Transcript
Page 1: Blok Hematologi Skenario 2 (2015-2016)

WRAP UP SKENARIO 2BLOK HEMATOLOGI

“PERTUMBUHAN BADAN TERLAMAT DAN PERUT MEMBUNCIT”

Kelompok : B-8Ketua : Wiwin Rianas 1102014284Sekretaris : Mutammima Rizqiyani 1102014173Anggota : Sasya Sharfina Assaf 1102014239

Ulfi Nela Yanar 1102014272 Lusti Amelia Bahar 1102014149 Nur Rahmadina 1102014200 Tiara Meutia Putri 1102012295 Siti Solikha 1102013277 Raditya Prasidya 1102014217 Putri Handalasakti Ayogo 1102012216

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS YARSI

Jalan. Letjen Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta 10510Telp.62.21.4244574 Fax. 62.21.4244574

1

Page 2: Blok Hematologi Skenario 2 (2015-2016)

SKENARIO 2

PERTUMBUHAN BADAN TERLAMBAT DAN PERUT MEMBUNCIT

Seorang anak laki-laki berusia 5 tahun dibawa orangtuanya ke dokter praktek umum dengan keluhan pertumbuhan badan terlambat bila dibandingkan dengan teman sebayanya. Keluhan tersebut baru disadari orangtuanya sejak 2 bulan yang lalu. Keluhan disertai dengan perut membuncit, lekas lelah, dan sesak nafas.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital dalam batas normal. TB= 98 cm, BB= 13 kg, konjungtiva pucat, sklera ikterik, dan splenomegaly schufner II.

Pada pemeriksaan penunjang didapatkan hasil:

Pemeriksaan Kadar Nilai normalHemoglobin (Hb) 9 g/dL 11,5-15,5 g/dLHematokrit (Ht) 35% 34-40%

Eritrosit 5 x 106 /µl 3,9-5,3 x 106 /µlMCV 65 fL 75-87 fLMCH 13 pg 24-30 pg

MCHC 19% 32-36 %Leukosit 8000/µl 5000-14.500/µl

Trombosit 260.000/µl 250.000-450.000/µlRetikulosit 2% 0,5-1,5 %

Sediaan apus darah tepi Eritrosit mikrositik hipokrom, anisopoikilositosis, sel target (+), polikromasi, fragmentosit (+), eritrosit berinti (+).

2

Page 3: Blok Hematologi Skenario 2 (2015-2016)

KATA SULIT

1. Anisopoikilositosis : Merupakan morfologi eritrosit abnormal dengan bentuk dan ukuran yang tidak sama

2. Sklera ikterik : Pembungkus mata yang berwarna kekuningan3. Splenomegali schufner II : Pembengkakan pada lompa ke arah medial4. Fragmentosit : Sisa-sisa dar eritrosit5. Konjungtiva : Membran halus yang menutupi kelopak mata dan bola

mata6. Sel target : Salah satu bentuk abnormal eritrosit7. Retikulosit : Sel muda eritrosit, yang mempunyai sisa RNA8. Polikromasi : Terlihat berbagai warna pada eritrosit

3

Page 4: Blok Hematologi Skenario 2 (2015-2016)

PERTANYAAN

1. Kenapa pertumbuhan anak terlambat ?2. Kenapa terdapat splenomegaly ?3. Apa yang menyebabkan sesak nafas ?4. Kenapa terjadi sklera ikterik ?5. Apa yang menyebabkan perut membuncit ?6. Mengapa eritrosit mengalami mikrositik hipokrom ?7. Mengapa retikulosit meningkat ?8. Apa saja penyakit yang eritrositnya mikrositik hipokrom ?9. Apa alur diagnosisnya?10. Pemeriksaan penunjang ?11. Kenapa konjungtiva pucat ?12. Apa factor-faktor yang mempengaruhi penyakit tersebut ?13. Kenapa gejala muncul pada usia anak-anak?

4

Page 5: Blok Hematologi Skenario 2 (2015-2016)

JAWABAN

1. Karena sumsum tulang lebih banyak memproduksi eritropoeisi daripada pertumbuhan tulang

2. Karena kerja lien yang meningkat untuk menghancurkan eritrosit yang abnormal dan juga factor β yang menurun, digantikan oleh α yang menyebabkan penggumpalan pada vascular lien sehingga terjadi udem pada limpa.

3. Karena ada splenomegaly yang menyebabkan paru-paru nya terdesak oleh limpa dan juga karena kekurangan oksigen dari eritrosit yang abnormal.

4. Karena eritrosit sudah lisis sebelum 120 hari jadi menghasilkan bilirubin. Bilirubin berada pada sirkulasi darah, lalu masuk ke sklera yang menyebabkan sklera nya menguning/ikterik.

5. Karena ada nya pembesaran organ limpa6. Kadar hemoglobin dan oksigen menurun pada eritrosit yang menyebabkan

hipokrom.7. Pada thalassemia, rantai globinnya mutase, α masuk ke dalam sumsum tulang

untuk membentuk retikulosit sebagai kompensasi dan juga pada thalassemia afinitas membawa oksigennya menurun, sehingga di deteksi oleh ginjal, lalu ginjal mengeluarkan eritropoeitin, sehingga di dalam sumsum tulang terjadi peningkatan eritropoeisis.

8. Anemia defesiensi besi, anemia akibat penyakit kronik, thalassemia, dan anemia sideroblastik.

9. Anamnesis : pertumbuhan terlambat, sesak nafas, lekas lelahPemeriksaan penunjang : perut membuncit, konjungtiva pucat, sklera ikterik, splenomegaly schufner IIPemeriksaan lab : hemoglobin menurun, MCV&MCH&MCHC menurun, retikulosit meningkatSADT : eritrosit mikrositik hipokrom, anisopoikilositosis, sel target (+), polikromasi, fragmentosit, eritrosit berinti (+).Diagnosis : Thalassemia

10. Elektroforesis hemoglobin11. Kalo thalassemia β, jadi β nya itu menurun sehingga α nya meningkat. Jika α nya

masuk ke eritroblast yang menyebabkan eritrositnya dihancurkan sebelum 120 hari sehingga eritrosit abnormal dan tidak bisa mengikat oksigen jadi konjungtiva pucat.

12. Faktor genetik13. Thalassemia berpengaruh pada mutasi genetic karena tidak berubahnya HbF

menjadi HbA2 sehingga globin β nya tidak terbentuk, jadi Hb nya tidak normal

5

Page 6: Blok Hematologi Skenario 2 (2015-2016)

HIPOTESIS

Mutasi rantai globin menyebabkan sumsum tulang memproduksi lebih banyak retikulosit sebagai kompensasi yang mengakibatkan pertumbuhan tulang terganggu, ada nya splenomegaly, sesak nafas, terjadinya sklera ikterik dan perut membuncit, pemeriksaan yang harus dilakukan lebih lanjut untuk menegakkan diagnosis adalah elektroforesis hb, diagnosis dari skenario diatas adalah thalassemia.

