Download - Buta Warna Fix

Transcript

BUTA WARNA1. Definisi dan Etiologi

Buta warna adalah kondisi yang diturunkan secara genetik. Dibawa oleh kromosom X pada perempuan, buta warna diturunkan kepada anak-anaknya. Ketika seseorang mengalami buta warna, mata mereka tidak mampu menghasilkan keseluruhan pigmen yang dibutuhkan untuk mata berfungsi dengan normal. Cacat mata ini merupakan kelainan genetik yang diturunkan oleh ayah atau ibu.Dari semua jenis buta warna, kasus yang paling umum adalah anomalus trikromasi, khususnya deutranomali, yang mencapai angka 5% dari pria. Sebenarnya, penyebab buta warna tidak hanya karena ada kelainan pada kromosom X, namun dapat mempunyai kaitan dengan 19 kromosom dan gen-gen lain yang berbeda dan resesif bila ada kelainan pada makula dan saraf optic. Beberapa penyakit yang diturunkan seperti distrofi sel kerucut dan akromatopsia juga dapat menyebabkan seseorang menjadi buta warna (Anonim, 2007).

Gen buta warna terkait dengan dengan kromosom X (X-linked genes). Jadi kemungkinan seorang pria yang memiliki genotif XY untuk terkena buta warna secara turunan lebih besar dibandingkan wanita yang bergenotif XX untuk terkena buta warna. Jika hanya terkait pada salah satu kromosom X nya saja, wanita disebut carrier atau pembawa, yang bisa menurunkan gen buta warna pada anak-anaknya. Menurut salah satu riset 5-8% pria dan 0,5% wanita dilahirkan buta warna. Dan 99% penderita buta warna termasuk dikromasi, protanopia, dan deuteranopia (Nina Karina, 2007).

Gambar 8. Garis Pedigree Penurunan Sifat Buta Warna

Dua gen yang berhubungan dengan munculnya buta warna adalah OPN1LW (Opsin 1 Long Wave), yang menyandi pigmen merah dan OPN1MW (Opsin 1 Middle Wave), yang menyandi pigmen hijau (Samir S. Deeb dan Arno G. Motulsky, 2005).Buta warna dapat juga ditemukan pada penyakit makula, saraf optik, sedang pada kelainan retina ditemukan cacat relative penglihatan warna biru dan kuning sedang kelainan saraf optik memberikan kelainan melihat warna merah dan hijau (Ilyas, 2008).2. Klasifikasi dan Gejala Buta Warna

Buta warna dikenal berdasarkan istilah Yunani protos (pertama), deutros (kedua), dan tritos (ketiga) yang pada warna merah, hijau, dan biru.

1. Anomalous trichromacy

Anomalous trichromacy adalah gangguan penglihatan warna yang dapat disebabkan oleh faktor keturunan atau kerusakan pada mata setelah dewasa. Penderita anomalous trichromacy memiliki tiga sel kerucut yang lengkap, namun terjadi kerusakan mekanisme sensitivitas terhadap salah satu dari tiga sel reseptor warna tersebut. Pasien buta warna dapat melihat berbagai warna akan tetapi dengan interpretasi berbeda daripada normal yang paling sering ditemukan adalah:

a. Trikromat anomali, kelainan terdapat pada short-wavelenght pigment (blue). Pigmen biru ini bergeser ke area hijau dari spectrum merah. Pasien mempunyai ketiga pigmen kerucut akan tetapi satu tidak normal, kemungkinan gangguan dapat terletak hanya pada satu atau lebih pigmen kerucut. Pada anomali ini perbandingan merah hijau yang dipilih pada anomaloskop berbeda dibanding dengan orang normal.

b. Deutronomali, disebabkan oleh kelainan bentuk pigmen middle-wavelenght (green). Dengan cacat pada hijau sehingga diperlukan lebih banyak hijau, karena terjadi gangguan lebih banyak daripada warna hijau.

c. Protanomali adalah tipe anomalous trichromacy dimana terjadi kelainan terhadap long-wavelenght (red) pigmen, sehingga menyebabkan rendahnya sensitifitas warna merah. Artinya penderita protanomali tidak akan mempu membedakan warna dan melihat campuran warna yang dilihat oleh mata normal. Penderita juga akan mengalami penglihatan yang buram terhadap warna spektrum merah. Hal ini mengakibatkan mereka dapat salah membedakan warna merah dan hitam.

