BUPATI BADUNG
PERATURAN BUPATI BADUNG
NOMOR 17 TAHUN 2012
TENTANG
PEDOMAN PELAKSANAAN ANGGARAN RESPONSIF GENDER
DI KABUPATEN BADUNG
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI BADUNG,
Menimbang : a. bahwa pengarusutamaan gender harus dilaksanakan sejak
penyusunan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi
atas kebijakan dan program yang responsif gender.
b. bahwa kuatnya komitmen Pemerintah Kabupaten Badung untuk
meningkatkan status dan kualitas sumber daya manusia melalui
kebijakan / program / kegiatan pembangunan yang peka gender
dengan mempertimbangkan pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan
penyelesaian permasalahan perempuan dan laki laki melalui
mekanisme perencanaan dan penganggaran yang responsif gender
maka dipandang perlu adanya pedoman sebagai acuan dalam
pelaksanaan Anggaran Responsif Gender di Kabupaten Badung;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, dan huruf b perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang
Pedoman Pelaksanaan Anggaran Responsif Gender di Kabupaten
Badung;
Mengingat : 1. Undang - Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan
Daerah - daerah Tingkat II dalam Wilayah Daerah - daerah Tingkat
I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur ( Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 122, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1655 ) ;
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan
Konvensi mengenai penghapusan segala bentuk Diskriminasi
terhadap Wanita (Convention on the Elimination of all forms of
Discrimination Against Women) (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1984 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3277);
2
3. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1999 tentang Pengesahaan
Konvensi ILO mengenai Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan
( ILO Convention No. 111 Concerning Dicrimination in Respect of
Employment and Occupation) (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3836);
4. Undang - Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47,
Tambahan Lembarana Negara Republik Indonesia Nomor 4286 );
5. Undang - Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional ( Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 104,Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4421 );
6. Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang –
Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
7. Undang - Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 128,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
8. Undang - Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang - undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5234);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4578);
3
10. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman
Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2008 tentang
Pedoman Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di Daerah;
12. Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 104 / PMK-2010 tentang
Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan
Anggaran Kementerian Negara / Lembaga dan Penyusunan,
Penelaahan, Pengesahan dan Pelaksanaan Daftar Isian Pelaksanaan
Anggaran Tahun Anggaran 2011;
13. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagaimana telah
diubah beberapakali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan kedua atas
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
14. Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 13 Tahun 2011
tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
Kabupaten Badung Tahun 2010 - 2015;
15. Peraturan Bupati Badung Nomor 29 Tahun 2010 tentang Pedoman
Pelaksanaan Rencana Aksi Daerah Pengarusutamaan Gender
Kabupaten Badung;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN BUPATI BADUNG TENTANG PEDOMAN
PELAKSANAAN ANGGARAN RESPONSIF GENDER DI
KABUPATEN BADUNG.
4
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Badung.
2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkat daerah sebagai
unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah .
3. Bupati adalah Bupati Badung.
4. Gender adalah konsep yang mengacu pada peran dan tanggung
jawab laki - laki dan perempuan yang terjadi akibat dari dan
dapat berubah oleh keadaan sosial dan budaya masyarakat.
5. Pengarusutamaan Gender adalah salah satu strategi yang
dibangun untuk mengintegrasikan gender menjadi satu dimensi
integral dari perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan
dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan daerah.
6. Kesetaraan Gender adalah Kesamaan kondisi bagi laki- laki dan
perempuan untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya
sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam
proses pembangunan.
7. Keadilan Gender adalah suatu proses untuk menjadi adil terhadap
laki- laki dan perempuan.
8. Anggaran Responsif Gender yang selanjutnya disingkat ARG
adalah Penyusunan anggaran guna menjawab secara adil
kebutuhan setiap warga negara, baik laki-laki maupun
perempuan ( Keadilan dan Kesetaraan Gender ) dengan tujuan
melahirkan kebijakan anggaran yang lebih berpihak kepada
masyarakat terutama yang lemah, terpinggirkan dan tidak
terperhatikan.
9. Data terpilah adalah data yang menggambarkan peran, kondisi
umum dari laki laki dan perempuan dalam setiap aspek
kehidupan di masyarakat.
10. Perencanaan berspektif gender adalah perencanaan untuk
mencapai kesetaraan dan keadilan gender yang dilakukan melalui
pengintegrasian pengalaman, aspirasi, kebutuhan, potensi dan
penyelesaian permasalahan perempuan dan laki laki.
5
BAB II
MAKSUD DAN TUJUAN
Pasal 2
Maksud dibentuknya Pedoman Pelaksanaan ARG di Daerah adalah
sebagai pedoman dalam upaya menyamakan persepsi para penentu
kebijakan dan perencanaan dalam menetapkan arah
kebijakan/program/kegiatan dan batasan tentang ruang lingkup
kegiatan yang responsif Gender pada kegiatan Satuan Kerja
Perangkat Daerah di lingkungan Pemerintah Daerah dan lembaga
kemasyarakatan lainnya dalam rangka percepatan pencapaian
Kesetaraan dan Keadilan Gender .
Pasal 3
Tujuan dibentuknya Pedoman Pelaksanaan ARG di Daerah adalah
tersusunnya dan diterapkannya perencanaan dan penganggaran
kegiatan yang responsif Gender serta meningkatnya efisiensi dan
efektifitas pelaksanaan program dan kegiatan di masing masing
Satuan Kerja Perangkat Daerah dan lembaga kemasyarakatan
lainnya sesuai dengan bidang tugas dan fungsi serta kewenangan
masing – masing.
BAB III
SISTEMATIKA
ANGGARAN RESPONSIF GENDER (ARG )
Pasal 4
(1) Sistematis ARG Daerah , terdiri dari :
BAB I : PENDAHULUAN
BAB II : ANALISA SITUASI
BAB III : ARAH KEBIJAKAN
BAB IV : ANGGARAN RESPONSIF GENDER
BAB V : PENUTUP
(2) Isi serta uraian ARG sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari Peraturan Bupati ini;
6
BAB IV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 5
Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Bupati ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah
Kabupaten Badung.
Ditetapkan di Mangupura
pada tanggal 9 Maret 2012
BUPATI BADUNG,
ttd.
ANAK AGUNG GDE AGUNG
Diundangkan di Mangupura
pada tanggal 9 Maret 2012
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BADUNG,
ttd.
KOMPYANG R. SWANDIKA.
BERITA DAERAH KABUPATEN BADUNG TAHUN 2012 NOMOR : 17
7
LAMPIRAN PERATURAN BUPATI BADUNG
NOMOR : 17 TAHUN 2012
TANGGAL : 9 MARET 2012
TENTANG : PEDOMAN PELAKSANAAN ANGGARAN
RESPONSIF GENDER DI KABUPATEN BADUNG.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara geografis, wilayah Pemerintahan Kabupaten Badung terletak antara 80 14,
20” – 80 50’ 48” Lintang Selatan dan 115
0 26’ 16’’ Bujur Timur. Bentuk wilayahnya
tergolong unik karena menyerupai sebilah keris melintang ditengah pulau Bali, yang
selanjutnya menjadi Lambang Daerah Kabupaten Badung. Pada ujung keris ( Badung
Utara berdiri Pura Pucak Mangu ) yang dipercaya oleh masyarakat Badung membawa
kesuburan dan ketentraman. Sedangkan pada “Dangan” atau pegangan keris ( Badung
Selatan terdapat “Pura Uluwatu” yang dipercaya memiliki kekuatan magis untuk
melindungi dan mensejahterakan masyarakat Badung.