6

Page 7: Blok Hematologi Skenario 2 (2015-2016)

SASARAN BELAJAR

LI.1. Memahami dan Menjelaskan Hemoglobin

LO.1.1. Definisi

Hemoglobin adalah protein respiratori yang telah diidentifikasi pada tahun 1862 oleh Felix Seyler. Beliau menemukan spektrum warna hemoglobin dan membuktikan bahwa warna ini adalah yang memberikan warna pada darah. Protein yang terdapat dalam sel darah merah ini bertanggungjawab menjalankan fungsi utama mengangkut oksigen ke jaringan dan membawa karbon dioksida kembali ke paru. Hemoglobin merupakan gabungan dari heme dan globin yang membentuk struktur tetramer. Sintesis globin terjadi seperti protein pada umumnya, mRNA dari intisel akan ditranslasi ribosom untuk merakit rantai asam amino untuk membentuk globin. Di sisi lain proses pembentukan heme relatif lebih kompleks, bahan dasar heme adalah asam amino glisin dan suksinil-KoA, hasil dari siklus asam sitrat. Pada awalnya proses ini terjadi di dalam mitokondria, kemudian setelah terbentuk δ-aminolevulinat (ALA) reaksi terjadi di sitoplasma sampai terbentuk coproporhyrinogen III, kemudian substrat akan masuk kembali kedalam mitokondria untuk menyelesaikan serangkaian reaksi pembentukan heme yaitu penambahan besi ferro ke cincin protoporphyrin

LO.1.2. Molekul

Jenis jenis Hb :

Pada orang dewasa:- HbA (96%), terdiri atas 2 pasang rantai globin alfa dan beta (α 2β2)- HbA2 (2,5%), terdiri atas 2 pasang rantai globin alfa dan delta (2δ 2)

Pada Hb dewasa, Hb A sudah ada dalam tubuh sejak masih menjadi janin, tetapi kadar nya sedikit, semakin beranjak dewasa Hb A didalam tubuh akan terus meningkat. Sedangkan pada Hb A2 yang mengandung rantai δ hanya berjumlah sedikit. Didalam tubuh hingga sepanjang hayat normalnya perbandingan Hb A : Hb A2 yaitu 30:1.

Pada fetus:- HbF (predominasi), terdiri atas 2 pasang rantai globin alfa dan gamma (2γ 2)- Pada saat dilahirkan HbF terdiri atas rantai globin alfa dan Ggamma (2

Gγ 2) dan alfa dan Agamma (2

Aγ 2), dimana kedua rantai globin gamma berbeda pada asam amino di posisi 136 yaitu glisin pada Gγ dan alanin pada Aγ

Pada embrio:- Hb Gower 1, terdiri atas rantai globin zeta dan epsilon (ζ 2ε2)- Hb Gower 2, terdiri atas rantai globin alfa dan epsilon (2ε2)- Hb Portland, terdiri atas rantai globin zeta dan gamma (ζ 2γ 2), sebelum minggu ke 8 intrauterin

7

Page 8: Blok Hematologi Skenario 2 (2015-2016)

- Semasa tahap fetus terdapat perubahan produksi rantai globin dari rantai zeta ke rantai alfa dan dari rantai epsilon ke rantai gamma, diikuti dengan produksi rantai beta dan rantai delta saat kelahiran

Pada tahap perkembangan hemoglobin manusia dimulai dengan pembentukan Hb Gowers 1 kemudian pembentukan Hb Gowers 2 yang bekerja sama dengan Hb Portland dalam masa transisi menuju Hb F. Pada saatnya adanya pergantian pembentukan rantai gamma pada Hb F oleh rantai globin alfa sehingga terbentuk HbA. Perubahan utama dari hemoglobin fetus ke hemoglobin dewasa terjadi 3-6 bulan setelah kelahiran .Terjadi penurunan kadar Hb F mulai bayi berumur 20 minggu post partum (setelah kelahiran). Pada manusia dewasa normal Hb F masih ditemukan walau pun dalam jumlah yang sangat kecil (kurang dari 1%). Hemoglobin embrional hanya bertahan sampai umur janin 10 minggu. Hemoglobin terdiri dari hemoglobin normal dan hemoglobin patologis.

Hemoglobin patologis merupakan akibat dari adanya kelainan produksi hemoglobin. Hemoglobin tersebut yaitu:

1. Hb H : hemoglobin tetramer beta (β) yang memiliki afinitas tinggi terhadap O2.2. Hb Bart’s : hemoglobin tetramer gamma (γ) yang memiliki afinitas tinggi terhadap

O2.3. Hb A1c : hemoglobin A terglikasi, terdapat satu heksosa pada terminal N rantai β,

konsentrasi meninggi pada diabetes yang tidak terkontrol dengan baik.4. Hb anti-Lepore : hemoglobin crossover abnormal yang sama dengan HbLepore tetapi

rantai non-α bergabung dengan konfigurasi yang berlawanan dengan Hb Lepore (rantai β pada terminal N dan rantaiδ pada terminal C).

5. Hb Lepore : Hb crossover abnormal dengan rantai α normal dandua rantai globin yang memiliki bagian rantai δ pada terminal N dan rantai α pada terminal C.

6. Hb C : hemoglobin abnormal dimana lisin menggantikan asam glutamate pada posisi enam rantai β.

7. Hb D : hemoglobin abnormal yang ditandai oleh mobilit aselektroforetik yang sama dengan Hb S pada kertas atau selulosa asetat.

8. Hb E : hemoglobin abnormal di mana lisin menggantikan asam glutamate pada posisi 26 rantai β.

9. Hb S : hemoglobin abnormal di mana valin menggantikan asam glutamate pada posisi enam rantai β. Keadaan homozigo tmengakibatkan anemia sickle cell dan heterozigot asimptomatik disebut sickle cell trait.

Kadar Hb normal dewasa yaitu: Hb A : 96-98 %, Hb A2 : 1,5 – 3,2 %, Hb F : 0,5 – 0,8 % .

8

Page 9: Blok Hematologi Skenario 2 (2015-2016)

LI.2. Memahami dan Menjelaskan Thalassemia

LO.2.1. Definisi

Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). Thalasemia terjadi akibat ketidakmampuan sumsum tulang membentuk protein yang dibutuhkan untuk memproduksi hemoglobin sebagaimana mestinya.