2. Dichromacy

Dichromacy adalah jenis buta warna di mana salah satu dari tiga sel kerucut tidak ada atau tidak berfungsi. Akibat dari disfungsi salah satu sel pigmen pada kerucut, seseorang yang menderita dikromatis akan mengalami gangguan penglihatan terhadap warna-warna tertentu. Diakromatisme, adalah kebutaan tidak sempurna yang menyangkut ketidakmampuan untuk membedakan warna-warna merah dan hijau. Dichromacy dibagi menjadi tiga bagian berdasarkan pigmen yang rusak:

a. Protanopia adalah salah satu tipe dichromacy yang disebabkan oleh tidak adanya photoreceptor retina merah. Pada penderita protonopia, penglihatan terhadap warna merah tidak ada. Dichromacy tipe ini terjadi pada 1% dari seluruh pria. Keadaan yang paling sering ditemukan dengan cacat pada warna merah hijau sehingga sering dikenal dengan buta warna merah - hijau.

Gambar 9. Protanophia

b. Deutranopia adalah gangguan penglihatan terhadap warna yang disebabkan tidak adanya ph otoreceptor retina hijau. Orang yang kehilangan kerucut hijau sehingga ia tidak dapat melihat warna hijau. Hal ini menimbulkan kesulitan dalam membedakan hue pada warna merah dan hijau (red-green hue discrimination).

Gambar 10. Deutronophia

c. Tritanopia adalah keadaan dimana seseorang tidak memiliki short-wavelength cone. Tritanophia, yaitu kondisi yang ditandai oleh ketidak beresan dalam warna biru dan kuning dimana conus biru atau kuning tidak peka terhadap suatu daerah spektrum visual. Tritanopia disebut juga buta warna biru-kuning dan merupakan tipe dichromacy yang sangat jarang dijumpai.

Gambar Tritanophia

(tidak melihat warna biru dan kuning)

Gambar 11. Trironophia3. Monochromacy

Monochromacy atau akromatopsia adalah kebutaan warna total dimana semua warna dilihat sebagai tingkatan warna abu-abu. Akromatisme atau Akromatopsia, adalah keadaan dimana seseorang hanya memiliki sebuah pigmen cones atau tidak berfungsinya semua sel cones. Pasien hanya mempunyai satu pigmen kerucut (monokromat rod atau batang). Pada monokromat kerucut hanya dapat membedakan warna dalam arti intensitasnya saja dan biasanya 6/30. Pada orang dengan buta warna total atau akromatopsia akan terdapat keluhan silau dan nistagmus dan bersifat autosomal resesif (Kurnia, 2009).

Gambar 12. Buta Warna Total

Bentuk buta warna dikenal juga :

a. Monokromatisme rod (batang) atau disebut juga suatu akromatopsia di mana terdapat kelainan pada kedua mata bersama dengan keadaan lain seperti tajam penglihatan kurang dari 6/60, nistagmus, fotofobia, skotoma sentral, dan mungkin terjadi akibat kelainan sentral hingga terdapat gangguan penglihatan warna total, hemeralopia (buta silang) tidak terdapat buta senja, dengan kelainan refraksi tinggi. Pada pemeriksaan dapat dilihat adanya makula dengan pigmen abnormal.

b. Monokromatisme cone (kerucut), dimana terdapat hanya sedikit cacat, hal yang jarang, tajam penglihatan normal, tidak nistagmus (Ilyas, 2008).Teori Hering tentang Buta Warna

Menurut Hering, buta warna partial disebabkan karena orang tidak mempunyai substansi warna merah-hijau (daltonis). Umumnya orang menderita buta warna merah-hijau, sedangkan buta warna kuning-hitam jarang terjadi, juga penderita buta warna yang total jarang terjadi karena itu jarang ada individu yang tidak mempunyai substansi fotochemis sama sekali. Hering juga menyatakan bahwa ada 3 macam substansi fotochemis yang memiliki 6 macam kualitas dan dapat memberikan 6 macam sensasi. Substansi ini dapat dipecah dan dapat dibangun oleh rangsang- rangsang tertentu. Kedua macam substansi itu adalah :

Substansi putih/hitam

Substansi merah/hijau

Substansi kuning/biru

Kalau terlihat warna putih, berarti semua gelombang sinar dipantulkan, sedangkan kalau melihat warna hitam berarti semua gelombang sinar dihisap (diabsorpsi).3. Diagnosis dan Pemeriksaan PenunjangTes uji klinis yang umum digunakan untuk mendeteksi cacat buta warna adalah tes Ishiharadan tes American Optical HRRpseudoisochromatic. Metode-metode ini dipakai untuk menentukan dengan cepat suatu kelainan buta warna didasarkan pada penggunaan kartu bertitik-titik dengan berbagai macam warna yang membentukangka (Ishihara) dan simbol (HRR). Sedangkan untuk melakukan klasifikasipasti dari protanopia, deuteranopia, protanomali, dan deuteranomali memerlukan penggunaandari anomaloscope yang melibatkan pemadanan warna (Samir S Deeb and Arno G Motulsky,2005).

