuk kamu.
AKHIRNYA...
Oleh: Yuni
Tak selamanya yang mayoritas itu menjadi yang selalu benar dan selalu baik. Begitu
pula sebaliknya, sesuatu yang minoritas tidaklah selalu hal yang buruk dan juga salah.
Karena itulah menjadi seseorang yang hidup dalam kelompok minoritas yang benar dan
baik itu penuh dengan tantangan dan membutuhkan mental yang kuat. Seperti aku kini, yang
tengah berada pada situasi minoritas itu. Keinginanku yang ingin tetap mempertahankan
budayaku dan ingin menjadikannya sesuatu yang selalu ada di hati semua orang, tapi bukan
hanya untuk dikenang saja melainkan untuk dijadikan sesuatu yang dibanggakan.
Call for Story
RAYON PMII IBNU KHOLDUN
***
“ Kirana..., nanti berangkat latihannya bareng ya..” Ucap Intan.
“ Iya.. nanti aku jemput kamu ya..”Jawabku.
“Ok , aku tunggau ya..” Balas Intan.
Diantara teman-temanku di sekolah hanya sebagian kecil lah yang masih minat
dengan hal-hal yang berbau dengan budaya, seperti halnya antara dance masa kini dengan
tari tradisional yang keduanya merupakan ekstarakurikuler di sekolahku. Hanya sedikit
sekali yang berminat mengikuti ekstra tari tradisional dan sebagian besar mengikuti ekstra
lainnya.
Selain teman-temanku disekolah yang memandang sebelah mata tari tadisional,
orang tuaku sendiri juga begitu, beliau tidak senang jika aku mengikuti ekstra tari ini, beliau
menginginkan aku untuk mengikuti ekstra yang lagi trend. Inilah yang menjadi tantanganku,
aku harus bisa menyadarkan orang tuaku dan menunjukkan jika dengan hal yang bersifat
kuno pun seseorang bisa menjadi seseorang yang dapat dibanggakan.
***
“ Assalamu’alaikum Ma.. Pa.. Kirana pulang” Ucapku.
“Wa’alaikumsalam, sudah pulang..,kok cepet... apa nggak ada ekstra hari ini?”
Tanya Mama.
“Iya habis ini Ma.., ya sudah Kirana ganti baju dan siap-siap dulu ya...” Ucapku
Setelah makan dan bersiap-siap aku pamit ke Mama dan Papaku. Disinilah
perjuanganku akan dimulai.
“ Ma.. Pa.. Kirana pamit dulu ya mau ekstra di sekolah”Ucaku dengan nada lirih
“Iya.., Oh ya.. kamu jadi ikut ekstra apa?” Tanya Papa
“ E..ee Kirana ikut..., ikut ekstra tari Pa.” Jawabku dengan nada terputus-putus.
“ Kan Mama sudah bilang lebih baik nggak usah ikut ekstrakurikuler dari pada ikut
ekstra tari.” Sambung Mama
“Tapi.. Ma.. , aku bisa buktikan kok Ma, walaupun dengan tari tradisional aku bisa
membanggakan Mama dan Papa.” Jawabku dengan nada lirih
“Terserah kamu saja sekarang..., kamu mau ikut ektra tari atau apalah.., Mama
nggak peduli, tapi jangan sesekali kamu minta uang sama Mama dan Papa buat
kepentingan ekstra tarimu yang ketinggalan jaman itu.” Ucap Mama dengan
ekspresi marah.
“ Insya Allah Kirana akan mencoba untuk buktiin ke Mama dan Papa, beri Kirana
buat buktiin semuanya ya Ma.. Pa... . Kirana pamit dulu.., assalamu’alaikum”
Ucapku dengan suara lirih
Aku meninggalkan rumah masih larut dengan ucapan Mamaku tadi. Tapi aku terus
membulatkan tekad dalam hatiku untuk membuktikannya pada Mama dan Papaku.
***
“Assalamu’alaikum..,Intan..” Ucapku di depan rumah Intan
Call for Story
RAYON PMII IBNU KHOLDUN
“Wa’alaikumsalam.., oh nak Kirana.., masuk dulu ini Intannya juga sudah mau
berangkat kok.”Jawab Mama Intan
“Iya Na..., ini bentar lagi berangkat kok....” Sambung Intan
Beda banget Mama Intan dengan Mamaku, beliau sangat memdukung ekstra tari
yang diikuti Intan. Beliau berharap Intan dapat terus melestarikan warisan leluhur dan dapat
menjadikannya sesuatu yang bisa dibanggakan bukan hanya sesuatu yang denang lalu
begitu saja dilupakan. Tetapi tak mengapa semua itu akan aku jadikan sebagai motivatsi
terbesarku.
Setelah Intan selesai,aku dan diapun berangkat untuk ekstra di sekolahku.
Disepanjang perjalanan dalam hatiku aku terus memberi semangat pada diri sendiri.
***
Setiba di sekolah teman-teman sudah banyak yang datang dan sepertinya ada
informasi baru, soalnya kok pada ngumpul...
“Emangnya ada apa sih San..?” Tanyaku pada salah seorang temanku
“Ini Na.. Tiga hari lagi ada lomba Tari tingkat provinsi.. . dan kita akan
mengikutinya.”Jawab Santi
“ Yang bener San...”Ucapku
“ Ini adalah kesempatanku, aku harus rajin berlatih, supaya Mamaku berubah fikiran
tentang Budaya.”Sambungku dalam hati.
Tiga hari bukanlah waktu yang lama, aku dan teman-teman ekstra lainnya sepulang
sekolah langsung latihan bersama.
Mental dan fisik harus disiapkan dengan matang. Aku sangat antusias mengikuti
perlombaan ini. Aku berharap dengan menang lomba ini semuanya akan berubah. Orang
tuaku, teman-temanku, dan bahkan dunia akan merubah pandangannya tentang budaya
kita.
***
“ Kirana...., ayo.. teman teman sudah ngumpul disekolah ni..” Ucap Intan
“Iya sebentar Tan,,....” Jawabku yang masih menyempatkan menulis surat buat
Mama dan Papa yang sedang bekerja.
