Download - Budidaya Ikan Patin
Makalah
BUDIDAYA BISNIS IKAN PATIN
Di
S
U
S
U
N
Oleh:
Nama :
NIM :
Semester : V (Lima)
Dosen Pengasuh : Dia Farah Yasmina. S.Pi
PRODI : D-III / AP
AKADEMI PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN (APK)
BANDA ACEH
2011
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur penulis ucapkan kehadirat Allah swt yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayhnya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini dengan tema BUDIDAYA BISNIS IKAN PATIN (Pangasius
pangasius). Salawat serta salam semoga selalu tercurah pada nabi Muhammad
serta keluarga dan para sahabatnya sampai akhir zaman.
Dengan keja keras dibaringi dengan rasa tanggung jawab tinggi akhirnya
penulis berhasil menyelesaikan penyususnan makalah ini. Isi ataupun materi
dalam makalah ini penulis kutip dari beberapa buah buku. Terimakasih kepada
dosen pembimbing yang telah membina dan mengarahakan penulis hingga untuk
proses penyusunan makalah ini selesai.
Penulis menyadari bahwa makalah ini bukanlah proses akhir dari
penulisan. Tetapi, merupakan langkah awal yang masih perlu perbaikan. Jadi,
kritik dan saran konstuktif yang bersifat membangun sangat penulis harapkan dari
berbagai pihak, demi penyempurnaan tulisan ini di masa yang akan datang.
Banda Aceh, 19 Januari 2011
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 1
A.Latar Belakang..................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................. 2
A.Teknologi Pemilihan Lokasi................................................................ 2
B.Persyaratan Lokasi............................................................................... 3
C.Pemeliharaan Pembesaran.................................................................... 4
D.Pedoman Teknis Budidaya................................................................... 4
E.Pembibitan............................................................................................ 5
F.Pengendalian Hama.............................................................................. 8
G.Panen.................................................................................................... 9
H.Pemasaran Hasil Panen........................................................................ 10
BAB III PENUTUP...................................................................................... 15
A.Kesimpulan.......................................................................................... 15
B.Saran..................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 16
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ikan patin merupakan jenis ikan konsumsi air tawar, berbadan panjang
berwarna putih perak dengan punggung berwarna kebiru-biruan. Ikan patin
dikenal sebagai komoditi yang berprospek cerah, karena memiliki harga jual yang
tinggi. Hal inilah yang menyebabkan ikan patin mendapat perhatian dan diminati
oleh para pengusaha untuk membudidayakannya. Ikan ini cukup responsif
terhadap pemberian makanan tambahan. Pada pembudidayaan, dalam usia enam
bulan ikan patin bisa mencapai panjang 35-40 cm. Sebagai keluarga Pangasidae,
ikan ini tidak membutuhkan perairan yang mengalir untuk “membongsorkan“
tubuhnya. Pada perairan yang tidak mengalir dengan kandungan oksigen
rendahpun sudah memenuhi syarat untuk membesarkan ikan ini.
Ikan patin berbadan panjang untuk ukuran ikan tawar lokal, warna putih
seperti perak, punggung berwarna kebiru-biruan. Kepala ikan patin relatif kecil,
mulut terletak di ujung kepala agak di sebelah bawah (merupakan ciri khas
golongan catfish). Pada sudut mulutnya terdapat dua pasang kumis pendek yang
berfungsi sebagai peraba.
1
BAB II
PEMBAHASAN
BUDIDAYA BISNIS IKAN PATIN
(Pangasius pangasius)
A. Teknologi Pemilihan Lokasi
Lokasi kolam dicari yang dekat dengan sumber air dan bebas banjir. Kolam
dibangun di lahan yang landai dengan kemiringan 2–5% sehingga memudahkan
pengairan kolam secara gravitasi.
1) Kolam pemeliharaan induk
Luas kolam tergantung jumlah induk dan intensitas pengelolaannya.
Sebagai contoh untuk 100 kg induk memerlukan kolam seluas 500 meter
persegi bila hanya mengandalkan pakan alami dan dedak. Sedangkan bila
diberi pakan pelet, maka untuk 100 kg induk memerlukan luas 150-200
meter persegi saja. Bentuk kolam sebaiknya persegi panjang dengan
dinding bisa ditembok atau kolam tanah dengan dilapisi anyaman bambu
bagian dalamnya. Pintu pemasukan air bisa dengan paralon dan dipasang
sarinya, sedangkan untuk pengeluaran air sebaiknya berbentuk monik.
