Download - CAFTA
![Page 1: CAFTA](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081718/5571fa1a497959916991463c/html5/thumbnails/1.jpg)
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Saat ini Indonesia dan juga negara-negara ASEAN dan China memasuki era perdagangan bebas.
Sesuai dengan perjanjian yang tercantum dalam CAFTA (China-Asean Free Trade Agreement), maka
tahun 2010 adalah saat diberlakukannya CAFTA bagi Indonesia dan lima negara ASEAN lainnya yaitu
Malaysia, Singapura, Thailand, Brunei Darussalam, dan Filipina. Terdapat pro dan kontra dalam
penerapan CAFTA di Indonesia. Rakyat Indonesia merasa resah menghadapi CAFTA karena banyak yang
meramalkan CAFTA akan mematikan industri-industri di Indonesia utamanya industri kecil dan
menengah yang kalah harga dan kualitas dengan produk-produk China. Sebagaimana diketahui, barang-
barang buatan China mempunyai harga yang terjangkau dan kualitas umumnya lebih baik dari kualitas
produk Indonesia. Sedangkan rakyat Indonesia yang kebanyakan adalah warga menengah ke bawah
cenderung memilih barang dengan harga yang murah. Tentu saja hal ini akan menjadikan gulung
tikarnya industri-industri di Indonesia dan tentu saja akan menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah
pengangguran akibat dari PHK. CAFTA menerapkan hukum rimba, siapa yang kuat ia yang menang.
Karena itulah, makalah ini dibuat untuk meringankan sedikit beban pemerintah dan juga rakyat
Indonesia untuk menghadapi era perdagangan bebas China-ASEAN yang sudah di depan mata.
RUMUSAN MASALAH
Latar belakang yang diuraikan diatas dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah. Diantaranya
adalah:
1. Bagaimana CAFTA dan dampaknya bagi perekonomian di Indonesia?
2. Apa saja solusi yang dapat diterapkan di Indonesia untuk menghadapi CAFTA 2010?
TUJUAN
Tujuan di tulisnya karya tulis ini adalah:
![Page 2: CAFTA](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081718/5571fa1a497959916991463c/html5/thumbnails/2.jpg)
1. Mengetahui CAFTA dan dampaknya terhadap perekonomian Indonesia.
2. Mengetahui solusi yang dapat diterapkan di Indonesia untuk menghadapi CAFTA 2010.
CAFTA dan Pengaruhnya terhadap Perekonomian Indonesia
a. Sejarah CAFTA
CAFTA (China-ASEAN Free Trade Agreement) adalah sebuah perjanjian perdagangan bebas antara Cina
dan negara-negara ASEAN.
Sebelum dideklarasikannya CAFTA, pada tahun 2002 negara-negara di ASEAN telah membuat sebuah
perjanjian perdagangan yang disebut AFTA (ASEAN Free Trade Agreement) yang beranggotakan 10
negara-negara di Asean.
Pada tahun 2006 China bersama negara-negara ASEAN menandatangani perjanjian yang disebut CAFTA.
CAFTA berlaku mulai tahun 2010 untuk 6 negara (Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura,
Thailand dan Filipina) dan tahun 2015 untuk Kamboja, Myanmar, Laos dan Vietnam.
Perjanjian ini dimaksudkan untuk mendongkrak perekonomian di negara-negara ASEAN dan China
dengan meluasnya perdangangan ke seluruh ASEAN dan China dengan tarif pajak yang sangat kecil.
1991: CAFTA disepakati 1992-2007 (kemudian dipercepat ke 2001)
1996: RRT resmi menjadi mitra ASEAN
1997: Joint statement kepala negara utk menjalankan ASEAN dan RRT adalah sahabat dan mitra saling
percaya utk menyongsong abad 21
2000: pada KTT ASEAN-RRT, kepala Negara menyepakati gagasan pembentukan ASEAN-RRC FTA
2001: dibentuk ASEAN-RRC Economic Expert group
2002: pada KTT ASEAN-RRT, kepala Negara menandatangani Framework Agreement on
Comprehensive Economic Cooperation betweenASEAN and RRC
2003: perundingan CAFTA dimulai dan selesai juni 2004
2004: CAFTA disetujui
Oktober 2009: kesepakatan CAFTA-investasi ditanda tangani
1 Januari, 2010: CAFTA efektif
![Page 3: CAFTA](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081718/5571fa1a497959916991463c/html5/thumbnails/3.jpg)
CAFTA merupakan FTA terbesar setelah European Economic Area (EEA) dan NAFTA (North American
FTA).
