Download - bioetanol 2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sejak lima tahun terakhir Indonesia mengalami penurunan
produksi minyak nasional yang disebabkan menurunnya secara alamiah
(natural decline) cadangan minyak pada sumur-sumur yang berproduksi.
Di lain pihak, pertambahan jumlah penduduk telah meningkatkan
kebutuhan sarana transportasi dan aktivitas industri yang berakibat pada
peningkatan kebutuhan dan konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM). Untuk
memenuhi kebutuhan BBM tersebut, pemerintah mengimpor sebagian
BBM. Menurut Ditjen Migas, impor BBM terus mengalami peningkatan
yang cukup signifikan dari 106,9 juta barrel pada 2002 menjadi 116,2 juta
barrel pada 2003 dan 154,4 juta barrel pada 2004. Dilihat dari jenis BBM
yang diimpor, minyak solar (ADO) merupakan volume impor terbesar
setiap tahunnya. Pada 2002, impor BBM jenis ini mencapai 60,6 juta
barrel atau 56,7 % dari total, kemudian meningkat menjadi 61,1 juta barrel
pada 2003 dan 77,6 juta barrel pada 2004.
Kenaikan harga minyak dunia yang mulai menghawatirkan sejak
Juni 2007 berdampak langsung terhadap hidup keseharian masyarakat. Hal
ini dikarenakan sebagian masyarakat di Indonesia pada umumnya
menggunakan bahan baku minyak untuk keperluan rumah tangga maupun
untuk keperluan ekonomi mikro. Terlebih lagi kebutuhan BBM tidak
semata hanya dibutuhkan oleh rumah tangga, kegiatan mikro tetapi untuk
kalangan produksi besar pun masih menggunakan BBM sebagai bahan
bakar mesin.
Akibat dari kenaikan harga minyak dunia mengakibatkan biaya
hidup masyarakat meningkat terus sementara daya beli masyarakat
Pengaruh Bioetanol terhadap BBM dan Lingkungan di Indonesia 1
semakin rendah yang pada akhirnya meresahkan kesejahteraan rakyat.
Belum lagi, ditambah kondisi Indonesia yang pemerintahnya telah
mengalihkan pemakaian minyak tanah menjadi gas elpiji. Padahal gas
elpiji dapat menambah polusi udara serta tidak dapat dijamin keselamatan
pemakai belum lagi masalah kelangkaan gas. Karena hal tersebut
masyarakat Indonesia pun melirik “Bioetanol” sebagai solusinya, selain
lebih hemat, mudah didapat, ramah lingkungan dan tidak berpengaruh
buruk terhadap kesehatan manusia.
1.2 Batasan Masalah
Penulisan karya ilmiah ini membahas seputar bioetanol dengan
berbagai bahan dasar yang mudah di dapatkan dengan proses yang
sederhana. Dampak dan pengaruh penggunaan bioetanol terhadap BBM
dan lingkungan yang ada di Indonesia.
1.3 Rumusan Masalah
Hal – hal yang akan dibahas dalam karya tulis antara lain :
Apakah yang dimaksud dengan bioetanol ?
Apa saja bahan yang dapat digunakan sebagai bioetanol ?
Apa yang menjadi faktor dikembangkannya bioetanol ?
Apa saja jenis bioetanol ?
Apakah dampak dan pengaruh bioetanol terhadap BBM ?
Apakah dampak dan pengaruh bioetanol terhadap
lingkungan ?
1.4 Manfaat dan Tujuan
Manfaat dan tujuan penulisan pada karya tulis ini sebagai berikut :
Pengaruh Bioetanol terhadap BBM dan Lingkungan di Indonesia 2
1. Menambah wawasan dan pengetahuan tentang Bioetanol bagi
pembaca dari segala lapisan masyarakat.
2. Mengenalkan bioetanol kepada masyarakat luas dan
memasyarakatkannya.
3. Meningkatkan rasa syukur atas kekayaan alam yang begitu
melimpah kepada Tuhan Yang Maha Esa terutama wilayah yang
ada di Indonesia.
4. Memacu semangat inovatif, kreatif dan semangat untuk menjadi
lebih baik dalam pengembangan teknologi.
5. Memberikan informasi kepada masyarakat di Indonesia bahwa ubi
kayu, sorgum, nira nipah, singkong, tebu dapat dimanfaatkan
menjadi bioetanol sebagai bahan bakar alternatif pengganti
premium.
6. Memberikan informasi dan gambaran mengenai prospek
pengembangan bioetanol.
7. Memberikan gambaran mengenai peluang usaha bioetanol.
8. Mengetahui cara mengolah ubi kayu menjadi bioetanol.
9. Mengetahui prospek pengembangan bioetano bioetanol.
10. Mengetahui potensi pengembangan bioetanol di Indonesia.
Pengaruh Bioetanol terhadap BBM dan Lingkungan di Indonesia 3
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Bensin
Bensin adalah salah satu jenis bahan bakar minyak yang dimaksudkan
untuk kendaraan bermotor. Bensin tersedia atas tiga jenis yaitu premium,
pertamax, dan pertamax plus. Ketiganya mempunyai mutu yang berbeda.
Mutu bahan bakar bensin dikaitkan dengan jumlah ketukan (knocking) yang
ditimbulkannya dan dinyatakan dengan nilai oktan. Makin sedikit ketukan
makin baik mutu bensin, makintinggi nilai oktannya.
Untuk menentukan nilai oktan, ditetapkan dua jenis senyawa sebagai
pembanding yaitu “isooktana”dan n-heptana. Isooktana menghasilkan
ketukan paling sedikit, diberi nilai oktan 100, sedangkan n-heptana
menghasilkan ketukan paling banyak, diberi nilai oktan 0 (nol). Suatu
campuran yang terdiri dari 80% iso oktana dan 20% n-heptana mempunyai
nilai oktan sebesar (80/100 x 100) + (20/100 x 0) = 80.Secara umum, alkana
rantai bercabang mempunyai nilai oktan lebih tinggi dari pada isomer rantai
lurusnya.
Pertamax hanya terdiri atas senyawa isooktana dan n-heptana,
melainkan mutunya atau jumlah ketukan yang dibutuhkan setara dengan
campuran isooktana dan n-heptana. Premium mempunyai nilai oktan 88 dan
pertamax plus mempunyai nilai oktan 95. Nilai oktan bensin harus dinaikan
sebelum dapat digunakan sebagai bahan bakar kendaraan. Hal ini dapat
dilakukan dengan reforming atau menambahkan zat anti ketukan. Reforming
adalah suatu proses untuk mengubah alkana rantai lurus menjadi rantai
bercabang, dengan demikian akan menaikan nilai oktan.
Pengaruh Bioetanol terhadap BBM dan Lingkungan di Indonesia 4
Salah satu zat anti ketukan yang hingga kini masih digunakan dinegara
kita adalah Tetraethyl Lead (TEL). Zat ini dapat menaikan nilai oktan 15 poin,
tetapi dapat menghasilkan timbal hitam bersama asap kendaraan yang akan
menempel pada komponen mesin. Untuk mencegah supaya timbal hitam
tersebut tidak menempel pada komponen mesin dicampurkan pula etilen
bromida, C2H4Br2. Tetapi hal ini justru menghasilkan timbal bromida yang
keluar bersama asap kendaraan, yang mana senyawa ini sangat beracun yang
dapat merusak otak. Dan pada akhirnya senyawa etilen bromida sekarang
diganti menjadi methyl tertiary buthyl ether (MTBE)
2.1.2 Minyak Bumi
Minyak bumi (petroleum, dari petrus – karang dan oleum – minyak),
dijuluki juga sebagai emas hitam, adalah cairan kental, coklat gelap, atau
kehijauan yang mudah terbakar, yang berada di lapisan atas dari beberapa area
di kerak Bumi. Minyak bumi terdiri dari campuran kompleks dari berbagai
hidrokarbon, sebagian besar seri alkana, tetapi bervariasi dalam penampilan,
komposisi, dan kemurniannya.
