Bimbingan Islam Melalui...
Jurnal Al Isyraq, Vol. 2, No. 2, Desember 2019
102
BIMBINGAN ISLAM MELALUI LIVING VALUES EDUCATION UNTUK MENINGKATKAN
SIKAP TOLERANSI
Ai Badriah, Lilis Satriah dan Abdul Mujib Jurusan Bimbingan dan Konseling Islam
Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) untuk mengetahui program yang ada di Majelis Taklim Konversi Diniyah al-Ikhlas Panyileukan Kota Bandung; (2) untuk mengetahui proses bimbingan agama Islam melalui living values education programme; dan (3) untuk mengetahui hasil dari pelaksanaan bimbingan. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif deskriptif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara, angket, dan dokumentasi. Dalam pelaksanaannya, program ini dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu: (1) tahap pembuka; (2) hening atau relaksasi; (3) kegiatan berbasis nilai; (4) diskusi; dan (5) penutup. Berdasarkan hasil pengisian angket diketahui bahwa sikap toleransi jama’ah MTKD al-Ikhlas Panyileukan memiliki persentasi antara 90%-100% dan berada pada kategori “Baik”.
Kata Kunci: Bimbingan Islam, living values education, toleransi A. Pendahuluan
Perbedaan merupakan suatu hal yang umum ditemui dalam setiap segi kehidupan
seperti berbeda budaya, agama, pendapat, dan kepribadian. Semua perbedaan yang
terjadi di tengah masyarakat bukanlah sesuatu yang harus diperdebatkan atau
diperselisihkan tetapi harus dipahami dan disikapi dengan cara yang positif.
Adakalanya individu mengetahui perbedaan yang ada tetapi tidak mampu menunjukkan
sikap penerimaan atas perbedaan tersebut sehingga memunculkan sebuah konflik.
Tidak adanya toleransi antar sesama menjadikan kerukunan dan kedamaian hidup sulit
untuk terwujud. Demi mewujudkan hal tersebut maka perlu adanya upaya untuk
meningkatkan sikap toleransi. Salah satu upaya untuk meningkatkan sikap toleransi
adalah dengan bimbingan agama Islam melalui living values education programme.
Pada tahun 2017, Muammar Qadafi menulis tesis dengan judul “Penanaman Nilai-
Nilai Karakter Anak Usia Dini Dengan Pendekatan Living Value Education (LVE) di RA
Tiara Chandra Yogyakarta”. Tujuan dari penelitiannya adalah untuk mengetahui
bagaimana implementasi pendekatan LVE dalam menanamkan nilai-nilai karakter anak
dan aktualisasi nilai-nilai karakter tersebut dengan penerapan pendekatan LVE di RA
Tiara Chandra Yogyakarta. Hasil dari penelitian tersebut menemukan bahwa
Ai Badriah, dkk
103 Jurnal Al Isyraq, Vol. 2, No 2, Desember 2019
implementasi pendekatan LVE di RA Tiara Chandra dilakukan dengan dilaksanakannya
pelatihan LVE kepada seluruh Stakeholder yang ada di sekolah kemudian dilanjutkan
dengan menularkan nilai kepada siswa yang dilakukan dengan penyusunan kurikulum
berbasis karakter. Tidak hanya sampai kepada siswa, pihak sekolah juga
memperkenalkan pendekatan LVE kepada para orang tua dan masyarakat sekitar yang
berada di lingkungan sekolah. Dalam aktualisasinya sendiri, terdapat banyak respon
positif dari berbagai kalangan. Siswa menunjukkan adanya perkembangan karakter
dengan munculnya nilai-nilai karakter yang terlihat di lingkungan sekolah seperti
kebiasaan saling memaafkan, berlaku jujur, saling menghargai, bertanggung jawab,
saling bekerjasama, dan memiliki kepedulian terhadap sesama.
Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, menerapkan LVE dengan objek
penelitian mulai dari usia anak-anak sampai remaja akhir. Penelitian juga memfokuskan
pada pembentukan dan pengembangan karakter. Sedangkan penelitian saat ini
menjadikan sikap toleransi jama’ah majelis taklim perempuan yang terdiri dari usia
dewasa bahkan lansia sebagai objek penelitian. Toleransi merupakan salah satu sub
nilai yang terdapat dalam kurikulum Living Value Education Programme (LVEP) dari
total 12 nilai yang dikembangkan. Jika dalam penelitian sebelumnya dicari mengenai
pengaruh penerapan LVEP dan implementasinya di lingkungan sekolah maka pada
penelitian ini akan membahas mengenai penerapan LVEP yang dijadikan sebagai salah
satu metode bimbingan keagamaan pada majelis taklim dalam meningkatkan sikap
toleransi jama’ah usia dewasa dan ibu rumah tangga.
Penelitian dilakukan di Majelis Taklim Konversi Diniyah (MTKD) al-Ikhlas
Panyileukan kota Bandung dengan pertanyaan penelitian sebagai berikut: (1)
bagaimana program yang dilaksanakan di MTKD Al-Ikhlas Panyileukan Kota Bandung?;
(2) bagaimana proses bimbingan agama Islam melalui living values education
programme?; dan (3) bagaimana hasil pelaksanaan bimbingan agama Islam melalui
living values educationprogramme dalam meningkatkan sikap toleransi jama’ah MTKD
al-Ikhlas Panyileukan Kota Bandung?
Teori yang digunakan dalam penelitian ini membahas tentang bimbingan agama
Islam, living values education programme, dan sikap toleransi. Bimbingan agama Islam
merupakan sebuah usaha bantuan yang diberikan kepada individu secara
berkesinambungan dengan berlandaskan syariat Islam (Hidayat, 2018: 23). Sedangkan
Bimbingan Islam Melalui...
Jurnal Al Isyraq, Vol. 2, No. 2, Desember 2019
104
Maba (2017: 200) mendefinisikan bimbingan dan konseling Islam secara bersamaan
yakni “Suatu layanan yang dilaksanakan untuk menguatkan serta mengembangkan
akidah, akhlak, dan ibadah umat melalui hubungan yang berkesinambungan antara
konseli dengan konselor”. Tidak hanya Maba (2017: 200), Faqih (dalam Khasanah,
2016: 6) juga menyamakan definisi bimbingan dan konseling Islam seperti berikut:
Bimbingan dan konseling Islam yakni usaha bantuan terarah, berkesinambungan, dan
terstruktur kepada setiap individu agar ia mampu mengembangkan potensi atau fitrah
beragama yang ada pada dirinya secara optimal dengan cara menginternalisasikan
nilai-nilai yang terkandung di dalam Alquran dan hadis Rasulullah SAW. kedalam
kehidupannya sehingga ia mampu hidup selaras dengan tuntunan Alquran dan hadis.
Menurut Lena (2019: 21) bimbingan agama terhadap remaja bertujuan untuk
membuat remaja memiliki kepribadian yang islami. Dengan karakter moral yang baik,
prinsip-prinsip islami yang kuat, memiliki sarana untuk menghadapi tuntutan hidup
dengan cara yang matang dan bertanggungjawab. Pendekatan agama menjadi unsur
terpenting dalam pembangunan mental sebagai pengobat terhadap kejiwaan yang
masih labil. Bimbingan agama dapat dilakukan melalui beberapa jenis layanan,
diantaranya dapat dilakukan melalui shalat, dzikir, shaum, nasihat. Jadi, bimbingan
agama Islam merupakan sebuah tindakan berkelanjutan yang diberikan oleh
pembimbing kepada terbimbing yang membutuhkan bantuan dalam menyelesaikan
permasalahannya sehingga individu mampu menggapai kebahagiaan hidup di dunia
dan akhirat.