Kabupaten Badung merupakan salah satu dari 9 (sembilan ) Kabupaten dan Kota
yang terdapat di Provinsi Bali, dengan luas wilayah 418.52 Km2 ( 7,43 % dari luas pulau
Bali ) dan terbagi menjadi 6 ( enam ) wilayah Kecamatan. dari 6 Kecamatan di wilayah
Kabupaten Badung, Kecamatan Petang memiliki wilayah yang paling luas yaitu 115 Km2
( 27,48 5 ), sedangkan Kecamatan Kuta merupakan Kecamatan dengan wilyah terkecil
dengan luas 17,52 Km2 ( 4,19 % ).
Penduduk Kabupaten Badung, selama tiga tahun terakhir menunjukkan jumlah
yang terus bertambah, pada tahun 2008, jumlah penduduk berdasarkan hasil sensus
penduduk (SP 2008) tercatat sebesar 383.880 jiwa dan tahun 2009 betambah menjadi
sebesar 430.777 jiwa yang terdiri dari 216.658 laki - laki dan 214.119 perempuan
namun pada tahun 2010 berkurang menjadi 393.019 jiwa yang terdiri dari 197.325 laki-
laki dan 195.694 perempuan.
Pembangunan daerah yang telah dicapai selama ini salah satunya adalah
peningkatan kesejahteraan masyarakat yang meliputi komponen pendidikan, kesehatan
dan peningkatan pendapatan keluarga. Indikasi keberhasilan digambarkan melalui
capaian Indeks Pembangunan Manusia ( IPM ) Kabupaten Badung yang terus
mengalami peningkatan dari 73,64 pada tahun 2007 menjadi 74,12 di tahun 2008,
meningkat menjadi 74,49 di tahun 2009 dan meningkat kembali menjadi 75,02 di
tahun 2010
8
Namun berbagai upaya pembangunan yang selama ini diarahkan untuk peningkatan
kualitas sumberdaya manusia, baik laki - laki maupun perempuan, ternyata belum dapat
memberikan akses, kontrol dan manfaat yang setara bagi laki - laki maupun perempuan,
bahkan belum cukup efektif dalam memperkecil kesenjangan yang ada. Hal ini
menunjukkan bahwa hak - hak perempuan untuk memperoleh manfaat secara optimal
belum terpenuhi, karena belum termanfaatkannya kapasitas sumber daya manusia secara
penuh. Disadari bahwa keberhasilan pembangunan baik yang dilaksanakan oleh pihak
pemerintah, swasta maupun masyarakat sangat tergantung dari peran serta laki - laki dan
perempuan sebagai pelaku pembangunan maka Pemerintah Kabupaten Badung
menempuh berbagai kebijakan / program / kegiatan dengan mengintegrasikan perspektif
gender dalam pembangunan serta memuat arah kebijakan melalui Strategi
Pengarusutamaan Gender yang telah dirumuskan dalam Dokumen Perencanaan
Pembangunan Daerah ( RPJMD 2010-2015 ) yaitu prioritas menciptakan Kabupaten
Badung yang adil dan demokratis dengan menghapus segala bentuk diskriminasi dan
mengangkat Kesetaraan Gender dan Perlindungan Anak sebagai salah satu Isu strategis .
Namun demikian kesenjangan gender masih juga ditemukan di berbagai bidang
pembangunan, hal ini disebabkan karena masih kuatnya kultur patriakhi yang menjadi
salah satu penyebab ketidak adilan gender dimana perempuan sebagai korban utamanya,
kondisi dan posisi perempuan yang kurang menguntungkan dibandingkan laki – laki ini
dapat dilihat dari masih rendahnya tingkat pendidikan, terbatasnya keterampilan dan
kesehatan, sehingga peran, fungsi dan kontrol dalam mengakses sumber daya
pembangunan sangat terbatas.
Beranjak dari persoalan ketidakadilan gender ini pemerintah telah menerbitkan
kebijakan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender
dalam Pembangunan Nasional sebagai salah satu strategi untuk mewujudkan Kesetaraan
dan Keadilan Gender dan mendorong pemerintah, swasta maupun masyarakat untuk
menekankan program / kegiatan pembangunan yang mensyaratkan partisipasi seluruh
komponen masyarakat baik laki laki maupun perempuan sebagai sumberdaya
pembangunan, salah satu langkah konkrit pelaksanaan strategi ini adalah penerapan
Gender Budgeting.
Pemahaman strategi Pengarusutamaan Gender dalam pembangunan perlu
diimplementasikan dalam setiap kegiatan pembangunan di Kabupaten Badung melalui
Perencanaan berspektif gender untuk mencapai Kesetaraan dan Keadilan Gender yang
dilakukan melalui pengintegrasian pengalaman, aspirasi, kebutuhan, potensi dan
penyelesaian permasalahan perempuan dan laki laki . Untuk mengimplementasikan
Pengarusutamaan Gender ( PUG ), maka perlu dipahami tiga prinsip utama dalam
Pengarusutamaan gender yaitu 1). Menempatkan individu sebagai manusia seutuhnya
dimana laki laki dan perempuan mempunyai hak yang sama dalam mendapatkan
perlindungan 2). Demokrasi dimana laki laki dan perempuan mempunyai hak yang sama
9
untuk menyuarakan aspirasi dan kebutuhan mereka. 3). Pemerataan,penegakan hukum
dan kesetaraan. Ketiga prinsip tersebut dapat dituangkan dalam setiap program / kegiatan
dimasing masing SKPD dan lembaga kemasyarakatn lainnya sesuai tugas pokok fungsi
dan kewenangan masing masing. Untuk itulah diperlukan dokumen Pedoman
Pelaksanaan Anggaran Responsif Gender yang secara terinci dapat dipetakan skala
prioritas strategi pencapaiannya dengan melakukan beberapa tahapan. Tahap pertama,
inisiasi dan legalisasi prasyarat Pengarusutamaan Gender, merupakan tahap inisiasi yang
diwujudkan dengan penguatan penggalangan dan kerjasama, penguatan managerial
pemantapan aturan dan pembelajaran bagi pimpinan dan focal point di setiap SKPD.
Tahap kedua, pelaksanaan ( executing ) dan pemantapan , merupakan pembangunan
kelembagaan dan pemberdayaan gender secara teknis dan terukur. Tahap ketiga,
pengembangan ( development ) merupakan tahap pembangunan yang sistematis yang
dilakukan secara terus menerus dari mulai tahap pertama dan kedua, tahap ketiga ini
merupakan kegiatan yang secara horizontal dan vertikal, merupakan koreksi dan
penyempurnan pelaksanaan Pengarusutamaan Gender secara efektif, perwujudan sistem
dan tatanan sosial kemasyarakatan serta perwujudan pembangunan kesetaran antara laki –
laki dan perempuan sebagai pemetik manfaat dari setiap kegiatan pembangunan yang
dilaksanakan serta menampilkan kinerja yang terukur, terakuntabilitas secara periodik
yang dapat dilaporkan dalam setiap penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah ( LAKIP ), Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah ( LPPD ) dan
Laporan Keterangan Pertanggung Jawaban ( LKPJ ) Bupati dalam setiap tahunnya. Dari
seluruh program dan kegiatan pembangunan yang dilaksanakan dapat mewujudkan
keberhasilan secara kuantitatif dan kualitatif dan memperhatikan aspirasi masyarakat
( laki – laki dan perempuan ). Sehingga strategi pembangunan melalui perencanaan dan
penganggaran yang responsive gender yang dilakukan dapat mempercepat tercapainya
kesetaraan dan keadilan gender, melalui pengintegrasian pengalaman, aspirasi, kebutuhan
dan permasalahan perempuan dan laki – laki kedalam perencanaan, pelaksanaan,
pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan, program, proyek dan kegiatan di
berbagai bidang pembangunan.
