Download - Binari Liquid Kelompok IV A
LABORATORIUM
KIMIA FISIKA
Percobaan : DISTILASI BINER Kelompok : IV A Nama :
1. Danissa Hanum Ardhyni NRP. 2313 030 033 2. Rahmani Amalia NRP. 2313 030 041 3. Muhammad Muhyiddin Salim NRP. 2313 030 053 4. Calvin Rostanto NRP. 2313 030 063 5. Mokhammad Faridl Robitoh NRP. 2313 030 087
Tanggal Percobaan : 9 Desember 2013
Tanggal Penyerahan : 16 Desember 2013
Dosen Pembimbing : Nurlaili Humaidah, S.T, M.T.
Asisten Laboratorium : Dhaniar Rulandari W
PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2013
i
ABSTRAK
Tujuan dilakukannya percobaan ini adalah mengetahui cara menentukan titik azeotrop pada
campuran kloroform dan aseton serta mengetahui titik azeotropnya, dan menghasilkan komposisi
yang sama antara fasa uap dan fasa cairnya.
Praktikum ini dimulai dari pemasangan peralatan distilasi lengkap. Setelah itu menyiapkan 20
buah botol parfum 10 ml untuk wadah sampel dan memberi label yaitu 1L hingga 10L untuk tempat
residu (liquid) dan 1V sampai 10V untuk tempat destilat (vapor). Volume sampel yang diambil
sebanyak 2 ml. Lalu masukkan jumlah aseton dan kloroform sesuai petunjuk. Lalu amati suhunya,
tiap pergantian suhu mendapat perlakuan yang berbeda. Ambil sampel destilat dan residu apabila
suhu telah mencapai petunjuk yang ditentukan. Hal tersebut dilakukan hingga 10 kali, sehingga
didapatkan 10 sampel destilat dan 10 sampel residu. Setiap pengambilan sampel tersebut lakukan
pengukuran indeks bias secara teliti.
Kesimpulan yang dapat diambil adalah dalam menentukan titik azeotrop kita menggunakan
indeks bias yang kita cari dari sampel-sampel yang terdapat pada percobaan. Keakuratan dalam
penentuan indeks bias terdapat pada kejelian mata kita sendiri. Indeks bias yang terjadi adalah
fluktuatif, kami mengasumsikan bahwa hal ini dapat terjadi karena terdapat cairan yang menguap
lebih cepat pada saat proses distilasi. Titik azeotrop campuran kloroform dan aseton pada percobaan
adalah 56,3 °C. Komposisi campuran azeotrop pada percobaan kami adalah 62% kloroform dan
38% aseton. Pada percobaan tersebut diperoleh indeks bias tertinggi yaitu pada botol liquid 7L dan
7V saat suhu 56,5 o
C. Pada destilat didapatkan indeks bias sebesar 1,436 dan pada residu sebesar
1,436. Sedangkan untuk indeks bias terendah pada destilat yaitu 1,351 pada botol liquid 2L dan 1,355
pada botol vapor 1V dengan suhu masing-masing 58 o
C dan 56,5 o
C. Sedangkan pada residu yaitu
1,407 pada botol liquid 9L dengan suhu 64 oC.
Kata Kunci : titik azeotrop, distilasi, indeks bias
ii
DAFTAR ISI
ABSTRAK .......................................................................................................................... i
DAFTAR ISI ....................................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR..........................................................................................................iii
DAFTARTABEL ................................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang....................................................................................................I-1
I.2 Rumusan Masalah...............................................................................................I-1
I.3 Tujuan Percobaan................................................................................................I-1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Dasar Teori ........................................................................................................ II-1
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN
III.1 Variabel Percobaan .......................................................................................... III-1
III.2 Alat yang digunakan ........................................................................................ III-1
III.3 Bahan Percobaan ............................................................................................. III-1
III.4 Prosedur Percobaan ......................................................................................... III-1
III.5 Diagram Alir Percobaan .................................................................................. III-3
III.6 Gambar Alat Percobaan ................................................................................... III-6
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Percobaan ............................................................................................... IV-1
IV.2 Pembahasan ..................................................................................................... IV-1
BAB V KESIMPULAN ...................................................................................................... V-1
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... v
DAFTAR NOTASI ............................................................................................................. vi
APPENDIKS ....................................................................................................................... vii
LAMPIRAN
Laporan Sementara
Literatur
Lembar Revisi
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar II.1 Diagram Simulasi distilasi biner ...................................................................... II-5
Gambar II.2 Proses Distilasi ................................................................................................. II-8
Gambar II.3 Proses distilasi bertingkat ................................................................................ II-14
Gambar II.4 Alat yang digunakan untuk Distilasi Uap........................................................ II-15
Gambar II.5 Alat yang digunakan untuk Distilasi Refluks .................................................. II-17
Gambar II.6 Destilator ......................................................................................................... II-18
Gambar II.7 Tiga Diagram tekanan uap pasangan cairan sejati .......................................... II-26
v
DAFTAR GRAFIK
Grafik II.1 Kurva Saturated Vapor dan Saturated Liquid ....................................................... II-4
Grafik II.2 Diagram T-xy (2-Propanol-E-Acetate) Tahap 1.................................................... II-6
Grafik II.3 Diagram T-xy (2-Propanol-E-Acetate) Tahap 2.................................................... II-6
Grafik IV.1 Grafik titik azeotrop residu-destilat .................................................................... IV-4
Grafik IV.2 Grafik Hubungan Antara Suhu dan Fraksi Mol .................................................. IV-5
I-1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Saat ini konsep pembelajaran kimia dan fisika sangat berguna bagi kehidupan kita
sehari-hari. Pemahaman akan kimia dan fisika begitu penting mengingat segala hal yang
terjadi berkaitan dengan konsep dan hukum kimia fisika. Banyak manfaat yang dapat
diperoleh dari pembelajaran ini. Penting halnya melakukan praktikum ini karena dalam
dunia industri, hampir semua hal mengaplikasikan konsep praktikum kimia fisika.
Pengertian destilasi adalah sebuah metode pemisahan untuk memperoleh suatu
bahan yang berwujud cair yang terkotori oleh zat padat atau bahan lain yang mempunyai
titik didih yang berbeda. Dasar pemisahan adalah titik didih yang berbeda. Bahan yang
dipisahkan dengan metode ini adalah bentuk larutan atau cair, tahan terhadap pemanasan,
dan perbedaan titik didihnya tidak terlalu dekat. Bahan yang dipisahkan dalam percobaan
kali ini yaitu aseton yang terdapat pada campuran klorofom. Aseton yang memiliki titik
didih lebih rendah akan menguap terlebih dahulu bila dipanaskan pada suhu diantara titik
didih bahan yang diinginkan. Pelarut bahan yang diinginkan akan menguap, uap
dilewatkan pada tabung pengembun (kondensor). Uap yang mencair ditampung dalam
wadah. Bahan hasil pada proses ini disebut destilat, sedangkan sisanya disebut residu.
Oleh karena itu, pada praktikum kali ini dilakukan suatu percobaan destilasi biner yang
merupakan metode unit operasi kimia jenis perpindahan massa dimana zat yang
digunakan adalah campuran kloroform dan aseton dengan komposisi yang variasi.
Dalam dunia industri dan kehidupan sehari-hari prinsip pemisahan suatu bahan
sangat diperlukan untuk memisihkan dari campuran yang tidak diinginkan, misalnya
memisahkan emas dari pengotor-pengotornya, pengambilan minyak kacang tanah dari
minyak kacang yanah yang terkandung di dalamnya dan pemisahan kloroform dan aseton
serta banyak contoh pemisahan yang ada dalam kehidupan sehari-hari kita. Diantara
beberapa bab-bab kimia fisika terdapat bab tertentu yang harus dibahas dan dipelajari,
salah satunya adalah destilasi biner. Destilasi biner begitu penting karena kita dapat
memisahkan suatu larutan dalam campuran larutan tertentu dengan menggunakan prinsip
perbedaan titik didih. Oleh karena itu, pada praktikum ini kami melakukan percobaan
binary liquid.
I-2
BAB I Pendahuluan
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
I.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara menghitung fraksi mol dari kloroform (destilat) dan aseton (vapour)?
2. Bagaimana menentukan dan mengetahui titik azeotrop pada sistem biner antara
kloroform dan aseton?
I.3 Tujuan Percobaan
1. Mengetahui cara menghitung fraksi mol dari kloroform (destilat) dan aseton (vapour).
2. Mengetahui titik azeotrop pada sistem binary antara kloroform dan aseton.
II-1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Dasar Teori
II.1.1 Sejarah Distilasi
Distilasi pertama kali ditemukan oleh kimiawan Yunani sekitar abad pertama masehi
yang akhirnya perkembangannya dipicu terutama oleh tingginya permintaan akan spritus.
Hypathia dari Alexandria dipercaya telah menemukan rangkaian alat untuk distilasi dan
Zosimus dari Alexandria-lah yang telah berhasil menggambarkan secara akurat tentang proses
distilasi pada sekitar abad ke-4 Bentuk modern distilasi pertama kali ditemukan oleh ahli-ahli
kimia Islam pada masa kekhalifahan Abbasiah, terutama oleh Al-Razi pada pemisahan
alkohol menjadi senyawa yang relatif murni melalui alat alembik, bahkan desain ini menjadi
semacam inspirasi yang memungkinkan rancangan distilasi skala mikro, The Hickman
Stillhead dapat terwujud. Tulisan oleh Jabir Ibnu Hayyan (721-815) yang lebih dikenal
dengan Ibnu Jabir menyebutkan tentang uap anggur yang dapat terbakar, ia juga telah
menemukan banyak peralatan dan proses kimia yang bahkan masih banyak dipakai sampai
saat kini. Kemudian teknik penyulingan diuraikan dengan jelas oleh Al-Kindi (801-873).
(Saputro, 2011)
Bukti yang jelas distilasi pertama berasal dari bahasa Yunani. alkemis bekerja di
Aleksandria pada abad pertama Masehi [2] . suling air sudah dikenal sejak setidaknya ca. 200
Masehi, ketika Alexander dari Aphrodisias menggambarkan proses penyulingan tersebut,
orang-orang Arab mempelajari proses dari Mesir dan digunakan secara ekstensif dalam
percobaan kimia mereka. Mereka memperkenalkan aparatus (seperti alembic, masih, dan
retort) yang mampu sepenuhnya memurnikan zat kimia. Bukti nyata hasil penyulingan
alkohol berasal dari Sekolah Salerno pada abad ke-12. distilasi Fractional dikembangkan oleh
Tadeo Alderotti pada abad ke-13. Pada tahun 1500, Jerman alkemis Hieronymus
Braunschweig menerbitkan Liber de arte destillandi (Kitab Seni Distilasi), buku pertama
semata-mata didedikasikan untuk subjek distilasi, diikuti tahun 1512 dengan versi yang
diperluas banyak. Pada 1651, John Perancis menerbitkan The Art of Distilasi Inggris
ringkasan utama pertama latihan, meskipun telah diklaim (Pagirik, 2013).
Distilasi Sebagai alkimia berkembang menjadi ilmu kimia , kapal yang disebut back di
digunakan untuk distilasi. Baik alembics dan retort adalah bentuk-bentuk gelas dengan leher
panjang menunjuk ke sisi pada sudut bawah yang berperan sebagai berpendingin udara
II-2
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
kondensor untuk memadatkan distilat dan biarkan menetes ke bawah untuk koleksi.
Kemudian, alembics tembaga diciptakan. sendi terpaku sering dijaga ketat dengan
menggunakan berbagai campuran, misalnya adonan yang terbuat dari tepung rye. Alembics
ini sering menampilkan sistem pendingin sekitar paruh, menggunakan air dingin misalnya,
yang membuat kondensasi alkohol lebih efisien. Ini disebut stills pot . Saat ini, retort dan pot
stills telah banyak digantikan oleh lebih metode distilasi efisien dalam proses industri
kebanyakan. Awal bentuk batch proses distilasi yang menggunakan satu penguapan dan satu
kondensasi. Kemurnian ditingkatkan dengan penyulingan lebih lanjut dari kondensat. volume
yang lebih besar diolah dengan hanya mengulangi penyulingan. Ahli kimia dilaporkan untuk
melaksanakan sebanyak 500 sampai 600 distilasi untuk mendapatkan senyawa murni [10] .
Pada awal abad ke-19 dasar-dasar teknik modern termasuk pra-pemanasan dan refluks
dikembangkan, terutama oleh Perancis, kemudian pada tahun 1830 British Paten dikeluarkan
untuk Aeneas Coffey untuk kolom distilasi wiski, yang bekerja terus menerus dan dapat
dianggap sebagai arketipe unit petrokimia modern. Pada tahun 1877, Ernest Solvay diberi
Paten AS untuk kolom baki untuk amoniak distilasi dan tahun yang sama dan selanjutnya
melihat perkembangan tema ini untuk minyak dan roh (Pagirik, 2013).
II.1.1.1 Pengertian Distilasi
Distilasi atau penyulingan adalah suatu metode pemisahan bahan kimia berdasarkan
perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap (volatilitas) suatu bahan. Dalam penyulingan,
campuran zat dididihkan sehingga menguap, dan uap ini kemudian didinginkan kembali ke
dalam bentuk cairan. Zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap lebih dulu.