Pelaksanaan bimbingan agama Islam memiliki asas-asas yang sama dengan
konseling Islam seperti yang dikemukakan oleh Faqih (dalam Rizqiyah, 2017: 24-29).
sebagai berikut: (a) asas kebahagiaan dunia dan akhirat; (b) asas fitrah; (c) asas lillahi
ta’ala; (d) asas bimbingan seumur hidup; (e) asas kesatuan jasmani-rohani; (f) asas
keseimbangan rohaniah; (g) asas kekhalifahan manusia; (h) asas pembinaan akhlak al-
karimah; (i) asas kasih sayang; (j) asas saling menghargai dan menghormati; (k) asas
kemaujudan individu; (l) asas sosialitas manusia; (m) asas keselarasan dan keadilan; (n)
asas musyawarah; dan (o) asas keahlian. Secara umum tujuan bimbingan dan konseling
Islam adalah “Membantu individu mewujudkan dirinya sebagai manusia seutuhnya agar
mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat” (Fatmawati, 2017: 11). Sedangkan
menurut Satriah (2017:72) tujuan Bimbingan Agama Islam adalah sebagai berikut: (a)
Ai Badriah, dkk
105 Jurnal Al Isyraq, Vol. 2, No 2, Desember 2019
membantu individu mencegah timbulnya masalah; (b) membantu individu dalam
mengahadapi masalah; dan (3) membantu individu agar memiliki serta mampu
mengembangkan situasi dan kondisi yang tidak baik menjadi baik dan kondisi yang baik
menjadi lebih baik.
Selanjutnya, bimbingan agama Islam berdasarkan pendapat Faqih (dalam
Khasanah 2016: 9) memiliki fungsi sebagai berikut: (a) fungsi preventif, yakni usaha
mencegah terjadinya masalah.; (b) fungsi korektif, yakni bantuan yang diberikan kepada
individu dalam rangka memecahkan permasalahan yang sedang dihadapinya; (c) fungsi
preservatif, yakni usaha bantuan kepada individu dalam menjaga situasi dan kondisi
yang telah baik sehingga tidak menimbulkan permasalahan kembali; dan (d) fungsi
developmental, yakni usaha membantu individu dalam menjaga serta mengembangkan
situasi dan kondisi yang telah baik menjadi tetap baik, sehingga tidak memungkinkan
timbulnya masalah. Arifin (2008: 32) menyebutkan bimbingan agama Islam memiliki
ciri khas bimbingan religius dan dalam bingkai disiplin ilmu memiliki metodologi
penalaran yakni istinbath, istiqra, serta iqtibas yang bersumber dari Alquran dan al-
Sunnah, teori-teori bantu dari bimbingan dan konseling, dan hasil riset yang sejalan.
Penerapan bimbingan agama Islam dalam penelitian ini menggunakan living
values education programme sebagai metodenya. Pengertian Living Values Education
Programme jika diterjemahkan ke dalam bahasa indonesia berarti program pendidikan
nilai-nilai kehidupan seperti yang dikemukakan oleh (Anees, 2018: 119-120) bahwa
LVEadalah sebuah program pendidikan yang berusaha mengembangkan nilai pada
peserta didik dengan basis nilai-nilai universal. Hal yang sama juga diungkapkan oleh
Harto (2018: 3) bahwa Living Values Education Programme adalah sebuah program
pendidikan yang menawarkan penanaman nilai-nilai kehidupan. Jadi, LVEP adalah
program pengembangan nilai-nilai universal yang berguna dalam menjalani kehidupan.
Latar belakang adanya program Living Values Education diungkapkan oleh Tillman
(2004: 12) seperti berikut: Living Values Education Programme dilatar belakangi oleh
sebuah proyek internasional yang digagas oleh Brahma Kumaris pada tahun 1995
dalam rangka merayakan ulang tahun PBB yang ke-50 dan pada saat itu bernama
Sharing Our Values For a Better World. Kemudian berubah menjadi Living Values An
Education Intiative (LVEI) yang siap dijalankan di seluruh negara pada februari 1997.
Mengenai latar belakang adanya Living Values Education Programme, Anees (2018: 120)
Bimbingan Islam Melalui...
Jurnal Al Isyraq, Vol. 2, No. 2, Desember 2019
106
juga mengatakan bahwa “LVEP terlahir dari semangat pembukaan piagam PBB, yaitu
untuk menguatkan kembali kepercayaan pada hak asasi manusia yang mendasar pada
harga diri dan nilai individu sebagai manusia”. Berdasarkan latar belakang tersebut
diketahui bahwa program Living Values Education diperkenalkan pertama kali dalam
momentum yang berharga yakni ulang tahun Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) ke-50
setelah dirancang dan dipersiapkan sedemikian rupa demi menegakkan hak-hak asasi
manusia dengan harapan dunia dapat berubah menjadi lebih baik. Berawal dari
keprihatinan para pendidik di Dunia mengenai masalah sosial dan pendidikan
mendorong mereka untuk membentuk sebuah program yang dapat membantu
masyarakat Dunia mendapatkan pendidikan yang layak dan lebih baik.
Anees (2018: 116) berpendapat bahwa “Tujuan utama dari Living values education
adalah untuk memfasilitasi prinsip-prinsip panduan pengembangan manusia seutuhnya
dengan mengenali empat dimensi pembentuk manusia yakni dimensi fisik, intelektual,
emosional, dan spiritual”. Dalam penelitian ini, toleransi adalah tindakan saling
menghormati dan menghargai dalam rangka menjaga keutuhan dan persatuan
masyarakat sehingga gesekan-gesekan yang dapat menimbulkan pertikaian dapat
dihindari (Kelly, 2018: 21). Sedangkan menurut Arifin (2016: 398) toleransi adalah
suatu sifat atau sikap individu dalam memberikan kebebasan kepada orang lain serta
membenarkan perbedaan sebagai hak asasi manusia. Jadi, dapat disimpulkan bahwa
toleransi adalah tindakan atau sifat individu yang mengakui, membolehkan,
membiarkan, mengijinkan serta menghormati perbedaan yang ada pada individu atau
kelompok lain baik dalam hal perbedaan pemahaman, pendapat, budaya, adat istiadat,
ataupun keyakinan demi terciptanya kehidupan yang damai.
Toleransi dalam Islam dikenal dengan istilah Tasamuh yang berasal dari bahasa
Arab. Menurut Arifin (2016: 397) “Berbeda dengan kata tolerance yang mengandung
nuansa keterpaksaan, maka kata tasamuh memiliki keutamaan, karena melambangkan
sikap yang bersumber pada kemuliaan diri dan keikhlasan”. Landasan toleransi dalam
Islam menurut Bakar (2015: 126-127) adalah Alquran surat al-Baqarah ayat 256:
Ai Badriah, dkk
107 Jurnal Al Isyraq, Vol. 2, No 2, Desember 2019
Artinya: “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. karena itu Barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut[162] dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang Amat kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui”. (Departemen Agama RI, 2015).