Komponen kimia dari minyak bumi dipisahkan oleh proses distilasi, yang
kemudian, setelah diolah lagi, menjadi minyak tanah, bensin, lilin, aspal, dan
lain - lain. Minyak bumi terdiri dari hidrokarbon, senyawaan hidrogen dan
karbon. Empat alkana teringan- CH4 (metana), C2H6 (etana), C3H8 (propana),
dan C4H10 (butana) - semuanya adalah gas yang mendidih pada -161.6°C, -
88.6°C, -42°C, dan -0.5°C, berturut-turut (-258.9°, -127.5°, -43.6°, dan +31.1°
F).
Rantai dalam wilayah C5-7 semuanya ringan, dan mudah menguap, nafta
jernih. Senyawaan tersebut digunakan sebagai pelarut, cairan pencuci kering
(dry clean), dan produk cepat-kering lainnya. Rantai dari C6H14 sampai C12H26
dicampur bersama dan digunakan untuk bensin. Minyak tanah terbuat dari
rantai di wilayah C10
Pengaruh Bioetanol terhadap BBM dan Lingkungan di Indonesia 5
Minyak pelumas dan gemuk setengah-padat (termasuk Vaseline®)
berada di antara C16 sampai ke C20. Rantai di atas C20 berwujud padat, dimulai
dari "lilin, kemudian tar, dan bitumen aspal. Titik pendidihan dalam tekanan
atmosfer fraksi distilasi dalam derajat Celcius:
minyak eter: 40 - 70 °C (digunakan sebagai pelarut)
minyak ringan: 60 - 100 °C (bahan bakar mobil)
minyak berat: 100 - 150 °C (bahan bakar mobil)
minyak tanah ringan: 120 - 150 °C (pelarut dan bahan bakar untuk
rumah tangga)
kerosene: 150 - 300 °C (bahan bakar mesin jet)
minyak gas: 250 - 350 °C (minyak diesel/pemanas)
minyak pelumas: > 300 °C (minyak mesin)
sisanya: tar, aspal, bahan bakar residu
Beberapa ilmuwan menyatakan bahwa minyak adalah zat abiotik,
yang berarti zat ini tidak berasal dari fosil tetapi berasal dari zat anorganik
yang dihasilkan secara alami dalam perut bumi. Namun, pandangan ini
diragukan dalam lingkungan ilmiah.
2.1.3 Bioetanol dipandang dari berbagai bidang
Bioetanol merupakan suatu teknologi yang menggunakan bahan
baku nabati terutama amilum sebagai penghasil BBM. Bioetanol dapat dibuat
dari singkong, nira nipah, ubi, jagung, tebu dan sebagainya yang merupakan
BBM yang ramah lingkungan dan aman untuk kesehatan. Penggunaan
Bioetanol berdampak terhadap beberapa bidang selain lingkungan dan
kesehatan juga mempengaruhi bidang ekonomi, politik, pendidikan, sosial dan
budaya.
Pengaruh Bioetanol terhadap BBM dan Lingkungan di Indonesia 6
Di bidang ekonomi, bioetanol dapat menghasilkan lapangan kerja
baru. Dimana prospek usaha ini sangat menjanjikan karena setiap tahun
pemakaian bioetanol semakin bertambah, walaupun awalnya sangat sulit
untuk ditawarkan kepada konsumen. Hal ini disebabkan karena bioetanol
belum begitu dikenal masyarakat terutama masyarakat kota yang memiliki
kesejahteraan tinggi atau kalangan atas. Bioetanol merupakan usaha yang
dapat dipelajari oleh semua orang karena bahan bakunya relatif murah dan
mudah didapatkan. Selain itu bioetanol merupakan solusi terbaik atas segala
kenaikan harga BBM maupun kelangkaan minyak atau gas. Sebab, bioetanol
merupakan BBM yang dapat diperbaharui.
Di bidang politik, bioetanol bisa menjadi suaru strategi negara dalam
menghadapi krisis harga minyak. Persaingan untuk merebut wilayah penghasil
minyak pun berkurang karena setiap negara dapat menghasilkan BBM sendiri
daripada harus impor dari luar. Selain harga dan pajak yang tinggi juga tingkat
keamanan serta kemurniaan BBM tersebut tidak dapat dijamin. Negara yang
bisa mengembangkan bioetanol bisa menjadi pusat BBM yang akan menjadi
negara terkuat. Tentu saja pengembangan bioetanol tidak terlepas dari bidang
pendidikan. Dimana SDM dituntut menjadi lebih kreatif, inovatif dan selektif
dalam menghadapi suatu masalah. Bioetanol diyakini oleh masyarakat bahwa
lebih aman dan menguntungkan dari segala bidang.
2.2 Kerangka Pemikiran
Bioetanol dapat dihasilkan dari segala jenis nabati yang mengandung
amilum dengan kadar yang tinggi. Bahan – bahan yang digunakan pun alami
sehingga tidak menghasilkan polusi udara pada saat digunakan pada
kendaraan maupun sebagai bahan bakar rumah tangga. Pemakaian bioetanol
lebih efisien dan hemat, bukan hanya dari harga tetapi jarak yang ditempuh
kendaraan bioetanol lebih jauh dan pada saat memasak bioetanol yang
diperlukan hanya sedikit dan menghasilkan api biru.
Pengaruh Bioetanol terhadap BBM dan Lingkungan di Indonesia 7
2.3 Hipotesis
Kesimpulan sementara kelompok kami hanya bahan dasar yang
mengandung karbohidrat tinggi saja yang dapat menghasilkan bioetanol
karena hasil pembakarannya sempurna.
Pengaruh Bioetanol terhadap BBM dan Lingkungan di Indonesia 8
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian
Hari dan Tanggal : Jumat, 27 Februari 2009
Lokasi Penelitian : Laboratorium Biologi, SMA Yadika 2
3.2 Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan bersifat konvensional atau secara sederhana.
3.3 Bahan dan Alat yang Penelitian
Bahan yang dibutuhkan :
Singkong 125 kg
Cendawan Aspergillus 10% dari jumlah singkong
Cendawan Saccharomyces 10% dari jumlah singkong
Zeolit atau pati
Alat yang digunakan :
Pisau
Panci dan baskom
Tangki Stainless stell
Tangki Fermentasi
Tangki Sakarifikasi
Selang atau pipa plastik
Pengaruh Bioetanol terhadap BBM dan Lingkungan di Indonesia 9
Saringan
Tangki penampung akhir
3.3 Metode Penulisan
Karya ilmiah ini ditulis dengan menggunakan metode deskriptif
kualitatif, yakni suatu metode yang menggambarkan suatu fenomena secara
sistematis, dengan hasil yang dinyatakan bukan dalam bentuk angka (non
statistik).
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam proses penulisan
karya tulis ilmiah ini adalah melalui studi literatur (literature reseach). Penulis
melakukan telaah pustaka yang berupa buku-buku teks, jurnal-jurnal ilmiah,
artikel-artikel di internet, dan sumber-sumber lain yang berkaitan dengan
rumusan masalah yang akan dibahas.