Sepanjang perjalanan menuju sekolah tempat kumpul dengan teman-teman
lainnya, aku terus berharap semoga Mama dan Papa nanti cepat pulang dan menonton
penampilanku nanti.
***
Setiba di lokasi perlombaan, aku sangat deg-deg an. Melihat peserta lainnya yang
sepertinya sangat berbakat. Dilihat dari kostum yang mereka pakai sepertinya jarang sekali
yang membawakan tari tradisional, kebanyakan dari mereka dance modern. Aku terus
menumbuhkan rasa optimis dlam hatiku.
***
Call for Story
RAYON PMII IBNU KHOLDUN
Sudah banyak peserta yang tampil dan mereka semuanya meamng bagus-bagus.
Dan sekarang tiba giliran kelompokku.
“Inilah penampilan dari peserta berikutnya..., Tari piring....” Ucap Mc dari acara
tersebut.
Aku dan teman-temanpun tampil. Aku sangat deg-deg an. Setelah semua peserta
tampil dan kini saatnya pengumuman pemenang juara 1, 2 dan 3.
“Juara 3 dari loba tari diraih oleh SMAN 32 Bandung...,juara 2 diraih oleh SMAN 5
Bandung, dan juara 1 dari lomba tari tahun ini adalah.... SMAN 25 Bandung” Ucap
Mc acara tersebut
Aku tidak menyangka jika aku dan teman-teman akan memenangkan lomba ini. Aku
sangat bahagia, dan aku benar-benar bisa membuktikannya pada Mama dan Papaku. Tapi
sepertinya orang tuaku nggak hadir disini.
Setelah tiba dirumah, aku sempat terkejut, nggak biasanya Mamaku menungguku
di teras depan.
“Sayang maafin Mama ya... udah ngelarang kamu ikut ekstra tari, dan juga terima
kasih karena Kirana udah menyadarkan Mama dari semua pemikiran Mama dan Papa yang
memandang sebelah mata tentang Budaya kita sendiri.
Akhirnya aku telah berhasil melewati masa dimana aku berada dalam kondisi
minoritas itu. Dan berkat kesabaranku dalam keadaan itu aku dapat menyadarkan
semuanya.
Akhir sebuah penantian
Oleh: Nurwahyuni
Menunggu menurut kebanyakan orang adalah hal yang sangat membosankan.
Tapi entah kenapa dengan diriku ini, ketentuan itu seakan tak berlaku. Selalu menunggunya
malah membuat aku bersemangat menjalani setiap lembaran kisah dalam perjalanan
hidupku. Walaupun semuanya itu tanpa ada kepastian, aku berfikir toh.. segalanya didunia
ini memang belum ada yang pasti kan..?. Menunggu dirinya seperti menanti tantangan
kehidupan yang sangat menarik sebagai kelanjutan kehidupan ini, aku semakin penasaran
dengan hal apa yang akan terjadi dalam setiap penantianku. Karena itu aku selalu sabar
untuk selalu menantinya dan menjadi seorang wanita yang kuat atas pelajaran dari setiap
penantianku ini.
Call for Story
RAYON PMII IBNU KHOLDUN
***
Saat itu ketika sang fajar telah nampak di ufuk timur yang tengah siap untuk
menghantar sang mentari menerangi setiap jengkal kehidupan di bumi pertiwi ini, aku mulai
bersiap-siap untuk pergi ke sekolah. Hari ini adalah hari pertamaku masuk sekolah setelah
menjalani masa orientasi pada minggu kemarin. Akhirnya sekarang aku telah benar-benar
menjadi siswi di Sekolah ini, SMA Negeri 25 Bandung. Setelah aku bersiap-siap untuk
berangkat sekolah dan kulihat ternyata jam sudah menunjukkan pukul 06.00 WIB. Akupun
bergegas untuk berpamitan pada Ibu.
“ Bu.. saya berangkat sekolah dulu ya..., do’akan dihari pertama masuk sekolah ini
semuanya lancar..” Ucapku sambil mencium tangan ibu.
“ Iya Shifa..., Ibu do’ain semoga semuanya lancar, hati-hati ya sayang” Jawab ibu
dengan nada penuh kasih sayang.
“ Assalamu’alaikum...” Ucapku.
“ Wa’alaikumsalam...” Jawab ibu.
Di perjalanan aku sudah membayangkan keadaan di sekolahku nanti. Aku sangat
bahagia bisa bersekolah di SMA Negeri 25 Bandung. Semoga disana seorang Ashifa
Lailatun Nida ini akan menjadi seseorang yang tidak hanya dipandang sebelah mata oleh
orang lain dan dapat menjadi orang yang lebih baik dari sebelumnya.
***
Tak terasa setelah 15 menit perjalanan aku telah tiba di Sekolah, kulihat jam yang
berada di dinding sekolah dekat gerbang itu telah menunjukkan pukul 06.15 WIB. Di sana
juga sudah banyak siswa-siswi baru yang telah tiba di Sekolah. Setelah memarkirkan
sepeda motorku aku langsung menuju papan pengumuman, disana rupanya juga sudah
banyak murid-murid baru yang akan melihat pengumuman pembagian kelas. Karena untuk
kali ini sudah dalam naungan Kurikulum 13, jadi kelas dibagi langsung menurut jurusan
yang kita minati dan yang pasti sesuai dengan kemampuan kita masing-masing. Setelah
aku mencari–cari namaku Ashifa Lailatun Nida, ternyata aku masuk di kelas X Mia 1. Di
kelas X Mia 1 inilah awal dari cerita cintaku yang berbalut dengan kata penantian.
***
“Setelah siswa-siswi kelas X yang telah mengetahui kelasnya masing-masing..,
segera menuju ke kelasnya, denah kelas sudah di tempel di sebelah
Call for Story
RAYON PMII IBNU KHOLDUN
pengumuman pembagian kelas tadi ” ucap salah seorang guru yang terdengar
dari spiker pengumuman.