Tersusunnya dokumen Pedoman Pelaksanaan Anggaran Responsif Gender di
Kabupaten Badung dimotivasi oleh :
1. Masukan dan Rekomendasi dari para pemangku kepentingan di Lingkungan
Pemerintah Daerah Badung sebagai hasil dari kajian efektifitas strategi
Pengarusutamaan Gender.
2. Masukan dari stakeholders ( pemangku kepentingan ) untuk melaksanakan strategi
pengarusutamaan gender melalui perencanaan penganggaran yang responsive
gender yang diharapkan mampu menjawab kebutuhan perempuan dan laki laki
dalam memperoleh akses,partisipasi,manfaat maupun kontrol dalam menikmati
hasil hasil pembangunan.
10
3. Sebagai strategi dalam memudahkan koordinasi, pemantauan dan evaluasi berbagai
kebijakan, program dan kegiatan yang dilakukan oleh pemangku kepentingan.
4. Masukan / pemikiran para anggota legislatif dan mitra terkait dalam perwujudan
Kesetaraan dan Keadilan Gender ( KKG ).
5. Mempercepat tujuan dan program prioritas pembangunan Daerah yang berspektif
gender .
B. Tujuan
Tujuan disusunnya Pedoman Pelaksanaan Anggaran Responsif Gender ( ARG )
adalah :
1. Meningkatkan efektivitas pelaksanaan strategi pengarusutamaan gender secara lebih
kongkrit dan terarah untuk menjamin agar laki-laki dan perempuan memperoleh
akses,manfaat dan mempunyai kontrol dalam pembangunan yang berkontribusi
pada terwujudnya kesetaraan serta keadilan gender.
2. Memberikan panduan dalam menyusun kebijakan dan program kegiatan dari tahap
perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi pada setiap tahap program /
kegiatan pembangunan sesuai mekanisme penyusunan anggaran yang responsive
gender
3. Meningkatkan produktivitas program melalui keterlibatan segenap pelaku
pembangunan di Kabupaten Badung serta mengukur efektivitas, efisiensi dan
dampak implementasi pembangunan yang berspektif gender
4. Menerapkan perencanaan dan penganggaran kegiatan yang responsive gender
secara berkesinambungan
C. Ruang Lingkup
1. Substansi
a. pedoman Pelaksanaan ARG merupakan pedoman bagi SKPD dan lembaga
terkait dalam penyelenggaran program / kegiatan yang responsif gender;
b. terfokus pada perencanaan, implementasi, monitoring, dan evaluasi kegiatan
pembangunan yang berspektif gender ;
c. pelaksanaan Program, kegiatan dan akuntabilitas kinerja dalam PUG.
2. Pemangku Kepentingan (Stakeholders)
Semua pihak yang berkepentingan dengan persoalan Pengarusutamaan Gender
di Pemerintahan Daerah (eksekutif, legislatif, yudikatif), dunia usaha dan
masyarakat lainnya
3. a. semua SKPD yang bertanggung jawab kepada Bupati;
b. instansi Vertikal;
c. perguruan Tinggi ;
d. lembaga Swadaya Masarakat.
11
D. Landasan Hukum
1. Undang - Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Anti Diskriminasi Terhadap
Perempuan.
2. Undang - Undang Nomor 21 Tahun 1999 tentang Pengesahan Konvensi ILO
mengenai Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan.
3. Undang - Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional.
4. Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah
beberapa kali terakhir dengan Undang – Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844) .
5. Undang - Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
6. Undang - Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang – Undangan.
7. Peraturan Pemerintahan Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah.
8. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pembinaan dan
Pengawasan Aset Penyelenggaraan Pemerintah Daerah.
9. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten / Kota ( Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4737 ).
10. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 104/PMK-2010 tentang Petunjuk
Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara
/ Lembaga dan penyusunan, Penelaahan, Pengesahan dan Pelaksanaan Daftar
Isian Pelaksanaan Anggaran Tahun Anggaran 2011.
11. Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 3 Tahun 2002 tentang Tata cara
Pembentukan dan Teknik Penyusunan Peraturan Daerah.
12. Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 52 Tahun 2002 tentang
Pengelolaan dan Pertanggung Jawaban Keuangan Daerah Kabupaten Badung.
12
BAB II
ANALISA SITUASI
A. Profil Gender di Kabupaten Badung
1. Penduduk
Tabel I
Jumlah Penduduk Kabupaten Badung
menurut jenis kelamin Tahun 2008 - 2010
Kecamatan 2008 2009 2010
Laki Pr Jumlah Laki Pr Jumlah Laki Pr Jumlah
Petang
Abiansemal
Mengwi
Kuta Utara
Kuta
Kuta Selatan
14.980
45.344
56.046
34.784
24.662
40.842
14.668
45.509
55.888
34.227
23.725
40.102
29.648
490.853
111.934
69.011
48.387
80.944
14.248
40.163
53.382
29.805
19.987
35.329
14.089
40.352
54.157
29.278
18.946
34.144
28.337
80.515
107.539
59.083
38.933
69.473
14.292
40.399
53.753
30.407
20.202
36.153
14.100
40.592
54.716
29.953
19.133
34.814
28.392
80.991
108.469
60.360
39.335
70.967
Jumlah 216.658 214.119 430.777 192.914 190.966 383.880 197.325 195.694 393.019
Sumber : BPMD dan Pemdes Kab. Badung Tahun 2009 dan BDA 2010
Secara nasional pada tahun 2008 jumlah penduduk Indonesia sudah lebih dari 200
juta jiwa. Sedangkan penduduk Kabupaten Badung pada tahun 2008 sudah mencapai
430.777 jiwa, terdiri dari penduduk laki laki 216.658 dan penduduk perempuan 214.119
dan mengalami penurunan pada tahun 2009 menjadi 383.880 jiwa yang terdiri dari
192.914 laki- laki dan 190.966 perempuan dan meningkat lagi pada tahun 2010
menjadi 393.019 jiwa yang terdiri dari 197.325 laki-laki dan 195.694 perempuan
Tabel II
Jumlah Penduduk Usia Produktif ( 15 - 59 Tahun )
di Kabupaten Badung Menurut Jenis Kelamin
Tahun 2009
No Kecamatan Laki –Laki Perempuan Jumlah
1
2
3
4
5
6
Kecamatan Petang
Kecamatan Abiansemal
Kecamatan Mengwi
Kecamatan Kuta Utara
Kecamatan Kuta
Kecamatan Kuta Selatan
7.267
23.884
23.779
11.727
5.953
8.541
4.349
15.471
16.325
8.374
4.117
6.037
11.616
39.355
40.104
20.101
10.070
14.578
Jumlah 81.151 54.673 135.824
Sumber : BDA 2010
13
Usia Produktif seseorang adalah usia dimana setiap orang dapat bekerja atau
melakukan berbagai kegiatan secara maksimal yang dapat berguna bagi kehidupannya,
untuk lebih jelasnya data terpilah yang menyajikan jumlah penduduk usia produktif
( 15 - 59 tahun ) di Kabupaten Badung dapat dilihat pada tabel II diatas. Dalam tabel
tersebut menunjukan bahwa secara keseluruhan di Kabupaten Badung Penduduk laki laki
usia produktif mencapai 60,69 % dan perempuan 39,31 % . Perbandingan penduduk usia
produktif laki laki dengan perempuan adalah L = 59,75% dan P = 40,25 %.