Thalassemia memengaruhi salah satu atau kombinasi dari 2 rantai α, β, γ dan δ, tetapi tidak dapat memengaruhi rantai α dan β bersamaan. Hilangnya rantai α menyebabkan thalassemia α, hilangnya rantai β menyebabkan thalassemia β, dan hilangnya rantai δ menyebabkan thalassemia δ. Hilangnya rantai as. amino baik tunggal (minor atau heterozigot) maupun ganda (mayor atau homozigot). Minor yakni orang yang sehat tetapi memiliki potensi sebagai carrier; mayor adalah orang dengan thalassemia yang diturunkan dan bersifat serius, penderita tidak dapat membentuk Hb yang cukup dan dapat menyebabkan asfiksi jaringan, edema, gagal jantung kongestif, hingga kematian jaringan.

LO.2.2 Etiologi

Thalassemia bukan penyakit menular melainkan penyakit yang diturunkan secara genetik dan resesif. Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut sebagai gen globin beta yang terletak pada kromosom 11. Pada manusia kromosom selalu ditemukan berpasangan. Gen globin beta ini yang mengatur pembentukan salah satu komponen pembentuk hemoglobin. Bila hanya sebelah gen globin beta yang mengalami kelainan disebut pembawa sifat thalassemia-beta. Seorang pembawa sifat thalassemia tampak normal/sehat, sebab masih mempunyai 1 belah gen dalam keadaan normal (dapat berfungsi dengan baik). Seorang pembawa sifat thalassemia jarang memerlukan pengobatan. Bila kelainan gen globin terjadi pada kedua kromosom, dinamakan penderita thalassemia (Homozigot/Mayor). Kedua belah gen yang sakit tersebut berasal dari kedua orang tua yang masing-masing membawa sifat thalassemia. Pada proses pembuahan, anak hanya mendapat sebelah gen globin beta dari ibunya dan sebelah lagi dari ayahnya. Bila kedua orang tuanya masing-masing pembawa sifat thalassemia maka pada setiap pembuahan akan terdapat beberapa kemungkinan. Kemungkinan pertama si anak mendapatkan gen globin beta yang berubah (gen thalassemia) dari bapak dan ibunya maka anak akan menderita thalassemia. Sedangkan bila anak hanya mendapat sebelah gen thalassemia dari ibu atau ayah maka anak hanya membawa penyakit ini. Kemungkinan lain adalah anak mendapatkan gen globin beta normal dari kedua orang tuanya.

9

Page 10: Blok Hematologi Skenario 2 (2015-2016)

 Mekanisme penurunan penyakit thalassemia :

Jika kedua orang tua tidak menderita Thalassemia trait/bawaan, maka tidak mungkin mereka menurunkan Thalassemia trait/bawaan atau Thalassemia mayor kepada anak-anak meraka. Semua anak-anak mereka akan mempunyai darah yang normal.

  Apabila salah seorang dari orang tua menderita

Thalassemia trait/bawaan, sedangkan yang lainnya tidak maka satu dibanding dua (50%) kemungkinannya bahwa setiap anak-anak mereka akan menderita Thalassemia trait/bawaan, tetapi tidak seseorang diantara anak-anak mereka Thalassemia mayor.

 

    Apabila kedua orang tua menderita Thalassemia

trait/bawaan, maka anak-anak mereka mungkin akan menderita thalassemia trait/bawaan atau mungkin juga memiliki darah yang normal, atau mereka mungkin menderita Thalassemia mayor.

 

10

Page 11: Blok Hematologi Skenario 2 (2015-2016)

LO.2.3. Klasifikasi

1. Thalassemia α (melibatkan rantai alfa) minimal membawa 1 gen)

BENTUK GENOTIP FENOTIPThalassemia-2-α trait (-α / αα) AsimtomatikThalassemia-1-α trait

menyerupai thalassemia a-β minor Thalassemia-2a-α homozigot

(-α / -α)

Thalassemia-1a-α heterozigot

(αα / --)

Hemoglobin H disease (-- / -α) thalassemia intermediaHydrops fetalis dengan Hb Barts (-- / --) Hydrops fetalis meninggal in

utero

Pada kasus thalassemia α, akan terjadi mutasi pada kromosom 16 yang menyebabkan produksi rantai globin α (memiliki 4 lokus genetik) menurun, yang menyebabkan adanya kelebihan rantai globin β pada orang dewasa dan kelebihan rantai γ pada newborn. Derajat thalassemia α berhubungan dengan jumlah lokus yang termutasi (semakin banyak lokus yang termutasi, derajat thalassemia semakin tinggi). Thalassemia α dibedakan menjadi :a. Silent Carrier Thalassemia α (Thalassemia -2- α Trait)

Delesi satu gen α (αα/αo). Tiga loki α globin cukup memungkinkan produksi Hb normal. Secara hematologis sehat, kadang-kadang indeks RBC (Red Blood Cell) rendah. Tidak ada anemia dan hypochromia pada orang ini. Diagnosis tidak dapat ditentukan dengan elektroforesis. Biasanya pada etnis populasi African American. CBC (Complete Blood Count) salah satu orangtua menunjukkan Hypochromia dan microcytosis

b. Thalassemia -1-α Trait Delesi pada 2 gen α, dapat berbentuk thalassemia-1a-α homozigot (αα/oo) atau thalassemia-2a-α heterozigot (αo/αo). Dua loki α globin memungkinkan erythropoiesis hampir normal, tetapi ada anemia hypochromic microcytic ringan dan indeks RBC rendah.

c. Thalassemia α Intermedia (Hb H disease)Delesi 3 gen α globin (αo/oo). Dua hemoglobin yang tidak stabil ada dalam darah, yaitu HbH (tetramer rantai β) & Hb Barts (tetramer rantai γ). Kedua Hb yang tidak stabil ini mempunyai afinitas yang tinggi terhadap O2 daripada Hb normal, sehingga pengiriman O2 ke jaringan rendah (hipoksia). Ada anemia hypochromic microcytic dengan sel-sel target dan “heinz bodies” (badan inklusi) pada preparat hapus darah tepi, juga ditemukan splenomegaly.

11

Page 12: Blok Hematologi Skenario 2 (2015-2016)

Kelainan ini tamapak pada masa anak-anak atau pada awal kehidupan dewasa ketika anemia dan splenomegaly terlihat.

d. Thalassemia α Major (Thalassemia α Homozigot)Delesi sempurna 4 gen α (oo/oo). Fetus tidak dapat hidup segera sesudah keluar dari uterus dan kehamilan mungkin tidak bertahan lama. Sebagian besar bayi ditemukan meninggal pada saat lahir dengan hydrops fetalis dan bayi yang lahir hidup akan segera meninggal setelah lahir, kecuali transfusi darah intrauterine diberikan. Bayi-bayi tersebut edema dan mempunyai sedikit Hb yang bersirkulasi, Hb yang ada semuanya tetramer rantai γ (Hb Barts) yang memiliki afinitas yang tinggi.