Menurut Bakar (2015: 127) “Ayat tersebut memberikan informasi bahwa Islam
tidak melarang umatnya untuk berhubungan baik dengan pemeluk agama lain termasuk
membantu dalam hal apapun kecuali yang berkaitan dengan aqidah dan ibadah
mahdah”. Toleransi kepada non muslim hanya dianjurkan dalam urusan duniawi dan
kemasyarakatan.
B. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif.
Hasil dari penelitian ini akan dianalisis dan dideskripsikan dengan menggunakan
kalimat-kalimat berdasarkan pada data-data kualitatif yang diperoleh dan juga disertai
dengan tabel statistik pendukung data kualitatif. Adapun jenis metode yang digunakan
adalah fenomenologi yang berdasarkan pada realita yang ada di masyarakat. Untuk
mengetahui sikap toleransi kaum perempuan setelah mengalami bimbingan agama
Islam melalui living values education programme maka penggunaan jenis metode
fenomenologi dirasa cukup tepat.
C. Hasil dan Pembahasan
Majelis Taklim Konversi Diniyah (MTKD) al-Ikhlas terletak di Jalan Bumi
Panyileukan, blok B5, Nomer 14, Desa Cipadung Kidul, Kecamatan Panyileukan, Kota
Bandung. MTKD al-Ikhlas Panyileukan berada di sebuah komplek Yayasan al-Muhajir
yang letaknya tidak jauh dari Sekolah Dasar Sains al-Biruni Panyileukan. Bangunan
MTKD tidak berada dipinggir jalan utama, sehingga cukup sulit diketahui
keberadaannya. Tetapi jika ingin menuju kesana menggunakan kendaraan umum,
cukup berhenti di mesjid al-Muhajir setelah itu akan terlihat plang dengan tulisan TPA
dan TPQ al-Muhajir, selanjutnya berjalan sekitar 100 meter sampai ke ujung jalan
komplek, dan MTKD al-Ikhlas berada di sebelah kiri jalan gang. Bangunan MTKD al-
Ikhlas berada ditengah-tengah komplek masyarakat yang dikelilingi oleh rumah-rumah
warga.
Bimbingan Islam Melalui...
Jurnal Al Isyraq, Vol. 2, No. 2, Desember 2019
108
Majelis Taklim Konversi Diniyah (MTKD) al-Ikhlas tidak memiliki bangunan
sendiri melainkan menggunakan bangunan Yayasan al-Muhajir yang terdiri dari dua
lantai. Bagian lantai pertama di isi oleh TK al-Muhajir dan lantai dua di isi oleh Diniyah
Takmiliyah Awaliyah (DTA) dan MTKD al-Ikhlas. Di lantai dua terdapat empat kelas
dengan tiga kelas yang digunakan sebagai tempat pembelajaran MTKD. Kelas pertama
di isi untuk kegiatan relaksasi dan motivasi yang juga dilakukannya kegiatan Living
Values Education. Dua kelas yang lain di isi untuk kegiatan belajar mengajar yang
terbagi menjadi kelas Aminah dan Fatimah.
Sejarah berdirinya Majelis Taklim Konversi Diniyah atau yang biasa disebut MTKD
al-Ikhlas yang bertempat di Kecamatan Panyileukan Kota Bandung sejalan dengan
sejarah dibentuknya MTKD di Kota Bandung. MTKD merupakan sebuah inovasi baru
dari Majelis Taklim yang dibentuk pada tahun 2016. Berdirinya MTKD di Kota Bandung
tidak terlepas dari background pendidikan kepala kementrian agama Kota Bandung
yang menjabat pada saat itu. Menurut Narasumber, Ibu Ucu Hayati selaku Penyuluh
Agama Kota Bandung dan pembimbing di MTKD al-Ikhlas Panyileukan, pada awalnya
kepala Kemenag Kota Bandung menginginkan adanya MTKD di Kota Bandung seperti
halnya yang ada di mesjid Istiqlal Jakarta. Untuk itu beliau meminta para penyuluh
agama di Kota Bandung melakukan studi banding ke mesjid Istiqlal Jakarta, karena
disana sudah terlebih dahulu di bentuk Majelis Taklim Konversi Diniyah. Tidak hanya
meminta untuk melakukan studi banding, Kepala Kemenag Kota Bandung juga
memberikan tantangan kepada para penyuluh untuk membentuk MTKD di Kota
Bandung. Akhirnya pada awal tahun 2016, Ketua Kelompok Kerja Penyuluh (Pokjaluh)
Kota Bandung dan jajarannya mengadakan launching perdana pembentukan MTKD di
Kota Bandung. Kegiatan tersebut dihadiri pula oleh kepala Kementrian Agama Kota
Bandung dan wakil Wali Kota Bandung yang menjabat pada saat itu.
Tujuan dibentuknya Majelis Taklim Konversi Diniyah adalah untuk meningkatkan
mutu dan kualitas pembelajaran di majelis taklim. Seperti yang telah diketahui bersama
bahwa majelis taklim yang ada selama ini tidak memiliki kurikulum yang baku serta
tidak adanya evaluasi dalam pembelajarannya. Sehingga majelis taklim terkesan statis
atau “itu-itu saja”. Oleh karena itu Majelis Taklim Konversi Diniyah hadir untuk
menjadikan Majelis Taklim sebagai sarana pembelajaran yang lebih terarah dan hasil
pembelajarannya mampu terukur sehingga jika terdapat kekurangan maka akan ada
Ai Badriah, dkk
109
tindak lanjut yang lebih nyata.
awal pembentukannya, Majelis Taklim Konversi Diniyah dibentuk di 30 kecamatan yang
ada di Kota Bandung sebagai
kecamatan ketiga yang launching
Jama’ah atau santriwati MTKD al
terbagi menjadi dua kelas yakni kelas Aminah dan kelas Fatimah. Ma
menjadi jama’ah MTKD diharuskan mendaftar terlebih dahulu dengan menyertakan
kartu identitas atau KTP dan tidak dipungut biaya apapun (gratis). Kemampuan
membaca dan menulis merupakan persyaratan utama untuk mendaftar di MTKD karena
pembelajaran di MTKD menuntut jama’ah mampu membaca dan menulis.
MTKD al-Ikhlas Panyileukan semuanya berjenis kelamin perempuan dan merupakan
masyarakat perkotaan karena memiliki tempat tinggal di komplek bumi Panyileukan
yang berada di Kota Bandung.
tingkat pemahaman keagamaan yang beragam. Mengenai tingkat pendidikan, jama’ah
memiliki tingkat pendidikan yang beragam seperti berikut:
Gambar 3. 1 Tingkat Pendidikan Jama'ah MTKD al
Grafik pada gambar 3. 1 merupakan tingkat pendidikan jama’ah yang diambil dari
satu kelas. Berdasarkan tabel tersebut dapat di
jama’ah yang terbanyak adalah SMA/sederajat dan yang terendah adalah lulusan
Sekolah Dasar (SD). Adapun jenis pekerjaan jama’ah MTKD al
bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga (IRT).
bahwa jama’ah MTKD al-Ikhlas Panyileukan Kota Bandung bukanlah orang
0
2
4
6
8
10
12
14
SD
Jurnal Al Isyraq, Vol. 2, No 2, Desember
tindak lanjut yang lebih nyata. Lebih lanjut, ibu Ucu Hayati menuturkan bahwa pada
awal pembentukannya, Majelis Taklim Konversi Diniyah dibentuk di 30 kecamatan yang
ada di Kota Bandung sebagai pilot project termasuk Kecamatan Panyileukan sebagai
launching MTKD pada bulan september 2016.