Metode ini termasuk sebagai unit operasi kimia jenis perpindahan massa. Penerapan proses ini
didasarkan pada teori bahwa pada suatu larutan, masing-masing komponen akan menguap
pada titik didihnya. Model ideal distilasi didasarkan pada Hukum Raoult dan Hukum Dalton.
(Yuvitasari, 2013)
Distilasi adalah suatu proses pemisahan termal untuk memisahkan komponen-
komponen yang mudah menguap dari suatu campuran cair dengan cara menguapkannya, yang
diikuti dengan kondensasi uap yang terbentuk dan menampung kondensat yang dihasilkan.
Apabila yang didinginkan adalah bagian campuran yang tidak teruapkan dan bukan
destilatnya, maka proses tersebut biasanya dinamakan pengentalan dengan evaporasi. Dalam
hal ini sering kali bukan pemisahan yang sempurna yang dikehendaki, melainkan peningkatan
konsentrasi bahan-bahan yang terlarut dengan cara menguapkan sebagian dari pelarut. Sering
II-3
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
kali distilasi digunakan semta-mata sebagai tahap awal dari suatu proses rektifikaasi. Dalam
hal ini campuran dipisahkan menjadi dua, yaitu bagian yang mudah menguap dan bagian yang
sukar menguap. Kemudian masing-masing bagian diolah lebih lanjut dengan cara rektifikasi.
Uap yang dikeluarkan dari campuran disebut sebagai uap bebas, kondensat yang jatuh sebagai
destilat dari bagian cairan yang tidak menguap sebagai residu. Biasanya destilat digunakan
untuk menarik senyawa organic yang titik didihnya dibawah 250 0C, pendistilasian senyawa-
senyawa yang titik didihnya tinggi dikuatirkan akan rusak oleh pemanasan sehingga tidak
cocok untuk ditarik dengan teknik distilasi (Fatysa, 2011).
Sebenarnya distilasi tidak 100 % memisahkan campuran tetapi hanya meningkatkan
konsentrasi atau kemurnian dari suatu larutan. Pemisahan dengan cara distilasi tidak hanya
berdasarkan pada titik didih dari komponen-komponennya saja, tetapi tergantung juga pada
karakteristik kolom serta besaran-besaran operasi. Karakteristik kolom dipengaruhi oleh jenis
kolom (plate, packed, vigruez) serta panjang kolom. Sedangkan besaran-besaran operasi
meliputi laju uap naik, laju cairan turun (refluks), luas permukaan kontak antara fasa gas dan
cair, dan koefisien perpindahan massa (Nurhidayati, 2011).
Pada operasi distilasi, terjadinya pemisahan didasarkan pada gejala bahwa bila
campuran zat cair berada dalam keadaan setimbang dengan uapnya, maka komposisi uap dan
cairannya berbeda. Uapnya akan mengandung lebih banyak komponen yang mudah menguap,
sedangkan cairannya akan mengandung lebih sedikit komponen yang lebih mudah menguap.
Bila uapnya dipisahkan dari cairannya dan uap tersebut dikondensasikan, didapatkan cairan
yang didapatkan dari kondensasi uap tersebut mengandung lebih banyak komponen yang
lebih mudah menguap (volatile) dibandingkan dengan cairan yang tidak teruapkan.
(Nurhidayati, 2011)
Pemisahan senyawa dengan distilasi juga bergantung pada perbedaan tekanan
uap senyawa dalam campuran. Tekanan uap campuran diukur sebagai kecenderungan
molekul dalam permukaan cairan untuk berubah menjadi uap. Jika suhu dinaikkan,
tekanan uap cairan akan naik sampai tekanan uap cairan sama dengan tekanan uap
atmosfer. Pada keadaan itu cairan akan mendidih. Suhu pada saat tekanan uap cairan
sama dengan tekanan uap atmosfer disebut titik didih. Cairan yang mempunyai
tekanan uap yang lebih tinggi pada suhu kamar akan mempnyai titik didih lebih
rendah daripada tekanan uapnya rendah pada suhu kamar (Nurhidayati, 2011).
Jika cairan yang campuran berair didihkan, komposisi uap di atas cairan tidak
sama dengan komposisi pada cairan. Uap akan kaya dengan senyawa yang lebih
II-4
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
volatile atau komponen dengan titik didih lebih rendah. Jika uap di atas cairan
terkumpul dan dinginkan, uap akan terembunkan dan komposisinya sama dengan
komposisi senyawa yang terdapat pada uap yaitu dengan senyawa yang mempunyai
titik didih lebih rendah. Jika suhu relatif tetap, maka destilat yang terkumpul akan
mengandung senyawa murni dari salah satu komponen dalam campuran. Pada
umumnya, proses distilasi dilaksanakan pada tekanan konstan, maka untuk memperkirakan
komposisi, suhu, dan tekanan tersebut, didasarkan pada tekanan yang konstan.
(Nurhidayati, 2011)
Distilasi yang dilakukan pada praktikum kali ini adalah distilasi campuran biner,
dimana zat yang digunakan adalah campuran alkohol dan aseton dengan komposisi yang
variasi. Campuran azeotrop adalah campuran suatu zat dimana zat tersebut memiliki titik
didih minimal atau titik didih maksimal. Susunan campuran azeotrop tergantung dari tekanan
yang dipakai untuk membuat larutan-larutan dengan konsentrasi tertentu. Azeotrop
merupakan campuran 2 atau lebih komponen pada komposisi tertentu dimana komposisi
tersebut tidak bisa berubah hanya melalui distilasi biasa. Ketika campuran azeotrop
dididihkan, fasa uap yang dihasilkan memiliki komposisi yang sama dengan fasa cairnya.
Campuran azeotrop ini sering disebut juga constant boiling mixture karena komposisinya
yang senantiasa tetap jika campuran tersebut dididihkan (Yuvitasari, 2013)
II.1.1.2 Cara yang ditempuh untuk mengatasi campuran azeotrop yaitu :
1. Menambahkan zat ketiga, sehingga terjadi campuran azeotrop baru. Campuran
azeotrop baru direfluks dan di distilasi kembali. Cnth : alkohol + air azeotrop
Alkohol + air + benzene azeotrop baru
2. Menambahkan suatu zat yang dapat mengikat salah satunya. Cnth : alkohol dan air
Alkohol + air + CaO alkohol + Ca(OH)2 (Fatysa, 2011)
Untuk lebih jelasnya, perhatikan ilustrasi berikut :
Grafik II.1 Kurva Saturated Vapor dan Saturated Liquid
II-5
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
Titik A pada pada kurva merupakan boiling point
Kondensat kemudian dididihkan, didinginkan, dan seterusnya hingga mencapai titik azeotrop.
Pada titik azeotrop, proses tidak dapat diteruskan karena komposisi campuran akan selalu
tetap. Pada gambar di atas, titik azeotrop digambarkan sebagai pertemuan antara kurva
saturated vapor dan saturated liquid. Pada gambar di atas, titik azeotrop digambarkan sebagai
pertemuan antara kurva saturated vapor dan saturated liquid. (ditandai dengan garis vertikal
putus-putus) (Hidayat, 2013).
Secara logis, hasil distilasi biasa tidak akan pernah bisa melebihi komposisi
azeotropnya. Lalu, adakah trik engineering tertentu yang dapat dilakukan untuk mengakali
keadaan alamiah tersebut. Nah, kita akan membahas contoh kasus pemisahan campuran
azeotrop propanol-ethyl acetate (Hidayat, 2013).
Gambar II.1 Diagram Simulasi distilasi biner campuran azeotrop propanol-ethyl acetate
Dalam pemisahan campuran propanol-athyl acetate dengan menggunakan HYSYS, digunakan
metode pressure swing distillation. Prinsip yang digunakan pada metode ini yaitu pada
tekanan yang berbeda, komposisi azeotrop suatu campuran akan berbeda pula. Berdasarkan
prinsip tersebut, distilasi dilakukan bertahap menggunakan 2 kolom distilasi yang beroperasi
pada tekanan yang berbeda. Kolom distilasi pertama memiliki tekanan operasi yang lebih
tinggi dari kolom distilasi kedua. Produk bawah kolom pertama menghasilkan ethyl acetate
murni sedangkan produk atasnya ialah campuran propanol-ethyl acetate yang komposisinya
mendekati komposisi azeotropnya. Produk atas kolom pertama tersebut kemudian didistilasi
kembali pada kolom yang bertekanan lebih rendah (kolom kedua). Produk bawah kolom
kedua menghasilkan propanol murni sedangkan produk atasnya merupakan campuran
propanol-ethyl acetate yang komposisinya mendekati komposisi azeotropnya. Berikut ini
II-6
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
gambar kurva kesetimbangan uap cair campuran propanol-ethyl acetate pada tekanan tinggi
dan rendah. (Hidayat, 2013)
Grafik II.2 Diagram T-xy (2-Propanol-E-Acetate) Tahap 1
Dari Grafik II.1 dapat dilihat bahwa feed masuk kolom pada temperatur 108,2 C
dengan komposisi propanol 0,33. Pada kolom pertama (P=2,8 atm), komposisi azeotrop yaitu
sebesar 0,5 sehingga distilat yang diperoleh berkisar pada nilai tersebut sedangkan bottom
yang diperoleh berupa ethyl acetate murni (Hidayat, 2013).
Grafik II.3 Diagram T-xy (2-Propanol-E-Acetate) Tahap 2
II-7
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
Untuk memperoleh propanol murni, distilat kemudian didistilasi lagi pada kolom
kedua (P=1,25 atm). Distilat ini memasuki kolom kedua pada temperatur 82,6 C. Komposisi
azeotrop pada kolom kedua yaitu 0,38 sehingga kandungan propanol pada distilat berkisar
pada nilai tersebut. Bottom yang diperoleh pada kolom kedua ini berupa propanol murni. Bila
Anda perhatikan, titik azeotrop campuran bergeser dari 0,5%-mol propanol menjadi 0,38%-
mol propanol. Temperatur operasi jelas berubah karena tekanan ikut berubah, maka
temperatur dan komposisi juga berubah. Jadi, dengan metode pressure swing distillation ini,
dapat diperoleh propanol dan ethyl acetate dengan kemurnian yang tinggi. Dan untuk lebih
mengoptimasi proses, distilat keluaran kolom 2 dapat direcycle dan dicampur dengan aliran
umpan untuk didistilasi kembali (Hidayat, 2013).
II.1.1.3 Prinsip dan Proses Kerja Distilasi
1. Prinsip Distilasi
Pada prinsipnya pemisahan dalam suatu proses distilasi terjadi karena penguapan salah
satu komponen dari campuran, artinya dengan cara mengubah bagian-bagian yang sama dari
keadaan cair menjadi berbentuk uap. Dengan demikian persyarannya adalah kemudahan
menguap ( volatilitas ) dari komponen yang akan dipisahkan berbeda satu dengan yang
lainnya. Pada campuran bahan padat dalam cairan, persyaratan tersebut praktis selalu
terpenuhi. Sebaliknya, pada larutan cairan dalam cairan biasanya tidak mungkin dicapai
sempurna, karena semua komponen pada titik didih campuran akan mempunyai tekanan uap
yang besar. Destilat yang murni praktis hanya dapat diperoleh jika cairan yang sukar menguap
mempunyai tekanan uap yang kecil sekali sehingga dapat diabaikan (Fatysa, 2011).
2. Proses Distilasi
Penguapan dan distilasi umumnya merupakan proses pemisahan satu tahap. Proses ini
dapat dilakukan secara tak kontinu atau kontinu, pada tekanan normal ataupun vakum. Pada
distilasi sederhana, yang paling sering dilakukan adalah operasi tak kontinu. Dalam hal ini
campuran yang akan dipisahkan dimasukkan kedalam alat penguap dan dididihkan.
Pendidihan terus dilangsungkan hingga sejumlah tertentu komponen yang mudah menguap
terpisahkan. Proses pendidihan erat hubungannya dengan kehadiran udara permukaan.
Pendidihan akan terjadi pada suhu dimana tekanan uap dari larutan sama dengan tekanan
udara di permukaan cairan. (Fatysa, 2011).
Pengertian Proses Distilasi Distilasi merupakan suatu proses pemisahan komponen penyusun suatu zat
berdasarkan titik didihnya. Pada proses pengolahan minyak bumi, proses distilasi yang
II-8
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
merupakan proses primer (primary process) disebut juga dengan proses fraksinasi. Hal ini
karena pada proses distilasi minyak bumi (crude oil), umpan (crude oil) yang telah
dipanaskan terlebih dahulu dipisahkan di dalam sebuah kolom (menara) menjadi fraksi-
fraksinya berdasarkan trayek didih fraksi-fraksi tersebut. Pada proses fraksinasi digunakan
dasar pemisahan trayek didih (boiling range) bukan titik didih (boiling point) karena fraksi
minyak bumi bukanlah zat murni. Fraksi minyak bumi merupakan sekumpulan komponen
penyusun minyak bumi yang terdiri atas beberapa jenis hidrokarbon yang secara fisika
dibatasi oleh titik didih awal (Initial Boiling Point, IBP) dan titik didih akhir (Final Boiling
Point, FBP). IBP dan FBP itulah yang dijadikan dasar pada penentuan kondisi operasi pada
kolom fraksinasi supaya diperoleh produk fraksi-fraksi minyak bumi sesuai spesifikasi yang
diharapkan (Esa, 2012).