2) Kolam pemijahan
Tempat pemijahan dapat berupa kolam tanah atau bak tembok.
Ukuran/luas kolam pemijahan tergantung jumlah induk yang dipijahkan
dengan bentuk kolam empat persegi panjang. Sebagai patokan bahwa
untuk 1 ekor induk dengan berat 3 kg memerlukan luas kolam sekitar 18
m2 dengan 18 buah ijuk/kakaban. Dasar kolam dibuat miring kearah
pembuangan, untuk menjamin agar dasar kolam dapat dikeringkan. Pintu
pemasukan bias dengan pralon dan pengeluarannya bisa juga memakai
pralon (kalau ukuran kolam kecil) atau pintu monik. Bentuk kolam
penetasan pada dasarnya sama dengan kolam pemijahan dan seringkali
juga untuk penetasan menggunakan kolam pemijahan. Pada kolam
2
penetasan diusahakan agar air yang masuk dapat menyebar ke daerah yang
ada telurnya.
3) Kolam pendederan
Bentuk kolam pendederan yang baik adalah segi empat. Untuk kegiatan
pendederan ini biasanya ada beberapa kolam yaitu pendederan pertama
dengan luas 25-500 m2 dan pendederan lanjutan 500-1000 m2 per petak.
Pemasukan air bisa dengan pralon dan pengeluaran/ pembuangan dengan
pintu berbentuk monik. Dasar kolam dibuatkan kemalir (saluran dasar) dan
di dekat pintu pengeluaran dibuat kubangan. Fungsi kemalir adalah tempat
berkumpulnya benih saat panen dan kubangan untuk memudahkan
penangkapan benih. dasar kolam dibuat miring ke arah pembuangan. Petak
tambahan air yang mempunyai kekeruhan tinggi (air sungai) maka perlu
dibuat bak pengendapan dan bak penyaringan.
B. Persyaratan Lokasi
1) Tanah yang baik untuk kolam pemeliharaan adalah jenis tanah
liat/lempung, tidak berporos. Jenis tanah tersebut dapat menahan massa air
yang besar dan tidak bocor sehingga dapat dibuat pematang/dinding
kolam.
2) Kemiringan tanah yang baik untuk pembuatan kolam berkisar antara 3-5%
untuk memudahkan pengairan kolam secara gravitasi.
3) Apabila pembesaran patin dilakukan dengan jala apung yang dipasang
disungai maka lokasi yang tepat yaitu sungai yang berarus lambat.
4) Kualitas air untuk pemeliharaan ikan patin harus bersih, tidak terlalu
keruhdan tidak tercemar bahan-bahan kimia beracun, dan minyak/limbah
pabrik. Kualitas air harus diperhatikan, untuk menghindari timbulnya
jamur, maka perlu ditambahkan larutan penghambat pertumbuhan jamur
(Emolin atau Blitzich dengan dosis 0,05 cc/liter).
5) Suhu air yang baik pada saat penetasan telur menjadi larva di akuarium
adalah antara 26–28 derajat C. Pada daerah-daerah yang suhu airnya
3
relative rendah diperlukan heater (pemanas) untuk mencapai suhu optimal
yang relatif stabil.
6) Keasaman air berkisar antara: 6,5–7.
C. Pemeliharaan Pembesaran
a. Pemupukan
Pemupukan kolam bertujuan untuk meningkatkan dan produktivitas kolam,
yaitu dengan cara merangsang pertumbuhan makanan alami
sebanyakbanyaknya.
Pupuk yang biasa digunakan adalah pupuk kandang atau pupuk hijau dengan
dosis 50–700 gram/m2
b. Pemberian Pakan
Pemberian makan dilakukan 2 kali sehari (pagi dan sore). Jumlah makanan
yang diberikan per hari sebanyak 3-5% dari jumlah berat badan ikan
peliharaan. Jumlah makanan selalu berubah setiap bulan, sesuai dengan
kenaikan berat badan ikan dalam hampang. Hal ini dapat diketahui dengan
cara menimbangnya 5-10 ekor ikan contoh yang diambil dari ikan yang
dipelihara (smpel).
c. Pemeliharaan Kolam dan Tambak
Selama pemeliharaan, ikan dapat diberi makanan tambahan berupa pellet
setiap hari dan dapat pula diberikan ikan-ikan kecil/sisa (ikan rucah) ataupun
sisa dapur yang diberikan 3-4 hari sekali untuk perangsang nafsu makannya.