Jama’ah atau santriwati MTKD al-Ikhlas Panyileukan berjumlah 45 orang dan
terbagi menjadi dua kelas yakni kelas Aminah dan kelas Fatimah. Masyarakat yang ingin
menjadi jama’ah MTKD diharuskan mendaftar terlebih dahulu dengan menyertakan
kartu identitas atau KTP dan tidak dipungut biaya apapun (gratis). Kemampuan
membaca dan menulis merupakan persyaratan utama untuk mendaftar di MTKD karena
belajaran di MTKD menuntut jama’ah mampu membaca dan menulis.
Ikhlas Panyileukan semuanya berjenis kelamin perempuan dan merupakan
masyarakat perkotaan karena memiliki tempat tinggal di komplek bumi Panyileukan
yang berada di Kota Bandung. Seluruh Jama’ah dipastikan beragama Islam dengan
tingkat pemahaman keagamaan yang beragam. Mengenai tingkat pendidikan, jama’ah
memiliki tingkat pendidikan yang beragam seperti berikut:
Tingkat Pendidikan Jama'ah MTKD al-Ikhlas Tahun 2019
Grafik pada gambar 3. 1 merupakan tingkat pendidikan jama’ah yang diambil dari
satu kelas. Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan
jama’ah yang terbanyak adalah SMA/sederajat dan yang terendah adalah lulusan
Sekolah Dasar (SD). Adapun jenis pekerjaan jama’ah MTKD al-Ikhlas hampir semuanya
sebagai Ibu Rumah Tangga (IRT). Grafik pada gambar 3. 1 juga menunjukkan
Ikhlas Panyileukan Kota Bandung bukanlah orang
SD SMA/sederajat Sarjana (S1) Diploma
Tingkat Pendidikan
, No 2, Desember 2019
Lebih lanjut, ibu Ucu Hayati menuturkan bahwa pada
awal pembentukannya, Majelis Taklim Konversi Diniyah dibentuk di 30 kecamatan yang
termasuk Kecamatan Panyileukan sebagai
Ikhlas Panyileukan berjumlah 45 orang dan
syarakat yang ingin
menjadi jama’ah MTKD diharuskan mendaftar terlebih dahulu dengan menyertakan
kartu identitas atau KTP dan tidak dipungut biaya apapun (gratis). Kemampuan
membaca dan menulis merupakan persyaratan utama untuk mendaftar di MTKD karena
belajaran di MTKD menuntut jama’ah mampu membaca dan menulis. Jama’ah
Ikhlas Panyileukan semuanya berjenis kelamin perempuan dan merupakan
masyarakat perkotaan karena memiliki tempat tinggal di komplek bumi Panyileukan
Seluruh Jama’ah dipastikan beragama Islam dengan
tingkat pemahaman keagamaan yang beragam. Mengenai tingkat pendidikan, jama’ah
Ikhlas Tahun 2019
Grafik pada gambar 3. 1 merupakan tingkat pendidikan jama’ah yang diambil dari
ketahui bahwa tingkat pendidikan
jama’ah yang terbanyak adalah SMA/sederajat dan yang terendah adalah lulusan
Ikhlas hampir semuanya
Grafik pada gambar 3. 1 juga menunjukkan
Ikhlas Panyileukan Kota Bandung bukanlah orang-orang yang
Jurnal Al Isyraq, Vol. 2, No. 2
tidak berpendidikan. Meskipun beberapa orang memiliki pendidikan yang rendah,
tetapi dapat dipastikan bahwa semua jama’ah MTKD al
Bandung mampu membaca dan menulis dengan lancar. Karena salah satu syarat
menjadi jama’ah satau santriwati MTKD adalah memiliki kemampuan membaca dan
menulis. Setiap materi yang disampaikan oleh mudaris diharuskan ditulis kembali oleh
jama’ah karena nantinya akan ada evaluasi berupa ujian tengah semester dan ujian
akhir semester. Rentang usia jama’ah MTKD al
grafik berikut:
Gambar 3. 2Rentang Usia Jama'ah MTKD al
Berdasarkan grafik pada gambar 3. 2 tersebut, dapat diketahui bahwa jama’ah
MTKD al-Ikhlas Panyileukan Kota Bandung kebanyakan berusia antara 51
Usia tersebut merupakan usia yang termasuk dalam kategori lansia (lanjut usia).
Meskipun rata-rata usia jama’ah MTKD al
terbilang tinggi. Hal tersebut terlihat dari kemauan jama’ah untuk mengikuti
pembelajaran setiap minggunya d
sungguh.
Berkaitan dengan program bimbingan agama Islam melalui
Education, informasi mengenai program
melalui wawancara dengan Ibu Dr. Hj. Ucu Hayati, M.Sos. selaku pembimbing dan
perintis MTKD al-Ikhlas Panyileukan pada hari Rabu tanggal 10 april 2019. Menurut
penuturannya, diadakannya program LVE di MTKD berawal dari pengalamannya
selama berkiprah di Majelis Taklim. Sejak tahun 2000
dalam manajerial Majelis Taklim Pusat Dakwah Isla
itu, beliau tidak terjun langsung menjadi mudaris dalam sebuah Majelis Taklim tetapi
Rentang Usia 30
Rentang Usia 51
Bimbingan Islam
2, Desember 2019
tidak berpendidikan. Meskipun beberapa orang memiliki pendidikan yang rendah,
tetapi dapat dipastikan bahwa semua jama’ah MTKD al-Ikhlas Panyileukan Kota
Bandung mampu membaca dan menulis dengan lancar. Karena salah satu syarat
menjadi jama’ah satau santriwati MTKD adalah memiliki kemampuan membaca dan
menulis. Setiap materi yang disampaikan oleh mudaris diharuskan ditulis kembali oleh
ma’ah karena nantinya akan ada evaluasi berupa ujian tengah semester dan ujian
Rentang usia jama’ah MTKD al-Ikhlas Panyileukan dapat dilihat pada
Rentang Usia Jama'ah MTKD al-Ikhlas Tahun 2019
Berdasarkan grafik pada gambar 3. 2 tersebut, dapat diketahui bahwa jama’ah
Ikhlas Panyileukan Kota Bandung kebanyakan berusia antara 51
upakan usia yang termasuk dalam kategori lansia (lanjut usia).
rata usia jama’ah MTKD al-Ikhlas tidak muda tetapi semangat belajarnya
terbilang tinggi. Hal tersebut terlihat dari kemauan jama’ah untuk mengikuti
pembelajaran setiap minggunya dan memperhatikan materi pelajaran dengan sungguh
Berkaitan dengan program bimbingan agama Islam melalui
nformasi mengenai program Living Values Education
melalui wawancara dengan Ibu Dr. Hj. Ucu Hayati, M.Sos. selaku pembimbing dan
Ikhlas Panyileukan pada hari Rabu tanggal 10 april 2019. Menurut
penuturannya, diadakannya program LVE di MTKD berawal dari pengalamannya
berkiprah di Majelis Taklim. Sejak tahun 2000-2010, beliau mulai berkiprah
dalam manajerial Majelis Taklim Pusat Dakwah Islam (Pusdai) Kota Bandung.
itu, beliau tidak terjun langsung menjadi mudaris dalam sebuah Majelis Taklim tetapi
Rentang Usia 30-40
3%
Rentang Usia 41-5034%
Rentang Usia 51-6063%
Rentang Usia 30-40 Rentang Usia 41-50
Rentang Usia 51-60
Bimbingan Islam Melalui...