Jumlah penduduk laki-laki dan perempuan yang cendrung bertambah setiap tahun
dapat menjadi potensi bagi suatu daerah tetapi dapat pula menjadi beban apabila
kualitasnya rendah, untuk itu sangat diperlukan ketersediaan data penduduk secara
terpilah dengan berbagai latar belakangnya seperti jenis kelamin, ciri-ciri sosial budaya
dan penyebaran dalam proses perencanaan dan evaluasi pembangunan karena tujuan
pembangunan bukan bertumpu pada peningkatan pertumbuhan ekonomi semata namun
lebih kepada upaya meningkatkan kualitas Sumder Daya Manusia.
Tabel III
Persentase Kepala Rumah Tangga
di Kabupaten Badung menurut Jenis Kelamin
Tahun 2007 - 2009
Kecamatan 2007 2008 2009
Laki Pr KK Laki Pr KK Laki Pr KK
Petang
Abiansemal
Mengwi
Kuta Utara
Kuta
Kuta Selatan
14.234
39.414
52.588
29.480
19.833
34.206
14.080
39.537
53.243
28.963
18.709
33.193
6.982
21.497
24.625
13.913
8.749
15.144
14.980
45.344
56.046
34.784
24.662
40.842
14.668
45.509
55.888
34.227
23.725
40.102
7.773
23.911
26.660
16.267
11.083
19.746
14.248
40.163
53.382
29.805
19.987
35.329
14.089
40.352
54.157
29.278
18.946
34.144
7.020
21.855
24.853
14.420
9.025
16.704
Jumlah 189.755 187.725 377.480 216.658 214.119 105.440 90.910 192.914 190.966
Sumber : BPMD dan Pemdes Kab. Badung Tahun 2009
Secara nasional terdapat sekitar 12,6 % rumah tangga di Indonesia yang kepala
rumah tangganya adalah perempuan. Sementara di Kabupaten Badung pada tahun 2007
terdapat 7,51 % rumah tangga dimana perempuan menjadi kepala rumah tangga. Hal
tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperti suami meninggal dunia, suami bekerja di
luar daerah ataupun suami dalam keadaan sakit sehingga peran kepala keluarga
dijalankan oleh perempuan.
14
2. Pendidikan
Tabel IV
Angka Melek Huruf Penduduk Kabupaten Badung
Usia 15 - 44 tahun di Kabupaten Badung tahun 2007- 2008
No. Kecamatan 2007 2008 Keterangan
1
2
3
4
5
6
Kecamatan Petang
Kecamatan Abiansemal
Kecamatan Mengwi
Kecamatan Kuta Utara
Kecamatan Kuta
Kuta Selatan
204
794
229
23
-
-
204
794
229
-
-
-
Pengentasan
Buta Aksara
Jumlah 1.250 1.250
Sumber : Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kab. Badung Tahun 2009
Pada Tahun 2007 pendidikan penduduk relatif membaik. Angka melek huruf
penduduk Badung usia 15- 44 tahun pada tahun 2007 sebesar 96,78 % naik menjadi
98,55 % pada tahun 2008.
Dilihat dari akses pelayanan pendidikan atau partisipasi pendidikan anak,
khususnya usia pendidikan dasar ( 7-15 tahun ) setiap tahunnya menunjukkan
peningkatan yang cukup berarti. Ini artinya ada peningkatan dalam pembangunan
pendidikan perspektif pemerataan pendidikan, dimana Angka Partisipasi Sekolah (APS)
anak usia 7-12 tahun (usia SD) telah meningkat dari 98,97 % pada tahun 2006 menjadi
98,99 % pada tahun 2008. APS anak usia 13-15 tahun (usia SLTP) juga menunjukkan
peningkatan dari 94,03 % pada tahun 2006 menjadi 96,84 % pada tahun 2008. Demikian
pula untuk anak usia 16-18 tahun meskipun angkanya semakin mengerucut dibanding
kelompok anak usia dibawahnya, juga telah meningkat dari 77,36 % pada tahun 2006
menjadi 78,44 % pada tahun 2008. Partisipasi anak perempuan usia 13-15 tahun lebih
rendah dibandingkan partisipasi sekolah anak laki-laki pada usia yang sama. Kesenjangan
tahun 2006 ke 2008 nampak semakin membesar terjadi pada partisipasi sekolah tingkat
SLTA (16-18 tahun). Hal tersebut menunjukkan bahwa anak perempuan semakin jauh
tertinggal dalam hal partisipasi sekolah pada tingkat SLTA dibanding anak laki-laki.
15
3. Kesehatan
Tabel V
Persentase Angka kematian Bayi
Tahun 2000 - 2008
Tahun Angka Bayi Meninggal persentase
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2007
2008
48
55
45
28
36
32
51
54
7,34 %
8,70 %
7,40 %
4,10 %
5,25 %
4,72 %
6,85 %
7,22 %
Sumber : Dinas Kesehatan Kab. Badung Tahun 2009
Angka kematian bayi adalah indikator yang dapat digunakan untuk menilai tingkat
kesehatan masyarakat secara umum yang sekaligus memperlihatkan keadaan dan sistim
pelayanan kesehatan di masyarakat, karena dapat dipandang sebagai output dari upaya
peningkatan kesehatan secara keseluruhan. Angka kematian bayi per 1000 kelahiran
hidup di Kabupaten Badung dari tahun 2000 ke tahun 2005 menunjukkan penurunan
yang akan berkorelasi positif terhadap meningkatnya angka harapan hidup. Penurunan
angka kematian bayi yang berdampak langsung terhadap meningkatnya usia harapan
hidup merupakan kredit point dalam menimbang keberhasilan pembangunan kesehatan.
Angka kematian bayi pada tahun 2007 ke tahun 2008 mengalami kenaikan
Tabel VI
Persentase Kelahiran Balita yang ditolong Dokter / Paramedis
Tahun 2000 – 2008
Tahun Persentase
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2007
2008
48,98 %
98,3 %
86,3 %
91,4 %
89,7 %
87,3 %
92,69 %
94,98 %
Sumber Dinas Kesehatan Kab.Badung Tahun 2009
16
Persalinan yang ditolong tenaga medis terkait erat dengan upaya menurunkan angka
kematian bayi dan kematian ibu. Walaupun pergeraknnya lambat namun secara pasti
proporsinya menunjukkan peningkatan dari tahun 2007 mencapai 92,69 % dan tahun
2008 meningkat menjadi 94,98 %. Hal ini menunjukan adanya perhatian masyarakat akan
pentingnya pemanfaatan tenaga medis .
Tabel VII
Persentase Rumah Tangga yang memiliki air bersih
Tahun 2000 - 2008
TAHUN PEDESAAN PERKOTAN
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2007
2008
88,57 %
89,10 %
91,02 %
92,86 %
91 %
92,94 %
93,15 %
94,56 %
95,15 %
93,97 %
94,40 %
94,91 %
91 %
95,56 %
96,25 %
96,79 %
Sumber : Dinas Kesehatan Kab. Badung Tahun 2009
Lingkungan fisik dan kesehatan lingkungan dapat dijadikan indikator untuk menilai
derajat kesehatan masyarakat disamping indikasi tingkat kesejahteraannya. Selain itu hal
terpenting yang harus mendapatkan perhatian adalah akses terhadap air bersih dan sehat,
serta akses terhadap sanitasi.