Genotip Jumlah gen α Presentasi Klinis

Hemoglobin

ElektroforesisSaat Lahir > 6 bulan

αα/αα 4 Normal N N-α/αα 3 Silent carrier 0-3 % Hb Barts N

--/αα atau –α/-α 2 Trait thal-α 2-10% Hb Barts N--/-α 1 Penyakit Hb H 15-30% Hb Bart Hb H--/-- 0 Hydrops fetalis >75% Hb Bart -

2. Thalassemia β : terjadi penurunan sintesis rantai beta ¿¿) atau tidak diproduksi sama sekali ¿¿)

Bentuk thalassemia-β Genotip FenotipThalassemia-β0 (β-zero-

thalassemia)Thalassemia homozigot

(β0β0)Bervariasi (ringan s/d berat)

Thalassemia-β+ (β-plus-thalassemia)

Mutasi gen bervariasi heterozigot

Bervariasi (ringan s/d berat)

Thalassemia-β0 dan Thalassemia-β+

Heterozigot ganda:a. 2 β0 berbeda atau

2 β+ berbedab. Atau β0 β+

Beta thalassemia juga sering disebut Cooley’s anemia. Thalassemia β terjadi karena mutasi pada rantai globin β pada kromosom 11. Thalassemia ini diturunkan secara autosom resesif. Derajat penyakit tergantung pada sifat dasar mutasi. Mutasi diklasifikasikan sebagai (βo) jika mereka mencegah pembetukan rantai β dan (β+) jika mereka memungkinkan formasi beberapa rantai β terjadi. Produksi rantai β menurun atau tidak diproduksi sama sekali, sehingga rantai α relatif berlebihan, tetapi tidak membentuk tetramer. Kumpulan rantai α yang berlebihan tersebut akan berikatan dengan membrane sel darah merah, mengendap, dan menyebabkan kerusakan membran. Pada konsentrasi tinggi, kumpulan rantai α tersebut akan membentuk agregattoksik.

1. Thalassemia βo

Pada thalassemia βo, tidak ada mRNA yang mengkode rantai β sehingga tidak dihasilkan rantai β yang berfungsi dalam pembentukan HbA. Thalassemia-β Mayor Merupakan thalassemia

12

Page 13: Blok Hematologi Skenario 2 (2015-2016)

bentuk homozigot dari thalassemia beta yang disertai anemia berat, bentuk homozigot yang tergantung pada transfusi darah.

Gambaran kliniknya yaitu:a) Yang mendapat tranfusi yang baik (well transfused) sebagai akibat pemberian

hipertransfusi maka produksi HbF dan hiperplasia menurun sehingga anak tumbuh normal sampai dekade 4-5. Setelah itu timbul gejala “iron overload” dan penderita meninggal karena diabetes melitus atau sirosis hati

b) Yang tidak mendapat transfusi baik, maka timbuk gejala khas “Cooley’s anemia” : Gejala mulai timbul saat bayi berumur 3-6 bulan, pucat, anemia, kurus,

hepatosplenomegali, dan ikterus ringan Gangguan pada tulang : thalassemia face Rontgen tulang tengkorak: hair on end appearance Gangguan pertumbuhan Gejala iron overload (pigmentasi kuliat, diabetes melitus, sirosis hati, atau gonadal

failure)

2. Thalassemia β+

Pada thalassemiaβ+, masih terdapat mRNA yang normal dan fungsional namun hanya sedikit sehingga rantai β dapat dihasilkan dan HbA dapat dibentuk walaupun hanya sedikit.

Silent carrier β thalassemia : mutasi tidak ada gejala, kecuali kemungkinan indeks RBC rendah. Mutasi thalassemia sangat ringan (β+ thalassemia),

β thalassemia trait/minor : produksi rantai β berkisar dari 0 – tingkat defisiensi yang bervariasi. Anemia ringan, indeks RBC abnormal & Hb elektroforesis abnormal (HbA2 &/ HbF ). Hipochromia & microcytosis, target cells and faint basophilic stippling. Pada sebagian besar kasus asimtomatik, dan banyak penderita tidak menyadari kelainan ini. Deteksi biasanya dengan mengukur ukuran RBC (MCV : mean corpuscular volume) dan memperhatikan volume rata-rata yang agak ↓ daripada normal.

β Thalassemia intermedia (heterozygous) : suatu kondisi tengah antara bentuk major dan minor. Penderita dapat hidup normal, tetapi mungkin memerlukan transfusi sekali-sekali, misal pada saat sakit atau hamil, tergantung pada derajad anemianya.

β thalassemia associated with β chain structural variants : sindrom thalassemia (HbE/β thalassemia). Secara klinik : seringan thalassemia intermedia – thalassemia major

LO.2.4. Patofisiologi

Thalasemia merupakan sindrom kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis hemoglobin akibat mutasi di dalam atau dekat gen globin. Pada Talasemia mutasi gen globin ini dapat menimbulkan perubahan rantai globin α dan β, berupa perubahan kecepatan sintesis (rate of synthesis) atau kemampuan produksi rantai globin tertentu, dengan akibat menurunnya atau tidak diproduksinya rantai globin tersebut. Perubahan ini diakibatkan oleh adanya mutasi gen globin pada clusters gen α atau β berupa bentuk delesi atau non delesi.

13

Page 14: Blok Hematologi Skenario 2 (2015-2016)

a) Thalasemia BetaLebih 150 mutasi telah diketahui tentang Talasemia β, sebagian besar disebabkan

perubahan pada satu basa, delesi atau insersi 1-2 basa pada bagian yang sangat berpengaruh. Hal ini bisa terjadi pada intron, ekson ataupun diluar gen pengode.

Satu substitusi disebut mutasi non sense menyebabkan perubahan satu basa pada ekson yang mengode kodon stop pada mRNA. Hal ini menyebabkan terminasi sintesis rantai globin menjadi lebih pendek dan tidak tahan lama. Satu mutasi lain yang disebut frameshift menyebabkan 1-2 basa tidak dibaca sehingga menghasilkan kodon stop baru. Mutasi pada intron, ekson atau perbatasannya, mengganggu pelepasan ekson dari prekursor mRNA. Misalnya satu substitusi pada GT atau AG pada intron- ekson junction mengganggu pemisahan, beberapa mutasi pada bagian ini menyebabkan penurunan produksi β globin. Mutasi pada sekuen ekson menjadi menyerupai intron-ekson junction mengaktivasi terjadinya pemisahan. Misalnya sekuen yang menyerupai IVS-1 dan kodon 24-27 pada ekson 1 gen globin β, mutasi pada kodon 19 (A-G), 26 (G-A) dan 27 (G-T) menyebabkan penurunan jumlah mRNA karena splicing abnormal dan substitusi asam amino pada mRNA normal yang diterjemahkan menjadi protein. Hemoglobin abnormal yang dihasilkan adalah hemoglobin Malay, E dan Knossos yang memberikan fenotip Talasemia β minor.