110
tidak berpendidikan. Meskipun beberapa orang memiliki pendidikan yang rendah,
s Panyileukan Kota
Bandung mampu membaca dan menulis dengan lancar. Karena salah satu syarat
menjadi jama’ah satau santriwati MTKD adalah memiliki kemampuan membaca dan
menulis. Setiap materi yang disampaikan oleh mudaris diharuskan ditulis kembali oleh
ma’ah karena nantinya akan ada evaluasi berupa ujian tengah semester dan ujian
Ikhlas Panyileukan dapat dilihat pada
un 2019
Berdasarkan grafik pada gambar 3. 2 tersebut, dapat diketahui bahwa jama’ah
Ikhlas Panyileukan Kota Bandung kebanyakan berusia antara 51-60 tahun.
upakan usia yang termasuk dalam kategori lansia (lanjut usia).
Ikhlas tidak muda tetapi semangat belajarnya
terbilang tinggi. Hal tersebut terlihat dari kemauan jama’ah untuk mengikuti
an memperhatikan materi pelajaran dengan sungguh-
Berkaitan dengan program bimbingan agama Islam melalui Living Values
Living Values Education (LVE) diperoleh
melalui wawancara dengan Ibu Dr. Hj. Ucu Hayati, M.Sos. selaku pembimbing dan
Ikhlas Panyileukan pada hari Rabu tanggal 10 april 2019. Menurut
penuturannya, diadakannya program LVE di MTKD berawal dari pengalamannya
2010, beliau mulai berkiprah
m (Pusdai) Kota Bandung. Pada saat
itu, beliau tidak terjun langsung menjadi mudaris dalam sebuah Majelis Taklim tetapi
Ai Badriah, dkk
111 Jurnal Al Isyraq, Vol. 2, No 2, Desember 2019
hanya mengatur sebuah Event yang berkaitan dengan dakwah Islam. Selain berkiprah
sebagai manager dakwah Islam di Pusdai, beliau juga menjabat sebagai penyuluh agama
aktif sampai saat ini. Dalam proses perjalannya dalam membina jama’ah Majelis Taklim,
beliau mengamati perilaku jama’ahnya. Hasil pengamatannya menimbulkan sebuah
pertanyaan “Mengapa orang-orang rajin mengaji bahkan sampai puluhan tahun tetapi
tidak sampai mengubah perilakunya?” mereka tetap melakukan hal-hal yang
sebenarnya bertentangan dengan ajaran Islam seperti membicarakan orang lain. Tidak
hanya itu, beliau juga menyayangkan fakta bahwa hanya kaum Lansia (Lanjut usia) yang
datang ke Majelis Taklim, kemanakah para pemudi?
Berangkat dari fenomena tersebut, akhirnya beliau dan rekan-rekannya mencoba
mengembangkan sebuah program Majelis Taklim Terpadu yang didalamnya tidak
hanya kegiatan mengaji saja tetapi juga disertai dengan pembinaan life skill dan
perpustakaan demi menarik minat kaum muda untuk datang ke Majelis Taklim. Berkat
usahanya, kaum muda mulai tertarik untuk datang ke Majelis Taklim tersebut. Pada
tahun 2014 beliau mulai mengenal Living Values Education Programme dan mengikuti
beberapa kali training sampai akhirnya mendapatkan sertifikat resmi sebagai tanda
berhak menjadi trainer LVE. Ketertarikan beliau pada LVE semakin bertambah karena
pengalaman positif yang dirasakannya. Bukan hanya sekedar pengalaman, LVE juga
berpengaruh dalam mengubah dirinya menjadi pribadi yang lebih baik dalam menjalani
kehidupan. Berdasarkan pengalaman-pengalaman tersebut, beliau juga menginginkan
orang lain untuk merasakan manfaat positif dari LVE.
Pada saat dibentuknya Majelis Taklim Konversi Diniyah di Kota Bandung, Ibu Hj.
Ucu menyambut dengan antusias. Sekitar 30 kecamatan yang menjadi pilot project
MTKD termasuk kecamatan panyileukan yang juga menjadi tempatnya bertugas, beliau
menginginkan MTKD yang ada di Kecamatan Panyileukan berbeda dengan MTKD lain.
Meskipun MTKD memiliki kurikulum yang disepakati bersama di setiap wilayah, tetapi
dalam pelaksanaannya, seorang mudaris atau pengelola diperbolehkan untuk
mengembangkannya. Berdasarkan hal itu, beliau menerapkan LVE di MTKD al-Ikhlas
sebagai salah satu muatan lokal dengan nama kegiatan relaksasi/motivasi. Ibu Hj. Ucu
menjelaskan bahwa tujuan diterapkannya Living Values Education Programme adalah
agar jama’ah tidak hanya mendapat pengetahuan semata tetapi juga memiliki
Bimbingan Islam Melalui...
Jurnal Al Isyraq, Vol. 2, No. 2, Desember 2019
112
kemampuan untuk menjadikan nilai-nilai positif dalam kehidupannya sebagai sebuah
tindak nyata yang berkelanjutan.
Berkaitan dengan bimbingan agama Islam melalui Living Values Education
Programme, tahapan-tahapan pelaksanaan bimbingan agama Islam melalui Living
Values Education terdiri dari: (a) pembukaan, pada sesi ini, pembimbing mengawali
kegiatan dengan mengucapkan salam dan sesekali menanyakan kabar jama’ah; (b)
hening atau biasa disebut relaksasi dilakukan diawal kegiatan dengan tujuan untuk
mempersiapkan psikologis jama’ah sebelum pembelajaran agar berada pada kondisi
yang tenang. Relaksasi dilakukan dengan cara pembimbing menyiapkan terlebih dahulu
musik yang akan digunakan. Musik yang dipilih adalah jenis musik yang memiliki
aransemen menenangkan. Setelah musik siap, selanjutnya pembimbing menyiapkan
materi yang akan disampaikan untuk hening. Pada saat hening, jama’ah diminta untuk
memejamkan mata. Kemudian pembimbing memutar musik yang telah disiapkan.
Sembari musik diputar, pembimbing membacakan materi dengan perlahan setenang
mungkin dan meminta jama’ah untuk membayangkan isi dari materi yang disampaikan.