3.5 Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan pada penulisan karya tulis ini
adalah metode analisis deskriptif kualitatif, dimana analisa deskriptif kualitatif
merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengumpulkan, mengolah,
dan menyajikan data ke dalam bentuk penyajian yang sesuai.
3.6 Sistematika Penulisan
Penulisan karya ilmiah ini menggunakan sistematika sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan, Bab II Tinjauan Pustaka, Bab III Metodologi penulisan,
Bab IV Pembahasan, dan Bab V Penutup.
Pengaruh Bioetanol terhadap BBM dan Lingkungan di Indonesia 10
BAB IV
PENGOLAHAN DAN PEMBAHASAN
ANALISIS DATA
4.1 Pengolahan dan Hasil Penelitian
Berikut proses pengolahan pengubahan singkong menjadi bioetanol
secara konvensional atau sederhana dimana dilakukan dalam proses rumahan,
langkah – langkah pengolahan sebagai berikut :
1. Kupas 125 kg singkong segar, semua jenis dapat dimanfaatkan. Bersihkan
dan cacah berukuran kecil-kecil.
2. Keringkan singkong yang telah dicacah hingga kadar air maksimal 16 %.
Persis singkong yang dikerangkan menjadi gaplek. Tujuannya agar lebih awet
sehingga produsen dapat menyimpan sebagai cadangan bahan baku.
3. Masukkan 25 kg gaplek ke dalam tangki stainless sieel berkapasitas 120
liter, lalu tambahkan air hingga mencapai volume 100 liter. Panaskan gaplek
hingga 100oC selama 0,5 jam. Aduk rebusan gaplek sampai menjadi bubur
dan mengental.
4. Dinginkan bubur gaplek, lalu masukkan ke dalam tangki sakarifikasi.
Sakarifikasi adalah proses penguraian pati menjadi glukosa.
5. Setelah dingin, masukkan cendawan Saccharomyces cerevisiae yang akan
memecah pati menjadi glukosa. Untuk menguraikan 100 liter bubur pati
Pengaruh Bioetanol terhadap BBM dan Lingkungan di Indonesia 11
singkong, perlu 10 liter larutan cendawan ini atau 10 % dari total bubur.
Konsentrasi cendawan mencapai 100-juta sel/ml. Sebelum digunakan,
Saccharomyces dicampurkan pada bubur gaplek yang telah dimasak tadi agar
sifat adaptif dengan sifat kimia bubur gaplek. Cendawan berkembang biak dan
bekerja mengurai pati.
6. Dua jam kemudian, bubur gaplek berubah menjadi 2 lapisan; air dan
endapan gula. Aduk kembali pati yang sudah menjadi gula, lalu masukkan
dalam tangki fermentasi. Namun sebelum difermentasi pastikan kadar gula
larutan pati maksimal 17 - 18 %. Itu adalah kadar gula maksimum yang
disukai bakteri Saccharomyces untuk hidup dan bekerja mengurai gula
mrnjadi alkohol. Jika kadar lebih tinggi, tambahkan air hingga mencapai kadar
yang diinginkan. Bila sebaliknya, tambahkan larutan gula pasir agar mencapai
kadar gula maksimum.
7. Tutup rapat tangki fermentasi untuk mencegah kontaminasi dan cendawan
bekerja lebih optimal. Fermentasi berlangsung aerob alias tidak membutuhkan
oksigen. Agar fermentasi optimal, jaga suhu pada 28o – 32o C dan pH 4,5 –
5,5.
8. Setelah 2 – 3 hari, larutan pati berubah menjadi 3 lapisan. Lapisan terbawah
berupa endapan protein. Di atasnya air dan etanol. Hasil fermentasi itu
mengandung 6 – 12 % etanol.
9. Sedot larutan etanol dengan selang plastik melalui kertas saring berukuran 1
mikron untuk menyaring endapan protein.
10. Meski telah disaring etanol masih bercampur air. Untuk memisahkannya
lakukan destilasi atau penyulingan.
11. Panaskan campuran air dan etanol pada suhu 78o C atau setara titik didih
Pengaruh Bioetanol terhadap BBM dan Lingkungan di Indonesia 12
etanol. Pada suhu itu etanol lebih dahulu menguap dan dialirkan melalui pipa
yang terendam air sehingga terkondensasi dan kembali menjadi etanol cair.
12. Hasil penyulingan berupa 95 % etanol dan tidak dapat larut dalam bensin.
Agar larut, diperlukan etanol berkadar 99 % atau disebut etanol kering. Oleh
sebab itu, perlu destilasi absorbent. Etanol itu dipanaskan 100o C. Pada suhu
itu, etanol dan air menguap. Kemudian uap tersebut disalurkan ke dalam pipa
yang dindingnya berlapis zeolit atau pati.
13. Zeolit akan menyerap kadar air tersisa hingga diperoleh etanol 99 % yang
siap dicampur dengan bensin. Sepuluh liter etanol 99 % membutuhkan 120 –
130 liter bir yang dihasilkan dari 25 kg gaplek.
4.2 Pembahasan
4.2.1 Bioetanol
Bioetanol merupakan bahan bakar dari minyak nabati yang memiliki
sifat menyerupai minyak premium. Untuk pengganti premium, terdapat
alternatif gasohol yang merupakan campuran antara bensin dan bioetanol.
Bioetanol tersebut bersumber dari karbohidrat yang potensial sebagai bahan
baku seperti jagung, ubi kayu, ubi jalar, sagu dan tebu. Adapun konversi
biomasa tanaman tersebut menjadi bioethanol adalah seperti pada tabel
dibawah ini.
Bioetanol bersifat multi-guna karena dicampur dengan bensin pada
komposisi berapapun memberikan dampak yang positif maupun tidak
dicampurkan dengan BBM yang lain. Pencampuran bioetanol absolut
sebanyak 10 % dengan bensin (90%), sering disebut Gasohol E-10. Gasohol
singkatan dari gasoline (bensin) plus alkohol (bioetanol). Etanol absolut
memiliki angka oktan (ON) 117, sedangkan Premium hanya 87-88. Gasohol
E-10 secara proporsional memiliki ON 92 atau setara Pertamax. Pada
komposisi ini bioetanol dikenal sebagai octan enhancer (aditif) yang paling
Pengaruh Bioetanol terhadap BBM dan Lingkungan di Indonesia 13
ramah lingkungan dan di negara- negara maju telah menggeser penggunaan
Tetra Ethyl Lead (TEL) maupun Methyl Tertiary Buthyl Ether (MTBE).
Bioetanol (C2H5OH) adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari
sumber karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme.