Substitusi satu basa juga terjadi pada bagian kosong gen globin β. Bila mengenai bagian promoter, menurunkan jumlah transkripsi gen globin β dan menyebabkan Talasemia β minor. Mutasi pada bagian akhir (3’) mempengaruhi prosesing mRNA dan menyebabkan Talasemia β mayor.

Nampaknya homozigot mungkin merupakan heterozigot dari 2 lesi molekuler yang berbeda. Jarang sekali pasien dengan Talasemia β memiliki Hb A2 normal, biasanya hal ini terjadi pada gabungan Talasemia β dan δ.

14

Page 15: Blok Hematologi Skenario 2 (2015-2016)

Pada thalassemia beta terjadi mutasi pada kromosom 11 yang menyebabkan tidak terbentuknya rantai globin β yang mengakibatkan kelebihan rantai globin α pada HbA (α2β2). Kelebihan rantai α akan mengendap pada membran sel eritrosit dan prekursornya. Hal ini menyebabkan pengrusakan prokursor eritrosit yang hebat intramedular. Eritrosit yang mencapai darah tepi memiliki inclusion bodies yang menyebabkan pengrusakan di lien dan oksidasi membrane sel, akibat pelepasan heme dari denaturasi hemoglobin dan penumpukan besi pada eritrosit. Sehingga pada thalassemia β disebabkan oleh berkurangnya produksi dan pemendekan umur eritrosit dan memberikan gambaran anemia hipokrom dan mikrositer. Terjadinya eritropoesis yang berlangsusng tidak efektif mengakibatkan jumlah eritrosit normal yang dibutuhkan menjadi berkurang. Hal ini menimbulkan peningkatan eritropoesis dalam sumsum tulang (intramedular), dan bila masih belum mencukupi akan dibantu dengan eritropoesis ekstramedular pada hati dan limpa.

Sebagian kecil precursor eritrosit memiliki kemampuan membuat rantai γ menghasilkan HbF extra uterine. Pada thalassemia β sel ini sangat terseleksi dan kelebihan rantai α lebih kecil karena sebagian bergabung dengan rantai γ membentuk HbF. Kombinasi anemia pada thalassemia β dan eritrosit yang kaya HbF dengan afinitas oksigen tinggi , menyebabkan hipoksia berat yang menstimulasi produksi eritropoetin. Hal ini mengakibatkan peningkatan masa eritroid yang tidak efektif dengan parubahan tulang, peningkatan absorbsi besi, metabolisme yang tinggi dan gambaran klinis thalassemia β mayor. Penimbunan lien dengan eritrosit abnormal mengakibatkan pembesaran limpa yang diikuti dengan terperangkapnya eritrosit, leukosit dan trombosit dalam limpa, sehingga menimbulkan gambaran hipersplenisme.

b) Thalassemia AlfaBentuk lain Talasemia α yang disebabkan oleh mutasi, mirip Talasemia β. Beberapa

disebabkan oleh mutasi pada bagian awal dan pemisahan yang menghasilkan rantai α yang sangat tak stabil dan tidak bisa membentuk tetramer. Bentuk lain yang sering di populasi Asia Tenggara, mutasi satu basa kodon terminasi UAA CAA. Sehingga diterjemahkan menjadi glutamin dan mRNA akan dibaca terus sampai tercapai kodon stop lain. Sehingga dihasilkan α globin yang lebih panjang tapi dalam jumlah sedikit, disebut Hb Constant Spring sesuai dengan nama kota di Jamaika dimana kelainan ini ditemukan pertama kali. Jumlahnya 2- 5% dari populasi di Thailand dan negara-negara Asia Tenggara. Mutasi kodon terminasi bisa bermacam-macam. Satu mutasi pada sekuen 3 gen α globin, yang sering ditemukan di Timur Tengah, adalah AATAA –AATAAG, bagian yang memberi signal poliadenilasi globin mRNA. Suatu proses yang menstabilisasi mRNA saat berpindah ke sitoplasma. Mutasi ini menghasilkan penurunan produksi rantai α yang bermakna.

Pada thalassemia alfa terjadi mutasi pada kromosom 16 yang menyebabkan tidak terbentuknya rantai globin α. Pada newborn yang masih memiliki Hb F (α2γ2), kekurangan rantai globin α menyebabkan terdapat rantai globin γ yang tidak berpasangan. Rantai globin γ yang tidak berpasangan tersebut, kemudian akan membentuk tetramer sebagai Hb Barts. Sedangkan pada bayi > 6 bulan (dimana kadar HbF sama dengan orang dewasa) terdapat Hb A (α2β2), kekurangan rantai globin α menyebabkan rantai β tidak berpasangan yang kemudian membentuk tetramer sebagai HbH.

Pembentukan tetramer ini mengakibatkan eritropoiesis yang kurang efektif. Tetramer HbH cenderung mengendap seiring dengan penuaan sel, menghasilkan inclusion bodies. Proses hemolitik merupakan gambaran utama kelainan ini. Hal ini semakin berat karena HbH dan Hb

15

Page 16: Blok Hematologi Skenario 2 (2015-2016)

Bart’s adalah homotetramer yang tidak mengalami perubahan allosentrik yang diperlukan untuk transpor oksigen. Seperti mioglobin, mereka tidak bisa melepas oksigen pada tekanan fisiologis. Sehingga tingginya kadar HbH dan Hb Bart’s sebanding dengan beratnya hipoksia.

LO.2.5. Epidemiologi

Thalassemia ternyata tidak saja terdapat di sekitar Laut Tengah, tetapi juga di Asia Tenggara yang sering disebut sebagai sabuk thalassemia (WHO, 1983) sebelum pertama sekali ditemui pada tahun 1925 (Lihat Gambar 2). Di Indonesia banyak dijumpai kasus thalassemia, hal ini disebabkan oleh karena migrasi penduduk dan percampuran penduduk.

1. Thalasemia βDilihat dari distribusi geografiknya maka thalasemia β banyak dijumpai di Mediterania, Timur Tengah, India, Pakistan, Asia Tenggara, Rusia Selatan,Cina. Jarang di Afrika kecuali Liberia dan beberapa Afrika Utara sporadik pada semua ras. Di Siprus lebih banyak dijumpai varian β+ di Asia Tenggara lebih banyak β0. Jika dilukiskan di peta dunia terlihat seperti sabuk talasemia dimana Indonesia termasuk didalamnya.

2. Thalasemia αTerbentang dari Afrika ke Mediterania, Timur Tengah, Asia Timur, danTenggara Hb Barts sindrom dan HbH disease terbatas di populasi AsiaTenggara dan Mediterania.