II.1.1.4 Peristiwa yang terjadi pada proses Distilasi
Gambar II.2 Proses Distilasi
Masalah yang ditemui dalam distilasi adalah : “terbentuknya campuran Azeotrop yang
merupakan campuran yang sulit dipisahkan”. Campuran Azeotrop ialah : campuran dengan
titik didih yang konstan. Dalam hal ini larutan yang terdiri dari dua jenis cairan dengan
perbandingan tertentu saat dididihkan menghasilkan uap dengan komposisi yang tepat sama
seperti larutan tersebut. Karena tidak terjasi pengayaan pada uap ( baik dari komponen yang
mudah menguap atau sukar menguap ), maka titik didih campuran ettap konstan. Sering kali
titik azeotrop tercapai setelah proses penguapn yaitu setelah sejumlah tertentu komponen yang
mudah atau sukar menguap terpisahkan (Fatysa, 2011).
II-9
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
Secara umum proses yang terjadi pada distilasi sederhana atau biasa yaitu :
Penguapan komponen yang mudah menguap dari campuran dalam alat penguap
Pengeluaran uap yang terbentuk melalui sebuah pipa uap yang lebar dan kosong
tanpa perpindahan panas dan pemindahan massa yang disengaja atau dipaksakan
yang dapat menyebabkan kondensat mengalir kembali ke lat penguap.
Jika perlu, tetes-tetes cairan yang sukar menguap yang ikut terbawa dalam uap
dipisahkan dengan bantuan siklon dan disalurkan kembali kedalam alat penguap.
Kondensasi uap dalam sebuah kondensor
Pendingin lanjut dari destilat panas dalam sebuah alat pendingin
Penampungan destilat dalam sebuah bejana
Pengeluaran residu dari alat penguap
Pendinginan lanjut dari residu yang dikeluarkan Penampungan residu dalam sebuah
bejana.
(Fatysa, 2011)
II.2 Pembagian Distilasi
II.2.1 Pembagian Distilasi berdasarkan prosesnya
Distilasi berdasarkan prosesnya terbagi menjadi dua, yaitu :
a. Distilasi kontinyu
Distilasi kontinyu adalah distilasi yang sedang berlangsung di mana campuran cair
secara terus-menerus (tanpa gangguan) dimasukkan ke dalam proses dan fraksi terpisah
dikeluarkan terus menerus sebagai output stream berjalannya waktu selama operasi.
distilasi terus menerus menghasilkan dua output fraksi setidaknya, termasuk setidaknya
satu volatile fraksi distilat, yang telah direbus dan telah ditangkap secara terpisah
sebagai uap menjadi cairan kental. Selalu ada pantat (atau residu) fraksi, yang
merupakan residu paling volatile yang belum ditangkap secara terpisah sebagai uap
terkondensasi (Pagirik, 2013).
Distilasi terus menerus berbeda dari distilasi batch dalam hal bahwa
konsentrasi tidak boleh berubah seiring waktu. Continuous penyulingan dapat
dijalankan pada steady state untuk jumlah waktu yang sewenang-wenang. Untuk setiap
bahan sumber komposisi tertentu, variabel utama yang mempengaruhi kemurnian
produk dalam distilasi kontinyu adalah rasio refluks dan jumlah tahap kesetimbangan
teoritis (praktis, jumlah nampan atau ketinggian packing). Refluks adalah aliran dari
II-10
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
kondensor kembali ke kolom, yang menghasilkan daur ulang yang memungkinkan
pemisahan yang lebih baik dengan sejumlah tertentu nampan. Equilibrium tahap
langkah yang ideal di mana komposisi mencapai keseimbangan uap-cair, mengulangi
proses pemisahan dan memungkinkan pemisahan lebih baik diberi rasio refluks. Sebuah
kolom dengan rasio refluks yang tinggi mungkin memiliki tahap yang lebih sedikit,
tetapi refluxes sejumlah besar cairan, memberikan kolom lebar dengan perampokan
besar. Sebaliknya, kolom dengan rasio refluks yang rendah harus memiliki sejumlah
besar tahap, sehingga membutuhkan kolom lebih tinggi. (Pagirik, 2013)
b. Distilasi Batch
Batch A masih menunjukkan pemisahan A dan B. Pemanasan yang ideal
campuran dua zat volatil A dan B (dengan A memiliki volatilitas yang lebih tinggi, atau
lebih rendah titik didih) dalam setup distilasi batch (seperti dalam suatu alat
digambarkan pada gambar pembukaan) sampai campuran mendidih menghasilkan uap
di atas cairan yang berisi campuran A dan B. perbandingan antara A dan B dalam uap
akan berbeda dari rasio dalam cairan: rasio dalam cairan akan ditentukan oleh
bagaimana campuran asli disiapkan, sementara rasio dalam uap akan diperkaya di
kompleks lebih tidak stabil, A (karena Hukum Raoult, lihat di atas). uap akan beralih
melalui kondensor dan akan dihapus dari sistem. Ini berarti bahwa rasio senyawa dalam
cairan yang tersisa kini berbeda dari rasio awal (yaitu lebih diperkaya dalam B dari
cairan awal) (Pagirik, 2013).
Hasilnya adalah bahwa rasio dalam campuran cair berubah, menjadi lebih kaya
dalam B. Komponen ini menyebabkan titik didih campuran meningkat, yang pada
gilirannya menghasilkan kenaikan suhu dalam uap, yang akan menghasilkan rasio
berubah A : B dalam fase gas (seperti distilasi berlanjut, ada peningkatan proporsi B
dalam fasa gas). Hal ini menghasilkan rasio yang pelan-pelan berubah A: B dalam
distilat tersebut. Jika perbedaan tekanan uap antara dua komponen A dan B adalah besar
(umumnya dinyatakan sebagai perbedaan titik didih), campuran pada awal penyulingan
sangat diperkaya di A komponen, dan ketika komponen A memiliki suling off, cair
mendidih yang diperkaya dengan komponen B (Pagirik, 2013).
c. Perbaikan Umum (Distilasi Batch dan Kontinyu)
Baik distilasi batch dan kontinyu dapat ditingkatkan dengan memanfaatkan
sebuah kolom fraksionasi di atas labu distilasi. Kolom meningkatkan pemisahan dengan
menyediakan area permukaan yang lebih besar untuk uap dan kondensat untuk datang
II-11
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
ke kontak. Ini membantu itu tetap pada kesetimbangan selama mungkin. Kolom bahkan
dapat terdiri dari subsistem kecil ('baki' atau 'hidangan') yang semuanya mengandung
campuran, diperkaya cair mendidih, semua dengan keseimbangan mereka sendiri uap-
cair. Ada perbedaan antara kolom fraksionasi skala laboratorium dan skala industri,
tetapi prinsip yang sama. Contoh kolom fraksionasi skala laboratorium (dalam efisiensi
meningkat) meliputi:
• Udara kondensor
• Vigreux kolom (biasanya skala laboratorium saja)
• Dikemas kolom (dikemas dengan manik-manik kaca, potongan logam, atau bahan
kimia inert lainnya)
• Spinning band distilasi sistem.
(Pagirik, 2013)
II.2.2 Pembagian Distilasi berdasarkan tekanan operasinya
Berdasarkan basis tekanan operasinya terbagi menjadi tiga, yaitu :
a. Distilasi atmosferis
Distilasi atmosferis merupakan proses distilasi yang mana tekanan operasinya
adalah tekanan atmosferis (1 atm) atau sedikit di atas tekanan atmosferis. Contoh unit
proses yang menggunakan proses distilasi atmosferis ini adalah pada Crude Distilling
Unit (CDU) (Esa, 2012).
b. Distilasi vakum
Distilasi hampa (vacuum distillation) merupakan proses distilasi yang mana
tekanan operasinya di bawah tekanan atmosferis (<1 atm). Proses distilasi hampa
biasanya digunakan untuk memisahkan fraksi-fraksi dari umpan minyak berat (long
residue, bottom product dari CDU) yang tidak memungkinkan dilakukan pada tekanan
atmosferis. Dengan tekanan yang lebih rendah, maka diharapkan fraksi-fraksi penyusun
umpan pada distilasi hampa dapat terpisah pada temperatur yang lebih rendah dari titik
didih normalnya (pada 1 atm) sehingga tidak terjadi proses thermal cracking pada
proses distilasi tersebut. Contoh unit proses yang menggunakan proses distilasi hampa
adalah High Vacuum Unit (HVU) (Esa, 2012).
Beberapa senyawa memiliki titik didih yang sangat tinggi. Untuk senyawa
mendidih seperti itu, sering lebih baik untuk menurunkan tekanan di mana senyawa
tersebut direbus daripada meningkatkan suhu. Setelah tekanan diturunkan terhadap
tekanan uap senyawa tersebut (pada suhu yang diberikan), mendidih dan sisanya dari
II-12
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
proses penyulingan dapat dimulai. Teknik ini disebut sebagai distilasi vakum dan sering
ditemukan di laboratorium dalam bentuk rotavapor. Teknik ini juga sangat berguna
untuk senyawa yang mendidih di luar temperatur dekomposisi pada tekanan atmosfer
dan yang karenanya akan terurai oleh setiap usaha untuk merebus mereka di bawah
tekanan atmosfer (Pagirik, 2013).
c. Distilasi tekanan
Distilasi bertekanan merupakan proses distilasi yang mana tekanan operasinya
di atas tekanan atmosferis (>1 atm). Proses distilasi bertekanan digunakan pada proses
pemisahan umpan yang berupa gas. Pada tekanan atmosferis, umpan yang berada dalam
fase gas masuk ke kolom distilasi berupa gas, sehingga tidak dapat dipisahkan. Dengan
tekanan yang lebih tinggi, maka titik didih komponen penyusun umpan akan naik,
sehingga pada temperatur yang sama, umpan dapat berubah fase menjadi cair (liquid).
Dengan demikian, umpan proses distilasi bertekanan tersebut dapat dipisahkan di dalam
kolom distilasi. Contoh unit proses yang menggunakan proses distilasi bertekanan
adalah pada Light End Unit (LEU) (Esa, 2012).
II.2.3 Macam-macam Distilasi
Selain pembagian macam distilasi, dalam referensi lain menyebutkan macam – macam
distilasi, yaitu :
1. Distilasi sederhana
Pada distilasi sederhana, dasar pemisahannya adalah perbedaan titik didih yang
jauh atau dengan salah satu komponen bersifat volatil. Jika campuran dipanaskan maka
komponen yang titik didihnya lebih rendah akan menguap lebih dulu. Selain perbedaan
titik didih, juga perbedaan kevolatilan, yaitu kecenderungan sebuah substansi untuk
menjadi gas. Distilasi ini dilakukan pada tekanan atmosfer. Aplikasi distilasi sederhana
digunakan untuk memisahkan campuran air dan alkohol. (Nurhidayati, 2011)
Biasanya distilasi sederhana digunakan untuk memisahkan zat cair yang titik
didih nya rendah, atau memisahkan zat cair dengan zat padat atau miniyak. Proses ini
dilakukan dengan mengalirkan uap zat cair tersebut melalui kondensor lalu hasilnya
ditampung dalam suatu wadah, namun hasilnya tidak benar-benar murni atau bisa
dikatakan tidak murni karena hanya bersifat memisahkan zat cair yang titik didih rendah
atau zat cair dengan zat padat atau minyak (Nurhidayati, 2011)
II-13
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
2. Distilasi bertingkat ( fraksional )
Distilasi fraksionasi adalah memisahkan komponen-komponen cair, dua atau
lebih, dari suatu larutan berdasarkan perbedaan titik didihnya. Distilasi ini juga dapat
digunakan untuk campuran dengan perbedaan titik didih kurang dari 20 °C dan bekerja
pada tekanan atmosfer atau dengan tekanan rendah. Aplikasi dari distilasi jenis ini
digunakan pada industri minyak mentah, untuk memisahkan komponen-komponen
dalam minyak mentah (Saprudin, 2013).
Fractional distilasi adalah pemisahan suatu campuran menjadi komponen
bagian , atau pecahan , seperti dalam pemisahan senyawa kimia oleh mereka titik didih
dengan memanaskan mereka ke temperatur di mana beberapa fraksi senyawa tersebut
akan menguap. Ini adalah jenis khusus dari penyulingan . Umumnya komponen bagian
mendidih kurang dari 25 ° C dari satu sama lain di bawah tekanan satu atmosfer (atm).
Jika perbedaan titik didih lebih besar dari 25 ° C, distilasi sederhana digunakan.
(Pagirik, 2013)
Perbedaan distilasi fraksionasi dan distilasi sederhana adalah adanya kolom
fraksionasi. Di kolom ini terjadi pemanasan secara bertahap dengan suhu yang berbeda-
beda pada setiap platnya. Pemanasan yang berbeda-beda ini bertujuan untuk pemurnian
distilat yang lebih dari plat-plat di bawahnya. Semakin ke atas, semakin tidak volatil
cairannya (Saprudin, 2013).