Biasanya pembimbing meminta jama’ah untuk mengucapkan terimakasih kepada setiap
anggota tubuh. Kegiatan berterimakasih ini dimaksudkan agar setiap orang mampu
menghargai dan mensyukuri segala hal yang telah Allah berikan terutama melalui
anggota tubuh. Hening berlangsung sekitar 5-10 menit dan diakhiri dengan membuka
kembali kedua mata masing-masing; (c) kegiatan berbasis nilai, setelah proses hening
selesai, tahap selanjutnya adalah pengembangan nilai. Dalam kegiatan ini, pembimbing
meminta setiap jama’ah untuk menyebutkan satu nilai yang ingin dikembangkan dalam
dirinya. Setiap orang memiliki kebutuhan nilai yang berbeda sehingga pembimbing
tidak menentukan jenis nilai yang harus dikembangkan tetapi memberikan kebebasan
kepada jama’ah untuk memilih sendiri. Kegiatan dimulai dari pembimbing yang
menyebutkan satu nilai, misal “damai”, lalu dilanjutkan dengan jama’ah lain secara
bergiliran. Setelah setiap orang menyebutkan nilainya masing-masing, pembimbing
meminta kepada setiap jama’ah untuk tetap mempertahankan nilai tersebut dan
mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, salah satu jama’ah
memilih nilai “sabar” maka ia harus menanamkan nilai sabar itu dalam dirinya, dan
ketika ia dihadapkan pada situasi yang menguji kesabarannya, minimal ia mengelus
dada sembari mengucapkan kepada dirinya “Aku sabar”.
Ai Badriah, dkk
113 Jurnal Al Isyraq, Vol. 2, No 2, Desember 2019
Seperti itulah latihan yang diberikan dan harus dilakukan terus menerus sampai
menjadi sebuah kebiasaan. Kegiatan berbasis nilai dapat juga dilakukan dengan
menggunakan model mind mapping. Dalam kegiatan ini, jama’ah dikelompokkan
menjadi beberapa kelompok. Setiap kelompok diberikan satu lembar karton dan alat
tulis. Penerapan model seperti ini disesuaikan dengan materi yang akan disampaikan.
Dalam kegiatan ini juga dapat diterapkan games yang tentunya dikaitkan dengan
pengembangan nilai; (d) diskusi, setelah penyampaian materi, hal yang tidak
terlewatkan adalah diskusi. Hal yang didiskusikan adalah berupa materi yang telah
disampaikan atau bisa juga mengenai sharing pengalaman. Kegiatan diskusi seperti ini
memiliki manfaat diantaranya: (1) menambah wawasan; (2) melatih kemampuan
berbicara terutama dalam mengutarakan pendapat; (3) mengembangkan sikap saling
menghargai; dan (4) melatih kemampuan mendengarkan aktif; (e) penutup, pada tahap
ini, pembimbing menutup sesi bimbingan dengan memberikan kesimpulan mengenai
materi yang telah disampaikan serta memberikan nasihat untuk tetap mengaplikasikan
nilai-nilai positif dalam kehidupan sehari-hari.
Berkaitan dengan Sikap Toleransi Jama’ah Majelis Taklim Konversi Diniyah Al-
Ikhlas Panyileukan Kota Bandung, Angket penelitian di isi oleh 30 jama’ah Majelis
Taklim al-Ikhlas Panyileukan Kota Bandung yang berjumlah 15 butir pertanyaan
dengan delapan kalimat negatif dan tujuh kalimat positif. Ke-15 butir pertanyaan
tersebut berasal dari lima indikator sikap toleransi yakni: (1) menerima perbedaan
agama; (2) menerima perbedaan sosial; (3) menerima perbedaan pemahaman; (4)
menghormati orang lain; dan (5) memaafkan. Jawaban setiap responden kemudian
dihitung dan diklasifikasikan berdasarkan kriteria interpretasi skor yang telah
ditentukan. Berikut disajikan hasil pengelompokkan dari masing-masing indikator.
Tabel 3. 1 Hasil pengisian angket jama'ah MTKD al-Ikhlas Panyileukan Kota Bandung
Responden Pertanyaan
Total 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Nining 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15
Sutantin 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 14
Een Suhaendiah 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14
Tien Heryani 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15
Temi Ratnasari 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15
Aida 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14
Bimbingan Islam Melalui...
Jurnal Al Isyraq, Vol. 2, No. 2, Desember 2019
114
Enok Suminar 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15
Marnih 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 13
Yuningsih 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14
Rhena Y. 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15
Sri T. Wijayanti 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15
Umi Evie 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14
Evi Silviana 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15
Tati Suharti 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14
Endang Winarni 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 13
Siti Rohaeti 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14
Ruqi 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 13
Devi A. 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15
Aisah 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15
Tri Haryati 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 14
Suciati 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15
Nurhandayani 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15
Elin Yuliawati 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15
Melly Y. 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15
Ratna Yuningsih 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15
Lena 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15
Ilah 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14
Nani Sumiati 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 14
Herawati 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15
Heni R. 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14
Total 30 21 30 30 30 29 30 30 30 29 29 29 30 30 26 433
Hasil pengisian angket berdasarkan tabel 3. 4 di atas menunjukkan bahwa
terdapat 16 jama’ah dengan skor tertinggi yakni 15 point. Selanjutnya, terdapat 9
jama’ah dengan skor 14 point dan 5 jama’ah dengan skor terendah yakni 13 point.
Angka-angka tersebut didapat dari jawaban jama’ah terhadap 15 pertanyaan angket
yang telah disebarkan. Pertanyaan yang memiliki skor 1 didapat dari jama’ah yang
menjawab “Ya” dan skor 0 didapat dari jama’ah yang menjawab “Tidak” pada
pernyataan positif. Sedangkan pada pernyataan negatif, jama’ah yang menjawab “Ya”
mendapatkan skor 0 dan jama’ah yang menjawab “Tidak” mendapatkan skor 1. Hasil
pengisian angket di atas kemudian di hitung berdasarkan indikatornya dan didapatkan
persentase sebagai berikut:
Ai Badriah, dkk
115 Jurnal Al Isyraq, Vol. 2, No 2, Desember 2019
Tabel 3. 2 Hasil penghitungan angket berdasarkan indikatorsikap toleransi
No Indikator Persentase Kategori
1 Menerima perbedaan agama 90% Baik
2 Menerima perbedaan sosial 98% Baik
3 Menerima perbedaan pemahaman
100% Baik
4 Menghormati orang lain 96% Baik
5 Memaafkan 95% Baik
Indikator pertama adalah menerima perbedaan. Indikator ini memiliki tiga sub
indikator yakni: (1) Bersedia bertetangga dengan non muslim; (2) Tidak berlaku jahat
kepada non muslim; dan (3) Bersedia menolong non muslim. Setiap sub indikator
memiliki satu pertanyaan yang terdiri dari pernyataan positif dan negatif, hal ini juga
berlaku untuk semua indikator. Hasil pengolahan angket menunjukkan bahwa Jama’ah
MTKD al-Ikhlas Panyileukan Kota Bandung mendapatkan skor 90% pada indikator
pertama dengan kategori “Baik”. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa
jama’ah MTKD al-Ikhlas Panyileukan Kota Bandung mampu menunjukkan sikap
toleransi kepada non muslim baik dengan bersedia untuk hidup berdampingan maupun
dengan tidak berlaku jahat kepada non muslim dari segi ucapan dan perbuatan.
Indikator kedua adalah menerima perbedaan sosial termasuk di dalamnya
perbedaan pendidikan, ekonomi, dan pekerjaan. Indikator ini juga memiliki tiga sub
indikator yakni: (1) Berteman tanpa membedakan status ekonomi; (2) Tidak
membedakan pendidikan seseorang dalam berteman; dan (3) Bersedia berteman tanpa
membedakan pekerjaannya. Hasil penghitungan angket menunjukkan skor yang
diperoleh jama’ah MTKD al-Ikhlas Panyileukan adalah 98%. Skor tersebut lebih tinggi
dari skor pada indikator pertama. Berdasarkan skor yang diperoleh bahwa jama’ah
MTKD al-Ikhlas Panyileukan Kota Bandung mampu menerima orang lain tanpa melihat
latar belakang pendidikan, ekonomi, dan pekerjaannya.