Mendengar pengumuman tadi, aku langsung bergegas mencari lokasi kelas X
Mia 1 yang sudah ada di papan pengumuman. Setelah muter-muter cukup lama, akhirnya
aku menemukan kelas baru ku itu. Ketika memasuki ruang kelas baru, disana juga sudah
ada murid baru lainnya yang nanti akan menjadi teman baruku. Di ruang kelas ini aku
akan mendapatkan teman baru, suasana yang baru, dan semua hal yang baru.
Setelah itu aku mulai mencari tempat duduk dan berkenalan dengan teman-teman
baruku itu. Ternyata aku juga sekelas dengan teman MOS ku dulu, aku juga duduk
sebangku dengannya.
“ Hai Rika..., kamu dulu pas MOS di kelas Gotlich Daimler kan..., masih ingat nggak
sama aku..?” Tanyaku.
“ Iya.. aku masih ingat lah... kamu Ashifa Lailatun Nida kan..? Jawab Rika.
“ Iya..., oh ya kamu udah dapet tempat duduk apa belum?” Tanyaku lagi.
“ Belum ..., aku belum dapet tempat duduk nih..” Jawab Rika dengan nada sedikit
cemas dengan melihat sekeliling.
“ Ya udah.. duduk sama aku aja disini, aku juga duduk sendirian, kamu mau kan...?”
Pintaku.
“ Iya deh... aku duduk sama kamu...., Thanks ya..” Jawabnya dengan wajah
tersenyum.
“ You’re welcome..” Jawabku.
Saat itu teman-teman yang lainnya juga sudah dapat tempat duduk dan mulai
berkenalan antara satu sama lain keluarga baru ini. Ketika itu di kelasku bisa dibilang
dengan jumlah siswa yang paling sedikit dibanding dengan kelas-kelas X lainnya. Di kelas
X Mia 1 ini hanya terdiri dari 22 siswi dan 4 siswa, jadi hanya berjumlah 26 siswa, sedangkan
di kelas lainnya bisa sampai 30 siswa atau bahkan 40 siswa. So.. nggak butuh waktu lama
deh buat menghafal nama-nama teman-teman baruku ini.
Hari pun terus berlanjut, aku sudah mulai terbiasa dengan suasana baru yang
dibangun dengan teman-teman baru ku kini. Sapaan hangat yang selalu mereka berikan
setiap pagi. Canda tawa saat jam istirahat, semuanya terasa sangat indah. Seiring
berjalannya waktu, aku dan teman-temanku sudah akrab layaknya saudara sendiri. Seiring
Call for Story
RAYON PMII IBNU KHOLDUN
terbangunnya kehangatan diantara kami, aku baru tersadar, ternyata selama ini titik fokusku
sering tertuju pada satu titik fokus yang sama. Aku ternyata selama ini sering
memperhatikan salah satu teman laki-laki di kelas. Diantara empat teman laki-laki ku di
kelas itu, aku rasa aku memang lebih sering memperhatikan dia, Muhammad Raihan Dika
namanya.
Entahlah hal apa yang membuatku sering menjatuhkan fokusku pada satu titik itu.
Setelah aku mulai sadar akan adanya perhatian lebih untuk dia, aku terus mencoba untuk
mengingatkan diri sendiri. Seorang Shifa seperti diriku ini, tidakkah terlalu tinggi jika diri ini
memiliki perasaan pada seorang Muhammad Raihan Dika .
“Seorang Shifa sepertiku ini tidakkah terlalu bermimpi jika memiliki perasaan pada
seorang Raihan” Gumamku dalam hati.
Aku terus menyadarkan diriku dan mencoba menghadirkan anggapan jika semua
perhatianku ini hanya sebatas rasa kagum saja, nggak lebih.
***
Seiring berjalannya waktu, tanpa terasa ujian semester satu pun telah berlalu. Itu
berarti sudah enam bulan aku mencintai Raihan secara diam-diam. Dan sudah menjadi
rutinitas pula, selekas melaksanakan ujian semester akan dilaksanakan classmeeting,
sebagai sarana refreshing bagi semua siswa SMA Negeri 25 Bandung.
Dengan adanya classmeeting ini, sudah pasti akan ada banyak perlombaan baik
individual maupun kelas. So... pasti akan disibukkan dengan persiapan lomba-lomba
classmeeting. Di tengah kesibukan itu lebih sering pula aku bersama dengan Raihan dan
tambah sulit bagiku untuk melupakan dia.
Clasmeeting kali ini bersamaan dengan hari ulang tahunku. Saat itu ada suatu
moment yang sangat berarti bagiku, moment itu yaitu ketika Raihan mengucapkan selamat
ulang tahun padaku. Entah itu hal yang kebetulan atau disengaja, aku tak mengerti.
Saat itu aku tengah asyik mengutak-ngatik laptopku. Tiba-tiba Raihan duduk di
bangku di depanku.
“ eemm... selamat ulang tahun ya.....” Ucapnya
“ apa....., oh iya.., terima kasih..’ jawabku dengan nada gugup.
Memang sih bukan hanya dia yang ngucapin ulang tahun. Tapi bagiku ucapan
darinya adalah yang spesial. Entahlah dia memang mengerti hari ulang tahunku atau hanya
kebetulan saja, sepengetahuanku sih ... hari ulang tahunku itu kalau nggak salah sama
dengan hari ulang tahun seseorang yang dulu pas SMP dekat sama Raihan.
Call for Story
RAYON PMII IBNU KHOLDUN
Nggak terasa clasmeeting semester satu kali ini sudah berakhir. Ucapan dari
Raihan itu menutup lembaran kisahku di semester satu ini. Dan liburan semester satu
telah menantiku bersama dengan kerinduan yang akan menemaniku.
***
Dua minggu libur sekolah itu berarti dua minggu pula aku tidak akan bertemu
dengan Raihan. Selama ini aku tidak pernah menceritakan tentang perasaanku pada orang
lain. Aku hanya mencurahkannya pada tulisan-tulisanku saja.
Terkadang ibu ku sempat bingung melihatku saat senyum-senyum sendiri atau
bahkan termenung bersedih saat mengingatnya.
“ Kamu kenapa sih sayang... kok kelihatannya sedih gitu..?” Tanya ibu dengan nada
yang khawatir.