Distilasi bertingkat merupakan proses pemurnian zat/senyawa cair dimana zat
pencampurnya berupa senyawa cair yang titik didihnya rendah dan tidak berbeda jauh
dengan titik didih senyawa yang akan dimurnikan. Dengan perkataan lain, distilasi ini
bertujuan untuk memisahkan senyawa-senyawa dari suatu campuran yang komponen-
komponennya memiliki perbedaan titik didih relatif kecil. Distilasi ini digunakan untuk
memisahkan campuran aseton-metanol, karbon tetra klorida-toluen, dll. Pada proses
distilasi bertingkat digunakan kolom fraksinasi yang dipasang pada labu distilasi.
Tujuan dari penggunaan kolom ini adalah untuk memisahkan uap campuran senyawa
cair yang titik didihnya hampir sama/tidak begitu berbeda (Pagirik, 2013).
Sebab dengan adanya penghalang dalam kolom fraksinasi menyebabkan uap
yang titik didihnya sama akan sama-sama menguap atau senyawa yang titik didihnya
rendah akan naik terus hingga akhirnya mengembun dan turun sebagai destilat,
sedangkan senyawa yang titik didihnya lebih tinggi, jika belum mencapai harga titik
didihnya maka senyawa tersebut akan menetes kembali ke dalam labu distilasi, yang
II-14
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
akhirnya jika pemanasan dilanjutkan terus akan mencapai harga titik didihnya. Senyawa
tersebut akan menguap, mengembun dan turun/menetes sebagai destilat.
Gambar II.3 Proses distilasi bertingkat
(Saprudin, 2013)
II.2.4 Cara melakukan distilasi bertingkat:
a. Susun/set alat distilasi bertingkat.
b. Masukan zat sampel dan batu didih ke dalam labu dasar bulat, panaskan labu dengan
melalui penangas sampai campuran mendidih.
c. Atur pemanasan sehingga destilat yang keluar mendekati 2 mL (60 tetes) per menit.
d. Pasang pada labu dasar bulat 250 mL kolom fraksinasi Vigreux atau kolom lain yang
sesuai.
e. Tutup ujung atas kolom dengan termometer sedemikian rupa sehingga ujung
termometer berada 5-10 mm di bawah pipa pengalir pada kolom fraksinasi.
f. Hubungkan pipa mengalir pada kolom dengan pendingin (panjangnya 60-70 cm) dan
pasang seperti untuk melakukan distilasi sederhana. Siapkan 5 labu erlenmeyer yang
bersih dan kering untuk menampung destilat.
(Saprudin, 2013)
1. Distilasi uap
Distilasi uap digunakan pada campuran senyawa-senyawa yang memiliki titik
didih mencapai 200 °C atau lebih. Distilasi uap dapat menguapkan senyawa-senyawa
ini dengan suhu mendekati 100 °C dalam tekanan atmosfer dengan menggunakan uap
atau air mendidih. Sifat yang fundamental dari distilasi uap adalah dapat mendistilasi
campuran senyawa di bawah titik didih dari masing-masing senyawa campurannya.
II-15
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
Selain itu distilasi uap dapat digunakan untuk campuran yang tidak larut dalam air di
semua temperatur, tapi dapat didistilasi dengan air. Aplikasi dari distilasi uap adalah
untuk mengekstrak beberapa produk alam seperti minyak eucalyptus dari eucalyptus,
minyak sitrus dari lemon atau jeruk, dan untuk ekstraksi minyak parfum dari
tumbuhan.
Gambar II.4 Alat yang digunakan untuk Distilasi Uap
Distilasi uap digunakan untuk suatu zat yang mudah terurai atau rusak pada
titik didihnya. Caranya tekanan up cairan yang akan didistilasi ditambah tekanannya
melalui pemberian uap yang bertekanan tinggi. Mengapa tidak didistilasi vakum saja?
Karena jika didestialsi vakum maka zat yang didinginkan akan terisap ke vakum. Oleh
karena itu sebaiknya didistilasi uap. Pada distilasi uap titik didih yang rendah menjadi
lebih rendah, karena adanya tekanan tambahan dari cairan. Kedalam labu pembuat uap
tambahan, hendaklah diberikan pipa kapiler yang mencelup kedalam cairan yang
diuapkan, yang jika tekanan terlalu tinggi, maka tekanannya dapat dialirkan melalui
pipa kapiler tersebut (Fatysa, 2011).
Distilasi Uap adalah tipe khusus dari distilasi (suatu proses pemisahan ) untuk
bahan sensitif temperatur seperti alam aromatik senyawa. Banyak senyawa organik
cenderung terurai pada suhu tinggi yang berkelanjutan. Pemisahan dengan distilasi
normal maka tidak akan menjadi pilihan, sehingga air atau uap dimasukkan ke dalam
alat distilasi. Dengan menambahkan air atau uap, titik didih senyawa mengalami
depresi, yang memungkinkan mereka untuk menguap pada suhu yang lebih rendah,
sebaiknya di bawah temperatur di mana kerusakan material menjadi cukup besar. Jika
bahan yang akan disuling sangat sensitif terhadap panas, distilasi uap juga dapat
dikombinasikan dengan distilasi vakum . Setelah penyulingan uap yang diringkas
II-16
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
seperti biasa, biasanya menghasilkan dua sistem fase air dan senyawa organik,
memungkinkan untuk pemisahan sederhana (Pagirik, 2013).
2. Distilasi vakum
Distilasi vakum adalah distilasi yang tekanan operasinya 0,4 atm (300 mmHg
absolut). Distilasi yang dilakukan dalam tekanan operasi ini biasanya karena
beberapa alasan yaitu :
a. Sifat penguapan relatif antar komponen biasanya meningkat seiring dengan
menurunnya boiling temperature. Sifat penguapan relatif yang meningkat
memudahkan terjadinya proses separasi sehingga jumlah stage teoritis yang
dibutuhkan berkurang. Jika jumlah stage teoritis konstan, rasio refluks yang
diperlukan untuk proses separasi yang sama dapat dikurangi. Jika kedua variabel di
atas konstan maka kemurnian produk yang dihasilkan akan meningkat.
b. Distilasi pada temperatur rendah dilakukan ketika mengolah produk yang sensitif
terhadap variabel temperatur. Temperatur bagian bawah yang rendah menghasilkan
beberapa reaksi yang tidak diinginkan seperti dekomposisi produk, polimerisasi,
dan penghilangan warna.
c. Proses pemisahan dapat dilakukan terhadap komponen dengan tekanan uap yang
sangat rendah atau komponen dengan ikatan yang dapat terputus pada titik
didihnya.
d. Reboiler dengan temperatur yang rendah yang menggunakan sumber energi dengan
harga yang lebih murah seperti steam dengan tekanan rendah atau air panas
(Mustikawati, 2012)
Distilasi vakum dutunjukkan untuk menarik senyawa yang titik didihnya
tinggi. Dengan dikuranginya udara permukaan cairan, maka pendidihan akan terjadi
pada tekanan uap yang lebih rendah. Bila bekerja dengan mesin pembuat vakum,
antara mesin dal alat distilasi hendaklah dipasang perangkap dan dan didinginkan
pada suhu 50oC dibawah nol. Jika tidak , akan ada senyawa yang ditarik ke dalam
mesin, dan akan menyebabkan mesin menjadi lebih cepat aus (Fatysa, 2011).
3. Refluks / destruksi
Refluks/destruksi ini bisa dimasukkan dalam macam –macam distilasi walau
pada prinsipnya agak berkelainan. Refluks dilakukan untuk mempercepat reaksi
dengan jalan pemanasan tetapi tidak akan mengurangi jumlah zat yang ada. Dimana
pada umumnya reaksi- reaks w ― ‖
II-17
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
reaksi perlu dipanaskan tetapi biasanya pemanasan akan menyebabkan penguapan
baik pereaksi maupun hasil reaksi. Karena itu agar campuran tersebut reaksinya
dapat cepat, dengan jalan pemanasan tetap jumlahnya tetap reaksinya dilakukan
secara refluks (Mustikawati, 2012).
Gambar II.5 Alat yang digunakan untuk Distilasi Refluks
4. Distilasi kering
Prinsipnya memanaskan material padat untuk mendapatkan fasa uap dan
cairnya. Contohnya untuk mengambil cairan bahan bakar dari kayu atau batu bata.
(Mustikawati, 2012)
Distilasi kering adalah suatu metoda pemisahan zat-zat kimia Dalam proses
distilasi kering, bahan padat dipanaskan sehingga menghasilkan produk-
produk berupa cairan ataugas (yang dapat berkondensasi menjadi padatan). Produk-
produk tersebut disaring, dan pada saat yang bersamaan mereka berkondensasi dan
dikumpulkan. Distilasi kering biasanya membutuhkan suhu yang lebih tinggi
dibanding distilasi biasa.Metode ini dapat digunakan untuk memperoleh bahan
bakar cair dari batubara dan kayu. Selain itu, distilasi kering juga digunakan untuk
memecah garam-garam mineral. Misalnya pemecahan sulfat melalui termolisis,
menghasilkan gas sulfur dioksida dan sulfur trioksidayang dapat dilarutkan dalam air
membentuk asam sulfat (Nurhidayati, 2011).
Pada awalnya, ini adalah cara yang umum untuk memproduksi asam sulfat .Prinsipnya
memanaskan material padat untuk mendapatkan fasa uap dan cairnya. Contohnya untuk
II-18
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
mengambil cairan bahan bakar dari kayu atau batu bata. Senyawa – senyawa yang terdapat
dalam campuran akan menguap pada saat mencapai titik didih masing – masing.
(Nurhidayati, 2011)
Gambar II.6 Destilator
Gambar di atas merupakan alat distilasi atau yang disebut destilator. Yang terdiri dari
thermometer, labu didih, steel head, pemanas, kondensor, dan labu penampung destilat.
Thermometer Biasanya digunakan untuk mengukur suhu uap zat cair yang didistilasi selama
proses distilasi berlangsung. Seringnya thermometer yang digunakan harus memenuhi syarat:
a. Berskala suhu tinggi yang diatas titik didih zat cair yang akan didistilasi.
b. Ditempatkan pada labu distilasi atau steel head dengan ujung atas reservoir HE sejajar
dengan pipa penyalur uap ke kondensor. Labu didih berfungsi sebagai tempat suatu
campuran zat cair yang akan didistilasi.
(Magic, 2010)
Steel head berfungsi sebagai penyalur uap atau gas yang akan masuk ke alat pendingin
(kondensor) dan biasanya labu distilasi dengan leher yang berfungsi sebagai steel head.
Kondensor memiliki 2 celah, yaitu celah masuk dan celah keluar yang berfungsi untuk aliran
uap hasil reaksi dan untuk aliran air keran. Pendingin yang digunakan biasanya adalah air
yang dialirkan dari dasar pipa, tujuannya adalah agar bagian dari dalam pipa lebih lama
mengalami kontak dengan air sehingga pendinginan lebih sempurna dan hasil yang diperoleh
lebih sempurna. Penampung destilat bisa berupa erlenmeyer, labu, ataupun tabung reaksi
tergantung pemakaiannya. Pemanasnya juga dapat menggunakan penangas, ataupun mantel
listrik yang biasanya sudah terpasang pada destilator (Magic, 2010)
II-19
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
II.2.5 Distilasi Biner (Binary Distillation)
Teori dasar Distilasi Biner ialah jika suatu campuran biner pada fasa liquid dipanaskan
pada tekanan konstant, maka pada saat tekanan uap yang dihasilkan campuran tersebut sama
dengan tekanan sistem, maka akan terjadi kondisi didih. Kondisi ini disebut titik didih atau
bubble point. Jika campuran berada pada fasa uap didinginkan, maka pada kondisi tekanan
uap campuran tersebut sama dengan tekan sistem, maka campuran tersebut akan mungembun.
Kondisi ini disebut titik embun atau dew point. Distilasi Biner : Distilasi Biner
Kesetimbangan fasa pada tekanan konstan campuran biner Distilasi Biner : Distilasi Biner
kesemtimbangan fasa pada temperatur konstan campuran biner.
(Kimia Fisika, sukarjdo Prof. Dr. hal 141)
Bila dua atau lebih zat yang tidak bereaksi dicampur, campuran yang terjadi ada tiga
kemungkinan:
a. Campuran kasar, contoh : campuran tanah dan pasir, gula dan garam dan sebagainya.
b. Dispers koloid, contoh : larutan tanah liat dan air, sol. Fe(OH)3, dan sebagainya.
c. Larutan sejati, contoh : larutan gula dalam air, garam dalam air, dan sebagainya.
(Kimia Fisika, sukarjdo Prof. Dr. hal 141)
Dua jenis campuran yang pertama bersifat heterogen dan dapat dipisahkan secara
mekanis, sedang larutan bersifat homogen dan tidak dapat dipisahkan secara mekanis. Atas
dasar inilah maka larutan dapat didefinisikan: campuran yang homogen antara dua zat atau
lebih. Larutan itu sendiri terdiri dari solute (zat yang dilarutkan) dan solvent (pelarutnya). Hal
ini berkaitan dengan sifat-sifat larutan yang hanya ditentukan oleh jumlah partikelnya.