Populasi China dan ASEAN mencakup 1.9 milyar jiwa.
Market yang sangat berpotensi besar untuk membuka kesempatan dagang bagi semua
anggota ASEAN dan China.
Selama periode 1999-2008 pertumbuhan ekspor produk industri mencapai 20% pertumbuhan.
2004: Ekspor ke China: 6.43%
2009: Ekspor ke China: 9.87%
(Data: KBRI- Beijing)
Reaksi Indonesia terhadap CAFTA
Euforia bagi konsumen yang merindukan barang-barang murah.
Perindustrian merasa prihatin karena Indonesia akan kebanjiran barang-barang murah.
Pengusaha khawatir mengenai barang-barang yang tidak resmi.
Bunga: Di China jauh lbh murah (12-15 % di Indonesia; China: 5-6%).
Produktivitas China jauh lebih tinggi dari Indonesia, tapi gaji buruh sudah mulai naik.
Sofyan Wanandi (Ketua APINDO: Asosiasi Pengusaha Indonesia): “Kita dalam posisi dilematis”
Reaksi China terhadap CAFTA
RI sdh berbicara dengan China - China's goal: “To make the region prosper” (Madam Zhang Qiyue,
Dubes China di Indonesia).
USD 10 milyar tersedia bagi ASEAN untuk bermitra dengan China untuk membangun infrastruktur.
USD 15 milyar tersedia dari China untuk dipinjamkan kepada ASEAN.
Kalau memang ada yang merasa tertekan, China akan mengontrol produksi mereka, supaya tidak akan
membanjiri market indonesia dan menganggu ekonomi Indonesia. (Sudrajat – mantan Dubes RI di China
PEMBAHASAN
Hiruk-pikuk konflik politik dalam pemerintahan Indonesia terus berlanjut menyusul mencuatnya kasus
Bank Century, kisruh soal keberadaan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), dan ihwal masalah
penegakan hukum yang dinilai masih memprihatinkan. Kini tantangan terhadap perekonomean
![Page 4: CAFTA](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081718/5571fa1a497959916991463c/html5/thumbnails/4.jpg)
masyarakat industri Indonesia menghadang di depan mata dan kembali menjadi bahan perdebatan di
media massa.
Dimulainya penerapan perdagangan bebas China-ASEAN (CAFTA) mulai awal Januari 2010 boleh jadi
merupakan babak baru bagi ancaman laju perekonomean industri dalam negeri.
CAFTA merupakan kebijakan nasional dalam rangka hubungan bilateral dengan negara lain. Semangat
yang dituangkan sebagai bagian dari konsekuensi kebijakan pasar bebas adalah untuk memacu
persaingan dan pengembangan industri dalam negeri dengan negara lain. Membaca pesan tersebut
cukup bijak. Tetapi, relevankah dengan konteks perekonomian keindonesiaan?
Dalam perjalanannya, perjanjian CEPT AFTA sebenarnya sudah dimulai pada 1992 dengan ASEAN FTA,
serta berlangsung dengan pembentukan ASEAN Economic Community pada 2003 untuk direalisasikan
pada 2015. Pada 2002 disepakati perjanjian komprehensif kerja sama ekonomi ASEAN-China yang
menjadi basis negosiasi ASEAN-China AFTA yang dilaksanakan pada 2004. Namun, akhirnya perjanjian
CAFTA terealisasi pada tahun 2010.
Dalam perdagangan bebas ini pemerintah membentuk tim khusus beranggotakan lintas departemen
dan wakil dari dunia usaha untuk mengantisipasi injury industri dalam negri. Hal ini cukup berbeda
dengan realitas yang terjadi saat ini.