Ketersediaan air bersih adalah kebutuhan pokok manusia sebagai konsumsi air
minum, memasak, mandi dan mencuci. Pada tahun 2007 daerah pedesaan yang memiliki
air bersih sekitar 93,15 % rumah tangga , meningkat menjadi 94,56 % rumah tangga pada
tahun 2008. Kemudahan memperoleh air bersih ini akan mengurangi beban kerja bagi
kaum perempuan dalam urusan rumah tangga.
17
Tabel VIII
Persentase Rumah Tangga di Kabupaten Badung
yang memiliki Mandi Cuci Kakus ( MCK )
Tahun 2000 – 2009
TAHUN PERSENTASE
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2007
2008
2009
84,54 %
96,53 %
79,20 %
84,82 %
100 %
89,33 %
98,9 %
93,14 %
93,69%
Sumber : Dinas Kesehatan Kab. Badung Tahun 2009
Rumah tangga yang mempunyai akses sanitasi semakin membaik. Pada tahun 2000
terdapat sekitar 84,54 % rumah tangga yang memiliki Mandi Cuci Kakus (MCK),
meningkat menjadi 93,14 % pada tahun 2008. Keberadaan fasilitas tersebut juga
memberikan manfaat bagi kaum perempuan.
4. Ketenagakerjaan
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) adalah prosentase penduduk yang
termasuk dalam angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja yaitu 15 tahun keatas. Pada
umumnya angka prosentase TPAK lebih besar pada laki-laki dibanding pada perempuan.
Hal ini merupakan gejala normal masyarakat di Indonesia. Laki-laki bekerja mencari
nafkah keluarga, sedangkan sebagian besar perempuan pada posisi sekedar membantu.
Namun pada tabel IX di bawah menunjukan bahwa tingkat partisipasi angkatan kerja
perempuan cukup tinggi dimana jumlah mereka yang bekerja jauh lebih banyak yaitu
140.059 orang ( 94,91 % ) dibandingkan dengan mereka yang tidak bekerja yang
jumlahnya hanya 7.508 orang ( 5,09 % ). Namun demikian TPAK laki laki jauh lebih
banyak dibandingkan perempuan. Demikian pula jumlah angkatan kerja laki laki yang
sudah bekerja menunjukan angka yang signifikan, yaitu sebanyak 132.551 orang
( 97,24 % ) sedangkan perempuan 7.508 orang ( 66,65 % ) artinya lapangan kerja belum
mampu menampung semua angkatan kerja yang ada
18
Tabel IX
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja ( TPAK ) di Kabupaten Badung
Menurut jenis kelamin Tahun 2009
Jenis Kelamin Bekerja Tidak Bekerja
Laki 132.551 3.751
Perempuan 7.508 3.757
Laki + Perempuan 140.059 7.508
Sumber : Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kab. Badung
5. Politik
Pada sektor publik terutama di bidang politik kesenjangan gender masih nampak
di berbagai aspek seperti di legislatif, eksekutif maupun yudikatif. Keterlibatan laki - laki
dan perempuan di lembaga legislatif, khususnya pada keanggotaan DPRD Kabupaten
Badung tampak sangat timpang gender. Dari hasil pemilihan umum terakhir ( 2009 )
dominasi laki - laki dalam keanggotaan DPRD sangat menonjol ( 97,5 % ) berbanding
( 2,5 % ) bahkan dari enam Kecamatan yang ada di Kabupaten Badung, hanya satu
Kecamatan yaitu Kecamatan Kuta yang mempunyai wakil anggota DPRD Perempuan.
Tabel X
Anggota Legislatif di Kabupaten Badung hasil pemilu 2009
No. Nama Parpol Perempuan Laki-laki Total
1. Golkar 0 11 11
2. PDI-P 1 13 14
3. Hanura 0 1 1
4. PNBKI 0 2 2
5. P. Demokrat 0 9 9
6. PPIB 0 1 1
7. PNI- Marhenisme 0 1 1
Jumlah 1 39 40
Sumber : KPU Kab. Badung Tahun 2009
19
Tabel XI
Perbandingan prosentase perempuan yang menjadi anggota legislatif
di Kabupaten Badung pada Pemilu 2009
No.
Kabupaten Badung
Perempuan
%
Laki-laki
%
Total
1.
1
2,5
39
97,5
100 %
Sumber : KPU Kab. Badung Tahun 2009
6. Pemerintahan
Tabel XII
Komposisi Pegawai Negeri Sipil di Kabupaten Badung
menurut golongan kepangkatan tahun 2010
GOL PEGAWAI NEGERI SIPIL ( PNS )
LAKI - LAKI PEREMPUAN JUMLAH
I 432 79 511
II 1.654 1.447 3.101
III 1.705 1.630 3.335
IV 1.666 1.303 2.969
JML 5.457 4.459 9.916
Sumber BKD.Diklat Kab.Badung Tahun 2010
Tabel XIII
Proporsi Pejabat Struktural di lingkungan Pemda Kabupaten Badung
berdasarkan eselonisasi dan jenis kelamin tahun 2011
ESELON L P JUMLAH
F % F % F %
IIa 1 100.00 0 0.00 1 100.00
IIb 31 93.94 2 6.06 33 100.00
IIIa 38 76.00 12 24.00 50 100.00
IIIb 94 83.19 19 16.81 113 100.00
IVa 324 65.99 167 34.01 491 100.00
IVb 105 67.31 51 32.69 156 100.00
Va 19 73.08 7 26.92 26 100.00
JLH 612 79.93 258 20.07 870 100.00
20
B. Kemajuan yang dicapai
Pembangunan di Kabupaten Badung secara perlahan terus menunjukkan
peningkatan dari tahun ke tahun . Gambaran tersebut dapat dilihat dari peningkatan
Indeks Pembangunan Manusia dan Indeks Pembangunan Gender. IPM Kabupaten
Badung tahun 2007 adalah sebesar 73,64 meningkat menjadi 74,12 pada tahun 2008, dan
meningkat lagi menjadi 74,49 di tahun 2009 serta mencapai 75.02 pada tahun 2010.
Meningkatnya IPM selama periode 2007 - 2010 tersebut tidak terlepas dari semakin
membaiknya kinerja Pemerintah yang ditunjukan oleh peningkatan komponen dasar IPM
seperti angka harapan hidup,melek huruf,rata - rata lama sekolah dan pengeluaran riil
perkapita. Sementara itu Indeks Pembangunan Gender ( IPG ) Kabupaten Badung pada
tahun 2007 mencapai 69,0. meningkat menjadi 71,38 ditahun 2008, meningkat lagi
menjadi 72,83 di tahun 2009 dan terakhir pada tahun 2010 mencapai 74,31 hal inipun
tidak terlepas dari makin meningkatnya perhatian Pemerintah terhadap kesetaraan gender.
Dukungan dan perhatian yang ditunjukkan pemerintah dalam mengimplementasikan
strategi pengarusutamaan gender antara lain:
1. Meningkatnya jumlah staf dan pejabat pemerintah yang mengikuti program
peningkatan kapasitas dalam rangka Impelementasi Strategi PUG melalui
pelatihan PPRG.
2. Ketersediaan Data Statistik Gender.
3. Dibangunnya mekanisme kelembagaan PUG di lembaga pemerintah
KabupatenBadung.