Larutan dapat berupa larutan elektrolit dan larutan yang non elektrolit.
(Kimia Fisika, sukarjdo Prof. Dr. hal 141)
Kemungkinan larutan banyak sekali, tetapi larutan yang paling penting adalah larutan biner,
diantaranya adalah:
1. Larutan gas dalam gas
Gas dengan gas selalu bercampur sempurna membentuk larutan. Sifat-sifat larutan adalah
aditif, asal tekanan total tidak terlalu besar. Dalam hal ini berlaku Hukum Dalton untuk
tekanan total dan Hukum Amagat untuk volume total.
2. Larutan gas dalam cairan
Kelarutan gas dalam cairan tergantung jenis gas, pelarut,tekanan dan temperature.
Koefisien daya larut, yaitu banyaknya gas dalam cc (direduksi pada 0o C 760cmHg) yang
II-20
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
larut dalam 1 cc pelarut pada tekanan tertentu dan tekanan 1 atm, harganya makin turun
jika temperatur naik.
3. Larutan zat padat dalam cairan
Daya larut zat padat dan cairan tergantung dari jenis zat terlarut, jenis pelarut, temperatur
dan tekanan. Batas daya larutnya ialah konsentrasi larutan jenuh. Umumnya daya larut zat-
zat anorganik dalam air lebih besar daripada dalam pelarut-pelarut organik dan daya larut
bertambah dengan naiknya temperatur karena kebanyakan zat mempunyai panas larutan
positif.
4. Larutan cairan dalam cairan
Bila dua cairan dicampur, zat ini dapat bercampur sempurna, sebagian, atau tidak
bercampur. Daya larut cairan dalam cairan tergantung dari jenis cairan dan temperatur, zat-
zat yang mirip daya larutnya besar.
Contoh : Benzena-toluena dan air-alkohol
Sedangkan zat-zat yang berbeda tidak dapat bercampur.
Contoh : Air-kloro benzene dan Air-nitro benzene
5. Larutan padat dalam gas
Ada kemungkinan gas dalam cairan terlarut dalam zat padat, seperti larutnya H2 dalam Pd
dan benzene dalam yodium.
6. Larutan cairan dalam gas
Larutan ini terjadi bila cairan menguap atau zat padat menyublim dalam suatu gas, jadi
larutannya uap dalam gas. Jumlah yang terjadi terbatas, karena tekanan uap zat cair dan
zat padat tertentu untuk tiap temperatur.
7. Larutan zat padat dalam zat padat
Larutan antara zat padat dan zat padat dapat berupa campuran sebagian atau sempurna.
Bila bercampur sempurna, tidak dipengaruhi temperatur.
(Kimia Fisika, sukarjdo Prof. Dr. hal 144)
Pada percobaan sistem binary liquid ini yang akan digunakan adalah larutan cairan
dalam cairan. Pada sistem binary kesetimbangan tekanan uap terhadap dua larutan yang
dicampur satu sama lain sebagai dasar larutan ideal. Larutan ideal adalah larutan yang
mempunyai daya tarik zat yang sama antara molekul zat pelarut dan molekul zat terlarut.
Larutan ideal mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
1. Pada pengenceran komponennya tidak mengalami perubahan sifat.
II-21
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
2. Tidak terjadi perubahan panas pada pembuatan atau pengenceran.
3. Volume total adalah jumlah volume komponennya.
4. Sifat fisiknya adalah rata-rata sifat penyusun.
5. Mengikuti Hukum Raoult tentang tekanan uap.
(Kimia Fisika, sukarjdo Prof. Dr. hal 147)
Beberapa istilah yang berkaitan dengan kesetimbangan dua phase, yaitu;
a. Sistem
Adalah suatu zat atau campuran yang diisolasikan dari zat-zat lain dalam suatu bejana
inert, untuk diselidiki pengaruh perubahan temperatur, tekanan dan konsentrasi terhadap zat
tersebut.
b. Fase
Merupakan bagian dari sistem yang secara fisis berbeda dan dapat dipisahkan secara
mekanis, misalnya dengan filtrasi, sedimentasi, dekantasi dan lain sebagainya.
c. Jumlah Komponen
Adalah jumlah terkecil dari variabel bebas konstituen dalam sistem, yang dapat
dipakai untuk menyatakan susunan fase yang ada.
d. Derajat Kebebasan
Bila dua atau lebih zat yang tidak bereaksi dicampur, maka akan terbentuk suatu
campuran yang terdiri dari tiga kemungkinan:
1. Campuran kasar : Campuran dua zat atau lebihyang bersifat heterogen dan dapat
dipisahkan secara mekanik.
Contoh : campuran tanah dan pasir, gula dan garam,dsb.
2. Dispers koloid : Campuran dua zat atau lebih yang homogen akan tetapi bersifat heterogen
dan dapat dipisahkan secara mekanik.
Contoh : Campuran tanah liat dan air, dsb.
3. Larutan sejati : Campuran dua zat atau lebih yang bersifat homogen dan tidak dapat
dipisahkan secara mekanis.
Contoh : larutan gula dalam air,garam dalam air,dsb.
(Kimia Fisika, sukarjdo Prof. Dr. hal 147)
Dalam suatu sistem yang berisi larutan, biasanya akan terbentuk dua fase, yaitu uap
yang berisi komponen larutan dan larutan itu sendiri. Agar tercapai kesetimbangan antara dua
fase tersebut, maka harus memenuhi hukum Raoult, dimana tekanan uap parsial komponen
II-22
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
larutan volatail sebanding dengan tekanan uap komponen murni dikalikan dengan mol fraksi
komponen dalam larutan.
Distilasi biner campuran azeotrop propanol-ethyl acetate dengan metode Pressure
Swing Distillation. Prinsip yang digunakan pada metode ini yaitu pada tekanan yang berbeda,
komposisi azeotrop suatu campuran akan berbeda pula. Berdasarkan prinsip tersebut, distilasi
dilakukan bertahap menggunakan 2 kolom distilasi yang beroperasi pada tekanan yang
berbeda. Kolom distilasi pertama memiliki tekanan operasi yang lebih tinggi dari kolom
distilasi kedua. Metode ini termasuk sebagai unit operasi kimia jenis perpindahan massa.
Penerapan proses ini didasarkan pada teori bahwa pada suatu larutan, masing-masing
komponen akan menguap pada titik didihnya. Model ideal distilasi didasarkan pada Hukum
Raoult dan Hukum Dalton. Distilasi campuran biner, dimana zat yang digunakan adalah
campuran alcohol dan aseton dengan komposisi yang variasi (Himka, 2012).
Campuran azeotrop adalah campuran suatu zat dimana zat tersebut memiliki titik didih
minimal atau titik didih maksimal. Susunan campuran azeotrop tergantung dari tekanan yang
dipakai untuk membuat larutan- larutan dengan konsentrasi tertentu. Azeotrop merupakan
campuran 2 atau lebih komponen pada komposisi tertentu dimana komposisi tersebut tidak
bisa berubah hanya melalui distilasi biasa. Ketika campuran azeotrop dididihkan, fasa uap
yang dihasilkan memiliki komposisi yang sama dengan fasa cairnya. Campuran azeotrop ini
sering disebut juga constant boiling mixture karena komposisinya yang senantiasa tetap jika
campuran tersebut dididihkan (Himka, 2012).
II.2.6 Titik Didih Campuran Biner (miscible)
Telah kita ketahui, bahwa fraksi uap selalu berisi lebih banyak cairan yang titik
didihnya rendah. Bila uap ini diembunkan, kemudian diuapkan lagi, maka fraksi uap berisi
lebih banyak lagi cairan dengan titik didih rendah. Bila proses ini kita ulang terus-menerus,
akhirnya didapatkan fraksi uap yang berisi lebih banyak cairan dengan titik didih rendah dan
larutan yang berisi fraksi yang titik didihnya tinggi. Proses ini disebut distilasi fraksional
isotermal. (Kimia Fisika Sukardjo, Prof.Dr hal 152)
Hal diatas sukar dilakukan, yang lebih mudah dilakukan adalah distilasi fraksional
pada tekanan tetap. Suatu cairan akan mendidih bila tekanan totalnya sama dengan tekanan
atmosfer. Untuk pasangan cairan A dan B, zat ini akan mendidih bila:
Ptotal = Patm = PA + PB ……… 2-9)
II-23
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
Jadi untuk cairan yang tekanan uapnya rendah, titik didihnya tunggi. Demikian pula
sebaliknya. (Kimia Fisika Sukardjo, Prof.Dr hal 152)
Karena pada fase uap berisi lebih banyak cairan dengan titik didih rendah, maka garis
atau kurva susunan uap dalam diagram distilasi ada diatas garis atau kurva susunan cairan.
Konsentrasi pada titik C dan D pada diagram tekanan uap dan diagram titik didih biasanya
tidak identik. Dengan berubahnya temperatur, susunan akan berubah mendekati A atau B
tergantung sistemnya. (Kimia Fisika Sukardjo, Prof.Dr hal 153)
II.2.7. Hukum-hukum pada distilasi
II.2.7.1 Hukum Raoult
Hukum Raoult dapat didefinisikan sebagai fugasitas dari tiap komponen dalam larutan
yang sama dengan hasil kali dari fungsitasnya dalam keadaan murni pada temperatur dan
tekanan yang sama, serta fraksi molnya dalam larutan tersebut. Hukum ini mengasumsikan
bahwa komponen memberikan kontribusi terhadap total tekanan uap campuran dalam
sebanding dengan persentase campuran dan tekanan uap ketika murni, atau dengan ringkas:
tekanan parsial sama dengan fraksi mol dikalikan dengan tekanan uap ketika murni. Jika salah
satu perubahan komponen komponen lain yang tekanan uap, atau jika volatilitas komponen
tergantung pada persentase dalam campuran, hukum akan gagal.
(Kimia Fisika Sukardjo, Prof.Dr hal 148)
II.2.7.2 Penurunan rumus untuk hukum Raoult:
Energi bebas molar komponen I dalam fase gas :
GI(g) = GI0
(g) + RT ln fI(g) ……… 2-1)
Sedangkan partial molal energi bebas komponen dalam larutan :
GI = GI0 + ln ai ……… 2-2)
Untuk kesetimbangan antar larutan dan fase gas, GI = GI , sehingga :
GI (g) + RT ln fI(g) + Gi + RT ln ai ……… 2-3)
Pada ruas kanan konstan sehingga fI (g) / ai = k. Untuk mengevaluasi k digunakan I = 1.
Untuk komponen murni dan fi (g) + fI0
(g) dimana f10
(g) adalah fugasitas uap diatas komponen
murni. Dengan mengganti k = fI0
(g)
didapatkan a1 = fi(g) / fI0
(g)
Jadi energi bebas campuran larutan biner dapat juga ditulis :
P1γ1(g) P2γ2(g)
∆Gm = n1 RT ln ———— + n2 RT ln ————
P10γ1
0(g) P2
0γ2
0(g)
II-24
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
Bila larutan merupakan larutan ideal maka a1 = N1 , a2 = N2, sehingga:
P1 + N1 . P10
P2 + N2 . P20
Hukum Raoult
Ptotal = P1 + P2
Keterangan :
N1 = mol fraksi pada larutan 1
N2 = mol fraksi pada larutan 2
P10 = tekanan uap larutan 1 murni
P20 = tekanan uap larutan 2 murni
(Kimia Fisika, sukarjdo Prof. Dr. hal 148)
Hubungan antara hukum Raoult pada tekanan uap parsial, merupakan mol fraksi pada
unsur pokok didalam larutan. Untuk menjelaskan antara komposisi larutan dengan komposisi
uap diatas; misalnya Y2 sebagai mol fraksi dari A2 dalam uap dan dalam komposisi larutan
N2, maka dengan Hukum Dalton :
Y2 = (P2 : P)
Dimana P2 = P20 x N2, maka P diberikan pada P total :
P2.N2
y2 = ———————
(P2 – P1)N2 + P1
Dari persaman diatas menunjukkan bahwa terdapat komponen uap yang jelas
menunjukan hubungan komposisi dalam larutan dan bahwa Y2 dan N2 tidak mungkin sama
sekali kecuali dalam keadaan sangat khusus dimana P1 = P20. Untuk larutan yang tidak ideal,
sering terjadi penyimpangan terhadap Hukum Raoult, yang berupa :
a. Deviasi Positif
Yaitu apabila pada suhu tertentu, tekanan uap larutan lebih tinggi daripada yang diramalkan
menurut Hukum Raoult. Ciri khas deviasi positif adalah adanya titik didih minimum dari
sistem biner tersebut.
b. Deviasi Negatif
Yaitu apabila pada suhu tertentu, tekanan uap larutan lebih rendah daripada yang diramalkan
menurut Hukum Raoult. Ciri khas deviasi negative adalah adanya titik didih maksimum dari
sistem biner tersebut.