Tabel Konversi biomasa menjadi bioetanol
Biomassa Jumlah
biomassa (kg)
Kandungan
gula (kg)
Jumlah hasil
bioetanol
(liter)
Biomassa :
Bioetanol
Ubi Kayu 1.000 250-300 166,6 6,5 : 1
Ubi Jalar 1.000 150-200 125 8 : 1
Jagung 1.000 600-700 400 2,5 : 1
Sagu 1.000 120-160 90 12:1
Tetes 1.000 500 250 4:1
Sumber data : Balai Besar Teknologi Pati-BPPT,2006
Bioetanol dibuat dengan bahan baku bahan bergula seperti tebu, nira
aren, bahan berpati seperti jagung, nira nipah, sorgum, tebu dan ubi-ubian,
bahan berserat yang berupa limbah pertanian masih dalam taraf
pengembangan di negara maju. Gasohol adalah campuran antara bioetanol dan
bensin dengan porsi bioetanol sampai dengan 25% yang dapat langsung
digunakan pada mesin mobil, bensin tanpa perlu memodifikasi mesin. Hasil
pengujian kinerja mesin mobil bensin menggunakan gasohol menunjukkan
gasohol E-10 (10% bioetanol ) dan gasohol E-20 (20% bioetanol)
menunjukkan kinerja mesin yang lebih baik dari premium dan setara dengan
pertamax. Bahan campuran ini juga menghasilkan emisi karbon monoksida
dan total hidrokarbon yang lebih rendah dengan yang lainnya. Hal ini
disebabkan pembakaran karbonnya lebih sempurna dan tidak menghasilkan
asap yang mengebul atau asap hitam. Bioetanol tidak hanya berbentuk cair
tetapi ada juga jenis bioetanol berbentuk jelly atau bioetanol yang sudah di
padatkan untuk mempermudah pemakaian.
Pengaruh Bioetanol terhadap BBM dan Lingkungan di Indonesia 14
pemanfaatan biomassa sebagai sumber energi sangat potensial untuk
dikembangkan. Berikut ini adalah paparan ringkas tentang produksi bioetanol dari
bahan baku biomassa (bahan berselulosa) yang dikaitkan dengan produksi biofuel
yang lain serta sedikit pembahasan tentang bio/catalytic refineries dan
integrasinya dengan conventional refineries.
Hydrogen Production
Konversi biomassa menjadi hidrogen secara biologi dapat dilakukan dengan
proses photofermentation maupun darkfermentation. Perolehan hidrogen dengan
dark fermentation hanya mencapai 10-20% dari jumlah kandungan hidrogen
dalam bahan organik teoretik. Perolehan hidrogen bervariasi dari 0,52 mol/mol
heksosa yang diperoleh jika menggunakan subtrat molase dalam batch culture
Enterobacter aerogenes, hingga 2,3 mol/mol heksosa jika menggunakan glukosa
sebagai substrat dalam continuous culture Clostridium butyricum. Selain
perolehan yang rendah, permasalahan lain yang ada dalam produksi hidrogen
secara fermentasi adalah konsumsi hidrogen oleh organisme lain seperti
metanogenik sehingga substrat awal harus di sterilisasi terlebih dahulu dan
menggunakan inokulum yang dalam keadaan murni. Proses produksi hidrogen
yang berdiri sendiri dengan cara ini masih tidak laik untuk diaplikasikan saat ini.
Methane Production
Dalam ekosistem anaerobik degradasi biomassa (yang tak tersterilisasi) secara
normal dapat mengikuti jalur yang diilustrasikan pada Fig 1. Jika tidak ada
akseptor elektron anorganik seperti sulfat atau nitrat, metana menjadi produk
akhir proses karena semua senyawa intermediet dari bakteri fermentasi dapat di
degradasi menjadi metana, karbondioksida, dan air. Hampir 90% energi dalam
biomassa terkonversi menjadi produk akhir dan hanya 10% digunakan untuk
bakteri fermentasi. Dalam tahap akhir proses pembentukan metana, karbon (dalam
Pengaruh Bioetanol terhadap BBM dan Lingkungan di Indonesia 15
biomassa) hampir sepenuhnya diubah menjadi keadaan paling teroksidasi (CO2)
dan paling tereduksi (CH4). Hanya 4% energi digunakan unuk mikroorganisme
dan 86% energi terkandung dalam metana.
Dalam proses fermentasi metanogenik secara umum diperoleh perolehan metana
mendekati perolehan maksimum teoretik 3 mol CH4/mol glukosa.
Production Biofuels Using the Maxifuel Concept
Proses produksi hidrogen, metana, dan bioetanol dapat dilangsungkan secara
terintegrasi, seperti dalam Maxifuel concept (ilustrasi Fig 2). Konsep ini didesain
untuk produksi Etanol dari bahan lignoselulosa, untuk menghasilkan jumlah
biofuel yang maksimum per unit raw material dan memanfaatkan residu untuk
konversi lebih lanjut menjadi energi. Produk utama bioetanol digunakan untuk
bahan bakar transportasi dan penekanan proses ini untuk optimasi produksi etanol.
Produksi biofuel yang lain seperti metana, hidrogen, dan produk bernilai lain
seperti bahan bakar padat akan menambah nilai lebih pada proses. Proses ini juga
ramah lingkungan karena dilakukan recycle dan reuse aliran keluaran.
Pengembangan produksi etanol berbasis bahan lignoselulosa dapat diintegrasikan
lebih lanjut dalam produksi bioetanol konvensional dari bahan jagung, dimana
residu jagung dan fiber dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan produktivitas
20% seperti tertera pada ilustrasi Fig 3.
Pengaruh Bioetanol terhadap BBM dan Lingkungan di Indonesia 16
Lebih dari 19% bahan baku terpisahkan sebagai padatan, yang dapat
dimanfaatkan untuk proses pembakaran. Jika diinginkan, fraksi ini dapat
Pengaruh Bioetanol terhadap BBM dan Lingkungan di Indonesia 17
ditingkatkan, sebaliknya jika tidak diinginkan dapat diresirkulasi pada proses
pretreatment bersama dengan bahan baku. Neraca massa dari proses Maxifuel
dapat dilihat pada ilustrasi Fig 4. Pilot plant proses ini telah di buat di Technical
University of Denmark, DTU (ilustrasi Fig 5) dan konsep ini akan
didemonstrasikan pada tahun 2008.
Pengaruh Bioetanol terhadap BBM dan Lingkungan di Indonesia 18
Proses Maxifuel yang telah dipatenkan terdiri dari beberapa tahapan sebagai
berikut:
1. Pretreatment
Proses pretreatment dari bahan lignoselulosa lebih intensif dibandingkan
dengan bahan gula dan bahan berpati. Metode pretreatment bahan
lignoselulosa sekarang ini mengonsumsi 30-40% biaya total untuk
produksi bioetanol.
2. Hydrolysis
Hidrolisa keluaran tahap pretreatment direaksikan dengan enzim untuk
memecah selulosa dan hemiselulosa menjadi heksosa dan pentosa
sehingga dapat di fermentasi mejadi etanol. Harga enzim sangat mahal,
sehingga penelitian untuk mendapatkan enzim dengan aktivitas tinggi dan
harga murah adalah kunci untuk mengatasi hambatan ini. Adapun cara lain
untuk mereduksi biaya adalah dengan melakukan recycle loops untuk
mengumpan balik enzim dalam tangki hidrolisis enzimatik.
3. Fermentation of C6 sugars
Tahap hidrolisis dapat dioptimalkan dengan melakukan kombinasi
hidrolisis enzymatik bersamaan dengan proses fermentasi oleh ragi
(simultaneous saccharification and fermentation, SSF). Temperatur
optimum enzim yang lebih tinggi dari pada temperatur optimum ragi dapat
Pengaruh Bioetanol terhadap BBM dan Lingkungan di Indonesia 19
mengurangi keuntungan menggunakan proses SSF dibandingkan dengan
proses terpisah. Ragi roti Saccharomyces cerevisiae digunakan untuk
menghasilkan etanol, dan telah banyak digunakan dalam produksi skala
industrial. Produktivitas etanol yang besar serta toleran terhadap etanol
dan inhibitor lain dalam hidrolisa biomassa adalah alasan penting
digunakannya organisme ini, meskipun proses fermentasi xylose
organisme ini kurang.