4. Meningkatnya alokasi dana dalam rangka percepatan PUG.
5. Strategi PUG merupakan proses teknis sekaligus politis.
6. Strategi PUG bukan tujuan tetapi alat untuk mencapai tujuan.
7. Diterapkannya perencanaan dan penganggaran yang responsif gender pada
setiap proses penganggaran kegiatan pembangunan di masing masing SKPD
Salah satu titik tolak implementasi strategi PUG dalam penyusunan program
pembangunan adalah memahami adanya kebutuhan yang berbeda antara laki-laki dan
perempuan sehingga memiliki akses yang sama dalam penggunaan anggaran.
C. Aspek Kelembagaan yang mendukung pelaksanaan PPRG dalam penyusunanan RKA
SKPD
1. Berdasarkan Perda Kabupaten Badung Nomor 7 Tahun 2008 tentang
Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah
Kabupaten Badung.
21
Sekretariat Daerah terdiri dari Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat
yang membawahi 3 ( tiga ) Bagian dan 9 ( Sembilan ) Sub.Bagian, Asisten
Perekonomian dan Pembangunan yang membawahi 2 ( dua ) Bagian dan 6
( enam ) Sub.Bagian , Asisten Administrasi Umum yang membawahi 5 ( lima )
Bagian dan 15 ( lima belas ) Sub.Bagian, Inspektorat, Bappeda Litbang, Dinas
Daerah yang terdiri dari 15 ( lima belas ) Dinas, Lembaga Teknis yang terdiri
dari 10 ( sepuluh ) unit kerja baik Badan maupun Kantor dan 6 ( enam )
Kecamatan
2. Terbentuknya Focal Point, POKJA PUG dan Tim Teknis Anggaran di
Kabupaten Badung .
Sejak tahun 2008 sudah diterbitkan Keputusan Bupati Badung tentang
Pembentukan Pokja PUG dan Keputusan Kepala SKPD tentang pembentukan
Tim Unit Kerja ( Focal Point ) di masing masing SKPD dan pada tahun 2011
telah dibentuk juga Tim Teknis Anggaran dalam rangka membantu menganalisa
anggaran daerah yang berspektif gender
D. Permasalahan yang dihadapi
1. Persoalan strategi komunikasi yang kurang memadai dalam pemahaman
kesadaran tentang kesetaraan gender, sehingga sosialisasi tentang mekanisme
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender belum dapat dilakukan
dengan tepat karena kemampuan penyelenggara program masih relatif rendah.
2. Program pengembangan kapasitas (Capacity Building) tentang mekanisme
PPRG belum sepenuhnya dipahami oleh para Pejabat Eksekutif , Legislatif dan
lembaga kemasyarakatan
E. Hambatan SKPD dalam melaksanakan Strategi PUG melalui mekanisme
Perencanaan Penganggaran yang Responsif Gender
1. Kurangnya komitmen Focal Point yang ada di setiap SKPD untuk
mengimplementasikan kebijakan PUG melalui PPRG pada setiap penyusunan
RKA-SKPD
2. Adanya beberapa rekomendasi dan tindak lanjut dari rapat Koordinasi Gender
yang belum dapat dilaksanakan.
3. Belum tersusunnya Pedoman pelaksanaan Perencanaan Penganggaran yang
Responsif Gender di Kabupaten Badung
22
F. Solusi
Sebagai solusi dari beberapa hambatan yang ditemui dalam melaksanakan Strategi
PUG melalui mekanisme Perencanaan Penganggaran yang Responsif Gender, dapat
ditempuh beberapa hal :
1. Mengoptimalkan peran Focal Point di masing masing SKPD dengan
melaksanakan sosialisasi dan advokasi.
2. Mengoptimalkan Perencanaan Penganggaran Responsif Gender ( PPRG )
melalui Bottom Up Palning
3. Membuat media komunikasi Focal Point melalui jaringan Website PUG.
23
BAB III
ARAH KEBIJAKAN
Dalam rangka mewujudkan tata pemerintahan yang baik, maka dibutuhkan
penyusunan anggaran yang lebih transparan dan akuntabel dalam sistem ABK ( Anggaran
Berbasis Kinerja ) untuk menggantikan sistem anggaran tradisional. Hal ini sudah
terwujud nyata dengan diberlakukannya Undang - Undang Republik Indonesia Nomor
17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang menerapkan sistem Anggaran Berbasis
Kinerja.
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 menetapkan bahwa
Anggaran Pembangunan dan Belanja Daerah ( APBD ) disusun berdasarkan pendekatan
prestasi kerja yang akan dicapai. Untuk mendukung kebijakan ini perlu dibangun suatu
sistem yang dapat menyediakan data dan informasi untuk menyusun APBD dengan
pendekatan kinerja.APBD berbasis kinerja yang disusun oleh Pemerintah Daerah harus
didasarkan pada Standar Pelayanan Minimal ( SPM ) yang telah ditetapkan oleh
Pemerintah. Untuk dapat membuat APBD berbasis kinerja Pemerintah Daerah harus
memiliki perencanaan Strategi ( Renstra ). Renstra disusun secara obyektif dan
melibatkan seluruh komponen yang ada di dalam pemerintahan. Dengan adanya sistem
tersebut pemerintah daerah dapat mengukur kinerja keuangannya yang tercermin dalam
APBD agar sistem dapat berjalan.
Pemberlakuan sistem ABK juga telah menciptakan momentum bagi
implementasi Pengarusutamaan Gender di setiap program program pembangunan. Hal ini
sangat penting diberlakukan dalam kegiatan penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran
Satuan Kerja Perangkat Daerah ( RKA SKPD ). Upaya ini dilakukan sebagai wujud nyata
anggaran responsive gender. Dokumen RKA SKPD merupakan dokumen yang berisi
suatu program / kegiatan yang dilengkapi dengan anggaran.
Anggaran responsive gender bukanlah merancang program khusus perempuan
maka yang harus dilakukan adalah merancang program dengan penerima manfaat laki-
laki dan perempuan, program dirancang sedemikian rupa sehingga keduanya bisa
berpartisipasi, mengakses dan mendapatkan manfaat serta memiliki kontrol yang sama
antara laki-laki dengan perempuan. Kebijakan khusus untuk kelompok perempuan
sebagai upaya percepatan mengurangi kesenjangan gender.
Komponen dari perencaaan penganggaran yang responsif gender tidak terlepas
dari visi dan misi yang berpedoman pada RPJMD Pemerintah Kabupaten Badung Tahun
2010 – 2015 yaitu :
“ Melangkah Bersama Membangun Badung Berdasarkan Tri Hita Karana Menuju
Masyarakat Adil Sejahtera dan Ajeg “
24
Dengan 9 ( Sembilan ) Misi Pembangunan sebagai berikut :
1. Meningkatkan srada dan bhakti masyarakat terhadap ajaran agama, serta
eksistensi adat budaya dalam rangka mengajegkan Bali di era kekinian
2. Meningkatkan kualitas dan daya saing sumber daya manusia di Kabupaten
Badung.