16

Page 17: Blok Hematologi Skenario 2 (2015-2016)

LO.2.6. Manifestasi Klinis

Semua thalassemia memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya bervariasi. Sebagian besar penderita mengalami anemia yang ringan, khusunya anemia hemolitik. Pada bentuk yang lebih berat, khususnya thalassemia β mayor, bisa terjadi sakit kuning (jaundice), luka terbuka di kulit (ulkus/ borok), batu empedu, serta pembesaran hati dan limpa. Sumsum tulang yang terlalu aktif bisa menyebabkan penebalan dan pembesaran tulang, terutama tulang kepala dan wajah. Tulang-tulang panjang menjadi lemah dan mudah patah. Anak-anak yang menderita thalassemia akan tumbuh lebih lambat dan mencapai masa pubertas lebih lambat dibandingkan anak lainnya yang normal. Karena penyerapan zat besi meningkat dan seringnya menjalani transfusi, maka kelebihan zat besi bisa terkumpul dan mengendap dalam otot jantung, yang pada akhirnya bisa menyebabkan gagal jantung.

1. Thalassemia-βThalassemia β dibagi menjadi tiga sindrom klinik, yakni :

- Thalassemia β minor (trait)/heterozigot : anemia hemolitik mikrositik hipokrom.- Thalassemia β mayor/homozigot : anemia berat yang bergantung pada transfusi darah.- Thalassemia β intermedia : gejala diantara thalassemia mayor dan minor.

a. Thalasemia β mayor (Thalasemia homozigot)Anemia berat menjadi nyata pada umur 3 – 6 bulan setelah lahir dan tidak dapat hidup tanpa ditransfusi.

- Pembesaran hati dan limpa terjadi karena penghancuran sel darah merah berlebihan, haemopoesis ekstra modular, dan kelebihan beban besi.

- Perubahan pada tulang karena hiperaktivitas sumsum merah berupa deformitas dan fraktur spontan, terutama kasus yang tidak atau kurang mendapat transfusi darah. Deformitas tulang, disamping mengakibatkan muka mongoloid, dapat menyebabkan pertumbuhan berlebihan tulang prontal dan zigomatin serta maksila. Pertumbuhan gigi biasanya buruk. Facies cooley adalah ciri khas thalasemia mayor, yakni batang hidung masuk ke dalam dan tulang pipi menonjol akibat sumsum tulang yang bekerja terlalu keras untuk mengatasi kekurangan hemoglobin.

17

Page 18: Blok Hematologi Skenario 2 (2015-2016)

- Gejala lain yang tampak ialah : anak lemah, pucat, perkembangan fisik tidak sesuai umur, berat badan kurang, perut membuncit. Jika pasien tidak sering mendapat transfusi darah kulit menjadi kelabu serupa dengan besi akibat penimbunan besi dalam jaringan kulit.

b. Thalasemia intermediaKeadaan klinisnya lebih baik dan gejala lebih ringan dari pada Thalasemia mayor, anemia sedang (hemoglobin 7 – 10,0 g/dl). Gejala deformitas tulang, hepatomegali dan splenomegali, eritropoesis ekstra medular dan gambaran kelebihan beban besi nampak pada masa dewasa.

c. Thalasemia minor atau trait ( pembawa sifat)Umumnya tidak dijumpai gejala klinis yang khas, ditandai oleh anemia mikrositik, bentuk heterozigot tetapi tanpa anemia atau anemia ringan.

2. Thalassemia-αa. Hydrops Fetalis dengan Hb Bart’s

Hydrops fetalis dengan edema permagna, hepatosplenomegali, asites, serta kardiomegali. Kadar Hb 6-8 gr/dL, eritrosit hipokromik dan berinti. Sering disertai toksemia gravidarum, perdarahan postpartum, hipertrofi plasenta yang dapat membahayakan sang ibu.

b. HbH diseaseGejalanya adalah anemia hemolitik ringan-sedang, Hb 7-10 gr%, splenomegali, sumsum tulang hiperplasia eritroid, retardasi mental dapat terjadi bila lokus yang dekat dengan cluster gen-α pada kromosom 16 bermutasi/ co-delesi dengan cluster gen-α. Krisis hemolitik juga dapat terjadi bila penderita mengalami infeksi, hamil, atau terpapar dengan obat-obatan oksidatif.

c. Thalassemia α Trait/ MinorAnemia ringan dengan penambahan jumlah eritrosit yang mikrositik hipokrom.

d. Sindrom Silent Carrier Thalassemia

18

Page 19: Blok Hematologi Skenario 2 (2015-2016)

Normal, tidak ditemukan kelainan hematologis, harus dilakukan studi DNA/ gen.

LO.2.7. Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis thalasemia diperlukan langkah sebagai berikut, seperti yang digambarkan pada alogaritma dibawah ini

Riwayat penderita dan keluarga sangat penting dalam mendiagnosis thalasemia, karena pada populasi dengan ras dan etnik tertentu terdapat frekuensi yang tinggi jenis gen abnormal thalasemia yang spesifik. Pemeriksaan fisik mengarahkan ke diagnosis thalasemia, bila dijumpai gejala dan tanda pucat yang menunjukan anemia, ikterus yang menunjukan hemolitik, splenomegali yang menunjukan adanya penumpukan (pooling) sel abnormal, dan deformitas skeletal, terutama pada thalasemia-β, yang menunjukan ekspansi sumsum tulang, pada thalasemia mayor.

Penderita sindrom thalasemia umumnya menunjukan anemia mikrositik hipokrom. Kadar hemoglobin dan hematokrit menurun, tetapi hitung jenis eritrosit biasanya secara disproporsi relatif tinggi terhadap derajat anemia, yang menyebabkan MCV yang sangat rendah.

19

Riwayat penyakit(ras, riwayat keluarga, usia awal penyakit, pertumbuhan)

Pemeriksaan fisik(pucat, ikterus, splenomegali, deformitas skeletal, pigmentasi)

Laboratorium darah dan sediaan apus(hemoglobin, MCV, MCH, retikulosit, jumlah eritrosit, gambaran darah

tepi/termasuk badan inklusi dalam eritrosit darah tepi atau sumsum tulang, dan presipitasi HbH)

Elektroforesis hemoglobin(Adanya Hb abnormal, termasuk analisis pada Ph 6-7 untuk HbH dan H

Barts

Penentuan HbA2 dan HbF(untuk memastikan thalassemia β)

Distribusi HbF intraseluler

Analisis strukturalHb varian (Misal Hb

Lepore)

Sintesis rantai globin

Page 20: Blok Hematologi Skenario 2 (2015-2016)

MCHC biasanya edikit menurun. Pada thalasemia mayor yang tidak diobati, relative distribution width (RDW) meningkat karena anisositosis yang nyata. Namun pada thalasemia minor RDW biasanya normal, hal ini membedakannya dengan anemia defisiensi besi. Pada pewarnaan Wright eritrosit khas mikrositik dan hipokrom, kecuali pada fenotip pembawa sifat tersembunyi. Pada thalasemia β-heterozigot dan HBH disease, eritrosit mikrositik dengan poikilositosis ringan sampai dengan menengah. Pada thalasemia α heterozigot terdapat mikrositik dan hipokrom ringan, tetapi kurang poikilositosis. Pada thalasemia β homozigot dan heterozigot berganda , dapat ditemukan poikilostopsis yang ekstrim, termasuk sel target dan eliptosit, dan juga polikromasia, basophilic stipping, dan nRBCs. Hitung retikulosit meningkat, menunjukan sumsum tulang merespon proses hemolitik. Pada HBH disease, hitung retikulosit dapat mencapai 10%. Pada thalasemia β homozigot hitung retikulosit kurang lebih 5%; hal ini secara tidak proporsional relatif rendah terhadap derajat anemia. Penyebabnya paling mungkin akibat eritropoiesis infektif.