D. Pedoman Teknis Budidaya
Budidaya ikan patin meliputi beberapa kegiatan, secara garis besar dibagi
menjadi 2 kegiatan yaitu pembenihan dan pembesaran. Kedua jenis kegiatan ini
umumnya belum populer dilakukan oleh masyarakat, karena umumnya masih
mengandalkan kegiatan penangkapan di alam (sungai, situ, waduk, dan lain-lain)
untuk memenuhi kebutuhan akan ikan patin.
Kegiatan pembenihan merupakan upaya untuk menghasilkan benih pada
ukuran tertentu. Produk akhirnya berupa benih berukuran tertentu, yang umumnya
4
adalah benih selepas masa pendederan. Benih ikan patin dapat diperoleh dari hasil
tangkapan di perairan umum. Biasanya menjelang musim kemarau pada pagi hari
dengan menggunakan alat tangkap jala atau jaring.
Benih dapat juga dibeli dari Balai Pemeliharaan Air Tawar di Jawa Barat.
Benih dikumpulkan dalam suatu wadah, dan dirawat dengan hati-hati selama 2
minggu. Jika air dalam penampungan sudah kotor, harus segera diganti dengan air
bersih, dan usahakan terhindar dari sengatan matahari. Sebelum benih ditebar,
dipelihara dulu dalam jaring selama 1 bulan, selanjutnya dipindahkan ke dalam
hampang yang sudah disiapkan.
Secara garis besar usaha pembenihan ikan patin meliputi kegiatan-kegiatan
sebagai berikut:
a) Pemilihan calon induk siap pijah.
b) Persiapan hormon perangsang/kelenjar hipofise dari ikan donor,yaitu ikan
mas.
c) Kawin suntik (induce breeding).
d) Pengurutan (striping).
e) Penetasan telur.
f) Perawatan larva.
g) Pendederan.
h) Pemanenan.
Pada usaha budidaya yang semakin berkembang, tempat pembenihan dan
pembesaran sering kali dipisahkan dengan jarak yang agak jauh. Pemindahan
benih dari tempat pembenihan ke tempat pembesaran memerlukan penanganan
khusus agar benih selamat. Keberhasilan transportasi benih ikan biasanya sangat
erat kaitannya dengan kondisi fisik maupun kimia air, terutama menyangkut
oksigen terlarut, NH3, CO2 , pH, dan suhu air.
E. Pembibitan
a. Menyiapkan Bibit
Bibit yang hendak dipijahkan bisa berasal dari hasil pemeliharaan dikolam
sejak kecil atau hasil tangkapan dialam ketika musim pemijahan tiba. Induk yang
5
ideal adalah dari kawanan patin dewasa hasil pembesaran dikolam sehingga dapat
dipilihkan induk yang benar-benar berkualitas baik.
b. Perlakuan dan Perawatan Bibit
Induk patin yang hendak dipijahkan sebaiknya dipelihara dulu secara khusus
di dalam sangkar terapung. Selama pemeliharaan, induk ikan diberi makanan
khusus yang banyak mengandung protein. Upaya untuk memperoleh induk
matang telur yang pernah dilakukan oleh Sub Balai Penelitian Perikanan Air
Tawar Palembang adalah dengan memberikan makanan berbentuk gumpalan
(pasta) dari bahan-bahan pembuat makanan ayam dengan komposisi tepung ikan
35%, dedak halus 30%, menir beras 25%, tepung kedelai 10%, serta vitamin dan
mineral 0,5%. Makanan diberikan lima hari dalam seminggu sebanyak 5% setiap
hari dengan pembagian pagi hari 2,5% dan sore hari 2,5%. Selain itu, diberikan
juga rucah dua kali seminggu sebanyak 10% bobot ikan induk. Langkah ini
dilakukan untuk mempercepat kematangan gonad.
Ciri-ciri induk patin yang sudah matang gonad dan siap dipijahkan adalah
sebagai berikut:
a. Induk betina
- Umur tiga tahun.
- Ukuran 1,5–2 kg.
- Perut membesar ke arah anus.
- Perut terasa empuk dan halus bila di raba.
- Kloaka membengkak dan berwarna merah tua.