3. Menata sistem kependudukan dan meningkatkan kesejahteraan sosial
masyarakat
4. Meningkatkan perekonomian yang berbasis kerakyatan dan ditunjang oleh
iklim kemitraan
5. mewujudkan kepastian hukum, serta menciptakan ketentraman dan ketertiban
masyarakat
6. Mewujudkan kepemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa ( good
governance and clean government )
7. Memantapkan pelaksanaan otonomi daerah
8. Mewujudkan pembangunan yang selaras dan seimbang sesuai fungsi
wilayahnya
9. Melestarikan sumber daya alam dan lingkungan hidup
25
BAB IV
ANGGARAN RESPONSIF GENDER
A. Konsep dan Definisi
Perencanaan anggaran yang responsif gender adalah perencanaan berdasarkan atas
hasil analisis secara sistematis terhadap data dan informasi yang terpilah menurut jenis
kelamin, dengan mempertimbangkan isu isu gender yang timbul sebagai hasil dari
poengalaman, kebutuhan, aspirasi dan permasalahan yang dihadapi perempuan dan laki
laki dalam mengakses dan memanfaatkan intervensi kebijakan/program/kegiatan
pembangunan. Selanjutnya melalui analisis gender hasilnya diintegrasikan ke dalam
keseluruhan proses penyusunan perencanaan itu, yaitu sejak memformulasikan tujuan
( kebijakan atau program atau kegiatan ) sampai dengan monitoring dan evaluasi serta
menentukan indicator
Dari lensa gender ada 4 ( empat ) factor yaitu akses,mamfaat,partisipasi dan
penguasaan (kontrol ) yang berpotensi menimbulkan kesenjangan antara perempuan dan
laki laki baik sebagai obyek maupun subyek pembangunan. Untuk itu para perencana
dalam mengembangkan perencanaan pembangunan diminta tanggap terhadap keempat
faktor tersebut
B. Siapa yang harus melakukan Perencanaan yang Responsif Gender
Perencanaan pembangunan yang responsif gender ( perencanaan kebijakan maupun
perencanaan program / kegiatan ) harus dilakukan oleh para perencana/pembuat
kebijakan dan para perencana program / kegiatan. Perencanaan pembangunan tersebut
harus dilakukan di seluruh tingkatan administrasi pemerintahan yang menliputi Desa /
Kelurahan,Kecamatan dan Kabupaten
C. Kapan Perencanaan yang Responsif Gender harus dilakukan
Perencanaan Kebijakan dapat dibagi menjadi dua yaitu yang dilakukan pada satuan
waktu setiap lima tahun sekali ( kebijakan jangka menengah seperti RPJMD ) dan setiap
tahun ( kebijakan jangka pendek, seperti RKP/RKPD ). Sementara itu perencanaan
program / kegiatan dilakukan setiap tahun dalam rangka menjabarkan kebijakan yang
telah ditetapkan.
26
D. Mengapa harus melakukan Perencanaan yang Responsif Gender
Perencanaan pembangunan yang responsif gender harus dilakukan untuk menjamin
pelaksanaan pembangunan yang lebih fokus,berkesinambungan,berkeadilan dan
mencapai tingkat kemungkinan keberhasilan yang tinggi dengan mempertimbangkan
pengalaman, kebutuhan,aspirasi dan permasalahan target sasaran ( perempuan dan laki
laki ). Perencanaan yang responsif gender dilakukan dalam upaya untuk memperkecil
kesenjangan gender yang terjadi di berbagai bidang pembanguan dan untuk menuju ke
kesetaraan. Dengan demikian tujuan perencanaan yang responsif gender adalah
tersusunnya rencana kebijakan/program/kegiatan pembangunan yang responsif gender di
berbagai bidang pembangunan
E. Bagaimana melakukan Perencanaan yang Responsif Gender
Dalam melakukan keseluruhan proses perencanaan kebijakan maupun perencanaan
program pembangunan agar rensponsif gender diperlukan piranti analisis gender, yaitu
Gender Analysis Pathway ( GAP ) yang dirancang untuk membantu para perencana
melakukan analisis gender dalam rangka pengarusutamaan gender ke dalam perencanaan
kebijakan/program/kegiatan pembangunan. Dengan menggunakan GAP para perencana
dapat mengidentifikasi kesenjangan gender dan permasalahan gender serta sekaligus
menyusun Policy Outlook for Planning ( POP ) yaitu rencana kebijakan/program/kegiatan
pembangunan yang ditujukan untuk memperkecil atau mengahapus kesenjangan gender
tersebut.
F. Menyusun anggaran / kegiatan yang responsif gender perlu memperhatikan beberapa hal
sebagai berikut :
1. Lihat data terakhir dari sektor terkait, misalnya pendidikan dan kesehatan. Data
ini berupa data kuantitatif terpilah dan data sensitive gender. Data berupa sensus
penduduk,sistem informasi manajemen kesehatan, hasil penelitian dan lain lain.
2. Dari data tersebut buatlah rumusan permasalahan isu gender atau buatlah situasi
yang berbeda antara perempuan,laki laki,dewasa dan anak anak ( termasuk sub-
sub kelompoknya, misalnya desa / kota berdasarkan umur dan sebagainya di
sektor ini )
3. Buatlah analisa penyebab terjadinya kesenjangan gender berdasarkan rumusan
permasalahan gender pada langkah kedua, baik faktor sosial,ekonomi,budaya dan
kebijakan.
27
4. Cek apakah telah ada kegiatan di APBD untuk menyelesaikan permasalahan
kesenjangan gender yang telah digambarkan pada langkah kedua dan ketiga,
termasuk masalah dan capaian kegiatan pada tahun sebelumnya
5. Buatlah kegiatan yang akan dilakukan berdasarkan data hasil analisa gender pada
langkah kedua ,ketiga,keempat. Kegiatan yang bisa dibuat berupa kegiatan baru
maupun kegiatan lama ( lanjutan )
Kriteria yang dapat digunakan dalam menyusun kegiatan responsive gender
adalah sebagai berikut :
a. Sesuai dengan visi,misi,tujuan dan kebijakan yang ada dalam RPJMD dan
RKPD serta dokumen perencanaan lainnya;
b. Relevan dengan kebutuhan dan permasalahan yang ada di masyarakat;
c. Berdasarkan pada kebijakan umum APBD;
d. Menggunakan data terpilah gender;
e. Visi,misi dan sasaran kebijakan daerah bertujuan untuk mengurangi
ketidakadilan gender.
6. Buatlah indikator dari kegiatan tersebut dengan menggunakan empat indikator
anggaran berbasis kinerja yaitu : input,proses,out put dan income. Hal ini untuk
memudahkan pengisian RKA-SKPD.
G. Tahapan penyusunan Anggaran / Kegiatan Responsif Gender.
Menyusun anggaran yang responsif gender ada 3 hal utama yang harus diketahui
1. GAP ( Gender Analisys Pathway )
Analisis Gender adalah langkah strategis dalam menyusun perencanaan atau
kebijakan yang responsif gender. Dalam melakukan analisa diperlukan
pemahaman dan keterampilan menggunakan teknik dan metode analisa gender
dengan tujuan menganalisa kebijakan pembangunan yang ada dengan
menggunakan data pembuka wawasan yang dipilah menurut jenis kelamin ( laki
laki dan perempuan ) dan data gender digunakan untuk mengidentifikasi adanya
kesenjangan gender ( gender gap ) dan permasalahan gender ( gender issues )
sehingga para perencana kebijakan program/kegiatan dapat mengidentifikasi
kesenjangan gender dan permasalahan gender sekaligus menyusun rencana
kebijakan / program / kegiatan yang ditujukan untuk memperkecil atau
menghapus kesenjangan gender tersebut.