Setelah diterapkan pasar bebas, maka biaya masuk adalah 0,0 persen. Sebelumnya produk China masuk
ke Indonesia hanya lima persen, tapi harga jual produk China relatif jauh lebih murah ketimbang produk
dalam negeri. Apalagi setelah perdagangan bebas ini berlangsung, besar kemungkinan harga penjualan
barang-barang made in China yang murah meriah lambat laun akan menggeser produk dalam negeri.
Tentu hal ini memerlukan sikap serius dari pemerintah untuk menanganinya. Sebab, bagaimanapun, hal
itu berpotensi mengancam keberlangsungan perekonomian masyarakat industri dalam negri.
Sejak akhir 2009, para perajin sepatu Mojokerto sudah merasakan penurunan pemesanan dari grosir
langganan. Menginjak tahun 2010, pesanan pun dilaporkan sepi karena tersaingi oleh produk asal China
(Liputan 6 SCTV, 11 Januari 2010). Inilah cermin dari kehawatiran masyarakat. Tentu saja hal ini
merupakan pekerjaan rumah (PR) bagi pemerintah karena keputusan yang diambil semula didasarkan
![Page 5: CAFTA](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081718/5571fa1a497959916991463c/html5/thumbnails/5.jpg)
pada demi kemajuan perekonomian bangsa. Permasalahannya, bagaimana kalau dampaknya
belakangan justru berpotensi merugikan perekonomian nasional?
Melihat kondisi pendapatan masyarakat, tentu merupakan kegembiraan tersendiri dengan adanya
produk murah asal China. Masyarakat dengan mudah bisa membeli barang-barang murah sesuai
kemampuan kantong masyarakat ketimbang produk buatan dalam negeri yang relatif lebih mahal. Yang
jelas, hal ini merupakan konsekuensi alami mengingat kondisi sulit yang dialami warga masyarakat.
Barang-barang murah akan laku di pasaran meski mungkin kualitasnya tidak bisa
dipertanggungjawabkan.
Apalagi, jika menilik kondisi laju pertumbuhan perekonomian nasional. Dilihat dari indeks produksi
industri sedang dan besar pada tiga triwulan pertama tahun 2008, misalnya, hampir semua sektor dalam
industri manufaktur di Indonesia menurun. Hanya empat sektor yang menguat, yakni industri makanan
dan minuman, industri pengolahan tembakau, industri barang dari kulit dan alas kaki, serta industri
furnitur dan pengolahan lainnya (BPS, 2009).
Dari situ kita dapat membaca bahwa perekonomian nasional, khususnya dalam sektor industri, masih
labil dan memerlukan sikap keseriusan pemerintah untuk memacunya secara lebih serius lagi. Di tengah
persaingan pasar bebas industri dunia, tanpa tindakan konkret pemerintah untuk menanganinya dalam
bentuk proteksi, maka lambat laun industri dalam negeri akan bangkrut.
Sebenarnya kekhawatiran akan dampak negatif perdagangan bebas sudah diperdebatkan oleh para
pakar ekonomi. Perguruan-perguruan tinggi sendiri beberapa kali sudah mengadakan seminar mengenai
efek dari pasar bebas. Sayang, hal itu dilakukan hanya sebatas sebagai wacana diskusi semata, tanpa
adanya realisasi tindak lanjut semestinya dari pemerintah.
Mengingat kebijakan CAFTA merupakan bagian dari kebijakan perekonomian nasional, maka ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan pemerintah. Salah satunya, peraturan mengenai standar barang
dan perlindungan konsumen harus dijalankan secara benar. Ini penting sebagai bagian dari kebijakan
perlindungan terhadap perindustrian dalam negeri.
Tim dari Departemen Perindustrian, yang merupakan tim multidisiplin dan terdiri dari pakar dan wakil
Kadin (Kamar Dagang dan Industri Indonesia), harus berupaya maksimal untuk lebih mempertajam arah
![Page 6: CAFTA](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081718/5571fa1a497959916991463c/html5/thumbnails/6.jpg)
dan prioritas industri yang perlu dikembangkan. Ini karena pengembangan industri yang dilakukan
pemerintah belakangan terkesan tidak jelas arah dan gambarannya.