- Kulit pada bagian perut lembek dan tipis.
- kalau di sekitar kloaka ditekan akan keluar beberapa butir telur yang
bentuknya bundar dan besarnya seragam.
b. Induk jantan
- Umur dua tahun.
- Ukuran 1,5–2 kg.
- Kulit perut lembek dan tipis.
- Bila diurut akankeluar cairan sperma berwarna putih.
- Kelamin membengkak dan berwarna merah tua.
6
Benih ikan patin yang berumur 1 hari dipindahkan ke dalam akuarium
berukuran 80 cm x 45 cm x 45 cm. Setiap akuarium diisi dengan air sumur bor
yang telah diaerasi. Kepadatan penebaran ikan adalah 500 ekor per akuarium.
Aerator ditempatkan pada setiap akuarium agar keperluan oksigen untuk benih
dapat tercukupi. Untuk menjaga kestabilan suhu ruangan dan suhu air digunakan
heater atau dapat menggunakan kompor untuk menghemat dana.
Benih umur sehari belum perlu diberi makan tambahan dari luar karena masih
mempunyai cadangan makanan berupa yolk sac atau kuning telur. Pada hari
ketiga, benih ikan diberi makanan tambahan berupa emulsi kuning telur ayam
yang direbus. Selanjutnya berangsur-angsur diganti dengan makanan hidup
berupa Moina cyprinacea atau yang biasa dikenal dengan kutu air dan jentik
nyamuk.
Pembesaran ikan patin dapat dilakukan di kolam, di jala apung, melalui sistem
pen dan dalam karamba.
a) Pembesaran ikan patin di kolam dapat dilakukan melalui system monokultur
maupun polikultur.
b) Pada pembesaran ikan patin di jala apung, hal-hal yang perlu diperhatikan
adalah: lokasi pemeliharaan, bagaimana cara menggunakan jala apung,
bagaimana kondisi perairan dan kualitas airnya serta proses pembesarannya.
c) Pada pembesaran ikan patin sistem pen, perlu diperhatikan: pemilihan lokasi,
kualitas air, bagaimana penerapan sistem tersebut, penebaran benih, dan
pemberian pakan serta pengontrolan dan pemanenannya.
d) Pada pembesaran ikan patin di karamba, perlu diperhatikan masalah:
pemilihan lokasi, penebaran benih, pemberian pakan tambahan, pengontrolan
dan pemanenan.
Hampang dapat terbuat dari jaring, karet, bambu atau ram kawat yang
dilengkapi dengan tiang atau tunggak yang ditancapkan ke dasar perairan. Lokasi
yang cocok untuk pemasangan hampang : kedalaman air 0,5-3 m dengan fluktuasi
kedalaman tidak lebih dari 50 cm, arus tidak terlalu deras, tetapi cukup untuk
sirkulasi air dalam hampang. Perairan tidak tercemar dan dasarnya sedikit
berlumpur. Terhindar dari gelombang dan angin yang kencang serta terhindar dari
7
hama, penyakit dan predator (pemangsa). Pada perairan yang dasarnya berbatu,
harus digunakan pemberat untuk membantu mengencangkan jaring. Jarak antara
tiang bambu/kayu sekitar 0,5-1 m.
F. Pengendalian Hama
Serangan hama pada umumnya lebih banyak terjadi pada pendederan dan
pembesaran karena kegiatan tersebut dilakukan di alam terbuka, sedangkan
pembenihan dilakukan di ruangan tertutup. Hama ikan patin berukuran lebih besar
dari pada ikan patin dan bersifat memangsa (predator), sehingga secara fisik
mudah dikenali. Jenis-jenis hama tersebut dan cara pemberantasannya telah
dijelaskan dimuka.
Penyakit yang sering menyerang ikan patin terdiri dari dua golongan yaitu
penyakit infeksi yang timbul karena gangguan organisme patogen dan penyakit
non infeksi yang timbul karena organisme lain. Penyebab penyakit infeksi adalah
parasit, bakteri dan jamur yang dapat menular. Sedangkan penyebab penyakit non
infeksi adalah keracunan dan kekurangan gizi.
Penyakit akibat infeksi :
Parasit adalah penyakit bintik putih (white spot), yang terjadi akibat infeksi
Ichtyophthirius multifiliis yang biasanya menyerang benih berumur 1 – 6
minggu. Gejala serangan dicirikan dengan adanya bintik-bintik putih di
lapisan lendir kulit, sirip dan lapisan insang dan berenangnya tidak normal.