Test penglihatan warna salah satu test uji buta warna sebagai berikut :

a. Uji ishiharaYaitu dengan memakai sejumlah lempeng polikromatik yang berbintik, warna primer dicetak di atas latar belakang mosaic bintik-bintik serupa dengan aneka warna sekunder yang membingungkan, bintik-bintik primer disusun menurut pola (angka atau bentuk geometric) yang tidak dapat dikenali oleh pasien yang kurang persepsi warna.

Gambar 13. Pemeriksaan Ishihara

Uji Ishihara merupakan uji untuk mengetahui adanya defek penglihatan warna, didasarkan pada menentukan angka atau pola yang ada pada kartu dengan berbagai ragam warna (Ilyas, 2008). Menurut Guyton (1997) Metode Ishihara yaitu metode yang dapat dipakai untuk menentukan dengan cepat suatu kelainan buta warna didasarkan pada pengunaan kartu bertitik-titik. Kartu ini disusun dengan menyatukan titik-titik yang mempunyai bermacam-macam warna.

Merupakan pemeriksaan untuk penglihatan warna dengan memakai satu seri gambar titik bola kecil dengan warna dan besar berbeda (gambar pseudokromatik), sehingga dalam keseluruhan terlihat warna pucat dan menyukarkan pasien dengan kelainan penglihatan warna melihatnya. Penderita buta warna atau dengan kelainan penglihatan warna dapat melihat sebagian ataupun sama sekali tidak dapat melihat gambaran yang diperlihatkan. Pada pemeriksaan pasien diminta melihat dan mengenali tanda gambar yang diperlihatkan dalam waktu 10 detik (Ilyas, 2008).

Penyakit tertentu dapat terjadi ganguan penglihatan warna seperti buta warna merah dan hijau pada atrofi saraf optik, optik neuropati toksi dengan pengecualian neuropati iskemik, glaukoma dengan atrofi optik yang memberikan ganguan penglihatan biru kuning (Ilyas, 2008).

b. uji pencocokan benangPasien diberi sebuah gelendong benang dan diminta untuk mengambil gelendong yangwarnanya cocok dari setumpuk gelendong yang berwarna-warniPemeriksaan Penunjang yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :

1. OftalmoskopSuatu alat dengan system pencahayaan khusus, untuk melihat bagian dalam mata terutama retina dan struktur terkaitnya2. Test sensitivitas kontrasAdalah kesanggupan mata melihat perbedaan kontras yang halus, dimana pada pasien dengangangguan pada retina, nervus optikus atau kekeruhan media mata tidak sanggup melihatperbedaan kontras tersebutAlgoritma Diagnosis ButaWarna dengan Pemeriksaan Ishihara

3. Test elektrofisiologik

a. Elektroletingrafi (ERG)

Untuk mengukur respon listrik retina terhadap kilatan cahaya bagian awal respon flash ERGmencerminkan fungsi fotoreseptor sel krucut dan sel batang

b. Elektro okulografi (EOG).

Untuk mengukur potensial korneoretina tetap. Kelainan EOG terutama terjadi pada penyakitsecara dipus mempengaruhi epitel pigmen retina dan fotoreseptor.

4. Penatalaksanaan

Tidak ada pengobatan atau tindakan yang dapat dilakukan untuk mengobati masalahgangguan persepsi warna. Namun penderita buta warna ringan dapat belajar mengasosiasikan warna dengan objek tertentu. Untuk mengurangi gejala dapat digunakan kacamata berlensa dengan filter warna khusus yang memungkinkan pasien melakukan interpretasi kembali warna

Gangguan penglihatan warna yang diturunkan tidak dapat diobati atau dikoreksi. Beberapa gangguan penglihatan warna yang didapat dapat diobati, bergantung pada penyebabnya. Sebagai contoh jika katarak merupakan penyebab gangguan penglihatan warna, operasi untuk mengangkat katarak dapat mengembalikan penglihatan warna menjadi normal. Beberapa cara untuk membantu gangguan penglihatan warna, antara lain:

1. Memakai lensa kontak berwarna. Hal ini dapat membantu membedakan warna, tetapi lensa ini tidak menjadikan penglihatan menjadi normal dan objek yang dilihat dapat terdistorsi.

2. Memakai kacamata yang memblok sinar yang menyilaukan. Orang dengan masalah penglihatan dapat membedakan warna lebih baik saat ada penghalang sinar yang menyilaukan.