(Kimia Fisika, sukarjdo Prof. Dr. hal 148)
II-25
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
Kebanyakan sistem biner mengikuti Hukum Rault hanya bila konsentrasinya
mendekati satu. Untuk larutan encer atau larutan yang kosentrasinya jauh dari satu,
penyimpangan terhadap Hukum Roult sering terjadi. Kebanyakan hanya sedikit campuran
yang benar-benar mengikuti Hukum Raoult dari sekian banyak komposisi. Umumnya tekanan
uap larutan yang diukur akan lebih besar atau lebih daripada perkiraan Hukum Raoult. Bila
tekanan uapnya lebih besar daripada yang diperkirakan dikatakan mempunyai deviasi positif
dari Hukum Raoult, dan bila tekanan uapnya lebih kecil, maka larutan memperlihatkan
deviasi negatif (Kimia Fisika, sukarjdo Prof. Dr. hal 148)
Asal dari perilaku non ideal terletak pada kekuatan relatif dari gaya tarik antara
molekul solute dan solvent. Jika gaya tarik antara molekul solute dan solvent lebih lemah dari
pada antara molekul-molekul solutnya dan molekul-molekul solventnya sendiri-sendiri, ikatan
baik dari partikel solute atau parikel solvent dalam larutan tidak sekuat pada keadaan zat
murninya. Maka kecenderungan untuk keluar dari larutan akan lebih besar daripada dalam
bentuk solute dan solventnya. Akibatnya tekanan parsialnya masing-masing akan lebih besar
daripada yang diperkirakan dalam Hukum Raoult. Maka tekanan uapnya akan lebih besar dari
yang diharapkan dan memperlihatkan deviasi positif dari Hukum Raoult. Sebaliknya bila gaya
tarik antara solute dan solventnya lebih besar daripada gaya tarik antara partikel solute dan
solventnya masing-masing. Dalam hal ini setiap zat dalam akan lebih terikat daripada yang
dalam keadaan murninya. Hasilnya tekanan parsial dari larutan lebih kecil daripada yang
diperkirakn Hukum Raoult dan larutannya akan meperlihatkan deviasi yang negatif.
(Kimia Fisika, sukarjdo Prof. Dr. hal 148)
II.2.6.3 Tekanan uap pasangan zat cair sejati
Campuran zat cair biner yang menurut Hukum Raoult tidak banyak misalnya:
Pasangan etilen dibromida – propilena dibromida
Pasangan benzena – etilena diklorida
Pasangan CCl4 – SnCl4
Pasangan kloro benzena – bromo benzena
Sistem-sistem yang lain dapat dibagi menjadi tiga jenis:
(1) sistem dengan tekanan total antara komponen-komponen murninya, seperti pasangan:
CCl4 - siklo heksana
CCl4 - benzena
benzena - toluena
air - metil alkohol
II-26
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
(2) sistem dengan tekanan total membentuk maksimal, seperti pasangan:
CS2 - metilal
CS2 - aseton
benzena - siklo heksana
kloroform - etil alkohol
air - etil atau n . propil alkohol
(3) sistem dengan tekanan total membentuk maksimal, seperti pasangan:
CHCl3 - aseton
metil eter - HCl
piridine - asam asetat
air - asam formiat, HNO3, HCl, HBr
(Kimia Fisika Sukardjo, Prof.Dr hal 150)
Fraksi mol Tipe I Fraksi mol Tipe II
Fraksi mol Tipe III
Gambar II.7 Tiga Diagram tekanan uap pasangan cairan sejati
Pada berbagai macam temperatur, uap yang berada diatas larutan mempunyai unsur-
unsur yang menguap lebih banyak dibandingkan dengan larutan. Oleh karena itu, suatu
larutan dapat dibuat untuk mengubah komposisi untuk komponen yang sulit menguap dengan
cara memindahkan uap diatasnya. Fraksi uap selalu berisi cairan yang titik didihnya rendah.
Bila uap ini diembunkandan kemudian memindahakn uap baru kondensat, maka di dalam uap
baru tersebut akan ditemukan komponen-komponen yang mudah menguap lebih banyak dari
II-27
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
larutannya sehingga dalam fraksi uap berisi lebih banyak lagi cairan dengan titik didih rendah.
Bila proses ini diulang terus, maka dimungkinkan untuk mendapatkan konsentrasi dari
komponen yang sulit menguap dari larutan. Proses seperti ini untuk mengetahui konsentrasi
dari setiap komponen disebut sebagai distilasi fraksional dan karena proses ini berlangsung
dalam temperature yang konstan maka proses ini dikenal dengan proses distilasi fraksional
isothermal(Kimia Fisika Sukardjo, Prof.Dr hal 151)
Karena susunan yang berlainan dari larutan memounyai tekanan uap yang berbeda,
maka larutan yang beraneka ragam tidak akan mencapai tekanan uap total yang sama dengan
tekanan batas pada temperatur yang sama dan untuk itu larutan dengan konsentrasi berbeda-
beda akan mendidih pada temperatur yang berbeda. Umumnya larutan dengan tekanan uap
rendah akan mendidih pada temperature yang lebih tinggi daripada larutan dengan tekanan
uap tinggi. Untuk itu larutan dengan uap tinggi bisa mencapai tekanan total yang sama dengan
tekanan batas pada temperatur yang relatif rendah daripada larutan dengan tekanan uap
rendah(Kimia Fisika Sukardjo, Prof.Dr hal 151)
Hukum Dalton
Hukum Dalton menyatakan bahwa tekanan uap total adalah jumlah dari tekanan
uap masing-masing komponen dalam campuran. Ketika multi-komponen cair dipanaskan,
tekanan uap setiap komponen akan meningkat, sehingga menyebabkan tekanan uap total
meningkat. Ketika tekanan uap total mencapai tekanan yang mengelilingi cair, mendidih
terjadi dan berubah ke gas cair di seluruh sebagian besar cairan. Perhatikan bahwa
campuran dengan komposisi tertentu memiliki satu titik didih pada tekanan tertentu, ketika
komponen saling larut.
Keterangan :
: Fraksi mol A
: Fraksi mol B
: Tekanan uap A murni
: Tekanan uap B murni
(Anonim, 2012)
𝑃𝐴 𝑃′𝐴 𝑋𝐴
𝑃𝐴 𝑃′𝐴 𝑋𝐴
II-28
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
II.3.1 Aplikasi
Salah satu penerapan terpenting dari metode distilasi adalah pemisahan minyak
mentah menjadi bagian-bagian untuk penggunaan khusus seperti untuk transportasi,
pembangkit listrik, pemanas, dll. Udara didistilasi menjadi komponen-komponen seperti
oksigen untuk penggunaan medis dan helium untuk pengisi balon. Distilasi juga telah
digunakan sejak lama untuk pemekatan alkohol dengan penerapan panas terhadap larutan
hasil fermentasi untuk menghasilkan minuman suling (Saputro, 2011).
II.3.2 Desalinasi ( Menguapkan Air Laut menjadi Air Tawar )
Ada beberapa peralatan yang mendukung proses distilasi ini. Antara lain adalah
heater, kondensor, ejektor air, pompa ejektor, pompa kondensat, indikator salinitas, dan
peralatan kontrol.Proses kerja distilasi ini mulanya air laut dihisap oleh pompa ejektor yang
terdapat dipantai. Kemudian, air laut tersebut dimasukan ke dalam alat penukar gas (heat
exchanger). Pada tahap ini, air laut dipanasi oleh air panas dari panas buang diesel atau boiler
limbah biomassa pada suhu 80 derajat C (Nurhidayati, 2011).
Selanjutnya, air tersebut divakumkan pada tekanan udara kurang dari 1 atm.Pada
kondisi hampa udara (vakum) yang tinggi dan suhu rendah itulah, sebagian dari air laut
menguap. Dimana, uap bertekanan rendah dari tempat lain mendapat pendinginan dari air laut
yang dimasukkan dari cerobong terpisah. Pada saat itulah, uap berkondensasi menjadi air
tawar. Air laut yang sudah hangat akan mengalir dari saluran keluar pendingin. Dan
selanjutnya akan masuk ke dalam heat exchanger sebagai air umpan. Uap tekanan rendah
yang timbul di dalam heat exchanger mengalir masuk ke dalam evaporator. Begitu pula
dengan air sisa buangan yang kental.Selanjutnya, uap air itu didinginkan oleh air laut dan
berkondensasi menjadi air tawar (Nurhidayati, 2011).
Hasil air tawar di kondensor itu kemudian dipompa keluar oleh condensatepump.
Kemudian, air tersebut dialirkan ke tangki persedian air tawar. Sementara sisa air buangan
dikeluarkan secara teratur oleh water ejector.Sedangkan mengenai kadar garam dari air
destilat (air yang dihasilkan dari proses distilasi ini–red) secara terus menerus dipantau oleh
salinity indicator. Sebuah solenoid valve dipasang pada saluran keluar pompa air distilasi
(Nurhidayati, 2011).
2. Pengolahan Minyak Bumi
Salah satu penerapan terpenting dari metode distilasi adalah pemisahan
minyak mentah menjadi bagian-bagian untuk penggunaan khusus seperti untuk
transportasi, pembangkit listrik, pemanas, dll. Udara didistilasi menjadi komponen -
II-29
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
komponen seperti oksigen untuk penggunaan medis dan helium untuk pengisi balon.
Distilasi juga telah digunakan sejak lama untuk pemekatan alkohol dengan penerapan
panas terhadap larutan hasil fermentasi untuk menghasilkan minuman suling.
(Nurhidayati, 2011)
Menara distilasi Dimenara inilah terjadi proses distilasi. Yaitu proses
pemisahan larutan dengan menggunakan panas sebagai pemisah. Syarat utama agar
terjadinya proses distilasi adalah adanya perbedaan komposisi antara fase cair dan
fase uap. Dengan demikian apabila komposisi fase cair dan face uap sama maka
proses distilasi tidak mungkin dilakukan. Proses distilasi pada kilang minyak bumi
merupakan pengolahan secara fisika yang primer sebagai awal dari semua proses
memproduksi BBM (Bahan Bakar Minyak) (Nurhidayati, 2011).
III-1
BAB III
METODOLOGI
III.1. Variabel Percobaan
1. Variabel bebas
Suhu : 56,5 oC; 58
oC; 60
oC; 65
oC; 63
oC; 63
oC; 56,5
oC; 62
oC; 64
oC; 64
oC
2. Variabel terikat
Indeks Bias
3. Variabel kontrol
Volume kloroform
Volume aseton
III.2. Alat yang digunakan
1) Gelas ukur 100 ml
2) Pipet volume 25 ml
3) Pipet tetes
4) Thermometer
5) Tabung reaksi (20 buah)
6) Refraktometer
7) Labu destilat
III.3. Bahan Percobaan
1) Kloroform
2) Aseton
III.4. Prosedur Percobaan
1) Menyiapkan peralatan destilasi lengkap
2) Menyiapkan 20 buah tabung reaksi untuk wadah sampel dan memberi label yaitu 1L
hingga 10L untuk tempat residu dan 1V sampai 10V untuk tempat destilat. Volume
sampel yang di ambilsebanyak 2 ml.
3) Memasukkan 50 ml aseton murni ke dalam labu, mendidihkannya, dan mencatat titik
didihnya yang besarnya harus sekitar 56,5 pada 760 mmHg. Selanjutnya
mengumpulkan sampel sebanyak 2 ml sebagai 1L dan 1V.
III-2
Bab III Metodologi Percobaan
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
4) Menghentikan proses destilasi dan mendinginkan labu, kemudian mengembalikan sisa
destilasi tahap c ke dalam labu, menambahkan 20 ml kloroform dan memulai proses
destilasi kembali. Mengambil 2 ml sampel berupa residu dan destilat ketika suhunya
telah mencapai 58 dan memasukkannya ke dalam tabung reaksi berlabel 2L dan 2V.
5) Melanjutkan proses destilasi dan mengambil 2 ml sampel berupa residu dan destilat
dan destilat ketika suhunya telah mencapai60 dan memasukkannya ke dalam
tabungh reaksi berlabel 3L dan 3V.
6) Meneruskan proses destilasi hingga suhu 61 mendinginkannya kemudian
menambahkan 15 ml kloroform dan 25 ml aseton.
7) Meneruskan proses destilasi hingga suhu 65 , kemudian mengambil 2 ml sampel
berupa residu dan destilat dan memasukkannya kedalam tabung berlabel 4L dan 4V.
8) Mendinginkan labu, kemudian menambahkan 15 ml kloroform dan 25 ml aseton.
Selanjutnya mengambil 2 ml sampel berupa residu dan destilat ketika suhunya telah
mencapai 63 dan memasukkannya ke dalam tabung reaksi berlabel 5L dan 5V.
9) Melanjutkan proses destilasi kembali hingga titik didihnya tidak berubah, kemudian
mengambil 2 ml sampel berupa residu dan destilat kemudian memasukkannya ke
dalam tabung reaksi berlabel 6L dan 6V.
10) Mencuci labu dan membilasnya dengan sedikit kloroform kemudian
mengeringkannya. Selanjutnya labu diisi dengan 50 ml kloroform, mendidihkannya
hingga suhu sekitar 56,5 dan mengambil 2ml sampel berupa residu dan destilat lalu
memasukkannya kedalam tabung reaksi berlabel 7L dan 7V.