Penanggulangannya dengan menggunakan formalin yang mengandung
Malachite Green Oxalate (FMGO) sebanyak 4 gram/liter air. Pencegahan
pada ikan yang berukuran lebih besar adalah dengan perendaman selama 24
jam dalam FMGO dengan dosis 10 ml/m3 air seminggu sekali.
Bakteri yang menyerang ikan patin adalah Aeromonas sp. dan
Pseudomonas sp. Serangan terjadi pada bagian perut, dada dan pangkal
sirip disertai perdarahan. Gejalanya lendir di tubuh ikan berkurang dan
tubuhnya terasa kasar saat diraba. Pencegahannya adalah dengan
memusnahkan ikan yang mendapat serangan cukup parah agar tidak
menulari ikan yang lain. Jika serangan belum parah dapat dilakukan
8
pengobatan dengan cara perendaman menggunakan larutan Kalium
Permanganat (PK) sebanyak 10-20 ppm selama 30-60 menit. Cara
pengobatan lain adalah perendaman dalam larutan Nitrofuran sebanyak 5-
10 ppm selama 12-24 jam atau dalam larutan Oksitetrasiklin sebanyak 5
ppm selama 24 jam. Selain perendaman, pengobatan dapat dilakukan
dengan mencampurkan obat-obatan ke dalam makanan seperti
Chloromycetin sebanyak 1-2 gram per kg makanan.
Jamur dapat menyerang ikan patin karena adanya luka-luka di badan ikan.
Jamur yang sering menyerang adalah dari golongan Achlya sp. dan
Saprolegnia sp. Ciri-ciri ikan patin yang terserang jamur adalah adanya
luka di bagian tubuh terutama di tutup insang, sirip dan bagian punggung.
Bagian-bagian tersebut ditumbuhi benang-benang halus seperti kapas
berwarna putih hingga kecoklatan. Pencegahannya adalah dengan menjaga
kualitas air yang sesuai dengan kebutuhan ikan dan menjaga agar tubuh
ikan tidak terluka. Cara pengobatannya adalah dengan perendaman dalam
larutan Malachite Green Oxalate dengan dosis 2-3 gram/m3 air selama 30
menit, diulang sampai tiga hari berturut-turut.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pembudidaya di kabupaten OKI,
serangan hama dan penyakit terhadap ikan patin yang dipelihara relatif sedikit.
Gejala penyakit yang sering timbul adalah kurangnya nafsu makan ikan, terutama
pada musim kemarau. Untuk mengatasi hal tersebut biasanya digunakan
multivitamin Previta Fish P yang dicampur dalam makanan buatan sendiri atau
pemberian makanan berupa pelet buatan pabrik yang sudah mengandung vitamin.
Untuk serangan penyakit tertentu yang mengakibatkan kematian ikan digunakan
obat Khemy dengan dosis pengobatan 1,5 sendok teh yang dicampur dalam pakan
buatan sendiri.
G. Panen
Pada umumnya panen pada pembesaran ikan patin dapat dilakukan setelah 6 –
12 bulan pada saat ikan mencapai ukuran berat satu kilogram. Ikan patin yang
dipelihara di karamba jaring apung dengan ukuran awal 5 inci membutuhkan
9
waktu selama 6 – 8 bulan untuk mencapai ukuran satu kilogram. Sedangkan ikan
patin yang dipelihara dengan sistem fence dengan ukuran awal 1,5 – 2 inci
membutuhkan waktu selama 8 – 12 bulan untuk mencapai ukuran satu kilogram.
Pemanenan dilakukan secara selektif karena pertumbuhan ikan tidak seragam.