5. Pencegahan

Tidak ada cara untuk mencegah buta warna genetik. Tidak ada cara juga untuk mencegah buta warna didapat yang berhubungan dengan penyakit Alzheimer,diabetes mellitus, leukemia, penyakit hati, degenerasi makular, multipel sklerosis, penyakit Parkinson, anemia sel bulan sabit, dan retinitis pigmentosa. Beberapa buta warna didapat dapat dicegah. Membatasi penggunaan alkohol dan obat, seperti antibiotik, barbiturat, obat anti tuberkulosis, pengobatan tekanan darah tinggi dan beberapa pengobatan yang digunakan untuk penyakit saraf danpsikologis, ke level yang dibutuhkan untuk keuntungan terapeutik dapat membatasi buta warna didapat. Salah satu pencegahan dini yang bisa dilakukan oleh orang tua sedini mungkin adalah dengan cara konseling genetik.

Konseling GenetikKonseling genetik tidak hanya dilakukan pranikah saja, baik pula dilakukan setelah menikah, pada saat kehamilan setiap trisemester dan setelah melahirkan. Lamanya proses konseling tergantung dari kesehatan pasangan tersebut. Konseling ini tidak saja untuk memeriksa kesehatan pasangan secara keseluruhan, mulai dari kesehatan reproduksi sampai kecocokan golongan darah, memantapkan kesiapan mental calon suami istri, namun sekaligus dapat mendeteksi jika terdapat penyakit turunan yang berbahaya bagi keturunannya.Tujuan konseling genetik: 1. Agar seseorang yang menikah diharapkan tidak memiliki keturunan yang cacat/penyakit keturunan.2. Jika terlanjur memiliki anak cacat, bila perlu jangan memiliki anak lagi.3. Memberi bahan atau cara mengobati suatu penyakit keturunan.4. Pemeriksaan janin/bayi baru lahir, jika cacat, diberi nasihat bagaimana mengasuhnya kelak.5. Mencari jalan keluar perselisihan keluarga yang berhubungan dengan genetis.DAFTAR PUSTAKA

1. Carter, C, O. 1970. Human Hereditary, 5th cd. Penguin Books, London

2. Hartatono, Sarodja, R., Ghozi, M. 1984. Frekuensi dan angka heterozigot buta warna merah hijau, dalam Gunawan, K. M. Basarodin, M. Ghozi dan Hartono (eds): Kumpulan Makalah kongres Nasional Perdami V, Yogyakarta.3. S. Snell, Richard. 2006.Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. ed : Hartanto, Huriawati, dkk. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

4. Guyton, Arthur C., dan John E. Hall, 1997, Buku ajar fisiologi kedokteran ; editor edisi bahasa Indonesia, Irawati Setiawan. Ed. 11 Jakarta : EGC

5. Ilyas, Sidarta. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2008.

6. Vaughan, Daniel G. 2000. Oftalmologi Umum. Jakarta: Widya Medika7. Nana, Wijana. 1993. Ilmu Penyakit Mata. Ed. Rev., Cet 6. Jakarta: Abadi Tegal

8. Gerhard K. Lang. Ophthalmology A Pocket Textbook Atlas 2nd. Stuttgart New York. 2006

9. Rhee DJ, Pyfer MF, editors. The Wills Eye Manual: office and emergency room diagnosis and treatment of eye disease. 3rdedition. Philadelphia: Lippincott Williams&Wilkins;1999.p.19-22.10. Katzung, B.G., 1998., Farmakologi Dasar Dan Klinik., Edisi 6, EGC, Jakarta11. Brown, K, T. 1974 Physiology of the retina, dalam V,B. Mauncastle (ed): Medical Physiology, vol 1, 13 th ed,. Pp 458-96, C.V. Mosby Co., St. Louis

12. Gates, R.R. 1952. Human Genetics, vol 1, 3rd ed. MacMillan. Co., New York

13. Suryo.2005. Genetika. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

14. Yatim, Wildan. 1983. Genetika Edisi ketiga. Tarsito, Bandung

15. Ghozi, A. 198. Perlunya kesaaran orang buta warna terhadap kelainnya, dalam Gunawan, R, M. Basarodin M. Ghozi dan Hartono (eds): Kumpulan Makalah kongres Nasional Perdami V, Yogyakarta16. Crowder, L.1990. Genetika.Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

17. Datu, Abd. Razaq. 2005. Cacat Lahir Disebabkan Oleh Faktor Lingkungan.med.unhas.ac.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=232. diakses tanggal 5 Mei 2013.

18. Anonim. 2007. Mengenal lebih dekat buta warna. http://www.tanyadokteranda.com/artikel/2007/09/mengenal-lebih-dekat-buta-warna diakses tanggal 5 Mei 2013.


Top Related