11) Mendingikan labu, mengembalikan destilat dari tahap j dan menambahkan 20 ml
campuran destilat dan residu dari tahap g, h, dan i. Melanjutkan proses destilasi
kembali pada suhu 62 , kemudian mengambil 2 ml sampel berupa residu dan destilat
lalu memasukkannya, kedalam tabung reaksi berlebel 8L dan 8V.
12) Mendinginkan labu, menambahkan destilat dari tahap k dan menambahkan 50 ml
campuran destilat dan residu dari tahap e dan f, kemudian meneruskan proses destilasi
hingga suhu 64 dan mengambil 2 ml sampel berupa residu dan destilat lalu
memasukkannya ke dalam tabung reaksi berlebel 9L dan 9V.
13) Melanjutkan proses destilasi hingga suhu konstan dan mengambil 2 ml sampel berupa
residu dan destilat lalu memasukkannya kedalam tabung reaksi berlebel 10L dan 10V.
14) Menghitung indeks bias masing-masing dari sampel.
III-3
Bab III Metodologi Percobaan
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
III.5 Diagram Alir
Menyiapkan peralatan destilasi lengkap
Menyiapkan 20 buah botol parfum 5ml yang telah dibersihkan untuk wadah
sampel dan memberi label yaitu 1L hingga 10L untuk tempat residu dan 1V
sampai 10V untuk tempat destilat kemudian siapkan 2 beker glas dengan
memberi label (E,F) dan label (G,H,I) sebagai tempat hasil campuran
destilat dan residu. Volume sampel yang diambil sebanyak 2 ml.
Memasukkan 50 ml aseton murni kedalam labu, mendidihkannya, dan
mencatat titik didihnya yang besarnya harus sekitar 56,5 0C pada 760
mmHg. Selanjutnya mengumpulkan sampel sebanyag 2 ml sebagai 1L dan
1V.
MULAI
Menghentikan proses distilasi dan mendinginkan labu, kemudian
mengembalikan sisa distilasi tahap c kedalam labu, menambahkan 20 ml
klorofrom dan memulai proses destilasi kembali. Mengambil 2 ml sampel
berupa residu dan destilat ketika suhunya mencapai 58 0C dan memasukkan
kedalam botol berlabel 2L dan 2V
A
III-4
Bab III Metodologi Percobaan
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
Melanjutkan Proses destilasi dan mengambil 2 ml sampel berupa residu
dan destilat ketika suhunya mencapai 60 0C dan memasukkannya ke
dalam 3L dan 3V. Setelah itu cari indeks bias dari 3L dan 3V.
Meneruskan proses destilasi hingga suhu 61 0C, kemudian mengambil
50 ml campuran dari destilat dan residu, serta memasukkannya kedalam
beker glas berlabel (E,F). Mendinginkan labu, lalu menambahkan 15 ml
kloroform dan 25 ml aseton.
Meneruskan proses destilasi hingga suhu 65 0C, kemudian mengambil 2
ml sampel berupa residu dan destilat serta memasukkannya kedalam
botol berlabel 4L dan 4V.
Mendinginkan labu, kemudian menambahkan 15ml kloroform dan 25 ml
aseton. Selanjutnya mengambil 2 ml sampel berupa residu dan destilat
ketika suhunya mencapai 63 0C dan memasukkannya kedalam botol
berlabel 5L dan 5V
B
A
Melanjutkan proses destilasi kembali hingga titik didihnya tidak berubah,
kemudian mengambil 2 ml sempel berupa reesidu dan destilat lalu
memasukkannya kedalam botol berlabel 6L dan 6V. Sisah residu dan
destilat dimasukkan kedalam beker gelas berlabel (G,H,I)
III-5
Bab III Metodologi Percobaan
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
Mencuci labu dan membilasnya dengan sedikit kloroform kemudian
mengeringkannya. Selanjutnya labu diisi dengan 50 ml kloroform,
mendidihkannya hingga suhu sekitar 56,5 0Cdan mengambil 2 ml sampel
berupa residu dan destilat lalu memasukkannya kedalam botol berlabel 7L
dan 7V.
Mendinginkan labu, mengembalikan destilat dari tahap J dan menambahkan
20 ml campuran destilat dan residu dari tahap G, H , dan I . melanjutkan
proses destilasi kembali pada suhu 62,5 0C, kemudian mengambil 2 ml
sempel berupa residu dan destilat lalu memasukkan ke dalam botol berlabel
8L dan 8V.
B
Mendinginkan labu, menambahkan destilat dari tahap k dan menambahkan
50 ml campuran destilat dan residu dari tahap E dan F, kemudian
meneruskan proses hingga mencapai suhu 64 0C dan mengambil 2 ml
sampel berupa residu dan destilat lalu memasukkan kedalam botol berlabel
9L dan 9V.
Melanjutkan proses destilasi hingga suhu konstan dan mengambil 2 ml
sampel berupa residu dan destilat lalu memasukkannya ke dalam botol
berlabel 10L dan 10V.
Menghitung indeks bias dari masing-masing sampel.
SELESAI
III-6
Bab III Metodologi Percobaan
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
III.6 Gambar Alat Percobaan
Gelas ukur
Corong kaca
Pipet tetes
Labu destilat
Pipet volume
Termometer
III-7
Bab III Metodologi Percobaan
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
Botol Sampel
Refraktometer
IV-1
BAB IV
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Percobaan
Tabel IV.1 Hasil Percobaan
No
Volume
Aseton
(mL)
Volume
Kloroform
(mL)
Suhu
Larutan
(°C)
Indeks Bias
Residu (L) Destilat (V)
1 50 0 56,5 1,357 1,355
2 48 20 58 1,351 1,381
3 46 18 60 1,378 1,379
4 69 31 65 1,384 1,382
5 92 44 63 1,384 1,381
6 90 42 63 1,385 1,384
7 88 142 56,5 1,436 1,436
8 96 150 62,5 1,416 1,418
9 98 152 64 1,408 1,407
10 96 150 64 1,417 1,419
IV-2
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
LABORATORIUM KIMIA FISIKA PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA
FTI-ITS
IV.2 Tabel Hasil Perhitungan Fraksi Mol
No
Suhu (°C)
Larutan
Indeks Bias Fraksi Mol
Residu (L) Destilat (V) Aseton Kloroform
1. 56,5 1,357 1,355 1,00 0
2 58 1,351 1,381 0,962 0,038
3 60 1,378 1,379 0,839 0,160
4 65 1,384 1,382 0,820 0,180
5 63 1,384 1,381 0,812 0,189
6 63 1,385 1,384 0,815 0,185
7 56,5 1,436 1,436 0,560 0,440
8 62,5 1,416 1,418 0,568 0,432
9 64 1,408 1,407 0,570 0,430
10 64 1,417 1,419 0,568 0,432
IV.2 Pembahasan
Tujuan percobaan ini untuk mengukur indeks bias suatu larutan menggunakan
alat refraktometer dengan benar serta membuat diagram titik didih terhadap
komposisi berdasarkan data percobaan.
Campuran azeotrop adalah campuran suatu zat dimana zat tersebut memiliki
titik didih minimal atau titik didih maksimal. Susunan campuran azeotrop tergantung
dari tekanan yang dipakai untuk membuat larutan- larutan dengan konsentrasi
tertentu. Azeotrop merupakan campuran 2 atau lebih komponen pada komposisi
tertentu dimana komposisi tersebut tidak bisa berubah hanya melalui distilasi biasa.
Ketika campuran azeotrop dididihkan, fasa uap yang dihasilkan memiliki komposisi
yang sama dengan fasa cairnya. Campuran azeotrop ini sering disebut juga constant
IV-3
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
LABORATORIUM KIMIA FISIKA PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA
FTI-ITS
boiling mixture karena komposisinya yang senantiasa tetap jika campuran tersebut
dididihkan.
1. Azeotrop positif
Jika titik didih campuran azeotrop kurang dari titik didih salah satu larutan
konstituennya. Contoh: campuran 95,63 % etanol dan 4,37 % air, etanol mendidih
pada suhu 78,4 oC sedangkan air mendidih pada suhu 100
oC , tetapi campurannya
atau azeotropnya mendidih pada suhu 78,2 oC.
2. Azeotrop Negatif
Jika titik didih campuran azeotrop lebih dari titik didih konstituennya atau salah
satu konstituennya, seperti campuran asam klorida pada konsentrasi 20,2 % dan
79,8 % air.
Dalam tabel hasil percobaan telah didapatkan bahwa indeks bias dari residu
dan maupun destilat. Hal tersebut membuktikan bahwa semakin besar volume
kloroform yang dicampurkan maka semakin besar angka indeks bias residu maupun
destilat. Besarnya angka indeks bias juga dipengaruhi oleh kenaikan suhu. Terbukti
pada tabel data hasil percobaan bahwa dengan perlakuan variabel suhu yang semakin
meningkat, maka semakin meningkat pula angka indeks bias residu maupun destilat.
Namun dalam hasil percobaan tersebut terdapat data yang menyimpang, yaitu pada
saat kenaikan suhu terdapat angka indeks bias yang semakin kecil. Hal tersebut
terjadi dikarenakan kurang telitinya pada saat praktikum.
Dan pada pratikum yang kami lakukan titik azeotrop mendidih pada suhu
56,2 oC. Dimana titik didih aseton sebesar 56,53
oC dan titik didih kloroform sebesar
76 oC. Dapat diartikan jika titik didihnya termasuk azeotrop positif dikarenakan titik
didih campuran kurang dari titik didih salah satu larutan konstituennya, yaitu aseton
dan kloroform. Dalam hal ini titik azeotrop ditentukan dari indeks bias tertinggi
kedua campuran.
Pada praktikum kali ini zat yang digunakan yaitu aseton dan kloroform.
Campuran zat tersebut memiliki titik didih yang hampir berdekatan, sehingga biasa
disebut campuran azeotrop. Campuran azeotrop merupakan campuran dua atau lebih
komponen pada komposisi tertentu dimana komposisi tersebut tidak bisa berubah
hanya melalui distilasi biasa. Oleh karena itu, pemisahan dilakukan dengan cara
kolom fraksionasi. Distilasi fraksionasi merupakan suatu metode pemisahan zat
IV-4
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
LABORATORIUM KIMIA FISIKA PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA
FTI-ITS
berdasarkan perbedan titik didih yang bedekatan. Adapun prinsip kerja dari
pemisahan dengan distilasi fraksionasi yaitu pemisahan suatu campuran dimana
komponen- komponennya diuapkan dan diembunkan secara bertingkat. Karena zat
yang dianalisa merupakan 2 buah campuran zat dengan variasi konsentrasi tertentu
dengan titik didih aseton sebesar 56,53 oC dan kloroform memilki titik didih sebesar
76 oC sehingga campuran tersebut sering disebut azeotrop.
Pada proses distilasi campuran biner yang pertama keluar sebagai distilat
adalah aseton. Hal ini disebabkan karena aseton memiliki titik didih yang lebih
rendah yaitu sebesar 56,53oC dibandingkan dengan kloroform yaitu 76
oC, sehingga
aseton menguap terlebih dahulu. Pada penentuan titik didih campuran, titik didih
dilihat pada saat terjadinya tetesan pertama, Hal ini menunjukkan telah tercapainya
titik didih campuran.
Fraksi mol kloroform terhadap titik didih menunjukkan bahwa semakin kecil
fraksi mol zat dengan titik didih lebih rendah menyebabkan titik didih campuran
menjadi lebih besar. Ini dapat dijelaskan dengan Hukum Raoult.
Indeks Bias
Suhu (0C)
Grafik IV.1 Grafik titik azeotrop residu-destilat
Berdasarkan Grafik IV.1 dapat dilihat bahwa titik azeotrop dari percobaan ini
adalah 56,3 dan komposisi aseton diatas menunjukkan sebesar 38%. Padahal suhu
standartnya 56,5 °C, dan jauh mencapai 62% untuk menjadi 100%. Dari gambar
dapat dilihat bahwa kolom pada temperatur 56,2 oC dengan komposisi kloroform
1,3
1,32
1,34
1,36
1,38
1,4
1,42
1,44
1,46
56,5 58 60 65 63 63 56,5 62 64 64
Liquid
Vapor
IV-5
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
LABORATORIUM KIMIA FISIKA PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA
FTI-ITS
0,62. Untuk memperoleh kloroform murni, distilat kemudian didistilasi lagi pada
kolom kedua (P=1,25 atm). Hal itu tidak sesuai dengan pernyataan bahwa bahwa
semakin besar fraksi mol menyababkan titik didih larutan menjadi lebih rendah.
Suhu
(oC)
Fraksi Mol
Grafik IV.2 Grafik Hubungan Antara Suhu dan Fraksi Mol
Berdasarkan Grafik IV.2 dapat dilihat bahwa pada suhu terendah yaitu 56,5
oC didapatkan fraksi mol sebesar 1 (untuk aseton) dan 0 (untuk kloroform).
Sedangkan pada suhu tertinggi yaitu 65 oC didapatkan fraksi mol sebesar 0,820
(untuk aseton) dan 0,180 (untuk kloroform).