“ Nggak kenapa-kenapa kok bu....”Jawabku
“ Tapi kelihatnnya kok sedih... seperti memikirkan sesuatu gitu..?” Tanya ibu lagi.
“ Beneran bu.. Shifa nggak apa-apa kok ?” Jawabku dengan nada sangat lemas.
“Kalau butuh seseorang untuk bercerita, Ibu siap kok sayang. Nggak usah terlalu
tertutup sama Ibu.” Ucap ibu.
“Iya Bu... Beneran Shifa nggak apa-apa kok.” Mencoba meyakinkan Ibu.
Tak ada yang spesial dalam liburanku kali ini. Aku hanya ingin liburan kali ini cepat
berlalu.
***
Hari yang kutunggu-tunggupun tiba. Dua minggu yang membuatku terus termenung
itu kini telah berlalu.Yups... betul banget hari ini aku sudah masuk sekolah. Entahlah apa
yang akan aku rasakan nanti bahagia karena nanti akan bertemu Raihan atau nanti aku
akan malah bersedih karena suatu penantian yang belum ada kepastian itu.
Di sekolah aku melepas rindu dengan teman-teman ku dengan saling bertukar
pengalaman saat liburan. Di tengah-tengah perbincanganku dengan teman-teman, aku
melihat sekitar mencoba mencari Raihan, dari tadi aku tidak melihatnya.
“Kemana ya Raihan, dari tadi aku kok nggak melihatnya. Padahal teman-teman
lainnya sudah datang.” Gumamku dalam hati dengan terus memperhatikan
sekelilingku.
Call for Story
RAYON PMII IBNU KHOLDUN
“Kamu kenapa sih Shifa..,seperti mencari seseorang gitu..?” Ucap salah seorang
temanku.
“Enggak kok, aku nggak cari siapa-siapa kok.” Jawabku dengan nada sedikit gugup.
“ Hayo... cari siapa Mbak Shifa.....” Saut teman-temanku yang lain.
“Beneran deh..., aku nggak cari siapa-siapa.... percaya deh...” Jawabku dengan
nada mencoba untuk meyakinkan teman-teman.
“Iya.. iya.. kita cuma bercanda kok Shifa..” Jawab salah seoarang temanku.
Aku sempat dibuat salah tingkah sama teman-temanku gara-gara kejadian tadi.
Tidak lama dari perbincanganku dengan teman-teman tadi, rupanya Raihan baru datang.
Kebahagiaan yang kurasakan mencoba untuk aku sembunyikan dari teman-temanku ini.
Sepertinya dia sudah datang dari tadi, hanya saja masih ada keperluan. Jadi dia nggak
langsung ke kelas.
“Raihan .. kok baru datang..., dari mana?” Tanya Aji salah seorang temanku di
kelas.
“Iya ini.. habis ada janji sama Mas Seno di Mushollah, jadi tadi nggak kelas dulu.”
Jawabnya.
Teman-temankupun mulai sedikit heran melihatku yang memperhatikan obrolan
Raihan dengan Aji. Dan juga wajahku yang sedari tadi cemas berubah menjadi sumringah
seperti ini.
“Shifa.. kamu ini aneh banget sih..., tadi kamu seperti orang yang mencemaskan
sesuatu gitu.., tapi sekarang berubah drastis...”Ucap seorang temanku dengan
nada sangat penasaran.
“Enggak deh..., sama aja.. dari tadi aku juga begini.” Ucapku mencoba meyakinkan.
Aku hampir ketahuan sama teman-temanku kalau aku bahagia banget saat Raihan
datang tadi.
Hari pertama masuk sekolahpun sudah terlalui dengan candaan hangat dengan
teman-teman setelah 2 minggu tidak bertemu.
Hari terus berlanjut, perasaanku sama Raihan semakin dalam, dan usahaku untuk
menyembunyikan perasaanku agar tidak ada yang tahu, sepertinya gagal deh.. . Rika teman
sebangkuku itu sepertinya mengerti jika aku menaruh hati sama Raihan. Mungkin dia sering
melihatku saat aku mencoba mencuri pandangan untuk memandang Raihan.
Call for Story
RAYON PMII IBNU KHOLDUN
“Shifa.. aku boleh tanya sesuatu nggak..?”. Tanya Rika saat jam pelajaran ke
sembilan telah usai.
“Iya.. boleh, emangnya mau tanya apa Rik..?. Balasku.
“Jawab yang jujur ya.., aku janji deh nggak bakalan bilang ke siapa-siapa.” Ucapnya
dengan suara yang sedikit lirih.
“ Mau tanya apa sih Rik.., jangan buatku penasaran gini dong...” Ucapku dengan nada
penasaran.
“Kamu suka sama Raihan ya...?” Tanyanya .
“E..e enggak lah...,emangnya kamu kata siapa sih”. Jawabku dengan nada gugup.
“Nggak kata siapa-siapa.., kataku sendiri lah...,aku sering melihatmu saat kamu
mencoba mencuri pandangan sama Raihan.” Jawabnya.
“Enggak Rika...., beneran deh”. Ucapku yang mulai salah tingkah.
“Udah ah Shif nggak perlu kamu jawab kok, aku sudah tahu tentang perasaanmu
sama Raihan, tenang aja kok aku nggak bakalan bilang ke siapa-siapa.” Ucap Rika
dengan penuh keyakinan.
Aku tidak menjawab lagi ucapan Rika tadi, aku hanya tersenyum lega, karena Rika
tidak akan bilang kesiapa-siapa tentang perasaanku sama Raihan.
***
Sudah setengah perjalanan ternyata aku melewati semester dua kali ini. Tugas- tugas
juga selau menghiasi setiap hariku. Aku berusaha tidak lengah saat jam pelajaran, agar
catatanku lengkap. So... biar mudah kalau ngerjain tugas sekolah.
Setelah 3 jam pertama pelajaran, akhirnya jam istirahatpun tiba. Aku dan teman-
temanku sangat lelah dan kami akan ke kantin bareng-bareng. Ketika aku akan beranjak
dari tempat dudukku bersama Rika hendak menuju kantin, tiba ada seseorang
menmanggilku menghentihkan langkahku, Ternyata suara Raihan, mengerti jika itu suara
Raihan Rika meninggalkanku sendirian, dan menunggu di depan kelas.