28
Langkah 1 Melaksanakan analisis tujuan dan sasaran kebijakan program kegiatan yang
ada
Langkah 2 Menyajikan data terpilah menurut jenis kelamin sebagai pembuka wawasan
untuk melihat apakah ada kesenjangan gender ( data yang kualitatif atau
kuantitatif )
Langkah 3 Identifikasi faktor faktor penyebab kesenjangan berdasarkan
akses,partisipasi,manfaat dan kontrol
Langkah 4 Temu kenali sebab kesenjangan di internal lembaga ( budaya organisasi
yang menyebabkan terjadinya isu gender
Langkah 5 Temu kenali sebab kesenjangan di eksternal lembaga pada proses
pelaksanaan program dan kegiatan
Langkah 6 Reformulasikan tujuan kebijakan program dan kegiatan pembangunan
menjadi responsif gender
Langkah 7 Susun rencana aksi dan sasarannya dengan merujuk isu gender yang telah
diidentifikasi dan merupakan rencana kegiatan untuk mengatasi kesenjangan
gender
Langkah 8 Tetapkan base line
Langkah 9 Tetapkan indikator gender
GENDER ANALISYS PATHWAY ( GAP )
Langkah 1 Langkah 2 Langkah 3 Langkah 4 Langkah 5 Langkah 6 Langkah 7 Langkah 8 Langkah 9
Pilih
Kebijakan
Program/
Kegiatan
yang akan
dianalisis
Data
pembuka
wawasan
Isu Gender Kebijakan dan rencana
ke depan
Pengukuran hasil
Faktor
kesenjangan Sebab
kesenjangan
internal
Sebab
kesenjangan
ekternal
Reformula
si tujuan
Rencana
Aksi
Data Dasar
(Base line )
Indikator
Gender
Identifikasi
dan
tuliskan
tujuan
dari
kebijakan
program/
kegiatan
Sajikan
data
pembuka
wawasan
yang
terpilah
menurut
jenis
kelamin
secara
kuantitatif
atau
kualitatif
Temu
kenali isu
gender
diproses perencanaan dengan
memperhati
kan 4 lensa
gender
yaitu :
Akses,parti
sipasi,manf
aat dan
kontrol
Temu kenali
isu gender di
internal
lembaga
atau
organisasi
yang dapat menyebabkan terjadinya
isu gender
Temu kenali
isu gender di
eksternal
lembaga
pada proses
pelaksanaan
Rumuskan
kembali
tujuan
kebijakan
program
kegiatan
sehingga
menjadi
responsif
gender
Tetapkan
rencana
aksi yang
responsif
gender
Tetapkan
base line
Tetapkan
indikator
Gender
2. GBS ( Gender Budget Statement )
GBS adalah Dokumen yang menginformasikan suatu kegiatan telah responsif
terhadap isu gender yang ada melalui suatu analisa situasi/analisa gender dan
apakah telah dialokasikan dana pada kegiatan bersangkutan untuk menangani
permasalahan gender tersebut. Penyusunan dokumen GBS telah melalui analisa
gender dengan menggunakan alat Gender Analisys Pathway. Untuk kegiatan
yang responsive gender, GBS merupakan bagian dan terakomodasikan dalam
kerangka acuan kegiatan ( TOR ),
29
Komponen GBS terdiri dari :
1. Tujuan output kegiatan
2. Analisis situasi
3. Rencana Aksi
4. Besar alokasi anggarannya
5. Dampak / hasil output kegiatan
Form. Gender Budget Statement ( GBS )
1 Program :
Kegiatan :
2 Output kegiatan
3 Analisa situasi
4 Rencana Aksi Komponen input 1. Memuat informasi mengenai :
1.Bagian/tahapan pencapaian suatu
output, komponen input ini harusnya
relevan dengan output dan kegiatan yang
dihasilkan.Dan diharapkan dapat
menangani / mengurangi permasalahan
gender
2.Maksud / Tujuan
Berisikan informasi mengenai maksud /
tujuan adanya komponen input
Komponen input 2 idem
Dst…….
5 Alokasi
anggaran
Output kegiatan
Jumlah anggaran yang dialokasikan untuk
mencapai suatu output kegiatan
6 Dampak/hasil
output kegiatan
Dampak / hasil secara luas dari output
kegiatan yang dihasilkan dan dikaitkan
dengan isu gender serta perbaikan kearah
KKG
3. Term of Refrence ( TOR )
Term of Refrence ( TOR ) adalah suatu dokumen yang berisi
penjelasan/keterangan mengenai kegiatan yang diusulkan untuk dianggarkan
dan perkiraan biayanya, serta berfungsi sebagai alat bagi pimpinan untuk
melakukan pengendalian kegiatan yang dilakukan oleh bawahannya, alat bagi
para perencana anggaran untuk menilai urgensi pelaksanaan kegiatan tersebut
dari sudut pandang keterkaitan dengan tupoksi dan sebagai alat bagi pihak pihak
pemeriksa untuk melakukan pemeriksaan realisasi kegiatan tersebut.
30
Adapun komponen TOR terdiri dari :
1. Latar belakang.
2. Penerima manfaat.
3. Strategi pencapaian output.
4. Waktu pencapaian output.
5. Besaran biaya.
Untuk menilai TOR telah responsif gender, isu gender dapat dilihat pada
bagian :
a. latar belakang telah menjelaskan tentang permasalahan yang dihadapi oleh
kelompok sasaran baik laki laki maupun perempuan;
b. dalam strategi pencapaian keluaran kegiatannya menyatakan telah
melibatkan,berkonsultasi atau berdasarkan informasi dari masyarakat atau
kelompok sasaran baik laki laki maupun perempuan;
c. penerima manfaat secara jelas memberikan informasi tentang manfaat yang
akan diterima kelompok sasaran baik laki laki maupun perempuan;
d. kelompok sasaran,output kegiatan, lokasi kegiatan serta identifikasi output
harus sesuai dengan tujuan kegiatannya yang dijelaskan pada bagian
belakang
31
BAB V
PENUTUP
Perubahan paradigma pembangunan antara lain ditandai dengan jaminan
terwujudnya Kesetaraan Gender sebagai hasil dari upaya pembangunan di semua bidang.
Untuk itu salah satu pendekatan untuk terwujudnya Kesetaraan Gender adalah melalui
Pengarusutamaan Gender ( PUG ) ke semua bidang pembangunan.
Sehubungan dengan hal itu pemerintah Daerah telah melengkapi dengan berbagai
piranti pendukung yang diperlukan antara lain jaminan dari piranti legal, alokasi budget,
sumber daya manusia yang terampil dan mekanisme pelaksanaan kebijakan program dan
kegiatan pembangunan yang berspektif gender. Sejalan dengan hal tersebut, Perencanaan
Anggaran Responsif Gender ( ARG ) sangat strategis dilaksanakan di masing masing
SKPD di lingkungan Pemerintah Kabupaten Badung dalam rangka percepatan
terwujudnya Kesetaraan dan Keadilan Gender.
Perencanaan Penganggaran yang Responsif Gender di Kabupaten Badung ini akan
dapat dicapai apabila ada komitmen dari seluruh SKPD serta stakeholders . Berhasil atau
tidaknya suatu perencanaan sangat ditentukan implementasinya oleh seluruh perangkat
daerah Pemerintah Kabupaten Badung, stakeholders serta Lembaga Kemasyarakatan
lainnya. Oleh karena itu diperlukan proses, waktu dan konsistensi dalam pelaksanaannya.
Dengan adanya Pedoman Pelaksanaan Anggaran Responsif Gender di Kabupaten Badung
maka pelaksanaan PUG dapat dilakukan secara sistematik dan berkesinambungan.
BUPATI BADUNG,
ttd.
ANAK AGUNG GDE AGUNG