Cara panen ikan patin adalah dengan menggunakan serok atau alat tangkap
lainnya. Penanganan saat pemanenan harus hati-hati dan menghindari adanya luka
karena dapat menurunkan mutu dan harga jual ikan. Penangkapan langsung
menggunakan tangan sebaiknya tidak dilakukan karena tangan bisa terluka
terkena patil atau duri sirip ikan. Untuk menjaga mutu ikan yang dipanen, sehari
sebelum dipanen biasanya pemberian pakan dihentikan (diberokan). Ikan patin
yang dipanen dimasukkan dalam wadah yang telah diisi dengan air jernih
sehingga ikan tetap hidup dan tidak stress.
a. Penangkapan
Penangkapan ikan dengan menggunakan jala apung akan mengakibatkan
ikan mengalami luka-luka. Sebaiknya penangkapan ikan dimulai dibagian hilir
kemudian bergerak kebagian hulu. Jadi bila ikan didorong dengan kere maka
ikan patin akan terpojok pada bagian hulu. Pemanenan seperti ini
menguntungkan karena ikan tetap mendapatkan air yang segar sehingga
kematian ikan dapat dihindari.
b. Pembersihan
Ikan patin yang dipelihara dalam hampang dapat dipanen setelah 6 bulan.
Untuk melihat hasil yang diperoleh, dari benih yang ditebarkan pada waktu
awal dengan berat 8-12 gram/ekor, setelah 6 bulan dapat mencapai 600-700
gram/ekor. Pemungutan hasil dapat dilakukan dengan menggunakan jala
sebanyak 2-3 buah dan tenaga kerja yang diperlukan sebanyak 2-3 orang. Ikan
yang ditangkap dimasukkan kedalam wadah yang telah disiapkan.
H. Pemasaran Hasil Panen
1. Permintaan
Secara nasional tidak diperoleh data mengenai besarnya permintaan
konsumsi ikan patin. Namun, dari pengembangan budidaya ikan patin yang
10
semakin meluas diduga bahwa permintaan ikan patin cenderung meningkat
meskipun masih bersifat lokal dan belum merata di seluruh Indonesia. Permintaan
ikan patin meningkat khususnya pada bulan-bulan tertentu yaitu pada hari raya
keagamaan (Idul Fitri, Natal, dll). Hal lain yang menyebabkan permintaan ikan
patin meningkat adalah karena ikan patin tergolong menu khusus atau istimewa
menurut adat dan atau budaya lokal.
Besarnya permintaan pasar, ditandai dengan penjualan ikan patin oleh
pedagang pengumpul/agen di kabupaten OKI ke kabupaten lain seperti Lahat,
Prabumulih, Pagar Alam, Muara Enim, Palembang dan ke provinsi lain seperti
Lampung, Bengkulu dan Jambi. Penjualan ikan patin ke luar kabupaten OKI rata-
rata 40 ton per bulan. Di kabupaten OKI ada 5 pedagang pengumpul/agen,
sehingga perdagangan ikan patin mencapai 200 ton setiap bulan atau 2.400 ton
(77%) dari produksi budidaya ikan patin dalam setahun.
2. Penawaran
Produksi ikan patin semula hanya ikan patin lokal tangkapan yang berasal
dari perairan umum di beberapa provinsi di Sumatera dan Kalimantan. Namun,
saat ini produksi ikan patin sebagian besar adalah hasil budidaya, terutama sejak
diperkenalkannya ikan patin jenis siam dari Thailand. Wilayah produksi budidaya
ikan patin terdapat pada daerah tertentu, seperti di Sumatera Selatan, Lampung,
Jambi, Riau Kalimantan Selatan dan Jawa. Dari segi sumber daya yang tersedia,
wilayah tersebut cukup potensial untuk pengembangan budidaya ikan patin. Tidak
diperoleh informasi mengenai produksi ikan patin dari budidaya dan perairan
umum di Indonesia, namun dari hasil wawancara dengan peneliti di beberapa
Balai Riset Perikanan Air tawar diperoleh kesan bahwa produksi ikan patin di
Indonesia masih tergolong sedikit.
Di kabupaten OKI, pada tahun 2002 produksi ikan patin lokal tangkapan
mencapai 1.301 ton, sementara produksi ikan patin budidaya mencapai 3.127 ton
yang dihasilkan oleh 9.652 Rumah Tangga Perikanan (RTP) sistem karamba dan
184 RTP sistem fence. Dengan demikian produksi ikan patin hasil budidaya
mencapai 71% dari total produksi. Jika dibandingkan dengan perdagangan ikan
patin hasil budidaya seperti tersebut diatas (2.400 ton per tahun), berarti 77% dari
11
produksi di pasarkan ke luar kabupaten OKI. Kenyataan ini juga sesuai dengan
keterangan para pedagang ikan yang menyebutkan bahwa 80% ikan patin di
pasarkan ke luar kabupaten dan hanya 20% dikonsumsi lokal.