“Shifa....”Panggil Raihan
“E...e.. iya ada apa?.” Jawabku dengan gugup.
Call for Story
RAYON PMII IBNU KHOLDUN
“Tadi pas Kimia kamu nyatat apa nggak..?.” Tanyanya lagi
“Iya aku nyatat kok..”.Jawabku
“Aku pinjam catatannya ya..,tapi aku bawa pulang, nggak apa-apa kan..?”Ucapnya
“ Iya nggak apa-apa kok.”Jawabku sambil mengambil buku Kimia di tasku
“Ini.. bukunya,...”
“Ya.. terima kasih ya, besok aku kembalikan.” Ucapnya
Setelah itu aku langsung menghampiri Rika di depan kelas yang akan ke kantin.
“Maaf ya Rik... , kamu jadi lama nunggunya.” Ucapku dengan nada penuh rasa
bersalah.
“Iya nggak apa-apa Shif..., kalau kamu seneng kan aku juga seneng. Jadi meskipun
aku harus nunggu lama nggak apa-apa.” Jawab Rika dengan nada mengejekku.
“Apaan sih Rika ini..., nggak ah... aku nggak ada perasaan apa-apa kok sama dia.”
Jawabku dengan wajah memerah.
“Udah deh .. kita ke kantin aja..., nggak usah bahas itu lagi deh..”Sambungku
mencoba untuk memalingkan fokus pembicaraan Rika.
***
Hari terus berganti minggu terus berganti bulan..., sudah sepuluh bulan perasaan ini
aku simpan. Tapi entah kenapa di sepanjang penantianku kini, kata bosan seolah enggan
singgah dalam penantian ini. Sebuah penantian yang tak pernah ada kepastian. Tiba-tiba
ada suara yang membuyarkan lamunanku tentang penantian itu.
“ Shifa... terima kasih ya buku kimia nya..” Ucap Raihan
“ O.. o Raihan.., iya sama-sama” Jawabku dengan nada gugup.
Raihan memberikan buku itu padaku dan dia kembali duduk di bangkunya. Untung
saja saat itu Rika tidak ada, kalau Rika ada, dia pasti akan mengejekku.
Hari ini ada jam kosong, karena gurunya sedang ada tugas ke luar kota, jadi teman-
teman dikelas sudah sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Ada yang asyik cerita sama
teman-teman, ada yang asa sama teman-teman, ada yang asik bermain laptop, termasuk
Call for Story
RAYON PMII IBNU KHOLDUN
Raihan yang sepertinya dari tadi sedang mencari tugas buat organisasi yang di ikiutinya.
Berhubung hotspot area nya sampai ke kelas, meskipun agak putus –putus sih.
Sedari tadi aku memperhatikan Raihan dia sepertinya bingung mencari tempat yang
pas buat jangkauan wifi nya. Dan ternyata di tempatku lah sinyal wifinya yang bagus, dan
Rika lah yang menyarankan Raihan buat duduk di sebelahku.
“Raihan duduk disini aja.., disini sinyalnya bagus banget.” Ucap Rika pada Raihan
dengan sedikit melirik padaku.
“Oh iya Rik makasih ya...” Jawab Raihan sambil menuju kebangkuku.
“Aduh.. apaan sih Rika ini.., niat banget deh kalau mau buat aku salah tingkah.”
Gumamku dalam hati, dengan pura-pura nggak denger apa yang disarankan Rika
pada Raihan.
Mendengar jawaban Raihan pada Rika tadi, hatiku langsung nggak karuan. Agar
kesalah tingkahakanku ini tidak dapat dirasakan oleh Raihan.
“Shifa ... aku duduk disini ya..., kata Rika disini sinyalnya bagus, nggak apa-apa
kan...?.”Tanya Raihan.
“Eemm.. nggak apa-apa kok..,duduk aja.?”Sangat gugup aku menjawab pertanyaan
Raihan.
Ditengah percakapnku dengan Raihan, Rika dengan wajah senyum-senyum
mengejekku.
“Aku kedepan dulu ya Shif... Han...”Ucap Rika padaku dan Raihan.
“Oh iya... hati-hati .” Jawab Raihan.
“Baik-baik ya Han ,tolong jagain Shifa ya..”Ejek Rika.
“Ok beres...,tenang aja Rik..”Balas Raihan dengan nada penuh candaan
Setelah Rika kedepan kelas, aku semakin salah tingkah ..,aku gugup, karena disitu
cuma aku sama Raihan. Memang sih dikelas bukan Cuma aku sama dia, tapi teman-teman
yang lainnya asyik dengan aktivitasnya masing-masing dibangku belakang, sedangkan aku
dengan Raihan berada di bangku bagian depan. Hatiku semakin nggak karuan. Aku
mencoba mencari kesibukan agar salah tingkah dan gugupku tidak terlihat oleh Raihan. Saat
itu tiba-tiba Raihan mencoba memecahkan suasana dengan mengajak ngobrol aku.
“Shifa...” Sapa Raihan
“I... i. Iya.. ada apa Raihan.”Jawabku sangat gugup
Call for Story
RAYON PMII IBNU KHOLDUN
“Aku sudah tahu semuanya Shif, Rika yang cerita sama aku. Sebelum Rika cerita
tentang semuanya itu, aku juga sudah memiliki perasaan sama kamu, tapi aku takut,
aku hanya menyimpannya sendiri.”Ucap Raihan
“Apa maksudmu Han...?” Tegasku
“Tentang perasaan ini Shifa..., Aku mencintaimu Shifa...”
Aku hanya diam mendengar apa yang diucapkan Raihan.