Indikator ketiga adalah menerima perbedaan pemahaman. Sama halnya dengan
indikator pertama dan kedua, indikator ini juga memiliki tiga sub indikator yakni: (1)
Bersedia menerima perbedaan pendapat; (2) Tidak memaksa orang lain menerima
Bimbingan Islam Melalui...
Jurnal Al Isyraq, Vol. 2, No. 2, Desember 2019
116
pendapatnya; dan (3) Tidak memusuhi teman yang berbeda pendapat. Skor yang
diperoleh dari indikator ketiga adalah 100%. Skor tersebut merupakan skor maksimal
dari setiap indikator. Tingginya hasil yang diperoleh jama’ah MTKD al-Ikhlas
penyileukan pada indikator ketiga ini menunjukkan bahwa perbedaan pendapat dan
pemahaman bukanlah sebuah masalah bagi jama’ah MTKD al-Ikhlas. Setiap orang
berhak mengungkapkan pendapatnya dan ketika ada perselisihan pendapat maka
musyawarah adalah jalan yang ditempuh untuk menyelesaikannya.
Indikator keempat adalah menghormati orang lain. Untuk mengungkap sikap
individu dalam menghormati orang lain, penulis menurunkan indikator tersebut
kedalam tiga sub indikator seperti indikator-indikator sebelumnya, yakni: (1) Berbicara
dengan perkataan yang baik; (2) Memberikan sambutan hangat kepada orang lain; dan
(3) Menerima pemberian dari orang lain. Skor keseluruhan yang diperoleh jama’ah
MTKD al-Ikhlas Panyileukan pada indikator ini adalah sebesar 96% dengan kategori
“Baik”. Berdasarkan hasil penghitungan angket dapat diketahui bahwa jama’ah MTKD
al-Ikhlas mampu menghormati orang lain baik secara perkataan maupun perbuatan.
Jama’ah yang mempu menghormati orang lain tentunya tidak terlepas dari faktor usia
mereka yang terdiri dari dewasa akhir bahkan lansia. Pada usia dewasa, individu
mampu berpikir sebelum bertindak sehingga sikap yang ditujukannya pun atas dasar
pertimbangan baik atau tidak.
Indikator terakhir atau kelima yaitu memaafkan. Melalui indikator ini, ingin
diketahui bagaimana sikap individu terhadap perlakuan orang lain kepada dirinya.
Untuk itu, tidak berbeda dengan indikator sebelumnya, indikator ini juga terdiri dari
tiga sub indikator yakni: (1) Tidak memiliki dendam kepada siapapun; (2) Tidak
mengungkit kesalahan orang lain; dan (3) Memberi maaf atas perlakuan tidak
mengenakkan dari orang lain. Penghitungan angket menghasilkan skor sebesar 95%
dengan kategori “Baik”. Dalam kehidupan sehari-hari tentunya setiap orang
berinteraksi dengan orang lain baik dengan orang-orang serumah maupun yang di
lingkungan Majelis taklim. Hal tersebut tentunya memungkinkan terjadinya gesekan-
gesekan yang bisa saja menuju kepada perpecahan. Ucapan dan tindakan yang tidak
terkontrol antar individu tentunya menimbulkan bekas luka di hati. Oleh karenanya
diperlukan sikap saling memafkan demi terciptanya kehidupan yang damai dan
harmonis.
Ai Badriah, dkk
117 Jurnal Al Isyraq, Vol. 2, No 2, Desember 2019
Berdasarkan pemaparan di atas terlihat bahwa sikap toleransi jama’ah Majelis
Taklim Konversi Diniyah al-Ikhlas Panyileukan Kota Bandung berada pada kategori
“Baik”. Masing-masing indikator menunjukkan persentase yang tinggi. Persentase
tertinggi yaitu indikator menerima perbedaan pemahaman. Hal ini menunjukkan bahwa
jama’ah MTKD al-Ikhlas Panyileukan Kota Bandung mampu menerima perbedaan
pendapat, paham, dan pemikiran dari orang lain. Selanjutnya, diantara kelima indikator
tersebut, persentase terendah berada pada indikator menerima perbedaan agama.
Meskipun persentase tersebut merupakan persentase dengan kriteria baik, tetapi jika
dibandingkan dengan indikator lain maka berada di bawah persentase indikator
lainnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa kesediaan menerima perbedaan agama
masih perlu di tingkatkan. Penelitian ini tidak mengungkap faktor-faktor yang
mempengaruhi sikap toleransi tetapi jika dikaitkan dengan teori yang mengatakan
bahwa toleransi dipengaruhi oleh beberapa faktor yang salah satunya adalah tingkat
pendidikan (Hadi, 2017: 29-34) maka dapat terlihat bahwa teori tersebut sesuai dengan
yang terjadi di MTKD al-Ikhlas Panyileukan. Menurut Hadi (2017: 28) bahwa semakin
tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin tinggi pula kecenderungannya untuk
cukup toleran. Hasil penelitian pada jama’ah MTKD al-Ikhlas Panyileukan menunjukkan
tingkat pendidikan jama’ah yang cukup tinggi dan di dominasi oleh lulusan SMA/
sederajat.
Menjalankan sebuah program, tentu tidak terlepas dari kelebihan dan kekurangan
yang ada. Adapun kelebihan dan kekurangan program bimbingan agama Islam melalui
Living Values Education jika dibandingkan dengan bimbingan agama Islam pada
umumnyaadalah sebagai berikut: Peratama, kelebihannya adalah (1) Living Values
Education tidak hanya berfokus pada pemenuhan kebutuhan kognitif melainkan juga
berfokus pada pengembangan afektif; (2) bimbingan agama Islam melalui Living Values
Education menjadikan Majelis Taklim sebagai sarana pembelajaran yang
menyenangkan karena dipadukan dengan kegiatan-kegiatan berbasis nilai yang disertai
dengan games; (3) melalui Living Values Education, jama’ah diberikan pengetahuan dan
kemampuan mengenai resolusi konflik yang dapat diterapkan dalam mendidik anak
maupun menyelesaikan permasalahan yang ada di keluarga. Kedua, kelemahan
program bimbingan agama Islam melalui living values education adalah sebagai berikut:
(1) pelaksanaan program Living Values Education yang ada di Majelis Taklim Konversi
Diniyah al-Ikhlas hanya dilakukan oleh satu orang pembimbing yakni ibu Hj. Ucu Hayati.
Bimbingan Islam Melalui...
Jurnal Al Isyraq, Vol. 2, No. 2, Desember 2019
118
Hal tersebut berarti kurangnya sumber daya manusia dalam melaksanakan kegiatan
tersebut; (2) living Values Education Programme bukan berasal dari agama Islam
melainkan dari Non Muslim, hal tersebut mengakibatkan beberapa pihak meragukan
program tersebut diterapkan di Majelis Taklim.