Sumsum tulang penderita thalassemia β yang tidak diobati menunjukan hiperselularitas yang nyata dengan hiperplasia eritroid yang ekstrim. Hemopoiesis ekstramedula terlihat menonjol. Namun HbH disease kurang menunjukan hiperplasia eritroid. Sementara itu thalassemia heterozigot hanya menunjukan hiperplasia eritroid ringan.

Eritrosit thalassemia yang mikrositik hipokrom memiliki fragilitas osmotik yang menurun. Hal ini digunakan sebagai dasar dari variasi one-tube tes fragilitasosmotik sebagai uji tapis pembawa sifat thalassemia pada populasi dimana thalassemia sering dijumpai. Namun, tes ini tidak dapat membedakannya dengan anemia defisiensi besi, karena pada anemia defisiensi besi ditemukan fragilitas osmotik yang menurun.

Pada thalassemia α-minor (trait), HbH disease, dan thalassemia-α pembawa sifat tersembuyi (silent) tes pewarnaan brilliant chresyl blue untuk HbH inclusion dapat digunaka untuk merangsang presipitasi HbH yang secara intrinsik tidak stabil. HbH inclusions mempunyai ciri khas berupa materi (bodies) yang kecil, multipel, berbentuk iregular, berwarna biru kehjauan, yang mirip bola golf atau buah raspberry. Materi ini biasanya merata dalam eritrosit. Pada HbH disease, hampir seluruh eritrosit mengandung inclusions, sedangkan pada thalassemia α minor hanya sedikit eritrosit yang mengandung inclusions, sementara itu pada thalassemia α pembawa sifat tersembunyi inclusions ini jarang sekali ditemukan. Inclusions ini berbeda dengan Henz bodies, dimana materi ini menunjukan ukuran yang lebih besar, jumlahnya sedikit, dans ering letaknya ekstrinsik disepanjang membran eritrosit. Bila tidak ditemukan HbH inclosions tidak berarti menghilangkan kemungkinan diagnosis thalassemia-α minor atau pembawa sifat tersembunyi. Untuk itu diperlukan metode pemeriksaan khusus.

Elektroforesis dengan selulosa asetat pada pH basa penting untuk menapis diagnosis hemoglobin H, Bart’s, Constrant Spring, Lepore, dan variasi lainnya. HbH dan Bart’s cepat bergerak pada selulosa asetat pada ph basa tetapi pada pH asam hanya mereka merupakan hemooglobin yang bermigrasi anodally. Peningkatan HbA2 dengan elektrofosesis hemoglobin dapat dilakukan pada uji tapis thalassemia-β minor, yang diukur dengan menggunakan mikrohematografi, nilai HbA2 Peningkatan HbF yang ditamukan ada thalassemia-δβ, HPFH dan varian thalassemia-β lainnya dapat dideteksi dengan juga dengan elektroforesis.

Prosedur khusus lainnya seperti tes rantai globin dan analisis DNA dikerjakan untuk mengidentifikasi genotip spesifik. Uji ini dapat dilakukan untuk tujuan penelitian, untuk membedakan thalassemia-α carrier dari thalassemia αβ carrier, untuk mengidentifikasi gen pembawa sifat tersembunyi atau melihat pola pewarisan keluarga dengan gen yang banyak. Harus ditentukan apakah keuntungan uji lengkap ini melebihi biayanya.

20

Page 21: Blok Hematologi Skenario 2 (2015-2016)

LO.2.8. Diagnosis Banding

Anemia defisiensi

besi

Anemia akibat

penyakit kronik

Thalassemia Anemia sideroblastik

MCV Menurun Menurun/N Menurun Menurun/NMCH Menurun Menurun/N Menurun Menurun/N

Besi serum Menurun Menurun Normal NormalTIBC Meningkat Menurun Normal/meningkat Normal/meningkat

Saturasi Menurun Menurun/N meningkat MeningkatTransferin <15% 10-20% >20% >20%

Besi sumsum tulang

Negative Positif Positif kuat Positif dgn ring sideroblast

Protoporfirin Meningkat Meningkat Normal NormalFeritin Menurun Normal Meningkat MeningkatSerum <20mikro

g/dl20-200

mikro g/dl>50mikro g/dl >50 mikro g/dl

Elektrofoesis N N Hb A2 NHb meningkat

21

Page 22: Blok Hematologi Skenario 2 (2015-2016)

LO.2.9. Tatalaksana

1. Medikamentosaa) Pemberian iron chelating agent (desferoxamine): diberikan setelah kadar ferritin serum

sudah mencapai 1000 mg/L atau saturasi transferrin lebih dari 50% atau sekitar 10-20 kali transfusi darah. Pemberian obat desferoxamine dengan dosis 25-50 mg/kg BB / hari subkutan melalui pompa infus dalam waktu 8-12 jam dengan minimal 5 hari berturut-turut setiap selesai transfusi darah.

b) Vit C dengan dosis 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi untuk meningkatkan ekskresi besi

c) Vit B12 dan Asam folat 2-5 mg/hari untuk meningkatkan efektivitas fungsional eritropoesis

d) Vit E dengan dosis 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang umur sel darah merah.

2. Bedah

Splenektomi dengan indikasi:a) Limpa yang terlalu besar sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan

peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya rupture.b) Hiperspelinsme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfuse darah atau kebutuhan

suspense eritrosit melebihi 250 mL/kg BB dalam setahun.c) Transplantasi sumsum tulang telah memberi harapan bagi penderita thalassemia namun

memilik kendala karena hanya sejumlah kecil orang yang dapat menemukan pasangan yang baik antara pendonor dengan resipiennya serta donor harus dalam keadaan sehat.

3. Suportif a. Transfusi darah

Melalui transfuse eritrosit, terapi ini merupakan terapi utama bagi orang-orang yang menderita thalassemia sedang ataupun berat. Khusus untuk penderita thalassemia β intermedia, transfuse darah hanya dilakukan sesekali saja, tidak secara rutin. Sedangkan untuk thalassemia mayor (Cooley’s anemia) harus dilakukan secara teratur (2 atau 4 pekan sekali). Pemberian darah dalam bentuk packed red cell adalah 3mL/kg BB setiap kenaikan Hb 1g/dL.