4. Separation
Setelah fermentasi glukosa oleh ragi dalam konsep Maxifuel, lignin
dipisahkan dengan menggunakan filter, yang sangat mungkin didapatkan
lignin dengan berat kering yang tinggi untuk menghindari pembuangan
xylose dan etanol yang berada dalam fasa likuid.
5. Fermentation of C5 sugars
Gula residu dalam hidrolisat setelah proses fermentasi oleh ragi di
fermentasikan lagi menggunakan mikroorganisme termofilik,
Thermobacter BG1. Modifikasi genetik pada mikroorganisme ini dapat
menghasilkan 38,7 g/L atau 5,4% v/v etanol dalam sistem kontinu dari
hidrolisa bahan nondetoxified lignoselulosa. Temperatur pertumbuhan
pada 75oC memberi kemudahan untuk proses distilasi etanol dari reaktor.
Operasi pada kondisi termofilik dapat menurunkan pengaruh kontaminasi,
yang merupakan hambatan utama proses fermentasi pada kondisi
mesofilik. Selama proses fermentasi gula residu ini, 0,5 sampai 1,1 mol
hidrogen/mol substrat dihasilkan sebagai produk samping. Untuk optimasi
kelayakan, proses fermentasi termofilik bioetanol dilakukan dalam sistem
reaktor terimobilisasi. Imobilisasi organisme ini dalam up flow reactor
meningkatkan toleransi etanol, meningkatkan konversi substrat, dan
Pengaruh Bioetanol terhadap BBM dan Lingkungan di Indonesia 20
menurunkan sensitivitas ketidakseimbangan proses fermentasi
6. Anaerobic digestion of process water and recirculation
Efluen dari produksi bioetanol masih mengandung bahan organik yang
besar, kecuali karbohidrat. Anaerobik digestion telah lama digunakan
untuk mengolah limbah yang mengandung zat organik dalam konsentrasi
yang tinggi. Keuntungan proses ini antara lain menstabilkan aliran limbah,
efisiensi reduksi kandungan zat organik tinggi, dan produksi metana
sebagai bahan baku energi. Pendapatan dari produksi metana dapat
mengurangi biaya produksi bioetanol hingga mencapai 34%. Efluen dari
tahap fermentasi mengandung lignin berberat molekul rendah yang
dihasilkan selama proses fisik-kimia pada tahap pretreatment, yang berupa
senyawa aromatik. Senyawa aromatik ini secara umum sukar di degradasi
pada proses anaerob, dan jika digunakan kembali akan menginhibisi
proses fermentasi. Oleh karena itu, pencapaian dalam proses purifikasi
anaerobik yang dapat mendegradasi senyawa ini sangat penting dilakukan.
Bio/Catalytic Refineries
Perkembangan lanjut biorefineries dapat dilakukan dengan teknik hibrida
menggabungkan proses konversi biologi dengan proses hilir katalitik. Proses
dalam autothermal reformer dengan efisiensi tinggi dapat mengubah 1 mol etanol
menjadi 5 mol hidrogen. Jika digabungkan dengan proses biologi dimana 2 mol
etanol dihasilkan dari setiap molekul gula (glukosa) perolehan hidrogen dalam
dua tahap menjadi 83 % dari nilai maksimum teoretik, lebih besar jika
dibandingkan dengan proses fermentasi yang hanya mencapai 10-20%. Selain itu,
dihasilkan juga hidrogen dari proses fermentasi termofilik yang akan menambah
perolehan hidrogen pada keseluruhan proses mendekati nilai maksimal teoretik
yaitu 12 mol hidrogen/mol monosakarida.
Pengaruh Bioetanol terhadap BBM dan Lingkungan di Indonesia 21
Hidrogen dipandang sebagai salah satu energi masa depan. Pengenalan proses
hilir konversi katalitik biofuel memungkinkan digunakannya bahan bakar yang
tidak memerlukan perlakuan yang lebih kompleks (etanol untuk menghasilkan
hidrogen) untuk alat transportasi dengan menggabungkan teknologi fuel cell.
Integrated Conventional and Bio/Catalytic Refineries
Adanya perhatian dan perkembangan yang pesat pemanfaatan biomassa sebagai
bahan baku energi, tidak menutup kemungkinan bahan bakar minyak akan
terganti semua dalam kurun waktu 50 tahun. Integrasi antara conventional
refineries dengan bio/catalytic refineries akan menimbulkan kesinergian dalam
proses, ketersediaan bahan kimia, dan logistik. Beberapa aliran proses, limbah,
dan panas dari conventional refinery dapat dimanfaatkan dalam biorefinery
(ilustrasi Fig 6). Air pendingin dan beberapa aliran efluen dapat digunakan
sebagai air proses dalam biorefinery. Conventional refinery memiliki sejumlah
besar energi dengan temperatur rendah yang dapat ditukar dan dimanfaatkan
untuk energi proses dalam biorefinery. Produk biorefinery dapat digunakan
sebagai bahan baku untuk bermacam-macam proses dalam conventional refinery.
Sebagai contoh, etanol digunakan sebagai bahan campuran produk gasolin.
Hidrogen yang dihasilkan dari proses biologi dapat dimanfaatkan untuk proses
hidrogenasi dalam conventional refiery. Methane dari proses biorefinery dapat
digunakan untuk bahan bakar, dan dapat juga digunakan sebagai bahan baku
proses reformasi katalitik untuk menghasilkan hidrogen. Dapat juga digunakan
untuk menghasilkan gas sintesis (CO/H2), yang dapat dimanfaatkan dalam proses
gas to liquids atau produksi metanol. Adanya tahap proses katalitik antara kedua
refinery ini dapat meningkatkan keuntungan dua kali lipat , karena hidrokarbon
keluaran proses katalitik dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku proses refining
lebih lanjut pada coventional refinery.
Pengaruh Bioetanol terhadap BBM dan Lingkungan di Indonesia 22
Referensi: Bioscience and Technology, BioCentrum-DTU, Technical University
of Denmark.
4.2.2 Pati atau Amilum (Karbohidrat)
Pati atau amilum (CAS# 9005-25-8) adalah karbohidrat kompleks yang
tidak larut dalam air, berwujud bubuk putih, tawar dan tidak berbau. Pati
merupakan bahan utama yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk menyimpan
kelebihan glukosa (sebagai produk fotosintesis) dalam jangka panjang. Hewan
dan manusia juga menjadikan pati sebagai sumber energi yang penting.
Pati tersusun dari dua macam karbohidrat, amilosa dan amilopektin, dalam
komposisi yang berbeda-beda. Amilosa memberikan sifat keras (pera) sedangkan
amilopektin menyebabkan sifat lengket. Amilosa memberikan warna ungu pekat
pada tes iodin sedangkan amilopektin tidak bereaksi. Penjelasan untuk gejala ini
belum pernah bisa tuntas dijelaskan.
Pengaruh Bioetanol terhadap BBM dan Lingkungan di Indonesia 23
Dalam bahasa sehari-hari (bahkan kadang-kadang di khazanah ilmiah),
istilah “pati” kerap dicampuradukkan dengan “tepung” serta “kanji”. “Pati”
(bahasa Inggris starch) adalah penyusun (utama) tepung. Tepung bisa jadi tidak
murni hanya mengandung pati, karena ter-/dicampur dengan protein, pengawet,
dan sebagainya. Tepung beras mengandung pati beras, protein, vitamin, dan lain-
lain bahan yang terkandung pada butir beras. Orang bisa juga mendapatkan
tepung yang merupakan campuran dua atau lebih pati. Kata ‘tepung lebih
berkaitan dengan komoditas ekonomis. Kerancuan penyebutan pati dengan kanji
tampaknya terjadi karena penerjemahan. Kata ‘to starch’ dari bahasa Inggris
memang berarti ‘menganji’ (’memberi kanji’) dalam bahasa Melayu/Indonesia,
karena yang digunakan memang tepung kanji.