D. Penutup
Program yang dilaksanakan di MTKD al-Ikhlas Panyileukan Kota Bandung adalah
layanan bimbingan agama Islam melalui living values education. Pemilihan living values
education sebagai salah satu metode bimbingan agama Islam di MTKD al-Ikhlas
Panyileukan Kota Bandung di lakukan sejak awal berdirinya MTKD al-Ikhlas
Panyileukan yakni pada tahun 2016. Tujuan adanya penerapan living values education
adalah untuk membekali jama’ah dengan pengetahuan dan kemampuan pengembangan
nilai-nilai positif. Kegiatan bimbingan agama Islam melalui living vales education di
laksanakan pada hari rabu dengan durasi 30-60 menit. Unsur-unsur bimbingan agama
Islam telah terpenuhi diantaranya pembimbing, terbimbing, media, dan metode. Tujuan
program bimbingan agama Islam melalui living values education sesuai dengan tujuan
bimbingan agama Islam pada umumnya yakni untuk membantu individu memahami,
mempelajari, dan mengamalkan nilai hidup yang sesuai dengan syariat Islam dan
kehendak masyarakat.
Dalam pelaksanaan program bimbingan agama Islam, terdapat beberapa unsur
bimbingan agama Islam yakni: (a) pembimbing, orang yang berhak menjadi
pembimbing dalam kegiatan bimbingan agama Islam melalui living values education
programme adalah mereka yang memiliki sertifikat resmi sebagai trainer LVE dan di
MTKD al-Ikhlas Panyileukan hanya Ibu Hj. Ucu Hayati yang memiliki sertifikat tersebut;
(b) terbimbing, seluruh jama’ah MTKD al-Ikhlas Panyileukan menjadi terbimbing dalam
kegiatan layanan bimbingan agama Islam melalui living values education programme;
(c) materi, sumber materi yang disampaikan dapat berasal dari kisah-kisah para Nabi
dan Rasul serta kisah inspiratif lainnya mengenai akhlak al-karimah; (d) media,
penggunaan media disesuaikan dengan materi yang disampaikan; (e) metode, living
values education adalah metode yang digunakan dalam kegiatan bimbingan agama Islam
dengan teknik berupa diskusi kelompok, bimbingan kelompok, games, dan ceramah.
Tahap pelaksanaan bimbingan agama Islam melalui living values education diawali
dengan sesi pembuka, hening atau rileksasi, kegiatan berbasis nilai, diskusi, dan
Ai Badriah, dkk
119 Jurnal Al Isyraq, Vol. 2, No 2, Desember 2019
penutup. Pada tahap pembuka, pembimbing mengucap salam dan menyapa para
jama’ah. Tahap selanjutnya adalah hening yang bertujuan untuk merileksasikan fisik
dan psikologis jama’ah agar lebih siap dalam kegiatan pembelajaran. Tahap berikutnya
adalah kegiatan berbasis nilai yang bisa di padukan dengan games dan kegiatan
menarik lainnya. Tahap selanjutnya sebelum penutup adalah diskusi yang di dalamnya
berupa kegiatan berbagi informasi, solusi masalah, dan tanya jawab mengenai materi
yang telah di sampaikan. Tahap terakhir adalah penutup yang berisi penyampaian
kesimpulan dan salam penutup. Tahap pelaksanaan tersebut tidak di khususkan untuk
meningkatkan sikap toleransi melainkan merupakan tahapan yang umum dilakukan
untuk semua jenis pengembangan nilai dalam program living values education.
Sikap toleransi jama’ah MTKD al-Ikhlas Panyileukan Kota Bandung berada pada
kriteria “Baik”. Hasil penghitungan angket menunjukkan bahwa kelima indikator yang
digunakan untuk mengungkap sikap toleransi jama’ah MTKD berada pada persentase
tinggi yakni 90%-100%. Salah satu faktor pendukung timbulnya sikap toleransi adalah
tingkat pendidikan jama’ah MTKD al-Ikhlas Panyileukan yang cukup tinggi yakni rata-
rata lulusan SMA/ sederajat. Berdasarkan jawaban responden terhadap angket yang
diberikan, dapat disimpulkan bahwa jama’ah MTKD al-Ikhlas Panyileukan sudah
memiliki nilai menghargai dan menghormati orang lain dari segi perbedaan yang ada.
Nilai tersebut sudah terwujud dalam sikap dan perilaku jama’ah terhadap orang-orang
yang ada di sekitarnya. Dalam penelitian ini tentunya masih banyak kekurangan,
diantaranya penelitian ini tidak diteliti mengenai seberapa besar pengaruh bimbingan
agama Islam melalui living values education terhadap sikap toleransi. Oleh karena itu
disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk memaksimalkan dan menambah
kekurangan yang ada pada penelitian ini.
E. Referensi
Alquran Terjemahan. 2015. Departemen Agama RI. Bandung: Darus Sunnah.
Anees, B. Q., dkk. (2018). Living Values Education Dan Surat Cinta Untuk Nabi. At-Tahrir, 18 (1).
Arifin, B. (2016). Implikasi Prinsip Tasamuh (Toleransi) Dalam Interaksi Antar Umat Beragama. Fikri, 1 (2).
Bimbingan Islam Melalui...
Jurnal Al Isyraq, Vol. 2, No. 2, Desember 2019
120
Arifin, I. Z. (2008). Bimbingan Dan Konseling Islam (Al-Irsyad Wa Altawjîh Al-Islam) Berbasis Ilmu Dakwah dalam Ilmu Dakwah: Academic Journal for Homiletic Studies. 4(11); 27-42.
Bakar, A. (2015). Konsep Toleransi Dan Kebebasan Beragama. Media Komunikasi Umat Beragama, 7 (2).
Fatmawati, H. (2017). Pengaruh Bimbingan Konseling Islam Terhadap Rasa Percaya Diri Peserta Didik Kelas VII Di MTS Mazro’atul Huda Karanganyar Tahun Pelajaran 2015/2016. Skripsi, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Kudus.
Harto, K. (2018). Model Pengembangan Pembelajaran PAI Berbasis Living Values Education (LVE). Tadrib, 4 (1).
Hidayat, D. F., (2018). Konsep Bimbingan Agama Islam Terhadap Wanita Tuna Susila di UPT Rehabilitasi Sosial Tuna Susila Kediri. Inovatif, 4 (1).
Kelly, E. (2018). Pembentukan Sikap Toleransi Melalui Pendidikan Multikultural Di Universitas Yudharta Pasuruan. Jurnal psikologi, 5 (1).
Khasanah, H., dkk. (2016). Metode Bimbingan Dan Konseling Islam Dalam Menanamkan Kedisiplinan Sholat Dhuha Pada Anak Hiperaktif di Mi Nurul Islam Ngaliyan Semarang. Jurnal Ilmu Dakwah, 36 (1).
Lena, N. (2019). Layanan Bimbingan Konseling melalui Pendekatan Agama untuk Mengatasi Kenakalan Remaja dalam Irsyad: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, Konseling dan Psikoterapi Islam. 7(1); 19-40.
Maba, A. P., dkk. (2017). Bimbingan dan Konseling Islam Solusi Menjaga dan Meningkatkan Kesehatan Mental. Jurnal Konseling Gusjigang, 3 (2).
Rizqiyah, H. (2017). Bimbingan dan Konseling Islam Perspektif Dakwah Samsul Munir Amin, Skripsi, Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung.
Satriah, L. (2017). Bimbingan dan Konseling Kelompok. Bandung: Fokusmedia.
Tillman, D. (2004). Pendidikan Nilai Untuk Kaum Dewasa Muda. Jakarta: Grasindo.