Adanya zat terlarut dengan titik didih lebih tinggi di dalam suatu pelarut dapat
menurunkan tekanan uap pelarut. Mengenai besarnya indeks bias, dapat dilihat di
tabel pengamatan bahwa indeks bias residu sebelum dan setelah dipanaskan dengan
komposisi yang sama memiliki hasil yang berbeda. Indeks bias sebelum pemanasan
lebih kecil dibandingkan indeks bias setelah dipanaskan. Hal ini dikarenakan pada
saat melakukan pemanasan, aseton menguap lebih cepat sehingga yang tersisa dalam
residu yaitu sebagian aseton yang tidak menguap dan kloroform. Sehingga indeks
bias menjadi naik, sesuai dengan indeks bias etanol yang besar. Hubungan indeks
bias terhadap kemurnian tidak bisa diukur dengan kuantitatif, yang dapat dihitung
adalah selisih indeks bias antara distilat terhadap zat murninya. Makin besar
selisihnya menunjukkan makin kecil
52
54
56
58
60
62
64
66
1 0,962 0,839 0,82 0,812 0,815 0,56 0,568 0,57 0,568
fraksi mol aseton fraksi mol kloroform
V-1
BAB V
KESIMPULAN
1. Indeks bias yang terjadi adalah fluktuatif, kami mengasumsikan bahwa hal ini dapat
terjadi karena terdapat cairan yang menguap lebih cepat pada saat proses distilasi.
2. Titik azeotrop campuran kloroform dan aseton pada percobaan adalah 56,3 °C yang
dapat diartikan bahwa titik didihnya termasuk azeotrop positif dikarenakan titik
didih campuran kurang dari titik didih salah satu larutan konstituennya, yaitu aseton
dan kloroform.
3. Komposisi campuran azeotrop pada percobaan kami adalah 62% kloroform dan 38%
aseton.
4. Indeks bias tertinggi pada botol liquid 7L dan 7V saat suhu 56,5 o
C. Pada destilat
didapatkan indeks bias sebesar 1,436 dan pada residu sebesar 1,436.
5. Indeks bias terendah pada destilat yaitu 1,351 pada botol liquid 2L dan 1,355 pada
botol vapor 1V dengan suhu masing-masing 58oC dan 56,5
oC. Sedangkan pada
residu yaitu 1,407 pada botol liquid 9L dengan suhu 64 o
C.
vi
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (2012). Destilasi. Retrieved Desember 2013, from
http://l1n4ch4n.wordpress.com/2010/03/11/destilasi/
Artistryana. (2012, Maret 27). Pengolahan Limbah Elektroplating / Penyepuhan. Retrieved
November 16, 2013, from http://ecovolutiontoday.wordpress.com
Esa, F. (2012, Oktober). Distilasi. Retrieved Desember 2013, from Refiner's Notes:
http://refiners-notes.blogspot.com/2012/10/distilasi.html
Fatysa. (2011, Juni 27). Destilasi. Retrieved Desember 2013, from fatysahinknowledge:
http://fatysahinknowledge.wordpress.com/2011/06/27/destilasi/
Gautama, P. (2011, Januari 16). Mengenal Cara Pelapisan Logam (Bagian-2). Retrieved
November 21, 2013, from http://www.infometrik.com/2011/01/mengenal-cara-
pelapisan-logam-bagian-2/
Hidayat, W. (2013, Nopember 7). Distilasi Campuran Biner. Retrieved Desember 2013, from
Majari Magazine : http://majarimagazine.com/2007/11/proses-distilasi-campuran-
biner/
Himka. (2012). Laporan Distilasi Biner. Retrieved Desember 2013, from
http://himka1polban.wordpress.com/laporan/kimia-fisika/laporan-distilasi-bin
Magic, K. (2010, Februari 23). Destilasi. Retrieved Desember 2013, from kimiamagic:
http://kimiamagic.blogspot.com/2010/02/destilasi.html
Metalurgi, H. (2009, november). Korosi Galvanik. Retrieved november 23, 2013, from
http://brownharinto.blogspot.com/2009/11/korosi-galvanik.html
Mgmpkimiabms. (2009, November 5). Pelapisan Logam (Elektroplating). Retrieved
November 16, 2013, from http://mgmpkimiabms.wordpress.com
Mustikawati, A. (2012, Juni). Destilasi. Retrieved Desember 2013, from I-You Mustikawati:
http://ayumustikawati.blogspot.com/2012/06/destilasi.html
Nasution, S. F. (2011, September 26). Pelapisan Krom pada Baja Karbon Rendah dengan
Metode Elektroplating sebagai Anti Korosi. Retrieved November 23, 2013, from SP -
Physics: http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/29124
Nurhidayati. (2011, April 21). Destilasi. Retrieved Desember 2013, from Nurhidayati:
http://dayzsmileasrainbow.blogspot.com/
Pagirik, A. (2013, Mei 24). Makalah Destilasi. Retrieved Desember 2013, from Post Modern:
http://ukmsttmigas.blogspot.com/2013/05/makalah-destilasi.html
vi
Pratzzz. (2009, April 6). Pelapisan Logam. Retrieved November 16, 2013, from
http://www.infometrik.com
Rahayu, S. S. (2009, Juli 20). Pelapisan Logam. Retrieved from http://www.chem-is-
try.org/materi_kimia/kimia-industri/bahan-baku-dan-produk-industri/pelapisan-
logam/
Rusdalena. (2011, September 26). Pelapisan Nikel pada Baja Karbon Rendah dengan
Metode Elektroplating sebagai Anti Korosi. Retrieved November 23, 2013, from SP -
Physics: http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/29125
Saprudin. (2013, Januari 24). Destilasi. Retrieved Desember 2013, from Saprudin:
http://saprudin-saprudin.blogspot.com/2013/01/destilasi.html
Saputro, T. T. (2011, Februari 9). Destilasi. Retrieved Desember 2013, from BUDAYAKAN
DAN BIASAKAN KOMENT: http://data-
farmasi.blogspot.com/2011/02/destilasi.html
Saya, T. C. (2013, Januari 5). Retrieved from Manfaat Elektroplating:
http://teknikcarasaya.blogspot.com/
Yuvitasari, Y. (2013, April). Distilasi Campuran Biiner. Retrieved Desember 2013, from
Yova Yuvitasari: http://yovayuvitasari.blogspot.com/2013/04/distilasi-campuran-
biner.html
vii
DAFTAR NOTASI
Notasi Nama Notasi Satuan
M Molaritas Molaritas (M) atau
Normalitas (N)
V volume mililiter
gr gram gram
massa jenis gram/cm3
atau
gram/ml
Mr massa Relatif gram/mol
t waktu Sekon atau menit
k konstanta kecepatan
reaksi
M-1
.s-1
x jumlah mol ethyl
asetat yang bereaksi
mmol atau milimol
a jumlah mol mula-mula
ethyl asetat
mmol atau milimol
vii
APPENDIKS
Rumus :
Berat Aseton = ρ X V
Mol =
Xₐ (fraksi mol) =
1. Aseton : 50mL, Kloroform : 0mL
Berat Aseton = 0,789 X 50
= 39,5 gr
Mol =
= 0,68
Berat Kloroform = 0,79 X 0
= 0 gr
Mol =
= 0
X aseton =
=
= 1
X kloroform =
=
= 0
2. Aseton : 48mL, Kloroform : 20mL
Berat Aseton = 0,79 X 48
= 37,92 gr
Mol =
= 0,6538
vii
Berat Kloroform = 0,789 X 20
= 15,78 gr
Mol =
= 0,1326
X aseton =
=
= 0,962
X kloroform =
=
= 0,038
3. Aseton : 46mL, Kloroform : 18mL
Berat Aseton = 0,79 X 46
= 36,34 gr
Mol =
= 0,626
Berat Kloroform = 0,789 X 18
= 14,202 gr
Mol =
= 0,1193
X aseton =
=
= 0,839
X kloroform =
=
= 0,160
vii
4. Aseton : 69 mL, Kloroform : 31 mL
Berat Aseton = 0,79 X 69
= 54,51 gr
Mol =
= 0,940
Berat Kloroform = 0,789 X 31
= 24,459 gr
Mol =
= 0,206
X aseton =
=
= 0,820
X kloroform =
=
= 0,180
5. Aseton : 92mL, Kloroform :44 mL
Berat Aseton = 0,79 X 92
= 72,68 gr
Mol =
= 1,253
Berat Kloroform = 0,789 X 44
= 34,716 gr
Mol =
= 0,291
X aseton =
=
= 0,812
vii
X kloroform =
=
= 0,189
6. Aseton : 90 ml, kloroform : 42 ml
Berat Aseton = 0,79 X 90
= 71,1 gr
Mol =
= 1,226
Berat Kloroform = 0,789 X 42
= 33,138 gr
Mol =
= 0,278
X aseton =
=
= 0,815
X kloroform =
=
= 0,185
7. Aseton : 88ml, kloroform : 142 ml
Berat Aseton = 0,79 X 88
= 69,52 gr
Mol =
= 1,199
Berat Kloroform = 0,789 X 142
= 112,038 gr
vii
Mol =
= 0,941
X aseton =
=
= 0,560
X kloroform =
=
= 0,440
8. Aseton : 96 ml, kloroform : 150 ml
Berat Aseton = 0,79 X 96
= 75,84 gr
Mol =
= 1,308
Berat Kloroform = 0,789 X 150
= 118,35 gr
Mol =
= 0,995
X aseton =
=
= 0,568
X kloroform =
=
= 0,432
vii
9. Aseton : 98 ml, kloroform : 152 ml
Berat Aseton = 0,79 X 98
= 77,42 gr
Mol =
= 1,335
Berat Kloroform = 0,789 X 152
= 119,928 gr
Mol =
= 1,007
X aseton =
=
= 0,570
X kloroform =
=
= 0,430
10. Aseton : 96 ml, kloroform : 150 ml
Berat Aseton = 0,79 X 96
= 75,84 gr
Mol =
= 1,308
Berat Kloroform = 0,789 X 150
= 118,35 gr
Mol =
= 0,995
X aseton =
vii
=
= 0,568
X kloroform =
=
= 0,432
RESIDU
1. Aseton : 2 ml, kloroform : 0 ml
Berat Aseton = 0,79 X 2
= 1,58 gr
Mol =
= 0,0272
Berat Kloroform = 0,789 X 0
= 0 gr
Mol =
= 0
X aseton =
=
= 1
X kloroform =
=
= 0
2. Aseton : 2 ml, kloroform : 2 ml
Berat Aseton = 0,79 X 2
= 1,58 gr
vii
Mol =
= 0,02724
Berat Kloroform = 0,789 X 2
= 1,578 gr
Mol =
= 0,0132
X aseton =
=
= 0,63759
X kloroform =
=
= 0,32641
3. Aseton : 2 ml, kloroform : 2 ml
Berat Aseton = 0,79 X 2
= 0,02724 gr
Mol =
= 0,02724
Berat Kloroform = 0,789 X 2
= 1,578 gr
Mol =
= 0,0198
X aseton =
=
= 0,798
vii
X kloroform =
=
= 0,2020
4. Aseton : 2 ml, kloroform : 2 ml
Berat Aseton = 0,79 X 2
= 1,58 gr
Mol =
= 0,0272
Berat Kloroform = 0,789 X 2
= 1,578 gr
Mol =
= 0,0132
X aseton =
=
= 0,8947
X kloroform =
=
= 0,6513
5. Aseton : 3 ml, kloroform : 3 ml
Berat Aseton = 0,79 X 3
= 2,37 gr
Mol =
= 0,0408
Berat Kloroform = 0,789 X 3
= 2,367 gr
vii
Mol =
= 0,0198
X aseton =
=
= 0,798
X kloroform =
=
= 0,2020
6. Aseton : 2 ml, kloroform : 2 ml
Berat Aseton = 0,79 X 2
= 1,58 gr
Mol =
= 0,0272
Berat Kloroform = 0,789 X 2
= 1,578 gr
Mol =
= 0,0132
X aseton =
=
= 0,8947
X kloroform =
=
= 0,6513
vii
7. Aseton : 1 ml, kloroform : 1 ml
Berat Aseton = 0,79 X 1
= 0,79 gr
Mol =
= 0,0136
Berat Kloroform = 0,789 X 1
= 0,789 gr
Mol =
= 0,0066
X aseton =
=
= 0,6732
X kloroform =
=
= 0,3267
8. Aseton : 3 ml, kloroform : 3 ml
Berat Aseton = 0,79 X 3
= 2,37 gr
Mol =
= 0,0408
Berat Kloroform = 0,789 X 3
= 2,367 gr
Mol =
= 0,0198
X aseton =
vii
=
= 0,798
X kloroform =
=
= 0,2020
9. Aseton : 2 ml, kloroform : 2 ml
Berat Aseton = 0,79 X 2
= 1,58 gr
Mol =
= 0,0272
Berat Kloroform = 0,789 X 2
= 1,578 gr
Mol =
= 0,0132
X aseton =
=
= 0,8947
X kloroform =
=
= 0,6513
10. Aseton : 3 ml, kloroform : 3 ml
Berat Aseton = 0,79 X 3
= 2,37 gr
Mol =
= 0,0408
Berat Kloroform = 0,789 X 3
vii
= 2,367 gr
Mol =
= 0,0198
X aseton =
=
= 0,798
X kloroform =
=
= 0,2020