“ Maafkan aku jika perasaanku ini membuatmu risih atau membuatmu merasa
terganggu.” Ucapnya lagi
“Raihan.., seharusnya aku yang minta maaf karena aku telah memiliki perasaan
padamu...,, maafkan aku.” Ucapku dengan wajah tertunduk
“Selama ini aku memang mengagumimu dan aku memang mencintaimu, tapi aku tak
ingin berpacaran denganmu, itulah alasanku menyimpan semua perasaan ini. Aku
yakin jika Allah meridhoi diriku untuk hidup bersama denganmu, kita pasti akan
bersama-sama nanti.” Ucapku sangat lirih
“Aku tau itu Shifa.., aku juga sepertimu. Hal itu pula yang menjadi alasanku
memberitahumu tentang perasaan ini, aku ingin kamu mengerti tentang perasaan
ini. Aku akan tetap menyimpan perasaan ini untukmu Shifa. Insya Allah aku akan
selalu menunggumu.” Ucapnya dengan penuh kepastian
“Aku tidak pernah bisa berjanji atas sebuah perasaan Raihan. Tapi aku akan tetap
berusaha menjaganya.Yakinlah jodoh pasti bertemu. Kamu percaya itu kan
Han.”Ucapku.
“Iya... aku percaya. Sekarang kita sudah mengerti tentang perasaan kita yang
sebenarnya. Sekali lagi... Insya Allah aku akan selalu menunggumu Shifa.”Tegas
Raihan.
Aku hanya diam dalam keheningan itu. Dan tiba-tiba suara Rika memecahkan
keheningan saat itu. Raihan sepertinya mengerti isyaratku. Aku dan Raihan bersikap
seakan-akan tidak terjadi apa-apa.
“Hai Raihan.. gimana sinyalnya bagus nggak..?”Tanya Rika
“Iya Rik.. bagus banget ..,makasih ya udah minjemin tempat duduknya ke aku.”Jawab
Raihan
“Iya sama-sama, gimana Shifa nggak kamu apa-apain kan..?” Tanya Rika
“Iya dong.. nih sudah aku jaga.., ini masih tetep baik-baik aja kan..”Canda Raihan
Call for Story
RAYON PMII IBNU KHOLDUN
Aku hanya tersenyum mendengar obrolan Raihan dan Rika.
Setelah kejadian tadi, aku merasa sangat lega. Aku benar-benar telah merasakan arti
dibalik kata Kesabaran. Dan aku akan berusaha untuk menjaga perasaan ini dan
mempertemukannya dalam suatu moment yang halal kelak.
....THE END...
Bocah Kecil diPinggir Jalan
Oleh: Ahmad Padhlillah
Sebenarnya malam sudah cukup larut, satu jam lagi menjelang tengah malam diperempatan
lampu merah alun-alun kota serang. Angin malam itu jelas menusuk tulang. Meski aku tidak
merasakannya karena terlindung dari kuda beroda empat buatan jepang.
Kulihat bocah kecil lusuh dengan baju kumuh sedannya di pinggir jalan tiba-tiba tersanga-
sanga berlari ke arah mobil yang aku dan teman-temanku tumpangi. Pasti merasakan
sakitnya tusukan angin malam. Tapi sepertinya ia tak peduli.
Saat mobil kami terhenti oleh lampu merah yang menyala, bocah laki-laki lusuh itu lekas
menghampiri mobil kami. Matanya, dengan kantuk menggelayut berat di pelupuknya tak
lepas dari mobil yang aku tumpangi.
Ia berlari kecil menghampiri temanku yang menyetir dibalik kaca film gelap. Tanpa mengulur
waktu dia memulai aksinya bernyanyi seraya memainkan kecrek sebagai pelantuk lagunya.
Dengan suara lemah, bocah itu bernyanyi dan bukan suara merdu yang
terdengar,melainkan suara sumbang dan putus asa yang keluar dari bocah itu. Temanku
dengan santai mengangkat tangan dan melambaikannya,memberi kode agar bocah itu
segera bertolak dari hadapan kami.
Wajah dingin dan kesal temanku semakin kuat ketika ia melihat bocah itu terus bernyanyi
berharap kami iba dan memberi receh padanya. Ia pun membuka jendela mobil dan
memberi kepingan receh pada bocah tersebut.
Tersirat senyum diwajah lusuh nan pucat itu. Senyum bahagia saat melihat uang receh yang
ada ditangannya. Sebagian hatiku iba melihatnya, tapi sebagian yang lainnya acuh tak acuh
melihat bocah tersebut. Bocah kecil itupun berbalik menuju mobil lainnya dengan wajah
lusuhnya berharap kembali mendapatkan kepingan-kepingan receh lainnya.
Saat bocah itu pergi, ia sempat menoleh kebalik jendela tanpa berhenti melangkah. Saat
itulah wajah itu, ekspresi itu tampak begitu memelas dan sepertinya tak asing bagiku.
Call for Story
RAYON PMII IBNU KHOLDUN
Wajah itu seperti ketakutan, seperti ada ancaman dalam wajanya. Aku terperangah, pelan-
pelan kurasakan tubuhku seperti membeku, membeku ketika terlintas sesuatu dalam
benakku. Mungkinkan…!!!
Tiba-tiba penyesalan menghantamku, atas apa yang aku lakukan. Hanya sekedar memberi
unag receh yang sebenarnya tidak terlalu berarti bagiku, mengapa, ada apa denganku?
Mataku tenggelam, kelam, dalam gelap.
***
Ingatanku kembali pada sebuah desa miskin nan jauh di ujung hamparan pantai di
kecamatan cihara desa pondok panjang di daerah Lebak, Banten. Disana tinggal seorang
ibu kurus kering dengan tiga orang anak yang masih kecil-kecil. Aku tak tahu mengapa aku
ada disana, dan aku juga tak mengerti mengapa aku kesana. Yang pasti, aku merasa
sedang ada disana bersama ibu yang lusuh dengan ketiga anaknya, yang setiap hari hidup
serba kekurangan.
“Maaak… makan !!!” aku dikejutkan suara lemah memelas dari sudut rumah yang lebih
pantas disebut gubuk. “Maak…” Aku cepat memutar badan dan melihat ke sumber suara.
Wajah itu, dengan mata yang sayu dan badan yang lemah dia menatapku. Aku terdiam.
wajahnya kemudian menunduk, perlahan badannya merebah di lantai gubuk, meringkuk,
lalu kedua tangannya menarik kedua lututnya hingga mendekap. “Maaak… Makan…”
dengan nada memelas lalu diam.