Pati digunakan sebagai bahan yang digunakan untuk memekatkan makanan
cair seperti sup dan sebagainya. Dalam industri, pati dipakai sebagai komponen
perekat, campuran kertas dan tekstil, dan pada industri kosmetika.
4.2.3 Pembuatan Ubi Kayu (Mannihot esculenta) dan Singkong menjadi bioetanol
Ubi kayu (Mannihot esculenta) termaasuk tumbuhan berbatang pohon lunak
atau getas (mudah patah). Ubi kayu berbatang bulat dan bergerigi yang terjadi dari
bekas pangkal tangkai daun, bagian tengahnya bergabus dan termasuk tumbuhan
yang tinggi. Ubi kayu bisa mencapai ketinggian 1-4 meter. Pemeliharaannya
mudah dan produktif. Ubi kayu dapat tumbuh subur di daerah yang berketinggian
1200 meter di atas permukaan air laut. Daun ubi kayu memiliki tangkai panjang
dan helaian daunnya menyerupai telapak tangan, dan tiap tangkai mempunyai
daun sekitar 3-8 lembar. Tangkai daun tersebut berwarna kuning, hijau atau
merah.
Ubi kayu dikenal dengan nama Cassava (Inggris), Kasapen, sampeu, kowi
dangdeur (Sunda); Ubi kayu, singkong, ketela pohon (Indonesia); Pohon, bodin,
ketela bodin, tela jendral, tela kaspo (Jawa).
Ubi kayu mempunyai komposisi kandungan kimia ( per 100 gram ) antara
lain : - Kalori 146 kal - Protein 1,2 gram - Lemak 0,3 gram - Hidrat arang 34,7
Pengaruh Bioetanol terhadap BBM dan Lingkungan di Indonesia 24
gram - Kalsium 33 mg - Fosfor 40 mg - Zat besi 0,7 mg Buah ubi kayu
mengandung ( per 100 gram ) : - Vitamin B1 0,06 mg - Vitamin C 30 mg - dan 75
% bagian buah dapat dimakan. Daun ubi kayu mengandung ( per 100 gram ) : -
Vitamin A 11000 SI - Vitamin C 275 mg - Vitamin B1 0,12 mg - Kalsium 165 mg
- Kalori 73 kal - Fosfor 54 mg - Protein 6,8 gram - Lemak 1,2 gram - Hidrat arang
13 gram - Zat besi 2 mg - dan 87 % bagian daun dapat dimakan. Kulit batang ubi
kayu mengandung tanin, enzim peroksidase, glikosida dan kalsium oksalat.
Secara taksonomi ubi kayu dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Kerajaan : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Malpighiales
Suku : Euphorbiaceae
Subsuku : Crotonoideae
Tribe : Manihoteae
Marga : Mannihot
Spesies : M. esculenta
Cara pembuatannya sebagai berikut :
125 kg singkong segar dikupas, semua jenis dapat dimanfaatkan.
Bersihkan dan cacah berukuran kecil-kecil. Singkong yang telah dicacah
dikeringkan hingga kadar air maksimal 16%. Persis singkong yang dikeringkan
menjadi gaplek. Tujuannya agar lebih awet sehingga produsen dapat menyimpan
sebagai cadangan bahan baku. Masukkan 25 kg gaplek ke dalam tangki stainless
steel berkapasitas 120 liter, lalu tambahkan air hingga mencapai volume 100 liter.
Panaskan gaplek hingga 100 oC selama 0,5 jam.
Aduk rebusan gaplek sampai menjadi bubur dan mengental. Dinginkan
bubur gaplek, lalu masukkan ke dalam tangki sakarifikasi. Sakarifikasi adalah
proses penguraian pati menjadi glukosa. Setelah dingin, masukkan cendawan
Aspergillus yang akan memecah pati menjadi glukosa. Untuk menguraikan 100
Pengaruh Bioetanol terhadap BBM dan Lingkungan di Indonesia 25
liter bubur pati singkong, perlu 10 liter larutan cendawan Aspergillus atau 10%
dari total bubur. Konsentrasi cendawan mencapai 100-juta sel/ml. Sebelum
digunakan, Aspergillus dikulturkan pada bubur gaplek yang telah dimasak tadi
agar adaptif dengan sifat kimia bubur gaplek. Cendawan berkembang biak dan
bekerja mengurai pati.
Dua jam kemudian, bubur gaplek berubah menjadi 2 lapisan: air dan
endapan gula. Aduk kembali pati yang sudah menjadi gula itu, lalu masukkan ke
dalam tangki fermentasi. Namun, sebelum difermentasi pastikan kadar gula
larutan pati maksimal 17-18%. Itu adalah kadar gula maksimum yang disukai
bakteri Saccharomyces untuk hidup dan bekerja mengurai gula menjadi alkohol.
Jika kadar gula lebih tinggi, tambahkan air hingga mencapai kadar yang
diinginkan. Bila sebaliknya, tambahkan larutan gula pasir agar mencapai kadar
gula maksimum.
Tutup rapat tangki fermentasi untuk mencegah kontaminasi dan
Saccharomyces bekerja mengurai glukosa lebih optimal. Fermentasi berlangsung
anaerob (tidak membutuhkan oksigen). Agar fermentasi optimal, jaga suhu pada
28-32 oC dan pH 4,5-5,5. Setelah 2-3 hari, larutan pati berubah menjadi 3 lapisan.
Lapisan terbawah berupa endapan protein. Di atasnya air, dan etanol. Hasil
fermentasi itu disebut bir yang mengandung 6-12 % etanol.
Sedot larutan etanol dengan selang plastik melalui kertas saring berukuran
1 mikron untuk menyaring endapan protein. Meski telah disaring, etanol masih
bercampur air. Untuk memisahkannya, lakukan destilasi atau penyulingan.
Panaskan campuran air dan etanol pada suhu 78 oC atau setara titik didih etanol.
Pada suhu itu etanol lebih dulu menguap ketimbang air yang bertitik didih 100 oC.
Uap etanol dialirkan melalui pipa yang terendam air sehingga terkondensasi dan
kembali menjadi etanol cair.
Hasil penyulingan berupa 95% etanol dan tidak dapat larut dalam bensin.
Agar larut, diperlukan etanol berkadar 99% atau disebut etanol kering. Oleh sebab
itu, perlu destilasi absorbent. Etanol 95% itu dipanaskan 100 oC. Pada suhu itu,
etanol dan air menguap. Uap keduanya kemudian dilewatkan ke dalam pipa yang
dindingnya berlapis zeolit atau pati. Zeolit akan menyerap kadar air tersisa hingga
Pengaruh Bioetanol terhadap BBM dan Lingkungan di Indonesia 26
diperoleh etanol 99% yang siap dicampur dengan bensin. Sepuluh liter etanol
99%, membutuhkan 120-130 liter bir yang dihasilkan dari 25 kg gaplek.