LO.2.10. Pencegahan

Edukasi Masyarakat diberi pengetahuan tentang penyakit genetic yang diturunkan, terutama thalassemia dengan frekuensi kariernya yang cukup tinggi di masyarakat. Begitu juga pengetahuan tentang gejala awal thalassemia.

Skrining KarierSkrining thalassemia bertujuan menjaring individu karier thalassemia pada suatu populasi, idealnya dilakukan kepada masyarakat yang belum memiliki anak. Skrining ini bertujuan mengidentifikasi individu dengan pasangan karier dan menginformasikan kemungkinan

22

Page 23: Blok Hematologi Skenario 2 (2015-2016)

memiliki keturunan dengan thalassemia dan pilihan yang dapat dilakukan untuj menghindarinya. Target utama skrining adalah penemuan β, α, δ thalassemia, serta Hb S, C, D, E. skrining dapat dilakukan di sekolah, klinik dokter keluarga, klinik keluarga berencana, klinik saat bayi lahir. Bila ada individu yang teridentifikasi sebagai karier, maka skrining pada anggota lain dapat dilakukan. Skrining silsilah genetic khususnya efektif pada daerah yang sering terjadi pernikahan antarkerabat. Metode pemeriksaan thalassemia yang definitive dan akurat meliputi pemeriksaan kualitatif HbA2, HbF, rasio sintesis rantai globin dan analisis DNA untuk mengetahui mutase spesifik. Pasien thalassemia selalu mengalami anemia hipokrom (MCH <26 pg) dan mikrositik (MCV <75 fL). Kemungkinan anemia mikrositik akibat defisiensi besi harus disingkirkan melalui pemeriksaan porfirin bebas eritrosit, ferritin serum atau kadar besi serum dengan total iron-binding capacity (TIBC).

Konseling GenetikaPrinsip dalam konseling adalah bahwa setiap individu atau pasangan memiliki hak otonomi untuk menentukan pilihan, hak mendapat informasi akurat secara utuh, dan kerahasiaan mereka terjamin penuh.

Diagnosis PranatalDiagnosis prenatal meliputi skrining karier thalassemia saat kunjungan prenatal pada wanita hamil, yang dilanjutkan skrining karier pada suaminya bila wanita hamil tersebut teridentifikasi karier. Bila keduanya karier, maka ditawarkan diagnosis prenatal pada janin serta pengakhiran kehamilan bila ada risiko gen thalassemia homozigot. Saat ini, program diagnosis prenatal hanya ditujukan pada thalassemia β+ dan β0nyang tergantung transfusi dan sindroma Hb Bart’s hydrops.Diagnosis prenatal dapat dilakukan antar usia 8-18 pekan kehamilan.

LO.2.11. Komplikasi

Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Tranfusi darah yang berulang ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah sangat tinggi, sehingga di timbun dalam berbagai jarigan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung dan lain lain. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi alat tersebut (hemokromatosis). Limpa yang besar mudah ruptur akibat trauma ringan. Kadang kadang thalasemia disertai tanda hiperspleenisme seperti leukopenia dan trompositopenia. Kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung.

Hepatitis pasca transfusi biasa dijumpai, apalagi bila darah transfusi telah diperiksaterlebih dahulu terhadap HBsAg. Hemosiderosis mengakibatkan sirosis hepatis, diabetes melitus dan jantung. Pigmentasi kulit meningkat apabila ada hemosiderosis, karena peningkatan deposisi melanin. Perawatan yang ada sekarang yaitu hanya dengan membantu penderita thalassemia berat untuk hidup lebih lama lagi. Akibatnya, orang-orang ini harus menghadapi komplikasi dari gangguan yang terjadi dari waktu ke waktu.

Jantung dan Liver Disease

Transfusi darah adalah perawatan standar untuk penderita thalassemia. Sebagai hasilnya, kandungan zat besi meningkat di dalam darah. Hal ini dapat merusak organ dan jaringan,

23

Page 24: Blok Hematologi Skenario 2 (2015-2016)

terutama jantung dan hati. Penyakit jantung yang disebabkan oleh zat besi yang berlebihan adalah penyebab utama kematian pada orang penderita thalassemia. Penyakit jantung termasuk gagal jantung, aritmis denyut jantung, dan terlebih lagi serangan jantung.

Infeksi

Di antara orang-orang penderita thalassemia, infeksi adalah penyebab utama penyakit dan kedua paling umum penyebab kematian. Orang-orang yang limpanya telah diangkat berada pada risiko yang lebih tinggi, karena mereka tidak lagi memiliki organ yang memerangi infeksi.

Osteoporosis

Banyak penderita thalassemia memiliki tulang yang bermasalah, termasuk osteoporosis. Ini adalah suatu kondisi di mana tulang menjadi sangat lemah, rapuh dan mudah patahKomplikasi lain :

ThalasemiaβHemosiderosis bisa menyebabkan gangguan fungsi organan taralain:

Kegagalan hati Gagal jantung DM, Hipotiroid,Hipertiroid

Infeksi berulang misalnya pneumonia

Thalasemiaβ intermedia Perubahan tulang Osteoporosis progresif sampai fraktur spontan Luka dikaki Defisiensi folat Hipersplenisme Anemiaprogresif Hemosiderosis

LO.2.12. Prognosis

Tanpa terapi penderita akan meninggal pada dekade pertama kehidupan, pada umur, 2-6 tahun, dan selama hidupnya mengalami kondisi kesehatan buruk. Dengan tranfusi saja penderita dapat mencapai dekade ke dua, sekitar 17 tahun, tetapi akan meninggal karena hemosiderosis, sedangkan dengan tranfusi dan iron chelating agent penderita dapat mencapai usia dewasa meskipun kematangan fungsi reproduksi tetap terlambat.

Pasien yang tidak memperoleh transfusi darah adekuat, akan sangat buruk. Tanpa transfusi sama sekali mereka akan meninggal pada usia 2 tahun, bila dipertahankan pada Hb rendah selama masih kecil. Mereka bisa meninggal dengan infeksi berulang-ulang bila berhasil mencapai pubertas mereka akan mengalami komplikasi akibat penimbunan besi, sama dengan pasien yang cukup mendapat transfusi tapi kurang mendapat terapi khelasi.

24

Page 25: Blok Hematologi Skenario 2 (2015-2016)

DAFTAR PUSTAKA

Bakta, I Made. 2007. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC.

Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi. (2007). Farmakologi dan Terapi ed 5. Jakarta : FKUI

Hoffbrand, A., Pettit, J., & Moss, P. (2011). Kapita Selekta Hematologi (6 ed.). Jakarta: EGC.

Waterbury,L. (1998). Buku saku hematologi. Jakarta : EGC

25

Page 26: Blok Hematologi Skenario 2 (2015-2016)

26


Top Related