Aku cepat-cepat mendekat memegang tubuh kecilnya, tangannya lalu kelehernya. Aku
khawatir akan sesuatu yang tak ingin dikehendaki terjadi. Bocah kecil ini semakin melemah
karena kelaparan. Ya Allah…
Namun, perlahan mata bocah lelaki ini terbuka lagi. Mata sayunya menatapku, menatapku
penuh makna,seolah berkata bahwa dia sudah tak kuat lagi. Aku tahu gelombang derita
sedang mengombang-ambing hidupmu, tapi ohh kuatlah nak, jangan padamkan lilin kecilmu
itu.Tanpa kusadari ada sesuatu yang mengalir ke pipiku. Aku mendekapnya, mengelus-elus
pundaknya seraya menyapu air mata yang mulai membanjiri wajahku. Malam semakin
gelap, kejam, mewakili kelamnya penderitaan.
***
Pagi itu, di gubuk butut mak, ramai dengan suara anak-anak yang bermain nan ceria. Di
tengah riuh itu, terlihat seseorang membawa banyak makanan dan kue dengan bangganya.
Bocah lelaki itu terlihat amat senang, berbanding terbalik dengan semalam. Tangan
kanannya menggenggam sebuah brownies coklat dengan bekas gigitan. Sesekali ia
pandangi makanan yang tampak asing baginya, tapi sepertinya ia sangat amat
menikmatinya.
Call for Story
RAYON PMII IBNU KHOLDUN
“Terimakasih banyak yaa Nak Agus…” Terdengar suara mak dari depan gubuk.
“Iya sama-sama Mak… Ini cuman hal kecil kok, hitung-hitung bagi rezeki” jawab lelaki
tersebut.
Rupanya pagi ini keluarga Mak kedatangan tamu, tamu dari kota yang sebenarnya dulu
berasal dari desa ini.
“Ngomong-ngomong, anak Mak itu ada berapa?” Agus menanyakan hal yang membuat Mak
agak kaget. Jarang ada orang lain apalagi orang dari kota besar yang perhatian padanya.
“Lii…maa… Nak Agus, dua laki-laki dan tiga putri.” Dengan sedikit memberikode untuk
meminta bantuan.
“Wah lumayan banyak Mak untuk zaman modern kaya gini.” Balasnya santai.
“Yaah Allah ngasih terus.” Kata emak pelan, ia tampak malu.
“Tapi… Inikan titipan yang maha kuasa, harus disyukuri.” Lanjut Mak agar terlihat sedikit
bijak.
“Hahahaa iya bener Mak.” Jawab Agus santai yang kemudian duduk di bale yang sudah
cukup tua.
“Anak Mak masih sekolah?” Matanya kemudian melirik anak-anak yang sedang asik
bermain.
Mak kaget dengan pertannyaan Agus. Dia tidak menyangka akan ditanya seperti itu.
Matanya berbinar-binar, penuh harap. Apakah ini pertolonganmu yaa Allah? Rasanya,
semua kesedihan kemarin hilang dalam sekejap.
“Tinggal Ridwan” kata Mak menyebut nama anak bungsunya.
“Tapi sudah lima bulan ini dia tidak sekolah. Ia malu karena terus ditagih bayaran sama
gurunya.” Lanjut Mak dengan menundukkan kepala.
“Bayaran apa Mak? Bukannya udah grat…”
“Gratis apa Nak Agus! Buktinya bayaran masih tetep lanjut.”
Bocah lelaki tiba-tiba berlari mendekati Mak. “iya Mak, ayo bayar tunggakannya. Ridwan
mau sekolah lagi.” Rengek sang bocah. Wajah polos bocah Itu belum tahu bagaimana
keadaan ekonomi keluarganya. Maklum anak-anak.
Mak menatap anak bungsunya dengan sedih. Matanya kemudian tampak berkaca-kaca, ia
lalu tertunduk. Tiba-tiba mak mengangkat wajahnya dan memandang ke Agus sebentar,
seolah ingin melihat respons atas kode yang telah diberikannya tadi.
Call for Story
RAYON PMII IBNU KHOLDUN
"kalau masalah biaya, saya bisa ban..." kata Agus tanggap merespon kode-kode yang
Mak berikan.
"wah makasih banyak nak Agus, tapi gak usah repot-repot." Potong Mak menyela merasa
tidak enak hati.
"Ooh gak apa Mak..."
Si bocah duduk dan menyender manja di pangkuan Mak. Wajahnya berseri-seri. "Ridwan
bisa sekolah ya Mak, ya Mak...." Teman-teman ikut mendekat. Mereka bergelendotan di
tubuh mak yang kurus.
Namun Mak hanya diam mematung. Hanya kesedihan membayang di wajahnya. Ia lalu
merangkul pelan anaknya, memandanginya dengan kasih sayang berwarna duka.
Mak sadar sekolah penting bagi anak-anaknya, meski ia tak pernah sekolah hingga ia tak
bisa membaca. Mak benar-benar telah merasakan betapa sengsaranya menjadi bodoh
lantaran tak sekolah hingga ia tak bisa mengajari anak-anaknya membaca bahkan hanya
untuk sekedar menulis namanya di secarik kertas ia tak bisa. Ke mana-mana ia diliputi
oleh kegelisahan karena rasa tidak bisa.
Mak akhirnya tampak menerawang. Ingatannya mengembara, lalu jatuh pada anak
sulungnya, Tatang, yang kini jadi buruh tani, yang untuk dirinya saja masih kekurangan.
Lalu mak ingat anak keduanya, Dina, yang kini ikut suaminya ke desa seberang. Nasibnya
pun tak jauh berbeda dengan kakaknya. Mak sekali-sekali memimpikan anak keduanya ini
mengirimkan uang, meski itu hanya seratus ribu. Dulu sekali Tatang pernah mengirim,
senangnya mak tak kepalang. Itulah sebabnya Mak terus berharap, walau tak pernah lagi.