3. Analisa Persaingan Dan Peluang Pasar
Tingkat persaingan pembudidaya ikan patin di kabupaten OKI relatif
rendah, dengan demikian peluang pasar masih terbuka untuk pembudidaya baru.
Diperoleh keterangan dari Dinas Perikanan dan Kelautan provinsi Sumsel bahwa
terdapat permintaan ikan patin sebanyak 1,5 ton per hari untuk industri
pengolahan ikan patin menjadi baso, burger dan sosis ikan di Palembang.
Permintaan tersebut belum dapat dipenuhi karena adanya beberapa kendala antara
lain: daging ikan patin siam kurang sesuai untuk diolah menjadi produk olahan,
fasilitas pendukung seperti sarana transportasi dan lokasi pabrik belum tersedia,
dan masalah perijinan.
Peluang pasar untuk ekspor masih terbuka luas, karena konsumen di
beberapa negara Eropa, Amerika Serikat dan beberapa negara di Asia saat ini
telah mengimpor ikan patin dalam bentuk fillet dari Vietnam. Indonesia memiliki
keunggulan komparatif dalam pengembangan budidaya ikan patin, terutama
dengan telah diperkenalkannya ikan patin lokal (Pangasius djambal Bleeker)
kepada masyarakat mulai tahun 2000 dan teknologi pembenihannya sudah
tersedia di Balai Penelitian Perikanan Air Tawar di Sukamandi (Jawa Barat) dan
Loka Budidaya Ikan Air Tawar di Jambi. Ikan patin djambal berpeluang ekspor,
mengingat ikan patin djambal memiliki keunggulan ekonomis sebagai ikan
budidaya, yaitu: bobotnya bisa mencapai 20 kg, dan dagingnya berwarna putih
yang hampir sama dengan Pangasius bocourti yang merupakan komoditas ekspor
dari Vietnam. Disamping itu produksi ikan patin jenis ini dapat memenuhi
permintaan industri pengolahan dalam negeri. Selain sebagai ikan konsumsi
rumah tangga dan industri pengolahan dalam negeri dan ekspor, ikan patin yang
berukuran kecil (benih) juga berpeluang untuk dikembangkan sebagai ikan hias .
4. Harga
Perkembangan harga ikan patin boleh dikatakan mengalami kenaikan dari
tahun ke tahun karena pengaruh inflasi. Di kabupaten OKI, harga ikan patin
12
berfluktuasi karena pengaruh inflasi dan adanya panen ikan sistem lebak lebung di
musim kemarau serta meningkatnya permintaan pada hari raya keagamaan. Pada
musim kemarau (Juli – September) harga ikan patin di tingkat pembudidaya
(produsen) turun sampai Rp.7.000 per kg dan pada hari raya keagamaan
meningkat sampai Rp.9.000 per kg atau rata-rata adalah Rp.8.500 per kg.
Sedangkan harga jual pedagang pengumpul rata-rata Rp 8.200 s.d. Rp 9.200 per
kilo (harga yang berlaku pada April 2003).
Perkembangan teknologi informasi pada saat ini membantu pembudidaya dalam
menentukan harga jual ikan. Pembudidaya memiliki posisi tawar atau bargaining
position dalam menentukan harga jual ikan karena sebelumnya mereka telah
mengumpulkan informasi harga dari pasar-pasar lokal atau sesama pembudidaya.
Baik pembudidaya maupun pedagang menyatakan bahwa harga ikan di tingkat
produsen ditetapkan secara tawar menawar
5. Jalur Pemasaran Produk
Rantai tataniaga ikan patin sangat ringkas dan efisien, sehingga harga yang
diterima pembudidaya sekitar 80 – 90% dari harga yang dibayar konsumen.
Pemasaran produk oleh pembudidaya dilakukan secara langsung kepada pedagang
pengumpul/agen tanpa melalui pedagang perantara. Pedagang pengumpul juga
merupakan pedagang benih ikan, pakan dan peralatan perikanan. Untuk menjamin
stok ikan, pedagang pengumpul memiliki kolam penampungan sementara.