4.2.4 Sorgum bahan alternatif dari Bioetanol
Sorghum kurgan begitu dikenal di kalangan masyarakat saat ini, namun
petani di Jawa telah mengenalnya sebagai jagung cantel (centel) yang ditanam
secara tumpang sari dengan tanaman pangan lain. Bahkan, di sebagian daerah
Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, sorgum menjadi salah satu bahan
pangan dengan kandungan protein, kalsium, zat besi dan vitamin B1 yang lebih
tinggi daripada beras. Selain bahan pangan dan pakan ternak, biji sorgum juga
bisa menjadi bahan baku industri, bahkan Amerika Serikat, India, dan China telah
memanfaatkannya sebagai bahan baku bioetanol.
Ternyata, sejak awal tahun 2000-an Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan
Radiasi–Badan Tenaga Nuklir Nasional (PATIR–BATAN) sudah melakukan
penelitian perbaikan varietas dengan memperbaiki sifat agronomi dan kualitas biji
dan hijauan sorgum. Induksi mutan untuk meningkatkan keragaman genetik
tanaman dilakukan dengan meradiasi benih (seed) atau embrio (plantlet) dengan
sinar Gamma bersumber dari Cobalt-60. Galur mutan unggul diuji daya hasilnya
pada daerah kering seperti di Kabupaten Gunung Kidul pada musim kemarau.
Sejumlah galur mutan tanaman sorgum dengan sifat-sifat agronomi unggul—
seperti tanah rebah, genjah, produksi tinggi, kualitas biji baik dan lebih tanah
terhadap kekeringan—telah dihasilkan dan dikoreksi sebagai plasma nutfah di
PATIR-BATAN.
Keunggulan Sorgum sebagai bahan baku bioetanol, Soeranto dari PATIR-
BATAN menyatakan sorgum dapat berkompetisi dengan molases tebu karena
banyak kelebihannya. Tanaman sorgum memiliki produksi biji dan biomasa yang
jauh lebih tinggi dibanding tebu; adaptasi tanaman sorgum jauh lebih luas
dibanding tebu sehingga sorgum dapat ditanam di hampir semua jenis lahan, baik
lahan subur maupun lahan marjinal; sorgum memiliki sifat lebih tahan terhadap
Pengaruh Bioetanol terhadap BBM dan Lingkungan di Indonesia 27
kekeringan, salinitas tinggi dan genangan air (water lodging); sorgum
memerlukan pupuk relatif lebih sedikit dan pemeliharaannya lebih mudah
daripada tebu; laju pertumbuh-an tanaman sorgum jauh lebih cepat, umurnya
hanya empat bulan dibanding tebu tujuh bulan; kebutuhan benih sorgum hanya
4,5-5 kilogram per hektare dibanding tebu 4.500-6.000 stek batang per hektare;
lagipula sorgum dapat diratun sehingga sekali tanam dapat dipanen beberapa kali.
Sementara itu, clearing house energi terbarukan dan konservasi energi
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (DESDM) dalam situsnya
menyebutkan perolehan alkohol dari sorgum mencapai 6.000 liter per hektare per
tahun (dua kali panen) dibanding singkong yang 4.500 liter per hektare per tahun
dan tebu 5.025 hektare per tahun. Sorgum sedikit kalah dengan ubi jalar (2,5 kali
panen per tahun) yang menghasilkan 7.812 liter per hektare per tahun.
Peluang dengan keluarnya Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya
Mineral (Permen ESDM) No 32/2008 tentang Penyediaan, Pemanfaatan dan Tata
Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Sebagai Bahan Bakar Lain, prospek industri
bioetanol di Tanah Air makin cerah. Pasal 3 Ayat (1) Untuk meningkatkan
pemanfaatan Bahan Bakar Lain dalam rangka ketahanan energi nasional
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Badan Usaha Pemegang lzin Usaha Niaga
Bahan Bakar Minyak dan Pengguna Langsung Bahan Bakar Minyak, wajib
menggunakan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai bahan bakar lain secara
bertahap.
Pasal 4 badan usaha pemegang lzin usaha niaga bahan bakar minyak dan
pengguna langsung bahan bakar minyak dalam menggunakan bahan bakar nabati
sebagai bahan bakar lain sebagaimana dimaksud dalarn Pasal 3 wajib
memanfaatkan dan mengutamakan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai bahan
bakar lain dari produksi dalam negeri.
Pasal 6 .... badan usaha yang melaksanakan kegiatan usaha niaga bahan
bakar nabati (biofuel) sebagai bahan bakar lain sebagaimana dimaksud dalam
Pengaruh Bioetanol terhadap BBM dan Lingkungan di Indonesia 28
Pasal 5 dapat diberikan insentif baik fiskal dan/atau non-fiskal sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Dengan kuota premium (bersubsidi)
19,44 juta kiloliter (kl) di tahun 2009, untuk memenuhi satu persen bioetanol
(E100) di Januari 2009 saja, berarti dibutuhkan produksi bioetanol hingga 190.000
kl. Ini belum termasuk untuk sektor transportasi non-PSO (public service
obligation) serta sektor industri dan komersial yang di tahun 2009 diwajibkan
lima persen menggunakan bioetanol (E100).
Di tahun 2010, kewajiban untuk transportasi PSO akan naik menjadi tiga
persen, sementara untuk sektor transportasi non-PSO serta sektor industri dan
komersial yang di tahun 2009 diwajibkan tujuh persen menggunakan bioetanol
(E100). Ini akan terus meningkat hingga mencapai sasaran di 2025 diwajibkan 15
persen penggunaan bioetanol (E100).
Kebutuhan lahan Bioetanol yang berbahan baku molases relatif hanya bisa
dikembangkan di Pulau Jawa, sebagaian Sumatera dan Sulawesi yang memiliki
lahan perkebunan tebu dan pabrik gula. Bioetanol berbahan baku singkong masih
terbatas di beberapa provinsi saja.
Dengan keunggulan sorgum yang dapat ditanam di hampir semua jenis
lahan, terbuka kemungkinan memproduksi bioetanol di provinsi yang tanahnya
kering dan marjinal, seperti di Indonesia bagian timur. Sorgum dapat sekaligus
meningkatkan ketahanan energi dan pangan di provinsi yang tanahnya kering dan
marjinal tersebut. Inilah saatnya daerah tersebut melirik sorgum sebagai bahan
baku alternatif bioetanol.
4.2.5 Dari Minyak Jelantah hingga Bioetanol
Jakarta, Kompas - Potensi energi terbarukan sebagai bahan bakar alternatif
pengganti bahan bakar minyak yang berbasis energi tak terbarukan kian terbuka.
Pameran mobil nasional Gaikindo Auto Expo XIII di Jakarta, 8-17 Juli 2005 turut
menampilkan manfaat minyak jelantah dan biodiesel sebagai pengganti solar.
Pengaruh Bioetanol terhadap BBM dan Lingkungan di Indonesia 29
Untuk pengganti premium, terdapat alternatif Gasohol yang merupakan campuran
antara bensin dan bioetanol (etanol yang berasal dari sumber hayati).
Bioetanol bersumber dari karbohidrat yang potensial sebagai bahan baku, seperti
tebu, nira, sorgum, ubi kayu, garut, ubi jalar, sagu, jagung, jerami, bonggol
jagung, dan kayu. Setelah melalui proses fermentasi, dihasilkanlah etanol.
Berdasarkan uji unjuk kerja mesin Kijang pada kecepatan 80 kilometer per jam,
kinerja mesin berbahan bakar Gasohol E-10 mampu menyamai penggunaan bahan
bakar bensin Pertamax.
Sudah lama dikembangkan
Potensi mengembangkan energi terbarukan telah muncul sejak beberapa tahun
lalu. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) misalnya,
mengembangkan biodiesel sejak tahun 2001 dan menjalani tes jalanan menempuh
rute Jawa-Sumatera pada tahun 2002 dan Jakarta-Bali pulang pergi pada tahun
2004.