Yang ketiga bahkan sampai sekarang tak ada kabarnya setelah minta izin ikut orang kota
menjadi pembantu rumah tangga di Jakarta. Mak tak bisa membendung air mata waktu
melepas anak gadisnya yang berwajah cukup menarik ini. Saking menariknya rupa
putrinya ini, mak sampai pernah berkhayal dapat menantu orang ternama di desanya.
Namun, khayalan itu sirna bersama perginya sang gadis ke "kota metropolitan".
sekarang tinggal Agus yang masih bersama Mak tinggal di gubuk, dalam lindungan mak
yang sebenarnya juga perlu perlindungan si bapak yang belum lama ini berpulang. Kata
dokter puskesmas, si Bapak sakit karena kurang gizi. Kata mak, sang bapak sering
mengalah agar anak dan istrinya bisa makan.
* * *
"kalau begitu, saya pergi dulu," si Franky tiba-tiba undur diri.
Call for Story
RAYON PMII IBNU KHOLDUN
Di desa itu Franky dikenal sebagai pemilik berbagai usaha di Jakarta. Tapi tak ada yang
tahu usaha apa yang digelutinya. Namun setiap dia pulang kampung, dia selalu membagi-
bagikan uang dan makanan. Dan ketika kembali ke kota, ia selalu membawa warga desa
yang katanya untuk diajak bekerja di perusahaannya.
"Eh kok buru-buru Nak Agus," cepat Mak bangkit memburu Agus. "Gak ada yang dapat
Mak suguhkan ya...."
"Oo gak usah repot-repot Mak, biasa aj-ja...," kata Agus sambil melangkah.
Tapi Agus berbalik ketika mak memburunya. Mak juga mendekat dengan kikuk, seperti
menghendaki sesuatu. Mak lalu memandang ke si bocah kecilnya, menoleh lagi ke Agus
tanpa berkata selain kikuknya tak kepalang.
"Oh ya, Mak, ha ha ha...." Agus merogoh kantong belakangnya, menarik dompet dan
membukanya. Dia lalu membalik-balik lembaran lima puluh ribuan. Mata mak terbelalak.
Sudah begitu lama dia tidak melihat lembaran-lembaran sebesar itu, apalagi dimilikinya.
Mak terus memandang jari-jari Agus membolak-balik lembaran lima puluhan ribu itu. Tapi
Agus tak kunjung menarik keluar barang selembar pun. Bahkan ia kembali memasukkan
dompet itu ke sakunya. Agus lalu mendekat ke arah mak dan menatap mata mak dalam-
dalam. Mak kebingungan dan amat kecewa.
"Mmmm eh... itu gampang Mak. Saya bisa membayar semua biaya sekolah Ridwan,
tapi..."
"Tapi... tapi Nak...." Mak tampak sekali tak paham dan bingung.
"Begini Mak, bagaimana kalau Ridwan... kalaaau... saya... bawa ke Jakarta...."
"Hah..." Mak pucat. Ia mundur, berbalik terus melangkah kuyu... lalu terduduk lemas.
Tampak harapan yang tadinya tumbuh di dalam dirinya menguap tiba-tiba. Ia bahkan
tampak sekali berubah kecewa dan takut, walau menutup-nutupinya.
"Begini, Mak... saya ada kerjaan anak-anak, tidak berat, ya... sambil main-mainlah, nyanyi-
nyanyi, tapi dapat duit lumayan...." Mak tampak memaksakan diri untuk tertarik ucapan
Agus.
"Saya rasa Ridwan bisa sekolah sambil bersenang-senang sama saya. Mak nggak usah
khawatir, akan saya jaga RIdwan. Sekadar Mak Tahu saja, nih, nggak ada yang berani
sama saya di kota," kata Agus. "Anak Mak aman, saya jamin!"
Ia kemudian duduk di samping Mak yang terpana. "Ini bisa juga terserah Ridwan, Mak.
Kalau Ridwan nggak betah, bisa pulang. Saya sendiri yang mengantar pulang, Mak. Kalau
Call for Story
RAYON PMII IBNU KHOLDUN
suka, ya bisa terus... ya kan?" Perlahan Mak tampak tertarik. Harapannya kembali terusik.
"Tapi ya... semua terserah Mak," kata Agus sambil bergerak berdiri, jual mahal, seperti
sering dia lakukan. Mak memandangi gerak punggung Agus. Ada yang tumbuh di dalam
diri mak lagi. Ia juga spontan hendak berdiri. Gadis kecil memandang heran di dekat tiga
adiknya yang acuh asik bermain tanah.
Tapi dalam berdirinya mak hanya terpaku. Ada pergolakan hebat terjadi di dalam dirinya:
antara harapan dan rasa kasihan atas anak laki-lakinya yang masih kecil juga membuyut.
Oh, akankah dunia lelaki kecil segera berganti dengan dunia kerja yang keras dan kejam
tanpa ampun.
"Mak... Ridwan bisa sekolah ya Mak," si bocah menyela. "Di sekolah banyak teman, Mak,
kami belajar, bermain bola. Ridwan selalu bikin gol lo Mak. Pak guru baik... kalau PR
Ridwan salah, Pak Guru nggak marah, malah ngasih tau..."
Mak mematung. Air matanya meleleh. Aku terpana. Dan ada yang bergulir di pipiku. Deru
gas mobil tiba-tiba bersahut-sahutan, mengagetkanku.
"Dik… Dika… lihat tu.” Tiba-tiba temanku berseru sambil menunjuk sekilas ke sudut warteg
di seberang jalan. Aku kaget. Ternyata aku masih di mobil temanku di lampu merah alun-
alun. Buru-buru kuseka pipiku. Untungnya saat itu malam sehingga gelap, yang membuat
temanku ta tahu aku menggulirkan air mata.
Di seberang jalan, di samping warteg agak gelap, tampak membayang duduk tiga lelaki
sangar. Di depannya, di atas bangku panjang reot, tampak bayangan tiga botol dan
beberapa gelas berserakan. Satu-satu pengamen mendekat dan pergi dari sana. Tiba-tiba
darahku tersirap, jantungku berhenti berdetak. Sekilas kulihat bocah kecil menjauh dari
sana. Wajahnya, dukanya, memelasnya itu... Diakah bocah kecil kesayangan Mak?
***