Pedagang pengumpul menjual ikan langsung baik kepada pengecer di
pasar lokal maupun pedagang pengumpul/agen di luar kabupaten OKI. Pedagang
pengecer di pasar-pasar selanjutnya menjual kepada konsumen rumah tangga dan
rumah makan/warung. Rantai pemasaran ikan patin di kabupaten OKI dapat
digambarkan sebagai berikut :
13
Dalam proses penjualan ikan, pedagang menyediakan tempat
penampungan ikan (kapasitas rata-rata 7 ton ikan), peralatan panen dan tenaga
kerja sedangkan pembudidaya hanya membantu. Ongkos panen dan biaya
transportasi ditanggung sepenuhnya oleh pedagang. Menurut pedagang, panen
dilakukan sendiri untuk memastikan agar ikan yang dipanen dalam kondisi baik,
tidak luka, tidak stres dan tidak kekurangan oksigen. Dengan penanganan yang
baik diharapkan tidak ada ikan yang mati selama pengangkutan karena ikan yang
mati dapat menurunkan harga jual sampai dengan 12,5%.
Pembayaran kepada produsen menggunakan sistem bayar kemudian dalam
tempo satu sampai dua minggu setelah panen. Ikan patin dijual dalam keadaan
hidup dan pedagang pengumpul mengantarkannya kepada
pemesan/pelanggan/agen pengumpul di luar kabupaten
6. Kendala Pemasaran
Di tingkat pembudidaya tidak dijumpai kendala pemasaran, namun di
tingkat pedagang kendala pemasaran adalah kerusakan pada kondisi jalan yang
menghubungkan kabupaten OKI dengan kabupaten atau provinsi lain. Hal ini
menyebabkan penurunan kualitas ikan yang dijual sehingga harga jual ikan jatuh.
Kendala lain adalah adanya persaingan harga dari pemasok yang berasal dari
wilayah lain. Pedagang dari Jakarta mampu memasukkan ikan patin dengan harga
yang lebih rendah dibanding harga ikan yang ditawarkan oleh pedagang di
kabupaten OKI.
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Surimi merupakan salah satu jenis produk perikanan yang telah dikenal di
seluruh dunia. Surimi sangat potensial untuk dikembangkan. Pembuatan surimi
dapat menggunakan berbagai jenis ikan baik ikan air tawar maupun ikan air laut.
Berdasarkan praktikum mengenai karakteristik ikan dan surimi dari ikan patin
yang meliputi ukuran, rendemen, dan karakteristik surimi yang dihasilkan didapat
bahwa data yang didapat pada parameter ukuran memiliki nilai yang lebih kecil
dibandingkan dengan literatur, sedangkan pada parameter rendemen didapat
daging merah sebesar 29,20%, dan daging putih sebesar 1,73%. Sedangkan untuk
rendemen daging sebesar 31,9332%, dan untuk rendemen surimi sebesar
16,2788%. Untuk parameter pada karakteristik surimi berdasarkan SNI (01-2649-
1992) rupa dan warna : bersih, warna daging spesifik jenis ikan, aroma : segar
spesifik jenis, daging : elastis, padat dan kompak, dan rasa : netral agak manis.
Pada morfometrik ikan patin untuk berat total didapat sebesar 346 cm, panjang
total sebesar 38,8 gr, panjang baku sebesar 34,6 cm, dan panjang cagak sebesar
4,2 cm. Untuk rendemen diambil hasil dari literatur yaitu meliputi kadar air
sebesar 82,20%, kadar abu sebesar 0,74%, Protein sebesar 14,54%, lemak sebesar
1,09%, dan karbohidrat sebesar 1,43%.
B. Saran
Praktikum mengenai karakteristik surimi ikan patin memiliki perbedaan
dengan ikan nila, hal ini terlihat dari warna daging ikan patin lebih gelap
dibandingkan dengan ikan nila. Namun dari hasil karakteristik tersebut bahwa
masing-masing ikan memiliki keunggulan tersendiri untuk dijadikan produk
olahan selanjutnya.
15
DAFTAR PUSTAKA
http://ikanmania.wordpress.com/2008/01/22/aspek-pemasaran-budidaya-
pembesaran-ikan-patin/ (Diakses Pada Tanggal: 19-01-2011)
Seminar Hasil Penelitian Perikanan Air Tawar 1991/1992, Balitkanwar, Bogor,
1992.
Susanto, Heru (1999). Budi Daya Ikan Patin. Jakarta: Penebar Swadaya, 1999).
Widiayati, Ani, dkk., Pegaruh Padat Tebar Induk Patin (Pangasius pangasius)
Yang dipelihara di Karamba Jaring Apung dalam Proseding.
16