Kini, teknologi tersebut diaplikasikan pada sepuluh bus antar jemput pegawai
BPPT. Beberapa pegawai pun menggunakannya untuk mobil mereka. †�Biodiesel
bisa langsung dicampur solar di kendaraan bermesin diesel tanpa perlu
modifikasi,†� kata Senior Engineer Balai Rekayasa Disain dan Sistem Teknologi
BPPT Agung Wijono dalam pameran, Kamis (14/7).
Berdasarkan uji laboratorium, campuran efektif biodiesel 5-30 persen per liter
solar. Selain berkarakter pelumas sehingga aman untuk mesin, sistem pembakaran
pun menjadi lebih sempurna.
Khusus untuk mengurangi polusi secara signifikan, penggunaan biodiesel
dicampur solar dengan rasio 5-10 persen.
Pengaruh Bioetanol terhadap BBM dan Lingkungan di Indonesia 30
Pada pameran kemarin, beberapa pengunjung tampak antusias menanyakan
efektivitas Gasohol (nama dagang bioetanol) dan Solarmax (nama dagang
Biodiesel).
Menurut Process Engineer Balai Rekayasa Disain dan Sistem Teknologi BPPT
Susianih, banyak pengunjung memesan Solarmax dengan harga Rp 8.000 per
liternya. Untuk Gasohol, per liternya seharga Rp 4.000.
Setiap hari, proses fabrikasi biodiesel di Puspiptek Serpong menghasilkan 1,5 ton
biodiesel.
Minyak jelantah
Selain biodiesel dan bioetanol, para mahasiswa jurusan Teknik Mesin Universitas
Trisakti Jakarta menampilkan penelitian minyak jelantah sebagai alternatif
pengganti solar. Penelitian yang dimulai Maret 2005 lalu telah melalui uji
lapangan menggunakan mesin diesel Isuzu di Sirkuit Sentul, Bogor.
Diakui para mahasiswa, dampak negatif yang muncul adalah pemborosan bahan
bakar sekitar sepuluh persen. Akselerasi kecepatan pun demikian.
Akan tetapi, sesuai teori, jelantah memiliki karakter yang mirip dengan bahan
bakar biodiesel dengan emisi gas buang lebih ramah lingkungan dibandingkan
bahan bakar dari energi tak terbarukan. Kami belum meneliti detail soal itu, kata
salah satu mahasiswa, Alam.
Deretan potensi energi terbarukan bertambah dengan peluncuran mobil bebas
polusi dan hemat energi yang diberi nama Marmut Listrik LIPI (Marlip), awal
tahun 2005 lalu.
Pengaruh Bioetanol terhadap BBM dan Lingkungan di Indonesia 31
4.2.6 Faktor dan Dampak penggunaan Bioetanol terhadap BBM dan
Lingkungan
Harga minyak dunia yang melambung, sudah lama diprediksi. Logikanya,
minyak bumi (fossil fuel) adalah bahan bakar yang tak dapat diperbaharui. Cepat
atau lambat, minyak dunia akan habis. Saat ini, harga minyak memang sedang
booming karena kebutuhan negara-negara industri baru seperti India dan Cina
sangat tinggi. Ke depan, jika negara-negara di dunia tak segera mengantisipasi
kelangkaan fossil fuel, harga minyak akan naik tinggi sekali. Tapi sebaliknya, jika
negara-negara di dunia menyiapkan antisipasinya sejak sekarang, niscaya harga
minyak tak akan naik lagi, bahkan bisa turun. Mengapa? Karena dunia nantinya
bisa mencari pengganti minyak fosil yang aman, murah, dan mudah diproduksi
oleh siapa pun. Saat ini, industri minyak hanya dipegang oleh para pemodal besar.
Saat ini banyak bahan alternatif pengganti minyak bumi, salah satunya
adalah etanol dari singkong. Etanol sebagai bahan bakar kendaraan bermotor
sudah dipakai sejak per-mulaan abad ke 20 di Brazil, Perancis, Jerman, Swedia,
U.S.A, India, dan sebagainya. Penggunaan bahan baku ini karena seperti diketahui
ubi kayu tak cuma enak dibuat makanan, tetapi juga bisa dipakai sebagai bahan
bakar. Bioetanol bisa dipakai di kendaraan bertenaga bensin tanpa perlu
modifikasi mesin. Pembakarannya lebih sempurna. Asapnya pun lebih ramah
lingkungan dan tanaman ini dikenal gampang hidup.
Menurut Dr. Ir. Tatang H. Soerawidjaja, dari Teknik Kimia ITB,
menyatakan singkong merupakan salah satu sumber pati. Para peneliti di Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) telah membuktikan bahwa bahan
bakar singkong bukan cuma omong kosong. Singkong mengandung sekitar 33%
pati. Pati sendiri adalah rantai karbohidrat yang kompleks (polisakarida).
Polisakarida ini jika dipecah-pecah akan menghasilkan rantai karbohidrat yang
lebih sederhana (oligosakarida). Jika proses pemecahan dilanjutkan, oligosakarida
akan terurai menjadi satuan mata rantai karbohidrat yang paling sederhana yaitu
glukosa. Glukosa bila difermentasi akan berubah menjadi etanol.
Pengaruh Bioetanol terhadap BBM dan Lingkungan di Indonesia 32
Paling akhir, etanol bisa digunakan sebagai substitusi bensin. Industri
Etanol/Bioetanol mempunyai prospek yang sangat bagus di Indonesia, karena
kebutuhan etanol di Indonesia terus mengalami peningkatan. Hal ini tidak
diimbangi dengan kapasitas produksi industri etanol di Indonesia, yang hanya
berjumlah sekitar 14 industri yang diyakini akan terus berkembang. Dampak
terhadap lingkungan ramah maka kesehatan manusia pun terjamin tentu saja
masyarakat akan menganggap bahwa bioetanol merupakan solusi tepat untuk
BBM dan lingkungan demi kesejahteraan masyarakat terutama kalangan bawah
yang ada di Indonesia, negara kita yang kaya akan Sumber Daya Alamnya ini.
Pengaruh Bioetanol terhadap BBM dan Lingkungan di Indonesia 33
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Tanaman ubi kayu, jagung, nira nipah, sorgum, tebu dapat digunakan sebagai bahan penghasil bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan.
2. Tanaman ubi kayu, jagung, nira nipah, sorgum, tebu memiliki prospek yang sangat bagus di Indonesia.
3. Bioetanol tidak hanya dari amilum nabati ternyata dari lemak minyak jelata pun bioetanol dapat di hasilkan.
4. Bioetanol merupakan solusi terbaik untuk masalah lingkungan dan BBM.
5.2 Saran
1. Agar alternatif bahan bakar yang ramah lingkungan ini dapat direalisasikan di Indonesia, mengingat prospek yang ada cukup baik.
2. Pemerintah sebaiknya mendukung upaya-upaya yang dilakukan untuk menciptakan program tersebut.
3. Agar masyarakat dapat mengetahui bahwa tidak selamanya mereka dapat menggunakan bahan bakar yang berasal dari fosil, mengingat jumlahnya yang kian hari makin berkurang.
4. Masyarakat dapat lebih menghargai alam yang ada.
Pengaruh Bioetanol terhadap BBM dan Lingkungan di Indonesia 34
Pengaruh Bioetanol terhadap BBM dan Lingkungan di Indonesia 35