Dari catatan statistik, tahun 2008 industri yang berkembang di dalam negeri sudah menyerap tenaga
kerja hingga 70%. Ini membuktikan bahwa sektor industri mampu memberikan terobosan dalam upaya
lebih memberdayakan masyarakat serta mengatasi masalah kemiskinan.
Akhirnya, perlu disadari bahwa dampak perdagangan bebas, kalau tidak ditangani secara serius oleh
instansi terkait, akan berpotensi mematikan industri dalam negeri. Dampak lebih jauh, sangat mungkin
hal itu akan memicu terjadinya PHK (pemutusan hubungan kerja) dan menambah jumlah penganggur
akibat industri dalam negeri banyak yang mengalami kolaps. Bagaimanapun, produk dalam negeri tak
akan mampu menyaingi membanjirnya produk massal buatan China yang murah meriah.
Oleh sebab itu, kebijakan CAFTA rasanya memang perlu dikaji ulang oleh pemerintah supaya dampaknya
tidak mengancam keselamatan industri dalam negeri. Harapan besar tergantung pada pemerintah demi
eksistensi produk dalam negeri pada masa depan. Dalam upaya meningkatkan perekonomian bangsa,
kebijakan-kebijakan perlu diarahkan pada perbaikan ekonomi rakyat. Ini penting agar terciptanya
masyarakat yang adil, makmur dan sentosa benar-benar bisa direalisasikan
Paradigma ekonomi
Perubahan orientasi pembangunan ekonomi yang terjadi di dalam masyarakat internasional dimulai
sejak berakhirnya Perang Dunia II. Sebelumnya, masyarakat internasional umumnya masih dikendalikan
oleh dominasi sistem kolonial Eropa. Pada saat itu pembangunan ekonomi suatu bangsa sangat
ditentukan oleh dominasi kekuasaan negara kolonialnya. Setelah akhir Perang Dunia II, muncul tuntutan
keseimbangan hubungan antarnegara di dunia. Secara faktual ini mendorong terjadinya perubahan
dalam tatanan ekonomi global.
Perubahan tata ekonomi global ditandai oleh terjalinnya kerjasama global, regional, dan bilateral yang
cenderung diarahkan pada kerja sama di bidang pembangunan ekonomi bangsa-bangsa. Dalam tingkat
regional, negara-negara Asia Tenggara menyatukan visi pembangunan ekonomi ke dalam organisasi
Asean Free Trade Area (AFTA). Begitu pula pada kawasan regional Asia Pasifik, mereka menyatukan diri
dalam lembaga yang kemudian dikenal dengan Asia Pasific Economic Cooperation (APEC).
![Page 7: CAFTA](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081718/5571fa1a497959916991463c/html5/thumbnails/7.jpg)
Sementara pada level global, negara-negara di dunia menyepakati suatu lembaga organisasi
perdagangan dunia bernama World Trade Organisation (WTO). Contoh terkini adalah berlakunya CAFTA
per 1 Januari 2010. Oleh karena itu, berangkat pada kondisi obyektif yang menunjukkan eksistensi
lembaga-lembaga pedagangan tersebut, secara faktual ini akan berimplikasi pada negara-negara
anggota (contracting parties).
Indonesia harus mampu mengimplementasi ketentuan-ketentuan CAFTA, AFTA, APEC, dan WTO ke
dalam ketentuan hukum nasional, termasuk peraturan daerah, tanpa harus menimbulkan benturan
kepentingan (conflict interest). Hal ini sangat penting artinya karena secara konseptual liberalisasi
perdagangan membatasi peran negara, baik sebagai regulator maupun sebagai pelaku ekonomi.
Liberalisasi perdagangan menimbulkan kekhawatiran karena peranan negara sebagai regulator ekonomi
dikurangi, peranan sektor negara dan koperasi relatif menurun dan berhadapan langsung dengan sektor
swasta, memberi jalan bagi masuknya kekuatan ekonomi asing yang mendominasi perekonomian
Indonesia, dan menimbulan kesenjangan yang makin lebar antarpelaku ekonomi.